NO. 02 | OKTOBER 2017 |
• budaya • sains • religi
ROH SASTRA MERENDA PERSATUAN
SEKSUALITAS PEREMPUAN
ACEH DAN PERJALANAN TNI
HARGA UDARA YANG KITA HIRUP No. 2 Oktober
2017
•1
C R E AT I V I T Y
THERE’S NOTHING IMPOSSIBLE
ADVERTISING | TV COMMERCIAL | DESIGN & IN HOUSE MAGAZINE | WRITING BIOGRAPHY PT METAFORMA INTERNUSA Jl. Pam I No. 7A, Cempaka Baru, Jakarta Pusat Mobile: 0813 8371 3210 | e-mail: ekithadan.metaforma@gmail.com http://metaformaint.blogspot.com
2
•
No. 2 Oktober
2017
Semoga informasi yang disajikan dapat memberi nilai kebaruan...
No. 2 Oktober
2017
•3
ESTETIKA
4
•
No. 2 Oktober
2017
• budaya • sains • religi SEPERVISOR Prof. Erry Amanda PENANGGUNG JAWAB/PEMIMPIN REDAKSI Sugiono MP WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Agung Pranoto REDAKSI: Ghouts Misra Agung Pranoto Prof. Erry Amanda Sugiono MP Desi Oktoriana REDAKTUR PELAKSANA Eki Thadan KONTRIBUTOR Eko Windarto-Batu Malang Roval Alanov-Madura Indra Intisa-Padang Tiyo Ester Sudjari-Tangerang Ika Suryatiningsih-Batam RB Edi Pramono-Yogyakarta Jonson Effendi-Palembang Muklis Puna-Lhokseumawe Lukman Sambongi-Makasar Kusuma Jidarul Iwan-Pekalongan SEKRETARIS REDAKSI Desi Oktoriana PENGEMBANGAN Sudjono AF DESAIN KREATIF Metaforma Creative Communications REKENING MAJALAH NEOKULTUR No. 7771719051 Bank BCA an Desi Oktoriana
neokultur/eki thadan
ALAMAT EMAIL neokultur2@gmail.com COVER Museum Sumpah Pemuda, Jakarta.
No. 2 Oktober
2017
•5
20
14
PEMUDA, HARAPAN, KEBANGSAAN
SUMPAH PEMUDA DALAM PERSPEKTIF PUISI Teks Sumpah Pemuda merupakan ikrar luhur yang meleburkan unsur-unsur sastra. Hal itu karena salah seorang perumusnya adalah sastrawan Muhamad Yamin. Buku kumpulan puisinya berjudul Tumpah Darahku diterbitkan Balai Pustaka, 1928. Rumusan pemikiran dalam teks Sumpah Pemuda itu sangat imaginatif dan melampaui sekat-sekat kedaerahan. Yamin berhasil menggerakkan kesadaran para pemuda lewat teks agung yang sampai saat ini tetap mampu jadi sarana pemersatu bangsa.
6
•
No. 2 Oktober
2017
17 GURU, PERPUSTAKAAN, GENERASI MASA DEPAN Guru harus menjadi agent of change. Guru adalah harapan paling awal bagi kesinambungan bangsa, agar bisa mempersiapkan generasi masa depan sebagai generasi emas.
Kesadaran bahwa kita bersaudara dan bahwa persaudaraan itu sejatinya demikian manis sehingga menciptakan Indonesia yang ‘manise’, kata orang Ambon. Tapi entahlah, beberapa waktu belakangan ini yang tersaji di depan mata seolah jauh panggang dari api. Persaudaraan sebangsa ini tiba-tiba terkoyak oleh pisau segregasi yang demikian tajam. Tiba-tiba ada yang mengaku berbangsa dan bersaudara sebangsa namun sambil menegasikan keberadaan yang lain.
DAFTAR ISI
NO. 02 OKTOBER 2017
8
SUREL & KOMEN
9
S A L A M B U D AYA
12
DARI DAPUR REDAKSI
20
SASTRA
30
SOSIAL
34
K U LT U R
40
ALAM
42
OPINI
47
INTERMESO
48
DAERAH
50
TO U R
54
INSIGHT
55
ASAL USIL
57
MUSIK
44
60
L O K A L K U LT U R
Sampai kiamat manusia tak akan pernah tahu mengapa diputar ke kiri soal orbit, cuma fungsi reaksi yang bisa diketahui, apalagi bahan baku satu partikel, satu trilyun abad pun sangat tak mungkin. Soal diterminis sudah sejak lama diketahui, bukan keseimbangan namun lebih ke presisional.
62
F ORU M
64
M A NAGE M E NT
66
A P RE S I A S I
26 ACEH DALAM PERJALANAN TNI TM. Daud Beureueh, pemfatwa Perang Sabil mempertahankan proklamasi kemerdekaan RI, memperjuangkan penegakan Syariat Islam di Aceh, yang baru terwujud setelah reformasi. Teungku Ubit, 18 tahun berjihad, dan berusaha menyelamatkan keutuhan TNI. Teuku Markam menyumbang 28 kg emas di puncak Monas.
AKU TAK PERNAH MAU RIBUT
Dimensi Vertikal dalam Puisi Roval Alanov Ayat Ayat Keresahan Konstruksi Seksualitas Perempuan Oxigen, Nitrogen, Aurora Penulis, Sebelah Mata Kanebo
Batam dan Batu Malang Catatan Perjalanan Jakarta – San Diego Kecerdasan Materi dan Manusia Persiapan Nikah Musik Tv dan Teori (2) Topeng Betawi, Berburu Mantra Sunda Menuju Pembaruan Rancang Bangun Kehidupan Ajar Nulis Yuuk
No. 2 Oktober
2017
•7
SUREL
& KOMEN
Irsyad Muchtar, Pemimpin Umum Majalah PELUANG: NEOKULTUR mantap tanpilannya tuh, saya bisa menyumbang tulisan esai budaya : Titik Pandang. Dengan senang hati kami menerima kontribusi Anda. Herna S Zaldy, Palembang Selamat ya Mas Giek (Sugiono MP) dan teman-teman... salam kreatif.... Widi Suryatiningsih, Bandung Hihi... majalah NEOKULTUR unik, bisa dibaca secara on line. Punya khas bertema budaya, sains, dan religi. Budayanya dapet banget, sains juga oke. Tapi religinya belum nemu. Apa include di tulisan-tulisannya? Mungkin bisa disediakan kolom khusus, misal tanya jawab seputar apa gitu, yang jadi khasnya. Tapi tampilannya keren banget. Terimakasih masukannya, akan kami perhatikan. Di edisi 2/Oktober ini ribrik religi sudah hadir. Mohammad Ij, Surabaya Saya bangga pada penampilan majalah NEOKULTUR. Juga pada pengelolanya. Sepertinya usia bukan hambatan untuk terus dalam hal pembelajaran untuk mengajar. Tak hanya mengajar pribadi namun juga publik. Yakinlah dan saya percaya bahwa bangsa Indonesia membutuhkan majalah Neokultur. Mohsyahrier Daeng, Tanjunguban, Riau Terima kasih info kehadiran majalah NEOKULTUR. Na Dhien Kristy, Jakarta Selamat (atas kelahiran majalah on line NEOKULTUR). Dian Rusdi, Bandung Mantap, semoga sukses. Mari bersama kita memfasilitasi karya-karya sastra teman-teman kita. Bersama saya, kebetulan saya juga di redaksi majalah Purakasastra. Salah satu majalah online, tetapi cetak juga bisa, namun harus memenuhi kuota. Sekarang para pengurusnya sedang sibuk di dunia nyata jadi untuk sekarang belum fokus lagi ke sana. Tri Raden Raden, Godean Yogyakarta Sip... sukses selalu.
8
•
No. 2 Oktober
2017
Andana Dan Janitra, Sindangraja Maknyoss... silaturahmi ah ke ruangnya. Ika Hertika, Tasikmalaya Terimakasih (bisa tambah ruang berkreasi). YS Sunaryo, Bandung Harus ke mana dikirimnya tulisan? Alamat e-mail NEOKULTUR: neokultur2@gmail.com Heru Antoni, Bandar Lampung Semangat selalu. Dimas Arika Mihardja, Kota Radja, Jambi Wow sudah meluncur? Selamat. Tampilannya mantab mas, aku suka. Abdul Kadir Ibrahim, Tanjungpinang Syabas! Semoga bermanfaat dan berfaedah serta menjadi bagian nilai ibadah kepada Yang Maha Indah Miryul Mt Miron, Depok Mas Sugiono MP menjelaskan kepada kontributor: tidak ada imbalan apa pun, kecuali apresiasi kami: terimakasih atas partisipasinya ke arah pembaruan. Memang, pekerjaan menulis sekarang tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber penghasilan. Jabatan sosial kemasyarakatan bagian dari penghasilan amal ibadah saya, kendala yang dihadapi dalam mengoptimalisasikan adalah terkena kanker (kantong kering) he... he. Saya masih membaca sajiannya, dan siap ditugaskan menyiapkan naskah terkait Kultur Minangkabau yang pernah saya sajikan pada Buku Direktori Minangkabau. Ikha Jingga, Batam Begitu saya membuka dan membaca majalah neokultur ini, saya sudah sangat tertarik melihat gambar-gambarnya yang sangat kreatif, lalu saya masuk untuk mulai membaca isinya, dan sungguh saya jatuh cinta dengan majalah ini. Saya tak ragu akan setiap kajian dan isi dari tulisan-tulisan di majalah ini, karena ditulis oleh para profesional dan pakarnya sastra, seperti tulisan mas Agung Pranoto yang berjudul September Kelabu dan Sastra Indonesia lalu ada puisi-puisi Ghouts Misra yang sangat indah dan sarat akan pesan dan makna. Tulisan bpk prof Erry Amanda yang
berjudul Seksonomi Siluman Post Moralitas juga sangat luar biasa. Juga tulisan-tulisan mas Sugiono MP. Saya masih baca beberapa halaman saja sudah langsung jatuh cinta. Saya sangat yakin ke depannya majalah ini akan menjadi majalah yang bersinar di dunia sastra. Pokoknya saya cuma bisa bilang....wah...kereeen abisss... Majalah NEOKULTUR ini wajib menjadi bacaan para pecinta sastra. Sukses buat majalah NEOKULTUR. Salam sastra. Ibrahim Gatot, Jakarta Salam sejahtera untuk semua staf pengelola majalah NEOKULTUR. Yanie Wuryandari, Jakarta Congratz ya broo. InsyaAllah saya akan kirim tulisan untuk NEOKULTUR. Aridwan Kasih, Bogor. Selamat atas kehadiran majalah on line NEOKULTUR Lukman Sambongi, Makassar Insya Allah saya akan mengirim laporan daerah ke majalah NEOKULTUR. Anik Susanti, Yogyakarta Selamat dan sukses majalah budaya, sains, religi NEOKULTUR. Abinya Umar Abdurrahman, Palembang Alhamdulilah telah lahir majalah baru tentang budaya, sains dan religi. Seamat dan sukses. Bani Hasyim Alpharexcztha, Mataram Insya Allah saya akan tuliskan pengalaman bersastra maya selama ini di majalah NEOKULTUR. Imron Tohari Aliciastore, Mataram Coba link majalah NEOKULTUR disalinkan ke kotak komentar, insya Allah akan lebih memudahkan para sahabat pecinta literasi untuk mendapatkannya. Anton Suparyanta, Klaten Saya terus menyimak majalah NEOKULTUR. Ahmadi Syarif, Batam, Riau Ikutan ya, Tahnia...
Setyo Arini, Jakarta Selamat ya atas berdirinya majalah NEOKULTUR Dengan sepenuh hormat kerabat kerja majalah NEOKULTUR menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada para sahabat di Tanah Air yang telah memberikan apresiasi terhadap kehadiran literasi ini. Mereka adalah mitra dalam membangun pembaharuan zaman: Redd Joan Dwi Retno, YS Sunaryo, Asma Dien Hasan, Ira Kiswanto, Ilal AngKe Ring, Nzanc Obo, Rey Han, Didiek WS, Amka Amarudin, Pane S, Nover Zae, Herlambang Wewengkang, Anna, Heru Chris, Sorodholoh, Ray S Bahar, Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, Dewi Wiatimagma Sastradhie, Dilla Lucas, Jaahil Murakkab, Qiuwa Aulia, Bambang Darto, Masto Jurman, Vareen Meutia Astari, Eko Bento, Achnas J Emte, Nyimas Hilmiyati, Ahmad Noer Fahri, Koko Priyo Djatmiko, Lusiana Sanjaya, Hadi Supranoto, Dewi ElHummairah, Rita Juwita, Arkie Arkie, Rembulan Sendu, Setiawan Doni, Hafney Maulana, Amrizal Jambak Jambak, Irma Yanti, Ani Kzt, Rahayu Putra, Yvone De Fretes, Lie Alie, Tati Suryani, Vania, Mere Cecep Rachmat Sumpena, Fraina P, Bambang Joko Susilo, Rita Warsita Rosa, Ika Hertika, Arnata Pakangraras, Al Iman, Yusuf Firdaus, Achmad Fadillah, Haryadha Imam Muhamad, Sastra, Retno Juminten, Limbung Huyunng, Punai, De Ra, Putri, Filzah Shabihah Zaujati, Suci Amalia, Silva Ziva, Chie Setiawati, Syahrul Maulana, Tri Raden Raden, Andana Dan Janitra, Heru Antoni, Abah Yoyok, Hairul Haq, Khotimah Zainuddin, Noorca Marendra Massardi, LK Ara, Uki Bayu Sedjati, Mas Dharnoto, Boy Saratoga, G Widro Mansoer, Adri Darmadji Woko, Heryus Saputro, Eddy Pramduane, Yati Sagita, Anne Van de Rob, Bambang Kustedjo Soedarjo, Tiyo Ester Sudjari, Kek Atek, Tejo Proklamanto, Bambang Koestedjo Suharjo, Zangi, Mei Hanggoro, Kusuma Jidarul Iwan, Shandi Ahmad, Nadia Putri Palga, Muthiyyatunnisa Vhietha, Bahtiar Baihaqi, Badher Djohan, Sauqi Randy. Ratna Pratiwie, Naz Grellien, Yuliza El Andunisia, Popiana Hidayat, Mahdiani Mahdiani, Sami Aji, Mas Soegeng, Cuk X Schobber II, Itis Rahmani, Myati Anik, Monica Anggen, Raja Selatan, Abu Nawas, Lie Alie, Ari Kaysha, Yuni Rahmadani, Sinsin Wiwi, Julius Hura, Putra Langit.
No. 2 Oktober
2017
•9
SUMPAH OKTOBER 1928 NUSA BANGSA BAHASA
2017 Material - Kapital, NO! Spiritual - Sosial, YES! Majalah Digital
• budaya • sains • religi 10
•
No. 2 Oktober
2017
S A L A M B U D A YA
BUDAYA, SASTRA, BAMBU RUNCING O ktober bumi Indonesia ditandai oleh dua tonggak sejarah penting: Sumpah Pemuda dan kelahiran TNI. Keduanya tak lepas dari kebebasan yang kita hirup sekarang ini. Mari kita renung kembali. Sumpah keramat 1928 itu bagian dari patok-patok perjalanan panjang dalam perjuangan mengindonesia di tengah peradaban global dunia. Tonggak sebelumnya adalah kebangkitan nasional lewat Boedi Oetomo 1908, yang adalah gerakan budaya (pendidikan).
Sedang teks yang diikrarkan oleh para yongen lokal (daerah) dalam tekad kesatuan itu adalah larikan kata-kata dalam kalimat puisi modern. Bukan pantun, gurinda, talibun, tembang, atau sejenis susastra lokal, melainkan susunan kalimat berjiwa kesatuan nasion. Pun, teks proklamasi kemerdekaan 1945, yang merupakan kesinambungan dari sumpah sakti 1928, juga berupa puisi padat, ringkas, jelas, dan kuat dalam menyampaikan pernyataan visi. Teks itu jauh lebih dahsyat dari puisi-puisi tegasnya Chairil Anwar. Sesudah proklamasi, kita masih berjuang mempertahankannya. Baik dalam agresi pertama dan kedua yang dilakukan oleh Belanda, maupun melawan politik devide et impera Belanda dengan cara pembentukan negara-negara bagian Indonesia dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Wilayah RI waktu itu tinggal Yogya dan Aceh. Akhirnya lewat perundingan KMB di Den Haag, barulah pada 27 Desember 1949 kedaulatan Indonesia benar-benar terakui. Percaturan diplomasi internasional itu jelas perjuangan literasi, bukan pertempuran peluru dan mesiu. Artinya, tonggak-tonggak penentu dalam sejarah perjalanan bangsa dari mulai cita-cita menuju gerbang kemerdekaan sampai dengan proklamasi dan pengakuan internasional, selama 40 tahun (1908-1949), diwarnai oleh perjuangan budaya, sastra, dan literasi (diplomasi). Pada
titik-titik teramat kritis, yakni semasa 1945-1949, gerakan perjuangan ditopang kesatuan-kesatuan bersenjata secara nasional lewat pembentukan tentara modern, memperkokoh, mengawal, dan membentengi kemerdekaan bangsa.
Gerakan bersenjata dalam perlawanan lokal secara sporadis sebelum kebangkitan nasional telah ada di bumi Nusantara ini. Tetapi pembentukan tentara modern, barulah teradopsi lewat pengalamana para pemuda pejuang yang tergabung dalam kemiliteran Jepang yang ada di Indonesia selama 1942-1945 sebagai bagian dari Perang Dunia II. Kesatuan-kesatuan Gyu Gun, Key Gun, Tokubetsi, Heiho, kemudian kesatuan Pembela Tanah Air (PETA) adalah modal dasar dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, yang kemudian menjadi TNI sekarang. Yang perlu dicatat, bahwa TNI sekarang ini berawal dari kesatuan bersenjata bentukan Jepang yang berpadu dengan kesatuan-kesatuan laskar rakyat. Modal utama laskar adalah semangat dan tekad juang. Dengan ‘bambu runcing’ pun mereka tak gentar maju ke medan tempur. Bambu runcing benar-benar tak hanya sekedar ikon, tapi memang realitas yang ada dalam perlawanan rakyat dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Dan, yang sangat aneh dalam sejarah kemiliteran dunia, bahwa panglima perang tentara Indonesia, tampil berkostum peci belangkon dan menyelipkan pusaka tradisi, keris, pada tubuh cekingnya. Di balik tubuh yang seolah ringkih itu, terpancar sorot mata yang menghipnotis, tegas, berwibawa, berkharisma. Tentara Indonesia mewarisi semangat juang dengan senjata spirit, qolbu, iman, dan bukannya rakitan piranti perang supermodern. Gambaran yang benar-benar menyatu dengan ibu kandungnya, rakyat kebanyakan. Rakyat dan tentara bagai tanah dan air. Semoga selalu begitu. Dirgahayu TNI (Sugiono MP)
No. 2 Oktober
2017
• 11
DAR I DA P U R R EDAK SI
M
ari kita berbagi. Mulai dari gagasan sampai lahirnya majalah ini. Tujuannya untuk memercikkan pengalaman kepada mereka yang ingin memulai membangun dunia press maya, cyber press. Kenapa? Internet adalah dunia tanpa batas. Kebebasan. Kenapa tidak kita berdayakan? Masalahnya, apakah kebebasan untuk memuntahkan ambisi yang dehuman, atau sebaliknya. Bagaimana memelihara keadaan dan merawatnya seperti perintahNya, sehingga poetika keserasian alam dan kehidupan mampu menenteramkan jiwa kemanusian. Well, mari kita berbagi. Ide pembuatan majalah on line ini muncul setelah tiga bulan mengamati kehidupan sastra maya di face book. Publik penulis puisi dan cerita di wall maya bukan main banyaknya. Perkiraan bisa dua ratus ribu penulis yang bertebaran di seluruh Indonesia. Umumnya remaja pelajar SLTA, mahasiswa, guru, karyawan muda, pengusaha muda, dan ada beberapa yang memang sudah berkecimpung di dunia sastra. Namun dominasi para pemula amat luar biasa. Mungkin
karena mem-posting di wall FB bisa bebas, tidak seperti mengirim karya ke media cetak yang harus diseleksi oleh redaktur. Grup-grup sastra maya pun tumbuh bagai cendawan di musim penghujan. Komposisi publik sastra maya ini (berdasar pengamatan, tanpa statistik) sekitar 98% penulis dan umumnya pemula, atau yang sedang berproses sebagai penulis. Sedangkan posisi kritisi, peresensi, pengamat, sekitar 2% saja. Itu pun berdwifungsi, baik sebagai penelaah maupun penulis karya kreatif. Ini beda dengan almarhum kritikus sastra Indonesia HB Jassin atau A. Teuw yang khusus sebagai kritikus dan bukan penulis puisi. Secara umum publik sastra maya baik pemula maupun yang dalam proses perjalanan kepenulisan, memiliki kemauan yang kuat agar karya mereka diperhatikan. Kalau pun ada yang memperhatikan baik dengan cara memberikan ulasan atau sekedar berkomentar, muara akhir adalah juga agar penampilan karyanya dikenal. Belum muncul sosok yang ikhlas memperhatikan karya para seniman maya itu, tanpa berharap bisa dikenal atau
melakukannya secara silent action. Menjawab kondisi seperti itu, saya mulai menuliskan apresiasi bagi penulis pemula secara berseri. Tanggapan ada, tetapi tidak serta merta mengubah kesadaran publik penulis maya yang ada untuk meningkatkan kualitas penulisannya. Agaknya keinginan untuk mem-posting karya jauh lebih besar, ketimbang kemauan melakukan studi apalagi penelitian agar karyanya meningkat. Mungkin juga ada kesenjangan idiom antara apa yang saya sampaikan dengan pengalaman kepenulisan mereka. Kalau memang demikian maka membina satu kepemahaman agar tiada celah, mutlak diperlukan. Harus diciptakan pembentukan idiom bahasa yang pas agar komunikasi berjalan efektif. Maka perlu ada media peningkatkan kreativitas. Akan tetapi tidaklah mudah mengajak kawan-kawan publik maya untuk membangun satu kepemahaman pembaruan. Saya pun mulai melakukan uji coba dengan dua kali membuat grup yang ternyata gagal. Saya harus melakukan seleksi. Sampai mendapatkan seorang mitra
KEBEBASAN UNTUK MEMUNTAHKAN 12
•
No. 2 Oktober
2017
Saya sendiri heran. Di dunia nyata, untuk mempersiapan suatu penerbitan seperti NEOKULTUR, umumnya diperlukan waktu antara 2-3 bulan, dengan persiapan pendanaan yang cukup. Sedangkan kenyataan yang ada ini, cuma sebulan, tanpa dana, tanpa bertatap muka dengan para kerabat kerja yang tersebar di berbagai daerah: Jakarta, Tangerang, Bogor,
Bandung, Surabaya, Madura, Malang, Yogyakarta, Batam-Riau, dan Padang. Kini telah menunggu kordinasi dengan Aceh, Palembang, Makasar, Manado, Mataram, Sidoarjo, Solo, Demak, Semarang, Garut dan Ciamis. Padahal sampai saya tulis artikel ini belum pernah bertemu muka satu sama lain kecuali baru sekali dengan Prof. Erry Amanda, dan sahabat lama pengolah grafis dan sekaligus saya minta sebagai redaktur pelaksana, mas Eki Thadan. Bayangkan, dalam sebulan harus melakukan kerja rekrutmen kerabat kerja, keredaksian, menyiapkan naskah, mengeksekusi grafis desain, dan meluncurkan di halaman on line. Saya berterimakasih kepada semua pihak pendukung, terutama kepada tim-13 yang menangani NEOKULTUR ini. Rasa terima
kasih itu mengemuka ketika dalam acara budaya di MPR-RI, 20 September 2017, saya sampaikan dan pamerkan kepada kawankawan sastrawan/budayawan sahabat lawas, yang serta merta mendapat sambutan antusias. Dan, alhamdulilah lagi, ketika berlangsung rapat redaksi kali pertama, 24 September 2017, berjalan lancar tanpa kenadala yang berarti. Inilah first e-meeting bagi kerabat kerja NEOKULTUR yang memakan tempo cuma 105 menit, dari pukul 10.00 sampai dengan 11.45. Kami sepakat untuk menyempurnakan isi dan tampilan, juga kemudahan akses internet di hand phone maupun laptop. Di samping itu partisipasi dan support semua pihak kami senantiasa harapkan, demi kemajuan bangsa dan kemanusiaan. Wassalam.
images.tandf.co.uk
untuk meluncurkan gagasan media peningkatan kreasi itu, saya telah menyisihkan lima orang yang saya anggap ‘belum waktunya’ untuk saya ajak. Seorang yang sefaham dalam pembaruan itu adalah penyair, pendiri dan pemimpin majlis tasawuf, Ghouts Misra. Saya mulai bersemangat. Setidaknya sudah ada dua kepala sebagai modal dasar. Saya pun bersilaturahmi ke Prof. Erry Amanda, mengajaknya serta, yang alhamdulilah direspons positif. Pertemuan itu berlangsung pada 17 Agustus 2017. Tepat sebulan kemudian, 17 September majalah budaya, sains, religi NEOKULTUR sudah muncul di drive Google, Face Book, You Tube. Alhamdulillah medapat sambutan yang surprise.
DEHUMAN? No. 2 Oktober
2017
• 13
UTA M A
SUMPAH PEMUDA Oleh: Indra Intisa
Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Y
ang dimaksud dengan “Sumpah Pemuda” adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap “perkumpulan kebangsaan Indonesia” dan agar “disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan”. (https://id.wikipedia.org/wiki/ Sumpah_Pemuda) Sumpah Pemuda yang dicetuskan dan diikrarkan oleh para pemuda 89 tahun yang lalu adalah sesuatu yang dianggap satu momentum bersejarah yang menandai sebuah kesadaran kolektif dari bermacam organisasi pemuda yang kemudian menjadi pengikat untuk berada pada satu semangat persatuan. Beberapa organisasi
14
•
No. 2 Oktober
2017
lahir sebelumnya masih banyak bercorak primordial yang serupa pola perjuangan fisik menuju ideologis. Diharapkan ikrar ini mampu mengikat perbedaan corak dari suku, agama, budaya, dsb., yang ada di masyarakat sehingga bersatu teguh dalam sebuah persamaan yang diperjuangkan. Teks Sumpah Pemuda merupakan ikrar luhur yang meleburkan unsur-unsur sastra yang kental di dalamnya. Bagaimana tidak, salah satu seorang yang dianggap sebagai perumus dasar teks sumpah Pemuda adalah Mohammad Yamin. Mohammad Yamin (19031962) adalah pejuang kelahiran Sawahlunto, Sumatra Barat, dikenal juga sebagai salah seorang sastrawan besar Indonesia. Bahkan sejarah mencatat bahwa pada tahun 1928, bertepatan dengan peristiwa konggres pemuda ke 2 yang kemudian menghasilkan peristiwa sumpah pemuda tersebut, Mohammad Yamin menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul Indonesia, Tumpah Darahku. Buku puisi yang diterbitkan Balai Pustaka tersebut memuat puisi-puisi Yamin yang telah bergeser tema penyair tersebut tentu memiliki peran yang sangat menonjol dalam pergerakan Indonesia khususnya
DALAM PERSPEKTIF PUISI DAN PERILAKU MASYARAKAT DIGITAL sumpah pemuda. Kemampuannya menulis puisi tentu bisa terlihat dari teks sumpah pemuda hasil rumusan pemikirannya yang sangat imaginatif dan telah melampaui sekat-sekat kedaerahannya. Imaginasi Yamin juga mampu menggerakkan kesadaran para pemuda dengan teks agung yang sampai saat ini tetap mampu menjadi pemersatu bangsa. Ikrar Sumpah pemuda yang merupakan unsur dasar dari puisi itu tentu merupakan sebuah instrument besar yang mampu dijadikan alat perjuangan. Betapa teks-teks yang disusun sedemikian rupa mampu menghadirkan ruh pada sebuah semangat perjuangan. Seakan mampu menghidupkan semangat dan mental masyarakat yang bisa ditekan, tertekan oleh penjajahan—mental yang sengaja dikendurkan oleh Belanda— menjadi sebuah mantra khusus semacam sebuah senjata yang terus menggugah semangat bangsa. Semangat ini mampu membuka mata anak bangsa tentang semangat kesatuan dan persatuan yang pantang kendur—semangat memiliki bangsa sendiri—semangat menjaga Negara. Sumpah pemuda bisa dikatakan
sebagai puisi yang abadi. Selagi Bangsa ini ada, maka ikrar ini akan terus dicatat, dibacakan dan diamalkan oleh senegap Bangsa Indonesia. Ini adalah ikrar yang sangat revolusioner. Yang menggugah dan hidup tanpa kematian, kecuali mati oleh rakyatnya sendiri—tidak menganggapnya hidup, tidak menjadikannya hidup serupa amanah yang tersimpan di dalamnya. Diksi-diksi yang terbalut di dalamnya mampu menggugah kesedaran dari generasi pergenerasi, termasuk generasi modern yang hidup di era digital (seharusnya).
merdeka, orde lama, orde baru, reformasi dan era digital, tentu saja bukan jadi alasan. Masyarat yang hidup dan lahir di era sekarang, memiliki daya kreatifitas yang tinggi, ide-ide yang baik, tetapi mungkin lemah dalam kerjasama tim yang nyata, bosan akan keteraturan—kegiatan yang ituitu saja, menyukai kemudahan dan keinstanan. Apakah itu bisa melunturkan semangat Sumpah Pemuda? Beberapa perusahaan dan kantorkantor pemerintahan mulai
Perubahan zaman yang ditandai dengan pemanfataan teknologi digital yang sangat berkembang seharusnya tidak membunuh pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Sekalipun ada perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat lampau: era sebelum
No. 2 Oktober
2017
• 15
u t am a
menyusun dan menempatkan para pemuda yang lahir dan hidup di zaman milenial susuai dengan bakat dan zaman mereka. Salah satu pekerjaan yang paling sesuai dan diminati tentu saja di bidang IT. Seperti mengelola website, email, dst., apapun bidangnya tentu saja IT selalu dipakai dan terpakai di zaman ini. Orang-orang yang lahir di luar zaman ini—tua di zaman digital tentu saja berbeda cara menggunakan, memakai dan memanfaatkan teknologi. Tentu saja, ruh Sumpah Pemuda bisa melebur menyesuaikan zaman pula, tetapi semangat dasarnya adalah sama. Zaman digital tentu ada sangkutpautnya dengan gaya hidup milenial, yang kita kita sebagai masyarakat milenial. Istilah generasi milenial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Millennial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000, dan seterusnya sampai era digital yang super gemilang seperti saat sekarang ini. Masyarakat milenial di zaman
16
•
No. 2 Oktober
2017
digital, tentu saja berbeda dengan perilaku masyarakat jauh sebelum zaman ini. Segala sesuatu serba mudah, instan dan mudah telah tercipta melalui perangkat elektronik, robotik dan IT yang luar biasa. Masyarakat berbondong berdiskusi, belajar, bekerja dan berbisnis melalui perangkat-perangkat ini yang terhubung melalui internet. Perubahan perilaku ini tentu saja memberikan dampak positif dan negatif. Kemudahan berinteraksi bisa memudarkan semangat kesatuan yang nyata dalam dunia nyata—semangat persamaan gotong-royong yang terintergrasi dengan tetangga dan masyarakat sekitar yang lebih hooh cuek dengan lingkungan nyata (sekitar) tetapi peduli dengan lingkungan lebih luas (dunia luar). Sekalipun begitu, pemanfaatan teknologi yang baik bisa memberikan dampak yang luar biasa pada masyarakat sekitar, seperti memberikan infomasi ke dunia luar melalui internet. Beberapa kebiasaan buruk, seperti mendownload informasi yang tidak baik, mengabarkan berita hoaks, mendownload buku, lagu dan film secara illegal, tentu saja sebagai kemunduran dari sisi kejujuran dan semangat menjaga. Bagaiman cara kita mengubah perilaku tersebut menjadi sesuatu yang bernilai positif? Tentu saja mendorong para penulis, musikus, dan siapa saja menulis di perangkat digital melalui web, blog, media sosial, youtube dan semacamnya dengan biaya yang gratis. Semangat perubahan ini bisa ditiru cara-cara perusahaan
besar seperti google melalui search engine-nya, youtube, gmail, dsb. Yang diberikan secara cuma-cuma. Perusahan lain juga meniru hal serupa seperti Microsoft melalui bing-nya, Yahoo melalui email dan search engine-nya juga. Lebih luas dengan memberikan sumbangsih pada pengembangan Sistem Operasi computer seperti linux, dan dikembangkan lebih dalam menjadi Android di smartphone dan tablet buatan Google. Ini bisa ditiru, oleh bangsa kita. Bagaimana cara pemuda-pemuda sebagai penggerak bangsa untuk ikut atau turut-serta membangun bangsanya melalui pemanfaatan IT yang lebih berguna dan bisa diakses oleh siapa saja. Teknologi yang berkembang bisa menjadi anak panah sebagai senjata kita bersama.
SUMPAH PEMUDA
Pertama : KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA MENGAKU BERTUMPAH DARAH YANG SATU, TANAH AIR INDONESIA Kedua : KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, MENGAKU BERBANGSA YANG SATU, BANGSA INDONESIA Ketiga : KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA MENGJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA Jakarta, 28 Oktober 1928 (Ejaan sudah disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia terbaru)
GURU, PERPUSTAKAAN, GENERASI MASA DEPAN
M www.capita-software.co.uk
Oleh: Desi Oktoriana PENGANTAR Murid adalah generasi mendatang yang masih dalam proses belajar. Prosesi menimba ilmu pegetahuan melalui jalur pendidikan formal. Mereka perlu mencercah cahaya ilmu yang tersedia dalam buku. Perpustakaan adalah wahana pengetahuan yang terbukukan. Tulisan ini merupakan serpihan renungan seorang pendidik (guru) tentang perjalanan Sumpah Pemuda 1928 pada kepemudaan (siswa, mahasiswa) kita dewasa ini.
erenungkan nasib anak muridku kelak, di sebuah perpustakaan cukup sering kulakukan. Selain perpustakaan sekolahku yang terletak di SDN 173 Neglasari Bandung, cukup nyaman, juga ketersediaan buku yang mencapai lebih dari 9.000 buku, membuat inspirasi bagi pemikiran dan dan perenungan tak ada habisnya. Anak-anak di sekolah ini cukup aktif membaca dan meminjam buku, terlihat dari grafik meningkatnya pemustaka tiap bulan dan yang meminjam buku yang aktif lebih dari 50 % jumlah total 426 siswa (2017). Cukup melegakan. Mengingat serbuan gadget yang menawarkan bacaan selain buku jauh lebih banyak dan menarik, apalagi disertai rayuan game yang sangat mengasyikkan. Perpustakaan merupakan jantung literasi di sekolah. Darah yang mengalir berupa eritrosit bagaikan para siswa yang aktif membaca. Semakin aktif sebuah jantung bergerak maka darah mengalir lebih cepat lagi. Oksigen yang di bawa darah dalam jantung yang aktif dan sehat menandakan
No. 2 Oktober
2017
• 17
u t am a
bahwa para siswa mendapatkan kesegaran dalam berpikir ketika rajin membaca.
menunjang kehidupan. Generasi emas yang sadar dan peduli (prof. Erry Amanda)
Perpustakaan seperti ini dapat diharapkan untuk membentuk generasi yang literer. Generasi masa depan yang memiliki kecemerlangan berpikir, hasil dari kegiatan membaca yang merupakan kewajiban utama bagi umat muslim seperti yang ditegaskan dalam Q.S. Al-Alaq: 1-5.
Bukan hal yang mudah bagi seorang guru membimbing anak didiknya untuk menjadi generasi emas. Hal tersebut akibat dari banyaknya kekuatan negatif yang dengan sangat mudah memengaruhi mereka. Sebut saja, selain generasi yang lahir dari teknologi tinggi, ekses yang ditimbulkan teknologi pun sangat besar. Kebebasan mengakses pornografi, kemudahan mencari tugas di internet hingga timbul sikap instan, copy paste, kemudahan berkomunikasi hingga tidak mudah terhindar dari membuang waktu dengan sekedar chatting canda tak jelas arahnya dan banyak lagi.
Proses siswa dalam menuntut ilmu, semenjak buaian sampai ke liang lahat tidak terlepas dari kata iqro’ (membaca). Membaca demi mencapai kemuliaan dan hakikat kemanusiaan tertinggi hingga akhirnya timbul penyadaran diri: tahu arti penciptaan, tugasnya sebagai manusia, khalifah di muka bumi, tujuan hidupnya dan kehidupan setelah kematian. Generasi saat ini bukan hanya generasi posmodernisme melainkan generasi paling akhir yang akan mewarisi bumi dengan segala loncatan teknologi dan seluruh keterbatasan ketersediaan sumber daya alam dalam
Seorang guru haruslah bersiap diri untuk menjadi benteng generasi masa depan, mampu menghadang kekuatan pengaruh negatif, dan menularkan jiwa kebentengannya itu kepada anak didiknya. Salah satunya, kembali ke membaca manual, buku. Buku adalah sumber ilmu yang masih lebih mudah dipantau, dan ekses
negatifnya pun cenderung lebih kecil.
Guru harus menjadi agent of change. Mampu berkontribusi dalam mengubah paradigma budaya instan dan hedonisme yang berkembang akibat kemudahan teknologi saat ini. Guru adalah harapan paling awal bagi kesinambungan bangsa, agar bisa mempersiapkan generasi masa depan sebagai generasi emas.
bookriot.com
18
•
No. 2 Oktober
2017
A PA P U N AC A R A BU DAYA & S AT R A DI JAWA T I M U R KA M I DU K U NG PE L A K S A NA A N N YA
ALIFAH AC
Jl. Bendulmerisi Gang Besar Selatan 77 Surabaya, Jawa Timur Contact Person: Agung Pranoto 0858 0655 7220, Riduan 0819 0948 1126 No. 2 Oktober
2017
• 19
KOLO M
PEMUDA, KEBANGSAAN, HARAPAN Oleh: RB. Edi Pramono
dari ujung Banda Aceh, sampai tanah Papua kita semua bersaudara satu nusa satu bangsa satu bahasa Indonesia manise
B
egitu kata syair lagu yang sering nongol di tv. Sebuah lagu pendek bergaya pop yang dinyanyikan demikian merdu, suara indah khas orang Indonesia Timur. Dari pertama kali mendengar lagu ini, saya sudah merasa terpanah hati. Ringkas, bernas, tegas, sekaligus lugas. Saya membayangkan kata penutup dalam lagu tersebut mengejawantah dalam keseharian hidup masyarakat utamanya generasi muda negeri ini. Kesadaran bahwa kita bersaudara dan bahwa persaudaraan itu sejatinya demikian manis sehingga menciptakan Indonesia yang ‘manise’, kata orang Ambon. Tapi entahlah, beberapa waktu belakangan ini yang tersaji di depan mata seolah jauh panggang dari api. Persaudaraan
20
•
No. 2 Oktober
2017
sebangsa ini tiba-tiba terkoyak oleh pisau segregasi yang demikian tajam. Tiba-tiba ada yang mengaku berbangsa dan bersaudara sebangsa namun sambil menegasikan keberadaan yang lain. Sementara media seolah mendapatkan durian runtuh, rejeki nomplok sebagai berita yang layak jual dengan profit fulus yang sudah pasti mulus. Maka banjir berita menjadi kompor, menjadi api, membakar hangus kesalingpercayaan. Tiba-tiba ada segregasi yang tajam; ada jurang pemisah antara ingatan pada pelajaran sejarah para pemuda pada masa perjuangan kemerdekaan dengan pengalaman sehari-hari yang tengah terjadi. Sesungguhnya ada gelora yang sama di dalam dada mereka dulu dan sekarang terhadap bangsa dan kebangsaan. Lantas di mana bedanya? Ya, ternyata berbeda pada greget, arah, dan tujuan pergulatannya. Pada masa lalu, lawan dan kawan itu jelas; ada common enemy musuh bersama yang perlu dihadapi bersama dengan segenap jiwa dan raga. Dengan
demikian greget itu membahana, menjaga arah perjuangan, dan menuntaskan tujuan kebangsaan bersama. Dan kemudian semua bermuara pada proklamasi kemerdekaan negeri Indonesia. Benar kata Bung Karno bahwa perjuangan di masa lalu masihlah mudah sebab lawan demikian jelas, yaitu penjajah. Tidak ada warna abu-abu, semua warna pasti. Sementara saat ini, tak ada common enemy musuh bersama, maka pertikaian justru meletup di antara anak bangsa sendiri. Siapa kawan siapa lawan sudah kabur; semua serba abuabu. Tak ada yang benar-benar tahu siapa menyulut apa, dan apa menyulut siapa. Pengkhianat dan pahlawan berwajah serupa. Kabar berita serupa hujan bandang mengguyur seluruh kepala dan membuat anakanak bangsa gelagapan tak lagi berdaya menilai mana yang sejati dan mana yang rekayasa pikiran dengki. Sementara greget dan semangat muda begitu membara, maka media sosial kemudian menjadi kanal serapah untuk satu terhadap yang lain. Dua poros sisa-sisa pertarungan tiga
fctcuntukindonesia.org
tahun yang lalu rupanya terus dikipasi oleh banjir berita hoaxes. Nilai kebangsaan tiba-tiba serupa mahkluk dari luar angkasa. Dia hadir karena rekayasa, bukan panggilan jiwa seperti para pemuda zaman dahulu kala. Kebangsaan menjadi versi, bukan lagi nilai hakiki. Kebangsaan menjadi kau dan aku, bukan lagi kita. Kebangsaan menjadi barang dagangan, bukan lagi semangat perjuangan bahwa kemerdekaan dan kebersamaan anak-anak bangsa didapat melalui peluh darah tak terhingga. Tapi tidak layak bangsa ini menyerah pasrah pada keadaan. Menyerah berarti kalah. Menyerah berarti mati; dan itu bukan pribadi bangsa ini.
Tak ada yang abadi di bumi ini. Jika pada bumi ada self healing system, ujar Prof. E Hidayatullah alias eyang Erry Amanda dalam berbagai tulisannya, demikian pun sejarah memiliki siklusnya sendiri. Setiap peran memiliki jatah waktunya sendiri, setiap lakon memiliki panggungnya sendiri, dan setiap peristiwa memiliki zamannya sendiri. Maka harapan menjadi kunci setiap orang bahwa kemelut ini pasti akan ada ujungnya, ada akhirnya. Harapanlah yang membuat orang kuat menjalani hidup sekeras dan sepedih apa pun, dan harapan itu pula yang membuat orang bergerak bersama membuat perubahan ke arah yang lebih baik. “Hope! What led those who can vote to march and organize and stand for freedom; that led them to cry out. It may look dark tonight, but if I hold on the hope, tomorrow will be brighter,” kata Barrack Obama dalam salah satu rally kampanye sebagai capres Amerika Serikat. Seberapa pun gelap saat ini, esok akan cerah jika kita tetap setia pada pengharapan kita. “That hope triumphs over experience,” kata seorang penulis besar Amerika, Robert Fulghum. Harapan itu
mengalahkan pengalaman hidup, sepedih apa pun itu. Ratusan tahun yang lalu, seorang penulis besar Perancis, Alexandre Dumas, pernah mengatakan “He who has felt the deepest grief is best able to experience supreme happiness. …… Live and be happy, and never forget that …… all human wisdom is contained in these two words, ‘Wait and Hope’.” Hanya mereka yang pernah mengalami penderitaan paling pedih yang bisa mengecap kebahagiaan paling tinggi. Maka, berbahagialah dalam kehidupan dan selalu ingatlah bahwa kebijaksanaan hanya berdiam dalam dua kata ‘Penantian dan Pengharapan’. Maka saya percaya, dengan setia berpegang pada pengharapan, suatu saat nanti nilai kebangsaan yang sesungguhnya akan mengisi setiap dada pemuda. Yang ada sekarang ini lebih baik kita anggap sebagai cobaan, ujian untuk menjadi bangsa yang lebih matang. Menyerah bukanlah jalan, sebab di sana selalu ada harapan. dari ujung Banda Aceh sampai tanah Papua kita semua bersaudara satu nusa satu bangsa satu bahasa Indonesia manise Mari menyanyi bersama ----------
Penulis adalah dosen di Universitas Teknologi Yogyakarta
No. 2 Oktober
2017
• 21
S AS T R A
M
elalui lembaga formal maupun tidak formal kita diajarkan berbagai persoalan hidup. Realitas kehidupan pun begitu jelas di depan mata soal: gelap-terang, pria-wanita, siang-malam, hitamputih, baik-buruk. Di luar itu juga kita yakini soal ada-tiada atau hidup-mati. Dalam menjalani kehidupan, manusia sering terjebak pada eforia yang dikungkung oleh dominasi hasrat yang mengalahkan rasio. Manakala manusia pada posisi berada, manusia sering lupa adanya dosa. Lebihlebih kekayaan itu diperoleh tidak dengan cara memeras keringat, kecenderungan manusia menaikkan gaya hidup dan tidak sedikit pula yang terjebak pada soal alkohol, narkoba, maupun liang nirwana. Di sisi lain kita banyak menjumpai perilaku yang menyimpang dari norma yang ada, terutama norma agama. Banyak manusia yang bersifat “aji mumpung” dengan berperilaku korupsi, sewenang-wenang, dan
semua itu lebih diarahkan pada kepentingan memperkaya diri. Ada pula kepandaian tetapi memunculkan sikap yang angkuh, sombong, merasa paling pintar, meremehkan masukan dari orang lain. Ada pula kepandaian yang malah digunakan tidak baik seperti hacker, membobol bank, memalsu dokumen negara, dan lainlain. Manusia hidup harus sadar diri bahwa ajal akan datang tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi waktunya. Semua perbuatan manusia akan menjadi bahan kalkulasi sebagaimana yang kita yakini. Oleh sebab itu apakah manusia tidak sadar diri bahwa ada “Sang Pengintai” (pinjam istilah Indra Intisa) dalam kehidupan manusia? Allah berfirman dalam An-Nisa: 78 sebagai berikut “... di mana pun Anda berada maka kematian akan menjemput Anda”. Hal ini diperjelas dalam An-Nahl: 61 bahwa “Maka jika datang waktu kematian mereka, tidak bisa mereka tunda dan mendahulukannya sedetik pun”.
Puisi Roval berjudul “Di Saat Detik Ajal Tiba” menyiratkan tentang filosofi kefanaan atau ketidakabadian. Kita melalui puisi itu diingatkan pada renungan (kontemplasi) di balik yang tersirat. Apa dan bagaimana renungan yang bisa kita tambang dari puisi tersebut? Pertama, “hidup itu di hujung waktu”. Artinya manusia harus sadar diri bahwa keberadaannya dihantui oleh kecemasan bahwa sewaktu-waktu ajal akan tiba. Saat ini kita tampak segar bugar namun beberapa menit kemudian tidak tahu apa yang akan terjadi. Hal ini dipertegas oleh Roval “antara ada dan tiada terkurung ilusi tidak pasti”. Kedua, terkait dengan konteks ajal “pandai itu semu / akal jadi patah”. Artinya bahwa kepandaian setinggi langit pun jika ajal tiba manusia tak mampu berbuat apa-apa. Dalam keadaan ini maka kecerdasan akal pikiran manusia tak bermakna apa-apa kecuali dipaksa tunduk pada kehendak-Nya. Masihkah manusia menyombongkan kepandaian diri? Ketiga, ketika ajal
Oleh: Agung Pranoto
DIMENSI VERTIKAL DALAM PUISI ROVAL 22
•
No. 2 Oktober
2017
tiba maka perbuatan manusia pun berhenti. Artinya ajal merupakan batas akhir kehidupan di dunia dan manusia tidak punya waktu lagi untuk meratapi atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Keempat, ketika kita sadar diri akan datangnya kematian secara tiba-tiba, pernahkah kita sadar diri membuat daftar dosa yang pernah kita jalani dan pernahkah kita membaca amal diri kita? Manusia masih banyak yang lupa diri dan lambat dalam introspeksi. Kelima, ajal merupakan saat pupusnya nama orang yang kita banggakan. Yang tersisa hanyalah kenangan dan kenangan ini sifatnya sementara pula. Keenam, manusia hendaknya tidak terjebak pada halusinasi. Artinya, halusinasi itu berada pada dunia “awang-awang�, dan berbeda dengan tindakan nyata. Dialam menjalani hidup manusia hendaknya tidak hanya berandai-andai melainkan pada kesadaran akan adanya Yang Maha Mengatur dan manusia harus tunduk serta berserah diri. Kontemplasi di balik puisi di atas tentu penuh renungan yang dalam, yang selayaknya menjadi perhatian ketika manusia berposisi kuasa, bergelimang harta, dan sebagainya. Dimensi vertikal hubungan manusia dan Tuhan menjada kunci utama dalam menjalani hidup di dunia fana itu. Jika kehidupan manusia tidak disandarkan, tidak tunduk, tidak berupaya memahami lebih dalam atas kuasa-Nya maka hidup serasa kurang bermakna. Untuk itu, galilah banyak renungan hidup yang bisa ditambang dari puisi-puisi Roval Alanov berikut ini.   Puisi-Puisi Roval Alanov
DI SAAT DETIK AJAL TIBA hidup di hujung waktu melantunkan kidung kemahaan antara ada dan tiada terkurung pada ilusi tak pasti pandai jadi semu akal jadi patah tergores luka menganga atma meniti resah yang mengambang ajal mendekat, amal pun punah sekarang apa kemampuan kita saat teori dah tak berfungsi mampukah membaca amal diri atau menulis dosa diri hanya ruang kosong hilang semua nama yang terbanggakan manusia dalam atmosfir halusinasi Petaling Jaya Jumat, 181215 Kuala Lumpur
ALANOV No. 2 Oktober
2017
• 23
s as t ra
KU ADALAH AKU Kucumbui semua diksimu Dengan sekerat emosi jiwa Dalam rengkuhan nafsu membedahnya Sadar tak sadar Ada beberapa mata mengintai Antara perawan kata dan janda kata Bisiknya pada angin lalu Yang tersampaikan ke kupingku yang gajah Hingga kuurungkan nafsu mengauli diksimu yang seksi Penuh aroma rima kesyahwatan mata Sayang, cukuplah di sini Kita kembali ke gunung api itu Untuk membakar magma ritme gairah kita Yang tak padam-padam oleh musim hujan Atau gelegar petir yang seperti kacang goreng Nanti bila saatnya Kita hamili diksi yang sudah kau erami Hanya perlu kubuahi dengan ejakulasi aksara Di bilangan ganjil Dan kau penggenapnya Biarkan anak-anak diksi kita cantik Dan seksi Seseksi bibirmu yang bergincu gairah Madura, 050817
TAK TERBAYANGKAN Tak dapat kubayangkan Jika udara yang kita hirup kena pajak Oleh Sang Halik Juga bulu-bulu di tubuh kita Tumbuh tanpa diupayakan Walau kita slalu mencukurnya Apakah dengan kepandaian Kita mampu menciptakan udara Atau hanya diksi yang manis saja? Molekul atom saja kita sampai ion Menelitinya Ya Tuhan yang Latif Maha Lembut dari segala Maka wajar kalau tembus ke mana-mana Meliputi segala ruang di alam nyata dan gaib Adakah yang merasa pandai bisa melembutkan diri? Atau sebatas tepung tapeoka Madura, 050817  
KIAMAT BELUM MENGINTIP puisi embun tercium mentari lenyap hilang kemana jiwa jiwa yang kosong kembali dalam ketenangan mengapai cinta abadi bersama nikmat lestari alam jadi saksi satu persatu laku diri kiamat belum mengintip hanya persepsi orang-orang kalap yakin di ujung hidung mati di sangka mimpi Madura, 220717
24
•
No. 2 Oktober
2017
YA MEMANG KITA BUKAN MALAIKAT
YANG TERSUDUT DI PINGGIR JAMAN
Lebaran Berhari raya Berbaju baru Berkasut baru Semuanya baru Tapi terkadang hati kita tetap celaru Tak tahu apa makna fitri yang hakiki Bagaimana mencontoh Sang Nabi yang mampu membuat hatinya benar-benar bersih, tanpa ada benci sedikit pun pada semuanya, walau orang lain itu beda keyakinan
Ukuwah yang sumbing Hanya seringgit peringgit Kau telah tewas dimamah angan Hanya cuap cuap pipit bercicit Wajar saja hidup tersisih Keranda bisu orang orang pinggiran Kasihan engkau Terduduk manis di bas stop tua Hanya termangu menghitung waktu Mungkin ada bas yang berhati mulia Di dalam fikirnya yang risau Resah resah transisi waktu Pada transaksi hati dan minda Kau diam bukan bodoh Hanya pasrah pada keadaan Bukan tak bergerak Tapi udara tak lagi berhembus Kau kembali diam Menerima takdir sedetikmu Kemarin
Sekarang apakah ia, diri kita menemukannya? Sangat jauh kan dari fitri yang sebenarnya Tapi dengan bangga kita membela diri “ aku manusia biasa bukan Nabi, jadi tak mampulah berbuat seperti itu “ padahal jejas sekali kata-kata Nabi; barang siapa yang mengerjakan seperti aku kerjakan, pasti merasakan seperti yang aku rasakan Jadi apa sebenarnya diri kita ini? Yang selalunya bicara ayat-ayat Tuhan tapi tak menemukan hakikatnya Aku yang juga terkapar sepi dalam tanyaku Cermin besar
Negri Angin 140516
Madura 180715 Catatan: Fitrah Fitri Kaidahnya Suci Manusia yang mencapai hakikat Insan Kamil (Manusianya Manusia)
ROVAL ALANOV
No. 2 Oktober
2017
• 25
H I S TOR I
ACEH DALAM PERJA Oleh: Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud
Sejak pembentukannya pada 5 Oktober 1945 sampai kini Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menempuh perjalanan bangsa dalam mengawal dan membentengi Republik Indonesia. Perjalanan itu tidak sepenuhnya mulus.
ayokeaceh.files.wordpress.com
26
•
No. 2 Oktober
2017
ALANAN TNI
P
erkenankanlah saya mencuplik potonganpotongan perjalanan itu terutama yang berkaitan dengan peran putra-putra Aceh dalam prosesi ke-TNI-an.
Tanggal pendirian TNI (semula Tentara Keamanan Rakyat, TKR) itu sekitar satu setegah bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI. Pengumumannya pun amat singkat: Untuk memperkuat persatuan kesatuan umum, maka diadakan Tentara Keamanan Rakyat.
Jakarta, 5 Oktober 1945 Presiden RI Soekarno
Sehari kemudian, disusul maklumat pengangkatan Soeprijadi (tentara Pembela Tanah Air, Peta, pimpinan pemberontakan terhadap Jepang di Blitar, Februari 1945) sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Karena lost contact maka pada 20 Oktober 1945 diumumkan kembali bahwa Menteri Keamanan Rakyat ad interim Muhamad Suljoadikusumo, Pimpinan Tertinggi TKR Soeprijadi, dan Kepala Staf Umum TKR Oerip Soemohardjo. Sebelumnya dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 22 Agustus 1945 telah diputuskan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) bertujuan untuk memelihara keamanan rakyat. BKR menghimpun mantan anggota Peta, Heiho, Keisatsutai, Seinendan, Keibodan, dan para pemuda Indonesua eks anggota ketentraan penjajah. Tidak disebutkannya BKR bukan sebagai tentara dimaksudkan agar tidak menimbulkan konflik dengan kekuatan-kekuatan asing yang pada waktu itu masih ada di Indonesia. Pembentukan TKR merupakan perlawanan terhadap skenario tentara Sekutu tentang kekuatan bersenjata di
Indonesia. Pada 10 September 1945 Panglima Balatentra Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemrintahan akan diserahkan kepada Sekutu dan tidak kepada pihak Indonesia. Padahal dukungan terhadap proklamasi 17 Agustus mengalir dari berbagai daerah. Di antara dukungan rakyat Sumatra (29 Agustus 1945) yang dikoordinir putra Aceh, Mr. T. M. Hasan, yang ditugasi oleh Bung Karno untuk menyusun pemerintahan RI di Sumatera. Pada bulan puasa Mr. Hasan melakukan muhibah ke Palembang, Jambi, Bukittinggi, Tarutung, lalu kembali ke Medan. FATWA ULAMA BESAR ACEH Sepuluh hari setelah pembentukan TKR, tepatnya 15 Oktober 1945, para ulama Aceh yang diwakili oleh empat ulama besar (Teungku Haji Dja’far Sidik Lamjabat, Teungku Hasan Krueng Kale, Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri, Teungku Muhammad Daud Beureueh – pendiri dan ketua Persatuan Ulama Seluruh Aceh, PUSA) mengeluarkan Fatwa Perang Sabil di Kutaraja (kini Banda Aceh). Teks maklumat itu antara lain: ........ Segenap lapisan rakyat telah bersatu padu dengan patuh berdiri di belakang maha pemimpin Ir. SOEKARNO untuk menunggu perintah dan kewajiban yang akan dijalankan. Menurut keyakinan kami bahwa perjuangan ini adalah perjuangan suci yang disebut “PERANG SABIL”. Maka percayalah wahai bangsaku, bahwa perjuangan ini adalah sebagai sambungan perjuangan dahulu di Aceh yang dipimpin oleh Almarhum Tgk. Cik di Tiro dan pahlawanpahlawan kebangsaan yang lain. Dari sebab itu bangunlah wahai bangsaku sekalian, bersatu padu menyusun bahu mengangkat langkah maju ke muka untuk mengikat jejak perjuangan nenek kita dahulu. Tunduklah dengan patuh akan segala perntah-perintah pemimpin kita untuk keselamatan Tanah Air, Agama dan Bangsa. Maklumat itu juga disetujui oleh Ketua Komite Nasional Daerah Aceh, Tuwanku Mahmud dan Residen Aceh, T. Nyak Arif. Itu berarti seluruh rakyat Aceh siap berjihad untuk bela negara. Ungkapan yang merebak di tengah masyarakat Aceh adalah, “Jika syahid dalam berjihad, surga menantikannya.” Fatwa ulama itu sangat berpengaruh dalam menggerakkan semangat juang rayat
No. 2 Oktober
2017
• 27
h is t o r i
Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Keempat ulama besar itu mewakili dua kelompok tradisional dan modern (Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri, Teungku Muhammad Daud Beureueh). Untuk merealisasi Fatwa Perang Sabil itu maka dibentuklah barisan kelaskaran di Aceh. Mujahiddin berdiri 17 November 1945 dipimpin oleh cucu Teungku Chik Muhammad Saman Tiro, yakni Teungku Umar Tiro. Hizbullah didirikan dan dipimpin oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh, 23 Novermber 1945. Pada 1 Desember 1945 Hizbullah menyatu dengan Mujahiddin, dan organisasinya disempurnakan menjadi Laskar Mujahiddin Divisi Teungku Chik Ditiro dengan penglima pertamanya Hasballah Daud (putra Teungku Muhammad Daud Beureueh). Kelak, laskar rakyat di Aceh secara organik masuk ke dalam TNI. Dalam perjalanan TNI di Aceh, Teungku Muhammad Daud Beureueh diangkat oleh Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia yang dijabat Wakil Presiden sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo (26 Agustus 1947) dengan pangkat Jenderal Mayor. Beliau juga sebagai Gubernur Aceh yang pertama (1949-1951) sebelum Aceh dirampingkan statusnya oleh pemerintah pusat sebagai keresidenan, hal yang menyakitkan hati rakyat Aceh sehingga memunculkan koreksi keras Daud Beureueh dengan memproklamasikan Aceh (21 September 1953) sebagai negara bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) pimpinan Kartosoewirjo di Jawa Barat. Namun akhirnya tercapai kerukunan kembali secara sejuk. Teungku Muhammad Daud Beureueh pun berkenan dijemput oleh delegasi Peguasa Perang Daerah/Peperda sekaligus Pemerintah Daerah/
Pemda Aceh yang dipimpin Letkol Nyak Adam Kamil (13 Mei 1962). Itu berarti konflik Aceh-Pusat semasa Daud Beureueh berlangsung selama 9 tahun. Dan apa yang diperjuangkan oleh Daud Beureueh itu ternyata menjadi kenyataan ketika era reformasi di Indonesia, yakni diberlakukannya secara resmi Syariat Islam di Aceh. TEUNGKU UBIT: LANGKAHI MAYATKU Salah seorang dari leretan para pejuang Aceh adalah Teungku Ubit. Perang Belanda-Aceh 1873-1942 (Paul van’t Veer: De Atjeh-Oorlog) menghadirkan nama Teungku Ubit, 18 tahun, yang dengan gagah berani berjihad membunuh seorang kontrolir Belanda di Seulimum bernama Tiggelman pada tengah malam 20 Februari 1942. Padahal ketika itu kesiap-siagaan dan kewaspadaan Belanda amat tinggi karena telah mendengar desas-desus bahwa Jepang telah bekerja sama dengan PUSA yang mempersiapkan pendaratan tentara Nippon di Aceh. Kerja sama tentara Jepang-PUSA itu merupakan operasai badan intelijen Jepang untuk wilayah Asia Timur, Fujiwara-Kikan, yang dipimpin Mayor Fujifara. Di Aceh terbentuk Gerakan Fajar dengan simbol huruf F sebagai sandi organisasi bawah tanah dalam rangka kerja sama Aceh-Jepang untuk mengusir Belanda dari Serambi Mekah. Teungku Ubit bersama dua rekannya (Ibrahim Saleh —abangnda Hasan Saleh-- dan Apa Lheh Lhieb) yang menyerang kontrolir Belanda bersenjata api itu, adalah anggota Gerakan Fajar. Pembunuhan itu bukan aksi spontanitas, melainkan gerakan perlawanan yang direncanakan oleh organisasi rahasia Leter F alias Gerakan Fajar. Apa yang dilakukan Teungku Ubit dan kawankawannya itu rupanya menanamkan kesan yang khusus bagi pihak Belanda. Hal itu dibuktikan dengan upaya penulisan kisah heroik itu oleh wartawan/penulis dari Belanda. Adalah Dr. A.J. Piekaar, penulis buku Atjeh en de
www.seulangatravel.com
28
•
No. 2 Oktober
2017
Oorlog met Japan (1949) pada tahun 1981 pernah datang ke Universitas Syiahkuala, Banda Aceh, dan mencari Teungku Ubit untuk diwawancara tentang peristiwa pembunuhan heroik itu.
Sebelum hari H pengambilalihan itu terjadi Kapten Ubit mengadap Letkol Achmad Husein dan menyatakan secara kasatria, “Kalau Komandan mau mengambilalih pemerintahan dan memecah tentara, langkahi dulu mayat saya.” Pernyataan kepada atasan seperti itu sangat luar biasa. Hal itu hanya mungkin karena didorong oleh rasa cintanya terhadap bangsa, negara, dan TNI. Ubit yang pernah menikam mati kontrolir Belanda justru pada masa kekuasaan penjajahan yang masih kokoh, tak gentar menghadapi atasan berpangkat Letkol. Keberanian dan kenekadan yang hanya dimiliki oleh jiwa seorang pahlawan persatuan-kesatuan. TEUKU MARKAM SANG PENYELAMAT Teuku Markam bin Teuku Marhaban (1925-1985) lahir di Seuneudon Alue Capli, Panton Labu, Aceh Utara. Sejak kecil ibunya tiada. Umur sembilan tahun ayahnya meninggal. Ia diasuh kakaknya Cut Nyak Putroe. Itu sebabnya ia cuma sampai kelas empat Sekolah Rakyat (kini SD). Tapi ia pemberani. Masuk pendidikan militer di Kutaraja, dan turut bertempur mempertahanakan RI dari agresi Belanda di Tembung, Sumatera Utara, bersama Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin. Itulah yang membuatnya dipercaya menjadi ajudan Gatot Soebroto. Sebagai ajudan ia benar-benar handal. Tak hanya sebagai tangan, mata dan telinga, bahkan Markam ikhlas mengorbankan nyawa untuk orang yang ia ajudani. Markam memang sosok pribadi yang kensekuen, loyal,
www.terkini
Setelah kemerdekaan Teungku Ubit tergabung dalam TNI. Pada 1956 Ubit berpangkat Kapten, bertugas di Resimen IV Tentara danTeritorium (TT) I Padang. Komandan Resimen Letkol Achmad Husein, yang mengetuai Dewan Banteng dan mengambil alih pemerintahan daerah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo (20 Desember 1956). Padahal waktu itu mantan Perwira Staf Markas Besar Angkatan Darat, Soepardjo Roestam, menjabat sebagai Komandan Sekolah Infanteri di Curup, Sumatera Selatan. Namun saat pengambilalihan pemerintahan itu terjadi Soepardjo sedang berada di Jawa, menengok istri yang melahirkan.
berdisiplin tinggi, dan bertanggung jawab penuh. Maka ketika Gatot Soebroto ‘ditahan’ oleh bawahannya, Kolonel Joop Warouw, dalam Peristiwa 17 Oktober 1952, Markam dengan beraninya mendatangi Warouw dan mengatakan, “Sebelum menindak Pak Gatot, langkahi dulu mayat Markam”. Gatot Soebroto pernah mengutus Markam ke Presiden Sukarno. Bung Karno melihat kepribadian Markam, dan ia memercayainya. Tahun 1957 Kapten Markam kembali ke Aceh dan mendirikan PT. Karkam yang mengemban tugas pemerintah untuk mengelola rampasan perang guna dijadikan dana revolusi. Aset yang diolahnya berupa kapal dan beberapa dok di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, Surabaya. Ia pun mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja dan mengimpor senjata atas persetujuan Departemen Pertahanan Keamanan (Dephankam) dan Presiden. Komitmen Teuku Markam adalah mendukung perjuangan RI sepenuhnya termasuk pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang dilakukan oleh Sukarno. Dari bisnis inilah Markam bisa menyumbang 28 kg emas murni (dari 38 kg kebutuhan) untuk ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas). Keberhasilan Konferensi Asia Afrika pun tak lepas dari pendanaan Teuku Markam. Beberapa infrastruktur pembangunan (jalan) dibangun oleh PT. Karkam. Antara lain di Jawa Barat dan Aceh (jalan Medan-Banda Aceh, BireuenTakengon, Meulaboh-Tapaktuan) yang didanai Bank Dunia. Kelumit kisah Teungku Muhammad Daud Beureueh, Teungku Ubid dan Teuku Markam, adalah cukilan sejarah peran sosok-sosok pendekar pemersatu bangsa dan TNI dari Tanah Rencong yang oleh Bung Karno juga dijuluki sebagai Daerah Modal (dalam perjuangan mengembalikan RI yang pada 1948 tinggal ‘setangkai payung’, yakni hanya Yogya dan Aceh). Kiaranya literasi ini bia menjadi sumbangan dari potongan sejarah yang –boleh jadi— bisa terhapuskan. Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud mantan Gubernur Aceh (1993-2000)
No. 2 Oktober
2017
• 29
S OS I AL
AYAT AYAT KERESAHAN Keresahan di kalangan masyarakat adalah kisah pubani dari zaman ke zaman, di bumi mana pun. Hal itu berlangsung manakala terjadi kesenjangan dalam pranatan masyarakat oleh berbagai faktor. Keresahan yang terjadi di negeri elok beribu pulau dewasa ini adalah ketidakaberdayaan hukum formal dalam menegakkan keadilan terhadap para pelaku yang terindikasi tindak pidana korupsi. Dan bila tatanan formal kehilangan daya, maka kesah publik mengajawantah dalam aneka bentuk protes. Seniman pun mengekspresikannya. Dua puisi potret sosial di negeri ini ditampilkan oleh dua penyair, Imam B Prasojo dan Riri Tirtonegoro Vadim di bawah ini.
KAU SUNGGUH TERLALU Oleh: Imam B Prasodjo
Dada ini terasa begitu mendidih Melihat pesta pora penghianatan Peragaan kepalsuan digelar kasat mata Dipertontonkan begitu terbuka Dilihat jutaan pasang mata
pxhere.com
Kau sungguh terlalu Jabatan agung kau permainkan Rasa keadilan kau jauhkan Keputusan ambigu kau bacakan Terdengar tersendat terbata
30
•
No. 2 Oktober
2017
Bodoh, dungu terlihat Inikah pertanda kepalsuan? Penghianatan apa lagi kau pertunjukkan Sungguh tak tahu malu Berani kau pegang palu Kau ketukkan menghianati bangsamu Kau ketukkan menghinakan dirimu
Kau ketukkan mempermalukan anak cucumu Lihatlah dirimu Hidupmu mendekati uzur Tubuhmu mendekati liang kubur Tapi adakah hati luluh mengendur Peduli pada negeri yang hancur Merasakan nasib mereka yang lebur Lihatlah dirimu Apa makna jubah kebesaranmu Sungguh kau nistakan kehormatan Kau jadikan penutup kepalsuan Kau jadikan pembungkus kebusukan dan kehinaan Semoga Tuhan yang kuasa Memberi ampun atas penghianatanmu Kepada bangsamu #iPras 2017
KORUPSI‌ MARI KITA KAJI BERSAMA
Oleh: Riri Tirtonegoro Vadim Konon negara sudah merdeka 72 tahun Presiden demi presiden, menteri demi menteri, wakil rakyat demi wakil rakyat Sudah sering bertukar ganti Tak juga negara terlepas dari penyakit lama yang bernama KORUPSI Selalu saja diberitakan pejabat tinggi, menteri dan bupati di negara ini tertangkap tangan karena korupsi Setahuku di sekolah sampai universitas tidak ada mata pelajaran yang mengajar tentang korupsi Lalu bagaimana negara bisa dipenuhi dengan praktisi korupsi? Bagaimana caranya membasmi budaya ini? Mengapa tidak ada satu ilmuwanpun yang sudi
mengkaji? Sedangkan para penyair dengan lantang bersuara dan menulis berlembar-lembar puisi mengutuk korupsi KPK bekerja keras memasang jerat menangkap pelaku korupsi Polisi bertambah tugasnya, selain mengusut kasus narkoba bertumpuk pula kasus korupsi Adakah keinsyafan, rasa jera, rasa takut yang dimiliki? TIDAK‌ TIDAK sama sekali saudara-saudara sekalian. Mari kita duduk berbincang dari hati-kehati Agar kita dapat menyelamatkan negara bersamasama Jangan ada kopi atau hidangan apa saja diatas meja Mari kita teliti Kita kupas masalah ini bersama-sama Ketika kita ingin merdeka dari penjajahan Belanda Dengan suka rela digelar taplak meja tamu diatas lantai Dan hadirin yang datang disetiap pertemuan (panitia persiapan kemerdekan yang tidak bernama) melepas jam sakunya, cincin, gelang, kalung emas dan peraknya serta peniti intan berlian keatasnya. Lembar uang kertas dan logam bercampur dengan riuhnya Kain batik berharga turut meramaikannya Demikianlah dongeng yang ku dengar dari Eyang diatas pangkuannya di kursi goyang ukiran Jepara di sebuah pendopo rumah jawa di Pakuningratan-Jogja Dan ini terjadi diseluruh pelosok Indonesia Karena itu jagalah kemerdekan ini dengan penuh tanggung jawab bila kamu sudah besar nanti Bukan hanya nyawa tetapi juga harta benda rakyat jelata turut bantu membatu berjuang bersama. Memberi dan menyediakan makan bagi para tentara dan pejuang Beras, ubi dan jagung, ayam, itik, ikan dan semuanya diberikan dengan percuma Semua berkorban untuk sebuah kemerdekaan Lalu kita merangkak bangun setelah kemerdekaan tiba
No. 2 Oktober
2017
• 31
S OS I AL
Apakan daya, ternyata kita belum mempersiapkan diri untuk mengambil alih kemerdekaan Pemberontakan dan perebutan kuasa lebih dipentingkan daripada membangun negara Dan ini berterusan seakan tiada hentinya Merongrong dan demo dijadikan perisai supaya rakyat menjadi bodoh Bersikap seperti daun kering yang tertiup angin Tidak tahu hala tuju yang ingin dicapai Kemiskinan dan kebodohan tidak boleh hilang dari negara ini Sikap malas bekerja dan malas berusaha harus terus dipelihara Maka bersatulah mereka yang ‘pandai’ membentuk partai-partai (perjuangan, katanya) Guna pengisi Dewan Rakyat bagi mewakili kepentingan rakyat Bengkakkan hutang negara, karena semua upacara resmi dituntut harus glamour dan mengkilap semata Barisan perempuan cantik berdandan dan begincu dari tingkat kampung sampai istana negara harus selalu ada Tak lengkap upacara tanpanya Jangan takut nanti anggota DPR akan membantu soal biaya, begitu ujar kepala desa Oh ya kita juga harus ada reuni, teman kita sudah jadi menteri dan pejabat tinggi Minta saja bantuan pendanaannya… Demikianlah kejadiannya rentetan peristiwa kecil yang membengkak untuk mengisi dan merayakan kemerdekaan Rakyat kecil tidak tahu bahwa dengan gajinya itu sang wakil rakyat dan petinggi negara harus membayar sekretaris dan pembantu pribadinya selain memberi makan anak isteri Teman dan handai taulan mengulur tangan meminta bantuan Persatuan-persatuan sibuk menggelar berbagai acara dengan penggalangan dana Lalu dananya wakil rakyat dan petinggi negara itu dari mana? Kita harus beringat, mereka semua BUKAN ORANG KAYA! BUKAN PULA MESIN PENCETAK DUIT!
32
•
No. 2 Oktober
2017
Bahkan banyak yang asalnya anak orang miskin yang datangnya dari kampung di atas gunung Bukan anak jutawan pabrik atau pengusaha atau keluarga istana Raja yang cukup harta bendanya Inilah AWAL PETAKA Si pemalas yang asyik berangan adalah mangsa empuk Belilah KEPALA MEREKA Pastikan mereka berhutang budi Berikan mereka apa yang diminta, mereka tidak tahu apa-apa Uang di kas negara Kekayaan diperut Nusantara adalah milik kita Ya kita-kita pemilik negara Semua ada harganya, kursi, jabatan dan semuanya Disinilah harga diri dan kehormatan bangsa menjadi rata dengan tanah Siapa bersalah? Kita semua, ya kita semua yang hanya pandai menadah tangan Kita memiliki kewajiban membayar pajak kepada negara, Itulah sebagian pendapatan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan anak bangsa (seharusnya) sebagai dasar pembangunan bangsa yang cerdas dan sehat Mengoperasikan semua perusahaan negara dengan penuh amanah, karena itulah pendidikan agama diperlukan untuk membangun budi pekerti dan sikap amanah bangsa Tuntutan hidup keluarga, karena sebagai ‘orang negara’ harus bergaya Itu semua adalah PEMICU korupsi yang meraja lela dibumi ini Bila suara rakyat tak dapat dibeli Bila pemberi suap harus ditangkap dan diadili Bila kita segan dan silau menadah tangan mengharap dana bantuan (karena bukan korban bencana alam, misalnya) Bila kita menolak menghadiri pesta pora atas biaya negara
Bila rakyat tidak bersolek berlebihan Bila kita lebih suka menyimpan sedikit sisa uang bulanan keluarga ke Bank dari pada mall dan restoran Bila kita rajin menggunakan otak dan tangan untuk menghasilkan sesuatu yang berguna Bila kita dapat bersama-sama menjaga kepercayaan Korupsi akan pergi dari negara ini Bibit-bibitnya akan mati sendiri Keinsyafan harus datang dari diri kita sendiri, keluarga, kawan-kawan dan lingkungan Tolak semua pemberian yang tidak jelas hukum dan sumbernya, halal haramnya Pesta mewah bukan waktunya kita hadiri (karena banyak orang susah) memerlukan bantuan kita dari pada menyumbang pesta yang memberi makan orang yang tidak lapar.
Jauhi pemberi suap, penyebar berita kosong yang menggelisahkan rakyat Bekerja dan berusaha membangun dan memperkuat perekonomian negara Hentikan pemerasan dan suap-menyuap Laporkan dimana praktek haram itu dilakukan Mari kita berantas mereka bersama-sama Masukkan mereka yang bersalah kedalam penjara dengan hukuman MATI! Sita semua harta bendanya sebagai sanksi Bila kita memang benar-benar serius ingin menangani Jangan hanya asal berbunyi Lindungi negara dari kehancuran Lakukan tindakan pembersihan secara menyeluruh Yakin dan pasti INDONESIA DAPAT MELAKUKANNYA!
Dengan niat yang kuat mari kita lawan korupsi Jangan tumpahkan darah dan bergaduh sesama sendiri Negara memerlukan tenaga dan pikiran kita semua Anak bangsa yang terpaksa merenangi duka cita
pxhere.com
No. 2 Oktober
2017
• 33
KU LT UR
KONSTRUKSI SEKSUALITAS PENDAHULUAN Teks sastra banyak yang merekonstruksi tubuh dan seksualitas perempuan. Rekonstruksi tubuh dan seksualitas perempuan akhir-akhir ini tidak hanya dilakukan oleh penulis laki-laki. Penulis perempuan akhir-akhir ini tidak lagi merasa ‘jijik’ ketika harus mengonstruksi persoalan tubuh, hasrat seksual, maupun relasi seksual perempuan (pinjam istilah Pakasi, 2007) ke dalam karyanya. Di dalam sastra Indonesia misalnya, kita bisa melihat bahwa kehadiran Ayu Utami melalui novel Saman (DKJ, 1998) adalah awal mula tonggak dominasi genre sastra baru di dunia ketiga, yaitu ”sastra wangi” tahun 2000-an.
Oleh: Agung Pranoto
N
amun kedatangan sastra wangi banyak yang memperdebatkan. Karena sastra wangi itu sendiri adalah hal baru, dimulai oleh Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, dan berderet nama yang berkedok feminisme—menyatakan hak asasi berbicara masalah diri sendiri, termasuk di dalamnya Fira Basuki, Nukila Amal, Dewi Lestari, Rieke Dyah Pitaloka, Dinar Rahayu, Naning Pranoto, dan sebagainya. Penulis perempuan telah memberikan wacana baru mengenai posisi perempuan di masyarakat. Perempuan selama ini dianggap tidak berhak untuk menyuarakan potensi seksual tubuh mereka, tetapi para penulis ini telah menawarkan
34
•
No. 2 Oktober
2017
satu pandangan baru, bahwa seks juga milik perempuan. Dalam Larung misalnya, Ayu Utami menggambarkan bagaimana persetubuhan dengan metafora yang sangat estetis dan feminis membuat pembaca berdecak kagum karena begitu indahnya penggambaran itu. Dalam hal ini seks tidak diungkapkan secara vulgar, tetapi justru pembaca mendapatkan pendidikan seks. Sebab vagina adalah sejenis bunga karnivora sebagaimana kantong semar. Namun, ia tidak mengundang serangga, melainkan binatang yang lebih besar, bodoh, dan tak bertulang belakang dengan manipulasi aroma lendir sebagaimana yang dilakukan bakung bangkai. Sesungguhnya bunga karnivora bukan memakan daging melainkan menghisap cairan dari makhluk yang terjebak dalam rongga di balik kelopak-kelopaknya yang hangat. Otot-ototnya yang kuat, rerelung dindingnya yang kedap, dan permukaan liangnya yang basah akan memeras binatang yang masuk, dalam gerakan berulang-ulang, hingga bunga itu memperoleh cairan yang ia hauskan. Nitrogen pada nepentes, sperma pada vagina. Tapi klitoris bunga ini tahu bagaimana menikmati dirinya dengan getaran yang disebabkan angin (Utami, 2007:153).
PEREMPUAN Sebagai ekspresi seksualitas perempuan, Ayu Utami menyuguhkan metafora yang menakjubkan, yaitu bahasa komunikasi yang menarik antara seksualitas dan ilmu pengetahuan. Seksualitas dalam metafora tersebut menurut Nasution (2006:7) begitu “puitik dan menyiratkan semangat feminism”. Keberanian penulis perempuan mengungkap tentang tubuh sebenarnya merupakan upaya ekspresi diri sebagaimana telah digagas oleh Helene Cixous, Julia Kristeva, dan Luce Irigaray. Pemikir feminis ini menolak kategorisasi didasarkan pada oposisi biner yang pada akhirnya, karya-karya perempuan terpinggirkan. . Arivia (2003) menyatakan bahwa kebanyakan perempuan tidak menyadari bahwa tubuh perempuan adalah milik perempuan, sehingga mereka menganggap tubuh mereka sebagai “sesuatu” yang sangat asing bagi mereka sendiri. Oleh sebab itu, perempuan harus mampu menulis nilai dan keindahan melalui tubuh mereka. Perempuan juga harus mampu menciptakan puitika yang sanggup menghancurkan partisi, kelas, dan retorika. Mereka harus menyelam, membelah, melampaui wacana terbalik, yang tertinggi, termasuk wacana yang seakan menertawakan kesunyian dan ketulusan hatinya.
Perempuan mengalami otoritas atas tubuhnya sebagai sesuatu yang estetis. “Tubuh perempuan yang estetis selalu menarik untuk dieksplorasi daripada tubuh laki–laki” (Sukeni, 2011:302), apalagi yang mengeksplorasi kaum perempuan sendiri. Mungkin hal inilah yang mendasari Irigaray dalam tulisannya yang berjudul When Our Lips Speak Together berusaha mengembalikan tubuh perempuan kepada tempatnya “semula” sebelum patriarki, (termasuk juga) wacana di luar perempuan yang membungkus tubuh perempuan ke dalam kategori-kategori sosial yang diciptakan budaya patriarki/lakilaki (Prabasmoro, 2007:42). Berdasarkan uraian tersebut, tulisan ini juga akan menelaah konstruksi seksualitas perempuan dalam novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata. Novelis Jepang yang telah meraih hadiah Nobel 1968 ini, dalam novel tersebut, ia mampu menyuguhkan sajian novel yang puitik, menarik dengan segala macam problematika kehidupan percintaan, sehingga menarik pula bila novel tersebut dikaji dari berbagai sudut pandang. Yasunari Kawabata adalah pengarang lakilaki. Meskipun ia pengarang lakilaki, ia mampu mengilustrasikan tubuh, hasrat, dan seksualitas
perempuan secara menarik. Ilustrasi tubuh, hasrat, dan seksualitas perempuan tersebut dilekatkan melalui tokoh-tokoh perempuan, di antaranya adalah Otoko dan Keiko. Sesuai dengan latar belakang tersebut, permasalahan dalam tulisan ini adalah konstruksi seksualitas perempuan dalam novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata. Berdasarkan permasalahan umum tersebut, konstruksi seksualitas perempuan mencakup (1) tubuh, (2) hasrat, dan (3) relasi seksualitas. Oleh sebab itu, permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimana representasi
No. 2 Oktober
2017
• 35
k u l t u r
tubuh perempuan dalam novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata? 2) Bagaimana representasi hasrat seksual perempuan dalam novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata? 3) Bagaimana representasi relasi seksualitas perempuan dalam novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata? PEMIKIRAN HELENE CIXOUS: EKSPLORASI TUBUH DAN SEKSUALITAS Tokoh aliran feminisme posmodern Perancis, Helene Cixous, mengontraskan gaya menulis perempuan atau l’ecriture feminine dan gaya menulis laki-laki atau l’ecriture masculine. Cixous menyadari bahwa patriarki adalah konteks kultural dan historis dengan kekuatan yang sebenarnya tidak universal akan tetapi merupakan
36
•
No. 2 Oktober
2017
keadaan nyata dan hal ini tidak terpisahkan dari segi estetika dan puitik (Dunn, 2006:43). Teori l’ecriture feminine Cixous memberikan jalan keluar dari opresi sistem kultural, religius, seksual dan linguistik. Cixous mengajak perempuan untuk berpikir dengan cara yang berbeda tentang sejarah mereka, bukan hanya asal-usul mereka akan tetapi juga dalam hal bahasa. Perempuan harus menemukan sejarah baru, dengan menggali sumber imajinasi dan mengeksplorasi kedalamannya, sesuatu yang jauh dari gambaran cerita kekuasaan, perbedaaan derajat dan opresi, sesuatu yang akan tercermin dalam bahasa dan tubuh perempuan. Cixous menarik banyak hubungan antara seksualitas laki-laki dengan
tulisan maskulin, dan seksualitas perempuan dengan tulisan feminin. Seksualitas laki-laki, tulisan maskulin, menurut Cixous sangat membosankan dalam hal keterpusatan dan singularitasnya (Dunn, 2006:293). Tulisan lakilaki ini bisa dicirikan melalui argumentasi keberadaan oposisi biner, yang selalu mengasosiasikan laki-laki dengan hal-hal yang positif, sementara perempuan dikaitkan dengan hal-hal yang negatif. Oposisi biner ini akhirnya tidak hanya menempatkan perempuan dan laki-laki dalam dua kutub yang berbeda, akan tetapi juga melakukan penjenjangan. Perempuan pun kemudian dianggap hanya merupakan bagian dari
laki-laki, dan dianggap inferior dari segala yang laki-laki atau dianggap laki-laki. Cixous memotivasi perempuan untuk menulis jenis l’écriture féminine dengan terus mengeksplorasi masalah seksualitas, erotisme dan feminitas. Ide tulisan feminin atau l’écriture féminine yang dikemukakan oleh Cixous bisa dianggap feminin sekaligus non-esensialis. “Write yourself Your body must be heard.” adalah dua kalimat yang dianggap paling mendasari teori Cixous. Menurut Cixous, tubuh perempuan sangat erat kaitannya dengan seksualitasnya dan cara bagaimana tubuh dan seksualitas itu dipandang dalam konteks budaya laki-laki (Prabasmoro, 2007:184). Dalam buku yang sama juga diungkapkan, kurang lebih teori Cixous dan Irigaray memiliki kesamaan. Mereka berpendapat bahwa tubuh perempuan seperti halnya seksualitas perempuan tidak terpusat, ada di mana-mana dan tidak di mana-mana, berbeda dengan laki-laki yang tunggal dan terpusat. Hal inilah yang mendasari pendapat bahwa seksualitas perempuan tidak dapat atau tidak seharusnya dikontekskan dalam seksualitas laki-laki. Jika seksualitas perempuan dibebaskan dari konteks laki-laki, seksualitas perempuan melahirkan bahasa baru yang berpotensi menjadi subversif karena memang tidak dikenal oleh “bahasa laki-laki”.
Seperti diketahui, subversif berarti menggulingkan kekuasaan. Hal ini berarti bahasa perempuan dianggap membahayakan bagi keberadaan “bahasa laki-laki” yang sudah mengakar dalam masyarakat saat ini. Tapi menurut Cixous bukan inilah tujuan penciptaan bahasa perempuan. Bahasa perempuan memang memiliki potensi subversif, akan tetapi keberadaan bahasa perempuan hanya dimaksudkan untuk memfasilitasi perempuan dalam mengungkapkan dirinya, bukan untuk menggulingkan kekuasaan bahasa laki-laki dan menggantikan posisi bahasa lakilaki tersebut. Mengutip penjelasan dari Aquarini P. Prabasmoro dalam buku Kajian Budaya Feminis, bagi Cixous dan Irigaray, tubuh perempuan adalah bahasa perempuan. Ecriture Féminine yang secara kasar dapat dimaknai sebagai “menulis tubuh” adalah bagian dari usaha penciptaan bahasa perempuan yang lahir dari tubuh perempuan. Menurut keduanya teks menubuhi tubuh perempuan. Setiap bagian tubuh perempuan atau bagian tulisan perempuan adalah utuh dan setiap bagian yang utuh ini menciptakan tubuh yang utuh pula. Tubuh atau tulisan perempuan seperti seksualitas perempuan tidak pernah mencapai titik akhir, tidak juga dapat direduksi menjadi satu titik tertentu pada tubuh perempuan. (Prabasmoro, 2007:185). Jika seorang perempuan mengeksplorasi tubuhnya dan
menuliskannya, maka tulisan perempuan tidak terbatas. Perempuan dapat menuliskan berbagai hal, tentang feminitas, tentang seksualitasnya yang kompleks dan hal lain. Hal inilah yang menyebabkan tulisan perempuan dikatakan tidak pernah mencapai titik akhir. Karena seperti halnya seksualitas perempuan, tulisan feminin tidak tidak terbatas, lebih terbuka dan lebih beragam, lebih penuh kemungkinan. Cixous juga mengatakan, seperti yang tertera dalam buku Feminist Thought karya Rosemarie Putnam Tong (1998), jika seorang perempuan menulis, ia menulis dengan tinta putih dan membiarkan kata-katanya mengalir kemana pun yang diinginkannya. Bahasa perempuan tidak mengandung sesuatu, melainkan ia membawa sesuatu. Bahasa perempuan tidak menghambat, melainkan membuka kemungkinan. Pemikiran Helene Cixous khususnya terkait dengan eksplorasi tubuh dan seksualitas perempuan tersebut dijadikan dasar pijak utama untuk menelaah teks novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata. Selanjutnya, analisis akan diarahkan pada kontruksi seksualitas perempuan yang mencakup (1) tubuh, (2) hasrat, dan (3) relasi seksualitas perempuan. Analisis terhadap ketiga hal tersebut diperlukan teori pendukung yang akan dipaparkan lebih lanjut.
No. 2 Oktober
2017
• 37
k u l t u r
TUBUH, HASRAT, DAN RELASI SEKSUALITAS PEREMPUAN Kajian aspek tubuh, hasrat, dan relasi seksualitas perempuan bertolak pada konsep Barthes tentang analisis semiotik. Barthes (2004) memahami idiologi sebagai kesadaran palsu yang membuat orang hidup di dalam dunia imajiner. Idiologi ada selama kebudayaan ada, dan konotasi sebagai ekspresi budaya. Semiotika digunakan untuk memahami konstruksi seksualitas perempuan. Dalam hal ini Ang (1996) mencontohkan kerangka kerja semiotik dapat membantu memahami cara penyajian teks dalam membangun berbagai definisi budaya tentang feminitas dan maskulinitas yang sering bertentangan, yang memberi ruang pada pembaca untuk membangun relasi penuh makna dengan teks yang dibaca. REPRESENTASI TUBUH PEREMPUAN Teks menyajikan tubuh perempuan. Tubuh perempuan sering disajikan dalam wujud yang erotis. Pola yang muncul dalam teks ini adalah tubuh perempuan yang disegmentasikan, antara lain, wajah, bibir, dada yang padat berisi, kaki yang jenjang, kulit, dan sebagainya (Pakasi, 2007:18-19). Tubuh tidak dapat dilihat sebagai fenomena biologis semata, melainkan juga dibentuk, dibatasi, dan dirumuskan oleh masyarakat
38
•
No. 2 Oktober
2017
(Shiling, 1996). Menurut Bourdieu (dalam Shiling, 1996) tubuh adalah “penerima nilai-nilai simbolik dan fenomena materi yang membentuk dan dibentuk oleh masyarakat”. Foucault (dalam Shiling, 1996) juga memandang bahwa tubuh sebagai objek pengaturan wacana. Di pihak lain Cornnell (dalam Shiling, 1996) berpendapat bahwa “tubuh yang dikonstruksi secara sosial berdasarkan jender adalah bagian luar tubuh, yaitu konstruksi bentuk dan ukuran”. Cornnell berargumen bahwa ketimpangan dalam masyarakat terutama didasari oleh kriteria yang ditentukan secara sosial terhadap tubuh.
Melalui tubuh pula manusia diajari untuk melihat perbedaan antar jenis kelamin, misalnya melalui perbedaan pakaian dan pelbagai stereotip yang mengunggulkan lakilaki secara fisik.
Piliang (2004) sependapat dengan pemikiran Bourdieu yang menyatakan bahwa tubuh perempuan merupakan arena permainan tanda yang bisa dipertukarkan dengan istilah political economy of the body signs. Dalam konteks ini misalnya, tubuh perempuan seperti wajah, dada, kulit, kaki, pantat ditujukan untuk membangun citra tubuh perempuan yang seksi. Nilai tubuh perempuan
dieksplorasi menjadi permainan tanda yang membangun makna tertentu, misalnya seksi, menantang, maupun bergairah bagi lawan jenisnya. REPRESENTASI HASRAT SEKSUAL PEREMPUAN Pakasi (2007:24) berpendapat bahwa hasrat perempuan yang terbangun dalam teks adalah hasrat mendapatkan cinta dan romantisme dari pasangannya. Hasrat tersebut terbentuk berdasarkan jender. Perempuan menghasratkan cinta, sedangkan laki-laki menghasratkan kenikmatan. Di sisi lain, ada juga kontradiksi dalam teks yang juga menampilkan hasrat seks perempuan demi kenikmatan perempuan itu sendiri dan dilakukan melalui aktivitas seksual yang secara sadar ia lakukan atas keinginannya sendiri. Di dalam teks, perempuan sesungguhnya bebas menyatakan keinginan seksnya, tetapi hal tersebut akan menjadikan perempuan objek fantasi laki-laki (Pakasi, 2007:27). REPRESENTASI RELASI SEKSUAL PEREMPUAN Teks cenderung menampilkan seksualitas perempuan sebagai objek seks laki-laki (Pakasi, 2007:30). Barthes (2004) menanggapi hal itu sebagai idiologi tersembunyi yang terpantul dalam teks. Idiologi yang menempatkan perempuan sebagai objek seks dapat dijelaskan melalui mitos. Mitos merupakan sistem komunikasi, yaitu pesan yang
terdiri atas tanda-tanda. Idiologi objektivikasi tubuh perempuan beroperasi melalui tanda-tanda. Idiologi objektivikasi tubuh perempuan terlihat jelas pada teks yang melakukan fragmentasi terhadap tubuh perempuan: dada, mata, kulit, kaki, dan sebagainya. Fragmentasi ini mereduksi perempuan dan mendepersonalisasi bagian tubuh perempuan untuk kepentingan kepuasan laki-laki. Teks itu menampilkan tubuh perempuan sebagai objek hasrat laki-laki demi kekuasaan dan dominasi seksual laki-laki terhadap perempuan (Pakasi, 2007:30). Penyajian yang mengobjekkan perempuan oleh Zoonen (1994) disebut sebagai thanatica representation, yaitu penyajian yang memperlakukan perempuan sebagai objek dan mereproduksi dominasi laki-laki.
Teks juga masih secara ambigu mengontraskan hasrat seksual laki-laki dan perempuan. Menurut Pakasi (2007:30) penampilan hasrat seksual perempuan yang aktif lebih ditujukan untuk memuaskan fantasi pembaca teks laki-laki. Namun teks juga dapat menampilkan perlawanan perempuan untuk keluar dari objektivikasi laki-laki. Dalam konteks ini, Stuart Hall (1982) berpendapat bahwa teks merupakan pertarungan makna. Teks tidak menyajikan satu makna, tetapi ada beragam makna yang
dapat saling bertentangan dan berkompetisi satu sama lain. Dalam teks sebenarnya masih ada ruang bagi perempuan untuk melunakkan objektivikasi tubuh dan hasratnya. Dalam konteks ini dapat dijelaskan pula bahwa perempuan dapat mengubah posisi dari objek menjadi subjek. Dengan demikian bahwa relasi seksual dalam teks itu bisa objek-subjek atau sebaliknya subjek-objek, suatu relasi yang saling bergantian (Bersambung)
No. 2 Oktober
2017
• 39
AL A M
OXIGEN, NITROGEN, Oleh: Erry Amanda
Selamat menikmati udara yang terus disediakan dengan gratis dan kita tak pernah menyadari bahwa kita tak pernah menghitung berapa harga udara, dan baru diketahui setelah kita sakit. Berapa harga satu tabung oxigen? Jika 24 jam satu tabung saja, hitung sebulan berapa, kemudian hitung usia kita, jumlahkan.
istockphoto.com/Nazarevich
40
•
No. 2 Oktober
2017
D
okter Handrawan Nadesul (penyair yang karyanya mendapat perhatian dari kritikus sastra Indonesia Prof. A Teuw, penulis beberapa buku kesehatan, pembicara dalam seminarseminar lokakarya kesehatan, dan peduli pada kesehatan anak agar menjadi generasi berkualitas) menginformasikan harga udara yang diperlukan untuk bernafas sesorang. Kurang lebih keterangan Hans—panggilan akrabnya—itu
AURORA adalah: Sekali bernafas manusia memerlukan 0,5 liter udara. Bila perorang bernafas 20 kali setiap menitnya, berarti udara yang dibutuhkan sebanyak 10 liter. Dalam sehari setiap orang memerlukan 14.400 liter udara yang terdiri dari 20% oksigen dan 79% nitrogen. Setiap kali bernafas membutuhkan 100 ml oksigen dan 395 ml nitrogen. Jadi sehari diperlukan 2880 liter oksigen @ Rp25.000 dan 11.376 liter nitrogen @ Rp9.950 (harga nitrogen $2.75 per 2,83 liter), maka setiap harinya manusia menghirup udara seharga Rp176.652 alias Rp5,3 miliar/ bulan atau Rp63,6 miliar/tahun. Erry Amanda: Mas Hans (Handrawan Nadesul) pada tahun 2006 saya teriak di hadapan para orang pinter di sebuah hotel mewah di Kemang, menyatakan hal yang sama, soal harga udara. Saya sampaikan, bahwa saat manusia bangun pagi hari sesungguhnya mereka sedang berkesempatan yang ke kali sekian untuk menatap JENDELA
FAJAR KEHIDUPAN. Juga saya pertanyakan, sempatkah manusia menyadari ada sesuatu yang sangat berharga, JIKA SAJA TUHAN NARIK PAJAK ATAS UDARA yang dipakai tiap hari itu, mampukah manusia membayarnya? Kemudian saya pertegas, MENGAPA KESADARAN mendapatkan barang yang sangat berharga itu SETELAH SAKIT? Mengapa mengucapkan Alhamdulillah, syukur - hanya dapat ketika rejeki BERUPA KERTAS dengan gambar dan bertuliskan angkaangka? Mengapa KESEHATAN nyaris diperdulikan setelah sakit? Menjaga dan merawat kesehatan bukankah sama dengan MENCINTAI seluruh aspek hidup dalam tubuh kita? Masih soal oxigen dan nitrogen, bahwa bumi ini setiap tahunnya perlu charge seperti HP. Daya yang dipergunakan untuk charge itu sangat dahsyat, jika tak ada oxigen dan nitrogen maka bumi ini akan jadi debu partike. Sumber daya untuk charge itu adalah SOLAR FLARE, yang dikenal dengan istilah AURORA (Dewi Fajar) dengan percepatan (setidaknya 52.000 mil/detik -- yang sebelumnya dinyatakan 32.000 mil/detik. Saya bersama dengan beberapa teman pernah membuat semacam simulator sains simulacra, pendekatan
sederhananya lebih dari 52.000 mil/detik. Bisa kita banyangkan ruang vacum yang ditimbulkan dari percepatan solar flare tersebut, jelas realitas simulacrum ini SANGAT TIDAK NALAR dalam hukum FISIKA (hukum alam) -- dan bisa dibayangkan panas yang ditimbulkan dari densitas dan velositas solar flare tersebut. Satu hal yang aneh, yang MAMPU menahan luncuran mega densitas tersebut adalah OXIGEN dan NITROGEN di lapis STRATOSFER - dan tabrakan tersebut menghasilan REIONISASI (sama dengan teori isi ulang accu saat mobil atau kendaraan bermotor). Inti uraian ini, betapa PENTING dan SANGAT BERHARGANYA OXIGEN bagi JASAD HIDUP di bumi ini termasuk mahluk dan jasad hidup yang lain. BESI pun membutuhkan udara, termasuk minyak. Semoga uraian ini menyadarkan semua sahabat untuk tetap menjaga aspek kesehatan - jangan sampai membeli oxigen dan nitrogen, sebab Tuhan sudah menyediakan dengan GRATIS. (CC: Lamto Widodo, Arief Budiman, Sugiono Mpp, Sally Chyt, Eko Windarto, Ani Kzt, Agung Pranoto, Ghouts Misra, Ghufran Patria Kusuma,Iwan Soekri, Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, Lasmi Ebby, Heni Hamid, Inne Agni Annaisha Argya, Novian Irawan, Syaiful Erwin, Imam Syamsuddin, Erbee Pramono, Wiwien Muchlis, Warga Wilisl, Anni Haryati, Martha Sinaga, Mas Soegeng, Uki Bayu Sedjati, Herianto Satya II, Heryus Saputro, Herianto Satya II, Ika Hertika, Philips Onggowidjaja, DianSi, Desi Oktoriana, Handrawan Nadesul, Handoko Sumahan, Rd Nanoe Anka, Rini Intama, Rini Prasetyani)
No. 2 Oktober
2017
• 41
OP I N I
PENULIS, SEBELAH Oleh: Heru Cakil
Saya sudah setahun terakhir menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak, Bekraf, meminta pertemuan, diskusi. Mengingat ini adalah nasib seluruh penulis di Indonesia. Literasi adalah hal penting dalam peradaban. Apa hasilnya? Kosong saja. Bahkan, surat-surat itu tiada yang membalas, dibiarkan begitu saja nampaknya.
A
tas progres yang sangat lambat tersebut, dan tiadanya kepedulian orang-orang di atas sana, maka saya Tere Liye, memutuskan menghentikan penerbitan buku di penerbit-penerbit Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit Republika per 31 Juli 2017 lalu. Hal tersebut adalah ungkapan Tere Liye melalui status face booknya. Karena adanya ketentuan baru mengenai perpajakan untuk penulis di Indonesia, Tere Liye yang merupakan salah satu penulis kondang tanah air menganggap bahwa ketentuan tersebut tidak adil. Sehingga, ia memutuskan untuk tidak menerbitkan buku melalui penerbitan buku yang mainstream. Jika disimpulkan, Tere Liye berpendapat bahwa penulis buku di negeri ini merupakan kumpulan orang-orang yang paling dermawan kepada pemerintah. Sebab, meski rumahnya paling kecil, mobilnya sederhana, ternyata mereka membayar pajak lebih tinggi dari profesi lain yang secara karier lebih pasti. Maman S Hendayana yang merupakan kritiks sastra dan sebagai Guru Besar Sastra Universitas Indonesia juga berpendapat bahwa pekerja
42
•
No. 2 Oktober
2017
literasi belum memiliki kedudukan yang penting di negeri ini, bahkan seolah-olah para penulis dan sastrawan dianggap tidak memberikan kontribusi apa pun di negeri ini. Itu berarti bahwa penulis atau pun sastrawan masih dipandang sebelah mata di bangsa ini. “Selama negeri ini berdiri tidak pernah pemerintah memberi penghargaan yang berupa materi yang besar dibandingkan penghargaan kepada atlet atau selibritis, misalnya,� itulah ungkapan dari Maman yang dilansir dari Liputan.com. Jika dibandingkan dengan profesi lain, peranan penulis maupun seniman tidak kalah penting kontribusinya terhadap negeri. Maman juga berpendapat bahwa, jika kita menyusuri waktu ke belakang, sebenarnya para sastrawan berperan penting dalam pembentukan Indonesia sebagai negera kesatuan. Hal tersebut dibuktikan pada teks Sumpah Pemuda. Apakah para penulis di negeri ini masih sebagai pekerja yang dianaktirikan dan dipandang sebelah mata?
MATA ***
neokultur/eki thadan
Artikel di atas dikutip dari blog Dapoer Sastra Tjisaoek Tangerang, 11 Oktober 2017. Redaksi menurunkannya karena berlaitan dengan momentum Bulan Bahasa. Sekaligus hal itu merupakan cermin dari kehidupan kebangsaan kita. Para tokoh
pemuda 1928 mengumandangkan tekad kebangsaan dengan tujuan perbaikan tanah air ke depan, maka kini adalah keluh pribadi dengan menggenarisasikan kelompok profesi. Sebagai penyeimbang opini, sehingga tidak akan menimbulkan persepsi yang kurang tepat, maka di bawah ini kami turunkan juga tanggapan atas tulisan di atas. Demikialah. Sugiono MP. Oh kasihan ya? Bagitu? Lalu apa yg bisa dilakukan? Nothing. Heru Cakil ayo kita diskusikan lalu tulislah. Sosok sebesar Tere dan Kang Maman teramat sangat memelasnya dengan postinganmu itu. Padahal kalau kita rembuk bersama ada solusi kesejahteraan. Penulis tuh hebat lho, kalau mau bisa dapat gaji lebih besar dari CEO multi corporation. Ga percaya? Datanglah ke sini. Salam. Kek Atek. Tulisan yang amat sangat menarik untuk telaah lanjut. Sebenarnya dimana posisi penulis/ author ? Tergantung dari penulis itu sendiri. Dunia ini sangat amat luas dan atau terlalu sempit tergantung pikiran kita. Saya sendiri sudah banyak
menikmati sebagai saksi pelaku bahwa Salah satunya tersebab sebagai penulis karya ilmiah, ada yg berkenan membiayai keliling Amrik memperdalam ilmu yg berhubungan dg kepakaran yang saya tulis, sekaligus dapat bonus jalan jalan dan menambah kenalan lingkungan global. hm... Sugiono MP. Betul pak Kek Atek. Hidup adalah pilihan berkonsekuensi. Kalau pilihannya sebagai penulis, bos atas diri sendiri, ya harus konsekuen. Memang ada juga penulis bayaran. Yang penting, penulis itu pemberi, bukan pemintaminta, jadi tersinggung rasanya kalau dibelaskasihani. Masih banyak warga masyarakat yang layak dibelaskasihani. Penulis mampu memberikan solusi, sampai pun bagaimana menata keamburadulan dan kesenjangan yang ada. Dhimas Heru Cakil bermaksud positif, tapi kesan sebagian pembaca yang tidak faham seni dan kesenimanan, bisa berpandangan lain. Seperti halnya nasib Boris Pasternak, Pramodya, menerima konsekuensi dari pilihan hidupnya sebagai penulis. Salam. Kapan kundur? Catatan perjalanannya kami muat di NEOKULTUR edisi Oktober. Suwun. Shiny Ane El’poesya. Bagaimana itu caranya, agar penulis bisa berpenghasilan lebih dari CEO? Agung Pranoto. Mengerjakan proyek penulisan (buku dll) dengan anggaran lumayan. Mulai dari Rp25 juta hingga mencapai ratusan juta.
No. 2 Oktober
2017
• 43
R E L I G I
P
akar ilmu pengetahuan tetap berpendapat, bahwa Tuhan itu ya Ilmu Pengetahuan itu sendiri, ya suka-suka sajalah. Saya tak ribut soal orang tak percaya Tuhan. Gak pusing mereka menafikan wahyu. Gak mumet mereka menganggap Kitab Wahyu adalah dongeng. Bagi saya gak ada hubungan secara langsung. Saudara tidak, kenal juga mboten. Masuk neraka juga gak keasepan apinya -- itu hak pribadi yang dijamin Allah untuk bersikap dan punya hak hidup seperti orang-orang yang gnostik, yang punya keyakinan teologisma. Yang ingin saya pertegas bukan soal mereka tak percaya Tuhan, justru saya akan bertanya realitas kebenaran alam fisik yang sangat sederhana saja. Jika Tuhan adalah ilmu pengetahuan, sementara ilmu pengetahuan itu muaranya adalah alam fisik, seluruh cakupan jagad raya. Tak banyak yang saya tanyakan, apakah atom melakukan reaksi bentukan, adakah metodologi serta tehnologi itu lahir dari materi itu sendiri, atom itu sediri. Mengapa semua atom berputar secara orbiter ke kiri, kenapa gak ke kanan? Mengapa setiap materi tidak berdiri sendiri, macam atom, ada partikel lain dan masing-masing partikel punya properti atau sifat-sifat yang berbeda? Siapa yang menetapkan unsur air adalah atom O dan atom H?
www.nasa.gov
Jika jawabannya ‘Hukum Alam’, maka pertanyaannya adalah, hukum alam yang mana? Jika dibilang ‘dari sononya’ ya sononya mana?
Oleh: Erry Amanda
44
•
No. 2 Oktober
2017
AKU TAK
Mengapa semua reaksi alam memiliki hukum kekekalan reaksi, siapa atau apa yang menetapkan? Mengapa sistem pembelahan sel dari zaman ke zaman gak pernah berubah? Mengapa gumpalan daging dari janis usia 3 bulan tak diketahui bahan-bahan yang bakal jadi komponen tubuh manusia? Kok semua komponen tubuh itu tidak punya cetakan (molding)? Bagaimana spermatosoa sebutir saja lantas gandengan dengan indung telur jadi macam-macam? Apa sih bakal atom? Apa juga bahan baku semua materi itu? Jika jawabnya, “Ya dari alam itu sendiri,” maka cukup sudahlah pertanyaan saya. Saya tak perlu menanyakan soal Tuhan kepada mereka. Jangankan menjawab soal Tuhan, substansial bentukan saja ga bisa menjawab, kalau toh dijawab pasti rumus dan sistem bentukannya bukan substansial bentukannya. Salam siang, salam bahagia (dan berlanjut dalam diskusi on line di bawah ini).
FORUM DISKUSI Muhammad Saifullah: Dalam nucleus ada lagi neutron. Erry Amanda: Proton posetron, nanomate, antimatte, masih banyak mas jasad renik yang belum terungkap. Muhammad Saifullah: Pohon tomat dan cabe tumbuh berdekatan. Jarak hanya 50 cm. Kok cabe rasanya pedas, tomat rasanya manis. Tanah sama, rabuk tanah sama... Biji tomat dan biji cabe sudah sama-sama menyimpan ‘sesuatu’. Lamto Widodo: Di situlah titik simpang dua jalur utama filsafat pengetahuan. Yang satu berjihad menafikan Tuhan, yang lain tentu saja menjadi penjelas (sebenarnya sudah sangat jelas) eksistensi Tuhan. Yang ribet, ketika di masjid yakin ber-Tuhan, tetapi ketika di tempat lain jadi pembela anti-Tuhan. Ini fenomena ‘ketersediaan’ yang di-wanti-wanti Al Ghazali dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah.
Erry Amanda: Nanda Lamto Widodo, seperti yang pernah saya sampaikan berulang di kajian tritisan sekian tahun silam, kita sama-sama berpotongan tegak lurus dengan teori BIG BANG (TEORI MENDAHULU MATERI), saya menjadi bingung, ketika kelompok keyakinan bisa menerima teori tersebut hanya bersandar soal AWALNYA HANYA TITIK. Jika titiknya ALLAH sama dengan parameter atau ukuran manusia -- TUHAN nomor berapa manusia tersebut. Kita tahu satu titik spematosoa -- yang ledak (anggap seperti tu) tanpa alat cetak (molding) titik tersebut verisi usus, mata, jantung, kulit, otak, tulang - rambut telinga dan seterusnya -- belum lagi ada darah, kromosom serta milyaran cel - lha apalagi JAGAT RAYA ini. Pakdhe Agung: Ya, percuma saja menjelaskan masalah Tuhan kepada mereka yang athies. Abdullah Awang: Pendapat Pakhde Agung memang tepat, tetapi berasa orang bisa memahami natijah yang prof perjelaskan? Itulah sebab Allah menyatakan bahawa manusia
PERNAH MAU RIBUT No. 2 Oktober
2017
• 45
r e li g i
itu khalifah di muka bumi: memerintah secara adil tanpa mengkhianati ekosistem yang diamanahkan. Sebuah pendapat yang benar Pakhde adalah ’akurat’, tetapi merasa orang dapat memahami yang dari natijah meresmikan? Yang demikian itu adalah Allah, Tuhan langit dan bumi. Eko Windarto: Semua dikembalikan ke titik awallah yang nantinya akan kembali ke satu titik. Erry Amanda: Saya lebih suka menyebut, tak ada satu pun titik awal atau titik akhir yang bisa manusia ketahui mas Eko Windarto, karena DIA tak menjelaskan apa-apa soal substan PURWA RUPA atau PURNA RUPA. dan itu hak DIA, sang Maha CIPTA. Jangankan soal TITIK (yang saya menolak teori BIG BANG) - planet, atom partikel mengorbit ke kiri saja tak ada penjelas sama sekali, artinya MENGAPA MENGOBIT KE KIRI tidak KE KANAN - untuk itu, manusia HANYA PUNYA HAK BEBAS UNTUK MEDERIVAT seluruh ciptaanNYA - untuk
http://www.dw.com/
46
•
No. 2 Oktober
2017
kemaslahatan manusia itu sendiri. JIKA MEMPERTANYAKAN apa bahan baku suatu tepung difermentasi kok bisa jadi manis, ini pun setelah melaui dapur uji klinis 0 bahan-bahan yang berubah tersebut, namun tetap buta - MENGAPA BISA BEGITU. Apalagi SUBSTANSIAL CIPTAAN. Mempertanyakan trilyunan bintang dan pada gugus bintang --itu untuk apa - sementara yang dekat bumi kok cuma satu bintang (Matahari) - kalau saya jawab koplak, SATU MATAHARI SAJA MUSIM KEMARAU NGELUH bagaimana kalau sampai seratus matahari, dua bintang (matahari) saja mungkin -- (tak bisa saya bayangkan). Lantas yang triyunan matahari itu untuk apa? Begi Bagiono: Keteraturan yang belum diketahui mungkin, mas... Bisa saja satu dua abad berikutnya bisa dicari alasannya. Banyak phenomena yg mampu disingkap oleh ilmu pengetahuan, yang sebelumnya dianggap sebuah kejadian yang given.
Erry Amanda: Saya punya keyakinan - sampai KIAMAT manusia tak akan pernah tahu mengapa diputar ke kiri soal orbit, cuma fungsi reaksi yang bisa diketahui, apalagi bahan baku satu partikel, satu trilyun ABAD pun saya jamin sangat tak mungkin. Itu menurut saya dinda Begi Bagiono. Soal diterminis sudah sejak lama diketahui (bukan keseimbangan namun lebih ke presisional, keseimbangan bersifat ratio, sementara ketarutan non ratio apalagi psacia, sangat tak mungkin. Boim Readers Greaters: Boss kan tos abi bilang, anjeun salah tempat bikin status rumit seperti nih. Abi mah tetep yakin PERCUMA boss. Erry Amanda: Hatur nuhun, hampura, abi mah nteu pedulilah, mau diapresiasi atau enggak - bukan tujuan utama, yang terpenting saya sudah mencoba sedikit yang ada untuk berbagi. Satu apresiator saja dan faham apa yang saya sampaikan, bagi saya sudah cukup
I NT ER MESO
KANEBO Oleh: Isyhaq Badai Arantya
A
da yang ndak sehoby nulis, berteman dengan akun saya. Pas baca tulisan saya bawaannya baper. Dikiranya saya tukang gombalin lawan jenis! Saya jawab sekarang! Saya emang tukang rayu. Dan rayuan saya itu, untuk istri saya! Sebagian besar yang saya tulis adalah kisah hidup saya di masa lalu. Real. Asli! Kalau rekaan, akan saya bubuhi foot note ‘Fiksi yang sering saya plesetkan jadi Piksih’ So? Kalau kamu kamu-kamu baper, bapernya ndak usah kebangeten! Norak. Tapi ngeselin. Iya kan?! Bukan buat kamu! Salah satu indikasi tulisan ‘berhasil’, itu bapernya pembaca dibawa ke hati berhari-hari! Kalau ndak suka, silakan klik unpren aja. Sudah ada fasilitasnya di fb. Dari dulu saya ndak suka tedeng aling-aling atau nutup-nutupi.
Ndak pernah bikin nama akun alay, palsu, lebay. Akun saya, ya ini. Pake nama asli anak. Nama asli, sering ada dalam tulisan saya. Bingung? Makanya nyimak! Biar ndak lola. Ketulusan dan kejujuran bisa dilihat dari nama akun. (Setidaknya ini menurut saya). Kalau kalian entah. *** Sekian. Kalau baca sampai selesai. Berarti kalian sudah baper! *** Dikit lagi. Cuma ngingetin, kok masih baca juga yang ini. Pake manyun bibirnya. Kan, kan, kan! Baca ini saja sudah jengkel. Berarti saya berhasil lagi. *** #Huk_eaaa
No. 2 Oktober
2017
• 47
DAE RAH
B
BANDAR DUNIA MADANI DAN FILM HSL
ATAM. Adalah pesona keasrian. Jalan-jalan mulus tidak berlubang. Pepohonan rindang di sepanjang jalurnya. Serasa berada di tengah hutan yang ramah. Gedung-gedung modern tertata apik. Itulah kesan pertama ketika saya menginjak kota Batam, 1999. Mobil-mobil mewah adalah sarana transportasi kota. Pantas kalau Batam dan Singapura disebut sepasang ‘kota kembar’. Jembatan Barelang (Batam, Rempang, Galang) ikon kota ini, menghubungkan Batam dengan pulau-pulau Rempang dan Galang. Ketika kota ini mulai dipercantik oleh Otorita Batam (1970) penghuninya baru sekitar 6000 jiwa. Kini (2017) mencapai angka 713.960. Ini kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas. Berdasar catatan, Pulau Batam yang dihuni etnis Melayu (orang Selat) sejak 231 Masehi, pernah menjadi medan Laksamana Hang Nadim
48
•
No. 2 Oktober
2017
dalam perlawanan terhadap penjajah. Baru pada dekade 1960-an Batam digunakan sebagai basis logistik minyak bumi dari Pulau Sambu. Pada 1970-an Batam dijadikan Singapura-nya Indonesia. Akhirnya status kecamatan ini ditingkatkan menjadi kodya (1980-an) yang pada reformasi berkembang sebagai daerah otonomi. Meski telah mencapai lompatan satatus administratif pemerintahan dan perkembangan penduduk yang heterogen (Melayu, Jawa, Batak, Minang, Makassar, Flores, Cina) namun budaya Melayu terasa mengental. Setiap bangunan umumnya bercat khas berdasar filosofis etnis Melayu: merah, hijau, dan kuning. Heterogenitas etnis mempererat tali budaya, tercermin dari penggunaan berbagai bahasa daerah dalam pergaulan sehari-hari warganya, sehingga merupakan unikum tersendiri. Semisal orang Melayu bersapa dalam bahasa Jawa,
sebaliknya yang Jawa dengan bahasa Batak, pun demikian dengan bahasa dari daerah-daerah lain di Nusantara ini. Oleh karena itu Batam juga disebut sebagai Bandar Dunia Madani. Kemadanian itu tak hanya dalam skala kebangsaan, tapi antarbangsa pun terajut. Itu karena geografi Batam yang berada di jiran Singapura dan Malaysia. Maka kerja sama budaya pun terjalin. Di antaranya pembuatan film yang diangkat dari tradisi (baca: nilai kearifan lokal) Batam ke forum global. Adalah sineas Ibonk Hermawan dengan dukungan Hang Sinema Langit (produser) mengangkat legenda Hantu Sei Ladi ke layar perak yang juga akan diputar dibioskop Singapura dan Malaysia. Pasalnya, ada juga aktor dari kedua negri tetangga tersebut. Dengan kata lain ada greget dari para sineas Batam untuk mengangkat nilai lokal ke tataran global (Ikha Jingga)
suryamalang.tribunnews.com
B
GARA-GARA MANGKIR, KESENGGOL OTT
ATU, JATIM. Ketidakhadiran Walikota Batu dalam acara pengarahan KPK dan penandatanganan komitmen anti-korupsi bupati/walikota se Jawa Timur, Juli 2017, membuat Walkot Eddy Rumpoko kesenggol operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Pengarahan itu adalah program terintegrasi dari strategi pencegahan korupsi, khususnya membangun sistem pengendalian gratifikasi di Jatim. “Jatim adalah salah satu barometer penting nasional. Jangan sampai mereka korupsi karena alasan ketidaktahuan atau justru menyalahkan sistem, padahal mereka bisa membangun sistem tersebut,� ujar Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono Menurut Giri, penandatanganan komitmen tersebut menyangkut perbaikan sistem pengadaan
barang dan jasa, penganggaran, dan pelayanan terpadu satu pintu. Kemudian, perbaikan penghasilan, pengendalian gratifikasi, kepatuhan pelaporan harta kekayaan dan penguatan aparat pengawas internal. Eddy Rumpoko dan Edi Setyawan, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu, tertangkap OTT KPK pada 16 September 2017. Keduanya diduga menerima suap senilai Rp 500 juta dari pengusaha FD dalam proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair Pemkot Batu 2017 dengan nilai proyek Rp 5,26 miliar. Dalam praktek managemen pemerintah daerah selama ini, kepala daerah memiliki kekuasaan besar dalam pengelolaan anggaran APBD, perekrutan pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan barang dan jasa, juga pembuatan
peraturan kepala daerah di antara adanya dinasti kekuasaan. Hal itu menyebabkan Walkot Edy Rumpoko mudah melakukan tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi. Walikota Batu terjebak diskresi yang sengaja dia buat sendiri. Itu terlihat diskresi dilakukan karena tidak semua tercakup dalam peraturan sehingga diperlukan kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa terpenuhi tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia. Masalahnya kemudian diskresi ini dipahami secara sangat luas, padahal diskresi itu sangat terbatas. Jelas APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggara tertentu (Eko Windarto)
No. 2 Oktober
2017
• 49
TO UR
CATATAN PERJALANAN JAKARTA – SAN Oleh: Atik Bintaro PENGANTAR Biasanya jalan hidup memang sulit dipahami, hanya bisa direncanakan, terkadang aku pun tidak sempat berencana. Seringkali juga harus menunggu sangat lama untuk menjadi bukti, bahwa rencana itu mewujud nyata. Seperti waktu masih belia, aku pengen keliling dunia. Eh setelah menjadi kakek, ada saja yang mengajak ke New York. Semoga bisa mampir ke kemenakan di Michigan USA. Jadi, jangan remehkan sebuah rencana, rencana apa saja sampai yang tidak masuk akal sekali pun. Siapa tahu bisa mewujud nyata. Mesti agak lama juga kagak apa-apa, dari pada tidak pernah keliling dunia. Perjalanan itu aku tulis di sini, siapa tahu masih ada manfaatnya buat para sahabat.
www.visitcalifornia.com
50
•
No. 2 Oktober
2017
L
os Angeles, 12 September 2017. Jakarta sudah aku tinggalkan sejauh 20 jam naik pesawat terbang. Tentu setelah lulus melewati pemeriksaan imigrasi bandara. Pasport dan visa diperiksa. Laptop dan peralatan elektronik seukuran laptop tidak boleh masuk bagasi, harus ditenteng ke kabin. Jumlah bagasi maksimal dua unit. Sebelum penerbangan yang jauh ini, aku sempat mampir di bandara Narita, Jepang, sambil menunggu waktu penerbangan berikutnya. Hilir mudik pejalan kaki di dalam bandara. Mereka berbelanja atau sekedar melepas lelah setelah tujuh jam duduk di dalam pesawat terbang. Bagi muslim tentu sudah memesan makanan halal ketika pesan tiket perjalanan, menunya: irisan bebek goreng, wortel dan sekotak nasi, roti, air mineral, jus jeruk dan secangkir kopi hitam, semua tersuguh di dalam pesawat. Makanan itu cukup untuk mengganjal perut. Hampir semua pramugari pesawat dari Jakarta ke Narita berlogat Jepang dan mirip
DIEGO orang Jepang. Jangan-jangan mereka memang orang Jepang. Di bandara Narita, bisa berfoto dengan latar belakang boneka khas tradisi Jepang. Beberapa makanan camilan, jam tangan, kaos dan oleholeh dijual di toko bandara. Aku tidak berminat beli, karena masih mau lanjut terbang ke Los Angeles. Pulangnya saja dah, moga-moga kesampaian. Setelah terbang 17 jam dari Narita, Tokyo, sampailah di Los Angeles, USA. Sebelum mendarat, pramugari membagikan borang, penumpang wajib mengisinya. Oleh karena itu, jangan lupa membawa pulpen. Isian borang tersebut antara lain tentang: nama keluarga, nama diri, negara asal, tujuan negara, nomor paspor, jumlah famili yang ikut, tujuan kunjungan, informasi barang bawaan semisal makanan, cairan, obat-obatan, uang maksimal $USD 10.000. Isian borang ini akan diserahkan kepada petugas di dekat pintu keluar imigrasi. Hampir semua pramugari terdiri dari orang
bule, satu dua mirip juga orang Asia. Bandara Los Angeles merupakan salah satu pintu masuk ke Amerika Serikat, sehingga semua surat identitas diperiksa lebih ketat, terutama pasport dan visa. Bagi yang bervisa elektronik bisa langsung mengisi di mesin komputer yang mirip mesin ATM. Tinggal pilih apa saja yang dibawa di dalam bagasi, sesuai yang ditanyakan, yaitu mirip dengan yang ada di borang, semisal bawa atau tidak tentang: makanan, cairan, obat-obatan, uang maksimal $USD 10.000. Jika tidak, tinggal pilih No. Jika dipilih Yes, akan diperiksa lanjut semua begasinya di mesin X-ray pada saat keluar imigrasi dan ditanya lanjut oleh petugas.
Setelah terbang dari Jakarta-TokyoLos Angeles USA, aku meneruskan penerbangan ke San Diego. Kedua kota ini masih di negara bagian California. Oh ya, ketika mau keluar bandara ada tanya-jawab antara petugas imigrasi (Im) dan aku (Ak) begini: Im : Anda bawa makanan? Ak : Ya, saya bawa mie instan. Im : Lho, kenapa di borangnya anda pilih tidak? Ak : Wadduh, lupa pak. Itu mie. Mie biasa. Im : Apa itu (sambil menunjukkan gambar pilihan makanan). Ak : Gak ada di gambar ini. Im : Ya sudah, ke sinikan bagasi Anda, harus diperiksa semua.
Jika tdak menggunakan visa elektronik, petugas lapangan akan meminta mendatangi bagian imigrasi untuk diperiksa pasport dan visa seperti biasa. Kalau semua beres, penumpang pesawat bisa lanjut keluar bandara. Kemudian terserah, apakah kota ini menjadi tujuan akhir, ataukah masih mau lanjut terbang ke kota lain. Bagi yang meneruskan perjalanan, bagasi barang bawaannya harus dipindahkan ke eskalator kota tujuan.
Setelah lulus pemeriksaan, aku pun keluar bandara Los Angeles sebentar, kemudian masuk lagi ke bandara. Ketika mau masuk, semua identitas diperiksa ulang oleh petugas, segala botol minuman harus ditinggalkan di tempat yang tersedia. Sepatu, sabuk, uang koin, jaket, dompet, topi, hp, laptop, power bank, semua wajib dimasukkan di wadah plastik yang tersedia, kemudian dimasukkan di mesin X-ray.
No. 2 Oktober
2017
• 51
t o u r
Semua calon penumpang masuk ke ruang periksa yang berpintu kaca lengkung dan berdinding tembus pandang. Jika dirasa perlu diperiksa lanjut, petugas akan memeriksa dengan menggeledah pakaian sambil meraba bagian yang perlu diperiksa. Oh ya, ketika di dalam pesawat All Nippon Airways (ANA) penerbangan Jakarta-Tokyo pada 10 September 2017 kutulis puisi di bawah ini, kuberi judul Membangun Dinasti Duka: Bermula dari kuasa merebut kuasa Lelaku duka menuai duka tak dirasa Jika seuntai rumput dan jarum patah pun tidak lagi dipunya. Apalagi yang tersisa. Hamparan udara tak sanggup menyegarkan rindu hidup bermutu. Jika seikat mawar dan deru mobil tak lagi mampir di halaman rumah. Apalagi yang diharapkan. Kenangan masa tak lagi mampu memikat hasrat. Jika merah putih hanya berkibar di tiang tiang bendera, tak lagi mau bergumuruh di dada dada. Apalagi yang dipunya. Nestapa duka mulai dibangun segera berselimut halimun kabut berita suka, menyemai dukungan, seolah akan menjadi raja raja bijaksana. tidak berani berbicara apa adanya. Berjuta berita digoreng, berjuta topeng mentereng, tersebar dari centeng sampai ke warung warung jajanan aksara rombeng beng mbeng Haruskah menunggu puncak, menurun paksa, alam bicara sesuai maunya atau menyengaja berbagi kuasa, serahkan pada ahlinya
52
•
No. 2 Oktober
2017
agar duka menjadi suka duka di atas duka segera sirna *** San Diego, 13 September 2017. Penerbangan dari Los Angeles ke San Diego menggunakan pesawat domestik berukuran lebih kecil, berisi sekitar 125 orang. Di bandara ini, hampir tidak ada pemeriksaan yang berarti, hanya periksa tiket pesawat, tanpa pemeriksaan paspor dan visa. Cuaca relatif bersahabat, meskipun penerbangan sore hari sekitar jam 18.05 waktu Amerika, tetapi sinar matahari masih terpancar cerah, sehingga bisa berkesempatan mengabadikan pemandangan di sekitar pesawat. Aku bisa memotret melalui jendela. Tidak seperti di sekitar Narita, Tokyo, yang terlihat dipenuhi pepohonan, ketika dipotret dari jendela pesawat terpantau mirip hamparan karpet hijau. Di San Diego penuh dengan citra bangunan dan pantai bersamudra sangat luas, sibakan air laut di sekitar kapal terlihat putih dari citra foto kamera. Oh ya, waktu di bandara Los Angeles aku sholat jamak qosor duhur dan ashar. Selepas ambil wudlu di westafel rest room, aku sholat di pinggir lorong, jalan menuju ruang tunggu, karena memang belum tersedia mushola. Untuk urusan toharoh, terutama habis pipis, sebaiknya beli air mineral botol, karena air untuk bersuci tidak tersedia di toilet. Air keluar toilet otomatis
menggunakan citra tubuh. Jika tubuh sudah menjauh dari tempat pipis, air toilet langsung mengucur menyiram bekas pipis. Rupanya air tersebut hanya untuk menyiram bekas air kencing, bukan untuk toharoh. Tolietnya sangat bersih dan terjaga kering, tersedia kertas tissue. Sisa air di botol jangan dibuang, bawa saja naik pesawat. Nanti bisa dipakai kalau perlu bersuci lagi setelah masuk ke ruang kedatangan. Sekitar pukul 19.00 pesawat sampai di bandara kota San Diego. Bandaranya terkesan lebih bagus dan lebih besar dari pada bandara kota Los Angeles. Di sekitar bandara tersedia taksi yang siap mengantar ke mana kita akan pergi. Banyak juga yang online seperti di Indonesia. Di sini dikenal sebagai taksi lift. Sesampainya di hotel, segera laporan, bahwa kita yang memesan hotel dari Indonesia. Langsung masuk kamar, dan cepat-cepat mandi, sholat jamak qosor maghrib-isya. Terus masak mie instan. Oh ya, aku bawa 23 gelas mie instan, cukup untuk sebulan. Tentunya tidak lupa bawa cangkir pemanas juga. Voltase listrik berukuran 110 Volt, menggunakan colokan besi gepeng, bukan silinder bulet panjang seperti di kita. Oleh karena itu sudah aku siapkan colokan konektor listriknya. Selesai makan mie segelas, langsung tidur, meskipun badan belum bisa bersahabat mengikuti alam Amerika. Beda waktunya sekitar 11 Jam. Jadi di Amerika sudah mulai malam, di Indonesia masih siang. Dan harinya telat sehari, atau menjadi lebih muda
*** San Diego, 14 September 2017. Saat ini di Indonesia tanggal 15 September. Ini adalah kali pertama aku ke kota San Diego, California, USA. Tetapi kali kedua aku ke Amerika Serikat. Waktu belum terlalu lama, hampir setahun yang lalu aku datang pertama kali. Baiklah kenangan masa itu akan kutulis kembali.
Pengamalan saling menghargai masing-masing orang, sungguh telah menjadi tradisi orang Amerika. Selama di Amerika, tidak pernah kutemui orang marah-marah. Hampir semua orang tersenyum ramah dan gampang menyapa: Hello. Mereka berusaha mengerti apa yang dimau oleh orang lain. Jika berjalan selalu memberi kesempatan pada orang lain yang ingin mendahului bahkan bisa minggir jauh, meskipun tadinya berjalan di tengah trotoar.
Memang masyarakat Amerika itu menjujung tinggi sikap individualis, dalam arti sangat menghormati hak dan kewajiban masing masing individu. Bandingkan dengan pengertian individualis yang selama ini aku pahami, yaitu sikap cuekbebek, antisosial, dan tidak mau tahu urusan orang lain. Pengertianku selalu bernilai negatif.
Beberapa kali aku naik mobil umum maupun diantar pakai mobil pribadi, dan selama di Amerika aku tidak pernah mendengar suara klakson. Malah suara burung gagak sering menemani. Gagak-gagak hitam damai beterbangan di tengah kota. Sekalisekali hinggap di sekitar pejalan kaki. Fenomena semua itu membuat hidup serasa agak melambat, jika dibandingkan dengan derap kehidupan di Jakarta yang seolah segalanya harus berburu waktu, ingin menjadi juara nomor satu, saling mendahului.
Ternyata pengalaman berada di Amerika aku justru menemukan nilai-nilai positif dari prinsip individualisme yang diamalkan oleh masyarakat Amerika Serikat. Semua orang dihargai sebagai individu. Sampai-sampai pekerja bagian kebersihan pun, tetap terhormat, dan dihargai. Mereka bekerja dengan riang hati, tersenyum dan menyapa orang di sekitarnya. Orang oranng pun langsung membalas senyuman dan sapaanya.
Dalam hal pekerjaan, beberapa orang yang pernah saya temui, masingmasing selalu konsekuen dengan tugasnya, datang sekitar lima menit sebelum waktunya. Irama kerjasama untuk mencapai tujuan bareng menjadi gaya hidup berkarir mereka. Kata teman yang orang Indonesia, pak Aang namanya, “Begitulah rata-rata orang Amerika.� Pak Aang ini salah satu staf perusahaan milik Indonesia yang berbadan hukum Amerika, berkantor di North Amerika.
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa dan perdagangan teknologi aeronautika. Aku pernah diajak berkunjung ke pabrik pesawat terbang Boeing di kota Seattle, Washington State. Menurut insinyur yang pernah kutemui, namanya pak Grek, beliau salah satu tenaga ahli di Boeing, asli orang Indonesia, lulusan Institut Teknologi Indonesia, ITI Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Menurut kabar, di pabrik Boeing ada sekitar seratusan tenaga ahli teknologi pesawat terbang dari Indonesia. Bahkan ada wanita Indonesia, ibu Sandra, adalah insinyur ahli di lembaga internasional bermarkas di Seattle, pemegang regulasi sertifikasi pesawat terbang Federal Aviation Administration/ FAA. Kepakaran bu Sandra di bidang uji terbang. Hebat bukan? --------Penulis yang di wall maya menggunakan satatus Kek Atek adalah Peneliti Utama di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
No. 2 Oktober
2017
livingindowntownsd.com
sehari. Misalnya jika di Indonesia tanggal 02, di Amerika masih tanggal 01. Tubuhku pun masih mengikuti irama metabolisme ala Indonesia. Dipaksa-paksa tidur, masih melek juga. hm...
• 53
IN SIGHT
Kecerdasan Materi dan Manusia Oleh: Erry Amanda
S
ekitar dua dasa warsa saya sempat ‘ngoceh tritisan’ menyoal tentang kecerdasan. Bukan kecerdasan EQ, IQ dan sejenisnya. Termasuk pemilahan kecerdasan otak kanan dan otak kiri. Dalam dunia neuro sains tak pernah membedakan parsial kecerdasan dalam pembagian letak. Yang coba digali adalah seluruh aspek aninditasaktiaji.com kecerdasan yang bersifat auto poesis dalam konsep ultimate concern, yakni keperdulian tertinggi dari seluruh muatan gerak hidup. Lantas untuk apa kecerdasan tersebut bagi manusia? Jawabnya sangat kompleks dan saya hanya akan membatasi substansial kecerdasan yang berhubungan dengan wahyu illahi yang menyebut manusia sebagai makhluk yang dimuliakannya. Salah satu bukti dari kemuliaan itu adalah human omny potency – kecwwerdasan tanpa batas dengan ruang operasi kecerdasan yang dikenal dengan istilah Kreasi Multidimensi. Bukti yang lebih nampak adalah – bahwa seluruh materi dan partikel ‘jagad raya’ ini juga memiliki properti (sifat-sifat materi) berupa kecerdasan, masing masing materi memiliki kecerdasan yang berbeda namun akselerasi dengan kecerdasan materi lainya. Contoh sederhana, coba kita buka komponen mesin di laptop, hape, teve dan lain-
54
•
No. 2 Oktober
2017
dan seterusnya.
lain. Apa isinya? Tak perlu saya sebutkan pasti semua orang tahu apa yang ada di lempengan tipis di mesin komputer. Itu bukti kecerdasan materi. Hanya makhluk bernama manusia yang mampu memahami, mengerti, menjelaskan, menderivasi seluruh kecerdasan materi. Lepengan besi bisa jadi alat musik. Kawat disusun bisa jadi dawai
Kerangka dasar analisa termik itulah (barangkali) yang disebut sebagai yang ‘dimuliakan’, bahkan malaikat pun tak pernah mengerti kalau hamparan pasir kuarsa itu bisa jadi cermin (kaca), cocas, suatu pasir karbon bisa berubah jadi magnet dan lebih rumit lainnya. Soal manusia beriman atau tidak beriman sama sekali tidak bergantung atas kemuliaan yang ditetapkan – dan risikonya adalah hubungan masing-masing pribadi terhadap Sang Maha Pencipta, Allah. Kesetaraan kecerdasan antara materi jagad raya dengan kecerdasan manusia bisa dilacak agak rumit adalah soal partikel universe dan partikel manusia, yakni antimateri. Gambar yang saya pergunakan sebagai ilustrasi ini adalah partikel universe dan partikel manusia yang merupakan cahaya antimateri. Semoga ada manfaatnya.
A SAL USI L
PERSIAPAN NIKAH Ada orang yang nanya gini, “Mas, Sampeyan dulu persiapan nikahnya gimana?!” “Bismillah saja persiapannya. Ndak ada modal yang wah. Kerjaan aja ndak punya. Penghasilan? Jangan ditanya. Terpuruk pokoknya!” “Kok berani sih?” “Kan ada Allah. Mau ngapain aja juga siap!” “Gak mungkin cuma gitu!?” “Silakan boleh tanya istri saya bener apa kagak yang saya omongin!” “Oh ... saya yang kerjanya tetep aja malah belum berani, Mas!” “Semua kembali ke nawaitu!” “Nawaitu?” “Iya. Niat!” “...” Nunduk liatin tembelek ayam di tanah. Mungkin dia mikir. *** Gak usah takut nikah Mblo. *** #Huk_eaaa
Isyhaq Badai Arantya
DARURAT LITERASI Ndak sepakat dengan makna tanda baca, itu membuat asumsi orang tersebut nyleneh di dua kategori. Saat dia menulis dan saat dia membaca! Indonesia itu saya pikir, sudah darurat literasi. Terus sekarang, pajaknya beuh ... Sebagian kecil rakyat, baru mulai sadar pentingnya membaca, belum menulis lho ya ... Kok sudah mau ditelanjangi lagi para penulisnya!? Apa ndak mikir ya!? *** Yang ndak ngerti kalau ikutan komen, cuma tak batin saja. Daripada tak jawab, situ malah ngotot gagal fokus. Mending tak diemin. Jengkel yo wis. *** #Huk_eaaa
No. 2 Oktober
2017
• 55
• budaya • sains • religi
EDISI 03
www.suaramuhammadiyah.id
NOVEMBER 2017
• Pahlawan Masa Depan • Bonek, Arek-arek Suroboyo • Sastrawan Kota Buaya • Sejak Kapan Manusia Kenal Uang • Menguak Bonus Demografi
56
•
No. 2 Oktober
2017
M US I K
MUSIK TV DAN TEORI (2) SIMULACRA-HYPERREALITY JEAN BAUDRILLARD Oleh: Medika Obetetriana
B
audrillard banyak menelisik makna dalam kehidupan sehari-hari dan sistem-sistem struktural melalui objek yang terorganisasi dalam masyarakat modern (misalnya prestise/ gengsi atau nilai-tanda sebuah mobil sport baru) yang coba ia tuangkan dalam literasinya. Buku pertamanya The System of Objects (1968) mengadopsi metode semiologi Barthesian untuk menggali dan mengetahui hubungan dan mistifikasi objeksubjek yang ada dalam realitas masyarakat modern. Buku keduanya, Communications (1969) tentang struktur komunikasi tanda dalam masyarakat Barat. Buku ketiga
La Societe de Consommation/ The Consumer Society (1970) membahas masyarakat konsumsi Barat. Menyusul For a Critique of the Political Economy of the Sign (1972) dan The Mirror of Production (1973) yang mengindikasi bahwa Baudrillard ingin mengkonstruksi ulang masyarakat kapitalis, karena keadaan saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk masyarakat keluar dari kapitalisme karena dunia sudah dipenuhi konsumsi dan simbol-simbol. Berangkat dari sinilah, Baudrillard memandang bahwa apa yang dikatakan Marx mengenai nilai guna dan nilai tukar tidak lagi relevan. Konstruksi masyarakat kapitalisme yang memandang produksi sebagai penggerak ekonomi, kini harus dibangun ulang bahwa masyarakat kapitalisme melihat konsumsilah sebagai penggerak ekonomi, bahkan pada sosial, politik, dan budaya juga. Mode of production dibawa ke arah mode of consumption. Konsumsi kini disadari dilakukan bukan semata-mata karena kebutuhan dan kegiatan diproduksi bukan
No. 2 Oktober
2017
www.c4isrnet.com
Media, simulasi, cyberblitz telah mengkonstruksi dan mengkonstitusi pengalaman baru, tahapan sejarah, dan tipe masyarakat yang baru. Pemikiran tradisional dan ilmiah telah mengganti realitas dengan ilusi tentang kebenaran. Itulah yang diasumsikan oleh masyarakat postmodern. Demikian Jean Budrillard, pemikir Perancis Barat (Reims, 5 Januari 1929) yang banyak yang mengkaji soal kemungkinan konsumsi publik yang dipengaruhi revolusi teknologi dalam kehidupan sosial.
• 57
m u s i k
Simulacra membuat sesuatu menjadi lebih nyata dari yang nyata, itu adalah cara bagaimana sebuah kenyataan sebenarnya. terhapus.
semata-mata untuk menghasilkan kebutuhan dasar, melainkan untuk meningkatkan kebanggaan simbolik. Jean Baudrillard sering dianggap sebagai pemikir barisan depan yang mengkaji persoalan masyarakat konsumer secara cukup komprehensif karena tidak saja mengkritik filsafat ekonomi politik Marx, melainkan memasukkan perkara konsumsi ini dalam linguistik struktural
58
•
No. 2 Oktober
2017
seperti yang dirintis Saussure dengan semiologinya. Hasil analisis Baudrillard yakni konsumsi dewasa ini bukanlah konsumsi objek-objek material, melainkan konsumsi akan nilainilai; konsumsi atas tanda. Baudrillard melihat bahwa dalam masyarakat konsumer, objek-objek dimiliki, diatur, dikonsumsi, dan diinvestasi melalui makna oleh subjek yang kemudian mengubah dan mendefinisikan ulang objekobjek tersebut. Baudrillard percaya bahwa konsumsi objekobjek menentukan tatanan sosial masyarakat. Dengan mengadaptasi teori Strukturalis, Baudrillard berargumen akan adanya relasi timbal-balik antara individu dan sistem makna dalam masyarakat. Sistem makna memaksakan kekuasaannya terhadap individu, dengan cara bahwa melalui sistem makna tersebutlah individualitas mendapat makna. Sistem makna inilah yang menjadi prioritas, bukan interpretasi atau penilaian subjek. Sistem makna dibangun berdasarkan sistem objek yang terorganisasi melalui, salah satunya, kode-kode fashion. Sistem objek ini menjalankan apa yang disebut ‘integrasi ideologis’ (ideological integration). Integrasi ideologis mengandung
makna bahwa subjek baru mendapat makna sebagai person melalui proses personalisasi (personalisation) yang diatur oleh sistem objek dan sistem tanda. Baudrillard telah menggelindingkan istilahistilah yang berhubungan dengan masyarakat consumer, yakni simulasi, simulacra, dan hyperreality. Media massa dan informasi sekarang ini, yakni media massa dalam masyarakat yang disebut Baudrillard dengan consumer society, tidak lagi menjadi sarana komunikasi utuh, tetapi menjadi sarana representasi makna dari simbol simbol (signs) yang merupakan produk kapitalis, dengan tujuan menggiring publik kepada hiper-realita dalam sebuah simulacrum. Ketika peta dunia dibuat, yang harus dilakukan adalah menggambar daerah teritori lalu kemudian membubuhkan garis teritori di atasnya, membuat kontur tanah dan warna untuk membedakan mana dataran tinggi, rendah, lautan, dan lain lain. Peta dunia merupakan bentuk dari simulasi daerah di dunia. Simulasi dunia lewat peta sesungguhnya telah mengacaukan keadaan/ bentuk dunia sebenarnya, bahwa pada dasarnya alam tidak se-
Perbedaan jelas antara simulasi, simulacra, dan simulacrum yakni simulasi merupakan sebuah
tiruan dari sesuatu, objek/ keadaan dimana masih mudah/ bisa dibedakan atau ditemukan perbedaannya, antara yang asli dan palsu/mana realitas sebenarnya dan mana realitas buatan. Ketika sebuah simulasi bercampur dengan kenyataan sebenarnya, direpresentasikan dan dibuat senyata mungkin serta melibatkan pengalaman/sisi emosi dari masyarakat, maka akan membentuk sebuah simulacra. Simulacra merupakan “simulasi� yang lebih advance yang mencapai sebuah titik dimana sebuah realita menjadi sulit, bahkan tidak bisa dibedakan lagi mana yang kenyataan sebenarnya dan mana kenyataan yang dikonstruksikan (dibentuk). Keadaan tersebut diistilahkan dengan hyperreal atau realitas yang berlebih. Simulacra membuat sesuatu menjadi lebih nyata dari yang nyata, itu adalah cara bagaimana sebuah kenyataan sebenarnya
terhapus. Simulacrum bisa juga dikatakan sebagai representasi, misalnya dilakukan oleh pencitraan. Sebuah simbol dicitrakan sedemikian rupa menjadi seperti yang diinginkan, padahal sebenarnya tidak seperti itu. Tetapi karena terus menerus disuguhi dengan symbol (sign) yang dicitrakan dan memang dibentuk untuk menjadi sesuatu yang diinginkan, maka akan sulit membedakan mana yang nyata mana yang bukan, yang sekali lagi ditekankan bahwa keadaaan ini akan menggiring ke sebuah realitas berlebih atau hyperreality. Dengan segala pemikirannya tentang tanda, sistem makna, integrasi ideologi, objek, dan sebaginya, tidak semata mata hanya melakukan rekonstruksi, namun juga melakukan konstruksi terhadap masyarakat konsumer itu sendiri. Kekurangan dari pemikiran Baudrillard adalah bahwa ia tidak pernah memberikan solusi, bagaimana mengatasi kapitalisme yang semakin berkembang hebat. Dan bagaimanakah teori simulacra dan hyper reality Baudrillard dalam kasus tampilan hiburan musik di televisi, dengan penampilan Super Junior Ikuti tulisan berikutnya pada edisi mendatang (Bersambung).
No. 2 Oktober
2017
www.c4isrnet.com
simple di peta dengan skala dan berbagai simbol lainnya. Dalam kenyataan, terdapat kerutan-kerutan tanah dalam dataran yang tidak tergambar di peta padahal hal tersebut nyata. Manusia menjadikan peta sebagai patokan untuk mengetahui bentuk dan isi dari suatu wilayah, sehingga yang tergambar dan menjadi mindset menusia, tentang bentuk dan keadaan suatu wilayah adalah kenyataan, yang sejatinya adalah simulasi lewat peta. Padahal, kebenaran sebenarnya tentang sebuah daerah tidaklah seperti yang tergambar di peta. Allegori simulasi yang indah seperti peta itulah yang sekarang mengikat dan melingkari kehidupan kita, sehingga kita tidak tahu kebenaran yang nyata, karena sesungguhnya kebenaran yang nyata itu sedang bersembunyi dibalik sebuah simulasi, dengan tingkat advance yang berkembang menjadi sebuah simulacrum.
• 59
LO KA L K U LT U R
TOPENG BETAWI, BERBURU MANTRA SUNDA Oleh: Hairul Haq
D
alam tradisi Betawi, topeng memiliki dua arti yang berbeda. Topeng sebagai kedok (mask) dan topeng sebagai seni pertunjukan sejenis lenong. Begitu pun ada perbedaan antara kesenian (teater rakyat) lenong dan topeng yang ditandai oleh jenis alat musik pengiringnya. Instrumen musik asal Cina begitu dominan pada lenong. Sedangkan pada seni topeng karena lahir dari Betawi Pinggir, maka alat musik yang dipakai lebih banyak menggunakan alat musik dari daerah Sunda. Bicara masalah topeng, tentu kita kenal dengan tokoh Si Jantuk. Tokoh yang satu ini pernah dimainkan dengan sangat sukses oleh Bapak Haji Bokir (alm) pimpinan group topeng Setia Warga. Sampai saat ini, yang ada di kepala kita kalau bicara soal Si Jantuk pasti kita akan teringat kepada almarhum H. Bokir. Yang unik dari penampilan tokoh ini adalah selain ada dalam pertunjukan topeng, tokoh Jantuk juga menggunakan kedok. Jadi Jantuk adalah icon dalam pertunjukan orang Betawi Pinggir itu. Apakah makna dan falsafah yang terkandung dalam kesenian Topeng Jantuk? Menurut KBBI adalah jantuk adalah sesuatu yang menonjol ke depan (mengacu pada
60
•
No. 2 Oktober
2017
dahi atau jidat). Jadi, orang yang memiliki jidat menonjol ke depan dialah yang disebut jantuk. Jidat yang menonjol ke depan pada Topeng Jantuk sebenarnya menggambarkan kemajuan orang Betawi dalam berpikir. Mata kanan dan kirinya adalah simbol matahari dan bulan yang menggambarkan bahwa orang Betawi memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap musim. Senyum yang ada di topeng juga mencerminkan bahwa orang Betawi suka bercanda dan sangat egaliter. Dalam hal ini kita simpulkan saja bahwa orang Betawi itu sangat ramah. Ada sebagian orang Betawi Pinggir yang mengatakan bahwa jantuk adalah singkatan dari jangan ngantuk. Ini mengacu pada permainan tokoh Jantuk yang tampil di pertunjukan topeng saat penonton sudah mulai ngantuk. Di saat itulah tokoh Jantuk mulai mengocok perut audiens. Tokoh Jantuk di Betawi tidak seperti Semar, ia ditampilkan serupa Cepot dalam wayang golek sunda. Untuk memerankan tokoh Jantuk tidaklah mudah. Sang aktor harus memiliki rasa humor yang tinggi dan berkemampuan improvisasi yang lebih. Kenapa? Karena nyaris semua pertunjulkan topeng dan lenong di Betawi tidak memakai
naskah secara utuh. Sebelum layar tancep hadir, topeng dan lenong Betawi adalah pertunjukan favorit rakyat. Inilah masa jaya kesenian ini waktu itu. Jam tayangnya juga sama dengan layar tancep, dan tokoh Jantuk akan muncul pada sekitar pukul 3 dini hari, saat penonton sudah mulai ngantuk. Sekedar tambahan menurut sahabat Suhu Jaya, kesenian Topeng Betawi, aslinya datang dari daerah Bekasi. Kemudian berkembang ke Karawa ng dan Betawi. Pakaian penarinya menggunakan kostum mengambil dari pakaian gaya Cina. Demikianlah sekilas tentang Jantuk dan saya tutup dengan pantun yang ada di salah satu lakon tersebut: +Sampang simping -Temu dalem slampe +Siapa itu di samping? -Tamu baru mao nyape. (Bersama Agung Pranoto, Sugiono Mpp, Erry Amanda, Hardho Sayoko Spb Dua, Yahya Andi Saputra, Aba Mardjani,Mang Ntèd, Ujang Komar Rasyid Ali, Ibnu Chairil Gibran Ramadhan, Ahmad Akbar Albatawi, Salimi Ahmad,Eban, Yudi Condet, Ramdhani Hasbullah, Penganten Sunat, Yusuf Surya dll dah!) ***
Saya kemarin berburu mantramantra Betawi ke pelosok-pelosok kampung Betawi. Saya hanya dapat beberapa mantra atawa jampejampe. Di antaranya adalah: mantra mancing, pelet, mantra memasang bebegig (orang-orangan sawah), dan mantra jinakin kebo. Sampailah saya ke rumah Kong Guntur, tetua Betawi di Cibitung. Saya ngobrol ngalor-ngidul sampai akhirnya saya dikasih buku mantra sunda, mangga gedong dan kue cina. Saya dan keluarga akhirnya pamit. Berikut saya kutip sebuah mantra dari buku itu. Mungkin juga mantra ini dipakai oleh Mak Erot. JAMPE NGAGEDEAN BOBOGAAN LALAKI urat rengkeng urat wengkeng waja ngagantung keng wengkeng gedena sagede kieu (bari nyekelan barang nu dipake ukuran/polana) Artinya : MANTRA MEMBESARKAN PENIS urat kaku urat tegang baja menggantung keng wengkeng besarnya sebesar ini (sambil megang benda yang digunakan sebagai ukuran)
Idham Cholid) Bang Bek Bisru macan misru macan Allah jadikan aku macan Sirawedi maling aku macan berkat doa Laillahaillah ...Lihat Lainnya Hairul Haq Ade lagi gak, Bang? Inbok yak!! Bang Bek Waahh kudu buka buku, udah pade bedebu kali Hairul Haq Pinjem bukunye deh, ane kopi! Bang Bek Waahh warisan bang, kaga boleh.. ntar dicariin yang ringan aja yaa Hairul Haq Itu die, ane ketemu orang yg bagi susah banget, rahasia katanya. Bang Bek Tuh buku kalo bukan murid Atawa anak, kaga bakaln dikasih..murid atau anakpun kudu yang spesial dimate gurunya Hairul Haq Urang Sunda udah bikin, kita beloman nih... Bang Bek Ane dipinjemin babe Idin yang
disuruh pinjemin Haji Zainuddin Mhse buku sejarah Banten Kuno, dari kurang lebih 400 halaman, setengahnya jejaukan (bacaan) Mang Ntèd Yang nyusun buku pengarang senior Sunda semua tuh, ada Joeragan Guru Erlin, Ceu Etty. Hairul Haq Ente banyak kenal yak? Mang Ntèd Kalau Ted pan pembaca jadi kenal sama nama-nama pengarang sastra Sunda. Kalau jangjawokan atau mantra Sunda, Kang Godi Suwarna sering posting macam-macam jampè, Bang. Hairul Haq Kenalin saya doong! Mang Ntèd Searching aja, Bang. Godi Suwarna, ntar abang add deh
Nah, buat temen Betawi yang punya mantra boleh dong berbagi dengan saya, inbox yak!! Mao kumpulin mantra Betawi nih. (Colek Mang Ntèd, Ujang Komar, Sugiono Mpp, Fajar Achmad,
No. 2 Oktober
2017
• 61
F O RU M
MENUJU PEMBARUAN PENGANTAR Rubrik ini dibuka sebagai forum diskusi tentang berbagai hal yang menyangkut hajat hidup dan kehidupan. Pada kali ini kami tampilkan tentang arah pembaruan. Siapa pun bisa ikut nimbrung dalam diskusi ini. Kami hanya menyediakan ruang, di mana kebebasan menyampaikan ide, gagas, opini, bisa didialogkan. Dan, tak harus ada kesimpulan. Sebab dari enekapemikiran akan terjelujur kebenaran yang setiap individu bisa memaknainya. Kali ini kami buka dengan cuatan pemikiran Sugiono MP (Gik), yang direspons mas Eki Thadan (Eki) dan juga pemaknaan dari Prof. Erry Amanda (Erry). Silakan bergabung.
U
ntuk apa majalah NEOKULTUR disajikan? Saya tidak tahu. Sejarah menunjukkan bahwa perubahan keadaan sosial lewat sistem berawal dari wawasan, temuan pemikiran dan teori-teori baru terbakukan dan diterapkan. Jadi, perubahan sosial berawal dari literasi. Apakah NEOKULTUR akan mampu melakukannya? Saya juga tidak tahu. Umumnya perubahan itu dilakkan oleh otoritas yang mampu membuat perubahan. Tinggal apakah literasi yang ada di NEOKULTUR akan diserap oleh key positions dalam melakukan perubahan atau tidak, hal itu tergantung dari kualitas sajian media ini. Apakah akan menyajikan pemikiran-pemikiran pencerahan yang mampu menguak pembaruan, atau tidak sama sekali.
Jadi, sasaran kita bukanlah banyaknya pembaca seperti media populis, melainkan meraup pembaca yang diharapkan mampu memberikan kontribusi ke arah perubahan yang lebih baik, lebih manusiawi, lebih bermarwah, berharkat-martabat kemanusiaan. Dengan demikian kita menjadi bagian dari agen pembaruan. Pada era cyber ini terbuka peluang yang luas dan lebar untuk ke arah itu. Tantangannya adalah, apakah kita berani unuk meningkatkan diri sehingga kwalitas kemanusiaan kita lebih baik dari kemarin, atau lebih memilih hanyut dalam arus hydonistik. Dengan itu kawankawan tahu ke mana kita hendak melangkah. Dan jangan berpikir seperti dalam paradigma lama yang sudah ada, terutama dalam kehipan pers kemarin sampai kini. Kita mengarah ke dunia pers masa depan. (Gik) *** Apakah NEOKULTUR akan mampu melakukannya? Saya juga tidak tahu... Kita mengarah ke dunia pers masa depan...
62
•
No. 2 Oktober
2017
Dua hal tersebut sudah pernah saya diskusikan dengan Prof. Erry Amanda dan mbak Desi Oktorianan di Bandung 17 September 2017. Membuat perubahan tidak harus kita yang akan merasakan hasilnya, karena kebijakan yang dilakukan Presiden/Menteri akan dirasakan dua/tiga dekade setelahnya. NEOKULTUR sebaiknya melangkah saja, karena setiap tapak dalam detik akan dicatat sebagai kepedulian, yang in shaa Allah menjadi ladang kebaikan yang akan dipersembahkan kepadaNya. Hal itu terletak pada keikhlasan dari masingmasing jiwa/hati yang dapat merasakannya. NEOKULTUR produk kebudayaan, literasi, pers, dan sebagainya. Perubahan peradaban dari masa ke masa mulai dari Alam Terciptanya (Big Bang) atas scenarioNya... Termasuk peradaban kekinian yang serba digital. Kita beruntung mengalami masa transisi dari dunia modern ke era cyber. Yang dilakukan oleh NEOKULTUR hanya salah satu pintu (cara), banyak chanel-chanel yang belum tersentuh, karena keterbatasan SDM (gaptek), funds, energi, dan sebagainya. Namun saya yakin dan percaya, Allah Yang Maha Kreatif akan menghadirkan ‘malaikat-malaikat kecil’ pada saat yang tepat dan akurat. In sha Allah chanel-chanel lain akan terperciki, misalnya audio, video, film, musik, seni pertunjukan, buku novel, dan berbagai media komunikasi
yang meliputi berbagai bidang kehidupan lainnya. Masing-masing kita mempunyai peran yang unik dan saling melengkapi. Prof. Erry dengan usianya yang 82 tahun masih enerjik, bilang ke saya, “Mas Eki masih muda..,” padahal usia saya sudah 57 tahun... Dengan semangat Prof. Erry memberi arahan yang luar biasa, sehingga saya merasa terhormat mendapat bagian peran di NEOKULTUR. Saya beryukur diajak Mas Gik, matur nuwun mas... (Eki) *** Sejenak memaknai upaya atau usaha menampilkan sesuatu yang menggumpal dalam idea melahirkan sesuatu dari beberapa sahabat, di antaranya majalah maya, NEOKULTUR. Saya mencoba menarik ‘garis simpul sederhana’, kata NEO tidak harus diterjemahkan atau diartikan BARU. Bisa saja menggali – membangkitkan kembali (kesadaran dan keperdulian) cara berpikir – berintegritas, membangun peradaban kebersamaan, tradisi berpikir (bukan hanya mengambang di permukaan REDUKTIF) namun – bisa saja bersifat revival, membangkitkan kembali. NEOKULTUR beda dengan sejumlah perubahan sosial dan norma-norma di milenia POSTMO yang melahirkan POSTREALITY, HYPEREALITY – dengan sejumlah dekonstruksi
di segala bidang atau ranah kehidupan. Mungkin atau bisa jadi NEOKULTUR adalah semacam barier yang menghadang sejumlah perubahan-perubahan klinis sosial yang sangat mungkin juga – mengubah perilaku manusia atau mendorong manusia kehilangan KENDALI NORMA. Norma apa pun. Di samping itu NEOKULTUR sebagai bagian kecil dari AGENT PERUBAHAN – apa pun bentuk agent tersebut. Mengenali, memahami materi-materi perubahan yang kemudian menjadi sistem dalam tatakehidupan dengan berbagai pemenuhan di luar RUANG GAGAS atau IMPIAN sebelumnya. Adakah PELINDASAN-PELINDASAN tataruang kehidupan dan dengan tanpa disadari mampu menghapus norma-norma kemanusiaan. Kerangka acu kepedulian untuk bergerak masuk di dalam ruang perubahan, bisa saja melalui kepustakaan literel – bukubuku – namun sangat mungkin mencoba menjelajahi ruang gagas yang bersentuhan dengan realitas yang sedang terjadi, hasil atau akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut – melalui penelitian (field resech). Tak banyak yang bisa saya sampaikan untuk mengapresiasi lahirnya media NEOKULTUR, secara pribadi saya sampaikan SELAMAT DATANG, SELAMAT BEKERJA dan SELAMAT BERKREASI. SUKSES menyertai para sahabat. Tangerang, 25 September 2017 (Erry)
No. 2 Oktober
2017
• 63
M AN AGEM EN
RANCANG BANGUN KEHIDUPAN
S
etiap rancang bangun mesin konversi energi selalu harus ada: misi, momentum, bahan bakar, casing, dan sensor. Begitu juga dalam rancang bangun usaha di bidang apa pun, termasuk rancang bangun usaha kehidupan. 1. Wajib ada misi untuk menentukan tujuan, untuk apa saja usaha dilakukan dan mengapa harus dikerjakan. 2. Manfaatkan momentum agar bisa bergerak melawan gaya inersia gravitasi yang selalu mengajak berhenti dan kembali ke bumi. 3. Bergeraklah ke arah tujuan dengan bahan bakar semangat yang bisa mempertemukan oksigen kehidupan, panas harapan dan bahan bakar doa-doa agar menjadi api yang selalu menyala, siap membakar lemak-lemak tujuan.
4. Lindungi kerja mesin kehidupan dengan casing pendidikan yang cukup. Sekolah kehidupan akan mengantar langkah-langkah usaha bergerak mendekati tujuan. Hindari pengetahuan yang justru menjauhkan langkah dari tujuan. 5. Pantau terus melalui sensor pengukuran yang tepat. Sudah mendekati tujuan atau malah menjauh, bahan bakarnya bagaimana, masih full atau kudu diisi ulang. Begitu juga minyak pelumas lingkungan pertemanan, apakah perlu menambah oli atau justru harus ganti oli, agar momentum bisa dipastikan selalu mampu bergerak melawan gaya inersia gravitasi. Selamat merancang bangun kehidupan masing-masing. Semoga sampai tujuan melebihi keberkahan yang diharapkan. Amin.
unitedtruthseekers com
Kita tak pernah tahu tulisan mana yang membuat kehidupan jadi lebih baik. Maka menulis sajalah!
Oleh: Atik Bintaro
64
•
No. 2 Oktober
2017
B UKU
HAI AKU, DAUN ITU MATI, PAIJO-PAIJAH
T
iga judul buku sastra karya tiga sastrawan Indonesia diluncurkan di ruang presentasi perpustakaan MPR-RI, Jakarta, 20 September 2017. Ketiganya adalah Hai Aku, kumpupulan puisi berformat haiku karya Noorca M. Massardi, Daun Itu Mati kumpulan cerpen grafis Rayni N. Massardi, dan Paijo & Paijah-The Paijo Family karya Jodhi Yudono. Acara juga diisi pembacaan puisi oleh Noorca, Yudhistira Massardi (adik Noorca), penyair Gayo L.K. Ara, rocker Renny Jayusman (mantan anak buah Noorca di Teater Bulungan), Oet Kusmiadi (Suket Garinggesang) yang
membawakan musikalisasi puisi, dan Christyan AS yang menampilkan lagu, petikan gitar dan teaterikal. Selain funs ketiga sastrawan itu juga tampak hadir sahabatsahabat Noorca-Rayni tahun 70-80-an, terutama yang bergiat di Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta Selatan. Di antaranya Dharnoto, Uki Bayu Sedjati, Abah Yoyok, Heryus Saputro, Adri Darmadji Woko, Boy Saratoga, Eddy Pramuduane, Anne Van de Rob. Hadir juga Adhie Massardi, Funny Jonathan dan Yati Sagita. (smp).
No. 2 Oktober
2017
• 65
APRE S I A S I
AJAR NULIS YUUK PENGANTAR Wacana ini dimaksudkan sebagai saranan apresiasi bagi para penulis pemula yang baru mulai belajar berliterasi, atau kepada mereka yang berancangancang pengen menjadi penulis. Untuk kemudian diharapkan sampai ke tubir pemahaman tentang zona delusi di cyber space dan bagaimana mendayagunakan pada era global digitalis dewasa ini dengan bereksprimen di sastra maya. Saya telah melakukan dan secara embrional mendapatkan jawaban, apa yang saya namakan sebagai underground literature yang pernah terposting di wall beranda face book. Tapi, agaknya untuk materi diskusi grup, mungkin masih menarik, karena meyangkut sastra kekinian (maya).
Oleh: Sugiono MP
“O
pa, ajari nulis donk?� Begitu pinta putri bontotku, ibu dua bocah, pada sore yang renyah ketika ia mampir ke rumah habis beli kolak dan kue untuk berbuka puasa. Kami tinggal satu komplek, beda blok. Aku berpura cuek, tak segera jawab, celetuk sesaat pikirku, curi perhatian. Ia menatap, menanti jawab. Aku iba.Tulis saja apa yang kamu suka, jawabku. Tapi dari mana mulai dan nyusunnya. Berkali dicoba, hambar. Akhirnya buang ke tempat sampah. Jadi, gimana? Akunya. Tulis dulu, apa saja, ga usah ragu. Tar kalo dah jadi, kasi opa. Kita diskusiin. Ia gak puas. Ditariknya tanganku. Kami duduk berhadapan di beranda. Pengennya mendosenkanku kayak di kuliahan. Ribet. Aku bukan guru. Aku cuma pemulung kata-kata yang berserakkan di tengah kehidupan ini. Percis seperti pengais plastic, mengumpulkannya, menyortir, menyimplikasikannya selugas mungkin, lalu merangkaikannya dalam satu tatanan ritmis, sesuai dengan maksud dan tujuan yang diinginkan. Sederhana kan? Iya, lalu gimana opa, desaknya lagi.
66
•
No. 2 Oktober
2017
Aku ulang saran awal. Mulailah menuliskan apa yang ada di kepala, di hati, di jiwa. Soal rasa bahasa akan mengalir sendiri sejalan dengan alir waktu. Percuma punya kehendak kalau gak ditindak. Ilmu tanpa laku mubazir adanya. Kalau kamu menulis, dan terus menulis, dedikatif, pengalamanmu itu sendiri yang akan mengantarkan ke titik tujuan. Gak ada guru yang tokcer selain peng’alam’an itu sendiri. Kalau gagal? Gak ada istilah itu, mungkin maksudmu tujuan belum sampai. Nah, perlu instrospeksi. Bekal yang kurang, atau impianmu yang kelewat melambung, tidak realistis. Boleh, dan harus, menggantung cita setinggi langit, tapi benahi diri agar mampu meraihnya. Kalau gak, turunkan anganmu disesuaikan kemampuan. Mimpiku gak muluk karena aku sadar cuma sekolah SD. Tapi sejak kecil gemar baca, pengen jadi penulis. Agar selalu setia pada cita,kutambah title mp di depannya, artinya “menjadi penulis”. Alhamdulillah hampir setengah abad kugumuli kata-kata, toh tetap tak jadi apa-apa. Nama tak dikenal. Cuma beberapa orang saja yang mengingatku walau telah kubuat puluhan buku baik yang sudah terbit maupun yang belum realisir. Tapi aku bersyukur karena ada bukuku yang dilansir oleh badan penerbitan perguruan tinggi dan pengisi perpustakaan kampus luar negeri. Wasyukurillah. Nah, jangan muluk-muluk. Pengen jadi penulis, mulailah menulis. Jangan bimbang dan gamang, keraguan adalah setengah kegagalan. Kalau
kamu minat jadi penulis, dengan ikhlas aku sedia berbagi pengalaman, bukan berbagi ilmu sebab aku tak memilikinya. MEMILIH PILIHAN, MEMBACA MENULIS MENGHITUNG Teruskan dong, saya baca…komentar sobat Arief Joko Wic, tak lama setelah saya memposting Intruduk di fb. Aku jawab, apa masih ada manfaatnya bagi orang lain? Sangat berguna, tulis Fadluli di beranda akunku. Beberapa facebooker juga coment serupa. Maka tersajilah bagian kedua, tulisan ini. Sebelum kita masuk ke wilayah teknik penulisan, ada baiknya jika menyimak, mencermati kembali, niatan menulis itu. Kenapa menyukai dan menggauli literasi? Untuk sekedar tahu biar nggak dianggap kuper jika kumpul-kumpul di habitat mahluk penulis? Biar lebih akrab dengan pacar yang gemar tulisan? Sebagai sarana gaul? Atau memang pengen bisa nulis sebagai media penyampai gagasan yang perlu ketertiban bertutur? Mau jadi penulis prof? Itu semua pilihan yang sah dipungut, yang berimplikasikan konsekwensi. Dan, wacana ini khusus bagi mereka yang memilih cita sebagai praktisi, penulis profesional. Memilih pilihan, menentukan positioning diri dan merancang tahapan langkah memetik buah harapan, perlu piranti baca, tulis, dan hitung, untuk mewujudkannya. Bukan cuma baca aksara, tapi juga baca situasi, tanda zaman, hati nurani, pikiran dan tindak lingkungan. Tak kalah utama adalah ngebaca diri
sendiri. Menulis tak hanya dengan pena, pula lewat tindak di lembar kehidupan. Menghitung tak hanya pakai angka, tapi lebih merupakan kalkulasi diri, kehati-hatian ucap dan laku. Tidak slonong baybeh aja. Juga dalam memilih lingkungan gaul (QS 4 : 96) dan pendamping. Dalam konteks tutor itulah akan saya uraikan sedikit perjalanan kepenulisan sebagai cerapan penge”tahu”an praktis dan peng”alam”an impiris dengan memahami perjalanan masa (zaman terus berkembang maju ke depan). MENGENAL, MENYEMAI KATA MENUAI BERKAH Kata adalah piranti penulis. Seperti kamera bagi photographer, atau senapan para sniper. Harus dijaga, dirawat, diperiksa dan dibersihkan setiap saat, agar ketika diperlukan tak mengecewakan. Begitu pun, penulis harus mengenali kata-kata secara baik, agar tulisannya mampu mengemban tugas selaku duta, penyampai maksud dan pesan, menembus sasaran komunikan, pembacanya. Apakah kata (kata-kata) itu? Di kitab suci, Al Qur’an nul Qarim, kata (nama-nama benda) adalah ilmu yang dibekalkan Allah kepada Adam selaku khalifah (pemelihara) bumi (QS 2: 31). Apa artinya? Dengan kata itulah manusia modern merawat bumi, membangun peradaban. Sebab, sebelum Adam turun, bumi telah berpenghuni. Ilmu pengetahuan menyebut transisi dari manusia purba ke manusia
No. 2 Oktober
2017
• 67
ap r e s ia si
modern (manusia sekarang ini) terjadi di zaman kwarter pada masa kenozoikum. Seperti diketahaui, skala waktu geologi terbagi dalam lima masa, dan tiap masa terdiri dari beberapa zaman, yang dipecah lagi dalam kala. Zaman kwarter yang berlangsung selama tiga juta tahun terdiri dari dua kala: pleistosin dan holosen. Manusia purba muncul pada kala pleitosin, dan baru pada kala holosen hadir manusia modern, Adam yang terbekali kata pembentuk budaya. Waktu itu usia bumi—yang merupakan bagian dari tatasurya di alam semesta, terdiri dari biliunan planet—telah lebih dari 5.193 juta tahun (Sugiono MP: Sang Nabi, Pustaka Suco, Bogor 2014, p. 13).
Kata-katalah sarana utama dalam bangunan peradaban umat manusia. Bayangkan kalau kehidupan tanpa kata, komunikasi hanya lewat isyarat, tak ada cacatan warisan perilaku bagi generasi, pengetahuan terhenti sebagai empiris tanpa mampu membentuk ilmu, dan kemajuan pun terhenti. Bersyukurlah dengan kata, pembekalan manusia dari Sang Pencipta.
68
•
No. 2 Oktober
2017
Oleh karena itu, jangan sepelekan kata. Jangan bermain-main dengannya. Kata adalah ilmu terawal untuk memelihara bumi. Jangan sebaliknya, justeru untuk merusak bumi, memasang rambu dan mematok jarak dalam hubungan cinta-kasih kemanusiaan dan kesemestaan. Pahami kata, jangan hamburan pemborosan yang tak perlu, sebab kata adalah pusaka tuah dari Sang Maha Pembentuk Menuang kata di cawan kehidupan, lisan dan tulisan, sebaiknya terlebih dahulu dipilah, diolah, agar tidak mubazir tumpah, dan mengunduh masalah. Bagi seorang penulis, tak hanya kata, melainkan juga eja suku-sukunya, bahkan sampai pada kecermatan huruf, pula tanda-tanda baca, mutlak kudu disimak. Sampai kini penelitian belum memperoleh jawab, siapakah penemu pertama lambang aksara, yang mulai digunakan oleh bangsa Sumeria Kuno lebih dari 5.000 tahun silam, yang kemudian dikenal sebagai ‘huruf baji’. Tatkala manusia mulai terkuak nalarnya dan menemukan kemampuan untuk menyampaikan pesan lewat tulisan, demam aksara dan edan puisi pun menggelayuti kehidupan. Tulisan dianggap sebagai sesuatu yang mahapurna dan para juru tulis mendapat kedudukan terpandang di tengah masyarakat. Para cerdik-pandai menukilkan pandangan hidup dalam wejangan kepada anak-cucu, “Aksara adalah ibu kefasihan nalar dan nafas para pujangga” {Sugiono MP: Bulan Menepis Cinta – Puisi Esai Folklor, Pustaka Suco, Bogor, 2014, p. 30).
Saya punya pengalaman pribadi, bagaimana satu huruf mampu menyugesti diri, dan menuntun kisah perjalanan yang tak terperi. Waktu itu, 1974, saya mengirim puisi ke rubrik Sinar Remaja koran Sinar Harapan, setelah hampir empat tahun tak berpuisi lantaran kesibukan selaku wartawan. Saya tak berkemampuan seperti teman-teman terampil yang di sela tugas mereka masih mampu menghasilkan karya sastra apik, seperti Putu Wijaya, Arswendo Atmowiloto, Seno Gumira Ajidarma, Ahmadun Yosi Herfanda, Fikar W Eda, dan beberapa nama lainnya. Puisi ‘rindu berpuisi’ku itu berjudul Merpati Putih, dikomentari oleh penyair senior Piek Ardijanto Soeprijadi di rubrik sama seminggu kemudian dengan judul Kerinduan yang Mencair. Pak Piek, penyair Angkatan ’66, pendidik (guru) mukim di Tegal, punya perhatian khusus pada para pemuisi muda Indonesia. Waktu itu, di mana pun para senior ada, selalu membina dan membimbing para yunior. Di Yogya ada Umbu Landu Paranggi—yang di antaranya Putu Wijaya, Korrie Layun Rampan— di Surabaya ada Muhammad Ali, Djawastin Hasugian, Suripan Sadi Hutomo, dan di Jakarta kami penulis pemula akrab gaul dengan Mansur Samin, Gerson Poyk, Julius R Siyaranamual, Satyagraha Hoereip (Mas Ojik), dan yang lainnya. Potongan puisi saya itu (tak terdokumentasi) kuingat sbb:
merpati putih hinggap di jendela hati
kudekati dan puurrr terbang entah ke mana Mungkin karena jelek, sahabatku Adri Darmadji Woko, menulis pada edisi kemudian, berjudul Belajar Lagi, Gik. Aku perlu menghargai komentar sahabat, maka kubalas di rubrik yang sama. Kujelaskan, aku rindu berpuisi lagi, dan sajakku itulah jawabnya. “Mungkin, aku sudah tidak bisa lagi menggurit puisi,” tulisku. Eh ketika kubaca di koran, kosa kata ‘bisa’ ditambah huruf ‘a’ oleh redakturnya, Poppy Hutagalung (istri sasterawan A.D. Donggo) menjadi ‘biasa’. Ada perbedaan makna yang signifikan antara kata ‘bisa’ dengan ‘biasa’ hanya oleh satu huruf. Ibu Poppy benar, salam hormatku kepada beliau, pembimbingku, yang membukakan ruang kebebasan berkreasi di rubrik kelolaannya Sinar Remaja (konon kabarnya akan didokumentasikan oleh sahabat Arief Joko Wicaksono). Huruf a hadiah Kak Poppy itu membuatku percaya diri bahwa naluri berpuisiku in shaa Allah tak kan pernah mati, walau bukan puisi yang menarik. Gak pa pa lah ya, bagiku puisi adalah kesaksian, kejujuran, pencatat suara hati, pelipur jiwa. Memang sudah kelewat lama, lama sekali, aku tak muncul di persada perpuisian walau senantiasa kupantau keberadaannya, seperti lelaki yang ditinggal kekasihnya, dan terus membuntuti tanpa berani menampakkan muka. Itulah aku dan
puisipuisiku. Baru setelah sekitar tiga bulan ini kuikuti beranda face book, gatal rasanya untuk mengabaikan lambaian puisi yang sayup-sayup menghembus halus memanggilku. *** Oh, ya, menutup tuturan di bab ini, akan kutambah catatan kaki, yang semestinya sudah harus dimulai sejak bab sebelumnya. Tapi ga pa pa, lebih baik meluruskan kesalahan daripada menerbengkelaikannya. Catatan dimaksud adalah komentar, tanggapan, bahkan dialog dari para facebooker yang mengikuti wacana ini, sehingga menjadi klop dan lengkap. Ini perlu dan penting, menyukuri kehadiran media global yang maya tapi nyata adanya., sehingga mendudukkan sebagaimana mestinya, sebagai produk hasil revolusi digital pada era penghapusan ruang dan waktu dewasa ini. Pada era sebelumnya komunikasi publik hanya berlangsung searah (bacaan, siaran, tayangan) tapi kini bisa multikiblat. Sehingga intensitas kita dalam menyerap dan menyampaikan maksud akan lebih praktis pragmatis, selama terkoridor rasa tanggung jawab dan etika. Jadi, kita masuki abad digital yang merevolusi peradaban dewasa ini, mempersempit ruang,
memperpendek jarak. Inilah: Ambil buku dan pena. Duduk paling depan (Echie Lembayung Kartika 010617 : 12.09). Bukan cuma baca aksara, tapi juga baca situasi, tanda zaman, hati nurani, pikiran dan tindak lingkungan. Tak kalah utama adalah ngebaca diri sendiri. Menulis tak hanya dengan pena, pula lewat tindak di lembar kehidupan. Menghitung tak hanya pakai angka, tapi lebih merupakan kalkulasi diri, kehati-hatian ucap dan laku. Tidak slonong baybeh aja… uuuhhh…bener sekali pak…sukaa… lanjutin (Kazumi Yoshiko 010617 : 13.55). Tentu, lanjutin sahabatku (Bambang Kustedjo Soedarjo 010617 : 18.44). Kata, membuat mata dan hati terbuka (Teti Herawati 030617 : 04.40). Kata yang lahir dan terangkai dengan
No. 2 Oktober
2017
• 69
ap r e s ia si
kejujuran, akan mampu menjadi mantra atau pun doa (Bambang Kustedjo Soedarjo 030617 : 09.30) Yang paling aku suka dari ungkapan rasa ini ada kata-kata yang menyentuh hati, “…seperti lelaki yang ditinggal kekasihnya, dan terus membuntuti tanpa berani menampakkan muka.” Kata-kata ini seperti itu juga yang sedang aku rasakan sekarang (Abinya Umar Abdurrahman 040617 : 05.41).
“Puisi bagiku adalah kesaksian, kejujuran, penyampai swara hati, pelipur jiwa.” Di bagian ini sungguh menyejukkan hati saya yang memuisikan segala pernak-pernik yang mengisi kepala dan saya hanya berani memostingnya di beranda Facebook, pak Sugiono. Salam hormat, Pak (Limbung Huyung 040617 : 05.59). Nyimak. Biar tambah pinteeerrr (Desi
Kartika 040617 : 20.08). Terima kasih Opa, ternyata komenku termasuk dalam daftar; kejujuran rasa dan menuliskannya kembali lahir dari hati (Abinya Umar Abdurrahman 040617 : 20.57). Lanjuuut..! (Ness Kartamihardja 121017 : 21:23) Nyimak.. Belajar akh..(Drew Andini 121017 : 21:32) Dan hal ini penting pada jagad literasi, keintiman serta ketersambungan antara yunior dengan senior.. (Mustikah Mudjianto121017 : 21:48) Masih terus belajar bapak... sugeng ndalu (Khotimah Zaenudin 121017 : 22:48) Sangat menarik hati yang terselip beberapa point pada diriku pribadi, opa.. Mengajak, Menyindir, Mendidik, Membimbing dan lain sebagainya. Itu yang terasa setelah membaca
QW M
70
•
No. 2 Oktober
2017
postingan opa. Siap duduk manis, menyiapkan alat tulis, memasang telinga lebar-lebar serta mengambil pelajaran dari pengalaman opa (Jakaria Jack 131017 : 00.41) Yang lagi nyimak, geser dong... Berpuisi, meski masih sederhana, tetap saja mengasyikkan (Syahdan Malahayari 131017 : 00.46) Ikut belajar ah...(Arikato Chiki Adp 131017 : 03.51) Saya sudah berumur, suka berbagi tutur,membaca setengah dari literatur, diusia udhur agartak ngawur. Mau mencoba bergabung, mengikuti ajaan teman dikampung, biarpun hidup di lereng gunung, membuang resah dan bingung. Oh ya, Insya Allah majalah on line NEOKULTUR bisa menuju penataan peradaban mutakhir yang harmoni dibumi dan tawaddhu’/ takzhim padaNya (Taufiq Rohman 131017 : 06.39) Kang izin share (Chinta Mutiara Senja 131017 : 09.22) Nderek sinau lan ijin share. Hatur kasih berkenan membagi pengalamanya. Raa nanti sambunganya ya om (Dewi Ayu Rini Irawati 131017 : 12.26) Terima kasih pembagian ilmunya. Saya anggap ini sesuatu pelajaran yang bermanfaat (Airi Cha 131017 : 13.01)
Nenek moyangku seorang pelaut, ia memanfaatkan kekayaan laut dengan bijaksana. Ikan salah satunya. Sudahkah kita mengonsumsi ikan hari ini?
P E S A N I N I D I S A M PA I K A N O L E H N E O K U LT U R S E B A G A I A J A K A N U N T U K M E M A N FA AT S U M B E R D AYA A L A M S E C A R A B I J A K S A N A
No. 2 Oktober
2017
• 71
72
•
No. 2 Oktober
2017