Majalah Diffa Edisi 16 - April 2012

Page 1

diffa

Media Dunia Disabilitas

BON Aud US: io CD

SETARA DALAM KEBERAGAMAN

Wanita dan Disabilitas Agung Pahlevi Bermain CP Bergelar Bersama Anak MM Autis h.06

h.28

Peran Media dalam Pemberdayaan Disabilitas h.32

No. 16 - April 2012 l Rp 21.500,-

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 1

3/19/12 2:38 PM


FA diffa edisi 16 April 2012.indd 2

3/19/12 2:38 PM


Konsistensi

M

Didi Purnomo

mata hati

ENGGEMBAR-GEMBORKAN perjuangan di negeri ini sudah menjadi Foto: Adrian Mulya

hal lumrah dan mubazir. Setiap hari media massa memuat gembar-gembor para politikus yang katanya berjuang untuk memajukan bangsa dan negara, mengurangi angka kemiskinan (padahal antara angka di atas kertas dan angka dalam kenyataan jarang sekali nyambung), memberantas korupsi,

meningkatkan kualitas pendidikan dan menyediakan pendidikan gratis, memberdayakan kaum perempuan, melindungi kekayaan alam dan lingkungan, dan entah apa lagi. Semuanya hebat dan pasti merupakan perjuangan besar yang luar biasa. Kenyataannya semua hanya gembar-gembor sesaat untuk kepentingan kampanye, promosi, atau persaingan dalam merebut kekuasaan lebih besar dan lebih banyak lagi. Itu sudah dimafhumi khalayak bernama masyarakat Indonesia di seantero penjuru Nusantara. Banyak orang bahkan sudah muak karena media massa terus-menerus memuat omong kosong para politikus dan penguasa dalam berbagai kasus korupsi dan skandal-skandal lain hasil kongkalikong penguasa – pejabat – politikus dan kroni-kroninya. Ini juga sudah sejak zaman Orde Baru diketahui dan dimengerti dengan baik oleh hampir semua kalangan dalam struktur masyarakat Indonesia. Namun kenyataan hidup bangsa kita ini memang belum beranjak dari realitas itu. Reformasi yang berujung antiklimaks telah menenggelamkan kembali bangsa ini dalam kondisi yang sama sejak 30 tahun lalu. Tak ada perubahan berarti dan hakiki di era reformasi ini, kecuali bahwa sudah ada keterbukaan informasi yang sebenarnya lebih merupakan pengaruh zaman yang disebut era informasi ini. Sejumlah kemajuan mungkin memang berhasil tercapai, namun itu juga lebih merupakan suatu kewajaran akibat berlakunya hukum perubahan dalam kehidupan manusia. Salah satu wilayah yang tetap saja berada dalam kesunyian dan kesendirian adalah dunia disabilitas. Perjuangan untuk mengangkat dunia disabilitas dari lorong-lorong sunyi kehidupan (karena marginalisasi yang sistematis selama entah berapa ratus tahun) masih menjadi perjuangan dalam kesendirian. Meski sejumlah orang, lembaga, kelompok, dan komunitas sangat konsisten memperjuangkan pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas, tetap saja, khalayak luas masih belum tergerak untuk mendukung perjuangan itu. Cara dan pola pikir yang masih kuat mengakar dalam tatanan sosial, budaya, maupun politik adalah menganggap disabilitas sebagai sebuah anomali dalam eksistensi manusia. Lantas berdasarkan pola pikir itu, sikap masyarakat berkembang mulai dari level jijik, tak peduli, benci, kasihan, bingung, melecehkan, sampai tidak menganggap para penyandang disabilitas sebagai manusia yang sama dengan diri mereka. Akibatnya, kita bisa melihat jelas sampai saat ini di negeri kita dan di banyak negeri lain, para penyandang disabilitas masih terbelenggu dan terkurung tembok-tembok yang memisahkan mereka dari masyarakat luas. Tunanetra berkelompok dengan tunanetra, tunarungu membentuk komunitas tunarungu, tunagrahita berkumpul dengan sesamanya saja, tunadaksa, autis, dan penyandang disabilitas lain pun umumnya hanya hidup dalam kelompok masing-masing. Dengan kondisi seperti itu, semua penyandang disabilitas jelas terkungkung dalam tembok-tembok pemisah yang membuat mereka seakan tidak menjadi bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Dunia mereka adalah dunia sunyi yang teralienasi meski berada dalam hiruk-pikuk kehidupan di sekelilingnya. Karena itulah, tahap awal yang sangat penting dalam perjuangan para penyandang disabilitas adalah mendobrak tembok-tembok tak kasatmata yang mengungkung dunia mereka. Membebaskan para penyandang disabilitas dari kungkungan itu menjadi prioritas utama. Begitu tembok-tembok itu terbongkar, selanjutnya diperlukan konsistensi untuk terus berjuang demi pemenuhan hak asasi para penyandang

Pemimpin Perusahaan/ Pemimpin Redaksi FX Rudy Gunawan General Manager Jonna Damanik Redaktur Eksekutif Nestor Rico Tambunan Konsultan Yunanto Ali, Handoyo Sinta Nuriah Wahid Mohamad Sobary, Jefri Fernando Redaktur Irwan Dwi Kustanto Aria Indrawati Mila K. Kamil Purnama Ningsih Kontributor Andhika Puspita Dewi (Semarang) Fadjar Sodiq (Bandung) Jerry Omona (Papua) Muhlis Suhaeri (Pontianak) Yovinus Guntur (Surabaya) Bambang Prasetyo (Bandung) Redaktur Bahasa Arwani Redaktur Kreatif Emilia Susiati Fotografer Adrian Mulja Ilustrator Didi Purnomo Pemasaran Sigit D. Pratama Administrasi Eka Rosdiana Distribusi dan Sirkulasi Jonna Damanik Berliaman Haloho PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Penerbit PT Diffa Swara Media Yayasan Mitra Netra Percetakan PT Penebar Swadaya Alamat Redaksi Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562 e-mail: redaksi@majalahdiffa.com

diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN

disabilitas sebagai manusia seutuhnya. Itu saja. n FX Rudy Gunawan

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 3

03 3/19/12 2:38 PM


sambung rasa Dear diffa.,

Air, Perum Angkasa Pura dan Kementerian Perhubun-

Aku seorang pengguna kursi roda. Aku ingin ber-

gan. Aku terkejut mendengar pertanyaan itu. Aku belum

bagi dengan para pembaca majalah diffa. Tahun lalu,

tahu akhirnya hakim memenangkan gugatanku. Pasal-

saat mau terbang dari Jakarta ke Bali, aku mengalami

nya, aku belum dikabari Pak Heppy.

perlakukan diskriminatif dari Lion Air. Aku yang

Tak urung hati ini bahagia mendengar kabar ke-

menggunakan kursi roda, harus menuruni anak tangga

menangan tersebut. Setidaknya masih ada hakim yang

untuk menuju ke pesawat. Tak hanya itu. Aku juga

adil dan bijak dalam menyikapi sebuah kasus hukum

diberi tempat duduk di bagian tengah, sehingga aku

di negeri ini. Putusan ini akan menjadi yurisprudensi

harus digendong melewati para penumpang. Sungguh

bagi hakim lain dalam memutus untuk perkara serupa di

pengalaman yang tak enak.

kemudian hari. Walaupun para tergugat naik banding,

Atas peristiwa itu, aku, didampingi Happy Sebayang, seorang pengacara yang juga penyandang disabilitas, melayangkan gugatan ke Pengadilan

Pak Heppy Sebayang tidak gentar. Ia akan terus memperjuangkan keadilan hak-hak penyandang disabilitas. Saya mengucapkan terimakasih kepada Hakim

Negeri Jakarta Pusat. Sasaran gugatanku adalah Lion

Ketua Majelis Amin Sutikno, Pak Heppy Sebayang,

Air, Perum Angkasa Pura dan Kementerian Perhubun-

pengacara yang telah gigih selama di persidangan

gan. Persidangan berlangsung seminggu sekali selama

pengadilan. Juga kepada PPCI (Persatuan Penyandang

beberapa minggu. Sebuah proses yang panjang.

Cacat Indonesia) yang telah mendukung penuh upaya

Di tengah maraknya isu suap para penegak hu-

gugatan ini. Begitu pula kepada semua saksi, Mbak Aria

kum di Tanah Air, ada rasa pesimistis dalam menjalani

Indrawati, Ibu Endang Purwaningsih, Ibu dr. Ferial yang

proses hukum dan menunggu keputusan hakim.

telah berkenan hadir di pengadilan. Terutama kepada

Mungkinkah muncul keadilan dari kasus ini? Atau

Ibu Enkeu Agiyati, saksi kunci, yang saat kejadian tidak

akan sirna seperti dalam kasus-kasus lain?

menyenangkan itu berada di sampingku. Tak lupa ke-

Namun, rasa cemas itu terjawab pada 8 Desember

pada semua sahabat yang telah turut berdoa untuk kasus ini. Salam disabilitas!

menelponku, menanyakan perasaanku atas putusan

Ridwan Sumantri

hakim yang memenangkan gugatanku terhadap Lion

Jakarta

Didi Purnomo

2011 malam. Mas Andy, seorang jurnalis kenalanku

04

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 4

3/19/12 2:38 PM


daftar isi tapak Bermain Bersama Anak Autis

28

kolom mas Sejo Tongkat Baja 30 persepsi Peran Media Dalam Pemberdayaan Disabilitas 32

Wanita Dalam Perjuangan Disabilitas 09 sudut pandang Keagungan Cinta Ibu

tapak Disabilitas Naik Busway

35

mata hati Konsistensi 03

20

jejak Bunga Liar di Perbatasan Papua Nugini 39

apresiasi 38 ragam 44 konsultasi pendidikan 46 ruang hati 48 bingkai bisnis 50 puisi 53 cerpen 54 bisikan angin 56 konsultasikesehatan 58 inklusif 60 pindai 62 beranda 65 cermor 69 pelangi 70 biografi Helen Keller Tunanetra dan Tunarungu Inspirator Dunia 66

cerita sampul Mandiri di Tengah Keterbatasan

06

piranti Terapi Musik untuk Autis

08

empati Perempuan Masih Mengalami Muti Diskriminasi 16 sosok Menembus Batas Kemampuan dan Angan 24

Ralat Foto Dalam Majalah diffa edisi 15, Maret 2012, pada artikel liputan Jalan-jalan ke Malang, ada kesalahan dalam kredit foto. Kredit foto tersebut seharusnya Monita Gunawan, tapi tercetak Mila Kamil.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 5

05 3/19/12 2:38 PM


cerita sampul

Mandiri di Tengah Keterbatasan

Foto: Adrian Mulya

S

06

EUSAI makan siang bersama di kantor diffa di Jalan Salemba Tengah No 39BB Jakarta Pusat, Irul, salah satu staf, bergegas men­jemput model foto untuk cover edisi April 2012. Tak lama kemudian ­General Manager Jonna Damanik, ­Redaktur Eksekutif Nestor Rico Tambunan, dan staf magang Athur menyusul ke lokasi pemotretan di studio VHRmedia, Ragunan, Jakarta Selatan. Di lokasi pemotretan, Agung Pahlevi yang datang bersama Irul terlihat sangat senang bisa menjadi model cover diffa Dia berjalan menggunakan dengkulnya untuk masuk kantor VHRmedia. Kami mencoba membantu, namun Agung me­nolak. “Ah, gua masih bisa, kok. Jangan dibantu,” ujarnya sambil menuju tempat duduk. Saat menunggu pemotretan, Agung banyak bercanda. “Kapan lagi bisa dilihat orang seluruh Indonesia?” ujarnya sambil tertawa. Agung pun ngobrol dengan Pemimpin Redaksi diffa FX Rudy Gunawan sambil memberikan berkas lamaran. “Gua mau kerja di diffa. Masalah gaji itu mah gampang. Yang penting gua bisa berbagi pengalaman,” ujarnya. FX Rudy menjawab tangkas, “Udah. Lu foto aja dulu buat cover, biar semua orang tahu siapa Agung Pahlevi.” Tak lama kemudian fotografer Sigit dan Adrian meminta Agung segera

menjalani sesi pemotretan. “Ada sisir sama kaca, nggak? Masa baju udah kaya eksekutif gini rambut berantakan. Gimana, ganteng kan?” ujarnya. Agung pun menjalani pemotretan dengan busana jas. Agung Pahlevi anak pertama dari dua bersaudara. Terlahir dengan cerebral palsy membuat Agung agak sulit mengontrol gerak motorik tubuhnya. Bahkan beberapa bagian tubuh menjadi lumpuh. Di tengah kondisi itu sang ayah meninggal saat Agung baru berusia empat tahun. Sang ibunda bekerja keras sebagai tukang jahit menghidupi kedua anak dan berhasil mengantar Agung meraih gelar S1 di STIE Trianandra dan S2 di Universitas Islam As-Safiiyah Jakarta. Keinginan Agung menjadi dosen ekonomi agak terhalang biaya pendidikan untuk melanjutkan pendidikan S3. Di sela obrolan santai selama pemotretan, Agung dengan serius meminta pemerintah peduli terhadap para penyandang disabilitas. Salah satunya menyediakan fasilitas publik yang ramah bagi warga penyandang disabilitas. Tak terasa usai sudah sesi pemotretan untuk cover diffa edisi April 2012. “Gua minta ya, buat koleksi gua. Sekali lagi dong, foto gua di dekat papan nama VHRmedia,” ujar Agung. Fotografer Adrian pun memenuhi permintaan itu dengan senyum. n Athurtian

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 6

3/19/12 2:38 PM


diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN

Redaksi PT Diffa Swara Media Jl. Salemba Tengah 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telp. 62 21 44278887 Fax. 62 21 3928562 email: sahabat_diffa@yahoo.com

FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH

Sirkulasi dan Distribusi PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Telepon 62 21 4204402, 4262318 Fax 62 21 4269263

www.majalahdiffa.com

DATA PELANGGAN Nama Lengkap : No. KTP : Laki-laki Perempuan Tanggal Lahir : Alamat sesuai KTP : Kota : Kode Pos : Telp Ktr/Rmh: Hp: E-mail : Ingin berlangganan majalah :

q

6 bulan

q

12 bulan

q

q

Beri tanda pada pilihan

4

ALAMAT PELANGGAN Alamat : Kota : Kode Pos : Telepon :

Pembayaran dapat ditransfer ke Bank BNI cabang Cibinong Nomor Rekening: 0209611833 atas nama FX. Rudy Gunawan NOTE:

!

Setelah formulir ini diisi, harap di fax, email atau kirim langsung ke redaksi beserta bukti pembayarannya. Harga diatas adalah untuk biaya pengiriman dan hanya berlaku untuk wilayah Jakarta, silahkan hubungi kami untuk pengi足riman di luar Jakarta. Alamat Redaksi Diffa: Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562

* berlangganan 6 bulan, cukup bayar 5 bulan tidak termasuk ongkos kirim ** berlangganan 1 tahun, cukup bayar 10 bulan tidak termasuk ongkos kirim diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 7

07 3/19/12 2:38 PM


Foto: biomeglobal.org

Foto: Ifindingdulcine.com

piranti

Manfaat Terapi Meningkatkan perkembangan emosi sosial anak. Saat memulai suatu hubungan, anak autis cenderung secara fisik mengabaikan atau menolak kontak sosial yang ditawarkan orang lain. Terapi musik membantu menghentikan penarikan diri dengan cara membangun hubungan dengan benda, dalam hal ini instrumen musik. Anak-anak autis, berdasarkan penelitian, melihat alat musik sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anakanak ini biasanya sangat menyukai bentuk dan bunyi yang dihasilkan. Karena itu, peralatan musik ini bisa menjadi perantara untuk membangun hubungan antara anak autis dengan individu lain.

08

Membantu komunikasi verbal dan nonverbal Terapi musik juga bisa membantu kemampuan berkomunikasi anak de­­ngan cara meningkatkan produksi vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental dalam hal memahami dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan komunikasi perilaku anak dengan bunyi tertentu. Anak autis biasanya lebih mudah mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal. Kesadaran musik ini dan hubungan antara tindakan anak dan musik, berpotensi mendorong terjadi komunikasi.

Mendorong pemenuhan emosi Sebagian besar anak autis kurang mampu merespons rangsangan yang seharusnya bisa membantu merasakan emosi yang tepat. Karena anak autis bisa merespons musik dengan baik, maka terapi musik bisa membantu menciptakan lingkungan yang bebas dari rasa takut. Selama mengikuti sesi terapi, setiap anak mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan diri saat mereka ingin, sesuai dengan cara masing-masing. Mereka bisa membuat keributan,

memukul instrumen, berteriak, dan mengekspresikan kesenangan akan kepuasan emosi. Selain itu, terapi musik juga membantu anak autisme: l Mengajarkan keahlian sosial l Meningkatkan pemahaman bahasa l Mendorong hasrat berkomu­ni­ kasi l Mengajarkan anak mengekpresi kan diri secara kreatif l Mengurangi pembicaraan yang tidak komunikatif l Mengurangi pengulangan kata yang diucapkan orang lain se cara instan dan tidak terkontrol.

Foto: Athurtian

T

ERAPI musik tidak hanya berfungsi memfasilitasi perubahan positif pada perilaku manusia dewasa, tetapi juga mempunyai pengaruh positif pada anak autis. Berdasarkan penelitian, musik berperan sebagai rangsangan luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia.

Foto: Sigit D Pratama

Terapi musik untuk Autis

Sesi Terapi Terapi musik dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan anak. Selama terapi, anak dilibatkan dalam beberapa aktivitas: l Mendengarkan musik atau kreasi musik l Memainkan alat musik l Bergerak mengikuti irama musik l Bernyanyi Sumber: http://sekolahautismeal-ihsan.com/artikel/autismeartikel/terapi-musik-dorong-perubahan-positif-autisme.html

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 8

3/19/12 2:38 PM


Foto: Nestor Tambunan

Foto: Sigit D Pratama

retina

Foto: Athurtian

W

Wanita memikul beban ganda dalam dunia di足sabilitas, baik sebagai penyandang maupun dalam kehidupan keluarga dan sosial. Dalam perjuangan disabilitas pun wanita belum menempati posisi terdepan, meski kenyataannya wanita lebih banyak berperan.

Wanita Dalam Perjuangan Disabilitas diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 9

09 3/19/12 2:38 PM


Foto: Dok. komnas perempuan

Foto: Sigit D Pratama

10

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 10

3/19/12 2:38 PM


K

ITA harus jujur, dalam masyarakat kita perempuan masih memikul banyak beban ganda dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan di masyarakat. Terlebih kalau perempuan itu menyandang disabilitas. “Mereka mengalami multidiskriminasi,” ujar Maulani Rotinsulu, aktifis disabilitas perempuan yang Maulani Rotinsulu ((lihat Empati: Perempuan Masih Mengalami MultiDiskriminasi). Hal ini dibenarkan Lily Dorianty Purba, pekerja LSM, aktivis perempuan dan konsultan gender yang banyak malang-melintang dalam menangani kasus perempuan dan buruh migran. ”P������������������������������������������� enyandang disabilitas perempuan banyak mengalami persoalan yang khas dialami perempuan; sebagai penyandang disabilitas dan sebagai perempuan. Stigma dan diskriminasi penyandang disabilitas perempuan menjadi berlapis,” ungkap aktifis kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1960, ini.

Diskriminasi Ganda

Foto: Dok. hwpci pusat

Foto: Dok. Koran Jakarta/Yudhistira Satri

Lily Purba mengemukakan, jarang orang yang tahu dan merasakan bahwa perempuan penyandang disabilitas menerima perlakuan diskriminasi yang lebih daripada laki-laki disabilitas. Sebabnya, nilai, norma dan sikap masyarakat kita masih ditentukan oleh peran dan relasi antara perempuan dan laki-laki yang

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 11

11 3/19/12 2:38 PM


rentan terhadap peran ganda. Perempuan dengan perannya yang lebih dominan di ruang domestik, seperti tanggung jawab merawat anak dan dan tugas rumah tangga lainnya. Pada umumnya di masyarakat patriarki, perempuan mempunyai posisi dibawah laki-laki, sehingga rentan terhadap perlakuan yang tidak adil dan tidak setara di berbagai bidang. “Itu mengakibatkan akses dan kesempatan yang didapatkan perempuan penyandang disabilitas tidak setara dengan penyandang disabilitas pada umumnya. Perempuan penyandang disabilitas mengalami diskriminasi dan beban ganda, baik sebagai penyandang disabilitas maupun sebagai perempuan,” ungkap Lily.

12

Foto: Nestor Rico Tambunan

Foto: Athurtian

Masruchah

Lily Purba

Pandangan dan sikap ini mengakibatkan penyandang disabilitas perempuan seringkali kurang mendapatkan perhatian dan bantuan di dalam keluarga. Mereka kurang diprioritaskan untuk bisa mengakses kemandirian. Contohnya, banyak penyandang disabilitas perempuan yang merasa minder keluar rumah, atau merasa tidak mungkin mendapat pasangan hidup atau suami yang “normal” atau non- disabilitas. “Mereka takut tidak dapat melayani suami. Oleh karena itu lahir anggapan sudah bersyukur kalau bisa dapat suami yang penyandang disabilitas juga.” Lebih menyedihkan lagi, lanjut Lily, bila disabilitasnya karena penyandang kusta. Ada stigma yang

menganggap itu penyakit kutukan, harus dijauhi, dan lainnya. “Bisa dibayangkan, bagaimana situasi ini lebih buruk lagi kalau dialami oleh perempuan,” ungkap Lily. Sikap seperti ini kemudian melahirkan efek lanjutan. Dalam dunia pendidikan, hanya sedikit perempuan disabilitas yang bisa mengakses pendidikan tinggi. Hal ini akibat lembaga pendidikan juga kurang responsif mengakomodasi kebutuhan penyandang cacat. Kalaupun ada fasilitas, biasanya hanya di lembaga pendidikan yang mahal. Beruntung kalau status sosial ekonomi keluarga tinggi. “Biasanya punya kemampuan untuk mengintegrasikan si anak ke dalam kegiatan masyarakat, seperti

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 12

3/19/12 2:38 PM


Perempuan penyandang disabilitas mengalami diskriminasi dan beban ganda, baik sebagai penyandang disabilitas maupun sebagai perempuan,” disekolahkan atau ikut dalam aktivitas social-budaya, hingga mereka mampu untuk relatif lebih mandiri.” Di dalam dunia kerja, penyandang disabilitas juga mengalami keterpinggiran (marginalisasi), karena hak-haknya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak harus terhalang oleh keadaan disa­ bi­­litasnya. Ketrampilan yang khusus untuk penyandang disabilitas seperti tunanetra, biasanya seputar menjadi tukang atau ahli pijat saja.

Menembus Streotif

Lily mengaku, tidak punya data seberapa besar keterlibatan perempuan sebagai aktifis atau tokoh dalam penanganan masalah disabilitas, apakah jumlahnya lebih banyak dari laki-laki atau lebih sekit. “Namun terlihat aktifis perempuan dari penyandang disabilitas maupun yang bukan penyandang, makin keras menyuarakan kepentingan perempuan penyandang disabilitas.Antara lain melakukan advokasi kebijakan untuk merubah sistem yang tidak adil terhadap penyandang disabilitas,” ungkapnya.

Dimana Komnas Perempuan? Berbagai hal yang dikemukakan Lily Purba merupakan realitas yang terlihat di masyarakat. Karena itu, terasa aneh ketika Masruchah, komi­ sioner merangkap Wakil Ketua Komnas Perempuan periode 2010 – 2012 mengemukakan di Komnas Perempuan tidak ada koordinator yang secara khusus menangani disabilitas. Menurut Masruchah, Komnas Perempuan berfokus pada penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Dalam hal penanganan disabilitas, Komnas Perempuan hanya sebatas berkontribusi dan pelayanan. Antara lain memperjuangkan para

Foto: Binus

Menurut Lily, cap atau stereotif yang diberikan kepada perempuan penyandang disabilitas di berbagai bidang cenderung membuat batasan dan hambatan. Karena perlakuan diskriminasi yang berlapis, penyandang disabilitas perempuan harus membuk-

tikan kemampuannya lebih dari orang “normal” untuk bisa berintegrasi di tengah-tengah masyarakat atau mendapat perlakuan yang layak. Lily melihat, keprihatinan terhadap situasi diskriminasi ganda dan stigma terhadap perempuan penyandang disabilitas, dan masalah disabilitas lainnya kemudian mendorong lahirnya lembaga-lembaga atau organisasi non-pemerintah yang berfokus memberdayakan perempuan. Ada yang diprakarsai kelompok nondisabilitas, ada juga yang dari kelompok disabilitas itu sendiri. “Perempuan penyandang disabilitas pun merasa, bahwa merekalah yang harus dan pantas menyuarakan kepentingan dan kebutuhan mereka kepada masyarakat karena merekalah yang mengalami dan merasakannya,” ungkap Lily. Inilah, menurut Lily, yang mendorong berkembangnya organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pemberdayaan kelompok di­ sabilitas, baik dalam bentuk pendekat­ an karitas (belas kasihan), maupun pemberdayaan (transformasi sosial). “Kegiatannya pun makin beragam. Mulai dari memberikan ketrampilan hingga melakukan advokasi di tingkat nasional hingga internasional.”

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 13

13 3/19/12 2:38 PM


Foto: hwpcipusat.wordpress

14

Foto: hwpcipusat.wordpress

penyandang disabilitas yang mengalami kasus kekerasan, pelecehan, dan penyiksaan. Hanya sebatas advokasi. Komnas Perempuan hanya menekankan pelayanan pada isu-isu prioritas yang ditekankan, seperti isu kekerasan terhadap perempuan yang rentan diskriminasi, antara lain penyandang cacat, anggota masyarakat adat, dan komunitas minoritas. Dalam hal ini mereka hanya memberikan saran kepada lembaga yudikatif dan legislatif. Peran lain, sebagai pemantau tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan pemenuhan hak perempuan korban. Juga sebagai negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggung jawab negara pada penegakan hak asai manusia serta pemulihan hak-hak korban. Menurut Masruchah, banyak kor-

ban penyandang disabilitas yang enggan melapor jika ada kejadian yang menimpa mereka, meskipun kejadian tersebut begitu berat. Penyebabnya, karena tidak ada keberaniaan, ketidak tahuan bagaimana cara melakukan pelaporan, dan sebagainya. Akhirnya, penyandang disabilitas memilih tidak

menindak lanjuti. Masruchah mengemukakan, Komnas Perempuan dan kalangan penyandang disabilitas pernah bekerja sama dalam beberapa kegiatan yang menyangkut pembelaan penyandang disabilitas. Antara lain pemberian pemahaman terhadap masyarakat

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 14

3/19/12 2:38 PM


Foto: acehtraffic.com

disabilitas yang mengalami kekerasan. Pola kebudayaan yang mendidik masyarakat dan membuat masyarakat menganggap penyandang disabilitas merupakan kelompok marjinal yang masih terasing. Tapi tetap masih jarang penyandang disabilitas yang mau langsung datang ke Komnas Perempuan ketika mengalami kejadian.

Gerakan Kesadaran Menurut Lily, sistem di dalam masyarakat yang memperlakukan penyandang disabilitas harus diubah agar tidak mendiskriminasi dan merampas hak-hak penyandang disabilitas. “Perjuangan untuk bisa mendapatkan hak-haknya yang sama dengan manusia lainnya, harus lebih keras,” ungkapnya. Lily menekankan, kebutuhan praktis dan strategis perempuan penyandang disabilitas harus diper-

hatikan. Kebutuhan praktis dalam arti kebutuhan yang berkaitan dengan masalah keseharian mereka, seperti akses pendidikan, pelayanan keseha­ tan, pekerjaan dan kebutuhan dasar lainnya. Sedangkan kebutuhan strategis, kesenjangan posisi dan kondisi perempuan penyandang disabilitas harus diatasi. “Peran perempuan penyandang disabilitas dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hidup dan penghidupannya sebagai perempuan dan penyandang disabilitas harus diberikan.” Pemerintah, lanjut Lily, harus dapat mengatasi hambatan dan rintangan yang khas yang dialami oleh perempuan penyandang disabilitas. Selain itu perempuan penyandang disabilitas harus didorong untuk mengorganisir diri agar dapat mengatasi persoalan yang mereka hadapi. “Masyarakat juga harus dapat men-

gubah pandangannya yang negatif terhadap penyandang disabilitas, agar mereka juga dapat berintegrasi dengan penyandang disabilitas,” ungkapnya. Para penyandang disabilitas sendiri diharapkan mempunyai ketrampilan yang bisa dijual, seperti membuat handicraft yang unik dan halus, atau barang seni lain, misalnya melukis. “Mereka harus bisa sesuatu, agar bisa hidup layak,” ujarnya. Namun, yang tak kalah penting menurut Lily sikap inklusif dan setara dalam keluarga. Lily menekankan, di dalam keluarga dengan anak penyandang disabilitas, ibu memainkan peranan penting dalam merawat dan menanggung beban anaknya, seperti peran yang diharapkan oleh masyarakat terhadap perempuan. Karena itu, dukunglah perempuan. Dukunglah ibu dalam perannya! n Athurtian/Nestor

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 15

15 3/19/12 2:38 PM


empati

Maulani Rotinsulu

Perempuan Masih Mengalami MultiDiskriminasi

S

ALAH satu sosok aktifis perempuan dalam gerakan perjuangan disabilitas Indonesia adalah Maulani Rotinsulu. Ia terlibat dalam banyak gerakan dan kegiatan serta aktif di berbagai organisasi disabilitas, antara lain jadi Bendahara dan Ketua Bidang Hubungan Internasional di PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia). Sejak akhir tahun lalu ia jadi Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), me­ nggantikan Aryani Soekowo. Sebagai aktifis gerakan disabilitas, Maulani sangat memahami dan menguasai medan perjuangan wanita dalam gerakan disabilitas. Berikut petikan percakapan Maulani dengan dengan diffa.

Apa persoalan khas perempuan dalam dunia disabilitas? Perempuan itu memikul beban ganda, mengalami multi-diskriminasi dalam persoalan disabilitas, baik se­bagai penyandang maupun tidak. Saya sendiri tidak mengalami diskriminasi dalam keluarga. Tapi kita harus

16

jujur, perempuan masih banyak me­ngalami diskriminasi dalam keluarga dalam keluarga dan masyarakat. Bukan hanya karena budaya, bahkan keyakinan atau agama pun bisa berpengaruh melahirkan diskriminasi. Contohnya dalam pendidikan. Kalau ada anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga, jika ada yang harus didahulukan, laki-laki disekolahkan, perempuan tidak. Si anak perempuan dinomorduakan, sehingga tidak berkembang. Tidak diberi kesempatan. Sementara si anak perempuan lebih diandalkan untuk membantu orangtua. Itu tidak menyandang disabilitas. Kalau menyandang disabilitas, lebih lagi.

Kalau perempuan menyandang disabilitas? Bisa lebih parah. Sudah menyandang disabilitas, diperlakukan layaknya seorang babu atau pembantu. Sebagai istri, tidak dihargai, tapi tetap harus menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai istri dan ibu. Sebagai anak, malah sering

disalahgunakan orangtua. Tidak tidak diberi kesempatan beraktifitas keluar, sehingga tidak berkembang, tapi malah diandalkan. Realitasnya, anak perempuan penyandang disabilitas lebih bisa membantu orangtua. Istri dan anak perempuan penyandang disabilitas terkadang justru menjadi tulang punggung keluarga. Itu salah satu diskriminasi hak penyandang disabilitas yang sering dilupakan.

Tapi, di kota mungkin sudah tidak begitu. Kondisi anak penyandang disa­ bilitas di kota memang masih relatif mendapat penanganan yang baik. Tapi kondisi anak penyandang disabilitas di desa masih menyedihkan, karena ketidaktahuan dan pembiaran pembiaran keluarga. Keluarga sering masih menganggap anak disabilitas sebagai aib, karena itu terkadang disembu­ nyikan rapat-rapat, dibuang, ditelan­ tarkan, dan mendapat perlakuaan diskriminasi dari anggota keluarga yang normal. Tapi yang paling banyak, anak penyandang disabilitas yang seharusnya masih bisa mendapat penanganan yang tepat, justru tidak bisa tertolong akibat keluarga penyandang disabilitas tidak tahu cara penanganannya. Di sebuah desa terpenci, saya pernah menemukan anak penyandang ce­ lebral palsy yang selama 14 tahun tidak tertangani. Dia dibiarkan saja tergeletak, guling-guling di halaman, hingga anak tersebut kulitnya merah coklat seperti warna tanah. Kami mencoba memberikan arah­ an kepada orangtuanya bagaimana cara menangani dan merawatnya, tapi mereka malah kelihatan heran. Kader-kader mencoba memberi contoh, memandikan dan menyuapi

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 16

3/19/12 2:38 PM


Foto: Athurtian Foto: hwpcipusat.wordpress diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 17

17 3/19/12 2:38 PM


si anak. Keluarganya bengong, melihati. Tapi, ketika kita datang tiga bulan kemudian, anak itu sudah memakai baju rapi, duduk di kursi roda. Itu fenomena yang banyak terjadi. Banyak keluarga yang memiliki anak penyandang disabilitas tidak memahami bagaimana menangani anaknya, sehingga terjadi pembiaran. Tidak ada pengetahuan tentang disabilitas dan penanganannya, sehingga dibiarkan tidak tertangani sampai bertahun-tahun.

tulus, baik dalam peran sebagai orangtua, pendidik, maupun aktifitas yang lain. Perasaaan perempuan yang lebih sensitif, membuat mereka lebih total dan menyentuh dalam mengurus keluarga maupun tanggung jawab lain, termasuk dalam persoalan disabilitas. Karena itu aktifis dan penggerak disabilitas banyak diperankan perempuan. Tapi kembali, aktifis perempuan sering mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan, baik baik penyandang disabilitas maupun perempuan non-disabilitas.

Dan di dalam semua kondisi itu, perempuan tetap menanggung beban lebih berat.

Memang dalam gerakan disabilitas ada nuansa diskriminasi?

Benar, terutama ibunya. Ibunya penyandang disabilitas atau bukan, tetap dia memikirkan, mengurus. Bapak biasanya tidak perduli, malah sering menghindar. Terkadang si istri masih disalahkan dan mendapat peerlakuan yang tidak menyenangkan. Begitu pula anak atau saudara perempuan si penyandang disabilitas. Mereka biasanya lebih diandalkan membantu si ibu, sehingga tidak mendapat hak untuk berkembang. Saya pernah menemukan anak perempuan yang harus mengurus tiga adiknya penyandang disabilitas. Kasihan.

Karena itukah, aktifis dan penggerak disabilitas lebih banyak perempuan? Barangkali karena kodrat. Perempuan lebih rajin, lebih perhatian, dan menggunakan naluri keibuannya dalam melakukan banyak hal. Secara alamiah dan naluriah perempuan lebih banyak memberikan kasih sayang yang

18

(Tertawa). Kelahiran HWPCI tidak lepas dari persoalan diskrimina足 si. Ketika HWPCI didirikan, isunya cuma satu, kesetaraan dan kesamaan kesempatan. Dulu, kalau organisasi disabilitas mau mengirim representatif, biasanya pengurus perempuan itu selalu dinomor sekiankan. Dalam daftarnya, selalu duluan pengurus lakilaki. Perempuan selalu dibelakangkan, bahkan untuk hal-hal kecil. Karena itu, tahun 1998, kami mendirikan HWPCI. Pendirinya ada 14 orang. Ada Ibu Aryani, Mimi, saya, Eva Kasim, dan lain-lain. Kita mendorong inklusifime perempuan dalam gerakan disabilitas. Ya, sedikit fight. Kalau bisa masuk, kita langsung masuk.

Oh, begitu. Sekarang? Sekarang lumayan. Kalau lihat susunan pengurus PPCI yang lalu-lalu, pengurusnya itu perempuan cuma bisa masuk satu. Selalu satu. Pengurus yang sekarang ini baru bisa. Dari 5 ketua bidang, sekarang ada 4 perempuan. Akhirnya mereka mengakui bahwa yang kerja itu kita. Lihat saja di organisasi-organisasi disabilitas, di

Gerkatin misalnya, atau dimana. Kita perempuan yang lebih banyak bekerja. Tapi organisasi disabilitas itu sendiri tetap kadang belum sensitif terhadap perempuan.

Sebenarnya, apa yang paling dibutuhkan aktifis perempuan? Dilihat dari sudut kami, pengge足 rak-penggerak hak penyandang disa足 bilitas, perempuan itu fokus melihat pada persoalan kesetaraan. Keseteraan perlakukan dan kesamaan kesempat足 an. Itu yang banyak saya lihat dan alami. Mereka tidak melihat kita setara, sehingga tidak diberi kesempatan. Itu jelas sangat berpengaruh. Sudah, mereka nggak perlu diberi kesempatan. Mereka belum selevel dengan kita, kurang lebih seperti itu. Realita perlakuan seperti itu kelihatan sekali. Kalau mau diceritakan, panjang dan menyakitkan. Dan jelas tidak adil. Sekarang sudah ada Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia (HWPDI) yang menjadi contoh bahwa perempuan pantas mendapatkan kesempatan hak yang sama. Kita tetap memikul beban yang berat dan tanggung jawab sebagai perempuan atau seorang ibu. Harus ada dorongan. Kesempatan harus diberikan kepada perempuan, khususnya perempuan disabilitas. Perempuan penyandang disabilitas biasanya hanya mampu berjuang sebatas advokasi. Tapi stigma dan paradigma penyandang disabilitas berakibat tidak adanya kesempatan. Selalu dinomor belakangkan. Itulah diskriminasi terhadap perempuan dan perempuan penyandang disabilitas. Itu yang masih harus terus diperjuangkan.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 18

3/19/12 2:38 PM


Apa yang membuat hal seperti itu masih terjadi? Kenapa implementasi kesetaraan itu sulit tercapai?

Lihat saja undang-undang dan berbagai peraturan yang ada. Undangundang itu kan dibuat karena ada tuntutan dari masyarakat. Apa isi peraturan itu, kebutuhannya apa, itu refresentasi atau potret yang diperjuangkan masyarakat. Isi undangundang dan peratuan adalah hal-hal yang kita perjuangkan. Jadi, kita tinggal melihat saja. Misalnya, disitu disebut agar perempuan tidak me足 ngalami multi-diskriminasi. Itu pasti

ada, karena di situ sudah tertulis.

Khusus untuk perempuan penyandang disabilitas, apa pesan Mbak? Sama. Keseteraan dan kesamaan kesempatan. Perempuan penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan hak yang sama dengan perempuan non-disabilitas. n Athurtian/Nestor

Foto: Koran Jakarta/Wachyu AP

Ketidakfahaman. Perbedaan penafsiran. Dan konsistensi. Sebagai contoh, ketika mau membangun busway, kita masyarakat disabilitas diundang, dilibatkan. Kita ikut dalam disain. Tapi ketika sampai pada tahap pembangunan, pembuatan, si kontrak足 tor menafsirkan sendiri. Dia tidak tersentuh, karena tidak faham apa itu disabilitas. Karena disabilitasnya ha足nya terlibat dalam disain, jadilah seperti yang ada sekarang itu. Tidak konsisten. Kita tidak dilibatkan kembali ketika pelaksanaan pembangunan. Perlu konsistensi.

Tapi dalam era kemajuan seperti sekarang ini mungkin banyak orang tidak percaya masih ada diskriminasi dan ketidaksetaraan. Bagaimana membuktikan?

diffa edisi 14 - Februari 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 19

19 3/19/12 2:38 PM


tapak

Disabilitas Naik Busway Sekelompok penyandang disabilitas di Jakarta mencoba naik angkutan umum busway. Mendidik masyarakat memahami dunia disabilitas sekaligus menunjukkan kepada pemerintah, penyandang disabilitas butuh sarana publik yang membantu beraktivitas.

20

Inisiatif Spontan Minggu pagi 4 Maret 2012. Dua puluhan penyandang aneka disa­ bilitas dan belasan pendamping berkumpul di depan Pasar Festival, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka akan mencoba naik angkutan umum Trans-Jakarta atau yang popular dengan sebutan busway. Acara bertajuk Jakarta Barrier Free Tourism ini lahir atas inisiatif spontan beberapa aktivis penyandang disabilitas, yaitu Cucu Saidah dan suaminya Faisal Rusdi, Ridwan Sumantri, dan Jaka. “Ini untuk membiasakan penyandang disabilitas keluar bekerja, rekreasi, dan menyuarakan hak yang berkaitan dengan sarana dan prasarana transportasi untuk penyandang disabilitas,â€? kata salah seorang koordinator, Jaka, tunanetra yang populer dengan panggilan Jack. Kegiatan dilaksanakan secara

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 20

3/19/12 2:38 PM


dan anak-anak.

Banyak Hambatan Dalam kegiatan jalan-jalan ini peserta dibagi tiga kelompok perja足 lanan. Kelompok pertama dipimpin Ridwan Sumantri, kelompok kedua dipimpin Cucu Saidah, dan kelompok ketiga dipimpin Jaka. Perjalanan ini terfokus pada penggunaaan transportasi umum Trans-Jakarta. Ini uji coba pertama bagi penyandang disabilitas untuk menggunakan sarana transportasi umum yang direncakan menjadi moda transportasi kota Jakarta ini. Perjalanan dimulai dari halte Koridor 6 di depan Gelanggang Olahraga Sumantri Brodjonegoro, Kuningan, kemudian transit di halte Dukuh Atas dan melanjutkan sekaligus mengakhiri perjalanan di halte Monumen Nasional.

Selama perjalanan, terlihat jelas masih banyak gangguan dan hambatan bagi penyandang disabilitas menggunakan moda angkutan busway. Masih banyak fasilitas yang belum membantu mereka. Salah satu contoh, pintu halte tempat naik-turun penum足 pang yang seharusnya selalu tertutup dan hanya terbuka jika bus datang, justru selalu terbuka. Itu tentu sangat membahayakan penumpang, baik penyandang disabilitas maupun non-disabili足 tas. Tempat duduk yang disediakan untuk penumpang penyandang disabilitas terlalu sedikit. Itu pun malah diduduki penumpang non-disabilitas. Pelayanan para petugas TransJakarta juga masih sangat kurang untuk penyandang disabilitas,

Foto: Athurtian

swadaya dan swadana tanpa petugas atau panitia resmi. Biaya tiket naik Trans-Jakarta pun dibebankan kepada peserta. Mereka mau melakukan itu demi terwujudnya perubahan akses transportasi di Jakarta. Apakah busway sudah aksesibel bagi penyandang disabilitas? Hujan deras seharian tidak membuat gentar tujuh pengguna kursi roda untuk menanjaki ram shelter Trans-Jakarta yang licin dan tinggi. Penuhnya armada busway tidak menyurutkan keinginan kawan-kawan tunarunggu untuk berkomunikasi di dalam bus. Jauhnya jarak antara pintu bus dan lantai shelter tidak membuat para sahabat tunanetra takut melompat masuk atau keluar dari bus. Bahkan Balqis, gadis tunanetra cilik, dengan berani mengklaim tempat duduk yang diprioritaskan untuk penyandang disa足bilitas, lanjut usia, wanita hamil,

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 21

21 3/19/12 2:38 PM


Foto: Athurtian

22

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 22

3/19/12 2:38 PM


mulai dari naik hingga turun di halte tujuan. Beberapa petugas bahkan berpura-pura tidak tahu kehadiran penumpang penyandang disabilitas. Mereka malah terlihat lebih sibuk mengatur atau membantu penumpang non-disabilitas. Saat rombongan transit di halte Dukuh Atas, hujan turun. Air hujan membuat tangga penghubung untuk transit sangat licin. Seorang petugas seakan tidak peduli saat para penyandang disabilitas ingin melewati tangga penghubung untuk transit. Padahal, salah seorang temannya sudah berteriak agar membantu. Ini sikap yang memprihatinkan. Pengelola angkutan Trans-Jakarta perlu memperhatikan hal ini. Petugas perlu diberikan pendidikan pelayanan bagi penyandang disabilitas. Menurut Suharto, salah satu peserta tunanetra dan aktivis disa­bilitas asal Yogyakarta, sarana dan prasarana angkutan Trans-Jakarta masih banyak kekurangan dan butuh perhatian. Antara lain tidak adanya layanan running text untuk penyandang tunarungu. “Tangga penghubung antarkoridor yang licin saat hujan tentu sangat membahayakan pemakai kursi roda dan tunanetra seperti saya.” Suharto juga mengkritisi akses jembatan yang terlalu sempit, sehingga menyulitkan jika berpapasan dengan pengguna lain. Juga tidak ada pengunci kursi roda di dalam busway. Begitu pula posisi halte yang kadang di sebelah kanan, kadang di sebelah kiri, sehingga penumpang harus berpindah-pindah. “Itu membuat tidak nyaman penyandang tunanetra dan yang mengunakan kursi roda,” ujarnya. Kesimpulan Suharto, bus TransJakarta atau busway belum aksesibel sepenuhnya. Ia menilai perlu pengkajian ulang dalam penambahan armada bus Trans-Jakarta untuk penyandang

disabilitas. “Perlu memberikan pendidikan kepada petugas untuk para penyandang disabilitas,” ujarnya. Pendapat Suharto tidak mengadaada. Kegiatan uji coba aksesbilitas ini diadakan pada hari libur, ketika penumpang tidak begitu ramai. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika para penyandang disabilitas berbaur dalam kepadatan penumpang pada hari kerja. Tentu akan sangat menyu­ litkan bagi mereka.

Evaluasi dan Rencana Setiba di Monas, rombongan mencari tempat yang rindang untuk ber­ teduh dan beristirahat. Peserta yang menggunakan kursi roda membuat barisan memanjang sehingga menjadi perhatian banyak orang. Terlihat mereka senang dengan adanya acara tersebut. Sambil beristirahat, inisiator dan peserta sharing dan evaluasi kecilkecilan atas kegiatan tersebut. Satu hal penting yang dinilai belum tercapai dalam kegiatan ini adalah minimnya inisiatif para penyandang disabilitas untuk menyuarakan kebutuhan mereka selama dalam perjalanan. Ada beberapa penyandang disabilitas yang berani meminta bantuan petugas atau masyarakat umum dalam perjalanan, seperti minta tolong petugas untuk menuntun atau mendorong kursi roda. Beberapa penyandang disabilitas juga “pasrah” saat dibantu. Artinya, tidak memberikan pengarahan kepada petugas yang membantu. Sharing dan evaluasi mendapat respons yang cukup baik dari para penyandang disabilitas dan para pendamping. Mereka sepakat kegiatan ini perlu dilanjutkan. Dengan semakin sering diadakan kegiatan seperti ini, penyandang disabilitas lebih bisa proaktif dalam menyuarakan kebutu-

hannya. “Acara ini akan diadakan setiap bulan. Kita akan mencoba menggunakan transportasi lain. Kita akan coba naik KRL pada bulan depan,” ujar Jaka. Menurut Cucu Saidah, kegi­ at­an semacam ini akan menjadi arahan dan pembelajaran bagi masyarakat sekitar untuk membantu penyandang disabilitas saat menggunakan transportasi umum. Cucu dan teman-teman inisiator kegiatan berterima kasih atas partisipasi kawan-kawan penyandang disabilitas dan pendamping serta simpatisan yang benar-benar secara tulus bergerak tanpa pamrih untuk membuat perubahan, terutama perubahan sikap dari masyarakat. Jaka berharap kegiatan semacam ini bisa dilakukan di daerah. “Kami yakin, di daerah mana pun di Indonesia pasti ada orang-orang yang berniat sama dan perlu difasilitasi. Kita percaya, jika ada perubahan kecil, akan berakhir pada perubahan yang lebih besar. Karena itu, kami mendorong kawan-kawan di mana pun untuk bergerak keluar dan menunjukkan kepada masyarakat akan eksistensi penyandang disabilitas, dan sarana yang dibutuhkan. Mulailah dari kelompok kecil untuk membuat perubahan kecil,” ujarnya. Ya, tentu bukan hanya karena teman-teman penyandang disabilitas bergerak. Pemerintah pusat dan daerah harus menyadari para penyandang disabilitas juga bagian dari masyarakat yang perlu mendapatkan hak yang sama dalam pelayanan publik, termasuk akses angkutan umum yang memudahkan mereka beraktivitas. n Athurtian

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 23

23 3/19/12 2:38 PM


sosok

Markus Kristianto

Menembus Batas Kemampuan dan Angan

S

EJAK kecil Markus Kristi­ anto tinggal di panti Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta. Ia tak punya latar belakang keluarga, karena orang tuanya hanya meninggalkan alamat palsu dan sampai sekarang tidak di­ketahui berada di mana. Identitas yang ada cuma: Markus, lahir 2 Mei 1961. Otomatis, rumah bagi Markus adalah panti YPAC. Ia beranjak besar di sana tanpa mengenal kasih sayang dan perhatian dari orang tua kandung.

Foto: Athurtian

Terasing dan Sendiri

Sejak lahir Markus sebatang kara dan dibesarkan di panti tanpa mengenal keluarga sebenarnya. Umur 6 bulan terserang polio yang menyebabkan kedua kaki lumpuh. Markus berhasil membangun kehidupan, melebihi batas kemampuan fisik dan angan-angan. 24

Kenyataan itu membuat masa kecil Markus berat dan penuh kesedihan. Memang di panti ia tinggal bersama banyak teman senasib, karena saat itu banyak orang terkena penyakit polio seperti dirinya. Tapi teman-temannya masih bisa merasakan manisnya hidup berkeluarga. Ketika liburan, mereka bisa pulang dan bertemu keluarga. Hanya Markus yang tidak pernah pulang. “Mau pulang ke mana? Rumah nggak ada, apalagi keluarga,” kenangnya. Seusia liburan, teman-temannya kembali ke panti dengan kebahagiaan, mendapat uang saku dan membawa mainan-mainan baru. Hal itu sering membuat Markus kecil iri dan sedih. “Ingin memiliki sendiri, tidak ingin dipinjami. Tapi mengadu ke siapa? Mau protes ke siapa?” katanya dengan mata berkaca-kaca.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 24

3/19/12 2:38 PM


Foto: Dok. Pribadi Markus

Kondisi lebih menyedihkan ia rasakan saat menjalani operasi. Kaki yang menekuk dan tak bisa diluruskan membuat Markus harus menjalani ope­rasi dari ujung kaki hingga setengah badan. Karena jarak antara yayasan dan rumah sakit cukup jauh, ia pun ditinggal di rumah sakit. “Ditinggal sendirian, tidak ada yang mendampingi,” kenangnya. Setelah menjalani operasi, ia terbaring dengan gips dan perban hampir setengah badan, dengan posisi satu kaki menekuk dan penyangga melintang. Markus hanya bisa berbaring di tempat tidur dengan rasa yang amat tidak nyaman, terutama jika ingin buang air besar atau digigit nyamuk. Ia hanya bisa menangis, karena tidak ada keluarga yang mendampingi atau membantu. Selama tiga bulan ia menjalani hari-hari berat itu. Setelah operasi dan kembali ke panti YPAC, Markus mendapat bantuan kaki palsu. Ia terus berusaha berjalan, meski kaki palsu itu cukup berat dan menyiksa, yang membuat kakinya terkadang lecet akibat gesekan besi. “Ya, selama 17 tahun di dalam yayasan, hal-hal itulah yang paling saya ingat hingga sekarang dalam memori

kehidupan saya,” kata Markus kepada diffa di kantor Yayasan Precious-One di kawasan Mangga Dua, Jakarta.

Dendam pada Nasib Beruntung dalam segala keterbatasan dan kesendirian hidup di panti, Markus memiliki kelebihan, yaitu keahlian menggambar. Ia pernah menjadi juara pertama lomba gambar yang diadakan YPAC. Hal itu membuat ia memiliki sedikit kebanggaan. Ia rajin mengasah kemampuan menggambar, meski hampir tanpa fasilitas seperti buku dan alat gambar. “Harga buku mahal. Jangankan buku, baju saja saya gak punya,” ujarnya. Markus latihan menggambar dengan memunguti sisa-sisa kapur tulis di sekolah, meski hanya secuil. Potongan-potongan kapur itu kemudian dipakai untuk berlatih menggambar pada lantai atau ubin. Kadang ia menemukan kertas bekas yang bisa digunakan untuk media menggambar. “Itu pun sesekali,” katanya. Pelajaran ini yang selalu Markus tekankan dalam menjalani hidup. Jika hidup dalam keterbatasan, harus mampu mencari solusi lain agar keter­ batasan tidak menjadi halangan. Hal

itu tidak hanya diterapkan dalam menggambar, tapi juga dalam pelajar­ an lain di sekolah. Ia pernah menjadi juara kelas dan menjadi teladan di sekolahnya. Meskipun tergolong murid cerdas, Markus kebingungan ketika akan lulus SMP. Sebab, ada peraturan yayasan, penghuni panti hanya bisa tinggal hingga lulus SMP. Markus bingung mau dan akan ke mana. “Keluarga pun saya tak punya,” ujarnya. Pada masa-masa seperti itulah timbul benci dan dendam dalam dirinya. Hidup tanpa masa lalu dan tanpa masa depan itu melahirkan jiwa yang kosong dan putus asa. Markus menjadi sosok yang sulit mempercayai orang, apatis, dan gampang tersinggung. Bahkan ia berpikir lebih baik mati ketimbang hidup dengan pen­ deritaan seperti itu. “Sempat mencoba bunuh diri. Mengendarai motor milik teman dengan kecepatan tinggi. Tapi berkali-kali jatuh dari motor tidak mati, hanya luka-luka sedikit,” tutur Markus dengan nada santai. “Mungkin ini jalan Tuhan.” “Jalan Tuhan” itu akhirnya datang lewat Ibu Lukas Sumartono, guru membatik di yayasan tempat Markus bersekolah. Markus sering membantu Ibu Lukas mempola batik yang akan dikerjakan siswa. Ibu Lukas sayang dan sering jadi motivator saat Markus kebingungan. Begitu pula ketika Markus kebingungan memikirkan kelanjutan hidup saat harus keluar dari panti. Berkat bantuan Ibu Lukas, Markus mendapat beasiswa masuk SMK Seni Rupa di Yogyakarta. Ia me­ngambil jurusan reklame, yang belakangan berkembang menjadi desain grafis.

Berjuang Hidup Sendiri Sejak menempuh pendidikan di SMK Seni Rupa, Markus total harus hidup mandiri. Dengan uang beasiswa

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 25

25 3/19/12 2:38 PM


Foto: Nestor Rico Tambunan

Rp 10.000 dia harus bisa mengatur keuangan sendiri, mulai dari bayar SPP, makan sehari-hari, dan biaya kos. Dengan biaya SPP Rp 4.500 per semester, uang makan dan biaya kos, Markus mampu menyisakan Rp 500 untuk tabungan. Dia hidup sangat irit. Antara lain dengan berjalan kaki ke sekolah. Ia juga selalu memendam keinginan untuk jajan. “Terakhir saya jajan, hanya ingin mencoba nasi padang seharga 100 rupiah saat itu,“ ujarnya. Jarak tempat kos Markus dengan sekolah cukup jauh, sekitar 2 kilometer. Markus memilih berjalan kaki de­ ngan kaki palsu yang sangat berat dan menyiksa. Ketika itu ia sebenarnya memiliki kursi roda. Namun, kursi beroda tiga itu sama tidak nyamannya, sehingga ia memilih menggunakan kaki palsu. Markus tinggal dalam lingkung­an kos yang kebanyakan dihuni mahasiswa. Status paling muda dan kondisi keterbatasan membuat Markus selalu menjadi bahan olokan dan canda teman-teman kosnya. Suatu ketika

26

kursi roda Markus dijadikan mainan oleh teman-teman kosnya, hingga roda belakang patah. Markus sedih dan kesal atas perlakuan teman-teman kos. Mereka akhirnya sadar dan mengelas roda yang patah. Setelah dilas, kursi roda itu malah tidak nyaman karena tidak seimbang. Beruntung, tukang las yang memperbaiki kursi rodanya juga orang yang mengurus makanan “rantangan” Markus sehari-hari. Tukang las itu menawarkan solusi memodifikasi kursi roda yang rusak menjadi sepeda roda tiga sesuai kebutuhan Markus. Markus sangat senang. Dengan sepeda itu, mobilitasnya jadi sangat terbantu, baik ke sekolah maupun berkeliling kota Yogya. Saking senangnya, Markus memasang tulisan “Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi” di boks belakang sepeda yang disediakan untuk menaruh buku. Keasyikan dengan sepeda itu kemudian digantikan kebaikan hati seorang teman. Teiqi, teman sekelasnya menawarkan mengantar-jemput Markus setiap hari. Jalan ke sekolah

mereka memang searah. Setelah empat tahun menempuh pendidikan di SMK Seni Rupa, Markus akhirnya “harus” lulus. Artinya, beasiswa pun berhenti. Markus kembali dilanda kebingungan hebat. “Mau ke mana lagi saya?” ujarnya. Ia mendapat tawaran masuk Institut Pertanian Bogor dengan biaya masuk gratis. Namun, dia bingung bagaimana menutup uang kuliah dan biaya hidup. Di tengah kebingungan, Markus kembali mendatangi Ibu Lukas, yang dulu menjadi juru selamatnya. Tapi bukan mendapat solusi, Markus justru prihatin karena kondisi ekonomi Ibu Lukas kini memprihatinkan. Akhirnya Markus membalas budi dengan membantu Ibu Lukas berjualan kacang goreng. Dengan ilmu dan pengetahuannya, Markus berperan sebagai marketing sekaligus desainer. Dia membuat kemasan kacang goreng semenarik mungkin dengan teknik cetak sablon yang dikuasainya. Tidak hanya itu, dia pun membantu menjual kacang goreng ke seantero Yogya dengan

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 26

3/19/12 2:38 PM


sepedanya. Bahkan ia memasarkan kacang goreng hingga hampir mencapai wilayah Solo.

Tuhan Selalu Adil Perjalanan hidup dan masalahmasalah yang dihadapi menjadi pelajaran bagi Markus. Ia percaya, sepedih apa pun hidup selalu ada harapan untuk masa depan. Dalam kebuntuan yang tidak pasti, seorang teman menawarkan pekerjaan di tempat saudaranya di Bekasi. Saudara temannya itu punya sebuah biro iklan kecil. Jadilah Markus bekerja sebagai desainer, bidang pekerjaan yang memang keahliannya. Ia mendapat ruang kerja kecil berukuran 2 x 1,5 meter. Markus merasa beruntung, karena diizinkan menjadikan ruang kerja itu sekaligus tempat tinggalnya. Jadi, habis kerja, ia tetap di ruangan itu. “Jam kerja saya dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore,” kenangnya. Berkutat di ruangan yang sama, dan sangat jarang beraktivitas di luar, membuat Markus jenuh. Ia memutuskan keluar dari biro iklan tersebut dan melamar ke sebuah percetakan di Bogor. Ia diterima dengan tantangan mampu mengikuti sistem kerja yang berlaku di perusahaan. Markus menerima tantangan itu dengan bersemangat. Bekerja di percetakan tersebut menjadi awal berkah bagi Markus. Suatu hari ia berkenalan dengan klien perusahaan dari Jakarta. Mereka berbincang-bincang. Tiba-tiba Peter, klien itu, mengajak Markus tinggal bersama keluarganya. Dan entah mengapa Markus pun tertarik. Ia memutuskan berhenti bekerja dan mengikuti Peter. Sejak itu Markus tinggal bersama keluarga Peter. Itulah pertama kali Markus merasakan hidup dalam sebuah keluarga. Ia mendapat perlakuan istimewa, tanpa dibedakan dengan

anak-anak yang lain. Satu hal yang selalu diingat, jika ada tamu berkunjung dan bertanya tentang Markus, Pak Peter selalu menjawab, “Dia anak saya. Anak angkat saya.” Markus begitu senang. “Selama ini tak ada yang meng­anggap diri saya ini siapa, tapi Pak Peter mengatakan itu,” tutur Markus dengan haru. Setahun tinggal bersama keluarga baru, Markus jadi lebih punya rasa percaya diri. Ia merasa harus punya masa depan. Karena itu ia kembali mencari pekerjaan. Ia kemudian diterima di perusahaan produksi perlengkapan yang bergerak dengan merek dagang Pigeon. Markus meniti karier di anak perusahaan Modern Grup ini hingga menduduki jabatan manajer kreatif. Markus juga bertemu dengan Erna, yang kini jadi istrinya. Gadis Manado ini mencuri perhatian Markus dalam sebuah acara gereja. Jarak Jakarta - Manado tak menghalangi cinta mereka. Awalnya Markus merasa buntu karena orang tua Erna tidak merestui hubungan mereka. Dalam kebuntuan itu, Markus merancang sebuah undangan pernikahan, meski sebenarnya tidak ada niat untuk nekat kawin lari. Namun, keisengan itu menjadi “keajaiban rancangan Tuhan”. Orang tua Erna kaget mengetahui adanya undangan pernikahan itu. Tapi seorang teman yang dekat dengan keluarga Erna memberi jaminan bahwa Markus pria yang baik. Akhirnya, orang tua Erna menemui Markus di Jakarta. Setelah bertemu dan berbincang, ak­ hirnya hubungan mereka direstui. Kini pasangan Markus dan Erna telah dikaruniai tiga anak: Marcela, Marceli, dan Yehuda Joe. Mereka tinggal di rumah yang nyaman di Taman Flamboyan, Cakung, Jakarta Timur. Markus bahagia dan bangga dengan kehidupan keluarganya. Salah satu anaknya, Marcela, mewarisi bakat

desain dan kini kuliah di sebuah universitas di Jakarta.

Berbuat untuk Sesama Markus telah berdamai dengan segala perjalanan hidupnya. Ia kini bisa menerima semua kehidupan pahit di masa lalu, termasuk memaafkan keluarganya yang meninggalkan dirinya. “Berdamai dengan masa lalu, mengelolanya untuk tujuan yang lebih baik,” katanya. Setelah merasa mencapai puncak pencapaian, Markus keluar dari Pigeon dan aktif sebagai penasihat di Yayasan Precious-One. Yayasan ini antara lain membawahkan perusahaan yang memproduksi aneka ragam kerajinan dengan mempekerjakan penyandang tunarungu. Belakangan yayasan ini mulai bergerak di bidang bursa kerja bagi penyandang disabilitas. Mereka melakukan kampanye ke perusahaan-perusahaan agar bersedia menampung tenaga kerja penyandang disabilitas. Sebaliknya, mereka melakukan assesmen dan pendidikan kepada penyandang disabilitas agar siap bekerja. “Banyak pelajaran masa lalu saya bisa saya bagikan,” ujarnya. Sehari-hari Markus sibuk memberikan motivasi, bahkan di luar yayasan. Ia melakukan itu dengan mengendarai mobil sendiri. Ia berharap para penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang layak dan diperlakukan sama tanpa ada batasan. ”Jangan putus asa. Jangan membatasi hal-hal yang sebenarnya tidak terbatas, karena keterbatasan bisa diatasi,” katanya. Markus Kristianto contoh penyandang disabilitas yang berhasil meng­ atasi keterbatasan, bahkan melampai batas angan-angan. Ia mampu melakukan hal-hal di luar logika ke­terbatasan, dan pantas menjadi contoh, bahkan bagi orang non-disabilitas. n Athurtian

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 27

27 3/19/12 2:38 PM


tapak

Bermain Bersama Anak Autis

M Foto-foto: Sigit D Pradana

ERAYAKAN Hari Peduli Autisme Sedunia 2 April, Yayasan Autisma Indonesia (YAI) bekerja sama dengan Sekretariat Istri Kabinet Indoneseia Bersatu (SIKIB) mengadakan acara nonton bareng dan bermain bersama anakanak penyandang autis di Gedung Perfilman Usmail, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 14 Maret 2012. Acara ini diwarnai berbagai kegiatan untuk anak-anak penyandang autis dan keluarga. Dilakukan pula penandata足 nganan kerja sama YAI dengan SIKIB. Acara bertajuk Aku Ada di Antara Kamu itu berlangsung dari siang hingga sore. Ketua YAI dr. Melly Budhiman mengatakan, acara ini

28

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 28

3/19/12 2:38 PM


sekaligus peringatan ulang tahun ke-15 YAI dan syukuran kantor baru Jasmine Tower di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. “Acara ini sangat baik bagi orang tua dan anak-anak autis agar dapat bersosialisasi dengan banyak teman. Acara ini juga untuk mengingatkan kita bahwa mereka (anak autis) memang ada. Kita sebagai orang tua harus menerima. Lakukan yang terbaik untuk mereka dengan mendeteksi dini, melakukan terapi, dan arahkan bakat dan minat mereka. Jangan pernah membedakan mereka. Jangan dikucilkan, diolok-olok.” Psikiater RS MMC dan Omni Pulomas ini mengatakan, acara ini meliputi rangkaian pertunjukan seni anak autis, yaitu memainkan angklung, pameran lukisan karya anak autis, serta bazar kebutuhan komunitas autis seperti alat bantu peraga dan mainan yang merangsang motorik anak. Di sebuah stand, seorang anak perempuan autis memperagakan cara memasak. Meski kurang rapi, aksi gadis kecil ini menarik perhatian pengunjung.

Nonton Bareng Diadakan pula pemutaran beberapa film seperti Invisible Wall yang menjelaskan autisme, dengan contohcontoh kasus dan penanganannya. Ada juga film Marathon, yang cerita­ nya berdasarkan kisah Bae HyeongJin, pelari autistik di Korea. Film berkisah tentang Cho-Won, penyan-

dang autis yang sangat menyukai zebra. Melalui perjuangan tanpa lelah ibunya, Cho-Won akhirnya berhasil menjadi juara ke-3 lomba maraton 10 kilometer. Pemutaran film diselingi film kartun Cars untuk menghibur dan mengajarkan anak-anak autis nonton bersama. Film terakhir adalah Ocean Heaven yang mengisahkan perjuang­ an tanpa lelah seorang ayah yang sakit dengan anak autis. Anak tersebut diajarkan hidup mandiri sebelum akhirnya sang ayah “menyerah” pada penyakitnya.

Kenalkan Lingkungan Salah seorang peserta adalah Delly Kurniawati, Kepala Sekolah Lentera Asa, sekolah untuk anak autis usia remaja. Menurut Delly yang mempunyai anak penyandang autis, acara ini sangat positif dan bagus untuk anak-anak. Di tempat umum orang tua mungkin minder karena anak mereka menunjukkan perilaku tidak umum. “Di sini mereka bisa bebas membiarkan anak berperilaku. Tidak ada larangan langsung. Namun, pengawasan tetap harus dilakukan.” Banyak orang tua dengan anak autis hadir, sehingga bisa berbagi pe­ ngalaman. “Awalnya menerima mereka (anak autis) ada rasa sulit, sedih, dan bingung. Tapi, penerimaan tanpa melakukan usaha perbaikan juga akan lebih sulit. Maka kita harus melakukan hal yang positif untuk anak-anak.

Penerimaan menjadi modal awal bagi mereka untuk berkembang. Latihlah mereka bersosialisasi,” kata Delly. Menurut Delly, perlu mengenalkan kepada anak autis berbagai metode yang cocok sedini mungkin. “Kenalkan mereka dengan lingkungan dan kenalkan lingkungan pada mereka. Jangan lupa mengenalkan semua aturan yang berlaku di masyarakat. Jangan sampai anak merasa dikasihani. Tiap anak berbeda kebutuhannya. Kenalkan berbagai kegiatan yang dapat menunjang dan menghasilkan sesuatu agar mereka mandiri.” n Hilma Awalina

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 29

29 3/19/12 2:38 PM


kolom Kang Sejo

Tongkat Baja OLEH

F

ADLY berjalan di bawah gerimis, dengan langkah perlahan dan hati-hati. Tongkat bajanya menjelaskan kepada siapa pun -- tanpa sedikitpun ke­­­­­­ra­­­­ guan -- mengenai kehati-hatian yang didukung tongkat baja itu. Bahwa tongkat itu bukan sembarang tongkat, mungkin hanya dia sendiri yang tahu. Tapi semua orang tahu bahwa tongkat itu penentu arah yang aman baginya. Ibaratnya benda itulah pengganti penglihatannya. Hanya dia yang tahu bahwa tongkat itu membawa kebanggaan tersembunyi karena memiliki asosiasi yang sangat kuat dengan tongkat pusaka para tokoh sakti. Pemegang tongkat baja pertama bernama Patih Metahun, guru Arya Penangsang. Pemegang kedua adik seperguruannya, Sumangkar, orang sakti yang lebih suka me­nyembunyikan diri karena alasan-alasan politik. Pemegang tongkat pusaka generasi kedua bukan orang lain, melainkan murid-murid mereka. Patih Metahun memiliki murid bernama

30

Didi Purnomo

MOHAMAD SOBARY

Tohpati, yang gelarnya mengerikan: Macan Kepatihan. Dia, dengan pusaka tongkat baja dari gurunya, merupakan penerus perjuangan Arya penangsang, yang menggugat tahta Demak. Sesudah Raden Patah, tahta Demak seharusnya jatuh pada ayahnya, Suryowiyoto, namun, meskipun sudah dibela Sunan Kudus, tokoh ini kalah. Sultan Trenggono, dan bukan Suryowiyoto, yang menduduki tahta dan memegang tampuk kepemimpinan Demak. Penangsang berharap -- sekali lagi dengan pengayoman Sunan Kudus -- dari Sultan Trenggono tahta turun pada dirinya. Namun, celaka lagi, tahta jatuh pada Jaka Tingkir, yang bergelar Sultan Hadiwijaya. Dan Pe­nangsang yang sial, dan kalah, akhirnya gugur di medan laga oleh tombak Kyai Pleret di tangan Sutawijaya, yang masih bocah. Dan begitulah, dalam kesepian yang menghimpit, Tohpati -- Macan Kepatihan -- meneruskan perjuangan menuntut keadilan. Dia melawan kekuasaan Pajang, dengan sisa-sisa kekuatan Jipang yang masih bisa dihimpun.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 30

3/19/12 2:38 PM


Ke mana-mana Tohpati menenteng tongkat baja berkepala tengkorak, yang menggetarkan semua musuhnya. Prajurit biasa sudah mati kaku mendengar perbawa besar tongkat, yang konon bisa berubah menjadi asap dan berdesing-desing di semua arah, sebelum pada akhirnya me­mecahkan tengkorak kepala yang sudah pusing. Inilah tongkat berkepala tengkorak yang bisa memecahkan tengkorak manusia. Dalam generasinya, orang lain yang memegang tongkat baja per­ guruan itu justru orang yang berdiri di pihak musuh. Dia murid Ki Sumangkar, seorang gadis desa, putri Demang Sangkal Putung, bernama Sekar Mirah, yang juga luar biasa. Fadly, yang mengerti kisah tongkat baja berkepala tengkorak itu berhak untuk merasa bangga dengan tongkat bajanya. Tapi tongkat itu tak berkepala tengkorak. Tak pernah bisa berubah menjadi asap yang berdesing, biarpun di belakang rumahnya, ketika tak seorang pun melihatnya, Fadly mencoba berpuluh-puluh kali mengayunkannya dengan kekuatan terbesar dan kecepatan tertinggi yang dimilikinya. Akhirnya, dengan agak sedikit kecewa, dan sudah total putus asa, Fadly menyerah. Tongkat bajanya hanya tongkat biasa. Itu bukan tongkat warisan siapa-siapa dalam sejarah, melainkan barang baru murni, yang dibuat sekadar untuk membantu meraba-raba jalanan: merasakan ada hambatan, ada lubang, ada air, dan sejenisnya, buat keselamatan. Dia sadar dirinya bukan Patih Metahun, bukan Sumangkar, bukan Tohpati. “Aku hanya Fadly yang kecewa,” pikirnya. Tapi kekecewaannya tak berlangsung lama. Dalam usia yang hampir 17 tahun, Fadly bangkit dari kekecewaann, ketika dia ingat Satria Baja Hitam. Ini pahlawan modern,

pujaan anak-anak kecil, yang mulai mengerti perlunya mengagumi kekuatan badaniah. Fadly juga membaca komik dan menemukan tokoh lebih hebat dari tokoh pujaan dunia mana pun. Namanya Gatotkaca. Dan dia memakai topeng baca. Dalam pertempuran melawan Setija, topeng baja Gatotkaca pecah, dan wajah raksasanya tampak. Ini membuat Gatotkaca sedih dan mengurung diri, takut diketahui orang lain. Fadly ikut risau, seolah Gatotkaca sahabat terdekatnya. Tapi paman Gatotkaca, Sadewa, bisa mencipta topeng baja lain, yang lebih hebat, dan Gatotkaca bangkit rasa kesatriaannya. Dia maju lagi ke medan laga, me­nga­ lahkan musuhnya. Fadly, kita tahu, tak bisa melihat. Tapi dia tak pernah merasa sedih. Tongkat baja yang dibawanya ke mana-mana memberinya suatu harga diri, dan membuatnya bangga. Tongkat baja adalah tongkat baja. Berkepala tengkorak atau tidak, bisa berubah menjadi asap yang berdesing-desing atau tidak, baja tetap baja. Lagi pula, kebutuhannya hanya tongkat pe­ nunjuk jalan, bukan tongkat pusaka. Di zaman ini pusaka macam itu jelas menggetarkan jiwa anak-anak muda, dan memberi rasa bangga. Tapi fungsinya sudah lain. Yang dibutuhkannya tongkat baja biasa. Tapi Fadly tak bisa menyembunyikan rasa bangga bahwa tonglat baja terbuat dari benda yang sama dengan topeng baja Gatotkaca. Teman-teman segenerasiku, yang bukan tunanetra, tak mungkin punya tongkat baja seperti tongkatku. Dan andaikata mereka tahu Gatotkaca, mereka tampaknya tak akan punya alasan sekuat alasanku untuk merasa bangga: aku dan Gatotkaca sama-sama memiliki baja dan teman-temanku tidak. Fadly tetap berjalan perlahan-­

lahan, dengan penuh kehati-hatian, dan meraba-raba dengan tongkat bajanya. Di sebuah perempatan yang sangat hiruk-pikuk, yang membuatnya ragu-ragu, mengapa kendaraan seolah tak-habisnya, dan tak mem­ berinya kesempatan menyeberang jalan dengan baik, tiba-tiba seorang kakek -- dia tahu itu orang tua yang hampir lanjut usia dari suaranya -membantunya menyeberang jalan. “Ayo Nak, tenang saja. Aku juga berjalan pelan. Tak usah buru-buru,” kata si kakek. Pengendara motor yang tak mengerti sopan santun, dan tak punya kesabaran, menggenjot motornya sedemikian rupa hingga motor itu meraung-raung, mengejutkan si kakek. Pengendara motor itu tak paham bahwa Fadly dan si kakek punya hak sosial, hak budaya, hak politik, untuk hidup di dalam kota seperti warga kota lainnya. Gubernur pun tak paham akan hak-hak itu, sehingga kota dibangun dengan asumsi tak ada para penyandang tunanetra, dan tak ada manusia yang berubah menjadi tua, seperti si kakek, yang di tengah jalan yang ge­muruh itu hanya bisa melangkah sangat perlahan. Pengendara motor mungkin memang orang ugal-ugalan. Tapi gubernur, wakil gubernur, para staf mereka dan para politikus, para wali kota dan staf mereka, apa mereka juga orang ugal-ugalan yang tak tahu tata krama untuk memberi rasa nyaman warga kota seperti Fadly dan si kakek? Pengendara motor -- apa boleh buat, sudah telanjur -- boleh saja ugal-ugalan. Tapi gubernur tidak. Pe­ ngendara motor boleh tak tahu sopan santun, tapi gubernur harus dan wajib belajar sopan santun kepada semua warganya. Kota hak semua warga. Dan jangan lupa, di antara mereka ada Fadly dan si kakek, yang meminta hak yang agak sedikit istimewa. *

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 31

31 3/19/12 2:38 PM


persepsi

Peran Media Dalam Pemberdayaan Disabilitas Nestor Rico Tambunan

Foto: Berita jakarta.com

Persentase pemberitaan mengenai dunia disabilitas di media massa Indonesia masih sangat kecil. Pemberitaan yang minim itu membuat ruang informasi, wawasan, dan intelektual masyarakat mengenai足 dunia disabilitas sangat tidak memadai.

32

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 32

3/19/12 2:38 PM


I

NDONESIA salah satu nega-

bagai perundangan dan peraturan lain

informasi, wawasan, dan intelektual

ra dengan banyak penduduk

yang terkait, seperti UU No. 39 Tahun

masyarakat mengenai dunia disabilitas

penyandang disabilitas.

1999 tentang Hak Asasi Manusia dan

secara substansial sangat tidak mema-

Berdasarkan data Survei Sosial

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem

dai.

Ekonomi Nasional Tahun

Jaminan Sosial Nasional. Di bidang

Padahal, perkembangan pers/me-

2004, penyandang disabilitas di Indone-

pendidikan, ada UU No. 20 Tahun 2003

dia massa di Indonesia tergolong luar

sia mencapai 6.047.008 jiwa. Jumlah itu

tentang Sistem Pendidikan Nasional

biasa, terutama setelah era reformasi.

terdiri atas tunanetra 1.749.981 (29%),

dan beberapa peraturan lain se­bagai

Dalam kurun waktu 30 tahun pemer-

tunadaksa 1.652.741 (27%), tunagrahita

pelaksanaan aturan per­undangan

intahan Orde Baru, hingga Mei 1998, di

777.761 (12,8%), tunarungu/wicara

tersebut.

Indonesia hanya dikeluarkan 289 Surat

602.784 (9,9%), eks penderita penyakit kronis dan lain-lain 1.282.881 (21%).

Namun aplikasi dan implementasi

Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

penanganan dan pelayanan terhadap

Setelah Departemen Penerangan

dunia disabilitas di Indonesia masih

dibubarkan dan SIUPP dicabut, hanya

abilitas 7 tahun lalu itu diperkirakan

sangat jauh tertinggal dibanding

dalam waktu satu tahun sudah ada

belum menggambarkan keadaan yang

negara-negara lain. Pemerintah Indo-

582 penerbitan. Saat ini diperkirakan

sebenar­nya, apalagi saat ini. WHO

nesia masih sangat tertinggal dalam

ada sekitar 1.800 penerbitan di seluruh

menyebutkan jumlah penyandang di­

memberikan pelayanan kepada warga

Indonesia.

sabilitas tiap negara rata-rata mencapai

penyandang disabilitas, baik dalam

10% dari jumlah penduduk. Berdasar-

intervensi dini di keluarga, aksesbilitas

tahun 1990 stasiun TV swasta berkem-

kan Sensus Penduduk Tahun 2010,

pelayanan umum, dalam pendidikan,

bang di tanah air. Indonesia salah

jumlah penduduk Indonesia tahun

maupun lapangan pekerjaan. Tulisan

satu negara dengan stasiun TV terbuka

2010 mencapai 237,56 juta orang. Jika

mengenai pelayanan disabilitas di

terbanyak di dunia. Sejak tahun 2002

menggunakan perkiraan WHO, Indo-

berbagai negara yang sering dimuat

tumbuh pula stasiun TV lokal. Menu-

nesia memiliki 20 juta lebih penduduk

majalah diffa dalam rubik “Jendela”

rut data Asosiasi Televisi Lokal Indone-

penyandang disabilitas.

sangat jelas menunjukkan keterting-

sia (ATVLI), pada tahun 2008 stasiun TV

galan itu.

lokal komersial mencapai 29 buah di

Data jumlah penyandang dis-

Jumlah itu sangat mungkin dan

Jurnalisme televisi pun sama. Sejak

logis, mengingat rakyat Indonesia di

Secara umum masyarakat dan

sana-sini masih terbelit kemiskinan,

pemerintah masih memberikan pela­

sementara pelayanan kesehatan dan

yanan dalam konsep amal (charity),

rintis jurnalisme online di Indonesia.

kesejahteraan dari pemerintah masih

bukan hak (right based). Pelayanan

Berkembangnya jurnalisme online

memprihatinkan.

terbaik bagi penyandang disabilitas

memaksa media di Indonesia meru-

Secara formal, Indonesia sudah

seluruh Indonesia. Sejak tahun 1998, detik.com me­

masih diberikan organisasi-organisasi/

muskan kembali dan mencari model

memiliki sejumlah peraturan terkait

lembaga non-pemerintah. Dan sayang­

baru dalam menyampaikan berita. Se-

penyandang disabilitas, seperti UU No.

nya, pemerintah tidak mengadopsi

lain lahirnya situs-situs berita internet,

6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok

pelayanan itu menjadi kebijakan

kini surat kabar, majalah, radio, bahkan

Kesejahteraan Sosial, UU No. 4 Tahun

secara nasional.

televisi juga terpaksa melakukan kon-

1997 tentang Penyandang Cacat, PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang

vergensi dengan membuat media versi

Peran Pers Salah satu penyebab lemah dan

online. Namun, semua kebebasan dan

Cacat, dan Keppres No. 83/1999 tentang

tertinggalnya pelayanan disabilitas di

keterbukaan itu tidak serta-merta

Lembaga Koor-dinasi dan Pengenda­

Indonesia karena minimnya informasi.

diikuti kualitas dan profesionalisme

lian Peningkatan Kesejahteraan Sosial

Selama ini dunia disabilitas di Indo-

media dan para pekerja pers dalam

Penyandang Cacat. Terakhir UU No. 19

nesia masih mengalami diskriminasi

menjalankan fungsinya. Banyak media

Tahun 2011 tentang Hak Peyandang

dalam banyak hal, termasuk dalam

tanpa misi dan visi yang jelas. Ba­nyak

Disabilitas sebagai ratifikasi Konvensi

pemberitaan media massa. Persentase

jurnalis yang asal-asalan. Televisi

PBB mengenai Hak Penyandang Disa­

pemberitaan mengenai dunia disabili-

pun tidak menampilkan jurnalisme

bilitas (CPRD), yang disahkan DPR pada

tas di media massa Indonesia masih

mencerdaskan. Mayoritas tayangan

Oktober 2011.

sangat kecil. Persentase pemberitaan

berisi hiburan. Pers kita baru dalam

yang minim ini membuat ruang

tahap mencapai kebebasan dan de-

Hal itu masih bisa ditambah ber-

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 33

33 3/19/12 2:38 PM


mokratisasi informasi. Media massa mempunyai kekuat­

Majalah diffa lahir sebagai jawaban

sikap positif, dan jauh lebih ramah

atas berbagai persoalan di atas, ter-

saat berinteraksi dengan penyandang

an dashyat dalam mempengaruhi sikap

masuk keterbatasan dan diskriminasi

disabilitas.

dan perilaku masyarakat. Di satu sisi

pemberitaan media massa terhadap

Di banyak negara, pengarus­

media massa bisa memperkuat dan

persoalan disabilitas. Selain memberi

utamaan (mainstreaming) mengenai

menajamkan sense of humanity (rasa

format media massa yang lebih acces-

disabilitas dilakukan di semua level

kemanusiaan), membuat masyara-

sible terhadap individu berkebutuhan

pendidikan dari tingkat dasar hingga

kat menjadi berbudaya, beradab, dan

khusus, dengan membuat versi audio,

perguruan tinggi, dengan dukungan

beretika. Pers Indonesia secara umum

isi dan rubrik diffa dirancang untuk

literatur yang baik. Di universitas-

belum terlihat menggunakan kekuatan

memberikan informasi yang benar dan

universitas di Eropa, di semua jurusan

untuk memperkuat dan menajamkan

komprehensif serta pengetahuan yang

ada satu semester kuliah wajib tentang

sense of humanity itu. Media massa,

benar dan mendasar mengenai dunia

disabilitas. Jika kuliah hukum, ada law

misalnya, belum menyentuh pemba­

disabilitas, sehingga masyarakat memi-

and disability. Kalau kuliah ekonomi,

ngunan sikap serta pandangan hidup

liki pemahaman yang benar terhadap

ada economy and disability. Di jurusan

yang inklusif dan anti-diskriminasi

disabilitas.

manajemen ada management and

secara mendasar. Di Indonesia, tugas, fungsi, dan

Majalah diffa antara lain menam­

disability. Begitu lulus dari universitas,

pilkan rubrik liputan mengenai

mereka sudah tahu dan punya penge-

tanggung jawab pers diatur dalam UU

pribadi-pribadi penyandang disabilitas

tahuan yang benar mengenai disabili-

No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Fungsi

yang berprestasi atau berjuang untuk

tas (diffa No. 14, Februari 2012).

media massa menurut UU No. 40/1999

dunia disabilitas. Juga liputan menge-

adalah: (1) memberikan informasi (to

nai lembaga atau badan yang bergerak

yang menyeluruh dan bersama-sama

inform), (2) mendidik (to educate), (3)

di bidang dunia disabilitas, dalam

dalam pemberdayaan masyarakat

menghibur (to entertain), dan (4) pe­

berbagai filosofi, konsep, arena, dan

disabilitas. Perlu political will yang

ngawasan sosial (social control).

jenis kegiatan. Majalah ini juga mem-

kuat dari pemerintah secara menyelu-

beritakan berbagai kegiatan dan event

ruh, baik eksekutif, legislatif, maupun

dengan baik, pekerja pers harus bekerja

penting mengenai dunia disabilitas,

yudikatif, bersama masyarakat dan

profesional, jujur, dan adil. Sebagai pilar

baik di dalam maupun luar negeri. Juga

media massa.

keempat dari demokrasi (setelah legis­

pemikiran-pemikiran penting menge-

Media massa bisa sangat berperan

latif, eksekutif, dan yudikatif), media

nai dunia disabilitas yang ditulis para

dalam mendorong hal ini. Karena itu,

massa antara lain bertugas memban-

ahli. Juga menyediakan rubrik kon-

mainstreaming persoalan disabilitas

gun sikap serta pandangan hidup yang

sultasi mengenai pendidikan, psikologi,

di kalangan pers atau media massa

inklusif dan anti-diskriminasi secara

dan kesehatan. Selain itu, juga mem-

sangat perlu dan mendesak. Jajaran

mendasar, termasuk terhadap dunia

berikan ruang kepada penyandang

pers/media massa, dari reporter hingga

disabilitas.

disabilitas untuk berkreasi lewat tulisan

pemimpin redaksi perlu memiliki ke­

puisi atau cerita pendek.

sadaran (awareness) dan pengetahuan

Agar dapat menjalankan fungsinya

Terobosan diffa

Indonesia membutuhkan gerakan

Rubrik-tubrik itu diharapkan

(knowledge) mengenai dunia disabili-

Secara umum ada empat jenis

memberikan informasi dan gambaran

tas agar dapat mendukung, memberi-

pelayanan atau hak yang dibutuhkan

persoalan sebenarnya mengenai dunia

kan informasi yang lebih proporsional,

penyandang disabilitas dan keluarga.

disabilitas kepada semua pihak yang

dalam rangka menciptakan kemanu-

Pertama, pelayanan intervensi dini

terkait (stakeholder) dengan dunia

siaan inklusif dan setara.

dalam keluarga. Hal ini menyangkut

disabilitas, baik di masyarakat, peme­

pelayanan kesehatan dan masalah sos-

rintah, kalangan pendidikan, maupun

kesetaraan hak dan kesempatan bagi

ial. Kedua, aksesbilitas dalam kehidup­

pihak swasta.

penyandang disabilitas di negeri ini

an, seperti transportasi, sarana dan prasarana kota, dan gedung-gedung. Ketiga, sarana dan pelayanan dalam

Perjuangan untuk memperoleh

memang masih panjang. Peran pers

Mendorong Mainstreaming Indonesia masih sangat membu-

(media massa) sangat dibutuhkan dalam perjuangan itu. Majalah diffa

pendidikan. Keempat, kesempatan

tuhkan kegiatan edukasi agar masyara-

layak mendapat dukungan dari semua

bekerja atau berusaha untuk hidup

kat bisa mendapatkan pengetahuan

pihak, karena secara khusus hadir

mandiri.

lebih baik tentang disabilitas, memiliki

se­bagai media pertama dalam bidang itu. *

34

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 34

3/19/12 2:38 PM


sudut pandang

Foto-foto: Adrian Mulya

Keagungan Cinta Ibu

nP

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 35

35 3/19/12 2:39 PM


Ibu, Di hatimu selalu ada keagungan cinta Agung Pahlevi nama yang kau berikan pada anakmu Kau limpahi Agung dengan keagungan cintamu Sendirian kau besarkan anakmu menjadi sosok pemuda Meski ia seorang penyandang celebral palsy Namun berkat keagungan cintamu, Agung menembus dan melewati segala rintangan Ia tegar menapaki anak tangga perguruan tinggi Terus menapak sampai magister managemen Kini, Di antara irama mesin jahit yang telah memutihkan rambutmu Dalam sunyi hari-harimu Kau bisa menatap penuh bangga dan bahagia Pada wujud nyata keagungan cintamu.

Foto-: Adrian Mulya

frg

36

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 36

3/19/12 2:39 PM


diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 37

37 3/19/12 2:39 PM


apresiasi

Pembalasan Sang Kambing Hitam Film

: Man on a Ledge

Sutradara

: Asger Leth

Pemain

: Sam Worthington, Elizabeth

Banks, Jamie Bell Skenario

: Pablo S. Fenjves

B

ILA seseorang dipojokkan, difitnah, diperdayai, dan dizalimi, seribu kemungkinan bisa terjadi. Sebagian mungkin menyerah dan tak berbuat apa-apa, seperti banyak terjadi pada rakyat kecil yang menjadi korban kesewenang-wenangan kekuasaan. Sebagian mungkin mencoba melakukan sesuatu tapi kemudian memilih diam setelah terbentur tembok penghalang. Sebagian kecil lagi, mungkin menjadi kelompok pemberani yang tak gentar melawan sampai titik darah penghabisan. Kelompok terakhir ini yang paling sedikit jumlahnya. Mereka adalah orang-orang pilihan yang berani memperjuangkan tegaknya kebenaran dan keadilan dengan mempertaruhkan diri dan hidup mereka. Dalam film Man on a Ledge, tokoh utama Nick Cassi足 dy, seorang mantan polisi yang difitnah, diperdayai, dan dizalimi, termasuk dalam kelompok kecil ini. Nick Cassidy melawan dengan

38

cara ekstrem karena musuhnya adalah konspirasi polisi korup dan pengusaha rakus yang sangat kuat kekuasaannya. Dalam realitas kehidupan kita, berbagai bentuk perlawanan memang kerap tak berhasil, sehingga diperlukan radikalisme dalam perlawanan yang ekstrem. Perjuangan kelompok tertindas seperti petani yang tanahnya dirampas, buruh yang ditindas, atau mahasiswa yang memperjuangkan keadilan, juga harus sampai melakukan tindakan gila seperti menjahit mulut, mogok makan, atau bahkan membakar diri, agar mendapatkan dampak yang diharapkan. Para penyandang disabilitas yang berjuang mendapatkan hakhak mereka juga termasuk kelompok tertindas yang mungkin sesekali harus melakukan tindakan radikal dalam perjuangan mereka. Nick Cassidy difitnah melakukan pencurian berlian, nekat kabur dari penjara, check in di sebuah hotel di lantai paling atas, dan mengancam bunuh diri, sementara sang adik dan pasangannya membobol toko berlian untuk mengambil berlian yang tak pernah dicuri Nick. Nick berhasil mendapat perhatian masyarakat dan media sehingga kasusnya kembali di足 ekspose dengan sudut pandang baru. Film ini menarik karena tindakan ekstrem yang dilakukan Nick untuk

membersihkan nama dan sekaligus membalas kejahatan yang menjadik足an dirinya sebagai kambing hitam. Dan dengan perencanaan yang matang serta penuh kejutan karena ketakterdugaan, film ini mampu memaku perhatian penonton meski tidak dibumbui ke足 hebatan aksi laga atau bumbu-bumbu lain. Ceritanya sendiri memang sudah kuat dan menarik. Awalnya tak terpikir oleh para penonton apa sebenarnya motif Nick Cassidy saat mengancam melompat dari tepian jendela hotel (ledge) di tengah kota. Dan juga tak terduga tindakan nekat yang dilakukannya mampu membongkar kebusukan perilaku para polisi korup di kota itu dan kejahatan asuransi yang dilakukan seorang konglomerat terhormat. Tindakan satu orang yang terzalimi terbukti mampu membongkar sebuah persekongkolan jahat antara aparat hukum dan konglomerat. Artinya, dalam pepatah Jawa, keadilan dan kebenaran pasti akan menang juga pada akhirnya, karena Gusti Allah mboten sare. Ya, Tuhan memang tak pernah tidur. Dan Tuhan tak kan membiarkan hambanya yang berjuang untuk kebenaran dan kebaikan terus-menerus dalam kekalahan. n frg

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 38

3/19/12 2:39 PM


jejak

Bunga Liar di Perbatasan Papua Nugini

Foto-foto: FX Rudy Gunawan

B

UNGA itu tumbuh liar di tanah perbatasan. Entah bunga apa nama足nya. Mungkin ia tak punya nama karena ia bunga liar. Hanya para ahli tanaman yang tahu namanya setelah membuka kamus tebal tentang bunga-bunga di rak buku mereka yang berdebu. Seperti juga kita harus membuka kamus tentang Papua dan Papua Nugini (PNG) jika ingin tahu ba足 nyak cerita-cerita tentang hubungan antara kedua wilayah itu. Papua saja sampai kini mungkin masih menjadi sebuah wilayah antah berantah bagi ke足banyakan penduduk Pulau Jawa. Selain karena jauhnya jarak antara Pulau Jawa dan Papua yang kurang lebih sama jauhnya dengan jarak penerbang足an dari Jakarta ke Tokyo,

juga karena tidak ada atau sedikit sekali komunikasi budaya di antara kedua wilayah itu. Akibatnya, hanya

ada sedikit gambaran tentang profil masing-masing. Perbatasan Papua Nugini yang

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 39

39 3/19/12 2:39 PM


membantu kita mencarikannya. Namun, sekurangnya kita harus menyiapkan paling tidak 400 – 500 ribu rupiah untuk harga perkawanan pada tahun 2008 dan hanya untuk bolakbalik dari Jayapura ke perbatasan dari pagi hingga sore hari. Di tahun 2012 ini harga sewa tentu sudah berbeda, mungkin naik 50% atau lebih. Tapi dengan kondisi jalanan yang lumayan bagus, meski beberapa bagian masih ada jalan tanah yang belum diaspal, kita bisa menikmati keindahan tanah Papua lebih nyaman dengan mobil

Foto: Mila kamil

berada di wilayah Keerom dapat ditempuh dari kota Jayapura dengan mobil sewaan selama sekitar 2 jam perjalanan. Nyaris tak ada alternatif transportasi lain untuk sampai di Keerom dengan mudah kecuali sewa mobil. Jika naik kendaraan umum, selain entah harus berapa kali ber­ pindah dan berlama-lama menunggu, kita mungkin butuh waktu dua kali lipat dibandingkan sewa mobil sendiri untuk sampai di perbatasan. Harga sewa mobil tergantung jenis mobil, waktu sewa, dan siapa orang yang

40

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 40

3/19/12 2:39 PM


Foto: FX Rudy Gunawan Foto: Mila kamil

Gerbang Tanpa Kawat Berduri Geografi negara Papua Nugini beragam dan di beberapa tempat sangat kasar. Sebuah barisan pegunungan memanjang di sepanjang kepulauan Papua, membentuk daerah dataran tinggi yang padat penduduk. Hutan hujan yang padat dapat ditemukan di dataran rendah dan daerah pantai. Rupa bumi yang sedemikian telah membuatnya menjadi sulit bagi pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur transportasi. Di beberapa daerah, pesawat terbang adalah satusatunya modus transportasi. Setelah diperintah oleh tiga kekuatan asing sejak 1884, Papua Nugini merdeka dari Australia pada tahun 1975. Kini Papua Nugini masih menjadi bagian dari dunia persemakmuran. Hubungan yang erat antara penduduk Papua dan PNG masih tetap berlangsung dengan baik

sampai saat ini, entah karena memang hubungan kekerabatan maupun kedekatan sosial-budaya sebagai suku yang satu rumpun. Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini merupakan provinsi terluas dari 33 provinsi di Indonesia, sekitar 71 persen wilayah ini merupakan hamparan hutan hujan tropis. Meski berganti-ganti nama, namun mayoritas masyarakat Papua masih tergolong berada dibawah standard hidup yang layak. Tanda perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini pada 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau Papua dari utara ke selatan: mulai dari Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel hingga Kabupaten Merauke sepanjang +770 km. Permasalahan di daerah perbatasan

RI-PNG adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya, wilayahnya masih terisolir dan tertinggal, dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Dibandingkan dengan perbatasan PNG di Merauke, perbatasan Keerom lebih turistik dan sudah ada toko souvenir di bawah billboard besar bertuliskan AIDS. Dengan ukuran sangat besar, billboard raksasa itu berhasil menjadi pusat perhatian siapa saja yang datang berkunjung ke tanah perbatasan itu dan memasuki gerbang yang memisahkan dua negara. Gerbang yang menghubungkan dua negara ini masuk wilayah Skow-Wutung Muara Tami, Jayapura, Papua, yang jaraknya sekitar 80 kilometer ke arah timur ibu kota Papua, Jayapura. Garis batas Indonesia-Papua Nugini tak dipagari kawat berduri. Di sini yang ada hanya

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 41

41 3/19/12 2:39 PM


pagar biasa setinggi 1.5 meter. Panjangnya 817 kilometer, dari ujung utara sampai selatan Papua, dengan 114 pos penjagaan. Di gerbang perbatasan inilah lalu lalang para pelancong dan penduduk dari kota-kota terdekat Negara Papua Nugini dan Kabupaten Keerom, terjadi setiap hari. Di dekat gerbang itu jugalah tumbuh bunga liar yang indah tanpa terusik oleh panas terik yang me­nyengat di setiap siang bolong. Tak jauh dari gerbang, sebuah menara pengintai berdiri menjulang tinggi, tegak lurus dengan langit cerah di atas tanah per­batasan. Lalu ada juga karantina mobil atau car wash quarantine yang bertugas mengkarantina mobil apapun yang hendak melin­ tasi gerbang perbatasan.

Laut, Danau, Lamunan Pemuda dan Ikan Asap Dalam perjalanan dari Jayapura menuju kawasan Keerom, beberapa titik perhentian bisa menjadi alternatif wisata yang menarik. Ada laut biru bening yang tenang, ada danau yang di­kelilingi bukit-bukit hijau nan sejuk, dan ada juga warungwarung di pinggiran jalan yang langsung menghadap lembah berangin. Sangat cocok untuk lokasi melamun seorang pemuda yang tengah dimabuk cinta. Angin lembah dijamin akan membawa lamunan Anda jauh menyusuri relung-relung hati. Biasanya warung-warung itu menjual kelapa muda yang diminum langsung dari buah kelapanya. Saat itu, saya sengaja berhenti di sebuah warung yang tidak berjualan untuk bersantai. Ternyata niat itu tak ke­sampaian karena wa-

42

rung sudah dikuasai seorang pemuda yang sama sekali tak mempedulikan kehadiran siapapun. Entah angin lembah sudah membawa lamunannya sampai kemana. Mungkin jauh ke pelosok Papua Nugini dimana seorang bunga desa (yang tidak liar tentunya) tengah menantinya penuh harap dan cinta. Mungkin lamunan itu akan buyar terbentur billboard AIDS besar di gerbang perbatasan. Mungkin seks bebas di kalangan remaja atau pemuda di kedua wilayah itu sudah meng­ khawatirkan sehingga harus dibuat billboard raksasa seperti itu. Kita tahu, Papua termasuk peringkat atas dalam

penyebaran wabah HIV AIDS karena perilaku seks tidak aman yang melanda sebagian masyarakat di sana. Dalam situasi seperti ini mestinya cinta lah yang bisa menyelamatkan seorang pemuda atau pemudi dari bahaya HIV Aids karena cinta pasti akan membuat mereka saling menjaga agar jauh dari segala penyakit mematikan. Nah, yang perlu dicegah dari bahaya HIV adalah bunga-bunga liar yang terpaksa tumbuh dan mekar di jalanan karena desakan ekonomi atau kejahatan para lelaki jahanam. Seperti bunga liar yang tumbuh di seputar tanah perbatasan, siapa saja bisa memetik dan mencelakakan mereka. Seseorang harus bertindak agar ada yang melindungi bunga-bunga liar itu. Kembali ke sang pemuda melamun. Nah, pemuda itu sungguh sama sekali tak menggubris kedatangan siapa pun, mungkin ia tengah patah hati sehingga lamunan­ nya menenggelamkan dirinya jauh ke dasar jiwa. Tak apa, patah hati itu penting untuk pertumbuhan kematangan jiwa seorang pemuda. Mungkin lamunannya bahkan sudah sampai ke masa kanak-kanaknya. Masa-masa indah dalam kehidupan hampir semua orang. Bahkan termasuk bagi anakanak Papua yang membantu orang tua mereka berjualan ikan asap di pasar malam sekitar kota-kota kecil di kabupaten Keerom. Ikan asap adalah oleh-oleh yang diburu oleh para wisatawan atau siapa saja yang sempat berkunjung ke wilayah Papua. Bagi para penggemar ikan, sudah menjadi rahasia umum bahwa ikan di wilayah Indonesia Timur sangat lebih baik

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 42

3/19/12 2:39 PM


dibandingkan ikan hasil tangkapan di laut-laut pulau Jawa. Entah apa sebabnya. Mungkin karena lautnya yang masih belum banyak tercemar dibandingkan laut di pulau Jawa. Dalam perjalanan pulang dari tanah perbatasan, kita bisa bersantai dan menunggu waktu saat pasar yang buka malam hari mulai beraktivitas menjual ikan asap yang terkenal itu. Saya meninggalkan tanah perbatasan dengan bayangan bunga liar yang indah melekat di kepala kuatkuat. Bahkan setelah 6 tahun berlalu, bayangan bunga liar, menara pengintai, billboard, laut, danau, ikan asap, dan si pemuda yang melamun itu, masih terasa begitu lekat di ingatan saya. FX Rudy Gunawan

Foto: FX Rudy Gunawan

n

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 43

43 3/19/12 2:39 PM


Foto: Sigit D Pradana

ragam

Diffa dan UPI Peduli Dunia Disabilitas

P

ERHATIAN pemerintah

Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Prof.

terhadap penyandang

Dr. Ahman, M.Pd. “Saya senang dan

disabilitas masih sa­

berharap adanya kelanjutan kerja sama

tur diffa yang mendapat tugas menjadi

ngat minim. Meski ada

UPI dengan majalah diffa dalam hal

moderator memimpin acara diskusi.

undang-undang dan

pemenuhan syarat kemahasiswaan /

Acara yang diisi tiga pembicara, masing-

peraturan daerah tentang disabilitas,

dosen dalam penulisan jurnal, training

masing: Primaningrum, yang akrab

kenyataannya pemerintah tampak tak

penulisan, dan hal-hal lain yang dapat

disapa Bunda Balqis, sebagai perwakilan

acuh. Aplikasi implementasi penangan­

dilakukan bersama sesuai espektasi

ibu yang memiliki anak penyandang

an disabilitas masih sangat minim.

masing-masing, terutama bidang isu

disabilitas. Kemudian DR. Zaenal Ali-

Berangkat dari kenyataan itu, diffa,

Dekan FIP UPI. Selanjutnya, Aria Indrawati, redak-

disabilitas. Hal itu secepatnya akan

min dari UPI dan Redaktur Eksekutif

sebagai media pertama yang khusus

diimplementasikan dalam penan-

diffa Nestor Rico Tambunan.

mengangkat dunia disabilitas, bersama

datangan MOU,” ujar Prof. Ahman.

Universitas Pendidikan Indonesia

Wacana kerja sama dalam sambutan

(UPI) Bandung menyelenggarakan

ini mendapat sambutan antusias dari

diskusi “Membangun Sikap Inklusif dan

mahasiswa peserta diskusi.

Antidiskriminasi Melalui Penerbitan

Sambutan kedua disampaikan

Diskusi Seru dan Kurang Waktu Dalam pemaparan pengalamannya, Bu Prima mengatakan antara lain perlunya parenting support kepada

Majalah dan Situs Online Diffa” di Ban­

General Manager Majalah diffa Jonna

orang-orang tua yang dianugerahi anak

dung, Jumat 9 Maret 2012.

Damanik. Dengan gayanya yang santai,

berkebutuhan khusus (ABK). Support

Bang Jonna bercerita tentang pengala-

kepada orangtua ini bisa dilakukan

Ilmu Pendidikan UPI, diikuti dengan

man inklusif yang dialaminya ketika

melalui Posyandu atau sekolah, yang

antusias oleh mahasiswa dan dosen dari

berkunjung sebelumnya ke UPI. Ia,

memfasilitasi dan menghubungkan

berbagai jurusan di UPI, serta komuni-

yang memang penyandang low vision

para orangtua, agar saling terkoneksi

tas penyandang disabilitas di Bandung.

diantar seorang mahasiwa hingga

sehingga memiliki teman untuk berbagi

Demikian antusias, hingga peserta

depan gedung jurusan Pendidikan

dan saling menularkan sikap positif.

diskusi mencapai 200 orang, melebihi

Luar Biasa (PLB) tujuannya. “UPI luar

target yang direncakan 150 peserta. Al-

biasa!” ujarnya. Selanjutnya Bang Jonna

sa­ngat senang dengan adanya Majalah

hasil, acara diskusi pun tampak seperti

menjelaskan visi-misi Majalah diffa,

diffa sebagai media yang memberi-

seminar besar.

tujuan melaksanakan diskusi, serta

kan informasi kepada orangtua yang

menyambut baik tawaran kerja sama

memiliki anak disabilitas. “Kurangnya

Acara berlangsung di Aula Fakultas

Diskusi dibuka sambutan Dekan

44

Karena itu, Bu Prima mengaku

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 44

3/19/12 2:39 PM


Ulang Tahun PPCI

M

INGGU, 10 Maret 2012, Persatuan Penyandang Cacat Indo-

nesia (PPCI) merayakan ulang tahun ke-25. Perayaan berlangsung di kantor AGENDA, di Jl. Cikini V, Jakarta Pusat. Acara yang yang dihadiri tak terlalu banyak undangan itu berlangsung

informasi menyulitkan orangtua yang

pemberitaan media massa mengenai

memiliki anak disabilitas dalam penan-

masalah disabilitas masih sangat

ganannya,” ujarnya. Selain memberi in-

sedikit. Pemberitaan yang minim

lain Ketua PPCI Ghufron Sakaril dan

formasi, isi diffa ia nilai memberi banyak

ini membuat ruang pemahaman,

mantan Ketua PPCI yang kini jadi

inspirasi. “Rubrik sosok membuat saya

wawasan dan intelektual masyara-

Ketua Dewan Pembina PPCI Siswadi.

ada harapan anak saya juga bisa me­

kat, termasuk pemerintah, terhadap

Dalam sambutannya Ghufron menge-

nempuh pendidikan tinggi,” ujarnya.

masalah disabilitas belum memadai.

mukakan harapkan PPCI semakin

Menurut Bu Prima, masih sangat

Setelah ketiga pembicara

sederhana. Peringatan diisi sambutan, antara

terkoordinasi, kuat dan solid dalam

sulit mendidik masyarakat dalam mem-

menyampaikan pemaparannya,

mengadvodkasi dan memperjuangkan

berikan pelayanan untuk penyandang

dilanjutkan dengan sesi tanya

kebutuhan penyandang disabilitas.

disabilitas. Karena itu pemerintah harus

jawab. Tanya jawab berlangsung

sangat memperhatikan. Misalnya dalam

seru, sehingga waktu tiga jam dirasa

pengurus PPCI menjalankan dan mem-

hal pendidikan, harus memberikan

sangat kurang, karena masih ban-

promosikan PPCI lebih baik, karena

pelayananan agar anak-anak penyan-

yak bahasan tentang disabilitas dan

pengurus sebelumnya sudah mengako-

dang disabilitas memiliki kesamaan hak

rasa keingintahuan dari mahasiswa,

modir isu-isu disabilitas dan mengad-

dalam jenjang pendidikan.

dosen, dan komunitas penyandang

vokasi kebijakan dengan baik. “Era

disabilitas lain yang membutuhkan

Pak Gufron tinggal menjalankan dan

persfektif dari sudut filosofi. Menurut-

jawaban. Tahu-tahu diskusi harus

mempromosikan PPCI menjadi lebih

nya, ada dua persoalan penting tentang

berakhir.

baik,” ujar Pak Sis. Setelah sambutan,

Sementara DR. Alimin memberikan

disabilitas, yaitu sikap dan penerapan-

Setelah moderator Mbak Aria

Sementara Siswadi mengharapkan

acara dilanjutkan dengan pemotongan

menutup diskusi secara resmi,

tumpeng dan makan bersama.

pemikiran masyarakat yang homogen

acara dilanjutkan dengan pemberian

n Athurtian

menjadi pemikiran yang hetorogen.

kenang-kenangan dan pengundian

Peran Majalah diffa sebagai pemberi

door prize yang disediakan diffa,

informasi akan sangat membantu

yang membuat suasana menjadi

masyarakat dalam pemahaman tentang

meriah. Tim diffa berjanji akan datang

disabilitas, meskipun mungkin secara

kembali ke UPI, untuk kerja sama

bertahap. Sementara Bang Nestor secara

lain. Tapi untuk sementara harus

umum menjelaskan, peraturan men-

melakukan acara yang sama di Uni-

genai hak-hak penyandang disabilitas

versitas Islam Negeri (UIN) Sunan

sudah cukup banyak. Tapi implementasi

Kalijaga, di Yogyakarta.

penerapannya masih sangat minim.

Foto: Athurtian

nya. Bagaimana mengubah paradigma

n Athurtian

Hal itu antara lain karena persentase

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 45

45 3/19/12 2:39 PM


konsultasi pendidikan

Menyiapkan Guru Sekolah Umum Mengajar ABK

46

T

Ibu Rosita yang saya hormati, ERIMA kasih atas kepedulian dan sikap yang positif terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah Ibu. Di sejumlah pergurun tinggi kependidikan, yang dulu kita kenal dengan IKIP, sebenarnya sudah ada materi

tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus yang diberikan kepada semua mahasiswa calon guru. Jumlah SKS dan status mata kuliah mengenai topik ini beraneka ragam. Di Universitas Negeri Jakarta misalnya, materi tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari mata kuliah peng-antar ilmu pendidikan. Di ��������������������������������������� Universitas Negeri Padang muncul sebagai mata kuliah tersendiri. Jadi, telah ada diskusi dan wacana sejak lama tentang perlunya para calon guru dibekali materi tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus. �������������������������������������������� Saat ini banyak per­guruan tinggi yang memiliki fakultas keguruan sepakat tentang pentingnya hal tersebut. Hanya saja mereka melaksanakannya secara berbeda-beda. Tentang pembelajaran untuk anak yang mengalami

Didi Purnomo

Yang terhormat Bapak Asep Supena, Saya Rosita, guru di sebuah SMP. Di sekolah tem� pat saya mengajar ada dua murid berkebutuhan khusus. Seorang anak dengan penglihatan terganggu dan seorang lagi tak dapat melihat sama sekali. Setelah melalui proses adaptasi, pada akhirnya para guru mulai belajar bagaimana menangani anak berkebutuhan khusus tersebut. ���������� Kami mene� rima keberadaan mereka dengan hati terbuka. Namun, menurut saya, keterbukaan hati saja tidak cukup. Penerimaan anak berkebutuhan khusus seyogianya di� barengi dengan keterampilan yang memadai dari para guru bagaimana menangani anak berkebutuhan khusus. Pertanyaan saya, jika memang sistem pendidikan kita akan diarahkan ke sistem yang mengharuskan sekolah umum menerima anak berkebutuhan khusus, mengapa para calon guru saat belajar di perguruan tinggi tidak dibekali pengetahuan dan keterampilan bagaimana menangani anak-anak berkebutuhan khusus? Jika hal ini telah dila� kukan, tentu para guru seperti saya tidak akan kaget atau bahkan saya dengar ada yang menolak menerima anak berkebutuhan khusus. Dalam menangani murid berkebutuhan khusus, saat ini kami hanya bekerja sama dengan orang tua anak-anak tersebut. Kami belum tahu apakah yang kami lakukan ini benar. Bagi kami, saat ini yang penting murid-murid tersebut dapat mengikuti pelajaran yang kami sampaikan. Biasanya setelah menjelaskan subjek tertentu, saya mendatangi murid tersebut, dan menanyakan apakah ia bisa mengerti. Meski dalam beberapa hal, saya me­rasakan mereka tak dapat menjalaninya dengan maksimal.Misalnya pada pelajaran yang mengharuskan mereka menggambar atau mempela� jari gambar, seperti pelajar-an menggambar, matematika, biologi, dan geografi. Atau pelajaran olahraga. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Apakah yang kami lakukan sudah benar? Jika belum, bagaimana seharus� nya? Mohon penjelasan Bapak Asep. Terima kasih sebelumnya. diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 46

3/19/12 2:39 PM


gangguan penglihatan di sekolah

medapatkan hasil belajar yang optimal.

Ibu, saya ingan katakan bahwa

Guru harus berpegang teguh pada dua

secara umum apa yang Ibu lakukan

alat tersebut ketika akan menetapkan

sudah benar. Namun, jika Ibu dan

materi, metode, atau media pem-

sekolah ingin memberikan layanan

belajar­an untuk siswa tunanetra.

pembelajaran yang lebih optimal,

Pelajaran menggambar atau me-

ada beberapa hal yang perlu saya

lukis yang biasa dilakukan oleh siswa

sampaikan.

yang bukan tunanetra tentu saja tidak dapat dilakukan oleh siswa tunanetra.

Dr. Asep Supena, M.Psi

lami gangguan penglihatan atau

Guru diharapkan mengkonversi atau

tunanetra sangat mengandalkan

mengganti ke kegiatan seni yang lain,

pendengaran ketika belajar. Karena

yang dapat dilakukan siswa tunane­tra.

Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta

itu, apa yang disajikan di kelas harus

Misalnya membuat relief atau mem-

diupayakan disajikan secara verbal

bentuk sesuatu menggunakan bahan

atau lisan. Jika Ibu sedang menjelas­

tertentu, yang dapat dilakukan tuna­

melakukan gerakan-gerakan senam

kan sesuatu melalui ceramah, maka

netra dengan indra perabaan. Atau,

tersebut. Untuk olah raga lari dan

hal tersebut tidak ada masalah bagi

mengganti dengan kegiatan seni lain

renang, harus menggunakan tali

tunanetra. Tetapi ketika Ibu menya­

yang sama sekali berbeda, misalnya

pengarah supaya tunanetra bisa

jikan sesuatu yang bersifat visual

seni suara atau vocal dan seni musik.

bergerak secara lurus dan mencapai

Pertama, anak yang menga-

seperti gambar, foto, benda, video,

Dalam pelajaran matematika, cara

target finis. Untuk sepak bola, harus

tulisan di papan tulis, atau bahan

untuk menghitung operasi penjumlah­

menggunakan bola yang dilengkapi

presentasi di layar, maka semua hal

an, perkalian, atau pembagian, dapat

bahan khusus di dalamnya sehingga

tersebut harus diupayakan untuk

menggunakan abacus atau sempoa.

bola berbunyi, agar tunanet-ra dapat

diverbalkan atau dijelaskan secara

Saat ini bahkan ada metode “jarima-

mengetahui keberadaan bola terse-

lisan. Artinya, tidak cukup hanya

tika”, menghitung dengan mengguna­

but. Memang tak semua kegiatan

ditayangkan tanpa penjelasan.

kan 10 jari ta­ngan saja. Simbol-simbol

olah raga dapat diikuti tunanetra.

dan rumus matematika pun sudah

Untuk olah raga permainan yang tak

sangat mengandalkan perabaan

Kedua, anak tunanetra juga

tersedia dalam tulisan Braille. Demiki-

dapat diikuti siswa tunanetra, guru

ketika belajar. Karena itu, objek-objek

an juga untuk simbol dalam fisika atau

cukup mengajarkannya secara teori,

yang bersifat visual harus diupaya-

kimia. Hanya saja memang agak sulit

untuk membuat mereka mengerti.

kan diubah menjadi sesuatu yang

ketika tunanet-ra harus memahami

bisa diraba. Tulisan pada dasarnya

dan bekerja dengan cairan kimia,

jar tentang kebutuhan-kebutuhan

adalah objek dan aktivitas visual,

mi­kroba, atau mungkin objek luar

khusus tunanetra dalam belajar serta

maka untuk tunanetra harus diubah

angkasa. Aktivitas tersebut biasanya di-

bagaimana memodifikasi materi,

menjadi tulisan yang bisa diraba.

minimalkan dengan penjelasan secara

cara, atau alat sehingga sesuai

Maka lahirlah huruf Braille. Objek-

verbal atau analogi-analogi terhadap

dengan kondisi tunanetra. Demikian

objek visual lain seperti peta, globe,

objek lain.

halnya dengan anak berkebutuhan

atlas, penggaris, dan foto juga harus

Untuk pelajaran olahraga, me-

Guru memang harus terus bela-

khusus lainnya. Akan lebih baik jika

dimodifikasi sehingga memungkin-

mang banyak yang harus dimodifika­

di sekolah Ibu ada satu orang guru

kan untuk bisa diraba.

si, yaitu diubah untuk disesuaikan

pembimbing khusus (GPK), yang

de-ngan kondisi tunanetra. Modifi­

memiliki latar belakang pendidikan

atas, maka dapat disimpulkan bahwa

Ketiga, berangkat dari uraian di

kasi dilakukan terhadap materi, cara,

dan atau keahlian dalam pendidikan

pendengaran dan peraba­an merupa-

atau alat yang digunakan. Olahraga

khusus, terutama tentang tunane-

kan dua alat utama pada tunanetra

senam masih mudah dilakukan. Na-

tra. Untuk hal ini, sekolah Ibu dapat

untuk belajar dan memperoleh

mun, penjelasan harus dilakukan

menyampaikannya kepada Dinas

informasi. Karena itu, sangat penting

secara verbal dan dibantu peragaan

Pendidikan setempat.

bagi guru untuk memanfaatkan dua

fisik secara langsung. Artinya, guru

sumber ini secara terpadu untuk

membantu tunanetra bagaimana

Semoga penjelasan ini bermanfaat.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 47

47 3/19/12 2:39 PM


ruang hati

MemperbaikiKeluarga Hubungan Anak Keterlibatan Disabilitas dengan Mengasuh ABK Orang Tua Yang terhormat Ibu Farida, Saya Lolita, tunanetra asal Jawa Timur. Saya mengalami pe­­­­­­­nu­­­­­­­r­un­­­an dan akhirnya kehilangan penglihatan semasa di SMA. Setelah berjuang keras menyelesaikan SMA, saya tak melakukan kegiatan apa pun. Hanya tinggal di rumah. Kecuali berobat ke sana-sini meng­upayakan kesem� buhan mata saya. Dua tahun lalu saya mendapat informasi bahwa di Jakarta ada lembaga -- Yayasan Mitra Netra -- yang membantu tunanetra seperti saya. Lembaga ini menyediakan pelatihan agar tunanetra bisa man­diri, berpendidikan, dan akhirnya bekerja. Saya tertarik untuk meng-ikuti pe� latihan di Jakarta. Saat saya sampaikan niat itu kepada papa dan mama, mereka tidak mengizinkan. Alasan mereka, karena lembaga itu ada di Jakarta, terlalu jauh dari rumah. Untuk mengobati rasa penasaran saya dan agar dapat lebih meya� kinkan orang tua, saya mengajak kakak ke Jakarta dan berkunjung ke lembaga tersebut. Kunjungan ke Jakarta semakin memperkuat niat saya untuk belajar di lembaga itu. Namun, setelah kesekian kali meminta izin, orang tua tetap tidak mengizinkan. Secara kebetulan kakak diterima bekerja di Jakarta dan harus pin� dah ke Jakarta. Saya menggunakan kesempatan itu untuk “memaksa” papa dan mama menyetujui keinginan saya. Pertimbangan saya adalah saya akan tinggal bersama kakak, jadi tidak sendirian. Tapi kedua orang tua tetap tidak mengizinkan. Karena ingin membuat perubahan dalam hidup saya, akhirnya saya mengikuti kakak ke Jakarta meski tak menda� pat izin dari orang tua. Dan karena keputusan saya ini, orang tua meng­ anggap saya lari dari rumah dan tak bersedia menanggung biaya saya belajar di Jakarta. Singkat kata, papa dan mama marah atas kepergian saya ke Jakarta. Saat ini saya sudah hampir empat bulan di Jakarta. Saya merasakan banyak perubahan setelah mengikuti pelbagai pelatihan. Pada saat bersamaan, saya juga ingin memperbaiki hubungan saya dengan papa dan mama. Tapi, saya tak tahu bagaimana caranya. Kadang saya berpi� kir apakah papa dan mama tidak menganggap apa yang saya lakukan ini penting. Untuk mereka mungkin ini tidak penting, tapi untuk saya, mengikuti pelatihan agar bisa hidup mandiri sangat penting. Apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki hubungan saya dengan kedua orang tua? Dan bagaimana cara membuat mereka me­ ngerti bahwa apa yang saya lakukan saat ini sangat berguna untuk saya? Saya tetap ingin menjadi anak yang baik. Mohon nasihat Ibu Farida. Terima kasih.

48

Lolita yang baik,

S

AYA berharap Anda dalam kondisi sehat dan baik. Semoga pula Anda tetap bersemangat mengikuti pelatihan agar cepat terampil dan mandiri. Mendengar anak berhasil meraih cita-cita dan hidup bahagia merupakan harapan orang tua mana pun. Saya yakin sekali orang tua Anda memiliki harapan yang serupa, dan mereka akan bangga apabila Anda mencapainya. Sayangnya saat ini orang tua Anda justru menunjukkan reaksi yang sebaliknya. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa kemungkinan yang bisa men­jelaskannya. Kehadiran dan keberadaan anak dengan kebutuhan khusus dalam keluarga biasanya menciptakan ikatan yang khusus dan kedekatan emosi yang mendalam di antara anak dan pengasuh (biasanya orang tua). Hal ini terjadi karena – biasanya – orang tualah yang memegang peranan penting dalam perawatan dan pengasuhan sejak anak lahir. Karena kekhususannya, anak mendapatkan perhatian besar. Orang tua selalu membantu dan menemani anak dalam setiap kegiatannya, sejak anak bangun tidur sampai tidur lagi. Secara psikologis, keadaan ini mendatangkan ketergantungan anak kepada orang tua, dan sebaliknya. Untuk kebaikan kedua belah pihak, ketergantungan ini harus dikurangi sedikit demi sedikit, seiring dengan bertambahnya usia anak.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 48

3/19/12 2:39 PM


Anda pergi ke pelatihan dan menjemput saat pulang. Lakukan komunikasi ini secara rutin. Misalnya seminggu sekali. Komunikasi rutin seperti ini lambat laun akan mengobati perasaan kehilangan mereka dan kembali mendekatkan hubungan antara Anda dan mereka. Selain itu, melalui cerita Anda yang berisi hal-hal positif, orang tua bisa mengetahui bahwa Anda dalam keadaan baik-baik saja, dan karenanya mereka tidak perlu merasa cemas secara berlebihan. Selanjutnya, untuk lebih meyakinkan orang tua, Anda bisa meminta bantuan kakak untuk mene­ lepon orang tua

demi menyampaikan tentang kegiatan Anda dan perubahan positif yang Anda alami setelah mengikuti pelatihan. Hal ini menjadi

Farida Kurniawati Yusuf Psikolog anak, termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Master’s Degree Inclusive Education Universitas Meulborne, Australia. Doctoral Programme, Faculty of Behavioural and Social Sciences, Universitas Groningen, Belanda.

Didi Purnomo

k a

Hal yang mungkin terjadi adalah orang tua Anda belum sepenuhnya mampu melepas Anda sehingga merasa demikian cemas saat Anda mengutarakan kehendak ingin merantau ke kota lain. Keberadaan kakak di kota tersebut bisa saja tidak mengurangi kecemasan mereka, karena selama ini Anda tinggal dengan orang tua, dan mungkin, mereka merasa hubungan Anda dengan kakak tidaklah dekat. Dengan perkataan lain, orang tua Anda merasa merekalah yang pa­ ling mengerti kebutuhan dan kondisi Anda, bukan kakak Anda. Lalu bagaimana cara mengatasi keadaan yang sudah berkembang seperti ini? Pertama, tetaplah menjalin komunikasi dengan mereka, melalui telepon atau bila mungkin datang menemui. Mulailah dengan permintaan maaf. Lalu lanjutkan dengan pembicara­an yang menunjukkan perhatian dan kasih sayang Anda kepada mereka. Misalnya dengan menanyakan kabar atau hal-hal lain yang biasa Anda dan orang tua lakukan. Apabila sudah merasa nyaman, Anda bisa melanjutkan dengan bercerita mengenai kegiatan Anda, termasuk pelatihan. Sampaikan hal-hal positif. Misalnya Anda semakin terampil dalam hal tertentu, guru-guru baik, teman-teman Anda juga banyak, dan sebagainya. Jangan lupa menyampaikan bantuan dan dukungan yang diberikan oleh kakak selama Anda tinggal bersamanya. Misalnya, kakak selalu mengantar

semacam penguat bagi cerita yang Anda sampaikan. Informasi yang disampaikan dari dua pihak biasanya akan lebih mudah dipercaya daripada hanya dari satu pihak. Bila memang dibutuhkan, hal lain yang Anda bisa lakukan adalah mengirimkan informasi tentang kegiatan pelatih­ an yang dapat mereka lihat secara langsung. Misalnya foto-foto yang merekam kegiatan Anda selama pelatihan. Hal ini mungkin bisa menyenangkan orang tua. Hal terakhir yang sebaiknya Anda bicarakan dengan keluarga, terutama orang tua, adalah membicarakan langkah selanjutnya setelah Anda mengikuti pelatihan. Sampaikan rencana dan keinginan Anda, lalu mintalah pendapat dan bantuan mereka. Dengan begitu langkah Anda akan menjadi semakin mantap, diiringi doa tulus kedua orang tua. Semoga saran saya dapat membantu.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 49

49 3/19/12 2:39 PM


bingkai bisnis

KUBE Hastakarya

Usaha Herbal Jahe Karya Tunanetra

A

JAT Sudrajat dan Tihana adalah dua sahabat penyandang tunanetra. Mereka hingga kini dengan kompak menjalankan sebuah usaha pembuat minuman herbal jahe di Tanjung Barat, Pasar Mi足ng足 gu, Jakarta Selatan.

Dari Usaha Coba-coba Menurut Ajat Sudrajat dan Tihana, bisnis pembuat足 an herbal jahe yang kini mereka jalankan berawal dari usaha coba-coba yang dirintis Tihana secara mandiri. Ketika masih sekolah di SMA, Tihana yang akrab dipanggil Hana ini bertekad meneruskan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia berkali-kali berusaha mendapatkan

Foto: Hilma Awalina R.

Dari resep hasil racikan coba-toba Tihana, KUBE Hastakarya mengembangkan usaha minuman herbal jahe. Satu lagi contoh, penyandang disabilitas pun bisa kreatif mencipta peluang dan mampu menjalankan usaha.

50

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 50

3/19/12 2:39 PM


beasiswa, namun selalu gagal. Karena itu ia terpikir membuka usaha untuk membiayai pendidik­ annya. Suatu ketika Hana membeli sejumlah jahe untuk diracik menjadi minuman herbal. Sebelumnya ia tidak tahu bagaimana cara membuat minuman herbal jahe. Tapi, sifatnya yang selalu penasar­ an dan ingin tahu membuatnya nekat mencoba. Modalnya hanya sebuah resep yang pernah ia baca. Kenekatan itu membuahkan hasil. Hana terus mengembangkan racikan hingga akhirnya punya resep sendiri. Hana pun menekuni produksi dan menjual sendiri minuman herbal jahe itu. Hasilnya ia gunakan untuk menambah biaya sekolah dan tabungan untuk biaya kuliah setamat SMA. Setelah beberapa lama Hana berusaha mandiri, Ajat selaku teman sekaligus Ketua DPW Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jakarta mengajak Hana menjalankan usaha bersama teman-teman tunanetra lain. Ajat mengajak Hana membuka usaha tersebut karena melihat ada peluang. Hana sudah mahir meracik jahe menjadi minuman herbal, sehingga bisa mengajarkan kepada teman-teman yang bergabung. Pasar pun sudah ada. “Tinggal mengombinasikan kemampuan dan mengembangkan,”

ujar Ajat menggambarkan pemikiran saat itu. Hana menyambut baik ajakan itu. Selain ingin memajukan usaha, ia pun ingin membantu teman-teman penyandang tunanetra mendapatkan pekerjaan. Hana berharap produksi mereka dikenal dan dikonsumsi banyak orang. Pada tahun 2008 berdirilah kelompok usaha bersama yang kemudian diberi nama KUBE Hastakarya. Ajat dan Hana mengajak para pemuda tunanetra usia 20 tahun ke bawah untuk menjalankan usaha itu. Mereka menerima sumbangan modal awal dari Kementerian Sosial Rp 9 juta. Uang itu dibelikan alat-alat produksi seperti blender, oven, juicer, wajan, dan kompor. Uang modal tersebut juga dibelanjakan bahan baku jahe.

Berbagai Tantangan Dalam segala keterbatasan sebagai tunanetra, Ajat dan Hana menjalan­ kan kelompok usaha bersama produksi minuman herbal jahe itu dengan profesional. Mereka sangat menjaga keaslian produksi sebagai minuman herbal jahe tanpa bahan pengawet. “Hal itu membuat produk kami hanya boleh dikonsumsi 4 sampai 5 bulan dari masa produksi. Hal tersebut juga membuat harga produksi kami lebih mahal,” jelas Ajat. Ajat dan teman-teman menjual minuman herbal jahe kepada teman atau orang lain yang memiliki usaha

pijat sebagai suplemen kesehatan. Mereka juga menawarkan minuman tersebut ke rumah-rumah sakit, kantor, teman organisasi, dan lingkungan permukiman di berbagai wilayah di Jakarta. Mereka juga memasarkan minuman itu melalui teman-teman di Bandung, Sukabumi, dan Manado. Mereka juga melakukan strategi pemasaran jemput bola, dengan menawarkan atau menjual langsung pada saat ada acara atau pameran yang berkaitan dengan tunanetra. Seiring dengan pengembangan usaha itu, mereka terus melakukan berbagai inovasi. Banyak konsumen yang tidak suka rasa jahe yang pedas, tapi butuh untuk kesehatan dan kehangatan badan. Akhirnya dibuatlah variasi rasa dan jenis minuman jahe, se­perti jahe cokelat, jahe merah, jahe kencur, jahe kunyit, jahe susu, dan jahe vanila. “Sejauh ini banyak konsumen yang bilang produk kami enak,” ujar Ajat. Namun, dalam perjalanan para pemuda yang bergabung usaha bersama ini berhenti atau mengundurkan diri karena harus bersekolah. Akhirnya usaha diambil alih Ajat dan Hana. Untuk membantu produksi, mereka mengajak kembali empat anak muda yang butuh penghasilan dan masih mau terlibat.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 51

51 3/19/12 2:39 PM


Persaingan Pasar Belakangan banyak beredar produk minuman jahe buatan pabrik. Karena diproduksi secara massal, harganya jadi lebih murah. Hal ini menjadi tantangan tersen­ diri bagi Ajat dan Hana. Banyak konsumen lebih memilih harga murah dibandingkan kualitas minuman. Namun, Ajat dan Hana tidak khawatir. Banyak minuman jahe buatan pabrik yang beredar di pasar­an mengandung bahan pengawet dan kemungkinan sudah kadaluwarsa. Tapi banyak konsumen yang memang penikmat minuman herbal jahe bisa membedakan mana yang murni dan tanpa bahan pengawet, sehingga mereka tetap memilih produksi KUBE Hastakarya meski harganya sedikit lebih mahal. “Biasanya mereka datang pada kami, jika yang me­ reka beli sudah habis,” jelas Ajat. Selain soal harga, kendala usaha yang dikelola Ajat dan Hana ini terbilang masih skala kecil dan belum memiliki merek dagang dari Badan Pengawasan Obat dan

52

Makanan. Hal itu cukup menghambat pemasaran produk HUBE Hastakarya. Produk mereka tak cukup untuk meyakinkan konsumen dibandingkan dengan merek-merek lain dan yang lebih murah. Ke depan, Ajat dan Hana sedang mengusahakan mendaftarkan dan memiliki hak paten produk. “Untuk mendapatkan daftar dagang itu kan juga tidak mudah. Harus ada tes uji produk. Ya, sambil dijalani, itu menjadi proses. Kami juga ingin memperluas pangsa pasar,” kata Ajat. Ajat dan Hana mengaku belum bisa menghitung angka pasti omzet usaha mereka. “Karena ini juga masih kecil dan musiman. Kalau musim hujan banyak permintaan, kalau musim panas berkurang,” ujar Ajat. Namun, sebagai gambaran, KUBE Hastakarya setiap bulan memproduksi sekitar 500 pak herbal jae. Satu pak terdiri atas 7 bungus (sachet). Biaya produksi satu pak rata-rata Rp 15.000 dan dijual Rp 22.000. Jadi, satu bulan rata-rata mendapat keuntungan sekitar Rp 3,5 juta. Keuntungan ini dibagi rata antara Ajat, Hana, dan empat teman yang

lain. Meskipun tak banyak, mereka sudah cukup bersyukur usaha ini telah banyak membantu. Terlebih, minuman herbal ini banyak di­ edarkan melalui teman-teman tuna­netra yang menjadi tukang pijat. “Banyak teman menjadikan usaha ini sampingan untuk menambah kebutuhan ekonomi,” jelas Ajat. Ajat dan Tihana berharap usaha ini dapat berkembang dan menunjang ekonomi lebih banyak teman penyandang disabilitas. Dengan dukungan dari temanteman dan masyarakat, usaha ini bisa melebarkan sayap di pasaran. “Karena, kalau kita bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri, akan mengubah pandangan masyarakat terhadap penyandang cacat seperti kita,” kata Ajat. Prinsip dan semangat yang bagus dan perlu diapresiasi. Disabili­ tas memang tidak boleh jadi penghalang. Bakat, kemampuan, potensi harus digali dan dikembangkan. Disabilitas pasti bisa. n

Hilma Awalina

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 52

3/19/12 2:39 PM


puisi

Ayo Karya: Hamzah

Hai kawanku yang tak punya mata jangan sedih mari kita memandang buah itu di sana Wahai kawanku yang tak punya suara tetaplah engkau bernyanyi merdu agar orang-orang itu tehibur Hai kawanku yang tak punya tangan, tetaplah menari indah agar orang-orang di sana bisa tersenyum Wahai kawanku yang tak punya kaki, berlarilah kencang petiklah bunga indah di sana itu, agar mereka di sana jadi senang

Biarkan mereka tertawa, di atas kekurangan kita Biarkan mereka tersenyum, di atas sakit kita Kawanku, jangan sedih Kawanku, hentikan tangis Kawanku, kita hibur mereka Walau mereka tak perduli pada kita

Resah

Kami kini dalam bahaya Keselamatan kami terancam Kehidupan kami tak nyaman Polisi pelindung kami telah beracun Jaksa pengayom kami telah beracun Wakil-wakil kami tak dapat dipercaya KPK tempat harapan kami digantungkan, kini dirongrong mafia Beribu doa telah kami panjatkan Untuk kekalahan para mafia Kami masih yakin, di antara ratusan juta penduduk negeri ini Masih ada yang mampu menjadi penawar racun dan penangkal mafia

* Hamzah, sarjana sastra Inggris Universitas Negeri Makassar, kini guru SLB YAPTI Makassar dan bergiat di PPCI Makassar serta organisasi lingkungan hidup.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 53

53 3/19/12 2:39 PM


cerpen

Sang Motivator dan Pelatih Monyet

S

ABTU pagi yang cerah bermandikan kehangatan matahari. Pak Salman memberikan beberapa pisang untuk Badu, monyet kesayangannya. “Monyetnya lucu sekali, Pak Salman.” “Eh, Pak Ukai. Maaf, saya sampai tak melihat kedatangan Bapak. Libur, Pak? Tumben nih, ada di rumah. Biasanya sibuk terus,” kata Pak Salman

menyambut hangat kedatangan tetangga­nya. “Kebetulan saya lagi nggak enak badan. Harusnya sih saya memberikan seminar motivasi di Hotel Nusantara pagi ini.” “Jangan diforsir, Pak Ukai. Tubuh kita kan juga perlu rileks. Maaf lho, Pak Ukai, bukan saya mengajari. Bapak pasti sudah lebih tahu.” Sembari asyik memberikan pisang kepada Badu, Pak Salman terus

Didi Purnomo

Suratim

54

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 54

3/19/12 2:39 PM


ngoceh. Tentang perlunya memberi perhatian terhadap keluarga, pentingnya kesehatan jiwa dan raga, menjaga keseimbangan hidup, dan sebagainya. Pak Ukai hanya senyum-senyum mendengarkan ocehan Pak Salman, sembari sesekali memandangi tanam­ an di taman kecil milik tetangga sebelah rumahnya itu. “Monyetnya siapa namanya, Pak?” “Ayo Badu, jawab dong. Kamu ditanya tuh sama Pak Ukai, nama kamu siapa?” Pak Salman memberikan pensil kepada Badu sambil menunjuk ke arah Pak Ukai. Segera Badu turun dari pangkuan Pak Salman, mendekati Pak Ukai lalu mencoret-coret di atas kaki Pak Ukai satu huruf demi satu huruf hingga membentuk satu kata: B-a-d-u. “Ha-ha-ha.... kamu bisa menulis, Badu?” Pak Ukai mengusap-usap kepala Badu. “Belajar sama siapa Badu?” tanyanya penuh penasaran. Badu yang seolah mengerti pertanyaan Pak Ukai. Lagi-lagi ia mencoret-coret huruf demi huruf di atas kaki Pak Ukai hingga membentuk kata: S-a-l-m-a-n. Pak Ukai terpaku. Matanya membelalak menatap ke arah Badu yang masih duduk di hadapannya. “Seekor monyet bisa menulis...?” Ia menatap penuh tanya ke arah Pak Salman. Pak Salman hanya menganggukangguk kecil menanggapi keheranan sang motivator. “Pak Ukai tahu Helen Keller kan?” “Iya. Tapi, apa kaitannya si Badu dengan Helen Keller? Apa si Badu ini sama cerdasnya dengan inspirator besar dunia itu?” “Pak Ukai juga tentu pernah membaca atau mendengar cerita tentang sebuah batu yang bisa berlubang cuma gara-gara tetesan air.”

“Iya. Tapi apa hubungannya dengan kepintaran si Badu?” “Kasih sayang, kelembutan, dan ketekunan, Pak Ukai.…” Aroma rumput yang tersapu angin menebar, memberikan kesejukan. Pak Ukai masih tertegun memikirkan ulah Badu. Pak Ukai dikenal sebagai motivator besar di kotanya. Ribuan orang telah menghadiri seminarnya. Dan orang membayar mahal untuk itu. Karena kesuksesannya, Pak Ukai dinobatkan sebagai The Great Motivator. Tapi, sungguh, rasanya ia tidak akan mampu memotivasi seekor monyet menulis. *** “Baru pulang, Ma?” “Sudah tahu, kan Mama baru aja sampai.” Wanita paruh baya langsung masuk kamar dan menutup pintu. Fita, putri sulung Pak Ukai, cuma bisa terdiam. Bening matanya hanya bisa menatap kosong ke pintu yang baru tertutup. Buku di tangannya pun hanya dibolak-balik dengan pandang­ an datar tanpa makna. “Nggak makan malam, Ma?” “Mama sudah makan, Fit! Kamu makan malam sama adikmu Hendy saja, ya!” Terdengar teriakan dari balik pintu kamar. Fita melangkah gontai ke ruang makan. Rupanya Hendy sudah sejak tadi menunggu. “Sudah selesai makannya, Hen?” “Sudah, Mbak,” jawab si adik datar. “Lho, kok nggak ada bekas piringnya? Kamu nggak makan?” “Makan angin, Mbak!” Hendy berdiri dan bergegas menuju kamarnya. Bola mata indah Fita berkaca-kaca.

Di meja makan masih tersusun rapi hidangan makan malam yang telah disiapkan Mbok Marni sejak sore tadi. “Assalamu’allaikum....” “Wa’allaikumsalam….” Mbok Marni membukakan pintu. “Mau ketemu siapa, Pak?” “Saya anak buah Pak Salman, tetangga sebelah. Bapak ada?” ”Wah, Bapak sudah berangkat dari pagi tadi. Ada pesan?” “Pak Salman sakit. Mau ketemu Pak Ukai, katanya.” “Ada apa, Mbok?” Fita datang mendekat. “Ini, Non, bapak ini mau ketemu papanya Non, katanya.” “Mmm... maaf, Mbak Fita. Saya Udin, disuruh menemui Pak Ukai oleh Pak Salman. Beliau sakit, Mbak... dan terus menyebut nama Pak Ukai.” “Tapi, Papa sudah berangkat dari pagi sekali.” Fita memandangi Udin penuh keheranan. *** “Halo! Siapa ini?” Pak Ukai menjawab dering telepon dengan ragu. Soalnya nomor itu tidak ada di memori teleponnya. “Bisa bicara dengan Pak Ukai?” Terdengar suara wanita seperti tergesa dari ujung telepon. “Saya sendiri. Ini siapa, ya?” “Saya dokter Budiarti dari Rumah Sakit Lumayan Sehat, Pak Ukai.” “Rumah sakit...? Ada apa, Dok? Apa ada keluarga saya yang sakit?” Pak Ukai sedikit panik. “Ini, Pak Ukai… ada pasien saya bernama Pak Salman meminta saya menghubungi Anda. Apakah Pak Salman keluarga bapak?” “I… iya, Dok,” Pak Ukai men-

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 55

55 3/19/12 2:39 PM


jawab setengah ragu. “Kenapa dengan beliau, Dok?” Wanita di ujung sana hanya menjawab singkat dan meminta Pak Ukai segera datang ke rumah sakit. Pak Ukai yang masih belum mengerti, tetap tertegun. Dia baru tersadar ketika tiba-tiba ada suara menyapa di hadapannya. “Ada apa, Pa?” “Eh…. Ada apa Fita ke kantor?” Pak Ukai balik bertanya ke putrinya. “Kita ke rumah sakit, Pa!” Fita langsung menarik tangan papanya. Kondisi Pak Salman sudah semakin kritis. Suaranya yang terbata-bata, terus-menerus menyebut nama Pak Ukai. “Pak Ukai... Pak Ukai....” “Iya, Pak Salman… saya di sini, dekat Bapak. Pak Salman mendengar saya?” “Te... te.. terima kasih, Pak... sudah bersedia menemui saya.” “Sudahlah, Pak Salman… kita kan bertetangga. Tetangga itu juga sama dengan saudara.” Pak Ukai berusaha menyemangati Pak Salman yang terbaring lemah. “Sa... sa... sa... saya… titip Badu, ya Pak Ukai....” Pak Ukai tersentak. Sebelum ia sempat menjawab, mesin pemacu jantung Pak Salman tiba-tiba berhenti. Serta merta Pak Ukai mengguncang tubuh Pak Salman. “Pak Salman…! Pak Salman...! ***

56

Pak Ukai cuma bisa tertunduk pilu memandangi sosok tubuh yang terbujur kaku di hadapannya. Terbayang kejadian beberapa hari lalu ketika melihat Pak Salman dengan penuh rasa sayang memberi makan Badu. Masih tergambar jelas sosok kecil Badu mencoret-coret kakinya, menuliskan namanya dan majikannya. Masih belum terjawab bagaimana Pak Salman mengajar Badu hingga pintar menulis. Hal yang membuat ia mulai ragu pada dirinya sebagai motivator. Ia merasa tidak ada apa-apanya dibanding Pak Salman. Pak Ukai terngiang ocehan santai Pak Salman tentang kasih sayang, kelembutan, dan ketekun­ an. Tentang perlunya memberi perhatian terhadap keluarga, pen­ tingnya kesehatan jiwa dan raga, dan menjaga keseimbangan hidup. Pak Ukai jadi teringat kondisi keluarganya. Ia dan istrinya, Shinta, sama-sama sibuk sampai kadang tidak sempat saling memperhatikan, termasuk memperhatikan anak. Pak Salman bukan hanya pelatih sejati, tapi juga motivator sesungguhnya. Tak sadar air mata Pak Ukai menetes deras. * * Suratim, tunanetra sarjana sastra Inggris lulusan Universitas Nasional, Jakarta, tinggal di Bogor. Banyak menulis puisi dan cerpen. Kini bergiat bisnis ekspor-impor melalui PT Braille Adaptive, perusahaaan yang didirikannya.

Foto: Havel Hardian

bisikan angin

Garin Nugroh

S

UTRADARA terkemuka Indonesia, Garin Nugroho, mantu. Anak pertamanya, Kamila Andini, sutradara muda perempuan yang menjadi model cover diffa edisi Februari 2012, mengakhiri masa lajang. Dini disunting sesama sutradara muda, Ifa Isfansyah, yang menyutradari Sang Penari, film adaptasi trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya sastrawan Ahmad Tohari. Pasangan sutradara ini menggelar resepsi pernikahan pada 10 Maret 2012 di gedung Balai Sudirman, Jakarta Selatan. Wajah Dini berbinar-binar di pelaminan. Senyum manis terus tersungging di bibir mungilnya. Sang suami juga tak kalah berbinar-binar berdiri di samping istrinya. Pasangan Garin Nugroho dan Rika, yang baru pertama kali menikahkan anak mereka juga tampak lega dan berbahagia. Dini adalah anak sulung dari empat anak Garin Nugroho yang mengikuti karier sang ayah di dunia perfilman setelah menyelesaikan studi di Australia beberapa tahun lalu. Garin sejak acara pengajian

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 56

3/19/12 2:39 PM


Happy Salma

Jagongan

Mantu

sampai siraman beberapa hari sebelum pesta pernikahan tampak dipenuhi haru dan bahagia. Selama setidaknya dua bulan terakhir Garin sibuk menyelesaikan film terbaru­ nya tentang uskup Semarang, Sugiyo Pranoto. Pada saat yang sama Garin juga sibuk mempersiapkan prosesi pernikahan Dini. Meski sibuk dengan semua urusan itu, Garin tetap ceria dan bersemangat. Dalam acara siraman adat Jawa, ketika ayah dan ibu mempelai didaulat untuk menjadi penjual dawet, diffa menyampaikan doa agar dawetnya laris. Garin membalas doa itu dengan spontan. “Terima kasih, semoga majalah diffa juga laris-manis,” ujarnya serius. Sang pengantin, Dini, juga sangat senang ketika diminta menjadi model cover diffa bersama Michael, anak tunagrahita yang sangat berbakat di dunia musik. Dan malam itu, di samping pelaminan, Garin dan istri menyambut tamu-tamunya de­ ngan senyum bahagia. “Terima kasih, terima kasih,” ucapnya kepada semua tamu. Selamat mantu! n frg

Foto: Emilia Susiati

roho

M

ENGENAKAN gaun hitam tanpa lengan dengan rambut lurus panjang tergerai, hitam dan halus, Happy Salma datang menghadiri acara resepsi pernikahan Kamila Andini dan Ifa Isfansyah. Ia datang sendiri karena suaminya, Cok Gus, kebetulan ada pekerjaan yang tak bisa ditunda di Bali. “Ayo temani aku kasih selamat buat pengantin. Nggak enak nih jalan sendirian,” ajaknya kepada FX Rudy Gunawan, Pemimpin Redaksi diffa. Sama seperti halnya Garin, Happy juga adalah selebritas yang memiliki banyak kepedulian, termasuk terhadap para penyandang disabilitas. Happy bahkan menjadi model cover diffa. edisi perdana. Dalam edisi perdana itu Happy difoto bersama Armando, anak celebral palsy. Happy saat itu langsung tersentuh dan ingin berbuat lebih banyak bagi para penyandang disabilitas. Ia berencana membuat sebuah usaha kerajinan bersama suaminya yang mempekerjakan antara lain para penyandang disabilitas. Malam itu Happy tetap terlihat seperti biasanya, ceplas-ceplos dan apa adanya. Ia segera menuju pelaminan setelah diantar ke dalam gedung dan bertemu teman-temannya sesama artis. “Nah, kalau udah ada teman kan enak jalannya,” ujar Happy seraya langsung menyapa dan bergabung dengan teman-temannya. Pemeran drama Nyi Ontosoroh dan Ronggeng Dukuh Paruk ini seakan tak pernah kehabisan energi. Selalu ceria dan mengumbar tawa kepada semua kawannya. Happy yang kini hidup bolak-balik Jakarta - Bali, memang memiliki minat kuat pada sastra dan teater. Ia juga sudah memiliki satu buku kumpulan cerpen berjudul Pulang. Ya, pada ak­ hirnya kita semua akan merindukan rumah setelah semua kesibukan dan hiruk-pikuk kehidupan yang menyita waktu dan tenaga. n frg

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 57

57 3/19/12 2:39 PM


konsultasi kesehatan

Sisi Kanan Atau Kiri yang Bermasalah? Bu Dr. Ferial yang saya hormati, Kami mempunyai anak tunggal, perempuan umur 8 tahun, kelas 2 SD. Anak kami lahir cukup bulan melalui operasi karena sudah waktunya tapi belum ada pembukaan. Sejak bayi kami sudah memperhatikan adanya kelainan pada anak kami, yaitu berupa anggota tubuh sebeďż˝ lah kiri lebih kecil dari kanan. Sejak itu kami berusaha mencari pertolongan kepada tenaga kesehatan, sampai akhirnya anak kami sudah bisa berkembang hampir seperti anak lain yang sebayanya. Namun beberapa tahun terakhir ini saya perhatikan bahwa lengan dan tungkai kiri semakin lebih kecil dan lebih pendek dari kaďż˝ nan. Saya tidak tahu mana yang terganggu yang kanan atau yang kiri, apakah yang kanan tumbuh lebih besar dari yang kiri ? Disamping itu pungďż˝ gung anak kami mulai bengkok. Beberapa tenaga kesehatan sudah kami hubungi, dan berbagai pemeriksaan fisik serta radiologis sudah kami jalani. Pada akhirnya kami disarankan untuk menerima keadaan karena sudah bawaan dari lahir. Sebagai orang tua kami masih tetap ingin berusaha karena kami sangat sedih, dan terpukul bahwa anak kami yang hanya satu, apalagi anak perempuan , mengalami kondisi seperti terseďż˝ but diatas. Kami mohon saran dokter sekiranya masih ada hal yang bisa kami lakukan sehingga bisa meminimalisasi keadaan atau mengerem agar perbedaan besar dan panjang kanan - kiri tidak semakin menyolok juga punggungnya tidak semakin bengkok. Juga mohon saran apakah anak kami bisa bermain seperti anak yang lain atau apakah perlu pembatasan aktifitas? Apakah keďż˝ lainannya bisa sembuh dokter? Terimakasih atas saran dokter Ferial.

58

B

Ibu dan bapak yang saya hormati, ERBESAR hati bahwa ibu dan bapak memberikan perhatian yang sangat baik terhadap perkembangan putri ibu/ bapak, sehingga perubahan minimal yang berbeda dengan bayi/ anak lain sebayanya, sudah bisa dikeluhkan terhadap tenaga kesehatan sehingga berbagai upaya sudah dapat dilaksanakan, terutama pada masa tumbuh kembang bayi/anak. Atas pertanyaan ibu /bapak sisi mana yang terganggu, jawabannya adalah ada 3 kemungkinan penyebab, pertama yang disebut hemihipertropi atau sebelah tubuh lebih besar artinya sisi kanan lebih besar dan lebih panjang dari kiri. Kedua ialah hemiparetik spastik kiri, artinya sisi kiri yang mengalami gangguan kelumpuhan ringan disertai kekakuan, serta refleks fisiologis yang meningkat, akibat kelainan pada otak/ tipe pusat . Ketiga ialah kelumpuhan layuh pada sisi kiri akibat kelainan tipe perifer, dimana refleks fisiologis menurun atau menghilang. Kelainan kedua dan ketiga pada sisi kiri, merupakan gejala sisa, penyakitnya sendiri nampaknya sudah lewat, sisi kanan tidak mengalami gangguan. Apabila tenaga kesehatan sudah mengatakan hal tersebut bawaan sejak lahir maka kemungkinannya hemihipertropi, artinya sisi sebelah kanan yang tumbuh lebih besar dan panjang sekitar 5% lebih dari sisi kiri, atau beda sekitar 1 cm pada umur 1 tahun, beda 2.5 cm pada umur 5 tahun dan beda 3.5 cm pada dewasa. Kelainan ini bisa hanya murni perbedaan ukuran sisi tubuh lebih besar, namun bisa juga disertai penyakit lain, seperti gangguan pada hati, ginjal, jantung karena itu sangat dianjurkan untuk kontrol secara teratur ke dokter spesialis anak minimal sampai umur 8 tahun. Atas indikasi, dokter dapat meminta putri ibu/bapak untuk diperiksa USG perut dan kadar alpha-feto protein bila dicurigai kearah kanker hati atau ginjal. Dengan demikian sangat penting untuk menegakan diagnosis penyebab perbedaan ukuran dan panjang sisi kiri dan kanan. Mengenai perbedaan panjang tungkai maka bisa diatasi dengan menambah sol sepatu pada sisi yang pertumbuhannya lebih pendek. Bagaimana cara mengetahui berapa cm

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 58

3/19/12 2:39 PM


Ferial Hadipoetro Idris Doktor Ilmu Kedokteran FKUI, Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi USTH Philippines, Magister Faal dan Kesehatan Olahraga Pasca UNPAD, dokter FKUI. Dosen/Narasumber/Saksi Ahli bidang Rehabilitasi Medik dan RBM (Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat). Pendiri dan Ketua PSIKI (Pusat Studi dan Informasi Kecacatan Indonesia). Koordinator Pemberdayaan Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia)

Didi Purnomo

penambahannya?, maka lakukanlah hal sebagai berikut: anak diminta berdiri tegak bersandar pada tungkai lebih panjang, lutut tidak boleh dibengkokan, sehingga tumit sisi yang pendek terangkat, ibu mengamati dari belakang anak, selipkan buku pada tapak kaki yang pendek, sampai kedua panggul sama tinggi, atau sampai lekukan pada pinggang menghilang. Tebal buku yang diselipkan = tebal penambah足 an sol pada seluruh alas kaki yang digunakan. Bila perbedaan panjang tungkai lebih 4 cm maka dengan menambah sol alas kaki akan menyebabkan tidak stabil saat berjalan. Alternatif lain ialah tindakan operasi. Dengan penambahan sol maka tulang punggung juga menjadi lurus tidak bengkok lagi. Untuk mengurangi atau menghilangkan kelainan tulang punggung bengkok, disamping dengan penambahan sol alas kaki pada sisi tungkai yang pendek, juga dengan senam skoliosis. Prinsipnya ialah mengulur, membengkokan dan memutar sisi tubuh kearah berlawanan dari posisi bengkok semula. Kami saran足kan apabila memungkinkan untuk berkonsultasi ke bagian rehabi足litasi medik RSUP atau RS Khusus Ortho足pedi, untuk pengelolaan lebih lanjut, seperti pemasangan alat penyangga tubuh atau pertimbangan operasi tergantung besar sudut skoliosisnya. Pada Hemihipertropi, perlakukan putri ibu seperti anak lain sebayanya, tidak ada aktifitas yang dibatasi sepanjang tidak mengundang cedera. Olahraga yang baik adalah berenang, agar efektif didampingi guru renang. Dengan berenang maka akan menstimulasi pertumbuhan dan sisi yang lebih kecil/pendek terlindungi dari pemaksaan tumpuan gerak oleh sisi yang lebih besar. Perbedaan dengan anak lain ialah bahwa putri ibu perlu dipantau pertumbuhannya dan kesehatannya oleh tenaga medis secara regular, 3 bulan sekali. Perbedaan besar dan panjang tungkai kiri dan kanan akan tetap ada, pada hemihipertropi biasanya orang lain tidak akan memperhatikan, karena itu perlakukan biasa-biasa saja. Tidak perlu semua orang diberitakan mengenai kelainan ini agar putri ibu/bapak tidak merasa bahwa ia terbebani dengan kelainannya. Disarankan untuk tidak menceritakan secara detail pada anak yang berumur 4 tahun, katakan bahwa peme-

riksaan berulang kedokter berguna agar lebih sehat. Pada umur 10 tahun, apabila bertanya maka tujuan pemeriksaan bisa dijelaskan secara detail. Semua ini diserahkan pada pertimbangan orang tua, seberapa jauh menyampaikan kepada anak, ini tergantung kesiapan putri ibu/bapak. Orang tua sedapat mungkin tidak menunjukan rasa cemas didepan putrinya, menganggap tidak apa-apa juga tidak bijaksana, namun merasa terpukul juga tidak bijaksana. Bersyukur bahwa sejauh ini ibu/bapak telah berhasil mendampingi putrinya, sekarang berumur 8 tahun dan sudah sekolah kelas 2 tanpa ada keluhan. Selamat dan lanjutkan menggali potensi yang masih banyak pada putri ibu/bapak. Semoga semakin berhasil. Demikian saran-saran yang dapat saya berikan, semoga bermanfaat.

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 59

59 3/19/12 2:39 PM


inklusif

SD BPI Bandung

Foto-foto: Sigit D Pratama

Mendidik dengan Hati

60

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 60

3/19/12 2:39 PM


D

ARI luar gerbang sekolah di Jalan Halimun, Bandung, itu terdengar suara ramai anak-anak di dalamnya. Siang itu rupanya murid-murid Sekolah Dasar Badan Perguruan Indonesia yang mengusung program inklusi sudah banyak yang pulang. Meski demikian, banyak pula yang masih bermain-main di lingkungan sekolah. Kepala SD BPI Dyah Aryanti menuturkan, sekolah yang dipimpinnya ditunjuk pemerintah jadi sekolah inklusi sejak tahun 2003. Penunjukan itu menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola sekolah dan para guru.

ABK Membuka Mata Hati Kami Dalam benak kami, guru-guru, mengajar anak yang tidak bermasalah saja sudah sulit, apalagi anak-anak yang bermasalah. Menjadi sebuah dilema. Namun, ketika anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) hadir di SD BPI, justru mereka menjadi pembuka pikiran para guru. Dulu kami berpikir, anak berkebutuhan khusus ada kebodohan. Dalam perjalanan, kami jadi tahu mereka bukan bodoh, melainkan ada masalah. Dari tahun ke tahun kami dan rekan-rekan guru menyadari, anakanak dengan kondisi berkebutuhan khusus itu tidak meminta. Kami betul-betul menyadari mereka hanya

membutuhkan lembaga pendidikan yang nyaman untuk bisa beraktivitas, mengembangkan segala potensinya.

Terus Meningkat Awalnya SD BPI hanya menerima 2 ABK untuk setiap kelas dengan jumlah 4 kelas. Dalam perjalanan, siswa ABK yang mendaftar semakin banyak. Tidak ada tes khusus bagi ABK untuk masuk sekolah ini. Kita tahu mereka ABK. Biasanya orang tua menyerah-

kan hasil psikotes anak. Tapi, ada juga orang tua awam. Mereka mengatakan anak mereka bermasalah sehingga masuklah ke sekolah ini. Hingga saat ini ada 72 ABK dari jumlah keseluruhan 790 siswa. Siswa ABK dan non-ABK digabung dalam satu kelas, karena ABK juga harus beradaptasi dengan siswa lain. Rata-rata tiap kelas 35 anak non-ABK dan 2 ABK.

diffa edisi 14 - Februari 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 61

61

3/19/12 2:39 PM


Di antara guru yang berjumlah 40 orang tidak satu pun berlatar pendidikan PLB (pendidikan luar biasa). Ada 3 golongan, 5 orang GPK, 14 orang guru yayasan, dan sisanya guru honorer. Jadi, hanya kasih sayang yang kami berikan dan juga keleluasaan kepada mereka untuk belajar. Kami pun sedikit-sedikit juga belajar. Baik dengan cara mengembangkan diri melalui sumber-sumber bacaan, workshop, seminar, dan lain-lain sehingga yang didapat di lapangan kami kembangkan melalui potensi anak-anak dan juga pendidikan inklusi. Saat ini kami sedang me-arrange anggaran dari pemerintah. Kami berharap paling tidak untuk tahun depan ada 3 orang yang khusus untuk melayani PPI, sehingga paling tidak meskipun tidak seoptimal yang diharapkan, bisa melayani lebih detail kebutuhan mereka.

62

Solusi yang Solutif Ada beberapa anak yang kriteria beratnya tidak sama. Jadi, ada anak-anak yang bisa kami tangani secara khusus. Ada juga anak-anak yang membutuhkan guru pembimbing khusus atau biasa kami sebut helper. Maka, helper yang kami sediakan memang untuk anakanak yang kriteria berat. Artinya, tidak mampu ditangani oleh guru-guru. Sebenarnya, helper tersebut bukan kami yang menyediakan. Kami hanya mem-

Foto-fotoSigit D Pratama

Tak Jadi Halangan

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 62

3/19/12 2:39 PM


fasilitasi. Jadi, orang tua yang mencari, namun kami sarankan dari PLB. Alhamdulillah, sudah menjelang dua tahun ini yayasan memberikan fasilitas seorang psikolog, sehingga kami sangat terbantu untuk menyusun program (Pendidikan Pengajaran Inklusi) PPI. Setiap akhir bulan para guru berdiskusi. Umumnya tentang program sekolah, khususnya bagaimana menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Dukungan orang tua untuk sekolah inklusi juga sangat bagus. Dan anak-anak non-ABK pun tidak mengganggu ABK. Justru, empati muncul dari mereka menjadi rasa sayang terhadap temannya yang ABK. Alhamdulillah.

Menyesuaikan Tahun kemarin kami meluluskan anak tunarungu dengan nilai ujian 25. Luar biasa. Potensinya bisa dikembangkan karena bakatnya juga sudah ada, seperti menggambar juara provinsi. Ada juga yang meraih juara robotic dan mengembangkan minat di komputer. Memang saat ini sulit bagi kami jika menerima semua jenis ABK, karena memang terbatas kemampuan guru. Saya tidak mau dzolim. Artinya, semua anak diterima tapi tanpa bisa dilayani dengan baik. Solusinya, lulus satu, masuk satu, dengan didampingi helper Rata-rata kami mengambil ABK tunagrahita. Kami juga ciptakan suasana yang menyenangkan agar mereka nyaman berada di sekolah. Dari sisi prestasi, kami selalu mengikutsertakan mereka pada setiap kompetisi. Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat kota. Kejuaraan umum ataupun kejuaraan sekolah inklusi. Meski tidak juara, dengan ikut berkompetisi akan membangun kepercayaan diri mereka. Banyak siswa ABK menjadi juara

lomba gambar di komputer, program Power Point, dan anak autis berkompetisi dengan anak non-autis. Banyak anak yang berkembang di bidang menggambar kartun. Jadi, sifat lomba yang kami ikuti bukan akademik. Seperti pada kejuaraan angklung, apa pun dilakukan di panggung terserah mereka, yang penting mereka merasa diakui dan dianggap sama dengan non-ABK.

Bantuan Fasilitas dan layanan saat ini memang sangat kurang. Pemerintah hanya memberikan layanan bantuan

sosial Rp 10 juta per tahun. Bantuan tersebut difokuskan untuk pengembangan SDM, sedangkan untuk alat peraga sangat kurang. Bantuan untuk operasional sebenarnya bukan karena tidak ada, tapi mungkin saya yang belum berupaya untuk pengadaannya. Jadi, selama ini memang belum ada bantuan operasional alat bantu dari pemerintah. Saat ini yang paling kami butuh足 kan adalah tenaga ahli khusus. Kurangnya tenaga ahli khusus men足 jadi kendala. Bukan ingin melepas tanggung jawab, tapi jika para ABK ditangani oleh tenaga khusus yang ahli

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 63

63 3/19/12 2:39 PM


di bidangnya, akan bisa berkembang. Kami mengajak guru-guru mendiskusikan apa yang kurang dan harus dievaluasi. Kami berangkat bukan dari sekolah yang mahal dan tidak mempersiapkan untuk sekolah inklusi. Namun, dalam perjalanan kami dipercaya menjadi sekolah inklusi. Berkat kepercayaan tersebut sedikit banyak kami selalu berupaya memberikan layanan terbaik.

Program Inklusi Rencana ke depan adalah rencana pembelajaran khusus. Kami sedang menyusun PPI yang sederhana. Program pembelajaran juga disesuaikan

64

dengan kemampuan anak, tidak memaksakan. Misalnya, di kelas III ada anak yang kemampuan berhitungnya masih sangat lambat. Guru mencoba menjalankan dengan mengimbangi kemampuan anak itu. Di sisa waktu setelah pulang sekolah, bila ada target yang belum dicapai, guru meluangkan waktu setengah hingga dua jam untuk memberikan bimbingan sampai siswa benar-benar mencapai target. Di kelas IV lain lagi. Ada anak yang belum bisa merawat diri. Kami ajarkan mandi, cara sikat gigi, dan tata cara makan yang bagus. Jadi, tidak ke materi pelajaran, seperti mengajarkan mengenal huruf. Menyebut nama ayahnya pun diajarkan.

Kalau ada psikolog, digabung dengan GPK ( helper) di ruang simulasi. Lalu, mereka ajarkan secara khusus. Tapi, tidak setiap saat outing clas. Ada juga contoh anak autis yang pintar dalam logika. Ia punya barang kesayangan lampu senter. Namanya Reza. Ia tidak pernah mau lepas dari lampu senternya. Ketika ditanya mengapa suka senter itu, dia bilang unik dan keren karena ada stiker Spongebob-nya. Tapi kebiasaan tersebut kadang mengganggu dalam belajarnya. Terkadang guru pun harus sedikit tegas dengan meminta melepaskannya dahulu benda tersebut. Setelah selesai mengerjakan tugas sekolah, dia akan diberi kesempatan

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 64

3/19/12 2:39 PM


untuk bercerita tentang lampu senter kesayangannya. Dalam hal demikian, kita harus melakukan pendekatan dan bimbingan individu, meski tidak optimal, karena 1 guru harus melayani 35 hingga 40 siswa di kelas. Tapi kami selalu berupaya memberikan apa yang kami bisa untuk mereka sehingga mereka pun nyaman. Sekecil apa pun yang bisa diperbuat untuk mereka, kami berikan. Kami lakukan pengajaran individual. Karena sangat banyak yang harus dilakukan, kami pun harus berpikir ideal.

Berbagai Upaya Biaya untuk ABK juga kami samakan dengan siswa non-ABK. Kami juga membebaskan SPP yang berasal dari dana BOS untuk siswa dari keluarga yang ekonomi kurang. Juga ada bantuan berupa buku. Apa pun itu kami mengusahakan untuk membantu agar mereka terus bisa menyelesaikan pendidikan di sekolah ini. Anak yang berprestasi kami beri penghargaan berupa piagam. Ucapan support juga menjadi keharusan.

Prestasi mereka selalu kami umumkan pada setiap upacara. Motivasi kami berikan, juga kasih sayang, sehingga mereka mau terus ke sekolah. Kehadiran ABK pun membuat anak-anak non-ABK memiliki empati yang baik. Tidak pernah ada yang mengejek. Kasih sayang muncul terhadap teman-teman. Dengan orang tua pun kami harus kooperatif. Mereka mendukung program-program sekolah. Jika ada yang kurang di sekolah, mereka berikan di rumah. Hal tersebut sangat kami perlu­kan, karena siswa di sekolah hanya 5 jam, sedangkan di punya waktu lebih banyak. Fasilitas dan akses secara khusus belum ada, karena memang secara umum seperti itu. Tapi, di kelas I, untuk kepekaan syaraf, kami terus layani selama bisa, untuk mengenal huruf a seperti apa, huruf b seperti apa.

Kesan Mendalam Banyak pelajaran yang kami dapatkan setelah menjadi sekolah inklusi. Untuk pemerintah ataupun sekolah lain, ayo semua kita membuka diri untuk memberi tempat bagi anak

ABK, apa pun nama sekolahnya, sehingga hidup kita bisa bermakna untuk orang lain. Ketika kita membuka diri untuk menjadi sekolah inklusi, nikmatnya akan jauh lebih banyak dan luar biasa. Bayangkan saja ketika pagi-pagi mereka sudah mencari kami, para guru, untuk sekadar menyalami. Ketika pulang mereka selalu me­ngucapkan, “Terima kasih Ibu untuk hari ini.” Hal tersebut jarang dilakukan anak non-ABK. Kalau kami tidak ada, mereka pun bertanya, “Ibu hari ini ke mana?” Artinya, mereka merasa nyaman ada di sini, meskipun targetnya tidak sama dengan anak yang non-ABK. Saya yakin anak-anak ABK bisa berkembang sesuai dengan potensi mereka. Karena orang sukses tidak selalu berasal dari akademiknya. Terus kembangkan potensi yang mereka miliki. Kendala justru juga datang setelah mereka menyelesaikan pendidkan di sini. Masih terbatas SMP inklusi. Seharusnya pemerintah menunjuk sekolah untuk menjadi sekolah inklusi agar lebih banyak anak berkebutuhan khusus yang terserap. Jika daya tampung bisa dibagi rata dengan sekolah yang lain, bukankah akan lebih terlayani dengan baik? Bantu sekolah dengan tenaga khusus, monitoring, memantau bagaimana pembelajaran sekolah inklusi berjalan. Bagaimana bentuk pengembangan, sehingga ada evaluasi. Kalau berpikir uang melulu, kapan kita bergerak? Awali saja dengan dana yang ada. Perlu ketulusan bapak dan ibu guru, sehingga program-program dapat berjalan. n Hilma Awalina

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 65

65 3/19/12 2:39 PM


biografi

HELEN KELLER Tunanetra dan Tunarungu Inspirator Dunia

Didi Purnomo

Helen Keller adalah penyandang tuna­ netra dan tunarungu per­tama yang memperoleh gelar bachelor of arts. Ia kemudian jadi ­pe­nulis, aktivis politik, dosen, dan inspirator besar penyandang di­­sabi­li­ tas di seluruh dunia.

66

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 66

3/19/12 2:40 PM


H

Menggunakan Bahasa Tarzan ELEN Adams Keller lahir pada 27 Juni 1880 di kota kecil Tuscumbia, negara bagian Alabama, Amerika Serikat. Dia dilahirkan di rumah pertanian keluarganya, Ivy Green. Ibunya Kate Adams dan ayahnya Arthur H. Keller adalah anggota Confederate States Army dengan pangkat kapten sekaligus editor di koran lokal The North Alabamian. Helen dilahirkan bukan dalam kondisi buta dan tuli. Namun pada usia 19 bulan dia terserang kongesti perut dan otak akut, yang diduga sebagai penyakit scarlet fever atau meningitis. Meskipun tidak lama menyerang, penyakit ini menyebabkan Helen menjadi tuli dan buta. Sejak saat itu Helen menggunakan “bahasa Tarzan” untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Ke mana-mana Helen berjalan sambil berpegangan pada rok ibunya. Dia meraba tangan orang-orang untuk mencari tahu apa yang sedang mereka lakukan. Dia me­ ngenali orang lain dengan cara meraba wajah atau pakaian mereka. Dengan cara itu, saat berusia 7 tahun, dia sudah menguasai lebih dari 60 gerak “bahasa Tarzan” untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Misalnya saja, jika ingin makan roti, dia akan berpura-pura sedang mengiris roti. Jika ingin makan es krim, dia akan memeluk bahunya sendiri dan seperti menggigil kedinginan. Untuk belajar berbicara, seorang anak harus mendengar orang-orang di sekitarnya berbicara, kemudian menirunya. Pada anak tunarungu, cara komunikasi yang diajarkan antara lain dengan melihat gerak bibir lawan bicara. Tapi bagaimana dengan anak penyandang tunarungu sekaligus tunanetra? Helen tidak bisa mendengar kata-kata orang di sekitarnya. Helen

juga tidak mungkin belajar membaca gerak bibir karena tidak bisa melihat. Helen benar-benar terancam tidak mampu berbicara dan berkomunikasi, meskipun sebenarnya dia tidak bisu. Belajar Mengenal Benda Karena kondisi itu, pada tahun 1886 Helen diajak ayahnya berkonsultasi ke Perkins Institute for the Blind, sekolah untuk tunanetra tertua di Amerika Serikat. Kepala sekolah Michael Anaganos lalu mengutus Anne Sullivan, lulusan sekolah itu yang juga memiliki hambatan penglihatan untuk menjadi guru bagi Helen. Anne masih bisa melihat meskipun tidak sempurna. Melihat keadaan Helen, Anne bisa memahami apa yang dirasakan bocah itu. Saat itu usia Anne 20 tahun dan Helen 6 tahun. Anne tinggal di rumah keluarga Keller dan menjadi guru serta pendamping pribadi untuk Helen. Pertemuan Helen dan Anne merupakan awal dari hubungan indah antara guru dan murid selama 49 tahun berikutnya. Saat pertama mengajar, Anne memberi Helen hadiah sebuah boneka. Anne mengajarinya kata pertama, yaitu “d-o-l-l” yang berarti boneka dengan cara menulis huruf demi huruf di telapak tangan Helen. Tapi Helen tak bisa menangkap pelajaran pertama itu dan merasa frustrasi. Dia tidak mengerti bahwa setiap benda mempunyai sebutan tersendiri untuk membedakannya dari benda-benda lain. Anne tidak putus asa, dia mengajari Helen kata berikutnya, yaitu “mug” yang berarti cangkir. Namun Helen masih tetap tidak mengerti. Dia justru semakin frustrasi dan merusak bonekanya. Pengalaman satu bulan pertama Anne mengajar Helen ini diabadikan dalam novel Miss Spitfire: Reaching Helen Keller yang ditulis Sarah Miller. Helen baru mengalami kemaju­

an berarti pada bulan berikutnya. Saat itu Anne menyiramkan air yang keluar dari pompa air ke telapak tangan Helen berulang-ulang hingga berhasil memunculkan konsep tentang air ke dalam pikiran Helen. Begitu memahami sifat suatu benda sebagai salah satu cara mengidentifikasi benda tersebut, Helen langsung memahami konsep sifat dan wujud benda. Dunia pun terbuka bagi Helen. Segera setelah itu, Helen meminta Anne mengajarinya nama-nama berbagai benda lain di sekeliling mereka. Pada hari itu juga Helen berhasil mempelajari 30 kata sekaligus. Pengalaman bersejarah yang menjadi titik tolak dalam hidup Helen ini diabadikan dalam bentuk patung perunggu yang dipajang di United States Capitol Visitor Center. Patung ini menggambarkan Helen di usia 7 tahun sedang berdiri di samping pompa air di halaman rumahnya. Di dasar patung terdapat tulisan Braille: Hal-hal terbaik dan terindah di dunia ini tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi harus dirasakan oleh hati. Belajar Mendengar Anne Sullivan memainkan peran yang sangat besar dalam hidup Helen. Anne yang mengajari Helen “mende­ ngarkan” suara orang lain. Setiap kali berbicara, Anne akan meletakkan jarijari Helen di wajah Anne. Ibu jari diletakkan di pangkal tenggorokan untuk meraba getaran pita suara, jari telunjuk diletakkan di bibir untuk membaca gerak bibir, dan jari tengah diletakkan di sisi hidung. Dengan cara itu Helen merasakan getaran suara Anne. Anne mengucapkan huruf demi huruf. Huruf demi huruf tersebut dirangkai menjadi kata. Dan kata-kata dirangkai menjadi kalimat. Cara yang tampaknya mustahil berhasil ini ternyata justru bisa membuat Helen meniru setiap kata yang

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 67

67 3/19/12 2:40 PM


diucapkan Anne, meskipun Helen tak dapat mendengar suaranya sendiri. Dengan cara itu, Helen pun bisa memahami setiap ucapan lawan bicara dan berbicara dengan cara sebagaimana yang dilakukan orang normal. Tentu saja ucapan Helen tidak pernah bisa sejelas ucapan orang yang bukan tunarungu. Helen tetap membutuhkan Anne di sampingnya untuk mengulang kembali apa pun yang dikatakannya. Di kemudian hari, Helen bahkan sangat suka mendengar lagu-lagu opera dengan cara merasakan getaran suara di bibir dan tenggorokan sang penyanyi. Mengetahui apa yang dikatakan oleh orang lain tidak saja dilakukan Helen dengan cara meraba wajah lawan bicara. Tapi juga dengan merasakan bahasa isyarat yang dibuat Anne. Anne berbicara dengan cara menggerakan jemari membentuk bahasa isyarat di telapak tangan Helen. Anne lebih banyak mengajar Helen di luar ruangan. Dia mendidik Helen untuk mempelajari alam sekitar dengan cara menyentuh, mencium, dan mengalami berbagai hal. Dia ingin Helen menjadi anak yang penuh rasa ingin tahu. Dan Anne berhasil. Helen sangat suka menyentuh dan mencium bunga, merasakan angin di wajahnya, dan selalu ingin tahu tentang segala sesuatu. Belajar Pidato dan Menulis Didorong keinginan yang besar untuk dapat berkomunikasi dengan cara yang umum dilakukan orangorang, Helen pun belajar berbicara layaknya orang normal. Dia “mendengarkan� kata-kata lawan bicara melalui jarinya, lalu mengulang kata-kata itu. Latihan yang tekun dan terus-menerus membuat indra perabaannya sangat peka. Dia menjadi sangat mahir membaca huruf Braille dan bahasa isyarat dengan menggunakan kedua tangan-

68

nya. Bukan hanya mahir membaca dan menulis huruf Braille, Helen juga bisa menulis huruf Latin di atas kertas. Agar tulisannya tidak naik turun, ditaruh penggaris di atas kertas yang dia tulisi sebagai penanda. Anne guru yang penuh dedikasi dan Helen murid yang sangat suka belajar. Helen belajar bahasa Prancis, Jerman, dan Latin. Dia juga belajar bermain catur dan menunggang kuda. Karena buku Braille belum tersedia pada saat itu, Anne selalu membaca buku untuk Helen sembari menyentuh-nyentuhkan jemari membentuk bahasa isyarat di telapak tangan Helen. Helen tidak hanya belajar di rumah bersama Anne. Orang tuanya juga mengirim Helen ke Perkins Institute for the Blind. Keputusan ini diambil setelah Kate, ibu Helen, membaca buku American Notes karya Charles Dickens. Buku ini berisi kisah nyata seorang gadis tunarungu-tunanetra bernama Laura Bridgman yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah ini pada tahun 1837. Kate ingin Helen bisa bersekolah seperti Laura. Pada Tahun 1894 Anne mendampingi Helen yang berusia 13 tahun pindah ke New York untuk melanjutkan sekolah di Wright Humason School for the Deaf dan belajar berpidato pada Sarah Fuller di Horace Mann School for the Deaf. Horace Mann School for the Deaf sudah dikenal sejak lama sebagai sekolah yang memberikan pendidikan berkualitas bagi siswa yang mempunyai hambatan pendengaran dan tunarungu. Helen menjadi satu-satunya murid yang menyandang tunarungu sekaligus tunanetra. Karena Helen tidak bisa belajar dengan cara seperti yang dilakukan siswa tunarungu lain, Anne pun ikut membaca buku-buku pelajaran dan mendengarkan kata-kata guru di kelas, lalu mengulang setiap kata dengan

cara menggerak-gerakkan tangan membentuk bahasa isyarat pada telapak tangan Helen. Tahun 1896 mereka kembali ke Massachusetts dan Helen melanjutkan sekolah di The Cambridge School for Young Ladies. Ini adalah saat pertama kali Helen belajar di lembaga pendidikan umum, bukan sekolah khusus untuk penyandang disabilitas. Tapi itu bukan halangan bagi Helen yang cerdas. Dia berhasil mengukir prestasi dan bahkan masuk ke jajaran alumni terbaik. Pada tahun 1900 Helen diterima di Radcliffe College. Karena kecerdasannya, pengarang terkenal Mark Twain yang merupakan pengagumnya, memperkenalkan Helen kepada miliuner Standard Oil Henry Huttleston Rogers yang kemudian berkenan membiayai sekolahnya. Tahun 1904, pada usia 24 tahun Helen lulus dengan predikat cum laude dari Radcliffe dan menjadi tunanetra-tunarungu pertama yang memperoleh gelar bachelor of arts. Selain bersekolah formal dan belajar berpidato, Helen juga sering berkirim surat dengan Wilhelm Jerusalem, ahli filsafat dan pedagogi berkebangsaan Austria. Wilhelm yang mengambil spesifikasi di bidang pendidikan untuk kelompok minoritas ini pernah menulis artikel panjang tentang pendidikan untuk tunarungutunanetra. Dia menerbitkan kajian psikologis Laura Bridgman pada tahun 1890. Dia pulalah orang pertama yang melihat bakat kesusastraan Helen. Dengan banyaknya perbendaharaan kata yang dia ketahui, Helen pun akhirnya sanggup menjadi pembicara yang. Dengan keahliannya itu dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memberikan ceramah dan kuliah. (Bersambung) n Mila K. Kamil (dari berbagai sumber)

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 68

3/19/12 2:40 PM


cermor

Sambal Jebakan Jebakan

P

Tukang Parkir

Didi Purnomo

ADA pesta pernikahan seorang teman, aku dan sekelompok kawan tunanetra datang bersama-sama. Kami berjalan beriring-iring memasuki halaman rumah orang tua mempelai wanita dan melangkah di atas karpet menuju pelaminan. Kami menyalami kedua penganten lalau menuruni panggung yang beraroma bunga melati. Beberapa panitia pesta sibuk membantu kami mengambil hidangan yang disediakan, termasuk ibu mempelai. Orang tua mempelai memang dekat dengan kami yang tunanetra, karena mempelai adalah relawan yang sangat peduli pada kegiatan-kegiatan penyandang disabilitas. “Ini Ibu ambilkan makannya,” ujar si ibu dengan lembut sambil menyentuhkan tanganku ke sepiring nasi yang sudah lengkap dengan lauk-pauknya. “Terima kasih, Ibu,” ujarku. Aku merasa terhormat dibantu oleh ibu mempelai. “Selamat menikmati, ya Nak,” sahut si ibu sambil berlalu. Aku segera menyuap hidangan itu. Oh…! Aku agak tersedak, karena yang tersuap dalam sendok itu seluruhnya sambal. Tapi untuk menghindari rasa tak enak, aku tetap mengunyah suapan itu, sambil menahan rasa pedas. Tak lama butir-butir keringat mengalir dari seluruh kepalaku. Aku mencoba menahannya dan pura-pura tenang, sambil meneruskan suapan berikutnya. “Oh, anak ini suka sambal, ya?” kata si ibu tiba-tiba kembali mendekati. Dia menyentuh pundakku sambil meletakkan sesuatu di piringku. “Ini Ibu ambilkan lagi sambalnya.” Ufh…! Dengan gugup dan sambil sedikit senyum aku menyahut, “Ya, Bu, terima kasih.” Rupanya, melihat suapan pertamaku tadi seluruhnya sambel, ibu itu mengira aku suka sambal. Padahal, karena aku tak tahu kalau sambal itu seluruhnya diletakkan di sendokku. Tak ayal, aku harus meneguk dua gelas air minum untuk mengurangi rasa pedas berikutnya.

P

ADA suatu hari Minggu yang cerah, aku berkunjung ke rumah salah seorang temanku di kawasan Lebak Bulus, Jakarta. Aku menggunakan angkot hingga gang memasuki perumahan temanku. “Ini ongkosnya, Bang!” aku menyodorkan uang recehan sambil turun dari angkot. “Hati-hati, Mas, jalannya lagi diperbaiki. Ada galian di pinggir jalan, tuh,” ujar sopir angkot sebelum tancap gas. “Terus…. Terus.…” Terdengar seseorang meneriakkan aba-aba kepadaku. Aku terus melangkah menyusuri jalan masuk ke perumahan ini. “Kiri, kiri...!” terdengar teriakan lagi. Aku segera melangkah ke kiri, percaya saja pada perintah itu. Tapi, bruuuk! Tiba-tiba aku tersungkur masuk galian. Tongkatku pun terlempar entah kemana. Beberapa orang pekerja galian serta merta membantu membangunkan dan mengangkat aku ke tepian jalan. “Nggak ada yang terluka, Mas?” tanya salah satu dari mereka. “Tadi itu tukang parkir, Mas, yang sedang memandu mobil atret.” Hah? Rupanya aku mengikuti aba-aba tukang parkir yang sedang mengatur mobil. Aku cepatcepat berlalu karena merasa malu. n Irwan Dwikustanto

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 69

69 3/19/12 2:40 PM


pelangi

Kekerasan terhadap Penyandang Disabilitas

M

IRIS rasanya membaca berita mengenai seorang siswa sekolah dasar berusia 12 tahun tergolek lemah di rumah sakit akibat belasan tusukan pisau di sekujur tubuh. Kekerasan tersebut dilakukan teman sekelasnya. Konon, karena pelaku ketahuan mencuri telepon genggam korban. Lebih menyedihkan, anak yang menjadi korban berasal dari orang tua penyandang disabilitas. Baik ayah maupun ibunya penyandang tunanetra. Ironis lagi, belum beres pengobatan si anak, keluarga tunanetra ini harus mengalami musibah lain. Sang ibu, yang bersusahpayah berupaya mendapatkan uang untuk pengobatan anaknya, setelah mendapat bantuan dari teman-teman penyandang disabilitas, bergegas ke rumah sakit untuk membayar biaya pengobatan anaknya. Uang itu tak sampai ke kasir, karena berpindah ke tangan oknum tak bertanggung jawab yang tega menipu ibu itu. Mengapa peristiwa seperti ini bisa terjadi? Jelas, karena masyarakat kita secara umum belum memiliki

70

pemahaman dan empati terhadap penyandang disabilitas. Secara umum kekerasan memang masih memenuhi kehidupan masyarakat kita. Setiap hari kita menyaksi­kan begitu banyak kekerasan dipertontonkan di media massa. Belum lagi ke-

kerasan yang tak terungkap ke permukaan, tersembunyi di rumahrumah dan keluarga. Belum lama ini seorang rekan staf diffa bercerita tentang tetangganya, perempuan penyandang tunarungu, ibu satu anak, yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya, tanpa bisa berbuat apa-apa dan tanpa diketahui orang. Akhirnya, kasus ini berujung pada perceraian. Dalam bentuk lain, kita sering menyaksikan di jalanan anak-anak penyandang disabilitas dimanfaatkan untuk mencari uang. Ini juga bentuk kekerasan lain. Tapi masyarakat dan aparat hukum masih cenderung membutakan mata terhadap persoalan ini.

Padahal, mungkin anak-anak ini juga sering mengalami kekerasan fisik yang sesungguhnya. Kita harus jujur, masyarakat disabilitas masih mengalami diskriminasi dalam banyak hal. Hal ini bermuara pada ketidakpahaman masyarakat mengenai persoalan disabilitas. Ketidakpahaman ini sedikit banyak akibat media massa tidak menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Media massa kita banyak menampilkan berita kekerasan, tapi sedikit menampilkan tulisan yang mempertajam humanisme. Persentase pemberitaan mengenai dunia disabilitas di media massa Indonesia masih sangat kecil. Persentase pemberitaan yang minim itu membuat ruang informasi, wawasan, dan intelektual masyarakat mengenai dunia disabilitas sangat tidak memadai. Faktor mana pun yang paling berpengaruh, kekerasan dalam bentuk apa pun harus dihentikan dari kehidupan di bumi Indonesia. Apalagi kekerasan terhadap penyandang disabilitas. Cukup sudah. n Jonna Damanik

diffa edisi 16 - April 2012

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 70

3/19/12 2:40 PM


INDONESIA BERDIKARI •INTEGRITY •CREATIVE •ADVOCACY •SOCIAL NETWORK

FA diffa edisi 16 April 2012.indd 71

3/19/12 2:40 PM


FA diffa edisi 16 April 2012.indd 72

3/19/12 2:40 PM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.