Majalah Diffa Edisi 09 - September 2011

Page 1

diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN

Mata Hati

Pertanyaan untuk Tuhan

Tapak

Ruang Ekspresi Siswa Penyandang Disabilitas

Konsultasi Pendidikan

Home Schooling untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Sosok

Melukis dengan Mulut

Inspirasi Besar Pelayanan Disabilitas INCLUD

ING

AUDIO N O I S R E V No. 09 September 2011

Majalah Keluarga Humanis diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011

Edisi 09 September final.indd 1

Rp. 21.500,1 8/16/11 6:53 PM


KELUARGA BESAR MAJALAH DIFFA MENGUCAPKAN:

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432H Minal Aidin Wal Faizin

Mohon Maaf Lahir dan Batin

diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN

Alamat Redaksi: Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887, Faxs 62 21 3928562, e-mail redaksidiffa@gmail.com

2 Edisi 09 September final.indd 2

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


MATA HATI

M

diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN

Mata Hati

Pertanyaan untuk Tuhan

Tapak

Ruang Eksoresi Siswa Penyandang Disabilitas

Konsultasi Pendidikan

Home Schooling untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Sosok

Pertanyaan untuk Tuhan

Inspirasi Besar Pelayanan Disabilitas

T

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 3

ING

No. 09 September 2011

Rp. 21.500,-

Majalah Keluarga Humanis diffa EDISI 08-SEPTEMBER 2011

1

Pemimpin Perusahaan/ Pemimpin Redaksi FX Rudy Gunawan General Manager Jonna Damanik Ilustrasi: Didi Purnomo

iba-tiba saja Bambang kehilangan penglihatan. Tibatiba saja Sitompul tak bisa lagi mendengar apa-apa. Tiba-tiba saja Risna yang cantik lumpuh, kedua kakinya terkulai lemas. Tiba-tiba saja Lily tergagap-gagap, lalu tak ada lagi suara keluar dari bibir mungilnya. Dokter tak bisa berbuat apaapa. Dukun juga tak berkutik. Lalu seketika hidup mereka berubah total. Tak lagi bisa melihat, tak lagi punya pendengaran, tak lagi mampu bergerak, dan tak lagi bisa berbicara, ternyata menghancurkan begitu banyak hal dalam hidup mereka. Dunia tak lagi sama. Orang-orang memandang mereka dengan cara yang sama sekali berbeda. Lalu, satu pertanyaan untuk Tuhan pun terlontar: “Tuhan, me­ ngapa Kau membuat kami seperti ini?” Ilustrasi di atas nyata adanya. Bisa terjadi dan dialami siapa saja dalam hidup ini. Tanpa kecuali. Tanpa memandang jenis kelamin, suku, agama, ras, ataupun kelas sosial-ekonomi seseorang. Pak Setia, seorang tunanetra di Yogyakarta yang mengalami kebutaan pada usia 24 tahun, menuturkan pencarian jawaban atas pertanyaan yang dilontarkannya kepada Tuhan selama setidaknya dua tahun. “Saya mencoba mencari jawaban di semua kitab suci, dari Al Quran, Injil, Weda, sampai orang-orang yang paham kitabkitab Kejawen pun saya datangi dan saya tanya panjang lebar. Adakah satu penjelasan dari Tuhan tentang manusia yang menjadi penyandang disabilitas?” Tapi Pak Setia merasa tak berhasil menemukan jawaban, karena dalam hampir semua kitab suci agama apa saja, dikatakan bahwa pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Dan begitulah memang adanya. Di antara semua makhluk yang hidup di muka bumi ini, manusia dengan kemampuan otaknya, dengan kekuatan imajinasinya, dengan kemampuan belajarnya, dengan bentuk fisiknya adalah makhluk yang tak tertandingi kesempurnaannya. Lantas apakah sebuah kecacatan yang menimpa

INCLUD

AUDIO N VERSIO

Cover: Muhammad Sabar Foto: Sigit D Pratama

Melukis dengan Mulut

seorang manusia serta merta meniadakan unsur kesempurnaannya? Sepertinya terlalu gegabah jika kita berpikiran mengiyakan jawaban atas pertanyaan itu. Ketidaksempurnaan fisik bukan ukuran tunggal untuk menilai konsep manusia sebagai makhluk ciptaan yang paling sempurna. Seorang tunarungu atau tunadaksa atau tunagrahita tetap makhluk ciptaan yang sempurna dan memiliki unsur kemanusiaan yang utuh meski salah satu indra atau bagian tubuh tak berfungsi sama sekali. Manusia makhluk yang memiliki banyak dimensi dan faktor fisik atau biologis hanya salah satu dimensi dari keberadaan manusia. Masih ada dimensi sosial-budaya, dimensi politik-ekonomi, psikologis atau kejiwaan, dan ada juga dimensi spiritual. Karena itulah dalam filsafat manusia memiliki sangat banyak predikat. Ada sebutan homo economicus, zoon politicon (binatang/makhluk politik), animal rationale (binatang/ makhluk yang berpikir), homo ludens (binatang/makhluk yang suka bermain/ budaya), dan banyak lagi predikat lain. Atas dasar inilah, bentuk kecacatan fisik tak bisa dijadikan sebagai alat ukur kesempurnaan manusia. Dan, Tuhan pun memang tak menjawab langsung pertanyaan di atas, karena jawaban untuk pertanyaan itu memang harus ditemukan sendiri oleh para penanya. Pak Setia misalnya, akhirnya menemukan jawaban sendiri yang sederhana, bahwa ia justru sebenarnya terpilih untuk sebuah tugas penting dari Tuhan sebagai seorang tunanetra. n FX Rudy Gunawan

Redaktur Eksekutif Nestor Rico Tambunan Konsultan Yunanto Ali, Handoyo Sinta Nuriah Wahid Mohamad Sobary, Jefri Fernando Redaktur Irwan Dwi Kustanto Aria Indrawati Mila K. Kamil Purnama Ningsih Kontributor Andhika Puspita Dewi (Semarang) Jerry Omona (Papua) Muhlis Suhaeri (Pontianak) Yovinus Guntur (Surabaya) Redaktur Bahasa Arwani Redaktur Kreatif Emilia Susiati Fotografer Adrian Mulja Ilustrator Didi Purnomo Pemasaran Sigit D. Pratama Administrasi Eka Rosdiana Distribusi dan Sirkulasi Jonna Damanik Berliaman Haloho PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Telepon 62 21 4204402, 4262318 Fax 62 21 4269263 Diterbitkan Oleh: PT Diffa Swara Media Yayasan Mitra Netra Percetakan PT Penebar Swadaya Alamat Redaksi Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562 e-mail redaksidiffa@gmail.com

33 8/16/11 6:53 PM


C

SAMBUNG RASA

Tak ada kata terbatas dalam semangat dan karya Di tengah gempuran Media yang menyajikan tontonan dan bacaan seputar jungkir balik moral atau informasi gaya hidup yang mendorong nafsu konsumerisme, membaca majalah diffa sungguh membawa saya ke “dunia lain�. Dunia tentang mereka yang dikatakan memiliki keterbatasan namun hadir untuk menunjukkan bahwa tak ada kata terbatas dalam semangat dan karya. Dunia tentang mereka yang banyak berkarya untuk para penyandang disabilitas tanpa banyak berwacana. Semoga diffa dapat menyuarakan lebih banyak informasi tentang karya-karya penyandang disabilitas dari berbagai daerah di Indonesia. Sondang Rumapea, Trainer, Jakarta

Pendidikan adalah usaha yang bertujuan mengembangkan kualitas manusia maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan. Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia diatur dengan undang-undang no 2 tahun 1989 berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sayangnya dalam era globalisasi dan modernisasi yang dahsyat justru membelakangkan manusiamanusia yang mempunyai kekurangan dalam hal fisik atau kecacatan lain padahal mereka memiliki kecenderungan yang lebih kuat untuk maju. Mudah-mudahan dengan beredarnya majalah diffa lebih banyak lagi kalangan masyarakat yang peduli terhadap mereka sehingga tujuan pendidikan akan tercapai pada setiap individu. Abror M Wiguna

Ilustrasi: Didi Purnomo

Mahasiswa, Cibinong

4 Edisi 09 September final.indd 4

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


D

DAFTAR ISI

3 6 7

Tak ada kata terbatas dalam semangat dan karya

Membangun Kepedulian dari Kedai Kopi RS Dr. Soeharso & YPAC Solo

16 Pentingnya Ruang 30 Ekspresi Siswa Penyandang 32 Disabilitas

Kolom Kang Bejo Home Scholling untuk Anak Berkebutuhan Khusus

34

DominasiOrang Tua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Inspirasi Besar Pelayanan Disabilitas

38 41 42 44 48

Percaya Diri Lewat Menjahit Alat Bantu Dengar Mengurangi Diskriminasi Fasilitas Umum

20 Melukis dengan Faisal Rusli

Rumah Sakit Dr. Soeharso dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Solo merupakan pusat rehabilitasi penyandang disabilitas tua rintisan Prof. Dr. Soeharso. Hampir 60 tahun lembaga ini memberikan cinta kasih yang besar kepada dunia disabilitas. Inspirasi besar dalam gerak pelayanan yang ikhlas dan penuh kesederhanaan.

Mulut

Potret Rumah Disabilitas Belanda Puisi, Cermor, Cerpen, Kreasi

56

Biografi Bersambung

24 Menelusuri

Eksotisme Guwo Lowo

14

Pengabdian Iklas Setengah Abad

OLPH WILMA KaRlahUkaD n Diskriminasi Juara Lari dan

Dr. Chatarina Sugijarti

Dan baca tulisan menarik lainnya... diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 5

5 8/16/11 6:53 PM


C

CERITA SAMPUL

t a c a C g n a r Tak Ada O

S

Cover: Muhammad Sabar Foto: Sigit D Pratama

ORE itu, kampus Universitas Bung Karno (UBK), di kawasan Menteng, Jakarta, tampak ramai, penuh orang dan kendaraan. Sabar (42 tahun), atlit panjat tebing tunadaksa, tampak berbicara di depan kamera liputan televisi dan jepretan kamera. Ia mengenakan kemeja putih dengan aksen merah bertuliskan “Ekspedisi Merdeka�. Selesai konperensi pers, atlit panjat tebing asal Solo ini mendekati menara panjat yang ada di sana dan bersiap menggunakan alat-alat panjat yang telah disiapkan tim dari UBK. Pada awalnya ia tampak sedikit susah mencari pijakan dan pegangan yang pas, tapi kemudian pemanjatan berlangsung baik. Sorotan dan jepretan kamera wartawan tak henti merekam adegan. Konperensi pers dan demonstrasi memanjat ini adalah bagian dari kampanye Sabar untuk rencana ekspedisi mendaki puncak Elbrus di Rusia dan Kilimanjaro di Afrika, seperti yang sebelumnya ia lakukan ketika memanjat Tugu Selamat Datang di Bunderan HI. Setelah mencapai bagian dengan sudut kemiringan yang tajam di puncak menara, Sabar diturunkan dengan tali. Diffa mendekati dan memberikan bingkisan 5 edisi majalah diffa, termasuk edisi Agustus yang memuat tulisan ketika ia memanjat Tugu Selamat Datang. Ia tampak senang, mengajak diffa duduk dekat lobbi kampus UBK. Ia mengambil diffa edisi Februari dengan foto sampul Endah-Rhesa, dengan teks utama Tidak Ada Manusia Cacat. Sabar tampak senang membaca teks itu. Seketika ia mengacungkan majalah itu kepada para wartawan sambil berteriak lantang, “Tidak ada manusia cacat!� Ia kelihatan suka, karena kalimat teks itu seperti mewakili dirinya. Bahwa sebenarnya menyandang disabilitas itu bukan cacat, hanya memiliki keterbatasan. Kalau orang mau mengatasi keterbatasan itu, seperti dirinya, tetap bisa setara, bahkan melebihi yang non-disabilitas. Ketika diffa mengajukan permintaan mengambil foto khusus untuk sampul, Sabar spontan berdiri dan dengan bersemangat berjalan mendekati menara panjat. Ia mengangkat tangan kirinya yang kekar sambil menggenggam tongkat berjalannya di tangan kanan. Dan jadilah foto yang kini menghias sampul majalah di tangan Anda ini.

foto-f

* Sigit DP

6 Edisi 09 September final.indd 6

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


RETINA

foto-foto: Fajar Sodiq

RS Dr. Soeharso & YPAC Solo

Inspirasi Besar Pelayanan Disabilitas EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffa EDISI

Edisi 09 September final.indd 7

7 8/16/11 6:53 PM


foto-foto: Fajar Sodiq

8 Edisi 09 September final.indd 8

EDISI09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 EDISI 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


RETINA

Rumah Sakit Dr. Soeharso dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Solo merupakan pusat rehabilitasi penyandang disabilitas tua rintisan Prof. Dr. Soeharso. Hampir 60 tahun lembaga ini memberikan cinta kasih yang besar kepada dunia disabilitas. Inspirasi besar dalam gerak pelayanan yang ikhlas dan penuh kesederhanaan.

B

ANGUNAN milik Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Solo, di Jalan Slamet Riyadi, kini terlihat tua dan sederhana dibanding bangunan-bangunan lain di jalan protokol kota Solo itu. Bangunan itu merupakan bangunan bersejarah dan bernilai mulia, karena menjadi salah satu tonggak inspirasi penanggulangan disabilitas di Indonesia. YPAC Solo adalah pusat dan awal sejarah kelahiran YPAC yang kini tersebar di berbagai kota dan wilayah di seluruh Indonesia. Dan sejarah itu tak lepas dari jasa Prof. Dr. Soeharso, yang juga dikenal sebagai perintis penanganan rehabilitasi tunadaksa di Indonesia.

Berawal dari Pelayanan Tunadaksa Prof. Dr. Soeharso dokter ahli bedah tulang (orthopedi). Menurut dr. Catharina Soegijarti, Ketua I YPAC Surakarta saat ini, sebelum mendirikan YPAC, pada tahun 1952 dr. Soeharso terlebih dahulu mendirikan pusat Rehabilitasi Centrum atau RC yang saat itu berlokasi di belakang RS Moewardi. RC ini diperuntukkan para pejuang yang menjadi korban dalam perang kemerdekaan. “Para perjuang yang menderita cacat kaki karena perang dibawa ke RC. Selanjutnya mereka diberi alat bantu,” tutur dr. Catharina, yang sudah 48 tahun mengabdi di YPAC. RC ini kemudian menjadi cikal-bakal kelahiran RS Orthopedi Prof. Dr. Soeharso, Solo. Menurut Dr. dr. Respati Suryanto Dradjat Sp.OT, Direktur RS Dr. Soeharso saat ini, ketika itu dr. Soeharso tergugah melihat banyak tentara mengalami cacat kaki atau tangan. Dr. Soeharso lalu mencoba membuatkan alat penyambung yang disebut prothese. “Ternyata alat ini mendapat sambutan. Banyak yang pesan, bahkan dari luar Jawa,” cerita dr. Respati. Tidak hanya itu. Dr. Soeharso pun memikirkan para pejuang yang mengalami disabilitas itu perlu diberi keterampilan khusus untuk mendukung masa depannya. Dr. Soeharso lantas mendirikan Lembaga Orthopedi dan Prothese (LOP) RC yang menyediakan pelayanan mulai dari pengobatan, penyambungan tulang, hingga memberikan pelatihan

diffa EDISI EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 2011 Edisi 09 September final.indd 9

9 8/16/11 6:53 PM


RETINA

foto-foto: Fajar Sodiq

10 10 Edisi 09 September final.indd 10

EDISI EDISI09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 2011

diffa diffa 8/16/11 6:53 PM


keterampilan. Dengan demikian, pelayanan yang diberikan RC kian kompleks dan meluas. Belakangan sistem kerja RC dibagi menjadi dua, LOP dan Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (PRPCT). “Tahun 1987 LOP berubah nama menjadi Rumah Sakit Orthopedi dan Prothese yang sekarang dikenal dengan RS Orthopedi Dr Soeharso,” kata dr. Respati. Menurut dr. Chatarina, RC kemudian menginspirasi dr. Soeharso mendirikan YPAC. Dasarnya, pada saat itu di berbagai daerah banyak anak terserang wabah poliomyelitis atau penyakit polio yang berdampak pada kelumpuhan. Karena itu, dibutuhkan tempat yang bisa membantu mereka pascapengobatan polio. Didirikanlah Yayasan Pendidikan Anak Tjatjat (YPAT) pada tahun 1953. “Sebagaimana RC, YPAC pun memberikan pelayanan rehabilitasi secara holistik,” jelas dr. Chatarina. Sejarah Perjalanan YPAC YPAC Solo berdiri resmi pada pasa 5 Februari 1953, setahun setelah Rehabilitasi (RC). Ketika itu namanya YPAT (Yayasan Penderita Anak Tjatjat), karena masih menggunakan ejaan lama. Satu tahun setelah berdiri, pengurus YPAT mendapatkan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial berupa gedung di atas tanah seluas 5.000 meter persegi di Jalan Slamet Riyadi, Solo. Hingga kini gedung pemberian pemerintah itu belum pernah direnovasi. Hanya ada penambahan beberapa bangunan. Menurut dr. Chatarina, Dr. Soeharso tidak hanya merintis pendirian tempat rehabilitasi, tetapi juga meletakkan prinsip-prinsip

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 11

kerja pelayanan YPAC. Salah satu prinsip utama YPAC adalah “tidak terlalu mementingkan keuntungan, tetapi lebih menitikberatkan pada semangat kemanusiaan untuk pelayanan sesama”. Prinsip utama yang lain adalah meletakkan dasar semangat untuk selalu memberdayakan para disabilitas. “Layaknya filosofi China, berilah seorang anak seekor ikan, maka ia akan makan pada hari itu. Berilah anak itu sebuah kail, lalu ajarilah mengail, maka ia akan makan seumur hidup.” Kemudian, sejak tahun 1954 hingga 1977,Soeharso terus menyosialisasikan dan mengampanyekan ke daerah-daerah untuk mendirikan YPAC guna memberikan pelayanan rehabilitasi kepada anak tunadaksa. Akhirnya berdiri 16 cabang YPAC di berbagai daerah dengan kantor pusat di Solo, antara lain di Jakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Pangkal Pinang, Ternate, Jember, Bandung, Palembang, Bali, dan Padang. Pada tahun 1977 kantor pusat dipindah ke Jakarta, karena pengurus di Solo kewalahan harus menangani semua cabang. Akhirnya semua pengurus kantor pusat diboyong ke Jakarta. Pada era reformasi, saat pemerintah menerapkan otonomi daerah, kembali terjadi perubahan drastis. Pada tahun 2001 semua cabang YPAC berubah menjadi badan otonom, sesuai UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan. Sejak itu sebutan YPAC di daerah bukan lagi kantor

cabang, melainkan badan otonom sesuai lokasi.

Inspirasi Besar Prof. Dr. Soeharso memang pantas disebut sebagai inspirator besar dalam penanganan rehabilitasi penyandang disabilitas di Indonesia, khususnya tunadaksa. Menurut Warsini, Humas RSO Dr. Soeharso, ada 10 lembaga di bidang penanganan disabilitas yang dirintis Dr. Soeharso melalui Rehabilitasi Centrum (RC). “Tapi sekarang namanya bukan RC lagi, diubah menjadi Paguyuban Lembaga

Rehabilatasi Prof. Dr. Soeharso,” kata Warsini yang pernah bertugas di RC. Beberapa lembaga yang bergabung dalam paguyuban tersebut adalah RS Orthopedi Prof. Dr. Soeharso, Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD), Pusat Pengembangan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBM), Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC). “Selain itu ada juga Badan Pembinaan Olahraga Cacat (BPOC), Yayasan Paraplegia, Perwakilan Pusat Rehabilitasi Departemen Pertahanan, Sheltered Workshop, Koperasi Penyandang Cacat

11 8/16/11 6:53 PM


RETINA Harapan, dan Akademi Fisioterapi,” kata Warsini. Selain inspirator lahirnya berbagai lembaga dalam penanganan disabilitas, dr. Chatarina menilai jasa besar Dr. Soeharso dalam meletakkan prinsipprinsip kerja pelayanan YPAC, yang tidak terlalu mementingkan keuntungan, mengutamakan semangat kemanusiaan untuk pelayanan sesama, serta semangat memberdayakan para disabilitas, tidak kalah penting. Prinsip-prinsip keikhlasan menolong ini menjadi semangat kerja YPAC di mana saja. Prinsip ini tidak hanya diterapkan dalam memberikan pelayananan, tetapi juga dalam hal pengelolaan keuangan. Contohnya dalam pelayanan rehabilitasi medik. “Setiap pagi dan sore hari kita menyediakan layanan rehabilitasi medik. Biayanya cukup murah, untuk pagi hari hanya berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu. Sedangkan untuk sore sekitar Rp 40 ribu hingga Rp 60 ribu. Dana ini kami gunakan untuk pengelolaan pusat rehabilitasi. Karena semua dokternya tidak dibayar. Para pegawai administrasi juga dibayar di bawah UMR,” kata Chatarina.

Pelayanan dan Fasilitas YPAC Solo melaksanakan pelayanan disabilitas secara terpadu, baik rehabilitasi (medik dan sosial) maupun pendidikan. Untuk pelayanan pendidikan, menyediakan tiga jenis layanan, yaitu SLB D, SLB D1, dan sekolah inklusif. SLB D ada beberapa tingkatan, yaitu TK, SD, SMP, dan SMA. Sedangkan SLB D1 tingkatannya adalah kelas persiapan, tingkat dasar, SMP LB, dan SMA. Saat ini siswa SLB YPAC sekitar 120 anak. Sesuai semangat

12 Edisi 09 September final.indd 12

memandirikan, para siswa SLB D dan SLB D1 diberi latihan keterampilan seperti merajut atau meronce manik-manik. Tujuannya agar mereka memiliki modal keterampilan, yang bisa bermanfaat untuk kehidupannya kelak. Mereka juga diberi berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai minat mereka. Di antaranya pramuka, kesenian, musik etnis, kepustakaan, olahraga, membatik, dan komputer. “Begitu anak masuk, kita memberikan pembelajaran tentang kemandirian, sekaligus membekali dengan keterampilan yang sesuai bakat dan minatnya,” kata dr. Chatarina. Pelayanan rehabilitasi medik terdiri atas fisioterapi, terapi okupasi, terapi bicara, hidroterapi, konsultasi psikologi, pembuatan alat bantu dan prana healing. Terapi medik ini sebagian besar untuk membantu anak-anak yang mengalami ganguan dalam tumbuh kembang. “Terapi bicara untuk membantu bayi yang sulit berbicara, hidroterapi membantu anak yang mengalami kesulitan berjalan, terapi okupasi saat anak mengalami kesulitan merangkak,” katanya. Pelayanan rehabilitasi medik buka setiap hari dengan jadwal jenis pelayanan rehabilitasi yang telah ditentukan. “Di sini kami juga tidak terlalu mengutamakan keuntungan. Karena prinsip kerja kami pelayanan terhadap sesama. Di sini para instruktur rehabilitasi medik dibayar Rp 3 ribu per pasien anak. Sedangkan untuk rehabilitasi medis sore, instruktur dibayar dengan sistem pembagian, 50 persen untuk tenaga medis dan 50 persen untuk YPAC,” kata dr. Chatarina.

Selain dari pelayanan rehabilitasi medik, YPAC mendapat dana dari beberapa unit usaha seperti toko, persewaan lahan parkir, persewaan kursi, persewaan gedung, serta asrama atau guest house. Unit-unit usaha ini dikelola berhubungan dengan pelayanan YPAC secara keseluruhan. “Contohnya unit usaha toko yang dikembangkan menjual hasil dan karya anak siswa YPAC. Jadi, bisa memberikan manfaat juga untuk anak-anak difabel,” ujar dr. Chatarina. Contoh lain adalah unit asrama dan guest house. Dalam pelayanan rehabilitasi sosial, YPAC menyediakan dua sistem panti, yaitu asrama dan guest house. Sistem asrama diperuntukkan penyandang disabilitas usia 0 - 18 tahun dan bisa mandiri, atau tidak perlu pendamping, dan orang tua bertempat tinggal di luar kota Solo. Biaya asrama Rp 400 ribu per bulan, dengan fasilitas makan tiga kali sehari. Saat ini ada 25 anak yang menggunakan fasilitas asrama ini. Guest house diperuntukkan anak-anak penyandang disabilitas yang belum bisa mandiri, harus didampingi orang tua atau asisten pengasuh. Jadi, selain untuk si anak, ada fasilitas untuk pendamping. Guest house dengan kamar mandi dalam biayanya Rp 1,75 juta dan kamar mandi luar Rp 1 juta. Semua unit usaha itu, menurut dr. Chatarina, memang berkaitan dengan pelayanan YPAC dan tidak mengutamakan keuntungan komersial. Prinsip dan semangat yang diletakkan dr. Soeharso, yaitu memberikan pelayanan dalam kerelaan dan kesederhaan, tetap dijaga. n Fajar Sodiq

Unit Usaha Pendukung

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


diffa

diffa

SETARA DALAM KEBERAGAMAN

SETARA DALAM KEBERAGAMAN

Beranda

Surat untuk Presiden

Tapak

Perda Kesetaraan Disabilitas di Solo

Ruang Hati

Saat Anak Berkebutuhan Khusus Jatuh Cinta

Jendela

Catatan dari Honolulu

Redaksi PT Diffa Swara Media Jl. Salemba Tengah 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telp. 62 21 44278887 Fax. 62 21 3928562 email: sahabat_diffa@yahoo.com

FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH

Sirkulasi dan Distribusi PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Telepon 62 21 4204402, 4262318 Fax 62 21 4269263

INCLUD

ING

AUDIO N VERSIO

Kami Juga Ingin Merdeka Rp. 21.500,-

No. 08 Agustus 2011

Majalah Keluarga Humanis

1

diffa EDISI 08-AGUSTUS 2011

FA diffa Edisi 08 Agustus.indd 1

7/15/11 7:24 PM

www.majalahdiffa.com

DATA PELANGGAN Nama Lengkap : No. KTP : Laki-laki Perempuan Tanggal Lahir : Alamat sesuai KTP : Kota : Kode Pos : Telp Ktr/Rmh: Hp: E-mail : Ingin berlangganan majalah :

q

6 bulan

q

12 bulan

q

q

Beri tanda pada pilihan

4

ALAMAT PELANGGAN Alamat : Kota : Kode Pos : Telepon :

Pembayaran dapat ditransfer ke Bank BNI cabang Cibinong Nomor Rekening: 0209611833 atas nama FX. Rudy Gunawan NOTE:

!

Setelah formulir ini diisi, harap di fax, email atau kirim langsung ke redaksi beserta bukti pembayarannya. Harga diatas adalah untuk biaya pengiriman dan hanya berlaku untuk wilayah Jakarta, silahkan hubungi kami untuk pengi足riman di luar Jakarta. Alamat Redaksi Diffa: Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562

* berlangganan 6 bulan, cukup bayar 5 bulan tidak termasuk ongkos kirim ** berlangganan 1 tahun, cukup bayar 10 bulan tidak termasuk ongkos kirim

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 13

13 8/16/11 6:53 PM


E

EMPATI

i t r a j i g u S a n i r a Dr. Chat

s a l k I n a i d b a g n e P d a b A h a g n e t e S

foto-foto: Fajar Sodiq

S

ETELAH Prof. Dr. Soeharso tiada, dr. Chatarina Sugijarti menjadi salah satu motor penggerak Yayasan Pembinaan Anak Cacat Solo. Sebagai salah satu anak didik almarhum Dr. Soeharso, pengabdian dan keikhlasan dr. Chatarina terhadap dunia disabilitas memang tidak diragukan lagi. Ibu Sugiar, begitu ia biasa dipanggil, telah mengabdi selama 48 tahun di YPAC. Di usia 80 tahun, perempuan kelahiran Yogyakarta, 27 September 1932, ini tampak sehat dan bugar. Dengan tutur penuh kelembutan, ia bercerita tentang pejalanan panjangnya dalam pengabdian di dunia disabilitas. Berikut petikannya.

14 Edisi 09 September final.indd 14

EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 EDISI

diffa 8/16/11 6:53 PM


Bagaimana awal terjun dan meng­ abdikan diri pada YPAC? Dulu, tahun 1963 saya lulus dokter dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kemudian pada tahun itu juga saya oleh Depkes ditugaskan di LOP (Lembaga Ostetik Prostese) Rehabilitasi Centrum (RC) di bawah pimpinan dr. Soeharso, di Solo. Awalnya saya sempat tidak menyangka juga, karena waktu itu saya pikir di sini kan tempat rehabilitasi penyandang cacat. Padahal saya dokter umum. Tetapi anggapan tersebut sirna, karena di sini juga ternyata ada rumah sakit. Nah, di sini saya diminta tolong oleh dr. Soeharso untuk membantu YPAC.

Jadi, selama waktu tersebut, men­ jadi dokter di RC, juga membantu YPAC? Ya, waktu itu saya diharuskan oleh dr. Soeharso untuk membantu di YPAC. Saya mengira hanya untuk mengecek kesehatan. Tetapi saya malah disuruh ke YPAC lagi dan diharuskan rutin melakukan pemeriksaan. Akhirnya, saya pada hari Senin dan Kamis bertugas di YPAC. Sedangkan hari lainnya di LOP RC. Di sini saya juga disuruh untuk menjadi pengurus YPAC.

d

Ibu sudah pensiun dan tetap mengabdikan diri. Mengapa? Iya, saya umur 60 pensiun, tepatnya tahun 1991. Tetapi saya tetap masih ingin meneruskan pengabdian. Karena bagi saya, selama masih ada yang bisa saya lakukan, maka saya akan tetap melakukan. Setelah pensiun, intensitas saya di YPAC malah lebih sering. Empat kali dalam seminggu saya memberikan pelayanan kesehatan untuk anak. Mulai dari kesulitan bicara, tumbuh kembang yang tidak lancar, hingga kasus celebral palsy. Ya, memang background saya dokter umum. Tetapi di bawah bimbingan almarhum, saya dituntut menguasai permasalahan seperti itu. Bahkan dulu saya sempat disuruh operasi orthopedic. Tetapi karena saya perempuan, beliau tidak mengizinkan.

Bagiamana Ibu menangani manajemen EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffa EDISI

Edisi 09 September final.indd 15

yayasan? Saya bersama pengurus yang lain melanjutkan manajemen yang memang sudah diletakkan oleh dr. Soeharso. Jadi, kita tinggal menjalani. Saya dengan pengurus lain di sini, yang penting adalah bagaimana mengabdikan diri dengan sukarela. Saya dengan puluhan pengurus lain di sini tidak dibayar. Saya setiap kali melakukan tugas di YPAC juga tidak dibayar. Jadi, ketika kami melakukannya dengan sukarela dan ikhlas, pastilah semua hal bisa dilalui.

Sebagai salah satu anak didik almarhum dr. Soeharso, prinsip apa yang terus Ibu pegang? Salah satu prinsip yang masih saya pegang adalah seperti yang selama ini dipesankan oleh dokter Soeharso. “Selama aku masih di tengah-tengahmu, bekerjalah seakan-akan aku telah mati. Nanti jika aku telah mati, bekerjalah seakan-akan aku masih hidup.” Prinsip itulah yang selalu saya pegang, dan mampu membuat saya terus mengabdikan diri di YPAC. Saya bekerja seperti halnya dulu ketika beliau masih ada.

Apa ganjalan dalam permasalahan penyan­ dang disabilitas, khususnya tunadaksa? Yang menjadi ganjalan bagi saya adalah masa depan dari para penyandang disabilitas. Di sini, di YPAC ada sekolah SD hingga SMA untuk para penyandang disabilitas. Tetapi yang penting bagaimana ke depannya mereka. Saya tidak suka, dan kasihan juga kalau ada penyandang disabilitas kemudian kerjanya hanya minta-minta di pinggir jalan. Seharusnya pemerintah memikirkan hal tersebut. Pemerintah perlu membentuk suatu sistem yang komprehensif bagaimana penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja.

Apa harapan Ibu? Saya berharap para penyandang disabilitas bisa menghasilkan dan berguna. Oleh sebab itu saya bersama pengurus YPAC mendorong mereka untuk memiliki keterampilan. Karena keterampilan bisa menjadi modal bagi mereka ke depan.

Sampai kapan akan aktif di YPAC? Saya sendiri tidak tahu sampai kapan mengabdikan diri. Yang penting saya akan mengikuti ke mana arah aliran air. n Fajar Sodiq

15 8/16/11 6:53 PM


T

TAPAK

T

AK bisa dipungkiri bahwa penyandang disabilitas terpinggirkan dalam masyarakat kita, baik secara sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Bahkan bagi penyandang disabilitas yang bisa menempuh pendidikan hingga tingkat SMA pun, tak banyak ruang ekspresi yang tersedia. Minat dan bakat mereka akhirnya banyak telantar dan berkarat seiring waktu. Tiadanya kesempatan yang sama dengan warga negara lain membuat para penyandang disabilitas tak bisa “berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah� dengan warga yang bukan penyandang disabilitas. Di dunia senibudaya seharusnya para penyandang disabilitas bisa mengambil peran dan posisi setara, karena hambatan penglihatan seorang tunanetra atau hambatan mobilitas seorang tunadaksa misalnya, tak akan menghambat potensi mereka di dunia seni suara. Salah satu ruang ekspresi yang disediakan pemerintah bagi penyandang disabilitas adalah Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) yang diadakan setiap tahun oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus

16 Edisi 09 September final.indd 16

Pentingnya Ruang Ekspresi Siswa Penyandang Disabilitas

dan Layanan Khusus Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah (PK-PLK DIKMEN). FLS2N merupakan upaya

mewujudkan pelayanan pendidikan optimal untuk mencapai kemandirian anak-anak berkebutuhan khusus sekaligus

merupakan tolok ukur keberhasilan pemberian materi seni-budaya bangsa Indonesia di sekolah khusus tingkat EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


menengah (SMALB). FLS2N diharapkan memberikan motivasi, memperluas wacana, dan membangun rasa percaya diri para siswa SMALB untuk bersaing mencapai prestasi di dunia senibudaya. Peserta FLS2N adalah wakil dari 33 provinsi yang sudah memenangi lomba tingkat provinsi untuk bidang seni suara, mengarang dan bercerita, pantomim, puisi, dan desain grafis.

bisa juga membaca Braille, tapi karena belum ada juri yang bisa membaca Braille, prosesnya menjadi lebih panjang. Mengarang dan bercerita menjadi satu kesatuan dalam lomba ini, sebagaimana tradisi menulis dan tradisi lisan juga sebenarnya satu kesatuan dalam sebuah kebudayaan. Bobot penilaian mengarang

baik padahal karangannya tidak lebih baik dari siswa itu. Bercerita atau mendongeng mungkin sebaiknya menjadi satu mata lomba tersendiri. Apalagi saat ini pendongeng atau pencerita juga menjadi profesi seni tersendiri. Lomba mengarang dan bercerita dalam festival dan lomba seni tingkat nasional siswa

Lomba Menga足 rang dan Bercerita Salah satu bidang yang dilombakan adalah mengarang dan bercerita yang dikhususkan untuk siswa tunanetra. Dalam lomba ini semua peserta harus mengikuti dua kali mengarang dengan tema berbeda. Tema pada babak penyisihan dan tema babak final sama sekali berbeda. Pada babak penyisihan, setelah mengarang di atas kertas Braille dengan durasi waktu 2 jam, panitia lomba dibantu para pendamping siswa menerjemahkan tulisan Braille karya para peserta menjadi tulisan biasa. Setelah penerjemahan selesai, barulah para juri yang terdiri atas 3 orang menilai karya para peserta. Sebenarnya akan lebih efektif bila para juri

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 17

memang nyaris tak ada. Padahal, seharusnya lomba semacam ini bisa diadakan di berbagai tingkat, mulai dari tingkat kabupaten hingga provinsi. Untuk menyelenggarakannya dalam skala kecil juga tak perlu biaya besar. Yang diperlukan hanya komitmen dan good will pihak berwenang untuk menyelenggarakannya. Partisipasi masyarakat niscaya tak sulit untuk dikonsolidasikan melalui berbagai perangkat, baik pemerintah maupun non-pemerintah.

Ruang untuk Ber足 ekspresi adalah Hak

lebih tinggi, yaitu 60%, sedangkan bobot bercerita 40%. Aspek tulisan lebih dinilai orisinalitas dan kreativitasnya. Namun sebenarnya penggabungan mengarang dan bercerita mungkin perlu dipertimbangkan lagi, karena kerap terjadi seorang pengarang hebat tidak memiliki kemampuan bertutur yang baik. Tentu akan sangat tidak adil jika seorang siswa yang sangat baik karangannya dikalahkan siswa yang bercerita lebih

penyandang disabilitas merupakan kegiatan penting bagi aktualisasi diri siswa penyandang disabilitas yang memiliki dua bakat itu. Tidak hanya siswa tunanetra, tapi juga tunadaksa atau siswa autis, bisa berpartisipasi di bidang ini. Semua siswa senang dan bangga terpilih dari provinsi asalnya untuk berkompetisi di ajang tahunan FLS2N. Di daerah masing-masing, ruang ekspresi seni dan budaya untuk siswa SMALB

Pada dasarnya kebebasan untuk berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia. Dan karenanya pemerintah harus menjamin adanya ruang untuk berekspresi bagi semua warga negara, termasuk dan terutama warga negara penyandang disabilitas. Festival tahunan senibudaya bagi penyandang disabilitas tentu penting dan perlu ada. Namun sebuah festival adalah ujung dari sebuah proses berekspresi yang rutin dan karenanya memerlukan keberadaan ruang-ruang ekspresi sebelum festival tersebut diadakan.

17 8/16/11 6:53 PM


Dalam konsep yang lebih sederhana, sebelum sebuah festival nasional, setiap pemerintah daerah bisa mengondisikan dengan mengadakan lomba-lomba bagi siswa penyandang disabilitas di daerah masing-masing. Namun kenyataannya masih jauh dari kondisi itu. Lihat saja misalnya dalam perayaan Hari Kemerdekaan setiap 17 Agustus, kita sulit sekali melihat ada suatu daerah yang mengadakan acara dengan melibatkan anggota masyarakat

18 Edisi 09 September final.indd 18

penyandang disabilitas. Padahal semua penyandang disabilitas juga ingin ikut merayakan kemeriahan dan kegembiraan acara 17 Agustus yang setiap tahun diadakan di seluruh pelosok Indonesia. Dan ikut terlibat dalam perayaan semacam itu adalah sebentuk ruang ekspresi bagi para penyandang disabilitas sekaligus pengakuan bahwa mereka juga bagian dari masyarakat Indonesia. Dengan cara ini, otomatis akan tercipta

ruang-ruang ekspresi bagi para penyandang disabilitas, baik yang masih bersekolah maupun anggota masyarakat biasa. Katakanlah ada lomba menyanyi, pantomim, atau baca puisi khusus penyandang disabilitas pada setiap perayaan 17 Agustus, pasti akan ada proses latihan rutin yang akhirnya membentuk ruang ekspresi tersendiri bagi penyandang disabilitas yang suka menyanyi, baca puisi, atau pantomim. Ide ini sungguh ide sederhana yang tak memerlukan biaya besar untuk mewujudkannya. Bisa dilakukan baik dalam perayaan 17 Agustus di tingkat kelurahan hingga tingkat apa saja. Saat ini yang sudah bisa menjadi contoh adalah para waria yang setiap 17-an memeriahkan acara dengan keterlibatan mereka. Bermula dari ide ini, kemungkinan

terjadinya interaksi yang lebih setara antara warga penyandang disabilitas dan yang bukan, menjadi lebih nyata dan tak sekadar wacana. Pada tahapan selanjutnya, ketika ide ini sudah terlembagakan setiap tahun, kemungkinan untuk menumbuhkan ruang-ruang ekspresi, baik seni-budaya maupun bidang-bidang lainnya, di setiap daerah juga otomatis menjadi jauh lebih besar. Dan jika ide sederhana ini sudah terwujud, niscaya festival nasional seperti FLS2N juga akan jauh lebih bergaung dan lebih populer bagi semua orang. Tidak menjadi sekadar acara khusus bagi para penyandang disabilitas, tapi menjadi acara bersama antara penyandang disabilitas dan warga masyarakat umum. n FX Rudy Gunawan

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:53 PM


BERANDA

B

Panduan Pelayanan Penerbangan untuk Penumpang Tunanetra

Kedatangan di Bandara Ketika penumpang tunanetra tiba di bandara, petugas bandara membantunya melalui pemeriksaan X-ray pertama, kemudian menuju ke ruang/counter check-in maskapai penerbangan yang akan digunakan. Di ruang/counter check-in, petugas bandara menginformasikan ada penumpang tunanetra yang membutuhkan bantuan dan selanjutnya menyerahkan tanggung jawab penanganan penumpang kepada petugas check-in maskapai penerbangan yang akan digunakan.

Di Ruang/Counter Check-In Petugas check-in membantu pengurusan administrasi penumpang tunanetra, seperti: pengisian dokumen yang diperlukan – jika penerbangan ke luar negeri, check in bagasi – jika ada, membayar airport tax, dan lain-lain. Penumpang tunanetra/berkebutuhan khusus sebaiknya ditempatkan pada kursi di bagian depan yang berada di tepi gang (IL SEAT), dengan pertimbangan untuk memudahkan awak kabin jika ia membutuhkan bantuan. Petugas check-in menawarkan kepada penumpang tunanetra, apakah perlu menggunakan kursi roda atau cukup dibantu seorang petugas pendamping untuk menjalani proses selanjutnya. Jika tak ada gangguan kesehatan lain, penumpang tunanetra pada umumnya tak memerlukan kursi roda. Petugas check-in menyiapkan petugas pendamping

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 19

yang akan membantu tunanetra untuk menjalani proses selanjutnya. Penunjukan petugas ini biasanya dilakukan oleh bagian “service”. Setelah membantu proses check-in, petugas check-in menginformasikan kepada station airline di bandara kota tujuan bahwa akan ada penumpang tunanetra. Station airline bandara kota tujuan akan menyiapkan seorang petugas darat untuk memberikan bantuan yang diperlukan saat penumpang tunanetra tiba di bandara tujuan. Cara petugas darat membantu/mendampingi penumpang tunanetra berjalan adalah: Menawarkan apakah tunanetra perlu dibantu membawa tas yang ia bawa ke kabin. Kemudian, petugas darat mengulurkan lengan hingga menyentuh tangan si tunanetra, selanjutnya tunanetra akan berpegangan pada lengan sang petugas. Petugas darat menawarkan bagaimana sebaiknya posisi berjalan, tunanetra berada di sebelah kiri atau di sisi kanan petugas darat. Hal ini tergantung pada kebiasaan/kenyamanan tunanetra tersebut. Tunanetra akan berjalan di sisi petugas darat dengan posisi satu langkah di belakang, dengan berpegangan pada lengan petugas darat. Dengan posisi seperti ini, tunanetra akan dapat merasakan gerak tubuh petugas darat yang membantunya, menjadi sighted guide. Saat mendampingi tunanetra berjalan, petugas darat perlu menginformasikan jika mereka berjalan melewati sesuatu, rintangan, kerumunan, atau jika akan menaiki atau menuruni tangga/eskalator, akan memasuki atau ke luar dari lift. Dengan demikian tunanetra dapat lebih waspada/berhati-hati atau menyiapkan diri. Pada prinsipnya, petugas yang membantu tunanetra berfungsi sebagai “mata” bagi tunanetra. Sebelum menjalani proses selanjutnya, petugas pendamping yang telah ditunjuk dapat menawarkan bantuan terkait dengan kebutuhan penumpang tunanetra, seperti menukarkan uang di money changer (untuk penerbangan ke luar negeri), mengantar ke toilet, membeli kebutuhan tertentu, dan sebagainya. n

19 8/16/11 6:53 PM


S

SOSOK

Fa

F

AISAL Rusdi menyandang celebral palsy (CP) sejak bayi. Karena keterbatasan itu, ia mengalami banyak diskriminasi. Namun Faisal tak pernah menyerah. Selain menjadi aktivis penyandang disabilitas, ia kini pelukis anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA), organisasi internasional pelukis dengan kaki dan mulut.

Diskriminasi Sekolah Faisal Rusdi lahir di Bandung, 2 November 1974. Sejak kecil Faisal menderita celebral palsy. Karena keterbatasan itu, ia disekolahkan di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Bandung. Artinya, ia dikategorikan sebagai penyandang disabilitas tubuh dan mental. Pembedaan ini membuat Faisal merasa tersingkir. Pasalnya, siswa SLB D dipersiapkan masuk ke sekolah umum. Sedangkan

20 20 Edisi 09 September final.indd 20

siswa SLB D1 seperti Faisal hanya diberi keterampilan. Alasannya, penyandang disabilitas tubuh dan mental tidak bisa menangkap materi pelajaran. Faisal merasa disingkirkan, karena hanya mengalami keterbatasan dalam menggerakkan tubuh. Secara intelektual, ia merasa normal. “Pembagian itu malah meng-underestimated kita,“ kata Faisal kepada diffa yang menemui di rumahnya di Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah. Di rumah itu ia tinggal bersama sang istri, Cucu Saidah, penyandang tunadaksa dan aktivis disabilitas berpengalaman internasional (diffa edisi Juli 2011). Mau tidak mau Faisal harus menerima diskriminasi di sekolah, dari tahun 1983 hingga 1990. Pada tahun-tahun itu tidak ada yang bisa diperbuatnya selain menerima sistem dan kondisi yang ada. Akhirnya, setelah umur 16 tahun dan lulus tingkat SMP, Faisal berhenti sekolah dan memilih belajar di sanggar lukis. Pilihan ini tak lepas dari hobinya yang suka corat-coret. Sejak umur 7 tahun Faisal gemar melukis, meski

foto: Fajar Sodiq

Melukis dengan M

diffadiffa

EDISI EDISI 09-SEPTEMBER 2011 2011 09-SEPTEMBER

8/16/11 6:53 PM


n Mulut

EDISI EDISI 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffadiffa 09-SEPTEMBER

Edisi 09 September final.indd 21

adalah hal yang tepat untuk dirinya. Sebab, selain menggemarinya, Faisal sadar dengan kondisi fisiknya yang memiliki keterbatasan dalam bergerak. “Kedua orang tua dan keluarga mendukung keinginan saya,” ujarnya. Foto:

Faisal Rusdi

susah menggerakkan tangan. “Dulu bapak punya toko alat-alat tulis. Jadi saya sering coret-coret di kertas dengan alat-alat tulis yang dijual. Berawal dari situ, saya jadi sangat suka melukis,” tuturnya. Faisal kemudian menambatkan cita-citanya di bidang seni lukis. Dia merasa, menekuni seni lukis

Memilih Seni Lukis

21 21 8/16/11 6:54 PM


Faisal kemudian mengasah kemampuan seninya di Sanggar Lukis Rangga Gempol, Bandung. Sanggar itu milik pelukis terkenal almarhum Barli. Namun, seperti halnya di YPAC, di sanggar ini juga Faisal mengalami diskriminasi. Dia dianggap tidak mampu mencerna materi kursus yang diberikan seperti peserta lain. Karena itu Faisal selalu belajar sendiri dalam satu ruangan. Dia merasa kembali dipinggirkan keadaan, tapi tidak berdaya. “Kenapa saya harus dibedakan dari yang lain? Kalau saya memang tidak bisa, ya sudah. Tapi paling nggak saya dikasih kesempatan yang sama dengan anak-anak lain,” katanya. Perjuangan Faisal untuk menjadi pelukis sungguh tidak mudah. Karena tempat belajar melukis itu bukan lembaga untuk penyandang disabilitas, ia juga harus beradaptasi dengan lingkungan sanggar itu. Contohnya, sebagai penderita celebral palsy Faisal sangat sensitif terhadap suara-suara yang keras dan kencang, karena bisa membuat dirinya kejang-kejang. Tetapi dia berusaha menyesuaikan diri, meski melalui tahap yang sangat sulit selama tiga hingga empat bulan. Ia menjadikan itu tantangan dan cambuk dalam keterbatasannya. “Lama-kelamaan bisa juga menyesuaikan diri,” ujarnya. Karena pembedaan dan diskriminasi itu, Faisal banyak tertinggal dalam penguasaan materi pelajaran melukis. Ia harus berjuang susah-payah mengasah keterampilan melukisnya. Contohnya ketika harus belajar teknik melukis Chinese Painting. Proses pembelajaran teknik ini memang tidak mudah. Teknik Chinese Painting membutuhkan detail dan ketepatan dalam hal penggoresan warna. “Karena satu goresan salah, maka

22 Edisi 09 September final.indd 22

harus diulang lagi,” katanya. Setelah tiga tahun belajar seni lukis di sanggar, Faisal pindah ke Museum Barli selama tiga tahun. Sebelum masa belajarnya di Museum Barli hampir rampung, dia mendapat informasi dari anak pemilik museum tersebut tentang Association of Mouth and Foot Painting Artists. Faisal disarankan mendaftar ke organisasi internasional pelukis dengan kaki dan mulut itu. Berawal dari situ, Faisal mencoba melukis menggunakan mulut. Saban hari dia berlatih keras menggunakan kuas dengan mulut menggantikan tangan. Peralihan melukis menggunakan mulut itu pada masa awalnya sangat berat. Faisal sering kesedak. Selain itu, bau cat yang menyengat menimbulkan pusing. “Nggak kuat dengan bau cat airnya,” katanya. Ketika itu Faisal sudah berumur 21 tahun. Sebenarnya tangan kanannya masih bisa digunakan untuk corat-coret. Namun, kemudian ia merasa nyaman dan menikmati melukis menggunakan mulut. “Ya, sampai sekarang saya enjoy melukis menggunakan mulut,” katanya sambil tersenyum.

Antara Melukis dan Aktivis Setelah merasa biasa dan mampu melukis menggunakan mulut, pada tahun 2001 Faisal mendaftar menjadi anggota AMFPA. Dia mengirimkan beberapa lukisan ke AMFPA yang berpusat di Swiss. Jawaban permohonan tersebut baru terjawab tahun 2002. Faisal diterima menjadi student member AMFPA. Faisal mendapat beasiswa berupa sejumlah uang dan peralatan melukis. Beasiswa tersebut digunakan untuk belajar kembali

seni lukis. Kali ini dia belajar lukis pada Dedi, asisten almarhum Barli. Lantaran belajar kali ini lebih bersifat privat, Faisal bebas mengungkapkan segala uneg-uneg dan bertanya apa saja. Hal yang tak mungkin ia lakukan ketika belajar di sanggar. Sambil mengasah kemampuan melukis, setiap dua bulan Faisal mengirimkan karyanya ke AMFTA. Ia juga aktif di Bandung Independent Living Center (BILiC), organisasi penyandang disabilitas yang bergerak di bidang penguatan dan advokasi sesama penyandang EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Obsesi Dalam Ikhlas

disabilitas, antara lain bersama Cucu Saidah, yang kemudian menjadi istrinya. Pada tahun 2006 ketika Cucu belajar ke luar negeri, Faisal didaulat menjadi Ketua BILiC. Sebagai student member AMFPA, Faisal memiliki hak dan kewajiban. Dia harus mengirimkan dua lukisan setiap dua bulan. Biasanya Faisal mengirimkan lukisan bertema kebudayaan dan keberagaman tradisi di Indonesia, karena AMFPA memang mengharap ciri khas negara para anggota. Faisal juga harus lebih mendahulukan karyanya untuk AMFPA.

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 23

Faisal mendapatkan tunjangan beasiswa Rp 5 juta tiap bulan. Jika karyanya dicetak dan dijual, dia pun mendapatkan royalti. Setiap tiga tahun karya anggota dinilai apakah layak untuk naik level kedua, associated member. Pada level ini mendapat gaji dan dikontrak tiga tahun. Jika dinilai layak, akan naik tingkat menjadi full member. Anggota penuh akan dibiayai seumur hidup. Di Indonesia terdapat 9 pelukis penyandang disabilitas yang menjadi anggota penuh AMFPA.

Melalui keanggotaan dalam AMFPA, karya-karya lukis Faisal Rusdi menyebar ke berbagai negara. Ratusan karyanya yang beraliran realis juga sampai di tangan kolektor dalam negeri lewat pameranpameran lukisan yang diikutinya. Soal obsesi, Faisal mengaku ingin terus meningkat kualitas karyanya agar naik tingkat menjadi anggota tetap AMFPA. “Selain itu, saya juga ingin memiliki galeri dan melakukan pameran tunggal,� ujarnya. Satu hal yang membuat Faisal lebih tenang dan bahagia, karena kini ada Cucu Saidah di sisinya. Setelah menikah, Faisal merasa hidupnya lebih mudah karena ada istri yang menemani dan membantunya. Saat Faisal akan melukis, misalnya, Cucu membantu mempersiapkan peralatan seperti cat dan kanvas. Faisal mengakui Cucu Saidah merupakan sosok yang sangat berarti bagi dirinya. Cucu setiap hari menyiapkan makanan, bahkan mengantar Faisal ke kamar mandi. Jika Cucu, yang menyandang tunadaksa, keluar untuk menangani tugas-tugasnya di Handicap International, ia menyiapkan makanan dan minta tolong tetangga membantu mengambilkan makanan untuk Faisal. Melihat kehidupan pasangan ini sungguh menggetarkan rasa empati. Di tengah keterbatasan mereka, begitu kentara semangat berjuang untuk hidup mandiri. Hal itu terpancar dari percakapan dan guyonan-guyonan akrab mereka. Penuh optimisme dan keikhlasan. n

Fajar Sodiq

23 8/16/11 6:54 PM


J

JEJAK

Setelah mengunjungi Pantai Popoh dengan pesona “seribu reco�, Irwan Dwikustanto, redaktur tunanetra diffa, terpaut pesona Guwo Lowo yang penuh misteri dan eksotis. Mari simak laporannya yang menawan.

Menelusuri Eksotisme Guwo L 24 Edisi 09 September final.indd 24

EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 EDISI

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


foto: Waras

G

UWO Lowo terletak di Desa Watuagung, KecamatanWatulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, sekitar 30 kilometer dari kota Trenggalek dan Tulungagung, atau 180 kilometer dari kota Surabaya ke arah Pantai Selatan. Gua ini konon wisata gua terpanjang di Asia Tenggara. Mendengar kata “guwo” dan “lowo” atau kelelawar, rasanya membuat jantung berdegup. Ada perasaan merinding dan mencekam membayangkan suasana gua yang gelap dan ribuan kelelewar. Itulah yang saya rasakan ketika sepeda motor yang kami kendarai berkelok dan menuruni lereng menuju mulut Guwo Lowo.

Memasuki Perut Bumi

e o Lowo EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffaEDISI diffa

Edisi 09 September final.indd 25

Ketika menuju gua, kami disambut patung Sri Ratu Lowo serta prajuritnya, Lowo Cakra dan Lowo Gada. Kicau burung jalak terdengar di sana-sini. Kiri dan kanan jalan diwarnai bongkahan batu karang. Untung jalan menanjak menuju mulut gua sudah dialasi batu paving. Setelah menaiki sekitar 50 anak tangga kami “bertemu” sebuah batu sangat besar berbentuk kurakura. Di situ kami bertemu Pak Kasidi, pemandu wisata yang sudah 26 tahun bertugas di sana. Aku coba meraba batu itu, tetapi tidak terjangkau bagian atasnya. Menurut pemandu, panjang batu itu 9 meter dengan ketinggian sekitar 4 meter. Dari sinilah penelusuran mulut gua dimulai. Memasuki lokasi, kami berjalan melalui jembatan kayu yang terbentang di atas sungai berbatu. Gemercik air deras di bawah kaki mengantarkan kami ke hutan

25 8/16/11 6:54 PM


jati yang cukup lebat. Pemandu mengatakan mulut gua sekitar 50 meter di bawah sana. Tanganku disentuhkan ke batang besi setinggi pinggang orang dewasa. Sangat beruntung, jalan menurun itu sudah diberi anak tangga dan pagar besi untuk menitih. Kami tiba di ruang pertama di mulut gua. Di ruang ini masih terasa sentuhan sinar matahari. Pendampingku menjelaskan bahwa dinding kiri dan kanan berjarak sekitar 20 meter dan atap gua diperkirakan 10 meter hingga 15 meter. Menapak ke dalam lubang besar ini seperti berjalan memasuki bumi. Baru beberapa langkah kulit seluruh tubuh terasa sejuk. Keheningan menyelinap. Sesekali terdengar katak bernyanyi di sela-sela bebatuan pinggir gua. Aku berhenti dan meminta pemandu dan pedampingku diam sejenak. Aku ingin menenggelamkan diri dalam dunia gelap bawah tanah, merasakan keheningan dalam perut bumi ini. “Tik, tes, ting, pluk....� Satu per satu tetesan air menimpa batu, air yang menggenang, dan kepalaku.

26 Edisi 09 September final.indd 26

Inikah buliran-buliran mineral yang miliaran kali menetes dari atas gua sehingga membentuk bebatuan gua? Pemandu menjelaskan, beberapa batuan gamping menggantung di langit-langit gua. Ada yang berbentuk lempengan, kerucut, bulat memipih, dan sebagainya. Itulah stalaktit. Ada yang baru sebesar lengan, tetapi beberapa ada yang sebesar tubuh manusia. Bahkan ada yang sebesar batang pohon besar. Stalaktit itu berwarna bening kristal, sehingga akan tertembus cahaya yang menyentuhnya. Ada juga yang berwarna kuning keemasan, mengkilat jika terkena cahaya. Batu stalaktit terbentuk dari tetesan air di langit gua yang mengkristal. Bentuknya seperti kerucut yang terbalik. Sedangkan tetesan air yang jatuh ke lantai yang mengandung mineral kalsium karbonat dan tertimbun hingga ribuan bahkan jutaan tahun mengendap membentuk tumpukan kristal yang disebut stalagmit. Di kiri dan kanan sepanjang ratusan meter dindingdinding gua dihiasi stalagmit aneka bentuk. Beberapa EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 EDISI

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffaEDISI diffa

Edisi 09 September final.indd 27

27 8/16/11 6:54 PM


menyerupai binatang, seperti singa, kodok, dan gajah. Ada batu-batuan menyerupai tugu, sepasang kaki, atau batang pohon yang patah. Sungguh indah lukisan alam ini.

Meditasi Dalam Hening Bumi Semakin ke dalam, dekorasi Guwo Lowo semakin membuat kagum. Betapa kebesaran Sang Ilahi ditampakkan dengan penuh pesona dan luar biasa indah. Bukan hanya stalaktit atau stalagmit, melainkan juga pearl, semacam mutiara gua, kelap-kelip pada batuan stalagmit. Aku membayangkan pearl itu seperti kelapkelip bintang di langit gelap tengah malam. Tetesan yang tiada henti ribuan tahun itu akhirnya dapat menyatukan stalaktit dan stalagmit. Sentuhan itu disebut pilar atau coulum. Di ruang keenam gua misalnya, ada pilar baru yang nyaris terbentuk. Menurut pemandu, saat pertama ia bertugas, 26 tahun lalu,

28 28 Edisi 09 September final.indd 28

pilar itu belum menyatu. Menurut pedampingku, jarak stalaktit dan stalagmit tinggal beberapa centimeter saja. Sementara menuju ruang ketujuh, ada pilar berbentuk menara. Di kiri dan kanannya terdapat beberapa stalagmit berbentuk nisan manusia. Sepanjang lorong gua terdapat lintasan sungai bawah tanah, yang kadang tenang, kadang deras seperti air terjun. Menjelang ruang keempat misalnya, terdengar suara aliran sungai yang sangat deras. Jika mendengar arusnya, sungai itu sangat curam dan membentuk semacam air terjun. Di ruang keenam Guwo Lowo ini kita disuguhi bentangan aula yang elok, berupa altar yang luas dan rata. Aku mencoba berjalan dari dinding kiri menuju kanan. Hampir 50 langkah. Perkiraanku sekitar 20 meter x 50 meter. Ruang seluas ini, dengan dinding alami, sungguh sukar ditemukan di tempat lain. Karenanya aku meminta izin kepada pemandu untuk bermeditasi sebentar. Aku ingin merasakan aura ketenangan dan keheningan gua ini. Di atas batu yang berbentuk meja, saya duduk bersila dengan posisi seperti bunga teratai. Relaksasi dalam hening, masuk ke dalam pusaran ketenangan alam bawah tanah. Kuikuti alur sungai yang mengalir masuk ke pusaran bumi. Terdengar samar suara lelaki separo baya, “Terima kasih, telah berkunjung ke sini.� Itu bukan suara yang terdengar di telinga, melainkan suara dalam perasaan. Ada sedikit hembusan angin yang merambati lengan dan denting-denting air yang menetes, membuat suasana terasa magis. Kesejukan menyelimuti seluruh tubuhku. Ada semacam hening, damai, sejuk, dan tenteram yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Rasanya sungguh indah merasakan itu dalam lorong 1.000 meter di bawah tanah. Karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Kasidi, pemandu yang menemaniku bermeditasi.

Eksotisme Tak Terlupakan Setelah ruangan keenam, jalur jembatan menanjak. Terasa lembap dan ada bau menusuk hidung. Ketika EDISI EDISI09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 2011

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


BERANDA masuk ke ruang ketujuh, aku menginjak jembatan yang becek berlumpur. Di langit-langit terdengar suara ribuan lowo atau kelelawar. Suaranya seperti tikus, melengking dan agak menusuk telinga. Pemandu melarang aku memegang besi rambatan jembatan, karena seperti juga lantai jembatan, penuh kotoran kelelawar. Koloni lowo itu bercengkerama di atap gua. Ada rasa jijik, juga ngeri, membayangkan sosok-sosok hitam kelelawar. Tetapi perasaanku saat itu menganjurkan untuk diam dan mencoba bersatu dengan mereka. Satu dua kali kepalaku terjatuhi kotoran. Baunya anyir, layaknya kotoran burung. Jembatan lintasan dalam gua tidak selalu berada di tengah-tengah. Pada bagian tertentu, dinding-dinding gua dapat tersentuh tangan. Dalam rabaanku, guratanguratan di dinding gua membentuk berbagai ornamen tertentu. Menjelang ruang ketujuh, dinding kiri gua banyak meneteskan air. “Silakan, Pak. Mudah-mudahan Bapak awet muda dengan mencuci muka di sini,” kata pemandu. Ha-ha-ha, diam-diam aku mengamini ucapan pemandu itu. Akhirnya kami tiba di ujung jembatan. Terasa ada lubang besar di atas kepala. “Dari sini matahari sudah terlihat, Pak,” bisik pemandu. “Air yang menetes di kepala kita ini langsung dari lubang itu.” Aku mencoba mendekati pusaran tetesan air itu. Inilah yang membuat gua ini sejuk dan penuh dengan udara dan oksigen. Di ujung jembatan ada lorong terusan dari gua ini. Para peneliti pernah menelusuri hingga sejauh 2 kilometer. Untuk melanjutkan ke ruang berikutnya, harus turun dan melalui aliran sungai. Memenuhi rasa penasaran, aku meminta kepada pemandu untuk turun ke sungai itu. “Berbahaya untuk Bapak,” larangnya. Tapi aku tetap bertekad mencobanya. Mula-mula pedampingku menuruni jembatan itu ke arah sungai. Dengan instruksi dan rabaan tanganku di bahu dan lengannya, setapak demi setapak aku menelusuri aliran air bawah tanah itu. Kakiku menyentuh pasir yang lunak. Lega rasanya menyentuh dasar sungai. Aku melangkah agak ke tengah. Ada benda-benda kecil menyentuh-nyentuh kakiku, geli rasanya. Itulah ikan-ikan kecil penghuni sungai. Agaknya mereka ingin menyapaku. Tak terasa hampir satu kilometer dan satu setengah jam aku berada di perut bumi Guwo Lowo. Eksotis, itulah kata yang paling tepat mewakili pengalaman perjalanan ini. Bagi yang ingin merasakan suasana gua tetapi bukan petualang, Guwo Lowo menjanjikan pesona yang tak akan terlupakan. n

diffa EDISI09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 2011 diffaEDISI

B

Renungan

S

EORANG gadis tunanetra sangat membenci nasibnya karena tidak bisa melihat. Dia jadi membenci semua orang karena nasibnya, kecuali kekasihnya. Kekasihnya itu begitu setia dan selalu ada untuknya. Bahkan kekasihnya sudah berulang mengajak menikah. Tapi gadis selalu menolak. Dia mengharap ada yang mendonorkan mata, sehingga ia bisa melihat kemeriahan pesta pernikahannya, Akhirnya ada juga seseorang mendonasikan matanya untuk gadis itu. Operasi pun berlangsung sukses. Gadis itu begitu senang bisa melihat kembali. Tapi betapa kaget dan kecewanya dia, karena kekasihnya yang selama ini setia mendampinginya ternyata buta. Gadis itu kecewa dan shock. “Sekarang kamu sudah bisa melihat. Berarti sekarang sudah bersedia kita melangsungkan pernikahan,” kata kekasihnya itu. “Saya nggak mau menikah dengan kamu. Saya baru saja bisa melihat, masa ganti dapat suami yang buta? Sama saja, nasib saya tidak berubah,” sahut gadis itu. Sang kekasih begitu sedih karena si gadis tetap bertahan dengan sikap. Akhirnya pria itu pergi sangat jauh karena patah hati, sementara si gadis menikmati hidup barunya dengan gembira. Sampai suatu hari gadis itu menerima surat dari mantan kekasihnya. Isinya, “Titip, tolong jaga mata saya baik-baik.” n

29

Edisi 09 September final.indd 29

8/16/11 6:54 PM


K

KOLOM KANG BEJO

M FX Rudy Gunawan

AAF, Mas Bejo tak bermaksud sok bule atau keinggris-inggrisan dengan membuat judul berbahasa Inggris. Begini ceritanya. Seperti biasa di setiap akhir pekan, Mas Bejo leyehleyeh di rumah bersama anak-istri. Karena sedang puasa, maka kami bermalas-malasan di depan televisi yang kebetulan siang itu sedang menayangkan acara Oprah Winfrey Show. Dan pekan itu tema yang diangkat Oprah antara lain tentang nasib seorang anak muda Filipina bernama Arnel Pineda dan anak muda Afro-America di Amerika bernama Khadijah. Kedua anak muda itulah antara lain yang menjadi tamu di acara Oprah pekan itu. Adapun tema don’t stop believin’ diambil dari salah lagu hit’s band rock terkemuka di tahun 1980-an, Journey, yang kini bangkit lagi popularitasnya berkat kehadiran sang vokalis baru, Arnel Pineda. Dua anak muda di acara

Ilustrasi: Didi Purnomo

Don’t Stop Believin

30 Edisi 09 September final.indd 30

EDISI EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Oprah inilah yang membuat Mas Bejo menulis judul sok bule. Arnel Pineda melewati masa kanak-kanak dalam kemiskinan sebagai tunawisma di Manila yang suka menyanyi. Untuk menyambung hidup, ia menjadi pemulung. Sang ibu meninggal saat Arnel berusia 12 tahun. Dan sejak itu Arnel menjadi anak jalanan yang tidur di taman-taman kota bersama anak-anak jalanan lainnya. Siang hari ia menjadi pemulung dan malamnya ngamen di tempat-tempat hiburan mendendangkan suara emasnya. Pada tahun 1991 Arnel hijrah ke Hong Kong dan mengamen dari kafe ke kafe selama 15 tahun. Dalam perjalanan hidupnya di dunia malam Hong Kong, dua kali Arnel kehilangan suara emasnya. Pertama pada tahun 1995 karena kecanduan drugs dan alkohol. Kali kedua terjadi pada tahun 2005 karena kelelahan (fisik dan psikis) sehingga terkena gangguan THT parah. Akhirnya pada tahun 2006, setelah pulih dari sakit, Arnel memutuskan kembali ke Manila dan bertekad merintis karier menyanyi di tanah air. Ia percaya bisa meraih sukses dan menjadi besar setidaknya di negaranya sendiri. Mas Bejo sebagai fans lagu-lagu Journey, juga langsung jatuh cinta dan kagum pada anak muda bernama Arnel Pineda itu. Suaranya bikin merinding dan tak kalah dari vokalis Journey sebelumnya sejak grup itu berdiri, Steve Perry yang karakter vokalnya sangat unik dan khas bernuansa balada. Nasib Arnel adalah buah keajaiban dunia internet atau tepatnya situs Youtube. Arnel ditemukan Neal Schon, gitaris Journey yang mengumumkan pencarian vokalis lewat dunia maya. Tapi lewat apa pun medianya, terbukti keajaiban masih terjadi di dunia nyata. Miracle still happened. Hehe, kali ini Mas Bejo benar-benar jadi sok bule, deh. Ya, keajaiban masih terjadi dalam hidup orang-orang yang tak berhenti percaya bahwa memang masih ada keajaiban. Bukti lainnya adalah anak muda Afro-America bernama Khadijah yang juga anak tunawisma di Amerika yang berhasil mendapat beasiswa penuh dari Harvard University. Salah satu universitas paling bergengsi di dunia. Sebagai tunawisma yang hidup berpindah-pindah, Khadijah terus berjuang dan percaya bahwa ia bisa sekolah hingga setinggi-tingginya. Ia percaya pendidikan sangat penting dan bisa mengubah hidupnya. Khadijah menghabiskan sebagian besar waktu di perpustakaan umum yang bisa diaksesnya dan agar bisa sekolah dengan baik ia memilih satu SMA tetap, meski untuk itu

diffa EDISI EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 Edisi 09 September final.indd 31

ia harus bangun pukul 04.00 setiap hari. Jika mengikuti pola hidup berpindah-pindah sebagai remaja tunawisma, Khadijah akan sulit menyelesaikan sekolah apa saja. Dan keajaiban pun terjadi dalam hidup Khadijah karena ia tak berhenti percaya bahwa ia bisa. Khadijah lolos seleksi dan menjadi salah satu yang terbaik di antara penerima beasiswa penuh Harvard University. Mas Bejo sekeluarga serasa ingin menitikkan air mata di siang hari yang terik itu. Dua anak muda itu sungguh luar biasa. Semoga tiga anak Mas Bejo yang ikut nonton siang itu menjadikan Arnel Pineda dan Khadijah sebagai teladan dan panutan mereka. Mematri kuat-kuat dua sosok itu di kalbu dan hati mereka. Itu harapan spontan di hati Mas Bejo. Dua anak muda itu juga Mas Bejo rasakan bisa menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi kawankawan penyandang disabilitas di seluruh dunia yang kerap kehilangan harapan dalam hidup mereka. Entah karena tersingkir atau disingkirkan oleh keluarga dan masyarakat. Dan pada saat kehilangan harapan biasanya kita cenderung berhenti percaya (stop believing) sehingga keajaiban pun akan pergi jauh dari hidup kita. Meski kehidupan para penyandang disabilitas di Indonesia dan juga di banyak negara lain masih terpuruk dan tersingkirkan, kita tidak boleh berhenti percaya. Banyak bukti lain dari para penyandang disabilitas di negara kita yang juga meraih sukses di berbagai bidang. Di dunia akademik misalnya, kita bisa dengan bangga menyebut nama Tolhas Damanik, tunanetra yang lolos seleksi sebagai penerima beasiswa S2 Ford Foundation di Ohio University. Tolhas berhasil menyelesaikan studi S2 dengan hasil cum laude. Beberapa hari lalu Mas Bejo bertemu Tolhas. Kini ia bekerja sebagai konsultan untuk pendidikan bagi penyandang disabilitas. Memang masih sangat sedikit tunanetra dan penyandang disabilitas lain yang seperti Tolhas, namun apa yang dicapai Tolhas membuktikan bahwa imposible is nothing. Walah, kok jadi kebule-bulean lagi ya Mas Bejo…. Nah, kembali ke siang terik di akhir pekan pada bulan Ramadhan ini. Setelah tampil menyanyikan lagu Don’t Stop Believin’, yang membuat semua penonton di studio terkesima oleh suara Arnel, Oprah mewawancarai Arnel Pineda dan Khadijah. Salah satu pertanyaan Oprah kepada dua anak muda itu, “Apa yang kalian ingin sampaikan kepada semua pemirsa acara ini di seluruh dunia?” baik Arnel maupun Khadijah dengan mantap menjawab, “Don’t stop believin’! n FX Rudy Gunawan

31 8/16/11 6:54 PM


K

KONSULTASI PENDIDIKAN

Home Schooling untuk Anak Berkebutuhan K

I

BU Nurul yang saya hormati. Pertama-tama saya sampaikan salam dan terima kasih atas kesabaran Ibu menerima dan mendampingi Billy dengan baik dan tulus. Penerimaan dan pelayanan yang tulus dari Ibu akan sangat berharga bagi perkembangan Billy. Secara umum, ada beberapa alasan mengapa orang tua memasukkan anak ke sekolah dan tidak mendidik sendiri di rumah. Pertama, karena orang tua merasa tidak memiliki waktu dan kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan dan pembelajaran kepada anak secara baik dan teratur. Kedua, karena orang tua menilai sekolah adalah tempat yang memungkinkan anak memperoleh pembelajaran secara baik dan sistematik, karena sekolah memang dirancang khusus untuk memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Di dalamnya ada kepala sekolah, guru-guru yang profesional, buku-buku pelajaran, serta berbagai peralatan yang dibutuhkan. Ketiga, karena orang tua berharap agar anak mereka dapat bergaul dengan anak-anak lain, sehingga perkembangan sosial anak tumbuh dengan baik. Keempat, karena orang tua berharap agar setelah lulus dari sekolah, anak memperoleh ijazah sebagai bukti formal telah mengikuti pendidikan dan sekaligus juga sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Â

32 Edisi 09 September final.indd 32

Yth. Bapak Asep Supena Saya Nurul, tinggal di Palu. Saya memiliki anak yang mengalami gangguan pada syaraf di bagian punggung sehingga harus duduk di kursi roda. Namanya Billy. Saat ini Billy telah memasuki usia sekolah. Saya menginginkan dia dapat bersekolah di sekolah umum. Namun, kondisi Billy yang harus duduk di kursi roda, saya berpikir akan sulit baginya dan bagi kami untuk melaksanakannya. Saya khawatir kondisi sekolah tidak memungkinkan Billy melakukan aktivitas dengan optimal. Karena itu, saya berkeinginan mendidik Billy di rumah. Bagaimana pendapat Pak Asep tentang hal ini? Apa ini akan baik bagi Billy? Mohon nasihat Bapak. Terima kasih sebelumnya.

EDISI 07-JULI 2011 2011 EDISI 09-SEPTEMBER

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


k n Khusus

EDISI 07-JULI 2011 2011 diffaEDISI 09-SEPTEMBER diffa

Edisi 09 September final.indd 33

Ilustrasi: Didi Purnomo

Nah, jika orang tua menginginkan atau memiliki kondisi seperti disebutkan di atas, maka cukup alasan baginya untuk memasukkan anak ke sekolah. Namun, khusus untuk Ibu Nurul, perlu persyaratan kelima, yaitu sekolah yang akan dimasuki Billy harus memiliki pemahaman, kemauan, dan kesiapan untuk memberikan layanan pendidikan yang khusus, karena Billy memiliki kekhususan dan membutuhkan layanan khusus. Dengan kata lain, sekolah yang akan dimasuki Billy harus sudah memahami dan/ atau menyatakan diri sebagai sekolah inklusif, yaitu sekolah yang memungkinkan anak berkebutuhan khusus seperti Billy belajar di dalamnya. Misalnya, sekolah telah memiliki pemahaman tentang konsep inklusif, sekolah mau menerima kehadiran Billy yang memiliki kebutuhan khusus, kondisi lingkungan fisik sekolah dan kelas dapat mendukung kehadiran Billy yang harus menggunakan kursi roda, dan lain-lain. Jika kondisi-kondisi tersebut dapat atau telah terpenuhi, sebenarnya saya lebih menyarankan dan mendukung Billy mengikuti pendidikan di sekolah. Kemungkinan lain yang saya belum mengetahui kondisinya adalah Billy mengikuti pendidikan

di sekolah khusus (SLB), baik SLB khusus untuk siswa yang mengalami hambatan fisik dan motorik seperti Billy, atau SLB yang menerima siswa berkebutuhan khusus dari berbagai jenis hambatan. Jika Ibu Nurul memiliki waktu, kesabaran, dan kemampuan untuk mendidik Billy di rumah, sebenarnya bisa saja mendidik sendiri Billy di rumah dan tidak perlu memasukkannya ke sekolah. Kondisi ini biasa disebut home schooling. Tujuan pendidikan adalah supaya anak tumbuh dengan sehat, bahagia, mandiri, dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat/ lingkungan. Nah, jika tujuan itu dapat diwujudkan dengan belajar

di rumah tanpa harus ke sekolah, mengapa tidak? Meskipun demikian, saya ingin mengatakan bahwa ada beberapa kelemahan atau lebih tepatnya disebut tantangan, jika Ibu mendidik Billy di rumah dan tidak memasukkannya ke sekolah. Pertama, anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan aspek sosialnya melalui interaksi dan pergaulan dengan teman-

Dr. Asep Supena, M.Psi

Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta

teman sebaya. Kedua, kemungkinan anak Ibu tidak memperoleh ijazah karena tidak terdaftar sebagai siswa di sekolah formal. Nah, jika dapat menjawab atau mengatasi kedua tantangan tersebut, bisa saja Ibu mempertimbangkan untuk mendidik Billy di rumah. Saran saya, jika berbagai kondisi dan upaya masih bisa dilakukan untuk mengikuti pendidikan di sekolah, baik sekolah umum secara inklusif maupun sekolah khusus (SLB), sebaiknya Billy diupayakan untuk ke sekolah, karena akan ada banyak manfaat yang dapat diraih Billy ataupun Ibu. Namun, jika kondisi memang sudah sangat sulit untuk ke sekolah, bisa saja Ibu mempertimbangkan untuk menjalankan pendidikan di rumah dengan mencoba mengatasi dua tantangan yang telah disebutkan di atas. Selamat berjuang. Semoga sukses dan bahagia selalu untuk Ibu dan Billy. n

33 8/16/11 6:54 PM


R

RUANG HATI

Dominasi Orang Tua terhadap Anak Berkeb Nama saya Iwan. Saya memiliki adik yang menyandang paraplegi. Namanya Denny, usianya 14 tahun. Berkat dukungan dan perjuangan orang tua saya, Denny dapat bersekolah di sekolah umum. Namun, menurut saya ada yang salah pada Denny, atau mungkin cara orang tua kami, terutama Ibu, dalam mendidik Denny. Secara intelektual, Denny memang pintar. Prestasi akademiknya bagus. Saya bahkan tak sebaik dia. Namun, menurut saya, Ibu terlalu dominan, sehingga Denny sering takut atau tak bisa mengambil keputusan sendiri, bahkan untuk hal-hal sederhana. Misalnya memilih pakaian. Apakah dominasi orang tua terhadap anak seperti Denny itu hal biasa? Apakah hal ini juga dialami orang-orang lain yang seperti Denny? Kadang-kadang saya kasihan kepadanya. Saya khawatir nanti dia tak bisa menjadi sosok yang dapat bersikap dewasa. Namun, untuk memberi tahu atau menasihati orang tua, saya tak memiliki keberanian, karena saya tahu dan menyaksikan sendiri, menurut saya, tak mudah mengurus anak seperti Denny yang harus duduk di kursi roda. Bagaimana pendapat Ibu Frieda tentang hal ini? Mohon nasihat Ibu. Terima kasih sebelumnya. 34 Edisi 09 September final.indd 34

Iwan, kakak yang baik dan mengasihi adik. Bila Denny mengalami paraplegi, memang ia memerlukan bantuan secara bertahap untuk dapat hidup mandiri. Sejak masih berusia muda, Denny harus dilatih untuk dapat menolong diri sendiri. Di samping itu, Denny juga perlu dilatih untuk dapat membagi perhatian kepada orang lain. Hal ini akan membuat Denny merasa mandiri dalam membantu memenuhi kebutuhan dirinya ataupun membantu kebutuhan orang lain, sehingga ini EDISI 09-SEPTEMBER 2011

Ilustrator: didot purnomo

Yth. Ibu Frieda Mangunsong

diffa 8/16/11 6:54 PM


Frieda Mangunsong

rkebutuhan Khusus akan membentuk harga diri yang positif. Bagi orang tua, sebagai bentuk kasih sayang, mengasuh anak berkebutuhan khusus memang sering menjadi suatu kewajiban yang akan membuat mereka mendedikasikan diri sepenuhnya. Bahkan, sering kali tanpa memperhitungkan waktu dan usia anak. Bila orang tua melatih kemandirian anak, sering kali menimbulkan rasa bersalah, seolah-olah tidak mau membantu anak yang membutuhkan pertolongannya. Membuat anak tergantung pada dirinya atau orang lain sering kali membantu orang tua menutupi rasa bersalah. Banyak orang tua tidak cukup tega melatih kemandirian anak, berupaya melindungi anak dari segala tantangan dan kesulitan akibat kekurangan yang dialaminya sejak kecil. Tampaknya orang tua Anda belum siap menerima kondisi Denny yang paraplegia dan memandang akan dapat terus mendampinginya dalam berbagai keadaan. Orang tua Anda perlu memahami bahwa kasih sayang dan kepedulian itu seharusnya diwujudkan dengan membuat Denny secara bertahap dapat melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan bahkan mampu mengambil keputusan, berinisiatif dalam melakukan sesuatu yang bersifat produktif dan kreatif. Kenyataan bahwa pada suatu saat orang tua tidak akan dapat lagi mendampingi Denny sepenuhnya, seharusnya dijadikan dorongan untuk dapat membuat Denny siap menjalani masa depan tanpa tergantung pada orang lain dan bisa mencapai cita-cita dengan kekuatannya sendiri. Sebagai penyandang paraplegia, memang Denny akan memerlukan alat bantu bergerak seperti kursi roda atau alat bantu lain, yang perlu digunakan untuk melampaui berbagai halangan, rintangan, yang tidak mudah, tidak selalu bebas dari hambatan untuk mencapai suatu tujuan ataupun kegiatan yang

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 35

Guru Besar (Profesor) Fa­kul­tas Psikologi Universitas Indonesia yang se­jak tahun 1980 mengajar dan sejak tahun 1984 mendalami bidang Psikologi Pendidikan.

diinginkan. Tetapi ini bukan berarti Denny tidak dapat melakukan aktivitas dan mobilitasnya secara mandiri. Berbagai persiapan, latihan, diperlukan untuk memberikan pengalaman langsung ataupun tidak langsung bagi dan dari sesama penyandang paraplegia dan orang-orang yang selama ini banyak mendampingi mereka. Pelatihan kemandirian itu tidak hanya diperlukan dalam masalah fisik, tetapi juga dalam hal kedewasaan psikis. Melatih Denny menjadi lebih dewasa secara psikis diperlukan untuk meningkatkan kemampuan memilih alternatif dalam berbagai hal sehari-hari seperti makanan, pakaian, strategi belajar, menjalani aktivitas akademik dan non-akademik, ataupun keterampilan yang bersifat produktif dan rekreatif. Hal ini tentu harus dibicarakan secara bersamasama dengan seluruh keluarga. Dapat dimulai dengan pembagian tugas pelatihan dan pendampingan bagi Denny oleh seluruh anggota keluarga yang lain. Hal ini juga memerlukan kerja sama baik di rumah maupun di sekolah. Pembiasaan dan aktivitas kemandirian ini perlu dijelaskan, dipahami, dan dilakukan Denny untuk masa depannya sendiri, sehingga ia tetap merasa dicintai dan didukung oleh lingkungannya. Sebagai kakak, Iwan perlu turut berkontribusi dalam membuat Denny dan keluarga mandiri secara bertahap. Anda dapat pula belajar dari keluarga lain yang memiliki anggota keluarga penyandang paraplegi atau belajar dari para pelatih khusus. Misalnya dalam pengenalan tempat dan lingkungan. Anda juga dapat mengambil alih beberapa tugas pendampingan yang sebelumnya dilakukan orang tua Anda, sehingga dapat memberikan kebebasan kepada Denny untuk memilih aktivitasnya secara mandiri. Mula-mula tentu ada banyak tantangan, tetapi setelah dicoba dan dilalui akan terasa memberikan harga diri dan kemandirian yang sangat berharga bagi Denny. Selamat mencoba. n

35 8/16/11 6:54 PM


A

APRESIASI

Pentas Mastodondan Burung Kondor Karya WS Rendra aku mendengar suara / jerit hewan yang terluka / ada orang memanah rembulan / ada anak burung terjatuh dari sarangnya / orang-orang harus dibangunkan / kesaksian harus diberikan / agar kehidupan bisa terjaga

S

(“Aku Mendengar Suara�, WS Rendra, 1974)

EJAK kepergian penyair flamboyan, WS Rendra, sekitar dua tahun lalu, tak banyak acara digelar untuk mengenangnya. Pada perayaan satu tahun meninggalnya, seingat saya hanya ada sedikit acara untuk mengenang WS Rendra. Salah satu yang mungkin patut diacungi jempol adalah Sawung Jabo dan kelompok musiknya, yang khusus tampil di TVRI selama sekitar satu jam dalam acara musik dan puisi mengenang sang penyair legendaris. Beruntunglah, Ken Zuraida akhirnya berhasil memperjuangkan untuk mementaskan salah satu karya monumental mendiang suaminya, Mastodon dan Burung Kondor pada 11 - 14 Agustus 2011 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki,

36 36 Edisi 09 September final.indd 36

Jakarta. Sebuah drama tentang pergulatan politik di Amerika Latin pada masa kontra-revolusi. Mastodon dan Burung Kondor mengangkat tema politik sebagai bentuk kepedulian dan ekspresi pemberontakan terhadap sistem yang tidak benar. Bagi Rendra, kebudayaan adalah usaha-usaha manusia untuk memperluas, memperbaiki, dan memperindah kemungkinankemungkinan bagi cita-cita bersama suatu masyarakat. Bagi Rendra, kebudayaan adalah daya hidup manusia yang harus terus dijaga dan ditingkatkan. Di masa mudanya, pada tahun 1970-an, Rendra konsisten melakukan perlawanan terhadap sistem politik dengan memakai media kebudayaan, yaitu puisi dan panggung teater. Drama-drama Rendra merupakan pewujudan ekspresi dari pemahamannya terhadap konsep kebudayaan sebagai daya hidup. Drama Orang-orang di Tikungan Jalan misalnya, bercerita tentang perempuan malam yang mejeng di sebuah tikungan jalan dan para lelaki yang mendatangi mereka. Drama ini merupakan upaya memasuki ruang batin orang-orang

kesepian dan terpinggirkan yang mengarungi kehidupan di jalanan, bukan melulu soal prostitusi. Drama Rendra Kisah Perjuangan Suku Naga mengangkat tema yang sama sekali berbeda. Drama ini diangkat dari hasil pergulatan Rendra tentang kehidupan sebuah desa. Ia melakukan observasi dan wawancara dengan kepala desa, ibu-ibu di desa, para petani, anakanak muda desa yang merantau ke kota, dan juga anak-anak kecil. Dalam Kisah Perjuangan Suku Naga, Rendra mengkritik para penguasa dalam bentuk sindiran-sindiran lucu yang bisa membuat para penonton tertawa sekaligus takut karena saat drama itu dipentaskan, Orde Baru sedang galak-galaknya sebagai rezim otoriter. Dan kali ini di tengah situasi politik Orde SBY yang masih dipenuhi gonjang-ganjing korupsi dan berbagai gejolak sosial-ekonomi, menonton kembali Mastodon dan Burung Kondor yang dipentaskan oleh Ken Zuraida Project terasa masih sangat relevan. Terutama agar kita terus terjaga demi kehidupan yang lebih baik. Demi Indonesia yang lebih baik, lebih maju, dan lebih sejahtera. n FX Rudy Gunawan

EDISI EDISI09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 2011

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


BERANDA

B

Catur Tunanetra

I

ndonesia cukup berprestasi dalam berbagai kompetisi olahraga penyandang disabilitas internasional. Karena itu, berbagai induk organisasi olahraga semakin memberi perhatian untuk membina atlit penyandang disabilitas.

Salah satunya, Pengurus Besar Persatuan Catur Indonesia (PB Percasi) yang terus berusaha keras meningkatkan prestasi pecatur tunanetra di Indonesia. Antara lain menggandeng Kementerian Pendidikan Nasional dengan memasukkan pertandingan catur tunanetra dalam Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Pendidikan Khusus (PK) - Layanan Khusus (LK), yang tahun digelar di Surabaya, Juli lalu. tunanetra dan umum tidak jauh berbeda. Hanya saja, papan catur untuk tunanetra dibuat berlubang sebagai tempat dudukan bidak catur. Ini untuk memudahkan pemain meletakkan bidak caturnya. Bidak catur hitam diberi tanda di bagian atasnya, untuk membedakan dengan bidak putih. Dalam pertandingan, peserta diberi waktu untuk berpikir waktu 60 menit. Salah pegang dan salah taruh dianggap pelanggaran dan berakibat dapat skorsing waktu 2 menit. Demikian pula jika melakukan open skak. Peserta juga diwajibkan memakai penutup mata selama pertandingan. Tahun ini, O2SN diikuti 28 atlet kategori SDLB-SMPLB dan 24 peserta tingkat SMA-SMK. Untuk tingkat SDLB/SMPLB juaranya diraih Sujarwo dari Jatim, dengan Ketua Komisi Catur Sekolah PB Percasi Hendry total 5 poin. Hendry Jamal mengatakan, melalui ajang ini, Jamal mengatakan, pertandingan catur yang digelar di OSN hanya diperuntukkan bagi siswa SDLB dan SMPLB. diharapkan lahir bibit-bibit baru pecatur tunanetra dari Sistem pertandingan yang digunakan adalah sistem Swiss kalangan pelajar, yang di masa depan mampu berbicara banyak di tingkat nasional maupun internasional. n lima babak. Secara umum, aturan dalam pertandingan catur

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 37

Guntur

37 8/16/11 6:54 PM


B

BINGKAI BISNIS

Ida Modiste

Percaya Diri Lewat Menjahit

M

asih pukul delapan pagi. Namun kesibukan sudah terasa di rumah di Jalan Medoho Raya 61 Semarang. Seorang perempuan berkerudung duduk di lantai menjahit dengan tangan dan 10 orang lain sibuk di depan mesin jahit.

Tak lama kemudian perempuan berkerudung lain muncul dari dalam rumah dengan kursi kantor beroda. Dialah Hidayah Ratna Febriani, pemilik modiste dengan 11 karyawan. Ida, demikian perempuan kelahiran 2 Februari 1975 itu biasa dipanggil, seorang penyandang tunadaksa. Saat usia tiga tahun, putri kedua pasangan Sudaro dan Nafisah Unayah ini terserang sakit panas. Meski diberi obat dari dokter spesialis anak, kemudian kedua kaki Ida mengecil.

38 38 Edisi 09 September final.indd 38

Sejak itu Ida harus menggunakan bris atau sepatu besi untuk menyangga kedua kakinya agar bisa berjalan. “Bris atau sepatu besi sangat berat, mencapai enam kilogram. Itu pun aku masih harus tetap memakai tongkat penyangga, karena kakiku tetap tidak mampu berdiri. Jadi, kalau di rumah aku lebih suka memakai ini,” kata Ida memperlihatkan kursi berwarna cokelat yang didudukinya. Ida hanya dua tahun bersekolah di YPAC Semarang, ketika masih taman kanak-kanak. Selanjutnya ia bersekolah di sekolah umum. Namun sebulan sekali dia selalu mengikuti pertemuan di almamaternya itu. “Dengan selalu hadir dalam pertemuan itu semangatku muncul. Karena banyak yang nasibnya lebih buruk dari aku, justru memiliki semangat hidup yang luar biasa,”

ujarnya.

Dipaksa Menjahit Lulus SMA, Ida sebenarnya ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Sayang, ibunya tidak setuju. “Saya tidak tahu apa karena kondisiku atau karena melihat bakatku, Ibu meminta aku mengikuti kursus. Yang penting aku harus punya keterampilan, kata Ibu,” kenangnya. Dengan berat hati, karena desakan ibu dan kakeknya, akhirnya Ida mengalah untuk tidak kuliah. Dia langsung mengikuti tiga kursus: salon, membuat kue, dan menjahit. Untuk membuat kue dan salon dia tak perlu waktu lama. Hanya tiga bulan Ida sudah mampu. Tapi untuk kursus menjahit Ida harus belajar hingga tiga tahun. “Aku sempat frustrasi dan EDISI 09-SEPTEMBER 2011 EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


berencana keluar dari kursus menjahit karena merasa tidak memiliki bakat menjahit sama sekali,” ujarnya. Namun ibu dan kakeknya melarang. Semangat Ida kembali muncul setiap kali mendengar harapan ibu dan kakeknya bahwa dia akan menjadi penjahit besar. Memang tidak mudah bagi Ida. Dengan kondisi kaki yang tidak sempurna, dia sering tidak lulus ujian karena waktu menjahitnya sangat lama dibanding kawankawannya. “Ketika ujian tidak boleh mengenakan mesin jahit dinamo. Kami harus mengayuh,” jelas Ida. Dengan kaki yang tidak bertenaga, Ida memiliki cara tersendiri untuk menjahit dengan mesin biasa. Caranya, tangan kanan memegang mesin jahit, tangan kiri memegang dan membantu kaki agar bergerak mengayuh mesin jahit. “Jadi, meski agak lama, aku tetap bisa menyelesaikan tugasku,” tuturnya.

Sukses Melalui Protes Ketekunan Ida akhirnya membuahkan hasil. Dengan modal mesin jahit pemberian kakeknya, dia mulai menerima jahitan di rumah. Pelanggan pertamanya adalah para tetangga dan saudara-saudaranya. Ia sering mendapat kritik pedas karena jahitannya dinilai tidak sempurna. “Dengan kritikan-kritikan itu aku justru banyak belajar dan menjadi seperti saat ini,” ujarnya. Akhirnya Ida membuat semua pelanggan puas. Bahkan keluarga Wali Kota Semarang ketika itu, Sutrisno Soeharto, menjadi pelanggan tetapnya. Pelanggan yang terus bertambah membuat Ida tidak mampu bekerja sendirian. Dia mulai menggandeng tiga teman kursusnya untuk membantu dengan sistem borongan.

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 39

Tahun-tahun pertama Ida membayar karyawannya Rp 7.500 untuk sebuah baju. Saat ini sebuah baju diupah Rp 30.000. Seiring dengan meningkatnya pesanan, karyawan Ida terus bertambah, hingga kini mencapai 11 orang. “Seminggu sekali aku harus menyiapkan sedikitnya Rp 2,5 juta untuk membayar mereka,” kata Ida. Pengeluaran untuk upah karyawan itu sebanding dengan ongkos jahitan yang ditawarkan kepada pelanggan. Sebagian besar pelanggan adalah pemesan kebaya

dan busana pesta, meski sebenarnya Ida tidak pernah menolak menjahit baju biasa. Ongkos jahitan yang ditawarkan berkisar Rp 400.000 hingga Rp 5 juta, tergantung jenis jahitannya. “Satu bulan rata-rata kami mengerjakan 500 potong pakaian,” tutur Ida.

Dorong Teman Senasib Setahun lalu, setelah 14 tahun menekuni bisnis menjahit, Ida membeli sebuah bangunan di Jalan Medoho Raya untuk menjadi tempat usaha. Juga tempat tinggal bersama

39 8/16/11 6:54 PM


­­­

Sunar, suami, yang bekerja di SLB Negeri Semarang, serta Kalila Dana Abikia, anak mereka yang baru berusia 20 bulan. Bangunan berukuran 7 x 20 meter itu membuat Ida semakin percaya diri akan mampu berkarya lebih baik dalam keterbatasan fisiknya. Satu hal yang dia inginkan, menggandeng teman senasib sesama penyandang disabilitas untuk bergabung menjadi karyawannya. Sayangnya banyak yang menolak karena malu atau tidak percaya diri. Pernah ada karyawannya penyandang tunarungu, namun hanya bertahan tiga bulan. Karyawan itu memilih keluar karena malu. “Padahal aku sudah membujuknya, hingga berkalikali datang ke rumahnya untuk menyemangati. Tapi anak itu selalu menolak karena minder. Sedih

40 Edisi 09 September final.indd 40

rasanya. Harusnya mereka yang memiliki keterbatasan seperti aku tidak usah minder. Percaya saja, Allah pasti memberikan kelebihan atas kekurangan yang kita miliki,” ujar Ida. Ida mengerti keminderan temantemannya penyandang disabilitas. “Awalnya memang tidak mudah. Aku pun pernah merasakan keminderan yang sama saat aku remaja. Namun pasti ada jalan jika kita mau berusaha dan berdoa,” ujarnya. Ida berharap teman-temanya sesama penyandang disabilitas, jenis apa pun, mendengar dan percaya ucapannya serta bangkit percaya dirinya. Tentu Ida benar dan pantas didengar. Ida sudah membuktikan, meski tidak mengenyam pendidikan tinggi, dia tidak kalah sukses dari empat saudaranya yang bergelar sarjana. n Andhika PD

EDISI 09-SEPTEMBER EDISI 07-JULI 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


P

PIRANTI

Alat Bantu Dengar ­­­

A

LAT bantu dengar dapat meningkatkan pengertian percakapan pada situasi yang berbeda dan mendukung fungsifungsi lain dari pendengaran manusia. Dengan adanya variasi jenis dan derajat gangguan dengar pada masing-masing orang dan bahkan antara satu telinga dengan telinga lainnya, tersedia berbagai model yang berbeda yang disesuaikan dengan kondisi pendengaran dan kebutuhan khusus masing - masing pemakai. Alat bantu dengar dibedakan berdasarkan desain dan teknologi.

ITE (in the ear) Model Dalam Telinga (ITE) : Alat bantu dengar yang digunakan tersembunyi dalam telinga, secara estetik menyenangkan, untuk kondisi pendengaran ringan sampai sedang. Model ITE yang terkecil disebut CIC (Completely-in-Canal), digunakan di liang telinga doleh sebab itu akan sulit terlihat dari luar

Model Belakang Telinga (BTE models): Alat bantu dengar yang handal dan powerful, di pasang di belakang telinga. Dapat digunakan pada semua derajat gangguan pendengaran, alat ini terbukti bermanfaat pada gangguan sangat berat dengan peralatan khusus untuk mendengar di kondisi yang sulit.

Desain Model Generasi microStyle: Dengan sentuhan seni alat bantu dengar microStyle kecil dan ringan. Desain ergonomic, dikombinasikan dengan tubing yang sangat tipis, menghasilkan solusi kosmetik yang memuaskan. Alat ini tersembunyi di belakang telinga dan anda akan lupa sedang menggunakan “sampai anda merasakan perbedaan suara yang anda dengar”.

Teknologi CIC

Half Shell (ITC)

microBTE - (Belakang telinga)

Mini -Canal(CIC)

Full Shell (ITE)

Digital: Microprocessors (digital signal processing) menjamin proses sinyal yang sangat cepat dan fitting yang fleksibel untuk meningkatkan pengertian percakapan yang maksimal. Keinginan dan kebutuhan individu turut diperhitungkan. Individual dan modern. Digitally programmable: Teknologi Analog, yang diprogram melalui Software (PC) untuk penyesuaian yang terbaik sesuai dengan kondisi pendengaran dan proses sinyal konvensional. Ekonomis dan efektif. Analog: Teknologi konvensional untuk semua derajat gangguan pendengaran. Fitting dilakukan melalui kontrol langsung ke alat bantu dengar. Harga terjangkau dan teknolgi yang teruji. n (www.alatbantudengar.com)

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 41

4141 8/16/11 6:54 PM


P

PERSEPSI

D

I Helsinki, Finlandia, bus kota memakai pintu otomatis yang unik. Begitu dibuka, diturunkan injakan kaki sampai tingginya sama dengan permukaan trotoar. Dengan cara ini kursi roda bisa langsung menaikkan orang ke dalam bus tanpa orangnya turun. Bus dan trem serupa juga dipakai dalam jumlah kecil di kota Melbourne. Di negeri Belanda setiap kendaraan umum mulai dari bus sampai kereta api menyediakan tempat khusus di gerbong penumpang untuk kursi roda. Di setiap kota besar negara maju, pusat pertokoan menyediakan tempat parkir khusus untuk mobil penyandang disabilitas. Sebab, banyak penyandang disabilitas yang tidak bisa jalan kaki tapi bisa mengemudikan mobil. Di China kurang lebih 15 juta penyandang disabilitas yang kurang mampu menerima bantuan khusus pemerintah. Bagaimana keadaannya di Indonesia? Mungkin karena statusnya yang tanggung, bukan negara miskin bukan juga negara maju, maka memang perhatian terhadap disabilitas di Indonesia ini sangat berbeda dari wilayah ke wilayah dan dari sektor sosial dalam suatu wilayah. Misalnya dari tempat mewah sampai ke tempat yang sederhana merakyat. Di mal besar di Jakarta mulai muncul tempat parkir khusus untuk penyandang disabilitas, tapi tiga tahun yang lalu itu belum ada. Saya sebagai orang yang tergolong disabel ringan tidak bisa jalan kaki secara bebas, sering harus pakai kursi roda. Berkali-kali menanyakan kepada manajemen mal tempat langganan saya mengapa tidak ada tempat parkir utk disabled people.

42 Edisi 09 September final.indd 42

MENGURANGI DISKRIMINASI FASILITAS UMUM oleh Wimar Witoelar

Malah tempat parkir dekat pintu disediakan khusus untuk direksi pemilik mal itu. Suara ini sampai juga kepada pemimpin pertokoan itu, maka akhirnya disediakan juga suatu tempat khusus bagi kendaraan penyandang disabilitas. Lucunya tempat parkir itu diletakkan di

luar, jauh dari pintu. Asumsi yang dipakai barangkali adalah bahwa penyandang disabilitas yang pakai mobil itu pakai sopir. Jadi, biar sopirnya mendrop orangnya di pintu mal dan mobilnya diparkir di tempat jauh itu. Itu menunjukkan bahwa walaupun manajemen mal EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


itu beriktikad baik, ia tidak mengerti apa problem penyandang disabilitas. Masalahnya penyandang disabilitas bisa parkir di mana saja tapi tidak bisa jalan jauh dari tempat parkir ke gedung. Jadi, tempat parkir yang jauh hanya berguna untuk orang yang pakai sopir yang sebetulnya tidak perlu disediakan tempat khusus. Ironi semacam itu ada di manamana. Misalnya suatu perusahaan penerbangan swasta di Indonesia menyediakan bantuan kursi roda untuk penumpang yang tidak bisa jalan jauh dari tempat check in sampai pesawat. Sudah bagus disediakan kursi roda, tapi mereka tidak sempat melatih karyawannya untuk menangani kursi roda. Padahal sebetulnya mendorong kursi roda itu bukanlah pekerjaan yang sederhana. Perlu juga keterampilan atau pelatihan teknis. Pada suatu pengalaman saya, disediakan kursi dan pendorong yang belum terampil, jadi jalannya agak sulit. Pada waktu naik pesawat dia bingung, karena kursi rodanya harus diturunkan lewat tangga. Pesawatnya tidak bisa dicapai tanpa turun tangga. Karyawan yang baik itu mencari

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 43

akal ke sana-sini dan akhirnya meminta tolong temannya untuk menggotong kursi roda itu turun tangga, empat orang. Tentu saya menolak karena itu membahayakan saya sebagai pemakai kursi roda dan juga membahayakan karyawan yang menggotong. Lagi pula membahayakan perusahaan penerbangan dan bandara itu. Sangat mudah bisa terkena tuntutan hukum dari segi pengabaian tanggung jawab. Di lain pihak perusahaan penerbangan besar yang sudah pengalaman menyediakan layanan kursi roda yang sama SOP-nya dengan perusahaan penerbangan dan bandara di dunia internasional di mana memang penumpang dimudahkan dari tempat check ini sampai masuk pesawat tidak perlu turun dari kursi roda. Keadaan dalam negara transisi memang memerlukan pendekatan yang sempit dan yang luas. Pendekatan yang sempit misalnya yang tergantung kasus dan pendekatan luas itu dalam bentuk policy atau kebijaksanaan. Di sini sulitnya kalau memilih kasus. Apakah mulai dari kelas atas, menengah, atau bawah. Kalau kelas bawah yang didahulukan, memang paling tepat dan paling bermoral. Tetapi biayanya sangat besar karena jumlah penyandang disabilitas di lapisan bawah justru jauh lebih besar daripada di lapisan atas. Kalau disediakan fasilitas penyandang khusus untuk lapisan atas itu tidak adil secara sosial, tapi lebih mudah secara operasional, karena orang yang berada di dalam lapisan sosial atas itu mempunyai pola hidup, pola perjalanan tertentu yang lebih mudah diantisipasi dan karenanya untuk mereka bisa diciptakan sistem pendukung untuk penyandang

disabilitas yang sudah lebih teruji bahkan bisa langsung dipinjam dari luar negeri. Keuntungannya adalah bahwa kalau lapisan atas yang tidak dilayani, complain dan komentar dari mereka itu jauh lebih deras daripada dari lapisan bawah. Kembali masyarakat masuk ke dalam jebakan yang menyangkut setiap sarana sosial. Yaitu bahwa lapisan atas akan lebih mudah dilayani daripada lapisan bawah sehingga jurang perbedaan antara nasib lapisan atas dan bawah menjadi lebih lebar untuk penyandang disabilitas, seperti untuk semua golongan minoritas ini menjadi masalah yang berat. Kembali kepada perspektif pribadi, syukurlah bahwa sebagian besar penyandang disabilitas tidak merasakan dirinya berada dalam situasi yang buntu, mungkin karena makin besar tantangan seseorang, semakin besar kemampuannya untuk menghadapi tantangan itu secara konstruktif. Berarti bahwa perbaikan nasib penyandang disabilitas itu masih bisa dilakukan tanpa ledakan-ledakan sosial yang menyertai perebutan hak minoritas lain, misalnya yang menyangkut agama, etnis, ras, atau gender. Ini bukan berarti bahwa perbaikan fasilitas untuk penyandang disabilitas itu mempunyai urgensi yang lebih kecil daripada minoritas lain. Seperti kata orang, setiap warga negara yang tidak mendapat haknya untuk dirawat dengan bantuan negara, merupakan pelemahan daripada eksistensi negara itu sendiri. Mengurangi diskriminasi terhadap penyandang disabilitas adalah hal yang mutlak untuk negara beradab. n

43 8/16/11 6:54 PM


B

BUGAR

Kurma Kaya Nutrisi

K

urma (Dactylifera Phoenix) merupakan buah asal semenanjung Arab dan Afrika utara. Kurma termasuk kategori tanaman palem. Bentuk buahnya bervariasi. Ada yang bulat, lonjong kecil, hingga panjang. Warnanya juga beragam, dari cokelat muda hingga kehitaman. Ada kurma kering, ada pula kurma basah.

Di Indonesia, kurma identik dengan bulan Ramadhan. Orang Indonesia, khususnya penganut Islam, umumnya mengonsumsi kurma saat menjalankan ibadah puasa. Kurma sebenarnya juga baik dikonsumsi sehari-hari karena kandungan nutrisinya tinggi.

Manis yang Sehat Salah satu kelebihan kurma adalah rasanya yang manis. Itu sebabnya orang yang berpuasa dianjurkan memakan kurma saat berbuka. Rasa manis kurma sangat mudah diserap darah dan tubuh, sehingga segera mengembalikan tenaga setelah seharian berpuasa. Memakan kurma tidak hanya mendapat rasa manisnya, tetapi juga kandungan seratnya yang lembut. Serat sangat baik untuk sistem pencernakan, sekaligus berfungsi sebagai pengatur kadar gula di dalam darah. Serat kurma juga memperkuat denyut usus, denyut jantung saat memompa darah, serta kontraksi rahim bagi perempuan menjelang melahirkan. Jika Anda gemar mengonsumsi makanan yang manis setelah makan utama, baik juga memilih kurma sebagai makanan penutup. Jika Anda suka permen sebagai selingan, sehat juga sesekali menggantikannya

44 Edisi 09 September final.indd 44

dengan kurma. Saat ini telah diproduksi pula sari kurma. Tentu saja, jika mengonsumsi sari kurma akan kehilangan serat buahnya. Sari kurma dapat difungsikan seperti madu. Kita dapat mencampurkannya pada minuman sebagai pengganti gula. Misalnya pada minuman teh atau jus buah segar. Khususnya jika buah yang dibuat jus cenderung memiliki rasa asam, misalnya stroberi atau sirsak. Kurma dalam bentuk buah ataupun sari kurma, sangat bagus untuk dikonsumsi di pagi hari. Makanan alamiah ini merupakan sumber energi yang sehat dan menyehatkan, yang dapat membantu tetap energik dalam beraktivitas sepanjang hari.

Kaya Vitamin dan Mineral Kurma juga kaya vitamin dan mineral, antara lain zat besi, asam folat, potasium, dan kalsium. Perempuan hamil hingga masa menyusui dianjurkan secara teratur mengonsumsi kurma. Kandungan kalsium kurma sangat baik untuk pembentukan tulang bayi dan baik untuk ibu hamil dan menyusui. Konsumsi kalsium secara rutin juga baik untuk mencegah pengeroposan

tulang, khususnya bagi usia lanjut. Kurma bisa jadi solusi bagi orang yang tak suka minum susu, padahal sangat membutuhkan kalsium untuk kesehatan tulang. Kurma juga mengandung zat besi dan asam folat. Kedua jenis mineral ini sangat baik untuk pertumbuhan sel darah merah. Orang yang mengalami anemia atau kekurangan darah dianjurkan mengonsumsi kurma secara rutin. Buah kurma juga kaya vitamin A, B, dan C. Vitamin A baik untuk menjaga kesehatan mata, vitamin B baik untuk menjaga kesehatan sistem syaraf, dan vitamin C mengandung zat antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas akibat polusi udara dan racun-racun yang secara tak sengaja dikonsumsi dari makanan. Kandungan vitamin A dan C pada kurma juga sangat bermanfaat untuk menjaga kecantikan kulit.

Mempercepat Penyembuhan Kandungan nutrisi kurma dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga terhindar dari penyakit akibat infeksi virus atau bakteri. Ini berarti kurma juga dapat membantu penyembuhan saat menderita sakit yang disebabkan bakteri atau virus. Misalnya tipus, demam berdarah, dan flu. Kita dapat mengonsumsi kurma dalam bentuk buah ataupun sari buahnya. Kurma adalah salah satu anugerah dari alam bagi manusia. Buah dengan kandungan nutrisi yang luar biasa ini, jika dikonsumsi secara teratur sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Tentu saja kita berharap budidaya kurma dilakukan dengan cara yang baik, antara lain menghindarkan zat-zat kimia untuk mengawetkannya. n Aria Indrawati EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


JENDELA

J

Potret Ramah Disabilitas Belanda

F

ASILITAS dan akses bagi kelompok disabilitas sudah menjadi keharusan di negara-negara modern, terlebih di Eropa. Ruas-ruas khusus untuk penyandang tunanetra di stasiun kereta api, toilet duduk khusus untuk pengguna kursi roda, sistem informasi audio bagi tunanetra di stasiun bus, dan sebagainya, semua begitu mudah ditemui. Begitu biasa, sehingga banyak orang menganggap tidak lagi istimewa.

Tidak Seketika Sesungguhnya semua akses dan kenyamanan untuk penyandang disabilitas di negara-negara Eropa tidak datang atau tersedia seketika. Contohnya, kasus di Stasiun Hilversum Noord, Belanda. Sekalipun Belanda termasuk pionir pembela hak-hak kaum disabilitas, bukan berarti negara ini 100 persen tanpa salah.

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 45

45 8/16/11 6:54 PM


Kesalahan paling mencolok justru terjadi di depan hidung para wartawan Belanda. Hilversum Noord merupakan stasiun perhentian paling dekat dengan kompleks industri media Belanda. Tiap hari ribuan pekerja media lalu-lalang, termasuk penyiar-penyiar kenamaan Belanda, yang acaranya tak jarang menyorot hak-hak masyarakat. Di Stasiun Hilversum Noord, penyandang disabilitas, terutama pengguna kursi roda atau tongkat, hampir mustahil bisa menyeberangi perlintasan kereta api. Lift, tangga jalan, tidak ada. Yang ada hanyalah tangga jembatan yang terjal! Jadi, jangankan penyandang disabilitas, mereka yang non-

46 Edisi 09 September final.indd 46

EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 EDISI

diffa diffa 8/16/11 6:54 PM


disabilitas saja harus setengah mati menaiki tangga jembatan. Para tunanetra harus ekstra hatihati, karena keterjalan tangga dan tingkat kepadatan yang tinggi saat jam sibuk, membuat mereka sering tak sengaja tertabrak orang lain. Stasiun yang sangat tak ramah disabilitas tersebut baru mendadak dibahas dalam rapat kota Hilversum, setelah beberapa pihak merasa mobilitas di perhentian sebelah utara Hilversum itu perlu ditingkatkan.

Mudah karena Sadar Di sinilah mungkin letak perbedaan negara yang sadar akan hak-hak kelompok disabilitas dan negara yang tak acuh. Ketika pada tahun 2007 dibuat cetak biru Stasiun Hilversum, pihak pengembang langsung merancang konsep stasiun yang ramah penyandang disabilitas. Mereka tampaknya sadar bahwa renovasi merupakan momen tepat untuk melakukan itu. Prinsipnya, dengan biaya sama, semua kelompok bisa terlayani. Mandor di sana pernah berujar santai, �Kita semua ini kan nantinya invalid.� Dia merujuk para opa-oma yang ngos-ngosan menaiki tangga terjal Stasiun Hilversum Noord. Ongkos renovasi Stasiun Hilversum yang mencapai 3 juta EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffaEDISI diffa

Edisi 09 September final.indd 47

Euro itu ditanggung renteng oleh pemerintah dan pihak swasta. Di sini terlihat betapa penting adanya kesadaran akan hak-hak disabilitas. Pihak swasta yang mengelola gedunggedung di kompleks media Hilversum, di seberang stasiun, dan pengelola stasiun tentu bisa bersikap tak peduli. Mereka bisa saja beralasan bahwa pemenuhan hak-hak disabilitas merupakan tanggung jawab pemerintah kota. Namun mereka tidak melakukan itu. Pihak swasta turut bersama mengongkosi biaya jembatan tersebut. Mereka justru melihat ini peluang bagi peningkatan mobilitas pekerja di kompleks media dan pencitraan perusahaan. Sudah jamak di Belanda, bila perusahaan sangat ramah terhadap kelompok disabilitas, itu artinya ia punya nilai tambah. Iklan-iklan penyewaan gedung selalu menampilkan fasilitas bagi kelompok disabilitas. Bahkan tempat parkir bagi penyandang disabilitas menjadi salah satu tolok ukur sejauh mana perusahaan pengelola bonafide atau tidak. Selain itu, izin mendirikan bangunan di Belanda memang menyertakan syarat ramah terhadap penyandang disabilitas dalam kadar tertentu. Jika gagal memenuhi syarat ini, jangan heran jika izin mendirikan bangunan tidak diberikan. Contoh paling jelas syarat ramah disabilitas adalah lebar pintu toko harus memungkinkan kursi roda masuk. Kemudian setiap lift harus dilengkapi angka Braille atau sistem audio bagi tunanetra. Jembatan harus memakai lift atau tangga landai bagi pengguna kursi roda. Peraturan ini belum berlaku saat awal membangun jembatan Stasiun Hilversum Noord pada tahun 1974. Karena itu, tak heran jembatan stasiun ini mungkin termasuk satu dari sedikit bangunan tak ramah terhadap kaum disabilitas di Belanda. Namun, kesadaran akan hak-hak penyandang disabilitas membuat mereka mudah memperbaiki kekurangan. Sekarang jembatan Stasiun Hilversum Noord sedang memasuki pembangunan tahap akhir. Warga kota Hilversum sangat bangga pada jembatan berbentuk pipa tersebut. Unik, karena bernuansa seni. Senang, karena nanti mereka yang mempunyai keterbatasan fisik bisa mudah menyeberang dan tak lagi ketinggalan kereta api. n Junito Drias

47 8/16/11 6:54 PM


P

PUISI

Aku adalah Aku Chrysanova Prashelly Dewi

Aku hanyalah aku Yang bukanlah apa dan siapa Aku hanyalah diriku sendiri Seserpih goresan tinta pada kanvas kehidupan Bukan bunga ataupun bidadari Setitik jiwa yang bersemayam di atas bumi Tiadalah mungkin aku menjadi bunga Yang begitu rapuh dan lemah Tanpa daya Bilakah tiba sang angin barat Yang menghembus tangkai-tangkai yang lemah Sekejap luluhlah dia Teronggok tersia-sia di atas tanah Juga bukanlah aku seorang bidadari Yang bukanlah berasal dari dunia ini Seolah hanya perhiasan mimpi Hanya kias dari permainan para pujangga Aku adalah aku Sesosok insan dunia Tiada seindah bunga dan bidadari Yang hanya terlihat dari pandangan mata yang sempit Namun tiada terlukis keindahan sejati Yang tersimpan di balik kasatnya mata Yang akan terus bersinar Berpijar dan terus berpendar Dalam hati yang memandang luas

Catatan Redaksi: Khusus untuk karya puisi, cerpen dan cerita humor (cermor), Redaksi diffa mengutamakan karya penyandang disabilitas. Karena itu setiap pengiriman karya harap disertai identitas diri dan keterangan disabilitas.

48 Edisi 09 September final.indd 48

Asa Dalam Kelam Chrysanova Prashelly Dewi

Malam datang mengantar kebekuan Menelusup menggigilkan sanubari Perih mengambang di dasar jiwa Jarum-jarum beku menari Di dalam kelam tanpa cahaya Bermain-main di sepanjang waktu Terus berulang Seolah tiada pernah berubah Semua statis Dingin dan membeku dalam kelam yang sunyi Rindu menggapai khayal akan cahaya sang mentari Untai asa merayap dalam penantian panjang Lolongan sunyi bergaung bagai tiada pernah kan habis Jeritan jiwa mengguncang kelam Mengoyak gelap dengan terangnya Dan meleburkan jarum-jarum beku yang menganiaya diri Akankah mentari benar-benar terbit?

* Chrysanova Prashelly Dewi, 22 tahun, tunanetra (low-vision), bermukim di Subang, Jawa Barat

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


CERMOR

C

cinta. Kamu tahu kan, bagaimana rasanya bila putus cinta?” ujar Anto, sok dramatis. Andri pun manggut-manggut. Anto kembali melanjutkan, “Jadi, kalau kamu nanti jatuh cinta, cukup pakai hati aja, jangan disertai jiwa. Jadi, kalau nanti putus cinta, cukup sakit hati aja, nggak sakit jiwa.” (Riqo)

Nggak Respons

S Nasihat Sahabat

S

ore itu dua sahabat, Anto dan Andri, berjalan bergandengan tangan di trotoar Jalan Pajajaran, Bandung. Mereka menuju GOR Pajajaran untuk latihan olahraga. Bagi Andri, yang tunagrahita, tidak menjadi masalah berjalan di trotoar ini. Tetapi bagi Anto, yang tunanetra, sulit berjalan di trotoar hanya dengan mengandalkan tongkat putihnya, sehingga Andri harus menuntunnya. Setelah bersusah payah melewati trotoar, mereka menyeberang jalan melalui jembatan penyeberangan, yang entah mengapa beralih fungsi menjadi tempat nongkrong para muda-mudi yang berpacaran. Di tengah jembatan, seorang pria berpakaian compang-camping sedang tertidur pulas sehingga menghalangi jalan Anto dan Andri. “Kok orang itu tiduran di jembatan, ya? Apa dia sakit?” tanya

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 49

Andri heran. “Iya, friend, dia sakit jiwa,” jawab Anto sambil tersenyum, agak sok tahu. Andri terus memperhatikan orang itu. Orang-orang yang sedang berpacaran di sana, kelihatan tak peduli sama sekali dengan orang itu. “Kok dia bisa sakit jiwa, ya?” Pada awalnya Anto hanya tersenyumsenyum. Tetapi Andri terus bertanya. Akhirnya Anto menjawab, “Katanya sih, dia jadi sakit begitu karena

uasana sangat ramai di arena Pekan Olaraga Cacat Nasional (Porcanas) di Kalimantan Timur. Aku duduk menonton bersama teman-teman relawan dari tribun penonton, di sebelah kontingen Sumatera Utara yang sangat berisik. Sedang asyik menyaksikan para atlet penyandang disabilitas berkompetisi penuh semangat, tiba-tiba sekelebat bayangan melintas dan membuat pria tambun di sebelahku terhuyung. Dia mengambil topi yang sepertinya dijatuhkan oleh bayangan tadi. Setelah melihat label nama di topi

Ilustrasi: Didi Purnomo

Ilustrasi: Didi Purnomo

49 8/16/11 6:54 PM


(Riqo)

Salah Pengertian

M

inggu sore itu Anto dan temantemannya sedang latihan teater. Kali ini akting difokuskan pada adegan makan malam. Ada trik-trik khusus yang harus diketahui penyaji, agar penyandang disabilitas tunanetra bisa mengetahui posisi lauk pauk dalam piring saji.

50 Edisi 09 September final.indd 50

Ilustrasi: Didi Purnomo

itu, dia berteriak keras sekali, “Hoy, Safarudin, topi kamu jatuh! Ayo ambil ke sini dan minta maaf karena sudah menabrakku!” teriaknya. Orang yang (rupanya) bernama Safarudin itu tidak peduli sama sekali dengan teriakan pria di sampingku. Teman yang duduk di sebelah pria itu berkata, “Sudahlah, jangan teriak-teriak gitu, malu dilihat banyak orang!” “Jangan salahkan aku yang berteriak-teriak, salahkan dia yang tidak menjawab!” balas orang itu lebih galak, dengan logat Batak yang garang. Aku tersenyum, lalu berdiri dan menawarkan diri mengembalikan topi itu kepada Safarudin. Bapak itu menatapku sekilas, lalu dengan wajah kesal dia memberikan topi sambil berkata, “Bilang kepadanya, harus minta maaf kepadaku, ya!” Aku mengangguk, kemudian menuruni tangga tribun sambil membaca label topi tersebut. Di topi itu tertulis: Safarudin Anwar, Kontingen Perturin Sumsel. Aku jadi tersenyum. Pantesan aja nggak ada respons. Perturin itu singkatan Persatuan Tunarungu Indonesia. Berarti Safarudin itu tunarungu, nggak bisa dengar!

Karena penasaran, salah seorang relawan, Mbak Lina, ingin ikut bermain bersama Anto dan teman-teman. Dia ingin berakting sebagai juru saji agar bisa mengerti kebutuhan penyandang tunanetra saat di meja makan. Dengan sedikit tak sabar, Anto terpaksa mengulang teori yang telah puluhan kali ia uraikan kepada teman-temannya, soal teknik penyajian makanan berdasarkan arah jarum jam. “Kalau kita menaruh lauk-pauk, misalnya ikan, tepat di bagian atas piring, atau di arah utara, maka kita bilang, ikannya di jam dua belas,“ jelas Anto berusaha sabar. “Kalau kita taruh sayur di sebelah kanan piring, kita bilang, sayurnya di jam tiga.” “Terus, kalau di bawah?” tanya Mbak Lina tak sabaran. “Kalau di bawah, berarti di jam enam, di kiri berarti di jam sembilan, pokoknya sesuai dengan

arah jarum jam.” Mbak Lina menganggukangguk, tampak sangat bersemangat. Ia pun mulai berakting jadi penyaji makanan. Tak lama kemudian dia berkata dengan ceria, “Anak-anak, makanan sudah siap! Hati-hati ya, ikannya Ibu taruh di jam 00.” Anti yang duduk di sebelah Anto kebingungan. “To, jam 00 itu di mana?” “Aku juga tak tahu,” jawab Anto lirih. Mbak Lina mendengar obrolan mereka, lalu tersenyum dan berkata, “He-he-he… itu ide saya sendiri. Jam 00, yaitu di tengah-tengah piring!” n Riqo

*** * Ikhwan Tariqo, tunanetra, mahasiswa semester VIII Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


CERPEN

P

BUNGA

EREMPUAN kecil itu selalu muncul di pura desa, wajahnya seperti api mengkilap. Senyumnya selalu menyebar dan membuat orang-orang yang melihatnya selalu ingin mencubit pipinya yang putih seperti keju. “Aku ingin menari, bisakah kau menabuh untukku?” perempuan kecil itu selalu ditemani tiga anak lelaki yang diam-diam mengaguminya. Bahkan tanpa perempuan kecil itu, mereka merasa seluruh waktu mereka tak akan pernah memiliki nilai. Perempuan kecil itu sangat piawai menari. Tubuhnya seperti sebongkah api, yang siap membakar orang-orang sekelilingnya. Tariannya patah-patah, dia tidak memiliki guru tari. Jadi dialah guru sekaligus penarinya. “Kau mau menari tari oleg?” “Ya.” “Kenapa geraknya seperti tari panyembrama?” “Aku ingin menggabungkan semua tari jadi satu.” Perempuan kecil itu tertawa. Tiga lelaki kecil yang mengiringi perempuan kecil itu tak kuasa menolak. Mereka pun menabuh dengan cara aneh. Perempuan kecil itu terus menari.... “Aku menyukai matanya yang bulat,” sahut anak lelaki berambut lurus. Usianya sepuluh tahun. Namanya Made. Lelaki kecil itu seorang anak pengempon pura yang sangat sakti. Ibunya bisa mengobati beragam penyakit mistik dan bisa membaca masa depan. “Aku menyukai kakinya, begitu runcing, mirip kaki Nicole Kidman...” sahut lelaki dua belas tahun. Tubuhnya paling tinggi di antara semua anak lelaki. Mungkin karena usianya paling tua di antara anak-anak yang lain. Namanya Nyoman. Ayahnya seorang petinggi polisi di Denpasar. “Apa yang kau suka dari Bunga, Gus Putu?” tanya anak-anak itu kepada lelaki sembilan tahun, yang memiliki wajah sangat tampan, tubuhnya gagah. Orangorang senang memandang wajahnya yang terlihat sangat berkarakter Bali. Kulitnya hitam legam, matanya selalu bersinar tajam setiap menatap orang yang memandangnya. Konon di dalam roh itu bersemayam dua orang, roh lelaki dan perempuan sakti yang EDISI09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER2011 2011 diffaEDISI diffa

Edisi 09 September final.indd 51

C

menguasai jagat Bali, mereka sepasang kekasih yang tidak pernah menikah. “Hai, kenapa kau diam?” tanya Nyoman “Aku tak bisa menilai anak perempuan.” “Dasar tolol kamu Gus Putu. Tidak cantikkah Bunga menurutmu?” “Cantik.” “Lalu....” “Maksud Made?” “Cantik itu kan ada alasannya. Misalnya, rambutnya yang indah, matanya yang bulat, kulitnya yang putih. Atau seluruh yang dimiliki Bunga memikatmu!” “Hus!” Gus Putu berkata sambil mendelik. Pikiran bocah sembilan tahun itu terus berkerut. Ada yang terasa sangat mengganggunya. Dia sangat heran, kenapa orang-orang sering memandang Bunga dengan tatapan yang aneh? Adakah keistimewaannya yang luar biasa? Gus Putu jadi ingat kata-kata yang diucapkan orang tua Made. “Made sini! Sudah Meme katakan berkali-kali, kau jangan bergaul dengan anak pelacur itu! Anak tidak jelas bapaknya! Kau bisa tertular kesialan yang dibawa sejak kelahirannya. Percayalah pada Meme, Made. Kau jangan sering-sering bertemu dengan perempuan kecil itu!” suara ibunya Made masih tertanam di otak Gus Putu. Mungkinkah seorang anak perempuan seperti Bunga bisa menularkan kesialan? Memang orang-orang sering bercerita, ibu Bunga seorang pelacur di kompleks dekat lingkungan rumah mereka. Tak ada seorang pun tahu, di antara puluhan perempuan yang datang dan pergi dari kompleks itu ibu Bunga. Karena petugas sering mengobrak-abrik tempat itu, anehnya besoknya tempat itu berjalan seperti biasa lagi. Konon, kata orang-orang kampung, kompleks itu adalah kompleks pelacuran tertua di Bali. Pemiliknya Made Kocol, lelaki yang tidak jelas umurnya. Dia memang terlihat tua, tapi tubuhnya tetap gagah. Kata orang-orang juga dia sudah menikah sepuluh kali. Istrinya semua mati tua. Anak dan cucunya banyak. Bahkan dia mungkin tidak mengenalnya. Atau mungkin saja tanpa sadar dia menikahi keturunannya sendiri, darahnya sendiri. Konon itulah yang membuatnya tetap

51 51 8/16/11 6:54 PM


muda. Ada yang mengatakan umurnya sudah di atas seratus tahun! Di antara perempuan-perempuan menor yang datang dan pergi itu yang mana ibu Bunga? Bunga pun tidak pernah mau bercerita siapa ibunya. Apakah perempuan tujuh tahun itu tahu? Atau dia memang tidak tahu? Tak ada orang bisa mengorek keterangan dari si gadis kecil yang cantik itu. Dia pendiam, dan terlihat selalu ceria, tak ada beban berat terlihat dari matanya. Mata itu tetap cemerlang. Dia pun tidak peduli kalau ada anakanak perempuan yang iri pada kecantikannya sering mengejeknya. “Untuk apa lahir cantik kalau tidak punya Bapak? Mana hidup di daerah mesum. Otaknya isinya pasti mesum saja....” Bunga tetap tidak peduli, seolah dia kehilangan telinganya. Dan dia bahagia bisa berteman dengan Gus Putu, Made, dan Nyoman. Tiga lelaki yang sering menabuh untuknya. Bunga pun akan menari. Sampai matahari jatuh, dan bunga-bunga kamboja di pura tidak lagi berjatuhan. Gus Putu juga sering dimaki ibunya. Kata ibunya, perempuan kecil itu bisa merusak hidupnya. Gus Putu tidak habis pikir merusak apa? Yang sering membuat Gus Putu gelisah adalah kekaguman Made dan Nyoman yang berlebihan kepada Bunga. “Kelak, kalau aku dewasa, aku yang akan mengawini Bunga.” “Aku yang lebih dulu mengawininya!” Made protes “Aku!” Nyoman mendelik! Hampir saja mereka saling melempar alat-alat tabuh. Gus Putu mendelik. “Kalian masih kecil, SD saja belum tamat!” Gus Putu menatap Bunga. Bunga masih tetap menari di bawah guguran bunga-bunga kamboja. Mereka bertiga terdiam, melihat perempuan kecil itu masih menari, sementara mereka bertengkar. Mata gadis kecil itu terpejam. Ketiga lelaki itu terdiam, melihat gerak gemulai gadis kecil itu. Roh para dewatakah telah turun? Dan menanam taksunya di tubuh perempuan kecil itu? *** Pagi-pagi ibu Gus Putu ribut. Sampai setangkup roti bakar isi sosis tidak bisa ditelan lelaki kecil itu. Tetapi dia berusaha memasukkan keratan roti itu pelan-pelan. Roti itu terasa seperti potongan besi yang turun ke tenggorokannya. “Perempuan sial itu memang lebih baik mati! Anakku terus-terusan bergaul dengannya. Bisa Aji bayangkan kalau mereka terus berdekatan seperti itu.

52 Edisi 09 September final.indd 52

Apa Aji mau punya menantu dengan keturunan tidak jelas!” Ibunya berkata kepada ayahnya yang sibuk mengaduk juice buah. Lelaki itu terdiam. “Kita ini keluarga terhormat! Aji saja punya jabatan bupati. Target kita lima tahun lagi karier Aji makin mulus. Siapa tahu bisa jadi gubernur atau menteri.” Perempuan itu terus bicara. Satu demi satu lumatan roti Gus Putu meluncur dengan kasar. Dia tersedak sampai matanya mengeluarkan air. Bunga mati! Mayatnya ditemukan orang-orang terapung di sungai! Tubuhnya penuh bekas siksaan. Mulutnya disumbal celana dalam miliknya, tangannya patah, karena dipaksa ditekuk ke belakang dan diikat kolor celana pendek lelaki dewasa. Dan yang lebih mengerikan, bagian bawah gadis kecil itu robek, dan terus mengeluarkan darah. Setan dari mana telah merenggut perempuan itu? “Aji tahu, perempuan sial itu diperkosa ramairamai. Vaginanya robek, dan terus mengeluarkan darah. Tubuhnya penuh gigitan. Dia memang terkutuk. EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Makanya mati pun dia tetap terkutuk!” Perempuan itu mengerang penuh dendam. Lelaki kecil itu terus tersedak. Ibu dan ayahnya bingung. Mereka sibuk menelepon dokter, menyuruh sopir dan pembantu mengambil ini-itu. Lelaki kecil itu terus terbatuk, sambil menangis diam-diam. Air matanya terus mengalir. Rasa sedih yang dalam mengupas seluruh tubuhnya. Perempuan kecil yang sering dicurikan sosis, ham sapi, roti, dan buah-buahan yang jumlahnya begitu banyak di rumahnya. Lelaki kecil itu masih ingat dengan jelas ekspresi Bunga ketika menelan sosis dan makanan yang menurutnya teramat mewah. Perempuan kecil itu menggigitnya pelan-pelan, matanya terpejam, dalam hitungan menit ludes tiga tumpuk roti isi sosis dan keju. Lalu dia menyentuh buah-buahan yang dibawa lelaki kecil itu, menciumnya, mengelusnya dengan jemarinya yang kecil. “Harum sekali, pasti rasanya enak. Apa setumpuk buah-buahan ini juga untukku?” tanyanya sambil mencium segerombolan anggur hijau, mengusapnya, dan meletakkan di pipinya. Mata perempuan kecil itu berbinar, lalu dengan cekatan tangannya yang mungil memeluk Gus Putu, dan mencium pipinya. Matanya berkaca-kaca. “Ada buah seindah ini, pasti rasanya nikmat.”

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffaEDISI Edisi 09 September final.indd 53

“Cobalah,” lelaki kecil itu berkata terbata-bata. Tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya disiram air panas, juga menggigil. Rasa apa ini? Musim apa yang berkecamuk di dalam tubuhnya? Perempuan kecil itu tersenyum, dengan ringan menjatuhkan tubuhnya di rumput, lalu mengunyah sebuah anggur hijau. Matanya yang berkaca-kaca berubah penuh kegembiraan. Aneh sekali, Bunga begitu mudah berubah? Baru satu menit menangis sudah senang lagi? Luar biasa makhluk satu ini, apa karena dia berwujud perempuan? Gus Putu muntah! Seluruh makanan yang masuk ke perutnya keluar. Orang-orang panik, dokter belum juga datang. Hyang Jagat! Bunga mati! Dia diperkosa tiga lelaki. Apa isi otak lelaki-lelaki itu? Apakah benar yang memperkosa Bunga makhluk lelaki? Apakah di bumi ini ada lelaki yang jahatnya melebihi setan? Bukankah Gus Putu juga lelaki? Apa yang salah pada tubuh lelaki sehingga tega memperkosa perempuan kecil tujuh tahun? Bagaimana rasanya menikmati tubuh perempuan tujuh tahun? Bahagiakah mereka setelah memakan tubuh kecil itu? Dulu Gus Putu tidak pernah mau mendengarkan berita kriminal di TV. Aneh rasanya melihat potonganpotongan tubuh diumbar. Penjahat ditembak di depan mata. Bahkan ibunya bisa menikmati beragam adegan kekerasan, bau mayat, dan darah di TV sambil menelan semangkuk sop. Sejak kematian Bunga, Gus Putu selalu asyik menonton acara kekerasan itu. Biar bisa dibayangkan seperti apa lagak para setan itu. Kenapa mesti lelaki yang melakukannya? Dia juga mendengar hukuman yang diberikan hanya lima tahun. Gila! Belum lagi ada potongan di penjara, bisa jadi lelaki-lelaki itu hanya meringkuk dua tahun atau tiga tahun. Lalu setelah itu apa Bunga akan kembali datang? TV diganti chanel-nya, perempuan-perempuan berdemo. Gus Putu meringsut, tak ada perempuan yang berdemo untuk membuat keputusan: hukum mati para pemerkosa anak-anak! n

OKA RUSMINI, tinggal di Denpasar, Bali. Menulis puisi, novel, dan cerita pendek. Bukunya yang telah terbit Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Sagra (2001), Kenanga (2003), Patiwangi (2003), Warna Kita (2007), Erdentanz (novel Tarian Bumi edisi bahasa Jerman, (2007) , Pandora (2008) dan Tempurung (2010).

53 8/16/11 6:54 PM


K

KREASI

54 Edisi 09 September final.indd 54

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 55

55 8/16/11 6:54 PM


B

BIOGRAFI

H P L O D U R WILMA Kalahkan Diskriminasi Juara Lari dan

56 Edisi 09 September final.indd 56

EDISI EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011

Ilustrasi: Didi Purnomo

Diperkirakan tak akan mampu berjalan, Wilma Rudolph menjadi pemain basket yang gesit. Arah hidupnya kemudian berubah lebih hebat.

diffa 8/16/11 6:54 PM


Beralih ke Lari Meski sekolah Wilma kalah, wasit dalam pertandingan itu, Ed Temple, pelatih pelari putri dan tim atletik Univesitas Tennessee, melihat sesuatu yang mengesankan pada Wilma. Universitas Tennesse memiliki tim pelari dan atletik yang sedang menonjol yang diberi julukan The Tigerbells. Ed Temple mengundang Wilma mengikuti camp latihan atletik musim panas. Wilma menerima tawaran itu dengan penuh semangat. Dan sehabis musim panas, dia membuktikan diri sebagai pelari cepat yang andal. “Entah mengapa saya lari begitu cepat. Saya hanya berlari,� katanya kepada Ed Temple. Sejak itu, setiap siang Wilma

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 57

mampu lebih dari sekadar juara ketiga jika berjuang lebih keras. Empat tahun kemudian, pada usia 20 tahun, dengan berat 60 kilogram, ia bersama tim berangkat ke Olimpiade Roma. Wilma bersama timnya dari Tennesse, The Tigerbells, berangkat mewakili Amerika. Ia sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat tinggi, nyaris dua meter. Ia sudah dikenal sebagai pelari cepat. Tapi pada saat itu pujaan di dunia atletik adalah Jutta Heine, pelari Jerman.

Gemparkan Stadion

Foto: www.phillysportss.com

D

ARI kekalahan tim basket sekolahnya, Wilma Rudolph belajar satu hal, kepercayaan diri yang berlebihan membuat kurang penghargaan kepada lawan. Ia memiliki semua syarat untuk unggul dalam olahraga, keterampilan, konsentrasi, kemauan berjuang, dan rasa cinta. Namun, itu saja tidak cukup. Ia harus berjuang untuk unggul. Dan ia berjanji pada dirinya, tak akan pernah melakukan kesalahan yang sama.

meninggalkan sekolah untuk berlatih bersama The Tigerbells. Ketika berusia 16 tahun, ia masuk tim pelari putri Amerika Serikat untuk Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia. Ia nyaris mencapai tinggi maksimal, tapi dengan berat badan 44,5 kilogram, ia tampak sangat kurus, seperti orang kurang gizi. Wilma gagal pada pertandingan kualifikasi 100 meter dan 200 meter. Tetapi bersama timnya berhasil meraih medali perunggu estafet 400 meter. Wilma senang. Tetapi ia tahu

Prestasi atletik Amerika tidak terlalu baik dalam Olimpiade Roma 1960. Tidak ada atlet Amerika yang memenangi medali sebelum Wilma turun bertanding. Satu-satunya atlet Amerika yang membuat berita besar di Roma adalah Cassius Clay, petinju muda dari Louisville, Kentucky. Petinju berusia 19 tahun itu memukul jatuh satu per satu lawannya dalam perjalanan meraih medali emas. Ia akhirnya menjadi salah satu petinju paling terkenal di dunia, Mohammad Ali. Sehari sebelum pertandingan, musibah menimpa. Ketika latihan lari untuk 100 meter, Wilma terperosok dan pergelangan kakinya terkilir. Seluruh anggota tim sangat cemas. Pergelangan kaki Wilma membengkak dan berubah warna. Untuk seorang gadis bekas penderita polio, hal itu berbahaya. Wilma membalut kakinya dan mencoba kekuatan kakinya beberapa kali. Seperti telah ia pelajari dalam hidup dan selalu ingat, “kemenangan tak akan didapatkan tanpa perjuangan�. Ketika pemain lain sedang melakukan pemanasan, Wilma justru menghilang. Pelatihanya khawatir. Ketika dicari, ternyata Wilma sedang berbaring di meja pelatih. Ia tertidur ketika dipijat. Ternyata tidur itu kebiasaannya untuk memulihkan tenaga. Dan, terjadilah drama itu. Ketika pistol aba-aba ditembakkan,

57 8/16/11 6:54 PM


58 Edisi 09 September final.indd 58

sehingga tongkat estafetnya hampir terjatuh. Jika tongkat itu terjatuh, tim Amerika Serikat akan didiskualifikasi. Karena kelengahan itu, Jutta Heine melewati Wilma. Penonton menarik nafas tegang. Tapi kemudian mereka melongo melihat Wilma memompa lengan, terbang dengan kecepatan membutakan.

Dalam 70 meter, ia sudah mengambil alih kepemimpinan, dan beberapa detik kemudian, ia melintasi garis akhir sedikit di depan Jutta Heine. Stadion riuh gempita, sehingga butuh waktu agak lama untuk menenangkan, ketika penyerahan medali dan menyanyikan lagu kebangsaan Amerika. Tak bisa disangkal, saat itu Wilma perempuan tercepat di muka bumi. Perempuan Amerika Serikat pertama yang memenangi tiga medali emas Olimpiade.

Kalahkan Rasisme Wilma telah mengalahkan polio, kemiskinan, dan kehidupdan rasisme untuk menjadi atlet perempuan terbesar di zamannya dan kemudian menjadi salah seorang yang paling

Foto:gardenofpraise.com//ibdwilma.htm

seperti kebiasaannya, Wilma memompa lengan dengan sangat keras, seperti tumpuan awal untuk “meledak”. Start cepat dengan energi besar. Berikutnya adalah ayunan langkahnya yang panjang, anggun, dan rileks, tapi seperti menyimpan energi sangat besar. Tungkai kakinya yang panjang, ramping, dan kukuh mengingatkan penonton pada seekor kijang. Anggun dan cepat. Dalam hitungan kurang dari satu detik, Wilma sudah dilewati Jutta Heine dan Dorothy Hyman, pelari Inggris. Wilma tidak pernah menoleh. Tahu-tahu ia menyentuh garis finis 11 detik kemudian. Belum pernah ada orang yang melihat seorang perempuan berlari begitu cepat dan anggun. Wilma juara lari 100 meter. Dorothy meraih perak dan Jutta hanya mendapat perunggu. Dalam pertandingan 200 meter, orang kembali dibuat takjub oleh langkah panjang Wilma yang berayun anggun. Seperti tidak menggunakan tenaga besar, tapi meluncur lebih cepat. Ia kembali menciptakan rekor, 23.2 detik, jauh di depan para pesaingnya. Pada pertandingan estafet 400 meter, stadion penuh melebihi kapasitas. Semua orang ingin menyaksikan Wilma Rudolph, sang pembuat kejutan dan berita. Ketika para pelari mulai menempati posisi, orang-orang mulai berteriak, “Wilma, Wilma, Wilma…!” Wilma berperan sebagai pelari kunci atau keempat. Temantemannya dari tim The Tigerbells mengawali lomba dengan baik. Tapi, ketika mau mengambil tongkat dari pelari ketiga, Lucinda Williams, Wilma hampir membuat kesalahan. Ia kurang konsentrasi,

dicintai di dunia. Ia tidak pernah bertanding lagi di Olimpiade lain, tapi menorehkan prestasi lain yang jauh lebih bermakna. Wali Kota Clarksville ingin menyelanggarakan parade untuk menyambut kedatangan Wilma. Anehnya, sebagaimana kebiasaan para penganut rasisme, acara itu hanya terbatas untuk orang kulit putih. Wilma menolak berpartisipasi dalam parade itu. Akhirnya Wali Kota menyerah, membolehkan semua orang di Clarksville menghadiri parade itu. Begitu pula pada perjamuan makan penghargaan pada malamnya. Wilma bersikeras agar warga kulit hitam dibolehkan menghadiri jamuan itu. Kedua kejadian itu menjadi peristiwa publik pertama dalam sejarah kota Clarksville, yakni tidak diberlakukan lagi pemisahan warna kulit. Wilma mengubah sikap rasis pemerintah Clarksville. Dan ia tampak lebih bangga dengan prestasi itu daripada tiga medali emas Olimpiade. Beberapa hari kemudian Wilma berada dalam mobil mewah terbuka dan diarak mengelilingi wilayah pemukiman kulit hitam, bersama Cassius Clay alias Mohammad Ali yang agak kasar dan arogan. Petinju muda perkasa itu berulang-ulang berteriak kepada kerumunan orang, “Saya yang terbesar! Saya yang terbesar!” Wilma yang cantik, anggun, dan rendah hati hanya tersenyum lebar. Tiba-tiba “Si Mulut Besar” menoleh ke Wilma dan seperti malu dan tersadar kemudian berteriak, “Ini Wilma Rudolph! Dia yang terbesar!” n Nestor – dari berbagai sumber

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


B

BISIKAN ANGIN

Yoseph Adi Prasetyo

W

AKIL Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Yoseph Adi Presetyo, bertemu diffa dalam acara penghargaan jurnalistik Mochtar Lubis Award 2011 di Hotel Santika,

Jakarta, 11 Agustus 2011. Yoseph yang sebelum menjadi komisioner Komnas HAM dikenal sebagai aktivis sekaligus wartawan ini mengakui hak-hak penyandang disabilitas masih sangat kurang diperhatikan pemerintah, sehingga penyandang disabilitas pun termarjinalkan keberadaannya di masyarakat. “Kawan-kawan penyandang disabilitas bahkan kerap menjadi korban diskriminasi dalam banyak hal,” tegasnya. Menurut Yoseph, Komnas HAM sudah mengambil satu langkah maju dengan salah seorang komisioner yang penyandang disabilitas, yaitu

Wimar Witoelar

D

alam acara peluncuran buku terbarunya, Still More About Nothing, di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan awal Agustus lalu, Wimar Witoelar, mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid, menyambut kedatangan diffa dengan antusias dan ceria, seperti biasanya. “Wah, saya juga sekarang penyandang disabilitas, lho. Sudah pakai kursi roda, nih,” ujarnya serius. Merasa mendapat dukungan semangat, diffa langsung menyambar, “Kalau begitu Pak Wimar nulis kolom buat diffa, ya. Ada rubrik yang namanya sama dengan acara Anda di televisi, rubrik Persepsi.” Wimar rupanya memang terkesan dengan konsep majalah diffa. Ia pun menyambut

EDISI 09-SEPTEMBER 09-SEPTEMBER 2011 2011 diffa EDISI

Edisi 09 September final.indd 59

tawaran itu meski dengan catatan. “Saya tidak sanggup kalau menulis kolom tetap, soalnya saya moody banget kalau menulis sekarang ini. Tapi kalau sesekali, dengan senang hati saya akan menulis untuk diffa,” ujarnya.

Syaharuddin Daming. “Dengan adanya Pak Daming, perhatian Komnas HAM pada hak-hak para penyandang disabilitas menjadi lebih besar saat ini.” Ya, kehadiran seorang penyandang disabilitas di sebuah lembaga negara yang independen seperti Komnas HAM, jelas merupakan wujud nyata untuk melangkah maju memperbaiki nasib para penyandang disabilitas di Indonesia. Dan Komnas HAM telah memelopori langkah penting itu. Semoga akan lebih banyak lagi lembaga negara lain yang mengikuti langkah ini. n (frg)

Diffa yang selama ini mengenal Wimar sebagai sosok penulis yang sangat kuat dan unik, tentu menyambut gembira kesediaan Wimar untuk menulis kolom. Sebagai pakar komunikasi, Wimar memang selalu memiliki dan memberikan perspektif segar dalam esai-esainya. Ia mampu melihat suatu persoalan dari sudut pandang yang berbeda, dan itulah yang akan kita dapatkan jika membaca buku barunya, Still More About Nothing. n (frg)

59 8/16/11 6:54 PM


R

RAGAM

Indonesia Membaca Sastra Yuk!

I

ndonesia adalah negeri yang kaya dengan khasanah kesusastraan. Banyak hal dapat kita pelajari dengan membaca karya sastra. Sejarah kebangsaan, bahkan sejarah dunia, makna dan kearifan kehidupan, idiologi, dan banyak sisi kemanusiaan. Namun, tak semua orang memiliki akses ke karya sastra. Sebabnya beragam. Tak punya cukup waktu, tak tahan membaca buku tebal, atau bagi tunanetra, tak tersedia dalam format yang dapat dibaca secara mandiri. Penulis Ayu Utami, Indah Ariani, dan Olin Monteiro kemudian melahirkan Gerakan Indonesia

60 Edisi 09 September final.indd 60

Membaca Sastra atau GIMS. Ide gerakan ini mengumpulkan relawan membacakan karya-karya sastra dan kafe sebagai tempat membaca. Kafe dipilih karena tempat berkumpul kalangan menengah, yang sebagian menggemari karya sastra, namun tak punya cukup waktu membaca buku. Pembacaan direkam dalam kualitas yang baik. Output gerakan ini adalah buku-buku kesusastraan dalam bentuk audio. Buku sastra versi audio ini akan dijual dan hasilnya disumbangkan kepada Yayasan Mitra Netra yang berkomitmen menyediakan bukubuku untuk tunanetra. Ditargetkan

dalam setahun menghasilkan 12 judul buku. Kegiatan ini didukung Dewan Kesenian Jakarta dan Komunitas Salihara. Keduanya bertindak sebagai kurator buku sastra sekaligus penjamin agar penjualan buku audio dilakukan secara transparan. Karya sastra yang dipilih adalah sastra “modern-klasik� era 1920-an yang mengandung nilainilai kebangsaan. Gerakan Indonesia Membaca Sastra diluncurkan pada 6 Agustus di Kafe Kopi Tiam Oey di Jalan Sabang, Jakarta. Relawan pembaca saat itu adalah Damian, Indah Ariani, Bondan Winarno, Rosiana Silalahi, Olga Lidya, dan Irma n Hutabarat. Aria Indrawati

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Mendorong Penerbangan Lebih Ramah

P

ada 1 Agustus 2011 di kantor Kementerian Perhubungan ditandatangani dua kerja sama dengan satu tujuan, mendorong layanan penerbangan dan transportasi publik agar lebih ramah kepada penyandang disabilitas. Nota kesepahaman pertama diteken Ketua III Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu Sylvie Agung Laksono dan Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Moh. Ihsan Tatang, tentang pentingnya layanan transportasi publik yang ramah untuk orang berkebutuhan khusus. Kerja sama kedua digalang Mitra Netra dengan Sriwijaya Air tentang penyediaan buku pedoman prosedur keselamatan penerbangan dalam huruf Braille serta pelatihan prosedur penanganan penumpang tunanetra. Acara ini digagas Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu, khususnya Pilar Indonesia Peduli

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 61

yang dikoordinatori Annie Numberi, istri Menteri Perhubungan Freddy Numberi. Salah satu kegiatan solidaritas istri menteri ini adalah “Mobil Pintar”, yaitu layanan perpustakaan keliling untuk anakanak keluarga tak mampu. Mitra Netralah yang menyentuhkan persoalan disabilitas kepada para istri menteri dan wakil menteri. Salah satu isu penting yang diperkenalkan adalah ketidakramahan layanan transportasi publik kepada penyandang disabilitas. Bentuk perlakuan salah yang dilakukan staf perusahaan penerbangan, baik staf darat maupun awak kabin, adalah penyandang disabilitas dianggap orang sakit dan harus menandatangani surat pernyataan. Solidaritas istri menteri lalu meminta Sriwijaya Air menjadi model bagaimana perusahaan penerbangan seharusnya melayani penumpang berkebutuhan khusus.

“Orang-orang berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan khusus saat bepergian agar mereka dapat menjalani kehidupan yang berkualitas,” kata Ani Numberi. Agar langkah ini berdampak ke perbaikan kebijakan dan mendapatkan perhatian serius dari kementerian terkait, digandenglah Kementerian Perhubungan. Upaya advokasi memang harus dilakukan dengan kreatif dan di segala lini. Selama ini upaya menyalurkan aspirasi ke pembuat kebijakan banyak dilakukan agar layanan transportasi publik lebih ramah kepada penyandang disabilitas, namun hasilnya belum dirasakan. Kali ini pendekatan dilakukan kepada istri pembuat kebijakan. “Dengan ibu-ibu ini, kita berbicara dengan hati,” kata Direktur Mitra Netra Bambang Basuki. n Aria Indrawati

61 8/16/11 6:54 PM


I

INKLUSIF

SD JUARA Semarang

Sekolah Inklusi G

B

ANGUNAN sekolah di Jalan Singa Utara 67 Semarang itu sepintas tak ada yang luar biasa. Namun, ada sesuatu yang seketika terasa unik di sana. Di tembok depan bangunan itu ada spanduk “Selamat Datang di SD JUARA, Sekolahnya Manusia”. Bukankah sekolah lazimnya memang buat manusia? Sabar. Kita baru akan memahami makna tulisan itu setelah mengetahui kisah SD Juara dan apa yang sedang dilakukan di sana.

Inklusi Gratis dan Berkualitas SD Juara adalah sekolah inklusi gratis yang dikhususkan bagi masyarakat miskin. Seluruhnya benar-benar gratis, dari proses masuk, buku-buku, alat tulis, perlengkapan sekolah, seragam, bahkan makan siang juga disediakan secara gratis. Kepala Sekolah SD Juara, Joko Kristiyanto, mengatakan sekolah yang dikelolanya baru beroperasi sejak Juni 2010. Meski baru setahun, sekolah ini telah mengasuh 87 siswa dari kelas I hingga kelas IV. Dari 87 siswa itu delapan di antaranya anak berkebutuhan khusus, dari penyandang down syndrome, autisme, disleksia, hingga yang sifatnya fisik atau non-inteligensia. Untuk melayani 87 siswa yang terbagi dalam empat kelas itu, SD Juara mempekerjakan sembilan guru. Sekolah ini juga mendirikan Learning Supporting Unit (LSU), untuk membantu mengamati bakat, minat, dan kemampuan setiap murid. LSU ini ditangani Yusifia Kurnia Putri, sarjana psikologi lulusan UGM. SD Juara berada di bawah Yayasan Rumah Juara Indonesia. Yayasan Rumah Juara Indonesia merupakan salah satu yayasan yang didirikan Rumah Zakat Indonesia, lembaga yang mengelola dana zakat, infak, dan sedekah dari masyarakat ataupun dana Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Kurnia Arifianto, Branch Manager Rumah Zakat Indonesia Semarang, didirikannya Sekolah Juara dimaksudkan untuk memecah ketiadaan sekolah inklusif berkualitas yang diperuntukkan masyarakat miskin. Biasanya sekolah berkualitas, apalagi sekolah inklusif, adalah sekolah mahal, sebab kebutuhan infrastrukturnya memang besar. “Kita tahu, anak-anak yang berkebutuhan khusus sering kali berasal dari keluarga miskin. Bisa jadi akibat gizi yang kurang, lingkungan yang tak sehat, dan seterusnya. Yang seperti itu nanti akan tercetak menjadi generasi pengemis jika tak ditangani secara benar. Yayasan Rumah Juara hanya salah satu penopang dari solusi holistik yang kami tawarkan,” ujar Arif.

62 Edisi 09 September final.indd 62

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


si Gratis Memerdekakan Anak Didik Sekolah Juara menerapkan metode kesetaraan terhadap siswa yang normal dan anak berkebutuhan khusus. Pemberian materi pelajaran semua sama, dengan tujuan mendorong anak-anak berkebutuhan khusus terpacu dan mampu menyejajarkan diri dengan anak normal. “Yang kami bedakan adalah dalam proses evaluasi belajar. Kami membuat standar berbeda,” jelas Joko. Sebagai sekolah inklusif, SD Juara mengembangkan konsep multiple intelligences. “Guru harus bisa berperan sebagai guru, pendamping, maupun terapis bagi siswa yang berkebutuhan khusus,” kata Joko. Hal itu terlihat di kelas. Di ruang kelas I, ketika Mahfudothul Ulma mengajar menulis, murid-muridnya tampak bersikap sesukanya. Ada yang duduk dengan tertib, tapi ada pula yang sambil tiduran, atau bahkan membelakangi guru.

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 63

63 8/16/11 6:54 PM


Pemandangan sama terlihat di ruang kelas III. Saat Muhammad Zainuddin mengajar, Naufal Ruby malah asyik bermain-main. Tapi, saat Zainuddin mengajukan pertanyaan, Ruby selalu menjawab dengan tepat tanpa mau mengacungkan jari. Ruby anak yang memiliki kecenderungan autis. “Itu salah satu teknis mengajar guru. Kami menyadari tiap anak spesial dan berbeda. Ada yang maunya belajar sambil tiduran, ada yang sambil ngemil, atau sambil mendengar musik, dan seterusnya. Kami harus mampu mengakomodasi kebutuhan anak-anak itu,� ujar Joko. Dengan metode guru sebagai katalisator, akan membiasakan para siswa menyelesaikan masalah mereka sendiri. Jika ada kesulitan, baru guru turun tangan. Metodologi pembelajaran inklusif dan guru sebagai katalisator ini, menurut Joko, rohnya ada pada para guru. Di SD Juara setiap guru berkewajiban menyusun Lesson Plan (LP) atau Rencana Program Pembelajaran (RPP). Dalam LP ini setiap hari guru membuat evaluasi berupa semacam catatan kaki terhadap capaian yang berhasil dilalui tiap-tiap siswa. “Dengan model seperti itu, pendekatan yang dilakukan menjadi sangat personal terhadap masing-masing individu. Pekerjaan guru bukan sekadar mengajar, tapi juga melakukan riset terhadap anak didiknya. Dalam kurun

64 Edisi 09 September final.indd 64

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Sekolah Inklusi Gratis

waktu tertentu, bisa dilihat rekam jejak capaian masing-masing anak. Ini bermanfaat untuk menentukan model pembelajaran yang tepat bagi masing-masing anak, baik anak normal maupun yang berkebutuhan khusus,� kata Joko.

Pendekatan Alam Selain konsep seperti itu, Sekolah Juara juga memanfaatkan pendekatan sekolah alam. Siswa tidak harus melulu duduk di dalam kelas. Sering guru menawarkan kepada murid hendak belajar di mana. Jika mayoritas menghendaki belajar di luar kelas, sang guru siap menuruti. Boleh dikatakan di sekolah ini segala macam pendekatan pendidikan formal dirombak habis. Contohnya dalam hal berpakaian. Sekolah memang menyediakan seragam gratis dan membuat aturan pemakaiannya. Namun jika anak tidak mengenakan seragam itu dan mampu menjelaskan alasannya secara rasional, sekolah bisa menerima. “Yang utama harus diciptakan adalah kenyamanan belajar. Jika anak nyaman dalam belajar, tentu mudah menerima materi. Janganlah terlalu direpotkan hal-hal remeh temeh seperti seragam, sepatu, dan lain-lain. Tapi kami tetap mengajari anak-anak cara berpakaian yang rapi dan gaya hidup bersih,� kata Joko. Pola pembelajaran tematik komprehensif ini mengharuskan guru untuk terus belajar. Anak-anak tipe peneliti misalnya, akan terus bertanya sampai mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sementara anak yang terbiasa dengan model belajar formal juga lebih gembira karena materi disampaikan dengan aneka model permainan dan mempelajari alam, sehingga tidak jenuh. Saat ini SD Juara tengah mengupayakan melakukan MIR (Multiple Intelliegence Research) guna memastikan minat, bakat, dan potensi anak. Dengan MIR arah pembelajaran tiap anak akan lebih jelas. Misalnya seorang anak memiliki kemampuan bagus dalam bidang bahasa dan sastra, tapi kurang dalam kemampuan matematika, akan lebih optimal jika difokuskan dalam bidang pembelajaran bahasa. “Dengan MIR itu, pendekatan pembelajaran sudah benar-benar personal. Sedangkan kemampuan sosialnya akan didapat melalui lingkungan sekolahnya,� jelas Joko.

Libatkan Orang Tua Konsep lain yang diterapkan di SD Juara adalah menyelaraskan pembelajaran di sekolah dengan di rumah. Umumnya orang tua murid memasrahkan 100 persen proses pembelajaran kepada pihak sekolah. Terlebih nyaris semua orang tua murid di SD Juara memiliki masalah ekonomi.

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 65

65 8/16/11 6:54 PM


Sekolah Inklusi Gratis

Mereka sehari-hari sibuk mencari nafkah. Untuk mendekatkan jurang tersebut, sekolah ini rutin mengadakan parenting school yang berfungsi sebagai media menyamakan persepsi antara wali murid dan pihak sekolah dalam menentukan arah dan metode pembelajaran. “Meski susah di awal, karena ratarata wali murid sibuk mempertahankan hidup, alhamdulillah saat ini sudah bisa berjalan lebih baik,” kata Joko. Contohnya Sulam, 52 tahun, orang tua anak berkebutuhan khusus Karolina, 15 tahun. Sehari-hari Sulam berprofesi sebagai pedagang gambar keliling. Tadinya ia memilih berdagang daripada harus mengikuti parenting school. Tapi akhir-akhir ini ia juga ikut bersama istrinya “Kalau ada pertemuan, saya bekerja giat sehari sebelumnya,” katanya. Sulam merasa senang, karena dalam pertemuan itu pihak sekolah menyediakan makan siang. Parenting school ini juga masih dilengkapi home visit, untuk memonitor pola pembelajaran dan pendidikan anak selama di rumah. Dari parenting school dan kunjungan ini, Joko berharap orang tua dari kalangan miskin juga memiliki visi dan pola pemikiran yang sama dalam hal pendidikan. “Semuanya gratis. Tak ada biaya sama sekali, dengan alasan apapun,” kata Joko.

Memanusiakan Manusia SD Juara membutuhkan biaya operasional Rp 17 juta hingga Rp 20 juta per bulan. Kebutuhan tersebut dipenuhi Rumah Zakat Indonesia. “Rumah Zakat ingin membuktikan bahwa kita memiliki potensi besar dan harapan untuk perbaikan. Dengan pengelolaan profesional, insya-Allah, masyarakat akan menerima manfaatnya,” kata Kurnia Arifianto. Joko membenarkan ucapan Arif. “Meski sekolah inklusif ini benarbenar gratis, tetap dikelola secara sungguh-sungguh sebagai percontohan pengelolaan sekolah gratis berkualitas,” ujarnya. Jadi, spanduk di depan SD Juara benar adanya: Sekolahnya Manusia. Sekolah ini memang berusaha memanusiakan anak didik. n Andhika PD

66 Edisi 09 September final.indd 66

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


PINDAI

P

Biru Mandiri Perajin Kaki Palsu dari Paralon

D

per satu, karena setiap konsumen membutuhkan kaki palsu yang berbeda. “Kebutuhan setiap orang kan berbeda-beda. Beda orang, ya beda juga kakinya,” kata Mamat Rohmat, pemimpin Bengkel Kaki Palsu Biru Mandiri.

Inspirasi dari Pengalaman

Bengkel Kaki Palsu Biru Mandiri baru berusia setahun, tapi tidak pernah sepi pesanan. Awalnya Mamat, yang menyandang tunadaksa kerena polio ketika

usia tujuh tahun, terinspirasi dari pengalaman ketika sering mengantarkan pasien yang memesan kaki palsu dari berbagai daerah ke Yayasan Peduli Tunadaksa di Jakarta. Selama dua tahun mengantar pasien membuat Mamat mengerti keluhan para penyandang tunadaksa soal kenyamanan alat kaki palsu. Alat bantu berjalan itu sebagian besar berbahan dasar aluminium. Walaupun kokoh dan ringan, bahan aluminium cepat

Foto-foto: Bambang Prasetio

ENGUNG mesin bor serta gesekan gergaji terdengar riuh dari kamar kontrakan seluas 3 x 4 meter di Jalan Cibiru, Kecamatan Cibiru, Bandung. Suara riuh itu berasal dari bengkel yang sedang membuat kaki palsu dari bahan pipa plastik paralon. Di kamar kontrakan sempit itu Mamat Rohmat dan enam temannya bekerja sama mengerjakan satu per satu pesanan kaki palsu. Pembuatan satu

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 67

67 8/16/11 6:54 PM


terpengaruh suhu lingkungan. Bila cuaca panas aluminium menyerap panas dan membuat kulit berkeringat sehingga menimbulkan rasa gatal. Begitu juga jika suhu berubah menjadi dingin. Selain itu, bahan keras seperti aluminium sering kurang nyaman untuk kulit dan kurang fleksibel untuk bergerak. Suatu hari Mamat bertemu seorang pasien dari Majalaya, Jawa Barat, yang mengenakan kaki palsu dari bahan pipa paralon plastik. Pasien tersebut datang untuk memesan kaki palsu di Yayasan Peduli Tunadaksa, karena kaki palsunya hanya untuk sementara dan dibuat asal-asalan. Hal tersebut justru melahirkan ide bagi Mamat. Menurut pemikirannya, pipa paralon plastik pasti lebih ringan dan lentur dibandingkan aluminium. “Harga bahan dasarnya lebih murah,” kata Mamat. Ide tersebut terus menempel dalam kepala Mamat meski sibuk secara rutin mengantarkan pasien penyandang tunadaksa. Akhirnya ia menghubungi temannya, Dadan Hernawan, dan menyampaikan ide tersebut. Dadan antusias menyambut ide itu dan langsung membantu Mamat membuat satu kaki palsu dari pipa plastik. Mereka mengerjakan kaki palsu itu selama dua minggu. Setelah dilakukan uji coba sendiri selama sebulan, sambil memperbaiki kekurangan dan menambahkan fungsi, kaki palsu itu dirasakan sempurna. Barulah mereka berani memasarkan. Mamat meminta bantuan rekannya yang menjadi Ketua Penyandang Cacat di Garut, Jawa Barat, untuk memasarkan kaki palsu buatan mereka. Usaha itu pun diberi nama Bengkel Kaki Palsu Biru Mandiri.

68 Edisi 09 September final.indd 68

Lebih Murah Kualitas kaki palsu buatan Biru Mandiri ternyata cepat mendapat pengakuan dari para penyandang tunadaksa. Baru tiga bulan, Bengkel Kaki Palsu Biru Mandiri bisa menarik lima rekan tunadaksa lainnya untuk bergabung bersama Mamat dan Dadan. Pesanan pun kian berdatangan dari dalam dan luar Jawa. Karena beragam permintaan, bengkel ini pun tak lagi hanya membuat kaki palsu, tapi juga tangan palsu. Banjir pesanan ini salah satunya karena faktor harga. Sebagai perbandingan, kaki palsu dari bahan aluminium di RS Hasan Sadikin Bandung seharga Rp 15 juta hingga Rp 20 juta. Harga Rp 15 juta untuk kaki palsu di bawah lutut, sedangkan Rp 20 juta untuk di atas lutut. Di Bengkel Kaki Palsu Biru Mandiri, kaki palsu bisa dibeli hanya dengan Rp 600 ribu untuk lumpuh di bawah lutut dan Rp 1,2 juta untuk di atas lutut. Biaya murah itu karena bahan

dari pipa plastik memang murah. Selain itu, Mamat dan temantemannya didasari semangat membantu sesama penyandang disabilitas tunadaksa. Bagi mereka, senyum kegembiraan dan kepuasan rekan pemesan kaki palsu karena bisa beraktivitas lagi di atas segalanya. “Kami kan niatnya membantu, jadi buat apa laba banyak-banyak? Asal cukup untuk biaya produksi, kami bertujuh bisa makan, sudah cukup,” ujar Mamat. Itu bukan sekadar omongan. Tidak tanggung-tanggung, terkadang mereka membuatkan kaki dan tangan palsu gratis untuk sesama penyandang tunadaksa kurang mampu. “Kami pernah menerima 15 pesanan kaki palsu. Lima di antaranya kami gratiskan karena ada laba dari pembayaran 10 kaki lainnya,” kata Dadan yang kehilangan sebelah kaki karena kecelakaan sepeda motor pada tahun 1997.

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Lentur dan Nyaman Selain lebih ringan dan murah, kaki palsu buatan Biru Mandiri memiliki kelebihan lain. Struktur kaki palsu dari aluminium umumnya kaku. Kaki palsu dari pipa paralon buatan Biru Mandiri lebih lentur karena bisa ditekuk di bagian-bagian tertentu, seperti lutut, pergelangan kaki, bahkan jari. Pengguna tidak perlu melepaskan kaki palsu bila ke kamar mandi, duduk lesehan, ataupun shalat. Bahkan, menurut Dadan, kaki palsu ini cukup aman dipakai mengayuh sepeda. Salah satu pengalaman menyenangkan sekaligus mengharukan ketika mereka membuat dan mengantarkan pesanan kaki palsu untuk seorang kakek berusia 78 tahun dari Garut. Ketika mencoba kaki palsunya, kakek itu begitu gembira, tak berhenti tersenyum sambil melangkah ke sana-kemari. Betapa tidak? Rumah sakit memvonis kakek itu tidak akan mampu menggunakan kaki palsu karena otot-ototnya dianggap sudah

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 69

terlalu lemah untuk menopang beban kaki palsu. Tapi, berkat Biru Mandiri dia bisa berjalan lagi. Pengalaman berkesan lain, ketika seorang warga negara Jerman datang ke Biru Mandiri untuk memesan kaki palsu. Saat datang Wincruf menggunakan kaki palsu buatan Jerman seharga Rp 30 juta. Tapi setelah mencoba kaki palsu buatan Mamat, Wincruf meninggalkan kaki palsu miliknya di bengkel Mamat dan pulang ke negaranya dengan menggunakan kaki palsu dari pipa plastik seharga Rp 1,2 juta. ”Dia tinggalin di sini, padahal harganya 30 juta rupiah. Dia malah pilih pakai kaki palsu dari pipa paralon,” ujar Mamat sambil menunjukkan kaki palsu peninggalan Wincruf. Kelebihan ini, menurut Mamat, karena enam temannya yang bekerja membuat kaki palsu juga penyandang tunadaksa. Mereka lebih mengerti kebutuhan dan kenyamanan pemesan. “Ketika membuat kaki palsu, mereka tahu apa yang dibutuhkan untuk membuat pengguna merasa nyaman.”

Utamakan Kemanusiaan

Kelebihan-kelebihan tersebut membuat kaki palsu buatan Biru Mandiri cepat populer dan kebanjiran pesanan. Sebagai contoh, mereka dipercayai perusahaan asuransi Adira dan organisasi kemanusiaan Kings Club untuk mendukung acara sosial mereka. Mereka memesan kaki palsu dari Biru Mandiri lalu dibagikan secara gratis untuk para penyandang tunadaksa yang tidak mampu. Kings Club memesan 250 kaki palsu dan Adira memesan 150 buah. Pesanan partai besar itu membuat Biru Mandiri bisa lebih mudah memenuhi pesanan lain.

Awalnya untuk memenuhi pesanan kaki palsu kadang mereka harus meminjam bahan baku berupa pipa paralon dari toko material di depan bengkel. Mereka baru membayarnya setelah mendapat uang dari pemesan. Kini mereka tidak perlu mengutang lagi. ”Alhamdulilah, kami sudah ada sedikit modal,” ujar Mamat. Meski begitu, Mamat dan teman-teman tidak lupa tujuan awal berdirinya usaha ini adalah memberikan harapan berjalan kembali kepada para penyandang tunadaksa. Membantu penyandang tunadaksa mendapatkan kaki palsu yang layak dengan biaya terjangkau. Yang terindah bagi mereka adalah melihat senyum pemesan saat mencoba kaki atau tangan baru. Namun niat baik itu tidak selalu berjalan mulus. Belum lama ini Biru Mandiri bekerja sama dengan seseorang yang bersedia membantu memasarkan kaki palsu. Ternyata orang itu mengambil keuntungan pribadi dengan cara menaikkan harga. Mamat menolak. “Kasihan orang yang pesan. Sudah saja, mending langsung pesan ke sini,” ujarnya. Prestasi dalam kerja membantu para penyandang tunadaksa bisa kembali menjalankan fungsi sosialnya ini membuat Bengkel Kaki Palsu Biru Mandiri masuk nominasi 15 besar penerima Jabar Inovation Award. Pemenang kompetisi prestasi ini akan mendapatkan hadiah bantuan modal Rp 55 juta dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Mudah-mudahan mereka menang. Namun, tanpa menang pun, mereka sudah memenangkan kemanusiaan. n Bambang Prasethyo

69 8/16/11 6:54 PM


P

PELANGI

Adakah Alokasi Zakat dan Infak Memberdayakan Penyandang Disabilitas?

70 Edisi 09 September final.indd 70

Ilustrasi: Didi Purnomo

B

ulan Ramadhan baru saja berlalu. Bulan suci bagi pemeluk agama Islam. Bulan di saat umat Islam yang mampu diwajibkan berpuasa dan dianjurkan memperbanyak amal, baik amal kebaikan untuk mempererat relasi dengan Sang Maha Penyayang, maupun amal kebaikan untuk lingkungan sosialnya, sesama manusia. Di bulan Ramadhan, momentum ini pun dimanfaatkan lembaga-lembaga yang menyatakan diri sebagai pengumpul zakat, infak, dan sedekah. Mereka berlomba menyebarkan flyer dan brosur, baik versi cetak maupun versi digital, berisi petunjuk, ajakan, dan imbauan untuk membayar zakat dan menyalurkannya melalui lembaga mereka. Kepada siapa zakat itu disalurkan? Jawabnya, “kaum fakir dan miskin, serta anak-anak yatim yang tidak mampu”. Apakah hanya mereka yang membutuhkan? Ada contoh unik, yang terjadi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Keunikan mulai terjadi saat universitas itu dipimpin Prof. Dr. Amin Abdullah beberapa tahun lalu. Prof. Amin, adalah “pejuang inklusif”, ideologi yang mengajarkan agar kita menghargai dan mengakomodasi perbedaan. Sebagai lazimnya perguruan tinggi, UIN Sunan Kalijaga juga memberikan beasiswa atau bantuan dana pendidikan kepada mahasiswa yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dan, salah satu kelompok mahasiswa yang dapat memperoleh bantuan dana

pendidikan di universitas ini adalah “mahasiswa yang menyandang disabilitas”. Dasar pemikirannya, sebagai mahasiswa, penyandang disabilitas membutuhkan dana lebih besar dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk untuk studi. Untuk ke kampus misalnya, karena angkutan publik belum ramah kepada mereka, mahasiswa yang memiliki hambatan mobilitas akan lebih aman menggunakan transportasi pribadi. Untuk mengakses referensi secara mandiri, mahasiswa tunanetra harus memiliki alat-alat bantu teknologi, dan sebagainya. Di sinilah masyarakat atau sistem sosial harus berperan memikul biaya lebih tersebut. Dan, biaya itu seharusnya dapat diambilkan dari dana “zakat, infak, dan sedekah” yang dihimpun dari masyarakat pemeluk Islam. Jika tidak, salah satu dampaknya adalah pendidikan anak dengan disabilitas sering kali tidak atau

belum dijadikan prioritas dalam keluarga, terutama keluarga dengan kemampuan keuangan terbatas. Diperkirakan 80 persen penduduk Indonesia pemeluk Islam. Jika saat ini penduduk Indonesia 240 juta jiwa, berarti hampir 200 juta orang beragama Islam. Jika, misalnya 50 persen dari penduduk pemeluk Islam adalah pembayar zakat, infak, dan sedekah, dan sebagian di antaranya disalurkan untuk membantu pemberdayaan penyandang disabilitas, di bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi misalnya, tidakkah ini luar biasa? Para penyandang disabilitas akan lebih berdaya – berpendidikan dan memiliki pekerjaan yang baik – akan menjalani kehidupan lebih berkualitas, dapat berpartisipasi penuh dalam kegiatan di masyarakat sesuai minat dan kemampuan mereka, termasuk menjadi pembayar pajak dan pembayar zakat, infak, serta sedekah. Jadi, apa yang masyarakat berikan kepada penyandang disabilitas akan kembali lagi kepada masyarakat. Memang tak semua penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan mandiri sepenuhnya. Mereka yang mengalami disabilitas di bidang intelektual atau disabilitas ganda/multidisabilitas, akan membutuhkan bantuan dari orang lain sepanjang hidup. Untuk kelompok ini, dana pemberdayaan disalurkan kepada keluarga mereka sehingga mampu menopang anggota keluarga yang menyandang disabilitas ganda atau multidisabilitas. n Aria Indrawati EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Kepada Seluruh Penyandang Disabilitas Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen mengucapkan:

Mohon Maap untuk segala kesalahan yang di sengaja maupun tidak

Selamat Idul Fitri 1432 H

AJI INDONESIA

Jalan Kembang Raya No. 6, Kwitang Senen, Jakarta 10420 Telp. 021-3151214 Faks. 021-3151261 www.ajiindonesia.org

diffa EDISI 09-SEPTEMBER 2011 Edisi 09 September final.indd 71

71 8/16/11 6:54 PM


72 Edisi 09 September final.indd 72

EDISI 09-SEPTEMBER 2011

diffa 8/16/11 6:54 PM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.