diffa
Media Dunia Disabilitas
SETARA DALAM KEBERAGAMAN
Hak Suara
Penyandang Disabilitas
Angkie Yudistira: Lepra Masih Menembus Serius Keterbatasan h.06
h.32
Rumah Anak Tunaganda h.62
No. 15 -‐ Maret 2012 O Rp 21.500,-‐
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 1
2/17/12 11:21 PM
FA diffa_15 Maret.indd 2
2/17/12 11:22 PM
Foto: Sigit D Pratama
T
Hak Politik Penyandang Disabilitas
Didi Purnomo
mata hati
AHUN  2012  ini,  mungkin  pada  kwartal  atau  semester  pertama,  Jakarta  bakal  punya  hajat  besar,  yaitu  pemilihan  gubernur.  Sebagai  kota  yang  super  semrawut,  mulai  dari  lalu  lintas,  kepadatan  penduduk,  drainase,  tata  kota,  hingga  gaya  hidupnya,  tentu  saja  Jakarta  membu- tuhkan  gubernur  yang  juga  super  hebat.  Seorang  pemimpin  super  dengan  kualitas  luar  biasa.  $GD EDQ\DN NULWHULD GDQ NXDOLêNDVL \DQJ ELVD PHPEXDW VHRUDQJ SHPLPSLQ GLVHEXW KHEDW DWDX
luar  biasa.  Punya  integritas  kuat,  tidak  korup,  bijaksana,  tidak  mementingkan  diri  sendiri,  berdedikasi,  dan  berkomitmen  tinggi  pada  tanggungjawab  yang  diembannya,  mampu  mengayomi  rakyat,  berani  mem- EHOD GDQ PHPSHUMXDQJNDQ UDN\DW GDQ EHUGHUHW GHUHW ODJL NULWHULD GDQ NXDOLĂŞNDVL \DQJ ELVD GLWDPEDKNDQ Tentu  kita  berharap  gubernur  yang  baru  nanti  memiliki  sekurangnya  setengah  atau  sepertiga  saja  kualitas  pemimpin  super  itu.  Syukur-Âsyukur  kita  mendapatkan  pemimpin  yang  memiliki  seluruh  kualitas  itu. Namun  sebelum  harapan  itu  melambung  terlalu  jauh  dan  bisa  membuat  sakit  parah,  lebih  baik  kita  mencoba  mengkaji  satu  aspek  saja  sesuai  dengan  kapasitas  dan  kompetensi  kita.  Urusannya  akan  jadi  MDXK OHELK MHODV MLND NLWD PXODL GDUL ZLOD\DK SHUVRDODQ \DQJ VSHVLĂŞN 6HEXW PLVDOQ\D WHQWDQJ SHUVRDODQ KDN politik  para  penyandang  disabilitas.  Ini  persoalan  yang  sejak  zaman  Presiden  Soekarno,  Soeharto,  bahkan  hingga  Gus  Dur  yang  juga  seorang  tunanetra,  belum  pernah  dianggap  penting  atau  dijadikan  sebagai  salah  satu  prioritas  oleh  para  pemimpin  bangsa  ini.  Sampai  ke  periode  kedua  pemerintahan  Presiden  Yudhoyono  pun,  persoalan  hak  politik  para  penyandang  disabilitas  belum  terwacanakan  sebagai  hal  penting.  Memang  sudah  ada  juga  peraturan  daerah  (perda)  di  DKI  Jakarta  dan  juga  Jawa  Tengah  yang  mengharuskan  adanya  aksesibilitas  bagi  para  penyandang  disabilitas  di  tempat-Âtempat  umum,  namun  tetap  ada  kendala-Âkendala  yang  sama  dalam  pewujudan  peraturan  tersebut.   Semua  kendala  tersebut  bisa  menjadi  sulit  atau  bahkan  tak  terselesaikan  bila  persoalan  substansial  dari  kehidupan  para  penyandang  disabilitas  belum  diselesaikan.  Salah  satu  persoalan  substansial  itu  adalah  soal  pemenuhan  hak  politik  para  penyandang  disabilitas.  Jelas  tak  mungkin  mengakomodasi  aspirasi,  pemikiran,  atau  keinginan  para  penyandang  disabilitas  bila  mereka  tak  punya  akses  pada  ke  kuasa  an.  Sementara,  kita  tahu  persis  akses  pada  kekuasaan  hanya  dapat  diperoleh  jika  semua  kelompok  atau  komunitas  yang  ada  di  masyarakat  memiliki  dan  terpenuhi  hak  politiknya.  Dalam  mekanisme  demokrasi,  maka  yang  pertama-Âtama  harus  dipenuhi  adalah  akses  pada  proses  pemilihan  umum  atau  penggunaan  hak  suara.  Bagi  kelompok  masyarakat  non-Âdisabilitas,  hak  suara  sepertinya  bukan  suatu  persoalan  besar.  Selama  mereka  memiliki  identitas  diri  yang  resmi,  maka  bisa  menggunakan  hak  suara  dalam  berbagai  tingkat  pemilihan  umum.  Namun  bagi  penyandang  disabilitas  seperti  tunanetra,  tunarungu,  tunadaksa,  atau  tunagrahita,  untuk  bisa  menggunakan  hak  suara  dalam  pemilu  perlu  perjuangan  khusus  yang  tidak  mu- dah.  Diperlukan  fasilitas  khusus  agar  sebuah  bilik  suara  aksesibel  bagi  penyandang  disabilitas  yang  mana  pun.  Tunanetra  membutuhkan  kertas  suara  dengan  huruf  Braille,  tunadaksa,  tunarungu,  dan  tunagrahita  perlu  pendamping  yang  bisa  menjaga  kerahasiaan  dan  membantu  mereka  selama  proses  pemilu.  Seorang  tunarungu  memang  bisa  datang  sendiri  ke  bilik  suara,  namun  karena  tak  mendengar  saat  dipanggil  maka  sia-Âsia  saja  datang.  Itulah  contoh-Âcontoh  kecil  yang  hingga  puluhan  tahun  kita  merdeka  tetap  saja  belum  dianggap  penting.   Semoga,  dalam  Pemilihan  Gubernur  DKI  Jakarta  2012  dan  Pemilu  Presiden  2014  dan  pemilu-Âpemilu  lainnya,  aksesibilitas  tersebut  mulai  terwujud  sehingga  hak  politik  para  penyandang  dis- abilitias  mulai  terpenuhi.  Â
Pemimpin Perusahaan/ Pemimpin Redaksi FX Rudy Gunawan General Manager Jonna Damanik Redaktur Eksekutif Nestor Rico Tambunan Konsultan Yunanto Ali, Handoyo Sinta Nuriah Wahid Mohamad Sobary, Jefri Fernando Redaktur Irwan Dwi Kustanto Aria Indrawati Mila K. Kamil Purnama Ningsih Kontributor Andhika Puspita Dewi (Semarang) Fadjar Sodiq (Bandung) Jerry Omona (Papua) Muhlis Suhaeri (Pontianak) Yovinus Guntur (Surabaya) Bambang Prasetyo (Bandung) Redaktur Bahasa Arwani Redaktur Kreatif Emilia Susiati Fotografer Adrian Mulja Ilustrator Didi Purnomo Pemasaran Sigit D. Pratama Administrasi Eka Rosdiana Distribusi dan Sirkulasi Jonna Damanik Berliaman Haloho PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Penerbit PT Diffa Swara Media Yayasan Mitra Netra Percetakan PT Penebar Swadaya Alamat Redaksi Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562 e-mail: redaksi@majalahdiffa.com
diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN
Inilah  persoalan  substansial  yang  harus  selesai  terlebih  dahulu  dan  menjadi  pekerjaan  rumah  atau  tantangan  bagi  siapa  pun  yang  ingin  menjadi  pemimpin  bangsa  ini.   Q  FX  Rudy  Gunawan diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 3
03 2/17/12 11:22 PM
sambung rasa Dear diffa
Memang sih, orangnya beda, jadi reaksinya bisa saja beda. Tapi, apa
Saya mempunyai seorang anak dengan Cerebral Palsy. Saat
mungkin karena anak saya badannya sudah besar dan sudah tidak
ini anak saya berusia 14 tahun. Sudah remaja. Saya ingin sedikit
dianggap anak-anak lagi, sehingga “tuntutan” kepadanya juga
sharing.
jadi naik? Ia harus bersikap “dewasa”. Tantangannya, di dalam be-
Suatu hari saya mengajak anak saya makan di food court di
berapa jenis disabilitas ada yang antara besar badan atau umur dan
sebuah mal. Di food court itu kursi roda anak saya harus melewati
tingkah laku sering dianggap tidak sinkron. Seperti kondisi anak
kerumunan orang. Kebetulan juga jalannya sempit. Meski sudah
saya. Meski sebenarnya itu juga lebih karena reaksi motoriknya,
bilang “permisi” agar orang-orang berkenan memberi jalan agar
bukan karena tingkah laku atau sifat dia seperti itu. Juga bukan
kursi roda tidak menabrak orang, tetap saja tangan anak saya yang
karena dia tidak sopan.
sering bergerak-gerak secara tidak sengaja menyenggol, maaf, pan-
Seandainya saja ibu muda itu tahu bagaimana kami sekeluarga
tat seorang ibu muda. Dengan nada marah, ibu itu bilang kepada
mengajarkan bahasa isyarat kepada anak saya. Misalnya, “terima
saya, “Meski cacat, paling nggak ajarin sopan santun, dong!”
kasih” atau “tolong”. Kami harus jungkir balik untuk itu. Jadi, sebenarnya jangan dianggap kami tidak mencoba mengajarkan sopan santun kepada anak kami. Ya, itu baru salah satu contoh
berani menghadapi omongan-omongan “kasar” seperti itu. Meski
kejadian “kecil”. Dalam membesarkan anak yang masih kecil dan
saya sudah meminta maaf dan mencoba menerangkan bahwa
yang mulai masuk remaja, tantangan yang harus dihadapi bisa
anak saya punya masalah pada koordinasi gerakan, pada motorik
menjadi sangat baru atau bahkan berbeda.
halus dan kasarnya, dan kami masih terus melatihnya agar bisa
Mungkin diffa bisa membantu saya dengan mengulas persoalan-
lebih baik, tetap saja ibu itu marah-marah terus.
persoalan yang dihadapi remaja yang menyandang disabilitas.
Langsung otak ini ë DKEDFN ke masa lalu. Masuk di tempat yang
Apa saja yang harus dipersiapkan atau diperhatikan orang tua
sama, dengan peristiwa yang juga bisa dibilang sama. Kala itu
dalam membimbing anak-anak yang menyandang disabilitas
anak saya juga menyenggol orang di food court ini. Tapi reaksinya
dalam memasuki masa remaja? Mungkin juga ada tips-tips atau
berbeda, karena waktu itu anak saya masih kecil. Ibu yang kena
sharing dari sesama orang tua dalam mengatasi persoalan-per-
senggol masih bisa “tersenyum”. Mungkin masih maklum, karena
soalan itu.
yang menyenggol anak-anak.
Setelah pulang dari food court, meski sedikit kesal saya jadi
Terima kasih.
berpikir juga. Mengapa kali ini reaksi orang bisa begitu berbeda?
Irma Koswara
Didi Purnomo
Bagaimanapun, inilah realitas yang harus dihadapi jika membawa anak saya ke tengah masyarakat, yaitu harus mau dan
04
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 4
2/17/12 11:22 PM
daftar isi jendela Kisah Sedih Anak Tunagrahita dari Philadelphia 27 kolom mas bejo Pengalaman Berharga & Ber-‐ gengsi 30 persepsi Masalah Kusta, Diskriminasi dan Stigmatisasi 32 jejak Jalan-‐jalan ke Malang
Memperjuangkan Hak Suara Penyandang Disabilitas 09 sudut pandang Benang Merah Kehidupan
35
mata hati Hak Politik Penyandang Disabili-‐ tas 03 cerita sampul Menyulap Keterbatasan
06
biografi Nick Vujinic, Menjadi Motivator Tingkat Dunia 66
tapak Mempersiapkan Guru Inklusi
20
sosok Guru gamelan Berbekal Kesaba-‐ ran 24
39
apresiasi 38 puisi 44 konsultasi pendidikan ruang hati 48 bingkai bisnis 50 cerpen 52 bisikan angin 55 bugar 56 inklusif 59 pindai 62 beranda 65 cermor 69 pelangi 70
46
Ralat Foto Dalam Majalah diffa edisi 14, Februari 2012, pada artikel liputan DIS Bienalle Jogja XI, Semangat Kesetaraan Disabilitas dalam Seni ada kesalahan dalam kredit foto. Kredit foto tersebut seharusnya Farhan Adityasmara, tapi tercetak Sigit D Pratama. Atas kesalahan
piranti Kenguru
08
beranda Deteksi Dini Anak Autis
tersebut diffa mohon maaf kepada rekan
26
Farhan Adityasmara dari Metropole Light- berry.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 5
05 2/17/12 11:22 PM
cerita sampul
MenyulapKeterbatasan
S
Foto: Sigit D Pratama
IANG itu fotografer diffa Adrian dan Sigit tiba di studio VHR Media, Ragunan, pas jam makan siang. Namun keduanya menolak diajak makan. “Nanti aja,” kata Adrian. Keduanya bergegas menyiapkan pro- perti pemotretan. Sekitar satu jam kemudian semua properti siap sudah. Barulah Adrian dan Sigit makan, sambil menunggu Angkie Yudistia, penyandang tuna- rungu yang rencananya akan dipotret untuk model sampul diffa edisi Maret 2012. Beberapa lama menunggu, Angkie datang. Angkie keluar dari mobilnya sam- bil tersenyum. “Sorry ya, agak telat. Habis, macet banget,” ujarnya. Meski tunarungu, Angkie berbicara cukup jelas. Ia cepat menangkap pem- bicaraan dengan membaca gerak bibir. Sekilas tak terlihat kesan gadis ini yang memiliki keterbatasan pendengaran. Parasnya cantik, penampilannya modis. Kami memasuki ruangan studio. Kru diffa memperkenalkan diri, termasuk FX Rudy, Pemred diffa. “Kok, di sini cowok semua?” tanya Angkie sambil tertawa lebar. “Cewek-ceweknya ada di lantai dua,” sahut Rudy.
06
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 6
2/17/12 11:22 PM
Setelah  berbincang  beberapa  saat,  Angkie  bersiap  PDNH XS  dan  berganti  pa  kaian.  Adrian  memaparkan  sedikit  angle  pemotretan  yang  akan  dilakukan.  Angkie  mengangguk  cepat  mengerti. Angkie  putri  pasangan  Hadi  Sanjoto  dan  Indiarty  Kaharman.  Ia  mengalami  hambatan  pendengaran  saat  berusia  10  tahun.  Angkie  harus  sekolah  di  sekolah  umum,  karena  mengikuti  orang  tuanya  yang  sering  pindah  tempat  tugas. Bergabung  di  sekolah  umum  membuat  Angkie  tertekan.  Ia  sering  mendapat  perlakuan  tidak  adil  dan  dikucilkan  oleh  teman  sejak  di  sekolah  dasar.  “Waktu  itu  aku  sering  diejek  teman-Âtemanku,  karena  mereka  mengira  aku  telmi  (telat  mikir).  Aku  sempat  down  dan  selalu  mikir  kenapa  aku  berbeda  dari  teman-Âteman  lain.  Tapi  aku  berusaha  untuk  SRVLWLYH WKLQNLQJ.  Dan  SRVLWLYH WKLQNLQJ  inilah  yang  membawa  aku  selalu  berjuang  dan  bisa  menyelesaikan  studiku,â€?  ujarnya.  Dengan  keyakinan  yang  kuat,  Angkie  berhasil  menyelesaikan  S2  Marketing  Communication  di  The  London  School  of  Public  Relations  Jakarta.  Angkie  juga  kemudian  bergabung  dengan  Sehjira,  organisasi  sosial  penyandang  tunarungu,  sebagai  relawan  SXEOLF UHODWLRQ.  Kiprah  ini  membawa  Angkie  lebih  dalam  ke  dunia  disabilitas,  yaitu  semangat  untuk  memperjuangkan  hak-Âhak  penyandang  disabilitas  lain. Berbekal  pengalaman  dan  pengetahuan  mengenai  disabilitas,  pada  tahun  2010  Angkie  mewakili  Indonesia  mengikuti  Disability  Equality  Training  di  Asian  3DFLĂŞF &HQWHU LQ 'LVDELOLW\ %DQJNRN 7DKXQ $QJNLH PHQJLNXWL +DUG RI +HDU- ing  Training  di  Strasbourg,  Prancis.  Ilmu  baru  menuntun  Angkie  menggagas  gerakan  peduli  disabilitas  melalui  VRFLDO PRYHPHQW  Gerakan  Pita  Biru.  Melalui  gerakan  ini  Angkie  mengajak  mem- bantu  tunarungu  yang  tidak  mampu  secara  ekonomi.  Angkie  berhasil  mengajak    3  juta  orang  yang  berempati.  Dalam  rangkaian  gerakan  tersebut,  Angkie  juga  menerbitkan  buku  Perem SXDQ 7XQDUXQJX 0HQHPEXV %DWDV.  Buku  ini  berkisah  tentang  pengalaman  pribadinya  menembus  keterbatasan  pendengaran.  Buku  ini  diharapkan  meng- inspirasi  dan  memotivasi  teman-Âtemannya,  termasuk  penyandang  disabilitas  jenis  lain,  untuk  selalu  yakin  bahwa  di  balik  keterbatasan  ada  kelebihan.  “Kita  ha- rus  menjadikannya  sebuah  kelebihan.  Tidak  ada  masalah  tanpa  solusi,â€?  ujarnya.  Angkie  mengaku  menjadikan  itu  pedoman  hidupnya.  Angkie  juga  mendirikan  Dissable  Enterprise  untuk  membantu  teman-Âteman  penyandang  disabilitas  berkarya  dalam  bidang  HQWUHSUHQHXU.  Itu  impiannya.  Ia  ingin  teman-Âteman  penyandang  disabilitas  dapat  lebih  berkarya  tanpa  dis- kriminasi,  mandiri,  dan  mendapat  kesempatan  yang  sama  di  masyarakat  luas. Tidak  sulit  mengarahkan  gaya  Angkie  dalam  sesi  pemotretan.  Dara  ini  agaknya  sudah  terbiasa  bergaya  di  depan  kamera.  Semua  arahan  Adrian  dilaku- kan  dengan  cepat  dan  Sigit  terus  mengabadikan  dengan  kameranya.  Sekitar  satu  jam  kemudian,  Adrian  berkata,  “Cukup!â€?  Artinya,  foto  cantik  un- tuk  sampul  diffa  sudah  didapat.  Q  Jonna  Damanik
 diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 7
07 2/17/12 11:22 PM
08
M
OBIL mungil bertenaga listrik de- ngan penggerak roda belakang dengan roda berukuran 12 inchi ini diciptakan khusus untuk penyan- dang disabilitas. Mobil buatan Hongaria ini hanya memiliki sebuah pintu di bagian belakang yang seperti pintu bagasi pada kendaraan umumnya. Bedanya, pintu itu memiliki ram di bagian bawah yang dapat membuat kursi roda langsung memasuki bagian kabin. Pintu ini bisa dibuka dan ditutup menggunakan remote bertenaga listrik yang terintegrasi pada kendaraan.
Semangat kesetaraan yang dibawa terwakili dengan berbagai kemudah- an yang diberikan kepada penyan- dang tunadaksa yang menggunakan kendaraan ini. Kenguru memberikan kesempatan bagi tunadaksa untuk melakukan mobilitas ke mana pun, tanpa kerumitan harus antre di tempat pengisian bahan bakar. Penyandang tunadaksa dapat mengendarai mobil berukuran panjang 2,2 meter, lebar 1,6 meter, dan tinggi 1,5 meter ini. Badan mobil WHUEXDW GDUL VHUDW êEHUJODVV GDQ PH miliki material rangka dari baja. Untuk me ngendalikan disediakan MR\VWLFN seperti mengendarai motor dengan berbagai tombol fungsi. Mobil mungil ini mampu melaju hingga 40 kilo meter per jam dan dengan jarak maksimal 110 kilometer dalam sekali pengisian daya (charge). Sayang, mobil merek Kenguru yang mengusung slogan “mobility for disabled” ini belum masuk pasar Indonesia. Melihat fungsi dan sema- ngat JUHHQ OLYLQJ yang diusungnya, semoga mobil ini segera masuk Indo- nesia dengan pajak rendah dan harga murah, sehingga banyak penyandang tunadaksa dapat memiliki dan meng- endarainya.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 8
2/17/12 11:22 PM
Foto: Sigit D Pratama
Kenguru
Foto: Istimewa
piranti
Foto: Sigit D Pratama
retina
Di Jakarta baru saja berlangsung pertemuan regional mengenai akses penyandang disabilitas dalam pemilihan umum. Bagian dari langkah memperjuangkan hak politik warga negara penyandang disabilitas
Memperjuangkan Hak Suara Penyandang Disabilitas diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 9
09 2/17/12 11:22 PM
10
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 10
2/17/12 11:22 PM
K
ONFERENSI Regional Access to Elections for Persons with Dis- abilities dilaksanakan di Hotel Pullman, Jakarta, 1 - 2 Februari 2012. Acara dengan tema (QKDQFLQJ 7KH 5ROH DQG 3DUWLFLSDWLRQ RI Person with Disabilities Promo Election Access for All ini dihadiri 150-an peserta dari Indonesia, Thailand, Jepang, Myanmar, Viet- nam, Filipina, Laos, Timor Leste, Kamboja, Brunei, Malaysia, dan perwakilan dari berbagai organisasi internasional. Mereka para tokoh dari organisasi penyandang disabilitas dan lembaga yang PHQDQJDQL SHPLOLKDQ XPXP Ï7XMXDQQ\D XQWXN PHQJLGHQWLêNDVL KDPEDWDQ hambatan umum yang dihadapi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak-hak politiknya. Supaya kita saling tahu EHVW SUDFWLFH dari berbagai negara dan dibagikan dengan negara lain. Kita saling belajar,” kata Yusdiana, Ketua Pelaksana Konferensi dari General Election Network for Disability Access (AGENDA). AGENDA adalah lembaga yang dibentuk Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI), Pusat Pemilihan Umum Akses (PPUA) Penyandang Cacat, dan International Foundation for Electoral Systems (IFES) dengan dukungan United States Agency for International Development (USAID). Konferensi dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Luar Negeri H.E. Wardana, mewakili Menlu Marty Natalegawa yang berhalangan hadir.
Wacana Berbagai Negara Selama dua hari pertemuan dialog, para tokoh dan pemerhati dari pihak pemerintahan dan organisasi disabilitas dari berbagai negara dan lembaga inter- nasional berbicara menyampaikan pandangan dan pengalaman.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 11
11 2/17/12 11:22 PM
Fakta yang terungkap dari sesi- sesi pertemuan itu, di antara delapan negara ASEAN ada yang memiliki pengalaman relatif baik dalam pelak- sanaan pemilihan umum, tapi belum baik dalam akses penyandang disabili- tas. Indonesia dinilai masuk kategori ini. Ada yang memiliki pengalaman bagus dalam penanganan hak-hak penyandang disabilitas, tapi belum bagus dalam pelaksanaan pemilihan umum. Ada pula yang dinilai sudah cukup baik dalam kedua hal itu, yaitu Filipina dan Thailand. Josephine de Vera, tokoh pe- nyandang tunadaksa dari Filipina menceritakan langkah kreatif yang dilakukan KAMPI, federasi organisasi penyandang disabilitas di Filipina dalam mendata anggota. Organisasi ini bekerja sama dengan jaringan mal terkemuka di seluruh provinsi. Pen- dataan penyandang disabilitas dilaku- kan di mal-mal tersebut. Pihak mal pun sangat tidak keberatan, karena setelah mengikuti pendataan, para
12
penyandang disabilitas berbelanja di mal tersebut. Dengan memiliki data yang lengkap dan akurat, KAMPI di tiap provinsi dapat dengan lebih mudah menyampaikan kebutuhan anggota dalam berpartisipasi di pemilu ke- pada lembaga penyelenggara pemilu tingkat provinsi. Thailand memiliki pakar-pakar disabilitas untuk membantu peme- rintah dalam menyelesaikan masalah disabilitas. Adanya dukungan media untuk penyandang disabilitas, seperti buku panduan dengan huruf Braille atau video dengan bahasa isyarat, membuat pendidikan politik bagi penyandang disabilitas berjalan baik. Negara ini juga sudah memiliki ang- gota parlemen perwakilan penyan- dang disabilitas. Hal itu, misalnya, sangat jauh berbeda dari cerita dari Timor Leste. Menurut Joaozito dos Santos, satu- satunya peserta dari Timor Leste, dalam aksesbilitas gedung saja, 90
persen lebih gedung Timor Leste belum memenuhi aksesbilitas. Sebab, baru 2 gedung, kantor presiden dan de- partemen luar negeri, yang memiliki lift dan ram. “Di bidang transportasi juga sama. 99 persen tidak aksesbilitas,” katanya. Begitu pula dalam bidang pendidik an. Di Timor Leste hanya ada sebuah sekolah dasar luar biasa (SDLB). “Kalau ingin melanjutkan ke SMP dan SMA, tidak ada sekolahnya. Mungkin harus ke Indonesia,” kata Joaozito dengan senyum getir.
Pembicara dari Indonesia Selain menjadi moderator, ba- nyak tokoh Indonesia tampil sebagai pembicara. Antara lain Saharuddin Daming, doktor hukum tunanetra dan anggota Komnas HAM penyandang disabilitas pertama. Juga Hadar N. Gumay, Direktur Centre for Electoral Reform (CETRO), dan Prof. Irwanto dari Centre of Disability Studies, Universi- tas Indonesia.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 12
2/17/12 11:22 PM
disabilitas melalui partisipasi politik, sehingga hak-hak sosial, ekonomi, bu- daya, pendidikan mereka juga makin tersentuh dan terpenuhi. Untuk itu dituntut peran aktif pemerintah dan pihak yang berkaitan, terutama kala- ngan disabilitas sendiri.
Foto: Sigit D Pratama
Simulasi Pemilu Aksesibel
Tidak hanya dari Jakarta, dari daerah tampil Suryatiningsih Budi Lestari dari KPU Yogyakarta. Ningsih menuturkan, keberadaannya sebagai penyandang disabilitas tunadaksa menjadi anggota KPU Sleman telah membuat pemilu di daerahnya benar- benar memenuhi akses penyandang disabilitas. Ada alokasi anggaran yang cukup, karena ia berhasil meyakinkan DPRD bahwa itu memang diperlukan. Ada alat bantu untuk pendidikan
pemilih dan saat pemungutan suara. Pemilu yang lebih aksesibel itu juga telah memungkinkan penyandang tunanetra menjadi anggota DPRD di Kabupaten Sleman. Satu hal yang jelas, semua peserta bersepakat peningkatan peran pe- nyandang disabilitas dalam pemilihan umum harus menjadi komitmen ber- sama negara-negara ASEAN. Semua negara di regional ini harus berusaha memajukan peran serta penyandang
Bukan hanya kebijakan-kebijakan politis atau konsep pemilihan umum yang menjadi bahan dialog dalam konferensi, melainkan juga mem- bicarakan penerapan, bahkan melaku- kan simulasi pemilu akses disabilitas. Dalam simulasi pemilu aksesi- bel, peserta konferensi diperlakukan layaknya penyandang disabilitas yang memiliki hambatan pada proses pe- milihan. Peserta dialog non-disabilitas dibuat ikut merasakan menjadi pe- nyandang disabilitas dengan menggu- nakan penutup mata seolah tunanetra atau diikat kaki atau tangannya seolah tunadaksa. Perlakuan terhadap disabilitas saat akan memilih dibeda-bedakan berdasarkan kondisi disabilitasnya. Tunanetra disediakan tongkat dan pemandu. Tunadaksa disediakan kursi roda. Pokoknya dibuat seperti tempat pemilihan suara sesungguhnya. Dalam perlengkapan pemilihan suara ada penambahan perangkat pemilihan. Contohnya lapisan stiker timbul dengan huruf Braille bagi tunanetra pada lembar pilih. Tersedia lembar persetujuan bagi disabilitas yang membutuhkan pendamping, Pendamping, yang disediakan panitia memiliki hak untuk ikut masuk ke dalam bilik suara. Alur pemilih dalam menentukan pilihannya sama dengan alur umum. Pemilih mendaftarkan diri dengan membawa kartu pemilih, menentu- kan pendamping, menyetujui hak pendamping dan alat bantu yang dibutuhkan, mengambil surat pemilih
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 13
13 2/17/12 11:22 PM
(bagi tunanetra dibedakan dengan menyertakan huruf Braille), masuk ke dalam bilik, memasukkan kertas suara ke dalam kotak, dan menandai tangan dengan tinta sebagai tanda sudah melakukan hak pilih. Peserta yang mengikuti simula- si kemudian diminta menuliskan pendapat atau saran. Kekurangan atau keluhan dicatat untuk kemudian dirumuskan dan dicari jalan keluar. Suasana simulasi berlangsung seru, seolah berada di tempat pemungutan suara.
Alat Bantu Teknologi Topik khusus lain yang cukup me- narik dalam konferensi adalah adalah membuat pemilu menjadi aksesibel untuk penyandang disabilitas dengan memanfaatkan alat bantu teknologi, khususnya untuk tunanetra. Ada beberapa jenis bantuan teknologi bagi tunanetra membuat pemilihan umum menjadi aksesibel. Pertama dengan bantuan suara. Kedua dengan bantuan perabaan. Bantuan pertama adalah fasilitas VSHHFK V\Q thesizer yang menginformasikan me- lalui suara bagaimana tunanetra dapat memberikan suaranya. Kedua, fasilitas tombol yang dapat diraba. 6SHHFK
14
synthesizer akan memberitahukan ada tombol dengan bentuk berbeda serta fungsi tombol tersebut. Misalnya, jika memilih kandidat A, silakan tekan tombol berbentuk kotak. Untuk kandi- dat B, silakan tekan tombol berbentuk bulat. Dan seterusnya. Hal ini sudah diterapkan di Amerika Serikat. Ketiga adalah fasilitas YRLFH recognition. Tunanetra cukup menye- butkan pilihannya, dan alat bantu teknologi akan membantu merekam pilihan tersebut. Idealnya, alat bantu semacam ini merupakan bagian dari kelengkapan tempat pemungutan suara. Secara prinsip, ada atau tidak pemilih tunanetra, fasilitas ini harus disediakan. Yang tak kalah penting, harus ada pelatihan dan pendidikan bagi para pemilih tunanetra bahwa penyelenggara pemilu menyediakan alat bantu ini dan bagaimana cara me- manfaatkannya. Tentu pengadaan alat seperti ini membuat biaya pemilihan umum jadi mahal.
Peran diffa Satu hal yang membanggakan, diffa sebagai majalah pertama dan satu-satunya di Indonesia dengan konten disabilitas mendapat kehor-
matan berperan dalam konferensi dua hari itu. Tim majalah ini dipercaya menerbitkan newsletter, semacam tab- loid berita mengenai konferesi selama dua hari. Di bawah komando Pemimpen Redaksi FX Rudy Gunawan dan Gene- ral Manager Jonna Damnanik, kru diffa sibuk meliput, memotret, dan mewawancarai peserta selama sesi konferensi berlangsung. Foto langsung dipilih, berita yang dibut diterjemah- kan ke bahasa Inggris, kemudian di-layout langsung di tempat. Aria Indrawati, redaktur diffa yang juga terlibat dalam konferensi sebagai mo- derator, ikut sibuk melakukan liputan. Satu hal yang tak kalah memba- nggakan, hasil jadi newsletter ber- bentuk tabloid mini 8 halaman itu mendapat supervisi langsung dari pihak IFES di Amerika Serikat. Desain yang dinilai sudah oke kemudian dibawa ke percetakan malam itu juga. Besok paginya ketika peserta konfe- rensi masuk rua ngan sudah mendapat berita-berita dan liputan dari hari sebelumnya. Para peserta tampak senang dan VXUSULVH menerima newsletter berba- han kertas DUWSDSHU dengan foto-foto bagus. “Hebat! Bagus sekali. Cepat sekali buatnya,” kata Joaozito dos San- tos, peserta dari Timor Leste. Sukses membuat newsletter itu memberikan kebanggaan tersendiri bagi tim diffa, karena mampu menger- jakan kepercayaan yang diberikan, meski harus bekerja hingga fajar. Lebih dari itu, diffa bisa ikut berperan dalam berbagai dinamika dunia disabili- tas, bukan hanya di Indonesia, juga tingkat regional. Sama bangganya dengan reaksi para peserta konferensi yang mampir di stand diffa. Mereka kagum ada majalah khusus mengenai disabilitas. Banyak peserta membeli majalah diffa, meskipun tidak bisa berbahasa
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 14
2/17/12 11:22 PM
Indonesia. Mungkin sebagai inspirasi untuk membuat majalah yang sama di negeranya.
Langkah Lebih
Q Nestor
Foto: Sigit D. Pratama, Havel Hardian, Athurtian, Rully
Foto: Sigit D Pratama
Pertemuan dua hari yang berlang- sung dengan sesi ketat dan topik padat ini ditutup pada 2 Februari sore. Acara penutupan berlangsung sederhana, dengan ucapan terima kasih dari panitia pelaksana. Peserta dari delapan negara dan berbagai lembaga interna- sional terlihat puas. Ketua Panitia Pelaksana Yusdiana mengatakan, pertemuan dialog ini memberikan pelajaran berharga me- ngenai dua topik utama, yaitu pemili- han umum dan masalah disabilitas. “Berbagai EHVW SUDFWLFH dari pengalam- an didengar untuk dilaksanakan di negara lain. Sekarang kita saling mem- beri informasi dulu. Saling tahu dulu.” Wacana yang lahir dari per- temuan ini, menurut Yusdiana, antara
lain akan ada kerja sama lanjutan di antara delapan negara dalam jaringan AGENDA dalam meningkatkan peran penyandang disabilitas dalam pe- milihan umum. Selain kemungkinan pertemuan dialog kedua dalam waktu dekat, juga akan ada kegiatan saling memantau. Tiga negara yang akan melakukan pemilihan umum dalam tahun 2012 adalah Malaysia, Kamboja, dan Timor Leste. “Jaringan AGENDA akan bekerja sama melakukan peman- tauan,” katanya. Ya, mudah-mudahan dialog- dialog dan kerja sama regional ini juga akan mendorong pemilihan umum di Indonesia lebih aksesibel terhadap warga negara penyandang disabilitas. Kita bermimpi, selain semua penyan- dang disabilitas dapat menyalurkan hak politik, juga ada wakil rakyat yang mewakili mereka, baik di daerah mau- pun di pusat. Kita harus belajar untuk lebih baik.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 15
15 2/17/12 11:22 PM
empati
Yusdiana
Banyak Orang Membantu Hidup Saya Menjadi Lebih Mudah dan Menyenangkan
S
ALAH seorang yang tampak sibuk dalam konferensi Regional Ac- cess to Elections for Persons with Disabilities di Hotel Pullman, Ja- karta, 1 - 2 Februari 2012, adalah Yusdiana. Penyandang tuna daksa ini terlihat mondar-mandir dengan kursinya di area konferensi dan berbicara dengan banyak orang. Lumrah Diana sibuk. Ia berperan sebagai ketua pelaksana dalam dialog regional itu. Sebagai ketua pelaksana, wanita ramah ini bertanggung jawab agar semua susunan acara yang direncakan terselenggara dengan baik. Kisah perjalanan hidup wanita kelahiran Lombok, Nusa Tengggara Barat, ini menarik. Ia terserang polio ketika umur satu tahun. Sejak itu ia menjalani hari-hari yang berat dan tergantung pada kursi roda. Yusdiana berhasil membangun kemandirian. Setelah kembali dari menuntut ilmu di Belanda, kiprahnya di dalam gerakan disabilitas kelihatan agak melejit. Berikut petikan kisah hidupnya.
Apa yang terkenang sebagai penyandang disabilitas ketika masa kecil? Ketika pertama kali masuk sekolah, saya cemas dan menangis karena merasa berbeda. Untung kedua orang tua saya bijaksana. Ayah saya mena- namkan pemahaman ilmu itu penting. Harta bisa habis, tapi ilmu tidak. “Kalau tak sekolah, apa jadinya kamu nanti?” Setiap hari ayah memboncengkan saya ke sekolah dan menggendong hingga ke kelas. Ayah menunggui hingga saya pulang sekolah. Sesudah lulus SD, saya disekolahkan di SMP YPAC di Solo. Waktu saya di kelas III, ayah me- ninggal. Saya betul-betul terpukul.
Setelah ayah tidak ada, apa yang terjadi? Setelah itu hidup keluarga kami berubah total. Tanggung jawab kelima adik saya yang masih kecil beralih ke pundak ibu dan saya sebagai anak
16
tertua. Untunglah ibu saya sosok perempuan yang kuat dan tabah. Ibu tetap teguh kami harus terus sekolah. Modal kami, saling mendukung dan saling mencintai. Di rumah, semua mendapat tugas yang sama, menyapu, mencuci piring. Saya tidak diistime- wakan. Prinsipnya, kami, terutama saya, harus melanjutkan hidup tanpa membebani siapa pun. Saya bisa melanjutkan sekolah hingga kuliah di Universitas Mataram, Lombok, Juru- san Ekonomi Sosial Pertanian.
Bagaimana bisa menuntut ilmu di Belanda? Tahun 2006 saya bergabung di sebuah proyek lembaga internasional dari Jerman. Saya ditunjuk sebagai trainer pada program sistem kesehatan di wilayah Mataram dan sekitarnya. Sebelumnya, saya pernah membantu mengampanyekan pentingnya ke- sehatan ibu hamil bagi perempuan di Lombok yang diselenggarakan Helen Keller International. Kesempatan bekerja dengan lem- baga-lembaga asing membuat saya tak pernah merasa berbeda dari orang lain. Saya merasa ilmu saya belum cukup. Saya ingin sekolah lebih tinggi untuk meningkatkan kemampuan. Kemudi- an seorang teman menginformasikan ada beasiswa dari Ford Foundation untuk kuliah di Wageningen Uni- versity, Belanda. Saya mendaftar dan diterima, meskipun bersaing dengan orang normal.
Kabarnya fasilitas di Negeri Belanda sangat memanjakan penyandang disabilitas? Belanda memang sangat meng- akomodasi kepentingan penyandang disabilitas. Taksi untuk warga disabili- tas berbeda dari taksi biasa. Bentuknya seperti minibus. Kursi cuma terpas-
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 16
2/17/12 11:22 PM
Foto: Sigit D Pratama diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 17
17 2/17/12 11:22 PM
ang di kanan-kiri. Kursi roda bisa masuk ke dalam taksi dengan bantuan semacam lift. Biaya naik taksi juga murah, karena ongkos penyandang disabilitas disub- sidi pemerintah. Belanda ingin penyandang disabi litas terlibat dengan kegiatan sehari-hari dan aktif dalam masyarakat. Karena itu dibuat berbagai kemudahan untuk mendukung program tersebut. Pemerintah membangun jalur khusus bagi pengguna sepeda dan orang-orang yang menggunakan alat bantu seperti saya. Para pe- nyandang disabilitas bisa berakti- vitas ke mana saja, tanpa khawatir tertabrak. Tombol untuk penye- berangan jalan pun disediakan pada posisi yang mudah dijangkau. Stasiun-stasiun dan kereta api dilengkapi fasilitas untuk penyan- dang disabilitas untuk pengguna kursi roda masuk ke kereta api. Bagi tunanetra, stasiun kereta api dilengkapi dengan tanda-tanda khusus huruf Braille dan garis-garis menonjol. Saya sering jalan-jalan de- ngan teman ke pusat kota, naik kereta dan naik bus umum. Saya bebas bergerak secara mandiri. Di Indonesia saya tidak bisa bepergian dengan mudah. Kalau harus keluar rumah, saya selalu harus ditemani orang lain untuk membantu. Ter- masuk di tempat saya di Lombok.
Akses dan fasilitas yang spesifik diberikan kampus? Sama. Untuk penyandang dis- abilitas yang menggunakan kursi roda, dibuat jalur khusus tanpa perlu lewat tangga. Juga kamar kecil khusus, lengkap dengan toilet lebar dan pegangan otomatis. Rak buku di perpustakaan didesain
18
mudah dicapai oleh orang yang duduk di kursi roda. Ruang kuliah semuanya dilengkapi fasilitas untuk penyandang disabilitas. Saya mendapat kursi roda elektrik. Kursi roda itu boleh dibilang hampir gratis, termasuk fasilitas uni- versitas untuk penyandang disabilitas. Saya hanya membayar uang adminis- trasi. Ketika kuliah di Universitas Mata- ram, saya sering membutuhkan waktu yang lama untuk pindah dari ruangan atau gedung ke tempat yang lain. Saya juga harus bekerja dua kali lebih keras dari teman-teman yang lain.
Bagaimana dalam kesempatan kerja? Belanda memiliki peraturan me- wajibkan perusahaan menggunakan pekerja dari kalangan penyandang disabilitas. Di sana para pegawai pelayanan publik dilengkapi kursus bagaimana melayani orang yang memiliki kendala tubuh. Di Indonesia, kalau melamar pekerjaan, begitu tahu kita penyandang disabilitas, mereka akan bertanya lebih banyak. Ada semacam stigmatisasi. Mereka lihat NLWD SXQ\D NHQGDOD êVLN 0HUHND SLNLU kami akan lebih sulit untuk bekerja. Padahal tidak.
Apa yang membuat Indonesia tertinggal jauh seperti itu? Pemahaman. Sebagian besar program bantuan untuk penyandang disabilitas selalu berupa pemberian alat bantu. Setelah itu, seakan-akan tugas telah selesai dan penyandang disabi litas dianggap terbebas dari ma- salah. Padahal tidak. Karena tantangan terbesar adalah rasa tidak berdaya, karena tidak akses dalam banyak hal dan menjadi beban bagi orang lain. Jalan-jalan di Indonesia umum- nya tidak menyediakan fasilitas untuk
penyandang disabilitas. Pintu-pintu menggunakan pegangan yang tak bisa diraih pengguna kursi roda. Pintu- pintu otomatis membuka dan menutup dengan begitu cepat, sehingga tidak bisa digunakan penyandang disabilitas. Tangga berjalan tanpa pegangan. Pintu putar nyaris seperti baling-baling. Para tunanetra menjadi kelompok yang kehilangan banyak akses, karena mayoritas gedung di Indonesia tidak dilengkapi petunjuk yang bisa dide- ngar, diraba, ataupun dilihat dalam penglihatan terbatas. Para tunarungu mengalami hambatan lebih besar, kare- na informasi di tempat-tempat umum hanya menggunakan pengeras suara, tanpa petunjuk isyarat lain. Bayangkan bila terjadi kebakaran. Mereka tentu akan kebingungan dan celaka karena tidak mendengar apa-apa.
Bagaimana adaptasi kembali di Indonesia, mengingat selama di Belanda suasana dan akses sangat berbeda? Sangat prihatin ketika kembali ke Indonesia, mengingat akses bagi penyandang disabilitas masih sa- ngat minim sehingga harus kembali menjadi tergantung pada bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas- aktivitas di luar rumah (di ruang pub- lik). Adaptasinya, ya akhirnya harus mengurangi aktivitas di ruang publik serta mencari pekerjaan yang sesedikit mungkin menuntut harus keluar. Ini menyedihkan, karena saya lebih senang pekerjaan yang membuat saya bertemu banyak orang dan beraktivitas di ruang terbuka.
Bagaimana ceritanya akhirnya aktif di Jakarta? Ini dikarenakan saat ini proyek- proyek pembangunan berskala interna- sional jauh berkurang di daerah saya,
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 18
2/17/12 11:22 PM
di  Nusa  Tenggara  Barat,  sehingga  saya  mencoba  mencari  pekerjaan  di  Jakarta.  Saya  mendapat  informasi  mengenai  Proyek  AGENDA  dari  seorang  teman  yang  kemudian  menganjurkan  saya  melamar.  Di  sinilah  saya  akhirnya.
Pertemuan regional kemarin apakah yang pertama Anda tangani? Bagaimana gambaran evaluasinya? Pertemuan  kemarin  bukan  yang  pertama.  Telah  ada  beberapa  per- temuan  serupa  yang  pernah  saya  ker- jakan,  namun  itu  adalah  yang  pertama  saya  lakukan  untuk  isu  disabilitas.  Latar  belakang  pekerjaan  sebelumnya Â
adalah  FRPPXQLW\ GHYHORSPHQW  un- tuk  isu-Âisu  kesehatan  ibu  dan  anak.
Apa impian atau yang ingin Anda capai di masa depan? Bermanfaat  bagi  banyak  orang  adalah  hal  yang  paling  saya  inginkan.  Sebab,  saya  menjadi  bisa  mandiri  seperti  ini,  telah  menerima  banyak  bantuan  dan  difasilitasi  oleh  banyak  orang.  Keluarga  saya,  teman-Âteman,  guru-Âguru,  lembaga  pemberi  beasiswa,  sopir  taksi,  tukang  parkir,  satpam,  tukang  sayur,  dan  masih  banyak  lagi  orang  yang  telah  membantu  hidup  saya  menjadi  lebih  mudah  dan  me- nyenangkan.   Q  Nestor
Foto: Sigit D Pratama
D
I :DJHQLQJHQ 8QLYHUVLW\ 'LDQD PHQJDPELO SURJUDP master  bidang  international  development GHQJDQ VSHVLDOLVDVL com- munication,  technology,  and  policy.  6HWHODK SHQGLGLNDQQ\D VHOHVDL DNKLU 6HSWHPEHU 'LDQD NHPEDOL NH ,QGRQHVLD ,D KDUXV PHQJXFDSNDQ VHODPDW WLQJJDO NHSDGD NXUVL URGD HOHN WULV GDQ VHJDOD IDVLOLWDV \DQJ PHPXGDKNDQQ\D KLGXS PDQGLUL 'LDQD VHPSDW NHPEDOL NH GDHUDK DVDOQ\D GL /RPERN 7DSL NHPXGLDQ bergabung  dengan  General  Elec WLRQ 1HWZRUN IRU 'LVDELOLW\ $FFHVV $*(1'$ VHEDJDL PDQDMHU SURJUDP PHZDNLOL 3HUVDWXDQ 3HQ\DQGDQJ Cacat  Indonesia  (PPCI),  dengan  WXJDV PHQJRRUGLQDVLNDQ NHUMD GDQ SURJUDP GHQJDQ SDUWQHU UHJLRQDO $*(1'$ GL $6($1 3HNHUMDDQ LQL membuat  Diana  harus  tinggal  di  Ja NDUWD \DQJ VH VXQJJXKQ\D MXJD VDQJDW WLGDN DNVHVLEHO WHUKDGDS SHQ\DQGDQJ
diffa edisi 14 -� Februari 2012
FA diffa_15 Maret.indd 19
19
2/17/12 11:22 PM
tapak
Mempersiapkan Guru Inklusi Salah satu persoalan pendidikan inklusi adalah kurang-� nya guru yang berkualitas untuk siswa berkebutuhan khu-� sus. Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menyelenggarakan pendidikan dan latihan guru untuk sekolah-�sekolah luar biasa.
20
S
UDAH  bukan  rahasia  kual- LOLĂŞNDVL SDUD JXUX XQWXN siswa  penyandang  disa- bilitas  di  Indonesia  belum  memadai.  Banyak  penye- bab  kondisi  memprihatinkan  ini.  Di  antaranya  kurikulum  mata  kuliah  para  calon  guru  pendidikan  luar  biasa  (PLB)  belum  sempurna.  Kurikulum  untuk  calon  guru  SLB  masih  berada  di  WDWDUDQ JHQHUDO EXNDQ VSHVLĂŞN XQWXN anak  disabilitas.  Otomatis  hasil  penga- jaran  dari  para  guru  SLB  tersebut  pun  tidak  maksimal.  Contohnya  guru  untuk  siswa  tunarungu,  seharusnya  mendapatkan  NXULNXOXP \DQJ VSHVLĂŞN XQWXN DQDN didik  tunarungu.  Hal  ini  mengingat  kondisi  para  siswa  tunarungu  berbeda- beda.  Ada  yang  masih  cukup  jelas  ber- bicara,  ada  yang  sama  sekali  tidak  bisa.  Jadi,  dalam  praktik  para  guru  tersebut Â
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 20
2/17/12 11:22 PM
diharapkan bisa mengajar para siswa tunarungu sesuai dengan kondisi disabilitasnya. Keprihatinan itulah yang dira- sakan para dosen di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Keprihatin- an itu pun menghasilkan sebuah action, dengan membentuk Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus (PSIBK).
Pendidikan Kerja Sama
cayaan diri di masyarakat dan berkualitas. PSIBK kemudian membuat proposal untuk melakukan pela- tihan meningkatkan kompetensi guru pengajar tunarungu. Karena keterbatasan dana, mereka kemudian bekerja sama dengan Kentalis International Belanda yang memiliki pengalaman mengembangkan kompetensi guru tunarungu di Belanda dan beberapa negara lain. “Pelatih- an ini sebagian besar dananya didukung Kentalis International dan Yayasan Porticus,” kata Tjipto Susanna. Training of Trainer (TOT) pun dilaksanakan sejak tahun 2010, dengan memilih tujuh sekolah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yog- yakarta, dan Jakarta sebagai SLORW
Foto: Fajar Sodiq
Keberadaan pusat studi ini juga tak lepas dari dorongan Sekolah Tunarungu Denaupakarya, Wonosobo. “Seperti diketahui, lulusan PGLB di Indonesia sangat tidak memadai. Nah, pada waktu itu kami ada kerja sama dengan Denaupakarya. Mereka men- dorong kami untuk membuat jurusan pendidikan guru luar biasa, supaya lulusan PGLB bisa maksimal,” tutur
Tjipto Susanna, Steering Committee PSIBK. Karena proses untuk membentuk jurusan lama, akhirnya USD memilih mendirikan PSIBK. Tjipto Susana menjelaskan, PSIBK merupakan pusat studi yang ber gerak dalam bidang sos- ialisasi dan pemberdayaan disabilitas, khususnya tunarungu. Sosialisasi ditu- jukan kepada masyarakat awam yang masih minim pengetahuan tentang disabilitas, agar tercipta penghargaan kepada para penyandang disabilitas, bukan meminggirkannya. Dalam ranah pemberdayaan, PSIBK memfokuskan pada bidang pendidikan, termasuk pendidikan untuk para guru SLB dan guru untuk siswa tunarungu. Tujuannya mening- katkan kualitas kompetensi mengajar para guru, sehingga para anak didik tunarungu mampu memiliki keper-
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 21
21 2/17/12 11:22 PM
Foto: Fajar Sodiq
22
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 22
2/17/12 11:22 PM
SURMHFW. Setiap sekolah yang dijadikan SLORW SURMHFW mengirimkan dua guru untuk pelatihan. Hasil yang didapat dari ketujuh sekolah ini kelak dievalu- asi dan dikembangkan kembali. Tujuh sekolah tersebut adalah SLB/B Dena Upakara (Wonosobo), SLB/B Santi Rama (Jakarta), SLB/B N Semarang, SLB/B Pangudi Luhur (Jakarta), SLB/B Bhakti Luhur (Malang), SLB/B Don Bosco (Wonosobo), dan SLB N 3 Yogya- karta.
Pelatihan Baru Awal Februari 2012, rombongan baru para guru SLB mengikuti pendi- dikan awal semester di Yogyakarta. Seperti dijelaskan di atas, selama empat minggu pertama mereka mengikuti pelatihan. Setelah itu mereka kembali ke sekolah masig-masing untuk mem- praktikkan materi kuliah atau pelati- han yang didapat. Selanjutnya mereka akan kembali lagi untuk melihat hasil sekaligus evaluasi. Menurut Tjipto Susanna, pelatihan itu memang hampir sama dengan sistem belajar-mengajar di uni ver- sitas. Bedanya, dalam pelatihan lebih mengutamakan praktik di lapangan. “Sistemnya menggunakan semesteran. Dalam empat minggu pertama dari tiap semester, kita mengadakan tatap muka di Hotel Museum Batik, Yogya- karta. Dalam tatap muka, trainer mem- berikan materi sekaligus pekerjaan rumah. Nah, PR inilah yang nantinya dipraktikkan saat para peserta training kembali ke sekolahnya.” Kurikulum pelatihan dikem- bangkan dari kurikulum mata kuliah PLB, tapi materinya diperdalam dan GLPRGLêNDVL VHVXDL GHQJDQ NHEXWXKDQ Ï%LDVDQ\D NDPL PHODNXNDQ VSHVLê- kasi atau memperdalam kembali dari
materi-materi kuliah PLB, jadi lebih mengakomodasi kebutuhan para tuna rungu. Karena biasanya materi- nya kurang mendalam dan kurang detail,” kata Tjipto. Secara garis besar materi dalam kurikulum mencakup psikologi perkembangan, konseling orang tua, dan bahasa isyarat. Materi-materi tersebut diberikan para trainer dari Kentalis Belanda. Sedangkan FR WUDLQ HU nya dari Universitas Indonesia, Santi Rama, dan Don Bosco. “Proyek pertama ini diprediksikan selesai pada tahun 2012. Setelah itu kami akan mengevaluasi. Karena rencananya pelatihan ini akan kontinu, dengan beberapa perubahan.“ Perubahan yang dimaksud antara lain kemungkinan tidak menggu- nakan trainer dari Kentalis, mengingat dananya cukup mahal. Rencananya, trainer diambil dari angkatan pertama TOT. “Jadi para FR WUDLQHU TOT tersebut akan menjadi trainer untuk pelatihan selanjutnya. Selain itu, rencananya para peserta training ke depan akan membayar,” kata Tjipto Susanna. Selain untuk mengembang- kan pelatihan, PSIBK juga ren- cananya akan meluaskan cakupan pemberdaya an dan penguatan untuk disabilitas lain, tidak hanya tuna- rungu. Selain itu juga mengembang- kan kerjasama antara PSIBK dengan Pusat Studi HAM dan Demokrasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Kerjasama kedua universitas ini di- harapkan membentuk Komisi Ban- tuan Advokasi Disabilitas. Langkah Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus Universitas Sanata Dharma ini seperti menanam benih-benih baru, yang diharapkan menghasilkan banyak buah yang baik. Q Fajar Sodiq
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 23
23 2/17/12 11:22 PM
sosok
Rasino
hari kegiatannya mengajar karawitan di beberapa sekolah di Surakarta dan sanggar wayang. Rasino memilih dunia pendidikan karawitan dan anak-anak sebagai jalan hidup, meski honor dari menga- jar tak seberapa. Ia sengaja memilih dunia itu, karena bisa memberikan kekuatan dan semangat dalam hidup.
Guru Gamelan Berbekal Kesabaran
Foto: Fajar Sodiq
Mandiri Sejak Muda
Rasino lahir sebagai tunanetra. Meraih gelar sarjana berbekal kesabaran dan ketekun-‐ an. Hidupnya sederhana. Banyak yang pantas di-‐ pelajari darinya.
24
B
OLEH jadi Rasino penyandang disabilitas yang tidak sukses dalam ukuran materi. Namun, ia pantas dijadikan contoh penyandang disabilitas yang mampu melepaskan diri dari rasa rendah diri karena disabilitasnya. Juga sebagai orang sabar yang selalu me- nampakkan keramahan dan senyum tulus. Rasino memiliki keterampilan memainkan instrumen musik modern dan gamelan. Tapi ia tidak meman- faatkan keahlian itu untuk mengejar uang. Bersama istri dan dua anaknya, Rasino tinggal di rumah sederhana di Jalan Gambir Anom, Benowo, Ngringo, Jaten, Karanganyar. Sehari-
Rasino lahir di Purworejo, 17 Juli 1975. Rasino mengalami tunanetra se- jak lahir. “Saya nggak tahu apa karena dalam kandungan ada masalah. Mata saya memiliki organ pendukung, tetapi tidak memiliki sistem untuk melihat,” ujarnya. Rasino lahir dalam keluarga dengan kondisi ekonomi serba terbatas. Lantaran memiliki keterbatasan, Rasino disekolahkan di SDLB Pur- worejo. Sejak kecil ia memiliki jiwa mandiri. Tahun 1990-1992 ia memilih menimba ilmu di Sasana Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (SRPCN) Purworejo. Di sasana itu Rasino mulai me- nyukai musik. Baginya musik adalah semangat hidup yang bisa membuat gembira. “Di sana saya diajari alat musik modern dan musik Barat. Dari situ saya bisa menguasai banyak alat musik modern, dari bass, piano, key- board, hingga drum,“ ceritanya. Selepas dari SRPCN, Ra- sino melanjutkan ke SMA Kretek 1 Bantul. Ia sengaja merantau agar bisa keluar dari tempurung keterbatasan. “Dulu itu yang penting hanya laporan sama orang tua, saya sekolah di mana. Saya memang berusaha mandiri, agar bisa menunjukkan bahwa keterbatas- an bukan menjadi halangan, “ ujarnya. Lantaran kurang sreg dengan pola pengajaran, Rasino pindah dari SMA Kretek 1 Bantul ke SMA Muham- madiyah 5 Karanganyar. Dia berusaha untuk selalu mewarnai hidupnya
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 24
2/17/12 11:23 PM
dengan musik. Di tempat baru Rasino nekat membentuk band Puspa Gading yang beraliran pop rock. Setelah lama menggeluti musik modern, justru Rasino kembali tertarik pada musik tradisional. “Akhirnya lambat laun mulai menggeluti musik tradisional, yakni karawitan, “ tutur- nya.
Berjuang Jadi Sarjana Setelah lulus SMA, batin Rasino bergejolak antara memilih menerus- kan atau tidak meneruskan pendi- dikan. Keinginan dia sebenarnya meneruskan kuliah. Karena baginya menuntut ilmu adalah salah satu cara untuk bisa menunjukkan kemampuan dan keluar dari zona keterbatasan. “Dengan bersekolah tinggi, saya bisa menempa emosi. Penyandang disabilitas yang sekolah tinggi emosi- nya akan lebih stabil. Selain itu, akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Bahwa disabilitas bukan menjadi beban orang lain,” ujarnya. Namun, keinginan itu terben- tur kondisi ekonomi. Rasino lantas berkonsultasi kepada Mudjiono, pemilik sanggar dalang cilik Sarotama. “Setelah berkonsultasi, akhirnya saya memutuskan melanjutkan kuliah. En- tah bagaimana caranya, yang penting saya harus kuliah.” Dasar pertimbangan Rasino me- milih jurusan adalah yang ilmunya tetap bisa bermanfaat, jika sewaktu- waktu terpaksa berhenti kuliah karena terbentur dana. “Kalau saya milih jurusan pendidikan, jika berhenti tidak bisa saya manfaatkan untuk mencari nafkah. Karena bagaimanapun untuk menjadi guru pastilah harus menun- jukkan ijazah. Beda kalau misalnya saya mengambil jurusan karawitan. Kalau kuliah terhenti, saya bisa manfaatkan ilmu yang didapat untuk mencari uang tanpa harus menunjuk- kan ijazah,” ujarnya.
Pada tahun 1999 Rasino masuk Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Surakarta. Tak ada ham- batan berarti ketika kuliah. Rasino bisa berbaur dengan teman-teman- nya. “Dulu hambatanya cuma satu, masalah re- ferensi untuk tunanetra seperti saya,“ tuturnya. Untuk biaya kuliah, Rasino nyam- bi jadi tukang pijat di stasiun, sambil bantu-bantu di Sanggar Sarotama. “Orang tua sudah tidak pernah mem- beri uang, karena bapak saya mening- gal tahun 2000, “ kenangnya. Selain membiayai kuliah dari hasil pijat dan mengajar di Sanggar Sarotama, Rasino juga menjadi guru karawitan honorer di bekas sekolah- nya, SRPCN Purworejo. Ia berangkat dari Solo ke Purworejo menggunakan kereta api. Karena hanya mengajar dua kali dalam sebulan, sekali meng- ajar ia berada di Purworejo tiga hari. Rasino melatih karawitan di Purworejo sejak tahun 2003 hingga 2010. “Waktu itu saya mengajar hanya mendapatkan honor dari Rp 125.000 hingga Rp 175.000 per bulan,” tutur- nya.
Jalan Hidup Sederhana Berkat kegigihah dan ketekunan, Rasino berhasil menyelesaikan kuliah pada tahun 2010. Dari pelajaran se- lama kuliah, Rasino mampu memain- kan beragam musik karawitan, dari saron, slenthem, gender, bonang, gong, kenong, siter, hingga kendang. Di jalur
musik modern, ia bisa bermain gitar, keyboard, bas, dan drum. Rasino tetap hidup dalam ke- sederhanaan. Dengan bermodal ijazah sarjana seni, Rasino menjadi guru ho- nor er karawitan di SD Kentingan dan SD Tugu Surakarta. Lagi-lagi dengan honor sangat minim, satu kelas hanya Rp 50.000 per bulan, jika ditotal hanya Rp 200.000 per bulan. Selain itu, Rasino membantu me ngajar di Sanggar Sarotama. “Saya sering mendampingi anak-anak sang- gar saat pentas. Saya tidak mengharap- kan bayaran saat pentas,” ucapnya. Dengan pendapatan yang minim, Rasino hanya bisa mengontrak rumah sederhana di depan Sanggar Sarotama. Di rumah itu ia tingggal bersama istrinya, Sri Widyanti, dan dua buah hati mereka, Asyifa Miftahul Hawa dan Ainullah Khoirul Azzam. Bagi Rasino, kondisi hidup seder- hana bukan hal yang perlu diratapi. Ia melakoni hidup dengan penuh pasrah dan rasa syukur. “Syukurilah dari yang sedikit, karena akan merasakan apa yang kita dapatkan terpenuhi,” ujar Rasino sambil tersenyum. Sungguh pribadi yang banyak memberi pelajar- an. Q Fajar Sodiq
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 25
25 2/17/12 11:23 PM
beranda
DETEKSI DINI ANAK AUTIS
but melakukan sesuatu untuknya. e. Kadang masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apa pun. f. Enggan berinteraksi dengan anak sebaya daripada terhadap orang tuanya.
Gangguan perilaku dan bermain
D
Foto: Istimewa
OKTER Dwijo Saputro SpKJ menyebutkan gejala yang timbul pada autis bisa sangat ringan (mild), sedang (moderate), hingga parah (VHYHUH). Beberapa gejala berikut ini bisa menjadi acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut agar gejala autis yang timbul bisa tertangani sedini mungkin.
Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal
a. Terlambat bicara atau tidak dapat bicara. b. Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain. c. Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata sesuai konteks. d. Meniru atau membeo. Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, ataupun kata-kata tanpa mengerti artinya. e. Mimik muka datar, kadang bicaranya monoton se perti robot. f. Berperilaku seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang tidak disukainya akan bereaksi dengan cepat.
Gangguan perasaan dan emosi
26
a. Menolak atau menghindar untuk bertatap muka. b. Merasa tidak senang dan menolak dipeluk. c. Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Bila didekati untuk bermain, justru men jauh. d. Bila menginginkan sesuatu, akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang ter se
a. Tidak ada atau kurang rasa empati. Misalnya melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu dan sering mendatangi anak yang mena ngis untuk dipukul. b. Tertawa-tawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab yang jelas. c. Sering mengamuk tidak terkendali (WHPSHUWDQWUXP);; terutama bila tidak mendapat apa yang diinginkan, dapat menjadi agresif dan destruktif.
Gangguan persepsi, sensoris
Gangguan interaksi sosial
a. Seperti tidak mengerti cara bermain, ia bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang hingga berjam-jam. b. Bila menyukai satu mainan, menolak mainan yang lain dan memiliki cara bermain yang aneh. c. Keterpakuan pada sesuatu (misalnya memegang roda mobil-mobilan terus-menerus untuk waktu lama). Perilaku ritualistik sering terjadi. Dapat juga anak terlalu diam. d. Punya kelekatan dengan benda-benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar. Benda- benda tersebut terus dipegang dan dibawa ke mana- mana. e. Sering memperhatikan sesuatu, misalnya jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, atau air yang bergerak. f. Anak dapat terlihat hiperaktif, tidak bisa diam, lari ke sana-kemari, meloncat-loncat, berputar-putar, atau memukul benda berulang-ulang.
a. Mencium-cium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa pun. b. Bila mendengar suara keras langsung menutup mata. c. Tidak suka diraba atau dipeluk. Bila digendong cen derung merosot untuk melepaskan diri. d. Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan tertentu. Q
Sumber: Nirmala, http://sweetspearls.com/education/deteksi-dini-anak-autis- dengan-melihat-gejala/
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 26
2/17/12 11:23 PM
jendela
Kisah Sedih Anak Tunagrahita dari Philadelphia
T
IDAK  semua  negara  maju  memperlakukan  penyan- dang  disabilitas  dengan  baik  dan  setara.  Mungkin  kondisi  aksesibilitas  dan  fasilitas  untuk  para  penyandang  disabilitas  memang  jauh  lebih  baik,  tapi  itu  hanya  salah  satu  aspek  dari  keseluruhan  persoalan  yang  dihadapi  para  penyandang  disabilitas.  Berbagai  persoalan  di  luar  urusan  sarana  dan  SUDVDUDQD ĂŞVLN NHUDS EHOXP WHUVHQ- tuh  dalam  kebijakan  pemerintah  negara  maju  seperti  Amerika  Serikat,  Eropa,  dan  negara  maju  lainnya.  Kita  kerap  membandingkan  secara  kontras  berbagai  perbedaan  hanya  berdasar  SDGD DSD \DQJ WHUOLKDW ĂŞVLN VHKLQJJD negara  berkembang  seakan  begitu  jauh  tertinggal.  Hal  yang  lebih  bersifat  QRQĂŞVLN VHSHUWL SHUODNXDQ WHUKDGDS para  penyandang  disabilitas  di  ber-Â
Political Will Pemerintah India untuk Autisme
bagai  wilayah  kehidupan  kerap  tak  terdeteksi  dengan  baik.  Dalam  wilayah  QRQĂŞVLN LQL VHEHQDUQ\D SHUEHGDDQ DQ- tara  negara  maju  dan  negara  berkem- bang  bisa  saja  tak  jauh  berbeda.  Bukan  tak  mungkin  dalam  kasus  tertentu  kondisi  negara  berkembang  lebih  baik. Kemungkinan-Âkemungkinan  se- perti  itu  kadang  terbukti  ketika  terjadi  kasus-Âkasus  yang  memperlihatkan  perlakuan  tidak  adil  atau  diskrimi- nasi  terhadap  penyandang  disabilitas,  baik  di  bidang  kesehatan,  pendidikan,  perekonomian,  maupun  wilayah  kehidup  an  lainnya.  Dan  di  era  inter- net  kini,  diseminasi  informasi  kasus- kasus  ke  tidakadilan  atau  diskriminasi  menjadi  jauh  lebih  cepat  dan  mudah,  sehingga  lebih  banyak  kasus  terung- kap  ke  publik  dibandingkan  pada  masa-Âmasa  sebelumnya.  Salah  satu  yang  belum  lama  ini  tersebar  adalah  kasus  yang  terjadi  pada  seorang  anak  tunagrahita  atau  down  syndrome  di  sebuah  rumah  sakit  di  Philadelphia,  Amerika  Serikat.   Banyak  orang  mung- kin  tak  membayangkan  di  negara  seperti  Amerika  masih  terjadi  kasus  ketidakadilan  oleh  sebuah  rumah  sakit  terhadap  anak  penyandang  disabilitas.  Namun  kita  tak  boleh  lupa,  sejarah  Amerika  memang  penuh  dengan  lem- bar  hitam  diskri  minasi  rasial  antara  ku- lit  putih  dan  kulit  hitam.  Dengan  latar  historis  seperti  itu,  residu  dan  bias-Âbias  dis  kriminasi  sekecil  apa  pun  tetap  ada  yang  tertinggal.          Â
Kasus Amelia Kasus  Amelia  terjadi  di  sebuah Â
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 27
27 2/17/12 11:23 PM
rumah sakit anak di Philadelphia. Amelia seorang anak down syndrome yang sudah tiga tahun menjalani perawatan rutin di bagian QHSKURORJ\ rumah sakit itu. Pada awal tahun 2012 Amelia kembali menjalani pemerik- saan dalam rangka kemungkinan un- tuk mendapatkan pengobatan melalui metode transplantasi. Dokter yang merawat kemudian meminta kedua orang tua Amelia menemui tim dokter yang mengevaluasi setiap kasus pe ng- obatan transplantasi sebagai bagian prosedural yang harus dilalui pasien sebelum diputuskan bisa atau tidak menjalani transplantasi. Orang tua Amelia pun segera membawa Amelia yang tengah tertidur di tempat tidur dorong ke ruangan yang dimaksudkan dokter itu. Amelia tetap tertidur lelap ketika memasuki ruangan evaluasi tim dokter yang akan menyampaikan hasil evaluasi. Tak berapa lama menunggu, tim dokter yang dipimpin seorang dokter lelaki 60-an tahun beraksen Peru, dengan kumis dan rambut cokelat, me- masuki ruangan membawa formulir- formulir hasil evaluasi. Ibunda Amelia melirik dan mencoba mencuri lihat dengan takut-takut tumpukan kertas saat ketua tim dokter duduk dan me- letakkan kertas itu di atas meja. Dokter itu seperti membawa sebuah perasaan tak enak di hati ibu Amelia, ekspresi wajahnya yang datar seakan sudah PHQMDGL êUDVDW WHUVHQGLUL %HJLWX SXOD dengan gaya bicaranya yang singkat dan pendek-pendek. Apalagi ketika satu bagian dalam formulir yang diberi stabilo merah terbaca olehnya. Keterbelangan mental. Itulah bagian yang ditandai stabilo. Lalu tak jauh di bawahnya ada lagi satu bagian yang juga di tandai stabilo. Terbaca juga oleh ibu Amelia: kerusakan otak. Dua bagian yang ditandai dengan stabilo itu makin memperparah perasaan tak enak hatinya. Situasi terasa menjadi
28
lebih tegang saat itu. Ayah Amelia pun tak bisa menyembunyikan kegelisah- an di wajahnya. Tapi ia hanya menun- duk dan membuang pandangan ke lantai dengan mata berputar-putar. Ibu Amelia mencoba tetap tenang dan fokus pada apa yang akan di- sampaikan tim dokter. Tapi ketika mendengar dokter menyatakan Ame- lia tak bisa menerima transplantasi karena ia anak dengan keterbelakan- gan mental, seketika ketenangannya berantakan. Ia gemetar dan matanya mulai berair. Tubuhnya serasa digun- cangkan angin ribut. “Benar Anda me- nyatakan anak saya tak bisa menerima transplantasi karena ia tunagrahita? Benar begitu?” Dan tangisnya pun tak terbendung lagi saat dokter mengi- yakan dengan datar. Lalu kemarahan tiba-tiba meledak karena harapan sudah begitu besar untuk mendapat- kan transplantasi. “Saya dari keluarga besar, saya tidak perlu menunggu masuk daftar waiting list, saya akan mencari donor sendiri dari keluarga! Saya hanya ingin Amelia mendapat transplantasi!!” Dokter itu menjawab perlahan, suaranya seperti mengeja kata demi kata dengan datar tapi malah semakin memuntabkan amarah yang sudah meletup. “Bukan itu masalahnya! Amelia tidak bisa ditransplantasi karena masalah kualitas hidupnya ter- kait dengan masalah keterbelaka ngan mental.” Suara dokter itu sungguh terasa sangat tak berperasaan. Ibunda Amelia tiba-tiba meradang mendengar dokter itu mengatakan soal kualitas hidup Amelia. “Stop! Jangan pernah bicara soal kualitas hidup anakku. Anda tak pernah tahu seperti apa kualitas hidupnya! Saya dan Amelia sudah melewati banyak rintangan dan cobaan sepanjang hidupnya. Anda jangan sok tahu! Sekarang katakan saja kepada siapa kami harus bicara, karena saya mau Amelia tetap mendapatkan
transplantasi! Tak peduli apa yang harus kami hadapi!” Ibunda Amelia menyergah penuh kemarahan karena sungguh merasa diperlukan tidak adil. Dokter itu tak menjawab, tapi seorang pekerja sosial yang menjadi anggota tim buka suara. “Apa Anda tahu bahwa transplantasi itu tidak selamanya? Dalam waktu 12 tahun Amelia harus ditransplantasi lagi jika ia bisa bertahan selama itu. Apa Anda tahu pengobatan apa lagi yang harus dijalaninya?” Ibunda Amelia menjawab cepat dan keras. “Ya, saya tahu! Saya sudah melakukan semua riset untuk Ame- lia!” Si pekerja sosial sedikit menger- nyitkan kening dan membalas, “Lantas bagaimana kalau dia umur 13 dan ka- lian tak bisa ada di dekatnya lagi? Apa yang akan terjadi? Siapa yang akan mengurusnya?” Pertanyaan kurang ajar itu itu makin membuat ibunda Amelia meradang. “Kalau kamu mati besok apa yang akan terjadi? Siapa yang akan mengurus anakmu? Siapa yang akan bertanggungjawab atas pekerjaan kamu? Kita semua tak ada yang bisa meramalkan masa depan! Dan kami tidak ingin jadi peramal masa depan Amelia. Yang kami tahu, Amelia tak akan punya masa depan jika ia tak menjalani transplantasi!”
Diskriminasi dengan Alasan Medis Apa yang terjadi selanjutnya adalah penjelasan teknis dunia media dari dokter ketua tim tentang betapa berbahaya operasi transplantasi un- tuk anak dengan gangguan mental seperti Amelia. “Pengobatan yang harus dijalani Amelia setelah proses transplantasi sangat berbahaya. Bisa mengakibatkan kerusakan otak jika dosisnya tak tepat, jadi harus sangat hati-hati.” Begitu antara lain alasan selanjutnya yang disampaikan dokter itu kepada ibunda Amelia. Dan karena
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 28
2/17/12 11:23 PM
Amelia  sudah  mengalami  kerusakan  otak,  maka  mereka  tak  mau  mengam- bil  risiko  untuk  melakukan  transplan- tasi  ginjal.  Alasan  medis  ini  sungguh  menjadi  suatu  bentuk  ketidakadilan  dan  arogansi  yang  mengatasnamakan  ilmu  kedokteran.  Sementara  apa  yang  disampaikan  ibunda  Amelia  jelas  lebih  mengena  dan  substansial.  Kita  tak  pernah  tahu  pasti  masa  depan.  Kita  tak  pernah  tahu  apa  yang  terjadi  pada  hidup  kita  esok  hari.  Mati  atau  hidup  bukan  manusia  yang  menentukan.  Mati  atau  hidup  ada  di  tangan  Tuhan.  Ketika  dokter  itu  mengatakan  tak Â
mau  mengambil  risiko  dan  menolak  transplantasi  untuk  anak  tunagra- hita,  maka  sebenarnya  tindakan  itu  telah  merampas  hak  sang  anak  untuk  mendapatkan  kesempatan  dan  pelu- ang  atas  kesehatannya.  Sementara  perhitungan  peluang  untuk  hidup  jika  Amelia  tak  mendapatkan  transplantasi  ginjal  bahkan  lebih  buruk,  karena  esti- masi  umurnya  hanya  tinggal  6  bulan  jika  ia  tak  dicangkok  ginjal.  Mana  yang  lebih  baik?  Mana  yang  lebih  buruk?  Cangkok  atau  tidak?  Mana  yang  lebih  bijak?  Mana  yang  arogan  dan  sewenang-Âwenang?  Menolak  pencang-Â
kokan  dan  membiarkannya  Amelia  meninggal  6  bulan  kemudian  atau  bersedia  melakukan  pencangkokan  dan  tak  tahu  apa  yang  akan  ter- jadi?  Dalam  konteks  hak  asasi,  hak  menentukan  pilihan  ada  di  tangan  orang  tua  Amelia.  Dalam  konteks  otoritas  medis,  para  dokter  punya  hak  untuk  menyarankan,  tapi  se- benarnya  tetap  tak  bisa  menolak  jika  pasien  atau  orang  tua  pasien  dalam  kasus  Amelia,  ingin  menentukan  sikap  sendiri.  Tapi  dalam  kasus  Amelia,  dokter  memakai  argumen  medis  untuk  menolak  hak  pasien.  Namun  persoalan  ini  bukanlah  melulu  persoalan  di  Philadelphia.  Di  banyak  belahan  lain  dunia  pasti  masih  banyak  terjadi  kasus  serupa  dalam  berbagai  versi  dan  bentuk.  Satu  hal  penting  yang  harus  dire-Ââ€? nungkan  oleh  semua  pihak  di  belahan  bumi  mana  pun  adalah  apa  yang  ditu-Ââ€? lis  ibunda  Amelia  di  akhir  kisah  yang  disebarkannya,  yaitu:   We  are  in  the  \HDU DQG P\ FKLOG VWLOO GRHV QRW KDYH WKH ULJKW WR OLYH WKH ULJKW WR D WUDQVSODQW EHFDXVH VKH LV GHYHORS mentally  delayed.  Ada  banyak  hal  yang  sebenarnya  tak  perlu  diperten- tangkan  jika  kita  bisa  me  nempatkan  duduk  perkaranya  secara  propor- sional  dan  tidak  mencampur  aduk- kan  satu  dengan  lainnya.  Jelas  tak  bisa  dipahami  jika  perkara  hak  asasi  lalu  mengalami  diskriminasi  dengan  alasan  atau  argumen  medis  yang  membuatnya  menjadi  tampak  benar.  Mari  kita  semua  sama-Âsama  merenungkan  hal  ini  untuk  masa  depan  yang  lebih  baik  bagi  semua  penyandang  disabilitas  di  muka  bumi.  Q FX  Rudy  Gunawan Foto-Âfoto:   http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/28/Chil- dren’s_Hospital_of_Philadelphia.jpg http://media.philly.com/images/600*450/20120129_santorum_1024.jpg KWWS ZZ SUZHE FRP SUĂŞOHV '6&B &+23)HWDO6SLQH MSJ
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 29
29 2/17/12 11:23 PM
Pengalaman Berharga & Bergengsi
OLEH
FX RUDY GUNAWAN
S
EBUAH pengalaman berharga baru saja Mas Bejo dapatkan. Sudah berharga, bergengsi pula. Begini cerit- anya. Pertengahan Januari lalu Mas Bejo bertemu seorang kawan lama, aktivis hak-hak penyandang dis- abilitas. Sebuah pertemuan kebetulan yang biasa terjadi di Jakarta. Ini lucu setelah Mas Bejo pikir-pikir. Di Jakarta ini, kita akhirnya bisa mudah bertemu seseorang lewat kebetulan-kebetulan saja. Jika sengaja ingin bertemu, susahnya minta ampun. Nah, kembali ke ceritanya. Teman Mas Bejo ini pun sudah lama sekali tak bersua. Jadi, kami sama-sama senang bisa diperte- mukan oleh kebetulan. “Wah, kebetu- lan sekali Mas Bejo. Sungguh kebetu-
lan yang pas sekali!” ujar Mbak Sari setengah berteriak. Mungkin karena saking seringnya berorasi dalam unjuk rasa, suara Mbak Sari jadi seperti itu. “Ya, ya, sungguh kebetul- an yang menyenangkan bertemu, Mbak Sari.” Karena bertemu di sebuah galeri pameran lukisan, kami pun ngobrol sambil melihat-lihat lukisan. “Be- gini, Mas. Saya kebetulan menjadi panitia untuk sebuah acara penting. Sebuah konferensi regional ASEAN tentang hak-hak para penyandang disabilitas. Nah, saya kan tahu persis Mas Bejo orang yang peduli pada para penyandang disabilitas….” Mas Bejo tersenyum bangga. Ternyata Mbak Sari mengundang Mas Bejo sebagai wakil masyarakat awam untuk mengikuti konferensi tingkat ASEAN itu. Sungguh sebuah kehor- matan besar bagi Mas Bejo. Apalagi Mbak Sari juga menceritakan pan- jang lebar bahwa yang hadir adalah orang-orang hebat dari berbagai organisasi yang tiada henti berjuang untuk para penyandang disabilitas. Mereka datang dari Vietnam, Kam- boja, Bangkok, Jepang, Laos, bahkan juga dari Timor Leste. Mas Bejo hanya bisa terbengong-bengong mendengar semua penjelasan Mbak Sari. “Jadi, saya benar-benar diun- dang? Terima kasih, Mbak. Terima kasih….” Waktu yang dinanti-nantikan pun tiba. Mas Bejo sudah tak sabar menunggu saat penting ini. Lima hari menunggu rasanya seperti lima minggu. Konferensi itu semestinya bakal dibuka oleh salah seorang menteri, dan begitulah seharusnya menurut pendapat Mas Bejo. Bila perlu bahkan dibuka oleh wakil presiden atau presiden. Memang Mas Bejo tak tahu soal protokol acara regional seperti itu, namun acara tentang hak para penyandang dis-
abilitas sangatlah penting. Sayangnya, ternyata pak menteri yang seharusnya membuka acara tiba-tiba berhalangan hadir dan digantikan wakil menteri. Mas Bejo tak bisa paham, apa hal yang lebih penting bagi pak menteri hingga membatalkan memberikan sambutan pada konferensi penting ini. Apakah ada kerabatnya yang meninggal dunia? Ah, mestinya itu bukan soal, karena seorang menteri harus men- gutamakan tugasnya terlebih dulu dibandingkan keluarganya sekali- pun. Atau pak menteri itu mendadak dipanggil oleh presiden? Seandainya begitu, mestinya ia bisa menceritakan kepada presiden tentang konferensi itu. Dalam bayangan Mas Bejo, presi- den mestinya akan bisa memaklumi penjelasan itu dan mendukung men- terinya untuk memberikan sambutan.
Didi Purnomo
kolom mas Mas bejo Bejo kolom
30 30
diffa edisi 14 -‐ Februari 2012 diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 30
2/17/12 11:23 PM
Hmm, itu semua hanya pikiran Mas Bejo. Nyatanya, pak men- teri itu tak datang dan hanya diwakili seorang wakil menteri. Tak apa. Konferensi regional ini tetap sangat penting meski tak dibuka dan disambut oleh seorang menteri. Mas Bejo menghibur diri sambil tersenyum dan mulai berkenalan dengan para peserta dari berbagai negara seusai acara pembukaan dan dilan- jutkan FRIIHH EUHDN. Untunglah, saat ngobrol dengan beberapa peser- ta, tak ada yang berta- nya seperti ini: Why your minister not com LQJ DQG JLYH D VSHHFK" Kalau sampai ada yang bertanya seperti itu, Mas Bejo sungguh tak tahu harus menjawab apa. Pertama, karena memang tak tahu. Kedua, karena memang tak ada jawaban masuk akal kecuali pak menteri itu mendadak sakit keras dan harus dirawat di UGD. Kenyataannya pak menteri baik-baik saja. Tidak ada berita di televisi atau koran atau inter- net yang mengabarkan sang menteri masuk UGD. Mas Bejo khawatir, jauh di lubuk hati para peserta telah mun- cul satu kesimpulan bahwa peme- rintah Indonesia tidak cukup punya perhatian terhadap para penyandang disabilitas. Persepsi atau kesimpulan itu tentu saja sangat merugikan pemerintah, bangsa, dan negara kita. Mudah-mu- dahan kekhawatiran Mas Bejo tidak terbukti. Mudah-mudahan Mas Bejo saja yang terlalu lebay, begitu kata bahasa gaul anak muda sekarang. Se-
pertinya para peserta sudah mulai me- lupakan acara pembukaan dan mulai saling berinteraksi dengan akrab. Me- reka ada yang tunadaksa, tunagrahita, tunanetra, tunarungu, dan juga yang non-disabilitas. Semua menyatu dalam satu semangat kebersamaan sebagai komunitas yang senasib dan sepenang- gungan. Berbagi pengalaman, bertukar cerita, berwacana tentang perjuangan, dan membangun mimpi-mimpi ber- sama sangat kental memenuhi semua ruang konferensi yang berlangsung se- lama tiga hari itu. Obrolan para peserta juga sesekali ditingkahi canda dan tawa ceria yang begitu lepas dan mem- buktikan para penyandang disabilitas memiliki semangat kegembiraan yang sama besarnya. Bukti bahwa mereka tak terpuruk menangisi hidup sebagai penyandang disabilitas. Periode seperti itu sudah jauh mereka lewati, sama halnya teman-teman Mas Bejo juga sudah lama melewati periode itu. Selanjutnya acara konferensi menampilkan para narasumber, pakar- pakar dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang mewacanakan ber- bagai bentuk teori, solusi, petunjuk, dan perbandingan-perbandingan antara satu negara dengan negara lain. Semua peserta menyimak. Saat mema- suki acara diskusi, tercipta diskusi yang serius dan bermanfaat bagi semua peserta. Mas Bejo terkesima menyak- sikan betapa cerdas dan pintar para penyandang disabilitas di konferensi ini. Mereka berbahasa Inggris dengan baik. Bahkan, seorang peserta celebral SDOV\ dari Korea Selatan terpilih men- jadi narasumber dan menyampaikan makalahnya dalam bahasa Inggris yang baik meski dengan suara seorang CP yang terbata, sengau, dan susah payah. Luar biasa sekali. Mas Bejo dan banyak peserta lain yang non-disabili- tas menjadi VSHHFKOHVV saat mengikuti pembicara CP dari Korea itu. Lalu Mas Bejo rasanya menjadi begitu malu atas
semua kesombongan yang pernah dilakukan dengan sengaja ataupun ti- dak. Ah, mengapa kesombongan selalu menjadi penyakit kronis bagi umat manusia? Mas Bejo bertanya-tanya sendiri. Mas Bejo tak ingin menjawab pertanyaan itu, toh kesombongan memang sudah lama menjadi titik lemah manusia. Dan ini berlaku bagi semua jenis manusia, termasuk para penyandang disabilitas. Jika tak hati-hati, jika tak mawas diri, jika tak HOLQJ ODQ ZDVSDGD, semua orang akan mudah terjebak dalam kesombongan. Para penyandang disabilitas sebagai sesama manusia juga berada dalam bahaya yang sama. Makin pintar dan hebat makin besar pula godaan terjerembap dalam kesombongan. Mas Bejo menghela nafas dalam sambil mengamati semua peserta konferensi yang pintar-pintar dan hebat-hebat itu. Semoga mereka tidak terperangkap di jurang kesombongan. Perjuangan hak-hak para penyandang disabilitas masih panjang dan membutuhkan bersatunya semua kekuatan, potensi, dan kebaikan dari para penyandang disabilitas. Tanpa bersatunya semua itu, maka perjuangan akan makin panjang dan makin berat. Dari konfe- rensi regional ini Mas Bejo sungguh mendapat pengalaman berharga dan bergengsi pula. Sebuah pengalaman dahsyat yang membuka mata Mas Bejo tentang sisi lain dari para penyandang disabilitas. Ohya, Mas Bejo sampai lupa menceritakan tema konferensi. Konfe- rensi itu adalah Regional Conference on Access to Elections for Persons with Disabilites atau Konferensi Regional tentang Aksesibilitas Pemilihan Umum bagi Penyandang Disabilitas. Konferensi berlangsung dari tanggal 1 hingga 2 Februari 2012 di Jakarta. Nah, keren sekali, kan? Q FX Rudy Gunawan
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 31
31 2/17/12 11:23 PM
persepsi
Masalah Kusta, Diskriminasi dan Stigmatisasi
32
Foto: Nuah P. Tarigan
H
ARI  Kusta  Sedunia  yang  diperingati  setiap  29  Januari  sepatutnya  kita  sam- but  dengan  kepriha- tinan  yang  mendalam.  Sebab,  masalah  kusta  (lepra)  serta  stigma/diskriminasi  yang  mengikutinya  belum  hilang  dari  bumi  Indonesia  hingga  kini.  Meski  demikian,  dari  tahun  ke  tahun  kita  boleh  berbangga  atas  peran  serta  masyarakat  Indonesia,  khusus- nya  di  Jakarta,  Surabaya,  Makassar,  serta  Kupang,  dalam  menyambut  Hari  Kusta  Sedunia.  Kebetulan,  hari  peringatan  ini  bersamaan  dengan  hari  kematian  Mahatma  Gandhi,  pahla- wan  dunia  dan  India  yang  sangat  dihormati.  Gandhi  adalah  pahlawan  antikekerasan  yang  berusaha  meng- angkat  martabat  bangsanya,  khusus- nya  penyandang  kusta  di  India  dan  seluruh  dunia,  tanpa  memandang  suku,  agama,  dan  ras.  Menengok  kondisi  penyakit  kusta,  hansen,  lepra,  atau  OHSURV\  di  Indone- sia,  banyak  orang  tidak  menyangka  penyakit  ini  benar-Âbenar  masih  ada  dan  belum  hilang  sama  sekali.  Ber- dasarkan  data  Kementerian  Kesehatan  dan  WHO,  jumlah  penderita  kusta  di  Indonesia  setiap  tahun  bertambah  sekitar  17.000  orang.  Ini  angka  ketiga  terbesar  di  dunia,  setelah  India  dan  Brasil.  Berdasarkan  data  Kementerian  Sosial,  jumlah  orang  yang  pernah  mengalami  kusta  di  Indonesia  menca- pai  1,  2  juta  orang  (data  Susenas  2004).  Sekitar  10  tahun  lalu,  saya  pun  memiliki  pendapat  yang  sama  seperti Â
Ir. Nuah P. Tarigan MA, Dr (Cand.)
kebanyakan  orang.  Tetapi  setelah  melihat  kenyataan  yang  sungguh- sungguh  nyata,  pendapat  itu  akhirnya  pupus.  Penyakit  kusta  bukan  sema- kin  berkurang,  justru  kian  banyak  di  beberapa  daerah  di  Indonesia.  Dulu  orang  hanya  tahu  Rumah  Sakit  Sitanala  di  Tangerang  dan  sekitarnya  sebagai  zona  penderita  kusta  di  Jakarta  dan  sekitarnya,  saat  ini  justru  penderi- ta  kusta  ada  di  mana-Âmana.  Di  daerah  sekitar  Bekasi  saya  melihat  banyak  penderita  kusta  di  sudut-Âsudut  jalan. Situasi  yang  berkembang  di  nega- ra  kita,  rekan-Ârekan  yang  mengalami  kusta  tidak  diakomodasi  dengan  baik  oleh  masyarakat  maupun  instansi  pemerintah.  Mereka  dianggap  sebagai Â
orang  yang  perlu  dikasihani,  atau  bah- kan  dihindari,  dalam  arti  tidak  diberi  kesempatan  untuk  berapresiasi  yang  positif  dalam  hidup  mereka.  Kementerian  Kesehatan  dan  Kementerian  Sosial  serta  beberapa  penyandang  dana  dari  luar  negeri,  juga  beberapa  organisasi  internasional  dan  nasional,  memang  memberikan  EDQWXDQ \DQJ VDQJDW VLJQLĂŞNDQ WHWDSL ini  tidaklah  cukup.  Perlu  gerakan  me- nyeluruh  dan  sifatnya  OHYHUDJH  atau  mengungkit  secara  bersama-Âsama.  Ibarat  beberapa  orang  yang  meng- ungkit  batu,  akan  lebih  mudah  jika  dilakukan  dengan  panduan  satu  aba- aba,  dibandingkan  dengan  mengung- kit  batu  sendiri-Âsendiri.  Perlu  SROLWLFDO
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 32
2/17/12 11:23 PM
Foto: Nuah P. Tarigan
will  yang  kuat  dari  pemerintah  secara  menyeluruh,  baik  dari  pihak  eksekutif,  legislatif,  yudikatif  ,  maupun  media  massa. Ketiadaan  kebersamaan  dalam  satu  aba-Âaba  sering  menjadi  ma- salah  di  Indonesia.  Bukan  hanya  pada  masalah  kusta,  juga  pada  kasus  penyakit-Âpenyakit  menular  lain.  0HPDQJ NXVWD WLGDN Ă?VHSRSXOHUĂ? ĂŤX burung,  tuberkolosis,  HIV-ÂAIDS,  dan  sebagainya,  karena  dianggap  penyakit  kuno  dan  sudah  menghilang.  Bahkan  dalam  Millenium  Development  Goals  (MDGs),  isu  kusta  tidak  dijelaskan  se- cara  saksama,  tetapi  digabung  dengan  konteks  penyakit  menular  lain.  Terke- san  dilupakan.  Perkiraan  ini  jelas  salah,  karena  ternyata  penemuan  kasus  baru  kusta  setiap  tahun  masih  tetap  sama  dan  cenderung  stabil  dari  tahun  ke  tahun.  Selain  itu,  kusta  memang  bukan  penya  kit  yang  mengakibatkan  kematian  seperti  penyakit  menular  lain,  sehingga  tidak  ditanggapi  secara  serius.  Namun,  sebenarnya  kusta  bisa  dikatakan  sebagai  penyakit  kronis,  yang  banyak  sekali  menimbulkan  ma- salah  sosial-Âekonomi  bagi  penderita.  Banyak  sekali  lingkaran  setan  yang  tidak  habis-Âhabis  di  dalam  kehidupan  rekan-Ârekan  yang  mengalami  kusta. Sepanjang  kehadiran  penyakit  kusta  masih  merajalela  di  Indonesia,  peran  masyarakat  dan  pemerintah  beserta  organisasi  non-Âpemerintah  diperlukan  secara  simultan.  Tidak  ada  seorang  pun  yang  dapat  menyele- saikan  masalah  kusta  secara  sendiri- sendiri.  Termasuk  rekan-Ârekan  yang  sudah  lama  berkecimpung  dalam  masalah  kusta. Dibutuhkan  peran  serta  masyara- kat  yang  sudah  pernah  mengalami  dan  yang  sedang  mengalami  kusta  berbicara  secara  terbuka  di  tengah  masyarakat.  Tentu  orang  yang  memi- liki  motivasi  dan  berkarakter,  bukan Â
karena  motivasi  insentif  berupa  uang  dan  materi  semata.  Juga  bukan  karena  motivasi  yang  disebabkan  ketakutan  karena  ti- dak  akan  mendapat  penghidupan  yang  layak. Kita  tidak  boleh  PHQDĂŞNDQ PHUHND dari  segala  usaha  kita  dalam  mena- ngani  masalah  kusta.  Perlu  usaha- usaha  peningka- tan  kapasitas  dan  peran  yang  jelas  dan  terbuka  bagi  para  penyandang  disa- bilitas  kusta  pada  khususnya.  Usaha-Âusaha  untuk  mencapai  hal  tersebut  memang  tidak  mudah.  Sebab,  stigma-Âstigma  yang  terjadi  di  masya- ra  kat  terhadap  penyandang  disa- bilitas  kusta  masih  besar,  bahkan  di  beberapa  tempat  sa- ngat  ekstrem.  Orang  yang  menyandang  kusta  dianggap  sa- ngat  berbahaya  dan  akan  menjangkit- kan  penyakit  ini  ke  orang-Âorang  dekat.  Padahal,  kusta  penyakit  menular  yang  paling  lambat  penularannya  dibandingkan  pe- nyakit  menular  lain.  Stigma  inilah  yang  membuat  ma-Â
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 33
33 2/17/12 11:23 PM
34
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan dan WHO, jumlah penderita kusta di Indonesia setiap tahun bertambah sekitar 17.000 orang. Ini angka ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Brasil. Berdasarkan data Kementerian Sosial, jumlah orang yang pernah mengalami kusta di Indonesia mencapai 1, 2 juta orang (data Susenas 2004).
diperlukan sebuah tindakan. Mem- buat titik ungkit yang akan dijalankan secara bersama-sama dengan satu aba- aba. Begitu harapan kita. Karena itu, dibutuhkan pemimpin yang berani menerobos ”kabut” ini. Masih banyak problem lain yang harus kita kerjakan dan agendakan sebagai bangsa dan rakyat ke masa depan. Saya kira layak masalah kusta dijadikan agenda secara nasional. Se- belum semuanya terlambat, alangkah baiknya kita melihat penyakit, orang yang mengalami dan penyandang disabilitas ini, serta dampak-dampak yang menyertainya apabila tidak ditangani secara dini. Khususnya bagi saudara-saudara kita di bagian Indonesia timur seperti Maluku Utara, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, yang tergolong rawan dan selama ini terabaikan. Saya berharap tulisan ringkas ini memberikan inspirasi dan pembelajar- an, yang mengarahkan sebuah peme- cahan bagi permasalahan besar yang mungkin kita hadapi di masa depan. Q .HWXD 8PXP *HUDNDQ 3HGXOL 'LVDELOLWDV GDQ /HSUD Indonesia (GPDLI)
Foto: Istimewa
syarakat yang mengalami kusta hidup berkelompok dan mengelompokkan diri, yang pada akhirnya justru mem- buat permasalahan semakin banyak dan menumpuk. Hanya sedikit persen- tase penyandang disabilitas ini yang dapat mengembangkan diri menjadi orang yang mandiri. Indonesia termasuk lamban dalam mengembangkan hal itu, bahkan hingga sekarang belum benar- benar memperhatikan dan menjalan- kan undang-undang yang memiliki konsekuensi dalam menerapkan asas-asas hak asasi bagi penyandang GLVDELOLWDV 0XGDK PXGDKDQ UDWLêNDVL UU No. 19 Tahun 2011 tentang Hak Penyandang Disabilitas membawa perbedaan yang nyata dan positif bagi penyandang disabilitas, termasuk rekan-rekan yang mengalami kusta. Bangsa-bangsa di dunia sangat memperhatikan Indonesia dalam ma- salah ini, termasuk lembaga-lembaga dari Australia, Inggris, Jepang, dan Belanda. Saya khawatir hanya mereka yang serius, tetapi kita justru tidak. Be- tapa menyedihkan kalau kita bersikap seperti itu. Gejalanya ada. Imbauan yang sering didengung-dengungkan pemerintah yang diwakili Kementeri- an Kesehatan tidak ditanggapi dengan baik oleh seluruh elemen masyara- kat. Mungkin karena dianggap tidak menarik dan tidak memiliki nilai yang besar seperti problem-problem sosial dan ekonomi lainnya. Saya kira kita tidak perlu membuat suatu gerakan sosial yang terstruktur dan terorganisasi secara kaku. Yang dibutuhkan adalah masyarakat yang EHUWUDQVIRUPDVL VHFDUD VLJQLêNDQ Memang peran hukum akan sangat mendukung. Kalau kita ingin menjadi bangsa yang mandiri, maka seha- rusnya mulai berpikir dan bertindak secara kreatif. Sampai kapan bangsa- bangsa di dunia dapat membantu kita? Seperti saya katakan di atas, yang
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 34
2/17/12 11:23 PM
sudut pandang
Benang Merah Kehidupan
Foto-: Adrian Mulya
nP
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 35
35 2/17/12 11:23 PM
seutas  benang  PHUDK NHKLGXSDQ PHUDQJNDL DVLK merajut  budi MDOLQ PHQMDOLQ menyatu  dalam  NDVLK menyulam  ceria  GDODP NHWHUEDWDVDQ SDGD ZDMDK ZDMDK EHOLD GDQ SRORV DQDN DQDN WXQD grahita  di  Asih  Budi NLWD EHODMDU VDOLQJ mengasihi  WDQSD EHUSLNLU ZDUQD NXOLW NHODV VRVLDO DJDPD VXNX GDQ VHPXD VHNDW SXQ OXUXK GDODP jalinan  benang  merah  di  jemari  PHUHND GL VHQ\XP FHULD PHUHND EHUVDPD SDUD JXUX \DQJ WDN SHUQDK MHPX PHQGLGLN dan  saling  belajar  PDNQD WHUGDODP NHKLGXSDQ
Foto-: Adrian Mulya
fx   Rudi
FA diffa_15 Maret.indd 36
2/17/12 11:23 PM
FA diffa_15 Maret.indd 37
2/17/12 11:23 PM
apresiasi
Unjuk Peran Penulis Disabilitas
Sedikit  saran  dalam  hal  penyusunan  bab.  Mungkin  akan Â
lebih  baik  bab  pembuka  The  Gokil  Moment  diletakkan  agak  ke  belakang.  Sebab,  kebanyakan  tulisan  dalam  bab  pembuka  ini  tampaknya  karya  penulis  pemula  yang  relatif  belum  bagus  bertu- tur.  Sayang  sekali  bila  pembaca  sudah  malas  membaca  pada  bab  pertama.  Padahal  pada  bab-Âbab  berikutnya  banyak  cerita  menarik.
Judul  buku  :  Unforgettable  Moments:  Kisah-Âkisah  Tak  Terlupak-Â
Terlepas  dari  kekurangan  yang  ada, HYHQW  SYUMITY  2011  dan Â
an  Sepanjang  Tahun  2011
penerbitan  antologi  ini  memberikan  satu  kejutan  yang  menggem-Â
Penulis Â
 :   Tri  Lego  Indah  FN  &  Syumity  Lovers
birakan  sekaligus  membanggakan  dengan  berpartisipasinya  tiga Â
Penerbit Â
 :   AG  Publishing,  Yogyakarta
penulis  penyandang  disabilitas. Â
Cetakan Â
 :   I,  Januari  2012
Tebal Â
 :   374  halaman
B
Pertama  adalah  Syukron  Jayadi  dengan  karya  “Aku  dalam  Kemiskinan  dan  Kekuranganâ€?  yang  ditulis  dengan  gaya  buku  harian.  Penerima  beasiswa  Bidik  Misi  ini  hanya  memiliki  satu Â
UKU  ini  merupakan  kumpulan  tulisan Â
penglihatan  sejak  lahir.  Dia  bercerita  tentang  kondisi  matanya Â
pemenang  audisi  kepenulisan  Share  Your Â
yang  satu  itu  memburuk  tepat  saat  dia  menjalani  tes  kesehatan Â
Unforgettable  Moment  In  This  Years Â
sebagai  salah  satu  syarat  dalam  registrasi. Â
(SYUMITY)  2011  yang  dimotori  Tri Â
Perjuangannya  akhirnya  berhasil  dan  kini Â
Lego  Indah  FN,  seorang  mahasiswi Â
dia  tercatat  sebagai  salah  satu  mahasiswa Â
yang  tinggal  di  Lampung,  dan  diselenggarakan  me-Â
S1  di  FKIP  PGSD  Universitas  Mulawarman Â
lalui  jejaring  sosial  Facebook.  Setiap  tulisan  dalam Â
Samarinda. Â
buku  ini  berbentuk  ÍDVK WUXH VWRU\  sepanjang  400 Â
Kedua  adalah  Mukhanif  Yasin  Yusuf Â
hingga  500  kata. Â
yang  menulis  “Repihan  Jejakâ€?  dengan  gaya Â
Dalam  antologi  ini  terdapat  tulisan  dengan Â
tunarungu  bercerita  tentang  pengalaman Â
Indonesia  dan  juga  luar  negeri.  Kebanyakan  mereka Â
pribadinya  ketika  NHEDEODVDQ  saat  naik  bus. Â
berstatus  siswa  SMA  dan  mahasiswa.  Sisanya  kar-Â
Dengan  detail,  Mukhanif  bercerita  tentang Â
yawan,  ibu  rumah  tangga,  dan  buruh  migran.  Ke-Â136 Â
caranya  berkomunikasi  dengan  orang  lain, Â
tulisan  dikelompokkan  menjadi  8  bab,  yaitu:  The Â
yaitu  dengan  menggunakan  tulisan.  Cukup Â
Gokil  Moment,  Suara  Hati,  Hasil  Perjuangan,  Ketika Â
informatif  bagi  mereka  yang  belum  tahu Â
Harus  Diuji,  Kenangan  Bersama  Sahabat,  Inspiring Â
cara  berhubungan  dengan  tunarungu.   Â
Moment,  Dreams  Come  True,  dan  Surprise  2011.  Gaya  tulisan  dalam  buku  ini  sangat  beragam  sesuai  dengan Â
Ketiga  adalah  Ramadhani  Ray  dengan  karya  “Menoreh  Pena  Mengukir  Sejarahâ€?.  Dhani  yang  lulusan  Sastra  Jepang  Universitas Â
gaya  asli  tiap-Âtiap  penulis.  Ada  beberapa  cerita  yang  istimewa Â
Padjajaran  ini  penyandang  ORZ YLVLRQ.  Dalam  karya  yang  ditulis Â
karena  mungkin  tak  akan  dialami  kebanyakan  orang,  seperti Â
dengan  gaya  narasi,  Dhani  bercerita  tentang  awal  mula  dirinya Â
pengalaman  mendapat  royalti  dari  menerbitkan  buku  antologi Â
masuk  dunia  kepenulisan  berikut  pemuatan  karyanya  di  beberapa Â
di  Taiwan  atau  mendapat  15  undangan  pernikahan  dalam  satu Â
media.
hari.  Ada  juga  kisah  yang  selain  luar  biasa,  juga  mengharu-Âbiru, Â
Kehadiran  ketiga  penyandang  disabilitas  ini  memberikan Â
seperti  pengalaman  tentang  seorang  berkepribadian  ganda  yang Â
warna  yang  berbeda,  warna  inklusi,  yang  tampak  jelas  dalam Â
alter-Ânya  adalah  tukang  bikin  onar,  serta  pengalaman  pahit Â
karya-Âkarya  yang  menceritakan  perjuangan  mereka  agar  bisa Â
terjebak  dalam  bencana  tsunami  di  Jepang. Â
eksis  di  tengah  masyarakat.  �6DODK VDWX NHNXUDQJDQ \DQJ GLWHPXL
Secara  umum,  buku  ini  cukup  menarik.  Desain  sampul  ma-Â
38
seperti  menulis  cerpen.  Mukhanif  yang Â
beraneka  macam  tema  karya  136  penulis  di  seluruh Â
GDODP GLUL SHQ\DQGDQJ deaf DGDODK NH chaos DQ VWUXNXU ED
nis.  Pemilihan  tipe  huruf  dan  format  tulisan  juga  rapi,  meskipun Â
KDVD ,QGRQHVLD 6HKLQJJD WDN KHUDQ MLND NHPDPSXDQ EDKDVD
masih  terdapat  kesalahan  ketik  pada  beberapa  tulisan.  Isi  tulisan Â
SHQ\DQGDQJ deaf  FHQGHUXQJ UHQGDK 0XQJNLQ SHUOX VWUDWHJL
cukup  menarik.  Selain  menghibur,  juga  menambah  wawasan Â
GDQ FDUD WHUVHQGLUL EDJL PHUHND 1DPXQ KLQJJD NLQL EHOXP DGD
pembaca.  Sayang  ada  beberapa  tema  yang  berulang  kali  dicerita-Â
SHUKDWLDQ GDUL SLKDN WHUNDLW WDN WHUNHFXDOL SHPHULQWDK Ă? Â tulis Â
kan  sehingga  terasa  membosankan,  seperti  pengalaman  menulis Â
Mukhanif  dalam  karyanya  (hal.  262).   Masalah  yang  perlu  menjadi Â
pertama  kali. Â
perhatian  kita  semua.  Q  Mila  K.  Kamil
diffa edisi 15 -� Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 38
2/17/12 11:23 PM
jejak
M
ALANG kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Letaknya 90 kilometer di sebelah selatan Surabaya. Kota ini berhawa relatif sejuk karena dikelilingi Gunung Arjuno, Semeru, Kawi, dan Kelud. Kota ini juga jadi tempat pemberangkatan bila ingin melakukan perjalanan ke Gunung Bromo. Pada zaman kolonial Belanda, kota Malang dikenal sebagai salah satu kota terindah di Asia Teng- gara. Hingga sekarang kota ini masih mempertahankan sebagian bangunan bergaya kolonial peninggalan zaman Belanda. Antara lain bangunan Balai Kota, Stasiun, Masjid Agung, Museum Brawijaya, Toko Oen, dan Gereja Hati Kudus Yesus di Jalan Kayu Tangan. Jalan Ijen merupakan kawasan elite dan jalan utama di Malang sejak dahulu. Rumah-rumah di sini masih bergaya kolonial, seperti atap genteng yang tinggi meruncing berbentuk se- gitiga, sudut rumah yang melengkung dengan banyak jendela kayu lebar. Konon, dahulu kawasan ini tempat tinggal khusus warga Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Saat ini Peme- rintah Daerah Kota Malang melarang pembongkaran bangunan di ruas jalan ini. Bagus juga. Yang suka melihat bangunan kuno
FA diffa_15 Maret.indd 39
Jalan-Jalan ke Malang
Dari Apel, Museum, hingga “Wiskul”
Kota Malang terkenal dengan apelnya. Tapi sebenarnya kota sejuk ini kaya objek wisata menarik, dari wisata peninggalan masa lalu hingga wisata kuliner. Siak catatan Mila Kartina dari jalan-‐jalan ke Kota Apel. jadi bisa menikmati peninggalan seja- rah yang indah ini. Sehari-hari orang Malang berbi- cara dalam bahasa Jawa berdialek Jawa Timuran yang cenderung lugas dan tanpa basa-basi.
Meskipun blak-blakan, orang Malang tidak galak. Malah, cara bicara mereka terkesan cuek dan lucu. Ada lagi hal yang unik dari masyarakat Malang dalam hal berbahasa, yaitu basa wa OLNDQ,
2/17/12 11:23 PM
Agrowisata Apel Sudah ke kebun apel? Itulah pertanyaan yang selalu diajukan bila seseorang baru saja pulang dari berlibur di Malang. Saking seringnya mendengar pertanyaan itu, saya jadi penasaran. Seperti apa sih kebun apel yang termasyhur itu? Saya dan beberapa teman me- nyempatkan diri ke perkebunan apel Kusuma Agrowisata di kota Batu. Kota Batu terletak di kaki Gunung Pander- man, 15 kilometer sebelah barat kota Malang, di jalur Malang - Kediri dan Malang - Jombang. Perjalanan dari Malang menuju Batu jalan semakin menanjak dan suhu udara semakin dingin. Memang Batu lebih dingin daripada Malang karena letaknya lebih tinggi. Pemerintah Belanda
40
dahulu menyebut Batu sebagai “Swiss Kecil di Pulau Jawa”, karena hawanya yang dingin dan pemandangannya yang indah. Perkebunan apel Kusuma Agro- wisata dikelola sedemikian rupa menjadi tempat tujuan wisata, lengkap dengan pemandu, hotel, taman ber- main, outbond, serta diperkaya koleksi tanaman lain seperti jambu biji, stro- beri, jeruk, paprika, kopi, bunga, dan tanaman hias. Juga dilengkapi koleksi hewan jinak seperti kancil, rusa, berb- agai jenis kera, beberapa jenis unggas, bahkan kelelawar. Pengunjung harus membeli tiket untuk berkeliling kawasan perkebun- an ini. Ada beberapa harga paket, dari Rp 39 ribu hingga Rp 50 ribu. Variasi harga paket tergantung rute yang ditempuh, bagian perkebunan yang ingin dilihat, serta hidangan dan fasili- tas tambahan yang bisa dinikmati. Begitu membeli tiket, kami disam- but seorang pemandu wisata yang mempersilakan memetik buah tomat. Setiap orang mendapat satu kan-
tong. Setelah itu kami mulai berjalan berkeliling kebun apel dan jambu biji. Pohon-pohon apel di perkebunan LQL VXGDK ÏGLPRGLêNDVLÐ VHGHPLNLDQ rupa sehingga tidak terlalu tinggi dan pengunjung bisa memetik buah apel dengan mudah. Untuk paket yang kami ambil, setiap orang diperbolehkan memetik dua apel dan tiga jambu biji. Jadilah kami berjalan di antara kebun apel, memilih-milih dan memetik buah apel, sambil tak lupa berfoto-foto tentunya. Kami juga mengunjungi area kebun bunga dan tanaman hias di sebuah rumah kaca besar yang biasa disebut greenhouse. Segala macam bunga dan tanaman hias, bibit, hinga perlengkapan berkebun dijual di sini. Melihat koleksi hewan pun tak ka- lah asyiknya. Saya merelakan sekan- tong tomat saya untuk makan siang sepasang kancil jantan dan betina. Di kandang burung kakatua, giliran teman saya yang merelakan tomatnya. Saya baru tahu cara makan kakatua sangat unik. Setelah mengambil tomat
Foto: Mila kamil
bahasa gaul DUHN Malang. Ciri khas- nya, membolak-balik atau mengacak huruf dalam satu kata. “Saya” menjadi “ayas”, “kamu” menjadi “umak”, “arek Malang” menjadi “kera ngalam”, “ngo- pi” menjadi “ngipok”, dan sebagainya.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 40
2/17/12 11:23 PM
Foto: Mila kamil
dengan paruhnya, memegang buah itu dengan kaki kanan, lalu mengupas tomat dengan paruh bengkoknya. Kemudian memakan daging buah itu sedikit demi sedikit. Hmm… seperti cara makan manusia, ya? Dari kandang kakatua kami bera- lih ke kandang kelelawar, jenis hewan mamalia yang dapat terbang. Tampak beberapa ekor kelelawar bergelan- tungan terbalik di dalam kandang. Sayapnya yang lebar membuat tubuh dan kepalanya jadi tampak mungil. Seumur hidup, baru kali ini saya meli- hat sayap kelelawar dari dekat. Sayap berwarna hitam yang bila dibentang- kan bisa mencapai panjang hampir dua meter itu tampak lentur, licin, dan tipis seakan-akan gampang sobek. Setelah lelah keliling perkebunan, pengunjung dipersilakan beristirahat di restoran untuk menikmati kudapan sesuai fasilitas paket yang dipilih. Di restoran itu dijual berbagai penga- nan berbahan aneka buah dan sayur seperti sari apel, sari stroberi, cuka apel, jenang apel, sari jambu, dan kopi bubuk. Para pencinta apel bisa puas berbelanja segala jenis penganan apel di sini.
Museum Unik Di Malang ada beberapa museum yang unik. Unik karena tidak seperti museum biasa yang memajang benda- benda bersejarah di
sebuah gedung. Museum yang kami kunjungi ini juga berfungsi sebagai ho- tel dan rumah makan. Museum unik pertama yang kami kunjungi adalah Hotel Tugu. Ya, hotel bintang lima yang terletak di jantung kota tua ini juga merupakan museum. Menurut Monita, petugas hotel, karena Hotel Tugu didesain sekaligus sebagai museum, petugas juga bertu- gas sebagai pemandu. Koleksi barang antiknya sangat banyak. Barang- barang antik tersebut merupakan peninggalan masyarakat Jawa babah peranakan, yaitu campuran antara pendatang Cina dan pribumi, ratusan tahun lalu. Termasuk di antaranya be- berapa benda antik dari zaman Kubilai Khan. Di hotel ini terdapat banyak ruang duduk dengan arsitektur Cina, Persia, Mesir, Eropa, dan tentu saja Indonesia. Nama ruangan menggambarkan sua- sana zaman itu, seperti Endless Love Avenue to the Sahara, yang merupak- an sebuah lorong panjang yang dihiasi ukiran dan lampu-lampu bergaya Mesir. Ada juga Babah Room, resto dengan perlengkapan makan khas Cina zaman dulu. Wah, sayang melewatkan ke- sempatan berfoto dengan barang- barang antik ini. Kafe dan resto di hotel ini diberi nama yang tidak kalah eksotis, seperti The Silk Road Pavilion, Tirta Gangga, The Persian Room,
The Kubilai Khan Chamber, The Marco Polo, dan L’Amour Fou. Ada pula ruang rapat yang diberi nama the Sugar Baron Room dan Keraton Ballroom. Semuanya penuh dengan barang antik dari masa lalu, dari meja- kursi makan, peralatan makan, hingga pajangan dan lukisan dinding. Jadi, tamu hotel bisa makan dan minum di ruangan penuh barang antik ini. Hmm… Tempat terakhir yang kami kun- jungi di hotel-museum ini adalah Roti Tugu Bakery dan Sidewalk Café yang mempunyai dua pintu. Satu menyam- bung dengan bangunan hotel, satu lagi menghadap ke jalan raya. Toko ini menjual segala macam es krim, VWHDN, kue dan roti khas zaman kolonial Belanda, baguette dan croissant khas Prancis, serta tentu saja cemilan khas Malang. Museum unik lain adalah Mu- seum-Resto Inggil di belakang Balai Kota Malang. Gedung rumah makan bergaya Jawa dengan nuansa zaman kolonial Belanda ini menyediakan dua jenis tempat makan, yaitu lesehan dan duduk di kursi. Menu yang dita- warkan khas Jawa tradisional, seperti tempe penyet, sambel pencit, nasi jagung, pecel terong, rawon dengkul, tahu petis, sayur asem, urap-pecel, dan pepesan. Juga tersedia minum- an tradisional seperti wedang jahe, wedang ronde, dan es beras kencur.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 41
41 2/17/12 11:23 PM
42
serta pernak-pernik zaman dulu, sampai bingung memilih. Tiba-tiba saya melihat di meja kasir ada stoples berbentuk blek kaca kecil seperti yang biasa dipakai menyimpan krupuk di warung. Di dalam blek itu disimpan permen cokelat koin yang dibungkus kertas emas dan permen mint Winston. Aha! Permen kesukaan saya waktu kecil!
Aneka Wiskul Salah satu tempat wiskul alias wisata kuliner di Malang adalah Waroeng Bamboe di kawasan Batu. Restoran berdinding bambu ini sangat unik, dibangun di atas tiga area kolam ikan yang besar, mempunyai banyak SULYDWH URRP untuk pengunjung rombongan. Pengunjung bisa melihat ikan koi, mas, dan nila yang berenang- renang di bawah meja makan kaca. Hmm… ada yang sebesar paha orang dewasa. Ohya, sambil menunggu makanan pesanan datang, kita bisa memberi makan ikan-ikan ini. Dise- diakan pakan ikan seharga seribu rupiah per bungkus. Hidangan laut dan sayuran tumis yang kami pesan semuanya enak. Tapi
Foto: Mila Kamil
Yang juga menarik, para pelayan ber- penampilan Njawani. Banyak sekali benda antik koleksi museum-resto ini, antara lain meja kursi kuno dari kayu dan bambu. Restoran ini juga memajang aneka hiasan dan pajangan tradisional Jawa seperti patung dan topeng wayang, be- berapa foto kota Malang tempo dulu, benda-benda antik seperti sepeda, mesin tik, pesawat telepon, pesawat ra- dio kuno, mata uang zaman Belanda, prangko lama, bahkan alat pengeriting rambut kuno yang tampak seperti alat untuk menyiksa karena tali-talinya yang panjang menjulur mengerikan. Dinding restoran ini dihiasi papan reklame tempat usaha dan produk zaman dulu. Ada iklan mobil Morris, yang populer di Indonesia seki- tar tahun 1970-an, Shampoo Poeder Lidaboeaja lengkap dengan ilustrasi daun lidah buaya, biskuit Verkade Djempol yang aslinya berasal dari Belanda, sepatu Bata, dan Restaurant Solo tempo dulu. Seusai makan, kami mampir ke toko suvenir di halaman depan restoran. Di toko itu terdapat berbagai macam cenderamata khas Malang
yang paling maknyus adalah gurame bakar. Rasanya jadi ingin tambah terus. Tempat wisata kuliner asyik lainnya adalah Bakpia Telo. Toko bakpao dan bakpia bernuansa ungu ini berupa gedung yang cukup besar dan berhalaman luas. Tempat ini merupakan salah satu tujuan wisata di Malang. Di halaman parkir tampak beberapa bus pariwisata rombongan anak sekolah. Segala macam penganan khas telo ada di sini, dari bakpia, mi, es krim, hot dog, hamburger, kripik, dodol, kue mangkok, sampai yang masih berwujud bahan baku seperti tepung telo. Ada rasa khas telo alias ubi jalar di bakpao itu. Hmm… sedap dan unik! Makanan serba telo di tempat ini benar-benar inovatif dan… enak! Tak lupa saya membeli segelas jus telo dingin. Rasanya manis dan segar. Kota Malang juga terkenal dengan baksonya. Kami menyempatkan mam- pir ke Bakso President dan Bakso Bakar Pahlawan Trip. Di Bakso President, dalam satu porsi, kita bisa menik- mati aneka macam bakso: bakso biasa, bakso urat, bakso telur, siomay, dan bakso goreng. Konon warung bakso ini digandrungi artis-artis Ibu Kota. Se- buah pigura berisi tanda tangan artis- artis yang pernah datang digantung di dinding sebagai pajangan. Antara lain Shahnaz Haque, Nugie, Ari Lasso, Julia Perez, Inul Daratista, dan Tere. Bakso Bakar Pahlawan Trip beda lagi. Warung bakso di Jalan Pahlawan Trip ini menawarkan sajian unik bakso bakar. Menyantap bakso bakar dengan kuah panas yang gurih, hmm… sung- guh khas Malang. Rasanya ingin kem- bali lagi ke Kota Apel yang sejuk ini. Q Mila K. Kamil
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 42
2/17/12 11:23 PM
FA diffa_15 Maret.indd 43
2/17/12 11:23 PM
puisi
JULISA LESTARI
+DUL SXQ WHODK EHUJDQWL GHQJDQ NHKHQLQJDQ PDODP Angin yang berhembus lembut bagai lautan bernafas 0HQ\DSD QHJHULNX \DQJ EHUDXWNDQ GXND 'DXQ GDXQ SXQ JXJXU SDUDVQ\D SXFDW WDQSD EXQJD $ODP PHQDQJLV PHOLKDW QHJHULNX EDJDL UDQWLQJ UDQWLQJ UDSXK 7HUKHPSDV NHUDVQ\D GHEXUDQ DQJLQ 0HUGHND %HQDUNDK NLWD VXGDK PHUGHND" 6XGDK SDQWDVNDK QHJHUL LQL NLWD NDWDNDQ PHUGHND" 'HQJDQ VHPXD \DQJ WHUMDGL SDGD QHJHUL LQL %HQFDQD NRUXSVL EDKNDQ WHURU SXQ PDVLK EHUMD\D 'DQ SHUQDKNDK NLWD VHMHQDN EHUSLNLU WHQWDQJ UDN\DW NLWD" .HPLVNLQDQ EDJDL PDNDQDQ \DQJ VHODOX WHUVDML GL GHSDQ PDWD NLWD 'L GHSDQ PDWD NLWD $SD \DQJ GDSDW NLWD ODNXNDQ" 0DVD GHSDQ EDQJVD LQL DGD GL WDQJDQ NLWD 7DSL EDJDLPDQD GHQJDQ SHPLPSLQ NLWD" <DQJ KDQ\D EHUPDLQ GHQJDQ NDWD NDWD WDSL WDN DGD IDNWD 6HODOX EHUNHOXK NHVDK GHQJDQ MDQML QDPXQ WDN DGD EXNWL 6HPXD KDQ\D PXVOLKDW EHODND .DSDQ QHJHULNX DNDQ EDQJNLW %XDQJ SHUVHWHUXDQ EXNDQNDK NLWD EDQJVD \DQJ FLQWD GDPDL" 7XKDQ NLWD EXNDQ EHQDOX .LWD PDPSX <DNLQ NLWD SDVWL ELVD 0DUL EDQJNLW XQWXN ,QGRQHVLD
* Sri Lestari, siswi penyandang disabilitas daksa, kelas 11 SLB N Salatiga, Jawa Tengah.
44
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 44
2/17/12 11:23 PM
ragam
Foto: Sigit D Pradana
World Leprosy Day BINUS
G
ERAKAN  Peduli  Disabilitas  dan  Lepral  Indonesia  (GPDLI)  pim- pinan  Ir.  Nuah  P.  Tarigan,  MA,  Dr  (Cand.)  memperingati  Hari  Lepra  Dunia  (World  Leprosy  Day),  30  Januari  2012  lalu.  Peringatan  itu  dilaksanakan  bersamaan  dengan  deklarasi  Program  Teach  For  Indo- nesia  (TFI)  di  Kampus  Anggrek  BINUS  University,   Jl.  Kebon  Jeruk  Raya  No.  27,  Jakarta  Barat. TFI  adalah  program  pengabdian  komunitas  pemuda  yang  berniat  mengemba- likan  kembali  ilmu  yang  mereka  peroleh  di  kampus  kepada  masyarakat  melalui  penerapan  frame  work  Millenium  Development  Goals  (MDGs). Salah  satu  acara  dalam  Hari  Lepra  Dunia  dan  peluncuran  TFI  itu  adalah  diskusi  mengenai  persoalan  wanita  dan  penyandang  disabilitas,  dengan  pembi- FDUD DQWDUD ODLQ DNWLĂŞV SHUHPSXDQ /LO\ 3XUED $QJNLH <XGLVWLD GDQ VHRUDQJ LEX mantan  penyandang.  Ibu  yang  datang  bersama  teman-Âtemannya  dari  komplek  Sitanala,  Tangerang,  bercerita  bagaimana  mereka  terdiskriminasi  dalam  kehidup- an  karena  stigma  lepra. â&#x20AC;&#x153;Kusta  atau  lepra  masih  menjadi  masalah  serius  di  Indonesia,  karena  setiap  tahun  ditemukan  17.000  kasus  lepra  baru.  Nomor  tiga  terbesar  di  dunia  sesudah  India  dan  Brazil,â&#x20AC;?  kata  Nuah  Tarigan.  Q
Lokakarya
Portupencanak
S
ABTU,  11  Februari  2012,  Persatuan  Orang  Tua  Penyan- dang  Cacat  Anak  (Portupencanak)  mengadakan  lokakarya  dalam  rangka  persiapan  pelaksanaan  UU  Hak  Penyandang  Dis- abilitas  (CRPD)  di  Hotel  Kaisar,  Duren  Tiga,  Jakarta  Selatan. Lokakarya  dengan  tema  â&#x20AC;&#x153;Meningkatkan  Peran  Orang  Tua/Keluarga  Dalam  Per- wujudan  Perlindungan  dan  Pemenuhan  Hak-Âhak  Anak  Penyandang  Disabilitasâ&#x20AC;?  itu  menampilkan  pembicara  adalah  Dra.  Eva  Rahmi  Kasim,  MDS,  Ibu  RA  Aryanto  dari  Asih   Budi,  dan  DR.  dr.  Ferial  Idris.  Lokakarya  dihadiri  ang- gota  dan  pengurus  Portupen- canak  dari  Jakarta,  Jawa  Tengah,  Riau  Kepulauan  dan  Kalimantan  Tidur.  Juga  pengu- rus  Forum  Komunikasi  Kelu- arga  Anak  dengan  Kecacatan  Q
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 45
45 2/17/12 11:23 PM
konsultasi pendidikan
Mungkinkah Anak “Down Syndrome” Belajar di Sekolah Alam? Bapak Asep Supena yang terhormat, Saya Ruly, memiliki anak dengan down syndrome. Rangga namanya, usianya 8 tahun. Selama ini Rangga menjalani terapi di sebuah sekolah khusus. Saya termasuk orang yang menyukai sekolah alam. Menurut saya, di sekolah alam anak-anak dilatih untuk menjadi pribadi kreatif. Saya berencana memasukkan Rangga ke sebuah sekolah alam yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Namun, saya masih agak ragu-ragu, mengingat Rangga anak dengan down syndrome. Apakah hal ini memungkinkan? Apakah metode pendidikan sekolah alam bisa membantu Rangga jadi lebih baik?Meningkatkan taraf kecerdasan Rangga, misalnya? Jika memungkinkan, tahap apa yang harus saya tempuh? Mungkin saya harus melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan pihak sekolah? Mohon nasihat Pak Asep. Terima kasih sebelumnya.
46
Bu Ruly yang saya hormati, Hal pertama yang harus dimiliki orang tua untuk dapat mendampingi anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah kesabaran dan keikhlasan, serta kemauan untuk terus mengetahui dan memahami anak. Termasuk sifat-sifat dan bagaimana pendidikannya. Saya pikir, Ibu Ruly telah me- miliki hal tersebut dan semoga terus konsisten. Down syndrome adalah kelainan genetis yang menjadi salah satu penyebab hambatan kecerdasan paling popu- ler. Sejumlah literatur menyebut 1 dari 800 hingga 1.000 anak terlahir dengan sindrom ini. Penyebabnya, karena ada kelebihan kromosom (extra cromosome) pada pasangan kromosom ke-21. Sehingga sindrom ini sering juga disebut dengan istilah “trisomy 21”. Sayang para peneliti belum menemukan secara pasti apa penyebab terjadinya ekstra kromosom tersebut. Siswa dengan down syndrome umumnya memiliki hambatan kecerdasan sedang atau rendah. Mereka bagian dari kelompok anak yang mengalami hambatan kecerdasan. Seperti pernah saya kemukakan dalam tulisan sebelumnya, anak dengan hambatan kecerdasan (PHQWDOO\ UHWDUGHG atau tunagrahita) adalah mereka yang memiliki skor IQ di bawah 70 dan memiliki hambatan dalam perilaku adaptif (beradaptasi dengan lingkungan). Kasus semacam ini terjadi sebelum usia 16/18 tahun. Hal lebih penting dalam menghadapi down syndrome adalah bagaimana kita bisa memahami secara terperinci karakteristik perilaku serta kebutuhan khusus mereka. Misalnya, apa kesulitan atau ketidakmampuan mereka dibanding anak-anak lain seusianya, apa yang masih dapat dilakukan, apa kelebihan, dan bagaimana kecenderungan emosi dan prilaku mereka. Dengan memahami sifat-sifat atau karakteristik terse- but, selanjutnya kita cermati apa yang menjadi kebutuhan khusus mereka, termasuk kebutuhan khusus dalam keg- iatan belajar atau pendidikan.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 46
2/17/12 11:23 PM
Didi Purnomo
Ibu Ruly, seko- lah yang me- miliki pema- haman tentang kondisi down syndrome dan secara khusus menyiapkan program pendidikan untuk mereka adalah sekolah luar biasa (SLB), khususnya SLB untuk anak dengan hambatan kecerdasan (SLB/C). Sebenarnya pendidikan untuk anak dengan hambatan kecerdasan, termasuk down syndrome, dapat juga dilakukan di sekolah-sekolah umum atau re guler. Siswa down syndrome yang mengikuti pendidikan di sekolah umum dilayani ses- uai dengan kemampuan dan kebutuh an khusus mereka. Ini meliputi metode mengajar, kurikulum, media pembelajaran, hingga cara atau metode evalua- si. Ini yang dikenal dengan istilah pendidikan inklusif. Sekolah umum yang me- nyelenggarakan pendidikan inklusif harus mempunyai tenaga guru yang memiliki
pemaham an tentang pendidikan inklusif dan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Selain itu, perlu ada minimal satu orang guru yang PHPLOLNL NXDOLê- kasi pendidikan atau keahlian pada bidang pendidikan khusus. Hal ini penting supaya anak berke- butuhan khusus mendapat layanan pembelajaran yang tepat. Saya berpikir, sekolah alam yang Ibu Ruly sebut termasuk dalam wacana atau pembahasan tentang sekolah inklusif. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, pada dasarnya Ibu dapat memasukkan Rangga ke sekolah alam yang Ibu sebutkan. Dengan catatan, sekolah tersebut telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk dapat menyelenggarakan pendidik an inklusif secara baik, se- bagaimana dijelaskan di atas. Untuk itu, sebelum memasukkan Rangga ke sekolah alam, ada baiknya Ibu terlebih dahulu berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pihak seko- lah tentang keinginan menyekolah- kan Rangga ke sekolah alam tersebut. Dengan demikian segala sesuatunya
Dr. Asep Supena, M.Psi Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta
menjadi jelas dari awal. Tentang apakah sekolah alam dapat membuat anak down syndrome menjadi lebih baik, itu sangat bergantung pada isi kuri- kulum dan metode pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran yang tepat untuk anak down syn drome adalah pembelajaran yang menyenangkan, materi bersifat konkret, praktis, dan sederhana, sesuai kemampuan anak. Bukan materi yang bersifat akademik atau teoretis. Dalam proses belajar, anak- anak harus terlibat secara aktif, atau yang dikenal dengan metode partisipatif. Semoga penjelasan ini dapat membantu Ibu Ruly mengambil keputusan terbaik untuk Rangga. Q
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 47
47 2/17/12 11:23 PM
ruang hati
Menerima Karyawan Keterlibatan Keluarga Penyandang Disabilitas Mengasuh ABK Ibu Frieda yang terhormat, Saya Lusie, bekerja di sebuah perusahaan swasta. Perusahaan kami berencana mempekerjakan karyawan yang menyandang disabilitas sebagai salah satu bentuk program CSR kami. Rencana kami adalah menerima seorang pengguna kruk atau kursi roda di bagian keuangan dan akuntansi, serta seorang tunarungu di bagian IT. Saya mengharapkan nantinya karyawan penyandang disabilitas yang bekerja di perusahaan kami dapat menyatu dengan karyawan lain, begitu pula sebaliknya. Namun saya membayangkan, pada tahap awal mungkin akan ada suasana yang saling kikuk, karena belum terbiasa. Terus terang, saya agak gugup untuk memulai hal ini, terutama dengan calon karyawan yang tunarungu. Saya membayangkan pasti akan ada hambatan komunikasi. Menurut Ibu Frieda, apakah kami membutuhkan proses khusus untuk menerima karyawan penyandang disabilitas? Apakah ada tahapan khusus yang harus kami tempuh? Apakah mungkin akan terjadi hambatan psikologis dalam relasi karyawan disabilitas dengan karyawan lain? Bagaimana cara membangun relasi dengan karyawan penyandang disabilitas ini nantinya? Mohon nasihat Ibu Frieda.
48
Ibu Lusie yang baik, Kesediaan lembaga, seperti per - usahaan swasta tempat Anda bekerja, menerima penyandang disabilitas untuk bekerja memang dapat meng- gambarkan komunitas yang sudah inklusif dalam hal bekerja bersama penyandang disabilitas. Ini tentu patut diacungi jempol. Saya juga mengerti dan setuju dengan Anda, bahwa akan lebih nyaman bagi kedua belah pihak bila ada persiapan dan pemahaman awal tentang siapa teman kerja baru serta bagaimana kekhasan mereka. Sebenarnya dapat kita pahami bahwa setiap orang itu unik dan memiliki karakteristik yang khas serta berbeda satu dengan yang lain. Demikian juga penyandang disabili- tas. Bila seseorang dalam melakukan mobilitas dan aktivitas keseharian dengan menggunakan kedua kakinya, bersepeda, naik motor, naik mobil pribadi, kendaraan umum, penyan- dang disabilitas mungkin dengan kursi roda. Demikian juga dalam berkomu- nikasi. Ada banyak cara dan metode yang dapat digunakan. Tidak hanya komunikasi secara verbal atau lisan yang ditangkap dengan indra penden- garan. Komunikasi dapat juga dilaku- kan melalui komunikasi nonverbal, visual, dan tertulis. Hal-hal inilah yang perlu dipahami sebelum bekerja bersama orang lain yang memiliki karakteristik yang agak berbeda dari
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 48
2/17/12 11:23 PM
QDWLI DNWLYLWDV QRQ ĂŞVLN \DQJ PHPXQJ- kinkan  karyawan  berkursi  roda  bisa  melakukannya  tanpa  bantuan. Sebelum  menjalankan  tugas,  sebaiknya  penyandang  disabilitas  me- miliki  deskripsi  yang  jelas  baik  tentang  tanggung  jawab,  hak  dan  kewajiban,  ruang  lingkup,  maupun  fasilitas  yang  bisa  digunakan  dalam  memenuhi  target  yang  diberikan,  juga  menyele- saikan  tugas  dengan  sebaik-Âbaiknya. Ada  baiknya  mereka  memiliki  semacam  buddy,  sobat,  pendamping,  tutor,  teman  sekerja  atau  supervi- sor  yang  merupakan  orang  pertama,  terdekat,  tempatnya  bertanya  atau  memberi  informasi  yang  diperlukan  selama  bekerja. Pandanglah  mereka,  meskipun  menyandang  disabilitas,  dengan  kemampuan,  kelebihan,  dan  kekuatan  yang  mereka  miliki,  bukan  dengan  keterbatasan  atau  kelemahan  mer- eka.  Libatkan  mereka  dalam  berbagai  aktivitas,  tanpa  diskriminasi,  dan  menghormati  keputusan  mereka  bila  memilih   tidak   ikut  terlibat  di  dalam  suatu  kegiatan  yang  tidak  diwajib- kan. Semoga  pengalaman  awal  ini,  bila  berhasil  dilakukan,  bisa  mem- bantu   mengikis  stigma  negatif  tentang  penyandang  disabilitas  dan  memperkuat  penghargaan  terha- dap  sesama Â
Frieda  Mangunsong  Guru  Besar  (Profesor)  Fa  kul  tas  Psikologi  Universitas  Indonesia  yang  se  jak  tahun  1980  mengajar  dan  sejak  tahun  1984  mendalami  bidang  Psikologi  Pendidikan. Â
insan  yang  menghendaki  kesem- patan  yang  sama  dalam  bekerja  dan  memperoleh  hak  yang  sama  untuk  mengembangkan  diri  serta  karier  di  dunia  kerja.  Satu  lagi,  mungkin  ada  perusahaan  atau  lem- baga  lain  yang  sudah  mempekerjakan  penyandang  disabili- tas  yang  sama,  yang  bisa  menjadi  tempat  bertanya  atau  bertukar  pengalaman.  Q
Didi Purnomo
apa  yang  sering  kita  temui  sehari-Âhari.  Ada  baiknya  karyawan  baru,  baik  secara  pribadi  maupun  bersama  pendamping  bila  memang  ada  (ke- luarga,  agen,  pihak  lain  yang  terkait  dengan  proses  seleksi  dan  penerimaan  karyawan),  memperkenalkan  diri,  terutama  dengan  bagian  atau  unit  langsung  tempat  ia  bekerja. Dalam  sesi  perkenalan  ini,  bisa  ter- MDGL WDQ\D MDZDE NODULĂŞNDVL DWDXSXQ harapan-Âharapan,  kebutuhan-Âkebu- tuhan  ataupun   teknik  berkomunikasi   yang  akan  digunakan  untuk  dapat  membantu  karyawan  penyandang  disabilitas   merasa  nyaman  melaku- kan  tugas-Âtugas  mereka  di  kantor  Anda.  Ada  kemungkinan  diperlukan  VXDWX DGDSWDVL GDQ PRGLĂŞNDVL GDUL fasilitas  kantor  seperti  perlunya  UDPS  akses  untuk  leluasa  bergerak  dengan  kursi  roda,  jalan  bebas  hambatan  dari  WDQJJD EHEDWXDQ GDQ KDPEDWDQ ĂŞVLN lainnya.  Juga  bentuk  toilet  dan  alter-Â
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 49
49 2/17/12 11:23 PM
bingkai bisnis MUSROJAB
Tak Serapuh Kerupuk
keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berusaha. Dalam ketunanetraan, Musrojab mencoba berbagai jalan hidup. Akhirnya menemukan usaha agen kerupuk. Sederhana dan menghidupi.
M
USROJAB  lahir  di  Ban- jarnegara,  Jawa  Tengah,  30  November  1983.  Ia  terlahir  sebagai  tunanetra.  Meski  memiliki  keterbatasan  sejak  lahir,  semangat  Musrojab  tak  ber- beda  dari  orang-Âorang  non-Âdisabi- litas.  Ia  dibesarkan  oleh  keluarga  di  Temanggung  dan  menyelesai- kan  pendidikan  di  sekolah  luar  biasa  (SLB)  hingga  SMA. Setelah  menyelesaikan  SMA,  Musrojab  mencari  pekerjaan.  Na- PXQ NHWHUEDWDVDQ ĂŞVLN PHPEXDW- nya  sulit  mendapatkan  pekerjaan  yang  layak.  Upaya  mencari  kerja  tak  membuahkan  hasil. Akhirnya  Musrojab  diajak  seorang  teman  sesama  tunanetra Â
50
belajar  memijat  di  Temanggung.  Di  sana  Musrojab  diajar  oleh  seorang  guru  pijat.  Memang,  banyak  tunanetra  seperti  dirinya  yang  akhirnya  me- milih  pekerjaan  sebagai  tukang  pijat.  Satu  keberuntungan,  selama  proses  itu  Musrojab  bergaul  dengan  banyak  orang  non-Âdisabilitas.
Berjuangan di Jalanan Suatu  ketika,  saat  sedang  berja- lan  Musrojab  secara  tidak  sengaja  menabrak  seorang  perempuan  yang  membawa  barang-Âbarang  cukup  berat.  Musrojab  meminta  maaf  dan  membantu  perempuan  itu  membereskan  barang-Âbarangnya  yang  jatuh  berceceran.  Peristiwa  itu  merupakan  awal  pertemuan  Musrojab  dengan  Santi,  yang  akhirnya  menjadi  istrinya. Santi  menuturkan,  ia  berpacaran  dengan  Musro- jab  selama  satu  tahun.  Ke- tika  Musrojab  menyatakan  keinginan  menikahinya,  Santi  langsung  menerima.  â&#x20AC;&#x153;Alasan  saya  meneri- manya,  ya  karena  ibadah.  Selain  itu Â
juga  karena  memang  saya  suka  Mas  Musrojab.â&#x20AC;?  Mereka  pun  meni- kah  pada  tahun  2008. Keinginan  untuk  menghidupi  keluarga  membawa  Musrojab  merantau  sampai  Jakarta.  Di  Ibu  Kota  ia  bekerja  sebagai  tukang  pijat  di  sebuah  panti  pijat  tunanetra.  Penghasilan  yang  tak  menentu  membuatnya  berpikir  mencari  pekerjaan  lain.  Ia  kemudian  beralih  menjadi  pengamen. Hidup  di  jalanan  sebagai  pengamen  tak  kalah  berat.  Musrojab  bersama  teman-Âteman  tunanetra  beberapa  kali  ditangkap  Satpol  PP  dan  dimasuk- kan  ke  panti  sosial  di  Kedoya,  Jakarta  Barat. Â
Foto: Athurtian
Hidup dengan
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 50
2/17/12 11:23 PM
Bagaimanapun, tetap lebih nya- man hidup di jalanan daripada di panti. Musrojab bersama teman- temannya memperjuangan hak untuk bebas dan kembali ke jalan. Namun, keadaan semakin sulit setelah keluar Peraturan Daerah 8/2007 tentang Penertiban Pengemis dan Gelandangan. Perda tersebut memaksa Musrojab menin- ggalkan dunia jalanan.
Agen Kerupuk Dalam situasi sulit tanpa peker- jaan, seorang teman menyarankan Musrojab berwirausaha. Usaha itu adalah berjualan kerupuk Bangka. Musrojab tertarik mencoba usaha itu karena tidak membutuhkan modal besar. Dengan modal awal Rp 900.000 Musrojab membeli kerupuk dari sebuah pabrik di Regency Bintaro, Ciledug. Memulai usaha yang belum pernah dijalani sebelumnya tentu tak mudah. Musrojab harus merintis usaha dari nol. Berbagai kendala dihadapi. Apalagi usaha- nya dijalani seorang diri. Salah satu contoh, awalnya harus mengambil sendiri kerupuk ke pabrik yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Kerupuk yang dibeli pun cukup banyak. Tentu ia sangat kesulitan. Belakangan baru ia tahu, kerupuk dari pabrik bisa diantar dengan biaya tambahan.
Setelah mulai paham, Musrojab merasa tidak kesuli- tan. Setelah berjalan tiga bulan, usaha baru yang dirintisnya mulai lancar. Teman- teman seperjuangan- nya di jalanan dulu akhirnya bergabung sebagai penjual kerupuk keliling. Respons konsumen yang baik juga membuat omzet kerupuk terus meningkat. Kini Musrojab jadi distri- butor kerupuk yang cukup berhasil. Selain sebagai usaha mandiri, usaha distribusi krupuk Musrojab juga sekaligus menjadi sumber penghasilan bagi teman-temannya penyandang tunanetra. Musrojab mendistribusikan kerupuk kepada teman-temannya dengan harga Rp 3.500 per bungkus. Kerupuk itu kemudian dijual dengan cara keliling seharga Rp 5.000 per bungkus. Dari tiap bungkus yang laku, teman-teman Musrojab mendapat Rp 1.500. Sangat menguntungkan dan menolong. Lebih menolong lagi, karena Musrojab memberikan ke- mudahan dengan sistem konsinyasi. Kerupuk laku baru dibayar. Hal ini sangat menolong teman-temannya yang tidak punya modal cukup.
Tidak Mudah Kini, dalam seminggu omzet penjualan kerupuk Musrojab menca- pai rata-rata 800 bungkus. Musrojab mengedarkan kerupuk itu bersama lima temannya penyandang tunane- tra. Setiap hari mereka berjualan ke berbagai tempat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabo- detabek). “Wilayah penjualan kerupuk tidak terbatas, tergantung banyaknya kerupuk yang kami bawa. Semakin banyak yang dibawa, semakin jauh.
Tempatnya juga tidak menentu. Yang penting terjual,” jelas Musro- jab. Pekerjaan ini sesungguhnya tidak mudah, mengingat mereka tunanetra. Sering mereka terperosok atau menabrak tiang listrik. Salah satu tantangan berat adalah jika turun hujan. Jalan yang tergenang air membuat mereka sering terpele- set hingga terjatuh dan kerupuk hancur. Kesulitan lain adalah melihat nominal uang. Menurut Musrojab, kelemahan ini sering dimanfaatkan pembeli yang tidak jujur. Misalnya membayar tidak sesuai dengan harga semestinya. “Dulu pernah ada pembeli memborong kerupuk saya, dibayar seratus ribu rupiah. Ternya- ta uangnya palsu.” Legiman, salah seorang teman penyandang tunanetra, menutur- kan kesulitan-kesulitan itu. “Saya pernah diisengi anak-anak. Mereka bilang di sana ada jalan, ternyata jalan buntu,” ujarnya. Dengan pencapaian saat ini, Musrojab berharap usahanya terus berkembang. Namun, ia tak ber- harap terlalu muluk, karena juga melihat usaha ini sebagai usaha menolong teman-teman penyan- dang tunanetra. “Yang penting semua kerupuk habis terjual, sama- sama untung dan dapat membantu teman-teman senasib,” katanya. Untuk menambah penghasil- an, Musrojab berusaha dengan jalan lain. Di sekitar rumahnya yang menjadi perkampungan penyandang tunanetra, ia mem- bantu teman-temannya yang ingin memiliki barang-barang elektronik dengan sistem pembayaran kredit. Musrojab mulai kreatif mengem- bangkan usaha. Q Hilma Awalina
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 51
51 2/17/12 11:23 PM
cerpen
A
KU berlari kencang. Nafasku terengah-engah, sementara peluh memban- jiri tubuhku. Jantungku berlomba dengan ketakut-
an yang amat sangat. Saking takutnya aku sampai tidak berani menoleh ke belakang. Berkali-kali jalanan yang tidak rata men-
Terperangkap CHRYSANOVA DEWI
jegal langkahku. Namun aku masih tetap tidak mau menyerah, meski nafasku sudah ngos-ngosan seperti motor tua. Tiba-tiba jalanan mendadak membelok menuju sebuah tanjakan tajam. Dengan susah payah aku mendaki tanjakan itu karena tidak ada jalan lain lagi. Setiba di atas, ternyata jalannya buntu. Rasa takutku kontan berubah menjadi kepanikan yang luar biasa. “Aku terjebak!” jeritku dalam hati. * Tanjakan yang buntu itu ternyata ping- Didi Purnomo
gir tebing yang curam. Satu-satunya jalan turun adalah jalan yang kulalui tadi. Jelas tidak mungkin aku balik lagi. Detak jan- tungku semakin cepat dan keringat dingin membasahi pakaianku. Dalam kepanikan itu kuberanikan untuk menoleh ke
Aku buru-buru berlari menghampiri sebuah bangunan
belakang. Oh, tidak! Sosok yang mengejarku sudah semakin
megah yang dikitari pagar besi tinggi. Sebuah papan dengan tu-
dekat. Pada titik kritis kuambil keputusan nekat. Kututup
lisan besar-besar berdiri di antara pagar besi. Aku memandang-
kedua mataku dan aku melompat. Kurasakan tubuhku
nya dan langsung ternganga. Itu bangunan sekolah menengah
meluncur bebas ke bawah, ke dalam jurang yang bahkan
atas tempatku menuntut ilmu. Aku sempat tidak percaya
dasarnya pun tidak kelihatan.
pada mataku. Namun berapa kali pun aku mengucek mata
Bruuuuk! Sraaak! Tubuhku terjatuh di atas sesuatu
pemandangan di hadapanku tetap tidak berubah. Aku senang
yang dari suaranya terdengar seperti pohon atau semak
bercampur heran. Kok, aku bisa ada di sini? Padahal baru saja
belukar. Terdengar ranting patah di sana-sini. Beberapa di
aku berlari meninggalkan ketakutanku di tempat yang sama
antaranya menggores kulit dan pakaianku. Aku mengem-
sekali berbeda.
buskan nafas dengan sedikit lega. Setidaknya masih ada pohon ini yang menyelamatkanku dari kemungkinan
* Untuk meyakinkan diriku kucoba melihat ke atas, ke
terhempas ke tanah. Bila itu yang terjadi, pastilah tubuhku
dinding batu cadas yang tadi kulompati dengan nekat. Namun
sudah remuk.
suasana yang berkabut membuat aku tidak bisa melihatnya.
Namun, bayangan pada yang mengejar di belakangku
Maka aku mengambil kesimpulan bahwa aku sudah bebas.
menyebabkan aku langsung berusaha turun dari pohon.
Aku sekarang sudah berada di lingkungan yang kukenal baik.
Sambil meringis menahan pedih akibat goresan-goresan
Entah apa yang kualami tadi, halusinasi, fatamorgana, atau
ranting yang membuat tubuh dan pakaianku compang-
mimpi buruk, aku tak peduli. Aku lelah, benar-benar lelah.
camping, aku turun secepat mungkin. Namun keterkejut-
52
kukenal.
Kulangkahkan kakiku sambil membayangkan betapa
an menungguku di bawah. Begitu menjejak tanah dan
nyamannya berbaring di tempat tidurku yang empuk setelah
mengedarkan pandangan ke sekeliling, mataku langsung
berlari pontang-panting seperti tadi. Aku berjalan ke arah
melebar. Jalan itu dan lingkungan di sekelilingnya serasa
rumahku. Kelegaan yang mengembang di hatiku membuatku
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 52
2/17/12 11:23 PM
tidak sempat merasa heran dengan suasana yang sunyi. Ter-
Aku menekap mulutku sambil melangkah mundur.
lalu sunyi malah. sehingga bisa dikatakan sangat ganjil. Tidak
Bagaimana mungkin, dia tidak berhenti mengejarku sam-
kulihat ada satu makhluk hidup pun selain rumput dan pe-
pai ke lingkungan yang kukenal ini? Kepalaku menoleh
pohonan.
ke teman-temanku yang lain. Namun mereka semua juga
Kebingungan mulai menerpaku lagi ketika rumahku tak
sudah berubah. Aku hanya bisa berdiri terpaku di antara
kunjung kutemukan. Jalan yang kulalui ini terasa sangat pan-
kepungan monster-monster itu. Pandanganku menyapu
jang. Kepanikan mulai mengguncang jantungku lagi. Di mana
ke sekeliling kompleks sekolah untuk mencari jalan keluar.
aku? Bangunan tadi jelas sekolahku, tapi mengapa jalanan ini
Namun sia-sia saja. Tidak ada celah sedikit pun. Sosok yang
begitu asing dan tidak kukenal? Aku jadi ketakutan. Tubuhku
sebelumnya memakai wajah Alicia telah membawaku ke
gemetaran. Aku takut akan suasana asing ini.
tempat yang benar-benar tertutup. Jalan keluar satu-satu-
Udara dingin mencekam jantungku, seolah-olah mengand- ung sebuah aura misterius yang menghambat jalan nafasku. Aku terengah-engah. Kakiku langsung mengambil langkah
nya adalah lewat atas. Itu tentu sangat mustahil karena aku tidak bisa terbang. Karena itulah, kuurungkan niatku untuk mencoba
seribu. Aku berlari tanpa tujuan. Yang kuinginkan hanyalah
berlari meninggalkan kompleks sekolah. Prioritasku seka-
keluar dari suasana yang asing ini dan kembali ke tempat yang
rang adalah bersembunyi dari kejaran makhluk-makhluk
kukenal. Namun percuma saja. Lama-kelamaan aku benar-
itu. Aku segera berlari ke sudut yang terpencil. Aku ingin
benar tersesat. Aku berteriak dan menjambak rambutku dengan
mengecoh mereka dengan kemampuan lari sprintku yang
frustrasi.
bagai luncuran anak panah. Dulu, di sekolah ini aku sering
Tidak ada orang yang dapat kutanyai. Tidak ada satu mak-
mendapat penghargaan atas prestasi yang kutorehkan di
hluk hidup pun yang tampak di depan mataku selain rumput
bidang lari tersebut. Namun itu dulu. Kini kemampuan itu
dan tumbuhan lain. Sementara itu udara makin gelap, pertanda
bukan untuk meraih prestasi, melainkan untuk memper-
petang telah berganti malam. Dengan putus asa aku melang-
tahankan hidupku.
kah ke satu-satunya bangunan yang kukenal, yaitu bangunan SMA. Di petang hari seperti ini pasti tidak ada orang di sekolah.
Sempat kulihat kuku-kuku yang panjang dan runcing di cakar mereka. Kubilang itu cakar karena tangan mereka benar-benar sudah berubah menjadi cakar-cakar. Aku
Karena itu jantungku seakan berhenti berdetak ketika sebuah
bergidik. Tidak terbayangkan jika tubuhku dikoyak-koyak
suara menyapa. “Chrys, ngapain diam di situ? Ayo, masuk sini.
cakar-cakar tajam itu. Mendadak aku mengerem lariku,
Gabung sama kita aja, yuk.”
sehingga aku jatuh terguling. Mereka ternyata lebih cepat.
Kukumpulkan keberanianku untuk menoleh. Begitu me- lihat sosok gadis yang menyapaku, mataku langsung berubah
Dalam waktu singkat mereka telah berada di depanku. Beberapa kali cakar-cakar tajam itu nyaris menyam-
cerah. Gadis itu Alicia, sahabatku. Aku langsung mengikutinya.
barku. Aku menggulingkan badan ke belakang sambil
“Kamu lagi apa di sini, Lis? Kok, kamu belum pulang?”
berteriak ngeri. Kepalaku jadi pusing karena bergulingan.
Alicia yang pendiam tetap saja melangkah seperti tidak
Monster-monster menyeringai sambil melangkah ke
mendengar ocehanku. Setelah melewati sebuah lorong, kami
arahku. Dapat kulihat dengan jelas gigi-gigi runcing yang
tiba di bagian dalam kompleks sekolah. Di sana banyak orang
tersembunyi di balik bibir mereka. Aku terperangkap.
berkumpul. Aku mengamati mereka di bawah temaramnya
Mereka telah berdiri di kanan-kiriku dengan cakar siap
sinar senja dan kontan aku berteriak kegirangan. Gambaran
menangkapku. Aku menjerit. Tanpa berpikir, aku berlari ke
sosok-sosok yang kukenal ada di sana.
satu-satunya celah di belakangku. Di sana ada satu pintu
“Hei… Nadia, Karin, Andre… lagi ngapain kalian semua di sini?” Aku berlari menghampiri mereka. Namun mereka tidak
yang terbuka dan aku lalu masuk ke dalamnya. Aku tahu ini tindakan bodoh, karena berarti me me- rangkap diriku sendiri. Namun aku tidak punya pilihan.
bergerak. Mereka diam saja seperti tidak mengenaliku. Aku
Dari derap kaki yang terdengar di belakangku aku tahu
berpaling pada Alicia yang berdiri di membelakangiku. Ia juga
mereka mengejarku. Aku membanting pintu ruangan itu
diam seribu bahasa. Mendadak Alicia berbalik menghadapku,
dan memandang berkeliling. Ternyata aku berada di ruang
namun wajahnya telah berubah jadi sosok yang membuatku
UKS. Dan… di atas salah satu tempat tidur kulihat sebuah
berteriak ketakutan. Wajah Alicia melumer seperti lilin cair,
sosok yang sedang tidur. Sosok itu sangat kukenali. Dia
menyisakan rupa mengerikan yang tidak berbentuk.
Bram, salah satu sahabatku yang juga sekaligus sainganku
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 53
53 2/17/12 11:23 PM
dalam mengejar ranking tertinggi dari kelas satu sampai
monster yang lain otomatis ikut terhenti. Mengapa bisa
kelas tiga.
begitu?
Dengan terburu-buru kudekati dan kuguncang bahu- nya sekuat tenaga. “Bangun Bram, bangun! Mereka…” Belum aku selesai bicara suara gedoran menggetarkan
Namun, melihat kembali wajah Bram yang membeku di antara genangan darah, tangisku kontan meledak. Aku tidak percaya bahwa akulah yang membunuhnya. Sahabat
ruangan. Wajahku memucat. Tapi untunglah Bram segera
yang kusayangi kini mati dengan cara amat mengenaskan
terbangun. Sambil mengucek mata ia memandangku bi-
oleh tanganku sendiri. Aku terus menangis menjerit-jerit,
ngung. “Ada apa?” tanyanya polos.
hingga akhirnya tidak kuat. Tubuhku limbung. Dan aku
Belum sempat aku menjawab, pintu menjeblak ter-
jatuh ke dalam kegelapan yang tak berdasar.
buka. Kursi yang kupasang sebagai pertahanan terlempar
*
hingga berkeping-keping. Para monster melangkah masuk
Aku terbangun dengan terkejut. Butir-butir keringat
dan menyeringai ke arah kami. Bram terkejut, namun ia
dingin masih membasahi dahiku. Kupandangi sekeliling.
dapat bereaksi dengan cepat. Ia melompat turun dari tem-
Ah, ternyata aku tertidur di meja belajarku. Aku bangkit
pat tidur dan menunjuk ke sebuah jendela. Ia memberiku
sambil mendesah lega. Mimpi tadi terasa amat nyata hing-
sebatang kayu tajam pecahan kursi.
ga kurasakan ketegangan masih mengguncang jantungku.
Aku mengerti. Aku memukulkan batang kayu ber- ujung tajam itu memecahkan jendela kaca. Namun men-
“Sayang, tuh ada temannya datang.” Mendadak ter- dengar suara ibuku.
dadak kudengar jeritan Bram. Aku terkejut dan menoleh.
Aku terkesiap. Kurapikan rambut dan pakaianku dan
Salah satu monster itu menyerang dan menggigit leher
melangkah ke luar. Tidak ada siapa-siapa di ruang tamu.
Bram. Aku terpana. Tiba-tiba saja ia kejang-kejang seperti
Kulihat di luar jendela ada sebuah sepeda motor bersama
tersengat listrik. Sedikit demi sedikit wajahnya mulai
seseorang yang aku tahu dari posturnya adalah Bram. Aku
berubah. Tak dapat kulukiskan kengerian yang menerpa
melangkah ke luar.
diriku.
“Jalan, yuk,” ajaknya. Ia tetap mengenakan helm.
Dua arus kekuatan tampak beradu di dalam tubuh
“Ke mana?” tanyaku.
sahabatku, berbelit dan menjalar ke seluruh tubuh dan
“Lihat aja nanti, deh,” ujarnya sambil tertawa.
menciptakan reaksi-reaksi yang aneh. Lelehan itu terus
Kami meluncur menembus udara sore hari yang
menjalar, merayapi sesenti demi sesenti hingga menguasai
nyaman. Tidak lama kemudian kami berhenti di sebuah
wajahnya. Ia melompat menerjangku. Tangannya sudah
padang rumput yang dikelilingi pepohonan. Udara yang
berubah jadi cakar berkuku panjang. Aku menjerit karena
sejuk memperkuat suasana sepi di tempat itu. Matahari
cakar-cakar berkilat itu langsung menyambar ke arahku.
sudah akan terbenam sehingga tempat kami menjadi agak
“Jangan mendekat!”
gelap oleh bayangan pepohonan yang melingkupinya.
Didorong naluri mempertahankan diri aku menusuk- kan satu-satunya benda yang ada di tanganku ke arah
Aku agak gelisah. “Ngapain kita berhenti di sini, Bram?” tanyaku waswas.
Bram. Segalanya terjadi secara otomatis. Batang kayu itu
Bram tidak menjawab. Ia membuka helmnya, dan aku
menghujam dalam ke dada Bram, tepat di jantungnya.
menjerit. Wajah yang tersembunyi di balik helm itu serupa
Tubuh Bram kontan terkulai. Darah menyembur ke mana-
dengan wajah monster yang kulihat di dalam mimpiku.
mana, termasuk ke arahku, hingga pakaianku berlumur
Aku ingin berlari namun kedua kakiku serasa terpaku di
cairan merah berbau amis. Aku menjerit. Kupandangi
atas tanah, tak bisa digerakkan. Bram menyeringai dan
wajah Bram yang mendadak kembali seperti semula, tanpa
sinar terakhir matahari senja memantul di gigi-giginya
ada sisa yang menunjukkan bahwa sedetik sebelumnya dia
yang runcing, sehingga tampak berkilau. Aku kontan
berwajah monster.
menjerit.
Aku menjadi lemas. Aku jatuh terduduk. Mataku terpejam pasrah. Pasti, para monster akan segera menyerbu.
“Sayang… jangan hiraukan bayangan-bayangan bu- ruk. Ini aku, Bram….”
Namun… sedetik, dua detik, tiga detik… tidak ada apa-apa.
54
Aku terpana. Monster itu berubah menjadi Bram yang
Suasana tetap hening. Para monster tetap di tempat mereka
tersenyum sayang, sambil memegang kedua pipiku den-
berdiri, membeku seperti batu. Aneh sekali. Jantung Bram
gan kedua telapak tangannya. Telapak tangan tak bercakar.
seperti sebuah remote control. Begitu aku menusuknya,
Q
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 54
2/17/12 11:23 PM
Foto: Havel
bisikan angin
Hadar N Gumay
S
UASANA akrab dan bersa- habat mewarnai rangkaian acara AGENDA hingga usai. Setelah berbincang dengan rekannya, Hadar N. Gumay mengatakan kepada diffa, “Dari kegiatan ini kita bisa belajar dan bertukar pikiran dengan negara-neg- ara lain bagaimana proses pemilihan umum berlangsung di negara mereka.
Ini akan menjadi lebih baik jika kita bisa bekeja sama dalam membantu penyandang disabilitas.” Pria ramah ini aktif di Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat. Hadar aktif di PPUA Penca sudah cukup lama. Dia optimistik soal peran serta politik penyandang disabilitas di tanah air. “Indonesia tidak terlalu buruk dibanding negara-
negara ASEAN dalam penyelengga- raan pemilu. Kita bisa ikut andil dalam perbaikan pelaksanaan pemilu yang akan dilaksanakan. Kita juga bisa men- gambil banyak contoh dari negara-neg- ara ASEAN yang mulai peduli dengan pemenuhan hak politik penyandang disabilitas,” katanya. Tentu saja optimisme itu harus terus dipertahankan. Diharapkan akses penyandang disabilitas semakin terbuka di berbagai bidang, termasuk hak politik. Seharusnya pemerintah bisa memenuhi hak-hak warga negara tanpa pembedaan, terutama penyan- dang disabilitas yang sering terlu- pakan. Dibutuhkan pula kerja sama yang sinergis antara lembaga pemer- intah dan organisasi yang menangani penyandang disabilitas. Q Athurtian
Dao Minh Hue
Foto: Havel
D
I Hanoi, Vietnam, seorang gadis usia 20-an tahun memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya bagi pelayanan dunia disabilitas. Gadis itu bernama Dao Minh Hue. Dalam acara The Regional Conference on Ac- cess to Elections for Persons with Disabilities yang berakhir pada 2 Febru- ary 2012 di Hotel Pullman, Jakarta, Anda akan mudah mengenali Hue yang berambut lurus panjang, berkacamata, dan selalu tersenyum ramah. Anak pa sangan dosen dan akuntan yang lahir di sebuah provinsi miskin yang jauh dari Hanoi ini me- milih menjadi Personal Assistant Coordinator untuk lembaga Hanoi Independent Li ving Center. “Saya belajar dan mendapatkan banyak hal dari konferensi regional ini. Selain dari para pembicara, juga sesama organisasi disabilitas dari negara ASEAN,” ujarnya. Menurut Hue, tema tentang hak-hak politik penyandang disabilitas memang penting. Apalagi dia tengah mempersiapkan dan akan segera melakukan riset tentang pemenuhan hak-hak politik penyandang disabilitas di negaranya. “Sebagai Personal Assistant Coordinator, saya memerlukan banyak informasi terkait dengan hak-hak politik para penyandang disabilitas. Melalui konferensi ini kebutuhan akan informasi itu banyak terpenuhi,” tuturnya. Hue kebetulan memiliki seorang paman yang juga penyandang disabilitas. Namun ia terjun dan memilih bekerja di dunia disabilitas lebih karena dorongan hati nuraninya yang kemudian diperkuat oleh dosen-dosennya saat kuliah di jurusan social study. “Profesor saya dan orang tua saya semuanya mendukung pilihan hidup saya ini,” ungkapnya penuh syukur. Itulah Hue, satu sosok muda yang hadir dalam konferensi regional dan bisa menjadi inspirasi bagi jutaan anak muda lain di seluruh dunia. Q frg diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 55
55 2/17/12 11:23 PM
bugar
Oleh: Aria Indrawati
baru  sekitar  1  juta  orang  yang  telah  mendapatkan  penanganan  dari  lembaga-Âlembaga  yang  secara  khu- sus  memberdayakan  mereka.  Ada  tiga  kategori  tunagrahita.  Pertama,  mereka  yang  mampu  didik,   yaitu  yang  memiliki  IQ  50  -  70.  Kedua,  mereka  yang  mampu  latih,  yaitu  yang  memiliki  IQ  25  -  50.  Ketiga  mereka  yang  memiliki  IQ  di  bawah  25,  yang  biasa  disebut  idiot.  Kelompok  ketiga  adalah  kelompok  tunagrahita  yang  nyaris  tak  mampu  menerima  rangsangan.  Biasanya  mereka  hanya  dapat  duduk  atau  bahkan  berbaring  saja. Kelompok  tunagrahita  yang  masih  dapat  diterima  di  sekolah- sekolah  luar  biasa  (SLB  C)  adalah  kelompok  pertama  dan  kedua.  Sama  seperti  anak-Âanak  lain,  penyandang  tunagrahita  yang  bisa  sekolah  juga  mendapatkan  pelajaran  olahraga.  Kegiatan  olahraga  bagi  siswa  tu- nagrahita  memiliki  banyak  fungsi.  Pertama,  seperti  juga  bagi  masyara- kat  umumnya,  untuk  menjaga  NHVHKDWDQ ĂŞVLN 7HSDWQ\D PHQMDJD kebugaran,  meningkatkan  daya  tahan  dan  metabolisme  tubuh.  Kedua,  olahraga  juga  menjadi  salah  satu  bentuk  terapi.  Di  antaran- ya  melatih  saraf  motorik,  merang- sang  perkembangan  otak  kreatif,  dan  melatih  bersosialisasi.  Karena  penyandang  tunagrahita  juga  XPXPQ\D GLVHUWDL NHWHUEDVDQ ĂŞVLN olahraga  juga  sekaligus  berfungsi  sebagai  sarana  kepercayaan  diri.    Masih  berkaitan  dengan  kepercayaan  diri,  olahraga  bagi  penyandang  tunagrahita  juga  bisa  jadi  sarana  prestasi.  Penyandang  tunagrahita  memiliki  HYHQW  olahraga  tingkat  dunia  semacam  olimpiade,  yaitu  Special  Olympic.  Untuk  In- donesia,  atlet-Âatlet  penyandang  tunagrahita  ini  bergabung  dalam  Special  Olympic  Indonesia  (SOIna).  Tentu,  untuk  dapat  menjadi  atlet  Special  Olympic  latihan  olahraga  ini  harus  dilakukan  secara  teratur  dan  di  bawah  bimbingan  pelatih  profesional. Â
Olahraga untuk Penyandang Tunagrahita
T
UNAGRAHITA  adalah  kelompok  penyandang  disabilitas  yang  memiliki  hambatan  kecerdasan  atau  mental  retardation.  Karena  memiliki  ham- batan  intelektual,  mereka  juga  biasanya  mengala- PL KDPEDWDQ KDPEDWDQ êVLN .DUHQD LWX PHUHND juga  membutuhkan  olahraga  yang  khas,  yang  antara  lain  berfungsi  sebagai  terapi.
Olahraga Aneka Fungsi Berdasarkan  data  statistik,  diperkirakan  ada  6  juta  pe- nyandang  tunagrahita  di  Indonesia.  Dari  jumlah  tersebut, Â
56
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 56
2/17/12 11:23 PM
Senam Aerobik
Bermain Bocce Salah satu olahraga khusus untuk penyandang tuna- grahita adalah bocce. Bocce merupakan olahraga rekreasi, dimainkan dua regu, tiap regu terdiri atas tiga hingga empat orang. Olahraga ini dapat dikombinasikan dengan permain- an-permainan menarik. Dalam permainan bocce ada tiga jenis bola, beruku- ran kecil, sedang, hingga besar dengan warna-warna yang menarik. Bola kecil diletakkan di sebuah area atau lapangan berumput sebagai sasaran. Di lapangan tersebut ada batas untuk pelempar bola. Dua tim atau regu yang saling berha- dapan berlomba melemparkan bola yang berukuran besar agar mengenai atau mendekati sasaran. Jika pelempar dapat melemparkan bola besar mendekati atau mengenai sasaran, timnya akan mendapat poin. Saat melempar bola berukuran besar, posisi pelempar harus agak sedikit menunduk hingga sekitar 45 derajat, dengan posisi kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang. Saat melempar bola, pelempar bergerak satu langkah ke depan. Posisi dan gerakan ini seperti melempar bola dalam permainan bowling. Pelempar tidak diperbolehkan melem-
Foto: Dok Asih Budi
Ada beberapa jenis olahraga yang dapat diajarkan kepada siswa tunagrahita, antara lain senam, atletik, tenis meja, bulutangkis, sepakbola, basket, berenang, bocce (permainan bola gelinding), dan 0RWRU $FWLYLW\ 7UDLQLQJ Program (MATP). Jenis olahraga paling dasar, seperti juga masyarakat pada umumnya, adalah senam aerobik. Berlatih senam dengan gerakan-gerakan sederhana, seperti menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan, menundukkan dan menenga- dahkan kepala. Menggerakkan tangan dari depan ke samp- ing lalu ke atas. Merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan, lalu membungkuk dan menyentuh ujung kaki kiri dengan tangan kanan dan menyentuh ujung kaki kanan dengan tangan kiri. Dan seterusnya. Ada pula senam berlari di tempat sambil bertepuk tangan. Seperti juga kalangan masyarakat pada umumnya, saat bersenam, diiringi musik dengan irama yang berseman- gat. Pemanasan dilakukan sebelum melakukan gerakan- gerakan senam. Setelah selesai, diakhiri dengan gerakan pendinginan. Antara lain menarik nafas dalam dan meng- hembuskan perlahan. 'HQJDQ RODKUDJD VHQDP LQL EDQ\DN NHJLDWDQ êVLN \DQJ dilakukan. Dengan demikian membuat tubuh lebih sehat
dan sekaligus melakukan terapi organ motorik. Waktu yang dibutuhkan untuk berolahraga senam ini cukup 45 menit.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 57
57 2/17/12 11:23 PM
Foto: Athurtian
par bola dengan posisi badan tegak. Jika itu dilakukan, dianggap kesalahan dan akan memberikan poin untuk regu lawan. Dalam memainkan bocce ada kombina- si antara permainan dan gerak-gerak tubuh yang bermanfaat untuk merangsang syaraf dan gerakan motorik tubuh. Permainan ini bisa melatih motorik tangan dan kaki, men- gasah konsentrasi, latihan bersosialisasi, dan kerja sama tim. Posisi tubuh dan gerakan saat melempar bola juga berfungsi melatih kelenturan otot punggung, tangan, dan kaki. Setiap anggota kelompok mendapat- kan kesempatan melempar bola. Agar bola
FA diffa_15 Maret.indd 58
mengenai atau mendekati sasaran, pelempar harus melakukannya dengan konsentrasi penuh. Latihan konsentrasi ini sangat berguna bagi anak-anak penyandang tunagra- hita. Untuk memenangi permainan, setiap kelompok didorong “memiliki strategi”. Mereka diminta berdiskusi, membicarakan langkah apa yang akan dilakukan untuk memenangi pertandingan.
dasan, diperlukan metode yang berbeda untuk mengajarkan olahraga kepada tunagrahita. Instruksi harus dilakukan secara bertahap, dengan memberikan contoh. Sering mereka harus dibantu untuk melakukan gerakan-gerakan yang diinstruksikan. Saat membantu pun harus dilakukan dengan berhati-hati, agar tidak terjadi cedera otot atau cedera lainnya. Sering kali, untuk mengajarkan satu gerakan, harus dilakukan secara beru- lang-ulang, hingga siswa memahami benar. Jika telah memahami, barulah berganti ke gerakan lain. Ada kemung- kinan siswa ngambek dan tidak mau melakukan kegiatan olahraga. Jika itu terjadi, tentu tidak boleh dipaksa. Yang dilakukan adalah memotivasi dan men- dorong agar siswa yang sedang ngambek ini mau bergabung bersama teman- teman lain, dan berolahraga bersama. Q Athurtian
Metode Berbeda Karena faktor hambatan kecer-
2/17/12 11:23 PM
inklusif
Mencetak Disabilitas Terampil Mencetak
Sejak tahun 2004 Ready Print mempekerja-‐ kan karyawan penyandang disabilitas, bah-‐ kan hingga jabatan manajer. Perusahaan percetakan ini terus berkembang. Sikap inklusi bisnis yang pantas dipuji.
Foto: Arthurtian
U
SAHA percetakan Ready Print tergolong perusahaan yang berkembang pesat dan kini memiliki beberapa cabang di Jakarta dan Bali. Keberhasilan itu antara lain berkat kinerja karyawan penyandang disabilitas. Memang, sejak tujuh tahun lalu Ready Print mempe- kerjakan karyawan penyandang disabilitas. “Yang penting mau berusaha, gigih, kreatif, dan (punya) sikap yang baik,” ujar Tjendrawan Dinata, pemilik perusahaan. Pengusaha kelahiran Sukarnopura, Bali, 46 tahun silam, ini mengakui banyak prestasi yang dihasilkan karyawannya yang penyandang disabilitas.
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 59
59 2/17/12 11:23 PM
Tjendrawan  Dinata  merekrut  karyawan  penyandang  disabilitas  dari  Balai  Latihan  Kerja  (BLK)  Cibinong,  Jawa  Barat.  Penyandang  disabilitas  yang  dipekerjakan  sejauh  ini  memang  hanya  tunadaksa.  Perusahaan  belum  bisa  menampung  tunanetra,  mengin- gat  pekerjaan  di  percetakan  membu- tuhkan  pengerjaan  yang  detail.  Dulu  pernah  ada  penyandang  tunarungu,  yang  bisa  berkomunikasi  dalam  kerja  dengan  membaca  gerak  bibir.  Sayang,  tak  lama  bekerja  kemudian  keluar. Menurut  Pak  Iwan,  begitu  Tjen- drawan  Dinata  biasa  dipanggil,  bidang  pekerjaan  yang  ditangani  karyawan  penyandang  disabilitas  antara  lain  GHVDLQ JUDĂŞV ĂŞQLVKLQJ,  cetak,  dan  operator.  Karyawan  penyandang  disabilitas  di  perusahaan  Iwan  kini  15  orang  dari  jumlah  total  150  karyawan.  Mereka  tersebar  di  tiap  cabang,  baik  di  Jakarta  maupun  Bali.  Artinya,  jum- lah  karyawan  disabilitas  Ready  Print  suah  jauh  melebihi  standar  persentase  yang  ditentukan  pemerintah.   Dalam  Pasal  14  UU  No.  4  Tahun  1997  ten- tang  Penyandang  Cacat,  pemerintah  mewajibkan  perusahaan  mempeker- jakan  penyandang  disabilitas  1  persen  dari  jumlah  karyawan.  Jika  melebihi  jumlah  yang  ditentukan  seperti  Ready  Print,  tentu  lebih  bagus.  Meski  jumlah  karyawan  dis- abilitasnya  sudah  melebihi  anjuran  pemerintah,  Iwan  mengaku  masih  terus  berusaha  meningkatkan  jumlah  karyawan  penyandang  disabilitas.  Cuma,  selaku  pemimpin  yang  lang- sung  turun  tangan  mencari  pekerja  penyandang  disabilitas,  Iwan  me- ngaku  kesulitan  mendapat  karyawan  yang  sesuai.  Dulu  dalam  sebulan  bisa  mendapatkan  hingga  empat  karyawan  penyandang  disabilitas,  tapi  seka- rang  hanya  bisa  satu  atau  dua  orang.  â&#x20AC;&#x153;Mungkin  saya  terlambat,  sehingga  kecolongan  oleh  perusahaan  lain,â&#x20AC;? Â
60
ujarnya  sambil  tertawa. Selain  terus  mengembangkan  usaha  percetakan,  dalam  waktu  dekat  Iwan  berencana  membuka  sebuah  galeri  foto  dan  lukisan.  Di  galeri  itu  ia  juga  akan  membuat  sebuah  VLPSOH cafe  yang  menyediakan  menu  kopi  dan  ZDĂŤH.  â&#x20AC;&#x153;Nah,  di  sana  saya  ingin  mempekerjakan  dua  sampai  tiga  kar- yawan  disabilitas  yang  akan  menjaga  galeri  dan  membuat  menu-Âmenu,â&#x20AC;?  jelas  Pak  Iwan. Ayah  dua  anak  ini  baru  mem- bina  seorang  karyawan  penyandang  disabilitas  untuk  ditempatkan  di  galeri  tersebut.  Menurut  Iwan,  karyawan  pe- nyandang  disabilitas  bernama  Paulina  itu  cekatan  sehingga  bisa  diandalkan  untuk  bekerja. Â
Tidak Membedakan Usaha  percetakan  Iwan  dimulai  dari  kecil.  Dulu  para  karyawannya  bekerja  di  sebuah  rumah  kecil  di  ka- wasan  Tebet,  Jakarta  Selatan.  â&#x20AC;&#x153;Tempat- nya  cukup  sempit,  hingga  akhirnya  mereka  dipindahkan  di  tempat  yang  sekarang,â&#x20AC;?  tuturnya. Iwan  tidak  memberi  syarat  khusus  bagi  karyawan  penyandang  disabilitas  yang  ingin  bekerja  di  perusahaannya.  Yang  penting  mau  berusaha,  gigih,  kreatif,  dan  punya  sikap  yang  baik.  Se- lama  bekerja  para  karyawan  baru  akan  dipantau.  Mereka  mendapat  bimbin- gan  selama  awal  bekerja.  Jika  hasil  pe-Â
Foto: Athurtian
Melebihi Anjuran
kerjaan  baik,  perusahaan  memastikan  menerima  karyawan  tersebut. Sejauh  ini  perusahaan  juga  tidak  memberikan  program  khusus  bagi  karyawan  penyandang  disabilitas,  hanya  sebatas  bimbingan  bekerja.  â&#x20AC;&#x153;Memang,  karyawan  yang  diambil  dari  BLK  Cibinong  tidak  bisa  langsung  diturunkan  begitu  saja.  Perlu  bimbin- gan  awal  untuk  mereka.  Tapi  setelah  mereka  paham,  ya  saya  lepas.  Supaya  mereka  bebas  menunjukkan  kemam- puan,â&#x20AC;?  jelas  Iwan.  Beitu  pula  dalam  fasilitas  dan  imbalan  kerja.  Tidak  ada  perbedaan  an- tara  karyawan  penyandang  disabilitas  dan  non-Âdisabilitas.  Semua  mendapat- kan  perlakuan  sama.  Perusahaan  tidak  memberikan  fasilitas  khusus  bagi  karyawan  penyandang  disabilitas,  tapi  disediakan  mes  untuk  tempat  tinggal.  Karyawan  senior  seperti  Ridwan  dise- diakan  rumah  untuk  tempat  tinggal Â
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 60
2/17/12 11:23 PM
Foto: Sigit D Pratama
senang  kerja  di  sini.â&#x20AC;? Selain  Dodo  dan  Ridwan,  kar- yawan  penyandang  disabilitas  lain- nya  juga  menunjukkan  kemampuan.  Nuke  yang  menderita  polio  bisa  mem- buktikan  peningkatan  yang  sangat  baik.  Kini  Nuke  bekerja  sebagai  tenaga  pemasaran  di  cabang  BSD,  Tangerang.  Ada  juga  Sapri,  yang  memiliki  keah- lian  khusus  hardware.  Pria  ini  akan  ditempatkan  sebagai  operator  yang  bertugas  mengecek  hardware  milik  perusahaan  di  seluruh  cabang. Â
Terus Mendukung
bersama  keluarga  kecilnya.  Selain  Ridwan,  ada  juga  Widodo  yang  mendapat  fasilitas  sama.  Widodo  juga  diberi  sebuah  sepeda  motor  \DQJ GLPRGLĂŞNDVL PHQMDGL URGD WLJD Fasilitas  itu  diberikan  bukan  karena  disabilitas,  melainkan  karena  kinerja  dan  pencapaiannya  selama  bekerja  di  perusahaan. Â
Disabilitas Berprestasi Widodo   merupakan  salah  satu  contoh  karyawan  berprestasi  di  Ready  Print.  Pria  kelahiran  Boyolali,  3  April  1979,  ini  dipercaya  menjadi  manajer  êQLVKLQJ 0HQXUXW ,ZDQ NHPDPSXDQ Widodo  memang  tak  diragukan.  Di  tengah  keterbatasannya,  pria  yang  bi- asa  dipanggil  Dodo  ini  membuktikan  bisa  bekerja  sangat  baik.  â&#x20AC;&#x153;Ia  jadi  mana- jer  karena  kemampuannya.  Sebagai  seorang  manajer,  dalam  mengambil  keputusan  pun  sudah  saya  serahkan Â
kepadanya,â&#x20AC;?  kata  Iwan.  Ketika  ditemui,  Dodo  yang  sedang  sibuk  mengawasi  pekerjaannya,  me- ngatakan  merasa  beruntung  bekerja  di  Ready  Print.  â&#x20AC;&#x153;Dari  tidak  tahu  menjadi  tahu,  dari  tidak  mengerti  menjadi  mengerti.  Saya  terus  belajar  dan  du- kungan  yang  diberikan  perusahaan,  khususnya  Pak  Iwan,  membuat  saya  terus  termotivasi,â&#x20AC;?  ujarnya. Menurut  Dodo,  perusahaan  sangat  banyak  memberikan  dukung- an  bagi  karyawan  penyandang  disabilitas  seperti  dirinya.  Bimbingan  yang  diberikan  memudahkan  kar  ya- wan  dalam  bekerja.  Begitu  pula  soal  penghargaan  perusahaan.  Sejauh  ini  ia  merasa  semuanya  mencukupi,  dari  bim  bingan,  fasilitas,  dan  dukungan.  â&#x20AC;&#x153;Fasilitas  yang  didapat  sudah  men- dukung,  seperti  gaji  yang  cukup  dan  tempat  untuk  tinggal.  Pak  Iwan  juga  baik  orangnya,  jadi  kami  juga  merasa Â
Iwan  menyatakan  akan  terus  meneruskan  sikap  inklusi  kepada  karyawan  penyandang  disabilitas.  Jika  mereka  mampu  membuktikan  ke- mampuan,  akan  mendapat  dukungan  yang  serius  dari  perusahaan.  Soal  persaingan  antarkaryawan  di  perusahaannya,  Iwan  punya  prin- sip  sendiri.  â&#x20AC;&#x153;Kalau  mereka  mampu,  kenapa  nggak?  Biar  saja  yang  non- disabilitas  iri,  nggak  peduli.  Harusnya  kan  ini  menjadi  motivasi  bagi  mereka  untuk  melakukan  hal  yang  lebih  dari  mereka  yang  menyandang  disabili- tas,â&#x20AC;?  tegasnya. Bapak  yang  ramah  ini  mengaku  selama  ini  tidak  ada  penghargaan  atau  apresiasi  yang  diberikan  peme- rintah  ataupun  lembaga  lain  atas  usaha  Ready  Print  mempekerjaan  karyawan  penyandang  disabilitas.  Tapi  baginya  itu  tidak  menjadi  ma- salah.  Sebab,  yang  penting   baginya,  perusahaan  dapat  memberikan  per- hatian  yang  layak  kepada  karyawan.  Begitu  pula  sebaliknya,  karyawan  menunjukkan  kinerja  dan  hasil  maksi- mal.  Tjendrawan  Dinata  benar.  Lewat  perusahaan  percetakannya  ia  telah  memberikan  dukungan  kepada  penyandang  disabilitas  untuk  mem- peroleh  pekerjaan  yang  layak.  Itu  yang  terpenting.  Q  Hilma  Awalina
diffa edisi 14 -â&#x20AC;? Februari 2012
FA diffa_15 Maret.indd 61
61
2/17/12 11:23 PM
pindai
MELAYANI ASUHAN AL-RIFDAH Melayani dan Berbagi dengan Anak Tunaganda
S
IANG itu udara Semarang sangat panas. Di ujung ping- giran timur kota, di depan sebuah bangunan setengah jadi, seorang perempuan berjilbab bercengkerama dengan be- berapa anak yang hanya bisa tiduran. Bangunan setengah jadi itu markas Panti Asuhan Cacat Ganda Al-Rifdah yang menangani anak-anak penyandang disabilitas ganda. Perem- puan berjilbab itu Rahma Faradila (37 tahun), pendiri sekaligus pemimpin panti. Anak-anak yang hanya bisa ti- duran itu sebagian dari anak asuhnya.
Rahma Faradila menjadi pekerja sosial sejak masih gadis. Ia pernah ber- gabung dengan sebuah yayasan sosial yang menangani anak-anak jalanan penyandang disabilitas. Ia mendapat tugas khusus mendata anak-anak penyandang disabilitas yang hidup di jalanan kota Semarang. “Dari data tersebut, yayasan kemudian menyu- sun suatu program,” tutur Rahma. Namun, kemudian Rahma merasa tidak puas, karena yayasan
62
hanya fokus menangani anak jalanan. Sementara dia melihat masih banyak yang tak terperhatikan, antara lain anak-anak penyandang disabilitas ganda yang telantar atau terbuang dari keluarga. Rahma berangan-angan bisa mendirikan tempat penampungan khusus untuk mereka. Perbedaan visi itu akhirnya men- dorong Rahma keluar dari yayasan. Bersama beberapa teman ia merintis
pendirian panti asuhan. Ia menyam- paikan usulan ke Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Dinas Sosial memberi- kan dukungan, dengan mempermu- dah perizinan yang berkaitan dengan pendirian panti asuhan. “Saat itu saya diberi syarat, keg- iatan harus sudah berjalan terlebih dulu. Ya sudah, akhirnya saya kum- pulkan anak-anaknya dulu. Sasaran utama kami anak-anak disabilitas
Foto-foto: Andika
Bermula Beda Visi
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 62
2/17/12 11:23 PM
yang tidak lagi memiliki orang tua atau yang berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka saya tampung secara gratis,” tutur Rahma. Sejak itu, tahun 2006, Panti Asuhan Cacat Ganda Al-Rifdah resmi berdiri. Mereka memanfaatkan rumah
milik orang tua Rahma di kawasan Bangetayu, pinggiran kota Semarang. Rahma mengajak beberapa kawan sebagai pengurus.
Berbagai Tunaganda Ketika kami sedang berbincang, tiba-tiba Johan, salah seorang anak asuh yang mengalami hiperaktif dan hiper-autis memukul-mukulkan tangannya ke dinding. Rahma segera bang- kit, memegangi tangan Johan sambil mengelus kepalanya. Mendapat perlakuan kasih demikian, Johan bukannya berhenti, malah membenturkan kepala ke dinding. Beberapa relawan datang membantu
Foto-foto: Andika
Rahma. Setengah jam kemudian baru Johan tenang. “Saya tidak tega melihat Johan menyiksa diri sendiri. Biasanya kalau digoda temannya dan nggak bisa melawan, ia akan menyakiti dirinya sampai berdarah-darah. Karena mem- bahayakan, kadang tangannya diikat sampai tenang,” jelas Rahma. Saat ini Panti Asuhan Al-Rifdah merawat 16 anak. Rata-rata mereka tu-
narungu/wicara ditambah disabilitas yang lain. Contohnya Temu (12 tahun), selain tunarungu/wicara juga autis. Ellen (6 tahun), selain tunarungu/ wicara juga lumpuh. Aris (10 tahun) tunarungu/wicara dan autis pasif. Dari semua anak, Aris yang paling tenang karena tak mampu menggerakkan anggota tubuh. Anak yang paling memprihatink- an adalah Slamet. Selain tunawicara, ia mengalami kelainan syaraf di rongga mulut, sehingga terus menge- luarkan air liur. Ia juga mengidap epilepsi. Kisah hidup Slamet memang dramatis. Tahun 2006 media massa ramai memberitakan tentang seorang anak yang mengalami penyiksaan. Sekujur tubuhnya penuh sundutan api rokok. “Dinas Sosial menghubungi saya, meminta melacak keberadaan- nya. Akhirnya ketemu di sebuah rumah kosong, sendirian. Saya bawa pulang dan saya rawat,” kata Rahma. Penghuni panti yang lain adalah Yusuf (8 tahun), yang mengalami lumpuh layuh sehingga sering jatuh. Yusuf juga mengalami kebutaan sejak lahir. Ada pula Fadil yang lumpuh total dan sedikit down syndrome. Riski (7 tahun) lumpuh total dan tunarungu/wicara. Sri (9) tidak bisa bi- cara, tidak bisa duduk, dan tidak bisa berjalan. “Yang kecil itu namanya juga Aris. Ia lumpuh total, tak bisa duduk, tunarungu dan wicara, juga mengal- ami kebutaan. Yang memprihatinkan ia juga terkena polio sehingga otot- ototnya terus mengecil,” tutur Rahma dengan mata mulai berkaca-kaca. Penghuni termuda adalah Salma (1 tahun). Ia menderita kelainan usus, sulit mencerna makanan. Salma baru bisa diberi makan pada akhir Desember 2011. Karena itu, tubuhnya sangat kecil, seperti bayi umur 3 bulan. “Dia juga tidak bisa buang air besar. Sepekan sekali kami bawa ke rumah
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 63
63 2/17/12 11:23 PM
sakit untuk disedot. Hingga usia satu tahun, Salma belum bisa duduk, baru bisa tengkurap,” jelas Rahma. Melihat dan mendengar cerita dis- abilitas anak-anak penghuni Al-Rifdah saja hati sudah terasa teriris, apalagi mengingat mereka telantar dan tidak punya keluarga. Al-Rifdah tidak melulu mengurus anak-anak tunaganda tanpa keluarga. Mereka juga merawat anak-anak yang masih memiliki orang tua. “Tapi jum- lahnya tidak banyak. Hanya ada tiga anak,” kata Rahma. Ketiga anak itu adalah Soli (7 tahun) yang menyandang down syn drome. Belakangan Soli sudah sangat berkembang, mulai paham tentang eti- ka. Kedua adalah Galuh (7 tahun) yang menyandang down syndrome dan ke- sulitan berbicara. Galuh suka ngamuk, terutama jika keinginannya tidak terpenuhi. Terakhir, Pungkas, yang lumpuh total dan menyandang tuna- rungu/wicara. “Kadang-kadang kalau liburan sekolah, mereka pulang dan berkum- pul dengan orang tua,” jelas Rahma mengenai tiga anak yang masih punya keluarga.
Pengurus Patungan Karena memberikan pelayanan yang termasuk langka, Al Rifdah ak- hirnya menjadi rujukan bagi beberapa instansi pemerintah jika menemukan anak disabilitas telantar. Enam belas anak asuh Al-Rifdah saat ini memiliki latar belakang yang beragam. Ada yang hasil razia gelandangan dan pengemis oleh Satpol PP Kota Sema- rang. Ada hasil razia kepolisian. Juga ada yang ditinggal kabur orang tuanya di rumah sakit. “Salma itu ditinggal dalam kondisi prematur dan mengala- mi kelainan usus,” kata Rahma. Rahma mengaku tak pernah menolak anak yang akan dimasukkan ke panti asuhannya. “Sudah menjadi
64
tugas kami untuk mendampingi anak- anak, meskipun kondisi panti sedang sulit sekalipun,” tegasnya. Awalnya Rahma ber- pikir merawat anak-anak penyandang tunaganda sama seperti merawat anak-anak lain, tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar. Kenyataan- nya kesehatan anak-anak berkebu- tuhan khusus ini lebih rawan dan mudah terganggu. Mereka mudah WHUNHQD SHQ\DNLW VHSHUWL ëX GDQ EDWXN Hal ini memberikan kesulitan tersend- iri bagi Al Rifdah. Rahma bersyukur karena belakang an anak-anak Al-Rifdah terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sebulan sekali petugas puskesmas didatangkan ke Al- Rifdah untuk memeriksa kesehatan anak-anak penghuni panti. Petugas puskesmas juga berbaik hati memberikan stok obat. “Relawan kami diberi petunjuk penggunaan dan kegunaan obat,” tutur Rahma. Perbedaan lain adalah soal makanan. “Anak-anak normal bisa diberi makanan biasa, tapi anak-anak di sini harus diberikan makanan yang lembek,” jelas Rahma. Meski penuh keterbatasan, Rahma berusaha melatih anak-anak asuh- nya berdisiplin. Biasanya pukul 04.00 anak-anak itu sudah bangun. Sekitar pukul 04.30 satu per satu anak mulai dimandikan. Butuh waktu dua jam untuk memandikan mereka. Setelah mandi, mereka sarapan. Sarapan pun satu persatu karena kebanyakan tidak bisa makan sendiri dan harus disuapi. Hanya tiga anak bisa makan sendiri. Setelah sarapan, delapan anak berang- kat sekolah di SLB Negeri Semarang. Sisanya bermain bersama sebagai latihan sosialisasi. Anak-anak yang bersekolah di SLB mendapatkan terapi mandiri dari para pengajar. Mereka diajari hal-hal
sederhana, seperti makan sendiri atau cium tangan tamu dan cara duduk yang baik. Mereka juga diajari menya- pa, meski tidak bisa bicara. Setidaknya mereka mengerti sapaan, tidak hanya diam, tapi memberikan respons de- ngan senyum misalnya. Setiap bulan pengelola Al Rifdah mengeluarkan biaya operasional Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Biaya itu baru untuk keperluan anak-anak, misal- nya pampers. Juga untuk membeli susu dan obat yang sifatnya khusus. Contohnya obat epilepsi yang har- ganya Rp 150 ribu perbotol. Menurut Rahma, biasanya satu botol tidak sampai seminggu habis. Untungnya sekolah anak-anak itu gratis. Rahma hanya mengeluarkan biaya untuk transportasi. Meski sudah berusia enam tahun, Panti Asuhan Al-Rifdah belum me- miliki donatur tetap. Mereka hanya mendapat anggaran tiap anak Rp 1.500 per hari dari Dinas Sosial. Untuk menutupi kekurangan, lima pengurus yayasan berpatungan setiap bulan. “Misalnya bulan ini kami kekurangan 3 juta rupiah, ya kami mengeluar- kan 600 ribu rupiah per orang,” ujar Rahma. Selebihnya adalah sumbangan donatur tidak tetap, yang bentuknya tidak selalu uang. Membangun kamar misalnya.
Tantangan dan Dukungan Langkah Rahma Faradila terjun total mengabdikan diri pada kema- nusiaan tak lepas dari dukungan keluarga. Awalnya, sang suami agak keberatan atas ketotalan Rahma mengu rus panti. Tapi kemudian maklum, karena sadar Rahma sudah berkecimpung di kegiatan ini sejak belum menikah. Ibu seorang anak berusia dua ta- hun ini ingin sisa hidupnya diabdikan total di dunia kemanusiaan yang lang-
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 64
2/17/12 11:23 PM
ka ini. Menurut Rahma, sebagian besar anak-anak asuhnya tidak lagi memiliki keluarga. Dia tidak bisa membayangkan jika tak ada orang yang mau peduli. “Semoga ke depan perhatian masyarakat semakin bertambah,” ujarnya. Kemantapan Rahma merawat anak-anak istimewa ini juga dilatarbelakangi pengalaman saat panti tersebut baru berdiri. Ketika masih di daerah Bangetayu dan Sembungharjo, masyarakat menolak anak-anak tunaganda ini. Alasannya, takut ketularan hingga merasa malu bertetangga dengan penyandang disabilitas. Saat itu Rahma sempat me- ngadu dan meminta perlindungan kepada lurah. Tapi sang lurah malah menyatakan tidak mau memiliki lingkungan yang banyak anak disabilitas. “Saya mengadu- kan ke Dinas Sosial. Dinsos me- ngancam, jika lurah tidak mau menerima, akan diadukan ke Wali Kota,” tuturnya. Suasana yang tidak enak membuat Rahma memutuskan pindah. Setelah melalui perburuan yang tak kenal lelah, akhirnya para pengurus panti mendapatkan tanah yang bisa dibayar dengan mencicil. Sebenarnya tanah terse- but akan dijual secara tunai. Saat pemilik tahu tanah akan dijadikan panti, langsung diizinkan dibayar secara mencicil. “Sekarang kami boleh pa- sang papan nama. Di tempat sebelumnya tidak boleh. Saat ini masyarakat pun mulai mengenal Al-Rifdah dan anak-anak mulai mendapat perhatian. Itu sungguh membahagiakan,” ujar Rahma menutup obrolan panjang dengan diffa siang itu. Ya, semoga mereka memperoleh kian banyak dukun- gan. Q Andhika Puspita Dewi
diffa membangun kepedulian masyarakat terhadap pemberdayaan disabilitas diffa menyebarkan semangat kemanusiaan yang utuh diffa jembatan menuju kesetaraan dalam keberagaman diffa satu-satunya media profesional dan independen tentang dunia disabilitas
berlangganan diffa berarti anda peduli disabilitas
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 65
65 2/17/12 11:23 PM
biografi
Didi Purnomo
NICK VUJICIC Menjadi Motivator Tingkat Dunia
66
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 66
2/17/12 11:23 PM
Meski lahir tanpa kedua lengan dan kaki, Nick Vujicic berhasil membentuk diri menjadi pribadi yang istimewa. Selain mampu melakukan berbagai kegiatan yang tak terbayangkan, ia menjadi motivator terkemuka tingkat dunia.
Didi Purnomo
N
ICK  merintis  karier  sebagai  motivator  sejak  masih  muda,  dengan  berusaha  meraih  berbagai  prestasi  gemilang.  Perjuangan  keras  untuk  membuktikan  kemampuan  diri  sungguh  luar  biasa.  Saat  duduk  di  ke- las  VII,  Nick  terpilih  sebagai  ketua  mu- rid  di  sekolahnya  dan  mengorganisasi  berbagai  acara  pengumpulan  dana  untuk  amal  dan  kampanye  disabilitas.  Pada  usia  17  tahun  Nick  mulai Â
tampil  berbicara  di  depan  umum  dengan  memberikan  khotbah  pada  kelompok  doa.  Pada  usia  19  tahun  dia  memulai  mimpinya  untuk  memotivasi  orang  lain  dan  mengajak  mereka  percaya  kepada  Tuhan.  Dia  melakukannya  dengan  cara  memberi- kan  ceramah  motivasi  serta  berbagi  cerita  tentang  bagaimana  Tuhan  telah  meng  ubah  hidupnya  serta  memberi- kan  harapan  dan  masa  depan. â&#x20AC;&#x153;Saya  telah  menemukan  tujuan  keberadaan  saya  di  dunia  dan  men- emukan  apa  maksud  Tuhan  menja- dikan  saya  seperti  ini.  Tuhan  selalu  mempunyai  tujuan  saat  memberikan  cobaan  kepada  Anda,â&#x20AC;?  kata  Nick  penuh  semangat  dalam  ceramahnya.  Lulus  dari  sekolah  menengah  atas,  1LFN PHQGDIWDU NH *ULIĂŞWK 8QLYHUVLW\ Australia,  dan  mengikuti  perkuliahan  di  dua  jurusan,  yaitu  akuntansi  dan  perencanaan  keuangan.  Nick  berhasil  lulus  kuliah  pada  usia  24  tahun  dan  mendapatkan  dua  gelar  sekaligus.  Untuk  semua  pencapaiannya  itu,  pada  tahun  2005  Nick  memperoleh  Young  Australian  of  the  Year,  penghar- gaan  untuk  anak  muda  di  Australia  atas  prestasi  pribadi  dan  pelayanan  kepada  masyarakat  dan  negara.  Me- reka  yang  dinominasikan  mendapat  penghargaan  ini  adalah  orang  yang  benar-Âbenar  telah  menginspirasi  orang  lain.  Nick  percaya  sepenuh  hati,  selalu  ada  pelajaran  yang  bisa  diambil  dari  setiap  cobaan  yang  ditemui  dalam  hidup.  Bahwa  sikap  dalam  berjuang,  keimanan,  serta  rasa  percaya  kepada  Tuhan  dapat  menjadi  kunci  dalam  mengatasi  cobaan  hidup.  â&#x20AC;&#x153;Saya  tidak  akan  pernah  merasa  cukup  bersyu- kur  kepada  Tuhan.  Tapi  saya  harus  me  ngakui  bahwa  saya  masih  meng- inginkan  lebih.  Saya  ingin  kasih  Tu- han  tercurah  kepada  hati  orang-Âorang  yang  menderita,â&#x20AC;?  katanya. Â
Motivator Hebat Dengan  pengalamannya  beror- ganisasi  semasa  sekolah  dan  kuliah,  Nick  akhirnya  berhasil  mengelola  orga  nisasi  nirlaba  yang  diberi  nama  Life  without  Limbs.  Organisasi  yang  didirikannya  ini  bergerak  di  bidang  motivasi.  Nick  berceramah  di  mana- mana  di  seluruh  dunia  serta  mem- berikan  kuliah  umum  dengan  tema  disabilitas,  harapan,  dan  makna  hidup.  Nick  banyak  memberikan  perha- tian  kepada  remaja  yang  frustrasi  dan  ingin  bunuh  diri.  Hal  ini  dilakukan  karena  dia  berhasil  lepas  dari  keingin- an  bunuh  diri  yang  menghantuinya  selama  bertahun-Âtahun.  Diberita- kan,  banyak  remaja  urung  bunuh  diri  setelah  melihat  tayangan  video  motivasi  Nick.  Bukan  hanya  berbicara  melalui  video.  Ia  juga  berulang  kali  bicara  dari  hati  ke  hati  kepada  para  remaja  itu.  â&#x20AC;&#x153;Mereka  merasa  hidup  mereka  tidak  bermakna,  tanpa  tujuan,  tanpa  masa  depan.  Saya  berbagi  pengalaman  dengan  mereka,  tentang  rasa  frustrasi  dan  sakit  hati  yang  juga  pernah  saya  alami,  dan  bagaimana  saya  berhasil  mengatasi  masalah  dengan  kasih  Tuhan.  Mereka  benar-Âbenar  membu- tuhkan  orang  yang  bisa  memahami  kesedihan  mereka.  Lebih  penting  lagi,  mereka  membutuhkan  orang  yang  bisa  menunjukkan  cara  bagaimana  mengubah  kesedihan  menjadi  kebaha- giaan,â&#x20AC;?  papar  Nick  penuh  empati.  Nick  percaya  apa  yang  dia  bagi  ke- pada  para  remaja  akan  berimbas  besar  kepada  banyak  remaja  lain.  â&#x20AC;&#x153;Jika  saya  bisa  menyalakan  semangat  hidup  satu  orang,  maka  orang  itu  akan  memberi- kan  semangat  kepada  satu  orang  yang  lain,  dan  orang  lain  lagi,  dan  orang  lain  lagi,â&#x20AC;?  ujarnya. Melalui  ceramah-Âceramahnya,  Nick  berbagi  tentang  pentingnya  memiliki  visi  dan  mimpi  besar.  Dia  mengajak  orang-Âorang  untuk  tidak  lagi Â
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 67
67 2/17/12 11:23 PM
memandang hambatan sebagai suatu masalah, melainkan suatu kesempat- an untuk mengembangkan diri dan membantu orang lain. Nick juga memberikan gambaran bagaimana pilihan-pilihan yang kita buat dalam hidup bisa memberikan pengaruh besar dalam kehidupan kita dan orang-orang di sekitar kita. Ia menunjukkan dengan pengalaman hidupnya sendiri bahwa kunci utama untuk mencapai mimpi besar adalah dengan bersikap gigih dan melihat kegagalan sebagai suatu pelajaran serta tidak membiarkan rasa bersalah dan takut gagal melumpuhkan kita. Sejak menjadi motivator kali pertama pada usia 19 tahun, Nick telah berkeliling dunia, memotivasi banyak orang di 24 negara di 5 benua. Dia telah berbagi kisah hidup dengan jutaan orang dari berbagai kalangan, dari anak sekolah, guru, kalangan bisnis, pengusaha, jemaat gereja, orang lanjut usia, dan tentunya kalangan penyandang disabilitas. Nick juga sering diwawanca- rai oleh berbagai stasiun televisi di seluruh dunia. Melalui ceramah- ceramah motivasinya, Nick membuat banyak orang terharu, terutama saat mende ngar betapa keras dia berjuang mengatasi keterbatasannya dahulu. Dengan kalimat-kalimat yang tegas namun menyentuh, dia membuat kalangan disabilitas yang mendengar ceramahnya sadar bahwa selalu ada harapan dan masa depan bagi siapa pun yang mau berjuang mencapainya. Sebaliknya, melalui ceramahnya
68
di kalangan umum, Nick telah mem- buat banyak orang non-disabilitas sadar bahwa dengan segala kesem- purnaan yang dimiliki, mestinya bisa berbuat sebanyak atau bahkan lebih banyak daripada yang Nick lakukan. Pencerahan kemanusiaan yang luar biasa berharga.
Nirlaba dan Komersial Kini, pada usianya yang belum genap 30 tahun, Nick telah melaku- kan banyak pencapaian. Jauh lebih banyak daripada yang bisa lakukan kebanyakan orang. Dia telah menjadi pemimpin organisasi nirlaba interna- sional yang didirikannya, Life with- out Limbs, dan perusahaan ceramah motivasinya, Attitude Is Altitude. Saat ini ceramah Nick tidak lagi murni semata-mata bersifat memotivasi. Dia bahkan juga sudah berbicara kepada beberapa pemimpin dunia, antara lain Wakil Presiden Kenya. Nick memberikan motivasi den- gan cara mempromosikan karyanya melalui program-program televisi dan menulis buku. Buku pertamanya /LIH :LWKRXW /LPLWV ,QVSLUDWLRQ IRU D 5LGLFXORXVO\ *RRG /LIH diterbitkan kali pertama pada tahun 2010. Dia juga PHPEXDW êOP GRNXPHQWHU SHQGHN /LIHÍV *UHDWHU 3XUSRVH yang meng- gambarkan aktivitasnya sehari-hari di rumah. Dia juga memasarkan video berisi ceramah motivasinya di sebuah gereja di Brisbane, No Arms, No Legs, No Worries: Youth Version. Melalui organisasi nirlabanya, Nick kini mengumpulkan dana sosial
dari seluruh dunia. Mereka mengem- bangkan program radio sendiri yang nantinya tidak hanya bisa didengar- kan di radio lokal, tapi juga melalui internet. “Saya banyak melakukan perjalanan keliling dunia. Tapi saya ti- dak mungkin berada di semua tempat. Melalui siaran di radio dan internet ini, kami akan bisa memberikan man- faat kepada jutaan orang di seluruh dunia dengan lebih cepat,” kata Nick tentang rencana pembuatan program radionya. Dengan semua pencapaiannya yang menakjubkan, kini Nick bisa dengan bangga mengatakan bahwa keputusan orang tuanya untuk mema- sukkannya ke sekolah umum meru- pakan keputusan terbaik bagi dirinya. Dan kekuatan serta semangat hidup yang diperoleh dalam perjuangannya adalah karunia dari Tuhan, karena dia percaya kepada Tuhan. Nick telah memberikan contoh kepada kita bahwa harapan dan masa depan selalu ada bagi siapa pun yang mau berjuang. Pencapaiannya - bukan disabilitasnya - akan selalu menjadi pengingat bahwa tantangan yang kita hadapi setiap hari pasti bisa kita atasi, karena harapan selalu ada. Seperti disampaikan salah seorang pendengar ceramahnya yang akhirnya mengu- rungkan niat bunuh diri, “Nick, kamu memberiku harapan di saat aku mem- butuhkannya.” Nick Vujicic memang inspirasi dunia. Q Mila K. Kamil Sumber:KWWS ZZZ OLIHZLWKRXWOLPEV RUJ KWWS DWWLWXGHLVDOWL WXGH FRP KWWS HQ ZLNLSHGLD RUJ ZLNL 1LFNB9XMLFLF
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 68
2/17/12 11:23 PM
Didi Purnomo
cermor
Malu Nyeker
Arif  merengek  sambil  menangis  ketika  Juminten  mau Â
pergi. Juminten:  Le,  beneran  jadi  ikut  ke  apotek? Arif   :  Huuuâ&#x20AC;Ś  iya  Lek,  aku  ikut.  Huuuâ&#x20AC;Ś  Juminten:  Kenapa  toh  mesti  ikut  kalau  Lek  Jum  pergi,  pakai  nangis  segala? Arif  :  Lha,  nanti  yang  ambil  batu  buat  ngganjel  ban  sepeda  motor  siapa?  Yang  buka  pintu  siapa?  Lek  Jum  kan  tidak  bisa  buka  pintu.  Juminten  :  He-Âhe...  anak  pinter.  Padahal  kan  mau  minta  jajan  to?  Ya  sudah,  tidak  usah  nangis.  Ayo,  ikut. Dalam  hati  Juminten  berpikir,  benar  juga  Arif.  Sekarang  semua  pintu  model  tarik  -  dorong  dan  dan  beratnya  minta  ampun.  Motornya  juga  tidak  ada  standarnya.  Tapi  sesampai  di  apotek  Arif  tidak  mau  turun. Juminten  :  Le,  sudah  sampai,  ayo  turun!  Arif   :  Ndak  mau,  Lek.  Arif  nunggu  di  atas  motor  saja.  Juminten  :  Katanya  mau  bukakan  pintu.  Katanya  mau  ng ganjel  ban  motor? Arif   :  Sudah  diganjal  Pak  Parkir,  di  pintu  ada  satpam. Juminten  :  Kenapa  to,  Le?  Masih  ngambek?  Apa  malu   tidak  pakai  sandal?  Suruh  siapa  tidak  mau  pakai  sandal?  Arif  :  Lha  aku  malu  tidak  pakai  sandal  dua-Âduanya.  Lek  Juminten  tidak  malu  hanya  pakai  sandal  satu.  Juminten     :  Oh,  ini  karena  kaki  kanan  polio  Le,  jadi  tidak  bisa  jepit  sandal.
Â
Demo Salah Alamat
K
OTA  Solo  terkenal  sebagai  â&#x20AC;&#x153;kota  reha- bilitasiâ&#x20AC;?.  Itulah  yang  melatarbelakangi  aksi  â&#x20AC;?Gerakan  Aksesibilitas  pada  Fasilitas  Publik  dan  Tata  Ruang  Kotaâ&#x20AC;?.  Ketika  itu  Juminten  menggerakkan  300  penyan- dang  disabilitas  dari  tunanetra,  tunadaksa,  hingga  dan  tunarungu/wicara.  Aksi  ini  juga  didukung  mahasiswa  dari  Fakultas  Arsitektur  dan  FISIP  UNS.  Gerakan  ini  juga  didukung  para  jurnalis  media  masa  baik  cetak  ataupun  televisi  nasional.  Rombongan  demonstran  sudah  mulai  beraksi.  Mer- eka  memasang  atribut  dan  serentetan  tuntutan  yang  dibagikan  ke  seluruh  peserta.  Bergantian  sang  orator  mengemukakan  pernyataan.  Tepuk  tangan  dan  yel-Âyel  terdengar  riuh,  menandakan  kekompakan  dan  seman- gat  perjuangan.  Juminten  mulai  cemas  dan  kelihatan  bingung.   Demo  sudah  berjalan  selama  sejam,  tetapi  tidak  ada  satu  orang  wartawan  pun  yang  datang.  Bukan  hanya  itu  na- hasnya.  Tidak  ada  seorang  pun  pejabat  PU  yang  keluar  menyambut  demo  untuk  berdialog  dengan  demonstran.  Kantor  pun  terlihat  sepi.  Di  tengah  kebingungan  dan  keramaian  demonstran,  HP  Juminten  berdering,  masuk  panggilan  dari  seorang  teman  wartawan.  Juminten     :  Halo,  selamat  siang. Wartawan   :  Halo  Mbak  Juminten,  aksinya  tidak  jadi,  ya? Juminten     :  Lho,  jadi.  Ini  sudah  berjalan  sejam  dan  kami  belum  bisa  bertemu  dengan  pemimpin                       PU.  Wah,  ini  kenapa  kawan-Âkawan  wartawan  belum  sampai  di  lokasi  demo? Wartawan   :  Ini  sudah  ada  20  wartawan  di  sini  Mbak,  tapi  kok  tidak  ketemu?  Di  mana  lokasi                       demonya? Juminten     :  Di  gedung  PU  Jalan  Gajah  Mada  14,  Banjarsari,  Solo. Wartawan   :  Wah,  salah  alamat,  Mbak.  Itu  gedung  lama.  Kantor  PU  sudah  pindah  seminggu   yang  lalu.  Kantor  PU  sekarang  di  Jalan  Hasanudin  15,  Manahan.  Juminten     :  Waduh...!  Demonya  salah  alamat.  Wah,  ini  gara-Âgara  tidak  observasi  lokasi.  Jadinya   keliru.  * Â
Didi Purnomo
3XUZDQWL DNWLYLV SHQ\DQGDQJ GLVDELOLWDV GDNVD EHUPXNLP
FA diffa_15 Maret.indd 69
GL 6ROR -DZD 7HQJDK
 Â
diffa edisi 15 -â&#x20AC;? Maret 2012
69 2/17/12 11:23 PM
pelangi
KOMPAK
70
lembaga disabilitas mungkin berbeda, tapi karena berada dalam medan perjuangan yang sama, seharusnya merasa satu. Tujuan semua organisasi atau ge- rak an di bidang disabilitas adalah agar keberadaan penyandang disabilitas di Indonesia yang selama ini termarjinal- kan hak-haknya dapat perlahan sema- kin baik dan mewujudkan kesetaraan di berbagai bidang. Jadi, mestinya di bidang apa pun upaya pemberdayaan disabilitas mestinya saling mendu- kung dan bersatu. Apalagi jika bidang layanan atau perjuangannya memang sama. Kita harus jujur, sikap besar hati dan saling mendukung, seperti terlihat dari beberapa tokoh disabilitas di Indonesia. Tapi kita harus jujur pula, beberapa orang atau organisasi masih
Didi Purnomo
B
EBERAPA waktu lalu, pulang dari menghadiri sebuah seminar mengenai disabilitas, Bang Nestor, Redaktur Eksekutif diffa, mengungkapkan keheranan. Jurnalis senior yang suka kami panggil “Ompung” ini baru tahu ternyata ada dua organisasi orang tua anak penyandang disabilitas. “Organisasinya sama, bidang garapannya sama, tujuannya juga tentu sama, kenapa tidak bersatu saja?” tanya Ompung. Karena kebetulan tahu, saya menjelaskan, dua organisasi itu memang visi dan misinya sama, tapi lahir dari latar belakang dan sumber yang berbeda. Satu dibentuk secara swadaya oleh para orang tua aktivis di bidang disabilitas, satu lagi dibentuk pemerin- tah, dalam hal ini Kementerian Sosial. Tentu sumber dana dua organisasi juga beda, sesuai dengan kelahiran- nya. Bang Nestor mengatakan, hal seperti itulah yang membuat gerakan VHULQJ WLGDN HêVLHQ .DODX PHPDQJ bidang garapan, visi dan misinya sama, mengapa tidak bersatu saja. “Ada kesan, masing-masing punya ego sendiri. Mestinya ego semacam itu ti- dak terjadi di dunia disabilitas, karena perjuangan masih panjang dan berat,” ujarnya. Celetukan Bang Nestor ini pantas menjadi renungan bagi kita semua, baik aktivis maupun organisasi yang bergerak di bidang disabilitas di Indo- nesia. Sejarah, keberadaan, dan bidang layanan berbagai organisasi atau
menunjukkan ego, mengutamak- an lembaga atau kepentingannya. Hal ini saya rasakan juga dalam berbagai kesempatan atau kegiatan selama mengurus diffa. Ada yang menerima saya dan diffa dengan senang dan tangan terbuka, sebagai relasi dalam memperjuangkan hak dan kepen- tingan disabilitas di Indonesia. Tapi ada juga yang seperti tidak peduli, karena mungkin merasa tidak berhubungan dengan ke- pentingannya. Lebih buruk lagi, secara samar tertangkap atau terdengar sering WHUMDGL NRQëLN LQGLYLGX GL DQWDUD penggiat atau pemerhati disabili- WDV %DKNDQ NDGDQJ NRQëLN LWX terbuka keluar dan terlihat secara NDVDWPDWD .RQëLN NHSHQWLQJDQ membuat mereka seakan lupa akan dasar perjuangan yang dilaku- kan. Perjuangan akan tercapainya hak- hak dan pemberdayaan disabilitas ma- sih sangat panjang dan berat. Dalam hal pelayanan kita masih sa ngat jauh tertinggal dari negara-negara lain, sep- erti laporan-laporan dari luar negeri yang sering dimuat diffa dalam rubrik “Jendela”. Kita perlu bersatu, bahu- membahu, saling mendukung, saling memberdayakan sesuai dengan espek- tasi baik individu maupun lembaga dalam satu kemitraan untuk tujuan bersama yang lebih besar: ke setaraan bagi penyandang disabilitas di Indo- nesia dari berbagai aspek kehidupan segera terwujud dalam tatanan ma- syarakat Indonesia yang inklusif. Kompaklah disabilitas Indonesia. Q Jonna Damanik
diffa edisi 15 -‐ Maret 2012
FA diffa_15 Maret.indd 70
2/17/12 11:23 PM
diffa S E TA R A D A L A M K E B E R A G A M A N
Mengucapkan Selamat Atas Terselenggaranya
The Regional Dialogue on Access to Elections for Persons With Disabilities di Jakarta pada 1-2 Februari 2012
Yang Didukung Oleh:
Semoga Masa Depan yang Cerah Menanti Semua Penyandang Disabilitas di Seluruh Dunia
FA diffa_15 Maret.indd 71
2/17/12 11:23 PM
. .
.
INTEGRITY CREATIVE ADVOCACY SOCIAL NETWORK
FA diffa_15 Maret.indd 72
2/17/12 11:23 PM