ED I SI
13
|
DESEMBER 2017
PENGARUH TRADISI TERHADAP PERENCANAAN
//Local News: NYIA, PAG, dan MAGERSARI
//OPINI: Hak Atas Tanah Kraton Kasultanan Yogyakarta,
//PROJECT CAMPAIGN: Mewujudkan Tata Ruang yang Inklusif Melalui #AkuKamuDanRuangKita
salam
REDAKSI
Puji syukur kepada Tuhan Ya n g M a h a E s a k a re n a at a s rahmat-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk terus berkarya dan meng hadirkan RUANG edisi 13. Ruang merupakan wadah kreasi mahasiswa HMT PWK UGM melalui tulisan agar peka terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar dan dampaknya d i m a s a d e p a n . Ruang #13 kali ini berbicara tentang bagaimana perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan tradisi yang ada di suatu kota. Kota dibangun secara sosial oleh masyarakatnya dengan budaya dan tradisi yang mempengaruhi b a g a i m a n a ko t a b e r ke m b a n g . Sejarah, kepercayaan, nilai, serta tradisi politik dan hukum menjadi c i r i k h a s d a r i s et i a p ko t a d i berbagai belahan dunia. Latar belakang kota yang berbeda membentuk kota dengan nilai yang berbeda pula. Semoga RUANG dapat terus eksis di tengah-tengah masyarakat dan memberikan banyak manfaat untuk mewujudkan ruang yang baik untuk kehidupan yang akan datang. Penerbit: Pelindung: Pemimpin Umum: Pemimpin Redaksi: Wakil Pemimpin Redaksi: Redaksi: 1.Ardiwiryawan Wibowo 2.Baiq Muslida Shafira 3.Carissa Siregar 4.Edy Abdurrahman Syahrir 5.Farhan Anshary 6.Firman Seto Aji 7.Nabila Elvanya Larasati 8.Novita Aini 9.Tirta Hayuning 10.Wika Sagyara 11.Winda Rahmatya
2
RUANG | #13 HMT PWK UGM
2
daftar Isi
Daftar isi, Awak ruang , Salam redaksi
3 Prolog : Pengaruh Tradisi Terhadap Perencanaan
4 Local News :NYIA, PAG dan MAGERSARI
5 Esai Foto : Bukan Beringin Biasa
6
13
Project Campaign : Mewujudkan Tata Ruang yang Inklusif Melalui #AkuKamudanRuangKita
14 Resensi : Wonder Woman
15 TTS : Pengaruh Tradisi Terhadap Perencanaan
Riset dan Infografis : Konflik dan Luasan Lahan Sultan Ground di Prov. DIY
10 Eureka : Saudara Dekat
12 Opini : Yogyakarta ; Keistimewaan dalam Lahan
awak HMTPWK UGM Abdurrahman Faisal M. Nabila Elvanya Larasati Ardiwiryaman Wibowo Adelheid Pasau Tandipayuk Editor : 1. Adelheid Pasau Tandipayuk 2. Ardanto Septian Christadi 3. Elisa Martina Sihombing Desain Grafis: 1.Deano Damario Putrayurin 2.Deby Rosiananda 3.Fikri Ahsanul Huda 4.Hanna Audita Putri 5.Nafiari Adinda Puspitarini 6.Nawang Anandhini 7.RR Intan Dwi Nuraini 8.Stefanny Aurelia 9.Tisar Endah Ayuningtias 10.Victoria Christanti Makaruwung
PROLOG
PROLOG Pengaruh Tradisi Terhadap Perencanaan Perencanaan kota tidak dapat dilepaskan dari tradisi dan nilai yang dianut di wilayah tersebut. Misalnya saja Yogyakarta dengan filosofi sumbu imajiner yang dapat ditarik dari Gunung Merapi hingga laut selatan menjadi salah satu contoh tradisi yang mempengaruhi perencanaan. Sumbu imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Bagaimana kepercayaan dan nilai yang ada dan dipercayai dapat mempengaruhi perencanaan menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas. Politik agraria di tanah istimewa menjadi pembahasan lain jika berbicara tentang kebijakan perencanaan yang berbeda di tiap wilayah. Sultan Ground dan Pakualaman Ground sebagai dasar pertanahan keraton masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan bahwa status Sultan Ground dan Paku Alam Ground adalah tanah ulayat (tanah adat) dan tidak dijamin oleh UUPA (Undang Undang Pokok Agraria). Secara normatif keberadaan tanah Sultan Ground sampai saat ini belum terjangkau ketentuan UUPA tetapi diakui oleh masyarakat dan tetap digunakan, dijaga, dipelihara, dan dilestarikan keberadaanya. Perencana dan sistem perencanaan harus responsif terhadap perbedaan dan sebisa mungkin meminimalkan ketidaksetaraan. Perencanaan dan pengembangan kota mestinya dipahami secara berbeda tergantung pada peraturan dan budaya yang mengakar di tiap kota atau wilayah.
#13 | RUANG HMT PWK UGM
3
LOKAL NEWS
Oleh: Ervina Utami
NYIA, PAG,
DAN
MAGERSARI
P
rogres pembangunan Bandara NYIA atau New Yogyakarta International Airport di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo sampai sejauh ini berjalan signiďŹ kan meski sempat menuai pro dan kontra. Pembangunan Bandara NYIA merupakan proyek strategis nasional yang ditargetkan selesai dalam dua tahun mendatang, sesuai yang dikatakan oleh senator asal Sumut, Parlindungan Purba.
Tanah milik Pakualaman atau PAG termasuk dalam Undang-Undang Kadipaten pasal 1 Tahun 1918 dan Tanah Kadipaten dipakai dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Pembangunan dan relokasi rumah dengan sistem magersari untuk warga terdampak pembangunan bandara NYIA di PAG ini awalnya direncanakan di Desa Kulur kemudian pindah ke Desa Kaligintung, hingga kemudian dipindah lagi ke Desa Kedundang, Kecamatan Temon, Kulonprogo. Di sisi lain, pembebasan lahan PAG sempat mengalami kendala, utamanya dalam hal pengosongan lahan. Tetapi hingga 8 November lalu, pembangunan relokasi rumah sistem magersari ini telah mencapai sekitar 37% dengan keseluruhan rumah yang dibangun berjumlah 50 unit, yakni 43 unit di Pedukuhan Pencengan dan 7 unit di Pedukuhan Pandowan. Pemerintah pun telah mengupayakan membangunkan warga terdampak tersebut, rumah dengan tipe 36 di atas lahan PAG seluas 4.800m di 2 2 Pedukuhan Pencengan dan 1150m di Pedukuhan Pandowan.
Foto:
Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, dalam menanggapi adanya proyek pembangunan NYIA tersebut mau tidak mau harus merelokasi warga di beberapa desa, dan ia juga mengungkapkan bahwa ada satu desa yang dipindah ke desa lain, dan ada juga yang dipindah lokasinya, tetapi masih di desa itu. Seperti halnya yang diungkapkan oleh GM Bandara Adisutjipto Agus Pandu Purnama, proyek Bandara NYIA seluas 587,3 Ha ini memiliki tapak yang harus mengalihfungsikan lahan dari lima desa, 19 dusun, 2700 KK, dan 4400 bidang tanah. Dalam artikel yang dilansir oleh laman http://jogja.tribunnews.com pada 8 Maret 2017 silam, dijelaskan bahwa sejumlah 46 warga terdampak proyek Bandara NYIA yang merupakan penggarap PAG atau Paku Alam Ground merupakan penggarap yang tidak memiliki memiliki tanah, sehingga akan direlokasi dengan sistem magersari. Sitem tersebut memposisikan masyarakat terdampak ini tidak perlu mengeluarkan dan tidak dipungut biaya apapun untuk tanah dan pembangunan ďŹ sik di lahan relokasi yang telah diberikan.
4
RUANG | #13 HMT PWK UGM
Penghageng Kawedanan Keprajan Puro Pakualaman Kanjeng Pengeran Haryo (KPH) Suryo Adinegoro pun mewanti-wanti agar pemerintah tidak sekadar mendirikan rumah melalui 'kemudahan fasilitas' yang telah diberikan tersebut, tetapi bagaimana nantinya rumah yang dibangun benar-benar layak huni. Pada intinya adalah bagaimana pemerintah mampu 'memanusiawikan' masyarakat terdampak 2 walaupun hanya dalam tanah seluas 100m dengan 2 rumah seluas 36m.
ESAI FOTO
Bukan Beringin Biasa? Oleh: Carissa
“Ada apa dengan beringin itu?� “Bukankah sama seperti pohon lainnya?�
Foto: dolandolen.com/Ruang
Ya, begitu orang awam bertanya. Dua buah pohon beringin kembar yang terlihat biasa ini berdiri kokoh di tengah tanah lapang. Masyarakat setempat menyebutnya Alun – Alun Kidul, yang sekarang menjadi salah satu destinasi wisata di Yogyakarta. Tak peduli siang atau malam, banyak pelancong dan orang asli Jog ja yang memadati tiap sudut alun-alun. Dibalik itu semua, ternyata mitos lah yang telah m e n g u b a h s e g a l a n y a . Ya n g j u s t r u menjadikannya sebagai tradisi dan budaya. Masang in. Permainan sederhana dengan menutup mata dan berjalan diantara kedua pohon ini. Sederhana memang, tapi justru mengundang penasaran. Apabila bisa berjalan lurus, semua permintaan mu akan dikabulkan kata sebag ian orang. Adapula yang mengatakan, hanya orang berhati bersih
dan tulus yang dapat melakukannya. Para wisatawan tidak henti-hentinya ingin membuktikan hal tersebut bahkan tetap gigih hingga berkali-kali mencoba. Permainan kecil ini seolah tak lekang oleh waktu. Meski sudah banyak wahana permainan lain, tetap saja ada keunikan tersendiri dalam masangin tersebut. Ditambah lagi, orang Indonesia yang pasti selalu tertarik dengan yang namanya mitos. Bahkan banyak orang yang rela datang dari daerah jauh, hanya utuk membuktikan mitos 'misterius' tersebut. Menjadikan tempat ini memiliki daya tarik tersendiri. Ntahlah, kita tidah harus percaya dengan mitos yang berkembang. Namun dapat terlihat, karena mitos itu pula tempat ini tetap hidup dan semakin terkenal dengan tradisinya. Ternyata hal tersebut dapat memberi dampak positif juga bagi masyarakat sekitarnya.
#13 | RUANG HMT PWK UGM
5
RISETDAN INFOGRAFIS
KONFLIK DAN LUASAN LAHAN SULTAN GROUND DI PROVINSI D.I.YOGYAKARTA Oleh: Edy Abdurrahman Syahrir, Firman Seto, Baiq Muslida Shafira
6
RUANG | #13 HMT PWK UGM
Foto: www.merdeka.com
s
ultan Ground dan Pakualaman Ground adalah seluruh tanah yang ada di wilayah keraton Kasultanan dan Pura Paku Alaman kecuali tanah yang telah diberikan hak kepemilikannya kepada siapapun. DeďŹ nisi berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, tanah kasultanan (Sultanaat Grond), lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kasultanan, sedangkan Tanah Kadipaten (Pakualamanaat Grond), lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kadipaten. Tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground terdiri dari tanah-tanah raja, dan keluarga keraton, situs, tanah yang digarap masyarakat (dengan sistem magersari) dan tanah kosong. Tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground merupakan tanah ulayat atau tanah adat dan tidak dijamin oleh UUPA, sehingga status kepemilikan dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan keraton dan Paku Alaman. Salah satu bentuk konik masalah dari Sultan Ground di Yogyakarta adalah ketika di atas tanah Sultan Ground dibangun mall yang dapat meningkatkan perekonomian bukan digunakan untuk kepentingan umum, sehingga pihak Kesultanan akan meminta tanah tersebut sedangkan kepemilikan tanah swapraja menurut UUPA telah melebur menjadi tanah milik negara yang dapat dikuasai dengan hak milik. Hal ini menimbulkan berbagai problematika yang berkepanjangan sampai saat ini. Kemudian pemicu konik dari penyalahgunaan tanah sultan di Kota Jogja juga adalah karena tanah Sultan Ground ini administrasinya dengan sistem tradisional (kekancingan ndalem) sehingga tidak didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional yang berakibat bahwa tanah tersebut tidak memiliki kekuatan hukum di dalamnya. Hal itu mengakibatkan sehingga banyak masyarakat yang menyalahgunakan penggunaan ataupun menggunakan tanah sultan tanpa terlebihdahulu mendaftarkan diri sebagai pengguna tanah sultan ground.
#13 | RUANG HMT PWK UGM
7
RISETDAN INFOGRAFIS
Dalam Diktum keempat UUPA huruf A dinyatakan, 'Hak-hak dan kewenangan atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini dihapus dan beralih kepada Negara'. Dengan UUPA harusnya status tanah eks-Swapraja sudah harus beralih kepada Negara, akan tetapi dengan adanya Undang-undang No. 3 Tahun 1950 dilanjutkan dengan Perda DIY No.5 Tahun 1954, peraturan tanah di Yogyakarta bersifat otonom, sehingga dianggap sebagai orang memberi perlindungan terhadap intervensi hukum tanah nasional. Meskipun penduduk memiliki status hukum tanah yang jelas dan kuat, hak pemilikan tanah diatur dalam peraturanperaturan kasultanan. Peraturan-peraturan tersebut menyebabkan penduduk memiliki keterbatasan hak-hak atas tanahnya. Sehingga menimbulkan sengketa tanah karena adanya penyimpangan dari pelaksanaan peraturan-peraturan yang ada. Pada dasarnya sengketa tanah muncul karena sudah tidak ada musyawarah yang dapat ditempuh dalam penyelesaian masalah tanah oleh pihak-pihak yang bersengketa. Umumnya permasalahan tanah berkaitan dengan adanya perbuatan melawan peraturan yang sudah ada, berupa pendudukan tanah tanpa hak, pembagian warisan yang tidak sesuai, dan jumlah warisan yang akan dibagikan, jual-beli yang tidak diketahui pemilik tanah yang sebenarnya, dan sebagainya. Masalah sengketa tanah di Yogyakarta umumnya muncul, karena adanya dua faktor utama yaitu pertama, adanya unsur kesengajaan dari salah satu pihak yang ingin mencoba untuk mendapatkan keuntungan
8
RUANG | #13 HMT PWK UGM
dari tetangganya atau kerabatnya dengan cara mereka sendiri. Kedua, ketidak tahuan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak tehadap peraturan-peraturan yang berlaku atas tanah yang mereka miliki. Salah satu konik internal keraton yang pernah terjadi adalah antara pihak yang menyatakan diri sebagai ahli waris Sultan Hamengku Buwono VII (M. Triyanto Pratowo, RM. Rooshawantoaji dan RM. Goewindo) dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Selain itu terjadi juga konik pihak keraton dengan masyarakat seperti yang terjadi di desa Cangkringan, Srandakan, Bantul. Di daerah Cangkringan ini warga merasa hak atas tanah yang telah mereka kuasai diserobot oleh pihak investor yang mendapat izin dan disetui oleh pemerintah kabupaten, guna mengolah tanah di sepanjang wilayah yang mereka garap. Hal ini mengkibatkan sengketa yang terjadi antara masyarakat, pemerintah daerah dan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai pemilik SG. Tanah sultan di Daerah Istimewah Yogyakarta secara konkrit tidak terdapat suatu lembaga yang mengurusi atau yang mendata terkait pertanahan milik kesultanan Yogyakarta. Sehingga pada tahun 2014 pihak Pemda DIY berhasil menginventarisasi tanah SG dan PAG yaitu sebanyak 744 bidang dengan luasan keseluruhan mencapai 4000 Ha, dengan rincian 166 bidang di Kota Jogja, 471 bidang di Bantul, 216 bidang di Kulonprogo, 54 bidang di Gunungkidul dan 137 bidang di Sleman, kemudian terdiri dari tanah-tanah raja, dan keluarga keraton, situs, tanah yang digarap masyarakat (dengan sistem magersari) dan tanah kosong.
Foto: www.merdeka.com
#13 | RUANG HMT PWK UGM
9
EUREKA
SAUDARA
oleh: Tirta Hayuning I., Wika Sagyara M.
Foto: Nama/Ruang
K
eraton Yogyakarta merupakan salah satu sisi s e j a r a h d a r i K o t a Yo g y a k a r t a y a n g eksistensinya masih dapat dinikmati hingga saat ini. Adanya Keraton Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari Perjanjian Giyanti, yaitu perjanjian yang akhirnya memisahkan Kerajaan Mataram menjadi dua yaitu menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Baik Kesultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta memiliki keraton sendiri-sendiri yang menjadi singgasana bagi para rajanya dengan Pakubuwana adalah raja bertama dari Kasunanan Surakarta dan Mangkubumi adalah raja pertama dari Kesultanan Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu, kedua kerajaan tersebut menjadi embrio bagi dua kota yang ada saat ini yaitu Kasunanan Surakarta yang membentuk Kota Surakarta dan Kasultanan Yoyakarta yang menjadi cikal bakal Kota Yogyakarta. Sehingga dari sejarah yang sama, tidak mengherankan bahwa antara Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta memiliki beberapa persamaan.
10
RUANG | #13 HMT PWK UGM
Persamaan yang pertama yaitu bahwa kedua kota tersebut memiliki keraton. Baik Kota Surakarta maupun Kota Yogyakarta memiliki keraton yang secara arsitektur konsep yang diusung sama yaitu Jawa tradisional. Namun yang membedakan secara ďŹ sik antara kedua keraton tersebut yaitu bahwa Keraton Surakarta didominasi oleh warna biru-putih sedangkan Keraton Yogyakarta didominasi oleh warna hijauputih-merah yang untuk saat ini warna tersebut juga digunakan sebagai warna khas Kota Yogyakarta. Persamaan yang kedua yaitu bahwa kedua kota tersebut memiliki dua alun-alun yang mengapit keraton. Kota Yogyakarta memiliki Alun-Alun Utara dan Selatan, begitu juga dengan Kota Surakarta yang memiliki Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan yang saling mengapit keraton yang ada di tengahnya. Meskipun demikian, jarak antara Alun-Alun Utara dan Selatan yang ada di Kota Yogakarta lebih panjang daripada jarak antara Alun-Alun Utara dan Selatan yang ada di Kota Surakarta.
EUREKA
dekat
Alun-alun di dua kota tersebut kini sering dimanfaatkan sebagai tempat pengadaanevent-event tertentu meskipun secara umum jikadibandingkan alun-alun yang berada di Kota Yogyakarta jauh lebih aktif daripada alun-alun yang ada di Surakarta. Persamaan yang ketiga yaitu bahwa Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta sama-sama memiliki sumbu imaginer. Sumbu imaginer Kota Yogyakarta yaitu Jalan Mangkubumi dan Jalan Malioboro. Kedua jalan tersebut secara langsung menghubungkan Tugu Pal Putih yang menjadi landmark Yogyakarta dengan Keraton Yogyakarta. Tetapi sebenarnya jika dilihat secara lebih luas, kedua jalan tersebut merupaka poros imaginer yang turut serta menghubungkan antara Gunung Merapi-Tugu-Keraton Yogyakarta-Panggung Krapyak hingga laut Selatan yang secara filosofis sangat kuat digunakan ketika membangun Keraton Yogyakarta untuk pertama kalinya. Sedangkan Kota Surakarta sumbu imaginernya dibentuk oleh Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Slamet Riyadi yang menjadi poros utama menuju Keraton Surakarta meskipun secara
filosofis tidak sekuat poros imaginer yang ada di Ygayakarta. Dengan beberapa persamaan yang ada, tidak terkecuali persamaan karena kedua kota tersebut muncul dari akar yang sama, maka antara Kota Yogakarta dan Kota Surakarta sering disebut dengan kota kembar atau sister city.
#13 | RUANG HMT PWK UGM
11
OPINI
KEISTIMEWAAN
DALAM LAHAN Oleh: Nabila Elvanya L.
B
erdasarkan sejarah panjangnya, Yogyakarta hingga kini masih menjadi suatu wilayah yang berada dibawah kepemimpinan Sultan. Sultan adalah penguasa tunggal, pusat dari kegiatan sosio kultural, sebagaimana ciri sistem pemerintahan otokratis/theokratis  . Sejak terbentuknya, kesultanan mengadopsi konsep feodal yang kemudian dituangkan dalam tata ruang wilayahnya yang berbentuk konsentris oleh Hamengku Buwono I. Konsep ini bertahan sampai awal abad 20 atau sampai pemerintahan HB VII (Sumardjan, 1962). Di awal abad ini, di sekitar Yogya sedang berkembang pabrik-pabrik yang mendongkrak perekonomian, sehingga banyak struktur sosial yang berubah untuk mendukung kondisi baru tersebut. Perubahan yang resmi terjadi sejak pemerintahan HB IX itu juga menyebabkan perizinan bagi penduduk yang tinggal di wilayah kesultanan hanya bisa mengerjakan tanah atas persetujuan Sultan  . Selanjutnya, menurut Suyitno dalam artikel Hak atas Tanah Kraton Kasultanan Yogyakarta, pada tahun 1918, dikeluarkan Rijksblad yag berisi “semua tanah yang tidak ada tanda kepemilikan orang lain maupun wewenang eigendom, adalah milik Sultan�. Kemudian, seluruh tanah selain yang memiliki hak eigendom diserahkan kepada warga masyarakat di luar kota praja dan diberikan hak milik turun temurun. Selain itu, bagi tanah yang dimiliki Sultan menurut MI. Dani Putra, dalam artikel Keberadaan Sultan Ground Sebagai Dasar Pertanahan Keraton Kasultanan di Indonesia, tanah Sultan ini dibagi 2, yaitu tanah mahkota yang tidak bisa diwariskan karena merupakan elemen pemerintahan Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat; dan tanah Kasultanan yang bisa diberikan dan dibebani hak yang merupakan tanah yang dapat dikuasai oleh rakyat. Namun, karena semua tanah adalah milik Sultan, rakyat hanya punya hak sewa atau hak pakai dan harus meminta izin terlebih dahulu pada lembaga adat yang mengatur pertanahan (Panti Kismo) dan kemudian akan mengeluarkan Surat Kekancingan Magersari yang berisi bahwa pemegang surat tersebut dilarang memperjualbelikan tanah, dan bersedia mengembalikan tanah jika sewaktu-waktu diminta. Kerumitan hak atas tanah ini seperti salah satu cerminan dari keistimewaan Yogyakarta. Menariknya adalah apakah setiap warga harus melewati masa hidupnya dengan ketegangan bahwa tanahnya akan diambil sewaktu-waktu? Akankah hal ini berdampak pada okupansi permukiman di area kota dan wilayah sekitarnya? Bagaimanakah tanggapan Sultan atas perebutan hak atas tanah, atau sengketa lahan yang kerap terjadi saat periode pembangunan? Apakah Sultan benar-benar berani mengambil hak magersari dari rakyat yang menghormatinya, terlebih adanya resiko hilangnya kepercayaan rakyat terhadap Sultan, sebagai sosok yang dihormati di daerah istimewa ini? Pertanyaan-pertanyaan yang tak ada habisnya. Bahkan mesin pencari google pun belum dapat menemukan sejarah pecabutan
12
RUANG | #13 HMT PWK UGM
hak magersari bagi yang telah memiliki surat kekancingan tersebut. Hal ini dapat menandakan dan menjawab sekaligus beberapa pertanyaan di atas. Mungkin masyarakat dapat tenang atas kepemilikan surat tersebut, toh selama ini aman-aman saja, tidak ada yang tiba-tiba diusir paksa oleh pihak keraton karena tanah tersebut ingin digunakan. Dengan ini, berarti okupansi area Yogyakarta dipengaruhi oleh surat tersebut, dan Sultan tidak akan kehilangan kepercayaan dari warganya. Pernah ada sekali waktu tahun 2013 ketika Sultan menghentikan pemberian surat tersebut karena temuan banyaknya tanah sultan ground di Gunung Kidul yang ternyata diperjualbelikan. Kemudian, untuk permasalahan sengketa lahan SG, untungnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyadari bahwa pengelolaan SG dan PAG perlu mendapat perhatian khusus, sehingga pihak BPN telah berkordinasi dengan pihak keraton untuk inventarisasi dan identifikasi seluruh tanah di DIY, dan akan memilah mana yang bersengketa mana yang tidak. Pemberlakuan keistimewaan hak atas tanah yang sudah terjadi sejak lama ini perlu bergerak dengan cepat untuk merubah sistemnya. Megingat cepatnya perubahan zaman dan besarnya permintaan lahan, terutama di Yogyakarta yang ditandai dengan harga lahan cenderung naik dengan drastis.
Referensi Putra, MI. Dani. 2015. KEBERADAAN SULTAN GROUND SEBAGAI DASAR PERTANAHAN KERATON KASULTANAN DI INDONESIA. Accessed November 18, 2017. http://ivaaonline.org/2015/04/16/keberadaan-sultan-ground-sebagai-dasar-pertanahan-keraton-kasultanandi-indonesia-2/. Suryanto, Ahman Djunaedi, and Sudaryono. 2015. "Aspek Budaya Dalam Keistimewaan Tata." Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 26: 237. Suyitno. 2006. "Hak atas Tanah Kraton Kasultanan Yogyakarta." In Land, 6. Jakarta.
PROJECT CAMPAIGN
Mewujudkan Tata Ruang yang Inklusif Melalui #AkuKamuDanRuangKita Oleh: Ardiwiryawan Wibowo, Novita Aini
D
iperingati setiap tanggal 8 November, Hari Agraria dan Tata Ruang tentu saja merupakan peringatan spesial bagi mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota yang notabene menggeluti hal tersebut. Oleh karena itu, HMTPWK UGM bekerja sama dengan HMPL ITS mengadakan sebuah kampanye yang diberi tagar #AkuKamuDanRuangKita. Tagar ini kemudian disebarluaskan melalui media sosial, yaitu Instagram dengan tujuan memberikan edukasi terhadap masyarakat bahwa ruang adalah milik semua orang dan tidak eksklusif. Rangkaian kampanye Hari Agraria Nasional dan Tata Ruang ini berlangsung sejak tanggal 10-12 November 2017. Rangkaian kampanye diawali pada tanggal 10 November 2017 dengan diadakannya Radio Srawung HMTPWK UGM yang mengundang narasumber Yudha, Ketua PETARUNG (Pemuda dan Tata Ruang). Diskusi ini mengangkat tema mengenai pahlawan tata ruang. Pemuda, sebagai salah satu elemen dalam masyarakat yang memiliki peran penting dalam pembangunan dan penataan ruang dianalogikan sebagai pahlawan tata ruang. “Pada dasarnya semua orang adalah pahlawan tata ruang. Sebab ruang adalah milik semua, dia inklusif dan tidak eksklusif. Siapapun, bukan hanya pemuda, yang bermanfaat bagi tata ruang di sekitarnya adalah pahlawan tata ruang.� Ujar Yudha pada wawancaranya dengan Radio Srawung HMTPWK UGM. Kemudian rangkaian kampanye dilanjutkan pada hari berikutnya, 11 November 2017, dengan gerakan turun ke jalan. Kegiatan ini dilakukan di sepanjang Jalan Malioboro sampai dengan tugu Nol Kilometer. S e p a nj a n g j a l a n t e r s e b u t , a n g g o t a H M T P W K membagikan pin dan gantungan kunci kepada orangorang di Malioboro. Seperti temanya yang memberi orientasi ruang untuk semua, oleh karena itu mulai dari wisatawan, pedagang, PNS, sampai tukang becak tidak luput dari kampanye ini. Kampanye ini kemudian ditutup pada tanggal 12 November 2017 dengan kegiatan permakultur di Desa Binaan Tegalrejo, Turi, Sleman. Kegiatan permakultur ini diinisiasi oleh Divisi Pengabdian Masyarakat dengan bimbingan oleh Pak Anam dari Permaculture DTAP. Selain mengajari cara membuat permakultur bagi masyarakat desa binaan, juga diadakan lomba menghias botol untuk anak-anak desa.
Kolase: Nafiari/Ruang
#13 | RUANG HMT PWK UGM
13
RESENSI
WONDER WOMAN
D
Oleh: Carissa Siregar
iana adalah seorang gadis kecil yang dibesarkan di pulau tersembunyi Themyscira, tempat tinggal para pejuang Amazon yang diciptakan oleh para dewa Gunung Olympus untuk melindungi manusia. Pulau ini menjadi tempat satu satunya yang diciptakan Zeus tersembunyi dari penglihatan Ares. Hal ini terjadi setelah Ares, si dewa perang, membunuh semua saudaranya dan berusaha menghancurkan semua ciptaan ayahnya karena melihat keserakahan yang ada dalam diri manusia. Pada tahun 1918, Diana menyelamatkan seorang pilot Amerika Kapten Steve Trevor setelah pesawatnya menabrak pantai Themyscira. Setelah diinterogasi, Steve menceritakan mengapa ia dikejar dan perang besar apa yang sedang terjadi di dunia luar sana. Diana semakin percaya bahwa Areslah yang membuat semua kekacauan tersebut. Ia pun pergi dari pulau aman tersebut bersama Steve yang bertujuan membunuh Ares dengan sebuah pedang seremonial. Karena dia yakin, hanya dialah yang dapat membunuh Ares dan menyelamatkan umat manusia. Ketika tiba di London, Diana tetap bersikukuh untuk pergi ke medan perang untuk membunuh Ares, karena ia yakin pasti Ares ada di sana. Sir Patrick, seorang anggota dewan, mendukung dan bersedia membantu dengan memberi dana yang besar agar Diana dan Steve dapat pergi ke medan perang tersebut. Setelah menelusuri, Diana yakin bahwa Ludendorff adalah penyamaran Ares, yang merupakan jenderal besar yang mengatur perang tersebut. Dengan berbagai cara, Diana berusaha membunuh Ludendorff. Namun, setelah Ludendorff terbunuh, perang masih tetap berlanjut dan seolah tidak ada yang berubah. Sir Patrick pun muncul tiba tiba dan mengungkapkan dirinya sebagai Ares. Diana berusaha membunuh Ares dengan pedang seremonial tersebut namun Ares dengan mudah menghancurkan pedang tersebut. Ares pun memberi tahu, bahwa yang sebenarnya yang bisa membunuhnya hanyalah Diana,
14
RUANG | #13 HMT PWK UGM
karena dia sebenarnya adalah putri Zeus. Ares mencoba membujuk Diana untuk membantunya menghancurkan manusia untuk memulihkan surga di Bumi. Namun Diana berusaha keras membunuh Ares dan terjadilah pertempuran besar. Sementara di sisi lain, Steve mengorbankan dirinya sendiri dalam proses meledakkan gas beracun. Ares pun mencoba memanfaatkan kemarahan Diana dan duka cita pada kematian Steve, namun akhirnya Diana berhasil mengalahkan Ares dan menghancurkannya. Kenangan Diana tentang Steve dan kata-kata terakhirnya mengilhami dia untuk memutuskan bahwa manusia sebenarnya memiliki hati baik di dalamnya, namun tergantung bagaimana manusia itu memilih dan bertindak. Dari ďŹ lm ini, kita dapat melihat bahwa keluar dari zona nyaman terkadang dapat membuka mata kita melihat persepsi dan pandangan lain yang ada di dunia. Terlebih lagi masih banyak wanita di luar sana yang tidak berani bertidak dan terlihat berbeda dari orang di sekitarnya. Tidak jarang tradisi perempuan yang harus selalu 'manut' masih kita jumpai di tengah masyarakat. Namun tidak ada salahnya bukan apabila kita mulai merubah persepsi itu?
TEKA-TEKI SILANG
Pengaruh Tradisi Terhadap Perencanaan
1 2
3 4
5
6
7
8
9
10
Mendatar 2. Aturan yang lazim dilakukan sejak dahulu kala 4. Adat kebiasaan turun temurun yang masih dilakukan hingga saat ini 5. … Ground 6. … Merapi sebagai bagian dari poros imajiner 10. Landmark Kota Yogyakarta
Menurun 1. Tanah untuk … 3. Kelompok rumah yang merupakan bagian dari kota (kecil) 7. Istilah tanah untuk rakyat 8. Tempat tinggal di zaman purba 9. Rumah tradisional khas Yogyakarta
#13 | RUANG HMT PWK UGM
15
Anyone who becomes a descendant of Keraton, male or female, may not be allowed to execute a kingdom authority. -Sri Sultan Hamengku Buwono X-
HMT PWK “PRAMUKYA ARCAPADA” UGM hmtpwk.ft.ugm.ac.id