Neokultur edisi 05 jan 2018

Page 1

NO. 05 | J A N U A R I 2 0 1 8

• PERSEMAIAN PERADABAN

• JOKOWI ON THE COVER • ISHIGURO NOBELIS SASTRA 2017 • PRAGMATISME DAN KRITIK • SANGKAKALA SANG BIMA No. 5 Januari

2018

•1


NgAk gAk N amPE UsaH SamPE saH S U MeLEdAKan MeLEdAKan Isi KePALa Isi KePALa kalo cuma mau bikin konsep kreatif untuk mempromosikan produk dan jasa perusahaan Anda.

KAMI SIAP MEMBUAT MATERI PERIKLANAN: TV COMMERCIAL, DESIGN & IN HOUSE MAGAZINE, JASA PENULISAN. PT METAFORMA INTERNUSA Jl. Pam I No. 7A, Cempaka Baru, Jakarta Pusat Mobile: 0813 8371 3210 e-mail: ekithadan.metaforma@gmail.com http://metaformaint.blogspot.com

2

•

No. 5 Januari

2018


tanpa angka tak tau waktu tanpa aksara tak ada makna di Neokultur tersedia

wikimedia.org

SELAMAT TAHUN BARU

No. 5 Januari

2018

•3


ESTETIKA

4

•

No. 5 Januari

2018


PENANGGUNG JAWAB/ PEMIMPIN REDAKSI Sugiono MP WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Dr. Agung Pranoto, M. Pd REDAKSI: Prof. Dr. E. Hayatullah al-Rasyid Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud Prof. Dr. Dimas Ari Mihardja, M.Pd Ir. Atik Bintaro, MT. APU Yanie Wuryandari Ghouts Misra Desi Oktoriana REDAKTUR PELAKSANA Eki Thadan SEKRETARIS REDAKSI Desi Oktoriana DISTRIBUSI Ika Suryatiningsih PENGEMBANGAN Sudjono AF Drs. Amin Supratman DESAIN KREATIF Metaforma Creative Communications REKENING MAJALAH NEOKULTUR No. 7771719051 Bank BCA an Desi Oktoriana ALAMAT REDAKSI Ciomas Permai B6/9/Bogor 16610 Hp 08811764859

neokultur/Erry Amanda

SEKRETARIAT Jl. Cikutra Barat No. 59 Bandung 40123 Hp 082121070076 EMAIL: neokultur2@gmail.com COVER: Eki Thadan Dunia sebuah amanah yang tidak main-main.

No. 5 Januari

2018

•5


32

12

JOKOWI ON THE COVER

THE MISSING SPACE Harga sebuah peradaban tak lebih dari selembar kertas institutif sang pengambil kebijakan. Masing-masing orang memendam kecurigaan. Moral dan akhlak bocor di mana-mana. Rumah hanya sekadar tempat singgah. Dapur, tempat tidur dan meja makan, seluruhnya pindah di kafe-kafe atau hotel-hotel. Nilai perkawinan hanya bersandar pada sistem promeskuitet. Seks hanya seharga makanan ringan yang setiap saat bisa berganti merek atau malah tukar pasangan.

6

•

No. 5 Januari

2018

66 ISHIGURO NOBELIS SASTRA 2017 Novelnya dibaca meluas, dibaca lebih 2,5 juta orang AS, difilmkan dan disinetronkan serial di Jepang. “Dia memiliki jangkauan yang luar biasa, dan dia menulis dengan menahan dan mengendalikan beberapa tema yang sangat besar, tentang kenangan dan kehilangannya, tentang perang dan cinta,� kata Sonny Mehta, chief editor.

Ketika berkampanye, pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK mengusung program Nawa Cita, sembilan capaian dalam membangun masa depan bangsa. Inti dari kenawaan itu adalah kedaulatan politik yang bebas aktif, kemandirian ekonomi di tengah iklim global, dan mengembangkan kepribadian di tengah pergaulan budaya dunia. Sejauh manakah pencapaian program tersebut setelah tiga tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla?


DAFTAR ISI 08

SUREL & KOMEN _8

10

S A L A M B U D AYA - 1 0

11

DARI DAPUR REDAKSI - 11

22

69 PRAGMATISME DAN KRITIK Pragmatisme bukan filsafat pencari kebenaran dan bukan metafisika melainkan satu konsep di tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia (Charles Sandre Peirce). John Dewey menandainya sebagai instrumentalisme dengan tiga aspek: temporalisme, futurisme, dan milionarisme.

SANGKA KALA SANG BIMA Sebagaimana laiknya bayang-bayang, ia hanya fenomena, bukan realita. Akan tetapi, adakah suara tanpa bunyi? Suara hati, memang tak pernah muncul dalam notasi. Tapi siapakah yang mengerti dan mampu memahami? Bagi mereka yang telah mencapai tingkat tertentu akan mampu menangkap ruang bayang, mencerna pesan hakiki yang bersembunyi di balik layar.

GLOBAL - 22

Kehampaan Global George Ritzer

26

S N A P S H OT - 2 6

36

PUISI - 36

42

44

74

NO. 05 JANUARI 2018

Kehampaan yang Nyata

Sekuntum Bunga untuk Erry Amanda (1) KRONIK - 42

Hikmah Kegagalan Bupati Award 2017 Komando Daerah Sastra di Kodam RELIGI- 44

Bunga Suweg dan Einsteins

46

SASTRA - 46

56

DAERAH - 56

73

74

80

Menulis Kreatif Puisi (1)

Dampak Modernisasi Ekonomi di Aceh CERMIN - 73

Puber Kedua S K E T S A- 7 7

Mas Karyo Menggigit Jari A P RE S I A S I - 7 8

Nyawa Puisi

No. 5 Januari

2018

•7


SUREL

& KOMEN

Direktur PT Waskita Karya, Ir. Bambang Rianto NEOKULTUR tampilan dan isinya kereen... Selamat dan tetap istiqomah. Agung Ngawi Aseek... pokoke mantep dah... Artikelartikelnya bagus. Sketsa Imaji asyik. Tapi Feng Shui agak beda dengan telaah estetika ilmu arsitektur. Kusuma Jidarul Iwan Terima atas semua karyakaryanya semangat bersama salam seduluran. Bani Hasyim Alpharexcztha Senantiasa berkah, sip... privasi postingannya mohon diubah menjadi publik. Semoga bermanfaat bagi kita, saya teruskan ke sahabat-sahabat Tapal Batas, Iwan Puken, YO Henrie Suyidna, Amadien Shevai Bateruskani,Hasyim Jhanes, Harry Dadan, Firdaus Cuir, dan Lamen Jamian Bethan. YO Henrie Suyidna Semoga wahana ini akan bisa jadi ruang unjuk karya dan juga sebagai sarana untuk menyerap ilmu demi NKRI harga mati. Diberkatilah Si Neo Rajanya, para pamong prajanya, para Nara swasastranya, juga para Pembacanya. Ika Hertika Alhamdulillah, sukses selalu buat Neokultur juga para penggiatnya Yoyok Yoyok Yudhobuwono NEOKULTUR sukses slalu.... Chan Parasay Muantap full amazing... I Like it. Sukses NEOKULTUR, sukses kita juga, salam sastra. Diya Anneke Saya mau pdf nya. Boleh? Hehe (Ya, kami kirim, inbox WA-nya) Fajar Saepul Rohim Siap melihat, baru bisa nyimak belum bisa krisan. Insya Allah share sih tak laksanaken.

8

•

No. 5 Januari

2018

Amoeng Widodo, PEGADAIAN. Selamat dan Sukeses untuk kerabat NEOKULTUR.. Drew Andini Congrats... goodluck. Cholis Sant Syip syip... Boleh nich pdf-nya... Pripun aksesnya ya... Nuwun. Andana Dan Janitra Mantap tenannnn.. Jlebs. Khotimah Zaenudin Belom sempet buka saya. Tapi pasti keren deh. LanGit Semoga bermanfaat untuk semua dan semoga semakin maju dan maju. Terima kasihku jua atas segalanya. Doa dan doa itulah makna: Telah menggema diperadaan kita/ Sebuah artian yang cukup memberikan makna untuk sebuah kehidupan/ Di mana kita belum sempat mengetahui apa yang berbaris di atas bumi insan maka hadir NEO KULTUR/ Dengan membawa sejuta kajian untuk kita cerna dalam laksananya/ Semoga bermanfaat untuk kalian semua dan maju untuk NEO KULTUR/ Bersama indonesi karya... R. Ricky Herdiansyah Majalah Neokultur terbit setiap bulan sekali atau 6 bulan sekali? Satu bulan sekali . Ness Kartamihardja Wah, keren nih para pengelolanya. Semoga majalahnya juga tetap keren Pekerja Sastra Mantap bisa tuk pembelajaran ni majalahnya‌ banyak bilik-biliknya. Hasmiruddin La Asmir Isi NEOKULTUR bagus, saya suka. Kalau majalah itu media cetak tentu saya akan senang berlangganan. Saya gagap teknologi, lama baru dapat saya membukanya. Oh ya, puisinya bagus bagus, saya senang.


mengundang para Penggali untuk bergabung tidak perlu bisa menulis tapi mampu menggali hal baru demi kemajuan PERADABAN

http://www.gaiaonline.com/

No. 5 Januari

2018

•9


S A L A M B U D A YA

DESEMBER, GEDE-GEDEAN SUMBER K

Di ranah sastra dan budaya Desember menyajikan dua acara yang perlu kita catat. Diskusi Quo Vadis Sastra Indonesia di Jakarta, dan sarasehan kebangsaan di Yogyakarta yang bertajuk Masyarakat Adat dan Gerakan Kebudayaan di Indonesia: Menggali Memori Nilai Nilai Kebangsaan.

10

•

No. 5 Januari

2018

Menyusur lorong 2018 ini kita akan menghadapi pesta demokrasi secara serentak, pemilihan kepala daerah di Indonesia dalam tempo berbarengan. Pada edisi sebelumnya kita telah menurunkan ulasan. Panjatan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga tiada aral yang melintang dan berjalan secara mulus efektif-efesien seperti yang diharapkan. Amin.

pixabay.com

ita menapak 2018. Sudah. Melangkah ke depan. Membangun peradaban dunia baru. Banyak tantangan menghadang. Kita sama sekali tak bisa lepas dari peradaban dunia baru yang menelan kearifan sebelumnya. Ada ruang yang hilang. Tapi, kita bertekad menebang, menerjang. Dengan perhitungan tentunya. Itulah perjalanan bangsa ini. Beberapa peristiwa suka-duka tahun lalu telah kita lewati. Desember, gedegedean sumber, yang memoles banjir dan tanah longsor di beberapa daerah, mewarnai rutinitas tahunan. Dan bertambah erupsi abu vulkanik Gunung Agung di Bali, yang berpengaruh pada kepariwisataan sekaligus kesehatan masyarakat. Itu tantangan. Belum lagi hingar-bingar masalah korupsi yang memprihatinkan.

Dan, mungkin, yang akan turut mewarnai suasana sosial politik negeri ini, adalah gemuruh persiapan pilpres 2019. Tentu akan banyak energi tertuang untuk perhelatan akbar secara nasional itu. Guna pembekalan publik dalam menentukan pilihan para pemimpin bangsa, kita perlu mangkaji pengalaman masa lalu. Setidaknya yang berdekatan dengan tempo kini. Maka evaluasi apa yang telah dicapai dan apa yang belum tuntas dalam program kerja Presiden Jokowi kita tampilkan dalam topik Jokowi on the Cover. Demikianlah. Selamat menikmati. Redaksi


DAR I DA P U R R EDAK SI

Kondisi Erbee Edi Pramono di RS Gethol, Mojokerto.

DOMPET SIMPATI PERINGAN BEBAN

A

lhamdulillah kita telah sampai pada edisi kelima. Wasyukurilah. Penampilannya pun kian semarak. Halaman bertambah tebal. Sambutan publik maya juga menggembirakan. Beberapa profesional di bidangnya turut bergabung dan memperkuat jajaran Redaksi. Mulai dari wartawati/sastrawati senior mbak Yanie Wuryandari sampai para pakar dari perguruan tinggi negeri di tanah air. Setelah guru besar ilmu ekonomi dan moneter Universitas Syiahkuala, Banda Aceh, Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud yang mantan Gubernur Aceh (1993-2000) menyusul guru besar pendidikan bahasa sastra Indonesia dan daerah Universitas Jambi, Prof. Dr. Dimas Arika

Mihardja, S. Pd (yang penyair Indonesia angkatan 2000). Turut juga memperkuat keredaksian adalah penyair dan peneliti senior kedirgantaraan di Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) Ir. Atik Bintaro. Kini bertambah lagi dengan kehadiran pakar ekonomi dan demografi, guru besar ilmu ekonomi Universitas Indonesia yang juga penyair Prof. Dr. Prijono Tjoptoherijanto. Semoga jajaran keredaksian ini akan menambah bobot media kita. Sementara di bagian pengembangan diperkuat oleh Drs. Amin Supratman, yang juga mantan wartawan. Di sela reriungan di jajaran Redaksi, ada kabar duka, musibah

kecelakaan lalu-lintas (tabrakan mobil) yang menimpa kerabat kerja kita, dosen Universitas Technologi Yogyakarta, Erbee Edi Pramono, SS. MA, di Mojokerto, Jawa Timur, awal Desember lalu. Istri dan anaknya pun terluka. Edi Pramono sendiri harus menjalani operasi tulang. NEOKULTUR membuka dompet simpati sebagai peringan beban bagi keluarga ini. Kita berdoa semoga cepat pulih dan bisa menjalankan aktifitasnya lagi. Amin. Kami berharap bagi rekan-rekan penggiat sastra-budaya, keilmuan dan kegiatan religi, untuk berbagai kabar kegiatan aktifitasnya. Kami membuka ruang selebar-lebarnya untuk mewartakan kegiatan yang mengarah kepada semangat pembaruan dan kemajuan umat.

No.No. 4 Desember 5 Januari

2018 2017

• 11


UTA M A

http://www.kevinvanaelst.com/

apa arti mampu memiliki segalanya, menggenggam seluruh dunia namun tak memiliki jiwa

Oleh: Erry Amanda 12

•

No. 5 Januari

2018

THE


S

eloroh filsafat di atas pernah saya sampaikan beberapa waktu silam. seloroh tersebut sebenarnya adalah raung jiwa paling mengerikan di hampir seluruh negara-negara maju di dunia. Pesan moral jenis ini bukan barang baru di negeri berjuta masjid, Indonesia. Para ulama, secara tersirat, sering berwasiat soal ‘ruang yang hilang dalam diri manusia’. “Jangan memuja harta dan tergiur dengan tipu daya dunia” Pesan normatif seperti itu, jika umat tidak sekadar mengunyah secara mentah, mau menggali ‘lambang kedalaman nilai’ maka pesan mulia itu tidak akan sering ditafsirkan secara miring. Setidaknya pesan tersebut tidak ditafsirkan sebagai ‘dilarang kaya’, atau muslim harus hidup sederhana, tak perlu ikut-ikutan hidup mewah, tidak hedonis, tidak sekuler dan tafsir dangkal lainnya. Jika boleh dipertajam, pesan tersebut adalah, silahkan kaya, sekaya-kayanya (maaf, toh para kyai juga bergedung dan bermobil mewah), namun fungsikan kekayaan tersebut. Kaya tapi beriman. Mampu menaklukan dunia tapi punya jiwa.

Barangkali paradigma serta logika dakwahnya yang perlu dibalik, sehingga tidak meluncurkan nilai arti di jalur negasi. Diamdiam kita memang sangat wajib mengucap hamdan wa syukran ketika dengan diam-diam pula kita semisal mampu melesat di ketinggian ribuan kaki di atas dan di tengah-tengah langit Indonesia --24 jam terbagi lima-- terdengar kumandang sakral adzan, nyaris serempak, deru mesin serta hiruk-pikuk kehidupan terasa senyap ditenggelamkan panggilan untuk bersimpuh di lembar moral jiwa spiritualitas normatif. Suatu realitas yang tidak membutuhkan data kebenaran empiris model inilah sebetulnya sebuah ruang lain yang terasa hilang di hampir seluruh wilayah kehidupan di bumi manusia. Dan memang, negeri ini perlu disyukuri, sebab nilai-nilai kebenaran anomali, apa pun bentuk dan wajah kebenaran yang dianut, masih memiliki kedibyaan bila dibanding negara mana pun di jagad manusia ini. Post realitas telah mendulang keperihan nilai-nilai kehidupan yang bagian-bagian substans, bahkan dimensionalnya, terpenggal dan tercabik-cabik oleh deru

‘mesin hasrat’, desiring mechine, dan bergumul dalam peradaban gebyar pertikaian mencari arah yang kian simpang. Berongganya suatu sistem tata nilai hal yang wajar karena setiap saat bisa lahir teorema-teorema perbaikan atas ketidak-tepatan dalam menjawab makna hidup yang kian kerontang ini. Dekonstruksi di semua lini struktur kehidupan selalu tengkurap berhadapan dengan realitas baru yang muncul sebagai reaksi ‘tak padan’ dari pandangan teori futurismatik pun. Badai besar di ranah temuan teknologi hampir seluruh kebutuhan manusia hingga pada gemuruh para pemikir futuristik membincangkan risiko besaran dari hyper reality, termasuk katalis manusia clonning juga cyberhuman, dan tembang klasik dengan dongeng munculnya dunia baru, manusia baru, kehidupan baru (baca: sebagai tandingan sorga) pada akhirnya justru malah melahirkan ‘nyanyi sunyi’ di tengah kesendirian di antara kegaduhan dan gaduh dalam kesendirian. That’s all! Setidaknya lengking panjang yang lebih mengerikan

MISSING SPACE No. 5 Januari

2018

• 13


u t am a

di dunia baru yang dijanjikan, manusia planet yang diimpikan lewat science fiction macam startrek, toh nyatanya pertikaian untuk muncul sebagai kelompok superior tidak surut, bahkan kian tajam dan lompatan gen yang masih tersisa dari prahara kemusnahan manusia bumi, di tempat lain sebagai mukiman serba mesin ini pun sifat-sifat manusianya sudah hapus dari chip awal. Jiwa yang tersisa hanya sekadar bertahan hidup dari siksaan dan tindasan kelompok manusia planet lainnya. Ruang yang hilang di bumi ternyata tidak pernah bisa diperoleh kembali di planet lain. Huru-hara pertikaian strata kehidupan masih berlanjut di negeri yang dijanjikan para ekpertis di bidang neuro biologi atau gen. Genom manusia yang coba disempurnakan dengan seluler sebesar 1 Gega trilyun DPI IC dan dengan tidak menyertakan perasaan dosa, bersalah, dengki, kecewa, bahagia, sengsara dan sejenisnya - diharapkan manusia paripurna model rekayasa genetika ini bisa mengujudkan impian ‘hidup abadi’ (the Etenality). Pertanyaannya adalah, lantas untuk apa hidup hanya sebuah program perintah tanpa menyertakan aspek-aspek realitas kehidupan itu sendiri? Kendati manusia jenis ini mampu memperbaiki secara otomatis seluruh bagian tubuh yang rusak

14

No. 5 Januari

2018

tanpa melibatkan kesadaran otak pemiliknya. Tangan putus, seluruh sel akan melakukan mitosis (pembelahan) secara serempak dan auto recovery atas kerusakan hanya memakan waktu sepersekian ribu detik. Lantas untuk apa? Jawabnya jelas: “Itu pertanyaan manusia konfensional yang tak layak diajukan bagi cyber human. Urgensitas kehidupan antariksa jelas sangat bersifat tegak lurus dari urgensitas kehidupan ‘manusia berdaging’ yang bisa membusuk dan mati..”

diam tanpa kejujuran mereka bersimpuh menatap pucat adanya ruang yang hilang dalam dunia mereka, dalam jiwa mereka -memangsa kebahagiaan gamang dan semu.

Sungguh menggelikan. Adakah arsitek manusia planet yang masih tinggal di bumi ini sudah kehilangan taste manusiawiannya? Atau saat ini mereka adalah merupakan simulator manusia ‘pabrikan’ untuk pesanan planet tersebut? Jika jawabnya ya, sosok manusia jenis ini sedang menakar takaran tanpa parameter yang jelas. Artinya ‘suatu kebosanan’ dari realitas yang melampuai batas realitas hingga pada akhirnya ia pun harus kehilanngan nilai takaran itu sendiri.

Memang tak pantas membuktikan raung kegetiran hidup yang kosong. Bagi sebagian besar manusia posmo hanya bersandar pada banyaknya para cendikia dan dengan secara terbuka menyatakan diri mereka beragama. Pada awalnya mereka lebih merasa bangga disebut sebagai ateis, tapi setidaknya kecenderungan tersebut bisa dipergunakan sebagai suatu indikasi ‘munculnya kekosongan hidup’. Dalam dua dasa warsa terakhir dunia Barat yang sebelumnya menabukan penerbitan buku-buku agama, sekarang menglami perubahan. Di perpustakaan atau toko buku mana pun, di Amerika sebuah misal, mulai berderet buku-buku agama, khususnya Islam dan buku-buku tersebut secara umum diserbu para pembaca.

Dari kekosongan tadi mereka melompat ke ruang yang jauh lebih kosong dari kwadrankwadran nilai kehidupan yang hendak disempurnakan merurut katalis-katalis ilmu rekayasa genetika di bidang reproduksi (yang hingga detik ini tak pernah ditemukan katalisatornya). Ini gaung utama yang ada pada kelompok yang menuhankan ilmu pengetahuan dan dengan diam-

Kecenderungan lain, berapa ribu manusia Barat yang meninggalkan hingar modernitas, masuk di kuil-kuil, wihara, goa dan sejenisnya dengan sebuah cap filosofis back to nature? Suatu kecenderungan mendekonstruksi perilaku macam di atas bagi para pengamat psikososial buru-buru mengajukan sebuah teorema metodologis yang disebutnya sebagai return point. Apakah


stressor dynamic yang menghajar di hampir seluruh belahan bumi yang kemudian melahirkan semacam kekosongan jiwa seperti di atas, pantaskah dipaksakan untuk disebut sebagai ‘titik balik peradaban’?

sangat dipaksakan. Borok moral model ini lebih sebagai besaran dari sikap hidup yang didulang

seks tidak harus diseret ke moral sosial sampai moral normatif suatu keyakinan? Adakah kecenderungan model ini juga pantas disebut sebagai titik balik peradaban? Peradaban mana sebagai analogisma-nya? Parameter peradaban mana yang direkonstruksikan? Jaman sodomi pada pemerintahan nabi Luth? Terma ini tentu benar-benar

http://qlaconsulting.com/

Bagaimana jika berbanding dengan jenis penyimpangan perilaku lainnya yang kasus muara bentukannya sama? Artinya, dimensinya sama, hanya kondisinya saja yang berbeda? Ambil saja kecenderungan belia perempuan negeri Matahari Terbit yang menafikan nilai-nilai perkawinan? Hubungan

dari termaterma eksistensialisma (baca kehendak merdeka dalam cap sakti human right). Dalil baku yang dipergunakan sebagai hak superioritas kapitalis dengan

No. 5 Januari

2018

• 15


u t am a

sejuta tangan dan kaki bebas: menetapkan atau membongkar nilai-nilai yang dianggap sebagai kemapanan. Jadi, dimuseumkannya cap dagang kehidupan kosmopolit pada era virtual world, bising audio visual mayawi, mereka sumbat dengan panorama jurang, ngarai, bukit bebatuan, nyanyian alam pedalaman, sama sekali bukan sebuah kecenderungan yang bertumpu pada alasan sikap dasar humanis yang disebut sebagai titik balik peradaban.

ringtone panggilan dengan suara kentongan? Pertanyaan ini memang terasa terlalu tendensius dan teramat otoritatif dalam mengambil studi banding secara acak, pun demikian, tanpa mengabaikan standar baku statistika yang bersandar pada field research. Sampel yang saya ajukan di atas bukan hanya bersandar pada fenomenapsikososial namun lebih pada realitas sosial yang bersifat antisosial di kalangan masyarakat nonkumunal negaranegara adikarsa.

Akan menjadi masalah lain jika gedung-gedung pencakar langit, land mark, pabrik-pabrik, pembangkit tenaga listrik, sarana transportasi modern, seluruhnya dimusnahkan. Dan semua manusia bumi kembali merangkak di kegelapan malam. Berkuda, berkereta ratusan mil. Malam bercahayakan bintang dan lampu minyak. Pakaian dari kulit kayu atau kulit binatang. Negara politik dihapus, digantikan kerajaan atau kepala suku. Nah, jika demikian kejadiannya, apa boleh buat. Maka, kita harus sepakat bahwa apa yang terjadi pada saat ini merupakan realitas return point.

BENCANA PERADABAN Pikuknya perubahan sosial dan hancurnya nilai-nilai etika sosial serta hilangnya harga filosofi bahasa, syndroma imitatif personal yang xenoistis, dan dalam waktu yang bersamaan tipis pula harga diri sebuah keberadaan serta nilai-nilai kehormatan kemanusiaan. Ribuan manusia Amerika, setidaknya sekitar 25.000 orang per tahunnya memeluk Islam. Ini menjadi kontradiktif jika dikaitkan dengan isu teror yang berkonotasi Islam fundamentalis di negeri Paman Sam itu. Budaya similar yang diiklankan oleh dekonstruksi sosial bernama globalitas, benar, telah mampu mengambangkan perbedaan Barat dan Timur secara verbal, (baca: kulit luar) yang cukup berhasil menggerus adatistiadat, etika sosial serta normanorma asal. Hampir seluruh wajah anak bangsa dunia telah gamang menatap harga diri dan peradabannya sendiri. Di ruang, di

Bandingkan mesin pencitraan yang kian melaju dengan kecepatan melebihi ultrasonic ini, pencitraan soal manusia tanpa cacat di pabrik ‘manusia kloning’. Ada apa dengan telepon seluler yang melengkapi software mereka dengan 3G misalnya? Mengapa tidak menambah

16

•

No. 5 Januari

2018

mana markas ‘wajah’ yang ditiru tadi, justru berbanding terbalik dengan apa yang sedang mereka rindukan. Hubungan harmoni sebagai manusia sudah lama tanggal dari ruang tinggal mereka. Jumlah masjid yang pada penggal akhir abad 20 hanya sekitar 600 majid di Amerika Serikat, kini menjadi ribuan masjid ditambah berdirinya bangunan megah, Islamic Centre. Belum lagi buku-buku yang terbit di Inggris tentang Islam yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding dengan di Arab. Jika saya mengambil contoh masuknya guru besar matematik yang ateis menjadi muslim, Jeffry Lang, atau mantan Pendeta, Dr. Jerald F. Dirks, dan nama-nama besar saintis Amerika, Inggris, Jerman serta negara Eropa lainnya mulai kenal air wudhu, di samping para tokoh orientalis yang ateis dengan


sikap terbuka menerima agama, ini adalah sinyal munculnya serpihan sikap destabilitas dalam jiwa seseorang.

www.photocase.com

Harga sebuah peradaban tak lebih dari selembar kertas institutif sang pengambil kebijakan dan Sang Pengatur. Manusia yang awalnya diberi kewenangan untuk bebas bertindak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaannya, pada gilirannya justru malah kehilangan harga kemanusiaannya. Mata setiap orang kian nampak tak

mencerminkan kesalehan atau keteduhan. Masing-masing orang memendam kecurigaan. Moral atau akhlak bocor di mana-mana. Rumah hanya sekadar tempat singgah. Dapur, tempat tidur dan meja makan, seluruhnya pindah di kafe-kafe atau hotel-hotel. Nilai perkawinan hanya bersandar pada sistem promeskuitet (kesepakatan keduabelah pihak) tanpa terikat tanggung jawab moral kebersamaan. Profanik. Seks hanya seharga makanan ringan yang setiap saat bisa berganti merek atau malah tukar pasangan. Kata jadah bagi anak yang lahir dari sistem ‘paguyuban seks’ model ini tidak ada kamusnya. Inilah ruang yang hilang. RUANG YANG HILANG This’s the missing space beyond the natureschyzophrenia, ruang yang hilang di tengah-tengah jaman edan. Kemudian, dari gumam takut dan malu-malu, tiba-tiba lantang berkumandang di mana-mana, “...untuk apa beragama?” Agama tidak menjanjikan realitas tapi lebih menjejalkan dongeng sorga dan neraka. Untuk apa sholat jika sholat hanya agar disebut sebagai orang alim namun jiwanya kosong dalam kehidupan nyata? Mengapa jika Tuhan maha kuasa, tanpa tanding, maha memelihara - kok pertumpahan darah ada di mana-mana? Mengapa justru yang hancur dalam perang malah orang-orang yang dikenal sebagai orang yang taat pada Tuhannya? Mengapa kalau Tuhan maha menyayangi, justru orang-orang yang

disayangi yang dibantai, dinista, dihina, dipermalukan dalam berbagai bentuk dan keberadaannya? Mengapa justru orang-orang yang dicap kafir justru yang mampu menguasai dunia dengan segala teknologinya?” Silakan mengernyit sejenak dengan pernyataan di atas yang sekaligus sebagai terminologi apologia agnostik. Dan harap mafhum, pertanyaan model ini selain kali awal dicetuskan oleh para sainstis justru kini diteriakkan oleh orang-orang yang sejak lahir telah bermerek agama. Tentu, beragama model yang bagaimana. Barat sudah usai membincangkan ada atau tidaknya Tuhan, tentu perihal ini ada di kalangan sainstis. Dengan sikap agak sedikit malu, agar tidak membarakan api pertikaian yang bersifat kontras bagi penghuni bumi yang mempercayai adanya Tuhan, mereka coba membuat rumusan filsafat sains yang ramah, yang tentu teramat hati-hati dan sering terasa dipaksakan. Dendam romantika serta kebencian yang mengakar pada pelecehan ilmuwan yang dilakukan para teolog di masa Galileo memang masih terasa menggurat, namun setidaknya keramahan wacana kepustakaan mulai terasa akrab. Meski tak terlalu tajam mempersoalkan nilai-nilai agama sebagai mithologi, namun penghindaran yang agak halus dilakukan dengan mengganti institusi

No. 5 Januari

2018

• 17


www.weddingshoneymoons.com

u t am a

18

agama dengan kata ‘spiritual’. Istilah terakhir ini pun sudah riuh pada paruh awal abad ke-20. Jacques Derrida beserta Maturana yang mengibarkan nilai-nilai postmo coba mengupas realitas di balik realitas dengan sejumlah rangkuman korektif berjudul Dekonstruksi Spiritual. Untuk karya ini tentu tak wajib menunggu kata Tuhan dan terminologi teosofi, apalagi religiusitas normatif dengan sejumlah aturan yang bersifat relevasi atau sikap hidup yang profetis. Nyatanya dalam tesis mereka masih jungkir-balik menyoal semantik.

transendensial (mengganti istilah: kebenaran Ilahiah) bukan menjadi penting. Dering posmo yang tetap menjadi alarm kehidupan sosial tetap dipergunakan sebagai ‘penggugah kesadaran’ di luar campur tangan Tuhan. Bingkai utama penghinaan Davinci Code terhadap kebohongan nabi-nabi (bagi fisikawan dan pelukis, Leonardo da Vinci, bahwa wahyu adalah sebuah kebohongan; kitab suci yang diturunkan kepada para nabi disebut sebagai kebohongan besar, karya imaginatif) -- dan hingga kini masih menjadi dalil sakti atas penolakan adanya Tuhan.

Lambang-lambang bahasa ungkap serta pemetaan idea-idea kebenaran nonkonsensional masih menjadi urat nadi pembahasan -- soal ada atau tidaknya kebenaran kelangitan, substans

Jika penolakan tersebut lahir dari para sainstis yang Tuhannya adalah ilmu pengetahuan, hal itu wajar-wajar saja. Yang menjadi sebuah pertanyaan besar, memprihatinkan dan juga

No. 5 Januari

2018

mungkin sangat tidak wajar, jika yang mempertanyakan urgensitas agama terhadap kehidupan ini justru adalah orang yang beragama sendiri. Lalu paradigma apa yang dipergunakan untuk mempertanyakan mengapa manusia harus tunduk atas peraturan agama? Apa batas pembeda ‘berbuat baik’ tanpa berjubah agama dan yang berlindung di bawah payung aturan agama? Mengapa kemahaan sang pencipta masih membutuhkan penghormatan hasil ciptaanNya, masih perlu disembah? Gengsi strata apa yang masih dibutuhkan oleh Sang MahaTunggal? Pertanyaan-pertanyaan krusial model di atas bukan lagi monopoli para ilmuwan ateis yang diletupkan oleh kegerahan Marxis menatap realita tahta Ilahiah


gerejani yang disebut sebagai nihilisme, namun pertanyaan tersebut mulai melebar di ranah manusia yang justru memiliki identitas beragama. Pascakomunis, khususnya negara miskin yang sejumlah faham akar rumput coba disinkretiskan ke dalam agama besar dunia (Islam, Kristen, Yahudi) justru kian kental mempertanyakan soal sholat. Dalam tulisan ini saya tidak ingin membincangkan teorimatikal fisika faali, khususnya hubungan langsung chip di otak dengan soal sholat. Kilasan sederhananya saja adalah, bahwa dengan pencarian realita di alam metakosmis, dengan keteduhan serta sublimasi jiwa (baca: tubuh tanpa organ) sangat berpengaruh terhadap neuro biologi perilaku. Dalam keadaan self transendency (bedakan dengan auto transendency) seseorang akan mampu mengatur derajad tempramental, mampu membangkitkan sejumlah kecerdasan, kecemerlangan ruang gagas serta memungsikan chip-chip pada gen manusia secara optimal. Untuk bahasan masalah ini sudah sering saya singgung dalam makalah-makalah sebelumnya. Jawaban lain, hampir semua bangsa yang bergerak di bawah pengatur mesin waktu industrial, mereka kehilangan nuansa spiritual atau chip spiritual yang telah disertakan sebagai hardware-nya human beeing, telah dipasung oleh deru mesin

hasrat yang dahsyat. ‘Nek ra edan ra keduman’ (jika tidak ikut gila, tidakakan mampu mengikuti gerak perubahan jaman dan tuntutan perubahan itu sendiri yakni material kasat penunjang kehidupan) - pesan pitutur yang berkonotatif melecehkan ini sudah menjadi bahasa pasar di seluruh jagad manusia. Perbuatan jahat dianggap sebagai suatu risiko besaran apologi ketakberdayaan. DISKURSUS SOSIOSPIRITUALITAS Mengindra sambil menelaah suatu kejadian kasat memang tak akan mampu melepaskan diri dari ‘akar rumput keyakinan’ yang mendasari sikap nalar dan telaah yang sedang dilakukan. Demikian pula kasus yang sedang saya angkat ini. Sikap nalar tersebut tak akan mampu membebaskan diri dari keterlibatan wacana dasar. Kendati upaya untuk netral diusahakan semaksimal mungkin, namun obyektifitas penalaran secara analisis selalu akan dibatasi oleh ruang lain yang mungkin dianggap lebih general. Dan penerimaan kebenaran analisis yang bersandar pada termaterma norma yang dipergunakan sebagai matra banding itu pun masih berada pada parsial-parsial kelompok atau masyarakat seranah. Menyadari begitu lebarnya lembah falsifikasi suatu keilmuan yang dikaji dan kemudian ditetapkan, dijustifikasi, maka dalam tulisan ini saya hindarkan sedapat

mungkin untuk membandingkan atau mempersalahkan konsensi kebenaran lain yang mungkin sangat berseberangan dan tegak lurus dengan nilai kebenaran yang hendak disampaikan. Secara pribadi dan lebih kepada sebagai komunitas keilmuan, norma kebenaran yang diajukan oleh tokoh besar rasionalis abad ke-17 (1590 -1650), Rene Descartes, tetap hangat sebagai kerangka acuan telaah kekinian. Saya bisa menerima kebenaran tersebut masih sebatas pada genre dan masa di mana gejolak revolusi perubahan dan peradaban kala itu sedang berlangsung. Saya juga tak hendak merevisi kebenaran Descartes yang dalam beberapa kondisi sudah tak lazim untuk diterapkan sebagai terma aksioma kebenaran. Itu pula sebabnya setiap telaah nilai akan selalu melahirkan diskursus-diskursus subyektifitas kelompok sepaham. Diskursus sosiospiritualitas yang disandarkan pada masa dispotik sosial jaman Deskartes, jelas akan sangat beda semangatnya dengan tauhid sosial yang sedang saya bicarakan. Landasannya pun sangat berbeda. Descartes berpijak pada logika dan rationalitas dunia pikir, sementara kajian ini lebih disandarkan pada nilai-nilai kewahyuan, kendati Descartes sendiri, sekalipun sebagai sosok eksakta, masih pula menggeluti dunia metafisik. Meski sama-sama membedah soal spiritual, bedanya yang satu

No. 5 Januari

2018

• 19


u t am a

tak melibatkan institusi agama atau keyakinan, sementara bidang yang sedang saya amati adalah pertalian antara neuro biologi perilaku dan spiritual kewahyuan. Sebut saja, antara material ilmiah dan protosains jagad serta penghuninya (yang menyertakan proses penciptaan) sedang sisi lain seluruh cakupan kejadian yang maujud adalah bersandar pada nilai keserbaan, inditerminis, tanpa campurtangan kekuatan mitologi. Kelompok di barisan renaissence, abad pencerahan, secara takjub memang mampu menguak misteri alam dan bahkan jagad raya. Dari teknologi kesehatan hingga pada mesin padanan otak di komputer. Manusia merasa bebas dari belenggu ‘pengurbanan sakralitas’ para dewa. Ukuran dosa dan pahala terletak pada budi daya manusia dan bukan bersifat given, gratis (baca: pahala langsung kasat) dari langit. Modal utama mendayu modernitas bukan terletak pada modal material, namun lebih ditentukan oleh knowladge, ilmu pengetahuan. Teorema menguak alam fisik dan juga membaca fenomenalogi di abad pencerahan melesat tanpa batas dan tak hendak berhenti pada terminal kebosanan. Dan lambat laun ruang anomali nyaris berubah menjadi dongeng seribu satu malam, khususnya bagi masyarakat kosmopolit. Diam-diam, dan dengan sembunyi-sembunyi para

20

No. 5 Januari

2018

teknolog menyadari dan sekaligus mengakui adanya ‘ruang yang hilang’. Keadaan ini ditandai munculnya pola hidup yang mulai menyempit dari ruang jelajah yang justru kian meruak. Dunia kian menyempit dengan idea membelah jagad tanpa batas budaya dan kepentingan. Kehidupan manusia terbelah ikatan sosialnya. Berangkat dari sini para pemerhati kehidupan mulai merancang ilmu psikologi sosial dan mendekonstruksikannya. Ini terjadi pada awal abad 20-an yang dikenal dengan era posmo. Revitalitas nilai-nilai kemanusian yang diharap mampu mentheraphi hirup-pikuk kesenjangan hubungan antar-masyarakat, keluarga, ternyata tak menuai hasil. Pos-positifisme yang menuai kegersangan jiwa menjadi sebuah gelombang pertikaian antar norma. Norma sosial, teknologi, sains juga spiritual. Di seberang lain kapitalisme tak hirau perihal terpuruknya harga kemanusiaannya manusia, dan setiap individu nampak menatap kekosongan hidup dalam gelimang gebyar duniawi dan miskin kebutuhan non-materi. Kegersangan nilai macam demikian bukan saja melabrak negara-negara Barat tapi juga di Jepang misalnya. Pada dekade 80-an masyarakat Jepang berbondong-bondong mencari penyelesaian akhir dari kemelut kehidupan, menuju negera

kanguru untuk melakukan harakiri masal. Secara kasat, kurang apa sebenarnya Jepang. Tak ada satu sudut pun di bumi ini yang tidak mengonsum produk industri Jepang. Kembali, musibah kemanusiaan ini lahir dari sesuatu yang hilang dari peradaban manusia paling purbani, yakni ruang ‘sandaran keberadaan’ yang diwujudkan sebagai pelindung dan penuntun, apa pun nama, wujud serta bentuk keyakinan tersebut. Dan siapa pun manusianya, strata sosialnya, strata pendidikannya, serasional apa pun, seeksak apa pun, bahkan Fir’aun yang menuhankan dirinya, dalam senyap kemanusiaanya, mereka pasti mencari realitas kosmis, kekuatan transendensial di luar dirinya. Ketika manusia telah menguasai semua, itu bukan berarti sertamerta seluruh aspek kehidupan bisa dikuasai atau ditundukkan. Setiap individu, siapa pun mereka, masih sangat membutuhkan tempat untuk berbagi rasa yang kedudukan rasa tersebut di luar realitas kesadarannya. Mereka butuh ‘penyangga’ kekuatan. Ini dasar spiritualitas yang sudah disertakan oleh Sang Khaliq di dalam gen seluruh makhluk, yang jumlahnya berbeda-beda. Manusia terdiri dari 35 ribu blok, binatang 15 ribu blok dan rumput selisih 10 ribu blok dari manusia, yakni 25 ribu blok. Entak di blok mana letak chip spiritual tersebut. Sebagai bukti adanya takdir


Para pakar neurosains coba menggerayangi kedudukan serta urgensitas spiritual dalam diri manusia. Ketegangan yang muncul yang melahirkan pandangan hidup ‘hampa makna’ semata hanya muncul dari pola kompetisi hasrat atau dari pokal gen yang tak seimbang? Jika mereka sudah menemukan jawaban, itu pun tak mampu ditemukan teorematikal metodiknya. Tulisan ini bukan bermaksud menikam dunia sains sambil mengagungkan dunia spiritual. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa dua realitas tersebut harus seimbang. Jika mempersalahkan sains, tidakkah sains sendiri telah memiliki andil besar terhadap pembuktian Maha Karyanya Sang Pencipta. Di balik realitaskasat mata, ternyata terkuak misteri alam raya yang menyimpan realitas di balik realitas. Semua yang di permukaan hanya nampak setumpukan tanah, air, bebatuan, pepohonan, ternyata di dalamnya menyimpan rumus-rumus fisika

dan matematik. Burung yang memiliki grafitasi eksternal yang bisa menetralisir magnet bumi yang disebut sebagai titik zero memberikan katalis bagaimana besi puluhan ton bisa terbang. Turbolens yang mengumpar enerji dari baling-baling merupakan titik zeroes hingga mampu melepaskan pengaruh magnet bumi. Seseorang bisa melejit ke udara dengan ketinggian di luar nalar, sebetulnya orang tersebut juga (tanpa disadari) telah mengumpar energinya melalui pernafasan perutnya. Ini merupakan andil besar sains dalam menjawab adi karyanya Allah SWT.

berlangsung. Keyakinan bertuhan hanya seharga gengsi agar tidak disebut kafir. Tak lebih! Wacana ini adalah sebuah renungan menjemput sisa usia yang barangkali masih tersisa, sebab jumlah jaminan masa hidup bagi makhluk sama sekali tidak dijelaskan olehNya. Tidakkah jumlahan kesadaran perjalanan di bumi ini hanya sekadar ‘mencuci kafan’ (yakin, baik, benar, sabar) dan bukan cuma menuai nilai-nili yang nirmakna. Tangerang, 10112006 (republish 2 Mei 2014)

Sementara dunia spiritual, sekali pun secara tersirat sering memberi sumbangan realitas metaforis yang disebut sebagai ilham, di dalamnya juga tak luput dari kesalahan. Ujungnya, beragama malah mempertanyakan apa pentingnya beragama. Ujung yang lain, hidup mereka tak lebih mahal dari sebongkah kerisauan menatap perubahan yang sedang

besttabletfor.me

spiritual (bedakan dengan keberadaan para nabi), ribuan tahun sebelum masehi, para moyang bangsa Inggris yang tinggal di goa-goa, membuat gambar-gambar yang memenuhi dinding goa, yang memiliki citra dan kekuatan magis yang mereka puja. Di samping itu, lahirnya faham integralisme di Barat merupakan bukti upaya melacak ulang kedudukan spiritual dalam diri manusia.

No.No. 4 Desember 5 Januari

2018 2017

• 21


G LO B E

S

uatu dunia makna, sistem pemikiran, juga nilai-nilai yang merepresentasi satu kawasan peradaban tertentu (khususnya AS dan Eropa) dan sedang diekspor ke mana saja. James Petras, sosiolog yang mengamati perkembangan gerakan kiri dan indegenous movement di Amerika Latin, mencirikan globalisasi sebagai kontinuitas dari sistem dan praktik imperialisme global terhadap dunia ketiga hingga hari ini. Karena itu mesti ada pula perlawanan global (global resistance).

Sedang Milton Friedman dan Friederich Hayek, meyakini bahwa globalisasi (pasar bebas) akan membawa kemakmuran ekonomi, integrasi peradaban, dan penghargaan potensi manusia (individu) yang jauh lebih baik. Mereka disebut sebagai hyperglobalist. Termasuk juga para ekonom, praktisi perbankan, investor dan pemain valas yang dikelompokkan George Soros sebagai fundamentalis pasar.

www.stitch.net

Globalisasi dunia. Ada berbagai pendapat tentangnya. Martin Steeger melihat globalisasi sebagai globalisme.

KEHAMPAAN

22

•

No. 5 Januari

2018


GLOBAL GEORGE RITZER Orientasi para penulis tersebut saling berbeda. Ada dari mereka yang menentang frontal globalisasi, yang dinilai hanya melayani kepentingan kapitalisme (neoliberalisme) dan negara-negara maju. Mereka menawarkan tata dunia baru yang ‘terbalik’ dari skenario globalisasi yang sering dikampanyekan dalam kalimat the Another World is Possible guna melawan propaganda the World is Flat (Hayek) maupun TINA: There Is No Alternatif (Margareth Tahtcher). MENGEKSPOR KEHAMPAAN Dalam dua bukunya Mcdonaldization of Society dan The Globalization of Nothing, George Ritzer (sosiolog kontemporer Amerika) melihat globalisasi dari sudut pandang sistem konsumerisme global dan praktik konsumsi turunannya, yang mulamula khas Amerika, diekspor ke seluruh penjuru dunia: fast-food, credit card, dan sebagainya. Sekarang kita bisa menemukan gerai makanan cepat saji di mana saja, seperti Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, dan terutama, gerai Mcdonald. Termasuk juga penggunaan kartu kredit, Visa dan Mastercard, pada mulanya ditemukan dipertengahan abad 20 di Amerika Serikat. Kartu kredit memungkinkan orang belanja tanpa membawa buntelan uang tunai, sebagai cara berhutang yang mewah. Kiranya dua gejala di atas bukanlah berkembang sebatas praktik konsumsi saja, melainkan juga telah

menjadi ideologi dari gaya hidup tertentu. Ritzer menyebut bahwa dunia sosial sedang mengalami peningkatan kehampaan. Kehampaan menunjuk pada ‘sebuah bentuk dunia sosial yang umumnya disusun, dikontrol secara terpusat, dan termasuk tanpa isi substantif yang khusus’. Dalam kasus pengguna kartu kredit, yaitu pada kasus penawaran yang tidak diminta terhadap pengguna kartu kredit, Ritzer menggambarkannya seperti ini : “Dalam hubungannya dengan definisi yang disajikan di atas, penawaran ini adalah kehampaan karena disusun dan dikontrol secara terpusat dan tidak ada perbedaan isi dalam undangan ini --ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan pemegang kartu potensial menerima undangan yang persis sama dalam kotak pos mereka. Bahkan jika pemegang kartu kredit potensial dikelompokkan ke dalam kategorikategori berdasarkan penilaian peringkat kredit mereka, tiap kelompok menerima undangan yang sama dengan batasan kredit yang sama”. Dalam kasus Amerika Serikat, sebagai contoh peningkatan konsumsi itu terlihat pada pengguna kartu kredit. Penggunaan kartu kredit sebagai alat transaksi memang meningkat pesat dan cenderung akan terus naik. Penggunaan sejumlah kartu kredit utama (misalnya Visa dan

Mastercard) meningkat dari 213 juta (1990) menjadi 419 (1999), dan diprediksikan akan naik menjadi 502 juta (2005). Jumlah hutang kartu bank nasabah-nasabah Amerika tumbuh dari $ 2,7 milyar (1986), menjadi $154 milyar (1990). $430 milyar ditahun 1998 dan diprediksikan akan mencapai $615 milyar ditahun 2005. Sementara untuk pengeluaran dengan menggunakan kartu kredit bank naik dari $ 213 juta (1990) menjadi $ 830 juta (1998) dan diprediksikan akan menjadi $ 1,457 juta (2005). Sederhananya Ritzer hendak mengatakan bahwa telah tumbuh sistem dan praktik konsumsi di mana manusia berhubungan dengan instrumen-instrumen teknologi nonmanusia dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Situasi interaksi yang demikian, interaksi yang anonim, menjauhkan manusia dari interaksi yang subyektif, face-to-face, dan langsung dengan sesamanya. Dahulu, jika berbelanja ke pasar, jika hendak membeli sayur kita akan ketemu langsung dengan petani yang menanamnya, lantas terjadi transaksi jual beli. Perlahan situasi itu bergerser, petani tak lagi hadir sebagai penjual. Telah ada pedagang yang membeli produk pertanian itu sebelum sampai ke pasar yang kita kunjungi. Walau telah begitu, jika hendak belanja, kita tetap saja mengalami interaksi sosial yang langsung dan subyektif sebagaimana situasi pasar tradisional.

No. 5 Januari

2018

• 23


g lo be

Di dunia sosial sekarang, di perkotaan utamanya, orang membeli sayur di swalayan, mall, atau pasar modern lainnya. Pembeli tidak lagi dilayani penjual, pembeli melayani dirinya sendiri, membawanya ke kasir, terus cepatcepat pulang. Anda mungkin akan ketemu pelayan, tetapi pelayan telah bekerja menurut prosedur layan tertentu. Sangat efektif-efisien. Penciptaan kontrol efektifefisien inilah yang memang diinginkan oleh instrumeninstrumen nonmanusia itu. Pada mulanya prinsip efektifitas dan efisiensi hanya bekerja dalam mesin ekonomi (kapitalisme), dengan kepentingan kontrol, akumulasi dan profit. Dalam perkembangannya, prinsip ini, yang disebut rasionalitas instrumentalteknologis oleh Herbert Marcuse (Sekolah Frankfurt) menjadi prinsip dominan dalam penataan dan perubahan masyarakat. Inilah konteks dehumanisasi dari masyarakat yang makin terteknologisasi secara global. Kata Mercuse, inilah ketertindasan yang sangat lembut, bahkan membuat si tertindas merasa nyaman dalam ketertindasannya. Ritzer juga menyusun kontinum, yang di tiap ujungnya berkelompok dua hal, yaitu kehampaan dan keberadaan. Pada gugus kehampaan, di dalamnya terdapat bukan tempat (non-places), bukan pelayanan (non-services), bukan orang (non-human) dan bukan benda (non-things). Sebaliknya pada gugus keberadaan, terdapat

24

•

No. 5 Januari

2018

di dalamnya tempat (places), orang (human) benda (things) dan pelayanan (services). Dengan demikian, hubungan antara keberadaan dengan kehampaan adalah hubungan saling pengaruh dan bersifat transformatif. Saling pengaruh bermakna bahwa segala aktifitas pada gugus keberadaan akan memberi proses pada jenis kehampaan, pun jika terjadi proses yang sebaliknya. Transformatif berarti hubungan keduanya cenderung berkembang menjadi jenis hubungan yang secara kualitas makin khas dan kompleks. Dalam kasus berbelanja di pasar, kita jelas menghadiri tempat: pasar. Tempat itu disebut pasar, bukan karena gedung atau bangunannya. Dalam bentuknya yang dulu, pasar justru tidak bergedung, tidak berbarak-barak. Pasar dulu, dan sebagian pasar tradisional sekarang, bukan saja ruang ekonomi, tetapi juga sebuah ruang yang menjadi bagian dari sejarah suatu masyarakat. Misalnya saja keberadaan Pasar Sembilan, di daerah Jl. Samrat, dekat toko Akbar Ali, dia bukan saja pasar dalam arti ekonomi. Pasar Sembilan, jika anda mau mendengarkan sejenak kesaksian orang-orang tua generasi kedua di situ, sekaligus menjadi ruang pertemuan kultural antara petani (datang dari daerah pegunungan Minahasa) dengan nelayan (umumnya etnik Gorontalo dan Sangihe). Dalam berkembangan yang paling kompleks, terjadilah proses kawin mawin dan pembentukan kampung-

kampung yang diidentifikasi menurut etnik. Dalam konsepsi Ritzer, pasar jenis ini, mewakili gambaran dari keberadaan, yaitu bentuk sosial yang tidak tersusun dalam kontrol terpusat dan memiliki makna (substansi) lokalnya yang khas dan khusus. Kata Ritzer, keberadaan adalah sebuah bentuk sosial yang umumnya disusun, dikontrol secara asli, dan termasuk kaya dalam muatan substansinya yang berbeda. Kehampaan muncul dalam bentuk sosial yang disusun, terkontrol dan tak memiliki isi substantif (maknawi) yang khusus. Pasar supermodern, semisal Hypermart dan Giant, memiliki jaringan hampir di semua kota-kota besar di Indonesia. Di Jakarta saja kita bisa menemukan bukan satu Hypermart, demikian juga Giant. Tentu saja ada jaringan manajemen dan kepemilikan yang mengontrol dan menerapkan prosedur kerja termasuk pelayanan yang sama bagi para karyawan. Hypermart bukan saja menjual makanan jadi, sayur-sayuran atau daging mentah. Bahkan binatang hidup (kambing misalnya) bahkan turut dijual. Seolah memberi pesan bahwa segala hal yang anda butuhkan, dari yang hidup sampai mati, yang segar sampai kalengan, produk Amerika sampai produk petani di ujung desa ada di sini. Walau sedahsyat itu, Hypermart dan Giant bukanlah pasar, dalam artian dia bukan tempat (nonplaces) dalam konsepsi Ritzer, karena itu posisinya ada dalam


Kehampaan sedang diproduksi, dan marak diekspor lantas ditiru di banyak negeri-negeri berkembang. Kota-kota di Indonesia saja hampir tak ada yang luput dari proses ekspor itu. Dari Jayapura hingga Jakarta anda bisa melihat gerai-gerai makanan fast-food di pinggiran jalan dan di pusat perbelanjaan besar. Anda pasti akan melihat bangunanbangunan besar Hypermart dan Giant, juga swalayan kecil lainnya. Anda tak akan menemukan perbedaan yang khas dari tiap gerai fast-food dan tiap supermall, selain gedung dan isinya. Anda akan menemukan pelayan dengan seragam yang sama dan cara melayani yang sama. Anda juga akan menemukan barang-barang yang sama di setiap jaringan tokonya, yang bukan dari tangan kotor petani, nelayan, atau produsen lainnya. Semuanya menjalankan rasionalitas

instrumental-teknologis. Tak ada yang substantif, tak ada makna khusus dari perjumpaan itu. Dalam konteks ini, jelaslah, maka globalisasi kehampaan adalah mengglobalnya bentuk-bentuk sosial yang disusun, dikontrol, dan tak memiliki isi substansi (maknawi) yang khusus dalam hubungan-hubungan sosial manusia. Kehampaan terutama sekali dicirikan dalam mode konsumsi masyarakat dunia. Sebelumnya, Karl Marx juga telah menunjukan itu. Dalam konsepsi Marx, situasi ini disebut keterasingan (alienasi), dan akarnya berada dalam mode produksi ekonomi yang digerakkan kepemilikan pribadi. Kehampaan berkaitan dengan empat hal jika kita

www.nabilfoundation.org

gugus kehampaan (nothing). Anda hanya datang untuk berbelanja, dilayani oleh pelayan yang hanya melayani anda dengan prosedur tertentu, membayar (tunai atau pun kartu kredit), terus pulang. Semua harga telah ditentukan, tempat barang-barang yang anda butuh telah dikelompokkan, dan tempat pembayaran telah disediakan. Di mana-mana, apa pun jenis dan skalanya, pasar modern dan supramodern, tak ada bedanya. Serba seragam dan dikontrol oleh jaringan kepemilikan yang tunggal. Dia tak memiliki makna lokal yang khusus, tetapi secara tepat mewakili rezim konsumsi global.

berinteraksi, atau melakukan aktivitas konsumsi melaluinya, yaitu, bukan tempat (non-places), bukan benda (non-things), bukan pelayanan (non-services) dan bukan orang (non-human). Jika masuk di dalamnya, maka kita akan bergabung dalam dunia sosial yang disusun, dikontrol, dan tak memiliki substansi yang berbeda dan kaya. Dari logika tafsir yang demikian, Ritzer menggambarkan dua gejala yang merupakan resultante dari perjuampaan antara globalisasi dan lokalitas. ÂŽ Pertama, adalah Glokalisasi, di mana globalisasi akan terus berdialektika dengan unsurunsur lokal, sehingga proses globalisasi itu tak sepenuhnya sama di setiap tempat, termasuk terhadap juga jenis dan derajat keberadaan (something) dan kehampaan (nothing). ÂŽ Kedua, adalah gejala Grobalisasi, sebuah proses pertumbuhan (ekonomi) terus-menerus dari (penguasa) lokalitas dalam tata dunia pasar bebas kompetitif dan melindas apa saja batas-batas yang mengkerangkengnya (Kompasiana/suco).

No. 5 Januari

2018

• 25


S N APS H OT

KEHAMPAAN

Sosiolog kontemporer Amerika George Ritzer telah meluncurkan bukubuku yang menyebut ada ruang yang hilang dewasa ini sebagai dampak dari globalisasi ekonomi. Di antaranya Mcdonaldization of Society (1999) dan The Globalization of Noth (2002). Dan Erry Amanda pernah berceramah mengupas The Missing Space, kemudian diposting di face book 2006 dan 2014, yang bisa disimak di rubrik Utama media ini.

26

•

No. 5 Januari

2018

R

itzer tak sekedar mensinyalir, tapi ia memotret dan memaknai realitas yang tengah melanda peradaban dunia dewasa ini. Di Indonesia hal itu pun terjadi. Pada hari Minggu sehari sebelum Natal 2017, selewat subuh, terjadi perampokan di toko busana yang buka 24 jam di Depok, Jawa Barat, oleh 26 orang remaja-pemuda gang motor. Para pelaku ada yang di bawah usia 17 tahun. Hari Senin, tepat Natal, Erry Amanda (Erry) menjepret suasana di sebuah komplek perumahan Tangerang, yang terpajang di foto ini. Kami turunkan postingan tersebut sekalian komentar para face booker. Erry Sungguh, saya tidak pernah

mengerti INI GENERASI MODEL APA. Sering saya jumpai pemandangan seperti ini di sekitar supermall Giant di komplek real estate Palm Semi. Remaja pria atau putri tidur berantakan di jalanan. Gambar ini saya jepret saat saya mengantar istri ke terminal Trans Jakarta sekitar pukul 05:35 pagi hari. Silakan, apa pendapat Anda. Kondisi seperti ini nyaris terjadi di kota-kota besar, sudah bukan pemandangan baru -- bersama Philips Onggowidjaja, Cunong Nunuk Suraja, Novian Irawan, Nataline, Hairul Haq, Handrawan Nadesul, Bambang Darto, Prabu Ganef Setiawan, Teti Gumatini, Desi Oktoriana, Defri Andi Pitopang, Denis Hilmawati, Ikha Djingga, Imam Syamsuddin, Jeanne Arijanti, Arief Budiman,


YANG NYATA Abinya Umar Abdurrahman, Mas Soegeng, Setianto Sunarya, Wahyu Cahyaningtyas, Drew Andini, Agung Pranoto, Ayu Wiratmi, Indah Sulistya, Teti Wiradinata, Wahono Soedarmo, Wiwien Muchlis, Wadie Maharief, Tetet Srie Wd, Martha Sinaga, Sugiono Mpp, Heryus Saputro, YS Sunaryo, Yoe Vita Soekotjo, Gengsi Sutjahjo, Herianto Satya II, Ersa Sasmita, Lamto Widodo, Iwan Soekri, Handoko Sumahan, Ika Hertika dan Ghouts Misra. Effie Aliep Bisa jadi sudah ada di lokasi sejak tengah malam pak Erry. Julian Biroe Itu realita nyata zaman globalisasi Mas Soegeng Namanya generasi koplo... Erry Amanda THE ORPHAN SOCIETY mas Mas Soegeng alias GENERASI KLELERAN Julian Biroe Yang tuanya kan negeri ini lagi sibuk masing masing, sementara dalam satu atap rumah pun

bisa saling sibuk. Anak sibuk game. Ibu sibuk facebook. Bapak sibuk twitter dll. Negeri tua bangka yang hurahura Rd Nanoe Anka Berarti betul dan nyata monolog yang di mainkan oleh Irwan Rinaldi berjudul Negeri tanpa Ayah.... Prabu Ganef Setiawan Waah Generasi Model Madul ini namanya. Rini Prasetyani Model jaman now eyang Erry Amanda Apa salahnya JAMAN nanda Rini Prasetyani, bukankah JAMAN yang bikin juga manusia? Ingat, di dunia ini takada satu pun yang tidak berubah - kecuali PERUBAHAN itu sendiri yang TIDAK BERUBAH. Siapa pun yang tidak (sedikitnya) menjadi agen perubahan - siapa pun mereka AKAN DILINDAS PERUBAHAN. MALAS ADALAH JURANG PALING DALAM MENGUBUR KEHIDUPAN. Salam.

No. 5 Januari

2018

• 27


s n ap s hot

Lamto Widodo Ini nyicil panen... eyang. Dan nanda yakin yang tanam sedang sukacita, menunggu panenan yang lebih besar lagi, sebab yang punya tanah sedang duduk asyik di kursi yang dirajah kalacakra. Salam.

mabuk berat yang bikin kagak sadarkan diri, mbah... Sekurang-kurangnya mereka tau itu jalanan, kotor, nyata dilihat banyak orang. Bobby Fernando Korban pil PCC

Erry Amanda Betul nanda Lamto Widodo, siap-siap menjadi GELANDANGAN DI NEGERI SENDIRI. KEPEKAAN MENANGKAP REALISMA SOSIAL DI SEPUTAR membutuhkan tajamnya INTEGRITAS SOSIAL- bukan riuh rendah MENCANANGKAN WACANA-WACANA SOSIAL YANG BOMBASTIS dan mendirikan sebanyak-banyaknya LEMBAGA BANTUAN KEMANUSIAAN untuk perut sendiri! MENGIBARKAN BENDERA KERE SAMBIL MENGHITUNG JUMLAH ATM, olala!!!

Erry Amanda kurban dari dirinya sendiri - bukan kurban dari siapa pun. Desiringmechine jauh lebih tinggi dibanding capablelity.

Lamto Widodo Syarahnya bisa panjang x lebar niki... ‘mengibarkan bendera kere sambil menghitung jumlah ATM’. Ini dijumpai di kantor-kantor, di gedung parlemen, di pabrik-pabrik, di berbagai kementerian... sampai di sekolah di hampir di setiap rumah. Miris. Erry Amanda kok tertawa mas Agung Sutoto. Agung Sutoto Njeh pak de, tertawa karena pendekatan yang pak de lakukan sangat mengena. “Banyak orang yang berjuang untuk keuntungan pribadi”. Hanna Fransisca Makin gila aja ya. Dwi Yoga Daru Kartika Miris lihatnya... Semoga keluarga kita dijauhkan dan dijaga Allah SWT dari keadaan seperti itu.... Aaamiin Sephian Zulfikar Kayaknya mereka sedang

28

No. 5 Januari

2018

Bobby Fernando Itulah... kadang keluarga aja gak cukup untuk membentengi personal dari hal-hal negatif. Inty Ruqoyyah Basyuni II Sedih, prihatin. YS Sunaryo Generasi piatu Prof Erry Amanda... Erry Amanda mas YS Sunaryo, saya sempat membuat buku (sekadar buku-bukuan) dengan judul AGAINT THE ORPHAN SOCIETY sekitar tujuh tahun yang lalu. YS Sunaryo Tak ada buku-bukuan bagimu Prof. Insya Allah nanti saat silaturahmi aku akan ikut mengaji bukumu itu... Imam Syamsuddin Saya ingat di Papua Nugini, setiap akhir pekan minggu ke-2 dan 4. Banyak orang bergelimpangan di jalanan, sehabis mabuk semalaman, mungkinkah Indonesia menuju ke arah sana? Riri Tirtonegoro Vadim Vadim The worst thing ya, Prof. Di sekitar Blok M atau Kemang, Jakarta, saya sangat shock melihat remaja-

Pada era apa pun kehampaan bisa mengalun meski gradasinya tak setebal kini.


remaja Indonesia bergelimpangan di pinggir jalan raya pada pagi hari. Mereka adalah remaja-remaja yang mabuk. Dan bila dicek KTP-nya mereka adalah datang dari keluarga beragama... sungguh sangat mengerikan. Kalau di luar negeri sudah diangkut langsung masuk jail/pusat pemulihan ahlak. Menunjukkan betapa mobrak-mabrik-nya tatanan hidup masyarakat kita. Jika tidak diambil tindakan tegas dan UU yang keras maka pada kemudian hari tidak mustahil kita punya generasi sampah dengan tatanan hidup yang morat-marit. Is it that we order in advance, Prof? Kok cuma pada ribut soal perbedaan pendapat, politik, agama sedangkan pendidikan, ekonomi dan kesehatan mental dan fisik langsung tidak disentuh... REALLY DISGUSTING! Erry Amanda Non DR. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, sikap pembiaran di segala sendiri hidup dan kehidupan - disintegritas sosial yang bukan sekadar parah - POSTREALITY yang dilahap oleh (bukan hanya) anak pinggiran. Anak-anak gedongan pun nyaris sudah melepaskan diri dari berbagai tatanan (postsacrality, postmorality) - hidup bebas terserah bagi yang menjalani. Tak urus - mau mabuk, mau korupsi, mau bunuh diri (sociopath) telah menjadi semacam hunian baru dengan bendera bergambar kelamin dan rampok. Salam. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim Prof, saya pernah ‘ditertawakan’ sekumpulan aktivis sastra (puisi) di negara kita ketika saya mengatakan saya adalah seorang penulis puisi MOTIVASI. Di-hire di negara-negara tertentu hanya untuk keahlian yang satu ini. Jadi tepat dugaan saya rasa survival dan confidence ke atas diri sendiri yang tidak tertanam dari semenjak kanakkanak adalah puncak dari rasa tidak perduli kepada diri sendiri, persekitaran dan negara. Bagaimana saja nanti. Yang penting sekarang bisa makan, bersenang-senang dan sebagainya. Puisi saya tidak dijaja di panggung-panggung, koran dan majalah. Tetapi bergaung di ruang-ruang kelas, seminar, dan sejenisnya. Terpampang di dinding sekolah dan aulaaula universitas nyaris di luar negeri nama Vadim bukan nama basi. Mereka boleh menjumpai di Oxford tetapi TIDAK di negara ini. Kementerian pendidikan tidak perduli: MY SELF, NOTHING IS IMPOSSIBLE,

MY PROMISE, I AM NOT AN ORDINARY PERSON adalah NOTHING! Jika kepala diisi benda kosong maka hasil akhir juga adalah kosong. Usia saya sudah tinggi, naik letih to convince ‘ORANG PENTING’ negara ini. Jadi motivasi hanya untuk sesiapa yang tahu pentingnya bahwa ‘masa depan saya adalah tanggung jawab saya’. Even deep in my heart the pain was so unbearable, Prof. Anak negara orang menggunakannya sebagai panduan untuk berjaya, di negara sendiri dipandang sebelah mata... Mari kita biarkan kehancuran negara diawali dengan kehancuran masa hadapan para remajanya... Erry Amanda non DR. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, saya pun tak begitu beda dengan Anda. Di negeri ini saya dikenal hanya sebagai tukang gambar (bukan pelukis) dan tidak punya nama atau tak dikenal di kalangan pelukis, demikian juga dengan kesukaan saya menulis (apa pun jenis yang saya tulis, puisi sebuah misal) saya pun bukan penyair yang dikenal di negeri ini - saya tak pernah membukukan semua jenis tulisan saya. Termasuk (yang pura-pura ilmiah) yang sebagian tulisan-tulisan sok ilmiah yang awalnya berbahasa asing - saya cuplik beberapa alinia dan saya publish di FB dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pergulatan saya menanggapi SOCIODECONTRACTION, POSTSEKS, POST REALITY dan berbagai perubahan di semua lini kehidupan - saya juga tak dikenal. Itu pun tidak menjadi masalah bagi saya pribadi. Suatu teori atau formula yang (mungkin) sangat bermanfaat pada dunia virtual (segala bentuk komunikasi dll - yang saya sampaikan beberapa puluh tahun silam - di negeri ini juga tak akan pernah tahu, karena memang saya sengaja membuang diri saya sendiri. Soal SELF ORGANIZING SYSTEM MATEMATICAL misalnya saya yakin - hanya orang-orang yang sempat ikut KAJIAN TRITISAN saja yang mungkin tahu. Non tak perlu mempersoalkan bagaimana orang menanggapi apa yang kita lakukan yang terpenting – mudah-mudahan bermanfaat bagi mereka yang PERDULI. JUST IT, NO MORE about we do - on and on. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim Totally agree with you, Prof. Saya juga sudah tidak perduli, karena saya rasa macam buang masa saja seperti mencurah garam ke laut. Kenyang di cap anasionalis... I don’t care anymore.

No. 5 Januari

2018

• 29


s n ap s hot

Jika dirasa perlu silahkan praktekkan jika tak perlu tolak saja ke tepi. Supaya saya bisa terus berkarya dengan tenang dan tetap dihargai sebagai manusia. Salam dari NZ. Erry Amanda Demikianlah non DR. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, saya pun sejak usia balita sudah menetapkan diri sebagai GELANDANGAN ALAM - berteman kebrkeluarga - berbincang dengan alam dan tak familiar dengan BANGKU PENDIDIKAN FORMAL. Alam totalitas mengajarkan banyak hal kepada saya - yang sering melahirkan sikap EKSTRA POLATIF di kalangan CENDIKIA mana pun. salam Budhee Nepp Ikut prihatin Bagaimana bangsa ini bisa tidak menghargai orang orang berbobot. Lebih populer para dagelan politik yang ....masyaa alloh pada nekat gak punya malu. Achmad Rif ’an Demikian pula saya Om Erry....biarlah yang sudah tertuang. Jika apa yang sudah saya karyakan manfaat syukurlah, tak manfaat pun tak apa. Semoga tak merugikan siapapun. Ira Kurnia Santoso Kemerdekaan yang kebablasan menurut saya.

brilistyle.brilio.net/

Erry Amanda Ini bukan sekadar FREEDOM OF

30

HUMAN RIGHT non Ira Kurnia Santoso. Mirawati Astra Prihatin, anak muda tanpa masa depan yang cuma bisa mabuk-mabukan untuk melupakan ketidakberdayaan mereka (tidak berpendidikan karena miskin, tak bisa kerja karena bodoh, tak punya modal juga untuk usaha). Kalau sudah begini, gimana peran agama dan ortu? Azis Hbl Kalau seperti apa yang saya lihat factor utamanya bukan hanya pribadi si ortu atau pribadi si agama, betul... tapi sebagian kecil saja, factor terdepan adalah “ekonomi” alias suseh nyari duit, nahan duit buat bayar kreditan motor atau hp si anak. Si ortu-nya sekali lagi die kaga paham nanganin situasi dan kaga punye duit buat bayar (minimal ongkos) buat ke tempat guru agama, ke sekolah yang bener atau dokter ahli, kalau buat ke dukun die bisa barter ma peralatan elektronik (tivi, speaker, dll) dan binatang piaraan (ayam, bebek, kambing dll). Serius... Erry Amanda saya sering menulis soal ini masuk wilayah SOCIOPATH mas Azis Hbl Azis Hbl Iya Mas... Sebetulnya kebanyakan dari orang tua para remaja tersebut bukanya masa bodoh, acuh atau sama sekali gak perduli... tapi mereka (para orang tua) rata-rata mengeluh karena memang gak ngerti kenapa ini terjadi pada anak-anak mereka dan betul-

Kesadaran di ruang hampa, tak latah dalam jerembab delusia.

No. 5 Januari

2018


betul gak ngerti solusi lalu curhat sana-sini (level kampung), hasilnya jalan ke luar yang didapat (rata-rata juga): nyebar kembang, niupin menyan, ngepretin air aqua botolan ke wajah anaknya ketika tidur... ujungujungnya si anak malah tambah ngambek marah-marah dan tambah jarang pulang hingga 2 - 3 hari sebab kesal diperlakukan begitu. Rini Intama Sedih ngeri dan miris. Sugiono Mpp Ini contoh perlawanan orang muda (remaja?) terhadap kemapanan yang menggelisahkan (the missing space, ruang hampa) dalam sikap yang akonseptual. Erry Amanda Ini bukan teori ANTI KEMAPANAN dhimas. ANTI SEMANGAT HIDUP yang benar. Jroary Vishvarani Polisi harus patroli... angkut, proses dan sepeda motor juga ditahan, agar ada efek jera kalau yang mabuk... Endah Martiningrum Orang tuanya ke mana... Irianto Ian Bingung mau pulang karena orang tuanya gak ngasih alamat terus kecapean gak bisa mikir yang gampang ya dlosor sakarep perasaannya.

Tuti Angg Raeni Itu lagi apa ya? Maulini Zeda Patroli digalakkan di setiap sudut-sudut masalah, pemimpin turun beneran dan petugasnya kerja rapi, ke depan pasti gak ada lagi yang gunakan pasum untuk bukan pada tempatnya ya si mbah, salam. Erry Amanda Non DR. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, sikap pembiaran di segala sendi hidup dan kehidupan - disintegritas sosial yang bukan sekadar parah POSTREALITY yang dilahap oleh (bukan hanya) anak pinggiran. Anak-anak gedongan pun nyaris sudah melepaskan diri dari berbagai yang sama. Ketut Arianto Generasi model teler kali pak. Bagus Tansa Trisna Relax jaman now, i used to do it... Lukman Harun Ealah... orang tuanya gimana ya? Atek Muslik Kalau sadar, masak begitu? Defri Andi Pitopang Ini genarasi jaman now om Muhammad Saifullah Bisa jadi baru selesai nyabu.... Hayaak/rasa malu sudah tidak ada lagi.... Allief Zam Billah Generasi yang EMBUH...Piye ta ngger... Ngger... Kok ra mesakke wong tuwamu. Ikha Djingga Sangat prihatin eyang, kok ya orang tuanya gak nyari ya... Anak saya kalau pergi ke luar harus jelas dengan siapa, harus ada keluarga yang mendampingi. Ini kok ya gak cemas apa orang tuanya.... Miris. Jeanne Arijanti Kalau dini hari gitu biasanya rada mabuk. Emang kurang pelajaran budi pekertinya baik budi rumah mau pun sekolah. Erry Amanda Saya masih sangat menghormati orangorang yang tidur di rumah kardus non Jeanne Arijanti Jeanne Arijanti Ya pasti, mereka kan karena ketidakmampuan. Zaman edan seperti ramalan Ronggo Warsito, yang salah satunya adalah nggak tahu malu.

No. 5 Januari

2018

• 31


E K S KL U S I F

JOKOWI ON THE

32

•

No. 5 Januari

2018


Berhasil atau gagalkah Jokowi-JK membawa Indonesia menyongsong masa depan yang cerah sesuai yang dijanjikan?

COVER (1) K

etika berkampanye menjelang Pemilu 2014, pasangan caprescawapres ini mengusung visi-misi yang terangkum dalam sembilan agenda prioritas yang dikenal sebagai Nawa Cita. Istilah ini diserap dari bahasa Sanskerta. Nawa (sembilan) dan Cita (harapan, agenda, keinginan). Program itu digelar sebagai kesinambungan dari semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Berikut inti dari sembilan program tersebut. 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangun capres-cawapres nan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan

Oleh: Sugiono MP

prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia. 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019. 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

TRENDING TOPIK REVOLUSI MENTAL Salah satu agenda dalam Nawa Cita yang paling banyak dibahas bahkan diperdebatkan oleh publik adalah poin 8 yakni, revolusi karakter bangsa atau lazim disebut revolusi mental. Pembahasan hangat tentang revolusi mental berlangsung sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014, bahkan

No. 5 Januari

2018

• 33


e k s k l usi f

sempat menjadi trending topik di jejaring sosial. Dalam sebuah tulisan di harian nasional, Jokowi menjelaskan bahwa arti dari revolusi mental yang dia gagas adalah menggalakkan pembangunan karakter untuk mempertegas kepribadian dan jati diri bangsa sesuai dengan amanat Trisakti Soekarno. Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Jokowi, sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama yang hidup Indonesia. Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang terprogram, terarah dan tepat sasaran oleh negara dapat membantu membangun kepribadian sosial dan budaya Indonesia. KABINET KERJA Setelah terpilih menjadi Presiden, Jokowi menerapkan Nawa Cita ke dalam progam-program pemerintahannya melalui sebuah kabinet yang disebut Kabinet Kerja. Komposisi dan struktur Kabinet Kerja dirancang untuk mengakomodir agenda-agenda

34

•

No. 5 Januari

2018

yang termuat dalam Nawa Cita. Dia mengubah nomenklatur beberapa kementerian dan menambah jumlah menteri koordinator, yakni:

Kebudayaan, dibentuk untuk mengkoordinir pembangunan karakter berlandaskan budaya bangsa sesuai dengan agenda Nawa Cita.

1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dibentuk untuk menggalakkan pembangunan serta menegakkan kedaulatan Indonesia di bidang kemaritiman karena dalam Nawa Cita ditegaskan bahwa Indonesia pada dasarnya adalah negara maritim. Hal ini dapat dibuktikan secara geografis dan historis. Sebagian besar wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, terhubung oleh laut dan sejak berabadabad yang lalu nenek moyang Indonesia telah dikenal dunia sebagai pelaut-pelaut tangguh. Selama ini, pembangunan bidang kemaritiman kurang mendapat perhatian dan kekayaan bahari Indonesia belum dieksplorasi secara maksimal, bahkan sering mengalami pencurian oleh negara lain.

3. Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, dipisahkan dari Bidang Pendidikan Tinggi yang sebelumnya merupakan satu kesatuan agar pembangunan karakter dan budaya bangsa melaui pendidikan dapat ditangani secara lebih serius sesuai dengan semangat Nawa Cita.

2. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan

4. Kementerian Pariwisata dipisahkan dari bidang ekonomi kreatif agar kedua bidang tersebut dikelola secara lebih serius dan dapat menjadi salah satu andalan Indonesia dalam mewujudkan kemandirian ekonomi sesuai dengan amanat Nawa Cita (Bersambung)


Terimakasih Kepada para sahabat, kerabat, handaitolan, pribadi, grup, lembaga, yang telah meyampaikan selamat atas ulang tahun saya ke-64, 9 Desember 2017, semoga amal salih itu mendapat imbalan dari Allah SWT. Amin. Terberkatilah saudara-saudaraku: Kangmas Erry Amanda, Dapur Sastra Jakarta, Rumah Sastra Kopi, Eki Thadan Metaforma, Ikha Jingga, Ghouts Misra, Desi Oktoriana, Kek Atek, Remmy Novaris DM, Yoyok Yoyok Yudhobuwono, Edy Witanto, Libris/Husain Tholib, Indra Intisa, Yvonne De Fretes, Bambang Joko Susilo, Abinya Umar Abdurrahman, Riri Trenggono Vadim Vadim, Ness Kartamihardja, Redd Joan Dwi Retno, Sudino Cipto, Yudi M Barzah, Dharmadi Putra, Kim Laras, Indra Intisa, Ashint, Futra Futra, Imas Teti Hersinie, Ery, Ariana, Heru Antoni, Ai Lin, Khotimah Zaenuddin, Drew Andini, YS Sunaryo, Dharmadi DP, Antho Massardi, Cholis Sant, Mutiara Sumarso, Charoline Srie Tandjung, Miryul Mt Miron, Djoko Soero, Mas Dharnoto, Ruswandi Hunkul, Rahayu Putra, Sastra/Mauulanawisnu, Ai-Alssfra Alwurud, Al Iman, Iie Alie, Nyla Lie, Robi Akbar, Cahya Camilla, Aryawan Kenceng, Ipa Css, Na Dhien Kristy, Leni Yarti, Dhe Sundayana Tirta Perbangsa, Jamal Rahman Iroth, Sigondrong Dalam Diam, Windu Setyaningsih, Imam Ma’arif, Watipu Ichijo, Siti Khairiyah, Popi Risanti, Hairul Haq, Srie Astuty Asdi, Mitra Taylor, Wanto Tirta, Soetan Radjo Pamoentjak, Sri Wuryaningsih, Elok Teja Suminar, Bagus Satriya Budi, Syahdan Malahayari, Nunung Noor El Niel, Amaq Alifa, Dilla Lucas, R Widyo Asih, Cuk X Schobber II, Riandita Markodit Riandita, Harmaini Omar, Sis Triadji, Ibu S, Sussie Sahroni, Dgkumarsana, Dewi Sulistiawati W, Erna Tolib, Rianti Saud, Edi Purwanto, Zizah, Rudy Hartono Natanegara, Ummi Rissa, Conie Sema, Nunu Azizah, Hidro Pustaka Baca, Marlena Lena, Har’tati, Arikato Chiki Adp, Fajar Aryanto, Djemi Tomuka, Dewi Hummairah, Wulan Fitri, Asma Dien Hasan, Tri Raden Raden, Miszqueni Pearl, Anas Bakri, Cindy Cahyana, Fajar Kurnianto, Wenny Indrawati, Arkie Arkie Arkie, Nadjib Kertapati Z, Winrama Kireika, Mimi Marvill, Hen de Hard, Heri, LanGit, Torro Sudewo, Masto Jurman, Malikchaka, Nita Soviana, Zaldy F. Herna, RH Roka, Natasya Putri Natasya, Fajar Saepul Rohim, Yustini Zega, Haris Gibran, Neng Anna, Suci Amalia, Tati Suryani, Lukman Sambongi, Djoni Tulo, Reza Fahlevi, Turyani Ziva, Popiana Hidayat, Zhava Delaria Rambu, Namiroh Tasikmalaya, Fradita Junior, Martupa Hermando Silaban, Tri Widiastuti, Kusima Jidarul Iwan, Ariesta Aulia, Wati Wati, Pudakbrama, Ika Hertika, Reea Quya, Achmad Solihin, Dwipa Anda, Romy Sastra II, Putry Ariess, Han Evo II, Asep Muhdi, Bobby Fernando, Fildzah, Saung Kemangi, Syahrull Maulana, Cie Unie, Anwar Putra Kembara, Yuna, Pekerja Sastra, Ary Irawan, Banjarnahor Joseph, Rudy Satrio, Cici Kurniasih, Indah Sulistya, Widya Ratning, Ayu Marsistra, Suket Garinggesang, Gekko Nur, Bara Asmara, M-Arkani, Fajar Gabriello, Hamidin Krazan, Gerimis, Tapal Batas, Rini Prasetyani, Alan Yudi Kusuma, Aya Afza, Yuli Darmawan, Sorodholoh, Natasya Putri Natasya, Roymon Lemosol, Muhammad Daffa, Erna Winarsih Wiyono, Arif Pratama, Yudhi Ajha, Lasmi Ebby, Agoes Arifins, Syahbani Alam, Paijo Jr, Syaiful Ahmad, Sami Aji, Nofiya Dwi, Windhihati Kurnia, Isni Heryanto, Nok Ir II, Sri Astuty Asdi, Siska Ari Ummu AfaNisa, Anni Haryati, Mariah Mulyani, Rina R Ridwan, Feryyna Setyowati, Bayang Tirta, Abu Salam, Teti Gumatini, Ono Sembunglango, Roval Alan Ov, Gengsi Sutjahjo, Iis Yuhartini, Tuti Angg Raeni, Effie Aliep, Herianto Satya II, Petang Segara, De Ra, Mustikah Mudjianto, Asep Muhdi, Nur Hafizah, Lilafitri Aly dan mereka yang tidak/belum tersebutkan namanya. Salam kami, Sugiono Mpp

SUCO

No. 5 Januari

2018

• 35


PU I S I

SEKUNTUM Genap 83 tahun Prof. Erry Amanda Abinya Umar Abdurrahman menghirup nafas dunia. Tepat BUNGA SETAMAN itu pada 10 November 2017. Saat berselimut aroma bunga setaman merayakannya, ia bergeliat dalam sosok figur kembara zaman perjuangan mempertahankan detak guratan pipi, rambut memutih terus berkarya tak pernah letih jantung dan berhasil melewatinya. NEOKULTUR menyiapkan antologi semangatmu kalahkan jiwa muda kautuliskan di lembaran waktu puisi sebagai kado ulang tahun. sajak-sajak mengabadikan bungabunga pada kamera Sebagian puisi yang sudah disaring di saat menunggu jadi keasyikan tersendiri buatmu oleh Dr. Agung Pranoto, M. Pd kami di usiamu kepala delapan turunkan di bawah ini: menelusuri makrifat kehidupan sujud syukur mengabdi pada Tuhan meramu kata jadi puisi bermakna wariskan ke anak cuçu sepanjang masa. Palembang, 12/11/2017

Alvin Shul Vatrick

DELAPAN PULUH TIGA TAHUN CAHAYA Delapan puluh tiga tahun cahaya Menakar putih terkadang hitam Ayun langkah di atas titian musim Tebar senyum serupa rampai bunga Mekar di pertamanan batin, mewangi Aku, pemimpi yang terbangun Membaca jejak yang kauguratkan Pada lembar dedaunan hijau

36

•

No. 5 Januari

2018


BUNGA UNTUK ERRY AMANDA (1) Pada kelopak merah sang mawar Siratkan ribu petuah di balik kata Delapan puluh tiga tahun cahaya Kini memangku hari yang senja Sekalung doa kusemat di namamu Kuutus sepertiga malam menuju-Nya Damai sejahtera untukmu selalu Luwu, November 2017

Bani Hasyim Alpharexztha

SENJAMU KEMILAU SENJAMU BENING Senjamu kemilau Memantulkan cahaya Mengiringi bumi melintasi matahari Menggenapi delapan puluh tiga waktu Bertawaf kepadaNya Senjamu bening Mengalirkan mata air Menemani angin menumbuhkan benih Menggenapi delapan puluh tiga waktu Bersujud kepadaNya Desa Lamahala Jaya, 13 Nopember 2017

Budhi Setyawan

MEMBACA SENJA langit menyediakan dirinya untuk tatapan atau mungkin ratapan

yang selalu memuat geliat gelisah pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan di lintasan kerjapan musim yang terus bergolak dan entah di mana bermukim kau tekun mencatat pesan pesan kesunyian ketika orang orang sibuk mengencani gemuruh yang mencetus dari golak dan ronta di tubuh dan warna warna menjadi bagian dari tarian berkepanjangan berputar menguar menyusur ke tubir tubir kesangsian diam diam kautebarkan kalimat yang telah kausarikan di relung ruang yang masih menyisakan tempat untuk percakapan matahari dan angin seperti lirih mengatakan mengapa masih mengimani ingin sementara cuaca terasa kian temaram dan dingin bukankah ada yang akan melindap hingga menyisakan gelap juga senyap dari perjalananan yang membawa sehimpunan suar dan getar ah, hanya sebentar lalu pudar Jakarta, 17 November 2017

No. 5 Januari

2018

• 37


p u is i

Chan Parasay

AKU MEMANGGILMU DI KEDALAMAN DADA Isi senjamu berlian Engkau menitip salam kepada jendela: “Barangkali esok aku belum tentu menggelar diskusi, di halamanmu Begitu aku melenggang tuang permukaan tenang pinggir mata “ Kebiasaan tanpa pamrih Tak engkau merasa rematik, pegalinu atau encok Pada titik lemah kesabaran Tak mengucap talak, tanpa pelangi dalam rumah Bicara sangat mengenal pintu jika masuk sangat mengetuk Aku memanggilmu di kedalaman dada Sungguh Negeri ini tidak menjadikanmu tombak atau panah untuk membakar mulut panglima musuh Berciuman dengan kelembaban udara di kediaman kancil peliharaan Engkau merasa tak utuh sebagai kancil Aku berjanji akan mengganti dadamu Dengan wangi tubuh ibu saat memasuki cemerlang waktu Maka terimalah sekuntum bunga ini

atau tokoh agama bukan pula pahlawan bangsa aku termenung dan merenung bak mendengar sebuah kidung yang asing lewati relung kalbu rasaku terpancung hati dan jiwapun mendengung apa yang harus kukabarkan tentangnya seorang bapak kesepian jauh dari keramaian yang berkisah tentang aku si pemulung aku si tua kemplung yang bertelanjang kaki melenggang susuri hari sembari pekikkan katakata sadar dan peduli pada bangsa yang hampir mati pada jiwajiwa yang lupa diri pada hati sekarat yang kumiliki sebentuk hati dan jantungnya tersusun dari bulirbulir darah bukan merah namun bening :bagai embun di atas daun Bandung, 12 November 2017

Engkau kupastikan membibir buku dan membaca kedatanganku KampungAgas.10112017* Batam.

Desi Oktoriana

EMBUN DI ATAS DAUN seorang wanita bertanya siapakah dia sebenarnya aku ternganga benarlah adanya dia bukan selebritis kota

38

•

No. 5 Januari

2018

Eki Thadan

HUMUS selembar tenunan mewarna-warni indah selembar tenunan itu bercahaya memantulkan sinar memesona selembar tenunan yang dikenakan bisa diterima di mana-mana selembar tenunan dirindui kehadirannya selembar tenunan berbagi energi dan inspirasi selembar tenunan itu menjadi humus


yang menyuburkan benih-benih jiwa yang kelak berjalan menggelandang di bumi Tuhan CempakaBaru, Jakarta 11 Nov 2017

Eko Windarto

DI RUANG PERJAMUAN di antara bunga di jambangan biru dendang kesunyian beraroma wangi ibu sesungguhnya setangkup petuah bagi lelaki itu usia yang susut menjinjing waktu kusentuh di ujung malam ulang tahunmu tiupan lilin-lilin terasa aneh menggulung waktu tanpa tabir masa lalu oh...ruang tamu perjamuan waktu upacara menjemput rasa cintamu ketika almanak memungut kenangan dan menghitung penyesalan saling bertemu Batu Sekarputih, 12112017

Sentuh mata hati Untuk bangkit menuju cahaya-Nya Dari ruang fikir yang sempit Menuju lapang dan ikhlas Bersamamu membuka cakrawala Alam selalu indah Sekecil apapun dari lensamu Kini kutahu selalu berarti Terimakasih Sahabatku Erry Amanda Salam bahagia Semoga sehat selalu Tasikmalaya, 17 November 2017 Norham Abdul Wahab

BERJALAN DI TAMAN BUNGA tanah pijak masih basah, eyang seharian disimbah mata bergenang membuat jejak di setiap tapak menulis puisi, sedih dan gembira

Ika Hertika

wanginya menyeruak hijau dari dedaunan menghambur ke kelopak bunga terhidu, lekat di hati yang letih

Aku bukan penyair Juga penulis Saat tak terduga Bertemu maya Dengan bunga-bunga Bersapa dalam bahasa jiwa Di tengah fenomena Karat moral dan sosial

tak selarik sinar mengubah titah pada kelopak berlukis wajah hingga janji rebah ke tanah

SESEJUK EMBUN SEBENING JIWA

Ijinkan aku hantarkan Sekuntum bunga untuk sahabat Erry Amanda Seorang yang selalu hadir Sesejuk embun sebening jiwa Setiap kata penuh makna

“dari sana kita, dan akan ke sana petang sendirian, tak tertegahkan perjalanan ini, akan segera� tanah pijak masih basah, eyang menunggu kecup cinta di kerinduan dan kita melangkah di situ, di taman bunga-Nya, selamanya 2017

No. 5 Januari

2018

• 39


p u is i

Priyono Yudho Buwono

Tak buai sembah bakti

aku serupa setetes sunyi kau kabut yang berjalan

Seiring derai hujan terbentang ilalang membasah pada hamparan senja mengiba dalam peraduan koyak gumam doa memeluk mimpi pada jalan setapakmu yang masih panjang

SEPUCUK SURAT KABUT secangkir kopi sepanas gairah -- hidup selalu tumbuh muda dan aku belajar memanjatnya dengan nada-nada lirih. dengan sayap kecil kupu-kupu dengan rasa sakit yang membiru meraba jejak kabut yang terbawa angin

Kau rengkuh kekuatan, ingatan, dan kenangan Kau jadikan alunan peringkas jarak Kau gunakan menjamu segala rupa rindu akan sosok arif bijaksana sang guru Semoga dan selalu Surabaya, 14 November 2017

10 November 2017 Srie Astuty Asdi Rini Damayanti

KIDUNG

SENJA DI WAJAH ERRY AMANDA

Ruang semu berdebu Bangku-bangku usang di tepian zaman Tungku yang kurindu, asa pemusnah nestapa Kehangatan yang ingin kujamu

Senja luruh pada pelataran wajahmu Melukis jingga di petang dahimu Garis-garis cakrawala nan puitis Mengarsir sisa-sisa gerimis yang meritmis

Rajutan kisah sepenggalan sejarah dengan bahasa semesta, hening-bening Kau tuangkan dalam ajaran kasih tertuang dalam kidung yang indah meskipun kadang rekah tumpah serapah

Pada bola mata yang puisi, kulihat hujan terhenti Di beningnya mencipta bahasa pelangi Langit cinta membentang lengkung warna-warni Kiprah bestari jejak dunia yang engkau geluti

Kau tuntun mengeja aksara, mengejawantahkan budaya meramu etika menuju dermaga penantian akhir ribuan lembaran kisah dikenang Raga kecil kering kerontang Sang pemberi asa pemusnah nestapa raga tumbuh menjadi batang meski telah bercabang dan berdahan Tak lena sanjung puji

40

•

No. 5 Januari

2018

Selayak kepak camar separuh jiwa dimakan usia Namun engkau tak surut mengepak berbagi bahagia Bersama sastra terbang ke sana ke mari Pulang membawa karya tuk kekasih yang menanti Dan di indah ujung penantian Kekasihmu menyambut sepenuh genggaman Dengan senyum bak teronce kembang anyelir Dipersembahkan tuk sang maestro dari negeri penyair Adalah dia wajah berkelopak senja Setangkai bunga tuk Erry Amanda! Makassar, 18 November 2017


Ikha Djingga

SEKUNTUM IRIS UNTUKMU Kutapaki jejak-jejak tertinggal Di antara guguran daun kering Ada rasa hilang melukis tanya Pada binaran langit yang mulai senja Jingga memanggilku datang Di gubug payung cendawan dia mendendang Liuk ilalang bergoyang menarik sekawanan semut pulang Guratan garis bestari membajak padang gersang Kususuri sepanjang jalan hingga kudaki gunung perawan Hamparan iris sungguh menawan Bunga pelangi nan rupawan Ia bagai persembahan Kepada bumi yang tenang di haribaan Sayapku ingin segera terbang Namun aku ingin terbaring Di sini menghayati wangimu Kupetik sekuntum iris untukmu Batam, 13 Nov’17 Joel Pasbar

BAIT-BAIT (KELOPAK) SENJA Di basah embun mula kuncup alif merangkak dari remang, mengeja pagi Tinggalkan rahim gulita tempat mengasuh mimpi dari eraman sayap saban malam Ilalang merimbun dalam peluk musim, pucuk ingin mulai tumbuh di ketiak daun Lam tak pernah diam mendengungkan ayat-ayat pengharapan Dan tangkai yang tabah mencatat segala cerita dari putik waktu Musim ini, pawana kerap mewarta kepulangan mentari pada peraduan sunyi Dari kelopak senja Mim yang jingga menyusun bait-bait kenangan,

dandelion, mawar, melati Mekar di ranting doa paling hening. Beranda sunyi, 20 November 2017 Bambang Widiatmoko

GIGIL

Angin terasa memburu dan aku terpaku malu Di deretan bangku penumpang yang membeku Saat perahu penyeberangan bergerak maju Memecah permukaan es setajam sembilu Lalu waktu tak jelas siapa yang menunggu. Di pulau Nami kita bergegas berjalan ke depan Tak peduli jejak di belakang tanpa bayangan Lalu kita pun berubah jadi pohon tanpa dahan Tempat menanggalkan segala kenangan Di sebuah taman luas dalam gigil kedinginan. Nami, 2017 Sheryn K.

DI BATAS SENJA Di batas senja Masih gempita Bara dian menyala di dada Gemuruh suka cita Bercerita Pada arang-arang kelam berarak padam Menembus fajar menyingsing legam sedangkan anak-anak sungai gangga senantiasa dahaga Bulir embun basahi persada Menikam tempias cahayanya Pada purnama membelah sunyi Nan asri kelopaknya Menempati gerai rambut bidadari Menjadikannya lembah nan ngarai untuk ditiduri Bereinkarnasi, daun-daun bernyanyi Dari mimpi sualoka pagi 13’11’17

No. 5 Januari

2018

• 41


KRON I K

HIKMAH KEGAGALAN

Sandya Wiraatmaja (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2017). Dewan juri: Abdul Hadi WM, Sutardji Calzoum Bachri, Maman S. Mahayana.

SAWAHLUNTO. Ada hikmah di balik kegagalan. Bukunya Jonson Setidaknya hal gagal masuk itu dialami nominasi. penyair Bahkan ia juga maya dari tidak kebagian Palembang, tampil dalam Jonson Effendi. acara baca puisi. Di akun face Padahal sudah book Jonson jauh-jauh terbang menggunakan Jonson Effendi dari Palembang ke nama Abinya Umar Jakarta. Menginap lagi, Abdurrahman. Pada swadiri. Tapi Jonson tidak kecewa. perayaan Hari Puisi Indonesia di Di pesta HPI itu ia bersilaturahim Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan para penyair se Indonesia, 1-4 Oktober 2017, Jonson juga bahkan Asean. Tak pelak, ia hadir. Ada pembacaan puisi para diundang dalam acara diskusi penyair Indonesia, Malaysia, sastra di Taman Budaya Padang, Singapura, Vietnam. Sekitarm 80 14/10/2017. Dua pekan kemudian komunitas sastra ikut meramaikan datang undangan pembacaan acara tersebut, lapor Jonson. puisi di Taman Wisata Silungkang, Sawahlunto (suco, dari laporan Acara puncak adalah jonson effendi). pengumuman pemenang Sayembara Buku Puisi 2017 yang diraih oleh buku-buku berjudul Berguru kepada Rindu UPATI WARD 2017 (Acep Zamzam Noor, Diva Press, Yogyakarta, 2017), Hanya Melihat SUMENEP. Bupati Sumenep, Hanya Mengagumi (Din Saja, Madura, layak menjadi teladan Imaji Indonesia, Depok, 2017), bagi pejabat pemerintah Surat Cinta dari Rindu (Candra daerah/kota di Indonesia. Malik, Noura, Yogyakarta, 2017), Pasalnya, pak bupati Hadrah Kyai (Raedu Basha, memberikan pengharagaan Ganding Pustaka, Yogyakarta, kepada warganya yang 2017) dan Akar Ketuban (Umi berprestasi. Bupati Sumenep Kulsum, Interlude, Yogyakarta, Award 2017 adalah bentuk 2017). Sedang buku pusi terbaik apresiasi yang diharap mampu dimenangkan Giang karya Irawan mendorong kiprah warga

B

42

•

No. 5 Januari

2018

dalam pengabdian masyarakat daerah lewat bidangnya. Boleh dikata, ini bagian dari upaya pelaksanaan revolusi mental yang dideklarasikan Presiden Jokowi dalam program Nawacita. Salah seorang penerima award bupati itu adalah penyair/ sastrawan Madura, Fendi Kachonk, 35 tahun, yang tak teragukan dedikasinya di dunia sastra-budaya. Puisinya dimuat di Horison. Ia juga aktif di ranah sosial. Pendiri Taman Baca Arena Pon Nyonar di Moncek Tengah, Pengurus Karang Taruna dan organisasi kepemudaan, Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Lembaga Pemberdayaan Pemuda Pedesaan (LPMP). Komunitas Kampoeng Jerami (KKJ), Tanian Kesenian Bluto (TKB) dan Forum Belajar Sastra (FBS). Dalam tiga komunitas ini dikembangkan model belajar musik, sastra dan teater. Ia juga menyusun buku budaya Indonesia-Malaysia, baca puisi

A

Fendi Kachonk


Dunia Numera bersama Hudan Hidayat, Acep Zamzam Noor, Soni Farid Maulana, dan penyair Asia lainnya. Pembiacara dalam seminar sastra pelajar dan mahasiswa di Bandung, bedah buku bersama Majelis Sastra Bandung, Binale Sastra Dewan kesenian Jawa Timur, Komunitas Sastra Reboan Jakarta, Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan di berbagai komunitas sastra lainnya (Kalimantan Barat, Malang, Mojokerto, Semarang, Yogyakarta, Tangerang Selatan, Lampung). Antologi puisinya: Hujan Kampoeng Jerami (2014), Titik Temu (2014), Sandal Kumal, Untuk Kartini, Memo Untuk Presiden, Kopi Aceh, dan buku tunggalnya: Lembah Kupu-kupu, Tanah Silam, Surat dari Timur Halaman yang Lain (roval alan ov).

BUKU PUISI WARTAWAN

KOMANDO DAERAH SASTRA DI KODAM

PADANG. Penerbitan Buku Puisi dan Parade Baca Puisi oleh wartawan Indonesia akan mewarnai peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2018 di Padang yang dihadiri Presiden Jokowi. Wartawan yang penyair silakan mengirim puisinya ke Sekretariat PWI Sumbar, Jl. Bagindo Aziz Chan, 25000 atau ke email syrf_arifin@yahoo.com.

JAKARTA PUSAT. Kritikus sastra Indonesia terkini, Maman S. Mahayana tampil di eks Markas Komando Daerah Militer (Kodam) di Jatninegara, Jakarta Pusat, 23 Desember 2017. Mereka membedah buku puisi Jampe Sayur Asem karya Surya Andi Saputra. Imam Muhtarom dan Sam Muctar Chaniago juga tampil sebagai pembicara (suco).

PELUNCURAN & DISKUSI BUKU

PUISI AKHIR TAHUN PADANG PANJANG. Hajat puisi tutup tahun 2017 berlangsung di desa Kayu Kolek, Kenagarian Sikabu-kabu, Tanjuang Haro Padang Panjang, Kecamatan Luak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat (13 km dari kota Payakumbuh). Penyeleggara: Komunitas Tanah Rawa, Ikatan Pemuda Pelajar Jorong Sikabukabu (IPPJS), Karang Taruna Sikabu-kabu Tanjuang Haro Padang Panjang, Ikatan Pemangku Adat ke lima suku, serta Wali Nagari Sikabu-kabu.

No. 5 Januari

2018

• 43


R E L I G I

BUNGA Memahami rumitnya DATA NON EMPIRIK yang bisa diamati diurai -- bagaimana sistem urai potasium, mangan, tembaga, atau mineral logam dan non logam pada bunga SUWEG ini saja cukup mumet bagaimana bau tersebut dibuat warna2 bekerja sama (self organizing system) yang tunduk pada hukum ultimate concern dan tak pernah salah - itu pun (seolah) jasad hidup pada tumbuhan ini menceritakan jumlahan realitas - ternyata -- benar -- alam fisik ini tidak bercerita apa pun.

44

•

No. 5 Januari

2018


S

emua SIMULACRUM duplikat dari duplikat yang aslinya tak pernah dijelaskan. Apa muasal dari komponen seluruh wujud yang bisa diaplikasi dan dan diubah fungsi dasar untuk memenuhi sejumlah hasrat manusia. Semua yang terhampar di langit dan bumi bisa jadi HP - komputer dll - yaa manusia hanya punya mandat memanfaatkan. Tak lebih dari itu. Allah tak perlu dibuktikan Ada atau TIDAK ADA - sebab

rencana serta proses bentukannya. KOMENTAR: Nyimas Hilmiyati Makasih Om pemandanya Eki Thadan Metaforma Hmm... melatih kepedulian, maturnuwun... senior. Eko Windarto Jangan mumet Prof, manusia kan berasal dari air. Salam. Erry Amanda Baru tahu kalau kita diciptakan hanya dari air, ada

SUWEG DAN EINSTEINS Oleh: Erry Amanda

Allah NYATA dalam cermin di luar cermin ungkap apa pun kecuali KEYAKINAN yang tak membutuhkan ferifikasi atau justifikasi. *** Einsteins pernah bilang “TUHAN TIDAK SEDANG BERMAIN DADU.� Pernyataan itu sebagai simpul betapa RUMITnya menjelajahi ruang CIPTAAN yang sangat tak mungkin dikuak

juga yang dari tanah yang kotor kata Allah mas Eko Windarto, dan sampai hari ini atau kapan pun seorang saintis khususnya biolog akan tetap mumet hingga akhir jaman soal KARYA AGUNG ALLAH. Biolog menyebut dari karbon. Apa bahan baku tanah, apa bahan baku atom dst - boleh saja tak mumet - kata Rasullullah - jika tak mengetahui jalani saja -- nah jika nurut perintah Rasulullah tentu tak akan mumet. Konsep dari air ya diterima

begitu saja juga tak akan mumet. demikian hakikatnya mas Eko Windarto- sekali pun yang kurang kerjaan pasti makin mumet sebab semakin dalam dan luas seseorang mengetahui sesuatu sesungguhnya siapa pun mereka makin sengsara otaknya. Yoe Vita Soekotjo Setuju, Master. Jangan pernah kita berusaha mengutak-atik penciptaan Tuhan atas alam semesta dan seisinya ini. Apa lagi jika kita juga mulai kepo membedah-bedah, mendugaduga rencanaNya. Percaya atau tidak, semua itu tidak akan pernah terkuak meski sepandai apa pun kita. Yang ada, bisa-bisa nanti keseimbangan mental kita pun ikut bergoyang. Syukuri saja dan percayalah bahwa Alam jagat Raya ini pasti tidak terjadi begitu saja. Pasti ada Sang Maha Penciptanya. Dan kita adalah bagian dari ciptaanNya. Kita ini hambaNya. Duh, mulai sakit deh kepala ini rasanya. Hehehee. Sugeng enjang Kangmas Erry Amanda Martha Sinaga jangan pernah mencuri OTORITAS Sang Pencipta.... Mnch Toni Sekecil apa pun jangan terabaikan hanya tugas manusialah tuk mencari kebaikan Subhanalloh Engkau Maha Pengasih lagi Penyayang bagi orang-orang yang bijak dan mengerti. Amin. Kapil Ratan Jain So beautiful pics it So beautiful. Erry Amanda Just the tiny flower dearest son Kapil Ratan Jain. Kapil Ratan Jain Thank you sir.

No. 5 Januari

2018

• 45


S AS T R A

MENULIS KREATIF A. UNSUR-UNSUR PUISI Sebagai bentuk wacana sastra, unsur-unsur yang membangun puisi berbeda dengan prosa. Unsur-unsur tersebut adalah (1) diksi (diction), (2) imaji (imagery), (3) gaya bahasa (figurative language), dan (4) ritme dan rima (rhythm and rime) (Morris, 1964: 617). Berikut ini aspek-aspek tersebut diberikan penjelasan secukupnya.

P

ertama, diksi. Diksi adalah seleksi kata-kata untuk mengekspresikan ide atau gagasan dan perasaan (Ahmadi, 1988: 126). Diksi yang baik adalah pemilihan kata-kata secara efektif dan tepat di dalam makna serta sesuai dengan tema, audien, dan kejadian. Diksi juga berarti penataan, penyusunan, dan

http://www.dw.com/

46

pemilahan kata-kata ke dalam susunan tertentu yang secara efektif dapat mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaan. Prinsip utama dalam diksi adalah bahwa dalam pemilihan dan penempatan kata harus sesuai, tepat, ekonomis, dan tegas. Misalnya, larik puisi “Aku ini binatang jalang/dari kumpulannya terbuang” (Aku, Chairil Anwar). Kata ‘aku’ dipandang lebih sesuai, tepat, ekonomis, dan tegas daripada kata ‘saya, beta, hamba, atau daku’, diksi ‘binatang jalang’ dipandang lebih tepat daripada “binatang liar atau buas’, dan seterusnya. Hal yang penting diperhatikan tentang diksi dalam penciptaan puisi, menurut Ahmadi (1988: 126-127), ialah bahwa setiap kata merupakan lambang atau simbol yang mengacu kepada sesuatu yang lain. Kata ‘aku’ dan ‘binatang jalang’ keduanya melambangkan kebebasan. Penggunaan diksi dalam puisi, menurut Aminuddin (1995:215) secara umum memberikan gambaran berikut. Diksi dapat berupa kata dasar mau¬pun kata yang telah mengalami proses morfologis, dapat berupa kata yang berciri autosemantis maupun sinsemantis. Dalam diksi terdapat kesesuaian

No. 5 Januari

2018


PUISI (1)

Oleh: Dimas Arika Mihardja

hubungan kata-kata yang satu dengan yang lain, baik dalam rangka penciptaan keseimbangan paduan bunyi maupun dalam penciptaan hubungan semantisnya. Ditinjau dari aspek semantisnya, kata-kata yang digunakan oleh penyair selain merujuk pada kata yang ciri semantisnya bersifat denotatif, juga merujuk pada kata yang ciri semantisnya bersifat konotatif. Secara asosiatif, kata-kata yang digunakan dapat menggambarkan kata-kata yang memiliki hubungan secara indeksial, kolokasional, sinonimi, hiponimi, antonimi. Aspek referensial yang digunakan bersifat transparan, kabur, ikonis, hipokonis, hanya diacukan pada gambaran ciri semantis dasar maupun telah mengalami pemindahan dari ciri acuan semantis dasarnya. Kata-kata yang digunakan dapat memberi kesan kedaerahan, merujuk pada kata yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari, dan dapat pula memberi kesan vulgar. Kedua, imaji. Imaji merupakan hasil pengolahan imajinasi atau pengimajian (imagery). Imaji dapat berupa kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat. Imaji meru-pakan unsur dasar yang khas dalam karya berbentuk puisi. Menurut Preminger (lihat Badrun, 1989) imaji adalah reproduksi dalam

pikiran mengenai perasaan yang dihasilkan oleh persepsi yang bersifat fisik, mistis, dan psikis. Fungsi imaji di dalam puisi ialah menggugah perasaan, pikiran, dan kesan mental pembaca puisi. Jenis imaji di dalam puisi bermacammacam. Ada imaji yang berhubungan dengan indera penglihatan disebut dengan imaji lihatan (visual image). Jenis imaji yang berhubungan dengan indera pendengaran disebut imaji dengaran (auditory image). Imaji yang berhubungan dengan indera peraba disebut imaji rabaan (tactile image). Imaji yang berhubungan dengan indera penciuman disebut dengan imaji bauan (nosey image) (Wellek dan Warren, 1979: 236-237). Nukilan bait pertama puisi Riwayat (Sajaksajak Lengkap, 1961—2001:8) karya Goenawan Mohamad berikut ini terdapat berbagai macam imaji. Gelitikkan, musim, panasmu ke usiaku bersama matari. Dari jauh bumi tertidur oleh nafasmu, dan oleh daun yang amat rimbun dan amat teduh Dan seperti mimpi laut kian perlahan kian perlahan (Goenawan Mohamad, Riwayat)

SEGALA pembicaraan bahasa dan unsur-unsurnya dalam penulisan puisi hakikatnya terkait dengan diksi. Diksi sebagai satu unsur yang ikut membangun keberadaan puisi berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan yang bergejolak dan menggejala dalam dirinya. Peranan diksi di dalam penulisan puisi memiliki arti penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi. Bahkan, untuk jenis puisi imajis seperti ditulis oleh Sapardi Djoko Damono, kata-kata tidak sekadar berperan sebagai sarana yang menghubugkan pembaca dengan gagasan penyair. Dalam puisi imajis, kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca dengan dunia intuisi penyair. Dapat dikemukakan bahwa diksi merupakan esensi penulisan puisi. Pilihan kata yang tepat dan cermat dapat mengukuhkan pengalaman penyair di dalam puisi yang ditulisnya. Pilihan kata yang tepat dan cermat memungkinkan katakata tidak sekedar merekat dan menempel satu sama lain, tetapi kata-kata itu dinamis dan bergerak serta memberikan kesan yang hidup. Kata-kata seperti itu tidak sekadar menjadi penanda, tetapi sekaligus menjadi dunia puitik itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menulis puisi siapapun tidak boleh meremehkan atau mengabaikan

No. 5 Januari

2018

• 47


s as t ra

unsur diksi ini. Penulis puisi tidak boleh menafikan kosakata, bahasa kiasan, bangunan imaji dan sarana retorika. Meskipun diksi dalam penulisan puisi memiliki arti penting, Sanusi Pane pernah mengingatkan bahwa kata-kata yang dipilih dalam penulisan puisi tak serta merta menggunakan kata-kata yang rancak (indah semata), katakata yang pelik hanya mengejar estetika (kata-kata yang rumit hanya mengejar keindahan menurut versi penyair dan menjadi asing di mata pembaca), penyair disarankan untuk membuang segala kata yang cuma mempermainkan mata, hanya dibaca sepintas lalu karena katakata itu tidak keluar dari sukma (jiwa, batin, pikiran dan perasaan) penyair. Kita simak sebuah puisi Sanusi Pane berjudul Sajak berikut ini. SAJAK O, bukannya dalam kata yang rancak kata yang pelik kebagusan sajak, O, pujangga,buang segala kata, yang ‘kan cuma mempermainkan mata, dan hanya dibaca selintas lalu, karena tak keluar dari sukmamu. Seperti matahari mencintai bumi, memberi sinar selama-lamanya, tidak meminta sesuatu kembali, harus cintamu senantiasa (Sanusi Pane, Tonggak 1, hlm. 41)

Di akhir puisinya yang berjudul

48

No. 5 Januari

2018

Sajak, Sanusi Pane menambahkan bahwa puisi yang baik, pilihan kata yang tepat dan cermat di dalam puisi, memiliki substansi seperti matahari yang setia memberikan sinarnya. Matahari itu setia dan tidak meminta imbalan. Matahari makna itu hanya dapat dipahami, dimengerti dan dihayati oleh ‘kecintaan’ pembaca. Apa pun diksi yang dipakai oleh penyair haruslah fungsional, komunikatif, menarik perhatian, dan memendarkan makna secara abadi. Ketiga, gaya bahasa. Gaya menurut Kamus Istilah Sastra (Zaidan, Rustapa, Hani’ah, 1994) adalah cara pengungkapan dalam prosa atau puisi. Analisis gaya meliputi pilihan kata, majas, sarana retorika, bentuk kalimat, bentuk paragraf, dan setiap aspek pemakaian bahasa oleh penulis. Gaya bahasa, menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984) adalah pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang arti harfiahnya. Gaya bahasa yang baik menimbulkan citra tertentu di dalam pikiran pembaca puisi. Dengan kata lain, gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian. Oleh Hartoko dan Rahmanto (1986) gaya bahasa diartikan sebagai cara yang khas untuk mengungkapkan diri. Cara tersebut meliputi setiap aspek bahasa seperti pemilihan katakata, penggunaan kiasan, susunan

kalimat, nada, dan sebagainya. Dengan demikian bahasa kias dalam puisi termasuk bagian dari gaya bahasa. Ruang lingkup kajian gaya bahasa meliputi identifikasi bentuk, ciri, unsur, hubungan antarunsur dalam wacana puisi. Dengan demikian, kajian gaya bahasa memasuki wilayah yang berkaitan dengan komponen yang hadir secara simultan, yakni wacana puisi itu sendiri. Dari wacana puisi itu lebih lanjut dikaji aspek formal yang berkaitan dengan unit-unit gaya bahasa. Kajian unit-unit gaya bahasa itu dimanfaatkan sebagai dasar pemilahan jenis gaya bahasa, identifikasi ciri, serta dasar dalam menafsirkan satuansatuan pesan yang dikandungnya. Jenis gaya bahasa secara umum dibedakan menjadi gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan. Gaya bahasa tidak dapat dilepaskan dari masalah-masalah pemilihan dan penggunaan kata serta pemvariasian struktur. Dalam kaitan ini, Ahmadi (1991) menyatakan bahwa “gaya bahasa adalah kualitas visi, pandangan penulis/penutur, karena gaya bahasa merefleksikan cara seseorang pengarang memilih dan meletakkan kata-kata dan kalimat dalam tubuh karangan”. Pemilihan dan pemakaian suatu kata sangat ditentukan oleh kemampuan penulis dalam menangkap “rasa kata” atau tingkatan makna pada kata tersebut.


Pengelompokan Ahmadi ini sejajar dengan kategori gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang dikemukakan oleh Jassin (1996). Dari berbagai referensi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa kias sejajar dengan istilah gaya bahasa. Akhirnya, gaya bahasa dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, dan gaya bahasa asosiasi (pertautan dan perulangan) (Darmawan, 1995). Penelitian ini mengacu

pada klasifikasi gaya bahasa yang dilakukan oleh Darmawan. Sebagai contoh, berikut ini dikemukakan pemakaian gaya bahasa metafora dalam puisi Berlayar karya Linus Suryadi A.G. Kesetiaan kepada hidup hidup kepada kesetiaan Laksana jaring-jaring ikan dijalin lalu dikembangkan ( Linus Suryadi A.G., Berlayar) Keempat, ritme dan rima. Ritme dan rima besar pengaruhnya dalam memperjelas makna sebuah puisi. Ritma dan rima puisi ini erat berhubungan dengan pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan tujuan (intention). Lebih lanjut, hubungan ritme dan rima dinyatakan oleh Morris, dkk., 1964: 620) “rhythm is the result of systematically stressing or accenting words and sylables, whereas rime repeats similar sounds in some apparent scheme�. Dalam sastra Indonesia, khususnya puisi, ritme tidak selalu berhubungan dengan tekanan dan aksen, melainkan pada panjang dan pendeknya tuturan, cepat dan lambatnya pembacaan, dan ditentukan oleh tipografi puisi.

Bagaikan banjir gulung gemulung Bagaikan topan deruh-menderuh Demikian rasa datang semasa Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung Memenuhi sukma, menawan tubuh (J.E. Tatengkeng, Perasaan Seni bait I) Contoh rima akhir: Habis kikis Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu (Amir Hamzah, Padamu Jua bait

I)

www.ceritamedan.com

Gaya bahasa, termasuk di dalamnya bahasa kias, dapat dikelompokkan menurut berbagai segi, antara lain berdasarkan struktur kalimat dan berdasarkan langsung-tidaknya makna. Gaya bahasa yang memiliki acuan makna tidak langsung dibedakan menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris mencakup: aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, pleonasme, tautologi, perifrasis, prolepsis, pertanyaan retoris, koreksio, hiperbola, paradoks. Gaya bahasa kiasan mencakup: persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoche, metonimi, antonomasia, hiplase, ironi, satire, antifrasis, dan paranomasia. Ahmadi (1991) mengelompokkan gaya bahasa ke dalam dua kelompok, yakni gaya perasosiasian dan gaya penegasan.

Rima dibedakan menjadi rima awal dan rima akhir. Contoh rima awal:

No. 5 Januari

2018

• 49


s as t ra

Berdasarkan susunannya rima dapat berupa (1) rima berangkai dengan susunan aa, bb, cc, dd ‌; (2) rima berselang, dengan susunan abab, cdcd‌; (3) rima berpeluk dengan susunan abba, cddc. Contoh rima berangkai dengan susunan aa, bb, cc, dd: Di mata air di dasar kolam Kucari jawab teka-teki alam Di kawan awan kian kemari Di situ juga jawab kucari Kepada gung penjaga waktu Kutanya jawab kebenaran tentu (J.E. Tatengkeng, Kucari Jawab) Contoh rima berselang dengan susunan abab, cdcd: Duduk di pantai waktu senja, Naik di rakit buaian ombak, Sambil bercermin di air-kaca, Lagu diayunkan lagu ombak Lautan besar bagai bermimpi Tiada gerak, tetap berbaring Tapi pandang karang di tepi Di sana ombak memecah nyaring (J.E. Tatengkeng, Sepantun Laut bait I, II) Contoh rima berpeluk dengan susunan abba: Perasaan siapa takkan nyala Melihat anak berlagu dendang Seorang sahaja berlagu dendang Tiada berbaju buka kepala Beginilah nasib anak gembala Berteduh di bawah kayu nan rindang Semenjak pagi meninggalkan

50

•

No. 5 Januari

2018


kandang Pulang ke rumah di senja kala (M. Yamin, Gembala) Riffaterre (1978:1—2) dengan tepat mengungkapkan karakteristik wacana puisi dalam ungkapan “Says one thing, means another” atau dalam ungkapan penyair Sapardi Djoko Damono dalam suatu kesempatan “bilang begini, maksudnya begitu”. Kedua ungkapan yang dikemukakan oleh pakar sastra itu memiliki maksud bahwa puisi sebagai wacana mengungkapkan sesuatu hal dan berarti hal lain secara tidak langsung. Menurut Riffaterre ketidaklangsungan itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu (1) penggantian arti (displacing of meaning) oleh adanya pemakaian kias seperti metafora dan metonimi; (2) penyimpangan arti (distorting of meaning) oleh adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense; dan (3) penciptaan arti (creating of meaning) oleh adanya bentukbentuk visual seperti tipografi, enjambemen, dan persejajaran baris. Ketiga karakteristik ketidaklangsungan wacana puisi tersebut diterangjelaskan dalam paparan berikut ini. Pertama, penggantian arti. Di dalam wacana puisi, pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang lain, lebih-lebih metafora dan metonimi (Riffaterre, 1978:2). Dalam penggantian arti ini suatu kata (kias) memiliki acuan makna

sesuatu yang lain. Misalnya dalam puisi Sajak Putih karya Chairil Anwar (1959:19) berikut ini. Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah.... (Chairil Anwar, Sajak Putih)

Bait pertama baris ke-3: Di hitam matamu kembang mawar dan melati. Kata ‘mawar’ dan ‘melati’ adalah metafora dalam baris ini, berarti yang lain, yakni sesuatu yang indah atau cinta yang murni. Secara umum, bahasa kias di dalam puisi seperti perbandingan, personifikasi, sinekdoki, dan metonimi itu biasa disebut saja dengan metafora meskipun sesungguhnya metafora itu berbeda dengan kiasan lain, memiliki sifat sendiri: metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan hal atau benda lain. Dalam bait kedua baris pertama

sepi menyanyi adalah personifikasi, dalam keadaan yang mesra itu tiba-tiba terasa sepi: ‘sepilah yang menyanyi’ karena mereka berdua tidak berkata-kata, suasana begitu khusuk seperti waktu malam untuk mendoa tiba. Dalam keadaan diam itu, jiwa si akulah yang beriak seperti air kolam kena angin. Dalam baris ke-3 dan 4 Dan dalam dadaku memerdu lagu menarik menari seluruh aku kata ‘lagu’ dan ‘menari’ itu mengiaskan kegembiraan si aku karena bersanding (melihat) kekasihnya yang menggairahkan, yang bersandar pada tari warna pelangi, yaitu dalam keadaan yang sangat menyenangkan. Dalam bait ketiga baris pertama: Hidup dari hidupku, pintu terbuka, mengiaskan bahwa ada jalan, ada harapan selama kekasih si aku masih cinta padanya, yang dikiaskan dengan Selama matamu bagiku menengadah. Ketika kekasih masih mau menengadah kepada si aku berarti masih cinta padanya. Selama engkau darah mengalir dari luka berarti selama kau masih hidup, masih dapat merasa sakit dan sampai kematian datang antara si aku dan kekasihnya tidak membelah, tidak bercerai. Semuanya itu merupakan Sajak Putih, yaitu pernyataan hati si penyair (sajak) yang diucapkan dengan tulus ikhlas (putih). Kedua, penyimpangan arti. Penyimpangan arti terjadi apabila di dalam puisi ada ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.

No. 5 Januari

2018

• 51


s as t ra

Di dalam puisi kata-kata, frase, dan kalimat sering mempunyai arti ganda, menimbulkan banyak tafsir atau ambigu. Misalnya dalam Sajak Putih Chairil Anwar bait ke-3 dan 4, baris-baris itu sesungguhnya ambigu: Hidup dari hidupku, pintu terbuka selama mataamu bagiku menengadah. Ini dapat ditafsirkan dengan arti gandi bahwa hidup si aku akan selalu ada jalan keluar, ada harapan-harapan, atau kegairahan. Selama kekasihnya masih suka memandang dia, masih mencintainya, masih setia kepadanya, masih percaya kepadanya, masih menghendakinya, masih membutuhkan si aku, maka si aku akan tetap merasa hidup bergairah. Selama kau darah mengalir dari luka, Antara kita Mati

lifestyle.bisnis.com

52

•

No. 5 Januari

2018

datang membelah... itu dapat ditafsirkan bermacam-macam sesuai dengan arti kata dan kalimat yang terdapat di dalam ungkapan itu, misalnya: selama kau masih hidup, masih dapat merasakan sakitnya hidup, antara si aku dan kekasihnya tidak bertengkar, berselisih pendapat, dan juga tidak bercerai, maka si aku hidup penuh dengan harapan. Di dalam wacana puisi juga terdapat ironi, yaitu salah satu cara menyampaikan maksud secara berlawanan atau berbalikan. Ironi ini biasanya untuk mengejek sesuatu yang keterlaluan. Ironi ini menarik perhatian dengan cara membuat pembaca berpikir, sering juga untuk membuat orang tersenyum atau membuat orang berbelaskasihan terhadap sesuatu yang menyedihkan. Dalam puisi Indonesia, penyair Subagio Sastrowardoyo sering menggunakan ironi, misalnya pada puisi berjudul Nyanyian

Ladang berikut. Kau akan cukup punya istirah Di hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah Pak tani, jangan menangis Kau akan cukup punya sandang Buat menikah. Setelah selesai melunas hutang Pak tani, jangan menangis. Kau akan cukup punya pangan Buat si ujang. Setelah selesai pergi kondangan. Pak tani, jangan menangis. Kau akan cukup punya ladang Buat bersawah. Setelah selesai mendirikan kandang. Pak tani, jangan menangis. (Subagio Sastrowardoyo, Nyanyian Ladang)

Dalam wacana puisi tersebut si penyair seolah-olah menghibur pak tani, yang tampaknya serba kecukupan, tetapi sebenarnya hidupnya sangat sederhana dan sengsara. Seolah segala-galanya sudah cukup bagi pak tani: cukup istirahat, cukup punya kerja di sawah, punya sandang setelah lunas hutang, cukup punya pangan


sesudah kondangan, cukup punya ladang buat bersawah. Kehidupan petani sesungguhnya sangat sederhana dan sengsara, sebab penyair banyak menggunakan ungkapan Kau akan.... di balik ungkapan Pak tani, jangan menangis terdapat ironi: pak tani harus menagis dalam keadaan menderita itu, dalam keadaan melarat, hidup penuh hutang, punya makan setelah pergi kondangan. Penyimpangan arti di dalam wacana puisi juga dilakukan dengan nonsense. Nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata, misalnya penggabungan dua kata atau lebih seperti sepisaupa, sepisaupi, terkekehkekehkekehkekehkekehkeh. Nonsense ini menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu, menimbulkan arti dua segi, menimbulkan suasana aneh, suasana gaib, ataupun suasana lucu. Dalam puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul Pot: potata potitu potkaukah potaku?; dalam puisi berjudul Herman: kakekkekkakakek. Sutardji menggabungkan kata ‘sepi’, ‘pisau’, dan ‘sapa’ menjadi sepisaupa, sepisaupi, sepisapanya sehingga sapanya dalam sepi itu menusuk seperti pisau. Di situ arti sepi dan pisau digabungkan hingga menjadi makna sepi seperti pisau menusuk. Ketika Sutardji menggabungkan kata ‘sepi’ dan ‘pikul’, menjadi ‘sepikul dosa’, maka

dosa itu betapa berat dan sepi mencekam-dosa itu menimbulkan derita seperti tusukan duri dan pisau. Ketiga, penciptaan arti. Menurut Riffaterre (1978:2) penciptaan arti terjadi bila ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip pengor-ganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistik tidak ada artinya. Misalnya, simetri, rima, enjambemen atau ekuivalensi-ekuivalensi makna di antara persamaan-persamaan posisi dalam bait. Di dalam wacana puisi sering terdapat keseimbangan berupa persejajaran arti antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait. Persamaan posisi (homologues) misalnya tampak dalam pantun atau yang sejenisnya. Semua tanda di luar kebahasaan itu menciptakan makna di luar arti kebahasaan. Misalnya makna yang mengeras (intensitas arti) dan kejelasan yang diciptakan oleh ulangan bunyi dan paralelisme. Sebagai contoh, berikut ini dikemukakan puisi berjudul Mari (1981:25) karya Sutardji Calzoum Bachri yang penuh persejajaran bentuk dan arti oleh ulangan yang berturut-turut terjadilah orkestrasi dan irama. Orkestrasi ini menyebabkan liris dan konsentrasi. Hal ini adalah makna di luar kebahasaan. mari pecahkan botolbotol ambil lukanya

jadikan bunga mari pecahkan tiktok jam ambil jarumnya jadikan diam mari pecahkan pelita ambil apinya jadikan terang mari patahkan rodaroda kembalikan asalnya: jadikan jalan mari kembali pada Adam sepi pertama dan duduk memandang diri kita yang telah kita punahkan ada dan tiada yang disediakan Adam pada kita dan mari berlari pada siri kita dan kembali menyimaknya dengan keheranan Adam pada perjumpaan pertama dengan dunia (Sutardji Calzoum Bachri, Mari)

Wacana puisi termasuk ke dalam jenis wacana transaksional, karena hal yang dipandang penting ialah “isi” komunikasi. Wacana puisi yang telah dipublikasikan bersifat umum, karena wacana puisi diciptakan oleh penyair tidak untuk dinikmati sendiri saja, melainkan untuk dibaca oleh masyarakat umum. Meskipun wacana puisi diperuntukkan bagi masyarakat umum, wacana puisi merupakan bentuk komunikasi yang khas. Dikatakan demikian karena “pesapa” dapat hadir, dapat juga tidak hadir, dan dapat berupa

No. 5 Januari

2018

• 53


s as t ra

seorang atau lebih. Ciri khas yang lain adalah bahwa wacana puisi dapat dibaca pada waktu dan tempat yang jauh jaraknya dari waktu dan tempat penciptaannya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara penyair dan pembaca karya sastra bersifat khas pula. Selain itu, wacana puisi merupakan wacana khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia.

merahputih.com

Wacana puisi berisi monolog, artinya ada satu instansi yang mengucapkan sesuatu di dalamnya. Dalam wacana puisi instansi yang mengucapkan sesuatu itu disebut subjek lirik (aku lirik). Aku lirik ini di dalam wacana puisi tidak selalu dapat ditunjuk dengan jelas. Kadangkadang ia tinggal di latar belakang,

seperti dalam pelukisan alam. Biasanya, aku lirik mengarahkan perhatian kepada dirinya sendiri dengan mempergunakan kata-kata seperti “aku” atau “-ku”. Kata-kata ini dapat menyertai pelukisan pengalaman atau perasaan yang sangat pribadi. Misalnya wacana puisi Pamflet Penyair karya Rendra berikut ini praktis sama dengan penyairnya sendiri. Inilah sajakku. Pamflet masa darurat. Apakah artinya renda-renda kesenian Bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan. Kepadamu aku bertanya. (Rendra, Pamflet Penyair)

Gambaran aku lirik dapat disimpulkan dari wacana itu sendiri. Gambaran tersebut dapat terjadi dengan berbagai cara. Wacana itu sendiri dapat menyajikan fakta mengenai jenis kelaminnya, usia, wajah, dan pekerjaannya. Gambaran mengenai aku lirik itu tampak dari kata-kata yang diucapkan dan cara bercerita. Aku lirik itu berupa pengemban pikiran dan perasaan, bukannya selaku seorang manusia yang memiliki pola jiwa tertentu. Kedua puisi berikut, misalnya,

54

No. 5 Januari

2018

menampilkan wajah aku lirik yang berbeda. Kami jalan sama. Sudah larut. Menembus kabut. Hujan mengucur badan. Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan. Darahku mengental pekat. Aku tumpat-pedat. (Chairil Anwar, Kawanku dan Aku) Kau menuding aku, aku menuding kau kau dan aku menjadi satu karna dindingku, karna dindingmu dari mana kita, dunia bersatu (Linus Suryadi AG, Dindingdinding Kota Yogya)

Aku lirik di dalam wacana puisi menyapa seseorang, misalnya “engkau”, “kawan”, “-mu”, dan lain-lain. Tidak hanya orang perorangan yang disapa oleh aku lirik, tetapi juga ide-ide tertentu, gejala-gejala, para dewa, angin, awan, samodera, sebuah kota. Dalam sapaan retorik aku lirik memang menyapa seseorang atau sesuatu, tetapi tidak mengharapkan jawaban. Ungkapan serupa itu disebut apostrof (Bersambung) -----------------

Dimas Arika Mihardja (Prof. Dr. Sudarjono, M. Pd) sastrawan Indonesia Angkatan 2000, Guru Besar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.


Dulu, rakyat menangis meminta seseorang untuk menjadi pemimpin. Sekarang, orang menangis meminta rakyat menjadikannya pemimpin.

(Prof. Dr. Mahfud MD di Jak Tv, 19 Desember 2017)

No. 5 Januari

2018

• 55


S AA IENR SA H D

DAMPAK MODERNISASI EKONOMI Nazamuddin, Agus Sabti, Syamsuddin Mahmud

steemit.com

Tulisan berseri ini telah ditampilkan dua kali berturut-turut secara kesinambungan di majalah digital ini. Bagian (3) yang membahas masalah organisasi ekonomi, agama, konflik bersenjata, reformasi dan musibah tsunami di Aceh, merupakan bagian penutup yang disertai kesimpulan. Diharapkan dengan mempelajari isi dari literasi ini akan bisa dipetik hikmah dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah di Aceh dan juga di daerah-daerah propinsi lain di Indonesia ini. Selamat mengikuti.

56

•

No. 5 Januari

2018


PADA SISTEM SOSIAL DI ACEH (3) III SEKTOR JASA Di sektor jasa, modernisasi ekonomi diiringi oleh pembangunan infrastruktur yang meluas (misalnya transportasi, listrik, dan jaringan telekomunikasi). Pembangunanpembangunan tersebut telah meningkatkan mobilitas masyarakat dan hubungan dengan dunia luar, dan telah memberikan akses lebih mudah menuju sumber-sumber informasi yang lebih beragam. Kondisi ini berkontribusi terhadap perubahan pada hubungan sosial, nilai-nilai, dan perilaku. Sama halnya, perkembangan pada sistem transportasi juga telah mengubah kehidupan banyak orang. Bidang perawatan kesehatan di Aceh telah berubah dari yang didominasi oleh pengobatan tradisional (oleh dukun) menjadi pengobatan (gaya Barat) melalui programprogram kesehatan nasional seperti PUSKESMAS, Keluarga Berencana (KB), dan Posyandu. Di bidang keuangan, toké dan mugee setempat telah digantikan oleh badan-badan korporasi dan bank, juga organisasi-organisasi baru seperti BPR. Selain organisasi dan badan-badan ini, beberapa lembaga nasional lainnya juga diperkenalkan diAceh sebagai bagian dari misi nasional bagi pembangunan dan gagasan pemerintah akan

apa arti modernisasi. Dampak pengembangan pasokan listrik dan jaringan telekomunikasi telah cukup substansial dalam hal bagaimana hal tersebut telah mengubah pola hubungan sosial dalam masyarakat Aceh. Contohnya, pengenalan televisi dan parabola mempunyai dampak positif maupun negatif pada perilaku sosial. Dampak positifnya misalnya, akses lebih mudah terhadap sumber-sumber informasi yang berbeda, yang diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan baru dan pandangan mengenai perubahan global. Satu dampak negatifnya yaitu kemampuan anak-anak untuk bangun pagi untuk beribadah dan belajar mulai menurun karena mereka menonton televisi sampai larut malam. Selain itu, anak-anak tidak lagi mempunyai waktu untuk mendengarkan cerita dan legenda yang disampaikan oleh orang tua dan nenek-kakek mereka mengenai orang-orang suci dan soleh—ceritacerita yang mengajarkan nilai-nilai dan tradisi mulia Aceh. Malahan, lebih banyak waktu dihabiskan di depan televisi untuk menonton opera sabun (sinetron). Penerapan budaya asing yang semakin meningkat sebagaimana yang ditayangkan oleh media merupakan rintangan dalam menurunkan nilainilai budaya Aceh.

PEMERINTAHAN Desa merupakan unit pemerintahan terkecil di Aceh. Kepala desa disebut Keuchik dan secara demokratis dipilih melalui pemilihan langsung. Orang yang dipilih sebagai Keuchik biasanya seseorang yang mempunyai kemampuan khusus, dan yang berpendidikan, berpengalaman, memiliki karakter yang baik dan status sosial yang baik, dan yang memiliki kepedulian pada masalah-masalah setempat. Dengan demikian, Keuchik biasanya penduduk yang telah lama mendiami suatu desa yang kemudian mereka pimpin. Meskipun demikian, di beberapa daerah, istilah bahasa Aceh Keuchik mulai digantikan oleh istilah bahasa Indonesia “Lurah” dan wilayah yang mereka pimpin sekarang disebut “Kelurahan”. Walaupun saat ini sudah tidak dipersyaratkan lagi jika seorang Lurah harus berasal dari desa tersebut (asoe lhok), mereka masih harus mempunyai status sosial terkemuka di desa tersebut. Dalam hal agama, Keuchik dibantu oleh seorang Teunku Imum atau Imum Meunasah yang bertugas sebagai imam pada setiap shalat berjamaah di mushala (meunasah) dan yang memimpin upacaraupacara keagamaan, termasuk peusijuk dan upacara lainnya. Seperti halnya Keuchik, Imum

No. 5 Januari

2018

• 57


dae rah

Meunasah juga dipilih secara demokratis oleh beberapa orang (dari kalangan masyarakat) yang memiliki pengetahuan agama yang baik, wewenang, dan karakter yang baik. Di sistem pemerintahan Indonesia (nasional), Imum Meunasah biasanya tidak terlibat dalam pemerintahan tingkat desa. Meskipun demikian, sejak penerapan otonomi khusus di Aceh pada tahun 2002, Imum Meunasah secara informal diakui sebagai pemimpin dan mendapatkan honor yang disebut Minyeuk Panyot atas jasa-jasanya mengurus meunasah. Keuchik dan Imum Meunasah dapat dianggap sebagai badan eksekutif di tingkatan desa, sedangkan badan legislatif masing-masing desa secara tradisional terdiri dari Tuha Peut (empat anggota) yang membuat keputusan dan menyetujui semua keputusan penting yang mempengaruhi masyarakat desa. Selain itu juga ada Tuha Lapan (delapan anggota)— yang umumnya merupakan pengembangan dari Tuha Peut— yang juga menjalankan fungsi pengambilan keputusan di tingkat desa (musyawarah desa) dan selalu dilibatkan dalam mempersiapkan keputusan-keputusan biasa sampai menyelesaikan masalah-masalah kampung yang penting. Selain kedua kelompok itu (Tuha Peut dan Tuha Lapan), pada bentuk tradisional pemerintahan ada pos-pos informal seperti Keujruen Blang, Peutua Seuneubok, Panglima Uteun (Panglima Glee), Syahbanda, dan Panglima Laot, masing-masing

58

•

No. 5 Januari

2018

mempunyai tugas tersendiri. Unit administrasi besar berikutnya setelah desa adalah mukim, yang terdiri dari beberapa desa (gampong), yang dipimpin oleh seorang Imum Mukim.

Fungsi mereka adalah untuk mengoordinir dan menyelesaikan masalah-masalah antardesa. Umumnya, setiap mukim mempunyai masjid besar, yang dipimpin oleh seorang Imam Masjid. Tingkat pemerintahan lokal ini mulai sirna setelah beberapa dekade ini, namun peran Imam Masjid masih dibutuhkan dalam beberapa hal. Meskipun pernah berperan penting di masyarakat, lembaga desa tradisional, seperti Tuha Peut, telah tergantikan oleh lembagalembaga nasional seperti Lembaga Masyarakat Desa (LMD) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Sekarang, Lembaga Pemerintahan Mukim yang dahulu

mempunyai peran sangat penting, telah menghilang dari sistem pemerintahan Aceh.

ORGANISASI EKONOMI Gala merupakan sistem peminjaman di mana seseorang menyerahkan tanah, emas, atau barang-barang milik mereka lainnya sebagai jaminan di masa-masa sulit (biasanya agar ia mempunyai cukup uang tunai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Perjanjian terikat yang dahulu tidak tertulis kini mulai dituangkan dalam kontrak tertulis formal, namun tanpa tenggat waktu spesifik. Gala memberikan hak pada pemberi pinjaman untuk memanfaatkan lahan yang dijadikan pinjaman sampai si peminjam telah membayar lunas pinjamannya. Hasil yang didapat dari pengerjaan lahan tersebut dianggap jasa atas tindakan meminjamkan tersebut alih-alih sesuai dengan jumlah uang yang dipinjam, dan dengan demikian tidak dianggap sebagai bunga. Hak atas lahan dapat dialihkan hanya dengan persetujuan pemiliknya (yaitu si peminjam). Dalam hal si peminjam tidak mampu membayar pinjamannya, jaminan bisa dijual ke pihak ketiga yang hasilnya digunakan untuk membayar pinjaman tersebut. peminjam juga dapat memilih untuk membeli lahan tersebut, dan membayar sisa harga lahan dikurangi jumlah pinjaman kepada pemilik sebelumnya. Dalam hal ini, hukum adat


Hukum adat gala masih dipraktikkan di kalangan masyarakat pedesaan di Aceh, namun semakin lama semakin berkurang. Pemilik lahan yang memerlukan uang untuk kebutuhan sehari-hari, juga untuk investasi dan modal keuangan, cenderung meminjam dari bank yang sudah mempunyai cabang di desa mereka. Dalam beberapa kasus, pemilik lahan menginginkan untuk menghindari prosedur pinjaman bank yang rumit, dengan meminjam dari rentenir dengan tingkat bunga yang disetujui bersama (dan biasanya lebih besar daripada bunga yang ditawarkan oleh bank). Karena prosesnya mudah dan hanya didasarkan pada kepercayaan bersama antara dua belah pihak, tipe peminjaman uang ini umum ditemukan di masyarakat Aceh. Hal ini khususnya terjadi di daerah perkotaan di mana pedagang, yang tidak mempunyai akses pada kredit formal, memerlukan pinjaman jangka pendek (terkadang harian atau mingguan). Modernisasi ekonomi dalam hal ini sudah sangat mempengaruhi metode tradisional pemberian pinjaman uang di Aceh dan telah menggantikan sistem gala secara efektif.

Mawah adalah sistem yang sedikit berbeda di mana seseorang memberikan hak atas aset tertentu (biasanya lahan atau ternak) kepada orang lain, yang kemudian bekerja atas nama pemilik untuk sejumlah persentase keuntungan. Pada satu sisi, mawah merupakan sejenis bagi keuntungan. Bagi keuntungan yang dinegosiasikan bergantung pada biaya produksi, termasuk biaya keras seperti makanan hewan dan yang lebih berat, ongkos pekerja, dalam hal waktu dan usaha. Contohnya, jika sawah padi basah berlokasi dekat dengan desa, pemilik lahan dapat menerima sepertiga dari keuntungan, sementara orang yang bekerja atas nama mereka menerima dua pertiga bagian. Jika sawah tersebut terletak jauh dari desa, keuntungan dapat dibagi berdasarkan rasio yang lebih sedikit untuk pemilik

lahan (misalnya seperempat dan tiga perempat). Saat ini, keuntungan biasanya berkurang karena penggunaan metode pertanian yang sangat intensif dan mahal. Jumlah “pendapatan operasional bersih� saat ini berkurang daripada di masa lalu karena biaya, selain dengan penggunaan pestisida (untuk membasmi hama), pupuk, dan lain-lain. Juga terdapat banyak kasus di mana orang yang memanfaatkan lahan perlu menyewa traktor atau peralatan lain dan mempekerjakan buruh

No. 5 Januari

2018

www.kanalaceh.com_2

berbeda daripada hukum agraria nasional yang mengatur jika gadai dapat berlaku sampai tujuh tahun. Setelah itu, lahan harus dikembalikan kepada pemilik aslinya.

• 59


dae rah

tani lain, membayar mereka per jam atau per hari.

www.kanalaceh.com

Dengan demikian, keuntungan berkurang karena peningkatan biaya operasional. Dalam hal mawah hewan ternak, bagi hasil diperkirakan dengan menghitung biaya operasional bersih, yaitu harga jual hewan yang diukur dengan menghitung waktu yang dihabiskan untuk mengurus hewan tersebut, mulai dari awal perjanjian dimulai. Dalam hal hewan betina diikutsertakan dalam pengalihan ini, bagi hasil termasuk harga jual bersih hewan tersebut. Jika hewan-hewan tersebut masih muda dan belum menghasilkan keturunan, maka pemiliknya menerima seperempat dari keuntungan dan si pengurus menerima tiga perempat. Dengan demikian, bagi hasil selalu sesuai dengan keuntungan bersih setelah menghitung pendapatan potensial atas pengeluaran keuangan dan biaya tenaga kerja.

60

•

No. 5 Januari

2018

Cara modern bagi hasil mulai tumbuh setelah munculnya sistem pembayaran modern seperti kongsi dan modal bank berdasarkan hukum syariat Islam (misalnya sebagaimana yang ditawarkan oleh Bank Syariah Mandiri, Bank Danamon Syariah, Divisi Syariah BPD, dll.). Contohnya, perhitungan bagi hasil yang dilakukan oleh PT. Sarana Aceh Ventura (SAV) menentukan keuntungan bersih dari proyek investasi (tidak terbatas pada pertanian dan peternakan) dan membagi-bagi berdasarkan persentase, misalnya, lima puluhlima puluh atau enam puluhempat puluh. Untuk pemilik usaha skala kecil dan menengah, yang cukup berpendidikan, menghitung persentase bukanlah masalah. Namun, untuk petani dan peternak warga desa, lebih mudah memahami menggunakan sistem pecahan. Orang kota sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil perbankan syariah, seperti

Mudharabah, Murabaha, Musyarakah, dan lain-lain. Sistem pembagian hasil ini dimungkinkan karena usahausaha ini menggunakan uang keras sejak awal. Ini berbeda dari sistem mawah yang menggunakan uang hanya ketika ada keuntungan untuk dibagi, dengan kata lain, setelah penjualan hewan, misalnya. Di sektor perikanan, sistem bagi hasil cukup rumit dan unik. Tidak seperti sektor-sektor lainnya, khususnya di produksi industri di mana pekerja dibayar per jam atau per hari, ditambah lembur yang biasanya upahnya lebih besar, industri perikanan menggunakan sistem yang mirip dengan skema bunga bagian. Bentuk bagi hasil ini bisa saja berbeda dari satu Lhok dengan Lhok lainnya, dari satu wilayah dengan wilayah lainnya, dan dari satu jenis perahu dengan


jenis perahu lainnya. Penjelasan berikut memberikan contoh bagaimana sejumlah ikan dibagi di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh. Yang pertama khusus untuk jenis perikanan yang dikenal sebagai Pusat Aceh dan yang kedua melibatkan pengunaan Thep-thep (perahu berukuran kotor dua sampai tiga ton).

diberikan pada pemilik kapal. Terkadang Pawang membagibagi bagiannya kepada anak buah kapal. Mereka yang bekerja lebih keras menerima persentase lebih besar. Hal ini menunjukkan insentif yang menarik atas kerja keras dalam sistem bagi keuntungan.

Perikanan pukat tradisional menggunakan perahu kecil (biasanya terbuat dari kayu) untuk menebarkan jaring pukat sampai jarak sekitar 200 meter dari pantai. Jaring ini kemudian ditarik ke pantai secara manual. Tidak semua hasil tangkapan kemudian dijual. Sebagian ikan dibagi-bagi di antara penarik pukat. Metode pembagian ikan adalah sebagai berikut. Misalkan hasil tangkapan ikan adalah sepuluh ember. Dua ember dibagi-bagi untuk para penarik pukat yang terdiri dari: (a) Pawang Pukat (10 persen), (b) empat sampai lima orang penarik (40 persen), dan (c) asisten Tarek Pukat atau Teumupoh/ Awak Teumarek, yang terdiri atas anggota komunitas setempat (50 persen).

Jika menangkap ikan menggunakan Thep-thep (Pancing), yang berukuran dua sampai tiga ton kotor, sedikit bagian tangkapan dibawa pulang untuk dimakan sebagai lauk (Eungkot Bu). Sisanya dijual oleh Toke Bangku yang menunggu di dok/dermaga dan berfungsi seperti makelar.

Keuntungan dari 80 persen yang tersisa dari tangkapan juga dibagibagi setelah ikan dijual. Pawang memberikan keuntungan kepada pemilik kapal. Untuk sisanya, Pawang menerima 25 persen (1 kaja) yang biasanya dikumpulkan sekali seminggu (biasanya pada hari Jumat karena tidak ada kapal yang melaut pada hari itu). Sisanya

Hasil penjualan dibagi-bagi sebagai berikut: Toke Bangku menerima 10 persen, 2,5 persen diberikan ke rumah ibadah (sebagai zakat), dan kira-kira 30 persen untuk menutup biaya operasional. Sisa 57,5 persen diberikan kepada Pawang (juga disebut Tekong, atau orang yang

bertanggung jawab atas kapal) yang kemudian membagi-bagi dengan porsi sebagai berikut: sepertiga untuk pemilik kapal dan sepertiga untuk Pawang, anak buah kapal (ABK), penjaga, dan pembersih kapal (biasanya satu atau dua orang ABK merangkap sebagai penjaga dan pembersih). Dengan sisa sepertiga diberikan kepada penjaga, ia biasanya menerima setengah dari bagian seorang ABK. Selain dari jumlah yang mereka terima langsung dari penjualan ikan, setiap Jumat Pawang menerima tambahan bagian dari Toke Bangku dan pemilik kapal, masing-masing memberikan 30 persen. Peran Toke Bangku sangat penting dalam proses ini karena, selain sebagai manajer yang memastikan agar bagi keuntungan terus berlangsung terkait dengan tradisi mufakat, mereka juga berperan sebagai agen pemasaran, mencoba mendapatkan harga terbaik untuk tangkapan tersebut. Dalam banyak hal, Toke Bangku juga memainkan peran tetap untuk meminjamkan uang kepada Pawang dan ABK untuk waktuwaktu saat tangkapan tidak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Toke Bangku juga selalu siap untuk menyediakan uang muka untuk menutup biaya operasional selama waktu-waktu ketika kapal melaut. Dalam hal tangkapan tidak cukup banyak untuk membayar biaya ini, utang dapat diperpanjang dan dibayar kemudian ketika tangkapan cukup banyak.

No. 5 Januari

2018

• 61


dae rah

Karena cara penangkapan ikan tradisional di Aceh umumnya yaitu tipe Pukat Tradisional dan tipe Perahu Thep-Thep mempunyai kapasitas terbatas dan menggunakan peralatan tangkap sederhana, sistem tradisional bagi hasil yang dibahas di atas masih digunakan saat ini. Sistem yang sama juga digunakan untuk kapalkapal yang lebih besar, seperti Pukat Labi Labi (dua puluh sampai dua puluh lima ton kotor) dan Pukat Langga/Purseine (tiga puluh lima sampai lima puluh ton kotor). Bentuk tradisional bagi hasil ini masih berlaku karena di bidang perikanan, intervensi pasar dan kapitalisme di sekitar dermaga tidak sama dengan yang terjadi di bidang ekonomi pertanian. Terlebih lagi, investor di kapalkapal besar biasanya juga pemilik modal atau memiliki usaha lain di bidang pertanahan. Mereka menggunakan aset mereka untuk mendapatkan modal lebih banyak untuk membiayai usaha perikanan mereka, seperti membeli kapal baru. AGAMA Islam, sebagai agama mayoritas penduduk di Aceh, mewarnai adat istiadat sehari-hari (reusam), baik seorang individu maupun hubungannya dengan masyarakat. Reusam tampak dalam adat istiadat terkait khitanan, kehidupan lajang, upacara perkawinan dan kehidupan sehari-hari pasangan suami istri, kehamilan dan kelahiran, pendidikan anak, pembangunan rumah, penanaman padi, perilaku

62

No. 5 Januari

2018

ketika melaut, dan lain-lain. Bentuknya beragam, mulai dari santap ritual peusijuk ingá dan upacara ritual. Selain semakin berkurang, cara melakukan kegiatan-kegiatan ini juga telah berubah. Kegiatankegiatan itu dahulu biasanya diiringi doa-doa, kini lebih disederhanakan dalam beberapa aspek. Contohnya, durasi kegiatan lebih pendek. Beberapa santap ritual dan upacara bahkan sudah tidak lagi dilakukan. Pergeseran ini menyebabkan perubahan mendasar pada kealamian masyarakat Aceh. Halhal ini dapat dilihat di banyak hal. Pertama, yang berkaitan dengan struktur dan hubungan sosial. Dominasi laki-laki atas perempuan mulai berkurang. Keutamaan para tetua, yang harus didengar oleh generasi yang lebih muda, mulai bergeser. Lapisan-lapisan sosial yang sebelumnya penting karena kepemilikan lahan, mulai berkembang ke bentuk kekayaan lain di luar pertanian, sedemikian rupa sehingga istilah “tuan tanah” kini sudah mulai tidak umum di Aceh. Selain itu, nilai-nilai budaya yang dijunjung oleh banyak orang kini mulai beragam karena pengaruh budaya asing (melalui globalisasi). Kedua, terjadi perubahan pada nilai-nilai, kepercayaan, dan perilaku masyarakat. Kepercayaan pada hal-hal mistis telah digantikan oleh sains. Dahulu orang-orang Aceh pergi ke dukun jika mereka

sakit, sekarang mereka mulai pergi ke dokter atau ke PUSKESMAS terdekat. Pengenalan keluarga berencana (KB) di Aceh juga berarti perubahan pada keyakinan akan “banyak anak, banyak rezeki”. Pengaruh budaya asing juga tampak pada pesta-pesta di mana makanan tidak lagi disajikan pada tamu-tamu dengan cara lama, namun sekarang ala prasmanan (à la France, yaitu ala Perancis), lebih sering ditemui. Pembacaan Al-Qur’an (salawat badar) dan berbalas pantun pada penerimaan pengantin telah digantikan oleh lagu-lagu pop dan musik dangdut yang lebih populer. Perayaan yang tadinya digelar di rumah kini pindah ke ruang-ruang resepsi. Dulu dilakukan secara bergotong royong, pesta-pesta kini menggunakan jasa katering. Semua ini di berlaku demi alasan kepraktisan dan berkaitan dengan prinsip-prinsip efisiensi ekonomi dalam hal waktu, biaya, dan jumlah tenaga kerja. Ketiga, terjadi perubahan dalam struktur kekuatan politik dan ekonomi. Ini merupakan hasil pergerakan dari sistem horizontal penanganan konflik, berdasarkan tradisi deliberasi komunal dan pengambilan keputusan (sebagaimana yang dituangkan dalam peribahasa uleu beu matee’, ranteng bek patah, dan meunyoe taleung panjang, meunyoe ta lingka paneuk, yang menjelaskan penyelesaian dengan solusi menangmenang), menjadi strata vertikal kendali politik dan ekonomi.


KONFLIK BERSENJATA, REFORMASI, TSUNAMI Konflik bersenjata di Aceh yang berlangsung selama hampir tiga puluh tahun yang bahkan terus terjadi pada euforia era Reformasi, juga bencana alam mengerikan tsunami, merupakan kejadiankejadian penting yang mengubah ekuilibrium ekonomi dan sosial di masyarakat Aceh secara mendasar. Dampak kejadiankejadian bersejarah yang merusak ini membuat posisi ekonomi Aceh merosot dan membelenggu struktur sosialnya. Di sisi ekonomi, masyarakat Aceh membutuhkan waktu beberapa tahun untuk memulihkan sumber mata pencaharian mereka. Mungkin saja, kondisi mental, karakter, dan interaksi sosial pada dan di antara orang-orang Aceh juga berubah.

jiwa, meninggalkan bekas yang tak dapat terhapuskan pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Aceh secara umum. Contohnya, ulama tidak lagi mampu mencegah pembunuhan di Aceh, dan pemerintahan serta lembagalembaga lokal yang dulunya mempunyai peranan penting, kini tidak lagi efektif. Martabat dan hak asasi manusia telah terkubur di bawah kekuatan senjata. Proses modernisasi ekonomi di Aceh, dengan demikian, melambat, menyebabkan banyak pabrik harus tutup. Hanya sejumlah besar LSM Aceh yang muncul yang memberikan akses lebih luas bagi masyarakat Aceh kepada dunia luar. Kedatangan sejumlah pekerja LSM asing menyusul kehancuran akibat

gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 juga mempengaruhi nilai-nilai masyarakat yang ada. Perubahan pada sistem sosial termasuk munculnya komunalisme baru (sebagai pengaruh dari interaksi sosial yang dekat dari kehidupan di barak, tenda, dan tempat penampungan sementara lainnya), perubahan struktural pada pekerjaan (misalnya nelayan berganti pekerjaan ke sektor pertanian atau pekerjaan di pabrik), dan kemunculan lembaga ekonomi baru. Jika hal ini tidak ditangani dengan saksama, hal ini dapat menyebabkan banyak orang Aceh menjadi sangat bergantung pada bantuan asing, menambah catatan genting yang semakin panjang pada ideologi modernisasi di masa depan.

wego.co.id

Konflik di Aceh, yang diperkirakan telah memakan 3,000 korban

No. 5 Januari

2018

• 63


dae rah

KESIMPULAN Modernisasi ekonomi yang sedang berlangsung selama tiga puluh tahun terakhir telah mengubah nilai-nilai, perilaku, dan lembaga-lembaga secara umum di Aceh. Faktor-faktor non-ekonomi dan yang tak dapat diukur telah membuktikan pentingnya tatanan sosial dan menjadi ukuran kepuasan masyarakat Aceh. Contohnya, peran hak kepemilikan tradisional pada alokasi sumber daya dan pembagian keuntungan mempunyai pengaruh penting pada perubahan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Walaupun otonomi khusus untuk Aceh telah berlaku sejak tahun 2002, tampaknya hanya pemerintah daerah yang mencapai peran penting, sementara lembaga-lembaga sosial setempat, sampai batas tertentu, menjadi kurang penting, melemahkan tingkat kemandirian masyarakat. Selama lebih dari tiga puluh tahun, Aceh telah mengalami

64

•

No. 5 Januari

2018

serangkaian kemunduran pada perkembangan ekonomi dan sosialnya, tidak hanya karena tatanan sosial yang menghilang secara sistematis untuk digantikan dengan sistem pemerintahan Orba, namun juga karena proses alami perubahan akibat pengaruh eksternal. Melanjutkan modernisasi ekonomi mempunyai dampak pada transformasi di sistem sosial; hal ini telah mempengaruhi nilai-nilai, tradisi, dan institusi demokratis. Setiap perubahan pada sistem sosial berakibat dari pengaruh eksternal selalu mempunyai aspek positif dan negatifnya. Meskipun demikian, penting diingat bahwa beberapa pengetahuan/kearifan lokal yang ada di masyarakat Aceh perlu dipertahankan dan bahkan dilestarikan sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi modernisasi ekonomi di Aceh pada masa depan (Tamat)


TELAH TERBIT

Buku Seputar TEORI SASTRA, dari sosiologi sastra hingga ekologi sastra Penerbit APM Publishing, Jakarta Cet 1, November 2017 Tebal buku hampir 200 halaman.

Pengganti biaya cetak

Rp 60.000,

belum termasuk ongkos kirim

Yang berminat silakan hubungi melalui Inbox Hairul Haq atau WA

085211794917

No. 5 Januari

2018

• 65


S OS O K

KAZUO ISHIGURO NOBELIS I

Ada kekuatan emosi yang hebat dalam novelnovelnya yang menemukan jurang di bawah pengertian ilusi kita tentang hubungan dengan dunia. Itulah gambaran Akademi Swedia pada karya Kazuo Ishiguro, penerima Hadiah Nobel Sastra 2017.

shiguro adalah salah satu penulis fiksi kontemporer paling terkenal di dunia berbahasa Inggris, setelah menerima empat nominasi Man Booker Prize dan memenangkan penghargaan 1989 untuk novelnya The Remains of the Day. Majalah Time menyebut Never Let Me Go (2005) sebagai novel terbaik 2005 dan masuk dalam seratus novel berbahasa Inggris terbaik antara 1923-2005. The Buried Giant novel ketujuh terbit 2015.

news.sky.com

Lahir di Nagasaki, Jepang, 8 November 1954, lalu pindah ke Guildford, Surrey, Inggris, pada 1960. Belajar di Stoughton Primary School dan kemudian Woking County Grammar School di Surrey. Setelah jeda untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan Kanada untuk menulis jurnal dan rekaman demo ke perusahaan recording. Melanjutkan studi di University of Kent di Canterbury (1974-1978) dapat gelar Bachelor of Arts (kehormatan) dalam Bahasa Inggris dan Filsafat. Setelah setahun menulis fiksi masuk University of East Anglia (belajar dengan Malcolm Bradbury dan Angela Carter) meraih gelar Master of Arts dalam Creative Writing, 1980. Tesisnya menjadi novel pertamanya A Pale View of Hills terbit 1982. Ia juga menulis cerpen dan skenario. Pada 1983 ia masuk warga negara Inggris. Ayahnya, Shizuo Ishiguro, ahli

66

•

No. 5 Januari

2018


SASTRA 2017 kelautan fisik. Ketika ayah diundang dalam penelitian di National Institute of Oceanography, keuarga itu pun menetap di sana selama 30 tahun. Meski demikian dalam dua novelnya Kazuo bertutur dengan seting Jepang. “Saya tumbuh dengan citra yang sangat kuat di kepala saya tentang Jepang, sebuah negara lain yang sangat penting di mana saya memiliki emosi yang kuat. Di Inggris, saya selalu membangun gambaran imajiner Jepang.” Diakuinya, tumbuh dalam keluarga Jepang di Inggris sangat penting untuk karier penulisannya karena memberinya perspektif berbeda dengan banyak rekan Inggrisnya dalam melihat berbagai persoalan. Ishiguro menulis dua novel pertamanya di Jepang. Dia hanya memiliki sedikit keakraban dengan tulisan Jepang dan bahwa karyanya tidak banyak mirip dengan fiksi Jepang. Namun dia mengaku, “Saya selalu mengatakan sepanjang karir saya bahwa walaupun saya telah dewasa di negara ini dan saya terdidik di negara ini, sebagian besar dari cara saya melihat di dunia ini, pendekatan artistik saya adalah bahasa Jepang, karena saya dib esarkan oleh orang tua Jepang, berbicara dalam bahasa Jepang dan saya selalu memandang dunia melalui mata orang tua saya. Orang tua saya tidak menyadari bahwa kita akan tinggal di negara

ini begitu lama, mereka merasa bertanggung jawab untuk menjaga saya tetap berhubungan dengan nilai-nilai Jepang. Saya memiliki latar belakang yang berbeda, menurut saya berbeda, perspektif saya sedikit berbeda”. Dia pernah berkata, “Jika saya menulis dengan nama samaran dan meminta orang lain berpose untuk foto jaket saya, tidak ada yang akan berpikir untuk mengatakan bahwa saya adalah penulis Jepang. Beberapa penulis Jepang mempengaruhi karyanya, di antaranya Jun’ichirō Tanizaki paling sering dia kutip. Ia juga mengatakan bahwa bahwa film-film Jepang, terutama Yasujirō Ozu dan Mikio Naruse telah mempengaruhinya. Selain The Buried Giant novel Ishiguro ditulis dalam gaya narasi orang pertama dan bercerita tentang kegagalan manusia. Teknik Ishiguro adalah membiarkan karakter-karakter ini mengungkapkan kelemahan mereka secara implisit selama narasi tersebut. Oleh karena itu penulis menciptakan rasa pathos dengan membiarkan pembaca melihat kekurangan narator saat ditarik untuk bersimpati dengan narator juga. Pathos ini sering berasal dari tindakan narator, atau lebih sering, tidak bertindak. Dalam The Remains of the Day kepala pelayan Stevens

gagal untuk bertindak atas perasaan romantisnya terhadap pengurus rumah tangga Miss Kenton karena dia tidak dapat mendamaikan rasa layanannya dengan kehidupan pribadinya. Novel Ishiguro sering berakhir tanpa adanya resolusi. Isu yang dihadapi karakternya didiamkan pada masa lalu dan tetap belum terselesaikan. Ia mengakhiri banyak novelnya dengan catatan pengunduran diri, melankolis. Karakternya menerima masa lalu mereka dan siapa mereka, biasanya menemukan bahwa kesadaran ini membawa kenyamanan dan akhir dari penderitaan mental. Hal ini bisa dilihat sebagai cerminan sastra pada gagasan Jepang mono yang tidak sadar. Ishiguro menghitung Fyodor Dostoyevsky dan Marcel Proust di antara pengaruhnya. Karya-karyanya juga telah dibandingkan dengan Salman Rushdie, Jane Austen, dan Henry James, meskipun Ishiguro sendiri menolaknya. Komentarnya atas penghargaan Nobel yang ia terima adalah, “Ini adalah kehormatan yang luar biasa, terutama karena ini berarti bahwa saya mengikuti jejak penulis terbesar yang pernah hidup, jadi itu adalah pujian yang luar biasa. Dunia berada dalam momen yang sangat tidak pasti dan saya berharap semua Hadiah Nobel akan menjadi kekuatan untuk sesuatu yang positif di dunia seperti pada saat ini. Saya akan sangat terharu jika saya bisa menjadi salah satu jenis iklim tahun ini dalam menyumbang suasana positif pada saat yang sangat tidak pasti”.

No. 5 Januari

2018

• 67


s o s o k

Pemilihan kepada Ishiguro ini merupakan koreksi publik dunia ke Akademi Swedia yang telah dikritik bahwa pada sebelumnya lembaga itu menggunakan hadiah tersebut sebagai pernyataan politik yang tidak berfokus pada manfaat sastra murni. Kali ini Nobel Sastra diberikan sebagai pengakuan atas keseluruhan karya penulis pada sebuah judul tunggal. Pemenang termasuk raksasa sastra internasional seperti Saul Bellow, Ernest Hemingway, Gabriel

García Márquez dan Toni Morrison. Pada tahun-tahun sebelumnya akademi tersebut memilih penulis Eropa yang tidak jelas, karyanya tidak banyak dibaca dalam bahasa Inggris, termasuk novelis Prancis JMG Le Clézio (2008), penulis RumaniaJerman Herta Müller (2009), penyair Swedia dan penerjemah Tomas Transtromer (2011) dan novelis Prancis Patrick Modiano (2014). Dari 114 pemenang yang telah menerima hadiah Nobel untuk sastra sejak pertama kali diberikan pada tahun 1901, 14 adalah wanita.

layar lebar seta ditayangkan dalam serial sinetron di Jepang. Novelnovelnya secara kolektif telah terjual lebih dari 2,5 juta kopi di Amerika Serikat. “Dia memiliki jangkauan yang luar biasa, dan dia menulis dengan menahan dan mengendalikan beberapa tema yang sangat besar, tentang kenangan dan kehilangannya, tentang perang dan cinta,” kata Sonny Mehta, ketua dan editor kepala Alfred A. Knopf, yang telah bekerja dengan Ishiguro sejak novelnya yang berjudul The Remains of the Day pada tahun 1989.

Baru-baru ini, akademi sering mengabaikan novelis dan penyair yang menyukai penulis yang bekerja dalam bentuk yang tidak konvensional. Tahun lalu, hadiah tersebut diberikan kepada penulis lagu dan penyanyi Bob Dylan, “karena telah menciptakan ungkapan puitis baru dalam tradisi lagu Amerika yang hebat,” sebuah pilihan yang membuat beberapa orang tradisionalis marah. Pada tahun 2015 hadiah Nobel diberikan kepada jurnalis Belarusia dan penulis prosa Svetlana Alexievich yang dikenal dengan sejarah lisannya yang ekspansif. Pada 2013 penulis cerita pendek Kanada, Alice Munro yang menang.

Dalam sebuah wawancara telepon Ishiguro terdengar bingung dan tertegun, mengatakan bahwa dia sedang duduk di meja dapurnya dan menulis sebuah email di rumahnya di London, di mana dia tinggal dengan istrinya Lorna, saat telepon berdering. Itu adalah agennya, yang mengatakan kepadanya bahwa komite Nobel telah mengumumkan namanya. Kemudian BBC menelepon, dan sekelompok wartawan dan fotografer berkumpul di depan pintunya. “Itu sangat memalukan. Tetangga saya mungkin mengira saya pembunuh berantai atau semacamnya,” katanya.

newrepublic.com

Ishiguro menonjol dari beberapa pilihan sebelumnya untuk gaya prosa yang mudah diaksesnya. Ia pun disukai kritikus dan ilmuwan serta sukses secara komersial. Karyakaryanya dikenal dan dibaca secara luas, dan telah diproduksi dalam film

68

No. 5 Januari

2018

Tampaknya Ishiguro sedang berada dalam fase produktif. Kini sedang mengerjakan sebuah novel baru, dan memiliki beberapa adaptasi film dari buku-bukunya dalam karya-karyanya, dan juga beberapa proyek teater. “Saya punya sebuah novel untuk diselesaikan, dan ini bukan novel yang mudah. Ini akan sama sulitnya melanjutkannya saat debu mengendap seperti sebelumnya,” ungkapnya (suco)


IN SIGHT

PRAGMATISME DAN KRITIK Oleh : Sayyid Muhaddar

F

ilsafat Pragmatisme berintikan menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah manfaat praktis. Kriteria kebenaran adalah faedah. Suatu teori dianggap benar apabila berfungsi membawa hasil. Dengan kebenaran bersifat relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Tiga hal pokok prinsip-prinsip pragmatisme yakni menolak intelektualisme, absolutisme, dan logika formal. Tokoh pragmatisme Charles Sandre Peirce (1839) menyatakan sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari

hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia. Tokoh lain, William James (1842-1910) mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalamanpengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup. Dalam buku The Varietes of Religious Experience James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu

http://www.arsiamons.fr/

No. 5 Januari

2018

• 69


IN SIGHT

berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain. John Dewey (1859-1952) yang menerapkan pragmatisme dalam dunia pendidikan menyatakan bahwa filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan. Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat

70

•

No. 5 Januari

2018

dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata temporalisme yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Kritik terhadap pragmatisme adalah bahwa faham ini dilandaskan pada pemikiran dasar pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini ditandai oleh perjalanan historis kemunculan pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian, dalam konteks ideologis, pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan. Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ialah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dibahas, apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu lalu manusia diwajibkan untuk melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang yang kedua, ialah mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai suatu kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan harus dibuang dari kehidupan. Dari segi metode pemikiran, pragmatisme yang merupakan cabang dari aliran empirisme jelas menggunakan metode ilmiah (Ath Thariq Al Ilmiyah) yang dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang pemikiran, baik yang berkenaan dengan


Memang, metode ini merupakan metode yang benar untuk objek-objek yang bersifat materi/fisik seperti halnya dalam sains dan teknologi. Tetapi menjadikan metode ilmiah sebagai landasan berpikir untuk segala sesuatu pemikiran adalah suatu kekeliruan, sebab yang seharusnya menjadi landasan pemikiran adalah metode akliyah (Ath Thariq Al Aqliyah), bukan metode ilmiah. Sebab, metode ilmiah itu sesungguhnya hanyalah cabang dari metode akliyah. Metode akliyah adalah sebuah metode berpikir yang terjadi dalam proses pemahaman sesuatu sebagaimana definisi akal itu sendiri, yaitu proses transfer realitas melalui indera ke dalam otak, yang kemudian akan diinterpretasikan dengan sejumlah informasi sebelumnya yang bermukim dalam otak. Metode ini sesungguhnya merupakan asas bagi kelahiran metode ilmiah, atau dengan kata lain metode ilmiah sesungguhnya tercabang dari metode akliyah. Kritik utama terhadap pragmatisme yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia, memiliki tiga sisi kekeliruan. Pertama, pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu dengan realitas, atau dengan standar-standar yang dibangun di atas ide dasar yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat manusia, tidak diukur dari keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung

http://www.arsiamons.fr/

sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan. Ini adalah suatu kekeliruan. Metode ilmiah adalah suatu metode tertentu dalam pembahasan/pengkajian untuk mencapai kesimpulan pengertian mengenai hakekat materi yang dikaji, melalui serangkaian percobaan/eksperimen yang dilakukan terhadap materi.

implikasi kebenaran ide, tetapi hanya menunjukkan fakta terpuaskannya kebutuhan manusia. Kedua, pragmatisme menafikan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif. Memang identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme berarti telah menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif. Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide (baik individu, kelompok, dan masyarakat) dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat dibuktikan (menurut Pragmatisme itu sendiri) setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri. Dalam hal pendidikan paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan

No. 5 Januari

2018

• 71


IN SIGHT

pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi: kesehatan yang baik, keterampilan dan kejujuran bekerja, minat dan hobi untuk kehidupan yang menyenangkan, persiapan untuk menjadi orang tua, dan kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial.

http://www.arsiamons.fr/

Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial. Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a selfcorrecting tradition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikulum pendidikan pragmatisme berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.

72

Dalam hal metode pendidikan, ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru

•

No. 5 Januari

2018

yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai. Menurut pragmatisme peran guru dalam proses belajar-mengajar bukanlah ‘menuangkan’ pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya. Untuk membantu siswa guru harus berperan (a) Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa; (b) Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik; (c) Membimbing merencanakan tujuantujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah; (d) Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah; dan (e) Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa. Pragmatis Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa�. Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan


CE RM I N cerita mini

PUBER KEDUA

ilustrasi : Libris

Oleh: Yanie Wuryandari

K

bercinta.” Ayang memandang iba. “Dulu suamiku juga begitu. Terus aku kasi ultimatum. kalau nggak peduli lagi sama aku, mending pisah,” kata Ayang. “Sejak itu kami tidak pernah bertengkar.”

Diva sembap ketika mengadu. “Gimana aku nggak cemburu, Mbak Ayang, sekarang Mas Im sering alasan ke luar kota, ke luar negeri. Weekend ngga pernah di rumah. Kami sering berantem daripada

Dua minggu setelah itu, Diva menemukan kebenaran kata-kata Ayang. Benar, mas Im-nya tengah mengalami puber kedua. Benar, sejak Diva mengultimatum mas Im-nya, mereka tidak pernah bertengkar lagi. Sebab mas Im ternyata kabur. Berdua dengan Ayang, janda cantik itu. Diva baru menyadari bahwa yang sering menyapa, ngobrol dan janjian lewat jendela perumahan elit model cul de sac tanpa pagar pembatas itu tak cuma dirinya. Mas Im juga.

arena real estate elit model cul de sac tanpa pagar pembatas itulah Diva akrab dengan Ayang. Jendela kamar janda cantik itu berseberangan dengan jendela kamarnya. Mereka saling menyapa, ngobrol atau janjian ngopi lewat jendela tersebut. Juga curhatan Diva yang mulai curiga karena suaminya mendadak suka bercermin lama-lama, pesolek dan berubah jadi raja parfum. “Hati-hati Jeng, mungkin tuanmu ngalamin puber kedua,” pesan Ayang, prihatin.

No. 5 Januari

2018

• 73


CERBUNG Wayang Kontemporer

SANG Oleh: Sugiono MP

1. INTERLUDE

Kelamun durung lagu Aja pisan wani ngaku-aku Antuk siku kang mangkono iku, Kaki Kena ugo wenang muluk, Kalamun wus padha melok. (Gambuh: 24)

74

•

No. 5 Januari

2018

B

IMA namaku. Amarta negeriku. Kunti ibuku dan ayahku adalah Pandu. Mau tahu lebih lanjut? Mari. Aku lima bersaudara. Abangku bernama Yudistira dan adikku tertanda Arjuna. Kami bertiga berasal dari satu rahim. Si kembar Nakula-Sadewa, adikadik kami, lahir dari perkawinan

ayahanda dan ibunda Madrim. Meski demikian kami berlima tak terpisahkan. Ki Dalang menyebut kami sebagai Pandawa Lima. Artinya, lima orang putra-putra Pandu. Aku di juluki Aria Bima. Artinya aku seorang aria alias kesatria. Sang pencipta mewujudkan gambaran diriku tinggi besar, berdada bidang dan tegap.


BIMA Penampilanku seperti halnya para satria dalam pewayangan, selalu lukar busana. Tidak hanya itu, aku juga digambarkan sebagai pribadi yang lugu tapi jujur. Menjunjung keadilan. Menyalahkan yang salah, membenarkan yang benar. Memberi yang hak, menampik pada yang batil. Dalam hirarki pemerintahan, aku seorang jaksa, penuntut kebenaran dan keadilan. Dan maafkan aku —walau hal ini tak harus kunyatakan— bila aku tidak bisa berbasa-basi. Tepatnya tidak boleh. Larangan itu ku telan begitu saja dari sono-nya, sebagaimana laiknya para wayang yang ditakdirkan menerima kenyataan jatidiri mereka dari si penulis cerita. Aku dilambangkan tidak pernah bersembah dan selalu berdiri di depan siapa saja. Juga tak pernah kromo, yaitu tatabahasa Jawa dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua, yang papa kepada yang berderajat, yang bawah kepada yang atas. Tidak. Aku selalu ngoko, pola bahasa orang awam yang menempatkan satu dan lain dalam kesamaan derajat. Ada konotasi bahwa ngoko cenderung tidak sopan, tidak ber-ungguh-ungguh, tak beretika, kurang beradab. Akan tetapi Pak Dalang me-ngoko-kan pola komunikasiku bukan lantaran

kebiadaban atau ketidaktahuanku tentang etika. Perilaku tersebut lebih merupakan simbol demokrasi dan jabaran dari pola pandangan, bahwa pada hakekatnya derajat manusia itu sama. Ya, sejak manusia dilahirkan dalam ketelanjangan dan memiliki perangkat jasmaniah yang secara umum berkelengkapan sama. Secara kualitatif tak ada diskriminasi tataruang dan tatawaktu, dalam arti, sejak lahir, tumbuh, berkembang, dan sirna. Begitulah kehadiran sampai ketika sang maut datang menjemput. Mengembalikan keberadaan manusia pada Sang Pemilik. Aku adalah manifestasi dari manusia rasional, praktis, realistis dan pragmatis. Tapi dilema perwatakan dililitkan pada diriku. Pengalaman mistis, ekstase panjang yang membuahkan pengenalan jati diri dalam suatu kontemplasi tentang Sangkan paraning dumadi lewat laku Manunggaling Kawulo Gusti yang terpapar dalam episode Dewa Ruci, mengangkatku sebagai sufi yang realistis. Hanya kepada Dewa Ruci, perlambang ”diri kecilku”, atau ”Kesejatian Diri”, aku bersembah dan menampilkan tatakrama. Sesuatu yang tak logis. Logika, memang, bukan satusatunya sistem tokcer untuk menjawab kehidupan. Ada etika dan theologia yang berkumulasi dalam kesatuan absolut. Tak terpisahkan namun senantiasa terpilah-pilah. Ya, kesatuan yang terpisah atau keterpisahan yang padu itulah

hakekat pemahaman hidup dan kehidupan yang terbeban pada karakterku. Beban itulah yang harus dan mesti ku pikul. Jika tidak, skenario akan rusak dan karya Mahabarata serta Baratayudha tak punya makna apa-apa dalam kehidupan manusia. Apa boleh buat! Wayang hanya dicipta untuk digelar sebagai bayang-bayang atau refleksi kehidupan. Sebagaimana laiknya bayangbayang, ia hanya fenomena, bukan realita. Akan tetapi, adakah suara tanpa bunyi? Atau asap tanpa api? Suara hati, memang tak pernah muncul dalam notasi. Tapi siapakah yang mengerti dan mampu memahami? Wayang, bayang-bayang, tak mudah dipahami secara wadaki. Namun bagi mereka yang telah mencapai tingkat ma’rifat dengan memanjat tebing-tebing syareat, tarekat dan menggenggam hakekat, mampu menangkap ruang bayang, mencerna pesan hakiki yang bersembunyi di balik layar. Dan, aku pun terlempar di sini untuk menebar kejelasan tentang kesejatian Bima. Aria Bima, Bratasena, Werkudara, Kusumayudha, Jayadilaga, Tunggul Pamenang, Jodipati, adalah sederet nama yang diberikan padaku. Walau Shakespeare menyatakan ”apa arti sebuah nama”, akan tetapi penyanggit menurunkan nama yang maknawiyah. Dan makna julukan yang kusandang terlalu panjang bila di paparkan dalam bab ini. Tapi, aku harus mengatakan nanti! (Bersambung: Dari Guha Garba)

No. 5 Januari

2018

• 75


EDISI

MENDATANG EDISI

06

FEB 2018

Menyikapi Perubahan Global

Menatap Anak Bangsa

Progresifisme dalam Dunia Pendidikan R.M Tirto Adhi Soerjo

richo-docs.blogspot.co.id

Nobelis Sastra Alice Munro

76

•

No. 5 Januari

2018


S KE T S A

MAS KARYO MENGGIGIT JARI

S

Oleh: Abah Yoyok

ekitar pukul 9 pagi Mas Karyo tiba di kantor. Meskipun datang terlambat, ia masuk ruangan dengan santai. Masuk kerja jam 8 datang jam 9 itu sudah termasuk pagi. Itu wajar. Apalagi jarak rumah Mas Karyo dengan kantor cukup jauh. Teman-teman Mas Karyo lebih parah lagi. Ada yang datang jam 10, duduk-duduk sebentar terus keluar ruangan, datang lagi sekitar jam 3 sore, duduk, beresberes meja terus pulang. Ada lagi yang jam 8 pagi sudah duduk di depan komputer hingga waktunya pulang baru bangun dari duduknya. Kelihatannya tekun kerja padahal sebenarnya ia hanya sibuk chating, main game atau melacak situs-situs XXX yang ada di internet. Boss juga sama. Meskipun rumahnya dekat dan mendapat fasilitas kendaraan dinas datangnya kadangkadang lebih siang dari Mas Karyo. Seringkali beliau beralasan: “tadi dari rumah langsung rapat dulu”. Anak buah tak pernah bertanya rapat apa atau rapatnya di mana. Percaya saja sama Boss. Mana mungkin Boss berbohong. Dan kalau tahu Boss memang benar-benar bohong, anak buah bisa apa. Mau ngomelin Boss? Ya nggak mungkin lah. Bisa-bisa rejeki mampet berani ngomelin Boss. Itulah Boss atau atasan atau pimpinan atau lebih tepatnya pejabat. Boss yang selalu sibuk dengan rapat ini rapat itu, pertemuan ini dan pertemuan itu. Boss yang hampir tak punya tanggal kosong saking padatnya jadwal tugas ke Daerah. Kesibukan-kesibukan inilah yang sering membuat hati para bawahan menjadi iri dan menggigit jari. Dalam benak mas Karyo dan teman-temannya, rapat berarti makan gratis dan sering ada amplopnya. Tugas ke Daerah adalah perjalanan dinas ke luar kota, berarti dapat penghasilan tambahan yang besarnya bisa menyamai gaji sebulan sekali jalan. Mas Karyo seringkali menggigit jari bila melihat kesibukan para atasan yang lebih banyak rapat dan jalanjalan ketimbang duduk di meja kerja. Dalam benak mas Karyo, rapat berarti makan gratis plus amplop. Dinas ke luar kota adalah jalan-jalan. Lumayan, dapat tambahan penghasilan yang jumlahnya bisa lebih besar dari gaji sebulan untuk sekali jalan. Mengapa Mas Karyo harus mengigit jari, bukan menggigit kuping atau kaki atau sekalian menggigit sang atasan yang telah membuat dia dan kawan-kawannya menggigit jari. Ini memang bukan persoalan gigit menggigit betulan. Ini adalah persoalan rejeki, tambahan penghasilan

selain gaji dan tunjangan resmi lainnya yang distribusinya tidak merata. Sumber rejeki yang paling nyaman dan aman adalah perjalanan dinas itu tadi. Atasan maupun bawahan samasama bisa menikmatinya. Tapi ya gitu deh, karena yang punya kewenangan mengatur adalah atasan maka otomatis jatah mereka pasti lebih banyak dari bawahannya. Seharusnya Mas Karyo tak boleh iri. Meskipun tak tertulis, aturan mainnya memang sudah begitu. Sehebat apapun seorang bawahan tetap saja dia harus tunduk pada kebijakan sang atasan. Dia harus sabar menunggu giliran untuk mendapatkan jatah. Sementara sang pimpinan terus saja sibuk mengatur jadwal rapat dan tanggal perjalanan dinasnya. Inilah hal yang paling tidak menyenangkan bagi Mas Karyo dan kawan-kawanya. Menunggu sampai akhirnya pimpinan bingung lantaran sudah tak punya lagi tanggal untuk bisa memanfaatkan fasilitas perjalanan dinas yang tersedia. ”Sabar mas Karyo. Orang sabar itu disayang Tuhan,” begitu nasehat pak Ustadz pada Mas Karyo. Tapi tetap saja hatinya gregetan kalau melihat perilaku atasannya. Namanya juga manusia, melihat orang lain dapat rejeki pasti rasa kepingin itu muncul walaupun hanya sedikit. Apalagi kalau lagi tanggung bulan atau tanggal tua. Ketika Mas Karyo pusing lantaran dompetnya sudah semakin tipis, Boss minta tolong diurus perjalanan dinasnya karena mau menghadiri rapat. Padahal hari ini dia baru pulang dari perjalanan dinas, besok sudah mau berangkat lagi. Gila, gue kapan dapet giliran? Begitulah Mas Karyo, sepanjang kalender masih belum habis tanggalnya, sepanjang itu pula ia terus berharap dan bertahan untuk tetap optimis. Rejeki tambahan memang tergantung kebaikan sang atasan, tapi rejeki yang betulan itu Gusti Allah punya urusan. Menunggu dan sesekali menggerutu. Sembari menggigit jari, Mas Karyo menghibur diri dengan menyanyi dalam hati. Padamu negeri kami berjanji.. padamu negeri berbakti… Padamu negeri kami mengabdi… bagimu negeri jiwa raga kami… Mas Karyo, Mas Karyo. Kasian deh lo !

No. 5 Januari

2018

• 77


A PRE S I A S I

NYAWA PUISI Oleh: Sugiono MP

M

ulai saat ini saya mengganti rubrik dalam kolom [kalau istilah koran/majalah] #Asal_Usil. Maunya bisa ngusilin apa saja, siapa saja, bahkan pada diri sendiri. Nah, saya mau usilin ‘nyawa puisi’ dengan mengambil contoh karya Ghouts Misra, penyair tasawuf [ia pernah jelaskan makna alif lam mim dan alif lam ra] yang pelit bicara verbal tetapi puisipuisinya indah dan selalu dapat tag like yang ‘wah’. Secara kebetulan baru tadi sore ia menyapaku dengan panggilan ‘mas’ yang biasanya adalah ‘sobat’. Perlu tempo hampir dua bulan untuk menggradasikannya. Aku teringat bagaimana Pramodya Ananta Toer meletakkan HB Jassin dalam panggilannya dari Pak menjadi Bung, dari guru menjadi kawan. Tidak seperti yang lainnya, Ghouts memang hati-hati setiap menempatkan kata, bahkan huruf, dan tanda baca. Itulah yang dilakukannya, dan aku menandai puisi-puisinya [belakangan ini] sebagai ‘puisi siber’. Hemat kata, padat pesan, tapi indah [komunikatif rasa]. Mari kita simak:

PIANO

No. 5 Januari

penari menari berputar seirama alunan hujan membasahi diri bertabur cahaya bintang mendekap rembulan, g Bait pertama menampilkan benda dan yang dibendakan: piano, hujan, bumi, malam. Piano mempersonifikasi hujan yang mericik, memijat bumi. Bayangkan pijatan tust piano dengan ricik hujan yang melebihinya [asosiasi pembaca: menderas lebat] mengalun menggairahkan [memberkati] bumi yang berputar mendekap malam. Bicara hujan otomatis dari langit. Saya menterjemahkannya: langit memberkati bumi dalam tata edar waktu [malam]. Penyair, dengan kata-kata pilihan, ritmis, padat, sudah bicara tentang ruang [bumi], waktu, dan situasi [hujan]. Intinya berkah Sang Pencipta. Pada bait kedua ia pilih simbolsimbol: penari, cahaya bintang, dan rembulan. Pilihan ‘penari’ konsisten dengan ‘alunan piano’ dan ‘alunan hujan’, menari berputar [bait pertama: bumi gairah berputar] membasahi diri dalam ‘bertabur cahaya bintang’ [gemerlap hidup],

lebih dari piano hujan memijat ricikricik berirama mengalun bumi gairah

78

Berputar di dekap malam

2018

mendekap rembulan [kedamaian, muara cita, dan sebagainya]. Sang penari itu bisa siapa saja di antara kita, mungkin juga kita, atau politisi, koruptor, penjaja malam, dan sebagainya. Ia adalah siapa jua yang menari di panggung kehidupan ini. Kalau di bait pertama Ghouts bicara tentang ruang, waktu, keadaan, maka pada bait kedua ia bicara tentang kita si penari, aktifitas [menari] dan capaian. Ia mengamati, mengkontemplasi, memotret, mengkrear, lalu memampangkannya dalam bentuk ‘siber puisi’, pendek berisi. Penyair bicara tentang universalis, keberadaan manusia di ruang dan waktu berkah-Nya. Dan pada baris akhir puisinya, ia tandai koma [,] bukan titik [.] seolah-olah ia mau bicara, “Ini belum selesai” atau, “Itu cuma pendapatku,” boleh jadi ada pendapat orang lain. Lalu baris akhir sekali huruf ‘g’ yang mencirinya, kependekan dari panggilan akrabnya: gus [panggilan santri, keluarga santri; maka wajar kalau ia mempelajari ilmu tasawuf, dan terekspresikan pada ‘diam emas’nya]. Nah itulah seklumit keusilanku tentang nyawa puisi Ghouts Misra, yang menarik-narik lenganku untuk menari di tust laptop, tak bisa kucegah, seolah puisi itu bernyawa... Juli kota hujan, sebelastujuhbelasan -------------Tulisan ini pernah diposting di wall fb seperti tercantum pada tanggalnya.


NO!

MATERIAL KAPITAL

SPIRITUAL SOSIAL,

YES!

No. 5 Januari

2018

• 79


Dapatkan file Pdf NEOKULTUR secara GRATIS, kirim permohonan dengan dilampiri data pribadi, kirim ke email: neokultur2@gmail.com 80

•

No. 5 Januari

2018


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.