Belajar dari Keberhasilan Korea 한국으로 인해서 얻어진 큰 성과
Penulis <필진> Alfiana Amrin Rosyadi Anang Sutrisno Anna Kusumah Dian Suandi Andrian Diko Dosher Chang Young-min Hari Putrawa Ratih Pratiwi Anwar Yulianto -Binar Candra Auni Khansa Zuyyina Herlina Riana -Donna Aisya Dr. Qodarian Pramukanto Ratih Pratiwi Anwar
Diterbitkan atas kerjasama: The International Association of Korean Studies in Indonesia (INAKOS) Pusat Pengkajian Korea (Puskor) FIB UGM
Belajar dari Keberhasilan Korea 한국으로 인해서 얻어진 큰 성과
Tim Editor <편집진> Ratih Pratiwi Anwar Suray Agung Nugroho
Penerbit <발행처> INAKOS (The International Association of Korean Studies in Indonesia) Pusat Pengkajian Korea Universitas Gadjah Mada
Alamat <발행처 주소> c/o Pusat Pengkajian Korea - Universitas Gadjah Mada Jalan Nusantara No. 1 Bulaksumur Yogyakarta 55281 Indonesia Situs: www.inakos.org Tel: 62-274-51309 Cetakan Pertama: November 2017 ISBN 978-979-25-8826-2
Ketentuan Pidana Pasal 72 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.0000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau didenda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Daftar Isi <목차>
DAFTAR ISI <목차>..............................................................................................3 KATA SAMBUTAN PENASEHAT INAKOS................................................7 KATA PENGANTAR DARI EDITOR...........................................................9 Alfiana Amrin Rosyadi Belajar dari Korea: Inovasi dan Semangat Belajar Tanpa Henti 한국에서 배운 공부에 대한 끝 없는 열망.....................................................13 Anang Sutrisno Pengembangan Agribisnis Berbasis Sosial Masyarakat: Integrasi Ternak Sapi Potong Terpadu dan Budidaya Tanaman Padi 새마을운동을 기반으로 한 지역사회 중심기업 .........................................25 Anna Kusumah From Korea with Love 한국에서 온 사랑........................................................................................31 Dian Suandi Andrian Mengejar Impian 꿈을 찾아서................................................................................................39
3
Belajar dari Keberhasilan Korea
Diko Dosher Perantau Sukses yang Untung 운 좋은 외국인 근로자...............................................................................45 Chang Young-min Nilai-nilai Kekeluargaan di Indonesia dan Korea 한국과 인도네시아의 전통 문화와 가족관.................................................55
Hari Putrawa Secercah Harapan dari Bumi Korea 한국에서 찾은 희망의 빛............................................................................67 Ratih Pratiwi Anwar From Nothing to Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata 무일푼에서 부자가 된 귀환자의 성공담 ....................................................75 Yulianto Bukan Sekedar Buruh Migran Biasa 나는 평범한 이주노동자가 아니다.............................................................87
Binar Candra Auni Memahami Dunia 세계를 이해한다.........................................................................................97
4
Belajar dari Keberhasilan Korea
Khansa Zuyyina Pendidikan di Korea dan Hal-Hal di Sekitarnya 한국 사람과 한국의 교육...........................................................................109 Herlina Riana Bahasa Manifestasi Budaya 언어는 문화적 표현...................................................................................121
Donna Aisya Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul 블레베란 마을의 새마을운동 성공 사례....................................................135 Dr. Qodarian Belajar dari Penataan Lanskap Kota Seoul 서울 도시계획으로부터 배운다.................................................................149 Ratih Pratiwi Anwar Refleksi Pilot Project Saemaul Undong di Provinsi DIY dan Kesesuaianya dengan Desa Membangun 새마을운동 시범사업: 족자카르타의 사례.................................................165 SEKILAS TENTANG INAKOS..................................................................177
5
6
Kata Sambutan Penasehat INAKOS
Tak pernah habis rasa bangga saya terhadap perkembangan dan pertumbuhan INAKOS. Memang bukanlah sesuatu yang monumental, namun lahirnya dan tercetaknya buku-buku inspirasional hasil kolaborasi berbagai pihak selalu membuat saya bangga, seperti halnya buku pengantar Korea ke-12 ini. Akhinya terbitlah edisi ini dengan judul Belajar dari Keberhasilan Korea 한국으로 인해서 얻어진 큰 성과. Dengan buku ke-12 ini berarti INAKOS telah berhasil menerbitkan 11 edisi sebelumnya yang kalau ditilik ulang memang perjalanan yang luar biasa dari berbagai kalangan pecinta Korea dan pegiat Korea di Indonesia, khususnya. Edisi ini secara khusus memang mengambil tema “Belajar dari Keberhasilan Korea” karena saya yakin banyak hal yang bisa dipelajari dari Korea atau malah sebaliknya banyak hal pula yang justru dipelajari dari sepak terjang Indonesia terkait hubungannya dengan Korea. Untuk itulah, ada 14 penulis yang menyumbangkan pikiran, gagasan, kisah-kisah, dan pengalaman mereka yang terpapar terhadap Korea dalam berbagai aspeknya. Sebagai penasehat INAKOS, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua penulis yang turut serta dalam edisi ini. Yang khusus adalah adanya 3 penulis yang kebetulan adalah para pemenang lomba esai tentang Korea dalam Bahasa Korea. Untuk itulah, sengaja kami ikutsertakan di sini tulisan-tulisan mereka. Saya juga selalu berharap mudah-mudahan usaha meningkatkan dan memperkaya informasi, pengetahuan dan ilmu Korea terus-menerus berkembang dan bisa dilanjutkan tanpa kenal henti. Buku pengantar Korea perdana dengan judul “Sejarah Korea Menuju Masyarakat Modern” diterbitkan pada bulan Oktober 2010 dan kini buku ke12 ini terbit pada bulan November 2017. Berarti rentang waktu 7 tahun perjalanan buku seri ini sudah menunjukkan arahnya yang tepat karena INAKOS tetap berusaha setapak demi setapak menyumbangkan andilnya dalam mewarnai perjalanan hubungan kedua negara lewat karya tulisan. Dalam kesempatan ini perlu saya sampaikan lagi bahwa judul seri buku pengantar Korea dari nomor satu sampai kesebelas adalah sebagai berikut:
7
Belajar dari Keberhasilan Korea
1. Sejarah Korea Menuju Masyarakat Modern: Beberapa Peristiwa Penting (Oktober, 2010) 2. Politik dan Pemerintahan Korea (Februari, 2011) 3. Huruf Hangeul dan Bahasa Korea (Mei, 2011) 4. Pusparagam Budaya Korea (Juli, 2011) 5. Mengintip Budaya Korea: Pandangan Generasi Muda Indonesia (April, 2012) 6. Budaya Hallyu Korea (Januari, 2013) 7. 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan (Oktober, 2013) 8. Menggapai Asa ke Korea (April, 2015) 9. Sensasi Seru Jalan-Jalan di Korea (November, 2015) 10. Budaya Korea: Hal-Hal Yang Perlu Diketahui (April, 2016) 11. Merajut Cita di Negeri Ginseng (Desember 2016) Kami sampaikan bahwa semua isi buku-buku pengantar Korea terÂsebut bisa dilihat dalam situs inakos (inakos.org). Dalam perjalanan yang memakan waktu cukup lama ini, usaha dan hasil penerbitan tersebut akan semakin disebarluaskan melalui wadah jaringan. Dalam hal ini, mereka berminat untuk membeli beberapa judul buku penerbitan INAKOS yang akan dibagikan secara khusus buat para pemimpin dan karyawannya. Untuk itu, selain buku-buku INAKOS dibagikan secara gratis kepada para mahasiswa dalam berbagai seminar dan lokakarya, melalui kerjasama dengan dua perusahaan itu, maka ini bisa diartikan bahwa jumlah pembacanya semakin bertambah meluas. Saya selaku penasehat INAKOS selalu menyambut baik kiprah INAKOS. Penerbitan buku seperti ini selalu memberikan manfaat sebanyak mungkin kepada semua kalangan, baik dari kalangan akademisi seperti dosen, peneliti, mahasiswa dan cendekia Indonesia atau masyarkat umum yang memang tertarik dengan Korea dan hubungan Indonesia-Korea. Terakhir, saya berharap untuk semampu saya untuk terus ikut mendukung semangat generasi penerus Indonesia dalam memperkaya ilmu pengetahuan lewat tulisan-tulisan mereka. Kami pun berharap agar buku-buku terbitan kami bisa dipakai sebagai bahan materi perkuliahan atau diskusi di berbagai perguruan tinggi dan sekolah di Indonesia. Tiada gading yang tak retak. Kami pun mengakui ketidaksempurnaan buku ini. Terimalah dengan tangan terbuka untuk membuka wawasan kita bersama. Terima kasih. Gamsahamnida. Profesor Emeritus Yang Seung Yoon Penasehat INAKOS Seoul, Korea November 2017
8
Kata Pengantar dari Editor
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua rahmatNya sehingga INAKOS dapat menghaturkan Buku Pengantar Korea ke-12 kepada pembaca. Buku Pengantar Korea ke-12 ini mengangkat berbagai tulisan yang bersumber dari inspirasi dari Korea dan/atau KoreaIndonesia. Isi tulisan tersebut tertuang dalam bentuk gagasan, nilai-nilai, dan praktek yang dibingkai dalam sebuah tema â&#x20AC;&#x153;Belajar dari Kesuksesan Koreaâ&#x20AC;?. Pembaca kami suguhi 12 tulisan berbentuk esai dan 3 tulisan berbentuk semi ilmiah oleh para penulis yang sedang atau pernah bersentuhan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Korea. â&#x20AC;&#x153;Belajar dari Kesuksesan Koreaâ&#x20AC;? merupakan tema yang relevan untuk diulas oleh para penulis sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang masih tertinggal dari Korea di beberapa bidang. Perjumpaan para penulis dengan Korea, secara fisik saat berada di Korea maupun saat bekerja sama dengan institusi asal Korea, adalah momen yang sangat penting bagi mereka untuk mengambil pelajaran berharga dari pencapaian Korea di berbagai hal. Ada tiga topik utama yang membingkai ke15 tulisan yang dimuat di buku ini, yaitu kerjasama Saemaul Undong dengan Korea untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketertinggalan desa di Indonesia, kualitas sumber daya manusia Korea yang patut diteladani, serta keberhasilan yang diraih para pekerja Indonesia yang masih berada di Korea maupun yang sudah kembali ke tanah air. Pada saat buku ini disunting pada pertengahan bulan Oktober 2017, terjadi sebuah momen penting, yaitu peresmian Gedung Serbaguna Saemaul di Desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul, yang dibangun melalui kerjasama tripartit antara Pemerintah Provinsi Gyeongsangbukdo Korea Selatan, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Pusat Studi TrisaktiSaemaul Undong Universitas Gadjah Mada. Kegiatan pembangunan gedung serbaguna ini adalah salah satu contoh praktek menularkan kesuksesan
9
Belajar dari Keberhasilan Korea
bangsa Korea dalam membangun wilayah perdesaan mereka ke perdesaan di negara lain. Provinsi Gyeongsangbukdo telah membawa Saemaul Undong ke tingkat internasional melalui kerjasama dengan 9 negara dan 27 desa untuk mengentaskan kemiskinan di perdesaan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah propinsi yang pertama mengimplementasikan Saemaul Undong di Indonesia, yaitu lewat dimulainya penerapan gerakan ini di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulonprogo, semenjak tahun 2008. Penerimaan gerakan Saemaul Undong oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia merupakan pertanda bahwa bangsa dan negara Korea (Republik Korea atau Korea Selatan) adalah sebuah inspirasi bagi siapa pun dalam upaya pembangunan nasional. Hal itu karena inti dari gerakan Saemaul Undong adalah membangkitkan kesadaran masyarakat agar merekamenjadi subjek dalam pembangunan desa yang dilakukan dengan spirit Saemaul Undong, yaitu ketekunan (diligence), mandiri (self-help), dan kerjasama (cooperation). Saemaul Undong tidak hanya terbatas sebagai gerakan atau program yang memberi bantuan tetapi justru sebagai gerakan yang bisa menyadarkan dan membangkitkan masyarakat agar mereka secara sukarela dan bersama-sama berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan negaranya. Tiga orang penulis yang pernah/sedang bersinggungan dengan kerjasama Saemaul Undong mengajak pembaca untuk menelusuri inspirasi, nilai-nilai, dan praktek Saemaul Undong di Indonesia. Ratih Pratiwi Anwar menulis tentang program pilot Saemaul Undong di Provinsi DIY, sedangkan Donna Aisya menulis hasil studinya tentang Saemaul Undong yang belum lama ini dilaksanakan di Desa Bleberan, Kecamatan Playen Gunungkidul. Anang Sutrisno memaparkan proses dan pendekatan pengembangkan agribisnis berbasis sosial masyarakat yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Ponjong melalui program Saemaul Undong. Tantangan membangun Indonesia tidak hanya di wilayah perdesaan, tapi mencakup juga wilayah perkotaan. Dr. Qodarian Pramukanto mengangkat inspirasi dari best practice pemerintah kota Metropolitan Seoul dalam penataan taman dan lanskap kota yang responsif terhadap karakteristik sumberdaya alam dan nilai budaya masyarakat secara terintegrasi. Pembelajaran penting tersebut dapat ditiru oleh pemerintah kota-kota besar di Indonesia dalam menata kawasan lanskap alami dan lanskap budaya. Kemajuan ekonomi Korea yang pesat berdampak pada meningkatnya mobilitas orang antarnegara. Buku ini mengumpulkan inspirasi-inspirasi dari kacamata generasi muda Indonesia yang berkesempatan pergi ke Korea dalam rangka menimba pengetahuan langsung dari sumbernya ini (first hand
10
Belajar dari Keberhasilan Korea
experiences), maupun dari mereka yang datang ke Korea untuk menempa diri sebagai pekerja di berbagai perusahaan di Korea. Apa yang mereka rasakan, lihat, dan alami adalah suatu inspirasi yang layak dipelajari, dipraktekkan, dan disebarluaskan untuk lebih memajukan Indonesia. Sebagai contoh, Alfiana Amrin Rosyadi mahasiswa Ewha Womenâ&#x20AC;&#x2122;s University, terkesan dengan dua karakteristik orang Korea yang membuat bangsa Korea unggul dalam persaingan tingkat dunia, yaitu inovasi tanpa henti dan tingginya motivasi orang Korea untuk belajar meskipun mereka sudah cukup berumur. Dari kalangan pekerja Indonesia yang bertekad kuat mengubah nasib, Tim Editor menemukan transformasi individu-individu Indonesia setelah mereka menginjakkan kaki di tanah Korea. Hari Putrawa menceritakan kisahnya menaklukkan berbagai kesulitan agar bisa bekerja di Korea dan hari-hari pertamanya yang penuh kejutan dan sangat berbeda dengan anggapan orang awam tentang Korea yang gemerlap seperti dalam â&#x20AC;&#x153;K-Dramaâ&#x20AC;?. Diko Dosher membagi tips berhasil mengatasi segala kesulitan dan tantangan hidup di Korea serta pekerja Indonesia di Korea menggunakan kesempatan selama berada di Korea untuk tidak hanya mengumpulkan materi, namun juga perlu mengembangkan relasi sosial dan mengumpulkan ilmu pengetahuan. Sebagai pekerja asing di Korea, Yulianto menyaksikan perbedaan antara Indonesia dan Korea yang membuatnya belajar untuk tidak mudah melakukan generalisasi orang Korea dan justru untuk belajar dari sikap-sikap orang Korea yang dianggapnya perlu untuk dipraktekkan di Indonesia. Kisah inspiratif lainnya ditulis oleh Dian Suandi Andrian, yang selalu ingin melanjutkan pendidikan tinggi di Indonesia, namun terpaksa harus menjadi pekerja asing di Korea. Setelah berada di Korea ia justru meraih impiannya karena dapat bekerja sekaligus kuliah. Kesuksesan menghampiri Anna Kusumah, seorang pekerja asing perempuan di Korea. Di bumi ginseng ini Anna menemukan pendamping hidupnya, perjuangannya mengatasi tantangan sebagai keluarga multibudaya di Korea yang masih relatif homogen, serta pengalamannya menjadi orang pengajar dan pekerja sosial. Korea telah membantu mengubah Anna menjadi wanita karir yang sukses dan mandiri. Sebuah kisah dari mereka yang sudah kembali dari bekerja di Korea diceritakan kembali oleh Ratih Pratiwi Anwar. Selama tujuh tahun terakhir ia mengikuti beberapa purna Tenaga Kerja Indonesia dari Korea di Desa Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul yang bahumembahu mengembangkan potensi desa mereka, yaitu sebuah gunung api yang jutaan tahun tidak aktif serta adat istiadat budaya setempat, menjadi sebuah desa wisata yang berkualitas dunia. Remitan sosial berupa nilainilai dan perilaku bangsa Korea yang diperolehnya selama bekerja sebagai
11
Belajar dari Keberhasilan Korea
pekerja asing menjadi inspirasi perilaku kepemimpinan dan inisiatif mereka memajukan dan memakmurkan desa. Di antara tulisan di buku ini ada sebuah esai menarik yang ditulis oleh pekerja sosial asal Korea yang hidup di Indonesia, Dr. Chang Young-Min. Dalam perspektif sebagai orang Korea, ia mengamati nilai-nilai kekeluargaan dalam tradisi budaya Jawa yang masih dipegang teguh, dipraktekkan, dan ditransformasikan kepada generasi muda di daerah Ungaran, Jawa Tengah. Dr. Chang mengutarakan pendapatnya bahwa nilai-nilai kekeluargaan dalam tradisi budaya Jawa yang masih dilestarikan tersebut, yaitu sopan santun, kerukunan, dan kesetiaan, akan mampu mengatasi setiap masalah atau pun persoalan masyarakat yang muncul seiring perkembangan zaman. Terakhir dan yang tak kalah penting adalah bahwa di antara 15 tulisan esai dalam edisi ini terdapat 3 buah karya esai hasil lomba penulisan esai untuk mahasiswa program studi Bahasa Korea se-Indonesia tahun 2017. Buku ini seakan mendapat kehormatan karena bisa memuat 3 pemenang utama lomba ini. Binar Candra Auni dari UI, Khansa Zuyyina dari UGM, dan Herlina Riana dari UPI memberikan sumbangsihnya dalam melihat hubungan kedua negara lewat coretan dan goresan gagasan mereka. Silakan cermati tulisan ketiganya yang kami rangkum dalam bagian tersendiri dalam edisi ini. Tim Editor berharap semoga semua inspirasi dari Korea yang sudah tertuang dalam buku ini bermanfaat untuk membuat Indonesia menjadi lebih maju, berbudaya unggul, dan mempunyai sumber daya manusia yang berkarakteristik penakluk tantangan zamannya. Yogyakarta, 27 Oktober 2017. Tim Editor
12
BELAJAR DARI KOREA: INOVASI DAN SEMANGAT BELAJAR TANPA HENTI 한국에서 배운 공부에 대한 끝 없는 열망
Alfiana Amrin Rosyadi
[Abstract] Having a chance to pursue my Master degree in South Korea has forced me to adapt into new environments quickly. Korean society is well known for its palli-palli culture, which is loosely translated into ‘quick-quick’ culture. On the other hand, Javanese culture where I came from taught me to do everything slowly but surely. Although I have to adjust myself into Korean culture, I do filter and only follow values that are important for my self-developing. After two years of observation, I found two attributes that Koreans are excellent at, i.e. their non-stop innovation and their high level of learning motivation. Both can be learned and applied in Indonesia. These two attributes have driven Koreans to learn something new so that they can create many innovations in various fields. In fact, new innovation could be based on one’s daily life. For instance, as a student, I witnessed that the used-to-be complicated and slow response of administration in campus are handled by installing the right-on-target technologies. One of its positive impacts is that students can use campus service easier. Once they find it easy to interact in campus, they have more chances to update their soft skill and other knowledge for their future. Therefore, students can develop and prepare themselves to compete in the global market. I mainly based this essay on my observations as a student at Ehwa Woman’s University. I consider my campus as a place of innovation which reflects what Korea is all about.
13
Belajar dari Keberhasilan Korea
[한글 요약]
나는 한국에서 석사학위를 취득 할 기회를 갖게 되자 새로운 환경에 빠르게 적응할 수 밖에 없었다. 한국사회는 ‘빨리 빨리 문화’로 유명하다. 이에 비하여, 내가 살아 온 자바 문화는 모든 것을 천천히 하면 된다고 한다. 나는 한국에 가기 전에 그러한 문화 속에서 살아 왔다. 나는 한국 문화에 적응해야 하지만, 내 자신의 발달에 중요한 가치관을 필터링하고 따르기만 했다. 2 년간의 관찰 끝에 나는 한국인이 뛰어난 두 가지 속성을 알게 되었다. 그것은 바로 그들의 논스톱 (끊임없는) 혁신과 높은 수준의 학습동기를 부여하는 것이다. 이들 두 가지는 인도네시아에서도 적용될 수 있다고 믿는다. 강한 학습동기는 여러 분야에 혁신을 이끌어낼 수 있는 동인을 유발한다. 한국에서 혁신이란 생활에서 생긴 문제를 기반으로 해결책을 구현하는 방식이다. 한국에서 유학하며 내가 가장 가까이에서 접할 수 있는 바로 대학 교내의 혁신이다. 이화여대에서도 적절한 기술을 활용하여 복잡하거나 사소한 교내 문제들은 해결할 수 있다. 또는 혁신적 기술을 활용하며 대학생들이 적극적으로 대학의 서비스까지 이용할 수 있다. 대학의 서비스를 간편하고 쉽게 쓸 수 있으면 학생들도 취업 준비에 필요한 스펙을 쌓을 수 있다. 각자의 분야에서 자기 계발을 통하여 경쟁력도 가지게 된다. 나는 이화여대의 교내 혁신을 통해서 한국이 어떠한 나라인지 알게 되었다.
14
Belajar dari Korea: Inovasi dan Semangat Belajar Tanpa Henti
Berkesempatan menuntut ilmu di Korea Selatan membuat saya harus beradaptasi dengan cepat. Orang Korea terkenal dengan budaya cepatcepat, sedangkan budaya Jawa yang saya kenal sejak kecil mengajari saya untuk bertindak sesuai prinsip â&#x20AC;&#x153;alon-alon asal kelakonâ&#x20AC;?. Meskipun saya harus menyesuaikan dengan budaya Korea, namun tidak semua budaya Korea saya serap. Ada dua sikap orang Korea yang saya amati selama dua tahun menuntut ilmu di Korea dan yang bisa diteladani oleh orang Indonesia. Kedua sikap itu adalah inovasi tiada henti dan semangat belajar yang tinggi. Semangat orang Korea yang tinggi untuk terus belajar sesuatu yang baru membuat mereka dapat membuat terobosan-terobosan di berbagai bidang. Saya melihat bahwa terobosan yang dibuat pun adalah terobosan yang didasarkan pada studi terhadap masalah-masalah dalam kehidupan seharihari. Sebagai contohnya adalah apa yang saya lihat di kampus. Masalah klasik seperti lamban dan rumitnya sistem administrasi kampus diselesaikan dengan penerapan teknologi yang tepat sasaran. Salah satu dampak positif dengan adanya inovasi tersebut adalah mahasiswa dapat menggunakan layananlayanan kampus dengan mudah. Efeknya, layanan kampus yang mudah dijangkau mahasiswa itu semakin mempermudah pengembangan Sumber Daya Manusia universitas. Mahasiswa dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan bidang masing-masing sehingga dapat bersaing di pasar global. Di bagian selanjutnya tulisan ini, saya akan menceritakan kisah saya sebagai mahasiswa Indonesia yang mencicipi dan terjun dalam dunia akademis Korea serta apa yang bisa saya pelajari sebagai bahan renungan untuk pembelajaran bagi bangsa Indonesia.
Kuliah di Kampus Wanita Tertua di Korea Pada tahun 2015 saya mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S2 di Korea Selatan dengan beasiswa KGSP (Korean Government Scholarship Program). Program beasiswa ini merupakan program beasiswa undangan dari pemerintah Korea untuk mahasiswa asing yang ingin melanjutkan studi S1, S2 maupun S3 di Korea. Sebelum saya memulai perkuliahan di Ewha Womans University, terlebih dahulu saya mengikuti kursus satu tahun bahasa Korea di Yeungnam University di Gyeongsan. Setelah setahun di Gyeongsan, pada semester kedua tahun 2016 saya resmi menjadi mahasiswa baru di Ewha. Kampus ini berbeda dengan kampus lain. Sebenarnya untuk orang Indonesia, kampus ini bisa dibilang tidaklah tidak lazim karena setahu saya universitas khusus wanita tidaklah populer di Indonesia. Jika ada yang penasaran apakah ada mahasiswa laki-laki di
15
Belajar dari Keberhasilan Korea
kampus ini, maka saya jawab ada. Hanya saja kebanyakan mahasiswa lakilaki di sini adalah mahasiswa asing atau mahasiswa riset. Mengapa sampai ada universitas khusus perempuan di Korea? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya bawa Anda kembali ke sejarah Korea di akhir jaman Kerajaan Joseon. Karena pengaruh Konfusianisme yang kuat, pendidikan di Korea saat itu hanya diutamakan untuk kaum pria. Kaum wanita dianggap tidak perlu mendapatkan pendidikan yang layak. Didasari atas rasa keprihatinan yang tinggi terhadap situasi itu, seorang misionaris Amerika bernama Mary F. Scranton mendirikan kampus khusus perempuan pada tahun 1886. Awalnya, sekolah ini hanya memiliki satu murid. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran wanita di Korea untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi waktu itu sangatlah rendah. Tahun dan waktu pun terus berlalu. Dari awal pendirian yang hanya memiliki satu mahasiswi, kini Ewha menjadi universitas wanita dengan jumlah mahasiswi terbanyak di dunia, yaitu mencapai hampir 25.000 orang. Selain itu, Ewha juga menjadi tujuan pariwisata para turis asing. Kampus ini memiliki lokasi strategis, tak jauh dari pusat kota serta memiliki bangunanbangunan yang cantik. Ewha saat ini mempunyai misi â&#x20AC;&#x153;Innovation Ewha: Leading Global Challengeâ&#x20AC;?. Dengan semangat ini, pihak kampus dan Ewha-in (sebutan untuk mahasiswa- mahasiswa Ewha) berlomba-lomba berinovasi dan mengembangkan diri sehingga mereka bisa berkompetisi secara global. Untuk menunjang perkuliahan bagi mahasiswa yang bekerja di siang hari, Ewha membuka perkuliahan hingga malam hari, misalnya untuk jurusan pengajaran bahasa Korea yang juga merupakan jurusan saya. Ewha memiliki tiga jurusan untuk pengajaran bahasa Korea dengan sasaran yang berbeda. Ada jurusan bahasa Korea dengan sasaran orang Korea, dan ada dua jurusan dengan sasaran penutur asing. Jurusan dengan sasaran penutur asing pun dibagi dua karena satu jurusan berada di bawah departemen Graduate School of International Studies dan satu jurusan di bawah Graduate School of Teaching Foreign Languages. Kelas yang tersedia di jurusan Graduate School of Teaching Foreign Languages dirancang untuk mahasiswa yang bekerja di pagi hari.
Layanan Serba Online dan Praktis Salah satu tolak ukur penilaian kualitas suatu universitas adalah pengelolaan portal websitenya. Didukung teknologi dan internet super cepat, kampus-kampus Korea mengelola kegiatan akademik kampus melalui portal dan cyber web. Kegiatan nonakademik seperti informasi pameran dan kegiatan kampus dapat dilihat di web. Dari mulai pembayaran biaya
16
Belajar dari Korea: Inovasi dan Semangat Belajar Tanpa Henti
perkuliahan, informasi pergantian kamar di asrama, jadwal mata kuliah yang tersedia hingga menu kantin pada hari itu pun bisa dicek oleh mahasiswa dengan gawai masing-masing. Semua portal dapat diakses melalui aplikasi yang bisa diunduh baik di Play store atau App store. Kemudahan ini membuat para mahasiswa tidak perlu repot-repot mengurus KRS ke kampus. Jika saya bandingkan ketika harus mengurus KRS manual, maka cara online di Ehwa ini jauh lebih menghemat waktu karena saya tidak harus seharian menghabiskan waktu di kampus. Di sini mahasiswa bisa melakukan KRS di manapun mereka berada. Perkuliahan studi S2 saya hampir seluruhnya memanfaatkan ruang digital cyber web. Pada awal semester, dosen mata kuliah yang bersangkutan akan mengunggah rancangan pembelajaran satu semester di laman KRS. Hal ini memungkinkan mahasiswa dapat menilai apakah dirinya mampu atau tidak mengikuti perkuliahan. Selanjutnya setelah kuliah dimulai, materi perkuliahan dan bahan presentasi harus diunggah terlebih dahulu sehingga sebelum hari perkuliahan semua mahasiswa wajib sudah membaca bahan tersebut. Tugas akhir pun juga dikumpulkan melalui cyber web. Sistem perkuliahan semacam ini memudahkan para mahasiswa yang memiliki mobiltas tinggi. Selain itu, ada beberapa perkuliahan yang dirancang secara online sehingga mahasiswa bisa menyimak video yang diunggah di laman mata kuliah. Pengayaan mata kuliah tersebut juga dilakukan secara online. Bahkan tidak asing bagi saya melihat mahasiswa-mahasiswa Korea belajar dengan menonton video di layar laptop atau gawai mereka. Terkadang saya menjumpai hal tersebut di dalam gerbong kereta bawah tanah. Pelayanan praktis lainnya adalah jika mahasiswa butuh transkrip atau surat tanda masih aktif berkuliah, mahasiswa tidak perlu ke kantor akademik. Kami hanya tinggal ke 무인발급기 [muin bal geub gi] atau mesin pencetak mandiri. Dengan hanya membayar 500 won atau setara 5.000 rupiah, saya bisa mencetak transkip nilai lengkap dengan cap sahnya.
Inovasi Perpustakaan dan Ruang Belajar Studi pascasarjana menuntut saya untuk belajar mandiri dan banyak membaca buku untuk memperkaya referensi. Sebagai sumber buku dan jurnal, perpustakaan kampus menjadi tempat persinggahan wajib. Tidak seperti kebanyakan perpustakaan di Indonesia, perpustakaan di kampus saya buka hingga larut malam termasuk tempat peminjaman bukunya. Di Ewha Womans University, tempat peminjaman buku di perpustakaan pusat dapat diakses hingga pukul 10.00 malam waktu Korea atau pukul 12 malam WIB.
17
Belajar dari Keberhasilan Korea
Mahasiswa juga dituntut untuk menggunakan mesin untuk peminjaman buku. Mahasiswa hanya butuh bantuan petugas ketika ada masalah dengan peminjaman. Untuk menggunakan mesin tersebut, mahasiswa hanya diminta memindai kartu mahasiswa. Lalu akan muncul menu peminjaman atau pengembalian. Setelah itu tinggal pindai barcode buku yang dipinjam. Tersedia juga struk daftar buku yang dipinjam jika dibutuhkan. Tak hanya itu, seluruh data peminjaman yang kita lakukan bisa dicek lewat website perpustakaan. Mahasiswa hanya perlu masuk ke akun seperti pada portal. Beberapa hari sebelum tenggat waktu pengembalian, sistem akan mengirimkan pesan singkat (sms) pemberitahuan. Termasuk juga jika mahasiswa lupa membayar uang denda. Uang denda dapat dibayar secara online dengan mengunduh aplikasi pembayaran. Terkait jumlah bukunya, maka jumlah maksimal buku yang bisa dipinjam adalah dua puluh buah. Jika saya ingin memperpanjang peminjaman buku tersebut, maka saya hanya tinggal masuk ke akun di website perpustakaan, lalu pilih menu perpanjangan. Perpanjangan tidak dapat dilakukan jika ada mahasiswa lain yang melakukan pemesanan. Lalu bagaimana dengan sistem pengembalian buku? Saya bisa mengembalikannya di perpustakaan atau di mesin pengembalian buku. Saya sempat agak kebingungan ketika pertama kali menggunakan mesin tersebut karena berbeda dengan mesin yang ada di perpustakaan. Mesin khusus pengembalian buku ini hanya memerlukan pindaian barcode buku yang dipinjam. Jika tidak ada masalah dalam peminjaman, loket di mesin akan terbuka dan buku tersimpan sementara di dalam mesin sampai petugas datang mengambilnya. Kemudahan lain yang ditawarkan oleh perpustakaan Ewha adalah akses ke jurnal-jurnal internasional dan respon cepat jika ada buku yang dibutuhkan mahasiswa. Jika ada buku yang kita butuhkan, namun tidak tersedia di perpustakaan, mahasiswa dapat merekomendasikan buku tersebut kepada pihak perpustakaan. Orang Korea menyukai sesuatu yang praktis dan cepat sehingga pengelolaan perpustakaan pun berdasarkan dua prinsip tersebut. Fasilitas inovatif lain yang dapat dicontoh adalah ketersediaan ruang belajar bagi mahasiswa. Sembari menunggu kuliah selanjutnya atau untuk persiapan ujian, mahasiswa dapat memesan fasilitas ruang belajar dari gawai mereka masing-masing. Saya pernah menggunakan ruang belajar di Yeungnam University dan Ewha Womans University yang mana keduanya sama-sama menyediakan fasilitas ruang belajar yang luas dan lebih dari satu tempat. Jika Anda tidak familiar dengan istilah ruang belajar, maka Anda bisa membayangkan satu ruangan yang terdiri dari beberapa meja belajar dan bangku lengkap dengan colokan listrik. Terkadang antarmeja belajar dipasang sekat untuk menjaga privasi.
18
Belajar dari Korea: Inovasi dan Semangat Belajar Tanpa Henti
Ketika musim ujian, ruangan ini akan terisi penuh dan sangat susah untuk memesan tempat. Sekali pesan, mahasiswa diberi waktu lima jam dan masih bisa diperpanjang untuk lima jam berikutnya. Ruang belajar seperti ini mendekatkan konsep kampus sebagai tempat belajar yang nyaman. Maka tidak heran jika sampai ada mahasiswa yang setiap hari hampir ke ruang belajar. Sebenarnya di Indonesia sudah ada ruang belajar seperti di Korea, tetapi jumlah meja belajar tidak banyak dan tidak ada sistem pemesanan berbasis aplikasi yang praktis seperti di Korea. Semasa berkuliah di Indonesia, ada yang mengatakan kalau mahasiswa yang sering ke perpustakaan biasanya mahasiswa kutu buku dan mahasiswa tingkat akhir. Di Korea justru sebaliknya, jika tidak ke perpustakaan maka dianggap tidak rajin belajar. Perpustakaan dan ruang belajar sudah menjadi rumah kedua bagi mahasiswa di sini. Kadang ada yang membawa selimut atau bantal untuk rehat sejenak. Jika berkaca pada inovasi fasilitas penunjang kegiatan belajar mahasiswa di sini, fasilitas tersebut berpengaruh pada capaian akademik dan pengembangan SDM di kampus. Mahasiswa semakin aktif untuk belajar dan menggali ilmu yang dapat mereka persiapkan untuk persaingan global. Perpustakaan dan ruang belajar di Indonesia haruslah mudah untuk diakses mahasiswa sehingga mahasiswa Indonesia terbekali dengan semangat belajar dan membaca yang tinggi. Selain ruang belajar, Ewha Womans University juga mengizinkan mahasiswa menggunakan ruang-ruang kelas di hari Sabtu untuk belajar kelomÂpok, presentasi, atau rapat. Peminjaman ruangan pun dapat dilakukan secara online. Saya sering terheran-heran karena ada mahasiswa yang belajar dari pagi sampai malam di ruang kelas di akhir pekan. Setelah saya mencari tahu, ternyata mahasiswa-mahasiswa tersebut sedang mengikuti kelompok belajar rutin setiap pekan.
Internet Cepat di Mana-mana Layanan internet sangat menunjang pembelajaran KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) mahasiswa. Mahasiswa dapat mengakses internet di kampus dengan gratis. Sama seperti di kampus-kampus Indonesia, akses internet dapat dilakukan dengan masuk ke dalam akun portal universitas. Saya hampir tidak ada masalah dengan internet kampus saat mengunduh dokumen-dokumen dari website jurnal. Jaringan internet yang cepat juga memungkinkan adanya kelas jarak jauh. Saat saya masih semester satu, ada satu kelas yang diisi oleh seorang pengajar bahasa Korea di Hawaii, Amerika Serikat. Perkuliahan dilakukan dengan Skype. Karena tidak ada gangguan internet, sesi tanya jawab pun berlangsung lancar. Sistem perkuliahan seperti ini membuat mahasiswa
19
Belajar dari Keberhasilan Korea
mendapatkan ilmu berharga langsung dari pengajar profesional tanpa harus langsung studi banding ke Hawaii. Dosen saya juga pernah menggunakan kelas melalui panggilan video Skype karena beliau mendadak tidak enak badan. Mungkin di Indonesia, jika dosen sedang berhalangan hadir secara mendadak, biasanya kelas akan dibatalkan. Namun, di sini tidak demikian. Kami tetap masuk seperti biasa ke kelas. Hanya saja dosen menjelaskan materi tidak langsung dari kelas, tetapi dari tempat lain. Dosen saya mengatakan selama masih bisa dilakukan panggilan video, beliau tidak akan mengganti jadwal kelas.
Kreativitas Mahasiswa dalam Berdemo Pasti Anda terkejut mendengar subjudul ini. Demo yang terjadi di kampus saya berbeda dengan demo-demo di kampus-kampus Indonesia. Demo dilakukan tanpa orasi kasar atau teriakan menggebu-gebu. Tidak ada penggerakan mahasiswa saat KBM berlangsung atau tidak ada juga aksi mogok makan. Demo menentang kebijakan kampus yang terjadi setahun lalu berjalan sangat damai. Mahasiswi-mahasiswi Ewha menuliskan tuntutan mereka dalam poster-poster besar. Sebagian poster berukuran A0 itu ditulis tangan. Poster itu lalu ditempel di dinding-dinding kampus mulai dari pintu masuk hingga seluruh pojok dinding. Hal ini dilakukan untuk mengedukasi serta memberi tahu tentang masalah yang terjadi dan tuntutan para mahasiswi. Selain itu, mereka menggunakan slogan â&#x20AC;&#x153;where change beginsâ&#x20AC;? untuk mengajak segenap Ewha-in turut mendukung demo tersebut. Slogan tersebut dicetak di eco bag dan jaket-jaket yang dijual musim gugur tahun 2016 lalu. Jika Anda masih ingat demo satu juta orang dalam rangka mendukung pemakzulan Presiden Park Geun Hye yang berjalan damai dan tertib, hal yang sama juga terjadi di Ewha. Tidak ada aksi perusakan atau gontokgontokan dengan aparat keamanan kampus. Ada dua aksi turun ke jalan yang dilakukan. Satu, aksi menyalakan lilin dan satu aksi lainnya adalah menerbangkan balon ke udara sebagai simbol perlawanan. Saya pernah melihat tiga orang mahasiswi melakukan aksi demo di depan kantor rektorat. Alih-alih melakukan orasi, ketiga mahasiswi itu diam mematung memegang poster berisi protes mereka terhadap kebijakan rektor. Untuk menjaga identitas pribadi, mereka menggunakan caping dan masker. Aksi demo ini menunjukkan masih adanya kepedulian mahasiswa terhadap almamaternya. Walau mereka sibuk menjalani perkuliahan dan mempersiapkan diri dalam dunia kerja, tetapi mereka tidak tinggal diam saat ketidakadilan terjadi di sekitar. Aksi yang berjalan hampir selama enam bulan itu sukses mengubah kebijakan kampus.
20
Belajar dari Korea: Inovasi dan Semangat Belajar Tanpa Henti
Pengalaman Bergabung dalam Kelompok Belajar di dalam Kampus Mahasiswa-mahasiswa di kampus saya termasuk golongan mahasiswa yang aktif. Selain mengikuti perkuliahan, rata-rata dari mereka juga mengikuti unit kegiatan mahasiswa (UKM) setiap minggunya. UKM di sini sangat bervariasi mulai dari yang umum seperti orkestra, klub olahraga, klub menari hingga UKM untuk persiapan mencari kerja. Selain ada UKM-UKM mahasiswa, mahasiswa di sini juga membuat kelompok-kelompok belajar sesuai dengan minat masing-masing, misalnya kelompok pertukaran budaya. UKM ini biasanya diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa pertukaran. Saya sebenarnya tidak ikut kegiatan apa pun pada setahun pertama berkuliah, tetapi pada suatu hari saya melihat pengumuman tentang pendaftaran anggota grup untuk pengembangan aplikasi percakapan bahasa Korea. Kebetulan topik yang ditawarkan berhubungan dengan jurusan yang saya ambil, yaitu pengajaran bahasa Korea untuk orang asing. Setelah menghubungi nomor kontak mahasiswi di lembar pengumuman, saya mengikuti presentasi program tersebut di kampus. Kelompok belajar ini diinisiasi oleh seorang mahasiswi tingkat akhir dari jurusan media. Sebelumnya ia dan kawan-kawan sekelas mendesain sebuah aplikasi untuk belajar bahasa Korea untuk orang asing. Namun, desain tersebut masih sebatas rancangan dan hanya untuk tugas kuliah. Kelompok belajar ini sifatnya suka rela dan terbuka untuk semua, baik mahasiswa S1 maupun S2. Kebetulan saya satu-satunya mahasiswa asing S2 di kelompok tersebut. Kami memulai kegiatan dengan presentasi buku-buku yang berhubungan dengan program ini. Lewat presentasi ini saya belajar hal-hal baru karena saat itulah untuk pertama kalinya saya mempresentasikan materi manajemen di depan anggota kelompok. Belajar kelompok lintas jurusan ini sangat bermanfaat dan memberikan cara pandang baru pada sebuah masalah. Selain kegiatan presentasi, saya juga mengikuti program edukasi dan kompetisi tahunan ACE스마트창작터 [seumateu changjakteo]. Setelah mengikuti beberapa tahap edukasi, mahasiswa diminta untuk membuat proyek bisnis yang nantinya bisa diterima oleh pasar. Karena suatu sebab, saya tidak bisa ikut edukasi program ini, tetapi proyek kami didaftarkan dalam kompetisi ini. Untuk mempersiapkan kompetisi ini, kami melakukan beberapa tahapan seperti pembagian kuesioner di lembaga bahasa maupun mahasiswamahasiswa asing di Seoul, wawancara langsung beberapa mahasiswa untuk mendapatkan informasi konkrit, dan terakhir merancang desain aplikasinya. Saya dapat merasakan semangat mahasiswa-mahasiswa di kampus ini untuk menjadi yang terbaik. Mereka merelakan waktu liburan mereka dan bahkan malam sebelum pengumpulan, kami berkumpul untuk begadang bersama menyelesaikan desain dan semua permasalahan. Setelah beberapa
21
Belajar dari Keberhasilan Korea
waktu, kelompok kami berhasil mendapatkan bantuan dari pihak kampus. Walau bukan keluar sebagai yang terbaik, tetapi kami belajar banyak hal. Dengan ilmu dan bantuan yang didapat dari program ACE, saat ini kelompok kami terus berusaha untuk mengembangkan proyek aplikasi ini.
Belajar Sampai Tua Selain mengikuti kelompok belajar di kampus, saya juga mengikuti kelompok belajar bahasa Indonesia di luar kampus. Kelompok ini diinisiasi oleh seorang pekerja Korea yang pernah tinggal di Indonesia karena beliau terkesan dengan kebaikan dan ketulusan orang Indonesia. Bertempat di sebuah kafe, setiap minggu kami bertemu untuk melatih kemampuan berbicara dan juga membagikan informasi atau pengalaman seputar kehidupan di Indonesia. Jangan dibayangkan kafe yang saya maksud adalah kafe untuk kongkow-kongkow. Di Korea banyak bermunculan kafe-kafe studi sebagai tempat berkumpulnya kelompok belajar. Kafe-kafe ini memiliki ruangan -ruangan kecil yang cukup menampung 10 sampai 15 orang. Anggota kelompok hanya perlu membayar biaya sewa per bulan. Kalau tidak salah, kafe tempat kami belajar ini biayanya dua puluh ribu won atau sekitar 200 ribu rupiah untuk lima kali pertemuan. Fasilitas yang disediakan kafe ini adalah meja, bangku, papan tulis, spidol, dan penghapus. Kafe studi ini juga menyediakan minuman seperti kopi, teh, soda dan lainnya. Ternyata tidak hanya studi bahasa saja yang diselenggarakan di kafekafe tersebut. Teman sekamar saya adalah seroang dokter yang kala itu mempersiapkan ujian kedokteran. Setiap minggunya dia berkumpul dengan orang Korea untuk belajar bersama dan mendiskusikan soal-soal ujian. Bahkan ada juga kawan Korea saya yang setiap hari Sabtu mengikuti kelompok belajar untuk mempelajari seluk beluk investasi. Saya bayangkan jika orang Indonesia dengan jumlah SDM yang lebih banyak memiliki semangat mengembangkan diri seperti ini, dalam hitungan beberapa tahun negara kita bisa menjadi negara maju. Melihat kawan dan kolega Korea, saya kagum dengan semangat belajar mereka. Bagaimana tidak, rata-rata anggota kelompok ini adalah pekerja. Mereka bekerja dari pagi sampai malam. Setelah pulang tentunya mereka lelah, tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk belajar. Jika dipikir-pikir, mereka punya penghasilan tetap dan keluarga di rumah, namun mereka tetap menyisihkan waktu untuk belajar lain. Kadang tergelitik pertanyaan mengapa sampai seniat itu mereka belajar. Suatu hari saya diajak berdiskusi oleh salah satu anggota grup. Beliau merupakan seorang jurnalis di sebuah surat kabar. Dia menjawab alasan
22
Belajar dari Korea: Inovasi dan Semangat Belajar Tanpa Henti
mengapa para pekerja yang sudah mapan dan berumur itu masih memiliki belajar yang tinggi. Jadi, di Korea ada istilah 제2의인생살기 [je ie in saeng sal ki] atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah kehidupan kedua. Kehidupan kedua yang saya maksudkan bukan kehidupan kedua setelah mati atau reinkarnasi. Kehidupan kedua ini merupakan istilah untuk menyebut pekerjaan kedua setelah pensiun dari pekerjaan pertama. Didasari dengan prinsip mempersiapkan kehidupan kedua, banyak orang Korea yang menghabiskan waktunya untuk ikut kelompok belajar. Atasan saya di tempat saya bekerja paruh waktu mengatakan bahwa dia setiap minggunya juga ikut kelompok belajar. Saat ini beliau juga masih semangat mempelajari bahasa Jepang dan kadang meminta saya mengajarinya bahasa Indonesia. Ada juga orang Korea yang mempersiapkan kehidupan kedua mereka dengan mempelajari pengajaran bahasa Korea untuk orang asing. Di Korea jurusan ini sedang naik daun karena semakin banyaknya orang asing di Korea dan semakin populernya budaya Korea di mata internasional. Tidak hanya anak muda yang tertarik untuk menjadi pengajar, kakek dan nenek pun aktif mengikuti pelatihan semacam ini. Beberapa orang yang saya kenal mengatakan bahwa mereka ingin membuka les bahasa Korea di negara lain setelah pensiun bekerja dari perusahaan.
Penerapan di Indonesia Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan jumlah generasi muda yang lebih banyak dari Korea. Sayangnya, pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan di jenjang tinggi masih terkesan eksklusif dan masih banyak yang tidak bisa mengenyam pendidikan hingga jenjang universitas. Karena pendidikan merupakan kunci untuk mengubah masa depan Indonesia, sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian khusus pemegang kewenangan di daerah maupun pusat. Meskipun di sisi teknologi Indonesia masih tertinggal dari Korea tetapi saya melihat mahasiswamahasiswa Indonesia memiliki potensi besar seperti halnya mahasiswamahasiswa di Korea. Jika pihak universitas berinovasi dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman, maka tak mungkin gambaran yang saya alami di Korea ini semakin terwujud di Indonesia. Saya harap ruang belajar atau ruang kelas juga dapat digunakan mahasiswa pada akhir pekan sekali pun. Kampus seharusnya tetap aktif dan nyaman untuk menjadi tempat belajar sampai sore atau malam. Saya beruntung dapat belajar dari semangat berinovasi dan terus belajarnya orang Korea untuk kesuksesan hidup saya saat saya masih di Korea maupun nanti setelah saya kembali ke Indonesia.
23
Belajar dari Keberhasilan Korea
Penulis: Alfiana Amrin Rosyadi adalah mahasiswi S2 Program Pengajaran Bahasa Korea untuk Orang Asing di Ewha Womans University, Seoul.
24
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS SOSIAL MASYARAKAT: INTEGRASI TERNAK SAPI POTONG TERPADU DAN BUDIDAYA TANAMAN PADI 새마을운동을 기반으로 한 지역사회 중심기업 Anang Sutrisno
[Abstract] This essay highlights a communal cattle farming under BUMDes (Village-based cooperation) named ‘Hanyukipi’ in Ponjong Village, Yogyakarta Province. The profit gained from such a farming is used for the development of the village and as an additional income for the people involved in the project. This kind of farming is made possible thanks to its community-based characteristics which urge an active participation of the villagers. In short, this essay also highlights a joint-collobaration that BUMDes made with the Saemaul Globalization Foundation in executing this project for the betterment of its villagers.
[한글 요약] 이 글은 족자카르타(Jogjakarta)의 한 농촌마을인 뽄종(Ponjong) 마을의 ‘한유키피 (Hanyukipi)’라는 마을공동기업(BUMDes)의 지도 하에 전개되고 있는 공동농업에 관한 글이다. 공동농업에서 얻어지는 이익은 마을 개발과 공동농업 프로젝트에 참여한 사람들을 위한 수입으로 분배된다. 이러한 농업방식은 마을 주민들의 적극적인 참여를 촉구하는 지역사회의 특성으로 인하여 가능하게 된다. 마을공동기업 붐데스가 한국의 새마을세계화재단(SGF)과 협력하여 주민들의 삶의 질을 향상시키는 데 기여하게 될 것이다. 25
Belajar dari Keberhasilan Korea
Desa Ponjongâ&#x20AC;&#x201D;ibukota Kecamatan Ponjong di Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)â&#x20AC;&#x201D;merupakan salah satu desa yang menjadi kawasan perencanaan Ibu Kota Kecamatan (IKK) Ponjong. Dengan potensi yang dimiliki, baik secara geografis maupun kewilayahan, Desa Ponjong mempunyai daya dukung untuk berkembang. Potensi Sumber Daya Air, lokasi Densitas Wisata (DW), pusat aktivitas komersil, dan kedekatannya dengan jalur transportasi wilayah Semanu-Karangmojo memberikan dampak pada percepatan perkembangan desa ini. Apabila dilihat dari tata guna lahan yang ada, maka secara umum Desa Ponjong dapat digambarkan sebagai desa yang masih berfungsi sebagai wilayah perencanaan yang didominasi dengan adanya ruang terbuka berupa lahan kering dan lahan pertanian yang dilayani irigasi. Lahan pertanian ini didukung oleh jaringan irigasi dengan sumber air yang diambil dari Sumber Ponjong yang terletak berdekatan dengan kantor kelurahan. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan di era globalisasi pada milenium ketiga sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Berpijak pada pandangan itulah, sektor pertanian dan peternakan di desa ini juga mempunyai peranan yang cukup penting untuk memutar perekonomian rakyat. Terlebih, dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (PD) juga disebutkan bahwa upaya percepatan pembangunan ekonomi nasional/daerah juga ditentukan oleh kemampuan suatu daerah dalam membangun sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan dilaksanakan secara lebih terdesentralisasi. Perubahan paradigma pembangunan yang diatur dalam UU terkait PD itu telah membuka peluang sekaligus tantangan kepada banyak daerah termasuk Desa Ponjong untuk mengambil alih tanggung jawab pelaksanaan pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan agribisnis, di antaranya subsektor peternakan. Di sini perlu juga diketahui bahwa salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan subsektor peternakan di Indonesia adalah upaya untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Pada gilirannya, upaya ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kecerdasan bangsa. Lagi-lagi, dari sinilah Desa Ponjong ingin ikut berperan aktif. Berbicara mengenai usaha peternakan, maka daging sebagai salah satu produk protein hewani tak bisa ditinggalkan sebagai hal yang penting untuk disinggung. Perlu juga diketahui bahwa daging dapat dihasilkan dari berbagai komoditas ternak, baik yang berasal dari ternak besar, ternak kecil, maupun ternak unggas. Dalam hal ini, ternak besar terutama sapi, sangatlah penting peranannya sebagai penghasil utama daging. Di Indonesia sendiri, daging yang berasal dari ternak sapi pada umumnya dihasilkan oleh sapi
26
Pengembangan Agribisnis Berbasis Sosial Masyarakat: Integrasi Ternak Sapi Potong Terpadu dan Budidaya Tanaman Padi
potong, seperti sapi Bali, sapi Madura, atau sapi peranakan ongole (PO). Dilihat dari segi permintaan, sampai saat ini bisa dikatakan bahwa konsumsi daging masih diutamakan untuk memenuhi kuantitas permintaan daging. Hal ini disebabkan terus meningkatnya konsumsi daging dari tahun ke tahun. Oleh karena itulah, peluang usaha agribisnis peternakan sangat menguntungkan mengingat kebutuhan daging sapi sangat tinggi seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat. Dengan latar belakang dan kenyataan tersebut, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) â&#x20AC;&#x2DC;Hanyukupiâ&#x20AC;&#x2122; di Desa Ponjong, Kabupaten Gunungkidul merasa ikut bertanggung jawab untuk menyukseskan program Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk menjaga predikat Gunungkidul sebagai gudang ternak (sapi) di Provinsi DIY serta untuk mengangkat ekonomi masyarakat.
Konsep Bisnis Cycling Desa Ponjong dijadikan salah satu desa sasaran dalam Program Pembangunan Desa Percontohan Saemaul oleh Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia (YGSI). Program tersebut dilaksanakan selama kurang lebih 5 tahun dimulai pada bulan Agustus 2015. Dalam pelaksanaannya, YGSI bekerja sama dengan pemerintah Desa Ponjong serta didampingi oleh Yayasan Penabulu. Pada tahun pertama, program tersebut difokuskan pada berbagai macam pelatihan untuk meningkatkan kapasitas warga dan untuk menggali potensi desa dengan menggunakan konsep bisnis cycling di bidang peternakan terpadu. Konsep bisnis ini muncul sebagai hasil diskusi bersama antara tim YGSI, Yayasan Penabulu, pemerintah desa, kelompok tani, serta BUMDes. Konsep bisnis yang direncanakan oleh pihak-pihak tersebut akhirnya dipresentasikan dalam acara evaluasi program tahun pertama. Setelah mendapat masukan dari berbagai pihak, tim desa Ponjong akhirnya menjalankan program peternakan terpadu ini. Modal awal berasal dari YGSI serta dari anggaran APBDes Ponjong dan dana itu digunakan untuk mengawali usaha perintis ini. Pada bulan April 2017 usaha ini dimulai dengan pembangunan kandang komunal.
27
Belajar dari Keberhasilan Korea
Gambar 1. Konsep Bisnis Cycling Peternakan Terpadu di Desa Ponjong
Pada dasarnya, konsep bisnis cycling ini mengintegrasikan tiga sektor yang ada di masyarakat untuk saling menguatkan hingga menjadi rantai bisnis. Sektor tersebut adalah sektor Pada dasarnya, konsep bisnis cycling ini mengintegrasikan tiga sektor pertanian, peternakan, dan limbak ternak. Mengapa hal itu diambil sebagai dasar konsep bisnis ini? yang ada di masyarakat untuk saling menguatkan hingga menjadi rantai Halbisnis. itu karena Desatersebut Ponjong adalah merupakan salahpertanian, satu gudang pangan di Kabupaten Gunungkidul Sektor sektor peternakan, dan limbak ternak. Mengapa halyang itu diambil sebagai bisnis ini? Hal dengan 80 hektar sawah bisa panen 3 kali dasar dalam konsep satu tahun. Sementara itu,itupotensi dari karena Desa Ponjong merupakan salah satu gudang pangan di Kabupaten pertanian lainnya yang berupa palawija dan ketela pun bisa dimanfaatkan sebagian untuk pakan Gunungkidul dengan 80 hektar sawah yang bisa panen 3 kali dalam satu ternak. Contoh lainnya adalah dihasilkannya beras dan jeramiyang dari budidaya tanaman padi. Dari tahun. Sementara itu, potensi dari pertanian lainnya berupa palawija danitulah ketela bisa dimanfaatkan sebagian jerami bisapun dihasilkan pula bahan pakan ternak. untuk pakan ternak. Contoh lainnya adalah dihasilkannya beras dan jerami dari budidaya tanaman padi. Dari jerami itulah bisa dihasilkan pula bahan pakan ternak. Gambar 2. Skema Integrasi Tanaman Pangan dan Peternakan di Desa Ponjong Gambar 2. Skema Integrasi Tanaman Pangan dan Peternakan di Desa Ponjong
Pertanian
28
Budidaya Padi
Jerami Beras
Kemudian, di dalam bisnis peternakan akan dikembangkan lagi usaha pembibitan sapi dan
penggemukan sapi. Targetnya adalah tentu saja untuk menambah populasi sapi serta terpenuhinya kebutuhan daging, sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat.
Pengembangan Agribisnis Berbasis Sosial Masyarakat: Integrasi Ternak Sapi Potong Terpadu dan Budidaya Tanaman Padi
Kemudian, di dalam bisnis peternakan akan dikembangkan lagi usaha pembibitan sapi dan penggemukan sapi. Targetnya adalah tentu saja untuk menambah populasi sapi serta terpenuhinya kebutuhan daging, sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat. Gambar 3. Skema Usaha Peternakan Terpadu di Desa Ponjong
Dari gambar 3 terlihat bahwa limbah yang dihasilkan dari ternak sapi adalah kotoran sapi yang dapat digunakan sebagai energi alternatif melalui pembuatan biogas. Selain itu, pupuk yang dihasilkan dapat digunakan untuk pupuk tanaman, misalnya untuk pupuk padi dan palawija. Gambar 4. Hasil Usaha Peternakan Terpadu di Desa Ponjong
29
Belajar dari Keberhasilan Korea
Sementara itu, konsep pengelolaan bisnis peternakan sapi terpadu ini dikelola dalam kandang komunal oleh kelompok masyarakat yang dibentuk menjadi salah satu unit usaha baru di bawah BUMDes ‘Hanyukupi’ Desa Ponjong. Keuntungan yang diperoleh dari usaha ini kemudian dibagi sesuai dengan persentase pembagian keuntungan yang tertuang dalam AD-ART BUMDes. Intinya, secara garis besar bisa dikatakan bahwa keuntungan akan digunakan untuk pendapatan asli desa, pembangunan desa, pengembangan BUMDes serta untuk pribadi. Secara singkat, unit usaha peternakan sapi terpadu Desa Ponjong merupakan konsep bisnis/usaha berbasis sosial masyarakat. Peningkatan partisipasi serta jiwa kewirausahaan masyarakat merupakan tujuan utama dari kegiatan usaha bersama ini. Diharapkan konsep bisnis cycling yang dilaksanakan di Desa Ponjong ini bisa menjadi contoh konsep kegiatan usaha yang berkesinambungan di lingkungan masyarakat. Implementasi dan keberhasilan konsep bisnis ini tak lepas dari peran serta Yayasan Globalisasi Saemaul dari Korea Selatan.
Penulis: Anang Sutrisno adalah direktur BUMDes ‘Hanyukupi’ di Desa Ponjong, Gunungkidul, Provinsi DIY.
30
FROM KOREA WITH LOVE 한국에서 온 사랑 Anna Kusumah
[Abstract] This essay is based on my personal experiences as a woman who used to be a female migrant worker in Korea. Korea has changed my life since this is the place where I found my love and build my family ever since. Married to a Korean man with two children has been a challenge for me. However, I struggled and finally got on myself as an independent career woman who now supports my husband and my children in the multicultural setting of Korean society. This essay elaborates my struggles when I was in Indonesia, when I had to work in Korea, and how I managed to pull all of these off. Now being a mother, a teacher, and a social worker in Korea, I can say that I have found my love in Korea and this story is just the beginning of how I will strive for the future. [한글 요약]
이 에세이는 한국에서 이주노동자로 일했던 여성으로서의 개인적인 경험을 바탕으로 쓴 것이다. 한국에서 나는 사랑을 찾았고 행복한 가족을 가꾸는 나라다. 한국은 내 인생을 바꾸었다. 한국인과 결혼하고 두 아이를 키우는 것은 내게 큰 도전이었다. 한국사회의 다소 열악한 다문화 환경에서 나는 남편과 아이들의 적극적인 도움으로 커리어 우먼으로 사회활동을 할 수 있게 되었다. 그럼에도 불구하고 인도네시아사람으로서 한국생활이 힘들고 어려운 때도 있었다. 이 에세이는 내가 인도네시아에서 일했을 때와 한국에서 일할 때 겪었던 도전들을 어떻게 극복해 나왔는가 하는 자서전적인 글이다. 또는 사회복지사, 선생님, 어머니로서 나는 한국에서 어떻게 지속적으로 잘 살 수 있을까에 대한 고민도 추가하였다. 나에게 한국생활은 미래로 향한 시작일 뿐이다.
31
Belajar dari Keberhasilan Korea
Saya telah menamatkan belajar di Jurusan Pendidikan Manajemen dan Bisnis di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) setelah 4,5 tahun kuliah. Akhirnya, saya juga mengantongi gelar Sarjana Pendidikan dan Akta IV mengajar. Saat itu adalah tahun 2001, tahun yang saya anggap sebagai awal kehidupan yang nyata bagi saya. Namun, dengan hanya bermodal itu saja, saya berpikir tidaklah cukup untuk terjun ke kehidupan nyata yang penuh persaingan dan pergulatan. Saya pun berpikir bahwa saya perlu tambahan keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan untuk masuk ke ajang persaingan itu. Saya terlahir sebagai anak ketiga dari 7 bersaudara. Masih saya ingat pada saat kami semua mulai harus menginjakkan kaki ke jenjang pendidikan tinggi, ayah kami memasuki masa pensiun. Masalah-masalah yang timbul di keluarga kami juga semakin besar. Akhirnya, ayah saya mengharuskan kami untuk bisa bersekolah di SMA negeri dan perguruan tinggi negeri karena pemasukan keluarga yang kecil. Alhamdulillah, saya pun kuliah di UPI yang termasuk universitas negeri. Selama kuliah saya sudah terbiasa bekerja sambilan dan bekerja serabutan untuk menutupi kebutuhan kuliah. Alasan lainnya adalah karena saya ada rasa malu untuk meminta kepada orang tua karena tahu diri mengingat keadaan orang tua yang sudah pensiun. Bahkan, setelah lulus pun, apa pun saya jalani meskipun hanya dengan gaji yang pas-pasan karena terbatasnya pengalaman dan sertifikat yang saya punyai. Untuk melamar menjadi seorang guru, pada saat itu harus berani berkolusi dan ikut-ikutan nepotisme. Jangankan untuk menjadi guru tetap, untuk menjadi guru honorer pun haruslah seperti itu. Makanya, saya putuskan biarkanlah saya mencari kerja secara halal apa pun resikonya. Saya yakin bahwa burung di langit pun dijamin rejekinya oleh Allah SWT. Tuhan memberikan rejeki manusia sesuai dengan kekuatan dan usaha hambanya. Saya yakin pastilah Allah SWT memberikan jalan, tinggal saya sebagai manusia mau mensyukurinya atau tidak. Alhamdulillah, akhirnya saya mulai bekerja di bidang administrasi pemasaran di sebuah perusahaan kecil pribumi. Dengan gaji yang tidak seberapa, saya cukup-cukupkan untuk menutupi ongkos pulang pergi, makan siang, dan belajar menambah keterampilan. Di perusahaan itu saya hanya bertahan 3 tahun karena tidak adanya tantangan yang nyata bagi saya. Saya harus terus menjalankan pekerjaan rutin yang sama dan tidak ada sesuatu yang baru dari pekerjaan saya itu. Memang, tak bisa saya pungkiri bahwa kemampuan saya dalam mengelola administrasi perkantoran pun bertambah. Namun, tetap ada rasa jenuh dan tak puas terhadap pekerjaan itu. Singkat cerita, sembari saya bekerja saya juga belajar ketrampilan tambahan. Akhirnya, saya berhasil mengantongi sertikat Dac Easy Accounting Program berkat uang dari penghasilan pertama saya. Saya pun akhirnya
32
From Korea With Love
pindah pekerjaan dan mendapat kesempatan kedua yang lebih menantang di sebuah perusahaan Cina Indonesia. Saya harus melalui tahapan sebagai pegawai administrasi terlebih dulu. Saat itu saya dianggap sebagai pemula. Namun, tidak berselang beberapa lama, saya bisa memegang kesempatan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam hal accounting computer. Pekerjaan itu pada jaman saya termasuk sebuah pekerjaan yang wah~~. Tantangan kedua pun harus saya hadapi, yaitu tantangan yang muncul seiring dengan meningkatnya penghasilan. Bekerja dalam bidang accounting computer sangatlah memakan energi dan waktu. Lagi-lagi saya rasakan bahwa saya tidak punya kesempatan untuk menambah ilmu lagi. Itulah yang membuat perasaan ini sedih. Tetapi, tetap saya jalani hidup ini daripada harus menjadi seorang penganggur dan beban keluarga. Lagi-lagi, saya tidak bisa bertahan lama di perusahaan itu karena ada beberapa hal yang tidak bisa saya terima menurut syariat agama dan itu sangat bertentangan dengan keyakinan. Akhirnya, saya keluar dari perusahaan itu setelah 3 tahun berjalan. Pendek cerita, saya pun pindah pekerjaan lagi dan akhirnya saya mendapat tantangan baru di sebuah perusahaan konsultan pengelola proyekproyek negara. Dari penjelasan tentang usaha yang mereka jalankan, saya berharap bahwa perusahaan ketiga itu adalah jalan terakhir dan tumpuan saya untuk berpetualangan dalam bekerja. Mulailah saya belajar untuk mengelola suatu kegiatan yang sangat rumit untuk memenangkan suatu tender. Saya pun belajar bagaimana cara melobi dengan membuat berbagai harga penawaran agar menang tender. Saya pun terbiasa merencanakan, menjalankan, menyelesaikan sampai mempertanggungjawabkan suatu pekerjaan yang telah kelar. Dalam perusahaan dan pekerjaan yang inilah, saya harus berhadapan dengan berbagai macam perangai, sifat, dan kalangan orang yang harus saya temui terkait tender. Itu sangatlah menyenangkan meskipun membutuhkan energi dan waktu yang sangat banyak. Setelah 1 tahun berjalan, lagi-lagi saya dihadapkan pada hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani dan syariat agama hingga batin ini tertekan. Di saat itu hati saya pun mulai tidak menentu dan bergejolak. Saya bimbang karena harus memutuskan haruskah saya berpindah ke perusahaan lain dengan semakin bertambahnya umur. Pada suatu waktu, saya memutuskan untuk mulai membaca-baca lagi kolom â&#x20AC;&#x153;Lowongan Kerjaâ&#x20AC;?. Padahal selama itu, saat membaca koran, kolom lowongan kerja adalah bagian yang selalu saya lewati. Suatu ketika mata saya tertancap pada suatu lowongan kerja di perusahaan tekstil di Korea. Dengan berbekal nekad tanpa restu dari kakak, akhirnya saya memutus kan untuk melamar lowongan bekerja di Korea. Pada saat itu satu hal yang ada dalam benak saya adalah pikiran siapa tahu dengan bekerja di Korea
33
Belajar dari Keberhasilan Korea
saya bisa dengan mudah menyeberang ke Jepang. Ya, Jepang adalah salah satu negara idola saya yang ingin saya kunjungi. Syukurlah, proses keberangkatan ke Korea sebagai peserta training diberikan jalan yang mudah dan lancar. Pada saat itu kami tidak harus mengeluarkan uang sebanyak puluhan juta seperti sekarang ini. ~~~ Negara bernama Korea sangatlah asing bagi saya. Saya tidak bisa berbahasa Korea, orang-orang Korea di sekitar saya pun tidak bisa paham jika saya berbahasa Inggris. Itulah suatu tantangan karena saya tidak bisa berbahasa Korea dan itu sangatlah menyiksa diri. Di perusahaan Korea itu pun saya hanya menekan tombol-tombol untuk menggerakkan mesin-mesin besar yang rata-rata buatan Italia. Saya perlu kesadaran ekstra dan kejelian mata yang tinggi untuk mengikuti putaran-putaran kain untuk dipres dan digulung. Saat itu, semua terlihat menyenangkan dan terasa fantastis. Di balik rasa tersiksa karena tak bisa berbahasa Korea, justru itulah tantangan untuk belajar bahasa Korea agar bisa langsung digunakan dalam keseharian. Saya hanya bisa belajar sebisanya saja karena seharian penuh harus bekerja. Di saat hari libur saya berusaha membaca buku Bahasa Korea dan belajar membaca huruf-huruf Korea dalam keadaan yang serba terbatas. Orang-orang Korea tidak bisa menjelaskan karena keterbatasan mereka dalam bahasa Inggris. Namun, saya selalu berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang saya punyai. Waktu pun berlalu dan ternyata saya harus pulang ke Indonesia. Dalam 4 bulan terakhir menjelang kepulangan saya ke Indonesia, ada beberapa karyawan Korea, yang mulai bertanya-tanya kepada saya. Salah satunya adalah calon suami saya saat itu. Dia mulai banyak bertanya tentang kebiasaan orang Indonesia, termasuk shalat dan puasa. Dia bertanya kepada saya karena saya adalah ketua untuk orang-orang asing yang ada di sana. Dikarenakan bahasa Korea saya sangatlah terbatas, saya tidak berani untuk menerangkan masalah agama Islam. Akhirnya saya berinisiatif untuk mengajaknya ke Islamic Centre yang ada di Itaewon setiap akhir minggu karena di masjid sana ada orang Korea yang beragama Islam. Kami saat itu hanya sebatas teman sekerja saja. Setelah 4 bulan berlalu, akhirnya saya harus kembali ke Indonesia dan meninggalkan kawan-kawan Korea yang banyak membantu selama saya berada di lingkungan mereka. Setelah sampai di tanah air, saya tidak berencana untuk bekerja dulu tapi saya ingin melanjutkan studi S2 di UPI Bandung. Saya menyadari dengan pengalaman-pengalaman yang sudah saya jalani, ternyata lulusan
34
From Korea With Love
S1 itu tidaklah cukup untuk menghadapi persaingan yang ada di masyarakat yang semakin berubah. Meskipun saya telah kembali ke Indonesia, calon suami saya selalu menyempatkan untuk berkirim kabar lewat telepon hingga akhirnya kabar yang mengagetkan pun datang yaitu, dia telah lulus bersertifikat sebagai seorang Muslim. Untuk itu, dia ingin menikahi saya agar keislamannya tetap terjaga. Kabar itu sangat mengagetkan saya karena saat itu saya rasanya belum siap untuk menikah. Namun, ada rasa tanggung jawab yang harus saya berikan kepadanya karena dia telah sepenuh hati untuk belajar Islam dengan dorongan dan bantuan yang sudah saya berikan. Bagi orang Korea, beragama Islam adalah suatu hal yang sangat sulit sekali. Akhirnya saya mengajukan suatu persyaratan. Jika dia ingin menikah dengan saya, maka pernikahan itu haruslah dilaksanakan di Indonesia dan bukan di Korea. Akhirnya persyaratan itu dia penuhi. Pada tanggal 13 April 2002 kami melangsungkan pernikahan di Bandung, kota kelahiran saya. Akhirnya, saya memilih menikah karena tanggung jawab moril yang harus saya laksanakan daripada melanjutkan sekolah. ~~~ Selama tahun pertama pernikahan, semua berjalan dengan baik dan membahagiakan. Hanya saja, saya tidak tega melihat suami terus bekerja di pabrik sebagai teknisi dengan berbagai resiko yang harus dihadapi. Hingga akhirnya, dengan dorongan diriku sebagai istri, suami saya memutuskan untuk mengikuti ujian calon pegawai negeri untuk teknisi pemeliharaan sekolah. Ujian beberapa tahapan pun harus dia lalui. Alhamdulillah, dengan kekuatan dari-Nya, suami saya bisa diterima sebagai pegawai negeri. Suami saya bilang gaji pegawai negeri itu kecil, tetapi tunjangan kesehatan dan sekolah anak-anak dijamin penuh oleh negara. Bagi saya, kebutuhan hidup yang paling utama dan mahal adalah kesehatan dan pendidikan. Saya pun menyadari hal itu. Jadi, saya tidak kaget saat suami saya menerima gaji pertama sebanyak 600 ribu won untuk memenuhi kebutuhan empat orang, yaitu ibu mertua, saya, anak laki-laki pertama, dan dia sendiri. Meskipun demikian, saya tetap bersyukur karena masih bisa mendapat penghasilan dari suami meskipun sedikit. Di sela-sela itu, kami usahakan untuk bisa menabung dari penghasilan tersebut. Sementara, untuk kebutuhan seharihari tercukupi dari kebun sayuran yang dimiliki oleh ibu mertua yang kami kelola bersama. Meskipun hanya tinggal di perkebunan dan berumahkan container box dan bukan apartemen, saya sangat bahagia karena kami tidak punya beban hutang yang harus kami bayar setiap bulan.
35
Belajar dari Keberhasilan Korea
Delapan belas bulan setelah kelahiran anak saya yang pertama, lahirlah putri kami yang kedua. Saya sangat senang sekali karena kami dikaruniai anak sepasang yang sangat lucu, lincah dan sehat. Waktu pun berjalan mengikuti roda-roda yang ada. Sambil mendampingi anak-anak yang tumbuh besar, saya tetap belajar bahasa Korea melalui TV program pendidikan sambil mengasuh anak-anak. Setelah anak pertama mulai bersekolah di taman kanak-kanak, saya mulai mengikuti berbagai program pelajaran bahasa Korea di multicultural center yang saat itu mulai marak. Tidak hanya pelajaran bahasa Korea saja, hampir semua program saya ikuti sambil menunggu anak-anak pulang dari TK. Dengan berbagai kegiatan itu, saya bisa menambah pengetahuan dan kosakata bahasa Korea. Saat itu tujuan saya belajar bahasa Korea dengan keras adalah untuk membantu dan mendampingi anak-anak saya. Meskipun suami saya orang Korea, saya harus melaksanakan tugas sebagai ibu rumah tangga sendiri, misalnya di saat harus berbelanja memenuhi kebutuhan sehari-hari atau mengantar anak-anak ke rumah sakit, semua itu harus saya selesaikan sendiri tanpa bantuan suami. Terlebih, saya harus bisa berbicara bahasa Korea. Syukurlah, semua saya lalui dengan hati ikhlas dan gembira. Pada tahun 2009 suami saya mendorong saya untuk mengikuti kesempatan menjadi guru dua bahasa atau bilingual teacher yang diadakan oleh Departemen Pendidikan kota Seoul dan Seoul National University of Education. Suami saya menyayangkan latar belakang pendidikan saya yang tidak bisa terpakai di Korea. Suami saya mengatakan bahwa inilah saatnya saya bisa mendaftar suatu pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya. Satu hal lagi yang perlu diketahui adalah bahwa di Korea itu apapun kelulusan seseorang dari negara asalnya tidak bisa diakui sah jika tidak disandingkan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Korea. Saat itu hati saya cemas dan ragu karena kemampuan bahasa Korea saya belum bagus, tapi suami saya berkata: â&#x20AC;&#x153;Coba dulu daripada tidak dicoba. Siapa tahu Allah SWT memberikan rejeki untuk kita semua.â&#x20AC;? Akhirnya, saya mengikuti kesempatan itu dengan sekuat tenaga dan doa. Dengan perasaan pasrah dan harapan yang tak tentu, akhirnya hari pengumuman diterima atau tidaknya saya datang juga. Alhamdulillah, keberuntungan berpihak kepada saya. Ternyata, tidak sampai di situ saja. Saya harus melampaui 900 jam pen didikan dan itu harus ditempuh dengan belajar dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore yang harus saya tempuh setiap hari selama 6 bulan. Beban itu bagi
36
From Korea With Love
saya sangat membebani karena kemampuan bahasa Korea yang terbatas. Apalagi, setiap mata pelajaran menggunakan pengantar bahasa Korea tingkat tinggi. Saat berjalan di bulan ke-2, saya sangat putus asa karena beban belajar dan tugas yang sangat tinggi dalam sehari. Saya hanya bisa tidur 2 jam sehari karena semua urusan rumah tangga pun harus saya siapkan dan selesaikan sendiri. Maklum, pada saat itu anak-anak juga masih kecil. Saat di bulan ke-2 itulah, saya mengajukan untuk mengundurkan diri saja, tetapi para dosen melarang dan memberikan dorongan yang besar sekali kepada saya. Mereka berkata: â&#x20AC;&#x153;Kamu hanya orang Indonesia satu satunya. Jika kamu mundur, siapa yang akan mewakili negaramu?â&#x20AC;? Begitulah mereka memberikan dorongan kepada saya. Dengan dorongan itulah, akhirnya saya menyelesaikan program itu dan saya bisa mempunyai kesempatan mengajar di Seoul, Korea. Akhirnya saya mulai masuk ke dalam lingkungan sekolah negeri Korea sebagai pengajar. Meskipun saya bukan pengajar tetap, tetapi saya sangat bahagia dan bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan saya. Dikarenakan program ini baru dilaksanakan di tahun 2009, jadi banyak orang yang tidak tahu maksud mengapa program ini dibuat. Para aparat sekolah pun banyak yang beranggapan program itu dibuat hanya untuk menambah beban pekerjaan mereka saja. Kecuali bagi mereka yang pernah tinggal di luar negeri atau yang pernah menangani kesulitan anakanak beradaptasi dalam segi bahasa dan budaya di sekolah, banyak yang mempertanyakan pekerjaan saya. Akhirnya program ini banyak mendapat sorotan dari berbagai media, baik media cetak maupun media siar. Bagi kami yang berasal dari Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, Myanmar, Pilipina, dan Indonesia, kesempatan ini sangat vital. Bagi saya sebagai orang Indonesia, program ini membuka peluang agar saya bisa lebih memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat Korea khususnya para pelajar Korea. Beberapa program yang saya ikuti membuka kesempatan bagi saya untuk lebih berkiprah di berbagai bidang yang berhubungan dengan Indonesia. Dengan kesempatan ini pula, saya tidak lupa selalu mengajak anak-anak saya untuk selalu mengikuti setiap kegiatan yang berhubungan dengan multibudaya, terutama tentang Indonesia agar tumbuh rasa mengenal dan mencintai Indonesia dalam diri mereka. Dengan kegiatan-kegiatan yang saya ikuti bersama anak-anak, secara tidak langsung hal itu bisa memotivasi anak-anak saya untuk menyadari bahwa hidup ini selalu banyak persaingan
37
Belajar dari Keberhasilan Korea
dalam berbagai hal. Akan tetapi, dengan rasa berbagi dan saling mengenal dan memahami sebagai manusia, maka persaingan itu akan kita pandang dengan rasa senang dan bahagia apapun hasilnya.
Penulis: Anna Kusumah adalah seorang ibu rumah tangga, pegiat kegiatan sosial terkait keluarga multibudaya di Korea serta pengajar bahasa dan budaya Indonesia di Korea.
38
MENGEJAR IMPIAN 꿈을 찾아서 Dian Suandi Andrian
[Abstract] As a fresh graduate from a high school, I have always wanted to go to a college in Indonesia. However, my family background forced me to work as a migrant worker in Korea, instead. As my dream of pursuing a higher education was not fulfilled, now I am using a chance of working in Korea as a great opportunity to study. This essay is about how I worked hard to realize my dream of studying at a university in Korea. With hard work and perseverance, my dreams are taking shape in Korea.
[한글요약] 고등학교를 졸업하고 인도네시아에 있는 대학에 가고 싶었다. 그러나 가족의 경제적 배경 때문에 나는 어쩔 수 없이 한국에서 이주노동자로 일하게 되었다. 나는 대학교에서 공부하는 것은 내 꿈이다. 인도네시아에서 꾸었던 꿈이 실현되지 않았지만, 이제 한국에서 공부할 수 있는 좋은 기회를 잡았다. 이 글은 한국의 대학에서 공부하는 꿈을 실현하기 위해 어떻게 열심히 노력했는지에 대한 내 이야기이다. 노력과 인내심을 가진다면 한국에서는 꿈을 실현시킬 수 있다고 나는 굳게 믿는다.
39
Belajar dari Keberhasilan Korea
Wellâ&#x20AC;Ś saya, Dian Suandi Andriyan, adalah seorang siswa yang lulus dari sebuah SMA Negeri di Cianjur pada tahun 2011. Seperti halnya impian semua siswa SMA yang baru lulus, saya pun bermimpi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tanpa terbesit sedikit pun pikiran untuk bekerja, sekali pun kondisi ekonomi keluarga saya pas-pasan. Pada awalnya keluarga mendukung saya untuk meraih impian dengan masuk universitas sehingga saya mendaftar untuk menjadi mahasiswa di berbagai universitas. Sayang, nasib berkata lain. Sebelum hari pengumuman penerimaan mahasiswa, keluarga mendapat sedikit masalah sehingga saya pun disarankan untuk mencari kerja. Dalam suasana kebingungan, antara mencari kerja atau sekolah, saya justru drop. Saya lebih prefer belajar daripada bekerja. Keadaan yang tidak memungkinkan itulah yang malah membuat diriku memikirkan apa yang terbaik. Dalam keadaan seperti itu secara tidak sengaja saya mendengar kabar seorang teman SMA yang ternyata bekerja di Korea Selatan hampir kurang lebih sudah 3 bulan saat itu. Pertanyaan awal yang saya ajukan pada temanku adalah apakah di Korea Selatan bisa kuliah. Tanpa banyak basa-basi, jawaban yang dia lontarkan adalah â&#x20AC;&#x153;iyaâ&#x20AC;?. Semakin penasaran, saya bertanya lebih lanjut dan teman saya menyarankan agar saya mengikuti semua yang dikatakannya, tahapan demi tahapan satu per satu. Sebenarnya, penjelasan teman tersebut adalah agar saya bekerja melalui sistem G To G (Government to Government) antara Indonesia-Korea. Saya melakukan semua itu agar saya segera bisa ke Korea. Namun, sejatinya dalam benak saya yang selalu tersirat adalah bagaimana bisa kuliah di sana. Jadi, semua saran teman yang dilontarkan pun saya ikuti tanpa pernah melepaskan pikiran untuk kuliah. Kembali ke kisah bagaimana saya harus mempersiapkan diri ke Korea. Hal penting dan pertama untuk menuju Korea Selatan adalah tentu saja belajar Bahasa Korea itu sendiri. Setelah itu saya harus ikut ujian Bahasa Korea dan kemudian mempersiapkan semua berkas untuk dikirim ke Korea. Setelah semua tahap saya lalui sampai sending data diri ke pihak HRD Korea Selatan, kurang lebih 9 bulan saya menunggu. Akhirnya ada panggilan bagiku untuk bisa berangkat ke Korea. Hati siapa yang tidak senang pada waktu itu. Saya sebenarnya tidak mengerti seperti apakah Korea selatan itu, apalagi keadaan negara itu sebagai tempat bekerja. Namun, demi impian untuk bisa melanjutkan pendidikan, saya tetap optimis. 14 Juli 2011 adalah hari pertama Ramadhan, hari dimulainya ibadah puasa untuk orang Muslim selama sebula. Jadwal penerbangan ke Korea jatuh pada malam pertama shalat tarawih. Itu membuat saya bersemangat, tersenyum merasa bahagia dan sekaligus sedih. Itu tak lain karena saya akhirnya bisa pergi ke Korea pada saat yang sama saya juga harus berpisah dengan bulan
40
Mengejar Impian
Ramadhan di tanah air, tapi sekaligus tertantang untuk melakukannya pertama kalinya di negeri orang. Saya masih ingat saat itu cuaca di Indonesia tidaklah terlalu panas. Syukurlah, sebelum berangkat ke Korea, saya setidaknya sudah mendapatkan pengetahuan bahwa musim di Korea saat musim panas juga sangat terik sehingga tidak perlu membawa pakaian yang terlalu banyak. Kembali ke kisahku berangkat ke Korea. Di dalam pesawat, seorang pramugari menawarkan makanan untuk bersahur dikarenakan sudah memasuki waktu Korea Selatan. Dengan penuh perasaan bangga saya bisa katakan bahwa saat itulah untuk pertama kalinya bersahur di atas awan dan menuju negeri yang sama sekali tak pernah ada dalam benak saya. Ketika pesawat mendarat pun perasaan saya masih kurang percaya bahwa saya sudah melintasi negeri dan lautan selama 8 jam sebagai tahap awal untuk mencapai mimpi. ~~~ Sebagai pendatang dengan status pekerja, tentu saja segala sesuatu mulai keperluan dan segala kepentingan pribadi sudah diatur oleh pihak pemberi pekerjaan termasuk urusan sebagai seorang Muslim. Dalam hal ini, urusan ibadah pun harus menyesuaikan kebiasaan pihak pemberi pekerjaan (orang Korea). Hal inilah kesulitan yang pertama kali saya rasakan di hari pertama pembekalan di saat saya mulai merasakan kehidupan di Korea Selatan. Ketika kegiatan beribadah dianggap sebagai sesuatu milik kaum minoritas dan sebagai urusan pribadi, maka hal itu tidak boleh mengganggu kepentingan yang lain. Memang benar adanya. Namun, ibadah bukanlah sesuatu yang dilakukan untuk mengganggu orang lain. Di saat itulah saya tetap merasa beruntung karena ada seorang tutor berkebangsaan Indonesia yang bernego dengan pihak orang Korea agar kami sedikit diberi kesempatan untuk beribadah dikarenakan kewajiban itu tidak bisa ditinggalkan. Memang sedikit agak tertekan. Namun, saya tetap harus membiasakan diri agar bisa bertahan dengan suasana kebudayaan yang bertolak balik dengan kebudayaan di Indonesia. Di hari-hari pembekalan itulah saya bertemu dengan teman yang nantinya bekerja satu tempat dengan saya. Setelah beberapa hari mengikuti pembekalan materi terkait kebudayaan dan dunia kerja Korea Selatan, akhirnya kami menuju tempat kerja yang sesungguhnya. Perasaan saya semakin excited tak sabar untuk segera tiba di tempat tinggal kita selama 3 tahun ke depan. Cuaca di kala itu gerah karena hujan seharian tanpa henti. Saat itu adalah ě&#x17E;Ľë§&#x2C6;ě &#x2C6; [jangmajeol] atau bisa disebut musim penghujan kalau di Indonesia. ~~~
41
Belajar dari Keberhasilan Korea
Ramadhan tahun itu benar-benar suatu hal yang baru bagi saya dan teman-teman yang pertama kali menginjakkan kaki di negara 4 musim. Terlebih, berpuasa di musim panasnya Korea yang sangat panas. Alhamdulillah, puasa lancar. Uniknya, saya masih ingat ketika waktu berbuka belum tiba sekali pun, orang Korea tetap memandang aneh dan selalu menawarkan makanan di siang hari kepada kami karena logika mereka adalah bahwa badan jadi lemas dan capek jika tidak makan. 빨리 빨리 [palli palli] adalah kata yang sering dan selalu terdengar dari mulut orang Korea. Budaya kerja yang cepat-cepat itulah yang menjadi kebiasaan dan bahkan seperti mendarah daging seiring berlalunya waktu. Lantas pertanyaannya, bagaimanakah bisa berkomunikasi dan mengerti dengan orang Korea? Pandai berbahasa Koreakah saya? Nope. Saya hanya tahu 안녕하세요 [annyeonghaseyo] yang merupakan tanda salam untuk menyapa dan berpisah. Dari keterbatasan bahasa itulah saya berniat belajar bahasa Korea di shelter khusus untuk orang asing sebagai sarana untuk belajar bahasa, keterampilan, atau bahkan olahraga seni bela diri nasional Korea, yaitu taekwondo. Menurut saya, fasilitas shelter ini sangat membantu bagi orang asing yang punya keterbatasan bahasa. Semua orang asing dengan perbedaan karakter dan budaya bisa berbaur, saling sapa dan saling mengenal. Dengan mendatangi shelter, secara fun dan tidak langsung saya bisa mempelajari lebih dalam tentang kebudayaan Korea. Selain itu, ada beberapa shelter yang menawarkan pemeriksaan kesehatan secara gratis, seperti periksa gigi, cek darah, dan sebagainya. Soal pekerjaan, kadang terasa berat dan bisa teratasi. Sebelumnya, visa yang saya dapat adalah visa E9 atau visa kerja non-professional. Tiga bulan pertama adalah masa pembelajaran dan pemahaman tentang pekerjaan. Otomatis saya selalu mengikuti setiap ucapan senior yang dilontarkan mulai dari masalah pekerjaan, kehidupan di Korea, kebudaayan, tata karma hingga makanan yang tak mengandung kandungan babi. Singkat cerita, Ramadhan pertamaku di Korea yang terasa panjang akhirnya berakhir. Waktunya untuk sholat Ied Fitri. Dikarenakan Hari Raya Idul Fitri saat itu jatuh pada hari kerja, agak sulit untuk meminta ijin meninggalkan tempat kerja walaupun ada surat ijin dari KBRI. Dengan rasa kecewa dan berat hati, saya harus mengikhlaskan Hari Raya Idul Fitri pertamaku di Korea tanpa melakukan ibadah sholat Idul fitri. Hari Raya yang begitu terasa sepi tanpa bisa melihat senyum bahagia keluarga dan sanak saudara. ~~~
42
Mengejar Impian
Hari pun bergulir terus. Setiap malam saya tetap belajar bahasa Korea sendiri di kamar. Terasa begitu menyenangkan ketika saya menemukan kosakata baru. Well, setidaknya saya merasa satu tahap lebih baik karena paham bahasa Korea. Ketika mendapat perintah dari atasan ketika sedang tidak bersama senior, saya bisa paham perintahnya. Itu semua berkat belajar bahasa Korea di shelter yang memang punya banyak buku pelajaran bahasa Korea dasar. Hal yang paling saya kagumi tentang Korea adalah 4 musim dan lalu lintasnya. Ketika pertama kali merasakan pergantian musim, cuaca terkadang berubah drastis sehingga membuat tubuh kadang drop. Sejak saat itu, hampir setiap hari saya harus dan selalu minum vitamin tapi belum pernah memakan ginseng atau pun makanan yang mengandung ginseng. Selain karena belum terbiasa dengan masakan atau makanan Korea, saya juga tidak terlalu penasaran dengan ginseng. Sementara itu, pergantian 4 musimnya selalu punya daya tarik tersendiri di mata saya. Saya paling suka musim gugur karena udaranya yang sejuk, dedaunan di pohon yang warna warni yang indah, dan juga karena saya belum perlu memakai pakaian yang terlalu tebal. Mengenai lalu lintas, para pengendara dan penyeberang jalan terlihat menaati peraturan. Tanda rambu lalu lintas pun terlihat rapi dan jelas. Jadwal bis dan angkutan umum selalu on-time bahkan lewat aplikasi lalulintas hape pun hampirr selalu tepat waktu. Selama setahun penuh, saya merasa beruntung bisa datang dan bekerja di negara Korea Selatan ini. Keinginan saya untuk bisa masuk kuliah untuk melanjutkan pendidikan dan mimpi lamaku semakin menggebu. Belajar bahasa Korea semakin diperdalam, namun saya terlalu pasif untuk menggunakannya dalam percakapan sehari-hari dikarenakan selalu berada dengan lingkungan teman dari negeri sendiri. Saya terkadang bergabung dengan orang lain di berbagai acara kebudayaan orang asing, beberapa festival, kelas memasak masakan Korea dan barista. Hal-hal itu bisa sebagai sarana dan tempat berlatih bahasa Korea. Memasuki tahun ke-3 saya berada di Korea, saya merasa kemampuan bahasa saya tidak mengalami perkembangan yang signifikan sehingga sempat terpikir untuk pulang ke Indonesia dan ingin masuk kuliah disana. Belajar bahasa Korea jadi tidak konsen, hilang semangat dan tak terlalu intens. Di saat galau seperti itu, saya justru bertemu dengan beberapa orang hebat temasuk salah seorang professor di salah satu universitas ternama Korea. Dari perkenalan dengan beliaulah saya bersemangat kembali untuk mempelajari bahasa. Bahkan kita menjadi sangat dekat. Pada tahun 2017 Cyber Hankuk University of Foreign Studies membuka kesempatan bagi orang Indonessia yang berada di Korea untuk menjadi
43
Belajar dari Keberhasilan Korea
siswa di kampus tersebut. Tanpa pikir panjang, saya mencoba mendaftar dan menjalani tes yang diperlukan. Dari 40 pendaftar alhamdulillah saya lolos dan diterima. Proses melengkapi dokumen agak terhambat dikarenakan tahun ini adalah angkatan pertama penerimaan siswa berkebangsaan Indonesia. Beruntung, pihak kampus selalu memberikan kemudahan kepada kita sehingga semua dokumen yang diperlukan bisa dillengkapi. Itulah kisah awal bagaimana saya sampai tiba di Korea hingga akhirnya saya bisa mewujudkan impianku untuk kuliah di Korea.
Penulis: Dian Suandi Andriyan adalah seorang warga negara Indonesia yang bekerja di Korea dan mahasiswa Jurusan Bahasa Korea di Cyber Hankuk University of Foreign Studies, Seoul.
44
PERANTAU SUKSES YANG UNTUNG 운 좋은 외국인 근로자 Diko Dosher
[Abstract] I write to essay to remind my fellow Indonesian migrant workers in Korea to remember what their purpose of coming to Korea is. Especially, I want to remind them that we can choose to be who we are. We are a lucky migrant worker if we can change ourselves to be a better person. Those who are poor of material gain and knowledge can also be lucky if they know how to change their life while working in Korea. Those who seek only money will gain no additional values. Those who use their time to interact with lots of people and to see for knowledge, in my opinion, are lucky persons. On the other hand, those who use up all their money for fun will only reap nothing. I urge my friends to make the best of their time in Korea. It is all up to us: whether we want to be a great migrant worker or simply no one.
[한글 요약] 한국에 있는 인도네시아 이주노동자들에게 한국으로 온 목적이 무엇인지 언제나 기억할 것을 상기시키기 위해 이 글을 쓴다. 우리가 어떠한 사람이 되고 싶은 지를 선택할 수 있다고 상기시키고자 한다. 더 나은 사람으로 변할 수 있다면 우리는 운이 좋은 이주노동자다. 물질적 이득과 지식이 부족한 사람들은 한국에서 일하면서 인생을 바꿀 수 있는 방법을 알아 낸다면 운이 좋은 경우에 속한다. 돈 만 추구하는 사람들은 새로운 가치를 얻지 못한다. 많은 사람들과 인연을 맺고 우정을 만들고 지식까지 얻기 위해 시간을 투자하는 사람들이 행운을 얻을 수 있는 사람들이다. 반면에, 돈을 다 써 버린 사람들은 아무 것도 더 이상 얻을 수 없을 것이다. 나는 인도네시아 친구들에게 한국에서 시간을 최대한 잘 활용한 것을 촉구한다. 우리가 성공한 이주 노동자가 되고 안 되는 것은 전적으로 우리 자신에게 달려 있다.
45
Belajar dari Keberhasilan Korea
Bila setiap manusia ditawari tiga hal yaitu celaka, rugi, dan untung, maka bisa dipastikan semua memilih yang terakhir, yaitu keberuntungan. Mana ada manusia yang ingin rugi, apalagi mendapat celaka. Prinsip ekonomi bahkan mengajarkan kita untuk mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Ada sebuah peribahasa yang menggambarkan sebuah keberuntungan, yaitu “pucuk dicinta ulam pun tiba”. Sedangkan, peribahasa “tuba binasa ikan tak dapat” sering digunakan untuk menggambarkan kerugian. Sementara itu, peribahasa yang menggambarkan celaka adalah “sudah jatuh, tertimpa tangga”. Memang enak mendapatkan keberuntungan itu. Bagi para pedagang, keberuntungan dikaitkan dengan pertambahan nilai barang. Misalnya, bila semula dia membeli perak, hasil menjual perak bisa digunakan untuk membeli emas. Sementara itu, kerugian terjadi bila hasil menjual perak hanya bisa untuk membeli perunggu! Celakalah si pedagang itu apabila di tengah jalan peraknya hilang, uangnya dirampok, bahkan badannya pun dipukuli. Sama halnya ketika seseorang memutuskan untuk merantau. Banyak orang jauh-jauh meninggalkan keluarga demi bermacam tujuan seperti memperjuangkan materi, mendapatkan ilmu, mencari pengalaman, mene mukan kisah cinta maupun sekedar sebagai pelarian dari masalah yang tengah didera. Apa pun itu, merantau tetap menjadi pilihan terbaik apabila seseorang siap bekerja keras dan berpeluh untuk mempertanggungjawabkan keputusannya itu. Maka, saat saya memutuskan untuk merantau, saat itu saya meyakinkan diri bahwa saya akan meraih sukses di negara baru, yaitu Korea Selatan. Kelak saat saya kembali ke kampung halaman, saya bisa pulang dengan bangga seraya menggenggam asa dan merengkuh cita. Meskipun Korea Selatan bukanlah negara tujuan merantau yang telah saya rencanakan jauh- jauh hari sebelumnya, namun saya percaya di sana telah menunggu keberuntungan dan amal kebaikan. Besarnya materi yang jelas terpampang bisa diraih di Korea Selatan bukanlah tujuan utama. Itu semua karena sebenarnya saya sudah ada jalan untuk mendulang Rupiah di rumah melalui beberapa usaha yang sudah ada, seperti Lembaga Bahasa Korea atau pabrik kerupuk yang sedang pesat pertumbuhannya. Bagi saya, merantau ke Korea Selatan adalah kesempatan yang sulit didapat, namun mudah pula sirna karena persaingannya sangat ketat sehingga pantang untuk dibuang. Bagi saya, motivasi terkuat untuk terbang ke Korea Selatan adalah untuk memperjuangkan segala sesuatu menjadi lebih baik. Setelah sekian lama di kota Malang mengelola Lembaga Bahasa Korea, saya mengetahui bahwa masalah paling pelik bukan hanya membangun sumber daya manusianya, namun lebih dari sekedar itu. Mendidik para siswa agar berhasil lulus ujian
46
Perantau Sukses Yang Untung
Bahasa Korea yang menjadi syarat kunci bekerja sebagai TKI di Korea Selatan adalah hal yang mudah. Tantangan lebih berat yang harus mereka lewati adalah proses terbang menuju ‘Negeri Kimchi’. Semua calon TKI di Korea Selatan akan bertemu dengan beragam proses birokrasi yang harus dilewati. Proses itu, baik berupa jalan panjang atau jalan pintas, harus mereka lalui. Rentetan lobi panjang yang kadang tak mempedulikan hati nurani adalah hal biasa. Ribuan calon TKI harus berjuang mati-matian dan merelakan apa saja yang mereka miliki demi melewati proses birokrasi yang kuncinya digenggam oleh para ‘tikus’ birokrasi. Mencari celah jalan lain menghindari mereka artinya melepaskan satu antrian yang siap diperebutkan oleh banyak orang yang bernafsu ke Korea Selatan. Sebaliknya, mengikuti jalan ‘tikus’ birokrasi ini berarti mereka juga harus siap memeras keringat hingga air mata. Saya berpikir, menghalau ‘tikus’ birokrasi itu di sarangnya adalah ibarat mengejar mereka di liang gelap gulita. Maka, demi memperjuangkan siswa saya yang sudah separuh langkah, saya harus pergi ke Korea Selatan untuk mencari ‘pelita’ yang akan menerangi langkah siswa-siswa saya ke Korea Selatan. Pada awalnya, rencana saya ke Korea Selatan hanyalah untuk satu tahun saja. Sembari menyelami kehidupan TKI dengan bekerja seperti mereka, saya mulai membuka hubungan dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Human Resource Development (HRD) Korea Selatan selaku penentu kebijakan untuk mendatangkan tenaga kerja ke Korea Selatan, serta Departemen Tenaga Kerja (Nodongbu) Korea Selatan yang menangani urusan pekerja asing migran. Tiga lembaga itu saya anggap sebagai ‘pelita’ yang cukup sebagai pegangan untuk membantu calon TKI agar sampai ke tujuan dengan aman melalui jalan yang lebih baik. Sebelum berangkat, saya tekankan dalam diri saya bahwa merantau ke Korea Selatan bukan pergi liburan. Kali ini saya tak akan singgah tiga hari, seminggu, atau sebulan, tapi bertahun-tahun. Saya pun bukan hendak bersantai dan menikmati tempat wisata, tapi untuk belajar atau bekerja. Dengan tekad seperti itu, maka hal pertama yang saya lakukan adalah mencari sebanyak-banyaknya informasi tentang Korea Selatan. Saya membuat catatan tentang alamat dan nomor telepon tempat-tempat pentingnya, membeli peta, mengenali nama-nama tempat umum hingga lokasi-lokasi penting lainnya. ~~~ Pada hari yang telah ditakdirkan Tuhan, akhirnya saya tiba di Korea Selatan. Namun, saya dihadapkan pada kondisi yang di luar dugaan. Saya
47
Belajar dari Keberhasilan Korea
ditempatkan di sebuah perusahan besar di mana saya adalah orang Indonesia yang pertama kali bekerja di sana dan satu-satunya orang Indonesia di perusahaan tersebut. Lokasi perusahaan saya cukup terpencil serta jauh dari keramaian. Setelah saya pelajari, ternyata hanya satu orang Indonesia dalam radius lima kilometer dari perusahaan, yaitu saya sendiri, sehingga saya tak punya teman bicara atau berkeluh kesah. Saya melewati beberapa bulan pertama dengan sangat berat karena bahasa Korea saya yang terbatas. Bentakan dan teriakan orang Korea yang rata-rata tidak sabaran menjadi â&#x20AC;&#x2DC;makananâ&#x20AC;&#x2122; saya sehari-hari. Ternyata, lulus ujian Bahasa Korea EPS-TOPIK yang menjadi syarat utama menjadi TKI di Korea Selatan bukanlah jaminan untuk bisa mandiri dan kuat. Hal itu karena meskipun lulus ujian EPS-TOPIK, ternyata kemampuan bahasa Korea saya hanya setara dengan anak SD di Korea Selatan. Dua bulan pertama, saya rasakan seperti di â&#x20AC;&#x2DC;nerakaâ&#x20AC;&#x2122; dan hidup saya sangat tidak nyaman. Selain itu, ada berbagai hal baru yang masih belum bisa saya terima karena berbeda dengan kehidupan di Indonesia. Hingga puncaknya, saya mengalami kecelakaan kerja dan harus dirawat di rumah sakit beberapa lama. Di saat sakit tersebut, saya merenung dan sadar bahwa mau tidak mau saya harus mengubah kondisi itu dengan tangan saya sendiri. Saya harus berdamai dengan orang Korea dan situasi yang saya hadapi. Suka tidak suka, saya harus mengisi waktu saya di tempat kerja dengan mulai berbicara dengan pekerja asli Korea, meski bahasa Korea saya terbata-bata. Saya sadar bahwa perjuangan menjadi lebih baik harus dilakukan dengan langkah nyata. Semenjak itu, semakin hari saya semakin giat menggali informasi mengenal kultur dan nilai-nilai budaya negara tempat saya bekerja. Di samping kultur kerja keras, nilai-nilai budaya Korea Selatan ternyata masih sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Saya juga harus beradaptasi dengan iklim yang berbeda-beda sesuai empat musimnya, serta budaya kulinernya. Saya ingat saat pertama kali tiba di Korea, saya kaget lantaran semua makanan yang disediakan terasa asam dan hambar. Sementara, di Indonesia hampir semua makanan pasti punya cita rasa. Karena sudah bertekad untuk beradaptasi, maka meskipun kulinernya berbeda, nafsu makan saya tak lantas hilang dan mau tidak mau lidah saya harus menyesuaikan dengan rasa enak ala orang Korea Selatan. Saya juga sadar bahwa sebagai pekerja pendatang saya harus bersikap baik di tempat baru. Saya selalu berusaha ramah dengan orang-orang yang saya temui di tempat kerja. Murah berbagi senyum sehingga orang Korea menilai saya sebagai pribadi yang menyenangkan. Dengan perubahan sikap itu, lambat laun saya mulai disukai banyak orang Korea sehingga usaha saya untuk beradaptasi menjadi lebih mudah.
48
Perantau Sukses Yang Untung
Setelah diri saya mulai berubah, akhirnya saya dapat mengambil sebuah kesimpulan. Idealnya setiap hari setiap manusia harus berusaha menjadi lebih baik. Misalnya, kemarin saya malas untuk belajar bahasa Korea karena di kepala sudah tertancap anggapan bahasa Korea sulit dan rumit dipelajari. Maka, hari ini begitu saya bangun tidur dan sholat subuh, saya langsung bergerak menghafalkan kosakata. Besoknya, sebelum tidur saya rutin menghafalkan percakapan yang biasa diucapkan. Kemajuan dalam perubahan untuk kebaikan perlu dimulai dengan evaluasi rutin. Dengan adanya catatan evaluasi apa yang butuh perbaikan, maka saya bisa memotivasi diri untuk bergerak lebih baik. Konsep perubahan menuju lebih baik adalah hasil dari ritme keseharian. Seseorang yang bergerak maju adalah seseorang yang terbiasa merencanakan apa yang akan dia lakukan, lalu melaksanakannya, setelah itu mengevaluasi hasilnya untuk mengetahui mana yang perlu diperbaiki dan mana yang harus ditinggalkan. Hasil evaluasi ini untuk memperbaharui perencanaan. Setelah perencanaan baru ini dilaksanakan, hasilnya dievaluasi lagi, begitu seterusnya. Mengevalusi diri sendiri adalah ciri orang yang lebih beruntung. Sebaliknya, orang yang berprinsip â&#x20AC;&#x153;Ya sudahlah, saya jalani apa adanya begini, mau nerima syukur, mau enggak ya sudah!â&#x20AC;? jelaslah bukan tipe orang yang punya keinginan untuk menjadi lebih baik. Inilah ciri orang yang merugi. Kemudian, bagaimana ciri orang yang celaka? Orang yang celaka digambarkan ibarat orang yang lebih bodoh dari keledai, yaitu orang yang melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Misalnya, meskipun setiap hari mengalami konflik dan ketidaknyamanan di tempat kerja, ia hanya meratap dan menyesal tetapi tidak melakukan apa-apa sehingga kejadian yang sama terulang lagi. Memang sungguh tidak mudah menjadi manusia yang beruntung. Butuh kedisiplinan, butuh keseriusan, butuh kesungguhan serta butuh pemikiran transendental yang kadang-kadang sulit diterima manusia kebanyakan. Hal itu saya lakukan terus menerus, sehingga hampir setahun ini waktu kuhabiskan dengan bekerja dan belajar tanpa kenal lelah. Saya sadar bahwa saya harus hidup mandiri. Jadi, apa pun yang akan dilakukan harus dipikirkan dengan baik-baik sebelumnya. Saya memikirkan kondisi buruk yang mungkin saya alami di tempat merantau, seperti siapa yang akan merawat saya jika jatuh sakit atau siapa yang bisa saya mintai bantuan jika mendadak tertimpa masalah atau musibah. Itu semuanya saya pikirkan masak-masak. Merantau menempa saya menjadi pribadi yang lebih mawas diri. Namun, saya juga harus memikirkan langkah-langkah antisipasi bila saya menghadapi kondisi buruk. Saya perlu yakin ada salah satu keluarga atau teman yang bisa dihubungi dan dimintai bantuan dalam kondisi yang darurat
49
Belajar dari Keberhasilan Korea
dan terdesak. Untuk itu, setiap akhir pekan saya luangkan waktu untuk berinteraksi dengan sesama pekerja Indonesia di Onyang Oncheon, kota kecil terdekat sekitar 20 km dari lokasi perusahaan tempat saya bekerja. Dengan sering berinteraksi di luar perusahaan, semakin lama semakin banyak orang Indonesia yang saya kenal. Bahkan, akhirnya saya sering membantu permasalahan rekan sesama TKI yang mengalami keterbatasan komunikasi dengan bahasa Korea. Berdasarkan pengalaman saya membantu sesama TKI, hampir semua masalah yang terjadi disebabkan oleh kesalahpahaman komunikasi dengan orang Korea dan pekerja asing negara lain di tempat kerja. Saya merasa prihatin mengetahui bahwa sekitar 40 ribu TKI yang cekatan bekerja dan punya etos kerja yang disukai orang Korea, ternyata 92 persen tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Korea secara lancar. Membantu sesama TKI akhirnya menjadi rutinitas saya di setiap akhir pekan di kota Ansan, sebuah wilayah di Korea Selatan yang paling banyak dihuni pekerja Indonesia sehingga digelari Indonesian Town. Dari sinilah sesungguhnya perjuangan saya yang lebih besar dimulai. Bagi saya, tanah rantau itu ibarat lembar kosong yang bebas untuk diisi. Oleh sebab itu, saya harus membuka diri seluas-luasnya demi menemukan kawan dan pengalaman baru di sana. Saat itu di Korea Selatan sudah berdiri Indonesian Community Center (ICC) yang didirikan oleh para pekerja Indonesia. ICC adalah komunitas pekerja Indonesia yang terbesar di Korea Selatan. Organisasi ini mengakomodir puluhan komunitas dan paguyuban kedaerahan yang terbentuk secara mandiri atas dasar rasa kemanusiaan sejak belasan tahun silam. Memutuskan untuk bergabung di dalamnya adalah spontanitas terbesar yang saya lakukan. Keputusan saya untuk menerima pencalonan sebagai ketua ICC dan kemudian terpilih membuat rencana saya yang awalnya hanya satu tahun di Korea Selatan diperpanjang dua tahun lebih. Artinya, saya menghitung ulang untuk tinggal selama tiga tahun di Korea untuk mengejar keberuntungan saya serta menyebar amal baik. Bagi saya, itu adalah keputusan yang besar. Pada awalnya saya merasa berat dan penuh keraguan. Tetapi, kini saya meyakini bahwa ini adalah jalan saya. Inilah salah satu arah hidup yang Allah tuliskan untuk saya jiwai dan jalani. Ternyata, wawasan saya terbuka bahwa lingkungan dan tempat saya merantau menawarkan berbagai kesempatan untuk maju. Dengan berbekal semangat dan tidak menyurutkan langkah untuk mengembangkan diri di Korea Selatan, saya pun memanfaatkan kesempatan yang tersedia dengan sebaik-baiknya. Saya memutuskan untuk mendaftar kuliah dan menjadi mahasiswa di Universitas Terbuka (UT) Indonesia yang membuka cabang di Korea Selatan. Sebagai pekerja dan mahasiswa sekaligus, setiap hari Minggu saya sibuk mengikuti kuliah. Di sela-sela waktu luang, saya ikut berbagai
50
Perantau Sukses Yang Untung
kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas diri saya, seperti komunitas radio, grup tari daerah, pencak silat, penggalangan dana kemanusiaan, serta banyak kegiatan lainnya. Setelah beberapa tahun hidup di Korea Selatan, saya kemudian menyadari bahwa ilmu - bagaimana pun bentuknya meski berupa kemam puan berbahasa Korea – ternyata menjadi jalan utama untuk meraih untung. Sebagaimana disampaikan oleh para cendekiawan, “Ilmu selalu men jaga orang yang mempunyainya, sedangkan harta dijaga oleh orang yang mempunyainya”. Bahkan ada ungkapan, “Orang yang berilmu banyak mempunyai teman, sedangkan orang yang berharta mempunyai banyak lawan”. Ada juga nasehat demikian, “ Ilmu apabila disimpan tidak akan habis, sedangkan harta bila disimpan akan usang dan lapuk”. Menurut saya, rugi atau celakalah orang yang telah menerima sedikit ilmu bahasa Korea, namun tidak menambah atau memanfaatkannya dengan baik. Berbekal ilmu, saya bermiat ingin menjalin banyak relasi dan hubungan, bukan hanya dengan KBRI, HRD dan Nodongbu seperti pada awalnya, tapi dengan banyak kalangan. Hal itu membuat saya hijrah dengan pindah kerja ke kota Ansan. Aktivitas saya di kota Ansan semakin banyak. Pada akhir pekan kuliah UT, saya membantu kawan yang mengalami masalah, menyambungkan keperluan pekerja Indonesia dengan berbagai instansi yang berkaitan, dan lain-lain. Hal tersebut ternyata menjadikan saya kaya akan relasi dan hubungan dengan tokoh-tokoh dan instansi Indonesia, pejabat dan instansi di Korea Selatan, maupun orang dari negara lain yang berada di Korea. Dalam menjalin relasi, kejujuran menjadi pegangan saya karena saya yakin kejujuran itu berkumpul dengan keberanian, jiwa besar, dan tanggung jawab. Semakin kuat kepercayaan orang pada kita, maka semakin kokohlah relasi. Saya percaya bahwa di jaman milenia sekarang ini, pemenang kompetisi adalah pemilik relasi terbanyak. Saya memegang prinsip ketika hidup di negara asing, maka saya harus menggenggam pepatah, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Memimpin organisasi ICC membuat saya berinteraksi dengan banyak orang sehingga kemampuan beradaptasi dan kemampuan membawa diri semakin terasah. Kedua hal ini sangat menentukan kemampuan saya untuk bertahan dan sukses di perantauan. Berinteraksi dengan banyak orang harus bisa baikbaik membawa diri, tahu bagaimana harus bersikap dan menjaga perkataan. Tempat dan lingkungan baru memberi kesempatan bagi saya untuk tampil sebagai pribadi yang baru. Setiap bertemu dengan orang asing, saya merasa memulai kehidupan dari awal, sebisa mungkin menunjukkan kesan yang baik bagi mereka, apalagi yang baru mulai mengenal satu sama lain. Tidak disangka, saya mendapat penghargaan dari beberapa instansi Korea
51
Belajar dari Keberhasilan Korea
Selatan atas dedikasi membangun hubungan baik antara Indonesia dan Korea. Saya merasa bangga dan lega bahwa saya telah telah menjunjung langit di bumi tempat saya berpijak saat ini. Tujuan awal untuk membangun relasi telah tercapai, bahkan jauh melampaui rencana dan bayangan awal. Selain telah terjalin hubungan baik dengan instansi pemerintah Indonesia di Korea Selatan maupun di Indonesia, relasi saya dengan instansi Korea terus berkembang. Untuk hal yang terkait dengan ketenagakerjaan, saya menjalin relasi Nodongbu, HRD Korea, Samsung Hwajae, NPS dan yang terkait dengannya. Saya bekerjasama dengan Kepolisian Korea di beberapa daerah, Pusat Bantuan Pekerja Asing, serta Kantor Lembaga Bantuan Hukum untuk membantu masalah tenaga kerja terkait hukum dan Undang-Undang. Di bidang social dan kemanusiaan saya ikut terjun langsung dalam penanganan pekerja kecelakaan, meninggal dunia, serta membantu penggalangan dana bencana kemanusiaan dengan event-event yang dilakukan bersama pemerintah daerah di Korea. Saya juga membuka hubungan dengan Kementrian Usaha Menengah Korea, mengadakan seminar wirausaha, dan mengenalkan investor Korea kepada para pekerja purna TKI yang sukses berwirausaha agar menjadi mitra investasi bersama. Sedangkan di bidang seniman dan kebudayan, saya terlibat dengan banyak event kebudayaan antarnegara yang mengenalkan masing-masing budaya negara. Karena salah satu tujuan lain saya merantau adalah berupaya untuk mengumpulkan materi, maka saya juga berpikir harus hemat dan pintarpintar menyisihkan uang. Dua hal ini adalah â&#x20AC;&#x2DC;ilmu pastiâ&#x20AC;&#x2122; jika ingin pulang dengan sukses setelah merantau di negeri orang. Saya memastikan bahwa pengeluaran tak lebih besar dari gaji yang diperoleh sebagai kunci mengelola keuangan pribadi. Tekad saya yang kuat dan bulat adalah bahwa selama di Korea Selatan saya menjadi buruh, namun setelah kembali ke Indonesia, saya harus menjadi pengusaha. Meskipun di Indonesia sudah memiliki beberapa usaha, namun hasil dari Korea harus menjadi sesuatu yang berguna. Setelah tiga tahun hidup, bekerja, kuliah, dan berorganisasi terlewati, saya bekerja sama dengan adik yang juga bekerja di Korea untuk menambah satu usaha lagi di kampung halaman, yaitu pabrik kerupuk. Pabrik kerupuk ini dikelola oleh keluarga di rumah. Setelah enam bulan beroperasi, pabrik ini telah memproduksi satu ton kerupuk setiap hari dengan jumlah karyawan tidak kurang dari 40 orang. Merantau memang salah satu jalan menuju kesuksesan. Banyak orang yang akhirnya bisa punya kehidupan yang lebih baik setelah mantap memutuskan untuk merantau. Tetapi, sukses tak mungkin bisa diraih tanpa kerja keras dan usaha. Sukses tak bisa begitu saja didapat tanpa perjuangan yang
52
Perantau Sukses Yang Untung
hebat. Mereka yang akhirnya bisa sukses di perantauan pasti sudah demikian gigih bertahan. Mereka pasti telah mantap menghadapi segala kesulitan selama tinggal di perantauan dan tak lantas menyerah lalu kembali pulang ke rumah. Satu hal yang sangat penting menurut saya, sebagai wujud pencapaian tujuan ke arah yang lebih baik adalah bahwa saya bertekad untuk terus membantu pengembangan kemampuan komunikasi bahasa Korea seharisehari para pendulang devisa Indonesia agar mereka menjadi TKI yang mandiri dan kuat. Untuk itulah, beberapa bulan terakhir ini saya menjalin hubungan dengan instansi pendidikan di Korea Selatan dan meyakinkan mereka untuk membuat program pengajaran bahasa Korea secara online sehingga belajar bahasa Korea dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Akhirnya, ide saya tersebut diwujudkan dengan berdirinya perusahaan Joint Venture Korea Selatan dan Indonesia. Sebagai mediator dan fasilitator berdirinya perusahaan pengajaran bahasa Korea online tersebut, akhirnya saya menjadi karyawan Indonesia pertama di sebuah perusahaan multimedia berbasis di Seoul, Korea Selatan. Akhirnya, saya bermaksud mengajak kawan-kawan saya sesama pendulang devisa, pekerja asing sekaligus perantau untuk ingat bahwa kita akan tergolong manusia beruntung bila sebelum berangkat merantau kita bisa mengubah diri kita. Mereka yang tergolong miskin materi dan ilmu pengetahuan, setelah pulang merantau berubah menjadi orang yang berkecukupan secara materi, menjadi pengusaha, bahkan berilmu menjadi sarjana adalah contoh mereka yang beruntung. Terlebih, apabila mereka menjadi orang yang berpengalaman berinteraksi dengan banyak orang dan instansi di luar negeri, semakin beruntunglah mereka. Sebaliknya, kita termasuk perantau yang merugi bila hasil yang didapatkan hanya habis untuk bersenang-senang dan menghabiskan waktu sia-sia. Lebih celaka lagi, bila kita pulang tidak membawa apa-apa dan hanya membawa badan yang sakit, pikiran yang depresi, dan bahkan beban masalah di luar negeri. Maka, kepada segenap kawan yang saya cintai, sekarang tinggal kita yang memutuskan hasil akhir apa yang kita tuju selama menjadi perantau. Mau untung, rugi, atau celaka? Semua memiliki jalan dan konsekuensinya masing- masing. Semua tergantung pada pilihan kita: menjadi perantau yang hebat atau seperti pepesan kosong belaka!
Penulis: Diko Dosher adalah pekerja migran Indonesia yang juga seorang mahasiswa Universitas Terbuka Indonesia di Korea, jurusan Sastra Inggris dan saat menuliskan esainya ini dia juga adalah Ketua Indonesian Community Centre (ICC), Korea Selatan.
53
54
KONSEP KELUARGA DALAM KEBUDAYAAN TRADISI JAWA 한국과 인도네시아의 전통 문화와 가족관 Chang, Young-Min
[한글 요약] 한국은 가족을 매우 중요시하는 나라이다. 오래 전부터 가족은 사회의 기반이자 사회 규범의 산파와 같은 역할을 하는 곳이었다. 인도네시아, 특별히 자바 지역은 한국과 유사하게 가족을 중시하는 경향이 강하다. 자바는 인도네시아에서도 부유한 문화 유산을 자랑하는 곳이다. 이 문화의 근간에는 가족 문화가 자리잡고 있다. 독특한 자바 문화의 가족관을 살펴보면, 먼저 자바 예의 범절(sopan santun)을 매우 중시하는 가족관을 가지고 있다. 이 예의 범절의 근간에는 겸손의 미학이 자리잡고 있다. 가족은 이런 예의 범절을 가르치는 인생의 첫 교실이며, 부모는 자녀의 첫 교사이다. 자바인 부모들은 어느 무엇보다도 예절 교육을 중요시하며 이웃과의 친밀한 관계를 지향하기에 자녀의 공적인 예의 범절은 부모에게 있어서 가장 중요하고도 무거운 책무이다. 예절 교육이 잘 되어 있지 않은 자녀들을 둔 부모들은 대개가 부끄러움을 느끼며, 이런 ‘수치의 도덕’은 자바 사회를 떠받치는 가장 중요한 근본적 가치들 가운데 하나이다. 특별히 자바어에는 이런 예의 범절에 의해 분화된 많은 예절어가 존재하는데, 자녀들은 어려서부터 언어사용에서부터 이런 예의 범절을 익히게 된다. 인도네시아어에는 없는 드물게 나타나는 자바어의 예절어는 여전히 자바 지역에서의 자바어가 선호되는 가장 큰 이유이다.
55
Belajar dari Keberhasilan Korea
또한 자바의 가족관은 ‘화목, 조화’(kerukunan)를 매우 중시한다. 다양한 인종과 문화가 혼재되어 있는 인도네시아 사회에서 이런 가치는 필수적이다. 그래서 자바인들은 참고 인내하는 것을 큰 미덕으로 여긴다. 가족 안에서도 이런 ‘화목의 가치’는 여러 모임들을 통해서 강조되며, 핵가족보다는 대가족 중심의 삶을 지향함으로 더욱 뚜렷하게 부각된다. 자녀들의 혼사 문제에서도 이런 조화와 일치의 가치는 강력하게 작용하는데, 이런 이유로 인해 자녀들의 배우자들은 이미 관계된 가까운 이웃들에서 찾으려는 경향이 강하게 나타난다. 또한 부모 양계 친족들을 모두 따르는 가족 문화로 인해서 자신들의 유산을 효과적으로 보호하기 위한 방편으로 가족들 안에서의 혼인도 장려하는 분위기가 강하다. 부부 사이에서는 ‘신의’(kesetiaan)가 중요한 가치로 자리 잡고 있다. 자바인들의 대부분이 이슬람을 신봉하는데 비해서 일부다처제를 직접적으로 따르는 자바 가정들은 많지 않다. 부부 사이의 신의가 중요한 삶의 가치 가운데 하나이기 때문이며, 현실에 주어진 것에 대한 수긍과 인정 그리고 감사로 대변되는 자족한 자바인의 삶의 태도가 크게 작용하였기 때문이다. 남편으로부터 오는 신의와 가족들에게서 받는 존경은 자바 여인들의 삶을 행복하게 만들기에 충분한 요인이 된다. 그러나 시대적 변화에 따라 자바 가족관도 빠르게 변하고 있다. 거의 모든 나라가 겪고 있는 청소년 문제와 가정 문제는 사실상 피하기 어려운 현실이지만, 자바의 전통적인 가족관을 고수하면서 변화하는 시대적 가치를 수용한다면, 인도네시아는 이런 문제들을 가장 효과적으로 해결하고 기존 가치관들을 계승한 모범적 국가가 될 것이다.
56
Konsep Keluarga dalam Kebudayaan Tradisi Jawa
Akhir-akhir ini demam drama Korea terjadi di banyak negara, maka banyak orang di negara itu menjadi kecanduan menonton drama Korea, termasuk orang Indonesia yang banyak juga jadi pecandu drama Korea. Akan tetapi, saya ragu apakah mereka bisa benar-benar mengerti isi drama Korea tersebut karena hampir semua drama Korea bertema tentang kasih sayang dalam keluarga. Walaupun di dalam drama itu ada kisah percintaan sepasang kekasih, namun kasih sayang keluarga tetaplah menjadi tema dasar dan alur yang penting. Sejak dulu kala, orang Korea sangat mementingkan kasih sayang dan tali ikatan dalam keluarga. Jadi, bagi orang Korea, konsep keluarga sangatlah unik dan itu dianggap sebagai dasar dan pokok kehidupan mereka sehari-hari. Orang Indonesia, khususnya orang Jawa, juga menganggap bahwa keluarga adalah bagian kehidupan yang sangat penting. Jawa sendiri merupakan salah satu suku di Indonesia yang kaya akan tradisi. Meskipun zaman sudah semakin modern, masyarakat Jawa masih mempertahankan apa saja yang dulu pernah dilakukan oleh para sesepuh atau nenek moyang mereka. Terdapat banyak jenis tradisi Jawa, mulai dari yang berhubungan dengan keagamaan sampai yang menyangkut perjodohan. Selama tinggal di Indonesia, saya sering melihat dan bisa ikut merasakan kasih sayang dalam keluarga orang Indonesia dan sering mengalami budaya Jawa yang unik yang berkaitan dengan keluarga. Secara etimologi, kata “keluarga” berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Kaluarga, yang artinya seisi rumah. Keluarga disebut sebagai seisi rumah yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Dalam kebudayaan Jawa, keluarga besar termasuk sanak keluarga dan kerabat, yakni mertua, ipar, sepupu ataupun saudara dari keluarga inti. Dalam artikel ini, saya akan menulis 3 ciri khas konsep keluarga dalam tradisi kebudayaan Jawa yang saya alami selama tinggal di Ungaran, Jawa Tengah. Kemudian, saya akan mencoba menilai dan memandangnya dari kacamata saya sebagai orang asing, dalam hal ini sebagai orang Korea.
Konsep pertama adalah kebudayaan keluarga Jawa yang memen tingkan “Sopan santun” Orang Jawa senantiasa mementingkan “Sopan santun”. Sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan suatu kelompok. Di mana pun dan kapan pun orang Jawa berusaha untuk melakukan semua hal sesuai dengan sopan santun. Kemungkinan besar sopan santun merupakan ciri khas yang paling menonjol dalam kehidupan orang Jawa. Konsep dasar sopan santun adalah estetika kerendahan hati. Orang Jawa sering mengatakan jangan berjalan sambil menengadahkan kepala karena
57
Belajar dari Keberhasilan Korea
bisa dianggap sebagai orang yang sombong atau tinggi hati. â&#x20AC;&#x2DC;â&#x20AC;&#x2122;Adigang, Adigung, Adiguna, Ojo Dumehâ&#x20AC;&#x2122;â&#x20AC;&#x2122;, ungkapan Jawa yang sering saya dengar ini mengajarkan agar kita tidak sombong dan tidak meremehkan orang lain, saat kita berkuasa, karena apa yang dimiliki dapat hilang sewaktu-waktu. Keluarga adalah wadah pendidikan sopan santun, pergaulan, watak, norma sosial, tata krama, agama dan pendidikan tentang apa yang baik dan buruk. Tugas keluarga adalah mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, keluarga inti bagi masyarakat Jawa merupakan komunitas yang pertama dan utama serta paling penting. Maka, upaya untuk membentuk anak berkarakter dimulai dari keluarga, kemudian baru lingkungan sekolahnya. Saya sering terkejut karena kebanyakan orang tua di Ungaran sering mengatakan bahwa membentuk karakter anak itu lebih penting dan berharga daripada mendapatkan nilai akademis yang tinggi di sekolah. Hampir semua orang tua berpendapat bahwa norma-norma tersebut perlu ditanamkan kepada anak-anak untuk regenerasi bangsa yang tidak hanya berbudi, tetapi juga mereka yang memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai luhur budaya Jawa. Hal itu sangat berbeda dengan pikiran orang tua di Korea karena biasanya orang tua di Korea lebih memfokuskan pada pendidikan akademis daripada pembentukan karakter anaknya. Ibu-ibu di Jawa selalu berbicara dengan penuh nasihat, petuah, dan cerewet kepada anak-anak perempuannya agar selalu menjaga sikap, dan pandai membawa diri dan berkepribadian baik. Sebagai anak perempuan, seseorang diharapkan harus bisa mengasah kepekaan dalam bersikap, karena dalam budaya Jawa wanita dikodratkan untuk cekatan dalam urusan dapur dan pekerjaan rumah tangga ataupun pendidikan anak-anaknya. Para orang tua Jawa selalu berpesan mengenai persoalan tersebut yang nantinya akan terkait dalam urusan jodoh. Wanita yang cekatan dalam urusan rumah tangga biasanya lebih disukai dan dipuji-puji oleh keluarga maupun kerabatnya. Di samping itu, orang Jawa sangat menghargai usia, maka rasa hormat dan tata krama bagi orang yang lebih tua dituntut dalam kehidupan sehari-hari. Hormat kepada orang yang lebih tua, seperti kepada kakek, nenek, orang tua, pakde, bude, dan sebagainya. Saya sering menyaksikan di desa ada orang naik sepeda motor yang akan turun dari motornya itu atau mengurangi kecepatannya untuk mengucapkan salam kepada orang yang lebih tua yang dia temui dalam perjalanan. Begitu juga, saat naik mobil mereka akan membuka kaca jendela mobilnya untuk menyapa orang-orang yang mereka temui. Kalau tidak melakukan itu, tetangga-tetangga di desanya pasti menegur dan mengecam orang itu maupun orang tuanya. Sikap hormat tersebut terbagi lagi dalam konsep khas Jawa, yakni wedi, isin, dan sungkan. Pada fase pertumbuhan anak hingga menuju dewasa, seseorang akan mulai
58
Konsep Keluarga dalam Kebudayaan Tradisi Jawa
mengenal konsep ini. Selain hal tersebut diperoleh dari lingkungan keluarga, konsep itu juga diperoleh dalam masyarakat. Anak akan terbiasa bagaimana ia harus belajar menempatkan diri sebagai seorang Jawa, yang memahami dan mengerti akan tata krama, dalam ketiga konteks di atas. Menurut saya, ketiga konsep tersebut sangat lumrah ditemui dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa. Wedi diartikan sebagai rasa takut. Isin berarti malu. Sungkan mungkin seperti sikap hati-hati dalam melakukan atau mengucapkan sesuatu di hadapan orang yang lebih senior sebagai bentuk rasa hormat. Konsep di atas sangat erat kaitannya dengan tata krama, atau sopan santun, yaitu suatu tata cara atau aturan turun temurun. Itu semua berkembang dalam suatu budaya masyarakat yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain agar terjalin hubungan akrab saling mengerti dan saling menghormati menurut adat yang ditentukan. Oleh karena itu, orang tua merasa bertanggung jawab untuk mendidik anak mereka sesuai dengan sopan santun dan tata krama sosial yang berlaku. Memberi salam atau pamit sebelum berangkat sekolah merupakan dasar sopan santun dalam hubungan orang tua dan anak. Masih ada orang tua yang meminta kepada anaknya untuk cium tangan sebagai tanda penghormatan. Hampir semua anak di sekolah tempat saya bekerja masih memberi salam kepada gurunya dengan cium tangan. Kita juga menemukan banyak budaya yang mementingkan sopan santun yang berkaitan dengan hubungan atau panggilan antara kerabat. Kebudayaan Jawa mempunyai istilah atau sebutan untuk anggota keluarga yang sama banyaknya dengan di Korea. Akan tetapi, sistem kekerabatan orang Korea dibuat berdasarkan prinsip keturunan patrilineal (garis keturunan hanya diambil dari pihak ayah saja, kalau ditelusuri ke silsilah nenek moyangnya maka terlihat ada kepercayaan bahwa mereka hanya berasal dari seorang ayah saja), sedangkan sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan sistem kekerabatan bilateral atau parental (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Berdasarkan prinsip bilateral atau parental ini, hubungan dijalin dengan keluarga dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur. Jadi, orang Jawa masih memakai istilah keluarga seperti Mbah, Pakde, Bude, Paklik, Bulik, Mas, Mbakyu, Putu, Buyut, dan lain-lain. Di samping istilah itu, tingkatan merupakan ciri khas bahasa Jawa yang utama. Tingkatan bahasa seperti ini jarang muncul dalam bahasa Indonesia. Menurut saya, inilah alasan mengapa orang Jawa masih suka memakai bahasa Jawa daripada bahasa Indonesia. Kebanyakan keluarga yang tinggal di Ungaran mengaku menggunakan bahasa Jawa dan dipakai sebagai alat komunikasi dengan seluruh anggota keluarga. Sejak kecil anakanak Jawa diajari bahasa Jawa ngoko, sedangkan anak dengan orang yang
59
Belajar dari Keberhasilan Korea
lebih tua menggunakan bahasa Jawa kromo inggil. Ibu Ani, orang tua Mikael siswa SMP KN berkata bahwa,“Tiyang sepuhipun ngajari kawit alit, sikapipun langkung sopan, wantun srawung wonten masyarakat, menawi lare-lare kulo wantun”. Usaha pelestarian bahasa Jawa di zaman modern melalui bidang studi bahasa Jawa tetap dijadikan salah satu muatan lokal di sekolah-sekolah di Ungaran. Contohnya, SD, SMP dan SMK KN mengajarkan bahasa Jawa kepada siswa-siswi satu kali dalam seminggu. Siswa-siswi sangat senang belajar bahasa Jawa karena bahasa Jawa cukup familiar, selain itu mereka juga belum memahami kata-kata bahasa Jawa dengan tepat. Mereka bisa belajar bukan hanya bahasa Jawa, tetapi juga spirit atau jiwanya orang Jawa, yakni sopan santun, penghormatan kepada orang lain dan konsep kerukunan dalam masyarakat.
Konsep kedua adalah Kerukunan dalam Keluarga Jawa Di dalam konsep inti orang Jawa, mereka memegang teguh dua prinsip penting, yaitu sopan santun dan kerukunan. Konsep kerukunan juga diajarkan dalam hubungan keluarga terlebih dulu, kemudian seseorang anak dengan otomatis mempraktekkan kerukunan di luar keluarga, misalnya dalam lingkungan masyarakat dan hubungan dengan teman-teman di sekolah. Pandangan hidup Jawa seperti halnya nasehat berupa pernyataan yang menyangkut kehidupan seperti “Ngundhuh wohing pakarti”, “Rukun agawe santoso, kerah agawe bubrah”. Biasanya kalimat ini didapatkan oleh anakanak Jawa dari orang tua, atau sesepuh dalam keluarga. Falsafah tersebut mengarahkan hidup orang Jawa, agar bisa menyesuaikan diri di masyarakat demi menjaga persatuan agar menjadi keluarga maupun negara yang kuat. Orang Jawa dalam bergaul berprinsip harus empan papan, yakni bisa melihat keadaan atau situasi dan kondisi saat itu. Hidup rukun di dalam suatu keluarga dan juga masyarakat memang sangat penting karena di dalam menjalani hidup, manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan dari keluarga serta masyarakat di sekelilingnya. Hidup rukun di dalam suatu keluarga ataupun masyarakat memberikan manfaat yang luas dan sangat penting. Oleh karena itu, orang Jawa berusaha keras dalam menjaga hubungan baik supaya memberikan manfaat yang baik serta supaya bisa menuai hal yang baik untuk kehidupan nantinya. Dosen sekolah saya pernah memberi nasehat kepada saya dengan mengutip pepatah bahasa Jawa, “Sabar itu subur”. Oleh karena itu, orang Jawa jarang memarahi orang lain. Walaupun benar-benar kesal, orang Jawa jarang mengekspresikan perasaan diri sendiri secara langsung. Saat baru datang di Indonesia, saya merasa aneh karena hampir semua mobil di Indonesia cukup besar kalau dibandingkan dengan mobil yang biasa dimiliki oleh keluarga di Korea. Maka, saya bertanya kepada teman saya
60
Konsep Keluarga dalam Kebudayaan Tradisi Jawa
tentang alasan mengapa orang Indonesia lebih suka membeli mobil yang besar seperti Hatchback atau SUV daripada mobil yang kecil seperti Sedan (karena orang Korea lebih suka membeli mobil Sedan). Teman saya, Bapak Suryadi, menjawab bahwa alasan orang Indonesia membeli mobil besar adalah untuk keluarga besar, bukan hanya keluarga sendiri. Sebenarnya, saya mempunyai prasangka buruk pada awalnya tentang kecendurungan orang Indonesia membeli mobil yang besar. Saya pikir mereka melakukannya untuk gengsi. Hal itu karena orang Korea menganggap pembelian mobil yang di luar kemampuannya sebagai kesombongan. Akan tetapi, sebaliknya orang Indonesia menganggap orang yang membeli mobil kecil sebagai orang yang sombong dan egois. Teman saya, bapak Sugiono Panhji juga sering mengatakan “makan enggak makan yang penting kumpul”. Untuk alasan supaya bisa berkumpul bersama-sama keluarga besar, orang Indonesia, khususnya orang Jawa lebih suka membeli mobil besar. Bagi saya, ini adalah kejutan budaya. Ben gayeng, istilah Jawa ini biasanya dipakai untuk menunjukkan suasana kekeluargaan di mana banyak orang berkumpul dan bersuka ria bersama-sama. Orang Jawa begitu suka berkumpul bersamasama demi memelihara kerukunan dalam keluarga. Ketika menerima anggota keluarga baru, misalnya menjodohkan anak, orang Jawa mempertimbangkan seorang calon menantu secara tradisional berdasarkan bibit, bebet, dan bobot. Hal ini karena di Jawa yang kental dengan kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar dan orang Jawa sebagai masyarakat yang menganut sistem perkawinan bilateral harus bisa menjaga kerukunan di antara hubungan dengan keluarga yang lain. Bibit berarti mempunyai latar kehidupan keluarga yang baik. Bebet adalah calon pengantin terutama pria harus mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Sementara itu, bobot merupakan kualitas kedua calon pengantin, yang bermental baik dan berpendidikan tinggi, khususnya sopan santun. ‘Peknggo’ atau singkatan dari ‘ngepek tonggo’ juga sering disebut waktu orang Jawa bercerita tentang perkawinan. Ngepek tonggo sendiri adalah situasi di mana kita berpacaran atau menikah dengan tetangga dekat kita sendiri. Manfaat yang paling besar dari peknggo adalah dari faktor keluarga. Kalau tidak mengenal sama sekali calon menantu, orang-orang tua sangat susah memutuskan untuk menerima calon menantu itu sebagai anggota baru keluarganya karena belum kenal latar belakang keluarga dan calon menantunya. Calon menantu juga sangat sulit mengambil hati calon mertua yang sebelumnya tidak mereka kenal sama sekali. Yang terpenting, calon menantu tidak perlu bingung memahami latar belakang dari keluarga calon suami dan istri karena pasti sudah tahu sejak masa berpacaran. Masing-masing juga tidak akan menemui kesulitan
61
Belajar dari Keberhasilan Korea
dalam menyesuaikan diri terkait masalah budaya dan tradisi. Apalagi peknggo berguna memelihara warisan keluarga supaya tidak kehilangan karena budaya Jawa menganut sistem perkawinan bilateral. Jadi, ada kesempatan kehilangan warisan keluarga ketika menjodohkan anaknya dengan orang di luar keluarga besar. Dalam budaya Jawa, alur warisan adalah suatu kelompok kekerabatan yang berdasar pada satu nenek moyang dan satu keluarga. Anggota ahli waris mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merawat makam leluhur. Salah satu kewajiban utama adalah mengadakan selametan dan upacara adat bagi leluhur yang sudah meninggal. Untuk menghindari masalah rumit dan sensitif, orang Jawa lebih suka mengawinkan anak dengan anak sanak saudaranya.
Konsep ketiga adalah Kesetiaan dalam hHubungan Suami-Istri Sebuah pernikahan merupakan sebuah penggabungan dari dua orang dan dua keluarga yang berbeda. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk memasuki jenjang pernikahan. Dalam sebuah pernikahan, tentunya dibutuhkan banyak komitmen untuk memulainya. Komitmen pertama adalah adanya kesetiaan dalam hubungan suami-istri. Walaupun hampir semua orang Jawa memeluk agama Islam, namun mereka jarang poligami. Memang ada alasan ekonomi karena poligami membutuhkan banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dua keluarga. Akan tetapi, orang Jawa cenderung untuk lebih mementingkan kesetiaan di antara suami-istri. Ibu Desi, manajer YLP KN, menekankan betapa pentingnya ada kesetiaan dalam hubungan suami-istri. “Kesetiaan merupakan hal yang paling mendasar dalam hubungan suami-istri. Tanpa kesetiaan tentunya setiap hubungan tidak akan berhasil. Kesetiaan adalah makna dari sebuah pernikahan. Kesetiaan juga berarti menghargai satu sama lain. Kesetiaan diibaratkan sebuah pondasi untuk sebuah rumah. Tanpa pondasi yang kuat, rumah tentunya akan menjadi cepat roboh atau tidak kuat menghadapi segala perubahan iklim yang ada. Begitu pula dengan pernikahan. Tanpa kesetiaan, maka ketika banyak masalah yang menerpa, maka pernikahan akan cepat berakhir.” Salah satu ajaran budaya Jawa yang sering saya dengar adalah “Nrimo ing pandum”. Secara harfiah, nrimo berarti menerima, ing berarti dalam, sedangkan pandum artinya pemberian. Sehingga, terjemahan bebasnya bisa diartikan dan dipahami sebagai “menerima segala yang telah diberikanNya”. Rekan sekerja saya, dosen Bapak Sudarta juga pernah menceritakan nilai budaya Jawa tentang‘Urip iku sawang-sinawang’. Katanya,“Yang tinggal di gunung merindukan pantai. Yang tinggal di pantai merindukan gunung. Di musim kemarau merindukan musim hujan. Di musim hujan merindukan musim kemarau. Dan senantiasa rumput di halaman tetangga kelihatan lebih hijau.
62
Konsep Keluarga dalam Kebudayaan Tradisi Jawa
Maka enggak usah iri. Hanya saling lihat sajalah.â&#x20AC;? Menurut pendapat saya, rasa syukur dan kepuasan seperti di atas sebagai salah satu nilai tradisi Jawa adalah dasar yang baik dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa maupun dalam hubungan suami-istri juga. Oleh karena itu, bagi orang Jawa sistem monogami lebih biasa daripada sistem poligami. Apakah ada nilai yang lebih penting daripada rasa terima kasih dan kepuasan dalam hubungan suamiistri? Karena saya juga beristri, terkadang nrimo itu membantu saya untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan istri saya. Sebenarnya dalam kehidupan keluarga Jawa kedudukan antara suami dan istri tidak sama. Suami mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan penting serta mempunyai kekuasaan yang lebih besar. Akan tetapi, kebanyakan orang Jawa berpendapat bahwa istri juga mempunyai peranan penting bahkan dalam hal-hal tertentu lebih besar dari peranan suami. Dalam mengurus anak-anak misalnya, istri mempunyai peranan yang lebih besar, demikian pula dalam hal mengendalikan perputaran roda ekonomi keluarga sehari-hari. Keadaan yang demikian ini lebih nampak di desa-desa. Oleh karena itu, masyarakat Jawa sebetulnya telah mengenal persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Istri selalu menjadi pusat contoh dalam keluarga. Perbuatan dan sikap hidupnya menjadi ukuran atau norma bagi semua nilai yang berlaku di dalam keluarga. Istilah sing bekti marang laki menunjukkan adanya sikap yang patuh bukan karena takut, bukan karena diancam atau dipaksa, akan tetapi dilakukan karena kesadaran diri sebagai istri dan ibu rumah tangga. Perbuatan tersebut lebih-lebih dilakukan atas dasar kesetiaan dari suami dan rasa cinta kepada seluruh keluarganya. Saya pernah membaca artikel tentang â&#x20AC;&#x2DC;Peringkat negara berdasarkan kebahagiaan dan kesejateraan wanitaâ&#x20AC;&#x2122;. Secara keseluruhan wanita Indonesia merasa puas dengan kehidupan di Indonesia baik sebagai istri maupun ibu rumah tangga dan tentu saja peringkatnya juga cukup tinggi. Memang ada faktor lain yang mempengaruhi peringkat kepuasan wanita Indonesia, namun menurut pikiran saya, kesetiaan dari suami dan penghormatan dari anggota keluarga juga merupakan faktor utama.
Penilaian tentang konsep keluarga dalam tradisi budaya Jawa menurut pandangan orang asing, yaitu si penulis yang berkebangsaan Korea Walaupun Korea masih mementingkan tali ikatan dalam keluarga, namun bentuk keluarga sekarang sangat berbeda dengan bentuk keluarga pada masa dulu. Jumlah anggota keluarga sangat berkurang dan nilai-nilai tradisi seperti sopan santun, kerukunan dan kesetiaan dalam keluarga menghadapi banyak tantangan. Alasan mengapa nilai-nilai tradisi mendapat banyak tantangan adalah perubahan zaman karena perkembangan zaman dan pandangan hidup
63
Belajar dari Keberhasilan Korea
individualisme dari dunia Barat. Akan tetapi, kita tidak bisa mengabaikan latar belakang sejarah dan geografi. Karena Korea mengalami masa penjajahan Jepang dan perang saudara, Korea terpaksa menderita keterpurukan ekonomi yang sangat parah. Pada masa krisis ekonomi pada saat semua penduduk Korea tidak bisa makan kenyang dan berpakaian compang-camping, keinginan hati seluruh warga negara adalah mendapatkan kehidupan yang lebih makmur. Oleh karena itu, nilai-nilai moral seperti kerajinan dan ketekunan serta kesuksesan dianggap lebih penting daripada kerukunan, etika, dan kesetiaan. Faktor geografi dan iklim juga mempengaruhi sistem nilai warga negara Korea. Musim salju di Korea sangat panjang dan dingin sekali. Kalau tidak menaburkan benih pada musim semi, tidak menyirami tanaman pada musim panas, tidak memanen pada musim gugur, maka orang Korea pasti tidak bisa bertahan hidup pada musim dingin karena kelaparan. Empat musim yang jelas berbeda di Korea mempengaruhi mental bangsa ini, sehingga membentuk orang Korea yang mempunyai sifat rajin dan bersemangat. Oleh karena itu, di mana-mana orang Korea dianggap sebagai orang yang sangat rajin. Namun, sebaliknya bagi orang Korea nilai-nilai moral seperti sopan santun, kerukunan dan kesetiaan dianggap tidak begitu penting kalau dibandingkan dengan nilai-nilai di atas. Sedangkan, Indonesia mempunyai cuaca yang cukup stabil dan tanah yang subur. Tidak begitu sulit mencari makanan dan tidak perlu khawatir tentang musim kelaparan. Meskipun Indonesia mempunyai target perkembangan ekonomi, namun negara ini tetap melestarikan budaya yang mementingkan swasembada dan kekeluargaan. Tidak perlu disangsikan lagi, ciri-ciri budaya Indonesia seperti ini adalah obat untuk mengatasi fenomena zaman yang lebih mementingkan individualisme dan materi.
Kesimpulan Di zaman modern dan serba instan ini, perubahan begitu cepat bergulir dan menyentuh segala penjuru aspek kehidupan masyarakat di dunia. Tidak ketinggalan pula, proses perubahan ini menyentuh pilar-pilar kehidupan keluarga dan rumah tangga. Konsep keluarga tradisional Jawa tersebut juga telah mulai bergeser mengikuti trend yang sedang berlangsung. Pada zaman dahulu, konsep keluarga merupakan sebuah ikatan yang terjalin atas dasar perkawinan dan hubungan darah yang terdiri dari kakek, nenek, orang tua dan saudara maupun kerabat. Namun, pada masa sekarang ternyata konsep keluarga telah berubah. Keluarga tidak harus lagi seperti apa yang telah disampaikan di atas. Apalagi, menjadi orang tua pada saat sekarang ini bukan suatu hal yang mudah terutama dalam mengajarkan dan menanamkan budaya tradisi kepada anak-anaknya.
64
Konsep Keluarga dalam Kebudayaan Tradisi Jawa
Hal ini disebabkan karena membanjirnya budaya luar negeri yang justru lebih dikenal dan mudah diterima oleh kalangan anak muda. Akan tetapi, orang tua di Ungaran masih melestarikan budaya Jawa dengan cara mendidik anak-anaknya untuk sopan santun terhadap orang lain dan membiasakan penggunaan bahasa Jawa kepada anaknya dalam keluarga serta menjadi teladan untuk menjaga kerukunan dengan menghormati kerabat dan tetangga-tetangga di sekeliling mereka. Pada zaman sekarang, negara mana pun sedang menghadapi masalah regenerasi dan berusaha melestarikan nilai-nilai tradisi dalam budaya masing-masing. Perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai tradisional memang tidak bisa dihindari. Asalkan orang Jawa bisa menerima perubahan tersebut dan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi Jawa, pasti orang Jawa secara khusus atau Indonesia secara umum akan lebih bebas dari masalah-masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara lain. Dalam hal ini, peran keluarga, khususnya peran orang tua adalah yang paling penting. Hubungan orang tua dan tingkah laku orang tua adalah contoh nyata bagi anak-anak. Orang tua Jawa sangat berusaha untuk melestarikan nilai-nilai budaya Jawa yang dimaknai sebagai identitas masyarakat baik secara pribadi maupun sosial. Ayah dan ibu diharapkan menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara saling menghormati dan percaya satu sama lain. Oleh karena itu, saya yakin bahwa Indonesia akan menjadi negara yang bisa menggabungkan nilai-nilai modern dan tradisional secara harmonis, yaitu dengan cara tetap melestarikan budaya tradisional sambil mengadaptasi nilai-nilai tradisi baru yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Secara garis besar, ketiga konsep dasar dalam tradisi keluarga Jawa, yaitu sopan santun, kerukunan, dan kesetiaan akan mampu mengatasi setiap masalah ataupun persoalan yang muncul seiring perkembangan zaman.
Penulis: Mr. Chang, Young-min adalah lulusan dari Fakultas Teknik, Seoul National University di Seoul yang saat ini tengah menjadi pekerja sosial di Ungaran, Jawa Tengah.
65
66
SECERCAH HARAPAN DARI BUMI KOREA 한국에서 찾은 희망의 빛 Hari Putrawa
[Abstract] “Grass looks greener on the side of the fence” My friends back home in Indonesia said that I must be always happy in Korea. For those who know Korea only from drama or K-Pop, they must be imagining that I am plunged into those glitzy world. The truth is far from that since they simply do not know what I have been through. I had a hard life that I must conquer in order to work in Korea. Irrespective of those hardships, however, I am grateful to be able to work in Korea. This essay recalls my struggles back home in Indonesia and how I coped with my initial encounter with Korea. I also elaborate what I learned, what I achieved, and what I want to be in Korea and in Indonesia. In short, these are my stories of how I become who I am at the moment.
[한글 요약] “남의 떡이 더 커 보인다”는 말처럼 인도네시아에 있는 친구들은 나를 보고 한국에서 항상 행복해 보인다고 말한다. 드라마나 K-Pop만 아는 사람들에게는 나는 화려한 세계에 빠져 들었다고 지적한다. 그들이 진실로 내가 한국에서 겪은 것을 모르기 때문에 그럴 수 밖에 없다. 사실상 드라마 속의 화려함과 거리가 멀다. 나는 한국에서 일하기 위해 어려운 단계들을 극복하고 살아 남았다. 즉 한국에서 일할 수 있게 되어서 늘 고마운 마음을 가지고 있다. 이 글은 인도네시아에서 겪었던 고투와 한국에서 직면한 도전들에 대해 어떻게 극복하느냐에 대한 체험담이다. 특히 내가 배운 것, 내가 성취한 것, 그리고 앞으로 인도네시아에서 어떻게 한국에서 얻은 것을 활용할까 하는 그런 고민도 포함된다. 간단히 말해서, 내가 누구인지 그리고 앞으로 어떻게 될 지에 대한 이야기이다.
67
Belajar dari Keberhasilan Korea
Hai, para pemimpi, sudahkah kalian bermimpi hari ini? Ada dua pepatah lama yaitu “Gantungkanlah mimpimu setinggi langit!” dan “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya!”. Kedua pepatah tersebut memicu saya untuk terus bermimpi dan berjuang mewujudkan mimpi tersebut dengan cara bekerja keras. Secara umum, dalam alam bawah sadarnya, semua orang ingin menjadi orang kaya dan dihormati banyak orang. Saya pun begitu, saya bermimpi menjadi orang kaya dan dihormati orang. Kaya karena kita belimpah materi dan dihormati orang karena posisi atau jabatan kita. Ya, saya memang punya impian yang tinggi, tetapi kenyataannya saat ini saya hanyalah seorang pekerja pabrik di Korea Selatan. Semua anak kecil saat ditanya apa cita-citanya banyak yang menjawab bahwa mereka ingin menjadi dokter, pilot, atau pekerjaan lain yang dirasa “keren” dan hampir tidak ada anak yang bermimpi menjadi serang buruh atau perkeja pabrik. Tetapi, tunggu dulu, jangan pernah Anda meremehkan kemampuan seorang pekerja pabrik. Apa pun itu pekerjaannya, dengan kepribadian yang baik, kemampuan yang mendukung serta lingkungan yang menujang, seorang pekerja pabrik pun bisa menggapai impian dan citacitanya. Saya akan mengajak Anda ke kisah awal saya, mengapa dan bagaimana saya bisa menjadi pekerja pabrik di Korea Selatan. Sebetulnya, saya juga tidak tahu dan bingung harus menjawab apa bila ditanya, “Kenapa sih mau jadi pekerja pabrik di Korea?” karena saya hanya bisa menjawab, “Mungkin inilah yang disebut dengan Jalan Hidup”.
Cerita Awal Mula Menjadi TKI Korea Berawal dari kepenatan dan keputusasaan yang luar biasa untuk bekerja dan hidup di Indonesia, saya memutuskan untuk mencoba peruntungan bekerja ke luar negeri. Suatu hari tanpa sengaja saya membaca surat kabar terbitan Februari 2012 yang memuat info mengenai kesempatan bekerja di Korea Selatan dengan standar gaji minimal Rp 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) per bulan. Saat itu saya langsung berpikir, “Wah, kalau saya bisa bekerja di Korea dengan gaji segitu, impian saya untuk menjadi orang kaya bisa menjadi kenyatan dalam waktu cepat”. Tanpa pikir panjang, saya langsung mendaftarkan diri ke LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) di Bawea, Ambarawa, Jawa Tengah. Sebetulnya, saat itu saya masih bekerja di sebuah hotel di Semarang. Tetapi, dengan keinginan pergi bekerja ke Korea yang kuat, saya lakonin dua kegiatan sekaligus. Pagi harinya saya bekerja di hotel, dan sorenya kursus bahasa Korea di LPK Bawae. Singkat cerita, setelah belajar di LPK
68
Secercah Harapan dari Bumi Korea
selama kurang lebih tiga bulan (Maret - Mei 2012), saya memutuskan untuk mengikuti tes EPS TOPIK pada bulan Juni 2012 dan satu bulan kemudian dinyatakan lulus. Akan tetapi, perjuangan untuk bekerja di Korea tidak hanya sampai di situ. Saya harus menunggu kurang lebih satu tahun sampai akhirnya mendapatkan panggilan terbang pada Oktober 2013. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar. Di sela-sela waktu menunggu panggilan terbang tersebut saya sempat putus asa dan hampir menyerah. Namun, syukurlah saat itu saya tidak menyerah, karena ternyata keberuntungan masih bersama saya. Kini, saya berada di Korea untuk mewujudkan mimpi. Flashback ke cerita keberangkatan saya ke Korea. Saat itu, ketika pertama kali sampai di Bandara Internasional Incheon, pikiran dan perasaan saya tidak menentu. Sedih, senang, takut, khawatir, dan kagum, semuanya campur aduk menjadi satu. Rasa-rasanya kegagalan, kesabaran dan ujian hidup yang saya lewati di masa lalu seolah-olah terbayar sudah ketika saya sampai di Korea. Walaupun sebenarnya pada saat itu saya masih bingung dan belum tahu ke mana dan bagaimana jalan hidup saya ke depannya, tetapi setidaknya ini merupakan langkah besar bagi saya untuk mengubah nasib dengan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya serta menguji mental di Korea. Dengan modal keyakinan dan semangat juang tinggi serta jiwa pantang menyerah, saya tatap langit Incheon sambil bilang, â&#x20AC;&#x153;Apa pun yang terjadi di sini nantinya, saya harus tetap bertahan dan menyelesaikan apa yang telah saya mulai. Saya harus selesaikan masa kerja selama 4 tahun 10 bulan dan pulang ke Indonesia dengan bekal yang cukup untuk meneruskan impian dan perjuangan di Indonesiaâ&#x20AC;?.
Praktek dan Uji Nyali di Korea Setelah sampai di Korea, saya bertemu dengan teman-teman seperjuangan dari LPK lain dan menerima training di K-Biz Korea selama 3 hari 2 malam. Setelah masa training selesai, kami semua dijemput oleh sajang (bos) kami masing-masing dan dari situlah petualangan saya di Korea dimulai. Saat itu, saya hanya sendiri dan benar-benar tidak ada teman dari Indonsia ketika dijemput oleh sajangnim untuk diajak ke pabrik tempat bekerja. Jangan tanya bagaimana deg-degannya saya saat itu, yang pasti luar biasa bingung dan tidak nyaman. Saking tegangnya, saya sampai bolakbalik ke kamar kecil untuk menenangkan diri. Saat itu, saya menatap cermin dan bilang, â&#x20AC;&#x153;Bismillah, come on, HARI, you can do it!! Yes, I can!! Yes, I can do it!â&#x20AC;?
69
Belajar dari Keberhasilan Korea
Sambil menarik nafas panjang, saya berjalan keluar toilet untuk menemui sajangnim. Sajangnim tersenyum melihat ketegangan di raut muka saya, dan bilang, â&#x20AC;&#x153;Tidak usah khawatir, kamu akan baik-baik sajaâ&#x20AC;?. Mendengar itu, saya menjadi sedikit tenang dan akhirnya mengikuti sajangnim ke tempat kerja di daerah Seo-Gu, Incheon. Masih kuingat bahwa waktu yang kutempuh dari tempat training (K-Biz) di Hwasong sampai pabrik kulalui sekitar 1,5 jam perjalanan.
Ketika Materi Sudah Cukup Selama bekerja di Korea, alhamdulillah saya selalu merasa berkecukupan sehingga tidak terlalu ngoyo dan menggebu-gebu dalam mencari uang. Pada awalnya saya memang sangat rajin dan menggebu-gebu dalam mencari uang, tapi setelah satu tahun berjalan, mindset saya perlahan mulai berubah dari yang menggebu-gebu menjadi menikmati dan santai dalam bekerja. Karena menurut saya, pada dasarnya kebutuhan manusia selalu sama, tetapi gaya hiduplah yang berbeda. Berapa pun penghasilan kita, apabila gaya hidup kita â&#x20AC;&#x153;tidak baikâ&#x20AC;? maka kita tidak akan merasa cukup.
Kamulah yang Aku Cari Salah satu keuntungan yang saya dapatkan ketika mulai bekerja di Korea ini adalah ketika saya menemukan jadi diri di Korea. Ketika masih di Indonesia, saya masih bingung dengan jati diri saya. Saya selalu bertanya: Apa yang saya inginkan? Apa tujuan hidup saya? Akan tetapi, ketika saya di Korea, saya mulai mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan itu. Saya merasa lebih dewasa ketika di Korea. Saya lebih bisa bersikap tegas dalam menjalani sesuatu. Saya lebih bisa mengekspresikan diri sendiri tanpa terkekang. Selain itu, saya juga mulai punya tujuan hidup yang lebih pasti, yaitu mengejar mimpi untuk menjadi orang yang kaya dan berpengaruh.
Nge-cas Mental Saat di Indonesia, saya adalah orang yang pemalu dan sulit bergaul. Namun, setelah datang ke Korea, saya mulai bisa bergaul dan berteman dengan siapa saja. Di Korea, saya tidak punya saudara, tidak ada orang yang dikenal. Jadi, satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan mencari teman baru dan bergaul dengan siapa pun tanpa membeda-bedakan. Oleh karena itu, saya mulai memberanikan diri membuka perbincangan dengan orang baru, mencoba bergaul dengan siapa pun tanpa membedakan siapa dan dari mana asal mereka. Secara tidak langsung, tinggal di Korea ini membuat saya seakan sedang mengecas mental untuk menjadi lebih berani untuk memulai sesuatu.
70
Secercah Harapan dari Bumi Korea
Memperbanyak Pengalaman Dengan bertambahnya teman, bertambah pula pengalaman hidup. Saat sedang libur, kami pergi ke tempat-tempat baru dan mencoba hal-hal baru yang bahkan belum pernah sama sekali terbayang sebelumnya. Saat libur musim panas, saya pergi ke pantai dan mencoba semua water sport yang diwarkan. Saat musim dingin, saya pergi main ski dan snowboard di ski resort. Selain itu, dengan didorong rasa penasaran dan ingin tahu yang tinggi, saya pernah pergi ke club di Itaewon. Tetapi, dengan pergi ke club, jangan disalahartikan dengan konotasi negatif. Saya hanya ingin tahu dan mencari pengalaman tentang apa dan bagaimana orang Korea mencari hiburan agar mereka bisa melepas kepenatan setelah bekarja keras.
Keimanan Islam merupakan agama minoritas di Korea, bahkan setahu saya, banyak pula penduduk Korea yang atheis alias tidak beragama. Menjalankan kewajiban dan ibadah di Korea tidak semudah di Indonesia. Di tanah air pasti dengan mudah sekali bisa dijumpai masjid, tetapi di Korea sangatlah sulit menemukan masjid, walaupun ada tentunya. Selain itu, Korea merupakan salah satu negara yang dikenal dengar gemerlap kehidupan malamnya, di sinilah keimanan saya diuji. Saya mencoba berpikir positif. Justru sekaranglah saatnya saya harus bisa menunjukkan bahwa keimanan saya menang benar-benar nyata dan bukan sekedar Islam KTP. Saya menjadi lebih sering mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena bagi saya ini merupakan satu-satunya cara menenangkan diri dari berbagai cobaan hidup yang menerpa dan sebagai cara mencari petunjuk jalan yang harus dilalui.
Koneksi dan Relasi Selain bekerja, saya mencoba aktif di berbagai kegiatan mulai dari kegiatan budaya, religi, sampai hiburan. Saya sering menjadi MC di berbagai acara budaya untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia di Korea, menjadi pengisi suara di beberapa penulisan buku bahasa Korea Indonesia, menjadi DJ di UT Korea Radio, dan banyak kegiatan lainnya. Dengan aktif di kegiatan-kegiatan tersebut, saya mulai banyak bertemu dan berbincang dengan orang-orang hebat mulai dari dosen universitas ternama, pejabat publik di Indonesia, sampai artis-artis Indonesia. Saya sangat bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan yang mungkin tidak bisa saya dapatkan jika saya tidak pergi ke Korea dan hanya tinggal di Indonesia.
71
Belajar dari Keberhasilan Korea
Rasa Nasionalisme Jarak dari Indonesia ke Korea adalah 5.297 KM dan harus ditempuh paling tidak 7 jam perjalanan naik pesawat. Tetapi, dengan jauhnya jarak tersebut menyebabkan rasa nasionalisme dalam diri saya justru timbul. Dulu, saat masih di Indonesia, mendengarkan lagu Indonesia raya adalah sesuatu yang biasa saja; bahkan mungkin seseorang bisa merasa “malas” mendengarkannya. Tetapi, di Korea, sekali kita mendengarkan lagu Indonesia Raya, hati ini langsung bergetar, perasaan langsung terharu dan merinding. Terkadang memang benar kata pepatah yang mengatakan bahwa kita harus dijauhkan dulu dengan sesuatu baru kita bisa merasakan betapa berharganya dan pentingnya hal tersebut bagi kita.
Pendidikan Selain bekerja, saya juga mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan saya di Universitas Terbuka Indonesia cabang Korea (UT Korea) Jurusan Sastra Inggris. Banyak yang bertanya, “Kenapa sih mau susahsusah kuliah?” atau “Ngapain kamu repot kuliah, padahal ujung-ujungnya jadi pekerja di pabrik juga?” Bagi saya, pendidikan merupakan sesuatu yang wajib. Banyak yang bisa saya dapatkan dari bangku kuliah. Pertama, tentu saja ilmu baru di bidang yang saya pilih untuk tekuni yaitu Sastra Inggris. Kedua, wawasan saya bisa bertambah karena bertemu dan bergaul dengan orang-orang baru yang saya temui di lingkungan kampus. Selain itu, dengan lingkungan sekitar yang baik, cara pandang saya juga berubah menjadi lebih baik.
Hobi Saya suka sekali berolahraga. Bagi saya, olahraga merupakan salah satu cara mengilangkan stres dan kepenatan setelah bekerja. Di Korea ini banyak sekali fasilitas olahraga yang bisa saya dapatkan, dari mulai gym, jogging track, lapangan badminton, dan lain-lain. Setiap hari Sabtu dan Minggu saya pasti meluangkan waktu untuk bermain badminton bersama teman-teman pekerja di Siheung Badminton Arena. Setiap seminggu sekali saya luangkan waktu untuk ngegym di pusat kebugaran Songbu-dong. Kebetulan kerja saya diputar tiap minggunya, seminggu kerja malam, seminggu kerja siang. Jadi, jika saya kebagian shift malam, saya pasti menyempatkan diri untuk jogging di sekitar area WA Stadium Ansan. Intinya, prinsip hidup saya adalah “mens sana in corpore sano” yang berarti bahwa dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat.
72
Secercah Harapan dari Bumi Korea
Terima Kasih Nasib Terkadang rumput tetangga terlihat lebih hijau. Banyak sekali teman saya di Indonesia yang bilang, “Enak banget sih bisa kerja di Korea” atau “Enak banget sih bisa ngehitz di Korea”, padahal mereka tidak tahu betapa banyaknya lka-liku kehidupan yang harus saya lalui. Betapa kerasnya kehidupan menerpa saya hingga saya bisa sampai pada tahap ini. Tetapi, di luar itu semua, saya sangat bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerja di Korea. Dengan berkerja di Korea saya bisa mendapatkan banyak sekali kesempatan dan pengalaman yang belum tentu bisa saya dapatkan jika saya hanya tinggal di Indonesia.
Penulis: Hari Putrawa (Hariyadi) dalah pekerja migran dan mahasiswa Universitas Terbuka Indonesia di Korea, jurusan Sastra Inggris. Dia bisa dihubungi melalui email hariyadi8642@gmail.com atau lewat medsosnya Fb / Instagram: Hari Putrawa .
73
74
From Nothing to Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata 무일푼에서 부자가 된 귀환자의 성공담 Ratih Pratiwi Anwar [Abstract] This is Ratih’s take on her relation with mas Triyana, one of the main actors behind the success of Nglanggeran Mountain as UNESCO Geo Park in Indonesia. Both experienced Korea’s life and shared the same passion about Korea. As time flies by, Mas Triyana returned back home and successfully managed the now famous Ancient Volcano Nglanggeran. She retold her encounters with mas Triyana and narrated how he tackled the challenges of creating an eco-park in Jogjakarta. As once said by mas Triyana, he came from a village, but he helped build Indonesia with his perseverance. He successfully changed Nglanggeran, from an unknown volcano into one of the world’s registered and famous ancient volcanoes. From nothing to something.
[한글 요약] 이 글은 필자가 응을랑그란(Nglanggeran) 화산지대를 관리하는 뜨리야나 (Triyana)가 이루어 낸 생태공원 조성의 성공담에 관한 내용이다. 필자 라티 (Ratih)는 뜨리야나 처럼 한국 생활을 경험했고, 이를 바탕으로 한국에 대한 열정을 가져 왔다. 뜨리야나는 귀국 후 한국에서 배운 것을 바탕으로 응을랑그란 화산지대를 성공적으로 관리해 오고 있다. 생태공원을 만드는 과정을 통해서 그의 인내심이 돋보인다. 뜨리야나가 말했듯이 그는 작은 마을 출신이지만, 지역사회 중심의 관광산업을 통해서 인도네시아 국가사회 발전에 작게나마 기여하고자 하는 것이다. 몇 년 전에 알려지지도 않았던 응을랑그란 화산이 유네스코(UNESCO)에 세계문화유산으로 등록되고 유명한 화산지대로 재탄생하게 된 것은 뜨리야나가 마을 주민들과 합심하여 긴밀하게 협력한 덕분이 분명하다.
75
Belajar dari Keberhasilan Korea
Perkenalan saya dengan Mas Triyana, seorang’ eks Korea’ (purna TKI yang pernah bekerja di Korea Selatan) terjadi pada tahun 2010. Saat itu saya sedang melakukan penelitian tentang apa kontribusi para purna TKI Korea untuk pembangunan di daerah asal mereka, baik dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya. Tak disangka, perkenalan singkat yang terjadi di desa Nglanggeran, kecamatan Patuk, kabupaten Gunungkidul tersebut berlanjut menjadi persahabatan dengan Mas Triyana hingga saat ini. Oleh Mas Triyana, saya juga diperkenalkan dengan purna TKI Korea lainnya di desa itu yang jumlahnya kurang lebih ada 13 orang. Semenjak itu, saya selalu mengikuti ‘sepak terjang’ para purna TKI Korea desa Nglanggeran dalam membangun desa kelahirannya menjadi sebuah desa wisata yang saat ini telah diakui prestasinya di tingkat nasional maupun di wilayah ASEAN. Pada suatu hari di tahun 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saya tiba di desa Nglanggeran setelah melalui jalan desa yang berkelok-kelok dan sekali-kali menurun atau menanjak mengikuti bentang alam perbukitan Gunungkidul. Pemandangan alam yang saya lewati sepanjang perjalanan sangat istimewa. Selain dapat melihat kota Yogyakarta dari atas bukit, saya juga melihat tanaman kakao di pinggir jalan yang saya lalui, sebelum akhirnya saya menyaksikan anugerah alam yang luar biasa: sebuah gunung api purba yang sudah tertidur puluhan juta tahun lamanya. Gunung api purba itu seperti rentetan batu menyembul begitu indah dari sawah terasering di tempat yang lebih landai. Kala itu, sebelum memasuki desa Nglanggeran, perjalanan saya sedikit terganggu oleh jalan desa yang rusak sehingga kendaraan saya sempat menggelinding dengan terseok-seok. Seorang pemuda berambut panjang sepunggung tampak sudah menunggu dan menyambut kedatangan saya di bawah Pendopo Kalisong yang berada tepat di bawah salah satu kaki gunung yang akrab disapa warga desa sebagai Gunung Api Purba Nglanggeran. Di Pendopo Kalisong itu kami berbincang-bincang ibarat seorang sahabat yang lama tidak bertemu. Kami berdua dipersatukan oleh satu nasib yaitu pernah berada di “negeri ginseng” dalam waktu yang hampir bersamaan yaitu di awal tahun 2000an. Bila Mas Triyana sebagai TKI, waktu itu saya sebagai mahasiswa pertukaran di Kyungnam University, Masan. Pengalaman pernah tinggal di Korea itu membuat kami cepat menyesuaikan diri sehingga obrolan mengalir dengan akrab, sesekali dengan bahasa Korea yang masih kami ingat.
Kondisi Desa Nglanggeran di Tahun 2010 Banyak yang kami perbincangkan saat itu, khususnya tentang banyaknya warga desa yang menjadi perantau di negara lain atau di wilayah lain Indonesia. Penduduk desa ini sudah merantau ke Arab Saudi, Malaysia,
76
From Nothing To Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata
Taiwan dan Hongkong, terutama bagi yang perempuan pada dekade 19801990an. Mas Triyana pun bercerita bila ia dan dua kakaknya sama-sama merantau ke Korea dalam waktu yang bersamaan. Selain keluarga Mas Triyana, pemuda lainnya juga banyak yang merantau ke Korea. Mereka yang telah pulang dari Korea umumnya dapat mengubah nasibnya menjadi lebih baik sehingga warga desa menyanjung kesuksesan mereka. Pada periode 1996-2000, menurut Mas Triyana, banyak pemuda yang ingin merantau ke Korea dengan alasan ingin mendapat gaji yang lebih tinggi. Selain itu, banyak iklan-iklan peluang kerja di Korea yang ditawarkan oleh PJTKI dengan jenis pekerjaan di Korea yang dirasa lebih menarik, misalnya bekerja di pabrik. Kedua hal itu disebut faktor eksternal yang mendorong merantau ke Korea. Faktor internal yang mendorong banyak pemuda ingin bekerja di Korea antara lain, proses pengurusan bekerja di Korea mudah karena dibantu PJTKI, biaya masih terjangkau dan bisa dibayar setelah mendapat pekerjaan, dan ada adanya contoh-contoh keberhasilan purna TKI Korea di desa Nglanggeran. Waktu saya menanyakan uang yang diperoleh di Korea digunakan apa saja oleh purna TKI Korea dari desa Nglanggeran, ternyata sebagian besar digunakan untuk hal yang positif. Sebagian besar purna TKI Korea memakai uang remitan sebagai modal usaha dan tabungan. Mayoritas purna TKI Korea juga menggunakan uangnya untuk membayar hutang-hutang dan memperbaiki rumah sehingga rumah mereka kini lebih besar dan bagus. Banyak juga purna TKI Korea di desa Nglanggeran yang memanfaatkan pendapatan dari Korea untuk pendidikan anaknya, membeli ternak, membeli tanah, dan membeli kendaraan usaha. Intinya, saya menangkap kesan bahwa pemuda desa Nglanggeran yang merantau di Korea telah membelanjakan uangnya untuk kegiatan yang produktif. Mas Triyana sendiri mengakui, dia menggunakan uangnya untuk membuat rumah dan sebagian ia tabung untuk persiapan berkeluarga kelak. Pada akhir dekade 1990an, sebelum merantau ke Korea para pemuda desa Nglanggeran telah aktif di organisasi Karang Taruna Bukit Putra Mandiri, walaupun masih sebagai anggota. Setelah pulang merantau pada awal tahun 2000an ada pemilihan pengurus Karang Taruna dan beberapa purna TKI Korea terpilih sebagai ketua dan pengurus yang baru. Semenjak itu, purna TKI Korea dan pemuda-pemudi desa Nglanggeran lainnya aktif mengembangkan Karang Taruna sebagai wadah bagi pemuda dan pemudi melakukan kegiatan sosial dan budaya. Kegiatan Karang Taruna dilakukan secara mandiri dengan dana yang diperoleh dari menjual pisang dan rumput yang tumbuh disela-sela kaki Gunung Api Purba. Dari uang tersebut, mereka membiayai kegiatan olahraga, keagamaan, dan reboisasi di wilayah Gunung
77
Belajar dari Keberhasilan Korea
Api Purba yang gundul. Kegiatan ini berlangsung pada awal dekade 2000-an hingga tahun 2006. Selama periode tersebut, Karang Taruna aktif mengikuti lomba-lomba penghijauan dan seringkali memenangkan lomba tersebut. Kondisi di desa Nglanggeran mulai banyak berubah ketika terjadi gempa besar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006. Karena desa Nglanggeran termasuk desa yang terdampak oleh gempa dahsyat tersebut, banyak bantuan dan sukarelawan yang mengalir ke desa ini. Kedatangan para sukarelawan membawa titik balik pada kehidupan desa selanjutnya. Pada saat itu beberapa sukarelawan tertarik untuk mendaki ke atas gunung dan melihat pemandangan dari atas. Mereka ternyata sangat takjub pada keindahan pemandangan dari atas gunung sehingga memberi saran agar Gunung Api Purba ini dikelola sebagai tempat wisata. Saran ini ditanggapi dengan serius oleh Karang Taruna, yang saat itu dipimpin oleh Mas Mursidi, seorang purna TKI Korea yang pernah bekerja di kota Daegu.
Proses Membangun Desa Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran Gunung Api Purba Nglanggeran adalah sebuah gunung api yang aktif sekitar 30-60 juta tahun yang lampau. Letaknya di bagian utara kabupaten Gunungkidul pada ketinggian 200-700 meter di atas permukaan laut di kecamatan Patuk, sekitar 25 km dari Yogyakarta. Warga desa Nglanggeran sebelumnya memperlakukan gunung itu hanya sekedar gunung batu biasa dan tempat mencari rumput untuk makanan ternak. Pengurus Karang Taruna segera mengumpulkan anggotanya untuk membahas usulan menjadikan Gunung Api Purba sebagai tempat wisata. Usul tersebut cepat menyebar ke seluruh desa dan karena dianggap tidak lazim, ada warga yang mencemooh, misalnya dengan mengatakan, â&#x20AC;&#x153;Batu tidak ada apa-apanya kok mau dijualâ&#x20AC;?. Meskipun ada warga yang tidak mendukung, sejumlah 15 orang yang terdiri dari pengurus dan anggota Karang Taruna berkomitmen untuk mewujudkan usulan baru tersebut. Selama 2 tahun dari tahun 2006 sampai tahun 2007 ke lima belas perintis ini mengadakan pertemuan-pertemuan rutin untuk membuat konsep desa wisata. Setelah terbentuk, konsep desa wisata tersebut kemudian disosialisasikan kepada komponen-kompenen warga dalam suatu forum musyawarah desa. Dalam musyawarah itu, pihak yang tidak setuju mengatakan kegiatan pariwisata dikhawatirkan akan memengaruhi moral warga desa, sebab berkaca dari daerah lain pariwisata menghadirkan perilaku buruk para wisatawan. Menanggapi hal tersebut, Karang Taruna menjelaskan bahwa konsep desa wisata yang akan diterapkan di desa Nglanggeran adalah wisata lingkungan (eco-tourism) dan wisata pendidikan (edu-tourism), bahkan juga culture-tourism. Konsep eco-tourism dipilih menimbang modal atau potensi
78
From Nothing To Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata
paling menonjol di desa Nglanggeran adalah Gunung Api Purba dan alam lingkungannya yang indah dan hijau, hasil dari program penghijauan yang dijalankan oleh Karang Taruna di tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan konsep edu-tourism dipilih karena selain daya tarik alam dan lingkungan, para wisatawan akan disuguhi dengan unsur-unsur edukatif yang terkait dengan pelestarian lingkungan dan alam. Melalui konsep culture-tourism, wisatawan dilarang untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan budaya setempat, bahkan sebaliknya, wisatawan ditawari kegiatan untuk mempelajari kesenian dan budaya sehari-hari warga desa. Mendapat penjelasan tentang tiga konsep pengelolaan desa wisata tersebut akhirnya segenap komponen warga bisa menerima dan memberikan dukungan. Pihak pemerintah desa Nglanggeran juga memberikan dukungan dalam bentuk menyerahkan pengelolaan tanah milik Sultan Keraton Yogyakarta (Sultan Ground) yang menjadi lokasi Gunung Api Purba, untuk dikelola oleh Karang Taruna sebagai lokasi wisata. Atas keputusan dan dukungan pemerintah desa tersebut, pengurus dan anggota Karang Taruna Bukit Putra Mandiri kembali menggelar rapat untuk menanggapi. Menimbang bahwa lokasi wisata Gunung Api Purba bukan merupakan tanah milik pribadi, maka pengelolaan desa wisata diselenggarakan dengan konsep usaha komunitas, dimana pemilik maupun pengelola usaha wisata adalah komunitas (community-based tourism). Dengan konsep manajemen desa wisata berbasis komunitas ini maka pada tahun 2008 dibentuklah organisasi khusus untuk mengelola desa wisata, yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Sedangkan Karang Taruna yang merintis desa wisata fungsinya beralih menjadi lembaga mitra Pokdarwis dalam mengelola desa wisata. Mas Mursidi yang telah lama memimpin Karang Taruna terpilih untuk memimpin Pokdarwis desa wisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Kepengurusan Kelompok Sadar Wisata desa Nglanggeran pun segera ditentukan dengan musyarawah dan hasilnya disajikan dalam struktur organisasi di bawah ini.
79
Belajar dari Keberhasilan Korea
Gambar Pokdarwis Desa Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran Gambar1.1.Struktur Struktur Organisasi Organisasi Pokdarwis Desa Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran Pemerintah Desa, BPD, Tokoh Masyarakat
Ketua: Mursidi (Purna TKI Korea)
Wakil Ketua: Basuki
Sekretaris: Agus (Purna TKI Korea), Sugeng
Seksi Keamanan: Budi, Rudi, Suwarto,
Seksi Kebersihan & Keindahan: Triyana (Purna TKI Korea), Surisman, Sutaya, Sumijo
Bendahara: Pardiyanto (Purna TKI Korea), Triyanto, Lilik
Seksi Daya Tarik Wisata: Marsudi (Purna TKI Korea), Heru, Tumiran
Seksi Humas & SDM Suranto (Purna TKI Malaysia), Kepala Dusun
Seksi Homestay: Suratijo, Linda, Sugiyanto
Seksi Pemandu Wisata: Sumbodo, Subarjo
Seksi Pengembangan Usaha : Sudiyono, Sugiyanto, Sumadiyono Kuliner Marketing
ANGGOTA
84
Desa wisata yang menganut konsep wisata berbasis komunitas mengandung arti semua kegiatan pariwisatanya dikelola oleh komunitaskomunitas yang ada di desa tersebut secara terintegrasi dan terkoordinir dalam Kelompok Sadar Wisata. Warga desa dan komunitas-komunitas warga berfungsi sebagai kontributor kegiatan wisata dan berhak atas pendapatan sesuai dengan kemampuan dan modal yang dimiliki masing-
80
From Nothing To Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata
masing. Sebagai contoh, warga yang tergabung dalam Kelompok Tani akan mendapat tanggungjawab mengelola obyek wisata yang berbasis pertanian, misalnya kebun buah-buahan atau kegiatan belajar bercocok tanam serta mengolah lahan pertanian. Warga yang tergolong pemuda akan dilibatkan sebagai pemandu wisata maupun pengelola parkir dengan membentuk komunitas pemandu wisata dan komunitas pengelola parkir. Warga yang mempunyai warung yang mendukung pariwisata dikelompokkan sebagai komunitas pedagang. Para purna TKI desa Nglanggeran berkontribusi memberikan barang atau jasa yang mereka miliki melalui komunitas masing-masing. Misalnya, mereka yang menjadi pedagang ikut sebagai komunitas pedagang. Mereka yang menjadi petani, terlibat dalam komunitas Kelompok Tani. Untuk lebih mensinergikan peran purna TKI dalam kegiatan desa wisata, pada tahun 2009 dibentuklah Kelompok TKI Purna Tunas Jaya di desa Nglanggeran, dimana Mas Triyana terpilih sebagai ketuanya. Melalui organisasi ini, purna TKI lebih mudah diorganisir dan dikoordinir dalam kegiatan desa wisata. Semua komunitas dikelola dalam sistem â&#x20AC;&#x153;satu atapâ&#x20AC;? atau â&#x20AC;&#x153;satu pintuâ&#x20AC;? dimana setiap kunjungan wisatawan harus melalui Pokdarwis dan bukan melalui orang per orang. Setiap minggu maupun setiap bulan, Pokdarwis menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan semua komunitas pendukungnya maupun pemerintah desa, guna menyampaikan perkembangan desa wisata serta membahas rencana wisatawan yang akan berkunjung. Dengan empat konsep yaitu eco-tourism, edu-tourism, culture-tourism dan community-based tourism, Pokdarwis berhasil mendapat dukungan dari semua komponen warga. Akhirnya program desa wisata itupun dimulai secara sederhana, yaitu dengan menawarkan paket wisata alam seperti trekking dan hiking ke puncak gunung, serta outbond. Kegiatan ini berlangsung sampai tahun 2009. Perlahan-lahan mulai banyak wisatawan dari daerah setempat yang mengetahui keindahan Gunung Api Purba dan berdatangan ke desa Nglanggeran. Berkah lain diperoleh ketika erupsi Gunung Merapi tahun 2010 membuat wisata gunung yang selama ini terkonsentrasi di kawasan Gunung Merapi di kabupaten Sleman berpindah ke wisata gunung yang lebih aman, diantaranya Gunung Api Purba. Bersamaan dengan kecenderungan jumlah wisatawan yang mulai bertambah, Pokdarwis melakukan rapat-rapat untuk mengantisipasi hal tersebut. Kenaikan jumlah wisatawan dipandang menciptakan peluang untuk menambah masa tinggal mereka di desa. Dengan masa tinggal yang lebih lama di desa diharapkan ada pertambahan pendapatan bagi warga desa lainnya yang selama ini belum mendapat peran dalam desa wisata. Melalui
81
Belajar dari Keberhasilan Korea
rapat Pokdarwis, muncul suatu ide untuk membuat program live-in (tinggal di rumah penduduk) bagi wisatawan. Kebetulan banyak penduduk dan purna TKI yang mempunyai rumah yang cukup besar untuk dijadikan homestay. Dengan demikian ada peluang ekonomi bagi warga yang punya aset rumah. Bila ada tamu yang menginap di homestay beberapa hari, konsumsi mereka akan disediakan oleh kelompok ibu-ibu yang tergabung dalam PKK. Jadi para ibu rumah tangga juga bisa terlibat dalam kegiatan desa wisata. Pada awalnya, banyak warga yang punya rumah besar ragu-ragu untuk menjadikan rumah mereka sebagai tempat penginapan wisatawan. Hal ini mengingat seumur-umur mereka tidak berinteraksi dengan orang lain selain keluarga dan kerabat sendiri. Selain itu, mereka merasa tidak mempunyai bekal untuk menjadi tuan rumah dan melayani wisatawan dengan standar yang benar. Alasan lainnya adalah karena fasilitas sanitasi dan perlengkapan kamar belum sesuai dengan standar homestay. Merespon keraguan tersebut, Pokdarwis tidak berkecil hati. Dengan dukungan beberapa keluarga yang bersedia menjadi “uji coba” homestay – salah satunya adalah keluarga Pak Kepala Desa- maka pemasaran program live-in mulai dilakukan secara intensif, bahkan menjangkau sekolahsekolah di kota Jakarta. Ternyata upaya ini menuai hasil dengan adanya beberapa sekolah yang mendaftar untuk mengikuti program live-in di desa Nglanggeran. Uji coba tersebut berhasil meyakinkan warga lainnya karena adanya “efek demonstrasi”. Efek demonstrasi adalah perubahan perilaku orang akibat melihat keberhasilan dari perubahan perilaku orang lainnya. Contoh sederhananya adalah, ketika keluarga pionir homestay dapat membeli kasur baru karena mendapat uang sewa kamar dari tamu, warga lainnya akhirnya mau rumahnya menjadi homestay karena juga ingin bisa membeli kasur baru. Antusiasme warga untuk ikut mengubah rumahnya menjadi homestay ditanggapi Pokdarwis dengan mengajukan proposal pelatihan homestay kepada Pemerintah Daerah. Hal ini agar semua keluarga homestay mempunyai standar pelayanan yang sama dan juga paham Sapta Pesona dalam pariwisata. Saat menerima bantuan untuk perbaikan fasilitas sanitasi di setiap homestay, Pokdarwis membagi dana itu secara adil dan merata untuk 78 pemilik homestay. Berkembangnya usaha homestay otomatis menjadi lahan rejeki bagi ibu-ibu PKK yang kemudian mendirikan komunitas usaha snack dan katering untuk para wisatawan yang dinamakan “Purba Rasa”. Guna menghindari persaingan antara homestay satu dengan lainnya, Pokdarwis menetapkan aturan main yaitu pemilik homestay akan menerima tamu secara bergiliran dan wisatawan mendaftar program live-in melalui pintu khusus, yaitu Pokdarwis desa Nglanggeran.
82
From Nothing To Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata
Mengalirnya wisatawan ke Gunung Api Purba menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengurus Pokdarwis bahwa para wisatawan akan menimbulkan beban fisik dan kerusakan ekosistem di wilayah gunung. Menimbang hal tersebut, pengurus Pokdarwis mendiskusikan untuk membuat atraksi wisata baru sehingga wisatawan tidak terkonsentrasi di gunung saja. Dengan mengajukan proposal kepada Pemerintah Daerah, pada tahun 2012 mereka membuat obyek wisata baru, yaitu embung dan kebun buah durian. Air dari embung ini akan mengairi kebun buah di bawahnya, sedangkan keindahan embung akan menjadi daya tarik wisata baru. Pada tahun 2014, pengurus Pokdarwis kembali membuat obyek wisata baru yaitu air terjun buatan, dengan memanfaatkan ketinggian tempat yang tidak sama dan limpahan air saat musim hujan. Berkembangnya atraksi wisata baru di desa Nglanggeran ini telah mem bawa dampak sosial yang positif, sebab pemuda-pemudi Nglanggeran dapat ikut terlibat dalam pengelolaan atraksi wisata dan mereka mendapatkan penghasilan. Selain itu, tumbuh kebanggaan pada dirinya karena desanya banyak dikunjungi wisatawan. Penghasilan yang diperoleh pemuda-pemudi dari keikutsertaannya pada kegiatan pariwisata di desanya tersebut telah mencegah urbanisasi maupun kegiatan merantau yang dulu menjadi kebiasaan warga desa ini. Nilai rupiah yang masuk di desa Nglanggeran jumlahnya mencapai Rp 3,5 milyar pada tahun 2015, dihasilkan dari kunjungan 300.000 wisatawan, diantaranya 1.500 wisatawan asing. Pendapatan terbanyak dari tiket masuk kurang lebih setengah milyar rupiah, dan sekitar tiga milyar rupiah dari paket wisata live-in. Semua penghasilan ini dicatat dan dilaporkan secara rutin dalam rapat pengurus Pokdarwis. Penggunaannya pun dimusyawarahkan, misal untuk mendanai pembangunan infrastruktur pariwisata, membayar gaji pengelola dan operator desa wisata, membayar kontributor jasa wisata (homestay, transportasi, dan kuliner), dana pembangunan desa dan dusun, dana sosial, dan retribusi untuk Pemerintah Daerah.
Pengaruh Korea dalam Pengelolaan Desa Wisata Nglanggeran Komitmen para pemuda desa Nglanggeran untuk merawat lingkungan di Gunung Api Purba tak lepas dari visi pengurus Pokdarwis yang diantaranya adalah purna TKI Korea. Pada sebuah kesempatan, saya menanyakan mengapa mereka sangat peduli pada kebersihan dan kelestarian alam di Gunung Api Purba. Mas Triyana menjawab, â&#x20AC;&#x153;Saat saya di Korea, saya melihat orang Korea sangat menjaga kebersihan dimana-mana, juga kebersihan di gunung-gunungnya. Semua gunung-gunungnya bersih, tidak ada sampah dari wisatawan. Oleh karena itu, kami yang pernah tinggal di Korea juga ingin
83
Belajar dari Keberhasilan Korea
mengedukasi wisatawan akan pentingnya menjaga kebersihan Gunung Api Purbaâ&#x20AC;?. Untuk menjalankan tekad menjaga kebersihan di gunung dan lokasi wisata lainnya, pengurus Pokdarwis menyediakan tempat-tempat sampah di berbagai tempat, memasang papan ajakan untuk menjaga kebersihan, dan memberi contoh kepada wisatawan dengan memungut sampah yang ditinggalkan oleh para wisatawan. Cara berpikir dan perilaku Mas Triyana dan pengurus Pokdarwis untuk menjaga kebersihan di gunung dan di desanya ini adalah salah satu hasil dari merantau di Korea yang disebut dengan remitan sosial. Merantau tidak hanya bisa mengubah kondisi ekonomi seseorang, namun nilai-nilai dan perilaku mereka dapat berubah karena melihat nilainilai dan perilaku masyarakat di Korea yang mereka anggap baik dan benar. Nilai-nilai lain yang memengaruhi purna TKI Korea desa Nglanggeran adalah gaya kepemimpinan. Dalam memimpin Karang Taruna dan Pokdarwis, Mas Mursidi lebih cenderung bersikap sebagai seorang senior yang mengayomi. Dalam budaya Korea yang kental dengan nilai-nilai Konfusianisme, terdapat etika perilaku seorang senior (kakak) kepada junior (adik) untuk bersikap menjaga dan menyayangi. Meskipun budaya Jawa juga mengenal nilai-nilai seperti ini, di Korea penerapannya lebih terasa, tidak hanya di lingkungan keluarga tetapi juga di lingkungan kerja. Dalam menyelesaikan masalah, sebagai seorang pemimpin Mas Mursidi menunjukkan sikap dengan membuat keputusan yang disertai dengan solusi agar kegiatan desa wisata tetap terlaksana dan kepentingan warga juga terlayani dengan baik. Sebagai contoh, saat ada warga yang mendirikan warung di area parkir dengan alasan mereka tak punya tempat berdagang, Pokdarwis mengajak mereka berdialog untuk mencari solusinya. Alih-alih mengusir warga dari tempat parkir, Pokdarwis malah menawarkan untuk membuat rute baru menuju embung dimana disepanjang rute ini disediakan lahan untuk berdagang. Setelah rute dan lahan berdagang ini tersedia, pengurus Pokdarwis meminta pedagang di areal parkir untuk pindah ke tempat yang sudah disediakan. Hasilnya semua senang, semua dapat.
Warga Desa Mampu Membuat â&#x20AC;&#x153;Pabrik Coklatâ&#x20AC;? Sendiri Bila orang Korea suka berinovasi dan punya watak ingin selalu belajar untuk menyiapkan â&#x20AC;&#x153;kehidupan keduaâ&#x20AC;? (hidup setelah pensiun), warga desa Nglanggeran juga punya semangat untuk terus belajar dan berinovasi dengan potensi desa yang mereka miliki. Pada bagian awal tulisan ini saya sudah menyinggung bahwa kecamatan Patuk mempunyai potensi kakao yang ditanam di pekarangan atau kebun-kebun warga. Sebelumnya, kakao ini hanya dipetik dan dikeringkan, lalu dijual ke para tengkulak.
84
From Nothing To Something: Kisah Purna TKI Korea yang Sukses Membangun Desa Wisata
Usaha pengolahan coklat di desa Nglanggeran berkembang setapak demi setapak sehingga menjadi usaha pengolahan coklat berbasis komunitas. Awalnya, beberapa ibu-ibu PKK dan diantaranya juga ada purna TKI mendapat pelatihan untuk mengolah kakao menjadi dodol coklat. Dodol coklat asli Nglanggeran ini ternyata disukai wisatawan sebagai oleh-oleh khas Gunung Api Purba. Namun karena sifatnya semi basah maka tidak dapat bertahan lama. Berkat bimbingan teknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang didanai dengan program CSR Bank Indonesia, ibuibu PKK tersebut diajari memproses kakao menjadi aneka makanan dan minuman, seperti minuman coklat instan, bubuk coklat, permen coklat batangan, sabun coklat, pisang coklat, dan sebagainya. Kini kakao warga desa Nglanggeran tidak lagi dijual kepada para tengkulak, tapi diproses sendiri oleh komunitas Griya Coklat, sehingga menjadi berbagai produk lokal untuk oleh-oleh wisatawan. Warga desa Nglanggeran saat ini bisa bangga dan berkata, “Orang desa pun bisa bikin coklat”.
Kunci-kunci Kesuksesan Desa Wisata Nglanggeran: Peran Purna TKI Korea dan Lembaga Lainnya Melihat kesuksesannya saat ini, tentu saja akibat banyak tangan dan lembaga yang berperan serta dalam proses pembangunan desa wisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Namun perlu dipertanyakan, apakah semua campur tangan orang atau lembaga dari luar desa itu akan berhasil apabila tidak ada para “aktor lokal” yang mempunyai kemampuan dan komitmen yang sangat luar biasa besar? Jawabnya tentu saja, tidak. Aktor lokal ini adalah para perintis desa wisata yang jumlahnya tidak banyak. Di antara mereka terdapat purna TKI dari Korea, dan bahkan merekalah yang berada di depan dalam mengarahkan dan mengelola kegiatan pemuda-pemudi di desa Nglanggeran. Kemampuan mereka menjadi pemimpin tersebut, sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman mereka selama merantau di Korea Selatan. Saya menduga, mereka juga mengalami “efek demonstrasi” saat berada di Korea. Yaitu, cara berpikir dan perilakunya berubah setelah melihat kesuksesan masyarakat dan pemerintah Korea membangun negaranya menjadi negara industri maju seperti saat ini. Dari aspek kelestarian lingkungan, seperti saya sudah paparkan di atas, purna TKI Korea sangat terpengaruh perilakunya sehingga mereka berperilaku meniru saat sudah berada di kampung halaman. Saat Pokdarwis meluncurkan program wisata live-in yang membutuhkan banyak homestay, para purna TKI Korea yang telah menggunakan remitan mereka untuk memperbaiki rumah, ikut berperan serta. Mereka sudah siap mendukung program tersebut dengan rumah bagus yang mereka miliki.
85
Belajar dari Keberhasilan Korea
Selain itu, pengalaman hidup dan berinteraksi bersama orang asing saat di Korea yang kita sebut sebagai remitan sosial, membuat mereka tidak canggung melayani orang luar yang menjadi tamu dan menginap di rumah mereka. Selain faktor eksternal di atas, kunci sukses desa wisata yang dimotori para purna TKI Korea di desa Nglanggeran ini adalah dukungan pemerintah desa atas program desa wisata yang digagas oleh Karang Taruna dan dilaksanakan oleh Pokdarwis. Dukungan program bantuan dari pemerintah daerah juga punya andil besar untuk meningkatkan kemampuan komunitaskomunitas warga untuk mengelola usaha, seperti pelatihan homestay, pariwisata, kuliner, bahasa Inggris, dan pemandu wisata. Pemerintah juga mengucurkan dana PNPM Pariwisata untuk pembangunan infrastruktur pariwisata. Tak kalah pentingnya adalah nilai-nilai budaya lokal yang masih dijaga dan dilestarikan oleh warga desa Nglanggeran, seperti musyawarah dalam mengambil keputusan, gotong-royong untuk membangun fasilitas wisata, dan selalu menjaga kerukunan dengan membuat aturan main bersama untuk menjamin semua warga desa memperoleh hasil dari kegiatan pariwisata. Atas semua jerih payah tersebut Desa Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran telah meraih berbagai penghargaan. Penghargaan teranyar adalah Community-Based Tourism Award di ASEAN dan Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) pada tahun 2017. Pada tahun 2016, dengan aset geologisnya desa Nglanggeran menjadi bagian dari Jaringan Global Geopark di bawah UNESCO. Kesuksesan desa Nglanggeran tak pernah dimiliki sendiri. Beberapa tahun terakhir, desa wisata dan Pokdarwis Nglanggeran telah menjadi sumber inspirasi komunitas-komunitas pariwisata di berbagai daerah. Kesuksesan mereka sebenarnya berasal dari semangat mereka yang sederhana tapi kuat di pelaksanaannya. Semangat ini selalu diucapkan oleh Mas Triyana, â&#x20AC;&#x153;Dari desa membangun Indonesiaâ&#x20AC;?. Dengan kegigihan mereka, desa Nglanggeran yang dulu dianggap bukan apa-apa (nothing), kini menjadi desa wisata kebanggaan Provinsi DIY dan negara kita (something). Dari seorang TKI biasa, menjadi inspirator bangsa. Bravo Nglanggeran ! ***)
Penulis: Ratih Pratiwi Anwar adalah peneliti di Pusat Studi Asia Pasifik dan Pusat Studi Korea UGM. Dia berkecimpung dalam bidang pekerja migran Indonesia di Korea serta punya minat pula pada budaya kontemporer Korea.
86
BUKAN SEKEDAR BURUH MIGRAN BIASA 나는 평범한 이주노동자가 아니다 Yulianto
[Abstract] As a migrant worker who came to Korea twice, I have learned a great deal about Korea. This essay is about how I came to realize the differences between Koreans and Indonesians in general. From such a realization, I have become a different and better person in seeing and perceiving things around me. I am not generalizing Koreans or Indonesians, but these are based on my encounters with Koreans during my sojourn in Korea and what I can learn from their traits that someday I will always cherish. As an Indonesian, I also want to point out the good traits that Indonesians have. By combining the best of the best, I do hope that we, and the readers as well, can be a better person in perceiving ourselves in the society around us.
[한글 요약] 두 번이나 한국에 온 이주 노동자로서 저는 한국에 대해 많은 것을 배웠다. 이 글은 한국인과 인도네시아인의 차이점에 관한 내용이다. 사람 마다 차이점이 있다는 깨달음에서 출발하여, 한국인과 인도네시아인들의 특성과 유사점 그리고 차이점을 찾아 보려고 했다. 한국에 머무는 동안 한국인과의 만남은 나에게 언제나 소중한 것이었고, 한국인들과의 소중한 만남을 항상 기억할 것이다. 이 글을 통해서 인도네시아인들이 가지고 있는 좋은 점도 찾아 보고자 한다. 인도네시아와 한국 두 나라 사람들의 장점을 결합한다면, 우리는 더 나은 사회에 같이 사는 사람이 될 수 있다고 믿기 때문이다.
87
Belajar dari Keberhasilan Korea
Terlahir dalam keluarga yang mempunyai perekonomian pas-pasan dan sebagai anak bungsu dari enam bersaudara yang kebetulan merupakan anak laki-laki satu-satunya, membuat saya berpikir keras bagaimana caranya agar saya mampu mengubah perekonomian keluarga menjadi lebih baik dan menjadi anak kebanggaan keluarga. Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat SLTA, saya pun memutuskan untuk tidak melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun dalam hati sangat ingin sekali melanjutkan pendidikan, namun saya harus sadar dengan keadaan ekonomi keluarga saya. Apalagi ayah yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga telah lama meninggal dunia. Dengan berbekal ijazah yang saya miliki ternyata tidaklah mudah untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Sempat saya memasukkan beberapa lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan pun tidak pernah mendapatkan panggilan. Mungkin ijazah saya yang hanya sebatas SLTA dan tanpa ada bekal pengalaman kerja sama sekali itulah yang membuat saya ditolak oleh perusahan-perusahaan yang saya datangi. Ditambah lagi dengan sangat sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia semakin mempersulit orang-orang seperti saya untuk mendapatkan pekerjaan. Sebenarnya sejak duduk di bangku SMA, saya sudah mempunyai keinginan untuk bekerja ke Korea Selatan setelah lulus sekolah nantinya. Untuk kuliah rasanya jelas tidak mungkin. Sering saya melihat dan mendengar orang-orang di sekitar tempat tinggal saya yang merantau ke Korea Selatan dan mereka pada akhirnya bisa pulang dengan membawa kesuksesan. Namun, untuk bisa bekerja ke Korea Selatan pun seseorang harus memiliki biaya yang tidak sedikit. Belum lagi, persaingan yang sangat ketat juga harus dilalui sebelum berangkat. Akhirnya saya pun mencoba memberanikan diri untuk mencari informasi tentang bekerja ke Korea Selatan kepada para tetangga yang telah sukses setelah pulang dari sana. Satu per satu dari mereka saya datangi untuk bisa mendapatkan informasi tentang kehidupan dan pekerjaan mereka saat berada di Korea Selatan. Banyak sekali informasi yang saya dapatkan dari mereka. Namun, kebanyakan informasi yang saya dapatkan justru bernilai negatif. Hal itu menimbulkan rasa takut dan ragu untuk mencobanya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa selain biaya yang cukup mahal untuk bisa ke Korea Selatan, kehidupan di sana tak seindah drama Korea. Kudengar segala sesuatunya harus dilakukan dengan cepat di sana. Kehidupan di Korea Selatan itu sangat keras dan berat apalagi untuk orang seperti saya yang masih bau kencur dan tidak punya pengalaman kerja sama sekali. Saya pasti tidak akan mungkin bisa bertahan lama hidup di Korea Selatan.
88
Bukan Sekedar Buruh Migran Biasa
Bagaikan makan buah simalakama. Di satu sisi saya merasa takut dan ingin mengurungkan niat saya untuk ke sana setelah mendengar informasi dari orang- orang yang pernah bekerja di sana. Akan tetapi, di sisi lain saya ingin sekali memperbaiki perekonomian keluarga dan membahagiakan orang tua yang hanya tinggal satu, yaitu ibu. Saya juga menginginkan masa depan yang cerah. Pada akhirnya saya tetap memutuskan untuk mencoba memberanikan diri berangkat ke Korea Selatan setelah melewati berbagai macam proses yang panjang dan rumit tentunya. Ketika akan berangkat pun, temanteman satu keberangkatan yang kebetulan umurnya jauh di atas saya juga membanjiri saya dengan berbagai macam pertanyaan. Ada yang bilang saya masih kecil. Ada yang bilang saya seharusnya masih sekolah. Ada yang bertanya mengapa saya memilih ke Korea yang notabene bekerja di negeri itu sangat berat. Ada yang meragukan mungkinkah saya kuat bertahan untuk bekerja di sana dengan fisik saya yang kecil. Masih banyak pertanyaanpertanyaan lain yang membuat pikiran saya down. Begitulah sedikit kisah perjalanan saya untuk berangkat bekerja ke Korea Selatan. Tak perlu saya jelaskan panjang lebar mengenai perjalanan saya hingga sampai di Korea. Dalam tulusan ini saya akan membahas bagaimana kehidupan di Korea Selatan yang sesungguhnya dan apa yang bisa saya pelajari atau apa yang saya dapatkan selama saya berada di Korea Selatan dari tahun 2008 hingga 2017 saat kutuangkan kisahku ini. Pertama kali saya menginjakkan kaki di Korea Selatan, rasanya seperti mimpi. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa saya akan berada di negeri orang dan jauh dari keluarga saya yang selama ini selalu ada menemani kehidupan saya sehari-hari. Saya mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan yang memproduksi onderdil kapal laut di mana dalam perusahaan tersebut tidak ada satu orang pun yang berasal dari Indonesia. Pekerjaannya berat dan harus serba cepat. Belum lagi kendala bahasa, tidak adanya teman, cuaca yang sangat berbeda dengan di Indonesia (kebetulan saat saya datang ke Korea pas memasuki musim dingin), makanan yang menurut saya terasa sangat aneh di lidah, dan orang-orangnya yang kasar, semua itu membuat saya sangat tertekan dan hampir putus asa dengan keadaan. Ingin sekali rasanya menyerah dan kembali ke tanah air. Namun, saya sudah terlanjur memutuskan untuk bekerja di sini. Mau atau tidak mau, saya harus bertanggung jawab dengan pilihan saya. Sempat terbersit dalam hati saya, ternyata benar apa yang dikatakan oleh orang-orang yang pernah saya mintai informasi tentang bagaimana pekerjaan dan kehidupan di Korea Selatan kala itu. Saya ingat ada yang bilang bahwa saya tidak akan sanggup untuk menjalani kehidupan di
89
Belajar dari Keberhasilan Korea
Korea. Namun, setelah beberapa bulan lamanya saya mencoba untuk tetap bertahan, pada akhirnya saya pun bisa menaklukkan kerasnya hidup di negeri ini. Bahkan, saya merasa sangat nyaman dan kerasan menjalani kehidupan saya di sini. Nah, hal apa saja sih yang bisa mengubah saya yang pada awalnya sangat tertekan hingga menjadi sangat nyaman dan betah sekali tinggal di Korea Selatan? Mari kita bahas satu persatu.
1. Belajar dari Sifat dan Sikap Orang Korea Selatan Setiap negara pasti masyarakatnya mempunyai kebiasaan dan tradisi yang berbeda dengan negara lain. Begitu juga dengan hidup di Korea Selatan. Kehidupan di negeri ini berbeda dengan kehidupan di Indonesia, mulai dari masyarakatnya hingga kebudayaannya. Jika suatu X dalam negara A dianggap baik, belum tentu suatu X itu dianggap baik di negara B. Intinya, setelah saya banyak mengenal orang-orang Korea Selatan, ternyata banyak hal positif yang dapat saya pelajari. Menurut saya, ada banyak hal yang dapat kita contoh dari kebiasaan positif orang-orang Korea Selatan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: >>Disiplin Sebagian besar orang Korea Selatan itu memiliki tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi. Mereka sangat patuh terhadap peraturan yang berlaku. Misalnya, seperti halnya di Indonesia, di Korea Selatan pun juga terdapat peraturan untuk tidak menyeberang jalan di sembarang tempat. Bedanya adalah orang-orang Korea Selatan lebih taat terhadap peraturan. Walaupun kondisi jalanan dalam keadaan sepi, mereka tetap menaati peraturan ramburambu lalu lintas dan tidak menyeberang di sembarang tempat. Hal ini tentunya sangat mengurangi resiko kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Selain itu, orang-orang Korea Selatan sangat menjujung tinggi budaya antri di mana pun mereka berada. Antri saat menunggu bus atau pun kereta, antri saat memesan makanan, antri saat memesan tiket, dan antri dalam hal lainnya. Mereka antri dengan tertib dan tidak saling berebut untuk mendahului. Budaya antri tersebut tidak hanya diterapkan oleh orang-orang yang telah dewasa saja, bahkan anak-anak yang masih kecil pun sudah terbiasa antri dengan tertib. Nampaknya budaya antri di Korea Selatan sudah ditanamkan sejak dini. Orang-orang Korea Selatan juga sangat menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini dapat di lihat dari bersihnya tempat-tempat di Korea Selatan dan banyaknya penyediaan tempat-tempat sampah seperti di pinggir-pinngir
90
Bukan Sekedar Buruh Migran Biasa
jalan, tempat wisata, pasar tradisional dan modern, di pemukiman warga, di taman bahkan di pinggir-pinggir sungai, dan tempat-tempat lainnya. Di dalam dunia kerja pun orang-orang Korea Selatan juga sangat patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku di perusahaan tempat mereka bekerja. >>Sikap saling menghormati Orang Korea Selatan sangat menjujung tinggi sikap saling menghormati. Para orang tua di Korea Selatan mengajarkan kepada anak-anaknya sejak dini untuk berlaku hormat kepada orang yang lebih tua. Memang, seharusnya sikap saling menghormati ini dilakukan oleh siapa saja dan di negara mana pun. Di sini mereka sangat menghormati dan menghargai orang yang lebih tua dan bahkan untuk berkomunikasi sehari-hari dengan orang yang lebih tua, bahasa yang digunakan pun berbeda. Masyarakat Korea Selatan juga terbiasa memberikan salam saat berkenalan dengan orang baru, saat bertemu, dan juga saat mau berpisah dengan orang lain, mereka juga memberikan salam sambil membungkukkan badan kira-kira 45 derajat . Hal ini dilakukan untuk menyampaikan salam hormat kepada orang yang lebih tua atau yang dituakan. Semakin rendah saat menundukkan badan artinya semakin besar rasa hormat yang dia berikan. Namun, berbeda saat mereka memberikan salam kepada teman atau pada orang yang seumuran, biasanya mereka memberikan salam cukup dengan menganggukkan kepala saja. >>Pekerja keras Masyarakat Korea Selatan memiliki etos kerja yang sangat tinggi. Tidak heran jika Korea Selatan termasuk negara yang bisa maju dan berkembang dalam waktu yang tergolong sangat singkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya orang-orang Korea Selatan yang selalu bersungguh-sungguh dan penuh semangat dalam menyelesaikan pekerjaan. Mereka tidak kenal lelah dan tidak pernah mengeluh apalagi bermalas-malasan meskipun mereka bekerja lebih dari 12 jam setiap harinya. Sangat jarang ditemui bahkan bisa dibilang tidak ada yang namanya pengangguran, baik yang muda maupun yang tua. Jauh berbeda dengan para pemuda yang ada di Indonesia, para pemuda di Korea Selatan ini tidak gengsi untuk melakukan pekerjaan apa pun dengan rajin dan penuh semangat. Mereka tidak pernah malu mengerjakan pekerjaan apa pun walaupun mereka berpendidikan tinggi atau pun orang yang sudah kaya sekalipun. Itu menurut pengamatan saya. Mereka selalu bekerja keras dan pantang menyerah. Hal ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan
91
Belajar dari Keberhasilan Korea
dengan kebanyakan para pemuda di Indonesia. Sangat disayangkan memang. Jika kita lihat para pemuda di Indonesia kita tercinta, kita bisa lihat betapa banyaknya anak muda di Indonesia yang hanya menghabiskan waktu mereka sehari-hari hanya untuk nongkrong dan bermalas-malasan sehingga tidak jarang mereka berbuat kejahatan. Menurut saya, susahnya mencari pekerjaan di Indonesia bukanlah alasan untuk kita bermalas-malasan dan menggangur. Jika kita mau melakukan pekerjaan apa pun yang penting halal, pasti akan ada saja pekerjaan yang bisa kita kerjakan. Prinsip utama masyarakat Korea Selatan dan merupakan ciri khas dari negara ini adalah ’’palli-palli” yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya ’’cepat-cepat’’. Mereka selalu ingin menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu itu dengan cepat dan sempurna. Menurut mereka mengerjakan sesuatu itu harus cepat dan benar. Jika seandainya terdapat kesalahan, maka dapat segera dibenahi. Mereka lebih baik mengulang pekerjaan yang salah dibandingkan dengan mengerjakan sesuatu dengan pelan tetapi hasilnya belum tentu benar dan pastinya akan memakan waktu yang lama. Nah, berbeda bukan jika dibandingkan dengan prinsip orang Jawa ”alon-alon asal kelakon”? Mungkin karena sikap kerja keras, disiplin, dan taat pada peraturan inilah yang membuat negara Korea Selatan sangat aman dan tentram. Selama saya tinggal di Korea Selatan ini, saya jarang mendengar yang namanya tawuran, penculikan, perampokan, pencurian, pelecehan seksual, dan kejahatan semacamnya. Saya yakin itu pasti ada, maka jika saya berpikiran seperti itu, bisa jadi itu karena keterbatasan bahasa yang saya punyai sehingga tak mendengar banyak hal itu. Namun, apa yang ingin saya tekankan adalah bahwa saya merasa nyaman tinggal di Korea karena sikap dan ciri-ciri Korea yang saya sebutkan tadi. >>Pemaaf Meskipun sebagian besar masyarakat Korea Selatan tidak mempunyai agama sebagai pegangan hidup, akan tetapi kebanyakan orang Korea Selatan itu sangat baik dan pemaaf. Hal inilah yang membuat saya salut dengan sifat masyarakat Korea Selatan. Orang –orang Korea Selatan jarang sekali yang mempunyai sifat pendendam. Bahkan bisa dibilang tidak ada. Jika terdapat masalah atau berselisih paham dengan orang lain, mereka lebih suka menyelesaikan permasalahan tersebut saat itu juga. Setelah itu, tidak ada lagi rasa marah atau pun saling dendam. Permasalahan dianggap selesai dan mereka pun bersikap baik dan rukun lagi seperti biasa. Nah, inilah yang saya herankan. Sangat berbeda dengan orang-orang kita Indonesia. (Maaf , bukan maksud untuk menjelek-jelekkan negara saya
92
Bukan Sekedar Buruh Migran Biasa
sendiri.), Namun, pada kenyataannya memang masih sering kita jumpai orang-orang Indonesia yang memelihara sifat pendendam dan suka sekali ribut. Jangankan dengan orang lain, dengan saudara sendiri masih banyak sekali kita jumpai mereka saling bermusuhan bahkan sampai memutuskan tali persaudaraan. Amat sangat disayangkan, bukan? >>Sportif Selain disiplin dan pekerja keras, masyarakat Korea Selatan juga sangat bertanggungjawab dan sportif. Jika melakukan kesalahan apa pun, mereka tidak segan-segan untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya secara sportif. Hebatnya, hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh bawahan saja seperti kebanyakan orang-orang kita Indonesia. Di sini seorang pemimpin pun tidak gengsi untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya terhadap bawahannya. Itulah kenapa hubungan atasan dan bawahan begitu sangat akrab karena mereka tetap saling menghormati satu sama lain meskipun dari segi materi maupun jabatan berbeda. Begitu juga yang saya lihat dari bos saya. Saat dia melakukan kesalahan, beliau tidak segan-segan meminta maaf kepada bawahannya termasuk kepada saya walaupun saya hanya pekerja asing.
2. Belajar dari Orang Indonesia di Korea Selain sifat-sifat positif dari orang-orang Korea Selatan, orang-orang Indonesia yang tinggal di Korea Selatan baik sebagai buruh migran, kuliah, maupun yang berbisnis juga sangat menginspirasi bagi saya pribadi. Hidup jauh dari keluarga membuat kami menyadari pentingnya arti sebuah kebersamaan. Karena itulah, bagi kami mereka semua yang tinggal di sini adalah keluarga. Maka, sikap gotong royong , kerukunan, kekeluargaan, saling membantu, dan persatuan terasa sangat kental di sini. Hal tersebut dapat saya lihat dari banyaknya paguyuban atau organisasiorganisasi yang di bentuk seperti, SKF( Sahabat Kita Foundation), DDK (Dompet Dhuafa Korea), IKMI (Ikatan Keluarga Muslim Indonesia) dan masih banyak lagi. Bahkan setiap daerah membentuk paguyuban sendiri-sendiri seperti Paguyuban PETA Blitar, Paguyuban Cirebon-Indramayu, Paguyuban Bumi Reog dan masih banyak lagi. Yang membuat saya semakin salut dan sangat menginspirasi saya adalah teman-teman BMI (Buruh Migran Indonesia) yang bukan sekedar bekerja di sini. Banyak di antara teman- teman BMI yang memanfaatkan waktunya di sela-sela kesibukan bekerja untuk kuliah dan belajar berbisnis. Dengan demikian waktu mereka kembali ke kampung halaman nanti, bukan
93
Belajar dari Keberhasilan Korea
hanya uang yang didapat. Akan tetapi, gelar sarjana dan ilmu pengetahuan juga mereka dapatkan. Banyaknya masjid yang dibangun oleh teman-teman yang tinggal di Korea Selatan juga merupakan salah satu hal yang membanggakan. Hampir di setiap daerah dibangunlah masjid. Hal itu memudahkan teman-teman muslim untuk beribadah. Dari sinilah banyak sekali teman-teman yang awalnya biasa saja ketika datang ke Korea Selatan menjadi lebih alim dan santun. Bahkan, tidak jarang juga yang tergerak hatinya untuk melaksanakan ibadah haji dari Korea Selatan. Demikianlah apa yang saya dapatkan dan saya pelajari selama saya tinggal di Korea Selatan. Selain kehidupan finansial saya semakin membaik, di sini saya juga mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pengalaman hidup. Jika pada awalnya saya masih kekanak-kanakan dan juga sangat kuper, setelah tinggal di Korea saya bisa menjadi orang yang jauh lebih dewasa dan bertanggungjawab. Sikap kerja keras, semangat, peduli dengan sesama, displin, tanggung jawab hal-hal positif dari orang Korea Selatan dan juga teman-teman yang ada di sini lambat laun memular juga kepada saya. Meskipun banyak hal-hal positif yang dapat kita petik dari orang-orang Korea Selatan dan juga dari teman-teman Indonesia yang tinggal di sini, bukan berarti kehidupan di Korea Selatan tidak mempunyai sisi buruk atau kebiasaan buruk. Jusrtu di Korea Selatan ini merupakan negara bebas yang banyak sekali pengaruh negatifnya. Intinya, semua tergantung pada diri pribadi masing-masing. Mana yang akan dipelajari dan diambil, sisi positifnya yang akan membawa kita pada kesuksesan dunia akhirat atau sisi negatifnya yang dapat menghancurkan diri kita.
Penulis: Yulianto adalah seorang pekerja Indonesia di Korea sejak tahun 2008 hingga sekarang. Selain sebagai karyawan, dia juga merangkap sebagai penulis di citizen reporter koran harian Surya Surabaya. Dia pernah menjadi pemenang karya unggulan dalam Lomba Menulis Tingkat Internasional yang diselenggarakan oleh IClaw (Indonesian Consultant At Law) 2017.
94
ESAI 3 PEMENANG UTAMA LOMBA ESAI DALAM BAHASA KOREA
95
96
세계를 이해한다 비나르 찬드라 아우니 (Binar Candra Auni) (국립인도네시아대학교)
어렸을 때부터 저는 항상 다른 세계로 날아가고 싶었습니다. 이런 말을 들으면 아마 사람들이 머리 속에 떠올리는 것이 은하수를 건너서 행성과 별들을 보거나 다른 차원을 발견하는 것일 것입니다. 그런데 제 생각은 달랐습니다. 제가 글 읽기를 처음 배웠을 때, 이것저것 많이 공부했습니다. 재미있게 공부하라고 어머니께서 DVD를 사 주셨습니다. 간단한 알파벳으로 시작했지만, 디즈니 애니메이션 시리즈와 영화도 보면서 점점 애니메이션 캐릭터를 빠져 들어갔습니다. 특히 백설공주와 미키 마우스가 가장 좋았습니다. 맨날 캐릭터들을 TV화면에서만 보다가 언젠가는 직접 만날 수 있다는 상상을 했습니다. 1997년 1월에 아버지께서 연수 프로그램으로 미국에 출장을 가셨습니다. 한 달 동안 일하시면서 여가 시간에 저에게 주실 기념품을 구입하러 디즈니랜드를 방문하셨습니다. 아버지께서는 그 경험을 저에게 상세하게 이야기해 주셨습니다. 그때 큰 놀이공원에서 트럼펫 소리가 들렸다고 하셨습니다. 사람들이 줄을 서서 무언가를 기다리는 모양이었습니다. 트럼펫 소리가 커지면서 TV에서 익숙하게 보아왔던 인물들이 다가오고 있었습니다. 아버지는 세계 최고의 인기 놀이공원에서 우연히 중요한 인물 퍼레이드를 보는 행운을 누리셨습니다. 97
Belajar dari Keberhasilan Korea
한 겨울에 숙소에서 쉬는 대신에 아버지께서는 저에게 보여 주려고 야외에서 퍼레이드에 나온 캐릭터들 사진을 찍으셨습니다. 캘리포니아의 겨울이 온도가 따뜻했지만, 열대 지방에서 사시는 분으로 추위를 느꼈을 것이 확실했습니다. 아버지께서는 귀국하신 다음에 저에게 모든 것을 보여 주셨습니다. 저는 거실 카펫 위에 앉은 채 사진첩을 반복적으로 뒤적였습니다. 퍼레이드 사진을 다시 보고 또 보았습니다. 기념품들을 보면서 TV화면 속의 백설공주를 쳐다보았습니다. '아빠는 미키 마우스, 신데렐라, 백설공주까지 만나셨다, 그럼 나도 그런 공주들을 만날 수 있을까?'라는 생각을 하게 되었습니다. 그날부터 다른 세계에 있는 유명 캐릭터들을 만나는 것이 제 소원이 되었습니다. 그것 때문에 새벽 기도가 끝난 후, 매일 아침 5시에 국제뉴스를 보았습니다. 뉴스에서 보이는 불꽃 축제와 퍼레이드들은 아름답다고 생각하였습니다. 그러나 자꾸 보다 보니까 예쁜 것은 그것들뿐만이 아니었습니다. 아버지께서 방문하셨던 그랜드 캐년, 골든 게이트에도 가 보고 싶었습니다. 점차 해외 여행지가 제 마음을 차지했습니다. 이 때 제 머릿속에 '다른 세계' 라는 개념은 캐릭터들이 사는 곳에서 사람들이 저와 다른 언어로 저와 다른 생활을 지내는 것으로 변화하였습니다. 어렸을 때부터 이 개념은 저에게 심어져서 저와 함께 자랐습니다. 언젠가는 그 세계에 갈 마음으로 외국어를 공부하기로 하였습니다. 저는 처음 배운 외국어가 링구아프랑카인 영어였습니다. 그리고 한류로 한국에 관심이 커져 가고 한국어 공부가 자연스럽게 시작되었습니다. 케이 팝을 들을 때마다 멋있는 가수들을 좋아해지고, 한국 드라마를 볼 때 감성적인 이야기가 마음에 들었습니다. 한글을 처음으로 배웠던 15년 전부터 한국학과를 전공하는 지금까지 수많은 일이 있었습니다. 지방에서 사는 바람에 자료를 찾는 것이 어렵고 독학으로 한국어를 공부해서 혼란스러웠습니다. 그런데 제 안에 머물러서 떠나지 않는 것은 한국에 가 보고 싶다는 생각이었습니다. 한국이란 세계가 궁금했습니다. 한국에서 사람들이 어떻게 생활을 하는지 일상에 다양한 사람들의 모습이 어떤지를 알고 싶었습니다. 98
Memahami Dunia
기다리고 기다렸던 순간은 드디어 왔습니다. 2017년 1월 말 한국에 가게 되었습니다. 연수 프로그램에 참여했고, 한국의 전통과 현재 모습을 볼 예정이었습니다. 다른 연수생과 같이 한식을 먹어 보고 여행지에서 구경하는 것을 상상하면서 설레고 기대가 컸습니다. 뜨거운 기대감을 가졌으나, 한국에 도착하자마자 한 겨울의 추위가 저를 덮쳤습니다. 그 당시 저는 컨디션이 좋지 않아 모든 일정대로 못 맞췄지만, 다행히 다음 날에 몸이 좋아졌습니다. 기온이 영하 10 도였는데도 밖에 나가서 서울 유명지를 보러 갔습니다. 제 마음이 차가워지는 일도 있었습니다. 서울중앙도서관에서 책을 봤고, 서울과 서울시청의 역사에 대한 설명을 들은 후에, 광화문으로 가려고 했습니다. 시청에 들어갔더니 두 명이 마이크를 들고 시위를 하고 있었습니다. 연수생들의 관심을 잡았던 시위는 가이드를 해 주신 한국인의 주의도 끌었습니다. 그런 광경을 생각조차도 못했던 연수생들은 시청 앞에서 광화문 광장으로 잰 걸음으로 이끌려 갔습니다. 하지만 저는 순간적으로 현수막에 쓰여 있었던 ‘NO 이슬람 & 동성애자’라는 문구를 봤습니다. 대규모 시위는 아니었지만, 원치 않은 일이 일어날까 봐 빠르게 자리를 옮기는 가이드의 결정을 이해할 수 있었습니다. 후다닥 빠른 저의 발걸음과 함께 여러 가지 궁금증이 제 머릿속에 남았습니다. ‘왜 그런 걸까?’하고 스스로에게 질문하면서 꿈꾸던 세계의 다른 한 조각이 발견되는 느낌이 들었습니다. 시위를 보고 마음을 돌려 한국을 싫어하려는 것이 아니라, 제가 아는 것은 전부가 아닌 아주 작은 일부분이라는 사실을 확인하게 된 것이었습니다. 연수 프로그램을 마치게 인도네시아로 돌아온 후에 학과 선생님과 이야기를 나눈 적이 있었습니다. 한국인 선생님께서 한국을 처음 갔다 온 저에게 어떤 느낌을 받는지를 물었습니다. 새로운 경험을 얻었고 추억도 쌓았다고 대답했습니다. 이야기를 하면서, 서울시청 앞에서 일어났던 시위가 떠올라 시위에 대해서도 말했습니다. 미안해 하신 선생님께서는 대부분 한국인은 다른 사람이 어떤 종교를 믿는지 어떤 신앙을 가지는 지가 상관없다고 하셨습니다. 한국에 있는 동안 별문제가 없었으니, 그 말씀에 동의할 수 있는 것 같았습니다. 사람을 사귀듯이 다른 문화를 받아들이는 것이 쉽지 않을 수도 있습니다. 99
Belajar dari Keberhasilan Korea
하지만 인간으로서 민족이나 국적이 달라도 서로를 필요로 하고 같이 지내는 것이 중요하지 않을까 싶습니다. 저는 늘 긍정적으로 생각하려고 노력하는데, 때로 서글픈 일도 있습니다. 그것은 외국인이 한국에 거주하는 동안 겪어야 하는 차별 때문입니다. 선사시대부터 한반도에 처음으로 오게 된 한국 사람들의 조상은 다른 민족과 융합하지 않았으므로 지금까지도 한국은 단일민족 사회라고 볼 수 있습니다. 세계화가 가속화 되어 가는 21세기에 다양성 면에서는 발달되지 못한 한국을 생각하면 아쉬웠습니다. 올 해 가나에서 온 샘 오취리가 방송에서 그가 받은 차별대우에 대해 말했습니다. 어느 날 샘은 서울 지하철 2호선을 탔습니다. 어떤 아주머니가 자리에 앉더니 앉을 자리가 있는 데도 샘한테 앉지 말라고 했습니다. 게다가 흑인이 한국에서 뭐하냐고, 너희 나라로 돌아가라고 말했습니다. 그런데 샘을 더욱 슬프게 만든 것은 그녀의 말이 아니라, 그렇게 말하는 아주머니를 아무도 말리지 않았다는 사실입니다. 샘과 비슷한 차별을 당한 사람 중 대구에서 사는 나이지리안 우조 폴이 있습니다. 대중교통을 이용할 때 사람들이 그의 옆자리를 비워 두었습니다. 방을 구할 때도 집주인이 열대지방에서 온 사람들이 더럽다는 이유로 폴을 거절했습니다. 두 사람의 경험 외에도 현재까지 다른 민족, 다른 문화를 가진 사람을 배려하지 않은 현상은 대중매체를 통해서 늘 볼 수 있습니다. 인종 차별주의를 소재로 만든 콘텐츠들도 있습니다. 그런 동영상, 코미디 프로그램, 드라마를 볼 때마다 저는 어떤 점 때문에 한국 사람들은 이렇게 되었을까 하고 생각 했습니다. 한국사를 돌이켜 보면, 한민족들은 외세로 인해 상처를 받았고 자주성을 잃었고 많은 목숨을 빼앗겼습니다. 오래 고통을 감수하는 동안에 민중들의 마음에 한(恨)이라는 감정의 응어리가 맺혔습니다. 자신의 잘못이 아니라 다른 사람의 행동이나 힘든 상황 때문에 고난의 길을 걸을 수 밖에 없었습니다. 한은 억울한 환경 때문에 슬프고 원망스러운 상태를 말합니다. 이러한 감정은 한국인만 잘 알며 다른 언어로 번역하기가 쉽지 않은 한국 문화의 한 부분이 되었습니다. 100
Memahami Dunia
따라서 어려움과 아픔이 가슴에 꽂혀있는 한국 민중들의 외국인에 대한 태도는 아주 오래 전부터 방어적인 것이 아닐까 합니다. 한은 한국 사람들을 하나로 뭉치게 할 수 있다는 장점이 있지만, 다른 국적을 가진 사람에게 벽을 쌓는 단점도 있습니다. 한국 사람은 예전처럼 상처를 받을까 봐 외국 영향에 완전히 개방되지 못한다고 생각합니다. 그러면 외국인들이 받은 차별은 한의 탓입니까? 제 생각에 한이라는 문제는 해결 방법도 없고 누구의 탓도 아니라는 것입니다. 그리고 감정을 느끼는 것이 인간의 본성이라고 믿습니다. 두려움, 괴로움, 그리움, 그리고 한을 느끼는 것이 잘못이 아닙니다. 가장 중요한 것은 저희가 어떻게 그러한 감정을 지니더라도 희망을 놓지 않고 살아 가야 할 방법을 찾는 것입니다. 그 방법을 찾는 데는 한을 잘 알아야 하기 때문에 인간심리에 대한 지식이 필수입니다. 한국에서 경험한 한 겨울 서울 시청 앞 있었던 항의 데모, 외국인들이 받은 차별, 그리고 한은 저로 하여금 세계라는 개념을 다시 생각하게 만들었습니다. 여태까지 다른 세계라는 것이 제가 간단하게 다른 나라의 언어와 생활로 의미를 붙였지만, 이들에게 영향을 미치는 더 큰 세계를 놓쳤습니다. 그 세계는 추상적인 정신세계입니다. 몸과 마음, 육체와 영혼, 유형과 무형이 함께 존재하는 불가분한 것이라고 깨달았습니다. 그리고 한국인들에게 다양성을 높여 주는 것은 정신세계로부터 시작해야 이루어질 것이라는 생각이 듭니다. 앞에서 언급하였듯이 한은 동전의 양면과도 같은 장단점이 있습니다. 그러면 한이 더 좋은 방향으로 한국을 이끌어 줄 수 있을까요? 초등학교 3학년 지리 과목에서 지도에 펼쳐져 있는 나라들을 처음으로 대하게 되었습니다. 수업 때 선생님께서는 한국은 ‘아시아의 호랑이’ 라고 말씀하셨습니다. 이제 그 강렬한 인상을 남겼던 한국의 별칭의 뜻을 알 것 같습니다. 다시 생각해 보면, 지금 저희가 아는 한국은 50년 전에 한국의 모습과 많이 달라졌습니다. 개발 도상국에서 선진국으로 비약하는 것이 흔치 않은 발전입니다. 그 이유로 사람들이 한국의 고도 성장은 ‘한강의 기적’이라고 불렀습니다. 저는 한이 그 기적의 일부를 만들었다고 생각합니다.
101
Belajar dari Keberhasilan Korea
어느 날 저는 ‘존재 이유(The Point of Being)’라는 책을 읽었습니다. 그 책에 류세미 작가가 쓴 한에 대한 부분이 있었습니다. 작가는 한이 잠재와 현실 사이에 생기며 역설적 상태를 묘사한다고 했습니다. 한쪽에는 미완성인 채로 극도의 슬픔과 비탄이 있고, 반대쪽에는 도저히 극복할 수 없어 보이는 어려움 속에 끝없는 희망이 보입니다. 한은 세상을 바꿀 수 있는 힘을 가진다고 했습니다. 왜냐하면, 한으로서 인간은 어떠한 어려운 일이라도 해낼 수 있다는 열망이 생깁니다. 그러한 생각이 드는 순간, 아무리 슬프더라도 강한 의지가 탄생된다는 것입니다. 그러므로 한 속에서 자란 한국인들의 의지가 현재 한국의 모습과 뗄 수 없는 것이라고 생각합니다. 이러한 판단에 근거하여 한은 ‘다문화 사회 한국’을 이루기 위해서 필수적인 것이라고 믿습니다. 한의 본질을 잘 아는 사람은 다른 사람이 같은 고통을 느끼는 것을 원하지 않습니다. 그러니까 사회적으로 더 발전해 나가는 한국의 미래를 볼 수 있습니다. 만화 캐릭터를 만나고 싶다는 어릴 적 꿈에서 시작해서 외국어를 배우고 정신세계의 중요성 발견할 때까지, 세계라는 것은 더 알게 해 준 한국은 저에게 큰 의미가 있습니다. 이제 다른 세계를 건너고 싶지 않습니다. 우리 모두가 함께 사는 이 지구에서 인간으로서 아무런 장벽 없이 다른 나라에서 온 사람들과 한마음이 되고 싶습니다. 더 좋은 세상을 위해서 서로 이해하고 싶고 서로 보완하고 싶습니다. 이 소망은 모든 사람의 잠재의식에 살아 있는 갈망일 것입니다. 따라서, 한 겨울 속에서 봄이 다가오는 것처럼 누구보다 슬픔을 더 알고 한을 가지면서 행복을 바라는 한국 민중들은 머지않아 따뜻한 마음으로 다양한 문화를 받아들이게 될 것입니다.
102
MEMAHAMI DUNIA Binar Candra Auni
Sejak kecil saya selalu ingin pergi ke â&#x20AC;&#x2DC;duniaâ&#x20AC;&#x2122; yang berbeda dengan dunia yang saya tinggali. Saat mendengar kata-kata ini mungkin orang akan berpikir tentang melintasi jagat raya dan melihat bintang serta planet; atau menemukan dimensi lain dari dunia. Namun, saya tidak berpikir demikian. Saat pertama kali belajar menulis, saya sangat bersemangat. Ibu saya melihat hal ini dan membelikan saya DVD agar proses belajar saya menjadi lebih menyenangkan. Awalnya saya hanya belajar alfabet, tetapi kemudian saya juga melihat serial dan film animasi Disney. Saya pun jatuh cinta pada karakter-karakter tersebut. Setiap hari melihat karakter animasi, saya memimpikan suatu hari bisa bertemu dengan mereka semua. Pada bulan Januari 1997, ayah saya pergi ke Amerika Serikat untuk mengikuti lokakarya. Selama satu bulan bekerja sekaligus menuntut ilmu, ayah saya menggunakan waktu luangnya untuk mencari buah tangan untuk saya. Beliau pergi ke Disney Land. Beliau menceritakan kunjungannya ke taman bermain tersebut kepada saya setelah kembali ke tanah air. Saat itu ayah saya mengatakan bahwa ia mendengar suara terompet dan melihat orang-orang berbaris seakan menunggu sesuatu. Semakin nyaring suara terompet, perlahan-lahan sosok yang familiar pun muncul dari kejauhan. Ayah saya beruntung bisa menyaksikan parade di taman bermain paling terkenal di dunia. Alih-alih beristirahat di penginapan, di tengah musim dingin, ayah saya mengambil banyak foto parade untuk ditunjukkan kepada saya. Musim dingin di California tidak sedingin musim dingin Korea, rasa dingin tetap dirasa menggigit oleh ayah saya yang terbiasa hidup di negara tropis. Setelah kembali ke Indonesia, ayah saya menunjukkan semua hasil foto jepretan
103
Belajar dari Keberhasilan Korea
beliau. Di karpet ruang tamu, saya duduk sambil terus membolak-balik album foto. Saya melihat foto-foto parade, lagi dan lagi. Kemudian saya menatap Putri Salju di layar televisi. Saya berpikir “Ayah bisa bertemu dengan Mickey Mouse, Cinderella, dan Putri Salju. Apakah aku juga bisa bertemu dengan mereka?” Sejak hari itu saya ingin pergi bertemu dengan karakter animasi yang hidup di bagian dunia yang berbeda. Sejak saat itu setiap hari setelah shalat Shubuh pukul lima pagi, saya menonton program berita internasional. Pesta kembang api dan parade yang saya saksikan di layar televisi sangat mengagumkan. Semakin saya banyak melihat tayangan tersebut, saya sadar bahwa lebih banyak hal-hal yang indah. Grand Canyon dan Golden Gate yang ayah saya kunjungi juga mempesona. Saya ingin mengunjungi keduanya. Saya tertarik melihat objek wisata di luar negeri. Pada saat itu konsep ‘dunia lain’ di dalam kepala saya berubah dari ‘tempat tinggal karakter animasi’ menjadi ‘tempat tinggal orang-orang yang memiliki bahasa serta budaya yang berbeda dengan budaya saya.” Saya belajar bahasa asing sambil menyimpan sebuah penantian akan mengunjungi ‘dunia lain’ tersebut. Bahasa asing yang pertama saya pelajari adalah lingua franca, bahasa Inggris. Setelah mengenal Hallyu, rasa ingin tahu saya terhadap Korea meningkat. Saya pun mempelajari bahasa Korea. Setiap mendengar lagu K-pop, saya semakin menyukai para penyanyinya. Begitu pula saat menonton drama Korea. Perasaan saya terhanyut ke dalamnya. Sejak pertama kali belajar Hangeul lima belas tahun lalu hingga saat ini, banyak hal telah terjadi. Hal-hal itu adalah kesulitan mencari buku di daerah tempat tinggal saya, hingga kebingungan yang dialami karena belajar secara otodidak. Walaupun begitu, keinginan saya untuk pergi ke Korea tidak berubah. Saya ingin mengenal dunia bernama ‘Korea’. Saya ingin mengetahui bagaimana orang Korea hidup dan bagaimana cermin keseharian mereka. Akhirnya saat yang saya nanti-nantikan tiba. Akhir bulan Januari 2017, saya pergi ke Korea. Saya mengikuti studi wisata yang memperlihatkan sisi tradisional dan modern Korea. Saya sangat antusias untuk mencoba makanan Korea dan berwisata bersama peserta studi wisata lain. Rasa antusias saya yang membara dengan cepat dikalahkan oleh udara musim dingin Korea. Hari saat saya tiba di Korea kondisi kesehatan saya kurang baik. Namun beruntung, pada hari berikutnya kondisi saya membaik. Pada hari kedua, kami berencana pergi melihat objek wisata menarik di Seoul meski udara di luar mencapai minus sepuluh derajat. Saat kami berwisata, ada hal yang membuat saya merasa sedih. Setelah melihat-lihat buku di perpustakaan Seoul dan mendengarkan sejarah balai kota Seoul,
104
Memahami Dunia
kami berniat pergi ke arah Gwanghwamun. Tak disangka saat kami keluar dari balai kota, terdapat dua orang yang melakukan aksi protes. Aksi tersebut menyita perhatian siswa peserta studi wisata dan pemandu wisata. Sebelum kami sempat mencerna apa yang sedang terjadi, para siswa peserta studi wisata dibawa ke arah plaza Gwanghwamun. Walaupun begitu saya sempat melihat tulisan yang tercetak di spanduk aksi protes tersebut. Tertulis â&#x20AC;&#x2DC;No Islam, Homoseksualâ&#x20AC;&#x2122;. Meskipun aksi tadi bukanlah aksi yang diikuti oleh banyak orang, saya mengerti keputusan pemandu wisata untuk bergerak cepat dari lokasi protes untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Bersama dengan deru langkah kami, saya bertanya-tanya, â&#x20AC;&#x153;Mengapa?â&#x20AC;? Saya terdiam, seakan menemukan satu area yang belum pernah saya jamah dari dunia yang saya impikan. Bukan berarti saya berpaling dan membenci Korea setelah menyaksikan aksi tersebut, tetapi saya kembali sadar bahwa apa yang saya ketahui tentang dunia ini belum seberapa. Setelah program studi wisata berakhir, saya sempat bercerita kepada dosen program studi saya. Dosen saya yang juga merupakan penutur asli menanyakan pengalaman pertama saya ke Korea. Saya mengatakan bahwa ada banyak pengalaman dan kenangan selama berkunjung ke sana. Pada saat itu saya teringat peristiwa di depan balai kota Seoul dan menceritakannya kepada dosen saya. Mendengar cerita tersebut, dosen saya bersimpati dan mengatakan bahwa sebagian besar orang Korea tidak memiliki masalah dengan agama atau kepercayaan yang dianut seseorang. Saya bisa memahami hal itu, terbukti dengan tidak ada masalah berarti selama saya menjalani studi wisata. Layaknya bersosialisasi dengan orang lain, menerima budaya yang berbeda bukanlah hal yang mudah. Walaupun begitu saya berpikir bahwa meskipun memiliki kebangsaan dan kewarganegaraan berbeda, semua orang saling membutuhkan. Saya menganggap penting untuk bisa hidup bersama dan saling membantu. Meski saya selalu berusaha berpikir positif, masih ada hal yang membuat saya sedih. Hal itu adalah diskriminasi yang dialami oleh orang asing yang tinggal di Korea. Korea bisa dikatakan sebagai negara monokultur karena sejak kedatangan pendahulunya di Semenanjung Korea pada masa prasejarah, bangsa ini tidak banyak bercampur dengan bangsa lain. Saya menyayangkan bahwa Korea belum bisa berkembang dari sisi keragaman di abad 21 ini. Tahun ini, Sam Okyere yang berasal dari Ghana sempat menceritakan diskriminasi yang dialaminya di sebuah siaran televisi. Ia bercerita bahwa suatu hari, ia menaiki kereta bawah tanah jalur dua. Seorang nenek yang melihat Sam langsung duduk di tempat duduk dan melebarkan kakinya seraya melarang Sam untuk duduk. Ditambah lagi ia berkata dengan ketus,
105
Belajar dari Keberhasilan Korea
“Apa yang dilakukan orang hitam di sini? Pulanglah ke negaramu!” Katakata itu memang menyakitkan, tetapi ada hal lain yang membuat Sam makin terluka, yaitu sikap orang Korea yang terdiam menyaksikan kejadian tersebut. Selain Sam, diskriminasi serupa dialami oleh Ujo Paul, seorang Nigeria yang tinggal di Daegu. Saat menggunakan transportasi umum, tidak ada orang yang mau duduk di sebelahnya. Saat ia ingin menyewa rumah pun, ia ditolak dengan alasan bahwa orang yang berasal dari daerah tropis tidak menjaga kebersihan. Selain pengalaman dua orang tadi, hingga saat ini kita masih bisa melihat kurangnya perhatian dan simpati terhadap kebudayaan maupun kebangsaan lain di media massa. Fenomena ini membuat saya berpikir apa yang menyebabkan munculnya video, program komedi, maupun drama seperti itu. Jika melihat sejarahnya, Korea sempat terluka, terenggut kebebasannya, dan kehilangan banyak korban jiwa. Karena mengalami penderitaan dalam waktu lama, emosi bernama ‘Han’ tumbuh dalam setiap orang Korea. Perasaan ini muncul saat seseorang mengalami penderitaan bukan karena kesalahannya sendiri, tapi karena perbuatan orang lain atau terjebak dalam situasi yang pelik. ‘Han’ menggambarkan perasaan sedih yang mendalam karena keadaan yang tidak adil. Perasaan ini hanya diketahui oleh orang Korea sebagai bangsa. Kata ‘Han’ pun telah menjadi salah satu bagian dari budaya Korea dan sulit diterjemahkan ke bahasa lain. Adanya emosi ini membuat saya berpikir. Bukankah orang Korea yang mengalami pengalaman pahit ini seharusnya membuat mereka tidak kuasa untuk membuat orang asing merasakan hal yang sama? ‘Han’ memiliki kelebihan dalam mempersatukan orang Korea, tetapi di sisi lain membangun penghalang dengan orang dengan kebangsaan yang berbeda. Saya merasa orang Korea belum sepenuhnya bisa terbuka terhadap pengaruh asing karena khawatir akan penderitaan masa lalu. Kalau begitu, apakah penyebab diskriminasi terhadap orang asing adalah ‘Han’? Menurut saya cara menyelesaikan permasalahan bukanlah menyalah kan penyebab tanpa mencari solusi. Di samping itu, saya percaya bahwa merasakan suatu emosi adalah hal yang manusiawi. Merasa takut, sedih, rindu, hingga ‘Han’ bukanlah suatu kesalahan. Hal yang paling penting adalah bagaimana kita tidak kehilangan harapan dan tetap mencari cara untuk berjuang meskipun memiliki perasaan tersebut. Untuk mencari cara itu diperlukan pemahaman tentang aspek psikologis manusia. Pengetahuan tentang ‘Han’ sangat berguna dalam hal ini. Aksi protes di depan balai kota Seoul, diskriminasi yang diterima oleh orang asing, hingga ‘Han’ membuat saya kembali berpikir tentang ‘dunia lain’. Selama ini saya menganggap bahwa ‘dunia lain’ sebatas realita dan
106
Memahami Dunia
tempat sekelompok orang yang menggunakan bahasa dan memiliki budaya yang berbeda dengan budaya saya. Namun, saya sadar akan keberadaan dunia lain yang mempengaruhi cara setiap orang hidup, yaitu ‘dunia mental’. Tubuh dan pikiran, raga dan jiwa, serta dunia fisik dan nonfisik eksis dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karenanya untuk mencapai keragaman budaya di Korea, hal yang paling penting adalah pola pikir. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ‘Han’ memiliki kelebihan dan kekurangan pada saat yang sama. Kalau begitu, apakah ‘Han’ dapat membawa Korea ke arah yang lebih baik? Saat saya duduk di kelas tiga SD, untuk pertama kalinya saya belajar mengenai negara-negara yang terhampar di peta melalui pelajaran geografi. Di kelas, guru saya mengatakan bahwa Korea adalah ‘Macan Asia’. Sekarang saya mengetahui alasan julukan tersebut disematkan pada Korea. Jika melihat ke belakang, wajah Korea saat ini banyak berubah jika dibandingkan dengan lima puluh tahun lalu. Perkembangannya dari negara berkembang menjadi negara maju dicapai dengan laju yang sangat cepat. Itulah mengapa banyak pihak menyebut apa yang terjadi pada Korea sebagai ‘Keajaiban Sungai Han’. Saya berpikir bahwa ‘Han’ memiliki bagian peran dari keajaiban itu. Saya pernah membaca buku The Point of Being. Di dalamnya terdapat tulisan mengenai ‘Han’ yang ditulis oleh Ryu Se-mi. Penulis mengatakan bahwa ‘Han’ muncul di antara potensi dan kenyataan. ‘Han’ menggambarkan sebuah paradoks. Di satu sisi ada kesedihan yang mendalam dalam kondisi kekurangan. Di sisi yang berlawanan, di tengah badai yang seakan tak berlalu, tersimpan rasa harap yang terus menerus. ‘Han’ memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Dengan ‘Han’, manusia percaya adanya secercah harapan yang muncul walaupun ada dalam situasi yang paling sulit. Di saat itu, meskipun sangat sedih, terbentuk tekad bulat untuk mengatasinya. Tekad yang muncul dari ‘Han’ tidak dapat dipisahkan dengan orang Korea masa kini. Berdasarkan hal-hal tadi, ‘Han’ adalah hal yang berguna untuk mewujudkan Korea yang multikultur. Masyarakat Korea yang mengenal emosi ‘Han’, tidak ingin membuat orang lain merasakan rasa sakit yang sama. Dimulai dari mimpi masa kecil menemui karakter kartun, mempelajari bahasa asing, hingga menemukan ‘dunia mental’, Korea memiliki arti penting yang membuat saya memahami apa yang dimaksud dengan ‘dunia’. Saat ini saya tidak ingin pergi ke dunia yang berbeda. Saya ingin kita semua yang hidup di bumi ini bersatu sebagai insan manusia tanpa ada tembok yang menghalangi. Saling mengerti dan saling mendukung mewujudkan dunia yang lebih baik. Harapan ini nampaknya adalah hal yang dirindukan setiap orang. Bagaikan musim semi yang datang, masyarakat multikultur di Korea
107
Belajar dari Keberhasilan Korea
akan terwujud. Masyarakat ini akan terwujud pada bangsa Korea, bangsa yang memahami arti kesedihan sekaligus selalu mengharapkan kebahagiaan.
Penulis: Binar Candra Auni adalah mahasiswa program studi Bahasa Korea di Universitas Indonesia. Dia adalah pemenang pertama dalam lomba esai Bahasa Korea yang diselenggarakan oleh INAKOS di tahun 2017.
108
한국 사람과 한국의 교육 칸사 주이이나 (Khansa Zuyyina) (가자마다대학교)
어느 나라에서나 국가 발전을 위해서 가장 중요한 것은 바로 교육이다. 나라 발전뿐만 아니라 개개인으로는 사회적 지위를 얻을 수 있도록 박사 과정까지 교육 받는 사람들도 많이 있다. 사회 생활에서 교육은 중요한 역할을 한다. 취업할 때 학력이 높을수록 받을 수 있는 월급과 좋은 자리를 잡을 기회가 많다. 그러기 위해서 많은 사람들이 더 높은 교육을 받으려고 한다. 나라마다 교육 제도가 다르다. 대부분 경우, 대학교 들어가기 전에 걸린 시간은 약 12년이다. 한국에서도 마찬가지로 초등학교 6 학년까지, 중학교 3학년까지 그리고 대학교 들어가기 전에 마지막 단계로 3학년까지 고등학교를 다녀야 한다. 한국에서 초등학교 들어 가기 전에도 더욱 더 좋은 교육을 받기 위해서 유치원이나 어린이 집으로 아이를 보내는 부모가 많다. 유치원에서는 부담 없이 기분 좋고 행복하게 놀면서 기본적인 교육을 받는다. 예를 들면, 글 쓰기와 글 읽기를 배우고 또 친구들과 어울리면서 인간 관계를 조금씩 알아 보기도 한다. 친화력이 좋으면 나중에 성인 되고 본격적으로 사회 생활을 하게 되면 많이 도움이 될 것이다. 세 살 적 버릇이 여든까지 간다는 속담처럼, 성인이 된 뒤에도 나쁜 버릇이 들지 않도록 어렸을 때부터 잘 가르쳐야 한다. 교육의 목적은 109
Belajar dari Keberhasilan Korea
‘인격 형성’이라고 하는데, 이것에 신경을 쓰는 부모들은 생각보다 많지 않은 것 같다. 대부분 부모는 아이들의 성적 향상에만 신경을 쓴다. 전교 1등을 만들기 위해서 많은 부모들이 아이에게 다양한 형태의 투자를 한다. 때로는 과중한 부모의 경쟁적 투자 심리 때문에 아이가 스트레스를 많이 받기도 하고 심리적으로 좋지 않은 영향을 끼치기도 한다. 그래도 부모와 똑 같이 한 마음을 가지는 아이들도 적지 않다. 아주 어린 나이 때부터 학교뿐만 아니라 학원을 다니고 심지어 과외까지 수업 받는 아이들도 있다. 높은 생활 수준을 누릴 수 있도록 교육의 중요성을 부모들뿐만 아니라 모든 사람들이 깨달아야 하는 것이다. 한 나라에서 교육 수준이 높으면 생활 수준도 높아진다고 한다. 그러나 계속 공부만 하면 아이에게 부작용이 생길 수 있다. 한국의 교육 수준이 높긴 하지만, 부모나 학생들의 스트레스 수준도 만만치 않다. 심지어 공부 때문에 자살하는 학생들도 있다. 이것은 그냥 고개를 돌려 외면 할 수 있는 문제가 아니다. 학생으로서의 부담이 크고 또 부모의 기대감이 필요 이상으로 높으면 학생은 스트레스 받기 십상이다. 고등학생 말고도 초등학생들도 스트레스를 받는다. 부모들은 대학교까지 잘 나갈 수 있도록 아이가 아직 어린 나이 때부터 많은 것을 준비시키기도 한다. 다른 한편으로는 한국의 교육 수준이 높은 편이기 때문에 부차적으로 한국 교육문화에서 스트레스로 가득 찬 상황이 되어 버렸다. 아이 시절은 원래 노는 나인데 공부만 강요하면 아이의 성장에 좋지 않은 점이 생길 지도 모른다. 특히 아이의 성격은 환경에 따라 달라질 수 있다. 좋은 환경에 자라 온 아이는 무조건 좋은 성격을 가진다는 등식은 존재하지 않는다. 아이에게 부모의 가정교육이 가장 큰 영향을 끼친다고 하는데, 성적 빼고 아이의 다른 면에 관심이 없는 부모는 어쩌면 아이에게 좋지 않은 기억이 될 수 있다. 부모님의 말씀을 잘 들어야 하는데 가끔 부모 때문에 스트레스를 받는 경우가 발생한다. 학교 끝나고 친구를 못 만나고 바로 학원으로 110
Pendidikan Korea dan Hal di Sekitarnya
가는 학생들은 친구와 함께 수다 떠는 시간이 없어서 스트레스를 푸는 방법도 없어지는 것이다. 학원 안 가고 바로 집에 가더라도 공부만 시키는 부모들도 꽤 많이 있다. 이러한 상황에도 불구하고 한국의 교육 제도의 결실이 오늘날의 한국을 만들었음이 분명해 보인다. 경제적 가치가 있는 자연 자원이 별로 많지 않은 나라지만 한국은 인적 자원이 풍부하다. 이 인적 자원이 한국을 성공으로 이끌었다. 한국의 인구는 인도네시아의 인구보다 훨씬 적지만 교육 수준은 상대적으로 높은 것 같다. 한국 학생들의 진득한 공부 습관과 공부하는 과정의 인내를 통해서 여러 가지 긍정적인 점을 터득하게 해준 것이다. 예를 들면, 시작하는 마음인 초심과 지속하는 인내심의 중요함을 자연스럽게 이해할 수 있고, 계획한 바를 끝까지 끌고 가야 하는 마음 가짐을 가지게 된 것이다. 한국 역사를 뒤돌아 보면1950년대에는 인도네시아와 한국의 경제 상태는 비슷하였다. 제2차 세계 대전 직후에 경제적으로 꽤 힘들었던 시절이었다. 그러나 인도네시아는 겨울 같은 계절이 없어서 언제라도 어떤 종류의 나무를 심어도 다 잘 자라고, 대용식으로 밥 대신 먹을 수 있는 구근작물이 한국보다 훨씬 많다. 과일과 야채도 마찬가지로 계절과 상관 없이 언제나 쉽게 따 먹을 수 있다. 한국은 4계절이 구분되어 있는 나라여서 인도네시아와는 달리 계절에 따라 경작할 수 밖에 없다. 게다가 한국은 카르스트 지형이기 때문에 농업에 최적의 상태가 아니다. 그리고 겨울은 날씨가 너무 추워서 나가서 일을 하기도 힘들고, 반찬으로는 김치만 먹고 살았던 시절이 있었다. 너무 힘들어서 다시는 그렇게 살고 싶지 않는 마음으로 변화가 보이기 시작했었다. 1950년대부터 한국 정부는 교육의 중요성을 인지하고 문맹을 퇴치하는데 힘썼다. 한국의 문자 해득율은 현재 거의 100%이고, 교육도 최고 수준으로 높아졌다고 한다. 그리고 한국에는 좋은 대학교가 많다. 그래서 외국의 많은 젊은이들이 한국에서 대학에서 다니려고 유학에 많은 관심을 보이고 있다. 111
Belajar dari Keberhasilan Korea
몇 년 전까지는 한국 하면 제일 먼저 떠오르는 것이 한류 문화나 케이 팝이라고 했는데, 이제는 한국의 교육제도가 주목 받고 있다는 주장도 있다. 현대 사회에서 가장 중요한 것은 과학 기술이라고 하며, 언제부터인가 한국의 과학기술은 세계적으로 널리 알려지게 되었다. 예를 들면, 한국의 대표적인 제품은 삼성 브랜드다. 어디를 가든지 삼성 휴대전화를 쓰는 사람을 쉽게 찾아볼 수 있다. 또한 세계가 한국에서 개발한 기술에 대해 관심을 보이고 있다. 한국과학기술원 카이스트에서 공부하는 외국 학생들도 많다고 한다. 한국과학기술원 말고도 다른 대학교에 교환 학생으로 한국에서 수학하는 외국인 유학생들이 많아지고 있다. 이것은 바로 한국 교육에 관심이 높으며 보다 좋은 교육을 받기 위한 현상이다. 자신의 나라에서 배울 수 없는 것들 중에서 필요한 유형 무형의 경험을 가지고 돌아간다는 것이다. 한 학기나 일년 동안 단기 유학을 하고 귀국하여도 한국에서 얻은 경험을 어느 정도는 적용할 수 있을 것이다. 교환 학생으로 한국에 머무르면서 한국 문화를 이해하고 한국 친구들과 어울리는 것은 부차적으로 다른 나라의 문화와 관습을 더 존경스럽게 생각하고 조심스럽게 행동하게 된다. 한국의 교육 수준이 높아서 좋지만 아쉬운 점도 있다. 가장 큰 문제의 하나는 출산률이 높지 않다는 것이다. 그런데 이것은 비단 한국의 문제뿐만 아니라 모든 선진국의 문제라고 한다. 왜냐하면 교육 수준이 높아지면서 여성들의 사회적 지위도 높아지니까 결혼할 생각이 없어진다. 결혼하면 여유롭게 행동할 수도 없고 아이를 갖게 되면 육아에 신경도 써야 되기 때문에 일할 때 스트레스가 배가 될 수 있기 때문이다. 결혼을 하더라도 아이 갖기를 싫어하는 사람도 있다. 이들은 아이를 보살피는 것보다 회사 일을 선호하는 사람들이며, 아이 때문에 사표를 내야 할 경우가 생길 것을 걱정하는 사람들이다. 높은 자리까지 올라 갔는데 굳이 아이 때문에 물러서는 것이 말이 안 된다고 생각 하는 사람들이 바로 이들이다. 이러한 현상은 지속적으로 증가될 것 같다. 112
Pendidikan Korea dan Hal di Sekitarnya
출생률이 낮은 데다가 일 때문에 스트레스를 받고 자살하는 사람들도 늘고 있다. 사망률이 출생률보다 높으면, 가까운 장래에 아주 심각한 나라 문제가 될 수 있다. 자살하는 사람들 중에는 직장인뿐만 아니라 학생들도 적지 않다는 것은 놀라울 따름이다. 먹고 살기 위해서 힘 들여 일 하기 때문에 스트레스를 받는 것이 당연하다고 생각하는 사람도 있다. 결과는 높은 자살률로 이어진다. 겉으로만 보면 한국은 꽤 좋은 나라이다. 자세히 알아 본다면, 더 많은 것을 이해할 수 있다. 교육으로부터 성장하는 나라가 선진국이 될 수 있다. 거기까지 가는 데는 시간 문제만 남을 뿐이다. 한국 사람과 한국 교육에서 꼭 배워야 할 몇 가지 이유가 있다. 첫 째, 애초에 공부를 시키는 사람은 본인 말고 다른 사람이지만 시간이 흘러 가면서 스스로 공부하기 시작한다. 처음에 억지로 하는 것이지만 습관이 되면 벗어나기가 어렵다. 공부가 습관이 되면 조금 더 재미있게 즐길 수 있다. 둘 째, 초심과 인내심의 중요성을 깨달을 수 있다. 초심을 잃지 않고 좋은 결과가 나올 때까지 절대 포기하지 않는 마음을 가져야 성공할 수 있다. 성공하려면 많은 것을 희생을 각오하고 많은 투자를 해야 한다. 시간 투자하는 것만으로도 미래가 바뀔 수 있다. 셋 째, 두 번 다시 똑 같은 실수를 하지 않게 열정적으로 일 하면서 밝은 미래를 위한 목표달성을 포기 하지 않는 것이다. 한국의 유명한 속담 중에는 ‘인생은 칠전팔기’라는 것이 있다. 일곱 번 넘어져도 여덟 번째 다시 일어 선다는 뜻이다.
113
PENDIDIKAN KOREA DAN HAL DI SEKITARNYA Khansa Zuyyina
Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting bagi suatu negara untuk berkembang. Tidak hanya untuk perkembangan negara saja, tidak sedikit pula jumlah orang yang menempuh pendidikan hingga jenjang doktoral untuk bisa mendapatkan status sosial yang lebih tinggi. Dalam kehidupan sosial, pendidikan memegang peran yang penting. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, kesempatan untuk mendapatkan posisi yang tinggi dengan penghasilan yang lebih tinggi pun juga meningkat. Demi hal tersebut, secara tidak langsung orang-orang pun berlomba-lomba untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Setiap negara memiliki sistem pendidikannya tersendiri. Sebagian besar sistem pendidikan dasar di banyak negara memakan waktu kurang lebih 12 tahun sebelum menyentuh bangku perguruan tinggi. Di Korea pun juga seperti itu. Sekolah dasar selama 6 tahun, sekolah menengah pertama 3 tahun, dan sebelum masuk ke perguruan tinggi sebagai tahap terakhir adalah mengenyam pendidikan selama 3 tahun di sekolah menengah atas. Di Korea, tidak sedikit orangtua yang mengirimkan anak-anak mereka ke Taman Kanak-kanak atau pre-school sebelum masuk sekolah dasar dengan tujuan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan matang. Di taman kanak-kanak, anak-anak menerima pendidikan dasar sambil bermain dengan hati gembira dan tanpa beban. Misalnya, mereka belajar membaca dan menulis dan sedikit demi sedikit mempelajari tentang hubungan sosial sambil bercengkerama dengan teman sebayanya di kelas. Jika sang anak memiliki sifat yang ramah dan mudah bergaul dengan teman-temannya, hal ini akan menjadi nilai tambah dan membantu anak itu untuk bisa menjalani kehidupan sosial ketika dewasa nanti.
114
Pendidikan Korea dan Hal di Sekitarnya
Ada sebuah peribahasa Korea yang berarti â&#x20AC;&#x153;kebiasaan umur 3 tahun akan terus terbawa sampai umur 80â&#x20AC;?. Maksud dari peribahasa ini adalah anak-anak harus dididik dengan baik dan benar agar nantinya ketika tua, kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan semasa kecil tidak terbawa sampai ke liang kubur. Dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan adalah pembentukan karakter, tetapi tidak banyak orangtua yang memperhatikan hal ini. Kebanyakan orangtua hanya mempedulikan nilai anaknya saja. Agar anaknya bisa mendapatkan peringkat pertama, banyak orangtua yang menginvestasikan berbagai macam hal demi anaknya. Akan tetapi, hal tersebut membuat anak menjadi stres dan terkena dampak psikologis yang juga cukup besar. Meskipun begitu, tidak sedikit juga anak yang memiliki tujuan yang sama dengan orangtuanya. Tidak hanya menerima pelajaran di sekolah, bahkan ada yang sampai mendapatkan pelajaran tambahan di lembaga bimbingan belajar, dan juga memanggil guru privat ke rumah. Ternyata, pentingnya pendidikan demi standar kehidupan yang lebih baik bukanlah disadari oleh para orangtua saja. Apabila tingkat pendidikan di suatu negara cukup tinggi, maka standar kehidupan sosialnya juga meningkat. Akan tetapi, banyak juga orangtua yang tidak memahami bahwa dengan hanya tindakah penekanan atau pemaksaan kepada anak, maka akan muncul efek negatif yang timbul bagi anak. Tingkat pendidikan di Korea memang tinggi, akan tetapi tingkat stres yang diterima juga tidak bisa dikatakan rendah. Bahkan, siswa yang bunuh diri akibat stres belajar di Korea cukup banyak. Hal ini tentu bukanlah permasalahan ringan yang bisa diabaikan begitu saja. Beban sebagai siswa sudah sangat berat, ditambah lagi dengan harapan dan keinginan orangta yang terlalu banyak. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang mengherankan jika anak menjadi stres. Tidak hanya siswa SMA yang dihadapkan dengan ujian masuk perguruan tinggi, bahkan siswa sekolah dasar pun menerima tekanan yang cukup berat dari orangtuanya di usia yang masih cukup muda. Para orangtua menyiapkan berbagai macam hal untuk anaknya agar anak itu bisa mengenyam pendidikan sampai bangku kuliah. Di sisi lain, dengan tingginya tingkat pendidikan di Korea dengan segala lingkungan yang penuh persaingan, lingkungan pendidikan di Korea menjadi penuh tekanan dan rentan stres. Masa kana-kanak seharusnya adalah masa di mana anak-anak bisa bermain tanpa beban. Apabila hanya menekankan belajar terus menerus kepada anak, bisa jadi ada hal negatif yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Terutama, pengaruh pada perangai anak yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Anak yang tumbuh di keluarga yang berada, tidak menjamin anak tersebut juga memiliki sifat yang baik. Perlakuan orangtua
115
Belajar dari Keberhasilan Korea
adalah salah satu hal yang paling mempengaruhi sifat anak. Akan tetapi, sifat orangtua yang tidak tertarik pada anak selain tentang nilai dan prestasinya di sekolah bisa menjadi kenangan yang tidak baik bagi anak. Sebagai anak orangtua, kita harus mendengarkan perkataan mereka, namun tidak sedikit ditemukan kasus anak yang lebih stres akibat tekanan dari orangtua. Anak-anak yang langsung pergi ke tempat bĂŹmbingan belajar tambahan setelah pulang sekolah, kehilangan waktu untuk bisa bertemu dan bermain dengan teman sebaya yang secara tidak langsung membuat mereka juga kehilangan waktu untuk bisa melepaskan stressnya. Bahkan, ada juga orangtua yang hanya menyuruh anaknya untuk belajar ketika sudah sampai rumah, meskipun anak tersebut tidak pergi ke lembaga bimbingan belajar di luar sekolah. Meskipun begitu, sistem pendidikan Korea yang seperti itulah yang membentuk Korea sekarang ini. Meskipun Korea bukanlah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah, namun sumber daya manusianya sangat mencukupi. Jumlah penduduk Korea memang tidak sebanyak jumlah penduduk Indonesia, tetapi dengan tingginya tingkat pendidikan di Korea, hal tersebut cukup membantu dalam bidang lainnya. Siswa di Korea bisa mengambil hikmah dari kebiasaan belajar yang melelahkan dan sangat keras, seperti tentang pentingnya kesabaran dan niat awal ketika memulai sesuatu. Niat itu adalah â&#x20AC;&#x153;mengerjakan sesuatu tidak boleh setengah setengah dan harus diperjuangkan hingga akhir batas kemampuanâ&#x20AC;?. Jika menoleh kembali ke sejarah Korea, keadaan Korea dan Indonesia tidaklah jauh berbeda pada tahun 1950an. Pasca Perang Dunia ke-2, keadaan kedua negara tidak bisa dibilang baik-baik saja, dan masa tersebut merupakan masa yang sulit secara ekonomi. Akan tetapi, berbeda dengan Korea, sebagai negara tropis yang tidak memiliki musim seperti musim dingin, Indonesia memiliki banyak alternatif bahan makanan pokok pengganti beras yang bisa dipanen dan dimakan kapan saja. Sama halnya dengan buah dan sayuran yang bisa dipetik dan diproses sebagai masakan, orang Indonesia bisa dengan mudah menemukan pohon buah dan sayuran di mana saja. Sebagai negara 4 musim, Korea tidak bisa dengan mudah melaksanakan proses cocok tanam kapan saja. Orang Korea harus menunggu musim tertentu untuk bisa menanam dan memanen hasilnya. Ditambah lagi dengan topografi Korea yang sebagian besar adalah tanah kapur yang tidak bagus untuk pertanian, membuat Korea semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dalam negeri kala itu. Selain itu, dikatakan bahwa musim dingin di Korea sangatlah dingin sehingga ada masa ketika orangorang tidak bisa bekerja di luar rumah. Hal tersebut pada akhirnya membuat
116
Pendidikan Korea dan Hal di Sekitarnya
orang memutuskan untuk tetap tinggal di dalam rumah dan hanya bisa makan nasi dengan kimchi sebagai satu-satunya lauk. Keadaan yang menyedihkan tersebut tidak bisa disebut sebagai suatu kenangan indah di masa lalu. Kemudian, dengan menyatukan hati dan bertekad untuk tidak akan hidup seperti itu lagi, perubahan di Korea mulai terlihat. Kala itu, pemerintah mulai menyadari pentingnya pendidikan bagi warganya, dan pemerintah Korea pun berusaha untuk menurunkan angka buta huruf. Berbeda dengan zaman dulu, angka melek huruf di Korea kini bisa dikatakan hampir 100% dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Selain itu, jumlah universitas yang berkualitas di Korea pun semakin bertambah. Banyak siswa asing yang menunjukkan ketertarikannya untuk bisa menempuh pendidikan di negeri ginseng. Sampai beberapa tahun yang lalu apabila mendengar negara Korea, yang pertama kali terlintas dalam pikiran adalah budaya Korea atau bahkan banyak yang menyebutkan K-Pop, namun sekarang ini sistem pendidikan Korea juga mulai dilirik dan menjadi perhatian dunia. Dalam masyarakat global, hal yang paling penting adalah teknologi. Teknologi yang dimiliki dan dikembangkan oleh Korea pun kini semakin dikenal luas di seluruh dunia. Tidak sulit menemukan orang yang menggunakan produk teknologi Korea di luar negeri. Bahkan semakin banyak orang yang menunjukkan ketertarikannya pada perkembangan teknologi di Korea yang dibuktikan dengan cukup banyaknya mahasiwa asing yang menempuh pendidikan tinggi di KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology). Selain KAIST, banyak juga mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di universitas Korea lainnya sebagai siswa pertukaran pelajar. Banyak hal yang bisa ditemukan dan dipelajari di Korea yang mungkin tidak ada di negara asal para mahasiswa asing. Setelah mengenyam pendidikan selama kurang lebih satu hingga dua semester atau bahkan bertahun-tahun di Korea, mahasiswa asing bisa kembali ke negara asalnya dan menerapkan berbagai macam hal serta pengetahuan yang mereka dapatkan selama di Korea. Bagi siswa asing yang merasakan langsung kehidupan dan budaya Korea sebagai siswa pertukaran pelajar, bercengkrama dengan orang Korea dan mengalami langsung kehidupan di sana, secara tidak langsung membuat mereka bisa lebih menghargai budaya orang lain dan lebih berhatihati dalam bertindak. Tingginya tingkat pendidikan di Korea tentu bukanlah hal yang buruk, tetapi ada beberapa hal yang disayangkan. Salah satunya dalah rendahnya angka kelahiran di Korea. Hal ini bukan hanya permasalahan bagi Korea saja, tetapi juga menjadi permasalahan hampir di semua negara maju. Hal tersebut terjadi dikarenakan semakin tingginya pendidikan di Korea,
117
Belajar dari Keberhasilan Korea
semakin tinggi juga jabatan sosial yang bisa diperoleh, sehingga membuat orang mengesampingkan pikiran untuk segera menikah. Jika menikah, maka kebebasan untuk melakukan berbagai macam hal menjadi berkurang. Ditambah lagi jika ada anak, beban merawat anak bisa menambah stres menjadi dua kali lipat. Ada juga pasangan yang tidak ingin memiliki anak meskipun sudah menikah. Tidak sedikit orang yang berpikiran bahwa tekanan ketika bekerja di kantor masih tidak ada apa-apanya dibanding dengan tekanan ketika harus merawat anak. Banyak juga orang yang tidak ingin melepaskan jabatan tingginya yang diperoleh dengan susah payah hanya demi merawat anak di rumah. Korea memiliki angka kelahiran yang rendah, masih ditambah dengan angka bunuh diri yang tinggi akibat tekanan ketika bekerja yang terlalu besar. Hal ini bukan tidak mungkin bisa menjadi masalah yang cukup serius di masa depan. Penyumbang angka bunuh diri yang tinggi di Korea tidak hanya berasal dari kalangan pekerja atau karyawan perusahaan saja. Angka bunuh diri di kalangan siswa juga cukup tingi. Banyak yang berpikir bahwa bekerja banting tulang secara berlebihan demi sesuap nasi dan belajar matimatian demi masuk perguruan tinggi ternama merupakan hal-hal yang sudah pasti mendatangkan tekanan berlebih, sehingga kebanyakan orang hanya mengabaikan gejala stres yang timbul akibat hal-hal tersebut. Hasilnya adalah angka kematian karena bunuh diri yang cukup tinggi. Jika dilihat dari luar, Korea merupakan negara yang menarik. Jika dilihat secara lebih teliti lagi, kita bisa menyadari dan mempelajari banyak hal dari Korea. Sebuah negara bisa menjadi negara maju dengan meningkatkan kualitas pendidikannya. Hanya masalah waktu untuk bisa sampai di titik tersebut. Dari sistem pendidikan Korea, ada beberapa hal yang bisa dipelajari dan diambil hikmahnya. Yang pertama, kebiasaan bisa dimulai dari keadaan yang terpaksa. Seperti ketika belajar, memang pada awalnya yang menyuruh untuk belajar bukanlah diri sendiri melainkan orang lain. Akan tetapi, dengan berjalannya waktu dan rasa terbiasa, tanpa perintah dari orang lain pun belajar akan menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan meski pada awalnya merupakan sebuah keterpaksaan. Yang kedua, menyadari betapa pentingnya kesabaran dan niat awal ketika memulai suatu pekerjaan. Kesuksesan berawal dari tekad untuk tidak menyerah sampai hasil yang diinginkan bisa tercapai, dan terus bersabar sambil berusaha meskipun banyak sekali cobaan. Kesuksesan pun membutuhkan pengorbanan dan investasi. Bahkan investasi waktu di masa sekarang pun bisa mengubah keadaan di masa depan.
118
Pendidikan Korea dan Hal di Sekitarnya
Yang ketiga adalah bekerja dengan sepenuh hati dan tidak menyerah dengan tekad agar tidak lagi perlu menjalani kehidupan pahit seperti yang pernah dialama di masa lalu. Dengan merasakan masa lalu yang pahit dan penuh perjuangan, orang akan terus berjuang untuk bertahan hidup dan tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
Penulis: Khansa Zuyyina adalah mahasiswa program studi Bahasa Korea di Universitas Gadjah Mada. Dia adalah pemenang ke-2 dalam lomba esai dalam Bahasa Korea yang diselenggarakan oleh INAKOS di tahun 2017.
119
120
언어는 문화적 표현 헤를리나 리아나 (Herlina Riana) (인도네시아교육대학교)
인도네시아 국민인 우리는 ‘통일 국가의 언어’라는 명제를 확실하게 알고 있습니다. 1928년 9월 28일 ‘청년의 맹세’(Sumpah Pemuda) 에서 인도네시아 청년들은 이 명언을 선언했습니다. 이 선언은 하나의 통일된 언어로 다문화 사회인 인도네시아를 단결시킬 수 있다고 말하고 있습니다. 우리가 오늘날 그 명언을 다시 음미해 볼 때 그 자체에 큰 힘이 실려져 있음을 알 수 있습니다. 그 명언은 언어가 한 국가를 하나로 묶어서 단결시킬 수 있는 커다란 힘을 가지고 있음을 의미합니다. 다문화 사회를 하나로 묶을 수 있을 뿐만 아니라, 언어는 다른 나라와의 관계를 긴밀하게 할 수 있습니다. 그래서 한국어를 공부하면 인도네시아와 한국은 보다 가까워지게 됩니다. 사람들은 다른 사람들과 언어로 사회화할 수 있습니다. 혼자 살 수 없는 사회적 존재로서의 인간은 서로가 필요합니다. 그러므로 그들의 필요를 다하기 위해 인간은 소통해야 합니다. 이를 위해서 우리는 다른 사람들과 더불어 협력해 나가야 하겠습니다. 가족과 소통하고, 주변 사회와 소통하고, 보다 더 넓은 범위의 사회와 소통하여, 세계화 시대에 우리는 다른 나라 사람들과도 소통할 수 있습니다. 오늘날 과학기술은 빠르게 성장하고 있습니다. 그래서 전 세계에 121
Belajar dari Keberhasilan Korea
다른 지역에 있는 나라 사람들과도 쉽게 소통할 수 있게 도와 줍니다. 세계화의 과정에서 인도네시아도 세계화의 일부가 되는 것을 놓치지 않습니다. 인간이 소통하는 데 가장 필요한 것은 언어입니다. 언어를 사용하여 사람들은 집중적이고 효과적으로 소통 할 수 있습니다. 인도네시아어대사전(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008) 에 따르면, 언어는 사회가 상호적으로 협조하기 위해서 사용하는 상징적인 소리의 임의적 체계입니다. 언어는 사회가 협조하고 상호 작용하여 서로를 식별하기 위해서 사용 됩니다. 언어를 통해서 우리는 더 명확하게 우리의 목적을 전달할 수 있을 것입니다. 저는 한국어교육과 학생으로서 이 기회에 인도네시아와 한국에 존재하는 사회문화적 다양성을 보다 깊이 이해하기 위해서 두 나라 언어를 폭 넓게 배우는 것이 중요하다는 의견을 표명하고자 합니다. 그래서 저는 지금 한국어를 열심히 공부하는 것이 매우 중요하다는 생각을 하고 있습니다. 최근에 알게 되었는데, 인도네시아와 한국 정부 사이에는 많은 상호협력 약속이 있습니다. 정치와 외교분야, 경제분야, 사회문화분야, 교육분야 등 다방면에서 양국은 협력관계를 발전시켜 나가고 있습니다. 그래서 현재 인도네시아에는 많은 사람들이 한국어 배우기에 관심이 많습니다. 그들은 한류 웨이브와 빠르게 성장하는 한국의 과학기술 때문에 관심을 가지게 되었습니다. 이로 인해서, 많은 사람들이 한국에 유학을 하거나 한국에서 일하기를 원합니다. 한국에 가는 것은 확실히 좋은 기회입니다. 그러므로 한국어를 배우는 것이 중요합니다. 한국에서도 인도네시아어를 공부하는 사람들이 많이 있습니다. 2016년 3월 31일자 콤파스(Kompas)는 부산외국어대학교에 인도네시아어를 공부하는 학생이 300명이나 된다고 보도했습니다. 언어마다 고유한 특성이 있습니다. 인도네시아어와 한국어도 그렇습니다. 두 언어의 큰 차이점은 한글이라는 글자입니다. 한국어를 공부하려면 한글을 먼저 공부해야 하기 때문에 많은 사람들은 종종 한국어 공부하기가 어려울 것이라고 생각하는 경우가 있습니다. 122
Bahasa Manifestasi Budaya
한국어를 이해하려면 먼저 한글을 공부해야 합니다. 알파벳을 사용하는 인도네시아어는 한국어와 확실하게 다릅니다. 언어를 공부하는 과정에서 언어 자체가 독특하고 서로 달라 어려움을 만나게 됩니다. 학습은 기초부터 조금씩 조금씩 시작하면 됩니다. 그래도 한국어를 공부하는 데는 여전히 많은 어려움이 있습니다. 2013년 인도네시아 교육문화부는 내각 규정 제 69호에 따라 고등학교와 대학과정에서 한국어를 전문화 대상으로 선정했습니다. 어려운 문제는 언어 자체뿐만이 아닙니다. 언어를 공부할 때 우리는 또한 그 언어를 가진 사람들의 사회문화적 배경도 공부해야 합니다. 그래야 문화적 충격을 예방할 수 있습니다. 언어는 문화적 표현이기 때문입니다. 인도네시아어대사전에 따르면, 문화는 마음, 이성 또는 관습으로 정의됩니다. 그 동안 저는 한국어를 공부하면서 한국에 대해서 많은 것을 알게 되었습니다. 또한, 한국인을 만날 기회가 생기면서 저는 이미 배운 한국어를 연습할 수 있고, 한국의 문화 생활과 사회 생활도 조금씩 공부할 수 있습니다. 그것은 확실하게 저에게 귀중한 경험이 됩니다. 언어를 배우면 각 나라의 고유성에 대한 정보를 서로 주고 받을 수 있습니다. 우리는 이 나라에 대한 정보를 한국인들에게 제공하고, 한국인들도 우리에게 한국의 이모저모에 대해서 이야기 해 줍니다. 물론 우리가 언어를 통해서 자유자재로 소통을 할 수 있다면 더욱 재미있을 것입니다. 인도네시아에 한국어 학습에 관심이 있는 사람들이 더욱 증가하고, 한국에서도 인도네시아어를 공부하려는 사람들이 많아졌으면 좋겠습니다. 그렇게 되면, 양국에 관한 정보를 보다 쉽게 얻을 수 있고 상호 간의 이해관계도 따라서 더 좋아질 것입니다. 우리는 한국어를 공부할 때 존댓말과 보통 말, 그리고 반말이 있다는 것을 알아야 합니다. 인도네시아의 인사말 아빠 까바르(Apa Kabar?) 도 한국어로는 “안녕하십니까?”, “안녕하세요?”, “안녕?“ 등 다양하게 표현됩니다. 한국어 표현의 다양함은 한국어를 처음 배우는 사람들을 123
Belajar dari Keberhasilan Korea
분명히 혼란스럽게 만들 것입니다. 이러한 차이점은 윗사람과 아랫사람, 노인과 젊은 사람, 같은 나이 또래 간에 사용하는 말이 서로 다르기 때문입니다. 명사조차도 높임 말과 보통 말이 있습니다. 예를 들어, 인도네시아어로 나시(nasi)는 한국어로 ‘밥’이지만, 어른들이나 윗사람에게는 ‘진지’라고 해야 합니다. 인도네시아어에 루마(rumah) 는 한국어로 ‘집’입니다. 그러나 높임 말로는 ‘댁’이 됩니다. 따라서 이러한 차이가 이해되지 않으면, 한국 사회에서는 윤리적 품위 문제가 될 수 있습니다. 이를 위해서 우리는 언어뿐만이 아니라 문화도 배워야 합니다. 관용적 표현인 숙어를 사용할 때도 분명히 다릅니다. 그래서 다른 문화권에서는 그 언어의 뜻을 알고 있어도 숙어를 처음 접하면 쉽게 그 의미를 이해하지 못합니다. 한국어로 오만한 사람을 묘사하려면 ‘ 콧대가 높다’라고 하지만, 인도네시아어로 그것을 다르게 표현하는 데 ‘큰 머리’(besar kepala)라고 합니다. 그리고 한국어로 다른 사람들의 비밀을 잘 유지한 사람에 대한 표현을 ‘입이 무겁다’라고 하지만, 인도네시아어로 ‘뚱뚱한 위’(berlipat perut)라고 합니다. 또 다른 예도 많습니다. 한국어로 다른 사람들의 말을 또 다른 사람에게 전하기를 좋아하는 사람을 ‘입이 가벼운 사람’이라고 합니다. 그러나 같은 단어가 인도네시아에서는 다른 뜻으로 쓰입니다. 인도네시아어로 ‘ 링안 비비르’(ringan bibir)는 한국어처럼 ‘가벼운 입’이라는 뜻이지만, 말을 잘 하거나 질문을 좋아하는 사람을 의미합니다. 차이점이 참 많지요? 인도네시아와 한국은 문화 생활이 다양합니다. 언어를 통해서 소통함으로써 우리는 다양한 종류의 정보, 특히 사회와 문화에 관한 정보를 교환 할 수 있습니다. 분명히 그것은 우리에게 차이를 인정하거나 서로 불일치한 부분이 있음을 용인하도록 가르쳐 줍니다. 인도네시아 사람들이 악수로 인사하고 슬라맛 빠기(Selamat Pagi), 슬라맛 시앙(Selamat Siang) 또는 슬라맛 말람(Selamat Malam) 이라고 하면, 우리는 한국 사람들은 인사할 때 "안녕하세요?", “ 안녕하십니까?” 또는 “안녕?”이라고 말한다는 것을 배우게 됩니다. 124
Bahasa Manifestasi Budaya
인도네시아 사람들이 식사하기 전에 우리는 보통 ‘슬라맛 마깐 (Selamat Makan)’이라고 말합니다. 그러나 한국어에서는 그 문자 그대로 인도네시아 단어를 번역 할 수 없지만, 그들의 문화는 보통 식사 전에 “잘 먹겠습니다”라고 말하고, 식사 후에는 "잘 먹었습니다" 라고 말합니다. 사람들의 태도에는 많은 차이점이 있습니다. 인도네시아에서는 무언가를 지적하고 싶다면 엄지 손가락으로 가리 킵니다. 그러나 한국에서는 엄지 손가락을 사용하는 것이 때때로 나쁜 의미로 간주되므로 검지로 가리키는 것이 좋습니다. "야(Ya)"가 인도네시아어로는 동의를 나타내지만, 한국어로 "야(Ya)!"하면 감탄의 뜻을 나타냅니다. 사회 문화 면에서도 차이점이 있습니다. 전통적인 축하연이나 축제에서 인도네시아 사람들은 인도네시아의 전통 의상 끄바야 (kebaya)를 즐겨 입습니다. 인도네시아의 전통 의상인 이 끄바야는 끄바야 까르티니(kebaya Kartini)와 끄바야 순다(kebaya Sunda), 끄바야 발리(kebaya Bali)와 끄바야 꾸투바루(kebaya Kutubaru), 끄바야 자와(kebaya Jawa) 등 지방 마다 특색이 있습니다. 끄바야 입을 때는 까인 바띡(kain batik), 까인 송껫(kain songket)과 까인 사룽(kain sarung)도 같이 입습니다. 그리고 머리 장식도 합니다. 여자들은 보통 가발의 일종인 상굴(sanggul)로, 남자들은 장식용 모자인 블랑콘(blangkon)이나 리스콜(liskol), 이켓(iket)이나 우뎅 (udeng), 또는 송클록(songklok)으로 합니다. 한국 사람들의 전통 의상도 아름답습니다. 한국 사람들은 한국의 자연미를 대표하는 다양한 색채와 아름다운 모티브를 지닌 전형적인 한국 전통 의상인 한복을 입습니다. 한복은 결혼식이나 어린이들의 생일날, 설날이나 추석 등 전통적인 축제 때 착용합니다. 밝은 색상으로 구성된 한복은 여자용으로는 보통 저고리와 치마가 있고, 남자용으로는 저고리와 조끼와 바지가 있습니다. 그리고 머리 장식도합니다. 여자는 머리로 쪽을 짓고 비녀를 꼽는데, 옛날에는 125
Belajar dari Keberhasilan Korea
가채라 하여 가발로 만든 머리장식도 있었습니다. 남자들은 외투인 두루마기를 입고 갓이라는 테가 둥근 모자를 썼습니다. 위에 언급한 사회와 문화 면의 차이점은 언어 소통을 통해서 보다 확실하게 배울 수 있습니다. 우리는 언어 학습 이외에도 사회와 문화적 차이를 공부해야 불필요한 오해를 피할 수 있습니다. 이를 통해서 우리는 서로 다른 사회와 문화를 간접적으로나마 습득할 수 있겠습니다. 그래서 우리는 한국어 학습으로 인도네시아어와 한국어의 유사점과 차이점을 공부하면서 사회와 문화 면의 다양한 특징과 전통도 더 많이 배웠으면 좋겠습니다.
126
BAHASA MANIFESTASI BUDAYA Herlina Riana
Sebagai bangsa Indonesia tentu kita tidak asing lagi mendengar ungkapan â&#x20AC;&#x153;Bahasa sebagai Pemersatu Bangsaâ&#x20AC;? yang diserukan oleh para pemuda pada Hari Sumpah Pemuda tepatnya tanggal 28 Oktober 1928. Hal tersebut dikemukakan sebagai seruan bahwa dengan berbahasa Indonesia kita bisa mempersatukan Bangsa Indonesia yang merupakan masyarakat multikultural. Namun, apabila dilihat lagi penggalan kata di atas pada masa kini, tentu kata tersebut mempunyai kekuatan tersendiri di dalamnya, yakni bahwa bahasa memang mempunyai kekuatan yang besar untuk mempersatukan sebuah bangsa. Saat ini Bahasa bukan hanya mempersatukan masyarakat bangsa itu sendiri yang masyarakatnya multikultural, namun bahasa juga mampu menyatukan sebuah bangsa yang berbeda, seperti halnya dalam pembelajaran Bahasa Korea yang dapat menyatukan Indonesia dan Korea. Melalui Bahasa, manusia bisa bersosialisasi antarsesama. Manusia sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tentu akan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia perlu berkomunikasi dan bekerja sama dengan anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Bukan hanya sekadar berkomunikasi dengan anggota keluarga saja atau pun dengan lingkungan terdekat di sekitar, melainkan masyarakat sekitar yang jangkauannya lebih luas lagi, bahkan juga dengan masyarakat yang ada di belahan dunia lain. Dewasa ini teknologi berkembang secara pesat dan menyebabkan semakin mudahnya orang-orang di berbagai belahan dunia untuk bisa berkomunikasi dengan mudah. Dengan adanya proses globalisasi tersebut,
127
Belajar dari Keberhasilan Korea
Indonesia juga tak terlewatkan untuk ikut terjun di dalamnya. Oleh karena itu, salah satu hal terpenting yang dibutuhkan manusia sebagai sarana dalam berkomunikasi adalah bahasa. Bahasa memudahkan manusia dalam berkomunikasi secara intensif dan efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tahun 2008), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Dengan berbahasa, maka kita dapat menyampaikan tujuan dan maksud kita lebih jelas. Dalam hal ini saya sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa Korea ingin memberikan pendapat saya mengenai pentingnya pembelajaran bahasa Korea dan Bahasa Indonesia agar kita dapat lebih memahami keanekaragaman sosial dan budaya yang ada di Indonesia dan Korea. Oleh karena itu, tentu penting untuk mengajarkan bahasa Korea pada saat ini. Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini banyak sekali kerjasama antara pihak pemerintah Indonesia maupun Korea. Baik dalam hal ekonomi, pendidikan, sosial, politik, maupun budaya. Hal itu berdampak mulai banyaknya masyarakat Indonesia yang mulai tertarik untuk mempelajari bahasa Korea, yang mungkin awalnya banyak yang tertarik akan Korea karena Hallyu Wave dan teknologi Korea yang berkembang pesat di Indonesia akhir-akhir ini. Kita yang berkeinginan untuk melanjutkan studi atau untuk melamar pekerjaan di Korea yang merupakan negara maju, tentu hal tersebut merupakan kesempatan emas untuk dikejar. Oleh karena itu, tentulah penting untuk mempelajari bahasa Korea. Ternyata di Korea pun bahasa Indonesia sedang diminati untuk dipelajari, seperti yang dikutip dari halaman Kompas (31 Maret 2016) bahwa ada sekitar 300 orang Korea yang sedang mempelajari bahasa Indonesia di Busan University of Foreign Studies. Setiap bahasa mempunyai keunikannya sendiri, namun ada pula hal yang membedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa Korea itu sendiri, yakni hurufnya yang disebut hangeul yang membuat banyak orang kadang enggan untuk mempelajarinya dan berpikir bahwa bahasa Korea akan sulit untuk dipelari. Hal itu karena untuk bisa mengerti bahasa Korea, pertamatama tentu kita harus mempelajari hurufnya terlebih dahulu. Yang tentunya berbeda halnya dengan bahasa Indonesia yang menggunakan huruf alfabet umum dalam penulisannya. Padahal dalam pembelajaran suatu bahasa tentulah terdapat kesulitan masing-masing yang membuat bahasa itu sendiri unik. Pembelajaran suatu bahasa tentu diawali dari pangkalnya kemudian bertahap sedikit-demi sedikit. Selain itu, masih banyak pula kendala dalam pembelajaran bahasa Korea. Oleh karena itu, di Indonesia sendiri, demi membantu pembelajaran Bahasa Korea, pada tahun 2013, bahasa Korea telah diseleksi Kementerian
128
Bahasa Manifestasi Budaya
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai mata pelajaran peminatan bagi SMA/MA sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Namun, bukan hal itu saja yang menjadi permasalahannya, karena dalam mempelajari suatu bahasa tentu tidak dapat dipisahkan pula kaitannya dengan sosial dan budaya negara itu. Hal itu penting untuk mencegah terjadinya culture shock ke depannya karena bahasa merupakan manifestasi dari kebudayaan itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tahun 2008) kata budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Selama saya mempelajari bahasa Korea, begitu banyak hal-hal baru yang dapat pelajari. Apalagi saat saya mendapatkan kesempatan dapat bertemu dengan penutur aslinya, bukan hanya ilmu bahasanya saja, tapi juga hal-hal yang bersangkutan dengan Korea, seperti kehidupan budaya dan sosial negaranya. Hal tersebut tentunya menjadi suatu pengalaman berharga bagi saya. Dengan mempelajari bahasa ini, saya bisa memberi informasi mengenai keunikan negara masing-masing. Kita memberikan informasi kepada orang Korea mengenai Indonesia, begitupun sebaliknya, orang Korea bisa memberikan informasi kepada kita mengenai Korea. Tentu saja, hal itu bisa terjadi jika mereka bisa berkomunikasi secara langsung melalui Bahasa. Itulah yang merupakan sesuatu hal yang menarik. Jadi, seperti halnya di Indonesia yang banyak warganya tertarik untuk mempelajari bahasa Korea, di Korea pun banyak pula orang Korea yang tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia. Fakta ini dapat memudahkan kita untuk saling menukar infomasi mengenai negaranya masing-masing. Dalam pembelajaran bahasa Korea kita bisa mempelajari bahwa di dalam bahasa Korea sendiri terdapat kalimat dan kata bentuk hormat. Hal itu bisa dilihat misalnya dalam kata sapaan “Apa Kabar?” yang terdapat berbagai macam bentuk, yakni “안녕하십니까?” [annyeonghasimnikka?], “ 안녕하세요?” [annyeonghaseyo?], dan “안녕?“ [annyeong?]. Ada pula penambahan sisipan –(으)시 [(eu) si] dalam kata sifat atau kata kerja. Hal tersebut tentu akan membuat orang awam bingung apakah perbedaan di antara bentuk-bentuk itu. Tentu saja, kalimat dan kata tersebut pemakaiannya tidak bisa sembarangan, karena perbedaannya menunjukkan hubungan penggunanya kepada lawan bicara apakah lawannya itu lebih tua, lebih muda, atau seumuran. Kemudian, ada pula kosakata benda bahasa Korea yang ditujukan khusus untuk orang yang lebih tua atau sebagai bentuk hormat seperti, nasi yang dalam bahasa Korea adalah 밥 ([bab], namun kata inii punya bentuk hormatnya, yaitu 진지 [jinji], rumah 집 [jib] menjadi 댁 [da다], ulang tahun 생일 [saengil] menjadi 생싱 [saengshin], umur 나이 [nai] menjadi
129
Belajar dari Keberhasilan Korea
연세 [yeonse], nama 이름 [ireum] menjadi 성함 [seongham], dan perkataan 말 [mal] menjadi 말씀 [malsseum]. Untuk itulah, apabila seorang pembelajar tidak dapat memahaminya, tentu akan menjadi masalah tersendiri dalam hal bagaimana dia mengungkapkan kesopanan penutur Bahasa. Dengan memahami perbedaan tersebut, secara tidak langsung pembelajar Bahasa Korea telah mempelajari bukan hanya bahasanya, tapi juga budayanya. Di dalam idiom pun tentu ada perbedaan. Berbeda budaya pastinya akan berbeda cara mengungkapkan idiom. Apabila kita ingin mendeskripsikan bahwa seseorang itu sombong, maka dalam bahasa Korea terkenal dengan ungkapan “콧대가 높다” [khotdaega nopta], yang arti harfiahnya “hidungnya mancung”; namun, di dalam Indonesia cara mengungkapkannya berbeda yakni, dengan ungkapan “besar kepala” yang dalam bahasa Korea bisa diungkapkan dengan 큰 머리 [kheun meori]. Kemudian apabila kita ingin mengungkpakan bahwa seseorang itu pandai menyimpan rahasia, maka idiom bahasa Indonesianya adalah “berlipat perut”; sedangkan dalam bahasa Korea sendiri memakai anggota tubuh bibir: “입이 무겁다” [ibi mugeopta] yang secara harfiah artinya ‘bibirnya berat’. Sementara itu, dalam bahasa Korea, orang yang tidak pandai menyimpan rahasia itu diistilahkan dengan sebutan “입이 가볍다” [ibi gabyeopta] yang artinya ringan bibir. Namun, di dalam hahasa Indonesia “rigan bibir” artinya orang yang suka berbiacara atau suka bertanya. Sangat terlihat perbedaannya, bukan? Apabila hal tersebut tidak dapat dipahami, tentu akan menyebabkan kesalahpahaman saat berkomunikasi. Kemudian, seperti halnya Indonesia yang kehidupan budayanya beraneka ragam, begitu pun Korea. Dengan berkomunikasi melalui Bahasa, kita dapat saling bertukar informasi mengenai berbagai macam informasi terutama sosial budaya yang ada, baik persamaan ataupun perbedaannya. Tentunya, hal tersebut dapat melatih kita untuk bisa saling menghargai perbedaan agar kita bisa saling bertoleransi. Saat orang Indonesia memberi salam dengan cara bersalaman, diikuti dengan mengucapkan kalimat “Selamat Pagi”, “Selamat Siang”, atau pun “Selamat Malam”, maka kita belajar bahwa orang Korea membungkukkan badannya sebagai pemberian salam, diikuti atau sembari mengucapkan “ 안녕하세요” [annyeonghaseyo]. Saat kita akan makan, maka biasanya kita mengucapkan “Selamat Makan”, maka di dalam bahasa Korea sendiri tentu kita tidak bisa menerjemahkan ungkapan Indonesia tersebut secara harfah, tapi budaya mereka biasanya mengucapkan “잘 먹겠습니다” [ jal meokkesseumnida] dan diakhiri dengan ungkapan “잘 먹었습니다” [jal mogeosseumnida]. Dalam hal bersikap pun tentu ada perbedaanya. Hal ini terlihat seperti apabila kita ingin menunjuk sesuatu, maka yang sopan adalah dengan menunjuknya dengan jari jempol. Sebaliknya, di Korea, yang
130
Bahasa Manifestasi Budaya
sopannya adalah menunjuknya sesuatu dengan jari telunjuk karena apabila menggunakan jari jempol dianggap buruk. Saat kata “Ya” menunjukkan suatu pernyataan persetujuan di Indonesia, maka di Korea “야!” [ya!] menunjukkan kata seruan. Di dalam kebudayaan suatu masyarakat, orang Indonesia memakai kebaya yang merupakan pakaian tradisional khas Indonesia saat perayaan atau festival tradisional. Berbagai macam kebaya seperti kebaya Kartini, kebaya Sunda, kebaya Bali, kebaya Kutubaru, atau kebaya Jawa yang biasanya dikenakan dengan perpaduan kain batik, kain songket atau pun dengan kain sarung. Ada pula hiasan di kepala berupa sanggul untuk kaum wanita. Sedangkan, blangkon, liskol, iket, udeng, ataupun songklok adalah hiasan kepala untuk kaum pria. Sementara itu, orang Korea memakai hanbok yang merupakan pakaian tradisional khas Korea yang memiliki berbagai warna serta motif yang indah yang mempresentasikan keindahan alam Korea. Hanbok pun biasanya dipakai di perayaan atau festival tradisional, seperti pesta pernikahan, perayaan ulang tahun pertama anak, hari Seollal atau Imlek, dsb. Hanbok memiliki warna-warna cerah, yang terdiri dari저고리 [jogori], 치마 [chima], 조끼 [jokki], dan juga바지 [baji], yang biasanya diberi aksesoris berupa 노리개 [norigae] dan dipadukan dengan hiasan kepala, yaitu 가채 [gachae] dan 비녀 [binyeo] untuk kaum wanita, sedangkan 갓 [gat] atau topi adalah untuk kaum pria. Hal-hal yang telah disebutkan di atas tentu bisa kita ketahui dan pelajari dengan adanya komunikasi melalui bahasa. Dengan mempelajari bahasa Indonesia dan Korea, selain mempelajari bahasanya, kita juga secara tak langsung mempelajari kebudayaannya. Dengan mempelajari kebudayaannya, tentu kita bisa menghindari kesalahpahaman serta secara tidak langsung kita dapat merasakan adanya rasa berbaur menjadi suatu bagian dari masyarakat tersebut. Singkatnya, saya ingin mengatakan bhawa persamaan dan perbedaan bahasa dan budaya Indonesia atau Korea hendaknya bisa kita sikapi dengan postif dan dan penuh rasa toleransi agar terwujud komunikasi yang baik antara kedua negara. Penulis: Hernila Riana adalah mahasiswa program studi pendidikan Bahasa Korea di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. Dia adalah pemenang ke-3 dalam lomba esai dalam Bahasa Korea yang diselenggarakan oleh INAKOS di tahun 2017.
131
132
CERMINAN KOREA DALAM BINGKAI INDONESIA (KUMPULAN ESAI-SEMI MAKALAH)
134
SAEMAUL UNDONG DI DESA BLEBERAN PLAYEN GUNUNG KIDUL 블레베란 마을의 새마을운동 성공 사례 Donna Aisya Saraswati S.IP
[abstrak] Korea Selatan adalah salah satu negara yang berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi dimulai dari daerah. Meskipun memiliki kemajuan ekonomi yang sangat baik dari sektor industri, Korea Selatan menyadari bahwa pembangunan tidak cukup hanya terfokus pada sektor tersebut. Harus ada cara untuk mencegah ketimpangan antara desa dan kota. Salah satu konsep yang digunakan dalam upaya pembangunan ekonomi Korea Selatan adalah Saemaul Undong. Sejak dicetuskan pada 22 April 1970, Saemaul Undong telah berhasil menjadi kunci kesuksesan pembangunan daerah di Korea Selatan. Hingga saat ini dunia mulai menaruh perhatian pada konsep Saemaul Undong sebagai suatu model pembangunan daerah. Penelitian ini membahas bagaimana implementasi konsep Saemaul Undong Korea Selatan dalam upaya pembangunan desa Bleberan, kecamatan Playen, kabupaten Gunung Kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dimulai dari melihat bagaimana implementasi Saemaul Undong di Korea Selatan sebagai suatu gambaran, hingga menganalisis bagaimana implementasinya di desa Bleberan. Isu ini akan dianalisis dengan menggunakan pandangan strukturalisme, konsep civil society, serta konsep sustainable development. Diharapkan melalui tulisan ini dapat diketahui pengaruh konsep tersebut terhadap struktur pembangunan ekonomi di masyarakat. Keywords: Rural Development, Saemaul Undong, Civil Society, Sus tainable Development, Structuralism.
135
Belajar dari Keberhasilan Korea
[Abstract] South Korea is one of the countries that successfully developed itself from the rural areas. Irrespective of its success on industrial achievement, this country realized that it could not depend only on the industrial sector. It was one of the reasons that catapulted Saemaul Undong program beginning in April 1970. The world has now paid attention to its formulaic success as a model for rural development. This research evaluates the implementation of Saemaul Undong program in Bleberan village in Jogjakarta. First, it evaluates on how it was conceptualized and implemented. By using the perspective of civil society and sustainable development, this paper explores influences of Saemaul Undong on the economic development of Bleberan village.
[한글 요약] 한국은 농촌사회로부터 출발해서 국민경제를 발전시킨 나라이다. 한국은 일찍이 산업 부문에만 의존 할 수 없다는 것을 깨달아서 1970 년 4 월부터 새마을 운동을 시작하게 되었다. 새마을 운동은 농촌 개발의 모델로서 오늘날까지 전 세계적으로 높은 관심의 대상이다. 이 연구는 족자카르타(Jogjakarta) 블레베란(Bleberan) 마을의 새마을 운동 실행 평가에 대한 연구다. 블레베란에서 새마을 운동의 개념화와 그 구현 방법을 평가하면서, 시민사회와 지속 가능한 발전의 관점을 바탕으로 새마을 운동이 블레베란 마을에서 성공할 수 있었는지를 탐구하고자 한다.
136
Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul
Pembangunan ekonomi di suatu negara tidak sekaligus menjadi tanggung jawab dari pemerintah. Meskipun peran pemerintah sangat penting, namun dalam proses pelaksanaan dan perencanaan pembangunan, peran masyarakat sangat dibutuhkan. Pembangunan di suatu negara seharusnya dapat mencapai pada subsistem negara tersebut sehingga tidak menciptakan ketimpangan. Oleh karena itu, pembangunan di sektor daerah juga harus menjadi fokus utama. Kesuksesan pembangunan ekonomi di daerah juga akan berimbas pada suksesnya pembangunan negara secara keseluruhan. Salah satu negara yang berhasil mengembangkan pembangunan ekonomi daerah adalah Korea Selatan. Meskipun negara ini juga cukup kuat dalam pembangunan industrinya, namun mereka juga berhasil mengupayakan pembangunan pada masyarakatnya sehingga dapat memberikan dukungan yang signifikan pada sektor industri. Pada 22 April 1970 Presiden Park Chung Hee mengumumkan kebijakan Saemaul Undong atau New Community Movement yang ditempuh dalam upaya pembangunan Korea Selatan (Korea Saemaul Undong Center 2016). Tujuan dasar dari kebijakan ini bisa dilihat sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat, sedangkan tujuan utama dari kebijakan ini adalah membangun desa sehingga masyarakat dapat menikmati kesejahteraan secara fisik dan spiritual (Korea Saemaul Undong Center 2016) Pada penerapan Saemaul Undong selalu digunakan tiga prinsip utama yang menjadi dasar semangat perubahan, yaitu dilligence, self-help, dan cooperation. Dilligence mengacu pada keinginan masyarakat untuk mewujudkan satu tujuan bersama meskipun setiap lapisan masyarakat pasti memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Selanjutnya adalah self-help, yaitu suatu keinginan untuk menunjukkan kemandirian masing-masing. Intinya, prinsip kedua ini menekankan bahwa setiap individu harus mampu mendefinisikan kebutuhannya dan secara mandiri mewujudkannya sehingga tidak tergantung pada pihak lain dalam upaya pemenuhan kebutuhannya atau membebankan pemenuhan kebutuhan tersebut pada pihak lain. Terakhir adalah cooperation, yaitu kembali pada upaya mewujudkan tujuan bersama sehingga dibutuhkan kerja sama dan rasa saling percaya (Korea Saemaul Undong Center 2016). Desa Bleberan merupakan salah satu desa yang menerapkan Saemaul Undong sebagai bentuk kerjasama antara Penabulu (Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di sektor pemberdayaan manusia) dengan Yayasan yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Gyeongsangbuk, Korea Selatan, yaitu Saemaul Globalisation Foundation pada 1 Oktober 2015 (Penabulu Foundation, 2015). Pada dasarnya pengenalan program Saemaul Undong di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berlangsung sejak
137
Belajar dari Keberhasilan Korea
tahun 2005 sebagai hasil dari kerjasama sister province antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan provinsi Gyeongsangbuk (Gusti 2014) Pemilihan desa Bleberan sendiri dilatarbelakangi oleh beberapa hal seperti kondisi desa Bleberan yang sudah kerap menerima partisipasi pihak ketiga atau pihak asing; akses ke kabupaten dan kerjasama dengan pihak asing yang cukup baik; potensi desa di bidang wisata dan pertanian; serta kesiapan pemerintah desa, masyarakat, dan organisasi masyarakatnya. Selain itu, desa Bleberan juga sudah memiliki dua BUMDes aktif yakni Pengelolaan Air Bersih dan Wisata Air Terjun Sri Gethuk sehingga bisa dikatakan bahwa BUMDes tersebut tergolong yang paling maju di antara BUMDes dua desa lainnya.
Saemaul Leaders Dilihat dari konsep Saemaul Undong, tugas seorang Saemaul Leaders ketika turun ke masyarakat bukan hanya membantu masyarakat menjalankan program yang sudah tersusun bagi desanya. Akan tetapi, Saemaul leaders juga berperan penting membantu masyarakat untuk memahami kondisi desanya secara lebih kompleks sehingga masyarakat akan mengetahui permasalahan apa saja yang seharusnya menjadi fokus mereka. Itulah poin penting tentang diberikannya kesempatan kepada masyarakat untuk menunjukkan perannya sebagai suatu civil society. Seperti yang ada pada konsep Saemaul Undong bahwa untuk mendapatkan kontribusi yang maksimum dari masyarakat dalam upaya pembangunan, maka masyarakat harus dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan. Terkait implementasi Saemaul Undong untuk desa Bleberan, terdapat dua pihak yang berperan menjadi Saemaul Leaders. Kedua pihak tersebut adalah volunteer atau sukarelawan dari Saemaul Globalization Foundation dan para tokoh masyarakat.
a. Volunteer dari Saemaul Globalization Foundation (SGF) sebagai Saemaul Leaders Volunteer dari SGF bertugas mensosialisasikan program yang sudah disusun oleh SGF. Secara umum, mereka merupakan para pensiunan maupun fresh graduate yang ingin melaksanakan pengabdian masyarakat. Peran para sukarelawan sebagai saemaul leaders sangatlah penting, karena jika ingin membentuk saemaul leaders dari pihak desa maka harus ada role model yang memberi gambaran seperti apa sosok saemaul leaders yang ada pada konsep Saemaul Undong. Dalam melaksanakan perannya, para volunteer masih mengahadapi sejumlah kendala seperti keterbatasan
138
Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul
kemampuan bahasa setempat, kurangnya komunikasi efektif antara volun teer dan technical assistant yang berperan sebagai penerjemah, dan ke terÂbatasan program masyarakat pada dua tema, yaitu pertanian dan pemberdayaan perempuan.
b. Tokoh Masyarakat Desa Bleberan sebagai Saemaul Leaders 1. Kepala Desa Kepala Desa Bleberan adalah tokoh masyarakat yang dipandang mengetahui bagaimana kondisi dan potensi yang dimiliki desanya serta sektor apa saja yang masih belum mendapatkan perhatian masyarakatnya sehingga patut untuk dijadikan fokus ke depannya, misalnya sektor peternakan. Sebagai seorang pemimpin, kepala desa selalu menjadi panutan dan punya pengaruh dalam struktur masyarakat di Indonesia. Jika pemimpin dalam masyarakat cukup dominan dan berpengaruh, maka mereka akan mampu menarik lebih banyak partisipasi masyarakat dalam proses penentuan kebijakan. Hal tersebut akan berpengaruh pada pengimplementasian salah satu prinsip Saemaul Undong, yaitu cooperation di mana seorang kepala desa akan berperan penting dalam menciptakan kerjasama yang baik antaranggota masyarakat. Pada implementasi Saemaul Undong di tahun pertama, Kepala Desa Bleberan terlihat terbuka dan aktif menunjukkan peran serta di masyarakat. Sesuai dengan prinsip dilligence dalam Saemaul Undong, hal tersebut menunjukkan bahwa kepala desa memiliki upaya dalam setiap kesempatan yang ada demi mewujudkan pembangunan di masyarakat (strong work ethics). 2. Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ketua Gapoktan desa Bleberan dianggap benar-benar memahami sektor pertanian di desanya dan mengetahui permasalahan yang belum dibenahi di sektor tersebut. Beliau memiliki pengaruh dalam peran suatu civil society di desa Bleberan yang sudah berorientasi pada pembangunan di sektor pertanian. Di luar peran pemerintah, Ketua Gapoktan mampu menggerakkan masyarakat supaya secara aktif berusaha untuk mencari solusi dan perubahan dalam sektor pertanian desa mereka. Hal tersebut terlihat dengan peran beliau sebagai pemilik Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya. Mengacu pada implementasi prinsip self-help dalam Saemaul Undong, kondisi ini menunjukkan sudah ada keinginan masyarakat untuk secara mandiri memperjuangkan kepentingannya dan tidak bergantung pada pihak lain.
139
Belajar dari Keberhasilan Korea
Tahapan Implementasi Saemaul Undong Pada tahap awal implementasi Saemaul Undong di Korea Selatan, pemerintah Korea Selatan fokus pada pembangunan landasan program Saemaul Undong dengan mengidentifikasi masalah atau kebutuhan utama yang harus dipenuhi masyarakat desa. Fokus tersebut di antaranya adalah bagaimana memperbaiki lingkungan hidup masyarakat, meningkatkan pendapatan, serta memperbaiki kebiasaan atau tingkah laku dalam bermasyarakat (The National Council of Saemaul Undong Movement in Korea 1997) Di Indonesia, Program Desa Percontohan Saemaul akan berjalan selama lima tahun. Pada tahun pertama ini, masih pada tahap penyesuaian dengan kondisi masyarakat dan tahap sosialisasi sejumlah program sesuai tema mereka. Seperti halnya dengan tahap awal Saemaul Undong di Korea Selatan, program Desa Percontohan Saemaul di Indonesia juga mengadakan Pelatihan Perencanaan Program Desa Partisipatif dengan pemberian materi mengenai Saemaul Undong dan wujud desa partisipatif oleh Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta perwakilan Yayasan Penabulu. Pesertanya berasal dari tiga desa Program Percontohan Saemaul, termasuk desa Bleberan. Pada pelatihan tersebut, peserta diminta untuk menentukan skala prioritas pembangunan dalam rangka melibatkan peserta secara langsung dalam penentuan kebijakan desa. Kemudian pada triwulan ini juga dilaksanakan sosialisasi tentang Globalisasi Saemaul Undong yang juga melibatkan perwakilan Desa Bleberan sebagai peserta.
Peran Pemerintah Jika pada implementasi Saemaul Undong di Korea Selatan terdapat pembagian peran di setiap unit pemerintahan, hal tersebut berbeda dengan implementasi Saemaul Undong untuk desa Bleberan. Program Desa Percontohan Saemaul merupakan suatu program yang dicetuskan oleh pihak ketiga atau pihak asing yang bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam pelaksanaannya. Oleh Karen itulah, dalam implementasinya pemerintah daerah maupun pusat memang tidak memberikan peran penuh sebagai pelaksana kegiatan. Meskipun pemerintah tidak secara langsung melaksanakan perannya dalam Program Percontohan Desa Saemaul, tetapi pemerintah tetap berperan dalam hal administratif, pendanaan, maupun sebagai pihak pembina.
140
Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul
Bentuk peran pemerintah dapat kita lihat melalui tiga pihak pemerintah, yaitu: 1. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gyeong sangbuk-Do Pemerintah (provinsi) Gyeongsangbuk-do berperan untuk memfasilitasi Saemaul Globalisation Foundation dalam urusan pendanaan dan administratif serta memfasilitasi sistem yang dijalankan SGF. Namun, pemerintah Gyeongsangbuk-do tidak secara langsung melaksanakan peran pembangunan di masyarakat karena itu menjadi tugas bagi SGF di setiap Program Desa Percontohan Saemaul. Sama halnya dengan pemerintah Gyeongsangbuk-do, pemerintah provinsi DIY tidak memberikan peran langsung dalam implementasi saemual undong di Desa Bleberan, tapi tetap memiliki peran sebagai pihak yang memberikan pembinaan atau pendampingan bagi kedua pihak pelaksana kerjasama. Terutama dalam hal pemberdayaan masyarakat dan wanita, yakni melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM).
2. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul Pemerintah kabupaten Gunung Kidul memberikan kontribusi melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMPKB), selaku badan yang mengurusi pemberdayaan masyarakat dan perempuan di tingkat kabupaten. Pada tahun pertama, BPMPKB berkontribusi dalam program SGF di desa Bleberan, yaitu dengan memberikan Pelatihan dan Kampanye Desa Ramah Anak dan Perempuan. Selain itu, berdasarkan penelitian penulis, beberapa pihak pemerintah kabupaten juga diundang untuk hadir dalam agenda SGF dan menjadi narasumber, seperti Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Gunung Kidul, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Gunung Kidul, dan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Gunung Kidul.
3. Pemerintah Desa Bleberan Pemerintah desa Bleberan merupakan pihak pemerintah yang paling berperan dalam pelaksanaan kerjasama. Pemerintah desa Bleberan tentunya berperan dalam setiap urusan adminisratif terkait pelaksanaan kerjasama di desanya. Kemudian pemerintah desa Bleberan juga berperan dalam penentuan program dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) yang sesuai dengan tema dalam kerjasama, sharing dana untuk program, dan peran yang sangat penting dalam menarik partisipasi masyarakat dalam kegiatan. Namun, pemerintah desa Bleberan tidak secara langsung terlibat dalam implementasi Saemaul Undong, penentuan tema program, dan
141
Belajar dari Keberhasilan Korea
penentuan sistem atau jadwal pelaksanaan kegiatan. Hal tersebut menjadi bagian dari peran SGF dan Penabulu selaku pelaksana kegiatan.
Saemaul Projects Pada implementasi Saemaul Undong, peran masyarakat, pemerintah, dan Saemaul Leaders sangat penting dalam proses penyusunan maupun pelaksanaan program, terutama dalam proses penentuan kebijakan yang dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Berdasarkan implementasi Saemaul Undong di Korea Selatan, setiap Saemaul Projects harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Joung 1981): 1. Program harus memenuhi kebutuhan warga dan daerah. 2. Program harus menyesuaikan kondisi daerah dan mengacu pada potensi pembangunan daerah. 3. Program harus melayani seluruh warga di wilayah implementasi dengan mengutamakan kenyamanan dan kepentingan seluruh warga. 4. Dampak dari program harus berkelanjutan, jangka panjang, dan cukup besar untuk mencakup seluruh bahan dan tenaga kerja yang tersedia, serta efektif dalam penggunaan dana, tenaga kerja, dan waktu. Pada tahun pertama implementasi Saemaul Undong di desa Bleberan, telah dilaksanakan sejumlah program sebagai berikut: 1. Periode bulan Desember 2015 - Februari 2016: Pada triwulan pertama ini dilaksanakan program pertama implementasi Saemaul Undong untuk tiga Desa Percontohan Saemaul berupa Pelatihan Perencanaan Program Desa Partisipatif dan Sosialisasi tentang Globalisasi Saemaul Undong. Selain itu, ada dua program spesifik untuk Desa Bleberan yaitu Bersih Sungai Dusun Tanjung serta Pelatihan dan Kampanye Desa Ramah Anak dan Perempuan. 2. Periode bulan Maret â&#x20AC;&#x201C; Mei 2016: Pada triwulan kedua terdapat dua pelatihan yang diadakan untuk desa Bleberan, yaitu Pelatihan Penguatan Kapasitas Gapoktan dan Pengenalan Pertanian Organik serta Pelatihan Pemanfaatan Barang Bekas Bagi PKK dan Guru PAUD. 3. Periode bulan Mei-September 2016: Pada triwulan terakhir, program untuk desa Bleberan berupa Pelatihan Pembuatan Pakan Ternak dan Sosialisasi Pembuatan Pupuk Organik serta Kegiatan Sosial Relawan Mahasiswa di Desa Percontohan Saemaul.
142
Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul
Penentuan Tema dan Program Pemilihan tema pertanian dan pemberdayaan perempuan didasarkan atas fokus Saemaul Undong di Korea Selatan yang juga difokuskan pada pertanian dan pemberdayaan perempuan. Alasan pemilihan tema tersebut adalah karena pertanian merupakan faktor pendukung perekonomian yang paling utama bagi suatu desa. Selain itu, kebanyakan perempuan di desa hanya mengurus keperluan rumah sehingga perlu pemberdayaan supaya perempuan juga bisa mandiri dan membantu perekonomian keluarga. Seperti halnya pada pengimplementasian Saemaul Undong di Korea, masyarakat dibantu untuk memahami permasalahan atau kondisi desanya dan dituntut untuk menjadi lebih inovatif dalam menciptakan pembangunan di sektor yang menjadi fokus permasalahan. Saat pertama kali Saemaul Undong dicetuskan, pemerintah Korea Selatan tidak sepenuhnya bisa menyediakan bantuan secara finansial bagi seluruh desa. Meskipun demikian, masyarakat tetap berusaha untuk menggunakan sumber daya apa pun yang tersedia untuk membangun desanya. Salah satu bantuan yang pertama kali diberikan oleh pemerintah Korea saat itu adalah pengadaan besi dan semen sebagai material untuk membangun desa. Hal tersebut sempat menimbulkan kesulitan dalam masyarakat karena selama 2-3 minggu mereka berusaha untuk mendiskusikan kebijakan atau program apa yang tepat untuk memanfaatkan bantuan pemerintah itu. Namun, proses tersebut berhasil memunculkan partisipasi nyata dari masyarakat untuk terlibat langsung dalam pembangunan desanya (Joung 1981)
Hasil Implementasi Tahun Ke-1 (Desember 2015 - September 2016) Implementasi Saemaul Undong untuk desa Bleberan akan berlangsung selama lima tahun. Implementasi tahun pertama ditargetkan dalam bentuk penanganan keperluan administratif dan pelatihan untuk masyarakat. Pada tahun pertama ini kegiatan implementasi Saemaul Undong di desa Bleberan berupa pelatihan untuk setiap lapisan masyarakat, baik pemuda, ibu-ibu, hingga bapak-bapak. Poin terpenting yang dapat kita lihat dari hasil implementasi tersebut adalah adanya partisipasi masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengimplementasian konsep Saemaul Undong di desa mereka. Namun, pada aspek-aspek lain belum dapat terlihat hasilnya karena pada tahun pertama ini baru dilaksanakan sejumlah program pelatihan dan belum dilaksanakan pendampingan saat praktek langsung di lapangan. Hal itu sesuai dengan target program ini untuk tahun pertama yaitu pelatihan peningkatan kapasitas dan perubahan pola pikir masyarakat. Untuk itulah, pada tahun pertama ini
143
Belajar dari Keberhasilan Korea
memang difokuskan untuk melatih kapasitas masyarakat dan mengubah pola pikir mereka tentang pembangunan agar masyarakat dapat memberikan respon positif pada kelanjutan pelaksanaan program ini. Berdasarkan buku karya Whang In Joung, Management of Rural Change in Korea: The Saemaul Undong (1981) partisipasi masyarakat yang sangat besar pada implementasi Saemaul Undong di Korea Selatan dibuktikan dari kontribusi mereka untuk Saemaul Undong dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, tanah, dan sebagainya. Bahkan kontribusi masyarakat tersebut telah menjadi sumber daya utama bagi Saemaul Undong. Pada tahun 1972, 77 persen dari partisipasi masyarakat adalah dalam bentuk tenaga kerja. Hingga pada pertengahan tahun 1970an bentuk utama dari partisipasi masyarakat adalah uang tunai. Ini menunjukkan komitmen dan kontribusi konkrit masyarakat terhadap prinsip self-help dalam program pembangunan Saemaul Undong. Hal tersebut juga membuktikan peningkatan instensitas partisipasi masyarakat. Implementasi di tahun-tahun berikutnya diharapkan berfokus pada pendampingan untuk masyarakat di lapangan sehingga semua pihak bisa sama-sama memahami kekurangan dan kelebihan dari program sebagai bahan evaluasi bersama. Selain itu, apabila pengimplementasian dilaksanakan dengan bersama-sama dibarengi rasa untuk memahami proses dan permasalahan di lapangan, maka potensi keberhasilan dari suatu program juga akan lebih besar. Hal itu dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada struktur masyarakat dalam menghadapi pembangunan. Misalnya, pada upaya peningkatan usaha pengolahan bahan makanan, apabila masyarakat mengetahui potensi keberhasilan usaha itu cukup besar, maka akan semakin banyak pula masyarakat yang mengimplementasikannya. Hal ini dapat terus berlanjut dan bisa cenderung berpeluang untuk mencapai sustainable development.
Dampak Positif & Negatif Implementasi Tahun Ke-1 (Desember 2015 September 2016) Terkait dengan dampak positif yang ditimbulkan dari implementasi Saemaul Undong untuk desa Bleberan, kita dapat melihat pada poin penting yang menjadi hasil dari implementasi tahun pertama, yaitu terlihat adanya partisipasi masyarakat yang cukup baik dalam setiap kegiatan. Hal tersebut dapat dilihat sebagai suatu dampak positif, khususnya dalam hal peran masyarakat sebagai suatu civil society. Sesuai dengan pernyataan Bapak Supraptono, selaku Kepala Desa Bleberan, respon positifnya warga dapat dilihat dari cukup antusiasnya mereka dalam kegiatan, khususnya petani dan pihak BUMDes. Maka, dari situ terlihat bahwa implementasi Saemaul Undong untuk desa Bleberan sudah membantu masyarakat untuk menjadi
144
Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul
lebih aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan yang tujuannya untuk membantu pembangunan di desa mereka. Apabila civil society di suatu desa berada dalam kondisi yang siap menerima inovasi dan perubahan, maka hal itu juga akan berpengaruh baik pada kemajuan pembangunan desanya. Pada implementasi jangka panjang, dampak positif yang dapat muncul adalah terciptanya karakter kepemimpinan dalam diri masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip Saemaul Undong. Oleh karena itu, untuk jangka implementasi lima tahun, terdapat potensi terciptanya karakter kepemimpinan di beberapa tokoh masyarakat sehingga mereka dapat menjadi Saemaul Leaders bagi desanya. Diharapkan respon positif mereka terhadap Saemaul Undong dapat berlanjut menjadi terciptanya Saemaul Leaders yang mampu meneruskan penerapan nilai-nilai Saemaul Undong di masyarakat desa Bleberan, walaupun Program Desa Percontohan Saemaul sudah selesai nantinya. Selain berdampak positif pada peningkatan partisipasi masyarakat dan karakter kepemimpinan mereka, implementasi Saemaul Undong di desa Bleberan juga terlihat berdampak positif pada sikap masyarakat yang menjadi lebih peduli pada pembangunan. Seperti pada implementasi Saemaul Undong di desa Bleberan, salah satu hasil paling signifikan dari implementasi di wilayah desa adalah peningkatan karakter masyarakat dan kepercayaan satu sama lain dalam pembangunan seperti yang tergambarkan dalam slogan yang digunakan dalam Saemaul Undong: â&#x20AC;&#x153;We Can Do Itâ&#x20AC;? atau Everything is Possibleâ&#x20AC;? (Joung 1981). Melalui implementasi Saemaul Undong, masyarakat memiliki suatu sarana untuk menggerakkan pembangunan di lingkungannya. Semua itu terlihat dari bagaimana masyarakat mulai berusaha untuk menciptakan usaha kecil mereka dan bagaimana mereka berusaha untuk menyusun rencana pembangunan di sektor lain yang belum terlalu digali potensinya, yaitu peternakan. Apabila sudah terbentuk suatu struktur masyarakat yang bisa terus menjaga semangat pembangunan, maka akan tercipta potensi terwujudnya sustainable development. Selain dampak positif yang dapat ditimbulkan melalui implementasi Saemaul Undong untuk desa Bleberan, tentu tetap ada sejumlah dampak negatif yang sudah mulai muncul sejak implementasi tahun pertama. Dampak negatif tersebut adalah bentuk pemanfaatan oleh masyarakat atas keberadaan SGF di desa mereka untuk sejumlah kepentingan tertentu. Contohnya adalah saat masyarakat menilai bahwa kehadiran SGF merupakan peluang bagi mereka untuk mendapatkan sejumlah bantuan dana bagi kebutuhan desa mereka. Munculnya dampak negatif tersebut merupakan bentuk kesalahpahaman masyarakat tentang arti implementasi Saemaul Undong bagi desa mereka.
145
Belajar dari Keberhasilan Korea
Dampak tersebut juga cenderung disebabkan oleh sistem implementasi Saemaul Undong yang bersifat mendukung pelaksanaan program yang sudah menjadi rencana desa. Oleh karena itu, pihak pelaksana kerjasama perlu untuk kembali mempertegas tujuan mereka dalam mengglobalkan Saemaul Undong dan memastikan bahwa program itu bukan sekedar memberikan bantuan bagi desa. Selain itu, mereka juga perlu memperbaiki sistem penyusunan tema dan program agar bisa tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan desa yang sesungguhnya. Mereka juga perlu memberikan masukan agar temanya sebaiknya di luar program atau proyek yang memang sudah menjadi agenda desa sebelumnya. Pembangunan harus didasarkan atas kepentingan bersama, bukan untuk pihak tertentu saja. Untuk itu, sangatlah penting untuk mengubah karakter masyarakat sehingga terus tercipta struktur masyarakat yang peduli akan pentingnya pembangunan bagi desa mereka.
Peran Saemaul Undong di Dunia Internasional Saemaul Undong memang telah diimplementasikan di sejumlah negara sebagai sebuah model pembangunan. Implementasi tersebut dilakukan oleh berbagai pihak baik swasta maupun sebagai bentuk kerjasama antarpemerintah. Meskipun demikian, setiap implementasi tetap mengacu pada prinsip-prinsip Saemaul Undong dengan tiga pilar utamanya yaitu selfhelp, dilligence, dan cooperation. Maka, terlihat bahwa prinsip-prinsip Saemaul Undong pada dasarnya sesuai untuk diterapkan di berbagai negara sebagai suatu model pembangunan dengan tetap melihat kondisi dari negara tersebut. Menurut pendapat Whang In Joung dalam bukunya Management of Rural Change in Korea: The Saemaul Undong (1981), potensi Saemaul Undong sebagai suatu model pembangunan hanya akan signifikan bagi daerah dan nasional apabila hal itu disesuaikan dengan perubahan kebutuhan saat itu.
Summary Points 1.
2.
146
Pada tahun pertama, implementasi Saemaul Undong cenderung masih sebatas berupa semangat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sektor pertanian dan pemberdayaan perempuan. Implementasi tersebut belum sampai pada penerapan konsep atau sistem implementasi Saemaul Undong secara keseluruhan. Pada tahun pertama implementasi, terlihat bahwa desa Bleberan sudah memiliki dua dari ketiga pilar utama Saemaul Undong, yaitu self-help dan dilligence. Sedangkan untuk jangka panjangnya dapat tercipta pilar cooperation.
Saemaul Undong di Desa Bleberan Playen Gunung Kidul
3. a. b.
4.
5.
6.
Hal-hal yang dapat menjadi evaluasi bagi implementasi Saemaul Undong di desa Bleberan adalah sebagai berikut: Pemilihan tema program Saemaul Undong yang masih belum tepat bagi upaya pembangunan desa Bleberan. Program yang dilaksanakan adalah program-program pembangunan desa yang sudah tercantum dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa Bleberan (RKPDes). Apabila ingin mengadaptasi konsep Saemaul Undong, Indonesia cenderung lebih tepat mengimplementasikan sistem Saemaul Leaders yang akan memimpin upaya implementasi kebijakan pembangunan daerah. Hasil yang lebih konkrit dari implementasi Saemaul Undong cenderung baru akan terlihat pada implementasi tahun berikutnya. Perbedaan mendasar dalam implementasi konsep Saemaul Undong di Korea Selatan dan Indonesia adalah pada sistem ekonomi yang dimiliki kedua negara: Korea Selatan didasari oleh sistem ekonomi egaliter, sedangkan sistem perekonomian di Indonesia didasari oleh sistem ekonomi kapitalis. Prinsip-prinsip Saemaul Undong pada dasarnya sesuai untuk diterapkan di negara lain, khususnya di negara berkembang dengan penyesuaian pada kondisi wilayah implementasi.
Penulis: Donna Aisya Saraswati S.IP adalah sarjana bidang Hubungan Internasioal dari Universitas Sebelas Maret di Solo. Minatnya terhadap Saemaul Undong telah mengantarkannya menjadi seorang peneliti di bidang ini. Dia bisa dihubungi lewat donnaaisya@gmail.com.
References: Gusti. (2014, November 4). UGM, DIY, dan Gyeongsangbuk-do Jalin Kerja Sama. Retrieved from http://ugm.ac.id/id/berita/9435-ugm.diy.dan. gyeongsangbuk-do.jalin.kerja.sama. Joung, W. I. (1981). Management of Rural Change in Korea: The Saemaul Undong. Seoul: Seoul National University Press. Korea Saemaul Undong Center. (2016, June 13). Retrieved from Global Saemaul Undong: http://www.saemaul.com/eng/publications/Korea/ view?boardType=KOREA&seqNo=600 Penabulu Foundation. (2015). Saemaul Globalization Foundation (SGF): Mendukung Program Desa Lestari di Provinsi Daerah Istimewa
147
Belajar dari Keberhasilan Korea
Yogyakarta. Retrieved from http://penabulufoundation.org/saemaulglobalization-foundation-sgf-mendukung-program-desa-lestari Saraswati, D. A. (2017). Implementasi Konsep Saemaul Undong Korea Selatan dalam Upaya Pembangunan Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. The National Council of Saemaul Undong Movement in Korea. (1997). Saemaul Undong in Korea. Retrieved from http://www.saemaul.com/ eng/publications/Korea/view?boardType=KOREA&seqNo=320.
148
PENATAAN TAMAN & LANSKAP: BELAJAR DARI SEOUL 서울 도시계획으로부터 배운다 Qodarian Pramukanto
[Abstrak] Seoul merupakan salah satu kota di Asia yang mengalami perkembangan dalam penaatan taman dan lanskap yang pesat. Keberhasilan Seoul dalam menata lanskap kota tidak terlepas dari proses penyusunanrencana, rancangan dan pengelolaan yang responsif terhadap karakteristik sumberdaya alam dan nilai budaya masyarakat secara terintegrasi. Ragam taman dan lanskap di Seoul dengan karakteristik khas yang mengekspresikan nilai intrinsic merupakan pelajaran yang menarik untuk disimak.Tujuan dari paper ini adalah untuk memaparkan studi kasus penataan taman dan lanskap di kota Seoul, yang mencakup aspek perencanaan, perancangan maupun pengelolaan lanskap, baik pada kawasan alami maupun kawasan budaya. Secara khsusus uraian difokuskan pada lima studi kasus penataan lanskap. Keyword: kualitas visual lanskap, pungsu, restorasilanskap, sabukhijau, tamanekologi [Abstract] Seoul is a city with sophisticated experiences in designing its city parks and urban landscapes. Its success is due to its meticulous planning and management that integrates and synergizes both natural characteristics and cultural values. The Korean values imbued with modern touches have shaped most of city parks in Seoul. This paper aims to explore the planning
149
Belajar dari Keberhasilan Korea
and management behind this city’s success in planning, designing, creating, and managing the parks, especially those that combine nature and Korean cultural values. In particular, this paper focuses on five case studies in Seoul’s landscape planning; Keywords: fengshui, landscape, green belt, ecological park
[한글초록] 서울은 도시공원과 도시경관을 디자인하는 데 정교한 경험을 가진 도시이다. 그 성공은 자연의 특성과 문화적 가치를 통합하고 상승시키는 세심한 계획과 관리 때문이다. 한국의 가치와 현대적인 접근 방식은 서울의 대부분의 도시 공원을 형성했다는 것을 보여준다. 본 연구는 서울에 있는 공원의 계획, 설계, 관리를 탐구하고자 한다. 덧붙여, 자연과 한국 문화의 가치가 결합 된 공원들에 대해 탐구하며, 특히 서울의 경관 계획에 관한 다섯 가지 사례에 초점을 두고 살피고자 한다.
150
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
Seoul merupakan salah satu kota di Asia yang mengalami per足kem足 bangan dalam penataan lanskap yang cukup pesat mulai dari skala taman, kota hingga wilayah. Sebagai ibu kota negara, Seoul berada di wilayah yang dikelilingi oleh jajaran pegunungan yang menjadi hulu dari sungai yang mengalir dari Timur dan bermuara ke pantai Barat. Sebagai sebuah kota, Seoul mempunyai keragaman karakteristik tidak saja secara biofisik, tetapi juga sejarah/budaya pada setiap lanskapnya. Keberhasilan Seoul dalam penataan lanskap tidak terlepas dari proses dalam penyusunan rencana (planning), rancangan (designing), dan pengelolaan (management) yang responsif terhadap karakteristik sumber daya alam dan nilai budaya masyarakat secara terintegrasi. Hal tersebut juga didukung oleh dari ke足 beradaan lembaga penyelenggara pendidikan arsitektur lanskap yang jumlah足nya lebih dari 40 perguruan tinggi yang menghasilkan sumber daya manusia yang profesional. Oleh karena itu, ragam taman dan lanskap di Korea dengan karakteristik khas yang mengekspresikan nilai intrinsik merupakan pelajaran yang menarik untuk disimak. Tujuan dari paper ini adalah untuk memaparkan studi kasus penataan taman dan lanskap di kota Seoul, yang mencakup aspek perencanaan, perancangan maupun pengelolaan lanskap, baik yang berkaitan dengan penataan lanskap pada kawasan alami maupun lanskap pada kawasan budaya. Secara khusus, uraian difokuskan pada lima studi kasus penataan lanskap, yaitu: 1. Penataan kawasan lanskap alami, berupa lanskap kawasan Sabuk Hijau (Greenbelt) Metropolitan Seoul dan Taman Ekologi (Ecological Park) Nanjido Seoul; 2. Penataan kawasan lanskap budaya, berupa Pelestarian Kualitas Visual Lanskap Kota, Restorasi Lanskap Istana Gyeongbok dan Restorasi Lanskap Sungai Cheonggye (Cheonggyechon)
Lanskap Sabuk Hijau (Greenbelt) Metropolitan Seoul Sabuk hijau atau greenbelt merupakan ruang terbuka hijau yang memisahkan kota dengan kawasan luar kota dengan jalur hijau sebagai latar belakang kota tersebut. Kehadiran greenbelt harusnya dipandang tidak saja dari fungsi fisik sebagai barier pemisah kota semata, tetapi juga fungsi ekologi dan juga fungsi sosial sekaligus, seperti mengakomodir sarana rekreasi alam, produksi pertanian, fungsi lindung dan fungsi hutan. Di banyak kota besar dunia, kegagalan dalam mempertahankan fungsi sabuk hijau ini diakibatkan oleh peningkatan laju pembangunan yang menyertai pertumbuhan penduduk kota. Ledakan penduduk ditengarai tidak saja sebagai biang keladi munculnya permasalahan di perkotaan pada tiga sektor, yaitu perumahan, pelayanan, dan transportasi tetapi juga akan
151
Belajar dari Keberhasilan Korea
bermuara pada terlampauinya batas kota. Perambahan wilayah luar kota ini secara bersamaan â&#x20AC;&#x153;mengaburkanâ&#x20AC;? fungsi sabuk hijau suatu kota. Untuk membangun sabuk hijau kota, kita dapat belajar dari pengalaman keberhasilan dan kegagalan beberapa kota besar dalam merencanakan lanskap greenbelt, khususnya di kawasan Asia, seperti Bangkok, Tokyo dan Seoul. Pengalaman dari kota-kota besar ini setidaknya mengajarkan kita mulai dari bagaimana mereka mendefinisikan, merencanakan, dan mengelola sabuk hijau yang melingkari kota tersebut sebagai kawasan penyangga alam dalam penanggulangan bahaya alam, polusi dan berbagai masalah akibat peningkatan konsentrasi penduduk dan industri di kota. Angka ledakan penduduk yang menjadi biang keladi hilangnya greenbelt di beberapa kota besar dunia menunjukkan fenomena yang menarik. Dalam banyak kasus, dorongan kuat ledakan populasi ini pada akhirnya tidak dapat terkonsentrasikan pada kawasan pusat kota dan segera merambah sampai ke daerah pinggir kota. Tipe desakota (campuran urban dan rural) merupakan pola perubahan penggunaan lahan yang khas pada kebanyakan wilayah pinggiran mega-cities Asia, tidak terkecuali dengan Jakarta. Akibatnya, berbagai fungsi penting sabuk hijau segera beralih fungsi dan sulit dipertahankan sejalan dengan membesarnya kota induk. Seoul merupakan contoh keberhasilan dalam implementasi sabuk hijau. Kota dengan luas wilayah (62 700 ha) atau nyaris sama dengan DKI Jakarta, telah memulai pembangunan greenbelt pada tahun 1960. Sejak dikeluarkan undang-undang perencanaan kota tahun 1971, pemerintah kota Seoul secara serius memulai instalasi kawasan green belt dan menetapkan sebagai Wilayah Pembangunan Terbatas. Tujuan pembangunan sabuk hijau Seoul adalah sebagai pengendali pertumbuhan pembangunan kota, perlindungan lingkungan kota, fungsi keamanan nasional, dan perlindungan fasilitas pertahanan.
Gambar1. Greenbelt Kota Metropolitan Seoul seluas 153.000 ha atau 29 % total kawasan Seoul Capitan Region (540.000 ha)
152
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
Setelah melalui empat fase pembangunan, secara bertahap mulai tahun 1971 sampai 1976, rencana lanskap sabuk hijau Seoul Capital Region pada radius 15 km dari pusat kota berhasil diimplementasikan. Sabuk hijau seluas 153.000 ha atau 29 persen dari total areal (540.000 ha) ini merupakan buah kerjasama Seoul dan 24 kota satelit sekitarnya yang berada di dua provinsi. Setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi keberhasilan dalam membangun sabuk hijaunya, yaitu: perencanaan pembangunan wilayah yang komprehensif, kerangka hukum yang tegas, faktor keamanan nasional (National Security).
Gambar 2. Greenbelt Kawasan Kota Seoul
Perencanaan Pengembangan Wilayah Komprehensif Untuk mendefinisikan batas kawasan sabuk hijau keputusan diambil pada tiga tingkat kekuasaan, yaitu pemerintahan pusat, pemerintah metropolitan Seoul, dan pemerintah daerah sekitarnya. Kesepakatan ini dituangkan dalam dokumen rencana kawasan sabuk hijau pada setiap wilayah administrasi dengan luas kawasan yang berbeda-beda. Terdapat dua kategori peruntukan lahan yang ditetapkan pada sabuk hijau, yaitu kategori penggunaan lahan yang sesuai (seperti untuk pertanian, hutan, dan rekreasi alam) dan penggunaan lahan yang tidak sesuai (seperti perumahan, industri, jalan dan berbagai fasilitas/utilitas kota). Perbedaan luas areal yang ditetapkan untuk kawasan sabuk hijau Seoul Capital Region ini dapat dilihat tidak hanya dalam besaran kontribusi suatu wilayah administrasi tertentu terhadap total sabuk hijau, tetapi juga proporsi yang disumbangkan terhadap wilayah administrasi yang bersangkutan. Misalnya, untuk wilayah administratif kota Kyonang, tercatat menyumbangkan areal terbesar, yaitu seluas 13.500 ha, namun jumlah tersebut hanya 17 persen dari luas administrasi kota tersebut. Sedangkan Kota Baru Hanam, walaupun hanya menyumbangkan sebesar 8.600 ha, tetapi jumlah tersebut merupakan hampir 99 persen dari luas kota baru tersebut.
153
Belajar dari Keberhasilan Korea
Perangkat Hukum yang Tegas Keberhasilan dalam pembangunan sabuk hijau di Seoul dikarenakan adanya perangkat hukum yang kuat dan mempunyai validitas yang teruji, serta tanpa tawar-menawar. Penegakan hukum dilaksanakan dengan sangat tegas pada lahan-lahan dengan status yang telah ditetapkan. Penerapkan kebijakan dalam pendefinisian perubahan peruntukan atas suatu areal dilakukan melalui proses perizinan yang sangat ketat. Di samping itu, dukungan masyarakat sangat tinggi, sebagaimana terungkap dalam hasil survei nasional terlihat bahwa lebih 80 persen penduduk mendukung kehadiran sabuk hijau.
Faktor Keamanan Nasional Dengan alasan keamanan nasional, sabuk hijau dianggap sebagai benteng perlindungan yang aman apabila terjadi perang. Bahkan pada wilayah, sabuk hijau sebelah utara kota Seoul ditetapkan sebagai daerah pembangunan yang sangat terbatas, mengingat dekatnya dengan perbatasan Korea Utara. Kehadiran sabuk hijau secara psikologis sangat mendukung dalam menciptakan suasana yang menjamin keamanan dalam situasi â&#x20AC;&#x153;perangâ&#x20AC;? di semenanjung Korea. Faktor ini secara signifikan memberikan sumbangan atas keberhasilan program tersebut. Menyertai kesuksesan dalam merencanakan sabuk hijau yang masif, Seoul layak menuai predikat sebagai satu-satunya kota di Asia yang berhasil dalam membangun sabuk hijau kota saat ini. Semoga uraian dari pengalaman beberapa negara di atas dapat ditarik pelajaran, setidaknya bagi kota-kota besar di tanah air dalam rangka merencanakan sabuk hijau lingkar kotanya.
Taman Ekologi (Ecological Park) Nanjido Seoul Di era demokrasi dan otonomi tahun 1990-an, kebijakan politik Korea mencuatkan dukungan transformasi lingkungan melalui berbagai gerakan hijau dalam peningkatan keragaman bentuk dan kualitas taman dan ruang terbuka hijau. Beragam program hijau yang berorientasi keberpihakan pada kepentingan masyarakat mendapatkan percepatannya, seperti mengubah berbagai fasilitas militer, bentang plaza aspal dan beton, serta fasilitas sumber air kota dan lahan tidur (wasteland) menjadi taman-taman dan ruang terbuka hijau kota. Untuk kota Seoul, salah satu topik kebijakan hijau yang dikampanyekan melalui â&#x20AC;&#x153;Visi Hijau Abad Ke-21 Kota Seoulâ&#x20AC;? (Seoul Green Vision 21) adalah gerakan dalam memerangi sampah dengan segala jurus. Kampanye yang mendengungkan perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan ini mencapai salah satu puncak pendakiannya pada perhelatan akbar sepak bola Piala Dunia 2002. Dengan katalisator
154
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
keberhasilan Korea menyelenggarakan Olimpiade Seoul 1988, pemerintah kota metropolitan Seoul melakukan transformasi lingkungan dengan rekayasa yang spektakuler melalui rancangan Kompleks Taman Piala Dunia Seoul. Taman monumental ini lahir melalui metamorfosis lingkungan yang panjang di kawasan Nanjido, hilir Sungai Han di sebelah Barat dari pusat kota Seoul. Sesuai dengan namanya, Nanjido (nanj = anggrek dan jamur, do = pulau), sebelum tahun 1978 kawasan ini merupakan pulau yang dikenal dengan aroma semerbak bunga anggrek dan budidaya jamur serta kaya akan sajian aneka tumbuhan bunga lainnya. Di samping itu, kawasan perairan di sekitarnya dikenal sebagai persinggahan aneka unggas migrasi, angsa, bebek, dan kerabat burung air lainnya (Pramukanto, 2005). Kemudian, selama 15 tahun status tapak berubah sebagai areal landfill sampah kota Seoul yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa. Akumulasi lebih dari 92 juta meter kubik tumpukan berbagai macam sampah kota, mulai dari sampah rumah tangga, material bangunan, sampai sampah industri dengan teknik penimbunan non-sanitary ini menghasilkan rembesan air lindi (leachate) dan gas beracun. Peningkatan air lindi yang dapat menimbulkan longsor dan ablesan (subsidence), di samping polusi udara dan air yang merusak ekosistem sekitarnya, disadari oleh pemerintah kota metropolitan Seoul. Karena itu, aktivitas yang telah menimbun areal seluas 272 hektar ini dihentikan tahun 1993. Pemulihan kawasan Nanjido yang rusak kini akhirnya dicanangkan oleh pemerintah metropolitan melalui â&#x20AC;&#x153;Landfill Recovery Projectâ&#x20AC;? dan menjadikan kawasan tersebut sebagai bagian taman kota yang ramah lingkungan. Pada tahun 1991 sampai tahun 1996 diadakan program reklamasi timbunan sampah tersebut melalui pengendalian aliran air lindi dengan membangun barrier pelindung vertikal dan pengolahan limbah yang terkontaminasi, penutupan permukaan dengan lapisan tanah, ekstraksi dan pengelolaan gas beracun, serta stabilisasi lereng, serta pembentukan lahan (Pramukanto, 2005).
Gambar 3.Komplek Taman Milenium World Cup Seoul
155
Belajar dari Keberhasilan Korea
Upaya reklamasi timbunan sampah ini pada akhirnya melahirkan dua bukit kembar setinggi lebih dari 90 meter dan menjadi awal dalam metamorfosis pembangunan taman ekologi (ecological park). Kehadiran dua bukit piramid berpuncak datar (ziggurat) (Haneul dan Noeul) tersebut menjadi cikal bakal lahirnya (reborn) Nanjido baru dalam wujud Kompleks Taman Milenium (Millennium Park) Piala Dunia. Kedua bukit yang menjadi inti dari kompleks taman tersebut merupakan sub taman yang memegang peranan penting di antara tiga sub taman lain dalam kompleks tersebut. Menyadari kekeliruan kebijakan masa lampau yang merusak lingkungan, pemerintah Seoul menetapkan bukit Haneul ---salah satu dari dua bukit piramid tersebut--untuk dirancang sebagai Taman Ekologi (Ecological Park). Desain tapak pada bukit seluas dua puluh empat kali lapangan sepak bola (19.2 hektar) disusun berdasarkan konsep pendekatan ekologi (eco-design). Pendekatan ini sejalan dengan kerangka kerja yang diamanatkan dalam konferensi â&#x20AC;&#x153;The Parties of the Convention on Biological Diversityâ&#x20AC;? (UNESCO-MAB, 2000).
Gambar 4. Gerbang Taman Ekologi (Eco-Park)
Gagasan orisinal dalam konsep desain taman ekologi ini menyebutkan, untuk membangkitkan ekosistem alami ini diterapkan stimulasi minimal pada fase awal pembangunan taman. Untuk itu berbagai rekayasa lingkungan yang bersifat artifisial sebagaimana umumnya diterapkan dalam pembangunan taman harus dihindari. Penerapan teknik persiapan lahan, pengolahan tanah, pemupukan, pemberantasan hama penyakit, bahkan penanaman tumbuhan tidak dilakukan sebagaimana lazimnya. Sesuai dengan fungsinya, konsep pembangunan struktur taman ini berusaha menerapkan prinsipprinsip ekologi. Rantai ekologi dibangun dengan cara hati-hati dan sealami mungkin. Keterlibatan manusia ---baik secara langsung dalam memÂ
156
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
bangun sistem ekologi, maupun tidak langsung dalam mengendalikan arah perkembangannya--- dilakukan seminimal mungkin. Bentuk intervensi dilakukan sejauh bersifat sebagai katalisator untuk terbentuknya cikal bakal relung-relung ekologi. Perkembangan selanjutnya dibiarkan berjalan sendiri secara alami. Sebagai kawasan restorasi, kehadiran taman ekologi ini diharapkan mampu menciptakan dan menarik â&#x20AC;&#x153;kembaliâ&#x20AC;? organisme tumbuhan dan satwa kelingkungan kota. Proses ini merupakan indikasi terbentuknya ekosistem dibukit piramid tersebut. Tercipta hubungan dinamis baik antar kerabat organisme yang sama, antar jenis berbeda, maupun antar unsur biotik dengan lingkungan abiotik, termasuk interaksi dengan komponen fisik dan kimia. Proses ini memperlihatkan terjadinya restorasi bentang alam di tengah-tengah kepungan hutan beton dan aspal perkotaan. Berbagai faktor lingkungan dan kondisi sekitar secara alami berperanan sebagai â&#x20AC;&#x153;driving forcesâ&#x20AC;? dalam perubahan ekosistem yang dinamis di bukit piramid tersebut. Dinamika metamorfosis ini merupakan â&#x20AC;&#x153;big pictureâ&#x20AC;? yang sarat dengan proses-proses ekologi. Medium tanah eksisting hasil reklamasi dan ling kungan sekitar secara alami akan menyeleksi kehadiran organisme yang sesuai dengan kondisi dan keterbatasan yang ada. Pada awalnya, kehadiran organisme dipelopori oleh beberapa jenis tumbuhan spontan (spontaneous vegetation) sebagai pionir di lingkungan yang baru. Kehadiran jenis vegetasi perintis ini akan diikuti oleh vegetasi lain, sampai akhirnya terbentuk suksesi alami dilingkungan tersebut.Keberadaan komunitas vegetasi tersebut memberi resonansi pada kehadiran mikroba dan satwa kecil ---seperti cacing dan serangga--- pemakan tumbuhan (herbivora). Kemudian resonansi ini berlanjut dengan kehadiran satwa pemangsa serangga (kornivora tingkat 1), seperti reptil dan ampibiyang mulai berbagi tempat tinggal pada kawasan tersebut. Seterusnya mengundang satwa jenis top carnivore (seperti burung hantu, elang, dan gagak) yang ikut bergabung menjadi penghuni di kawasan ekologi tersebut dan memangsa karnivora tingkat 1. Setiap organisme di atas menempati posisinya dalam level rantai makanan dan energi yang membentuk piramida ekologi. Piramida ini menggambarkan kelimpahan populasi organisme, sebagai sumber makanan dan energi, di mana semakin tinggi levelnya semakin sedikit jumlahnya pada puncak piramida. Kesungguhan Pemerintah Seoul dalam meningkatkan kualitas ling kungan kota yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat dalam pem bangunan Kompleks Taman Milenium Piala Dunia ini merupakan simbol kemenangan atas gerakan yang berpihak kepada masyarakat dan ramah lingkungan. Lebih jauh lagi transformasi yang melahirkan taman ekologi (Eco-Park) dari bukit sampah ini merupakan penghormatan yang sengaja dipersembahkan ke pentas dunia melalui event Piala Dunia yang bergengsi.
157
Belajar dari Keberhasilan Korea
Bahkan, kehadiran kompleks tersebut semakin meningkatkan keragaman serta luasan areal taman dan ruang terbuka hijau kota Seoul menjadi 25 persen dari total kota (62.700 hektar) yang luasnya hampir seluas ibu kota Jakarta (Pramukanto, 2005). Walaupun dalam perkembangannya, pembangunan taman ekologi bukit piramid Haneul ini mengalami modifikasi dan beberapa penyimpangan dari konsep desain lanskap awalnya, namun setidaknya gagasan yang diusung patut menjadi pemikiran untuk diterapkan pada kasus serupa di tanah air.
Pelestarian Kualitas Visual Lanskap Kota Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang disertai meningkatnya laju pembangunan di perkotaan menyebabkan terjadinya perambahan dan alih fungsi lahan. Bangunan, struktur dan elemen budaya/sejarah menjadi relatif kecil, lusuh (shabbier) dan rapuh (fragile) dibandingkan dengan bangunan modern. Skylines alami kota dan wilayah sering kali dihalangi oleh bangunan ataustruktur yang baru. Bangunan dan struktur yang tinggi seringkali menghalangi pandangan ke puncak bukit (hilltops). Jalan bebas hambatan, jalur tengangan tinggi, bendungan, dan kota baru seringkali memecahgaris cakrawala (skyline) wilayah. Penataan kualitas visual lanskap kota Seoul dilakukan dengan pengelolaan (pelestarian) lanskap koridor visual dan bentuk elemen lanskap berupa tinggi-lebar struktur/bangunan untuk mengamankan elemen lanskap utama dan garis cakrawala (skyline). Skyline alami yang mengelilingi kota Seoul berupa jajaran puncak dan punggung bukit merupakan horizon kota yang mempunyai arti (meaning) dalam geomansi tata ruang klasik Korea. Arti simbolis bentuk puncak bukit yang merepresentasikan the five elements of the universe (Gambar 5) dalam teori pungsu (fengshui) harus dilindungi dari penghalang pandang dalam suatu wilayah visual (viewshed) kota. Selain itu, kehadiran skyline menjadi mercu tanda (landmark) kota yang dapat meningkatkan (enhance) keterbacaan suatu tempat di kawasan perkotaan. Sebagian besar kota-kota besar Korea, termasuk Seoul dikelilingi oleh sabuk hijau (greenbelt). Di kawasan greenbelt ini tidak ada bangunan baru yang diizinkan untuk dibangun, kecuali hanya beberapa yang diperkenankan, seperti remodeling bangunan existing, bangunan umum terbatas dan pangkalan militer. Sebagian besar dari bukit dan pegunungan sekitar kota merupakan greenbelt berfungsi sebagai kawasan lindung, sehingga pelestarian greenbelt kota berarti juga melestarikan skyline alam di daerah pinggiran kota.
158
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
Gambar 5. Bentuk Lima ElemenSimbolis pada Puncak Gunung
Salah satu upaya spektakuler dalam melestarikan skyline kota tersebut adalah pada peristiwa pembongkaran dua gedung apartemen yang berdiri menghalangi puncak gunung selatan (Namsan) di tahun 1994. Eksekusi oleh pemerintah kota Seoul yang menelan biaya tidak sedikit tersebut merupakan pelajaran mahal dan menjadi shock therapy bagi masyarakat untuk tetap mengindahkan tatanan geomansif visual kota (Gambar 6).
Gambar 6. Eksekusi dalam Rangka Penataan Penghalang Pandang Visual Puncak Gunung Namsan
Restorasi Lanskap Istana Gyeongbok (Gyeongbokung) Dalam tatanan lanskap geomansi, kota Hanyang (cikal bakal kota Seoul) secara simbolis diikat oleh formasi fisiografis pegunungan di ke empat penjuru angin. Pugaksan di utara, merupakan simbol Kura-kura Hitam. Formasi gunung Naksan di sebelah timur, sebagai simbol Naga Biru. Inwangsan (simbol harimau putih) menempati formasi jajaran gunung di bagian barat. Sedangkan, formasi Namsan-Kwanaksan (simbol Burung Phoenix Merah) yang berada di selatan kota merupakan table mountain dan gunung â&#x20AC;&#x153;pelayanâ&#x20AC;?. Untuk menghasilkan energi diperlukan setting lanskap di mana jajaran pegunungan di utara (Pugaksan) secara simbolis berperan
159
Belajar dari Keberhasilan Korea
penting sebagai pengendali terhadap formasi tiga pegunungan lain dalam mengalirkan energi dari dalam bumi dengan membentuk strukturt opografis tertutup berupa cekungan yang disebut myongdang. Cekungan myongdang merupakan wilayah dengan akumulasi energi yang tinggi, sehingga merupakan lanskap yang paling ideal untuk berbagai peruntukan, seperti perkotaan, perdesaan, permukiman, termasuk istana, rumah maupun makam (Pramukanto, 2012). Untuk mengelola tatanan lanskap geomansi (pungsu) di kota Seoul, dilakukan berbagai upaya pelestarian kawasan lanskap sejarah/budaya. Salah satu upaya pelestarian lanskap tersebut adalah berupa restorasi kawasan istana Gyengbokung. Keberadaan bangunan pemerintahan kolonial Jepang di dalam kawasan Gyengbokung yang dianggap mengganggu tatanan lanskap istana menimbulkan perdebatan antara membongkar, memindah atau mengkonservasi. Perdebatan yang muncul adalah antara pemanfaatandalam bentuk konservasi ataumemindahkangedung yang mempunyai nilai sejarah arstektur modern Korea atau menghancurkan bangunan tersebut untuk menghapus jejak kolonial. Hasil jaja pendapat memutuskan untuk membongkar gedung tersebut. Upaya penghancuran bangunan tersebut menurut Chang (1998) mempunyai alasan kuat karenakeberadaan bangunan tersebut pada posisi yang merusak spirit nasional Korea dengan memutus aliran energi ki (chi) yang berasal dari gunung utama (Pugaksan). Sebagaimana yang dikonsepkan oleh Raja Sejong, bahwa kota Seoul harus berada di bawah pengendali gunung utama Pugaksan yang berada dibelakang dan formasi aliran air (Cheonggyecheon) di bagian depan harus dilindungi (Kim, 1996). Upaya untuk mengaktifkan kembali aliran energi ki yang melintas dari puncak gunung utara melewati istana ini dipercaya akan membangkitkan spirit bagi masyarakat Korea, sehingga dalam program restorasi istana di tahun 1996 bangunan pemerintahan kolonial tersebut dihancurkan.
Gambar 7. Istana Gyeongbokung dengan latar belakang Gunung Pugaksan, sebelum (kiri) dan setelah (kanan) pembongkaran Gedung Pemerintahan Kolonial Jepang 160
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
Restorasi Lanskap Sungai Cheonggye (Cheonggyechon) Penataan lanskap konservatif juga dilakukan untuk mengembalikan kawasan kota lama Seoul (Hanyang) oleh pemerintah Seoul dengan merestorasi sungai Cheonggye. Restorasi dilakukan pada segmen sepanjang enam kilometer dengan membongkar konstruksi jalan yang dibangun tahun 60-an yang penutup permukaan sungai dan jalan layang (elevated road) yang melintas di atasnya serta mengembalikan sungai tersebut menjadi alami (Gambar 8.). Sungai Cheonggye yang berhulu di empat gunung (Pugaksan, Naksan, Inwangsan dan Namsan) dan cekungan myongdang yang dilintasi sungai tersebut merupakan kawasan dengan akumulasi energi yang tinggi yang memberikan â&#x20AC;&#x153;keberuntunganâ&#x20AC;? (auspicious), sehingga merupakan lanskap yang paling ideal dalam tata letak fengshui kota untuk berbagai peruntukan (Pramukanto, 2009). Kawasan yang membawa keberuntungan dengan sungai Cheonggyeyang mengalir di muka istana Gyengbokung ini di masa dinasti Choson dipilih sebagai ibu kota kerajaan dengan nama Hanyang yang sekarang Seoul.
Gambar 8. Peta kota Hanyang dengan formasi pegunungan dan jaringan sungai
Selain arti simbolis dalam geomansi Korea, alasan restorasi sungai Chonggye yang melintas dari Timur ke Barat kota Seoul ini adalah untuk jaminan keamanan atas struktur konstruksi jalan yang menutup sungai dan jalan layang (elevated road) yang dibangun di atasnya yang mulai rapuh dan membahayakan. Restorasi Chonggyechon dengan nilai proyek yang menelan biaya yang tidak sedikit ini merupakan upaya spektakuler pemerintah kota Seoul dalam mengembalikan kawasan kota lama yang dikenal sebagai Hanyang. Ide proyek sungai Chonggye yang telah mengalami penutupan badan sungai oleh perkerasan dan jalan layang selama 40 tahun ini diispirasikan juga oleh beberapa proyek serupa di luar negeri yang revitaslisasi koridor biru ini ke menjadi tiga segmen. Revitaliasasi di ketiga
161
Belajar dari Keberhasilan Korea
segmen kawasan tersebut disesuaikan dengan perkembangan terkini dari koridor yang dilalui sungai tersebut. Proyek tersebut tersebut merangkai secara secara berurutan dimulai dari segemen yang sarat akan nilai sejarah, yaitu kawasan Gwanghwamun, kawasan perdagangan, Dongdaemun dan kawasan alami di mana sungai tersebut bermuara ke sungai Han.
Gambar 9. Sungai Cheonggyecheon, sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) restorasi Kesimpulan 1. Berdasarkan paparan studi kasus pada lima penataan taman dan lanskap di Seoul dapat diketahui bentuk penataan yang dilakukan berdasarkan aspek perencanaan, perancangan dan pengelolaan, baik pada lanskap alami dan lanskap budaya. 2. Penataan kawasan Greenbelt Metropolitan Seoul berhasil membangun greenbelt seluas 153.000 ha. Keberhasilan dalam perencanaan lanskap greenbelt ini didasarkan pada perencanaan pengembangan wilayah yang komprehensif, dukungan kerangka hukum yang tegas, dan peran fungsional greenbelt sebagai kawasan perlindungan dalam sistem keamanan nasional (National Security). 3. Walaupun terdapat penyimpangan dalam implementasi rancangan (design) lanskap semula, namun gagasan penataan lanskap kawasan pascareklamasi landfill non-sanitary yang ditransformasi menjadi Taman Ekologi Nanjido, secara konsepsi merupakan bentuk upaya untuk
162
Penataan Taman & Lanskap: Belajar dari Seoul
menghadirkan suatubentuk taman kota yang berbasis pada rancangan ekologi (eco-design). 4. Penataan kualitas visual lanskap kota Seoul dapat dilakukan dalam bentuk pengelolaan koridor visual untuk melindungi (melestarikan) elemen lanskap utama berupa jajaran pegunungan, puncak dan punggung bukit, serta skylines kota terhadap gangguan pandangan oleh bangunan atau struktur penghalang pandang. Pengelolaan lanskap visual ini dilakukan untuk melindungi arti (meaning) simbolik dari bentuk puncak bukit dalam geomansi tata ruang klasik Korea. 5. Pengelolaan kawasan istana Gyeongbokung sebagai bentuk penataan lanskap budaya/sejarah dapat dilakukan dalam bentuk restorasi yang bertujuan untuk mengembalikan tatanan geomansi (pungsu) kota Seoul. Restorasi dilakukan dengan membongkar bangunan pemerintahan kolonial Jepang yang berada pada posisi memutus aliran energi ki (chi) yang berasal dari gunung utama (Pugaksan) dipercaya dapat membangkitkan spirit bagi masyarakat Korea. 6. Penataan lanskap sungai Cheonggye yang dilakukan dalam bentuk restorasi sungai merupakan bentuk pengelolaan kawasan lanskap budaya untuk mengembalikan fungsi cekungan myongdang sebagai kawasan dengan akumulasi energi yang tinggi yang memberikan â&#x20AC;&#x153;keberuntunganâ&#x20AC;? (auspicious), dan merupakan lanskap yang paling ideal dalam tata letak geomansi kota. Restorasi sungai dilakukan dengan mengembangkan lanskap koridor sungai ke dalam tiga segmen yang disesuaikan dengan perkembangan terkini dari koridor yang dilalui sungai tersebut, yaitu segmen kawasan sejarah, segmen kawasan perdagangan dan segmen kawasan alami.
Penulis: Qodarian Pramukanto adalah pengajar di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Daftar Pustaka Chang, S.J. 1998. Architectural Conservation in the East Asian Culture Context with Special Reference to Korea. PhD Dissertation, School of Architecture, Faculty of Built Environment, The University of New South Wales Kim, K.G. 1996. Urban Ecology Applied to the City of Seoul, Implementing Local Agenda 21. UNESCO/MAB/Korea National MAB Committee for UNESCO.
163
Belajar dari Keberhasilan Korea
Murakami A., A. M. Zain, K. Takeuchi, A. Tsunekawa, and Y. Shigehiro. 2005. Trends in urbanization and patterns of land use in the Asian mega cities Jakarta, Bangkok, and Metro Manila. Landscape Urban Plan., 70: 251â&#x20AC;&#x201C; 259 Pramukanto, Q. 2005. Memanen Metan di bukit Haneul dan Neul: Mengubah sampah menjadi berkah. Kompas, 30 April 2005 Pramukanto, Q. 2009. Tatanan Geomansi Lanskap Kota Seoul. Korean Stud. Ind. Internat. J., 1(1): 1-7. Pramukanto, Q. 2012. Pungsu: Geomansilanskap Korea. J. Lanskap Indonesia, 4(2): 9-17. Yokohari, M., K. Takeuchi, T. Watanabe, and S. Yokota. 2000. Beyond Greenbelts and Zoning: a new planning concept for the environment of Asian mega-cities. Landscape and Urban Planning, 47, 159-171
164
REFLEKSI PILOT PROJECT SAEMAUL UNDONG DI PROVINSI DIY DAN KESESUAIANYA DENGAN DESA MEMBANGUN 새마을운동 시범사업: 족자카르타의 사례
Ratih Pratiwi Anwar
[Abstract] Saemaul Undong movement has been dubbed as one of the key factors in Korea’s rural development. This movement has been widely recognized worldwide and been introduced and recreated in more than 27 countries including Indonesia. Beginning in 2008, this movement was implemented in Yogyakarta Special Region under a Sister Province agreement with Gyeongsangnam-do Province, South Korea. Since then, it has inspired other similar economic and social development in other regions. Particulaly, in 2015 Indonesian government set up its own version of implementing Saemaul Undong spirit into the nation’s Village Developing Movement. This paper delves into Saemaul Undong as a communitys’ cultural and spiritual movement, focusing on Samaul Undong pilot project in Yogyakarta Province. In addition, this paper also explores further about the significance and relevance of Saemaul Undong to the present condition of social and economic development of rural areas in Indonesia.
[한글초록] 새마을 운동은 한국 농촌개발의 핵심 요소 중 하나이다. 이 운동은 전 세계적으로 널리 알려져 인도네시아를 포함한 수많은 나라에서 소개되고 재창출되고 있다. 이 운동은 2008년부터 인도네시아의 족자카르타 주와 한국의 경상북도가 자매 결연을 통해서 시작되었다. 165
Belajar dari Keberhasilan Korea
그 이후로 다른 지역의 다른 유사한 경제 및 사회 개발에도 영향을 미쳤다. 특히, 2015 년에 인도네시아 정부는 새마을 운동 정신을 이용하며 마을 발전을 위해 자체 버전을 도입했다. 이 글은 족자카르타의 새마을 운동 시범 프로젝트가 해당 지역사회를 어떻게 변화시키고 있는가를 살펴 보는 것이다. 또한 이러한 연구를 통해서 새마을 운동의 중요성을 제고하며 인도네시아의 농촌 지역의 사회 및 경제적 발전에 어떠한 관련성이 있는지에 대해서도 살펴 보고자 한다.
166
Refleksi Pilot Project Saemaul Undong di Provinsi DIY dan Kesesuaianya dengan Desa Membangun
Gerakan Saemaul Undong menjadi salah satu kunci sukses pengem bangan kawasan perdesaan di Korea Selatan dan kini telah diperkenalkan kepada lebih dari 27 negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Pada tahun 2008 secara resmi Saemaul Undong telah diimplementasikan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui skema kerjasama sister province dengan Provinsi Gyeongsangnam, Korea Selatan. Semenjak itu, gerakan ini terus bergulir dan bahkan menginspirasi gerakan pembangunan ekonomi dan sosial di berbagai daerah. Bahkan pada tahun 2015, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi telah menjalin kerjasama dengan Kementerian Korea Selatan untuk mengimplementasikan Saemaul Undong dalam Gerakan Desa Membangun. Tulisan ini mengupas Saemaul Undong sebagai gerakan kultural dan spiritual masyarakat, menyajikan refleksi atas pilot project Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY, serta memberikan relevansinya dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat perdesaan Indonesia.
1. Pendahuluan Visi pembangunan nasional di bidang pembangunan wilayah perdesaan sebagaimana dinyatakan dalam NAWA CITA Presiden Republik Indonesia adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa melalui pembangunan daerah tertinggal dan pulau-pulau terpencil, pembangunan kawasan perbatasan, dan pembangunan desa serta kawasan perdesaan. Arah kebijakan dan strategi pembangunan desa dalam RPJMN 2015â&#x20AC;&#x201D; 2019 difokuskan pada tiga hal, yaitu (a) pemenuhan standar pelayanan minimum desa sesuai dengan kondisi geografisnya; (b) penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa; (c) pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat desa. Untuk mengoperasionalkan arah kebijakan dan strategi pembangunan desa, pemerintah menyediakan instrumen pengaturan dalam Perencanaan Pembangunan Desa, Dana Desa, dan Pendampingan Desa (Bappenas 2015). Perencanaan pembangunan desa diprioritaskan pada kebutuhan masyarakat desa yang meliputi (a) peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar; (b) pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis serta sumber daya lokal yang tersedia; (c) pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif; (d) pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan (e) peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat desa berdasarkan kebutuhannya (UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa).
167
Belajar dari Keberhasilan Korea
Selanjutnya, pemerintah juga memprioritaskan kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang didukung dengan kebijakan dana desa yang dialokasikan untuk membiayai pemenuhan kebutuhan dasar¸ pembangunan sarana dan prasana desa, dan pemanfaatan sumber daya alam serta lingkungan secara berkelanjutan. Penggunaan dana desa disepakati dalam musyawarah desa (Permen Desa No. 5 Tahun 2015). Untuk mengoperasionalkan pendekatan desa membangun melalui pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Indonesia melaksanakan Program Pendampingan Desa. Program ini merupakan metamorfosis dari programprogram pemberdayaan masyarakat sebelumnya (Program Pengembangan Kecamatan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat/PNPM, dan PNPM Mandiri) yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja yang melibatkan unsur masyarakat, baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipasi, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka tidak menjadi objek, tetapi sebagai subjek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Meskipun telah mencapai keberhasilan, program PNPM Mandiri masih perlu disempurnakan dengan lebih memperhatikan pembangunan aspek nonfisik. Belajar dari sejarah pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat perdesaan yang pernah ada, pemerintah menyadari bahwa Program Pendampingan Desa perlu mengakomodasi spirit sosial dan budaya masyarakat Indonesia pada umumnya yang dalam kesehariannya mengutamakan nilai-nilai gotong-royong, kerukunan, tolong-menolong, tanggung jawab bersama, dan sukarela. Dengan demikian, program pendamping desa tidak kehilangan sarana penghubung dengan spirit kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia.
2. Saemaul Undong Sebagai Gerakan Kultural dan Spiritual Perkembangan ekonomi Korea Selatan saat ini tidak lepas dari peran Gerakan Saemaul Undong yang berhasil mengembangkan ekonomi dan sosial kawasan perdesaan. Pada dekade 1960-an, Korea Selatan adalah negara miskin dengan pendapatan nasional per kapita kurang dari US$ 100. Saat ini, status Korea Selatan telah menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita mencapai US$ 27.970 pada tahun 2014 (World Bank 2015). Gerakan Saemaul Undong bertujuan untuk memberantas kemiskinan di kawasan perdesaan serta mengurangi kesenjangan antara desa dan kota. Inti dari gerakan ini adalah mendorong semangat masyarakat untuk membangun desa (Lankov 2010).
168
Refleksi Pilot Project Saemaul Undong di Provinsi DIY dan Kesesuaianya dengan Desa Membangun
Upaya membangkitkan kesadaran masyarakat agar menjadi subjek dalam pembangunan desa dilakukan dengan pembelajaran spirit Saemaul Undong, yaitu diligence, self-help, dan cooperation. Saemaul Undong adalah gerakan untuk mereformasi mental yang mengandung spirit ketekunan (motivating force encouraging personal growth), mandiri (autonomy and self reliance), kerja sama (harmony and mutual responsibility), dan kejujuran (honesty) (Kim 2010). Saemaul Undong adalah gerakan yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari (a practical daily life movement) sehingga Saemaul Undong merupakan spiritual and cultural movement yang bukan semata-mata sebagai community empowerment movement atau modernization project. Sebagai spiritual cultural movement, Saemaul Undong tidak hanya terbatas sebagai program yang memberi bantuan, tetapi suatu gerakan untuk menyadarkan dan membangkitkan masyarakat agar secara sukarela dan bersama-sama berpartisipasi dalam pembangunan. Gerakan Saemaul Undong berhasil memengaruhi mental masyarakat Korea Selatan sehingga menjadi sebuah gerakan reformasi kesadaran (awareness reform movement) atau gerakan mental (mental movement) yang membangkitkan rasa percaya diri (selfconfidence) atau semangat bisa mengerjakan â&#x20AC;&#x2DC;Can Doâ&#x20AC;&#x2122; spirit (Choi 2010). Provinsi Gyeongsangbuk sebagai provinsi yang memimpin Gerakan Saemaul Undong telah membawa spirit Saemaul Undong ke tingkat internasional melalui kerja sama dengan 9 negara dan 27 desa dalam rangka membantu mengentaskan kemiskinan di kawasan perdesaan. Dengan berbagi pengalaman dalam menjalankan Gerakan Saemaul Undong, Korea Selatan berkontribusi dalam memberikan solusi kepada masyarakat global yang saat ini dihadapkan pada kemiskinan dan kelaparan akibat dampak pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan.
3. Pilot Project Desa Saemaul Undong di Provinsi DIY Sejak tahun 2008, Indonesia menjadi salah satu negara yang dapat belajar secara langsung dari masyarakat Korea dalam membangun desa dengan pendekatan Saemaul Undong. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (selanjutnya disebut Provinsi DIY) adalah pelopor dalam Gerakan Saemaul Undong di Indonesia. Provinsi DIY terletak di Pulau Jawa dan secara administratif terbagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 sekitar 3,45 juta jiwa. GDP per kapita Provinsi DIY pada tahun 2009 adalah Rp5,86 juta (setara dengan US$ 646) yang lebih rendah daripada rata-rata GDP per kapita Indonesia yang mencapai Rp24,3 juta atau sekitar US$ 2.590. Penduduk yang bekerja di Provinsi DIY terkonsentrasi di sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pertanian; dan sektor manufaktur.
169
Belajar dari Keberhasilan Korea
Gerakan Saemaul Undong di Indonesia diimplementasikan dalam kerangka kerja sama “Provinsi Kembar”, yaitu antara Provinsi Gyeong sangbuk-do dan Provinsi DIY. Pada Juni 2008, Gubernur Provinsi DIY (Sultan Hamengku Buwono X) dan Gubernur Provinsi Gyeongsangbuk-do (saat itu Mr. Kim Kwan Yong) menandatangani kesepakatan untuk bekerja sama dalam (a) melaksanakan pembangunan perdesaan dengan mengadopsi spirit Saemaul Undong; (b) melaksanakan pilot project Saemaul Undong di Provinsi DIY; dan (c) melakukan kerja sama peningkatan kapasitas yang berkaitan dengan pembangunan perdesaan. Kondisi perekonomian penduduk Provinsi DIY pada saat itu menyebabkan kerja sama antara Provinsi DIY dan Provinsi Gyeongsangbuk-do, Korea Selatan—untuk melakukan pembangunan perdesaan dengan pendekatan model Saemaul Undong—menjadi sangat relevan dalam rangka membantu upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan. Pada tahun dilaksanakannya pilot project Saemaul Undong, sekitar 6,26 persen dari total penduduk provinsi DIY masuk dalam kategori orang miskin. Persentase orang miskin tertinggi, yaitu sebesar 12,03 persen ditemukan di Kabupaten Gunungkidul yang menjadi lokasi pilot project Saemaul Undong periode 2008—2009. Adapun Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul masing-masing mempunyai 8,56 persen dan 5,39 persen penduduk miskin (BPS Kabupaten Kulonprogo 2010; BPS Kabupaten Gunungkidul 2009). Pilot project pembangunan “Desa Saemaul Undong” dilakukan di Dusun Batusari, Desa Kampung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2008 dan 2009 yang kemudian dilanjutkan di Desa Salamrejo Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2010 dan di Desa Karangtalun, Kabupaten Bantul pada tahun 2011. Selain bantuan infrastruktur fisik untuk ketiga desa tersebut, Provinsi Gyeongsangbuk-do juga menyediakan pemeriksaan kesehatan dan bantuan obat-obatan untuk warga Desa Pacarejo, Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2009 (Anwar 2011). Keberhasilan Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY, Indonesia terutama didukung oleh kesesuaian antara fokus kegiatan Saemaul Undong dengan kebutuhan desa-desa sasaran sehingga mendorong partisipasi warga dan pemerintah dalam membangun desa. Faktor pendukung lainnya adalah adanya pembelajaran tentang spirit Saemaul Undong melalui Saemaul Training bagi pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, perangkat desa, dan perwakilan masyarakat di desa-desa sasaran. Saemaul Training tersebut mendukung proses implementasi Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY karena meningkatkan kapasitas untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam membangun desa.
170
Refleksi Pilot Project Saemaul Undong di Provinsi DIY dan Kesesuaianya dengan Desa Membangun
Dalam membangun Desa Saemaul Undong di Provinsi DIY, Gerakan Saemaul Undong memilih dan memfokuskan kegiatan pada pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat di desa-desa sasaran, yaitu pembangunan gedung pertemuan masyarakat, penyediaan sumber air bersih, perbaikan jalan desa, dan peningkatan pendapatan warga dengan income generating project berupa pemeliharaan ternak sapi. Besarnya kebutuhan masyarakat terhadap infrastruktur desa mendorong timbulnya partisipasi sukarela dari masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan Saemaul Undong. Bersama Pemerintah Provinsi DIY dan Provinsi Gyeongsangbukdo, masyarakat di desa-desa sasaran turut serta dalam proses, perencanaan, pelaksanaan, dan perawatan. Kesesuaian Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY dengan programprogram pembangunan Pemerintah daerah menciptakan dukungan aktif dari pemerintah daerah untuk memfasilitasi kegiatan Saemaul Undong. Fasilitas yang diberikan tersebut berbentuk dana yang terprogram dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, program pendampingan kepada kelompok masyarakat penerima bantuan, dan sumber daya manusia. Sebagai koordinator fasilitator Gerakan Saemaul Undong, Pemerintah Provinsi DIY membentuk Forum Komunikasi Saemaul Undong dari Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait untuk mengorganisasikan Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY. Forum Komunikasi Saemaul Undong ini dipimpin oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat. Di tingkat desa, Gerakan Saemaul Undong dilaksanakan oleh kelompok-kelompok masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah desa (Anwar 2011). Masyarakat di lokasi Gerakan Saemaul Undong telah merasakan berbagai manfaat. Di Desa Kampung, Kabupaten Gunungkidul, kelompokkelompok petani mempunyai gedung untuk pertemuan dan pelatihan yang layak. Di Desa Salamrejo, Kabupaten Kulonprogo, Badan Keswadayaan Masyarakat mendapatkan gedung untuk mengorganisasikan proyekproyek pengurangan kemiskinan. Di Desa Karangtalun, Kabupaten Bantul, masyarakat menikmati jalan desa sepanjang 200 meter dan di Desa Pacarejo, Kabupaten Gunungkidul, masyarakat mendapat layanan pemeriksaan dan pengobatan secara cuma-cuma. Pemerintah Desa Salamrejo di Kabupaten Kulonprogo merasakan bahwa Gerakan Saemaul Undong adalah gerakan yang bermanfaat untuk mereformasi mental masyarakat, khususnya para generasi muda. Sekretaris Desa Salamrejo mengatakan bahwa perilaku disiplin (datang ke lokasi tepat waktu), menjaga kebersihan lingkungan, dan mau bergotong-royongâ&#x20AC;&#x201D;seperti yang dicontohkan oleh mahasiswa Korea Selatan yang menjadi sukarelawan Saemaul Undongâ&#x20AC;&#x201D;adalah pembelajaran terpenting yang diperoleh dari
171
Belajar dari Keberhasilan Korea
Gerakan Saemaul Undong yang dapat diterapkan untuk meningkatkan perilaku disiplin, menjaga kebersihan lingkungan, dan meningkatkan gotongroyong di masyarakat dalam membangun desa (Sekretaris Desa Salamrejo 2015). Gerakan Saemaul Undong di Desa Karangtalun, Kabupaten Bantul telah membangkitkan semangat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Menurut Kepala Dusun di Desa Karangtalun, bantuan dana sebesar Rp7 juta dari Pemerintah Provinsi Gyeongsangbuk-do digunakan untuk membuat jalan desa sepanjang 200 meter. Dana tersebut sebenarnya kurang mencukupi, namun masyarakat Desa Karangtalun bersedia untuk bergotong-royong menyumbangkan tenaga dan bahan bangunan sehingga pembangunan jalan tersebut bisa diselesaikan (Kepala Dusun Desa Karangtalun 2015). Dari pilot project Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY tersebut, pemerintah daerah lain di Indonesia dapat mengetahui bahwa kunci keberhasilan dalam membangun kawasan perdesaan tidak hanya terfokus pada tersedianya dana yang besar, tetapi lebih pada masalah metode yang tepat dalam mendorong munculnya semangat masyarakat untuk berdisiplin, mandiri, dan sukarela bergotong-royong demi kemajuan desanya. Di samping itu, program pembangunan desa harus sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat dan didiskusikan bersama masyarakat secara partisipatif dan inklusif. Dalam hal ini, pemerintah berperan sebagai fasilitator dan koordinator bagi para stakeholders agar kegiatan-kegiatan pembangunan dapat lebih terorganisasikan.
4. Gerakan Desa Emas Gerakan Saemaul Undong telah menginspirasi ABSINDO (Asosiasi Baitul Maal Wat Tamwil se-Indonesia) untuk melakukan Gerakan Desa Emas (Entrepreneur-Mandiri & Mohlimo-Aman-Sejahtera) yang merupakan upaya mengembangkan badan usaha desa/komunitas melalui program Satu Desa Satu Baitul Maal Wat Tamwil/BMT (Community-based Syariah Micro Finance). Gerakan ini dilakukan melalui kerja sama antara ABSINDO dengan beberapa pemerintah provinsi di Indonesia, seperti NTB, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat serta kerja sama dengan organisasi masyarakat keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam mengoperasionalisasikan Gerakan Desa Emas dengan mengaplikasikan konsep Saemaul Undong, ABSINDO telah menjalin kerja sama dengan beberapa universitas di Korea untuk melatih santri Saemaul Undong dan kerja magang di perusahaan di Korea. Dalam rangka mendukung Gerakan Desa Emas, Pemerintah Provinsi NTB telah merintis
172
Refleksi Pilot Project Saemaul Undong di Provinsi DIY dan Kesesuaianya dengan Desa Membangun
kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Gyeongsangbuk untuk mencontoh keberhasilan Korea Selatan dalam membangun desa dengan pendekatan Saemaul Undong (Lombok Post, 9 Mei 2015).
5. Prospek Gerakan Saemaul Undong dalam Konteks Mensukseskan Gerakan Desa Membangun Kesesuaian Nilai-Nilai Saemaul Undong dengan Masyarakat Desa. Gerakan Desa Membangun pada esensinya mengandung nilai-nilai yang sangat khas Indonesia, yaitu gotong-royong, kerukunan, tolong-menolong, dan sukarela. Nilai-nilai ini mempunyai kekuatan yang besar untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan karena karakter masyarakat yang beragam dengan berbagai latar belakang etnis, agama, kelompok, dan golongan. Nilai kerukunan sangat relevan dengan spirit harmoni dalam Saemaul Undong. Budaya tolong menolong secara sukarela merupakan sesuatu yang sangat lazim dan akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang dipraktikkan dalam gotong-royong. Gotong royong ada dan muncul dari masyarakat tradisional Indonesia dan telah menjadi identitas budaya. Gotong royong secara meluas dipraktikkan di berbagai daerah dengan sebutan yang beragam, seperti Marsiurupan di Sumatera Utara, Mapaluskobeng di Sulawesi Utara, Masohi di Maluku, Liliuran di Jawa Barat, Julo-Julo di Sumatera Barat, dan Subak di Bali. Nilai-nilai gotong-royong, kerukunan, tolong-menolong, dan sukarela memerlukan kejujuran sebagai dasar pembentukan karakter karena merupakan pangkal dari kepercayaan yang merupakan modal untuk melakukan kerja sama. Dengan demikian agar nilai-nilai kerja sama dalam Saemaul Undong dapat diaplikasikan maka perlu ada nilai kejujuran dalam Gerakan Desa Membangun di Indonesia. Pembangunan kultur dan spiritual di atas membutuhkan proses. Oleh karena itu, selain modal pembangunan yang ada pada masyarakat desa juga diperlukan komitmen politik dan konsistensi kebijakan pada seluruh level pemerintahan (provinsi, kabupaten, dan desa) demi keberlanjutan pembangunan. Dengan demikian, dalam konteks Gerakan Desa Membangun, Gerakan Saemaul Undong perlu diperkaya dengan nilai-nilai lokal yang telah dimiliki masyarakat Indonesia secara turun-temurun, yaitu gotong-royong, kerukunan, tolong-menolong, sukarela, dan dukungan komitmen politik dan konsistensi kebijakan. Upaya bottom up dan top down yang harmonis merupakan
173
Belajar dari Keberhasilan Korea
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai terciptanya pembangunan desa yang berkelanjutan. Kesesuaian dengan Kebijakan Pembangunan Desa. Mengingat Indonesia masih memiliki 17,77 juta penduduk miskin yang tinggal di perdesaan serta 27,23% desa dengan klasifikasi desa tertinggal (Info Desa 2015) maka pemerintah telah menetapkan arah dan strategi pembangunan desa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015â&#x20AC;&#x201D; 2019 sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin dan membangun perdesaan melalui Gerakan Desa Membangun. Oleh karena itu, kerja sama pembangunan dengan pendekatan Saemaul Undong sangat relevan dengan arah kebijakan dan strategi pembangunan desa di Indonesia. Kerjasama Pembangunan Perdesaan antara Indonesia dan Korea Selatan. Korea Selatan merupakan salah satu mitra strategis sejak tahun 2006. Kerja sama kedua negara mencakup 3 (tiga) pilar, yaitu (a) kerja sama politik dan keamanan, (b) kerja sama ekonomi, (c) kerja sama perdagangan dan investasi; dan (d) kerja sama sosial budaya. Pemerintah Indonesia juga telah lama menjalin kerja sama pembangunan (development cooperation) dengan Pemerintah Republik Korea. Pemerintah Indonesia telah memberikan arahan tentang kebijakan strategi kerja sama pembangunan yang harus dilandasi 3 pilar, yaitu (a) alih teknologi dan pengetahuan; (b) menciptakan investasi; dan (c) kerja sama internasional. Berkaitan dengan pilar alih teknologi dan pengetahuan, Pemerintah Indonesia mengarahkan kerja sama pembangunan menjadi sarana belajar dari international best practices. Adapun berkaitan dengan pilar ketiga, yaitu international cooperation, Pemerintah Indonesia mengarahkan bahwa kerja sama internasional yang dilakukan harus dapat diaplikasikan di dalam negeri. Adanya arahan pemerintah tersebut sangat mendukung kerja sama bilateral antara Indonesia dan Republik Korea yang tujuan akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dalam melakukan pembangunan nasional (Kementerian PPN/Bappenas 2014). Kita ketahui bahwa salah satu international best practices Korea Selatan yang telah diakui adalah Gerakan Saemaul Undong. Pada tahun 2015 telah ditandatangani memorandum saling pengertian antara Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI dan Kementerian Administrasi Pemerintahan dan Dalam Negeri Republik Korea yang mencakup (a) program kerja sama peningkatan kapasitas sumber daya manusia; (b) kerja sama pembangunan kawasan perdesaan dengan menggunakan model pemberdayaan masyarakat; (c) program peningkatan infrastruktur, ekonomi, dan sosial budaya; dan (d) penelitian pembelajaran bersama mengenai pembangunan perdesaan. Implementasi dari kerja sama tersebut adalah
174
Refleksi Pilot Project Saemaul Undong di Provinsi DIY dan Kesesuaianya dengan Desa Membangun
pengembangan pendekatan Saemaul Undong dalam pembangunan desa di Indonesia (Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI 2015).
6. Catatan untuk Implementasi Saemaul Undong di Indonesia Pemerintah daerah lainnya di Indonesia yang ingin mengadopsi Saemaul Undong untuk mensukseskan Gerakan Desa Membangun dapat belajar dari pilot project Gerakan Saemaul Undong di Provinsi DIY, khususnya tentang kunci keberhasilan dalam membangun kawasan perdesaan yang tidak hanya terfokus pada kesediaan dana yang besar, melainkan pada hal-hal berikut. (1) Pemerintah perlu mengambil peran sebagai fasilitator dan koordinator bagi para stakeholders agar kegiatan dalam Gerakan Saemaul Undong dapat lebih terorganisasi dengan baik. (2) Program Saemaul Undong yang diperkenalkan dalam pembangunan desa harus sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat dan didiskusikan bersama masyarakat secara partisipatif dan inklusif. (3) Diperlukan pemilihan metode yang tepat untuk mendorong munculnya semangat masyarakat yang disiplin, mandiri, dan sukarela dalam bergotong-royong untuk mewujudkan kemajuan desa. Hal-hal tersebut masih perlu untuk dikembangkan mengingat pembentukan mental baru tidak dapat diwujudkan dalam waktu singkat. Dalam implementasinya, pembangunan desa dengan pendekatan Saemaul Undong harus memperhatikan keragaman masyarakat dan wilayah di Indonesia. Berbeda dengan Korea yang merupakan one ethnic one nation, Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang sangat beragam dalam hal etnis, budaya, dan agama. Selain itu, wilayah Indonesia juga terdiri atas kepulauan besar dan kecil sehingga memengaruhi variasi kehidupan sosialekonomi masyarakat di daerah perdesaan, seperti masyarakat nelayan, petani sawah serta ladang, dan pekebun. Dengan demikian, sebelum konsep pemberdayaan masyarakat seperti Saemaul Undong ini diterapkan perlu untuk mengkaji kondisi demograsi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat terlebih dahulu sehingga ketika diterapkan akan lebih sesuai dengan variasi kehidupan sosial-ekonomi masyaraan perdesaan. Menurut pemikiran penulisan, konsep Saemaul Undong seyogyanya lebih bersifat melengkapi dan memperkuat ekonomi, kultural, dan spiritual masyarakat Indonesia yang mempunyai karakteristik multikultural. ***)
Peneliti: Ratih Pratiwi Anwar adalah peneliti di Pusat Studi Asia Pasifik dan Pusat Studi Korea UGM. Doa berkecimpung dalam bidang pekerja migran Indonesia di korea serta punya minat pula pada budaya kontemporer Korea.
175
Belajar dari Keberhasilan Korea
Sumber: Anwar, Ratih Pratiwi. 2010. “The Achievement of Saemaul Undong in the Province of Yogyakarta Special Region, Indonesia”. The International Symposium on Saemaul Undong. Hosted by Gyeongsangbukdo Government and organized by Kyungwoon University Saemaul Academy. September 29, 2010. Gyeongju. Anwar, Ratih Pratiwi. 2011. “Reflection on Saemaul Undong Movement in Indonesia”. Journal of Saemaul Undong and Community Development. Vol. 7, 2011. Kyungwoon University Saemaul Research Center. Gumi. BPS Kulonprogo. 2010. “Kabupaten Kulonprogo dalam Angka 2010”. BPS Gunungkidul. 2009. “Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul”. Choi, Jin Keun. 2010. “Outcome and Future Task of Globalization of Saemaul Undong Promoted by Gyeongsangbuk-do”. The International Symposium on Saemaul Undong. Hosted by Gyeongsangbuk-do Government and organized by Kyungwoon University Saemaul Academy. September 29, 2010. Gyeongju. Kementerian PPN/Bappenas. 2014. “Roundtable Discussion on Enhancement and Strengthening of Bilateral Development Cooperation”. 28 February. Jakarta. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. 2015. “Gerakan desa membangun: Sebuah usulan pembangunan desa di Indonesia dengan pendekatan saemaul undong”. Position Paper. Jakarta. Kim. Kil Ung. 2010. “Implementation and Improvement of Saemaul Undong in Laos”. The International Symposium on Saemaul Undong. Hosted by Gyeongsangbuk-do Government and organized by Kyungwoon University Saemaul Academy. September 29, 2010.. Gyeongju. Lankov, Andrei. 2010. “Saemaul Undong Sets Model for Developing Countries” dalam The Korea Times. Edisi 16 April 2010. Seoul.
176
Sekilas tentang INAKOS
VISI INAKOS (International Association of Korean Studies in Indonesia) menjadikan dirinya sebagai Lembaga Asosiasi International yang bergerak di bidang penelitian, kerja sama antaranggota, dan pembinaan kemitraan antarlembaga terkait Korea baik yang ada di Indonesia, Korea, maupun negara lain serta menjadi lembaga yang unggul, berwawasan kebangsaan, dan peduli pada kepentingan generasi muda. MISI 1. Menghasilkan anggota INAKOS yang mempunyai pengetahuan dan wawasan studi Korea yang luas untuk memperkaya wawasan bangsa Indonesia tentang budaya negara lain. 2. Mengembangkan penelitian studi Korea yang didasarkan pada pendekatan interdisipliner untuk mendorong kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan. 3. Membangun jaringan kerja sama dalam bidang studi Korea antaranggota yang relevan dengan pengembangan penelitian dan pengetahuan studi Korea. 4. Membina kemitraan antarlembaga dalam bidang studi Korea baik di dalam maupun luar negeri yang bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. 5. Melakukan kajian dan mempublikasikan hasil-hasil karya yang berkaitan dengan studi Korea. 6. Menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan Indonesia â&#x20AC;&#x201C; Korea.
177
Belajar dari Keberhasilan Korea
SEJARAH INAKOS Pada bulan Oktober 2008 Prof. Dr Yang Seung Yoon (HUFS) dan Dr. Nur Aini Setiawati (UGM) mengadakan pertemuan kecil di Seoul, Korea Selatan. Mereka memiliki gagasan untuk membuat asebuah asosiasi alumnus dari universitas-universitas di Korea Selatan. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan studi di Korea. Sebagai tindak lanjut gagasan tersebut, maka untuk mewujudkannya terjadilan pertemuan di Cafe Galeria Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 2009. Pertemuan tersebut diawali dengan pembicaraan antara Prof. Yang dan Dr. Nur Aini Setiawati untuk mengkonkritkan gagasan itu.
SEKILAS MENGENAI INAKOS Atas dorongan Prof. Yang Seung-Yoon, pada tanggal 6 April 2009 para alumnus dari universitas di Korea Selatan terutama para pengajar di UGM yaitu, Dr. Nur Aini Setiawati, Dr. Novi siti Kussuji Indrawati, Dr. Mukhtasar Syamsudin, Dr. Ustadi, Dr. Panjono, Dr. Yuda Febrianto, Suray Agung Nugroho, M.A., Amin Basuki, M.A., dan Ratih Anwar Pratiwi, M.Si mengadakan rapat di kantor Pusat Studi Korea UGM. Mereka mengadakan rapat untuk mewujudkan gagasan pendirian asosiasi alumnus dari universitas di Korea Selatan dan membuat draft awal Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga asosiasi yang akan dibentuk saat itu. Asosiasi ini dari awal memang dibentuk dengan tujuan umum antara lain untuk memajukan kajian Korea-Indonesia serta membina kemitraan dan meningkatkan kerja sama antaranggota. Sedangkan tujuan khusus asosiasi ini adalah untuk meningkatkan pendidikan bagi generasi muda Indonesia dengan mengajak mereka aktif lewat berbagai kegiatan. Akhirnya pada rapat yang diadakan tiga kali dalam jangka waktu satu bulan, pada bulan April 2009 telah berhasil disetujui nama asosiasi yaitu “International Association of Korean Studies in Indonesia” dengan singkatan INAKOS . Pada hari Kamis 7 Mei 2009, diadakanlah pertemuan pertama dalam acara “INAKOS Forum” yang dihadiri kurang lebih 100 orang yang disaksikan oleh (1) The Ambassador of the Republic of Korea to Indonesia, His Excellency Mr. Kim Ho Young (saat itu); (2) Direktur P.T. Solar Park Indonesia, Mr. Park See Woo; (3) Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Dr. Ida Rochani Adi (saat itu); (4) Pengusaha-pengusaha Korea; dan para perwakilan pengajar dan pelajar SMU se-Indonesia serta pengajar dan pelajar Korea yang tertarik dengan studi Korea (saat itu sebagian besar adalah peserta Lokakarya Guru SMA hasil kerjasama dengan KF). Pada acara tersebut dideklarasikanlah
178
Belajar dari Keberhasilan Korea
berdirinya “INAKOS” secara resmi dan sekaligus terpilihlah presiden INAKOS yang pertama, yaitu Prof. Dr. Mochtar Mas’oed. Upacara pendeklarasian itu dipimpin oleh Dr. Muhammad Mukhtasar Syamsuddin, Dekan Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada (saat itu). Selanjutnya, pada acara yang sama juga telah diresmikan kantor sementara “INAKOS” oleh Bapak Rektor UGM, Prof. Ir. Soedjarwadi, M.Eng, Ph.D, dengan meminjam ruangan di kantor Pusat Studi Korea-Puskor UGM, yaitu di Bulaksumur B 9 Yogyakarta (saat itu). Mengingat pentingnya keberadaan INAKOS, para pionir INAKOS ini pun mengadakan pertemuan kembali pada hari Selasa, 19 Mei 2009 untuk memilih pengurus dan dalam rapat itu diputuskan pengurus INAKOS yang terdiri dari:
Dewan Penasehat : (hingga 2014) 1. H.E. Mr. Kim Young-sun (Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia) 2. H.E. Mr. Nicholas Tandi Dammen (Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea) 3. Prof. Ir. Soedjarwadi, M.Eng, Ph.D (Rektor Universitas Gadjah Mada) 4. Prof. Dr. Gumilar R. Somantri (Rektor Universitas Indonesia) 5. Prof. Dr. Yang Seung Yoon (Profesor, Hankuk University of Foreign Studies)
Susunan Pengurus: (hingga 2014) Presiden : Prof. Dr. Mohtar Mas’oed Wakil Presiden : Dr. Tulus Warsito (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) Sekretaris : Dr. Nur Aini Setiawati Asisten Sekretaris : Suray Agung Nugroho, M.A Koordinator Urusan Internasional : Dr. Ibnu Wahyudi (Universitas Indonesia) Koordinator Pendidikan : Dr. Novi Siti Kussuji Indrastuti Koordinator Penerbitan : Dr. Muhammad Mukhtasar Syamsuddin Koordinator Penelitian : Dr. Ustadi Koordinator Pengembangan : Dr. Panjono Koordinator Umum : Dr. Yudha Heru Fibianto
Dewan Penasehat (2014 - 2016) 1. H.E. Mr. Cho Taiyoung (Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia) 2. H.E. Mr. John A. Prasetia (Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea) 3. Prof. Dr. Yang Seung-Yoon (Profesor, Hankuk University of Foreign Studies) 4. Prof. Dr. Mohtar Mas’oed (Profesor, Hubungan Internasional, UGM)
179
Belajar dari Keberhasilan Korea
Dewan Penasehat (mulai tahun 2017 ~) 1. H.E. Mr. Cho Taiyoung (Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia) 2. H.E. Mr. Umar Hadi (Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea) 3. Prof. Dr. Yang Seung-Yoon (Emeritus Profesor, Hankuk University of Foreign Studies) 4. Prof. Dr. Mohtar Masâ&#x20AC;&#x2122;oed (Profesor, Hubungan Internasional, UGM)
Susunan Pengurus (mulai tahun 2017 ~) Presiden : Dr. Muhammad Mukhtasar Syamsuddin (UGM) Wakil Presiden : Dr. Tulus Warsito (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) Sekretaris : Dr. Nur Aini Setiawati Asisten Sekretaris : Suray Agung Nugroho, M.A Koordinator Urusan Internasional : Dr. Ibnu Wahyudi (Universitas Indonesia) Koordinator Pendidikan : Dr. Novi Siti Kussuji Indrastuti Koordinator Penerbitan : Dr. Muhammad Mukhtasar Syamsuddin Koordinator Penelitian : Dr. Ustadi Koordinator Pengembangan : Dr. Panjono Koordinator Umum : Dr. Yudha Heru Fibianto
180