Ruang #10 Politik Perencanaan

Page 1


DAFTAR ISI 2

Daftar isi, Awak Ruang, Salam Redaksi

9

Local News: Pilkada Kota Yogyakarta

3

Prolog

12

Riset: Aneka Fakta Pilkada

4

Infografis: Politik Ruang Yogyakarta

13

Eureka: Politik dan Perencanaan

6

Profil Komunitas: Komunitas Desa Politik

14

Moodboard

7

Kota Indonesia dan Luar: Walikota dan Pembangunan Kota

16

Essay Foto: (R) UANG

8

Project Campaign: Kota dalam Kata

18

Opini: Kemana perginya Perencana?

19

Resensi: Di balik ‘98

Pelindung: Daniel Futuchata F. Pimpinan Umum: Fildzah Husna A. Pimpinan Pelaksana: Aditya Hidayat A. Pimpinan Produksi: Kiana Puti Aisha Redaktur Pelaksana: Aditya Hidayat A. Fildzah Husna A. M. Luthfie M. Edy Abdurrahman Sri Ronita Nabila Elvanya Ardiwiryawan Wibowo Muhammad Irfa n Mutia Penita Ervina Utam B.M. Shafira Putu Inda Firman Seto A

Layouter: Rifqi Arrahmansyah Reza Dwi Mulya Nafiari Adinda Adelheid Pasau Hendiliana Vivin Setyo Putri Kiana Puti Aisha Rizkana S.H. Deano Damario Dwi Ichsan

SALAM REDAKSI Alhamdulillah, segala puji Tuham semesta alam, karena atas berkat dan rahmatNya lah bulletin ruang telah sampai edisi ke-10. Pada edisi kali ini bulletin Ruang Divisi pendidikan, penelitian dan profesi yang bekerjasama dengan divisi media dan informasi Himpunan Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota UGM dapat hadir kembali ditengah kita dengan tema yang tidak kalah menarik yakni ; “Politik Perencanaan” Kota adalah sebuah laboratorium percobaan, kegagalan, kesalahan dan kesuksesan yang besar. Sungguh menyenangkan membahas kondisi perkotaan di Indonesia yang memiliki ragam masalah, melalui perspektif politik dan kepemimpinan, mengetahui seberapa besar peran pencerdasan politik dan urgensi memilih pemimpin yang tepat dalam membangun peradaban. Buletin ruang edisi kali ini memuat produk pemikiran akan pentingnya pemahaman politik serta jiwa kepemimpinan yang arif, peduli serta bertanggung jawab sebagai pengambil kebiajakan, menyajikan hasil riset atau penelitian yang dapat mencerdaskan dan menyadarkan kita semua untuk peka terhadap isu politik yang saat ini tidak begitu banyak diketahui namun memiliki dampak yang besar terhadap perkembangan kota. Tidak sampai disitu, selain menyajikan hasil resensi dari sebuah film yang bernuansa politik, edisi ruang kali ini memuat sebuah kompilasi social campaigne yaitu Kota dalam kata yang diharapkan mampu menyebarkan cara pandang para calon perencana dengan segala macam subjektifitas personal mereka dalam melihat kota dan aktivitas yang ada di dalamnya. Selamat Membaca


PROLOG Ketika mendengar kata politik, apa yang anda pikirkan? Apakah kriminalitas, kapitalisme, korupsi, partai, dan pemimpin munaďŹ k merupakan ragam kata yang sering dilontarkan oleh sebagian dari mereka yang bersikap skeptis terhadap politik. Praktik politik jelas menentukan pembangunan bangsa, buta politik bukanlah suatu hal yang dapat dibanggakan, terlebih jika kamu bercita-cita sebagai perencana dan pengambil kebijakan pembangunan kota dan daerah, orang yang buta politik tidak sadar bahwa biaya hidup, kemiskinan, harga rumah, pengangguran pengadaan infrastruktur, semua bergantung pada keputusan dan situasi atau kondisi politik. Berbicara soal ilmu perencanaan wilayah dan kota, maka tidak bisa terlepas dan selalu berada pada konteks sistem relasi, budaya, dan politik. Politik jelas memiliki pengaruh yang besar terhadap perencanaan. Di era yang serba demokrasi, negosiasi, partisipasi serta komunikasi ini para (calon) perencana kota seharusnya paham bahwa konteks politik dan advokasi itu berperan penting agar seluruh produk perencanaan dapat terimplementasikan sesuai dengan rancangan yang ada. Sebagai contoh; relasi antara eksekutif dan yudikatif masih belum baik dan menyebabkan

rencana tata ruang sulit menjadi perda (peraturan daerah), pengaruh kepentingan politik dalam kepemimpinan juga sering melahirkan sosok p e m i m p i n y a n g t i d a k p ro f e s i o n a l d i b i d a n g perencanaan dan pembangunan daerah, alhasil persoalan perkotaan tidak dapat diselesaikan dan semakin menambah ragam permasalahan baru akibat kurangnya kompetensi. Situasi dan kondisi sosial, ragam kepentingan, serta perbedaan ideologi dan nilai, jelas memaksa para perencana terjun bebas dan masuk dalam dunia politik. Jangan hanya menjadi pengecut, yang hanya bisa membisikkan suara rencana pembangunan kepada penguasa namun jadilah pemimpin, jadilah pemegang tongkat komando pembangunan untuk menciptakan ruang yang baik untuk kehidupan yang lebih baik. Meningkatkan positioning serta peran para perencana kota hanya dapat dicapai jika pemahaman politik, social networking, j aringan sosial, ser ta advokasi melengkapi serta menyempurnakan kemampuan dasar perencana dalam membuat produk perencanaan jika ingin menjadi perencana kota yang lebih bermanfaat. Aditya Hidayat Adam

#2 | RUANG HMT PWK UGM

3


di Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta merupakan kota yang terletak di Pulau Jawa dan juga merupakan ibu kota dari Provinsi DIY. Kota Yogyakarta ini memiliki luas 32,5 km atau sekitar 1% dari luas Provinsi DIY.

Jumlah Penduduk di Kota Yogyakarta

2011

2012

12.077 jiwa

2013

12.234 jiwa

2014

12.544 jiwa

12.390 jiwa

2015

12.699 jiwa

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun sekitar 1,2%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya, maka menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap lahan sehingga harga lahan di Kota Yogyakarta akan meningkat.

4

RUANG | #2 HMT PWK UGM

Oleh: M. LuthďŹ e Marrudani


di Kota Yogyakarta Dalam beberapa tahun belakangan ini, Kota Yogyakarta mengadakan pembangunan hotel secara besar - besaran.

Jumlah Hotel berbintang di Yogyakarta Tahun 2009 - 2013

2010

2011

31 Hotel

2012

37 Hotel

26 Hotel

2013

2009

43 Hotel

22 Hotel

Dampak Pembangunan Hotel Merusak Lingkungan

Kemacetan

Akibat adanya pembangunan hotel, menyebabkan beberapa sumur masyarakat sekitarnya menjadi kering.

Pembangunan hotel di Yogyakarta tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas infrastrukturnya. Sehingga menyebabkan padatnya volume kendaraan pada jam - jam tertentu, sehingga terjadi kemacetan.

Merusak Karakter Yogyakarta

Harga Lahan Meningkat

Yogyakarta merupakan Kota yang terkenal akan budayanya dan ciri bangunan Jawanya yang khas. Dengan adanya bangunan hotel di setiap sudut Yogya, maka akan menutup karakter khas budaya Yogyakarta.

Banyaknya investor yang masuk akibat pembangunan hotel ini menyebabkan meningkatnya harga lahan dan pajaknya. Masyarakat yang kurang mampu akan tergeser dari pusat kota ke pinggiran kota, akibat tidak mampu dalam membayar pajaknya. #2 | RUANG HMT PWK UGM

5


Menjadi Warga Kota Oleh: Aditya Hidayat Adam

Kemampuan pemahaman politik di masyarakat sampai ke akar rumput dapat menjadi modal utama untuk menstabilisasi situasi dan kondisi politik yang selama ini hanya dikuasai oleh segelintir orang. Peningkatan pemahaman politik dalam masyarakat dapat meningkatkan daya tawar masyarakat ( bargaining position ) dalam proses pengambilan kebijakan serta berpartisipasi aktif untuk turut serta dalam kegiatan pembangunan. Pada umumnya, kumpulan masyarakat yang terjun dan masuk kedalam praktik politik hanya sampai menjadi kader politik atau menjadi anggota organisasi advokasi. Berawal dari pentingnya pemahaman politik di masyarakat kecil, pemerintah Kabupaten Sleman melakukan inisiasi program kreatif yaitu pengembangan model �Desa Melek Politik�. Pada kesempatan ini, masyarakat digugah kesadarannya sebagai warga negara yang aktif mengawal proses memilih pemimpin dan proses perencanaan pembangunan serta melakukan evaluasi pembangunan.

6

RUANG | #2 HMT PWK UGM

Sri Muslimatun menyatakan bahwa lahirnya para vocal point yang sudah diberi pendidikan dan pelatihan menjadi vocal point yang baik adalah sebuah harapan besar “Semoga para vocal point yang telah dilantik ini nantinya akan membawa perubahan yang baik dalam hal pengawalan kebijakan publik,� terangnya. Vocal point dibentuk bukan untuk menjatuhkan pemimpin atau membuat malu penguasa, melainkan mengingatkan bila ada kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat. Acara ini merupakan salah satu keluaran dari kegiatan penelitian hibah bersaing yang berjudul Pengembangan Model Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula yang didanai oleh Kemenristek Dikti melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPN Veteran Yogyakarta. Sumber: krjogja.com (Februari 2017)


Oleh: Edy Abdurrahman S.

Walikota dan Pembangunan Kota Sosok pemimpin kerap kali hadir dalam dinamika kehidupan kita, Tak terkecuali dalam dinamika kehidupan di kota. Kota juga memerlukan sosok pemimpin sebagai tumpuan harapan dan impian bagi masyarakatnya. Mendorong terwujudnya kota di masa depan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Dia yang berdiri di barisan terdepan dalam dinamika perkotaan, dia yang biasa disebut wali kota. Pada dasarnya, wali kota memiliki peran tugas dan wewenang untuk memimpin dalam penyelenggaraan daerah kota berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kota dan bahkan wali kota menjadi peranan sentral dan memiliki pengaruh yang sangat besar untuk mengarahkan pembangunan pada kota yang dipimpinnya, sebab seorang wali kota memiliki peranan yang sangat besar dalam mengarahkan dan mewujudkan pembangunan yang menjadi visi dari daerah atau kota yang dipimpinnya. Seorang wali kota harus mampu berperan sebagai top manager dalam pembangunan kawasan kota, sehingga secara nyata tampil mempimpin serta menghimpun seluruh masyarakatnya untuk bersama terlibat langsung dalam proses pembangunan. Dengan demikian, untuk mewujudkan visi dan mengatasi isu-isu permasalahan yang ada, wali kota tidak sendirian. Tetapi bersama-sama dengan segenap lapisan tim kerja dan lapisan masyarakat (stakeholders) dalam proses pembangunan. Harapannya, dengan keterlibatan semua pihak dapat menciptakan inklusivitas, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan kawasan kota akan berjalan dengan adanya tranparansi dengan kontrol yang baik. Esensi kepemimpinan yang sesungguhnya adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh serta memiliki kemampuan untuk menggerakkan birokrat dan masyarakat serta menjadikan itu sebagai manifestasi atas pengaruh. Secara prinsip, pengaruh merupakan esensi dari politik. Namun, kepemimpinan yang didasarkan pada kekuatan politik semata dinilai tidak relevan. Dengan itu, kriteria pemimpin seperti Joko Widodo (Presiden RI), Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung), dan Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya) mencoba keluar dari model kerangka yang jumud (berjarak) dengan menerapkan konsep “Kepemimpinan Yang Menggerakkan� sehingga

Masyarakat memiliki andil dalam pembangunan serta turut menentukan arah pembangunan kota yang di rencanakan oleh pemerintah kota. Hal serupa dipraktikkan oleh Wali Kota Bandung saat ini yaitu Ridwan Kamil, dimana beliau banyak melakukan perubahan dan mengeluarkan inovasi-inovasi yang luar biasa untuk mewujudkan Kota Bandung sebagai kota yang cerdas atau smart city. Kemudian, dalam perannya sebagai Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil juga sering melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Sehingga, tidak heran apabila beliau saat ini banyak mendapatkan penghargaan, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional berkat hasil karya, peran dan kinerjanya sebagai Wali Kota Bandung. Sejak jabatan sebagai Wali Kota Bandung dipegang oleh Ridwan Kamil, warga Bandung merasakan banyak perubahan pada ruang kawasan kotanya. Taman-taman tematik bermunculan di berbagai lokasi di dalam kota. Jalur pedestrian diperbaiki sehingga menjadi nyaman untuk berjalan kaki. Para pedagang kaki lima di beberapa titik berhasil di relokasi. Pengadaan kurang lebih 4000 spot wi-fi di area Kota Bandung dengan harapan seluruh masyarakat Bandung dapat memiliki akses internet yang mudah serta dapat melakukan pemantauan secara langsung terhadap pembangunan Kota Bandung melalui media sosial, dan media informasi lainnya serta masih banyak lagi terobosan yang kerap menjadi kejutan dari Wali Kota Bandung tersebut. Ridwan Kamil adalah calon pemimpin masa depan seperti halnya Wali Kota Surabaya, Bu Risma. Bukan tidak mungkin popularitasnya mengalahkan presiden sekarang. Bukan tidak mungkin pula beliau bisa menjadi calon pemimpin negeri ini suatu hari nanti. Semakin banyak karya nyatanya yang dirasakan warga Bandung, maka semakin naik popularitasnya. Peran dan kinerjanya sebagai pemimpin sudah tidak diragukan lagi karena berkat beliau, sekarang ini Kota Bandung jauh lebih baik dari sebelum beliau menjabat sebagai wali kota. Bahkan, di Bandung saat ini banyak terdapat komunitas-komunitas yang notabenenya sangat mendorong percepatan pembangunan Kota Bandung terlebih Ridwan Kamil juga banyak melibatkan partisipasi komunitas tersebut dalam pelaksanaan pembangunan kota, sehingga peran dari Ridwan Kamil sangat terasa di Kota Bandung.

#2 | RUANG HMT PWK UGM

7


KOTA Dalam KATA

Oleh: Fildzah Husna

Berbicara dengan angka, kita dihadapkan pada sajian fakta; absolut, suatu kepastian, akan keadaan yang sebenarnya terjadi. Tetapi kemudian apa makna dari sekumpulan fakta yang tersaji jika tidak semua orang mampu menginterpretasikan fakta, atau bahkan tidak peduli dengan angka-angka? Sebagai seorang perencana, yang selalu bersinggungan dengan apa yang terjadi di kehidupan kota, kita seharusnya mampu membuat fakta fakta tersebut menjadi narasi yang menarik, dibumbui oleh perspektif personal menjadi sebuah kritik terhadap kota dan isu-isu hangat disekitarnya. Melalui kota dalam kata, fakta bukan sekadar fakta. Kota bukan sekadar sekumpulan bangunan yang tidak bermakna. Kota dalam kata adalah sebuah tantangan untuk membuat sebuah tulisan singkat yang disertai gambar melalui media sosial instagram dengan tagar #kotadalamkata. Melalui tantangan ini kami ingin menyebarkan cara pandang para calon perencana dengan segala macam subjektiďŹ tas personal mereka dalam melihat kota dan aktivitas yang ada di dalamnya. Selama periode tantangan ini, sudah terkumpul 5 tulisan yang berbeda beda. Berbeda sudut pandang, berbeda gaya bahasa dan cara penyampaian.

// foto oleh Ghifari

Harapannya, vibe untuk terus menyebarkan pengetahuan tentang perkotaan tidak berhenti. Mari, bersama-sama, kita hidupkan atmosfer yang katalis untuk kita bisa terus beropini, menyampaikan gagasan dan ide, dan saling berdiskusi tentang apapun.

// foto oleh Fildzah

8

RUANG | #2 HMT PWK UGM


// foto oleh Fildzah // foto oleh Ichsan

// foto oleh Farhan

#2 | RUANG HMT PWK UGM

9


PILKADA KOTA YOGYAKARTA Oleh : Putu Sri Ronita Dewi

P

ilkada serentak yang dilakukan di beberapa provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia tahun 2017 ini sangat menarik perhatian masyarakat. Tak hanya semarak di ibukota negara seperti Jakarta, daerah lainnya juga tak mau kalah meramaikan pilkada di daerah masing – masing. Begitu juga yang terjadi di Kota Yogyakarta. Ya, tahun 2017 ini, masyarakat kota Yogyakarta memiliki kesempatan memilih calon pemimpin untuk kotanya selama 5 tahun mendatang. Pada RUANG edisi kali ini, akan membahas lebih banyak tentang Pilkada Kota Yogyakarta tahun 2017 muali dari awal – proses – hingga hasil akhir dari “pertarungan” ini, mari simak melalui pertanyaanpertanyaan di bawah ini,

Siapa saja pasangan calon walikota-wakil walikota Kota Yogyakarta periode 20172022?

Ilustrasi : Hendiliana/Ruang

Pada tanggal 24 Oktober 2016, Komisi Pemilihan Umum Yogyakarta menetapkan dua Calon Wali Kota Kota Yogyakarta, yaitu Imam Priyono - Achmad Fadli serta Haryadi Suyuti - Heroe Poerwadi dan siap bertarung di Pilkada 2017. Kedua calon wali kota Yogyakarta ini merupakan petahana, yaitu orang yang

masih kedudukan sebagai pemimpin Kota Yogyakarta. Lebih tegasnya, Haryadi Suyuti masih menjabat sebagai Wali Kota Kota Yogyakarta periode 2012-2017 sedangkan Imam Priyono merupakan Wakil Wali Kotanya.

Apa saja visi-misi dari setiap paslon?

Foto : twitter.com

Imam Priyono – Achmad Fadli

10

RUANG | #2 HMT PWK UGM

“Membuat Kota Yogyakarta yang lebih nyaman, aman, dan

1. Kartu Jogja Sehat, 2. Kartu Jogja Cerdas, 3. Memperkuat ekonomi berbasis kreatif, 4. Revitalisasi budaya, 5. Tata kelola pemerintah, 6. Perlindungan terhadap semua kaum gender, 7. Meningkatkan birokrasi yang bersih.


Foto : haryadiheroe.com

Haryadi Suyuti – Heroe Poerwadi

Memajukan dan meneguhkan Kota Yogyakarta sebagai kota yang nyaman huni dan menjadi pusat pelayanan jasa yang berpijak pada nilai keistimewaan.

misi 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing, 2.Perkuat moral dan etika, 3. Perkuat tata kota dan kelestarian lingkungan, 4. Meningkatkan kualitas kesehatan pendidikan fasilitas publik, 5. Tata kelola pemerintahan yang bersih.

Kapan saja jadwal penting Pilkada ini? Jadwal Pilkada Kota Yogyakarta versi Komisi Pemilihan Umum, yaitu 3-7 Agustus 2016 : Penyerahan Syarat Dukungan Perseorangan 19-21 September 2016 : Pendaftaran Calon 19 Sept – 9 Okt 2016 : Verifikasi Calon 20 Oktober 2016 : Penetapan Calon 25 Oktober 2015 : Pengundian dan Pengumuman Nomor Urut 26 Okt 2016 – : Masa Kampanye dan Debat 11 Februari 2017 Publik 20 Januari 2017 : Debat Publik I 27 Januari 2017 : Debat Publik II 3 Februari 2017 : Debat Publik III 15 Februari 2017 : Pemungutan dan Perhitungan Suara 16 – 27 Februari 2017 : Rekapitulasi Suara 8 – 10 Maret 2017 : Penetapan Calon Terpilih Tanpa Sengketa

Bagaimana hasilnya? Suara masuk Suara tidak terpakai

Sumber : tribunnews.com

Suara sah Suara tidak sah Sumber : tribunnews.com

Suara sah : 199.475 suara (93.3%) Suara tidak sah : 14.356 suara (6.7%) Hasil pemungutan suara dengan ting kat partisipasi pemilik hak suara untuk Pilkada Kota Yogyakarta tahun 2017 ini dapat dikatakan cukup tinggi yaitu 71% dan ini melampui target yang disampaikan ketua KPU Kota Yogyakarta, Wawan Budianto, yaitu hanya 67.5% partisipan. Angka ini menunjukkan keberhasilan KPU dalam meningkatkan jumlah pemilih. Sedangkan jika ditanya mengenai hasil akhir pasangan yang berhasil terpilih, untuk saat ini, belum diketahui yang mana yang benar. Setiap paslon merasa dan menyatakan kemenangan pada kubu masing-masing. Berdasarkan perhitungan sementara, hasilnya memang menyatakan perbedaan tipis sura pendukung dari masing-masing calon. Saat ini, 20 Februari 2017, belum ada pernyataan resmi dari hasil rekapitulasi resmi dari KPU Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, spekulasi masih banyak terjadi dimana- mana. Hal ini wajar terjadi. Namun diharapkan semua pihak tetap menjaga kondisi keamanan Kota Yogyakarta hingga hasil resmi dari KPU ditetapkan. Referensi: kpu.go.id dan tribunnews.com

Total pemilih : 301.367 orang Suara masuk : 214.262 orang (71% dari total pemilih)

#2 | RUANG HMT PWK UGM

11


Aneka Fakta Pilkada Oleh : Nabila Elvanya, Ardiwiryawan Wibowo

P

ilkada 2017 merupakan pemilihan kepala daerah serentak kedua yang dilaksanakan di Indonesia. Sebelumn ya, Pilkada serentak juga pernah dilakukan pada tahun 2015 namun lebih sering tidak serentak. Meskipun begitu, Pilkada serentak ini belum secara "serentak" dilakukan secara nasional, artinya belum seluruh daerah mengadakan Pilkada secara bersamaan. Hal ini dikarenakan pilkada tahun 2017 ini merupakan tahap ke dua dari 7 tahap yang ada dan diharapkan pada tahap terakhir, yaitu pada tahun 2027, dapat dilakukan secara serentak se-Indonesia. Pilkada serentak ini memiliki banyak keuntungan, yaitu dari segi ekonomi membuat pendanaan menjadi lebih eďŹ sien, dari segi hukum lebih dipayungi oleh peraturan perundangundangan, dan dari segi pembangunan juga sangat membantu sinkronisasinya. Sebelumnya, pilkada yang tidak dilakukan serentak secara nasional mengakibatkan masa bakti seorang walikota, bupati, dan presiden tidak saling berkaitan satu sama lain dan berimbas pada terhambatnya pembangunan di Indonesia. RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) yang selalu diperbarui setiap 20 tahun menjadi tidak sinkron dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) karena ketika RPJPN diperbarui ada RPJMD yang masih berlaku, sehingga RPJMD sering tidak sesuai dengan RPJPN. Perayaan demokrasi yang mengusung motto LUBERJURDIL (Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil) ini tentu membutuhkan biaya yang besar. Menurut KPU, anggaran yang dicairkan menembus angka 3 triliun rupiah, dengan proporsi provinsi pengguna anggaran terbesar adalah DKI

12

RUANG | #2 HMT PWK UGM

Jakarta (370 miliar rupiah), Papua Barat (306 miliar rupiah), dan Banten (270 miliar rupiah). Angka tersebut terbilang rasional mengingat proses hukum ini diikuti oleh 337 pasangan calon yang tersebar dalam 101 daerah di Indonesia meskipun 9 daerah hanya mengusung pasangan tunggal. Hal ini jelas menyebabkan banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, salah satunya dalam penyediaan TPS dan surat suara. Tercatat ada 98.259 TPS dan lebih dari 42 juta surat suara disebar untuk dapat memenuhi hak 42.493.835 orang pemilih. Fenomena pilkada yang 92.6% pasangan calonnya adalah laki-laki ini sudah menghasilkan perolehan nilai sementara semenjak dilakukan pemungutan suara serentak pada Rabu, 15/2/2017 lalu. Hasil sementara tersebut dapat diakses melalui SITap (Sistem Inhapan Pilkada) pada situs resmi pilkada 2017 milik KPU. Data tersebut diambil dari Sistem Informasi Pernghitungan Suara (Situng) Pilkada yang digunakan oleh KPU sebagai media penyampaian informasi secara cepat kepada masyarakat mengenai proses yng terjadi di TPS. Menurut situs tersebut juga, data tersebut masih berupa data sementara untuk pembanding, sedangkan hasil resmi sebagai dasar untuk menetapkan pasangan calon terpilih di setiap daerah tetap menggunakan hasil rekapitulasi manual dan berjenjang sesuai amanah UndangUndang.


foto: http://www.kreis-paderborn.de

Politik dan Perencanaan : “Can't Be Separated� Oleh: Mutia Penita dan Ervina Utami

Dunia perencanaan pada hakikatnya hidup berdampingan dengan dunia politik. Keduanya berjalan beriringan, namun terkadang sulit menemukan titik temu. Tata ruang yang menjadi bagian terpenting dalam ranah perencanaan menjadi dikait-kaitkan pula dengan ranah politik. Bagaimana tidak? Dalam merencanakan dan menata ruang, kita dihadapkan dengan banyak kepentingan yang tentunya merujuk pada keberagaman. Suatu partisipasi publik dalam proses legislasi pun sudah dapat dikatakan sebagai unsur politik, lebih tepatnya sebagai hak politik yang keberadaanya dijamin (pada negara demokratis). Sejauh ini, yang sedang diharap-harapkan para pemangku kepentingan adalah keaktifan masyarakat sebagai subjek dalam hal perencanaan serta sebagai mitra pemerintah dalam penataan ruang sebagai mana yang telah ditegaskan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 65 ayat 1. Dalam proses perencanaan pun, tingkat penerimaan produk rencana tata ruang berusaha dinaikkan, sebab partisipasi juga bagian dari suatu perencanaan. Namun, perlu diingat juga bahwa para perencana hendaknya memiliki pengetahuan mengenai politik yang dalam ranah perencanaan berperan sebagai mediator/fasilitator. Perlu kita ingat kembali bahwa secara mendasar, perencanaan merupakan suatu proses politik yang memunculkan persaingan antar kelompok (Conyers, 1981). Secara tidak langsung, ini merupakan tuntutan bagi seorang perencana agar memiliki sifat dan tindakan yang objektif, problem solver, serta mampu mengatasi keberagaman pendapat dalam proses decision making. Negara kita, Indonesia merupakan negara demokratis yang kita tahu bahwa partisipasi warga negara semestinya sangatlah dijunjung tinggi. Konsep partisipasi ini telah mengalami transformasi menuju ke suatu kepedulian serta keikutsertaan warga dalam berbagai bentuk yang tertuju pada proses pembuatan si produk rencana dan proses decision making yang juga berdampak pada mereka. Tetapi, pada praktik penyelenggaraan tata ruang di Indonesia, partisipasi ini tak jarang menuai tantangan dan strategic issues. Perencanaan

merupakan proses politik, sehingga dalam proses perencanaan suatu wilayah tak jarang terjadi konik kepentingan antarsektor dan penataan ruang itu sendiri pun belum optimal keberfungsiannya atau belum padu. Selain itu, partisipasi masyarakat pun masih minim, sekalipun mereka telah dijamin hak-hak dan kewajibannya. Produk hukum rencana tata ruang pun masih dalam ketidakkonsistenan dan pengendalian pembangunan pun masih lemah. Politik itu adalah seni dan politik itu adalah i l m u y a n g t e r k a i t e r a t d e n g a n ' k e k u a s a a n' (konstitusional maupun non-konstitusional), dan proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat melalui decision making proccess. Namun, politik pun sesekali bukan melulu tentang kekuasaan. Politik juga memiliki keterkaitan dengan morality, impian, harapan, ketakutan, serta cara hidup manusia (Raghavan Iyeh, 1993). Aktivitas politik dalam dunia perencanaan dan penataan ruang kota berarti untuk meng-create serta melaksanakan pranata-pranata sosial yang telah ada. Perencanaan merupakan tool and method dalam decision making sehingga di dalamnya pasti termuat politik serta aktivitas politik. Pada praktik yang telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia, tak jarang kita jumpai bahwa masih ada kaum-kaum yang termarjinalkan dalam hal berpolitik dan 'terselimuti' oleh mereka yang tidak menjunjung tinggi etika berpolitik. Perencanaan tata ruang tidaklah lepas dari politik, sebab perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan banyak pemilik kepentingan serta dalam pengesahannya, ia memerlukan legislasi (Gede Budi Suprayoga, 2008). Secara etika politik, seorang perencana pentinguntuk bisa melakukan stakeholder mapping sehingga mampu membuat rank, pihak mana yang paling berpengaruh, mana yang paling tinggi kepentingannya. Politik terkadang irrasional, tetapi ketika seorang planner menjunjung tinggi etika politik, maka ketidakadilan pembangunan dapat d i m i n i m a l i s i r, y a n g t e r m a r j i n a l k a n d a p a t diperjuangkan, dan keberpihakan akan berlandaskan pada koridor hukum yang sesuai. #2 | RUANG HMT PWK UGM

13


Oleh: Muhammad Irfan

MOOD

(demo)krasi // “Tentu saja demokrasi, seperti teater, sebenarnya bukanlah proses untuk menemukan kebenaran, melainkan untuk menghadapi kesalahan dan mengatasinya, terkadang dengan sedih, terkadang dengan tawa.” “Demokrasi: Ia melahirkan kuasa yang disepakati, dan ada proses bertukar pikiran sebelum kesepakatan. Ada kesabaran sebelum mulut ditutup dengan ikhlas.” –Goenawan Mohammad, Catatan Pinggir 7

14

RUANG | #2 HMT PWK UGM


BOARD

vote // “Jika kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masingmasing, nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan.” –Tere Liye, Negeri di Ujung Tanduk

#2 | RUANG HMT PWK UGM

15


foto: www.rmjm.com

Kemana Perginya

Perencana oleh: Fildzah Husna

B

e be ra p a b u la n t era k h ir ini, dinamika perpolitikan di Indonesia sedang ramairamainya dibicarakan karena pemilihan kepala daerah secara serentak (dan tentu saja, terkhusus hiruk pikuk politik DKI Jakarta yang menyeret perhatian satu negara dan bahkan dunia internasional). Ketika yang saya dengar dengan jelas adalah suara-suara buzzer yang mendengung, mengisi debat kusir di mediamedia, membuat kepala dan bahkan akal sehat saya sakit-sakit. Calon-calon kepala daerah pun sebagian besar masih diisi politisi-politisi standar dan minim gebrakan ketika warga kini haus dan lapar akan ide dan gagasan. Saya mendambakan atmosďŹ r kampanye politik yang menyenangkan, mendebat dengan data, menyebarkan ide, membuat vibe

16

RUANG | #2 HMT PWK UGM


kepemimpinan yang kolaboratif dan bersama warga. Saya adalah orang yang percaya bahwa para perencana kota lah yang sesungguhnya sedang kita cari. Bahkan, sejak dari kampus pun mereka dituntut untuk selalu komprehensif, berargumen dengan data, kreatif, dan visioner ketika melihat kota atau wilayah di masa depan. Ketika dunia perpolitikan kita begitu gelap dengan gagasan yang biasa-biasa saja, kembali lagi, kemana perginya perencana? Di kampus-kampus, dengan semangat idealisme seorang perencana, mereka mewacanakan bagaimana seharusnya kota atau daerah direncanakan, dibangun, hingga dievaluasi. Mereka menganalisis kota, membuat dokumen rencana, lalu dipresentasikan seakan tanpa kecacatan. Mereka mempelajari segalanya, dari urban design hingga ekonomi kota, dari m e k a n i s m e p e m b i ay a a n h i n g g a i n fo r m a l settlement, dari hukum perencanaan hingga kota tangguh. Mereka adalah paket lengkap. Ketidakhadiran mereka dalam kancah perpolitikan Indonesia menurut saya adalah sebuah hipokrisi. Mereka dengan sombongnya mengatakan ini-itu tentang perkotaan, tentang transportasi publik, tentang perumahan, tentang sanitasi dan lingkungan, tentang pembangunan infrastruktur. Tapi, bukankah itu semua kemudian menjadi sebuah kesia-siaan ketika itu semua tidak bisa berwujud sesuatu yang nyata di lapangan, ketika pada akhirnya mereka tidak bisa berpihak, ketika pada akhirnya pembangunan kota dan wilayah masih berjalan begitu-begitu saja tanpa gebrakan? Ketika perkotaan dihadapkan dengan permasalahan persampahan, perencana sudah belajar bagaimana mencari solusinya sejak di bang ku kuliah, bagaimana menilai sistem persampahan yan sudah ada, membuat perencanaan jaringan persampahan yang tepat, bagaimana tipe pembuangan akhir yang sesuai dan sampai kapan bisa menampung. Bukan artinya ketika seorang perencana menjadi kepala daerah ia melakukannya sendiri, tetapi pola pikir perencana-lah yang menjadi penting. Bayangkan,

yang mereka pelajari bukan hanya masalah persampahan, pola pikir perencana sudah dituntut untuk selalu komprehensif dalam melihat perkotaan atau wilayah. Lagi, bukan hanya perkara teknis, tetapi juga cara pandang dan pola pikir perencana yang menjadi nilai utama mereka. Saya percaya bahwa memiliki kekuasaan merupakan jalan yang paling bisa berpengaruh bagi seorang perencana untuk membangun kota. Mereka bisa membuat kebijakan, mereka bisa menjadi pemimpin yang mengambil keputusan. Dan menurut saya pribadi, inilah yang memang kita butuhkan sekarang. Kita butuh ilmu perencanaan kota, kita perlu pemikir-pemikir rasional, kita perlu visi-visi yang luar biasa, kita perlu para perencana untuk mengisi peran dalam membuat kota dan wilayah menjadi hidup dan lebih baik. Tidak bisa dipungkiri bahwa disisi lain, “politik” masih menjadi dunia gelap yang penuh resiko dan tentunya tidak lebih “menguntungkan” dibanding bekerja pada pengembang atau firmafirma perencanaan. Mungkin memang disanalah para perencana-perencana hebat kita berada saat ini? Terlepas dari itu semua, kita akan kembali lagi, hakikat politik bagi seorang perencana mungkin bukan hanya soal menjadi pemimpin. Politik bisa saja sesederhana bersuara atau berpihak dalam membuat perencanaan; jujur dan menjadikan apa yang mereka katakan bukanlah sebuah kepura-puraan belaka.

#2 | RUANG HMT PWK UGM

17


Essay Foto Oleh: BM ShaďŹ ra | Photo credit: Bagus Samudra

Semakin hari, ruang menjadi komoditas jual beli yang semakin diminati, tentu harganya pun tak murah apalagi ruang di perkotaan. Investasi ruang di perkotaan menjadi investasi yang dibilang paling menguntungkan dan menghasilkan banyak uang. Semua ingin ruang, dan sebagian suka uang. Demi menambah uang, ruang diperjualbelikan dengan tak jarang mengabaikan peraturan. Rencana daerah berubah seiring dengan perubahan kepala daerah, dokumen tata ruang seakan menjadi korban. Terjadi tumpang tindih di beberapa bagian dan tidak sejalan dengan rencana pemimpin baru membuat dokumen tata ruang harus di revisi dan ditinjau kembali. Dalam setiap kegiatan kampanye, isu ruang seperti udara segar dan harapan baru bagi para pendukungnya. Tapi ketika rencana diimplementasikan, tak jarang isak tangis yang menjadi bahan liputan. Aturan sudah berubah, janji tidak ditepati sesuai ekspektasi. Bak anak kecil yang sedang makan permen dan dijanjikan ice cream, permennya diambil membuat anak kecil menangis, untuk meredakan tangisnya permen diganti balon. Ya, nyatanya memang diganti namun balon lama kelamaan akan menyusut, meledak dan hancur tanpa bisa dinikmati rasa manisnya. Tidak seperti permen yang ia miliki, sedikit memang namun dapat dinikmati rasanya. Kepada siapa anak kecil ini meminta ganti rugi yang sesuai dengan janji? Sayangnya isak tangis bukan cara yang tepat untuk menuntut janji. Kini, udara segar perubahan datang kembali melalui pesta demokrasi yang diadakan 5 tahun sekali. Mereka yang memiliki janji peduli akan bertarung memperebutkan kursi, tentu kita semua berharap bahwa siapapun yang akan terpilih dapat menepati janji bukan hanya sekadar menyuarakan janji.

18

RUANG | #2 HMT PWK UGM


Resensi Film

Di Balik 98 Sutradara Produser Penulis Pemeran

: Lukman Sardi : Affandi Abdul Rahman : Samsul Hadi, Ifan Ismail : Chelsea Islan, Boy William, Donny Alamsyah, Ririn Ekawati

B

ercerita tentang tragedi bersejarah Bangsa Indonesia pada tahun 1998, ketika Presiden Soeharto “dipaksa” untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi di Indonesia yang sangat menyiksa rakyat. “Kalau daging mahal, rakyat masih bisa makan sayur, kalau sayur mahal rakyat masih bisa makan nasi dengan garam, tapi kalau harga beras mahal rakyat mau makan apa?!” Itulah kutipan orasi mahasiswa yang melakukan demonstrasi menuntut agar Soeharto digulinggkan dari jabatannya untuk mengakhiri rezim orde baru sebagai langkah awal reformasi. Selain menyajikan gambaran peristiwa 1998, film ini juga menyisipkan cerita tentang

keluarga yang diperankan oleh Chelsea Islan sebagai tokoh Diana yang merupakan salah satu demonstran dari Tri Sakti untuk memperjuangkan reformasi, padahal kakaknya, Salma (RIrin Ekawati) bekerja di dapur istana negara dan suami Salma (Donny Alamsyah) adalah seorang tentara. Apa yang dilakukan Diana sangat bertolak belakang dengan profesi kakaknya sehingga membuat mereka terpecah belah walaupun pada akhirnya bersatu kembali setelah aksi mahasiswa meredup yang ditandai oleh lengsernya Soeharto dari jabatan Presiden RI. Dalam film ini juga digambarkan keadaan yang kontras antara penderitaan wong cilik yang menjadi dampak dari krisis ekonomi 1998 dengan kehidupan pejabat negara. Selain itu, film ini juga menceritakan bagaimana etnis Tionghoa yang tersudutkan pada tragedi ini yang diwakilkan oleh tokoh Daniel (Boy William). Keadaan negeri yang kacau balau dengan lumpuhnya kegiatan perbankan dan pembangunan masa itu, isu politik, rasial, dan sosial pun tercampur aduk menjadikan permasalahan semakin kompleks. Banyak pendapat dari rakyat yang menginginkan Soeharto untuk lengser pada saat itu karena Soeharto dianggap sebagai biang kerok semua permasalahan ekonomi di negara ini. Soeharto dan jajarannya dianggap telah melakukan banyak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme selama menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun. Aksi semangat dan keberanian mahasiswa pada masa itu mengubah arah pembangunan Indonesia secara politik yang turut berimbas pada perubahan pembangunan di aspek-aspek lainnya seperti yang kita rasakan saat ini. Pembangunan tidak hanya dilakukan secara searah dari pemerintah, tetapi dari segala arah dan segala aspek sebagai pertimbangan dalam mengambil langkah untuk membangun negeri. Melalui film ini, kesadaran bahwa kebebasan berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan saat ini sangat terbuka lebar bagi seluruh kalangan. Dengan sistem yang demokratis, rakyat menjadi pemeran dan sasaran utama dalam pembangunan yang dijalankan atau diwadahkan dengan istilah yang kita sebut “politik” sehingga mahasiswa sebagai “harapan penerus pembangunan bangsa” menjadi urgensi untuk tidak hanya memahami “substansial” teori, konsep, dan ide-ide untuk pembangunan, tetapi juga pemahaman akan politik karena semua “kepandaian” yang kita miliki tak akan tersalurkan dengan optimal untuk reformasi negeri ini, seperti pesan yang tersirat disampaikan dalam film Dibalik 98, “Menjadi realistis bukan berarti tidak peduli sama sekali dengan cita-cita reformasi, melainkan dengan melakukan hal-hal kecil yang bisa membawa perbaikan terhadap kondisi bangsa seperti dengan mendidik generasi penerus bangsa, misalnya. “

#2 | RUANG HMT PWK UGM

19



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.