NYIUR MELAMBAI 01_2019

Page 1

Vol. I. No.1/FEB-MARET/2019

AKHLAK MULIA / BUDI LUHUR

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

1


MENANG ATAU KALAH

KITA TETAP BERSATU p e s a n

m o r a l

i n i

d i s a m p a i k a n

o l e h

pesan moral ini disampaikan oleh @ metaforma creative 2

•

AKHLAK MULIA / BUDI LUHUR

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


Orang Mukmin yang sempurna imannya ialah orang yang paling baik budi pekertinya.

(HR. Ahmad)

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

3


S e j uta 4

•

Ma kna

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


Erry Amanda Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

5


Me dia D ig ital

AKHLAK MULIA / BUDI LUHUR

PENANGGUNG JAWAB/ PEMIMPIN REDAKSI Agung Pranoto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Edy Witanto REDAKSI: Erry Amanda Edi Kuswantono Eko Windarto Jaka el-Masriv REDAKTUR PELAKSANA Eki Thadan FOTOGRAFER Ono Sembunglango SEKRETARIS REDAKSI Ikha Djingga MARKETING Retno Rengganis PENGEMBANGAN Isom Masriv Naufal Firas Lubaba

44

WS RENDRA

DESAIN KREATIF Metaforma Creative Communications Majalah ini diterbitkan oleh PT Bukit Baris Kertoraharjo Jl. Jambangan Indah I Kav 25 Surabaya, 60232 Telp: 0812-2000-5488 E-mail: nyiurmelambai2019@gmail.com REKENING BANK BRI No Rek.: 0096-01-003741-30-1 PT. BUKIT BARIS KERTORAHARJO COVER:

Foto: https://indonesiana.tempo.co/ read/127157/2018/06/03/rahmanadan2. www.pegipegi.com/travel. http://ciricara.com diolah oleh Eki Thadan

6

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

TOKOH

20

NILAI LUH UR

GENERASI MILENIAL MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0

“Pelangi yang muncul setelah hujan adalah janji alam bahwa masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baik-baik saja.”

SANG PROKLAMATOR BERPIKIR MERDEKA Karya WS Rendra akan terus hidup abadi, karena setiap karya yang dilahirkan akan mengikuti perkembangan jaman yang akan datang.


DAFTAR ISI Vol. I . No.1/FEB-MARET /2019

9

10

12

14

18

32

PA DA M U N E G E R I

NEGERI KAYA, RAKYAT TERLUNTA Negara kaya raya zamrud khatulistiwa, tongkat kayu dan bambu jadi tanaman, itulah lirik lagu Koes Plus, musikus yang melegenda tahun 1970-an.

36

27

Berjalan Seiring KARAKTER

Bangkitnya Kembali Karakter Bangsa AKHLAK MULIA

Pembangunan Akhlak Perspektif Islam PUISI

Nyiur Melambai dalam Puisi BUDAYA

Antara Agama dan Budaya M E R E K A B E R K ATA

Jose Rizal Manua HUMOR HIKMAH

Selamat Tahun Baru

28

KEKUASAAN

KAJIAN SASTRA

34

SELAYANG KABAR

SAJAK - DEFRI ANDI PITOPANG

42

KRITIK SOSIAL

W.S. Rendra dalam kumpulan sajak Blues untuk Bonie banyak mengungkap protes sosial yang menyangkut masalah agama, ekonomi, moral, kemunafikan dan hipokrisi, politik, ketatanegaraan, dan sebagainya.

46

26

SALAM NYIUR MELAMBAI

52

54

BUDAYA DAERAH

MENGENANG “TONGKAT MAN JUWA”

58

Tepat dini hari, cahaya syahdu bulan purnama begitu cemerlang, menyaput wajah bumi, awan putih berarak menghias langit.

60

Mencari Calon Penyelenggara Negara

Dapoer Sastra Tjisaoek SECANGKIR KOPI

Menyeruput Puisi Ikha Djingga P E R G U L ATA N

Penyair dalam Kehidupan C E R I TA P E N D E K

Pelangi untuk Niluh P OJ O K N U S A N TA R A

Kehidupan Resiko Di Tengah Laut HIDDEN ART

Cultureman

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

7


K O M E N T A R I A

Ness Kartamihardja: Selamat! Semoga lancar dan sukses ya. Chie Setiawati: Tema cerpennya berat juga. Btw sukses untuk majalahnya. Agus Supriyadi: Semoga sukses dan lancar Agus Dta: Yes oke Ika Hertika: Waalaikum salam Sukses selalu Redaksi: Ika Hertika makasih teh... ditunggu karyanya teh. Rusdi Dharmawangsa: Lanjutkan. Semoga lancar dan sukses ya. Andana Dan Janitra: Yesssss, Puisi bentuk apa Mbak. Redaksi: Andana Dan Janitra puisinya bebas kang tapi bertemakan tentang nilai luhur bangsa, akhlak, atau perbaikan moral kang. Dian Kencana: Selamat dan sukses. Atek Muslik Hati: Alhamdulillah wasyukurillah, aku ikut meramaikan yaa, In sha Allah. Semoga sukses dan lancar. Redaksi: Atek Muslik Hati Monggo mbkyu, Terimakasih yaa. Seiska Handayani: Waaahh... selamat ya... sukses terus... Darty Jamar: Aamiin aamiin aamiin. Prasetya Utama: Bagus tu. Fendi Kachonk: Selamaaat. Amrizal Jambak Jambak: Sabana rancak... Sastra Paramatathya: Alhamdulillah Djuhardi Basri: Mantap dan boleh suatu ketika aku kirim puisiku. Redaksi: Djuhardi Basri wah seneng aku kang. Tak tunggu. Achnas J. Emte: Alhamdulillah, mantapp. Eva Srie Tandjung: Semangat!

8

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Batako Bass Kalidawir: SUKSES. Umi Amy Kemuning: Good luck....inn syaa Allah. Handa Yn: Moga sukses. Muklis Puna: Boleh ikutan,? nanti infokan kalau udah perlu tulisan esai dan artikel ya Redaksi: Muklis Puna boleh Pak. Antoeri Tiran Joe II: Siip, mantap sekali. Ghouts Misra: Aamiin....g Sonny Wimmar: Akhlakul karimah akan menjadi kunci kejayaan bangsa sebagai pengejawantahan sempurna dari Pancasila. Bismillah. La hawla wa la quwwata illa billah. Redaksi: Terimakasih doanya, aamiin Alvin Shul Vatrick: alhamdulillah, semoga sukses! Ahmad: Bagus banget semoga berkah. Cholis Sant: Setidaknya greget masih nancep, tidak keburu-buru waton atau asal menjeb. Dan inilah jawaban untuk beragam pertanyaan, yang boleh jadi, mustahil bisa memawadahi mengakomodasi beragam persoalan yang datang dan pergi, silih berganti.Tapi paling tidak, spirit kebersahajaan inilah yang coba dikedepankan. Dibenihkan demi mengadanya tunas-tunas bangsa (being to being): mengada yang lebih baik.Tanpa gerak __sekalipun senyap__ apalah beda antara terjaga namun tak melakukan apa-apa dengan tertidur saja? Jawabannya sederhana; nyaris mustahil menemukan perbedaannya? Kagem kang Yoyok Pengrawit, Ikha Djingga, Eki Thadan dkk suhu penjaga suasana yang lain, sugeng makarya mg ihtiar budaya ini migunani tumraping liyan..... Salam.....


S a l a M Nyi ur

Me l a m bai

BERJALAN SEIRING

Warisan leluhur sebagai cerminan budaya bangsa yang menanamkan sikap serta karakter bangsa yang beradab, rupanya kini telah terjadi degradasi dan bahkan dekadensi moral. Sikap santun, baik dalam berucap dan bertindak, kini mengalami penurunan. Kita merasakan terjadinya gegar budaya pada era kini. Gegar budaya tersebut sangat kita rasakan sebab tradisi ketimuran semakin terkikis oleh tradisi Barat. Apakah kenyataan tersebut kita biarkan begitu saja? Sebagai warga bangsa yang telah menerima warisan leluhur, tentu kita selayaknya untuk menyemai kembali pembentukan karakter bangsa yang tidak meninggalkan budi luhur dan akhlak mulia guna mengembalikan harkat dan martabat bangsa. Bangsa ini tidak anti terhadap kehadiran teknologi modern yang membuka ruang gerak antarnegara

eki thadan

D

i tengah hiruk-pikuk era milenial yang kini hadir seakan tanpa sekat, marilah kita renungkan kembali sejarah panjang perjalanan bangsa ini. Indonesia yang sejak lama dikenal sebagai bangsa yang berbudaya ketimuran, rupanya kita perlu kembali mencermati sejauh mana budi luhur bangsa dan akhlak mulia ini berjalan seiring, ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Lalu, kedua hal tersebut hubungkan dengan kenyataan yang ada dalam implementasi kehidupan sehari-hari.

yang tanpa sekat. Namun, warga bangsa ini perlu merenungkan kembali tentang bagaimana kita bisa memainkan peran di tengah peradaban modern ini tanpa harus menghilangkan budaya ketimuran yang selama ini kita lakukan.

Untuk itu, mengawali 2019 ini, marilah kita bahu-membahu kembali bertekad bulat untuk membangun negeri ini menjadi negeri yang utuh, bersatu, tidak saling sikat-sikut, dan selalu bercermin pada nilai luhur bangsa dan tuntunan akhlak mulia demi jayanya NKRI dalam kancah hubungan antarnegara. Marilah kita memaksimalkan potensi diri kita masing-masing untuk secara positif berkompetisi dengan negara-negara lain tanpa harus mengikis warisan leluhur kita. Karakter keindonesiaan ini harus kita pertahankan dan perjuangkan hingga negara ini semakin bermartabat di mata internasional. Jadikanlah negara ini tetap kokoh berdiri tegak dan mengeksotika sebagaimana nyiur melambai yang semakin memesona. Mengapa nyiur melambai? Untuk itu cermati opini yang penuh kandungan filosofi dari Edi Kuswantono, Edy Witanto, Eko Windarto, Jaka Elmasriv, dan lain-lain.

Salam Budaya,

Pemimpin Redaksi

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

9


K a ra kte r

MENYISIRI KERINDUAN: Oleh Edi Kuswantono Bagaimanakah fenomena keadaan bangsa kita saat melintasi kesadaran? Potensi-potensi sosial budaya, sejarah bangsa, pergaulan kepada diri sendiri, keluarga, sesamanya serta kepada lingkungan telah hilang entah ke mana. Peradaban benarbenar telah terbit dari Barat. Akar budaya bangsa yang mengandung dimensi budi luhur dan agama berakhlak mulia yang telah menyumbangkan kenyamanan dan kepastian batin lebih sejahtera telah bergeser kepada dimensi argumentasi objektif terhadap hadirnya filosofi teknologi.

sekitarnya. Tidak bisa dipungkiri interaksi sosial yang dilakukannya sejak tumbangnya kekuasaan zaman dulu hingga zaman Reformasi saat ini, telah banyak menelanjangi kemuliaan kepribadiannya sendiri, sehingga sekarang tidak mampu lagi mengarahkan generasinya untuk kembali kepada jalan asalusul kebudayaan kreatif yang telah terbukti mempunyai potensi jiwa berkembang lebih baik, dan membuat pertumbuhan evolusinya menjadi sadar diri, bahwa kelak ia pun akan meneruskan tulang punggung dirinya sendiri, keluarga, nusa dan bangsa dalam melangsungkan cita-cita mewujudkan kesejahteraan bersama. “MENYISIRI KERINDUAN” merupakan judul sebuah gerakan kembali pada

U

BANGKITNYA

ngkapan “eling lan waspada” atau “Tawakalltu Alallah” sudah bukan menjadi potensi budaya kreatif lagi pada masa sekarang ini. Kenyataan ini membuat sukma leluhur sedih, dan jiwa para orang tua mendesah merana. Keadaan ini akibat ketidakmampuan kita menyerap budaya bangsanya sendiri demi menangkal budaya buruk yang bakal memisahkan pergaulan atau tali silaturrahmi antar sesamanya dan lingkungan

10

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

pergaulan “Mangan ara mangan asal ngumpul” menjadi fokus utama pergerakan “Nyiur Melambai”. Setelah melewati dimensi kesadaran diri, bahwa kenyataan pada masanya anak-anak kita tumbuh dan dewasa justru hidup makin lepas dari rasa kemanusiaannya, dengan sibuk beraktivitas di HP, di mana saat ini telah ditemukan istilahnya yaitu “PHUBBING” kependekan dari kata “PHONE and SNUBBING”. Istilah


Pubbing adalah suatu tindakan seseorang yang sibuk sendiri dengan gadget di tangannya, sehingga ia tidak perhatian lagi kepada orang yang berada di dekatnya. Pada pendahulu kita telah bersusah payah mengadakan pencegahan dengan berbagai cara dan informasi, baik melalui media cetak dan elektronik, tetapi di sisi lain banyak yang berbuat tindakan memenggal dan memenjarakan niat baik ini. Sementara para penguasa dan pengusaha, lembaga ekskutif dan legeslatif justru bertindak bugil di depan anaknya sendiri, membiarkan keadaan generasi bangsa tidak memiliki “JIWA” kemanusiaan, rasa nasionalisme dan idealisme kebangsaan. Raga-raga generasi dibiarkan kosong tanpa “Roh” hidup dan kehidupannya, sehingga tidak tahan terhadap “derita kreatif” tanpa ada kegelisahan terhadap pencarian penyatuan kembali atas “JIWA”-nya sebagai bentuk keutuhan “karakter

persatuan dan kesatuan rasa kemanusiaan, dan kebangsaannya dalam mengejar ketertinggalan bernasib baik, maka jangan salahkan, jika anaknya sendiri akan mengeksekusi dan mengaplikasikan ketidak pedulian kepada diri kita, untuk itu kita segera mencari cara dengan menyiasati ketergantungan kepada “PHUBBING”, agar bisa menemui kedirian di dalam dirinya sendiri, untuk menolong nasibnya ke depan. Sikap keragaman dan saling menghargai sesamanya adalah tindakan yang membantu mengembalikan kesadaran kita, yang selama ini tidak sadar bahwa yang kita sebut nyata adalah hayalan belaka, apa yang disebut kebenaran ternyata kepalsuan, dan apa yang kita sebut kepribadian sesungguhnya hanya sebuah bayangan yang menutupi potensi kepribadian dan yang menyesatkan pertumbuhan batin kita. Sehingga menjadikan diri kita percaya pada tipuan atau kepalsuan sebagai bentuk kebenaran. Oleh karena itu sesungguhnya kita segera sadar untuk membebaskan diri

menopang demi kepentingan generasi ke depan. Daya dorong semangat ini kita arahkan pada perbaikan kembali menyisiri kerinduan kepada akar budaya bangsanya sendiri, yang telah membuktikan memiliki budi luhur dan diaplikasikan sebagai akhlak mulia. Mulai saat ini kita hemat energi kemanusiaan untuk tidak di arahkan pada kegiatankegiatan yang tiada gunanya dan kemanfaatannya. Sesungguhnya kita ini bangsa yang besar dan berwibawa, tetapi menjadi kecil dan terhina karena dibutakan oleh dorongandorongan hasrat pribadi dalam meraih kedudukan dan kehormatan dunia memuaskan rasa egonya, meskipun pada dasarnya mempunyai kekuatan untuk kepentingan mengabdikan dirinya dalam perjalanan sejarah kebangsaannya. Oleh karena itu, pentingnya kita ini untuk mengarahkan ego kepada peran keluarga, masyarakat agar bisa mengetahui asal usul akar kebudayaan dalam pengertian potensi kreativitas, agar terus bisa berkembang dan terhubung kepada bentuk-bentuk kreativitas eksternal. Sehingga tujuan menyisiri kerinduan

dari ikatan hasrat-hasrat yang banyak merugikan sikap pribadi kita ke depannya.

kepada lingkungan yang penuh toleransi dan gotong royong dengan tetap menjaga kebudayaan berdudi luhur disertai dengan tindakan berakhlak mulia, bisa mencapai tujuan hidup sejahtera selamanya.

KEMBALI

KARAKTER BANGSA dan moral” kemanusiaan. Inilah visi dan misi “menyisiri kerinduan” bagaikan “Nyiur Melambai” menghadap keluasan samudra kekuatan kreatif kebudayaan bangsanya sendiri. Siapa yang tidak segera sadar merindukan keadaan

Untuk merealisasikan niat ini perlu kerjasama semua pihak, kaum agamawan, budayawan, sastrawan dan cendekiawan untuk saling

Surabaya, 04 Desember 2018

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

11


A kh l a k

Mul i a

PEMBANGUNAN AKHLAK MULIA:

PERSPEKTIF Pancasila sebagai dasar negara telah di gali oleh para founding father dari akar budaya dan peradaban bangsa. Ketuhanan yang Maha Esa sebagai sila pertama menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama atau bangsa yang percaya kepada adanya kuasa/ kekuatan yang berada di luar dirinya, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini berarti pula bahwa setiap anak bangsa tunduk dan patuh pada ajaran agama/ kepercayaan yang dianutnya.

12

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


ISLAM

yang diwajibkan saja, karena bila tidak diwajibkan tentu tidak dilaksanakan. Itu artinya bahwa pembangunan akhlak harus dibina terus menerus sejak usia dini.

Oleh Jaka El-masriv

S

etiap ajaran agama/ kepercayaan membentuk prilaku budi pekerti yang luhur dengan mengurai benang kusut watak serta tabiat manusia, karena pengaruh hawa nafsu yang menguasai dirinya. Budi luhur sebagai ajaran warisan nenek moyang bangsa Indonesia, sedang menggugat mencari pada sela-sela wilayah hati anak bangsa, agar bersemai kembali menjadi prilaku berbudi demi anak cucu nanti membangun negeri. Islam sebagai salah satu agama yang dianut oleh mayoritas anak bangsa, memberikan pondasi yang kokoh guna merajut tahapan perbaikan akhlak/budi pekerti hingga sempurna. Perbaikan akhlak berarti perbaikan jiwa. Membangun prilaku budi luhur harus dibiasakan sejak kecil. Esensi ajaran islam terangkum dalam rukun iman dan rukun Islam serta Ihsan harus ditanamkan sejak kecil pula. Ibarat sebuah bangunan, iman adalah pondasi sedang islam bangunannya dan ihsan keindahannya. Rasulullah Muhammad SAW seorang utusan Allah yang telah diperhiaskan dalam dirinya budi pekerti yang agung, diutus untuk memperbaiki prilaku manusia menjadi prilaku yang berbudi luhur. Pondasi yang dimaksud adalah rukun iman sedangkan dengan rukun islam merajut hati menuju akhlak

mulia dan ihsan menyempurnakan akhlak mulia. Enam butir rukun iman merupakan landasan bersinergi dalam menuntun ketaatan melaksanakan 5 butir kandungan di dalam rukun islam. Pernyataan 2 kalimat syahadat merupakan ruh ketaatan dalam melaksanakan 4 rukun islam lainnya, yakni salat, puasa, zakat dan haji dan ihsan menghiasi ibadah dengan amalan-amalan sunnah. Dengan malaksanakan rukun islam tersebut dengan baik dan benar, akan membentuk prilaku yang berbudi luhur atau akhlaqul karimah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Pelaksanaan dengan baik dan benar tersebut adalah melengkapi dan menghiasinya dengan sunnahsunnah yang menyertainya, sehingga melaksanakannya bukan hanya semata-mata karena kewajiban “yang penting shalat� dan lain-lain, tetapi sebagai suatu kebutuhan, yakni kebutuhan akan hadirnya sifat Tuhan dalam diri-Nya, selalu ingat kepadaNya, kebutuhan akan pahala dan sorga, dan lain-lain. Melaksanakan sunnah ibarat telah tumbuhnya rasa senang, cinta dan sayang antara hamba kepada Tuhannya. Berbeda dengan yang hanya melaksanakan kewajiban atau

Bila anda bertanya tentang bagaimanakah fenomena yang ada pada masyarakat kita akhir-akhir ini terhadap sebagian ulama (kyai, ustadz, habib) yang terkadang kita temui kurang atau bahkan tidak mencerminkan prilaku akhlaqul karimah, padahal mereka tentu saja melaksanakan rukun islam tersebut, apakah ibadah mereka bisa dikatakan kurang baik dan benar? Jawabannya adalah kita tidak dalam kapasitas menilai perbuatan/pelaksanaan peribadatan seseorang, tetapi Allah SWT dan Rasul telah memberikan pedoman dan rambu-rambu agar tercapai tujuan dan maksud dari peribadatan itu. Dikatakan bahwa Allah tidak melihat rupa dan jisim seseorang akan tetapi melihat kepada hatinya. Dan dikatakan pula bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, bila ia baik maka seluruh tubuh juga baik. Bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya; ketahuilah ia adalah hati. Dan hati yang dimaksud bukanlah segumpal daging yang juga terdapat pada hewan lainnya akan tetapi sesuatu yang sangat halus yang menjadi singgahan penglihatan Allah terhadap hambaNya. Sehingga hati ini merupakan komponen penting dari manusia, ia bisa sebagai generator yang menggerakkan setiap komponen tubuh melalui urat dan saraf halus yang menghubungkannya. Dan inilah pangkal pembangunan akhlak mulia.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

13


Pui s i

NYIUR MELAMBAI Oleh Eko Windarto Gebrakan awal dari gerakan NYIUR MELAMBAI adalah goresan kecil dari keinginan hati dalam memulai menyemai benih-benih padi di pagi hari. Bagai seutas tali penyair yang senantiasa mengurai dan menemukan orisinalitas di dalam pemikiran terhadap berbagai persoalan bangsa, dan mengetengahkan aspek-aspek baru yang memberikan sedikit sumbangan berharga bagi pengetahuan berbudaya dan berakhlak mulia. Pada saat-saat tertentu kita perlu menoleh hasil yang belum tercapai, bukan saja yang dalam bentuk karya sastra, melainkan buah pikiran dan pembahasan yang akan dikemukakan mengenai budaya dan akar masalahnya untuk merangsang dan mendorong minat kita berbuat sesuatu kebaikan sekecil apapun akan sangat berarti bagi pembaca tunas bangsa. Lalu, bagaimana visi-misi nyiur melambai terekspresikan dalam puisi? Mari kita nikmati puisi-puisi karya penyair di bawah ini.

MENYELAM Karya Agung Pranoto

telah lama kudiamkan pohon kelapa tenggelam di samudra modernisasi sebagian telah terkelupas oleh riak dan debur ombak kini nampak meranggas di arus deras ah, bukankah ini luka? kian hari kian tergesek kerasnya karang samudera kian hari kian menganga termakan plankton-plankton raksasa aku ingin kembali menyelam di palung lautnya mencari sisa-sisa pohon kelapa lalu kuangkat bahu-membahu bersama cinta

14

NYIUR MELAMBAI Karya Eko Windarto

ketika nyiur melambai sang saka serasa burung garuda terbang menyapa muda mudi kepak sayapnya terus bergerak bagai gelombang hati mencari arti pergerakan angin pagi perjalanan ritual budaya mencoba menyatu di dalam akhlak mulia yang telah lama pergi

ingin kutanam kembali pohon itu di tepian pantai lalu kurawat bersama-sama dengan pengudar hati kuharap semi kembali hingga nyiurnya makin melambai mengembalikan bumi pertiwi sejuk kembali tatanan pekerti berharap tak lagi menyeringai meski modernisasi tak mungkin bisa dikebiri

nyiur terus saja melambai memanggil-manggil keindahan samawi anak-anak pertiwi melangkah di antara duri demi menggapai harga diri dan mencapai tujuan hakiki sebelum mati tergilas teknologi

29122018

Batu, 26122018

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


DALAM PUISI Karya Edy Witanto

bagaimana nasib bangsa besar kaya raya ini bila penyelenggara negara jalan sendiri-sendiri mementingkan kursi daripada visi misi akar rumput hanya kendaraan wujudkan ambisi cuci otak pendengaran dan pandangan diulang-ulang media, iklan, tv alat propaganda, atm pundi-pundi uang rasa kebangsaan musnah dimakan rakus individu dan golongan para cukong pandai bersiasat mengadu jangkrik demi keuntungan liberalisme dan hedonisme dibiarkan berkembang menganak sungai pada generasi penerus di kiri kanan jalan budaya bangsa tergilas secara perlahan-lahan entah sampai kapan bencana ini musnah tercekik kesadaran benang kusut semakin sulit diuraikan Tuhan dan tempat suci bukan lagi acuan dan tujuan surga dan neraka hilang dari bilik pikiran rupiah, rumah, mobil mewah, jabatan, gadis-gadis selalu dalam bayangan wahai merah putih kau disulam dari darah pahlawan tak pernah terlintas sedikit pun dalam pikiran apa yang diberikan tapi bagaimana memberikan pada bangsa besar tempat anak cucu memetik padi kekuningan jika hari ini terhempas ombak lautan pandangan hidup berganti wajah serakah dan mengerikan hutan-hutan ditebangi, kekayaan alam dikuras habishabisan para buruh bagai sapi keringat menetes di sekujur badan

menuju kemajuan atau kemunduran hanya orang pandai mampu merumuskan hanya orang berserah diri memahami arah jalan edy malang, 020518

NYIUR MELAMBAI Karya Ghouts Misra

gemulai ritmis seirama desir melodi angin nyiur melambai menyambut riang gairah laut mengalir di dada bumi bintang bulan memasak resep mentari atom-atom meja berputar penuh hidangan dan minuman bayang-bayang menari seirama tarian burung di angkasa kesegaran dada terbuka cakrawala terbentang kesedapan santapan siang menu pelayaran mata, g

http://manadosulsel.blogspot.com/

WAHAI MERAH PUTIH

G, Jakarta, 301218

ke mana langkah negara ini berjalan

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

15


Pui s i NEGERIKU SEDANG BATUK Karya Ikha Djingga

Hujan Desember menarikan gejolak Ia menguji cinta para petani dan nelayan Rintiknya penuh gelora Meluapkan air bah menganak sungai, menjebol tanggul, parit-parit hingga ke ngarai Luluh lantak ladang-ladang hingga rimbunan padi hanyut menggenang

Jika esok kau masih peduli kepada anak cucumu sendiri Tak inginkah kelak kau melihat mereka bermandi pelangi Di negeri bak surgawi Mari kita buatkan pondasi, karena esok, dimulai hari ini Batam, 30 Des’18: 16:59

NYIUR MELAMBAI Karya Retno Rengganis

Para wakil berdasi cuma basa-basi melontar simpati Mereka memberi janji-janji pada perut lapar Mereka beri harapan membangunkan rumah baru tapi tubuh-tubuh itu terlanjur membeku membiru Banyak memakan janji palsu Katanya empati, malah menumbuhkan benih antipati Oh, aku pusing dibuatnya Para bedebah menjamur di mana-mana Diam-diam gunung-gunung meraung Diam-diam raksasa kehancuran mengaum Diam-diam bumi memendam bara Menuai murka melahirkan bencana Wahai para penjaga Tak mendengarkah kalian jika negeri ini terbatuk-batuk? Cepat tanggap darurat Negeri sudah memberi isyarat jangan kalian malah makin maksiat? Apa lagi ditunggu, segera berikan obat Bagunkan setiap lapisan masyarakat, Bangkit dan berjuang mengobati negeri yang sedang sekarat Benahi kini,

16

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Nyiur melambai di tepi pantai menyanyikan suara-suara serak tentang rindu meliuk gemulai seirama desir angin mengulum cinta Sambil tersenyum daun jemari menyentuh kelembutan kasih Teriring debur ombak yang melabuhkan kedamaian Beribu orang memandang takjub Atas kekaguman batang nan kokoh Berpayung rumbai-rumbai larik dedaun tasbih Berkantung-kantung aksara pada pundi-pundi buah doa Azimatkan rangkaian lisan rasa gurih Yang mampu melayangkan jiwa nan damai Nyiur melambai di tepi pantai Membawa keagungan asma-Nya Sungguh istimewa ciptaan-Nya Seperti lambang kasih sempurna Sebab satu-satu rangkaian tubuhnya membawa peran cinta. Cepu 5-1-2019

@Regrann from @ari_romeo

Hujan belumlah tenang, Mencumbu Desember malang Tanah-tanah lebur, melarut yang bernaung di atasnya Semua menangis kehilangan, Kelaparan dan ketakutan membingkai erangan Namun hujan masih saja bertahan Mungkin ia sedang luka, kepada manusia-manusia tak berhati


BANGKITNYA KEMBALI

NEGERI KAYA,

KARAKTER BANGSA

RAKYAT TERLUNTA

M e d i a Di g i t a l

AKHLAK MULIA / BUDI LUHUR

Rp.70.000,-

Bahan: Combat 30 Ukuran: Al size Warna: Hitam dan Putih Cat: Plastisol

M ed ia D igital

AKHLAK MULIA / BUDI LUHUR

Rp.70.000,-

Miliki kaos buat gaya dengan tema karakter berbudaya. Dari bahan katun yang berkualitas. Ayo pesan ke DEVISI MERCHANDISE NYIUR MELAMBAI. Pemesananan melalui WA M e di a D i g i t al

AKHLAK MULIA / BUDI LUHUR

0818 0508 9100

Pembayaran melalui rekening BCA KCP SUDIRMAN No Rek. : 4391445243 atas nama WIWIK YUNIARTI Transfer sejumlah harga pemesanan, ditambah ongkos kirim. Bukti pembayaran di WA ke no tersebut. Pesanan akan dikirim ke alamat tujuan. Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

17


Bud a ya

ANTARA AGAMA Oleh Eko Windarto

P Antara agama dan budaya harus jelas perbedaan dan persamaannya, demi melahirkan pemahaman agama dan budaya secara sempurna. Oleh sebab itu budaya yang dianggap atribut agama, seringkali menjadi kriteria orang yang belum sepenuhnya memahami agama secara sempurna dan utuh. Padahal agama sangat jarang berbenturan dengan budaya, sedang budaya yang disakralkan atau agama sangat sensitif dengan budaya lain.

18

•

adahal jelas sekali bahwa agama bersumber dari Allah, sedang budaya bersumber dari lingkungan dan alam sekelilingnya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Ada juga yang mengatakan bahwa arti budaya adalah suatu pola hidup yang tumbuh dan berkembang pada sekelompok manusia yang mengatur agar setiap individu mengerti apa yang harus dilakukan, dan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Maka dari itu, agama bukan bagian dari budaya, dan budaya pun bukan bagian dari agama. Bukan berarti bahwa keduanya terpisah sama sekali, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui ajaran-ajaran Allah yang disebut agama itu, mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh manusia yang memeluknya. Maka, masalah yang demikian itu menjadi sangat perlu menguatkan kembali pemahaman agama dan budaya biar tak saling berbenturan. Itu salah satu bentuk untuk saling menghargai perbedaan.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

DAN

Agama bukan hanya sekedar mengurus halal dan haram, dosa dan pahala, surga dan neraka saja, melainkan mampu mengimbangi peradaban dan budaya dalam kehidupan manusia. Tujuan lahirnya budaya dan agama sangat jelas, yaitu, kemanusiaan dan kehalusan budi pekerti. Di tengah masyarakat, kita bisa melihat bentuk-bentuk praktek keberagaman sebagian orang tidak terlalu jelas apakah ini merupakan bagian dari agama atau budaya, yaitu, kita ambil contoh tradisi tahlilan. Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa tahlilan adalah kewajiban agama yang harus mereka selenggarakan meskipun untuk itu harus berhutang. Mereka (terutama masyarakat desa) merasa berdosa atau bersalah kalau tidak mengadakan tahlilan ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Padahal yang diperintahkan agama berkaitan dengan kematian adalah: memandikan, mengkafani, menyalatkan, mengantar ke makam, memakamkan, dan berdoa. Sangat simpel dan hampir tidak memerlukan biaya banyak. Ini berarti bahwa upacara tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang mungkin telah ada sebelum datangnya Islam, yaitu kumpul-kumpul di rumah duka untuk mendoakan sang jenasah. Kalau kita


N BUDAYA lihat dari sisi yang lain, yaitu sifat gotong royong, maka budaya Tahlilan merupakan rasa kebersamaan dalam ibadah dalam artian saling menghormati bagi orang-orang berkumpul untuk mendoakan orang mati dari malam pertama sampai pada haul tahunan adalah suatu anjuran kebaikan. Meski ada perbedaan pendapat antara ulama. Semua kita kembalikan pada Allah yang Maha Mengetahui. Yang perlu dipahami dan dilakukan dalam hal ini adalah membenahi pemahaman dan penyikapan umat terhadap praktekpraktek keberagaman seperti itu secara proporsional. Apa hubungannya budaya dan agama tuntunannya jelas pada Kamarkamar (Al-ĤujurÄ t):13 - Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.

sesamanya. Sebuah agama bukanlah agama jika tidak mampu memanusiakan manusia. Kualitas agama paling tidak dapat diukur seberapa besar manfaatnya terhadap manusia. Sebagaimana halnya agama-agama yang lahir di luar Nusantara, Nusantara telah lama memiliki budaya yang hingga saat ini terlestarikan. Sebagai salah satu misalnya, Islam yang lahir di Arab dibawa oleh Wali Songo untuk menguatkan dan mensyiarkan agama Islam adalah Islam yang benarbenar murni, dalam artian yang tidak bercampur dengan budaya Arab, sebab mereka paham bahwa budaya Arab tidak sesuai dengan masyarakat Nusantara.

untuk membentuk manusia memiliki moral baik yang bisa menghaluskan hati bukanlah sesuatu yang tibatiba. Ia memerlukan proses panjang yang perlu tahapan-tahapan, ia membutuhkan suatu kondisi yang memungkinkan seorang individu berperilaku sebagai sosok yang memiliki moral yang diharapkan. Oleh karenanya, ia memerlukan suatu pembiasaan yang dalam pembiasaan itu secara implisit terdapat adanya keteladanan. Karena itu diperlukan kerjasama secara integratif dari semua komponen baik dari agamawan maupun budayawan.

Budaya dan nilainilai ahklak mulia

Untuk menemukan kehidupan yang lebih layak manusia mengerahkan segala kemampuannya, dari pikiran hingga tenaganya. Manusia selalu bergerak untuk memanusiakan dirinya. Di dalam agama selalu diajarkan untuk memanusiakan

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

19


Ni La i

GENERASI

L uh u r

Oleh Mukhlis,S.Pd., M.Pd

H “Pelangi yang muncul setelah hujan adalah janji alam bahwa masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baikbaik saja.� –

Windry Ramadhina

arga masa depan ditentukan hari ini. Pernyataan ini penulis hantarkan sebagai pembuka tulisan ini. Generasi muda dalam tatanan kebahasaan mempunyai makna yang sangat luas. Tidak ada parameter baku untuk sebuah kata generasi muda. Namun, secara harfiah generasi muda adalah individuindividu yang mendiami suatu bangsa ditempa dengan berbagai cara demi terciptanya kesinambungan pembangunan yang telah dicitacitakan oleh para pendiri negeri. Usia mereka berada pada rentang angka 16 tahun sampai 30 tahun. Keberadaan generasi muda hari ini berfungsi sebagai aset negara yang perlu mendapatkan perhatian ekstra. Selanjutnya, dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2009, pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun. Menurut hasil Susenas Tahun 2017, jumlah

20

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 63,36 juta jiwa. Di antaranya (24,27%) adalah penduduk dalam kelompok umur pemuda. Mengingat tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia berkembang secara drastis, otomatis seiring waktu jumlah mereka sebagai penerus tonggak sejarah terus bertambah. Sebagaimana sudah dimahfumkan secara umum bahwa generasi muda hari ini adalah generasi milenial. Menurut Wikipedia generasi milenial adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-


MILENIAL

MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 kadang disebut sebagai “Echo Boomers� karena adanya ‘booming’ (peningkatan besar) tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an. Ketika Indonesia mencapai tahun keemasan pada Tahun 2035 mereka sudah menjadi pemimpin negeri ini. Generasi milenial adalah generasi yang dilahirkan dan dibesarkan di tengah berkecamuknya arus teknologi dan informatika. Mereka dihadapkan pada zaman yang serba instan. Hal ini dipengaruhi oleh tantangan hidup yang begitu rumit dan kompleks. Pengaruh revolusi industri 4.0 juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan segala kemampuan dan terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki. Selain itu, generasi muda Indonesia seperti dua sisi mata uang. Satu sisi mereka ditempa dengan produk modern, satu sisi selanjutnya mereka juga dihipnotis dengan berbagai perubahan zaman yang begitu cepat. Ruang-ruang publik seperti disekat begitu rapat. Jiwa sosial dan nasionalisme mulai kabur dari tunas muda yang menjadi tumpuan bangsa. Hilangnya batas-batas negara antara satu dengan lainnya telah menciptakan egoisme sesama secara kolektif. Dampak- dampak sosial dan nasionalisme begitu berasa membungkus jiwa generasi emas ini. Namun, dilihat dari literasi baca tulis yang dimiliki oleh generasi muda dewasa ini berada pada taraf yang tidak menggembirakan. Hasil penelitian Program for International

Students Asesement (PISA) tahun 2017 bahwa literasi baca tulis generasi muda Indonesia berada pada nomor buncit dari 72 negara yang diteliti. Akan tetapi secara kasat mata mereka lebih cakap dalam literasi informasi dan teknologi. Literasi informasi dan teknologi tidak menjamin tumbuhnya hal yang bersifat postif. Karena informasi dan teknologi yang mereka kuasai lebih cenderung pada melemahnya nilai-nilai luhur yang seseuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Hampir setiap waktu mereka habiskan untuk bereforia dengan gadget penuh dengan aplikasi yang membuat robohnya akhlak negeri ini. Mengingat generasi muda hari ini adalah aset bangsa dan generasi emas pada saat Indonesia menduduki puncak kejayaan. Semua elemen masyarakat dan pemerintah harus mengambil peran dalam menyebarkan nilai-nilai luhur dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertanyaan besar menantang pihak pemangku kepentingan adalah bagaimana caranya menebarkan nilai-nilai luhur pada generasi muda hari ini mengingat mereka sudah

terkontaminasi dengan virus-virus teknologi dan informasi? Indonesia adalah negara kepulauan terletak pada lintang khatulistiwa yang sangat strategis. Penduduknya menempati urutan nomor 5 terbanyak dunia, memiliki ragam budaya, karakter, dan pola pikir yang unik. Keunikan ini dipengaruhi oleh suku bangsanya yang tersebar di bentangan zamrud yang subur gemahripah lohjinawi. Berbagai sikap menyatu padu dalam satu tatanan di bawah Pancasila yang menaungi Bhineka Tunggal Ika. Sudah tentu generasi muda yang dimiliki oleh bangsa ini juga memiliki jiwa kebangsaan yang berbeda pula. Untuk menyeragamkan yang beragam

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

21


Ni l a i

L uh u r

diperlukan sebuah refleksi secara massal terhadap nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh sejarah bangsa. Walaupun Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut, akan tetapi sejarah telah membuktikan bahwa sikap keluhuran yang dimiliki bangsa ini telah mampu membuka mata bangsa bangsa lain di dunia melalui karakter yang berbudi luhur, ramah tamah, mempunyai sikap sosial, dan rasa toleransi yang tinggi. Hidup di antara bentangan pulau yang begitu banyak membutuhkan sebuah kesadaran yang mantap dalam menghargai perbedaan di antara sesama warga. Kembali ke pokok masalah dari tulisan ini adalah bagaimana cara menebar kembali benihbenih karakter bangsa yang telah

diungkapkan di atas pada generasi muda saat ini? Dalam hal ini penulis menawarkan beberapa solusi untuk keluar dari permasalahan tersebut. Adapun solusinya meliputi 1). Pendidikan, 2. Teknologi dan informasi, 3) Refleksi sejarah negeri, 4) Budaya sebagai sumber rujukan dalam berbangsa, dan 5). Cinta tanahair 1) PENDIDIKAN Pendidikan merupakan salah satu landing sektor yang harus menjadi titik fokus dalam mengembangkan visi dan misi karakter bangsa yang berbudi luhur. Secara umum dapat dimaknai bahwa pendidikan adalah rahim kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memegang peranan penting dalam mencetak kader

bangsa yang berakhlakulkarimah di masa mendatang. Jika pendidikan

22

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

hari ini sudah berkarakter dan mampu menanamkan nilai-nilai kebangsaan berbasis imtaq dan iptek, maka dapat dibayangkan bagaimana generasi muda di masa mendatang saat Indonesia menduduki masa kejayaan. Ada dua komponen yang berpengaruh dalam konteks pendidikan terhadap perkembangan alur pikir generasi muda adalah kurikulum dan guru. Kurikulum berfungsi sebagai perangkat pembelajaran yang diaplikasi secara sistematis harus memuat berbagai lintas kepentingan bangsa yang dipelajari oleh tunastunas bangsa hari ini. Kenyataan menunjukkan bahwa berbagai dampak muncul pada generasi muda saat ini adalah dipengaruhi oleh faktor lemahnya kurikulum Indonesia dalam mendistribusikan seluruh kepentingan bangsa dalam rentang

panjang. Produk-produk generasi muda


dewasa ini merupakan hasil dari tempaan kurikulum masa lalu. Tingkah laku yang diperankan oleh generasi muda sekarang juga termasuk aplikasi kurikulum yang sudah dipelajari. Keadaan seperti ini jika tidak dibuat perubahan pada kurikulum lalu bagaimana nasib negeri ditangan mereka nantinya? Hal kedua yang harus dipikirkan dalam menyemai kembali karakter bangsa dalam pendidikan adalah faktor guru. Peran guru menurut Mulyasa, (2007:77) Guru (pendidik) adalah sebagai peran pembimbing dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Menyediakan kondisikondisi yang memungkinkan siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapai mendapat penghargaan dan perhatian sehingga dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Konteks seperti ini terlihat jelas bahwa guru berfungsi sebagai bakteri dalam menyebarkan virusvirus karakter yang bernuansa ilmiah dan berwawasan kebangsaan. Walaupun sepintas guru bagaikan bakteri yang memiliki bentuk kecil (harus dilihat melalui mikroskop) akan tetapi pengaruhnya sangat signifikan dalam dunia pendidikan. Agar hal ini dapat terwujud tugas pemerintah adalah bagaimana menciptakan sosok guru yang dapat ditiru dan digugu serta dijadikan tauladan bagi peserta didik sebagai cikal bakal pemimpin masa depan. 2) TEKNOLOGI Sebagai manusia normal kita tidak mampu menolak kemajuan teknologi dan informasi yang melanda belahan bumi ini. Ibarat pelaut Ia tidak mampu mengubah arah angin, akan

tetapi Ia mampu mengubah arah layar. Tujuan pelayaran generasi muda dapat diarahkan sesuai dengan pesatnya teknologi dan perubahan informasi. Banyak penelitian yang menemukan bahwa Indonesia menempati urutan kedua dalam mengakses film porno setelah Rusia. Namun kita bersyukur akhir-akhir ini pemerintah melalui Menkominfo sudah berhasil memblokir seluruh jejaring sosial yang memuat situs porno. Perlu dipahami juga bahwa tingkat kemampuan menguasai informatika dan teknologi para remaja Indonesia lebih gesit dari pemangku kepentingan. Mereka akan mencari cara untuk sampai ke hal-hal tersebut. Pemblokiran situs porno bukan sebuah alternatif yang menjanjikan bagi kelangsungan pembentukan karakter anak bangsa. Konsep yang mumpuni adalah membangun kembali benteng-benteng ideologi yang terlanjur bobrok dihantam badai globalisasi yang begitu kejam dalam memutuskan saraf-saraf pikiran remaja saat ini. Sebagaimana dikemukakan di awal tulisan ini bahwa generasi milenial adalah generasi yang dididik dan ditempa oleh haluan informasi dan teknologi. Paradigma berpikir lebih instan, menurut mereka perjuangan menjadi manusia sejati dan sukses tidak harus dimulai dari anak tangga pertama. Nah di jejaring sosial hal seperti itu tidak dibutuhkan. Versi pikiran para tunas bangsa adalah hanya jejaring sosial murah dan bahkan hampir tak berbayar dapat menuntun arah hidup kepada hal yang lebih bermartabat. Proses mencari jati diri seperti ini telah mengkristal dalam pola pikir mereka.

Sebenarnya pemerintah dan pemerhati kehidupan remaja sebagai generasi muda harus bijak dalam memberikan kebebasan di ruang publik. Penanaman karakter dalam bermedia sosial secara sehat perlu diberikan penyuluhan melalui aplikasi tandingan sebagaimana yang berlaku di jejaring sosial secara umum. Dalam dunia internet Indonesia terkenal dengan heaters yang hebat dan merajai dunia maya. Kenapa tidak komptensi yang mereka miliki digunakan pemerintah untuk hal yang bersifat positif dalam membangun

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

23


Ni La i

L uh u r

karakter bangsa. Kemudian hampir semua jenis permainan yang mampu menciptakan jiwa kompetitif yang ada dalam masyarakat tradisional sudah ditinggalkan oleh remaja masa kini. Permainan congklak, kelereng dan lain-lain sudah tidak mampu berkontribusi dalam pembentukan karakter.

yang begitu mulia kini luntur tidak dipahami dan diketahui oleh generasi zaman now. Akibatnya para syuhada hanya dapat menyaksikan betapa hasil perjuangannya dikhianati oleh penerusnya. Walaupun mereka terbaring melintang diantara pulau dan selat namun perjuangannya seharusnya dijadikan motivasi dalam

Mereka sudah dininabobokan oleh game yang bersifat modern dalam racikan aplikasi. Untuk jelasnya hal di atas pemerintah harus berani membuka diri terhadap penemuan aplikasi baru dalam bentuk permainan yang memuat nilainilai kearifan lokal. 3) REFLEKSI SEJARAH NEGERI Refleksi sejarah negeri artinya merunut kembali kisah-kisah perjuangan yang dilakukan oleh pahlawan dalam merebut kemerdekaan negeri. Para pahlawan telah mengorbankan pikiran, tenaga, harta bahkan nyawa demi mewujudkan impian negeri yang bermatabat dan berdaulat. Kisahkisah inspiratif dari mereka sangat dibutuhkan sebagai suri tauladan baik dalam berpikir maupun bersikap. Perjuangan bersimbah darah telah memberikan sebuah tonggak bagi pembangunan negeri. Pengorbanan panjang dan melelahkan dari para syuhada kini seperti tinggal dalam kenangan negeri. Warga negara beranggapan bahwa itu hanya sebagai siklus dan mutualisme dalam sebuah bangsa. Nilai-nilai perjuangan

24

•

membangun negeri. Refleksi sejarah negeri tidak hanya dengan sikap khidmat pada perayaan hari pahlawan. Jika itu dijadikan sebagai momen utama membangun negeri, maka begitu naifnya bangsa ini. Nilai-nilai perjuangan, rasa cinta tanah air, dan rela berkorban wajib direalisasikan oleh generasi muda dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Lunturnya nilai-nilai dan sikap menghargai para pahlawan pendiri bangsa ini sudah tampak dilihat dengan kasat mata. Kalau hal ini berlanjut, lagi-lagi harus ditanyakan oleh bagaimana nasib bangsa ini ke depan? Bukankah bangsa besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawannya dalam memerdekakan negeri. Melihat kembali sejarah

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

negeri merupakan wujud kepedulian nyata terhadap generasi muda. 4) BUDAYA SEBAGAI SUMBER RUJUKAN DALAM BERBANGSA Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan beretika. Peradaban bangsa Indonesia diketahui dunia sebagai budaya fenomenal di muka bumi. Artinya percampuran berbagai budaya daerah dalam wujud budaya nasional. Kumpulan budaya dari berbagai daerah telah mengenalkan Indonesia pada dunia yang bersifat heterogen. Sifat kosmopolitan yang dimiliki setiap masyarakat juga menambah khasanah kebudayaan baru di Indonesia. Buktinya hampir setiap daerah mempunyai keunikan dan kekhasan dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Untuk lebih jelas hal ini dapat dilihat pada manuskrip sastra dan sejarah tentang bagaimana budaya Indonesia berkolaborasi dari budaya daerah menjadi Indonesia sesungguhnya. Karya sastra yang dipandang sebagai refleksi kehidupan suatu masyarakat yang meliputi realitas, politik dan budaya merupakan hal yang tak terpisahkan. Lantas bagaimana budaya berkorelasi dengan menyemai kembali karakter pada generasi muda? Menjawab pertanyaan di atas, hendaknya para generasi muda diberikan pemahaman secara komprehensif melalui seminar, lokakarya, dan simposium dalam mengenalkan budaya Indonesia sesungguhnya. Walaupun agak sulit untuk melakukan hal tersebut, mengingat budaya Indonesia sekarang ini berada dalam gempuran budaya luar yang disebarkan melalui jejaring sosial. Sebagai penanggung jawab


utama kita tidak boleh lengah untuk menghadapi hal itu. Peran orang tua atau generasi sebelumnya yang mengetahui tentang budaya-budaya yang sudah digerus waktu harus dihidupkan kembali. Misalnya budaya gotong yang menyembunyikan nilai-nilai kebersamaan secata implisit sekarang ini hampir hilang di kalangan remaja. 5) CINTA TANAH AIR Kecintaan generasi muda terhadap tanah air merupakan tanggung jawab yang berlangsung secara simultan. Apabila jiwa nasionalisme sudah terpatri di dada para remaja, maka karakter kebangsaan terbentuk dengan sendirinya. Di tengah gempuran neokolonialisme Indonesia merupakan sasaran empuk bagi para penjajah gaya baru. Ketertarikan pihak asing terhadap negeri ini bukanlah isapan jempol belaka. Di samping populasinya paling banyak Indonesia juga dikenal dengan negara konsumtif dalam berbagai produk asing. Kelemahan industri yang dimiliki oleh negeri ini membuat asing lebih leluasa dalam mengobok-obok negeri ini.

Pembentukan karakter generasi muda di zaman yang dipengaruhi oleh arus informasi dan teknologi yang begitu pesat membutuhkan strategi dan konsep yang mumpuni. Mengingat generasi muda hari ini adalah pemimpin masa depan pada saat Indonesia mencapai puncak kejayaan. Sebagaimana diuraikan di badan tulisan ini bahwa bangsa besar adalah bangsa yang menghargai budaya dan sejarah negerinya. Oleh karena itu pemerintah dan

instansi terkait menitikberatkan pembangunan manusia seutuhnya adalah membangun generasi muda yang siap menahan terpaan badai dari arung jeramnya teknologi modern. Semoga generasi muda masa depan lahir dari persiapan dan pembinaan yang matang dari pihak pemerintah dan instansi terkait. Amin‌

*) Penulis adalah tenaga pengajar pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe dan dosen luar biasa pada Universitas Almuslim dan dan IAIN Malikussaleh Lhokseumawe provinsi Aceh.

Kesenangan memiliki barang barang mewah dari negeri lain telah mengubah budaya Indonesia dari mencintai produk lokal ke produk asing. Di samping itu ketahanan NKRI saat ini dalam ujian hebat baik rongrongan dari dalam maupun dari luar. Ideologi Pancasila sebagai dasar negara menjadi taruhan di masa depan. Mengembalikan rasa memiliki dan rasa cinta tanah air juga merupakan bagian dari usaha menyemai kembali nilai-nilai luhur dalam penguatan karakter generasi muda.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

25


M e re ka

B e r ka ta

Untuk melindungi rakyat Penguasa hendaknya berlaku seperti air; Mengalir dari hulu ke hilir Maka ia akan menguasai rakyatnya. Untuk mengayomi rakyat Pemimpin hendaknya merendah dan mengalah; Dengan ketenangan dan kelembutan Maka ia dicintai rakyatnya. Rakyat ingin hidup damai Penguasa dan pemimpin ingin hidup permai. Jose Rizal Manua

26

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


HU M O R HIKMAH

SELAMAT TAHUN BARU Oleh: Edi Kuswantono

A

da kalanya yang hitam gelap membukakan segala yang terang, hanya bagi yang gelap akal pikirannya tak dapat mengelupas terang pada kegelapannya. Oleh karenanya, hindari rasa gelap pada orang sebelum bisa mengelupas lensa mata gelapnya sendiri. Kebetulan kyai Dawwin punya tetangga romo kristen katholik persis di depan rumahnya, ketika bertandang dalam rangka toleransi agama samawi sebagai tenggang rasa kemanusiaan, saling berbuat baik sesamanya. Kyai Dawwin telah berada di ruang tamu dan duduk santai, dalam keheningan terdengar “monggo kyai, silahkan di minum dan di incipi sekedar kue natal kami”, tangan Romo Lukas mengayun mempersilkan. “Oh, ya, matur suwun Romo!, tangan kyai Dawwin sambil memegang secangkir kopi khas Banyuwangi yang telah disuguhkan Romo dan mencicipinya, Lalu “Romo! Tahun baru ini merayakan di mana ?”, wajahnya sambil tersenyum memandang Romo Lukas. Romo Lukas tersenyum penuh hormat “kami belum terpikir untuk merayakan tahun baru, sebab kami konsentrasi terhadap kebaktian di gereja agar ummat dalam keadaan prihatin dan semoga sesama saudara sebangsa ini dapat kembali sadar bersatu, serta memperoleh perlindungan sang Maha Kuasa, justru kami ini bersyukur kepada saudara muslim dan ummat lainnya berkenan merayakan tahun baru kami”, tangan romo kembali mengayun mempersilahkan untuk mencicipi hidangan yang ada. Sedikit berpikir kyai Dawwin “oh, begitu ya, hem, bukankah tahun baru perlu Romo rayakan bersama ummatnya sebagai tanda berterima kasih pada Tuhan?, lalu kyai Dawwin mengambil kue lumpur sambil mengunyahnya. Romo pun segera menanggapi “bagi kami menjadi tidak penting merayakan tahun baru dan turun kejalan

merayakan tahun baru”. Romo sambil menundukkan kepala tanda menghormati kyai Dawwin, kemudian melanjutkan “kami sungguh berterima kasih dan turut bahagia hususnya bagi ummat islam telah merayakan tahun baru kami, begitu besar toleransinya hingga merayakan secara husus seperti : ~ membeli dan membakar petasan ~ membeli dan membakar kembang api ~ membeli dan membakar ikan ~ berbondong datang ke tempat hiburan ~ berbondong ke puncak dan tempat rekreasi. Kyai Dawwin hanya terdiam merasa terpukul, di dalam batinnya bergejolak mengutuk dirinya sendiri “iya ya, apa artinya khotbahku selama ini jika tidak membuat pengikutku tidak sadar diri?”, ah aku harus cepat ambil tindakan agar tidak lebih lama malu. lalu kyai Dawwim sambil tersenyum dan menutupi rasa malunya “ya begitulah Romo bangsa kita ini, senantiasa mendahulukan sesuatu yang tidak penting dan perbuatan siasia, baiklah Romo, sementara kami mohon diri, biar memberikan kesempatan kepada saudara yang lainnya”, sambil berdiri tangan kyai Dawwin segera menjulur tanda berpamitan Dan keduanya saling berjabat tangan erat, bersalaman sambil mengucapkan “terima kasih banyak Romo, perbincangan kita cukup terhibur”, lalu beliau membalikkan badan sambil menganggukkan kepala, dan Romo pun membalasnya penuh hormat. Langkah kyai Dawwin memastikan telah berada di ruang tamu rumahnya, lalu ia langsung duduk di sofa, sambil tengar tenger memikirkan kebenaran yang disampaikan oleh sang Romo tetangga kristen di depan rumahnya. Alangkah baiknya setiap tahun baru, di tempat ibadah kita, juga diisi kegiatan beribadah kepada Allah tanpa mengikut sertakan kebisingan suara!?, agar hikmat, khusuk mengolah rasa keimanan kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Mendengar. Surabaya, 28 Desember 2018

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

27


Kekuasaan

MENCARI

PENYELENGGARA DULU Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mewacanakan: “Mahasiswa cum laude jadi PNS tanpa tes.� (Kompas.com 28/10/15). Elok saja Pak Menteri proaktif hendak mencari lulusan terbaik demi meraih sumber daya manusia unggul.

P

ertanyaan kita, seperti banyak retorika muncul sekarang ini, mana lebih elok apakah memilih calon penyelenggara negara yang pintar tapi tidak baik, atau memilih yang kurang pintar tapi baik? Idealnya tentu pilih yang pintar sekaligus baik. Namun ketika kehidupan beretika sudah jungkir balik sekarang ini, semakin sukar mencari orang baik. Tidak semua orang pintar tentu baik. Unggul akademis saja ternyata belum cukup. Pejabat yang setahu kita tergolong pintar tidak sedikit, kalau bukan semua, kini berurusan hukum.

http://www.teakjepara.com

28

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Yang sepakat memilih calon penyelenggara negara kurang pintar, asalkan baik, ketimbang pintar tapi tidak baik, punya argumentasi logik. Kalau kurang pintar masih bisa diungkit jadi lebih pintar lewat kursus, pelatihan,


CALON

NEGARA dan pengayaan. Tapi kalau sudah telanjur menjadi tidak baik, kendati pintar, tidak mudah mengubahnya menjadi orang baik? Orang-orang bertanya, seberapa berdayanya gerakan revolusi mental yang dicanangkan sekarang ini mengingat untuk mengubah karakter tidak baik lebih pelik daripada membentuknya. HIDUP DALAM KEKACAUAN ETIS Anak sekolah di Amerika dalam tiga dasawarsa belakangan ini mengalami krisis moral. Mereka tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Berbohong, menyontek, berbuat serong, dilumrahkan. Bukan hanya tata nilai sudah bergeser, terlebih sudah terjadi kekacauan etis. Benar kata orang belum tentu benar kata saya. Kebenaran menjadi soal selera. Anak didik menempuh hidup tanpa prinsip kedisiplinan. J.Scott seorang psikater dan penulis buku, menulis bahwa manusia unggul itu diciptakan oleh berdisiplin hidup. Manusia berdisiplin menurut J Scott itu apabila sudah tertanam empat pilar. Keempat pilar itu seyogianya tersusun pada pribasi setiap individu, yakni, (1) menjunjung tinggi kebenaran; (2) menerima tanggung

Oleh Dr. Hendrawan Nadesul jawab;(3) menunda kepuasan; dan (4) hidup seimbang dunia akhirat. Praksis kebenaran sebagai sebuah nilai idealnya sudah ditanamkan sejak anak masuk sekolah perdana. Itu maka memilih sekolah perdana menentukan apakah pada diri anak bakal tercipta pilar kehidupan beretikanya. Yang pernah saya tahu, sekolah Kanisius di Jakarta, misalnya, meminta setiap calon murid menuliskan sendiri ikrar di atas kertas bermeterai janji tidak menyontek. Bersepakat bila menyontek berarti dikeluarkan dari sekolah. Kepribadian menyontek dimaknai sebagai belum menjunjung tinggi kebenaran. Pilar kedua, menerima tanggung jawab, membentuk kepribadian yang menyadari bahwa siapa pun bisa berbuat kekeliruan. Hanya apabila ditanamkan kesadaran bahwa kalau niat awalnya benar, kekeliruan harus diterima sebagai sebuah tanggung jawab. Tanpa keinsyafan itu, anak menjadi pribadi yang cenderung cari kambing hitam. Pilar lainnya, menunda kepuasan. Anak yang tumbuh kepribadian berdisiplin kelihatan dari cara ia makan. Lauk yang tidak enak dimakan dulu, yang enak dimakan belakangan. Mengerjakan PR dulu, baru bermain. Pilar ini membangun pribadi yang rela bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Sukses hidup seseorang juga ditunjang oleh kualitas spirit

dan motivasi hidup yang seperti itu. Tengok saja orang sukses di dunia, punya sikap hidup menunda kepuasan. Pilar terakhir menjadi manusia berdisiplin, hidup seimbang dunia akhirat. Mengapa nilai ini perlu juga ditanamkan? Oleh karena orang sukses memetik bukan hanya dari urusan duniawi belaka. Kalau sukses hidup berarti hidup yang menjadi bermakna (ketika kiwari semakin banyak orang merasa hidupnya tidak bermakna meaningless life), maka diniscayai kalau itu tidak mungkin ditempuh hanya dengan mengumpulkan uang dan harta semata. Uang, harta, kekuasaan ternyata tidak bisa membeli kebahagiaan. Maka hanya apabila seseorang sudah menjadi “manusia selesai� yang tulus mengatakan hiduplah secukupnya, enough is enough, sak madyo, maka sumbangsihnya dalam hidup hanya bagi kemaslahatan orang banyak, bukan kerakusan. Sekolah dan pendidikan dinilai mumpuni bila berhasil membentuk calon manusia sukses, dan bukan sebagai mesin pencetak uang saja. Mestinya tercipta sosok insan kamil. Tak cukup pintar saja. Dari kualitas mendidik seperti itu bangsa berharap mendapatkan insan yang baik, selain pintar, dan cerdas. TARGET KEBAHAGIAAN HIDUP Belakangan ini muncul paradigma baru. Jangan didik anak jadi orang

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

29


kaya melainkan didik mereka jadi orang bahagia. Gagasan ini lahir dari kenyataan studi ihwal kebahagiaan, bahwa sejak tahun 50an hingga kini, tingkat kebahagiaan manusia tidak bertambah secara linier seiring dengan kemajuan ekonomi dan teknologi. Bukti bahwa bukan uang, bukan devisa negara, yang menambah kebahagian. Membaca indeks kebahagiaan di dunia, ternyata bukan negara adikuasa kaya raya yang menduduki peringkat tertinggi, melainkan negara kecil yang sederhana. Sebut saja Denmark. Bukti lain bahwa kekayaan, keadikuasaan, hanya membuat bangsa lelah mengejar kepuasan yang tak kunjung selesai, karena kepuasaan tak punya batas tertinggi. Bangsa Amerika tak kunjung merasa puas karena dikejar oleh target untuk menjadi nomor satu terus. Orang yang selalu tak merasa puas dalam hidupnya, bukan orang bahagia. Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat Singapura. Negara tergolong paling bahagia ternyata bukan Amerika, Tiongkok, atau Singapura, melainkan Denmark. Kuncinya karena bangsa Denmark lekas bersyukur, dan ekspektasinya dalam hidup tidak muluk-muluk. Artinya mereka sudah menjadi “manusia selesai”, yang hari tuanya tidak harus dipusingkan oleh akibat kerakusan duniawinya. Tragis dan miris kalau di usia tua yang mestinya sejuk, masih dipanggil KPK. Kita bisa belajar dari negara Bhutan yang tidak bertubi-tubi mengejar devisa, tidak terbiritbirit mengungkit product domestic

30

brutto (PDB), melainkan bagaimana bisa meraih product happiness brutto (PHB) bagi segenap bangsanya. Tercatat pula bangsa yang fokus hidupnya mengejar kebahagiaan dan bukan devisa, tidak mengalami fenomena berjuluk “hedonic treadmill”. Ini muncul dari studi, bahwa apabila hidup terus tak berhenti mengejar kerakusan duniawi, semakin sukar meraih kebahagiaan. Mengapa? Oleh karena semakin berlimpah uang dikumpulkan, semakin rendah nilai uang untuk membuat pemiliknya berbahagia.

http://www.pngall.com

Ni La i

L uh u r

ia seorang psikopat, misalnya. Itu sebab cum laude saja belum tentu sebagai sumber daya manusia unggul kalau ternyata bukan orang baik.

Tes untuk membaca orang baik Orang pintar saja banyak. Tapi orang pintar juga baik, tidak banyak. Kita lebih memerlukan orang baik, syukur-syukur juga pintar, daripada pintar saja tapi tidak baik. Terlebih bagi calon penyelenggara negara. Buat sebagai apa pun kita butuh orang baik. Pintar saja ternyata tidak cukup. Untuk mengetahui apakah seseorang punya kepribadian yang indah, kita bisa melakukan tes psikologi MMPI (Minessotta Multiphasic Personality Inventory). Dengan tes ini selain terbaca kepribadian, bisa disingkirkan potensi individu bermasalah. Bila

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Kalau saja setiap calon penyelenggara negara terbilang orang baik, berkompetensi di bidangnya, memilih pekerjaan karena passion, dia insan yang sedang melangkah menjadi “manusia selesai”. Merekalah yang berjuluk “insinyur kepribadian”, yang apabila menjabat sebagai apa pun mestinya tidak neko-neko. Filosofi hidupnya sudah bulat menjadi “profesor kebahagiaan”, yang menjadikan kedua karakternya itu sebagai bekal meraih “Oscar Kehidupan”. Bagi sosok insan seelok inilah, untuk menuju ke situ, mengumpulkan sebanyak-banyak uang dan kerakusan duniawi bukanlah cara yang dipilih untuk menempuhnya.

www.123rf.com

Salam sehat.


Narasumber buku ini sebagian diambil dari Falsafatuna, sekumpulan konsep yang berkaitan dengan teori pengetahuan (epistemologi) dan metafisika (konsep filsafat tentang dunia) serta pemikiran para filosof Yunani; Plato, Rene Descartes, John Locke, Kant dan yang lainnya. Buku “CATATAN FILSAFAT ANI KZT� ini selalu diposting, dishare lewat media sosial FB, mendapat tanggapan dan komentar dari dosen dan mahasiswa hingga menjadi diskusi menarik. Dari mereka pula, banyak yang menyarankan agar catatan itu diterbitkan.

TELAH TERBIT

Rp. 70.000,(BELUM ONGKIR)

PEMESANAN MELALUI WA

0813 8371 3210 SERTAKAN ALAMAT TEMPAT TUJUAN

Pembayaran melalui rekening PT. Metaforma Internusa, Bank Mandiri No Rek. : 120-00-1051038-1. Transfer sejumlah harga pemesanan, ditambah ongkos kirim. Bukti pembayaran di WA ke no tersebut. Pesanan akan dikirim ke alamat tujuan.

CREATIVE COMMUNICATIONS

KONSULTAN KREATIF, PENERBITAN, DESAIN PRINTING Jl. Pam I No. 7A, Cempaka Baru, Jakarta Pusat e-mail: ekithadan.metaforma@gmail.com > http://metaformaint.blogspot.com Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

31


Pa d a mu

Ne g e ri

NEGERI KAYA, RAKYAT Oleh Edy Witanto

Negara kaya raya zamrud khatulistiwa, tongkat kayu dan bambu jadi tanaman, itulah lirik lagu Koes Plus, musikus yang melegenda tahun 1970-an; intan, emas permata berserakan, rumput laut, ikan, udang sampai batu karang menumpuk tumpah ruah tak terhitung jemari tangan. Wajah negeri burung Garuda yang gagah perkasa, anugerah dari Tuhan penguasa alam dan rakyatnya terdiri atas berbagai macam suku, bahasa dan budaya menambah eksotik keindahan bulunya kala dipamerkan pada langit yang penuh gemerlap bintang.

I

tulah “Indonesia negeri di atas awan”. Kepandaian rakyat negeri surga tersebut tak perlu diragukan, karena telah teruji melalui event lomba yang diadakan oleh organisasi internasional yang telah diakui keberadaanya dan rakyat Indonesia sebagai juaranya, entah itu juara satu sampai tiga besar, setiap tahun bisa dipastikan pemuda-pemudi Indonesia selalu menerima medali sebagai pemenangnya, baik lomba fisika

32

matematika tarik suara sniper dll. Anehnya, negeri penuh berkah kekayaan melimpah ruah dengan kepandaian rakyat sebagai penunjangnya, tak membuat negeri ini “gema ripah loh jinawi”. Terjadi berbanding terbalik dengan seluruh kelebihan dari negara tersebut, sebagian rakyatnya terutama dari pinggiran atau desa-desa bingung mencari nafkah, sampai menyeberang ke negeri tetangga bahkan menyebar

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

hampir ke seluruh dunia sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik, tenaga kerja kasar dengan upah murah. Gadis-gadisnya yang sebagian masih berusia muda dibiarkan pergi begitu saja ikut mengais rezeki di negeri orang, tanpa pengawasan yang memadai baik dari segi hukum maupun bekal ketrampilan untuk bertarung di negeri asing, yang berlainan bahasa dan budaya. Dengan beberapa kelemahan tersebut, gadis gadis lugu tersebut di negeri orang hanya berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Penulis tak habis pikir sesuatu yang sangat menyimpang dari ajaran agama manapun, jika wanita dibiarkan pergi begitu saja tanpa mukhrim dianugerahi piala yang bernama “pahlawan devisa”. Dampak dari penduduk yang mencari nafkah di negeri asing itu dengan sedikit pengawasan. Banyak gadis berangkat dalam keadaan polos lugu setelah pulang berubah status (tak jelas) kala kembali ke negerinya, membawa seorang bayi entah bapaknya siapa dan yang membuat miris hati, yaitu gadis gadis dengan bekal ala kadarnya itu disiksa oleh para majikannya di negara tempat dia bekerja. Entah disebabkan


perbendaharaan bahasa atau ketrampilan yang kurang memadai, bahkan sebagian ada yang dihukum mati dan peran pemerintah seakan biasa saja, kecuali jika ada media yang mengabarkan dengan nyata baru ada tindakan secara nyata, tetapi tetap saja mengirim tenaga kerja wanitanya. Dampak lain dari rakyatnya yang banyak mencari penghasilan dari negeri asing adalah bangsa Indonesia, berubah secara drastis statusnya dari negara besar yang disegani dengan kehebatan pendiri negara, yang suaranya membuat dunia kalang kabut menjadi negara budak yang dipandang sebelah mata oleh dunia. Siapa yang salah dan di mana letak kesalahannya? Apakah pemimpinnya memikirkan diri sendiri dan golongannya atau ada kekuatan asing di luar sistem yang mampu mendikte pemimpin, yang kelihatan telanjang mata atau hukumnya masih peninggalan penjajah, sehingga pelaksana dan penegak hukum akhirnya bersikap seperti penjajah, atau pola pikir dan pola hidup rakyat telah tercerabut dari karakter nenek moyangnya yang bersikap sederhana dan “nrima ingin pandum� menjadi hedonisme. Ditambah para pendakwah yang sudah terlatih dan istiqamah

disusupkan secara leluasa memasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat, dikarenakan kran globalisasi dibuka secara bebas oleh pemerintah tanpa perlindungan sama sekali dengan budaya bangsa yang kehilangan arah, dan kebingungan mencari pasar dengan keleluasan pemerintah yang begitu liberal, maka para pendakwah dengan mudah mengubah sikap hidup masyarakat melalui media, baik itu media elektronik atau cetak yang menyatu dengan jari telinga dan mata dari generasi muda, hingga dalam beberapa dekade tujuan para pendakwah bisa memasuki kamar, ruang keluarga dan mengubah mereka menjadi sesuai maksud pendakwah. Negara Indonesia yang begitu kaya raya pasti diincar oleh semua negara. Tujuannya diduga agar bisa diambil kekayaannya dengan berbagai cara, entah itu melalui budaya dengan memanipulasi rakyatnya, agar tidak ada rasa bangga lagi pada negaranya, atau direbut melaui perdagangan dengan membuat perjanjian yang merugikan pihak pemerintah, atau dengan menggelontorkan hutang dengan diperhalus namanya menjadi bantuan, agar sedikit banyak mampu mendikte kebijakan pemerintah yang

www.tobikin.com

T TERLUNTA

sedang berkuasa. Melihat peta secara kasat mata, Indonesia saat ini seperti rakyatnya mencari nafkah di negeri asing, hutang pemerintah yang semakin melambung dan perilaku generasi muda yang mulai luntur rasa nasionalisnya, penulis sangat prihatin dan tulisan sederhana ini hanya mengingatkan bagi hati yang masih bercahaya, agar ikut menguri-uri bahwa negara kita adalah negara kaya raya dan rakyatnya yang penuh daya juang, dan bisa dikatakan otaknya sangat cemerlang adalah potensi luar biasa untuk berkiprah dalam percaturan dunia. Untuk itu mari kita bergandeng tangan untuk saling ingat mengingatkan, agar para penyelenggara negara sadar betul dengan posisinya sebagai penyelenggara negara.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

33


S e l a ya ng

K a ba r

Dapoer Sastra Tjisaoek

KEBUDAYAAN MENUJU KEHIDUPAN NUSANTARA

Keresahan para budayawan di beberapa wilayah masih adanya ego kedaerahan, belum mencair selayaknya Sumpah Pemuda. Seharusnya, dengan adanya dunia digital, menjadi lebih mudah berinteraksi dan bersinergi untuk menjalin semangat kebhinekaan.

G

emericik hujan sejak sore tidak menghalangi teman budayawan untuk datang menghadiri silaturohmi Dapoer Sastra Tjisaoek, yang diadakan di masjid At Taqwa komplek LAPAN Rumpin, Bogor. Walaupun dihadiri hanya sejumlah 9 orang, acara tetap berlangsung setelah sholat isya, mulai jam 20.00 sampai pukul 01.00, dilanjut hingga sholat subuh bagi yang bermalam di Masjid. Kegiatan diskusi budaya Dapoer Sastra Tjisaoek ini bertepatan dengan momen munculnya SUPER MOON pada tanggal 21

Januari 2019. Super Moon atau Bulan Super yang nampak ketika posisi Bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi, sehingga bulan purnama terlihat sangat besar atau super dengan cahaya yang lebih terang. Meskipun tidak dapat menyaksikan Super Moon, karena tertutup oleh rinai hujan. Namun kegembiraan dan hikmat silaturohmi tetap berlangsung khusuk dan penuh semangat, mengobrol dan berdiskusi tentang kebudayaan menuju kehidupan Nusantara yang lebih baik melalui jalan Sastra: Puisi, Cerpen, Novel dan ilmu sastra.

(ka-k) Eki Thadan, Kek Atek, Beni Satria (ki-ka) Nana Sastrawan, Ca’at Fa, Abah Yoyok, Adang Albanie, Tao Hidayat, Kayfin, Uki BS.

34

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


Pertemuan ini sekaligus Launching dan Bedah buku puisi GELORA MERAH SAGA, besutan penyair Sekeranjang Cinta Ca’at Fa. Adapun acara yang terselenggara diantaranya: a. Orasi Sastra 2019 Orasi disampaikan oleh Pegiat teater Uki Bayu Sedjati. Ia menyampaikan banyak hal tentang budaya Nusantara mulai dari Tradisi lokal, Bahasa Ibu, sampai semangat teknologi kekinian. Termasuk peran penting sastra dalam membangun peradaban ke masa depan. Ilmu sastra dan ilmu ilmu yang lain terbingkai dalam satu kesatuan yang utuh, sehingga segalanya bisa dibaca untuk kemajuan Nusantara. Bukan hanya membaca tulisan atau pun huruf huruf saja. b. Pandangan & musyawarah kesusasteraan Tantangan Penyair Masa Depan. Pendiri Dapoer Sastra Tjisaoek, Abah Yoyok, yang dikenal juga sebagai Penyair asal goblek, dalam pandangannya menyampaikan sebagai pegiat sastra jangan sampai Tersesat di jalan yang benar, dalam arti jangan melupakan sisi kemanusiaan yang lain. Tugas hari-hari juga wajib tetap dilakukan, semisal tugas budaya, ekonomi, sosial maupun religi. Di masa depan, mulai saat ini pun juga sudah dirasakan yaitu adanya satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan diantara pelaksanaan tugas

tugas kemanusiaan tersebut. Diantara tugas-tugas itu adalah sebenarnya kita semua sedang menulis Cerita kehidupan masing-masing. Cerita apa yang akan kita tinggalkan untuk anak cucu dan orang orang di sekitar, terserah kita.

hatinya dalam berinteraksi dengan Sang Kholik

c. Launching buku Puisi GELORA MERAH SAGA Penyair Ca’at Fa menyampaikan latar belakang dan tujuan menulis buku Puisinya. Penyair menjelaskan, bagaimana proses kreatif mulai dari menuliskan gagasan, menyusun kata-kata bermakna sampai menjadi buku. Boleh jadi buku ini dimaknai sebagai catatan ungkap dalam makna rindu, cinta dan gembira pada rasa transenden kesufian, atau sekedar ungkapan picisan tanpa makna. Semua terserah apresiasi pembaca.

e. Baca Puisi Hampir semua yang hadir satu persatu baca puisi sesuai pilihan judul yang tersedia di buku puisi tsb.

d. Bedah buku Puisi Tidak ada spesialis siapa pembedah bukunya. Semua yang hadir menikmati suasana kejiwaan masing-masing, larut dalam adukan kata demi kata ketika buku puisi dibuka di tangan masing masing. Simak saja bagaimana komentar diantara yang hadir. Kek Atek : Ada kekenesan anak muda yang terjebak di dalam tubuh orang dewasa. Proses yang rumit berhasil dikelola melalui cara ungkap yang ringan dan bersahaja. Nana Sastrawan : Buku ini adalah catatan perjalanan kesufian penyair Abah Yoyok : Penyair berhasil menyampaikan kelembutan

Budayawan Uki bayu sejati: Tampilan bukunya unik. Beni : Format bukunya menginspirasi

f. Menyambut sahabat Sastra, bang Eki Thadan Datang dari Jakarta didaulat untuk menyampaikan apa saja yang menarik ketika hadir di Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek malam itu, Menurut bang Eki Thadan, Kegiatan ini semacam mencari jawaban dari keresahan para budayawan di beberapa daerah. Sayangnya, masing-masing wilayah menjadi sektarian, ego kedaerahan, belum mencair dan larut kedalam lautan nusantara, sebagaimana Sumpah Pemuda. Dengan adanya dunia digital, seharusnya lebih memudahkan untuk berinteraksi dan bersinergi menjalin kebudayaan yang beragam dengan semangat kebhinekaan. g. Menikmati Supermoon (baca puisi & ekspresi sastra di alam bebas) Tidak terlaksana, sebab rinai hujan terjadi hampir sepanjang malam. h. Penutup Acara ditutup oleh Nana Sastrawan, dan berdoa bersama Semoga tambah berkah. Aamiin. (Kek Atek)

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

35


K a j i a n

Sa st ra

KRITIK Oleh Agung Pranoto W.S. Rendra dalam kumpulan sajak Blues untuk Bonie banyak mengungkap protes sosial yang menyangkut masalah agama, ekonomi, moral, kemunafikan dan hipokrisi, politik, ketatanegaraan, dan sebagainya.

/1/ Kritik keagamaan dalam sajak “Nyanyian Angsa” dan “Kotbah” mengungkap ketidakpuasan Rendra terhadap para pastor yang dipandang bersikap otoriter. Selanjutnya, dalam sajak “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta” Rendra mengungkap kritik sosial yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, moral, ekonomi, dan politik. Masalah pelacur tidak berdiri sendiri, namun bersangkutpaut dengan sistem politik, ekonomi, dan moralitas masyarakat (Waluyo, 1991:236). Selain itu, penelitian yang dilakukan Waluyo (1991:166-177) terhadap sajak-sajak Rendra yang terkumpul dalam Potret Pembangunan dalam Puisi disimpulkan bahwa sajak-sajak Rendra menyuarakan (1) kritik terhadap dunia pendidikan, (2) kritik terhadap ketidakadilan, (3) kritik terhadap keadaan politik dan ekonomi, dan (4) kritik terhadap adanya dekadensi moral. Hal itu menunjukkan bahwa karya-karya Rendra sarat dengan kritik sosial. Kritik sosial yang diungkapkan dalam sajak juga tampak pada karya-karya Toto Sudarto Bachtiar dan

36

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Taufiq Ismail. Toto Sudarto Bachtiar daiam sajak “Gadis Peminta-minta” membicarakan tema kemanusiaan dengan maksud untuk menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan ingin meyakinkan pembaca bahwa manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. Taufiq Ismail dalam sajak “Kemis Pagi” misalnya, berusaha menyuarakan perjuangan keadilan yang terinjak-¬injak. Penyair mengutuk rezim Orde Lama yang dipandang telah menyelewengkan berbagai hal dan bersikap tamak, sehingga menyengsarakan rakyat. F. Rahardi, sastrawan periode 1970-1980-an (Waluyo, 1991:317) melalui kumpulan sajak Soempah WTS, Catatan Harian Sang Koruptor, Silsilah Garong, Tuyul, dan Migrasi Para Kampret menyuarakan kritik sosial terhadap dampak negatif pembangunan yang banyak menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti korupsi, pelacuran, kemiskinan, pengangguran, gelandangan, dan nasib yang kian tidak menentu dari orang-orang tergusur. Bahkan Waluyo (1991:318) menanggapi sajak “Catatan Harian Sang Koruptor” sebagai sajak yang bernadakan kritik sosial yang dengan lembut F. Rahardi mampu mendeskripsikan berbagai jenis korupsi yang mampu dihayatinya.


SOSIAL

DALAM SAJAK-SAJAK

DEFRI ANDI PITOPANG

/2/ Apakah kritik sosial itu? Pengertian “kritik” ialah ‘kecaman atau tanggapan’ (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988:466). Sedangkan pengertian “sosial” ialah `berkenaan dengan masyarakat’ (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988:855). Atas dasar pengertian tersebut, kritik sosial adalah suatu tanggapan (bisa berupa kecaman) terhadap sesuatu hal yang ada di masyarakat. Sesuatu yang dikritik atau yang dikecam itu bukanlah sesuatu yang baik, melainkan sesuatu yang kurang (tidak) baik, kepincangan, kebobrokan, sesuatu yang tidak berdasarkan norma-norma umum kemasayarakatan atau norma-norma lainnya. Kritik sosial merupakan ungkapan penilaian disertai uraian mengenai baik-buruk, benarsalah, atau menguntungkan-merugikan suatu keadaan atau kejadian yang menyentuh kepentingan masyarakat (Sumardjan dalam Zuraida dan Rizal, 1993:214). Kritik sosial terjadi manakala seseorang itu mengalami konfrontasi dengan realitas. Di dalam menghadapi realitas, kesadaran manusia dapat mengambil dua pilihan, yaitu menerima atau menolak. Menerima berarti setuju, memuja, atau bergembira. Menolak berarti prihatin terhadapnya, menyanggah, dan mengutuk. Hal yang terakhir itulah yang akhirnya memunculkan suatu respon atau tanggapan yang mengarah pada pemunculan kritik (Saini, 1986:2). Kritik sosial memiliki daya guna untuk mengantarkan nilai¬-nilai kemanusiaan di masyarakat. Oleh karena itu, pada setiap kritik sosial dapat disaksikan adanya berbagai macam argumentasi, tuntutan dan juga himbauan, yang kesemuanya tertuju pada sasaran esensial, yakni mencapai kondisi maksimal atau sempurna (Haesy,

1982:20). Kritik sosial terjadi dan berlangsung untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik, dari sesuatu kondisi tertentu yang telah dialami masyarakat. Berdasarkan pengertian kritik sosial di atas dalam kaitan dengan sastra maka kritik sosial dalam sastra diartikan sebagai suatu sorotan terhadap segala kepincangan, kebobrokan, ketidakadilan, dan semacamnya yang terjadi di masyarakat yang dituangkan pangarang dalam karya sastra. Oleh karena kritik sosial itu merupakan sesuatu yang disoroti maka kritik sosial sebagai sebuah moral secara dikhotomis dalam karya sastra termasuk dalam unsur isi, bukan bentuk (tipografi). Kritik sosial merupakan muatan karya sastra yang disarankan pengarang lewat cerita. Dengan demikian, kritik sosial merupakan muatan suatu karya sastra. /3/ Defri Andi Pitopang merupakan salah satu penyair muda Indonesia, yang mempublikasikan karyanya melalui media besar yakni facebook. Mencermati beberapa sajaknya yang dipublikasikan di wall maupun grup-grup sastra di jalur facebook, ada beberapa sajaknya yang bertemakan kritik sosial. Sajak ”Menunggu Janji” dengan rajutan diksi yang mudah dipahami, menyuarakan kekesalan warga (rakyat) atas janji-janji kandidat perwakilan partai. Pada era kampanya memang banyak cara yang dilakukan untuk mempersuasi masyarakat. agar tergiur untuk memilih sang orator dalam pesta demokrasi. Ironisnya masyarakat begitu mudah dipersuasi, dikelabuhi, dibohongi, dengan menghalalkan segala cara, demi kepentingan pribadi dan kendaraan politiknya. Ketika ”Pesta telah selesai” dan keingingan kandidat partai politik terkabulkan (bait 1), lagi-lagi rakyatlah yang harus menjadi korban kebohongan politikus. Selanjutnya, ketika kandidat politik benar-

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

37


K a j i a n

S a st ra

benar duduk di singgasana kursi empuk, ruangan sejuk, rapat terkantuk-katuk, maka ada dua pilihan, yakni (1) mengabdi kepada negara dengan jujur dan gaji tetap mujur, dan (2) pongah dalam keserakahan dengan konsep ”aji mumpung” (senyampang memegang jabatan) dengan harapan bisa menumpuk harta kekayaan secara instan, meski sebenarnya sadar, bahwa apa yang dilakukan bisa menjadikan tidak nyaman (tidak tenang), dan KPK siap menghadang serta menjebloskan ruang pesakitan (bait 2). Lalu, ketika kepongahan/keserakahan/kesemena-menaan telah membunuh nurani hingga ruang pesakitan, barulah mereka sadari: ”// Tak tampak lagi /kepongahanmu /Wajah duka jelas terlihat /Kesedihan tinggal mendalam /…//” (bait 3). Jika kita mengingat kembali petuah dari tetua kita, ada tiga hal yang senantiasa ”mengoyak nafsu manusia”, yakni harta, tahta, dan wanita. Pada sajak ”Menunggu Janji” persoalan kritik sosial berada pada koridor ’harta dan tahta’, yang membuat manusia sering lupa dengan harapan-harapan yang dijanjikan kepada ’wong cilik’, yang sebenarnya kondisi sosial-ekonomi mereka sangat memerlukan bantual moril dan materiil, guna mengubah nasib hidup mereka. Ketika dua persoalan tersebut menguasai nafsu-nafsu, tentu nafsu akan semakin mengikis nurani (kadar keimanan) dan tidak menutup kemungkinan akan terseret juga kepada pemikat yang ketiga yaitu ’wanita’. Kaum berduit sering memanfaatkan kelemahan wanita soal ’uang’, lalu banyak wanita yang terjebak menjual harga dirinya kepada lelaki yang tengah dimabuk asmara. Sajak ”Hukum Mati dan Miskinkan Koruptor” masih menyoal anggota dewan (wakil rakyat?) yang memiliki kekuatan penuh menyusun, merumuskan, merevisi undang-undang atau peraturan yang berlaku di negeri ini. Namun, dalam puisi ini, lebih dikerucutkan pada persoalan korupsi yang semakin menjadi di negeri ini, dan persoalan undang-undang Tipikor (tindak pidana korupsi). Sajak ini menyuarakan secercah harapan ’wong cilik’ terhadap beban berat wakil rakyat. Selain itu, pesan kritik sosial diarahkan pada persoalan ’moral’ atau ’mental’ wakil rakyat dalam mengemban amanah agar kokoh pendirian dan tetap berpayungkan nurani tanpa tergadai; tetap berada pada koridor kebenaran yang digariskan oleh peraturan Allah (Al-Quran, misalnya), dan peraturan yang berlaku di negara maupun masyarakat. Mari kita

38

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

menyetubuhkan diri secara intens pada keutuhan makna puisi berikut. HUKUM MATI DAN MISKINKAN KORUPTOR Di lidah dan pundakmu kutitip negri ini Bola panas ada di tanganmu Kaulah kuasanya wahai wakilku Kau miliki kewenangan mutlak Membahas, menyusun, menyetujui Rivisi pasal-pasal dalam undang-undang tipikor Hukum mati dan miskinkan koruptor Bola panas negri ada di tanganmu Apakah kau punya niat dan tekad Wujudkan negriku bebas Bersih korupsi Bersih kolusi Bersih nepotisme Atau sebaliknya Jangan kau tersandra Kepentingan koruptor Hingga tak punya nyali Membahas pasal dan undang-undang Atau mungkin kau bahagian Koruptor Hingga lakukan lawan selubung Dalih dan janji jangan jadikan alasan Biar rakyat tak mendesak Undang-undang tipikor Terkait hukum mati Miskinkan koruptor Wallahu alam bi sawab Padang, 18 April 2017

Korupsi di negeri ini seakan sudah menyerupa ‘pangkal batang pohon yang menjalar hingga akar serabut’. Korupsi, baik dalam skala kecil (pungli) maupun super besar (dalam menggerogoti uang negara yang bersumber dari pajak rakyat), telah menciderai dan bahkan menghancurkan tatanan adab ketimuran. Oleh sebab itu, dalam sajak tersebut menitipkan pesan moral agar pelaku korupsi diberikan hukuman yang sangat berat dan bila perlu


dihukum mati. Selanjutnya, kegelisahan anak-anak zaman disuarakan melalui sajak “Rintihan Anak Zaman”. Melalui sajak ini, Defriandi menyuarakan kritik social seiring dengan perubahan zaman, ‘wong cilik’ semakin menjerit dengan argumentasi bahwa zaman telah berubah dari era lama menuju era modern, namun derita rakyat semakin menyesakkan jiwa. Mari kita nikmati secara utuh sajak di bawah ini.

RINTIHAN ANAK ZAMAN Dari zaman ke zaman Era lama dan era baru Masih tiada perubahan Masih banyak duka Lihatlah kami presiden Rakyat menjerit harga naik Dulu tanam karet bisa makan nasi Sekarang tanam karet celana makin longgar Tanah pun makin sempit Kerinduan hanya bisa kami rasakan dari harapan Harapan yang hampir mati Berikanlah kehidupan kami seperti dulu Seindah bunga-bunga di musim panas Gurun telah dibakar Hutan pun dibabat Kami menjerit bukannya sakit Kami menitikkan air mata karena merindukan matahari Demi anak cucu nanti Dengarlah, oh, dengar rintih rakyat

cucuran keringat dan belum genap tengah bulan berjalan, uang yang diterima dari gaji pun telah habis. Pada bait terakhir sajak tersebut, Defri Andi juga menyuarakan kritik atas kesewenang-wenangan terhadap alam. Perhatikan kutipan serpihan sajak yang dimaksud: “//Gurun telah dibakar/ Hutan pun dibabat/Kami menjerit bukannya sakit/ Kami menitikkan air mata karena merindukan matahari/ Demi anak cucu nanti/ Dengarlah, oh, dengar rintih rakyat//”. Selanjutnya, melalui sajak “Nyanyian Anak Rimba”, Defri Andi Pitopang menyuarakan kritik sosial yang menyangkut hubungan manusia dengan alam (bumi). Tidak disadari oleh manusia bahwa kesewenang-wenangan manusia akan berdampak juga pada alam. Padahal alam disediakan oleh-Nya untuk kelangsungan hidup manusia juga. Kegetiran terhadap hal tersebut sebagaimana kutipan berikut: “//…/Masih saja kudengar diganggu/Tarian nyanyian tulus anak rimba /Lagu duka yang bersemayam/ Tak ada murninya udara kauhirup/ Sedangkan daun bersyair pada luhurnya/Di mana angkara menodai bumi /Walau sungai masih mengalir rindu /Kutegak di samping ikan ikan yang getir /Walau mendekap alam yang resah /Pada tangis abad alam yang lalu /…//”. Di dalam kehidupan, manusia tidak dapat melepaskan diri dalam hubungan dengan alam. Oleh karena itu, manusia memiliki

Padang, 4 Maret 2017

Melalui sajak tersebut, kegetiran dalam menjalani hidup begitu pekat, nyinyir, bagai luka tersayat-sayat, dan sangat mendambakan kembalinya harga-harga murah (sebagaimana yang terjadi di era Orde Baru). Kita rasakan sekarang ini bahwa hidup semakin sulit, nilai rupiah semakin tidak berarti, gaji-gaji dalam tataran pekerjaan yang bisa dilakukan ’wong cilik’, tidak sebanding dengan

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

39


K a j i a n

S a st ra

tanggung jawab terhadap lingkungan alam. Wujud tanggung jawab itu, manusia dituntut untuk memenuhi kewajiban atau pengorbanan di dalam melestarikan lingkungan hidup yang baik, teratur, dan sehat (Muhammad, 1987:99). Dengan begitu diharapkan manusia bisa memecahkan masalah lingkungan hidup yang berpengaruh pada nilai kemanusiaan. Misalnya kesadaran mengatasi masalah sampah, saluran pembuangan air, pemeliharaan hutan lindung dan suaka alam. Hubungan manusia dengan alam harus didasarkan pada rasa suka, senang, sayang terhadap lingkungan alam. Dengan rasa yang demikian itu terhadap alam, timbul kehendak untuk menata, memelihara, dan menjaga lingkungan alam, sehingga dapat tercipta keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya (Muhammad, 1987:30). Lebih lanjut dijelaskan Muhammad, bila manusia menaruh rasa senang atau sayang kepada lingkungan alam, maka manusia menjadikan tanahnya sebagai kebun, tanah gundul direboisasikan, tidak membabat hutan seenaknya, burungburung dibiarkan tetap hidup di pohon-pohon, hewan liar tidak diganggu, gedung-gedung terawat bersih, bendabenda bersejarah terpelihara baik, sungai dan laut tiak tercemar oleh limbah, dan sebagainya.

http://anaktujuhsembilan.blogspot.com

Lingkungan alam diberikan kepada manusia sebagai lapangan kerja, agar diubah menjadi kediamannya. Itu berarti bahwa lingkungan alam harus dipakai olehnya sesuai dengan tujuan itu. Pemakaian yang tidak bertanggung jawab, tidak bersifat membangun melainkan menghancurkan menurut Veeger dkk, (1992:36) merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Pembuangan limbah seenaknya, peperangan yang

40

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

menggunakan persenjataan berat seperti bom/nuklir, penebangan hutan seenaknya, dan sebagainya pada hakikatnya merupakan perilaku manusia yang berdampak pada kerusakan lingkungan alam.

/4/ Persoalan ketimpangan/problem sosial selalu hadir dalam kehidupan manusia meskipun zaman selalu berubah. Berbagai macam persoalan tersebut menjadi sumber imajinasi, yang tidak akan habis digali untuk penulisan karya sastra (termasuk puisi). Artinya, karya sastra dalam konteks dinamika perubahan zaman dengan segala ‘tetekbengek’ polah-tingkah manusia, tentu akan selalu hadir di tengah-tengah kita sebagai saksi perubahan zaman. Sumber Rujukan Haesy, N. Syamsuddin Ch. 1982. Kritik Sosial dalam Sastra dan Seni Modern di Indonesia. Majalah Mahasiswa, 31 (VI): 20 - 26. Jakarta: Direktorat Kemahasiswaan, Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Muhammad, Abdulkadir. 1987. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Fajar Agung. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1983. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Saini, K.M., 1988. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung: Angkasa. Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Verger, K.J. dkk. 1992. Ilmu Budaya Dasar, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik dan Gramedia Pustaka Utama. Zuraida, Desiree and Rizal, Zufrina. 1993. Masyarakat dan Manusia dalam Pembangunan: Pokok-pokok Pikiran Selo Soemardjan. Jakarta: Sinar Harapan.


https:myartspaces.com

Siap Menjadi Mitra Penerbitan Buku-buku Anda

Jl. Jambangan Indah I Kav, 25 Surabaya 60232

PT BUKIT BARIS KERTORAHARJO

Contact: 0878 5009 6750 0812 2000 5488

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

41


S e ca ngki r

K o pi

MENYERUPUT PUISI IKHA DJINGGA Oleh Kek Atek Malam Sebilah Pedang Ikha Djingga Malam menghunus tajam Bayangan merupa kelam Memeluk musim kian suram Adakah daku, dikau Menjadi sekedar sengau Di tengah pancaroba yang mengigau Oh, Malam sebilah pedang Bulan memerah meradang Peradaban kian gersang Batam, 120119 22:52 --/Malam Sebilah Pedang/ Puisi besutan Ikha Djingga berhasil menyampaikan sisi paradoks yang boleh jadi merupakan rangkaian Pengamatan berbalut rasa dan fikir Penulis. Mari kita kuliti dan seruput permukaannya saja. /Malam menghunus tajam Bayangan merupa kelam Memeluk musim kian suram/ Paragraf pertama puisi di atas menorehkan Pembuka yang mengandung intisari masalah, tujuan dan metode sang penyair dalam mengungkapkan realita di sekitarnya. Malam dijadikan sebagai sumber masalah bagaikan pedang terhunus yang siap sedia me-

42

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

nebas semua penghuni malam. Ternyata oleh Penyair, permasalahan ini akan diselesaikan melalui metode penyatuan dengan malam, sampai sampai bayangan pun hilang, menjadi kelam, mungkin tersebab tak ada sumber cahaya sebagai penghasil bayangan. Dan musim pun dipeluk sebagai tujuan dari penyelesaian masalah. Benarkah hipotesa itu, mari kita nikmati paragraf ke dua sebagai Pembahasan atas data yang telah disampaikan oleh Penyair. Siapa tahu di paragraf ini bisa menjawab pertanyaan di atas. /Adakah daku, dikau Menjadi sekedar sengau Di tengah pancaroba yang mengigau/ Pada paragraf ke dua, Sepertinya Penyair Ikha Djingga menyajikan bahasan yang sedikit ada aroma paradoks melalui gaya bertutur dalam bentuk bertanya: /Adakah/ Di sinilah kekuatan dari puisi ini. Sebab ada istilah Pertanyaan adalah jawaban. Sejatinya Penyair tidak menginginkan bahwa di musim pancaroba, semisal dalam suasana musim Pemilu serentak, di tahun Politik seperti saat ini, atau musim menjelang perubahan apa pun itu, hanya sekedar menjadi sengau sengau saja. Justru kudu bisa mengambil peran, misalnya menjadi pemotret keadaan dalam bentuk menulis Puisi tentang situasi tersebut. Ohya, bagaimana dengan Paragraf berikutnya


/Oh, Malam sebilah pedang Bulan memerah meradang Peradaban kian gersang/ Pada paragraf ke tiga bisa terpotret adanya konklusi yang memperkuat aroma paradoks. Bait ke tiga ini adalah jawaban dari kegelisahan Penyair yg diungkapkan di Paragraf pertama. Bagaimana tidak paradoks, mari dibaca pelan pelan saja agar aroma paradoksnya terasa di dada. /Malam sebilah pedang/ disimpulkan sebagai /Bulan memerah meradang/ /Peradaban kian gersang/ Pada umumnya jika /Bulan memerah meradang/ pastilah peradaban tidak Gersang, tetapi justru malah subur. Misalnya dengan adanya Bulan merah meradang pada saat Gerhana bulan penuh dengan Gejala Blood moon yang diperkirakan akan terjadi tanggal 21 bulan Januari 2019 ini. Pastilah fenomena Blood moon tersebut akan membuat peradaban menjadi bertambah subur: Peneliti sibuk mempersiapkan peralatan pengamatan, Pelancong sibuk merencanakan perjalanan menuju lokasi terindah dari mana blood moon bisa dinikmati, Juru foto pun berupaya siap siap mencari lokasi tereksotik dimana sudut kamera dijepretkan. Even organiser juga mulai siap siap bikin acara menyambut datangnya fenomena Blood moon.

Jangan jangan Para Penyair juga sudah mulai mengumpulkan bahan inspirasi. Ternyata oleh Penyair Ikha Djingga : kemeriahan fenomena Blood moon tidak dipandang bisa menyuburkan peradaban, tetapi justru menjadi /Peradaban kian gersang/. Kemungkinan Penyair bertitik tolak pada realita di sekitarnya sebagai acuan, bahwa di musim Pancaroba masih banyak diantara kita yang hanya menjadi sengau sengau saja, bukan sebagai pengambil peran yang bisa memanfaatkan Pedang Malam untuk kegiatan yang lebih bermanfaat. Jangan jangan akan datangnya Bulan merah meradang fenomena Blood moon pun tidak menjadi perhatian yang menarik. Wallohu a’lam. SELAMAT Pada Penyair Ikha Djingga. Teruslah berkarya. Saran: Data sudah terungkap, opini pun sudah. Tinggal memasukkan diksi diksi kekinian. hm... ---

Penulis Kek Atek Rumpin, 13 Januari 2019

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

43


HTi od kd oe hn

WS RENDRA

SANG PROKLAMATOR BERPIKIR MERDEKA Oleh Eki Thadan Karya WS Rendra akan terus hidup abadi, karena setiap karya yang dilahirkan akan mengikuti perkembangan jaman yang akan datang.

Empat bulan sebelum wafat 6 Agustus 2009, penulis mewawancarainya.

44

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


R

endra, seniman besar itu terlahir 7 November 1935 sebagai Willibrordus Surendra Broto Rendra. Ayah dan ibunya keturunan ningrat. Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo, seorang guru di Yayasan Kanisius di kota Solo. Sejak TK hingga SMA, Rendra bukan anak yang bisa tahan lama berdiam diri dan patuh tanpa membantah. Sejak masih bocah, Rendra memang seorang pemberontak. Dia menemukan pelepasan dan kebebasan dalam teater. Kata D.S. Moeljono, sobat masa kecilnya menuturkan, dikutip majalah Tempo, Maret 1971. Seorang pemberontak tak bisa ‘ditertibkan’, Rendra terus membangkang. Namun pada ibunya, Raden Ayu Catharina Ismadillah, Rendra menemukan orang yang sepenuh hati mendukungnya. Kasih sayang sang ibu yang terus dia kenang seperti dia tuangkan dalam puisinya, Balada Orang-orang Tercinta. Di tahun 1967 ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Melalui Bengkel Teater itu, melahirkan banyak seniman antara lain Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi

Kurdi, dan lain-lain. Ketika kelompok teaternya kocarkacir karena tekanan politik, ia memindahkan Bengkel Teater di Depok, Oktober 1985. Sejak tahun 1977 ketika ia sedang menyelesaikan film garapan Sjumanjaya, Yang Muda Yang Bercinta ia dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilan di muka publik dilarang. Walaupun dilarang, WS Rendra sebagai dramawan, penyair, pemain teater, sastrawan, budayawan sudah melahirkan banyak karya yang memotret nilai-nilai budaya, sosial, hukum, politik dan berbagai peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat di sekitarnya, setiap syair yang ditulis membuat penguasa saat itu ‘kebakaran jenggot’. Rezim Orde Baru bersusah payah mengengkang ilham yang diperoleh dari penglihatan, perenungan spiritual yang dirasakannya. “Rendra tidak mau tunduk patuh dengan kekuasan yang membelenggunya, baginya budaya itu seharusnya hidup dan berakar dari masyarakat untuk membentuk karakter bangsa, dan itu tidak boleh dibatasi,” kata Aristides

Katoppo, wartawan senior harian “Sinar Harapan. Karakter bangsa yang kuat, independen dan mandiri sangat langka di negeri yang berpenduduk 265 Juta jiwa, WS Renda salah satunya. Apa yang sudah ditulis oleh Rendra saat ini, mungkin tidak berarti apa-apa, tetapi kelak, bisa jadi WS Rendra mendapat gelar PAHLAWAN, sebagaimana RA Kartini menulis surat kepada sahabatnya di Belanda, setelah dibukukan berjudul “Hebis Gelap Terbitlah Terang” menginspirasi kaum wanita menuntut emansipasi dan kesetaraan gender. Karya WS Rendra akan terus hidup abadi, karena setiap karya yang dilahirkan akan mengikuti perkembangan jaman yang akan datang, perkembangan yang membelenggu dari kebutuan perubahan peradaban jaman. Sebagaimana SOEKARNO terkerangkeng dalam penjara dalam menyampaikan kemerdekaan negeri ini, dan mungkin saja, pada masanya WS RENDRA menjadi sang proklamator kemerdekaan berpikir merdeka, independen dan mandiri dalam berkarya yang berbudaya.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

45


Bud a ya

D a e ra h

MENGENANG Oleh Edi Kuswantono

“TONGKAT

Tepat dini hari, cahaya syahdu bulan purnama begitu cemerlang, menyaput wajah bumi, awan putih berarak menghias langit. Tak terkecuali angin pun mengelus lembut ke sekujur tubuh. Dingin menembus keheningan malam.

H

idup ini hanya sehari. Siapa yang tidak menghadap sang rembulan, ia tidak akan mengetahui keadaan cahaya dirinya. Yang ditemui hanya bayangan gelap, lupa tentang hal ihwal diri sendiri dan dunia ini menjadi mendung menutupi kecemerlangannya. Oleh karena itu rebahkan hati pada malam purnama, agar berseri esok pagi. Panorama saat purnama tiba di bukit pasir keemasan pantai utara Pulau Madura, sebagian warga desa bersama keluarga dan sanak kadang menumpahkan keluh kesah setelah perjalanannya di siang hari, mengurai serat jiwa yang sedang kusut, oleh sebab kenangan yang lalu. Di atas hamparan pasir itu pula anak-anak yang tumbuh menjadi generasi hari ini, bersenda gurau tertawa lepas tanpa dosa. Kami pun para pemuda-pemudi duduk bersama saling melempar senyum keindahan, bercengkerama mencari tahu bagaimana keadaan nasib akan datang yang bakal ditemuinya. Tiba-tiba salah satu di antara pemudapemudi berdiri sambil mengangkat tangan,

46

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

dengan wajah tengadah menatap purnama, lalu berteriak lantang, bagaikan sastrawan seniornya ABDUL HADI WM. yang sedang membaca puisi.

Oh.... Sang Rembulan....! Engkau adalah wakil Tuhan Catatkan NIAT kami kedepan Dukung kami mencari bekal Demi kehidupan masa depan Kami tahu sketsa wejangan Tentang konsep “agaik bintang gaggar bulan” (menggait bintang jatuh rembulan) Dari perwujudan “pagaikna janor koning” (penggaitnya janur kuning). Sebagai sikap yang tetap kami pegang Sekalipun nasib belum bisa kami tebak Namun hidup selalu “abantal ombak” (berbantal ombak) Istirah pun senantiasa “asapok angin”, (berselimut angin) Begitulah hidup kongkrit “salanjangnga”(selamanya) Aku yang dungu tidak tinggal diam


MAN JUWA� Kusaksikan kata ada di dalam Tidak sanggup untuk diutarakan Menyangkut visi pengalaman

Sesungguhnya kita semua tiada perbedaan Seluruh mahluk tercipta tiada kekuatan Hanya bagi pencapai intelektual kemurnian Akan mampu merangkum semua perbedaan Kemuliaan derajat bukan kata-kata Takwa bukan sekedar berbicara Tetapi buat diri kita agar bisa menyelam Supaya nyata jiwa menyatu dengan alam Kau tidak patut mempersoalkan hal yang lalu Sebab tiap diri hidup berjalan terus berlalu Menjunjung tinggi atas akal insani utuh Bukanlah insan sombong diri dan angkuh

Wahai saudaraku ....! Kau adalah cikal bakal citra Ambunten Bangunlah kepribadianmu dengan kemandirian Malulah terhadap keadaan diri kesepian Karena Tuhan pun hidup dalam kesendirian Tak lama kemudian tepuk tangan riuh mengiringi serpihan sajak-sajaknya, bagai butiran pasir tertiup angin membumbung tinggi, lalu menyatu terciptalah gundukan di sepanjang pantai tempat meramu seluruh kasih sayang. Malam makin larut, angin dingin menyusup dari ujung kaki hingga keujung rambut, tak kuasa sang purnama pun merunduk bersujud. Keadaan mereka terasa puas menghibur diri. Satu persatu mulai bergegas untuk kembali pulang kepangkuan sang malam. Perjalanan purnama ini merupakan pengalaman sebagai bahan renungan masa pencarian jati diri.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

47


Bud a ya

dae rah

Pagi telah membuka kelopak mata. Hidup telah mengetuk pintu kehidupan. Deru dan asap mesin auto mengepul, namun sebagian merasakan betapa sesaknya nafas kehidupan ini. Keadaan menjadi gaduh, tidak terpikirkan, seberapa banyak telah mencemari, demi ketukan nada kehidupan setiap harinya? Begitulah sebuah keyakinan hati untuk tetap semangat berkarya, selagi bisa hendaknya memberikan sesuatu terbaik kepada siapa saja. Mengenang ketukan “tongkat man Juwa” adalah irama detak nadi dzikir batinnya, merupakan tumpuhan kekuatan hidup dalam keadaan kekurangan dan kelemahan. Sedikit pun ia tidak pernah mengeluhkan keadaan dirinya. Hidup dan kehidupannya selalu tawakkal kepada Sang Maha Kuasa. Namun dari bilik hatinya paling dalam ia berseru bahwa: “nasib baik bukanlah di dunia ini, dunia jelas nyata tidak kekal dan gelap seperti keadaan dirinya, tetapi siapa yang mempunyai keyakinan bakal terbit terang kelak di akhirat”. Sebagaimana “tongkat Nabi Musa” Allah telah memerintahkan: “Lemparkan tongkatmu hai Musa!”. Artinya, segala tumpuan kekuatan selain dari Allah segera dilemparkan atau dibuang. Kedua hal ini, kiranya patut kita renungkan, serta kilas balik terhadap perjalanan kita selama ini. “Seberapa teguh keyakinan kita kepada Allah, terhadap gejolak hidup dan kehidupan ini?” Lintasan tongkat hidup “man Juwa” telah memberikan motivasi semangat bagi generasi. Beliau telah memperlihatkan ketekunan tentang kepastian mencapai “tujuan” dan selalu tepat sasaran, “keinginan” atau “kehendak” mencapai tujuan menjadi tekat dan harapan cita-citanya, serta “kekuatan” dan “keteguhannya” telah dibuktikan setiap hari, dalam melaksanakan kewajibannya. Itulah tiga unsur “NIAT” yang menjadikan kekuatan hidupnya, tidak perduli turun hujan maupun terik matahari siang.

48

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Oh,Tuhanku Allah Robbul Alamin, berikanlah beliau tempat sejahtera di sisi-Mu. Aaamiiin! Kini tibalah giliran keadaan kita, sebesar apakah manfaat dan tekad dalam menjalani hidup dan kehidupan ini? Ya! Dari masing-masing diri kita, seharusnya terus-menerus mengevaluasi apa saja pada masa lampau, dan pada masa kita ini hendaknya mengoptimalkan kesempatan. Sesungguhnya tidak ada waktu untuk bermain bagi setiap generasi, konsep masa adalah untuk mendidik pribadi “beribadah/beraktivitas” dalam suasananya yang membahagiakan. Telah lama kita didoktrin bahwa masa anak-anak adalah masa bermain-main. Doktrin inilah yang mengarah kepada jalan melemahkan “akidah/keyakinan” generasi menjadi rapuh dan mudah patah, sehingga dalam masanya kini terjebak pada kondisi kerugian. Kita tidak bisa menyalahkan juru penerang membawa lentera pengetahuan seadanya, dan sudah saatnya bagi kita berpikir lebih aktif, demi kebaikan generasi berikutnya.

Firman Allah “Demi masa” tidak bisa dimaknai sebagai sumpah Allah, tetapi lebih kepada “masanya di mana kita berada”. Kesempatan adanya pergantian siang dan malam tidak boleh disiasiakan. Perjalanannya ada suri tauladan yang bisa kita ambil agar tidak dalam keadaan kerugian. Banyak seruan Allah terhadap keadaan “waktu” ini, karena di dalamnya banyak ayat-ayat agung memberikan manfaat bagi hidup dan kehidupan


cahayanya, kecuali yang angkuh tidak mau kebersamaan, berlindung di balik gedung dan jubah kebesarannya. Ingatlah bahwa Allah memanggil kita adalah: “barang siapa yang bertakwa, bukan barang siapa yang Alim atau keturunan ini dan itu”. Memang beriman itu tidak mudah, perjalanannya sungguh sulit, tempatnya jauh dan licin berliku-liku, kecuali bagi mereka yang mau mencari dan menemukan jalan rahasianya yang bisa melipat jarak.

kita. Sesungguhnya inilah harta paling berharga, oleh karenanya kita tidak boleh lengah ikut orang tertipu terhadap nikmatnya masa, karena hal itu merupakan masa mencari bekal masa depan (akhirat). Apalagi terhadap masa anak-anak kita adalah pencarian bekal masa depannya, bukan untuk masa bermain, tetapi masanya berpendidikan ilmu pengetahuan. Karena Rasulullah pun bersabda “menuntut ilmu wajib dari sejak lahir hingga ke liang lahat”, dan tidak satu pun dasar menyatakan bahwa anak-anak adalah masa bermain, kecuali salah kaprah. Cara efektif memperbaiki generasi, hanya menyiasati mengubah cara kita berkomunikasi dan mengoptimalkan suasana waktu atau masa dalam bersilaturrahmi, antara orang tua dan anak muda. Sudah tidak zamannya lagi kita mempertahankan keangkuhan, merasa lebih dari yang lainnya. Sudah tidak ada zamannya lagi kita merasa lebih alim, pintar, kaya, keturunan ini dan itu, tetapi lengah terhadap generasinya sendiri. Marilah kita lihat bersama sama ketika sang purnama hadir. Semua kebagian limpahan

Rasa keimanan diibaratkan seperti ketukan tongkat “man Juwa”, memberikan inspirasi irama nada keimanan yang teguh, mengetuk hati untuk melaksanakan kewajiban berbuat baik kepada siapa saja. Beramal soleh merupakan batu loncatan untuk saling berbagi, saling mengingatkan, serta saling mengisi kebenaran. Keteguhan jiwa “man Juwa”, dapat menjadi suri tauladan bagi kita agar tetap bersabar, sebab sabar adalah tempat paling mulia menjadi kekasih “Tuhan”. Hari-hari seperti biasanya “man Juwa” menelusuri jalan setapak. Tak peduli langit menjatuhkan terang atau menenggelamkannya. Entahlah semua hanya merupakan guratan untuk mendukung gairah kehidupan. Sekali lagi ini hanya sebuah guratan. Goresan dari setiap diri kita yang hidup, karena setiap diri kita ada peran yang harus dijalankan, antara tua dan muda, lelaki dan wanita, melihat dan tidak melihat keadaan dunia. Tanpa terasa langkah “man Juwa” saat itu telah sampai di pojok simpang tiga jalan Desa Ambunten, suasananya tidak seperti hari-hari biasa, hingar-bingar dan lalu-lalang kendaraan para pengunjung kerapan sapi terhambat oleh musik “Saronen” (musik pengiring sapi karapan). Hari ini adalah hari minggu event “kerapan Sapi”, banyak orang bergerombol, termasuk pemuda dan pemudi sedang

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

49


Bud a ya

dae rah

berbincang-bincang, bersenda gurau seadanya. Saat “Man Juwa” melintas, terdengar satu kata yang mengiang keras di dalam kendang telinganya. Gema suara itu berasal dari debat kusir para pemuda dan pemudi desa yang bergerombol di pinggir jalan. Salah satu di antara mereka dengan lantang berbicara keras, “tahukah kalian apa ‘CERMIN DIRI’ itu?” Mendengar kata itulah beliau menghentikan langkahnya, terdiam berdiri di tepi jalan persis di depan anak muda berkumpul, mencoba berfikir keras atas gejolak yang mempengaruhi langkahnya, dan dari dalam benaknya terbesit bahwa “diri siapa yang tidak bisa membinasakan dirinya saat bercermin?” Lalu kepada diri sendiri ia bertanya tanya, “adakah

50

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia yang tidak dibina oleh agama sebagai alur cerminan diri sebelumnya?” Seharusnya apa yang dilihat sekarang ini tentu ada juga sebelumnya, sedangkan apa yang sebelumnya diterima seharusnya diterima pula pada masa sekarang. Perasaannya menjadi kacau dan gundah, melanjutkan aktivitas sehari-hari atau keadaan ini dibiarkan berlalu, dengan berpikir adanya beban moral terhadap generasi, “aku harus mengatakan yang seharusnya dikatakan”. Meskipun tidak dapat melihat, akan tetapi masih ada penglihatan yang menyatu dengan pendengarannya yang bisa menjadi media simpati dan empati menyampaikan kewajiban berbuat baik demi kecemerlangan generasi.

http://jadiberita.com


Kemudian ia, “Wahai anak muda! Dapatkah kalian memberiku tempat untuk bergabung saling berpaut kata?” “WALIDA USRI”, Bunga desa di zaman itu tanpa banyak fikir menghampiri sambil berkata, “yatore Man Juwa” (Mari silahkan Paman Juwa). Dari ujung bibirnya ia nampak tersenyum bahagia, sambil berucap “Mator sakalangkong Din Ida” (Terima kasih Jeng Ida), serta merta ia membalasnya. Iapun duduk tertunduk hendak menyembunyikan kekurangannya. Tak lama kemudian sambil bergayut pada tongkatnya “ya..., kalian adalah pemuda-pemudi yang sedang giat-giatnya mencari ilmu pengetahuan”. Sejenak kesunyian turun meliputi keadaan, menghentikan pembicaraan anak muda desa.

Ia melanjutkan kata-katanya, bahwa “kadangkala kesedihan kenangan memburamkan cermin diri, dan menyekat ruang dada begitu menyesakkan. Namun bukan berarti memahami lantunan nada kehidupan di masa kini tidak bisa diartikan semua merupakan nyanyianmu, tidak anak muda...! Itu hanya titipan, pinjaman agar kehidupan muncul bersama hembusan angin yang gemeriang, bersama gemericik air saat menimpa bebatuan. Aku yang tidak dapat melihat dunia ini, tak kuduga-duga diri ini mengukur kerinduan hanya dengan lantunan nada tongkat, sedangkan kalian semua yang berpengetahuan mencoba menjelma menjadi wujud syair kerinduan, yang disenandungkan lewat hasrat keindahan, sedangkan cinta kasih kadang kala menjadi korban kebinalannya”. Oh... anak muda...! “Aku memang tidak punya jendela melihat dunia, namun kalian semua bukalah mata saat kehidupan digelar. Lihatlah gambar dirimu, di mana saja, sebab kasih sayang yang menanggung beban rindu, ruang lingkupnya begitu luas, waktunya juga begitu panjang, serta menguras banyak tenaga. Bagi diriku ini hanya bisa merasakan dan ternganga melihat ketakjuban, berani mati saat terpana pada kenyataan, tidak ada syarat rahasia apapun untuk bicara keagamaan, tidak ada ruang tertutup untuk mengartikan ‘kehidupan’, sesungguhnya adalah satu adanya dari makna istilah ‘keagamaan’, dan inilah yang membimbing untuk melesatkan anak panah hidup ini, dan tidak menghalangi keinginan pribadi untuk mengikuti anak panah yang menyimpang dari tujuannya”. Keheningan menyelinap sejenak, kemudian di antara anak muda dengan tenang menyampaikan keingintahuannya tentang hidup ini. (BERSAMBUNG EDISI MENDATANG)

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

51


Pergulatan

PENYAIR

DALAM KEHIDUPAN Oleh Eko Windarto

Sebagai penyair menulis adalah cara mengekspresikan gagasan untuk melawan sesuatu atau menjaga akumulasi kreativitas pikiran.

P

andangan-pandangan seorang penyair mempunyai implikasi yang tidak sederhana apa adanya. Sebab, bagi saya sebagai seorang penyair, menulis adalah motivator untuk mengungkap misteri implementasi kehidupan sekeliling. Bahkan menulis

52

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


bisa merasakan hidup lebih dari satu kali. Oleh karenanya menulis puisi adalah gairah estetik yang sangat indah dalam memasuki alam bawah sadar kehidupan. Kehidupan itu sendiri adalah sastra. Punya nilai intrisik yang imanen dalam metafisik. Saya sebagai the author tidak hadir dalam kebenaran tunggal. Sebab penulis tak bisa diam. Selalu berubah rubah rupa dalam penafsiran yang kontekstual. Maka dari itu seorang penyair atau penulis butuh literasi memadai, agar ia bisa jadi petani, gelandangan, tukang pijat, filosof, politikus, piskholog, sosiolog, atau pun pengembara metafisika. Yang paling berat bagi penyair dan penulis adalah melawan keikhlasan dan kesabarannya sendiri. Di mana pun penyair berada juga mempunyai keinginan yang sama dengan penyair lainnya. Sebagai manusia, semua penyair mempunyai ide-ide, gagasan, hasrat, pesan-pesan untuk menyampaikan kepada masyarakat dan bangsanya. Dalam interaksi dengan berbagai kalangan masyarakat maupun lingkungan masyarakat luas termasuk interaksi antara dunia dalam dirinya atau di luar dirinya. Penyair banyak menangkap momentum peristiwa dalam pengembaraan. Hal-hal yang ditangkap kadang merupakan kesan menyenangkan, kadang-

kadang juga merupakan problema yang harus direspon, atau pengalaman batiniah yang harus dan perlu disimak isinya. Hanya dengan bahasa dan kata-kata penyair bisa mengutarakan apa-apa yang ditangkap melalui puisi. Dengan bahasa pula penyair bisa menangkap maksud dan perasaan orang lain. Dengan bahasa pula penyair dapat mengutarakan pendapatnya, keterlibatannya serta keterharuannya terhadap sesuatu kepada masyarakat, karena seorang penyair bisa berdoa dengan kata-kata. Karena itu bagaimanapun seorang penyair harus menguasai tata bahasa secara baik, sebab jika tidak, ia akan mengalami kesulitan menerjemahkan penghayatannya atau pengalamannya setepat mungkin melalui kata-kata untuk mencapai maksud yang sebenarnya. Hal ini sesuai benar dengan fungsi bahasa. Mood seorang penyair terkadang berada dalam kegelisahan yang memantiknya untuk berbuat sesuatu atau melentingkan sebuah karya puisi yg menyita perhatian laku itu sendiri. Daya ingat seorang penyair adalah seberapa jauh ia membaca literasi, seberapa jauh membuka ruang dalam hatinya. Dari situlah seorang penyair akan terlihat seberapa jauh melibatkan diri dalam kehidupan dan literasi. Sebagai penyair sangatlah aneh bila hanya bisa menulis

puisi saja. Sebab penyair sekarang dihadapkan pada zaman globalisasi yang begitu cepat menggiring kita pada situasi tidak menentu dan kadang sulit disimpulkan. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia biasa atawa penyair dituntut mencontoh keteladanan Nabi Muhamad SAW. Yang mana Nabi Muhamad SAW adalah seorang nabi yang makrifat, dan bisa mi’rod. Kita sebagai umat Nabi Muhamad SAW harusnya bisa makrifat dalam melihat sesuatu di sekeliling kita untuk diangkat menjadi sebuah tulisan. Begitu kita harusnya juga bisa mi’rod seperti Kanjeng Nabi Muhamah SAW. tinggal bagaimana kita bisa mengasah keilmuan untuk mencapai isro’ sebelum sampai mencapai mi’rod dalam beribadah atawa menulis. Maka dari itu penyair butuh ruang yang luas dan hati pikiran yang lebar, demi mempertanggungjawabkan sebagai mahkluk Allah. Ya, paling tidak bertanggung jawab pada diri sendiri. Saya menulis seperti ini tak luput dari getaran hati nurani, hingga tak bisa kubendung air mata. Itulah sekelumit narasi saya sebagai manusia biasa yang dipilih Allah menjadi seorang penyair yang masih butuh banyak belajar dari sampean semua. Khususnya belajar dari ketidaktahuan saya dalam laku sinetron duniawi ini.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

53


Ce r i ta

Pe n de k

PELANGI

Ilustrasi Aulia Sartika Purwanti

Cerpen Ikha Djingga

54

•

Vol 1. No. 1 /No. JAN-FEB 1 / FEB-MARET / 2019 / 2019


UNTUK NILUH

“N

ara...Nara....tunggu!” Teriak Niluh, “ayoo cepat lari Niluh” sahut Nara. “Cepat nanti keburu hilang pelanginya, ayo...” kata Nara sambil terus berlari mengejar pelangi di atas bukit Renjana. “Aduuuh....” tiba-tiba Niluh mengaduh, Nara berhenti lalu menoleh ke belakang dilihatnya Niluh tersungkur di atas belukar berduri, segera Nara berlari turun dan menolong sahabatnya itu. Akhirnya sampai juga mereka di atas bukit Renjana meski berjalan tertatih-tatih, “sudah jangan nangis ya, lihat pelangi itu masih ada, kita masih bisa melukisnya” bujuk Nara kepada Niluh yang dari tadi masih terisak. Nara paling suka melihat pelangi di atas bukit Renjana, di bawahnya terhampar pantai Kintamani, sungguh sangat indah. Bukit Renjana memang tempat favorit Nara dan Niluh, mereka sering menghabiskan waktu liburan atau sore hari untuk hanya sekedar duduk-duduk dan bercanda, terkadang sambil mengerjakan tugas sekolah. Terlebih bila ada pelangi seperti saat ini. “Niluh jika aku besar nanti aku ingin pergi ke Palestina, aku ingin jadi wartawan juga relawan, aku ingin berada disana merasakan duka mereka, aku ingin menghibur juga menguatkan mereka, akan kukatakan kepada mereka perkataanmu tentang betapa indahnya perbedaan, dan pastinya aku sangat ingin Abi tersenyum melihatku meneruskan perjuangannya”, Niluh memeluk sahabatnya itu erat lalu katanya “Sang Hyang Widhi pasti mengabulkan permintaanmu, mari kita lukis pelangi itu dan kita tuliskan permintaan kita lalu kita kubur di bawah pohon beringin itu, dan 10 tahun kemudian kita gali bersama” Semua kenangan itu masih terasa seperti kemarin saja, mata Nara berkaca-kaca akhirnya ia tak mampu menahan isaknya...

*10 Tahun yang lalu Tiba-tiba semua gelap sangat gelap, Nara bingung tangannya mulai meraba-raba, badannya terasa berat, kepalanya sangat pusing, Nara mulai takut, aku di mana kenapa semua jadi begini, “Ya Allah...kenapa ini!” Isak Nara. “Sayang, kamu sudah sadar?” “Umiiii!!” teriak Nara, “Umi, Nara ada di mana kenapa semua gelap Umi” tanya Nara semakin histeris. “Sabar ya sayang...sabaaar istighfar, anak Umi kuat kog” peluk Umi sambil terisak, Nara semakin bingung, “Umi, cepat katakan ada apa denganku mi!!” Desak Nara lagi, “kamu buta sayang” jawab Umi semakin kencang menangis, Nara tidak percaya dengan apa yang di dengarnya semua semakin gelap...dan gelap, hanya terdengar suara Umi histeris, “Nara...Nara!!” Lalu Nara tak sadarkan diri. Keesokan hari dokter menemui Nara dan Uminya, “selamat Bu, anda tidak perlu menunggu lamalama pendonor mata buat putri Ibu, ada yang mau mendonorkan matanya untuk Nara” sambut dokter mengucapkan selamat kepada Umi, “Nara, siap-siap untuk segera operasi ya” lanjut dokter itu lagi. Pecah tangis Nara, ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, ia langsung memeluk Umi dan sama-sama menangis bahagia. Akhirnya Nara kembali berada di dalam kamarnya, setelah sembilan hari berada di rumah sakit semenjak terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut mata Nara, kini ia bisa melihat lagi, Nara mencium semua boneka-boneka yang ada di kamarnya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan. Tiba-tiba Nara teringat sesuatu, segera ia berlari menemui Uminya, “Umi, Nara mau kerumah Niluh ya, mau tanya kenapa dia gak jengukin aku di rumah sakit” pamit Nara setengah berlari tanpa hiraukan lagi teriakan Umi, “tunggu Nara!”

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

55


Ce r i ta

Pe n de k

Tanya Nara lagi makin bingung, “baca saja Nara” ujar Meme pelan hampir tak terdengar suara nya, Nara baru menyadari raut wajah Meme sepertinya sangat sedih. Dengan tangan gemetar, dan hati yang tak karuan Nara membuka amplop surat itu dan mulai membaca

tidak boleh bersedih. Aku selalu bersamamu.”

“Hei Nara si ceria, berjanjilah padaku satu hal sebelum kamu lebih lanjut baca suratku ini, janji ya untuk selalu tersenyum apapun itu rintangannya, itu yang selalu kamu katakan padaku. Sekarang kamu yang harus melakukan itu untukku. Nara, maafkan aku jika menyembunyikan penyakitku selama ini, aku hanya tak sanggup melihat kesedihan di wajahmu, seperti wajah Meme yang selalu sedih melihatku. Tapi tenang Nara, sekaramg aku sudah tidak merasakan sakit lagi. Nara, aku senang sekali karena sekarang aku seperti Abimu bisa selalu melihatmu di manapun kamu berada, aku juga akan melihatmu ketika kamu nanti tiba di Palestina, dan aku juga akan tersenyum untukmu. O ya jangan lupa ya, untuk gali lukisan pelangi kita di bawah pohon beringin itu. Satu hal lagi Nara, aku benar-benar bisa melihatmu, karena mataku kini menjadi matamu, jadi kamu

*Hari Ini

Ilustrasi Aulia Sartika Purwanti

Nara sudah sampai di rumah Niluh, yang hanya berjarak 100 meter saja. “Meme, Niluh di kamarnya?” tanya Nara tanpa menunggu jawaban kepada Meme Niluh yang kebetulan berada di beranda, Nara langsung ke kamar Niluh, tapi kamarnya kosong, loh kemana Niluh pikir Nara, “Meme, Niluh lagi keluar ya?” tanya Nara ketika Meme menyusulnya ke kamar Niluh. “Ini ada surat dari Niluh” jawab Meme sambil memberikan surat, “surat, dari Niluh?” Tanya Nara heran, “kenapa Niluh nulis surat segala sih me?”

56

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Dari Sahabatmu, Niluh si Tukang keluh Bruuuk...!! Nara terjatuh pingsan.

“Niluh, sesak rasanya hati ini mengenangmu. Hari ini aku tepati janji untuk menggali lukisan pelangi kita, aku baru saja pulang dari Palestina, aku telah melukis pelangi di Palestina untukmu, telah kuukir namamu dalam setiap doa-doaku di setiap masjid yang kukunjungi di sana, dan kuceritakan kepada setiap anak di Palestina yang aku temui, tentang Niluh gadis Bali yang tangguh, yang selalu mengatakan betapa indahnya perbedaan dan perbedaan itu seperti pelangi yang tercipta dari bersatunya warnawarna yang berbeda”, bisik Nara Nara lalu menggali lukisan pelangi mereka, dan menemukan sebuah kotak kayu, dengan tangan yang gemetar Nara membuka kotak itu, dan ditemukan dua gulung kertas gambar yang satu bertuliskan nama nya dan satunya lagi Niluh. Nara membuka kertas gambar Niluh, di situ ada lukisan pelangi dan sebuah permintaan, “ Sang Hyang Widhi, aku hanya minta wujudkan semua permintaan sahabatku Khairunissa Naraya Putri” TAMAT


Janganlah Cepat Berlalu

Sepasang pengantin melambangkan Dewi Sri dan Dewa Wisnu ini dipercaya oleh masyarakat Jawa sebagai simbol keharmonisan dalam rumah tangga. Patung sepasang pengantin yang mengenakan pakaian adat Jawa disebut ‘Loro Blonyo’, artinya bahasa Jawa, Loro yang berarti dua, sedangkan Blonyo artinya rias (bersolek, merias diri).

Momen pernikahan adalah peristiwa sakral yang indah untuk dikenang, perlu dipersiapkan dengan sebaikbaiknya. Berilah cenderamata/souvenir yang menarik, bagi mereka yang hadir mengucap salam dan doa. Semoga kenangan indah janganlah cepat berlalu. Silahkan datang, pilih jenis cinderamata sesuai dengan selera Anda...

AWANGGA SOUVENIR

Jln Jembawan Raya Blok 4M No 2 Sawojajar II, Malang, Jawa Timur Phone 081 8050 89 100 e-mail : edywitanto@ymail.com Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

57


Po j o k

Nusantara

P

KEHIDUPAN RESIKO

angkalan Berandan kota kecil yang berada di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang menyimpan sumber daya alam yang sangat kaya seperti Minyak Bumi dan Gas. Perkebunan kelapa sawit. Hasil lautnya pun melimpah. Kota ini pernah tercatat penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, Kehidupan masyarakat Melayu menjunjung tinggi kearifan budaya dalam menjaga habitat lingkungan ekologi, yang bisa

58

•

membawa kehidupan yang lebih baik. Ketika kehilangan para investor yang tidak lagi menggali minyak di bumi Pangkalan Brandan, kota ini layaknya kota mati. Bangunan runtuh rusak dan tak terawat, peninggalan jejak yang mengenaskan. Masyarakatnya pun harus mencari alternatif sumber kehidupan baru. Pangkalan Berandan mungkin bukan satu-satunya Kota yang mengalami kemunduran.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Sementara denyut kehidupan masyarakatnya terus berjalan. Hanya sebentuk perubahan sedikit demi sedikit yang dapat memperbaikinya. Menyaksikan geliat kehidupan di dermaga penyeberangan menuju Pulau Perlis membuat saya terketuk. Semangat menjalani kehidupan dengan penuh resiko di tengah angin kencang dan pasang surut air laut tak menghentikan geliatnya kehidupan para nelayan. Foto dan cerita Ono Sembunglango


DI TENGAH LAUT

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

59


H i d d e n

Ar t

I

CULTUREMAN Oleh Prayit. Sp

Budaya dalam wujud manusia atau Budayawan memiliki wilayah disiplin ilmusosial dan spiritual lalu menterjemahkannya ketengahtengah masyarakat praktisdan akademis. Pintu-pintunya bisa melalui ilmu, agama atau seni.

A

pabila ia memasukinya melalui jalur kesenian, maka budaya atau kebudayaan yang lahir akanmenghantam jalur cita rasa estetika masyarakat yang berimbas pada cara berpikir (Logic) dan cara bertindak (Etica) . Seni yang berangkat dari Pelaku Budaya akan lahir bukan dari hukum atau ide imajinatif, tetapi dari realitarealita yang idealismenya dinamis dan tidak statis. Idealisme yang disalurkannya pun akan bersinergi dengan perkembangan masyarakat dan alam kekinian. Â Kebudayaan selalu lahir dari seorang pelaku yang proses tawarnya dapat diterima oleh masyarakat dan iklim alam. Dan itu berlangsung terus

60

•

menerus dari generasi ke generasi. Apresiasi budaya seorang pelaku budaya bukanlah kewajiban ataupun paksaan dari dogma-dogma sebuah sistem, tetapi lebih merupakan pencerahan sosial spiritual dari seseorang atau komunitas kebudayaan yang menjadi virus cinta bagi semua yang mengikutinya. Hingga menjadi pola hidup dan pola bermasyarakat yang mandiri serta gotong royong. Sebuah apresiasi budaya tidak merencanakan sistem, akan tetapi pusaran yang dapat menarik personal dan golongan serta menjadikannya dalam panggung ritual keindahan yang memiliki nilai-nilai logic, etic dan mengembalikannya ke dalam

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

Foto: Fika Kirana


kehidupan sehari-hari, hingga tercipta masyarakat yang berbudaya. Â Adakah pendidikan kebudayaan yang memiliki kwalitas tak terhingga? Yakni dengan sekali memasuki alam kurikulum kebudayaan ia langsung dapat menerjemahkannya seumur hidup?. Otak kita pasti akan mengatakan tidak mungkin!!!. Akan tetapi bagi kebudayaan semua akan dapat diatasi dengan senyuman. Apakah kalian

tidak melihat bagaimana seorang Rasulullah Muhammad SAW, telah menerjemahkan hal ini dengan amat baiknya. Lewat shalat dan praktek kurikulum kebudayaan langit bumi, yang metode dan konsepnya menghantan jiwa kita dari pintu agama dan spiritual yang berimbas pada nilai-nilai logic dan estetic. Kacamata seniman seharusnya sempurna dan tajam melihat kedahsyatan ini. Samudera akan meruang di tingkat ekstrim dan sederhana sesuai pintu kesenian yang bernama Hidden Art. Dan cinta akan menjadi sumber mata air yang tidak akan pernah kering bagi seni dan kebudayaan yang sasarannya adalah jiwa-jiwa pecinta keindahan dan pribadi-pribadi yang mencintai kebersamaan. Seni menjadi jalur estetic dengan cita rasa ritual yang unik dan realistik serta menjadi pusat cinta segala hasrat. Manusia

manapun akan tergerak danmeruang dengan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, jika prosestawar kebudayaan dari pintu seni jenis ini menbumi dan berawal di langit ini.  Kebudayaan dalam kacamata disiplin ilmu memang cenderung unik. Spiritual mungkin mengacu pada filsafat wahyu, kesenian mengacu pada filsafat estetica, agama mengacu pada filsafat etica, dan ilmu atau Sains mengacu pada filsafat logica. Budaya memiliki area kosong yang isi. Kosong karena memang tidakmemiliki jalur keberadaan filsafat, namun Isi karena semua jalur filsafat tadi berada dalam lalu lintasnya. Kebudayaan bagai samudera yang menampung berbagai ragam idealisme, yang dari pertemuan akan semua idealisme itu melahirkan jenis disiplin lain yang hanya dapat diterjemahkan oleh mereka yang menyatukan tiga unsur piramida logic, etic dan estetic. Ia akan memusar ke dalam kesimpulan atas jalur spiritual seperti air samudera dalam proses penguapan dan putaran dasar lautan. Sungguh ‌ inilah pengetahuan tersembunyi di ruang Hidden Art. Semoga bermanfaat ‌ !!!. Penulis adalah Pimpinan Samudera Teater dan Anggota Komite Teater Dewan Kesenian Daerah Kab. Pekalongan.

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

61


www.liputan6.com

62

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019


Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

63


Haus Ide Segar?

Seteguk ide bisa datang dari mana saja, tapi ide yang menyegarkan dalam rupa visual atau pesan yang mau disampaikan perlu diramu, diolah-alih sesuai karakter target audien. Tim Kreatif Metaforma siap menyajikannya.

KONSULTAN KREATIF: TV COMMERCIAL, DESIGN & IN HOUSE MAGAZINE, PRINTING & PENERBITAN. 64

•

Vol 1. No. 1 / FEB-MARET / 2019

CREATIVE COMMUNICATIONS

PT METAFORMA INTERNUSA Jl. Pam I No. 7A, Cempaka Baru, Jakarta Pusat Mobile: 0813 8371 3210 e-mail: ekithadan.metaforma@gmail.com http://metaformaint.blogspot.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.