E
D
I
S
I
0
9
|
O
K
T
O
B
E
R
2
0
1
6
KISAH, DRAMA, DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI KOTA HIJAU DI INDONESIA
//Komunitas:
Kampung Sorogenen Kampung Progresif Hijau Membumi
//Opini:
Kampanye Kekinian
//Kota-Kota:
Meneilisik Komitmen Kota Hijau di Indonesia
//Local News: Tumpah Ruah Pangan Si Gemah Ripah
Daftar Isi 2 3 4 6 8 10
Daftar Isi, Awak Ruang Prolog Teman Headline Infografis Project Campaign Local News: Kampung Sorogenen Kampung Progresif Hijau Membumi
Pelindung: Daniel Futuchata Falachi Pimpinan Umum: Fildzah Husna Amalina Pimpinan Redaksi: Aditya Hidayat Adam Kepala Produksi: Kiana Puti Aisha Redaktur pelaksana: Kiana Puti Aisha Inez Darmalia Fildzah Husna Amalina Hendiliana Ardiwiryawan Wibowo BM Safira
2
RUANG | #9 HMT PWK UGM
11 12 13 14 16
Salam Redaksi
Moodboard: Green Lifestyle
Assalamualaykum wr.wb
Kota-Kota: Menelisik Komitmen Kota Hijau di Indonesia
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt, karena atas rahmat dan limpahanya kita masih diberikan kesempatan untuk terus berkarya dan RUANG edisi bulan September 2016 bisa hadir ditengah-tengah kita
Eureka! Opini: Green Lifestyle Adalah Aksi Kampanye Kekinian Resensi: “RTH 30 % ! RESOLUSI KOTA HIJAU”
Ervina Utami Rizkiana S H Edy Abrurrahman Layouter: Rifqi Arrahmasyah Reza Dwi Mulya Nafiari Adinda Adelheid Pasau Hendiliana Vivin Setyo Putri Kiana Puti Aisha Rizkiana S H Deano Damario Dwi Ichsan
RUANG edisi ini mengangkat tema besar yakni, "kisah drama, tantangan implementasi kota hijau di Indonesia. RUANG merupakan wadah kreasi mahasiswa HMT PWK UGM melalui tulisan untuk melakukan sosial campaign kepada publik agar peka terhadap permasalahan lingkungan sekitar dan dampaknya di masa depan. RUANG edisi kali ini, banyak bercerita mengenai hiruk pikuk implementasi kota hinau di indonesia, serta apa yang bisa dilakukan generasi muda sebagai katalisator perubahan. Besar harapan kami, semoga RUANG dapat terus eksis ditengah-tengah masyarakat dan memberikan banyak manfaat untuk mewujudkan ruang yang baik itu kehidupan yang lebih baik Redaksi RUANG
Gambar Latar: Rifqi Arrahmansyah
Assallamu'alaikum warrahmatullah wabarakatuh Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa kita panjatkan atas kesempatan yang selalu diberikan kepada kita, sehingga Buletin Ruang Edisi 9 ini masih bisa hadir ditengah-tengah kita semua. Buletin Ruang hadir sebagai salah satu sumber informasi ke-tata ruang-an yang mutakhir. Sebuah sumber informasi masih yang diramu dan diracik oleh para perencana muda. Buletin Ruang adalah satu wadah bagi para perencana muda untuk bercerita mengenai ruang tempat tinggal kita, berkeluh kesah terhadap apa yang ada, dengan segala kekurangan dan tantangannya, maupun bermimpi serta berbagi ide tentang bagaimana seharusnya ruang tempat tinggal kita terbentuk. Ini menjadi menarik, karena wadah serupa belum banyak ditemui di beberapa kesempatan. Idenya adalah, disini kita bersama mencoba untuk memviralkan isuisu tata ruang yang diharapkan dapat meningkatkan kepekaan dari berbagai kalangan mengenai tata ruang, sehingga bersama kita dapat mengambil peran positif dalam menjaga hingga menata ruang tempat tinggal. Buletin Ruang adalah sebuah manifesto dari kepedulian para perencana muda terhadap ruang tempat tinggal kita bersama. Selanjutnya, adalah tidak asing mendengar terminologi Pembangunan Berkelanjutan. Sebuah paradigma pembangunan yang mencoba menselaraskan pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang (Our Common Future, 1987). Dengan kata lain, semangat pembangunan ini juga berusaha memberikan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk memanfaatkan sumber daya lingkungan yang ada. Oke, bisa kita ingat ya Sumber Daya Lingkungan. Paradigma ini makin marak gaungnya tiap waktu, bisa ditunjukkan dengan PBB yang juga menggaungkan hal ini bersama negara negara dunia dengan menciptakan SDG's (Sustainable Development Goals) yang berisikan 17 Goals pembangunan (UN 2014), dan 6 diantaranya sangat berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Seperti climate action, life on land, clean water and sanitation, dan lainnya. Pada kesempatan kali ini, dalam semangat mensukseskan paradigma Pembangunan Berkelanjutan dan Sustainable Development Goals, Buletin Ruang edisi 9 akan mengupas mengenai Green Lifestyle. Buletin Ruang ingin mengajak kita untuk kembali mengingat isu-isu lingkungan yang sedang terjadi di sekitar kita, seberapa penting dan seberapa berdampak terhadap kehidupan kita, dan tentunya bagaimana cara kita untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga lingkungan kita. Isu ini dikupas dengan sudut pandang sehari-agar kita juga lebih praktis dalam melaksanakannya. Harapannya dengan ini, bersama kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik
P R O L O G
Salam Pramukya Arcapada!
Fardhan Amarullah
#9 | RUANG HMT PWK UGM
3
sedikit kelakar tentang
konsep hijau
4
RUANG | #9 HMT PWK UGM
I
ni bulan apa? September, menjelang Oktober sepertinya. Apa cuaca ditempatmu? Kemungkinan besar sedang mendung atau hujan. Aneh? Memang. Fenomena sehari-hari ini mungkin lepas dari perhatian kita semua, namun sebenarnya hal ini telah menimbulkan rasa was-was yang besar bagi berbagai macam pihak. Ilmuwan, pakar lingkungan, juga bapak petani di Bantul. Fenomena hujan dimusim kemarau terik adalah bagian dari tanda-tanda perubahan iklim besarbesaran yang sedang dialami oleh bumi. Pergeseran cuaca yang membuat orang garuk kepala ini memiliki implikasi yang jauh lebih besar daripada sekedar tak berlakunya lagi makna kias puisi Sapardi, Hujan Bulan Juni. Panas yang tak awet di musimnya ini membuat siklus tanam para petani terganggu, yang apabila berlanjut, maka akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi panen padi. Lebih jauh lagi, beberapa tahun kedepan mungkin kita akan mulai mempertimbangkan ubi untuk dimakan sehari-hari. Dan itupun hanya secuil kecil dari masalah yang akan muncul. Diawal tahun lalu, 170 negara di dunia sepakat untuk mengambil tindakan dalam rangka menghadapi fenomena ini. Mereka merumuskan 17 aspek kunci dalam pembangunan yang kemudian akan dijadikan Development Goals untuk 15 tahun mendatang. PBB menamakannya Sustainable Development Goals (SDGs). Apa isinya? Pada dasarnya, SDGs bertujuan untuk menciptakan dunia yang lebih lestari, berkelanjutan, inklusif, dan layak huni. Poin utamanya adalah untuk melaksanakan pembangunan yang lebih berwawasan lingkungan. Membangun dengan melihat implikasi, tak hanya sekedar main tumpuk yang penting jadi. Pembangunan kota dan komunitas diarahkan menuju keberlangsungannya untuk masa depan, dengan mempertimbangkan ketahanan energi, kelestarian lingkungan, kelancaran siklus air, pengendalian polusi, serta sederet faktor lain yang menjadi bagian dari konsep Sustainable City/Communities. Konsep inilah yang menjadi turunan dari konsep Green City, suatu konsep yang menjadi tren sejak akhir tahun 90-an karena keresahan terhadap pembangunan industri dan penggunaan mesin-mesin yang memperburuk kondisi lingkungan. Konsep ini masih menjadi tren sampai sekarang. Green City, Green Lifestyle, Green Design, Green Fashion, Green ini, Green itu. Hijau adalah tren, dari
konsep desain kota hingga warna kulit Hulk. Dan atas manfaatnya, konsep ini selayaknya harus tetap menjadi tren. Kita, generasi milenium yang diwarisi lingkungan yang terdegradasi, sudah seharusnya berusaha untuk merestorasi lingkungan menjadi lebih baik, atau paling tidak tidak ikut memperparahnya. Anak muda punya pengaruh, dan sedikit teriakannya bisa saja menggeser paradigma dunia. Itu pula yang akan kita coba perbuat bersama-sama. Di edisi kali ini, RUANG berusaha memanasmanasi kita sebagai generasi muda untuk kembali peduli dan ikut memikirkan kembali nasib masa depan bumi. Melalui rubrik Opini, kita akan dicerahkan dengan konsep aksi hijau. Bahwa konsep ini akan terus menjadi konsep manakala tidak ada aksi. Di rubrik Eureka, kita akan belajar langkahlangkah konkrit yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan konsep Green Lifestyle ini. Tak ada yang rumit, hanya langkah-langkah kecil yang bisa kita lakukan sehari-hari sebagai mahasiswa kece yang peduli lingkungan. Langkah-langkah diatas dibungkus dalam satu frame yaitu Green Campaign yang akan dibahas di rubrik Project Campaign dan Testimoni. Sebuah campaign yang akan mengajak seluruh mahasiswa DTAP untuk beraksi demi lingkungan yang lebh baik. Butuh insight atau sekedar pengetahuan kecil tentang Green City? Rubrik Kota-Kota akan membawamu keliling Indonesia untuk melihat berbagai kota yang sedang atau telah menerapkan konsep ini dalam penataan tata ruangnya. Terakhir, sebagai referensi, kita akan menyusupkan sebuah resensi buku yang mengulas tentang ruang terbuka di kota-kota Indonesia. Sebuah buku yang akan memotivasi kita untuk sama-sama mewujudkan tata ruang kota yang lebih hijau dan menjadikannya salah satu tujuan utama dalam pembangunan kota kita. Terakhir, redaksi paham jika majalah ini belum sempurna. Maka dari itu, kami menerima saran, kritik, atau feedback apapun terkait dengan majalah RUANG ini. Mari belajar sama-sama untuk menghijaukan diri dan selamat membaca!
#9 | RUANG HMT PWK UGM
5
o
Sampah yang dihasilkan Indonesia secara keseluruhan mencapai 175.000 ton/hari atau 0,7 kilogram/jiwa.
o
Menurut Riset Greeneration, satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun.
o
Dan setiap kantong plastik membutuhkan waktu 200-300 tahun untuk dapat terurai.
o
Dengan menerapkan gaya hidup 3R (Reduce, Reuse, Recycle), dapat mengurangi jumlah sampah sebanyak 80%.
o
Rata-rata rumah tangga dengan empat anggota keluarga menggunakan air 450 liter per hari, atau setara dengan 164.000 liter per tahun.
o
Indonesia memiliki curah hujan tinggi yaitu rata-rata 2000-3000 mm/tahun atau 150-300 mm/bulan.
o
Rain Water Harvesting dapat digunakan untuk kebutuhan air bersih, air untuk keperluan rumah tangga seperti air toilet, pendingin ruangan, dan masih banyak lagi. o
6
RUANG | #9 HMT PWK UGM
Penggunaan air hujan dalam kehidupan sehari-hari mampu menghemat energi yang dibutuhkan untuk air bersih.
o
Jumlah emisi CO2 yang dihasilkan Indonesia per kapita di tahun 2010 naik 80% menjadi 1.8 ton. (Google Public Data)
o
Fenomena tersebut disebabkan kemajuan industri otomotif dan kemudahan aksesibilitas dalam membeli kendaraan bermotor.
o
Usahakan berjalan kaki, bersepeda, menggunakan transportasi umum, atau minimal carpooling untuk meminimalisir emisi CO2.
o
Menanam pohon juga salah satu cara untuk mengurangi kadar CO2 di udara, satu pohon berukuran 2 meter dapat menyerap 5 kg CO2 tiap tahun.
o
Hal-hal sederhana seperti di atas dapat dilakukan untuk membuat lingkungan lebih sehat. http://geotimes.co.id/2019-produksi-sampah-di-indonesia-671-juta-ton-sampah-per-tahun/ http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/01/indonesia-darurat-sampah http://id.wikihow.com/Menghemat-Air http://www.ilmuku.com/ďŹ le.php/1/Simulasi/mp_214/materi2.html http://www.ahlilingkungan.com/rain-harvesting_Manfaat-rain-harvesting.php Google Public Data http://cotap.org/reduce-carbon-footprint/ https://id.pinterest.com/ancientquill/go-green/ https://www.nrdc.org/experts/larry-levine/new-report-shows-how-green-infrastructure-investments-can-create-value https://thumbs.dreamstime.com/z/infographic-bicycle-rider-beneďŹ t-cycling-vector-poster-yer-60313491.jpg
Foto : Inez / HMT PWK
Kampung Sorogenen Kampung Progresif Hijau Membumi
Oleh: Kiana Puti Aisha, Ni Luh Putu Hendiliana, Inez Darmalia, Fildzah Husna Amalina
B
erbicara mengenai green lifestyle, seringkali masyarakat apatis dan acuh tak acuh terhadap kampanye hijau ini. Beberapa memilih ikut berpartisipasi, namun hanya sebatas individu. Beberapa yang tergabung dalam gerakan, kadang hanya aktif sampai masa gerakan tersebut habis. Namun, bukan itu Tim Ruang jumpai di Kampung Sorogenen, yang terletak di Umbulharjo, Yogyakarta ini. Mempunyai penduduk hingga 1.217 jiwa ternyata bukanlah suatu tantangan bagi Kampung Sorogenen menjadi sebuah kampung yang progesif. Dalam fokusannya, Kampung ini memilih untuk mencitrakan dirinya sebagai kampung hijau. Citra ini pun tercermin dalam berbagai program yang diterapkan. Misalnya saja setiap rumah diwajibkan untuk bercocok tanam. Paling kurang, ada lima jenis tanaman yang ditanam. Selain itu, pembibitan pun dilakukan secara komunal. Tidak sampai disitu, Kampung yang aktif dengan bank sampahnya ini juga sedang mengembangkan program Kampung Tanggap Bencana dan Kampung Ramah Anak. Dalam sebulan, terhitung ada 21 hari yang dipakai untuk aktivitas program menurut Bapak Sugiono.
Berawal dari lomba taman di Dasawisma, di tahun 2012 Kampung Sorogenen pun mengadakan sosialisasi kampung hijau oleh Ibu Sugianti. Setelah itu, di tahun 2013 program Bank Sampah dimulai dan dilombakan per RW yang lalu mendapat juara 3. Pada tahun yang sama, Kampung ini pun mengikuti kompetisi lomba Kampung Hijau yang diadakan oleh BLH Yogyakarta. Karena prestasi dan kegiatannya yang terus berlanjut, Kampung ini pun mendapat CSR dari Unilever per tahunnya. CSR ini dikembangkan dalam Bank Sampah untuk pengelolaan limbah.Dalam kurun waktu dua tahun, kampung Sorogenen berhasil naik peringkat dua kali. Yakni Silver Unilever di tahun 2014, dan Gold Unilever di tahun 2015. Ketika Tim Ruang bertanya kepada Bapak Sugiyono dan Ibu Sugianti mengenai apa makna kampung hijau. Beliau menjawab “Kampung Hijau itu ruhnya hidup di bumi dengan memanfaatkan isinya. Namun, hidup di dunia haruslah memikirkan anak cucu, dan harus bisa bersahabat dengan bumi serta yang paling penting harus ada actionnya.� Selain itu, beliau beliau pun turut berpesan untuk kita yang aktif dalam organisasi, agar terus menjadi motor penggerak, terutama dalam bidang lingkungan.
#9 | RUANG HMT PWK UGM
7
Ayo dukung ide ini dengan ikutan #IjoRameRame juga!
#IjoRameRame
Kita bisa posting foto, caption, atau status yang menyebarkan pesan hijau baik di Instagram, LINE maupun twitter dengan hashtag #IjoRameRame.
#IjoRameRame Disadari atau tidak, seringkali kita terjebak oleh definisi dan ekspektasi yang terlalu tinggi dalam hal apapun, begitu pula dengan konsep “hijau”. Apapun yang berembel-embel “hijau” atau green kini malah menjadi sebuah utopia, tidak terjamah, rasanya sangat sulit untuk diimplementasikan. Berangkat dari sana, lahirlah sebuah ide bagaimana membuat kita semua merasakan bahwa menjadi “hijau” itu tidaklah terlalu sulit. Ide ini diimplementasikan melalui sebuah campaign #IjoRameRame dibawah HMT PWK UGM di kepengurusan kabinet Omah Dewe untuk mendukung “green lifestyle” sebagai isu bulan September - Oktober ini. Kenapa #IjoRameRame? Ijo adalah sebutan sehari-hari untuk hijau, sehingga lebih catchy dan simple sehingga harapannya definisi “hijau” itu sendiri lebih terkesan sederhana. Rame-rame menggambarkan sebuah pergerakan, adalah bagaimana “hijau” tadi kita lakukan bersama-sama, sifatnya mengajak sehingga teman-teman bisa merasakan emotionally-involved didalamnya. Idenya adalah sesederhana ini: kita berusaha memancing teman-teman untuk menerapkan gaya hidup hijau, sekecil apapun itu, dan memahami bahwa apa yang mereka lakukan berguna; every action counts. Basis campaign ini adalah campaign melalui media sosial dengan menggunakan hashtag. Impact dari campaign ini diharapkan tidak terbatas hanya dirasakan oleh anggota HMT PWK, tetapi juga bisa mengajak/menginspirasi orang lain: civitas DTAP, teman-teman di media sosial, atau bahkan keluarga di rumah.
project
campaign Oleh: Fildzah Husna Amalia
“Kita terlalu skeptis dan membuat gaya hidup hijau” menjadi sangat sulit, padahal kenyataanya mungkin saja itu hanya konstruksi pikiran kita sendiri”. -Fildzah Husna Amalia, PWK UGM 2014
9
RUANG | #9 HMT PWK UGM
Foto: http://id.pinterest.com/
TUMPAH RUAH PANGAN SI GEMAH RIPAH Oleh: Hendiliana
Foto: Hendi/Ruang
R
intik hujan perlahan-lahan mulai jatuh ke bumi. Menempa tanah, ataupun terdampar di atas dedaunan hijau sepanjang jalan. Dalam sebuah eksploasi kecil saat menyusuri kampung di Kelurahan Bausasran, pandangan mata disambut oleh deretan pipa paralon berisikan sayuran segar yang menggugah selera. Langkah terus berayun menyusuri deretan pipa paralon itu, hingga akhirnya tersesat di tengah hamparan pangan milik Kelompok Tani Gemah Ripah. Bermula dari sebuah lahan penuh tanaman liar dan sisa-sisa runtuhan bangunan akibat gempa 2006, dengan sedikit perubahan, jadilah sebuah kebun pangan nan hijau cantik bernama Gemah Ripah. Kelompok yang berdiri sejak tahun 2009 ini, menjadi kelompok tertua di Kelurahan Bausasran, dan sudah sering memenangkan lomba-lomba antar kelompok tani. Saat ini, Gemah Ripah sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba bidang kesehatan kelompok tani di Jakarta. Gemah Ripah rutin menanam sayur-sayuran seperti sawi, selada, terong, cabai dan sebagainya. Bermula dari kelompok tani inilah, budaya menanam di pekarangan rumah terbentuk. Menurut penuturan Bu Marfuah, salah satu pengurus Gemah Ripah, pada awalnya budaya menanam di kampung ini, khususnya RW 9 hanya sebatas kelompok tani saja, namun, lama kelamaan merabah ke tetangga-tetangga, baik skala rumah tangga maupun kelompok. Setelah Gemah Ripah eksis, mulailah bermunculan kelompok tani lain di Kampug Bausasran, antara lain Bon Jowi dan Amanah. Budaya menanam di kampung ini mulai mendapat perhatian dari pihak luar. “Dari pihak dinas memberikan sekolah lapang. Disana diajarkan cara menanam, menanggulangi penyakit, pemeliharaan dan pemupukan tanaman” ucap wanita ini. Selain mendapat bantuan dari pihak luar, Gemah Ripah juga bergerak dengan swadaya masyarakat. Kelompok tani ini juga sering menerima kunjugan dari berbagai pihak. Hal ini terlihat dari ramainya daftar nama
10
RUANG | #9 HMT PWK UGM
yang tercatat di buku tamu milik kelompok tani ini. Pengunjung tidak hanya berasal dari sekitaran Yogyakarta, bahkan sampai luar Jawa yaitu Bali dan Nusa Tenggara Timur. Kelompok yang beranggotakan 25 orang ini menggunakan sistem kekeluargaan dan musyawarah dalam dinamikanya. Gemah Ripah sangat terbuka untuk siapapun warga RW 9 yang ingin bergabung dan berkontribusi. Untuk pemilihan tanamannya pun, kelompok ini menyesuaikan dengan cuaca dan keinginan anggota. “Kita tidak saklek, kita harus ngemong dan merangkul. Sebelum menanam, kita harus rapat dulu supaya sama-sama sepakat dan punya semangat” ucap Bu Marfuah. Terbentuknya Kelompok Tani Gemah Ripah bukan semata-mata hanya untuk mengisi waktu luang dan hobi semata. Kelompok tani ini berkeinginan untuk menjaga kelestarian lingkungan serta meningkatkan income masyarakat sekitar. Untuk saat ini, Gemah Ripah menjual sayur selada hasil kebunnya ke penjual gado-gado disekitar kampung. Terkadang, ada juga yang memesan dari jauh-jauh hari dengan jumlah banyak. Kedepannya, Gemah Ripah ingin bekerjasama dengan catering maupun swalayan dalam pemasaran hasil-hasil kebunnya. Selain itu, ada keinginan untuk mengintegrasikan antar kelompok tani dengan membentuk bank sayur. Sayur-sayuran di bank sayur ini berasal dari kelompok-kelompok tani sekitar yang digabungkan sebelum dijual. Melalui cara ini, diharapkan antar kelompok tani dapat menjaga kerukunan serta, dapat saling berbagi informasi maupun berbagi bibit tanaman. Sebagai kelompok tani kecil, kendala dana masih menjadi masalah utama. “Mencari dana tidak semudah yang dibayangkan. Biaya yang butuhkan untuk merawat kebun tidak sedikit. Perlu beli pupuk, sekam dan media tanamnya.” ucap Bu Marfuah lirih. Masalah lainnya ialah, tanah yang disulap menjadi kebun pangan ini statusnya adalah tanah pinjaman. Jika suatu saat tanah ini akan dipakai oleh pemiliknya, kemungkinan kelompok tani ini akan hilang. “Tanahnya minjam, jika suatu saat mau dibangun, tidak tahu nasib kita akan bagaimana” ucap koordinator kebun ini.
GREEN LIFESTYLE “the proper use of science is not to conquer nature-but to live in it” -Barry Commoner
Foto: id.pinterest.com
#9 | RUANG HMT PWK UGM
11
M
anusia dengan segala kegiatannya membuat “warnaâ€? dalam kompleksitas perkotaan. Arus urbanisasi yang semakin masif terus memaksa penyedia pelayanan perkotaan ( pemerintah ) untuk memfasilitasi apa yang dibutuhkan. Isu mengenai perkotaan yang cukup mengambil perhatian masyarakat Indonesia adalah perkembangan kota menghadapi era baru, para ahli sepakat bahwa Pada 2025, diperkirakan porsi penduduk perkotaan mencapai 67,7 persen dan meledak menjadi 85 persen atau 320 juta jiwa pada 2050. Pembangunan perkotaan di Indonesia saat ini masih belum mampu menunjukan tanda dapat mengantisipasi dan menjawab segala dinamika perkotaan. Hal ini jelas, karena dampak negatif urbanisasi dengan gegap gempita bisa terlihat di tiap sudut-sudut kota. Salah satu konsep pembangunan perkotaan yang tidak lazim dilakukan (out of the box) adalah konsep Kota Hijau (Green City). Konsep kota hijau adalah sebuah konsep elaborasi antara keseimbangan lingkungan serta kompleksitas kegiatan perkotaan manusia didalamnya. Konsep kota hijau adalah sebuah konsep yang secara integral merupakan bagian dari konsep berkelanjutan. Diharapakan konsep ini dapat menjadi respons sebagai penyeimbang kegiatan perkotaan. Melalui tulisan ini, penulis ingin membawa para pembaca sekalian dalam sebuah perjalanan melihat ragam komitmen pembangunan kota hijau di Indonesia, melihat bahwa harapan masih sangat terbuka luas untuk mewujudkan kehidupun perkotaan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Tempat perhentian kita pertama yaitu Kota Surakarta. Kota Surakarta, yang juga dikenal dengan Solo terletak di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki jumalah penduduk Âą600.000 jiwa dengan luas 4.404,06 Ha yang terbagi atas 5 (lima) kecamatan, yaitu Kec. Laweyan, Kec. Serengan, Kec. Pasar Kliwon, Kec. Jebres, Kec. Banjarsari. Direncanakan luas RTH Kota Surakarta dalam bentuk taman seluas 357 (tiga ratus lima puluh tujuh) Ha, RTH Dalam bentuk Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 50 (lima puluh) Ha, RTH dalam bentuk sempadan rel kereta api seluas 73 (tujuh puluh tiga) Ha dengan sebaran di beberapa kecamatan. Selain itu juga terdapat Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kota Surakarta seluas 7 (tujuh) Ha yang juga tersebar diseluruh kawasan kecamatan. Untuk mewujudkan RTH yang telah direncanakan, Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan kerjasama pendanaan melalui dana sharing APBN dan APDB serta pihak perbankan melalui Bank Mandiri yang telah melakukan kesepakatan terkait konsep kerjasama untuk merealisasikan RTH.
Solo City Walk merupakan salah satu bentuk perwujudan RTH publik, Solo City Walk ini dapat memberikan kesejukan dan kehijauan pada Kota Surakarta, fasilitas pejalan kaki yang aman dengan sisi hijau kanan dan kiri dapat memberikan rasa sejuk di dalamnya. Selain itu lokasi PKL di beberapa bagian tidak mengganggu bagi pejalan kaki karena tempat untuk PKL telah disediakan oleh pemkot dengan rapi dan teratur. Mari kita beralih ke Kota Pahlawan ( Surabaya ). Kota yang tadinya hanya memilik ruang terbuka hijau 9,6% dari total wilayah kota, kini bertambah menjadi 20, 24%. Taman-taman dibangun, aktivitas warga dipusatkan pada lokasi wisata terbuka ini. asan konservasi. Hal menarik yang layak dicatat lainnya, ia berhasil mengembalikan 2.500 hektar lahan di kawasan Surabaya Timur yang dijadikan lokasi usaha sesuai dengan fungsi awalnya sebagai kawasan konservasi. Setelah berjalan-jalan ke-2 kota dengan komitmen yang cukup berbeda, kita menuju ke persinggahan terakhir kita yaitu Kota Balikpapan. Berdasarkan survey yang dilakukan IAP( Ikatan Ahli Perencana ), ada tujuh kota yang memiliki nilai diatas rata-rata dan dianggap nyaman ditinggali. "Kota Balikpapan secara signiďŹ kan berada diatas rata-rata nasional untuk aspek tata kota dan pengelolaan lingkungan dibandingkan dengan kota lain. Balikpapan menjadi kota yang mendapatkan skor tertinggi dari hasil survei yang ada. Balikpapan mempunyai berbagai fasilitas pendukung yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang mana fasilitas tersebut bisa disetarakan dengan fasilitasfasilitas yang ada di kota Jakarta, mulai tempat makan, spot hangout, fasilitas olahraga hingga bandara Sepinggan yang berbenah dan modern. Sebanyak 71.12% penduduk Balikpapan menyatakan bahwa merasa nyaman tinggal di kota ini. Taman Bungkul Surabaya | Foto: http://www.mongabay.co.id/
Menelisik Komitmen
Kota Hijau Di Indonesia
Oleh: Ardiwiryawan Wibowo
12
NEIGHBOURHOOD | #9 HMT PWK UGM
Ayo Jadi Kebiasaan
Oleh: BM ShaďŹ ra
Matikan lampu di siang hari | Foto: http://ciricara.com/
B
umi memerlukan penyelamat. Penyelamat dari kesekaratannya. Tapi, menjadi penyelamat bumi tidak hanya dilakukan satu atau dua orang saja, namun seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Menyelamatkan bumi bisa dimulai dari hal-hal kecil yang secara perlahan-lahan berubah menjadi kebiasaan. Gaya Hidup Ramah Lingkungan atau Green Lifestyle merupakan salah satu hal yang dapat menjadi solusinya. Banyak langkah kecil yang dapat kita lakukan untuk memulai gaya hidup ramah lingkungan, yang mungkin beberapa dari kalian sudah melakukannya. Yuk jadikan hal ini sebagai kebiasaan! 1. Mengurangi penggunaan plastik dengan mengganti plastik belanja dengan tas yang dapat digunakan berkali-kali atau bisa juga mengganti pengemasan barang belanjaan dengan kardus. 2. Memilih produk dengan kemasan besar. Bagi kalian yang masih suka membeli shampo atau saos dengan kemasan sachetan mulai diganti dengan kemasan besar ya. Ingat! Kurangi sampah plastik 3. Mulai membawa tumblr atau botol minum dan kotak makan sendiri. Lebih kece, lebih lucu dan pastinya mengurangi jumlah sampah plastik. 4. Mengurangi penggunaan energi. Jangan lupa matikan air keran kalau tidak lagi digunakan. Pastikan bahwa tidak ada setetes pun air yang masih mengalir dari keran. 5. Matikan lampu jika tidak diperlukan dan juga jangan lupa copot kabel peralatan listrik jika sudah tidak lagi digunakan. Hayo! Apa kalian sudah memulai 5 gaya hidup ramah lingkungan tersebut? Kalau belum mulai dicoba ya, kalau sudah yuk disebarkan dan ajak teman-temanmu. Semakin banyak yang melakukan kebiasan baik tersebut maka semakin banyak lagi perubahan yang dapat kita rasakan. Mulai semua dari hal kecil, kalau yang kecil saja tidak dilakukan bagaimana dengan yang besar?
Biasakan membawa botol minum | Foto: http://www.zak.com/
Ganti penggunaan kantong plastik dengan kantong kain | Foto: http:/ /hardlysquare.com/
#9 | RUANG HMT PWK UGM
13
GREEN LIFE STYLE
ADALAH AKSI Oleh: Ervina Utami
T
anpa kita sadari, bumi kita ini sudah semakin menua. Ruang-ruang yang ia miliki, yang cenderung tetap itu, berkebalikan dengan jumlah manusia sebagai penghuninya yang cenderung dinamis. Dengan penghuni yang tidak bisa dikatakan sedikit itu, tentu aktivitas yang mereka lakukan pun sangat beragam. Hingga pada akhirnya, kita mendapati bahwa suhu rata-rata planet kita ini mengalami peningkatan. Global warming atau pemanasan global, ya ... sering dikait-kaitkan sebagai dampak dari kegiatan manusia yang bisa dibilang tidak memperhatikan lingkungan. Manusia adalah penebang hutan yang handal, penyumbang polusi dari kegiatan industrial dan aktivitas kendaraan bermotor, pemroduksi sampah, dan pelaku beragam aktivitas lain yang mungkin saja menjadi pemicu pemanasan global. Kita tahu bahwa pemanasan global berakibat pada naiknya suhu rata-rata bumi, implikasinya adalah mencairnya es-es di kutub. Dengan demikian, permukaan air laut akan mengalami penambahan volume. Bukan itu saja, pemanasan global menjadi pemicu utama terjadinya climate change atau perubahan iklim yang ekstrem, dimana iklim bersifat unpredictable, unstable, dan bisa dikatakan berbahaya. Sebagai generasi yang cerdas, apakah kita cukup menjalani semua secara lurus-lurus saja? Apakah kita cukup bersikap seolah semua akan baik-baik saja dan acuh terhadap isu yang sebenarnya melekat pada diri kita sebagai penghuni bumi? Tentu kita harus memikirkan dan mengupayakan bagaimana solusinya. Pemanasan global memang bukan problem yang kecil, tetapi sebagai penghuni yang cerdas, kita bisa mengupayakan hal-hal kecil yang berdampak besar bagi generasi selanjutnya.
Berbicara tentang upaya-upaya kecil untuk menyikapi pemanasan global, green lifestyle adalah salah satu yang bisa dilakukan para penghuni bumi saat ini. Yaaa, green lifestyle atau gaya hidup hijau ini sederhana tapi nyata. Ada banyak hal kecil yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan hijaunya bumi kita dan meminimalisir terjadinya dampak negatif pemanasan global. Kita bisa memulai dengan mengurangi konsumsi kantong plastik, yang kita ketahui bahwa ketika plastik menjadi sampah, ia adalah sampah yang paling awet, susah terurai. Aksi yang bisa kita lakukan adalah RUANG | #9 HMT PWK UGM
14
Foto: http://housely.com/
dengan menggunakan totebag atau bisa juga dengan tas/kantong yang bukan sekali pakai. Selanjutnya, aksi yang bisa kita lakukan adalah dengan selalu membawa bekal air minum dengan tumbler atau botol air minum lain, tujuannya adalah meminimalisir konsumsi air mineral dengan botol sekali pakai. Upaya penyediaan air minum langsung di kampus (SPAM) juga merupakan reeksi dari green lifestyle. Hal lain yang menurut saya sederhana tapi nyata, adalah dengan meminimalisir konsumsi kertas, yang mana kita tahu bahwa kertas bersumber dari pohon, dan untuk memproduksi kertas-kertas yang kita pakai ini, bumi harus rela pohon-pohonnya ditebang. Kita bisa me-reuse kertas. Kertas memiliki 2 sisi, jika salah satu sisinya itu sudah ada contentnya, sisi yang lain 'kan masih bisa kita manfaatkan. Ada pula upaya lain yang mungkin bisa kita lakukan, misalnya menanam. Menanam apapun itu, pohon, tanaman sayur, bungabungaan, dan lain sebagainya, yang memungkinkan turut menyumbang atau mensuplay oksigen atau O2 bagi bumi kita. Hendaknya kita juga berusaha seminim mungkin menggunakan kendaraan bermotor untuk mobile. Selain kita menghemat ketersediaan bahan bakar fosil, kita juga mengurangi produksi gas-gas pemicu naiknya suhu rata-rata permukaan bumi ini. Kita dianugerahi sepasang kaki yang bisa membawa kita ke tempat yang kita inginkan, selain sehat, kita akan mendapati bahwa bumi kita ini sebenarnya adalah lingkungan yang walkable. Jika tempat yang dituju cukup berjarak, langkah sehat lainnya adalah dengan bersepeda atau bisa juga dengan menggunakan transportasi umum. Sebagai penghuni bumi yang cerdas, tentu kita tidak boleh mengeksploitasi karunia-Nya semaksimal mungkin tanpa adanya kontrol. Jika generasi saat ini egois, apa yang bisa kita rasakan saat ini mungkin saja tidak bisa dirasakan oleh anak cucu kita kedepannya. Jika kita hanya memuaskan diri saja, dan terus menuntut untuk menjadi manusia yang dimanusiakan, maka yang mungkin nyata kita jumpai adalah kerusakan. Maka dari itu, bertransformasilah dan berkontribusilah. Biarpun kelihatannya kecil, yang penting membuahkan hasil. Biarpun kelihatannya sederhana, yang penting ada aksi nyata. Yaa, actions speak louder than words.
KAMPANYE
KEKINIAN Oleh: Rizkiana Sidqi
S
atu hal yang cukup happening atau menjadi tren di kalangan pemuda masa kini adalah menjalani gaya hidup hijau, gaya hidup yang mengatasnamakan ramah lingkungan demi keberlangsungan kehidupan manusia. Mulai dari aliran aliran ikut-ikutan, sampai pada aliran garis keras, semuanya bisa kita temui pada kehidupan di sekitar kita. Memaknai lagi arti ramah lingkungan, adalah memahami bahwa sudah saatnya kita mengurangi perbuatan jahat kita kepada lingkungan yang selama ini menjadi ruang untuk kita berkegiatan, ruang untuk kita menemukan pasangan sejati bahkan. Tapi seringkali perbuatan yang mengatasnamakan ramah lingkungan tersebut malah justru menyiksa, lebih mematikan ruang kehidupan kita. Pembunuhan lingkungan salah satunya misalkan dengan kampanye penggunaan botol minum, atau istilah kekiniannya adalah tumbler. Agar apple to apple maka kita coba bandingkan populasi air minum dalam kemasan, dengan populasi tumbler-tumbler kekinian. Apa dengan menggunakan tumbler kekinian tersebut mengurangi jumlah produksi air minum dalam kemasan, rasa-rasanya belum. Yang terjadi malah sebaliknya, semakin banyak. Dengan logika
Foto: http://www.hijauku.com/
penjumlahan sederhana saja, ketika ada a ditambah b maka hasilnya adalah c yang hasilnya pasti lebih besar dari a dan b. Apabila a adalah plastik kemasan air minum, dan b adalah plastik penyusun tumbler-tumbler kekinian, maka ketika itu digunakan berbarengan dan beriringan yang terjadi adalah fenomena c yakni penumpukan sampah plastik. Selanjutnya memaknai tentang gerakan kekinian yang menggembar-gemborkan penggunaan non motorized transportation semacam sepeda, becak, dan sebagainya sebagai moda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun apa, yang sekarang kita lihat di kanan kiri kita parkiran penuh sesak, perempatan bising luar biasa, dan stasiun pengisian bahan bakar antre panjang. Sekarang apa sudah merasa heran dengan kampanye-kampanye kekinian itu? Apa sudah merasakan bahwa terkadang maksud baik tidak terimplementasikan sesuai dengan niat awal? Setidaknya satu hal yang harus dicamkan, terserah apa hasilnya bagaimana, setidaknya mereka-mereka yang mengkampanyekan hal-hal kekinian tersebut, selangkah lebih maju daripada kita dan saya disini yang hanya bisa menjadi komentator tanpa aksi.
#9 | RUANG HMT PWK UGM
15
RESENSI BUKU Oleh: Edy Abdurrahman
Judul
: RTH 30 % ! RESOLUSI KOTA HIJAU
Pengarang
: Nirwono Joga dan Iwan Ismaun
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit
: 2011
Halaman
: Vi-Viii + 243 halaman
P
emanasan global merupakan suatu isu yang saat ini sedang berkembang di seluruh belahan dunia di muka bumi, di mana pemanasan global ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang berdampak pada kualitas lingkungan. Terjadinya Pemanasan Global secara terusmenerus akan mengakibatkan degradasi lingkungan serta berdampak juga pada perubahan iklim di perkotaan yang nantinya akan juga berdampak pada umat manusia dan segala bentuk kehidupan yang ada di bumi. Dengan banyaknya isu yang terjadi saat ini dan untuk mengantisipasi dari Pemanasan Global atau Global Warming maka pemerintah sudah seharusnya untuk lebih proaktif yang tidak hanya dalam konteks penyusunan regulasi terkait tetapi juga harus berada pada barisan depan dalam aksi untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang lebih baik dan bahkan memberikan solusi-solusi terbaik untuk mewujudkan target 30 % RTH di Perkotaan. Salahsatu cara juga yang bisa kita lakukan ialah dengan menciptakan ruang terbuka hijau (RTH) dengan jumlah tertentu, terutama pada Perkotaan di Indonesia Ruang terbuka hijau yang cukup 30% dari luas wilayah akan membantu kota untuk menjadi semakin sejuk, terhindar dari bencana banjir, menurunkan pencemaran udara, dan turut serta dalam mengurangi Pemanasan Global atau Global Warming. DKI Jakarta sebagai contoh kasus daripada Kota di Indonesia yang telah memiliki kualitas lingkungan yang menurun akibat terjadinya pemanasan global dan kurangnya ruang hijau di perkotaannya, sehingga dengan fakta yang ada maka saat ini kota Jakarta memiliki tantangan yang besar untuk mengatasi masalah pemanasan global dan mewujudkan kualitas lingkungan yang baik melalui pengadaan 30% RTH sebagai satu-satunya alternatif untuk mengurangi degradasi lingkungan di kota Jakarta. Sejatinya alam berperan sebagai aset yang sangat berharga dalam kehidupan, sehingga sudah sewajarnya kita menghargai dan menjaganya agar alam tetap bersahabat dengan kita dan bahkan memberikan timbal balik yang positif terhadap kualitas hidup manusia.
16
RUANG | #9 HMT PWK UGM
Gambar : getscoop.com
Kelebihan Isi Buku : Isi buku yang di ulas sangat informatif terutama terkait dengan pentingnya mewujudkan 30% RTH di perkotaan. Ÿ Menjadikan pembaca menjadi tertarik dan bahkan merasa tergerakan nuraninya untuk turut berperan aktif dalam mewujudkan kualitas lingkungan yang baik demi kenyamanan hidup manusia. Ÿ Pembahasan bukunya dan sasaran pembacanya sangat fleksibel yaitu tidak hanya pada satu kajian disiplin ilmu melainkan untuk banyak disiplin ilmu dan juga mudah di pahami. Ÿ Materi yang terkandung memberikan semangat pada pembaca untuk berkarya. Ÿ
Kekurangan Isi Buku : Ÿ
Kurang menjelaskan terkait langkah-langkah yang harus di tempuh agar dapat mewujudkan lingkungan kota dengan 30% RTH.
E
D
I
S
I
0
9
HMTPWK “PRAMUKYA ARCAPADA” UGM www.hmtpwk.ft.ugm.ac.id