6 minute read
3.2 Landasan Sosiologis
from LAPORAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN PLTN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
penggunaan sumber daya energi lain agar memberikan jaminan pasokan yang juga menjamin pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
3.2Landasan Sosiologis
Advertisement
3.2.1. Kesesuaian Kepentingan Pemerintah dan Masyarakat
Sesuai dengan perkembangan ketenaganukliran yang semakin pesat dan komitmen global terhadap keselamatan, keamanan dan safeguards, kerangka legislasi ketenaganukliran harus mencakup tujuan pengaturan dari tiga aspek tersebut. Dengan demikian masyarakat, pekerja dan lingkungan hidup terlindungi dari bahaya radiasi yang dapat dihasilkan dari kegiatan yang terkait dengan ketenaganukliran. Berdasarkan ketiga aspek tersebut lingkup pengaturan dalam legislasi nasional juga harus mencakup keselamatan, keamanan dan safeguards. Aspek keselamatan mencakup keselamatan radiasi dan keselamatan nuklir. Keselamatan radiasi mencakup pengaturan mengenai proteksi radiasi pada pekerja (occupational radiation), anggota masyarakat lainnya dan lingkungan hidup. Untuk keselamatan pada masyarakat meliputi keselamatan terhadap pengangkutan zat radioaktif, pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan pengelolaan limbah radioaktif. Pada keselamatan radiasi difokuskan juga pada keselamatan kegiatan yang mencakup fasilitas radiasi dan zat radioaktif di bidang kesehatan, industri, penelitian dan pengembangan.
Tujuan dari suatu kegiatan pembangunan pasti memiliki nilai manfaat bagi bangsa dan negara, utamanya bagi masyarakat luas. Tujuan pembangunan PLTN secara khusus adalah untuk meningkatkan penguasaan teknologi Bangsa Indonesia dalam merencanakan, mendesain, membangun, mengoperasikan dan merawat reaktor nuklir untuk pembangkit listrik. Tujuan yang lebih luas adalah meyakinkan kepada seluruh elemen masyarakat bahwa energi nuklir layak dan aman digunakan untuk membangun kemandirian listrik secara nasional. Dengan penguasaan teknologi PLTN diharapkan pemerintah dapat memenuhi kebutuhan listrik dengan harga yang murah untuk masyarakatnya. Keberadaan fasilitas dengan teknologi canggih diharapkan juga akan memberikan dampak positif bagi generasi muda di sekitarnya untuk lebih termotivasi meraih pendidikan yang tinggi, sehingga bisa melibatkan diri pada aktivitas tersebut.
Sebagaimana lazimnya terjadi, setiap ada aktivitas pembangunan yang bersifat mega proyek maka akan berpotensi menimbulkan dampak secara sosial. Dampak sosial yang mungkin terjadi bisa dalam bentuk kekhawatiran terhadap resiko radiasi dan terjadinya kecelakaan, benturan budaya antara masyarakat lokal dengan pekerja pendatang, ketidaknyamanan pada saat proses pembangunan atau konflik sosial secara horisontal karena ada masyarakat yang tidak dilibatkan dalam proses pembangunan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa sosial (social engineering) secara menyeluruh kepada setiap segmen masyarakat terutama kepada masyarakat di sekitar wilayah sejak proses perencanaan, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan pembangunan PLTN. Konsep rekayasa bukan dalam bentuk manipulasi yang kemudian menciptakan subordinasi masyarakat atas kepentingan pembangunan, atau bahkan manipulasi kepentingan masyarakat yang semata-mata demi kepentingan negara, akan tetapi lebih ditekankan pada pola pemberdayaan yang menciptakan posisi kesetaraan antara kepentingan dan kognisi masyarakat lokal di satu pihak dan proses pembangunan di pihak lain. Rekayasa sosial dapat juga dilakukan dengan sebanyak-banyaknya melibatkan masyarakat (stakeholder involvement) untuk menimbulkan rasa memiliki yang tinggi terhadap pembangunan tersebut. Keterlibatan tidak hanya diartikan secara fisik sebagai pekerja tetapi juga bisa meliputi saran atau pendapat dan dukungan untuk menyukseskan pembangunan PLTN.
Proses partisipasi yang saling menguntungkan dalam konteks pembangunan PLTN akan mampu mendiskripsikan beberapa penjelasan, yaitu:
a. Pembangunan diharapkan berimplikasi positif kepada masyarakat, baik menyangkut manusia dan lingkungan; b. Hubungan antara proyek pembangunan dan nilai tambah yang didapat oleh masyarakat idealnya berimbang; c. Untuk mencapai keberimbangan dalam proses pembangunan baik perencanaan, pelaksanaan, maupun paska pembangunan diharapkan bisa berjalan atas dasar saling menghormati dan saling memberi ruang, dan tercipta titik temu atas kepentingan bersama.
Pemerintah yang menyebabkan program tersebut terhambat. Berbagai isu dikembangkan oleh kelompok yang tidak setuju dengan PLTN, dan oleh media yang lebih banyak menginformasikan nuklir dari aspek negatifnya. Isu yang berkembang lebih menyoroti terhadap kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai teknologi nuklir, tingkat kedisiplinan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, permasalahan korupsi yang bisa menurunkan tingkat keselamatan dan kemampuan dalam pendanaan hingga dampak kecelakaan yang dapat ditimbulkan.
Isu tersebut pada akhirnya yang lebih dipercayai oleh masyarakat, sehingga setiap kali dilaksanakan diskusi selalu berakhir dengan kesimpulan bahwa Indonesia belum layak untuk membangun PLTN. Diseminasi pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perlunya Indonesia memiliki PLTN. Strategi komunikasi telah dilaksanakan pemerintah untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Sampai saat ini penolakan terhadap pembangunan PLTN masih ada melalui berbagai bentuk, berupa seminar, tulisan, kelompok diskusi dan demonstrasi anti pembangunan PLTN.
Tipikal masyarakat Indonesia yang tidak mudah percaya sebelum melihat bukti nyata menyebabkan sulitnya pemerintah meyakinkan masyarakat terhadap kemanfaatan pembangunan PLTN. Hal tersebut perlu adanya bukti nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat akan kegunaan dan manfaat PLTN.
3.2.2. Kesesuaian Kepentingan antar Generasi
Kondisi kelistrikan di Indonesia selalu dibayang-bayangi oleh ketidakcukupan dalam penyediaan, ketergantungan dengan bahan bakar fosil, dan kian terbatasnya cadangan sumberdaya energi yang ada. Hal tersebut kemudian mendatangkan kekhawatiran pada generasi mendatang yang akan mewarisi masalah akibat dari kesalahan generasi sebelumnya dalam menetapkan kebijakan energi.
Kondisi sosiologis masyarakat Indonesia terhadap pembangunan PLTN di Indonesia didasarkan pada banyak aspek, yaitu teknologi dan keselamatan, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, lingkungan dan politik.
a. Aspek Teknologi dan Keselamatan
Ditinjau dari aspek teknologi, PLTN bagi kebanyakan masyarakat masih dianggap teknologi hitam (black technology), dalam arti lebih banyak menyebabkan kerugian daripada keuntungan. Selama ini yang mereka tahu, lihat dan dengar dari berbagai informasi yang ada kebanyakan bernuansa negatif saja, yaitu berupa kerusakan yang diakibatkan bom atom seperti di Hiroshima dan Nagasaki, kerusakan dan bahaya radiasi akibat kecelakaan PLTN Chernobyl Rusia dan Fukushima Jepang. Selain itu, dari aspek keselamatan masyarakat masih memandang PLTN adalah teknologi tinggi dan para ahli nuklir Indonesia belum mampu menguasainya. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya ketergantungan kepada pihak asing karena sebagian besar komponen PLTN masih akan dipasok dari luar negeri.
b. Aspek Budaya
Secara umum masyarakat Indonesia masih minim pemahamannya mengenai nuklir. Rendahnya pemahaman tersebut, maka nuklir lebih mudah hadir dalam sosok yang menakutkan. Pernyataan rasa takut seperti itu, dapat dilihat sebagai pernyataan di depan panggung (front stage), karena itu perlu dicari penjelasan nalarnya di balik panggung (back stage). Perasaan lebih mengedepankan rasa takut atas musibah yang mungkin terjadi daripada keuntungan atau kemajuan yang bisa diperoleh, merupakan prototip budaya petani yang jumlahnya masih sekitar 80 % dari seluruh penduduk Indonesia.
Dalam budaya petani tradisional, cenderung mengutamakan selamat (safety first) meskipun tidak berbuat apa-apa, daripada ada inovasi baru tetapi beresiko. Kata beresiko merupakan kata kunci yang dipakai oleh berbagai kalangan masyarakat untuk melihat sisi negatif PLTN.
c. Aspek Ekonomi
Dari aspek ekonomi, masyarakat mempertanyakan apakah dengan adanya
PLTN yang dibangun di daerahnya, warga masyarakat dan pemerintah daerah akan mendapatkan keuntungan. Selanjutnya kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada PLTN, siapa yang harus bertanggung jawab.
d. Aspek Sosial dan Keagamaan
Dari aspek sosial, masyarakat Indonesia mempertanyakan kalau PLTN dibangun, apakah pembangunan PLTN itu berdampak positif atau sebaliknya, apakah PLTN membawa berkah atau musibah, apakah pembangunan PLTN akan menimbulkan konflik sosial. Konflik sosial biasanya muncul selama pembebasan tanah dari masyarakat ke pemilik PLTN, ada ketidakpastian terkait dengan tempat tinggal baru setelah pembebasan tanah dan mungkin konflik sosial akan muncul dari sebab-sebab lain terkait pembangunan PLTN diantaranya masalah tenaga kerja. Dari sisi tenaga kerja, bagaimana dengan kesempatan yang bisa diperoleh oleh warga masyarakat sekitar. Apakah masyarakat sekitar hanya menjadi penonton atau bisa terlibat di dalamnya. Selain itu, pembangunan PLTN akan melibatkan sumber daya manusia dari berbagai tingkat keahlian, dari jenis pekerjaan yang sederhana hingga yang memerlukan keahlian tinggi. Orang yang tidak mempunyai keahlian biasanya direkrut dari pekerja lokal dan mendapatkan penghasilan yang rendah. Tetapi pekerja yang terdidik mungkin sebagian direkrut dari orang lokal dan paling banyak adalah pekerja pendatang yang akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Perbedaan penghasilan antara pekerja lokal dan pendatang ini bisa menimbulkan masalah serius yang selanjutnya akan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Selain itu, dengan adanya PLTN akan terjadi perpindahan manusia mendekati pembangkit yang akan menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk dan akan menimbulkan perubahan perilaku masyarakat dan kerawanan sosial berupa konflik dan kriminalitas. Dari aspek keagamaan, banyak masyarakat yang berprasangka buruk (su’udzon), bahwa dengan keberadaan PLTN akan menyebabkan perubahan di daerah sekitar PLTN yang bersifat negatif yang akan mengganggu atau mengurangi kerelijiusan masyarakat lokal. Bagaimana pula dengan dampak terhadap budaya masyarakat setempat dengan kehadiran orang-orang asing (yang tidak sepenuhnya positif).
e. Aspek Lingkungan
Dari aspek lingkungan, masyarakat mempertanyakan dampak lingkungan
PLTN, seperti pencemaran tanah, air dan udara. Adakah jaminan bahwa
PLTN tidak merusak kondisi lingkungan. Masyarakat memiliki gambaran seperti halnya terjadi di PLTN Fukushima Jepang. Masyarakat melihat Jepang