INVESTASI ACEH TENGGARAN

Page 1



PENYUSUNAN PROFIL PROSFEKTIF INVESTASI KEBUPATEN ACEH TENGGARA

Kabupaten Pro Investasi Terbuka Bagi Investor di Bumi Sepakat Segenep



K ATA SAMBUT AN SAMBUTAN BUP ATI ACEH TENGGARA BUPA Selaku Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara Kami berkomitmen menjadikan Kabupaten ini sebagai suatu daerah yang ramah dan pro-investasi. Peluang investasi yang terbesar di daerah Kami adalah pada sektor pertanian dan pariwisata, dan Kami memberikan kesempatan serta peluang yang sebesar-besarnya bagi para investor yang berminat melakukan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara. Untuk itu, Kami sangat menyambut baik penyusunan buku prospektif investasi Kabupaten Aceh tenggara yang dilaksanakan oleh Bappeda Kabupaten Aceh Tenggara melalui dana otonomi khusus Tahun Anggaran 2014. Menurut Kami kegiatan ini sangat positif dan dapat menjadi rujukan semua pihak dalam rangka mendorong dan menumbuh kembangkan kegiatan ekonomi daerah. Semoga buku ini bermanfaat dan dapat mendorong kemajuan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara.

Bupati Aceh Tenggara

Ir. H. Hasanuddin, B, MM



KATA SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN ACEH TENGGARA Investasi daerah merupakan suatu permasalahan yang harus dikaji secara terus menerus dan berkesinambungan, sebab investasi sangat membantu pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Untuk menjadikan Kabupaten Aceh Tenggara sebagai daerah yang prospektif dan ramah investasi, maka berbagai kebijakan kemudahan untuk para investor akan terus dilakukan dan dijamin pelaksanaannya. Tahap awal pelaksanaan kajian dan pengembangan serta promosi investasi adalah melalui ketersediaan data dan informasi yang disebarluaskan kepada para investor dan stakeholder terkait. Untuk itulah Badan Perencanaan dan Pembangunan (BAPPEDA) Kabupaten Aceh Tenggara melaksanakan kegiatan penelitian untuk penyusunan prospektif investasi melalui anggaran otonomi khusus APBA tahun 2014. Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi investasi yang ada diberbagai sektor, khususnya sektor pertanian yang meliputi sub. Sektor pertanian tanaman pangan, sub. Sektor perkebunan, sub. Sektor kehutanan, sub. Sektor peternakan dan sub. Sektor perikanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan maka sektor pertanian masih memegang peranan penting untuk peluang investasi di Kabupaten Aceh Tenggara, kemudian terdapat juga sektor-sektor lainnya yang berpeluang untuk dikembangkan seperti pariwisata dan industri skala kecil mengah untu pengolahan hasil pertanian komoditas jagung, padi dan coklat. Dengan adanya kajian ini diharapkan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara dapat tumbuh dan berkembang, sehingga perkembangan dan kemajuan daerah dapat meningkat dimasa-masa mendatang. Kutacane, Desember 2014 Kepala Bappeda,

Drs. H. Suhailuddin, MM


i

KATA PENGANTAR

Investasi salah satu cara penggerak roda perekonomian di Indonesia. Sebagai kabupaten dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Aceh Tenggara merupakan kabupaten yang sangat potensial untuk menjadi maju dan mandiri. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan pesat sektor perekonomian khususnya di bidang pertanian, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Data Badan Pusat Statistik Tahun 2013 Kabupaten Aceh Tenggara memiliki realisasi anggaran pendapatan daerah Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2013, yaitu sebesar Rp553.710.220.751,11 atau 91,43 persen dari anggaran yang direncanakan dengan rincian Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp.25.324.491.285,92, Pendapatan Transfer sebesar Rp.482.057.154.213,00 dan pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp.5.400.000.000,00. Keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara dalam menggenjot penerimaan terlihat dari tajamnya kenaikan PAD pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Seperti halnya masyarakat, Pemerintah juga perlu melakukan investasi agar roda pemerintahan yang berjalan dengan baik. Untuk itulah penelitian mengenai “Penyusunan Profil Presfektif Investasi Kabupaten Aceh Tenggara� ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Untuk mengetahui potensi investasi di Kabupaten Aceh Tenggara 2. Untuk mengetahui sektor-sektor perekonomian yang dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi investasi di Kabupaten Aceh Tenggara 3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam memajukan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara Demikian laporan ini dibuat untuk dapat ditindak lanjuti.

Tim Penyusun

CV. Exis Kreasindo


ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

Halaman i ii iv

BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pokok Permasalahan C. Tujuan dan Sasaran Penelitian D. Hasil dan Keluaran (Output) Penelitian

1 2 4 4 4

BAB II - URAIAN TEORITIS A. Dasar Hukum B. Teori Investasi C. Faktor Penentu Investasi Daerah

5 6 7 12

BAB III - KERANGKA KEBIJAKAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH A. Pengertian B. Bentuk Investasi Pemerintah Daerah C. Sumber Dana Investasi Pemerintah Daerah D. Pengelolaan Investasi dan Kerja Sama Pemerintah Daerah

14 15 15 16 17

BAB IV - METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Jenis Penelitian C. Teknik Pengumpulan Data D. Teknik Analisis Data

20 21 21 21 21

BAB V - DESKRIPSI DATA A. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Tenggara B. Letak dan Geografis C. Luas Daerah/Wilayah D. Tanah dan Topografi E. Iklim F. Hidrologi G. Kemiringan Lereng dan Struktur Tanah H. Keadaan Penduduk dan Pencaharian

26 27 27 27 27 29 29 29 30

BAB VI - ANALISIS DATA A. Keadaan Umum Perekonomian Daerah B. Sektor Investasi 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan, Industri Perdagangan dan Jasa 3. Sektor Peternakan 4. Sektor Perikanan

33 34 46 47 47 48 49

BAB VII - ANALISIS KUALITATIF KEBIJAKAN INVESTASI A. Kualitas Lingkungan B. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi C. Manajemen Pembangunan Daerah yang Pro-Bisnis D. Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan E. Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah F. Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi G. Dana Pembangunan Daerah H. Sikap dan Mentalitas Aparatur Pemerintah Daerah I. Hubungan Antara Kemajuan Daerah Dengan Sumber Daya Manusia J. Kebijakan dan Strategis Pola Ruang

50 51 52 53 54 54 55 56 58 59 59


iii


iv BAB VIII - KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Rekomendasi C. Penutup

61 62 66 71

DAFTAR PUSTAKA

72

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Matrik Indikatir Sub Sektor Tanaman Pangan Tabel 4.2. Matrik Indikator Variabel Perkebunan Tabel 5.1. Keadaan Penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012 Tabel 6.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)) Tahun 2010-2012 Tabel 6.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2010-2012 Tabel 6.3. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2010-2012 Tabel 6.4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010-2012 Tabel 6.5. Laju Pertumbuhan Indeks Implisit Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2012 Tabel 6.6. Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2010-2012 Tabel 6.7. Potensi Lahan Pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012 Tabel 6.8. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Aceh Tenggara Tenggara Tahun 2012 Tabel 6.9. Produktifitas Sektor Pertanian tahun 2012 Tabel 6.10. Populasi Ternak Tabel 6.11. Potensi Investasi Tabel .6.12. Hasil Produksi Untuk Sektor Pertanian 6.13. Sektor Pertambangan, Industri, Perdagangan dan Jasa 6.14. Sektor Peternakan 6.15. Data Statistik Luas Lahan, Hasil Produksi dan RTP Perikanan Tahun 2012 Tabel 6.16. Produksi Sektor Perkebunan Tahun 2012

Halaman 24 24 31 34 35 36

37 38 40 41 43 45 45 46 47 47 47 48 49


BAB – I

PENDAHULUAN


2 A. Latar Belakang Masalah Setelah masa krisis ekonomi pada akhir tahun 1997, iklim penanaman modal (Investasi) di Indonesia secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh letak geografis dan potensi demografis Indonesia yang cukup strategis tetapi juga didukung juga oleh kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang bersahabat dengan pasar, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional pada umumnya bertujuan untuk mencapai kemakmuran masyarakat secara menyeluruh.Kemakmuran masyarakat hanya dapat dicapai melalui pembangunan ekonomi.Langkah-langkah proaktif dan inovasi yang ditempuh, dengan mengembangkan kemitraan strategik diantara sesama pelaku usaha, kenyataanya secara signifikan mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Indonesia, diberbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh Stakeholders, tentang perlunya menarik investasi lebih besar untuk menggerakkan roda perekonomian dalam volume yang lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat. Investasi diyakini banyak orang mampu meningkatkan perekonomian dari suatu negara.Salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk keluar dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 yang lalu adalah meningkatkan investasi.Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejak 1 Januari 2001, kewenangan untuk menangani instansi dilimpahkan kepada Pemerintah kabupaten/kota.Oleh karenanya, adalah hal yang wajar apabila pemerintah kabupaten/ kota berusaha untuk menarik investor agar bersedia menanamkan modalnya di wilayah kabupaten/kota yang dikelolanya.Berbagai strategi diterapkan pemerintah kabupaten/ kota untuk menarik minat investor, seperti penyediaan lahan, kemudahan perijinan, dan penyediaan infrastruktur, namun upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan. Hal ini semua dibuat dalam rangka mendorong pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dengan berbagai aktifitas ekonomi. Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, telah merubah

paradigma penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimana kekuasaan yang bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluasluasnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 22/1999, kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 32/ 2004. Perubahan kebijakan pengaturan pemerintahan daerah tersebut diselaraskan dengan adanya perubahan kebijakan terhadap pajak dan retribusi daerah sebagai landasan bagi daerah dalam menggali potensi pendapatan daerah khususnya pendapatan asli daerah, yakni Undang-undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 18/1987, kemudian dirubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 34/2000. Perubahan berbagai kebijakan nasional sebagaimana dimaksud membawa harapan besar bagi daerah untuk membangun daerahnya dengan menggali potensi daerahnya masing-masing sebagai sumber pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Harapan dari daerah tersebut merupakan hal yang wajar, karena diberikannya berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya dibarengi dengan muatan kewenangan untuk mengurus keuangannya secara otonom dalam membiayai penyelenggaraan otonomi, baik dalam menggali sumber-sumber keuangan, pemanfaatannya serta pertanggungjawabannya. Fokus perhatian berkenaan dengan pembiayaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah bertumpu pada persoalan pendapatan daerah yang berasal dari berbagai jenis sumber. Artinya pendapatan daerah merupakan cerminan dari kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan: “Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan


3 c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.� Selanjutnya diantara komponen Pendapatan Asli Daerah, perlu dicermati komponen pajak daerah dan retribusi daerah aspek yuridis yang berimplikasi terhadap peranannya dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).Dasar hukum dilaksanakannya pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah adalah telah dikeluarkannya Undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan pusat dan pemerintah daerah dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Tentunya untuk meningkatkan pajak dan retribusi daerah harus didorong dengan kegiatan investasi daerah. DiluncurkannyaUndang-undangNomot32Tahun2004tentang PemerintahanDaerahdiharapkanmampumendukungterciptanya daerah Kabupaten/Kota yang maju dan mandiri. Sehingga dapat mendorong perumbuhan ekonomi daerah, akan tetapi otonomi daerah juga membawa konsekuensi lain atas pengelolaan pemerintahan pada level daerah. Setiap kepala daerah diminta utnuk dapat melakukan pengelolaan daerhanya/rumah tangganya masing-masing. Masing-masing kepala daerah memiliki kewenangan yang luas dan utuh dalam menyelenggarkaan pemerintahan di deaerah mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan proses evaluasi (Penjelasan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Bagian I-Umum). Dewasa ini, daerah merupakan magnet besar untuk berinvestasi. Seperti halnya di Kabupaten Aceh Tenggara denyut investasi harus digerakkan. Dan jika dana investasi di masukkan di daerah ini maka salah satu masalah besar daerah yakni pengangguran dan kemiskinan diyakini bisa diatasi. Salah satu aspek yang perlu diberdayakan di Kabupaten Aceh Tenggara saat ini adalah investasi. Investasi yang dimaksud adalah investasi yang dilakukan oleh komponen pemerintah, masyarakat dan swasta.Investasi oleh pemerintah dapat dilihat dari segi (1) investasi fisik dan (2) investasi non fisik. Investasi fisik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain berupa pembangunan infrastruktur yang bertujuan menyediakan sarana dan prasarana bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan investasi non fisik adalah pengembangan kapasitas Sumber

Daya Manusia di Daerah berupa penyediaan layanan kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan kesempatan pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial lainnya. Investasi ini dikenal juga dengan human investment. Disamping kedua bentuk investasi tersebut, pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara juga mengadakan investasi melalui penyertaan modal pada dunia usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk meningkatkan PAD yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Kemudian dalam rangka menghadapi era globalisasi dan pasar bebas, persaingan antar Daerah dalam menjual potensinya dan merebut investor akan semakin terbuka tidak hanya terhadap investor nasional tetapi juga internasional. Kesiapan Daerah terutama SDM pengelola dan infrastruktur yang tersedia akan sangat mendukung dalam merebut para investor untuk bersedia menanamkan investasinya di Daerah. Persaingan antar Daerah dalam merebut Investor harus dikembangkan dalam suasana persaingan dan kompetisi yang positif dan sehat. Walau bagaimanapun pastilah suatu Daerah tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan Daerah lainnya. Oleh sebab itu diharapkan setiap Daerah dapat bekerjasama dan saling mendukung dalam merebut investor dengan menonjolkan potensi atau produk unggulan masing-masing daerah.Sebagai contoh suatu Daerah yang mempunyai potensi SDA dan SDM tentu saja membutuhkan infrastruktur seperti pelabuhan, bandara udara atau jalan raya untuk mengirim produknya keluar. Hal ini akan sangat berhubungan dengan Daerah lain yang memiliki fasilitas tersebut. Tanpa adanya kerjasama antar Daerah maka bukan tidak mungkin terjadi pengenaan retribusi atau pungutan yang berlebihan atau pemboikotan dari Daerah yang dilalui. Tentu saja kondisi akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap Daerah. Dalam merebut Investor Daerah diharapkan tidak hanya memfokuskan kepada kalangan pengusaha kuat saja dan tidak menciptakan dikotomi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam Negeri (PMDN).Hendaknya para Investor diberikan kesempatan untuk menanamkan modal sesuai dengan kapasitasnya tanpa adanya diskriminasi yang bersifat subyektif. Diharapkan juga para investor besar harus bersedia melibatkan dan menggandeng investor lokal sehingga sekaligus mereka dapat diberdayakan.


4 Dengan banyak investasi dunia usaha di Kabupaten Aceh Tenggara maka diharapkan semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerja. Salah satu daerah otonom di Propinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh Tenggara. Kabupaten ini merupakan suatu daerah yang sangat potensial untuk berinvestasi, berdasarkan Sejarah Kabupaten Aceh Tenggara berada dilembah alas. Berdasarkan Kebijakan otonomi daerah, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara juga berkewajiban untuk membina dan mengembangkan dunia usaha sebagai pilar pertumbuhan perekonomian di daerah. Untuk itu langkah penting yang dilakukan pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara lima tahun kedepan adalah mendorong investasi Daerah. suatu upaya harus dilakukan secara sistematis untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi di kabupaten ini. Peningkatan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara diyakini akan dapat terwujud karena besarnya potensi yang dapat “dijual� kepada para investor, berupa potensi sumber daya alam. Selanjutnyahalyangsangatpentingadalahkegiatanusahapromosi potensi yang dimiliki. Usaha promosi tersebut akan didukung oleh terciptanya iklim yang kondusif dan jaminan keamanan dan kepastian hukum bagi investasi di Daerah. Dengan Kebijakan sebagai berikut : a. Penciptaan kondisi produk unggulan daerah yang maju dan berdaya saing yang memiliki nuansa daerah serta bentuk-bentuk kerjasama investasi; b. Pelibatan pemerintah dalam kegiatan investasi swasta sebagai bentuk pelayanan prima bagi kondisi investasi; c. Penyiapan data dan informasi serta promosi iklim investasi daerah. Beberapa sektor potensial Investasi dapat dilakukan antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan energi, sektor pariwisata dan alam, sektor industri, sektor perdagangan dan jasa serta sektor keuangan. Jika potensi ini dapat digali dan ditangani pemerintah dengan baik dan maksimal, maka bukan tidak mungkin Kabupaten Aceh Tenggara menjadi kota yang sangat maju pesat dengan memiliki sistem berbasis informasi dan teknologi serta pembangunan ekonomi tinggi yang dapat mengungguli kabupaten lain di Indonesia. Salah satu cara untuk memperkenalkan Kabupaten Aceh Tenggara, baik secara nasional maupun internasional adalah melalui reklame/iklan, baik itu lewat majalah, buku, brosur

dan malalui media internet. Namun masyarakat cenderung tidak tertarik untuk melihat informasi yang terlalu sistematis dan terlalu kaku. Untuk mengatasi permasalahan ini dapat dipecahkan melalui penyusunan profil prospektif investasi yang memuat informasi secara keseluruhan, singkat, padat dan informatif mengenai KabupatenAceh Tenggara, sehingga informasi yang mengenai Kabupaten Aceh Tenggara secara keseluruhan dapat diketahui oleh publik. Berdasarkan paparan diatas maka perlu dilakukan suatu Penyusunan mengenai Profil Prospektif Investasi Kabupaten Aceh Tenggara, sehingga dapat dikenal ditengah-tengah masyarakat, baik secara nasional maupun internasional.

B. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, adapun pokok permasalahan penelitian untuk penyusunan profil investasi ini adalah: 1. Potensi investasi apa sajakah yang dimiliki oleh daerah Kabupaten Aceh Tenggara? 2. Sektor apa sajakah yang dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi Investasi yang unggul di KabupatenAceh Tenggara? 3. Langkah - Langkah apa sajakah untuk memajukan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara?

C. Tujuan dan Sasaran Penelitian Adapun tujuan dan sasaran penelitian adalah 1.UntukmengetahuipotensiinvestasidiKabupatenAcehTenggara; 2. Untuk mengetahui sektor-sektor perekonomian yang dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi investasi di Kabupaten Aceh Tenggara; 3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam memajukan investasi di Kabupaten Aceh Tenggara.

D. Hasil dan Keluaran (Output) Penelitian Adapun hasil dan keluaran penelitian ini adalah 1. Data dan informasi tentang profil investasi di Kabupaten Aceh Tenggara; 2. Selayang pandang prospektif investasi interaktif Kabupaten Aceh Tenggara; 3. Peluang Investasi yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara.


BAB - II

URAIAN TEORITIS


6 A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Adapun dasar hukum pelaksanaan kegiatan ini adalah : 1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh; 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 3) Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 4) Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 5) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 6) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 7) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 9) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Peraturan Pemerintah Sedangkan peraturan pemerintah yang terkait adalah : 1) Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan; 2) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi da Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 3) Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 4) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; 5) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Pengelolaan Hutan; 6) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);


7 7) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 8) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577); 9) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

B. TEORI INVESTASI 1. Definisi Investasi Ada beberapa Definisi terkait investasi, menurut beberapa ahli ekonomi, investasi adalah komitmen sejumlah dana saat ini sampai periode waktu tertentu, untuk menghasilkan pengembalian di akhir periode sebagai kompensasi atas penundaan konsumsi selama dana tersebut ditempatkan (Reilly dan Brown, 2001). Stephen (2001) menyebutkan bahwa investasi merupakan sebuah kegiatan penanaman modal/ pemasukan sumber daya ekonomis dalam sebuah aktifitas tertentu untuk tujuan memperoleh keuntungan. Sedangkan Sharpe (1987) mendefinisikan investasi adalah, suatu pengorbanan harta pada saat ini, untuk mendapatkan harta pada masa yang akan datang. Dalam perhitungan pendapatan nasional, menurut Sukirno (1994), investasi meliputi seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri, pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barangbarang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang jadi. Dalam kaitanya dengan perusahaan, investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga (Deliarnov, 1995). Dalam pengertian lebih luas yang dikaitkan dengan perkembangan pasar modal sekarang, definisi investasi adalah setiap kegiatan yang hendak menanamkan uang dengan aman (Dj. A Simarmata, 1984). Pada dasarnya investasi merupakan penundaan konsumsi atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini untuk digunakan dalam produksi atau ditanam dalam bidang tertentu selama suatu periode waktu, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang akan diterima di masa mendatang. Contohnya, seorang investor membeli saham pada saat ini dengan perkiraan di masa yang akan datang akan memperoleh keuntungan atau manfaat yang lebih besar melalui penerimaan dividen atau kenaikan harga saham (capital gain). Keuntungan ini merupakan imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi, akibat ketidakpastian aliran dana pada masa yang akan datang. Didalam ilmu ekonomi, tabungan pribadi (personal saving) dapat diartikan sebagai total penghasilan dikurangi dengan total pengeluaran seseorang. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa penghasilan yang tidak digunakan untuk membeli barang maupun jasa, dapat ditabung untuk memenuhi kebutuhan di masa


8 yang akan datang. Tabungan sangat berhubungan dengan investasi. Dengan tidak menghabiskan penghasilan untuk konsumsi barang dan jasa, maka ada kemungkinan menggunakan dana tersebut untuk diinvestasikan pada asset tetap, seperti membeli mesin dan pabrik. Tabungan juga berperan penting dalam meningkatkan modal kerja yang ada, yang secara langsung memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bagaimanapun juga, meningkatkan tabungan tidak selalu berarti meningkatkan investasi. Jika tabungan hanya disimpan dibawah ranjang atau dengan kata lain tidak disimpan pada lembaga perantara keuangan seperti bank, maka tidak akan muncul kesempatan bagi dana tersebut untuk dikembangkan dalam investasi pada suatu bisnis / usaha. Itu berarti bahwa tabungan dapat meningkat tanpa meningkatnya investasi, yang dapat mengakibatkan menurunnya performa ekonomi pada sektor riil sehingga jika berkepanjangan akan mengakibatkan menurunnya perekonomian suatu negara. Pada teori ekonomi klasik memposisikan suku bunga akan menyamakan tabungan dan investasi. Dimana kenaikan dari tabungan akan menyebabkan jatuhnya tingkat suku bunga, yang menstimulasi kegiatan investasi. Tetapi Keynes menyatakan bahwa tidak ada pengaruh tabungan maupun investasi terhadap tingkat suku bunga, sehingga perubahan tingkat suku bunga yang signifikan sangat diperlukan. Pada akhirnya muncul kesimpulan bahwa permintaan dan supply uang yang beredar yang menentukan perubahan tingkat bunga untuk jangka pendek. Pada keuangan pribadi seseorang, menabung ditujukan untuk memperoleh sejumlah dana cadangan pada nominal yang cukup untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan di masa datang, walaupun inflasi dapat mengurangi nilai riil dana


9


10 tersebut di masa datang. Dalam keuangan pribadi, jika uang digunakan untuk membeli kepemilikan yang memberikan kemungkinan dan resiko kehilangan atau berkurangnya nilai modal, dapat disebut sebagai investasi. Menurut Bodie, Kane dan Markus, 2008, investasi dapat diartikan sebagai komitmen sekarang terhadap uang ataupun sumber lainnya dengan pengharapan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Dalam hal ini, komitmen mengindikasikan adanya pengorbanan sesuatu dengan nilai sekarang, dengan mengharapkan keuntungan dari pengorbanan tersebut nantinya. Pengorbanan (kehilangan modal) tersebut dapat disebut sebagai resiko investasi saat investasi tersebut direalisasikan. Tidak seperti tabungan pada bank, yang memiliki profil resiko yang lebih rendah, walaupun nilainya juga tergerus karena inflasi, atau dalam kasus yang ekstrim yaitu pailitnya bank tersebut. 2. Tujuan dan Hambatan Investasi Menurut tim studi bapepam mengenai “Tipologi Investor Reksa Dana di Pasar Modal Indonesia�, 2007, resiko dan return merupakan dua karakteristik investasi yang penting bagi investor. Dua hal ini menjadi tujuan investasi dalam kerangka kebijakan investasi. Karena tahapan awal akan mempengaruhi proses secara keseluruhan, identifikasi dan spesifikasi tujuan investasi merupakan hal krusial bagi keberhasilan investasi. Bagi para investor, dan khususnya investor pasar modal, sebelum mereka berinvestasi harus terlebih dahulu menetapkan resiko dan return yang ingin dicapai sebagai tujuan investasi. 3. Permasalahan investasi a. Resiko Elemen pertama tujuan investasi adalah resiko karena sangat menentukan tujuan lain berupa return. Portofolio yang disusun untuk mencapai tujuan resiko dan return harus selaras dengan hambatan investasi yang tercantum dalam pernyataan kebijakan investasi. Dalam merumuskan tujuan resiko, investor harus memperhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana cara mengukur resiko? Pengukuran resiko merupakan isu kunci dalam investasi yang terus berubah dari waktu kewaktu. Salah satu paradigma dalam teori portofolio modern menggunakan varian (atau standar deviasi) return sebagai ukuran resiko. Faktor-faktor resiko yang lain mungkin juga relevan digunakan. 2. Bagaimana kemauan investor untuk mengambil resiko? Kemauan mengambil resiko seringkali sangat berbeda antara investor individual dan investor institusional. Kita dapat mencoba memahami faktor perilaku dan kepribadian di balik kemauan untuk mengambil resiko. 3. Bagaimana kemampuan investor untuk mengambil resiko? Meskipun investor memiliki kemauan mengambil resiko tertentu, seringkali terdapat batasan-batasan dalam tataran praktis atau pun finansial untuk mencapai resiko dimaksud. 4. Berapa tingkat resiko dimana investo mau dan mampu untuk mengambilnya? Dalam hal ini terdapat toleransi resiko (risktolerance), yaitu kapasitas untuk menerima resiko serta merupakan irisan dari kemauan dan kemampuan mengambil resiko. Dalam terminologi lain terdapat versi resiko (riska version), yaitu tingkat ketidakmauan dan ketidakmampuan mengambil resiko. Penasihat investasi perlu membantu investor yang bersangkutan untuk mengkonversi kemauan dan kemampuan mengambil resiko menjadi toleransi resiko yang mencerminkan keduanya secara tepat. Dalam banyak kasus, inves-


11 tor mungkin memerlukan pendidikan atau penjelasan mengenai prinsip-prinsip dasar investasi. 5. Apakah tujuan resiko spesifik dari investasi yang dilakukan? Kita dapat menspesifikasi tujuan resiko absolut maupun tujuan resiko relatif dari investasi. Salah satu contoh tujuan resiko absolut adalah level standar deviasi tertentu dari total return. Sedangkan salah satu tujuan resiko relatif adalah level tracking risk tertentu. Trackingrisk adalah standar deviasi dari selisih antara total return suatu portofolio dengan benchmark yang digunakan. b. Return Elemen kedua dari kerangka kebijakan investasi adalah return. Tujuan return harus selaras dengan tujuan resiko. Hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam menentukan tujuan return : a. Bagaimana cara mengukur return ? Ukuran yang biasa digunakan adalah total return, yang merupakan penjualan antara return dari kenaikan harga dan return dari pendapatan investasi; Return dapat dinyatakan dalam angka absolut (seperti 10% pertahun), atau dalam angka relatif terhadap return dari benchmark (seperti benchmark return plus 2% per tahun); b. Berapa return yang diinginkan oleh investor? Hal ini disebut pernyataan keinginan return (stated return desire). Keinginan return ini mungkin realistis atau tidak realistis. Berapa return rata-rata yang diperlukan oleh investor? Hal ini disebut required return. Return sering didefinisikan sebagai level arus kas tertentu, dimana tingkat return yang di perlukan akan dihitung dari arus kas tersebut. Hal-hal lain yang dipertimbangkan meliputi tingkat pengeluaran, kebutuhan pada masa yang akan datang, dan tingkat inflasi. c. Bagaimana tujuan return ditetapkan ? Tujuan return mencakup required return, stated return desire, dan tujuan resiko, yang kemudian menjadi return tahunan yang dapat diukur. Return dari portofolio ditujukan untuk memenuhi tujuan kemakmuran investor (wealth objectives) atau untuk mendukung kemampuan investor dalam membayar utang. Untuk investor yang memiliki kebutuhan akan pendapatan investasi, tujuan return ditujukan untuk membiayai pengeluaran yang dibutuhkan, baik dari kenaikan modal maupun pendapatan investasi. Apabila tujuan return yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan toleransi resiko, perlu dilakukan penyesuaian tertentu, seperti meningkatkan tabungan dan memodifikasi tujuan kemakmuran (wealth objectives). 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi investor dalam menanamkan modalnya di suatu negara. Penanaman modal yang mempunyai tujuan primer untuk memperoleh keuntungan sebesarbesarnya (profil oriented dan tujuan sekunder untuk memproduksi barang, ‘selalu mempertimbangkan berbagai hal sebelum memutuskan untuk berinvestasi). Untuk itu pemerintah harus berusaha memfalisitasi agar tercipta suasana yang baik dan kondusif agar investor tertarik menanamkan modalnya.Dengan demikian, pemerintah (daerah) perlu memahami hal-hal yang sangat berpengaruh dalam investasi. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi investasi untuk masuk ke suatu negara antara lain (Rosyidah, 2004 : 166) 1. Bagaimana daerah mampu membangun dan menciptakan iklim yang kondusif yang memungkinkan investor merasa aman untuk menanamkan investasinya di daerah. 2. Mutu dan kualitas pelayanan aparatur pemerintah daerah terutama yang berkenan dengan pengurus izin, yang tidak bertele-tele dan tidak terlampau birokratis. 3. Kemampuan daerah untuk membangun pemerintahan yang bersih (good governance), terbuka


12 dan transparan. 4. Kemampuan daerah untuk membangun jaringan infrastruktur yang akan memudahkan lalu lintas orang, barang dan jasa. Kemampuan daerah untuk memberikan jaminan kepastian (hukum) berusaha bagi investor.

C. FAKTOR PENENTU INVESTASI DAERAH 1. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan berbagai barang dan jasa. Penduduk yang bertambah membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga membutuhkan rumah baru atau renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah tangga dan berbagai produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang. 2. Sektor Pertanian Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat. Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi, memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan membuka pasaran yang baru. Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari adalah bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan lebih baik jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk diekspor.


13 3. Sektor Pariwisata Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah. Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda, surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat pengganguran. ***


14

N A H K A A B J R I BA E B A E HD K A A K T G N I N R A E R E M E K P I S A T S E V IN - III


15 A. Pengertian Sementara itu, berdasarkan peraturan perundang-undangan pengertian investasi antara lain : a. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis, seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat (PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah). b. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya (PP 1/2008 tentang Investasi Pemerintah).

B. Bentuk Investasi Pemerintah Daerah Berdasarkan jangka waktu, investasi daerah terdiri dari : a. Investasi Jangka Pendek, merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (dua belas) bulan. Contoh: Pemda membeli deposito berjangka maksimal 12 (dua belas) bulan, dan pembelian SUN, SBI atau SPN. b. Investasi Jangka Panjang, yaitu investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari: 1) Investasi permanen : investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Contohnya antara lain : kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; 2) Investasi non permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjual belikan atau ditarik kembali, contohnya pembelian obligasi, surat utang jangka panjang, bantuan modal kerja, dana bergulir, fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah. Berdasarkan jenis, investasi Daerah terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Investasi Surat Berharga Investasi surat berharga terdiri dari : 1) Pembelian Saham; 2) Pembelian Surat Utang berupa Surat Utang Negara yang terdiri atas SPN dan Obligasi. b. Investasi Langsung Investasi langsung terdiri dari: 1) Penyertaan Modal Penyertaan modal adalah investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. 2) Pemberian Pinjaman Pemberian pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha, Badan Layanan Umum (BLU), Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya.


16 C. Sumber Dana Investasi Pemerintah Sumber dana Investasi Daerah dapat berasal dari: a. Surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); b. Keuntungan investasi terdahulu; c. Sumber-sumber lainnya yang sah. Penggunaan surplus APBD untuk investasi daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).

D. Pengelolaan Investasi dan Kerja Sama pemerintah Daerah 1. Pengelolaan Investasi Daerah Pengelolaan keuangan Investasi Daerah adalah sebagai berikut: a. Penganggaran : 1) Investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan, sementara untuk Divestasi pemerintah daerah dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2) Penerimaan dari hasil atas investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 3) Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, sementara pendapatan bunga atas deposito pada bank umum dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 4) Pengelolaan anggaran investasi daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). b. Pelaksanaan : 1) Penyertaan modal Pemda dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Dalam perkembangan usaha dan investasi bila diperlukan penambahan penyertaan modal dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD dan ditetapkan dalam Perda ABPD tahun anggaran berkenaan dimana pertimbangan maupun jumlah penyertaan modalnya ditambahkan dalam diktum/pasal tertentu pada Perda APBD dimaksud. 2) Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. 3) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. c. Pelaporan 1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. 2) PPKD menyusun laporan keuangan Pemda yang terdiri dari LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan ikhtisar laporan keuangan BUMD. 2. Kerjasama Pemerintah Daerah


17 Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemda dapat bekerja sama dengan Pemda lain dan pihak ketiga dalam rangka penyediaan layanan umum, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan PAD. Pihak ketiga yang dapat melakukan kerjasama dengan Pemda antara lain Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum. Kerjasama yang dilakukan oleh Pemda meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah, aset daerah, potensi daerah, dan penyediaan layanan umum. Kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan serta kepastian hukum. Dalam rangka pelaksanaan kerjasama daerah, Gubernur atau Bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk membantu Kepala Daerah menyiapkan kerja sama daerah. Struktur TKKSD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Anggota tetap dan Anggota tidak tetap. TKKSD beranggotakan perangkat daerah yang terkait dengan pelaksanaan kerjasama yang akan dilakukan oleh daerah. Kerja sama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan masyarakat serta anggarannya belum tersedia dalam APBD tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Secara garis besar tahapan kerjasama daerah yaitu : persiapan, penawaran, penyiapan kesepakatan, penandatanganan kesepakatan, penyiapan perjanjian, penandatanganan perjanjian dan pelaksanaan. terdapat beberapa bentuk/model kerja sama yang dapat dilakukan, yaitu : a. Bentuk/Model Kerja Sama Antar Daerah (KSAD). 1) Kerja Sama Pelayanan Bersama adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan bersama kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang merupakan jurisdiksi dari daerah yang bekerjasama, untuk membangun fasilitas dan memberikan pelayanan bersama. 2) Kerja Sama Pelayanan Antar Daerah adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan tertentu bagi suatu wilayah masyarakat yang merupakan jurisdiksi daerah yang bekerjasama, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan suatu kompensasi tertentu kepada daerah yang memberikan pelayanan. 3) Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia adalah kerja sama antardaerah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan dan pengalaman, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan suatu kompensasi tertentu kepada daerah yang memberikan pelayanan. 4) Kerja Sama Pelayanan dengan pembayaran Retribusi adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan publik tertentu dengan membayar retribusi atas jasa pelayanan. 5) Kerja Sama Perencanaan dan Pengurusan adalah kerja sama antardaerah untuk mengembangkan dan/atau meningkatkan layanan publik tertentu, dengan mana mereka menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendiri-sendiri rencana dan program yang berkait dengan jurisdiksi masing-masing; Kerja sama tersebut membagi kepemilikan dan tanggungjawab atas program dan kontrol atas implementasinya. 6) Kerja Sama Pembelian Penyediaan Pelayanan adalah kerja sama antardaerah untuk menyediakan layanan kepada daerah lain dengan pembayaran sesuai dengan perjanjian. 7) Kerja Sama Pertukaran Layanan adalah kerja sama antardaerah melalui suatu mekanisme pertukaran layanan (imbal layan).


18 8) Kerja Sama Pemanfaatan Peralatan adalah kerja sama antar daerah untuk pengadaan/penyediaan peralatan yang bisa digunakan bersama. 9) Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan adalah kerja sama antar daerah untuk menselaraskan kebijakan dan pengaturan terkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu. 10) Kerja sama dalam bentuk Asosisasi, contoh: APKASI (Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). b. Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Departemen/LPND: 1) Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/LPND untuk merumuskan tujuan bersama berkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu yang dilakukan dengan menyelaraskan kebijakan, rencana strategis, peraturan untuk mendukung pelaksanaannya, serta upaya implementasinya. 2) Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Teknologi, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/ LPND untuk meningkatkan kapasitas SDM dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan, pengalaman dan teknologi dengan suatu kompensasi tertentu. 3) Kerjasama Perencanaan dan Pengurusan, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/LPND untuk mengembangkan dan/atau meningkatkan layanan publik tertentu, dengan mana mereka menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendiri-sendiri rencana dan program yang berkait dengan kewenangannya masingmasing. c. Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum : 1) Kontrak Pelayanan Kontrak Operasional/Pemeliharaan; Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan usaha untuk mengoperasikan/memelihara suatu fasilitas pelayanan publik; Kontrak Kelola; Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk mengelola suatu sarana/prasarana yang dimiliki pemerintah daerah. Kontrak Sewa Badan hukum menyewakan suatu fasilitas infrastruktur tertentu atas dasar kontrak kepada pemerintah daerah untuk dioperasikan dan dipelihara oleh pemerintah daerah selama jangka waktu tertentu Kontrak Konsesi Badan hukum diberi hak konsesi atau tanggung jawab untuk menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas serta pemberian layanan kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya. 2) Kontrak Bangun Kontrak Bangun Guna Serah Badan u saha memperoleh hak untuk mendanai dan membangun suatu fasilitas/infrastruktur, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelolaannya dan dapat menarik iuran selama jangka waktu tertentu untuk memperoleh pengembalian modal investasi dan keuntungan yang wajar.Setelah jangka waktu itu berakhir badan usaha menyerahkan kepemilikannya kepada pemerintah daerah. Kontrak Bangun Serah Guna


19 Badan usaha bertanggung jawab untuk membangun infrastruktur/fasilitas, termasuk membiayainya dan setelah selesai pembangunannya lalu infrastruktur/fasilitas tersebut diserahkan penguasaan dan kepemilikannya kepada pemerintah daerah. Selanjutnya, pemerintah daerah menyerahkan kembali kepada badan usaha untuk dikelola selama waktu tertentu untuk pengembalian modal investasinya serta memperoleh keuntungan yang wajar. Kontrak Bangun Sewa Serah Badan hukum diberi tanggung jawab untuk membangun infrastruktur termasuk membiayainya. Pemerintah daerah kemudian menyewa infrastruktur tersebut melalui perjanjian sewa beli kepada badan hukum selama jangka waktu tertentu dan setelah jangka waktu kontrak berakhir, maka pemerintah menerima penguasaan dan kepemilikan infrastruktur tersebut. 3) Kontrak Rehabilitasi Kontrak Rehabilitasi Kelola dan Serah Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk memperbaiki suatu fasilitas publik yang ada, kemudian badan usaha mengelolanya dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian selanjutnya diserahkan kembali kepada pemerintah apabila badan usaha tersebut telah memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. Kontrak Bangun Tambah Kelola dan Serah Badan hukum diberi hak atas dasar kontrak dengan pemerintah daerah untuk menambah suatu fasilitas tertentu pada fasilitas publik yang ada.Kemudian badan hukum diberikan hak untuk mengelola bangunan tambahan sampai badan hukum dapat memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. Kontrak Patungan Pemerintah daerah bersama-sama badan usaha membentuk suatu badan hukum patungan dalam bentuk perseroan untuk membangun atau/dan mengelola suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan patungan tersebut, termasuk segala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perusahaan patungan. Adapun contoh proyek kerjasama pemerintah daerah dengan badan hukum (swasta) : 1) Proyek Instalasi Air Minum Sepatan, yang merupakan kerja sama antara Pemda Kabupaten Tangerang dengan PT Aetra Air Tangerang. 2) Pengelolaan operasional bus Trans Yogya, yang merupakan kerja sama antara Pemerintah Propinsi Yogyakarta dengan beberapa koperasi angkutan perkotaan di Yogyakarta (Kopata, Puskopkar, Pemuda, Aspada dan DAMRI UBK). 3) Proyek pembangunan jembatan selat sunda, yang merupakan kerja sama antara Propinsi Banten, Propinsi Lampung dan PT. Bangun Graha Sejahtera Mulia (Artha Graha Network).



21 A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh dan dilaksanakan pada bulan September s/d Nopember 2014.

B. JENIS PENELITIAN Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kualitatif, penelitian ini berupaya untuk merangkum dan menggambarkan keadaan potensi investasi Kabupaten Aceh Tenggara secara keseluruhan, kemudian data diolah secara kuantitatif.

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara berupa: a. Wawancara Wawancara dilakukan kepada: pihak-pihak yang terkait yaitu Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) b. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan sarana untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data maupun informasi. Dokumen yang dikumpulkan berupa arsip-arsip yang berhubungan dengan keadaan umum Kabupaten Aceh Tenggara dan data-data yang terkait dengan investasi dari BPS Kabupaten Aceh Tenggara dan BPS Provinsi Aceh.

D. TEKNIK ANALISIS DATA Data dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian. Adapun teknis analisis yang dilakukan yaitu analisis deskriptif berisi gambaran umum mengenai profil prospektif investasi Kabupaten Aceh Tenggara. Untuk mendapatkan skor setiap sektor yang akan dijadikan investasi unggulan yaitu dengan model Analisis Faktor, yaitu dengan menghitung indeks skor loading tertinggi yang menjadi indikator potensi investasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif denga alat uji stastistik. Pengujian dan analisis data dilakukan pada beberapa tahapan sebagai berikut : a. Uji Kualitas Data b. Statistic Deskriptif c. Uji Factor Loading Dengan Alat Uji Factor Analysis d. Uji Kategorikal Denga Alat Uji Big Fourth Analysis (Berdasarkan Nilai Skor) Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggun akan software statistical program for social science (SPSS) versi 15 dan program aplikasi microsof excel, stastistik deskriptif akan menjelaskan tentang kualitas data yang menyangkut tentang distribusi normal. Distribusi frekuensi dapat dibuat dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengurutkan Data Dari Yang Terkecil Ke Yang Terbesar 2. Menentukan Jangkauan (Range) Dari Data/ Jangkauan = Data Terbesar – Data Terkecil 3. Menentukan Banyaknya Kelas (K)


22 Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess

Hasilnya dibulatkan, biasanya ke atas. 4. Menentukan panjang interval kelas.

5. Menentukan batas bawah kelas pertama. Batas bawah kelas pertama biasanya dipilih dari data terkecil atau data terkecil yang berasal dari pelebaran jangkauan ( data yang lebih kecil dari terkecil ) dan selisihnya harus kurang dari panjang interval kelas. 6. Menuliskan frekuensi kelas secara melihat dalam kolom turus atau tally (system turus) sesuai banyaknya data.


23 Dalam penyusunan distribusi frekuensi terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian yaitu: 1. Pada pembuatann distribusi frekuensi, perlu dijaga jangan sampai ada data yang tidak dimasukkan ke dalam kelas atau ada data yang masuk ke dalam dua kelas yang berbeda. 2. Titik tengah kelas diusahakan bilangan bulat/tidak pecahan 3. Nilai frekuensi diusahakan tidak ada yang nol 4. Dalam menentukan banyaknya kelas (k), diusahakan a. Tidak terlalu sedikit, sehingga pola kelompok kabur b. Banyaknya kelas berkisar 5 sampai 15 buah c. Jika jangkauan terlalu besar maka banyaknya kelas antara 10 sampai 20 5. Cara lain dalam menetapkan banyaknya kelas adalah : a. Memilih atau menetapkannya sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan b. Menggunakan rumus

Dimana: R = jangkauan I = panjang interval kelas


24 Untuk mendapatkan nilai proksi dan indicator dari setiap variabel, maka akan dibuatkan matriks dengan skala nominal sehingga vaariasi dan variabel yang dinilai skornya akan teridentifikasi dengan sendirinya. Simulasi matriks dari salah satu variabel dapat dicontohkan sebagai berikiut: 1. Sektor Unggulan 1.1. SEKTOR PERTANIAN 1.1.1. VARIABEL PERTANIAN BAHAN MAKANAN (XI) Proksi: 1. Jenis tanaman (skala nominal) Proksi: 2. Permodalan (slaka nominal) Proksi: 3. Pemasaran (skala nominal) Proksi: 4. Sarana produksi (skala nominal) Matriks korelasi dapat digambarkan sebagai berikut:


25

Matrik Korelasi dibuatkan skor jawaban responden dalam skala nominal sesuai dengan pertanyaan yang tertuang dalam Instrumen. Contoh Pertanyaan : Kemana Hasil Kebun Bpk/Ibu dipasarkan ? Jawaban : 1. Pasar Lokal 4. Antar Pulau 2. Antar Kabupaten 5. Ekspor 3. Antar Propinsi Sehingga skor indikator tabulasi data mentah dapat dijelaskan : Aspek Pemasaran

1

Contoh pertanyaan Jawaban

2

3

4

5

: sumber modal usaha? : 1. Modal sendiri 4. Pemerintah daerah 2. Kredit koperasi 5. Kredit bank 3. Pinjaman kelompok tani 6. Tengkulak/rentenir

Sehingga skor indikator tabulasi data mentah dapat dijelaskan: Aspek permodalan:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Berdasarkan nilai formulasi loading yang tertinggi maka dianggap yang potensial untuk menjadi sebuah kelompok investasi. Kemudian variabel yang menjadi kelompok investasi tersebuat diuji dengan anasila big fourth dengan perhitungan batas nilai mininal Du-DI, dengan perhitungan nilai bobot dan nilai skor batasan acceptable (keberterimaan) investasi. Adapun beberapa asfek yang di kuantifikasikan adalah: 1. Pasar dan Pemasan 2.Teknologi/Mesin/Alat 3. SDM 4. Sarana dan Prasarana Penunjang 5. Ketersadiaan Bahan 6. Ketersediaan Lahan 7. Jaminan Kelangsungan Usaha


BAB 窶天

DESKRIPSI DATA


27 A. GAMBARAN UMUM KABUPATEN ACEH TENGGARA Sebuah hikayat menyebutkan bahwa tanah alas dulunya adalah sebuah danau besar yang terbentuk pada masa Kwartnaire. Secara faktual hal ini dapat dilihat dari banyaknya nama desa atau daerah yang masih menggunakan kata pulo (pulau), ujung, dan tanjung, seperti pulo piku, pulonas, pulo kuta gerat, kuta ujung, dan ujung barat. Selain itu, ditemukan banyak kuburan yang berada di atas gunung, seperti kuburan Raja Dewa diatas gunung lawe sikap, kuburan Panglima Saridane di atas Gunung Bantu Bergoh dan kuburan Panglima Panjang di atas Gunung Panjang. Nama Alas sendiri diyakini berasal dari kata alas yang bermakna tikar atau landasan karena berbentuk lapangan yang sangat luas.

B. LETAK GEOGRAFIS Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di garis 20.55– 40.16Lintang Utara, 960.45 – 980.00Bujur Timur yang dikelilingi pegunungan Bukit Barisan dan Gunung Leuser memanjang dari Utara ke Selatan dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayou Lues 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Subulussalam dan provinsi Sumatera Utara 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara 4. Sebelah Barat berbatasandengan Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Barat

C. LUAS DAERAH/WILAYAH Luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara adalah 423.141 Ha, dengan luas lahan untuk budidaya pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah 42.349 (10.00 %). Jumlah Kecamatan 16, dengan 51 Pemukiman dan 385 Desa.

D. TANAH DAN TOPOGRAFI Kabupaten Aceh Tenggara struktur atau jenis tanahnya pada umumnya adalah Podsolit Merah Kuning, Regosol dan Litosol.Jenis tanah yang dominan adalah regosol yng terletak di daerah-daerah berbukit yang mencapai Âą150.130 Ha atau bergelombang sampai dataran tinggi.Derajat keasaman (pH) tanah di Kabupaten Aceh Tenggara sangat bervariasi pada setiap daerah/wilayah kecamatan.


28


29 E. IKLIM Iklim di daerah ini adalah iklim hujan tropis. Berdasarkan curah hujannya iklim di daerah kabupaten Aceh Tenggara termasuk Tipe A menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Curah hujan pada tipe iklim A cukup tinggi berkisar antara 2500 – 3000 mm per tahun dan berlangsung dalam dua musim yaitu pada bulan Maret hingga Mei dan pada bulan Oktober hingga Desember. Sehingga kurun waktu antara bulan Maret hingga Mei dan bulan September hingga bulan Desember disebut bulan basah. Berdasarkan pengukuran di Stasiun Penelitian Ketambe tercatat temperature udara berkisar antara 21 - 280C. Kelembaban udara cukup tinggi, pada keadaan normal kelembaban nisbi berkisar antara 60 – 100%. Angin bertiup dengan kecepatan sedang dan kadang bertiup dengan kencang disertai badai dalam waktu singkat yang dapat menyebabkan kerusakan pohon-pohon di hutan. Di Daerah ini setiap kenaikan ketinggian sebesar 100 m akan diikuti dengan penurunan suhu sebesar 0,60C.

F. HIDROLOGI Keadaan topografi yang berbukit dan bergunung mengakibatkan banyak sungai di wilayah ini mempunyai aliran yang cukup deras. Hidrologi di Kabupaten Aceh Tenggara dicirikan oleh sungai yang panjang, yaitu sungai Lawe Alas dan anak-anak sungai (ratusan jumlahnya) yang berhulu dari banyak gunung, diantaranya Gunung Leuser, Gunung Kemiri, Gunung Bendahara dan Gunung Perkison. Umumnya anak-anak sungai tersebut selalu berair sepanjang tahun. Kondisi topografi yang demikian juga menyebabkan air sungai mengalir melalui celah-celah bukit dan lereng yang terjal terkadang dapat pula membentuk kantong-kantong air kecil diperbukitan yang diakibatkan oleh penyumbatan pada aliran sungai. Kawasan Tangkapan air di Kabupaten Aceh Tenggara antara lain di Gunung Perkison dan Gunung Bendahara yang merupakan sumber air bagi sungai-sungai yang mengalir ke pantai Timur. Selain untuk pengairan dan fasilitas perhubungan, sungai juga dipakai sebagai saluran pembuangan air kotor dan air hujan.

G. KEMIRINGAN LERENG DAN STRUKTUR TANAH Kemiringan lereng di Kabupaten Aceh Tenggara bervariasi dari 0% hingga kemiringan 40% atau lebih. Berdasarkan kelas kemiringan lereng, wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dapat dibagi ke dalam 4 wilayah, yaitu : a. Kelas kemiringan 0 – 8% b. Kelas kemiringan 8 – 15% c. Kelas kemiringan 15 – 40% d. Kelas kemiringan > 40% Wilayah datar dengan kelas kemiringan 0–8% ini tersebar di wilayah Kuta Panjang, Kutacane dan Bambel Jenistanah yang terdapat pada kelas lereng ini adalah podsolik merah kuning dan litosol. Pada kelas kemiringan 8–15% ditandai dengan daerah yang bergelombang sampai agak berbukit.Wilayah ini tersebar di pinggir Lembah Alas bagian selatan kabupaten.Jenis tanah di daerah ini adalah podsolik merah kuning dan litosol. Wilayah agak berbukit dengan kemiringan 15–40% tersebar merata di wilayah kecamatan Ketambe, Kecamatan Badar dan di sebelah selatan Kecamatan Lawe Alas. Jenis tanah di wilayah ini adalah podsolik merah kuning, komplek podsolik cokelat, podso litosol serta andosol. Untuk wilayah dengan kelas kemiringan lebih dari 40% ini hamper meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Daerah ini ditandai dengan daerah yang berbukit sampai bergunung.Jenis tanah di wilayah ini adalah podsolik merah kuning, andosol dan komplek podsolik merah kuning.


30 H. KEADAAN PENDUDUK DAN PENCAHARIAN Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2012 sebesar 184.150 jiwa yang teridri dari 91.880 pria dan 92.270 wanita, serta terdiri dari 51 mukim, 385 desa dan kepala keluarga (KK). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ada tabel 4.6 berikut ini :


31 I. TATA RUANG LAHAN Fungsi dari PKL, PPK dan PPL di Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut :


32



34 A. KEADAAN UMUM PEREKONOMIAN DAERAH Keadaan perekonomian daerah sangat mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah, oleh karena itu perlu dijelaskan tentang keadaan perekonomian daerah Kabupaten Aceh Tenggara sebagai berikut :


35


36


37


38


39


40


41 1. Potensi Lahan Potensi Lahan untuk pengembangan komoditas tanaman Pangan dan holtikultura Kabupaten Aceh Tenggara untuk lahan sawah dan bukan sawah dapat dilihat pada tabel 6.7 berikut ini :

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab. Agara


42


43 Dari tabel tersebut diatas terllihat bahwa lahan pertanian tanaman pangan yang berpotensi di Kabupaten Aceh Tenggara seluas pada tahun 2012 lahan sawah yang sangat potensi untuk ditanami padi sawah 16.865 hektare. Sedangkan yang selebihnya 18.442 hektare .sangat potensi untuk di kembangkan tanaman palawija ( jagung/kedele). Pada saat musim rending peluang lahan sawah yang mungkin untuk dikembangkan tanaman padi seluas 14.384Ha (93, 93 %), dengan produksi 50 ton. Sedangkan untuk musim gadu peluang yang mungkin dikembangkan untuk menanam padi sawah seluas Ha dengan produksi 30,05 ton yang berada pada Kecamatan Lawe Alas, Lawe Bulan Deleng Pokhison, Lawe Sigala-gala, Babul Makmur, dan Semadam. Pada musim gadu lahan sawah banyak dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman palawija yaitu seluas : 4.367 Ha yang tersebar di beberapa kecamatan antara lain : Kecamatan Lawe Sigala-gala, Babul Makmur, Semadam, Deleng Pokhison, Tanoh Alas, Bukit Tusam, dan Bambel dengan Produksi rata-rata 6,75 ton/Ha sehingga total produksi 29.477,25 Ton. Untuk lahan tegalan dan ladang banyak dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman palawija (jagung) dengan luas lahan sebesar 17.625 Ha dengan intensitas pertanaman (1P) sebesar 150%-200% pertahun untuk lahan seluaas Âą 3.752 Ha (78, 02%) dengan luas pertanaman seluas 20.130 Ha, produksi sebesar 113. 935,80 ton. Dari data peluang untuk lahan tegalan dan ladang seluas 3.873 Ha (21,97%) dimanfaatkan untuk tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan obat-obatan serta bunga-bungaan.

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab. Agara


44

Dari tabel tesebut di atas dapat kita lihat bahwa irigasi teknis di Kabupaten Aceh Tenggara belum ada, sedangkan untuk irigasi ½ teknis dapat ditanami padi dengan intensitas pertanaman (1 P) = 150-200 % pertahun. Irigasi sederhana 1 P = 100-150 % pertahun, irigasi desa 1 P = = 100 % pertahun dan untuk daerah tadah hujan = 100 % pertahun. Pada musim gadu untuk irigasi desa / non PU dan tadah hujan dimanfaatkan utnuk pengembangan tanaman palawija (jagung / kedelai).


45


46

B. SEKTOR INVESTASI Adapun sektor Investasi yang akan di analisis dalam penelitian ini untuk dibuatkan profil prospektif investasinya adalah : 1) Sektor Pertanian meliputi : a. Sub sektor pertanian; b. Sub sektor perkebunan; c. Sub sektor perikanan air tawar; d. Sub sektor peternakan 2) Sektor Perdagangan, Keuangan dan Jasa; 3) Sektor Industri; 4) Sektor Pertambangan. Adapun potensi investasi di Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat seperti tabel 6.11 dibawah ini :

1. Se ktor Pertanian Dalam sektor pertanian kabupaten aceh tenggara memiliki enam komoditi yaitu padi sawah, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2013, komoditi terbesar yang dihasilkan oleh kabupaten aceh tenggara adalah Jagung yaitu sebanyak 179.435,77 ton pada tahun yang sama. Meskipun demikian ternyata Komoditi lainnya juga merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan karena dilihat dari letak geografis dan sumber daya alam yang tersedia.


47 Berdasarkan tabel 6.12 terlihat bahwa sektor selain Jagung merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan.dari enam komoditi tersebut diatas merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan. Mulai dari pengolahan hasil tani sampai kepada realisasi penjualan hasil pertanian.

Sumber : Badan Pusat Statistik 2. Sektor Pertambangan, Industri, perdagangan dan jasa Untuk sektor pertambangan, Industri, Perdagangan dan jasa, responden diajukan jenis usaha yang menurut persepsi responden sangat layak dipertimbangkan untuk investasi dikabupaten aceh tenggara berdasarkan kebutuhan rasional masyarakat. Pada sektor ini diberikan beberapa gambaran yang berkenaan dengan sektor pertambangan, industri, perdagangan dan jasa, dan masingmasing sub sektor tidak dijabarkan secara rinci. Adapun hasil potensi untuk keseluruhannya dapat dirinci pada tabel 6.13 dibawah.

3. Sektor Peternakan Hasil Perhitungan untuk potensisektor Peternakan dirinci sebagai berikut : Berdasarkan hasil analisis data sektor peternakan, adalah sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Aceh Tenggara. Hal ini dikarenakan dipengaruhi beberapa faktor seperti budaya atau kebiasaan masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara yang mana sering menggunakan hewan ternak dalam acara kebudayaan maupun dalam acara hari kebesaran agama.


48 4. Sektor Perikanan

Sebagai Kabupaten yang memiliki potensi yang luar biasa di sektor perikanan, Kutacane tak boleh lepas dari perhatian. Kawasan ini merupakan pintu gerbang manuju kawasan pariwisata Taman Nasional Gunung Leuser yang menjadikannya bernilai strategis. Oleh karena itu Perikanan bisa menjadi ciri khas dalam meningkatkan para pengujung wisatawan aceh tenggara. Dikarenakan salah satu kabupaten yang membudayakan ikan mas dengan nilai produksi cukup tinggi di Indonesia. Dari data diatas jumlah keberhasilan sektor perikanan sangat menjanjikan dengan hasil produksi 6800 ton lebih di tahun 2012.


49 5. Sektor Perkebunan Aceh tenggara merupakan kawasan perkebunan dan kehutanan yang cukup luas oleh karena itu potensi perkebunan di aceh tenggara sangat berpotensi dimana kekayaan alamnya yang terus dapat dikelola dengan baik, hal ini di buktikannya, cukup besarnya hasil produksi perkebunan pada tahun 2012 seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :



51 A. Kualitas Lingkungan Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap: keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan. Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting. Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah. Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut. Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling dasar

adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Kepadatan, pemanfaatan lahan dan jarak merupakan tiga faktor utama dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih murah jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat, kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya, sehingga dapat memberikan waktu untuk dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga dilakukan dengan memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta yang bersedia membangun fasilitas umum. Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai


52 wilayah yang tidak direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah pinggiran.

B. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan tarsnportasi. Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan

usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke belakang. Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasankawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan pelatihan/ pendidikan.

C. Manajemen Pembangunan Daerah Yang Pro-Bisnis Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang


53 banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut. Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah. Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara lain sebagai berikut : a. Menyediakan Informasi kepada Pengusaha Pemerintah daerah dapat memberikan informasi kepada para pelaku ekonomi di daerahnya ataupun di luar daerahnya kapan, dimana, dan apa saja jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang akan datang. Dengan cara ini maka pihak pengusaha dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah daerah, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan dalam kegiatan apa

usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu terbuka mengenai kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik perlu diupayakan sesuai dengan yang diinginkan. b. Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang berubah-ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah serta tujuan kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang baik dapat membuat pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab itu adalah masalah kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan dukungan yang diperlukan. Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu. Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan mengenai keseriusannya membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil kebijakan di daerahnya. Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya kepercayaan terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara terencana dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.


54 D. Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan Sektor ekonomi yang umumnya bekembang cepat di kota-kota adalah sektor perdagangan kecil dan jasa. Sektor ini sangat tergantung pada jarak dan tingkat kepadatan penduduk. Persebaran penduduk yang berjauhan dan tingkat kepadatan penduduk yang rendah akan memperlemah sektor jasa dan perdagangan eceran, yang mengakibatkan peluang kerja berkurang. Semakin dekat penduduk, maka interaksi antar mereka akan mendorong kegiatan sektor jasa dan perdagangan. Seharusnya pedagang kecil mendapat tempat yang mudah untuk berusaha, karena telah membantu pemerintah daerah mengurangi pengangguran. Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar pajak kepada pemerintah daerah. Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan eceran, pertukaran ekonomi yang lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan investasi yang lebih besar. Adanya banyak pusat-pusat pedagang kaki lima yang efisien dan teratur akan menarik lebih banyak investasi bagi ekonomi daerah dalam jangka panjang. Sebagian besar lapangan kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan oleh usaha kecil dan menengah.Namun usaha kecil juga rentan terhadap ketidakstabilan, yang terutama berkaitan dengan pasar dan modal, walaupun secara umum dibandingkan sektor skala besar, usaha kecil dan menengah lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah perlu berupaya agar konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha kecil.

E. Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang akan dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di daerahnya menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu perlu dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama. Pengusaha daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan menghadapi perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat meminta pengertian manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas dan tidak lebih tetap pasokannya. Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya terencana agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah


55 menjadi pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan hukum yang memiliki batas daerah tertentu dan memiliki bebas, baik pada lingkup daerah, nasional maupun kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa sendiri sesuai dengan internasional. aspirasi masyarakat setempat. Daerah Otonom Kabupaten dan Kota tidak lagi F. Membentuk Ruang yang merangkap sebagai wilayah administrasi pusat, sehingga Mendorong Kegiatan tidak lagi ada perangkapan jabatan Kepala Daerah dan Ekonomi sekaligus Kepala Wilayah. Menempatkan seluruh kewenangan pemerintahan pada Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih langsung menggerakkan kegiatan ekonomi. Derah Kabupaten dan Kota yang lebih dekat dengan Pemerintah daerah perlu berusaha mengantisipasi masyarakat, kecuali kewenangan-kewenangan tertentu kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi yang ditetapkan sebagai kewenangan Propinsi dan pusat-pusat perekonomian wilayah. Kawasan-kawasan kewenangan Pusat. Kewenangan Propinsi terbatas pada yang strategis dan cepat tumbuh ini dapat berupa kawasan bidang-bidang yang bersifat lintas Daerah Kabupatan/Kota, yang sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi, seperti atau kewenangan yang belum dapat dilaksanakan oleh sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan, Daerah/Kota. Kewenangan Pusat antara lain meliputi lima hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan; klaster bidang strategis, yaitu politik luar negeri, agama, ekonomi industri, dsb. Kawasan cepat tumbuh juga dapat berupa moneter, pertahanan dan keamanan, dan hukum/peradilan kawasan yang sengaja dibangun untuk memanfaatkan . Tidak ada hubungan hirearki antara daerah otonom potensi SDA yang belum diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan sistim permukiman transmigrasi. Kabupaten dan Kota dengan daerah otonom Propinsi. Jadi Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya Daerah otonom Kabupaten/Kota bukanlah bawahan ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan daerah otonom Propinsi. Kepala Daerah ditetapkan oleh DPRD setempat. kegiatan ekonomi, seperti pengadaan terminal agribisnis, pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dsb. Artinya Kepala Daerah wajib mempertanggungjawabkan Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat pelaksanaan tugasnya kepada DPRD pada setiap akhir tumbuh ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya tahun anggaran, dan akhir masa jabatan. Kedudukan keuangan daerah otonom menjadi lebih peningkatan keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat. kuat dengan adanya desentralisasi fiskal, di mana daerah Beberapa karakteristik legal yang tampaknya perlu tidak lagi mendasarkan pengelolaan keuangannya kepada dipahami oleh masyarakat luas dengan adanya otonomi ketentuan alokasi dari Pusat, melainkan memilki otonomi daerah antara lain adalah : (Desi Fernanda, penuh untuk mengelola keuangan daerah , dengan 2002)Meletakkan otonomi daerah sebagai wujud kewajiban melaporkannya kepada DPRD, sebagai bentuk pengakuan kedaulatan rakyat sebagai kesatuan masyarakat akuntabilitas.


56 Struktur perangkat pemerintahan daerah tidak lagi seragam, melainkan boleh bervariasi sesuai dengan potensi dan keanekaragaman daerah. Sedangkan Kecamatan dan Kelurahan tidak lagi merupakan perangkat pemerintahan wilayah tetapi menjadi perangkat daerah otonom. Pengawasan oleh Pusat lebih bersifat preventif daripada represif, sehingga terdapat keleluasaan bagi daerah untuk melaksanakan otonominya tanpa campur tangan Pusat, kecuali jika ternyata terdapat kebijakan daerah yang bertentangan dengan kebijakan nasional atau yang lebih tinggi.

G. Dana Pembangunan Daerah Pembangunan daerah mustahil bisa dilaksanakan dengan baik tanpa adanya dana yang mencukupi. Dalam pasal 27 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah diatur bahwasanya dalam rangka pembiayaan pelaksanaan desentralisasi, daerah akan mengandalkan pada sumbersumber penerimaan yang terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah – PAD; (2) Dana Perimbangan; (3) Dana Pinjaman; dan (4) lain-lain Penerimaan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang dihasilkan dari upaya daerah sendiri yang berasal dari berbagai sumber, antara lain adalah dari pajak daerah, retribusi, hasil keuntungan perusahaan daerah, dan dari berbagai hasil usaha lainnya yang sah menurut peraturan. Kemampuan daerah untuk memperoleh PAD rata-rata sangat rendah, bahkan untuk menutupi biaya rutin pun sangat kekurangan. Untuk daerah otonomi Kabupaten dan Kota dana yang diperoleh dari PAD hanya sekitar 13% dari dana yang dimiliki, sedangkan di daerah otonomi Propinsi sebanyak 30%. (Deddy Supriadi B. , 2002).

Dana Perimbangan adalah dana yang diperoleh pemerintah Daerah dari pemerintah Pusat, baik yang berasal dari PBB, Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan, Penerimaan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Penerimaan dari PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah; penerimaan dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20% untuk Pusat, dan 80% untuk Daerah; penerimaan dari Sumber Daya Alam dibagi dengan imbangan 20% bagi pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah. Satu hasil penelitian yang dilakukan oleh SMERU dan hasilnya diseminarkan di Bali pada bulan Juni 2002, menunjukan bahwa dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat –Daerah tidak diatur penerimaan dari sektor perkebunan, sehingga daerah yang memiliki areal perkebunan merasa dirugikan karena daerah tidak memperoleh pendapatan dari sektor tersebut. “ In addition, those regions with established industries that make a significant contribution to state revenue, such as the tobacco industry in Kabupaten Kudus, do not receive a share of the profits despite the fact that the natural resources upon which the industries are based lies within their territory. As a result, these regions feel that they have been treated unfairly by regional autonomy laws�.Perlu diketahui yang diatur dalam undang-undang tersebut hanya mencakup penerimaan dari sektor minyak bumi, gas alam, kehutanan, pertambangan umum, dan perikanan. Berdasarkan data APBD tahun anggaran 2001 untuk 82 Kabupaten/Kota di Indonesia, dapat diketahui bahwa dana perimbangan menempati porsi terbesar yaitu ratarata 77% (Sadu Wasistiono, 2002). Yang terkecil adalah Kabupaten Badung yakni 32% sedangkan yang terbesar Kabupaten Kutai Kertanegara sebesar 99%.Khusus untuk Kota Palu, mencapai 90%.


57 Melihat lebih besarnya pendapatan daerah Kabupaten/ Kota yang diperoleh dari Dana Perimbangan dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah, maka dapat dikatakan daerah masih belum bisa otonomi secara sepenuhnya. Artinya desentralisasi dalam aspek ekonomi, politik, dan sosial, belum diimbangi dengan desentralisasi aspek fiskal, dan akibatnya ketergantungan Daerah kepada Pusat masih sangat dirasakan. Sebagian besar upaya yang dilakukan daerah untuk bisa mengurangi dana yang diperoleh dari pemerintah pusat adalah dengan memacu uapaya memperoleh Pendapatan Asli Daerah sebesar mungkin. Metode yang paling populer sampai dengan saat ini adalah dengan mengesploitasi Sumber Daya Alam daerah yang ada, dan melalui Pajak dan Retribusi Daerah. Cara pertama sangat mungkin dilakukan apabila di daerah SDA nya memang berlimpah, namun bagi daerah yang miskin akan SDA umumnya mengambil jalan lain yaitu meningkatkan penerimaan dengan cara kedua . Terlepas dengan cara daerah memperoleh PADnya, yang menjadi pertanyaan “mampukah daerah menggali dengan bermodalkan sumber daya manusia yang ada di daerahnya sendiri?� Ada slogan yang cukup terkenal dalam dunia industri “ Assets make things possible, people make things happen� . Artinya kekayaan alam, modal, bahan baku, dan assetaset lainnya membuat sesuatu itu mungkin, namun hanya melalui tangan-tangan manusialah membuat semuanya itu terjadi. Indonesia boleh mempunyai laut yang luas penuh dengan ikan, namun tanpa nelayan yang baik, ikan tersebut akantetap menjadi ikan yang ramai berenang-renang di dalam lautan. Daerah bisa punya modal sendiri atau modal asing, atau hasil penarikan pajak dan retribusi, namun tanpa

manusia yang akhli dan bermoral dalam mengelola uang tadi, dapat kita bayangkan bagaimana jadinya.Demikian pula, daerah boleh mempunyai kekayaan alam yang berlimpah, namun tanpa ada sumber daya manusia yang mengolahnya secara benar, kekayaan alam tersebut bukannya menjadi sumber yang bermanfaat, melainkan lebih banyak mudharatnya. Berdasarkan laporan-laporan tertulis maupun lisan, ternyata semangat reformasi yang di dalamnya adalah juga pelaksanaan otonomi daerah, masih belum sepenuhnya bisa diterjemahkan menjadi tindakan. Dalam salah satu laporannya Ahmad Subagya (2002) salah satu anggota Dewan Konsultasi Otonomi Daerah Kabupaten Bantul mengemukakan beberapa kendala pelaksanaan otonomi daerah, yang antara lain adalah : Partisipasi masyarakat rendah. Sebagian besar masyarakat kabupaten/kota mempunyai persepsi bahwa otonomi daerah merupakan persoalan pemerintah daerah.Kondisi seperti ini berakibat pada rendahnya partisipasi masyarakat terhadap kebijakankebijakan pemerintah daerah menjadi rendah. Salah satu akibatnya adalah, dalam perencanaan dan persiapan lainnya pemerintah kabupaten sibuk sendirian, dan kurang mendapat dukungan atau kontrol dari masyarakat. Masyarakat tidak perduli pemerintah siap atau tidak, cenderung menunggu dan melihat apa yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Sikap menunggu ini akan sangat mengganggu pelaksanaan otonomi daerah karena sesungguhnya pelaksanaan otonomi daerah akan sangat diuntungkan dengan adanya partisipasi masyarakat.


58 Permasalahan ini juga ditemukan oleh penelitian yang dilakukan oleh SMERU, yang antara lain berbunyi :“The implementation of regional autonomy must include the involvement of wider circle of participation outside the boundary of government and the bureaucracy. The responsibility of local communities in each autonomous region must also taken into account, so that government and the community share responsibility for successful implementation of regional autonomy. This implies that the implementation of regional autonomy will be a long-term process, which must be widely understood not only by local government but also by civil society”

H. Sikap dan Mentalitas Aparatur Pemerintah Daerah Sikap mentalitas aparatur pemerintahan daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut. Ada gejala cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi keotonomian daerahnya.Kondisi ini sudah tentu tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi daerah, karena kepeloporan aparatur pemerintahan daerah mutlak diperlukan. Di samping itu, ada dua pandangan lain yang tampaknya juga mendukung dua hasil penelitian tersebut di atas, yang datangnya dari Muadim Bisri, SH, Sag. Dalam makalahnya yang berjudul “Melacak Problematika Otoda” . Pertama, otonomi daerah dicurigai sebagai proses transformasi

kolusi, korupsi, dan nepotisme ke tingkat daerah, ini juga ternyata terbukti. Banyaknya anggaran belanja daerah yang tidak jelas serta melimpahnya permintaan fasilitas kesejahteraan para eksekutif maupun legislatif tingkat daerah merupakan bukti yang nyata. Kedua, kendala yang muncul berikutnya adalah rendahnya kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM). Perda-perda yang ditelorkan sebagai konsekuensi dari perubahan pola anggaran proyek dan program telah menimbulkan kekhawatiran baru, karena ternyata di daerah tingkat I dan II masih minim staf akhli di bidang keuangan dan manajemen yang diperlukan (Bisri, 2002). Mencermati permasalahan di atas, maka apa yang sekiranya harus dilakukan oleh daerah dalam menghadapi otonomi ini. Adhitya Wardono dan Asep Mulyana dalam makalah yang yang disampaikan di Frankrut, berjudul “Sumberdaya Padat Otak dan Otonomi Daerah” mengutip buah pikiran seorang ekonom Friedrich List yang mengemukakan konsep Pendekatan Tenaga Produktif. Rekomendasinya adalah kemakmuran suatu daerah (bangsa) bukan disebabkan oleh akumulasi harta dan kekayaan, melainkan dengan cara membangun lebih banyak tenaga yang produktif. Dengan pendekatan ini akan terjadi kekuatan swadaya setempat yang mampu menunjang kemakmuran ekonomi suatu daerah atau bangsa. Yang dimaksud oleh Friedrich List dengan Tenaga Produktif adalah karya kreatif, inovatif, pemahaman atas kekuasaan dan hokum, hak dan kewajiban masyarakat, efektivitas penyelenggaraan pemerintah, ilmu dan kebudayaan, dan sikap terhadap hak asasi manusia serta mentaati norma agama. (Wardono dan Mulyana, 2001).


59 I. Hubungan Antara Kemajuan Daerah Dengan Sumber Daya Manusia Dari apa yang dikemukakan oleh Fredrich List tersebut di atas maka uraian berikutnya berupaya menjelaskan sejauh mana hubungan antara kemakmuran daerah yang indkatornya adalah kemakmuran ekonomi dengan variabel sumber daya manusia. Dengan mengetahui hubungan yang terjadi di antara kedua variabel tersebut penulis ingin lebih meyakinkan kepada pembaca betapa pentingnya pemerintah Daerah/Kota/Propinsi untuk memfokuskan upayanya pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerahnya masing-masing. Data yang digunakan dalam mencari hubungan tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan pada tahun 2001 terhadap 26 Propinsi dari 30 Propinsi yang ada di Indonesia. Judul penelitiannya adalah Daya Saing Daerah : Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Penelitian dilakukan oleh Piter Abdulah, SE., MA, Dr. Armida S. Alisjahbana, Dr. Nurry Effendi, dan Dr. Budiono.Secara umum, penelitian tersebut bertujuan memberikan gambaran tentang daya saing dari 26 Propinsi. Variabel-variabel penelitian utama meliputi Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu pengetahuan dan Teknologi, Sumber Daya Manusia, Kelembagaan, Governance dan Kebijakan Pemerintah, serta Manajemen dan Ekonomi Mikro. Analisis dari ke sembilan variabel tersebut menganghasilkan Daya Saing dari setiap Propinsi di Indonesia. Dalam penelitian tersebut variabel Perekonomian Daerah didefinisikan sebagai ukuran kinerja secara umum

dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip berikut: 1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian, setidaknya dalam jangka pendek. 2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang. 3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu. 4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. 5. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaanperusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik

J. KEBIJAKAN DAN STRATEGIS POLA RUANG Kebijakan pengembangan Pola Ruang Kabupaten Aceh Tenggara meliputi : a. Pertahanan dan peningkatan kelestarian lingkungan hidup melalui pengelolaan dan pelestarian kawasan berfungsi lindung dan pengendalian kegiatan budidaya di Kabupaten Aceh Tenggara Untuk mewujudkan kebijakan tersebut diperlukan beberapa strategi yaitu : 1) Mendeliniasi kawasan hutan di Kabupaten Aceh Tenggara sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan; 2) Memantapkan fungsi kawasan lindung berdasarkan hasil


60 analisis fisik wilayah; 3) Memantapkan kawasan penyangga sehingga berfungsi untuk mengamankan kawasan lindung dan kawasan dibawahnya; 4) Memanfaatkan kawasan lindung menjadi priortitas utama karena sebagai penyangga banjir yang dapat melanda wilayah hilir Kabupaten Aceh Tenggara; 5) Merelokasi permukiman dan kegiatan budidaya lainnya dikawasan lindung; 6) Membatasi perkembangan penduduk kearah kawasan-kawasan yang terkena pemantapan kawasan lindung. Peningkatan produktifitas peternakan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut diperlukan beberapa strategi yaitu : 1) Mengembankag peternakan dengan efisiensi usaha dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi; 2) Meningkatkan ekspor ternak; 3) Mengembangkan peternakan rakyat; 4) Meningkatkan peranan koperasi serta keikutsertaan swasta; 5) Mendatangkan ternak bibit unggul untuk meningkatkan kualitas produksi ternak; 6) Melakukan vaksinasi ternak dalam mencegah

menyebarnya penyakit hewan. Perkuatan basis perekonomian menurut sector/ komoditi unggulan di masing-masing Wilayah Pelayanan (WP), termasuk memperluas keanekaragaman sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadi sumber pendapatan daerah.Untuk mewujudkan kebijakan tersebut diperlukan beberapa strategi yaitu : 1) Mengembangkan keterkaitan industry pertanian mulai dari hulu (produksi), distribusi dan pengolahan air; 2) Meningkatkan produksi tanaman pangan untuk mempertahankan/memantapkan swasembada pangan di kecamatan-kecamatan yang memiliki potensi dalam kesesuain lahan tanaman pangan; 3) Mengembangkan sector industry yang berbasis pada pengolahan hasil pertanian; 4) Mengembangkan kepariwisataan secara menyeluruh dan terpadu baik obyek wisata budaya, alam; 5) Mengembangkan industry agro baik perkebunan maupunperikanansecaraselektifdalampengertianberorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.



62 A. KESIMPULAN

ten Bidang investasi di Kabupa 1. Perdagangan a. Dagang Besar b. Dagang Menengah c. Dagang Kecil

agai berikut : Aceh Tenggara adalah seb 2. Pelayanan Jasa a. Skala Besar b. Skala Menengah c. Skala Kecil

3.Pabrikasi a. Industry Besar n Kecil b. Industry Menengah Da c. Industry Rumah Tangga Berbagai bupatenAceh Tenggara Di Ka asi est Inv si ten Po ci rin Kemudian Di Sektor: Sektor Utama/Primer a. Tanaman Bahan Makanan a. Tanaman Perkebunan b. Tanaman Lain-Lain c. Hasil Hutan d. Peternakan e. n Ternak Hasil Tambang Dari Hewa f. r Tawar Perikanan Kolam Ikan Ai g. r Tawar Hasil Tambang Dari Ikan Ai h.


63 b. Sektor Sekunder an ranaperumahan/Permukim 1. Potensi Bangunan Prasa urah Bagi Masyarakat a. Pembangunan Rumah M muh Menjadi Layak Huni b. Pembenahan Rumah Ku h Perumahan Skala Menenga c. Pembangunan Komplek Perumahan Mewah an d. Pembangunan Komplek n Hasil Pertanian/Perkebun na pa im ny Pe ng da Gu n na e. Pembangu si Pertanian impanan Alat-Alat Produk ny Pe ng da Gu n na gu an f. Pemb ebunan Jemur Hasil Pertanian/Perk g. Pembangunan Lapangan wa/Rumah Kontrakan h. Pembangunan Rumah Se s i. Pembangunan Rumah Ko Pertokoan j. Pembangunan Komplek ahan Galian 2. Potensi Bahan Tambang/B a. Pasir Bahan Bangunan b. Batu Bahan Bangunan c. Tanah Timbun gam Mulia Lainnya d. Emas/Dan Kelompok Lo e. Timah f. Timah Hitam g. Batu Bara h. Kapur i. Dolomite j. Tembaga k. Biji Besi/Baja l. Minyak m. Gas


64 3. Pabrik/Industry Kecil/K ilang Yang Ada Di Desa Ka mi: a. Pabrikasi Hasil Pertania n/Perkebunan/Hutan Skala Kecil: Kilang Padi Penggilingan Jagung Pengilingan Kopi Penggilingan Coklat Fermentasi Coklat Pengolahan Minyak Ni lam Pengolahan Minyak Se rai Kilang Kayu Pabrik Batu Bara b. Pabrik Makanan Skala Kecil/Home Industry Tempe Tahu Kecap Keripik Emping Kerupuk Makanan Jajanan Tepung Tapioca Bumbu Makanan Gula Merah c. Pabrik/Industry Lain-La in Yang Ada Didesa Kami Bengkel Bubut Pabrik Perabot/Furnitur e Pengolahan Daur Ulang Pengolahan Sampah/Pu Sampah puk Kompos Pe ng ola han Hasil Hutan Kebutuhan Rumah Tang ga Kebutuhan Pertanian Sapu Lidi Ijuk Atap Rumbia Bahan Plastic Kemasan Ai r M in um d. Potensi Kerajinan/Pengra jin/Sandang bamboo Rotan Kulit Kayu Kaca dan Kristal Ijuk Tikar pandan 4. Potensi Panas Bumi Da n Energy Listrik Tenaga Ai r a. Air Terjun b. Panas Bumi c. Air Deras


65 r 5. Potensi Sumber Daya Ai ngan r a. Potensi Mata Ai Pegunu c. Potensi Air Danau e. Potensi Air Sungai

b. Potensi Mata Air Alam Kawah d. Potensi Air Telaga Dan

c. Sektor Tersier ortasi Yang Tersedia 1. Jenis Angkutan Transp is Minibus a. Angkutan Pedesaan Jen reta Lembu b. Angkutan Tradisional/Ke c. Pick Up/Truk Mini d. Traktor/Jetor e. Truk Besar ngan f. Sampan/Getek Penyebera g. Perahu Bermotor h. Ojek/Sepeda Motor n Lembaga Keuangan 2. Lembaga Perbankan Da a. Bank Asing b. Bank Umum Pemerintah c. Bank Umum Swasta h d. Bank Pemerintah Daera at e. Bank Perkreditan Raky f. Koperasi Simpan Pinjam g. Modal Ventura h. Koperasi /BMT i. Asuransi 3.

4.

isata Yang Ada Objek Dan Potensi Pariw Budaya Potensi Adat, Seni Dan kan Dan Kesehatan Potensi Pelayanan Pendidi


66 B. REKOMENDASI

Salah satu alasan penerap an kebijakan otonomi daera h adalah untuk memperbaiki kinerja pe merintahan daerah dalam melakukan pembangunan ekonomi. Setelah pelaksanaan ot onomi daerah. Pembangunan ekonomi tia p daerah menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa daerah telah meng alami kemajuan dan perba ika n, sementara di beberapa daerah lain ma sih dijumpai akibat kebijak an yang tumpang tindih,rumit,dan tidak ko nsisten. Kondisi tersebut ter gambar dalam laporan tahunan studi peme ringkatan daya saing invest asi daerah yang dilakukan oleh KPPOD. Hasil studi ini memperliha tkan perlunya upaya untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru untuk menciptakan lap angan pekerjaan bagi masyarakat di daerah dan dengan sendirinya pe ne rimaan daerah da n de ng an se nd iri ny a pe ne rim aa n da er ah da ri pa jak ak an meningkatkan yang dapa t digunakan untuk pembiay aan pelayanan publik, sperti untuk pend idikan, kesehatan dan saran a transportasi. Berkenan dengan kesim pulan studi ini maka kepa da Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara disarankan bahwa salah sat u aspek sumber pendapatan dan pembiayaa n daerah yang dipandang pro spektif adalah kegiatan yang berkaitan de ngan penanaman modal (in vestasi) Aktifitas penanaman moda l didaerah yang sedang berla ng sung maupun penanaman modal baru sa ngat diharapkan menjadi penopang utama pendapatan, pertumbuhan dan pembangunan ekonom i untuk daerah. Namun Pemerintah Kabupa ten Aceh Tenggara harus da pat memberikan


67 tang : suatu kebijakan khusus ten 1. Kepastian Hukum a. Konsisten Peraturan radilan b. Penegakan Keputusan Pe anan c. Kecepatan Aparat Keam rasi rok Bi d. Pungutan Liar di Luar 2. Aparatur & Pelayanan rmasalahan Dunia Usaha Pe p da ha ter a md Pe on sp a. Re nia Usaha b. Birokrasi Pelayanan Du omi Daerah c. Informasi Potensi Ekon ang oleh aparat d. Penyalahgunaan Wewen 3. Keamanan a. Keamanan Usaha b. Keamanan Masyarakat c. Dampak Unjuk Rasa 4. Politik eslatif a. Hubungan Eksekutif-Leg Politik b. Hubungan Antar Partai 5. Potensi Ekonomi a. PDRB Perkapita b. Pertumbuhan Ekonomi truksi c. Indeks Kemahatan Kons 6. Kualitas Tenaga Kerja rja a. Produktivitas Tenaga Ke b. Pendidikan Tenaga Kerja tur 7. Ketersedian Infrastruk


68 a. Ketersediaan Jalan b. Ketersediaan Jpelabuha n Laut c. Ketersediaan Pelabuhan Udara d. Ketersediaan Sambunga n Telepon e. Ketersediaan Pasokan Li strik 8. Kebijakan Daerah Da n Perda a. Kejalasan Tarif b. Kejelasan Prosedur c. Proses Perumusan Perd a d. Kebujakan Ketenaga Ke rjaan 9. Kepemimpinan Loka l a. Kepemimpinan Kepala Daerah b. Hubungan Kepala Daera h Dengan Pengusaha 10. Sosial Budaya a. Keterbukaan Mayaraka t Terhadap Dunia Kerja b. Keterbukaan Masyarak at Terhadap Tenaga Kerja Dari Luar Daerah c. Etos Kerja Masyarakat d. Kemudahan Memperoleh Hak Penguasaan Tanah e. Potensi Konplik Di Mas yarakat 11.

Struktur Ekonomi a. Pertumbuhan Sektor Pr imer b. Pertumbuhan Sektor Se kunder c. Pertumbuhan Sektor Te rsier

13. Kualitas Tegangan Li strik

12. Biaya Tenaga Kerja a. Biaya Tenaga Kerja Fo rmal b. Biaya Tenaga Kerja Ak tual c. Kualitas Infrasturuktur d. Kualitas Jalan Darat e. Kualitas Pelabuhan Laut f. Kualitas Pelabuhan Udara


69 yang membuat suatu kebijakan ra ga ng Te eh Ac ten pa bu merintah Ka h, sebagai Untuk itu sudah saatnya pe a menarik investor ke daera gk ran lam da h ka ng -la ah langk pro pada Investasi dengan yang bisa berikut : potensi keunggulan daerah n ka ntu ne me tuk un n ka fikasi 1. Menggali dan mengidenti ; estor tor ditawarkan kepada inves n pada industri, terutama inv lai si ika bil pu un up ata ow u proad sh 2. Melakukan promosi ata ng mendukung asing; h dan pengaturan hukum ya era da tah rin me pe n aa san 3. Menetapkan kebijak if bagi investor; m yang tidak penciptaan iklim kondus erah dan pengaturan huku da tah rin me pe an ak bij ke n un nasional; 4. Melakukan penyesuaia l baik internasional maup da mo n ma na na pe n tua dalam sesuai dengan keten , aparat pemerintah daerah sia nu ma ya da er mb su n ata 5. Mempersiapkan peningk baik dengan investor; ng ya n kegiatan memberikan pelayanan da aktifitas dan pengawasa pa k bli pu u ata t ka ara sy aktif ma 6. Mendukung partisipasi lancaran modal; penanaman modal; asarana pendukung bagi ke pr n da a ran sa n ata dah, murah gk nin 7. Perbaikan dan pe l secara sederhana, cepat, mu da mo n ma na na pe gi ba n rijina 8. Perbaikan pelayanan pe murah dan dan memuaskan; gkungan agar tercipta iklim lin , an tib ter ke , an an am ny an, ke 9. Mengupayakan keaman pat memuaskan; er daya masyarakat agar da mb su n ata gk nin pe tuk un fasilitas 10. Mendukung pemberian logi; gis dan terjadi alih tekno di lahan yang menduduki jabatan strate lahan yang produktif menja s lua ri da : h era da si ten po 11. Memperdayakan an lahan dari segi : produktif dari keseluruh a. Penggarapannya ) b. Pasarnya (Pemasarannya c. Trasnportasinya d. Kualitas SDMnya


70 Misalnya : a. Meningkatan Dari Sekto r Komoditi Unggulan b. Pemasarannya Lebih Lu as Lagi c. Jalur Trasnportasi Yang Harus Memadai (Cepat Sa mpai Ketujuan Pasar) d. Peningkatan SDMnya ba gaimana ? 12. Dengan memberdayak an seluruh elemen masyara katnya di bidang masing-m mereka miliki,misalnya : asing potensi yang a. Pertanian b. Perkebunan c. Perikanan d. Peternakan e. Pemukim an (Dari Sektor Penyedian Perumahan/KPR, Apa Su Ada Pihak-Pihak Ketiga dah (Deplover) f. Kehutanan g. Perdaga ngan Untuk itu kebijakan pemban gunan daerah harus mengara h kepada Investasi daerah de kebijakan : ngan menempuh Kebijakan ini akan ditempu h melalui Program : 1. Program Peningkatan Pr omosi dan Kerjasama Inve stasi Tujuan : Meningkatkan pr omosi dan mendorong penin gkatan kerjasama penanama modal, dengan melakukan n antara lain Kebijakan dan koordinasi, yang dapat meningkatkan minat inves tor untuk menanamkan mo dalnya didaerah. Sasaran : Meningkatnya kerjasama investasi dan pe nanaman modal di daerah. 2. Program Peningkatan Ikl im Investasi dan Realisasi Investasi Tujuan : Berusaha mencipt akan ruang yang seluas-lua snya bagii investor baik da negeri maupun investor as lam ing untuk berinvestasi di da era h dengan cara menciptakan yang kondusif bagi kegia iklim tan investasi. Sasaran : Terciptanya iklim investasi kondusif dan me ningkatnya minat investor menanamkan modalnya di untuk daerah, yang dapat mendor on g peningkatan realisasi inv didaerah. estasi


71 arana Daerah mberdaya, Sarana dan Pras Su si ten Po an iap ny Pe menunjang 3. Program n prasarana daerah dalam da a ran sa si, ten po ta da Tujuan : Menyiapkan aerah. n prasarana peningkatan investasi did dan tersedianya sarana da si ten po g tan ten si ma or Sasaran : Tersedianya inf h. kegiatan investasi di daera daerah yang mendukung

C. PENUTUP Demikianlah kajian ini dilakukan dengan berbagai upaya dan kerja keras Tim peneliti untuk dapat mengidentifikasi seluruh potensi investasi dan diharapkan hasil studi ini dapat menjadi dasar acuan untuk studi kelayakan dari potensi-potensi investasi yang ada. Untuk kesempurnaan studi diharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak.


72 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L.

1999. Ekonomi Pembangunan, Edisi Keempat. Sekolah Tinggi IlmuEkonomi. Yogyakarta. Bambang, S. 2004. Peran Usahatani Ternak Ruminansia dalam PembangunanAgribisnis Berwawasan Lingkungan. Fakultas Peternakan UniversitasDiponegoro. Semarang. Bendavid. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practioners. NewYork. Praeger Publisher Inc. Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar TeoriEkonomi, Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Cetakan Kedua.Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi & Sosial.Jakarta. Dwijatmiko, S dan S. Surtini. 2006. Pengaruh Frekwensi Penyuluhan TerhadapPenerapan Adopsi Sapta Usaha Sapi Perah. Jurnal Sosial EkonomiPeternakan Volume 2 Nomer 1. Januari 2006. Program Studi SosialEkonomi Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.Semarang. Gaynor, G H. 1991. Achieving The Competitive Edge through IntegratedTecnology Management. McGraw Hill. New York.Iksan Semaoen. 1996. Teori Mikro Ekonomi: Pendekatan Matematik. ProgramPasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang. Kuncoro, M. 2000. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, EdisiKedua. Yayasan Keluarga Pahlawan Negara. Yogyakarta.Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan. 2003. ProfilKabupaten Aceh Tenggara. Semarang Marini. 2004. Analisis Unggulan Komoditi Pertanian di Kabupaten Donggala.Tesis S-2 Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.Mawardi, I. 1997. Daya Saing Indonesia Timur Indonesia dan PengembanganEkonomi Terpadu. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan PeneranganEkonomi & Sosial. Jakarta. Ricardson, H.W. 2002. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi dan Regional. FakultasEkonomi Unversitas Indonesia. Jakarta. Rochmiyati, H. 2003. Analisis Unggulan Komoditi Pertanian di KabupatenPontianak. Tesis S-2 Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Rusmadi, R. 2002. Analisis Sektor Unggulan Pertanian dan Sektor Lainnya diProvinsiKalimantan Tengah. Tesis S-2. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sa’id G, Rachmiyanti dan M Z Muttaqin. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis.Ghalia Indonesia. Jakarta Shafaat N dan Supena F. 2000. Analisis Dampak ekonomi terhadap KesempatanKerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di WilayahSulawesi: Pendekatan Input – Out put. Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. XLVIII. Vol. Saharan. 2003. Sektor Unggulan dan Kontribusi Pertanian di Kabupaten Barito.Selatan. Tesis S-2 Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional WilayahIndonesia Bagian Barat. Prisma Lembaga Penelitian, Pendidikan danPenerangan Ekonomi & Sosial. No.3, 27-38. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Boduose Media. Padang.Sumatera Barat. Subiyakto. 1996. Manajemen Agribisnis. Kanisius, Jakarta. Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan DasarKebijaksanaan. Bima Grafika. Jakarta. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional. PT Bumi Aksara. Jakarta Tumenggung, S. 1996. Gagasan dan Kebijaksanaan Pembangunan EkonomiTerpadu (Kawasan Timur Indonesia). Direktorat Bina Tata Perkotaan danPedesaan Dirjen Cipta Karya Departemen PU. Jakarta. Wijaya, F. 1992. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga. Badan PenerbitanFakultas Ekonomi. Yogyakarta.




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.