Perlawanan juni 2006

Page 1


Salam Demokrasi ! Sebelumnya kami dari redaksi mengucapkan rasa bela sungkawa yang mendalam atas tragedi gempa bumi di Jogjakarta dan Jawa Tengah (Jateng) yang telah menelan korban jiwa meninggal lebih dari 6000 orang dan ribuan lainnya luka-luka serta hancurnya rumah juga penghidupan rakyat Jogjakarta dan Jateng. PERLAWANAN kali ini masih memaparkan aksi-aksi gerakan massa demokratis dari berbagai sektor yang terus meluas di penjuru Indonesia. Dalam tingkatan tertentu, aksi-aksi tersebut telah memberikan pukulan berarti bagi rejim SBY-Kalla, terutama terkait dengan aksi-aksi buruh menentang rencana jahat rejim SBY-Kalla untuk merevisi UUK No. 13 tahun 2003. Sementara dalam upaya untuk mengamandemen UU Pokok-Pokok Agraria 1960, juga mendapatkan tentangan yang luas dari gerakan massa kaum tani. Setidaknya ada beberapa kemajuan dalam aksi-aksi tersebut, terutama menyangkut penggalangan aliansi yang terjadi. Aksi-aksi tersebut mulai dilakukan secara bersama melalui penggalangan front multisektoral. Kemudian, propaganda untuk terus memblejeti rejim SBY-Kalla sebagai boneka imperialisme di Indonesia juga mendapatkan sambutan yang positif dari rakyat. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari penindasan serta penghisapan yang dilakukan secara kasat mata oleh rejim antek imperialis ini terhadap seluruh rakyat tertindas di Indonesia. Di tengah situasi dimana krisis terus menajam dan satu per satu bermunculan perjuangan massa di mana-mana, penting kemudian bagi gerakan massa demokratis untuk menempuh langkah-langkah yang tepat untuk mengambil bentuk perjuangan yang lebih militan dan pantang menyerah. Karena ketika pergolakan gerakan massa terus meluas dan terorganisir dengan rapi, tindakan-tindakan yang lebih represif baik dalam koridor aturan hukum legal hingga cara-cara yang lebih fasistik tidak tertutup kemungkinan akan ditempuh oleh rejim SBY-Kalla, mengingat sebelumnya sudah terbukti dengan adanya penangkapan aktivis buruh, tani, dan mahasiswa. Untuk itu, membangkitkan atau menggelorakan perjuangan massa dari tingkat basis hingga dalam aksi-aksi bersama secara besar, mau tidak mau menjadi pilihan bagi gerakan massa demokratis. Melakukan konsolidasi barisan masing-masing sektor gerakan massa adalah syarat prioritas yang harus segera dilakukan. Kemudian hal itu dikembangkan dengan mempererat kerjasama antara seluruh kekuatan gerakan massa demokratis melalui penggalan aliansi multisektor dalam front persatuan luas. Gerakan pemuda-mahasiswa sebagai bagian dari gerakan massa demokratis di Indonesia yang relatif dinamis, enerjik dan responsif dalam menyikapi situasi yang berkembang, juga dituntut melakukan hal yang sama. Selain memperkuat barisan masing-masing organisasi dan penguatan konsolidasi di tingkatan organisasi pemuda-mahasiswa dengan terus mengusung tuntutan-tuntutan sektoral, gerakan pemuda-mahasiswa juga dituntut untuk berperan aktif dalam upaya memperat kerjasama dengan seluruh kekuatan rakyat tertindas, terutama dengan gerakan massa klas buruh dan kaum tani. Selain dengan melalui penggalangan aliansi, juga didorong untuk melakukan kerjasama-kerjasama konkret dengan ormas-ormas buruh dan tani dalam aspek memperkuat pengorganisasian dan propaganda di basis-basis pedesaan dan perkotaan Gerakan pemuda-mahasiswa harus bisa membuktikan bahwa dirinya tidak terpisah dari gerakan massa demokratis lainnya. Buktikan bahwa apa yang menjadi tuntutan perjuangan klas buruh dan kaum tani tidak terlepas dari perjuangan bersama seluruh rakyat untuk melawan dominasi imperialisme melalui rejim boneka-nya di dalam negeri. Salah satu wujud konkret mempererat solidaritas dan persatuan tersebut, gerakan pemuda-mahasiswa dituntut untuk menunjukan solidaritasnya dengan melakukan aksi kemanusiaan membantu rakyat di Jogjakarta dan Jateng, membuka posko-posko kemanusiaan baik di kampus-kampus, di perkotaan atau dengan menerjunkan langsung mahasiswa ke wilayah bencana untuk melayani rakyat korban bencana yang tidak dilayani secara baik oleh pemerintah. Kita buktikan bahwa Pemuda-Mahasiswa memang mampu bersatu dan berjuang bersama rakyat dalam kondisi apapun.

Diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional Penanggung Jawab: Hersa Krisna Pimpinan Redaksi: Ridwan Lukman Dewan Redaksi: Hersa Krisna, Ridwan Lukman, Seto Prawono Koresponden: Hasbi Aldi (Jambi), Wahyu (Palembang), Catur (Tanggamus), Reza Gunada (Bandar Lampung), Irene (Jakarta), Dewi (Bandung), Zeny Olivia Noorma (Garut), Fazri (Purwokerto), Jefri (Yogyakarta), Sayid (Wonosobo), Abdullah (Jombang), Aga (Malang), Imam Muclas (Surabaya), Edi (Lamongan),Hendro Purba (Mataram),Ages (Lombok Timur) Alamat Redaksi: Jl. Salemba Bluntas No. 220 C RT 007/RW 08, Kelurahan Paseban-Jakarta Pusat Telpon: 081615051010 E-mail: perlawananfmn@yahoo.com Rekening: No Rek.0005485263 BNI Cab. U.I Depok a.n. Seto Prawono. Redaksi menerima saran, kritik, dan sumbangan tulisan berupa naskah, artikel, berita, serta foto jurnalistik yang tidak bertentangan dengan AD/ART FMN. Tulisan ditulis pada kertas kwarto, spasi satu setengah, huruf times new roman 12, diutamakan dalam bentuk microsoft word, dan dikirim ke alamat e-mail buletin perlawanan. PERLAWANAN

1


fokus PERLAWANAN

LAGI-LAGI PEMERINTAH SELALU LAMBAT (Catatan Dibalik tragedi Gempa Bumi Jogja-Jateng) Bencana Gempa Bumi yang menimpa Jogja dan Jawa Tengah meluluhlantakan sendi-sendi kehidupan rakyat. Ribuan rumah ambruk, ribuan korban luka-luka dan meninggal dunia. Tapi pemerintah terkesan lambat menangani para korban. Mengapa selalu demikian?

S

ABTU, 27 Mei 2006, rakyat Jogjakarta dan Jateng diguncang dengan gempa tektonik berkekuatan 5,9 Ritcher yang terjadi pukul 05.53 pagi. Dalam waktu singkat, gempa tersebut telah menghadirkan tragedi kemausiaan yang tidak terlupakan. Tragedi Tragis Pasca Tsunami Aceh Setelah tragedi Tsunami di Aceh dan Nias tahun 2004, gempa bumi di Jogjakarta dan Jateng, bisa dibilang sebagai tragedi kemanusiaan yang paling tragis. Tercatat, sekitar 6234 jiwa telah meninggal dunia. Korban meninggal dunia terbesar berada di Jogjakarta antara lain: Bantul (3968 jiwa), Sleman (326 jiwa), Kota Jogja (165 jiwa), Gunung Kidul (69 jiwa) dan Kulon Progo (26 jiwa). Sementara di Jateng, korban meninggal dunia terdapat di Klaten (1668 jiwa), Purworejo (5), Boyolali (3), Magelang (3) dan Sukoharjo (1). Selain itu, tercatat

2 PERLAWANAN

ribuan orang juga menderita luka-luka (terutama patah tulang) dan ratusan ribu rumah ambruk. Selain rumah yang ambruk, beberapa fasilitas umum juga mengalami kerusakan. Sekitar 450 sekolah di Jogjakarta mengalami kerusakan. Menurut Koran Tempo, 31 Mei 2006, kerusakan terbanyak menderita Kabupaten Gunung Kidul, sebanyak 179 sekolah rusak berat. Berikutnya, Kabupaten Bantul (138 sekolah), Kulon Progo (68 sekolah), Sleman (38 sekolah) dan Kota Yogyakarta (27 sekolah). Di seluruh provinsi Yogyakarta terdapat 3.515 sekolah. Selain itu, beberapa gedung perguruan tinggi juga mengalami kerusakan seperti Sekolah Tinggi Ekonomi Kerjasama (STIKER)) di Jalan Parangtritis dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Wirobrajan. Sementara di Klaten, 24 gedung sekolah roboh dan tidak bisa digunakan lagi. Situs budaya seperti Taman Sari di Yogyakarta dan Candi Prambanan di Klaten juga mengalami kerusakan parah. Aliran listrik dan telepon juga sempat mengalami keterputusan. Di Yogyakarta, 53 saluran listrik sempat mengalami kerusakan. Layanan telepon juga terhenti untuk beberapa hari, karena 555 menara milik Telkom di Yogyakarta dan Klaten mengalami kerusakan. Jembatan, jalanan umum dan pasar juga mengalami kerusakan. Menurut keterangan pemerintah, ada 14 pasar di Yogya dan Jateng mengalami kerusakan, 2 diantaranya merupakan pasar induk.

Kelangkaan BBM juga sempat dialami, bahkan harga BBM sempat berkisar dari Rp 750015.000 per liter. Kemudian sempat melonjaknya hargaharga bahan-bahan pokok untuk beberapa hari dan tutupnya sebagian besar pertokoan. Rumah-rumah sakit dibanjiri dengan lautan pasien yang menjadi korban. Sesaknya pasien, membuat pihak rumah sakit tidak mampu menampung jumlah pasien. Begitupun halnya dengan kesediaan tenaga medis dan persediaan obat-obatan yang terbatas. Seperti yang terjadi di beberapa rumah sakit diantaranya RS Sardjito, RS Bethesda dan RS PKU Muhammadiyah. Pemerintah Menambah Derita Korban Penderitaan yang dialami oleh para korban, makin diperparah dengan kelambanan pemerintah setempat dan pemerintah pusat dalam menangani keadaaan pasca gempa. Padahal, bantuan dan tenaga sukarelawan telah berdatangan sehari setelah gempa terjadi. Selain sumbangan dari rakyat Indonesia dari berbagai penjuru melalui posko-posko kemanusiaan yang ada, bantuan luar negeri juga telah dikucurkan. Melalui Program Pangan Dunia (WFP), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengrimkan 9000 kain terpal dan 2000 tenda peralatan kesehatan. Malaysia dan Singapura telah mengirim tim medis dan tim penyelamat. Malaysia mengirimkan 1 ton obat-obatan, dan peralatan medis beserta 56 paramedis.


Sementara Singapura mengirimkan 35 petugas medis dan 43 tenaga satuan tugas penyelematan dan pemulihan bencana serta menyerahkan dana darurat bencana US$ 50 ribu. Cina mengirimkan bantuan tunai 2,2 juta dolar AS. Dari Washington, AS akan menambah jumlah bantunannya dari awalnya 500 ribu dollar AS menjadi 2,5 juta dollar AS. Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mengeluarkan dana darurat 10 juta dollar AS. Dan masih ada banyak negara seperti Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, Uni Eropa, Inggris, Irlandia, Belgia, Italia, Turki, Yunani dan Swiss beserta beberapa organisasi internasional juga memberikan bantuan, baik berupa uang tunai, bantuan logistik dan kesehatan beserta tim medis. Pemerintah sendiri telah membentuk Badan Satuan Koordinasi Nasional Pelaksanaan (Badsatkornaslak) yang dipimpin oleh Wapres, Jusuf Kalla untuk menangani bencana. Namun badan ini justru tidak berfungsi efektif bahkan cenderung birokratis. Misalnya, hingga 31 Mei 2006, banyak bantuan dari luar negeri seperti makanan, selimut, dan tenda bertumpuk di landasan pacu Adisucipto. Begitu bantuan untuk wilayah Jateng yang menumpuk di Bandar Adi Soemarmo, Solo. Para korban sangat mengeluhkan tentang keterlambatan pemerintah dalam penanganan bencana. Banyak warga yang menginap dengan mendirikan sendiri tenda-tenda darurat yang hanya bermodalkan plastik. Banyak dusun di daerah Bantul yang belum terjangkau oleh bantuan. Bahkan ada warga yang harus makan makanan basi. Di Klaten warga bahkan sempat mengalami keracunan makanan. Selain itu, evakuasi korban juga berjalan sangat lambat, padahal pemerintah telah mengerahkan bantuan dari satuan TNI terdekat. Sementara, peralatanperalatan untuk evakuasi baru berjalan 3 hari setelah bencana.

Di Bantul misalnya, warga terpaksa mengemis di jalan sekedar untuk membeli bahan makanan. Ditambah lagi pelayanan pemberian yang berbelit-belit dan birokratis. Tidak sedikit warga yang mengeluhkan merasa di pingpong dalam mendapatkan bantuan. Bahkan ada warga yang harus menggunakan sepeda hingga 10 KM sekedar untuk mengambil sekardus mie instan. Belum lagi soal pelayanan kesehatan bagi pasien korban gempa. Ada pasien yang masih dipungut biaya perawatan kesehatan. Padahal, pemerintah menjamin akan menggratiskan semua biaya kesehatan pasien. Hal itu mengakibatkan sebagian besar pasien memilih kembali ke asalnya, karena tidak sanggup membayar. Di tambah lagi kurangnya pasokan tenaga medis dan bahan obat-obatan. Alasan pemerintah bahwa ada beberapa daerah yang sulit dijangkau hingga mengakibatkan bantuan sulit tersalurkan, tidak cukup masuk akal. “Posko Jogja Bangkit� yang didirikan oleh Front Mahasiswa Nasional (FMN), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia-Hong Kong (ATKI-HK) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jogja) justru mampu mengalirkan bantuan ke 30 titik di kawasan Bantul, Sleman, Kota Jogja dan Kulon Progo. Beberapa truk bantuan milik media massa juga bisa langsung menuju ke lokasi seperti Bantul. Padahal fasilitas pemerintah seperti Helikopter, truk atau pick up cukup tersedia. Lantas, apakah yang diurus oleh pemerintah sesugguhya? Mengapa korban gempa dibiarkan terlantar begitu lama. Apakah pemerintah menunggu adanya deal untuk proyek infrastruktur terlebih dahulu, baru membantu rakyatnya? Jika demikian, alangkah piciknya pemerintahan SBY-Kalla, yang mengambil untung di tengah penderitaan korban bencana.

Saatnya Melayani Rakyat Di tengah suasana duka atas tragedi yang menimpa rakyat dan saudara-saudara kita di Jogja dan Jateng, pemuda-mahasiswa masih dituntut untuk membuktikan diri sebagai sahabat sejati sekaligus sekutu tepercaya dari rakyat. Untuk itu, tugas gerakan pemuda-mahasiswa saat ini adalah terus melakukan “aksi kemanusiaan� untuk korban bencana gempa bumi JogjaJateng. Menarik terus sumbangan bantuan baik berupa dana ataupun logistik (bahan-bahan makanan, obatobatan, pakaian layak pakai, tenda, alas tidur, dsb) guna segera mengatasi problem logistik yang dihadapi oleh para korban. Kemudian tetap mempersiapkan misi kemanusiaan dengan memobilisasi massa mahasiswa sebagai tenaga relawan untuk membantu proses evakuasi korban, tenaga medis, donor darah, membantu di poskoposko warga para korban seperti dapur umum, mengajari para pelajar, memulihkan psikologis korban dan sebagainya. Kita tunjukkan bahwa gerakan pemudamahasiswa memang bersatu dan berjuang bersama rakyat. Singsingkan lengan baju, ulurkan tanganmu, apa pun yang bisa kamu lakukan untuk rakyat sangat berharga tindakan tersebut. Mari layani rakyat.(wwn)

PERLAWANAN

3


fokus PERLAWANAN

FMN PEDULI KORBAN GEMPA JATENG-DIY

S

ATU hari s e t e l a h g e m p a berkekuatan 5,9 skala richter menggoncang Jateng-DIY, FMN sebagai organisasi massa mahasiswa menggelar aksi kemanusiaan peduli korban gempa. Dalam aksi ini FMN di masing-masing cabang dan kampus menyelenggarakan penggalangan dana dan berbagai bantuan untuk korban gempa Jateng-DIY. Lebih dari 6000 orang dikabarkan meninggal dunia akibat gempa ini. Ribuan rumah rusak dan hancur rata dengan tanah. Sementara itu, rumah sakit-rumah sakit tidak lagi mampu menampung para korban dan bahkan banyak korban yang harus dikirimkan ke propinsi lain untuk mendapatkan perawatan. Tercatat sebanyak 1.413 sekolah yang rusak akibat gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Departemen Pendidikan Nasional). Kerusakan gedung sekolah dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, antara lain di Kota Yogyakarta 261 sekolah, Kabupaten Sleman (38), Bantul (294), Gunung Kidul (225), Kulon Progo (121), Klaten (306), serta di Kabupaten Magelang dan Purworejo, Jawa Tengah masingmasing 79 dan 89 sekolah. Sementara jumlah siswa, guru/ dosen, dan karyawan yang meninggal dunia akibat gempa sebanyak 72 orang, dengan rincian 55 siswa, 16 guru/dosen dan 1 karyawan. Sedangkan jumlah siswa, guru/dosen dan

4 PERLAWANAN

bencana gempa bumi di Jogja dan Jawa Tengah P e n d a t a a n kerabat mahasiswa yang menjadi korban bencan gempa bumi Jogja dan Jawa Tengah

karyawan yang mengalami luka berat dan ringan sebanyak 81 orang. Aksi kemanusiaan untuk korban gempa ini adalah sebagai salah satu bentuk komitmen FMN dalam menjalankan program pelayanan terhadap rakyat (serve the people). Posko Kemanusian FMN ini sepenuhnya ditujukan untuk membantu proses penanggulangan korban gempa bumi di Jogja dan Jawa Tengah. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kepedulian sosial mahasiswa terhadap sesama manusia, terutama yang sedang dilanda bencana. Adapun kegiatankegiatan posko kemanusiaan FMN terdiri dari: Penggalangan dana sumbangan mahasiswa Penggalangan bantuan logistik seperti mie instan, beras, obatobatan, tenda, baju layak pakai dan sebagainya Penjaringan tim relawan kemanusiaan untuk membantuk korban

Sementara posko yang sudah kami dirikan di Jakarta dan sekitarnya, terletak di : P o s k o Kemanusiaan Utama FMN di perempatan Jalan Salemba Raya. P o s k o Kemanusiaan FMN di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Posko Kemanusiaan di Universitas Satyagama Posko Kemanusiann di Kampus Tunas Patria Posko Kemanusiaan di Kampus BSI 45 dan 18 Posko FMN untuk korban gempa juga diselenggarakan di beberapa cabang FMN, seperti: Posko Kemanusiaan FMN di Medan. Posko Kemanusiaan FMN di Jambi. Posko Kemanusiaan FMN di Palembang. Posko Kemanusiaan FMN di Lampung. Posko Kemanusiaan FMN di Bandung. Posko Kemanusiaan FMN di Purwokerto. Posko Kemanusiaan FMN di Wonsobo. Posko Kemanusiaan FMN di Jombang. Posko Kemanusiaan FMN di Malang. Posko Kemanusiaan FMN di Mataram.


Posko Kemanusiaan FMN di Palu. Sampai saat ini jumlah total dana yang telah di salurkan oleh FMN untuk para korban melalui Posko Jogja Bangkit, sebesar Rp. 12.090.000,- (Dua belas juta sembilan puluh ribu rupiah). Selain penggalangan dana, FMN juga mengirimkan relawan untuk membantu secara langsung korban bencana gempa di Yogyakarta. Relawan yang dikirimkan berasal dari beberapa cabang FMN. Selain itu, FMN Yogyakarta juga terlibat penuh dalam penanganan dan pelayanan korban gempa. Berikut ini jumlah relawan dari cabang-cabang FMN, yaitu: Yogyakarta 20 orang, Jakarta 20 orang, bandung 12 orang, Jombang 6 orang, Lampung 7 orang, Malang 7 orang. Rencananya akan menyusul para relawan dari beberapa cabang FMN, seperti: Palu, Mataram, Jombang, dll. Gempa dahsyat yang melanda Jateng-DIY ini juga menjadikan banyak kalangan turut bersimpati dan terlibat dalam pelayanan korban gempa. FMN dalam melakukan aksi kemanusiaan juga bersama dengan beberapa ormas dan LSM. Aliansi bersama untuk bencana gempa ini dinamakan “Jogja Bangkit”. Organisasi yang tergabung dalam aliansi ini, adalah FMN, AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria), KPY (Komite Perempuan Yogyakarta), SPOER (Seni Perlawanan oleh Rakyat), INDIES (The Institute for National and Democratic Studies), Mitra Tani, LBH-DIY, Forum ISM, SPHP (Perikat Pekerja Hukum Progresif ), GSBI (Gabungan Serikat Buruh Independen), dan didukung oleh: ATKIHK (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong), ASA (Asian Students Association), ILPSI n d o n e s i a (International League of Peoples

Struggle-Indonesia), MAF (The Muhammad Abbas Foundation), APC (Asian Peasants Coalition). Aliansi ini memfasilitasi 31 tenda penampungan, dengan 1 posko sentral. Posko sentral berfungsi mengkonsolidasikan dan mengatur bantuan-bantuan sebelum didistribusikan ke 31 tenda-tenda penampungan. Tenda-tenda penampungan ini di fokuskan di desa-desa dan dikhususkan pada korban yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Setiap pos-pos penampungan mampu menampung 200 orang untuk mendapatkan perlindungan dan perawatan. Dari pos-pos penampungan tersebut menjadi tempat darurat untuk para korban/pasien yang dipulangkan dan tidak mendapat perawatan memadai dari rumah sakit. Dari 200 orang yang mampu di tampung di pos-pos penampungan, masih banyak para korban yang tidur di atap terbuka. Posko Jogja Bangkit juga menyalurkan relawan-relawan. Saat ini tercatat total relawan yang sudah diterjunkan untuk membantu korban sebanyak 200 orang. Saat ini dana yang berhasil di kumpulkan oleh aliansi “Jogja Bangkit” sebesar 25 juta. Dari keseluruhan dana tersebut dikonversi dalam bentuk barang yang dibutuhkan sesuai kebutuhan korban, seperti: tenda, obat-obatan, pembalut wanita, air mineral, sayur-

sayuran, selimut, beras, gula pasir, bumbu dapur, minyak goreng, minyak tanah, alat-alat mandi, dll. Selain Itu Sampai berita ini ditulis, masih banyak korban yang belum mendapatkan bantuan dan pelayanan. Posko kami masih membuka sumbangan untuk para korban bencana, diantaranya : A. Kebutuhan Pokok: Terpal/tenda – 8X6 – kapasitas 20-30 orang Dapur umum – (satu paket/satu dapur– untuk 5 keluarga) Minyak – 5 Liter/hari tiap tenda Pembalut Wanita Obat-obatan (P3K) B.

Makanan per pos (30 orang) per hari = Rp. 360.000/hari. Mie Instant – 2 x Beras – 8 Kg Minyak Sayur – 1 Botol Gula – 2 Kg Tepung – 3 Kg Susu Bayi/Makanan – kira-kira: 100 bayi Air Mineral – 2 Galon. Sayuran – 30 Kg Telur – 4 lusin.

C. Kebutuhan lain Selimut Handuk Lampun/penerangan (+ Kabel) untuk 2 tenda Pakaian Mukena/rukuh Sajadah

Untuk informasi dan penyaluran bantuan anda, dapat menghubungi: Posko K e m a n u s i a a n “JogjaBangkit”, JL. Menteri Supeno no. 101, Umbulharjo. Yogyakarta , Telp: 08155555095(Luthfi),email: jogja_bangkit@yahoo.com. W e b : www.freewebs.com/ jogjabangkit. Rekening: 0052393181 BNI Cab. Malang a/n Luthfi Bakhtiar.(ipn) PERLAWANAN 5


RAGAM PERLAWANAN

KETIKA REFORMASI DIKHIANATI Pengadilan di Indonesia tak lebih dari panggung sandiwara yang mempertontonkan hukum seolah-olah telah ditegakan, padahal yang terjadi adalah sebenarnya adalah pelecehan terhadap supremasi hukum

S

EWINDU (8 tahun) sudah reformasi bergulir, tetapi salah satu pilar reformasi yaitu supremasi hukum tak pernah tegak berdiri. Hampir setiap saat rakyat diperlihatkan bahwa hukum di Indonesia bisa dibeli dan dipermainkan. Banyak pelanggar HAM dan koruptor yang diajukan ke pengadilan tetapi sebagian di vonis bebas dan sebagian lagi proses pengadilannya terhenti dengan alasan sakit. Hal yang serupa terjadi pada proses pengadilan soeharto, salah satu orang yang paling bertanggung jawab atas terpuruknya bangsa Indonesia hari ini. Rejim SBY-Kalla melalui kejaksaan agung telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) atas dugaan kasus Korupsi Soeharto dan Yayasann ya tanggal 11 Mei. Alasan menghentikan tuntutan adalah pertama, berdasarkan pendapat tim dokter penilaian kesehatan yang menyatakan afasia nonfluent campuran menghambat komunikasi terdakwa secara verbal dan tulisan, mengingat faktor usia terdakwa, dapat ditarik kesimpulan kemungkinan kecil dapat disembuhkan, sehingga tidak dapat dihadapkan pada persidangan. Kedua, dari segi kemanusiaan dan moral mengingat kondisi kesehatan terdakwa yang kini menjalani pengobatan di RSUP Pertamina. SKP3 ini kemudian diperkuat oleh Presiden SBY sendiri, dalam keterangan persnya, pada 13 Mei di Istana Presiden,

6 PERLAWANAN

menyatakan akan menunda proses pengadilan Soeharto yang sesungguhnya mengandung hakekat menutup peradilan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya. Lantas apakah Soeharto dapat dimaafkan begitu saja, tanpa adanya proses pengadilan? 32 Tahun Penderitaan Rakyat Rejim Orde Baru (Orba) di bawah tangan besi (fasis) pemerintahan boneka imperialis Soeharto, sejak berkuasa memberangus secara sistematis gerakan massa demokratis dengan melakukan proses deideologisasi, depolitisasi dan deorganisasi. Rejim yang lahir melalui “kudeta berdarah” ini, membunuh hampir 1 juta rakyat tertindas di Indonesia dengan “teror putih” terhadap klas buruh, kaum tani, pemudamahasiswa, kaum perempuan dan kaum progresif yang dicap sebagai PKI dan ounderbouwnya. Pemberangusan secara sistematis antara tahun 19661967 tersebut, kemudian menghantarkan Jenderal Soeharto “the Smiling Assasins” ke tampuk kekuasaan nomor satu di republik ini melalui legitimasi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 dan penolakan pidato pertenggungjawaban Presiden Soekarno atau yang dikenal sebagai “Nawaksara” di

hadapan sidang MPRS pimpinan Jenderal Nasution tahun 1967. Sejak memegang tampuk kekuasaan nomor satu di Indonesia, rejim fasis boneka imperialis Soeharto terlihat jelas menggiring bangsa dan rakyat Indonesia dalam genggaman imperialisme pimpinan AS. Naiknya Soeharto sebagai presiden, juga tidak terlepas dari andil AS dan Inggris yang memberikan dukungan secara politik, ekonomi, budaya dan militer. Bisa dilihat kemudian dengan dikeluarkannya UndangUndang Penanaman Modal Asing No. 1 tahun 1967 dan didirikannya Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI) 1976 yang kini dikenal sebagai Consultative Group on Indonesia (CGI). Selanjutnya, diterapkannya skema ekonomi model bretton woods (IMF dan World Bank) yang menekankan pertumbuhan ekonomi dengan


stabilitas politik dan keamanan bagi lajunya investasi asing di Indonesia. Diikuti kemudian dengan pelaksanaan Structural Adjusment Programs (SAPs) yang mengharuskan pemerintah Indonesia melakukan syaratsyarat pembangunan sesuai dengan kepentingan imperialisme di Indonesia. Hal ini diterapkan oleh rejim Soeharto melalui mekanisme program pembangunan jangka panjang per 25 tahun dan program rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Era yang kemudian dikenal sebagai era pembangunan. Atas nama pembangunan, infrastruktur dibangun dengan merampas dan menggusur lahan serta tanah rakyat. Atas nama pembangunan pula, satu per satu kekayaan alam Indonesia dibiarkan terus dijarah oleh imperialisme. Dan atas nama pembangunan pula, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan yang dialami klas buruh, kaum tani, pemudamahasiswa, kaum perempuan, kaum miskin perkotaan terus dipelihara dan dijaga dibawah bayang-bayang moncong senapan aparat kekerasan (ABRI) rejim fasis boneka imperialis Soeharto. Stabilitas politik dan keamanan adalah syarat utama bagi lancarnya operasi imperialisme di Indonesia. Untuk memenuhi hal tersebut, rejim Soeharto pun menempuh beberapa langkah sistematis. Setelah memberangus kekuatan massa yang dicap PKI dan ounderbouwnya melalui teror putih dan ditetapkannya Tap MPRS No. XXV tahun 1967 tentang larangan ajaran Marxisme/Leninisme, langkah yang ditempuh kemudian adalah dengan melakukan “fusi politik” terhadap parpol dan ormas yang ada. Kekuatan klik Soeharto begitu menghegemoni, karena

baik MPR/DPR dan Pemerintah berada di bawah gengggamannya. Aspek stabilitas politik juga mengharuskan stabilitas keamanan. Praktis selama orde baru, aspek stabilitas keamanan sangat dikedepankan untuk tetap menjaga arus investasi imperialis dan stabilitas politik. Rakyat dipaksa bungkam di bawah moncong senapan dan

stigma-stigma “komunis” ataupun “Islam Radikal”. Kasuskasus rakyat yang terjadi seperti Kedung Ombo, Talang Sari, Tragedi Priok, Pembunuhan Marsinah atau Teror Putih Pasca Kudatuli, setidaknya menunjukkan betapa berlumuran darahnya rejim Soeharto. Rejim ini juga menanamkan benihbenih separtisme atas nama NKRI yang merupakan nasionalisme-sovinis (sempit), seperti yang terjadi pada rakyat Indonesia di Aceh dan Papua, demi menjamin beroperasinya Exxon Mobil di Aceh dan Freeport di Papua, sekaligus memperkaya klik Soeharto Klen Cendana dan kroninya yang tidak lain adalah

borjuasi besar komprador, tuan tanah besar dan kaum kapitalis birokrat menempati posisi penting dalam kekuasaan negara dan kelompok bisnis di Indonesia. Mereka merampok kas negara dan keringat rakyat melalui Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang merajalela. Dengan menggunakan ABRI dan Golkar sebagai mesin politik sekaligus mesin pembunuh demokrasi, rejim Orba S o e h a r t o melanggengkan kekuasaannya selama hampir 32 tahun. Jalan Berliku Pengadilan Soeharto P a s c a kejatuhanya berbagai upaya dilakukan untuk menyeret soeharto ke meja hijau tetapi semuanya mentah di tengah jalan. Dimulai dengan Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 t e n t a n g Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Semangat yang dibawa oleh ketetapan ini adalah menghilangan KKN di tubuh pemerintah, termasuk mengadili mantan pejabat yang diduga terlibat KKN, salah satu diantaranya adalah Soeharto. Diduga Soeharto telah merugikan negara sebesar 419 juta dollar dan Rp 1,3 trilliun melalui yayasan yang dibawah kepemimpinannya diantaranya yaitu : Yayasan Supersemar, Yayasan Darmais, Yayasan Damandiri, Yayasan Dakab, Yayasan YDGRK Siti Hartinah Soeharto, Yayasan YAMP, dan Yayasan Trikora. Selain itu Soeharto juga banyak mengeluarkan Kebijakan yang menuntungkan orangorang disekelilingnya diantaranya adalah Keputusan Presiden (Keppres) No.20 Tahun 1992 tentang tata niaga cengkeh yang menguntungkan Hutomo Mandala Putra (Tommy),

PERLAWANAN 7


Keppres No.57 Tahun 1993 tentang pembebasan pungutan untuk sedan yang dipakai usaha pertaksian yang menguntungkan Siti Hardjanti Rukmana (Tutut), Keppres No.42 Tahun 1996 tentang mobil nasional yang menuntungkan Tommy, dan Keppres No. 1 Tahun 1997 tentang pengembangan kawasan Jonggol, Bogor sebagai kota mandiri yang menguntungkan Bambang Triadmodjo. Tap MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Habibie dengan mengeluarkan Inpres No.30/ 1998 yang mengintruksikan Jaksa Agung AM Ghalib segera memeriksa soeharto. Setelah diperikasa, bahkan kasus hukum Soeharto di tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan tetapi pada akhirnya kasus ini dihentikan dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh pjs. Jaksa Agung Ismudjoko pada 11 Oktober 1999. Di Era Abdurahman Wahid, SP3 dicabut oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman. Soeharto sempat beberapa kali diperiksa. Bahkan pada tanggal 31 Agustus 2000 Kasus Soeharto disidangkan di Auditorium Departemen Pertanian, tetapi soeharto tidak hadir dengan alasan Sakit. Majelis Hakim kemudian menghentikan sidang dengan alasan kesehatan Soeharto. Pada 8 November 2000, Jaksa berhasil memenangkan banding di tingkat Pengadilan Tinggi DKI untuk membuka dan memeriksa kembali kasus Soeharto. Tetapi kemudian keputusan tersebut dimentahkan oleh Makamah Agung (MA) yang menerima kasasi Soeharto pada 2 Februari 2001. Menurut keputusan MA, persidangan soeharto dapat dilanjutkan jika Soeharto sembuh. Sebuah keputusan yang kontroversial bagi rakyat Indonesia. Di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, pengadilan Soeharto semakin tidak jelas. Ketua MA Bagir Manan pada tanggal 12 Desember 2001, menyatakan

8 PERLAWANAN

bahwa Soeharto tidak bisa diajukan ke persidangkan berdasarkan keterangan tim dokter yang menyatakan soeharto sakit dan tidak bisa disembukan. Bahkan ketika Jaksa Agung melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) meminta Pengadilan Negeri (PN) Jaksel menggelar Sidang kasus soeharto pada 26 Februari 2003 ditolak oleh PN Jaksel. Dan di era kepemimpinan rezim boneka SBY-Kalla, ketika pengadilan soeharto nyaris tidak terdengar lagi, dua kali Soeharto muncul ke publik dengan kondisi kesehatan segar bugar. Pertama saat bertemu dengan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad dan kedua saat soeharto menghadiri pernikahan cucunya. Anehnya, ketika tuntutan agar pemerintah mengadili soeharto semakin mengencang Soeharto kembali sakit. Dan Pemerintah pun mengeluarkan SKP3 yang kontroversial itu. Adili Soeharto Tegakan Keadilan Pro-kontra terjadi di masyarakat elit politik Indonesia. Golongan pertama ingin menghentikan pengadilan Soeharto, dengan alasan kesehatan Soeharto dan mengigat “jasa-jasa Soeharto sebagai Bapak Pembangunan(isme)”. Kalangan ini berasal dari orang-orang yang diuntungkan saat Soeharto berkuasa dan menjadi pahlawan kesiangan di era reformasi. Golongan yang kedua ingin soeharto tetap diadili, semua tindakannya harus dipertanggung jawabkan di hadapan hukum. Kalangan ini sebagian besar berasal dari masyarakat yang menjadi korban tirani Soeharto. Terlepas dari prokontra tersebut, pengadilan soeharto adalah amanat reformasi yang kelahirannya membawa korban yang tidak sedikit di kalangan rakyat Indonesia baik harta-benda maupun nyawa. Tetap menghentikan proses pengadilan sama artinya pemerintah menunjukan kepada rakyatnya bahwa : Pertama,

Rezim SBY-Kalla adalah salah satu dari sekian banyak elit pengkhianat reformasi karena telah melindungi Soeharto dan keluarganya dari proses pengadilan. Kedua, Rezim SBYKalla telah melakukan tindakan inkonstitusional dengan melanggar Ketetapan MPR No XI/ MPR/1998. Ketiga, Rezim SBYKalla tak lebih dari “tukang obat” yang memberikan janji manis untuk menegakan hukum serta memberantas korupsi saat kampanye tetapi ketika berkuasa menjilat ludahnya dengan melindungi Soeharto dari jerat hukum. Keempat, tidak ada supremasi hukum di Indonesia. Seseorang dapat menjadi kebal hukum dan bebas dari segala dakwaan hanya dengan “sakit permanen” saja. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain mencabut SKP3 dan melanjutkan kembali proses pengadilan Soeharto. Ada berbagai cara untuk melanjutkan proses peradilan walaupun tanpa kehadiran Soeharto, pertama dengan menggelar pengadilan in absentia, artinya proses pengadilan tetap di gelar walaupun tanpa menghadirkan soeharto di kursi tersangka. Kedua, karena pertimbangan kemanusiaan dengan terus memburuknya kesehatan soeharto maka pemerintah dapat menggugat secara perdata ahli waris soeharto dengan tuntutan mengembalikan uang negara yang diselewengkan karena secara nyata telah ada kerugian negara. Banyak metode persidangan lainnya yang bisa dipakai oleh pemerintah, semuanya tergantung niat pemerintah untuk menegakan hukum. Karna pada hakekatnya Pengadilan Soeharto akan memberikan keadilan bagi semua pihak. Adil bagi jutaan orang korban teror, penculikan, pemerkosaan, penghilangan paksa dan korban kejahatan HAM Orde Baru lainnya. Dan adil bagi ibu pertiwi yang kekayaan alamnya dikeruk untuk memperkaya negara imperialis atas seizin rezim boneka imperialis Soeharto.(st)


basis PERLAWANAN

KORUPSI DAN PRIVATISASI DI PENDIDIKAN Oleh : Ade Irawan (Sekretaris Koalisi Pendidikan dan Manager Program Div.Monitoring Pelayanan Umum ICW) Mahalnya biaya sekolah telah menelan banyak korban. Hasil sensus penduduk tahun 2000 menggambarkan sekitar 16 juta anak usia lima sampai lima belas tahun putus sekolah karena tak sanggup membayar biaya. Bahkan puluhan siswa nekat mencoba bunuh diri hanya karena orang tuanya tidak sanggup membayar SPP, ujian akhir, atau menebus ijazah.

P

adahal baik dalam UUD ‘45 maupun UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pemerintah diwajibkan menyediakan pendidikan bermutu yang bisa dijangkau semua masyarakat. Bahkan untuk SD dan SMP, biaya penyelenggaraan tidak dibebankan masyarakat. Pasal 31 UUD 45 amandemen keempat menyatakan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kemudian juga dinyatakan anggaran pendidikan tidak boleh kurang dari 20 persen dari APBN dan APBD. Tetapi koridor yang sudah dibuat tidak dipakai oleh pemerintah. Misalnya keharusan untuk menyediakan pembiayaan sebesar 20 persen dari total APBN yang sudah ditetapkan dalam UUD 1945 tidak dipatuhi. Anggaran dijanjikan akan naik secara bertahap hingga tahun 2009 namun janji tersebut juga sepertinya diingkari karena skema kenaikan bertahap tidak dijalankan. Sementara berbagai instrumen penting penunjang pelayanan dalam pendidikan seperti bangunan sekolah, peralatan dan perlengkapan mengajar, serta pengajarnya berada dalam keadaan yang buruk. Pada sisi lain, buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah harus dibayar mahal oleh masyarakat sebagai pengguna. Berbagai biaya dibebankan mulai dari pendaftaran hingga saat kelulusan. Dalam hasil riset

Indonesian Corruption Watch (ICW) ditemukan 39 j e n i s pungutan yang h a r u s ditanggung orang tua s i s w a . Diantaranya biaya rapor, s a m p u l rapor, foto, sewa buku, b a h k a n sampai biaya perbaikan W C ditanggung oleh orangtua murid. Tidak mengherankan jika banyak siswa yang drop out atau belum mampu melanjutkan sekolah karena orang tuanya tidak bisa menanggung beban sekolah. Negara Urusan Akademis, Masyarakat Urusan Biaya Laporan tim Balitbang Depdiknas menyebutkan bahwa selama ini biaya pendidikan lebih banyak ditanggung oleh masyarakat daripada pemerintah. Porsi biaya pendidikan yang ditanggung orangtua siswa mencapai 53,74 persen-73,87 persen dari biaya pendidikan total (BPT). Sementara porsi biaya yang ditanggung pemerintah dan masyarakat (selain orangtua siswa) sebesar 26,13 persen46,26 persen dari BPT. Dana pendidikan-di luar gaji pendidik- yang semestinya disediakan oleh pemerintah

adalah Rp 71 triliun atau sekitar 20 persen dari APBN (yang besarnya adalah Rp 336,156 triliun) dan dari APBD. Angka Rp 71 triliun tersebut m e r u p a k a n k e b u t u h a n m i n i m a l terselenggaranya pendidikan memadai untuk jenjang dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan luar sekolah, serta jaminan bagi semua warga negaratermasuk kalangan miskinuntuk memperoleh pendidikan dasar. Akan tetapi anggaran pendidikan tahun 2005 yang mencakup subsektor pendidikan, subsektor pendidikan luar sekolah, dan subsektor pembinaan pendidikan agama baru mencapai Rp 21,375 triliun atau 6,4 dari APBN. Dana yang tersedia ini jauh di bawah kebutuhan minimal. Akibatnya, ketersediaan, ketercukupan, dan kondisi gedung, fasilitas, peralatan, perlengkapan, bahan belajar- mengajar, kesejahteraan pendidik berada di bawah standar. Gambaran bahwa dana yang disediakan pemerintah untuk sektor pendidikan sangat sedikit bisa dilihat dari perbandingan antara jumlah siswa dengan jumlah anggaran pendidikan. Misalnya pada tahun ada sebanyak 36.509.898, masing-masing 25.918.898 untuk 9

PERLAWANAN 9


tingkat SD, 7.447.270 tingkat SMP, serta 3.143.730 tingkat SMA. Sedangkan anggaran untuk sektor pendidikan, termasuk kedinasan dan pelatihan, hanya sebanyak Rp. 21,3 trilyun. Alasan klasik yang selalu digulirkan pemerintah adalah karena keterbatasan dana. Akan tetapi di sisi lain, pemerintah berani mengeluarkan dana sebesar Rp. 650 trilyun untuk ongkos restrukturisasi perbankan. Korupsi dan Privatisasi Sayangnya, dana yang disediakan pemerintah untuk pendidikan walau jumlahnya sedikit dan tidak memadai tapi masih pula dikorupsi para penyelenggaranya. Korupsi di sektor pendidikan dilakukan berjamaah mulai dari tingkat sekolah, dinas pendidikan, hingga pejabat di Depdiknas. Bahkan pihak-pihak yang tidak memiliki kaitan seperti penerbit dan kontraktor juga terlibat. Pada sisi lain, dana yang dibebankan kepada masyarakat juga tidak banyak digunakan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Dari sedikitnya 38 jenis pungutan yang ditemukanICW, sebagian besar tidak memiliki korelasi dengan peningkatan mutu peyelenggaraan sekolah. Misalnya biaya koordinasi dengan dinas pendidikan, mutasi kepala sekolah, bahkan pembelian piring, garpu, dan gelas. Dari analisis ICW pada beberapa anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS), umumnya dana yang dikeluarkan orang tua siswa digunakan untuk kegiatan nonakademis, misalnya untuk kesejahteraan guru, sarana dan prasarana. Bahkan banyak diantaranya yang tidak mencantumkan berapa besar dana yang diberikan oleh pemerintah atau sumber lainnya. Ambil contoh APBS SDNP IKIP Jakarta tahun 2004. Diluar gaji guru, pemerintah DKI Jakarta menyediakan dana berupa block grant sebesar Rp. 55 juta yang diperuntukan bagi pendukung kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi kepala sekolah tidak

10 PERLAWANAN

mencantumkan dana-dana tersebut dalam APBS. Sedangkan dana dari masyarakat sebesar Rp. 2,773 milyar digunakan sebanyak 41,88 persen untuk kesejahteraan guru dan pegawai, 12,39 kesiswaan dan konseling, akdemis 28,02 persen, sarana dan prasarana 13,91 persen, umum 2,76 persen, serta humas dan dana sebesar 1,03 persen. Contoh lain APBS SMPN 250 Cipete tahun 2003.Dari sekitar Rp. 412 juta dana yang dipungut dari orang tua siswa, sebanyak 75 persen digunakan untuk kesejahteraan guru dan pegawai sedangkan untuk penunjang kegiatan belajar mengajar hanya 15 persen. Anehnya, disediakan dana koordinasi kecamatan 1,5 persen, tim koordinasi kodya 1 persen, serta dana untuk polisi sebesar Rp. 5.520.000. Usaha memberantas korupsi tidak bisa dilakukan dengan satu pendekatan. Korupsi yang dilakukan guru misalnya yang lebih didorong karena kecilnya gaji, berbeda dengan yang dilakukan oleh kepala sekolah atau pejabat dinas yang umumnya bergaji lebih baik. Meminjam istilah ekonomi, dalam penyelenggaraan sekolah telah terjadi sekolah biaya tinggi. Malah biaya extra yang dikeluarkan masyarakat tidak bisa menjadi jaminan akan mendapat pelayanan yang baik. Sarana penunjang belajar seperti gedung sekolah masih banyak yang tidak layak pakai, perlengkapan belajar mengajar yang tidak memadai hingga kekurangan guru. Selain itu, masyarakat pun tidak mendapat informasi mengenai kebijakan pendidikan baik yang digulirkan sekolah, dinas pendidikan, apalagi Depdiknas. Privatisasi Pendidikan Kecenderung pemerintah menjawab masalah korupsi dan kelangkaan dana untuk sektor pendidikan adalah dengan melakukan privatisasi. Perguruan tinggi sudah dimulai dengan badan hukum milik negara (BHMN). Empat perguruan tinggi yang dinilai

sudah mapan seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Intitut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB), dijadikan sebagai percontohan. Walaupun tidak terbuka, privatisasi di sekolah dimulai dengan gulirkannya kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) pada tahun 2000. Tujuan awal MBS adalah menciptakan demokratisasi dengan mendorong pelibatan stakeholder di sekolah. Munculnya dewan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota serta komite sekolah pada tingkat sekolah diharapkan bisa menandai perpindahan kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah kepada stakeholder. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Dalam kebijakan MBS yang banyak didanai lembagai keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Asia Development Bank (ADB), pemerintah tidak banyak menekankan bagaimana agar masyarakat bisa terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan penyeleggaraan sekolah, tapi lebih agar bagaimana masyarakat ikut memberikan pendanaan. Tergambar dari penekanan fungsi komite sekolah yang dijadikan ujung tombak mencari dana dari orang tua siswa. Atas nama partisipasi, belasan pungutan dibebankan pada masyarakat. Akibatnya pungutan di sekolah tidak terkontrol dan semakin memberatkan orang tua siswa. Tak mengherankan jika pada akhirnya komite menjadi masalah baru di sekolah. Otonomi penyelenggaraan sekolah akhirnya hanya sampai pada otonomi pendanaan, karena dalam kebijakan masih banyak dimonopoli pemerintah. Bahkan kecenderungannya, dalam kebijakan masih memakai pola top-down, dari Depdiknas turun ke dinas pendidikan, dan bermuara di sekolah. Tapi dalam pendanaan pola yang digunakan bottom – up, dari orang tua siswa ke sekolah dan dibagi ke dinas pendidikan kecamatan serta kabupaten atau kota.#


NYALA PERLAWANAN

MAJUKAN GERAKAN MAHASISWA DENGAN TERUS MELAKUKAN GERAKAN PEMBETULAN (Refleksi Perjalanan 3 tahun FMN) Oleh : Hersa Krisna (Ketua PP FMN) “Sebagai mahasiswa yang berfikir dan bertindak maju, kita menyadari bahwa kepentingan sosial–ekonomi mahasiswa akan adanya pendidikan murah, berkualitas dan mencerdaskan tidak akan pernah tercapai selama rezimnya adalah anti-rakyat, anti demokrasi dan jongos imperialis. Oleh karenanya, perjuangan kita tidak hanya berhenti pada sektor pendidikan, tetapi juga perjuangan bersama rakyat tertindas lainnya untuk mewujudkan kemerdekaan nasional dan demokrasi sejati di negeri ini�.

D

EMIKIANLAH b u n y i kutipan dari Garis Dasar Perjuangan (GDP) FMN yang telah ditetapkan melalui Kongresnya yang pertama di Lampung pada bulan Mei 2004, sekaligus GDP t e r s e b u t m e n e g u h k a n kembali cita-cita perjuangan FMN sebagaimana ketika FMN dideklarasikan sebagai organisasi massa mahasiswa nasional setahun sebelumnya di Jakarta, Mei 2003. Kutipan tersebut setidaknya mampu menggambarkan apa motif lahirnya FMN, dan tujuan perjuangan yang mau kita capai. Tujuan tersebutlah yang membuat kita hingga sekarang terus aktif membangkitkan, menggerakkan, dan mengorganisasikan mahasiswa agar gerakan massa demokratis mengalami kemajuan. Karena hanya dengan cara demikianlah tujuan tersebut bisa tercapai. Lantas, sudah sejauh manakah pekerjaan tersebut kita lakukan ? Dalam usia FMN yang telah menginjak tahun ke 3, telah banyak lika-liku perjuangan yang telah kita lalui. Pekerjaan yang telah kita lakukan selama ini dalam upaya membangkitkan,

menggerakkan dan mengorganisasikan massa mahasiswa harus diakui telah mengalami kemajuan yang cukup berarti. Kebenaran universal yang kita pegang bahwa perubahan itu hanya bisa dicapai dengan perjuangan massa dan tidak dengan cara sendiri-sendiri, telah kita materialkan melalui kerja massa komprehensif (pekerjaan investigasi, propaganda, kampanye massa, dan front) yang telah kita lakukan selama ini. Kini, jumlah keanggotaan kita telah melebihi 2 kali lipat terhitung sejak FMN dideklarasikan, persebaran kampus kita juga lebih banyak, dan cabang kita semakin bertambah. Tentu saja ini merupakan perkembangan yang baik dari hasil pekerjaan politik dan organisasi kita.

W a k t u demi waktu, menunjukan kemajuan dalam hal sikap, p a n d a n g a n , pendirian dan tindakan FMN d a l a m perjuangannya. Kita pada Pleno DPP yang ke-3 di Palembang, Maret 2005, telah secara bulat meletakkan garis perjuangan d e m o k r a t i s nasional sebagai landasan politik dari seluruh aktivitas pekerjaan kita. Artinya segala pekerjaan politik dan organisasi sehari-hari kita, dari mulai yang kecil sampai yang besar selalu ada hubungannya dengan usaha mengembangkan serta memajukan gerakan mahasiswa melawan 3 musuh besar rakyat yaitu imperialisme, feodalisme, dan kapitalisme birokrat. Kerja massa komprehensif kita dalam rangka memperjuangkan kepentingan mahasiswa, sekaligus melawan para perampas hak-hak mahasiswa, telah membuahkan hasil semakin bermunculannya aktivis-aktivis massa dari mahasiswa yang berkarakter patriotik, demokratik, dan militan. Tentu ini tidak bisa dilepaskan dari usaha kita melancarkan gerakan pembetulan selama ini. Namun, bukan berarti kita tidak mempunyai

PERLAWANAN 11


kekurangan. Kekurangankekurangan ini jika tidak segera disadari atau diatasi maka bisa merugikan gerakan mahasiswa, dan ini tentu saja merugikan gerakan rakyat. Oleh karenanya kita tidak boleh berpuas diri atas apa yang telah kita capai, atau pun berkecil hati karena adanya kekurangan yang kita miliki. Karena berpuas diri, dan berkecil hati tidak akan menghasilkan apa-apa. Kekurangankekurangan kita dalam pekerjaan politik dan organisasi harus kita atasi dengan melanjutkan dengan lebih disiplin dan sungguh-sungguh gerakan pembetulan, tentu dengan terlebih dahulu melakukan koreksi, periksa diri, kritik oto kritik.

12 PERLAWANAN

Atasi Kekurangan dengan Gerakan Pembetulan Untuk memajukan tingkat perkembangan FMN sekarang, berikut ini tugas-tugas yang harus kita lakukan dalam kerangka gerakan pembetulan. Pertama, soal edukasi dan investigasi tingkat kampus. Dalam hal educasi, penting bagi kita untuk mengatasi kelambatan educasi baik di tingkatan pimpinan atau pun anggota. Hal ini penting guna membantu kesanggupan kawan-kawan dalam melakukan kerja politik dan organisasi secara harian. Penting artinya untuk menjalankan educasi sesuai kebutuhan mendesak, seperti edukasi tentang propaganda massa, menyelenggarakan aksi massa, mengadministrasikan

pekerjaan dan keuangan, dokumentasi dan data, jurnalis, dan beberapa pelajaran lainnya yang diperlukan untuk bekal menjalankan tugas-tugas seharihari. Kesenjangan pengetahuan tentang kerja politik dan organisasi harus diatasi dengan menggiatkan educasi agar tidak terjadi lagi kesenjangan praktek. Selanjutnya soal investigasi kampus, pekerjaan ini harus diperhebat, jika masih ada kebingungan menyangkut pekerjaan investigasi kampus, harus segera dipandu anggota atau kolektif yang mengalami kebingungan tersebut, mengingat pekerjaan ini sangat penting sebagai landasan kita dalam semua pekerjaan. Kedua, menyangkut kerja politik. Secara umum pekerjaan propaganda, aksi massa dan pekerjaan front dapat dilakukan dengan baik. Namun ada kekurangan yang harus diperhatikan. Kemampuan membuat rencana kerja propaganda harus ditingkatkan. Tentu akan lebih terukur dengan baik hasilnya jika propaganda yang kita lakukan didasarkan pada perencanaan yang sistematis dan kontinyu. Propaganda tentang perkembangan politik obyektif secara nasional harus dipadukan dengan keadaan khusus yang berkembang ditingkatan cabang


dan kampus. Dengan kata lain kemampuan untuk memadukan propaganda menyangkut sosialekonomi mahasiswa dengan propaganda politik yang secara langsung menggempur kedudukan pemerintahan anti rakyat SBY-JK, harus kita latih dan kita tingkatkan terus. Terbitan yang kita miliki secara nasional, dan terbitan atau propaganda tulis yang dikeluarkan ditiap-tiap tingkatan organisasi bisa dioptimalkan, dengan m e m b a c a n y a , mendistribusikannya, serta mendiskusikannya, sehingga materi propaganda tidak hanya dikonsumsi beberapa gelintir pimpinan atau anggota saja,namun bisa sampai ke mahasiswa secara luas. Dalam hal pekerjaan aksi massa, hal yang penting harus kita lakukan adalah memulai dari masalah-masalah yang konkret dirasakan massa, hingga aksiaksi yang lebih tinggi.Hal ini menuntut kita untuk makin giat mendiskusikan permasalahan dan apa yang menjadi tuntutan mahasiswa, sehingga aksi massa yang kita selenggarakan mampu berperan memecahkan soal-soal konkret mahasiswa dan mampu meningkatkan taraf perjuangan mahasiswa setahap demi setahap. Dalam pekerjaan front, menyatukan lebih banyak kekuatan mahasiswa harus terus menerus kita lakukan, sembari juga mematerialkan dengan baik pembangunan front multi sektor, tentu dengan mengutamakan kekuatan buruh dan tani, sebagai

kekuatan yang mayoritas tertindas di negeri ini, sehingga perjuangan kita bisa lebih mempunyai power. Namun demikian, pemikiran segalagalanya tergantung pada front dan segala-galanya mengandalkan kekuatan eksternal juga harus kita luruskan, karena kepercayaan pada kekuatan sendiri, serta inisiatif dalam perjuangan adalah hal penting yang harus kita pegang. Ketiga, dalam hal kerja organisasi. Penerapan sentralisme demokrasi harus kita jalankan dengan sungguhsungguh. Segala langgam yang menghambat tegaknya sentralisme demokratis harus diatasi utamanya dengan mendisiplinkan pelaporan, agar hubungan antara setiap tingkatan dalam organisasi kita bisa lebih diefektifkan. Sehingga aspek-aspek demokratis bisa dikembangkan dalam kehidupan organisasi dan kepemimpinan bisa dijalankan sesuai dengan peranannya mengarahkan perjuangan massa. Untuk memperat hubungan organisasi kita dengan mahasiswa luas, maka kelonggaran, kelambanan, ketidakefektifan dalam pengorganisasian harus diperbaiki, caranya yang paling mendesak adalah mensolidkan group pengorganisasian yang belum solid, dan meningkatkan kerja group pengorganisasian. Usaha demikian tentu saja mensyaratkan adanya harmonisasi kehidupan kolektif

yang harus dipererat, dan saling mengisi dalam hal kemampuan di dalam kolektif. Selain itu, menyangkut keuangan, disiplin menyisihkan sedikit uang harus ditanamkan dan dijalankan secara sungguhsungguh. Demikian juga dengan pembuatan unit-unit usaha. Karena jika ini tidak diperhatikan, maka kecenderungan mengandalkan bantuan eksternal sedikit-demi sedikit akan melemahkan karakter militan atau percaya pada kekuatan intern yang pada saat ini sedang kita pegang. Kita Lakukan Dengan SungguhSungguh Demikianlah kawankawan, pokok-pokok pikiran gerakan pembetulan kita secara umum secara nasional yang harus kita lakukan. Dengan cara demikianlah, kekurangan yang kita miliki bisa kita perbaiki, dan kesalahan yang kita lakukan bisa kita betulkan. Tentu saja gerakan pembetulan ini harus kita materialkan, dan hasil yang baik akan kita dapatkan jika kita menjalankannya dengan tekun dan sungguh-sungguh. Praktek kita selama ini telah membuktikan manfaat dari sebagian gerakan pembetulan yang telah kita lakukan. Jangan pernah ada perasaan takut gagal dalam berpraktek, karena tidak ada praktek yang sia-sia, kegagalan justeru bisa kita jadikan pelajaran untuk memperhebat praktek. Dengan cara demikianlah perkembangan dari perjuangan FMN yang telah kita lakukan selama 3 tahun ini setahap- demi setahap bisa kita lakukan. Gerakan pembetulan yang kita lakukan selam ini, adalah bagian dari usaha kita memajukan gerakan mahasiswa untuk menjalankan takdir historisnya, hal tersebut berarti juga merupakan usaha kita memajukan gerakan rakyat secara umum, dalam perjuangannya kini melawan 3 musuh besar rakyat, imperialisme, feodalisme, dan kapitalisme birokrasi, demi terwujudnya kemerdakaan dan demokrasi sejati di negeri ini.

PERLAWANAN 13


BUMI PERLAWANAN

ASA PEDULI KORBAN GEMPA BUMI JOGJA-JATENG Gempa bumi yang mengguncang Jogjakarta dan Jateng ternyata juga mendapatkan solidaritas dari internasional. Asia Student Association (ASA) juga terlibat dalam aksi kemanusiaan peduli korban gempa bumi Jogja-Jateng

S

elang dua hari setelah gempa bumi di JogjaJateng, utusan ASA, Ali Asghar Manek, utusan ASA dari University of Hong Kong tiba di Indonesia. Setelah berkunjung dan di Kantor Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional (PP FMN), di Jakarta dan mendapatkan gambaran tentang situasi pasca gempa dan aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh FMN, Ali (sapaan akrabnya) berangkat menunju Jogjakarta bersama dengan Ade Ahmad dari biro Hubungan Internasional PP FMN, tanggal 30 Mei 2006. Aksi Kemanusiaan ASA Setiba di Jogjakarta, utusan ASA segera bergabung dengan Posko Kemanusiaan “Jogja Bangkit” yang didirikan oleh FMN, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), Komite Perempuan Yogyakarta (KPY), Seni Perlawanan oentoek Rakyat (SPOER) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja serta didukung oleh Mitra Tani, INDIES, APC, ASA, APC, ILPS dan MA Foundation. Ali sendiri, selain membawa bantuan dari ASA berupa bantuan bahan makanan, tenda dan obatobatan, juga sekaligus menjadi relawan kemanusiaan Posko Jogja Bangkit. Aktifitas ASA sebagai relawan antara lain adalah melakukan proses emergency korban gempa dengan mendistribusikan langsung bantuan serta membantu mendirikan tenda-tenda darurat bagi korban gempa bumi. Bersama relawan dari FMN, AGRA

14 PERLAWANAN

dan GSBI, ASA juga terlibat dalam proses recovery (pemulihan) terhadap korban bencana melalui pendirian “Children Camp” dan “Trauma Centre”, terutama di pedesaan di kawasan Bantul dan Sleman. Selain itu, ASA juga menggalang bantuan kemanusiaan di Hong Kong bersama Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) dan Ade Ahmad (Biro HI FMN), tidak lama setelah gempa bumi mengguncang Jogja-Jateng. Aksi kemanusiaan ASA, FMN dan ATKI berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp 10 Juta dalam waktu dua hari, dari 27-28 Mei 2006. dana tersebut segera disalurkan ke Posko Jogja Bangkit berupa bahan obat-obatan, tenda dan bahan makanan bagi para korban gempa bumi. Hidup Internasional Solidarity Keterlibatan ASA dalam aksi kemanusiaan untuk korban

gempa bumi Jogja-Jateng, setidaknya membuktikan bahwa tanpa mengenal batas negara, ASA menyadari pentingnya arti sebuah soliidaritas Internasional yang kuat. Karena, Solidaritas Internasional yang kuat, terutama dari rakyat dan bangsa negeri-negeri setengah jajahan, merupakan salah faktor yang penting bagi seluruh rakyat di dunia atas dasar persamaan senasib serasa di bawah penindasan dan penghisapan imperialisme. ASA sendiri berencana akan terus menindaklanjuti aksi kemanusiaan ini dengan meminta partisipasi dari anggota-anggota ASA untuk menjadi relawan kemanusiaan sekaligus tetap berupaya menggalang bantuan untuk korban gempa bumi JogjaJateng. Long Live Internasional Solidarity! (ipk)


titik api PERLAWANAN

PERLAWANAN RAKYAT Lagi-lagi Petani Ditangkapi Wonosobo, 9 Mei 2006. Penangkapan semena-mena oleh aparat kepolisian terhadap kaum tani kembali terjadi. Kali ini menimpa salah satu Zenudin, petani dusun Ringkuk, Desa Rimpak, Kecamatan Sapuran, Wonosobo yang juga merupakan salah badan pimpinan Komite Persiapan Kabupaten Persatuan Petani Mandiri (KPK PPM) Wonosobo. Penangkapan terjadi ketikan Zenudin sedang menggergaji kayu di areal kehutanan bersama 2 (dua) kawannya untuk pembangunan Masjid di dusun tempat tinggalnya. Ketika itu, sekitar jam 12.00 siang, zenudin dan kawankawan dikejutkan oleh suara tembakan yang dilepas oleh petugas ke udara berulang kali. Zenudin dan temannya sempat melarikan diri, sementara satu orang lagi tertangkap karena ketakutan. Sore harinya setelah rembug dengan warga, Zenudin berangkat ke Polsek bersama 10 orang warga untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya bahwa apa yang dilakukannya merupakan mandat dari warga untuk melakukan pembangunan masjid. Tetapi kawan Zenudin justru ditahan dan dibawa ke Polres Wonosobo. Mendengar kejadian ini, sekitar 250 warga kemudian melakukan aksi pendudukan di Polsek Sapuran menuntut pembebasan Zenudin, tanggal 10 Mei. Warga yang telah panas semakin dipanaskan ketika kapolsek mendatangkan bala bantuan dari Polres Wonosobo sebanyak 3 truk Perintis dan Brimob. Untuk menenangkan massa, Kapolsek, DPRD dan Camat Sapuran datang dan berjanji untuk membebaskan Zenudin. Massa akhrinya membubarkan diri dengan rasa kecewa karena Cuma janji-janji yag didapatkan. Meskipun demikian, Maidin, anak

yatim piatu yang turut tertangkap sehari sebelumnya karena mencari kayu bakar, bisa dilepaskan oleh Polsek Sapuran. (red) Koalisi Rakyat Menggugat (KRM) Menolak Amandemen UUPA 1960 Jakarta, 17 Mei 2006. sekitar 15 ribu massa aksi dari Koalisi Rakyat Menggugat (KRM) yang terdiri dari ormas-ormas tani, serikat-serikat buruh, ormasormas pemuda-mahasiswa dan kalangan NGO seperti AGRA, SPP, FSPI, Dewan Tani Indonesia, GSBI, KASBI, SBJ, FMN, FPPI, LMND, FAM UI, KAM Laksi, FIS, KPA, KAU, PBHI, dsb, menggelar unjuk rasa bertepatan dengan diselenggarakan pertemuan Food and Agriculture Organization (FAO) pada 16-18 Mei 2006 di Hotel Shangrilla, Jakarta. Dalam aksi ini, KRM membawa tuntutan utama yaitu penolakan terhadap rencana amandemen UUPA 1960 dan revisi UUK. Massa bergerak dari Masjid Istiqlal menuju Istana Presiden, selanjutnya menuju Bunderan HI dan gedung MPR/ DPR RI. Di Istana Presiden, delegasi KRM sempat menemui jubir kepresidenan dan Menteri Pertanian, Anton Suprapto untuk mengajukan tuntutan KRM. Seperti biasa, pihak pemerintah hanya menampung aspirasi dan tidak memberikan kepastian atas tuntutan yang diajukan. Selain organisasi-organisasi massa dalam negeri yang terlibat dalam aksi ini, ada juga organisasiorganisasi internasional yang terlibat antara lain Asian Peasent Coalition (APC), KMP (ormas tani Philipina) dan ILPS. Adili Soeharto, Sita Hartanya Untuk Rakyat Jakarta, 19 Mei 2006. Terkait dengan keputusan Kejaksaan Agung tentang Surat Keputusan

Perintah Penghentian Penyidikan (SKP3) kasus korupsi Soeharto pada tanggal 11 Mei 2006, Aliansi Rakyat Adili Sohearto (ARAS) menggelar unjuk rasa di kawasan Cendana, tempat kediaman Soeharto. Selain itu, aksi ini juga merupakan rangkaian dari peringatan 8 tahun reformasi. Dalam aksinya, ARAS menuntut agar pemerintah SBY-Kalla tetap mengadili Soeharto dan menyita hartanya untuk kesejahteraan rakyat. Aksi yang diikuti oleh berbagai ormas ini—termasuk FMN—sempat berjalan tegang, ketika aparat keamanan mencoba menghalangi niat massa aksi untuk memasuki kawasan Cendana, tepatnya ke kediaman Soeharto. Bertepatan dengan 8 tahun reformasi, yaitu 21 Mei 2006, ARAS kembali menggelar demonstrasi yang kali ini dilakukan di depan Istana Presiden. Dalam aksi kali ini, ARAS bersama dengan Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (Gemas) yang juga melakukan aksi dengan tuntutan yang sama pada hari itu. Aksi ini sendiri berjalan tertib tanpa gangguan apapun. Tidak berhenti sampai disitu, elemen-elemen demokratik, yang hingga sekarang masih ‘gemas’ dengan SBY-JK karena tidak mau mengadili Soeharto, terus melakukan perjuangan menuntut keadilan. Di bulan Juni dibentuk

PERLAWANAN 15


ARBAS (Aliansi Rakyat Bergerak Adili Soeharto), oleh FORKOT, GMKI, FMN, REPDEM, LSADI, WALHI, dll. Aliansi ini membuka POSKO Adili Soeharto di depan Kampus UKI Salemba dan terus menuntut Soeharto ditangkap, diadili dan disita hartanya untuk Rakyat. (red) Demonstrasi Anti SBY Dibubarkan Paksa oleh Walikota Mataram Mataram,23 Mei 2006. Demonstrasi Koalisi Massa Rakyat untuk Demokrasi (Kamrad) yang terdiri dari FMN, SERTA NTB, KP SMI, LMND, PRD, Aliansi Mahasiswa Samawa Indonesia, Walhi dan LSBH menyambut kedatangan SBY untuk membuka forum pertemuan Gubernur seIndonesia, ternyata dibubarkan secara paksa dengan tindakan represif. Tidak tanggungtanggung, pembubaran aksi langsung dipimpin oleh Walikota Mataram, H. Moh. Ruslan. Kejadian bermula ketika massa aksi hendak bergerak menuju tempat pertemuan di hotel Grand Legi Mataram. Namun, baru tiba di perempatan Majapahit, massa demonstran telah dihadang oleh kesatuan keamanan dari PHH Polda NTB, Pol PP dan preman– preman sewaan walikota. Sempat terjadi saling dorong antara Polisi dengan Massa. kemudian massa aksi mundur dengan posisi tidak berhadaphadapan dengan polisi dan terus melakukan orasi dan meneriakkan yel–yel. Selang beberapa menit, Walikota

16 PERLAWANAN

Mataram (H. Moh. Ruslan) menghampiri massa aksi dan langsung menuju korlap, Ahmad Syamsul Hadi (FMN), sembari melayangkan bogemnya ke kawan Ahmad Syamsul. Ulah Walikota segera diikuti, preman– preman yang kemudian memukul massa aksi. Megaphone, bendera FMN, dan perlengkapan aksi lainnya dirampas oleh preman. Akibat tindakan semena-mena dari walikota dan preman-preman sewaannya, Pol PP dan Polisi, mengakibatkan beberapa massa aksi menderita luka serius dan ringan. Sukron (FMN Unram), pingsan dan harus dilarikan ke Puskesmas. Ita (LSBH), luka di bagian pelipis akibat terkena lemparan megaphone, Agus (FMN) terkena pukulan Helm, Ale (FMN) terkena pukulan rantai motor dan Ahmad Syamsul Hadi (Sekjend FMN), terkena pukulan dan tendangan. Meskipun dibubarkan, massa aksi tetap melanjutkan aksi dengan melakukan long march menuju perempatan susbandoro dan mengkampanyekan tindakan kekerasan yang telah dilakukan oleh Polisi, Pol PP, dan preman di bawah koordinir Walikota Mataram. Mana demokrasi yang sring diucapkan SBY, jika kebebasan berpendapat saja direpresi begitu kuat. (red) Perayaan 3 Tahun FMN Jakarta, 25 Mei 2006. Tanggal 18 Mei 2006, Front Mahasiswa Nasional (FMN) memperingati hari kelahirannya yang ke-3. Peringatan 3 tahun FMN dilakukan secara serempak di Cabang-Cabang, meskipun dengan waktu yang berbeda. Di Jakarta, perayaan 3 tahun FMN diselenggarakan di kampus Univesitas Satyagama (Unsat), Cengkareng, tanggal 25 Mei 2006. Acara yang dikemas dalam bentuk “Panggung Demokrasi” ini, diisi dengan pembacaan statemen solidaritas atas peringatan 3 tahun FMN dari Asian Student Association

(ASA), ILPS Youth dan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Hong Kong, diskusi refleksi perjalanan FMN dan perjuangan rakyat di Indonesia bersama Hersa Krisna (Ketua PP FMN), Ganda Situmorang (Sekum PP GMKI), Memed (KP SMI), Rudi HB Dammam (Ketua GSBI), Yaqub (FSPI) dan Pak Nur (GRI). Selain itu, ada juga pentas teater gabungan antara FMN Unsat dan Teater Pakssa Unsat, pentas musik oleh FMN UIN dan pemutaran film profil FMN. Selamat kepada FMN atas perjalanannya selama 3 tahun. Kibarkan Terus Bendera dan Perjuanganmu Melawan Imperialisme, Feodalisme dan Kapitalisme Birokrat. Hidup PemudaMahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia. (red) Perjuangan Petani Garut Direpresi Aparat Garut, 31 Mei 2006. Rezim SBYKalla melalui aparat militernya kembali merepresi kaum tani di desa Sindang Sari kecamatan Sisompet Garut Jawa Barat. Mulanya kaum tani yang berada didesa tersebut menggarap tanah yang seluas 10 hektare untuk penghidupanya, tanah tersebut sudah sejak lama menjadi alat pencaharian kaum tani setempat. Namun, dengan dalih mengadakan program latihan bersama, militer merampas tanah dan membabat seluruh tananman di atasnya. Tak hanya itu, pihak militer juga merekrut pemuda desa yang dijadikan milisi sipil untuk mengintimidasi kaum tani. Para petani tak tinggal diam dan melakukan penolakan terhadap kebijakan militer yang jelas merugikan kaum tani. Perjuangan kaum tani Garut untuk merebut tanahnya kembali kemudian ditanggapi dengan aksi kekerasan oleh milisi sipil yang dibekingi oleh TNI dan POLRI setempat. Akibatnya 14 rumah penduduk terbakar, 1 orang petani (Asep) tertembak yang hingga tulisan ini diturunkan masih dirawat di rumah sakit, dan 7000 warga mengungsi ke tempat lain yang lebih aman. Pemda Garut yang seharusnya melindungi warganya justru menutup mata terhadap peristiwa ini.(red)


Ladang PERLAWANAN

KEBIJAKAN PANGAN FAO GAGAL KURANGI ANGKA KELAPARAN DUNIA oleh Achmad Ya’kub (Deputi Pengkajian Kebijakan dan Kampanye FSPI)

P

ada World Food Summit (WFS) Food and Agriculture Organization (FAO) bulan November 1996 di Roma, para pemimpin negara/pemerintah telah mengikrarkan kemauan politik dan komitmentnya untuk mencapai ketahanan pangan serta berupaya menghapuskan kelaparan di negara anggota dengan mengurangi separuhnya jumlah penderita kekurangan pangan pada tahun 2015. Menurut FAO pada tahun 1996 terdapat 800 juta dari 5,67 milyar penduduk dunia yang menderita kurang pangan, diantaranya 200 juta balita menderita kurang gizi terutama energi dan protein. Laporan PBB juga mencatat bahwa 3–5 ribu orang mati setiap hari akibat kelaparan dan dampaknya. Dalam upaya mengatasi kelaparan, World Food Summit (WFS) 1996 mengeluarkan berbagai pandangan dan rencana kerja . Diantaranya adalah dikeluarkannya resolusi nomor 176 tahun 1996 yang isinya menjadikan hari kelahiran PBB FAO pada tanggal 16 Oktober sebagai Hari Pangan Sedunia, dan dijalankannya suatu konsep Ketahanan Pangan (Food Security) sebagai suatu upaya untuk mengatasi bahaya kelaparan yang menimpa dunia. Kini hampir 10 tahun setelah WFS dilaksanakan, fakta menunjukkan bahwa produksi jumlah makanan di tingkat dunia sebenarnya berkecukupan. Namun muncul pertanyaan dengan jumlah produksi makanan yang berlimpah, mengapa angka kelaparan di tingkat dunia masih tinggi? Dari fakta – fakta itu menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan telah gagal mengatasi

kekurangan pangan bagi umat manusia. Penyebabnya adalah sebagai berikut : Pertama, Keyakinan dari FAO bahwa benih rekayasa genetika dapat memenuhi kebutuhan pangan dunia menjadi isapan jempol semata. Karena kenyataannya rekayasa genetika tidak dapat memecahkan problem kelaparan. Sebab pihak – pihak yang sanggup menerapkan sistem pertanian dengan menggunakan bibit hasil rekayasa genetika hanyalah petani pemilik modal yang kuat atau perusahaan– perusahaan pertanian. Selain itu rekayasa genetika telah mendorong tidak terlestarikannya keaneka ragaman hayati sebagai sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh rakyat selama ini. Akibatnya seluruh teknologi pertanian dibidang pangan dunia hanya dikontrol oleh segelintir perusahaan berskala internasional (TNC/ MNC). Saat ini ada 5 perusahaan yang mengontrol 100 persen perdagangan teknologi pertanian. Kontrol perusahaan – perusahaan tersebut menjadi kuat karena didukung oleh Intelectual Property Rights (IPRs). Lebih dari 99 persen tanaman transgenik yang diproduksi di seluruh dunia merupakan milik MNC. Dari tanaman transgenik komersial tersebut 75 persen merupakan tanaman transgenik tahan herbisida dan 17 persen tahan hama. Jangan lupa sebelum kehadiran rekayasa genetika, FAO turut mendukung pelaksanaan dari gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara–negara berkembang. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah terjadi di

Indonesia, tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 –1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan. Karena ternyata Revolusi hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, petani kaya di pedesaan, dan aparat desa. Kedua, Keyakinan FAO bahwa kesepakatan– kesepakatan yang ada di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) perdagangan pangan akan dapat menjamin keamanan pangan di dunia. Khusus dibidang pertanian diatur dalam kesepakatan yang disebut dengan Agrement Of Agriculture (AoA). Di dalam AoA ini diatur mengenai tidak bolehnya suatu negara melakukan proteksi perdagangan pertanian, penghapusan tentang pembatasan tariff, dan dihapuskannya kebijakan subsidi eksport dan produksi pertanian. Selain diatur melalui AoA, kebijakan pertanian di dunia juga terikat dengan kesepakatan – kesepakatan lainnya yang ada di bawah WTO, yakni tentang Trade Related Intelectual Proverty Rights (TRIPs) yaitu pematenan terhadap teknologi hasil rekayasa genetika, termasuk juga keaneka ragaman hayati yang diakui sebagai penemuan. Selain itu, pertanian juga terikat dengan kesepakatan Sanitary and Phytosanitary (SPS). Kenyataannya setelah kesepakatan – kesepakatan WTO itu dilaksanakan sejak tahun – tahun 1995 telah

PERLAWANAN 17


menyebabkan terjadinya perubahan yang mendasar dalam bidang kehidupan perekonomian dunia, termasuk dibidang pertanian. WTO akhirnya telah menyebabkan terjadinya monopoli perdagangan, bukannya liberalisasi perdagangan. Dibawah WTO negara–negara industri mampu meningkatkan eksport pertaniannya menjadi lebih kuat akibat masih diterapkannya praktek – praktek dumping secara terselubung. WTO Keluar Dari Urusan Pertanian Salah satu hasil Konferensi FAO regional Asia Pasifik ke 28 di Jakarta 15-19 Mei 2006 lalu, menyatakan bahwa FAO masih percaya dan sejalan dengan “Spirit of the WTO Doha Development Agenda”. Jelas sekali bahwa orientasi pertanian dan pangan yang dibangun untuk melawan kelaparan dunia adalah melalui mekanisme perdagangan domestik maupun dunia, mendorong negara-negara berkembang agar mampu bernegosiasi di level internasional serta mengurangi hambatan-hambatan untuk eksport. Hemat penulis, jika masih percaya pada pasar yang liberal itu, maka “helping to build a world without hunger” seperti yang di idamkan FAO tak akan pernah tercapai. Contohnya Indonesia merupakan penghasil biji kakao nomor 2 di dunia setelah Afrika Selatan. Setiap tahun Indonesia menghasilkan sekitar 400.000 ton biji kakao, dan sekitar 350.000 ton di antaranya berasal dari Sulsel, Sultra, dan Sulteng. Lebih lanjut produksi kopi oleh Indonesia dan Vietnam bersama-sama menguasai 65% pasar kopi robusta dunia. Benar adanya jika dikatakan bahwa ada peningkatan pendapatan karena liberalisasi pertanian yaitu sebesar US$ 593,6 juta atau sekitar 1,2 % atau 0, 3 % dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika liberalisasi dilaksanakan di negara maju maka Indonesia akan meningkatkan eksport hasil pertanian US$ 1 miliar

18 PERLAWANAN

pertahun (IFPRI, 2003), terkait dengan pasar eksport Indonesia yang sebagian besar atau sekitar 70% adalah pasar US dan Uni Eropa. Hal ini baik bagi masyarakat tani jika yang memiliki, menguasai, mengolah dan menikmati dari perkebunan sawit, kakao, kopi dan karet yang luasnya hingga jutaan hektar adalah rakyat tani. Namun nyatanya dalam skema perdagangan itu adalah semu adanya, karena hampir sebagian besar perkebunan-perkebunan itu adalah dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar swasta nasional atau asing dengan berbagai macam nama lokal, dan petani kita hanya sebagai buruh tani. Kemudian juga sebaliknya ketergantungan pangan pada pasar internasional terjadi pada kasus gandum, jagung, kedelai, bawang merah, gula, susu, dan daging. Tahun lalu kita telah mengimpor 4 juta ton gandum (100% import), utamanya bagi industi roti dan mie. Peningkatan ketergantungan pada gandum akan menjebak sistim pangan dalam negeri Impor pangan Indonesia ditahun 2000 untuk 6 komoditas (gandum, jagung, beras, biji kedelai, bungkil kedelai dan kacang tanah) sudah mencapai Rp. 11,8 Trilyun. Nilai Import sayur mencapai Rp. 539 Milyar dan buah Rp. 478 Milyar. Hal tersebut diatas terjadi karena yang disebut “pasar dunia” dalam produk pertanian sebenarnya tidak ada. Apa yang terjadi adalah surplus produk susu, beras, serealia dan daging yang didumping oleh negara-negara di Uni Eropa, Amerika dan negara maju lainnya. WTO telah menyebabkan monopoli korporat dibidang pertanian. Perusahaan multinasional dibidang produksi maupun agrokimia meraup keuntungan mencapai Rp 283,86 triliun. Di sisi lain angka kelaparan meninggi, peminggiran jutaan rakyat dunia dari penguasaan atas tanah, benih dan pengetahuan lokal. Maka tak ada jalan lain, keluarkan WTO dari pertanian dan tegakkan kedaulatan pangan. Karena pertanian dan pangan

khususnya bagi petani diwilayah asia-pasifik adalah kehidupan, sekaligus sebuah kebudayaan dan kedaulatan. Laksanakan Pembaruan Agraria Dan Tegakkan Kedaulatan Pangan Tidak dijalankannya Pembaruan agraria oleh pemerintah menyebabkan beberapa hal yaitu; Pertama, kemiskinan yang mendalam dan meluas pada sektor penghidupan rakyat yang berhubungan dengan lapangan agraria. Kedua, ketimpangan kepemilikan dan pengelolaan atas sumbersumber agraria yang menyebabkan makin tingginya pengangguran, urbanisasi, buruh migran dan meningkatnya petani yang tidak memiliki lahan pertanian. Ketiga, semakin meningkatnya Konflik agraria. Sepanjang tahun 1970-2001, di Indonesia tercatat telah terjadi 1.753 kasus-kasus agraria yang bersifat struktural. Konflik tersebut menyebabkan terjadinya tindakan represif terhadap para petani dan masyarakat. Pembaruan agraria sejati, merupakan jalan bagi terciptanya tatanan struktur agraria yang berkeadilan. Pembaruan agraria sejati tersebut akan menghilangkan ketimpangan desa dan kota, menghilangkan ketimpangan industri dengan pertanian, melahirkan industri nasional yang kuat, dan masyarakat yang lebih demokratis. Melaksanakan kedaulatan pangan berarti menegakkan prinsip penting bahwa hak setiap bangsa memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri, menentukan makanan yang dipilihnya dan kebijakan pertanian yang dijalankannya, kapasitas produksi, makanan lokal ditingkat lokal dan perdagangan ditingkat wilayah. Maka kedaulatan pangan berarti menyangkut penguasaan, kepemilikan dan pengelolaan alat produksi, proses produksi hingga distribusi dengan hal-hal yang menentukan kebijakan pasar, jaminan pangan berkualitas dan pertanian berkelanjutan.#


BUDAYA PERLAWANAN

JOGJA WILL NEVER ENDING…

K

isah tentang Yogyakarta, memang selalu membawa kenangan akan sebuah kota dengan nilai eksotik budaya dan nilai-nilai tradisional Jawa yang masih mengental kuat. Jika ada yang bertanya, dimanakah daerah yang penduduknya paling ramah? saya akan menjawab Jogjakarta lah tempatnya. Karena, rakyat Jogjakarta terkenal dengan penduduknya yang ramah, murah senyum dan tutur kata yang santun. Selain menjadi ikon kota budaya, Jogjakarta juga terkenal sebagai ikon kota pelajar atau kota pendidikan. Sebut saja, ada Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan salah satu kampus terkemuka di Indonesia dan Universitas Islam Indonesia yang merupakan kampus swasta tertua di Indonesia. Atau perguruan Taman Siswa yang tidak lain adalah warisan tak ternilai dari Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara. Di Jogjakarta memang bertebaran institusi-institusi pendidikan. Hingga di setiap jalan-jalan kecil dan gang-gang di perkampungan, kita akan selalu menemukan plang bertuliskan “harap pelan-pelan, jam belajar masyarakat 19-21 00”. Kemudian, citra kota wisata juga melekat kuat di Jogjakarta.

Lantunan suara Katon Bagaskara yang merdu diiringi aransemen musik yang apik dari Lilo dan Adi Adrian, membuat jiwa ini terasa damai ketika mendengar setiap bait dari lagu berjudul “Yogyakarta”. Di bawah tatapan perkasa Merapi, kita bisa menikmati keindahan alam pegunungan di kawasan wisata Kaliurang. Ke arah selatan, kita disajikan dengan keindahan panorama menikmati sunset dan sunrise di pantai-pantainya yang indah seperti Parangtritis, Parangkusumo dan Baron. Situssitus budaya yang masih hidup serta seniman-seniman yang menghiasi wajah kota, turut menambah kekhasan Jogjakarta. Tapi, romantisme indah tentang Jogjakarta sekejap hilang tersapu gempa tektonik 5,9 skala ritcher pada Sabtu kelam, 27 Mei 2006. Rumahrumah ambruk rata dengan tanah, jeritan tangis dan histeria membakar pagi hari yang tiba-tiba menjadi gaduh. Panik, sedih, haru, semuanya membaur menjadi satu. Sang anak meratapi kepergian orang tua, ibu-ibu tergopoh-gopoh melindungi anaknya dari marabahaya. Gempa bumi di Jogjakarta dan Jawa Tengah mencatatkan kisah tragis dalam sejarah peradaban manusia. Kini, di tengah porakporandanya sendi-sendi kehidupan rakyat di Jogjakarta

dan kepedihan yang di perdalam dengan kelambatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani bencana, akankah rakyat Jogjakarta bisa bangkit kembali dari keterpurukkan? Jogja terkenal dengan Slogan “Never Ending Asia”. Tapi saat ini, izinkan penulis mengatakan bahwa “Jogja is Never Ending”. Jogja is Never Ending menandakan bahwa rakyat Jogja bisa bangkit kembali dari keterpurukannya saat ini. Jogja bisa bangkit kembali bukan dengan meminta-minta hibah atau kucuran project infrastruktur dari luar negeri, karena itu hanya akan semakin menambah keterpurukan rakyat Jogjakarta. Dan solidaritas yang tinggi dari sesama rakyat Indonesia untuk membantu rakyat Jogjakarta dalam misi kemanusiaan korban gempa bumi, adalah salah satu jawaban untuk membangkitkan Jogja kembali. Terakhir, mengutip lagu Yogyakarta milik Kla Project…kotamu hadirkan senyummu kembali, Jogja pasti Bangkit Kembali… (wwn)

PERLAWANAN 19


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.