Gelora edisi januari 2008

Page 1


Dari Redaksi

Daftar Isi

Salam Demokrasi!

Dari Redaksi :

Rasa duka dan belasungkawa yang mendalam tentu saja kami sampaikan kepada saudara-saudara kita di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hingga hari ini, sebagian dari masyarakat korban banjir masih terus berupaya bangkit dari keterpurukan setelah air sempat merendam tempat tinggal dan memupus lahan pertanian mereka. Disisi lain, pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman bencana sebelumnya dan selalu terlambat dalam memberikan serta mendistribusikan bantuan.

Fokus : Hal 1 ♦ Pemerintah Terlantarkan (lagi) Rakyat Korban Bencana Banjir

Sebagai organisasi massa yang siap mengabdikan diri sepenuh hati terhadap rakyat, FMN menggelar aksi kemanusiaan secara nasional dalam bentuk penggalangan dana untuk diserahkan sepenuhnya kepada korban. Selain itu anggota-anggota FMN juga terjun langsung ke lokasi bencana banjir di Bojonegoro dan Lamongan menjadi relawan untuk membantu pekerjaan evakuasi hingga proses pemulihan. GELORA edisi kali ini akan kembali menghadirkan perjuangan massa di kampus dalam upaya menuntut dipenuhinya hak-hak demokratis mahasiswa. Perjuangan massa untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kongkret massa adalah langkah nyata mewujudkan demokratisasi kampus serta sarana awal mengembalikan kampus sebagai “benteng pertahanan rakyat”. Kami juga menyajikan sebuah pengalaman nyata anggota dalam menghadapi dominasi budaya feodal serta tidak ilmiahnya dosen pengajar di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berusaha membungkam kekritisan mahasiswa melalui upaya penggagalan judul penelitian ilmiah hanya karena judul yang diajukan dianggap sarat dengan muatan politis. Tidak hanya mahasiswa, pelajar-pun kemudian merasa penting membangun sebuah organisasi sebagai alat perjuangan ditengah krisis ekonomi negri ini yang semakin akut. Harus diakui, krisis yang semakin tajam telah memukul seluruh sektor masyarakat tak terkecuali para pelajar. Beritaberita aktual dari nasional dan internasional tentu saja akan melengkapi kehadiran buletin GELORA edisi awal bulan ditahun 2008 ini. Selamat Membaca!

Fokus : Hal 3 ♦ FMN Peduli Bencana Banjir Jawa Tengah dan Jawa Timur Agenda : Hal 4 ♦ Giatkan Kembali Tradisi Ilmiah di Kampus dan Eksperimentasikan Kampus Sebagai Benteng Pertahanan Rakyat Gelora Kampus : Hal 6 ♦ UNSIQ BERGOLAK Mahasiswa Tuntut Penghapusan Denda Keterlambatan Registrasi dan Kebijakan Cuti Akademik Sepihak Karya Massa : Hal7 ♦ Penelitian Ilmiahku Terbentur Dinding Tebal Dosen Feodal (Penelitian Hukum terhadap Kasus IKIP Mataram) Oleh : Astiruddin Purba, S.H* Gejolak Massa : ♦ Terus Bergolak, Terus layani Rakyat

Hal 9

Rakyat Bicara : Hal 11 ♦ Pentingnya Organisasi Pelajar Sebagai Alat Perjuangan Solidaritas Internasional : ♦ Duka Dari Palestina, Represif di Malaysia Kamus GELORA : ♦ Lima Karakter Imperialisme

Hal 12

Hal13

Budaya : Hal 14 ♦ KESAKSIAN DIBALIK SENJA (Sebuah Catatan Korban Bencana Banjir Bojonegoro)

Diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional Penanggung Jawab : Ridwan Lukman Pimpinan Redaksi : Oki Firman Febrian Dewan Redaksi : Ridwan Lukman, Oki Firman Febrian, M. Burhanuddin, Nur Shohib Anshary, Ahmad Fredy. Design dan Layout : Aswad Arsyad Koresponden : Wita Andrika (Medan), Umi Syamsiatun (Jambi), Sapta Putra Wahyudi (Palembang), Merwanda Yusandi (Bandar Lampung), Ucok Irfan (Jakarta), Asep Saifudin (Bandung), Ina Marlena (Garut), Arif Nur rohman (Purwokerto), Lukman Aryo Wibowo (Wonosobo), Yogo Daniyanto (Jogjakarta), Heri Suprianto (Jombang), Triana Kurnia Wardani (Malang), Isnaini (Surabaya), Afandi (Lamongan), Nandang Risadhe Astika (Denpasar), Mario Kulas (Mataram), Zainul Kirom (Lombok Timur), Iwan Lamangga (Palu), Robby (Kalbar) Alamat Redaksi : Kp. Jawa Rawasari Gg. J RT 011 RW 09 No 34B Kecamatan Cempaka Putih-Jakarta Pusat Telepon : 0815 5363 3082 Email : gelorafmn@gmail.com Rekening : No. Rek 0005485263 BNI Cab. UI Depok atas nama Seto Prawono Redaksi menerima saran, kritik dan sumbangan tulisan berupa naskah, artikel, berita serta foto jurnalistik yang tidak bertentangan dengan KONSTITUSI FMN. Tulisan ditulis pada kertas kwarto, spasi satu setengah, huruf times new roman 12, diutamakan dalam bentuk Microsoft word, dan dikirim via email bulletin GELORA atau alamat redaksi GELORA


Fokus

PEMERINTAH TELANTARKAN (LAGI) RAKYAT KORBAN BENCANA BANJIR Negeri ini kembali berduka. Lembaran tahun 2007 ditutup dengan bencana tanah longsor di Karanganyar, Jawa Tengah, serta tragedi banjir yang sempat melumpuhkan seluruh aktifitas perekonomian masyarakat hampir seluruh kota di provinsi Jawa Timur. Namun sekali lagi, pemerintah kita seakan gagap dan selalu terlambat dalam memberikan penanganan atas bencana yang sebenarnya sudah diprediksi akan terjadi.

T

ragedi banjir dan tanah longsor kembali menerpa tanah air di akhir penghujung tahun 2007 dan awal tahun baru 2008. Beberapa daerah di Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng) terendam banjir dan tanah longsor. Hingga 27 Desember 2007, daerah seperti Karanganyar Jateng terendam tanah longsor yang telah mengakibatkan 37 orang meninggal dan 30 orang lagi masih hilang. Di Bojonegoro banjir merendam sebagian besar wilayah. Di Magetan Jatim banjir telah merenggut 2 korban jiwa yang meninggal karena terseret arus akibat jembatan roboh. Banjir juga melanda daerah Trenggalek, Madiun dan Ngawi. Sementara di Grobogan Jateng, banjir merendam lahan persawahan dan rumah-rumah rakyat, sehingga aktifitas warga otomatis terganggu. Di Muara Baru Jakarta, banjir pasang air laut telah melanda warga lebih dari dua bulan. Meskipun dalam beberapa hari ini banjir sudah mulai surut dan warga mulai kembali menjalankan aktifitas produksinya, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa banjir akan kembali melanda seluruh daerah di negeri ini. Hal ini sesuai dengan peringatan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang memperkirakan curah hujan dengan intensitas tinggi masih akan terus terjadi di Indonesia hingga bulan Februari 2008. Banjir Lumpuhkan Seluruh Aktifitas Warga Penghujung tahun 2007, tepatnya 26 Desember sebagian besar daerah di Indonesia dilanda hujan lebat yang tidak berhenti dalam 2-3 jam. Hujan deras inilah yang kemudian mengakibatkan bencana banjir dan longsor di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedikitnya 18 kabupaten/ kota di Jawa Tengah diantaranya; Cilacap, Banyumas, Pekalongan, Solo, Sukaharjo, Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Purwodadi, Demak dan Kudus terendam air. Sedangkan di Jawa Timur, 21 kabupaten/kota diantaranya; Pacitan, Trenggalek, Ponorogo, Magetan, Madiun, Ngawi, Malang, Jombang, Mojokerto, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Gresik dan Madura turut merasakan limpahan air bah yang merendam lahan pertanian serta tempat tinggal mereka. Data yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber memperlihatkan, kerusakan lahan akibat banjir dan tanah longsor di Jawa Tengah meliputi 18 Kabupaten dari 35 Kabupaten seluas 35.667,7 Hektar (Ha). Kerusakan terparah terjadi di Kabupaten Sragen seluas 10.425 Ha. Di Kudus 6092 Ha, Pati 5908 Ha, Grobogan 5000 Ha, dan Wonogiri 1475 Ha. Kerugian setiap hektar berkisar Rp 7,5 - Rp12,5 juta. Kerusakan yang lebih parah terjadi di Jawa Timur. Banjir yang melanda 21 Kabupaten/Kota dan telah mengakibatkan sedikitnya 31 orang meninggal dunia dalam waktu seminggu sejak banjir menerjang. Di Bojonegoro, banjir melanda 15 Kecamatan dan merendam 12.262 Ha lahan pertanian dengan kerugian mencapai Rp 93,3 miliar. Di Lamongan, banjir menenggelamkan 37 desa di 6 kecamatan. Sebanyak

9.649 rumah dengan penduduk 28.962 jiwa menjadi korban. Kerugian penduduk sekitar Rp 48.2 miliar. Banjir merendam 3.224 ha lahan padi dan 588,5 ha lahan palawija dengan kerugian sekitar Rp 30,9 miliar, 859,2 ha tambak di sektor perikanan dengan kerugian sekitar Rp 2,5 miliar. Sementara usaha kecil dan menengah mengalami kerugian Rp 3,1 miliar. Total kerugian yang terjadi di Lamongan mencapai Rp. 85.803 miliar. Kerusakan ribuan hektar lahan pertanian juga tidak dapat dielakkan. Di Ponorogo (5.518 ha), Ngawi (5.550 ha), Madiun (2.074,5 ha), Magetan (374 ha), Jombang (546,5 ha), Tulungagung (79 ha), Mojokerto (576 ha), Jember 396 ha) dan Trenggalek (164 ha). Lumpuhnya perekonomian masyarakat menjadi dampak nyata dari bencana banjir yang terjadi. Hal ini dikarenakan lahan pertanian yang selama ini menjadi sandaran kehidupan warga terendam air dan tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Belum lagi, banjir juga merendam pusat kota seperti yang terjadi di Bojonegoro. Otomatis, sarana-sarana publik seperti sekolah, pasar, bank dan perkantoran juga tidak dapat digunakan sehingga benarbenar mematikan aktifitas keseharian warga. Pemerintahan SBY-Kalla Harus Bertanggung Jawab Indonesia memang negeri yang secara geografis sangat potensial untuk terjadinya bencana alam, utamanya gempa bumi. Tetapi jika melihat banjir yang merebak luas di negeri ini sesungguhnya tidak terlepas dari akibat pengrusakan alam terutama hutan melalui pembalakan hutan secara besar-besaran dan perluasan perkebunan besar milik pemerintah, pengusaha dan investor asing. Akibatnya, hutan yang berfungsi sebagai resapan air tidak bisa lagi menjalankan fungsinya, sehingga bukan saja membuat lahan rakyat terancam kering dan kehilangan produktfifitas, akan tetapi juga membuat ancaman bajir bisa terjadi setiap saat. Selain itu, pembangunan infrastruktur secara besarbesaran, pembuangan limbah industri serta pemanasan global turut menambah meningkatnya dampak banjir saat ini. Pembangunan infrastruktur seperti gedung-gedung, malmal, pusat hiburan termasuk reklamasi (pengurukan) laut telah berdampak pada meningkatnya daya tekan air ke permukaan akibat menurunnya permukaan daratan sehingga memungkinkan setiap saat terjadi luapan banjir. Sementara pembuangan limbah industri secara sembarangan dari perusahaan, membuat permukaan sungai dan laut semakin dangkal, ditambah permukaan daratan yang semakin menurun, membuat banjir bisa terjadi setiap saat. Sementara pemanasan global yang membuat suhu dan cuaca tidak stabil atau selalu berubah-ubah, membuat curah hujan yang tinggi, dengan kondisi yang semakin parah tersebut sangat memungkinkan banjir akan sering terjadi. Berdasarkan hal tersebut seharusnya pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi keselamatan seluruh rakyatnya dari ancaman bahaya bencana alam yang mengancam dan dapat terjadi sewaktu-waktu. Salah satu


Bojonegoro, salah satu kota di Jawa Timur yang terendam banjir cukup parah

bentuk tanggung jawab yang bisa dilakukan adalah dengan mengambil langkah-langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya bencana di negeri ini agar tidak merugikan dan menimbulkan beban penderitaan terhadap rakyat secara luas. Akan tetapi karena pemerintah dibawah rejim SBY-Kalla berkarakter anti rakyat, maka mereka-pun menganggap pencegahan dan penanganan terhadap bencana bukanlah hal pokok yang harus mendapatkan perhatian utama. Pemerintah lebih senang memberikan ijin kepada para pemegang HPH untuk terus melakukan penebangan hutan agar meningkatkan nilai ekspor hasil hutan dan memenuhi permintaan investor asing atau kaum imperialisme. Penebangan hutan secara membabi buta tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan menjadi salah satu penyebab semakin seringnya bencana banjir dan tanah longsor terjadi di Indonesia, termasuk daerah-daerah yang sebelumnya tidak pernah mengalami banjir. Disisi lain, dalam hal penanganan bencana alam yang terjadi seperti banjir ataupun tanah longsor pemerintah selalu tidak siap dan terlambat. Seringkali rakyat dibiarkan terlantar baru ada bantuan dan tenaga. Pemerintah lebih suka berdebat terlebih dahulu dalam rapatnya daripada mengambil tindakan-tindakan cepat dan kongkret untuk menanggulangi bencana yang terjadi. Dalam kasus bencana banjir di Jawa Tengah dan Jawa timur, rapat terakhir Badan Nasional Satkorlaknas (27/12/07) disebutkan bahwa 20 propinsi di Indonesia berada dalam kondisi rawan banjir. Dari sebagian besar Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Namun hal ini tidak menjadi perhatian serius pemerintah, sehingga dalam penanganan banjir di Jawa Tengah dan Jawa Timur justru rakyat-lah yang lebih banyak bekerja bahu membahu menanggulangi bencana. Tugas dan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah

sebagai pelayan masyarakat. Pun demikian dalam proses penyaluran bantuan, baik yang berupa makanan maupun obatobatan. Struktur birokratis yang sangat panjang seringkali membuat bantuan mandeg dan terlambat didistribusikan, sedangkan rakyat yang tertimpa bencana sedang berharap besar akan datangnya bantuan. Hal ini cukup menjadi bukti bahwa pemerintah yang hari ini berkuasa sangat tidak peduli dengan kehidupan rakyatnya dan lebih mementingkan individu atau kelompoknya saja. Layani Rakyat, Bantu Korban Banjir Di tengah suasana duka atas tragedi yang menimpa rakyat dan saudara-saudara kita di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kita sebagai pemuda-mahasiswa diharapakan mampu berbuat lebih sekaligus membuktikan bahwa kita adalah bagian integral dari rakyat dengan terjun langsung membantu dan melayani rakyat. Untuk itu, tugas gerakan pemudamahasiswa yang paling kongkret adalah melakukan “aksi kemanusiaan� untuk korban banjir dan tanah longsor di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengumpulkan sumbangan dengan melakukan penggalangan dana juga barang kebutuhan lainnya (bahan makanan, obat-obatan, pakaian layak pakai, tenda, alas tidur, dsb) untuk secepatnya mengatasi problem yang dihadapi oleh korban adalah salah satu hal kongkret yang bisa dikerjakan. Hal lain yang bisa terus diupayakan mengingat banjir yang juga mulai surut adalah dengan mempersiapkan misi kemanusiaan melalui memobilisasi massa mahasiswa sebagaitenaga relawan untuk m em bantu proses recovery (pemulihan), sebagai tenaga medis hingga memulihkan kondisi psikologis para korban. Kita harus tunjukkan bahwa gerakan pemuda-mahasiswa dibangun bukan untuk berdiri terpisah dengan rakyat, namun sebaliknya gerakan pemuda mahasiswa dibangun untuk bekerja sebagai pelayan setia rakyat.


Fokus

FMN PEDULI BENCANA BANJIR JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

B

encana banjir dan tanah longsor kembali menerpa negeri ini. Sejak akhir Desember 2007 yang lalu, banjir telah menenggelamkan hampir seluruh wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta melumpuhkan seluruh aktifitas perekonomian masyarakat setempat yang terkena bencana. Sebagai bukti nyata bahwa Front Mahasiswa Nasional (FMN) adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan rakyat, secara organisasional FMN kemudian melakukan “Aksi Kemanusiaan” peduli korban bencana banjir dan tanah longsor di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk melakukan aksi kemanusiaan ini, FMN menggalang kerjasama kemanusiaan dengan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) dan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (ATKI-HK) dengan menggunakan nama Posko Kemanusiaan “Indonesia Maju. Kegiatan Kemanusiaan di Bojonegoro Posko Indonesia Maju ini telah mendirikan Posko Utamanya di Bojonegoro dengan nama Posko “Bojonegoro Maju” yang berada di Jl. Trunojoyo No.12 depan kantor Palang Merah Indonesia (PMI) samping gedung DPRD Bojonegoro. Posko Bojonegoro Maju telah beroperasi sejak banjir bandang merendam 15 Kecamatan di Bojonegoro akhir Desember 2007. Di Kecamatan Bojonegoro Kota, Padangan & Kalitidu, Posko Bojonegoro Maju telah menyuplai bahan makanan dan obat-obatan untuk korban banjir. Saat ini pun telah didirikan ranting posko Bojonegoro Maju di Desa Kandangan dan Desa Sranak, Kecamatan Trucuk. Di dua desa ini banjir masih merendam pemukiman masyarakat. masyarakat di Kecamatan ini mulai mengeluhkan lemahnya peran pemerintah dalam mensuplai kebutuhan barang-barang untuk korban banjir, karena bantuan tertahan di kantor Kecamatan. Akibat ulah pemerintah ini, dalam waktu dekat ini Posko Bojonegoro Maju akan segera mengorganisasikan aksi massa menuntut penyaluran bantuan ke Camat Trucuk. Posko Bojonegoro Maju adalah posko bersama yang terdiri dari FMN, Komunitas Suket (komunitas pemuda Bourno) dan grup pemuda Bojonegoro. Posko juga mendapatkan tambahan tenaga relawan kemanusiaan dari Komite Pemuda Rawa Maju (KPRM) Cikarang Bekasi yang. Tercatat posko ini memiliki sekitar 25 relawan yang di pimpin oleh Aulia Agastani (FMN) untuk terus melakukan aksi-aksi kemanusiaan di Bojonegoro. Tenaga relawan FMN sendiri berasal dari anggota-anggota FMN Malang dan Jombang. Perkembangan terkini, selain terus mendistribusikan bahan bantuan dan membantu pemulihan pasca banjir, Posko Bojonegoro Maju juga telah menggelar pengobatan gratis di RT 6 sampai dengan RT 9 desa Kandangan bekerjasama dengan gereja St. Paulus dan tim medis dari Ngagel, Surabaya. Aktifitas lain di Posko adalah menggelar sebuah diskusi tentang pentingnya organisasi yang diikuti oleh seluruh organisasi yang terlibat dalam Posko Bojonegoro Maju serta pemuda-pemuda setempat. Aksi Kemanusiaan di Lamongan Sementara di Lamongan, FMN juga melakukan aksi kemanusiaan untuk membantu korban banjir di sana. Sejak banjir melanda, FMN bersama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Mapala Unisda dan grup pemuda

SEMPAL. Di kota ini telah berdiri cabang Posko Kemanusian Indonesia Maju yaitu Posko Lamongan Maju yang bertempat di Jl. Airlangga Sukodadi sebelah selatan Universitas Islam Darul Ulum (Unisda). Di Lamongan sendiri ada dua kecamatan yang paling parah terendam banjir yaitu Kecamatan Maduran dan Kecamatan Laren. Di kecamatan Laren, sebagian besar warga masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sejauh ini, posko Lamongan Maju telah melakukan proses evakuasi serta suplai bahan makanan dan obat-obatan di Desa Sentini Kecamatan Laren yang sangat parah. Persiapan Aksi Kemanusiaan di Jakarta Sebagai daerah langganan banjir, Jakarta tentu juga menjadi perhatian. Terkait dengan hal tersebut, Posko Kemanusiaan Indonesia Maju juga akan mendirikan Posko Kemanusiaan “Jakarta Maju” di beberapa tempat di Jakarta. Saat ini sedang dilakukan obesrvasi lapangan dan upaya pendirian pusat-pusat penggalangan bantuan kemanusiaan di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Bina Sarana Informatika (BSI) ’45 Salemba Tengah, Universitas Satyagama (Unsat) Cengkareng dan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) Sunter. Penggalangan dana ini ditujukan untuk membantu suplai bantuan ke Jawa Timur. Solidaritas Nasional dan Internasional untuk Korban Banjir Posko Pusat Indonesia Maju juga tengah melakukan aksi solidaritas nasional dan internasional dengan menggalang bantuan kemanusiaan untuk korban banjir di tanah air. Beberapa kota yang terdapat FMN seperti Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Purwokerto, Jogjakarta, Malang, Jombang, Denpasar telah melakukan pekerjaan yang sama untuk menggalang dana dan bantuan kemanusiaan untuk korban banjir Jawa Timur. Selain itu, penggalangan dana kemanusiaan juga dilakukan oleh ATKIHK di Hong Kong. Bantuan dana yang telah terkumpul sejauh ini sebesar Rp 7.965.500 (tujuh juta sembilan ratus enam puluh lima ribu lima ratus rupiah), dan seluruh dana yang terkumpul tersebut telah kita distribusikan untuk membantu memenuhi keperluan korban banjir dan aktifitas posko.

Aktifitas di Posko Bojonegoro Maju, kerjasama FMN, AGRA, ATKI-HK, Pemuda Pangsud dan Komunitas Suket.


Agenda

Giatkan Kembali Tradisi Ilmiah di Kampus dan Eksperimentasikan Kampus Sebagai Benteng Pertahanan Rakyat Kampus penting menjadi perhatian kita. Segudang persoalan yang mengancam hak demokratis mahasiswa begitu nyata terjadi. Di kampus juga bercokol para intelektual pengabdi imperialis dan klas penguasa dalam negeri yang membius mahasiswa dan rakyat dengan teori-teori akademisnya. Tembok-tembok penghalang ini harus dijebol untuk melahirkan kampus yang benar-benar menjadi benteng pertahanan rakyat.

D

ominasi imperialisme di Indonesia meliputi berbagai sendi-sendi kehidupan secara ekonomi, politik, budaya dan militer. Dominasi imperialisme secara kebudayaan terutama dalam lapangan pendidikan, telah mengakibatkan kampus dan kaum intelektual (mahasiswa, dosen pelajar dan guru) turut merasakan pahit getirnya ancaman terhadap hak-hak demokratisnya. Biaya pendidikan yang semakin mahal, perampasan hak kekayaan intelektual, derajat kualitas pendidikan yang semakin menurun drastis, hantu penggangguran pasca kuliah hingga tidak menentunya kesejahteraan bagi guru dan dosen, setidaknya menampakkan kebobrokan sistem pendidikan di Indonesia di bawah dominasi imperialisme. Rektor-rektor di kampus begitu lenggak-lenggoknya melangkah di tengah teriakan mahasiswa akan mahalnya biaya kuliah, fasilitas pendidikan yang amburadul, sumpeknya kelas-kelas perkuliahan, pungutan-pungutan biaya pendidikan, pelayanan administrasi yang buruk hingga pembungkaman kebebasan mimbar akademik dan berorganisasi. Sama halnya dengan pimpinan-pimpinan yayasan “tukang gadai” yang terus asyik bertransaksi memperdagangkan komoditas pendidikan. Tidak satupun dari itu yang menguntungkan mahasiswa. Intelektual Kolot Vs Intelektual Demokratis Progeresif Selain menjadikan pendidikan sebagai komoditas bisnis, dominasi imperialisme juga ditujukan untuk melanggengkan propaganda budaya (ide dan nilai-nilai) imperialisme dan rejim bonekanya di dalam negeri, sekaligus memonopoli sumber-sumber pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum intelektual di kampus guna melayani kepentingan kaum imperialis dan rejim boneka dalam negeri guna terus melipatgandakan penghisapannya terhadap rakyat Indonesia. Dalam hal ini, kampus kemudian menjadi ajang pertarungan antara kaum intelektual “kolot” yang mengabdi pada imperialisme dan klas penguasa dalam negeri dengan kaum intelektual demokratis progresif yang tidak menghendaki ilmu dan pengetahuan dijadikan alat untuk menindas rakyat. Di sinilah upaya memperjuangkan kebebasan mimbar akademik sebagai upaya mengembangkan tradisi ilmiah di kampus memiliki peranan penting. Kaum intelektual kolot biasanya terwakili dari guru-guru besar dan kalangan dosen yang pemikirannya disumbangkan untuk mendukung kebijakan-kebijakan anti rakyat pemerintah dan kepentingan kaum imperialis. Salah satunya adalah Prof. DR. Khurtubi seorang guru besar asal Universitas Indonesia (UI). Ketika harga BBM naik melebihi 100 % pada tahun 2005, sang profesor tampil dalam iklan layanan masyarakat pemerintah dan menyatakan bahwa kenaikan harga BBM sudah sepatutnya terjadi dengan dalil-

dalil akademis sebagai penopang argumentasinya. Padahal semua orang tahu, kenaikan harga BBM diakibatkan monopoli sumber energi dalam negeri oleh pemodal asing (kaum imperialis) yang memudahkan mereka mengontrol harga BBM. Hal ini berlaku sama ketika sejumlah akademisi yang berasal dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terlibat dalam penyusunan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) No.13 tahun 2003 yang sangat merugikan klas buruh di Indonesia. Para intelektual kampus yang kolot ini mendapatkan sokongan luar biasa dan pemerintahan boneka SBY-Kalla dan kaum imperialis secara finansial dan riset-riset guna memberikan label akademis atas tindakan mereka. Lembaga-lembaga riset atau pengkajian di kampus dijadikan alat utama kaum intelektual kolot ini dalam beroperasi. Lembaga Pengkajian Ekonomi Masyarakat (LPEM) UI merupakan salah satu lembaga kampus yang selalu kencang berbicara pentingnya investasi asing untuk mengatasi krisis ekonomi dalam negeri. Sementara investasi asing dalam kenyataannya justru membawa malapateka bagi jutaan rakyat di Indonesia. Sebagai contoh, investasi asing pada kuartal IV tahun 2007 sebesar Rp 125 triliun hanya mampu menyerap 270.000 tenaga kerja, cukup menjadi bukti bahwa investasi bukan jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia hari ini. Dalam prakteknya para intelektual kolot mengembangkan tradisi keilmuan yang anti kritik dan dogmatis. Tidak sedikit mahasiswa yang menjadi korban seperti nilai jelek ataupun dikeluarkan dari kelas hanya karena bersikap kritis di kelas dan mengkritisi kebijakan kampus. Bahkan terkadang lahir satu sentimen pribadi sang dosen kolot tersebut terhadap si mahasiswa. Intelektualintelektual seperti inilah yang telah mematikan tradisi ilmiah dan menghambat kebebasan mimbar akademik di kampus. Mereka para intelektual kolot begitu bangga dengan tradisi abad pertengahan ala “skolastik” yang mendidik muridmuridnya menjadi sosok-sosok patuh yang kosong pikirannya seperti kerbau dicucuk hidungnya. Kaum intelektual kolot tersebut mau tidak mau harus dihadang lajunya oleh para intelektual demokratis yang berpikiran maju (progresif). Para intelektual demokratis progresif di kampus harus berani tampil ke depan dengan tradisi ilmiahnya menghantam propaganda-propaganda sesat dari kaum intelektual kolot di kampus. Mahasiswa dan dosen kritis yang mendambakan kegunaan ilmu dan pengetahuan bagi kemajuan dan perubahan nasib rakyat memiliki tugas besar untuk berhadap-hadapan dengan para intelektual kolot ini. Kenapa kaum intelektual demokratis harus tampil ke depan? Saat ini, rejim SBY-Kalla secara langsung telah mengancam penghidupan kaum intelektual demokratis di kampus. Mulai dari pengkebirian hak-hak pendidikan dengan


menjadikan pendidikan sebagai komoditi bisinis, menjadikan Dengan demikian, kampus harus dijadikan tempat ilmu pengetahuan sebagai alat legitimasi kepentingan untuk melahirkan para intelektual progresif yang siap imperialis dan klas penguasa dalam negeri, hingga mengabdikan tenaga dan pikirannya kepada rakyat. menelantarkan lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan Menyumbangkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya pekerjaan, karena pos-pos pekerjaan itu telah diisi oleh para untuk perjuangan pembebasan rakyat Indonesia melawan tenaga ahli dari asing. Dimana kebijakan ini sendiri telah di dominasi imperialisme, dan feodalisme. Menjadikan kampus atur dalam Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) sebagai corong propaganda aspirasi perjuangan rakyat klas No. 25 tahun 2007. buruh dan kaum tani serta rakyat tertindas lainnya. Tampilnya kaum intelektual demokratis kedepan Selain pengobaran perjuangan massa menuntut hakdiharapkan mampu mengembalikan kampus sebagai tempat hak demokratis mahasiswa di kampus, apa yang disebutkan yang mengembangkan tradisi ilmiah. Disisi lain di atas dengan menggelar forum-forum ilmiah di kampus mengembalikan fitrah dari ilmu pengetahuan itu sendiri membedah problem-problem rakyat harus mulai digiatkan dengan slogan “science for people,” bukan untuk jualan oleh FMN dan tentu saja gerakan massa mahasiswa di apalagi dijadikan kepentingan untuk menindas dan kampus-kampus. Disisi lain, memberikan dukungan atas menghisap rakyat. Mahasiswa dan dosen-dosen kritis harus perjuangan rakyat di kampus-kampus seperti tindak menggairahkan kekerasan aparat kembali kampus terhadap kaum tani dengan forum diskusi yang merampas tanah atau kajian ilmiah, rakyat di pedesaan membedah problemataupun terhadap PHK problem rakyat dengan massal terhadap buruh kajian ilmiah yang di perkotaan, yang bisa ditujukan untuk dilakukan dengan aksimenjawab berbagai aksi protes, problem ditengah penggalangan petisi badai krisis ekonomi ataupun dengan yang terus kegiatan propaganda menghancurkan massa luas di kampuspenghidupan seharikampus. Bahkan ketika hari. Melakukan gerakan rakyat klas counter propaganda buruh dan kaum tani intelektual kolot dipaksa tiarap, kampus penyokong peraturandan kaum intelektual peraturan hukum anti demokratis berperan rakyat seperti UU PM besar untuk membuka 25/2007 atau RUU ruang-ruang demokrasi BHP, pembela politik. kebijakan ekonomi proSehingga secara imperialis hingga Menggelorakan perjuangan massa dikampus, dalam rangka mewujudkan kampus konkret akan pemuja politilk agraria sebagai “benteng pertahanan rakyat” memperjelas pertalian anti kaum tani. erat antara kaum Di sinilah FMN memiliki andil besar untuk memulai itu intelektual demokratis progresif dengan klas buruh dan kaum semua. Hall-hall kampus hingga auditorium harus mulai diisi tani. Tanpa klas buruh dan kaum tani, kaum intelektual dengan kegiatan-kegiatan forum diskusi atau kajian ilmiah demokratis tidak akan bisa menggapai harapannya akan dengan melibatkan massa mahasiswa dan dosen-dosen pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada kritis. Diskusi-diskusi terbuka, seminar, simposium ataupun rakyat. Kaum intelektual demokratis harus mendekatkan diri workshop harus digelar di kampus-kampus guna membedah dengan klas buruh dan kaum tani, karena merekalah problem-problem rakyat dengan kajian-kajian ilmiah yang kekuatan pokok perubahan di negeri ini. Untuk itu pula, menghajar propaganda-propaganda sesat para intelektual kegiatan-kegiatan pelayanan terhadap rakyat di pedesaan kolot dan tentu saja mampu dipertanggung jawabkan. Inilah dan kawasan kumuh perkotaan sangat memiliki peranan tradisi ilmiah dan kebebasan mimbar akademik yang penting. sesungguhnya. Menyongsong Hari Buruh (May Day) dan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2008 yang menjadi Kampus sebagai Benteng Pertahanan Rakyat momentum perjuangan persatuan seluruh rakyat, kaum Upaya-upaya menghalau laju kaum intelektual kolot, intelektual demokratis dan secara khusus kepada FMN, merupakan salah satu eksperimentasi ilmiah dalam rangka harus mempersiapkan jauh-jauh hari untuk menggelar menjadikan “kampus sebagai benteng pertahanan rakyat.” “Panggung Rakyat” di kampus-kampus sebagai langkah Kenapa? Kampus saat ini telah menjadi menara gading yang menguji apa yang dinamakan “kampus sebagai benteng berdiri congkak di atas penderitaan rakyat akibat ulah pertahanan rakyat”. Dan tak kalah pentingnya adalah imperialisme dan rejim boneka di dalam negeri yang kegiatan-kegiatan pelayanan dan integrasi di basis-basis disokong sepenuhnya oleh rektor-rektor tukang dagang dan pemukiman buruh di perkotaan guna menyambut dan kaum intelektual kolot. Karena kampus tidak lagi mampu menjadikan dua momentum May Day dan Hardiknas dijangkau oleh jutaan anak klas buruh dan kaum tani, serta sebagai puncak perayaan yang gegap gempita. Ku Abdikan mengabdikan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada kaum Diri, Ilmu dan Perjuangan untuk Rakyat! imperialis dan rejim boneka di dalam negeri.


Gelora Kampus

UNSIQ BERGOLAK MAHASISWA TUNTUT PENGHAPUSAN DENDA KETERLAMBATAN REGISTRASI DAN KEBIJAKAN CUTI AKADEMIK SEPIHAK Komersialisasi dalam dunia pendidikan semakin nyata terjadi. Hal ini juga berlaku di kampus Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonosobo, Jawa Tengah. Melalui berbagai macam kebijakan, pengelola kampus berusaha untuk mengeruk dana sebesar-besarnya dari kantong mahasiswa.

P

raktek komersialisasi yang semakin kencang terjadi dalam kampus akan selalu berhadapan dan menuai protes keras dari mahasiswa. Hal ini juga terjadi di Unsiq Wonosobo, mahasiswa bangkit untuk menolak kebijakan kampus yang menerapkan denda terhadap keterlambatan registrasi hingga 25% dari biaya registrasi.

Terlambat Registrasi, Mahasiswa Harus Bayar Denda Upaya pengerukan dana oleh pengelola kampus Unsiq terhadap mahasiswa semakin merajalela. Berbagai macam bentuk kebijakan dikeluarkan demi memperoleh dana yang diinginkan. Salah satu contoh kebijakan tersebut adalah pemberlakuan denda apabila mahasiswa terlambat melakukan registrasi menjelang masa awal perkuliahan. Aturan denda keterlambatan registrasi tersebut adalah, pembayaran 5% untuk keterlambatan 1 minggu, 10% untuk keterlambatan 2 minggu, 15% untuk keterlambatan 3 minggu, 20% untuk keterlambatan 4 minggu dan apabila terlambat lebih dari satu bulan denda yang dikenakan sebesar 25%. Kampus kemudian tidak berbeda dengan rentenir yang selalu mengambil keuntungan dari bunga hutang. Jika biaya registrasi satu orang mahasiswa untuk SPP dan SKS sebesar Rp. 750.000, sedangkan dia terlambat lebih dari sebulan maka dapat dipastikan mahasiswa tersebut harus menambah biaya sebesar Rp.187.500. Melihat kenyataan tersebut, Front Mahasiswa Nasional (FMN) kampus UNSIQ bersama-sama dengan mahasiswa UNSIQ menggelar aksi massa bertepatan dengan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional tanggal 10 Desember 2007. Puluhan anggota FMN dan massa mahasiswa melakukan aksi mimbar bebas menuntut penolakan pemberlakuan denda akibat keterlambatan melakukan registrasi. Aksi ini dibuka pada pukul 08.30 WIB di perempatan masjid Al Furqon. Sembari melakukan orasi-orasi massa aksi juga mengibarkan atribut bendera FMN dan ILPS di kampus Unsiq. Selanjutnya, massa aksi bergerak menuju aula Al A’la dimana massa mahasiswa sedang mengikuti kuliah umum, dilanjutkan dengan melakukan orasi-orasi serta happening art di depan gedung rektorat hingga pukul 12.00 WIB. Tidak hanya sekali, aksi massa ini digelar selama tiga hari berturut-turut. Setelah tiga hari menggelar serangkaian aksi, tepat pada tanggal 13 Desember 2007 Senat universitas memberikan respon atas aksi yang dilakukan FMN. Kebijakan pemberlakuan denda bagi mahasiswa yang telat melakukan registrasi dihapuskan. Artinya, aksi tiga hari berturut-turut yang dilakukan FMN kampus Unsiq bersama-sama dengan mahasiswa memberikan kemenangan bagi massa secara luas. Kebijakan pembayaran denda atas keterlambatan registrasi yang telah berlangsung bertahun-tahun berhasil dihapuskan. Kebijakan Baru Rektor Disambut Gelombang Aksi Massa Seolah tidak mau berhenti untuk memberikan ruang terhadap pemenuhan hak demokratis mahasiswa, rektor bereaksi keras atas penghapusan kebijakan pembayaran denda keterlambatan registrasi. Kebijakan baru dikeluarkan, yaitu memperpendek masa pembayaran semester gasal. Sampai bulan Desember 2007, jika mahasiswa belum melakukan registrasi akan dicutikan secara sepihak, dan apabila tidak mengurus cuti maka akan dikeluarkan dari kampus alias drop out (DO). Ratusan mahasiswa terancam akan terkena kebijakan cuti akademik sepihak ini. Kebijakan memperpendek waktu pembayaran semester gasal ini kembali memicu letupan protes dari mahasiswa. Tanggal 31 Desember 2007, FMN kembali menggelar aksi penggalangan

petisi untuk menyikapi kebijakan baru rektor. Dengan membentangkan selembar kain putih yang bertuliskan “ Petisi: Tolak Kebijakan Cuti Sepihak Terhadap Mahasiswa “, massa aksi mulai menyisir kampus I dan II. Memulai aksi di gedung Baitul Qur’an atau kampus FITK pada pukul 09.00 WIB, massa aksi menuju ke masjid Al Furqon. Selanjutnya massa aksi menyisir setiap kelas untuk mengajak mahasiswa terlibat dalam penolakan cuti akademik sepihak. Ternyata mahasiswa baru banyak yang belum mengetahui kebijakan baru ini dan merespon positif aksi petisi yang diselenggarakan. Aksi penggalangan petisi berlanjut di fakultas Teknik, fakultas Bahasa dan Sastra, fakultas Ekonomi serta fakultas Syariah dan Dakwah. Penggalangan petisi ini diakhiri di tengah-tengah jalan yang menghubungkan antara pintu gerbang dengan masjid. Kain hasil penggalangan petisi dibentangkan ditanah untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa lain memberikan dukungannya. Selain menggalang petisi tanda tangan, massa aksi juga melakukan orasi-orasi dan penyebaran selebaran kepada seluruh mahasiswa. Aksi diakhiri dengan menyanyikan mars FMN pada Pukul 12.00 WIB. Setelah satu minggu dan belum mendapatkan respon dari rektor, pada 7 Januari 2008 FMN kembali menggelar mimbar bebas sambil mengusung poster berisi tuntutan-tuntutan penolakan kebijakan cuti sepihak sekaligus mempropagandakan hasil penggalangan petisi yang dilakukan sebelumnya. Aksi dimulai pada pukul 09.45 WIB, dengan orasi-orasi di gedung Al Jaded lantai 3 sebagai pemanasan. Kemudian berlanjut ke depan gedung Al jaded dan meneruskan orasi-orasi, meneriakkan yel-yel serta menyanyikan lagu perjuangan. Tepat pukul 12.00 aksi piket ini diakhiri untuk mempersiapkan aksi keesokan harinya. Masih dengan metode yang serupa, tanggal 8 Januari 2008 FMN kembali menyuarakan aspirasinya dengan aksi massa. Ada hal yang berbeda kali ini, bertepatan dengan digelarnya aksi pihak rektorat mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh rektor UNSIQ Dr. H. Zamakhsari Dhofier, M.A dan pihak yayasan Habibullah Idris. Salah seorang dosen, Junaidi kemudian mendatangi massa aksi dan menanyakan “Kenapa harus dengan aksi? Bukankah ada jalan lain yang bisa ditempuh, dengan menemui rektorat langsung?” tanya Junaidi. Massa aksi serentak menjawab, “Ada kawan yang pernah mencoba jalur seperti itu, tetapi tidak pernah ada hasil kongkretnya”. Selain itu jalur diplomasi hanya akan menghasilkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak sesuai dengan tuntutan massa aksi secara luas. Aksi diakhiri pukul 11.00 WIB untuk kembali mempersiapkan aksi lanjutan keesokan harinya. Dengan tuntutan yang sama, 9 Januari 2008 FMN kembali menggelar aksi mimbar bebas. Dalam aksi kali ini, rektor berencana mengeluarkan keputusan akan menghapuskan kebijakan cuti sepihak. Akan tetapi, pihak rektor masih berupaya untuk mencari celah dengan mengeluarkan kebijakan baru. Akhirnya keputusan yang dikeluarkan oleh rektor adalah, untuk semester gasal pembayaran registrasi dilakukan tanggal 1-10 Agustus dan untuk semester genap tanggal 1-10 Februari setiap tahunnya. Jika pembayaran dilakukan diluar tanggal tersebut maka mahasiswa harus memilih antara mengurus cuti atau dikeluarkan dari kampus alias DO. Kedepan, kebijakan ini akan terus menjadi perhatian bagi perjuangan kawan-kawan FMN kampus Unsiq. Sekali lagi, kekuatan aksi massa kembali menunjukkan keberhasilan dan sanggup memberikan kemenangan terhadap perjuangan massa dalam upayanya memenuhi hak-hak demokratis mahasiswa di kampus. Usaha-usaha perjuangan seperti ini harus terus kita jaga dan tingkatkan agar terus menambah kualitas serta capaian dalam organisasi kita.


Karya Massa

PENELITIAN ILMIAHKU TERBENTUR DINDING TEBAL DOSEN FEODAL (Penelitian Hukum terhadap Kasus IKIP Mataram) Oleh : Astiruddin Purba, S.H*

D

unia pendidikan seharusnya menjadi sebuah sarana demokratis untuk belajar sekaligus tempat bagi seluruh rakyat mengembangkan kebudayaan serta taraf berpikir. Namun di Indonesia, institusi pendidikan yang ada masih belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Demokratisasi di kampus masih menjadi sebuah impian bagi seluruh mahasiswa. Tulisan berikut akan memaparkan sebuah karya anggota FMN dan hambatan yang dihadapi ketika mencoba melakukan tinjauan secara hukum atas perbuatan melawan hukum oleh pihak yayasan dalam kasus IKIP Mataram.

Setelah saya mengajukan pertanyaan tersebut, tidak ada klarifikasi atau jawaban ilmiah yang saya dapatkan dari dosen. Justru saya diberikan pandangan-pandangan yang sangat tidak masuk akal, kemudian diberikan pandangan untuk mengganti dengan judul penelitian lain sesuai dengan keinginan dosen, bahkan berusaha mengotak atik judul yang telah saya ajukan. Namun, karena sejak awal saya begitu tertarik dengan judul penelitian ini, maka dengan gigih saya berusaha pertahankan judul penelitian saya hingga akhirnya disetujui oleh ketua jurusan bidang perdata. Selama melakukan penelitiaan, ternyata saya baru mengetahui kenapa selalu dijegal ketika mengajukan judul penelitian seperti diatas. Alasan tersebut tidak lain bahwa sebuah penelitian tidak boleh merusak citra dan reputasi dosendosen hukum ataupun dosen fakultas hukum Universitas Mataram, sebuah alasan yang menurut saya tidak mempunyai dasar yang ilmiah dan hanya bertujuan melindungi eksistensi dosen-dosen feodal penghuni kampus Unram. Karena secara tidak langsung, judul yang saya ajukan banyak membeberkan kebejatan Rektor IKIP Mataram sekaligus Yayasan IKIP Mataram.

Berjuang Keras untuk Loloskan Judul Penelitian Pendidikan yang mengungkung dan jauh dari tradisi ilmiah memang satu kebenaran dan nyata terjadi di kampus Universitas Mataram (Unram) NTB. Hal ini saya alami ketika hendak mengajukan judul untuk tugas akhir (skripsi) sebagai salah satu persyaratan agar bisa lulus dari Fakultas Hukum Unram. Kejadian ini bermula ketika saya mengajukan judul penelitian “Tinjauan Yuridis tentang Perbuatan Melawan Hukum (on rechmatige daad) oleh Pihak Perbuatan Melawan Hukum Yayasan”, dalam hal ini adalah studi Yayasan IKIP Mataram kasus terhadap kasus IKIP Dalam penelitian yang saya susun, Mataram. Hambatan pertama terlebih dahulu dikemukakan istilah datang dari dosen yang perbuatan melawan hukum (on menanyakan, “Kenapa kamu harus rechtmatige daad). Pada mengambil judul itu? Judul yang perkembangannya, istilah perbuatan kamu ambil itu terlalu politis dan melawan hukum tidak hanya memiliki tidak mempunyai persfektif yuridis”, arti yang sempit, tetapi juga memiliki tanpa memberikan alasan yang arti yang luas. Artinya, dalam jelas. Imbasnya, saya terpaksa pengertian sempit yaitu perbuatan harus beberapa kali ganti dosen yang melawan ketentuan Undangpembimbing dan dipingpong kesana undang saja. Namun dalam kemari serta tidak dipedulikan. pengertian yang lebih luas adalah Judul yang saya ajukan perbuatan hukum yang melanggar dengan sekuat tenaga hendak saya Kampus seharusnya menjadi tempat dilahirkannya kewajiban hukum yang seharusnya pertahankan, kemudian saya-pun sarjana yang sanggup mengembangkan budaya ilmiah dilakukan, hak subjektif orang lain, mengajukan beberapa pertanyaan dan mengabdi pada rakyat kesusilaan maupun nilai-nilai yang dan pandangan saya kepada dosen tumbuh subur berkembang dalam kehidupan masyarakat, tersebut atas judul yang saya ajukan. Pertama, “Setahu ini semua dapat dikatakan perbuatan yang melawan Hukum. saya, kampus ini adalah wadah atau tempat untuk Istilah perbuatan melawan hukum ini telah diatur dalam Pasal memecahkan persoalan yang muncul dimasyarakat secara 1365 BW. luas? Bukankah kampus sebagai gudang pengetahuan secara ilmiah?”. Saya ingin meneliti secara yuridis bukan secara politis terhadap kasus IKIP Mataram, karena setahu Beberapa hal yang menjadi kriteria/unsur-unsur dalam pasal saya, dalam melakukan penelitian ilmiah tidak dibatasi oleh 1365 BW yaitu : ada atau tidaknya aspek politis maupun aspek lainnya, a. Melanggar kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan dengan kewajiban hukum yang sehingga dapat memandulkan dan membunuh seharusnya dilakukan, perkembangan ilmu pengetahuan, utamanya perkembangan b. Melanggar hak subyektif orang lain, atas ilmu hukum untuk menjawab problem-problem hukum c. Melanggar tata susila, dikalangan rakyat. Bagaimana bisa, kita yang bergelut di d. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian serta sikap fakultas hukum dapat menemukan sebuah pandangan kehati-hatian yang seharusnya dilakukan. yuridis, jika dalam kasus IKIP Mataram yang sampai sekarang belum ketemu satu titik terang karena saling klaim Terhadap Konflik IKIP Mataram berawal dari adanya kebenaran antara pihak-pihak yang bersengketa.


perbuatan pemberhentian rektor yang sah dan pengangkatan rektor baru oleh yayasan secara sepihak melalui SK Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram, yakni ; 1. SK Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram No.15/YPIM/ VII/2006 tentang Pemberhentian Para Pejabat di Lingkungan IKIP Mataram Tentang Keberadaan Rektor dan jajarannya yang masih menjabat memiliki status yang sah karena diangkat melalui Rapat Senat IKIP Mataram masa periode jabatan 2004 s/d 2008. 2. SK Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram No.16/YPIM/ VII/2006 tentang Pengembalian Dosen/tenaga Pengajar yang diperbantukan Tentang pengembalian Tenaga Pengajar ke Kopertis Wilayah VIII, ini didasarkan oleh SK Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram No.15/YPIM/VII/2006 3. SK Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram No.17/YPIM/ VII/2006 tentang Pengangkatan Pejabat struktural di Lingkungan IKIP Mataram. Tentang Keberadaan Rektor Sekarang (H. Lalu Said Rhupina) beserta jajarannya itu semua diangkat secara sepihak oleh Yayasan tanpa adanya menggelar rapat senat terlebih dahulu. Tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan tidak memiliki dasar hukum apapun, akan tetapi penerbitan SK Yayasan di atas banyak di dominasi oleh aspek politis semata. Jika melihat Yayasan Pembina IKIP Mataram merupakan Yayasan yang bergerak dibidang Pendidikan Tinggi, maka ketentuan hukum yang khusus (lex specialis derogat lex generalis) itu adalah PP No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, atas penelitian yang di lakukan ternyata sudah dengan terbukti telah melawan ketentuan : n Pasal 39 ayat 2 PP No. 60 tahun 1999 disebutkan bahwa Rektor Universitas/Institut yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara Universitas Senat Universitas/Institut yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan Senat Universitas/Institut n Pasal 36 ayat 1 Statuta IKIP Mataram dijelaskan bahwa Rektor diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram berdasarkan hasil pemilihan dan pertimbangan Senat IKIP Mataram. n Pasal 39 ayat 6 disebutkan bahwa Pembantu Rektor Universitas/Institut yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat pertimbangan dari Senat Universitas/ Institut dan Pertimbangan Badan Penyelenggara Universitas/Institut. n Dalam pasal 48 ayat 2 disebutkan bahwa Dekan Fakultas yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat pertimbangan Senat Fakultas yang bersangkutan melalui prosedur yang dimuat dalam Statuta Universitas/Institut yang bersangkutan. n Dalam pasal 48 ayat 4 dijelaskan bahwa Pembantu Dekan Fakultas yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh Rektor atas usul Dekan Fakultas yang dimuat dalam Statuta Universitas/Institut yang bersangkutan. n Dalam pasal 50 ayat 8 disebutkan Ketua dan Sekretaris Jurusan serta Ketua Laboratorium/Studio diangkat dan diberhentikan Rektor atas usul Dekan setelah mendapat Pertimbangan Senat Fakultas.

Dan dalam Statuta IKIP Mataram pada : 1. Pasal 36 ayat 2 di jelaskan bahwa Pembantu Rektor diangkat dan diberhentikan oleh Rektor, setelah mendapat Pertimbangan dari Senat IKIP Mataram 2. Dalam pasal 40 ayat 6 dijelaskan bahwa Dekan diangkat dan diberhentikan oleh Rektor, berdasarkan hasil pemilihan dan pertimbangan Senat Fakultas yang bersangkutan 3. Pasal 40 ayat 7 menyebutkan bahwa Pembantu Dekan diangkat dan diberhentikan oleh Rektor, atas usul Dekan setelah mendapat pertimbangan Senat Fakultas. 4. Begitu pula Ketua Jurusan/ Progran Studi dan Kepala Lembaga diangkat dan diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat pertimbangan Senat (pasal 41 ayat 6 dan pasal 44 ayat 3). Bersamaan dengan pemberhentian yang dilakukan oleh pihak yayasan dalam SK-nya, bahwa tindakan tersebut telah melawan ketentuan Pasal 1365 BW, hal ini dapat dilihat bahwa tindakan Yayasan Pembina IKIP Mataram sudah melampaui batas-batas kewenangan yang seharusnya dimiliki. Terhadap pemberhentian dan pengangkatan (Pembantu Rektor, Dekan, Pembantu Dekan, Kepala Bidang), yang seharusnya kewenangan ini dimiliki oleh Rektor bukan yayasan. Dengan demikian terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Yayasan Pembina IKIP Mataram dapat dikatakan telah melanggar hak-hak subjektif, kewajiban hukum yang seharusnya di lakukan, melanggar tatasusila, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, serta kehati-hatian yang seharusnya dilakukan yang dimiliki oleh Rektor. Melihat akibat yang di timbulkan perbuatan melawan hukum oleh Pihak Yayasan ternyata membawa polemik yang berkepanjangan, dimana dalam hal ini pihak yang paling dirugikan dan menjadi korban adalah mahasiswa. Beberapa dampak negatif dari perbuatan melawan hukum ini kemudian bermunculan, mulai dari terbunuhnya salah satu mahasiswa (Muhammad Ridwan, fakultas MIPA, jurusan kimia, semester V) ketika memperjuangkan hak-haknya, pembekuan tiga jurusan (jurusan bahasa Jerman, Pendidikan Guru TK, Pendidikan Seni), carut-marutnya kondisi akademis, status izajah yang belum jelas hingga penggabungan kelas akibat dosen yang tidak hadir. Semua permasalahan ini akibat ketidakjelasan status hukum pejabat struktural dilingkungan IKIP Mataram sebagai subjek hukum yang bertugas menjalankan semua perbuatan hukum dilingkungan IKIP Mataram. Dalam kondisi kampus yang seperti ini, menjadi penting bagi pemerintah mengambil peran dengan tegas, karena pendidikan tinggi merupakan subsistem yang tidak terpisah dengan pengaturan negara. Penentuan kurikulum dalam pendidikan, status akreditasi, mengawasi kebijakankebijakan kampus, bahkan sampai pada pendanaannya. Maka, tidak tepat kemudian apabila negara melalui Dikti dan Kopertis wilayah VIII, hanya menuntut hak-haknya namun disisi lain melepaskan tanggung jawabnya begitu saja. Karena hingga saat ini negara cenderung menganggap konflik IKIP Mataram merupakan konflik internal yang hanya bisa diselesaikan oleh internal IKIP itu sendiri. Dalam hal ini pemerintah secara tidak langsung memiliki andil yang besar terhadap segala permasalahan yang terjadi di IKIP Mataram, karena telah melakukan praktek pembiaran dengan tidak mau terlibat menyelesaikan kasus yang terjadi di IKIP Mataram. * Anggota FMN kampus Universitas Mataram (Unram) NTB.


Gejolak Massa

TERUS BERGOLAK, TERUS LAYANI RAKYAT Aksi Mahasiswa Universitas Batanghari (Unbari) Jambi Dibubarkan oleh PR III dan Satpam Aksi yang dilakukan oleh Front Mahasiswa Nasional Kampus Universitas Batanghari (Unbari) Jambi (18/1) dibubarkan oleh Pembantu Rektor (PR) III Unbari dan satpam kampus. Aksi massa ini digelar untuk menuntut dibatalkannya kenaikan biaya ujian dari Rp. 16.000 menjadi Rp. 20.000. Kenaikan biaya ujian ini menuai protes karena tanpa pemberitahuan dan kebijakan yang diambil tanpa melibatkan mahasiswa. Berdasarkan hasil polling yang disebarkan oleh FMN dua hari sebelumnya kepada lebih dari 400 mahasiswa Unbari, 97% menyatakan tidak tahu akan adanya kebijakan kenaikan biaya ujian dan menyatakan tidak sepakat dengan kebijakan tersebut. Sehari sebelum aksi massa, pimpinan FMN Unbari sempat mendatangi BEM Universitas untuk memberi sikap atas kebijakan rektor tersebut. Namun BEM menyatakan tidak tahu menahu dan akan mencoba memfasilitasi pertemuan FMN dengan pihak rektorat pada tanggal 18 Januari 2008 pukul 10.00 WIB. Sesuai dengan rencana, tepat pada pukul 10.00 WIB FMN yang diwakili oleh Ade, Ucok, Bara, Rian dan Aris bersama BEM melakukan hearing dan ditemui oleh PR III M. Chairul Indra, SH. MH. Dalam pertemuan tersebut, PR III menolak untuk dilanjutkan dengan alasan bahwa FMN adalah organisasi ekstra kampus yang langsung dibantah oleh kawan-kawan FMN karena ini adalah kepentingan seluruh mahasiswa dan anggota FMN juga termasuk sebagai mahasiswa Unbari yang telah menjalankan kewajibannya. Dalam perdebatan ini BEM tidak bersikap, dan pertemuan deadlock. BEM beserta pihak rektorat mengajukan pertemuan lanjutan pukul 16.00 WIB dengan mengundang BEM fakultas serta seluruh Dekan. Kecewa dengan hasil pertemuan, anggota FMN Unbari melakukan aksi massa di pelataran kampus untuk mengecam pernyataan PR III dan rektor yang menolak mencabut kebijakan tersebut. Aksi ini mendapat sambutan hangat dari massa luas. Ditengah-tengah aksi, ketua BEM mendatangi massa aksi dan menyatakan FMN sebagai organisasi ektra kampus dan tidak boleh menyelenggarakan aksi di kampus. Setelah itu, giliran PR III bersama satpam kampus datang dan mencoba membubarkan massa aksi dengan pernyataan provokatif agar aksi segera bubar. Dengan agresif PR III bersama satpam berusaha merebut megaphone yang sedang digunakan kordinator lapangan. Tindakan ini justru menambah semangat massa aksi dan disambut meriah mahasiswa luas. Sore harinya, hearing kembali digelar dengan dihadiri FMN, BEM Universitas dan Fakultas, PR II, PR III beserta dekan dari seluruh fakultas. Dalam penjelasannya PR III menjelaskan jika kenaikan biaya ujian akan digunakan untuk program database kemahasiswaan, yang langsung dibantah oleh kawan-kawan. “Bukankah uang fasilitas sudah masuk dalam uang pembangunan? Kenapa harus bayar lagi? Kenapa kebijakan ini tidak disosialisasikan kepada mahasiswa terlebih dahulu, bahkan tanpa melibatkan mahasiswa dalam proses pembuatannya?” sergah kawankawan FMN. PR III yang dicerca dengan pertanyaanpertanyaan tersebut menyatakan kalau perincian keuangan berada di yayasan. Akhirnya hearing ditutup tanpa menghasilkan satu kesepakatan apapun. Sebuah bukti

bobroknya birokrasi di negeri ini, yang selalu melempar tanggung jawab ketika menghadapi persoalan. Aksi Penggalangan Dana untuk Korban Banjir Jawa Tengah dan Jawa Timur Dihadang Represifitas Banjir yang melanda Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak 26 Desember 2007 mengetuk empati seluruh rakyat Indonesia. Menjelang tahun baru (31/12) Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional (PP FMN) bersama dengan FMN Jakarta mengadakan aksi penggalangan dana kemanusiaan di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta. Aksi kemanusiaan ini diikuti oleh 32 orang anggota FMN yang kemudian di bagi dalam beberapa grup dan ditempatkan dibeberapa titik untuk menggalang bantuan dana. Setelah meminta ijin kepada polisi yang berjaga di sekitar area bundaran HI, aksi kemanusiaan dimulai tepat pukul 18.45 WIB Pada awalnya, pelaksanaan aksi kemanusiaan ini berlangsung dengan lancar. Tidak lama berselang, sekitar pukul 19.30 WIB sejumlah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang juga berjaga di area bundaran HI menangkap salah satu grup yang sedang bekerja mengumpulkan bantuan dengan alasan aksi ini dilakukan tanpa ijin terlebih dahulu. Sedikitnya, 6 (enam) orang anggota Satpol PP beserta 3 (tiga) orang aparat kepolisian mendatangi posko utama, dan mendesak agar posko tersebut segera dibubarkan karena dianggap melanggar peraturan dan berada di wilayah VVIP. Sebuah bendera dan spanduk yang dipasang di posko disita petugas sebagai barang bukti. Berbagai rasionalisasi yang coba dijelaskan tidak diterima dan diancam akan dibubarkan jika tetap melanjutkan aksi kemanusiaan ini. Tindakan represifitas ini membuktikan ketidak-pedulian pemerintah terhadap bencana yang sedang menimpa rakyatnya sendiri. Gelar Budaya Rakyat, Refleksi Akhir Tahun Di Kota Wonosobo (31/12). Menjelang pergantian tahun, berbagai acara refleksi akhir tahun digelar oleh FMN. Di Wonosobo Front Mahasiswa Nasional (FMN) bersama dengan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Aliansi Pelajar Wonosobo (APW), dan Pemuda Desa (PEDAS) mengadakan refleksi bersama yang bertemakan “Gelar Budaya Rakyat” yang bertempat di Alun-alun kota. Acara diisi dengan penampilan teatrikal,


pembacaan puisi, dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan rakyat. Gelar Budaya Rakyat yang diselenggarakan ini cukup mendapat perhatian masyarakat di sekitar alun-alun yang berkumpul menyambut perayaan tahun baru. Acara dimulai pukul 18.00 WIB dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan diikuti pembaacaan puisi secara bergantian oleh organisasi yang terlibat dalam acara ini. Penampilan selanjutnya adalah teatrikal dengan judul “Nesu Bokong”. Teater ini berlatar belakang cerita soal penindasan rakyat Indonesia yang semakin menjadi-jadi dan pemerintah yang enggan untuk segera menyelesaikannya. Pemerintah terlalu banyak bicara dan berjanji, sementara rakyat sudah tahu bahwa ia hanya omong kosong belaka. Pementasan teater ini sempat diulang hingga tiga kali karena antusiasme penonton yang begitu besar. Diakhir acara, banyak massa luas yang meminta untuk berlatih teater bersama dan meminta agar diijinkan datang ke sanggar, belajar bersama tentang olah tubuh dan olah suara bersama kawan-kawan FMN. Solidaritas Untuk Rakyat Pakistan Jakarta, 29 Desember 2007. Front Mahasiswa Nasional (FMN)ILPS Indonesia kembali menggelar aksi di bundaran Hotel Indonesia. Aksi ini dilakukan sebagai dukungan dan solidaritas atas perjuangan untuk demokrasi rakyat Pakistan. Dalam aksinya, FMN juga mengecam tindakan pembunuhan terhadap mantan Perdana Menteri Benadzir Bhutto, yang sedang menggalang oposisi mengkritisi pemerintahan Perves Musharraf. Sebelum kematiannya, Bhutto menyuarakan dalam setiap kampanyenya untuk mewujudkan Pakistan sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan menciptakan keadilan. Dibawah gerimis hujan, aksi tetap dilakukan dengan memplester mulut sebagai simbolisasi dibungkamnya proses demokrasi di Pakistan oleh rejim yang sedang berkuasa. Kematian Bhutto diduga sebagai satu skenario bersama antara Musharraf dan imperialis Amerika Serikat (AS) untuk meredam gerakan oposisi di Pakistan yang semakin membesar. Disisi lain AS mempunyai kepentingan untuk mengamankan Pakistan sebagai topangan dalam menjalankan kampanye global perang melawan terorisme di Asia. Aksi diakhiri dengan menyanyikan lagu “Internasionale” sebagai wujud solidaritas internasional anti imperialisme. Terlibat Advokasi, 3 (tiga) Mahasiswa Universitas Tadulako Palu Gagal Wisuda Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng dan semakin menyibakkan kebobrokan sistem pendidikan di Indonesia akibat tindakan Rektor Universitas Negeri Tadulako (Untad) Drs. Sahabuddin Mustapa, Msi yang menunda penyematan toga (wisudawan) terhadap 3 (tiga) calon wisudawan Untad yaitu Mohammad Afandi (FISIP/ anggota FMN), Ruslan (Fakultas Hukum) & Anwar (Fakultas Kehutanan), pada 29 Desember 2007 akibat

sentimen pribadi sang rektor terhadap ke tiga mahasiswa tersebut. Hal ini berhubungan keaktifan ke tiganya dalam mengadvokasi kasus dugaan korupsi Sumbangan Dana Pembangunan Operasional Perguruan Tinggi (SDPOPT) sekitar Rp 7,8 miliar yang ditengarai melibatkan Rektor Untad Sahabudin Mustapa. Dimana kasus ini sendiri telah diperkarakan dengan hasil rektor Sahabudin Musatapa dijatuhkan vonis bebas oleh PN Sulteng. Dalam rangka mengikuti prosesi wisuda angkatan ke52, Ruslan (Fakultas Hukum) dan Moh Afandi (FISIP) masuk keruangan wisudawan. Kemudian Ruslan menempati kursi dengan nomor 007 atas nama Ruslan dengan stabuk D. 101 02 082 Ilmu Hukum. Moh Afandi stambuk B. 201 02 012 Sosiologi Fisip. Setelah duduk, Ruslan dan Moh. Afandi mengikuti proses pembukaan, serta sempat mendengarkan pesan almamater yang disampaikan oleh Rektor Untad. Tidak lama berselang, Nasir Karim, SH (koordinator keamanan wisudawan dan koordinator keamanan Untad) memanggil Ruslan menuju ke ruang perjamuan (makan) yang disana telah menunggu Sidin,SH (mantan kepala), Nastainudin Bolong (dosen Fisip untad), Ridwan (kepala BAAKPSI). Kemudian dihadirkan juga Moh Afandi ditempat tersebut. Ruslan dan Moh Afandi selanjutnyas tidak di izinkan lagi memasuki ruangan wisudawan dengan alasan masih “tahap pembinaan”. Ketika ditanya maksud dari tahap pembinaan, “anak buahnya” rektor tersebut menjelaskan bahwa rektor Untad belum bisa menerima 3 orang mahasiswa wisudawan guna mendapatkan pengukuhan dari rektor. Tindakan yang dilakukan oleh Rektor Untad Drs. Sahabudin Mustapa, MSi. melalui tindakan Panitia Wisuda Untad Angkatan 52 adalah praktek sewenang-wenang dan otoritarian yang telah melanggar hak mahasiswa untuk memperoleh haknya sebagai wisudawan. Sementara praktek pembiaran rektor yang tidak mau mewisuda dan tidak ditanda tanganinya ijazah ke tiga mahasiswa tersebut, menimbulkan satu pertanyaan bagaimana mereka melanjutkan masa depannya? Bukankah tindakan kejam sang rektor justru membuat nasib ketiga mahasiswa tersebut terkatungkatung!. Artinya Rektor Untad Drs. Sahabudin Mustapa, MSi. dengan ini telah melakukan perampasan hak warga negara atas pendidikan yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 dan Kovenan Internasional tentang HakHak Ekonomi Sosial Budaya (Ekosob) yang telah diratifikasi oleh pemerintah. Hal ini juga menegaskan bahwa demokratisasi di kampus hanya isapan jempol! Mahasiswa terus menjadi korban ketidakadilan dari sikap rektor seperti Sahabudin Mustapa ini yang dalam perkembangan terakhir juga telah memberlakukan peraturan pelarangan organisasi-organisasi massa independen di dalam kampus dan peraturan terkait jam malam di kampus.


Rakyat Bicara

PENTINGNYA ORGANISASI PELAJAR SEBAGAI ALAT PERJUANGAN Situasi krisis ekonomi yang semakin tajam terjadi di Indonesia telah memperburuk penghidupan masyarakat. Seluruh sektor di masyarakat ikut merasakan imbas dari krisis ini. Mulai dari naiknya harga barang kebutuhan pokok hingga sulitnya mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang semestinya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Pelajar, sebagai bagian dari masyarakat tentu saja tidak bisa terhindar dari dampak krisis ekonomi tersebut, sehingga penting kiranya bagi pelajar untuk membangun sebuah organisasi pelajar yang bertujuan untuk memperjuangkan dan mendapatkan hak-hak demokratisnya. Berikut ini adalah petikan wawancara tim korespondensi GELORA dengan Azimatul Khitobah, seorang siswa di Sekolah Menengah Atas Takhassus Al-Qur’an, Wonosobo sekaligus Kordinator Bidang Pendidikan Aliansi Pelajar Wonosobo (APW), sebuah organisasi pelajar yang telah eksis memperjuangkan hak-hak demokratis pelajar di sektor pendidikan sejak tahun 2006. Apa yang melatarbelakangi berdirinya Aliansi Pelajar Wonosobo (APW)? Pertama, APW dibentuk pada tanggal 9 juni 2006. Sampai dengan sekarang pembangunan organisasi masih terfokus pada Sekolah Menengah Atas (SMA), meskipun ada Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tergabung dalam APW. Persebaran anggotanya ada di 5 (lima) SMA, 2 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan 1 (satu) SMP. Sementara, kondisi pendidikan di Wonosobo saat ini buruk. Beberapa kenyataan yang bisa diungkap bahwa pelajar hanya di jadikan sebagai kelinci percobaan. Terbukti dengan sering bergantinya kurikulum pendidikan yang diterapkan di sekolah. Banyak anak-anak usia sekolah yang tidak dapat merasakan pendidikan dasar, terutama di desa-desa terpencil. Buku-buku pelajaran yang mahal harganya, fasilitas pendidikan yang tidak merata di semua sekolah (yang artinya pelajar harus belajar di tengah penyediaan fasilitas yang minim), SPP mahal bahkan beberapa tidak terjangkau oleh kalangan menengah kebawah padahal sudah ada anggarannya sendiri dari pemerintah sampai ke persoalan tidak adanya jaminan pekerjaan setelah lulus dari sekolah (karena mata pelajaran yang diberikan di bangku sekolah ternyata sulit bahkan tidak bisa diterapkan di masyarakat). Tentang keburaman masa depan pelajar ini ada peribahasa bahwa pelajar yang sudah lulus siap mendapat predikat sebagai penganggur baru. Di tingkat tenaga pengajar, gaji yang diberikan rendah dan ini ber-efek pada rendahnya kualitas guru. Hal ini terjadi terutama pada guru-guru honorer. Bahkan ada seorang guru TK swasta yang selama 20 tahun tidak tidak mendapatkan gaji karena yayasannya tidak mampu untuk membayar gajinya. Ini terjadi di kecamatan Wadaslintang. Dengan latar belakang inilah maka APW berdiri. APW mencoba untuk meningkatkan kesadaran pelajar akan hak sosial dan ekonominya yang tidak didapatkan di sekolah. Sementara bagi mereka yang bersekolah di sekolah yang favorit, dibangun kesadaran bahwa sekolah bukan untuk berhura-hura dan membangun kesadaran untuk tidak merasa sombong. Fungsi dari organisasi juga kita tekankan sebagai alat perjuangan bersama seluruh pelajar di Wonosobo. Selain itu, APW juga berfungsi sebagai media penyalur bakat dan kreatifitas anggota. Kegiatan yang pernah dilakukan oleh APW selama ini apa saja?

APW rutin untuk terlibat aktif dalam aksi Hari Pendidikan Nasional tiap tahunnya, kegiatan penggalangan dana untuk korban tsunami di Aceh dan gempa Jogjakarta, kegiatan lintas alam, sanggar teater (yang pernah melakukan pementasan pada acara halal bil halal salah satu organisasi di sasana adipura Wonosobo), belajar bersama, pendidikan rutin untuk anggota dan bakti sosial. Bakti sosial ini pernah dilakukan di Kecamatan Wadaslintang, di daerah terisolir sejak tahun 1980-an karena pembangunan Waduk Wadaslintang. Kegiatan rutinnya adalah mengadakan diskusi, sharing pengalaman, diskusi hasil survey tentang kondisi sekolah masing-masing. Kita juga pernah mendirikan Posko Peduli Pelajar Wonosobo yang tidak lulus ujian tahun 2007. Posko ini sekaligus sebagai pusat informasi terhadap pelajar yang menjadi korban kebijakan pemerintah yang tidak adil. Bagaimana dengan perjuangan yang pernah dilakukan kawankawan APW di sekolah-sekolah dalam rangka memperjuangkan hak-hak demokratisnya? Pejuangan kongkret yang pernah dilakukan adalah perjuangan kawan-kawan APW di MAN Mojotengah. Perjuangan dilakukan dengan pengerahan massa dan boikot belajar. Isu yang diangkat adalah mahalnya harga kain identitas yang dijual melalui sekolah yaitu seharga Rp 40.000 tiap meternya. Padahal jika di cek di pasaran harganya tidak lebih dari separuhnya. Selain itu kawankawan menolak kenaikan SPP sebesar Rp 50.000. Aksi dimulai dengan menutup gerbang sekolah untuk boikot belajar kemudian menyisir tiap kelas untuk mengajak kawankawan pelajar lain untuk ikut dalam aksi menolak kenaikan SPP dan menolak mahalnya harga kain identitas. Akhirnya aksi bisa diikuti oleh hampir semua kelas. Aksi sempat memanas dan pihak sekolah mendatangkan pihak Polres untuk mengamankan aksi yang dilakukan dan melarang siswa-siswinya untuk keluar dari lokasi sekolah. Akhirnya perwakilan dari APW di MAN Mojotengah (Ubet, Faqih, Mirza, Munir dkk) bertemu dengan kepala sekolah untuk segera memenuhi tuntutan peserta aksi. Kemenangan yang diperoleh adalah, bahwa dua tuntutan yang disampaikan dimenangkan seketika itu juga. Tindakan reaksioner pihak sekolah pasca aksi dilakukan. Yaitu dengan mengeluarkan ancaman akan memanggil orang tua siswa yang dicurigai sebagai dalang aksi dan akan dikeluarkan. Disebarkan isu pula bahwa ada organisasi ‘luar’ yang mendalangi aksi ini. Namun ini hanya isu belaka dan tidak dilakukan. Apa pandangan kawan Azim dan APW pada umumnya memandang krisis dalam negeri ini yang semakin tajam? Efek dari krisis ini sangat terasa. Bagi pelajar yang orang tuanya pas-pasan sangat berat untuk membayar SPP yang naik terus setiap tahunnya. Biaya lainnya seperti transportasi, buku, uang gedung, uang harian akan semakin tinggi dan tidak bisa dibayangkan betapa pusingnya orang tua kami untuk membayar biaya pendidikan yang makin melambung. Bagi anak kost ia harus pandai mengatur keuangannya dengan kencang agar kebutuhannya bisa terpenuhi. Harapan kawan Azim dan APW terhadap pergerakan massa demokratis sekarang ini di Indonesia seperti apa? Perjuangan yang dilakukan rakyat Indonesia semakin berani. Dengan adanya pergerakan massa yang semakin berani, bisa merintis jalan yang semakin cerah bagi bangsa Indonesia dalam menatap masa depannya.


Solidaritas International

Duka Dari Palestina, Represif di Malaysia In Memoriam Dr. Ahmad Maslamani Rakyat Palestina dan Internasional berduka, seorang Dokter yang juga anggota Central Committee of the Popular Front for the Liberation of Palestine ( PFLP) – Komite Sentral Front Pembebasan untuk Palestina meninggal dunia terkena serangan jantung pada usia 50 tahun. Dr. Ahmad Maslamani adalah seorang dokter yang hidupnya selain di dedikasikan untuk melayani rakyat Palestina dibidang kesehatan juga demi keadilan dan kebebasan bangsa Palestina dari tekanan Imperialisme pimpinan Amerika Serikat (AS) dan para Zionist. Pekerjaannya sebagai seorang ahli kesehatan tidak pernah menghalangi keinginannya untuk berlawan terhadap ketertindasan dan tetap bergabung dengan aksi-aksi dan mengusung isu pembebasan Palestina. Dunia Internasional juga mengenalnya sebagai sosok yang humanis dan penuh semangat, yang sepanjang hidupnya juga berjuang dalam gerakan anti rasial. Ucapan dukacita sedalam-dalamnya atas meninggalnya Dr. Ahmad Maslamani dan perasaan belasungkawa yang tulus terhadap keluarga yang di tinggal mengalir atas kepemimpinannya dari seluruh rakyat Palestina yang dia layani dengan penuh dedikasi. Dalam pandangannya atas situasi Palestina yang di dominasi oleh kekuatan Imperialisme maka revolusi fisik adalah perjuangan dan langkah yang tepat, dan itu semua seperti sebuah rintangan yang luas atas keinginan yang panjang sebagai sebuah kebulatan tekad dan aspirasi rakyat Palestina serta pengakuan mereka bahwa ini adalah imperialisme AS dan sekutunya Israel yang merampas tanah kelahiran mereka adalah kekuatan jahanam (evil force) yang memiskinkan sebagian besar rakyat di dunia dan atas dominasi mereka dibidang politik, militer dan ideologi. Keteguhan dan ketulusan hatinya telah menjadi inspirasi bagi gerakan pembebasan nasional di seluruh dunia. Dengan kesungguhan kampanyenya terhadap solidaritas internasional dia telah mampu menggugah semangat internasional untuk menengok lebih dalam terhadap perjuangan yang sedang di tempuh oleh rakyat Palestina dalam menghadapi tekanan okupasi imperialis dan zionis. Note: Dr. Ahmad Maslamani, 50 Tahun, meninggal karena serangan jantung pada 7 Januari 2008. Dia adalah PendiriAnggota dari Union of Health Work Committee (Komite Serikat Kerja Kesehatan) pada 1985, dan menjadi direkturnya sejak 1992. Dr. Maslamani juga anggota Steering Committee of the Anti-Apartheid Wall Campaign (sebuah organisasi Anti-Pembedaan Ras), dan juga anggota Central Committee of the Popular Front for the Liberation of Palestine ( PFLP) – Komite Sentral Front Pembebasan untuk Palestina. Dan pada pertemuan Internasional ILPS ke II pada 2004 dia terpilih menjadi International Coordinating Committee Front Anti-Imperialist. Kemenangan Kecil dari Malaysia “We need to claim here that this is the victory of all of us who involved. This shows that students’ and peoples’ power can make the changes. Of course this is not the ideal

result that we fight for and fine RM 200 still means Song Yong was doing wrong in the case. Well, we won’t make an ending here, we will start another round of student rights awareness campaign start from here, as Song Yong not the only victim of student rights violation” . Bernadette Devlin Kami membutuhkan pengakuan bahwa ini adalah kemenangan dari kita semua yang terlibat. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa dan kekuatan rakyat bisa membuat perubahan. Tentu ini adalah bukan sebuah hasil yang ideal karena kami harus berjuang dan membayar denda RM 200 yang berarti Song Yong pernah melakukan sebuah kesalahan. Tetapi, kami tidak ingin mengakhiri ini semua disini, kami akan memulai jalan lain guna kampanye membangkitkan hak-hak mahasiswa mulai dari sini, seperti Song Yong yang bukanlah satu-satunya korban dari penindasan atas hak-hak mahasiswa. Begitu kira-kira arti lepas pesan yang di sampaikan oleh Devlin dari DEMA Malaysia (Malaysia Youth and Student Democratic Movement) setelah putusan Kementerian Perguruan Tinggi Malaysia menangguhkan putusan Dewan Otoritas University of Putra Malaysia yang menghukum Lee Song Yong dengan skors satu semester tetapi diganti dengan denda RM200 dan surat teguran. Semuanya bermula pada jam 10 malam tanggal 22 Agustus 2007. Pada jam 10 malam, Lee Song Yong di cegat oleh petugas keamanan berseragam di pos keamanan Anjung Putra saat dia mau keluar dari kampus dan merampas tasnya yang berisi note book dan kartu pengenalnya. Setelah melalui proses penyelidikan pihak Otoritas UPM mengatakan bahwa Lee harus diproses pada tanggal 22 November 2007, dengan tuduhan telah mengikuti organisasi terlarang. Lee di temani pengacaranya Mr Sunil Lopez dan SUARAM anggota Arutchelven (Lembaga Hak Asasi di Malaysia) mengajukan surat protes atas perkara tersebut karena belum ada bukti dan proses penyidikan lebih lanjut. Kepala unit Kedisiplinan Professor Dr Tai Shzee Yew, tanpa pernah membaca, surat itu ditolak, surat keberatan mengenai keprihatinan terhadap petugas keamanan itu juga dikirimkan dalam waktu yang bersamaan kepada wakil konselor UPM, Prof Dr Nik Mustapha. Tetapi, hasilnya juga sama. Kemudian pada tanggal 22 November 2007 proses dari otoritas UPM berlansung dan tetap pada tuduhannya, malah Lee di tuduh melawan petugas dan di jatuhi hukuman skors satu semester dan surat teguran. Pada 11 Desember 2007, Lee menulis surat yang di tujukan kepada Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia untuk mengajukan permasalahan yang di hadapinya. Yang hasilnya kemudian pada tanggal 30 Desember 2007 Dr. Wee Ka Xiong dari MCA Youth mengumumkan pada media bahwa hasil himbauan sudah di umumkan Kementerian dan memutuskan untuk mengganti penangguhan satu semester dengan membayar RM200 dan teguran kepada Lee Song Yong. Pada tanggal 9 Januari 2008 Lee menerima surat dari Kementerian yang di tembuskan kepada pihak Otoritas UPM tentang keputusan Kementerian Pendidikan Tinggi. Yesterday I dared to struggle. Today I dare to win.


Kamus

Lima Karakter Imperialisme 1. Konsentrasi Produksi dan Monopoli. Konsentrasi produksi adalah hasil dari persaingan bebas dan penumpukan modal (utamanya modal mesin produksi, bahan mentah, dan peralatan produksi lainnya). Konsentrasi produksi dan monopoli terjadi melalui perkembangan dan pembangunan industri yang berlangsung cepat, sehingga terjadi penumpukan kapital di tangan segelintir kapitalis. Ini adalah proses bagaimana dominasi dan monopoli produksi terjadi dalam masyarakat. Dalam waktu krisis, proses ini akan semakin cepat berlangsung. Karena banyak kapitalis kecil yang tersingkir atau hancur, dan segelintir kapitalis besar akan semakin menggurita. Monopoli akan menggantikan persaingan bebas dan mendominasi produksi dengan total (artinya juga mendominasi masyarakat). Perkembangan produksi yang cepat mendorong konsentrasi kapital. Industri besar dengan mesin dan teknologi maju dan memproduksi dalam skala yang besar adalah industri yang paling tepat untuk keberadaan monopoli. Konsentrasi produksi dan monopoli akan terjadi melalui berbagai jalan: a. Perjanjian tentang harga dan penjualan yang tidak konsisten, dan berbasis pada konsensus dan pemenuhan sukarela dari mereka yang membuat produk. b. Firma kartel dan asosiasi para monopolis. c. Konzern atau perusahaan induk (holding company). d. Merger, dengan berbagai jalan, yaitu: menjadi anggota dalam cabang industri yang sama, hanya terlibat dalam berbagai pemrosesan bahan mentah, produsen untuk bahan mentah dan perantara bagi produk tertentu, terlibat dalam berbagai lini produksi namun berada di bawah satu korporasi. 2. Kapital Finance dan Oligarkhi Keuangan Selama masa persaingan bebas, bank hanya mediator dalam penjualan dan pertukaran produk. Bank mengumpulkan pendapatan (uang) dari para kapitalis dan rakyat pada umumnya, peranannya pasif. Dalam era imperialisme, uang yang masuk didistribusikan oleh bank melalui pinjaman sehingga dia mulai masuk dalam kegiatan produksi. Peranan bank menjadi sangat dibutuhkan oleh kapitalis, karena bank juga dapat digunakan untuk menambah kapital. Di sini peran bank yang dibentuk oleh kapitalis menjadi aktif (bahkan kapitalis juga membangun bank-nya sendiri untuk semakin banyak mengeruk keuntungan). Selama masa persaingan bebas, bank dapat laba dari bunga pinjaman kapitalis. Proses ini yang membuat uang menjadi aktif. Dalam masa imperialisme, bank tidak hanya dapat laba dari bunga pinjaman, namun laba tersebut digunakannya lebih lanjut untuk investasi (menanamkan modal pada kegiatan produksi). Dalam beberapa kasus pemilik bank juga seorang kapitalis produksi (atau sebaliknya), ini yang memudahkan mereka bekerja sama dalam melakukan penanaman kapital. Produksi dan keuangan punya hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain, karenanya banyak kapitalis industri yang membangun korporasi keuangan (bank) sendiri.

Dalam masa krisis dewasa ini di negara terjajah atau setengah jajahan, bantuan negara imperialis atau lembagalembaga imperialis akan ditujukan pada sektor keuangan, karena imperialisme butuh alat untuk mendistribusikan kapital dengan cepat (bank adalah pilihan utamanya). Tak heran, di Indonesia program bantuan IMF utamanya ditujukan pada rekapitalisasi perbankan. Akibat yang terjadi dari dominasi Kapital Uang dan Oligarkhi Keuangan adalah ; n Dominasi yang cepat dari bank-bank besar. n Intensifikasi karakter parasit dari Kapitalis Monopoli. n Penumpukan laba super yang semakin besar. Bank menjadi pusat distribusi kapital uang ke berbagai negara (bahkan juga digunakan sebagai alat produksi). Denyut nadi kehidupan ekonomi masyarakat tergantung dari bank-bank besar dari praktek peribaannya. Parasitisme dari kapitalis monopoli dilakukan melalui spekulasi, perjanjian penanaman modal tanpa melibatkan diri dalam proses produksi. Mereka menerima untung yang berlebihan dari “pajak� yang dibayarkan oleh para kapitalis produksi untuk pembelian suatu produk atau dari bunga pinjaman. Laba super mereka dapat dari shares, bonds, commission dalam produksi dan penjualan. (bersambung)

Cara Berlangganan Buletin GELORA Untuk mendapatkan atau berlangganan bulletin GELORA dapat menghubungi alamat redaksi, dengan memesan via email atau bisa datang langsung ke alamat redaksi. Buletin GELORA juga bisa didapatkan di FMN Cabang ataupun Kampus terdekat. Untuk berlangganan, silahkan isi formulir berikut : Kepada Redaksi Buletin GELORA Kp. Jawa Rawasari Gg. J RT 11 RW 09 34B Cempaka Putih Jakpus Telp : 0815 5363 3082 (Ridwan Lukman) Email : gelorafmn@gmail.com Nama Alamat Kode Pos Telp/Fax Email Pekerjaan

: : : : : :

Saya tertarik untuk berlangganan Buletin GELORA, mohon untuk dikirimkan ke alamat diatas mulai edisi bulan depan. Pembayaran melalui :

a. Tunai b.Transfer Bank

Biaya berlangganan Rp. 5.000/eksemplar (untuk luar Jakarta tambah ongkos kirim). Redaksi juga menyediakan CD Repackage (berisi Buletin Perlawanan edisi 4-19)


Budaya

KESAKSIAN DIBALIK SENJA (Sebuah Catatan Korban Bencana Banjir Bojonegoro) Siang itu panas begitu menyengat, matahari seperti marah menunjukkan eksistensinya. Sementara tanah-tanah tak sanggup lagi menjaga kelembapan-nya. September ini sawah-sawah kering kerontang, merekah disegala penjuru. Maklum, desaku sepi air ketika kemarau, Sebuah desa di tepi sungai Bengawan Solo, pemasok Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri dan buruh serabutan di kabupaten serta kota-kota besar. Genap tiga tahun aku tidak menginjakkan kaki ditanah kelahiranku. Sepanjang waktu itu pula aku tidak tergolek oleh sentuhan angin Bengawan. Seonggok pohon kapas masih tegak berdiri menantang perut buncitku. Daun dan biji keringnya yang terhampar, memaksaku membuka kenangan masa silam. Meredam (dendam) gelora rindu, membunuh sepi sendiri. Bentangan pasir leluhur, rumput kering dan ilalang tetap setia menjaga lapangan bola ala kadarnya. Lumut tak berpola masih seperti dulu, mencengkam perahu reot yang tak berdaya. Kulepas tas ransel usang diatas amben 1 yang melilit memberikan hadiah beban pundak seharian penuh. Tapi rasa capek itu segera (terbayar) lunas dengan kehangatan seorang emak, yang masih hafal dengan kopi pahit kesukaanku. Bau kereta belum hilang dari tubuh, selang tak berapa lama, ada suara yang pernah kukenal menelusup telingaku. “Cah bagus kapan teko, sehat le” 2 sapanya… Semakin dekat suara itu, semakin hebat pula tubuh ini memaksa untuk tersungkur dalam pelukannya. Mbok Parmi rupanya, diremasnya tubuh ini dan tak memberikan kesempatan padaku untuk menatap wajahnya lebih lama. Rambutnya semakin memutih sempurna, guratan wajahnya tak sanggup lagi menolak hukum penuaan. Perempuan tua satu ini, memang selalu memberi rasa nyaman dalam keluarga yang pas-pasan ini. dia satu-satunya orang yang setia menjagaku sejak bapak meninggal empat belas tahun yang lalu, memberiku makan ketika aku di tinggal ibu jual sayur ke pasar. Mbok Parmi memang pelaku sejarah desa. Dia selalu menjadi guru bagi siapa saja yang malas mengingat peristiwa, Pak Lurah sekalipun. Sejarah banjir besar yang menerjang desa dari tahun ke tahun dilahapnya secara detail. Walaupun si Mbok selalu meneteskan air mata ketika bercerita tentang banjir, namun dia tidak pernah menolak bercerita jika diminta. Banjir jugalah yang membunuh suaminya dan menyeret anak bungsunya ke desa lain dalam keadaan tak bernyawa sewindu yang lalu. Belum penuh seminggu dirumah, seluruh desa dikejutkan dengan berita dua orang TKW yang pulang kedesa dalam keadaan hamil. Menurut keterangan tetangga sebelah, dua perempuan itu dianiaya,diperkosa, tidak dibayar selama bekerja dan pulang tanpa bantuan Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI). Namun esok harinya menurut pemerintah dalam berita koran lokal mengatakan dua orang tersebut pekerja illegal, karena tak punya surat atau dokumen resmi bekerja di luar negeri Kejadian ini mengajakku kembali pada ingatan lamaku dua bulan yang lalu, ketika surat PHK membombardir mataku tanpa alasan yang jelas. Personalia perusahaan metal di perbatasan Jakarta menuduhku sebagai anggota serikat yang akan merusak dan merugikan perusahaan yang kemudian mengakhiri jerih payahku mengais rejeki di kota besar. Kopi hangat kembali kuteguk, terdengar suara tak berirama semakin membesar. Ternyata suara ibu-ibu yang membawa jerigen berlarian menuju warung, tak lama berselang Mbok Parmi duduk di depan pintu rumah dengan wajah yang di serang keringat. “ Le…iki negoro opo, lengo kok regone koyo inten. Mosok sak liter limang ewu” 3 gerutu si Mbok. Kata-kata si Mbok begitu menempeleng, hati ini menderu dengan umpatan sejadi-jadinya. Nafsu ngopiku sekejap langsung menghilang. Padahal di sebelah barat kabupaten ini, rencananya akan didirikan tambang minyak dari perusahaan yang cukup ternama dari Amerika, lantas apa gunanya?

Setiap malam para pemuda berkumpul warung kopi, maklum itulah hiburan satu-satunya yang masih murah di negara ini, besok mereka mengajakku mencari pasir. Sebagian besar pemuda yang masih bertahan di desa tidak memiliki tanah garapan dan menyandarkan hidupnya dengan mencari pasir di tepi Bengawan Solo atau menjadi buruh tani. Setiap hari bulir keringat para pemuda ini dibayar tidak lebih dari lima belas ribu rupiah oleh para pengepul pasir atau tuan tanah. Bulan sudah berganti, tapi desa ini seperti tak sanggup lagi menahan beban penderitaan rakyatnya. Desa seperti sampah yang digelontor berjuta persoalan, mulai dari penganguran, harga-harga yang membumbung tinggi, mantan TKW yang berkasus, rakyat yang tak lagi memiliki tanah, gagal panen dan sekian banyak masalah lainnya yang masih menumpuk tersisa. Sudah tiga hari ini desa diguyur hujan. Setiap hujan lebat datang si mbok tidak pernah bersuara, matanya melirik ke setiap sudut rumah seperti waspada dan menjaga (memasang) kudakuda. Tidak lama kemudin suara kentongan membahana dari seluruh desa. Emak terbangun dari tidur dan bergegas keluar rumah, memastikan apa yang terjadi, para pemuda berkeliling desa dan berteriak dengan nada yang nge-rock. “.. ati-ati..nggawan munjuk rong meter..” 4 teriaknya Kaki ini segera meloncat dari kursi, dan tanpa diskusi langsung mengangkat kasur serta mengambil pakaian bersama Emak. Si Mbok masih tetap tak bergeming dari tempat duduknya, sementara air merengsek menuju lututku. Aku keluar dari rumah,bersama para pemuda, mencari tempat yang aman untuk mengungsi warga. Senja semakin menampakkan batang hidungnya, sementara air tidak sabar lagi untuk terus beranjak naik. Desa mulai dikepung air bah, longsoran dari Solo. Seluruh warga mulai bergerak menuju tempat pengungsian, para pemuda bahu-membahu menyelamatkan warga. Di sebelah timur desa terdapat bukit kapur, satu kilometer dari rumah yang menjadi langganan evakuasi. Dari kejauhan, wajah emak mulai tampak dengan sebuntel pakaian diatas kepalanya. Emak dengan cepat menghampiriku, sambil meraung-raung dan memanggil-manggil si mbok. Teriakan “si mbok hanyut..si mbok hanyut..” pecah di senja akhir tahun ini. Otot-otot seperti tak berdaya lagi menyangga tubuh ini, otak di penuhi wajah si mbok, seorang yang layaknya pemelihara bengawan, namun dilahap oleh peliharaannya sendiri. Air sudah menggenangi dan mengoyak desa tiga hari ini, namun bantuan tak kunjung tiba. Sementara si mbok belum menapakkan guratannya. Anak-anak sudah mulai terserang gatalgatal, diare dan yang pasti warga-pun kelaparan secara berjamaah. Suara-suara anti pemerintah semakin meluas diantara perut yang keroncongan, warga sudah jengah dengan SBY-Kalla. Karena presiden kita sendiri yang memupus jutaan harapan rakyat, mengurus korban banjir saja tidak becus apalagi mengurus bangsa. Desa ini menjadi cermin betapa harapan rakyat semakin lumpuh, hidup di negeri ini, seperti menunggu mati. Namun warga mendapat pelajaran dari situasi ini, untuk membajakan tekad dan menempa hati yang membesi, bahwa perubahan harus lahir dari tangan kita sendiri. Tangan rakyat seluruh Indonesia, tangan-tangan yang paling piawai merubah sejarah penindasan dan penghisapan.

1

Amben : Tempat tidur yang terbuat dari kayu bambu “Cah bagus kapan teko, sehat le” : “Anak cakep kapan sampai, sehat nak” 3 “ le…iki negoro opo, lengo kok regone koyo inten. Mosok sak liter limang ewu” : “nak…ini negara apa, minyak kok harganya seperti intan, masak satu liter lima ribu” 4 “ ati..ati..nggawan munjuk rong meter..” : “hati..hati..bengawan naik dua meter” 2


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.