DEPARTEMENT OF URBAN AND REGIONAL PLANNING FACULTY OF ENGINEERING, DIPONEGORO UNIVERSITY
ANALISIS TIPOLOGI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Desa Sluke,Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang
ANALISIS TIPOLOGI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN SWADAYA DESA SLUKE KECAMATAN SLUKE KABUPATEN REMBANG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perumahan dan Permukiman (TPW 21215) Dosen Pengampu : Dr. Sunarti, ST., MT. Dr. – Ing Asnawi, ST Landung Esariti, ST.,MPS
Disusun Oleh : Kelompok 9B Janatin Aliyah
21040118130060
Fitriyani Eka Permatasari
21040118130078
Narinda Adhi
21040118130122
Ilham Pramadhitya F
21040118130123
Claudya Gina Anki
21040118140132
M. Devandra Adiwinata
21040118130136
Lu’lu Dora Nasiha
21040118140139
Dzakwan Yazid T.
21040118140152
DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2020
Tugas Mata Kuliah Perumahan dan Permukiman Dosen Pembimbing: Dr. Sunarti, S.T., M.T. Dr. –Ing Asnawi, S.T. Landung Esariti, S.T., M.P.S.
Dzakwan Yazid Thalib 21040118140152
Muhamad Devandra A. 21040118130136
Narinda Adhi D. 21040118130122
Fitriyani Eka Permatasari 2104011813078
Janatin Aliyah 21040118130060
Lu’lu Dora Nasiha 21040118140139
Claudya Gina Anki F. 21040118140132
Ilham Pramadhitya F. 21040118130123
DAFTAR ISI BAB 1
BAB 4
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
01
1.2 Tujuan dan Sasaran
02
1.2.1 Tujuan
02
1.2.2 Sasaran
02
1.3 Ruang Lingkup
02
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
02
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
03
1.4 Metode dan Pengumpulan Data
03
1.5 Kerangka Pikir
03
1.6 Sistematika Penulisan
04
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
ANALISIS KONDISI FISIK DAN NON FISIK 4.1 Kondisi Fisik Perumahan Swadaya di Desa Sluke 4.1.1 Kondi Fisik Alam
BAB 6
15 15
4.1.1.1 Kemiringan Lahan
15
4.1.1.2 Hidrogeologi dan Klimatologi
16
4.1.1.3 Penggunaan Lahan
17
4.1.2 Kondisi Fisik Binaaan
17
4.1.2.1 Sarana
17
4.1.2.2 Prasarana
20
4.2 Kondisi Non Fisik Perumahan Swadaya
25
BAB 5
2.1 Permukiman Swadaya
05
2.2 Jenis Permukiman Swaddaya
06
KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN
2.3 Karakteristik Permukiman Swadaya
06
5.1 Kelembagaan
29
2.4 Pembiayaan Permukiman Swadaya
06
5.1.1 Identifikasi Stakeholde
2.5 Kebijakan Permukiman Swadaya
08
5.1.2 Klasifikasi Stakeholder
32
2.6 Program Permukiman Swadaya
08
5.1.3 Evaluasi dan Keterlibatan Stakeholder
32
2.7 Kelembagaan Permukiman Swadaya
10
5.1.4 Tingkat Keterlibatan Stekholder
34
2.8 Tipologi
11
5.1.5 Tahapan Keterlibatan Stakeholder
34
2.9 Benchmark Permukiman Swadaya
11
5.1.6 Tingkat dan Tahapan Keterlibatan Stakeholder
36
5.1.7 Bentuk Pembinaan Kelembagaan
36
BAB 3
IDENTIFIKASI WILAYAH STUDI
3.1 Deliniasi Wilayah Studi
3.2 Justifikasi Deliniasi Wilayah Studi
5.2 Pembiayaan
30
37
5.2.1 Karakteristik Subjek
37
13
5.2.2 Sumber Pembiayaan
37
14
5.2.3 Alur Pembiayaan
39
TIPOLOGI PERUMAHAN SWADAYA 6.1 Tipologi Fisik
41
6.1.1 Tipologi Fisik Bangunan
41
6.1.2Tipologi Perumahan Permukiman
43
6.2 Tipologi Non Fisik
44
6.2.1 Legalitas
44
6.2.2 Sosial
45
6.2.3 Ekonomi
45
BAB 7
KESIMPULAN 7.1 Kesimpulan
47
DAFTAR PUSTAKA
48
KELOMPOK
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Gambar 3.1 Peta Delineasi Desa Sluke
13
Tabel 4.1 Jumlah Sarana Pendidikan Desa Sluke
17
Gambar 3.2 Peta Solid Void Deliniasi Wilayah Studi
13
Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kesehatan Desa Sluke
17
Gambar 4.1 Peta Kemiringan Lereng Wilayah Delineasi Desa Sluke
15
Tabel 4.3 Jumlah Sarana Peribadatan Desa Sluke
18
Gambar 4.2 Peta Hidrogeologi Wilayah Delineasi Desa Sluke
16
Tabel 4.4 Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa Desa Sluke
18
Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Wilayah Delineasi Desa Sluke
16
Tabel 4.5 Jumlah Sarana Pelayanan Publik Desa Sluke
18
Gambar 4.4 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Delineasi Desa Sluke
17
Tabel 4.6 Jumlah Sarana Olahraga Desa Sluke
18
Gambar 4.5 Peta Persebaran Sarana Desa Sluke
19
Tabel 4.7 Jumlah Sarana Keamanan Desa Sluke
18
Gambar 4.6 Peta Jaringan Jalan Desa Sluke
20
Tabel 4.8 Jenis Air Bersih
20
Gambar 4.7 Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke
21
Tabel 4.9 Analisis Jaringan Air Bersih Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke
21
Gambar 4.8 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke
23
Tabel 4.10 Analisis Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi PerkimDesa Sluke
22
Gambar 4.9 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke
24
Tabel 4.11 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke
23
Gambar 4.10 Peta Profil Kawasan Desa Sluke
25
Tabel 4.12 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi PerkimDesa Sluke
24
Gambar 4.11 Piramida Penduduk Desa Sluke Sumber: BPS Kecamatan Sluke,2018
25
Tabel 4.15 Tingkat dan Rasio Terkait Informasi Ketenagakerjaan
27
Gambar 4.12 Diagram Penduduk Desa Sluke Menurut Tingkat Pendidikan
26
Tabel 5.1 Identifikasi Stakehorder Perkim Swadaya di Desa Sluke.
30
Gambar 4.13 Diagram Kepadatan Penduduk Desa Sluke
26
Tabel 5.2 Klasifikasi Stakhorder Perkim Swadaya di Desa Sluke
32
Gambar 4.14 Grafik Mata Pencaharian
27
Tabel 5.3 Evaluasi Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke
33
Gambar 4.15 Presentase Kemiskinan
27
Tabel 5.4 Tingkat Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke
34
Gambar 4.16 Gotong Royong Masyarakat
28
Tabel 5.5 Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke
35
Gambar 5.1 Pemberian BantuanRumah Layaj Huni Masyarakat
37
Tabel 5.6 Tingkat dan Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke 36
Gambar 5.2 Bagan Sumber Pembiayaan Perumahan Swadaya di Delineasi Desa Sluke
38
Tabel 5.7 Bentuk Pembinaan Kelembagaan Perkim Swadaya di Desa Sluke
36
Gambar 5.3 Tahapan Penyaluran Pembiayaan BSPS
39
Tabel 5.8. Klasifikasi Desil
37
Gambar 5.4 Alur Proses Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasiss Tabungan
40
Tabel 6.1 Kondisi dan Deskripsi Fisik Bnagunan Wilayah Delineasi Desa Sluke
42
Gambar 5.6 Pembangunan Perumahan Swadaya Bantuan Pemerintah
40
Tabel 6.2 Rekapitulasi Status Kepemilikan Bangunan
44
Gambar 6.1 Kondisi Bangunan Delineasi
42
Tabel 6.3 Rekapitulasi Status Kepemilikan Lahan
44
Gambar 6.2 Tipologi Bangunan
43
Gambar 6.3 Tipologi Perumahan dan Permukiman
43
Gambar 6.4 Peta Kondisi Legalitas Permukiman Desa Sluke
44
Gambar 6.5 Gotong Royong Penduduk Desa Sluke
45
Bagan 2.1 Program Perumahan Swadaya
08
Gambar 6.6 Peta Prakiraan Tipologi Perkim Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Sluke
45
Bagan 2.2 Komponen Kelembagaan dan Fungsinya
10
Gambar 6.7 Pohon Isu Perumahan dan Permukiman Swadaya Desa Sluke
46
Bagan 2.3 Kelembagaan dan Pembiayaan Perumahan Swadaya di Indonesia
10
DAFTAR BAGAN
BAB 1
L ATA R B E L A K A N G Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan tempat tinggal yang layak dan dapat dihuni dengan nyaman. Pernyataan tersebut dapat merepresentasikan arti sebuah rumah secara sederhana. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, rumah
adalah bangunan Gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal layak huni, sarana pembinaan keluarga, serta sebagai harkat, martabat, dan aset bagi pemiliknya. Satuan
“PENDAHULUAN”
rumah yang terkumpul pada suatu lokasi serta dilengkapi oleh sarana dan prasarana lingkungan inilah yang akhirnya menciptakan terminologi perumahan. Kelengkapan
utilitas umum tersebut dilakukan sebagai perwujudan pemenuhan rumah yang layak huni. perumahan yang terpaut satu dan lainnya pun pada akhirnya disebut sebagai permukiman. Permukiman menjadi entitas penting dalam suatu konteks yang lebih besar dan kehidupan suatu wilayah karena perannya yang penting dalam suatu wilayah,
salah satunya untuk mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan.
Hal
penting
lainnya
adalah
perumahan
dan
permukiman
juga
diselenggarakan sebagai penunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya (Pasal 3 UU No. 1 Tahun 2011).. Desa Sluke merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang yang menjadi salah satu kawasan perkotaan kecamatan tersebut. Kedudukan Desa menjadi penting melihat statusnya sebagai Ibukota Kecamatan Sluke. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rembang, salah satu fungsi Kecamatan Sluke adalah menjadi kawasan permukiman. Ketika didirikannya PLTU Rembang di Desa Leran pada tahun 2007 yang hanya berjarak 3,3 km dari Desa Sluke, urgensi dalam penjaminan kawasan perumahan dan permukiman layak huni sesuai dengan ketentuan undang-undang pun semakin meningkat. Keseimbangan antara content dan container di kawasan permukiman Desa Sluke perlu diperhatikan guna memastikan terdorongnya perekonomian dan kesejahteraan Kecamatan Sluke hingga Kabupaten Rembang. Maka dari itu, diperlukan identifikasi dan analisis tipologi perumahan dan permukiman di Desa Sluke sebagai salah satu cara dalam memahami karakterisrik dan profil perumahan dan permukiman sehingga dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah dan mengotimalkan potensi yang ada.
01
A N A L I S I S T I P O L O G I P E R U M A H A N D A N P E R M U K I M A N S W A D A Y A
TUJUAN DAN SASARAN 1.2.1
RUANG LINGKUP
TUJUAN
Tujuan disusunnya laporan analisis tipologi perumahan
1.3.1 RUANG LINGKUP
dan permukiman adalah sebagai berikut
WILAYAH
Menganalisis dan Mengidentifikasi Tipologi
Kabupaten Rembang adalah salah satu
Perumahan dan Permukiman di Delineasi Sluke
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak
dengan Peninjauan Kondisi Fisik, Non Fisik,
diujung timur laut sehingga berbatasan langsung
Kelembagaan dan Pembiayaan melalui studi
dengan Provinsi Jawa Timur dan dilalui Jalan Pantai
literatur dan observasi online
Utara Jawa (Jalur Pantura) dengan luas wilayah
sebesar
1.014,10
km².
35%
dari
luas
wilayah
kabupaten Rembang merupakan wilayah pesisir
1.2.2 SASARAN
dengan luas 355,95 km². Kabupaten Rembang terbagi menjadi 14 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Sluke Kecamatan
Adapun sasarannya adalah sebagai berikut. 1. 2.
3.
4. 5.
9B
Sluke
menjadi
salah
satu
Mendelineasi wilayah studi meso, mikro, perumahan dan
kecamatan pesisir Rembang yang memiliki PLTU
permukiman di Kabupaten Rembang.
sebagai sumber listrik Pulau Jawa-Bali. Adanya
Penyusunan
kajian
pustaka
sebagai
acuan
dalam
Pelabuhan
Sendangmulyo
sebagai
pelabuhan
pembahasan analisis perumahan dan permukiman lingkup
ekspor-impor komoditas menjadikan Kecamatan
makro, meso, dan mikro.
Sluke
Penyusunan profil kondisi dan non fisik delineasi wilayah
mengarah
studi. Identifikasi kondisi kelembagaan dan pembiayaan
pengolahan, konstruksi, serta perikanan. Kecamatan
delineasi wilayah studi.
Sluke terdiri atas 14 desa, salah satunya Desa Sluke
Identifikasi tipologi perumahan dan permukiman delineasi
yang menjadi pusat permukiman di kecamatan
wilayah studi beserta konstelasinya.
tersebut.
memiliki
struktur
pada
perekonomian
lapangan
usaha
yang industri
Identifikasi potensi dan masalah kondisi perumahan dan
Desa Sluke memiliki luas 4,67Km2 dan
permukiman delineasi wilayah studi. Serta pemberian
memiliki permukiman paling besar dibandingkan
rekomendasi
desa
dan
saran
penyusunan laporan analisis.
beserta
kesimpulan
dalam
lainnya.
pengolahan
Lokasinya
ikan
dan
diapit [elabuhan
oleh
industri
serta
PLTU
sehingga memiliki akses yang tergolong baik.
02
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
1.3.2 RUANG LINGKUP MATERI
KERANGKA PIKIR
Ruang lingkup materi dalam kegiatan ini adalah membahas mengenai menyusunan laporan tugas analisis tipologi perumahan dan permukiman yang berkaitan dengan perencanaan yang meliputi aspek : Aspek Keruangan
Aspek Sosial-Ekonomi
Aspek keruangan ini berkaitan dengan
Aspek sosial-ekonomi berkaitan dengan
informasi yang bersifat keruangan yang
kondisi sosial masyarakat yang dapat
terdiri dari fisik alam,penggunaan lahan,
dilihat
fasilitas
perekonomian, ketenagakerjaan, sistem
dasar
dan
pendukung,
serta
melalui
aspek
demografi,
aktivitas, dan sosial budaya
jaringan prasarana.
Kabupaten Rembang Delineasi Wilayah Studi
Kecamatan Sluke
Identifikasi dan Justifikasi Delineasi Perumahan dan Permukiman
Data Sekunder, Observasi, dan Telaah Dokumen
Desa Sluke
Aspek Kelembagaan Aspek kelembagaan memberikan informasi mengenai kebijakan pembangunan pemerintah yang ada di wilayah perencanaan. Pada aspek ini bersumber dari peraturan
yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah setempat.
METODE DAN P E N G U M P U L A N D ATA
Kajian Literatur
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan untuk mendapatkan data
Analisis Non Fisik
Analisis Fisik
Demografi
Fisik Alam
Perekonomian
Sarana Dasar dan Pendukung
Sosial dan Budaya
Jaringan Prasarana
sekunder ialah dengan mencari literatur dan sumber-sumber dari instansi terkait untuk data yang diperlukan oleh keperluan analisis. •
Studi pustaka
Metode kajian literatur digunakan untuk mengumpulkan dan menghimpun
berbagai data atau informasi yang bersifat sekunder. Adapun data sekunder yang dicari berasal dari buku, jurnal penelitian, berita harian, dan sumber literatur lainnya. •
Identifikasi Potensi dan Masalah Hasil Identifikasi
Telaah Dokumen
Telaah dokumen merupakan pengkajian dokumen baik berupa buku referensi,
Kelembagaan dan Pembiayaan
dokumen Lembaga, Instasi, maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian guna mengidentifikasi kondisi wilayah deliniasi. •
Observasi Secara Online
Observasi
secara
online
akibat
adanya
Pandemi
COVID-19
dengan
Analisis Tipologi Perumahan dan Permukiman
menggunakan media seperti google maps, google earth, google streetviews.
03
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
S I S T E M AT I K A PENULISAN Laporan akan disusun ke dalam 8 bab sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN Membahas mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran,
ruang
lingkup
wilayah
dan
substansi,
metode
dan
pengumpulan data, kerangka pikir, serta sistematika itu sendiri
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Membahas
segala
literatur
yang
digunakan
dalam
membahas analisis yang dilakukan.
BAB 3 IDENTIFIKASI DAN DELINEASI WILAYAH STUDI Membahas proses delineasi perumahan dan permukiman serta justifikasinya.
BAB 4 ANALISIS KONDISI FISIK DAN NON FISIK Membahas kondisi fisik mengenai ciri rumah, perumahan, permukiman, fisik alam, sarana, dan prasarana termasuk analisis potensi dan masalahnya dan membahas kondisi non fisisk mengenai demografi, ekonomi, dan sosial budaya termasuk analisis potensi dan masalah
9B
BAB 5 PEMBIAYAAN DAN KELEMBAGAAN Membahas mekanisme pembiayaan serta kelembagaan wilayah delineasi.
BAB 6 ANALISIS TIPOLOGI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Membahas mengenai analisis tipologi berdasarkan poin pada bab sebelumnya
BAB 7 KESIMPULAN Berisi kesimpulan dan saran.
04
BAB 2
PERMUKIMAN S W A D AYA Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah adalah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Keadaan suatu rumah yang baik atau tidaknya dapat dilihat dari faktor sosial dan ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu faktor sosial dan ekonomi
“KAJIAN PUSTAKA”
yang menyangkut rendahnya kualitas hidup penduduk dengan segala keterbatasan kebutuhan hidup (Farida, 2020). Dari kemiskinan didapatkan permasalahan utama yaitu rumah tidak layak huni yang biasanya berupa rumah kumuh yang dibangun secara liar di beberapa daerah. Dalam hal ini masyarakat yang tinggal di rumah tidak layak huni
dalam
permukiman
kumuh,
berhak memperoleh
dukungan
dari
pemerintah dalam bentuk program - program bantuan yang diarahkan untuk mendapatkan rumah yang layak huni dalam lingkungan sehat dan aman secara swadaya sebagai pemenuhan hak asasi masyarakat. Permukiman swadaya merupakan daerah tempat tinggal (rumah) yang dibangun atas prakarsa serta upaya masyarakat yang ditunjukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memiliki rumah tidak layak huni (UU No.1 Tahun 2011). Permukiman swadaya bertujuan untuk mengembangkan dan menata wilayah sehingga dapat menyeimbangkan kawasan permukiman yang sesuai dengan tata ruang. Dalam meningkatkan keswadayaan rumah dan meningkatkan kualitas rumah layak
huni
beserta
prasarana,
sarana,
dan
utilitas
(PSU)
untuk
masyarakat
berpenghasilan rendah atau tidak memiliki kesanggupan daya beli rumah layak, Pemerintah akan mendukung dengan bantuan seperti Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Bantuan tersebut memiliki prinsip untuk berusaha mendorong masyarakat agar memiliki kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengawasi sendiri pembangunan rumahnya secara swadaya.
05
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
JENIS PERMUKIMAN S W A D AYA
Karakteristik-karakteristik
swadaya
sebagai
berikut
(Devkar, 2017) :
Terdapat tiga bentuk/jenis permukiman swadaya (Ntema,2011) yaitu: a.
perumahan
a.
Swadaya mandiri (laissez-faire self-help)
Minimnya
sarana
dan
prasarana
untuk
menopang
pembangunan yang harmonis bagi masyarakat
Merupakan jenis permukiman swadaya yang tidak dicampuri oleh pemerintah atau dilakukan oleh masyarakat golongan menengah
b.
kondisi tersebut sendiri
ke atas atau pada permukiman informal. b.
Swadaya berbantuan pemerintah (state-aided self-help)
c.
Merupakan jenis permukiman swadaya atas bantuan pemerintah dalam
penyediaan
prasarana,
sarana,
Penduduknya tidak memiliki sumber daya untuk memperbaiki
utilitas
(PSU)
Penduduknya menuntut upaya perbaikan di luar kemampuan
lembaga lokal atau nasional.
serta
masyarakat yang juga bertanggungjawab membangun rumahnya. c.
Swadaya terlembaga (institutionalized self- help),
Permukiman yang dikategorikan seperti diatas terjadi pada daerah
Merupakan jenis permukiman swadaya atas campur tangan pemerintah
melalui
lembaga
perumahan,
seperti
dalam
pelaksanaannya melalui lembaga masyarakat yakni koperasi atau
kelompok swadaya.
sosial ekonominya. untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dapat cara
mengetahui
tingkat
pendapatan,
mata
pencaharian, dan tingkat pendidikan (Lexsatyaji, 2010). Setelah melihat tingkat sosial ekonomi masyarakatnya, maka kita dapat mengategorikan perumahan swadaya tersebut termasuk perumahan swadaya ideal atau tidak. Jika tingkat sosial ekonominya tinggi maka perumahan swadaya tersebut pasti termasuk dalam perumahan swadaya dengan kondisi ideal
9B
wilayah delineasi begitu banyak. selain itu tingkat pendidikan di penduduk yang tidak sekolah sebesar 650 jiwa.
Karakteristik suatu perumahan swadaya dapat dilihat melalui karakteristik dengan
tingkat pendapatan yang rendah sehingga perumahan swadaya di wilayah delineasi kita juga termasuk rendah, karena dari data BPS
KARAKTERISTIK P E R M U K I M A N S W A D AYA
dilakukan
perdesaan dan perkotaan. Wilayah delineasi kelompok kami memiliki
atau dapat melebihi kondisi ideal (Lexsatyaji, 2010). Jika tingkat sosial ekonominya rendah maka dalam pembangunan perumahan swadaya, masyarakatnya hanya melihat seberapa besar kemampuannya dalam membangun rumah swadaya mereka sendiri (Lexsatyaji, 2010).
P E M B I AYA A N P E R M U K I M A N S W A D AYA Rumah Swadaya adalah kegiatan terbesar yang ada di Indonesia
dan dilakukan oleh orang-orang di berbagai lokasi. Dasar untuk menyelenggarakan
rumah
swadaya
adalah
masyarakat.
Rumah
tersebut dibangun masyarakat itu sendiri kemudian berkembang membentuk sebuah permukiman secara progresif dengan pola tidak
teratur. Program insentif pemerintah untuk perumahan swadaya merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan permasalahan perumahan
swadaya.
Tujuannya
agar
masyarakat
penerima
memanfaatkan bantuan pemerintah sesuai tujuan dan selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraannya.
06
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N 1). Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)
A. Pembiayaan Rumah Swadaya dengan Sumber Dana Pemerintah
9B
Bentuk lainnya adalah KPR yang diselenggarakan pemerintah bagi para pekerja informal. Dalam
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang lebih dikenal dengan Program
KPR mikro ini akan terdapat unsur pemberdayaan dari perusahaan pembiayaan agar MBR
Bedah Rumah adalah program yang diluncurkan oleh Kemenpera untuk meningkatkan kualitas
informal ini dapat mengatur kreditnya dan bisa disesuaikan dengan tujuan masing-masing.
rumah masyarakat miskin dan kurang mampu agar lebih layak huni (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)
2). Koperasi Koperasi menurut Undang – Undang tahun 1967 adalah sistem organisasi ekonomi pada rakyat
1). Bantuan Uang Muka (BUM)
yang memiliki sifat sosial, memiliki beberapa anggota dan berbadan hukum. Koperasi
Bantuan Uang Muka (BUM) merupakan songkongan dari Pemerintah yang tidak mencukupi
merupakan salah satu bentuk lembaga non formal yang tumbuh ditengah masyarakat dalam
standar bantuan sosial yang berbentuk uang untuk meringankan pembiayaan kepemilikan
budaya gotong royong masyarakat Indonesia. Bentuk lainnya antara lain ‘Credit Union, termasuk
rumah bersubsidi untuk rumah tapak masyarakat berpenghasilan rendah. BUM akan
juga arisan yang merupakan salah satu bentuk organisasi non formal. Bentuk ‘Credit Union’
mempermudah MBR menuju KPR bersubsidi untuk pengadaan tanah.
seperti ini, dalam suatu sistem wilayah administratif, dikelola oleh satu Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) dan pada tingkat Nasional terdapat Badan Koordinasi Koperasi Kredit
2). Kredit Konstruksi
Indonesia (BK3I). Disamping adanya bentuk-bentuk koperasi ‘Credit Union’ dan KUD seperti yang
Kredit konstruksi adalah kredit dari lembaga keuangan seperti bank untuk membangun rumah
telah disebutkan, terdapat pula Koperasi Pegawai Negeri (ASN) yang dikelola pada tingkat
atau merenovasi. Kredit ini dapat diperoleh dengan memberikan penjaminan keuangan seperti
nasional oleh Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN). Koperasi ini menyediakan kredit pemugaran
sertifikat rumah atau bukti kepemilikan kendaraan kepada lembaga keuangan. Masyarakat
(renovasi) rumah bagi anggotanya dengan bunga sebesar 15% per tahun, dengan ketentuan
pemilik tanah meminjam uang ke lembaga keuangan tersebut dengan menggunakan sistem
bahwa angsuran per bulannya tidak melebihi 25% dari gaji bulanan untuk jangka waktu tiga
gadai dengan bunga untuk tanahnya.
puluh bulan.
3). Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
C. Pembiayaan Rumah Swadaya dengan Sumber Dana Komunitas
Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah dukungan fasilitas likuiditas
pembiayaan perumahan kepada MBR yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementrian Pekerjaan
Umum
dan
Perumahan
Rakyat.
Penyediakan
dana
untuk
menunjang
kredit/pembiayaan kepemilikan rumah MBR merupakan tujuan FLPP
B. Pembiayaan Rumah Swadaya dengan Sumber Dana Lembaga Non Pemerintah
Pembiayaan bagi MBR informal sedang dirancang oleh pemerintah. Lembaga pembiayaan perumahan bersubsidi pemerintah tidak mampu membangun atau menciptakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program serupa telah diluncurkan sejak tahun 1989 dalam bentuk program Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK). 1)
Tabungan Perumahan rakyat (Tapera) Program Tabungan Perumahan rakyat (Tapera) adalah bentuk skema Pemerintah untuk
Kredit atau pinjaman dapat diperoleh dari lembaga yang bersifat noninstitusional dan
membantu masyarakat berpenghasilan rendah dalam pembiayaan dan pemenuhan kebutuhan
nonformal sampai dengan yang bersifat institusional dan formal, berasal dari bank atau pihak lain
akan bidang perumahan dengan cara menambahkan sejumlah iuran tabungan wajib bagi
non bank. Pemberian dana yang bersifat non institusional dan non formal biasanya adalah
pegawai dan pemberi kerja (UU RI No. 4 Tahun 2006 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat).
pinjaman jangka pendek sampai jangka menengah. Pinjaman ini dapat diperoleh dengan prinsip
Program Tapera akan menambah jumlah iuran wajib dengan jumlah tidak lebih besar dari 3%
kepercayaan dengan persyaratan yang fleksibel. Sementara itu pendanaan yang bersifat
jumlah gaji, maksimal 20 kali dari upah minimum. Beban iuran tersebut dibagi kepada Pemberi
institusional dan formal dapat diperoleh dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pinjaman ini
Kerja sebesar 0.5% dan Pegawai sebesar 2.5%, sedangkan Pekerja Mandiri membayar iuran tersebut
lazimnya disebut sebagai kredit. Jangka waktu kredit bisa jangka pendek, jangka menengah,
sendiri. Biaya iuran dibagi antara 0,5% untuk Pemberi Kerja dan 2,5% Pegawai, di mana Pekerja
sampai jangka panjang serta memerlukan persyaratan yang banyak dan ketat dari pemberi kredit.
Mandiri menyetor sendiri
07
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N 2)
Arisan Rumah Arisan
Rumah salah satu
bentuk
pembiayaan
rumah swadaya.
Tabungan
dikumpulkan oleh Ketua (koordinator) pada waktu-waktu tertentu, seperti mingguan,
bulanan, atau tahunan. Semua anggota arisan akan berpartisipasi dalam pengumpulan tabungan dan memenangkannya kapan pun mereka bisa. Penentuan anggota yang menang,
diperoleh melalui
undian.
Undian
dilakukan
dalam pertemuan
untuk
menentukan siapa anggota yang menang atau mendapatkan giliran memperoleh hak atas tabungan yang terkumpul untuk satu jangka waktu tertentu.
KEBIJAKAN P E R M U K I M A N S WA D AYA Kebijakan pemerintah yang mengatur permukiman swadaya tertulis dalam UndangUndang No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman. Adanya Kebijakan mengenai permukiman swadaya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
bertempat tinggal yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia dalam peningkatan
Implementasi kebijakan perumahan swadaya dapat berhasil apabila ada kerja sama yang optimal dan saling mendukung diantara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya didalam kegiatan permukiman swadaya. Kemudian tersedianya sumberdaya manusia dan
fasilitas penunjang kinerja yang dapat mempengaruhi pencapaian target kerja. Salah satu implementasinya adalah kebijakan publik mengenai Bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah program nasional yang dijalankan oleh semua kalangan untuk menanggulangi masalah memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar mampu meningkatkan kualitas tempat tinggal sehingga dapat menghuni tempat tinggal dengan layak dalam lingkungan yang sehat dan aman.
PROGRAM P E R M U K I M A N S W A D AYA
dan pemerataan kesejahteraan. Masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan hak semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau, hal tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri KIMPRASWIL, No. 217/7/KPTS/M/2002 tentang
Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) yang dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan teknis perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, serta bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran
pembangunan sektor perumahan dan permukiman melalui peningkatan keterpaduan yang efektif Adapun salah satu kebijakan dan strategi Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu keswadayaan masyarakat, meliputi
1)
Pelembagaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok
masyarakat (P2BPK) 2)
Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat
3)
Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya
4)
Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya
Bagan 2.1 Program Perumahan Swadaya Sumber: Modul Penyelenggaraan Rumah Swadaya, PUPR, 2016.
Pengadaan fasilitas perumahan swadaya di Indonesia selama ini tertuang dalam susunan dan rangkaian program perumahan pembangunan. Berdasarkan Modul Penyelenggaraan Rumah Swadaya yang disusun oleh Badan Pengembangan SDM Kementerian PUPR tahun 2016, terdapat lima program perumahan swadaya dengan dua bentuk sifat yang diberikan, yaitu yang bersifat
membantu dan yang bersifat memudahkan.
08
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N D. Program Pembiayaan Rumah Swadaya (KPRS) A.
Program yang berorientasi pada pemberian kemudahana akses bagi MBR untuk dapat
Program Pemberdayaan Masyarakat Perumahan Swadaya (PKFPS)
mengakses sumber pembiayaan yang sesuai untuk dapat membangun dan meningkatkan
PKFPS diimplementasikan dalam upaya optimalisasi kapasitas komunitas yang telah ditargetkan agar dapat memenuhi kebutuhan akan rumah yang layak huni, sehat, dan aman serta
menjadi program dasar yang sangat penting dalam program perumahan swadaya. Dalam hal ini, masyarakat ditinjau sebagai dua jenis stakeholder, yaitu stakeholder utama dan stakeholder
kualitas tumah layak huni. Bantuan dan kemudahan yang dimaksud terwujudkan pada: 1)
Skema pembiayaan;
2)
Penjaminan, atau asuransi; dan
3)
Dana murah jangka panjang.
E. Program Kemitraan Perumahan Swadaya (KPS)
sekunder. Masyarakat sebagai Stakeholder utama artinya program PKFPS diorientasikan pada peningkatan kapasitas penyedia atau pelaksana berupa ilmu dan alat dengan tujuan agar dapat mewujudkan
pemberdayaan
komunitas
yang
ditargetkan.
Sedangkan
masyarakat
Upayanisasi terjadinya kolaborasi dan Kerjasama antara Kementerian PUPR dengan badan
sebagai
hukum lainnya untuk ikut terlibat aktif dalam melakukan perwujudan rumah tinggal layak huni,
Stakeholder sekunder artinya program PKFPS ditujukan kepada upgrading kapasitas komunitas
aman, dan sehat sebagaimana merupakan kewajiban negara bagi masyarakat kaum marjinal ke
berupa keterampilan dan material sehingga dapat melanjutkan program-program di jenjang
bawah yang sebenarnya telah mengakuisisi tanah. Bagi PT, telah disusun dan tertera dalam
berikutnya. Program pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan swadaya
Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan Peraturan Pemerintah Nomor 47
(PKFPS) terdiri dari:
tahun 2012 bahwa mereka juga memiliki obligasi untuk melakukan tanggung jawab pada
1)
Optimalisasi kemampuan fasilitator
dampak sosial dan ekonomi di tempat usahanya. CSR (Coorperate Social Responsibility) menjadi
2)
Optimalisasi kemampuan komunitas; dan
salah satu wadah yang biasanya digunakan PT untuk menjalani tanggung jawab tersebut dan
3)
Optimalisasi kemampuan Stakeholder lain
salah satunya bisa dengan cara pengadaan perumahan swadaya di sekitar lokasi usaha.
B. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Salah satu perwujudan program pemberian stimulan bagi masyarakat untuk membangun
rumah dengan fasilitas berupa bahan maupun finansial. -stimulan ditujukan untuk masyarakat miskin (MASKIN) dan berpenghasilan rendah (MBR), sehingga diharapkan masyarakat rentan
Sebagai menerapkan
komplementer sistem
dalam
rewarding
pelaksanaan
kepada
para
program
perusahaaan
ini, dan
pemerintah instansi
pun yang
juga telah
mempertanggungjawabkan dampak ekonomi dan sosial melalui program tersebut. Atas dasar prinsip inilah maka anggaran yang dikeluarkan pemerintah melalui APBN dapat difokuskan pada fasilitasi, dan anggaran pembangunan rumah dibebankan pada instansi.
tersebut mampu menciptakan rumah layak huni secara mandiri. Cakupan program stimulan ini meliputi pada konteks bantuan pembangunan unit rumah yang masih baru, revitalisasi rumah yang sudah rusak, peningkatan kualitas rumah (PB, PT, dan PK), serta pembangunan infrastruktur sesuai standar yang berlaku untuk pencegahan permukiman kumuh
LESSON LEARNED “Melalui kerangka program yang terdapat di dalam modul, maka program yang dijelaskan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengidentifikasi bagaimana
C. Program Bantuan Sertifikasi Tanah Rumah Swadaya (BSTRS) Susunan program BSTRS terdiri dalam dua rangkaian. Rangkaian pertama yaitu fasilitasi pra sertifikasi hak atas tanah. Harapannya, MBR dapat diberikan fasilitas sederhana untuk dapat mengklaim sertifikat hak atas tanah melalui BPN (Badan Pertahanan Nasional). Rangkaian terakhir adalah fasilitasi paska sertifikasi dengan tujuan agar MBR dapat mengakses koperasi pembiayaan
terkait pemenuhan biaya pembangunan rumah. Maka dari itu, diperlukan adanya fasilitator yang
intervensi program yang disusun tersebut mampu menciptakan perumahan dan permukiman swadaya yang baik. Delineasi permukiman yang berada di Desa Sluke masuk dalam bagian wilayah CSR PLTU Rembang sehingga melalui kerangka program ini dapat diidentifikasi bagaimana korelasi hubungan pembangunan di delineasi sluke terhadap CSR PLTU dan jenis program apa yang diberi yang berkontribusi dalam perkembangan perumahan dan permukiman delineasi Sluke.”
berkompeten untuk menyelenggarakan program ini, utamanya terkait pembimbingan fasilitasi pra dan paska rangkaian sertifikasi hak atas tanah.
09
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
KELEMBAGAAN P E R M U K I M A N S W A D AYA
Pemerintah
Salah satu pelaksanaan penyediaan kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat
Bank Tabungan Negara BTN
PERUMNAS
berpenghasilan rendah melibatkan peran kelembagaan yang ada. Perumahan swadaya tidak dapat
Perusahaan Secondary Morfgage
dijalankan dengan sendirinya tetapi diperlukan koordinasi dan kerja sama antar lembaga yang Bank Komersial
terlibat dalam penyediaan maupun pembangunannya. Suatu kelembagaan memiliki dua komponen utama yaitu komponen fungsional dan komponen operasional yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan dan konsep tersebut digambarkan seperti berikut (Tyas,2008)
Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat dan Individu
KOMPONEN FUNGSIONAL PENETAPAN KEBIJAKAN (PEMERINTAH DAERAH)
Bagan 2.3 Kelembagaan dan Pembiayaan Perumahan Swadaya di Indonesia Sumber : UNESCAP dan UNHABITAT,2010 Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pemerintah membentuk beberapa lembaga
PELAKSANA KEBIJAKAN
KOMPONEN OPERASIONAL
yaitu PERUMNAS untuk memberikan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, Bank Tabungan Negara (BTN) untuk membiayai pembangunan perumahan dan menjadi lembaga pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Perusahaan Secondary Morfgage untuk
Bagan 2.2 Komponen Kelembagaan dan Fungsinya Sumber : Tyas,2008
memfasilitasi pendanaan dan mekanisme pengembangan KPR. Bank komersial dan lembaga keuangan mikro untuk membantu masyarakat dalam proses kebutuhan dana dalam perumahan
Terbaginya kelembagaan oleh komponen diatas bertujuan kemudahan dalam pelaksanaan penyediaan perumahan swadaya. Komponen fungsional terdiri dari pemerintah pusat atau daerah sebagai lembaga yang menetapkan kebijakan dan komponen operasional yang terdiri dari lembaga masyarakat maupun swasta yang melaksanakan kebijakan. Kedua komponen diatas sangat diperlukan didalam suatu kelembagaan agar suatu kebijakan tidak hanya ditetapkan tetapi dapat di wujudkan dengan baik. Sehingga menyelesaikan permasalahan yang ada seperti penyediaan kebutuhan rumah di kawasan delineasi
dasarnya,
Indonesia
juga
(Suparwoko,2013)
pembiayaan
desa), pihak swasta, fasilitator dan komunitas baik sendiri atau kelompok.
memiliki
kelembagaan
pemerintah pusat, pemberian dana dalam bentuk program PEMKOT dan APBD oleh pemerintah
terkait perumahan
swadaya.
lembaga lain dibawahnya. Didalam buku “Peningkatan Kapasitas Perumahan Swadaya di Indonesia”, dan
meliputi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, dan perangkat
Terdapat peran dari setiap stakeholder yang terlibat yang ada di Provinsi Jawa Tengah yaitu
Kelembagaan di Indonesia tidak hanya meliputi pemerintah saja tetapi melibatkan lembaga kelembagaan
Berdasarkan Modul Penyelenggaraan Rumah Swadaya,Badan Pengembangan SDM
Kementerian PUPR (2016), kelembagaan perumahan swadaya terdiri dari pemerintah (yang
pemberian dana dalam bentuk hibah melalui program seperti program BSP2S dan PKP oleh
Kelembagaan Perumahan Swadaya Di Indonesia Pada
swadaya.
perumahan
swadaya
di
Indonesia
seperti
bagan
berikut
provinsi Kemudian peran pemerintah kabupaten dengan membentuk kelompok kerja (POKJA) kabupaten atau kota. Peran stakeholder lainnya yaitu perangkat desa membentuk koperasi serba usaha untuk menerima dan mengelola bantuan dibantu oleh fasilitator dari relawan masyarakat. Swasta juga berperan dalam penyediaan perumahan swadaya dengan mengadakan program bantuan seperti CSR.(Suparwoko,2013)
10
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N b. Pola Loop Permukiman yang ada di wilayah delineasi berada di lahan yang sesuai peruntukannya
Pola loop adalah menyediakan privasi, keamanan dan bentuk jalan buntu yang ekonomis
untuk permukiman tetapi masih terdapat rumah yang tidak layak huni yang diakibatkan
tanpa kesulitan untuk berputar kembali dan digunakan untuk pola pengelompokkan
kemampuan ekonomi penduduk yang rendah telah sesuai. dengan permasalahan sosial ekonomi
rumah (Hough,1984).
penduduk di wilayah delineasi Desa Sluke. . Hal tersebut terlihat dari tingkat kemiskinan di Desa Sluke dengan presentase jumlah KK miskin sebesar 33,86% yang termasuk dalam tingkat kemiskinan sedang di Kecamatan Sluke Sesuai dengan kajian pada literatur, bahwa penanganan masalah rumah tidak layak huni tidak hanya pada fisik rumah tetapi juga kesadaran sosial dalam mewujudkan rumah yang layak, sehat dan nyaman.
TIPOLOGI Tipologi dapat didefinisikan sebagai klasifikasi sistematis berdasarkan karakteristik tertentu dalam
c. Pola Linier Pola linier adalah pola permukiman sejajar mengikuti jalan maupun alur sungai (N. Daljuni) d. Pola Clusster
Pola Clusster adalah pola permukiman yang mengelompok (Van deer Zee 1979)
B. Tipologi Non Fisik Bentuk dasar rumah dapat diidentifikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk formal untuk mengetahui konfigurasi, hubungan ruang, kekuatan sosial dan fungsional ruang. Menurut Darjosanjoto (2003), a). Sosial
The Great Soviet Encyclopedia (1979). Tipologi tidak hanya dapat terbentuk dari objek atau elemen
Sosial adalah gabungan dari 2 variabel yang meliputi kepadatan penduduk dan laju
fisik, tetapi juga kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan budaya mempengaruhi terbentuknya tipologi.
pertumbuhan penduduk, bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk suatu wilayah
Tipologi merupakan sebuah studi mengenai penggabungan elemen-elemen yang memudahkan untuk mendapatkan klasifikasi jenis arsitektur melalui tipe-tipe tertentu Vidler (1977).
A. Tipologi Fisik 1) Tipologi Fisik Bangunan
dapat mencirikan karakteristik Hapsari, A. D., & Aulia, B. U. (2019). b). Ekonomi
Ekonomi didapatkan dengan mempertimbangkan satu variabel meliputi proporsi mata pencaharian penduduk Hapsari, A. D., & Aulia, B. U. (2019).
BENCHMARK P E R M U K I M A N S W A D AYA
Tipologi bangunan adalah penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai suatu klasifikasi oragnisme arsitektural melalui tipe-tipe (Anthony Vilder) a). Rumah Tunggal ( Detached House) Rumah tunggal adalah rumah yang berdiri sendiri pada [ersilnya dan terpisah dari rumah
PERMUKIMAN SWADAYA DI INGGRIS
sebelahnya R.Lisa Suryani (2006) b). Rumah Deret ( Row House) Rumah deret adalah suatu jenis hunian yang bangunan atau unit rumah menempel satu dengan lainya yang pada umumnya berderet maksimal 6 unit dengan tipe rumah kecil dengan luas perish dibawah 200m2 R.Lisa Suryani (2006) c). Ruko Ruko adalah rumah deret beratap pelana yang sambung menyambung dengan tetangganya dimana bagian depan atau lantai bawah didominasi oleh kegiatan usaha , sedangkan bagian
belakang atau lantai atas untuk tempat tinggal, Sudarwani (2015). 2) Tipologi Fisik Perumahan / Permukiman
a. Pola Grid
Permukiman Swadaya yang berlokasi di Inggris memiliki bentuk organisasi lokal dan bersifat komunitas yang bertujuan untuk mengatur apapun yang dibutuhkan bagi sebuah properti (dalam hal ini: rumah) untuk dapat diperbaiki sehingga menjadi layak untuk dihuni. 5 kriteria/kunci utama untuk menunjang kesuksesan Permukiman Swadaya yaitu Keuangan (finance), Properti (properties), tenaga kerja (workforce), masyarakat (residents), dan kemitraan (partnership) (Mullins,2018). komunitas Permukiman Swadaya berhenti didukung oleh Pemerintah Pusat di Inggris pada 2015 karena dianggap bukan sesuatu yang penting untuk dipermasalahkan, Walaupun begitu, kelanjutan Permukiman Swadaya tetap mendapat dukungan dari luar seperti otoritas lokal, investor dan yayasan sosial yang memungkinkan prospek pertumbuhan dan perkembangan tetap berjalan
secara
berkelanjutan.
Kesimpulan
membuktikan
bahwa
Permukiman
Swadaya
Pola grid adalah pola pada sebuah kawasan perumahan muncul bersamaan dengan
menghasilkan dampak positif untuk komunitas di lingkup perumahan dan lainnya (pelatihan dan
maraknya Konsep Konvensional (Hough,1984).
kepegawaian, stabilitas neighborhood, keamanan bersama, dan kesukarelaan).
11
BAB 3
“IDENTIFIKASI DAN DELINEASI WILAYAH STUDI” 12
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
DELINEASI W I L AYA H S T U D I Desa
Sluke
merupakan satu dari 14 desa
yang
ada
di
Kecamatan sluke dengan luas
4,67
Km2
atau
menurut BPS tahun 2019 Desa
Sluke
merupakan
desa terluas dengan 12,40
% dari total luas wilayah Kecamatan Sluke
Sluke.
sendiri
Desa
terbagi
menjadi 2 RW dan 19 RT.
Berdasarkan Tata
Rencana
Ruang
(RTRW)
Wilayah Kabupaten
Rembang,
salah
satu
fungsi Kecamatan Sluke adalah
kawasan
permukiman. Pada tahun 2018 Gambar 3.1 Peta Delineasi Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2006
Desa
mempunyai
Sluke
jumlah
KK
Gambar 3.2 Peta Solid Void Deliniasi Wilayah Studi
yakni sebanyak 570 KK
Sumber : Google Earth, 2019
dengan 569 rumah milik dengan jumlah penduduk 3.458 jiwa dengan kepadatan penduduk 740 jiwa/ Km2 . Penduduk yang berada di desa sluke pada tahun 2018, net-
migrasi terjadi sebanyak 21 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2018 sebesar 1,39% dari total 13,57% di Kecamatan Sluke Di lihat dari segi perekonomian, Desa Sluke memiliki kecenderungan pada sektor tersier ditunjukkan oleh besarnya penduduk yang bekerja di sektor kontruksi dan
perdagangan (tertinggi) serta sektor primer yang dibuktikan dengan lahan pertanian dan perkebunan seluas 78,58%. komoditas peternakan dan perikanan juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Desa Sluke..
Delineasi memiliki luas sebesar 55.14 Hektar dan 1161 bangunan dengan luas
bangunan 12.07 Ha berarti 87,42% bangunan yang ada di Desa Sluke terdapat di wilayah delineasi.. Sehingga Kepadatan Bangunan di wilayah delineasi sebesar 21 unit bangunan/ ha. Diasumsikan jumlah penduduk wilayah delineasi sebesar 3.009 jiwa. Sehingga memiliki kepadatan penduduk sebesar 5457 jiwa /Km2. Dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk delineasi
lebih tinggi dibandingkan kepadatan
penduduk Desa Sluke
13
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Permukiman Desa Sluke yang menjadi kawasan delineasi merupakan permukiman
JUSTIFIKASI DELINEASI W I L AYA H S T U D I
kompak terbesar di Sluke. Didalam delineasi kawasan perumahan seperti pada peta berikut memiliki jumlah bangunan sebanyak 902 bangunan dengan luas bangunan 10,073 Hektar dan luas wilayah delineasi sebesar 46,182 Hektar. Wilayah delineasi memiliki kepadatan bangunan sebesar 0.05 unit/Ha.
Adanya PLTU Kabupaten Rembang yang dibuat
Aksesibilitas yang baik dibuktikan dengan Jalan
pada tahun 2007 dan hanya berjarak 3,3km ke arah
Pantura sebagai jaringan Jalan Nasional yang
barat dari wilayah delineasi sehingga berimplikasi pada
perubahan
content
dan
container
melalui wilayah delineasi
di
permukiman sekitar termasuk wilayah delineasi sehingga diperlukan perhatian dan kajian
Wilayah Delineasi berada pada kawasan
budidaya
sehingga
tidak memiliki masalah yang
berarti.
Mata pencaharian didominasi oleh Desa Sluke merupakan ibukota dari Kecamatan
sektor tersier dan wilayah delineasi
Sluke, dan wilayah delineasi merupakan pusat
terbebas dari sengketa lahan.
permukiman dari kecamatan Sluke tersebut.
14
BAB 4
KONDISI FISIK PERUMAHAN SWADAYA DI DESA SLUKE 4.1.1 Kondisi Fisik Alam 4.1.1.1 Kemiringan Lahan
“ANALISIS
Kemiringan Lereng merupakan kenampakan permukaan alam yang dikarenakan
adanya perbedaan ketinggian antara dua tempat yang ditunjukkan dengan besarnya sudut lereng dalam bentuk persen.
KONDISI FISIK DAN NON FISIK” Gambar 4.1 Peta Kemiringan Lereng Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020
15
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Kemiringan lereng pada kawasan deliniasi yang berada di Desa Sluke didominasi oleh kemiringan lereng dengan persentase 0-8 % (datar) dengan luas 50.75 ha dan sebagian kecil kemiringan lereng dengan persentase 8-15% (landai) yang seluas 4.4 ha. Dominansi kemiringan lereng yang terklasifikasi datar
memberikan
kemudahan
bagi
suatu kawasan
untuk
dilakukan
pembangunan. Kawasan
yang
datar
lebih
mudah
untuk
dilakukan
pembangunan
dikarenakan tidak membutuhkan biaya yang besar seperti pada kawasan dengan
kemiringan
lereng
tinggi.
Kemiringan
lereng
yang
datar
memudahkan penempatan sarana dan prasarana, serta pembangunan utilitas sebagai penunjang permukiman swadaya. Selain kemudahan tersebut,
kemiringan lereng yang datar terhindar dari potensi bencana longsor yang dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Maka itu, kondisi kemiringan lereng yang tergolong datar pada kawasan Deliniasi akan memudahkan pemerintah dan masyarakat dalam membenahi permukiman swadaya.
Gambar 4.2 Peta Hidrogeologi Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020
4.1.1.2 Hidrogeologi dan Klimatologi Kondisi Hidrogeologi kawasan deliniasi mengindikasikan air yang terdapat di bagian bawah permukaan bumi. Kandungan air tersebut utamanya disebabkan hujan yang jatuh dan meresap ke dalam tanah. Akuifer merupakan lapisan
tanah
yang
mengandung
air
di
dalamnya.
Kawasan
Deliniasi
sepenuhnya terdiri dari Akuifer Rendah yang berarti kandungan air di bawah permukaan bumi memiliki kandungan air baku yang tergolong rendah. Hal ini berpotensi menyebabkan kekeringan pada permukiman swadaya yang berada di kawasan tersebut. Hal tersebut juga didukung oleh curah hujan di kawasan deliniasi yang tergolong rendah dengan 1238 mm/tahun. Kandungan air tanah yang rendah dan curah hujan yang rendah tersebut
9B
berpotensi menyebabkan kekeringan pada kawasan deliniasi. Hal itu perlu untuk dilakukan penanganan pada kawasan permukiman swadaya karena kebutuhan air merupakan aspek yang penting untuk menunjang aktivitas. Maka itu, perlu adanya prasarana dan utilitas penunjang dalam memenuhi kebutuhan
air penduduk di kawasan Deliniasi.
Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020
16
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Pendidikan
4.1.1 3 Penggunaan Lahan Kawasan deliniasi didominasi oleh lahan terbangun yaitu sebagai Permukiman dengan
Sarana
Pendidikan
merupakan
semua
fasilitas
yang
digunakan
dalam
proses
luas sebesar 39,6 ha serta diikuti oleh perkebunan dan sawah dengan luas masing masing 7,4
pembelajaran. Sarana Pendidikan di Desa Sluke diperoleh berdasarkan data sekunder dari
ha dan 5,7 ha. Perkebunan dan sawah dimanfaatkan sebagai mata pencaharian beberapa
website BPS. Sedangkan persebarannya dengan melihat dari google maps. Berikut merupakan
masyarakat yang tinggal di kawasan deliniasi. Penggunaan lahan permukiman pada kawasan
tabel jumlah sarana pendidikan di Desa Sluke.
deliniasi cenderung tumbuh secara alami mengikuti arah Jalan Arteri.
Pada data yang diperoleh, terdapat 2 Tabel 4.1 Jumlah Sarana Pendidikan Desa Sluke
Sarana Pendidikan
Jumlah
TK
2
SD
1
SMP
2
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020
TK, 1 SD, dan 2 SMP. Kondisi sarana pendidikan tersebut baik. Namun ada 1 TK yang kondisinya kurang baik. Berdasarkan data
tersebut
bahwa
sarana
dapat
diinterpretasikan
pendidikan
di
wilayah
deliniasi sudah cukup memadai serta sudah
memenuhi SNI.
Kesehatan Sarana kesehatan merupakan fasilitas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sarana kesehatan yang mampu melayani terhadap masyarakat diperoleh berdasarkan data sekunder dari website BPS. Sedangkan untuk persebarannya dapat dilihat dari Google Maps. Berikut merupakan tabel jumlah sarana kesehatan di Desa Sluke.
Pada
Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kesehatan Desa Sluke
Gambar 4.4 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020
4.1.2 Kondisi Fisik Binaan 4.1.2.1 Sarana Terdapat 7 (tujuh) sarana dasar yang terdapat di Desa Sluke, meliputi: sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana perdagangan dan jasa, sarana pelayanan publik, sarana olahraga, dan sarana keamanan
data
yang
diperoleh
terdapat
sarana kesehatan dapat dikatakan sudah cukup memadai serta memenuhi SNI yakni meliputi 1
Sarana Kesehatan Puskesmas
Jumlah 1
Poliklinik/polindes
1
Dokter praktek
2
standarnya pada permukiman, baik formal atau
Bidan Praktek
1
informal (swadaya) harus dapat menjangkau
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020
Puskesmas, sedangkan 1 Poliklinik/ Polindes, 2 Dokter Praktek, dan 1 Bidan Praktek belum dapat dipastikan kondisinya, namun untuk
0,025 m2/jiwa.
Peribadatan Sarana peribadatan merupakan sarana penunjang aktivitas dalam mengisi kebutuhan rohani yang berada di Desa Sluke. Sarana peribadatan diperoleh dari data sekunder melalui
website BPS dan persebaran melalui Google Maps. Berikut merupakan tabel jumlah sarana peribadatan di Desa Sluke.
17
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Pada data yang diperoleh terdapat
Sarana olahraga merupakan sarana penunjang aktivitas olahraga di Desa Sluke. Sarana
sarana peribadatan yang cukup memadai
olahraga diperoleh dari data sekunder melalui website BPS serta diperoleh melalui
serta memenuhi SNI, baik cakupan wilayah
persebarannya pada Google Maps. Berikut merupakan tabel sarana olahraga di Desa Sluke.
3
juga
Tabel 4.6 Jumlah Sarana Olahraga Desa Sluke
5
peribadatan
Tabel 4.3 Jumlah Sarana Peribadatan Desa Sluke
Sarana Peribadatan Masjid Musholla Gereja Protestan
Jumlah
kondisinya
yang
tersebut,
baik.
yakni
Sarana
meliputi:
3
Masjid, 5 musholla, 1 Gereja protesta. Namun
1
terdapat 1 masjid yang masih dalam proses
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020
perbaikan yakni Masijid Baiturrohman
Sarana perdagangan dan jasa merupakan sarana penunjang aktivitas ekonomi di Desa Sluke. Data sarana perdagangan dan jasa diperoleh sendiri melalui persebarannya pada Pada data yang diperoleh terdapat
Tabel 4.4 Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa Desa Sluke
Sarana Perdagangan dan Jasa
Jumlah
sarana perdagangan dan jasa yang memadai
di wilayah deliniasi dan mampu melayani kebutuhan
masyarakat
setempat
yang
meliputi: 1 pasar, 21 toko/warung, dan 1 ritel.
Pasar
1
Toko/warung
21
Ritel
Namun
masih
kondisi
kurang
toko/warung
baik,
dan
walaupun
Sarana Olahraga
Jumlah
Lapangan Sepak Bola
1
Lapangan Bola Voli
2
Lapangan Bulu Tangkis
2
pasar
lokasinya
pergelaran
Tabel 4.5 Jumlah Sarana Pelayanan Publik Desa Sluke
Olahraga
Upacara atau
atau
pertunjukan.
lapangan bulu tangkis belum dapat
diketahui kondisinnya. Namun diketahui menurut SNI, lapangan olahraga harus mampu melayani 30.000 jiwa masyarakat.
Keamanan Sarana keamanan merupakan sarana penunjang keselamatan di Desa Sluke. Sarana keamanan diperoleh dari persebarannya melalui Google Maps. Berikut merupakan tabel sarana keamanan di Desa Sluke.
Pada data yang diperoleh, terdapat sarana keamanan yang menunjukkan di
Jumlah
Kantor Polisi
1
Pos Kamling
3
polisi sudah baik, namun untuk pos kamling
Pada data yang diperoleh terdapat
dan
mampu
melayani
masyarakat Desa sesuai SNI.
cakupan
dapat mencakup masyarakat tingkat RW yang memiliki luas lahan minimal 12m2,
Sumber: Analisis Kelompok 9B,2020
sarana pelayanan publik yang kondisinya
baik
Polisi dan 3 Pos Kamling. Kondisi kantor masih terbilang kurang baik karena hanya
Berikut merupakan tabel sarana pelayanan publik di Desa Sluke.
Sumber: Analisis Kelompok 9B,2020
untuk
kesenian
Sedangkan untuk lapangan bola voli dan
Sarana Pelayanan di Desa Sluke diperoleh sendiri dari persebarannya melalui Google Maps.
1
cukup
wilayah deliniasi yang meliputi 1 Kantor
Sarana pelayanan publik merupakan sarana penunjang untuk melayani aktivitas umum.
Balai Desa Sluke
yang
memadai di wilayah deliniasi yang meliputi
dipergunakan
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020
Sarana Keamanan
PelayananPublik
Jumlah
menunjukkan
bola kondisinya baik serta luas dan biasanya
Tabel 4.7 Jumlah Sarana Keamanan Desa Sluke
Sumber: Analisis Kelompok 9B,2020
Sarana Pelayanan Publik
diatas olahraga
1 Lapangan sepak bola, 2 lapangan voli, dan
sudah memenuhi SNI.
1
tabel
sarana
2 lapangan bulu tangkis. Lapangan sepak
Perdagangan dan Jasa Google Maps.
Pada jumlah
walaupun sudah memadai.
Berdasarkan 7 (tujuh) sarana dasar yang ada di Desa Sluke, dapat diinterpretasikan bahwa wilayah deliniasi tersebut sudah cukup memadai serta mampu melayani masyarakat. Selain itu Desa Sluke termasuk kriteria urban minimum function yang dimana gungsi
perkotaan
minimum
yang
melipuri
sebuah
pasar,sebuah
administrasi
atau
pemerintahan,sebagai militer,sebuah pusat keagamaan atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama (Amos Rapoport,2006). Berikut merupakan peta persebaran sarana di Desa Sluke
18
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Pada halnya sarana merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam tingginya jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu
mengharuskan terpenuhinya permukiman yang layak huni dengan
ketersediaan
sarana
yang
baik,
sehingga
menimbulkan ketertarikan sendiri pada suatu wilayah. Menurut Amos Rapoport (1969), rumah adalah suatu bentuk
fenomena budaya dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungannya. Seperti perilaku masyarakat dalam membangun suatu rumah berdasarkan adat yang ada pada
suatu
wilayahnya,
atau
bahkan
seperti
budaya
masyarakat yang tak terbiasa rumah bertingkat serta senang memiliki
rumah
yang
saling
berdekatan
sehingga
menimbulkan adanya permukiman kumuh yang tidak layak huni. Pada kondisi yang terjadi di Desa Sluke sebagai pusat pemerintahan
Kecamatan
Sluke,
dimana
dalam
persebarannya masih terdapat permukiman yang tidak layak huni. Dalam hal ini untuk melengkapi dan menjadikan kesatuan antara permukiman layak huni dengan sarana yang memadai, diperlukan membangun perumahan swadaya
bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memiliki rumah tidak layak huni. Perumahan swadaya yang dimaksud adalah rumah (bangunan) yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak
huni,
sarana
pembinaan
keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya, atau rumah yang dibangun atas prakarsa serta upaya masyarakat yang ditunjukkan bagi masyarakat yang Gambar 4.5 Peta Persebaran Sarana Desa Sluke Sumber:Analisis Kelompok 9B,2020
berpenghasilan rendah dan memiliki rumah tidak layak huni
(UU No.1 Tahun 2011).
19
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Desa Sluke memiliki 3 jenis jaringan jalan, yaitu: Jalan arteri dengan panjang 1,6
4.1.2.2 Prasarana
km, jalan lokal dengan panjang 400 m dan jalan lingkungan dengan panjang 3,2 km. Kondisi jaringan jalan di Desa Sluke semuanya dalam kondisi baik. Lebar jalan
Jaringan Jalan
lingkungan sebesar 3 meter tetapi jalan ini tidak memiliki bahu jalan, sehingga jalan lingkungan di Desa Sluke tidak sesuai standarisasi, sehingga menyebabkan tingginya kepadatan lalu lintas. Desa Sluke berkembang secara swadaya mengikuti jalan, sehingga rumah-rumah di Desa Sluke juga berkembang secara swadaya. Rumahrumah swadaya tersebut tidak mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan, sehingga pembangunan bahu jalan untuk jalan lingkungan tidak dapat terealisasikan karena ketersediaan lahan yang sudah tidak mencukupi.
Jalan Lokal
Jaringan Air Bersih
Jalan Lingkungan
JENIS AIR BERSIH
Jalan Arteri
Gambar 4.6 Peta Jaringan Jalan Desa Sluke
JUMLAH
Ledeng Meteran
18
Ledeng Eceran
1
Sumur Bor
102
Sumur Terlindung
131
Sumur Tak Terlindung
0
Mata Air Terlindung
0
Air Sungai
3
Air Hujan
0
Sumber Lain
0
Sumber : Badan Informasi Geografis 2006, Google Street View 2020 Tabel 4.8 Jenis Air Bersih Sumber : BDT Jawa Tengah 2019
20
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Jaringan Persampahan Tabel 4.9 Analisis Jaringan Air Bersih Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke KONDISI EKSISTING
Menurut
Data
BDT
STANDARISASI
Prasarana Persampahan merupakan prasarana yang sangat diperlukan dalam suatu wilayah. Prasarana Persampahan memiliki fungsi untuk memfasilitasi dalam
ANALISIS
penanganan sampah hingga tahap pemrosesan akhir. Di Kecamatan Sluke tidak
Jawa Menurut PP No. 122 Tahun Karena mayoritas masyarakat
Tengah Tahun 2019, mayoritas 2015 tentang SPAM (Sistem masih menggunakan sumur penduduk Sumur
menggunakan Penyediaan
Terlindung
sebesar pasal
14,
Air
Minum) sebagai sumber air bersihnya,
terminal
47,9% dan Sumur Bor 37,4% merupakan
air sehingga dalam perencanaan
sarana pada
perumahan
terdapat TPA sehingga pembuangan akhir hanya terdapat pada 1 titik di Kecamatan Sulang
Kabupaten
Rembang
dengan
skala
penampungan
kabupaten.
Dari
gambaran peta diatas bisa dilihat jika jaringan persampahan di wilayah deliniasi :
swadaya
sebagai sumber kebutuhan air pelayanan air minum yang sistem air bersih yang di buat bersihnya. Sumber air bersih digunakan secara komunal dan dikelola secara swadaya lainnya
didapatkan
dari berupa bak penampung air dan swakelola, sehingga Desa
Ledeng meteran 6,6%, Ledeng yang ditempatkan di atas Sluke eceran 0,4% dan Air Sungai permukaan 1%.
tanah
memiliki
atau (PAM-Desa)
pondasi dan pengisian air memberikan dilakukan
dengan
perusahan
yang
dapat
penghasilan
sistem desa dan membuka lapangan
curah dari mobil tangki air kerja bagi masyarakat desa, atau kapal tangki air.
serta
harga
air
yang
disesuaikan/disepakati seluruh
masyarakat
oleh desa,
sehingga tidak memberatkan masyarakat
dan
dapat
melayani
bersih
secara
merata
air
sesuai
kebutuhan
masyarakat.
Sistem
pengadaan air tersebut dapat terkelola
dengan
sehingga sebuah
dapat
baik menjadi
perusahaan
desa
(asset desa). Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020 Gambar 4.7 Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geografis Tahun 2006,Google Street View 2020
21
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Tabel 4.10 Analisis Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke KONDISI EKSISTING 1.
Wilayah
sudah memiliki tempat/bak sampah di masing-masing
pengelolaan masih belum sesuai standart dimana tidak ada
dibuang tidak pada tempatnya.
Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, Sedia wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk wadah sampah organik dan
terdapat di pinggir-pinggir jalan. Ada beberapa titik permukiman dimana tidak adanya bak
permukiman
swadaya
didesa
sluke
pengelolaan (pengomposan), masih banyak titik-titik di permukiman yang belum terdapat tempat/bak sampah dan hari sekali. Selain itu, di permukiman swadaya masih ada
SNI
03-1733-1989
tentang
standar
pelayanan
pembuangan sampah kapasitas minimum tempat sampah lingkungan rumah tangga volume 0,02 m3.
beberapa warga dimana banyak tumpukan sampah yang tidak dibuang di tempat yang seharusnya, tetapi di halaman rumah warga sudah terdapat tempat/bak sampah. Untuk
sampah di setiap masing-masing rumah 1.
deliniasi
pengangkutan masih belum sesuai dengan standart yakni 3
Di beberapa titik permukiman terdapat bak sampah yang Anorganik. tidak hanya di masing-masing rumah, tetapi sekaligus Menurut
1.
ANALISIS
Persampahan di wilayah deliniasi sebenarnya sebagian
rumah warga akan tetapi masih ada sampah yang
1.
STANDART
itu
perlu
adanya
perbaikan
kondisi
prasarana
persampahan yakni disediakan suatu tempat khusus untuk
Bak sampah yang digunakan berukuran ±240 liter
pembuangan sampah ataupun dengan sosialisasi/edukasi Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di untuk masyarakat agar adanya tempat sampah dan Permukiman, pemilahan sesuai jenis sampah dan minimal membuang sampah pada tempatnya.
1.
Salah satu pengolahan sampah di permukiman wilayah ada 2 buah alat pengomposan rumah tangga pada setiap deliniasi masih dengan cara tradisional yakni di bakar.
bangunan yang lahannya mencukupi, serta ditempatkan wadah sampah organik dan anorganik di halaman bangunan bagi sistem pengomposan skala lingkungan Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, pengangkutan sampah organik dari sumbernya
1.
Pengangkutan sampah dilakukan setiap 3 hari sekali yang nantinya dikumpulkan menjadi satu.
minimal 2(dua) hari sekali dan angkut ke TPS atau TPS Terpadu. Untuk sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
22
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Jaringan Listrik Jaringan Listrik merupakan salah satu prasarana yang penting dalam mendukung aktivitas masyarakat. Fungsi dari prasarana jaringan listrik itu sendiri untuk menyalurkan listrik ke masyarakat Penggunaan listrik oleh masyarakat di wilayah deliniasi sebagian besar menggunakan listrik dari PLN dengan daya watt rata-rata sebesar 450 Watt - 1.300 Watt. Tiang listrik berada di sepanjang jalan di wilayah deliniasi Tabel. 4.11 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke
1.
2.
Kondisi Eksisting Masyarakat di wilayah delniasi sebagian besar menggunakan listrik yang bersumber dari PLN dengan daya 450Watt- 1.300 Watt. Tiang listrik dan lampu penerangan jalan berada di sepanjang jalan diwilayah deliniasi
Standart Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Penyediaan kebutuhan daya listrik setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber lain. Dan daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga. Serta penyediaan jaringan listrik, tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar
Analisis Pada perumahan swadaya diwilayah delineasi menggunakan daya listrik yang berbeda beda sesuai kebutuhan setiap rumah. Kebutuhan listrik wilayah delineasi sudah terpenuhi dari PLN dan tiang listrik serta lampu penerangan jalan sudah sesuai dengan standart yang ada.
Gambar 4.8 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geografis 2006, Google Street View 2020
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
23
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Pada wilayah delineasi perumahan dan permukiman di desa Sluke terdapat 3 jenis drainase yaitu
Jaringan Drainase
drainase primer,drainase sekunder dan drainase tersier. Jenis jaringan drainase yang ada di wilayah deliniasi
yaitu drainase lokal yang dibuat oleh masyarakat di wilayah deliniasi dan sudah terintegrasi drainase
Pada pengamatan dengan google street view,jaringan drainase di lingkungan perumahan swadaya dapat dijelaskan dalam tabel berikut
lingkungan dengan drainase perkotaan. Jaringan drainase mengikuti sungai,pola jaringan jalan arteri dan jalan lingkungan.
Tabel 4.12 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke KONDISI EKSISTING
STANDART
Drainase Primer yang mengikuti sungai yang ada di Desa Sluke . Drainase ini kering. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh musim kemarau yang sedang terjadi. Ditemukan terdapat sampah pada drainase primer .
Menurut Permen UU No.12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaaan,Ukuran saluran tidak dapat di standarisasikan sebab tergantung dari luas daerah tangkapan air
Drainase sekunder terdapat pada jalan arteri terdapat sebagian tertutup beton dan di atasnya dimanfaatkna untuk PKL dan sebagian drainase terbuka. Memiliki lebar 0,5-2 meter dan terdapat timbunan sampah
Menurut Permen UU No.12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaaan,Ukuran saluran tidak dapat di standarisasikan sebab tergantung dari luas daerah tangkapan air
Saluran drainase tersier di setiap depan rumah atau tepi jalan lokal dan lingkungan dengan lebar 30-50 cm serta dinding saluran drainase diperkeras dengan semen. Pada drainase tersier berfungsi dengan baik tetapi banyak timbunan sampah yang cukup menghambat aliran air dan dapat menyebabkan air meluap ketika musim penghujan
Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan: Lebar drainase pada jalan lokal 0,5 meter dan pada jalan lingkungan 0,5 meter dan memiliki lebar yang sama dengan bahu jalan
ANALISIS
Pada setiap rumah swadaya memiliki drainase yang terletak di sisi jalan yang memiliki lebar 30-50 cm yang berbentuk persegi sedangkan drainase di tepi jalan arteri yang memiliki lebar 0.5-2 meter dan sesuai dengan standar yang ada. Sebagian besar drainase tersebut berdekatan dengan rumah swadaya dan tidak sesuai dengan standar garis sempadan saluran drainase. Hal tersebut dikarenakan saat masyarakat membangun rumah swadaya ingin memaksimalkan lahan yang dimiliki sehingga membangun drainase yang dekat dengan rumah. Selain itu untuk drainase sekunder dan tersier terdapat sebagian drainase tertutup beton dan sebagian terbuka. Hal tersebut dipengaruhi oleh keinginan masyarakat yang membangun rumah swadaya dimana dapat membuat drainase tersebut tertutup atau terbuka sesuai dengan kebutuhan masing masing.
Drainase Tersier Terbuka
Drainase Tersier Tertutup
Drainase Sekunder Tertutup
Drainase Sekunder Terbuka
Drainase Primer
Gambar 4.9 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geografis 2006, Google Street View 2020
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
24
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
KONDISI NON FISIK PERUMAHAN SWADAYA DI DESA SLUKE
Karakteristik dari Desa Sluke dicirikan sebagai kawasan permukiman padat penduduk.
Lokasi deliniasi yang terletak di pusat kawasan perkotaan serta sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kecamatan, menjadi daya tarik bagi penduduk yang mengutamakan aksesibilitas dalam pemenuhan kebutuhan rumah. Tingkat kepadatan di lokasi amatan diprediksikan akan meningkat, jika mengingat lokasinya yang strategis. Jika diamati melalui foto
A. Kependudukan 1. Profil Kawasan Permukiman Swadaya
udara, tatanan rumah tidak terstruktur menandakan lokasi amatan merupakan kawasan perumahan tidak terencana. Sedangkan jika diamati melalui google street view, kondisi fisik bangunan rumah memiliki tipe dan ukuran yang berbeda-beda. Pola perumahan yang tidak terstruktur dan ukuran rumah yang berbeda, juga menunjukkkan karakteristik perumahan
swadaya.
2. Piramida Penduduk 65+ 60-64 55-59 50-54 45-49
40-44 35-39 30-34 25-29 20-24
15-19 10-14 Gambar 4.10 Peta Profil Kawasan Desa Sluke Sumber: Analisis Kelompok 9B 2020
Desa Sluke merupakan satu dari 14 desa yang ada di Kecamatan Sluke yang terbagi menjadi 2 RW dan 19 RT. Pada tahun 2018 Desa Sluke mempunyai jumlah KK yakni sebanyak 570 KK dengan 569 rumah milik dengan jumlah penduduk 3.458 jiwa dengan kepadatan penduduk 740 jiwa/ Km2. Penduduk yang berada di desa sluke pada tahun 2018, net-migrasi terjadi sebanyak
21 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2018 sebesar 1,39% dari total 13,57% di
5-9 0-4
15
10
5
0 Presentase
5
10
15
Presentase
Gambar 4.11Piramida Penduduk Desa Sluke Sumber: BPS Kecamatan Sluke,2018
Kecamatan Sluke.
25
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Piramida penduduk diatas menggambarkan komposisi penduduk di Desa Sluke.
4. Kepadatan Penduduk
Piramida menggembung ditengah, ini berati penduduk usia produktif mendominasi di Desa Sluke. Jumlah usia produktif (15-64 tahun) Sebanyak 2387 jiwa, dan usia non produktif (0-14 dan 65+) sebanyak 1071 jiwa. Hal ini menunjukan angka rasio ketergantungan di Desa Sluke rendah, rasio ketergantungan menunjukan angka 44,87% yang berarti setiap 100 orang kelompok produktif menanggung kurang lebih 45 orang dari kelompok non produktif.
80
3. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
60 40 SD
20
28% 38%
SMP
0
SMA
Kepadatan Penduduk Bruto 2018
Kepadatan Penduduk Netto 2018
Gambar 4.13 Diagram Kepadatan Penduduk Desa Sluke Sumber: BPS Kecamatan Sluke, 2018
D1/D2/D3 18% 0.40%
Kepadatan
D4/S1
2%
penduduk
bruto
merupakan
hasil perhitungan dari jumlah penduduk tahun
14% Tidak Memiliki
Gambar 4.12 Diagram Penduduk Desa Sluke Menurut Tingkat Pendidikan Sumber: BPS Kecamatan Sluke,2018 Berdasarkan data grafik diatas jumlah penduduk menurut tingkat Pendidikan di Desa Sluke di dominasi oleh tidak sekolah sebesar 38%. Penduduk dengan tingkat Pendidikan tamatan SD sebesar 28%. Kesadaran penduduk Desa Sluke untuk menempuh Pendidikan jauh
masih sangat minim di golongan anak muda. Hal ini menunjukan bahwa tingkat Pendidikan di Desa Sluke masih tergolong rendah. Oleh karena itu pada wilayah deliniasi masih banyaknya penduduk yang tergolong kedalam MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), akibatnya konsep perumahan swadaya akan menjadi salah satu program pemberdayaan masyarakat
disana dengan melibatkan CSR (cooperate social responsibility)/LSM (Lembaga Swadaya
tersebut dalam satuan jiwa dibagi dengan luas lahan yang
ada
dalam
satuan
kilometer
persegi.
Berdasarkan data grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk bruto di Desa Sluke
adalah 7 jiwa/Ha. Sedangkan untuk kepadatan Netto adalah hasil perhitungan dari jumlah penduduk tahun tersebut dalam satuan jiwa dibagi dengan luas lahan terbangun dalam satuan hektar. Kepadatan
penduduk penggunaan
netto
berguna
lahan
untuk
untuk
mengetahui
pembangunan.
Berdasarkan data grafik diatas kepadatan netto di Desa Sluke berjumlah 80 jiwa/Ha.
Masyarakat) dalam bantuan pembiayaannya.
26
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N 2. Ketenagakerjaan
B. EKONOMI
Melalui informasi matapencaharian di kawasan delineasi, diketahui bahwa terdapat 660 penduduk yang bekerja. Dengan mengetahui jumlah penduduk produktif, penduduk disabilitas, dan usia produktif yang sedang menempuh SMA dan kuliah, maka dapat diketahui bahwa jumlah pengangguran di delineasi sebesar 190 penduduk dengan angkatan kerja sebesar 850 penduduk.
Maka data diketahui informasi sebagai berikut.
Variabel
Nilai
Tingkat Pengangguran Terbuka
18,27%
Persentase Pengangguran
11,07%
Tingkat Kesempatan Kerja
77,65%
Rasio Ketergantungan
39,34%
1. Mata Pencaharian Tabel 4.15 Tingkat dan Rasio Terkait Informasi Ketenagakerjaan Sumber : BDT Dinsos Jawa Tengah, 2020. Diolah Oleh Kelompok 9B Mata
pencaharian
paling
banyak
penduduk
yakni
bekerja
dibidang tersier (jasa) sebesar
64,70%
dimana
28,48%
(188
penduduk) bermatapencaharian di
bidang
konstruksi.
bangunan Sedangkan
dan untuk
matapencaharian sektor primer terdapat 25,15% yang didominasi oleh pertanian tanaman padi dan palawija serta peternakan
(63 orang dan 58 orang) dengan persentase 9,55% dan 8,79%.
3. Kemiskinan
Dari
diagram
disamping
,presentase
kemiskinan per KK desa sluke menunjukkan bahwa jumlah KK yang mampu sebesar 17,96% dari total penduduk yaitu 97 KK. Adapun yang masuk dalam ketegori miskin dan sangat miskin sebesar
35,7%
atau
193
KK.
Dari
kondisi
perekonomian di atas, dapat diketahui bahwa salah satu karakteristik permukiman swadaya di wilayah delineasi sebagian besar dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain
tingginya
angka
pengangguran,
angka
kemiskinan yang mencapai 35,7% juga menjadi i
Gambar 4.15 Presentase Kemiskinan Sumber : BDT Dinsos Jawa Tengah, 2020
ndikator kuat dalam penentuan baik tidaknya perumahan dan permukiman swadaya sesuai dengan Gambar 4.14 Grafik Mata Pencaharian Sumber : BDT Dinsos Jawa Tengah, 2020
apa yang dikemukakan oleh Farida (2020). Maka, perekonomian menjadi salah satu contributing
factor adanya rumah yang tidak layak huni pada permukiman swadaya delineasi.
27
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
SOSIAL B U D AYA
K E L E M B AG A A N
9B
Pada wilayah delineasi Lokasi wilayah studi yang berlokasi di Desa Sluke, Kabupaten Rembang
Desa
Sluke,
penduduk
terdapat kelembagaan formal yang berada di desa tersebut. Kelembagaan
memiliki
desa tersebut antara lain Pemerintah Desa yang terdiri dari kepala desa dan
gotong royong masyarakat.
sekretaris
Gotong
desa
melaksanakan
yang tugas
bertugas dari
menyelenggarakan
Pemerintah.
Kemudian
pelayanan terdapat
dan Badan
budaya royong
yaitu
tersebut
diwujudkan
dalam
Permusyawaratan Desa (BPD) yang bertugas dalam mengelola aspirasi
menjaga kerja bakti untuk
masyarakat. Terdapat juga perangkat desa dengan lingkup lebih kecil seperti
menjaga
Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang bertujuan untuk
lingkungan,
menciptakan
dan
memperbaiki
kegotongroyongan. Selain itu, di desa Sluke juga terdapat lembaga
yang
dilakukan
Pemberdayaan
Kesejahteraan
oleh masyarakat. Selain itu
pemberdayaan
masyarakat
kehidupan
masyarakat
desa
Keluarga
sehingga
(PKK)
dapat
yang yang
didasarkan bertujuan
membantu
warga
sifat untuk yang
membutuhkan bantuan sosial. Kemudian untuk kelembagaan informal masyarakat yang berkaitan
budaya
kebersihan membangun
gotong
jalan
swadaya
royong
dapat terlihat pada upaya swadaya masyarakat dalam
dengan permukiman swadaya, seperti kelompok swadaya yang bertugas
membantu
sebagai perantara program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
program
dari pemerintah terdapat di Desa Sluke. Namun pada kondisi sebenarnya
perumahan
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) belum terlaksana. Sehingga
seperti program BSPS yang
hal ini memerlukan perhatian lebih dari pemerintah akan masyarakat yang
diberikan
memiliki Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan Masyarakat Berpenghasilan
masyarakat berpenghasilan
Rendah (MBR) melalui penyaluran bantuan perumahan swadaya.
rendah melalui Kelompok
pelaksanaan
pembangunan swadaya kepada
Gambar 4.16 Gotong Royong Masyarakat Sumber : Google Images
Swadaya Masyarakat yang digunakan untuk peningkatan kualitas rumah atau
memperbaiki rumah yang mengalami kerusakan. Masyarakat akan saling bekerja sama untuk membangun rumah penerima BSPS. Selain dalam pembangunan rumah yang merupakan bagian dari BSPS, budaya gotong royong juga dilakukan dalam melakukan pembangunan seperti perbaikan jalan ataupun lainnya. Gotong
royong masyarakat di wilayah delineasi lebih pada perbaikan jalan untuk membantu para usaha tani yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dan budaya tersebut masih diterapkan.
28
BAB 5
KELEMBAGAAN “ Kelembagaan merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan. Analisis kelembagaan dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu identifikasi stakeholder
“KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN”
penting yang terlibat, mengidentifikasi pengaruh dan ketertarikan stakeholder terhadap suatu permasalahan, dan
posisi
serta
keterlibatan
stakeholder
dalam
pembangunan di lokasi amatan. “
29
9B
PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN
5.1.1
IDENTIFIKASI STAKEHOLDER Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pembangunan perumahan swadaya dapat dirinci menurut ukuran yang meliputi organisasi, kelompok, dan individu. Identifikasi stakeholder dalam perumahan swadaya di lokasi amatan dirinci sebagaimana di tabel berikut : Tabel 5.1 Identifikasi Stakehorder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke
NO
PIHAK
STAKEHOLDER PEMERINTAH (IDENTIFY)
GENERAL INTEREST/ VALUE/ROLES
Pemerintah Kabupaten Rembang sebagai pembuat dan penentu kebijakan dan pengambilan keputusan yang akan direncanakan Tinggi : sebagai pihak utama penentu serta diselenggarakan dan pemerintah kabupaten akan bekerja kebijakan dan pembuat kebijakan sama dengan dinas-dinas terkait lainya.
Tinggi : Pemerintah Kabupaten bertanggung jawab atas kebijakan dan keputusan yang diambil dalam pembangunan permukiman swadaya
Leader - Supportive Aware
Tinggi : Sebagai pihak yang berkaitan Tinggi : Menyelenggarakan bantuan stimulan dengan keuangan (bantuan perumahan swadaya (BSPS) pembiayaan)
Leader - Supportive Aware
2
Pemerintah Kabupaten Rembang
3
Sebagai aktor dalam penyelenggaraan program bantuan Dinas Perumahan dan stimulan perumahan swadaya (BSPS) dan pembiayaan hingga Permukiman Kabupaten Rembang sebagai penyelanggara kegiatan monitoring
5
6
Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan
Sebagai aktor utama dalam perumusan penyelenggaraan pembangunan dan pengadaan fisik di permukiman swadaya
Tinggi : Sebagai pihak dalam perumusan dan penyelenggaraan kondisi fisik perumahan swadaya
Dinas Sosial Kabupaten Rembang
Sebagai pihak yang terlibat dalam penyediaan data-data pendukung bagi program permukiman swadaya
Rendah : Sebagai penyedia data pendukung, dimana kurang berperan dalam pembangunan perumahan swadaya
Pemerintah Kecamatan Sluke
EXPECTED POSITION
Leader - Supportive Ignorant
Pemerintah Pusat
P E M E R I N T A H
INTEREST IN PROJECT
Pemerintah pusat sebagai pembuat kebijakan serta mempunyai Rendah : Pemerintah lebih fokus ke hal-hal wewenang penuh atas izin mendirikan bangunan serta serta Tinggi : sebagai pihak yang mempunyai lain yang lebih penting, yang menjadikan penyelenggara dalam memberikan bantuan sertifikasi hak milik kebijakan dan wewenang penuh atas program permukiman swadaya tidak tanah, konsolidasi tanah serta penjaminan pembiayaan bagi penyelenggaran permukiman swadaya tertangani dengan maksimal. MBR.
1
4
POWER OF INFLUENCE
Tinggi : Menyelenggarakan atau membantu pembangunan dalam infrastruktur sarana dan Leader - Supportive prasarana seperti jalan dan fasilitas umum Aware lainya. Tinggi : Dinas sosial menyediakan data pendukung seperti data kesejahteraan masyarakat dll.
Leader - Supportive Aware
Sebagai koordinator dengan dinas-dinas terkait yang terlibat Tinggi : sebagai koordinator yang Tinggi : Perwakilan utama di Kecamatan Sluke dalam pembangunan perumahan swadaya. Serta pihak yang terlibat dengan dinas-dinas terkait Leader - Supportive serta yang memfokuskan program menerbitkan dokumen bagi masyarakat yang mendapat untuk keberhasiln program perumahan Aware permukiman swadaya di desa sluke bantuan program permukiman swadaya swadaya Tinggi : sebagai pihak utama fasilitator terhadap berbagai kegiatan ke masyarakat
7
Kepala Desa/Lurah Sluke
Kepala Desa sebagai fasilitator dalam kegiatan sosilisai program permukiman swadaya kepada masyarakat.
Tinggi : perwakilan pemerintah pertama di desa sluke
8
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah
Sebagai pihak yang terlibat dalam perumusan program permukiman swadaya ditingkat provinsi
9
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang
Sebagai pihak yang mengawasi berjalanya program serta mengevaluasi pembangunan permukiman swadaya
Rendah : keterlibatanya hanya sebatas Rendah : SKPD kabupaten tidak terlibat secara Leader - Supportive mengawasi dan mengevaluasi penuh dalam pembangunan permukiman Ignorant pembangunan permukiman swadaya swadaya
10
BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang
BPN sebagai pelaku yang mempunyai wewenang atas pemberian izin pelaksanaan permukiman swadaya baik pembebasan lahan, pendirian bangunan dll.
Tinggi : Sebagai pihak yang mempunyai Rendah : program pembangunanpermukiman Leader - Supportive wewenang atas pertanahan di program swadaya kurang memiliki ketertarikan Ignorant perumahan swadaya (kurang memberikan keuntungan)
Rendah : Keterlibatan SKPD terbatas Rendah : SKPD provinsi tidak terlibat secara hanya dalam perumusan permukiman penuh dalam program permukiman swadaya swadaya
Leader - Supportive Aware
Leader - Supportive Ignorant
30
9B
PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN STAKEHOLDER NO
PIHAK
PEMERINTAH
GENERAL INTEREST/ VALUE/ROLES
POWER OF INFLUENCE
Sebagai masyarakat yang menempati permukiman Desa
Rendah: Saat ini masyarakat mengalami
Sluke, menjadi sumber utama masukan dalam perumusah
keterbatasan biaya untuk menjalankan
arahan permukiman swadaya
pembangunan perumahan swadaya
INTEREST IN PROJECT
EXPECTED POSITION
(IDENTIFY)
11
Masyarakat Desa Sluke
M 12
A
Pemilik Bangunan
S
R
Pemilik Lahan
Sebagai masyarakat yang menempati dan memiliki hak legal
keterbatasan biaya dan belum secara fokus
bangunan, memiliki kecendurungan dalam
atas bangunan permukiman swadaya di wilayah Desa Sluke
melakukan penanganan terhadap permukiman
menginginkan penanganan kualitas
A K 14
A
Karang Taruna Desa Sluke
T
15
PKK Desa Sluke
Sebagai masyarakat yang memiliki hak legal atas tanah yang ditempati sebagai permukiman di wilayah Desa Sluke
Tinggi: Pemilik lahan memiliki hak untuk mengembangkan lahannya menjadi perumahan swadaya
Subject - Supportive - Aware
layak sangat tinggi Tinggi: Sebagai masyarakat yang memiliki
swadaya
A
pembenahan permukiman swadaya yang
Rendah: Saat ini pemilik bangunan mengalami
Y 13
Tinggi: sebagai masyarakat yang menempati Desa Sluke, keinginan dalam
Subject - Supportive - Aware
bangunan yang tinggi Tinggi: Sebagai masyarakat yang memiliki lahan, memiliki minat yang lebih dalam pemanfaatan lahan melalui penanganan
Subject - Supportive - Aware
permukiman swadaya yang akan dilakukan
Sebagai wadah masyarakat terutama generasi muda dalam
Rendah: saat ini karang taruna belum memiliki
Tinggi: sebagai bagian dari masyarakat ,
melakukan aktivitas di bidang kesejahteraan sosial seperti
pengaruh yang kuat dalam menangani
memiliki minat yang tinggi terhadap
partisipasi aktif dalam implementasi program tertentu
permukiman swadaya
penanganan positif permukiman swadaya
Sebagai wadah masyarakat dalam proses perwujudan
Rendah: saat ini hanya bersifat dalam
Tinggi: sebagai salah satu unsur
kebijakan yang berhubungan dengan kesejahteraan
mengusulkan dan menjadi sumber informasi
masyarakat yang mampu menyampai
masyarakat sehingga suatu program penanganan di wilayah
pendukung dalam penanganan permukiman
aspirasi dalam penanganan permukiman
Desa Sluke dapat tercapai
swadaya
swadaya
Subject - Supportive - Aware
Subject - Supportive - Aware
Tinggi: Program CSR terlibat dalam CSR PLTU Kabupaten
16
Rembang
Sebagai pihak yang bertujuan untuk menciptakan dampak Rendah: Belum secara jelas memiliki rencana dan bantuan pembangunan bagi kesejahteraan positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar PLTU (Desa perumusan penanganan permukiman swadaya di Sluke)
Desa Sluke.
S
17
S T
sebagai pihak yang berperan dalam peningkatan Bank (BPD Jawa Tengah dan
perekonomian masyarakat melalui bantuan bantuan
BRI)
pembiayaan kepada pemerintah dalam hal percepatan
pembangunan di daerah
Tinggi: sebagai badan keuangan pada Tinggi: sebagai salah satu aktor utama dalam
aspek pembangunan daerah yang memiliki
penunjang pembiayaan pembangunan rumah
minat dan keterhubungan yang tinggi
Player- Supportive - Aware
layak huni di Desa Sluke melalui pemberian CSR dalam pembangunan daerah tertentu salah satunya penanganan permukiman swadaya
A 18
Player - Supportive - Aware
bantuan sosial bagi penanganan permukiman swadaya
W A
masyarakat yang salah satunya dana
Sebagai pihak yang berperan dalam kelembagaan keuangan
Tinggi: sebagai pihak yang menyelenggarakan
BPR BKK Lasem Cabang Sluke dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui dana
pembiayaan melalui CSR dalam pembangunan
CSR yang diberikan dan pembangunan bedah RTLH
rumah layak huni
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
Tinggi: sebagai salah satu unsur pembiayaan yang telah melakukan
penanganan rumah yang tidak layak di
Player- Supportive - Aware
Desa Sluke
31
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
5.1.2
KLASIFIKASI STAKEHOLDER
Klasifikasi stakeholder dibedakan menurut kekuatan (pengaruh) dan fokus terhadap pembangunan perumahan swadaya di lokasi amatan dikategorikan dalam tabel dibawah ini : Tabel 5.2 Klasifikasi Stakhorder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke INTEREST
VARIABEL KLASIFIKASI
LOW
HIGH
Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang
Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pemerintah Pusat HIGH
BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang
Pengadaan Perumahan Pemerintah Kecamatan Sluke Kepala Desa/Lurah Sluke
Pemilik Lahan Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI) BPR BKK Lasem Cabang Sluke
POWER
Dinas Sosial Kabupaten Rembang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi LOW
Masyarakat Desa Sluke
Jawa Tengah
Pemilik Bangunan
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten
Karang Taruna Desa Sluke
Rembang
PKK Desa Sluke CSR PLTU Kabupaten Rembang
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
5.1.3
EVALUASI DAN KETERLIBATAN STAKEHOLDER Evaluasi dan keterlibatan stakeholder merupakan analisis lebih lanjut dari identifikasi stakeholder berdasarkan kekuatan dan fokus. Evaluasi dan keterlibatan
stakeholder (kepentingan dalam kegiatan) dirinci pada tabel berikut :
32
PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN Tabel 5.3 Evaluasi Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke NO
PIHAK
STAKEHOLDER PEMERINTAH
Pemerintah Pusat
1
Pemerintah Kabupaten Rembang
2
3 4 5 6
7
P E M E R I N T A H
Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan Dinas Sosial Kabupaten Rembang Pemerintah Kecamatan Sluke
Kepala Desa/Lurah Sluke
8
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah
9
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang
10 11 12 13 14
15
16
17 18
M A S Y A R A K A T S W A S T A
BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke
PKK Desa Sluke
9B
KEPENTINGAN 1. 2. 3. 4.
Meningkatkan kapasitas satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perumahan, dan membidangi pemberdayaan masyarakat Memberi bantuan stimulan pembangunan, baik dalam bentuk uang ataupun bahan bangunan kepada kelompok sasaran MASKIN Memberi kemudahan dan bantuan pembiayaan rumah swadaya dalam bentuk dana bergulir kepada MBR Memberi bantuan konsolidasi tanah, sertifikasi hak atas tanah, dan sertifikasi hak tanggungan untuk penjaminan pembiayaan bagi MBR
1. Pemerintah berperan lebih dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat 2. Pemerintah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehann rumah melalui program perencanaan pembagunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan berupa subsidi perolehan rumah, stimulan rumah swadya, insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, perizinan, asuransi dan penjaminan, penyediaan tanah, setifikat tanah dan atau prasarana, sarana, dan utilitas umum 3. Memberikan kemudahan atau bantuan pembiayaan untuk pembangunan perolehan rumah umum dan swadaya bagi MBR. 1. Mengupayakan dengan adanya program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) 2. Melakukan monitoring dan pembiayaan perumahan swadaya Melaksanakan kebijakan dalam memberikan fasilitas rumah swadaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah Menyediakan data pendukung untuk bahan pertimbangan dalam pelaksanaan proyek perumahan Menerbitkan dokumen pendukung data atau bukti tertulis dan kriteria subjek serta objek penerimaan bantuan proyek perumahan Sebagai pihak yang menerbitkan dokumen pendukung data atau persyaratan administrasi seperti bukti tertulis dari kriteria subjek dan objek perumahan swadaya 1. Meningkatkan kapasitas SKPD bidang perumahan kabupaten/kota untuk penyelenggaraan perumahan swadaya 2. Melakukan atau mengawasi pendataan RTLH dan backlog perumahan swadaya 3. Mengusulkan program perumahan swadaya untuk provinsi 1. Melaksanakan, atau pengawasi pendataan subjek dan objek 2. Mengusulkan kegiatan perumahan swadaya untuk kabupaten/ kota 3. Mengawasi dan evaluasi terhadap kinerja fasilitator dalam kegiatan fasilitasi pembangunan 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan fasilitasi pembangunan perumahan swadaya di kabupaten/kota. Berperan dalam proses sertifikasi tanah atau lahan tempat pelaksanaan proyek perumahan Berperan sebagai pelaksana kegiatan proyek perumahan swadaya Berperan Sebagai pemilik sertifikat bangunan terlepas merupakan masyarakat Desa Sluke atau tidak, dan pemilik lahan atau tidak Berperan sebagai pemilik sertifikat lahan dan mempunyai hak dalam pengembangan lahan Menciptakan sebuah forum di mana aspirasi masyarakat, khususnya generasi muda, diperhitungkan untuk mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap seluruh masyarakat. Memberikan bimbingan dan pemberdayaan kepada kaum muda, misalnya di bidang organisasi, bisnis, olahraga, advokasi, agama dan budaya.
Menyusun Rencana Kerja PKK, sesuai dengan hasil Rakerda Kabupaten dan RPJMG. Melaksanakan kegiatan penyuluhan, bimbingan dan motivasi kepada keluarga-keluarga dalam upaya mencapai keluarga sejahtera
CSR PLTU Kabupaten Rembang
1. Memberikan bantuan (dana investasi swasta) untuk mendukung pemerintah dalam program penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah 2. Melakukan pemberdayaan masyarakat demi meningkatkan perekonomian penduduk
Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI)
Bank daerah yang berguna untuk meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya di Jawa Tengah. Bank ini secara khusus membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah.
BPR BKK Lasem Cabang Sluke
Memberikan dana CSR dari BPR BKK Lasem untuk memperbaiki rumah tidak layak huni (bedah rumah) sebagai upaya pemberantasan kemiskinan
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
33
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
5.1.4
TINGKAT
KETERLIBATAN
STAKEHOLDER
Tingkat keterlibatan stakeholder dapat dirinci menurut tingkat partisipasi kegiatan dan tahapan kegiatan sebagaimana pada tabel berikut Tabel 5.4 Tingkat Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke
STAKEHOLDER
TIPE KETERLIBATAN
Stakeholder akan diberi informasi tentang proyek yang akan dilakukan atau akan disediakan informasi tentang proyek tersebut
Informed
- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan
Consulted
- PKK Desa Sluke - Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah - Pemerintah Kecamatan Sluke - Kepala Desa/ Lurah Sluke - Dinas Sosial Kabupaten Rembang
Stakeholder akan memberi konsultasi terhadap proyek-proyek yang berlangsung. konsultasi tersebut akan berguna untuk keberlangsungan proyek tersebut
Stakeholder akan menjadi rekan kerja dalam proyek yang berlangsung. rekan kerja ini berguna untuk membantu dalam keberlangsungan proyek
Stakeholder akan mengontrol dan mengatur tentang proyek yang akan dilaksanakan. hal ini berguna untuk mempercepat keberlangsungan proyek
Partners
Controlling
IDENTIFIKASI STAKEHOLDER
Tingkat
keterlibatan
berbeda-beda
di
stakeholder
setiap
tingkat.
Infomed artinya stakeholder terkait dapat memberikan informasi atau menerima informasi tentang proyek terkait
perumahan
Consulted
secara
- CSR PLTU Kabupaten Rembang - Bank (BPD Jawa Tengah dan BNI) - BPR BKK Lasem Kecamatan Sluke
berkonsultasi
- Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang - Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan - Pemerintah Kabupaten Rembang - Pemerintah Pusat
proyek
swadaya.
aktif
tentang
akan Proyek
Perumahan Swadaya. Partners akan bertindak
sebagai
mitra
perumahan
dalam swadaya.
Sedangkan Controlling akan bekerja untuk
mengawal
memprakarsai
siapa
jalannya
yang proyek
perumahan.
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
5.1.5
TAHAPAN
KETERLIBATAN STAKEHOLDER Proyek pembangunan perumahan swadaya dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Tahapan dalam pembangunan perumahan swadaya di antaranya yaitu identifikasi kebutuhan perumahan swadaya, perencanaan proyek, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan proyek. Adapun keterlibatan stakeholder
berdasarkan urutan atau tahapan kegiatan tersebut sebagaimana dikategorikan pada tabel dibawah ini
34
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N Tabel 5.5 Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke TAHAP
Need Assesment
IDENTIFIKASI STAKEHOLDER Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Pemerintah Pusat Pemerintah Kabupaten Rembang Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang
Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan
Planning
Implement
Monitoring and Evaluation
Dinas Sosial Kabupaten Rembang Pemerintah Kecamatan Sluke Kepala Desa/Lurah Sluke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Pemerintah Kecamatan Sluke Kepala Desa/Lurah Sluke Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI) BPR BKK Lasem Cabang Sluke Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan CSR PLTU Kabupaten Rembang Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI) BPR BKK Lasem Cabang Sluke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang Pemerintah Kecamatan Sluke Pemerintah Kabupaten Rembang Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
HOW
Sebagai Konten dalam Perumahan dan Permukiman Itu Sendiri
Regulasi Tingkat Tinggi Regulasi Tingkat Tinggi dan Pengusulan Program Asesmen Keadaan Sosial Regulasi Tingkat Menengah Kebawah Regulasi Tingkat Menengah Kebawah
Pengusulan Program Asesmen Keadaan Status Pertanahan
Parsipatori dan Main Role
Supporting Role. Pembangunan Utama Swadaya Tetap Melalui Masyarakat Perencanaan Terkait Skema Pembiayaan
State-Aided-Self-Help Settlement
Program dan Bantuan Pembiayaan Pembiayaan
Monitoring dan Evaluasi Dari Segi Pemerintah dan Regulasi
Monitoring dan Evaluasi Berdasarkan Pengguna
35
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
5.1.6
TINGKAT DAN TAHAPAN
5.1.7
BENTUK PEMBINAAN
KETERLIBATAN STAKEHOLDER
KELEMBAGAAN
Keterlibatan stakeholder berdasarkan tingkat dan urutan atau tahapan kegiatan tersebut
Berikut merupakan bentuk dari pembinaan stakeholder dalam pengembangan permukiman
sebagaimana dikategorikan pada tabel berikut:
swadaya di kawasan rawan bencana:
Tabel 5.6 Tingkat dan Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke PARTICIPATION TYPE STAGE
Needs Assesment
Planning
Implement
Monitoring and Evaluation
Inform
Consult
- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan
- Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - Kepala Desa/ Lurah Sluke - Dinas Sosial Kabupaten Rembang - Pemerintah Kecamatan Sluke - Kepala Desa/ Lurah Sluke - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah - BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang
- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan
- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan
- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan
Partner
Control
NO - Pemerintah Pusat - Pemerintah Kabupaten Rembang - Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan - Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang
- Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta - Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - Bank (BPD Jawa Karya dan Pengadaan Perumahan - Kepala Desa/ Lurah Sluke Tengah dan BNI) - Dinas Perumahan dan - SKPD (Satuan Kerja Perangkat - BPR BKK Lasem Permukiman Kabupaten Daerah) Kabupaten Rembang Kecamatan Sluke Rembang - Dinas PU Kabupaten - CSR PLTU Rembang Bidang Cipta Kabupaten Rembang - Karang Taruna Desa Sluke Karya dan Pengadaan - Bank (BPD Jawa - Masyarakat Desa Sluke Perumahan Tengah dan BNI) - Dinas Perumahan dan - Kepala Desa/ Lurah Sluke - BPR BKK Lasem Permukiman Kabupaten Kecamatan Sluke Rembang - Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - Pemerintah Kabupaten - Kepala Desa/ Lurah Sluke Rembang - SKPD (Satuan Kerja Perangkat - Dinas Perumahan dan Daerah) Kabupaten Rembang Permukiman Kabupaten - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Rembang Daerah) Provinsi Jawa Tengah - Pemerintah Kecamatan Sluke
Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
Tabel 5.7 Bentuk Pembinaan Kelembagaan Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke
BENTUK PEMBINAAN
1
Pendampingan
2
Pelatihan
3
Bimbingan Teknis
4
Sosialisasi
5
6
7
SASARAN
OUTCOME
KEGIATAN
Percepatan Bank Badan pembiayaan Pembangunan Daerah pembangunan (BPD) dan BPN penanganan (Badan Pertahanan permukiman swadaya Nasional) di Desa Sluke
Review/Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah dan Non Pemerintah
Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan permukiman swadaya
Satuan Kerja Perangkat Daerah Kab. Rembang (SKPD Kabupaten Rembang)
Peningkatan kinerja dan evaluasi dalam pemantauan penanganan permukiman swadaya
Akomodasi stakeholders yang berkepentingan dalam penanganan permukiman swadaya
Advokasi
Peningkatan Kapasitas pemangku Advokasi RP3KP Pemerintah Daerah kepentingan dalam (Provinsi, Kabupaten, dan Non Pemerintah penanganan Kota) permukiman swadaya
Diklat
Peningkatan Kapasitas kinerja pemerintah daerah
Pemerintah Daerah
Diklat Perencanaan Penanganan Permukiman Swadaya
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 9B, 2020
36
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
PEMBIAYAAN
Tabel 5.8. Klasifikasi Desil
Klasifikasi
Keterangan
Jumlah (Rumah Tangga)
Desil 1
Rumah tangga dalam kelompok 10% terendah (sangat miskin)
110
Desil 2
Rumah tangga dalam kelompok 10 – 20 % terendah (miskin)
83
Desil 3
Rumah tangga dalam kelompok 20 – 30 % terendah (hampir miskin)
110
Desil 4
Rumah tangga dalam kelompok 30 – 40 % terendah (rentan miskin)
130
Pembiayaan secara umum adalah penyediaaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Oleh karena itu, pembiayaan perumahan dapat didefinisikan sebagai upaya-upaya seorang pihak atau lembaga dalam rangka
menyediakan sejumlah modal untuk pemenuhan berbagai pengeluaran terkait perumahan. Sistem pembiayaan perumahan di Indonesia mengakomodasi tidak hanya pembiayaan formal, yaitu pembiayaan yang bersandar pada lembaga formal (bank, perusahaan pembiayaan) dalam mengalirkan dan/atau memenuhi
Sumber : BDT Provinsi Jawa tenngah,2020
kebutuhan pendanaan guna pemenuhan kebutuhan hunian, tetapi juga pembiayaan informal perumahan yaitu pembiayaan yang bersandar pada
Pembiayaan akan dilakukan dalam program penanganan permasalahan permukiman
lembaga informal, seperti pembiayaan berbasis komunitas (koperasi, arisan) serta
swadaya di Desa Sluke dengan melibatkan pembiayaan yang bersumber dari
hubungan baik antar teman dan berbasis kekeluargaan.
konvensional dan non konvensional. Pembiayaan konvensional yang berasal dari pemerintah (Provinsi, Kabupaten, Desa) sedangkan non konvensional berasal dari non
pemerintah ( CSR PLTU, PD, BPR,BKK Lasem Cabang Sluke).
5.2.1. KARAKTERISTIK SUBJEK Berdasarkan survey yang dilakukan melalui google street view di
5.2.2.
SUMBER PEMBIAYAAN
Desa Sluke, Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang terdapat rumah swadaya penduduk yang tidak layak huni yang berada di RT 03 RW 1, RW 2, RW 3 dan RW 4. Rumah tidak layak huni tersebut disebabkan oleh kondisi fisik bangunan yang
tidak sesuai dengan kriteria rumah layak huni. Rumah tidak layak huni yang ditemukan di wilayah studi memiliki bangunan rumah yang berdinding anyaman bambu dan rumah ukuran kecil dengan tinggi bangunan yang tidak sesuai standar. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya rumah tidak layak huni di
permukiman swadaya Desa Sluke yaitu, penghasilan penduduk yang rendah dengan dominasi penduduk 64,70% bermata pencaharian dibidang tersier dan pendapatan penduduk di Desa Sluke sesuai dengan UMK Rembangs sebesar Rp. 1.802.000 dimana merupakan UMK terendah ke 3 di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2020 sehingga sebagian penduduk tidak dapat memiliki atau menyewa rumah yang layak. Berdasarkan karakteristiknya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Desa Sluke memiliki pendapatan yang termasuk dalam klasifikasi desil 1-4. Berikut klasifikasinya :
Gambar 5.1 Pemberian Bantuan Rumah Layaj Huni Masyarakat Sumber : Google Images
37
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
Diberikan kepada Bantuan Keuangan Provinsi dan Kabupaten
Sumber Pembiayaan
Konvensional
Pajak dan Retribusi
Pemerintah Daerah
Pemerintah Kecamatan Sluke
Desa Sluke
Dengan Perincian 1. Dana Desa = 924.392.000 2. Bagi hasil Pajak dan Retribusi = 60.268.200 3. Alokasi Dana Desa = 333.162.000 4. Bantuan Keuangan Provinsi = 245.000.000 5. Bantuan Keuangan Kabupaten = 150.000.000 6. SILPA 2018 = 37.408.325 Total: 1.712.821.300
Masyarak at Desa Sluke
APBDesa
Pembangunan Rumah
Diberikan kepada CSR PLTU Kabupaten Rembang
Non Konvensional
Sub Bidang PU dan Penataan Ruang Rabat Beton RT02/RW02 dan RW07/RW01 Penataan RTH Lapangan Kridanggo Penyediaan RTH pada RT01/RW02 Sub Bidang Kawasan Permukiman Pengadaan Air Bersih RT03/RW01 dan RT04/RW03 Revitalisasi RTLH Penyediaan Bak Sampah Pengelolaan limbah rumah tangga
Masyarakat Desa Sluke PD BPR BKK Lasem Cabang Sluke
1. Memberikan bantuan (dana investasi swasta) untuk mendukung pemerintah dalam program penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah 2. Melakukan pemberdayaan masyarakat demi meningkatkan perekonomian penduduk
Peningkatan Kualitas Lingkungan Hunian
CSR terlibat dalam bantuan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat yang salah satunya dana bantuan sosial masyarakat
Gambar 5.2 Bagan Sumber Pembiayaan Perumahan Swadaya di Delineasi Desa Sluke Sumber : Hasil Analisis Kelompok 9B
“
Sumber pembiayaan dibagi menjadi konvensional dan non-konvensioanl. Sumber pembiayaan konvensional adalah pembiayaan yang berasal dari pendapatan negara seperti pajak,
retribusi, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan non-konvensional adalah pembiayaan yang berasal dari hasil kerjasama antara pemerintah dengan pihak masyarakat maupun pihak swasta.”
38
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
5.2.3. ALUR Bantuan
PEMBIAYAAN
Stimulan
Perumahan
Swadaya (BSPS) dari pemerintah dibutuhkan untuk
mendorong
TAHAP PERSIAPAN
•
masyarakat
•
berpenghasilan rendah untuk menyediakan Rumah
yang
renovasi
atau
layak
huni
konstruksi
dalam baru.
•
bentuk
BSPS
ini
memungkinkan setiap rumah masyarakat
• •
Walikota/Bupati Gubernur
Berpenghasilan Rendah dapat dibangun / ditingkatkan
kualitasnya
sehingga
•
Pemerintah Provinsi Ditjen Penyediaan Perumahan
• •
Berikut
ini
adalah
Surat Keputusan PPK
rumah
mereka dapat menjadi tempat tinggal layak huni.
Kementrian PUPR Ditjen • Penyediaan Perumahan •
Seleksi Bank/Pos Penyalur Pembentukan Tim Teknis Kota/Kabupaten Penunjukan Korfas dan TFL Pendampingan Masyarakat
Tahapan
Usulan Lokasi
Verifikasi Usulan
Penetapan
Penyiapan
Lokasi
Masyarakat
Penyelenggaraan BSPS:
Penetapan Calon Penerima Bantuan
Tahap pertama BSPS berawal dari
tahap
persiapan
yang
dimana
pemimpin daerah mengusulkan lokasi yang akan diberikan bantuan tersebut. Setelah
TAHAP PELAKSANAAN
usulan tersebut diverivikasi oleh pemerintah daerah dan Dirjen Penyediaan Perumahan maka lokasi tersebut ditetapkan yang mana juga
harus
diketahui
Dinas
PUPR.
Penyaluran
Pencairan
Bantuan
Bantuan
Selanjutnya masyarakat akan didata mana yang akan mendapatkan bantuan. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan yang dimana bantuan
akan
dicairkan
dan
disalurkan
TAHAP PEMANFAATAN BANTUAN
kepada masyarakat. Tahap yang terakhir
adalah Pemanfaatan Bantuan yang dimana bantuan
tersebut
digunakan
oleh
masyarakat penerima untuk membangun, membeli atau merenovasi rumah. Setiap
penggunaan
dana
dari
bantuan
akan
Laporan
Penggunaan Dana Tahap II
Laporan
Pemanfaatan Bantuan Tahap II
Penggunaan Dana Tahap I
Pemanfaatan
Bantuan Tahap I
dilaporkan serta dilakukan monitoring dan evaluasi Gambar 5.3 Tahapan Penyaluran Pembiayaan BSPS Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2018
39
9B
PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN Program Bantuan Selain BSPS adalah Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
yang dapat digunakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk membeli, membangun dan merenovasi rumah secara swadaya dengan mempunyai tabungan untuk pemenuhan sebagian uang muka perolehan rumah atau sebagian dana untuk pembangunan rumah swadaya melalui
Identifikasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan ekonomi
Penetapan Bank sebagai Lembaga Keuangan pelaksana
Penetapan Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Desa Sluke yang berhak dalam bantuan pembiayaan perumahan swadaya
Pelaksanaan pembiayaan perumahan swadaya di Desa Sluke
Penyusunan strategi pembiayaan perumahan swadaya di Desa Sluke
Penetapan peran Pihak Swasta dalam pembiayaan perumahan swadaya
Pencairan dana pembiayaan perumahan swadaya
Pemberian dana kepada penerima bantuan pembiayaan perumahan swadaya
Evaluasi dan monitoring pembiayaan perumahan swadaya
kredit atau pembiayaan bank pelaksana. Berikut merupakan alur proses BP2BT :
Pengajuan Oleh Pemohon
Verifikasi Bank Pelaksana
Pengujian Oleh Satuan Kerja
Penetapan Penerima Manfaat oleh Satuan Kerja
Penerima Manfaat Menempati Rumah
Pencairan Dana
Akad Kredit
Gambar 5.5 Alur Pembiayaan Perumahan Swadaya Desa Sluke Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2020
Gambar 5.4 Alur Proses Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasiss Tabungan Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2018 Alur proses BP2BT diatas merupakan gambaran alur proses permohonan bantuan rumah oleh pemohon. Dimana menunjukkan bahwa untuk menerima bantuan rumah swadaya perlu diawali dengan mengajukan bantuan oleh pemohon yang kemudian memverifikasi data bantuan oleh bank pelaksana, setelah itu akan dilakukan pengujian oleh satuan kerja hingga satuan kerja menetapkan penerima manfaat bantuan rumah. Setelah penetapan penerima manfaat bantuan rumah oleh satuan kerja selanjutnya diharuskan menjalani akad kredit dengan Bank yang dimana
bantuan
dapat
cair
dan
penerima
mendapatkan
manfaat
menempati
rumah.
Berdasarkan dari alur proses BP2BT tersebut, maka dapat diketahui penyaluran pembiayaan non konvensional perumahan dan permukiman, khususnya perumahan dan permukiman swadaya. Seperti halnya pada wilayah delineasi Desa Sluke. Penyaluran Pembiayaan Non Konvensional Perumahan dan Permukiman Swadaya Delineasi Desa Sluke teridentifikasi sebagai berikut :
Gambar 5.6 Pembangunan Perumahan Swadaya Bantuan Pemerintah Sumber: Google Images
40
BAB 6
TIPOLOGI FISIK 6.1.1. Tipologi Fisik Bangunan Permukiman Desa Sluke yang menjadi kawasan delineasi merupakan permukiman kompak terbesar di Sluke. Di dalam delineasi kawasan perumahan sebesar 55.14 Hektar luas bangunan 12.07 Hektar dan luas wilayah delineasi. Wilayah delineasi memiliki kepadatan bangunan sebesar 21 unit/Ha. Jumlah bangunan berdasarkan analisis tipologi solid void terdapat 1161 namun untuk jumlah rumah berdasarkan BDT Dinsos sebanyak 569 rumah. Dari segi tata masa bangunan, permukiman memiliki susunan massa bangunan yang cenderung linier-organis.
“TIPOLOGI PERUMAHAN SWADAYA DESA SLUKE”
Rumah cenderung berada di sepanjang jalan, baik jalan arteri (Jalan Pantura) maupun jalan lokal dengan intensitas kerapatan yang berbeda-beda. Namun juga terdapat beberapa rumah yang berada jauh dari akses jalan lokal dan penataannya tidak teratur, sehingga menjadi salah satu indikasi bahwa permukiman dibangun tidak terencana dan bukan melalui developer.
A. Berdasarkan Kondisi Fisik Permukiman delineasi masuk dalam kategori permukiman swadaya karena sebagian besar rumahnya merupakan hasil prakarsa dari masyarakat itu sendiri. Berdasarkan jenis
permukiman swadaya yang dikemukakan oleh Lejone John Ntema (2011), maka permukiman swadaya di delineasi dianalisis masuk dalam kategori state-aided self-help. Hal ini ditinjau atas fasilitas permukiman yang berada di wilayah delineasi cenderung disediakan oleh pemerintah. Fasilitas permukiman di sepanjang jalan arteri wilayah delinasi dibangun oleh pemerintah dan
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya ada beberapa fasilitas yang diprakarsai dan dibuat atas hasil pembangunan masyarakat seperti musholla yang terdapat di dalam permukiman. Kondisi fisik bangunan di delineasi permukiman relatif telah memenuhi standar fisik bangunan layak huni. Akan tetapi, masih terdapat beberapa rumah yang tergolong tidak layak huni tersebar di seluruh delineasi permukiman. Hal ini dibuktikan dengan kondisi fisik bangunan serta
material
bangunan
yang
buruk
atau
tidak
sesuai
dengan
Peraturan
Nomor
22/PERMEN/M/2008 tentang kriteria layak huni, yaitu (1) Memenuhi persyaratan keselamatan lingkungan, (2) Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan Sanitasi, serta (3) Memenuhi kecukupan luas minimum 7,2 m2/orang sampai dengan 12 m2/orang dengan ketinggian bangunan minimal 2.8m.
41
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N Tabel 6.1 Kondisi dan Deskripsi Fisik Bangunan Wilayah Delineasi Desa Sluke
.
9B
.
1. Rumah permanen dan layak huni di zona hijau serta dalam keadaan baik dan terawat
2. Rumah permanen dan layak huni di zona kuning serta dalam keadaan baik dan terawat
.
Gambar 6.1 Kondisi Bangunan Delineasi Sumber : Google Maps dan Analisis Penulis,2020 Berdasarkan analisis peta di atas, wilayah delineasi dapat diklasifikasi berdasarkan intensitas
kondisi bangunannya. Permukiman yang berada di sepanjang jala nmayoritas terdiri dari sebaran rumah layak huni dan tidak layak huni (kuning). Hanya sebagian kecil saja kawasan delineasi yang merupakan kumpulan rumah layak huni. Hal ini dikarenakan intensitas
3. Rumah semipermanen tidak layak huni di zona kuning. Pencahayaan kurang serta material anyaman bambu.
kuning serta dalam keadaan baik dan terawat
4. Rumah permanen dan layak huni di zona
.
.
5. Rumah permanen dengan bahan material bata dan kayu yang kecil di zona kuning (<28,8m2) bila ditempati oleh empat orang sehingga dapat dikatakan tak layak huni
6. Rumah tidak layak huni di zona merah. Akses yang sulit serta material bangunan yang tidak aman serta pencahayaan dan kondisi yang kurang baik.
serta memiliki pagar.
pembangunan rumah di wilayah delineasi yang pesat selama beberapa tahun terakhir pasca didirikannya PLTU. Program CSR PLTU Rembang salah satunya adalah pemberian intensif dan hal tersebut mendorong banyaknya rumah yang dibangun dan direnovasi (Kepala Desa Manggar, 2020). Pembangunan rumah-rumah baru tersebut mengikuti pola jalan yang sebelumnya juga sudah dibangun rumah-rumah lama. Akhirnya terjadi pemadatan rumahrumah baru di sepanjang jalan dan mengakibatkan adanya percampuran rumah baru yang relatif permanen dan layak huni serta rumah lama yang beberapa tidak layak huni. Adapun intensitas rumah tidak layak huni yang tinggi (merah) di permukiman swadaya delineasi berada di lokasi yang tidak memiliki akses jalan arteri dan lokal. Umumnya lokasi tersebut hanya bisa diakses dengan motor dan jalannya berupa jalan setapak/ jalan tanah.
Sumber: Google Streetviews dan dokumentasi pribadi. Dianalisis penulis, 2020
42
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
6.1.2. TIPOLOGI PERUMAHAN PERMUKIMAN B. Berdasarkan Jenis dan Bentuk Rumah
Analisis permukiman diwilayah deliniasi didapatkan yaitu swadaya yakni berupa permukiman warga, serta sarana seperti warung atau toko yang di bangun secara mandiri. Ada beberapa sarana dan prasarana non swadaya seperti : pasar, sekolah, kantor kecamatan, kantor polisi , BPR BKK dan Dinas Penyuluhan Pertanian. Dari analisis tersebut jika dilihat dari peta solid void menunjukkan bahwa penataanya cenderung tidak teratur baik swadaya maupun non swadaya.
Dari segi tata masa bangunan, permukiman memiliki susunan massa bangunan yang cenderung linier-organis. Rumah cenderung berada di sepanjang jalan, baik jalan arteri (Jalan Pantura) maupun jalan lokal dengan intensitas kerapatan yang berbeda-beda. Namun juga terdapat beberapa rumah yang berada jauh dari akses jalan lokal dan penataannya tidak teratur,
sehingga menjadi salah satu indikasi bahwa permukiman dibangun tidak terencana dan bukan melalui developer. Pada akhirnya, tipologi perumahan yang tercipta cenderung berbentuk grid
Gambar 6.2 Tipologi Bangunan Sumber : Google Maps dan Analisis Penulis,2020 Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas bangunan yang ada di Desa Sluke adalah rumah tunggal (detached house). Rumah tunggal adalah rumah tinggal yang terpisah dari rumah lainnya (berdiri sendiri). biasanya, rumah yang satu ini hanya digunakan atau ditempati untuk hanya satu keluarga serta jaraknya berjauhan antara rumah yang satu dengan rumah lainnya. Desa Sluke juga terdapat bangunan berupa rumah deret, yaitu salah satu tipe rumah sederhana yang bergandengan antara satu unit dengan unit lainnya. Pada rumah deret, salah satu atau kedua dinding bangunan induknya menyatu dengan dinding bangunan induk lainnya. Dengan sistem rumah deret, unit-unit rumah tersebut menjadi satu kesatuan. Terdapat juga bangunan berupa ruko di pinggir jalan pantura. Ruko tersebut sangat cocok lokasinya karena jalan pantura merupakan jalan utama yang menghubungkan antar kota. Gambar 6.3 Tipologi Perumahan dan Permukiman Sumber : Google Maps dan Analisis Penulis,2020
43
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
TIPOLOGI NON FISIK
Berdasarkan informasi yang didapat melalui laman Bhumi.atrbpn.go.id, hampir seluruh rumah dan bangunan yang ada di delienasi Desa Sluke merupakan rumah swadaya dengan hak milik sendiri. Namun terdapat
Tipologi non fisik yaitu berupa karakteristik permukiman yang berkaitan dengan budaya maupun
beberapa rumah dan bangunan yang lahannya masuk dalam hak pakai,
cara sosialisasi masyarakat wilayah studi dalam membangun rumah ataupun bertetangga.
guna bangunan, dan wakaf. Bangunan yang masuk dalam hak guna bangunan terdiri dari dua lokasi dengan total 11 bangunan. 10 bangunan
6 . 2 . 1. LEGALITAS
pada lokasi barat merupakan hak pakai yang diperuntukkan untuk
Peninjauan tipologi non fisik berdasarkan legalitas dapat ditinjau melalui status kepemilikan
puskesmas dan 1 bangunan diperuntukkan sebagai posko siaga bencana
bangunan dan kepemilikan lahan (BDT Dinsos 2020)
Desa Sluke. Hak guna bangunan berada di tiga titik yang berbatasan langsung dengan Jalan Pantura (5 bangunan) dengan peruntukkan
STATUS KEPEMILIKAN BANGUNAN
perdagangan
Status kepemilikan bangunan di delineasi umumnya dimiliki oleh perseorangan (milik sendiri)
dan jasa.
Adapun
dua
lokasi
tanah wakaf dengan
peruntukkan permukiman (8 rumah).
dengan rincian sebagai berikut.
Wilayah Kecamatan Sluke
Milik sendiri
Sewa/Kontrak
Bebas Sewa
Lainnya
477
2
88
2
Tabel 6.2 Rekapitulasi Status Kepemilikan Bangunan Sumber: BDT Dinsos Jawa Tengah (2020) dan dianalisis oleh Kelompok 9B 2020 Status kepemilikan bangunan di wilayah deliniasi dapat dilihat dari data status kepemilikan bangunan satu kecamatan Sluke dengan 477 rumah (83,8%) adalah milik sendiri, sedangkan selainnya adalah bukan bangunan milik sendiri (sewa/kontrak, bebas sewa, atau lainnya) dengan jumlah total 92 bangunan. Besarnya rumah sewa.kontrak dengan bebas sewa dikarenakan adanya PLTU yang menyebabkan banyaknya rumah yang disewakan untuk pekerja PLTU.
STATUS KEPEMILIKAN LAHAN Sama halnya dengan status kepemilikan bangunan, Status kepemilikan lahan di delineasi umumnya juga dimiliki oleh perseorangan (milik sendiri) dengan rincian sebagai berikut.
Wilayah
Milik sendiri
Milik Orang Lain
Milik Negara
Lainnya
Kecamatan Sluke
439
42
82
6
Tabel 6.3 Rekapitulasi Status Kepemilikan Lahan Sumber: BDT Dinsos Jawa Tengah (2020) dan dianalisis oleh Kelompok 9B 2020
Gambar 6.4 Peta Kondisi Legalitas Permukiman Desa Sluke Sumber: bhumi.atrbpn.go.id dan dianalisis oleh Kelompok 9B 2020
44
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
6.2.2 SOSIAL Masyarakat Desa Sluke didominasi oleh mata pencaharian di bidang Tersier (jasa) yang berupa bangunan dan konstruksi sebesar 24,48% dari jumlah penduduk yang bekerja. Sementara itu untuk sektor primer, didominasi oleh pertanian tanaman padi dan palawija serta sektor peternakan. Masyarakat Desa Sluke memiliki nilai budaya gotong royong yang tertanam dalam diri mereka. Budaya gotong royong tersebut diwujudkan dalam melakukan kerja bakti terhadap kondisi lingkungan Desa. Kerja bakti tersebut antara lain diwujudkan dalam menjaga lingkungan, perbaikan bangunan maupun jalan dan lainnya. Perbaikan
bangunan
rumah
dilakukan kepada masyarakat yang memiliki
tempat
tinggal
yang
mengalami kerusakan, hal tersebut dilakukan
sehingga
seluruh
kalangan masyarakat di Desa Sluke memperoleh untuk
dihuni.
dilakukan Gambar 6.5 Gotong Royong Penduduk Desa Sluke Sumber: Google Image,2020
rumah
yang
Perbaikan
secara
swadaya
layak rumah antar
sesama masyarakat.
6.2.3 EKONOMI Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan, jenis permukiman swadaya di wilayah studi termasuk ke dalam permukiman swadaya mandiri berbantuan pemerintah (state-aided self help). Hal ini dikarenakan tidak adanya bantuan dari pihak pemerintah dalam hal membangun rumah seperti dana untuk membangun, arahan pembangunan, atau memperbaiki rumah
namun mendapat dukungan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang permukiman.
Gambar 6.6 Peta Prakiraan Tipologi Perumahan dan Permukiman Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Sluke Sumber: Google Image,2020 Ditinjau dari mata pencahariannya, penduduk delineasi permukiman Sluke aling banyak bekerja di bidang kontruksi, perdagangan jasa, peternakan, dan perikanan. Permukiman Swadaya dengan karakteristik pendapatan yang rendah menunjukkan bahwa masyarakat akan memilih dan membangun tempat tinggal yang dekat dengan sumber mata pencahariannya. Maka, berdasarkan analisis Kelompok 9B, tipologi perumahan dan permukiman jika ditinjau dari mata pencahariannya dapat dipetakan pada gambar disamping..
Membangun perumahan swadaya di kawasan Desa Sluke cenderung secara gotong royong,
Rumah dengan mata pencaharian penduduk perdagangan dan jasa didominasi pada Jalan Pantura
karena masyarakat Desa Sluke meminta bantuan orang lain atau mempekerjakan orang lain
yang dapat meningkatkan change dan kesempatan dalam pertemuan antara konsumen dengan
untuk membangun rumah. Rumah-rumah swadaya yang berada di sepanjang jalan pantura
penjual. Hal ini juga dibuktikan oleh adanya hotel, pasar, dan tempat jasa lainnya yang berada di
didominasi oleh bahan rumah yang permanen. . Berdasarkan hasil observasi melalui google
sepanjang Jalan Arteri tersebut. Rumah dengan penduduk mata pencaharian di bidang perikanan
maps dan google earth banyak rumah di Desa Sluke yang terdapat cap masyarakat miskin, hal
berada di Utara karena selain dekat dengan laut dan tambak, terdapat TPI Manggar di bagian barat
ini didasarkan dari data BDT Jawa Tengah yang mengatakan angka pengangguran dan angka
laut yang tersambung melalui jalan lokal. Rumah dominasi mata pencaharian penduduk peternakan
kemiskinan mencapai 35,7% di Desa Sluke. Data tersebut menjadi indikator kuat dalam
berada di selatan yang mengarah pada lahan yang luas serta gunung yang memang menjadi tempat
penentuan baik tidaknya perumahan dan permukiman swadaya. Maka, perekonomian menjadi
potensial dalam mengembangbiakkan ternak. Adapun hunian umum yang dimaksud adalah hunian
salah satu contributing factor adanya rumah yang tidak layak huni pada permukiman swadaya
dengan mata pencaharian heterogenya lainnya.
delineasi.
45
9B
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
- POHON ISU Tingkat
Kesejahteraan
Masyarakat
yang Rendah di
Delineasi Permukiman Swadaya Sluke Berkontribusi pada
Terdapatnya Rumah Tidak Layak Huni dan Tidak Sehat.
MASALAH Tingkat Kemiskinan yang Tergolong Tinggi
Kondisi Ketenagakerjaan yang Rendah
Terdapatnya Rumah Tidak Layak Huni di Delineasi
Sumber Daya Manusia (SDM) yang Rendah
Kekeringan di Seluruh Desa Sluke
28% Penduduk hanya merupakan lulusan SD dan 38% tidak menempuh pendidikan
Kekeringan yang dipicu oleh Kandungan air tanah yang rendah dan curah hujan yang rendah (1.238 mm/tahun)
Potensi Peran Stakeholder dan Skema Pembiayaan yang Baik
Kondisi Infrastruktur yang Belum Optimal
DATA
35,7% masyarakatnya masuk kategori miskin dan sangat miskin sedangkan dalam kategori mampu hanya 17,9%
Tingkat Pengangguran Terbuka tinggi (18,27%) dengan persentase pengangguran yang besar
Sarana yang memadai namun prasarana (persampahan dan jalan) dalam kondisi yang kurang baik.
Terdapat rumah rumah dalam kondisi buruk dan bahan bangunan yang buruk
Terdapatnya CSR PLTU Rembang. BPR BKK menjadi potensi dalam stakeholder dan sumber pembiayaan non konvensial yang tersedia
4
Gmabar 6.7 Pohon Isu Perumahan dan Permukiman Swadaya Desa Sluke Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020
46
BAB 7
KESIMPULAN Perumahan swadaya yang terletak pada wilayah deliniasi yaitu Desa Sluke merupakan perumahan yang dibangun oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) secara swadaya. Jenis perumahan di wilayah deliniasi didominasi oleh rumah satu kantai dan relatif telah memenuhi standart fisik bangunan layak huni, akan tetapi terdapat pula beberapa rumah yang tergolong tidak layak huni berada pada RT 03 RW 1, RW 2, RW 3 dan RW 4. Tingkat pendidikan pada wilayah deliniasi tergolong masih rendah sehingga memicu pendapatan yang rendah karena mayoritas bekerja pada sektor informal dengan pendapatan yang kecil, kemudian 6,67% juga belum
“KESIMPULAN”
memiliki jamban pribadi sehingga terciptanya lingkungan yang tidak sehat.
Dalam pembangunan perumahan permukiman perlu adanya peran stakeholder terutama dalam penanganan permukiman swadaya di desa Sluke. Terdapat 18 stakeholder yang terdiri dari lembaga pemerintah dan lembaga non permerintah yang masing-masing memiliki pengaruh dan keterlibatan yang berbeda. Adapun sumber pembiayaan utama berasal dari sumber
konvensional (pendapatan negara) yaitu pajak, retribusi, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta sumber non konvensional (kerjasama antara pemerintah dengan pihak masyarakat maupun pihak swasta) yaitu CSR PLTU Kabupaten Rembang dan PD BPR BKK Lasem cabang Sluke.
Berdasarkan analisis fisik dan non fisik yang telah dilakukan, maka dari segi tata massa bangunan cenderung tersusun secara linier organis, dimana arah perkembangan perumahan mengikuti jalan baik jalan arteri (Pantura) maupun jalan lokal dengan intensitas kerapatan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu tipologi perumahan yang tercipta cenderung berbentuk cluster. Ketidakteraturan penataan bangunan dan bentuk fisik yang beragam tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pendapatan antar masyarakat. Dari kondisi fisik serta status kepemilikan lahan dan bangunan yang ada di delineasi wilayah studi, dapat ditekankan bahwa kondisi bangunan permukiman swadaya di delineasi umumnya dalam keadaan baik namun masih memiliki beberapa bangunan yang tidak layak huni bila ditinjau dari kondisi materialnya dan juga pemenuhan kebutuhan dasarnya. Walaupun pemerintah sudah melakukan pembangunan fasilitas umum yang menurut Heryati (2008) bisa menjadi langkah rehabilitasi untuk permukiman kumuh maupun tidak layak huni di permukiman swadaya, namun belum diimbangi dengan program yang langsung menyasar pada peningkatan kapasitas masyarakat dalam meningkatkan kualitas rumahnya seperti PKFPS dan KPS yang dinilai akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas hunian yang belum layak huni di kawasan delineasi.
4 47
| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N
DAFTAR PUSTAKA
9B
Arimurthy, Anggi dan Asnawi Manaf. 2013. Lembaga Lokal dan Masyarakat dalam Pemenuhan Kebutuhan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. 9(3). hal 311 BPSDM Kementerian PUPR. 2016.Diklat Pejabat Inti Satuan Kerja (PISK) Bidang Perumahan Modul 7 Penyelenggaraan Rumah Swadaya Devkar, G. 2017. A review of technologies for the provision of basic infrastructure in low-income settlements. Halaman 32-34 Lexsatyaji, R.A. 2010. Karakteristik Perumahan Swadaya Ditinjau dari Pola Produksi Rumah di Kota Semarang. Halaman 4-5 Mamangkey, Anderson, dkk. 2019. Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Di Kecamatan Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Ilmu
Pemerintahan. 3 (3): 1-7 Mullins, D. (2018). Achieving policy recognition for community-based housing solutions: the case of self-help housing in England. International Journal of Housing Policy. Mungkasa, Oswar. 2013. Perumahan Swadaya; Konsep, Pembelajaran dan Praktek Unggulan. Halaman 1-26 Nata, I., Manossoh, H., & Mawikere, L. M. (2018). Analisis Atas Penerapan Prinsip Good Governance Terhadap Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Pada Dinas Perumahan Kawasanpermukiman Dan Pertanahan Kabupaten Halmahera Utara. Going Concern: Jurnal Riset Akuntansi. Noor, Munawar. 2015. Analisis Kelembagaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pekotaan (PNPM-MP) Untuk Penanggulangan Kemiskinan.Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang Resa, Ade Masya, Zulfan Saam, and Suardi Tarumun. "Strategi Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Kampung Bandar Kota Pekanbaru." Dinamika Lingkungan Indonesia 4.2 (2017): 117-127. Setiadi, Amos. "TIPOLOGI DAN POLA PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA BONTANG (The Typology and Patterns of Slum Improvement Management in Bontang City)." TATALOKA 16.4 (2014): 220-233.
Suparwoko. (2013).Peningkatan Kapasitas Perumahan Swadaya di Indonesia. Total Media. Yogyakarta
48