Laporan Akhir Perumahan dan Permukiman Desa Sluke,Kabupaten Rembang

Page 1

DEPARTEMENT OF URBAN AND REGIONAL PLANNING FACULTY OF ENGINEERING, DIPONEGORO UNIVERSITY

ANALISIS TIPOLOGI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Desa Sluke,Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang


ANALISIS TIPOLOGI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN SWADAYA DESA SLUKE KECAMATAN SLUKE KABUPATEN REMBANG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perumahan dan Permukiman (TPW 21215) Dosen Pengampu : Dr. Sunarti, ST., MT. Dr. – Ing Asnawi, ST Landung Esariti, ST.,MPS

Disusun Oleh : Kelompok 9B Janatin Aliyah

21040118130060

Fitriyani Eka Permatasari

21040118130078

Narinda Adhi

21040118130122

Ilham Pramadhitya F

21040118130123

Claudya Gina Anki

21040118140132

M. Devandra Adiwinata

21040118130136

Lu’lu Dora Nasiha

21040118140139

Dzakwan Yazid T.

21040118140152

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2020


Tugas Mata Kuliah Perumahan dan Permukiman Dosen Pembimbing: Dr. Sunarti, S.T., M.T. Dr. –Ing Asnawi, S.T. Landung Esariti, S.T., M.P.S.

Dzakwan Yazid Thalib 21040118140152

Muhamad Devandra A. 21040118130136

Narinda Adhi D. 21040118130122

Fitriyani Eka Permatasari 2104011813078

Janatin Aliyah 21040118130060

Lu’lu Dora Nasiha 21040118140139

Claudya Gina Anki F. 21040118140132

Ilham Pramadhitya F. 21040118130123


DAFTAR ISI BAB 1

BAB 4

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

01

1.2 Tujuan dan Sasaran

02

1.2.1 Tujuan

02

1.2.2 Sasaran

02

1.3 Ruang Lingkup

02

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah

02

1.3.2 Ruang Lingkup Materi

03

1.4 Metode dan Pengumpulan Data

03

1.5 Kerangka Pikir

03

1.6 Sistematika Penulisan

04

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS KONDISI FISIK DAN NON FISIK 4.1 Kondisi Fisik Perumahan Swadaya di Desa Sluke 4.1.1 Kondi Fisik Alam

BAB 6

15 15

4.1.1.1 Kemiringan Lahan

15

4.1.1.2 Hidrogeologi dan Klimatologi

16

4.1.1.3 Penggunaan Lahan

17

4.1.2 Kondisi Fisik Binaaan

17

4.1.2.1 Sarana

17

4.1.2.2 Prasarana

20

4.2 Kondisi Non Fisik Perumahan Swadaya

25

BAB 5

2.1 Permukiman Swadaya

05

2.2 Jenis Permukiman Swaddaya

06

KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN

2.3 Karakteristik Permukiman Swadaya

06

5.1 Kelembagaan

29

2.4 Pembiayaan Permukiman Swadaya

06

5.1.1 Identifikasi Stakeholde

2.5 Kebijakan Permukiman Swadaya

08

5.1.2 Klasifikasi Stakeholder

32

2.6 Program Permukiman Swadaya

08

5.1.3 Evaluasi dan Keterlibatan Stakeholder

32

2.7 Kelembagaan Permukiman Swadaya

10

5.1.4 Tingkat Keterlibatan Stekholder

34

2.8 Tipologi

11

5.1.5 Tahapan Keterlibatan Stakeholder

34

2.9 Benchmark Permukiman Swadaya

11

5.1.6 Tingkat dan Tahapan Keterlibatan Stakeholder

36

5.1.7 Bentuk Pembinaan Kelembagaan

36

BAB 3

IDENTIFIKASI WILAYAH STUDI

3.1 Deliniasi Wilayah Studi

3.2 Justifikasi Deliniasi Wilayah Studi

5.2 Pembiayaan

30

37

5.2.1 Karakteristik Subjek

37

13

5.2.2 Sumber Pembiayaan

37

14

5.2.3 Alur Pembiayaan

39

TIPOLOGI PERUMAHAN SWADAYA 6.1 Tipologi Fisik

41

6.1.1 Tipologi Fisik Bangunan

41

6.1.2Tipologi Perumahan Permukiman

43

6.2 Tipologi Non Fisik

44

6.2.1 Legalitas

44

6.2.2 Sosial

45

6.2.3 Ekonomi

45

BAB 7

KESIMPULAN 7.1 Kesimpulan

47

DAFTAR PUSTAKA

48

KELOMPOK


DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

Gambar 3.1 Peta Delineasi Desa Sluke

13

Tabel 4.1 Jumlah Sarana Pendidikan Desa Sluke

17

Gambar 3.2 Peta Solid Void Deliniasi Wilayah Studi

13

Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kesehatan Desa Sluke

17

Gambar 4.1 Peta Kemiringan Lereng Wilayah Delineasi Desa Sluke

15

Tabel 4.3 Jumlah Sarana Peribadatan Desa Sluke

18

Gambar 4.2 Peta Hidrogeologi Wilayah Delineasi Desa Sluke

16

Tabel 4.4 Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa Desa Sluke

18

Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Wilayah Delineasi Desa Sluke

16

Tabel 4.5 Jumlah Sarana Pelayanan Publik Desa Sluke

18

Gambar 4.4 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Delineasi Desa Sluke

17

Tabel 4.6 Jumlah Sarana Olahraga Desa Sluke

18

Gambar 4.5 Peta Persebaran Sarana Desa Sluke

19

Tabel 4.7 Jumlah Sarana Keamanan Desa Sluke

18

Gambar 4.6 Peta Jaringan Jalan Desa Sluke

20

Tabel 4.8 Jenis Air Bersih

20

Gambar 4.7 Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke

21

Tabel 4.9 Analisis Jaringan Air Bersih Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke

21

Gambar 4.8 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke

23

Tabel 4.10 Analisis Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi PerkimDesa Sluke

22

Gambar 4.9 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke

24

Tabel 4.11 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi Perkim Desa Sluke

23

Gambar 4.10 Peta Profil Kawasan Desa Sluke

25

Tabel 4.12 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi PerkimDesa Sluke

24

Gambar 4.11 Piramida Penduduk Desa Sluke Sumber: BPS Kecamatan Sluke,2018

25

Tabel 4.15 Tingkat dan Rasio Terkait Informasi Ketenagakerjaan

27

Gambar 4.12 Diagram Penduduk Desa Sluke Menurut Tingkat Pendidikan

26

Tabel 5.1 Identifikasi Stakehorder Perkim Swadaya di Desa Sluke.

30

Gambar 4.13 Diagram Kepadatan Penduduk Desa Sluke

26

Tabel 5.2 Klasifikasi Stakhorder Perkim Swadaya di Desa Sluke

32

Gambar 4.14 Grafik Mata Pencaharian

27

Tabel 5.3 Evaluasi Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke

33

Gambar 4.15 Presentase Kemiskinan

27

Tabel 5.4 Tingkat Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke

34

Gambar 4.16 Gotong Royong Masyarakat

28

Tabel 5.5 Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke

35

Gambar 5.1 Pemberian BantuanRumah Layaj Huni Masyarakat

37

Tabel 5.6 Tingkat dan Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perkim Swadaya di Desa Sluke 36

Gambar 5.2 Bagan Sumber Pembiayaan Perumahan Swadaya di Delineasi Desa Sluke

38

Tabel 5.7 Bentuk Pembinaan Kelembagaan Perkim Swadaya di Desa Sluke

36

Gambar 5.3 Tahapan Penyaluran Pembiayaan BSPS

39

Tabel 5.8. Klasifikasi Desil

37

Gambar 5.4 Alur Proses Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasiss Tabungan

40

Tabel 6.1 Kondisi dan Deskripsi Fisik Bnagunan Wilayah Delineasi Desa Sluke

42

Gambar 5.6 Pembangunan Perumahan Swadaya Bantuan Pemerintah

40

Tabel 6.2 Rekapitulasi Status Kepemilikan Bangunan

44

Gambar 6.1 Kondisi Bangunan Delineasi

42

Tabel 6.3 Rekapitulasi Status Kepemilikan Lahan

44

Gambar 6.2 Tipologi Bangunan

43

Gambar 6.3 Tipologi Perumahan dan Permukiman

43

Gambar 6.4 Peta Kondisi Legalitas Permukiman Desa Sluke

44

Gambar 6.5 Gotong Royong Penduduk Desa Sluke

45

Bagan 2.1 Program Perumahan Swadaya

08

Gambar 6.6 Peta Prakiraan Tipologi Perkim Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Sluke

45

Bagan 2.2 Komponen Kelembagaan dan Fungsinya

10

Gambar 6.7 Pohon Isu Perumahan dan Permukiman Swadaya Desa Sluke

46

Bagan 2.3 Kelembagaan dan Pembiayaan Perumahan Swadaya di Indonesia

10

DAFTAR BAGAN


BAB 1

L ATA R B E L A K A N G Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan tempat tinggal yang layak dan dapat dihuni dengan nyaman. Pernyataan tersebut dapat merepresentasikan arti sebuah rumah secara sederhana. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, rumah

adalah bangunan Gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal layak huni, sarana pembinaan keluarga, serta sebagai harkat, martabat, dan aset bagi pemiliknya. Satuan

“PENDAHULUAN”

rumah yang terkumpul pada suatu lokasi serta dilengkapi oleh sarana dan prasarana lingkungan inilah yang akhirnya menciptakan terminologi perumahan. Kelengkapan

utilitas umum tersebut dilakukan sebagai perwujudan pemenuhan rumah yang layak huni. perumahan yang terpaut satu dan lainnya pun pada akhirnya disebut sebagai permukiman. Permukiman menjadi entitas penting dalam suatu konteks yang lebih besar dan kehidupan suatu wilayah karena perannya yang penting dalam suatu wilayah,

salah satunya untuk mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan.

Hal

penting

lainnya

adalah

perumahan

dan

permukiman

juga

diselenggarakan sebagai penunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya (Pasal 3 UU No. 1 Tahun 2011).. Desa Sluke merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang yang menjadi salah satu kawasan perkotaan kecamatan tersebut. Kedudukan Desa menjadi penting melihat statusnya sebagai Ibukota Kecamatan Sluke. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rembang, salah satu fungsi Kecamatan Sluke adalah menjadi kawasan permukiman. Ketika didirikannya PLTU Rembang di Desa Leran pada tahun 2007 yang hanya berjarak 3,3 km dari Desa Sluke, urgensi dalam penjaminan kawasan perumahan dan permukiman layak huni sesuai dengan ketentuan undang-undang pun semakin meningkat. Keseimbangan antara content dan container di kawasan permukiman Desa Sluke perlu diperhatikan guna memastikan terdorongnya perekonomian dan kesejahteraan Kecamatan Sluke hingga Kabupaten Rembang. Maka dari itu, diperlukan identifikasi dan analisis tipologi perumahan dan permukiman di Desa Sluke sebagai salah satu cara dalam memahami karakterisrik dan profil perumahan dan permukiman sehingga dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah dan mengotimalkan potensi yang ada.

01


A N A L I S I S T I P O L O G I P E R U M A H A N D A N P E R M U K I M A N S W A D A Y A

TUJUAN DAN SASARAN 1.2.1

RUANG LINGKUP

TUJUAN

Tujuan disusunnya laporan analisis tipologi perumahan

1.3.1 RUANG LINGKUP

dan permukiman adalah sebagai berikut

WILAYAH

Menganalisis dan Mengidentifikasi Tipologi

Kabupaten Rembang adalah salah satu

Perumahan dan Permukiman di Delineasi Sluke

kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak

dengan Peninjauan Kondisi Fisik, Non Fisik,

diujung timur laut sehingga berbatasan langsung

Kelembagaan dan Pembiayaan melalui studi

dengan Provinsi Jawa Timur dan dilalui Jalan Pantai

literatur dan observasi online

Utara Jawa (Jalur Pantura) dengan luas wilayah

sebesar

1.014,10

km².

35%

dari

luas

wilayah

kabupaten Rembang merupakan wilayah pesisir

1.2.2 SASARAN

dengan luas 355,95 km². Kabupaten Rembang terbagi menjadi 14 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Sluke Kecamatan

Adapun sasarannya adalah sebagai berikut. 1. 2.

3.

4. 5.

9B

Sluke

menjadi

salah

satu

Mendelineasi wilayah studi meso, mikro, perumahan dan

kecamatan pesisir Rembang yang memiliki PLTU

permukiman di Kabupaten Rembang.

sebagai sumber listrik Pulau Jawa-Bali. Adanya

Penyusunan

kajian

pustaka

sebagai

acuan

dalam

Pelabuhan

Sendangmulyo

sebagai

pelabuhan

pembahasan analisis perumahan dan permukiman lingkup

ekspor-impor komoditas menjadikan Kecamatan

makro, meso, dan mikro.

Sluke

Penyusunan profil kondisi dan non fisik delineasi wilayah

mengarah

studi. Identifikasi kondisi kelembagaan dan pembiayaan

pengolahan, konstruksi, serta perikanan. Kecamatan

delineasi wilayah studi.

Sluke terdiri atas 14 desa, salah satunya Desa Sluke

Identifikasi tipologi perumahan dan permukiman delineasi

yang menjadi pusat permukiman di kecamatan

wilayah studi beserta konstelasinya.

tersebut.

memiliki

struktur

pada

perekonomian

lapangan

usaha

yang industri

Identifikasi potensi dan masalah kondisi perumahan dan

Desa Sluke memiliki luas 4,67Km2 dan

permukiman delineasi wilayah studi. Serta pemberian

memiliki permukiman paling besar dibandingkan

rekomendasi

desa

dan

saran

penyusunan laporan analisis.

beserta

kesimpulan

dalam

lainnya.

pengolahan

Lokasinya

ikan

dan

diapit [elabuhan

oleh

industri

serta

PLTU

sehingga memiliki akses yang tergolong baik.

02


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

1.3.2 RUANG LINGKUP MATERI

KERANGKA PIKIR

Ruang lingkup materi dalam kegiatan ini adalah membahas mengenai menyusunan laporan tugas analisis tipologi perumahan dan permukiman yang berkaitan dengan perencanaan yang meliputi aspek : Aspek Keruangan

Aspek Sosial-Ekonomi

Aspek keruangan ini berkaitan dengan

Aspek sosial-ekonomi berkaitan dengan

informasi yang bersifat keruangan yang

kondisi sosial masyarakat yang dapat

terdiri dari fisik alam,penggunaan lahan,

dilihat

fasilitas

perekonomian, ketenagakerjaan, sistem

dasar

dan

pendukung,

serta

melalui

aspek

demografi,

aktivitas, dan sosial budaya

jaringan prasarana.

Kabupaten Rembang Delineasi Wilayah Studi

Kecamatan Sluke

Identifikasi dan Justifikasi Delineasi Perumahan dan Permukiman

Data Sekunder, Observasi, dan Telaah Dokumen

Desa Sluke

Aspek Kelembagaan Aspek kelembagaan memberikan informasi mengenai kebijakan pembangunan pemerintah yang ada di wilayah perencanaan. Pada aspek ini bersumber dari peraturan

yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

METODE DAN P E N G U M P U L A N D ATA

Kajian Literatur

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan untuk mendapatkan data

Analisis Non Fisik

Analisis Fisik

Demografi

Fisik Alam

Perekonomian

Sarana Dasar dan Pendukung

Sosial dan Budaya

Jaringan Prasarana

sekunder ialah dengan mencari literatur dan sumber-sumber dari instansi terkait untuk data yang diperlukan oleh keperluan analisis. •

Studi pustaka

Metode kajian literatur digunakan untuk mengumpulkan dan menghimpun

berbagai data atau informasi yang bersifat sekunder. Adapun data sekunder yang dicari berasal dari buku, jurnal penelitian, berita harian, dan sumber literatur lainnya. •

Identifikasi Potensi dan Masalah Hasil Identifikasi

Telaah Dokumen

Telaah dokumen merupakan pengkajian dokumen baik berupa buku referensi,

Kelembagaan dan Pembiayaan

dokumen Lembaga, Instasi, maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian guna mengidentifikasi kondisi wilayah deliniasi. •

Observasi Secara Online

Observasi

secara

online

akibat

adanya

Pandemi

COVID-19

dengan

Analisis Tipologi Perumahan dan Permukiman

menggunakan media seperti google maps, google earth, google streetviews.

03


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

S I S T E M AT I K A PENULISAN Laporan akan disusun ke dalam 8 bab sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN Membahas mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran,

ruang

lingkup

wilayah

dan

substansi,

metode

dan

pengumpulan data, kerangka pikir, serta sistematika itu sendiri

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Membahas

segala

literatur

yang

digunakan

dalam

membahas analisis yang dilakukan.

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN DELINEASI WILAYAH STUDI Membahas proses delineasi perumahan dan permukiman serta justifikasinya.

BAB 4 ANALISIS KONDISI FISIK DAN NON FISIK Membahas kondisi fisik mengenai ciri rumah, perumahan, permukiman, fisik alam, sarana, dan prasarana termasuk analisis potensi dan masalahnya dan membahas kondisi non fisisk mengenai demografi, ekonomi, dan sosial budaya termasuk analisis potensi dan masalah

9B

BAB 5 PEMBIAYAAN DAN KELEMBAGAAN Membahas mekanisme pembiayaan serta kelembagaan wilayah delineasi.

BAB 6 ANALISIS TIPOLOGI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Membahas mengenai analisis tipologi berdasarkan poin pada bab sebelumnya

BAB 7 KESIMPULAN Berisi kesimpulan dan saran.

04


BAB 2

PERMUKIMAN S W A D AYA Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah adalah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Keadaan suatu rumah yang baik atau tidaknya dapat dilihat dari faktor sosial dan ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu faktor sosial dan ekonomi

“KAJIAN PUSTAKA”

yang menyangkut rendahnya kualitas hidup penduduk dengan segala keterbatasan kebutuhan hidup (Farida, 2020). Dari kemiskinan didapatkan permasalahan utama yaitu rumah tidak layak huni yang biasanya berupa rumah kumuh yang dibangun secara liar di beberapa daerah. Dalam hal ini masyarakat yang tinggal di rumah tidak layak huni

dalam

permukiman

kumuh,

berhak memperoleh

dukungan

dari

pemerintah dalam bentuk program - program bantuan yang diarahkan untuk mendapatkan rumah yang layak huni dalam lingkungan sehat dan aman secara swadaya sebagai pemenuhan hak asasi masyarakat. Permukiman swadaya merupakan daerah tempat tinggal (rumah) yang dibangun atas prakarsa serta upaya masyarakat yang ditunjukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memiliki rumah tidak layak huni (UU No.1 Tahun 2011). Permukiman swadaya bertujuan untuk mengembangkan dan menata wilayah sehingga dapat menyeimbangkan kawasan permukiman yang sesuai dengan tata ruang. Dalam meningkatkan keswadayaan rumah dan meningkatkan kualitas rumah layak

huni

beserta

prasarana,

sarana,

dan

utilitas

(PSU)

untuk

masyarakat

berpenghasilan rendah atau tidak memiliki kesanggupan daya beli rumah layak, Pemerintah akan mendukung dengan bantuan seperti Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Bantuan tersebut memiliki prinsip untuk berusaha mendorong masyarakat agar memiliki kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengawasi sendiri pembangunan rumahnya secara swadaya.

05


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

JENIS PERMUKIMAN S W A D AYA

Karakteristik-karakteristik

swadaya

sebagai

berikut

(Devkar, 2017) :

Terdapat tiga bentuk/jenis permukiman swadaya (Ntema,2011) yaitu: a.

perumahan

a.

Swadaya mandiri (laissez-faire self-help)

Minimnya

sarana

dan

prasarana

untuk

menopang

pembangunan yang harmonis bagi masyarakat

Merupakan jenis permukiman swadaya yang tidak dicampuri oleh pemerintah atau dilakukan oleh masyarakat golongan menengah

b.

kondisi tersebut sendiri

ke atas atau pada permukiman informal. b.

Swadaya berbantuan pemerintah (state-aided self-help)

c.

Merupakan jenis permukiman swadaya atas bantuan pemerintah dalam

penyediaan

prasarana,

sarana,

Penduduknya tidak memiliki sumber daya untuk memperbaiki

utilitas

(PSU)

Penduduknya menuntut upaya perbaikan di luar kemampuan

lembaga lokal atau nasional.

serta

masyarakat yang juga bertanggungjawab membangun rumahnya. c.

Swadaya terlembaga (institutionalized self- help),

Permukiman yang dikategorikan seperti diatas terjadi pada daerah

Merupakan jenis permukiman swadaya atas campur tangan pemerintah

melalui

lembaga

perumahan,

seperti

dalam

pelaksanaannya melalui lembaga masyarakat yakni koperasi atau

kelompok swadaya.

sosial ekonominya. untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dapat cara

mengetahui

tingkat

pendapatan,

mata

pencaharian, dan tingkat pendidikan (Lexsatyaji, 2010). Setelah melihat tingkat sosial ekonomi masyarakatnya, maka kita dapat mengategorikan perumahan swadaya tersebut termasuk perumahan swadaya ideal atau tidak. Jika tingkat sosial ekonominya tinggi maka perumahan swadaya tersebut pasti termasuk dalam perumahan swadaya dengan kondisi ideal

9B

wilayah delineasi begitu banyak. selain itu tingkat pendidikan di penduduk yang tidak sekolah sebesar 650 jiwa.

Karakteristik suatu perumahan swadaya dapat dilihat melalui karakteristik dengan

tingkat pendapatan yang rendah sehingga perumahan swadaya di wilayah delineasi kita juga termasuk rendah, karena dari data BPS

KARAKTERISTIK P E R M U K I M A N S W A D AYA

dilakukan

perdesaan dan perkotaan. Wilayah delineasi kelompok kami memiliki

atau dapat melebihi kondisi ideal (Lexsatyaji, 2010). Jika tingkat sosial ekonominya rendah maka dalam pembangunan perumahan swadaya, masyarakatnya hanya melihat seberapa besar kemampuannya dalam membangun rumah swadaya mereka sendiri (Lexsatyaji, 2010).

P E M B I AYA A N P E R M U K I M A N S W A D AYA Rumah Swadaya adalah kegiatan terbesar yang ada di Indonesia

dan dilakukan oleh orang-orang di berbagai lokasi. Dasar untuk menyelenggarakan

rumah

swadaya

adalah

masyarakat.

Rumah

tersebut dibangun masyarakat itu sendiri kemudian berkembang membentuk sebuah permukiman secara progresif dengan pola tidak

teratur. Program insentif pemerintah untuk perumahan swadaya merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan permasalahan perumahan

swadaya.

Tujuannya

agar

masyarakat

penerima

memanfaatkan bantuan pemerintah sesuai tujuan dan selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraannya.

06


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N 1). Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)

A. Pembiayaan Rumah Swadaya dengan Sumber Dana Pemerintah

9B

Bentuk lainnya adalah KPR yang diselenggarakan pemerintah bagi para pekerja informal. Dalam

Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang lebih dikenal dengan Program

KPR mikro ini akan terdapat unsur pemberdayaan dari perusahaan pembiayaan agar MBR

Bedah Rumah adalah program yang diluncurkan oleh Kemenpera untuk meningkatkan kualitas

informal ini dapat mengatur kreditnya dan bisa disesuaikan dengan tujuan masing-masing.

rumah masyarakat miskin dan kurang mampu agar lebih layak huni (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)

2). Koperasi Koperasi menurut Undang – Undang tahun 1967 adalah sistem organisasi ekonomi pada rakyat

1). Bantuan Uang Muka (BUM)

yang memiliki sifat sosial, memiliki beberapa anggota dan berbadan hukum. Koperasi

Bantuan Uang Muka (BUM) merupakan songkongan dari Pemerintah yang tidak mencukupi

merupakan salah satu bentuk lembaga non formal yang tumbuh ditengah masyarakat dalam

standar bantuan sosial yang berbentuk uang untuk meringankan pembiayaan kepemilikan

budaya gotong royong masyarakat Indonesia. Bentuk lainnya antara lain ‘Credit Union, termasuk

rumah bersubsidi untuk rumah tapak masyarakat berpenghasilan rendah. BUM akan

juga arisan yang merupakan salah satu bentuk organisasi non formal. Bentuk ‘Credit Union’

mempermudah MBR menuju KPR bersubsidi untuk pengadaan tanah.

seperti ini, dalam suatu sistem wilayah administratif, dikelola oleh satu Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) dan pada tingkat Nasional terdapat Badan Koordinasi Koperasi Kredit

2). Kredit Konstruksi

Indonesia (BK3I). Disamping adanya bentuk-bentuk koperasi ‘Credit Union’ dan KUD seperti yang

Kredit konstruksi adalah kredit dari lembaga keuangan seperti bank untuk membangun rumah

telah disebutkan, terdapat pula Koperasi Pegawai Negeri (ASN) yang dikelola pada tingkat

atau merenovasi. Kredit ini dapat diperoleh dengan memberikan penjaminan keuangan seperti

nasional oleh Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN). Koperasi ini menyediakan kredit pemugaran

sertifikat rumah atau bukti kepemilikan kendaraan kepada lembaga keuangan. Masyarakat

(renovasi) rumah bagi anggotanya dengan bunga sebesar 15% per tahun, dengan ketentuan

pemilik tanah meminjam uang ke lembaga keuangan tersebut dengan menggunakan sistem

bahwa angsuran per bulannya tidak melebihi 25% dari gaji bulanan untuk jangka waktu tiga

gadai dengan bunga untuk tanahnya.

puluh bulan.

3). Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

C. Pembiayaan Rumah Swadaya dengan Sumber Dana Komunitas

Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah dukungan fasilitas likuiditas

pembiayaan perumahan kepada MBR yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementrian Pekerjaan

Umum

dan

Perumahan

Rakyat.

Penyediakan

dana

untuk

menunjang

kredit/pembiayaan kepemilikan rumah MBR merupakan tujuan FLPP

B. Pembiayaan Rumah Swadaya dengan Sumber Dana Lembaga Non Pemerintah

Pembiayaan bagi MBR informal sedang dirancang oleh pemerintah. Lembaga pembiayaan perumahan bersubsidi pemerintah tidak mampu membangun atau menciptakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program serupa telah diluncurkan sejak tahun 1989 dalam bentuk program Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK). 1)

Tabungan Perumahan rakyat (Tapera) Program Tabungan Perumahan rakyat (Tapera) adalah bentuk skema Pemerintah untuk

Kredit atau pinjaman dapat diperoleh dari lembaga yang bersifat noninstitusional dan

membantu masyarakat berpenghasilan rendah dalam pembiayaan dan pemenuhan kebutuhan

nonformal sampai dengan yang bersifat institusional dan formal, berasal dari bank atau pihak lain

akan bidang perumahan dengan cara menambahkan sejumlah iuran tabungan wajib bagi

non bank. Pemberian dana yang bersifat non institusional dan non formal biasanya adalah

pegawai dan pemberi kerja (UU RI No. 4 Tahun 2006 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat).

pinjaman jangka pendek sampai jangka menengah. Pinjaman ini dapat diperoleh dengan prinsip

Program Tapera akan menambah jumlah iuran wajib dengan jumlah tidak lebih besar dari 3%

kepercayaan dengan persyaratan yang fleksibel. Sementara itu pendanaan yang bersifat

jumlah gaji, maksimal 20 kali dari upah minimum. Beban iuran tersebut dibagi kepada Pemberi

institusional dan formal dapat diperoleh dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pinjaman ini

Kerja sebesar 0.5% dan Pegawai sebesar 2.5%, sedangkan Pekerja Mandiri membayar iuran tersebut

lazimnya disebut sebagai kredit. Jangka waktu kredit bisa jangka pendek, jangka menengah,

sendiri. Biaya iuran dibagi antara 0,5% untuk Pemberi Kerja dan 2,5% Pegawai, di mana Pekerja

sampai jangka panjang serta memerlukan persyaratan yang banyak dan ketat dari pemberi kredit.

Mandiri menyetor sendiri

07


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N 2)

Arisan Rumah Arisan

Rumah salah satu

bentuk

pembiayaan

rumah swadaya.

Tabungan

dikumpulkan oleh Ketua (koordinator) pada waktu-waktu tertentu, seperti mingguan,

bulanan, atau tahunan. Semua anggota arisan akan berpartisipasi dalam pengumpulan tabungan dan memenangkannya kapan pun mereka bisa. Penentuan anggota yang menang,

diperoleh melalui

undian.

Undian

dilakukan

dalam pertemuan

untuk

menentukan siapa anggota yang menang atau mendapatkan giliran memperoleh hak atas tabungan yang terkumpul untuk satu jangka waktu tertentu.

KEBIJAKAN P E R M U K I M A N S WA D AYA Kebijakan pemerintah yang mengatur permukiman swadaya tertulis dalam UndangUndang No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman. Adanya Kebijakan mengenai permukiman swadaya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

bertempat tinggal yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia dalam peningkatan

Implementasi kebijakan perumahan swadaya dapat berhasil apabila ada kerja sama yang optimal dan saling mendukung diantara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya didalam kegiatan permukiman swadaya. Kemudian tersedianya sumberdaya manusia dan

fasilitas penunjang kinerja yang dapat mempengaruhi pencapaian target kerja. Salah satu implementasinya adalah kebijakan publik mengenai Bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah program nasional yang dijalankan oleh semua kalangan untuk menanggulangi masalah memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar mampu meningkatkan kualitas tempat tinggal sehingga dapat menghuni tempat tinggal dengan layak dalam lingkungan yang sehat dan aman.

PROGRAM P E R M U K I M A N S W A D AYA

dan pemerataan kesejahteraan. Masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan hak semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau, hal tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri KIMPRASWIL, No. 217/7/KPTS/M/2002 tentang

Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) yang dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan teknis perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, serta bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran

pembangunan sektor perumahan dan permukiman melalui peningkatan keterpaduan yang efektif Adapun salah satu kebijakan dan strategi Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu keswadayaan masyarakat, meliputi

1)

Pelembagaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok

masyarakat (P2BPK) 2)

Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat

3)

Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya

4)

Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya

Bagan 2.1 Program Perumahan Swadaya Sumber: Modul Penyelenggaraan Rumah Swadaya, PUPR, 2016.

Pengadaan fasilitas perumahan swadaya di Indonesia selama ini tertuang dalam susunan dan rangkaian program perumahan pembangunan. Berdasarkan Modul Penyelenggaraan Rumah Swadaya yang disusun oleh Badan Pengembangan SDM Kementerian PUPR tahun 2016, terdapat lima program perumahan swadaya dengan dua bentuk sifat yang diberikan, yaitu yang bersifat

membantu dan yang bersifat memudahkan.

08


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N D. Program Pembiayaan Rumah Swadaya (KPRS) A.

Program yang berorientasi pada pemberian kemudahana akses bagi MBR untuk dapat

Program Pemberdayaan Masyarakat Perumahan Swadaya (PKFPS)

mengakses sumber pembiayaan yang sesuai untuk dapat membangun dan meningkatkan

PKFPS diimplementasikan dalam upaya optimalisasi kapasitas komunitas yang telah ditargetkan agar dapat memenuhi kebutuhan akan rumah yang layak huni, sehat, dan aman serta

menjadi program dasar yang sangat penting dalam program perumahan swadaya. Dalam hal ini, masyarakat ditinjau sebagai dua jenis stakeholder, yaitu stakeholder utama dan stakeholder

kualitas tumah layak huni. Bantuan dan kemudahan yang dimaksud terwujudkan pada: 1)

Skema pembiayaan;

2)

Penjaminan, atau asuransi; dan

3)

Dana murah jangka panjang.

E. Program Kemitraan Perumahan Swadaya (KPS)

sekunder. Masyarakat sebagai Stakeholder utama artinya program PKFPS diorientasikan pada peningkatan kapasitas penyedia atau pelaksana berupa ilmu dan alat dengan tujuan agar dapat mewujudkan

pemberdayaan

komunitas

yang

ditargetkan.

Sedangkan

masyarakat

Upayanisasi terjadinya kolaborasi dan Kerjasama antara Kementerian PUPR dengan badan

sebagai

hukum lainnya untuk ikut terlibat aktif dalam melakukan perwujudan rumah tinggal layak huni,

Stakeholder sekunder artinya program PKFPS ditujukan kepada upgrading kapasitas komunitas

aman, dan sehat sebagaimana merupakan kewajiban negara bagi masyarakat kaum marjinal ke

berupa keterampilan dan material sehingga dapat melanjutkan program-program di jenjang

bawah yang sebenarnya telah mengakuisisi tanah. Bagi PT, telah disusun dan tertera dalam

berikutnya. Program pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan swadaya

Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan Peraturan Pemerintah Nomor 47

(PKFPS) terdiri dari:

tahun 2012 bahwa mereka juga memiliki obligasi untuk melakukan tanggung jawab pada

1)

Optimalisasi kemampuan fasilitator

dampak sosial dan ekonomi di tempat usahanya. CSR (Coorperate Social Responsibility) menjadi

2)

Optimalisasi kemampuan komunitas; dan

salah satu wadah yang biasanya digunakan PT untuk menjalani tanggung jawab tersebut dan

3)

Optimalisasi kemampuan Stakeholder lain

salah satunya bisa dengan cara pengadaan perumahan swadaya di sekitar lokasi usaha.

B. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Salah satu perwujudan program pemberian stimulan bagi masyarakat untuk membangun

rumah dengan fasilitas berupa bahan maupun finansial. -stimulan ditujukan untuk masyarakat miskin (MASKIN) dan berpenghasilan rendah (MBR), sehingga diharapkan masyarakat rentan

Sebagai menerapkan

komplementer sistem

dalam

rewarding

pelaksanaan

kepada

para

program

perusahaaan

ini, dan

pemerintah instansi

pun yang

juga telah

mempertanggungjawabkan dampak ekonomi dan sosial melalui program tersebut. Atas dasar prinsip inilah maka anggaran yang dikeluarkan pemerintah melalui APBN dapat difokuskan pada fasilitasi, dan anggaran pembangunan rumah dibebankan pada instansi.

tersebut mampu menciptakan rumah layak huni secara mandiri. Cakupan program stimulan ini meliputi pada konteks bantuan pembangunan unit rumah yang masih baru, revitalisasi rumah yang sudah rusak, peningkatan kualitas rumah (PB, PT, dan PK), serta pembangunan infrastruktur sesuai standar yang berlaku untuk pencegahan permukiman kumuh

LESSON LEARNED “Melalui kerangka program yang terdapat di dalam modul, maka program yang dijelaskan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengidentifikasi bagaimana

C. Program Bantuan Sertifikasi Tanah Rumah Swadaya (BSTRS) Susunan program BSTRS terdiri dalam dua rangkaian. Rangkaian pertama yaitu fasilitasi pra sertifikasi hak atas tanah. Harapannya, MBR dapat diberikan fasilitas sederhana untuk dapat mengklaim sertifikat hak atas tanah melalui BPN (Badan Pertahanan Nasional). Rangkaian terakhir adalah fasilitasi paska sertifikasi dengan tujuan agar MBR dapat mengakses koperasi pembiayaan

terkait pemenuhan biaya pembangunan rumah. Maka dari itu, diperlukan adanya fasilitator yang

intervensi program yang disusun tersebut mampu menciptakan perumahan dan permukiman swadaya yang baik. Delineasi permukiman yang berada di Desa Sluke masuk dalam bagian wilayah CSR PLTU Rembang sehingga melalui kerangka program ini dapat diidentifikasi bagaimana korelasi hubungan pembangunan di delineasi sluke terhadap CSR PLTU dan jenis program apa yang diberi yang berkontribusi dalam perkembangan perumahan dan permukiman delineasi Sluke.”

berkompeten untuk menyelenggarakan program ini, utamanya terkait pembimbingan fasilitasi pra dan paska rangkaian sertifikasi hak atas tanah.

09


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

KELEMBAGAAN P E R M U K I M A N S W A D AYA

Pemerintah

Salah satu pelaksanaan penyediaan kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat

Bank Tabungan Negara BTN

PERUMNAS

berpenghasilan rendah melibatkan peran kelembagaan yang ada. Perumahan swadaya tidak dapat

Perusahaan Secondary Morfgage

dijalankan dengan sendirinya tetapi diperlukan koordinasi dan kerja sama antar lembaga yang Bank Komersial

terlibat dalam penyediaan maupun pembangunannya. Suatu kelembagaan memiliki dua komponen utama yaitu komponen fungsional dan komponen operasional yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan dan konsep tersebut digambarkan seperti berikut (Tyas,2008)

Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat dan Individu

KOMPONEN FUNGSIONAL PENETAPAN KEBIJAKAN (PEMERINTAH DAERAH)

Bagan 2.3 Kelembagaan dan Pembiayaan Perumahan Swadaya di Indonesia Sumber : UNESCAP dan UNHABITAT,2010 Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pemerintah membentuk beberapa lembaga

PELAKSANA KEBIJAKAN

KOMPONEN OPERASIONAL

yaitu PERUMNAS untuk memberikan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, Bank Tabungan Negara (BTN) untuk membiayai pembangunan perumahan dan menjadi lembaga pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Perusahaan Secondary Morfgage untuk

Bagan 2.2 Komponen Kelembagaan dan Fungsinya Sumber : Tyas,2008

memfasilitasi pendanaan dan mekanisme pengembangan KPR. Bank komersial dan lembaga keuangan mikro untuk membantu masyarakat dalam proses kebutuhan dana dalam perumahan

Terbaginya kelembagaan oleh komponen diatas bertujuan kemudahan dalam pelaksanaan penyediaan perumahan swadaya. Komponen fungsional terdiri dari pemerintah pusat atau daerah sebagai lembaga yang menetapkan kebijakan dan komponen operasional yang terdiri dari lembaga masyarakat maupun swasta yang melaksanakan kebijakan. Kedua komponen diatas sangat diperlukan didalam suatu kelembagaan agar suatu kebijakan tidak hanya ditetapkan tetapi dapat di wujudkan dengan baik. Sehingga menyelesaikan permasalahan yang ada seperti penyediaan kebutuhan rumah di kawasan delineasi

dasarnya,

Indonesia

juga

(Suparwoko,2013)

pembiayaan

desa), pihak swasta, fasilitator dan komunitas baik sendiri atau kelompok.

memiliki

kelembagaan

pemerintah pusat, pemberian dana dalam bentuk program PEMKOT dan APBD oleh pemerintah

terkait perumahan

swadaya.

lembaga lain dibawahnya. Didalam buku “Peningkatan Kapasitas Perumahan Swadaya di Indonesia”, dan

meliputi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, dan perangkat

Terdapat peran dari setiap stakeholder yang terlibat yang ada di Provinsi Jawa Tengah yaitu

Kelembagaan di Indonesia tidak hanya meliputi pemerintah saja tetapi melibatkan lembaga kelembagaan

Berdasarkan Modul Penyelenggaraan Rumah Swadaya,Badan Pengembangan SDM

Kementerian PUPR (2016), kelembagaan perumahan swadaya terdiri dari pemerintah (yang

pemberian dana dalam bentuk hibah melalui program seperti program BSP2S dan PKP oleh

Kelembagaan Perumahan Swadaya Di Indonesia Pada

swadaya.

perumahan

swadaya

di

Indonesia

seperti

bagan

berikut

provinsi Kemudian peran pemerintah kabupaten dengan membentuk kelompok kerja (POKJA) kabupaten atau kota. Peran stakeholder lainnya yaitu perangkat desa membentuk koperasi serba usaha untuk menerima dan mengelola bantuan dibantu oleh fasilitator dari relawan masyarakat. Swasta juga berperan dalam penyediaan perumahan swadaya dengan mengadakan program bantuan seperti CSR.(Suparwoko,2013)

10


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N b. Pola Loop Permukiman yang ada di wilayah delineasi berada di lahan yang sesuai peruntukannya

Pola loop adalah menyediakan privasi, keamanan dan bentuk jalan buntu yang ekonomis

untuk permukiman tetapi masih terdapat rumah yang tidak layak huni yang diakibatkan

tanpa kesulitan untuk berputar kembali dan digunakan untuk pola pengelompokkan

kemampuan ekonomi penduduk yang rendah telah sesuai. dengan permasalahan sosial ekonomi

rumah (Hough,1984).

penduduk di wilayah delineasi Desa Sluke. . Hal tersebut terlihat dari tingkat kemiskinan di Desa Sluke dengan presentase jumlah KK miskin sebesar 33,86% yang termasuk dalam tingkat kemiskinan sedang di Kecamatan Sluke Sesuai dengan kajian pada literatur, bahwa penanganan masalah rumah tidak layak huni tidak hanya pada fisik rumah tetapi juga kesadaran sosial dalam mewujudkan rumah yang layak, sehat dan nyaman.

TIPOLOGI Tipologi dapat didefinisikan sebagai klasifikasi sistematis berdasarkan karakteristik tertentu dalam

c. Pola Linier Pola linier adalah pola permukiman sejajar mengikuti jalan maupun alur sungai (N. Daljuni) d. Pola Clusster

Pola Clusster adalah pola permukiman yang mengelompok (Van deer Zee 1979)

B. Tipologi Non Fisik Bentuk dasar rumah dapat diidentifikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk formal untuk mengetahui konfigurasi, hubungan ruang, kekuatan sosial dan fungsional ruang. Menurut Darjosanjoto (2003), a). Sosial

The Great Soviet Encyclopedia (1979). Tipologi tidak hanya dapat terbentuk dari objek atau elemen

Sosial adalah gabungan dari 2 variabel yang meliputi kepadatan penduduk dan laju

fisik, tetapi juga kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan budaya mempengaruhi terbentuknya tipologi.

pertumbuhan penduduk, bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk suatu wilayah

Tipologi merupakan sebuah studi mengenai penggabungan elemen-elemen yang memudahkan untuk mendapatkan klasifikasi jenis arsitektur melalui tipe-tipe tertentu Vidler (1977).

A. Tipologi Fisik 1) Tipologi Fisik Bangunan

dapat mencirikan karakteristik Hapsari, A. D., & Aulia, B. U. (2019). b). Ekonomi

Ekonomi didapatkan dengan mempertimbangkan satu variabel meliputi proporsi mata pencaharian penduduk Hapsari, A. D., & Aulia, B. U. (2019).

BENCHMARK P E R M U K I M A N S W A D AYA

Tipologi bangunan adalah penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai suatu klasifikasi oragnisme arsitektural melalui tipe-tipe (Anthony Vilder) a). Rumah Tunggal ( Detached House) Rumah tunggal adalah rumah yang berdiri sendiri pada [ersilnya dan terpisah dari rumah

PERMUKIMAN SWADAYA DI INGGRIS

sebelahnya R.Lisa Suryani (2006) b). Rumah Deret ( Row House) Rumah deret adalah suatu jenis hunian yang bangunan atau unit rumah menempel satu dengan lainya yang pada umumnya berderet maksimal 6 unit dengan tipe rumah kecil dengan luas perish dibawah 200m2 R.Lisa Suryani (2006) c). Ruko Ruko adalah rumah deret beratap pelana yang sambung menyambung dengan tetangganya dimana bagian depan atau lantai bawah didominasi oleh kegiatan usaha , sedangkan bagian

belakang atau lantai atas untuk tempat tinggal, Sudarwani (2015). 2) Tipologi Fisik Perumahan / Permukiman

a. Pola Grid

Permukiman Swadaya yang berlokasi di Inggris memiliki bentuk organisasi lokal dan bersifat komunitas yang bertujuan untuk mengatur apapun yang dibutuhkan bagi sebuah properti (dalam hal ini: rumah) untuk dapat diperbaiki sehingga menjadi layak untuk dihuni. 5 kriteria/kunci utama untuk menunjang kesuksesan Permukiman Swadaya yaitu Keuangan (finance), Properti (properties), tenaga kerja (workforce), masyarakat (residents), dan kemitraan (partnership) (Mullins,2018). komunitas Permukiman Swadaya berhenti didukung oleh Pemerintah Pusat di Inggris pada 2015 karena dianggap bukan sesuatu yang penting untuk dipermasalahkan, Walaupun begitu, kelanjutan Permukiman Swadaya tetap mendapat dukungan dari luar seperti otoritas lokal, investor dan yayasan sosial yang memungkinkan prospek pertumbuhan dan perkembangan tetap berjalan

secara

berkelanjutan.

Kesimpulan

membuktikan

bahwa

Permukiman

Swadaya

Pola grid adalah pola pada sebuah kawasan perumahan muncul bersamaan dengan

menghasilkan dampak positif untuk komunitas di lingkup perumahan dan lainnya (pelatihan dan

maraknya Konsep Konvensional (Hough,1984).

kepegawaian, stabilitas neighborhood, keamanan bersama, dan kesukarelaan).

11


BAB 3

“IDENTIFIKASI DAN DELINEASI WILAYAH STUDI” 12


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

DELINEASI W I L AYA H S T U D I Desa

Sluke

merupakan satu dari 14 desa

yang

ada

di

Kecamatan sluke dengan luas

4,67

Km2

atau

menurut BPS tahun 2019 Desa

Sluke

merupakan

desa terluas dengan 12,40

% dari total luas wilayah Kecamatan Sluke

Sluke.

sendiri

Desa

terbagi

menjadi 2 RW dan 19 RT.

Berdasarkan Tata

Rencana

Ruang

(RTRW)

Wilayah Kabupaten

Rembang,

salah

satu

fungsi Kecamatan Sluke adalah

kawasan

permukiman. Pada tahun 2018 Gambar 3.1 Peta Delineasi Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2006

Desa

mempunyai

Sluke

jumlah

KK

Gambar 3.2 Peta Solid Void Deliniasi Wilayah Studi

yakni sebanyak 570 KK

Sumber : Google Earth, 2019

dengan 569 rumah milik dengan jumlah penduduk 3.458 jiwa dengan kepadatan penduduk 740 jiwa/ Km2 . Penduduk yang berada di desa sluke pada tahun 2018, net-

migrasi terjadi sebanyak 21 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2018 sebesar 1,39% dari total 13,57% di Kecamatan Sluke Di lihat dari segi perekonomian, Desa Sluke memiliki kecenderungan pada sektor tersier ditunjukkan oleh besarnya penduduk yang bekerja di sektor kontruksi dan

perdagangan (tertinggi) serta sektor primer yang dibuktikan dengan lahan pertanian dan perkebunan seluas 78,58%. komoditas peternakan dan perikanan juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Desa Sluke..

Delineasi memiliki luas sebesar 55.14 Hektar dan 1161 bangunan dengan luas

bangunan 12.07 Ha berarti 87,42% bangunan yang ada di Desa Sluke terdapat di wilayah delineasi.. Sehingga Kepadatan Bangunan di wilayah delineasi sebesar 21 unit bangunan/ ha. Diasumsikan jumlah penduduk wilayah delineasi sebesar 3.009 jiwa. Sehingga memiliki kepadatan penduduk sebesar 5457 jiwa /Km2. Dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk delineasi

lebih tinggi dibandingkan kepadatan

penduduk Desa Sluke

13


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Permukiman Desa Sluke yang menjadi kawasan delineasi merupakan permukiman

JUSTIFIKASI DELINEASI W I L AYA H S T U D I

kompak terbesar di Sluke. Didalam delineasi kawasan perumahan seperti pada peta berikut memiliki jumlah bangunan sebanyak 902 bangunan dengan luas bangunan 10,073 Hektar dan luas wilayah delineasi sebesar 46,182 Hektar. Wilayah delineasi memiliki kepadatan bangunan sebesar 0.05 unit/Ha.

Adanya PLTU Kabupaten Rembang yang dibuat

Aksesibilitas yang baik dibuktikan dengan Jalan

pada tahun 2007 dan hanya berjarak 3,3km ke arah

Pantura sebagai jaringan Jalan Nasional yang

barat dari wilayah delineasi sehingga berimplikasi pada

perubahan

content

dan

container

melalui wilayah delineasi

di

permukiman sekitar termasuk wilayah delineasi sehingga diperlukan perhatian dan kajian

Wilayah Delineasi berada pada kawasan

budidaya

sehingga

tidak memiliki masalah yang

berarti.

Mata pencaharian didominasi oleh Desa Sluke merupakan ibukota dari Kecamatan

sektor tersier dan wilayah delineasi

Sluke, dan wilayah delineasi merupakan pusat

terbebas dari sengketa lahan.

permukiman dari kecamatan Sluke tersebut.

14


BAB 4

KONDISI FISIK PERUMAHAN SWADAYA DI DESA SLUKE 4.1.1 Kondisi Fisik Alam 4.1.1.1 Kemiringan Lahan

“ANALISIS

Kemiringan Lereng merupakan kenampakan permukaan alam yang dikarenakan

adanya perbedaan ketinggian antara dua tempat yang ditunjukkan dengan besarnya sudut lereng dalam bentuk persen.

KONDISI FISIK DAN NON FISIK” Gambar 4.1 Peta Kemiringan Lereng Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020

15


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Kemiringan lereng pada kawasan deliniasi yang berada di Desa Sluke didominasi oleh kemiringan lereng dengan persentase 0-8 % (datar) dengan luas 50.75 ha dan sebagian kecil kemiringan lereng dengan persentase 8-15% (landai) yang seluas 4.4 ha. Dominansi kemiringan lereng yang terklasifikasi datar

memberikan

kemudahan

bagi

suatu kawasan

untuk

dilakukan

pembangunan. Kawasan

yang

datar

lebih

mudah

untuk

dilakukan

pembangunan

dikarenakan tidak membutuhkan biaya yang besar seperti pada kawasan dengan

kemiringan

lereng

tinggi.

Kemiringan

lereng

yang

datar

memudahkan penempatan sarana dan prasarana, serta pembangunan utilitas sebagai penunjang permukiman swadaya. Selain kemudahan tersebut,

kemiringan lereng yang datar terhindar dari potensi bencana longsor yang dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Maka itu, kondisi kemiringan lereng yang tergolong datar pada kawasan Deliniasi akan memudahkan pemerintah dan masyarakat dalam membenahi permukiman swadaya.

Gambar 4.2 Peta Hidrogeologi Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020

4.1.1.2 Hidrogeologi dan Klimatologi Kondisi Hidrogeologi kawasan deliniasi mengindikasikan air yang terdapat di bagian bawah permukaan bumi. Kandungan air tersebut utamanya disebabkan hujan yang jatuh dan meresap ke dalam tanah. Akuifer merupakan lapisan

tanah

yang

mengandung

air

di

dalamnya.

Kawasan

Deliniasi

sepenuhnya terdiri dari Akuifer Rendah yang berarti kandungan air di bawah permukaan bumi memiliki kandungan air baku yang tergolong rendah. Hal ini berpotensi menyebabkan kekeringan pada permukiman swadaya yang berada di kawasan tersebut. Hal tersebut juga didukung oleh curah hujan di kawasan deliniasi yang tergolong rendah dengan 1238 mm/tahun. Kandungan air tanah yang rendah dan curah hujan yang rendah tersebut

9B

berpotensi menyebabkan kekeringan pada kawasan deliniasi. Hal itu perlu untuk dilakukan penanganan pada kawasan permukiman swadaya karena kebutuhan air merupakan aspek yang penting untuk menunjang aktivitas. Maka itu, perlu adanya prasarana dan utilitas penunjang dalam memenuhi kebutuhan

air penduduk di kawasan Deliniasi.

Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020

16


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Pendidikan

4.1.1 3 Penggunaan Lahan Kawasan deliniasi didominasi oleh lahan terbangun yaitu sebagai Permukiman dengan

Sarana

Pendidikan

merupakan

semua

fasilitas

yang

digunakan

dalam

proses

luas sebesar 39,6 ha serta diikuti oleh perkebunan dan sawah dengan luas masing masing 7,4

pembelajaran. Sarana Pendidikan di Desa Sluke diperoleh berdasarkan data sekunder dari

ha dan 5,7 ha. Perkebunan dan sawah dimanfaatkan sebagai mata pencaharian beberapa

website BPS. Sedangkan persebarannya dengan melihat dari google maps. Berikut merupakan

masyarakat yang tinggal di kawasan deliniasi. Penggunaan lahan permukiman pada kawasan

tabel jumlah sarana pendidikan di Desa Sluke.

deliniasi cenderung tumbuh secara alami mengikuti arah Jalan Arteri.

Pada data yang diperoleh, terdapat 2 Tabel 4.1 Jumlah Sarana Pendidikan Desa Sluke

Sarana Pendidikan

Jumlah

TK

2

SD

1

SMP

2

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020

TK, 1 SD, dan 2 SMP. Kondisi sarana pendidikan tersebut baik. Namun ada 1 TK yang kondisinya kurang baik. Berdasarkan data

tersebut

bahwa

sarana

dapat

diinterpretasikan

pendidikan

di

wilayah

deliniasi sudah cukup memadai serta sudah

memenuhi SNI.

Kesehatan Sarana kesehatan merupakan fasilitas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sarana kesehatan yang mampu melayani terhadap masyarakat diperoleh berdasarkan data sekunder dari website BPS. Sedangkan untuk persebarannya dapat dilihat dari Google Maps. Berikut merupakan tabel jumlah sarana kesehatan di Desa Sluke.

Pada

Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kesehatan Desa Sluke

Gambar 4.4 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Delineasi Desa Sluke Sumber: BIG, 2006 dan Citra SAS Planet, 2020

4.1.2 Kondisi Fisik Binaan 4.1.2.1 Sarana Terdapat 7 (tujuh) sarana dasar yang terdapat di Desa Sluke, meliputi: sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana perdagangan dan jasa, sarana pelayanan publik, sarana olahraga, dan sarana keamanan

data

yang

diperoleh

terdapat

sarana kesehatan dapat dikatakan sudah cukup memadai serta memenuhi SNI yakni meliputi 1

Sarana Kesehatan Puskesmas

Jumlah 1

Poliklinik/polindes

1

Dokter praktek

2

standarnya pada permukiman, baik formal atau

Bidan Praktek

1

informal (swadaya) harus dapat menjangkau

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020

Puskesmas, sedangkan 1 Poliklinik/ Polindes, 2 Dokter Praktek, dan 1 Bidan Praktek belum dapat dipastikan kondisinya, namun untuk

0,025 m2/jiwa.

Peribadatan Sarana peribadatan merupakan sarana penunjang aktivitas dalam mengisi kebutuhan rohani yang berada di Desa Sluke. Sarana peribadatan diperoleh dari data sekunder melalui

website BPS dan persebaran melalui Google Maps. Berikut merupakan tabel jumlah sarana peribadatan di Desa Sluke.

17


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Pada data yang diperoleh terdapat

Sarana olahraga merupakan sarana penunjang aktivitas olahraga di Desa Sluke. Sarana

sarana peribadatan yang cukup memadai

olahraga diperoleh dari data sekunder melalui website BPS serta diperoleh melalui

serta memenuhi SNI, baik cakupan wilayah

persebarannya pada Google Maps. Berikut merupakan tabel sarana olahraga di Desa Sluke.

3

juga

Tabel 4.6 Jumlah Sarana Olahraga Desa Sluke

5

peribadatan

Tabel 4.3 Jumlah Sarana Peribadatan Desa Sluke

Sarana Peribadatan Masjid Musholla Gereja Protestan

Jumlah

kondisinya

yang

tersebut,

baik.

yakni

Sarana

meliputi:

3

Masjid, 5 musholla, 1 Gereja protesta. Namun

1

terdapat 1 masjid yang masih dalam proses

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020

perbaikan yakni Masijid Baiturrohman

Sarana perdagangan dan jasa merupakan sarana penunjang aktivitas ekonomi di Desa Sluke. Data sarana perdagangan dan jasa diperoleh sendiri melalui persebarannya pada Pada data yang diperoleh terdapat

Tabel 4.4 Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa Desa Sluke

Sarana Perdagangan dan Jasa

Jumlah

sarana perdagangan dan jasa yang memadai

di wilayah deliniasi dan mampu melayani kebutuhan

masyarakat

setempat

yang

meliputi: 1 pasar, 21 toko/warung, dan 1 ritel.

Pasar

1

Toko/warung

21

Ritel

Namun

masih

kondisi

kurang

toko/warung

baik,

dan

walaupun

Sarana Olahraga

Jumlah

Lapangan Sepak Bola

1

Lapangan Bola Voli

2

Lapangan Bulu Tangkis

2

pasar

lokasinya

pergelaran

Tabel 4.5 Jumlah Sarana Pelayanan Publik Desa Sluke

Olahraga

Upacara atau

atau

pertunjukan.

lapangan bulu tangkis belum dapat

diketahui kondisinnya. Namun diketahui menurut SNI, lapangan olahraga harus mampu melayani 30.000 jiwa masyarakat.

Keamanan Sarana keamanan merupakan sarana penunjang keselamatan di Desa Sluke. Sarana keamanan diperoleh dari persebarannya melalui Google Maps. Berikut merupakan tabel sarana keamanan di Desa Sluke.

Pada data yang diperoleh, terdapat sarana keamanan yang menunjukkan di

Jumlah

Kantor Polisi

1

Pos Kamling

3

polisi sudah baik, namun untuk pos kamling

Pada data yang diperoleh terdapat

dan

mampu

melayani

masyarakat Desa sesuai SNI.

cakupan

dapat mencakup masyarakat tingkat RW yang memiliki luas lahan minimal 12m2,

Sumber: Analisis Kelompok 9B,2020

sarana pelayanan publik yang kondisinya

baik

Polisi dan 3 Pos Kamling. Kondisi kantor masih terbilang kurang baik karena hanya

Berikut merupakan tabel sarana pelayanan publik di Desa Sluke.

Sumber: Analisis Kelompok 9B,2020

untuk

kesenian

Sedangkan untuk lapangan bola voli dan

Sarana Pelayanan di Desa Sluke diperoleh sendiri dari persebarannya melalui Google Maps.

1

cukup

wilayah deliniasi yang meliputi 1 Kantor

Sarana pelayanan publik merupakan sarana penunjang untuk melayani aktivitas umum.

Balai Desa Sluke

yang

memadai di wilayah deliniasi yang meliputi

dipergunakan

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2020

Sarana Keamanan

PelayananPublik

Jumlah

menunjukkan

bola kondisinya baik serta luas dan biasanya

Tabel 4.7 Jumlah Sarana Keamanan Desa Sluke

Sumber: Analisis Kelompok 9B,2020

Sarana Pelayanan Publik

diatas olahraga

1 Lapangan sepak bola, 2 lapangan voli, dan

sudah memenuhi SNI.

1

tabel

sarana

2 lapangan bulu tangkis. Lapangan sepak

Perdagangan dan Jasa Google Maps.

Pada jumlah

walaupun sudah memadai.

Berdasarkan 7 (tujuh) sarana dasar yang ada di Desa Sluke, dapat diinterpretasikan bahwa wilayah deliniasi tersebut sudah cukup memadai serta mampu melayani masyarakat. Selain itu Desa Sluke termasuk kriteria urban minimum function yang dimana gungsi

perkotaan

minimum

yang

melipuri

sebuah

pasar,sebuah

administrasi

atau

pemerintahan,sebagai militer,sebuah pusat keagamaan atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama (Amos Rapoport,2006). Berikut merupakan peta persebaran sarana di Desa Sluke

18


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Pada halnya sarana merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam tingginya jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu

mengharuskan terpenuhinya permukiman yang layak huni dengan

ketersediaan

sarana

yang

baik,

sehingga

menimbulkan ketertarikan sendiri pada suatu wilayah. Menurut Amos Rapoport (1969), rumah adalah suatu bentuk

fenomena budaya dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungannya. Seperti perilaku masyarakat dalam membangun suatu rumah berdasarkan adat yang ada pada

suatu

wilayahnya,

atau

bahkan

seperti

budaya

masyarakat yang tak terbiasa rumah bertingkat serta senang memiliki

rumah

yang

saling

berdekatan

sehingga

menimbulkan adanya permukiman kumuh yang tidak layak huni. Pada kondisi yang terjadi di Desa Sluke sebagai pusat pemerintahan

Kecamatan

Sluke,

dimana

dalam

persebarannya masih terdapat permukiman yang tidak layak huni. Dalam hal ini untuk melengkapi dan menjadikan kesatuan antara permukiman layak huni dengan sarana yang memadai, diperlukan membangun perumahan swadaya

bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memiliki rumah tidak layak huni. Perumahan swadaya yang dimaksud adalah rumah (bangunan) yang berfungsi sebagai tempat tinggal

yang layak

huni,

sarana

pembinaan

keluarga,

cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya, atau rumah yang dibangun atas prakarsa serta upaya masyarakat yang ditunjukkan bagi masyarakat yang Gambar 4.5 Peta Persebaran Sarana Desa Sluke Sumber:Analisis Kelompok 9B,2020

berpenghasilan rendah dan memiliki rumah tidak layak huni

(UU No.1 Tahun 2011).

19


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Desa Sluke memiliki 3 jenis jaringan jalan, yaitu: Jalan arteri dengan panjang 1,6

4.1.2.2 Prasarana

km, jalan lokal dengan panjang 400 m dan jalan lingkungan dengan panjang 3,2 km. Kondisi jaringan jalan di Desa Sluke semuanya dalam kondisi baik. Lebar jalan

Jaringan Jalan

lingkungan sebesar 3 meter tetapi jalan ini tidak memiliki bahu jalan, sehingga jalan lingkungan di Desa Sluke tidak sesuai standarisasi, sehingga menyebabkan tingginya kepadatan lalu lintas. Desa Sluke berkembang secara swadaya mengikuti jalan, sehingga rumah-rumah di Desa Sluke juga berkembang secara swadaya. Rumahrumah swadaya tersebut tidak mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan, sehingga pembangunan bahu jalan untuk jalan lingkungan tidak dapat terealisasikan karena ketersediaan lahan yang sudah tidak mencukupi.

Jalan Lokal

Jaringan Air Bersih

Jalan Lingkungan

JENIS AIR BERSIH

Jalan Arteri

Gambar 4.6 Peta Jaringan Jalan Desa Sluke

JUMLAH

Ledeng Meteran

18

Ledeng Eceran

1

Sumur Bor

102

Sumur Terlindung

131

Sumur Tak Terlindung

0

Mata Air Terlindung

0

Air Sungai

3

Air Hujan

0

Sumber Lain

0

Sumber : Badan Informasi Geografis 2006, Google Street View 2020 Tabel 4.8 Jenis Air Bersih Sumber : BDT Jawa Tengah 2019

20


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Jaringan Persampahan Tabel 4.9 Analisis Jaringan Air Bersih Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke KONDISI EKSISTING

Menurut

Data

BDT

STANDARISASI

Prasarana Persampahan merupakan prasarana yang sangat diperlukan dalam suatu wilayah. Prasarana Persampahan memiliki fungsi untuk memfasilitasi dalam

ANALISIS

penanganan sampah hingga tahap pemrosesan akhir. Di Kecamatan Sluke tidak

Jawa Menurut PP No. 122 Tahun Karena mayoritas masyarakat

Tengah Tahun 2019, mayoritas 2015 tentang SPAM (Sistem masih menggunakan sumur penduduk Sumur

menggunakan Penyediaan

Terlindung

sebesar pasal

14,

Air

Minum) sebagai sumber air bersihnya,

terminal

47,9% dan Sumur Bor 37,4% merupakan

air sehingga dalam perencanaan

sarana pada

perumahan

terdapat TPA sehingga pembuangan akhir hanya terdapat pada 1 titik di Kecamatan Sulang

Kabupaten

Rembang

dengan

skala

penampungan

kabupaten.

Dari

gambaran peta diatas bisa dilihat jika jaringan persampahan di wilayah deliniasi :

swadaya

sebagai sumber kebutuhan air pelayanan air minum yang sistem air bersih yang di buat bersihnya. Sumber air bersih digunakan secara komunal dan dikelola secara swadaya lainnya

didapatkan

dari berupa bak penampung air dan swakelola, sehingga Desa

Ledeng meteran 6,6%, Ledeng yang ditempatkan di atas Sluke eceran 0,4% dan Air Sungai permukaan 1%.

tanah

memiliki

atau (PAM-Desa)

pondasi dan pengisian air memberikan dilakukan

dengan

perusahan

yang

dapat

penghasilan

sistem desa dan membuka lapangan

curah dari mobil tangki air kerja bagi masyarakat desa, atau kapal tangki air.

serta

harga

air

yang

disesuaikan/disepakati seluruh

masyarakat

oleh desa,

sehingga tidak memberatkan masyarakat

dan

dapat

melayani

bersih

secara

merata

air

sesuai

kebutuhan

masyarakat.

Sistem

pengadaan air tersebut dapat terkelola

dengan

sehingga sebuah

dapat

baik menjadi

perusahaan

desa

(asset desa). Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020 Gambar 4.7 Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geografis Tahun 2006,Google Street View 2020

21


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Tabel 4.10 Analisis Jaringan Persampahan Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke KONDISI EKSISTING 1.

Wilayah

sudah memiliki tempat/bak sampah di masing-masing

pengelolaan masih belum sesuai standart dimana tidak ada

dibuang tidak pada tempatnya.

Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, Sedia wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk wadah sampah organik dan

terdapat di pinggir-pinggir jalan. Ada beberapa titik permukiman dimana tidak adanya bak

permukiman

swadaya

didesa

sluke

pengelolaan (pengomposan), masih banyak titik-titik di permukiman yang belum terdapat tempat/bak sampah dan hari sekali. Selain itu, di permukiman swadaya masih ada

SNI

03-1733-1989

tentang

standar

pelayanan

pembuangan sampah kapasitas minimum tempat sampah lingkungan rumah tangga volume 0,02 m3.

beberapa warga dimana banyak tumpukan sampah yang tidak dibuang di tempat yang seharusnya, tetapi di halaman rumah warga sudah terdapat tempat/bak sampah. Untuk

sampah di setiap masing-masing rumah 1.

deliniasi

pengangkutan masih belum sesuai dengan standart yakni 3

Di beberapa titik permukiman terdapat bak sampah yang Anorganik. tidak hanya di masing-masing rumah, tetapi sekaligus Menurut

1.

ANALISIS

Persampahan di wilayah deliniasi sebenarnya sebagian

rumah warga akan tetapi masih ada sampah yang

1.

STANDART

itu

perlu

adanya

perbaikan

kondisi

prasarana

persampahan yakni disediakan suatu tempat khusus untuk

Bak sampah yang digunakan berukuran ±240 liter

pembuangan sampah ataupun dengan sosialisasi/edukasi Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di untuk masyarakat agar adanya tempat sampah dan Permukiman, pemilahan sesuai jenis sampah dan minimal membuang sampah pada tempatnya.

1.

Salah satu pengolahan sampah di permukiman wilayah ada 2 buah alat pengomposan rumah tangga pada setiap deliniasi masih dengan cara tradisional yakni di bakar.

bangunan yang lahannya mencukupi, serta ditempatkan wadah sampah organik dan anorganik di halaman bangunan bagi sistem pengomposan skala lingkungan Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, pengangkutan sampah organik dari sumbernya

1.

Pengangkutan sampah dilakukan setiap 3 hari sekali yang nantinya dikumpulkan menjadi satu.

minimal 2(dua) hari sekali dan angkut ke TPS atau TPS Terpadu. Untuk sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

22


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Jaringan Listrik Jaringan Listrik merupakan salah satu prasarana yang penting dalam mendukung aktivitas masyarakat. Fungsi dari prasarana jaringan listrik itu sendiri untuk menyalurkan listrik ke masyarakat Penggunaan listrik oleh masyarakat di wilayah deliniasi sebagian besar menggunakan listrik dari PLN dengan daya watt rata-rata sebesar 450 Watt - 1.300 Watt. Tiang listrik berada di sepanjang jalan di wilayah deliniasi Tabel. 4.11 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke

1.

2.

Kondisi Eksisting Masyarakat di wilayah delniasi sebagian besar menggunakan listrik yang bersumber dari PLN dengan daya 450Watt- 1.300 Watt. Tiang listrik dan lampu penerangan jalan berada di sepanjang jalan diwilayah deliniasi

Standart Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Penyediaan kebutuhan daya listrik setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber lain. Dan daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga. Serta penyediaan jaringan listrik, tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar

Analisis Pada perumahan swadaya diwilayah delineasi menggunakan daya listrik yang berbeda beda sesuai kebutuhan setiap rumah. Kebutuhan listrik wilayah delineasi sudah terpenuhi dari PLN dan tiang listrik serta lampu penerangan jalan sudah sesuai dengan standart yang ada.

Gambar 4.8 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geografis 2006, Google Street View 2020

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

23


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Pada wilayah delineasi perumahan dan permukiman di desa Sluke terdapat 3 jenis drainase yaitu

Jaringan Drainase

drainase primer,drainase sekunder dan drainase tersier. Jenis jaringan drainase yang ada di wilayah deliniasi

yaitu drainase lokal yang dibuat oleh masyarakat di wilayah deliniasi dan sudah terintegrasi drainase

Pada pengamatan dengan google street view,jaringan drainase di lingkungan perumahan swadaya dapat dijelaskan dalam tabel berikut

lingkungan dengan drainase perkotaan. Jaringan drainase mengikuti sungai,pola jaringan jalan arteri dan jalan lingkungan.

Tabel 4.12 Analisis Jaringan Listrik Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke KONDISI EKSISTING

STANDART

Drainase Primer yang mengikuti sungai yang ada di Desa Sluke . Drainase ini kering. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh musim kemarau yang sedang terjadi. Ditemukan terdapat sampah pada drainase primer .

Menurut Permen UU No.12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaaan,Ukuran saluran tidak dapat di standarisasikan sebab tergantung dari luas daerah tangkapan air

Drainase sekunder terdapat pada jalan arteri terdapat sebagian tertutup beton dan di atasnya dimanfaatkna untuk PKL dan sebagian drainase terbuka. Memiliki lebar 0,5-2 meter dan terdapat timbunan sampah

Menurut Permen UU No.12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaaan,Ukuran saluran tidak dapat di standarisasikan sebab tergantung dari luas daerah tangkapan air

Saluran drainase tersier di setiap depan rumah atau tepi jalan lokal dan lingkungan dengan lebar 30-50 cm serta dinding saluran drainase diperkeras dengan semen. Pada drainase tersier berfungsi dengan baik tetapi banyak timbunan sampah yang cukup menghambat aliran air dan dapat menyebabkan air meluap ketika musim penghujan

Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan: Lebar drainase pada jalan lokal 0,5 meter dan pada jalan lingkungan 0,5 meter dan memiliki lebar yang sama dengan bahu jalan

ANALISIS

Pada setiap rumah swadaya memiliki drainase yang terletak di sisi jalan yang memiliki lebar 30-50 cm yang berbentuk persegi sedangkan drainase di tepi jalan arteri yang memiliki lebar 0.5-2 meter dan sesuai dengan standar yang ada. Sebagian besar drainase tersebut berdekatan dengan rumah swadaya dan tidak sesuai dengan standar garis sempadan saluran drainase. Hal tersebut dikarenakan saat masyarakat membangun rumah swadaya ingin memaksimalkan lahan yang dimiliki sehingga membangun drainase yang dekat dengan rumah. Selain itu untuk drainase sekunder dan tersier terdapat sebagian drainase tertutup beton dan sebagian terbuka. Hal tersebut dipengaruhi oleh keinginan masyarakat yang membangun rumah swadaya dimana dapat membuat drainase tersebut tertutup atau terbuka sesuai dengan kebutuhan masing masing.

Drainase Tersier Terbuka

Drainase Tersier Tertutup

Drainase Sekunder Tertutup

Drainase Sekunder Terbuka

Drainase Primer

Gambar 4.9 Jaringan Drainase Wilayah Delineasi Perumahan dan Permukiman Desa Sluke Sumber : Badan Informasi Geografis 2006, Google Street View 2020

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

24


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

KONDISI NON FISIK PERUMAHAN SWADAYA DI DESA SLUKE

Karakteristik dari Desa Sluke dicirikan sebagai kawasan permukiman padat penduduk.

Lokasi deliniasi yang terletak di pusat kawasan perkotaan serta sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kecamatan, menjadi daya tarik bagi penduduk yang mengutamakan aksesibilitas dalam pemenuhan kebutuhan rumah. Tingkat kepadatan di lokasi amatan diprediksikan akan meningkat, jika mengingat lokasinya yang strategis. Jika diamati melalui foto

A. Kependudukan 1. Profil Kawasan Permukiman Swadaya

udara, tatanan rumah tidak terstruktur menandakan lokasi amatan merupakan kawasan perumahan tidak terencana. Sedangkan jika diamati melalui google street view, kondisi fisik bangunan rumah memiliki tipe dan ukuran yang berbeda-beda. Pola perumahan yang tidak terstruktur dan ukuran rumah yang berbeda, juga menunjukkkan karakteristik perumahan

swadaya.

2. Piramida Penduduk 65+ 60-64 55-59 50-54 45-49

40-44 35-39 30-34 25-29 20-24

15-19 10-14 Gambar 4.10 Peta Profil Kawasan Desa Sluke Sumber: Analisis Kelompok 9B 2020

Desa Sluke merupakan satu dari 14 desa yang ada di Kecamatan Sluke yang terbagi menjadi 2 RW dan 19 RT. Pada tahun 2018 Desa Sluke mempunyai jumlah KK yakni sebanyak 570 KK dengan 569 rumah milik dengan jumlah penduduk 3.458 jiwa dengan kepadatan penduduk 740 jiwa/ Km2. Penduduk yang berada di desa sluke pada tahun 2018, net-migrasi terjadi sebanyak

21 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2018 sebesar 1,39% dari total 13,57% di

5-9 0-4

15

10

5

0 Presentase

5

10

15

Presentase

Gambar 4.11Piramida Penduduk Desa Sluke Sumber: BPS Kecamatan Sluke,2018

Kecamatan Sluke.

25


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Piramida penduduk diatas menggambarkan komposisi penduduk di Desa Sluke.

4. Kepadatan Penduduk

Piramida menggembung ditengah, ini berati penduduk usia produktif mendominasi di Desa Sluke. Jumlah usia produktif (15-64 tahun) Sebanyak 2387 jiwa, dan usia non produktif (0-14 dan 65+) sebanyak 1071 jiwa. Hal ini menunjukan angka rasio ketergantungan di Desa Sluke rendah, rasio ketergantungan menunjukan angka 44,87% yang berarti setiap 100 orang kelompok produktif menanggung kurang lebih 45 orang dari kelompok non produktif.

80

3. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

60 40 SD

20

28% 38%

SMP

0

SMA

Kepadatan Penduduk Bruto 2018

Kepadatan Penduduk Netto 2018

Gambar 4.13 Diagram Kepadatan Penduduk Desa Sluke Sumber: BPS Kecamatan Sluke, 2018

D1/D2/D3 18% 0.40%

Kepadatan

D4/S1

2%

penduduk

bruto

merupakan

hasil perhitungan dari jumlah penduduk tahun

14% Tidak Memiliki

Gambar 4.12 Diagram Penduduk Desa Sluke Menurut Tingkat Pendidikan Sumber: BPS Kecamatan Sluke,2018 Berdasarkan data grafik diatas jumlah penduduk menurut tingkat Pendidikan di Desa Sluke di dominasi oleh tidak sekolah sebesar 38%. Penduduk dengan tingkat Pendidikan tamatan SD sebesar 28%. Kesadaran penduduk Desa Sluke untuk menempuh Pendidikan jauh

masih sangat minim di golongan anak muda. Hal ini menunjukan bahwa tingkat Pendidikan di Desa Sluke masih tergolong rendah. Oleh karena itu pada wilayah deliniasi masih banyaknya penduduk yang tergolong kedalam MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), akibatnya konsep perumahan swadaya akan menjadi salah satu program pemberdayaan masyarakat

disana dengan melibatkan CSR (cooperate social responsibility)/LSM (Lembaga Swadaya

tersebut dalam satuan jiwa dibagi dengan luas lahan yang

ada

dalam

satuan

kilometer

persegi.

Berdasarkan data grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk bruto di Desa Sluke

adalah 7 jiwa/Ha. Sedangkan untuk kepadatan Netto adalah hasil perhitungan dari jumlah penduduk tahun tersebut dalam satuan jiwa dibagi dengan luas lahan terbangun dalam satuan hektar. Kepadatan

penduduk penggunaan

netto

berguna

lahan

untuk

untuk

mengetahui

pembangunan.

Berdasarkan data grafik diatas kepadatan netto di Desa Sluke berjumlah 80 jiwa/Ha.

Masyarakat) dalam bantuan pembiayaannya.

26


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N 2. Ketenagakerjaan

B. EKONOMI

Melalui informasi matapencaharian di kawasan delineasi, diketahui bahwa terdapat 660 penduduk yang bekerja. Dengan mengetahui jumlah penduduk produktif, penduduk disabilitas, dan usia produktif yang sedang menempuh SMA dan kuliah, maka dapat diketahui bahwa jumlah pengangguran di delineasi sebesar 190 penduduk dengan angkatan kerja sebesar 850 penduduk.

Maka data diketahui informasi sebagai berikut.

Variabel

Nilai

Tingkat Pengangguran Terbuka

18,27%

Persentase Pengangguran

11,07%

Tingkat Kesempatan Kerja

77,65%

Rasio Ketergantungan

39,34%

1. Mata Pencaharian Tabel 4.15 Tingkat dan Rasio Terkait Informasi Ketenagakerjaan Sumber : BDT Dinsos Jawa Tengah, 2020. Diolah Oleh Kelompok 9B Mata

pencaharian

paling

banyak

penduduk

yakni

bekerja

dibidang tersier (jasa) sebesar

64,70%

dimana

28,48%

(188

penduduk) bermatapencaharian di

bidang

konstruksi.

bangunan Sedangkan

dan untuk

matapencaharian sektor primer terdapat 25,15% yang didominasi oleh pertanian tanaman padi dan palawija serta peternakan

(63 orang dan 58 orang) dengan persentase 9,55% dan 8,79%.

3. Kemiskinan

Dari

diagram

disamping

,presentase

kemiskinan per KK desa sluke menunjukkan bahwa jumlah KK yang mampu sebesar 17,96% dari total penduduk yaitu 97 KK. Adapun yang masuk dalam ketegori miskin dan sangat miskin sebesar

35,7%

atau

193

KK.

Dari

kondisi

perekonomian di atas, dapat diketahui bahwa salah satu karakteristik permukiman swadaya di wilayah delineasi sebagian besar dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain

tingginya

angka

pengangguran,

angka

kemiskinan yang mencapai 35,7% juga menjadi i

Gambar 4.15 Presentase Kemiskinan Sumber : BDT Dinsos Jawa Tengah, 2020

ndikator kuat dalam penentuan baik tidaknya perumahan dan permukiman swadaya sesuai dengan Gambar 4.14 Grafik Mata Pencaharian Sumber : BDT Dinsos Jawa Tengah, 2020

apa yang dikemukakan oleh Farida (2020). Maka, perekonomian menjadi salah satu contributing

factor adanya rumah yang tidak layak huni pada permukiman swadaya delineasi.

27


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

SOSIAL B U D AYA

K E L E M B AG A A N

9B

Pada wilayah delineasi Lokasi wilayah studi yang berlokasi di Desa Sluke, Kabupaten Rembang

Desa

Sluke,

penduduk

terdapat kelembagaan formal yang berada di desa tersebut. Kelembagaan

memiliki

desa tersebut antara lain Pemerintah Desa yang terdiri dari kepala desa dan

gotong royong masyarakat.

sekretaris

Gotong

desa

melaksanakan

yang tugas

bertugas dari

menyelenggarakan

Pemerintah.

Kemudian

pelayanan terdapat

dan Badan

budaya royong

yaitu

tersebut

diwujudkan

dalam

Permusyawaratan Desa (BPD) yang bertugas dalam mengelola aspirasi

menjaga kerja bakti untuk

masyarakat. Terdapat juga perangkat desa dengan lingkup lebih kecil seperti

menjaga

Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang bertujuan untuk

lingkungan,

menciptakan

dan

memperbaiki

kegotongroyongan. Selain itu, di desa Sluke juga terdapat lembaga

yang

dilakukan

Pemberdayaan

Kesejahteraan

oleh masyarakat. Selain itu

pemberdayaan

masyarakat

kehidupan

masyarakat

desa

Keluarga

sehingga

(PKK)

dapat

yang yang

didasarkan bertujuan

membantu

warga

sifat untuk yang

membutuhkan bantuan sosial. Kemudian untuk kelembagaan informal masyarakat yang berkaitan

budaya

kebersihan membangun

gotong

jalan

swadaya

royong

dapat terlihat pada upaya swadaya masyarakat dalam

dengan permukiman swadaya, seperti kelompok swadaya yang bertugas

membantu

sebagai perantara program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)

program

dari pemerintah terdapat di Desa Sluke. Namun pada kondisi sebenarnya

perumahan

Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) belum terlaksana. Sehingga

seperti program BSPS yang

hal ini memerlukan perhatian lebih dari pemerintah akan masyarakat yang

diberikan

memiliki Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan Masyarakat Berpenghasilan

masyarakat berpenghasilan

Rendah (MBR) melalui penyaluran bantuan perumahan swadaya.

rendah melalui Kelompok

pelaksanaan

pembangunan swadaya kepada

Gambar 4.16 Gotong Royong Masyarakat Sumber : Google Images

Swadaya Masyarakat yang digunakan untuk peningkatan kualitas rumah atau

memperbaiki rumah yang mengalami kerusakan. Masyarakat akan saling bekerja sama untuk membangun rumah penerima BSPS. Selain dalam pembangunan rumah yang merupakan bagian dari BSPS, budaya gotong royong juga dilakukan dalam melakukan pembangunan seperti perbaikan jalan ataupun lainnya. Gotong

royong masyarakat di wilayah delineasi lebih pada perbaikan jalan untuk membantu para usaha tani yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dan budaya tersebut masih diterapkan.

28


BAB 5

KELEMBAGAAN “ Kelembagaan merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan. Analisis kelembagaan dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu identifikasi stakeholder

“KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN”

penting yang terlibat, mengidentifikasi pengaruh dan ketertarikan stakeholder terhadap suatu permasalahan, dan

posisi

serta

keterlibatan

stakeholder

dalam

pembangunan di lokasi amatan. “

29


9B

PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN

5.1.1

IDENTIFIKASI STAKEHOLDER Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pembangunan perumahan swadaya dapat dirinci menurut ukuran yang meliputi organisasi, kelompok, dan individu. Identifikasi stakeholder dalam perumahan swadaya di lokasi amatan dirinci sebagaimana di tabel berikut : Tabel 5.1 Identifikasi Stakehorder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke

NO

PIHAK

STAKEHOLDER PEMERINTAH (IDENTIFY)

GENERAL INTEREST/ VALUE/ROLES

Pemerintah Kabupaten Rembang sebagai pembuat dan penentu kebijakan dan pengambilan keputusan yang akan direncanakan Tinggi : sebagai pihak utama penentu serta diselenggarakan dan pemerintah kabupaten akan bekerja kebijakan dan pembuat kebijakan sama dengan dinas-dinas terkait lainya.

Tinggi : Pemerintah Kabupaten bertanggung jawab atas kebijakan dan keputusan yang diambil dalam pembangunan permukiman swadaya

Leader - Supportive Aware

Tinggi : Sebagai pihak yang berkaitan Tinggi : Menyelenggarakan bantuan stimulan dengan keuangan (bantuan perumahan swadaya (BSPS) pembiayaan)

Leader - Supportive Aware

2

Pemerintah Kabupaten Rembang

3

Sebagai aktor dalam penyelenggaraan program bantuan Dinas Perumahan dan stimulan perumahan swadaya (BSPS) dan pembiayaan hingga Permukiman Kabupaten Rembang sebagai penyelanggara kegiatan monitoring

5

6

Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan

Sebagai aktor utama dalam perumusan penyelenggaraan pembangunan dan pengadaan fisik di permukiman swadaya

Tinggi : Sebagai pihak dalam perumusan dan penyelenggaraan kondisi fisik perumahan swadaya

Dinas Sosial Kabupaten Rembang

Sebagai pihak yang terlibat dalam penyediaan data-data pendukung bagi program permukiman swadaya

Rendah : Sebagai penyedia data pendukung, dimana kurang berperan dalam pembangunan perumahan swadaya

Pemerintah Kecamatan Sluke

EXPECTED POSITION

Leader - Supportive Ignorant

Pemerintah Pusat

P E M E R I N T A H

INTEREST IN PROJECT

Pemerintah pusat sebagai pembuat kebijakan serta mempunyai Rendah : Pemerintah lebih fokus ke hal-hal wewenang penuh atas izin mendirikan bangunan serta serta Tinggi : sebagai pihak yang mempunyai lain yang lebih penting, yang menjadikan penyelenggara dalam memberikan bantuan sertifikasi hak milik kebijakan dan wewenang penuh atas program permukiman swadaya tidak tanah, konsolidasi tanah serta penjaminan pembiayaan bagi penyelenggaran permukiman swadaya tertangani dengan maksimal. MBR.

1

4

POWER OF INFLUENCE

Tinggi : Menyelenggarakan atau membantu pembangunan dalam infrastruktur sarana dan Leader - Supportive prasarana seperti jalan dan fasilitas umum Aware lainya. Tinggi : Dinas sosial menyediakan data pendukung seperti data kesejahteraan masyarakat dll.

Leader - Supportive Aware

Sebagai koordinator dengan dinas-dinas terkait yang terlibat Tinggi : sebagai koordinator yang Tinggi : Perwakilan utama di Kecamatan Sluke dalam pembangunan perumahan swadaya. Serta pihak yang terlibat dengan dinas-dinas terkait Leader - Supportive serta yang memfokuskan program menerbitkan dokumen bagi masyarakat yang mendapat untuk keberhasiln program perumahan Aware permukiman swadaya di desa sluke bantuan program permukiman swadaya swadaya Tinggi : sebagai pihak utama fasilitator terhadap berbagai kegiatan ke masyarakat

7

Kepala Desa/Lurah Sluke

Kepala Desa sebagai fasilitator dalam kegiatan sosilisai program permukiman swadaya kepada masyarakat.

Tinggi : perwakilan pemerintah pertama di desa sluke

8

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah

Sebagai pihak yang terlibat dalam perumusan program permukiman swadaya ditingkat provinsi

9

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang

Sebagai pihak yang mengawasi berjalanya program serta mengevaluasi pembangunan permukiman swadaya

Rendah : keterlibatanya hanya sebatas Rendah : SKPD kabupaten tidak terlibat secara Leader - Supportive mengawasi dan mengevaluasi penuh dalam pembangunan permukiman Ignorant pembangunan permukiman swadaya swadaya

10

BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang

BPN sebagai pelaku yang mempunyai wewenang atas pemberian izin pelaksanaan permukiman swadaya baik pembebasan lahan, pendirian bangunan dll.

Tinggi : Sebagai pihak yang mempunyai Rendah : program pembangunanpermukiman Leader - Supportive wewenang atas pertanahan di program swadaya kurang memiliki ketertarikan Ignorant perumahan swadaya (kurang memberikan keuntungan)

Rendah : Keterlibatan SKPD terbatas Rendah : SKPD provinsi tidak terlibat secara hanya dalam perumusan permukiman penuh dalam program permukiman swadaya swadaya

Leader - Supportive Aware

Leader - Supportive Ignorant

30


9B

PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN STAKEHOLDER NO

PIHAK

PEMERINTAH

GENERAL INTEREST/ VALUE/ROLES

POWER OF INFLUENCE

Sebagai masyarakat yang menempati permukiman Desa

Rendah: Saat ini masyarakat mengalami

Sluke, menjadi sumber utama masukan dalam perumusah

keterbatasan biaya untuk menjalankan

arahan permukiman swadaya

pembangunan perumahan swadaya

INTEREST IN PROJECT

EXPECTED POSITION

(IDENTIFY)

11

Masyarakat Desa Sluke

M 12

A

Pemilik Bangunan

S

R

Pemilik Lahan

Sebagai masyarakat yang menempati dan memiliki hak legal

keterbatasan biaya dan belum secara fokus

bangunan, memiliki kecendurungan dalam

atas bangunan permukiman swadaya di wilayah Desa Sluke

melakukan penanganan terhadap permukiman

menginginkan penanganan kualitas

A K 14

A

Karang Taruna Desa Sluke

T

15

PKK Desa Sluke

Sebagai masyarakat yang memiliki hak legal atas tanah yang ditempati sebagai permukiman di wilayah Desa Sluke

Tinggi: Pemilik lahan memiliki hak untuk mengembangkan lahannya menjadi perumahan swadaya

Subject - Supportive - Aware

layak sangat tinggi Tinggi: Sebagai masyarakat yang memiliki

swadaya

A

pembenahan permukiman swadaya yang

Rendah: Saat ini pemilik bangunan mengalami

Y 13

Tinggi: sebagai masyarakat yang menempati Desa Sluke, keinginan dalam

Subject - Supportive - Aware

bangunan yang tinggi Tinggi: Sebagai masyarakat yang memiliki lahan, memiliki minat yang lebih dalam pemanfaatan lahan melalui penanganan

Subject - Supportive - Aware

permukiman swadaya yang akan dilakukan

Sebagai wadah masyarakat terutama generasi muda dalam

Rendah: saat ini karang taruna belum memiliki

Tinggi: sebagai bagian dari masyarakat ,

melakukan aktivitas di bidang kesejahteraan sosial seperti

pengaruh yang kuat dalam menangani

memiliki minat yang tinggi terhadap

partisipasi aktif dalam implementasi program tertentu

permukiman swadaya

penanganan positif permukiman swadaya

Sebagai wadah masyarakat dalam proses perwujudan

Rendah: saat ini hanya bersifat dalam

Tinggi: sebagai salah satu unsur

kebijakan yang berhubungan dengan kesejahteraan

mengusulkan dan menjadi sumber informasi

masyarakat yang mampu menyampai

masyarakat sehingga suatu program penanganan di wilayah

pendukung dalam penanganan permukiman

aspirasi dalam penanganan permukiman

Desa Sluke dapat tercapai

swadaya

swadaya

Subject - Supportive - Aware

Subject - Supportive - Aware

Tinggi: Program CSR terlibat dalam CSR PLTU Kabupaten

16

Rembang

Sebagai pihak yang bertujuan untuk menciptakan dampak Rendah: Belum secara jelas memiliki rencana dan bantuan pembangunan bagi kesejahteraan positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar PLTU (Desa perumusan penanganan permukiman swadaya di Sluke)

Desa Sluke.

S

17

S T

sebagai pihak yang berperan dalam peningkatan Bank (BPD Jawa Tengah dan

perekonomian masyarakat melalui bantuan bantuan

BRI)

pembiayaan kepada pemerintah dalam hal percepatan

pembangunan di daerah

Tinggi: sebagai badan keuangan pada Tinggi: sebagai salah satu aktor utama dalam

aspek pembangunan daerah yang memiliki

penunjang pembiayaan pembangunan rumah

minat dan keterhubungan yang tinggi

Player- Supportive - Aware

layak huni di Desa Sluke melalui pemberian CSR dalam pembangunan daerah tertentu salah satunya penanganan permukiman swadaya

A 18

Player - Supportive - Aware

bantuan sosial bagi penanganan permukiman swadaya

W A

masyarakat yang salah satunya dana

Sebagai pihak yang berperan dalam kelembagaan keuangan

Tinggi: sebagai pihak yang menyelenggarakan

BPR BKK Lasem Cabang Sluke dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui dana

pembiayaan melalui CSR dalam pembangunan

CSR yang diberikan dan pembangunan bedah RTLH

rumah layak huni

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

Tinggi: sebagai salah satu unsur pembiayaan yang telah melakukan

penanganan rumah yang tidak layak di

Player- Supportive - Aware

Desa Sluke

31


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

5.1.2

KLASIFIKASI STAKEHOLDER

Klasifikasi stakeholder dibedakan menurut kekuatan (pengaruh) dan fokus terhadap pembangunan perumahan swadaya di lokasi amatan dikategorikan dalam tabel dibawah ini : Tabel 5.2 Klasifikasi Stakhorder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke INTEREST

VARIABEL KLASIFIKASI

LOW

HIGH

Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang

Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pemerintah Pusat HIGH

BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang

Pengadaan Perumahan Pemerintah Kecamatan Sluke Kepala Desa/Lurah Sluke

Pemilik Lahan Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI) BPR BKK Lasem Cabang Sluke

POWER

Dinas Sosial Kabupaten Rembang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi LOW

Masyarakat Desa Sluke

Jawa Tengah

Pemilik Bangunan

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten

Karang Taruna Desa Sluke

Rembang

PKK Desa Sluke CSR PLTU Kabupaten Rembang

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

5.1.3

EVALUASI DAN KETERLIBATAN STAKEHOLDER Evaluasi dan keterlibatan stakeholder merupakan analisis lebih lanjut dari identifikasi stakeholder berdasarkan kekuatan dan fokus. Evaluasi dan keterlibatan

stakeholder (kepentingan dalam kegiatan) dirinci pada tabel berikut :

32


PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN Tabel 5.3 Evaluasi Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke NO

PIHAK

STAKEHOLDER PEMERINTAH

Pemerintah Pusat

1

Pemerintah Kabupaten Rembang

2

3 4 5 6

7

P E M E R I N T A H

Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan Dinas Sosial Kabupaten Rembang Pemerintah Kecamatan Sluke

Kepala Desa/Lurah Sluke

8

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah

9

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang

10 11 12 13 14

15

16

17 18

M A S Y A R A K A T S W A S T A

BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke

PKK Desa Sluke

9B

KEPENTINGAN 1. 2. 3. 4.

Meningkatkan kapasitas satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perumahan, dan membidangi pemberdayaan masyarakat Memberi bantuan stimulan pembangunan, baik dalam bentuk uang ataupun bahan bangunan kepada kelompok sasaran MASKIN Memberi kemudahan dan bantuan pembiayaan rumah swadaya dalam bentuk dana bergulir kepada MBR Memberi bantuan konsolidasi tanah, sertifikasi hak atas tanah, dan sertifikasi hak tanggungan untuk penjaminan pembiayaan bagi MBR

1. Pemerintah berperan lebih dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat 2. Pemerintah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehann rumah melalui program perencanaan pembagunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan berupa subsidi perolehan rumah, stimulan rumah swadya, insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, perizinan, asuransi dan penjaminan, penyediaan tanah, setifikat tanah dan atau prasarana, sarana, dan utilitas umum 3. Memberikan kemudahan atau bantuan pembiayaan untuk pembangunan perolehan rumah umum dan swadaya bagi MBR. 1. Mengupayakan dengan adanya program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) 2. Melakukan monitoring dan pembiayaan perumahan swadaya Melaksanakan kebijakan dalam memberikan fasilitas rumah swadaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah Menyediakan data pendukung untuk bahan pertimbangan dalam pelaksanaan proyek perumahan Menerbitkan dokumen pendukung data atau bukti tertulis dan kriteria subjek serta objek penerimaan bantuan proyek perumahan Sebagai pihak yang menerbitkan dokumen pendukung data atau persyaratan administrasi seperti bukti tertulis dari kriteria subjek dan objek perumahan swadaya 1. Meningkatkan kapasitas SKPD bidang perumahan kabupaten/kota untuk penyelenggaraan perumahan swadaya 2. Melakukan atau mengawasi pendataan RTLH dan backlog perumahan swadaya 3. Mengusulkan program perumahan swadaya untuk provinsi 1. Melaksanakan, atau pengawasi pendataan subjek dan objek 2. Mengusulkan kegiatan perumahan swadaya untuk kabupaten/ kota 3. Mengawasi dan evaluasi terhadap kinerja fasilitator dalam kegiatan fasilitasi pembangunan 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan fasilitasi pembangunan perumahan swadaya di kabupaten/kota. Berperan dalam proses sertifikasi tanah atau lahan tempat pelaksanaan proyek perumahan Berperan sebagai pelaksana kegiatan proyek perumahan swadaya Berperan Sebagai pemilik sertifikat bangunan terlepas merupakan masyarakat Desa Sluke atau tidak, dan pemilik lahan atau tidak Berperan sebagai pemilik sertifikat lahan dan mempunyai hak dalam pengembangan lahan Menciptakan sebuah forum di mana aspirasi masyarakat, khususnya generasi muda, diperhitungkan untuk mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap seluruh masyarakat. Memberikan bimbingan dan pemberdayaan kepada kaum muda, misalnya di bidang organisasi, bisnis, olahraga, advokasi, agama dan budaya.

Menyusun Rencana Kerja PKK, sesuai dengan hasil Rakerda Kabupaten dan RPJMG. Melaksanakan kegiatan penyuluhan, bimbingan dan motivasi kepada keluarga-keluarga dalam upaya mencapai keluarga sejahtera

CSR PLTU Kabupaten Rembang

1. Memberikan bantuan (dana investasi swasta) untuk mendukung pemerintah dalam program penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah 2. Melakukan pemberdayaan masyarakat demi meningkatkan perekonomian penduduk

Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI)

Bank daerah yang berguna untuk meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya di Jawa Tengah. Bank ini secara khusus membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah.

BPR BKK Lasem Cabang Sluke

Memberikan dana CSR dari BPR BKK Lasem untuk memperbaiki rumah tidak layak huni (bedah rumah) sebagai upaya pemberantasan kemiskinan

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

33


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

5.1.4

TINGKAT

KETERLIBATAN

STAKEHOLDER

Tingkat keterlibatan stakeholder dapat dirinci menurut tingkat partisipasi kegiatan dan tahapan kegiatan sebagaimana pada tabel berikut Tabel 5.4 Tingkat Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke

STAKEHOLDER

TIPE KETERLIBATAN

Stakeholder akan diberi informasi tentang proyek yang akan dilakukan atau akan disediakan informasi tentang proyek tersebut

Informed

- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan

Consulted

- PKK Desa Sluke - Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah - Pemerintah Kecamatan Sluke - Kepala Desa/ Lurah Sluke - Dinas Sosial Kabupaten Rembang

Stakeholder akan memberi konsultasi terhadap proyek-proyek yang berlangsung. konsultasi tersebut akan berguna untuk keberlangsungan proyek tersebut

Stakeholder akan menjadi rekan kerja dalam proyek yang berlangsung. rekan kerja ini berguna untuk membantu dalam keberlangsungan proyek

Stakeholder akan mengontrol dan mengatur tentang proyek yang akan dilaksanakan. hal ini berguna untuk mempercepat keberlangsungan proyek

Partners

Controlling

IDENTIFIKASI STAKEHOLDER

Tingkat

keterlibatan

berbeda-beda

di

stakeholder

setiap

tingkat.

Infomed artinya stakeholder terkait dapat memberikan informasi atau menerima informasi tentang proyek terkait

perumahan

Consulted

secara

- CSR PLTU Kabupaten Rembang - Bank (BPD Jawa Tengah dan BNI) - BPR BKK Lasem Kecamatan Sluke

berkonsultasi

- Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang - Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan - Pemerintah Kabupaten Rembang - Pemerintah Pusat

proyek

swadaya.

aktif

tentang

akan Proyek

Perumahan Swadaya. Partners akan bertindak

sebagai

mitra

perumahan

dalam swadaya.

Sedangkan Controlling akan bekerja untuk

mengawal

memprakarsai

siapa

jalannya

yang proyek

perumahan.

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

5.1.5

TAHAPAN

KETERLIBATAN STAKEHOLDER Proyek pembangunan perumahan swadaya dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Tahapan dalam pembangunan perumahan swadaya di antaranya yaitu identifikasi kebutuhan perumahan swadaya, perencanaan proyek, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan proyek. Adapun keterlibatan stakeholder

berdasarkan urutan atau tahapan kegiatan tersebut sebagaimana dikategorikan pada tabel dibawah ini

34


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N Tabel 5.5 Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke TAHAP

Need Assesment

IDENTIFIKASI STAKEHOLDER Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Pemerintah Pusat Pemerintah Kabupaten Rembang Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang

Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan

Planning

Implement

Monitoring and Evaluation

Dinas Sosial Kabupaten Rembang Pemerintah Kecamatan Sluke Kepala Desa/Lurah Sluke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Pemerintah Kecamatan Sluke Kepala Desa/Lurah Sluke Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI) BPR BKK Lasem Cabang Sluke Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan CSR PLTU Kabupaten Rembang Bank (BPD Jawa Tengah dan BRI) BPR BKK Lasem Cabang Sluke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang Pemerintah Kecamatan Sluke Pemerintah Kabupaten Rembang Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang Masyarakat Desa Sluke Pemilik Bangunan Pemilik Lahan Karang Taruna Desa Sluke PKK Desa Sluke Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

HOW

Sebagai Konten dalam Perumahan dan Permukiman Itu Sendiri

Regulasi Tingkat Tinggi Regulasi Tingkat Tinggi dan Pengusulan Program Asesmen Keadaan Sosial Regulasi Tingkat Menengah Kebawah Regulasi Tingkat Menengah Kebawah

Pengusulan Program Asesmen Keadaan Status Pertanahan

Parsipatori dan Main Role

Supporting Role. Pembangunan Utama Swadaya Tetap Melalui Masyarakat Perencanaan Terkait Skema Pembiayaan

State-Aided-Self-Help Settlement

Program dan Bantuan Pembiayaan Pembiayaan

Monitoring dan Evaluasi Dari Segi Pemerintah dan Regulasi

Monitoring dan Evaluasi Berdasarkan Pengguna

35


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

5.1.6

TINGKAT DAN TAHAPAN

5.1.7

BENTUK PEMBINAAN

KETERLIBATAN STAKEHOLDER

KELEMBAGAAN

Keterlibatan stakeholder berdasarkan tingkat dan urutan atau tahapan kegiatan tersebut

Berikut merupakan bentuk dari pembinaan stakeholder dalam pengembangan permukiman

sebagaimana dikategorikan pada tabel berikut:

swadaya di kawasan rawan bencana:

Tabel 5.6 Tingkat dan Tahapan Keterlibatan Stakeholder Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke PARTICIPATION TYPE STAGE

Needs Assesment

Planning

Implement

Monitoring and Evaluation

Inform

Consult

- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan

- Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - Kepala Desa/ Lurah Sluke - Dinas Sosial Kabupaten Rembang - Pemerintah Kecamatan Sluke - Kepala Desa/ Lurah Sluke - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Rembang - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Provinsi Jawa Tengah - BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Rembang

- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan

- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan

- Pemilik Lahan - Pemilik Bangunan

Partner

Control

NO - Pemerintah Pusat - Pemerintah Kabupaten Rembang - Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta Karya dan Pengadaan Perumahan - Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Rembang

- Dinas PU Kabupaten Rembang Bidang Cipta - Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - Bank (BPD Jawa Karya dan Pengadaan Perumahan - Kepala Desa/ Lurah Sluke Tengah dan BNI) - Dinas Perumahan dan - SKPD (Satuan Kerja Perangkat - BPR BKK Lasem Permukiman Kabupaten Daerah) Kabupaten Rembang Kecamatan Sluke Rembang - Dinas PU Kabupaten - CSR PLTU Rembang Bidang Cipta Kabupaten Rembang - Karang Taruna Desa Sluke Karya dan Pengadaan - Bank (BPD Jawa - Masyarakat Desa Sluke Perumahan Tengah dan BNI) - Dinas Perumahan dan - Kepala Desa/ Lurah Sluke - BPR BKK Lasem Permukiman Kabupaten Kecamatan Sluke Rembang - Karang Taruna Desa Sluke - Masyarakat Desa Sluke - Pemerintah Kabupaten - Kepala Desa/ Lurah Sluke Rembang - SKPD (Satuan Kerja Perangkat - Dinas Perumahan dan Daerah) Kabupaten Rembang Permukiman Kabupaten - SKPD (Satuan Kerja Perangkat Rembang Daerah) Provinsi Jawa Tengah - Pemerintah Kecamatan Sluke

Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

Tabel 5.7 Bentuk Pembinaan Kelembagaan Perumahan dan Permukiman Swadaya di Desa Sluke

BENTUK PEMBINAAN

1

Pendampingan

2

Pelatihan

3

Bimbingan Teknis

4

Sosialisasi

5

6

7

SASARAN

OUTCOME

KEGIATAN

Percepatan Bank Badan pembiayaan Pembangunan Daerah pembangunan (BPD) dan BPN penanganan (Badan Pertahanan permukiman swadaya Nasional) di Desa Sluke

Review/Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah dan Non Pemerintah

Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan permukiman swadaya

Satuan Kerja Perangkat Daerah Kab. Rembang (SKPD Kabupaten Rembang)

Peningkatan kinerja dan evaluasi dalam pemantauan penanganan permukiman swadaya

Akomodasi stakeholders yang berkepentingan dalam penanganan permukiman swadaya

Advokasi

Peningkatan Kapasitas pemangku Advokasi RP3KP Pemerintah Daerah kepentingan dalam (Provinsi, Kabupaten, dan Non Pemerintah penanganan Kota) permukiman swadaya

Diklat

Peningkatan Kapasitas kinerja pemerintah daerah

Pemerintah Daerah

Diklat Perencanaan Penanganan Permukiman Swadaya

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 9B, 2020

36


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

PEMBIAYAAN

Tabel 5.8. Klasifikasi Desil

Klasifikasi

Keterangan

Jumlah (Rumah Tangga)

Desil 1

Rumah tangga dalam kelompok 10% terendah (sangat miskin)

110

Desil 2

Rumah tangga dalam kelompok 10 – 20 % terendah (miskin)

83

Desil 3

Rumah tangga dalam kelompok 20 – 30 % terendah (hampir miskin)

110

Desil 4

Rumah tangga dalam kelompok 30 – 40 % terendah (rentan miskin)

130

Pembiayaan secara umum adalah penyediaaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Oleh karena itu, pembiayaan perumahan dapat didefinisikan sebagai upaya-upaya seorang pihak atau lembaga dalam rangka

menyediakan sejumlah modal untuk pemenuhan berbagai pengeluaran terkait perumahan. Sistem pembiayaan perumahan di Indonesia mengakomodasi tidak hanya pembiayaan formal, yaitu pembiayaan yang bersandar pada lembaga formal (bank, perusahaan pembiayaan) dalam mengalirkan dan/atau memenuhi

Sumber : BDT Provinsi Jawa tenngah,2020

kebutuhan pendanaan guna pemenuhan kebutuhan hunian, tetapi juga pembiayaan informal perumahan yaitu pembiayaan yang bersandar pada

Pembiayaan akan dilakukan dalam program penanganan permasalahan permukiman

lembaga informal, seperti pembiayaan berbasis komunitas (koperasi, arisan) serta

swadaya di Desa Sluke dengan melibatkan pembiayaan yang bersumber dari

hubungan baik antar teman dan berbasis kekeluargaan.

konvensional dan non konvensional. Pembiayaan konvensional yang berasal dari pemerintah (Provinsi, Kabupaten, Desa) sedangkan non konvensional berasal dari non

pemerintah ( CSR PLTU, PD, BPR,BKK Lasem Cabang Sluke).

5.2.1. KARAKTERISTIK SUBJEK Berdasarkan survey yang dilakukan melalui google street view di

5.2.2.

SUMBER PEMBIAYAAN

Desa Sluke, Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang terdapat rumah swadaya penduduk yang tidak layak huni yang berada di RT 03 RW 1, RW 2, RW 3 dan RW 4. Rumah tidak layak huni tersebut disebabkan oleh kondisi fisik bangunan yang

tidak sesuai dengan kriteria rumah layak huni. Rumah tidak layak huni yang ditemukan di wilayah studi memiliki bangunan rumah yang berdinding anyaman bambu dan rumah ukuran kecil dengan tinggi bangunan yang tidak sesuai standar. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya rumah tidak layak huni di

permukiman swadaya Desa Sluke yaitu, penghasilan penduduk yang rendah dengan dominasi penduduk 64,70% bermata pencaharian dibidang tersier dan pendapatan penduduk di Desa Sluke sesuai dengan UMK Rembangs sebesar Rp. 1.802.000 dimana merupakan UMK terendah ke 3 di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2020 sehingga sebagian penduduk tidak dapat memiliki atau menyewa rumah yang layak. Berdasarkan karakteristiknya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Desa Sluke memiliki pendapatan yang termasuk dalam klasifikasi desil 1-4. Berikut klasifikasinya :

Gambar 5.1 Pemberian Bantuan Rumah Layaj Huni Masyarakat Sumber : Google Images

37


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

Diberikan kepada Bantuan Keuangan Provinsi dan Kabupaten

Sumber Pembiayaan

Konvensional

Pajak dan Retribusi

Pemerintah Daerah

Pemerintah Kecamatan Sluke

Desa Sluke

Dengan Perincian 1. Dana Desa = 924.392.000 2. Bagi hasil Pajak dan Retribusi = 60.268.200 3. Alokasi Dana Desa = 333.162.000 4. Bantuan Keuangan Provinsi = 245.000.000 5. Bantuan Keuangan Kabupaten = 150.000.000 6. SILPA 2018 = 37.408.325 Total: 1.712.821.300

Masyarak at Desa Sluke

APBDesa

Pembangunan Rumah

Diberikan kepada CSR PLTU Kabupaten Rembang

Non Konvensional

 Sub Bidang PU dan Penataan Ruang  Rabat Beton RT02/RW02 dan RW07/RW01  Penataan RTH Lapangan Kridanggo  Penyediaan RTH pada RT01/RW02  Sub Bidang Kawasan Permukiman  Pengadaan Air Bersih RT03/RW01 dan RT04/RW03  Revitalisasi RTLH  Penyediaan Bak Sampah  Pengelolaan limbah rumah tangga

Masyarakat Desa Sluke PD BPR BKK Lasem Cabang Sluke

1. Memberikan bantuan (dana investasi swasta) untuk mendukung pemerintah dalam program penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah 2. Melakukan pemberdayaan masyarakat demi meningkatkan perekonomian penduduk

Peningkatan Kualitas Lingkungan Hunian

CSR terlibat dalam bantuan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat yang salah satunya dana bantuan sosial masyarakat

Gambar 5.2 Bagan Sumber Pembiayaan Perumahan Swadaya di Delineasi Desa Sluke Sumber : Hasil Analisis Kelompok 9B

Sumber pembiayaan dibagi menjadi konvensional dan non-konvensioanl. Sumber pembiayaan konvensional adalah pembiayaan yang berasal dari pendapatan negara seperti pajak,

retribusi, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan non-konvensional adalah pembiayaan yang berasal dari hasil kerjasama antara pemerintah dengan pihak masyarakat maupun pihak swasta.”

38


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

5.2.3. ALUR Bantuan

PEMBIAYAAN

Stimulan

Perumahan

Swadaya (BSPS) dari pemerintah dibutuhkan untuk

mendorong

TAHAP PERSIAPAN

masyarakat

berpenghasilan rendah untuk menyediakan Rumah

yang

renovasi

atau

layak

huni

konstruksi

dalam baru.

bentuk

BSPS

ini

memungkinkan setiap rumah masyarakat

• •

Walikota/Bupati Gubernur

Berpenghasilan Rendah dapat dibangun / ditingkatkan

kualitasnya

sehingga

Pemerintah Provinsi Ditjen Penyediaan Perumahan

• •

Berikut

ini

adalah

Surat Keputusan PPK

rumah

mereka dapat menjadi tempat tinggal layak huni.

Kementrian PUPR Ditjen • Penyediaan Perumahan •

Seleksi Bank/Pos Penyalur Pembentukan Tim Teknis Kota/Kabupaten Penunjukan Korfas dan TFL Pendampingan Masyarakat

Tahapan

Usulan Lokasi

Verifikasi Usulan

Penetapan

Penyiapan

Lokasi

Masyarakat

Penyelenggaraan BSPS:

Penetapan Calon Penerima Bantuan

Tahap pertama BSPS berawal dari

tahap

persiapan

yang

dimana

pemimpin daerah mengusulkan lokasi yang akan diberikan bantuan tersebut. Setelah

TAHAP PELAKSANAAN

usulan tersebut diverivikasi oleh pemerintah daerah dan Dirjen Penyediaan Perumahan maka lokasi tersebut ditetapkan yang mana juga

harus

diketahui

Dinas

PUPR.

Penyaluran

Pencairan

Bantuan

Bantuan

Selanjutnya masyarakat akan didata mana yang akan mendapatkan bantuan. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan yang dimana bantuan

akan

dicairkan

dan

disalurkan

TAHAP PEMANFAATAN BANTUAN

kepada masyarakat. Tahap yang terakhir

adalah Pemanfaatan Bantuan yang dimana bantuan

tersebut

digunakan

oleh

masyarakat penerima untuk membangun, membeli atau merenovasi rumah. Setiap

penggunaan

dana

dari

bantuan

akan

Laporan

Penggunaan Dana Tahap II

Laporan

Pemanfaatan Bantuan Tahap II

Penggunaan Dana Tahap I

Pemanfaatan

Bantuan Tahap I

dilaporkan serta dilakukan monitoring dan evaluasi Gambar 5.3 Tahapan Penyaluran Pembiayaan BSPS Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2018

39


9B

PLEIR D APNE RPUEM RM N P E R M UK I M A N | A|N A SIUS M T IAPH OAL N O GI AHUAKNI M DAN Program Bantuan Selain BSPS adalah Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)

yang dapat digunakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk membeli, membangun dan merenovasi rumah secara swadaya dengan mempunyai tabungan untuk pemenuhan sebagian uang muka perolehan rumah atau sebagian dana untuk pembangunan rumah swadaya melalui

Identifikasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan ekonomi

Penetapan Bank sebagai Lembaga Keuangan pelaksana

Penetapan Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Desa Sluke yang berhak dalam bantuan pembiayaan perumahan swadaya

Pelaksanaan pembiayaan perumahan swadaya di Desa Sluke

Penyusunan strategi pembiayaan perumahan swadaya di Desa Sluke

Penetapan peran Pihak Swasta dalam pembiayaan perumahan swadaya

Pencairan dana pembiayaan perumahan swadaya

Pemberian dana kepada penerima bantuan pembiayaan perumahan swadaya

Evaluasi dan monitoring pembiayaan perumahan swadaya

kredit atau pembiayaan bank pelaksana. Berikut merupakan alur proses BP2BT :

Pengajuan Oleh Pemohon

Verifikasi Bank Pelaksana

Pengujian Oleh Satuan Kerja

Penetapan Penerima Manfaat oleh Satuan Kerja

Penerima Manfaat Menempati Rumah

Pencairan Dana

Akad Kredit

Gambar 5.5 Alur Pembiayaan Perumahan Swadaya Desa Sluke Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2020

Gambar 5.4 Alur Proses Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasiss Tabungan Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2018 Alur proses BP2BT diatas merupakan gambaran alur proses permohonan bantuan rumah oleh pemohon. Dimana menunjukkan bahwa untuk menerima bantuan rumah swadaya perlu diawali dengan mengajukan bantuan oleh pemohon yang kemudian memverifikasi data bantuan oleh bank pelaksana, setelah itu akan dilakukan pengujian oleh satuan kerja hingga satuan kerja menetapkan penerima manfaat bantuan rumah. Setelah penetapan penerima manfaat bantuan rumah oleh satuan kerja selanjutnya diharuskan menjalani akad kredit dengan Bank yang dimana

bantuan

dapat

cair

dan

penerima

mendapatkan

manfaat

menempati

rumah.

Berdasarkan dari alur proses BP2BT tersebut, maka dapat diketahui penyaluran pembiayaan non konvensional perumahan dan permukiman, khususnya perumahan dan permukiman swadaya. Seperti halnya pada wilayah delineasi Desa Sluke. Penyaluran Pembiayaan Non Konvensional Perumahan dan Permukiman Swadaya Delineasi Desa Sluke teridentifikasi sebagai berikut :

Gambar 5.6 Pembangunan Perumahan Swadaya Bantuan Pemerintah Sumber: Google Images

40


BAB 6

TIPOLOGI FISIK 6.1.1. Tipologi Fisik Bangunan Permukiman Desa Sluke yang menjadi kawasan delineasi merupakan permukiman kompak terbesar di Sluke. Di dalam delineasi kawasan perumahan sebesar 55.14 Hektar luas bangunan 12.07 Hektar dan luas wilayah delineasi. Wilayah delineasi memiliki kepadatan bangunan sebesar 21 unit/Ha. Jumlah bangunan berdasarkan analisis tipologi solid void terdapat 1161 namun untuk jumlah rumah berdasarkan BDT Dinsos sebanyak 569 rumah. Dari segi tata masa bangunan, permukiman memiliki susunan massa bangunan yang cenderung linier-organis.

“TIPOLOGI PERUMAHAN SWADAYA DESA SLUKE”

Rumah cenderung berada di sepanjang jalan, baik jalan arteri (Jalan Pantura) maupun jalan lokal dengan intensitas kerapatan yang berbeda-beda. Namun juga terdapat beberapa rumah yang berada jauh dari akses jalan lokal dan penataannya tidak teratur, sehingga menjadi salah satu indikasi bahwa permukiman dibangun tidak terencana dan bukan melalui developer.

A. Berdasarkan Kondisi Fisik Permukiman delineasi masuk dalam kategori permukiman swadaya karena sebagian besar rumahnya merupakan hasil prakarsa dari masyarakat itu sendiri. Berdasarkan jenis

permukiman swadaya yang dikemukakan oleh Lejone John Ntema (2011), maka permukiman swadaya di delineasi dianalisis masuk dalam kategori state-aided self-help. Hal ini ditinjau atas fasilitas permukiman yang berada di wilayah delineasi cenderung disediakan oleh pemerintah. Fasilitas permukiman di sepanjang jalan arteri wilayah delinasi dibangun oleh pemerintah dan

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya ada beberapa fasilitas yang diprakarsai dan dibuat atas hasil pembangunan masyarakat seperti musholla yang terdapat di dalam permukiman. Kondisi fisik bangunan di delineasi permukiman relatif telah memenuhi standar fisik bangunan layak huni. Akan tetapi, masih terdapat beberapa rumah yang tergolong tidak layak huni tersebar di seluruh delineasi permukiman. Hal ini dibuktikan dengan kondisi fisik bangunan serta

material

bangunan

yang

buruk

atau

tidak

sesuai

dengan

Peraturan

Nomor

22/PERMEN/M/2008 tentang kriteria layak huni, yaitu (1) Memenuhi persyaratan keselamatan lingkungan, (2) Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan Sanitasi, serta (3) Memenuhi kecukupan luas minimum 7,2 m2/orang sampai dengan 12 m2/orang dengan ketinggian bangunan minimal 2.8m.

41


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N Tabel 6.1 Kondisi dan Deskripsi Fisik Bangunan Wilayah Delineasi Desa Sluke

.

9B

.

1. Rumah permanen dan layak huni di zona hijau serta dalam keadaan baik dan terawat

2. Rumah permanen dan layak huni di zona kuning serta dalam keadaan baik dan terawat

.

Gambar 6.1 Kondisi Bangunan Delineasi Sumber : Google Maps dan Analisis Penulis,2020 Berdasarkan analisis peta di atas, wilayah delineasi dapat diklasifikasi berdasarkan intensitas

kondisi bangunannya. Permukiman yang berada di sepanjang jala nmayoritas terdiri dari sebaran rumah layak huni dan tidak layak huni (kuning). Hanya sebagian kecil saja kawasan delineasi yang merupakan kumpulan rumah layak huni. Hal ini dikarenakan intensitas

3. Rumah semipermanen tidak layak huni di zona kuning. Pencahayaan kurang serta material anyaman bambu.

kuning serta dalam keadaan baik dan terawat

4. Rumah permanen dan layak huni di zona

.

.

5. Rumah permanen dengan bahan material bata dan kayu yang kecil di zona kuning (<28,8m2) bila ditempati oleh empat orang sehingga dapat dikatakan tak layak huni

6. Rumah tidak layak huni di zona merah. Akses yang sulit serta material bangunan yang tidak aman serta pencahayaan dan kondisi yang kurang baik.

serta memiliki pagar.

pembangunan rumah di wilayah delineasi yang pesat selama beberapa tahun terakhir pasca didirikannya PLTU. Program CSR PLTU Rembang salah satunya adalah pemberian intensif dan hal tersebut mendorong banyaknya rumah yang dibangun dan direnovasi (Kepala Desa Manggar, 2020). Pembangunan rumah-rumah baru tersebut mengikuti pola jalan yang sebelumnya juga sudah dibangun rumah-rumah lama. Akhirnya terjadi pemadatan rumahrumah baru di sepanjang jalan dan mengakibatkan adanya percampuran rumah baru yang relatif permanen dan layak huni serta rumah lama yang beberapa tidak layak huni. Adapun intensitas rumah tidak layak huni yang tinggi (merah) di permukiman swadaya delineasi berada di lokasi yang tidak memiliki akses jalan arteri dan lokal. Umumnya lokasi tersebut hanya bisa diakses dengan motor dan jalannya berupa jalan setapak/ jalan tanah.

Sumber: Google Streetviews dan dokumentasi pribadi. Dianalisis penulis, 2020

42


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

6.1.2. TIPOLOGI PERUMAHAN PERMUKIMAN B. Berdasarkan Jenis dan Bentuk Rumah

Analisis permukiman diwilayah deliniasi didapatkan yaitu swadaya yakni berupa permukiman warga, serta sarana seperti warung atau toko yang di bangun secara mandiri. Ada beberapa sarana dan prasarana non swadaya seperti : pasar, sekolah, kantor kecamatan, kantor polisi , BPR BKK dan Dinas Penyuluhan Pertanian. Dari analisis tersebut jika dilihat dari peta solid void menunjukkan bahwa penataanya cenderung tidak teratur baik swadaya maupun non swadaya.

Dari segi tata masa bangunan, permukiman memiliki susunan massa bangunan yang cenderung linier-organis. Rumah cenderung berada di sepanjang jalan, baik jalan arteri (Jalan Pantura) maupun jalan lokal dengan intensitas kerapatan yang berbeda-beda. Namun juga terdapat beberapa rumah yang berada jauh dari akses jalan lokal dan penataannya tidak teratur,

sehingga menjadi salah satu indikasi bahwa permukiman dibangun tidak terencana dan bukan melalui developer. Pada akhirnya, tipologi perumahan yang tercipta cenderung berbentuk grid

Gambar 6.2 Tipologi Bangunan Sumber : Google Maps dan Analisis Penulis,2020 Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas bangunan yang ada di Desa Sluke adalah rumah tunggal (detached house). Rumah tunggal adalah rumah tinggal yang terpisah dari rumah lainnya (berdiri sendiri). biasanya, rumah yang satu ini hanya digunakan atau ditempati untuk hanya satu keluarga serta jaraknya berjauhan antara rumah yang satu dengan rumah lainnya. Desa Sluke juga terdapat bangunan berupa rumah deret, yaitu salah satu tipe rumah sederhana yang bergandengan antara satu unit dengan unit lainnya. Pada rumah deret, salah satu atau kedua dinding bangunan induknya menyatu dengan dinding bangunan induk lainnya. Dengan sistem rumah deret, unit-unit rumah tersebut menjadi satu kesatuan. Terdapat juga bangunan berupa ruko di pinggir jalan pantura. Ruko tersebut sangat cocok lokasinya karena jalan pantura merupakan jalan utama yang menghubungkan antar kota. Gambar 6.3 Tipologi Perumahan dan Permukiman Sumber : Google Maps dan Analisis Penulis,2020

43


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

TIPOLOGI NON FISIK

Berdasarkan informasi yang didapat melalui laman Bhumi.atrbpn.go.id, hampir seluruh rumah dan bangunan yang ada di delienasi Desa Sluke merupakan rumah swadaya dengan hak milik sendiri. Namun terdapat

Tipologi non fisik yaitu berupa karakteristik permukiman yang berkaitan dengan budaya maupun

beberapa rumah dan bangunan yang lahannya masuk dalam hak pakai,

cara sosialisasi masyarakat wilayah studi dalam membangun rumah ataupun bertetangga.

guna bangunan, dan wakaf. Bangunan yang masuk dalam hak guna bangunan terdiri dari dua lokasi dengan total 11 bangunan. 10 bangunan

6 . 2 . 1. LEGALITAS

pada lokasi barat merupakan hak pakai yang diperuntukkan untuk

Peninjauan tipologi non fisik berdasarkan legalitas dapat ditinjau melalui status kepemilikan

puskesmas dan 1 bangunan diperuntukkan sebagai posko siaga bencana

bangunan dan kepemilikan lahan (BDT Dinsos 2020)

Desa Sluke. Hak guna bangunan berada di tiga titik yang berbatasan langsung dengan Jalan Pantura (5 bangunan) dengan peruntukkan

STATUS KEPEMILIKAN BANGUNAN

perdagangan

Status kepemilikan bangunan di delineasi umumnya dimiliki oleh perseorangan (milik sendiri)

dan jasa.

Adapun

dua

lokasi

tanah wakaf dengan

peruntukkan permukiman (8 rumah).

dengan rincian sebagai berikut.

Wilayah Kecamatan Sluke

Milik sendiri

Sewa/Kontrak

Bebas Sewa

Lainnya

477

2

88

2

Tabel 6.2 Rekapitulasi Status Kepemilikan Bangunan Sumber: BDT Dinsos Jawa Tengah (2020) dan dianalisis oleh Kelompok 9B 2020 Status kepemilikan bangunan di wilayah deliniasi dapat dilihat dari data status kepemilikan bangunan satu kecamatan Sluke dengan 477 rumah (83,8%) adalah milik sendiri, sedangkan selainnya adalah bukan bangunan milik sendiri (sewa/kontrak, bebas sewa, atau lainnya) dengan jumlah total 92 bangunan. Besarnya rumah sewa.kontrak dengan bebas sewa dikarenakan adanya PLTU yang menyebabkan banyaknya rumah yang disewakan untuk pekerja PLTU.

STATUS KEPEMILIKAN LAHAN Sama halnya dengan status kepemilikan bangunan, Status kepemilikan lahan di delineasi umumnya juga dimiliki oleh perseorangan (milik sendiri) dengan rincian sebagai berikut.

Wilayah

Milik sendiri

Milik Orang Lain

Milik Negara

Lainnya

Kecamatan Sluke

439

42

82

6

Tabel 6.3 Rekapitulasi Status Kepemilikan Lahan Sumber: BDT Dinsos Jawa Tengah (2020) dan dianalisis oleh Kelompok 9B 2020

Gambar 6.4 Peta Kondisi Legalitas Permukiman Desa Sluke Sumber: bhumi.atrbpn.go.id dan dianalisis oleh Kelompok 9B 2020

44


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

6.2.2 SOSIAL Masyarakat Desa Sluke didominasi oleh mata pencaharian di bidang Tersier (jasa) yang berupa bangunan dan konstruksi sebesar 24,48% dari jumlah penduduk yang bekerja. Sementara itu untuk sektor primer, didominasi oleh pertanian tanaman padi dan palawija serta sektor peternakan. Masyarakat Desa Sluke memiliki nilai budaya gotong royong yang tertanam dalam diri mereka. Budaya gotong royong tersebut diwujudkan dalam melakukan kerja bakti terhadap kondisi lingkungan Desa. Kerja bakti tersebut antara lain diwujudkan dalam menjaga lingkungan, perbaikan bangunan maupun jalan dan lainnya. Perbaikan

bangunan

rumah

dilakukan kepada masyarakat yang memiliki

tempat

tinggal

yang

mengalami kerusakan, hal tersebut dilakukan

sehingga

seluruh

kalangan masyarakat di Desa Sluke memperoleh untuk

dihuni.

dilakukan Gambar 6.5 Gotong Royong Penduduk Desa Sluke Sumber: Google Image,2020

rumah

yang

Perbaikan

secara

swadaya

layak rumah antar

sesama masyarakat.

6.2.3 EKONOMI Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan, jenis permukiman swadaya di wilayah studi termasuk ke dalam permukiman swadaya mandiri berbantuan pemerintah (state-aided self help). Hal ini dikarenakan tidak adanya bantuan dari pihak pemerintah dalam hal membangun rumah seperti dana untuk membangun, arahan pembangunan, atau memperbaiki rumah

namun mendapat dukungan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang permukiman.

Gambar 6.6 Peta Prakiraan Tipologi Perumahan dan Permukiman Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Sluke Sumber: Google Image,2020 Ditinjau dari mata pencahariannya, penduduk delineasi permukiman Sluke aling banyak bekerja di bidang kontruksi, perdagangan jasa, peternakan, dan perikanan. Permukiman Swadaya dengan karakteristik pendapatan yang rendah menunjukkan bahwa masyarakat akan memilih dan membangun tempat tinggal yang dekat dengan sumber mata pencahariannya. Maka, berdasarkan analisis Kelompok 9B, tipologi perumahan dan permukiman jika ditinjau dari mata pencahariannya dapat dipetakan pada gambar disamping..

Membangun perumahan swadaya di kawasan Desa Sluke cenderung secara gotong royong,

Rumah dengan mata pencaharian penduduk perdagangan dan jasa didominasi pada Jalan Pantura

karena masyarakat Desa Sluke meminta bantuan orang lain atau mempekerjakan orang lain

yang dapat meningkatkan change dan kesempatan dalam pertemuan antara konsumen dengan

untuk membangun rumah. Rumah-rumah swadaya yang berada di sepanjang jalan pantura

penjual. Hal ini juga dibuktikan oleh adanya hotel, pasar, dan tempat jasa lainnya yang berada di

didominasi oleh bahan rumah yang permanen. . Berdasarkan hasil observasi melalui google

sepanjang Jalan Arteri tersebut. Rumah dengan penduduk mata pencaharian di bidang perikanan

maps dan google earth banyak rumah di Desa Sluke yang terdapat cap masyarakat miskin, hal

berada di Utara karena selain dekat dengan laut dan tambak, terdapat TPI Manggar di bagian barat

ini didasarkan dari data BDT Jawa Tengah yang mengatakan angka pengangguran dan angka

laut yang tersambung melalui jalan lokal. Rumah dominasi mata pencaharian penduduk peternakan

kemiskinan mencapai 35,7% di Desa Sluke. Data tersebut menjadi indikator kuat dalam

berada di selatan yang mengarah pada lahan yang luas serta gunung yang memang menjadi tempat

penentuan baik tidaknya perumahan dan permukiman swadaya. Maka, perekonomian menjadi

potensial dalam mengembangbiakkan ternak. Adapun hunian umum yang dimaksud adalah hunian

salah satu contributing factor adanya rumah yang tidak layak huni pada permukiman swadaya

dengan mata pencaharian heterogenya lainnya.

delineasi.

45


9B

| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

- POHON ISU Tingkat

Kesejahteraan

Masyarakat

yang Rendah di

Delineasi Permukiman Swadaya Sluke Berkontribusi pada

Terdapatnya Rumah Tidak Layak Huni dan Tidak Sehat.

MASALAH Tingkat Kemiskinan yang Tergolong Tinggi

Kondisi Ketenagakerjaan yang Rendah

Terdapatnya Rumah Tidak Layak Huni di Delineasi

Sumber Daya Manusia (SDM) yang Rendah

Kekeringan di Seluruh Desa Sluke

28% Penduduk hanya merupakan lulusan SD dan 38% tidak menempuh pendidikan

Kekeringan yang dipicu oleh Kandungan air tanah yang rendah dan curah hujan yang rendah (1.238 mm/tahun)

Potensi Peran Stakeholder dan Skema Pembiayaan yang Baik

Kondisi Infrastruktur yang Belum Optimal

DATA

35,7% masyarakatnya masuk kategori miskin dan sangat miskin sedangkan dalam kategori mampu hanya 17,9%

Tingkat Pengangguran Terbuka tinggi (18,27%) dengan persentase pengangguran yang besar

Sarana yang memadai namun prasarana (persampahan dan jalan) dalam kondisi yang kurang baik.

Terdapat rumah rumah dalam kondisi buruk dan bahan bangunan yang buruk

Terdapatnya CSR PLTU Rembang. BPR BKK menjadi potensi dalam stakeholder dan sumber pembiayaan non konvensial yang tersedia

4

Gmabar 6.7 Pohon Isu Perumahan dan Permukiman Swadaya Desa Sluke Sumber : Analisis Kelompok 9B,2020

46


BAB 7

KESIMPULAN Perumahan swadaya yang terletak pada wilayah deliniasi yaitu Desa Sluke merupakan perumahan yang dibangun oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) secara swadaya. Jenis perumahan di wilayah deliniasi didominasi oleh rumah satu kantai dan relatif telah memenuhi standart fisik bangunan layak huni, akan tetapi terdapat pula beberapa rumah yang tergolong tidak layak huni berada pada RT 03 RW 1, RW 2, RW 3 dan RW 4. Tingkat pendidikan pada wilayah deliniasi tergolong masih rendah sehingga memicu pendapatan yang rendah karena mayoritas bekerja pada sektor informal dengan pendapatan yang kecil, kemudian 6,67% juga belum

“KESIMPULAN”

memiliki jamban pribadi sehingga terciptanya lingkungan yang tidak sehat.

Dalam pembangunan perumahan permukiman perlu adanya peran stakeholder terutama dalam penanganan permukiman swadaya di desa Sluke. Terdapat 18 stakeholder yang terdiri dari lembaga pemerintah dan lembaga non permerintah yang masing-masing memiliki pengaruh dan keterlibatan yang berbeda. Adapun sumber pembiayaan utama berasal dari sumber

konvensional (pendapatan negara) yaitu pajak, retribusi, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta sumber non konvensional (kerjasama antara pemerintah dengan pihak masyarakat maupun pihak swasta) yaitu CSR PLTU Kabupaten Rembang dan PD BPR BKK Lasem cabang Sluke.

Berdasarkan analisis fisik dan non fisik yang telah dilakukan, maka dari segi tata massa bangunan cenderung tersusun secara linier organis, dimana arah perkembangan perumahan mengikuti jalan baik jalan arteri (Pantura) maupun jalan lokal dengan intensitas kerapatan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu tipologi perumahan yang tercipta cenderung berbentuk cluster. Ketidakteraturan penataan bangunan dan bentuk fisik yang beragam tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pendapatan antar masyarakat. Dari kondisi fisik serta status kepemilikan lahan dan bangunan yang ada di delineasi wilayah studi, dapat ditekankan bahwa kondisi bangunan permukiman swadaya di delineasi umumnya dalam keadaan baik namun masih memiliki beberapa bangunan yang tidak layak huni bila ditinjau dari kondisi materialnya dan juga pemenuhan kebutuhan dasarnya. Walaupun pemerintah sudah melakukan pembangunan fasilitas umum yang menurut Heryati (2008) bisa menjadi langkah rehabilitasi untuk permukiman kumuh maupun tidak layak huni di permukiman swadaya, namun belum diimbangi dengan program yang langsung menyasar pada peningkatan kapasitas masyarakat dalam meningkatkan kualitas rumahnya seperti PKFPS dan KPS yang dinilai akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas hunian yang belum layak huni di kawasan delineasi.

4 47


| A N A L I SI S T I P O L O GI P E R U M AH A N D A N P E R M UK I M A N

DAFTAR PUSTAKA

9B

Arimurthy, Anggi dan Asnawi Manaf. 2013. Lembaga Lokal dan Masyarakat dalam Pemenuhan Kebutuhan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. 9(3). hal 311 BPSDM Kementerian PUPR. 2016.Diklat Pejabat Inti Satuan Kerja (PISK) Bidang Perumahan Modul 7 Penyelenggaraan Rumah Swadaya Devkar, G. 2017. A review of technologies for the provision of basic infrastructure in low-income settlements. Halaman 32-34 Lexsatyaji, R.A. 2010. Karakteristik Perumahan Swadaya Ditinjau dari Pola Produksi Rumah di Kota Semarang. Halaman 4-5 Mamangkey, Anderson, dkk. 2019. Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Di Kecamatan Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Ilmu

Pemerintahan. 3 (3): 1-7 Mullins, D. (2018). Achieving policy recognition for community-based housing solutions: the case of self-help housing in England. International Journal of Housing Policy. Mungkasa, Oswar. 2013. Perumahan Swadaya; Konsep, Pembelajaran dan Praktek Unggulan. Halaman 1-26 Nata, I., Manossoh, H., & Mawikere, L. M. (2018). Analisis Atas Penerapan Prinsip Good Governance Terhadap Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Pada Dinas Perumahan Kawasanpermukiman Dan Pertanahan Kabupaten Halmahera Utara. Going Concern: Jurnal Riset Akuntansi. Noor, Munawar. 2015. Analisis Kelembagaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pekotaan (PNPM-MP) Untuk Penanggulangan Kemiskinan.Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang Resa, Ade Masya, Zulfan Saam, and Suardi Tarumun. "Strategi Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Kampung Bandar Kota Pekanbaru." Dinamika Lingkungan Indonesia 4.2 (2017): 117-127. Setiadi, Amos. "TIPOLOGI DAN POLA PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA BONTANG (The Typology and Patterns of Slum Improvement Management in Bontang City)." TATALOKA 16.4 (2014): 220-233.

Suparwoko. (2013).Peningkatan Kapasitas Perumahan Swadaya di Indonesia. Total Media. Yogyakarta

48


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.