3 minute read

2.2 Kajian terhadap Asas/prinsip yang Berkaitan dengan Penyusunan Norma

Kemudian pada pasal 13 ayat (4) menegaskan pembangunan reaktor nuklir adalah berupa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Pemanfaatan energi nuklir di Indonesia sudah dimulai pada tahun 1979 di Yogyakarta untuk tujuan iptek. Saat ini BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) tengah mengkaji tapak di Provinsi Kalimantan Barat untuk rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia. Hal ini tentu menjadi pro dan kontra dimasyarakat Indonesia karena jika terjadi kecelakaan atau kebocoran bahan nuklir akan berdampak pada lingkungan sekitar dengan jarak radius yang luas. Regulasi hukum mengenai energi nuklir untuk pembangkit listrik sudah diatur dalam UU tentang ketenaganukliran, namun belum secara detail dan rinci. Indonesia memerlukan regulasi yang lebih detail dan rinci terkait pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik, mulai dari teknis sampai perihal keselamatan dan keamanan pada fasilitas pengolahan nuklir.

Advertisement

2.2 Kajian terhadap Asas/prinsip yang Berkaitan dengan Penyusunan Norma

Kebutuhan energi khususnya listrik akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan di masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Gaya hidup dan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi kontributor dalam peningkatan kebutuhan energi listrik. Bersumber dari Widodo, dkk (2014), kebutuhan listrik perkapita untuk tahun 2025, 2035, dan 2050 berturut-turut adalah 5,43 TWh, 14,04TWh, dan 58,2TWh.

Gambar 1. Proyeksi Konsumsi Listrik Perkapita di Kalimantan Barat Sumber: Widodo, W.L., Suparman, dan S., Rizki Firmansyah (2014)

Meningkatnya konsumsi listrik perkapita yang cenderung signifikan merupakan dampak dari adanya pembangunan industri-industri baru serta pindahnya Ibu Kota ke Kalimantan. Bertambahnya jumlah permintaan akan kebutuhan listrik akan berdampak buruk pada pasokan energi jika pembangkit listrik masih bergantung pada pembangkit listrik menggunakan energi tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batu bara.

Widodo dan kawan kawan (2014) dalam jurnalnya mencatat Goldman Sachs meramalkan bahwa lima perekonomian terbesar dunia ada tahun 2050 adalah empat negara yang tergabung dalam negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok serta AS). Indonesia menjadi salah satu dari sebelas negara dengan PDB yang besar, melebihi Amerika Serikat serta dua kali lipat dari jumlah PDB Eropa. Oleh karena itu, secara hipotesis dapat dikatakan bahwa dimasa depan isu ketahanan pasokan energi adalah salah satu menjadi prioritas dan bukan sekedar tuntutan normatif dalam pengembangan energi nasional.

Dominannya bahan bakar pembangkit listrik menggunakan fosil (minyak bumi dan batu bara) membuatnya semakin menipis, sementara laju konsumsi cenderung terus naik. Dampaknya juga akan menghasilkan isu gas rumah kaca akibat gas pembuangan pembakaran bahan bakar fosil. Berangkat dari hal tersebut, perlu mengembangkan sumber baru guna memenuhi kebutuhan listrik, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat. Energi nuklir yang menjadi salah satu alternatif sumer terbarukan serta lebih ramah lingkungan dalam menghasilkan sumber listrik. Pembangunan serta lokasi tapak tengah di kaji lebih lanjut oleh BATAN pada Provinsi Kalimantan Barat untuk didirikannya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ada beberapa asas pengaturan atau asas dalam penyelenggaraan ini, sebagai berikut:

2.2.1. Asas Penghormatan HAM

Penghormatan HAM berkaitan dengan pemangunan pembangkit listrik dengan energi baru karena hakekatnya pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penyediaan listrik yang dihasilkan didistribusi dengan adil serta akses memakainya yang terjangkau adalah bentuk penghargaan terhadap HAM.

2.2.2. Asas Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan

Isu berkelanjutan dan wawasan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya energi akan semakin menguat seiring dengan meningkatnya masalah perubahan iklim serta kuatnya tekanan akan pengelolaan sumber daya dengan memperhatikan aspek ekologis. Pada dasarnya, keberlanjutan mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosio-kultural. Dengan demikian, pembangunan PLTN di Kalimantan Barat merujuk pada upaya efisiensi, bermanfaat secara ekonomi, konservasi sumber daya, dan menekan emisi gas rumah kaca secara lintas-generasi.

2.2.3. Asas Kemandirian dan Berkedaulatan

Asas kemandirian diartikan bahwa pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berorientasi pada upaya penignkatan kualitas manajemen negara dalam menyediakan fasilitas untuk masyarakat serta berorientasi pada kepentingan nasional. Dalam mendistribusikan listrik, Negara Indonesia harus berupaya untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara mandiri dan tidak bergantung pada negara lain. Sementara itu, asas kedaulatan diartikan dengan pembangunan dan pengelolaan PLTN harus berlandaskan pada upaya penegakkan kedaulatan negara.

2.2.4. Asas Manfaat, Keadilan, dan Keseimbangan

Pembangunan PLTN di Kalimantan Barat harus memberikan manfaat secara adil bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat sesuai dengan perannya masing-masing. Pandangan ini sejalan dengan konsepsi pengelolaan SDA secara terintegrasi yang dapat dimaknai dengan proses pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan memenuhi kepentingan semua pemangku kepentingan. Asas ini diciptakan berdasar pada tujuannya, yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat, pemerintah, dan membuat lapangan pekerjaan.

2.2.5. Asas Transparansi dan Akuntabilitas

Pada dasarnya, pemerintah Republik Indonesia berperan dengan kepentingan yang sangat tinggi dalam pengelolaan sumber daya, termasuk nuklir. Pemanfaatan dan pengusahaannya harus dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab. Pemanfaatan sumber energi nuklir sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

This article is from: