Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
identitas
NO. 931, TAHUN XLVIII, EDISI MARET 2022 [MAJALAH PERDANA]
Penerbitan Kampus Universitas Hasanuddin
DARIMU
7000 TAHUN
YANG LALU Besse ditemukan terkubur di mulut Leang Panninge, menyimpan pelajaran berharga tentang para leluhur. Besse adalah pesan dari leluhur untuk kita mengenal diri
Temukan kami melalui: identitas_unhas
Identitas Online
identitas Unhas
@identitasonline
identitasunhas.com
L adang Rezeki adang Sampah,
Foto: Oktavialni Rumengan
Potret, Lanjut Halaman 45....
identitas diterbitkan Universitas Hasanuddin berdasarkan STT Departemen Penerangan RI No: 012/SK/Dirjen PPG/SIT/1975/tanggal 20 Januari . ISSN:0851-8136. Beredar di lingkungan sendiri (non komersial) Ketua Pengarah: Dwia Aries Tina Pulubuhu Anggota Pengarah: Muh. Restu, Sumbangan Baja, A. Arsunan Arsin, Muh. Nasrum Massi Penasehat Ahli: Anwar Arifin, M Dahlan Abubakar, SM Noor, Hamid Awaluddin, Aidir Amin Daud, Amran Razak, Sapri Pamulu, Tomi Lebang, Jupriadi, Abdullah Sanusi Ketua Penyunting: Ahmad Bahar Ketua Penerbitan: Fajar S.Juanda Penyunting Pelaksana: Risman Amala Fitra Koordinator Liputan: Annur Nadia Felicia Denanda Sumber Daya Manusia: Anisa Lutfiah Basri Litbang Data dan Riset: Nur Ainun Afiah Bendahara: Friskila Ningrum Yusuf, Sekretaris: Nurul Hikma Staf Penyunting: Arisal Fotografer: Oktavialni Rumengan, Wahida Marketing: Nur Alya Azzahra Reporter: Ivana Febrianty, Muhammad Alif, Winona Vanessa HN, Azzahra Zainal, Wardah, A Sri Sartika Tim Supervisor: Nasruddin Azis, Nasrul Alam Azis, Muchlis Amans Hadi, Amiruddin PR, Nasrullah Nara, Supratman, Sayyid Alwi Fauzy, Gunawan Mashar, Rasyid Al Farizi, Arifuddin Usman, Abdul Haerah, Ibrahim Halim, Ahmad Khatib Syamsuddin, Irmawati Puan Mawar, Abdul Chalid Bibbi Pariwa, Muhammad Yunus TIM CETAK Koordinator: Nur Ainun Afiah Anggota: Muhammad Alif, Oktafialni Rumengan, Wardah Alamat Penerbitan: Kampus Unhas Tamalanrea, Gedung UPT Perpustakaan Lt. 1 Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar 90245. Website: www.identitasunhas.com, E-mail: onlineidentitas@gmail.com
EDISI MARET 2022
Desain Sampul: Rizka Ramli Layouter: Annur Nadia F. Denanda
DAFTAR ISI 8
RISET Urgensi Keadilan Ekonomi dan Pendidikan di Komunitas Maritim
20
RISET Besse, Pesan Manusia To Ale dari Masa Lalu
30
LIPUTAN KHUSUS Tim Admisnistrasi Tingkatkan Publikasi
34
WANSUS Siap Menjelajah di Udara
42
POTRET Nasib Tempat Pembuangan Akhir
54
SENI Di Balik Karya Seni String Art
EDITORIAL
ISYARAT YANG TAK DITANGKAP
K
ala surat suara terakhir dibacakan Komjen Pol (purn) Dr H Syafruddin M Si, deretan garis hitam yang terukir di layar telah menjawab gundah. Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa M Sc unggul dua suara dari Prof Dr Budu M Med Ed SpM(K) PhD, pesaing yang nyaris menyamai kedudukan perolehan suaranya. Pemilihan Rektor (Pilrek) Unhas berakhir dengan terpilihnya Prof JJ sebagai Rektor Unhas 2022-2026, menggantikan Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA, rektor perempuan pertama yang telah Unhas memimpin selama hampir satu dekade. Pilrek Unhas 27 Januari lalu, menjadi puncak serangkaian perjalanan panjang Unhas mencari sosok nahkoda baru selama lima tahun ke depan. Pesta demokrasi Unhas ini menjadi isyarat dimulainya babak baru pelayaran kampus merah dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi, bersama visi dan misi Prof JJ sebagai angin penggeraknya. Sejak digaung-gaungkan awal Agustus tahun lalu, Pilrek menjadi perhelatan yang ditunggu-tunggu oleh civitas akademika Unhas. Tokoh-tokoh alumni bahkan mencoba memprediksi siapa yang akan menduduki kursi rektor. Sangat disayangkan, kebanyakan lembaga mahasiswa kurang menangkap isyarat ini, nyaris tidak peduli. Hanya segelintir lembaga mahasiswa yang menggelar diskusi resmi, atau sekadar bertukar pikiran di tongkrongan tentang pemilihan rektor ini. Kebanyakan memilih fokus untuk membenahi regenerasi yang goyah akibat pandemi. Lebih parah lagi bahkan ada yang tidak tahu sama sekali siapa saja yang akan bersaing dalam pilrek nantinya. Ada juga yang tidak mau tahu dan berpikir bahwa pilrek hanyalah ajang politik petinggi universitas. Di antara 25 suara anggota MWA terselip satu suara dari mahasiswa. Suara ini diwakilkan kepada Imam Mobilingo sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unhas. Suara yang pegang oleh Imam seharusnya menjadi suara yang mewakili harapan-harapan mahasiswa. Sayangnya, BEM-U nampaknya belum mampu menyerap aspirasi mahasiswa secara maksimal karena legitimasi yang masih dipersoalkan oleh beberapa lembaga mahasiswa, utamanya BEM Fakultas. Terlepas dari masalah tersebut, peran mahasiswa dalam mengawal Pilrek harusnya lebih vokal. Tidak hanya duduk manis dan menanti nama yang terpilih dan membuatkan ucapan selamat. Segelintir mahasiswa melakukan unjuk rasa pada hari pemilihan, hanya saja segera dibubarkan oleh pihak keamanan bahkan sebelum massanya mencapai gedung rektorat.
Karikatur: Rizka Ramli
Pengawalan Pilrek harusnya menjadi ajang bagi lembaga-lembaga mahasiswa untuk ikut menyuarakan aspirasi terkait isu-isu kampus. Misalnya saja tentang PR Ormawa dan kebijakan uang kuliah tunggal. Dengan mengangkat isu tersebut, mahasiswa dapat menawarkan solusi yang akan didengar oleh calon rektor, dengan harapan solusi tersebut dapat direalisasikan. Setelah terpilihnya Prof JJ sebagai Rektor Unhas, sudah menjadi kewajiban khususnya lembaga mahasiswa untuk mengawal janji-janji yang digaungkan saat pemaparan visi-misi. Mendukung kebijakan yang positif dan mengkritisi kebijakan yang kontradiktif. Terlepas dari pemilihan rektor, persatuan mahasiswa yang terorganisir seharusnya dapat menjadi kekuatan yang besar. Sayangnya, melihat situasi sekarang ini, impian untuk mewujudkan lembaga yang dapat mempersatukan seluruh lembaga mahasiswa sepertinya masih jauh dari pandangan mata. Terlebih lagi jika lembaga mahasiswa di Unhas tidak ingin melunakkan ego.
FOTO: NUR AINUN AFIAH
Pagi hari, di antara kapal-kapal besar nelayan, terlihat seorang nelayan tua di atas sebuah perahu kecil sedang menepi dari luasnya lautan di Pelelangan Ikan Paotere, Makassar, Minggu (19/2). Laut adalah tempat mereka menggantungkan hidup.
FOTO: NUR AINUN AFIAH
RISET
Urgensi Keadilan Ekonomi dan Pendidikan di Komunitas Maritim
S
uku Bugis dan Makassar yang ada di Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah sejak lama dikenal sebagai masyarakat maritim. Disebut demikian karena sejak zaman kerajaan ratusan tahun silam, masyarakat Bugis-Makassar sudah menjadikan laut dan pesisirnya sebagai sumber mata pencarian. Keterampilan di laut plus kelihaian berdagang membuat masyarakat Bugis-Makassar di masa lampau berjaya secara ekonomi. Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi perekonomian komunitas maritim di Sulsel semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Mulai dari teknologi penangkapan hasil laut yang tertinggal, harga bahan bakar yang melambung, hingga kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap mereka. Secara umum komunitas maritim di Sulsel terbagi menjadi tiga yaitu Pallawa, Pakkaja, dan Pasompe. Pallawa adalah petani tambak yang membiakkan ikan atau udang di pesisir. Pakkaja adalah nelayan. Adapun Pasompe adalah pedagang yang menjual barang antar pulau via laut. Ketiga kelompok ini bergantung kepada laut dalam menghidupi keluarganya. Sayangnya, kondisi mereka saat ini jauh tertinggal dalam berbagai aspek. Utamanya dari sisi ekonomi dan akses terhadap pendidikan. Seorang dosen Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) bernama Prof Dr Ir Eymal Bashar Demmallino MSi meneliti fenomena ini sejak tahun 2012. Dalam disertasi yang kemudian dibukukan berjudul “Siratal Mustaqim: Kajian dan Gagasan Transformasi Peradaban Kemaritiman di Negeri Bugis-Makassar Sulawesi Selatan” terungkap fakta bahwa masyarakat maritim di Sulsel terpuruk secara ekonomi yang juga berdampak terhadap pendidikan. Eymal meneliti ketiga komunitas ini selama
kurang lebih 10 tahun dengan mengambil sampel di 3 tempat. Untuk komunitas Pallawa dilakukan di Desa Manakku, Kabupaten Pangkep. Kemudian Pakkaja diteliti di Desa Tamalate, Kabupaten Takalar. Sedangkan Pasompe diteliti di Desa Darubiah, Kabupaten Bulukumba. Dari segi pendidikan, Eymal menemukan bahwa pendidikan formal adalah hal yang asing bagi mereka. Sebagai contoh, pada umur 12-15 tahun anak-anak di komunitas Pakkaja sudah mulai bekerja. Sedangkan anak-anak Pasompe dan Pallawa baru bekerja pada umur 15-17 tahun. Anak-anak dari komunitas Pakkaja adalah yang paling banyak tidak mengikuti pendidikan formal dibanding Pallawa dan Pasompe yang setidaknya tamat sekolah dasar. “Rendahnya atau bahkan tidak adanya pendidikan formal di kalangan masyarakat tersebut mempengaruhi tingkat kesejahteraan mereka. Seandainya (mereka punya) sedikit pendidikan tentu akan bagus. Tinggal bagaimana mereka diperbaiki pemahamannya,” ujar Eymal. Rendahnya pendidikan kemudian berdampak pada produktivitas hingga penghasilan mereka. Sebagai contoh Pakkaja. Data pembukuan keuangan mereka dalam 10 tahun terhitung sejak 1999 hingga 2009 memperlihatkan bahwa penghasilan yang mereka peroleh ibarat pepatah, besar pasak daripada tiang. Biaya investasi yang harus ditanggung terlampau besar mulai dari pembelian perahu, mesin penarik jaring, mesin penggerak perahu, mesin lampu sorot, dan lain-lain. Belum lagi biaya operasional yang kian hari kian mencekik. Harga bahan bakar yang terus naik dan wilayah penangkapan yang semakin jauh membuat penghasilan yang diterima tidak realistis. No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 9
Ponggawa-Sawi Di samping masalah-masalah di atas, komunitas maritim di Sulsel juga menghadapi problem pelik yang terjadi secara struktural. Namanya konsep Ponggawa-Sawi. Ponggawa adalah pemilik modal sedangkan Sawi adalah pekerja. Konsep ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan bertahan hingga hari ini. Penelitian Nurlinah, dosen FISIP Unhas, yang dipublikasikan tahun 2008 tentang struktur organisasi Ponggawa-Sawi di Sulsel menyebutkan bahwa sistem ini adalah relasi dalam hubungan pekerjaan dimana satu pihak 10 identitas Unhas
yang mampu dari segi keuangan/permodalan bertindak sebagai ponggawa (bos), sedangkan yang lainnya adalah sawi (anak buah). Adanya ketidaksetaraan dalam sistem bagi hasil dalam seringkali dipandang sebagai sumber kemelaratan bagi nelayan sawi. Namun, dari sisi yang lain, organisasi ini bisa dianggap pula sebagai solusi bagi para sawi jika mereka menghadapi masa-masa paceklik. Ini bisa terjadi karena ponggawa adalah pihak yang dapat memberi pinjaman dalam situasi yang sulit. Sejatinya komunitas ini menyadari bahwa
PEDAGANG Fajar menyingsing, nelayan mulai terlihat dari tengah lautan. Para pedagang berlombalomba mengambil ikan dari perahu. Pelelangan Ikan Be’ba Kabupaten Takalar beroperasi setiap hari dan interaksi jual beli mulai ramai sekitar pukul enam pagi, Jumat (14/1). FOTO: NUR AINUN AFIAH
mereka ada dalam posisi tereksploitasi. Dalam bukunya, Eymal menuliskan bawa tindakan eksploitasi telah disadari oleh para sawi di semua komunitas, tetapi mereka tidak dapat memperjuangakan haknya. Kenyataan mereka masih sangat bergantungan kepada ponggawa dan produktivitasnya rendah sehingga mereka tidak berani menyuarakan permasalahan yang dialami. Lalu bagaimana mengatasi kondisi ini? Tentunya pemerintah memiliki peran untuk membangun negara dengan modelnya sendiri dalam artian membangun budaya lokal bukan menghilangkan. Penting pula menjadikan mengedukasi mereka bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Muhammad Alif No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 11
RISET
Inovasi
Rompi Antipeluru Mahasiswa Unhas
MATERIAL KARBON
ROMPI ANTIPELURU
Ilustrasi: Wardah
Berbahan serat karbon yang kuat, ringan, nyaman untuk bergerak, dan tak hanya aman dari peluru tapi juga busur.
12 identitas Unhas
P
erkembangan rompi pelindung tubuh telah dimulai sejak ditemukannya senjata api pada abad ke-9. Awalnya, pelindung tubuh terbuat dari kulit binatang, ada juga perisai dari kayu, dan yang banyak digunakan saat ini dari material logam, serat kavlar, dan serat aramid. Rompi antipeluru adalah pakaian zirah yang melindungi bagian tubuh pada dada, perut, dan punggung. Rompi antipeluru yang menggunakan material logam memiliki tingkat keamanan yang cukup tinggi, tapi sangat kaku dan berat sehingga mempersulit pergerakan pengguna. Berbeda dengan rompi rancangan Rudi, mahasiswa program magister di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (Unhas) ini berhasil membuat rompi antipeluru yang memiliki material ringan, kuat, nyaman dan mudah bergerak ketika digunakan. Beratnya kira-kira sama jika kita menggunakan jas almamater Unhas. Rudi berhasil mereduksi perbandingan berat hingga 90 persen. Rompi berbahan tembaga yang digunakan TNI beratnya mencapai 11 kilogram, sedangkan rompi buatan Rudi tak sampai 1 kilogram, ini sudah termasuk berat plat dengan carriernya. Menurut Rudi, yang ditemui kru Identitas, Nurul Hikma pertengahan Februari lalu, penelitian tesisnya ini telah memasuki tahap pengembangan. “Numerical Simulation of Ballistic Impact Baehavior on Soft Body Armor Based Carbon Fiber Reinforced Polymers Composite” adalah judul tesis Rudi yang
realisasi perancangannya menggunakan software Abaqus Unified FES Simulia, sebuah software yang banyak digunakan mahasiswa mesin dalam membuat pemodelan dan analisis komponen mekanik. Merancang pemodelan dan simulasi rompi antipeluru ini membutuhkan waktu 3 bulan. “Sebelum membuat rompinya, kami lakukan simulasi sederhana di Abaqus dengan memasukkan berapa berat dan material yang digunakan, khusus penelitian kami ada sifat-sifat material yang tidak disediakan sehingga kami membuat sendiri pemodelannya, ini yang memakan waktu yang cukup lama,” ungkap Rudi. Material utama rompi menggunakan bahan serat karbon yang memiliki sifat densitas rendah, modulus tarik yang tinggi, dan elongasi rendah. Serat karbon menjadi salah satu penemuan paling cemerlang karena lebih kuat dari baja, dan lebih ringan dari aluminium. Aplikasi penggunaan serat karbon dapat kita lihat misalnya pada pesawat, otomotif, dan peralatan militer. Untuk mengetahui kekuatannya, penelitian ini fokus untuk melihat perbandingan sifat impak balistik, yakni tekanan kejut yang dihasilkan oleh peluru tajam antara rompi peluru berbahan serat karbon berpenguat plastik. Menurut Rudi, serat karbon berpenguat plastik dapat menahan benturan yang lebih tinggi dengan sangat baik dalam menyerap energi dibandingkan dengan struktur logam.
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 13
RISET
Rudi melakukanuji coba awal menggunakan software, dengan menentukan ketebalan serat karbon lalu melakukan simulasi, rompi mana yang tidak tembus peluru. Keuntungan melakukan simulasi awal menggunakan software, kata Rudi, adalah tidak ada istilah barang tidak terpakai. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, pelat komposit dengan jumlah lapisan 25 dan 30 lapis dapat menahan laju peluru dengan energi kinetik sisa masing-masing sebesar 165.5 Joule dan 154.8 Joule. Nilai energi kinetik sisa ini aman untuk tubuh pengguna karena masih dibawah standar 170 Joule. Menurut Rudi, maksimal peluru yang dapat ditahan adalah 3 kali tembakan. Berdasarkan tingkat keamanannya, standar National Institute of Justice (NIJ) menggolongkan baju pelindung tubuh menjadi dua yaitu soft body armour (peluru kaliber 9 mm) dan hard body armour (peluru di atas kaliber 9 mm). Rudi mengembangkan dua material dengan menguji simulasi metode elemen atau uji simulasi numerik dengan menggunakan peluru kaliber 9 mm pada kecepatan 343m/s. Adapun syarat baju pelindung layak digunakan sebagai pelindung untuk dipakai dan dikomersialkan ada dua. Pertama, tidak tembus peluru. Kedua, energivitas yang dihasilkan pelat anti peluru ketika peluru bergerak memiliki energi kinetik tidak lebih dari 170 Joule, jika lebih dari itu walaupun peluru tidak tembus dapat menyebabkan cedara dalam pada penggunanya. Jika dikomersialkan, harga jual rompi ini ditaksir Rp 1 juta. Harga ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga rompi pada
14 identitas Unhas
level yang sama yakni Rp 3-5 juta. Seperti apa rencana pengembangannya? Rudi sementara mengajukan proposal pembiayaan penelitian kepada Unhas, agar hasil penelitiannya ini bisa dilakukan uji coba lagi. Meski penelitian ini berbasis alat pelindung diri bagi prajurit militer, tapi tidak tertutup kemungkinan, kata Rudi, rompi ini bisa digunakanmasyarakatsipiluntukperlindungan diri. Mengingat di Makassar, kadang masih terjadi pembegalan, pencurian, penganiayaan, dan busur nyasar. “Rompi bagi masyarakat sipil ini bisa kami modifikasi lebih tipis karena ancaman kami anggap lebih rendah dari peluru,” jelas Rudi. Lolos Uji Tembak di Kostrad Gowa Inovasi rompi antipeluru ini berhasil melewati tahap uji coba yang dilakukan oleh Divisi III Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) di Kabupaten Gowa, pada November 2021 lalu. Uji tembak menggunakan pistol G2 Elite Pindad dilakukan sebanyak 3 kali dan hasilnya, rompi ini mampu menahan peluru berkaliber 9 mm untuk jarak tembak 10 meter. Uji coba tembak pertama ini dilakukan sesuai dengan standar pengujian yakni tidak langsung menggunakan manusia sebagai objek sasaran tembak. Hal ini untuk meminimalisir hal-hal buruk. Rompi antipeluru dapat dibagi menjadi 5 level yang ditentukan dari kemampuannya menahan senjata api. Dimana rompi antipeluru rancangan Rudi ini termasuk ke dalam level IIA. Jika berencana untuk diproduksi, maka rompi antipeluru ini harus dibawa ke PT Pindad—produsen alat pertanahan—untuk dilakukan uji coba. Nurul Hikma
RISET
Ilustrasi Penggunaan Rompi Antipeluru Sumber: Divif 2 Kostrad, 2021
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 15
SIRKULASI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN
S
elama ini, pemanfaatan pestisida dan pupuk sintetik masih seringkali digunakan di lahan pertanian atau perkebunan. Belum lagi limbah pertanian yang acapkali hanya dibiarkan menumpuk begitu saja. Sayangnya, perlakukan seperti ini akan memicu munculnya gas metana (CH4) yang lebih berbahaya dibanding karbon dioksida (CO2). Gas metana berasal dari sumber alamiah, salah satunya tumbuhan. Namun, gas tersebut tidak bisa tersirkulasi di alam sehingga akan langsung menguap ke atmosfer. Bahkan dampaknya terhadap pemanasan global lebih besar hingga puluhan kali lipat dibanding karbon dioksida. Akibatnya, gas metana menjadi salah satu penyebab timbulnya pemanasan global, penipisan lapisan ozon dan perubahan iklim yang tidak menentu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas lahan pertanian Indonesia mencapai delapan juta hektar. Dengan luas lahan seperti itu maka potensi gas metana yang bisa dihasilkan sangatlah besar. Penelitian Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mengungkapkan gas metana yang dihasilkan Indonesia mencapai 11.390 ton CH4/ tahun dimana 10-12 persen bersumber dari bidang pertanian. Sebuah penelitian yang dipublikasikan yang berjudul “Penerapan Paket Teknologi Ramah Lingkungan pada Budidaya Sayuran Buah Guna Mengantisipasi Dampak Anomali Iklim” oleh Prof Dr Sc Agr Ir Baharuddin mengamati penyebab dan dampak yang timbul dari anomali iklim terkhusus di bidang pertaninan. Penelitian ini menemukan jawaban bahwa budidaya tanaman di lahan terbuka akan lebih terdampak sehingga mengancam produksi tanaman. Baharuddin bersama beberapa dosen
16 identitas Unhas
yang terlibat dalam penelitian itu berujung pada sebuah kesimpulan yaitu pentingnya penerapkan teknologi ramah lingkungan. Mereka kemudian menerapkannya pada budidaya sayuran dengan membuat pupuk organik cair dan pestisida nabati yang diolah menggunakan teknologi. Upaya ini dilakukan agar limbah hasil pertanian dapat termanfaatkan secara optimal sehingga meminimalisir potensi munculnya gas metan. “Lahan padi di negara ini adalah lahan tergenang, sehingga karbon dioksida yang berada dalam air berubah jadi gas metana,” ucap Baharuddin ketika diwawancara di ruang dekan Fakultas Pertanian, Selasa (8/2). Daur Ulang Limbah Pertanian Hasil pupuk organik memang tidak seekspres pupuk sintetik, tapi penggunaan bahan organik pada tanaman lebih baik dibanding yang berbahan sintektik. Bahan organik akan memperbaiki kondisi tanah secara perlahan dan menjadi subur dalam jangka waktu yang lama. Pupuk Organik akan memperbaiki struktur, tekstur dan kondisi biologis tanah yang juga akan berefek langsung ke tanaman. Sedangkan pestisida sintetik yang digunakan secara terus-menerus akan memengaruhi kondisi tanah. Salah satunya mengurangi kandungan unsur hara dan karbon dalam tanah, degradasi tanah, hingga pencemaran lingkungan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Litbang Pertanian, laju degradasi lahan dan hutan masih relatif lebih tinggi, yakni sekitar 2,8 juta ha/tahun. Sedangkan rehabilitasinya hanya 400.000-500.000 ha/tahun dengan tingkat keberhasilan sekitar 50%. “Umumnya kandungan organik yang dimiliki tanah sebanyak 5 persen akan tetapi saat ini hanya 2 persen,” ujar Baharuddin. Agar lahan pertanian masih bisa terus
Ilustrasi: Novanda Kezia Amelia
ditanami dengan kondisi tanah seperti itu maka pola penggunaan pupuk dialihkan dari pupuk sintetik ke pupuk organik. Salah satu pupuk organik yang dikembang yakni pupuk organik cair (POC). Pupuk ini tergolong lebih ramah lingkungan dibanding pupuk yang memiliki kandungan bahan kimia yang lebih tinggi. Limbah pertanian yang menumpuk tanpa diolah akan mengalami degradasi secara alami hingga akhirnya terbentuk gas metana. Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Baharuddin dan timnya yaitu mengolah limbah pertanian menjadi nutrisi berupa pupuk organik. Pupuk organik cair terdiri dari bahan dasar yang berasal dari tumbuhan. Penelitian Baharuddin dan timnya yang dilakukan di tahun 2020 menggunakan bahan berupa eceng gondok, buah-buahan, toge, dedak halus, air cucian beras, air kelapa, molasses, dan penambahan mikroorganisme Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Pupuk organik cair ini disemprotkan pada akar dan daun tanaman. Tidak hanya POC, pestisida nabati juga penting digunakan di lahan pertanian. Pada proses pembuatannya menggunakan bahan organik berupa daun gamal, daun mimba, serta daun sirsak kering. Bahan tersebut lalu dicampur dengan air yang selanjutnya akan
diambil ekstraknya. Kemudian ditambahkan dengan molasses dan air kelapa lalu difermentasi selama dua minggu. Pupuk dan pestisida organik yang dibuat ini merupakan nutrisi yang ramah lingkungan dan akan diberikan ke tanaman sayur. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan pestisida nabati dan pupuk organik adalah limbah yang diperoleh dari hasil pertanian. Penggunaan POC dan Pestisida Organik di Ruang Terbuka dan Tertutup Melihat dampak dari anomali iklim terhadap pertumbuhan tanaman, maka perlu penyesuaian pola tanam yang akan diterapkan. Petani harus memerhatikan kondisi iklim dan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Baharuddin lalu mencoba penggunaan POC dan pestisida pada tanaman berbeda dengan dua pendekatan yang juga berbeda. Terung di ruang terbuka sedangkan pare dan mentimun di ruang tertutup. Pembudidayaan di ruang terbuka menggunakan metode budidaya pengairan tetes. Caranya yaitu dengan memasang pipa pada bedengan di bawah mulsa plastik. Pipa tersebut akan dialiri air dan nutrisi sehingga penyebarannya langsung ke dalam tanah. Cara ini lebih optimal karena air jadi lebih No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 17
dekat dengan akar tanaman. Di ruang tertutup menggunakan metode hidroponik di dalam rumah plastik. Cara ini merupakan praktik budidaya tanaman yang memudahkan petani mengontrol pertumbuhan tanaman. Selain itu, tanaman akan terlindungi dari hujan deras dan panas berlebihan sehingga akan mengurangi proses penguapan yang bisa memicu rusaknya tanaman. Rumah plastik yang dibuat pun pada dindingnya dilengkapi dengan kasa insect net yang berfungsi untuk mencegah hama yang merusak tanaman. Selain itu, mengurangi banyaknya pestisida yang disemprot ke tanaman sayuran sehingga akan meminimalisir risiko residu. Pada bagian atap menggunakan plastik ultraviolet (UV) untuk mengurangi masuknya panas matahari. Tak hanya itu, rumah plastik tersebut juga dilengkapi dengan blower yang berfungsi untuk mengeluarkan panas di dalam ruangan. Khusus hidroponik ini, budidaya sayuran menggunakan sistem nutrient film technique. Artinya tanaman menggunakan media air yang kaya akan nutrisi mineral, bukan tanah. Kelebihannya, kebutuhan air, oksigen, serta nutrisi tercukupi sehingga dapat tumbuh lebih cepat. Pendekatan budidaya dengan kedua metode tanam, baik di ruang tertutup dan terbuka ini, dapat diterapkan oleh petani untuk mengatasi dampak dari anomali iklim. Apalagi didukung dengan penggunaan POC dan pestisida yang merupakan hasil daur ulang limbah pertanian. “Limbah ini yang seharusnya digunakan untuk dibuat pupuk organik. Artinya tidak ada energi yang menghilang, jadi sistemnya bersiklus,” tutup dosen dari Departemen Hama dan Penyakit itu. Friskila Ningrum Yusuf
18 identitas Unhas
F O T O : O K TA F I A L N I R U M E N G A N
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 19
Lokasi ditemukannya Besse, di mulut Leang Panninge, Kabupaten Maros
Foto: Rizka Ramli
Besse, Pesan Manusia To Ale dari Masa Lalu
S
ejak ribuan tahun yang lalu, manusia telah menjelajahi berbagai tempat di muka bumi hingga sampai ke berbagai tempat. Di masa lalu, nenek moyang kita berjuang untuk tetap bertahan dengan menciptakan berbagai teknologi yang menunjang kelangsungan hidup mereka. Misalnya benda-benda tajam atau asahan yang digunakan untuk berburu. Di Sulawesi Selatan, teknologi serupa disebut dengan Toalean, atau alat yang digunakan oleh Manusia To Ale. Suryatman dalam artikel jurnalnya menyebut toalean sebagai istilah yang digunakan oleh sebagian besar peneliti untuk menyebut 20 identitas Unhas
artefak litik yang muncul pada masa holosen awal hingga akhir di Sulawesi Selatan. Artikelnya berjudul Artefak Litik di Kawasan Prasejarah Batu Ejayya: Teknologi Peralatan Toalian di Pesisir Sulawesi Selatan. Ia juga menggunakan istilah To Ale yang merupakan sub-ras manusia yang menciptakan dan menggunakan budaya Toalean tersebut. Jejak kebudayaan Toalean ditemukan di beberapa tempat yang sebagian besar tersebar daerah pesisir barat daya Sulawesi Selatan. Diduga tempat itu merupakan situs hunian Toalean. Peneliti seperti H.R. van Heekeren, D.J. Mulvaney, I.C. Glover, R.P. Soejono menjelaskan bahwa bukti temuan seperti alat tulang kecil, mikrolit, pisau batu, mata tombak, maros point (mata panah bergerigi), dan lukisan dinding gua yang berusia 45-40 ribu tahun lalu, mengindikasikan adanya budaya pemburu peramu di Sulawesi. Lantas, siapa sebenarnya manusia To Ale ini? Berbagai penemuan ini memancing beberapa peneliti untuk mencari tahu bagaimana pola hidup manusia To Ale di masa lalu. Termasuk dari mana nenek moyang orang Sulawesi berasal. Sejak 1950, ketika para arkeolog dan peneliti menelisik keberadaan gua-gua prasejarah dengan ratusan lukisan, tak pernah sekalipun ditemukan rangka manusia pendukungnya.
Untuk mengungkap hal tersebut, penemuan bukti Toalean saja dinilai tidak cukup. Maka diperlukan bukti yang lebih kuat. Prof Dr Akin Duli MA adalah salah satu arkeolog yang tergerak untuk meneliti Manusia Toalean ini. Bermodalkan insting dan pengalaman meneliti kuburan sejak 1992, khususnya kuburan dan adat pemakaman Masyarakat Toraja, ia bersama beberapa orang dalam timnya melakukan penggalian di Leang Panninge. Gua yang dalam Bahasa Indonesia disebut Gua Kelelawar itu merupakan gua kapur yang terletak di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Tepatnya di bagian atas lembah Walanae. Penggalian pun mulai dilakukan pada Juni-Juli 2015. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Penggalian ini akhirnya membuahkan hasil. Mereka menemukan bukti pendukung keberadaan budaya Toalean. Tim menemukan kerangka manusia yang diperkirakan berusia 7200-7300 tahun. Penemuan ini pun digadang menjadi serpihan pelengkap rantai perjalanan manusia modern di Sulawesi. Juga misteri tentang Toalean yang belum diketahui. Kerangka perempuan tersebut diberi nama Besse. Nama itu diberikan sesuai kebiasaan orang Bugis-Makassar memberi nama
“
bagi anak gadis mereka. Kerangka tersebut ditemukan pada kedalaman 190 cm, dengan kondisi rangka yang sangat rapuh. Terdiri dari bagian tengkorak dengan kondisi bagian atap tengkorak (cranium) pecah dan retak. Tapi hampir semua bagiannya masih pada posisinya. Rahang (mandible) lebih utuh meskipun pada bagian korpus mengalami keretakan. Ditemukan juga beberapa gigi yang masih menempel pada rahang, dan beberapa gigi yang rontok. Kumpulan temuan lainnya yang terdapat di sekitar rangka adalah artefak batu berupa mata panah bergerigi atau maros point, pisau batu, mikrolit, gigi bovidae, astragalus suidae, dan fragmen tulang binatang yang telah dimodifikasi menjadi alat. Secara umum rangka tersebut dikuburkan dalam posisi terlentang dengan tangan menyilang di atas dada, kemudian diapit dan ditindih oleh bongkahan batu vulkanik. Tim peneliti dari Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin (Unhas) yang dipimpin oleh Prof Akin bersama timnya yaitu Dr Muhammad Nur MA, Dr Supriadi, MA, dan Drs Iwan Sumantri, MA, M Si. Mereka
Foto: Risman Amala Fitra
Tim menemukan kerangka manusia yang diperkirakan berusia 7200-7300 tahun. Penemuan ini pun digadang menjadi serpihan pelengkap rantai perjalanan manusia modern di Sulawesi.
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 21
Temuan mikrolit dan maros point dari bahan chert Sumber: Journal Nature, 2021
bekerja sama dengan PPAG Universiti Sains Malaysia yang dipimpin Prof Dr Stephen Chia dan Balai Arkeologi Makassar yang dipimpin oleh Dr Hasanuddin, M Hum. Mereka kemudian membawa kerangka manusia itu untuk dianalisis lebih lanjut. Tujuannya untuk mengetahui umur hidup, jenis kelamin, masa hidup, jenis ras, dan DNA. Analisis untuk mengetahui ras/DNA, umur, dan masa hidup, dilakukan di Laboratorium DNA Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology, Leipzig, Germany (Department of Archaeogenetics, Max Planck Institute for the Science of Human History, Jena, Germany). Setelah mengekstrak DNA dari tulang petrous (tulang telinga bagian dalam) hasilnya ditemukan bahwa kerangka
tersebut adalah seorang pemburupengumpul wanita muda. Usianya diperkirakan berumur 18-20 tahun dan terkubur 7,3–7,2 kyr cal bp di gua batu kapur Leang Panninge. Temuan ini berhasil menunjukkan bahwa Besse merupakan pendukung budaya Toalean. Menariknya, secara genetik, Besse disebut memiliki penyimpangan genetik dan kesamaan morfologis dengan kelompok Papua dan Pribumi Australia saat ini. Di sisi lain, Besse mewakili garis keturunan manusia berbeda yang sebelumnya tidak diketahui. Ini terjadi sekitar 37 ribu tahun yang lalu. DNAnya berkembang ke arah yang berbeda dari populasinya saat itu. Selain itu, ada juga DNA Denisovan dari nenek moyang manusia yang hidup di Asia
Temuan tulang pelvic dari pemburu wanita yang diberi nama Besse. 22 identitas Unhas
Tengah (Siberia) dan sebagian Eropa yang jaraknya sekitar 6 ribu kilometer dari Pulau Sulawesi. Penemuan DNA Denisovan pada kerangka Besse memberikan petunjuk berharga akan tentang penyebaran manusia purba. Sebelumnya, DNA Denisovan pernah ditemukan di situs Gua Denisova di Pegunungan Altai di Siberia oleh seorang arkeolog Rusia. Kandungan DNA ini menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia sejak dari dulu terdiri dari berbagai ras dan subras. Bukan hanya ras austromelanesoid dan ras mongoloid. Temuan rangka Besse merupakan bukti
tertua tentang kehadiran manusia sebagai bagian dari budaya prasejarah Sulawesi. Hasil penelitian yang telah terkuak dari kerangka Besse ini telah dituliskan lengkap dalam jurnal yang berjudul “Genome of a middle Holocene hunter-gatherer from Wallacea”. Jurnal yang dipublikasikan 25 Agustus 2021 ini merupakan jurnal pertama dari akademisi Unhas yang lolos ke Jurnal Ilmiah Nature. Besse hingga kini masih menyimpan banyak misteri. Para peneliti pun masih berusaha menguak informasi lebih banyak dari temuan ini. Risman Amala Fitra
Sumber: Journal Nature, 2021
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 23
MUBES Mantan Wakil Presiden RI 2014-2019, Jusuf Kalla, membuka secara resmi Musyawarah Besar IKA Unhas.
IK
Proses pemilihan Ketua IKA periode 2022-2026 dilakukan dengan delegasi sebanyak 125 suara yang berasal dari IKA Fakultas, IK A Wilayah, Badan Otonom, dan Perwakilan Pengurus Pusat periode sebelumnya
Menteri Pertanian periode 2014–2019, Andi Amran Sulaiman terpilih menjadi Ketua IKA Unhas periode 2022-2026. Amran menggantikan Jusuf Kalla yang sempat memimpin IKA Unhas selama 25 tahun
UNHAS
KA
IKA UNHAS
F OTO D A N N A S K A H : N U R A I N U N A F I A H
Ikatan Alumni (IKA) Unhas menggelar MAusyawarah Besar (Mubes) bertema “Kolaborasi Unhas untuk Negeri“ di Hotel Four Points by Sheraton Makassar. Suasana pemilihan Ketua IKA Unhas periode 2022-2026 berlangsung riuh, semangat para alumni menggemakan ballroom Hotel Four Point Makassar, Sabtu-Minggu (5-6/3).
L I P U TA N K H U S U S Ilustrasi: Rizka Ramli
Memacu Kualitas Penelitian
H
ingga 2022, belum ada perguruan tinggi Indonesia yang mampu masuk 500 besar peringkat perguruan tinggi dunia berdasarkan Times Higher Education (THE). Sampai hari ini, seluruh kampus berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas di kancah nasional dan internasional. Pemeringkatan sering kali menjadi ajang kompetisi bagi setiap perguruan tinggi. Demi mencapai reputasi kampus dunia, setiap perguruan tinggi memaksimalkan
26 identitas Unhas
indikator pencapaiannya. Salah satu lembaga internasional di London, THE membuat capaian khusus pada isu yang berkaitan dengan pendidikan tinggi setiap tahun. Berdasarkan website Kompas.id, dalam laporan, THE World University Rangkings 2022 dipublikasikan awal September 2021. Unhas berhasil mencapai peringkat 1.372 di dunia dan 10 perguruan tinggi terbaik di Indonesia pada urutan ke sembilan. Hal ini tentunya mampu membuat Unhas memasuki World Class University (WCU).
L I P U TA N K H U S U S
Secara umum, terdapat beberapa indikator menuju WCU, yakni kualitas penelitian, kualitas tenaga pendidik, kualitas lulusan, dan pandangan internasional. Dilansir dari Kompas.com, indikator kualitas penelitian untuk mencapai akreditasi internasional berisi penilaian kualitas dari dalam negeri, produktivitas penelitian berdasarkan jumlah jurnal nasional dan internasional, kutipan yang digunakan oleh akademisi lain dalam penelitan, serta penghargaan yang diterima oleh perguruan tinggi. Dari data yang dikumpulkan menunjukkkan pada 2017, tercatat 760 penelitian dan pengabdian masyarakat, pada 2018 menjadi 848 penelitian. Namun hal ini mengalami penurunan pada 2019 sejumlah 689, dan turun lagi pada 2020 menjadi 633 dan berdasarkan data LP2M pada 2021 sejumlah 575 penelitian. Disamping itu, jumlah publikasi Unhas pada 2019 mencapai 1.657 publikasi, pada 2020 mencapai 2.266 publikasi, dan menurun pada 2021 sejumlah 1.773 publikasi. Menurut data Humas Unhas, sepanjang 2021, kampus memiliki 92 jurnal ilmiah yang diterbitkan dalam format e-journal. Kemudian 12 jurnal atau 13,04 persen diantaranya telah terindeks global, dan tiga jurnal telah mencapai status sebagai jurnal internasional bereputasi. Salah satu upaya memaksimalkan publikasi, dengan mengubah sistem penelitian dari awalnya enam skim menjadi empat yang akan mulai diterapkan pada 2022. Keempat skim ini, diantaranya, Penelitian Dasar Unhas (PDU), Penelitian Terapan Unhas (PTU), Penelitian Dosen Pemula Unhas (PDPU), dan Penelitian Dosen Penasihat Akademik (PDPA). Menurut Sekretaris LP2M Unhas, Dr Ir Abdul Rasyid Jalil M Si, dengan pengurangan dua skim, jumlah dosen yang terlibat dalam meneliti akan lebih banyak. “Terlebih Unhas menyediakan anggaran 20 miliar dengan berbagai skim,” jelas Cido, sapaan akrabnya. Sayangnya, sekitar 30 penelitian pada 2021 harus tertunda ke tahun berikutnya karena
Pandemi Covid-19. Sebab lain anggaran dari pemerintah yang direfocusing ke dana Covid-19. Cido mengatakan anggaran LP2M Unhas perlu dievaluasi. “LP2M terdapat dua darma, yakni penelitian dan pengabdian harusnya porsi pendanaannya lebih besar,” ujarnya. Lebih lanjut, ia berharap dosen tidak hanya bergantung pada dana penelitian Unhas. “Dosen harus membangun banyak kolaborasi dengan pihak luar,” katanya. Kampus yang berbasis penelitian (Research University) dituntut untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian sebagai wujud Tridarma Perguruan Tinggi. Berdasarkan Bundel identitas Unhas terbitan Cetak Februari 2021, Ketua LP2M Prof Dr Andi Alimuddin Unde mengatakan partisipasi dosen mengalami penurunan yakni hanya mencapai 60 persen. Olehnya itu, penelitian di Unhas setiap tahun terus digencarkan dan dinaikkan angka partisipasinya, dari 60 persen menjadi 80 persen ditahun selanjutnya. “Keterlibatan dosen dalam meneliti sepanjang 2021 mencapai 80 persen,” kata Cido. Berdasarkan data tersebut, pemeringkatan WCU menjadi pengerak arah pengembangan universitas di setiap negara. Indikator yang dijelaskan diatas, perlahan jadi target pencapaian yang akan diusahakan dari waktu ke waktu. Secara internasional, WCU mengacu pada kualitas publikasi nasional dan dunia. Untuk mempertahankan ranking yang telah dicapai. Unhas harus mampu meningkatkan kualitas penelitian yang kemudian juga akan berdampak kepada masyarakat. Bukan hanya menargetkan jumlah tetapi bagaimana kemanfaatannya. Koordinator: Nur Ainun Afiah Anggota:: Arisal Oktavialni Rumengan
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 27
L I P U TA N K H U S U S
F OTO :
PACU PUBLIKASI DARI HULU Di atas podium Ruang Senat Gedung Rektorat, Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc menyampaikan visi kepemimpinannya untuk Unhas empat tahun ke depan selama 10 menit. Unhas mandiri dan modern dalam mewujudkan kemanfaatan lokal dan disegani dunia. Demi mewujudkan hal tersebut, JJ sapaan akrabnya, akan memaksimalkan publikasi nasional dan internasional yang kini semakin kompetitif dengan perguruan tinggi lain di Indonesia. “Setiap dosen harus memiliki penelitian masingmasing, baik sendiri maupun berkelompok sehingga produktivitas Unhas semakin bagus,” ucapnya, Kamis (27/1). Dalam mengembangkan penelitian, JJ akan mendorong dosen memanfaatkan karakteristik Unhas yang berada di kawasan timur Indonesia dan merupakan pusat keanekaragaman hayati sehingga keunggulan Benua Maritim Indonesia (BMI) dapat dimanfaatkan. “Tentu memerlukan penguatan fasilitas yang harus dibenahi dan beberapa pendanaan yang harus diperkuat, termasuk sumber dana internasional,” katanya di menit akhir ketika penyampaian visi misi. Unhas yang berkomitmen menjadi perguruan tinggi terbaik sesuai standar World Class University 28 identitas Unhas
(WCU). Salah satu langkah strategis untuk mewujudkan cita-cita tersebut dengan mendorong publikasi internasional yang dihasilkan oleh sivitas akademika. Dalam rencana strategis (Renstra) Unhas 2024, target jumlah publikasi jurnal nasional dan internasional bereputasi 2.500. JJ kemudian mengusulkan target jurnal hingga penghujung masa jabatan rektornya pada 2026 dengan capaian 3.700 publikasi. Demi mendukung Unhas menaikkan prestasi publikasi artikel ilmiah, pada akhir 2015 dibentuk Publication Management Centre (PMC). Hal ini diperkuat seiring dengan dorongan menuju WCU, di mana publikasi penelitian menjadi tolak ukur mencapai status kampus global. Ketua PMC Unhas, Prof Ir Muhammad Arsyad SP MSi PhD menerangkan, iklim riset di Unhas mengalami peningkatan fundamental, baik jumlah dana, variasi skim penelitian, angka partisipasi dosen, dan kemitraan daerah. “Target ini merupakan tanggung jawab bersama untuk memajukan publikasi Unhas. Namun, ada tantangan baru dalam percepatan publikasi, terutama di bidang Sosial-Humaniora,” ungkap Guru Besar Pertanian ini. Sesuai data yang disampaikan PMC Unhas, jumlah capaian Unhas dalam konteks publikasi internasional
L I P U TA N K H U S U S
F R I S K I L A N I N G RU M Y U S U F
Di pertengahan semester ganjil tahun akademik 2020 ketika pandemi covid-19 melanda, beberapa fakultas di Unhas tetap melaksanakan praktikum secara luring
bereputasi per rumpun ilmu atau fakultas memiliki sebaran variatif. Agro-kompleks menempati 41,4 persen, medical-kompleks 24,1 persen, natural scienceengineering 22,2 persen, dan sosial-humaniora 5,68 persen. Arsyad mengatakan, harusnya terdapat pemacu pertumbuhan publikasi dan sitasi alamiah di Social Science. “Jika dilihat publikasi dosen di suatu fakultas itu rendah atau tidak ada, maka secara rumus WCU akan mengurangi persentase perolehan grade. Artinya akan menjadi beban berat bagi fakultas maupun universitas untuk bertahan di WCU,” jelasnya Selasa (8/3). Lebih lanjut, Arsyad menjelaskan, ke depannya rektor baru harus memiliki sistem yang mampu mendorong iklim publikasi menjadi lebih baik dengan membenahi laboratorium, menjadikan publikasi sebagai branding dosen dan universitas, serta mengoptimalkan produksi bahan baku publikasi. “Artinya 2022 ini tidak ada lagi dosen yang tidak melakukan riset, publikasi, dan invensi, apapun levelnya. Menciptakan kondisi di mana dosen akan memiliki kekuatan publikasi joint authorship terutama dengan peneliti asing di perguruan tinggi yang top 100 dunia. Dengan begitu, maka rekognisi internasional Unhas akan makin mengakar. Saya pikir Unhas tidak perlu jadi rangking satu, tapi perlu jadi satu-satunya,” tegasnya. Selain dosen dituntut untuk melaksanakan penelitian, dosen juga mengajar dan melakukan pengabdian kepada
masyarakat. Tridarma ini terkadang menjadi tantangan tersendiri bagi dosen, terlebih beban administrasi dalam penelitian. “Dengan membentuk tim, dosen tidak akan kehabisan waktu mengurusi administrasi, akan tetapi fokus meningkatkan kualitas substansi riset untuk pemenuhan luaran publikasi, invensi, hilirisasi ke industri, kebermanfaatan bagi pemerintah dan masyarakat, termasuk penguatan proses pembelajaran yang berbasis hasil riset kekinian,” harap Arsyad. Dosen Fakultas Peternakan, Ir Veronica Sri Lestari M Ec, mengatakan tridarma perguruan tinggi sudah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh dosen. “Bila tidak terpenuhi, rapor atau kinerja dosen tidak tercapai. Resikonya tidak ada tambahan selain gaji. Terkadang itu memotivasi kita sebagai dosen untuk melakukan penelitian,” ungkapnya saat ditemui di ruangannya, Rabu (9/3). Di samping itu, beban administrasi masih menjadi kendala bagi setiap peneliti. “Bagi dosen itu sangat merepotkan karena pikiran awal kita dituntut menulis hasil atau luaran berupa jurnal yang juga sudah membuat stres,” ucapnya. Vero juga menginginkan apresiasi bagi dosen yang meneliti lebih ditingkatkan dan transparan. “Saya pernah mengajukan reward untuk dua penelitian. Namun yang disetujui hanya satu tanpa ada alasan. Semoga dengan rektor baru kita lebih banyak dikenal di dunia dalam hal penelitian dan publikasi serta penghargaanya yang lebih transparan,” harapnya. Selain itu, Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Dr Firman Saleh SS MHum mengatakan rumpun ilmu sosial humaniora terkendala mencari data lapangan, ditambah juga pandemi Covid-19. “Berbeda dengan rumpun ilmu sains penelitiannya di laboratorium, kalau sosial humaniora susah karena harus turun ke lapangan,” tuturnya. Ia mengatakan, keunggulan penelitian bidang sains berdasarkan perkembangan teknologi yang dibutuhkan masyarakat. “Sedangkan sosial humniora atau terkhusus ilmu budaya harus melihat atau berdasarkan budaya sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” ucap Firo sapaan akrabnya, di taman FIB Selasa (8/3). Di samping itu, dia berharap dosen yang meneliti tidak hanya mengharapkan hibah dan bantuan untuk melakukan penelitian dan publikasi keilmuan. “Karena dosen tersebut hanya melakukan penelitian jika mendapat hibah atau bantuan,” tutupnya.
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 29
L I P U TA N K H U S U S
Tim Administrasi Tingkatkan Publikasi
F OTO : N U RU L H I K M A
Rektor Terpilih Rektor Terpilih Unhas periode 2022-2026, Jamaluddin Jompa melakukan sesi wawancara khusus di Ruang Dekan Sekolah Pascasarjana Unhas, Jumat (18/2).
D
emi mencapai World Class University (WCU) terdapat beberapa standar yang harus dipenuhi. Salah satunya, peningkatan jumlah dan kualitas publikasi. Namun, adanya persoalan administrasi dan kurangnya apresiasi sering kali menjadi tantangan dalam penelitian sivitas akademika. Bahkan, tak jarang ada yang sudah 30 tahun menjadi dosen, hanya dua kali mengikuti penelitian dengan pendanaan hibah internal. Hal ini tentunya berdampak pada publikasi penelitian.Untuk meningkatkan publikasi, rektor terpilih, Prof JJ akan membuat terobosan bagi dosen. Lantas, bagaimana JJ memaksimalkan potensi penelitian tersebut di Unhas? Simak wawancara Reporter identitas, Nur Ainun Afiah bersama Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc, di ruang Dekan Sekolah Pascasarjana Unhas, Jumat (18/2). 30 identitas Unhas
Bagaimana rencana strategis (renstra) Anda mencapai target penelitian pada 2024 sejumlah 2500 dan usulan target capaian 2026 dengan 3700 publikasi? Saya akan membuat arahan kepada seluruh fakultas agar setiap Dosen Unhas harus melakukan publikasi. Bagi dosen yang tidak, akan dibantu sehingga tidak ada alasan dosen tidak meneliti. Saya ingin menciptakan kondisi di mana dosen memiliki akses atau jalan untuk melakukan penelitian hingga dosen bukan hanya disuruh tapi juga difasilitasi. Bagaimana cara Anda mengutamakan penelitian dosen dengan mengacu pada kualitasnya? Akan ada target yang mengacu jumlah atau kuantitas dan ada juga fokus pada kualitas.
L I P U TA N K H U S U S
Target penelitian pertahun akan dibagi secara strategis. Misalnya, fakultas yang mempunyai kualitas laboratorium yang bagus, maka targetnya akan lebih banyak daripada yang lain. Jadi kita akan bagi itu untuk mencapai target yang ideal. Namun, adanya kendala administrasi, sehingga dosen kurang antusias dalam meneliti, bagaimana cara Anda mengatasi hal ini? Harusnya administrasi tidak diatur dan tidak diurus terlalu ribet oleh peneliti. Waktu peneliti harusnya berkualitas untuk memahami apa yang diteliti, menelaah, dan menganalisis. Proses ilmiah ini sangat penting diarahkan ke situ, bukan menghabiskan waktu mengurus kuitansi. Tidak ada inovasi berkembang tanpa riset yang kuat. Masalah administrasi ini bisa menghambat kemajuan bangsa. Saya berharap kita bisa membuat sistem administrasi yang smart dan profesional. Salah satu caranya, dengan menyediakan anggaran khusus untuk administrator yang mengurus administrasi. Tim ini untuk mengoptimalkan waktu dosen sehingga tidak habis hanya mengurus administrasi. Harus ada strategi yang sifatnya bukan hanya administratif, tapi juga secara subtantif dalam menyelesaikan banyak masalah. Bagaimana nantinya bentuk tim administrasi ini? Kita akan lihat secara lembaga, sebelumnya kita harus membuat aturan tentang kegiatan makronya dan melihat kebijakan kementerian pendidikan dan keuangan. Tapi intinya adalah mengurangi beban dosen. Saya berharap di tahun pertama tim ini sudah selesai. Dalam kertas kerja disebutkan juga perbaikan insentif peneliti. Menurut Anda apakah insentif peneliti belum maksimal? Meneliti tidak mudah, banyak orang yang tidak mau lagi menjadi peneliti karena tidak ada insentif. Namun, insentif juga ada pasangannya yaitu disinsentif, artinya disinsentif itu bagi yang tidak meneliti. Di Unhas, harus ada hukuman sehingga insentif ini untuk memastikan bahwa ia tidak kena
“Unhas terus berdenyut nadinya, tapi dia bergelora dengan semangat yang terusmenerus ingin menjadi lebih baik, membangun kekeluargaan, dan mencapai prestasi.” disinsentif. Insentif bukan hanya dalam bentuk material, ada juga kemudahan dan kebijakan. Bagaimana Anda mengembangkan akses terhadap sumber pendanaan penelitian nasional maupun internasional? Saya akan membuat unit kecil paling satu atau dua orang pada bulan kedua. Namanya international grand office, tugasnya mengidentifikasi dan mencari seluruh sumber dana. Dengan itu, akan ada kemitraan, kita akan memastikan secara lembaga universitas akan menjangkau semua jejaring nasional dan seluruh dunia. Sebagai pimpinan, saya harus mengukur jumlah mitra dan lokasinya, supaya ada ukuran sebagai dasar untuk mengevaluasi. Apa harapan Anda untuk Unhas ke depannya? Harapan saya adalah Unhas terus berdenyut nadinya, tapi dia bergelora dengan semangat yang terus-menerus ingin menjadi lebih baik, membangun kekeluargaan, dan mencapai prestasi. Semoga saya bisa memfasilitasi itu walaupun tidak mudah. Saya percaya keinginan baik ini mendapat banyak dukungaan dari orang yang percaya sama saya.
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 31
“46 tahun hidupnya telah dihabiskan berjualan tembikar. Kini di usia 76 tahun, waktu telah banyak mengukir kerutan di wajah, dan memutihkan rambutnya. Namun, ia tetap gigih berjualan menyambung hidup.”
SUDUT LAPAK
Di sebuah sudut lapak yang gelap di Pasar Terong, seorang pria tua tengah mengemasi barang dagangannya, ditemani cahaya lampu remangremang. Dia adalah salah seorang penjual yang masih bertahan menempati lapak penjualan cakar, yang kini sebagian besar sudah kosong melompong. Hanya segelintir orang yang melirik dagangannya. Dengan senyum ramah di pipi, pria itu memperkenalkan diri sebagai Hasan Horaz.
F O T O : O K TA F I A L N I R U M E N G A N
Siap Menjelajah
di Udara
P
esawat buatan seorang pria asal Kabupaten Pinrang, Haerul, yang berhasil terbang kini dikembangkan oleh Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Pihak Unhas bahkan membentuk tim Pendampingan Pesawat Haerul (PPH) Unhas yang diketuai Kepala Laboratorium Mekanika Fluida sekaligus Sekretaris Unhas, Prof Dr Ir H Nasaruddin Salam MT. Lantas bagaimana perkembangan pesawat tersebut? Berikut wawancara khusus reporter identitas, Wahidah Yunus dengan Ketua Tim PPH, Prof Nasaruddin Salam di Ruang Sekretaris Unhas, Senin (24/1).
F O T O : O K TA F I A L N I R U M E N G A N
Bagaimana awal keterlibatan Unhas dalam pembuatan pesawat Haerul? Berdasarkan penilaian, pesawat tersebut tidak memenuhi syarat karena masih menggunakan mesin motor dan tidak mencapai standar lisensi penerbangan oleh Kementrian Perhubungan. Maka Rektor Unhas, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA, setelah berita itu viral, mengharapkan adanya pendampingan untuk mengembangkan pesawat buatan Haerul. Seperti diketahui Unhas juga menyusun luaran, Humaniversity yang artinya usaha kampus untuk berkontribusi kepada masyarakat yang sesuai tridarma perguruan tinggi. Tak hanya itu, ini juga menjadi pengembangan ilmu pengetahuan. Apalagi bidang penerbangan masih sangat awam 34 identitas Unhas
terutama di Sulawesi Selatan. Meskipun ada Komunitas Olahraga Dirgantara, namun masih minim pesawat karena harga sangat mahal. Jadi kami berharap pesawat ini bisa terbang dan akan menjadi sejarah bagi Unhas yang sudah bisa membuat pesawat sendiri. Selain itu, pedampingan ini untuk memotivasi anak bangsa yang berasal dari latar belakang keterbatasan pendidikan, tetapi punya keberanian untuk menerbangkan pesawat. Bagaimana tahapan awal dalam pembuatan pesawat? Terlebih dahulu dilakukan penentuan desain pesawat. Kemudian masuk tahap membuat kerangka beserta pemilihan material. Untuk
WA N S U S bahan kami memakai karbon dan silikon yang merupakan hasil inovasi Unhas dari rompi anti peluru. Alasan menggunakan material tersebut karena diniliai sangat ringan dan kuat. Tahap selanjutnya pembuatan sayap yang membutuhkan waktu lama. Sudah sejauh mana pesawat ini dan berapa dana yang digunakan? Saat ini kami sudah dalam tahap penyelesaiaan sekitar 80 persen. Untuk mesin, baling-baling dan gearbox-nya telah selesai hanya tinggal merampungkan sistem kontrolnya. Kemudian, untuk dana kampus menghabiskan sebesar 500 juta dalam tempo dua tahun. Setelah itu, masuk pada tahap uji kelayakan untuk mengecek daya dorong pesawat. Jika sudah diizinkan untuk terbang maka akan dikembalikan ke Pinrang dan dilakukan uji coba kembali di lapangan terbang Malimpung. Apa saja kendala yang dihadapi ? Awalnya kami membuat konstruksi yang rencananya akan dibawa ke Pinrang untuk memasang mesinnya. Namun karena keterbatasan jarak dan peralatan sehingga pesawat tersebut tetap di Makassar untuk dilakukan uji coba. Yang kedua, banyak dari pihak yang sebelumnya ingin membantu membelikan mesin, namun akhirnya tidak bisa karena adanya kesulitan anggaran di instansi terkait. Tetapi pesawat
tersebut sudah terlanjur kami programkan, maka dananya ditanggung Unhas. Kapan pesawat ini ditargetkan selesai? Pesawat yang dikembangkan oleh tim PPH ditargetkan selesai pada Maret 2022 dan saat ini berada pada tahap perampungan sistem kontrol. Namun, untuk mendapatkan sertifikasi dari Kementrian Perhubungan dan izin terbang, mungkin akan memerlukan waktu yang lama. Bagaimana langkah selanjutnya jika pesawat telah rampung? Langkah selanjutnya adalah memasarkan pesawat. Bahkan untuk pembuatan pertama ini sudah ada pemesan dari sektor olahraga. Berikutnya mungkin akan ada pesawat Unhas 1, pesawat Unhas 2 dan seterusnya. Ke depannya pembuatan pesawat akan dilakukan jika permintaan sudah ada dan harga jual mungkin lebih murah. Apa saja manfaat pesawat tersebut? Pesawat ini dirancang multifungsi karena dapat digunakan diberbagai sektor. Seperti dibidang pertanian karena bisa melakukan penyemprotan hama dan pemberian pupuk secara cepat. Kemudian disektor kelautan dan perikanan pesawat ini juga dirancang untuk terbang rendah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memetakan wilayah lautan. . Wahida
Ilustrasi: Putri Arfia A
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 35
Sosok Di Balik Jurnal Pangan Tradisional Terindeks Scopus
S
copus adalah layanan indeksasi dan penyediaan database jurnal terbesar saat ini. Scopus menjadi salah satu akreditas tertinggi dalam mengukur sebuah jurnal ilmiah. Artikel yang sudah terindeks oleh Scopus memiliki reputasi dan nilai kredit yang tinggi. Di Universitas Hasanuddin, salah satu jurnal yang terindeksi Scopus adalah Canrea Journal: Nutritions and Culinary Journal yang dikelola oleh Departemen Ilmu Teknologi Pangan Unhas. Hal itu sesuai dengan hasil seleksi Contents Selection Advisory Board (CSAB) Scopus yang diterima pada Desember tahun lalu. Terindeksnya Scopus Jurnal Canrea juga akan berdampak pada program Unhas dalam World Class University (WCU). Jurnal Canrea merupakan publikasi ilmiah dibidang pangan, gizi, dan kuliner, sebagai media komunikasi dan informasi yang berkontribusi dan berfokus pada perkembangan pangan serta intelektual. Di balik pencapaian tersebut, ada sosok Ir Andi Dirpan S TP Msi PhD sebagai kepala editor Jurnal Canrea. Ia telah mengemban amanah sejak jurnal ini dibentuk pada 2018 lalu. Canrea merupakan jurnal pertama yang terindeks Scopus di Asia dibidang pangan tradisional. Nama Canrea berasal dari bahasa Makassar yaitu ‘kanreang’ yang memiliki arti makanan. “Jurnal Canrea terbit perdana pada 2018 dan awalnya 36 identitas Unhas
F O T O : O K TA F I A L N I R U M E N G A
disajikan dalam bahasa Indonesia. Namun, kami kemudian menargetkan jurnal yang dikelola bisa terindeks Scopus,” ujar Dirpan. Demi mencapai targetnya, langkah pertama yang Dirpan ambil ialah mengubah bahasa yang digunakan dalam jurnal menjadi bahasa inggris. Selain mengubah tulisan menjadi berbahasa inggris, untuk memperoleh indeks Scopus ada beberapa persyaratan seperti peningkatan jumlah sitasi, performa para editor, sebaran penulis, keberagaman negara editor, dan keunikan yang dimiliki jurnal tersebut. Dalam kesempatannya, Dirpan menceritakan proses pemilihannya sebagai kepala editor. Saat itu, diselenggarakan kegiatan di Departemen Ilmu Teknologi Pangan yang dihadiri oleh hampir semua dosen departemen. “Di kesempatan itu teman-teman dosen langsung menyepakati bahwa saya yang menjadi kepala editor, saya juga tidak tahu kenapa dipercayakan, mungkin alasannya karena saat itu saya baru pulang dari S3 di Jepang,” jelas Dirpan. Ketika diwawancarai, Dirpan menjelaskan indeksasi atau akreditasi adalah sebuah bentuk pengakuan. Ia mengungkapkan, indeksasi itu berhubungan dengan akreditasi yang terdiri dari beberapa level yang dibagi
AN
menjadi tiga yaitu atas, menengah, dan bawah. Contohnya jurnal yang terindeks Scholar berada dalam akreditas bawah, dan EWJ berada dalam level menengah, sedangkan Scopus dan Web of Science berada dalam level atas. Sebagai ketua jurnal ia tentunya bertanggunng jawab dalam proses editorial jurnal hingga tahap publishing. Dirpan menjelaskan bahwa saat ada yang mengirimkan artikel, pengecekan kredibilitas yaitu plagiarisme langsung dilakukan, jika lebih dari 85% bebas plagiarisme maka dilanjutkan proses reviewer yaitu pengecekkan konten atau isi artikel. “Setelah itu ada proses pengecekkan kembali pada sisi kesalahan kata yang kemudian selanjutnya adalah proses publikasi,” jelas Dirpan. Berbeda dengan fokus tema tulisan Jurnal Canrea, Dirpan sendiri terlibat aktif menjadi penulis dengan beberapa fokus penelitian mengenai Zero Energy Cool Chamber (ZECC), bakteri dalam kemasan, dan pewarna dalam kemasan yang lebih berfokus pada kemasan cerdas. Dosen Ilmu Teknologi Pangan itu mengaku bahwa bukan hal yang mudah hingga mencapai indeks Scopus ini. Awalnya ia bahkan tidak pernah menduga bahwa Jurnal Canrea akan terakreditasi Sinta 3 secepat ini.
Di samping pencapaiannya membagi fokus sebagai dosen dan mengembangkan jurnal bukanlah suatu hal yang mudah. Terlebih lagi, Dirpan juga diamanahkan sebagai Sekretaris Publict Management Centre (PMC) Unhas. “Strategi membagi waktunya itu seperti ini, jika saya punya kesibukan lain dan hal itu lebih prioritas saya memberikan kerjaan editan saya ke editor lainnya. Namun biasanya sebaik mungkin saya membagi waktu mengerjakan semuanya,” ujar Dirpan. Dirpan mengungkapkan, walaupun terhitung cepat dalam mencapai indeks Scopus, semua pencapaian itu butuh perjuangan, terutama pada pemenuhan jumlah tulisan berkualitas. Namun dengan semangat dan kolaborasi yang baik, didukung promosi, Jurnal Canrea dapat berkembang hingga mendapatkan pencapaiannya sekarang. Di akhir wawancara, Dirpan menyampaikan harapannya terkait Jurnal Canrea. “Kita sudah terindeks Scopus kita mau terindeks Web Of Science di 2022 ini,” tutupnya. Nur Alya Azzahra
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 37
Mengenang Akbar Tahir, Pakar Mikroplastik
I
ndonesia dikenal sebagai Negara Maritim karena wilayahnya yang didominasi oleh lautan. Tidak heran apabila banyak orang yang tertarik untuk mengeksplorasi dunia pesisir dan laut. Universitas Hasanuddin sendiri dalam visi misinya pun berkaitan dengan benua maritim. Laut juga telah menarik perhatian seorang Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas, Prof Dr Akbar Tahir M Sc yang menekuni bidang ilmu Pencemaran dan Ekstologi Laut. Pria kelahiran Ujung Pandang, 18 Juli 1961 itu telah menorehkan banyak prestasi hingga dijuluki sebagai sosok scientist. Hampir 10 tahun terakhir, Prof Akbar menjadi pionir peneliti pencemaran plastik atau sampah di perairan laut di Indonesia Timur. Bahkan salah satu dosen FIKP, Dr Ir Shinta Werorilangi M Sc mengaku saat itu ia dan Prof Akbar kedatangan tim peneliti dari UC University of California, San Diego. Tim asal Amerika ini datang untuk mengajukan kerja sama penelitian dalam mengidentifikasi mikroplastik yang terdapat pada ikan-ikan yang terjual di Pelabuhan Paotere, Makassar. Mereka ingin membandingkan ikan yang dijual di Makassar dengan ikan yang terjual di San Diego. “Akhirnya penelitian tersebut terpublikasi di 2016. Ada nama Prof Akbar dan nama saya dipublikasi itu,” ucap Shinta salah satu kolega Prof Akbar, Rabu (26/1). Sejak 2016 sampai sekarang, publikasi itu masih di identifikasi oleh banyak peneliti mikroplastik di seluruh dunia. Hal ini tentu saja membuat Guru Besar FIKP tersebut memiliki banyak jejaring termasuk organisasi-organisasi dari luar negeri utamanya peneliti mikroplastik. Tidak sampai di situ, seiring berjalannya waktu Prof Akbar terus mengukir prestasi dengan menjadi konsultan di organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
38 identitas Unhas
United Nations Environment Programme (PBB UNEP). Selain itu ia juga sebagai konsultan di The Sem Scanning Electron Microscope yang merupakan organisasi kumpulan ilmuan ahli pencemaran laut. Prof Akbar juga turut menjadi editor buku yang berhubungan dengan mikroplastik selama 5 tahun terakhir. Selama perjalanan hidupnya Prof Akbar pernah mengepalai proyek besar dari luar negeri, mengenai cara mereduksi sampah di sungai. Penelitian tersebut bertujuan untuk membangun pemerangkap sampah di beberapa sungai di Sulawesi Selatan. Ia pun ikut andil dalam penelitian resparasi konservasi, daerah feeding ground dan daerah penyu di Bala-balakang Sulawesi Barat. “Belum selesai penelitian ini kami kerjakan, beliau meninggal. Kami pun tetap melanjutkan kpenelitian itu,” ujar Shinta. Dedikasi Prof Akbar terhadap FIKP berhasil mengangkat nama Departemen Kelautan. Tidak heran ia dijuluki sebagai Guru Besar Unhas bidang Sampah dan Mikroplastik. Namun siapa sangka pria yang pernah menempuh pendidikan S3 di Inggris itu memiliki sebuah kegemaran lain yakni dirinya cukup pandai memasak. Hal ini diketahui karena setiap tahunnya, Departemen Ilmu Kelautan mengadakan pertemuan keluarga. Setiap kali acara itu diadakan, Prof Akbar selalu terlihat bersemangat. “Ia sering memasakkan kita makanan khas daerahnya, Mamuju,” tutur Shinta ketika diwawancara melalui telepon. Di samping padatnya kegiatan yang dilakukan oleh Prof Akbar, ia tetap dikenal sebagai dosen senior
yang mudah berbaur antar sesama akademisi baik dosen maupun mahasiswa. Dosen Ahli Mikroplastik itu termasuk orang yang disiplin waktu dan sangat antusias dalam memberi motivasi kepada mahasiswa. Manjani Fatimah Malahayati, salah satu mahasiswa yang pernah diajar oleh Prof Akbar mengatakan ia adalah sosok yang baik dan tegas. Selain itu, dia tipe dosen yang senang bercanda dengan mahasiswa ketika mengajar di kelas. ”Sejak maba saya dibimbing olehnya. Mulai dari masalah perkuliahan sampai ia menjadi pendamping saat seminar h a s i l
penelitian,” kata mahasiswa angkatan 2017, sekaligus mahasiswa bimbingan Prof Akbar. Di kalangan mahasiswa, Prof Akbar dikenal sebagi seorang yang murah hati dan bertanggung jawab. Menjelang akhir hayatnya, ia tetap mengingat tanggung jawab yang diberikan sebagai dosen pembimbing. “Kabarnya sebelum saya dan teman saya seminar hasil penelitian, ia memang dalam kondisi kurang sehat,” ungkap Manjalani. Kemudian pada 19 Oktober 2021, ia sempat mengirimkan pesan suara kepada mahasiswa bimbingannya tentang kondisi matanya yang tidak baik. Ia sulit melihat bahkan dirinya meminta maaf karena belum bisa membaca revisi skripsi mahasiswanya. Perjalanan hidup Prof Akbar tentu saja sangat sulit dilupakan baik dari pihak keluarga, kerabat, hingga para akademisi. Pada akhirnya, Sabtu, 25 Desember 2021 sekitar pukul 10:00 Wita, ia menghembuskan napas terakhir di kediamannya Perumaha Dosen Tamalanrea. Fadhillah Ismail
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 39
FOTO: FRISKIL A NINGRUM YUSUF
Dua tahun sejak indonesia dilanda pandemi covid-19, Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan Unhas tetap beroprasi dan memberikan layanan bagi civitas akademika. Mereka yang berkunjung harus menerapkan protokol kesehatan.
“Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” - Mohammad Hatta
Manusia Biadab, Manusia Gagal
K
apan seseorang dikatakan gagal menjadi manusia? Apakah benarbenar ada orang yang gagal menjadi “Manusia”? Saya tidak pernah benar-benar memikirkan hal ini secara mendalam sebelumnya. Karena saya yakin bahwa manusia diberi kehidupan merupakan sebuah karunia dari sang pencipta. Itu adalah sesuatu yang patut disyukuri. Hanya saja, buku karya Dazai Osamu dengan judul “Gagal Menjadi Manusia” untuk pertama kalinya membuat saya merenung. Mungkin, ada orang di luar sana yang menggangap menjadi “manusia” adalah suatu kegagalan, seperti yang dialami oleh tokoh utama dalam buku ini, Oba Yozo. Buku terjemahan dari Bahasa Jepang ini diawali dengan bagaimana penggambaran dari orang lain terkait tiga lembar foto yang adalah Oba Yozo semasa kecil, remaja, dan usia tua. Membaca bagian yang hanya terdiri dari dua halaman itu saja sudah membuat tidak nyaman. Bagaimana tidak, penggambaran tiga foto dari sang tokoh
42 identitas Unhas
utama sangat kasar dan secara pribadi sulit untuk saya terima. “Monyet. Itu senyum seekor monyet. Sekadar kerutan jelek yang menempel pada wajah manusia. Foto ini merekam ekspresi aneh dan begitu menjijikan, sampai membuat orang mual,” tertulis dalam halaman ke-10. Memasuki bab berjudul Catatan Pertama, Oba Yozo menceritakan kisah hidupnya semasa kecil. Ia menggambarkan ketidaknyamannya hidup sebagai “manusia” dan berada di antara manusia-manusia lainnya, termasuk keluarganya sendiri. Oba Yozu, yang merasakan ketakutan ekstrim terhadap manusia berusaha menyembunyikannya melalui lawakanlawakan yang dia anggap sebagai topeng kepurapuraan terbaiknya. Oba Yozo terus bersembunyi dan menyimpulkan segala sesuatu di sekitarnya dengan ekstrim malah membuatnya semakin terjerumus semakin dalam di palung kegagalan. Hal ini terukir melalui bab Catatan Kedua, Yozu mulai membenamkan dirinya pada dunia prostitusi dan minuman keras. Ia menganggap berada di pelukan pelacur adalah sebuah kenyamanan.
RESENSI Bahkan setelah dia tahu bahwa rokok, alkohol, dan seks hanyalah cara sesaat untuk melarikan diri dari rasa takutnya terhadap manusia. “Bagiku para penjajah seks bukanlah manusia, bukan pula perempuan. Di mataku, mereka adalah orang-orang terbelakang, atau sakit jiwa. Akan tetapi, dalam dekapan merekalah aku dapat merasa lega sepenuhnya dan tidur lelap.” – Gagal Menjadi Manusia Hal 52. Pada catatan kedua ini juga dijelaskan percobaan bunuh diri tokoh utama yang sudah merasa tidak tahan lagi dari segala tekanan, baik itu ketakutannnya terhadap manusia, kekurangan finansial dan aktivitas yang membuatnya tidak dapat mengambil napas sejenak. Catatan Ketiga menuliskan kehidupan tokoh utama setelah keluar dari percobaan dirinya. Dituliskan bagaimana ia mengandalkan kemampuannya dalam melukis yang telah ditekuninya sejak kecil untuk mencari nafkah. Tetapi akhirnya, bukannya menjadi pelukis, Obe Yozu lantas menjadi seorang komikus. Tentu ketakutannya dan ketidakpercayaannya pada manusia masih menjadi sesuatu yang berakar dalam dirinya. Bahkan sekadar berpapasan dengan orang yang telah dikenalnya pun menjadi sebuah siksaan baginya. “Bagiku gerbang rumah manusia terasa lebih mengerikan dibanding gerbang neraka pada divine comedy. Aku tidak melebih-lebihkan, tapi benarbenar merasakan kehadiran makhluk berbau amis menggeliat seperti naga yang menakutkan di balik gerbang itu.” – Gagal Menjadi Manusia Hal 92. Sebagai pembaca, menyelami buku ini benarbenar menguras tenaga, pikiran, dan emosi. Ada rasa jengkel dan kesal dengan bagaimana tokoh utama terus menerus melakukan sesuatu yang semakin keluar dari jalurnya. Padahal, jika sang tokoh utama mau belajar membuka diri dan melihat sesuatu dari perspektif lain walau sulit dan meyiksa, dia mungkin tidak akan menempuh jalan yang membawanya pada kehidupan kelam penuh ketakutan. Ada juga perasaan marah dan jijik, terutama ketika tokoh utama hanya melihat dengan pasrah dan bahkan melarikan diri saat istrinya diperkosa tepat di depan matanya. Untuk pertama kalinya, saya merasa bahwa hidupnya memang adalah sebuah kegagalan total. Sedikit simpati dan niat
menolong pun tidak terpikirkan olehnya. Bagi saya, hal yang membedakan manusia dan mahkluk lain di muka bumi ini adalah simpati, emosi baik terhadap sesama. Oba Yozu, bukan gagal menjadi manusia karena ketakutannya terhadap manusia, bukan karena ia menenggelamkan dirinya pada alkohol dan seks, melainkan karena dia bahkan tidak merasakan dan memiliki simpati terhadap sesama. Setidaknya itulah kesimpulan yang saya tarik dari membaca novel ini. Walau diselimuti perasaan negatif pada tokoh utama, saya akui bahwa novel ini telah ditulis dengan sangat luar biasa. Saya merasakan emosi saya seperti teraduk-aduk. Terlepas dari kegagalan yang dialami oleh tokoh utama, buku setebal 153 halaman ini tentu mengajarkan banyak pesan positif, dan dalam beberapa hal memang menyoroti sifat mengerikan dari manusia. Seperti kutipan pada halaman 55 dari buku ini, “Ada hal yang lebih sulit dipahami dan lebih mengerikan dalam hati manusia. Disebut keserakahan sepertinya masih kurang. Disebut vanity juga sepertinya kurang. Disebut nafsu dan keserakahanpun bersamaan rasanya masih kurang.” Buku yang pertama kali diterbitkan pada 1948 di Negeri Sakura itu cocok jika kamu ingin menyelami dan merenungi kisah kegagalan dari manusia, dan mengambil pesan postif agar tidak melakukan hal yang sama di kehidupan nyata. Hanya saja, saya sarankan jangan membacanya saat dalam kondisi emosi yang tidak stabil. Jika ada perasaan tidak nyaman setelah membacanya, menjauhlah sejenak dan lakukan kegiatan yang membuat bahagia. Novel ini terlalu kelam dan berat untuk dibaca saat emosi tidak stabil. Annur Nadia F. Denanda
“Ada hal yang lebih sulit dipahami dan lebih mengerikan dalam hati manusia.” – Gagal Menjadi Manusia Hal 92. No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 43
g n a u b m e P
F O T O D A N N A S K A H : O K TA F I A L N I R U M E N G A N
gan Akhir
ESKAVATOR
Beberapa eskavator nampak menggali timbunan sampah. Di atas timbunan, para pemulung berlomba mencari botol plastik atau besi. Sejak 1993, belum ada mesin yang bisa mengolah limbah di TPA. Sehingga, sampah semakin hari kian menggunung. Tanah seluas 16,8 hektar ini, terancam tak mampu menampung sampah dari 15 kecamatan di Makassar.
Komik: Rizka Ramli
46 identitas Unhas
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 47
Sepucuk Surat Untuk
Rembulan
Untuk pertama kali Tuhan mempertemukan ku dengannya Ada seberkas cahaya terpancar dari raut wajahnya Begitu elok nan mempesona Serinya membuat hati seakan berlaku Tatkala dari jauh ku memandang Pacarannya seakan tak kunjung sirna Dikala malam bergelut angin, disaat hatiku bergumam, menggerutu seakan memuji dalam diam Oh rembulan, ingin rasanya ku milikimu untuk selamanya, kau begitu bercahaya dan memikat Sinarmu dijalan ini bagai tak kunjung sirna Ku ingin berbagi banyak kisah dengan mu Ku ingin hadirin merasuk dalam kalbuku Sungguh andai waktu mampu dihentikan, ingin ku habiskan hidupku hanya bersamamu.
Ilustrasi: A Sri Sartika
Penulis Nur Rahma merupakan mahasiswa Sastra Jepang angkatan 2019
Ilustrasi: Ivana Febrianty
CERPEN
Loyalitas Pustakawan Tua
T
epat di depan kantorku, berdiri kokoh sebuah perpustakaan berlantai tiga yang diapit oleh dua gedung besar. Pepustakaan dengan gaya arsitektur klasik eropa yang tampaknya selalu sepi. Sudah sebulan aku memantau dari seberang jalan, hari ini aku sampai di depan pintunya. Halaman depannya bersih, jendela dan pintu kacanya pun bersih mengkilap, sangat terawat “Permisi, Pak. Apa anda pengunjung baru?” sapa seorang wanita paruh baya yang duduk di meja tepat di sisi pintu masuk. Dandanannya menor, gincu di
bibirnya semerah mawar yang matang, poni pagarnya menutupi matanya yang mulai dihiasi kerutan, seragam yang ia kenakan lebih mirip seperti seorang resepsionis hotel dibanding seorang pustakawan. “Iya, ini kunjungan pertama saya,” jawabku ramah. “Tolong tuliskan nama Anda di buku tamu.” Ia membuka sebuah buku album berwarna hijau. Kutulis nama, usia, pekerjaan, serta nomor telepon di sana. Aku menyadari bahwa sejak seminggu terakhir, hanya dua orang yang kerap berkunjung. Mereka datang sekitar pukul dua belas, hanya selisih beberapa menit. No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 49
“Jika sudah selesai, silahkan duduk di sini, Pak Arif.” Ia sedikit memiringkan kepala, mengintip tanda pengenal yang masih tergantung di kemeja biru mudaku, membuka telapak tangannya, dan mempersilakanku duduk di sebuah kursi di samping mejanya. “Terima kasih Mba...” “Panggil Lusi saja.” Aku hanya mengangguk sambil melayangkan senyum ramah padanya. “Boleh saya berkeliling?” pintaku. “Apa Anda mencari sebuah buku? Saya punya buku yang menarik untuk anda.” Ia mengambil sebuah buku dari rak di belakangnya, kemudian menyodorkannya dihadapanku. “Terima kasih, sepertinya ini buku yang menarik,” kataku ketika menerima buku yang ia berikan. Pada sampulnya tertulis ‘Aku Bukan Pengkhianat’, mengingatkanku pada kerisauanku di tempat kerjaku sebelumnya beberapa waktu lalu. Apakah ini suatu kebetulan? “Silakan dinikmati!” Ia menyuguhkan secangkir kopi dalam cangkir keramik putih, aroma semerbaknya mengalahkan aroma buku yang sedari awal tercium. “Wah terima kasih, apa ini gratis?” tanyaku memastikan, sedikit merasa tidak enak hati. “Tentu saja.” Ia kembali duduk, merapikan lembaran kertas yang agak berantakan. Sementara aku masih asyik menikmati dan mengagumi kopi yang ia suguhkan. “Apa setiap harinya selalu sepi seperti ini?” Aku melipat tanganku di atas mejanya, sedikit menyondongkan badan, untuk memastikan ia mendengarku. “Iya, seperti yang Anda lihat, setiap hari hanya ada dua orang pengunjung yang datang,” ucapnya sambil memerhatikan mereka satu persatu. “Padahal tempat ini ada di tengah kota, mungkin orang-orang mulai melupakan buku.” Sekali lagi ku seruput kopi dalam cangkir keramik putih itu. “ Apa kamu mengenal mereka—para pengunjung itu?” Ia sedikit merapikan mejanya, “iya, aku mengenal mereka dari kebiasaan yang mereka lakukan selama ini. Lihat wanita muda yang duduk di dekat tangga?” ujung jarinya menuntun mataku untuk ikut menatap seorang gadis berusia sekitar 17 tahun. Gadis itu mempunyai rambut panjang yang indah, parasnya rupawan, mengenakan sweater putih polos dan rok hijau selutut. Pandangannya seakan hanya terkunci di sana pada buku dihadapannya. 50 identitas Unhas
“Dia gadis yang cantik, ada apa dengannya?” tanyaku antusias. “Namanya Putri, dia sangat sering berkunjung sejak setahun terakhir, bisa dibilang hampir setiap hari. Ia selalu membaca buku yang sama setiap kali ia berkunjung, setidaknya selama setahun ini.” Ia memalingkan pandangannya dari Putri, menatapku dengan raut wajah kosong. “Itu pasti buku yang sangat ia sukai.” “Iya, Anda benar. Tapi itu bukanlah alasan utamanya. Ia selalu membaca buku yang sama setiap hari, tapi tidak pernah menyelesaikannya, sama sekali tidak pernah.” “Apa maksudmu?” tanyaku heran. “Ada 782 halaman di buku itu, buku yang cukup tebal. Setiap hari ia hanya mampu membaca hingga 500 halaman, lalu menyimpan buku itu di rak nomor 21. Besoknya ia akan membaca buku itu kembali dari awal, dan begitulah seterusnya.” Ia sejenak membisu, “Dia punya penyakit yang cukup aneh, ia akan melupakan segala hal yang pernah ia lakukan kemarin. Menjadikannya seorang pembaca abadi buku itu.” “Tapi bagaimana bisa dia selalu tertarik pada buku yang sama setiap hari, kupikir dia akan lupa tentang buku itu juga?” “Itu salah satu hal yang tidak kumengerti. Aku pernah memindahkan buku itu dari rak nomor 21 ke rak nomor 19, kemudian kutukar dengan buku lain yang tebalnya sama. Hasilnya ia tetap menemukan buku favoritnya. Tapi pernah sekali, ia datang dan tidak menemukan buku itu. Hampir satu jam mengitari rak yang sebaris dengan rak nomor 21, ia tetap tidak menemukannya. Ia akhirnya menangis di sudut ruangan selama hampir satu jam. Sementara ia menangis, aku mencari buku itu juga, dan aku berhasil menemukannya di rak 14.” Tatapan raut wajahnya kembali kosong. “Biar kutebak, apa pria yang
di sana itu yang memindahkannya?” aku menunjuk seorang pria yang kumisnya sudah mulai tebal. Ia duduk di meja tengah, ada banyak buku berserakan di hadapannya yang nampaknya hampir semuanya buku tua. “Tebakan Anda benar, Pak Arif. Pria itu bernama Farlan, ia seorang mahasiswa semester akhir. Dia berkunjung untuk melengkapi data penelitiannya. Ia gemar berkunjung sejak 14 bulan yang lalu.” “Sepertinya itu akan menjadi jurnal penelitian yang luar biasa,” ujarku. “Atau sebuah jurnal yang tidak akan pernah selesai.” Dahiku mengerut, heran dengan apa yang baru saja ia katakan. “Sejak ia pertama kali datang, ia sangat bersemangat mencari buku dan arsip yang menyimpan sejarah tentang kota ini. Ia mencari sejarah kota dan tertarik pada kisah pembangunan balai kota. Ia kemudian mencari artikel tentang balai kota di arsip koran tua kami, membuatnya tertarik pada koran tua. Kemudian karena kagum pada koran tua, ia tertarik pada mekanisme percetakan klasik. Begitu seterusnya hingga ia lupa untuk apa sebenarnya ia mengumpulkan semua data itu.” Sejenak aku memerhatikan gerak-geriknya, ia hanya terlihat mengutip kalimat dari buku-buku yang berbeda. Sesekali ia berdiri mengambil buku yang ada di rak, atau bundel koran tua yang tersusun pada rak di belakangnya. “Apa dia selalu mengembalikan buku yang ia ambil ke tempatnya semula?” Aku menatap Lusi. “Iya, dia selalu mengembalikannya dengan rapi, dan selalu kembali ke tempat ia mengambilnya,” jawabnya sedikit mengangguk. “Lalu kenapa ia memindahkan buku dari rak 21 dan tidak mengembalikannya, malah menyimpannya di rak 14?” tanyaku benar-benar penasaran. “Mungkin ia ingin memancing Putri untuk berinteraksi, atau ia takut berinteraksi dengan Putri hingga ia memutuskan untuk menyimpannya di tempat lain. Ia juga sudah mengakui kalau dia yang melakukannya.” Kemungkinan yang ia jelaskan sebenarnya cukup masuk akal, tapi belum bisa
kuterima. Masih banyak kemungkinan yang lain yang bisa terjadi. Lagipula itu hanya skenario sederhana yang dipikirkan seorang perempuan paruh baya. “Oh iya, perpustakaan ini milik siapa?” “Gedung ini milik pemerintah kota.” “Jadi perpustakaan ini milik pemerintah?” tanyaku terkejut. “Hanya gedungnya. Nana dan kedua orangtuanya menjadi donator tetap untuk operasional perpustakaan ini.” “Nana?” “Dia penulis buku yang Anda baca, begitu pula yang dibaca Putri. Ibunya punya jabatan strategis di balai kota.” “Begitu ya…, sudah berapa lama kamu kerja di sini?” “Aku mewarisi pekerjaan ini sejak ibuku meninggal, sekitar…12 tahun lalu,” jawabnya setelah mengingatingat. Aku menghabiskan kopi yang disuguhkan Lusi, berdiri dari kursi kaki empat tanpa sandaran itu sembari melakukan peregangan ringan. “Aku ingin mencoba mengobrol dengan mereka.” “Tunggu, pak!” sontak aku menghentikan langkahku. “Tidak kah sebaiknya Anda memberi mereka sesuatu agar punya lebih banyak bahan obrolan?” sambungnya. Sejenak aku bertanya dalam hatiku, entah kenapa aku merasa ia seperti selalu mencegahku untuk melihat-lihat tempat ini. Namun, sepertinya yang ia katakan ada benarnya. “Iya, kamu benar.” Aku menatap arloji di pergelangan tanganku, pukul setengah lima sore, sebaiknya aku pulang untuk menghindari kemacetan panjang di waktu pulang kantor. “Kalau begitu aku pulang dulu,” pamitku melempar senyum ramah. “Apa Anda akan berkunjung lagi besok?” ia berdiri dari duduknya. “Jika ada waktu senggang. Memangnya ada apa?” “Anda belum mendengar cerita tentang saya,” jawabnya tersenyum lirih. Penulis Risman Amala Fitra, merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Sastra Jepang, angkatan 2019.
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 51
Perguruan Tinggi
?
Kelas Dunia,
Mau Ke mana
T
untutan kualitas di bidang pendidikan tinggi, telah memaksa perguruan tinggi untuk terus berbenah diri. Banyak kampus mengejar status kualitas, dimulai dengan akreditasi A/Unggul, hingga peringkat kelas dunia. Perguruan tinggi disibukkan dengan mengejar peringkat terbaik dari lembaga-lembaga pemeringkat baik nasional maupun di tingkat dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, semua syarat administrasi dipenuhi walau dengan biaya tinggi. Sementara tujuan dari kehadiran kampus sebagai pencetak ilmuwan yang profesional dengan dapat menerapkan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan ke tengah masyarakat menjadi sedikit terabaikan. Perguruan tinggi di Indonesia cenderung boros dalam penggunaan anggaran pendidikan. Sebanyak 65 persen dana dipergunakan untuk keperluan administrasi, dan 35 persen sisanya baru dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Tentu saja cukup memprihatinkan karena sebagian besar dana pendidikan di kampus hanya digunakan untuk keperluan administrasi, bukan untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kampus-kampus masih sangat terbatas dalam menghasilkan invensi. Kalau pun ada reka cipta yang diciptakan dalam lingkungan kampus, masih belum mencuat sebagai penemuan. Sebagai contoh, program
52 identitas Unhas
studi bidang pertanian pada beberapa perguruan tinggi, secara administratif, telah masuk dalam jajaran kelas dunia. Ini adalah kebanggaan bahwa sistem pendidikan tanah air telah sejajar dengan sistem pendidikan yang ada di belahan dunia lain. Sayangnya, produk sains dan teknologi di bidang pertanian di Indonesia, masih sangat jarang yang benar-benar muncul ke permukaan sebagai karya akademik perguruan tinggi. Guru besar Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dr Sutrisno, dalam suatu kesempatan mengungkapkan pendidikan di Indonesia tidak fokus. Padahal semua hal yang diperlukan untuk membangun bangsa melalui pendidikan, tersedia. SDM yang sangat besar, tersedia sebagai media untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan. Sumber Daya Manusia (SDM) juga sangat mumpuni untuk menghasilkan karya-karya besar di bidang sains dan pengetahuan. Sebagai negara agraris yang memiliki lahan sangat luas, sektor pertanian dan perkebunan dengan program studi bidang pendidikan yang bertebaran di berbagai perguruan tinggi bereputasi, Indonesia sepatutnya sudah unggul dengan produk-produk teknologi di bidang pertanian tersebut. Tidak ada lagi impor produk pertanian dari negara yang notabene lahan pertaniannya lebih sempit daripada Indonesia. Ini hanya satu contoh bahwa status kelas dunia pendidikan tinggi di Indonesia, belum mampu menyelesaikan permasalahan mendasar yang dihadapi oleh bangsa ini. Kenyataannya kampus terlalu disibukkan dengan urusan
?
administrasi untuk mengejar dan mempertahankan status dalam peringkat terbaik hingga kelas dunia. Sementara dosen pengajar juga disibukkan dengan urusan administrasi yang harus dipenuhi setiap semester. Selain status, pendidikan Indonesia juga tidak pernah stabil dengan seringnya terjadi perubahan kurikulum. Keadaan tersebut memaksa pelaksana pendidikan lebih banyak menghabiskan waktu hanya untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum baru, sebelum benar-benar mampu merealisasikan di lapangan, daripada melaksanakan proses pendidikan itu sendiri. Mungkin memang tujuan perubahan kurikulum yang terjadi ‘setiap saat’, dimaksudkan bahwa perguruan tinggi sebagai wadah pendidikan dan pelayanan masyarakat pada level tinggi serta wadah potensial bagi munculnya SDM, dituntut untuk mampu mengantisipasi persoalan-persoalan dan tantangan global dunia saat ini. Perubahan kurikulum adalah bagian dari adaptasi perubahan global di berbagai bidang, perguruan tinggi pun harus mampu menyesuaikan diri. Perubahan tersebut dapat dimaklumi. Namun penting untuk menyesuaikan dengan kemampuan para pelaksana pendidikan untuk beradaptasi dengan setiap perubahanperubahan yang berlangsung serba cepat. Dalam arti, pengambil kebijakan di tingkat negeri seharusnya memiliki cetak biru penyesuaian sistem pendidikan dengan membuat prediksi-prediksi perubahan yang akan berlaku di tingkat global. Dengan demikian, setiap kampus akan lebih
mudah mempersiapkan diri dengan perubahan yang kemungkinan akan terjadi, berdasarkan prediksiprediksi tersebut. Pendidikan juga harus mampu menentukan langkahlangkah pembaruan untuk merespon setiap perubahan yang benar-benar penting. Tanpa memahami perubahan yang benar-benar utama maka akan berlalu tanpa respon, sementara perubahan-perubahan yang tidak mendasar (trivial) justru direspon secara serius. Dalam kondisi ini, maka akan memunculkan pembaruan-pembaruan pendidikan yang tidak relevan, termasuk di dalamnya adalah upaya-upaya perubahan yang berorientasi pada fisik dan formalitas (status dan simbol). Bagaimanapun, pendidikan di samping berperan sebagai pengemban ilmu pengetahuan dan teknologi, ia juga harus mampu mendidik sumber daya manusia sesuai dengan potensi, harkat dan martabat yang dimiliki. Pendidikan juga harus berperan sebagai kritik sosial yang bertanggung jawab, memelihara dan mengembangkan kebudayaan, baik nasional maupun lokal (daerah) serta meningkatkan pengetahuan tentang bangsa dan budaya lain. (*)
Penulis: Hurriah Ali Hasan, merupakan Alumnus PK Identitas Unhas
No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 53
SENI
Di Balik Karya Seni
“String Art”
K
arya seni yang diciptakan dengan keuletan memiliki pesan tersendiri dari senimannya. Namun sebelum sampai kepada pesan, makna karya seni, penghargaan terhadap pekerja seni bisa dibilang masih kurang. Masyarakat cenderung memandang sebelah mata karya seni dan profesi sebagai seniman karena dainggap kurang menjanjikan dari segi finansial. Pandangan ini juga berpengaruh ke keluarga. Banyak seniman muda yang kurang mendapat sambutan dan dukungan dari keluarga. Begitu yang dirasakan Kasman Tubillahi, seorang mahasiswa Departemen Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya Unhas, yang bergelut dalam seni lukis benang atau string art. Di masa Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia menghabiskan banyak waktu belajar melukis. Latihan menggambar menjadi hal rutin baginya, ketika menginjakkan kaki di bangku SMP. Ia bertemu dengan salah satu guru seni. Sang guru yang kerap disapa Ibu Evy dapat melihat potensi Kasman. “Kamu berbakat, guru seni yang bisa memotivasi,” kenang Kasman mengingat masa ketika gurunya melihat gambarnya. Interaksi dengan gurunya tidak berlangsung lama. Adanya kenaikan pangkat, menjadi pegawai negeri, si guru lantas pindah tempat mengajar. “Dari motivasi ini, saya mencoba menggeluti,” katanya. Walaupun begitu, gurunya sempat mengajarkan teknik-teknik mengambar. Maka tidak mengherankan, Kasman berujar ada banyak hasil gambar dari goresan pensil yang disimpan gurunya. “Setiap sudah menggambar saya kasih,” jelasnya Jumat (4/3) Ketika ditanya mengenai karya berkesan dengan menggunakan pensil berwarna. Saat ia diminta menggambar sosok ayah, oleh seorang gurunya. Waktu mengerjakan gambar ini 3 minggu, ia memiliki perasaan yang aneh. Sayangnya, ketika gambar telah selesai dan sudah dimiliki oleh gurunya. Ia mendengar kabar bahwa ayah dari gurunya itu telah meninggal. Sejak SMP, selanjut masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) ia telah memiliki puluhan hasil karya, baik menggunakan pensil hitam putih, berwarna, begitu 54 identitas Unhas
pun dengan memakai kanvas. Dari jerih payahnya itu, penjualan karyanya pernah mematok harga 700 ribuan, paling rendahnya 90 ribu dengan ukuran A5. Beranjak kuliah disalah satu perguruan tinggi di Sulawesi Selatan. Kasman tetap dekat dengan dunia seni. Aktivitas menggambar, melukis di kanvas di selasela perkuliahannya. Bahkan mencoba metode baru yakni String Art sambil belajar. String Art merupakan teknik kesenian yang dibuat dari susunan paku dan benang, kemudian dirangkai berbentuk gambar, paling sering wajah manusia dengan menggunakan media papan kayu. Metode String Art awalnya ditemukan guru matematika Mary Everest Boole yang ingin menyediakan alat bantu bagi murid-muridnya belajar memahami rumus, pada abad ke-19. Ia mendorong anak-anak mengeksplorasi pembelajaran matematika melalui kegiatan yang menyenangkan seperti menjahit kurva. Di tangan Kasman (20), dibantu kedua seniornya, Muhammad Fauzi Irwan dan Muh Hisyam. Rajutan benang atau string yang dikaitkan dari paku ke paku memunculkan wajah tokoh-tokoh. Anyaman pertama sebagai uji coba dan belajar otodidak yakni Bupati Bulukumba. Kata mahasiswa angkatan 2020 ini, teknik melukis ini membutuhkan ketelitian, salah sedikit, ia mengulangi dari awal. Dari pengalaman mencoba, kecermatan dan melihat refrensi melalui YouTube. Ia mendapatkan rumus dengan menggunakan software yang kemudian dapat digunakan membuat pola gambar di papan kayu. Ia pun mencoba membuat karya kedua dengan lukisan wajah Rektor Universitas Hasanuddin periode 2018-2022, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu. Selama 5 hari mengerjakan. Pada awal Desember 2021, Kasman dengan kedua temannya menyerahkan karya yang berukuran 100 cm × 100 cm itu kepada Rektor Unhas ke-12 ini, di Lantai 8 Gedung Rektorat Unhas. Saat diundang, Kasman bersyukur sosok yang ia kagumi awal masuk kampus, memberinya kesempatan bertemu langsung. Bukan sekadar apresiasi, tetapi dukungan oleh Rektor Unhas untuk melanjutkan
F O T O : N U R A LY A A Z Z A H R A
membuat karya lain. Rektor Unhas sangat mengapresiasi karya yang menyerupai wajahnya. Lukisan yang dibuat dengan 250 paku yang ditancapkan di papan tripleks hingga karya itu demikian realistis. Terlebih itu, ia berbangga diri lantaran omongan salah satu keluarganya yang memandang rendah pekerjaan seni. “Mau dapat apa dari melukis,” ungkitnya tentang perkataan salah satu keluarganya. Setelah apresiasi dan berita tersebar, saat Kasman pulang kampung ke Bulukumba disambut dengan penghargaan dari keluarganya. Maka tidak heran ada yang bilang, seni adalah jalan hidup, menjadi pekerja seni merupakan pilihan hidup bagi yang menekuni. Kedepannya, menurut mahasiswa Sastra Arab ini, kegiatan melukis dan apresiasi seperti dirinya yang jarang meraih penghargaan dapat berubah. ia berharap lebih banyak lagi wadah untuk mengapresiasi seniman-seniman muda. “Harapannya di kampus ada pameran. Para seniman, seperti tidak ada harapan. Saat melukis tidak ada apresiasi,” ucapnya. Selain itu, karya ketiga rajutan benang dengan tancapan paku adalah Bupati Maros. Sesudah mendalami metode String Art ini, ia berkeinginan membuat karya seni lain dengan memanfaatkan limbah sampah.
“Ada yang bilang, seni adalah jalan hidup, menjadi pekerja seni merupakan pilihan hidup, bagi yang menekuni.”
Sartika, Sal No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 55
RESENSI
Hidup Mandiri Bukan Berarti Sendiri anak hilang, ia yang mendengar pintu apartemen Kotaro terbuka, dengan segera mengejar Kotaro, yang ternyata hanya ingin ke tempat pemandian umum. Karino pada awalnya mungkin terlihat tidak acuh pada fakta seorang anak kecil sanggup untuk tinggal sendiri tanpa pengawasan orang tua. Namun yang sebenarnya terjadi adalah ia hanya tidak ingin memaksa seorang anak 5 tahun untuk menceritakan hal pribadi yang kemungkinan besar cukup buruk untuk diceritakan dan hanya akan memperburuk suasana. Ini juga yang terjadi pada para penghuni Apartemen Shimizu yang lainnya, mereka bukannya tidak peduli pada kehidupan pribadi yang melatarbelakangi situasi Kotaro, hanya saja mereka lebih peduli pada eksistensi dan nasib Kotaro pada saat ini.
A
pa yang Anda akan lakukan jika mengetahui tetangga kamar apartemen adalah seorang anak berumur 5 tahun dan hanya tinggal seorang diri? Saya sendiri mungkin akan terkejut lalu segera berlari mondar-mandir mencari tahu apa yang terjadi. Bagaimana tidak? Seorang anak kecil dibiarkan menyewa kamar apartemen sendiri tanpa seorang pun menemani. Saya sebagai orang yang telah berumur pasti akan merasa bertanggung jawab akan hal itu, namun reaksi tersebut tidak akan Anda temukan pada drama ini, dan itulah salah satu hal yang akan saya bahas dalam Serial Kotaro Live Alone. Ketidakpedulian Pada episode pertama saat Karino, karakter utama bertemu dengan Kotaro untuk pertama kalinya, seperti orang-orang pada umumnya, ia pun terkejut mengetahui tetangga barunya adalah seorang anak kecil berumur 5 tahun. Namun keterkejutannya tersebut hanyalah sebatas itu, setelah Kotaro menjawab dengan wajah datar dan penjelasan seadanya, Karino lalu membiarkannya pergi tanpa mencecarnya lagi dengan segala pertanyaan yang ada di benaknya. Namun setelah ia menonton kasus 56 identitas Unhas
Balas Budi Sejak awal, Kotaro diperlihatkan sebagai anak yang mandiri dan selalu berusaha menolak segala bantuan dari orang lain. Saat orang lain membantunya, ia akan segera membalas kebaikan orang tersebut dengan segala hal yang ia punya. Pada kasus pengacara Kobayashi, alasan mengapa ia selalu memberi pertunjukkan dan hadiah setiap kali ia berkunjung adalah karena adanya rasa keharusan dalam berbalas budi kepada orang yang telah membantunya untuk dapat bertahan hidup mandiri selama ini. Hal ini dibuktikan melalui catatan harian yang ia selalu berikan kepada pengacara Kobayashi. Ia berharap catatan hariannya dapat menunjukkan kepada “orang baik” yang telah menyokong hidupnya, betapa besar rasa syukur dan terima kasihnya kepada penyokongnya itu, dengan memberitahukan kabarnya setiap hari dalam tulisannya bahwa ia hidup mandiri dengan baik-baik saja. Setelah itu, untuk membalas kebaikan Karino yang telah rela menjadi wali dari Kotaro, Kotaro lalu berlagak seolah ia juga harus menjadi wali Karino yang mengharuskannya untuk bersikap baik pada Karino dan juga menjaga Karino setiap saat. Sedangkan cara membalas kebaikan Mizuki yang telah membantunya membuat bekal sekolah adalah dengan mengajak Mizuki dan Karino bermain di taman karena ia mengingat Mizuki sangat rindu piknik di taman. Ia berharap dengan mengajak Mizuki bermain-main, ia dapat membuat Mizuki senang. Ia merasa jika terus-terusan dibantu oleh orang lain, ia
RESENSI akan menjadi pribadi yang tidak mandiri dan akhirnya hanya akan menjadi beban bagi orang lain. Ia tidak suka itu. Karino pun akhirnya mengajarkan Kotaro bahwa “Kekuatan lebih mudah dibentuk saat kita punya saingan” yang dimaksud disini adalah tentang bagaimana ia bisa merasa lebih kuat saat berlari bersama Kotaro dibanding saat ia hanya berlari sendiri. Saat seseorang berlari sendiri, ia akan selalu merasa aman, namun kekuatannya akan begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Sedangkan saat berlari bersama orang lain, tentu akan perubahan dengan terus berusaha untuk melewati orang itu atau setidaknya berusaha menyamakan lajunya agar tidak sendian. Trauma Dari episode awal hingga pertengahan, Kotaro selalu berusaha untuk menghindari pertanyaan dan cerita mengenai latar belakangnya dengan bertingkah dingin dan datar pada semua orang. Namun, sekuat apapun Kotaro berusaha menyembunyikan “kisah”nya, orang-orang yang berada di sekitarnya, para penghuni Apartemen Shimizu pun sadar akan hal-hal yang Kotaro sembunyikan. Sebut saja saat Kotaro cukup kesal terhadap pemandian umum yang tutup dan membuatnya tak bisa mandi, atau saat Kotaro meminta pengacara Kobayashi untuk menemaninya pergi ke maid kafe, namun setelah memasuki kafe tersebut Kotaro malah terlihat tidak berselera sama sekali. Dari dua kejadian di atas, karakter-karakter di sekitar Kotaro menyadari suatu hal yang mereka anggap sebagai hasil dari post-trauma yang dirasakan oleh Kotaro. Pengacara Kobayashi mengatakan bahwa ia merasa kemungkinan besar, rasa kesal Kotaro pada tutupnya pemandian umum adalah karena di masa lalu, Kotaro pernah tidak mandi selama beberapa hari dan mengakibatkan ia dijauhi oleh orang-orang disekitarnya, maka dari itu ia merasa harus selalu bersih dan rapi agar orang-orang menyukainya. Kedua, alasan mengapa ia ingin datang ke kafe tersebut di jelaskan oleh Pak Suzuno saat Karino datang mencari Kotaro di kantornya. Pak Suzuno menjelaskan kepada Karino mengenai catatan harian Kotaro yang berisikan alasannya ingin pergi ke maid cafe. Semata-mata hanya ingin mendengarkan orang menyambut kedatangannya dan mengatakan “Okaeri” kepadanya, sama seperti iklan yang ia tonton di TV. Selama ini Kotaro hanya hidup sendiri, ia sepenuhnya merasa kesepian, jauh di dalam lubuk hatinya juga ingin merasakan pulang ke rumah dimana ada orang yang menunggu dan senang akan kehadirannya. Pak Suzuno pun juga menjelaskan mengapa Kotaro lebih memilih membeli tissue dengan harga mahal dan terus berlangganan koran. Alasannya adalah Kotaro dapat menahan lapar hanya dengan mengemil tissue yang manis, dan juga ia harus tetap berlangganan koran, agar saat kotak
korannya penuh ia berharap itu akan menjadi penanda tentang keadaannya di dalam kamar. Anak Kecil Secara keseluruhan drama ini memang berdiri pada plot tentang seorang anak kecil berumur 5 tahun yang mampu untuk tinggal sendiri tanpa pengawasan dan bantuan orang dewasa. Penulis dan sutradara tidak lupa untuk memperlihatkan kepada kita segala persoalan realistis mengenai seorang anak terlantar yang harus bertahan hidup sendiri. Segala persoalan itu ditunjukkan mulai dari trauma, masalah biaya, prasangka, dan lain-lainnya tetap ditunjukkan. Adakalanya juga persoalan realistis itu ditunjukkan melalui hal-hal kecil, seperti sikap, sifat, dan juga perilaku yang semestinya dirasakan oleh seorang anak kecil. Kotaro memang digambarkan sebagai seorang anak yang dewasa, cerdik, dan mandiri. Namun, tidak dapat dipungkiri seorang anak kecil tetaplah anak kecil, mau sedewasa apapun kelihatannya, tetap hanya seorang anak kecil. Kotaro sejatinya masih seorang anak kecil yang sangat mendambakan segala kasih sayang yang sudah sepatutnya ia dapatkan. Kondisi dan segala kejadian yang telah dia alami membuatnya memilih untuk menghindar dan menjaga dirinya sendiri. Walaupun begitu, sekeras apapun Kotaro mencoba untuk menolak dan menghindar, orang-orang di sekitarnya tetap merasakan apa yang didambakan oleh anak kecil itu. Mereka tetap menyadari betapa Kotaro sangat menginginkan kasih saying. Entah itu lewat rasa cemburu, sedih, kebaikan, atau bahkan kebiasaan ‘tidur berjalan’ yang dialami oleh Kotaro. Serial ini secara keseluruhan adalah pukulan besar terhadap seluruh orang tua di muka bumi ini. Menunjukkan kepada kita realitas yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana kerasnya realitas tersebut. Ada ribuan, bahkan jutaan anak di luar sana yang bernasib sama dengan Kotaro, bedanya, mereka belum tentu seberuntung Kotaro untuk dapat memiliki orang-orang dengan tabiat baik yang ingin melindungi dirinya. Serial ini memberitahukan tentang pentingnya untuk berlaku baik pada sesama manusia, terlebih pada anakanak kecil yang belum mengetahui apa-apa tentang dunia. Maka sebagai orang dewasa, seharusnya dapat mengenalkan kepada betapa indahnya dunia ini, bukan malah sebaliknya.
Penulis Nurul Fitria Nisya Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, Angkatan 2020 No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 57
Saruma, Realitas Kebhinekaan Masyarakat Adat Bacan
S
ejak negeri Bacan menjadi satu kawasan independen di antara kawasan Jaziiratul Mamluuk – sekarang Maluku Utara, yang saat itu kental menerapkan sistem pemerintahan Monarki Absolut. Sultansultan Bacan menerapkan kebijakan populis, yakni keragaman masyarakat, patut tunduk dan patuh terhadap kesultanan, kesulta dan kesultanan wajib mensejahterakan masyarakatnya. Berlakulah prinsip dasar yang menjadi fondasi utama visi misi program kesejahteraan masyarakat dari Sultan Bacan, sehingga tercetuslah platform jargon “Sultan Menghidupi ( Memberi Makan ) Masyarakatnya “ Ini tidaklah semata-mata sebagai hiasan bibir sultan, melainkan konsep tersebut ditindak lanjuti dengan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan strategis bagi kepentingan seluruh masyarakat. Dikenallah kawasan logistik milik bersama masyarakat adat, yang hingga kini masih ditemui adanya “Aha Kolano.“ “Aha kolano“ suatu bagian dari kawasan ulayat, yang didalamnya tumbuh potensi Sumber Daya Alam (SDA), menyediakan berbagai komoditas pangan, hortikultura dan sumber dasar papan bagi kebutuhan perumahan. Disamping juga sebagaii pendapatan keseharian bagi kehidupan setiap rumah tangga. Konsep Aha Kolano ini melahirkan konsep negara saat ini berupa perhutanan sosial yang menjadi uji kaji Kementerian Kehutananan dan Lingkungan Hidup, terutama dalam hal mempertahankan dan melestarikan konservasi SDA. Terlepas dari itu semua, Sultan-Sultan Bacan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adatnya, dengan memberikan kebebasan bersyarat dalam memanfaatkan SDA, yang bersumber dari Aha Kolano. Kemudian, apabila kelebihan pendapatan yang diperoleh dan berasal dari Aha Kolano, dapat disedekahkan kembali bagi kepentingan pembangunan sarana umum, juga untuk kebutuhan aktifitas kelancaran jalannya kegiatan anjang sana sultan, dalam
58 identitas Unhas
Oleh : Ibnu Tufail Iskandar Alam tugas rutin pada setiap Kawasan Ambassaya ( perwalian adat ) setempat. Dalam hal pemanfaatan Aha Kolano ini, tidak ada semacam diskriminasi etnis, agama, ras dan lainnya. Padahal untuk kawasan Kesultanan Bacan saat itu, meskipun jumlah penduduknya belum memiliki populasi begitu padat, namun penyebarannya justru meluas hingga pelosok daerah. Heterogenitas penduduk dinampakkan
keberadaan suku-suku asli, pendatang, pemukim, nomade tanjung, pengikut setia, tani, nelayan, tokoh, pembangkang, dan kepercayaan ( Muslim, Anemisme, Dinamisme, Soa Nyagimoi, dll ). Semua heterogenitas ini, bagi Sultan Bacan merupakan satu kekuatan spiritual, yang bila dikelola dengan baik akan memberikan kristalisasi strategi untuk memajukan Kerajaan Bacan. Ini merupakan suatu inspirasi kokoh dalam memberikan peluang kepada masyarakat adat, yang terpola ke dalam mendukung kedaulatan negeri, terutama dalam menjaga ketahanan sosial dan nasional, kawasan Bacan sebagai negeri monarki di Selatan Pulau Halmahera, yang sering menjadi kawasan damai dan tenang dari kerajaan serumpun di Jaziratutl Mamluuk, Kie Raha saat itu. Konsep Sultan Bacan terhadap kawasan strategis Aha Kolano ini, merupakan wujud konsep Inspirasi KeBhinneka-Tunggal Ika-an. Sebab dari sinilah bermuara satu sikap persatuan dan kesatuan dalam hidup berdampingan,
serasa satu dalam kemanisan dan kepahitan, satu dalam ajakan, satu dalam kebersahajaan, satu dalam peningkatan kesejahteraan, satu dalam perekatan ide, dan satu dalam dukungan. Dapat kita bayangkan, begitu bijaksananya kepemimpinan para sultan Bacan saat itu, meskipun beda dalam sikap penerapan dan pandangan kontak vertikal keimanannya, tidaklah hal demikian memaksakan mereka, agar masyarakat adat yang tidak seiman, harus berarah sikap keimanan menjadi satu, seperikutan dengan sultannya. Itu tidak pernah dilakukan, sepanjang masa lalu, bahkan hingga sampai saat ini. Ujian perekatan ini semakin tertantang saat kedatangan bangsa Portugis yang membawa misi Khatoliknya “ pemaksaan “ ke negeri Timur, termasuk ke Bacan pada 1550-an. Tantangan Portugis ini semakin terlihat jelas adanya sikap ingin menguasai negeri, menyebarkan agama dan mendirikan pertahanan untuk membangun kekuatan perang terbuka dengan sesama bangsa Eropa. Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an periode Islam, Khatolik menyatu animisme dinamisme yang ada, semakin ditantang dengan munculnya pendatang baru Eropa, Belanda. Kelembutan Portugis masih dapat terukur dibanding Belanda, namun Masyarakat Adat Bacan yang sudah memiliki ikatan agama, merasa terusik
dengan adanya misi yang berefek menekan. Tapi bagi Sultan Bacan, apapun yang dibawa Belanda ke Bacan tidak banyak yang menguntungkan, bahkan lebih kearah merugikan. Apalagi Belanda menyebar luaskan missi kristenisasi saat itu, tidak hanya nanti kepada penganut animisme, dinamisme, khatolik, tetapi tentu juga terhadap penganut Islam yang sudah ada sebelumnya. Lagi-lagi kebijaksanaan Sultan Bacan muncul dengan mengeluarkan statemen bahwa masyarakat adat harus hidup tenang meski patut sejahtera, maka kawasan mukim harus mendukung ke arah kedamaian. Hal ini mengingat pluralitas semakin muncul, dan untuk lebih mempererat suasana kebathinan masyarakat adat, maka patut diberi ruang gerak luas untuk kepentingan mukimnya. Pemukiman yang baik adalah pemukiman yang dapat menjamin ketentraman hidup dan kehidupan. Aha Kolano sudah dinikmati, kawasan rumah ibadah juga sudah dihadiahi, lokasi mukim harus pula dibenahi dan ketenangan beribadah sesuai keimanan masin-
masing harus dilindungi. Sultan Bacan kemudian mendesainnya, empat agama atau kepercayaan, Islam, animismie, dinamisme, khatolik dan protestan, saling hidup berdampingan dalam kawasan steril guncangan. Filosofi Saruma ini, justru menjadi tali pengikat yang sangat erat, menjadi perekat kental dan berkualitas, sehingga kebersamaan dalam toleransi dan wujud kegotong-royongan dapat terbangun mendalam. Terutama bila dilakukan pembangunan rumah ibadah, secara sosial tetap saling bantu, saling mendukung, saling menjaga dan memelihara hubungan baik. Tidak ada lagi rasa risih, kaku, jurang pemisah atau semacamnya dalam wujud kebersamaan dalam hal gotong-royong. Demikian pula pada setiap hari besar ummat masingmasing, kebersamaan yang terbangun pada abad-abad lalu, dalam bingkai Saruma, masih terpancar cahayanya hingga kini. Simak saja di hari natal dan tahun baru umat Nasrani, di Bacan semua rumah ibadah dikawal peribadatannya oleh tentara Lasykar Kompania Raa, lasykar kesultanan yang ditugaskan untuk mengawal jamaah dalam peribadatan. Demikian pula sebaliknya, di saat pelaksanaan ibadah hari raya Idul Fithri dan Iedul Adha. Pada suasana idul adha, justru sebagian masyarakat kaum Nasrani yang berdekatan dengan masjid yang melaksanakan pemotongan hewan kurban, juga kebagian daging kurbannya, sebagai bagian dari syiar dan wujud filosofis Saruma. Filosofi Saruma yang anggun ini memang patut dipertahankan oleh generasi anak cucu hingga akhir zaman, agar tetap langgeng, tak lapuk kena hujan dan tak kusut kena mentari. Dan itu patut dijadikan pasak di bumi, utamanya terhadap pendatang yang memiliki keberagaman istiadat. Prinsipnya tidak meracuni filosofi Saruma ini dengan berbagai lagak dan corak yang congkak dan tidak simpatik dari pendatang, karena di Bacan berlaku jargon istiadat negeri “ Di mana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung “. Saruma menjadi filosof bermartabat, yang dipertahankan, dirawat sedemikian rupa hingga tidak berkarat, dengan perawatan yang beradaptasi dengan kemajuan zaman. Realitas itu diperlihatkan sikap istiadat menciptakan kenyamanan beribadah dalam perbedaan keimanan. Di samping itu, adanya wujud upaya lestari dalam pluralitas sesama masyarakat adat, yang dijadikan benteng ketahanan dan pertahanan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan yang akhirnya melahirkan Ikon Negeri Kepulauan dalam Logo Saruma bersinar terang. No. 931, Tahun XLVIII, Edisi Maret 2022 59
Perubahan adalah sesuatu yang harus terjadi dan pasti terjadi. Perubahan menuju ke arah yang lebih baik tentu menjadi dambaan setiap orang, begitu pula bagi Penerbitan Kampus (PK) identitas Unhas. Inovasi terus kami lakukan untuk memberikan yang terbaik untuk para pembaca. PK identitas Unhas kini menghadirkan produk jurnalistik berupa majalah setebal 60 halaman yang memuat riset ilmiah unggulan Unhas. Diharapkan majalah ini dapat menjadi jendela publik, khususnya Sivitas Akademika Unhas untuk mengenal dan memahami inovasi-inovasi Unhas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
@identitasonline
identitas Unhas
identitas_unhas
Identitas Online identitasunhas.com