Gelora edisi juli 2009

Page 1

EDISI VIII

Harga Mahasiswa Harga Umum

: Rp 3000 : Rp 10.000


Dari Redaksi !!!

Daftar isi :

Salam Demokrasi ! Penerbitan GELORA edisi Juli 2009 tergolong istimewa karena bertepatan dengan pesta kaum demokrasi kaum borjuis yang biasa disebut pemilu yang telah memasuki putaran untuk memilih presiden dan wakil presiden. Hari-hari kita memang diisi berbagai janji dan jargon kampanye dari para calon presiden-wakil presiden yang begitu manis, akan tetapi tanpa isi dan bukti. Semoga hal ini tidak merusak pandangan kita tentang pemilu yang memang tidak pernah memberikan jawaban atas segala penderitaan yang sedang rakyat tanggung. GELORA edisi ini akan diisi dengan sikap FMN tentang PEMILU termasuk didalamnya membahas sedikit tentang catatan sejarah para calon presiden-wakilnya, kenapa sedikit ? karena sejarah mencatat apa yang harus dipertanggungjawabkan dari perbuatan para calon presiden-wakil presiden terhadap rakyat Indonesia sangat banyak. Selain itu GELORA juga menuliskan pandangan dari FMN terkait sistem pendidikan Indonesia yang berada di bawah kendali dari rejim boneka Imperialisme pimpinan AS. Kita juga menuliskan beberapa kejadian dari perjuangan massa yang sempat terekam oleh redaksi GELORA baik itu massa rakyat maupun pemuda mahasiswa termasuk di dalamnya perjuangan FMN di kampus dan cabang. Demikian dari kami semoga di tengah keterlambatan penerbitan, berita dan analisis yang kita paparkan sesuai dengan kenyataan. semoga kawan-kawan FMN dan segenap pelanggan GELORA tetap dalam semangat yang sama untuk mengubah Negara ini untuk lebih demokratis dan menjadi tempat yang mampu memberikan harapan hidup yang sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian terkait dengan GELORA edisi Juli dengan segala kekurangannya, semoga tetap mampu memberikan informasi yang cukup segar buat kita semua. Akhirnya terima kasih yang sebesarbesarnya buat kawan-kawan FMN dan segenap kawan-kawan seperjuangan yang telah banyak memberikan dukungan buat FMN.

Fokus : Pendidikan Dibawah Rezim Boneka. Agenda : Menggapai Tuntutan Minimum Gejolak Massa : Maju Terus Perjuangan Massa Gelora kampus : Komersialisasi Pendidikan Kampus Terus Bergelora

Tetap Berjalan,

Internasional : Pemuda Asia-Pasifik Menuntut hak atas pendidikan dan lapangan pekerjaan yang layak Kamus : Tentang Feodalisme

Diterbitkan oleh Pimpianan Pusat Front Mahasiswa Nasional Penanggungjawab : Nur Shohib Anshary Pimpinan Redaksi : Catur Widi A Dewan Redaksi : Nur Shohib Anshary, Catur Widi A, Ahmad Fredi PW, L. Hasan Harisandi AME, Ummu Shonifah, Ika Amaliyah, M. Syaiful Design dan Layout : Ipul Mbojo Koresponden : Julika A. Siregar (Medan), Kholisa Bara (Jambi), Sapta Putra Wahyudi (Palembang), M. Zainul (Bangka Belitung), Fredi Soni (Bandar Lampung), Rosidi (Jakarta), Asep Saefudin (Bandung), Helmi (Garut), Hari Kusuma (purwakerto), Ahmad Vicy (Tegal), M. Arif (Wonosobo), Yugo Daniyanto (Jokjakarta), Retno Suryani (Jombang), Ferdiandus Marambi (Malang), M. Isnaini (Surabaya), Dodi (Lamongan), Dedi S (Bojonegoro), Nandang Risadhe Astike (Denpasar), Zuki Zuarman (Mataram), Lalu Ages (LOTIM), Wardi Han (Makasar), Laode Alim (Palu), Surya Suparman (Bulu Kumba), Muhaimin Pamungkas (Pontianak). Alamat Redaksi : Kp Jawa Raasari Gg. J RT 011 w 08 No 24 B Kecamatan Cempaka Putih-Jakarta Pusat Telpon : 02146598713 Email : gelorafmn@gmail.com Rekening : No. Rek 0043487720 BNI Cabang Bojonegoro atas nama Triana Kurnia Wardani. Redaksi menerima saran, kritik, dan sumbangan tulisan berupa naskah, artikel, berita serta foto jurnalistik yang tidak bertentangan dengan KONSTITUSI FMN. Tulisan ditulis pada kertas kwarto, spasi satu setengah, huruf verdana 9, diutamakan dalam bentuk mikrosof word. dan dikirim via email bulletin GELORA atau alamat redaksi GELORA.


Pendidikan Dibawah Rezim Boneka BHP merupakan barang busuk yang membuat anak-anak buruh dan tani tidak bisa menginjakkan kaki dikampus Rejim Boneka Merampok hak rakyat untuk Kuliah! Dari rejim boneka satu berganti dengan rejim boneka lainnya di negeri ini, upaya komersialisasi pendidikan semakin deras. Rejim lebih memilih tunduk pada kesepakatan instrumen imperialis daripada memenuhi kebutuhan rakyat atas pendidikan, deretan panjang perampokan hak rakyat atas pendidikan dimulai dalam kesepakatan untuk kucuran utang (Letter of Intent/LoI) dari dana Internasional Monetery Found (IMF) tahun 1999, terdapat kesepakatan bahwa pemerintah harus mencabut subsidi untuk pendidikan dan kesehatan. Hal ini yang membuat rakyat menanggung biaya pendidikan dan kesehatan terlalu mahal diluar kemampuan mayoritas penduduk Indonesia. Padahal jelas dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan sekurangkurangnya 20% dari APBN/APBD.

donesia. Bukti kongkrit dari perjajian ini adalah ditetapkannya kampus sebagai Badan Layanan Umum (BLU), yang kebijakannya sudah ditetapkan oleh pemerintahan SBY-Kalla lewat UU No.1 tahun 2004 tentang pembendaharaan Negara dan PP No.23 tahun 2005 tentang tata kelola Badan Layanan Umum. Kesemua perjanjian tersebut yang mendorong rejim boneka untuk melegalisasi kampus untuk diperdagangkan, kesepakatan tersebut menjadi induk atas lahirnya PP 60 dan 61 tahun 1999 tentang Otonomi Kampus, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.02 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Barang busuk tersebut yang membuat anak-anak buruh dan tani tidak bisa menginjakkan kaki di kampus. Biaya kuliah melambung tiap semesternya, biaya masuk tak terbendung lagi tiap tahunnya dan pungutan liar semakin meningkat, sehingga memaksa orang tua mahasiswa untuk merogoh kantongnya lebih dalam.

Melalui Bank Dunia (World Bank/WB), pemerintah Indonesia mendapatkan kucuran dana (utang) 114,54 dollar AS untuk membiayai program IndoneYang lebih menyakitkan lagi, sia Managing Higher Education For Relevance And Efficiency “rezim boneka lebih biaya kuliah yang melambung (IMHERE) yang disepakati Juni memilih tunduk pada ke- tinggi tersebut tidak menjamin kualitas pendidikan tinggi. Dalam 2005 dan berakhir 2011. Prosepakatan instrument standar kampus secara internagram ini bertujuan untuk mewujudkan otonomi perguruan tinggi, imperialis dari pada me- sional, peringkat kampus andalan efisiensi dan relevansi perguruan menuhi rakyat atas pen- negeri ini semakin merosot. Sebut saja mutu pendidikan Indonesia tinggi dengan kebutuhan pasar. didikan� dilihat dari dua indikator makro Karena Bank Dunia menganggap seperti pencapaian Human Develanggaran pendidikan terlalu banopment Index (HDI), pemilikan daya saing, kualitas yak menyedot anggaran di APBN sehingga harus dipendidikan dan indikator mikro seperti prestasi matepangkas subsidinya. Pemangkasan tersebut meliputi matika, fisika dan kemampuan membaca. Dalam lajuga anggaran untuk guru dan dosen. poran UNDP, Indonesia ternyata memiliki HDI sebesar 0,682 menduduki peringkat 111 dari 177 negara. Selain itu sejak tahun 2001, pemerintah Indonesia Posisi Indonesia berada di bawah negara tetangga : telah meratifikasi Kesepakatan Bersama Tentang Filipina (83), Thailand (76), Malaysia (59), Brunei Perdagangan Jasa (General Agreement On Trade And Darussalam (33), Republik Korea (28), Singapura Service/GATS) Organisasi Perdagangan Dunia (World (25). Trade Organization/WTO) dimana pendidikan dimasukkan menjadi salah satu dari 16 komoditas Dalam pemeringkatan 500 universitas terbaik di (barang dagangan). Dengan demikian, para investor dunia yang dikeluarkan Times Higher Education-QS kemudian bisa menanamkan investasinya di sektor World University Ranking, peringkat tiga perguruan pendidikan (terutama untuk pendidikan tinggi). tinggi negeri terbesar di Indonesia, masih di bawah kualitas kampus-kampus di Asia Tenggara. Ketiga Selanjutnya Pemerintah melakukan Kerjasama denperguruan tinggi tersebut adalah Universitas Indonegan Asian Development Bank (ADB), tentang Higher sia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas GadEducation Project dengan total utang 102,6 million jah Mada Yogyakarta. Tahun 2008 ini, Universitas dollar AS mulai tahun 1993 sampai 2001. Bantuan Indonesia (UI) menduduki peringkat 287; Institut tersebut diberikan untuk 6 kampus PTN dan 11 KamTeknologi Bandung (ITB) menduduki peringkat 315; pus PTS di Indonesia. Misi dari kerjasama tersebut sedangkan Universitas Gadjah Mada (UGM) berada di sama persis dengan program World Bank yaitu tenperingkat 316. tang Efisiensi dan relevansi Perguruan Tinggi, kebijakan tersebut sesungguhnya mengukuhkan otonomi Rejim Boneka merampok hak rakyat untuk Seterhadap kampus. kolah! Dalam pidatonya, rejim SBY menyebutkan dari total Demikian juga dengan utang yang diberikan oleh Isanggaran yang tersedia, dialokasikan sekitar 36% lamic development Bank (IDB), kesepakatan(sekitar Rp 312,6 triliun) untuk belanja kementerian kesepakatan yang dibuat dengan kampus tetaplah negara/lembaga, anggaran tersebut belum termasuk mengedapankan otonomi Perguruan Tinggi. Ketambahan untuk anggaran pendidikan sebesar 46,1 sepakatan IDB ini banyak terjalin dengan kampus triliun yang diusulkan dalam nota keuangan islam Negeri (UIN), di mayoritas kampus UIN di In-


tambahan. Kemudian sekitar 27,8% atau Rp 227,2 triliun untuk subsidi, yang meliputi : Rp 101,4 triliun untuk subsidi BBM; Rp 60,4 triliun untuk subsidi listrik; serta Rp 32 triliun untuk pangan, pupuk dan benih. Untuk pelayanan dasar kesehatan, pendidikan dan pembangunan pedesaan, dianggarkan Rp 142,8 triliun. Untuk program penanggulangan kemiskinan, dianggarkan sebesar Rp 66,2 triliun. Khusus untuk pembangunan pedesaan dianggarkan sebesar Rp17,0 triliun. Serta untuk penyelenggaraan pemilu sebesar Rp 16,7 triliun, serta anggaran-anggaran untuk pertahanan dan berbagai pos-pos lainnya. Khusus untuk pendidikan, SBY menyebutkan bahwa pada tahun 2009 nanti anggaran pendidikan akan direalisasikan 20 % dari APBN, jadi jika besarnya APBN lebih dari Rp 1.000 triliun maka anggaran untuk pendidikan paling tidak lebih dari Rp 200 triliun, tetapi SBY tidak menyebutkan jumlah 20 % anggaran pendidikan didapat dari mana saja, hanya disebutkan bahwa untuk departemen pendidikan nasional sebesar Rp 52,0 triliun, ditambah nota keuangan tambahan untuk pendidikan Rp 46,1 triliun; sedangkan untuk departemen agama rencananya akan mendapat anggaran Rp 20,7 triliun. Jika ditotal anggaran yang didapat oleh departemen pendidikan nasional, nota keuangan tambahan untuk pendidikan dan anggaran untuk departeman agama adalah sebesar Rp 118,8 triliun; jumlah sebesar ini tentu belum memenuhi 20 % anggaran pendidikan seperti yang telah dijanjikannya. Pemenuhan anggaran pendidikan 20 % dari total APBN seharusnya mencapai angka nominal Rp. 224,4 triliun dan bukan seperti yang disebutkan oleh SBY dalam pidatonya pada tanggal 15 Agustus 2008 yakni sebesar 118,8 triliun saja. Artinya, kekurangan yang tidak disebutkan oleh SBY untuk memenuhi 20 % anggaran pendidikan pada tahun 2009 sebesar Rp. 105,6 triliun. Anggaran pendidikan yang minim tersebut telah menggagalkan program wajib belajar 9 tahun, karena kenyataannya angka putus sekolah semakin meningkat tajam. Tahun 2008 angka putus sekolah dasar mencapai 841.000 siswa, sementara angka putus sekolah SMP dan Tsanawiyah mencapai 211.643 siswa. Kemudian SBY-Kalla selalu mengampanyekan melalui pemilu dan iklan di media cetak dan televisi bahwa pendidikan dasar sudah gratis. Sedangkan untuk pendidikan dasar gratis pemerintah harus memenuhi angka nominal sebesar Rp. 157 triliun. Tentu saja apa yang disebut oleh SBY dalam pidatonya tidak mencukupi pembiayaan untuk pendidikan dasar. Apalagi untuk memenuhi pembiayaan pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi. Belum lagi anggaran tersebut sudah termasuk untuk gaji dosen, guru dan karyawan. Selain itu pada substansinya kebijakan pemenuhan anggaran pendidikan 20 % oleh pemerintah sesungguhnya hasil desakan rakyat dan secara

terpaksa mahkamah konstitusi mengeluarkan putusan. Jadi bukan karena SBY-Kalla berkehendak untuk memenuhi anggaran tersebut. Kalaupun pemerintahan SBY-JK melihat dan bersimpati terhadap kemiskinan rakyat, itu hanyalah kamuflase untuk mengembalikan citra terutama dalam pemilu 2009 nanti. Namun, tetap saja upaya pemerintah untuk memenuhi 20 % anggaran pendidikan adalah kebohongan semata. Rejim Boneka Merampok Hak Mahasiswa untuk Berekspresi dan berorganisasi! Upaya untuk memberangus gerakan pemudamahasiswa sebagai salah satu kekuatan demokratik, telah dimulai sejak diberlakukannya sistem Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) oleh rezim Orde Baru (Orba). Kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) melalui SK Mendikbud No. 0457/U/1990 yang menggantikan posisi dari Dewan Mahasiswa (DEMA). Peran SMPT selama zaman orde baru justru mengebiri kekritisan mahasiswa, termasuk aktifitas di kampus yang bersifat politik dan organisasi. Meskipun saat ini NKK/BKK telah dihapus, namun prakteknya masih bisa dirasakan. Posisi mahasiswa tetap menjadi subordinasi dari birokrasi kampus, dimana Pembantu Rektor III dan Pembantu Dekan III tetap berperan dalam mengontrol aktifitas mahasiswa di kampus. Aktifitas mahasiswa didorong semata-mata menyelesaikan masa studi secepatnya, tanpa perlu memikirkan persoalan-persoalan di sekitar kampus. Hal itu bisa terlihat dengan pemberlakuan beberapa peraturan kampus yang cukup represif seperti : kode etik, jam malam, ancaman DO, larangan berdemonstrasi, larangan berorganisasi dan sebagainya. Lebih lanjut, pengekangan terhadap demokratisasi di kampus masih membelenggu hak-hak mahasiswa untuk berekspresi, berpendapat dan berorganisasi. Upaya-upaya secara sistematis untuk membungkam demokratisasi di kampus begitu nyata terlihat. Mulai dari pengetatan kuliah dan sistem absensi, pemberlakuan kode etik, jam malam, larangan bagi organisasi ekstra (ormas) melalui Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 26/Dikti/Kep/2002 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus dan partai politik dalam kehidupan kampus; intimidasi dan ancaman pengurangan nilai terhadap mahasiswa yang kritis terhadap kehidupan kampus; pelarangan demonstrasi. Watak Anti-Demokrasi kampus bahkan sampai pada represifitas secara langsung dengan kekerasan seperti menimpa alm. M. Ridwan, mahasiswa IKIP Mataram yang dibunuh oleh preman suruhan Rektor kampus atau kejadian kekerasan yang terjadi di kampus UISU Medan. DO dan Skorsing juga menimpa 4 orang anggota FMN di STAIN Pontianak, barubaru ini 4 orang anggota FMN Universitas Tadulako Palu juga diancam DO oleh rektor setelah menggelar demonstrasi. Kampus-kampus Muhammadiyah di


seluruh Indonesia saat ini mulai menetapkan sterilisasi wilayah kampus dari organisasi massa dan demonstrasi. Rejim Boneka SBY-Kalla sampai perangkat terendahnya di kampus yaitu rektor, dengan berbagai kebijakannya telah memaksa mahasiswa untuk tunduk pada ilmu picik imperialis. Mahasiswa dipaksa untuk berpikir pragmatis dan alergi politik, dengan berbagai petuah yang menjadikan seolah-olah kampus adalah wilayah yang netral dan tugas dari mahasiswa hanyalah belajar. Rejim Boneka merampok hak para sarjana untuk bekerja! Mengurangi angka pengangguran selalu menjadi janji gombal SBY-Kalla. Namun, setiap tahun angka tersebut rasanya enggan menurun. Dari jumlah penganggur yang terdata, penganggur dari kalangan terdidik menunjukkan peningkatan secara agresif. Meningkatnya penganggur sarjana disebabkan pemerintahan boneka selalu mempertahankan industri yang terbelakang, bukan industri nasional yang tangguh bersandarkan sendi-sendi Land-Reform sejati. Setiap tahun, lebih dari 300.000 lulusan perguruan tinggi dari jenjang diploma hingga sarjana atau strata satu (S-1) siap memasuki pasar tenaga kerja. Tahun ajaran 2005/2006 misalnya, Departemen Pendidikan Nasional mencatat jumlah mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi negeri dan swasta sebanyak 323.902 orang. Namun, tidak semua yang lulus ini terserap oleh pasar. Dengan kenaikan 1 persen pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu menciptakan 265.000 lapangan kerja baru, Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2007 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penganggur meningkat meningkat drastis. Jika pada Agustus 2006 penganggur dari lulusan Perguruan Tinggi ini sebanyak 673.628 orang atau 6,16 persen, setengah tahun kemudian jumlah ini naik menjadi 740.206 atau 7,02 persen. Tren kenaikan ini sudah terlihat sejak tahun 2003, dimana pengangguran terus mengalami peningkatan. Selain dari indikator pengangguran terbuka, nasib tragis lulusan perguruan tinggi juga bisa dilihat dari kategori setengah penganggur alias kerja tidak tetap alias serabutan. Termasuk dalam kategori ini adalah lulusan perguruan tinggi yang bekerja di bawah jam kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam per minggu, dan pekerja paruh waktu; para sarjana tersebut bekerja serabutan karena sulitnya mendapatkan pekerjaan,. Lulusan perguruan tinggi yang serabutan ini jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan pengangguran terbuka. Periode Februari 2007 angkanya hampir 1,4 juta orang, naik sekitar 26 persen dari Februari 2006. Lulusan perguruan tinggi terpaksa memilih bekerja serabutan ketimbang tidak bekerja sama sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa angka pengangguran akan terus bertambah. Tidak ada syarat bagi Rejim Boneka untuk Membangun Kebudayaan Rakyat! Kampus saat ini berlomba-lomba memasarkan produknya dengan berbagai cara yang tidak bermutu; tanpa malu-malu, kampus hari ini dikemas dengan berbagai label. Sebut saja World Class University, Reseach University atau enterpreneurship campus

yang sekarang sedang marak dideklarasikan kampuskampus besar negeri; persaingan bebas tersebut membuat kampus-kampus swasta kecil terancam gulung tikar karena tidak lagi diminati para calon mahasiswa. Monopoli PTN dan PTS besar dalam medio tahun 2000-an, ketimpangan kuantitas mahasiswa di PTN dan kampus swasta kecil semakin mencolok setiap tahunnya. Kalau kita periksa sampai sejauh ini, belumlah ada temuan-temuan spektakuler yang dihasilkan kampus yang berbranded riset atau kelas internasional. Bagaimana mungkin temuan-temuan baru itu mucul di tengah karakter industri di negeri ini yang masih sangat terbelakang. Kampus riset sesungguhnya hanya jargon, untuk memenuhi kebutuhan data dari imperialis. Kelas internasional sesungguhnya digunakan untuk menarik para calon mahasiswa mengeluarkan biaya yang tinggi dan kampus wirausaha hanyalah semboyan agar para mahasiswa pandai memasarkan produk imperialis yang sekarang berlebih dan tidak mampu diserap oleh pasar. Fakta-fakta di atas menunjukkan kenyataan pendidikan saat ini yang sama sekali tidak mewakili kepentingan rakyat. Kampus hanya digunakan sebagai corong bagi kebudayaan imperialis untuk mendukung ideologinya. Seluruh mata kuliah di dalam kampus dijauhkan dari realitas penderitaan rakyat sehingga rakyat tidak mengetahui sistem Semi-Kolonial, SemiFeodal yang menindasnya bertahun-tahun. Di bawah rejim boneka imperialis anak-anak buruh dan tani dipaksa untuk menjadi penganguran, pekerja serabutan atau melanjutkan pekerjaan orang tuanya. Jutaan anak-anak desa diekspor untuk menjadi buruh migran tanpa perlindungan sama-sekali. Rejim boneka hanya memberi pilihan pahit bagi rakyat, kebudayaan imperialis dan feodal menjadi mata pelajaran untuk melanggengkan ekonomipolitik kaum penghisap rakyat. Kebudayaan tersebut telah menghancurkan tenaga produktif dan meletakkan rakyat pada keterbelakangan. Kebudayaan yang lama dan usang ini sama sekali tidak menciptakan syarat-syarat rakyat untuk berkembang maju. Sudah sepantasnya kebudayaan bangkrut ini dihancurkan, pemuda-mahasiswa dan rakyat membutuhkan kebudayaan baru. Sebuah institusi pendidikan yang benar -benar lepas dari dominasi feodal dan penetrasi kebudayaan imperialis. Rakyat butuh pendidikan yang sanggup diakses oleh seluruh anak-anak buruh, tani dan para pekerja lainnya; pendidikan yang ilmiah mengabdi pada kenyataan dan mempelajari secara utuh problem pokok dari rakyat. Untuk memajukan peradaban, rakyat membutuhkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat. Kita sadar betul bahwa di bawah rejim boneka imperialis, kebudayaan yang diimpikan rakyat tersebut tidak akan mampu terwujud. Pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat hanya sanggup terpenuhi jika negeri ini bebas dari belenggu imperialisme dan feodalisme, bebas dari rejim boneka persekutuan jahat borjuasi besar komprador dan tuan tanah. Karenanya hanya bersama rakyatlah pemuda-mahasiswa mendapatkan cita-citanya. Hanya berjuang bersama klas buruh dan kaum tani syaratsyarat pendidikan rakyat mendapatkan tempatnya.###


Menggapai Tuntutan Minimum (Menjalankan Resolusi Pleno, Perluas Pengaruh Organisasi dan Perhebat PerjuanDalam resolusi Pleno III Jakarta telah digariskan bahwa FMN akan mengadakan kampanye massa sektoral secara nasional. Kampanye tentang penolakan terhadap komersialisasi pendidikan, realisasi anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD diluar gaji dosen dan guru, jaminan kebebasan berekspresi dan berorganisasi serta penolakan terhadap pemberlakuan UU BHP. Namun secara lebih khusus mengangkat problem-problem pemuda mahasiswa di dalam kampus. Sehingga pada bulan juni segenap jajaran FMN bahu mambahu semakin memperhebat kerja massa. Menjalankan aktivitas Investigasi Sosial dan Analisa Klas (ISAK), Menggencarkan kegiatan Propaganda dan edukasi, serta memuncakinya pada perjuangan massa di kampus. Pendidikan Di Komersialkan, Tak Lagi Terjangkau Ditengah geliat pesta Pemilu 2009, masih meninggalkan catatan atas problem penghidupan rakyat. Derita rakyat dengan melonjaknya harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, PHK massal di pabrikpabrik, perampasan atas tanah petani, pengangguran yang terus bertambah tiap tahunnya, kekerasan terhadap TKI, bencana lingkungan, dsb merupakan fakta yang tak bisa ditutupi oleh tirai kegelimangan demokrasi borjuasi Indonesia. Penghidupan rakyat dipastikan akan semakin terpuruk jika problem krisis ekonomi di Indonesia tidak segera teratasi. Begitupun juga soal pendidikan, semakin lengkap catatan-catatan keterpurukannya. Dari rejim boneka satu berganti ke rejim boneka lainnya di negeri ini praktek Privatisasi dan komersialisasi pendidikan terus berlangsung. Semenjak disepakati aturan penanaman modal asing tahun 1966, pendidikan menjadi ruang public bagi berjalannya ideologi kapitalis dari segi kurikulum dan penghasil tenaga kerja murah di pabrikpabrik milik imperialis dan rezim boneka Soeharto beserta kerabat dekatnya. Pendidikan menjadi tempat yang sempit untuk menggali potensi praktis menyelesaikan berbagai problem masyarakat dalam berbagai bidang, ruang

berekspresi di kerucutkan dalam skema sentralisme ala rezim reaksioner Soeharto, selain itu akses rakyat untuk terlibat dalam bangku pendidikan cukup terbatas karena keterbatasan biaya dan fasilitas sarana prasarana. Keadaan pendidikan semakin terpuruk setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Di tengah-tengah krisis disepakati kebijakan Letter Of Intent / LOI dari dana international Monetery Found (IMF) dimana yang salah satu butir kesepakatannya bahwa pemerintah Indonesia mencabut subsidi pendidikan dan kesehatan. Selanjutnya disempurnakan dengan kebijakan UU sisdiknas no.20 tahun 2003 dan UU BHP tahun 2008. Paket-paket kebijakan ini membuka ruang bagi praktek komersialisasi, menutup ruang berekspresi dan berorganisasi serta menyediakan kurikulum pro kapitalis, anti rakyat. Komersialisasi pendidikan telah berjalan berirama mengiringi berjalannya pendidikan di Indonesia. Berlangsung dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan juga layananlayanan kursus publik untuk mendalami bidang study tertentu. Bermetamorfosa dalam selubung riset-riset perguruan tinggi, aktivitas sosial pelayanan rakyat dan studystudy banding. Memberikan label harga untuk sarana dan prasarana, yang kemudian dikenal dengan pungutan liar. Janji pemerintah untuk pendidikan gratis, ternyata tidak menjamin pendidikan sanggup dijangkau. Gratis hanya untuk alokasi pemenuhan sarana tertentu, tapi operasionalisasi peserta didik untuk sarana yang lainnya masih Nampak tercampakkan. Bahkan tidak jarang orang tua peserta didik menanggung beban pungutan liar yang terus menggurita. Sehingga janji pendidikan gratis hanya hiburan di antara derita rakyat akibat menanggung biaya pendidikan. Lebih khusus di Perguruan tinggi praktek komersialisasi sudah menjadi identitas resmi. Artinya siapapun yang nanti akan menginjakkan kaki pada dunia kampus harus siap mengemban kewajiban pembiayaan jutaan sampai ratusan juta rupiah.


Terhambat Ruang Berekpresi dan berorganisasi, Tidak Ada Jaminan Masa Depan Mahalnya biaya pendidikan tidak menjadi jaminan jika ruang berekspresi dan berorganisasi di buka dengan luas. Mahasiswa di sudutkan dalam skema normalisasi keadaan kampus dan badan-badan koordinasi kampus yang membatasi ruang mahasiswa untuk lebih mengenal kenyataan real masyarakat. Mahasiswa di suguhi demokrasi relatif dengan aktivitas pemilu raya pemilihan pengurus badan koordinasi kampus. Namun tidak di berikan ruang jika melakukan tindakan yang mempertanyakan pemenuhan pemerintah dan pimpinan kampus terhadap pemenuhan hak-hak reform atas pendidikan. Lebih ironis lagi akan dikenakan Droup Out jika melakukan tindakan yang jauh dari kode etik mahasiswa, suatu aturan yang diskriminatif karena tidak melibatkan mahasiswa secara demokratis dalam penyusunannya.

mencari tahu keadaan kampus maupun keadaan mahasiswa secara lebih komprehensif. Mulai dari penyelidikan tentang segi historical, keadaan geografis kampus, jumlah kuantitas peserta didik, kebijakan-kebijakan pihak rektorat terhadap mahasiswa, dosen dan karyawan, persoalan-persoalan yang dihadapi mahasiswa, dosen dan karyawan, Upaya perjuangan yang sudah dilakukan, alat perjuangan mahasiswa di kampus. Pekerjaan ISAK tidak hanya mengumpulkan data, tapi juga menyimpulkan data untuk menentukan klas-klas dalam kampus dan mengetahui tuntutan umum massa untuk mengembangkan taktik perjuangan.

terang hanya menghasilkan sarjana yang do less, talk more atau banyak teori, sedikit kerja. Sarjana-sarjana yang menjadi sampah bagi peradaban, dan ancaman bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Sarjana hasil kreasi dari borjuasi komprador, tuan tanah dan kapitalisme birokrat bukan hasil kreasi sarjanasarjana demokratis pro rakyat.

tek. Situasi inilah yang mendorong pemuda mahasiswa untuk menggencarkan perlawanan terhadap penetrasi Imperialisme dalam dunia pendidikan. Pemuda mahasiswa menyusun kerangka sistematis dengan lebih fasih memahami keadaan dengan senjatanya, yaitu propaganda dan edukasi.

Di tengah derasnya kehidupan akademik yang men cangkok modernisasi ala imperialis untuk di kembangkan berbasis budaya masyarakat, atau yang lebih dikenal perkembangan posmodernisme, telah membawa alam berfikir dan bertindak kita pada bingkai aturan main neoAktivitas rutin di kampus yang diatur kolonialisme, yaitu imperialisme AS. Seluruh sedemikian rupa oleh pimpinan kampus tidak bagan perkembangan budaya menjadi terbemenjamin menciptakan sarjana yang ahli di lakang daya ciptanya karena terbentur dengan bidangnya dan mengabdikan ilmunya untuk ke- tembok positifisme, dampak dari pelaksanaan pentingan buruh dan petani. Ini terjadi karena sistem pendidikan di bawah dominasi pemerinrutinitas yang ada tidak bertah boneka, mulai dari presiISAK tidak den berkuasa saat ini SBY-JK sandar pada kebutuhan un- Pekerjaan tuk menyelesaikan problem- hanya mengumpulkan data, sampai ke Bambang Sudibyo atika yang dihadapi rakyat. tapi di pastikan pelakjuga minyimpulkan dan Hanya sekedar rutinitas data untuk menetukan klas sanaannya oleh para rektor membaca tulisan, mema- -klas dalam kampus dan di dalam kampus. Suatu hami tulisan dan diukur tingaturan sistematis untuk mengetahui tuntutan umum kat pemahamannya hanya mengikat pemuda mahamassa untuk mengembangketika menjalankan ujian siswa dalam belenggu keterpenilaian. Sehingga Nampak kan taktik perjuangan belakangan teori dan prak-

Menggelorakan Perjuangan Sektoral untuk Kemenangan Minimum Paparan diatas menjadi stereo type pendidikan di Indonesia. Kenyataan pendidikan yang berulang kali kita terjemahkan dalam mimbarmimbar diskusi di kampus. Namun pendiskusian ini tidak akan menjadi buah propaganda dan perjuangan yang semakin hebat jika tidak ada kesanggupan di organisasi untuk membongkar lebih khusus problem-problem yang dihadapi massa secara luas atas pendidikan. Organisasi perlu memecahkan langkah perjuangan yang lebih hebat dan meluas. Langkah awal organisasi bisa menjadikan investigasi social dan analisa klas di dalam kampus sebagai dasar memulai pekerjaan. Dimana organisasi mendorong seluruh perangkat organisasi untuk

Dalam kampanye sektoral nanti seluruh jajaran anggota harus ambil bagian dalam setiap kegiatan. Mulai dari persiapan sampai pelaksanaan dipastikan di eksekusi oleh anggota dan massa secara luas. Keterlibatan anggota merupakan ajang latihan yang berguna bagi memajukan skill dan potensi para anggota. Anggota dilibatkan dalam bagian-bagian kerja yang didasarkan sesuai dengan apa yang menjadi kesanggupan anggota. Selain itu Organisasi perlu menyediakan syarat-syarat untuk memecahkan kesulitan kerja anggota mengeksekusi program dengan merijitkan dan mensistematiskan pekerjaan. Keterlibatan ini merupakan pelajaran berharga bagi massa, anggota dan pimpinan untuk mengembangkan kemampuan serta potensinya.


Maju Terus Perjuangan Massa Kesejahteraan dan keadilan hanya akan menjadi mimpi ketika negeri ini di dominasi oleh Imperialisme, borjuasi besar komprador dan sisa-sisa tuan tanah

diselengarakan sekolah gratis); biaya pendidikan tinggi (SPP, POMA, uang gedung, dll); penyewaan gedung kuliah; serta pengekangan kegiatan ormas di kampus yang sudah mulai digalakkan kampus-kampus dengan slogan “ekstra dilarang masuk”. Selain itu juga dikampanyekan problem lapangan pekerjaan yang terbatas, sistem kerja kontrak dan outsourching. Serta, program revitalisasi perkebunan yang digalakkan di JABAR, yang pada prakteknya justru merampas tanah petani di Garut, Tasikmalaya atau Priangan Timur dan sekitarnya.

Bandung 26 Mei 2009 Kemanapun perginya Rejim anti rakyat perampas hak-hak rakyat, pasti akan selalu di sambut dengan aksi dan protes dari rakyat yang menuntut hak-hak demokratisnya. Hal ini juga terjadi ketika SBY datang ke kota Bandung untuk memperingati acara hari pendidikan nasional di Sambuga yang berada di kampus ITB. Acara di selenggarakan atas kerjasama ITB dengan Pemprov Jawa Barat, Pemkot bandung dan sejumlah kampus negeri di Bandung termasuk Unpad. Kedatangan SBY di sambut dengan aksi massa yang dilakukan oleh Front Perjuangan Rakyat (FPR) termasuk didalamnya ada FMN yang tergabung. Aksi yang diikuti lebih dari 40 orang ini mengambil tema “ 50 tahun peringatan Hardiknas adalah 50 tahun Sistem Pendidikan yang Tidak Ilmiah, Demokratis, dan Tidak Mengabdi Pada Rakyat”. Dalam aksi ini yang paling pokok diangkat adalah soal Pendidikan terutama soal penolakan terhadap UU BHP. Selain itu dalam materi aksi juga dikampanyekan problem fasilitas pendidikan di sekolah & kampus-kampus, pungutan liar yang dilakukan di sekolah (meskipun menurut pemerintah telah

Aksi dimulai pukul 09.00 yang diawali dengan longmarch dari kampus UNISBA tamansari yang ternyata dihadang oleh pihak POLDA JABAR dalam bentuk barikade polisi yang menutup jalan masuk ke Sabuga, akhirnya massa aksi hanya bertahan di depan pintu masuk Kebun Binatang di Jl. Tamansari (sekitar 400meter dari lokasi acara). Hal ini menggambarkan betapa reaktifnya rezim kepala batu SBY-JK, yang menghambat gerakan massa untuk menyampaikan tentang soal-soal yang dihadapi oleh rakyat. Selain itu hal ini menandakan pada hakekatnya SBY-Kalla tidak pernah berani untuk menghadapi tuntutan kongkret dari rakyat Indonesia, serta tidak pernah berani mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan terhadap rakyat. Selain aksi penolakan kedatangan SBY di Bandung, kawan-kawan FMN Bandung juga menyelenggarakan Pawai Kebudayaan untuk memperingati Harkitnas dan 11 tahun kejatuhan rezim fasis Soeharto, pawai kebudayaan ini bertemakan “Berjuang Bersama Rakyat Lawan Perampasan Upah, Tanah dan Kerja”. Bentuk aksi adalah pawai kebudayaan dengan melakukan longmarch dari kampus Unisba menuju ke Cikapayang Dago. Longmarch dilakukan pada malam hari mulai jam 20.00, dengan penerangan lampion yang dibawa oleh peserta aksi dan spanduk tema. Selama longmarch, koordinator aksi melakukan orasi tentang refleksi terhadap harkitnas dan gerakan reformasi ’98 di iringi lagu darah juang dan satukanlah yang dinyanyikan oleh massa aksi. Peserta dalam pawai kebudayaan ini berjumlah sekitar 80 orang dengan perincian; FMN 35 orang, FAMU 20 orang, KUMALA 15 orang, dan 10 orang dari seniman. Di bawah jembatan layang Cikapayang Dago, massa aksi kemudian


menggelar orasi politik, penampilan seni dari kampus-kampus, menyanyikan lagu-lagu dan yel-yel aksi, kemudian di tutup dengan performance art kelompok seni Koloni Hitam dari UPI. Aksi berlangsung aman dengan penjagaan ketat kepolisian. Pawai kebudayaan yang menggunakan lampion ini mendapatkan perhatian dari masyarakat luas serta dari media, selain karena di kemas dengan menarik juga karena tuntutan dan kampanye yang di angkat adalah problem kongkret rakyat Indonesia. Jakarta 3 Juli 2009. Diselenggarakannya Pemilu yang tidak lebih dari ilusi politik, ajang tebar janji dan pesona semata demi keuntungan suara dan kekuasaan akan tetapi setelah pemilu rakyat akan kembali ditinggalkan dengan segala kemiskinan dan berbagai problem sosial ekonominya yang menggunung. realitas inilah yang diangkat dalam kampanye dan aksi massa yang dilakukan oleh Front Perjuangan Rakyat pada tanggal 3 Juli 2009 di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta. Aksi

yang diikuti oleh sekitar 35 orang dari berbagai elemen yang tergabung dalam FPR ini mengangkat berbagai soal yang pada hakekatnya tidak akan selesai hanya dengan pemilu,mulai dari persoalan buruh, tani, pemuda mahasiswa sampai persoalan buruh migrant Indonesia yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan itu semua adalah hasil dari kebijakan dari rejim-rejim yang pernah dan sedang berkuasa di Indonesia. Aksi tersebut juga di warnai dengan happening art yang menggambarkan bagaimana pasangan-pasangan capres dan cawapres, mulai dari SBY-Budiono, JK-Wiranto dan Mega-Prabowo saling berebut dan tarik menarik kotak yang isinya berbagai persoalan rakyat yang kemudian di jadikan janji yang akan diselesaikan jika terpilih, akan tetapi setelah itu janji hanyalah janji yang tidak akan pernah berubah. Rakyat tetap akan terperangkap dalam berbagai soal-soal terkait kemiskinan dan jaminan sosial lainnya siapapun presiden baru Indonesia nantinya. Aksi dimulai pada pukul 13.30 WIb dan ditutup pada pukul 15.00 WIB, aksi ini mendapat perhatian yang luas dari kalangan media dan rakyat. ###

Cara Berlangganan Bulletin GELORA Untuk mendapatka dan berlangganan ulletin GELORA dapat menghubungi alamat Rdaksi, dengan memesan via-Email atau bisa dating lansung ke alamat Redaksi. Buletin GELORA juga bisa didapatkan di FMN Cabang atau kampus terdekat. Untuk Berlangganan, Silahkan isi Formulir Berikut: Kepada Redaksi Bulletin GELORA Kp. Jawa,Rawasari Gg J RT 11 RW 09nO.34 B Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Telp : 081315606332 (Catur idi A) Email : gelorafmn@gmail.com Nama Alamat Kode Pos Telp/Fax Email Pekerjaan

: : : : : :

Saya tertarik untuk berlangganan Bulletin GELORA, Mohon untuk dikirimkan ke Alamat diatas mulai bulan depan. Pembayaran Melalui :

A. Tunai B. Transfer Bank

Biaya berlangganan GELORA R. 5000/Eksemplar (Untuk luar Jakarta ditambah Ongkos kirim) Redaksi juga menyediakan CD Repackage (Berisi Bulletin Perlawanan edisi 4-19)


Komersialisasi Pendidikan Tetap Berjalan, Kampus Terus Bergolak Terus berjuang, wujudkan kampus yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat 15 mei 2009, FMN UIN Jakarta. Issu tentang penolakan Undang-Undang BHP (Badan Hukum Pendidikan) memang tidak ada habisnya untuk terus kita gelorakan. Di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FMN bekerja sama dengan BEM fakultas syari’ah dan hukum menggelar seminar mengangkat tema “Kupas Tuntas Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan” mengundang pembicara dari ICW (Indonesian Corruption Watch), pembantu dekan III fakultas Tarbiyah Rozak, dan dari Pimpinan Pusat FMN Catur Widi Asmoro. Seminar tersebut bertempat di ruang teater syariah dan dilakukan pasca recruitment anggota baru bulan april. Sehingga kegiatan tersebut dimaksudkan selain untuk terus mengkampanyekan penolakan terhadap UU BHP, juga menjadi sarana untuk menguji anggota baru dalam pekerjaan-pekerjaan organisasi. Seminar ini dilakukan juga untuk membongkar isi dari UU BHP yang pada hakekatnya adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan. Jumlah peserta yang hadir mencapai 150 orang dan hal tersebut membuktikan antusiasme massa dalam menyikapi issu tersebut juga besar. Dan pada tanggal 25 juni 2009, 350 massa mahasiswa yang tergabung dalam KBM-UIN yang terdiri dari FMN UIN Jakarat, BEM Syariah, Ekonomi, Psikologi, IMM, HMI, KM-UIN, LS-ADI, KOMPAK dan LEMI melancarkan aksi massa massa di kampus UIN Jakarta menuntut pertama, tentang pembayaran uang semester yang penuh bagi mahasiswa semester IX sampai ke atas. Kedua, Penghapusan Denda dan Sangsi untuk Mahasiswa yang Terlambat Bayar semester serta yang Ketiga, Tranparansi Keuangan Kampus. KBM-UIN melakukan Relly dari Fakultas ke Fakultas untuk mengajak mahasiswa melakuakn Hearing/ Negoisasi dengan Rektor. Aksi protes tersebut disambut hangat oleh mahasiswa, hingga mahasiswa berbondong-bondong mendatangi Rektorat, ruangan Komarudin Hidayat. Namun ajakan ratusan mahasiswa terhadap rector komarudin tidak dihiraukan sama sekali, bahkan Sampai pukul 17.00 sore massa aksi menunggu. Kebijakan tersebut sangat merugi-

kan mahasiswa karena mahasiswa yang telat bayar di kenai sangsi untuk mengajukan cuti kuliah dengan penuh keterpaksaan, atau mengambil pilihan yang sama menyakitkan yaitu membayar denda keterlambatan bayar semesteran. Demikian juga dengan mahasiswa semester IX keatas harus bayar semester penuh, padahal mata kuliah yang diambil sangatlah sedikit atau bahkan hanya menyelesikan Skripsi. Komarudin Hidayat, Rektor Uinversitas Islam Negeri Syharif Hidatullah Jakarta dalam debat Calon Wakil Presiden beberapa waktu yang lalu tampak cukup elok membawa perdebatan yang disiarkan dibeberapa stasiun televisi. Sebagai pemimpin debat yang bertema “Jati Diri Bangsa”, seolah sang rector cukuplah piawai dan paham betul tentang tematik yang dibawa. Dengan nama besar yang disandang tentu saja public percaya bahwa sosok ini selain seorang inteletual, juga memegang teguh prinsip dan Nilai Demokrasi. Kenyataan berbicara lain, 180 Derajat seperti yang dilihat dan didengar. Pendangan yang diungkapkan didepan public membelakangi praktiknya dalam memimpin dan mengurus berbagai persoalan yang ada dikampus. Peristiwa tersebut berawal saat kurang lebih 350 mahasiswa UIN yang menamakan diri Keluarga Besar Mahasiswa (KBM-UIN) melakukan aksi protes terhadap kebijakan kampus. Tindakan rector komarudin yang tidak bersedia duduk bersama, sangat menyakiti perasaan mahasiswa. Aksi protes terus berlanjut pada hari jumat, tanggal 26 juni. Ratusan mahasiswa kembali mendatangi rector dengan tuntutan yang sama. Namun Niat baik mahasiswa tersebut dijawab dengan Pemukulan dan Pembubaran Demostrasi Mahasiswa. Rektor mahasiswa melalui alat kekerasanya SatPam dan Preman (Karena Tidak Berseragam), menggelandang perwakilan mahasiswa yang berusaha menemui rector komarudin untuk mengajak Hearing/ Dialog. Tidak berhenti disitu, lebih dari 50 orang Satpam Kampus dan Preman kemudian melakukan Intimidasi, Ancaman serta membubarkan massa aksi dengan kekerasan. Massa Aksi terus di pukul dan dikejar sampai keluar kampus dan tercerai berai.


Tindakan anti-Dialog Rektor Komarudin tersebut sangat menciderai Upaya penegakan Demokrasi di kampus dan di Negeri ini. Seorang rector yang Intelektuil dan selalu bicara demokrasi nyatanya hanya hiasan dibibir, sementara praktik yang dilakukan sangatlah Anti-Demokrasi. Yang sangat disayangkan, Tindakan kekerasan menjadi cara untuk mengurus persoalan mahasiswa. Kami selalu diajarkan oleh pimpinan kampus bahwa kampus adalah areal yang ilmiah, namun Justru rector yang melanggarnya sendiri dengan tindakan-tindakan yang sangat jauh dari Keilmiahan. Rektor Komarudin lewat alat kekerasanya menuduh Aksi tersebut disusupi provokator dari luar kampus, Steatment tersebut mengingatkan kami pada cara usang rejim masa lalu. Menolak bertemu, menolak menjelaskan dan menghalau aspirasi sejati mahasiswa dengan kekerasan adalah bukti bahwa Komarudin Hidayat adalah Penghambat Demokrasi. 14 juni 2009, Bandung. Perjuangan pemuda mahsiswa untuk mewjudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat terus digelorakan. Salah satunya dengan mimbar-mimbar diskusi FMN yang kembali mewarnai kampus. Hari minggu, tanggal 14 juni lalu, diskusi terbuka yang merupakan bagian dari perjuangan massa ini membedah tentang demokratisasi kampus. Diskusi tersebut diadakan di pusat kegiatan mahasiswa di kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung. Diskusi yang mengusung tema “Melihat Kembali Proses Perjuangan Demokratisasi Kampus di Indonesia� ini melibatkan pembicara dari FMN cabang Bandung, Amran dan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) cabang Bandung, Ahmad. Tema yang diangkat kali ini kembali merefleksi hakekat dari perjuangan mahasiswa di kampus-kampus di Indonesia. Walaupun hanya dihadiri 20 peserta dari kedua organisasi, akan tetapi diskusi tetap berjalan meriah dan penuh semangat. Tanggal 22 juni 2009 Palu kembali bergolak Mahasiswa UNPAD kembali melakukan aksi massa menuntut hak-hak demokratis terkait failitas kampus seperti perpustakaan, laboraturium dan WC serta persoalan (SDPOPT) Sumbangan Dana Persiapan Otonomi Perguruan Tinggi yang setiap tahunnya mengalami kenaikan, lihat saja biaya SDPOPT pada tahun 2003 sebesar 1 juta, tahun 2006 sebesar 1,9 juta, 2007 sebesar 1,9 s/d 2 juta dan pada tahun 2008 menjadi 2,4 juta. Hal ini ditambah lagi

dengan kenaikan biaya SPP dan uang registrasi masuk mahasiswa padebesar 85 % (dari Rp300.000 menjadi Rp 600.000). Aksi yang dilakukan FMN kampus UNTAD bersama dengan aliansinya FMM (Forum Mahasiswa Menggugat) serta diikuti oleh ratusan massa mahasiswa, aksi dimulai dari jam 09.00 wita s/d 13.00 wita, mendapat represifitas dari birokrasi kampus melalui kaki tanganya yaitu penasehat BEM UNPAD (Apin) dan alumni UNPAD (samsidi), namun represifitas ini tidak mampu menahan gejolak massa yang bangkit atas kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak demokratisnya. Akibat desakan aksi massa, ahirnya birokrasi mengeluarkan statmen melalui PR3 UNPAD bahwa “fasilitas layak akan dipenuhi pada tahun ajaran baru ini�. Bangka-Belitung Juli 2009. Selamat kepada kawan-kawan FMN BangkaBelitung yang telah mendeklarasikan FMN cabang Bangka-Belitung pada bulan Juni 2009, hal ini untuk menjawab persoalan tentang pentingnya organisasi massa mahasiswa dengan platform anti Imperialisme, Feodalisme dan Kapitalisme birokrat. Saat ini keanggotan FMN Bangka-Belitung terdapat di beberapa kampus yaitu, Universitas Bangka-Belitung, STAIN, Perguruan Tinggi Bangka (PERTIBA) dan di STIPOL (Sekolah Tinggi Ilmu Politik) dengan masingmasing sudah memiliki BPR. Setelah deklarasi, hal pertama yang dilakukan adalah menggelorakan perjuangan massa dan ini dilakukan di universitas Bangka-Belitung pada tanggal 26 Juni 2009 dengan tuntutan transparansi dana KKN mahasiswa, selain itu juga menagih janji yang isinya akan menjadikan UBB sebagai kampus negeri, padahal hal tersebut dilakukan 3 tahun yang lalu tanpa ada realisasinya sama sekali. Hal ini menunjukan selama Indonesia masih dibawah dominasi Imperialisme dan Feodalisme dengan operator dalam negerinya adalah rejim boneka, maka kita tidak akan menemukan system pendidikan yang ilmiah, demokratis dan berkualitas. Sehingga keberadaan FMN di Bangka-Belitung tidak lain dari upaya untuk terus memperbesar perjuangan massa dengan mengorganisasikan massa mahasiswa dengan organisasi yang tepat. Selain itu harus ambil bagian dan aktif dengan perjuangan rakyat secara umum dimanapu berada. Selamat berjuang FMN


Pemuda-Mahasiswa Asia Pasifik Menuntut hak atas Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan yang Layak Asia Pasific Students And Youth Asosiation (ASA) Menyerukan kampanye “ Empat E untuk seluruh rakyat (E4all)�. Pada Konferensi ASA ke-17 yang dihadiri lebih dari setengah total organisasi anggota ASA di seluruh Wilayah Asia Pasifik, dengan menetapkan bahwa sektor pemuda adalah salah satu target untuk beberapa program pengembangan. Empat (4) Persoalan Pokok Pemuda harus diprioitaskan : Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, Lingkungan dan masalah Kesetaraan. Tentang Hak atas Pendidikan (On Education) Pencabutan Subsidi pendidikan menyebabkan makin meningkatnya biaya pendidikan. kommersialisasi, privatisasi pendidikan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Pendidikan yang mengakibatkan mahalnya biaya kuliah dan uang sekolah yang membumbung tinggi. Hal inilah yang menyebabkan membludaknya Anak Buruh dan Tani yang putus sekolah, bahkan mayoritas dari pemuda ASIA PASIFIK tidak dapat melanjutkan pendidikan. Situasi ini membuat suramnya masa depan Pemuda dan makin terpuruknya penghidupan Rakyat di Asia Pasifik. Sistem pendidikan yang dijalankan hari ini bukan untuk memperbaiki serta mengembangkan kemampuan dan taraf hidup Rakyat, maupun kesadaran politik rakyat, melainkan hanya untuk dijadikan sebagai buruh terdidik murah, yang digunakan sebagai promotor, penjaga sistem ekonomi dan perluasan pasar mereka. Tentang Hak atas Lapangan Pekerjaan (On Employment)

Mahalnya biaya pendidikan ternyata tidak pula dibarengi dengan jaminan atas lapangan pekerjaan yang dibuka secara luas dan merata, yang merupakan impian dari setiap pemuda dan para sarjana untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mampu mempertahankan hidupnya. mereka hanya dipekerjakan sebagai pekerja murahan, bahkan tidak sedikit dari mereka yang bekerja ke luar negeri sebagai buruh Migran Indonesia (TKI) yang tentunya tidak sesuai dengan bidang atau keahlian mereka. Di sisi lain, Negara juga mengekang kebebasan dan jaminan atas pekerjaan; bahkan hak-hak sosialekonomi rakyat tidak pernah terealisasi. Perekrutan buruh migran pun dilakukan dengan sangat sistematis oleh Agen -agen Buruh Migran (Outsourching) yang sudah menjamur di Negara-negara berkembang sebagai perantara Pemerintah antar Negara dalam pengiriman atau penerimaan buruh migran, dimana kedaulatan Buruh migran ini dipegang dan dikendalikan sepenuhnya oleh Negara tujuan tersebut dan seakan tidak lagi menjadi tanggung jawab Negara asal. Tentang Hak atas Lingkungan (On Environment) Situasi lingkungan juga merupakan salah satu persoalan pokok pemuda dan Mahasiswa hari ini. Lingkungan tidak hanya berbicara soal keasrian ataupun kebersihan lingkungan sekitar. Tapi lingkungan juga berbicara soal Kebebasan Rakyat dalam mengakses sumbersumber penghidupan yang ada disekitarnya, air; udara yang bersih dan segar; tanah yang subur dan benih yang berkualitas; serta bahan


makanan yang alami dan sehat sebagai jaminan penghidupan yang layak, sehat, dan berkualitas. Namun kenyataan yang kita temukan saat ini sangatlah jauh dari harapan, udara dan air yang sudah dicemari oleh polusi dan limbah industri yang kotor, bahkan air yang merupakan salah satu penentu bagi kelangsungan hidup manusia pun sudah banyak yang diprivatisasi oleh penguasa, termasuk bahan makanan yang sehat dan alami, perlindungan benih yang berkualitas, hingga perampasan lahan pertanian yang merupakan sandaran hidup bagi rakyat terus didominasi oleh Pemerintah dan Tuan Tanah-Tuan tanah lokal dibeberapa Negara yang dijadikan sebagai lahan bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesarbesarnya. Perkembangan agresi sebagai upaya utuk mempertahankan kepentingan mereka adalah merupakan salah satu persoalan pemuda di setiap kawasan. Kedaulatan pangan, perlindungan dan pertahanan benih merupakan keprihatinan dari pemuda-pemuda tani, yang sebagian besar dari pemuda Asia Pasifik. Hak atas penguasaan lahan, perlindungan pangan dan jaminan kesehatan makanan harus dipegang oleh para konsumen (Rakyat) dan harus diperjuangkan serta dipertahankan oleh Pemuda dan Mahasiswa disetiap kawasan. Tentang Hak atas Kesetaraan (On Equality) Kesetaraan menjadi kata yang menggaung tentang ketidakadilan yang terus terjadi, baik itu tentang klas sosial, jenis kelamin (gender), etnis, ras,umur, agama, persuasi politik, idielogi, ataupun cacat fisik. Dikotomi atas perbedaanperbedaan tadi dijadikan sebagai legitimasi yang kuat oleh Pemerintah dalam melakukan ketimpangan-ketimpangan dan kesewenangwenangan dalam memenuhi Hak Rakyat yang tentu tidak akan mengurangi keuntungan buat

mereka. Contoh sederhana dari ketimpangan yang dilakukan pemerintah dalam kebijakan tentang Kesetaraan misalnya : pelayanan kesehatan, sudah menjadi urusan pokok dari setiap rumah sakit umum untuk melayani setiap pasien yang sakit tanpa membedakan latar belakang socialnya namun hari ini, rakyat yang tidak mampu dan menggunakan akseskin mendapatkan pelayanan seadanya, bahkan harus mengurusi birokrasi yang berbelit-belit dan rumit jika ingin mendapatkan pembebasan biaya. Perkembangbiakan HIV/AIDS terhadap Pemuda dibanyak Negara seperti Hongkong, India dan Tailand adalah persoalan berbeda yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang tepat dan serius. Perawatan inap, perlindungan dan semua bentuk pelayanan lainnya adalah urusan yang pokok. tapi ketika kita mengemukakan keluhan kita dan memperjuangkan persoalanpersoalan pokok ini kita akan menghadapi represifitas dan penindasan seperti : tawarantawaran yang menggiurkan, intimidasi, kekejaman polisi, pembunuhan, penahanan tanpa pengadilan, penculikan, fitnah dan pencemaran nama baik, bahkan dicap sebagai teroris. AS seringkali mempropagandakan “war on terror�, esensi dari propaganda tersebut ialah undang-undang Anti-terror yang memungkinkan legitimasi serta memperkuat upaya negaranegara imperialis untuk menghancurkan perlawanan gerakan rakyat. Bahkan pemerintahpemerintah di berbagai Negara seperti Filipina, Burma dan Australia telah mengeluarkan peraturannya. Menghadapi situasi ini, Asia Pacific Students and Youth Association (ASA), sebagai wadah pemersatu organisasi dan persatuan pemuda se-Asia Pasifik harus berperan aktif dalam mengampanyekan program E4ALL.###


Tentang Feodalisme Ditangah masyarakat SJSF, Feodalisme menemukan bentuk baru

Feodalisme tidak Data hari ini menunjukkan bahwa dan intinya adalah penguasaan tanah masih terkonsentrasi berpartisipasi monopoli (mempekerjakan pada: pengusaha-pengusaha perkebunan orang lain) dalam penguasaan tanah dan alat kerjanya negara maupun perseorangan, di tangan produksi akan berada di tangan institusi militer, di tangan pengusaha- tetapi mengeruk tuan tanah, pengusaha pemegang HPH secara keuntungan yang mereka tidak korupsi, kolusi dan nepotisme, ditangan besar dan berpartisipasi bergantung dalam produksi pemodal yang mengkonsolidasikan tanah hidupnya dari petani dengan cara sewa dan kontrak penguasaan karena mempekerjakan jangka panjang, di tangan perseorangan tanah tersebut. buruh tani, petani pemegang hak absentee, tuan tanah Mereka adalah miskin dan petani kaum yang desa penguasa tanah luas di luar batas sedang bawah, kemudian disebut menurut Undang-Undang tuan tanah dalam akan tetapi maksimum Agraria 1960, keuntungan kenyataan hari terbesar hasil ini, pada zaman produksi diambil oleh mereka untuk keperluan setengah feodal, di bawah dominasi hidupnya. Mereka menindas para pekerja imperialisme. Demikian pula klas-klas parasit dengan cara bagi hasil (maro, mrapat, lain yang mengikuti setengah feodal ini juga mretelu), dan juga menggunakan sistem masih banyak kita jumpai mereka adalah: Para borongan dan upah yang sangat rendah. lintah darat (bank perkreditan) yang Meskipun sistem dunia hari ini adalah dominasi meminjamkan uang dengan bunga yang kapitalisme, akan tetapi di Indonesia mencekik leher petani, Tukang Ijon dan perkembangan kapitalisme hingga imperialisme tengkulak besar yang pada hakekatnya borjuasi sebagai bentuk perkembangannya yang paling komprador dan tuan tanah (penebas dan akhir, feodalime di Indonesia menjadi basis pengepul besar) yang memainkan harga hasil sosial yang membuat imperialis berdominasi. produksi petani. Feodalime telah membantu imperialisme sehingga dapat mengambil tanah rakyat dengan Benar bahwa, sistem feodalisme telah mudah, mobilisasi tenaga kerja murah dan didisintegrasikan, namun sistem kapitalisme memperoleh bahan mentah untuk kepentingan tidak dapat mendominasi secara penuh. Dalam industri kapitalis dengan murah dan melimpah. sistem setengah feodal, ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri (nilai guna) tidak terlalu Betul bahwa di Indonesia kepemilikan tanah mendominasi bahkan telah dihapuskan, karena perseorangan yang sangat luas oleh tuan tanah, produksi pertanian dari petani diorientasikan secara kwantitas tidak lagi sebesar zaman VOC untuk di perjual belikan atau di orientasi untuk atau Sistem Tanam Paksa, di mana para pasar. Artinya ditengah masyarakat setengah bangsawan dan tuan tanah desa masih sangat feodal, kaum tani tidak hanya menanam berdominasi. Akan tetapi data hari ini tanaman pangan untuk kebutuhan substansi menunjukkan bahwa penguasaan tanah masih mereka mereka tetapi juga tanaman untuk terkonsentrasi pada: pengusaha-pengusaha memenuhi kebutuhan pasar baik pasar dalam perkebunan negara maupun perseorangan, di negeri maupun pasar dunia. tangan institusi militer, di tangan pengusahapengusaha pemegang HPH secara korupsi, Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi kolusi dan nepotisme, ditangan pemodal yang dari Imperialisme dalam masyarakat feodal mengkonsolidasikan tanah petani dengan cara lama. Imperialisme tidak menghancurkan sewa dan kontrak jangka panjang, di tangan masyarakat feodal lama menjadi sistem perseorangan pemegang hak absentee, tuan kapitalisme, Karena imperialisme hanya memtanah desa penguasa tanah luas di luar batas butuhkan bahan mentah yang melimpah, maksimum menurut Undang-Undang Agraria tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar 1960, dan semua tuan tanah pemilik tanah luas bagi produk mereka. ####


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.