Washilah edisi 104 2018

Page 1

Untuk Peningkatan Perilaku Islami, Penggalakan Kualitas Islami, dan Pembobotan Idealisme

JALUR AKHIR TIDAK LAGI BERSUBSIDI PR DEMA-U “NILAI AJAIB” LEWAT PARSEL washilah_uinam

www. washilah.com

washilah online

washilah


2

DAPUR REDAKSI

I.

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

washilah .com Tajuk

Kerja sama Demi Ijazah

Foto bersama Rektor, Wakil Rektor III, Civitas Akademika, dan Pengurus baru periode 2018 setelah palantikan bersama SEMA, DEMA, dan UKM sejajaran.

ROH BARU

Pemberian ijazah di hari wisuda ibarat menyanyikan lagu lama, tapi kembali digaungkan. Seyogyanya, ijazah merupakan urusan terakhir wisudwan dengan pihak kampus. Namun, hal itu tidak terjadi di UIN Alauddin Makassar. Mahasiswa, meski telah menjalani proses pelantikaan dengan khidmat masih harus bolak-balik kampus. Bukan sekali dua kali, tapi berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Ijazah memengaruhi kekhawatiran wisudawan saat bergabung di dunia kerja. Belum lagi dengan nilai mahasiswa yang tidak bisa diakses secara online. Lagi, surat tanda tamat belajar dengan seluruh persyaratan yang memenuhinya perlu untuk sama-sama diseriusi. Keterlambatan serah terima ijazah membutuhkan kerja sama kedua belah pihak, baik mahasiswa maupun pihak kampus, agar ihwal tersebut tidak berat sebelah. Kedepannya, keseriusan bersama dari mahasiswa dan pihak kampus perlu menyusun rencana agar tradisi itu terselesaikan. Apalagi, UIN Alauddin sedang giatnya memperbaiki prasyarat yang menunjang akreditasi. Sistem administrasi juga perlu dimasukan dalam perencanaan kerja agar kampus tertib terhadap data, baik mahasiswa maupun dosen.

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

S

emangat baru, yah inilah mungkin kalimat yang tepat untuk membuka salam redaksi ini, memasuki kepungurusan baru UKM LIMA Washilah periode 2018 adalah sebuah momentum untuk menanamkan kembali jiwa-jiwa spartan bagi pengurus baru di tahun ini. Maka dengan sampainya tabloid edisi ke 104 washilah ini ke tangan anda, adalah suatu bukti dari kami untuk selalu memberikan yang terbaik bagi pembaca setia tabloid washilah di manapun anda berada. Dalam tabloid edisi kali ini kami menyuguhkan berita-berita hangat dan aktual seputar UIN Alauddin. Dalam topik utama kami mengulas mengenai upaya akademik kampus dalam merealisasikan ijazah yang bisa langsung diterima ketika prosesi wisuda berjalan, sudah menjadi hal yang lumrah di kampus hijau ini ketika ijazah selalu terlambat keluar, hal ini disebabkan karena proses pengurusan yang dianggap cukup rumit hingga adanya pungutan biaya menjadi alasan utama mahasiswa harus menguras waktu yang lebih lama dalam memenuhi berkas ijazahnya. Selain itu memasuki tahun 2018 ini, pihak kampus juga sedang mempersiapkan

langkah strategis dalam menyambut kehadiran Mahasiswa Baru (Maba), menyoal pada isu akan diberlakukannya Dana Pembangunan Pendidikan (DPP) bagi dua jalur masuk mandiri, adalah upaya dari birokrasi kampus dalam memperbaiki regulasi yang sebelumnya kurang optimal, berangkat dari keputusan menteri agama pada tahun 2018. Munculnya isu akan diberlakukannya DPP tersebut juga seiring dengan adanya rekategorisasi UKT-BKT khususnya dalam penambahan kategori yang sembelumnya hanya tiga kemudian menjadi tujuh kategori, perihal inipun diklaim oleh Musafir Pabbabari sebagai bentuk dari niat baik birokrasi kampus dalam mengawal mahasiswa yang kurang mampu dari segi finansial. Meskipun sebelum hal tersebut dicanangkan, pihak kampus telah disentil dengan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa beberapa waktu lalu dalam menuntut maba yang terkena Drop Out (DO) dini dari sistem UKT-BKT agar diselamatkan. Hal ini kami tuang dalam rubrik Liputan Khusus (Lipsus). Dana anggaran yang akan dikucurkan oleh kampus kepada Dewan Mahasiswa (Dema) di tahun ini juga masih menjadi

teka-teki bagi sebagian kalangan masyarakat UIN Alauddin, besaran jumlah rupiah yang digelontorkan untuk badan eksekutif mahasiswa ini digadang-gadang sangatlah besar, jika betul, maka apa saja program yang akan diwujudkan oleh lembaga yang sebelumnya sempat vakum selama empat tahun tersebut. Transparansi anggaran itupun akan kami sajikan dengan menarik dalam rubrik Wawancara Khusus (Wansus). Memasuki tahun 2018 ini, media massa tanah air sempat dihebohkan dengan keputusan mengenai pelarangan penggunaan cadar bagi mahasiswi di UIN Sunan Kalijaga (Suka), Yogyakarta. Hal tersebut juga menarik perhatian beberapa dari pendidik di “Kampus Peradaban” ini, perbedaan pandangan dalam kehidupan pancasila yang begitu plural membuat polemik ini semakin hangat, kamipun menyuguhkannya dengan perspektif yang berimbang dalam rubrik Budaya. Sayang jika anda lewatkan. Fenomena Ojek daring yang sedang booming di tanah air saat ini juga tidak luput dari pengamatan mata reporter kami, tren ojek daring yang populer

di hampir seluruh elemen masyarakat, mulai merambah kepada kalangan mahasiswa di beberapa kampus, salah satunya UIN Alauddin, berbekal dengan kendaraan pribadi baik beroda dua ataupun empat, banyak mahasiswa UIN yang menggeluti profesi tersebut, disamping sebagai pekerjaan, fenomena ojek daring inipun diakui oleh mereka sebagai penambah uang saku dan bagian dari kemandirian seorang mahasiswa, yang akan tersaji dengan menarik di rubrik Lifestyle. Dalam rubrik inspirasi kami menghadirkan seorang mahasiswi UIN Alauddin tangguh yang berhasil menginspirasi banyak orang. yang dilakukannya adalah merenovasi hingga membangun sebuah masjid, bukan hanya satu masjid saja, tapi sudah ada puluhan masjid yang ia bantu. Seperti apa jalan ceritanya?, bagaiman ia mengerjakan sesuatu yang tidak mudah itu?, apa yang kemudian mendorongnya untuk melakukan hal tersebut?, siapakah sebenarnya sosok gadis ini?. Simak kisahnya dalam rubrik Inspirasi. Untuk Peningkatan Perilaku Islami, Penggalakan Kualitas Islami, dan Pembobotan Idealisme

MENYOAL DPP DAN KATEGORISASI UKT BKT PR DEMA-U “NILAI AJAIB” LEWAT PARSEL washilah_uinam

www. washilah.com

washilah online

washilah

Ilustrasi: Andi Normalasari AR


3

TOPIK UTAMA

www.

washilah .com

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

JALUR AKHIR TIDAK LAGI BERSUBSIDI Infografis: Muh. Nur Alif

Washilah – Pemberlakuan system DPP bagi mahasiswa yang lulus melalui jalur UMM dan UMK sedang menjadi perbincangan hangat, karena akan berlaku sistem pembayaran lebih tinggi. DPP dimaksudkan agar dapat membantu universitas dalam memenuhi kebutuhannya, sayangnya jika ini benar-benar diberlakukan maka sangat kecil kemungkinan bagi mahasiswa yang kurang mampu dapat kuliah. Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan dan perombakan terutama di sektor pendidikan. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 211 tahun 2018 tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Sejumlah keputusan strategis terhadap PTKIN pun mulai ditertibkan. Kebijakan itu diambil dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan seperti peningkatan mutu gedung dan fasilitas penunjang, pemberian fasilitas dana pendamping, sarana dan prasarana melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), juga peningkatan koleksi dan prasana perpustakaan, hingga peningkatan mutu akademik. Namun, yang menjadi perhatian serius adalah tentang keputusan Kemenag mengenai penertiban regulasi UKT-BKT di beberapa PTKIN. Sebelumnya, mahasiswa yang lulus UMM dan UMK di UIN Alauddin mendapat Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), sama dengan jalur masuk lainnya. Padahal, kedua jalur tersebut seharusnya tidak boleh menerima SPP yang sama. Wakil Rektor (WR) Bidang Administrasi Umum dan Perencanaan Keuangan, Prof Lomba Sultan mengatakan, suatu kesalahan jika Mahasiswa yang lulus UMM dan UMK mendapatkan SPP yang sama, apalagi jika lulus bidik misi. Hal tersebut yang kemudian mendasari pihak Kemenag menertibkan aturan tentang UKT-BKT. Prof Lomba mennambahkan, pihak kampus masih menunggu keputusan langsung dari Kemenag. “Hasilnya keluar dalam waktu dekat,” jelasnya. Ada pengecualian terkait keputusan tersebut terhadap pungutan selain UKT, yaitu jalur Kerja sama dan Mandiri. Penentuan DPP nantinya dikembalikan ke fakultas dan jurusan masingmasing, tergantung kebijakannya apakah dibolehkan atau tidak. Adapun sebelum diberlakukannya DPP, pengelolaan dana

Sistem Dana Penunjang Pendidikan (DPP) untuk jalur Ujian Masuk Mandiri (UMM) dan Ujian Masuk Khusus (UMK) benarbenar diberlakukan, efeknya biaya kuliah kian melangit.

semuanya masuk dalam Badan Layanan Umum (BLU), termasuk juga UKT. Edaran Kemenag Selain UIN Alauddin Makassar, terdapat 57 PTKIN yang mendapat edaran keputusan terkait UKT-BKT, baik UIN, IAIN maupun STAIN. “Yang pasti adalah UKT ini semuanya melalui analisis unit kos masing-masing jurusan atau Program Studi (Prodi), semakin besar unit kos dari jurusan maka semakin besar pula SPP nya,” terang Prof Lomba. Sementara itu, saat ditanya di konfirmasi soal DPP, kepala Biro Administrasi, Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja sama (AAKK) Dra Nuraeni Gani mengatakan, jika hal-hal tersebut menyangkut WR II, dan itu bukanlah tanggung jawabnya, melainkan itu bagian dari Biro Administrasi Umum.“Saya tidak ingin menjawab sesuatu yang bukan tanggung jawab saya, semua ada porsinya masing-masing,” tegasnya. Menanggapi hal tersebut, kepala Biro Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan Drs. Mukhlis Latif saat diwawancarai oleh reporter Washilah terkait

DPP, hanya menjawab hal itu belum dibicarakan. Perbandingan UKT-BKT Penetapan UKT tahun lalu dan sekarang tidak terjadi perubahan yang begitu signifikan, menurut WR II Prof Lomba Sultan bahwa perubahan UKTBKT tidak bisa dipresentasikan sekian persen karena perubahannya sangat sedikit. Perubahannya hanya berupa title. Ia membeberkan bahwa perbandingannya sangat sedikit dalam beberapa prodi ‘’Memang tidak ada kenaikan perbandingan perbandingan UKTBKT hampir sama,hanya ada beberapa prodi yang berubah titelnya seperti Syariah yang berubah dari SHI menjadi SH semua, hal tersebut yang membuat praktikumnya berubah sehingga terjadi sedikit perubahan UKT-BKT,’’ jelasnya. Ia menambahkan bahwa perbandingan UKT-BKT setiap prodi berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing prodi dan rektorat hanya bertugas untuk mengumpulkan usulan dari setiap prodi. ‘’Ada sedikit perbandingan UKT-BKT dari tahun lalu yang berdasarkan dari hasil analisis unit kos masing-masing

jurusan,’’ungkapnya. Tambah Kategori UKT-BKT Kategori UKT-BKT untuk seluruh PTKIN mengalami penambahan dari tiga kategori menjadi tujuh. Meski demikian, diakui Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Mardan, jumlah kategori bukan menjadi kapasitas dan otoritas UIN dalam menetapkan keputusan. Melainkan berdasarkan hasil forum WR II se-PTKIN bersama dengan Kemenag RI. “Khusus untuk UIN sampai tujuh kategori, IAIN lima kategori dan STAIN tiga kategori,” ungkapnya. Seluruh mahasiswa dari setiap jurusan yang ada di UIN Alauddin Makassar, terutama yang lulus bidik misi membayar UKT-BKT sebesar 2.400.000 rupiah. Untuk katoegori satu dari 0-400.000 rupiah, sedangkan pembayaran tertinggi adalah jurusan Kedokteran dengan biaya 37.700.000 rupiah untuk kategori tujuh. Jumlah SPP Setiap Kategori Berdasarkan KMA RI nomor211 tahun 2018 tentang UKT Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kementerian Agama Tahun Akademik

2018-2019, bahwa di dalamnya telah terlampir penetapan UKT per semester kategori I hingga VII seluruh UIN di Indonesia. Penetapan kategori UKT BKT hingga mencapai VII kategori untuk UIN Alaudin Makassar sendiri diperkirakan bahwa kategori V-VII tidak akan terisi, dikarenakan banyak mahasiswa jatuh di kategori paling tinggi yaitu kategori III. Prof Lomba mengatakan bahwa terkait jumlah SPP tiap kategori semua dikembalikan pada jurusan masingmasing. ‘’Semua tergantung pada jursan masing-masing, karena setiap nominal SPP yang ditetapkan semua ada rumusnya sesuai dengan analisis kos masing-masing prodi,’’ katanya. Terkait carut marut UKT BKT, Prof Lomba mengatakan bahwa yang pasti UIN termasuk PTN dengan SPP terendah. ‘’UIN termasuk PTN dengan SPP terendah, bahkan ada pembayaran SPP di Ushuluddin lebih redah dari STAIN,’’ terangnya. *Penulis; Suhairah, Marlina, Tri Susanti *Editor: Muh Anugrah Ramadhan


4

CIVITAS

www.

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

washilah .com

Gunakan LT Universitas, Peserta UMPTKIN Duduk Melantai Washilah – Pelaksanaan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UMPTKIN) menggunakan seluruh ruangan yang ada UIN Alauddin Makassar, termasuk Lecture Theatre (LT) Universitas Kampus II. Selasa (22/5/2018) Akan tetapi, penggunaan LT Universitas dinilai tidak kondusif. Pasalnya, kursi dan meja yang terpisah jauh memaksa peserta ujian untuk duduk melantai. Peserta pun harus membungkuk saat mengerjakan soal. Menanggapi hal itu, salah satu peserta Nur Santi mengaku, sering mengubah cara duduknya untuk mencari kenyamanan lantaran rasa sakit yang di bagian punggungnya. “Iya, tadi sering mengubah

cara duduk karena sakit belakangku membungkuk terus kerjakan soal, jadi tidak nyaman kurasa,” jelasnya. Bukan hanya masalah kursi , Air Conditioner (AC) dalam ruangan juga hanya dijadikan pajangan. Hanya satu dari lima buah AC yang berfungsi dengan baik. Sementara itu, penanggung jawab gedung LT Dr Nursyamsiah menyarankan agar kedepannya memilih ruanngan yang kondusif. “Sebaiknya menggunakan ruangan yang memadai, agar peserta juga nyaman. Sirkulasi udara tidak ada karrena ACnya tidak berfungsi,” tuturnya. *Penulis : Gufran *Editor: Desy Monoarfa

Salah satu peserta terlihat duduk melantai sambil membungkuk saat mengerjakan soal ujian UM-PTKIN di LT Universitas Kampus II UIN Alauddin Makassar. Selasa (22/5/2018)

Terlambat, Peserta UM-PTKIN Gagal Ikut Ujian

Salah satu peserta Ujian Masuk Perguruan Tinggi Agama Islam (UM-PTKIN) yang terlambat dan tidak dapat mengikuti ujian di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKIK) kampus II. Selasa (22/05/2018)

Washilah – Salah seorang peserta gagal mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (UM-PTKIN) UIN Alauddin Makassar 2018, yang berlangsung di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Kampus II. Selasa (22/05/2018) Adapun salah satu aturan UMPTKIN yaitu, peserta harus sampai di lokasi ujian 30 menit sebelum ujian dimulai. Senada dengan hal tersebut salah seorang pengawas Nurhayati Wahid mengungkapkan batas keterlambatan hanya 30 menit. “Tidak bisa masuk, tidak ada lagi kebijakan karena batas keterlambatan

Dua Mahasiswa Alami Tindak Kekerasan dari Oknum Sekuriti Kampus Washilah – Dua mahasiswa jurusan Jurnalistik mengalami tindak kekerasan dari pihak sekuriti kampus, karena dituduh mencuri sepeda motor. Kamis (24/05/2018) Korban Berinisial AAG dan SA, mengalami luka lebam di wajahnya, akibat terkena pukulan dari Oknum Sekuriti kampus II UIN Alauddin Makassar. AAG mengatakan hendak membeli ikan untuk persiapan buka puasa, dengan meminjam motor milik juniornya. “Mauka pergi beli ikan untuk buka puasa, ku pinjam motornya juniorku. Karena saya lupa bertanya motor apa motornya, jadi saya berpatokan dengan kunci motor Honda, saat di parkiran saya mencoba di salah satu motor dan pas,” ujarnya. Ia juga menjelaskan bahwa salah seorang keluarganya mengenali motor yang dikendarainya. “Awalnya cerita baik-baikji kakak yang punyanya motor, tiba-tiba sekuriti datang, langsung tanya mana pencurinya. Diajakka menepi lalu di

eksekusi, pukulan pertama di kepala, setelah itu di dada,” tambahnya. Sementara SA yang juga korban mengaku ini murni salah paham, kami tidak bermaksud mencuri. “Murni salah paham ini, bukanki pencuri, salah motorja kodong,” tuturnya dalam logat Makassar. Tidak terima dengan perlakuan sekuriti mereka berencana melaporkan kejadian ini ke kantor polisi. Terkait hal tersebut Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Jurnalistik, Muh Iqbal, menyayangkan aksi main hakim sendiri. “Seharusnya sekuriti kampus bisa mengendalikan diri, tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan, terlebih kita berada dalam wilayah perguruan tinggi,” ucapnya. Sampai saat ini koordinator sekuriti belum mengonfirmasi terkait kejadian tersebut, saat dihubungi melalui via Whatsapp. *Penulis : Faisal Mustafa *Editor : St Nirmalasari

hanya 30 menit, sedangkan peserta ini tiba 10.37 Wita,” ucapnya. Terkait hal tersebut salah satu peserta asal Takalar yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan tidak mengetahui lokasi ujian karena tidak melakukan survei lokasi “Saya salah, terlambat. Saya tadi ke kampus UIN Alauddin di kampus I karena di kartu tes itu kampus UIN Alauddin saya kira tesnya di sana, tiba di sana langsung di arahkan ke kampus di samata,” ucapnya. *Penulis : Farha *Editor : St Nirmalasari

435 Peserta Ikuti Seleksi Beasiswa Timur Tengah Washilah – Sebanyak 435 peserta mengikuti seleksi beasiswa dan non beasiswa Strata 1 (S1) perguruan tinggi Timur Tengah yang diadakan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kemenag, berlangsung di Auditorium Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Sabtu (12/05/2018) Kasubag Alumni Bagian Kemahasiswaan dan Alumni Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja sama (AAKK) Baharuddin mengatakan setiap tahunnya pendaftar terus mengalami peningkatan. “Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya di tahun ke enam ini pendaftar mengalami peningkatan, khususnya di Indonesia Timur,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan diantara negara Mesir, Maroko, Sudan dan Lebanon. Mesir memiliki minat terbanyak untuk wilayah Sulawesi Selatan. Salah satu peserta Zulkarnain Kararing menjelaskan tahap pendaftaran yaitu, daftar secara online dan ujian secara tertulis dan lisan. “Awalnya daftar secara Online, lalu masuk pada tahap ujian tertulis dalam bahasa Arab melakukan ujian tertulis, setelah itu ujian lisan, tes hafalan Quran dan membaca beberapa teks berbahasa arab sebagai persiapan jika lulus nantinya,” ujarnya. *Penulis : Ramalia *Editor : St Nirmalasari


washilah .com

5

AKADEMIKA

www.

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

Payung Koordinasi Perpustakaan Belum Searah Sebelumnya, pihak perpustakaan pusat telah mengusulkan agar dijadikan pusat rujukan, adminstratif, dan ruang baca. Sementara proses sirkulasi dan layanan pemustaka dilaksanakan di perpustakaan setiap fakultas, agar seluruh taman bacaan di fakultas menjadi hidup dan dinamis. Jika hal di atas urung diwujudkan, pemustaka dapat lebih fokus pada pengadaan koleksi buku yang nantinya akan disebar ke semua taman pustaka fakultas berdasarkan subjeknya masingmasing. Namun, harus ada pemahaman serta kesepakatan antara pihak birokrasi dengan pihak perpustakaan sehingga hal tersebut bisa terlaksana.

Ilustrasi: Muh Anugrah Ramadhan

Perpustakaan merupakan jantung sebuah peradaban, tidak terkecuali institusi pendidikan tinggi. Namun apa jadinya jika sistem yang diterapkan itu tidak terintegrasi dengan baik, seperti yang terjadi di taman pustaka di UIN Alauddin Makassar.

S

istem administrasi yang berlaku di perpustakaan UIN Alauddin memiliki perbedaan dengan regulasi yang diterapkan di setiap fakultas. Kurang optimalnya komunikasi yang dilakukan berdampak pada kualitas buku yang setiap tahunnya tidak mengalami peningkatan signifikan, apalagi perpustakaan di fakultas-fakultas. Suplai Pustaka Versus Kualitas Kurangnya suplai pustaka

yang masuk setiap tahunnya membuat kualitas buku di setiap perpustakaan fakultas tidak memiliki peningkatan yang baik. Padahal, kebutuhan buku di setiap Program Studi (Prodi) masingmasing memiliki perbedaan orientasi keilmuannya sendiri, upgrading buku pun diserahkan sepenuhnya kepada pihak fakultas. Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Quraisy Mathar kepada reporter washilah.

“Kualitas buku diserahkan ke program studi setiap fakultas. Namun, pihaknya sedang melakukan pembicaraan dengan pemangku jabatan birokrasi, dalam hal ini pihak Senat untuk merealisasikan peraturan perpustakaan agar bisa berjalan bersamaan,” jelasnya. Ia juga menambahkan, masing-masing prodi harusnya mengevaluasi buku dan memberi usulan-usulan judul baru. UPT perpustakaan hanya berjuang mengadakan usulan itu.

Perpustakaan, dan Sistem Regulasi Akselerasi peningkatan kualitas perpustakaan akan sulit terjadi jika antar perpustakaan tidak dalam satu jalur koordinasi. Hal tersebut dapat berubah apabila pedoman akademik perpustakaan direvisi kembali oleh Senat atau dalam rapat pimpinan untuk mencanangkan hal itu. Sistem yang terintegrasi tersebut diupayakan dengan komunikasi kepada pihak birokrasi guna mewujudkan peraturan dan kebijakan yang dinilai akan sejalan secara bersamaan jika sistem diperbaiki. Sayangnya, niat baik yang coba dibangun oleh pimpinan perpustakaan tampaknya selalu menemui jalan buntu. Pihak Senat tak pernah sekali pun melihat kondisi perpustakaan. Itu mengindikasikan ketidakterbukaan mereka menjadi kendala bagi kami dan sulit berjalan secara maksimal. “Sudah selalu saya suarakan, tapi saya bukan anggota Senat, di sana ujung keputusannya. Pertanyaannya adalah, berapa banyak dari mereka di kampus ini yang melakukan kunjungan ke perpustakaan,” ungkapnya. Sementara itu, kerja sama yang dilakukan antara perpustakaan dan fakultas hanya sebatas dalam urusan skripsi dan karya tulis saja. Pustakawan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Fitriani misalnya, membenarkan hal tersebut. “Kalau skripsi dan karya tulis, iya karena sudah memasukan karya, tapi yang lain belum terkait dengan perpustakaan pusat. Selu-

ruh karya ilmiah dibuatkan satu repositori,” jelasnya. Sistem pengadaan buku di FTK dilakukan dengan cara menginput semua data buku di perpustakaan. “Skripsi sudah jelas di repositori. Jadi kami input semua datadata buku yang ada di sini. Peminjaman dan pengembalian juga sudah melewati aplikasi tersebut, sudah otomatis,” tambahnya. Selain itu, pustakawan yang ada di FTK juga dibebani dengan pengumpulan iuran dari mahasiswa. Peremajaan buku pun dilakukan setiap bulannya. Sebelumnya, penerapan satu buku setiap mahasiswa dianggap tidak efektif oleh Fitriani, sebab tidak sesuai dengan kebutuhan mahaisiswa. Jika di FTK pengelolaan perpustakaannya memungut iuran dari mahasiswa untuk pengadaan buku, maka di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) menerapkan sumbangan buku dari mahasiswa. FDK juga masih memakai sistem manual dalam hal penginputan, meski diakui buku-bukunya lebih baik dari perpustakaan di fakultas lain. Pustakawan FDK Asniar mengatakan, memasuki masa libur semester, pengelola perpustakaan melakukan peremajaan buku dengan mengganti bukubuku yang usang. “Kualitas buku di sini lumayanlah. Jumlah bukunya juga lebih banyak. Sumbangan berasal dari mahasiswa, kami tidak menerima uang, kami hanya menerima buku yang sesuai dengan jurusannya,” katanya. Andalkan Sumbangan Alumni Untuk menjawab tantangan suplai dan kualitas buku yang ada di perpustakaan, sekali lagi, peraturan yang terstruktur perlu direalisasikan. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UIN Alauddin harusnya berbenah dari segi karya yang dipajang di setiap rak perpustakaan dengan tidak lagi mengandalkan sumbangan buku dari alumni. Tetapi dijejali dengan jurnal penelitian civitas academica agar dapat dijadikan rujukan riset sesuai bidang keilmuan. *Penulis: Devi Fitriani, Dwita, Alfiandis *Editor: Desy Monoarfa


6

OPINI

www.

washilah .com

Edisi 104 | Ramadan1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

“Nilai Ajaib� Lewat Parsel S

eorang senior yang baru saja meraih gelar sarjana mesti ke sana-ke mari saat sebelum dan sesudah ujian akhir. Waktu semalaman yang ia miliki sebelum ujian akhir habis terkuras. Bukan karena mempelajari skripsi yang akan diuji, melainkan menyiapkan ransum yang hendak disajikan keesokan harinya. Dalam konteks ini, parsel dijadikan alasan untuk berbagi rasa syukur—argumentasi bagi mereka yang membenarkan tradisi itu. Motivasi, menurut Victor Vroom melalui teori harapan mengungkapkan, akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah pada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, tradisi parsel di akhir studi membuat mahasiswa mendambakan nilai yang sempurna selama ada jalan untuk memperolehnya. Dalam proses inilah negosiasi terjadi. Jika dilakukan pembiaran, maka negosiator dalam hal ini penguji akan merasa bersalah apabila tidak melakukan apa-apa kepada mahasiswa bersangkutan. Modal kesiapan mental dan fisik menjelang ujian akhir saja tidak akan cukup. Selain menguasai materi skripsi, mahasiswa di beberapa universitas dan fakultas harus piawai dalam menyediakan parsel dan makanan bagi penguji. Padahal, universitas punya tradisi akademis yang dipenuhi oleh para intelektual. Instisusi pendidikan tinggi harusnya memperhatikan output mahasiswa, bukan dari besaran dan kemewahan parsel yang diberi. Parsel masih menjadi upaya nerawat jalinan silaturahmi den-

Menghadirkan parsel di kalangan mahasiswa dalam ujian akhir merupakan negosiasi terselubung. Parsel dijadikan kebiasaan yang berpotensi menjadi tameng mahasiswa melakukan tawar-menawar dan mendapat nilai ajaib.Bagi mereka yang sengaja memberinya, sesungguhnya itu adalah usaha untuk menghindari pertanyaan maut penguji.

Masalah parsel adalah masalah yang sangat dramatis bisa menjadi ajang suap menyuap supaya memperlancar ujian bagi mahasiswa akhir MUHAMMAD FAHRUL IRAS

Merogoh kocek dalam-dalam untuk parsel dan makanan yang tidak perlu dan semestinya disediakan oleh pihak fakultas. Konon, konsekuensi kalau tidak membawa kedua pernik-pernik itu akan diperlakukan sinis oleh sang penguji. Ujian dan parsel adalah dua hal yang semestinya ditempatkan pada ruang yang berbeda. Inilah yang tampaknya kurang dipahami, baik oleh dosen maupun mahasiswa yang dengan sengaja menerima atau memberi hadiah berupa parsel. Parsel pun menjadi semacam ritual yang melenyapkan batasan di antara keduanya. Aturan mengenai parsel selalu menarik

untuk dibahas dan selalu menyedihkan untuk dinantikan. Parsel, bagi mereka yang memberinya adalah usaha agar terhindar dari pertanyaa maut penguji. Bagi mereka yang terpaksa membelinya, ialah upaya menghindar dari sinisme penguji. Keduanya memuat pesan yang sama: mengajarkan kita untuk menyelesaikan masalah dengan sogokmenyogok. Kualitas seorang sarjana pun tidak lagi ditentukan dari seberapa banyak buku yang dibaca,

sedalam apa ia berpikir, dan apa saja yang telah ia hasilkan bagi umat manusia, melainkan seberapa mewah parsel yang disediakan saat sarjana. Mungkin gelar sarjana akan semudah membeli parsel di toko. Lagi, parsel bukan sesuatu yang heroik, tapi nyata yang terbiarkan. *Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik. Jurusan Filsafat Agama Semester VI

gan cara yang bersifat materiel. Parsel yang biasanya kita jumpai pada kenaikan pangkat, hari raya umat beragama, maupun syukuran. Itu karena moti yang tersembunyi dan agar mendapatkan citra baik dari seseorang. Senior saya hanyalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang jadi korban kekonyolan manusia berpendidikan tinggi.

Riset

Saat menjalani proses ujian skripsi, sebahagian Mahasiswa UIN Alauddin melakukan tradisi yaitu membawa parsel untuk diberikan kepada penguji, pembimbing dan lain-lain. Melihat hal ini yang bukan menjadi kewajiban mahasiswa. Untuk mengetahui respon tersebut dilakukan riset. Berdasarkan hasil riset Washilah tahun 2016 terkait respon Mahasiswa mengenai parsel, terhitung lebih 70% Mahasiswa menyatakan setuju agar budaya ini dihapuskan. Maka dari itu, untuk memperbaharui data yang ada, Washilah melakukan penelitian ulang mengingat pemberian parsel masih dilakukan. Riset: Muhammad Irwan, Infografis: Muh Nur Alief


www.

washilah .com

WANSUS

PR Dema-U Edisi 104 |Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

7

Sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) telah menanti pengaktifan kembali Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) untuk menjalankan fungsi eksekutif dan Senat.

Washilah – Tahun 2018 menjadi lembaran (baru) bagi Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) untuk menunjukkan kinerjanya. Padahal, butuh empat tahun bagi lembaga eksekutif ini memperoleh kembali restu dari pimpinan. Sebagai perpanjangan antara mahasiswa dan birokrasi, pengaktifan kembali Dema-U sesuai keinginan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof Siti Aisyah Kara MA Ph D adalah taruhan integritas. Dema-U kemudian dituntut untuk mengoptimalkan tugasnya sesuai dengan visi dan misi serta mewadahi Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang ada di UIN Alauddin Makassar. Berikut petikan wawancara tim reporter Washilah dengan Ketua Dema-U, Askar Nur. Rabu (21/03/2018)

Kita maunya fokus pada pengembangan data dan riset. Agar mahasiswa juga mengkaji; akhir-akhir ini kampus kerap mengeluarkan kebijakan yang tidak seharusnya dan tanpa sepengetahuan LK maupun mahasiswa. Itulah yang kita hindari. Saya dan teman-teman di Dema mau melihat apa yang sebenarnya dibutuhkan dan dikeluhkan oleh mahasiswa; fokus untuk memperbaiki internal kemahasiswaan lebih dulu. Setiap keluhan yang tidak bisa diselesaikan ketua HMJ atau pun Dema fakultas, dibicarakan ke Dema-U untuk sama-sama dikomunikasikan dan dicari solusi terbaiknya. Keberanian saja tidak cukup untuk melawan kebijakan kampus, perlu dibarengi dengan data dan riset.

Apa Langkah Anda Sebagai Ketua Dema-U Realisasikan Visi Misi? Saat penyampaian visi misi, saya menegaskan bahwa Dema-U hanya sebagai wadah, bukan penentu kebijakan. Setelah terpilih, yang pertama saya bangun adalah merangkul kandidat lain untuk sama-sama mengokohkan kehadiran lembaga eksekutif. Sebab tahun ini adalah semangat baru bagi kami. Setelah itu lalu fokus ke rencana yang telah saya utarakan. Dema-U hadir agar mahasiswa UIN Alauddin memiliki dimensi intelektual dan integritas, seperti cita-cita Prof Aisyah.

Selain itu, apalagi yang dikaji oleh Dema-U? Revisi mengenai kategori Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang di atur dalam UU pasal 5. UU menganjurkan diadakan revisi kategori UKT bila tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi. Seharusnya ada Standart Operating Procedur (SOP) penurunan kategori dari pimpinan universitas. Agar kami menempuh jalur itu dulu sementara yang lain mencari data mahasiswa bersangkutan. Kita buat posko pengaduan UKT di gedung Pusat kegiatan Mahasiswa (PKM). Mahasiswa yang punya masalah terkait UKT dengan data yang valid harus didampingi ketua Dema saat mengadu. Ini sebagai pertanggungjawaban jangan sampai ada data palsu, karena bagaimana pun informasi awal kami terima dari fakultas.

Bagaimana Cara Dema-U menjalin hubungan internal dan eksternal antara pengurus dengan LK di Fakultas? Dema-U bukan hanya wadah untuk mengatur semua LK intra UIN, tapi juga perpanjangan tangan dari pimpinan dalam pembinaan kegiatan kemahasiswaan serta sebagai wadah induk untuk menghindari konflik. Lembaga eksekutif tingkat universitas ini kemudian menjadi fasilitator antara LK dengan pihak birokrasi. Kita membangun relasi dengan kawan-kawan LK, baik Himpunan Mahasiswa jurusan (HMJ), Dema, dan Senat mahasiswa (Sema) sejajaran sebagai mitra kritisnya mahasiswa. Meski pada kenyataannya, di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) tidak ada Demanya. Kemudian bagaimana relasi Dema-U dengan Kampus lain? Persoalan relasi dengan kampus lain, kita sudah menjalin komunikasi terbuka dengan 18 PTKI di Indonesia. Komunikasinya melalui media sosial. Khusus Sulawesi Selatan sendiri, Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Muhammadiyah (Unismuh), Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan Universitas hasanuddin (Unhas) juga telah terjalin baik. Apalagi untuk menanggapi satu itu, kami bergerak dan membicarakannya bersama-sama. Misalnya saat Forum Rektor Indonesia (FRI) yang dihadiri presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Kami juga membuat grup khusus bagi presiden mahasiswa. Rencananya akan diadakan pertemuan Dema UIN se-Indonesia, saya pribadi maunya di makassar tapi waktunya belum tahu kapan. Setelah diaktifkan kembali, apa program kerja DemaU kedepannya? Tahun ini kita mau program kerja kedepannya fokus dari awal membahas persoalan mahasiswa. Untuk itu, kami telah melakukan pertemuan dengan lembaga sejajaran di UIN Alauddin Makassar. Jangan sampai program kerjanya hanya seremoni pelepasan kerja saja, setelah itu tidak ada.

Apakah keluhan Mahasiswa langsung disampaikan ke Dema-U atau ada yang khusus menanganinya? Khusus periode tahun ini, Dema-U menggunakan sistem kabinet ‘mitra kritis’. Komandonya satu arah. Untuk keluhan mahasiswa ada Kementerian Hukum dan HAM, kalau di buku saku bidang Advokasi dan Pengabdian Kemasyarakatan, tapi di sistem kabinetnya menggunakan Kementerian Hukum dan HAM, khusus menangani persoalan luar kampus dan dalam kampus. Berapa realisasi anggaran untuk Dema-U? Informasi dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni sekitar 35 juta rupiah. Untuk LKM sekitar 40 an juta. LKM akan dikawal oleh Dema-U di ranah universitas, tapi melibatkan semua fakultas. Bagaimana proses pencairan dananya? Seperti prosedur pencairan dana pada umumnya, melalui proposal. Lalu bagaimana dengan program di kementerian anda terkait realisasi anggaran? Sebagai ketua, saya sudah menekankan bahwa anggaran yang kami terima tidak digunakan untuk acara seremoni atau pelepasan kerja. Saya hanya mendukung program yang berhubungan dengan persoalan

akademik, kemahasiswaan dan ihwal kesenjangan yang dialami mahasiswa. Apa harapan anda terhadap eksistensi Dema-U? Pastiya mau tetap ada dan yang baik-baik. Olehnya mahasiswa UIN harus satu simpul. Dalam artian menyatukan pendapat untuk kebenaran. Dinamika dalam sebuah lembaga tidak lepas dari perbedaan, dan itu adalah hal yang wajar. *Penulis: Nur Fitri Rauf, Dwita, Gufran *Editor: Desy Monoarfa


8

LIPSUS

www.

washilah .com

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

WISUDA TANPA IJAZAH Surat tanda tamat belajar atau ijazah seharusnya menjadi urusan akhir antara mahasiswa dengan pihak Kampus. Namun hal demikian tidak terjadi di UIN Alauddin Makassar.

Washilah - Setelah menyandang gelar sarjana, wisudawan masih diwajibkan mendatangi almamaternya untuk memperoleh ijazah. Bukan sekali dua kali, tapi berharihari bahkan berbulan-bulan. Tiap tahun, UIN Alauddin Makassar mencetak lebih dari 2.000 wisudawan. Dengan membawa toga dan map, para alumni berlomba-lomba mendapat momen terbaik di hari kelulusan, pun dengan gelar akademik sebagai simbol kebanggaan. Menduduki jenjang perguruan tinggi selama ini dianggap sebagai jembatan penghubung menuju dunia kerja. Hal ini jelas, menuntut setiap universitas untuk mawas diri dalam mempersiapkan alumninya. Tak terkecuali bagi kampus hijau yang berdiri sebagai satu dari tiga universitas negeri di Makassar. Pengurusan Ijazah Rumit Proses panjang yang harus ditempuh oleh wisudawan untuk mendapatkan ijazah tidaklah mudah. Mulai pengambilan paraf dari pembimbing satu dan dua, pimpinan sidang, perbaikan skripsi hingga surat rekomendasi dari pembimbing serta surat bebas pustaka. Inilah yang kemudian menjadi penyebab lambannya ijazah diperoleh. Hal itu sangat berbeda dengan sistem yang diterapkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta. Seperti yang dikutip dari akademik.uinjkt. ac.id/layanan-pengambilan-ijazah-dantranskrip, kampus yang juga dinaungi oleh Kementerian Agama (Kemenag) tersebut juga melakukan pengurusan berkas ijazah yang hanya memakan waktu satu hari kerja. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Rektor tentang wisudawan dan bukti penyelesaian skripsi yang telah ditanda tangani oleh bagian-bagian terkait, dalam hal ini bagian akademik dan fakultas. Standart Operating Procedur (SOP) pengambilan ijazah di UIN Syarif Hidayatullah antara lain, mahasiswa yang telah mengikuti prosesi upacara wisuda. Kemudian ke bagian akademik dengan membawa bukti penyerahan skripsi yang sudah ditandatangani lengkap. Lalu memverifikasi dan memvalidasi ijazah dan transkrip nilai. Terakhir melegalisir ijazah dan memfoto copy ijazah dan transkrip nilai ke fakultas masing-masing. Wisudawan Jurusan Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Muh Arsanjani mengatakan, butuh waktu hingga dua bulan untuk memperoleh ijazahnya. Ia juga mengeluhkan adanya pungutan di perpustakaan pusat dan fakultas. “Lama tidaknya pengurusan ijazah tergantung dari lembaran pengarsipan. Dan saya butuh dua bulan untuk mengurusnya, karena pengurusan ijazah terlalu

ribet ditambah lagi pungutan biaya untuk perpustakan umum dan fakultas yang katanya terkait dengan keputusan rektor tahun 2009,” ungkapnya. Hal yang sama dikeluhkan adalah persoalan layanan perpustakaan fakultas yang tidak maksimal. Itu disampaika oleh wisudawan Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Sains da Teknologi Sulmita. “Perpustakaan di fakultas terkadang lama dibuka. Harusnya jam delapan

pagi, tapi aktivitas biasanya tampak setelah siang hari,” ujarnya. Mahasiswa Terlambat Kumpul Berkas Terlambatnya ijazah serta proses pengurusan yang rumit banyak dikeluhkan oleh sebagian mahasiswa, pelayanan akademik dinilai lamban. Akan tetapi, pihak kampus membantah hal. Kepala Bagian (Kabag) Akademik FKIK, Siti Fatimah menuding mahasiswalah yang sering terlambat mengumpulkan berkas. “Mahasiswa sudah jauh-jauh hari ditanyakan untuk mengumpulkan berkas ke bagian Akademik, tapi mereka terkadang acuh tak acuh soal itu. Ijazahnya lambat, yah karena mereka sendiri,” ungkapnya saat ditemui di ruangannya. Ia juga menambahkan, ijazah terlambat bukan hanya persoalan berkas melainkan skripsi yang enggan untuk direvisi atau sengaja tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. “Jadi persoalan ijazah bukan karena pihak akademik yang sengaja memperlam-

bat karena kami tidak punya wewenang atau pun kepentingan khusus. Terkadang mahasiswa sendiri yang sengaja tidak mengikuti prosedur, meski

sekarang sudah kami antisipasi dengan deadline dari jauh-jauh hari,” terangnya. Senada dengan Siti fatimah, yang demikian juga dibenarkan oleh Kabag Akademik FTK Dra Rosdiana. “Saya tidak punya kepentingan untuk menahan apalagi memperlambat ijazah. Lebih bagus lagi kalau ijazahnya cepat di ambil, agar tidak banyak berkas yang tertumpuk. Mahasiswa juga harus sadar, terlebih yang sering telat mengumpul berkas, mulai dari surat bebas revisi atau surat keterangan lainnya,” tegasnya. Dampak Ijazah terlambat Banyaknya jebolan universitas yang kesulitan mencari pekerjaan lantaran persaingan di dunia kerja yang sangat ketat. Persaingan itu juga datang dari ihwal ijazah. Mahasiswa yang telah dinyatakan lulus dan melakukan wisuda mengaku suli menembus pekerjaan di banyak instansi. Sulmita misalnya, ia mengaku sampai saat ini ia masih tengah melamar pekerjaan yang semuanya meminta lampiran ijazah. “Meskipun ada juga yang tidak, tapi ujung-ujungnya pasti bakal diminta untuk melengkapi berkas sebelumnya. Lagi pula beda tingkat kesejahteraan yang berijazah dan tidak,” ungkapnya. Surat keterangan lulus tidak cukup

Ilustrasi: Muh Anugrah Ramadhan

untuk meyakinkan instansi atau perusahaan. Itulah mengapa keluhan demi keluhan ihwal ijazah perlu diseriusi. Lagi, sistem administrasi di UIN Alauddin Makassar harus ditertibkan. Apalagi, kampus sedang giat memperbaiki sistem sebagai prasyarat akreditasi, olehnya administrasi tidak boleh dilupakan. Upaya Pihak Universitas Beri Ijazah Saat Wisuda Sementara itu, menanggapi pengurusan ijazah, Kepala Biro Akademik Dr Hj Nuraeni Gani menyatakan, pihaknya akan berupaya memberikan ijazah saat proses wisuda nanti. “kami sedang berupaya untuk menyukseskan program ini, untuk memberikan ijazah mahasiswa saat proses wisuda berlangsung,” terangnya. Ia mengakui, kurang baiknya koordinasi antara fakultas dan bagian akademik berimbas pada keterlambatan pengiriman data yang menjadi penghambat program ini dijalankan. Meskipun data telah dimasukkan ke Sistem Akademik sebelumnya sudah dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Akademik (SIAKAD), akan tetapi data secara manual juga dibutuhkan. Hal ini dikarenakan data yang dimasukkan pada saat pendaftaran mahasiswa baru masih ada yang salah dan kurang lengkap, sehingga fotocopy ijazah masih dibutuhkan untuk menyesuaikan data. “kita butuh keduanya, manual dan berbasis online,” tutupnya. *Penulis: Andi Rini/ Muh Aswan Syahrin *Editor: Muh Anugrah Ramadhan


www.

washilah .com

9

INSPIRASI

Edisi 104 | Ramadan1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

Merenovasi Masjid dari Hasil Donasi

Dok. Pribadi

S

ejatinya, manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain, akan tetapi kini seolah telah terjadi pergeseran sedikit demi sedikit. Kita terkadang lupa bahwa kita adalah makhluk sosial. Ada saat dimana kita membutuhkan uluran tangan orang lain dan orang lain membutuhkan uluran tangan kita. Meskipun kini populasi orang yang memegang prinsip tersebut mulai berkurang. Hal itu tak menutup kemungkinan, diluar sana masih ada segelintir orang yang memang berjiwa sosial dan meyakini bahwa dalam rezeki kita ada hak orang lain didalamnya. Salah satu mahasiswa jurusan Ilmu Hukum Riska, yang bukan berasal dari keluarga yang kaya raya, justru masih memiliki jiwa sosial yang besar. Terlahir sebagai anak seorang satpam dan guru mengaji membuatnya begitu merasakan pahit getirnya hidup. Kehidupan pas-pasan itulah yang membuatnya tergerak mengumpulkan donasi untuk melakukan berbagai kegiatan sosial. Berawal dari undangan ceramah ke salah-satu masjid yang keadaannya sangat memprihatinkan, bahkan tidak adanya lampu sebagai penerang masjid bahkan warga sekitar kadang lebih memilih untuk ke masjid lain dibanding harus membawa senter serta obat nyamuk untuk sholat dimasjid tersebut khususnya dimalam hari. Hal itulah yang membuat hatinya tergerak untuk mengumpulkan uluran tangan dari orang-orang. “Awalnya Saya hanya memposting foto Masjid tersebut ke akun facebook dan alhamdulillah ternyata banyak yang juga peduli dan membagikannya bahkan menjadi viral. Lebih dari 3000 orang membagikannya,” ungkap Mahasiswa semester VIII tersebut. Tepatnya satu minggu terakhir ramadhan tahun 2017 lalu. Berharap dengan adanya postingan tersebut masyarakat yang mampu bisa datang dan melihat langsung keadaan masjid yang berada di Barombong Kabupaten Gowa. Momen yang sangat tepat tersebut mengundang banyaknya perhatian dari netizen, bahkan ingin berdonasi untuk

membantu pembangunan masjid. Bukan hanya masyarakat lokal, akan tetapi banyak juga dari masyarakat luar negeri yang ingin berpartisipasi. Dari situlah ia memulai open donasi. Kebanyakan donator yang menghubunginya adalah orang yang ia tidak kenal. Ia mengaku bahwa kebanyakan donator yang ingin menyumbang adalah orang-orang sibuk sehingga tidak mempunyai waktu untuk mengurus masjid tersebut dan menitipkan dana tersebut kepada Riska, yang saat itu menembus 300 juta. Kejujuran dan rasa tanggung jawab yang ia miliki membuat para donatur mengamanahkan sepenuhnya kepada Riska. Ia membuat catatan laporan keuangan untuk disampaikan kepada donatur sehingga semua prosesnya transparan. “Masalah keuangannya Saya sendiri yang mengurusi, karena dulu pernah ada teman yang pakai buat bayar SPP. Jadi saya ambil alih, takut kalau nanti ada yang salah gunakan lagi karena dana yang masuk disaya dan pertangggungjawabannya kembali ke Saya juga,” jelasnya. Banyak komunitas Makassar yang diajak bekerja sama, bantu berdonasi seperti Makassar peduli, komunitas motor RS King Makassar dan komunitas mobil corolla. Sering juga dari alumni-alumni UNHAS, UMI dan IKA (Ikatan Keluarga Alumni) SMA. Hingga kini, ada dua Masjid yang telah direnovasi dan satu Musala yang sementara di bangun sendiri dari dana para donatur. Gadis kelahiran Mannyioi ini mengaku tidak pernah kefikiran akan terus berlanjut sampai sekarang. Namun nyatanya hingga saat ini bukan hanya merenovasi masjid akan tetapi masih banyak lagi kegiatan sosial yang ia lakukan seperti membantu para penderita penyakit yang cukup serius diantaranya kanker, tumor, maag akut, gizi buruk yang ada di Rumah Sakit UNHAS. Juga membantu rumah yatim piatu di Desa Tamannyeleng, pembangunan rumah di Bontonompo, membantu Sekolah Dasar (SD) di Bulukumba yang kondisinya memperi-

hatinkan, waqaf Alquran serta membagikan alat tulis dipelosok Kabupaten Gowa. Walaupun banyak waktunya terbuang di kegiatan sosial, itu tidak menghalangi kuliahnya, terbukti dari nilainya yang sampai saat ini masih cukup baik, sehingga orang tuanya mendukung penuh dengan apa yang dilakukan. “Yang memberi Saya semangat adalah kepercayaan donatur kepada saya agar target seperti rumah cepat rampung, dan masjid bisa cepat digunakan untuk beribadah,” ungkapnya. Untuk menjaga kepercayaan para donatur-donatur tersebut, Riska berbagi tugas dengan Wawan, rekannya yang khusus ia beri tanggung jawab dalam hal pembangunan dan seluruh pengerjaan yg ada dilapangan. Ia juga mengaku sudah banyak mendatangi beberapa daerah seperti Gowa, Malino, Sinjai, Jeneponto, dan Bulukumba. Baginya, dengan menekuni kegiatan sosial ini, disamping untuk menjalin silaturahmi antar sesama, juga bisa dijadikan sebagai ajang untuk memperbanyak relasi dengan mengajak lebih banyak lagi orang untuk peduli ke sesama dan lingkungan sekitar. “Keuntungannya dari kegiatan sosial ini, Saya dapat banyak keluarga, dianggap kayak keluarga sama seperti waktu saya ke Malino,” lanjutnya. Ada suka tentu ada duka juga yang ia dapatkan, ia pernah di tegur karena niatnya yang salah diartikan oleh orang-orang tertentu bahkan pernah ada anggota dewan yang mengaku dan mengatasnamakan dirinya dalam salah-satu pembangunan, bahkan ada yang sampai memasang spanduk. Diakuinya, ia pernah komplain masalah spanduk dan banyak yang blokir akunnya, tapi dia tak pernah mempersoalkan hal tersebut karena hal yang dikerjakannya adalah kebaikan. Disisi lain juga, tidak enak membuat masalah di Kampung orang, cukup berkomentar sedikit. Belajar mandiri sejak kelas III SD Terlahir sebagai anak pertama dan dari

Biodata Nama : Riska TTL : Mannyioi, 13 Agustus 1996 Alamat : Desa Tamannyeleng Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa Jurusan / Fakultas : Ilmu Hukum / Fakultas Syariah dan Hukum Semester : VIII (delapan) Orang tua : Ayah : Bahar Sibali Ibu : St. Kamariah Pekerjaan Ayah : Security Ibu : Guru Ngaji keluarga yang memiliki ekonomi menengah kebawah, membuat sikap kemandiriannya sudah terlatih sejak duduk di kelas tiga SD. Riska mulai menjual gorengan demi membantu perekonomian keluarga. Ia tidak pernah merasa malu, apalagi ia memiliki dua adik yang sama-sama masih bersekolah, adik pertamanya perempuan, semester dua sedangkan adik keduanya laki-laki masih duduk di bangku kelas lima SD. Saat dirinya berada dititik jenuh, orang tualah yang membuat ia bertahan dan memberikan semangat baru. Kepercayaan orang tua terhadapnya membuat ia pantang menyerah untuk terus maju menyebarkan kebaikan. Ia sadar bahwa kepedulian itu adalah sebuah kewajiban bahkan sebenarnya sebuah kebutuhan diri, semakin peduli kita dengan orang lain, semakin kita peduli kepada diri sendiri. Prinsipnya adalah Allah memberikan kita akal pikiran yang salah satu fungsinya untuk peduli dan peduli pada sesama manusia itu, selain kewajiban juga adalah kebutuhan yang timbal baliknya ke diri *Penulis: Anisa Rahma, Emiliana/Nur Fitri Rauf *Editor: St. Nirmalasari


10

SOROT

www.

washilah .com

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

Tunjang Akreditasi,

UIN Alauddin Jorjoran Perbaiki Infrastruktur Washilah – Selain bidang akademik dan pelayanan berbasis online, infrastruktur menjadi salah satu program unggulan rektor UIN Alauddin Prof DR Musafir Pababbari M Si. Satu per satu gedung dicicil demi menjawab tantangan akreditasi.

B

ila mengacu pada Instrumen Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) tahun 2011, UIN Alauddin Makassar lebih memilih memperkuat pada standar pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi, sesuai buku V Penilaian Borang dan Evaluasi Diri. AIPT adalah proses evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen perguruan tinggi terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan program Tridarma perguruan tinggi, untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan. Komitmen tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah standar akreditasi. Dari 2016 hingga 2018, setidaknya sudah ada enam gedung yang berdiri. Tiga gedung kuliah terpadu dengan dana pembangunan dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), satu gedung untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) serta dua gedung untuk para dosen. Selesai Satu, Bangun yang Lain Rencana demi rencana dilakukan guna menunjang aktivitas akademik. Setelah gedung kuliah terpadu, gedung FEBI dan gedung dosen, kampus peradaban masih berencana menambah gedung lagi. Di antaranya Laboratorium Terpadu, gedung Information and Communication Technology (ICT), Fakultas Ilmu Politik, dan Pembangunan Fakultas Kedokteran Modern di Kampus I. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi, Umum dan Perencanaan Keuangan Prof DR Lomba Sultan MA. “Lahan di belakang Fakultas Ushuluddin akan dibangun nanti Laboratorium Terpadu dan ICT. Makanya ukuran masjid nanti itu diperkecil. Kemudian pembangunan Fakultas Kedokteran Modern di kampus I, kalau jadi. Kita sudah beberapa kali presentasi di kementerian. Sumber anggarannya berasal dari Islamic Development Bank (IDB) yang berpusat di Jeddah, Arab Saudi,” ucapnya. Lanjut kata Prof Lomba, rektor telah menginstruksikan untuk tidak mengganggu lahan di sebelah kanan Fakultas Ushulud-

din, karena itu disiapkan untuk pembangunan Fakultas Ilmu Politik. Namun, belum ditargetkan kapan waktu pembangunannya karena tergantung anggaran dari pemerintah. Ia juga mengungkapkan bahwa dua gedung dosen menghabiskan biaya yang lebih banyak dari pada tiga gedung perkuliahan terpadu karena perbedaan luas, model, serta ornamen bangunannya. “Tiga gedung kuliah terpadu itu menghabiskan kurang lebih Rp 28 Miliar. Sedang untuk dua gedung dosen dan segala isinya menghabiskan anggaran sekitar Rp 34 Miliar, dananya dari SBSN. Dan FEBI kurang lebih Rp 20 Miliar yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” tegasnya. Dari 57 PTKIN Hanya UIN Alauddin Makassar yang Punya Gedung Dosen “Belum ada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang memiliki gedung dosen. Jadi 57 PTKIN di

Tahun ini akan diperbaiki. Kemungkinan dari pintu masuk sampai depan FKIK dan arah pintu keluar, karena itu sudah lama sekali,” tegasnya. PROF LOMBA SULTAN

Indonesia, baru UIN Alauddin yang memiliki gedung tersendiri walaupun belum merata bagi semua dosen,” jelasnya. Gedung yang terdiri atas empat lantai masing-masing memiliki 112 ruangan dilengkapi dengan kursi, meja, lemari bahkan Wi-Fi. “Lantai I ada 26 ruangan, Lantai 2 sampai 4 masing-masing 27 ruangan. Dosen yang berhak mendapat ruangan di gedung tersebut ditentukan oleh dekan masing-masing fakultas,” kata

Prof Lomba. Adapun pembagiannya meliputi, gedung dosen yang berada di depan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) ditujukan bagi para dosen dari empat fakultas yaitu FAH, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK), Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), serta Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). Sedangkan gedung dosen yang berada di belakang Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ditujukan kepada para dosen dari FEBI, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik (FUFP) dan FST. Prof Lomba Sultan juga menyebutkan ada beberapa ruangan yang tidak diberikan kuncinya karena diperuntukkan untuk dosen tamu dari luar negeri. “Beberapa negara ada yang mau masuk ke kita sebagai dosen tamu. Sekarang ini kan ada di FST, professor dari jerman itu,” jelasnya. Realisasi Pembangunan Gedung Pascasarjana Mahasiswa pascasarjana bisa sedikit bernapas lega, pasalnya realisasi harapan untuk memiliki gedung sendiri akan terwujud tahun ini. Pondasi bangunan yang berada di sebelah gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) kini mendapat anggaran pembangunan. Kabar baik itu dibenarkan oleh Prof lomba Sultan saat ditemui di Ruangannya. “Alhamdulillah tahun 2018

ini kita

mendapat anggaran, tapi tidak banyak. Rencananya akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan gedung pascasarjana. Selama ini yang terlihat hanya tiangnya. Kami baru bisa memenuhinya dengan gedung berlantai tiga,” ujarnya. Lanjut, pembangunan gedung pascasarjana direncanakan memiliki 7 lantai dan akan dilengkapi dengan lift. “Rencananya pascasarjana terdiri atas tujuh lantai dilengkapi dengan lift. Anggarannya sampai Rp 75 Miliar. Sekarang baru mencapai Rp 6 Miliar. Pastinya, tahun ini bukan tiang lagi, tapi dengan lantainya. Kalau di tanya kapan selesai, semua tergantung anggaran,” jelasnya. Hal yang sama juga dibenarkan oleh Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan Drs Fathurahman MM. “Iya ada, tahun ini. Kan sudah ada tiangnya kasihan itu kalau tidak dikerja. Sumber dananya berasal dari rupiah murni reguler. Artinya, jumlah anggaran

yang diberikan oleh pemerintah sudah ada. Walaupun jumlahnya sedikit, tetap harus kita syukuri,” ungkapnya. Ihwal Lain yang “Terlupakan” “Kami memprioritaskan yang mendesak,” kata Prof Lomba. Bagi orang yang baru melawat ke UIN Alauddin pasti akan heran dengan kondisi jalan yang berlubang, bagi mahasiswa sendiri bukan menjadi rahasia umum lagi. Ihwal ini terjadi di hampir seluruh akses menuju ke fakultas-fakultas yang ada. Menanggapi hal itu, Prof Lomba Sultan mengatakan akan ada perbaikan jalan nantinya. “Tahun ini akan diperbaiki. Kemungkinan dari pintu masuk sampai depan FKIK dan arah pintu keluar, karena itu sudah lama sekali,” tegasnya. Idealnya, kehadiran gedunggedung baru diharapkan tidak hanya sebagai pajangan semata. Melainkan harus diikuti dengan prestasi untuk tercapainya akreditasi A yang diprioritaskan oleh UIN Alauddin Makassar selama ini. *Penulis : Ramalia,Rahimun *Editor : Desy Monoarfa


11

PRESTASI

www.

washilah .com

Edisi 104 | Ramadan1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

Penulis Buku Juga Dosen Termuda Qudratullah S Sos M Sos

Pendidikan ditentukan oleh prestasi dan motivasi dari seseorang. Meski menjemukan, tolok ukur pencapaian seseorang diliihat dari halangan yang dilewatinya mencapai suatu tujuan. Washilah – Setiap orang ingin terus menimba ilmu, menempuh dunia pendidikan demi cita yang ingin dicapai, mempersembahkan buat keluarga dan orang tua. Kesempatan dalam memilih adalah hak setiap orang, termasuk jua dalam menempuh pendidikan. Begitulah Qudratullah, pemuda yang memotivasi dirinya sendiri untuk menempuh pendidikan mulai dari bangku Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Qudra, begitu ia kerap disapa memiliki segudang prestasi di dunia akademis. Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia telah berbuat banya bagi anak-anak dengan membantu, mengajar serta membagi ilmu yang dimiliki. “Saya senang dunia pendidikan, dunia berbagi, bukan hanya sekadar memberikan ilmu tapi memberikan pengalaman dan skill yang saya punya,” terangnya. Tahun 2012, Qudra memantapkan jiwa pendidiknya ke jenjang perguruan tinggi. Ia tercatat sebagai mahasiswa jurusan Jurnalistik di Universitas Islam Negeri (UIN)

Alauddin Makassar. Ia juga menyelesaikan kuliahnya dengan masa studi tiga tahun dua bulan dan menyandang predikat Cum laude. Setelah lulus, semangat menuntut ilmu tak membuat dirinya lengah dalam belajar. Ia kemudian melanjutkan pendidikan S2 pada program pascasarjana jurusan Dakwah dan Komunikasi di kampus yang sama. Ia selesai satu tahun lima bulan. Jika dikalkulasikan, pemuda asal Bantaeng ini menyelesaikan S1 dan S2 dalam waktu empat tahun tujuh bulan. Saat ini, ia terdaftar sebagai mahasiswa S3 di Kampus dan Jurusan yang sama. Tak hanya sekadar kuliah, Qudra juga menunjang teori yang diperolehnya dengan praktik diluar. Ia bergabung di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Jurnalistik, asosiasi duta wisata Indonesia, komunitas mahasiswa anti rokok UIN Alauddin serta aliansi remaja independen Makassar. Kuliah S2 dan S3-nya tanpa beasiswa. Biaya kuliah diperoleh dari hasil penjualan buku tentang bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah.

“Saya punya dana dari apa yang saya kerjakan, saya membuat buku dan dari penjualan buku itu digunakan kuliah saya,” tegasnya. Qudra pernah mengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yayasan Pendidikan Nasional (Yapnas) Jeneponto. Kemudian pada awal tahun 2017 ia diangkat sebagai dosen di UIN Alauddin Makassar. Pencapaiannya sejauh ini adalah ingin menjadi anak kebanggaan orang tua. Yang terpenting, restu keduanya adalah motivasi. “Kita boleh menginginkan sesuatu, tapi jika keluarga terutama orang tua tak merestui, kemana pun pasti jalannya tidak mulus. Sebaliknya, berkat restu orang tua, seberat apa pun itu pasti lancar dan berkah. Peroleh restu dari orang tua, tekun itu yang paling penting dalam menjalani proses perkuliahan, masalah cerdas, pintar itu tidak dilihat, kalau kita betul-betul tekun akan mengalahkan dari kepintaran,” tutupnya. *Penlis: Farha,Nur Fitri Rauf *Editor: Desy Monoarfa

Biodata

Nama : Qudratullah S Sos M Sos Tempat/Tanggal Lahir : Bantaeng, 06 Juni 1994 Riwayat Pendidikan 2003-2008 : SD Inpres Loka 2008-2010 : SMP Negeri 3 Bissapu 2010-2012 : Akuntansi, SMK Negeri 1 Bantaeng 2012-2015 : S1 Jurnalistik UIN Alauddin Makassar 2016-2017 : S2 Dakwah dan Komunikasi 2018 : S3 Dakwah dan Komunikasi Prestasi Duta persahabatan mahasiswa UIN Alauddin Makassar (2013), Duta wisata Kabupaten Gowa (2013),Duta persahabatan mahasiswa anti rokok (2015), Wisudawan terbaik I Jurnalistik (2015),Room Media (2015), Penerima beasiswa KTI kemenang kolaborasi Internasional (2015), Wisudawan tercepat II program Magister UINAM (2017), Delegasi Bantaeng untuk FPMI Sulsel (2017), Guest for BNI connect local business and global network Malaysia (2018)

Mahasiswa Jurusan Tafsir Alquran, Sabet Lima Juara

Foto bersama mahasiswa jurusan Tafsir Alquran Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik (FUFP) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar pada Olimpiade Quran Nasional berlangsung di Universitas Negeri Yogyakarta pada hari Jumat-Minggu (04-06/05).

Washilah – Mahasiswa jurusan Tafsir Alquran Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik (FUFP) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mendapat juara dibeberapa kategori lomba pada Olimpiade Quran Nasional. Berlangsung pada Jumat-Minggu (04-06/05) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Adapun mahasiswa yang berhasil meraih juara yaitu, Ahmad Subchan Harming juara I pada lomba Musabaqah Tartil Quran, Murfiah juara II pada lomba Musabaqah Hifdzil Quran 10 juz, Imam Muslim juara harapan I pada lomba Musabaqah Hifdzil Quran 10 juz, Kamsir juara harapan IV pada lomba Musabaqah Tilawatil Quran dan satu tim yaitu Sri Wahyuni, Fathurrahman Wahid Pahlawi dan, Sutriani juara harapan VII pada lomba Musabaqah Syarhil Quran. Salah seorang peserta Sri

Wahyuni mengungkapkan terima kasih kepada dosen dan keluarga besar Sanad Tafsir Hadis Khusus (THK) Makassar yang telah membantu. “Terima kasih kepada keluarga besar Sanad Tafsir Hadis Khusus (THK) Makassar atau Asrama Ma’had Ali maupun dosen dan juga Ikatan Keluarga Mahasiswa Indonesia Sulsel (IKAMI) serta Ikatan Alumni DDI (IADI) yang telah banyak membantu selama kami di Yogya,” ucapnya. Sabtu (12/05/2018) Ia juga berharap, pihak Universitas lebih mendukung dan mangapresiasi mahasiswa dari segi meteri maupun non materi, juga berharap hadiah yang dijanjikan oleh wakil rektor III setelah mengikuti perlombaan. *Penulis : Iqbal Yusuf *Editor : St Nirmalasari


12

SASTRA

www.

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

washilah .com

Sajadah Untuk Nona

Oleh: Nurjanna Azzahra “Allahu Akbar Allahu Akbar….” Kumandang azan mengikis subuh, diam-diam menyusupkan mentari menuju singgasana. Semilir angin sepoi-sepoi seperti menandakan cuaca hari ini akan baik sekali. Angin bak mantra yang mengatupkan cangkang retina, syahdu terlelap lebih lama. di atas bidang datar yang empuk, seorang perempuan masih membuat pulau seluas-luasnya. Sedang cahaya telah memaksa masuk dari bilik-bilik kecil mana saja yang terbuka. “Faiza….” Teriak seseorang dari arah yang entah dari mana, suaranya menggema bergemuruh dengan ritme beraturan “Faiza” ulangnya lagi Tak ada jawaban hingga mentari mendadak rembang, derap kaki mulai menapaki tangga-tangga tinggi. Tak pelan, ia bergerak cepat mendobrak-dobrak sesuatu. Dobrakan ketiga nyaris tak tertahankan. Seperti luapan api dari gas yang bocor, perempuan itu. Seorang perempuan paru baya, susah payah mendobrak papan keras berkuncikan besi “Astagfirullah” gumamnya seperti sudah sangat terbiasa melihat keadaan parau tepat di depan mata Raungan terdengar samar, lebih mirip igauan manusia. Terik sudah mendarat sempurna dengan tirai yang sengaja dibuka. Senyap sesaat, perempuan paru baya itu seperti sedang kerepotan membereskan sesuatu yang berserakan. Persis kapal pecah yang memang sengaja dipecahkan atau dibelahbelah rapi lalu dihamparkan. Gesit, ia meraih air dalam gelas. Tanpa ragu dicipratkannya berurutan dari dagu hingga dahi kepada seorang perempuan yang matanya masih mengatup. “Salat subuh” desah perempuan paru baya itu, terdengar letih. Namun tak membiarkan

Ilustrasi: Aldy Raenaldi

yang dibangunkan angkat suara. Tatapannya teduh, namun bahasa tubuhnya mengisyaratkan perintah yang tajam. Pukul tujuh lewat dua belas menit, Faiza merentangkan sajadah Sabtu adalah waktu istirahat paling indah bagi mahasiswa sepertinya, bangun di pukul sepuluh hingga sebelas adalah hal biasa. Namun perempuan paru baya itu, Ibu Faiza, tak akan melarang apa pun. Kecuali lalai dalam salat lima waktu. Faiza bukan perempuan yang bangkitnya dari keterlalapan sangat mudah dilakukan seperti Ibunya. Ia termasuk perempuan yang harus susah payah dibangunkan, bahkan jika sedang tak beruntung, rinai cipratan air dari dalam gelas atau ember takkan pernah berhasil. “Mau tidur lagi?” Ibu Retno bertanya lembut “Iya Bu, kan sabtu” Faiza cengengesan, menjawab dengan raut wajah memelas yang dibuat-buat agar Ibunya luluh membiarkan ia kembali bersama bidang datar setelah menghabiskan sarapan “Tidak dulu, temani Ibu pengajian pagi ini. Setelah itu kamu boleh tidur semaumu” tegas Bu Retno menahan tawa melihat anak perempuannya, seperti akan tenggelam dibalik meja makan Faiza mengangguk pasrah. Malas-malas ia mencuci muka seadanya, memakai pakaian lengkap yang sudah dipilihkan sang Ibu. Gontai menuruni anak-anak tangga yang menurutnya seperti

menuruni jalan-jalan setapak yang berbencah. Ibu Retno selalu suka melihat anaknya ikut pengajian, hingga salat berjamaah di masjid. Hanya saja, memaksa Faiza untuk salat tepat waktu, tidak semudah mencipratkan air ke wajahnya. Pengajian rutin kompleks berlangsung lancar tanpa hambatan, seluruh ibu-ibu di kompleks Ibu Retno memang rajin-rajin mengikuti pengajian. Bahkan, setiap hari sabtu dan ahad perempuan dan laki-laki bergantian menggunakan masjid kompleks untuk urusan agama, baik itu pengajian, tadarrus berjamaah, tilawatil Qur’an, hingga latihan ceramah dan kajian-kajian keislaman yang terkadang pula dibuka untuk masyarakat umum. “Faiza, ketua remaja masjid kita yang baru ganteng loh. Kamu pasti nggak dengar azannya tiap subuh kan?” Anis tetangga Faiza membuka pembicaraan saat para Ibu sibuk membincangkan konsep pertemuan selanjutnya “Apa urusanku, cowo cakep banyak di kampus” Faiza menjawab kesal, hasrat tidurnya masih memuncak “Tante Retno, bagus deh kayaknya Faiza dijodohin sama kak Zain. Biar ada yang bangunin salat subuh, ingatkan salat tepat waktu” Anis setengah teriak, sengaja ia arahkan pandangan matanya pada seorang laki-laki yang baru saja membuka alas kaki memijaki beranda masjid Faiza menoleh melihat ke pan-

dangan Anis, ia ingin menjitak kepala perempuan itu yang memang seumuran dengannya. Namun bola mata berbinar milik Anis, memaksa ia memilih menoleh lebih dulu. Mulutnya menganga, tak sadar dengan penglihatannya sendiri. “Allahu Akbar Allahu Akbar….” Suara merdu milik lelaki itu menyadarkan Faiza dari lamunan, ia bangun dari alam sucinya. Bu Retno menggerakkan-gerakkan lima jari di depan wajah anaknya, seperti belum siuman total, lama perempuan itu baru mengedipkan mata “Ayo salat, sudah ikamah” Bu Retno tersenyum manis, seperti paham apa yang membuat anaknya tersipu. Ada sebersit harapan di sana. Faiza bangkit, merapikan rambut-rambut halus yang keluar dari balik kerudungnya Sepotong rumput gemetaran di sisa fajar, kokok ayam berlomba-lomba menyaringkan suara paling keras. Kerlap-kerlip bola cahaya dalam sangkar di tengah jalan mulai meredup. Seorang perempuan berkerudung putih menenteng sajadah di lengan kirinya, duduk manis di atas beranda masjid yang pintu-pintunya belum terbuka. Ia telah menahan kantuk hampir dua belas jam, demi mendengar suara azan dan melihat wajah bening lelaki itu. “Nona, apa yang Nona lakukan di sini” suara itu terdengar

samar, seperti bisikan, karena jarak suara itu terlampau jauh dari telinga seseorang yang ditanyanya “Nona?” ulang lelaki itu lagi Zain mendekat, sebentar lagi waktu salat azan. Sedang orangorang pasti akan datang dan melihat perempuan itu. Namun ia tak mungkin menyentuhnya, segera ia menadah air keran di tempat wudu dengan kedua telapak tangan. Perempuan itu tergeletak serampangan, sajadah yang dilengannya sedari tadi telah terlempar jauh dari letaknya. Zain mencipratkan air tersebut, pelan sekali. Tak ada reaksi, hingga ia memutuskan beranjak. Memilih mengumandangkan azan dan salat subuh lebih dulu. Lima menit berlalu setelah Zain menunaikan salat subuh, perempuan itu belum juga terbangun. Sedang orang telah lalu lalang keluar masuk masjid. Entah bagaimana Zain berinisiatif menutup seluruh tubuhnya dengan sajadah. Tak ada orang yang memperhatikan, mereka mungkin terlalu sibuk menahan kantuk atau bergegas pulang mengejar dunia. Zain menggeleng pasrah, di tangannya segayung air telah ia pegang mantap. Sebelumnya ia telah mendapati perempuan yang sengaja menungguinya di beranda masjid seperti ini. Namun baru kali ini ia dapati yang tertidur. Meninggalkan seorang perempuan tak sadarkan diri dengan dengus nafas yang cukup keras bukanlah hal yang baik. Terlebih lagi di rumah Allah. Satu genggam air di telapak tangan dihempasnya keras, dua, tiga “Iya iya Faiza bangun, Faiza bangun” Zain tertawa terkekeh dalam diam “Nona, salatlah karena Allah, beribadahlah karena Allah bukan mahklukNya. Sudah pagi silahkan salat subuh dulu. Ini ” Zain menyerahkan sebuah sajadah yang dipungutnya di atas lantai Faiza mendadak tergagap, ia malu sekaligus bahagia. Ada alasan mengapa detik itu juga ia berikrar melaksanakan kewajiban dan perintah-perintah-Nya hanya karenaNya. Karena ia ingin lelaki seperti Zain, yang bagaimana mugkin ia bisa mendapatkannya jika berusaha menjadi sholehah pun ia tak pernah. “Terima kasih sajadahmu Zain. Aku ingin taat” gumam Faiza dalam tabir yang ia tahu luas membentang. *Penulis adalah mahasiswi Kesehatan Masyarakat. Penulis juga aktif di Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting Uin Alauddin Makassar.


washilah .com

13

BUDAYA

www.

Edisi 104 |Ramadan1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

Cadar,

Budaya atau Syariat Yang Membudaya

Washilah – Perjalanan selalu menyisahkan kisah yang tak tuntas, ada rasa ingin tahu yang belum terjawab, keinginan yang tak tercapai, atau tak adanya kesempatan mencicipi hal-hal baru. Namun, bukanlah hal itu membuat perjalanan kita meninggalkan jejak kisah yang terasa menantang. Seperti itu pula perjalanan saya di akhir tahun beberapa bulan yang lalu. Setelah keliling di sekitar jalan Malioboro, saya hendak menuju taman pintar menggunakan motor pinjaman dari teman untuk membeli buku pesanan teman di Makassar. Saya berhenti di depan warung nasi uduk untuk mengisi perut yang sedari tadi keroncongan. Namanya Risma, kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, perempuan bercadar yang saya temui di pojokan warung makan. Suasan malam itu cukup ramai oleh pengunjung, sekedar berkenalan dan berbincang mengenai aktivitas sehari-hari. Seketika percakapan terhenti, ketika Risma telah menghabiskan makanannya, namun sebelum beranjak dari tempat duduk dia berkata, “di Yogyakatra kamu bisa belajar banyak hal tentang Indonesia, nanti kalau kamu ke Yogyakarta lagi, kontak nomor HP saya, saya akan bawa kamu ke tempat orang biasa diskusi tentang persoalan islam.” Dari penampilannya yang mengenakan pakaian yang menutup aurat, kerudung panjang dengan warna gelap yang tidak menonjolkan lekuk tubuh dan beberapa kain yang menutup mulut dan hidungnya, Risma adalah perempuan yang ramah, berbanding terbalik dari sangkaan awal saya. yang mengira kalau Risma merupakan perempuan yang menutup diri dari orang lain dan tidak mau bicara dengan lawan jenisnya. Caranya bercerita sangat menarik dan tidak terkesan menggurui, saya hanya diam dan duduk mendengarkannya dengan baik. Dalam lingkungan sosialnya, Risma adalah orang yang suka berbagi, entah itu ilmu,atau pengalaman. Saya kaget ketika dia menyampaikan hal yang demikian. Saya baru bertemu dengan dia dan seolah-olah kami sudah sangat akrab

Foto: Faisal Mustafa dengan tawarannya untuk mengajak ketempat dimana dia biasa berdiskusi dengan teman-temannya. Tapi sudahlah, saya tidak mau membahas tentang kisah pertemuan dengan perempuan bercadar yang begitu ramah dan berbanding terbalik dengan sangkaan saya.

“Terkadang ada orang yang menggunakan cadar dengan niat untuk bermaksud curang, akan tetapi itu bukan alasan menghukumi semua orang yang bercadar, adapun Rektor yang melarang mahasiswanya pakai cadar dengan alasan tertentu, menurut saya itu bukan alasan utama mereka,” tutupnya. Cadar Ajaran Agama Atau Budaya Permasalahan pertama yang perlu dituntaskan sebelum menjawab apakah cadar layak untuk tetap eksis atau tidak, ialah sebuah problem krusial yang bila mau dikaji kembali, justru malah akan menambah kerumitan persoalan cadar. Apakah cadar bagian dari Syariat slam atau hanya sekedar budaya? Topik ini telah diuraikan oleh para pakar Agama, mulai dari yang klasik sampai modern. Salah seorang mahasiswa Sekolah

Tinggi Ilmu Bahasa Arab (STIBA) Makassar Niar mengungkapkan, bahwa cadar merupakan bagian dari syariat atau hukum yang telah diatur oleh Allah SWT pada surah Al-Ahzab ayat 59. Dalam ayat tersebut berbunyi “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.” Ahli tafsir Alquran berpendapat bahwa surah Al-Ahzab ayat 59 adalah dalil tentang wajibnya memakai cadar, meskipun banyak perbedaan pendapat dari kalangan para Ulama, walhasil sampai pada titik inilah para ulama kemudian berbeda pendapat sehingga banyak jenis hukum yang lahir tentang cadar ini begitu beragam. Sebagian Ulama ada yang mengatakan mengenakan cadar itu Sunah, Mubah, Makruh, bahkan dianggap Bid’ah. Niar juga menambahkan bahwa sebe-

lum Islam datang dan sebelum ayat-ayat tentang perintah jilbab turun, para wanita Arab saat itu belum memakai cadar. Mereka baru mengenakan cadar ketika ayat tentang perintah memakai cadar diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.

Politisasi Pakaian Perempuan Tak ada yang tak menarik dari polemik larangan memakai cadar, salah satunya dari pernyataan Rektor UIN Sunan Kalijaga yang terbukti melalui banyaknya Media Cetak maupun Media Televisi memberitakan hal tersebut. Dari polemik pelarangan memakai cadar banyak argumentasi pedagogisnya dari Kampus UIN Sunan Kalijaga, akan tetapi ini bukan berarti bahwa alasanalasan yang dikemukakan mereka bisa diterima oleh nalar masing-masing kepala yang berbeda-beda. Mulai dari kecurigaan Rektor kepada mahasiswa salah satunya, bisa saja mereka yang bercadar melakukan kecurang pada saat final, menjadi joki ujian saat tes masuk perguruan tinggi negeri dan cadar dianggap akar paham radilkalisme yang merongrong kesehatan kehidupan keberagamaan masyarakat. “Terkadang ada orang yang menggunakan cadar dengan niat untuk bermaksud curang, akan tetapi itu bukan alasan menghukumi semua orang yang bercadar, adapun Rektor yang melarang mahasiswanya pakai cadar dengan alasan tertentu, menurut saya itu bukan alasan utama mereka,” tutupnya. *Penulis adalah Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik. Jurusan Ilmu Politik semester VI


14

LENSA

Edisi 104 |Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

www.

washilah .com

INFRASTRUKTUR JALAN YANG BERLUBANG Jalan adalah suatu hal yang sangat penting di zaman modern ini, selain sebagai jalur akses ke sebuah tempat, jalanan juga merupakan bagian dari bukti dari baik dan buruknya pemerataan pembangun. Namun apa jadinya jika sebuah jalanan di suatu instansi pembangunan itu buruk dari segi perawatan. Seperti yang tengah terjadi di Kampus II UIN Alauddin Makassar dan berslogan “Kampus Peradaban� tersebut. Foto dan teks: Muhammad Husni Mubarak Jalan perempatan samping kanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan (FKIK) terdapat beberapa titik lubang. (14/05/2018)

Keadaan jalan yang berlubang dan becek dilewati pengendara motor menuju Perpustakaan Syekh Yusuf. Senin (14/05/2018)

Jalanan di depan Fakultas Dakwah dan Komunikasi terdapat lubang yang menghabat pengendara bermotor. Senin (14/05/2018)

Seorang Pengendara motor melewati jalanan rusak di depan Gedung baru Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Senin (14/05/2018)

Seorang pengendarah motor melewati lubang yang sangat nampak di depan Fakultas Ada dan Humoniora. Senin (14/05/2018).


www.

washilah .com

LIFESTYLE

Edisi 104 | Ramadan 1439 Hijriyah | Mei 2018 Masehi

Mahasiswa dan Transportasi Berevolusi

15

Telse.id

P

erkembangan transportasi umum kini memberikan banyak perubahan dalam gaya hidup masyarakat, khususnya perkotaan yang padat penduduk. Di era sekarang ini masyarakat membutuhkan transportasi yang dapat menunjang segala aktivitas, memberikan kemudahan bahkan kenyamanan yang pastinya murah dan cepat. Dengan kehadiran ojek online, seolah merupakan kabar bahagia yang paling dinanti-nanti oleh masyarakat. Hadirnya memberikan kemudahan dan tidak hanya bagi masyarakat tertentu tapi hampir seluruh kalangan masyarakat khususnya di wilayah perkotaan, yang penggunanya mulai dari para pekerja, pegawai, pelajar, hingga mahasiswa. Transportasi online kini lebih banyak diminati oleh kalangan mahasiswa yang sangat membantu, jauh lebih cepat dibanding transpotasi umum, dan para penumpang mendapat banyak keuntungan, salah-satunya bagi yang tidak bisa mengendarai motor atau tidak punya kendaraan, karena bisa menggunakan layanan transportasi online agar lebih mengefisienkan waktu serta harga yang sudah ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Tak bisa dipungkiri, ojek online begitu digemari oleh para penikmat transportasi

online ini dan telah mendapat tempat dihati para penggunanya. Hal itu dikarenakan tarifnya yang bersahabat, juga karena kemudahan akses bahkan kenyamanan yang diberikan. Setiap tahunnya jumlah peminat ojek online ini semakin meningkat, baik dari pengemudi/ driver maupun penggunanya, salah satunya dikalangan mahasiswa, baik dari segi pengemudi maupun penggunanya. Di UIN Alauddin Makassar sendiri banyak mahasiswa yang ikut menjadi driver ojek online, alasannya sebagai kerja sampingan, tambahan uang jajan dan juga mengurangi beban orang tua. Salah satu mahasiswa UIN Alauddin Makassar Jurusan teknik perencanaan wilayah dan kota (PWK) Muh Nursyamsir Ali mengatakan alasannya menjadi driver ojek online sebagai kerja sampingan yaitu untuk mengurangi beban orang tua. “Yah, kerja sampinganlah sekalian bantu orang tua dan bebas kapan mau narik karena tidak ada batas waktunya,” ungkapnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Irfan mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang juga memilih menjadi driver ojek online disela-sela kuliahnya. “Kalau ojek online itu tidak terikat oleh

waktu, jadi tidak akan menganggu waktu kuliah,” imbuhnya. Sama halnya dengan mahasiswa jurusan Tafsir Hadis Arifin yang mengaku telah menjadi driver online sejak lima bulan lalu. “Saya menjadi driver ojek online, disamping untuk mengisi ke kosongan hitung-hitung juga menambah uang jajan,” tuturnya. Menurutnya, dari pada hanya sekedar nongkrong-nongrong untuk mengisi kekosongan, mending melakukan hal-hal yang bermanfaat, menjadi driver ojek online salah-satunya. Selain berfungsi untuk mempermudah, transportasi ojek online juga bahkan bisa dijadikan tempat mengaplikasikan ilmu yang didapatakan diperkuliahan, seperti yang dirasakan Muh Yasir, salah-satu mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). “Sebagai mahasiswa komunikasi, saya merasa bisa mengaplikasikan bagaimana menjalin komunikasi yang baik dengan sesama driver maupun penumpang,” Ungkap mahasiswa semester enam itu. Lanjut ia juga menambahkan bahwa kerja jangan hanya sekedar kerja tetapi kerja itu harus sesuai passion. “Disamping itu, saya senang karena ini

juga merupakan hobi saya” tutupnya. Ojek online tak hanya memberikan manfaat bagi mahasiswa yang menjadi driver namun juga yang menjadi penggunannya, mahasiswa yang dulunya harus menggunakan transportasi umum untuk kekampus, kini bisa menggunakan ojek online yang lebih cepat, praktis dan tak perlu menunggu hingga berjam-jam lagi. Sebut saja Mawar, salah-satu mahasiswa UIN Alauddin Makassar, yang bertempat tinggal di Alauddin. “Kehadiran ojek online ini sangat bermanfaat sekali bagi saya pribadi, biasanya saya harus ke pangkalan dulu dan menunggu berjam-jam untuk ke kampus dengan naik angkutan umum,” tuturnya. Kemudahan mengakses ojek online, membuat sebagian mahasiswa lebih senang menggunakannya. Sehingga tidak mengherankan, kini banyak yang memilih menggunakan yang aksesnya lebih mudah. “Sebelumnya saya sering terlambat masuk kuliah, apalagi kalau ada kuliah pagi. Sekarang tinggal pesan melalui gadget dan kemudian ojeknya akan datang beberapa saat kemudian,” tutupnya. *Penulis : Anisa Rahma,Muh Nur Alif *Editor: St Nirmalasari



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.