NO. 03 | NOVEMBER 2017 |
• budaya • sains • religi
MEGATRUH SANG PAHLAWAN • SENIMAN INDONESIA BERKIPRAH DI FESTIFAL SENI EROPA
• FILOSOFI PENGELOLAAN NEGARA DI BALIK TARI SEUDATI
• ROBOHNYA GUNUNG ES RAKSASA ANTARTIKA
• MANUSKRIPS BUDAYA NUSANTARA BERHURUF ARAB No. 3 November
2017
•1
ADVERTISING | TV COMMERCIAL | DESIGN & IN HOUSE MAGAZINE | WRITING BIOGRAPHY PT METAFORMA INTERNUSA Jl. Pam I No. 7A, Cempaka Baru, Jakarta Pusat Mobile: 0813 8371 3210 | e-mail: ekithadan.metaforma@gmail.com http://metaformaint.blogspot.com
2
•
No. 3 November
2017
Pixabay
neoself di ruang hyperneo
No. 3 November
2017
•3
ESTETIKA
4
•
No. 3 November
2017
• budaya • sains • religi PENANGGUNG JAWAB/ PEMIMPIN REDAKSI Sugiono MP WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Agung Pranoto REDAKSI: Prof. Dr. Hayatullah al Rasyid (Erry Amanda) Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud Yanie Wuryandari Ghouts Misra Agung Pranoto Sugiono MP Desi Oktoriana REDAKTUR PELAKSANA Eki Thadan KONTRIBUTOR Eko Windarto-Batu Malang Roval Alanov-Madura Indra Intisa-Padang Tiyo Ester Sudjari-Tangerang Ika Suryatiningsih-Batam RB Edi Pramono-Yogyakarta Jonson Effendi-Palembang Muklis Puna-Lhokseumawe Lukman Sambongi-Makasar Kusuma Jidarul Iwan-Pekalongan SEKRETARIS REDAKSI Desi Oktoriana PENGEMBANGAN Sudjono AF DESAIN KREATIF Metaforma Creative Communications
neokultur/eki thadan
REKENING MAJALAH NEOKULTUR No. 7771719051 Bank BCA an Desi Oktoriana ALAMAT EMAIL neokultur2@gmail.com COVER 10 November Foto: voaindonesia.com
No. 3 November
2017
•5
14
20 FESTIVAL EUROPALIA 2017
PAHLAWAN, SEJARAH, LEGENDA Pahlawan dihormati, kadang disakralkan. Maka sering kali terjadi peluang pergeseran dari catatan sejarah menjadi mitos dalam legenda. Proses perkembangan itu berlangsung lebih dimungkinkan oleh karena realitas nilai budaya maasyarakat yang menerimanya lebih cenderung berorentasikan kepada kegaiban ketimbang akal sehat.
6
•
No. 3 November
2017
24
GESANG SANG MAESTRO Contoh dedikasi seorang profesional sejati, berintegritas tinggi, independen, tak goyahk rayuan komersial, harta, kedudukan, pangkat, jabatan, dan apa pun yang hedonistis. Lugu, lugas, tegas, konsisten berkarya berpanutan hati nurani, bisikan dari Illahi.
Indonesia tampil sebagai guest country di festival seni budaya terbesar Eropa, Europalia ke-26 (10 Oktober 2017 - 21 Januari 2018} berlangsung di Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Austria dan Polandia dengan 486 senimanbudayawan Indonesia menampilkan 247 karya pameran, tari, teater, musik, sastra, pemutaran film, dan konferensi.
DAFTAR ISI 11
S A L A M B U D AYA
12
DARI DAPUR REDAKSI
17
38
ROBOHNYA GUNUNG ES ANTARTIKA
Teori gejala, atau fenomenalogis, digunakan oleh para ilmuwan pengkaji alam fisik yang menolak keberadaan Tuhan. Para indeterminis ini tidak kenal apa yang disebut hidayah. Teori mereka berdasarkan analisis posibelitas, probabilitas terhadap perlambang dan tanda-tanda alam semesta.
NO. 03 NOVEMBER 2017
KOLOM
Pemuda Indonesia, Wahai
28
TELAAH
31
CERMIN
32
SASTRA
36
ALAM
43
INTERMESO
44 48 52
Puisi Dua Perempuan Lonceng Kematian Konstruksi Seksualitas Perempuan (2) Jangan Sepelekan yang Kecil Penjual Ayam Ca Em SAINS
The Eternality, Techno Antimatter TA R I
Membangun Negeri Filosofi Seudati DAERAH
Dampak Modernisasi Ekonomi di Aceh
56
INSIGHT
57
ASAL USIL
59
MUSIK
64
KILAS
DEMITI- 74 FIKASI DONGENG
65
S K E T S A
66
M A NAGE M E NT
Kenakalan anak sebenarnya potret bagaimana cara orang tua mendidik. Disadari atau tidak, perilaku tidak baik orang tua akan terekam dalam alam bawah sadar si anak, dan pada saat tertentu tanpa diduga perilaku tersebut ditiru oleh anaknya.
68
CE RP E N
72
K U LT U R LOK A L
76
A P RE S I A S I
Duplikasi Kecerdasan Materi Maceet, Langka Gas Musik Tv dan Teori (3) Feng Shui Imaji
Natur Management, Autopoesis Warisan _68
Aksara Ramah Adab Catatan Kecil
No. 3 November
2017
•7
SUREL
& KOMEN
YS Sunaryo, Turut bahagia ... Ada ruang sastranya gak ya? Ada Dhe Sundayana Perbangsa, Selamat dan turut gembira Didin Tulus, Mau dong majalahnya. Silakan buka di htpps://issuu.com/doc/neokultur_02_ Okt2017 Heru Antoni, Selamat untuk majalah Neokultur, semoga makin berkibar Lukman Sambongi, Alhamdulillah, semoga akan jaya slalu Bambang Kustedjo Soedarjo, Selamat dan sucsess. Tri Raden Raden Semoga, semakin jaya.... Asmira Suhadis, terus sukses Har’tati, Alhamdulillah dan selamat Dian Rusdi, Selamat ya. Moga lanJay. Kini majalah purakasastra ada teman. Ness Kartamihardja, Wow, keren! Selamat ya...semoga terus berjaya Sordiman Acong, Alhamdulillah...siiiip! Djoko Soero, Selamat dan sukses. Tmks bung Sugiono Bani Hasyim Alpharexcztha, Diberkahi seluruh aksara neo kultur Djoni Tulo, Hebaat. Ga percuma ... Mudahan bs di dapat Sarifudin Kojeh II Selamat dan sukses terbitnya majalah tersebut. Raja Selatan, Selamat dan semoga sukses.... Aamiin Ika Hertika, Alhamdulillah. Selamat yaa Barupawati Utamaju Tahniah, Syabas Maya Azeezah, Selamat dan sukses ya Nelama Dimas Sadiya, Wa’alaikum salam, mantap Cuk X Schobber II, Selamat dan sukses Asma Dien Hasan, Barokalloh mbak Ikha Djingga.. Moga makin sukses... Is Man, Sip
Jangkung Asmoro, Aamiin ikut senang Pak Mbah Samin, Uhuuy...
•
Ani Kzt, Alhamdullillah....keren mantapp. Yanie Wuryandari, Mas Sugiono Mpp tolong email nya takkirim hari ini ya tq Dels Thien, Sukses. Tuhan berkati Vareen Meutia Astari, Top, sukses selalu pak Sugiono. Lamto Widodo, Matur nuwun infonya pak Sugiono Mpp. Sukses utk Neokultur. Eddy Pramduane, Semoga diterima dengan rasa bahagia, karena ini majalah keren bermutu..! Heru Antoni, Turut membaca, dan ternyata keren dan patut dibaca Dharmadi Dp, Selamat mas Giek MP Kek Atek, Mantabs ! Khotimah Zaenudin, Salam malam. . Keren sangat ... Chinta Mutiara Senja, Subhannallah, kerenz Abinya Umar Abdurrahman, Neokultur 02 kereeen! Pokoknya wah deh! Banyak pembelajaran untuk kita tuangkan di sini terutama menulis dan membaca. Dari membaca kita akan tahu informasi dari belahan dunia lain. Dengan menulis kita akan bisa berbagi ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat buat orang lain. Ika Hertika, Alhamdulillah Ahmadi Syarif, Siipp! Herna S Zaldy, selamat.... Syahdan Malahayari, Asiiik Arikato Chiki Adp, What? Ada namaku? Drew Andini, This Is Cool mz Sugiono Mpp. Heartiest congrats Mustikah Mudjianto, Tonggak sejarah. Bagi pengkreasi sastra maya, NEOKULTUR kawah candradimuka untuk eksistensi penulis pemula juga penyair senior kesohor sekaligus ajang silaturahim. Congratulation All. Syuman Saeha, Mantap. Anton Suparyanta Top Ikha Jingga.....
Cecep Rachmat Sumpena, Siiiip...lah
8
Syuman Saeha, Asyik mantap
No. 3 November
2017
Ika Hertika, Alhamdulillah. Sebuah langkah menuju sukses ... Minang Maimbau, Makasih tg na mbakku Ikha Djingga
Perdamaian dan Kelestarian Lingkungan ada karena kita kembali pada kearifan yang hari ini ditanamkan dalam pendidikan.
www.islamaktual.net
No. 3 November
2017
•9
NO!
MATERIAL KAPITAL
SPIRITUAL SOSIAL,
YES!
Majalah Digital
• budaya • sains • religi
10
•
No. 3 November
2017
S A L A M B U D A YA
P
Di tengah raya kepahlawanan, sejak 10 Oktober yang lalu sampai dengan 21 Januari 2018 mendatang, Indonesia tampil sebagai guest country di festival seni budaya terbesar Eropa, Europalia ke-26 yang berlangsung di Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Austria dan Polandia. Sebanyak 486 seniman-budayawan Indonesia menampilkan 247 karya dan program kegiatan. Dalam memelihara budaya Islam Nusantara kami tampilkan upaya kajian manuskripmanuskrip kuno beraksara Arab dalam berbagai bahasa lokal seperti Aceh, Bali, Batak, Belanda, Bugis-Makasar-Mandar, Jawa dan Jawa Kuna, Madura, Melayu, Minangkabau, Sanskerta, Sasak, Sunda dan Sunda Kuna, Ternate, Wolio, Bahasa-bahasa Indonesia Timur, Bahasa-bahasa Kalimantan, dan Bahasa-bahasa Sumatra
Selatan. Dalam seni tari kami sajikan seudati Aceh.
www.suaramuhammadiyah.id
eringatan para pahlawan bangsa menandai kehadiran momen November. Ada pahlawan tanpa tanda jasa, bahkan tanpa nama, tak dikenal kuburnya. Dan pahlawan yang terpaterikan bergelimang di antara sejarah dengan legenda. Itulah realita. Bagaimanakah pahlawan masa depan? Dan remah Sumpah Permuda pun masih menyertai pada edisi kali ini.
Sementara itu pada Oktober 2017 lalu, gunung es raksasa di Antartika roboh, mencair. Hikmah apa yang bisa kita kaji dari peristiwa alam yang begitu luar biasa tersebut? Kami juga tampilkan tentang Duplikasi Kecerdasan Materi, peng-code-an kecerdasan manusia dalam memahami aspek eksistensi alam dan jagad raya seisinya, adalah hal yang membuktikan kerumitan dan apriori suatu realitas kasat. Bahwa sehebat apa pun kemampuan manusia, sesungguhnya hanya bagian paling renik di antara yang renik karya Allah. Kemelejitan apa pun manusia sebagai derivator ciptaan Allah, setinggi apa pun derivasi tehnologi purnabentuk, sesungguhnya hanya sebesar ME pangkat 1/n, lebih renik di banding sebutir ionic positron negative (antimatter). Sedangkan masalah perekonomian daerah kami sajikan tulisan para pakar yang lekat dengan daerah kajiannya, kareana selaku mantan pimpinan daerah, yang terkemas dalam wacana Dampak Modernisasi Ekonom pada Sistem Sosial di Aceh. Silakan menikmati.
No. 3 November
2017
• 11
DAR I DA P U R R EDAK SI
PEMBAHARUAN
MASYARAKAT DAN KEMANUSIAN TIDAK BERORIENTASI PADA KUANTITAS PUBLIK PEMBACA, MELAINKAN KEPADA KUALITAS PRIBADI, TERUTAMA TERHADAP PERSON YANG MAMPU MEMBERIKAN KONTRIBUSI TERHADAP PERUBAHAN MASYARAKAT.
12
•
No. 3 November
2017
D
i sela tugas menyiapkan edisi ketiga bulan November majalah ini, redaksi melakukan pembenahan dan penyempurnaan tatakerja dengan mengadakan temu kerabat inti di Bandung, 21 Oktober 2017. Persiapan untuk itu ditangani oleh sekretaris redaksi Desi Oktoriana. Dibantu tim mahasiswa yang direkrutnya pertemuan pun berlangsung secara khas, lancar, dan efektif, berpola kelola yang oleh Prof. Erry Amanda disebut sebagai autopoesis management atau manajemen alam.
Pertemuan yang sedianya akan dihadiri redaksi dan kontributor Surabaya, Batu, Yogya, oleh sebab yang sedemikian rupa dikehendaki-Nya, ternyata menjadi temu sosok penggagas, penyemangat, dan koki utama dapur pengolah kuliner majalah ini. Tempat yang sedianya dirancang dengan berkemah di hutan pinus bukit Batukuda pada lereng gunung Manglayang, Bandung, Jawa Barat, ternyata diubah oleh alam atas kehendakNya, menjadi sedemikian naturalnya di gubug ronda kawasan Cibiru. Perbincangan
pun langsung pada titik esensial dan rohani dari majalah ini, bahkan tidak mengungkit masalah teknis, boleh jadi lantaran setiap person yang bertanggung jawab di bidangnya telah lekat dengan masalah operasional. Pada sisa malam silaturahim berlanjut lebih intens antara Prof. Erry Amanda dengan Eki Thadan. Temu inti personil majalah ini menghasilkan resume, bahwa media on line nonkomersial NEOKULTUR tidak berorientasi pada kuantitas publik pembaca, melainkan kepada kualitas
pribadi, terutama terhadap person yang mampu memberikan kontribusi terhadap perubahan masyarakat. Caranya dengan terlebih dahulu melakukan orietasi pemikiran baru yang disertai sikap dan tindak, terutama terhadap diri sendiri yang kemudian tergelombang ke lingkungan sekeliling serta komunitas dan ruang lingkup cakupan kegiatan. Jadi, NEOKULTUR adalah neoself di ruang hyperneo. Akan halnya neoself yang dilakukan majalah ini adalah, ia nonkomersial. Tidak berorientasi
kepada materi-kapital, melainkan lebih mengutamakan spiritualsosial. Kami menawarkan kegiatan pembaharuan masyarakat dan kemanusian lewat peradaban baru yang mengetuk kesadaran pribadi, bahwa perlu kesiapan orientasi dalam menghadapi gelombang aneka perubahan dunia yang mengglobal ini. Dengan demikian kita tidak terhempas oleh tsunami peradaban melainkan menjadi peng-angon, pengembala perubahan. Semoga.
No. 3 November
2017
• 13
UTA M A
PAHLAWAN, ANTARA Oleh: Sugiono MP
Pahlawan selalu punya konotasi positif. Pejuang pengabdi kepentingan orang banyak. Sosok panutan dan peneladan. Tokoh yang telah berbuat demi sesuatu kepentingan yang tidak semata-mata untuk diri sendiri.
O
rang yang telah mengorbankan miliknya—waktu, tenaga, pikiran, bahkan nyawa sekali pun—demi keyakinan yang diperjuangkan, apakah untuk kemanusiaan, bangsa dan tanah air, cita-
14
•
No. 3 November
2017
cita luhur, ilmu pengetahuan, lingkungn hidup, kebudayaan, kemasyarakatan, atau pun suatu paham keagamaan, dan sebagainya. Robin si Perampok yang dikenal dalam cerita Robinhood, atau juga Captain La Zero si pahlawan bertopeng yang muncul berkuda tiba-tiba dan beraksi dengan anggarnya untuk menyelamatkan rakyat dari kesewenangan penguasa, dan karenanya dianggap momok bagi kerajaan, disanjung rakyat sahaja sebagai pahlawan, namun sekaligus dicap pengganggu ketenteraman oleh penguasa karena mengacak stabilitas pemerintahan dan ancaman bagi para menak kerajaan. Namun demikian, baik bagi
SEJARAH DAN LEGENDA yang simpati karena nasibnya diperjuangkan oleh sang pahlawan, maupun bagi yang antipati karena kepentingannya diusik, tidak pernah mengurangi arti kehadiran sosok syuhada yang bermujahid. Apa pun penilaian yang diberikan oleh kubu-kubu yang berbeda kepentingan, nama sang pejuang tetap terukir di lembar sejarah. Tergantung dari buku sejarah mana dan dibakukan oleh siapa. Sebab, bagi yang telah tiada, tak penting lagi arti predikat mutiara atau pun lumpur, karena ia telah melakukan tugas kehidupan selama berada di dunia ini. Ya, walapun julukan pahlawan itu diperuntukkan bagi mereka yang telah meninggalkan kita, namun sesungguhnya kepentingan pembaitan gelar kepahlawanan justru lebih diutamakan untuk kepentingan yang mereka tinggalkan. Untuk orang-orang yang masih hidup, dan bagi mereka yang akan terus melanjutkan kehidupan. Artinya, masyarakat memerlukan keberadaan sosok pahlawan untuk menorehkan garis perilaku panutan dalam suatu komunitas pada waktu dan ruang tertentu, seirama dengan kultur sosial yang berlaku.
Maka, adalah wajar apabila epos heroisme tak hanya terukir dalam buku sejarah, melainkan juga bisa melompat ke dalam kitab-kitab mitologi sebagai legenda yang bermuatan tuah. Nukilan riwayat para penyiar agama Islam di Pulau Jawa yang berhasil memengaruhi kekuasaan kerajaan dan berperan penting dalam pembentukan pusatpusat pemerintahan kesultanan bercorak Islam yang dikenal sebagai Wali Songo misalnya, tak hanya diakui sebagai para negarawan pada zamannya seperti yang tertuang dalam tuturan sejarah, melainkan juga—dan bahkan yang paling membudaya di kalanagan masyarakat bawah— termitoskan kesaktian mereka dan terbudayakan dalam legenda bagi kalangan tarekat tertentu. Pahlawan memang dihormati. Bahkan kadang-kadang disakralkan. Maka sering kali terjadi peluang pergeseran dari catatan sejarah menjadi mitos dalam legenda. Proses perkembangan itu berlangsung lebih dimungkinkan oleh karena realitas nilai budaya masyarakat yang menerimanya lebih cenderung berorentasikan kepada kegaiban ketimbang akal sehat. Kiranya hal tersebut akan
terkoreksi bila telah tercipta masyarakat berakal sehat atau rational societies sebagai salah satu ciri dari ciri-ciri lain masyarakat madani, seperti yang dipridiksikan oleh para pakar sosial. Sesungguhnya penyakralan pahlawan bukan merupakan suatu deversifikasi bentuk, tetapi lebih merupakan wujud gradasi dari peningkatan kekuatan ikatan emosi bagi para pengagum dan pemujanya. Sebab, keikhlasan dan nirpamrih yang dilakukan oleh mendiang para pahlawan semasa hidupnya benar-benar dirasakan sebagai sesuatu kesuriteladanan yang layak dijejaki. Sikap ikhlas dan tawakal dalam melaksanakan cita-cita yang diemban dan diyakini oleh seorang martir, itulah yang menempatkannya senantiasa hidup abadi—meski sang hero bersangkutan telah lama tiada--dalam jiwa generasi baru selaku pengagum dan pemuja sang pahlawan. Oleh karena itu, bagi mereka yang melakukan sesuatu dengan sikap seolah-oleh ikhlas dan tanpa pamrih, namun di balik itu terindikasi interes pribadi, sering mendapat sebutan pelecehan sebagai ‘pahlawan kesiangan’, atau ‘sok pahlawan’. Ada juga
No. 3 November
2017
• 15
u t am a
pemberian sebutan untuk seseorang yang gigih melakukan sesuatu yang tak mungkin diterima komunitasnya sebagai ‘pahlawan utopis’ atau ‘pahlawan mimpi’. Dalam buku Detik-Detik yang Menentukan mantan Presiden B.J. Habibie melukiskan eforia kebebasan yang pernah mendominasi ucapan dan gerakan kaum politisi, elite politik, dalam kalimat: “Pahlawan-pahlawan Reformasi” timbul berjamuran dengan melemparkan ucapan dan prasangka yang sudah tidak objektif lagi (p.149). Sebutan “pahlawan reformasi” dengan tanda petik dalam konteks kalimat di atas jelas berkonotasi minor. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak berarti menabukan Pahlawan Reformasi yang memang benar-benar telah berjuang demi tegaknya perubahan di negeri ini. Pembaca pun maklum dan mafhum apa yang dimaksudkan oleh Habibie dalam konteks kalimat di atas jika membaca dengan benar.
Foto Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja
16
•
No. 3 November
2017
Seperti halnya permakluman dan permafhuman masyarakat tentang sebutan “kota pahlawan” bagi Surabaya yang tidak berarti bahwa hanya di Kota Buaya itu saja keberadaan para pahlawan berpusat. Predikat tersebut lahir oleh proses legitimasi historis dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang ditandai pertempuran heroik di Surabaya 10 November 1945 antara rakyat melawan Tentara Sekutu. Sekutu pimpinan Brigjen Mallaby mendarat di Surabaya 25 Oktober 1945. Dua hari kemudian mereka membebaskan tawanan perang RI dari penjara Republik tanpa musyawarah. Rakyat marah dan melabarak mereka. Pos-pos Sekutu diserang (28 Oktober 1945) dan Malabby tewas. Pada 9 November 1945 Sekutu mengultimatum para pejuang sampai pukul 06.00
esok pagi harus menyerahkan senjata. Rakyat pantang menyerah. Pertempuran pun pecah pada 10 November 1945. Rakyat menghadapi lawan yang tak seimbang. Tentara profesional Sekutu yang berjumlah 10-15 ribu pasukan (Divisi-5 dan sisa Brigade-49 Divisi-23 yang nyaris dihabisi arek-arek Suroboyo pada pengepungan 28 Oktober 1945) memiliki persenjataan modern. Para pejuang hanya mengandalkan senapang rakitan, pedang dan bambu runcing. Ribuan pejuang gugur. Darah mengucur membasahi bumi pertiwi. Banyak perempuan yang kehilangan suami. Anak-anak kehilangan ayah mereka. Keluarga kehilangan anggotanya. Maka, pertempuran tersebut layak dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
KOLO M
PEMUDA INDONESIA, WAHAI
Oleh: Sugiono MP
Selayaknya tulisan ini tampil pada edisi Oktober. Namun karena isinya masih relevan untuk kita, kapan pun, maka kami tampilkan di bawah rubrik Cecer, yakni bagian yang tercecer dari semestinya. Silakan menikmati.
S
etiap tanggal 28 Oktober bangsa Indonesia mengingat kembali peristiwa sejarah pada tahun 1928, di mana tokoh-tokoh pemuda Indonesia dari berbagai golongan, kelompok, suku, agama dan aliran, menyatakan ikrar bersama, satu nusa, bangsa, dan bahasa. Sumpah Pemuda itu merupakan peristiwa politik nasional yang kedua, setelah Perkoempoelan Boedi Oetomo menggugah kesadaran bangsa Indonesia tentang pentingnya pendidikan nasional pada tahun 1908.
Boedi Oetomo ibarat halaman, Sumpah Pemuda adalah teras, dan Proklamasi 17 Agustus 1945 bangunan utama Indonesia Merdeka. Trilogi gerakan nasional 1908, 1928, dan 1945, itu mata rantai histori yang mengantar kita sampai pada era global dewasa ini. Tanpa gerakan pendidikan, tekad kesatuan, dan kemerdekaan, tak akan ada eksistensi republik ini. Jadi betapa pentingnya makna Sumpah Pemuda 1928 yang merupakan sarana penghubung antara intelegensia (pendidikan) dan ruhaniah (eksistensi) bangsa. Kaum muda yang secara kejiwaan berada dalam gelora idealisme, di mana pun, kapan pun,
batamnews.co.id
No. 3 November
2017
• 17
ko lo m
identik dengan pendobrak dan pembaharu yang bersemangat. Orang bilang, pemuda harapan bangsa. Napoleon Bonaperte pernah berucap, “Beri aku sepuluh pemuda perkasa, maka kan kugenggam dunia�. Sukarno pun pernah berucap serupa. Tak pelak, kenyataan sejarah Indionesia menunjukkan, para pemudalah motor gerakan kemerdekaan. Nama-nama seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, tampil di panggung sejarah justru sejak usia belia. Yang disebut-sebut di atas itu adalah para pemuda sebagai subjek penggerak, pembaharu, pembangun bangsa. Bagaimana halnya dengan pemuda sebagai objek yang digerakkan, dimobilisasi, diperbaharui nasibnya sebagai bagian terpenting dari komponen bangsa, dan dibangun masa depan mereka, terutama pada saat ini, setelah 72 tahun usia Republik Indonesia? Pemuda Indonesia (rumusan yang pernah digunakan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI dalam menyusun Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangam Generasi Muda: pemuda adalah mereka sejak usia akil balig sampai umur 40-an tahun) sebagai objek pembangunan dewasa ini menghadapi tantangan masalahmasalah pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan. Ketika berkampanye kepresidenan SBY pernah menyampaikan
18
•
No. 3 November
2017
dalam dialog di televisi, bahwa masalah pendidikan dan kesehatan di Indonesia sudah menjadi hal yang mewah. Sampai kini pun rasanya masih demikian. Meski pemerintah telah mengalokasikan dana pendidikan yang jauh lebih besar dari sebelumnya, namun masalah sarana, prasarana, sistem pendidikan kita, masih memerlukan penanganan yang serius. Demikian halnya dengan kesehatan. Walau sudah ada JPS Kesehatan dan Akses, namun layanan kesehatan masyarakat masih tetap memprihatinkan. Belum lagi jika kita melihat makin menciutnya kesempatan bekerja bagi kaum muda yang kurang berpendidikan, maka kian menumpuklah masalah kaum muda kita. Bahkan belakangan banyak perusahaan yang lebih suka memberlakukan kontrak kerja tahunan bagi calon karyawan daripada menerima karyawan tetap, demi menghindarkan resiko membayar uang pesangon kalau terjadi PHK. Menghadapi kenyataan sosial seperti itu sebaiknya para kawula muda melepaskan diri dari ketergantungan pada institusi, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Jiwa pionir kaum muda harus kita ketuk, untuk bersama beramai-ramai mengatasi masalah mereka sendiri, dengan semangat berdikari. Bagaimana caranya?
Tentang mahalnya dunia pendidikan bisa disiasati dengan berbagai cara jika kita semua mempunyai satu tekad. Tidak harus bersusah payah membangun gedung-gedung sekolah mewah yang mahal, tapi cukup menerima bangunan sederahana saja, sehingga jumlah sekolah yang didirikan akan lebih banyak. Tentu saja ini perlu dihimbaukan kepada pihak swasta, terutama dari sisi tanggungjawabnya sebagai bagian integral bangsa Indonesia. Di samping itu kita bisa mendayagunakan fasilitas-fasilitas yang mungkin, semisal tempattempat peribadatan (yang tidak 24 jam penuh digunakan beribadah), kantor-kantor pemerintahan yang tak terpakai, gedung-gedung serbaguna dan balai-balai rakyat, bahkan kalau perlu balai-balai desa, balai-kecamatan, pendopo kabupeten, dan sebagainya. Masalahnya hanya bagaimana mengatur waktu dan mengelola secara terpadu. Sedangkan kelangkaan tenaga pendidik bisa diatasi dengan pelajar senior mengajar juniornya. Jadi sekaligus belajar sambil mengejar seperti ketika Indonesia baru merdeka, tenaga guru diambil dari tenaga-tenaga pelajar senior. Toh dengan demikian kita mampu menghasilkan kederkader pemimpin bangsa yang dalam perjalanan sejarah bisa mengisi kemerdekaan.
Ada kawan yang pernah mengatakan kepada saya, dia berprinsip anak-anaknya boleh gagal dalam pendidikan tapi harus sukses dalam hidup. Bagaimana mungkin? “Ya, alam dan kehidupan ini kan guru dan ilmu yang harus kita ikuti dan kita timba secara piawai,� jawabnya. Bisakah kita mengikuti sikap kawan saya itu? Tentang dunia kesehatan, menghadapi masalah biaya rumah sakit dan dokter yang cukup melangit bisa
diatasi dengan mengembangkan sistem pengobatan alternatif dan kembali ke resep-resep kuno warisan leluhur. Dunia Barat yang sudah jenuh dengan alam modern mengambil jalan back to nature. Apakah kita orang Timur tak bisa demikian? Ataukah kemalasan dan rasa sok-modern yang menghalangi sikap kita untuk hidup sederhana tapi sehat karena menyatu dengan irama alam? Jika biaya hidup modern, termasuk biaya kesehatan, begitu mencekik, kenapa kita tidak membebaskan diri dari ketergantungan pada obatobatan modern ala pabrikan? Modernisasi harus kita terjemahkan sebagai sikap pionir dalam berkreasi, termasuk mendayagunakan sumber daya alam secara sederhana, namun berdayaguna handal, dan tidak perlu ikut-ikutan gaya orang lain yang berkantong tebal jika kocek kita tipis.
Jika mental kita terdidik untuk tidak ikut-ikutan dan mampu menciptakan sistem baru yang sesuai dengan kondisi objektif yang kita miliki, berarti kita telah berfikir dan bertindak secara sehat, dengan akal fikiran dan tubuh yang terpelihara. Maka, kita akan mampu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan kebutuhan lingkungan, termasuk kebutuhan dalam berkreasi mengantisipasi problema yang datang. Semuanya itu hanya mungkin kita capai, wahai para pemuda Indonesia, apabila kita sanggup melepas belenggu keterikatan dan ketergantungan pada mimpimimpi yang utopis, dan berani mengambil langkah nyata seperti halnya para pemuda pendahulu pemancang tonggak sejarah bangsa, tatkala mengikrarkan diri membangun kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia.
Okezone News
Yang lebih penting lagi adalah mengubah orientasi mental anak didik kita, dari mengejar titel dan ijazah ke orientasi menguasai ilmu dan keterampilan atau keahlian di bidang tertentu. Kenyataan banyaknya S1 dan bahkan S2 yang tidak tertampung ke dalam lapangan kerja, menunjukkan bahwa dunia pendidikan kita dan anak didik hanya berorientasi pada titel, tapi tidak pada kemampuan.
No. 3 November
2017
• 19
B U DAYA
BUDAYA INDONESIA
20
•
No. 3 November
2017
DI FESTIVAL EUROPALIA 2017
I
ndonesia tampil sebagai guest country di festival seni budaya terbesar Eropa, Europalia ke-26 (10 Oktober 2017 - 21 Januari 2018} berlangsung di Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Austria dan Polandia. Dengan mengangkat tema Heritage, Contemporary, Creation, and Exchange 486 senimanbudayawan Indonesia menampilkan 247 karya dan program kegiatan: 20 pameran, 71 tari dan teater, 95 musik, 34 apresiasi karya sastra, pemutaran 18 film, dan 9 konferensi. Sebelumnya negaranegara Asia yang terpilih adalah Jepang (1989), China (2009), dan India (2013). Europalia 2017 secara resmi dibuka oleh Yang Dipertuan Agung Raja
Belgia Philippe - Philippe Léopold Louis Marie – dan Ratu Mathilde, 10 Oktober 2017, bertempat di Palais Des Beaux Arts. Hadir juga Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko PMK Puan Maharani, Menlu Retno L.P. Marsudi, Mendikbud Muhadjir Effendy, Dubes RI di Belgia Keharyapatihan Luxembourg, Dubes RI di Uni Eropa Yuri Thamsin, dan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan, Europalia menjadi ajang strategis bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan kekayaan budayanya. Diplomasi budaya Indonesia, menurut Mendikbud, sudah cukup
berhasil, kemudian perlu diperkuat agar cakupan resonansinya lebih luas ke seluruh dunia. “Orang Eropa sudah sangat mengenal Indonesia tetapi belum tentu mengenal budaya kita secara langsung. Inilah saatnya mereka bersentuhan langsung dengan budaya kita, saatnya mereka memperbincangkan tentang kita dengan perspektif positif sehingga akan memancing keingintahuan lebih lanjut,” ungkap Muhadjir. Sebelumnya, dalam peluncuran partisipasi Indonesia di Europalia 2017, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, menyampaikan keterlibatan Indonesia di dalam Europalia merupakan kesempatan yang baik untuk menyatakan kepada dunia tentang berbagai potensi Indonesia; termasuk kekuatan untuk hidup dalam keberagaman. Indonesia, menurut Hilmar, para delegasi dan beragam program akan
No. 3 November
2017
• 21
bu daya
menunjukkan semangat kebinekaan sebagai negara yang majemuk.
“Kami ingin hadir di Eropa bukan sekadar menampilkan kesenian tapi juga menyatakan kehadiran Indonesia di daratan Eropa, khususnya melalui bahasa kesenian. Ini adalah festival kesenian dengan misi yang multidimensi,” ujarnya Di bidang seni pertunjukan, delegasi Indonesia menghadirkan seniman tari dan seni pertunjukan seperti Darlene Litaay, Eko Supriyanto, Fitri Setyaningsih, I Gede Radiana Putra, Nani Topeng Losari, Otniel Tasman, Saman Gayo, Teater Garasi, Aural Archipelago, dan Silek Tuo. Selain itu, turut menjadi delegasi Indonesia dalam Europalia 2017 di antaranya para musisi seperti David Tarigan, DJ Bayu, Filastine, Jogja Hip Hop Foundation, Karinding Attack, Mataniari, Saluat Dendang, Svara Samsara, juga Voice of Papua. Para sastrawan yang turut dalam delegasi di antaranya terdapat nama seperti Ayu Utami, Godi Suwarna, Iksaka Banu, Lily Yulianti Farid, Margareta Astaman, dan Zubaidah Djohar.
22
•
No. 3 November
2017
Selain pertunjukkan seni tari, musik dan teater, diplomasi budaya Indonesia dalam Europalia 2017 akan memamerkan berbagai artefak yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sejarah kebudayaan nasional yang sangat kaya dan tak ternilai. Setidaknya 400 artefak yang dipinjam dari Museum Nasional Indonesia, museum-museum di daerah, hingga koleksi pribadi menjadi andalan dalam pameran “Ancestors and Rituals”, pameran “Archipel”. Selain itu, Indonesia juga memamerkan arsip dan karya seni rupa di dalam gelaran “Power and Other Things”. Pameran “Ancestors and Rituals” yang diselenggarakan di Bozar, Brussels, Belgia menampilkan aneka ragam artefak yang berasal dari zaman pra-sejarah; zaman Hindu-Budha; dan zaman Islam, kolonialisme dan kemerdekaan. Sebagai bangsa yang menghargai sejarah, masyarakat Indonesia memiliki cara berbeda-beda untuk mengungkapkan kedekatan hubungan dengan nenek moyang dan cara menghormati leluhur. Bukan dimaksudkan untuk menampilkan hal-hal yang bersifat magis, kuno atau primitif, namun pameran ini menjadi sarana untuk menunjukkan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Pameran “Archipel” yang memamerkan kebesaran budaya maritim Indonesia diselenggarakan di La Boverie, Liege, Belgia. Pameran ini mencerminkan gugusan-gugusan pulau khatulistiwa yang disatukan oleh laut, hubungan
antarpulau terwujud dalam berbagai teknologi perkapalan, pengetahuan navigasi, serta aneka ragam tradisi. Pameran ini akan dibagi ke dalam beberapa struktur, di antaranya Maritime Nation; Trade Route Unite the Nation; Nusantara-India Maritime Kingdom; Maritime in the Central of Archipelago; Padrao, Marking the Entrance of European Culture; Astronomy and Maritime; Mode of Transportation; Maritime Ethnic Groups. Pameran seni rupa modern dan kontemporer Indonesia bertajuk “Power and Other Things” diikuti 11 seniman Indonesia dan empat seniman internasional. Diadakan juga di Bozar, Belgia, pameran ini dibagi dalam tiga bagian, yakni bagian pertama menghadirkan karya dari abad 19 hingga awal kemerdekaan yang menunjukkan kompleksitas pertalian identitas dan bangsa. Bagian kedua menampilkan arsip mengenai perkembangan seni rupa Indonesia selama masa pendudukan Jepang (19421945) yang menjadi masa-masa genting yang jarang diperiksa dalam kajian sejarah seni rupa Indonesia. Sedangkan bagian ketiga menghadirkan karya seni kontemporer. Ketiga bagian di dalam pameran ini akan mengajak seniman, peneliti, akademisi, untuk memeriksa masa lalu, dan mengajukan proposisi mengenai berbabagi kondisi potensial bagi masa depan yang lebih baik. Pameran bersama karya arsitektur bertajuk “Lalu, Kini” menghadirkan karya Faisal Habibi dan Eko Prawoto. Komik karya Sheila
Rooswita dan mural karya Yudha Sandy juga turut memeriahkan Europalia.
Troops), Sang Pemimpi (The Dreamer), Jermal, Salawaku, dan Atambua.
Beberapa film karya anak bangsa diputar di berbagai layar sepanjang gelaran Europalia 2017. Film dengan tema perempuan yang diputar di ajang Europalia di antaranya Berbagi Suami (Love For Share), Perempuan Punya Cerita (Chants of Lotus),Siti, Pingitan (Seclusion), Athirah (Mother), Calalai (In Betweeness), Sendiri Dianan Sendiri (Following Diana), Tana Mama (Mama’s Soil), dan Tiga Dara (Three Maidens). Lima film bertema anak yang akan diputar adalah Laskar Pelangi (The Rainbow
Beberapa film dengan tema kuliner yang turut diputar, di antaranya Tabula Rasa, Cita-Citaku setinggi Tanah (Stepping On The Flying Grass), dan Banda. Untuk tema arthouse berjumlah dua film seperti Opera Jawa (Requiem From Java) dan Postcards From The Zoo. Sedangkan untuk tema religi, terdapat film 3 Doa 3 Cinta (Pesantren: 3 Wishes 3 Loves), Tanda Tanya (?), Lewat Sepertiga Malam (After A Third Of Night), Mencari Hilal (Crescent Moon), dan Bangkit dari Bayangan (Rising from
the Shadows). Nama-nama kurator dari Indonesia, di antaranya adalah Daud A. Tanudirdjo (ancestors), Enin S. & Riksa A. (power and other things), Hikmat Darmawan (comics), Danny Wicaksono (architecture), M. Cahyo Novianto (lecture on city development), Stanley Wangsadiharja (university to university project), Melani Budianta (literature), Nan Achnas (movie), Alia Swastika (contemporary projects), Vita Datau (gastronomy), Sal Murgiyanto (dance), Ubiet Ina Raseuki (music), dan Afrizal Malna (theatre) (Suco)
No. 3 November
2017
• 23
S OS O K
BELAJAR DARI Gesang sang Maestro telah pergi. Runduk tertunduk kepala kita bertafakur menghormati kepergiannya. Semoga arwah almarhum di terima di sisi-Nya. Warisan yang ditinggalkan sang Empu tak ternilai harganya. Tak hanya bangsa Indonesia, dunia pun mengakui mahakarya Gesang. Bahkan masyarakat dan pemerintah Jepang memonumentalkan lagu Bengawan Solo-nya Gesang.
solopos.com
24
•
No. 3 November
2017
B
engawan Solo tidak sekedar syair yang beriramakan keroncong, melainkan juga pangejawantahan dari kepriabdian bangsa Indonesia. Bengawan Solo, sungai yang berdiameter lebar di Jawa Tengah, dan senantiasa meluapkan banjir ketika musim penghujan, menghempas menerjang areal dan hunian di sepenjang alirnya, oleh Gesang dijadikan simbol kehidupan manusia secara universal. Kenapa sungai besar yang berasal dari mata air di Solo itu dijadikan idiom pernyataan kreatif dan sikap
estetika penciptaannya? Karena, seperti syair guritan sang Maestro itu sendiri, �sedari dulu jadi perhatian insani�. Dengan kepiawaian kreatifnya Gesang mampu mengambil hikmah dan mensyukuri peristiwa alam bagaimanapun juga buruknya. Amuk arus dan luapan banjir bengawan diterimanya sebagai bagian dari nikmat karunia Allah, dan sang Maestro mensyukurinya lewat karya kreatif lagu Bengawan Solo. Ini adalah manifestasi dari aqidah muslim seorang Gesang. Dan masyarakat pun mengapresiasinya, bahkan sampai kini. Lagu itu memiliki keabadian. Lagu Bengawan Solo diciptakan
pada 1940, jauh sebelum dunia mengelontorkan isu pelestarian lingkungan hidup. Gesang berhasil mengelola peristiwa alam agar tidak menjadi konflik sosial, melainkan menjadikannya energi kreativitas. Sebagai manusia Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, kita patut belajar, dan meneladani sikap syukur kepada alam, seperti yang dilakukan oleh sang Komposer Besar itu. Tak hanya mensyukuri kredo alam ciptaan Allah, Gesang juga telah berhasil meminjam idiom bengawan ganas itu menjadi simbol kehidupan manusia. Simaklah syairnya: musim kemarau tak sebagai airmu/ di musim hujan air meluap sampai jauh. Pantarai. Musim selalu berganti. Hidup tidaklah statis, tapi senantiasa bergerak, berubah, dan berkembang. Maka kita hendaklah menyiapkan diri
www.sewarga.com
GESANG, SANG MAESTRO
No. 3 November
2017
• 25
s o s o k
atas pergantian musim, cuaca, iklim, yang berlaku juga dalam tatanan sosial dan perikehidupan menusia.Syair Gesang tak semata mendeskripsikan perjalanan air— simbol dari perjalanan manusia-melainkan juga mengungkapkan asal-usul perjalanan, hukum sebab akibat, yang dalam pandangan Jawa disebut sebagai ’sangkan paraning dumadi’ (awal dan akhir keberadaan). Perhatikan bait ini: mata airmu dari Solo/ terkurung gunung Seribu/air mengalir sampai jauh/ akhirnya ke laut. Manusia terlahir dari guha garba sang ibu, ibarat kurungan gunung seribu. Dan, akhirnya setelah perjalanan panjang dalam merentas usia, toh pulang, kembali menyatu dengan laut, kumpulan berbagai air dari berbagai penjuru. Itulah akhir perjalanan manusia dalam simbolisme Gesang. Dari alam kembali ke alam, dari Tuhan kembali ke Sang Maha Pencipta. Namun demikian, hendaknya menusia memanfaatkan keberadaan hidupnya untuk beribadah dengan cara agar berguna bagi sesama. Individu harus berfungsi sosial dalam tataran kesejahteraan umat. Seperti yang diguritkan oleh Gesang dengan meminjam sungai bengawan sebagai perumpamaan. Riwayatmu dulu/kaum pedagang selalu/ naik itu perahu. BELAJAR DARI GESANG Selama hayatnya Gesang mengabdikan diri pada seni musik, khususnya keroncong. Selaku pencipta lagu, ia terus
26
•
No. 3 November
2017
mencipta dan mencipta. Sebagai seniman keroncong ia senantiasa mempopulerkan jenis musik keroncong di mana pun, kapan pun ia berada. Bahkan sampai pada akhir hayatnya, itulah yang almarhum lakukan. Berjuang tak pernah henti untuk melestarikan keroncong. Lagu Bengawan Solo tak hanya populer di dalam negeri, melainkan juga diminati di Surename dan Jepang. Masyarakat Jepang menyanyikannya seperti lagu mereka sendiri. Pemerintah Jepang pun memberikan piagam penghargaan kepada sang Maestro kita ini. Barangkali di Indonesia hanya dua orang yang sejajar dengan Gesang pada masanya. Yakni, Wage Rudolf Supratman (pencipta lagu Indonesia Raya) dan komponis Ismail Marzuki (yang namnya diabadikan oleh Pemerintah DKI sebagai nama pusat kesenian, Taman Ismail Marzuki). Hikmat pelajaran apakah yang bisa kita petik dari Gesang sang Maestro? Pertama, hidup harus fokus, dan dedikatif. Gesang memfokuskan diri pada seni keroncong. Ia pencipta lagu. Dedikasinya luar biasa, tak tergoyahkan. Ia melakukan pekerjaannya bukan semata karena pencarian nafkah. Melainkan, melaksanakan fitrahnya sebagai manusia yang kudu beribadah lewat cara pengelolaan dan pengembangan bakat pemberian Allah, Al Wahhaab. Dalam hal ini ia
sebagai musisi dan komponis. Lalu, juga bagaimana setia menancapkan tonggak jati diri keberadaannya di dunia ini lewat pemberian karunia Allah itu. Gesang adalah contoh bagaimana wi\ujud dedikasi dari seorang profesional sejati di bidangnya. Beliau memiliki integritas yang tinggi, tak teragukan lagi. Dan, alharhum benar-benar independen. Sebagai seniman harus memiliki independensi yang kuat. Tak tergoyahkan oleh rayuan komersial, atau iming-iming harta, kedudukan, pangkat, jabatan, dan apa pun yang hedonistis. Beliau lugu, lugas, dan tegas dalam berkarya. Di ranah penciptaan, panutannya adalah hati nurani, bisikan dari Illahi. Dengan kata lain, profesionalisme, integritas, independensinya, semata-mata demi kesejatian diri dalam mengabdi kepada kehidupan yang digelar oleh Yang Maha Pencipta, Al Khaaliq. Itulah yang membuat karya Gesang abadi. Sudah 70 tahun umur lagu Bengawan Solo, namun masih tetap aktual ditembangkan sampai kapan pun. Kenapa? Karena ia bukan sekedar syair yang dikeroncongkan, malainkan suatu sikap hidup seorang anak manusia yang taqwa kepada lingkungannya, syair yang menyimbolkan way of life dari budaya bangsa Timur, sehingga langgeng sepanjang waktu. Universal. Almarhum sendiri pulang ke rahmatullah pada usia 92 tahun.
CATATAN KECIL Gesang Martohartono lahir pada 1 Oktober 1917. Lagunya yang melegendaris Bengawan Solo diciptakan pada tahun 1940, ketika ia berusia 23 tahun. Jembatan Merah (1942), dan juga Saputangan. Jembatan Merah telah diangkat oleh sineas Asrul Sani dalam film layar lebar. Ceritanya seperti lirik lagu Gesang, penantian seorang kekasih di Jembatan Merah, yang tek pernah muncul. Melankolis dramatis memang, tapi Gesang melentunkannya dengan irama penuh ketenangan, kesejukan. Hati siapa pun yang mendengarkan terbawa dalam jiwa yang
teduh, tenteram. Menurut penyanyi keroncong Waljinah, antara lirik dan lagi ciptaan Gesang benar-benar menyatu. Mewakili tatairama budaya ketimuran, budaya bangsa Indonesia. Padahal almarhum tidak kenal pendidikan formal dalam seni musik. Dalam kehidupannya sang maestro ini lugu, kata Waljinah. Selalu tampil sederhana dalam tutur kata maupun tindakan. Beberapa tokoh yang mengenalnya, Gesang hidup penuh kesedrhanaan. Ia tipe ’nerimo’ dalam pengertian yang luas. Menerimaapa adanya tapi dilakukan secara positif. Tidak ambisius. Suatu manifestasi dari jiwa yang tenang, kepribadian yang kokoh, dan sikap hidup yang tegas. Namun jiwa sang maestro lembut, tercermin dalam irama lagu-lagu ciptaannya. Lagu-lagu ciptaan Gesang beragam dan lirik-liriknya menyentuh. Maka karya Gesang langgeng, disenangi pendengarnya.
apa ia akan punya tempat tinggal sendiri. Namun di tepi bengawan Solo berdiri bangunan di tengah areal khusus yang diberi nama Taman Gesang. Pendiriannya dibiayai oleh para pengagum Gesang di Jepang. Taman itu kini memprihatinkan. Patung Gesang berpeci tampak sendiri, sepi, kedinginan. Areal itu juga sering dipergunakan oleh para pengemis dan gelandangan untuk beristirahat baik siang maupun malam. Tapi, bagaimanapun, lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang populer sampai ke Belanda, Suriname, dan Jepang (suco)
Seandainya Pemerintah daerah Tingkat I Jawa Tengah tak memberi rumah kepada Gesang, tak tahulah
www.lagunasional.com.
Jarang manusia sekarang yang mampu hidup hampir seabad. Tapi, Gesang berhasil mengarungi kehudupan duniawi ini sampai sekian lama. Kenapa? Karena hidupnya Gesang gak nekoneko, gak ngoyoworo. Ia hidup sekedarnya, lugu lugas, menerima keadaan, namun bergemuruh di dada dalam pengabdian dan penciptaan untuk jagat yang ditekuninya. Ia bukan manusai ambisius. Juga bukan manusia yang menyematkan aji mumpung. Pola hidup Gesang penuh kesederhanaan, meskipun ia adalah manusia besar, seorang maestro musik keroncong. Rasanya, itulah pelajaran hidup yang bisa kita petik dari Gesang. Itu pula yang disiratkan dalam lagunya yang abadi, Bengawan Solo.
No. 3 November
2017
• 27
T E L AAH
PUISI DUA Oleh: Eko Windarto
1/ SELANGKANGAN MALAM Pada kerampang malam yang hitam Aku mengkaji imaji yang lapar Mulutnya selalu menganga buas, siap mengoyak apa saja Bahkan selulit terjebak di antara paha malam yang legam
Melalui puisi tali temali peradaban bergayung sambut terus menerus, baik kontroversi akan pandangan pandangan maupun kepiawaian memproduksi abstraksi ide dalam bentuk puisi yang menggoda. Melalui kontestasi puisi tatanan peradaban bisa dilembutkan dalam wadah kasar peradaban. Puisi puisi dilahirkan pemikiran penyair yang bisa jadi kaki tangan penguasa, kadang juga dijadikan media untuk melawan rezim. Puisi juga bisa menggambarkan metafisika atau antimetafisika, bisa juga menjelma tranformasi ifrit yang menjunjung tinggi pemikiran bebas tanpa batas. Mari kita coba membaca puisi Ikha Djingga di bawah ini.
28
•
No. 3 November
2017
Aku coba menyusuri keindahannya yang buta Tapi aksara tanpa cahaya bagai purnama yang terpenggal Hanya ada kelam yang saling menikam Haruskah aku melangkahi minda tanpa kaki? Pada selangkangan malam tak kutemukan hasrat Yang ada rindu tanpa syarat Bahkan ketika tubir bibir mencibir aku tak akan minggir Aku akan tetap di sini di antara lekuknya Meski malam-malam tak lagi punya selangkangan Batam, 26 Sept’17 Mari kita coba merenangi puisi SELANGKANG MALAM yang begitu legam menggetarkan malam hati sang pujangga. /Pada kerampang malam yang hitam/ Aku mengkaji imaji yang lapar/ dari kata dua baris itu kita Ikha Djingga bisa menangkap betapa malam tanpa bintang dan bulan bisa menghadirkan imajinasi sang pujangga. Dalam selakang malam dia bisa merasakan gelap malam menciptakan cahaya imajinya./ Mulut selalu menganga buas, siap mengoyak apa saja/. Jelas sekali sang pujangga selalu lapar dan hanyut dalam birahi menciptakan puisi hingga siapapun tak bisa menghalangi keinginannya. Dia siap mengoyak siapa saja. Mulut kebatinannya selalu siap mengoyak malam yang sepi maupun pilu sekalipun. /Bahkan sesulit terjebak di antara paha malam yang legam/ pun dia siap melumat. Terlihat sangat kuat kemauan sang pujangga Ikha Djingga.
PEREMPUAN Mamasuki bait kedua kita diajak memasuki rumah diksi dan metafora puisinya. Mari kita telisik dengan mata batin. /Aku coba menyusuri keindahannya yang buta/, nah, di situ kita dibawa ke dalam bahasa sastranya yang sederhana tapi tidak sesederhana yang dibayangkan. Bahasa menyusuri keindahan yang buta ternyata mempunyai makna sangat dalam dan lebar. Kata buta itu sangat menari dan maknanya bisa mengapung kemanamana. /Tapi aksara tanpa cahaya bagai purnama yang terpenggal/. Pesona bahasa jiwa Ikha Djingga kembali mengajak untuk diselami secara fisolofis dan mendalam. Ternyata kata-kata tanpa cahaya hati dan pikiran akan terjadi kesemuan atawa kesia-sian belaka bagai purnama yang terpenggal. /Hanya ada kelam yang saling menikam/ Haruskah aku melangkahi minda tanpa kaki?/ Dari kiasan di atas bisa kita petik hikmah kehidupan yang digelayuti ragu. /Haruskah aku melangkahi minda tanpa kaki?/, itu adalah gambaran hati penuh keraguan. Dan keraguan itu adalah setan. Lagi-lagi rasa sang pujangga menemukan rindu sejati rindu seperti puisinya di bait tiga ini /Pada selangkangan malam tak kutemukan hasrat/ Yang ada rindu tanpa syarat/. Memang jika menemui atau mencari Sang Rindu harus sabar dan ihklas karena itu adalah kunci sang pecinta Rindu. /Bahkan ketika tubir bibir mencibir aku tak akan minggir/ Aku akan tetap di sini di antara lekuknya/. Apa yang dilakukannya penuh ejekan dan cibiran ia tetap tegak lurus tak mau minggir meski coba dikalahkan nafsunya sendiri. /Meski malam-malam tak lagi punya selangkangan/. Betul-betul Ikha Djingga ingin memenangkan hati dan jiwanya. Uhhh....menarik! *** Puisi sebagai seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Puisi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawaa orang lain kedalam keadaan hatinya. Boleh juga untuk curhat hehehe... Beberapa puisi Desi Oktoriana digarap dengan penghayatan dan penuh kontemplasi sehingga kita menganalisis memerlukan perenungan-perenungan yang dalam.
Acap kali sebuah kumpulan puisi bisa memperluas fungsinya menjadi wawasan pembaca. Bisa juga sebuah puisi mengetuk hati kita untuk berubah lebih baik dari hari-hari kemarin. Kadang puisi hadir di sekat hati yang gamang. Kadang juga mampu mengaduk-aduk pembacanya dengan tarian-tarian kesadaran di selasela diksi yang mengandung aroma memabukkan. Juga bisa membawa kita pada permenungan di jalan-jalan kehidupan ini. Keindahan teks puisi terletak pada kepiawaian dan pemilihan kata-kata yang berlisensia puitika yang didukung wawasan dan napas yang lama dalam dunia kepenyairan. Puisi bukan kata-kata puitis yang dibagusbaguskan semata. Akan tetapi puisi bagus adalah puisi yang tidak saja berhasil menyapa pembaca, tapi mempunyai nilai di balik diksi, ritme, idiom yang bisa diterima pembaca dengan nyaman. Coba kita simak puisinya.
SERUPA LANGIT BIRU serupa langit biru ijinkan awan hitamnya memburu, jadikan temaram menyesap sedalam kalbu berikan kisah mengandung pilu saat kau terbujur kaku dalam tidur panjangmu ayah, kusapa dirimu dalam sehelai do’a dan tangis resah menekuri ujung hari dalam sebuah sembah kumohonkan sebentang tanah lapang nan sadrah tempatmu berleha-leha dalam tidur panjangmu ayah, semenjak tongkat mu yang tersungkur memilih bisu sebisu malammalam tanpa lantunan ayat yang selalu kau seru sepenuh kalbu kualirkan do’a rinduku dalam tidur panjangmu ujaran syahdu pada-Nya penaka rinduku serupa langit biru ijinkan awan hitamnya memburu, bukan temaram datangkan pilu namun hujan yang menghempas debu yang membasahi tanahmu Bandung, 7 Juli 2017
No. 3 November
2017
• 29
t e laah
Jika kita berdiam diri sejenak, maka suasana kebatinan akan bisa merasakan keadaan di sekelilingnya seperti bisa merasakan puisi SERUPA LANGIT BIRU yang digambarkan Desi Oktoriana. Mari kita telisik sambil Desi Oktoriana merenangi bahasa atau teks sastra pembuka, /serupa langit biru ijinkan awan hitam memburu,/ jadikan temaram menyesal sedalam kalbu/ berikan kisah mengandung pilu/ saat kau terbujur kaku/ dalam tidur panjangmu/. Sang penyair mencoba menggambarkan suasana duka sedang memburu kisah bersama sang ayahnya. Melihat ayahnya terbujur kaku dia terbayang kenangan suka dan duka bersama sang ayah semasa masih hidup. Hingga kepedihan itu merasuk dan menelusup sampai kalbunya. Ya, memang ketika kita ditinggalkan orang yang sangat dicintai adalah suatu kepedihan sangat mendalam. Apalagi dia adalah seorang ayah yang sangat disayangi. Sangat memilukan. Dalam bait kedua dia mencoba menyapa sang ayah lewat doa-doa. Sayang seribu sayang sang penyair masih menangis resah dalam doa. Padahal orang yang telah mati atau kembali keharibaanNya gak boleh ditangisi kecuali harus selalu didoakan, seperti yang tersirat dan tersurat dalam penggalan baris ini, /ayah, kusapa dirimu dalam sehelai doa dan tangis resah/. Meski demi dalam baris berikutnya dia tiap detik terus saja berdoa mendoakannya, itu terlihat pada baris ini,/ menekuri ujung hari dalam sebuah sembah/, terasa sekali setiap habis sholat mahgrib sang penyair selalu mendoakan arwah ayahnya. Dia juga berharap ayahnya bisa dengan tenang dan senang menempati rumah baru dengan suasana baru di kehidupan yang baru pula seperti yang telah tertulis pada baris berikut ini, /kumohon sebentang tanah
Foto: Erry Armanda
30
•
No. 3 November
2017
lapang nan sadrah/ tempatmu berleha-leha/ dalam tidur panjangmu/. Bahasa sastranya begitu sederhana nan halus. Kita seakan dibawa kealam kubur begitu kuat. Desi Oktoriana kembali mengajak kita mengapung mengarungi bait tiga dalam puisinya, /ayah, semenjak tongkat mu yang tersungkur memilih bisu/. Dia mengajak pembaca menyusuri metafora tongkat tersungkur/ memilih bisu. Metaforanya terasa halus dan sublim. /sebisu malammalam tanpa lantunan ayat/ yang selalu kau seru sepenuh kalbu/. Sang penyair kembali menceritakan dan menggambarkan ketika ayahnya masih ada selalu atau sering mendengarkan ayat-ayat sucu al’quran dibacakan ayahnya. Sangat jelas dia menggambarkan suasana hatinya. Itu juga terlihat dengan baris berikutnya, /kualirkan do’a rinduku/ dalam tidur panjangmu/. Ini penggambaran seorang anak yang berbakti pada orang tuanya. Setiap saat dia selalu mendoakan ayahnya yang telah tiada. Mungkin dia mengerti bahwa ayah yang telah tiada selalu menanti doa dari anak-anaknya sebagai pengurangan siksa dalam kubur. Dalam doanya yang syahdu, Desi Oktoriana berharap bisa menyambung tali silatuhrami dengan sang ayah. /ujaran syahdu pada-Nya penaka rindu/ betul-betul dia melukiskan doanya seperti rindu yang selalu menggoda kalbunya. / serupa langit biru ijinkan awan hitamnya memburu, bukan temaram datangkan pilu/. Diksi dan metaforanya memainkan bahasa dalam perasaannya yang begitu dalam nan pilu. / namun hujan yang menghempas debu/ yang membasahi tanahmu/. Meski hati sang penyair dalam keadaan berduka dan berkabung dia tetap berharap Allah SWT memberikan kenyamanan dan kesejuk di alam kubur ayahnya. Itulah sekelumit narasi untuk menyelami sebuah rasa berkabung melalui puisi Desi Oktoriana yang begitu jauh merenungi kedukaannya sendiri. Batu Sekarputih, 22102017 ----------------------Eko Windarto adalah penyair, eseis, kritisi sastra, mukim di Batu, Malang, Jawa Timur.
CE RM I N cerita mini
LONCENG KEMATIAN Oleh: Yanie Wuryandari
Itu tadi adalah lonceng kematian yang ditunggu Rita, setelah 8 tahun mendekam di penjara. Menurut sipir utama, Bob, setiap ada napi meninggal, lonceng akan dibunyikan. Jenazah akan dimasukkan peti mati di gudang sudut. Jam 5 pagi peti dipaku dan diangkut truk ke ferry, langsung ke makam. Kata Bob, ia beberapa kali membantu pelarian napi. Caranya, napi yang ingin meloloskan diri masuk sepeti dengan jenazah. Setelah peti dikubur, Bob akan segera kembali dan membongkar makam. Menyelamatkan napinya. Sebelas kali Bob melakukan hal itu dengan sukses.
Rita memohon pada Bob agar ia bisa lari dari neraka ini. Bob setuju. “Tunggu saja kalau ada lonceng kematian. Masuk saja ke peti,� katanya. Dalam gelap Rita membuka peti jenazah. Tak ada penjaga, seperti kata Bob. Mengalahkan rasa jijik dan takut, Rita mendesak jenazah dan berbaring di sebelahnya. Jantungnya dagdigdug. Tapi ia akan bebas dari neraka ini. Benar, saat jam 5 ada langkah kaki, lalu peti dipaku. Rita merasakan peti diangkat. Lalu derum mobil. Lalu suara ombak. Dan peti serasa dihujani batu. Peti mati ini tentu telah ditanam 2 meter di kedalaman pekuburan, batinnya. Oksigen portabelnya mulai tak berfungsi. Nafas Rita mulai sesak. Mengapa begini lama? Mengapa Bob tak segera membongkar peti ini seperti dijanjikannya. Bukankah ia telah menyerahkan separuh dari imbalan uangnya? ilustrasi : Libris
T
epat jam 12 malam, lonceng penjara Sudut Neraka di pulau terpencil berdentang kencang. Mengagetkan penghuninya, termasuk Rita. Wanita ini pengedar narkoba kelas internasional. Masih ditambah menabrak 3 mobil berurutan saat mabuk berat. Sebelas orang meninggal. Rita dijatuhi hukuman seumur hidup meski seluruh lapisan masyarakat protes keras. Mereka menuntut ia dihukum mati. Tapi ia selalu yakin uang punya kuasa. Ia berhasil menyogok hakimnya ratusan miliar.
Dengan tangan gemetar Rita mengambil senter dari sakunya. Lalu menyoroti jenazah di sisinya. Rita menjerit histeris. Jenazah itu, Bob
No. 3 November
2017
• 31
S AS T R A
KONSTRUKSI SEKSUALITAS Oleh: Agung Pranoto
REPRESENTASI TUBUH PEREMPUAN DALAM KEINDAHAN DAN KESEDIHAN
Konstruksi seksualitas perempuan dalam novel Keindahan dan Kesedihan karya Yasunari Kawabata, sesuai dengan permasalahan dan ancangan teori yang dibahas sebelumnya terpilah menjadi tiga bagian, yaitu (1) representasi tubuh perempuan, (2) representasi hasrat seksual perempuan, dan (3) representasi relasi seksual perempuan. Analisis dan pembahasan ketiga hal tersebut dideskripsikan sebagai berikut.
32
•
No. 3 November
2017
P
emerian tubuh perempuan dalam teks dibangun dengan menempatkan pembaca seakan-akan menonton tubuh. Objektivikasi tubuh perempuan dalam teks yang terkesan dibuat erotis dan hal ini secara seksual dianggap oleh lakilaki menarik. Tubuh perempuan menyiratkan seni yang indah dengan segala lekuk-lekuknya. Dalam konteks tubuh ini tidak bisa dipungkiri menempatkan perempuan pada posisi tersubordinasi oleh laki-laki. Dalam novel Keindahan dan Kesedihan, Yasunari Kawabata berkali-kali menampilkan tubuh perempuan. Representasi tubuh perempuan dalam teks novel tersebut, tidak ada satu pun yang menyentuh organ genital perempuan seperti vagina maupun klitoris. Representasi tubuh perempuan di antaranya dapat dibaca dalam kutipan berikut. . “Bukan. Tokyo. Tetapi saya jatuh cinta dengan karya-karya Nona Ueno dan datang kemari untuk mengejarnya, akhirnya
dia mengajak saya untuk tinggal bersamanya.” Oki menatap wajah sang gadis. Sewaktu dia berbicara padanya di hotel, dia tidak sempat menyadari kecantikannya, tetapi sekrang dia melihat betapa cantik raut wajah gadis itu. Dia memiliki leher yang jenjang dan cuping telinga yang menawan. Semua itu berpadu serasi. Dia memang cantik….” (Kawabata, 2006:39). . Kutipan tersebut merupakan representasi tubuh Otoko. Otoko oleh Oki dinilai memiliki wajah yang cantik, leher yang jenjang, dan cuping telinga yang menawan. Pemerian Oki terhadap tubuh Otoko yang seperti itu melukiskan adanya nilai lebih dalam diri tokoh Otoko. Bagi Oki, sesuai dengan pengakuannya bahwa, “Otoko dalam kenangannya adalah perempuan paling menggairahkan yang pernah dia kenal” (Kawabata, 2006:38). Perempuan selalu menjadi objek tatapan mata laki-laki. Raut wajah yang cantik, leher yang jenjang, dan cuping yang menawan disegmentasikan dan diberi kodekode seksual sebagai penanda
tubuh yang seksi. Beberapa penanda keseksian itu dimunculkan oleh pengarang telah menyita waktu pada pembaca untuk membayangkan kencantikan yang mendalam pada tokoh Otoko. Secara konotatif penggambaran sisi fisik tokoh Otoko merupakan representasi tubuh yang bisa membangkitkan gairah laki-laki. Representasi tubuh perempuan juga tampak dalam kutipan berikut. Kutipan ini masih terkait dengan hubungan antara Oki dengan Otoko. “Oki tinggal di rumah mereka untuk merawat Otoko. Jam demi jam dia memijit kaki dan pahanya yang keras dan membengkak karena suntikan. Ibunya keluar masuk dapur membawa handuk hangat. Otoko terbaring telanjang memakai kimono tipis. Dia masih berusia tujuh belas tahun dan memiliki sepasang paha yang sangat ramping. Suntikan itu membuat paha indah itu membengkak. Kadangkala saat dia menekan keras, tangannya merosot
ke paha Otoko.” (Kawabata, 2006:42). Kutipan tersebut dipertegas kembali dengan kutipan di bawah ini “Bagi Oki hal itu tak akan pernah terlupakan. Lebih hidup daripada kenangan akan tubuh Otoko terbaring telanjang yang membuat mukanya bersemu merah. Dia memijat paha telanjang Otoko untuk membuatnya kembali hidup.” (Kawabata, 2006:43). Representasi tubuh perempuan dalam kutipan berikut melukiskan kedua paha yang telanjang (dibalut dengan kimono tipis yang tembus pandang). Paha perempuan yang indah, bagi laki-laki memiliki daya tarik tersendiri. Paha perempuan yang lebih dekat dengan organ genital memunculkan kode gairah seksual bagi laki-laki yang melihat atau yang merabanya.
Representasi tubuh perempuan tidak hanya ditampakkan pada hubungan antara Oki dengan Otoko saja. Hubungan cinta antara Oki dengan Fumiko, hubungan cinta Oki dengan Keiko, dan hubungan antara Keiko dengan Taichiro juga banyak dihadirkan deskripsi tentang tubuh perempuan. Deskripsi tentang tubuh yang paling menonjol memang terkait dengan tokoh Otoko dan Keiko. Deskripsi itu selalu melukiskan tentang keindahan tubuh yang secara simbolik menghadirkan gairah bagi laki-laki. Tokoh Oki termasuk novelis yang senang berpetualang cinta. Petualangan cinta Oki dengan Otoko belum berakhir, ternyata Oki juga menjalin cinta kasih dengan Keiko, yang juga murid Otoko. Representasi tubuh Keiko dideskripsikan dalam kutipan berikut.
www.theodysseyonline.com
PEREMPUAN (2)
Oki menyentuh payudara Keiko yang lembut. Matanya menatap salah satu telinga Keiko. .… “Saya senang Anda berpikir demikian!” leher jenjangnya memerah. “Saya tidak akan melupakannya selama hidup saya. (Kawabata, 2006:104-105).
No. 3 November
2017
• 33
100nakedwords.com
s as t ra
Kutipan tersebut merepresentasikan secara jelas tentang tubuh Keiko. Keiko memiliki payudara yang lembut dan lehernya jenjang. Payudara merupakan bagian tubuh perempuan yang bisa menjadikan dirinya seksi dan lebih percaya diri. ‘Payudara yang lembut’ secara denotatif dapat dimaknai bahwa perempuan itu memiliki payudara yang bernas, tidak keriput, dan tidak kendur. Secara konotatif, payudara yang demikian itu menyuguhkan kode/simbol daya tarik bagi laki-laki. Demikian juga leher perempuan merupakan salah satu titik simpul yang bisa menimbulkan rangsangan terhadap perempuan. Kaum lakilaki cenderung mengetahui bahwa leher juga merupakan daerah sensitif bagi perempuan. Oleh karena itu ‘leher perempuan yang jenjang’ bagi laki-laki menjadi daya tarik tersendiri dan jika
34
•
No. 3 November
2017
dibayangkan leher tersebut disentuh (dicium) akan membuat perempuan menjadi ‘merinding’ yang akhirnya berserah diri. “Aku membayangkan apakah seorang gadis cantik bisa tahan digelitik.” (Kawabata, 2006:111). Masih terkait hubungan antara Oki dengan Keiko, berikut ini dilukiskan tubuh Keiko yang memiliki gigi yang rapi, alis mata yang indah, dan bibir yang sensual. Perhatikan kutipan berikut. “Aku menyukaimu apa adanya. Gigimu yang berbaris rapi dan alis matamu yang indah.” Dia mengecupkan bibirnya pada pipi keiko. Gadis itu meringis ketika kursinya terjungkir dan dia jatuh karenanya. Kini bibir Oki menempel pada bibirnya. Sebuah ciuman yang panjang. Dia menarik kepalanya ke belakang untuk menarik napas. (Kawabata, 2006:113). Gigi perempuan yang berbaris rapi dalam kutipan tersebut merupakan daya tarik lakilaki. Gigi yang seperti itu kian menambah kecantikan perempuan. Alis mata yang indah juga ikut
menyempurkan kecantikan perempuan. Bibir yang sensual, juga menjadi daya tarik laki-laki. Bahkan bibir yang sensual itu juga memberikan kode gairah seksual bagi laki-laki. Representasi tubuh perempuan melalui tokoh Keiko juga dimunculkan oleh pengarang dengan mendeskripsikan keberadaan puting payudara. Hal ini tampak pada kutipan berikut. Pertama-tama ia melihat salah satu puting payudaranya. Puting payudaranya berwarna merah muda, warna yang nyaris tembus cahaya…. Corak kulit Keiko tidak begitu terang, tapi warna merah muda putting susunya tampak segar dan basah, seperti kuncup bunga pada sepasang payudaranya yang berwarna krem. Tak terdapat kerutan-kerutan kecil yang buruk ataupun butiran-butiran kecil pada permukaannya yang berukuran sedang untuk menyusui seorang bayi dengan penuh kasih. Tapi bukan hanya keindahannya yang membuat gambaran puting payudara Keiko muncul kembali di hadapan Oki. Meskipun gadis itu memberikan putting payudara yang sebelah kanan kepada Oki di kamar hotel malam itu, gadis itu mengelak memberikan yang sebelah kiri. Saat Oki berusaha menyentuhnya, Keiko menutupinya dengan telapak tangannya. (Keiko, 2006:178-179).
Kutipan tersebut memfragmentasikan keberadaan puting dan payudara Keiko. Puting Keiko yang berwarna merah muda menandakan bahwa putting tersebut belum terlalu banyak dijamah oleh laki-laki. Puting yang seperti itu secara denotatif diartikan milik perempuan yang masih gadis (pengertian gadis tidak selalu berarti masih perawan). Puting seperti itu secara semiotik menandakan gadis yang seksi dan secara konotatif menggugah gairah seksual laki-laki. Kutipan tersebut juga merepresentasikan keberadaan payudara tokoh Keiko yang tidak semuanya boleh disentuh oleh laki-laki. Keiko telah memberikan pembatasan kepada Oki bahwa yang boleh disentuh hanyalah payudara yang sebelah kanan. Merupakan hak bagi Keiko melakukan pembatasan tersebut. Konon pembatasan tersebut dapat dimaknai sebagai pembagian kapling (wilayah). Pembatasan soal puting juga terjadi ketika Keiko menjalin asmara dengan Taichiro (anak Oki). Dalam teks payudara yang kanan boleh disentuh oleh Oki, sedangkan kutipan berikut justru payudara yang kiri yang boleh disentuh Taichiro. Perhatikan kutipan berikut. Saat Taichiro mencengkeram kedua pundak Keiko yang gemetar, dia merasakan seutas tali pundak gadis itu di bawah tangannya. Dia menyelipkan tangannya ke
bawah, menyingkap separuh payudara gadis itu dan kemudian melepaskan tali yang lain. Keiko bergerak maju ke arahnya, membungkukkan punggungnya sehingga kedua payudaranya terdorong ke depan. “Jangan! Jangan yang kanan. Kumohon! Jangan yang kanan!” (Kawabata, 2006:248).
“Kimonoku?” “Ya kimono dan obimu, dan …”— dalam hati ia berkata, rambut dan wajahmu juga. “Di musim panas terasa lebih sejuk jika aku menggunakan kimono dengan obi yang ketat. Aku tak suka pakaian yang longgar saat cuaca panas.” (Kawabata, 2006:185).
Kutipan tersebut merepresentasikan tubuh perempuan berupa kedua payudara. Kedua payudara milik Keiko digambarkan pengarang memiliki pembagian wilayah; yang kanan untuk Oki dan yang kiri untuk Taichiro. Pembagian wilayah itu merupakan konsep yang luar biasa dilekatkan pengarang pada tokoh Keiko yang ditujukan kepada pasangannya--antara bapak dengan anak—yang menjalin cinta kasih dengannya tidak dicampur aduk. Representasi tubuh perempuan dalam teks novel ini tidak sekadar menyoal wajah, cuping, paha, rambut, kaki, maupun payudara, melainkan juga dihubungkan dengan pakaian yang dikenakan perempuan. Ketepatan pakaian yang dikenakan perempuan juga semakin menonjolkan tubuh perempuan itu. Perhatikan kutipan dialog antara Keiko dan Taichiro berikut.
Kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa pakaian juga merupakan penunjang kecantikan seseorang. Dalam teks tersebut mata Taichiro juga tertuju pada kimoni dan obi yang dikenakan Keiko. Ketertarikan Keiko mengenakan kimono dan obi yang ketat secara simbolik merupakan cara-cara perempuan untuk membuat laki-laki menjadi tertarik. Bagi laki-laki, bila perempuan mengenakan pakaian yang ketat, justru melihat ada bagianbagian tubuh perempuan yang semakin menonjol. Bagian tubuh perempuan yang menonjol itu dinilai sebagai pelengkap keseksian perempuan itu, selain juga bisa membuat laki-laki tergiur bahkan ‘menelan ludah’ terhadapnya. Representasi tubuh perempuan dalam teks cenderung dibuat erotis. Pendeskripsian tubuh perempuan dalam teks selain menjadi penanda kecantikan dan keseksian perempuan, juga akan menjadi ramuan menarik bagi laki-laki, yang tak ayal membuat laki-laki menjadi lebih bergairah atau bahkan bisa ‘membakar darah’ laki-laki.
Pemuda itu tertawa meminta maaf dan melihat ke bawah, tatapannya tertuju pada obi gadis itu. “Kamu sangat mempesona, sulit kupercaya kamu ada di sini untuk bertemu seseorang sepertiku.”
No. 3 November
2017
• 35
AL A M
JANGAN SEPELEKAN Oleh: Erry Amanda Selamat menikmati udara yang terus disediakan dengan gratis dan kita tak pernah menyadari bahwa kita tak pernah menghitung berapa harga udara, dan baru diketahui setelah kita sakit. Berapa harga satu tabung oxigen? Jika 24 jam satu tabung saja, hitung sebulan berapa, kemudian hitung usia kita, jumlahkan.
Foto: Erry Armanda
36
•
No. 3 November
2017
YANG KECIL
D
okter Handrawan Nadesul (penyair yang karyanya mendapat perhatian dari kritikus sastra Indonesia Prof. A Teuw, penulis beberapa buku kesehatan, pembicara dalam seminarseminar lokakarya kesehatan, dan peduli pada kesehatan anak agar menjadi generasi berkualitas) menginformasikan harga udara yang diperlukan untuk bernafas sesorang. Kurang lebih keterangan Hans—panggilan akrabnya—itu adalah: Sekali bernafas manusia memerlukan 0,5 liter udara. Bila perorang bernafas 20 kali setiap menitnya, berarti udara yang dibutuhkan sebanyak 10 liter. Dalam sehari setiap orang memerlukan 14.400 liter udara yang terdiri dari 20% oksigen dan 79% nitrogen. Setiap kali bernafas membutuhkan 100 ml oksigen dan 395 ml nitrogen. Jadi sehari diperlukan 2880 liter oksigen @ Rp25.000 dan 11.376 liter nitrogen @ Rp9.950 (harga nitrogen $2.75 per 2,83 liter), maka setiap harinya manusia menghirup udara seharga Rp176.652 alias Rp5,3 miliar/bulan atau Rp63,6 miliar/ tahun. Erry Amanda: Mas Hans (Handrawan Nadesul) pada tahun 2006 saya teriak di hadapan para orang pinter di sebuah hotel mewah di Kemang, menyatakan hal yang sama, soal harga udara. Saya sampaikan, bahwa saat manusia bangun pagi hari - sesungguhnya
mereka sedang berkesempatan yang ke kali sekian untuk menatap JENDELA FAJAR KEHIDUPAN. Juga saya pertanyakan, sempatkah manusia menyadari ada sesuatu yang sangat berharga, JIKA SAJA TUHAN NARIK PAJAK ATAS UDARA yang dipakai tiap hari itu, mampukah manusia membayarnya? Kemudian saya pertegas, MENGAPA KESADARAN mendapatkan barang yang sangat berharga itu SETELAH SAKIT? Mengapa mengucapkan Alhamdulillah, syukur - hanya dapat ketika rejeki BERUPA KERTAS dengan gambar dan bertuliskan angka-angka? Mengapa KESEHATAN nyaris diperdulikan setelah sakit? Menjaga dan merawat kesehatan bukankah sama dengan MENCINTAI seluruh aspek hidup dalam tubuh kita? Masih soal oxigen dan nitrogen, bahwa bumi ini setiap tahunnya perlu charge seperti HP. Daya yang dipergunakan untuk charge itu sangat dahsyat, jika tak ada oxigen dan nitrogen maka bumi ini akan jadi debu partike. Sumber daya untuk charge itu adalah SOLAR FLARE, yang dikenal dengan istilah AURORA (Dewi Fajar) dengan percepatan (setidaknya 52.000 mil/ detik -- yang sebelumnya dinyatakan 32.000 mil/detik. Saya bersama dengan beberapa teman pernah membuat semacam simulator sains simulacra, pendekatan sederhananya lebih dari 52.000
mil/detik. Bisa kita banyangkan ruang vacum yang ditimbulkan dari percepatan solar flare tersebut, jelas realitas simulacrum ini SANGAT TIDAK NALAR dalam hukum FISIKA (hukum alam) -dan bisa dibayangkan panas yang ditimbulkan dari densitas dan velositas solar flare tersebut. Satu hal yang aneh, yang MAMPU menahan luncuran mega densitas tersebut adalah OXIGEN dan NITROGEN - di lapis STRATOSFER - dan tabrakan tersebut menghasilan REIONISASI (sama dengan teori isi ulang accu saat mobil atau kendaraan bermotor). Inti uraian ini, betapa PENTING dan SANGAT BERHARGANYA OXIGEN bagi JASAD HIDUP di bumi ini termasuk mahluk dan jasad hidup yang lain. BESI pun membutuhkan udara, termasuk minyak. Semoga uraian ini menyadarkan semua sahabat untuk tetap menjaga aspek kesehatan - jangan sampai membeli oxigen dan nitrogen, sebab Tuhan sudah menyediakan dengan GRATIS. (CC: Lamto Widodo, Arief Budiman, Sugiono Mpp, Sally Chyt, Eko Windarto, Ani Kzt, Agung Pranoto, Ghouts Misra, Ghufran Patria Kusuma,Iwan Soekri, Riri Tirtonegoro Vadim Vadim, Lasmi Ebby, Heni Hamid, Inne Agni Annaisha Argya, Novian Irawan, Syaiful Erwin, Imam Syamsuddin, Erbee Pramono, Wiwien Muchlis, Warga Wilisl, Anni Haryati, Martha Sinaga, Mas Soegeng, Uki Bayu Sedjati, Herianto Satya II, Heryus Saputro, Herianto Satya II, Ika Hertika, Philips Onggowidjaja, DianSi, Desi Oktoriana, Handrawan Nadesul, Handoko Sumahan, Rd Nanoe Anka, Rini Intama, Rini Prasetyani)
No. 3 November
2017
• 37
R E L I G I
Oleh: Erry Amanda
P
ernah dengar hubungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan iman dan taqwa (imtaq)? Mari kita cermati peristiwa alam yang belum lama terjadi di bumi ini. Yakni robohnya gunung es raksasa di Antartika (Kutub Selatan). Banyak para ilmuwan yang menyebut hal itu sebagai ‘gejala’ alam. Saya lebih tepat menyatakan bahwa hal itu bukan gejala, melainkan ‘peristiwa’ alam. Ada perbedaan makna dan pemahaman antara gejala alam dengan peristwa
38
•
No. 3 November
2017
ROBOHNYA
alam. Gejala adalah fenomena, perlambang, pratanda. Sedangkan peristiwa adalah kejadian yang pasti, keniscayaan, sesuatu yang terprediksi, terukur. Teori gejala, atau fenomenalogis, digunakan oleh para ilmuwan pengkaji alam fisik yang menolak keberadaan Tuhan. Para indeterminis ini tidak kenal apa yang disebut hidayah. Teori mereka berdasarkan analisis posibelitas (kemungkinan), probabilitas (kemungkinan-kemungkinan yang amat
GUNUNG ES RAKSASA ANTARTIKA
Saya menolak kesahihan teori para ilmuwan indeterminis dengan anomali-nya itu. Bukankah istilah anomali adalah suatu reaksi (kejadian) alam yang tidak memiliki ‘parameter data uji klinik’ baik besaran maupun dasar-dasar pendukung kejadian sehingga tak bisa dibuat subatomis yang mendukung reaksi kejadian tersebut. Saya menyatakan bahwa robohnya gunung es raksasa itu masuk wilayah ‘hidayah’ (ULTIMATE CONCERN - yang diolah dari teori PROTOECOLOGI) yang sama sekali tidak menyertakan teori dasar bentukan, namun hasil reaksi jadian bisa diteliti besaran reaksi serta fungsi reaksi. Bukankah ini masuk wilayah teori SIMULACRA – SIMULACRUM, yang ilmu manusia hanya mampu menderivasi dari derivasi.
Menduplikasi dari duplikasi yang aslinya tak pernah ada. Jadi ini adalah HIDAYAH! Kalau kita cari hikmah yang tersembunyi dibalik peristiwa alam yang luar biasa ini, sesungguhnya gunung es raksasa itu sedang berbaik hati dengan beberapa negara di sekitar Kutub Utara, termasuk wilayah Eropa Timur juga Eropa keseluruhnya, sampai ke Jazirah Arab yang kekurangan air bersih. Itu saja yang saya tahu. Jadi sama sekali bukan bencana, bukan anomali alam. “Judulnya gunung njeblug itu sepertina sains illusion atau sains bodong, hehe,” komentar sahabat saya, nanda Dr. Ir. Lamto Widodo MT, terhadap tulisan di atas. Mari saya urai sejenak dengan teori sangat sederhana tentang probability yang saya lebih suka menyebutnya all it’s once (mendadak sontak) adakah segala sesuatu nonprepare, tanpa persiapan rancang bangun – termasuk mendadak sontak dalam mempersiapkan keteraturan. Ini pertanyaan sederhana dalam konsep riil kasat mata. Misalkan saya membuat ondeode. Besar kecilnya onde-one
nonmolding tak sama namun bentuk bulatnya, siapa pun yang bikin, pasti sama, dan tak ada yang berbentuk kotak atau lonjong. Begitu pula halnya dengan biji wijen yang melekat, bisa jadi jumlahnya antara onde-onde satu dan yang lainnya jumlahnya sama, namun onde-onde tetep bulat dan ada biji wijen, yang secara kasat mata adalah sama bentuk dan rupa, terbuat dari tepung beras ketan atau dengan tepung lainnya, hanya rasa barangkali yang membedakannya. Pertanyaannya adakah, bagaimana awal pembuatan onde-onde yang acak itu, kemudian menjadi sebuah ‘keteraturan’ secara terusmenerus? Ini contoh lainnya. Lemparkan sejumlah kelereng secara acak, berwarna kuning, biru, hijau, merah, putih, ungu dan hitam, taruhlah masing-masing seratus butir. Mungkin lemparan pertama dua puluh kuning, sepuluh biru dalam satu kelompok dan seterusnya. Adakah untuk seterusnya akan menjadi ‘keteraturan kekal’? Jawabnya: musykil. Nah, bagaimana jika jika jagad raya ini awal jadian dari sesuatu acak kemudian menjadi teratur tanpa terjadi kesalahan 0,0 pangkat n? Mengatur sendiri?
No. 3 November
2017
(NSF/Josh Landis/United States Antarctic Program)
kecil peluang terjadinya secara nyata) terhadap perlambang dan tanda-tanda alam semesta. Dari cerna analitik itulah lahir dugaan-dugaan secara acak yang mereka bakukan dalam suatu teori. Ada teori fenomenamologi, ekstrimologi, bahkan teori anomali alam. Dan robohnya gunung es raksasa Antartika itu mereka nyatakan sebagai peristiwa anomali alam.
• 39
r e li g i
menjawabnya ya harus minimal sejajar dengan ilmu yang mereka miliki, sebagai awamnya, yakni determinis, dengan menyilang hukum-hukum atau code-code ilmiah yang terbakukan. Rasanya hina jika ayat disandingkan dengan sains.
Seperti kelereng mengatur keteraturannya sendiri dari lemparan nirmatra?
http://www.dw.com/
40
Saya tak ribut soal kelompok indeterminis yang menolak Tuhan. Yang saya kejar adalah ALAM membuat TATARUANG dan kejadiannya sendiri. Lantas ALAM yang mana? Apa tujuan ALAM itu sendiri membuat jagad raya seisinya? Apa kepentingan Alam tersebut. Ganjen amat Alam tersebut menganak-emaskan manusia hingga triliunan gugus bintang dengan ketinggian triliunan tahun sinar di atas yang bisa disaksikan di bumi ini? Lantas untuk apa gugus matahari sebanyak itu? Pernahkah bertanya kepada Alam atau tidak, untuk apa bintang-bintang tersebut? Mengapa hanya satu matahari (sementara ini) yang difungsikan untuk bumi? Lantas planet mana saja yang memiliki fungsi sama persis dengan matahari untuk bumi ini?
•
No. 3 November
2017
Tentang gunung berapi di Kutub Selatan yang saljunya di atas daratan atau gunung-gunung, dibanding dengan Kutub Utara yang jadi es adalah lautan, apakah alam tersebut pernah memberi jawaban tentang perbedaan antara Kutub Selatan dengan Kutub Utara? Mengapa sudah jutaan atau (mungkin saja) milyaran tahun, baru sekarang ini gunung berapi kutub njeblug? Masih pada konsep ACAK-kah? Apa robohnya karena adanya eksplorasi minyak bumi besar-besaran selama ini? Jika benar, lha kenapa manusia makin giat mengeruk minyak bumi? Kok tidak takut bumi ini jadi ampas? Sahabat lainnya, Ghouts Misra, berkomentar atas uraian saya di atas, “Khoir Mas Erry... Satu posting memicu tafakur”. Saya selalu sangat tidak tertarik menjawab agnostik dengan ayat karena ayat terlalu ‘mulia’ untuk menjawab dunia science speculation apalagi kelompokkelompok indeterminis. Bagi saya mereka itu buta dan menganggap dongeng bahkan para Nabi pun mereka sebut sebagai pengidap penyakit jiwa, delusion. Untuk
Saya tidak menolak adanya gunung berapi di Antartika. Tapi saya mempertanyakan logika idealnya robohnya gunung es raksasa triliunan ton metrik itu karena ledakan gunung berapi. Menurut hemat saya robohnya gunus es raksasa itu itu adalah konsep kuasal (ketetapan) yang sering saya sampaikan, ultimate concern dan self organizing system. Saya menerjemahkan peristiwa itu merupakan pesan Allah, KALIAN MERUSAK TAK ADA DAYA KALIAN UNTUK MEMEMPERBAIKI SELAIN DAYAKU, itu pasti tahu bahasa Al-Quran yang sering kali kita ucapkan. Artinya, kejadian alam itu sesungguhnya untuk memenuhi kebutuhan air jernih di daratan di sekitar kutub. Sebagai perbandingan lagi, pernahkah kita berpikir atau membayangkan, bahwa sesungguhnya air zam-zam (hexagonal) itu adalah berasal dari distilasi air laut dan air kutub. Jika itu manusia yang membuat, untuk satu galon air distilatif dari air laut membutuhkan biasa setidaknya satu milyar rupiah. Coba bayangkan, nikmat Allah mana yang pantas kita dustakan?
Manusia boleh saja tak perduli dengan apa pun, tak harus pinter fisika atau ilmu-ilmu eksakta ilmiah lainnya. Dengan meyakini bahwa semua itu adalah bukti kemahaan Allah cukup dengan catatan ‘jangan mengeluh’. Itu saja. Banyak orang bilang, penyebab apa-apa selalu Allah. Melarat dibilang karena Allah. Ya sudah terima saja gak usah ngeluh, kan kehendakNya. Tetapi ingat, bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu berusaha (lebih dulu) mengubahnya. Allah menyediakan ilmu untuk digali bukan menyerahkan ilmu kepada orang per orang. Seperti uang rupiah, yang cetak Peruri, kemudian dikirim ke Bank Indonesia dan bank sentral itu bukannya membagi-bagikannya kepada setiap orang, melainkan sebagai putaran usaha yang berlalu-lintas. Lamto Widodo Rupanya memang ada sebutan lain untuk Dia di dunia sains. Mereka sebut Alam. Boleh jadi hal itu adalah titik akhir pencarian sekaligus titik awal perjalanan. Atau merupakan garis bilik ketidakberdayaan argumen, garis perlindungan yang begitu transparan. Bukankah mestinya berlindung di balik dinding? Jadi? Di situlah batas perbedaan kita dengan mereka. Tak ada yang perlu diperdebatkan, sebab kebenaran dan antikebenaran adalah sebagaimana siang dan malam, sebagaimana gelap dan terang. Salam.
Peristiwa itu merupakan pesan Allah, KALIAN MERUSAK TAK ADA DAYA KALIAN UNTUK MEMEMPERBAIKI SELAIN DAYAKU Erry Amanda Saya cukup bertahun bersama sahabatsahabat dekat yang pro Wina (indeterminis) sementara saya anti-Wina (determinis), dua teori yang saling berpotongan tegak lurus. Dan tak ada garis potong yang bersifat parabola terbalik (diametralik). Pun demikian saya sama sekali tidak membicarakan Tuhan ada atau tidak, saya tidak memperdulikan. Dalam hukum keyakinan, menentang adanya Tuhan adalah ‘neraka’. Itu bukan urusan saya namun urusan yang bersangkutan dengan Allah. Yang saya pertentangkan adalah Jagat Raya ini ADA BEGITU SAJA – tiba-tiba - buta - keserbaan - dan KEBETULAN - tidak ada GRAND DESIGNER - tak ada GRAND CREATOR dan tanpa sistem yang jelas atau ACAK. Dalam berbagai hal kami tak pernah ribut, soal penelitian (soal ruang ungkap materi yang tersembunyi, fungsi materi) juga ‘tak pernah pamer gigi’ pula
‘tak pernah gila penghargaan’. Ketika hukum-hukum ilmu pengetahuan ditemukan, kami juga tak pernah teirak-teriak, “Itu temuan saya, lho.” Perkembangan sains dan teknologi kemudian diaplikasikan jadi apa pun tanpa disertakan penemunya - untuk membongkar yang tersembunyi - karena TUHAN - namun toh pada hakikatnya mereka dan kami - telah mencoba membuka kerumitan, keagungan, ketidakmungkinan manusia mampu membuat tandingan. Kalau pun mampu hanya mengubah bentuk fungsi dari fungsi dasar. Sifat-sifat materi dasarnya tidak akan pernah bisa diketahui, APA BAHAN BAKU suatu materi atau benda sebelum maujud sebagai materi tertentu. Logam sebagai misal, apa bahan baku EMAS, tak ada satu manusia pun yang mampu menjawab. Itu juga diyakini oleh kelompok mana pun. Hanya fungsi yang bisa dieksplorasi menjadi ribuan atau
No. 3 November
2017
• 41
r e li g i
Perkembangan sains dan teknologi kemudian diaplikasikan jadi apa pun tanpa disertakan penemunya - untuk membongkar yang tersembunyi - karena TUHAN bahkan jutaan fungsi dari satu materi yang duakumulasikan atau mix. Kita bongkar apa di dalam HP apa komponen-komponen di dalamnya -- semua dari tanah kemudian bekerja sama dengan lapisan di ionosfer atau lebih tinggi di langit. Apa yang saya sampaikan hanya bertujuan utama untuk MENYAMPAIKAN PERBEDAAN itu BUKANLAH CACI MAKI dan membuat IKLAN KEBENCIAN BERJAMAAH. Ini sekadar membuka kesalahkaprahan pelaku PERBEDAAN nanda Lamto Widodo, mas Eko Windarto, dhimas Sugiono Mpp, dinda Ghouts Misra, dhimas Agung Pranoto, uda Iwan Soekri, dinda Eki Metaforma -- Salam Sugiono Mpp Big bang cuma teori berdasar analogi. Dalam dunia sains tidak menafikan teori lain. Kemitraan kerja (dalam suatu ekspedisi penelitian sampai pada kesimpulan pasca uji klinis) antara ilmuwan determinin dan indeterminin dalam menguak
42
•
No. 3 November
2017
misteri hidup toh bisa berlangsung kompak walau keyakinan masing-masing berpotongan diametralik. Selaku awam, boro-boro sampai ke tingkat kesadaran tertinggi, sedangkan menyadari misteri yang melekat pada diri sendiri masih tertatih-tatih dalam menguakkannya, padahal diri ini kan punya fungsi dalam keberadaannya yang tak pernah dirancang sebelumnya secara individu diri itu sendiri. Karena keterbatasannya maka saya bersikap ‘nrimo’ (tidak dalam arti pasif) tentang perolehan (ada yang menyebut hidayah) karena persoalan itu adalah urusanNya. Urusan saya cuma menerjemahkan rasa dan kesadaran ‘syukur’ dengan keterbatasan adikodrati selaku mahkluk yg disebut ‘sempurna’ (includit kesempurnaan pemahaman minusnya) hehe. Nyuwun pencerahan Kangmas Erry Amanda. Maturnuwun. Setianto Sunarya Saya menyimak, bukan hanya membaca atau mendengarkan. Dan berharap ada pengetahuan yang terserap.
Ani Kzt Tradisi kritis didasarkan pada penggunaan metode dalam mengritik sebuah kisah atau penjelasan yang diterima, dan melangkah menuju kisah baru, lebih sempurna, dan imajinatif, yang selanjutnya juga akan dikritik. Metode ini, menurutku, adalah metode ilmu. Ia tampaknya hanya ditemukan sekali dalam sejarah manusia. Begitu juga dengan adanya perbedaan antara sains dan filsafat. Sains cukup dengan memelajari berbagai gejala alam semesta ini, termasuk tataaturan dan hukum-hukumnya. Sedangkan filsafat membahas asalusul alam semesta ini, sebab-sebab kejadiannya dan hakikatnya. Seorang ahli matematika hanya mempelajari ilmu ukur dan ilmu hitung tanpa membebani diri untuk memikirkan apa arti ruang dan waktu. Kedua ahli tersebut, dengan perantaraan rasio yang dimilikinya, mengadakan penyelidikan tanpa memikirkan apa hakikat akal dan kesanggupannya untuk mencapai kebenaran. Sedangkan seorang filosof, pada saat yang sama, ingin mengerti rahasia benda, asal-usulnya, sebabsebab keberadaannya, arti ruang dan waktu, rahasia akal dan hakikatnya, serta sejauh mana kebenaran dan kesanggupannya untuk mencapai hakikat (smp).
I NT ER MESO
PENJUAL AYAM CA EM Oleh: Isyhaq Badai Arantya
Yang agak ngenes tapi PHP, “Mas, Kalau anak saya cewek, udah tak jadikan mantu Sampeyan!” Ndak usah tak jawab. Peluangnya enol. Zero. Zonk. Anaknya laki semua itu.
ilustrasi : Libris
Yang rada bikin baper, “Mas, siapa tau jodoh ... mbok main ke rumah saya. Nanti tak kenalin sama anak saya!?” Wew ... itu contoh mertua idaman.
S
ebelum nikah saya sering denger ucapan begini dari ibu-ibu pelanggan, “Mas, ganteng-ganteng kok mau jualan ayam?” Aseeekkk. Bikin gua semangat jualan, pertanyaan begitu. “Mas, saya seneng lho liat sampean motong ayamnya cak em. Pinter, uratnya kepotong semua, tapi lobangnya cuma kecil. Sip!” Alhamdulillah. Nambah pede. Sebab belajar motong itu ndak asal ngawur saja. Ada tehniknya. “Mas, asli orang mana sih kok logatnya kek bukan orang jawa?” Pertanyaan yang sering diulang. Sampai bosen jawabnya. “Kulo asli Jogja, Bu ...” jawab saya. Masih aja nyeloroh, “Mas, dari Lampung ya?! Wajahnya mirip cina Padang atau Lampung gitu?” Buset dah.
Sebenernya masih banyak lagi. Nah, yang terakhir ini masih terngiang di kuping. Bikin bengong, “Kalau saya masih muda, sudah tak ajak nikah Sampeyan Mas!” Pengen deh, melarikan diri dari pekerjaan saat itu juga.
LAHIRAN ‘’Kang mau kemana nih’’ ‘’Iya neng ,,,kemaren lairan dua sehat sehat ‘’ ‘’Dimana kang dirumah sakit? ‘’Ya dikandang lahh ‘’ ‘’Owwhh, ,,,gitu ,emang siapa yang lairan, , ‘’Ya kambing ,,masak bini saya’’ ‘’Yaaah,,tak kira pas lagi dikandang bini akang keburu gak tahan,,, ‘’Tapi bini saya kan gak hamil neng ‘’mana bisa lairan ‘’ ‘’Ya uwes sana itu udah ditungguin rumputnya ‘’ ‘’Ditungguin Siapa neng ?? ‘’Ya sama kambing kaang,,,,masak sama bini akang, emang dia suka rumput apa?? ,,rak nyambung blass,,, Gemes pisan ihh [ngunyah rumput]
(Khotimah Zainuddin)
No. 3 November
2017
• 43
S AI N S
THE ETERNALITY, TECHNO Oleh: Erry Amanda Pernah nonton film fiksi ilmiah lorong waktu yakni Time Tunnel, Startreck, X-file, Highlander, The Final Distination dan sejenisnya? Juga sempat dengar berita hiruk-pikuk Techno Anti Matter atau Techno Biomolecular, Cyber Cop, Cyber Human, manusia jadi koloni manusia mesin yang dikendalikan Alien? Virtual Genetical Engine, dan sejenisnya? Mari sejenak kita mengutak-atik bayang andai (sains andai).
44
•
No. 3 November
2017
J
ika ada suatu materi yang memiliki kecepatan nondevoltasi, nirbatas dengan velositas 10*n, sedikitnya 52.000 mil/detik – lantas bayangkan energi tersebut mengelilingi bumi berapa detik atau dengan runing time satu menit saja – 52.000 mil X 60, apa yang terjadi terhadap bumi? Seandainya percepatan tehonoligi time tranformer itu coba dihitung dengan sistem lompatan waktu,
ANTIMATTER HUMAN VIRTUAL
Hitungan sederhananya, jika umur rata-rata manusia umum adalah 60 tahun dan tiap hari menjelajahi bumi dengan kecepatan umum pula, jumlahkan ruang jelajah tersebut antara jarak dan waktu tempuh sebagai parameter panjang usia seseorang yang 60 tahun. Sementara yang masuk pada dunia mutasi DNA, RNA, KROMOSUM tersebut juga punya umur 60 tahun, hitung ratio luas jelajah dan ruang-ruang yang sudah dimasuki serta paparan realitas yang sangat membutuhkan waktu jutaan tahun bagi manusia biasa untuk menyamai ruang jelajah manusia virtual tersebut. Terma padanan reaksi percepatan human virtual yang disebutkan sebagai manusia abadi tersebut, ambil contoh percepatan reaksi
ingat (memori) yang tersimpan saat menampilkan ulang peristiwa pejalanan misalnya. Ambil contoh, tiba-tiba ada seseorang menyebut suatu tempat berjarak ribuan mil dan tempat tesebut pernah Anda kunjungi, sepersekian detik nama tempat itu usai disebut, tentu bayangan Anda sudah nyampai di sana. Benar, semua orang akan mengatakan, bahwa itu kan cuma image, hanya kesan, memori, sekedar bayang kenangan. Benar. Bayangan yang tersimpan di kepustakaan kita (otak) juga memiliki tehnologi velositas dan densitas. Itulah sesungguhnya tehnologi yang di-derivasi pada tehnologi antimatter dengan hitungan ‘lompatan waktu’, quantum dan juga menggunakan tehnologi virualisma yang ada dalam tubuh manusia (hemisphere) yang sering disebut juga the vivid dream. Inti tulisan ini adalah, yang namanya ‘hidup abadi’ itu tak lebih dari jelajah ruang melewati batas-batas realitas yang sering saya sebut dan diistilahkan sebagai the hyperreality. *** Ghouts Misra Di antara sebagai renungan pula, menurut Al
Qur’an, -jiwa yg wafat merasa telah tinggal di dunia hanya sehari, atau hanya setengah hari, atau sebentar saja... -satu hari di sisi Tuhanmu laksana seribu tahun menurut hari-hari (waktu) yang kau hitung di dunia -Kami uji mereka dengan bilangan. Sugiono Mpp Nyambung dah kangmas Erry Amanda dengan sobat Ghouts Misra. Bagaimana menularkan kesadaran itu pada sekeliling kita sehingga kemuliaan mahluk ini benar terhayati dan tak ada lagi kesah atau pun ambisi menguasai, sebaliknya akan merasa bahagia kalau bisa saling berbagi kelebihan apa pun kepada mereka yang justru paling memerlukan. Semoga letupan pengandaian mas Erry Amanda di atas bisa menguakkan cakrawala pandang kita. Amin dan tak cukup hanya mengucap terima kasih. Hayo sobat Ghust, kita tebar, bertabur kepiawaian... Erry Amanda Dhimas Sugiono Mpp, kata menularkan itu yang ditularkan harus bersifat virus mas, itu pun sejauh belum terjadi suatu kekebalan dalam bentuk apa pun, cepalopati – sebuah misal, artinya – lembar ‘tampung memory’ semacam hardisc di selaput otak masih ada ruang tampung. Jelasnya selaput otak
No. 3 November
2017
eyeforpharma.com
quantum leap, dan menggunakan komputer human binary, seseorang mampu mengelilngi jagad raya ini dengan percepatan 1 jam 115 juta mil lebih, sedang pada kondisi mormal, 1 jam 500 mil – sedang manusia BVOT atau manusia virtual, manusia the eternality melakukan perjanan nirhitunga tersebut, berapa kali kelipatan ruang jelajah jika dibandingkan dengan manusia biasa?
• 45
S AI N S
bernama cepalus itu belum mati total atau tak berfungsi lagi, baik kepenuhan file atau ada virus lain yang membuat error. Saya hanya ingin sedikit bercerita tetang sesuatu yang sering saya saksikan atau bahkan siapa pun pernah mengalami apa yang ingin saya ceritakan ini. Suatu ketika, saya bersama seorang teman sedang lesehan di bawah pohon pinggir sungai sambil jepret kehidupan sungai – datang seorang karib teman saya tadi – saya belum kenal. Setelah berkenalan, teman baru tersebut dengan tanpa basa-basi mengisahkan masalah kehidupan pribadinya. Lantaran yang diajak curhat teman baru itu adalah teman saya, maka saya hanya sebagai pendengar dengan masih teris jeprat-jepret.
iokanan.com
Singkat cerita, teman saya dengan semangat memberikan saran kepada temannya itu. Ujung kisah, setelah selang sekian waktu, teman
46
•
No. 3 November
2017
saya yang memeberi saran dan pendapat tersebut memberi tahu, bahwa masalah kerumitan hidup temannya sudah terselesaikan dengan baik atas sarannya. Ujung kisah yang lain (bukan kisah rekaan ini), teman yang sempat jadi konsultan temannya itu – menghadapi masalah yang nyaris sama dari teman yag curhat kepada dia. Jika diukur secara bobot masalah, apa yang disandang teman saya tersebut lebih ringan, jika tak bisa disebut sebagai sederhana – namun teman saya tadi malah bertanya kepada saya, bagaimana solusi terbaik untuk keluar dari masalahnya. Saya tidak akan menjelaskan kelanjutan kisah teman tersebut dengan saya saat itu. Saya hanya ingin memberikan semacam pertanyaan. Mengapa setiap orang yang dimintai pendapat
atau saran oleh orang lain selalu mampu meberikan pendapat, namun diri sendiri yang berkasus sama, bahkan lebih ringan ‘harus bertanya’ kepada orang lain? Mengapa saat seseorang bermasalah tak mampu membelah diri ya amenjadi dua? Diri yang satu adalah yang bermasalah, belahan yang lain sebagai konselor, kenapa tidak? Jawabannya sangat sederhana. Siapa pun orangnya ketika bermasalah, sekecil apa pun masalah itu, tanpa disadari telah kehilangan. Lantas apa hubungannya dengan ‘pola tular’ cerita di atas. Jelas kok, dalam kodisi apa pun ’bangun rasa percaya diri’ dan tak ada kata terlambat untuk memulai suatu kesadaran berlanjut menjadi ‘kepadulian’ rasa percaya diri dengan menggali, menganalisa, mengeksplorasi potensi diri. Tak lebih dari itu
A PA P U N AC A R A BU DAYA & S AT R A DI JAWA T I M U R KA M I DU K U NG PE L A K S A NA A N N YA
ALIFAH AC
Jl. Bendulmerisi Gang Besar Selatan 77 Surabaya, Jawa Timur Contact Person: Agung Pranoto 0858 0655 7220, Riduan 0819 0948 1126 No. 3 November
2017
• 47
TA R I
MEMBANGUN NEGERI Oleh : Muklis Puna
Siapa yang tidak kenal tari seudati yang bernuansa kegembiraan dan kemeriahan. Salah satu tarian asal Aceh yang kerap dimainkan di berbagai event dan pertandingan seni. Tarian ini sangat digemari oleh kaum lelaki. Permainan seudati adalah perpaduan antara seni tari dan seni suara yang juga disebut Saman yang melambangkan kepribadian Aceh yang heroik patriotik. Ketika Belanda menduduki Aceh pementasan sejati dilarang.
M
enurut Kamala Devi Chattopadhyaya (Wikipedia) tari adalah suatu insting atau desakan emosi di dalam diri manusia yang mendorong seseorang untuk menemukan ekspresi pada gerak-gerak ritmis. Ditinjau dari etimologi kata seudati berasal dari bahasa Arab yakni Syahadat yang memiliki dan mengakui keesaan Allah sekaligus kayakinan sebagai syarat pertama bagi seseorang yang berkeyakinan Islam. Walaupun ada berkeyakinan bahwa kata seudati belum pasti berasal dari bahasa Arab. Jika merunut perkembangan masyarakat Aceh mulai dari abad
48
•
No. 3 November
2017
ketujuh sampai saat ini. Hampir semua cabang seni yang ada di masyarakat Aceh selalu berkaitan dengan Islam. Semua hasil budaya dan seni termasuk tarian selalu diisi dengan ritual Islam. Walaupun tidak berfungsi sebagai sarana pemujaan terhadap Allah, akan tetapi dapat juga berfungsi sebagai syiar keagamaan yang berkaitan penegakan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Hal ini dapat dikaitkan bahwa Provinsi Aceh menjadi salah satu daerah yang berhubungan langsung dengan para saudagar dari luar negeri termasuk Arab dan Turki.
VIA FILOSOFI SEUDATI
Kemudian bagaimana kaitan uraian ini
dengan judul esai di atas? Tarian seudati disinyalir muncul pertama kali di wilayah Pidie dan sebagian Utara Aceh. Tarian ini memiliki kesamaan dengan tari saman yakni sama-sama sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam. Seiring perkembangan ajaran Islam di wilayah Aceh, tarian ini kemudian dikenal baik oleh masyarakat yang berdomisili di Aceh secara umum.
Perjalanan membangun negeri selama ini tampak kasat mata sangat paradok dan ambiguitas dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Hal ini telah menjadikan negeri ini mengalami kegaduhan publik berkepanjangan. Kegaduhan ini dirasa sangat menganggu rotasi pemerintahan, akibatnya rakyat yang menjadi ujung tombak sebagai korban dari permasalahan ini. Negara yang seharusnya melindungi masyarakat sesuai dengan amanah undang -undang malah memantik kegaduhan dalam semua lini pembangunan. Pesta demokrasi selayaknya dianggap sebagai kegiatan musiman untuk merebut pucuk pimpinaan, kini menjadi rutunitas sehari hari dan dipertontonkan di muka publik. Penyebab utama dari hal di atas adalah
firdayanti089.wordpress.com
Interaksi yang berlangsung beberapa abad, lambat laun menjadi suatu alkulturasi kebudayaan sekaligus keyakinan. Dengan demikian, wajarlah kiranya kirab perjuangan Aceh dalam menegakkan Islam telah dinobatkan sebagai Serambi Mekkah.
No. 3 November
2017
• 49
t ar i
tidak adanya sebuah kekuatan yang solid dalam mengelola negeri. Nah... ! Jika mau mengadopsi gerakan-gerakan yang ada dalam tarian Seudati mungkin kegaduhan dapat diminimalisir secara bertahap. Gerakan jenis tari kelompok ini dilakukan secara kompak dan inovatif. Beberapa gerakan dan sedikit drama seolah ingin menggambarkan bahwa tarian seudati selain dapat digunakan sebagai sarana mengambil keputusan juga berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang menonton pertunjukan tersebut. Pada hakikatnya Seudati dimainkan oleh delapan orang laki-laki sebagai penari utama. Satu orang pemimpin yang disebut syeikh, satu orang pembantu syeikh, dan dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie (pendamping sebelah kiri), satu orang pembantu di
50
•
No. 3 November
2017
belakang yang disebut apeet bak (pendamping utama), dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi. Selain itu tarian ini juga menggunakan instrument musik. Instrument tersebut melekat pada badan si penari. Kemudian bagaimana korelasinya dengan kepemimpinan negeri dalam mengambil keputusan dan kebijakan? Walaupun jumlah pemain tarian Seudati hanya delapan orang, kedelapan orang tersebut memiliki karakter yang heterogen. Melalui kekompakan para pemain dalam menggerakan seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah, dan petikan jari dilakukan dengan serentak lewat satu komando. Gerakan ini mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan aneuk syahi. Bebarapa
gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah penuh semangat. Selanjutnya ada beberapa gerakan yang tampak kaku. Kekakuan ini sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penari. Tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesatria sebagai pemimpin. Tujuan utama dari pemain dan pemimpin seudati adalah menghibur pedengar (rakyat dalam konteks sebuah negeri). Setiap personel dari group seudati selalu konsisten menjaga gerakan dan tugas masing masing. Syeikh sebagai sang pemimpin dalam penerintahan seudati paham betul atas karakter penari dan gerakan yang dilakukan. Ditinjau dari usia penari rata-rata didominasi oleh para remaja. Mungkin faktor inilah yang membuat tarian ini lebih apik jika dipentaskan di atas panggung. Filosofi lain yang dapat dijadikan membangun
pementasan untuk menghibur penonton. Dalam kompetisi biasa tidak tampak siapa yang menang dan siapa yang kalah. Proses politik di negeri ini begitu kental dengan trik saling menjatuhkan. Hal ini berlangsung begitu lama, bahkan sampai pada merumuskan keputusan terhadap kehidupan rakyat. Dalam tarian seudati tidak didapati masalah seperti ini. Urgenitas menghibur penonton dijadikan tujuan utama dalam menari. Seandanya filosofi ini diterapkan dalam birokrasi kepemimpinan, penulis berpikir kegaduhan berliku yang menggangu ruang-ruang publik dapat dihilangkan.
Mengingat ini adalah momen hari pahlawan. Apa salahnya menjadikan momen ini sebagai tonggak awal dalam mengubah paradigma membangun negeri dengan mengambil filosofi pada tarian seudati dari Aceh. Sejak Indonesia ini berdiri ternyata Aceh bukan hanya memberikan sumbangan terbesar dalam pembangunan bangsa ini. Dalam bidang seni pun Aceh masih memberi andil yang luar biasa. Sebagai penutup walaupun tarian seudati terdiri dari delapan personel ternyata filosofinya mampu memberikan peranan yang luar biasa dalam pembangunan bangsa. --------------------Muklis Puna penyair, eseis, dosen bahasa Indonesia, mukim di Lhokseumawe, Aceh Utara
www.kamerabudaya.com
negeri dari tarian ini adalah ketika tarian ini diikutkan dalam sebuah kompetisi. Biasanya mereka para syeikh melalui aneuk syahi menggunakan bahasa dengan kalimat-kalimat yang dapat menjatuhkan lawan di atas panggung. Bahasa yang digunakan begitu tajam memancing emosional lawan. Kata kata makian terhadap lawan disusun begitu rapi dan membangkitkan gairah kemarahan yang menusuk teliga sang lawan. Apabila pertama kali menonton tarian ini pasti akan merasa terganggu dengan bahasa yang digunakan. Anehnya setelah kompetisi selesai, mereka para kontestan saling merangkul, ngopi bareng, dan diskusi seperti tidak terjadi suatu masalah apa yang tergambar di atas panggung. Bagi mereka apa yang dilakukan di atas panggung hanyalah sebuah
No. 3 November
2017
• 51
DAE RAH
DAMPAK MODERNISASI EKONOMI PADA SISTEM SOSIAL DI ACEH Nazamuddin, Agussabti, Syamsuddin Mahmud Proses modernisasi ekonomi di dunia Barat sangat berbeda daripada yang terjadi di Aceh. Di Barat, proses modernisasi muncul sebagai dampak normal perkembangan internal dan alami industri kapitalis. Proses ini disebut “alami” karena jalur yang diambil oleh modernisasi ekonomi tidak direncanakan atau diarahkan dengan sengaja. Pemerintah memainkan peran pasif, dan jika ada intervensi langsung, hal itu terbatas hanya untuk mengatur kekuatan pasar.
52
•
No. 3 November
2017
S
ebaliknya, intervensi oleh pemerintah pusat di Jakarta, bersifat sentralistis dan paternalistis, dengan aktif mengarahkan proses modernisasi di Aceh dengan tujuan “mengejar ketinggalan” dengan wilayah lainnya dalam hal pembangunan. Perlombaan untuk memodernisasi Aceh ini belum menjelaskan nilai-nilai tradisional yang telah ada sebelumnya di masyarakat Aceh. Dalam banyak hal, ketika nilai-nilai lama tidak lagi berfungsi, nilai-nilai yang baru diperkenalkan juga tidak efektif. Dengan demikian proses modernisasi memberikan hasil berupa nilai-nilai yang ambigu dan apatis di kalangan masyarakat. Artikel ini membahas tentang beragam fenomena yang terlibat dalam transformasi dalam sistem sosial di Aceh sebagai konsekuensi
dari perubahan ekonomi dan modernisasi yang telah terjadi sejak tahun 1970-an. Ini termasuk pengamatan terkait dengan perubahan dalam nilai-nilai, sikap, lembaga dan tradisi dalam masyarakat, dan terkait kebijakankebijakan pemerintah mengenai intervensi dan perubahan eksogen, dengan kebijakan tersebut bertujuan mencapai perbaikan ekonomi dan yang terakhir sebagai konsekuensi globalisasi. TRANSFORMASI STRUKTURAL DAN MODERNISASI EKONOMI Transformasi struktural telah terjadi di Aceh sejak tahun 1970-an, pada saat itu pemerintahan Soeharto memprioritaskanpertumbuhan ekonomi. Semua sumber daya diambil atau dieksploitasi demi kepentingan pembangunan. Ini termasuk eksploitasi sumber daya
Penemuan gas alam di Arun (Aceh Utara) pada tahun 1974 dan produksi gas alam cair yang dimulai pada tahun 1978 menjadi peristiwa yang sangat penting dalam proses ini, mengubah struktur ekonomi di Aceh dengan sangat drastis. Di tahun 1975, pemasukan dari sektor pertanian masih cukup tinggi, pada angka 47,35 persen, sementara sektor pertambangan dan ekstraksi minyak
bumi dan gas alam masih relatif rendah yaitu hanya 16,66 persen saja. Situasi ini menjadi berbalik pada tahun 1979, di mana pemasukan dari pertanian turun menjadi 25,27 persen, sementara sektor pertambangan dan ekstraksi minyak bumi dan gas alam naik menjadi 54,16 persen. Lima tahun kemudian (di tahun 1984), pemasukan dari sektor pertanian turun menjadi 16,84 persen dan dari sektor pertambangan dan ekstraksi minyak bumi dan gas alam terus tumbuh, mencapai 66,58 persen. Perubahan pada struktur ekonomi di Aceh, dengan penurunan pada peran sektor pertanian dalam hal produksi daerah, tidak semertamerta berujung pada transformasi kilat dalam kegiatan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Meskipun demikian, hal ini berimbas pada pendapatan pemerintah dan juga kegiatan ekonomi berikutnya yang terpengaruh secara langsung maupun tidak langsung oleh anggaran pemerintah (pusat dan daerah). Dalam hal ini, sektor konstruksi menjadi kegiatan penting, bersamasama dengan usaha-usaha lain yang sangat bergantung pada anggaran
pemerintah. Kegiatan ekonomi berskala kecil di masyarakat yang lebih luas, khususnya di bidang pertanian dan perdagangan, juga semakin intensif karena peran pemerintah, walaupun secara umum tidak terlalu berpengaruh. Hasilnya adalah dualisme ekonomi di mana kegiatan ekonomi modern tumbuh sejalan dengan kebutuhan pasar (seperti transportasi, perbankan, asuransi, pengiriman dan jasa lainnya), selain ekonomi tradisional yang memanfaatkan perkembangan teknologi cukup lambat serta monetisasi yang lebih meningkat. Terkait dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2001, Otonomi Khusus untuk Aceh mulai berlaku di awal tahun 2002. Sejak saat itu, anggaran untuk pemerintahan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (APBD NAD) telah meningkat lebih dari lima kali dibandingkan dengan tahun 2001 (APBD NAD naik dari Rp250.270.148.697 pada tahun 2001 menjadi Rp1.572.094.258.442 pada tahun 2002). Pemerintah daerah menjadi kekuatan penggerak yang dominan di belakang ekonomi. Karena ekonomi rakyat tetap pada sektor agraris, penekanan utama
neokultur: eki thadan
alam yang dilakukan pemerintah pusat, seperti kayu, minyak bumi, dan gas alam. Keuntungan dari sumber-sumber daya ini mengalir ke saku pemerintah pusat dan kembali ke Aceh dalam bentuk proposal proyek, yang dikirimkan dari Jakarta. Otonomi pemerintah daerah dalam mengatur pendapatan dan anggarannya benar-benar terbatas (UU No. 5, berlaku mulai tahun 1974, mengenai Pemerintahan [Otonomi] Daerah tidak terlalu mencakup kesempatan bagi otonomi). Sama halnya, masyarakat berorientasi pada sistem sosial yang diinstruksikan dari atas. Tradisi dan pemerintahan setempat secara perlahan kehilangan kekuatannya, sebagai bagian dari pola keseragaman yang diberlakukan di seluruh Indonesia.
No. 3 November
2017
• 53
dae rah
Dua kegiatan pertanian yang paling mencolok, dalam hal ekonomi, adalah tanaman pangan dan peternakan (masing-masing 17,05 persen dan 17,82 persen; kehutanan dan perikanan menyumbangkan masingmasing 6,28 persen dan 6,43 persen). Sementara itu, kegiatan industri selain minyak dan gas belum berkembang secara signifikan. Sektor ini hanya menghasilkan kurang dari 10 persen. Industri di luar minyak dan gas terutama terdiri atas makanan dan minuman serta produksi tembakau, menghasilkan 4,22 persen. Industri lain, seperti produksi tekstil, kulit, kayu, dan produk-produk kehutanan lainnya, kertas dan bahan cetak, semen dan pertambangan nonlogam, alat-alat transportasi, mesin dan perlengkapan, bersama-sama menghasilkan 9,88 persen. Industri pupuk, kimia, dan karet hanya menghasilkan 2,16 persen PDRB di tahun 2003. Padahal industri selain minyak dan gas menjadi indikator seberapa lambat laju ketertinggalan Nanggroe Aceh Darussalam dalam industrialisasi. Selain ekstraksi minyak bumi dan gas, juga industriindustri terkait (seperti produksi
54
•
No. 3 November
2017
pupuk), modernisasi terjadi, dan hanya sampai batas tertentu di sektor pertanian dan perkebunan.
Terkait dengan permasalahan tenaga kerja, hampir separuh angkatan kerja di Aceh pada tahun 2003 masih bekerja di sektor pertanian, sementara mereka yang bekerja di produksi industri berjumlah kurang dari 4 persen. Hanya
bidang jasa yang mencolok, mencapai hampir seperlima dari 48 persen jumlah angkatan kerja. Bagian besarnya adalah kegiatan informal yang dikategorikan sebagai bidang jasa. Jika dibandingkan dengan kondisi di tahun 1971, yang hampir tiga perempat angkatan kerjanya terlibat di bidang pertanian, transformasi yang signifikan telah terjadi pada struktur ketenagakerjaan. Persentase tenaga kerja yang dipekerjakan di bidang perdagangan dan di bidang perhotelan serta restoran naik dari 6,31 persen di tahun 1971 ke 20,76 persen di tahun
2003. Pada periode yang sama, angka untuk sektor jasa lainnya meningkat dari 7,49 persen menjadi 18,63 persen. Adapun persentase kasar tenaga kerja di bidang produksi industri secara signifikan tidak berubah, hanya dari 3 menjadi 4 persen. Walaupun statistik di atas menunjukkan bahwa industrialisasi di Aceh terhitung lambat, intensitas kegiatan ekonomi secara keseluruhan terus meningkat. Sama halnya, modernisasi membawa penerapan metode produksi dan distribusi baru. Metode-metode baru di bidang pertanian, perdagangan, dan jasa juga membawa perubahan struktural dan institusional, yang juga membawa perubahan pada kehidupan sosial masyarakat. Transformasi struktural berlangsung melalui empat proses: pertama, melalui prosesakumulasi, yang ditandai dengan peningkatan dalam penggunaan modal dan peningkatan tabungan pribadi dan publik. Demikian pula, seiring dengan pertumbuhan ini dalam pendapatan per kapita, dasar pengenaan pajak juga meningkat, yang berujung pada meningkatnya pengeluaran di bidang pendidikan dan perawatan kesehatan. Pada saat yang sama, karena penurunan pada rasio
neokultur : eki thadan
pemerintah adalah pada kegiatankegiatan seperti tanaman pangan, perikanan, industri kerajinan, dan produksi bahan-bahan bangunan serta rumah tangga (misalnya batu bata, kayu, dan furnitur), juga penanaman skala kecil dan musiman. Pada saat yang sama, kegiatan di bidang jasa profesional tetap rendah. Selain minyak dan gas, pertanian tetap dominan di sektor utama, menyumbang lebih dari 56 persen (Produksi daerah Aceh/Produk Domestik Regional Bruto tahun 2003 adalah sejumlah Rp21.973,19 miliar).
kebergantungan, fungsi umum rakyat juga berubah, dari sekadar “beban� menjadi “aset produktif �. Namun demikian, sekalipun disebut sebagai aset, mayoritas tenaga kerja masih bekerja di sektor informal dengan produktivitas rendah. Kedua, proses alokasi ditandai dengan perubahan pada struktur kebutuhan rumah tangga. Terkait dengan konsumsi, bagian terbesar pengeluaran rumah tangga bergeser dari makanan ke konsumsi nonbahan makanan. Bahkan dalam hal makanan, konsumsi berubah dari makanan yang disiapkan sendiri menjadi makanan yang dimasak oleh orang lain. Hal ini menyebabkan peningkatan pesat di pasar makanan, yang berujung pada meningkatnya permintaan atas produk-produk makanan industri (misalnya tepung, perisa dan pewarna makanan) dan kemasan (misalnya kertas, plastik, dsb.). Di sisi lain, juga terjadi pergeseran dalam belanja pemerintah, yang meningkatkan bagian barangbarang publik. Pergeseran struktural dalam produksi, yang sebagian merupakan akibat perubahan dalam konsumsi di masyarakat dan sebagian lagi karena berkembangnya peran pemerintah di bidang ekonomi, terus terjadi di Aceh. Infrastruktur dan pendidikan yang lebih baik juga
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, yang tidak lagi hanya berfokus pada pertanian dan produksi bahan makanan namun juga pada produksi barang skala kecil dan jasa untuk pasar lokal. Walaupun sektor agroindustri dan agrobisnis belum berkembang dengan baik, kegiatan ekonomi masyarakat luas dalam produksi dan distribusi produk-produk pertanian terus meningkat dan berkembang di pusat-pusat kegiatan ekonomi, misalnya pasar tradisional. Pasarpasar lokal (uroe peukan) yang buka hanya di hari-hari tertentu dalam seminggu (Biasanya berlangsung sekali seminggu, di hari Rabu atau Sabtu misalnya, pasar-pasar ini—di daerah setempat disebut uroe peukan atau uroe ganto—berlangsung di lokasi yang berbeda-beda. Pedagang keliling dari satu desa biasanya akan pergi dari satu pasar ke pasar lain untuk menawarkan dagangan dan jasa mereka, misalnya pedagang keliling yang menjajakan obat), dengan penjual datang dari sekitar daerah tersebut, secara perlahan kehilangan makna akibat proses aglomerasi yang sedang berlangsung, yang difasilitasi oleh infrastruktur yang lebih baik (misalnya jalan dan toko-toko). Aglomerasi semacam itu menunjukkan efisiensi, yang didorong oleh pembangunan pasar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Skala ekonomi, juga kompetisi, meningkat jika perdagangan barangbarang produksi dan jasa modern tetap dominan. Secara umum, barangbarang dan jasa ini diimpor, misalnya, dari Jawa atau dari luar Indonesia. Ketiga, perubahan demografis yang berlangsung ditandai dengan proporsi penduduk pekerja atau umur
produktif yang terus meningkat, menurunnya rasio ketergantungan, penciptaan pekerjaan-pekerjaan baru di luar sektor pertanian, dan meningkatnya urbanisasi serta aglomerasi. Kondisi ini tetap bertahan di Aceh sampai batas tertentu yang dampaknya dapat dilihat di keseluruhan sistem sosial. Transformasi struktural yang keempat adalah pada proses distribusi, yang di dalamnya kebijakan pemerintah seringkali menguntungkan produsen ketimbang konsumen, pemilik modal ketimbang pekerja, masyarakat kota ketimbang komunitas desa, dan sektor modern ketimbang sektor tradisional. Situasi seperti ini umum terjadi di tahapan awal perkembangan ekonomi. Meskipun demikian, di Aceh hal ini terjadi selama tahun 1980-an dan 1990an, ketika bisnis perhutanan dan perkebunan modern (PTP dan milik swasta) dan perikanan skala besar meningkat pesat. Pertumbuhan ini diperkuat dengan perluasan kredit oleh sektor perbankan, yang mengalami pertumbuhan pesat serupa. Satu pengaruh hal ini adalah jurang pemisah yang semakin lebar antara pemilik modal dan pekerja, dan antara sektor modern dengan tradisional. Daripada mengefektifkan solusi jangka panjang yang strategis, programprogram kesejahteraan terpusat (termasuk, di antaranya, programprogram untuk menyalurkan pangan bagi orang miskin, yang disebut “program beras miskin�/raskin, Kredit Usaha Tani /KUT, Kartu Kesehatan, dsb.) pemerintah justru membuat masyarakat bergantung pada pemerintah (Bersambung: Transformasi Sistem Sosial)
No. 3 November
2017
• 55
IN SIGHT
DERIVASI PANGKAT 1/n (Duplikasi Kecerdasan Materi) Oleh: Erry Amanda
T
ulisan ini mencoba mengulas lambang tekno muasal, komentar Dr. Ir. Lamto Widodo MT terhadap salah satu tulisan saya. Pengcode-an kecerdasan manusia dalam memahami aspek eksistensi alam dan dreamcatcherreality.com jagad raya seisinya adalah hal yang membuktikan kerumitan dan apriori suatu realitas kasat. Dari luasnya medan ungkap suatu realitas, bahkan realitas yang secara umum sangat sederhana, misal selembar daun, di samping proses bentukan setelah purnarupa (bukan blue print), toh tak pernah mengalami perubahan apa pun dalam biosistemiknya. Bentuk (ornamen, warna, urat-uratnya, cara kerja) sama sekali tak pernah mengalami perubahan secara dative. Belum lagi menengok soal spesis dari jenis yang sama. Berapa jumlah tumbuhan akasia, jenis rumput, mangga dan seterusnya. Benar, manusia ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta, memiliki kecerdasan melewati makhluk-makhluk ciptaan lainnya. Bahkan melebihi makhluk sebelum manusia di level zenith. Maka ada sebutan human omnipotence (kemahakuasaan manusia). Ternyata human omnipotence memiliki ruang gerak menuju devoltasi (baca: tak mungkin mampu menguak seluruh aspek bentukan, khususnya muasal
56
•
No. 3 November
2017
bentuk, mengapa berbentuk demikian, apa alasan pembuatan bentuk, bahan-bahan baku betukan, muasal ketetapan terjadinya ‘kerja sama’ atau management autopoesis seluruh cakupan nilai bentukan jagad raya). Dari sini akhirnya lahir anacode scince bernama Ontologism. Dengan kata lain, keterbatasan ruang kaji yang sangat tak mungkin mampu menjelajahi ‘dapur olahpurwa bentuk’ dan seluruhnya terjadi non molding juga non spaciatic. Purna dan sempurna – tanpa memberikan penjelas mengapa atom A dan atom B setelah melakukan pembakaran (oxydasi) berubah bentuk dari keduanya? Macam atom H dan atom O – apa bahan baku dari kedua jasad renik tersebut? Mengapa serenik itu masih ada jasad-jasad lain yang ada di dalam materi yang tidak kasat mata tersebut? Sehebat apa pun kemampuan manusia yang begitu mengagumkan, sesungguhnya hanya bagian paling renik di antara yang renik karya Allah. Sehebat apa pun manusia sebagai derivator ciptaan Allah, setinggi apa pun derivasi tehnologi purnabentuk, sesungguhnya hanya sebesar ME pangkat 1/n, lebih renik di banding sebutir ionic positron negative (antimatter). Jadi, pertanyaannya: apa yang pantas dibusungkan?
A SAL USI L
MAACEET Tadi kejebak macet di selatan candi Prambanan. Masa dari arah timur yang mau ke arah Borobudur, tak boleh lewat Jogja. Banyak polisi. Akhirnya suruh putar balik. Bikin macet. Semrawut ndak enak dipandang di jalan tadi. Banyak balita di motor sama orang tua, yang lewat jalan pada kejebak macet. Hem ... nek niat bantu saudara mending infak, sodaqoh untuk mereka yang kena musibah di negeri tetangga kita itu. Jangan ngusik umat negri kita yang udah rukun begini. Jangan samakan Indonesia dengan negara lain. Kita harus tetep rukun ya! Please ... Itu lebih baik. ---#Huk_eaaa Areztocrasy Lha Wong yg memblok jalan tu polisi kog yang disalahkan yang mau lewat. Lagian mereka galang donasi kog di sana. Lha kamu itu mas bro donasi kagak, ikut solidaritas juga engga, tau juga engga kog nyinyir hahaha peace broo Dhimas Chakra Tapi gak dijalan juga sih. Isyhaq Badai Arantya Islam itu memeluk. Bukan membinasakan dan mencekam. Membuat damai. Tak pamer. Tanpa pamrih.... Endang S Buchori Kan sudah banyak bukti aksi damai, ngapain kita suudzon bahkan lebay. Aku sih gak ikutan demo tapi juga gak melarang saudara kita yang ingin menyampaikan aspirasi dengan demo, lha negara kita kan negara demokrasi sejak kapan jadi negara diktator? Kok pak...
NGUPIL
***
Hati-hati dengan masalah sepele. Hal yang kita anggap sepele seringkali mengakibatkan urusan
yang tidak sepele. Ngupil misalnya. Pekerjaan sepele, mengasyikkan, tapi bisa menyebabkan kematian! “Nahlo, Ngorek upilnya pakai linggis ya, mBah?” “Ngaco! Linggis mBahmu kuwi, Kliwon.” “mBahku ya mBah Samin. He he…” “Jangan becanda, kamu.” “Mbah Samin yang bercanda. Mana ada orang ngupil bisa mati.” “Apa sih yang nggak bisa terjadi di negeri ini. Orang baik-baik dan terhormat, tiba-tiba bisa jadi koruptor atau bintang film porno. Iya, kan?.” “Tapi orang ngupil bisa mati, gimana caranya, Mbah.” Mbah Samin diam sejenak, memandang Kliwon dengan serius. “Lha kalau ngupilnya duduk di rel kereta api, lalu saking asyiknya kamu tidak sadar ada kereta lewat, jadi apa kamu kalau bukan jadi upil?” “He he he… bener juga yak. Mbah Samin memang hebat kalau urusannya soal ngupil.” Preet! (Mbah Samin) ***
LANGKA GAS Gas melon 3 kg kok langka ki piye?! --Nganggo kayu wae. --#Huk_eaaa (Isyhaq Badai Arantya) Umi Sakdiyah Sodwijo Di Jonggol banyak. Dhimas Chakra Di sini pake gas belewah. Emak Alif Di tempat saya juga seminggu ini langka. Kasihan yang lagi punya hajatan... Rifa Newton Vasquez Sama, saya biasa dapat jatah 100 per minggu sekarang hanya dapat 50...
No. 3 November
2017
• 57
EDISI
MENDATANG
• budaya • sains • religi
EDIS I
04
DES 2017
MENU ISTIMEWA: • Kaleidoskop Indonesia dan Dunia 2017 • Menyongsung Globalisasi Era 2020
• Posisi Sastra Nusantara di Percaturan Dunia • Ibu dalam Gorssan Pena Khalil Gibran
58
•
No. 3 November
2017
www.suaramuhammadiyah.id
• Di Balik Makna Natal
M US I K
MUSIK TV DAN TEORI (3) SIMULACRA-HYPERREALITY JEAN BAUDRILLARD Oleh: Medika Obetetriana
L
ewat Super Junior, agen bakat dan label rekaman SM Entertainment membentuk sebuah hyper-reality dalam masyarakat dan hiper-realitas itu bisa ditemukan di Indonesia. Pihak SM Entertainment bisa dikatakan pandai membaca keadaan pasar. SM Entertainment mungkin telah mengetahui kemungkinan-kemungkinan konsumsi, kecenderungan selera orang, the power of sign, simbol, dan teknologi. Menurut Baudrilard, keadaan yang terjadi saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk masyarakat keluar dari kapitalisme seperti yang menjadi harapan Marx. Dunia sudah dipenuhi konsumsi dan simbol-simbol. Konsumsi kini disadari dilakukan bukan semata-mata karena kebutuhan dan kegiatan. Diproduksi bukan semata-mata untuk menghasilkan kebutuhan dasar namun salah satunya untuk meningkatkan
kebanggaan simbolik. Misalnya orang akan merasa bangga saat bercerita kalau dirinya telah menonton konser Super Junior live di Singapura daripada bercerita telah menonton lewat internet. Terjadi transformasi dari mode of production ke mode of consumption. Transformasi tersebut adalah bentuk pergeseran dari use value dan exchange value-nya Marx ke arah dominasi nilai tanda dan nilai simbol. Menonton konser Super Junior, atau membeli souvenir atau photo book-nya bukanlah sebuah kebutuhan dasar manusia. Jika dipikir lagi untuk apa membeli barang-barang seperti itu, dan apa kegunaannya? Tetapi karena telah terjadi transformasi menjadi mode of consumption
halookorea.com
Asumsi pemikiran Baudrillard, yakni media, simulasi, dan cyberblitz telah mengonstruksi dan mengonstitusi suatu bidang pengalaman baru, tahapan sejarah, dan tipe masyarakat yang baru adalah sebuah penjelasan tentang fenomena pada dunia hiburan kita sekarang di mana terjadi homogenitas dalam menilai ketampanan seorang pria.
No. 3 November
2017
• 59
m u s i k
Simulacra membuat sesuatu menjadi lebih nyata dari yang nyata, itu adalah cara bagaimana sebuah kenyataan sebenarnya. terhapus. dan bukan lagi mode of production, seorang elf rela mengeluarkan uang berjuta-juta rupiah demi memuaskan konsumsi matanya, konsumsi telinga, dan konsumsi prestisenya. Media massa dan informasi sekarang ini, yakni media massa dalam masyarakat yang disebut oleh Baudrillard dengan consumer society, tidak lagi menjadi sarana
60
•
No. 3 November
2017
komunikasi utuh tetapi menjadi sarana representasi makna dari simbol-simbol (signs) yang merupakan produk kapitalis dengan tujuan menggiring publik kepada hiper-realita dalam sebuah simulacrum. Misalnya, di TV jarang sekali ada tayangan-tayangan performance Super Junior tetapi mengapa pengaruh korean wave terutama Super Junior begitu besar di Indonesia? Hal itu terjadi karena media-media lain misalnya internet yang gencar menayangkan simbol simbol dari dunia hiburan Korea atau simbol-simbol yang khas dari Super Junior, misalnya avatar personil Super Junior, foto-foto mereka yang bertebaran di internet, iklan-iklan yang tersebar di manamana bahkan sampai segala jenis video dari mulai video cuplikan acara yang mereka hadiri/bintangi, sampai video-video buatan fans tentang mereka. Allegori simulasi yang indah seperti ketampanan Super Junior telah melingkari dan mengikat
kesadaran dan pikiran kita para penikmat hiburan. Tidak jarang karena banyaknya boy band Korea yang diperkenalkakn dan dicitrakan agar digemari publik, serta banyaknya aktor-aktor tampan yang membintangi drama Korea yang banyak ditayangkan di TV, membuat banyak orang berfikir bahwa orang Korea itu gantengganteng. Dalam kenyataannya, mungkin tidak seperti itu. Drama Korea di TV, boy band, termasuk ke dalamnya Super Junior merupakan sebuah simulacra, model simulasi yang dibentuk dan dicitrakan sedemikian rupa, bercampur dengan kebenaran yang benarbenar nyata sehingga sulit untuk dibedakan mana yang realitas dan mana yang ‘realitas buatan’. Keadaan seperti itu disebut oleh Baudrillard sebagai hyperreality atau realitas yang berlebih. SM Entertainment mengadakan sebuah audisi bakat untuk proyeknya yakni Super Junior,
sebuah boy band dengan citra tampan, ceria, hangat, dan bertalenta. Audisi yang dilakukan menghasilkan 13 pemuda yang sekarang tergabung dalam Super Junior. Syarat utama yang diajukan SM Entertainment saat audisi adalah pemuda yang bertalenta, minimal bisa bernyanyi dan menari. Syarat selanjutnya merujuk pada pencitraan yang dilakukan SM Entertainment adalah para pemuda bertalenta yang berwajah tampan. SM Entertainment membuat sebuah simulasi ketampanan lewat Super Junior. Jika diperhatikan, terdapat kemiripan pada wajah ketigabelas personilnya, yakni hidung mancung, baby face, kulit putih besih, bentuk wajah yang segitiga/ lonjong, dan badan proporsional. Untuk membuat simulasi tersebut, SM Entertainment melakukan “penyempurnaan� wajah ketigabelas personil Super Junior lewat operasi plastik. Disebut simulasi karena masih bisa dibedakan, apalagi dengan melihat foto
personil sebelum operasi plastik sehingga masih mudah untuk dibedakan bagian wajah yang asli dan hasil operasi. Selanjutnya SM Entertainment melakukan bimbingan dan pengembangan kepribadian untuk menciptakan citra sebagai kelompok pria yang ceria, hangat, dan bertalenta. Di Korea, bukanlah hal yang mudah untuk bisa menjadi seorang selebritis apalagi selebritis tenar, pasti ada pengorbanan yang besar. Super Junior misalnya, setiap anggotanya harus mengikuti training dari SM Entertainment, rata-rata selama 2-3 tahun bahkan ada yang sampai 5 tahun. Saat training, Super Junior diajarkan apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan sebagai selebritis dan dibentuk sesuai dengan pencitraan yang dikehendaki SM Entertainment. Dengan pencitraan yang dibentuk SM Entertainment untuk Super Junior, SM Entertainment membantuk
sebuah hiper-realitas dalam masyarakat consumer. Setelah debut, terbukti Super Junior menyabet banyak penghargaan, artinya Super Junior berhasil untuk menjadi artis yang digemari masyarakat bahkan di tingkat Asia. Masyarakat terutama penggemar Super Junior tidak terkecuali di Indonesia ratarata memiliki pendapat yang sama di mana mereka mengaku memberi dukungan dan mengidolakan Super Junior karena beberapa hal, yang pertama adalah ketampanan mereka, yang kedua kepribadian dan talenta yang dimiliki. SM Entertainment melakukan konstruksi lewat media, dari mulai cetak sampai internet yang bisa menjangkau publik di seluruh dunia. Dia mengkinstruksikan sebuah ketampanan ideal yang dicitrakan dan direpresentasikan lewat Super Junior. SM Entertainment berhasil membuat banyak orang terutama penggemar Super Junior mengakui ketampanan dari personil Super Junior. Konstruksi tersebut memengaruhi
No. 3 November
2017
• 61
m u s i k
pendapat, kesadaran, dan penilaian dari pihak yang percaya pencitraan tersebut. Jika sebelum menonton konser Super Junior kriteria pria tampan yang saya miliki adalah A, maka setelah menonton pertunjukan Super Junior, bisa sekali, dua kali, ketiga kali, bahkan jika terus disuguhkan maka lama kelamaan saya akan kehilangan kesadaran dan kriteria pria tampan menurut saya tidak lagi A, tapi berubah menjadi Super Junior. Konsep ketampanan yang dibentuk oleh SM Entertainment dan dicitrakan kepada Super Junior merupakan simulacrum. Ciri simulacrum yakni di masyarakat sudah tidak bisa dibedakan lagi mana ketampanan yang sebenarnya dan mana ketampanan yang dikonstruksikan. Sebuah ketampanan tidak memiliki sejarah, pandangan orang menjadi sempit dan homogeny ketika mereka terpengaruh oleh sebuah pencitraan yang didukung lewat konstruksi dari media yang terus menyuguhkan sisi-sisi tertentu dari Super Junior. Saking sudah tidak bisa dibedakan lagi maka kriteria ketampanan itu selalu mengikuti konstruksi dari media dan pra “pengontrol� dalam kapitalis. Misalnya kriteria tampan tahun 70-an, atau saat zamannya boy band Trio Libels akan berbeda pada zaman maraknya Boyband K-Pop seperti sekarang. Rangkaian konstruksi kriteria sebuah ketampanan pria yang dilakukan lewat media terlihat dari beberapa reality show yang menampilkan Super Junior
62
•
No. 3 November
2017
misalnya lewat reality show Exploration Human Body (EHB), sebuah variety shows yang menjawab berbagai pertanyaan tentang keunikan-keunikan tubuh misalnya bagaimana caranya untuk mengurangi kepekaan pada indera pengecap, dan sebagainya. Selama belasan episode, EHB mengeksplore fakta-fakta unik dalam tubuh manusia sambil juga mengeksplore pencitraan dari Super Junior lewat tingkah-tingkahnya. EHB episode Super Junior adalah sebuah variety show yang paling banyak ditonton sepanjang sejarah EHB bahkan penggemar yang di Indonesia pun bisa mengakses acara ini lewat internet. Menurut Marx, fetish atau pemujaan komoditi memiliki arti bahwa dalam proses produksi, barangbarang tidak diproduksi sebagai sarana memenuhi kebutuhan sehari-hari. Barang-barang produksi diberi nilai-nilai baru yang jauh dari nilai aslinya sebagai benda pakai dan bertransformasi menjadi komoditi. Komoditi tidak lain adalah barang produksi yang memiliki nilai-tukar. Komoditi menempati status istimewa dalam mode produksi (mode of production). Pencitraan terhadap Super Junior mungkin tidak akan begitu memengaruhi kesadaran seseorang, jika intensitasnya untuk
melihat performance Super Junior hanya sesekali. Dalam ilmu public relation, pencitraan memiliki tujuan salah satunya agar publik mengubah perilakunya sesuai dengan yang diharapkan oleh sebuah perusahaan. Dengan kata lain mengubah perilaku publik menjadi favorable. Lewat pencitraan Super Junior, harapan SM Entertainment agar Super Junior digemari oleh publiknya yakni remaja wanita yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan setingkatnya, nampaknya tercapai. Fansfans fanatic yang rela membeli berbagai photo book berharga ratusan ribu bahkan jutaan, harga tiket konser di luar negeri yang bisa menguras kantong orang tua mereka masingmasing, mengindikasikan sebuah fetish atau pemujaan terhadap barang konsumsi demi sekedar kepuasan dan mendapat prestise atas kepemilikan pengalaman bisa menyaksikan ketampanan Super Junior lewat performance langsung. Dengan fetish publik yang menggemari Super Junior, akan menyebabkan apa yang disebut sebagai alienasi total atau keterasingan total. Sekali
mereka suka dan tersihir dengan ketampanan Super Junior, selanjutnya akan memuja Super Junior dan memiliki rasa keingintahuan yang besar seputar apa yang sedang Super Junior lakukan, siapa yang dekat dengan mereka, mereka sedang di mana, yang sebenarnya masih banyak hal yang bisa diurusi dan lebih penitng untuk disimak misal masalahmasalah sosial di Indonesia. Orientasi para penggemar Super Junior bukan lagi terletak pada musik tetapi pada apa yang dilakukan Super Junior dan pada ketampanannya. Karena menurut pengamat musik sendiri, kualitas vocal Super Junior belum menjadi sebuah ketertarikan khusus. Pemujaan atau fetish terhadap Super Junior akan menimbulkan apa yang disebut Marx sebagai reifikasi. Istilah singkat dari reifikasi adalah pematerian, maksudnya jika ada penilaian untuk sebuah kesuksesan, maka kesusksesan itu diukur dari apa yang dimiliki objek tertentu. Satu orang akan menjadi sorotan dan pusat perhatian ketika memiliki sebuah photo book Super Junior yang mahal, harganya mencapai jutaan rupiah, yang tentunya tidak bisa dimiliki anak lain. Popularitas dalam kehidupan sosial dengan sendirinya akan naik dengan ia memiliki tiket konser Super Junior atau photo book-nya. Super Junior dalam simulacrumnya, menciptakan sebuah hyperreality. Hyper-reality itu terletak pada konsep pria tampan yang
dibentuk lewat simulacrum yang terdiri dari gabungan banyak simbol dan pencitraan atas Super Junior, misalnya dalam aspek fashion, penampakan fisik, dan lain lain. Dampak dari simulacra konsep/kriteria ganteng dengan representasinya yakni Super Junior membuat orang terutama penggemar kehilangan kesadaran akan sebuah konsep ketampanan. Selera mereka menjadi homogen atau sama. Selain itu mereka cenderung memiliki pandangan dan penilaian yang lebih sempit, misalnya jika melihat seorang pria maka pria tersebut akan dibandingkan dengan Super Junior.
Sisi kritis akan berkurang bahkan cenderung hilang karena termakan pencitraan dan terjebak dalam hyper-reality atau realitas yang berlebih. Ketika kritis mengharuskan kita untuk tahu mengapa sesuatu itu dikatakan A, maka dengan memuja bahkan menjadikan ciri-ciri ketampanan
ala boy band layaknya Super Junior sifat kritis akan berkurang karena sesungguhnya hiper realita yang ditimbulkan/simulacra yang ada tidak memiliki referensi atau sejarah/asal-usul yang jelas. Siapa yang bisa menjawab seperti apa idealnya pria yang tampan? Menurutnya dalam masyarakat konsumer, dunia terbentuk dari hubungan berbagai tanda (sign) dan kode acak, tanpa referensi relasional yang jelas. Sebuah sign bukan lagi representasi dari realitas karena realitas itu dibentuk dan diatur sedemikian rupa jadi bukan realitas yang sebenarnya. Sign yang fakta digabung dengan yang semu lewat produksi citra (pencitraan) sehingga bertumpang tindih dan bergabung menjadi satu kesatuan yang sulit lagi dibedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata atau mana kenyataan yang benar sebenarbenarnya. Realitas itu adalah realitas yang ada dan kita hadapi sekarang. Jadi kesimpulannya, Super Junior merupakan representasi dari sebuah konsep ketampanan yang ideal dari konstruksi dan pencitraan dari media. Karena pencitraan dan konstruksi yang dilakukan terus menerus tersebut maka penilaian dan kesadaran akan kriteria pria tampan menjadi sebuah homogenitas di benak publik atau dengan kata lain selera orang menjadi sama. Pandangan dan cara orang menilai pun menjadi sempit karena berpatok kepada konstruksi media dengan representasinya Super Junior (Tamat)
No. 3 November
2017
• 63
K I L AS
F
FENG SHUI
eng Shui berkaitan erat dengan kepercayaan akan takhayul dan lambang yang menjadi karakter orang Cina, khususnya masyarakat pedalaman. Gunung, misalnya, dapat menjadi Naga yang ganas atau, sebaliknya, yang memberi keuntungan. Batu yang menggantung dapat menjadi rahang Macan atau Kodok yang culas. Atau, Rajawali ganas yang siap menerkam! Lingkungan alam mengikuti keadaan metaforma, sehingga semua gaya dan bentuk lembah bisa menjadi Anjing Penjaga, Gajah, Macan, atau Naga; sungai dapat juga menjadi Naga atau Ular. Dan, tergantung arah dan cara keberadaan �binatang� tersebut yang mengikuti tempat tinggalnya, mereka mungkin baik atau buruk, melindungi atau mengancam. Masyarakat pedalaman dan petani sering mengembangkan khayalan yang ekstrem yang dapat membuat penafsiran kreatif yang luar biasa dari suatu bentuk tanah. Karena itu, panen yang buruk dapat disebabkan adanya bukit yang menyerupai Tikus; atau desa yang makmur disebabkan adanya Naga yang menguntung-
64
•
No. 3 November
2017
kan secara khusus. Dan, kota yang memiliki banyak gadis cantik merefleksikan adanya Burung Hong Langit... dan seterusnya. Di kalangan masyarakat Cina, ada beberapa kepercayaan takhayul yang mengelilingi Naga. Pada intinya, Naga dipercayai membawa kemakmuran dan kekayaan ketika Naga itu sedang bersenang hati, seperti ketika Naga Langit membawa kehidupan dengan menurunkan hujan sehingga tanaman dapat tumbuh dan panen berhasil (suco)
S KE T S A
aya tidak bisa mengerti apa yang dilakukan oleh Pak Tua di atas bukit sana. Sepintas lalu ia seperti membangun kesia-siaan abadi. Setangkai ranting kering yang gugur dari dahannya terbujur di atas seonggok batu tanpa berassalamu’alaikum terlebih dahulu, justru menarik minat laki-laki kerempeng berjubah putih itu dan membuat langkahnya yang gontai mendadak terhenti. ”Assalamu’alaikum,” sapanya kepada sang ranting. Tentu saja benda papa tanpa nyawa itu tidak membalas salam Pak Tua. Anehnya laki-laki jubah putih itu tersenyum. ”Boleh aku yang ini berkenalan dan menjabat tanganu?” tanyanya lagi. Angin lembah pegunungan mendesir mengelus wajah tuanya. ”Terima kasih, ki sanak telah bermurah hati,” lanjutnya lagi. Lalu tangannya yang lunglai itu menjamah ranting kayu tak berharga dengan gerakan yang sangat berhati-hati. Diamatinya benda mati itu seakan-akan ia mendapatkan permata yang bernilai dari zaman Nabi Sulaiman. ”Nah, lebih baik anda berkenalan lebih akrab denganku,” kalimatnya meluncur lagi. Tatkala seekor gagak hitam berkokok di atas pohon jamblang tidak jauh dari tempat itu, laki-laki tua berjubah itu segera mengeluarkan qalam dan dengan kekhusukan yang luar biasa ia mulai menuliskan sesuatu pada secarik kertas. Lirik-lirik puisi yang dikerjakannya itu ternyata sangat indah. Hal itu hanya mungkin diguritkan oleh seorang penyair dalam rentang waktu pengalaman puluhan tahun. Hampir tanpa nafas Pak Tua kita itu bekerja. Dahinya berkerut, tampak beberapa garis kusut di sana. Bintik-bintik keringat menempel di wajahnya dan matanya yang cekung kian bersembunyi jauh ke dalam kelopak. Semua itu ia lakukan dengan sikap tubuh yang tegak laksana huruf alif. Sewaktu rumput-rumput di sekelilingnya menerima hembusan nafas laki-laki itu, coretan di tangannya telah rampung. Ketegangan pun pelan-pelan sirna dan segulir senyum mengembang dari bibirnya. ”Terima kasih, ki sanak. Kau telah mengisi ibadahku. Kau telah mengajarku bagaimana bagaimana harus berbuat,” katanya tanpa mendapat jawab.
Laki-laki itu meletakkan goresan puisinya di atas batu dan dengan perasaan puas ia tinggalkan bukit itu. Tatkala bayangan tubuh kerempeng itu lenyap ditelan senjakala, gagak hitam yang sejak mula mengamatinya, turun dari dahan dan hinggap di atas batu. Sayang (atau sengaja?) cakarnya menghunjam ke puisi yang indah itu dan mengaisnya sehingga meluncur ke jurang dibawah bukit, terhempas angin entah ke mana. Dari jauh laki-laki itu sempat menyaksikan namun bibir-nya tersenyum, ”Kalau itu memang kehendakMu, ya Allah,” desisnya tanpa rasa kecewa. Ia terus berjalan, dan ketika menemukan lagi secarik kertas lain, ditulisnya pula tanpa jemu-jemu. Begitu dan begitu. Menulis, mempersembahkan kepada alam, meninggalkannya tanpa rasa sia-sia. Tapi benarkah demikian? Saya tidak mengerti apa yang dilakukan oleh Pak Tua di atas bukit sana. Sepintas lalu ia seperti membangun kesia-siaan abadi. Namun pelan-pelan saya mulai memahami, ada ruang untuk letak suatu imaji... (suco)
ilustrasi : Libris
S
IMAJI
No. 3 November
2017
• 65
M AN AGEM EN
NATUR MANAGEMENT, Oleh: Erry Amanda
Saya yakin, banyak orang sempat melihat keong yang hidup di sawah, di rawa, di kolam, di sungai dan di beberapa kawasan berair. Tahu juga pada musim kemarau panjang yang mengakibatkan tempat yang disebutkan itu kering-kerontang hingga membuat tanah mengeras dan pecah-pecah.
paranormalcantik.com
66
•
No. 3 November
2017
P
ernahkah bertanya, ke mana keong-keong tersebut berada? Mati terkubur tanah yang mengering berbulanbulan pada musim kemaraukah? Atau bersembunyi di lubang yang dalam rumah kepiting sawah, masih berairkah? Jawabnya: tidak! Keong-keong tersebut terkubur di dalam tanah yang kering-kerontang hingga pecah-pecah karena terbakar matahari berbulanbulan. Matikah keong-keong itu? Tidak juga. Selama terkubur di tanah keras yang pada siang hari cukup panas, keong-keong tersebut bertahan hidup. Tepatnya: masih hidup. Begitu hujan datang dan tanah mulai lunak, keong-keong tersebut keluar dari benaman lumpur (tanah yang sudah melunak karena air) dan mulai menikmati hidup dari ‘bertapa’ di dalam tanah. Mungkin, banyak orang mengira, keong-keong yang muncul itu dari telortelor keong yang terpendam dalam tanah pada musim panas dan menetas pada musim hujan. Sama sekali bukan.
Dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud mengurai suatu teori bagaimana keong-keong tersebut bisa bertahan hidup dalam tanah yang sangat keras. Saya hanya ingin menyampaikan sesuatu yang sederhana, sering kita melihat sesuatu keanehan namun hanya sekadar melihat dan hanya mengetahui saja. Secara umum tidak menarik perhatian atau minat untuk menguak sesuatu yang sederhana. Seolaholah yang kita ketahui itu tak punya fungsi apa-apa dan hanya merupakan sesuatu yang dianggap lumrah, tak penting untuk diketahui. Benarkah tidak penting? Mari sejenak menilik ‘ruang gagas’ (bukan pola berpikir namun space of mind) dan tradisi berpikir serta tradisi keperdulian pada hal-hal yang tidak menarik namun jika dicoba kita buka nilai yang tersembunyi, mungkin dan sangat mungkin, hal sepele yang tidak menarik tersebut memiliki kaidah-kaidah tersembunyi pula sebagai proyektum yang menyimpan pesan cukup besar. Keong yang yang mampu ‘menjalani hidup’ di dalam tanah kering selama beberapa bulan pada musim kemarau itu kita tarik garis perpotongan ke arah socio analitic dengan garis diagon sebagai garis-garis proyeksi isometrik sebagai ruang gerak analisa ‘reaksi sosial’ dengan sejumlah permasalahan yang kompleks. Setidaknya untuk masalah ‘semangat
AUTOPOESIS MANAGEMENT keperdulian’ menata dan menjalani kehidupan. Jika binatang lunak bercangkang macam keong saja mampu mengatasi kendala hidup dan kehidupannya (sebelum usai perjalanan hidupnya), lantas bagaimana dengan manusia yang’memiliki akal dan pikiran’ yang mampu mengreasikan sejumlah terma untuk memenuhi jasad hidup yang lebih dibanding makhluk (seolah) sangat lemah? Benar, apa yang disampaikan ini hanya merupakan ‘garis urai’ yang bersifat konotatif atau perlambangan yang ditarik dari denotatif obyek yang dimisalkan. Pemisalan ini (setidaknya) diperguna sebagai pola pesan teguran untuk memacu semangat move on dan stand up menghadapi sejumlah reaksi dan risiko hidup. Menjadi (semacam) cermin padanan untuk tidak menyerah dengan sambil terus menggali bahasa keluhan, kecewa, merasa tak berdaya bahkan merasa terpinggirkan dengan mengajukanapologia klasik: NASIB. Pernah jugakah kita memahami betapa ada tersimpan kekuatan tak terhingga pada sesuatu yang tak kasad? Pernahkah kita menyaksikan dan mengetahui bentuk ‘sebutir udara’ atau nitrogen? Tahu kedahsyatannya dua atom tersebut selain berupa badai, Tornado, misalnya? *** Riri Tirtonegoro Vadim Vadim Dari kecil, kurangnya pendidikan
survival di luar rumah, menjadikan anak Indonesia banyak yang manja. Tidak dilatih membuat kerja-kerja rumah dari semenjak usia lima tahun karena dianggap terlalu muda. Menangnya bapak saya itu dulu tentara, jadi saya diajari tehnik jungle survivor dari masih penthil lagi. Pemahaman sistim ekologi, sampai tentang mengapa lumut yang mati pada musim kemarau, hijau kembali pada musim hujan? Rumput di cadas batu tidak mati cuma kering daunnya. Bila soalan diberikan, otomatis otak saya jalan eh, kodok kalau musim kering juga hilang ya? Ngumpet di mana ya? Pertanyaan yang paling saya sukai adalah di belakang itu ada apa ya? Sambil menunjuk, bukit, goa dan sebagainya. Keinginan tahu harus dipupuk dari kecil. Ini yang sering terlepas pandang dari para orang tua. Toh nanti di sekolah diajarkan oleh guru. Lho guru tidak mengajar kita memanjat pohon untuk melihat sarang burung dan isinya. Itu ulat bulu jangan dibunuh, nanti kita tidak bisa lihat kupu-kupu. Bila berjalan ke mana saja, haram saya digendong Bapak. Kalau saya bilang Pap, capai.., Bapak cuma bilang, “Belum mati lagi kan?” Saya Cuma menggeleng. “Ya sudah jalan lagi!” Itulah pelajaran survival ala Bapak. Saya tidak merasa susah hati dari umur tujuh tahun kamar tidur saya selalu rapi. Buku dan mainan tidak berserak. Piring bekas makan dicuci sendiri. Mau pandai ya harus belajar. Mau kaya ya berusaha yang tekun. Mau cantik ya tidak boleh malas! Nampak sepele... Tapi bikin saya pede.
Erry Amanda Tehnik jungle itu dalam dunia usaha disebut sebagai NATUR MANAGEMENT, selain survival, juga keperdulian saling terikat satu dengan yang lain yang saya sering menyebutnya sebagai AUTOPOESIS MANAGEMENT. Riri Tirtonegoro Vadim Vadim Sesiapa pun yang lulus dan menguasainya, biasanya berhasil menjadi manusia yang tangguh, ya Pak. Ini yang perlu difahamkan dalam dunia pendidikan keluarga. Ghouts Misra Sangat menarik Mas Erry.. Satu tetes air menyimpan lautan laut dalam kapal sebutir jagung menyampaikan satu makna, tersembunyi sepuluh bias mentari tak terhitung jatuh di sebutir atom menjaga agar kegairahan terus berlangsung, Salam Mas Erry....g Iffa Hending Trims pencerahannya. Ikut belajar Anni Haryati Kalau yang begini, saya belajar dari ayah... Cah angon saba kebon, mancing welut, dolanan lendut sawah, dan sebagainya. Sungguh buku bacaan yang tak pernah habis. Keasyikan tersendiri pada masa itu, tidak menular pada anak-anak saya, walaupun pada masa kecil mereka sering saya ajak keluyuran di alam. Mereka punya zona waktu sendiri, ternyata...
No. 3 November
2017
• 67
CE RPE N
“T
ahun depan usia saya delapan puluh tahun,” kata laki-laki yang duduk di depanku. Matanya menatap ke seberang seolah-olah melihat dirinya di ujung sana. Aku takzim mendengarkan sambil memperhatikan ekspresinya. Kerut di wajahnya bagai pilar-pilar kehidupan yang telah dititinya selama sepuluh windu. “Banyak pengalaman yang terlalui,” tambah laki-laki itu, tetap tanpa memandangku. Lalu, pada tarikan napas berikutnya ia melanjutkan kata-katanya, ”Perjalanan panjang penuh pancawarna kehidupan bagai pelangi yang membiaskan anekawarna. Terlihat indah meski sesungguhnya penuh konflik yang tidak selalu menyenangkan”. Sampai pada kalimat itu aku belum menangkap ke arah mana perbincangan hendak dibawanya. Sebenarnya kehadiranku ini atas permintaannya. Seminggu yang lalu ia memintaku datang ke rumahnya. “Ada yang hendak saya bicarakan,” pesannya di selularku. Aku menerka-terka persoalan apa gerangan yang hendak ia katakan kepadaku. Sudah dua puluh tahun aku mengenal lelaki itu. Meski usia kami terpaut jauh dan dengan demikian renik-pernik pengalaman hidup pun teramat sangat berbeda, namun hal itu bukan suatu halangan dalam merenda persahabatan. Dia seorang pengusaha yang sukses sedangkan aku hanya seorang penulis. Dunia kami berbeda. Laiknya seorang pengusaha, kawanku itu senantiasa mengupayakan nilai tambah dalam setiap kegiatan. Momen apa pun baginya merupakan komoditi yang senantiasa memiliki peluang untuk pertambahan dan penggandaan nilai, baik yang nyata maupun tidak. Dan, parameter yang paling sederhana adalah nilai nyata yang langsung bisa dilihat dan dirasakan daya gunanya. Dengan kata lain segala sesuatu yang berdimensikan materil. Sedangkan bagi seorang penulis sepertiku, yang senantiasa memimpikan karya cipta literer dengan nilainilai kemanusiaan, lebih sering besikutat dengan gelimang ide yang bicara masalah universalisme, humanity, dan estetika kehidupan. Seorang penulis umumnya kaya dengan gagasan tapi miskin kekayaan. Ada nilai-nilai yang lebih luhur dan lebih utama dari sekedar gebyar materil. Moralitas, estetika, dan pikiran-pikiran yang mampu menembus ruang dan waktu, merupakan sesuatu yang
68
•
No. 3 November
2017
WARISAN menjadi kerinduan bagi seorang penulis. Sungguhpun ada perbedaan tata nilai di antara aku dan sahabatku, namun kami saling menghormati dan memahami pola pikir dan pola tindak masing-masing. Itulah sebabnya persahabatan kami mampu teranyam sampai dua dasawarsa. Perkenalan kami bermula ketika aku mengikuti suatu press tour yang diselenggarakan olehnya. Saat itu aku masih aktif sebagai wartawan. Ia senang pada reportaseku dan aku tertarik personalitynya. Hubungan pun berlanjut ketika dia memintaku untuk menyusun sebuah buku. Sejak itu kami sering bertemu, berdialog, berdiskusi, dan bertukar pikiran tentang berbagai hal. Bagiku ia kamus kehidupan yang terbuka dan banyak pelajaran yang bisa kupetik darinya, baik yang positif maupun yang negatif. Bahkan ketika ia membangun rumah barunya—rumah di mana perbincangan kami berlangsung—dia pun meminta pendapatku tentang rancang bangun yang dilakukan. Rumah besar dengan gaya arsitektur seperti white house di Amerika berdiri di atas lahan seluas dua hektar di pinggiran kota yang berhawa sejuk dan dikelilingi pepohonan yang rindang. Sepasang gerbang besi bergaya gothic yang dilengkapi kunci elektrik dan harus menggunakan remote untuk
Oleh: Sugiono MP
ilustrasi : Libris
membuka serta menutup, berdiri kokoh. Pos penjaga dan pintu masuk menuju mushola ada di sayap kanan dan kiri. Jalan beraspal berbentuk huruf U yang diapit pohon-pohon palem di kanankirinya menghubungkan gerbanggerbang dengan bangunan utama yang menghadap hamparan luas dengan rumput yang menghijau. Di lapangan ini berdiri tiang bendera berukuran besar dilegkapi mini plaza berlapis granit. Pada hari-hari besar terutama 17 Agustus bendera berkibar di atas tiang itu. Bahkan pernah sebuah upacara mantan para pejuang diadakan di lapangan ini. Maklumlah sobat pengusahaku itu dahulunya adalah salah seorang pejuang kemerdekaan negeri ini. �Sebagai orang yang pernah ikut berjuang mendirikan republik ini, dan alhamdulillah berlanjut turut mengisinya, bahkan sampai menyaksikan kondisi yang berlangsung pasca reformasi, saya turut prihatin,� tambahnya sambil memandangku seolah-olah dia ingin memastikan reaksiku atas kata-katanya itu. Aku tetap belum menangkap maknanya. “Prihatin karena bibit perjuangan yang kami semai di Bumi Pertiwi berupa air mata, derita, darah, dan nyawa, akhirnya menuai buah kemerdekaan yang berkembang dan membias seperti sekarang ini. Hal itu tidak pernah kami perkirakan. Ketika kami memperjuangkan
kemerdekaan negeri ini, benar-benar tulus, tanpa pamrih, kecuali bagaimana berhasil melepas belenggu penjajahan. Hal itu kami lakukan secara bersama-sama, bergotong royong, seia-sekata dengan sikap berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Berbagai etnis dari wilayah Nusantara ini menyatu diri tanpa membedakan agama, aliran, kepercayaan, status sosial, dan kekayaan. Yang penting bagaimana menyiapkan bangunan Indonesia Merdeka yang memberikan tempat bagi anak cucu kita kelak untuk mengangkat harkat-martabat kemanusiaan yang adil, beradab, dan sejahtera�. Saat meluncurkan kata-kata itu lelaki tua di depanku yang masih tampak kekar pada usia senja, memutar jarum waktu seolah-olah undur ke belakang dan lelaki itu kembali menjadi patriot muda penuh gelora. Ia memang terlahir dari keluarga pergerakan kemerdekaan. Ketika usia belasan tahun ia sudah menjadi anggota barisan sukarelawan dalam ketentaraan Jepang yang turut menghalau Pasukan Belanda dari negeri ini. Sewaktu Indonesia merdeka ia turut bergerilya dan bertempur mempertahankan kemerdekaan bangsa dari agresi Belanda. Itu membuat sekolahnya terhenti. Ia lebih akrab dengan mesiu dan peluru ketimbang pena dan buku. Tatkala perang usai dan kedaulatan Indonesia diakui maka ia pun kembali melanjutkan pendidikannya yang terbengkalai. Selepas SMA ia mendapat beasiswa melanjutkan studi ke luar negeri. Pendidikan bisnis dan managemen serta industri ia raih dari mancanegara. Sewaktu kembali ke Indonesia dengan mengantongi gelar kesarjanaan serta merta ia mendapat tempat di pemerintahan, selanjutnya ditugaskan sebagai staf atase perdagangan di negeri jiran. Di sanalah ia membangun hubungan bisnis internasional yang pada akhirnya mengantarkan dirinya sebagai pengusaha setelah ia lepas plat merahnya. Pengalamannya itu menempatkan dia pada posisi kehidupan yang cukup sejahtera meskipun hatinya menjerit karena melihat disharmoni pada lingkungan sekelingnya. Memang, di sekeliling tempat kami berbincang suasananya tenang. Dinding-dinding ruangan yang berdiri kokoh dan berwarna putih bersih dengan lukisan dan fotofoto yang bergantungan memancarkan suasana aristocrat. Jam dinding kuno berdiri kokoh dengan lapis kayu ebonit yang berukir menambah suasana ruangan menjadi
No. 3 November
2017
• 69
ce r p e n
konservatif. Kami duduk di ruang tamu di atas kursi ukir yang melengkapi konservatisme dan aristrokrasi pada arsitektur ruangan. Bahkan permadani yang melapisi lantai marmer di atas furniture gothic ini tampaknya buatan Persia. Begitu pun sepasang furniture yang sama di sayap lain di ruangan ini, membelakangi mini bar yang antik. Di tengah suasana ini kudengar ucapannya, “Saya bersyukur karena dikaruniai berbagai pengalaman yang masih menguntungkan. Tidak semua pejuang seangkatan saya bernasib sama. Tapi semua harta ini tak’kan terbawa mati. Kebanggaan satu-satunya adalah bahwa anak-anak telah menyelesaikan S2 dan mereka sudah mandiri. Ya, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Dan, warisan manusia pada peradaban adalah tingkat kesalehan anak-anaknya serta darma bakti mereka terhadap kemanusiaan”. Ia terhenti sejenak. Tarikan napasnya bisa kurasakan. Lalu sepasang matanya memandang ke luar, menyapu hamparan rerumputan. Bayang-bayang pohon-pohon palam yang kian meredup dan memanjang tumpah di atasnya. Saya tidak tahu persis apakah dia menggunakan optik selaput mata atau tidak tapi saya bisa membayangkan lukisan kehidupan yang mulai buram mengingat senja mulai tumpah di luar sana. Masih kudengar kata selanjutnya, “Itulah yang membuat saya gamang”. Aku belum mafhum. Kegamangan macam apa yang hinggap pada diri sahabatku ini. Padahal ketiga orang anaknya telah mapan. Satu persatu sudah ia buatkan rumah. Mereka sejahtera. Suami atau istri anak-anaknya juga bekerja. Mereka mampu menggaji pembantu, baby sitter, driver. Sementara itu rumah sobatku ini yang bagaikan istana lengkap dengan kebun anggrek, kolam renang, hall tennis, lapangan upacara, dan mushola yang indah, serta beberapa mobil mewah, adalah karunia dari Allah yang jarang dimiliki oleh manusia yang meniti jalan hidup dalam alur waktu dengan keadaan yang pasang surut. Lagi-lagi kakek itu mempersilahkan aku minum dan mencicipi kue yang disajikan. Ia sendiri meraih cangkir dan meneguk isinya. Lalu kata-katanya meluncur lagi, “Harta yang saya kumpulkan ini tak terbawa mati. Warisan buat anak-anak. Tetapi pada usia sesenja ini saya belum
70
•
No. 3 November
2017
berhasil mewariskan nilai-nilai kejuangan kepada meraka. Itu merisaukan. Saya tanya pada diri sendiri, apakah saya telah menjadi seorang ayah yang berhasil? “Dari segi pendidikan anak-anak lebih baik dari saya. Cara berpikirnya pun jauh lebih maju. Ada hal-hal yang bisa saya pelajari dari mereka. Akan tetapi sebaliknya mereka sama sekali tidak pernah merasakan apa yang pernah dan telah saya rasakan dalam menghadapi kehidupan ini. Orientasi anak-anak hanyalah pada materi semata, tapi tidak pada nilai yang hakiki. Padahal kehidupan berkembang dan mencapai kemajuan demi kemanusiaan karena pergerakan-pergerakan yang berlangsung namun tetap memiliki akar kehidupan yang maknawi. Oleh karena itu, kalau Allah meridai, pada ulang tahun nanti saya akan mewariskan nilai-nilai kehidupan yang pernah saya jalani berbentuk buku memori”. Kata akhir itu menyadarkanku bahwa pertemuan kami bermaksud untuk menyiapkan sebuah buku perjalanan hidupnya. Dan, akulah yang diminta untuk menulis. Kini aku bisa merasakan keresahannya. Sebagai orang yang bergelimang harta dan memiliki kekayaan, pengalaman hidup, serta pergaulan yang luas—dibandingkan dengan diriku—ternyata masih menyimpan galau pada kesenjaan usianya. Matahari telah mendekat ke ufuk barat ketika kutinggalkan rumah istana itu. Dia mengantarkanku di depan pintu. *** Selepas pertemuan itu aku mulai sibuk mengumpulkan buku-buku dan literatur yang berhubungan dengannya. Mulai dari monografi daerah kelahirannya sampai keadaan kota-kota yang pernah ditempatinya. Juga dokumendokumen yang mengungkapkan situasi pada kurun waktu di mana dia bertindak sebagai bagian dari pelaku peristiwa sejarah. Bahkan sosio budaya, sosio ekonomi, dan sosio cultural, di mana daerah yang pernah dipijaknya dan beradaptasi dengannya sehingga membentuk karakter pada diri sahabatku itu . Serangkaian wawancara pun aku lakukan. Mulai dari teman-temannya yang masih hidup baik ketika dia menjadi pejuang kemerdekaan, saat dia studi ke luar negeri maupun pada waktu menjabat di pemerintahan
ilustrasi : Libris
dan setelah melepas baju dinasnya hingga kemudian berkecimpung sebagai wirausahawan, sampai dengan berbagai kalangan dan parapihak yang berkaitan dengannya. Tentu saja hal itu aku lakukan baik secara langsung maupun tidak. Kawan-kawannya yang tinggal di kota ini aku datangi untuk mengorek ceritanya. Terhadap mereka yang jauh berada di kota lain dan di luar negeri, aku lakukan wawancara tertulis. Bahkan jika tak mungkin cukup kulakukan wawancara jarak jauh dan kurekam. Pertemuan dengan sobatku itu pun berlangsung hampir setiap minggu. Kadang kami bersua di rumahnya. Namun seringkali kami berbincang di villanya yang terletak di luar kota. Kadang-kadang aku menginap di rumah peristarahatan itu.. Sesekali kami bertemu di restoran hotel berbintang lima sambil lunch atau dinner. Dari hasil wawancara maupun kesan-kesan yang bisa aku peroleh dari orang-orang yang mengenalnya serta studi literatur dan berkas-berkas, baik yang termuat di media massa maupun yang ada dalam dokumen-dokumen khusus, aku mendapatkan deskripsi yang lebih lengkap tentang latar maupun peristiwa di mana sahabatku itu sebagai pelaku utama atau pelaku penyerta. Pekerjaan yang memakan waktu berbulan-bulan ini cukup menarik. Secara tidak langsung aku mendapatkan pengalaman baru. Yakni transfer perilaku pada masa yang lalu di mana aku sendiri tidak terlibat di dalamnya. Akan tetapi sebagai penulis biografi aku harus mampu menjadikan pengalaman hidup dari tokoh yang kutulis seolah-olah sebagai pengalaman pribadiku. Ini penting agar aku berhasil menuangkan kembali ke dalam wacana. Sehingga tuturan yang aku buat sepersis mungkin, sedikitnya tidak membias dari realitas sang pelaku. Tak hanya itu. Bagi penulis biografi sepertiku yang tidak setiap saat mendapatkan job penulisan, kesibukan yang ditawarkan oleh sahabatku itu menggairahkan, merangsang kreativitas, dan berdampak pada penghasilan.
Maklumlah, setelah undur sebagai wartawan di salah satu media massa, kegiatanku hanyalah menulis buku. Khususnya buku-buku biografi, memori, annual report, company profile, dan tulisan-tulisan khusus. Sesekali saja kalau ada kawan-kawan pengasuh media yang meminta artikel dariku, barulah kuluangkan waktu di depan komputer. Tentu saja aku tidak punya penghasilan tetap. Akan tetapi keluarga bisa memahami. Jadi, kami harus berpandai-pandai mengelola keuangan rumah tangga. Maka tatkala sobatku itu memberikan proyek penulisan, istriku pun merasa bersyukur. Ia membayangkan akan mendapat penghasilan yang lumayan besar untuk beberapa bulan. Ia pun bergairah membantuku agar proyek penulisan ini segera selesai dan kami bisa mendapat imbalannya. Namun harapan itu sirna tiba-tiba ketika telpon rumah berdering yang membawakan berita duka kepergian sahabat tuaku itu ke alam barzakh. *** Duduk berempat di rumah duka antara aku dan ketiga anakanak almarhum sahabatku itu ketika takziah hari yang ketujuh, anak tertua sahabatku itu dengan hati-hati menyampaikan keputusan keluarga kepadaku. “Sebelum meninggal Ayah berwasiat agar kami anakanaknya membicarakan kemungkinan penerbitan buku memori almarhum. Anak-anak berembuk dan akhirnya sepakat untuk tidak menerbitkan buku itu karena alasan low profile. Biarlah pengalaman Ayah yang indah menjadi persembahan kepada Allah SWT. Sedangkan kami anak-anaknya akan menjalankan kehidupan seperti tantangan zaman yang kami hadapi. Kami tidak ingin warisan sejarah menjadi beban masa depan. Generasi baru punya tantangan baru seirama dengan peradaban baru‌â€? Aku terdiam, bisu dan mematung
No. 3 November
2017
• 71
K U LT UR LO K A L
Aksara R Oleh: Achmad Fadillah
Bangsa Arab cq Islam telah berada di Nusantara sejak ratusan tahun lalu, mereka bagian tak terpisahkan dalam kesejarahan pribumi bangsa ini.
B
erdasarkan penelitian awal atas sejumlah koleksi, manuskrip Islam Nusantara memang dijumpai dalam jumlah besar, dan ditulis dalam berbagai bahasa lokal seperti Melayu, Jawa, Sunda, Wolio, dan lainnya, selain tentu saja manuskrip berbahasa Arab. Umumnya, secara fisik manuskrip-manuskrip tersebut kini dalam kondisi memprihatinkan dan sangat
rentan mengalami kemusnahan, baik karena faktor alam maupun akibat kecerobohan manusia. Kajian terhadap manuskripmanuskrip Islam Nusantara mempunyai beberapa keuntungan strategis sekaligus: Pertama, dapat menggali kekhasan serta dinamika Islam dan masyarakat Muslim lokal, karena manuskrip Islam Nusantara, selain menggunakan bahasa Arab, ditulis dalam berbagai bahasa lokal seperti Aceh, Bali, Batak, Belanda, Bugis-MakasarMandar, Jawa & Jawa Kuna, Madura, Melayu, Minangkabau, Sanskerta, Sasak, Sunda dan Sunda Kuna, Ternate, Wolio, Bahasa-bahasa Indonesia Timur, Bahasa-bahasa Kalimantan, dan Bahasa-bahasa Sumatra Selatan, sehingga mengkajinya berarti akan menjadi semacam ‘jalan pintas’ untuk mengetahui pola-pola hasil interaksi dan pertemuan Islam dengan budaya-budaya lokal di Nusantara, yang tentunya menjadi kekayaan intelektual tersendiri. Kedua, kajian atas manuskripmanuskrip Islam Nusantara dengan sendirinya akan menjadi bagian dari upaya pelestarian (preservation) benda cagar budaya Indonesia demi menjaga identitas
72
•
No. 3 November
2017
Ramah Adab Ketiga, keberhasilan memetakan kejayaan tradisi intelektual Islam Nusantara pada gilirannya dapat menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Nusantara bukanlah wilayah pinggiran (peripheral part), melainkan bagian tak terpisahkan (integral part), dari dunia Islam secara keseluruhan. Sejarah Kebudayaan Indonesia selama berabad-abad telah mewariskan khazanah tertulis berupa manuskrip-manuskrip Nusantara yang jumlahnya sangat berlimpah. Merujuk pada Undang-undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, sebuah manuskrip tulisan tangan dapat dikategorikan sebagai benda cagar budaya bila telah berusia minimal lima puluh tahun, serta memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Kandungan isi manuskrip Nusantara sendiri memang sangat luas dan tidak terbatas pada kesusastraan saja, tetapi mencakup berbagai bidang lain seperti agama, sejarah, hukum, politik kesultanan, resolusi konflik, adat istiadat, obat-obatan, teknik, dan lain-lain, sehingga akan sangat relevan sebagai bahan pengetahuan umum dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sejumlah upaya inventarisasi dan katalogisasi berkaitan dengan dunia pernaskahan Nusantara yang dilakukan belakangan ini menunjukkan bahwa kategori manuskrip keagamaan Islam (Islamic
manusripts) terdapat dalam jumlah besar, dan dijumpai dalam berbagai bidang keilmuan Islam, seperti tafsir, hadis, tauhid, fikih, tasawuf, kalam, dan lain-lain. Terbukti pula bahwa jaringan lembaga pendidikan Islam tradisional, seperti surau di Minangkabau, dayah di Aceh, dan pesantren di Jawa, ternyata juga menyimpan khasanah manuskrip keagamaan Islam tersebut dalam berbagai bahasa, seperti Arab, Melayu, Jawa, Sunda, dan bahasabahasa lokal Indonesia lainnya. Selamat Hari Santri Pribumi Nasional, 22 Oktober 2017
www.nu.or.id
kemajemukan, kebangsaan, dan menjamin keberlangsungan transmisi pengetahuan yang telah diwariskan sejak ratusan tahun lalu.
No. 3 November
2017
• 73
B UKU
Demitifikasi
Oleh: Anton Suparyanto
Judul buku : Mendidik Anak lewat Dongeng Bonus 100 Dongeng Penulis : Muhaimin al-Qudsy dan Ulfah Nurhidayah Penerbit : Madania, Yogyakarta Tahun : 2017 Tebal : xiii + 362 hlm. ISBN : 978-602-8867-02-3 Si kancil anak nakal/ Suka mencuri timun/ Ayo lekas diburu/ Jangan diberi ampun/ Selalu terngiang lagu ini. Membius ke pelosok nusantara. Sosok kancil mematri anak negeri. Ujung dusun sampai pusar kota megapolitan dinapasi kancil. Cerita, syair lagu, dongeng, tokoh, buruh, pekerja, pejabat, penjahat, hingga penyandang profesi pun tak luput mendapat gelar si kancil. Reputasi kancil meroket. Kancil menjadi etos dongeng.
wilacoro.deviantart.com
Buku setebal 362 hlm ini hendak melengserkan singgasana kancil, tetapi tersandung karakter kancil yang telanjur beranak pinak. Ada hipotesis, kerusakan moral negeri ini karena memiara kancil. Perilaku nakal, suka mencuri, lekas diburu, jangan
74
diampuni mewabah di negeri dongeng ini. Selingkuh, berkelahi, perundungan (bullying); korupsi, kleptokrasi, nepotis; persekusi, masokis, pembunuhan sadis adalah fakta dari praksis ajaran si kancil. Terjadilah masifikasi tabiat kancil. Hasilnya kenakalan nasional selalu dirayakan. Dunia dongeng milik anak. Anak nakal, salah siapa: salah dongeng, salah kancil, salah anak, salah ibu, salah bapak, salah orang tuakah? Kasus berikut menjadi cermin retak orang tua ketika menyikapi perilaku anaknya (hlm 67). “Nak, Bapak dan Ibu kurang apa coba? Setiap hari memberimu makan, uang jajan juga tidak pernah libur, pakaian yang kamu kenakan siapa yang beli? Dan masih banyak lagi, tapi kenapa kamu tidak mau menuruti kata-kata Ibu, justru melawan dengan kasar, kenapa?� Dengan nada yang tinggi seorang ibu memarahi anaknya yang ketahuan mengambil barang temannya. Tetapi justru anaknya marah, menyalahkan ibunya. Menurut Ibu: kenapa anaknya masih nakal, padahal semua telah diberikan kepadanya. Menurut anak: justru ibunya nakal. Kenakalan anak (ibarat si kancil anak nakal) sebenarnya potret bagaimana cara orang tua mendidik. Kebiasaan berteriak saat anak melakukan kesalahan menjadikan anak meniru perilaku orang tuanya. Disadari atau tidak, perilaku tidak baik orang tua akan terekam dalam alam bawah sadar si anak,
•
No. 3 November
2017
Dongeng Kancil Terjadilah kesalahan fatal mendidik anak jika anak dianggap makhluk tak berdaya yang mudah diancam kata-kata dengan alibi anak dapat berperilaku sesuai kehendak orang tua. Jatuhlah rentet tamsil tabiat ini. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki/ Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi/ Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri/ Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri/ Jika anak dibesarkan dengan kekerasan, ia belajar melawan/ Sebaliknya, Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri/ Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri/ Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai/ Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan/ Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Jika mau jujur, banyak kesalahan yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dalam buku at-Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, al-Mazhahir Subulul Wiqayati Wal Ilaj menuliskan 20 kesalahan orang tua dalam mendidik anak:
1) menumbuhkan rasa takut dan minder, 2) sombong dianggap sebagai pemberani, 3) hidup foya-foya dan mewah, 4) selalu mengabulkan permintaan anak, 5) menerima tangisan untuk memenuhi keinginan anak, 6) terlalu kaku dan keras terhadap anak, 7) terlalu pelit kepada anak, 8) tidak memberi kasih sayang sepenuh hati, 9) hanya fokus kebutuhan jasmani, 10) terlalu berprasangka baik kepada anak, 11) pembiaran anak yang berperilaku buruk, 12) tanpa reward untuk anak, 13) pelarangan dan pengekangan anak, 14) beban tuntutan pada anak, 15) tak ada contoh baik pada anak, 16) kekerasan fisik terhadap anak, 17) miskin perhatian dan kasih sayang pada anak, 18) tidak ada kekompakan orang tua dalam mendidik anak, 19) sering menilai buruk dan menjelek-jelekkan anak, 20) fokus pendidikan umum, abai pendidikan agama. Solusinya, 20 kesalahan mendidik anak tersebut tecermin juga dalam fabel dan parabel dongeng kancil. Bonus 100 dongeng dalam buku ini pun tidak menjamin karakter mulia. Ada satu titik lemah bahwa 100 dongeng bonus sengaja dibiarkan tanpa kategori yang jelas. Dengan demikian, etos si kancil anak nakal yang begitu antropomorfis tetap gagal didemitifikasi. Kampung-kota tetap dijarah kancil, diduduki pejabat dan penjahat ala kancil. ------------------------Anton Suparyanta, esais dan editor in chief di PT Intan Pariwara, Klaten-Jawa Tengah
No. 3 November
clipartwork.com
dan pada saat tertentu tanpa diduga perilaku tersebut ditiru oleh anaknya.
2017
• 75
A PRE S I A S I
CATATAN KECIL
D
ulu, penulis membuka cerita diawali dengan, “Pada suatu hari,” atau “Kata sahibul hikayat,” bahkan di rampak, tambo, dandang gulo, diawali dengan salam, terimakasih kepada Sang Pencipta, dan sebagainya. Cerita modern langsung dimulai dari problem. Misal, “Blum,” kancil terjerembab dalam lobang hitam. Pembukaan sudah menyeret pembaca ke masalah, untuk mengikuti jalan cerita, dan mereka diajak menyimak, apa selanjutnya yang kancil lakukan. Demikianlah perkembangan sastra. Coba aja pada “Arjuna Mencari Cinta”-nya Yudhistira, pada tahun 80an, diawali dengan, “Pada pagi yang merangsang Arjuna bertolak pinggang”. Pembaca diajak berpikir, lalu apa yang akan dilakukan Arjuna?
mengenal rasa keindahan kata, api dimensinya populis. Akan tetapi, keindahan niatan, kepermaian budi, lebih utama dari sekedar rangkaian kata-kata mempesona yang mengguntai sukma. Sebab, apa arti saloka indah dalam kata, kalau tindak adalah pencuri, pembunuh, perampok, pengurupsi? Banyak mereka yang lihai berkata-kata indah, santun, adab, berdasi, tapi kelakuan tak lebih dari kecoa. [kuruptor, penipu kelas tinggi, perampok hati rakyat dengan gula-gula kata]. Estetika tak hanya diukur dari kata indah, tetapi apakah katakata itu membawa kemaslahatan atau sebaliknya. Sebab, kata adalah bekal dari Allah kepada Adam ketika ke bumi dengan tujuan untuk memakmurkan bumi, sebagai khalifah. Bukan penjarah kekayaan alam untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Itulah perkembangan wacana [bacaan]. Begitu pun di kawasan puisi modern yang bebas dari keterikatan apa pun, kecuali rasa keindahan. Padahal rasa itu berkembang seirama zaman. Dalam #siber puisi, juga demikian. Ia mau bicara lansung dengan siapa saja, dari mulai profesor sampai anak-anak SD. Dari pejabat tinggi sampai pemulung, pengojek, tukang becak, gembel dan gelandangan jalanan. Ia langsung, to the point. Sebab rahayat jelata susah mencerna bahasa indah penuh makna, simbol-simbol dan metafora, yang tidak mereka pahami. Itu bukan berarti rakyat kebanyakan buta simbol dan metafora. Budaya bawah mengenal simbol-simbol, isyarat-isyarat, sanepa, ungkapan-ungkapan, yang telah mengakar budaya di masyarakatnya. Tapi gak susah-susah mencernanya karena sudah menjadi idiom mereka, darah daging dan nafas kehidupan komunitasnya.
Nah, itulah catatan kecil yang sayang kalau tidak segera kuposting
Kalau kita bicara pada seorang pemulung, “Di sana ada rizki,” dengan serta merta, cekatan, mereka melangkahkan kaki ke arah yang kita tunjukkan. Atau kepada pengojek, “Mang, noh ada penumpang,” misalnya. Lalu, di mana letak keindahan kata-kata ditempatkannya? Karena ia adalah puisi, tentu
76
•
No. 3 November
2017
www.wayang-store.com
Oleh: Sugiono MP
Nenek moyangku seorang pelaut, ia memanfaatkan kekayaan laut dengan bijaksana. Ikan salah satunya. Sudahkah kita mengonsumsi ikan hari ini?
P E S A N I N I D I S A M PA I K A N O L E H N E O K U LT U R S E B A G A I A J A K A N U N T U K M E M A N FA AT S U M B E R D AYA A L A M S E C A R A B I J A K S A N A
No. 3 November
2017
• 77
78
•
No. 3 November
2017