Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
identitas Penerbitan Kampus Universitas Hasanuddin
Milenial dalam Pesta Demokrasi
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
DARI REDAKSI
2 TAJUK
KARIKATUR
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
SOSIAL MEDIA
Golongan Putih Berarti Apatis? Pemilihan Umum (Pemilu) sebentar lagi akan digelar. Pagelaran yang biasa dijuluki pesta demokrasi tersebut, kali ini bakal berbeda dari sebelumnya. Pemilu tersebut menyatukan antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Menurut Dosen Ilmu Politik Unhas, Andi Ali Armunanto SIP MSi, Pemilu serentak ini memang dibutuhkan Indonesia. Tujuannya agar kekuatan politik terbagi dengan bagus. “Misalnya, ketika Pemilu legislatif dilaksanakan duluan, maka yang terjadi kemudian adalah khusus partai presiden yang menang tidak didukung oleh partai mayoritas atau koalisinya. Sehingga terjadi split government, di mana legislatif akan condong ke kiri dan eksekutifnya lari ke kanan,� katanya kepada identitas. Peran Mahasiswa dalam Pemilu Serentak Sehubungan dengan Pemilu serentak, sejumlah pihak ramai-ramai mengajak para pemilih khususnya pemuda untuk ke Tempat Pemungutan Suara tanggal 17 April nanti. Misalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai institusi negara yang memiliki peran krusial di Pemilu mendatang. Melalui program Relawan Demokrasi, KPU menggaet para pemuda untuk melakukan sosialisasi di lingkungan atau basis yang telah ditugaskan kepada mereka. Selain itu, beberapa pagelaran acara atau pentas seni pun digelar dengan tujuan mengajak para kaum muda untuk menyalurkan suaranya di bilik suara. Semua itu dilakukan agar kaum muda khususnya mahasiswa mau berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Mahasiswa sebagai representasi kaum muda dituntut untuk tidak apatis alias acuh terhadap Pemilu. Hal tersebut selaras dengan jumlah pemilih muda Indonesia yang mencapai 40 persen dari total pemilih yang ada. Sehingga kaum muda akan menjadi kunci kemenangan satu pasangan calon. Meski kedudukannya penting, namun tak ada keistimewaan yang diberikan. Semisal hari libur. Hari libur yang diberikan hanya lah sehari. Kebijakan itu bisa saja diterapkan dan diikuti oleh mahasiswa yang memang berdomisili di Makassar misalnya. Tetapi bagi mahasiswa yang kampung halamannya berada jauh di luar Makassar menjadikan sebagian mahasiswa memilih jadi Golongan Putih (Golput). Seperti halnya Nurmala, Mahasiswa Departemen Sastra Jepang Unhas memastikan dirinya tidak ikut Pemilu karena jauh dari kampung. Perempuan kelahiran Bulukumba ini, lebih memilih Golput lantaran kampungnya yang jauh. Tampaknya ini menjadi dilema tersendiri bagi kaum muda. Di satu sisi mereka dituntut untuk peduli dan ikut serta dalam Pemilu, artinya tak menjadi Golput. Namun di sisi lain mereka tak punya cukup waktu untuk pulang kampung dan menyalurkan suaranya. Bukannya mereka apatis, hanya saja kondisi yang menjadikan mereka terpaksa apatis. n
KARIKATUR/DHIRGA ERLANGGA
SURAT DARI REDAKSI identitas_unhas Sebagian Unit Kegiatan Mahahasiswa (UKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), telah memindahkan barangnya ke Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unhas yang telah direnovasi. Selasa, (5/3). View all comments
IDENTITAS/ARISAL
Sinergitas Polri : Humas Polda Sulawesi Selatan bekerja sama dengan PK identitas gelar diskusi umum dalam wujudkan keamanan dan ketertiban di kampus, Selasa (26/02).
Media Kampus dan Pesta Negara
P
enerbitan Kampus Identitas Unhas selalu berusaha menyajikan berita yang berkualitas untuk seluruh pembaca dan berupaya kritis dalam menilai perkembangan perguruan tinggi ini serta mengetahui kondisi semua lini kehidupan sosial. Baik itu fakultas, universitas, kota Makassar, bahkan Indonesia. Identitas berupaya untuk peka terhadap dinamika mahasiswa, dinamika kepemerintahan, dan dinamika organisasi. Baru-baru ini, sosial media identitas dibanjiri komentar-komentar netizen terkait program Unhas agar mahasiswa cepat sarjana. Kebijakan ini menjadi pro dan kontra di kalangan civitas akademika.
Selain itu, mahasiswa seyogianya mengambil peran penting dalam berbagai aspek bidang kehidupan termasuk dalam bidang politik. Untuk itu, pada edisi Maret ini, identitas menghadirkan berita seputar peran mahasiswa dalam pesta demokrasi. Peran mahasiswa sebagai agen perubahan, kontrol moral, dan iron stock dituntut untuk memainkan peran tersebut sebagai bukti bahwa mahasiswa masih mampu menunjukkan eksistensinya dengan aktif. Sehingga media kampus juga berperan besar dalam penyebaran isu demokrasi negeri. Selain itu, jangan lewatkan beritaberita menarik lainnya, seperti figur mahasiswa dan dosen, tips, opini, dan sastra.n
utami_rsu25 @ulat_berbisa iyakah? utami_rsu25 @ulat_berbisa gedung baru pkm ji lebih keren kayaknya mawaralwrdh @imranns_ lari kesni sbagian uang 4,5jt ku maczman_unhas Good giril_reyhan Transparansi secara literal ulat_berbisa @utami_rsu25 kejamnya utami_rsu25 @ulat_berbisa haha lebih kejam kehidupan ulat_berbisa @utami_rsu25 bagus ngopi dlu biar bisa lupakan kejamnya kehidupan. Nanti diajak @yhandiandi utami_rsu25 @ulat_berbisa modushhh ulat_berbisa @utami_rsu25 hahaha... serius tawwa itu @yhandiandi yhandiandi @ulat_berbisa apa hal ini bang , bgmn klo kt ngopi dulu smbil jelaskan apa yg trjdi di sini ulat_berbisa @yhandiandi bgmna @utami_ rsu25 ? Bgus ngopi atau makan durian? yhandiandi @ulat_berbisa mungkin mkn duren di tiga balata bang lebih bagus utami_rsu25 @ulat_berbisa jadi harus ka jelaskan ki ini apa yg ku suka? Masa’ nda tau apa yg na suka cewek? ulat_berbisa @utami_rsu25 apa tawwa nasuka cwek kk @yhandiandi fauziahuchy_ @ilhamsardi ilhamsardi @fauziahuchy_wiiiiihhhhhhh isyraqpradipta @ilhamsardi sudah pindah kak iloo kamerame.sewakamera Mantaps
identitas diterbitkan Universitas Hasanuddin berdasarkan STT Departemen Penerangan RI No: 012/SK/Dirjen PPG/SIT/1975/tanggal 20 Januari . ISSN:0851-8136. Beredar di lingkungan sendiri (non komersial) nKetua Pengarah: Dwia Aries Tina Pulubuhu nAnggota Pengarah: Junaedi Muhidong, Muhammad Ali, Abdul Rasyid Jalil, Budu n Penasehat Ahli : Anwar Arifin, M Dahlan Abubakar, SM Noor, Hamid Awaluddin, Aidir Amin Daud, Amran Razak, Sapri Pamulu, Tomi Lebang, Jupriadi, Abdullah Sanusi nKetua Penyunting: Ahmad Bahar nKetua Penerbitan:Fajar S.Juanda nPenyunting Pelaksana:Khintan nKoordinator Liputan: Fatyan Aulivia nLitbang SDM: Fitri Ramadhani nLitbang Online: Sri Hadriana nLitbang Data: A. Suci Islameini, Madeline Yudith nStaf Penyunting: Andi Ningsi, Ayu Lestari nFotografer: Arisal nArtistik dan Tata Letak: Renita Pausi Ardila (tidak aktif) nIklan/Promosi: Wandi Janwar nReporter: Urwatul Wutsqaa, Mayang Sari nTim Supervisor: Amran Razak, Nasruddin Azis, Nasrul Alam Azis, Muchlis Amans Hadi, Amiruddin PR, Nasrullah Nara, Supratman, Sayyid Alwi Fauzy, Gunawan Mashar, Rasyid Al Farizi, Arifuddin Usman, Abdul Haerah, Ibrahim Halim, Ahmad Khatib Syamsuddin, Irmawati Puan Mawar, Abdul Chalid Bibbi Pariwa n Alamat Penerbitan: Kampus Unhas Tamalanrea, Gedung UPT Perpustakaan Lt 1 Jl Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar 90245. Website: www.identitasunhas.com, E-mail: onlineidentitas@gmail.com nTarif Iklan: (Hitam/Putih) Rp 500 mm/kolom (Mahasiswa), Rp 1000,- mm/kolom (Umum), (Warna) Rp 1000,- mm/kolom (Mahasiswa), Rp 2000,- mm/kolom (Umum).
Redaksi identitas menerima tulisan berupa opini, esai, cerpen, puisi, ringkasan skripsi,/tesis/disertasi/penelitian & karikatur. Pihak redaksi identitas berhak mengedit naskah sepanjang tak mengubah nilai/makna tulisan. Tulisan yang termuat mendapat imbalan secukupnya (sebulan setelah terbit bisa diambil).
Sampul Edisi Maret 2019 Desain : A.Suci Islameini H. Layouter :n A. Suci Islameini H. n Wandi Janwar
WANSUS
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
3
Lakkang Bisa Jadi Paris Kedua
G
uru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas (FIKP), Prof Dr Ir Ambo Tuo, DEA baru saja mendapatkan kepercayaan dari negara Prancis. Ia diberi mandat menjadi konsul kehormatan Prancis di Indonesia, Jumat (11/1). Kurang lebih sebulan setelah Prof Ambo dilantik, Reporter Identitas, Badaria melakukan wawancara khusus bersamanya. Di ruangan Prof Ambo itu, mereka membicarakan terkait seberapa besar peluang kerja sama antara Prancis dengan Sulawesi Selatan terkhusus Makassar. Lalu, hal apa saja yang akan menjadi gebrakan Prof Ambo sebagai konsul kehormatan Prancis? Mereka juga membicarakan bagaimana Prof Ambo secara pribadi menyeimbangkan antara jabatannya sebagai dosen dan konsul kehormatan Prancis? Berikut kutipan wawancaranya :
Sebenarnya, potensinya selaut tantangannya selangit. Artinya berbicara mengenai kelautan itu tantangannya besar. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah kelautan Indonesia dan mengembangkannya
Apa saja program kerja Anda setelah diamanahkan menjadi Konsul Jenderal Kehormatan untuk Prancis? Program kerja sebagai konsul tentu saja menangani semua kepentingan Prancis baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, pariwisata dan perdagangan serta menjaga hubungan Indonesia dan Prancis. Apalagi sebagai orang perguruan tinggi tentu saya akan memberikan perhatian lebih dalam pengembangan Ipteks. Hal ini tentu dilatarbelakangi karena Prancis merupakan negara dengan teknologi yang sangat maju di dataran Eropa dan dunia. Lalu, bagaimana Anda menjaga hubungan bilateral antara Indonesia dan Prancis? Tentu dengan menjaga komunikasi yang baik dengan pihak Prancis. Untuk melakukan hal itu, saya sebenarnya sangat terbantu dengan kemampuan berbahasa Prancis yang saya miliki. Kemampuan berbahasa Prancis saya juga merupakan salah satu pertimbangan sehingga saya terpilih sebagai konsul kehormatan Prancis. Bahkan orang Prancis bilang bahasa Prancis saya bagus di atas bagus. Kemudian saya juga mesti menjaga hubungan baik dengan orang-orang Prancis. Misalnya, dengan menyambut wisatawan atau tamu Prancis yang berkunjung ke Indonesia dan kedutaan. Tak hanya itu, saya juga harus menyambut baik sejumlah kegiatan yang diadakan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Tahun ini Unhas akan menjadi tuan rumah pertemuan IPI. Potensi apa yang perlu dikembangkan di Indonesia terlebih di Makassar? Salah satu masalah yang krisis di Indonesia yakni pangan. Dua per tiga pangan itu ada di laut sehingga perlu perhatian yang lebih besar untuk mengembangkan pangan dari sektor tersebut. Dan hal itu dapat terwujud jika Indonesia mampu mengembangkan Ipteks.
harus menjalin kerja sama yang baik. Saya juga membantu dalam menjalin kerja sama Indonesia dengan Prancis di bidang kelautan, udang, dan budidaya pantai. Lantas, menurut Anda di mana lokasi strategis yang harus dikembangkan untuk membangun Makassar? Tempat strategis di Makassar ada di Lakkang. Lakkang memiliki struktur geografis yang persis dengan yang ada di Paris. Ia berada persis di tengah Sulawesi Selatan. Maka dari itu, ia mampu dikembangkan dan menjadi Paris kedua. Lakkang dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan perekonomian yang baru. Ia dapat dijadikan pusat pariwisata baru. Salah satu kelebihannya ialah aksesnya yang mudah. Seiring berjalannya waktu nanti, Lakkang dapat menjadi ikon baru di Makassar. Dampaknya adalah lapangan kerja baru. Selain itu, jika ingin dibandingkan antara Prancis dan Indonesia dari sisi pelancongnya, tiap tahun pelancong yang berkunjung ke Paris mencapai 80 juta pertahun dari penjuru dunia, sedangkan Indonesia hanya 15 juta. Dengan begitu, semua harus dikembangkan menjadi pusat kuliner, pusat oleh-oleh. Lalu, masyarakat juga harus diberdayakan agar mampu mengembangkan kerajinan, sehingga menarik wisatawan baik lokal maupun manca negara. Terkait profesi, bagaimana cara Anda menghadapi setiap kendala dan masalah saat menjadi dosen hingga saat ini menjabat Konsul Jenderal Kehormatan untuk Prancis? Sebenarnya, tidak ada masalah dan kendala yang terlalu signifikan, karena lebih banyak di akademik. Masalah dan tantangan di bidang akademik lebih kepada fasilitas riset yang terbatas, maka untuk menghadapi masalah ini kita harus menjalin kerja sama dengan negara maju.
DATA DIRI
FOTO : ISTIMEWA
Nama : Prof. Dr. Ir. H. Ambo Tuwo, DEA Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 18 November 1962 Alamat : Jl. Gunung Batu Putih 59, Makassar Riwayat Pendidikan : n S3 - Universite de Bretagne Occidentale, France 1990-1993 n S2 - Universite de Bretagne Occidentale, France 1989-1990 n S1 - Universitas Hasanuddin, Makassar 1982-1986
Bagaimana Anda mengatur waktu antara kesibukan sebagai dosen tetap di Unhas dengan tugas sebagai Konsul Jenderal Kehormatan? Bekerja sebagai relawan dan memperkuat kerja tim. Nantinya saya akan dibantu dengan staf dan sekretaris yang akan mengatur jadwal sebagai konsul, dosen dan dosen penguji. Di konsul kehormatan juga kami akan didukung oleh tim di kantor. Sehingga tidak mengganggu pekerjaan antara satu dengan yang lainnya.n
4
OPINI
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Pendewasaan Usia Pernikahan
M
ahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membawa kabar baik bagi upaya pendewasaan usia pernikahan. MK baru-baru ini telah memerintahkan DPR untuk merevisi UndangUndang (UU) Perkawinan mengenai batas usia pernikahan anak (dari 16 ke 18 tahun). MK menyebut data pernikahan anak semakin meningkat, sehingga dapat mengancam kesehatan dan kemaslahatan masyarakat. MK mengutip data dari data BPS tahun 2017 bahwa sebaran angka perkawinan anak di atas 25 persen terjadi di 23 dari 34 provinsi di Indonesia. MK akhirnya bersikap bijak dan progresif. Pada 2015 lalu, MK menolak upaya perubahan batas usia minimal perempuan untuk boleh menikah (16 tahun) sebagaimana termaktub pada pasal 7 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Upaya para pemohon uji material UU di atas beberapa tahun lalu yang meggunakan argumen-argumen kesehatan masyarakat, Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga hukum untuk mendukung permohonan uji materi gagal meyakinkan MK. Para pemohon menyatakan bahwa pada usia 16 tahun, organ-organ reproduksi perempuan belum matang sehingga kehamilan di
S
usia dini tersebut dapat memicu berbagai risiko kesehatan termasuk kematian ibu dan kematian anak (yang dikandung atau dilahirkan). Selain itu dari segi hukum, UU tersebut cenderung bertentangan dengan hak-hak asasi anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang berkelanjutan dan hak-has atas kesehatan reproduksi. UU tersebut juga bertentangan dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Ratifikasi pemerintah Indonesia terhadap Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan Konvensi Hak Anak. UU tentang Perlindungan Anak tegas menyatakan bahwa anak harus tumbuh dan berkembang sesuai minatnya di lingkungan yang aman dan nyaman. Oleh UU Pelindungan Anak tersebut, orang tua diimbau mencegah anak menikah sampai berusia 18 tahun. Meskipun satu dari sembilan hakim konsitusi pada saat itu, yakni hakim Maria Farida (kini telah pensiun dari MK), menyatakan berbeda pendapat namun putusan MK itu sangat mengecewakan masyarakat, khususnya bagi mereka yang mau menggunakan akal sehat. Lebih mengecewakan lagi karena penolakan MK itu didasari alasan-alasan yang sangat lemah
dan bertentangan dengan buktibukti ilmiah di bidang kesehatan masyarakat (public health evidence). Para hakim konstitusi itu menyatakan tidak ada jaminan bahwa dengan menaikkan umur minimal untuk pernikahan bagi perempuan maka masalah sosial dan kesehatan masyarakat seperti tingkat perceraian, tingkat putus sekolah bagi perempuan dan angka kematian ibu dan bayi akan turun. Pemahaman seperti itu jelas mencerminkan ‘kemalasan’ para hakim agung itu membaca dan memahami bukti-bukti ilmiah, khususnya di bidang kesehatan masyarakat mengenai risiko pernikahan dan kehamilan di usia dini. Putusan MK tersebut terasa semakin ironis di tengah upaya banyak sektor pemerintahan dan masyarakat kita untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) kita yang masih sangat tinggi, yaitu 359/ seratus ribu kelahiran hidup. Patut diingat bahwa AKI kita adalah salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Salah satu faktor pemicu tingginya AKI itu adalah masih cukup tingginya pernikahan dan kehamilan di usia muda. Harus diingat pula bahwa angka perkawinan dini di Indonesia menduduki peringkat kedua
tertinggi di Asia Tenggara. Sekitar dua juta dari 7,3 perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan kemudian putus sekolah. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi tiga juta orang pada tahun 2030. Selain risiko kematian ibu, risiko kanker leher rahim bagi perempuan yang menikah dan hamil di usia muda juga harus diperhitungkan. Ini karena leher rahim remaja perempuan belum berkembang matang sehingga jika dipaksakan hamil di usia tersebut, peluang terjadinya kanker leher rahim akan meningkat pula. Belum lagi risiko kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah dan kemudian tingkat perceraian dan kemisikan di kalangan perempuan menikah muda ini yang juga harus dicatat. Risiko kehamilan dini dan memiliki banyak anak juga akan menimbulkan dampak kependudukan di tengah-tengah stagnasi program keluarga berencana kita saat ini. Tentu saja penaikan usia minimal pernikahan bagi perempuan tidak dengan sendirinya menyelesaikan masalah-masalah di atas. Namun penaikan usia minimal menjadi 18 tahun adalah kondisi yang sangat dibutuhkan yang bila dibarengi dengan upaya lain seperti pengurangan angka kemiskinan,
Oleh: Sudirman Nasir peningkatan akses anak-anak perempuan pada pendidikan dan kemudian pada lapangan pekerjaan, terbukti di banyak negara mengurangi angka kematian ibu dan kematian anak. Tidak mengherankan bila semakin banyak negara menetapkan usia minimal perkawinan menjadi 18 tahun. Koalisi aneka unsur masyarakat (akademisi, aktifis, tokoh agama progresif dan lain-lain) yang memilih memakai akal sehat dan melihat data-data ilmiah untungnya tidak menyerah hanya karena keputusan gegabah MK beberapa tahun lalu itu. Upaya tak kenal lelah mereka akhirnya disambut para hakim konstitusi yang bijaksana dan mau lebih melihat bukti-bukti ilmiah, bukanya dogma, mengenai masalah pernikahan anak ini. Kita mengharapkan para wakil kita di DPR mau bersikap progresif seperti MK. n Penulis merupakan Dosen FKM Unhas. Visiting fellow di Liverpool School of Tropical
Calon Pemimpi(n) yang Berakhir Di Tangan Birokrat Kampus
iapa sangka menjadi seorang mahasiswa bukanlah hal mudah, seorang mahasiswa dapat dikatakan mahasiswa manakala ia mengetahui peran serta fungsinya sendiri sebagai mahasiswa. Mahasiswa patut berfungsi sebagai gerakan perubahan terhadap bangsa ini. Kampus yang telah menjadi wadah gerakan mahasiswa di era sebelum reformasi telah berhasil menjadi motor agen perubahan yang total terhadap bangsa ini. Kampus pula wadah keluarnya seorang akademisi, politisi, negarawan, hingga ilmuan. Tak heran jika kemudian pejuangpejuang masa Orba mengkritik mahasiswa dewasa ini dengan menggaungkan kalimat: sampai kapan kalian harus terus terlelap dalam tidur panjangmu selama hampir seperempat abad? jikalau dikatakan apakah negara ini sedang rapuh atau sudah benar-benar demokrasi, tentu kalangan mahasiswa berteriak dengan sigap mengatakan tidak. Lantas apa yang ingin kalian lakukan? Tidur? Menjadi Apatis? atau bahkan tutup telinga dan tutup mulut? Siapa pula yang patut disalahkan jika hal demikian benar-benar terjadi? Tentu tak lain yang kemungkinan menjadi salah satu kandidat terkuat yang berpotensi disalahkan adalah para pemegang kekuaasaan ataupun birokrasi kampus. Segala cara dilakukan oleh para penguasa agar mahasiswa wajib dituntut mengikuti pasal-pasal manipulatif yang dipelopori oleh pihak kampus.
Skorsing hingga drop out adalah jawaban bagi mahasiswa jikalau mereka dikatakan melanggar hukum dari kaum elit kampus. Kini mahasiswa selalu didoktrin oleh para dosen tentang kelulusan, bahwa cepatnya kelulusan akan mempermudah finansial diri dalam menggapai kesuksesan. Didoktrin untuk selalu patuh kepada aturanaturan kampus. Bahkan suasana kelas terasa nihil akan pertanyaanpertanyaan liar tentang mata kuliah. Argumen-argumen yang mematahkan asumsi dosen apalagi. Kelas yang diperuntukkan untuk debat dan adu argumen nyaris tak ada lagi. Satu hal yang ditanamankan oleh birokrat kampus kepada mahasiswa adalah ketertiban dan kepatuhan terhadap apa yang dikatakan dosen saat berada di dalam kelas. Bukan lagi soal keberanian untuk mengucapkan kebenaran. Ringkasnya kampus tak lagi menjadi tempat mencurahkan argumen mahasiswa tapi kepatuhan demi kelulusan lalu mendapatkan kerja. Lantas jika rajin kuliah dan mendapatkan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) yang tinggi adalah jawaban untuk mencapai kesuksesan finansial, bagaimana dengan tokoh modern saat ini yang mengusai bidang teknologi. Sebut saja Bill Gates, Steve Jobs, dan Mark Zurckenberg?. Ketiga orang tersebut malah malas-malasan masuk kelas karena kelas hanya membatasi ruang ide, bahkan IPK mereka tak terbilang tinggi.
Oleh: Andi Syahrul Ruang kelas yang hanya membatasi ruang ide karena menggunakan metode ceramah menurut Carl Weiman, peraih nobel Fisika 2001, merupakan cara paling kuno. Ini metode belajar satu arah. Ia bahkan mengatakan bahwa itu bisa menciderai sel-sel saraf di otak. Seakan-akan mahasiswa diianggap anak manja yang tak tahu apa-apa. Bagaimana mungkin tak ada interaksi antara mahasiswa dan dosen. Mahasiswa bukan lagi pelajar yang membawa gelas kosong ke ruang kelas lalu diisi air dengan dosen. Sikap mahasiswa perlahan semakin hari semakin membisu dengan segala hal yang menimpa dirinya. Tak disangka, “patuh dan taat” adalah jawaban mereka tatkala ditanya soal isu-isu yang terjadi di sekeliling kampus. Sikap pasif mahasiswa telah menjadi biang permasalahan. Saat ini pula, para penguasa
kampus bahkan mengeluarkan aturan kode etik mahasiswa tentang larangan berorganisasi bagi mahasiswa baru. Tak ayal jawaban mereka adalah demi kepentingan mahasiswa sendiri agar tak mengganggu proses perkuliahan dan tak menggangu IPK. Para mahasiswa tentu tak tinggal diam dengan sikap birokrasi yang semakin hari semakin bersifat monster otoriter. Namun disayangkan, setelah salah satu mahasiswa di Makassar yang memprotes kebijakan tersebut dikenakan hukuman skorsing. Akibatnya tak ada lagi satupun mahasiswa yang berani menyuarakan kebenaran. Setelah menduduki semester lima, tepatnya dua tahun perkuliahan, barulah mahasiswa diizinkan untuk menyusuri cakrawala organisasi, baik senat, BEM, Himpunan Mahasiswa Jurusan, hingga UKM. Tak ayal jika pengalaman mahasiswa dewasa ini masih minim. Dampak yang diperoleh oleh mahasiswa ketika tak diperbolehkan berorganisasi adalah ia tak bisa membangun relasi sesama mahasiswa antar intra kampus hingga ekstra kampus. Tak heran jika saja selama hampir seperempat abad ini tak ada pemimpin yang layak dari kaum mahasiswa. Pengalaman berorganisasi tak cukup jika hanya dua tahun saja. Para pendahulu kita, Bung Karno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka dan Haji Agus Salim adalah pendiri bangsa yang tak lepas dari kuatnya organisasi
dalam dirinya. Lantas jika mahasiswa hari ini dilarang berorganisasi, lantas mau jadi siapa mereka? Bung Karno atau Setya Novanto? Sudah saatnya kita sadar tentang kampus sang pencetak uang. Mari kita sudahi semua ajaran pembodohan yang telah menjadi kultur selama beberapa tahun belakangan ini. Sudah saatnya kita mejadi pemberontak bagi kekuasaan yang tak mendidik. Mari pula kita akhiri kesadaran palsu para mahasiswa dikalangan intelektual. Marx menggambarkan kesadaran palsu yaitu dengan buruh tetap bekerja meski dalam keadaan tertindas dan gaji yang murah dan jam kerja yang panjang, dengan dalih kaum kapitalis telah menjanjikan surga kepada kita. Keadaan ini sepertinya telah merasuk sendi-sendi kampus dengan dalil kepalsuan yang telah dosen sampaikan. Kita tak mau menjadi budak di ruang intelektual. Sudah saatnya kita mengaungkan “Revolusi Pendidikan” kepada kaum-kaum intelektual. Kita tak mau pendidikan terus-menerus menjadi “dehumanisasi”. Oleh karena itu, reformasi pendidikan perlu untuk segera dan secara massif diupayakan, yaitu gagasan dan langkah untuk menuju pendidikan yang berorientasi kemanusiaan. n
Penulis merupakan Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Angkatan 2018
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
LIPUTAN KHUSUS
5
IDENTITAS/ARISAL
Seminar Hasil : Salah satu mahasiswa memaparkan hasil penelitian di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan , Rabu (13/03).
Dadakan Aturan Main Calon Sarjana Aturan Penyelenggaraan Program Sarjana yang kurang sosialisasi membuat sejumlah pimpinan fakultas geleng kepala. Mereka tidak tahu harus bagaimana mengimplementasikan aturan tersebut.
W
akil Dekan I Bidang Akademik, Inovasi, dan Riset, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Dr Fathu Rahman menyambut baik kedatangan identitas di ruangannya saat dimintai keterangan terkait implementasi aturan Penyelenggaraan Program Sarjana. Lelaki berkumis tipis itu mengungkapkan, Surat Keputusan (SK) nomor : 2781/UN4.1/ KEP/2018 tersebut belum pernah disosialisasikan sebelumnya. “Kami belum tersosialisasi dengan baik tentang peraturan itu. Malahan aturan tersebut kami ketahui melalui media sosial. Tetapi kalau itu sudah menjadi keputusan universitas, maka di tingkat fakultas harus mengimplementasikan,” imbuh Fathu Rahman, Jumat (8/2). Dia juga mengakui, banyak mahasiswa yang mempertanyakan aturan baru tersebut, namun ia belum bisa menjelaskan lebih rinci karena aturan itu memang belum disosialisasikan di FIB. “Malahan
bisa disebutkan hampir semua pimpinan departemen yang di FIB, belum bisa menjawab pertanyaan mahasiswa terkait dengan aturan baru itu,” paparnya. Senada dengan Fathu, Wakil Dekan Bidang Akademik, Inovasi dan Riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prof Dr Mahlia Muis SE MSi menyampaikan bahwa informasi mengenai seminar proposal ini, dia dapat pada saat rapat dengan Wakil Rektor bidang akademik, Prof Restu. Kebetulan saat itu disampaikan tetapi agendanya bukan membahas terkait SK tersebut. “Ini SK baru, kami akan bicarakan dulu di tingkat senat fakultas, apakah akan diwajibkan atau bersifat pilihan, itu belum kami bicarakan. InsyaAllah dalam waktu dekat kami ajukan ini ke senat,” ujarnya saat ditemui di ruangannya, Senin (11/2). Wakil Dekan Bidang Akademik, Inovasi dan Riset Fakultas Kehutanan, Dr Ir Astuti, mengaku telah mengetahui akan ada aturan
seperti itu. Namun penerapannya yang cukup mendadak dan tidak ada sosialisasi sebelumnya membuat Astuti geleng kepala. “Diberlakukan dulu sebelum disosialisasikan. Jadi harusnya kita dipanggil dulu, baru kemudian diterapkan. Sudah jadi aturannya baru kami dipanggil sosialisasi,” lanjutnya. Ia juga mempertegas bahwa seharusnya di senat itu ada public hearing untuk minimal melihat kira-kira bagaimana aturan ini dan tanggapannya dari berbagai Program Studi. Fakultas Bisa Pilih, Wajibkan Seminar Hasil atau Seminar Proposal Ketika menelisik Surat Keputusan (SK) Penyelenggaraan Program Sarjana yang terbit Juli 2018 lalu, ditemukan beberapa kejanggalan. Di bagian 14 misalnya, pada pasal 18 mengenai seminar proposal dan seminar hasil penelitian yang bersifat pilihan dan tata cara pelaksanaannya ditetapkan dengan SK Dekan. Pasal tersebut awalnya dinilai bertentangan dengan pasal 19 ayat dua tentang ujian skripsi. Di mana disebutkan, salah satu syarat mengikuti ujian skripsi adalah telah
melulusi seminar hasil penelitian. Ada ketidakkonsistenan dalam SK nomor : 2781/UN4.1/KEP/2018 ini khususnya pasal yang disebutkan tadi.Di mana pasal sebelumnya mengenai seminar hasil dinyatakan bersifat pilihan, namun kemudian di pasal selanjutnya dijelaskan bahwa ia merupakan salah satu indikator wajib untuk ujian skripsi. Menurut Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof Restu, sebenarnya tidak ada aturan yang bertentangan. “Artinya, pihak fakultas bisa memilih mana yang ingin diwajibkan. Apakah seminar proposal atau seminar hasil. Jika pihak fakultas mewajibkan seminar hasil, maka hanya seminar hasil saja, tidak ada seminar proposal, begitu juga sebaliknya,” jelasnya. Restu kemudian mempertegas, jika fakultas lebih memilih mewajibkan seminar hasil, maka bukan berarti proposal serta merta tidak ada. Bedanya kali ini, seminar proposal tidak di SKS-kan. Tetapi tetap bisa dilaksanakan seminar proposalnya. “Tidak mungkin ada penelitian, kalau tidak ada proposalnya. Cuma proposalnya tidak di SKS-kan sehingga tidak perlu ada seminar
resmi. Ini bisa diseminarkan di level laboratorium, seminar dengan kelompok-kelompok ilmuwan,”ungkap Restu. Fakultas Kehutanan (Fahut) yang sekarang menerapkan dua kurikulum memilih untuk mewajibkan seminar hasil tetapi seminar proposal tetap dilaksanakan. “Nah akhirnya disepakati kami melakukan seminar hasil saja tetapi seminar proposal tetap jalan. Namun tidak secara formal dipilih dalam Kartu Rencana Studi (KRS). Kenapa kami memilih hasil yang secara resmi dilaksanakan karena di hasil itu sudah ada proses. Jadi kami menyerahkan kepada lab untuk pelaksanaan proposalnya,” tuturnya. Selain itu, di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) sudah selesai membahas terkait aturan tersebut dan lebih memilih seminar hasil ditiadakan. “Kami melihat, dalam melakukan penelitian, titik yang paling krusial adalah proposalnya, apa yang mahasiswanya mau kerja. Untuk itu di FKM tidak ada seminar hasil tetapi dia intens dengan pembimbing saja,” ujar Wakil Dekan Bidang Akademik, Inovasi dan Riset, Ansariadi SKM Msc PH PhD.n Tim Lipsus
6
LIPUTAN KHUSUS
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Untung Rugi Seminar Proposal Tak apa, tidak diwajibkan, asal menguntungkan kedua belah pihak
S
ejak identitas Unhas memposting berita di akun instagram @ identitas_unhas berjudul “Dorong Mahasiswa Cepat Sarjana, Unhas Tak Lagi Wajibkan Seminar Proposal”, kalangan mahasiswa pun ramai-ramai mengomentari, dari yang tidak setuju sampai yang mendukung aturan baru tersebut. Khususnya angkatan 2018 yang terkena surat keputusan tersebut. Hal itu, disampaikan oleh Mahasiswa Kedokteraan Hewan, Trisnayanti menganggap seminar proposal yang hanya didiskusikan dengan pembimbing itu kurang efektif. “Ya, kurang efektif, karena kurangnya saran-saran dari dosen yang lain. Sebaiknya seminar proposal dilakukan secara formal yang melibatkan lebih dari dua atau tiga dosen,” ujar mahasiswa angkatan 2018 ini. Seperti Trisnayanti, Mahasiswa Departemen Fisika, Azmi menyatakan ketidaksetujuannya pula dengan kebijakan terkait seminar proposal ini. “Menurut saya, hal ini dapat meminimalisasi kemampuan mahasiswa dalam mempresentasikan idenya di depan umum dan
sebelumnya dilakukan secara formal untuk melatih mahasiswa menghadapi dunia kerja yang lebih professional,” jelasnya. Lain hal, dengan Mahasiswa Psikologi, Ikhsan melihat aturan ini sangat efektif. “Karena menimbang dosen juga punya banyak kesibukan yang bukan hanya mengurus satu orang untuk menyelesaikan tugas itu,” ungkapnya. Ia berharap semoga kebijakan ini bisa berdampak positif bagi lulusan-lulusan mahasiswa Unhas. Tentunya mahasiswa juga bisa lebih cepat untuk lulus serta bisa menjadi dorongan bagi diri mahasiswa untuk menunjukkan yang terbaik. Lantas, seberapa penting seminar proposal ini bagi dosen yang sedang membimbing mahasiswa?. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Nur Arifah SKM MA menuturkan seminar proposal cukup penting dikarenakan memungkinkan calon peneliti atau mahasiswa mendapatkan masukan bagi kajiannya. “Jika seminar proposal ditiadakan, berarti mahasiswa harus lebih intens berdiskusi
atau konsultasi dengan dosen pembimbing. Dan dosen ini harus memastikan bahwa kualitas proposalnya sudah bagus sebelum mahasiswa turun melaksanakan penelitian,” ujarnya. Oleh karena itu, menurutnya, andil pembimbing tidak dapat diremehkan lebih signifikan dari sebelumnya. Mahasiswa pun dituntut lebih sering aktif ketemu, dibandingkan sebelumnya menghadirkan dan menerima masukan dari penguji. “Mengenai efektif atau tidak, tergantung pada seberapa baik kualitas dalam bimbingannya dan seberapa besar upaya mahasiswa untuk belajar, membaca, dan menulis. Efektifitasnya itu tergantung kondisi mahasiswa baru saat ini. Menjadi lebih efisien, mungkin iya,” ujarnya. Lebih lanjut, ia menjelaskan, berpegang pada pengalamanya membimbing mahasiswa, ada beberapa kendala dalam mengarahkan calon peneliti ini. Menurutnya, mahasiswa kurang gigih membaca literatur dan cenderung mencari topik yang mudah diteliti. Literatur yang digunakan pun terkadang sedikit dan beresiko melakukan
plagiarisme. “Apalagi kalau pembimbingnya sibuk atau kurang menguasai topik penelitian jika demikian, mahasiswa sendiri yang harus banyak belajar dan membaca supaya proposalnya berkualitas,” tegasnya. Setali tiga uang dengan Nur Arifah, Dosen Ilmu Politik, A. Lukman Irwan S IP M Si , menuturkan, dosen juga harus menjamin bahwa dia memiliki waktu yang cukup untuk membimbing. “Membimbing secara intens dari sisi metodologis, konseptual, nantinya di lapangan bisa betulbetul mengambil data yang relevan melakukan analisis data kemudian, melakukan penulisan skripsi secara baik pula,” tutur Lukman, Selasa (12/03). Pertemuan identitas dengan Lukman di ruangannya lantai dua, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, mengisahkan pengalamannya membimbing sih calon sarjana ini, ada kasus justru dosen pembimbing sudah siap membimbing mahasiswa, lantas anak bimbingan ini, tidak secara disiplin dan tidak secara kontinu untuk melakukan konsultasi.
“Kadang kita tunggu untuk lakukan bimbingan. Ada banyak alasan yang diungkapkan oleh yang bersangkutan,” lanjutnya. Hal ini, dimaksudkan supaya penelitian yang dilakukan betul-betul bisa terarah dan fokus, sehingga penelitian yang didapatkan bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan mahasiswa itu sendiri. Bagi Lukman, fakultas juga harus memperhatikan, dengan tidak diwajibkan lagi. Jaminan pembimbing tidak sekedar asal tanda tangan, namun juga perlu dipertimbangkan. “Terjadi fenomena, bahwa pembimbing berpikir pragmatis, tanda tangan proposal, toh nanti ada seminar proposal yang membedah secara teknis. Jika memang tidak diwajibkan maka harus ada jaminan karena kasihan juga mahasiswa ini turun ke lapangan tanpa arahan,” tuturnya. Mengakhiri wawancara dengan panjang lebar ia melihat aturan ini, perlu dilihat pada dua sisi. Sebagai bentuk upaya universitas mempercepat mahasiswa cepat selesai. Di sisi lain juga membantu mahasiswa dari beban-beban tambahan seperti membayar SPP dan sebagainya. “Lalu kemudian yang terpenting bagaimana mahasiswa itu memiliki kemampuan yang sangat siap untuk digunakan pada level lapangan kerja. Jadi yang diuntungkan saya kira kedua pihak ini,” tutupnya. n Tim Lipsus
Tim Lipsus Koordinator Arisal Anggota: Nelpiansi Muflihatul Awalyah IDENTITAS/ARISAL
SASTRA
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Senyum Raja
P
enjaga penjara itu tersenyum dan mendorongku masuk ke sel kumuh berbau pesing. “Silakan masuk. Semua kebutuhanmu sudah ada di dalam.” Tubuh kurusku hanya menurut saja. Aku tidak punya tenaga lagi untuk melawan pria yang tubuhnya dua kali lebih besar. Sel kembali dikunci. Terdengar suara tawa sana-sini. Seorang lelaki tua yang menghuni sel di depanku tersenyum dengan kepala yang hampir seluruhnya dipenuhi darah. “Hai. Aku ditangkap saat membunuh seseorang. Apa yang sudah kau lakukan?” sapanya dengan senyum yang tak pudar. Aku tak menggubris. Bukan karena dia terlihat gila atau kejam. Senyumnya wajar-wajar saja. Tawa yang sejak tadi memenuhi telingaku pun wajar-wajar saja. Di sini, seseorang tak boleh dinilai dari senyumnya. Di negeri ini kebahagiaan harus abadi. Raja yang berkuasa memerintahkan seluruh rakyatnya untuk tersenyum setiap saat. Saking kuatnya aturan raja, bayi lahir yang menangis segera diisolasi,boleh keluar setelah paham cara tertawa. Menurut raja, bahagia adalah pengaruh. Dia ingin seluruh tawa mempengaruhi bukan hanya manusia tapi juga hewan dan tumbuhan di negerinya. Dan sang raja berhasil. Negeri bahagia dibangun. Sejak kelahiranku, dunia terlihat sangat mudah dan indah. Orang tuaku tak pernah marah. Jika aku berbuat kesalahan, cukuplah mereka diam atau mengurungku. Buku-buku cerita tak pernah menuliskan kisah lain selain bahagia karena jika tidak hak terbitnya bisa dicabut. Muatan di sosial media dan televisi menampilkan acara komedi, drama bahagia, dan pembicaraan politik yang penuh tawa. Karena jika tidak program tersebutakan dicekal atau disensor. Surat kabar seluruhnya berisi tentang prestasi dan peristiwa lucu. Bahkan raja menyediakan komedian gratis yang wajib mendatangi setiap rumah duka di negeri ini. Ini adalah negeri bahagia, setidaknya begitulah kelihatannya. Entah berapa hari telah berlalu−tidak ada jendela ataupun petunjuk waktu di sini−hingga penjaga itu datang lagi. Dia membuka sel dan menarikku kasar. Lalu pintu besar dilapis emas kutemui setelah jalan hampir satu kilometer. Dugaanku benar, aku akan dieksekusi hari ini. “Jadi dia pria pemberani yang berkalikali menyebarkan paham sesat?” Lelaki tua dengan senyum ramah menyambutku. Aku didudukkan tepat di hadapnya. Benar kata orang. Raja kita memiliki aura kesederhanaan. Hampir tidak bisa dibedakan antara dirinya dan orang-orang dari organisasi kemanusiaan
yang duduk di sampingnya. “Aku tidak paham mengapa orang-orang menyebutku sesat atau pemberontak. Aku hanya menuliskan kisah hidup orang-orang di sekitarku dan ternyata menjadi pembicaraan seluruh negeri.” Raja hanya tersenyum mendengar pembelaanku. Selanjutnya kepala penjara yang mengambil peran utama. “Baik, saudara Peramah. Aku tidak
ILUSTRASI/A.SUCI ISLAMEINI H.
akan basa-basi. Mengakui kesalahanmu dan meminta maaf dengan cara membuat raja tertawa akan mengurangi hukumanmu. Tapi bersikeras hanya akan memberatkan hukumanmu. Sekarang, pilihlah!” Mengakui kesalahan? Aku kembali mengingat salah apa yang kira-kira kulakukan. Di negeri bahagia ini, pemerintahan raja senantiasa mencatat prestasiprestasinya sehingga semua hal tentang raja terlihat sangat sempurna. Itulah salah satu alasan raja terus bertahan tanpa digantikan bahkan setelah 20 tahun memerintah. Pemberitaan pembunuhan, pencurian, dan tindakan
kriminal lainnya tidak pernah tercatat di surat kabar. Para jurnalistik adalah budak-budak raja. Peristiwa itu hanya disimpan di dada hingga menghilang dengan sendirinya. Penyebaran informasi terbatas karena melalui kuasanya, raja menyisipkan penyadap suara di bawah kulit kami. Semua cerita selain cerita bahagia dinilai sebagai tindakan kriminal. Di negeri bahagia ini, pelaku kriminal berkurang, raja dipuji. Rakyat tertawa, raja dipuji. Negara mendapat penghargaan, raja dipuji. Tapi orangorang hanya hidup hingga umur 30 tahunan. Angka bunuh diri meningkat. Rumah sakit jiwa penuh. Pelaku kriminal yang sedikit itu, hampir seluruhnya adalah psikopat yang membunuh ratusan orang tidak bersalah. Aku hanya menuliskan itu semua ke dalam catatan kecil yang selalu dipaksa untuk menghilang di ingatan kami. Lalu istilah ‘sesat’ entah bagaimana melekat di namaku. Tapi aku tidak khawatir. Sama seperti kasus-kasusku sebelumnya, aku selalu punya satu ‘kunci’untuk membebaskan diri dari hukuman. Semoga saja ‘kunci’ ini dapat berlaku bagi raja pula, sebagaimana yang biasanya berlaku bagi kepala penjara. “Baiklah. Sebagai bentuk penghormatan terakhirku terhadap raja. Aku akan mencoba membuatnya tertawa,” ucapku sembari tersenyum menang dan membuat raja sedikit tertarik. “Saudara-saudaraku sekalian, tertawalah! Karena raja kita menyuruh untuk tertawa di setiap keadaan apapun. Tertawalah! Karena dengan tertawa itu berarti mematuhi hukum.” Hening. Mereka menatapku kesal, tatapan langka yang kulihat selama ini. “Tertawalah! Kalian ingin melanggar aturan di hadapan raja? Bahkan raja pun harus menaati peraturan, bukan?” Aku tertawa keras dan tawa lain dengan terpaksa mengiringi. Raja terpingkal-pingkal dan membuatku merasa memegang piala kemenangan. Penjaga menarikku keluar dari ruang sidang sembari tertawa terpaksa. Aku masih tertawa hingga tidak sadar ke mana penjaga membawa. Akhirnya tibalah aku di tiang gantung. “Apa maksudnya? Aku berhasil membuat raja tertawa. Harusnya hukumanku dikurangi?” tanyaku. “Hukumanmu dua kali eksekusi mati. Karena membuat raja tertawa, jadi hukumanmu dikurangi menjadi satu kali eksekusi mati. Pada akhirnya kau tetap harus dieksekusi.” Aku tertawa. “Memangnya ada hukuman konyol seperti itu?” “Itu hukuman khusus dari raja.” Aku mencoba memberontak, tapi tidak berhasil. Lucunya, saat digantung pun aku masih tertawa lantaran tidak tahu bagaimana ekspresi yang tepat saat menghadapi kematian.n Penulis : Thania Novita Anggota FLP Ranting Unhas Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2016
7 PUISI Caramu Memaknai Tuhan Oleh : Thania Novita Caramu memaknai Tuhan Kau ambil cindai-Nya Dan buat sepotong baju tanpa lengan Kau petik bunga-Nya Peras dan jadikan parfum yang memabukkan adam Tahap kedua kau maknai Tuhan Menobatkan diri sebagai hakim di muka bumi Menutup matamu layaknya dewi temis Agar semua dapat kau hakimi Tapi buta justru mengaburkan dirimu sendiri Caramu memaknai Tuhan Seperti cara ibuku berbelanja pakaian Suka ambil, tidak suka tinggalkan Anggota FLP Ranting Unhas Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2016
Seperti yang Sudah - Sudah Oleh : Muh. Jihad Rahman Dulu orang-orang terlalu banyak percaya pada sebuah belantara atau pada benda yang dijadikannya pusaka. Pada sebuah masa, kaum-kaum terbentuk dengan rasa Kata dan titah menjelma cinta Sedangkan tuhan masih sungkan berbagi angkasa Di belantara yang semakin ramai dengan raga Persodaraan terbentuk dan harga diri menjelma kotakota yang tak pernah ada Hingga tahun-tahun berlalu Saat belantara tak lagi saling membunuh ketika tuhan sedikit jemu Dan seluruh tanah menjadi tempat berlabuh Seseorang datang dari petang Tersesat dan perlu tempat menghilang Seperti menjadi raja atau berganti sapaan Turun dari langit dan terdampar dilautan. Seperti yang sudah-sudah Belantara terlalu banyak percaya Aturan menjadi pemisah dan pusaka menyimbolkan kekuatan yang tak pernah sederhana Anggota FLP Ranting Unhas Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Angkatan 2017
RAMPAI
8
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Pengawal Isu Pendidikan dan Lingkungan Lantaran keberadaannya yang masih seumur jagung atau baru hampir setahun, sejak dideklarasikan 27 April 2018, Forum Intelektual Selatan Sulawesi (FISS), belum banyak mengenalnya. Padahal, keberadaan forum ini sangat penting dalam mengawal permasalahan pendidikan dan lingkungan hidup
M
enurut Koordinator FISS, Andi Rewo Batari Wanti, forum ini didirikan dengan latar belakang maraknya permasalahandi bidang pendidikan dan lingkungan yang belum terselesaikan. “Makanya, kita mengajak segenap komponen masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan ini. Karena banyaknya persoalan akibat dari paradigma masyarakat itu sendiri,” ungkapnya. Rewo, begitu panggilan akrabnya, kemudian mencontohkan persoalan kerusakan Gunung Bawakaraeng. Dikatakan, siapa sangka Gunung Bulu Bawakaraeng yang indah dan merupakan cerminan kesadaran diri manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sejak tahun 2005, keberadaannya mengalami laju kemunduran yang sangat memprihatinkan. “Bukan hanya permasalahan rusaknya berbagai vegetasi ataupun tercemarnya lingkungan akibat sampah plastik pengunjung yang tidak terkendali. Tetapi, rusaknya
Gunung Bawakaraeng secara fisik dikategorikan sebagai kerusakan geomorfologi, ekologi, vegetasi, dan habitatnya. Sedangkan secara non-fisik, FISS melihat berbagai aktivitas yang bertentangan dengan kedudukan Gunung Bawakaraeng,” jelas Rewo. Dia menyebut, meningkatnya bentuk kunjungan atau aktivitas yang sejatinya merupakan disfungsi keberadaan Gunung Bawakaraeng tersebut, seperti upacara 17 Agustus dan pendakian massal memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, yang terus meningkat. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan maraknya pemberitaan yang mengatakan Gunung Bawakaraeng sebagai tempat berhaji, dan angker, sehingga menjadi arena musyrik. Lebih jauh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unhas periode 2017 yang pertama dari kaum Hawa ini mengupas, FISS yang di dalamnya tergabung pemuda dari berbagai latar belakang
organisasi seperti BEM, Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD), Pers, Komunitas, Organisasi Seni, maupun Organisasi Kedaerahan yang berdomisili di daerah yang sedang dilanda isu kerusakan. Dalam mengelola organisasi tersebut, alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas ini menjelaskan, secara teoritik bentuk kelembagaan FISS mirip dengan komite. Keputusan tertinggi ada pada hasil musyawarah anggota yang dipimpin oleh seorang koordinator. “Terdapat dua komponen penting dalam kelembagaan FISS, yakni tim eksekutif dan organisasi pendukung. Tim eksekutif terdiri dari individu yang secara sadar menyanggupi tanggung jawab untuk menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) masing-masing divisi sesuai dengan kebutuhan pengawalan isu. Organisasi pendukung terdiri dari organisasi yang telah menyatakan sikap mendukung isu yang dikawal oleh FISS,” terang Rewo.
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
Lebih lengkapnya, kata dia, tim eksekutif yang berjumlah 20 orang itu, bertugas menetapkan dan mengelola isu yang akan dikawal FISS melalui pembagian kerja. Di antaranya koordinator eksekutif, asisten eksekutif bidang administrasi, keuangan, wakil koordinator 1 (penanggung jawab tim data terbagi ke dalam divisi bank data, penelitian, dan kajian strategis), wakil koordinator 2 (penanggung jawab tim media dan sosial terbagi dalam divisi jaringan dan komunikasi, divisi kampanye kreatif, divisi media sosial). Dan terakhir organisasi pendukung berjumlah 114 orang yang bertugas membantu pewacanaan di masyarakat. Seperti organisasi pada umumnya yang memiliki tujuan bersama, FISS bertujuan ingin dicapai sebagai sebuah rencana strategis berjangka yang terdiri dari beberapa program dan disusun secara sistematis. Hasil dari kesepakatan forum dalam setiap kali pertemuan diadakan. Rencana strategis dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan isu yang akan FISS kawal ke depannya, program-program tersebut pengagendaannya bersifat fleksibel. Program yang dilaksanakan sejak FISS berdiri selama kurun waktu 10 bulan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, mengadakan kelas kajian, seminar, dan diskusi publik. Di mana kegiatan tersebut selalu bergandengan dengan pihak-pihak yang berstatus sebagai organisasi pendukung dalam struktur
kepengurusan FISS. Selain itu, FISS saat ini ikut serta dalam proses rehabilitasi pascabencana gempa di Palu tepatnya di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi dengan membentuk Sekolah Tanpa Dinding (Standing). Salah satunya dalam bentuk taman baca dengan tujuan menindaklanjuti donasi untuk Sulawesi Tengah yang sebelumnya pernah dipublikasikan dan akan berlangsung hingga Maret 2019. Meskipun banyak orang menanggapi dengan berbagai pendapat, termasuk pemerintah, secara paradigmatik terhadap pergerakan FISS, namun tidak menyurutkan langkah dan semangat anggotanya untuk mengatasi masalah tersebut. “Menghadapi orang-orang yang berbeda paradigmanya termasuk pemerintah. Kami berusaha untuk mengatasinya dengan metode transformasi informasi yang saat ini masih kami diskusikan,” tegas Rewo. Ibarat roda yang terus berputar, masalah demi masalah silih berganti berdatangan tak kenal lelah menghantam berbagai aspek kehidupan sosial. “Bagaimana pergerakan tidak semestinya berhenti sampai di sini. Tidak ada kata selesai dalam urusan pergerakan, karena selalu saja ada sebab-akibat yang bersiklus dan menghadirkan masalah-masalah baru,” pungkasnya.n Muh. Irfan
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
CIVITAS
9
IDENTITAS/SANTI KARTINI
Bebas Asap Rokok : Salah satu papan informasi kawasan tanpa rokok depan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Rabu (13/03).
Unhas (Belum) Bebas Asap Rokok Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 9/UN4.1/2018 menetapkan bahwa Kampus Unhas menjadi kampus bebas asap rokok. Lantas, apakah aturan itu telah berjalan sebagaimana mestinya?
S
edari pagi ribuan Mahasiswa Baru (Maba) angkatan 2018 dengan wajah sumringah memadati Gelanggang Olahraga (Gor) Unhas, Rabu (13/8/2018). Betapa tidak, hari itu merupakan agenda penyambutan bagi mereka secara resmi karena telah terdaftar sebagai mahasiswa Unhas. Dengan mengenakan jas almamater, mereka mengisi seluruh tempat duduk yang tersedia dan siap mendengar sambutan dari empunya Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu MA. Saat memberikan sambutan, Prof Dwia menyampaikan agar Maba memanfaatkan kesempatan studi sebaik-baiknya. Di kesempatan itu pula, Prof Dwia meresmikan Unhas sebagai universitas bebas asap rokok atau Kawasan Tanpa Rokok (KTR). “Jaga kebersihan dan tidak boleh merokok di ruangan ataupun di dalam kampus,”tegasnya. Tiga hari setelah itu, Surat Keputusan Rektor tentang KTR Unhas pun dikeluarkan. Lengkap
dengan bubuhan tanda tangan Prof Dwia sebagai rektor dan tambahan cap yang menegaskan kelegalan aturan tersebut. Berdasarkan SK Nomor 9/ UN4.1/2018, KTR Unhas adalah ruangan atau area di lingkungan kampus Unhas yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Akan tetapi, hingga saat ini masih banyak sivitas akademika yang terlihat merokok di kawasan Unhas. Entah itu di sekitaran fakultas, jalanan, taman, bahkan di gedung rektorat sekalipun masih terlihat puntung rokok berserakan. Padahal dalam SK bagian 3 pasal 5 menegaskan bahwa KTR adalah seluruh area dalam lingkungan kampus Unhas. SK itu tak hanya membahas soal KTR. Hak bagi para perokok juga diberi ruang. Semisal, bagian 3 pasal 6 poin C membahas soal Tempat Khusus Merokok (TKM). Dengan begitu, ketika aturan ini
benar-benar diterapkan, maka akan ada TKM bagi para perokok. Pasal tersebut berbunyi “Penandaan atau petunjuk TKM dapat berupa tulisan dan/atau gambar di (TKM)”. Nyatanya, penanda tersebut belum terlihat dipajang oleh pihak rektorat. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas, Prof Sukri Palutturi SKM M Kes M Sc PH Ph D menjelaskan bahwa pemberlakuan KTR di Unhas masih belum memungkinkan. “Menjelang penerimaan mahasiswa baru waktu itu kita berharap KTR akan diberlakukan di Unhas, tetapi nampaknya tidak memungkinkan, karena harus ada sosialisasi dengan baik sebelum kita launching, dan saat itu waktu juga sangat mepet sekali,”jelasnya saat ditemui di ruangannya, Kamis (14/2). Lebih lanjut, ia juga menyampaikan tanggapannya mengenai fakta masih banyak
mahasiswa bahkan dosen yang merokok di lingkungan kampus. “Yah, kalau terkait mahasiswa dan dosen yang merokok itu kontrolnya yang harus diperbaiki,”ucapnya. Kedua, tim dekanat harus kuat dalam menerapkan peraturan KTR. Menurutnya, jika masih ada mahasiswa yang merokok pasti dosen maupun dekan di sana juga merokok, ”jadi bagaimana kita bisa melarang orang untuk berhenti merokok sedangkan kita (red : dosen) saja merokok”. Tak hanya itu, ia juga mengatakan KTR belum disosialisasikan secara menyeluruh. “Jujur saya sampaikan, KTR ini sebenarnya belum disosialisasikan di level bawah seperti di tingkat fakultas,” ungkapnya. Adapun fakultas yang telah lebih dulu menerapkan KTR ialah Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), dan Pascasarjana. Sebagai fakultas yang telah menerapkan KTR hampir 20 tahun lamanya, hingga saat ini siapa saja yang ke FKM mesti bebas dari asap rokok. Bukan hanya mahasiswa FKM tapi siapa pun yang lewat ataupun tamu tidak boleh merokok di area FKM.
Meski begitu, dahulu pernah ada yang melanggar peraturan tersebut. Hal itu dikisahkan Mahasiswa FKM angkatan 2015, Firman. Ia menuturkan bahwa saat itu tukang bangunan yang sementara bekerja sambil merokok di lingkungan FKM mendapat teguran dari WD III FKM. Dalam keterangannya, pekerja bangunan tersebut dipanggil oleh WD III FKM karena terbukti merokok. “Waktu di kelas, WD III kami pernah berbicara bahwa ada tukang bangunan melanggar KTR di FKM lantas ia ditegur. Tetapi ia menjawab tidak bisa bekerja kalau tidak merokok. Lantas WD III menyuruh memilih, pilih taati peraturan atau diganti dengan tukang bangunan lainnya. Jadi pekerja tadi lebih memilih turuti peraturan,”tuturnya. Begitulah FKM sebagai salah satu fakultas yang telah lama menerapkan KTR. Unhas sendiri sebagai sebuah institusi masih belum siap melaksanakan KTR meski SK telah ditetapkan.n Arw,M35/Tan
10
identitas
POTRET
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
n Mencari barang bekas
n Mencari botol bekas
n Menjajakan kue
n Berpindah tempat
n Menjual Tisu
n Membeli keripik
Kampus dan Kaum Minoritas Foto : Arisal, Santi Kartini dan Nidha KAMPUS adalah suatu tempat yang digunakan mahasiswa untuk menempuh jenjang pendidikan tinggi, di mana biasanya terjadi proses interaksi sosial melalui pembelajaran di ruang kelas. Semua itu merupakan pemandangan yang wajar dijumpai. Akan tetapi, terdapat juga pemandangan lain, seperti sejumlah orang yang mencari sesuap nasi dengan cara mengumpulkan botol-botol plastik bekas, kardus, atau menjual manisan serta kripik. Dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 36 ribu orang
ditambah jumlah pegawai kampus, menjadi lahan pendapatan bagi mereka. Dengan mengumpulkan bekasbekas konsumsi bagi pemulung dan rejeki untuk penjual buahbuahan atau manisan. Ada kalanya, mereka yang dianggap kaum minoritas ini, dipandang sebelah mata oleh masyarakat bahkan tak peduli dengan kondisi yang mereka alami. Jadi, kepekaan terhadap yang lain sudah semestinya dipupuk dan dikembangkan di dalam atmosfir kampus merah ini. n Arisal
n Menjual manisan
n Menawarkan jualan
identitas NO.identitas 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
11
LAPORAN UTAMA
Milenial dalam Pesta Demokrasi “Ketika mahasiswa memilih apatis, maka ia sedang menyianyiakan kesempatan untuk mewujudkan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat,” ungkap Endang Sari S IP M Si , Komisioner KPU Kota Makassar.
M
emasuki tahun politik 2019, masyarakat akan disuguhkan satu momentum besar, Pemilu Umum (Pemilu) meliputi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Para calon anggota legislatif (Caleg) gencar mempersiapkan diri mencari dukungan. Di sisi lain masyarakat atau pemilik suara, pun turut mencermati siapa caleg, termasuk calon Presiden (Capres) yang akan dipilihnya dalam pesta demokrasi tersebut. Mahasiswa sebagai kaum terpelajar sekaligus generasi penerus bangsa, perlu berperan aktif untuk pemilu tersebut. Berdasarkan hasil pemetaan Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih dengan usia 20 tahun ke bawah (artinya rentan usia 17-20 tahun) sejumlah 91.000 orang,
ini merupakan angka yang sangat signifikan, dan tentunya mahasiswa sudah ada di dalamnya. Melihat jumlah ini, boleh dikata generasi muda memegang peranan penting sebagai penentu kemenangan, sehingga diharapkan tidak termasuk ke dalam golongan putih (golput). Menurut salah seorang Komisioner KPU Makassar, Endang Sari S IP M Si, yang juga dosen Ilmu Politik Unhas mengatakan, mahasiswa dan politik merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, mengingat mahasiswa yang fungsinya sebagai agent of change dan agent of social control. “Mahasiswa sebagai agen kontrol sosial untuk hal seperti itu, dan kemudian ketika dianggap ada yang salah dari kebijakan tertentu, di sinilah fungsinya sebagai agen perubahan. Jadi, mahasiswa dan politik itu memang dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Apalagi terkait isu-isu politik, tentu mahasiswa sangat paham akan hal tersebut. Sejarah panjang negara kita ini, dibangun oleh generasi muda dan peran besar dari mahasiswa bersama elemen masyarakat lainnya dalam setiap estafet pergantian rezim di negara ini”, terang Endang Sari saat ditemui baru-baru ini. Hasil pemetaan KPU, ditemukan fakta bahwa angka partisipasi warga
Makassar pada Pemilihan Wali kota (Pilwalkot) 2018 berjumlah 58,98%. Setelah ditelusuri, beberapa karakteristik wilayahlah yang menyebabkan angka rendah seperti itu. Salah satunya adalah wilayah pemukiman mahasiswa dan kampus. Menurut Endang, ketika mahasiswa memilih apatis, maka ia sedang menyia-nyiakan kesempatan untuk mewujudkan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat. Karena yang bisa memandu masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan gagasan, kapasitasnya itu adalah mahasiswa. Mahasiswa memiliki tingkat kepekaan dan literasi yang lebih tinggi. Lebih lanjut, Endang mengatakan, mahasiswa harus diberikan pendidikan tentang demokrasi, pentingnya memilih pemimpin berdasarkan visi, dan alasan pentingnya pemilu dan suara mereka. “Pemilih pemula memang harus diberikan bekal lebih. Sebab, mereka masih sangat rentan untuk menjadi target penggiringan persepsi oleh kandidat-kandidat tertentu. Pun rentan menjadi sasaran penyebaran hoaks, termasuk menjadi penyebarnya,” jelasnya Pada kesempatan ini, Endang Sari juga memberi tips bagaimana menjadi pemilih yang baik. “Untuk menjadi pemilih yang baik,
mahasiswa harus rajin membaca. Mahasiswa harus lebih terliterasi dibanding dengan masyarakat. Selain itu, mereka harus memperbanyak bacaannya sehingga menjadi suluh bagi lingkungan sekitarnya tentang pentingnya pemilu yang terjadi hanya sekali dalam lima tahun,” tuturnya. Relawan Demokrasi Sebagai Perwakilan Aspirasi Mahasiswa Relawan demokrasi (Relasi) di kota Makassar berjumlah 55 orang, beberapa di antaranya merupakan mahasiswa. Mereka yang tergabung di Relasi , terbagi ke dalam 11 basis yang bertugas menyasar dan membantu KPU melakukan sosialisasi di pendidikan tinggi. 11 basis tersebut meliputi agama, perempuan, pemilih pemula, pemuda, marginal, berkebutuhan khusus, disabilitas, komunitas, keluarga, netizen, dan relawan demokrasi. Relasi membantu KPU menjangkau basis-basis tersebut. Salah seorang mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2015, Muhammad Al-mu’min Muchlis menyebut dirinya mau menjadi seorang Relawan Demokrasi (Relasi), karena memiliki motivasi dan semangat yang tinggi sebagai perwujudan dari disiplin ilmunya. Menurutnya sebagai mahasiswa ia
harus berperan aktif menyadarkan masyarakat dalam demokrasi. Adanya demokrasi menjadi wadah bagi kita untuk bebas menyuarakan aspirasi. Selain itu, melalui demokrasi muncul kesetaraan, hak suara seorang presiden sama dengan hak seorang petani, nelayan, dan buruh. one man, one vote. “Tugas saya sebagai Relasi untuk menyadarkan masyarakat, bagaimana pentingnya menggunakan hak suaranya, jadi kami itu melakukan sosialisasi ke tempat yang tingkat partisipasi politiknya rendah untuk miningkatkan kualitas pemilihan dan menggunakan hak pilihnya. Saya di basis marjinal bertugas mensosialisasikan pentingnya memilih di Pasar Baru Daya sekaligus pengenalan surat suara dan pembagian brosur. Kemudian, sosialisasi pemilu masyarakat pesisir utara kecamatan ujung tanah. Serta pengenalan 5 surat suara di Pasar Terong ,” terang Al-mu’min. Salah seorang relawan lainnya, Alfrida Octaviana yang juga mahasiswa Ilmu Politik mengatakan, ia ingin terjun langsung ke masyarakat dan mengabdi pada bidang ilmunya. Alfrida melakukan sosialisasi di tempat-tempat disabilitas di kota Makassar. Contohnya, di berbagai SLB tuna netra, tuna grahita, penyandang cacat fisik, dan tuna rungu yang sudah dilaksanakannya. “Saya ingin membantu menyukseskan peserta demokrasi terbesar tahun ini di Indonesia khususnya di kota Makassar, yaitu dengan mensosialisasikannya. Saya sendiri ada di basis disabilitas, bentuknya seperti diskusi terbuka bersama komisioner KPU, juga Focus Grup Discussion (FGD), dan peragaan tata cara mencoblos serta memperlihatkan contoh surat suara,” ungkapnya Alfrida berharap, demokrasi Indonesia berjalan dengan sehat, saling menghormati hak serta pilihan orang lain, dan bisa beriringan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, harapnya.n Tim Laput
TIM LAPUT Koordinator : Fatyan Aulivia Wandi Janwar
IDENTITAS/NIDHA FATHURRAHMY
Festival Muda Memilih : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Kompas TV menggelar Sosialisasi Pemilu muda untuk menentukan masa depan Indonesia, di Baruga AP Pettarani Unhas, selasa (29/01).
Anggota : Urwatul Wutsqaa Muh. Arwinsyah Santika Fatimah Tussahrah
12
LAPORAN UTAMA
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Iming-Iming KPU Tekan Angka Golput Isi formulir A5, datang ke TPS dan gunakan hak suaramu!
P
emilihan umum (Pemilu) sebentar lagi akan digelar. Ini kali pertama dalam sejarah, Indonesia melaksanakan Pemilu serentak. Nantinya, masyarakat tidak hanya memilih presiden dan wakil presiden saja, melainkan anggota legislatifnya juga. Menurut informasi yang dilansir dari detik news, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) mencatat ada 5.035.887 orang pemilih pemula pada Pemilu 2019 nanti. Data tersebut masuk dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4). Dalam hal ini mahasiswa juga termasuk di dalamnya. Universitas Hasanuddin (Unhas) yang merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia, memiliki jumlah mahasiswa sekitar 36.000 orang. Mayoritas mahasiswa ini berasal dari luar daerah Makassar. Di antaranya Kabupaten Bulukumba, Bau-Bau,
dan Kolaka. Bahkan beberapa mahasiswa Unhas berasal dari Pulau Jawa, Sumatera dan Papua. Mengenai pelaksanaan Pemilu yang akan berlangsung pada 17 April 2019 mendatang, beberapa mahasiswa mengeluh terkait hal tersebut. Pasalnya, menjelang Pemilu mahasiswa tidak memilki waktu libur. Sedangkan bagi mereka yang ingin ikut Pemilu, tetapi jauh dari kampung akhirnya memilih untuk Golput. Seperti halnya Nurmala, Mahasiswa Departemen Sastra Jepang Unhas mengatakan, dirinya tidak ikut Pemilu karena jauh dari kampung. Perempuan kelahiran Bulukumba ini, lebih memilih Golput ketimbang meninggalkan kuliahnya. “Kalau pas 17 April ji dikasi libur ki, saya tidak bisa balik. Kecuali kalau saya bolos, karena tidak bisa langsung pulang pergi dalam satu hari. Lama di perjalan jaki,” keluhnya, Sabtu (16/3).
1. Pentingkah Anda mengenal Pasangan Calon (Paslon) presiden dan wakil presiden, dan Legislatif di daerah kalian?
2. Kenalkah Anda dengan Paslon presiden dan wakil presiden, dan Legislatif di daerah kalian?
3. Tahukah Anda bahwa warna kertas suara Pemilu serentak 2019 berbeda?
4. Seberapa peduli Anda dengan pelaksanaan Pemilu serentak 2019?
5. Seberapa percaya Anda bahwa Pemilu Serentak 2019 mampu membawa Indonesia ke kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik?
Senada dengan Nurmala, La Faraz, Mahasiswa Fisika Unhas juga mengatakan hal itu. Ia lebih memilih untuk tidak menyalurkan hak suara dibanding harus pulang. Karena jarak Makassar dengan Jayapura terbilang jauh. Tak hanya itu, biaya pesawat juga menjadi pertimbangan baginya. “Karena masih kuliah, masa saya pulang hanya satu hari. Terus harga tiket pesawat yang gila mahalnya. Paling murah 5,5 juta untuk pulang pergi pakai pesawat. Walaupun pakai kapal, lama diperjalanan, paling cepat 4-5 hari,” ujarnya, Minggu (17/3). Untuk mengantisipasi hal itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan program pemilih tambahan. Rancangan ini dibuat agar tingkat Golput masyarakat, khususnya mahasiswa bisa ditekan. Dalam pelaksanaannya, KPU menyediakan formulir A5 atau surat pindah memilih sebagai tanda bukti rekomendasi pemilu.
Komisioner KPU Makassar, Gunawan Mashar menjelaskan mengenai formulir A5 tersebut. Menurutnya, tempat memilih nantinya akan disesuaikan dengan lokasi domisili, sehingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) bisa dikondisikan. “A5 itu adalah surat keterangan pindah memilih, di mana tempat memilihmu akan disesuaikan dengan domisili sekarang. Misalkan tinggal di pondokan dan ingin memilih di TPS daerah tersebut. maka perlihatkan A5 itu. Di dalamnya ada centangan lokasi yang bisa dipilih,” jelasnya, Jumat (8/3). Lebih lanjut, Gun, sapaan akrabnya menjelaskan, bagi mereka yang berminat menjadi pemilih tambahan bisa mengambil formulir A5 di kabupaten asal atau KPU domisili sekarang. “Jadi mahasiswa yang ingin ikut memilih di Makassar, bisa mengambi formulir A5 di kabupaten asalnya, bisa juga di tempatnya sekarang. Di aturan itu sebenarnya banyak menyediakan alternatif. Namun, lebih bagus jika mengambil di daerah asal kemudian melapor di tempatnya sekarang,” paparnya. Mengenai banyaknya keluhan tentang pengurusan berkas formulir ini, Gun menyarankan mahasiswa untuk datang langsung ke kantor KPU Makassar. “Jadi semuanya bisa mendaftar menjadi pemilih tambahan. Misalkan
saja si X berasal dari Bulukumba, tetapi untuk kembali ke sana butuh waktu. Nah tinggal datang saja ke kantor KPU Makassar untuk ambil formulirnya, jangan lupa bawa kartu identitas,” imbuhnya. Setelah dinyatakan masuk dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), mereka yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) akan mendapatkan dua surat suara. Kedua surat suara itu yakni untuk presiden dan wakil presiden, serta DPR RI. Sedangkan yang berasal dari luar Sulsel, hanya akan mendapatkan satu surat suara, yakni untuk presiden dan wakil presiden saja. “Jadi mereka yang masuk DPTb dari Sulsel itu dapat dua surat suara (presiden dan wakil presiden, dan DPR RI). Sedangkan dari luar Sulsel hanya satu surat suara saja (presiden dan wakil presiden),” jelas Gun. Untuk targetnya sendiri, KPU Makassar menetapkan 75 persen hak suara bisa tersalurkan. Ayah dari dua anak ini berharap, pelaksanaan Pemilu nantinya berjalan lancar dan bisa terwujud keadilan di dalamnnya. “Saya sih berharap Pemilu ini berjalan lancar. Apalagi sebagai komisioner divisi teknis, saya harus memastikan Pemilu berjalan tanpa kendala. Dan bisa terlaksana dengan damai, sehingga terwujud keadilan Pemilu di Makassar,” tutupnya.n Tim Laput
Menelisik Kesiapan Pemilih Muda
P
emilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan digelar serentak pada 17 April mendatang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah sibuk mempersiapakan segala hal demi kelancaran Pemilu nanti. Salah satunya adalah pemutakhiran data pemilih. Informasi yang dilansir dari sulsel.kpu.go.id, KPU Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat, sebanyak 5.972.161 orang terdaftar sebagai pemilih tetap. Dari jumlah tersebut, sekitar 2.197.197 adalah pemilih milenial. Untuk daerah Makassar sendiri, sebanyak 352.018 orang tercatat sebagai pemilih millenial. Dengan jumlah ini, tidak heran jika mereka menjadi sasaran para Capres dan Caleg 2019. Sebagai generasi milenial, sudah siap kah kalian memilih di bulan April mendatang? Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Data
identitas, sebanyak 63,8 persen mahasiswa Unhas merasa sangat penting untuk mengenal pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden, serta legislatif di daerahnya. Walau demikian, 25,4 persennya mengatakan tidak kenal dengan Paslon presiden dan wakil presiden, serta legislatif tersebut. Misalnya, Saznita Tadjuddin, mahasiswa Ilmu Keperawatan Unhas berpendapat, mengenal Paslon presiden dan wakil presiden, dan legislatifnya itu sangatlah penting. Menurutnya, ketika seseorang tidak mengenal baik pilihannya nanti, maka akan berpengaruh terhadap masa depan bangsa. “Menurut saya, mengenal Paslon itu sangat penting. Jika kita tidak mengenalnya dengan baik, bisa-bisa berakibat fatal. Karena ini akan berpengaruh untuk masa depan bangsa,” tuturnya, Senin (18/3). Selain itu, 60 persen dari total sampel yang diambil merasa
peduli dengan pelaksanaan pemilu nantinya. Dan 63,2 persennya percaya bahwa Pemilu serentak akan membawa Indonesia ke kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Hal tersebut juga dikatakan oleh Abd. Rachman Halim AD, mahasiswa Ilmu Sejarah Unhas. Ia mengatakan, sangat peduli dengan Pemilu. Lelaki berusia 21 tahun ini berharap, presiden dan wakil presiden terpilih bisa amanah dan membuat kebijakan yang mewakili suara rakyat. “Kalau saya sangat peduli dengan pelaksanaan Pemilu, karena dengan Pemilu kita menentukan nasib Indonesia selama lima tahun ke depan. Semoga Paslon yang terpilih, dapat amanah dalam mengemban tugasnya sebagai kepala negara dan perwakilan rakyat,” harapnya, Senin (18/3). n Tim Laput
LAPORAN UTAMA
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
13 9
Pemilu Serentak, Solusi Sistem Kepartaian Indonesia
P
elaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan datang di bulan April sangat berbeda dari lima tahun lalu. Untuk pertama kalinya, pemerintah Indonesia menggelar pemilu serentak. Artinya, masyarakat tidak hanya memilih pemimpin negara saja, tapi anggota legislatifnya juga.
Lalu, akankah pemilu serentak ini berjalan lancar? Apakah cocok dilaksanakan di Indonesia? Metode demokrasi apa
yang baik diterapkan di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan itu, Reporter Penerbitan Kampus (PK) identitas Unhas, Muh. Arwinsyah wawancara Dosen Ilmu Politik Unhas, Andi Ali Armunanto SIP MSi di ruangannya, Kamis (7/3). Berikut hasil wawancaranya.
Bagaimana pandangan Anda terkait pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini? Jika dilihat ke belakang, sejak era reformasi sampai saat ini kita telah banyak meraih hal yang signifikan berkaitan dengan konteks pelaksanaan demokrasi. Sekarang memang lebih terasa, setidaknya rakyat bisa memilih langsung pemimpinnya mulai dari bupati hingga presiden. Itu merupakan sebuah perkembangan yang artinya demokrasi memang diimplementasikan. Namun, dari segi substansinya masih ada kendala yang dialami, misalnya tidak semua menjadi kepentingan masyarakat dan aspirasi yang tercermin dalam keputusan politik dibuat-buat. Jadi kalau mempermasalahkan demokrasi saat ini, saya pikir jauh lebih baik dan struktural. Kemudian dari segi substansi belum sesuai dengan harapan aspirasi rakyat. Dengan kata lain, kecenderungan demokrasi kita secara prosedural sudah bagus, tapi secara substansi masih didominasi oleh kekuatankekuatan yang berkuasa. Bagaimana tanggapan Anda mengenai pemilu serentak 2019? Memang Indonesia membutuhkan pelaksanaan pemilu serentak ini, karena kita menganut sistem kepartaian yang multi partai. Tidak seperti di Amerika atau di beberapa negara lainnya yang hanya dua partai, sehingga pembilahan politik menjadi besar. Nah, untuk meminimalisir hal itu pemilu presiden dan legislatif mesti dilaksanakan serentak, sehingga kekuatan politiknya terbagi dengan bagus. Misalnya saja jika tidak dilakukan serentak, ketika pemilu legislatif dilaksanakan duluan, maka yang terjadi kemudian adalah khusus partai presiden yang menang tidak didukung oleh partai mayoritas atau koalisinya. Sehingga terjadi split government, di mana legislatif akan condong kekiri dan eksekutifnya lari ke kanan. Inilah yang membuat kebijakan pemerintah tidak efektif, dan lebih banyak keputusan muncul sebagai imbas transaksi politik. Karena tidak dominannya kekuatan politik eksekutif di lembaga
legislatif. Dengan dilaksanakan secara serentak, maka politiknya terbagi dari awal dan bisa diprediksi. Dilaksanakannya pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) secara serentak, diharapkan politik transaksional bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan. Karena tidak mungkin kita bisa mereduksi partai menjadi dua saja, seperti halnya di Amerika dan Inggris. Tetapi yang menjadi jalan tengahnya adalah membekukan pembilahan politik, sehingga kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) nanti jelas. Seberapa besar peluang keberhasilan pemilu serentak nantinya? Inikan kita mencontoh kasus dari negara Brazil, jadi disana itu multi partai dan sistem presidensil juga. Mereka berhasil melaksanakannya dan bisa menciptakan pola kepemimpinan politik yang efektif. Bercermin dari kasus itu mengapa tidak, jika Indonesia juga melaksanakannya. Walaupun dalam proses pengaplikasiannya cukup repot, karena banyak hal yang harus KPU siapkan. Bukan hanya pemilu presiden yang dikonsentrasikan tetapi pemilu legislatif juga. Saya pikir kesulitan itu dapat teratasi, jadi biaya pemilihan juga bisa ditekan. Walaupun KPU mengatakan sulit untuk dilaksanakan, tetapi ini bukan hal yang tidak mungkin. Memang ada dua item yang harus diawasi yakni pilpres dan pileg, tetapi pemerintah, KPU dan Badan pengawas pemilu (Bawaslu) serta pihak keamanan sudah mempersiapkan dan mengantisipasi segala hal, sehingga pemilu akan berjalan dengan lancar. Melihat kondisi yang ada sekarang, kesiapan KPU, Bawaslu dan relawan pemilu membuka peluang pengawasan secara parsitipatif. Lalu ada juga pembentukan dari petugas keamanan seperti polisi dan tentara. Nah, saya pikir tidak ada hal yang membuat pemilu ini akan gagal. Kalau dipersentasekan mungkin saya bisa bilang 99.99 persen akan berhasil. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari sistem
pemilu serentak 2019? Saya sudah kemukakan kelebihannya tadi, untuk kekurangannya sendiri ada pada item pelaksanaan dan pengawasan pemilu itu sendiri. Karena dilaksanakan secara bersamaan maka akan terbilang berat, selain itu juga melahirkan kebingungan di kalangan pemilih, utamanya yang tidak punya literasi memadai. Banyaknya kertas suara yang dicoblos membuat pemilih menjadi bingung. Untuk legislatif sendiri ada empat kertas suara (DPR Kota, DPR Provinsi, DPR RI, dan DPD) dan satu kertas suara untuk presiden. Menurut Anda, metode demokrasi apa yang cocok diterapkan di Indonesia? Begini, dalam konteks demokrasi advance sudah sampai dilevel indirect. Representatif demokrasi bukan lagi dilakukan secara langsung oleh masyarakat, tetapi dilaksanakan oleh wakil-wakilnya. Nah, seperti di Amerika misalnya tidak langsung dipilih oleh masyarakat, tetapi melalui electoral collage untuk memilih presiden. Nah, kalau kita berbicara demokrasi advance, lebih di era sebelum pemilihan langsung. Dulu presiden, bupati dan gubernur dipilih oleh perwakilan politik yang ada di DPR. Itulah sebenarnya wujud demokrasi kita yang lebih modern, tetapi Indonesia berpikiran bahwa ini tidaklah demokratis. Saat ini orang Indonesia merasa senang dengan demokrasi secara langsung. Berbicara bagus atau tidaknya, memang sekarang kita harus melakukan perbaikan sistem perwakilan, sehingga masyarakat tidak perlu diributkan dengan pemilihan secara langsung, mereka hanya perlu memusingkan siapa wakil yang akan mereka pilih. Saya tidak terlalu setuju dengan pemilihan secara langsung, karena ini memungkinkan munculnya efek konflik ke masyarakat. Perbedaan pemilihan politik itu terasa langsung
IDENTITAS/ARISAL
DATA DIRI Nama : Andi Ali Armunanto, SIP.,M.Si TTL : Pammusureng, 14 November 1980 Alamat : Perumahan Mutiara pankkukang No.7 Riwayat Pendidikan: n Magister Ilmu Politik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada 2006 n Sarjana Ilmu Politik, FISIP Unhas 2003 n SMU Negeri 2 Watampone 1998 n SMP Negeri 2 Watampone 1995 n SD Negeri 12 Watampone 1992 ke masyarakat, sekarang banyak konflik karena pilihan politik yang berbeda. Selain itu,demokrasi secara langsung itu biayanya besar dan akan melahirkan money politic dan segala macamnya. Sementara demokrasi perwakilan, saya rasa lebih efektif karena konfliknya tidak perlu di transfer ke masyarakat. Untuk pembiayaannya jauh lebih murah, tetapi kita mengalami euforia enfranchisement dengan hak suara, sehingga apapun yang ingin dilakukan harus melalui voting. Dalam demokrasi advance memilih presiden itu tidak perlu dilakukan secara langsung oleh masyarakat, tetapi dilakukan oleh wakil-wakilnya baik itu oleh electoral collage ataupun perwakilan yang ada di DPR, itulah demokrasi yang maju dan lebih efektif serta efisien.
Harapan Anda ke depannya terkait pelaksanaan demokrasi di Indonesia? Yah seperti tadi, semoga kita bisa mengakhiri enfranchisement euforia ini. Para kaum elit perlu disadarkan bahwa tidak ada gunanya memprovokasi masyarakat hanya sekadar untuk dipilih. Seharusnya demokrasi yang kita ciptakan ini mampu memberi kemaslahatan untuk semua. Sekarang, demokrasi yang terjadi bisa membuat hancur kita semua. Saya sangat pesimis dengan pilpres ini, mengangkat isu yang sangat sensitif dan berbau sara, sehingga bisa memecah belah masyarakat. Kedepannya kita harus berpikir, demokrasi inilah yang bisa mempersatukan kita bukan malah memecah belah. Tim Laput
14
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
LAPORAN UTAMA
IDENTITAS/ARISAL
Bimbingan Teknis : Komisi Pemilihan Umum beri pelatihan kepada Panitia Pemungutan Suara di Hotel Almadera Makassar, Jumat (08/03).
Masih Mahasiswa Sudah Nyaleg Tren mahasiswa menjadi anggota legislatif itu hal yang bagus. Namun, hal paling penting mahasiswa harus mengisi diri dulu
T
ak mau ketinggalan momentum Pemilu, mahasiswa Unhas juga terlibat dalam panggung politik 2019. Dalam kesempatan ini, identitas berhasil mewawancarai tiga mahasiswa yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif 2019. Dari ketiga mahasiswa itu, masing-masing memiliki motivasi yang berbeda. Ada yang berasal dari dorongan kerabatnya dan ada juga untuk mengimplementasi disiplin ilmu mereka. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Andi Ningrat termotivasi menjadi Caleg guna mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya sebagai mahasiswa ilmu politik. Oleh karena itu, mahasiswa angkatan 2015 ini merasa perlu menjadi agen dan pionir untuk mendorong partisipasi aktif pemuda dan pelajar dalam ranah politik. “Melihat partisipasi pemuda di Daerah Pilihan (Dapil) saya yang masih sangat minim dalam menyuarakan isu sosial politik, mendorong saya maju menjadi Caleg,” katanya.
Saat ini, Andi Ningrat sementara menyusun skripsi terkait politik. Ia mengaku tak menemukan kendala yang berarti saat bersosialisasi. Sebab selain bersosialisasi, ia bisa observasi dan penelitian di lapangan sekaligus. Andi Ningrat berharap dengan adanya Pemilu melahirkan pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang mampu memperjuangkan dan mengawal aspirasi rakyat. “Kesuksesan suatu Pemilu terletak pada partisipasi aktif dari masyarakat, dengan menyalurkan hak suara di Pemilu 17 April 2019 mendatang,” katanya. Selain itu, Andi juga memiliki fokus perjuangan yakni pemberdayaan potensi pemuda dan pelajar. “Fokus saya berkaitan dengan pendidikan dan kemahasiswaan, sebagaimana fungsi mahasiswa sebagai agent of change, dengan terjun langsung ke politik praktis. Saya berniat menjembatani secara langsung isuisu kemahasiswaan di parlemen nanti,” tutupnya. Lain halnya dengan Andi, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Aan menyalonkan diri atas dorongan keluarganya. “Keluarga dan sahabat dekat membuat saya maju untuk menyalonkan diri. Dan kalau dari diri saya pribadi ingin memperjuangkan aspirasi masyarakat,” ujarnya. Berbeda displin ilmu, bukan menjadi halangan bagi mahasiswa Fakultas Pertanian tersebut untuk menjadi wakil rakyat. Melihat
pentingnya kaum milenial di bangku legislatif, Khalik ingin memberikan pemikiran cerdas dan inovasi baru. “Tentunya sebagaimana anak muda saya memperjuangkan apa yang menjadi hak rakyat, terutama rakyat kecil yang sangat membutuhkan perhatian lebih serta mengawal sampainya aspirasi masyarakat,” kata Ketua UKM Sepakbola periode 2016 itu. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan (20132018), Drs Muh Iqbal Latif MS menanggapi antusias mahasiswa terjun menjadi Caleg dalam Pemilu 2019. Mahasiswa itu bukan hanya belajar di kampus tapi juga belajar di masyarakat. “Artinya, mereka mampu memahami fenomena yang terjadi di masyarakat. Mulai dari hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kebutuhan masyarakat, dan perilaku masyarakat,” tuturnya. Menurutnya, tren mahasiswa menjadi anggota legislatif itu hal yang bagus. Namun, hal paling penting mahasiswa harus mengisi diri dulu. Sebab menjadi anggota legislatif itu fungsinya tidak mainmain, mahasiswa harus bisa melakukan fungsi legislasi. “Bagaimana mahasiswa bisa menetapkan Undang-Undang (UU) kalau ia sendiri tidak paham tentang problematika yang ada di masyarakat. Misalnya, apa yang dinamakan legal drafting dan sebagainya,” katanya. Selain itu, mahasiswa yang akan
menjadi Caleg muda ini juga harus bisa melakukan fungsi budgeting atau menetapkan anggaran. “Nah, bagaimana caranya ia bisa menetapkan anggaran kalau misalnya ia tidak punya pengetahuan atau pengalaman tentang anggaran pemerintahan. Karena anggaran pemerintahan itu kan bergelut dengan anggaran bisnis,” tuturnya. Kemudian fungsi pengawasan, ia harus mempunyai pengalaman empiris terkait itu. Iqbal menyarankan agar mahasiswa berpikir kembali untuk menjadi Politisi atau Caleg yang sedang tren di kalangan mahasiswa. “Memang sekarang ini trennya, biasanya masalah primordial. Contoh bapaknya bupati, anaknya disuruh nyaleg,” terangnya. Dosen FISIP ini berpendapat bahwa menjadi anggota legislatif itu adalah pekerjaan orang yang mapan dalam segala hal. Bila melirik ke negara-negara yang sudah maju, proporsi legislatornya didominasi orang tua bukan anak muda. Baginya, orang tua memiliki kematangan, feel, dan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat. Sedangkan anak muda belum mampu mengontrol emosinya. Menjadi Caleg, sambungnya, bukan hal yang mudah. “Kalau menjadi legislator istilahnya hanya ingin mendapatkan pendapatan, itu bodoh,” ujarnya. Menurutnya UU di Indonesia itu memberi ruang bagi
mahasiswa karena persyaratan usia menyalonkan, minimal 21 tahun. Tetapi, indikator kualifikasi itu saja tidak cukup, harus ada indikator lain yaitu kemapanan. Termasuk kemampuan pemahaman, intelektual, dan kematangan emosional. “Mudah-mudahan yang terpilih mampu membawa aspirasi masyarakat yang efektif. Jangan sampai sudah terpilih menjadi dewan malah tidak melakukan sesuatu,” sarannya saat ditemui di departemen Sosiologi, Kamis (14/03). Selain itu, Ketua Departemen Ilmu Politik, Andi Ali Armunanto SIP MSi pun turut mengomentari keikutsertaan mahasiswa sebagai caleg. Anto menuturkan, arena politik kini memiliki generasi yang siap terjun ke dalam sistem politik dan melakukan regenarasi elit politik. Ia menambahkan, haruslah membekali diri dengan pengetahuan politik, substansi kebijakan dan demokrasi. “Kepedulian dan rasa empati penting dimiliki ketika seseorang ingin terlibat mengurusi politik,” tambahnya. Ia berharap, antusiasme semacam ini akan terus berkembang sehingga semakin banyak mahasiswa yang tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam proses politik.n Tim Laput
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
ADVERTORIAL
15
IndonesiaNEXT 2018: 10 Peserta Terbaik Berkesempatan Short Course ke Tokyo
T
elkomsel mengumumkan 10 peserta terbaik tingkat nasional IndonesiaNEXT 2018 setelah melalui berbagai tahapan seleksi. Sebelumnya, seleksi tersebut melibatkan lebih dari 17 ribu peserta dari seluruh Indonesia. Para pemenang pun berkesempatan mendapatkan short course di perguruan tinggi dan beberapa perusahaan profesional ternama di Tokyo, Jepang. Kesepuluh pemenang itu adalah Anastasya Cindy Grissherin (Universitas Lampung), Andika Deni Prasetya (Universitas Indonesia),Tita Aprilya Marpaung (Institut Teknologi Bandung), Michael Soritua Hasibuan (Institut Teknologi Bandung). Kemudian, Dexan Seganoval Cahyadi (Institut Pertanian Bogor), Ulya Nuzulir Rohmah (Universitas Brawijaya), Muhammad Fahmi Faisal Hikmawan (Universitas Dian Nuswantoro), Muhammad YogaIzzani (Universitas Islam Indonesia), Bimo Aji Nugroho (Universitas Brawijaya) dan Vivi Yunika (Universitas Tanjungpura). Direktur Human Capital Management Telkomsel, Irfan
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
A.Tachrir mengucapkan selamat kepada para pemenang yang telah membuktikan diri menjadi yang terbaik pada ajang IndonesiaNEXT 2018. “Sesuai dengan tema IndonesiaNEXT ‘Yes I’m The Next’, kami berharap anak-anak muda Indonesia ini tidak hanya dapat menjadi inspirasi bagi lingkungan sekitarnya, tapi juga dapat terus meningkatkan kecakapan dan kompetensinya untuk membawa Indonesia bersaing secara global,”katanya. Para pemenang telah melalui beberapa seleksi, mulai dari pelatihan dan pengujian kemampuan menggunakan aplikasi presentasi dan desain bersertifikasi, kemampuan berkomunikasi di depan publik, hingga pelatihan soft dan hard skils lainnya. Babak kualifikasi yang berlangsung pada bulan Mei hingga Desember 2018 di delapan kota tersebut menghasilkan 32 peserta terbaik nasional. Pada tahap akhir kualifikasi tingkat nasional yang berlangsung pada 10-12 Februari 2019 di Jakarta, para peserta mengikuti serangkaian kegiatan bootcamp yang menguji
kemampuan mempresentasikan ide secara menyeluruh di hadapan para juri. Para juri tersebut ialah Mardi FN Sinaga (Vice President People Development Telkomsel), Arief Pradetya (Vice President Enterprise Mobile Product Marketing Telkomsel), Denny Abidin (POH VP Corporate Communication Telkomsel). Ada pula Tyo Guritno (CEO/Co-Founder Inspigo.id) dan Shahnaz Haque (Praktisi Komunikasi, Talk Inc Fasilitator). Selain sepuluh peserta terbaik IndonesiaNEXT 2018 yang akan berkunjung ke Tokyo, 22 peserta runner-up IndonesiaNEXT lainnya juga mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan mengenai dunia profesional di beberapa perusahaan di Singapura. “Terimakasih kepada Telkomsel yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk bisa meningkatkan kompetensi dalam menghadapi persaingan dunia profesional yang semakin ketat,” ungkap Bimo Aji Nugroho, salah satu peserta terbaik nasional dari Universitas Brawijaya. Bimo mempresentasikan materi tentang Telkomsel GIS, sebuah ide aplikasi untuk pendaki. IndonesiaNEXT merupakan program unggulan Corporate Social Responsibility (CSR) Telkomsel berupa sertifikasi. Hal itu bertujuan meningkatkan kapasitas dan mempersiapkan keahlian mahasiswa dalam menghadapi persaingan global yang lebih kompetitif. IndonesiaNEXT 2018 diisi dengan rangkaian acara berupa seminar yang memberikan inspirasi bagi para mahasiswa, pelatihan kompetensi, dan ditutup dengan program ujian sertifikasi tingkat nasional dan internasional. Peserta yang lulus dari ujian sertifikasi pada program IndonesiaNEXT mendapatkan sertifikat keahlian yang dapat digunakan oleh para mahasiswa sebagai Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). Pada tahap akhir program, para peserta terbaik tingkat nasional dipilih untuk memperoleh pengetahuan mengenai dunia kerja dengan berkunjung ke beberapa perusahaan teknologi ternama di tingkat internasional.n
16
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
RESENSI
AKADEMIKA
Perbedaan Sudut Pandang Desa dan Kota Buku berisi 21 esai ini lahir dari pengalaman Nurhady Sirimorok keluar masuk desa di Pulau Sulawesi.
L
elaki lulusan Sastra Inggris Universitas Hasanuddin tersebut memulai perjalanan pertamanya di Tudu Aog, Pucuk Bambu, pada akhir 1996. Ia menyusuri dan melihat secara lebih dekat kehidupan orangorang desa. Hingga akhirnya ia mengetahui dengan benar masalah seperti apa yang sebenarnya sedang dialami mereka di sana. Pun Nurhady, tidak hanya mencukupkan dirinya sebatas mengetahui permasalahan dan menuangkannya dalam esai. Tetapi, ia turut membantu menyelesaikan permasalahan. Semisal saat berada di wilayah perbukitan desa yang tidak menerima suplai air cukup. Sehingga warga yang berada di punggung bukit harus mengambil air di lembah lain dengan jarak sekitar satu kilometer. Oleh sebab itu, Nurhady dan kawan – kawan menyusun rencana kerja. Mereka mendirikan dua bangunan Mandi Cuci Kakus (MCK) dan menanam pipa untuk mengalirkan air ke MCK tersebut. Di buku setebal 162 halaman ini, Nurhady juga menuliskan soal bagaimana masyarakat perkotaan melihat masyarakat desa sebelah mata. Dan mata yang digunakan ialah mata media massa. Bukan mata yang benar-benar
menyaksikan dan mengalami apa yang sebenarnya terjadi. Esai itu diberi judul “Ketika Media Massa Melongok Orang Desa”. Ini merupakan bagian terfavorit saya. Saat hendak berangkat ke salah satu desa di Barru yang dihuni masyarakat Bulo-bulo, seorang warga kota yang mengenalnya menitipkan baju bekas untuk diberikan kepada mereka. Hal itu ia lakukan karena rasa ibanya melihat penampilan masyarakat Bulo-bulo yang biasa bertelanjang dada. Padahal itu adalah hal wajar bagi mereka. Mereka adalah petani desa. Hidup mereka sehari – hari dipenuhi dengan aktivitas pertanian. Adalah sebuah pembodohan dan kebodohan untuk berpakaian bersih dan rapi dalam aktivitas keseharian mereka. Seorang petani bahkan mengeluh dalam bahasa daerah yang kira – kira terjemahan bebasnya adalah, “orang kota itu selalu memandang kami kotor karena selalu terlihat berlumpur. Padahal mereka tidak menyadari bahwa makanan yang mereka makan itu ada karena kami berkubang dengan tanah”. Lebih lanjut, mereka juga berkata bahwa orang kota selalu datang dengan membawa sumbangan baju bekas, yang
Data Buku Judul buku : Catatan Perjalanan Tentang Satu Bahasa Penulis : Nurhady Sirimorok Tahun terbit : 2018 Jumlah halaman : 162
kadang – kadang sudah tidak layak pakai. Ia menegaskan, “kalau hanya baju bekas, insyaallah kami tidak akan kehabisan.” Bukan hanya masyarakat yang dibahas dalam buku terbitan tahun 2018 ini. Penulis juga membahas soal sektor pertanian yang selalu menjadi penyedia lapangan pekerjaan terbesar bagi warga pedesaan. Dia menceritakan, dalam satu diskusi di Balai Desa muncul sebuah pertanyaan, “bagaimana mengajak anak muda desa agar tertarik menjadi petani?”. Nurhady menjawab bahwa ada tiga cara untuk meyakinkan para anak muda desa itu. Pertama, tunjukkan kepada mereka prospek cerah sektor pertanian, menghadirkan kondisi yang lebih pasti, dan membekali mereka dengan keterampilan serta pengetahuan bertani. Nurhady juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang hanya memberikan penyuluhan kepada warga. Padahal penyuluhan yang diberikan tidak begitu memberikan dampak kepada sektor pertanian. Tak satu dua kali Nurhady mendengar dari para petani bahwa penyuluhan hanya menawarkan janji – janji yang lebih banyak tidak menjadi nyata. Contohnya saja di sektor kakao, teknik sambung samping atau sambung pucuk yang diajarkan ke mereka hanya bertahan beberapa tahun saja. Padahal untuk menerapkan teknik itu banyak dari mereka yang mengeluarkan modal lebih banyak termasuk tenaga kerja. Masih banyak kisah dan kritik yang Nurhady tuliskan dalam buku ini. Dan itu bukan hanya yang terjadi di Sulawesi Selatan, tetapi juga di sejumlah desa di Pulau Sulawesi lainnya. Sayangnya, kebanyakan dari keadaan desa yang digambarkan di dalam buku tersebut merupakan kejadian masa lampau. Sehingga tidak ada kebaruan data soal desa yang dikisahkan. Meski begitu, buku ini tetap menarik untuk dibaca sebab perspektif dan cara pandang penulis yang cerdas dan solutif dalam menuliskan esai tersebut. Tak hanya itu, bahasa yang tidak neko-neko membuat pesan dari kumpulan esai tersebut sampai kepada pembaca. Selamat membaca! Nidha Fathurahmy
Prof H. Halide, Pakar Ekonomi Syariah dari Kampus Merah BERKAT kepedulian di bidang ekonomi syariah, Prof Dr H Halide mendapat penghargaan dari Majalah Investor Jakarta. Dilansir dari berita antaranews.com, Guru Besar Fakultas FOTO : ISTIMEWA Ekonomi anggap memiiki komitmen dan perhatian besar terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Unhas ini di anggap memiiki komitmen dan perhatian besar terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Selain penghargaan yang diterima Halide di Hotel Aryaduta Jakarta, Rabu (8/8/12) itu, penghormatan serupa juga diterima Halide dari Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mewakili akademisi regional Indonesia Bagian Timur. “Penghargaan ini mungkin saya dianggap getol memperjuangkan ekonomi syariah di Indonesia,” tutur Halide masih mengutip antaranews.com. Rekam jejak kepedulian Halide terhadap perkembangan ekonomi syariah sudah terlihat pada tahun 1996 di Makkah dan 1980 di Islamabad, Pakistan. Saat itu, bersama tokoh lain Bakir Hasan, dan Ismail Suni, Halide mengikuti pertemuan internasional tentang ekonomi syariah. Ketertarikan Halide mempelajari ilmu ekonomi tampak sejak menempuh pendidikan tinggi di Fakutas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas). Lalu, berlanjut ketika fokus mempelajari ilmu ekonomi pertanian di Institut Pertanian Bogor. Saat itu, pria kelahiran Ujung Pandang ini meneliti soal ‘pemanfaatan waktu luang rumah tangga petani di daerah aliran sungai Jeneberang’ sebagai tugas disertasi. Selama di Bogor, istri dan anak-anaknya ikut membantu menyelesaikan tugas akhir disertasi Halide. Termasuk, pengetikan disertasi ayah lima orang anak bernama Halmar, Marlijah, Rialid, Lidemar, dan Alimar. Lantaran kesulitan mencari jasa tukang ketik, istri, Haji Maria dengan menggunakan mesin ketik manual harus menyanggupi pengetikan disertasi 140 halaman dalam kurun waktu empat hari. Anak dari pasangan Haji Baco dan Haji Karoncing ini juga menghadapi kendala saat ingin ujian meja. Promotor, Dr Ir Syarifuddin lambat hadir di ruangan. Baru satu menit sebelum rektor IPB saat itu menandatangi berita acara pembatalan, promotor akhirnya datang juga. Pelbagai kendala yang dihadapi barangkali terbayar setelah Halide memperoleh guru besar di Unhas. Ia juga diketahui pernah menduduki jabatan di kampus merah ini. Di antaranya, Direktur Muda Univerity Extension Education Fakultas Ekonomi Unhas (1967- 1968), Pembantu Rektor Unhas (1968- 1969), Kepala Laboratorium Statistik Fakultas Ekonomi Unhas (1971-1977), Koordinator Konsultan Lembaga Management Unhas (1973-1977). Dan dalam kancah provinsi dipercaya sebagai Team Ahli Kamar Dagang dan Industri daerah Sulawesi Selatan (1973-1977). Selain akrab sebagai pakar ekonomi syariah, pria kelahiran 29 September 1936 ini terkenal seorang muballiq terkemuka di Sulawesi Selatan. Maka tak heran ceramah-ceramahnya kerap terdengar di Masjid Raya, dan berkumandang di radio RRI Nusantara IV sejak tahun 1979. Hingga kini, Halide masih aktif mengampanyekan ekonomi Islam. Beberapa kali menjadi panelis di acara-acara besar, seperti waktu debat kandidat calon wali kota Makassar. Menjabat sebagai dewan pengawas Syariah di salah satu bank swasta di Sulawesi Selatan. Selain itu, Halide sempat menjadi khatib waktu shalat Ied di Masjid Istiqlal pada lebaran tahun lalu.
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
JEJAK LANGKAH
17
Prof Marianti,
Pendiri German Corner Berawal dari ketertarikannya terhadap bahasa Jerman, Guru besar Farmasi, Prof. Dr. rer. nat. Marianti A Manggau, Apt., mendirikan German Corner. Pun bahasa Jerman menjadi perantara pertemuannya dengan sang suami.
D
itemui identitas, Marianti menjelaskan latar belakang mendirikan German Corner, karena ketertarikan batinnya dengan Jerman. “Waktu kursus di Goethe Institute Jakarta selama 6 bulan dan kursus di Goethe Institute di Freiburg, Jerman, saya mendapat predikat lulusan terbaik,” ujarnya. Berangkat dari situ, dia berpikir bisa membimbing kursus bahasa Jerman bagi juniornya yang belajar di Jerman. “Awalnya saya khususkan mahasiswa Farmasi karena ada program beasiswa yang ditawarkan pemerintah Jerman bisa sit in kuliah di sana selama beberapa bulan. Tapi kendalanya, kuliah Farmasi S1 itu berbahasa Jerman. Makanya, saya buka kursus khusus mahasiswa Farmasi,” ungkapnya. Selain itu, Marianti mengakui, niatnya mendirikan German Corner didukung Dr Ing Widodo, salah seorang dosen teknik yang pada
Bermula dari Impian Ayah
saat itu juga sangat sibuk karena jurusannya juga harus pindah ke Gowa. “Pada waktu duta besar Jerman untuk Indonesia ke Makassar dengan didampingi divisi kulturalnya dan pemimpin Goethe Institute, saya meminta bantuan mereka untuk mendirikan German Corner. Akhirnya, dibantu Prof Dwia yang waktu itu sebagai WR IV, hingga berdirilah German Corner,” jelas Marianti. Marianti mengakui, mengetahui bahasa Jerman ketika masih sekolah di SMA 1 Makassar. Tetapi, ketertarikannya dengan bahasa Jerman, tidak lepas dari pengaruh suaminya, Guru Besar Fakultas MIPA, Prof Dr rer nat Wira Bahari Nurdin. “Hehe.. ceritanya sedikit romantis. Waktu itu, calon suami saya yang sekarang jadi suami saya, kuliah S3-nya di Jerman atas beasiswa Deutscher Akademischer Austausch Dienst (DAAD). Selesai
S1-nya di jurusan Farmasi langsung melanjutkan S3 tanpa jalur S2. Dia hanya disuruh immatrikulasi 1 semester, mengulang 3 kuliah, ikut final dan mid test serta praktikum. Beliau menjalani kuliah dan ujian tersebut dalam bahasa Jerman,” terang Marianti. Pucuk dicinta, ulam tiba. Begitu habis menikah, ternyata Marianti mendapat beasiswa DAAD kuliah di Jerman. “Jadi deh bulan madunya di Eropa. Alhamdulillah bisa keliling Eropa jika ada liburan semester. Itulah juga enaknya kuliah di Eropa bisa keliling banyak negara dengan biaya murah, seperti ke Paris, Amsterdam, Belgia, Spanyol dan negara lainnya,” ungkapnya. Marianti berharap, untuk German Corner masih bisa tetap melayani mahasiswa yang ingin mengenal bahasa Jerman dan kultur Jerman. Mengenal pemberi beasiswa untuk kuliah di Jerman, bagaimana hidup dan survive di Jerman, serta tempat berkumpulnya alumni-alumni Jerman untuk membicarakan mengenai program penelitian dan pengabdian bersama (stammtisch). Kini dia sedang mendapatkan beasiswa reinvitation programe dari German Exchange Service
mengungkapkan, soal ayahnya yang tidak tanggung-tanggung meminjamkan laptop untuknya dengan niat anaknya bisa merangkai kata sederhana di laptop. Saat itu, Cindy masih kelas empat SD. Bukan main girangnya, bisa menyentuh benda elit di zamannya. Kini, usahanya yang ditanamkan ke anaknya sejak kecil menuai hasil. Kebiasaan membaca beragam buku, yang diasah sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, ikut mempertajam kemampuan “Selain doa, yang aku meramu rasakan tulisanku merupakan kalimat dan media komunikasiku dengan berimajinasi ayah,”. Cindy. Ia pun IDENTITAS/NIDHA FATHURRAHMY akhirnya etikan kalimat di atas Sosok yang paling berperan mulai dikutip pada buku Jendela, mendukungnya untuk belajar menulis, berangkat dari cerita halaman 104 dalam dan mulai menulis, hingga ajal ringan yang dialaminya sehari-hari. judul tulisan Sepucuk menjemput di malam 17 Februari Memang mendiang ayah Cindy, Surat untuk Ketiadaan. Buku 2010. Gadis yang akrab dipanggil sangat menginginkan anaknya bisa perdana yang ditulis sosok jejak Cindy ini, memang sama sekali tak menghasilkan buku, tetapi saat itu langkah identitas kali ini, Cindy D memiliki gairah untuk menekuni Cindy masih terbilang menganggap Munandar, Alumni Sastra Inggris dunia menulis. Tetapi sang ayah di menulis bukanlah sesuatu yang Unhas. Kesuksesannya menulis masa hidupnya, selalu melakukan perlu diseriusi. “Cita-cita saya pada buku, yang digarap selama empat berbagai cara agar anaknya mau saat itu bukan menjadi seorang tahun belakangan. Mulai tahun belajar menulis. Awalnya ayah penulis, tapi hanya mau seperi 2014 mencicil tulisan, hingga Cindy merangsang minat baca, mereka, yang jadi dokter atau rampung menjadi antologi cerpen dengan sering membawa Cindy ke psikolog,” tuturnya. berjumlah 127 halaman, dan terbit toko buku. Membeli beberapa buku Menginjak bangku SMP, Cindy pada Oktober 2018, datang dari untuk dibaca kemudian dikoleksi. yang semakin mengaggap menulis dorongan sang ayah. Tak sampai di situ, Cindy bukanlah minatnya, sempat
P
IDENTITAS/ARISAL
DAAD. Makanya, selama tiga bulan ini sibuk meneliti, menulis buku farmasi klinik dari literatur berbahasa Jerman dan menulis Publikasi. “Penelitian saya mengenai anti kanker dari tanaman asli pengobat Suku Makassar. Sebelumnya, saya juga melakukan penelitian di Seoul, Korea mengenai aktivitas pemutih (kosmetika) dari alga cokelat (sea weed), dan penelitian bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Unhas mengenai produk lebah, seperti propolis dan madu yang dipakai pengobat Suku Makassar,” papar Marianti. Selain prestasinya atas penelitianpenelitian tersebut, Marianti juga
meraih penghargaan Grant World Class Professor, mampu setiap 2 tahun mendapat grant dari DAAD, dan menjadi invited speaker di seminar-seminar internasional di Kyoto, Wina, Melbourne, serta Kuala Lumpur. Kepada mahasiswa Unhas, ia berpesan agar mereka mempunyai cita-cita setinggi langit. “Kejarlah dengan bekerja keras sambil berdoa mengharap cita-cita itu dapat terwujud dan jangan berputus asa jika belum tercapai. Mungkin Allah punya kehendak lain yang lebih baik dari yang kita tahu,” pungkasnya. n
meninggalkan dunia tulis-menulis yang diimpikan ayahnya. Ia menghabiskan waktu senggagnya di jejaring media sosial. Sampaisampai ayahnya memperingatkan agar dirinya tak larut dan lalai mengejar impian sesungguhnya. “Ayah saya, sampai-sampai pernah masuk ke kamar, lalu menegur saya sambil mengatakan jangan karena hobi mu itu, kamu melupakan cita-citamu menjadi penulis. Kemudian saya hanya mengerutkan dahi, lalu berkata siapa juga yang mau menjadi penulis,” katanya mengenang kembali masa SMP yang sedikit bandel. Tak luput diceritakan gadis kelahiran 10 Mei 1996 ini, pada malam sebelum sosok ayah berpamitan kepadanya. Waktu itu tepatnya 16 Februari 2010, Cindy yang saat itu masih SMP, dipesan oleh ayahnya agar kelak ia bisa menjadi penulis. Keinginan itu tak putus disampaikan sang ayah. “Malam itu mati lampu ayah bilang, kamu nanti kalau besar jadi penulis saja yah. Saya tidak menanggapi, karena memang saya tidak mau jadi penulis,” kata Cindy. Keesokan harinya tepat 17 Februari 2010 ayahnya pun wafat. Saat bersekolah di SMAN 5 Makassar, Cindy mulai memantapkan niat menjadi seorang penulis. Ia kemudian masuk di Fakultas Ilmu Budaya tahun 2014. Lewat tulisan-tulisannya,
Cindy punya cara tersendiri untuk mewujudkan keinginan sang ayah. Walau perkataan “Kamu harus menjadi seorang penulis,” dari sang ayah tak pernah lagi didengarnya. Eksperimen menulis dimulainya, dengan memanfaatkan media sosial. Cindy kemudian diam-diam membuat akun tumblr lalu belajar menulis di sana. Kemudian perlahan ia memanfaatkan instagram, dan membagikan tulisannya di sana. Tak disangkanya, postingannya mendapat respon bagus dari citizen. Dari situ, Cindy semakin memiliki kepercayaan diri untuk aktif menulis, hingga melahirkan buku Jendela. Perempuan yang usianya beranjak 23 tahun ini, mengatakan sangat bersyukur karena memiliki kedua orang tua yang sangat pintar mengeskplorasi bakat anakanaknya. Cindy juga berpesan kepada siapa saja yang mau belajar dan memulai menulis bahwa penting untuk mengenali minat, juga membiasakan membaca dan terpenting tetap menjadi diri sendiri. “Jadilah diri sendiri, ada banyak sekali jenis tulisan. Tapi coba cari yang memang kamu suka, jangan ikut-kutan karena si A menulis ini, tapi ternyata kemampuan kamu bukan di situ, jangan,” tuturnya menutup wawancara. n
Muflihah
Syahrir Muliawan
18
KAMPUSIANA
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Rekrut Anggota Baru, ALSA Beri Kelas Inpirasi ASIAN Law Student’s Association Local Chapter Universitas Hasanuddin (ALSA LC Unhas) melakukan open rekruitmen anggota baru, Sabtu-Minggu (23-24/2). Kegiatan tersebut dilaksanakan di dua tempat, yakni Aula Pascasarjana dan Gedung Ipteks Unhas. Bagi peserta yang ingin mendaftarkan diri, harus memenuhi syarat tertentu misalnya saja, telah melalui proses tahapan pembinaan di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Unhas. Setelah resmi menjadi warga maka mereka boleh mengikuti tahap ini. Saat acara berlangsung, para peserta diberi materi mengenai sejarah ALSA, struktur local board dari Alsa International, serta national board dan local board Alsa LC Unhas. Selain itu, di hari kedua mereka juga mendapat
kelas inspiratif, seperti mootcourt, akademik dan kealsaan. Materi tersebut dibawakan oleh Iustika Puspa Sari SH MH, Adi suriadi SH MH, Srikandi SH dan Fadilah jamilah SH LLM. Kagiatan yang merupakan program kerja dari Departemen HRD tersebut, dihadiri 87 peserta. Mengusung tema ”All Rise! It’s Time To Be a Part of Alsaians”, panitia kegiatan ini berharap anggota baru yang mereka terima dapat serius dalam mengembangkan diri di ALSA LC. “Panitia menaruh harapan bahwa tahun ini kita menyambut member baru yang memilih ALSA sebagai tempat untuk mengembangkan diri, dan tentunya kami akan menyambutnya dengan terbuka,” ucap Indra kurniawan, salah satu panitia. n M39
IDENTITAS/SANTI KARTINI
Dies Natalis ke-67 : Fakultas Hukum mengadakan seminar nasional, menghadirkan pimpinan lembaga penegak hukum di Indonesia, di ruang senat akademik lantai dua Rektorat Unhas. Rabu (06/03).
Aturan Baru Gedung PKM I Fakultas Hukum Bahas Prospek Penegakan Hukum Pasca Pemilu 2019 FAKULTAS Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Prospek Penegakan Hukum di Indonesia Pasca Pemilu 2019”, di ruang Senat Gedung Rektorat Unhas, Rabu (6/3). Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian dari Dies Natalis FH Unhas yang ke-67. Dalam seminar tersebut, panitia menghadirkan beberapa pimpinan lembaga penegak hukum di Indonesia sebagai narasumber. Mereka adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, Ir Agus Rahardjo, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Prof Dr Aswanto SH MS DFM, Kepala Divisi Hukum Mabes Polri, Irjen Drs Mas Guntur Laupe MSi, dan Asisten Khusus Jaksa Agun RI, Dr Asep Nana Mulyana SH MHum. Diskusi yang dimoderatori oleh Dekan FH Unhas, Prof Dr Farida Patittingi SH MHum tersebut juga dihadiri, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Infrastruktur Unhas, Prof Ir Sumbangan Baja, MPhil PhD, Polri Sulawesi Selatan (Sulsel), Kejaksaan Tinggi Sulsel, wakil dari TNI, beberapa pimpinan instansi di Makassar, serta puluhan mahasiswa. Dalam sambutannya, Prof Sumbangan Baja mengucapkan selamat datang kepada pimpinan lembaga penegak hukum yang menjadi pembicara seminar. Dia juga memberikan ucapan selamat kepada FH Unhas yang sedang merayakan dies natalis yang ke-67. “Fakultas Hukum adalah anak kedua dari 16 bersaudara di Unhas. Tahun ini kembali merayakan hari jadi yang ke-67. Selamat buat
FH Unhas, semoga makin jaya!,” ucapnya. Setelah WR II Unhas memberikan sambutan, para pemateri kemudian diberi kesempatan untuk memaparkan materinya. Untuk pemateri pertama, Ketua KPK RI, Agus Rahardjo membahas berbagai isu hukum seperti, indeks persepsi korupsi Indonesia yang trennya makin positif, perlunya revisi UU Tipikor, masalah perdagangan pengaruh, pemidanaan korporasi, pembaharuan pidana tambahan, dan pemberatan pidana. Selain itu, pemateri kedua, Prof Aswanto menekankan pentingnya sistem hukum yang terbentuk secara holistik dan komprehensif. Ia juga menyampaikan edukasi penegakan hukum ke masyarakat, ketaatan hukum yang terinternalisasi di tengah masyarakat, dan pentingnya budaya hukum sebagai bagian strategis dalam penegakan hukum. Kemudian dilanjutkan oleh Irjen Guntur yang mengulas materi tentang persaingan politik di Pemilu 2019. Potensi konflik, ancaman dan kerawanan Pemilu pada saat pemungutan dan penghitungan suara yang dilakukan serentak dalam pemilihan presiden/ wakil presiden, anggota DPR RI/ DPD, dan DPRD Kota/Kabupaten. Terakhir, Asep Nana Mulyana, selaku perwakilan Jaksa Agung RI memaparkan tentang pembangunan hukum di Indonesia, dan tantangan normatif, kelembagaan, serta pragmatik penegakan hukum yang dihadapi bangsa.n Wandi Janwar
WAKIL Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas, Prof Dr drg Andi Arsunan Arsin MKes menggelar Rapat Bersama pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) se-Unhas di Ruang LPMPP, Kamis (28/2). Acara ini juga dihadiri Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Infrastruktur Unhas, Prof Dr Ir Sumbangan Baja MSc, Direktur Inovasi dan Kewirausahaan, Dr Muhammad Akbar MSi, Direktur Alumni dan Penyiapan Karier, Abdullah Sanusi SE MBA PhD, Kepala Biro Kemahasiswaan, Ir Andi Darwin MM, dan Kepala Biro Umum, Suprihadi SE MSi. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas mengenai tata tertib penggunaan Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa I (PKM) yang baru saja di renovasi. “Ini demi martabat Unhas, sebagaimana yang kita ketahui
bahwa Unhas adalah universitas terbaik di Indonesia Timur, terbaik dibidang akademik dan kemahasiswaan,” ujar Prof Arsunan. Adapun tata tertib baru yang akan diberlakukan di Gedung PKM tersebut diantaranya, setiap anggota wajib menjaga kebersihan, keindahan dan kenyamanan di Gedung PKM dan sekitarnya. Tidak diperkenankan menggunakan peralatan memasak dan melakukan aktivitas melewati pukul 22.00 Wita, serta dilarang mengubah atau menambah bentuk ruangan. Selain itu, anggota UKM juga dilarang membawa hewan peliharaan ke sekretnya, tidak diperbolehkan bermalam (kecuali apabila ada kegiatan yang telah mendapat izin tertulis dari WR 3/ Kabiro Administrasi Kemahasiswaan), memarkir kendaraan pada tempat yang disediakan, mematikan listrik dan
air jika tidak digunakan. Kemudian, mereka juga tidak diperkenankan memasang/ menempel pengumuman atau sejenisnya di dinding, dan untuk penggunaan alat elektronik seperti televisi, radio dan sejenisnya harus mendapat persetujuan dari pimpinan bidang kemahasiswaan terlebih dahulu. Meski begitu, ada beberapa mahasiswa yang merasa keberatan dengan peraturan tersebut. Namun, pihak rektorat enggan untuk merubahnya dan berharap semua UKM bisa mengindahkan keputusan rapat yang telah disepakati. “Kami berharap untuk ke depannya, peraturan ini akan berjalan dengan baik dan saya percaya bahwa mahasiswa Unhas mampu melaksanakannya,” ujar Prof Sumbangan saat mengakhiri ucapanya.n M24
Bijak Menyikapi Berita Menjelang Pesta Demokrasi KEPOLISIAN Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) melalui Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sulsel bekerja sama dengan Penerbitan Kampus (PK) identitas Unhas, menggelar diskusi umum dengan tema “Sinergitas Polri dengan Wartawan Kampus dalam Mewujudkan Kamtibmas yang Kondusif”, di Sekretariat PK identitas Unhas, Selasa (26/2). Acara ini digelar sebagai salah satu langkah Polda dalam melakukan silaturahmi dengan wartawan kampus, khususnya di Unhas. Dalam kesempatan tersebut, Polda Sulsel mengutus Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sulsel, Kompol Muhammad Arsad SSos MH, dan Kaur Mitra Bidang Humas Polda Sulsel, Asbar SAg.
Turut hadir Ketua Penerbitan PK identitas Unhas, Dr Ahmad Bahar ST MSi, Duta Humas Polda Sulsel, beberapa magang dari Polda Sulsel, serta mahasiswa Unhas. Dalam diskusi tersebut, Kompol Arsad menyampaikan kondisi Indonesia saat ini yang telah memasuki era industri 4.0. Menurutnya, di era sekarang semua informasi sangat mudah didapatkan, sehingga perlu berhatihati dalam mengolahnya. “Sekarang adalah era industri yang semuanya serba bisa. Dan semua ada di genggaman kita. handphone contohnya, dengannya apapun itu bisa diakses. Oleh karenanya itu, sudah banyak media dengan gampangnya menyebar hoaks,” ujarnya.
Lebih lanjut Kompol Arsad menyampaikan, dalam menangani hal itu pihak kepolisian juga telah menggunakan teknologi untuk melacak penyebaran hoaks. Sehingga pelaku kejahatan yang banyak merugikan masyarakat itu dapat teratasi. “Mengapa ini penting disampaikan, karena menjelang pesta demokrasi diharapkan sebagai warga negara Indonesia yang baik kita harus pintar dalam menyikapi pemberitaan di media. Utamanya harus menghindari hoaks dengan melihat sumber beritanya terlebih dahulu,” tutup Kompol Arsad.n M39
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
KAMPUSIANA
Jadi Panelis Debat Cawapres, Rektor Unhas sebagai Pakar Pendidikan REKTOR Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA terpilih menjadi salah satu tim panelis debat Calon Wakil Presiden Republik Indonesia (Cawapres RI) 17 Maret 2019 mendatang di Hotel Sultan, Jakarta. Debat tersebut akan mengangkat tema tentang “Pendidikan, Ketenagakerjaan, Kesehatan, Sosial, dan Budaya”. Dalam debat ini akan mempertemukan Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. Prof Dwia sendiri dipilih bersama sejumlah rektor dan tokoh lainnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah seorang Komisioner KPU RI, Ilham Saputra menyatakan nantinya akan ada sekitar tujuh hingga sembilan orang yang terpilih dalam tim panel debat Cawapres. “Salah satunya misalnya saja ada Radhar Panca Dahana untuk budaya, kemudian dari migrant care untuk ketenagakerjaan, ada beberapa rektor dari Unhas dan Unsyah untuk pendidikan,” ungkap
Ilham, dilansir dari CNNIndonesia, Senin (11/3). Selain itu, Wahyu Setiawan yang juga merupakan Komisioner KPU mengatakan, setelah ditetapkan panelis akan langsung membahas materi debat. Selanjutnya, mereka akan diikat perjanjian tak membocorkan materi debat. “Nanti panelis setelah ditetapkan, juga seperti biasa akan menandatangani pakta integritas untuk menjaga kerahasiaan materi debat,” tuturnya yang dilansir dari sulselsatu.com. Dalam tim panelis ini, Prof Dwia bertindak sebagai pakar pendidikan bersama dengan Rektor Universitas Syiah Kuala, Samsul Rizal. Saat dihubungi, Prof Dwia mengungkapkan kegembiraannya setelah terpilih menjadi salah satu panelis debat Cawapres nanti. “Senang dan bangga. Karena dengan terpilihnya saya itu turut menaikkan nama Unhas dan juga terlibat dalam menentukan
19
Departemen Pertama Penerima Akreditasi Internasional ABEST21 Tingkat Sarjana
materi debat Cawapres nanti”, ucapnya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Selasa (12/3). Lebih lanjut, Prof Dwia menyebutkan mengenai kesiapannya sebagai panelis debat, ia akan memperkaya materi dan isu tentang pendidikan. “Persiapannya lebih memperkaya materi terkait isu pendidikan di Indonesia. Sehingga bisa memberi soal yang bermanfaat dan menangkap rencana kerja Cawapres kelak jika terpilih”, tuturnya. Selain itu, Rektor wanita pertama Unhas ini juga berharap agar masyarakat Indonesia nantinya dapat memilih dengan tepat calon presiden dan wakil presidennya. “Saya berharap masyarakat Indonesia bisa memilih dengan tepat untuk calon presiden dan wakil presiden nantinya”, pungkasnya. n Muh. Arwinsyah
PROGRAM studi (Prodi) Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas) memperoleh Akreditasi Internasional The Alliance on Business Education and Sholarship for Tomorrow, 21st (ABEST21), Kamis (7/3). Perolehan ini berhasil diraih melalui keputusan General Assembly ABEST21 (The Alliance on Business Education and Sholarship for tomorrow, 21st century organization) di Tokyo. Acara tersebut dihadiri Presiden ABEST21, Prof Fumio Itoh, Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu MA, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Kemitraan Unhas, Prof. dr. Nasrum Massi, dan Dekan FEB Unhas, Prof Rahman Kadir. Turut hadir Direktur Komunikasi Unhas, Dr Suharman Hamzah, Ketua Prodi Ilmu Ekonomi Unhas, Dr Sanusi Fattah, Ketua Prodi Doktor Ilmu Ekonomi, Dr Anas Iswanto Anwar, serta beberapa
dosen lainnya. Dalam rilis yang diterima, Prof Dwia mengatakan sangat bangga dengan capaian tersebut. Karena Ilmu Ekonomi Unhas merupakan departemen yang pertama kali menerima sertifikat akreditasi internasional ABEST21 di tingkatan sarjana. “Ini kebanggaan yang luar biasa bagi Unhas, selamat kepada Departemen Ilmu Ekonomi Unhas dan semoga ini memacu agar bisa lebih baik lagi kedepannya,” harapnya. Sementara itu, Presiden ABEST21, Prof Fumio Itoh juga memberikan ucapan selamat atas prestasi yang didapat Unhas. Ia menyampaikan, proses akreditasi ABEST21 berlangsung sekitar tiga tahun dan selesai pada visitasi onsite visit di bulan Januari lalu. n Wandi Janwar
Muslimah Unhas Bahas Soal ‘Cinta’ Forum Muslimah Dakwah Kampus Indonesia (FMDKI) bekerjasama dengan Lembaga Dakwah As Syifa Fakultas Kedokteran (FK) Unhas mengadakan seminar muslimah di Auditorium Prof Amiruddin Unhas, Minggu (24/02). Panitia acara tersebut mendatangkan dua pemateri yang ahli dalam bidangnya. Mereka adalah Dr Ir Majda M Zain dan Zelfia Amran. Masing-maisng dari mereka membawakan materi tentang kemilau cinta, merajut asa
dan membangun bangsa, dan cinta hakiki bermuara ke surga. Dalam forum tersebut peserta diberi pemahaman bahwa kecintaan yang hakiki hanya dapat berasal dari Allah SWT. Sehingga jika manusia ingin mencintai satu sama lain, maka harus didasari dengan cinta kepada sang pemilik cinta, yakni Allah SWT. “Cinta kita harus berlandaskan dengan cinta karena Allah untuk merajut asa dan membangun bangsa”, tutur Majda saat
memaparkan materi pertama. Senada dengan Majda, pemateri kedua, Zelfia juga berpendapat bahwa seorang manusia selayaknya harus selalu mengingat Allah dan membaca Alquran, agar cintanya dapat bersemi. “Kita harus banyak mengingat Allah dan membaca Alquran agar cinta kita kepada Allah dapat selalu bersemi dalam diri”, tuturnya.n M31
IDENTITAS/SANTI KARTINI
Jumat sehat ala Unhas : Senam bersama di Gor Unhas, Jumat (07/03).
Dekan Fakultas Kedokteran Raih Penghargaan Internasional di Bidang Spesialis Mata DEKAN Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas), Prof dr Budu PhD SpM(K) MEd, memperoleh penghargaan prestisius level dunia, Distinguished Service Award di Bangkok, Sabtu (9/3). Penghargaan ini dianugerahkan pada momen Kongres Tahunan ke-34 The Asia Pacific Academy of Ophthalmologist (APAO). Organisasi tersebut merupakan wadah bagi para profesi dokter spesialis kesehatan mata se Asia Pasifik. APAO memiliki anggota dari berbagai kalangan, misalnya para akademisi dan praktisi dari berbagai negara. Setiap tahun, organisasi ini memberikan penghargaan kepada anggotanya, berdasarkan kontribusi mereka dalam bidang kesehatan mata dan pendidikan kesehatan pada umumnya. Prof Budu menyatakan rasa syukurnya terhadap penghargaan yang ia capai. Beliau juga menyatakan tidak ada persiapan khusus yang dilakukan. “Tidak ada persiapan khusus yang saya lakukan hanya diminta untuk mengirim Curriculum Vitae (CV) oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) pusat di Jakarta ke panitia seleksi di Bangkok, sebab penghargaan ini diberikan dengan menelusuri rekam jejak (track record) seseorang dokter ahli
mata se Asia Pasific”, jelasnya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Sabtu (9/3). Guru Besar FK Unhas itu menambahkan, peran Unhas sangat penting dalam penghargaan yang perolehnya. Sebab, segala capaiannya selama ini berkat bantuan dari pihak Unhas. “Peran Unhas terhadap penghargaan ini sangat besar. Saya Doktor Bidang Kedokteran di Jepang karena Unhas. Di sinilah saya dapat bekal menjadi peneliti di bidang biologi molekuler dan pendidikan spesialis Mata,” ucapnya. Selain itu, mantan Wakil Rektor Bidang Inovasi dan Kemitraan Unhas ini juga berharap, agar kedepannya penghargaan serupa menjadi pemicu baginya untuk lebih banyak berkarya dan mengabdi sebagai seorang profesional di bidang mata. “Saya berharap tentu penghargaan ini bukan sekedar penghargaan, tapi ini justru sebagai bentuk tanggung jawab yang lebih besar ke depannya dalam memerangi kebutaan (fighting blindness). Apalagi saya bukan hanya seorang profesional tapi saya juga dosen yang memiliki tugas tridarma yang lain, pendidikan dan penelitian,” pungkasnya. n Muh. Arwinsyah
20
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
RESENSI
Tak Ada Beasiswa,Tak Mengapa Tidak perlu jadi anak pejabat atau pengusaha dulu baru bisa kuliah di luar negeri tanpa beasiswa. 12 mahasiswa Indonesia yang membagikan kisahnya dalam buku ini, telah membuktikannya.
A
pa yang terlintas dipikiran Anda ketika pertama kali melihat kata LPDP pada halaman depan buku itu? Tentu Anda berpikir buku itu akan bercerita soal bagaimana cara mendapatkan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Salah satu beasiswa yang paling diburu oleh sebagian besar mahasiswa Indonesia. Bukan. Buku ini tidak akan membahas soal itu. Sebab LPDP sendiri merupakan pelesetan dari Lembaran Pelajar Dana Pribadi. Ya, dana pribadi. Jadi buku tersebut membahas terkait 12 kisah mahasiswa Indonesia yang berkuliah di 12 negara berbeda tanpa beasiswa. Memang bukan hal mudah untuk hidup dan kuliah di negeri orang tanpa subsidi negara. Hal itu juga diutarakan beberapa penulis di buku ini. Akan tetapi, bagi mereka susah bukan berarti hal yang mustahil.
Mereka telah membuktikannya. Semisal kisah pertama yang ditulis Kreeshna Manganju. Dia bercerita tentang kehidupannya saat tinggal dan kuliah di Belgia selama dua tahun tanpa beasiswa. Lelaki yang mengambil jurusan Political Strategy and Communication ini menyatakan dengan gamblang bahwa tak perlu menjadi anak pejabat atau pengusaha untuk bisa mengenyam pendidikan di universitas luar negeri. Cukup dengan keyakinan bahwa kita bisa maka semuanya pasti akan terselesaikan. Tak lupa, ia juga berbagi pengalaman tentang kerasnya hidup di Belgia. Dia mesti bekerja paruh waktu untuk meringankan beban orang tuanya dan membiayai dirinya sendiri saat di Belgia. Meski begitu, ia tetap mampu menikmati kuliah dan bekerja di sana. Ia merasa salah satu nilai lebih berkuliah dengan dana pribadi ialah kebebasan. Kuliah tanpa beasiswa membuatnya dapat menikmati masa-masa kuliahnya di Belgia tanpa memikirkan tuntutan yang harus ia penuhi. Seperti teman-teman di sekelilingnya yang berkuliah dengan beasiswa. Mereka memiliki waktu yang agak terbatas untuk menikmati masa kuliah karena harus belajar demi
IPTEKS
Sebuah Program Peningkatan Kesadaran Moral dalam Mendukung Career Orientation Anak Terlibat Hukum (Premoral Care)
M
bertanya tentang kehidupan diri sendiri. Nuansa kisah dalam buku ini juga sangat nyata sehingga dapat membuat pembaca tersenyum, tergugah, dan tergerak untuk mengupayakan nasibnya sendiri. Salah satu kelebihan dari buku ini adalah penulis tidak hanya menceritakan pengalaman mereka saat berkuliah di luar negeri tetapi juga banyak memberikan informasi dan tips sebelum keberangkatan ataupun ketika sudah berada di luar negeri. Misalkan dokumen yang harus dilengkapi sebelum keberangkatan, informasi mengenai tempat penginapan atau apartemen dan juga informasi mengenai kampus di negara yang mereka tinggali. Oleh sebab itu, buku ini sangat cocok bagi Anda yang punya Judul : Lembaran keinginan untuk melanjutkan Pelajar Dana pendidikan di luar negeri. Di luar Pribadi itu semua, terdapat sejumlah Editor : Aninta kalimat berbahasa asing yang Mamoedi Penerbit : Elex Media disisipkan para penulis sehingga Komputindo pembaca harus menyiapkan Tanggal Terbit : 2 Januari 2019 kamus guna lebih memahami Jumlah halaman : 296 apa yang disampaikan penulis. Terkecuali jika pembaca memiliki kemampuan bahasa inggris yang membuat pembaca seolah-olah baik, maka tak ada masalah. terlibat di dalamnya. Seluruh cerita Selamat membaca.n dikisahkan secara mendalam hingga Fadli Alfiansyah terkadang membuat pembaca
Data Buku
Premoral Care untuk Masa Depan Anak yang Gemilang
ILUSTRASI/A.SUCI ISLAMEINI
enjadi seorang terdakwa dan duduk di kursi pesakitan bukanlah keinginan siapa pun, terlebih bagi anakanak di bawah umur. Namun, bagaimana jika anak-anak di bawah umur terlibat kasus dan harus menghadapi stereotip buruk dari masyarakat? Kasus hukum yang melibatkan anak-anak di bawah umur enam
menuntaskan tuntutan dari pemberi beasiswa mereka. Kisah yang tak kalah menariknya juga datang dari Nadi Guna Khairi. Ia berhasil menempuh pendidikan perguruan tinggi Strata Satu (S1) di University of Redlands School of Business di Kota Redlands, Amerika Serikat. Saat ini ia bekerja sebagai manajer e-commerce di sebuah perusahaan ritel sepatu di Los Angeles. Semua ini diraihnya tanpa sekalipun menyentuh beasiswa. Pun ia bukanlah anak dari seorang Sultan atau Raja Jawa yang punya harta berlimpah. Nadi hanyalah seorang anak biasa dengan mimpi yang terlalu tinggi. Sejak usia 12 tahun, ia dan kakaknya sudah berpisah dengan kedua orang tuanya di Indonesia. Mereka pindah ke Amerika Serikat untuk tinggal bersama pamannya. Awalnya, mereka harus beradaptasi di negara yang tidak berbahasa, beragama, dan berbudaya seperti Indonesia. Tapi berkat kemandirian dan kerja keras, semua kesulitan itu dapat terlewati. Buku yang disampaikan berdasarkan pengalaman, jujur dan juga terkadang sedikit satir ini
tahun terakhir (2010-2016) mencapai angka 9266. Data tersebut dilansir oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dari jumlah yang tak sedikit itu, mendorong Andi Aisyah AlKhumairah, Mahasiswa Jurusan Psikologi Unhas bersama empat orang temannya dari jurusan lain, Novi Susanti, Husnul Hatimah, Rismayanti dan Nurmuliasneny Musa, membuat sebuah
program bernama Premoral Care (Peningkatan Kesadaran Moral dalam Mendukung Career Orientation Anak Terlibat Hukum). Program ini berfokus pada pengembangan moral anak-anak yang pernah atau sedang terlibat hukum, dengan melakukan pendekatan dan pendampingan tertentu. Tujuannya tak lain agar anak-anak dapat melihat peluang masa depan yang lebih gemilang. “Melalui program ini, anakanak yang terlibat hukum bisa tahu konsekuensi-risiko terhadap perilaku menyimpang mereka sehingga apa yang telah mereka lakukan tidak lagi terulang di masa depan,” kata Aisyah (Sapaan Andi Aisyah Al-Khumairah). Premoral-care terdiri dari tujuh rangkaian, yakni : Morality Orientation, Success Life of Future Orientation, Healthy Action, Being Morality, Positive Word For Positive Life, Pocket Book Management, dan Great Creative Festival. Pertama kali program ini diterapkan di Panti Sosial Marsudi
Putra (PSMP) Toddopuli, Kota Makassar. Dalam menghadapi anak-anak yang terlibat hukum bukanlah sesuatu yang mudah bagi Aisyah dan timnya, mereka harus memiliki kesabaran yang ekstra, apalagi saat anak-anak mengambil barangbarang mereka tanpa permisi, hingga melontarkan bahasa kotor. “Waktu pertama kali bertemu, anak-anak sulit diatur, dan selalu mengambil barang-barang kami tanpa permisi. Mereka juga sering berbicara kotor kepada kami. Tetapi itu tantangan tersendiri bagi kami,” Jelas Aisyah. Dari pendampingan yang dilakukan Aisyah dan timnya itu, mereka berhasil menemukan lima kader baru dari anak-anak yang pernah terlibat hukum. Kader tersebut juga yang akan melanjutkan kegiatan sosialisasi, serta menegur dan menasehati teman-temannya yang kembali melakukan penyimpangan. Tak hanya itu, program ini juga berhasil lolos ke ajang Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional (Pimnas) yang diselenggarakan di Kota Jogyakarta pada tahun 2018 lalu. “Tembus hingga tingkat nasional adalah bonus yang kami dapatkan. Menurut saya, lebih dari pada itu, menjalankan program ini adalah upaya kami menjawab kebutuhan masyarakat sekarang,” Kata Novi Susanti, salah satu anggota tim. Menelisik lebih jauh penyebab anak-anak terlibat hukum, Novi menjelaskan bahwa peran keluarga sangat penting dalam perkembangan moral seorang anak. Orang tua menjadi madrasah pertama anak dalam mengenal nilai-nilai kehidupan. “Pendekatan dengan orang tua adalah kunci keberhasilan seorang anak. Pendekatan ini mampu meyakinkan seorang anak bahwa sesulit apapun masalah yang mereka hadapi, mereka tahu bahwa selalu ada orang tua dan keluarga sebagai tempat mereka pulang,” pungkas, perempuan berkacamata inin Hikmah Meilani
21
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
CERMIN
Mengingat-Nya Oleh: Fitri Ramadhani “Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” ~QS. Surah Al-Insyirah: 5-6
K
ampus Merah. Di sinilah Fira menyandang status sebagai mahasiswa baru dua tahun yang lalu. Sebagai mahasiswa baru (Maba) yang masih fakir akan dunia kampus. Fira berusaha mencari wadah yang bisa membantunya untuk mengekspresikan diri. Ia pun menjatuhkan pilihannya kepada ‘identitas’. Identitas, namanya begitu unik bagi sebuah organisasi yang bergelut dalam bidang jurnalistik. Kata identitas begitu dekat dengan Maba yang sedang mencari jati diri atau identitas diri. Berawal dari sini, mendorong rasa penasaran Fira untuk mencari alasan pemberian nama tersebut. Sehingga, detik ini, ia telah berproses di identitas lebih kurang dua tahun lamanya. Menengok ke belakang, Fira merindukan masa-masa magang
(tahap awal untuk menjadi kru di identitas) bersama temantemannya. Ponsel pintar miliknya dipenuhi notifikasi-notifikasi dari grup Line. Grup itu berisi liputanliputan yang sudah dipesan si pengirim. Artinya, Fira dan temanteman lainnya harus berinisiatif mencari liputan sendiri. Mereka berusaha untuk memenuhi target yang ditentukan kordinator liputan (Korlip) saat rapat redaksi. Tiap hari mereka mencari liputan, wawancara, lalu mengolah data dan menuliskannya. Bekerja di bawah tekanan nan penuh tantangan. Begitulah rutinitas mereka. Kadang kala rasa jenuh mulai melanda diri. Belum lagi, penugasan yang tidak deadline penyebab keterlambatan terbit. Ditambah lagi amanah kepanitiaan yang juga harus dikerjakan. Stres pun datang menghampiri Fira. Kantung mata Fira tampak
menghitam seperti mata panda. Pola makan pun tak dipedulikannya. Beban pikiran membuatnya susah tidur. Hari demi hari berganti, entah sudah berapa lama Fira berdiam di dalam indekosnya. Ia tak tahu kepada siapa ia harus berbagi cerita. Matanya selalu terlihat sembab akibat derai air matanya yang mengalir deras. Teman-teman kuliahnya merasa iba melihat kondisi Fira seperti ini. Syasa, salah satu teman jurusannya bertanya mengenai keadaannya. “Ra, kamu baik-baik saja kan?” Tanya Syaya. Fira menjawab, “Iya Sya, aku baik-baik saja kok, percayalah,” katanya dengan mata berbinang dan suaranya yang mulai bergetar. Fira masih berusaha mempertahankan benteng yang telah ia bangun. Tak ingin ada satu pun orang mengetahui bahwa ia sedang rapuh. “Maafkan aku, aku tak ingin membuatmu khawatir. Hanya saja, aku belum siap menceritakan masalah yang kuhadapi,” ucap Fira dalam batinnya pergi meninggalkan Syasa. Namun, Syasa tiada henti menghubungi Fira setiap saat. Syasa mengirimkan pesan singkat ke Fira. “Ra, aku lapar nih, temani aku
KRONIK
makan yuk?” Tulis Syasa. “Makasih Sya, aku masih kenyang,” balas Fira. Dalam pesannya juga, Syasa menawarkan diri menjadi pendengar. Tapi, Fira masih belum siap bercerita. Malahan Fira menghindar untuk bertemu. Merasa sulit bertemu dengan Fira, Syasa mengirimkan pesan lagi buat Fira. Kali ini tak seperti biasanya, Syasa menyarankan Fira membaca Al-Qur’an. Setelah membaca pesan itu, Fira sadar bahwa seharusnya ia tak usah risau. Fira mulai mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ia mengambil dan membaca AlQur’an dan terjemahannya. Hatinya sangat tenang, ayat demi ayat dibacanya. Hingga tiba pada Surah Al-Baqarah ayat 286. Ia membaca terjemahannya. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir,” bacanya dalam hati dan meneteskan buliran air mata membasahi pipi. Belasan purnama telah dilalui, mulai dari magang hingga menjadi kru. Pasang surut masalah silih berganti. Kadang kala, adanya masalah membuat mereka saling menguatkan satu sama lain. Segala kesulitan yang dihadapi Fira membuatnya semakin tegar. Seperti terjemahan Al-Qur’an Surah AlInsyirah ayat 5-6 yang dibacanya. “Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Kini, Fira mengemban tanggung jawab demi kelangsungan organisasi bersama teman-temannya. Ia masih tak menyangka bisa bangun dari kritikan bahkan mungkin celaan yang diterimanya. Ia bisa melewati gejolak yang membakar hati. Batinnya mengucap syukur. Dari kisah Fira di atas, kita bisa memetik hikmahnya. Bahwa semua cobaan yang diberikan, kita pasti bisa melewatinya. Karena Allah Swt telah menjanjikan kemudahan di tengah kesulitan. Insha Allah, dengan mengingat Allah dan meniatkan segala aktivitas karena Allah. Pekerjaan yang kamu lakukan terasa ringan dan bernilai ibadah.n Penulis adalah Mahasiswa , Sastra Inggris Angkatan 2016, Litbang SDM Identitas Unhas
Pelaku Curanmor Berhasil Diringkus Satpam Unhas
IDENTITAS/SANTI KARTINI
Menginterogasi: Satuan Pengamanan (Satpam) Unhas berhasil meringkus dua pelaku pencuri motor. Mereka diinterogasi di Kantor Satpam, Rabu (6/2).
PELAKU pencurian motor di Kampus Tamalanrea Unhas berhasil dibekuk Satuan Pengamanan (Satpam) di depan Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Rabu (6/2). Sekitar pukul 20.15 Wita, pelaku pencurian yang berinisial HMZ dan JPR masuk ke Kampus Unhas. Bermodalkan nekat, mereka kemudian berkeliling mencari motor yang bisa dicuri. Tim Khusus Pengamanan Tertutup (Timsus Pamtup) Unhas yang sedang berjaga, merasa curiga dengan gerak gerik mereka. Ridho, salah satu Timsus Pamtup kemudian membagi anggotanya menjadi dua kelompok untuk mengikuti pelaku. Setelah 10 menit, akhirnya mereka berhasil membekuk pelaku di parkiran FIB Unhas. Kedua pelaku itu lalu diinterogasi dan ditemukan kunci T sebagai barang bukti. Saat diinterogasi, salah satu pelaku melakukan perlawan dan berhasil meloloskan diri, sedang temannya diamankan oleh Satpam. “Saat kami menginterogasi mereka, salah satu pelaku melakukan perlawanan dan melarikan diri ke arah Gedung Registrasi (Gedreg) Unhas,” ungkap Ridho. Lebih lanjut Ridho menjelaskan setelah salah satu pelaku kabur,
ia kemudian menghubungi Kepala Jaga Regu tiga, Kasmin untuk melakukan pengejaran dan mengepung Gedreg. Setelah diselediki, ternyata pelaku bersembunyi di bawah pohon bambu, dekat penjernihan air. Dari hasil interogasi yang dilakukan, ternyata pelaku telah menjalankan aksinya sebanyak dua kali di Unhas, yakni di depan Masjid Kampus dan Gelanggang Olahraga. “Setelah kami melakukan interogasi, ternyata mereka sudah dua kali mencuri motor di Unhas. Satu motor Yamaha Vega dan satunya lagi motor Yamaha Jupiter Z, ” jelasnya. Di akhir wawancara, Ridho mengimbau semua sivitas akademika Unhas berhati-hati dalam memarkir kendaraan. Bila kegiatannya sampai malam, sesekali mengecek keberadaan kendaraan, jika perlu memakai kunci pengaman tambahan. “Kalau ada kegiatan sampai malam, sesekali kalian harus mengecek kendaraan. Sebab pencuri itu tidak membutuhkan waktu lama untuk membuka kunci setang motor,” tutupnya. n Wjn
22
identitas
TIPS
Cara Kilat
Kuasai
Bahasa Asing
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
D
i era global seperti sekarang ini, keberadaan bahasa asing sangatlah penting. Mulai dari perdagangan bebas, semakin banyaknya berdiri perusahaan-perusahaan asing di Indonesia sehingga penggunaan bahasa internasonal seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Prancis sudah sangat tersebar luas. Tentu saja, pengguasan bahasa asing ini memiliki banyak manfaat, khususnya mahasiswa. Misalnya untuk mendapatkan beasiswa, melanjutkan studi ke luar negeri, memperluas pergaulan atau untuk karir kedepannya. Namun, tak sedikit mahasiswa mengeluh karena sulit dalam belajar bahasa asing. Oleh sebab itu, identitas menyuguhkan enam tips yang bisa membantu kamu untuk menguasai bahasa asing. 4. Temukan Gaya Belajar yang Asyik
1. Munculkan niat dari dalam hati Untuk memulai suatu hal baru, kita perlu menghadirkan niat yang besar dari diri sendiri. Bila niat itu telah muncul, maka secara otomatis otak akan memberikan instruksi agar tubuh bergerak. Pepatah mengatakan, dimana ada niat, di situ ada jalan. Tanpa niat, beribu alasan akan muncul dan menghambat keinginanmu. 2. Miliki kamus bahasa asing yang ingin dikuasai Setelah ada niat, Anda wajib mengantongi kamus bahasa asing yang kamu inginkan. Di era globalisasi ini, Anda bisa mengunduh kamus elektronik di ponsel pintar. Hal ini juga bisa mengefisienkan waktu untuk mengetahui arti kata yang Anda cari.
3. Menghafal kosakata
ILUSTRASI/A.SUCI ISLAMEINI H.
Mulailah menghafal kosakata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti saat berada di rumah, kampus, atau dimana saja. Tujuannya, agar kata yang dihafalkan bisa tersimpan lebih lama. Selain itu, praktikanlah kosakata yang telah dihafalkan bersama teman-teman (komunitas) yang memilki tujuan serupa.
Setiap orang memilki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada beberapa tipe gaya belajar seperti auditori, kinestetik, visual, dan visualauditori dan sebagainya. Setelah mengenali gaya belajar, Anda bisa menemukan cara atau strategi sesuai. Misalnya, mendengarkan musik, menonton video atau film yang bisa melatih indra pendengar juga menambah kosakata baru. Selain itu, hobi Anda pun bisa jadi gaya belajar Anda. Misalnya Anda hobi menulis. Cobalah mulai menuliskan aktivitas Anda sehari-sehari layaknya diary, tentunya dengan bahasa asing yang diinginkan. 5. Ikut Kursus Bila Anda sulit belajar otodidak, Anda bisa mengikuti kursus. Dengan begitu, di saat Anda mengalami kesulitan, ada mentor atau tutor yang bisa membantu. Anda juga memilki waktu yang teratur. Selain itu, berjumpa dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama denganmu. Sehingga, Anda bisa lebih leluasa untuk melatih kemampuan speaking. 6. Tanamkan Rasa Pecaya Diri dan Praktik Dalam proses belajar, salah itu sah-sah saja. Jauhkan rasa takut salah atau takut ditertawakan oleh orang lain. Karena rasa takut bakal menghambatmu untuk maju. Tanamkan rasa percaya diri. Setelah itu, praktikkan lah setiap kamu memiliki kosakata baru, baik itu secara lisan atau tulisan. Fatimah Tussahrah
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
23
BUNDEL AKADEMIKA
Alumni Unhas Pertama Bergelar Honoris Causa Harifin Tumpa menjadi salah satu nama laboratorium di Fakultas Hukum. Pemberian nama pada gedung itu tentu bukan asal pasang saja. Nama orang yang digunakan pasti lah sosok yang memiliki banyak pengaruh. Lantas, siapakah sebenarnya Harifin Tumpa?
BUNDEL EDISI 1983
Program Pendidikan Jarak Jauh Unhas Dulu dan Kini Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) bukanlah hal baru bagi Universitas Hasanuddin (Unhas). Di tahun 1983, Unhas pernah menjadi koordinator penyelenggara PJJ untuk 14 Perguruan Tinggi di Kawasan Timur Indonesia.
P
rogram Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) telah diterapkan di Unhas. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) menjadi fakultas pertama yang melaksanakan PJJ untuk program S2 dan S3. Hal tersebut telah disampaikan melalui lokakarya kesiapan manajemen Pendidikan Jarak Jauh di Malino, (2426/8/2018) lalu. Kegiatan tersebut dibuka Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan, Prof Dr Ir Muhammad Restu MP. Kala itu, membahas sosialisasi pelaksanaan, pengelolaan, kesiapan modul, dan teknis PJJ itu sendiri. Program pendidikan yang dilakukan via video conference ini dilaksanakan atas dasar instruksi Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu MA. Sebab, fakultas tersebut telah memenuhi berbagai kriteria, seperti memperoleh akreditasi A dan memiliki Sumber Daya Manusia yang cukup memadai. “Jumlah doktor hampir 60 orang, profesornya hampir 20, sehingga sumber daya pun mampu bersaing. Untuk FKM se-Indonesia, secara kuantitas doktor dan profesor berada
di FKM Unhas,” kata Dekan FKM Unhas, Dr Aminuddin Syam, SKM, M Kes, M Med Ed dilansir dari identitasunhas. com. Ia juga menyampaikan, PJJ berhubungan dengan kebijakan Unhas mengenai revolusi industri 4.0. Selain itu, katanya, PJJ dapat memudahkan mahasiswa program magister dan doktor untuk memperoleh ilmu tanpa harus meninggalkan pekerjaan mereka di daerahnya. Hingga saat ini, salah satu universitas mitra Unhas dalam program PJJ ialah Universitas Tadulako (Untad). Hal ini dikarenakan Untad memerlukan lulusan S2 Kesehatan Reproduksi. Nyatanya, Pendidikan Jarak Jauh bukan hal baru bagi Unhas. Berdasarkan bundel identitas edisi Juli 1982, Unhas mendirikan Sistem Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit atau yang biasa disebut Sisdiksat dan mulai beroperasi sejak tahun 1983. Dahulu, gedung Sisdiksat berada di dekat danau Unhas. Sisdiksat menyediakan suatu jaringan telekomunikasi dengan daya jangkau 2000 mil lebih dan menghubungkan 14 perguruan
tinggi yang tergabung dalam Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi se-Indonesia Timur (BKS PTN Intim). Ide tersebut diprakarsai Rektor Unhas masa itu, Prof Dr A. Amiruddin. Sisdiksat bekerjasama dengan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) dan United States Agency for International Development (USAID). Metode Sisdiksat bertujuan untuk menguji coba teknologi serta membantu pengembangan PTN di Indonesia Timur. Selain itu, hal tersebut juga menjadikan sistem pembelajaran baru, tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Waktu itu, sistem tersebut memiliki beberapa kemampuan seperti menghubungkan suara (audio), dokumen, grafik, bagan, gambar, dan pengiriman komputer. Kantor Pusat Sisdiksat hanya memiliki 12 karyawan. Adapun enam di antaranya merupakan karyawan tetap. Sedangkan kepala teknisinya masa itu berasal dari Fakultas Teknik yaitu Ir Tahir Ali. Dengan menggunakan teknologi yang tersedia pada saat itu, berbagai materi perkuliahan ditawarkan dengan sistem “credit earning”. Lalu, perkuliahan yang disajikan oleh salah satu perguruan tinggi dapat diambil oleh mahasiswa dari
perguruan tinggi lain, dan diakui SKS-nya. Selanjutnya, dilansir dari www.unhas.ac.id/rhiza/ arsip/kuliah, pada tahun 1994, Unhas mengadakan kerjasama dengan IptekNet BPPT untuk menyediakan link internet berkecepatan 14400 bps. Layanan internet dengan kecepatan seperti itu tersedia di Kantor Pusat Sisdiksat Unhas. Tak hanya Unhas, Sisdiksat di seluruh Kawasan Timur Indonesia juga dapat mengakses fasilitas tersebut melalui kanal SCPC dalam mode loopback. Seiring berjalannya waktu, sistem perkuliahan tersebut tak lagi mampu bertahan. Dana menjadi kendala utamanya. Oleh sebab itu, di awal tahun 2000-an Kantor Pusat Sisdiksat Unhas ditutup. Tak hanya itu, BKS PTN Intim turut dibubarkan. Setelah itu, Konsorsium PTN se-KTI didirikan sebagai gantinya. Begitulah perjalanan program PJJ di Unhas. Pernah ada lalu tak mampu bertahan karena tersandung dana. Hingga di era teknologi yang semakin berkembang ini, pimpinan Unhas memutuskan mengembalikan sistem PJJ. Tentunya dengan segala kemudahan teknologi saat ini, seharusnya PJJ dapat berjalan dengan baik dan terus bertahan.n Syahidah
FOTO :ISTIMEWA
Dr Harifin Andi Tumpa SH MH atau lebih dikenal dengan sapaan Harifin Tumpa memulai kariernya sejak tahun 1963. Kala itu, lelaki kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan, 23 Februari 1942 ini diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pengadilan Tinggi Makassar. Tiga tahun kemudian ia dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Setelah itu, ia menjabat sebagai ketua PN Takalar (19691996), ketua PN Mamuju (1972-1974), lalu menjadi ketua di beberapa PN Sulsel (1974-1988), ketua PN Mataram tahun 1994-1996, dan wakil ketua PN Palembang (20002001). Tak hanya itu, suami dari Herawati Sikki ini pernah dipromosikan menjadi hakim PN Jakarta Barat tahun 1989-1994. Selanjutnya, ia ditarik untuk berkarir di Mahkamah Agung (MA). Awalnya, ia diberi tugas menjadi direktur perdata MA selama tiga tahun (1997-2000). Kemudian, ayah dari A Hartati, AJ Cakrawala, dan Rizki Ichsanudin ini menjadi hakim agung di Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2004. Setahun menjadi hakim agung, ia langsung dipercaya menjadi Ketua Muda Perdana MA hingga diberi amanah sebagai Wakil Ketua MA bidang non yudisial pada 2008. Perjalanan karier Harifin tentu tidak mudah. Banyak perjuangan yang telah dilakukan termasuk mendapatkan kepercayaan dari banyak pihak, hingga akhirnya ia terpilih menjadi Ketua MA dengan perolehan 36 suara dari 43 total suara pada tanggal 15 Januari 2009. Dilansir dari gresnews.com, Harifin pernah membuat suatu keputusan fenomenal kala menjabat Ketua MA. Waktu itu ia menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa yang awalnya divonis 18 tahun penjara di Pengadilan Negeri. Hal tersebut ia lakukan dengan alasan bahwa terdakwa merupakan bandar narkoba. Jika dibiarkan, dia bisa merusak masa depan anak bangsa. Atas segala pengabdiannya, alumni S1 Fakultas Hukum Unhas tahun 1972 itu dianugerahi doktor kehormatan atau honoris causa dalam bidang Hak Asasi Manusia dan Peradilan. Rektor Unhas masa itu, Prof Dr dr Idrus A Patturusi, menyerahkan penghargaan tersebut di depan Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Unhas. Lulusan magister Hukum Universitas Kristen (Unkris) Jakarta tahun 2000 itu merupakan orang ketujuh yang memperoleh gelar doktor kehormatan Unhas. Tapi ia adalah alumni Unhas pertama yang menerima gelar tersebut. Setelah mendapat gelar honoris causa, nama Harifin Tumpa kemudian diabadikan menjadi nama sebuah laboratorium di Fakultas Hukum Unhas. Lalu, di akhir masa jabatannya, kisah peraih gelar doktor Ilmu Hukum di UGM pada 2006 ini, ditulis dalam sebuah buku berjudul “Harifin A Tumpa: Pemukul Palu dari Delta Sungai Walanae”. Buku yang ditulis Sekretaris MA, Nurhadi itu mengupas tuntas perjalanan hidup Harifin. Dimulai dari masa kecil, masa remaja, jatuh cinta, awal karir hingga mencapai puncak karir sebagai ketua MA. Tak lupa, Nurhadi juga memunculkan cerita terkait kenakalan masa kecil Harifin. Mulai dari kabur dari pesantren, cerita konyol memakai mukena saat salat tarawih, hingga pengalaman terseret di sungai Delta Walanae, Soppeng. Buku yang diterbitkan Dunia Pustaka ini juga menuangkan beberapa pengalaman dan pemikiran Harifin terkait penerapan nilai keadilan dalam praktik peradilan. Menurut Harifin, antara hukum dan keadilan tidak bisa dipisahkan karena memang hal ini adalah amanat UUD 1945. n Santi Kartini
24
LINTAS
identitas
NO. 899, TAHUN XLV, EDISI MARET 2019
Berdiskusi dengan Gadis Sejuta Prestasi
D
i awal tahun ini, Sabtu (12/01), saya berkesempatan berdiskusi langsung dengan Maudy Ayunda dalam program Mentorship dan Scholarship, Maudy Ayunda Foundation bertempat di GoWork Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. Program Mentorship ini merupakan program diskusi dan bimbingan dari Maudy Ayunda yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas berpikir khususnya dalam ruang lingkup pendidikan. Menjadi salah satu peserta program Mentorship Maudy Ayunda, pastinya memiliki beberapa prosedur dan seleksi yang harus dilalui. Awal pendaftaran, saya harus menuliskan beberapa esai singkat dan perkenalan diri, termasuk lampiran sertifikat prestasi dan pengalaman organisasi. Lebih tepatnya Curriculum Vitae yang dikirimkan ke Maudy Ayunda Foundation untuk diseleksi langsung oleh Maudy Ayunda beserta tim. Setelah mendaftarkan diri dan menunggu pengumuman, saya masuk ke dalam 100 semifinalis dari 1000 orang yang mendaftarkan diri dalam program ini. Pada sesi tersebut, saya mengikuti seleksi berikutnya melalui video interview bersama Maudy Ayunda sebagai bentuk perkenalan lebih dekat antara Maudy dan semifinalis yang terpilih. Rasa gugup dan senang bercampur aduk selama interview
berlangsung. Namun, suasana menjadi cair saat percakapan berjalan dengan santai begitupun kesempatan saya untuk menjawab pertanyaan Maudy Ayunda dapat tersalurkan dengan baik dan berbobot. Pada akhirnya, saya terpilih menjadi salah satu dari 34 finalis yang dipilih oleh Maudy Ayunda untuk bisa berdiskusi langsung dalam program Mentorship ini dengan begitu banyak materi yang sangat komprehensif dan substansial. Khususnya penekanan Maudy Ayunda mengenai pentingnya aspek pendidikan di Indonesia. Acara ini sungguh merubah mindset. Ayunda Faza Maudya yang kerap disapa Maudy Ayunda membagikan sejuta pengalamannya kepada saya. Gadis yang baru saja lulus di dua Universitas terbaik dunia ini membuat saya kagum. Bagaimana tidak, di usianya yang baru menginjak 24 tahun ia mampu menonjolkan prestasinya di bidang akademik dengan lolos studi master di Universitas Stanford dan Universitas Harvard. Sebuah kesempatan luar biasa dapat berdiskusi dengan gadis secerdas Maudy. Peserta terpilih berasal dari universitas yang bermacam-macam pula. Saya menjadi satu-satunya mahasiswa perwakilan Universitas Hasanuddin dalam program ini. Universitas lainnya terdiri dari: Universitas Indonesia, Universitas
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
Airlangga, Universitas Sriwijaya, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Tadulako. Begitupun peserta yang berkuliah di luar negeri juga berkesempatan untuk menjadi salah satu finalis. Pemberian materi yang diberikan kepada mereka disalurkan melalui video call selama proses diskusi berlangsung. Materi Mentorship yang didiskusikan maupun yang diberikan langsung oleh Maudy Ayunda pastinya begitu bermanfaat bagi kami untuk bisa menyusun langkah dan rencana awal dalam menempuh pendidikan S2 di masa yang akan datang. Khususnya membangkitkan semangat untuk bisa berkuliah di luar negeri. Maudy Ayunda memberikan materi seputar: Maximizing University Years, CV Workshop, Mental Health, dan hal lainnya yang berkaitan dengan beasiswa LPDP dan Oxford University. Pelantun dari lagu “Tiba-Tiba Cinta Datang� dan lulusan Oxford University ini, menciptakan program ini sebagai sarana untuk berkomunikasi dan berkoneksi dengan pemuda-pemudi Indonesia untuk bisa belajar bersama dan menjadi langkah kontribusi Maudy Ayunda dalam ruang lingkup pendidikan dan pengembangan jiwa kepemimpinan. Saya mendapat banyak hal baru dalam Mentorship ini khususnya mengenai pentingnya Personal Branding dalam era disrupsi saat ini maupun materi
mengenai Leadership Soul dan Good Habit yang perlu ada dalam diri kita. Maudy Ayunda juga mengadakan program Scholarship untuk temanteman yang memiliki keterbatasan dalam menempuh pendidikan sehingga pada proses awal pendaftaran, harus melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu dalam formulirnya. Terfokus pada program Mentorship, saya sangat senang bisa berkenalan dengan temanteman yang memiliki beragam warna karakter dan fokus kajian mereka masing-masing untuk bisa bertukar ilmu satu sama lain. Sebuah ekspektasi dari diri saya dan untuk kita semua, saya ingin bisa terus berkontribusi, berkarya, dan berprestasi dalam bidangnya sehingga kesempatan Mentorship ini tidak hanya terhenti pada kegiatan diskusi saja. Awalnya, saya sangat terkejut melihat langsung Maudy Ayunda masuk ke dalam ruangan diskusi dan duduk di kursi sofa dengan tema vintage yang terpusat menengah di antara kami, para finalis yang terpilih. Di awali dari perkenalan singkat, saya sangat merasa beruntung untuk bisa berbicara langsung dan memperkenalkan diri di hadapan Maudy Ayunda bagaikan cerita fiksi yang tak pernah terbayangkan. Bahkan, saat saya menyampaikan pendapat dalam Mentorship, Maudy mengingat dan menyebut
nama saya dengan sangat jelas yang menjadi sebuah hal yang selalu terniang. Kemudian, percakapan santai pun dimulai dan Maudy mulai memasuki materi University Years hingga CV Workshop. Maudy juga mengajarkan saya dan teman-teman lainnya untuk bisa memaksimalkan masa-masa perkuliahan dengan mencari opportunity, kompetisi, dan pengalaman organisasi agar menjadi penopang yang kuat dalam substansi CV kita di masa yang akan datang. Pentingnya eksistensi dari sebuah partisipasi kita dalam kegiatan adalah salah satu hal yang begitu penting dalam memaksimalkan masa-masa kuliah. Pesan tersebut mendarah daging pada diri saya untuk bisa menciptakan sebuah projek berkelanjutan nantinya di bidang multiliterasi dan semoga bisa terwujud. Setelah program Mentorship berakhir, diakhiri dengan foto bersama dan menjadi sebuah objek kenangan yang perlu saya abadikan dalam galeri album. Aksi atau gerakan berikutnya tentunya diperlukan dari diri kami masing-masing untuk bisa berkontribusi lebih baik lagi dan Mentorship ini menjadi salah satu awal motivasi terbesar saya untuk bisa menjadi agen perubahan dan berbuat banyak untuk Indonesia hingga dunia. Rifli Mubarak, Mahasiswa Antropologi FISIP UNHAS, Angkatan 2018