Tabloid Indiependen Edisi 5

Page 1


EDISI 5 = NOVEMBER = 2012 Dewan Pakar:

Pieter A. Rohi Trimoelja D. Soerjadi Prof. Dr. Eman Ramelan SH., MS, Prof. Dr. Frans Limahelu SH., LLm Hadi Pranoto SH., MH, DR. Suko Widodo Yoyon Noroyono Pipit R. Kartawidjaya Danu Rudiono

Pemimpin Umum: Chrisman Hadi

Pemimpin Perusahaan: M. Taufik Sidiki

Pemimpin Redaksi: Rokimdakas

Redaksi:

Cahyo Sudarso, Anto Wardianto Agus Indiana, Deddy Endarto

Biro:

Yudha Prastantiono (Malang) Erwan Febriyanto (Jombang) Hadi Ciptono (Jakarta) Arief W. Djati (Bandung) Mimi Savitri (Kontributor London) Ook ‘Markesot’ (Kontributor Berlin) Warsito Ellwein (Biro Eropa)

Sekretaris Redaksi: Mawan Mardijanto

Grafis:

Tonny Akbar Mahendro

Sirkulasi:

Bram Tjondro Oetomo, Sjaiful Bahari

Marketing: Toga Sidauruk

Penasihat Hukum:

Krisna Budi Tjahjono SH., CN,

IT Support: Masakgos

Alamat Redaksi:

Kampung Malang Kulon 2/1 Surabaya 60263 Telpon: 031-5452330 Faks: 031-5344252 Seluler: 08121606972 / 085733084848

e-mail:

redaksi@indiependen.com editor@indiependen.net sirkulasi@indiependen.com marketing@indiependen.com

Rekening:

Bank BCA No. 0885005247 a.n Chrisman Hadi

Penerbit:

CV. Mustika Abadi

Antara Pahlawan dan Jago Di hampir setiap kabupaten, paling sedikit di Indonesia Barat, terdapat sebuah kuburan istimewa yang disebut Taman Pahlawan, tentunya yang dikuburkan di sana kebanyakannya pahlawan dari berbagai kaliber, menurut hirarki yang mirip hirarki para petinju: ada yang heavy, ada yang middleweight, ada yang welter, ada yang fly. Dan kita bisa menduga bahwa orang-orang di Jakarta yang setiap tahun dianugerahi Bintang Mahaputra Kelas I, II, dan III sebentar lagi akan menjadi Pahlawan Klas I, II, dan III. Tapi arwahnya?

I

ni memang misterius, karena ternyata lain dari sekian kuburan di Nusantara yang ramai-ramai diziarahi malam-malam, dalam suasana penuh kekhidmatan dankecemasan, kuburan-kuburan di Taman Pahlawan jarang diziarahi – paling-paling oleh kelompok resmi dan pada waktu yang ditentukan oleh pihak yang berwajib. Toh saben hari namanama yang sakti ini banyak disebut: “Kantornya di Gatot Subroto 35.” “Gue udah pindah ke Slamet Riyadi.” “Bini mudanya disimpan di Teukur Umar 42.” “Pembunuhan yang sadis terjadi tadi malam di Jendral Achmad Yani.” Dengan demikian, pahlawanpahlawan ini bisa dihubungkan, secara sambil lalu, dengan apa saja yang terjadi. Dan lama-lama orang tidak begitu perhatian mereka lagi. Tentunya ada beberapa tokoh yang kepahlawanannya kurang stabil karena hanya setengah diakui oleh pihak yang berwajib. Contoh: Tan Malaka telanjur diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada suatu yang sial, dan ternyata sulit dipecat. Toh namanya tak boleh masuk buku pelajaran anak-anak SMA , dan jarang ada di jalan, apalagi hotel atau restoran, yang memakai namanya. Apalagi orang-orang macazm Muso, Kartosuwirjo, Amir Syarifuddin, dan sebagainya. Anehnya ketika Aidit dibunuh pada tahun 1965, mayatnya dibakar dan abunya dilemparkan ke Laut Jawa dari pesawat terbang karena, katanya, yang berwajib takut jangan-jangan kuburannya, kalau diketahui tempatnya – yang pasti bukan Taman Pahlawan – nanti menjadi tempat ziarah. Padahal asal dikubur di Kalibata, dan namanya ditempel di papan nama satu-dua jalan sampingan , bahaya ziarah itu dengan mudah dapat dihindari. Adalah menarik juga bahwa – menurut rencana – bakal awahnya Presiden Soeharto dan Nyonya Soeharto

tidak akan kongkow-kongkow dengan arwah pahlawan-pahlawan lain di Kalibata tapi menyendiri di Mengadeg. Kemungkinan besar maksudnya suapay tidak terpaksa mengalami nasib arwaharwah pahlawan lain – yaitu akhirnya dikotori dengan kata-kata seperti “oya,” “memang,” dan “yang gitu dong.” Yang jelas, menjadi besar kena benaca halus ini. Setiap tahun ada Hari Kartini dimana 99% dari kata-katanya denga khidmat diabaikan. Memang tak usah kenal sama si Kartini, karena, bagaimanapun, dia sudah menjadi Pahlawan. Tapi di seberang para pahlawan ada sejenis manusia khas Melayu yang nasibnya, walaupun agak beralinan, toh sering menarik hati kita. Orang-orang ini secara gampang dapat digolongkan sebagai ‘jago.’ Di kelompok ini tak ada hirarki apa-apa. Tidak ada yang dinobati sebagai Jago Nasional atau Jago Klas I, II dan III. Mayat mereka sulit diselipkan ke dalam Taman Pahlawan, yang dinas imigrasinya cukup ketat pengawasannya. Nama mereka tak pernah muncul di papan nama jalan atau gang. Jarang mereka masuk buku pelajaran anakanak SMA. Toh ternyata arwahnya sering cukup sakti. Kuburan-kuburan mereka sibuk diziarahi. Teater populer dan puisi rakyat setempat sering memamerkan mereka. Dan di sekitar nama-nama mereka timbul banyak cerita dandongeng yang aneh: Haji Darip, Ce’ Mamat, Suromenggolo, dan sebagaimnya. Pangkat dan pekerjaannya biasanya berlainan dengan pangkat dan perkerjaan para pahlawan. Kanjeng, Teuku, Jenderal, Profesorm, dan Andi berhadapan dengan Mat, Si , Haji, Bang dan Mbah. Perwira, raja, menteri, pepatih, sastrawan, dan politikus berhadap dengan garong, ulama, parewa, weri, dan narapidana. Dan kalow yang pertama berjuang di tingkat top

oleh: Ben Anderson

(nasional, kerajaan, metropolitan), yang kedua berjuang di tingkat lokal (kampung, stan, gunung, hutan atau tempat pelacuran.) Dan seolah-olah ada tembok yang tinggi-tebal antara kedua kelompok ini. Jarang ada seoprang jago dapat promosi menjadi pahlawan; jarang ada sesorang jago dapat promosi menjadi pahlawan; jarang ada seorang pahlawan kehilangan pamornya sehingga anjlog menajdi jago. Pada tahun 1982 saya diundang oleh sekelompok ornop di negeri Belanda, diminta berkhotbah di depan masyarakat sawomatang di Amsterdam. Pada waktu itu saya ditanya tentang kemungkinan demokrasi di Indonesia; tentang soal-soal ekonomi; tentang hak-hak azasi; dan sebagainya. Dan lama-lama saya merasa seorang roh Prisma sedang mengambang di atas kepalaku. Selanjutnya pembicaraan beralih kepada soal-soal siapa-siapa sih yang bisa diharapkan mengganti Harto, siapa-siapa dapat dianggap tokoh oposisi yang cakap dan sungguh hati. Ternyata hampir semua orang di situ sedang sibuk mencari seorang calon Pahlawan. Diantara sekian banyak intelek muda di rumah itu – dengan jinsnya, dengang kumis rapinya, dengan bh-nya yang teratur, nampak dua ekor manusia yang agak aneh. Salah seorang yang mirip Petruk, tinggi, kurus, berhibung panjang, mukanya agak serem merek Ngarap Jawa, berpakaian hitam seluruhnya, dan sering menguap. Disampingnya seorang tegap-kekar, berambut ala Black Power, jenggota tak teratur, matanya bersinar, giginya agak jarang, dan di belakangnya seorang cewek bule yang sopan, diam dan tersembunyi. Selama sekian jam berdiskusi, berkhotbah, berkongkowkongkow, kedua orang ini tak banyak bicara. Selelsai acara , saya tanya sama tuan rumah, orang-orang tadi itu siapa? Apa hipis, artis , apa Bakin. O bukan, jawabnya.=

FORUM PUBLIK

Axis Merampok Pulsa

Pada hari Sabtu, 27 oktober 2012 saya membeli perdana Axis sekaligus isi pulsa Rp.20,000 di gerai Axis Plaza Simpang Lima Lt.1 Semarang. Saya bertemu dengan seorang sales counter yang mengaku bernama Ella dan setelah pembelian dan pengisian pulsa pun tidak ada masalah. Saya bertanya bagaimana untuk mendapatkan paket hemat bicara. Dia menjelaskan bahwa setelah pemakaian pulsa sebesar Rp.1500 untuk telpon ke sesama Axis maka “Otomatis” akan mendapatkan paket tersebut. Lantas saya pun percaya. Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 sekitar pukul 11.00 WIB saya melakukan panggilan telpon ke nomer Axis Jakarta. Alangkah terkejutnya saya,sisa pulsa saya yang tadinya Rp.19.500,- tiba-tiba menjadi Rp.200,-.Saya kemudian ke gerai Axis untuk memintaklarifikasi mengenai kejadian tersebut. Dan menanyakan mengapa sales counter tidak menjelaskan

2

indiependen | EDISI 5 | 2012

kepada saya sebagai konsumen untuk menutup atau memutus panggilan ketika pulsa sudah mencapai Rp.1500,-. Dan setelah itu saya baru mendapatkan notifikasi dari pihak operator Axis mengenai bonus paket bicara seharian yang dapat saya nikmati. Apakah pihak Axis menyembunyikan informasi ini pada konsumen perihal ketentuan paket bicara ini mengingat pada paket perdana yang saya beli tidak ada penjelasan apalagi dari Ella yang mengaku sebagai sales konter. Saya merasa dirugikan dan mohon pihak Axis mengembalikan pulsa saya sebesar Rp.19.500,-. Mohon tanggapan dari Axis secepatnya sehingga tag line Axis “Tarif hemat banyak Bonusnya!!” bukan hanya sekedar “Tarif Hemat banyak bohongnya!!” . Terima kasih. Achmad Reza Jl. Dewi Sartika IV/71 Semarang

www.indiependen.com | www.indiependen.net


headline

Bola Panas Dahlan

I

Bakar Jenggot DPR

hwal upeti atau Japrem untuk anggota DPR sebenarnya sudah menjadi rahasia umum sejak lama. Bahkan BUMN juga sudah lama menjadi sapi perah banyak pihak di pusat mau pun daerah. Tapi tidak ada yang berani melawan, takut posisi mereka di BUMN terganggu. Dan, ketika seorang Dahlan Iskan berani melakukan perlawanan, gegerlah ‘dunia kongkalikong’ yang sudah lama terbangun menjadi traDisi itu. Acungan jempol atas perlawanan Dahlan Iskan diberikan Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian Negara BUMN. Bahkan Said Didu menyebut setidaknya ada 10 pihak yang biasa ‘menyusu’ pada BUMN sebagai sapi perah. “Langkah Pak Dahlan Iskan untuk memprotek BUMN dari oknum anggota DPR itu bagus sekali, patut diapresiasi,” puji Said Didu. Tentang 10 pihak yang biasa ‘menyusu’ pada BUMN secara materi maupun non materi, Said Didu menyebut penguasa, tim penguasa, parpol, birokrasi, oknum anggota DPR, menteri, pemerintah daerah, LSM, oknum media, oknum penegak hukum. “Untuk menghadapi mereka dibutuhkan pimpinan yang memiliki kopetensi dan integritas tinggi dan pemberani,” katanya. Dahlan Iskan (Dis), agaknya, ingin menunjukkan kepemimpinan seperti itu. Bahkan Dis tergolong ‘figur liar’, artinya anti kemapanan. Apalagi jika kemapanan itu terbangun untuk urusan dunia kongkalikong. Menurut dia, sistem, birokrasi, prosedur, dan semacamnya hukumnya tidak pakem. “Yang penting tujuan dan hasilnya baik. Soal cara pencapaiannya Disesuaikan konDisi di lapangan,” terangnya. Dan, ketika Dis melempar bola panas itu secara terbuka, banyak pihak menilai Dis tidak prosedural, salah alamat, dan merusak sistem. Tentu saja dia tidak peduli dengan penilaian itu, yang penting tujuan dan hasilnya baik. “Sudah ada buktinya, sejumlah anggota direksi BUMN sekarang berani menolak permintaan upeti anggota DPR. Saya bangga kepada mereka, terimakasih,” tutur Dis dengan wajah berbinar. Tapi kenapa Dis sampai perlu melempar bola panas itu ? Adalah kisah surat edaran Sekretaris Kabinet (Seskab), Dipo Alam, bernomor 542. Dis mengaku bukan dalang di balik terbitnya surat itu. Tapi

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Bola panas yang dilempar Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, menggelinding di Senayan. Pesannya: Seluruh jajaran direksi BUMN dilarang memberi upeti atau melayani permintaan Japrem – jatah preman - anggota yang terhormat Dewan Perwakilan Rakyat. Karuan saja penghuni gedung parlemen itu mencak-mencak kebakaran jenggot. dia mengakui, setelah menerima surat edaran itu, kemudian mempertegas ke jajaran direksi BUMN. Dipo Alam mengatakan, surat edaran bernomor 542 itu terbit pada 28 September 2012. Isinya, pemerintah melalui Sekretaris Kabinet meminta semua jajaran kementerian, termasuk Kementerian BUMN harus berani menolak permintaan upeti dari siapa pun. “Ini merupakan langkah untuk mencegah praktik kongkalikong yang bisa menggerogoti APBN,” kata Dipo. SALAH ALAMAT Lemparan bola panas Dis disebut politisi Partai Demokrat, Achsanul Qosasi, sebagai salah alamat. Anggota Komisi XI DPR ini mengatakan bahwa Menteri Negara BUMN itu seharusnya melapor ke presiden bukan ke Sekretaris Kabinet. Dis seharusnya juga melapor ke pimpinan DPR agar dapat diteruskan ke fraksi-fraksi untuk ditindaklanjuti. “Dengan begitu

pimpinan fraksi bisa menindak anggotanya yang nakal, itu kalau memang laporan Dahlan Iskan itu benar,” katanya. Achsanul mengaku mengapresiasi langkah Dis itu sepanjang tidak bermuatan pencitraan dengan mendiskreditkan DPR. Karena itu ia minta Dis berani menyebut nama-nama oknum anggota DPR ‘pemalak’ BUMN. “Pak Dahlan jangan tanggungtanggung, sebut saja namanya, karena anggota DPR ini jumlahnya 560 orang,” Achsanul menantang. Senada dengan Achsanul, Tjahjo Kumolo dari Fraksi PDI-P juga mendorong Dis untuk lebih terbuka dengan menyebut oknum anggota DPR ‘pemalak’ itu. Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat juga sepaham. “Karena ini masalahnya menyangkut trust publik kepada DPR. Janganjangan Pak Dahlan ini punya agenda politik lain,” sindir Benny. Apa kata Dis? Sudah bisa diduga, menanggapi ragam pendapat atas

bola panas lemparannya, Dis bersuara, “biar saja,” seraya tersenyum. Tentang desakkan untuk menyebutkan namanama oknum anggota DPR pemalak? “Saya siap membeberkan di depan forum resmi dan terbuka,” tegasnya. Namun syaratnya DPR resmi mengundang. “Saya sama sekali tidak punya niat untuk membeberkan masalah ini, tapi kalau DPR memerlukan dan menghendaki, saya akan sebut nama oknum-oknum DPR pemetik upeti di BUMN. Silakan undang saya secara resmi, saya siap,” jelas Dis yang tetap aktif menulis kolom di koran grup Jawa Pos ini. Jika benar terjadi pertemuan Dis -DPR, maka itulah forum yang akan membahas dua agenda penting. Pertama, mendengar testimoni Dis yang akan membeberkan namanama oknum anggota DPR pemalak BUMN. Kedua, Panja Listrik DPR akan meminta klarifikasi Dis selaku mantan Dirut PLN sehubungan dengan pemborosan penggunaan uang negara sebesar Rp 37 triliun. Temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itulah barangkali yang akan menjadi senjata DPR untuk menyerang Dis . Tapi ternyata ‘raja koran’ itu juga mengaku siap menghadapi Panja Listrik DPR. “Temuan BPK itu benar, bahkan inefisiensi itu mestinya lebih dari Rp 37 triliun,” kata Dis, ringan. Sederhananya kenapa sampai terjadi inefisiensi, PLN ingin menyelamatkan ‘kehidupan Jakarta’ dengan tetap menggunakan BBM sebagai pembangkit tenaga listrik. “Menggunakan gas sebenarnya lebih efisien, tapi apa yang pernah dijanjikan BP Migas, sampai mengemis tidak terealisasi,” kata Dahlan. Maka terhidang pilihan, memutus pasokan listrik untuk Jakarta dalam jangka waktu yang tidak terukur atau tetap menggunakan BBM demi Jakarta ‘tetap hidup’ tetapi terjadi inefisiensi. “Pilihan kedua itu yang saya ambil meski beresiko inefisiensi. Kalau kebijakan saya ini dianggap salah, saya siap dihukum, dengan ihklas akan saya jalani,” jelas Dis. “Pemimpin jangan hanya senang menikmati posisi atau jabatan saja. Pemimpin juga harus berani mananggung resiko atas kebijakan yang diambil. Resiko terburuk sekali pun,” tegas DIS kemudian. (baca juga “Menyelamatkan Jakarta Ternyata Mahal." | YOK SUDARSO | indiependen | EDISI 5 | 2012

3


fokus

Menyelamatkan Jakarta

Untuk Tetap Berlistrik Ternyata Mahal

K

edua, lagu yang liriknya akan bercerita tentang inefisiensi Rp 37 triliun di tubuh PLN yang ditemukan BPK. Maka selain sebagai Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan juga akan berperan sebagai mantar Direktur Utama PLN. Soal lagu pertama polemiknya ditulis dalam “Bola Panas Dahlah Iskan Membakar Jenggot DPR” di halam 3 Indiependen edisi ini. Dan, ternyata, lagu ke dua sebelum dinyanyikan di forum terhormat DPR, sudah dirilis si penyanyi ke publik dengan judul “Temuan Inefisiensi yang Mestinya Melebihi Rp 37 Triliun” di koran Radar Surabaya (29/10/012). Dahlan Iskan melakukan pembelaan ? Kalau benar demikian sah-sah saja. Tapi lebih dari itu, tulisan tersebut lebih sebagai testimoni kejujuran dari seorang pekerja keras. Patut diteladani di tengah kelesuan pribadi-pribadi yang tidak produktif dewasa ini. Petikannya seperti ini: Suatu saat pemerintah membuat keputusan yang tepat, gas jatah PLN dialihkan untuk industri yang kehilangan pasokan gas. Jatah gas PLN dikurangi. Akibatnya PLN berada dalam dilema : menggunakan BBM atau mematikan saja listrik Jakarta. Pembangkit besar di Jakarta itu (Muara Karang dan Muara Tawar) memang hanya bisa dihidupkan dengan gas atau BBM. Tidak bisa dengan bahan bakar lain. Tentu PLN tidak mungkin memilih memadamkan listrik Jakarta. Bayangkan jika listrik Jakarta dipadamkan selama berbulan-bulan. Maka digunakanlah BBM. Kalau keputusan tidak memadamkan listrik Jakarta itu salah, saya siap menanggung resikonya. Saya berprinsip, seorang pemimpin itu tidak boleh hanya mau jabatannya tapi tidak mau resikonya. Maka pemimpin itu harus berani mengambil keputusan dan menanggung resikonya. Kalau misalnya sekarang saya harus masuk penjara karena keputusan saya itu, saya akan jalani dengan ihklas seihklas-ihklasnya. Saya pilih masuk penjara daripada listrik Jakarta padam secara masif berbulan-bulan, bahkan bisa setahun lamanya. Saya membayangkan mati listrik dua jam saja orang sudah marah, apalagi mati listriknya berbulan-bulan. Sikap ini sama dengan yang saya ambil ketika mengatasi krisis listrik di Palu. Waktu itu saya sampai menangis di Komisi VII. Saya juga menyatakan siap masuk penjara daripada seluruh rakyat Palu menderita terus bertahun-tahun. Akibat keputusan saya untuk tidak memadamkan listrik Jakarta itu memang berat. PLN inefisiensi triliunanan rupiah. Tapi pabrikpabrik tidak tutup , PHK ribuan buruh

4

indiependen | EDISI 5 | 2012

Orang-orang memang sedang gemas menunggu Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan ‘menyanyi’ di DPR. Padahal yang akan dinyanyikan vokalis tunggal itu cuma dua buah lagu. Pertama, lagu yang liriknya akan menyebutkan sejumlah nama oknum anggota DPR yang biasa menarik upeti di tubuh BUMN.

terhindarkan, dan Jakarta tidak padam selama setahun. Apakah PLN harus memberontak terhadap putusan pemerintah itu? Tentu tidak. Putusan itu sendiri sangat logis. Kalau industri tidak dapat gas, berapa banyak pabrik yang harus tutup ? Berapa ribu karyawan yang kehilangan pekerjaan. Alangkah ributnya. Indonesia pun akan kehilangan kepercayaan internasional. Sekali lagi, jangankan dipanggil Komisi VII. Masuk penjara pun akan saya jalani dengan seihklas-ihklasnya ! Ini mirip Pertamina yang tidak mungkin tidak menyalurkan BBM

ke masyarakat meski kuota BBM bersubsidinya sudah habis. Atau, juga seperti BUMN lainnya. PT Pupuk Indonesia yang November/Desember nanti tidak mungkin tidak menyalurkan pupuk ke petani. Padahal kuota pupuk subsidi sudah akan habis. Saya tahu pepatah ini: kian tinggi pohon, kian kencang anginnya. Tapi saya juga tahu lelucon ini : kian besar kembung perut, kian besar buang anginnya! Contoh lain lagi. Secara mendadak saat menjadi Dirut PLN saya memutuskan membangun transmisi dari Ternate ke Palu lewat Poso sejauh

60 km. Harus melewati hutan dan gunung. Tahun depan transmisi ini harus jadi. Ini akan bisa mengalirkan listrik dari PLTA Poso milik Pak Kalla yang begitu murah tarifnya ke kota Palu. Kalau tidak ada transmisi ini, PLTA di Sulteng tidak bisa untuk melistriki Sulteng, tapi justru melistriki provinsi lain. Akibatnya, inefisiensi di PLN Sulteng akan terus terjadi. Dengan nilai triliunan rupiah. Ini juga tidak ditemukan BPK. Saya terus memonitor pembangunan transmisi ini agar inefisiensi yang sudah terjadi bertahun-tahun segera berakhir. Belakangan ini ada masalah besar di proyek itu. Terutama sejak dua polisi Poso tewas di hutan dihabisi teroris. Para pekerja yang memasang transmisi itu tidak berani masuk hutan. Dua polisi tersebut pernah ikut mengamankan proyek ini. Begitu pentingnya proyek ini, saya minta PLN tidak menyerah pada ancaman teroris. Kalau perlu minta tolong Zeni TNI AD untuk mengerjakannya. Efisiensi yang bakal terjadi triliunan rupiah. Listrik untuk Palu pun akan lebih terjamin. Program ini tidak boleh gagal oleh gertakan teroris. Contoh lain yang lebih menarik di laut utara Semarang ditemukan sumber gas. Pemilik sumur gas itu sudah setuju menjual gasnya ke PLN. Harganya pun sudah disepakati. Tapi bertahun-tahun perusahaan yang memenangkan tender untuk membangun pipa gas itu tidak kunjung mengerjakannya. Bukan PLN yang mengadakan tender. PLN hanya konsumen. PLN gagal mendapatkan gas sampai 100 MM Btu. Di sini PLN inefisiensi triliunan rupiah . BPK juga belum menemukan inefisiensi ini. Contoh-contoh inefisiensi seperti itu luar biasa banyaknya. Dan triliunan rupiah nilainya. Itulah sebabnya mengapa saya benar-benar ingin menjabat Dirut PLN sedikit lebih lama lagi. Agar saya bisa melihat hasil-hasil pemberantasan inefisiensi di PLN lebih banyak lagi. Apakah Komisi VII DPR tidak tahu semua itu ? Sehingga memanggil saya untuk menjelaskannya ? Saya tegaskan : Komisi VII sangat tahu semua itu. Kalau pun merasa tidak tahu, kan ada Dirut PLN yang baru, Nur Pamuji. Pak Nur bisa menjelaskan dengan baik, bahkan bisa lebih baik dari saya. Apalagi waktu itu beliau menjabat Direktur PLN urusan energi primer. Hampir tidak ada relevansinya memanggil Menteri BUMN ke Komisi VII. Tapi, kalau pun saya dipanggil lagi, saya akan hadir : saya juga sudah kangen pada mereka. Dan mungkin mereka juga sudah kangen saya. Sudah setahun saya tidak melucu di depan Komisi VII.=

www.indiependen.com | www.indiependen.net


FOKUS

Dicari Pahlawan N

Demi Keselamatan Indonesia

amun karena salah urus dan merosotnya mutu penyelenggaraan negara mengakibatkan kualitas hidup rakyat Indonesia menempati ranking ke-124 dari 187 negara. Maka tidak ada pilihan lain, kita membutuhkan pahlawan untuk menyelamatkan Indonesia. Survei program pembangunan kualitas kehidupan helatan PBB itu tentu saja membuat sesak orang-orang yang peduli terhadap nasib Tanah Air kita yang kekayaannya telah digadaikan kepada kapitalis global oleh penguasa tanpa memberi dampak yang berarti bagi kemakmuran rakyat. Dengan menempati posisi ke-124 sebagai negara yang rakyatnya yang jauh dari sejahtera, apa yang hendak disangkal oleh penyelenggara negara?

Indonesia selalu takut dengan ancaman peradilan internasional yang akan mencekik Indonesia. Padahal selama ini rakyat Indonesia telah dicekik dan dibuat menderita oleh pihak asing. Di sinilah selayaknya kita melihat sebuah semangat nasionalisme. Dimana di saat jutaan rakyat Indonesia harus menerima bencana, harus dihilangkan sumbersumber kehidupan mereka, hingga menerima kekerasan yang dilakukan oleh para perampok sumberdaya alam Indonesia menari di atas penderitaan rakyat, semangat nasionalisme harus kembali digaungkan. Menurut dia, Indonesia harus sesegera mungkin melepaskan diri dari belenggu pihak asing maupun pengusaha besar “bertopeng malaikat” yang selama ini merampok harta rakyat Indonesia. Perusahaan SANGAT KORUP pertambangan, kehutanan, Mensitir Bambang industri perkayuan, Budiono dari Fisip Unair, hingga perkebunan besar bangsa ini sedang sakit harus segera dibubarkan keras, banyak orang dari Indonesia, karena khawatir bahwa bangsa senyatanya rakyat yang sakit ini akan Indonesia masih mampu menuju kematian, tapi mengelola sendiri para pemimpin kita malah sumberdaya alamnya sibuk sendiri-sendiri bahkan dengan sebuah memperebutkan kursi nilai-nilai keberlanjutan kekuasaan, uang, jabatan, akan sumberdaya alam demi memperkuat dan kelestarian lingkungan dan memperkaya diri hidupnya. sendiri, kelompoknya, Pertanyaan golongannya atau mendasar bagi rakyat EMAS.Sebanyak 100 ton per tahun emas diangkut dari bumi Papua. Sedihnya, PT. Freeport Indonesia pemilik tambang ini adalah kapitalis Indonesia adalah haruskah partainya saja. Amerika. Pemerintah Indonesia hanya memiliki 9% saham, itu pun dampaknya tidak berarti bagi kesejahteraan rakyat Papua karena sebagian Berbicara tentang kita terus dikebiri dan besar hasilnya diangkut ke Jakarta. Itu sebabnya seorang pemimpin AS mengatakan, “Indonesia adalah hadiah untuk Amerika.” nasionalisme, ternyata dijajah di negeri kita meninggalkan bom waktu bencana bagi Indonesia sangat korup. Pada bulan nasionalisme dipahami oleh para sendiri, bahkan oleh bangsa sendiri rakyat Indonesia. Januari 2012, Indonesia Corruption Watch yang selalu menari di atas keperihan pemain di pentas politik maupun para Data bencana yang dikeluarkan melaporkan bahwa Indonesia telah pejabat yang sekarang berkuasa di rakyat? Apakah harus terus dilakukan oleh Badan Koordinasi Nasional kehilangan sebanyak Rp 2,13 triliun yang negeri ini sebagai sebuah slogan dan pendiaman terhadap penjajahan yang Penanggulangan Bencana, hampir 85% dikorupsi pada tahun 2011. ikon semu bagi kepentingan sesaat, terjadi saat ini? Dimanakah nasionalisme kejadian bencana di Indonesia adalah Hampir semua kepala daerah di bahkan lebih mengarah pada demi itu sejujurnya? Apakah hanya slogan bencana banjir dan longsor yang secara tanah air ternyata tersangkut korupsi. kepentingan pribadi maupun kelompok. belaka, ucapan di kain spanduk, ataukah jelas-jelas merupakan akibat dari Kemendagri mencatat, 173 pimpinan Permasalahan mendasar di negeri ini sebenarnya kita bisa bergandengan rusaknya lingkungan hidup tempat daerah terlibat kejahatan kerah putih bagi sebuah pencapaian kemakmuran tangan bersama untuk memerdekakan beradanya sumberdaya alam tersebut. sejak tahun 2004-2012. Nah, dari jumlah rakyat masih sangat jauh dari lidah diri kita dari segala bentuk penjajahan Belum lagi bila melihat kenyataan bahwa tersebut 70 persen telah diputus bersalah apalagi dari hati dan otak para pelaku bentuk baru yang saat ini sedang dan pulau Jawa telah mengalami kekurangan dan diberhentikan dari jabatannya. politik dan pemerintah sekarang. tengah terjadi bahkan akan terus terjadi air bersih hingga 32 miliar meter kubik Ketua MK Mahfud MD menilai koruptor Dari bumi Kalimantan Timur suara bila rakyat Indonesia hanya berdiam setiap tahunnya. Kekeringan selalu harus dihukum mati. “Sejak dulu, saya lantang dilontarkan Ade Fadl, aktivis diri. Dalam panggung politik Indonesia, terjadi yang mengakibatkan petani harus sepakat koruptor dihukum mati. Koruptor lingkungan. Kini semakin jelas bahwa pilihan saat ini ada ditangan setiap menangguk kerugian akibat kegagalan itu tak kalah berbahayanya dari teroris daratan Indonesia yang memiliki luas rakyat Indonesia. panen. atau kejahatan terhadap kelangsungan 192 juta hektar ternyata sebagian Indonesia telah dijual untuk Bangsa Indonesia sedang negara.” besar dikuasai oleh sebagian kecil kepentingan segelintir orang yang menderita. Bencana demi bencana Dalam konsepsi perang melawan kapitalis pribumi dan asing. Sekitar menyatakan dirinya berkuasa telah meruntuhkan infrastruktur dan korupsi, maka tuntutan yang 230 juta rakyat Indonesia harus bertameng pemerintah dan parlemen. suprastruktur, namun bencana yang berkembang di berbagai media bahwa bertindihan dalam kawasan yang sangat Rakyat harus membangun kembali paling menyengsarakan rakyat adalah hukuman mati setuju diberlakukan untuk sempit dan harus bertarung hidup semangat nasionalisme dengan bencana yang bernama korupsi. kasus korupsi maka bisa diartikan bahwa dengan sesama bangsa, sementara bergandengan tangan dan bergerak Temuan Badan Pemeriksa Keuangan darah koruptor adalah halal. pengusaha-pengusaha besar bahkan bersama untuk menghancurkan penjajah (BPK) menyebutkan uang negara lebih PENAKUT pengusaha asing yang menguasai yang selama ini merampok sumberdaya dari Rp 103 triliun habis dimakan Kembali ke soal perampokan sumber areal pertambangan, kehutanan dan alam negeri ini. koruptor sepanjang tahun 2004-2010. daya, bagaimana kita menyikapi kondisi perkebunan besar dengan fasilitas Ini kalau saja kita masih mewarisi Tak salah kemudian kalau data Lembaga yang begitu parah? Dengan tegas kenyamanan dari pemerintah mengeruk jiwa pahlawan. Transparancy Internasional menyebut Ade Fadl menyatakan, pemerintah sumberdaya alam Indonesia dan | ROKIMDAKAS |

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Setiap menginjak bulan Nopember, bangsa Indonesia dihadapkan pada kaca benggala agar bisa menatap dirinya yang semakin berumur. Seharusnya cermin itu menampakkan realita kehidupan rakyat yang terang benderang oleh sejarah panjang yang dibangun oleh leluhur sejak masa kerajaan hingga republik dengan sistem dan nama negara yang berubah-ubah.

indiependen | EDISI 5 | 2012

5


fokus

Gelar Pahlawan Jadi Komoditas Politik Sudah 67 tahun kita memperingati Hari Pahlawan setiap 10 Nopember dan selama itu pula cerita tentang keberanian para pemuda tempo dulu dalam memproses dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menjadi tema pidato perayaan. Kini, apa yang harus dilakukan oleh generasi penerus dalam merawat kedaulatan? Tri Hendra Wahyudi (32), peneliti Pusat Studi HAM Universitras Airlangga mengudar opininya berikut:

BAGAIMANA PERSEPSI ANDA TENTANG KEPAHLAWANAN? Berbicara mengenai kepahlawanan, pasti tak bisa dilepaskan dari konteks sosial. Masing-masing jaman harusnya memiliki model pahlawannya tersendiri. Tak harus merujuk pada jaman sebelumnya. Ini yang seringkali rancu dipahami. Pahlawan yang ideal, tampaknya untuk masa sekarang telah kehilangan artikulasinya. Seringkali tiap mendengar kata ‘pahlawan’, alam bawah sadar kita senantiasa mengarahkan pada romantisme perjuangan kemerdekaan. Seolah makna pahlawan itu hanya boleh bersemayam pada era perjuangan fisik. Jika demikian, pahlawan akan menjadi simbol yang diidealkan. Keberadaannya secara fisik, dalam kekinian seolah adalah sesuatu yang tak mungkin. Hanya sejarah masa lampau yang bisa mencetak pahlawan dengan atribut keparipurnaannya. BUKAN KITA BUTUH SIMBOL IDEAL SEBAGAI SPIRIT? Pemahaman semacam ini tak terlampau salah. Kadang memang kita butuh simbol ideal dari masa lalu sebagai panutan dalam bertindak. Tapi jangan berhenti sampai di situ, sebab akan terasa kurang adil. Perspektif demikian akan mengebiri potensi kontributif aktor-aktor perubahan saat ini. Seolah tindakan konstruktif mereka tak akan sebanding dengan apa yang dilakukan nenek moyang dalam membela bumi pertiwi. Bisa jadi memang lahirnya pemahaman semacam ini, bukan sekedar hobi kita mengulang-ulang romantisme sejarah. Melainkan juga karena maraknya krisis nilai, krisis kemanusiaan dan kepahlawanan di negeri ini. Sehingga untuk menghibur diri, terpaksa kita mengunggah kembali ingatan kolektif kita pada sosok-sosok semacam: Diponegoro, Hassanudin, Imam Bonjol, Pattimura, Kartini, Dewi Sartika, dan lain-lain. Yang secara sosial politik keberadaan mereka relatif bersih, karena secara fisik berjarak dengan krisis multidimensional yang kita hadapi saat ini. Kemudian kosakata pahlawan, begitu saja diidentikkan dengan mereka yang di masa lalu itu, agar tidak berpolemik. Jadi, publik memahami gelar pahlawan hanyalah milik mereka yang telah tiada. SETIAP TAHUN KITA MENGENANG JASA PARA PAHLAWAN NAMUN MUTU PERINGATANNYA SEMAKIN MENURUN, PERINGATAN YANG KITA LAKUKAN CENDERUNG BERSIFAT SEREMONIAL, APA FAKTORNYA? Ya seperti yang saya sebut di atas. Model kepahlawanan klasik yang selalu dicarikan rujukannya pada masa revolusi fisik kemungkinan tidak kontekstual lagi, sehingga hanya mengendap dalam rutinitas seremonial. Pidato – pidato upacara seperti dongeng bagi peserta upacara, kecuali bagi mereka yang sempat mengecap masa revolusi fisik itu. Peserta upacara peringatan hari pahlawan

6

indiependen | EDISI 5 | 2012

akan terbelah secara identitas. Di satu sisi ada generasi sepuh yang khidmat mengenang hasil perjuangan mereka, di sisi lain adalah generasi muda yang kebingungan memahami substansi peringatan akibat gagal memahami konteks kesejarahan. Untuk bisa membangkitkan kembali elan kepahlawanan itu, harus ada upaya menjembatani kesenjangan pemahaman antar generasi ini. Bahwa musuh yang dihadapi pahlawan pada masa itu maupun pahlawan saat ini sesungguhnya adalah sama, yakni ancaman kemanusiaan, meski manifestnya berbeda. Peringatan momentum kepahlawanan dengan demikian harus bisa menemukan benang merah yang bisa menautkan antara tantangan pada jaman revolusi dengan tantangan pada jaman kekinian. Inilah tugas kita bersama-sama, tapi harus pemerintah yang menjadi leading sector-nya. GENERASI SEKARANG PATUT MEMBERI MAKNA BARU KEPAHLAWANAN DAN MENGISI KEMERDEKAAN SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN TETAPI DENGAN BUDAYA PRAGMATISME, APAKAH HARAPAN SEPERTI ITU MASIH BISA DIAJUKAN? Kita harus sadar bahwa generasi yang tumbuh pada saat ini ada dalam lanskap modernitas, yang ditandai dengan maraknya budaya pop. Gaya hidup hedonik dipuja, yang dasarnya adalah kepemilikan atau tampilan material, bukan kepemilikan integritas. Gaya hidup gelamor yang dijalani beberapa orang popular semacam ini membuat remaja-remaja kita terobsesi. Sejurus dengan itu, lahirlah tokoh-tokoh idola yang menjamur. Bukan sosok pahlawan nasional, melainkan sosok selebritas yang popular di media sosial. Di sini pula ada kesenjangan. Bahwa sosok kepahlawanan yang dipelajari di sekolah-sekolah melalui buku teks, ternyata tidak mampu membuat remaja kita terinspirasi. Ini adalah masalah mendasar. Yang juga bisa diidentifikasi sebagai asal muasal krisis identitas. Dalam sebuah bukunya Anthony Giddens pernah menganalisa soal fenomena histeria massa saat menjumpai idola. Pengidolaan ini seringkali didasarkan pada hal-hal irasional yang mengabaikan akal sehat. Pengidolaan ini kemudian diikuti pula oleh kebiasaan meniru tiap perilaku sang idola, nyaris tanpa reserve. IMBANGAN APAKAH YANG PERLU DILAKUKAN? Nah, bagi saya pribadi, yang menjadi masalah di sini bukanlah kebiasaan meniru perilaku sang tokoh, melainkan adalah bagaimana menjadikan tokoh-tokoh perubahan yang inspiratif menjadi salah satu idola generasi muda. Ini butuh kampanye yang panjang dan serius. Melalui dukungan masyarakat luas, khususnya media yang menguasai wacana di ruang publik. Karena pengaruh media elektronik seringkali lebih efektif mengubah perilaku daripada injeksi pengetahuan yang diperoleh di sekolah atau universitas. Dalam beberapa kasus di televisi misalnya,

Gelar kepahlawanan Gus Dur masih digantung menunggu status kepahlawanan Pak Harto yang diusulkan Partai Golkar namun ditolak oleh Dewan Gelar dan Jasa.

harus ada perimbangan siaran antara ‘audisiaudisi idola karbitan’ dengan pemberitaan kisah inspiratif di masyarakat yang hasilnya nyata. Saya bisa menyebut, misalnya pemberitaan apa yang dilakukan Anis Baswedan dengan program Indonesia Mengajar-nya layak menjadi prioritas, karena telah melibatkan puluhan remaja gigih yang berhasil menjadi agen perubahan di daerah-daerah terpencil di pelosok Indonesia. Di luar itu saya yakin masih banyak tokoh dan program inspiratif lainnya, tapi jarang terekspos oleh media. Jika media dan masyarakat kompak dan konsisten melakukan kampanye bersama-sama, saya yakin masih ada harapan melahirkan pahlawan-pahlawan berintegritas di dunia yang makin pragmatis ini. SETIAP TAHUN PEMERINTAH MENETAPKAN PAHLAWAN-PAHLAWAN BARU, APA YANG MENARIK DIBACA DARI PERISTIWA TERSEBUT? Jika kita melihat makna pahlawan hanya dari perspektif normatif, berdasar kriteria yang digariskan dalam Undang-undang, kita akan semakin jauh terperosok dalam pemaknaan yang sesat. Perlu kita ingat, undang-undang adalah hasil dari proses pertarungan politik yang rumit. Di dalamnya berkelindan kepentingan-kepentingan sektoral, antar golongan, kelompok, etnis maupun ideologis. Jika kemudian menyematkan label ‘Pahlawan’ hanya sekedar untuk memenuhi syarat-syarat yang digariskan Undang-undang – dalam hal ini UU 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan – akan mendistorsi makna kepahlawanan itu sendiri. Suatu contoh, sudah menjadi rahasia publik bahwa saat ini gelar kepahlawanan Gus Dur masih digantung, menunggu status kepahlawanan Pak Harto yang juga tengah diusulkan oleh sekelompok masyarakat, meski kemudian ditolak oleh Dewan Gelar dan Jasa. Terjadi proses politik yang tajam dalam kasus ini. Namun sekilas, terjadi tarik ulur dan saling mengunci. Inilah jadinya jika gelar ‘kepahlawanan’ itu diserahkan pada otoritas politik. Akhirnya hanya menjadi sekedar komoditas politik, yang bisa jadi justru melecehkan tokoh yang harusnya kita idealkan sebagai panutan atau sebaliknya melegitimasi penguasa despotik menjadi sosok pahlawan yang dihormati. APA SYARAT YANG TERKESAN KONYOL? Seperti begini, salah satu contoh pra-syarat seseorang bisa diajukan sebagai Pahlawan adalah tidak pernah dipenjara paling singkat lima tahun. Masalahnya, apakah dipenjara

karena tindakan kriminal atau karena kegiatan politik? Sementara kita ingat, bahwa banyak pejuang yang kemudian berseberangan politik dengan Soeharto pernah dipenjarakan oleh Soeharto. Jika kita mengacu pada aturan demikian, akan banyak tokoh pejuang politik yang secara kualitas layak sebagai pahlawan, tapi tak memenuhi syarat menjadi ‘pahlawan’ secara administratif. SEKARANG, BAGAIMANA MEMAKNAI NILAI KEPAHLAWANAN? Begini, sebelum kita mencari pemaknaan baru atas kata ‘pahlawan’, mari kita kembalikan dulu kata ini pada makna asalinya. Pahlawan, berasal dari bahasa Sansekerta “Phala-Wan” yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah/hasil (phala), orang yg menonjol krn keberanian dan pengorbanannya dl membela kebenaran; pejuang yg gagah berani. Mari kita renungkan, apakah definisi kepahlawanan yang ada dalam UU tentang Gelar dan Tanda Jasa itu sudah sejalan dengan makna asali kata pahlawan ini? Jika tidak, kita perlu meredifinisi agar kontekstual. Secara pribadi, saya lebih bersepakat jika makna pahlawan ini bisa diartikulasikan secara terbuka, jangan hanya berpaku pada regulasi negara soal apa yang disebut pahlawan kemerdekaan, pahlawan nasional, pahlawan proklamasi, dan sebagainya. Ada ruang untuk artikulasi-artikulasi semacam itu, karena bagaimanapun kita juga butuh menghargai jasa pejuang. Namun mari kita juga berpikir bahwa pahlawan bisa pula diartikulasikan sebagai seorang yang dengan integritasnya melahirkan perubahan yang positif bagi masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian pahlawan tak terikat oleh waktu dan ruang, tidak pula harus sosok yang vis a vis dengan kolonialisasi, tapi adalah orang-orang yang berhasil mengadvokasi sebuah perubahan dan menghindarkan masyarakat dari ancaman degradasi kemanusiaan. Pasca revolusi fisik, ancaman kemanusiaan ini bermanifest dalam ragam krisis. Ancaman kemanusiaan itu bisa saja krisis ekonomi, krisis kebudayaan, krisis lingkungan, krisis kekuasaan politik dan sebagainya. Dengan demikian, bisa jadi pahlawan ke depan adalah seorang pemikir, budayawan, aktivis lingkungan, aktivis HAM atau juga aktivis antikorupsi, atau bisa pula seorang pejabat yang amanah, bersih dan berintegritas. | ROKIMDAKAS | www.indiependen.com | www.indiependen.net


kolom

Bangsa Ini Memerlukan Negarawan

Bangsa kita sejak masa Orde baru hingga pasca reformasi ini menghadapi kebangkrutan ekonomi, kebangkrutan politik, kebangkrutan sosial-budaya, kebangkrutan hukum dan kebangkrutan moral. Semua kebangkrutan itu menjadi penyebab terjadinya krisis multidimensional bangsa kita. Syafii Maarif dan Franz Magnis Suseno baru-baru ini menyuarakan kekhawatirannya karena bangsa ini sedang menuju jurang kehancuran.

Oleh: Bambang Budiono Staf Pengajar Fisip Unair

S

alah satu titik krusial di tengah krisis multidimensional ini adalah faktor kepemimpinan. Saat ini kita menghadapi situasi di mana hampir semua elite politik kita lebih banyak menyuarakan “etnonasionalisme”, yaitu kuatnya rasa persatuan dan kesatuan terhadap kelompoknya sendiri, daerahnya sendiri, atau partainya sendiri saja. Situasi kepemimpinan semacam in jelas merupakan kelemahan besar bagi bangsa yang sedang dilanda krisis multidimensional seperti sudah disebutkan di atas tadi. Jelas bahwa bangsa ini sedang sakit keras, banyak orang khawatir bahwa bangsa yang sakit ini akan menuju kematian, tapi para pemimpin kita malah sibuk sendiri-sendiri memperebutkan kursi kekuasaan, uang, jabatan, demi memperkuat dan memperkaya diri sendiri, kelompoknya, golongannya atau partainya saja. Pemimpin-pemimpin seperti ini adalah pemimpin yang telah kehilangan sifat kenegarawanan. Padahal bangsa yang sedang sakit ini membutuhkan seorang negarawan, yaitu seorang yang memiliki dan mengedepankan karakter, sikap, visi dan orientasi yang mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dan kerakyatan, malampaui kepentingan dirinya sendiri, kelompoknya, daerahnya, sukunya, atau pun partainya saja. Hilangnya Sikap Negarawan Kita memerlukan pemimpinnegarawan yang mengabdikan seluruh hidupnya demi kepentingan, kemakmuran dan kesejahteraan negara, bangsa dan rakyatnya. Tapi saat sekarang ini kita tidak menemukan figur negarawan diantara para elite politik bangsa kita. Selain karena orientasi yang kuat pada “etno-nasionalisme”, penyebab hilangnya sifat kenegarawanan pada alite politik kita adalah karena lemahnya atau hilangnya sifat kepedulian – mungkin juga ketidaktahuan—mereka terhadap tantangan besar bangsa ini, yaitu apa yang oleh Bung Karno disebut sebagai neo-kolonialisme dan neoimperialisme. Neo-kolonialisme dan neoimperialisme tidaklah memperluas koloni-koloninya dan imperiumimperiumnya dalam arti fisik geografis, akan tetapi mereka memperluas daerah koloninya dan daerah imperiumnya dalam arti politik, ekonomi dan kebudayaan.

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Karena itu sifat neo-kolonialisme dan neo-imperialisme jauh lebih samar-samar, lebih tidak kentara dibandingkan kolonialisme dan imperialisme kuno. Neo-kolonialisme dan neoimperalisme masuk ke dalam tubuh bangsa kita sekarang ini melalui tiga cara, yaitu mereka melakukan dominasi politik, eksploitasi ekonomi dan penetrasi kebudayaan. Lihat saja bagaimana IMF, ADB, dan Bank Dunia mendikte bangsa kita- melalui syaratsyarat hutang — untuk melepaskan BUMN-BUMN strategis (listrik, air, migas, semen) ke tangan swasta asing, menaikkan tarif/harga listrik, air minum, minyak, bensin (yang merembet menjadi kenaikan harga kebutuhan hidup lainnya) melalui mekanisme pencabutan subsidi. Lihat juga bagaimana lembagalembaga internasional itu — yang notabene menjadi perpanjangan tangan perusahaanperusahaan trans-nasional dan negaranegara imperialis, mendikte bangsa kita untuk mengubah atau membuat Undangundang (misalnya UU migas, kelistrikan, RUU Sumber Daya Air, UU Keuangan Negara, dll) yang mendukung bekerjanya eksploitasi ekonomi perusahaan-negara kolonialis-imperialis. Lihat juga bagaimana saham-saham perusahaan semen, minyak dan gas, Telkom, listrik dan air minum kini mulai dirambah oleh perusahaan-perusahaan swasta asing. Lihat juga bagaimana Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melarang negara (kita) membatasi

masuknya modal asing, dan keluarnya keuntungan yang dikeruk perusahaan asing dari tanah air kita. Bangsa yang menurut Undang-undang Dasarnya memberikan kekuasaan kepada negara untuk menguasai bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sedang menyaksikan lepasnya kekayaan buminya dan airnya dari tangan negaranya sendiri. Sekarang ini kita juga sedang menjadi saksi sejarah, bagaimana rakyat yang berbangsa satu, bartanah air satu, sedang kehilangan kebangsaannya, sedang dirampas tanahnya, juga airnya. Bangsa yang bertanah air satu, tapi rakyatnya tidak lagi punya tanah, dan tidak lagi punya air, di negerinya sendiri. Situasi Rakyat Rakyat di seluruh Indonesia kini sedang menjadi saksi sejarah bagaimana para pemimpin politik dan pemimpin pemerintahan tanpa rasa malu, rasa risih, dan rasa bersalah mengumbar nafsu serakah, memperebutkan kursi jabatan, menjarah uang rakyat dan membiarkan berjuta-juta rakyat hidup-- dan sebagian besar lainnya-- mati dalam kemiskinan. Mogi Darusman dengan tepat memotret carut marutnya situasi bangsa kita dengan lirik lagunya : “Kau tahu, rayap-rayap makin banyak di negeri kita. Makan-minum darah rakyat, menghisap uang negara;

Kau tahu, babi-babi makin gemuk di negeri kita…….” Iwan Fals bercerita tentang “tikustikus kantor, yang berdasi, yang pandai ganti muka bagai tak tercela, yang pandai menyikat apa saja yang ada….” Juga para Bento yang menjadi bos eksekutif, yang menjadi tokoh papan atas, yang pandai kotbah soal moral dan keadilan, tapi juga melakukan lobi dan memberikan upeti, sementara di seberang sana rakyat hidup bagai “kuda lumping, yang nasibnya nungging, mencari makan saja terpontang-panting, hidup megap-megap, hidupnya telah tersisih”. Di tengah situasi ini para elite justru hadir sebagai “penipu, yang memakan tanah dan memperkosa hak-hak. Para pemimpin telah menjelma menjadi para Bento, tikus, dan rayap yang menyebabkan bangsa yang bertanah air satu, tapi rakyatnya tak lagi punya tanah dan tak lagi punya air. Sekarang ini kita membutuhkan bukan sekedar seorang pemimpin, tapi negarawan yang mampu menghadirkan dan menyerukan perlawanan terhadap musuh bersama bangsa ini : neo-kolonialisme-neoimperialisme (termasuk oleh bangsa sendiri) dan korupsi, serta para politisi busuk negeri ini. Pemilu ini menjadi memontum penting bagi kita untuk menyerukan kepada rakyat agar mereka jangan keliru memilih pemimpinnya.= indiependen | EDISI 5 | 2012

7


FOKUS

Indonesia Gudangnya Manusia Berjiwa Patriot Di tengah fenomena individualistis, hedonisme dan terkikisnya solidaritas sosial, peringatan Hari Pahlawan tetap saja dilaksanakan sebagai agenda nasional. Beragam media publikasi memenuhi sudutsudut jalanan; baliho, poster dan spanduk ditebar untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya mengenang Hari Pahlawan. Mampukah ajakan itu menggugah kesadaran warga bangsa? Bagaimana persepsi mereka terhadap makna kepahlawanan masa kini? Berikut opini publik disajikan sebagai jawabannya:

Iwan S Santoso

Kontraktor - Surabaya Kalau saya ditanya, apa masih bisa menemukan orang-orang yang berjiwa pahlawan? Terus terang saya katakan kalau untuk masa sekarang malah lebih banyak yang berjiwa koruptor. Kalau dipaksa untuk mencari pahlawan, memang banyak, tapi pahlawan kesiangan yang orientasinya cuma untung rugi. Apa sudah jamannya ya? Ya begitulah. Garagara etika politik yang nggak bener memunculkan banyak pahlawan kesiangan mencari muka, siapa tahu bisa “beken” dadakan? Atau, syukur-syukur bisa dimanfaatkan pemerintah. Seperti banyak hal yang dilakukan oleh teman-teman dengan mengatas-namakakan apapun tampaknya begitu muda dibaca sebagai pahlawan kesiangan yang ujung-ujungnya untuk mencari kepentingan kelompok atau pribadi. Karena itu sekarang memang sulit membedakan tindakan yang tulus dengan yang penuh maksud, bedanya amat tipis. Apalagi kalau di kalangan politikus, tidak ada yang tulus. Palsu kabeh.=

ambar setyorini

ibu rumahtangga - jombang Kalau saya ditanya, apa sekarang masih ada orang yang berjiwa pahlawan? Ya tentu masih ada karena persepsi saya tentang pahlawan bukan hanya yang militeristik tapi cukup orang-orang yang dengan tulus melakukan perannya bagi kepentingan oran lain bagi saya sudah mencukupi syarat untuk disebut pahlawan. Seperti peran seorang ibu yang sedang melahirkan bisa disebut pahlawan karena dia berjuang untuk kelahiran anaknya dengan mempertaruhkan nyawanya. Setelah anaknya lahir dia masih harus berjuang untuk membesarkan, mendidik dan merawatnya dengan mengorbankan waktu dan kesenangannya. Bahkan ada juga yang masih harus membagi waktu bekerja demi kelangsungan hidup anak-anaknya. Dengan persepsi seperti itu maka kita masih bisa menemukan banyak orang di sekitar kita yang berjiwa pahlawan.=

arif zaidan

programer it -surabaya Sikap patriotik tidak akan muncul dari pribadi yang hanya memikirkan dirinya. Sikap patriotik akan muncul manakala seseorang berbuat bukan hanya untuk semesta dirinya tetapi untuk semesta yang lebih luas. Bagi kebanyakan, semesta itu adalah tanah kelahirannya atau orang yang dicintainya, tetapi buat orang yang beriman semesta yang lebih luas itu adalah Tuhan-nya. Tuhan yang memerintahkan hambanya untuk berbuat ngayomi (merahmati) semesta alam. Mustahil sikap patriotisme muncul tanpa semangat ber-Tuhan yang benar dan kuat. Hari ini kebanyakan kita menuntut yang namanya hak azasi, sedikit sedikit mengatas-namakan hak azasi. Tetapi kita lupa pada kewajiban azasi, yaitu kewajiban kita kepada Tuhan. Berikan “kewajiban azasi” kita baru pertolongan yang merupakan “hak” akan diberikan.=

8

indiependen | EDISI 5 | 2012

rachmad

bang-bang wetan -surabayA Tentang kepahlawanan, menurut saya, Indonesia merupakan gudangnya manusia berjiwa patriot. Jiwa yang mau berkorban demi kemaslahatan orang banyak. Setiap lapis masyarakat di negeri ini kalau sampean cari maka 99 persen pasti patriot. Sisanya baru yang egois, cuek dan paranoid terhadap situasi sekitarnya. Artinya momen hari pahlawan adalah memperingati jati diri bangsa. Jati diri yang khas, yang tidak akan sampean temui di belahan bumi manapun. Sejak jaman sebelum masehi, Kahuripan, Sriwijaya, Majapahit dan seterusnya terekonstruksi bahwa manusia Indonesia itu heroik. Sifat patriotiknya mudah tersulut nyalinya kalau melihat penindasan. Tidak tega kalau ada penganiayaan, dan lain-lain. Tetapi karena gempuran televisi agen asing, media hanya ‘ngowo’ (melongo, red), dan pemimpin ‘ndombloi’ (bodoh, red) maka karakter khas rakyat Indonesia sekarang dengan nyata kita lihat tergerus. Semua ingin cari selamat. Nggak peduli uang yang dimakan pejabat adalah uang rakyat, tetap saja si pejabat diagung-agungkan agar dapat cipratannya juga. Ditekah asing “he’eh” (setuju, red) saja. Hukum dibeli, diam saja, dan banyak hal yang sebetulnya memalukan nenek moyang kita. Maka pada Hari Pahlawan adalah momentum untuk membangkitkan kembali karakter bangsa. Ayo.. iki wayahe ngamuk!!. Marah dengan membalik keadaan ke jati diri patriotik, pedulian dan toleran.=

anis sholeh ba'asyin seniman - pati

Pahlawan selalu muncul sebagai sosok pemuncak dari tata nilai tertentu. Bila tata nilai penopangnya runtuh maka akan terkikis pulalah makna kepahlawanan yang dilahirkannya. Kalau tata nilai itu ibarat pohon, maka pahlawan adalah buahnya (sungguh kebetulan bahwa menurut bahasa Sansekerta, phala yang ditengarai menjadi asal kata pahlawan, memang bermakna ‘buah’). Nah, kalau pohon itu runtuh atau bahkan lenyap, maka akan sulit melacak makna dan fungsi buah itu dalam konstelasi pohon-pohon lain yang ada. Dari perspektif ini, yang hari ini harus digelisahkan sebenarnya bukan pudarnya makna kepahlawanan; tapi tergerusnya nasionalisme yang menjadi pohon lahirnya para pahlawan itu. Ketika nasionalisme semakin terdesak oleh kepentingankepentingan ekonomi dan kekuasaan, oleh transaksi dan perhitungan jangka pendek; maka makna kepahlawan yang lahir darinya pun akan tampak asing dan jauh diawang-awang. Iklim politik-ekonomi-sosial-budaya kita yang makin liberal dan memberhalakan materi, ditambah fakta bahwa sebagian besar sumber daya alam kita yang potensial dan strategis ternyata dikuasai asing; membuat orang merasa lucu ketika harus mendengar pembicaraan tentang nasionalisme dan kepahlawanan. Hari ini orang terdidik untuk mengejar kepentingankepentingannya sendiri dengan segala cara dan kalau perlu dengan mengorbankan apa saja. Tentu saja semua ini berseberangan dengan etos pahlawan dan kepahlawanan. Kepahlawanan selalu muncul dari orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, sehingga ia mampu bekerja untuk kepentingan yang lebih luas: bangsanya, negaranya, kemanusiaannya. Yang kita butuhkan sekarang adalah syuhada, para syahid yang bersaksi bahwa masih ada yang dengan ikhlas berpikir dan bekerja untuk kepentingan bangsanya, negaranya dan kemanusiaan. | ROKIM D - INDIANA | www.indiependen.com | www.indiependen.net


edukasi

S

Tren Rumah Susun Teliti Sebelum Membeli

elama ini masyarakat memang belum banyak yang mengetahui tentang masalah rumah susun dan ketika menandatangani akad kontrak tidak diteliti secara cermat tentang status dan kepemilikannya. Sementara banyak pengembang yang tidak transparan demi kelancaran pemasaran produknya. Demikian penuturan Dr J Andy Hartanto, SH MH Ir MMT dalam seminar bertajuk Problema Hukum hak Milik Satuan Susun Dalam Pembebanan & Pemilikan Hak Atas Tanah. Sekitar 70 orang orang yang mengikuti seminar di Garden Palace Hotel Surabaya itu, selain Dr Andy juga mengetengahkan Prof Dr Eman Ramelan, SH MS yang menampilkan kertas kerja Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sementara Dr Agus Sekartadji, SH Mhum mengudar masalah Perhimpungan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (20/10/12). Membahas tengan hak milik, menurut Prof Eman, hak milik rumah susun pada dasarnya bukan merupakan hak atas tanah tetapi itu terkait dengan hak atas tanah karena sertifikat rumah susun itu selalu berdiri dan dibangun terkait atas tanah. Jadi bukan hak atas tanah tapi terkait dengan tanah. Dalam bahasa lain dikatakan hak atas ruang. Walaupun ada beberapa sifat atas hak milik dengan hak atas rumah susun namun keduanya memiliki kesamaan. Kesamaannya, sama-sama bisa dialihkan, bisa dijaminkan atau diwariskan, namun secara hakekat pengertiannya berbeda. Masih menurut Prof Eman, Guru Besar Hukum Unair, kalau kita melihat dasar hukumnya maka kita akan bisa melihat secara signifikan. Kalau hak milik atas rumah susun itu ada pada UU nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Masalah ini perlu disebut, karena di dalam UU tersebut menerangkan bahwa rusun itu untuk memenuh kebutuhan perumahan. Dalam UU Rusun jika pembangunan rusunnya diperuntukkan bagi masyarakat umum yang berpenghasilan rendah maka akan difasilitasi dan dibantu oleh pemerintah. Bahkan dalam UU 20/2011 dikatakan, perusahaanperusahaan yang membangun rumah komersiil, maka 20 persennya diwajibkan membangun rumah susun yang bersifat umum. Walaupun kewajiban membangun rusun umum oleh perusahaan rumah komersiil itu tempatnya tidak selalu sama. “UU itu menyatakan wajib tapi tempatnya bisa dipisahkan,” jelas Eman. Dalam segi bentuk rumahnya berdasar UU 20/2011 ada tiga macam, rumah tunggal atau rumah deret yang masuk dalam

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Pembangunan rumah susun, kondominum maupun apartemen merupakan solusi masa depan bagi problematika pemukiman kota oleh keterbatasan wilayah. Namun apresiasi masyarakat terhadap pemasaran rumah susun belum dibarengi dengan pengetahuannya terhadap perundang-undangan dan status kepemilikan. Itu sebabnya tak mengeherankan apabila banyak konsumen yang mengadu setelah mengetahui status tanahnya tidak seperti diharap.

kategori homelet atau land house. Sebenarnya rusun itu bisa dibangun di mana saja, dan apa konsekuensi dari pendirian rumah susun itu, UU 20/2011 menjelaskan, pertama, rusun itu boleh dibangun di atas tanah hak, yaitu hak milik atau HGB negara atau HGB atas pengelolaan. Disebutkan pula bahwa yang bisa membangun rusun itu adalah perorangan, bisa dalam artian individu atau badan hukum. Kalau rusun dibangun di atas tanah hak ini maka sangat dimungkinkan akan bisa dilahirkan, apa yang disebut

hak milik atas satuan rumah susun. Tanda bukti atas satuan rumah susun ituberupa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Itu akan berbeda jika rusun dibangun tidak di atas tanah hak. Ada juga rusun yang dibangun di atas tanah pemerintah daerah atau negara dan atau juga rusun yang dibangun di atas tanah wakaf. Kalau rusun itu dibangun di atas tanah negara atau pemerintah daerah maupun tanah wakaf maka tidak bisa diterbitkan sertifikat atas satuan rusun. Yang bisa diterbitkan adalah

sertifikat atau surat kepemilikan bangunan gedung. “Jadi kalau ada yang hendak membeli rumah susun atau apapun namanya, harus hati-hati. Tanahnya dibangun dimana? Kalau kenyataannya dibangun di atas tanah milik pemda maka yang muncul nantinya adalah sertifika kepemilikan gedung,” tutur Eman. ORANG ASING Bagaimana kalau ada pengembang yang membangun mall kemudian di atasnya dibangun kondominium? Ketika pertanyaan ini disampaikan kepada Dr Andy Hartanto pendiri Andy Institute yang menggelar seminar tersebut, dia menjelaskan, hukum yang berlaku dalam hukum kondominium termasuk rumah susun dan strata title yg berlaku adalah asas pemisahan horisontal pemilikian benda di atas tanah. Berdasar pasal 4 ayat 1 - 2 UUPA, hak atas tanah dapat dimiliki atau dikuasai secara bersama -sama dengan pihak lain. Kemudian pemisahan rumah susun atas satuan-satuan yang meliputi bagian bersama dan tanah bersama. Banyak orang yang masih simpang siur mengenai kepemilikan orang asing. Bagaimana status sebenarnya? Apakah ‘orang bule’ bisa memiliki apartemen? Pernah ada orang asing di bali yang bisa melakukannya. Mendapat ceceran pertanyaan seperti itu dengan tegas Andy menjelaskan, “Selama Bali masih di bawah naungan NKRI maka UUnya juga sama, dan belum pernah ada perlakukan khusus bahwa di bali orang bule bisa memiliki apartemen. Karena nantinya akan kerepotan, sebagai ketika bule membeli apartemen tetapi secara undangundang tidak boleh memiliki tanah bersama.” Andy masih menjelaskan, jika ada pendapat yang menyatakan bisa, itu jelas keliru dan kekuatan hukumnya sulit sekali. Lalu bagaimana kalau pinjam nama? “Di situ saya katakan ada penyelundupan hukum yang resikonya amat besar apabila pada suatu saat orang asing itu meninggal, bagaimana mengenai ahli warisnya. Kemudian orang yang dipinjam nama juga bagaimana? Sementara pemateri lainnya, Dr Agus Sekartadji mengutarakan, demi keamanan para penghuni rumah susun, berdasarkan UU 16/1985 Jo PP 4/1988 menyatakan perlunya dibentuk PPRS yaitu perhimpunan penghuni rumah susun. Dengan wadah tersebut bisa dijadikan sebagai ajang komunikasi untuk membahas siapa yang bertanggung jawab atas pengelolalan rusun dan bagaimana hak dan kewajiban masing-masing pemilik dan penghuni. Namun dalam praktik banyak pengembang Rusun yang sama sekali tidak membantu terbentuknya PPRS. | ROKIMDAKAS | indiependen | EDISI 5 | 2012

9


kronik

Wa Ode Nurhayati

Penjara Itu Kehormatan Saya

T

estimoni itu diorasikan Wa Ode Nurhayati sepekan menjelang sidang vonis kasus wanita kader Partai Amanat Nasional (PAN) ini. “Anda bisa bayangkan bagaimana kasus saya ini dilokalisir sedemikian rupa agar penjarah uang negara itu cuma Wa Ode Nurhayati. Tapi saya tidak menyesal, tidak dendam, sama sekali tidak,” imbuh dia. Setelah lama duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Wa Ode Nurhayati ahkirnya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta (18/10/12). Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) selama 14 tahun dengan denda denda Rp 1 miliar. Toh demikian terdakwa kasus suap untuk pengalokasian dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) dan kasus tindak pidana pencucian uang ini perlu naik banding. Majelis hakim yang diketuai Suhartoyo menemukan fakta, Wa Ode Nurhayati selaku anggota DPR dan anggota Badan Anggaran DPR pada Oktober 2010 menerima uang Rp 5,5 miliar dari pengusaha Fahd el Fouz melalui Haris Andi Surahman. Dari uang itu, sebesar Rp 5,25 miliar ditempatkan ke rekeningnya, sedangkan Rp 250 juta untuk Syarif Ahmad, Ketua WON Center. Dana Rp 5,5 miliar itu merupakan fee 5 persen untuk mengurus alokasi DPID 2011 bagi tiga kabupaten yang diajukan Fahd, yakni Bener Meriah, Aceh Besar, dan Pidie Jaya. Wa Ode juga terbukti menerima Rp 750 juta dari pengusaha Paul Nelwan dan Abraham Noeh Mambu lewat Haris untuk mengurus alokasi DPID untuk Kabupaten Minahasa. “Selain menempatkan Rp 6,250 miliar ia juga telah memasukkan berupa uang ke rekening tabungan secara berulangkali pada 2010 sampai dengan 2011 hingga berjumlah Rp 44,345 miliar,” jelas hakim Suhartoyo. Dengan data itu, unsur perbuatan menerima hadiah atau janji telah terpenuhi. Majelis hakim berkeyakinan, unsur menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan Rp 50,59 miliar juga terbukti. Sebagai anggota DPR, politisi PAN itu tak pernah melaporkan rekening tempat menyimpan harta itu. Dalam persidangan sebelumnya, Wa Ode pernah membela diri bahwa ia punya pekerjaan lain, yaitu bisnis di Merauke dan di Kalimantan Tengah, tetapi tidak

10

indiependen | EDISI 5 | 2012

“Sejak pertama ditahan saya sudah menyatakan, penjara itu kehormatan saya karena saya merasa benar. Apa yang sudah saya sampaikan hanya semata-mata tugas konstitusi. Saya tidak pernah ingin menghujat pribadi-pribadi, apalagi untuk kepentingan politik tertentu”.

Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK akan menggunakan semua informasi yang muncul dalam persidangan sebagai bahan pengembangan penyelidikan dalam kasus korupsi DPID. “Informasi sekecil apa pun di persidangan akan divalidasi. Kalau didukung bukti-bukti, KPK pasti akan membuka penyelidikan baru,” jelas Johan. Menurut Johan, kasus DPID ini bisa saja berkembang seperti dalam kasus suap wisma atlet SEA Games yang awalnya hanya menjerat mantan Sekretaris Menpora Wafid Muharam dan staf pemasaran di grup Permai, Mindo Rosalina Manulang. Dalam perkembangannya, KPK berhasil menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin hingga ke kolega satu partainya, Angelina Sondakh. Dalam kasus DPID pun, KPK bisa saja mengembangkan penyidikan seperti dalam kasus suap wisma atlet. Terlebih, baik Wa Ode maupun sejumlah saksi menyebut nama-nama anggota DPR lain seperti pimpinan Banggar Tansil Linrung dan Mirwan Amir. Tak hanya itu, Wa Ode juga menyebut ada keterlibatan pimpinan DPR, Anis Matta, dalam pencairan DPID. | YOK SUDARSO |

bisa menunjukkan kebenaran bisnisnya itu. Maka majelis hakim berkeyakinan, kekayaan Wa Ode itu bukan terkait bisnisnya, tetapi terkait dengan kedudukannya sebagai anggota DPR sekaligus anggota Banggar DPR. Itu barangkali yang mendorong Wa Ode naik banding. Tapi di luar persidangan ia mengaku ihklas dan tabah. “Saya juga tidak merasa dendam kepada siapa pun,” ujarnya. Pernyataan ini tentu untuk menegaskan bahwa ‘konspirasi’ yang menjebloskan ia ke penjara tak perlu khawatir. Namun upaya banding juga akan dilakukan KPK terhadap vonis majelis hakim tersebut. Alasannya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, biasanya jika terdakwa divonis hakim kurang dari tiga perempat tuntutan jaksa, KPK akan banding terhadap putusan tersebut. Tetapi vonis hakim itu juga menginspirasi KPK untuk menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lainnya yang diduga memainkan proyek melalui pembahasan di Badan Anggaran. Apalagi, sebelumnya, dalam persidangan kasus yang menjerat Wa Ode tersebut, yakni DPID, sudah menyebut sejumlah nama anggota DPR.

Teman-teman mengatakan, anda kok kelihatan santai, konfiden, di penjara apa enak ? Ya nggak enak lah. Siapa bilang penjara nyaman, ya nggak nyaman lah... Saya bangga sendirian. Bangga tidak didampingi teman-teman LSM yang selalu berkoar anti korupsi, tapi ternyata tidak tahu artinya korupsi.... Saya sebenarnya merasakan sakit. Saya dan keluarga benar-benar luluhlantak menghadapi stigma publik sebagai koruptor dan penjara. Di keluarga saya tidak ada yang di penjara, hanya saya. Ini luar biasa...di penjara dalam kasus besar, korupsi... Jujur yang paling berat yang saya hadapi sekarang ini karena saya seorang ibu. Saya sebagai ibu, sebelumnya tidak pernah berpisah dari putri saya yang masih kecil dan menyusu ASI. Tapi sejak saya ditahan dia menyusu pada ibu saya... Hampir setahun saya tidak lagi bertemu dengan dia. Ulang tahunnya 2 Oktober lalu saya juga tidak bisa disampingnya. Ini terasa berat sekali bagi saya. Tapi saya percaya Allah selalau bersama kami. www.indiependen.com | www.indiependen.net


nusantara

I

Menghitung Langkah Anas Menuju Tiang Gantung Monas

ni sesumbar Anas itu mengusik memori publik seiring dengan temuan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa Anas terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek prestisius tersebut. Bahkan lembaga super body yang baru saja berhasil mendepak Polri dari kasus pengadaan Simulator SIM itu sudah menemukan petunjuk keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat. Hal itu diungkapkan Ketua KPK Abraham Samad beserta wakilnya, Busyro Muqoddas usai menerima dukungan sejumlah tokoh masyarakat dan mahasiswa. Saat ditanya sejauh mana keterlibatan Anas dalam proyek Hambalang, Abraham mengatakan, “Kalian ini sudah tahu jawabannya tapi masih berpura-pura bertanya. Ini seperti lagunya Krisdayanti,

tinggal menghitung hari. Dalam tahap awal, kami tidak menyebut potential suspect karena takut langkah berikutnya terganggu.” Abraham meniupkan sinyal bahwa apa yang akan terjadi merupakan jawaban atas pikiran rakyat Indonesia tentang kasus dugaan korupsi mega proyek Hambalang ini. Jadi tidak perlu mereka-reka lagi apa sebenarnya yang bakal terjadi, “Karena sebenarnya yang akan terjadi sudah ada dalam pikiran rakyat Indonesia,” katanya pada wartawan. MEMBELI SUARA Ihwal dana kemplangan dari kontraktor mega proyek Hambalang, PT. Adhi Karya, menurut M. Nazaruddin dibuat bancakan antara Anas (Rp 50 www.indiependen.com | www.indiependen.net

“Satu rupiah saja korupsi proyek Hambalang, gantung Anas di Monas,” kata Anas Urbaningrum, Ketua Umum DPP Partai Demokrat (PD), suatu ketika. Sesumbar itu disampaikan untuk menjawab tudingan M. Nazaruddin, mantan Bendahara Umum PD terpidana kasus Wisma Atlet yang ‘menyanyi’ bahwa Anas ‘ngemplang’ uang negara Rp 100 miliar sebagai bagian dari dana pembangunan mega proyek Sport Center Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

miliar), Menpora Andi Mallarangeng (Rp 20 miliar), dan sisanya untuk sejumlah anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Nazaruddin juga menjelaskan, dana kemplangan bagian Anas diboyong ke Bandung untuk membeli suara bagi pemenangan Anas sebagai Ketua Umum dalam Munas Partai Demokrat. Keberhasilan Anas ini sejatinya cukup menohok keberadaan Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono karena kekalahan jagonya, yakni Andi Mallarangeng. Tapi Anas cepat tanggap dan menunjukkan diri sebagai politisi muda brilian. Untuk mengobati ‘kekalahan’ SBY di ajang Munas itu, Anas mengangkat Eddy Baskoro Yudhoyono, putra SBY yang lebih akrab dipanggil Ibas, menjadi Sekjen PD. Tentu, dengan back up politisi senior Sa’an Mustafa sebagai wakil Sekjen. Di situlah momentum turunnya restu Cikeas bagi Anas dan kepengurusan baru PD. Anas sebagai simbol partai berkuasa pun berkibar, tapi segera terjegal oleh tudingan

Nazaruddin dan sejumlah pihak terpidana kasus Wisma Atlet, yang sepakat menuding Anas sebagai biang kerok kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. “Sebenarnya tidak perlu ditanggapi , karena itu hanya halusinasi,” tampik Anas atas tudingan Nazaruddin jauh sebelum berhasil ‘disentuh’ KPK untuk dimintai keterangan sampai dua kali. Ketenangan Anas berkelit dari tudingan terlibat kasus korupsi Hambalang menimbulkan reaksi beragam dari dalam tubuh partai. Salah seorang ketua PD, Ruhut Sitompul, bahkan berulang kali meminta Anas legowo mundur sementara dari jabatannya untuk menyelesaikan masalahnya. Bahkan - tentu secara tidak langsung - dalam pertemuan penggagas dan deklarator PD di Cikeas yang tidak mengundang Anas, meminta politisi muda ini mengundurkan diri. Di sinilah awal perseruan Anas-Cikeas. Deklarator PD sekaliber Marzuki Ali terang-terangan mengecam Anas. “Anak muda yang sok menjadi pahlawan,” kata Ketua DPR dari PD itu. Tak kurang, Hayono Isman, anggota Dewan Pembina PD, seperti

ingin kembali menegaskan ‘amanat Cikeas’. “Dengan berinisiatif sendiri mundur, itu merupakan sikap membela partai,” kata Hayono. ANAS - HAMBALANG Yang menarik adalah mencermati hubungan Anas dengan kasus Hambalang yang menimbulkan sesumbar. Kenapa Anas yang selalu nampak santun itu

mengaku siap digantung di Monas jika terbukti korupsi mega proyek Hambalang meski hanya Rp 1? Sekadar gertak sambal? Ada dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi karena Anas memang bersih dari kasus dugaan korupsi mega proyek Hambalang. Kedua, Anas benar-benar terlibat tetapi terlindungi oleh kekuatankekuasaan yang tak mungkin ditembus kekuatan hukum. Siapa kekuatan kekuasaan di belakang Anas? Dalam perkembangannya, upaya penyidikan KPK telah menempatkan Anas sebagai sasaran tembak karena ada petunjuk keterlibatan Ketum PD ini. Itu artinya Anas tidak lagi berada di titik aman. Di tingkat penyidikan, KPK baru menetapkan satu nama tersangka, Dedi Kusdinar, mantan Kabiro Perencanaan yang kini menjabat Kabiro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora. Kini, semuanya berpulang pada KPK, sejauh mana kepiawaian membongkar kasus Hambalang. Bila sampai salah langkah, rakyat pasti meradang. Siapa yang akan digantung di Monas? | YOK SUDARSO | indiependen | EDISI 5 | 2012

11


kolom

Hero Oleh: Wimar Witoelar

Kalau Gus Dur akhirnya diangkat jadi Pahlawan Nasional, maka itu bukan saja keputusan yang tepat, tapi memberikan isyarat akan budi pekerti bangsa Indonesia. Sebab, seperti Nelson Mandela dan Mahatma Gandhi, ia bukan hanya memerdekakan Indonesia, tapi mengubah dunia. Pahlawan zaman sekarang harus bersifat global; bukan hanya jagoan di negara sendiri, untuk kepentingan bangsa sendiri. Kalau hanya menjadi andalan suatu bangsa, maka terlahir nuansa kuat bahwa ia memperkuat bangsa A untuk mengalahkan bangsa B. Itu ciri pahlawan masa lalu, seperti Pangeran Antasari (bukan Antasari Azhar) yang melawan Belanda dari Borneo, dan Pangeran Diponegoro yang melawan Belanda dari Jawa. Mereka bukan pahlawan untuk orang Belanda. Zaman dahulu, pahlawan dikenal setengah dewa dan merupakan bagian penting dari skenario yang digambarkan oleh mitologi Yunani. Hero atau heroine melambangkan karakter yang menghadapi bahaya dan tantangan dengan keberanian serta kesediaan mengorbankan diri; sangat berbeda dengan keberanian orang Pansus yang lebih condong mengorbankan orang lain. Kepahlawanan tidak diukur dari jumlah orang yang dipimpin atau permasalahan yang ditangani. Dulu, Arsene Wenger menjadi hero untuk persepakbolaan Inggris karena membawa Arsenal ke puncak klasemen dengan permainan bersih. Dia dianggap orang yang tepat untuk menahan arus kurang sehat dalam persepakbolaan, yang notabene menganggap menang adalah segala-galanya. Dulu juga ada pahlawan yang muncul di dunia sepakbola; Bobby Charlton, kapten Inggris yang tidak pernah mendapat kartu merah, dan Edison Arantes do Nascimento yang lebih dikenal sebagai Pele. Mereka bukan hero karena selalu menang, tapi karena sportivitas yang mengangkat derajat sepakbola di seluruh dunia. Keterampilan saja tidak penting. Karena itu, Diego Maradona dan Christiano Ronaldo jauh dari pangkat pahlawan, karena menghalalkan semua cara untuk menang. Orang bisa juga menjadi pahlawan tanpa sengaja melakukan sesuatu yang besar untuk jumlah orang yang besar. Pernah diceritakan kejadian saat orang biasa yang diperankan Dustin Hoffman menyaksikan jatuhnya pesawat terbang. Jatuhnya agak tanggung dari ketinggian tidak seberapa, karena akan mendarat di bandara LaGuardia di Brooklyn. Tanpa niat yang kuat, ia terpaksa menyelamatkan penumpang dari pesawat yang sedang terbakar, sampai semuanya selamat. Setelah itu ia menghilang, karena tidak suka perhatian pers. Kebetulan, ada seorang presenter televisi terkenal di pesawat itu yang turut diselamatkan. Maka, ia melakukan kampanye pencarian si penolong misterius itu. Akhirnya ketemu, tapi orangnya keliru. Lanjutannya tidak perlu diceriterakan di sini, tapi kita lihat kepahlawanan bisa diberikan secara keliru. Begitu juga, seseorang yang baik-baik bisa secara keliru digambarkan sebagai orang jahat oleh opini publik yang diselewengkan media. Sehingga, belum pasti orang yang menang dalam penilaian kepahlawanan dan kejahatan itu adalah orang yang layak menerima pengangkatan itu. Tapi bagi orang baik, tidak penting dia dinilai baik atau buruk, selama dia nyaman dalam keyakinan telah menjalankan hidup dengan baik. Bagi orang yang demikian, bukan menangnya yang penting, tapi kepuasannya atas perbuatan yang baik. It is not about winning but how you pay the game. Karena akhirnya, orang akan mengenal juga siapa yang sebenarnya berjasa dan siapa yang mengacaukan masyarakat. Kalau orang dijatuhkan dari jabatan, belum tentu dia kalah. Hanya tinggal waktu saja yang menyadarkan masyarakat akan yang baik dan buruk. We didn’t lose the game; we just ran out of time.=

12

indiependen | EDISI 5 | 2012

Psikologi Korupsi di Indonesia Oleh: *Zainal Abidin

Yang khas dari pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia adalah mereka mengaku enggan melakukan KKN. Jika mereka didakwa melakukan KKN, dengan tegas membantah, bahkan terhadap bukti yang diajukan dalam pengadilan. Ingat kasus BLBI yang melibatkan pejabat Kejaksaan Agung. Di media dan pengadilan, dia membantah dirinya bukan koruptor dan pengkhianat negara. Meski bukti menunjukkan dia menerima suap dan membebaskan obligor yang merugikan negara, dia tetap membantahnya. Contoh lain, pegawai pajak di Jakarta, yang mengaku ”telah mendidik perusahaan dan menyelamatkan uang negara”. Bersama timnya, beberapa kali mendatangi dan menagih pajak ke beberapa perusahaan pengemplang pajak. Hasil negosiasi, ia menerima 50 persen pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan itu dan masuk kas negara. Namun, untuk bisa membayar 50 persen, para pemilih perusahaan lebih dulu memberi uang ”upeti” kepada tim itu. Si pegawai pajak tak merasa melakukan KKN. Alasannya, ”jika tidak dididik seperti itu, perusahaan itu tidak akan membayar pajak sehingga negara dirugikan lebih besar.” PERTAHANAN DIRI Dalam perspektif psikologi, kecenderungan pelaku KKN membantah tindakannya terkait mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). Sigmund Freud menamakan gejala itu denial, yaitu upaya individu menyangkal apa yang telah dilakukannya jika dia menyadari kelakuannya itu dapat membahayakan diri sendiri. Jika pelaku KKN menilai pengakuannya akan membahayakan karier atau harga diri, dia memilih menyangkal. Karena itu, dia berusaha menyangkal perbuatannya, bahkan dengan cara melebih-lebihkan dan melakukan rasionalisasi dengan mengatakan, yang dilakukan bukan korupsi, tetapi justru untuk menyelamatkan negara dan bangsa! Kecenderungan mereka terkait cognitive dissonance. Menurut Heider, tiap manusia ingin mengalami kehidupan pribadi yang harmonis atau konsonan. Untuk itu, manusia berusaha mencari kesesuaian dalam bersikap dan berperilaku. Misalnya, tidak setuju KKN karena itu perbuatan jahat (menyebabkan rakyat menderita). Namun, ada keinginan memiliki rumah mewah, mobil mewah, dan lainnya. Akhirnya melakukan KKN. Tetapi karena memiliki sikap (penilaian) bahwa KKN itu jahat, ada perasaan tak nyaman. Artinya, ada perasaan dissonance (tak konsonan). Agar hidup menjadi nyaman kembali (konsonan), ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan. Pertama, mengubah tingkah laku agar konsisten dengan sikap. Maka, harus bertobat dan berhenti melakukan KKN agar perilakunya sejalan dengan sikap yang dimiliki. Kedua, mengubah sikap sehingga konsisten dengan perilakunya. Maka, sikap negatif (tidak setuju) atas KKN perlu diubah. Perbuatan KKN harus dibenarkan sehingga tidak terjadi pertentangan antara sikap dan tingkah laku KKN. Kemungkinan ketiga, trivialization, menganggap sepele inkonsistensi (pertentangan) antara tingkah laku dan sikap, tidak perlu dihiraukan atau dianggap angin lalu. Dengan cara ini, siapa pun bisa rajin dan tenang beribadah, menyumbang tempat ibadat, sambil terus KKN. BERKOMPLOT Upaya menghilangkan gejala psikologis yang dialami para koruptor atau pelaku KKN tentu bukan pekerjaan ringan. Perlu ada shock therapy yang ampuh. Apalagi dalam banyak kasus, korupsi di Indonesia bukan hanya didorong oleh motif pribadi pelakunya, tetapi juga karena merasa harus conform terhadap lingkungan atau sistem yang korup. Secara psikologis, seorang pegawai cenderung merasa tidak nyaman dan tidak aman (sering dicap rekan-rekannya ”sok bersih”, ”sok pahlawan”) jika tidak korup dalam lingkungan kerjanya yang korup. Itu sebabnya mengapa para pelaku KKN di Indonesia jarang bertindak sendirian, tetapi hampir selalu bekerja dalam tim (berkomplot, membentuk ”jaringan mafia”). Meski bukan pekerjaan mudah, tidak berarti korupsi di Indonesia tidak dapat dikurangi dan diberantas. Apa yang telah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mendapat dukungan masyarakat Indonesia. Apa yang telah dilakukan lembaga ini bukan hanya menjadi bukti bahwa law enforcement di Indonesia telah diterapkan secara tidak pandang bulu, tetapi juga menjadi shock therapy yang ampuh bagi para pelaku KKN. *Dosen Fakultas Psikologi Unpad Bandung www.indiependen.com | www.indiependen.net


memori

1000 Hari Gus Dur

Kecintaan Rakyat Tetap Membara

S

emasa hidupnya Gus Dur membangun citra dirinya sebagai pendukung kuat idealisme Negara Pancasila. Bagi Gus Dur, toleransi beragama yang secara implisit terkandung di dalam Pancasila merupakan prasyarat yang sangat penting dalam pembangunan sebuah masyarakat demokratis di negeri ini. Menurut pandangan Gus Dur, Pancasila adalah sebuah kesepakatan politik yang memberi peluang bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan kehidupan sosial yang sehat di dalam sebuah negara kesatuan. Tokoh NU ini, bagi masyarakat Konghucu ibarat bapak. Bahkan jauh sebelum menjadi presiden, Gus Dur menunjukkan komitmen untuk membela kaum minoritas Tionghoa. Begitu pula ketika menjadi presiden, almarhum dikenal yang menyetujui Konghucu menjadi agama resmi di Indonesia. Sehingga ketika umat muslim di luar Indonesia terus bergejolak, Gus Dur mampu mendinginkan suasana dalam negeri tetap tenteram. Oleh karena itu muslim Indonesia dikenal sebagai Islam yang moderat dan mampu melindungi kaum minoritas. Untuk mengenang jasanya umat Konghucu akan memasukkan hari wafat Gus Dur ke dalam agenda tahunan di Kelenteng Boen Bio. Dengan begitu, generasi penerus bisa tetap mengenang perjuangan Gus Dur. BODHISSATVA Hingga hari ke-1000 meninggalnya Gus Dur, ribuan peziarah masih mengunjungi makamnya di lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng Kecamatan Diwek Jombang. Bahkan puluhan Biksu dari Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) berziarah ke makamnya. Menurut mereka, Gus Dur merupakan perwujudan Bodhissatva, makhluk yang mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk semesta. Sosok putra KH Wachid Hasyim itu bisa menerima resiko dengan merangkul orang-orang yang menderita. Seharusnya cerita tentang Gus Dur diceritakan turun temurun lewat sekolah keluarga dan masyarakat. Gus Dur harus menjadi bagian dari kita. Jadi, secara berkelanjutan kita harus melanjutkan cita-citanya. Gus Dur adalah kiai besar. Tapi, kebesaran tersebut tidak lantas

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Tak terasa sudah 1000 hari kita ditinggalkan oleh salah seorang putera terbaik Indonesia. Seorang pemimpin intelektual muslim yang selama ini mendorong kontribusi Islam pada pluralisme, keadilan sosial, dan demokrasi. Atas jasanya itulah bangsa Indonesia yang terdiri dari bebagai etnis, suku dan agama, terutama suku Tionghoa kembali memperoleh kebebasan dalam menjalankan ibadahnya tanpa rasa takut. Dialah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ketua Umum PB NU, Presiden RI ke-4, dan Bapak Bangsa.

membuat beliau jauh dari rakyat. Sikap yang beliau kembangkan justru merakyat. Semua hidupnya dianugerahkan untuk rakyat, sehingga membuat Gus Dur menjadi manusia luar biasa, demikian Martin van Bruinessen, seorang peneliti senior tentang NU dari Belanda. Mantan Ketua Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla dalam dialog Prospek Demokrasi dan Kebebasan di Jakarta mengatakan, pasca wafatnya Gus Dur, prospek keberagaman di tanah air terancam. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pluralisme, liberalisme, dan neoliberalisme yang dikeluarkan pada 2005 menjadi penyebab mundurnya gerakan keberagaman. Fatwa itu, kata Ulil, menganggap pluralisme membahayakan akidah atau keimanan. Ada semacam sinisme terhadap orang-orang yang mengampanyekan ide-ide pluralisme. Pluralisme dan kerukunan antar umat saat ini dianggap sebagai ide maju.Tokoh-tokoh moderen pluralisme seperti Gus Dur dan Nur Cholish Madjid, menurut Ulil, harus mendapatkan legitimasi di masyarakat. Di tengah makna pluralisme, kata Ulil, media justru memperparah dengan memproduksi kata-kata yang

menjerumuskan. Dalam sejumlah kasus Ahmadiyah misalnya, media justru menggunakan kata “aliran sesat” seperti yang digunakan MUI. Hal serupa dikemukakan Musdah Mulia, dalam penangkapan anggota Komunitas Lia Eden. Media massa sering menulis dengan aliran sesat. Paling halus ditulis aliran yang dianggap sesat. Padahal, bisa ditulis secara netral. PUNCAK PERINGATAN Kecintaan rakyat pada Gus Dur tak pernah pupus. Tidak kurang dari 25 ribu orang menghadiri puncak acara peringatan 1000 hari wafatnya Gus Dur di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Saking banyaknya warga yang ingin mengikuti kegiatan pengajian serta mendekati komplek makam Gus Dur, membuat seluruh areal ponpes dipenuhi warga, sebagian berdesak-desakan di pintu gerbang Ponpes Tebu Ireng (28/09/12). Menurut Kyai Haji Solahudin Wahid, pengasuh pondok pesantren Tebu Ireng yang juga adik kandung Gus Dur, peringatan 1000 wafatnya Gus Dur ini, selain untuk mengenang Gus Dur sebagai tokoh pluralisme juga sudah menjadi tradisi bagi warga nahdiyin. Sementara di kediaman keluarga

Gus Dur di Ciganjur Jakarta digelar wayang golek dengan dalang Ki Enthus Susmono dari Tegal menggelar lakon Kumbokarno Gugur (27/9). Pilihan kepada Enthus, selain merupakan salah satu dalang favorit Gus Dur, di kalangan Nahdliyin ia termasuk ‘orang dalam’ yang berperan sebagai Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Seniman dan Budayawan Nahdlatul Ulama (NU) dan Pengurus GP Ansor Tegal. Selain pergelaran wayang, dalam peringatan 1000 hari wafatnya Gus Dur juga diselenggarakan Tahlil Akbar, tausyiah dan sholawat bersama Habib Syech bin Abdul Qodir As-Segaf dari Solo yang dalam banyak hal, pikirannya sejalan dengan Gus Dur. Di Probolinggo, ribuan warga nahdliyin dan pemerintah daerah menggelar doa bersama dihadiri pengurus ormas, politisi dan elemen masyarakat. Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin mengatakan, peringatan 1.000 hari wafatnya Gus Dur ini digelar untuk mengenang sang guru bangsa. Di Gresik, 1000 siswa-siswi PAUD, MI. Miftahul Ulum, Mts dan SMA Raden Fatah, Desa Kesamben Wetan, Driyorejo menggelar karnaval mengelilingi perumahan Driyorejo Kota Baru (DKB), Desa Pasinan sampai Desa Kesamben Wetan. Mereka membawa poster serta spanduk seraya menyerukan perdamaian dan anti tawuran kepada pelajar (7/10/2012). Di Surabaya, Buddhist Education Centre Surabaya bersama Gerakan Gusdurian Suroboyo menggelar berbagai acara sebagai bentuk kecintaannya pada Gus Dur. Diantaranya, bedah buku Sang Zahid karya KH. Husein Muhammad di Graha Betani, Nginden. Bakti sosial bersama BEC, INTI, IKNI dan Rotary Club di beberapa perkampungan (13/09/12). Di Jakarta, Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) menggelar doa bersama di Komplek Graha Alam Indah Blok I No 10 Jalan Raya Condet Jaktim. Haul ini mengusung tema “Gus Dur dan Kaum Minoritas.” Ketua ISNU, Ali Masykur Musa mengatakan sahabat Gus Dur yang hadir mewakili berbagai kelompok minoritas. Tokoh yang hadir di antaranya Ibu Shinta Wahid, Romo Benny , Harry Tjan, Rizal Ramli, Adhie Massardi, serta para Ketua Ikatan Alumni beberapa perguruan tinggi di Indonesia dihibur tarian sufi dan hadrah ini. | INDIANA - ROKIM | indiependen | EDISI 5 | 2012

13


HUKUM & KEADILAN Novel Baswedan

“Bang Tolong Jaga Ibu Baik-baik ya ....”

P

esan suara itu ternyata datang dari Kompol Novel Baswedan, berbareng insiden 5 Oktober 2012 di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sontak, Taufik Baswedan, penerima pesan suara yang tak lain adalah kakak kandung penyidik handal KPK itu, langsung meluncur ke kantor KPK. Di kantor KPK, Taufik menyaksikan ketegangan antara anggota KPK dengan anggota polisi Polda Bengkulu ‘memperebutkan’ Novel Baswedan. “Suasananya benar-benar mencekam, karena penggerebegan itu juga melibatkan anggota Densus 88,” kisahnya. Tapi Taufik bersyukur, karena penggerebegan itu berahkir dengan ‘kemenangan’ dipihak KPK, setelah berhasil mempertahankan Novel. Berbareng dengan ‘kemenangan’ itu Taufik bersama KPK dan Indonesia Corruption Watch langsung membentuk tim advokasi. Dan surprise, dalam tempo kurang dari satu jam, langkah ini berhasil merekrut lebih dari 30 nama advokad terkenal. Tapi yang dirasa aneh, sejauh berada di kantor KPK itu Taufik mengaku tidak melihat Novel. Jadi, dimana Novel berada ? Belakangan Taufik baru tahu keberadaan Novel meski tidak secara pasti. “Betul, informasi yang saya terima hanya menyebut berada ditempat yang aman,” katanya sungguh-sungguh. Tidak pernah dihubungi melalui HP? “Tidak pernah,” tukasnya. Celakanya, Taufik pun juga tidak bisa menghubungi Novel. “Nomornya sudah tidak bisa saya hubungi, mungkin ganti kartu,” kata Taufik yang terakhir berhubungan dengan Novel ya ketika ‘menitipkan’ ibunya itu. Diakui Taufik, hubungan Novel dengan ibunya sangat dekat dan penuh rasa hormat. Setiap kali bertemu ibu, cerita Taufik, Novel selalu sungkem. Begitu juga jika akan pergi bertugas ke luar Jakarta, selalu pamit sang ibu. “Dan apa yang dipesankan ibu pasti dijalankan,”kata Taufik. PRESTASI GEMILANG Jika selama ini Novel Baswedan bekerja di ruang rahasia, kini mencuat terkenal dan orang pun semakin mengenalnya. Di institusi tempatnya bekerja, Novel mendapat predikat sebagai salah satu penyidik berprestasi gemilang. Ini berkat keberhasilannya menangani kasuskasus korupsi berkelas. Novel berperan utama dalam mengungkap korupsi skala besar, seperti suap wiswa atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin dan politisi satu partainya, Angelina Sondakh. Novel inilah yang memimpin penangkapan Bupati Buol, Amran Batalipu, yang sempat melawan saat ditangkap tangan menerima suap dari anak buah pengusaha Siti Hartati Murdaya.

14

indiependen | EDISI 5 | 2012

“Sekarang ini ada penggerebegan dari Polda Bengkulu di kantor KPK. Bang, tolong jaga ibu baik-baik ya...,” bunyi pesan suara singkat dari seberang.

Di hampir semua penangkapan koruptor kakap, Novel ikut langsung turun ke lapangan. Sejumlah operasi tangkap tangan KPK dipimpin Novel. Yang paling fenomenal tentu kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korp Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Noval menjadi penyidik yang ikut memimpin penggeledahan di markas Korlantas, Jakarta, (6/10/12). Akan tetapi, kini, Novel tersangkut kasus dugaan pidana. Ia diduga terlibat kasus penembakan tersangka

pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada Februari 2004. Salah satu tersangka pencuri tewas dan beberapa tersangka lain luka-luka. Karena itu pihak penyidik Polda Bengkulu memburu Novel. Tapi pasca pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kubu Polri pecah. Polda Bengkulu komitmen untuk menunda kasus pidana itu sebagai bentuk loyalitas pada amanat Presiden. Tapi Mabes Polri bersikeras melanjutkan kasus yang menjerat Novel itu. Dalam pidatonya presiden

menyesalkan terjadinya insiden 5 Oktober di kantor KPK itu. Menurut presiden sangat tidak tepat jika ada tindakan untuk memproses Kompol Novel Baswedan atas dugaan pelanggaran hukum yang terjadi delapan tahun lalu. KONTROVERSI Sungguh sayang, penyidik pilihan Polri untuk penugasan khusus di KPK kini tersandung kasus dugaan pidana. Selama ini, Polri selalu menyebut bahwa penyidik-penyidik yang dikirim ke KPK merupakan penyidikpenyidik terbaik. Para penyidik itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian terbaik, dididik dan dilatih khusus untuk menjadi penyidik profesional. Penugasan para penydik Polri di KPK itu tidak main-main. Karena penugasan tersebut juga sebenarnya merupakan sebuah jenjang promosi jabatan. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Sutarman, mengatakan, penyidik Polri di KPK memerlukan promosi karier. Mereka tidak hanya dipersiapkan menjadi penyidik, melainkan juga menjadi pemimpin di jajaran kepolisian. Lalu, mengapa Novel dapat lolos seleksi menjadi penyidik di KPK jika sudah diketahui bermasalah ? Novel pernah menjalani sidang kode etik profesi Polri terkait kasus penembakan tersangka pencuri sarang burung walet di Bengkulu. Bahkan, menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu, Kombes Dedy Irianto, upaya penangkapan terhadap Novel juga tidak terlepas dari proses penyidikan yang dilakukan pada 2004. “Saat itu terjadi penembakan yang murni tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan tersangka luka berat dan meninggal dunia,” jelas Dedy. Jika sudah diketahui Novel pernah mengalami masalah dan diduga terkait tindak pidana, mengapa Novel tetap dapat lolos seleksi internal Polri untuk menjadi penyidik di KPK ? Bukankah proses seleksi di Polri sebenarnya sangat ketat ? Kontroversi inilah yang dipertanyakan publik. Bahkan, sejak 2004 Novel juga sudah mengalami kenaikan pangkat. Sebagai Kasatserse Polresta Bengkulu, yang saat itu berpangkat inspektur satu juga naik pangkat. Dan kini Novel berpangkat komisaris atau perwira menengah. Terkait proses seleksi itu, Sutarman mengatakan, rekam jejak calon penyidik yang disaring untuk menjadi penyidik KPK berasal dari masingmasing daerah atau Polda. Penyidik-penyidik itu kemudian dikirim ke bagian Sumber Daya Manusia Polri untuk menjalani pembinaan personil. “Kadang sudah sekolah namun kasus lamanya muncul sehingga harus diberhentikan.." | YOK SUDARSO |

www.indiependen.com | www.indiependen.net


HUKUN & KEADILAN

Di Surabaya Ada Polisi Brutal

J

ika Polri serius bersih-bersih kandangnya, “Kasus Surabaya” agaknya juga perlu dibuka kembali seperti halnya “Kasus Bengkulu”. “Ya harus adil dan merata. Kalau yang di Bengkulu bisa diangkat kembali, kenapa Surabaya tidak,” kata Hadi Pranoto, S.H., mantan kuasa hukum kelompok pemuda korban penganiayaan itu. Menurutpraktisi hukum ini, Kasus Surabaya bukan sekadar rekayasa pidana Curas (pencurian dengan kekerasan) tetapi bisa disebut sebagai murni kejahatan kemanusiaan. “Apalagi justru dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya memberikan pengayoman. Kita harus menghentikan praktikpraktik sewenangwenang dan arogan kekuasaan ini,” tandasnya. Kasus Surabaya lebih ironis dari Kasus Bengkulu,menurut Hadi Pranoto, karena sekawanan anak muda itu merupakan korban peristiwa pencurian disertai kekerasan fiktif yang diskenario polisi. Sebab sebenarnya tidak ada Curas, korban, juga tidak ada perlawanan yang menimbulkan baku tembak. Peristiwa itu terjadi pada 17 Juli 2000 silam. Sekawanan anak muda, Ridwan alias Samuel (24 tahun), Yahya Husaini (26 tahun), Yahya Wahyudi alias Udik (28 tahun), Rendi Tentua alias John Brank (28 tahun), sedang kongkow tidak jauh dari lokasi Bank BCA jalan Tidar Surabaya. Tidak seberapa lama, melintas tujuh petugas polisi dari Unit Jalantas Satuan yang ketika itu disebut Polwiltabes Surabaya. Melihat kehadiran petugas ini, sekawanan anak muda itu – menurut penjelasan polisi – semburat. Lalu dilakukan pengejaran dan terjadi baku tembak karena salah seorang dari kawanan pemuda tadi – masih menurut polisi - membawa senjata api dan sempat melakukan empat kali tembakan. Dramatis sekali. Tapi benarkah drama itu ? “Sama sekali tidak benar. Tidak ada perampokan, tidak ada korban yang dirampok, juga tidak ada baku tembak, jadi itu semua hanya skenario fiktif polisi,” tegas Hadi Pranoto. Menurut polisi, keempat orang pemuda itu masuk DPO – daftar pencarian orang. Karena itu ketika melihat mereka di Jl Tidar polisi menangkapnya dengan tuduhan percobaan pencurian dengan

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Kasus penganiayaan oleh polisi terhadap sejumlah pencuri sarang burung walet di Bengkulu yang menelan seorang korban tewas yang diduga melibatkan Kompol Novel Baswedan tahun 2004 yang kini diungkit, juga pernah terjadi di Surabaya. Empat orang anak muda diciduk dari jalanan dan dianiaya polisi dengan tuduhan melakukan percobaan pencurian disertai kekerasan. Kini, sekawanan pemuda korban kebrutalan polisi itu sekarang mengalami cacat seumur hidup tanpa ada keadilan.

Hadi Pranoto ketika berada dalam sebuah acara

kekerasan (pasal 53 jo 365 KUHP). “Kalau benar mereka itu DPO, mestinya polisi waktu melakukan penangkapan membawa surat tugas dan surat perintah penahanan, tapi ini tidak. Jadi sebenarnya penangkapan itu tidak sah, apalagi mereka tidak sedang melakukan percobaan tindak kejahatan seperti yang dituduhkan polisi,” jelas Hadi Pranoto. Lebih jauh advokad bertangan

dingin itu menyesalkan tindakan arogansi polisi sejak penangkapan hingga penyidikan. Begitu diciduk dari Jl Tidar dekat lokasi Bank BCA, mereka digelandang menuju lokasi makam Kembang Kuning. “Disinilah mereka dilakban matanya dan dieksekusi tembak di paha kaki masing-masing,” jelas Hadi Pranoto. Selesai dieksekusi, mereka ditahan di Polwiltabes Surabaya. Tapi

penganiayaan tidak berhenti sampai disitu. Dalam nota pembelaan di persidangan perkara ini, Hadi Pranoto juga membeberkan penganiayaan dahsyat yang dialami mantan kliennya tersebut ketika disidik. “Benar-benar di luar perikemanusiaan. Ada yang dipatahkan tulang pahanya, ada yang diremukkan tulang lututnya, bahkan seorang dari mereka ada yang ditembak sampai tujuh kali di sekitar kedua kakinya,” tutur Hadi Pranoto. Yang paling teraniaya tembak ini adalah Rendi Tentua alias John Brank yang kini invalid paling parah. Karena itu dalam pembelaannya Hadi Pranoto menilai, bahwa persidangan kasus ini cenderung formalistis, legalis dan dogmatis. Mengabaikan nestapa dan penderitaan lahir batin para terdakwa sebagai mahkluk Tuhan. “Seharusnya persidangan kasus ini mengedepankan equal before the law,” ujarnya. Lebih jauh Hadi Pranoto mengungkap, sepanjang jalannya pemeriksaan dalam persidangan telah terungkap dengan jelas bahwa syarat-syarat atau unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk menentukan kesalahan para terdakwa tidak terbukti. “Dalam pemeriksaan juga telah terbukti tidak terdapat saksi bagi perbuatan pidana yang didakwakan. Karena itu petugaspetugas kepolisian yang dihadirkan jaksa dalam persidangan saya tolak sebagai saksi. Karena obyektivitasnya sebagai saksi saya ragukan dan kejujurannya patut dipertanyakan,” kilah Hadi Pranoto. Dalam persidangan ahkirnya Hadi Pranoto berhasil mematahkan semua keterangan saksi polisi. Bahwa dalam perkara ini telah terjadi penangkapan atas terdakwa secara liar, ngawur, penuh rekayasa dan terjadi penganiayaan berat. Karena itu majelis hakim mengetokkan palu membebaskan para tersangka dari segala tuduhan, yang berarti pula memenangkan pembelaan Hadi Pranoto. Advokad itu bahkan pernah membawa kasus ini untuk mempraperadilkan Kapolri, Kapolda Jatim, dan Kapolwiltabes Surabaya. Surat permohonan praperadilan ini dilayangkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dan dicatat dengan nomor 09/Pid.Porp/2000/PN-SBY. Sayang, upaya itu ditolak. | YOK SUDARSO | indiependen | EDISI 5 | 2012

15


TITIK TENGAH Membahas tentang demokrasi selalu memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilainilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Namun apa artinya jika penyelenggaraan demokrasi tidak berdampak pada peningkatan kualitas hidup rakyat? Sudaryanto, aktivis kebangsaan mengutarakan pendapatnya pada Rokimdakas dan Cahyo Sudarso dari Tabloid Indiependen di sela-sela diskusi kebangsaan di Pusham Unair Surabaya, 19 Oktober silam. Berikut penuturannya: BAGAIMANA MEMAKNAI NILAI KEPAHLAWANAN MASA KINI? Yang namanya pahlawan itu selalu kontekstual. Seorang pahlawan itu muncul dalam suatu situasi dimana yang lainnya tidak berani melakukan, di situ muncul kepahlawanan. Oleh karenanya seorang pahlawan sering melakukan tindakantindakan yang kontroversial. Maka tidak mungkin seorang pahlawan berjalan pada jalur yang wajar, dia selalu kontroversial. Sebab yang ada umumnya hanya biasabiasa saja. Fenomena pahlawan itu kalau terjadi peperangan dia selalu keluar rumah, sementara yang yang biasa terjadi kalau terjadi kekacuan akan masuk rumah. Itu yang membuat seseorang disebut pahlawan atau tidak. HANYA BEGITU TINDAKAN YANG DIBUTUHKAN? Sebenarnya kalau kita lihat, seorang pahlawan itu melakukan apa yang saya sebut sebagai nasionalis tindakan. Suatu kecintaan dan pikiran kepada bangsa yang dilakukan dengan tindakan kontroversial. Ambil contoh begini, kita sering mendengar berita kalau terjadi berita kalau terjadi bencana, bantuan itu sudah datang, disimpan di suatu gudang, tetapi rakyat di sekitar butuh makan dan tidak ada makan. Seorang pejabat yang biasa-biasa saja, dia menunggu prosedur. Problemnya, untuk mengeluarkan makanan-makanan yang ada gudang perlu prosedur. Pejabat itu tetap menutup telinga dan matanya terhadap kenyataan kelaparan yang terlihat. Seorang pahlawan, barangkali akan mengeluarkan makanan itu dari gudang dengan resiko dirinya sendiri karena dianggap tidak mengikuti prosedur. Jadi nasionalisme tindakan itu adalah perasaan yang digerakkan oleh kecintaannya kepada bangsa, kepada rakyat dan digairahkan oleh pengabdian. Karena itu gairah mengabdi kepada bangsa itu mengalahkan segalanya, apakah keselamatan dirinya, atau yang lain. Kalau kepahlawanan diartikan seperti itu maka sekarang ini sangat diperlukan. Para pejabat publik yang berani melakukan hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat yang barangkali di luar prosedur dan wewenangnya dia.

sebagai demokrasi prosedural, dari satu sisi tampak betul tapi yang jadi masalah apabila seseorang tidak bisa mengatasi suatu masalah maka akan berlindung di balik prosedur. Ambil contoh, ketika pemerintah menaikkan harga BBM hingga 100 persen kemudian pemerintah mempunyai gagasan untuk menambah pendapatan anggota DPR sebesar Rp 10 juta. Opini itu kemudian berkembang, rakyat meminta supaya DPR menolak tambahan Rp 10 juta itu karena pada waktu itu pendapatan orang-orang DPR sudah Rp 30 - 40 juta. Ternyata banyak orang DPR menerimanya. Ketika ditanya, kenapa mau menerimanya. Jawab mereka, “ secara prosedur, ini syah.� Ini yang jadi masalah karena prosedur dijadikan alat untuk melindungi diri. Di sinilah sebetulnya nasionalisme tindakan itu dibutuhkan. BISA JADI PARA PEMEGANG OTORITAS SEKARANG KEHILANGAN ORIENTASI? Bukan hanya kehilangan orientasi, dia salah memetakan posisi-posisi jabatan publik. Ketika saya menjabat sebagai walikota, misalnya, persepsi saya persepsi individual, persepsi saya sebagai orang yang dipilih sebagai walikota. Karena persepsi saya seperti itu maka ketika jabatan akan habis kemudian melihat adanya peluang jabatan yang lebih baik maka saya beranjak dari situ untuk masuk ke peluang tersebut. Oleh para politisi malah dianggap lebih hebat, orang yang bisa melihat peluang. Tapi coba kita amati, peluang itu selalu dilihat sebagai peluang individual. Jabatan-jabatan publik itu dipersepsi demi kepentingan-kepentingan individual. Akan lain jika jabatan itu dipersepsi untuk publik. Jabatan publik itu memang untuk publik. Apabila saya jadi bupati, bukan berarti bupatinya famili-famili saya. Jabatan ini untuk rakyat karena yang memilih rakyat. Seharusnya persepsinya begitu. Jika kekuasaan yang saya miliki sebagai bupati, misalkan, itu adalah untuk rakyat. Jangan sampai secara pribadi, karena saya dipilih, prosedur dimungkingkan, ya uang ini saya ambil. Secara prosedur memang boleh tapi itu tidak pantas secara konstitusi. Di sinilah dibutuhkan sesuatu yang lebih supaya dia menjadi pemimpin.

BILA NASIONALISME TINDAKAN INI KITA TARIK DENGAN PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN NASIONAL SEKARANG, APAKAH TERCERMIN?

PARA PEMEGANG JABATAN PUBLIK ITU KAN PINTUNYA PARTAI. APA YANG SALAH DARI PENGKADERAN PARTAI SEHINGGA KETIKA MEMEGANG KEKUASAAN TIDAK AMANAH?

Pemerintahan sekarang ini kan demokratis tapi masyarakat sekarang mengatakan

Sebenarnya begini, demokrasi modern itu kan demokrasi perwakilan, artinya tidak

16

indiependen | EDISI 5 | 2012

Foto: INDIANA

Sudaryanto

Kita Butuh Nasion mungkin seluruh rakyat terlibat dalam pengambilan keputusan. Kalau demokrasi perwakilan berarti dalam menjalankan fungsinya adalah untuk rakyat. Partai politik itu sebenarnya mengorganisasi pandangan-pandangan yang ada di dalam masyarakat, lalu dari sekian pandangan, sekian kehendak, sekian keinginan itu lalu partai politik mengkristalkan, memfokuskan pada satu masalah yang dianggap penting menjadi plarform partai. Kalau banyak partai platformnya berbeda-beda itu karena yang dijadikan prioritasnya berbeda. Dan, siapapun pejabat yang diangkat akan ada dua hal yang harus dilaksanakan kalau partai politik itu berpijak pada proses demokrasi, sebab demokrasi tidak mungkin tanpa partai politik. Yang pertama adalah, kongkuensi yaitu kekesamaan dan kesebangunan atara janji dan tindakan. Kampanye itu kan bukan lomba pidato, bukan sekedar debat. Kampanye itu kan penyampaian platform partai yang merupakan janji. Begitu dia menang dalam pemilihan umum maka janji itu harus kongkuen dengan tindakannya. Nah, ini yang saya tidak melihat. Kedua, lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh pemilihan umum akan mengambil kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kehendak masyarakat luas sebagai konsekuensi atas kemenangannya dalam pemilu. Yang menjadi masalah sekarang ini kan dua hal itu tidak tampak.

Kita tidak melihat antara kongkuensi antara janji dan tindakan, kita juga tidak melihat lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh pemilu mengambil kebijakankebijakan sesuai dengan kehendak masyarakat luas. Contoh paling kecil, ketika masyarakat meminta DPR agar menolak tambahan anggaran Rp 10 juta dari pemerintah menjelang kenaikan BBM tapi ternyata kan nggak bisa, tunjangan itu akhirnya diterima. Ini yang saya maksud, institusi tidak bisa membawa kehendak masyarakat. Dalam situasi semacam ini yang diperlukan adalah pahlawanpahlawan tadi. Sebab apa yang seharusnya dilakukan, tidak dilakukan. Apa yang seharusnya terjadi, tidak terjadi. TINDAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN AGAR RAKYAT TIDAK HANYA MENJADI ALAT POLITIK DALAM PEREBUTAN KEKUASAAN? Itu banyak langkah yang harus dilakukan tetapi yang pasti harus dimulai dari rakyat sendiri. Jangan terlalu tergantung pada pemerintah. Para politisi sering mendidik kepada rakyat, mari kita minta pada pemerintah, mari kita desak pada pemerintah. Sudah bertahun-tahun begitu tapi toh nggak ada hasilnya maka sebaiknya berhenti saja. Berhenti berharap pada pemerintah. Rakyat bekerja dengan kemauannya sendiri, mengorganisir sendiri kemauannya-kemauannya www.indiependen.com | www.indiependen.net


TITIK TENGAH karena bertemunya arus kepentingan global dengan desakan-desakan rakyat. DALAM PIKIRAN KITA DEMOKRASI BISA MEMPERBAIKI KONDISI BANGSA. BAGAIMANA PEMBACAAN ANDA TERHADAP DINAMIKA SEKARANG? Rakyat memang punya agenda yang ingin mengubah keadaan karena kehidupannya sudah sangat sulit. Ya didzalimi, ya sengsara, ya menderita. Nah ada harapan besar rakyat untuk mengubah keadaan, tentunya perubahan yang diinginkan itu yang diamini oleh seluruh rakyat, pada saat yang sama ada keinginan global untuk berubah di suatu negara. Ketika ada tuntutan global kemudian ada desakan intern nasional itu ketemu maka terjadi patahan sejarah berupa perubahan rezim yang sangat cepat, drastis dan seolah-olah antagonisme. Persoalan belum selesai ketika perubahan itu terjadi karena kita ingat bahwa dari sisi internasional memberi interpertasi yang berbeda sementara kita bereforia atas tumbangnya otoritarian dan lahirnya demokrasi. Itu tentu saja dalam pikiran kita demokrasi ini bisa memperbaiki kondisi bangsa. Sebab kalau berubah dari negara otoriter ke negara demokrasi tentunya ada keinginan mendasar dari bangsa yang berubah. Bahwa dengan demokrasi akan bisa memperbaiki keadaan-keadaan. Ini akan berbeda dengan interpertasi dari kapitalisme global. BAGAIMANA PERSEPSI KAPITALISME TERHADAP REFORMASI?

nalisme Tindakan untuk meringankan penderitaan, tidak usah berharap pada pemerintah. Kalau kemudian pemerintah turun tangan, alhamdulillah. KALAU PEMERINTAH TIDAK TURUN TANGAN JUGA? Kalau tidak turun tangan maka rakyat harus mampu mengatasi masalahnya sendiri. Kalau rakyat bisa kuat seperti itu maka akan bisa memaksa pemerintah untuk bertindak demi kepentingan mereka. APA KESAMAANNYA ORDE BARU DENGAN ORDE REFORMASI? Sama-sama melahirkan klaster sosial dan feodalistik. Orang-orang yang terpilih, baik anggota parlemen, bupati atau pejabat publik lainnya menjadi klaster tersendiri, elektokrat. Karena dia dipilih oleh rakyat, dia merasa bisa semaunya berbuat dan perbuatannya diidentifikasi kehendak rakyat. Itu kan sama saja dengan orde baru yang namanya teknokrat, merasa bisa tahu hati nurani rakyat tanpa tanya kepada rakyat. Mereka membikin rancangan yang hebat-hebat tanpa bertanya pada rakyat tapi bisa mengeklaim paham kehendak rakyat. Para elektrokat juga begitu, karena dia merasa dipilih rakyat maka apa yang dia lakukan menganggap sebagai kehendak rakyat. www.indiependen.com | www.indiependen.net

Kita selalu menghadapi bangsawanbangsawan baru. Dulu kita mengahadapi teknokrat dan rakyat selalu kalah sekarang kita mengahadapi elektrokat dan rakyat kalah lagi. Akhirnya struktur kita kan feodalisme, bangsawan-bangsawan saja yang selalu muncul baru. Pada orde baru muncul bangsawan namanya teknokrat dan pada orde reformasi muncul bangsawan namanya elektrokrat. Meski dalam suasana feodalistik tapi rakyat mau. Itu sebabnya perlu digugah kesadaran masyarakat, sudahlah, kalau mau nyoblos, kita coblos. Tapi rakyat harus bisa bangkit dari kesulitannya dengan kekuatannya sendiri dan berhenti berharap. APA ARTI SEBUAH DINAMIKA JIKA TAK BANYAK BERMAKNA? Sekarang mungkin belum bisa kita lihat tapi nanti, tapi 10 – 15 tahun kemudian bisa akan bisa melihat. Seperti halnya kita membaca Obama, dia membawa pergeseran Amerika. Seperti Abraham Lincoln, ketika menjabat presiden, orang tidak melihat keistimewaannya tapi kemudian baru terlihat, ternyata dia bukan orang biasa. Dalam dinamika sebenarnya sedang terjadi patahan sejarah yang kalau di Barat dikelola dengan manis lewat mekanisme demokrasi yang mereka miliki. Tapi kalau negara berkembang itu tidak, perubahan-perubahan yang terjadi merupakan patahan sejarah yang muncul

Bagi kapitalisme global, tumbangnya rezim otoriter itu sudah cukup, kalau kemudian melalui perubahan-perubahan itu apa yang menghambat arus kapitalnya itu dibongkar. Yang menghambat arus kapital asing pada waktu itu adalah kepentingan ekonomi kroni Cendana. Jadi untuk mempertahankan posisi orde baru maka ekonominya harus dilindungi, padahal pihak asing sudah menggedor-nggedor ingin mengenyam tambang yang dikuasai oleh kroni-kroni Cendana. Pada zaman Pak Harto semua asset tambang sudah dikapling-kapling dan sudah ada namanya, bahkan orang yang namanya dicantumkan di situ belum pernah lihat lahannya. Bagi kapitalis global, ini akan menjadi rintangan bagi kapitalis global untuk masuk di situ, maka yang penting bagi kapitalisme global terhadap perubahan itu adalah rezim Soharto dengan kronikroninya itu disingkirkan. Sekarang kita ambil contoh, kapitalisme global itu juga menghendaki KKN juga hilang. Bagi rakyat masalah KKN merupakan bagian tuntutan reformasi, tapi makna KKN bagi rakyat dan kapitalisme global itu beda. Kita harus tahu bahwa keinginan kapitalisme bukanlah untuk makmurnya rakyat tapi ekspansi dari kapitalisme mereka, disini persepsi itu berbeda. BAGAIMANA KAPITALISME GLOBAL MENYIKAPI MASALAH KKN? Bagi kapitalisme global praktik KKN yang dikendalikan oleh kroni Cendana harus dibuat berantakan supaya mereka bisa masuk. Bagi orang Indonesia, KKN itu korupsi betulan. Akhirnya kroni Cendana berantakan namun kemudian melakukan konsolidasi tetapi rakyat tetap merasakan kedzaliman dari KKN. Di mata kapitalisme global sementara ini KKN tidak menghalang-halangi jatuhnya deposit-deposit pada tambang mereka namun jangan sampai masuk

dalam wilayah yang dikehendaki. Di mata rakyat KKN ini menghalang-halangi rakyat untuk makmur. Oleh kaena itu kita harus tahu bahwa keinginan kapitalisme global ini bukan untuk kemakmuran rakyat tapi ekspansi dari kapitalisme mereka, di sini yang persepsinya berbeda. LALU APA ARTINYA KITA MENGEMBANGKAN DEMOKRASI? Yang jadi masalah adalah dari kapitalisme global itu sangat paham bahwa demokrasi dan lain-lain itu hanyalah instrumen, lha kita yang tidak paham. Dalam pikiran kita, pemilihan umum itu proses demokrasi yang benar. Bagi mereka, pemilihan umum, demokratis itu ya sudah sampai di situ saja, itu hanya sekadar instrumen politik ekonomi. MENURUT ANDA APA KELANJUTAN DARI REFORMASI? Terus terang kalau kita lihat sebenarnya kelanjutan dari reformasi itu adalah perjuangan memberi tafsir terhadap peristiwa 1998. Dan di dalam perjuangan tafsir ini, rakyat kalah. Ya sudah, kita harus mengakui, kita kalah dari kecanggihan kapitalisme global. Pikiran kita tidak nutut, tidak menjangkau. Termasuk cendekiawan-cendekiawan yang ada di Indonesia, tidak bisa menangkap apa yang terjadi pada tahun 1998. Lepas dari itu sebenarnya, apa yang membuat mereka berhasil membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tidak berdaya. Mereka membatasi demokrasi dengan prosedur-prosedur pemilihan umum. Yang penting pemilihan umum itu sudah dilaksanakan adil dan bebas itu untuk mereka sudah cukup. Tapi untuk rakyat sebenarnya tidak seperti itu. DEMOKRASI MACAM APA YANG TENGAH BERKEMBANG SEKARANG? Kalau mau bicara demokrasi, saya punya pandangan, kita akhiri sajalah debat tentang demokrasi liberal atau demokrasi pancasila atau apalah. Sudahlah tidak usah. Anggap saja itu tidak ada. Yang ada sekarang adalah fenomena demokrasi yang tiap-tiap bangsa itu orisinil. Apakah kita setuju bahwa demokrasi itu dibatasi oleh penyelenggaraan pemilu-pemilu? Tanpa melihat kongkuensi antara janji dan tindakan? Kalau kita setuju ya sudah. Sekarang ini sudah baik, tetapi kalau kita tidak setuju lalu bagaimana? Agar ada kongkuensi antar janji dan tindakan. Yang kedua, apakah kita juga setuju, yang penting pemilihan umum mengenai kebijakan tidak harus memuaskan masyarakat luas. Lha disini perbedaanya. Bagi mereka, demokrasi ya seperti itu. Supaya bangsa Indonesia terikat pada ini dan label demokrasi yang diselenggarakan oleh orde reformasi lewat pemilihan-pemilihan umum dan orde reformasi boleh bangga terhadap pemilihan umum yang terbanyak itu hanyalah Indonesia, kalau sudah selesai ya selesai. Itu nggak usah diberi nama karena demokrasi liberal pun bisa lebih baik dari itu. Kita jangan terkecoh oleh sebutan, demokrasi liberal atau demokrasi pancasila, nanti kita tersesat. Tidak usah mencari belantara dari istilahistilah yang seolah-olah itu sistem yang benar dan otentik. Kalau kita menginginkan demokrasi itu karena kita ingin keadaan bangsa ini berubah. Kalau sekarang demokrasi diadakan, pemilihan umum berlangsung bebas tapi kalau keadaan tidak berubah, itu namanya apa? | ROKIMDAKAS - CAHYO S | indiependen | EDISI 5 | 2012

17


KOLOM

S

Konsekuensi Sumpah Presiden

ekedar mengingatkan kembali sumpah Presiden RI, sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 berbunyi demikian: Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau DPR sebagai berikut :

Oleh: *Doni Istyanto Hari Mahdi

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” Sumpah Presiden RI di atas telah dua kali dinyatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertama pada tanggal 20 Oktober 2004. Ke dua pada tanggal 20 Oktober 2009. Hal terpenting dalam esensi Sumpah Presiden RI tersebut secara jelas menyatakan bahwa seorang Presiden RI harus memenuhi kewajiban sebagai Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dan berbakti hanya kepada Nusa dan Bangsa. Namun demikian, sepertinya tugas dan tanggung-jawab sebagai Presiden RI masih kurang ‘berbobot.’ Dalam waktu bersamaan ia memangku tiga jabatan sekaligus. Kepala Pemerintahan, Kepala Negara, dan Ketua Dewan Pembina. Dalam jabatannya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat secara ex-officio melekat jabatan sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai. Tidak cukup dengan hal tersebut, Presiden Yudhoyono juga merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat. Kondisi ini patut disayangkan. Waktu dan energi Presiden seharusnya dapat dimaksimalkan untuk mengurus rakyat dan negara. Eh..eh...tetapi sekarang Presiden malah sibuk mengurus Setgab Koalisi Partai Pendukung Pemerintah. Tidak hanya itu, kerepotannya masih ditambah lagi dengan berbagai kegiatan-kegiatan pada Partai Politik sang Presiden itu sendiri. Sehingga sangat mungkin tugas dan kewenangan Presiden terlantar gara-gara terlampau banyak kesibukan. Ingin bukti tugas dan wewenang Presiden terbengkalai lantaran politik? Tengok saja Bank Indonesia. Jabatan Gubernur Bank Indonesia sempat vakum hampir setahun lamanya. Kekosongan itu terjadi setelah Gubernur Bank Indonesia yang terakhir, yaitu saudara Boediono, (saat ini Wakil Presiden Republik Indonesia) mengundurkan diri per 19 Mei 2009. Karena ia dipinang sebagai pasangan Calon Wakil Presiden bersama Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pilpres 2009. Mundurnya Boediono menyebabkan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Gultom, menjalankan tugas pekerjaan Gubernur BI. Hal ini sesuai dengan Pasal 50 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berbunyi: “Dalam hal kekosongan jabatan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diangkat penggantinya, Deputi Gubernur Senior menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara.” Ketika masa tugas Miranda S. Gultom

18

indiependen | EDISI 5 | 2012

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar konferensi pers di kediaman pribadinya di Cikeas tanggal 11 Juli 2011 lalu. Konferensi tersebut digunakan presiden sebagai ajang menyampaikan sikapnya atas berbagai sorotan media selama 2 bulan terakhir terhadap Partai Demokrat. sebagai Deputi Gubernur Senior selesai, ia digantikan oleh Darmin Nasution. Artinya kekosongan jabatan Gubernur BI sudah terjadi sejak Miranda S Gultom. Karena Darmin Nasution masuk sebagai Deputi Gubernur Senior, bukan sebagai Gubernur. Meski secara de facto, ia menjalankan tugas Gubernur. Selama hampir satu tahun, Presiden belum mengajukan nama calon Gubernur Bank Indonesia kepada DPR. Sementara UU 23 tahun 1999 tentang BI mengaskan bahwa hanya di tangan Presiden lah terletak kewenangan untuk mengusulkan nama calon Gubernur Bank Indonesia dan nama calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Hal tersebut merupakan salah satu alasan, ketika pada tanggal 12 April 2010, penulis mengajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 14/PUUVIII/ 2010, yang pada pokoknya meminta Mahkamah Konstitusi agar Presiden dan Wakil Presiden RI diberhentikan keanggotaannya pada partai politik, manakala memangku jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Karena Presiden Yudhoyono terlalu sibuk membina Partai Demokrat, sehingga melalaikan tugas-tugas yang menjadi kewenangan Presiden RI. Jika menjadi anggota partai politik saja dilarang, apalagi memangku jabatanjabatan sebagai pengurus resmi partai politik. Tujuannya jelas, semata-mata agar waktu Presiden dan Wakil Presiden yang sangat berharga tersebut, dapat sepenuhnya digunakan untuk berbakti kepada nusa dan bangsa. Barulah setahun kemudian, tepatnya tanggal 2 Juni 2010, Presiden Yudhoyono mengajukan nama Darmin Nasution sebagai calon tunggal Gubernur BI. Namun lagi-lagi sangat disayangkan. Lantaran terlalu sibuk menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, jabatan Deputi Gubernur Senior BI kosong setelah ditinggalkan oleh Darmin Nasution. Karena ia sudah ditetapkan sebagai Gubernur BI. Bahkan

sampai hari ini, saat anda membaca kolom ini, posisi itu masih tetap dibiarkan kosong. Meski pasal 41 Ayat (1) UU 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia tidak mengatur batasan waktu bagi Presiden RI untuk mengusulkan nama calon Deputi Senior Gubernur BI, namun bukan berarti Presiden boleh bertindak sekehendak hati dalam mengusulkan nama calon Deputi Senior Gubernur BI kepada DPR. Atas alasan apapun, kekosongan jabatan strategis seperti Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Senior Gubernur BI, sama sekali tidak dapat dibenarkan. Apalagi selama berbulanbulan, bahkan lebih dari satu tahun. Pengabdian seorang anggota pada Partai Politiknya seharusnya berakhir saat ia mulai mengabdi sebagai Presiden RI. Bahkan idealnya, status keanggotaannya berakhir segera saat ia mengucapkan sumpah sebagai Presiden RI. Marilah kita teladani kembali sikap Presiden DR. Ir. H. Soekarno. Meski dikenal sebagai tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia), namun beliau tidak memaksakan kedudukannya dalam Partai Politik tersebut. Karena seorang Presiden RI adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Milik seluruh Bangsa Indonesia. Bukan milik salah satu partai politik tertentu. Sekali lagi untuk sekedar mengingatkan kembali, menjadi Presiden RI itu hanya: “…berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” Meski terdapat mekanisme checks and balances dan kontrol masyarakat seperti pers, adakah jaminan jika seorang Presiden atau Wakil Presiden -yang berstatus anggota partai politik- sama sekali tidak akan mendahulukan kepentingan partai politiknya? Adakah yang menjamin ia tidak akan bertindak diskriminatif? mampu bersikap netral dan tidak memihak dalam membuat kebijakankebijakan negara? Adalah fakta bahwa di semua negara demokrasi tidak ada larangan bagi pimpinan

partai politik untuk merangkap jabatan dalam kepemimpinan negara. Itu pun sejauh partai politiknya sendiri secara internal didukung dan dipercaya rakyat melalui pemilihan umum. Namun demikian, apakah sama konsekuensi politik yang akan dihadapi oleh seorang Presiden – di semua negara demokrasi tersebut di atas – dengan Presiden RI yang merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Politik yang sedang memerintah? Manakala Bendahara Umum Partai Politiknya terbukti melakukan operasi penggalangan dana secara sistematis, terstruktur dan massive pada berbagai departemen, dimana para menteri yang mengepalai masing-masing departemen tersebut, merupakan bawahan langsung sang Presiden?. Benarkah operasi penggalangan dana secara sistematis, terstruktur dan massive pada berbagai departemen, yang dilakukan oleh seorang Bendahara Umum Partai Politik, benar-benar tidak melibatkan dan bahkan tidak diketahui sama sekali oleh sang Presiden yang merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Pembina? Sedangkan anak kandung sang Presiden memangku jabatan sebagai Sekretaris Jenderal pada Partai Politik tersebut. Menjadi seorang Presiden RI merupakan tugas yang mahaberat. Banyaknya masalah tidak akan menyisakan pemimpinnya waktu luang untuk bersantai. Apalagi sampai begitu luangnya hingga bisa digunakan untuk menciptakan puluhan judul lagu. Biarlah menciptakan lagu menjadi domain para seniman dan seniwati. Karena sesungguhnya tugas sebagai Presiden RI itu bukan untuk menciptakan lagu, tetapi untuk menciptakan lapangan kerja. Dengan terciptanya lapangan kerja maka rakyat memiliki pekerjaan, dengan demikian rakyat bisa memperoleh penghasilan. Dari penghasilan tersebut, rakyat bisa membeli makanan sehingga perutnya tidak lapar. Perut lapar hanya bisa diobati dengan makanan, bukan dengan alunan nada-nada yang indah. Meski nada-nada indah tersebut merupakan gubahan seorang Presiden RI. Demikian berat kerja Presiden sehingga masa jabatannya harus dibatasi paling lama 2 (dua) kali saja. Jam kerja seorang karyawan biasa adalah 8 jam sehari. Tetapi jam kerja seorang Presiden adalah 24 jam sehari. Itu tiga kali lipat jam kerja seorang karyawan biasa. Sehingga dua kali masa jabatan Presiden yang sepuluh tahun itu, setara dengan tiga puluh tahun jam kerja seorang karyawan. Dengan demikian, pembatasan masa jabatan Presiden juga memiliki dimensi perlindungan terhadap hak asasi manusia atas diri sang Presiden itu sendiri. Dengan melepaskan jabatannya dalam struktur resmi suatu partai politik, maka Presiden RI benar-benar menjadi seorang negarawan sejati. Bukan hanya menjadi seorang politisi semata. Semoga hal ini bisa dimulai oleh Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Sehingga sejarah bisa mencatat namanya dan bisa diteladani oleh para Presiden RI selanjutnya. Kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang kami cintai, janganlah memaksa rakyat Indonesia untuk memiliki keyakinan: “…sedang memangku jabatan sebagai Presiden RI saja gagal membina Partai Demokrat. Apalagi untuk ‘membina’ Indonesia yang jauh lebih besar dan lebih sulit dari Partai Demokrat…” Melepaskan jabatan struktural pada Partai Politik saat memangku jabatan sebagai Presiden RI, merupakan teladan terbaik bagi bangsa Indonesia. *Pengamat Sosial www.indiependen.com | www.indiependen.net


Mahasiswa Menggugat

kronik

SBY - Budiono Harus Lengser

P

ernyataan menggugat itu disampaikan mahasiswa seluruh Indonesia ketika mengevaluasi delapan tahun pemerintahan SBY-Budiono. Mahasiswa sebagai agen perubahan telah bergerak serentak turun ke jalan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan beberapa kota lagi pada Jumat (1920/10/12) . Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM-ITB) menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus Jl Ganesha, Bandung. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “SBY-Budiono Sudahlah !” dan “Turun dari Jabatan Sebelum 2014”. Mereka juga membawa karangan bunga sebagai simbol duka atas kebobrokan negeri ini. “Terlalu banyak persoalan yang pantas dikritisi, tapi pada intinya SBY – Budiono telah gagal memimpin negeri ini,” teriak Anjar Dimara Sakti, Presiden Keluarga Mahasiswa ITB. Salah satunya disebutkan Anjar, saat ini tingkat kemiskinan di Indonesia melambung tinggi. Sebanyak 13 persen atau 31 juta jiwa, standar kemiskinan mereka tidak sesuai dengan standar kemiskinan internasional. Mereka disebut miskin karena pendapatannya kurang dari Rp 8.015 per hari. “Padahal standar miskin dunia di bawah 18.000 per hari,” jelas Anjar. Apabila standar itu diimplementasikan, menurut Anjar, maka angka kemiskinan di Indonesia menjadi 46 persen atau sekitar 110 juta jiwa. Belum lagi jumlah pengangguran. Menurut Anjar, rakyat yang disebut pengangguran adalah meraka yang bekerja kurang dari satu jam per pekan. Tingkat pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 8 persen. Namun jika menggunakan standar internasional, mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per pekan, bisa disimpulkan tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 25 persen. 8 KEGAGALAN Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Jogloseto menggelar aksi di depan Bundaran UGM mendesak SBY-

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya Budiono dinilai gagal memimpin Indonesia. Selama delapan tahun memimpin, SBY – Budiono tidak mampu merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Karena itu SBY-Budiono diminta mundur dari jabatannya sebelum 2014.

Budiono melunasi janji-janjinya kepada rakyat. ”Janji-janji SBY-Budiono saat kampanye ternyata cuma pepesan kosong,” teriak Zamzam Adnan, koordinator lapangan aksi Jogloseto. Gabungan lima Badan Eksekutif Mahasiswa universitas di Yogyakarta, Solo, Semarang dan Purwokerto (Jogloseto) ini mengaku kecewa dengan kepemimpinan duet SBYBudiono. “Maraknya kasus korupsi terutama dalam kasus Bank Century, proyek pusat olahraga di Hambalang yang tak kunjung selesai, bukti bahwa pemerintahan SBY-Budiono tidak benar-benar berkomitmen pada program pemberantasan korupsi,” teriak Zamzam. Jogloseto menilai, ada delapan kegagalan dalam delapan tahun

pemerintahan SBY-Budiono. Yaitu gagal memajukan dan memperbaiki bidang ekonomi, politik, sosial, hukum, pangan, energi, insfrastruktur, dan bidang kesehatan. “Ini bukti bahwa keberpihakan pemerintahan SBYBudiono kepada masyarakat belum banyak terbangun, karena itu kami perlu mengoreksi,” suara Zamzam berapi-api. Karena itu adalah bohong besar semboyan di masa kampanye SBY-Budiono yang menjanjikan “Membangun Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan”. “Kemenangan telak SBY-Budiono pada 8 Juli 2009 dengan perolehan 60,80 persen suara menjadi tidak ada artinya karena apa yang pernah dijanjikan, tidak dipenuhi,” kata Zamzam.

Prof. Dr. Sam Abede Pareno sedang menyampaikan statement-nya pada wartawan

DELEGITIMED Menanggapi koreksi Jogloseto ini, Prof Dr. Sam Abede Pareno, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Surabaya menyatakan sependapat dan bangga. “Bangga karena mahasiswa terbukti tetap konsisten dengan perannya sebagai agen perubahan,” ujarnya. Menurut mantan aktivis ’66 itu, saat ini SBY sudah kehilangan legitimasi yang diperoleh lewat Pemilu 2009. “Saya pribadi sudah tidak punya harapan kepada presiden, karena SBY sebagai presiden sebenarnya sudah delegitimed,” jelas Bung Sam, sapaan akrab Sam Abede Pareno. Kenapa sampai tidak memiliki legitimasi lagi, kata Bung Sam, itu karena faktor SBY sendiri. “Kepemimpinannya yang tidak tegas, lamban, membuat SBY selalu terlambat mengambil kebijakan,” jelas salah seorang penandatangan Petisi 50 itu. Tentang gugatan mahasiswa agar SBY turun dari jabatannya sebelum 2014 ? “Itu sangat realistis dan konkret. Rakyat harus meminta kepada MPR untuk menurunkan SBY. Jadi memang tidak perlu menunggu sampai 2014,” jelas Bung Sam. Akar persoalannya, katanya pula, memang ada pada kepemimpinan SBY. Presiden keenam ini dinilai sudah tidak mampu memimpin NKRI setelah delapan tahun menjabat. “Ini sangat human, artinya menyangkut persoalan kewarganegaraan kita semua,” tegas Bung Sam. Sekarang ini rakyat sudah sangat kecewa, bahkan sebagian lagi marah. Karena itu dimana-mana gampang terjadi bentrok, tawuran antar warga, antar pelajar dan mahasiswa. “Gejolak seperti itu harus cepat disikapi dengan arif dan dicarikan solusinya, bukan dibiarkan,” kata Bung Sam. Sedang aksi demo dari berbagai elemen masyarakat yang marak terakhir ini, menurut Bung Sam, bisa menyulut munculnya people power. “Gerakan people power itu tak bisa dibentuk, tak bisa disuruh, tapi akan tergerak dengan sendirinya jika rakyat sudah tidak kuat lagi menahan sabar.” | Yok Sudarso | indiependen | EDISI 5 | 2012

19


nusantara Masalah Pertanian Perlu Diversifikasi Komoditas

D

i tepi zaman, ketika orang-orang sulit mencari pekerjaan justru para pemilik sawah di Dusun Blole Timur, Desa Padangblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang kesulitan mencari buruh untuk memanen hasil sawahnya. Setiap musim panen padi yang berlangsung pada bulan Maret atau April, Desa Blole Timur ‘berburu’ tenaga kerja di luar desa karena jumlah tenaga kerja di desa itu tidak mencukupi. “Apalagi anak-anak mudanya sudah tidak tertarik lagi bekerja di sawah, mereka lebih senang jadi buruh di pabrik karena tidak kepanasan seperti di sawah,” tutur Gunarso, Kepala Dusun Blelo Timur kepada Indiependen. Masih kata Gunarso, dengan bekerja di sawah saat musim panen hasilnya cukup lumayan. Satu hari kerja bagi yang laki-laki memperoleh imbalan sebesar Rp 50 ribu sedangkan perempuannya Rp 30 ribu. Lahan sawah di dusun Blole Timur seluas 108 hektar itu, di musim panen membutuhkan tenaga kerja sebanyak 200 orang dengan jangka masa kerja selama satu bulan. Problem kurangnya tenaga kerja itu pun kembali terjadi di saat panen tembakau pada jatuh pada bulan Agustus dan September. Hanya saja waktu bekerja untuk musim panen tembakau lebih lama dibanding memanen padi. Hitunghitung penghasilan para pekerja

itu dalam satu bulan bisa membawa pulang sekitar Rp.1, 5 juta. “Ya begitulah kondisi kami, jika panen panen kebingungan mencari orang untuk membantu memanen hasil sawah sehingga terpaksa mencari tenaga kerja dari luar desa ini. Malah ada yang berasal dari luar daerah,” tutur Gunarso mengulang.

Penilaian ini berdasarkan hasil kajian kebijakan pertanian Indonesia alias review of agricultural policies Indonesia yang baru saja dirilis OECD. Ken Ash, direktur perdagangan dan pertanian OECD mengatakan, Indonesia seharusnya melakukan diversifikasi produksi padi dengan komoditas lain yang bernilai

rendah. Akan tetapi rendahnya penanaman modal bisa diatasi dengan mempercepat registrasi lahan dan menyederhanakan sistem kepemilikan lahan. HANYA 9 PERSEN OECD juga mencatat selama periode 2006-2010 dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian ratarata hanya 9 persen dari total nilai produksi yang diterima petani. “Untuk itu, kami usulkan agar dilakukan reformasi yang bisa memperbaiki efisiensi bagi petani,” terang Ken. Tahlim Sudaryanto, Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Kerja Sama Internasional merespons positif hasil kajian OECD itu. Rekomendasi OECD itu akan menjadi pertimbangan pemerintah untuk perbaikan. Akan tetapi penilaian dan saran dari OECD ini tidak bisa serta-merta mengubah kebijakan pangan nasional secara cepat. Pemerintah akan menggunakannya sebagai kajian kebijakan jangka panjang. Sutrisno Iwantono, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), mengatakan, penilaian OECD bahwa kebijakan pertanian kita salah arah tidak sepenuhnya benar. HKTI menilai, OECD adalah lembaga dari negara maju yang memiliki kepentingan atas Indonesia. “Pemerintah harus bisa memilah rekomendasi mana yang baik dan yang tidak bagi Indonesia,” ujarnya.| Indiana |

Mencari pekerjaan di Indonesia memang bukan perkara gampang, terlebih jika belum pernah punya pengalaman bekerja, meski sudah berusaha mencari kerja dengan memasukan lamaran ke berbagai pabrik dan perkantoran tetapi jawabannya cenderung senada, “Maaf tidak ada lowongan”

20

indiependen | EDISI 5 | 2012

Apa saja yang menjadi tugas para buruh tani tersebut? Menurut Gunarso, pekerja perempuan mengawali dengan menuai padi lalu mengumpulkan di satu tempat sementara para lelaki mengangkutnya ke rumah pemilik sawah. Namun pekerjaannya sekarang lebih ringan karena pengangkutannya bisa menggunakan sepeda motor atau sepeda angin. Kalau dulu harus berjalan kaki sambil memanggul beban sekitar 60 – 70 kg. SALAH ARAH Di sisi problem tenaga kerja Desa Blelo Timur, kebijakan pangan Indonesia mendapat kritikan dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) yang menilai kebijakan ketahanan pangan Indonesia salah arah. Akibatnya, meski angka kemiskinan menurun, jumlah penduduk yang kekurangan gizi masih cukup besar.

tinggi, seperti tanaman buah, sayuran, dan tanaman perkebunan. “Komoditas ini bisa meningkatkan penghasilan dan akses pangan bagi banyak rumah tangga tani,” katanya (10/10/2012). Maka dari itu OECD menyarankan Indonesia segera meninggalkan arah pencapaian swasembada karena membutuhkan dana besar untuk subdisi pupuk serta perlindungan pasar impor dan ekspor. Padahal komoditas pangan yang dikembangkan untuk mencapai swasembada justru tidak berdaya saing tinggi. “Proteksi terhadap impor produk pertanian juga menghambat daya saing sektor pertanian, membatasi laju produktivitas pertanian, dan membebani biaya pangan bagi rakyat miskin,” papar Ken. Selain itu OECD menyebut, pertanian Indonesia terkena dampak negatif dari penanaman modal yang

www.indiependen.com | www.indiependen.net


internasional Pertanian Kota di Kuba

Solusi Pangan Masa Depan Kalau mau belajar pertanian, datanglah ke Kuba. Negara yang sudah tertempa oleh revolusi itu punya cerita sukses di bidang pertanian. Sistem pertanian organik Kuba mendapat pujian di mana-mana. Salah satu kisah sukses kuba adalah pertanian kota (urban agriculture). Inilah yang disebut “organoponicos”.

S

aat ini, Kuba punya lebih 7000-an organoponicos. Selain itu, pertanian kota menempati 3,4% lahan perkotaan. Di Havana, ada 8% lahan yang diperuntukkan untuk pertanian. Hasilnya, organoponicos menyuplai 90% kebutuhan sayuran di Havana. Mungkin Havana satu-satunya kota di dunia yang bisa melakukan itu. Sebelum revolusi, hampir separo lahan di Kuba hanya dikuasai 1 % tuan tanah. Akhirnya, setelah revolusi, tanah itu dinasionalisasi. Dengan sokongan Soviet, Kuba mulai menjalankan mekanisasi pertanian. Masalah mulai muncul ketika Uni Soviet runtuh. Dalam setahun kehilangan 80% perdagangannya. Pupuk menghilang di pasar. Bahan bakar untuk menggerakkan mesinmesin berkurang. Itulah yang disebut “periode khusus”. 200 RIBU PEKERJA Tak hanya itu, embargo ekonomi AS juga digencarkan saat itu. Kuba sangat kesulitan mendapatkan mitradagang. Impor juga sangat sulit dilakukan. Akibatnya, ekonomi Kuba diambang porak-poranda. Pertanian Kuba ikut runtuh. Tahun 1993, Kuba memasuki krisis bahan makanan. Organisasi Pangan PBB (FAO) mencatat, asupan kalori orang Kuba jatuh dari 2600 pada akhir 1980-an menjadi 1000 kalori per-hari pada tahun 1993. Kuba terperosok dalam kelaparan. Akan tetapi, manusia yang terdidik revolusi tak patah akal. Saat itu, rakyat Kuba mengambil inisiatif menanam sayur dan buah di balkonbalkon, pot-pot kosong, dan atapatap rumah. Sekedar untuk diketahui, 75% rakyat Kuba tinggal di perkotaan. Namun, sebagian besar mereka berasal dari desa dan punya latarbelakang petani. Pemerintah Kuba merespon inisiatif rakyat itu. Kementerian pertanian Kuba segera mengorganisasikan pertanian keluarga itu. Tak hanya itu, pemerintah juga menyediakan lahan, menyiapkan bibit, dan pusat-pusat konsultasi pertanian. Berdirilah organoponicos di seluruh negeri dalam bentuk pertanian skala kecil dan koperasi. Akhirnya, krisis pangan teratasi. Pada Maret 1998, kira-kira 50% produksi sayuran Kuba didapatkan dari pertanian kota. Lalu, pada tahun 2008, sistem pertanian perkotaan di Kuba menghasilkan lebih dari 1,4 juta ton makanan. Pada tahun 2000, tingkat asupan kalori rakyat Kuba berhasil dikembalikan ke 2600 kal/hari. Pada tahun 2003, pertanian kota telah menyeret 200 ribu orang bekerja di dalamnya. Dengan demikian, pertanian kota juga www.indiependen.com | www.indiependen.net

berkontribusi dalam mengurangi tingkat pengangguran. Pertanian kota mengubah pola konsumsi rakyat Kuba. Saat ini, rakyat Kuba lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran. Alhasil, pola konsumsi itu membantu menurunkan penderita penyakit jantung hingga 25%. MENYERAP SAMPAH Beberapa kebun organik juga menanam obat-obat herbal. Obat-obat itu didistribusikan oleh kementerian kesehatan ke berbagai apotik, rumah sakit, dan klinik. Banyak dokter Kuba mendapat pelatihan terkait penggunaan obat itu. Selanjutnya, Kuba mulai mengembangkan apa yang disebut “apotik hijau”. Pertanian kota telah membuat Kuba tak bergantung lagi pada impor. Pada tahun 2007, Fidel Castro menulis, “lebih dari 3 milyar orang di dunia ini terancam mati karena kelaparan akibat pengembangan biofuel.” Bagi rakyat Kuba, pertanian kota adalah solusi atas ancaman krisis pangan. Mereka menganggap ini sebagai solusi masa depan. Pertanian kota juga mengatasi problem sampah. Mengingat, pertanian kota ini dijalankan dengan teknik organik. Jadi, sampah-sampah di Kuba bisa diolah menjadi pupuk bagi pertanian kota. Pertanian kota juga mengubah kota-kota Kuba

menjadi “kota hijau”, yang efektif mengurangi emisi karbon secara drastik. Meski begitu, pertanian kota tetap punya kendala, seperti kurangnya tanah berkualitas, ketersediaan air, dan gangguan hama. Namun, pemerintah Kuba sedang berupaya menggalakkan riset untuk mengatasi persoalan ini. Pertanian kota juga mengubah kota-kota Kuba menjadi “kota Begitulah, hijau”, yang efektif mengurangi emisi karbon secara drastic negeri yang masih diembargo oleh imperialis AS ini terus Daging sapi (30%) diimpor dari bangkit. Kuba terus berjuang untuk Australia. Kita juga mengimpor gula menegakkan kedaulatan pangannya. 30% dan gandum 5 juta ton per tahun. Dengan demikian, pengalaman Lalu, kita mengimpor susu (90%) dari Kuba patut dijadikan pelajaran. Selandia Baru. Sayuran dan produk Indonesia sekarang ini merupakan hortikultura, seperti wortel, kol, negara pengimpor pangan terbesar di cabe, bawang putih, tomat, dan dunia. Impor pangan kita mencapai bawang merah, juga sebagian besar 70 persen. Kita mengimpor 2 juta diimpor. ton beras per tahun dari Vietnam, Padahal, katanya, kita negara yang Thailand, China, India, dan Pakistan. sangat subur. Bahkan, tongkat dan Jagung dibeli dari India, Argentina, kayu bisa menjadi tanaman. Kita juga dan AS. Kita mengimpor kedelai menyandang predikat negara agraris. (70%) dari AS, Malaysia, Brasil, dan Lantas, kenapa kita bisa berubah Thailand. Kita mengimpor terigu menjadi bangsa pengimpor? (100%) dari Australia. | ULFA ILYAS |

indiependen | EDISI 5 | 2012

21


internasional

L

abbaik Allahuma Labbaik - Aku datang memenuhi panggilamu ya Allah. Sebanyak 211.000 orang jamaah haji Indonesia tahun ini berangkat ke tanah suci melalui 11 bandara embarkasi haji yang ada di seluruh Indonesia. Jumlah jamaah tersebut merupakan yang terbesar dibanding dengan negara-negara lain. Dari sejumlah embarkasi tersebut mereka terbagi dalam 481 kelompok terbang (kloter). Bisa dibayangkan, untuk mengurus ratusan ribu orang jamaah haji yang tumplek blek di Arab Saudi tidaklah mudah. Oleh karenanya pihak Konsulat Jenderal RI di Jeddah, perlu membentuk satuan tugas pelayanan haji yang disebut Tenaga Musim Haji (Temus Haji) dengan merekrut mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri, terutama yang ada di Timur Tengah, dan termasuk warga Indonesia yang tinggal di Arab Saudi (Mukimin). Temus Haji yang melayani jamaah haji Indonesia selama 24 jam non-stop bisa dikatakan sebagai pahlawan, karena di tangan mereka kualitas layanan haji dari Indonesia dipertaruhkan. ”Tanpa mereka bisa dipastikan pelaksanaan haji Indonesia tidak akan beres,” ujar Farouq, mahasiswa S2 Universitas Al Azhar Mesir yang sudah tiga kali bekerja sebagai Temus Haji. Komandan Pengamanan Khusus Masjidil Haram Mekkah Arab Saudi, Brigjen Polisi Yahya Musaid Zahrani mengakui, selama ini pelaksanaan haji Indonesia tergolong lebih tertib dan disiplin dibanding jamaah dari negara lain. Penilaian Petinggi Polisi Arab Saudi tentang pelaksanaan haji Indonesia itu, bukan tidak mungkin adalah berkat campur tangan tenaga Temus Haji yang bekerja selama 24 jam. Tugas Temus Haji selama di Arab Saudi yang paling penting adalah melayani dan membantu jamaah haji Indonesia yang memerlukan pertolongan. Misalnya, bila ada jamaah yang tersesat, mereka bisa minta bantuan kepada Temus yang mengenakan seragam warna biru muda dengan logo merah putih di dadanya. Para Temus ini dengan senang hati akan mengantarkan jamaah yang tersesat itu ke tempat pemondokannya. Kasus jamaah haji yang tersesat adalah yang paling sering terjadi di Arab Saudi. Hal ini bisa dimaklumi karena dalam satu kota yang dipenuhi jutaan orang mengenakan kain ihram warna putih, ditambah semua bangunan gedung di kota Mekkah, Jeddah dan Medinah umumnya juga berwarna putih. Sehingga bagi jamaah yang baru pertama kali pergi haji, pemandangan monoton semacam itu akan membingungkan. Orang sulit membedakan satu tempat dengan tempat yang lain. Apalagi di Masjidil Haram. Hampir semua pintu masuk masjid seluas 278.000 meter persegi itu satu sama lain modelnya hampir sama. Suasana dalam masjid terasa semarak tapi penuh keheningan. Lebih dari satu juta jamaah haji dari berbagai belahan dunia berkain ihram putih berjejal ingin melakukan sholat di situ. Mereka masing-masing tenggelam dalam kekhusukan saat menjalankan ibadah haji.

22

indiependen | EDISI 5 | 2012

T e m u s

Pekerja Tuhan

Musim Haji Bisa dibayangkan betapa rumitnya mengurus 211.000 orang ketika berkumpul di Arab Saudi yang belum pernah mereka kunjungi. Siapa yang memandu agar mereka tidak tersesat? Juga bagaimana dengan nasib barang bawaannya agar selamat? Inilah tugas berat ratusan tenaga musiman yang menjadi tolok ukur layanan jamah haji Indonesia.

Untuk menghindari agar tida tersesat sebaiknya jamaah haji yang ingin bepergian keluar dari tempat pemondokan, disarankaan membawa teman, dan jangan lupa membawa kartu identitas. Selain bisa melayani Tamu Allah, menjadi Temus itu bagaikan pergi haji dengan fasilitas Haji Khusus (dulu ONH plus), ujar Taufieq Poenya, mahasiswa jurusan filsafat Universitas Al Azhar Kairo. Kok bisa?, “Ya karena Temus Haji itu biayanya bisa dibilang gratis, karena perolehan horor Temus bisa menutupi ongkos tiket pergi pulang bahkan sisanya bisa untuk hidup setahun bagi mahasiswa Indonesia di Mesir”, katanya. Bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri, terutama yang beragama Islam, waktu musim haji merupakan saat yang paling ditunggu. Kalau sedang bernasib baik dan diterima manjadi Temus haji di Arab Saudi, selain bisa menjalankan ibadah haji juga akan menerima honor dari Konsulat Jendral Haji Jeddah. Honor Temus haji selama ini berkisar antara 55 – 60 Riyal perhari. Hitung saja berapa jumlah Riyal yang diterima, kalau Temus Haji itu bekerja mulai dari kedatangan sampai kepulangan para jamaah haji yang memakan waktu sekitar 70 hari. Untuk menjadi Temus Haji harus melalui seleksi ketat. Contohnya mahasiswa Indonesia di Mesir, yang mendaftar jumlahnya sebanyak 5.000 orang yang

diambil hanya 103 orang saja sesuai jatah untuk Mesir. Setiap tahunnya Temus haji yang diperbantukan di Arab Saudi jumlahnya sekitar 1.000 orang lebih diambil dari mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir, Sudan, Libya, Syria, Yordania, Lebanon, Maroko, Tunisia dan Yaman melalui seleksi di perwakilan setempat. Dari jumlah itu, 50 persen diambil dari warga Indonesia yang bermukim di Arab Saudi (mukimin). Namun tentang Suka duka mencadi Temus Haji, setiap orang yang ditanya akan menyuguhkan komentar yang unik dan berbeda dengan yanglain. Seperti penuturan Agus, yang mengaku pernah satu kali menjadi Temus Haji di tahun 1993, senangnya menjadi temus adalah selain bisa melaksanakan haji, juga bisa menjadi pelayan tamu Allah di tanah suci. “Saya menjadi Temus dasarnya adalah ibadah, sekaligus sadar bahwa saya dibayar untuk melayani para jamaah haji dari Indonesia”, katanya. Agus ditempatkan di Daerah Kerja (Daker) Jeddah melayani kedatangan jamaah haji Indonesia di bandara haji King Abdul Azis Jeddah, tugasnya menerima kedatangan jamaah haji dari Indonesia ketika turun dari pesawat. Di tempat ini petugas Temus harus ada, karena sering terjadi kesalahpahaman antara jamaah haji Indonesia dengan petugas Bandara yang orang Arab Saudi. Selain kendala bahasa, banyak di antara jamaah kita sulit diberi pengertian tentang peraturan yang

sudah diterapkan pemerintah Arab Saudi. Misalnya tentang barang bawaan jamaah haji. Kesalahpahaman sering terjadi ruang pemeriksaan bagasi. Sebelum keluar dari ruang ini, seluruh barang bawaan jamaah haji harus melalui pemeriksaan yang sangat ketat. Di sinilah keberadaan Temus diperlukan untuk menjelaskan kepada jamaah haji, terutama mengingatkan agar para jamaah mempersiapkan kunci koper masing-masing. “Walaupun sudah diingatkan berkali-kali, masih saja ada jamaah yang lupa menyiapkan kunci, sehingga petugas bandara harus membongkar koper bersangkutan secara paksa”, ujar Agus. Bahkan sering calon jamaah wanita dari Indonesia, terutama ibu-ibu lanjut usia menjerit histeris ketika seluruh badannya diperiksa oleh petugas bandara yang terdiri perempuan Arab. Mungkin karena melihat penampilan petugas yang bercadar hitam serta berpakaian serba hitam membuat jamaah wanita Indonesia ketakutan. Bila ada kejadian seperti itu, petugas bandara orang Arab itu segera minta bantuan para Temus untuk menenangkan jamaah wanita tersebut. Persoalan lain yang memusingkan kepala, menurut Agus, adalah menjelaskan kepada para jamaah bahwa di dalam bandara haji para jamaah tidak diperkenankan membawa barang dan kopernya sendiri-sendiri, karena seluruh barang bawaan itu sudah ada petugas khusus yang mengurusnya, dan nanti bisa diambil di tempat peristirahatan yang sudah ditentukan. Walaupun sudah dijelaskan bahwa barang bawaan itu tidak akan hilang, calon jamaah umumnya tetap ingin membawa sendiri. Peraturan ini memang sudah lama diterapkan oleh pemerintah Arab Saudi, maksudnya hanya untuk meringankan beban calon jamaah haji yang sudah terlalu lelah dalam perjalanan. Rata-rata calon Jamaah haji yang baru pertama kali menginjakkan kaki di bandara haji King Abdul Azis, Jeddah umumnya mengalami stres. Ekspresi kebingungan, cemas dan berbagai perasaan lainnya jelas tersirat di setiap wajah para calon jamaah haji Indonesia. Dalam kondisi seperti ini bisa dimaklumi kalau ada calon jamaah haji yang sangat ketakutan ketika badannya diperiksa secara ketat oleh petugas perempuan Arab yang mengenakan cadar hitam. Selesai pemeriksaan badan, calon jamaah haji dihadapkan pada kenyataan bahwa barang bawaannya tidak boleh dibawa sendiri karena seluruhnya akan dikumpulkan di dekat pintu dan nanti akan diurus oleh petugas khusus. Disinilah mulai terjadi kepanikan karena mungkin di dalam koper itu ada barang berharga sehingga calon jamaah tetap ngotot ingin membawa barangnya sendiri. Sebetulnya hal tersebut tidak perlu dikawatirkan karena semua koper bawaan calon jamaah haji tersebut bisa ditemukan kembali di tempat peristirahatan yang sudah disediakan oleh Panitia Haji Indonesia sambil menunggu keberangkatan naik bis menuju Mekkah atau Medinah. | Indiana | www.indiependen.com | www.indiependen.net


D

itandai dengan terjungkalnya Presiden Tunisia, Ben Ali, yang berkuasa selama 23 tahun, gerakan itu dengan cepat merembes ke berbagai negara Timur Tengah. Bahkan gerakan massa revolusioner itu berhasil memaksa Presiden Mesir, Husni Mobarak, turun tahta setelah 30 tahun berkuasa. Menyusul diktator Moamar Khadafi dibantai secara tragis setelah 42 tahun mengangkangi Libya. Bila dicermati, seluruh gejolak pergerakan di Timur Tengah, termasuk juga di Maroko dan Al-Jazair, berlangsung tanpa arah dan visi yang jelas. Gerakan itu nampak hanya sekadar usaha pembebasan diri dari kungkungan rezim yang sudah puluhan tahun berkuasa. Sayang memang, jika gerakan sosial politik itu hanya sebatas keinginan untuk mengganti rezim. Padahal pergantian rezim seperti yang terjadi di Mesir, Libya, Tunisia, dan mungkin bakal terjadi di Suriah, mudah sekali “dibajak” oleh kepentingan AS dan sekutunya untuk mengamankan kepentingan agenda politik ekonominya di Timur Tengah. Ibarat keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Gerakan revolusi di Timur Tengah yang terjadi saat ini rupanya tidak berimbas ke Maroko. Bisa jadi ini karena rakyat Maroko pandangan politiknya berbeda dengan negara Arab lainnya. Walaupun Maroko berada dekat dengan Libya dan Tunisia, tapi gejolak politik yang terjadi di Timur Tengah tidak sampai mengguncang Maroko. Ketika demonstrasi besar-besaran terjadi di Maroko pada 20 Februari 2011 lalu, tak seorang pun dari demonstran itu yang menggugat mundur Raja Muhammad VI. Maroko adalah negara kerajaan berpenduduk mayoritas muslim berpaham moderat. Setelah protektorat Prancis berakhir tanggal 2 Maret 1956, Maroko berkembang pesat. Falsafah negaranya adalah, ”Allah, Al-Watan, Al-Malik”. Artinya, ”Percaya kepada Allah, Taat kepada Negara dan Patuh kepada Raja”. Dalam perjalanan sejarahnya, Maroko juga tidak luput dari pergolakan politik dengan beberapa kali perebutan kekuasaan. Tercatat enam dinasti pernah berkuasa di negeri ini. Yaitu Dinasti Idrissi abad VII, Dinasti Almoravid (1062-1070), Dinasti Almohad (1147-1199), Dinasti Merenid (1279-1560), dan Dinasti Saadin. Akhirnya memasuki abad XVII Dinasti Alaouite yang menurunkan Raja Mohammad VI meneruskan roda pemerintahan hingga sekarang. Rakyat Maroko dikenal setia menganut mazhab Maliki, salah satu dari empat mazhab besar dalam Islam Sunni yang dikategorikan sangat konservatif dalam tradisi pemikiran Islam. Faktor penting lain yang ikut berperan menampilkan negeri Maroko yang moderat dan stabil ialah tradisi salafiah yang menjadi ciri Islam di negeri ini. Pada masa penjajahan Prancis, salafiah menjadi ilham bagi perlawanan rakyat terhadap penjajahan. Tokoh-tokoh perjuangan melawan penjajahan di negeri ini berasal dari ulama-ulama salafiah. Diantaranya, tokoh Islam Abdul Mukmin bin Ali, Yacoub Mansour dan Mohammad bin Abdullah. Mereka dikenal sebagai pelopor yang menggerakan pembaruan di tanah Maroko. Dan mereka berhasil melepaskan umat Islam Maroko dari belenggu perbedaan mazhab dan sekte dalam Islam. Ada empat dasar pijakan gerakan salafiah di Maroko. Pertama, kembali ke tuntunan murni Alquran dan Sunnah Rasul. Kedua, tetap membuka pintu ijtihad, hingga ajaran Islam tetap sesuai

www.indiependen.com | www.indiependen.net

INTERNASIONAL

Maroko

Tidak Terbakar Api Revolusi Timur Tengah

Gerakan revolusi di Timur Tengah agaknya masih akan terus bergulir. Berawal dari Tunisia, Mesir, dan Libya, kini masih membara di Suriah. Tidak ada yang tahu giliran negara manalagi yang akan menyusul. dengan perkembangan zaman. Ketiga, memberantas bid’ah dan khurafat di kalangan umat Islam di Maroko. Keempat, kembali pada Alquran dan tafsirnya serta Hadist dan tafsirnya jika terjadi problem kehidupan sehari-hari. Upaya ulama salafiah tersebut akhirnya berhasil melepaskan rakyat Maroko dari belenggu fanatisme keagamaan. Di bawah kepemimpinan Raja Hassan II, (Ayahanda Raja Mohammad VI) warna Islam moderat di negeri ini terasa kental. Hal ini tercermin dalam sidang KTT Organisasi Konferensi Islam – OKI - VII di Casablanca, bulan Desember 1994. Dalam sambutan pembukaan, Raja Hassan II mengecam keras kecenderungan adanya sikap ekstrem di kalangan penganut agama Islam. Ia mengatakan, ”Seseorang maupun kekuasaan tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada orang lain dengan mengatasnamakan agama.” Selama penyelenggaraan KTT OKI VII ini pun, spanduk bertuliskan tema mengecam sikap esktrem sengaja disebarkan di berbagai tempat strategis di kota Casablanca. Spanduk tersebut bertuliskan ”Ekstrem dan fanatik bukan dari ajaran Islam”, ”Islam agama kebangkitan dan keterbukaan” dan ”Umat Islam adalah umat yang berada di garis tengah” (tidak ekstrem kanan dan kiri). Upaya Pemerintah Maroko menyuarakan Islam moderat juga tercermin pada draft Deklarasi Casablanca pada KTT itu. Kalimatkalimat yang bernada kecaman keras terhadap sikap ekstrem hadir sangat kuat. Sehingga Menlu Maroko, Abdul Latif Filali bekerja keras menetralisasi benturan pendapat yang terjadi di arena sidang, dan secara tidak langsung berusaha pula menanamkan rasa toleransi di antara sesama anggota OKI. Benturan pendapat itu terjadi antara Kuwait dan Irak serta Jordania dan Palestina, soal otoritas tempat-tempat suci di Jerusalem Timur. Sambutan Raja Hassan II maupun penyebaran spanduk yang mengecam

sikap ekstrem itu, sesungguhnya berakar dari sejarah dan tradisi negeri Maroko sendiri. Seorang kepala negara di Maroko memiliki legitimasi sangat kuat, sehingga rakyat negeri itu selalu memberi julukan ”Amirul Mukminin”. Rakyat Maroko mengucapkan rasa setia dan memberi gelar ”Amirul Mukminin” pertama kali kepada Moulay Driss pada abad VII Masehi. Acara pembaiatan itu selalu diulang setiap ada hari besar semacam Idul Fitri dan Idul Adha. Namun Raja Hassan II mengubah saat pengucapan rasa setia tersebut dan hanya diadakan pada hari tepat ia naik takhta, yakni tanggal 3 Maret. Pada setiap 3 Maret itu acara pembaiatan dilakukan dua gelombang. Gelombang pertama, acara pembaiatan dilakukan para ulama dan petinggi negara. Gelombang kedua, dilakukan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai propinsi di Maroko. Acara pembaiatan dilaksanakan di Istana Rabat dan selalu disiarkan langsung TV Maroko. Para pejabat tinggi militer dari semua angkatan mengenakan seragam militer masing-masing. Sementara dari kalangan sipil semuanya mengenakan djellaba warna putih seperti yang dikenakan Raja Hassan II. Mereka berbaris rapi di hadapan Raja Mohammad VI yang didampingi adiknya Moulay Rasyid yang juga mengenakan djellaba putih. Para petinggi Maroko itu kemudian satu persatu menghampiri Raja Mohammad VI, memberi hormat dengan membungkukkan badan lalu mencium tangan Raja Mohammad VI secara khidmat. Makna pemberian gelar ”Amirul Mukminin” kepada setiap raja di Maroko menyiratkan betapa rakyat negeri ini begitu patuh dan taat kepada rajanya. Adanya tradisi itu membuat negeri Maroko tidak pernah mengalami guncangan besar akibat protes rakyat kepada raja, kecuali upaya percobaan kudeta oleh sekelompok perwira Angkatan Udara Maroko pada tahun 1970-an.

Tradisi salafiah yang menjadi ciri Islam di negeri ini kemudian dijadikan legitimasi Raja Mohammad VI menciptakan persatuan dan stabilitas di negeri itu. Raja Mohammad VI bahkan memelihara tradisi para ulama untuk mengadakan acara belajar bersama tentang Alquran dan Hadist Rasul. Forum belajar bersama yang terkenal adalah forum belajar Hasaniyah yang diadakan setiap bulan ramadan. Raja Mohammad VI memimpin langsung forum tersebut. Setiap bulan puasa, Raja Maroko ini mengundang seluruh ulama di Maroko, bahkan dari negeri Islam lainnya, termasuk Indonesia untuk mempelajari bersama ilmu-ilmu keagamaan seperti fikih dan hadist. Tradisi keagamaan yang terus dilestarikan dari masa ke masa tersebut, menyebabkan lembaga kerajaan dan Islam menjadi tak berjarak. Tidak salah, bila legitimasi lembaga kerajaan di Maroko juga bersumber pada Islam. Dan tidak aneh pula, jika Maroko merupakan negara Islam yang paling sering mengadakan KTT OKI sejak berdirinya tahun 1969, yaitu KTT OKI I di Rabat 1969, KTT OKI IV 1984 di Casablanca, dan KTT OKI VII di Casablanca. Raja Mohammad VI, seperti ayahnya tampak mengambil pelajaran dari kesalahan mantan Presiden Tunisia, Habib Burkibah yang diteruskan Ben Ali yang sangat membenci ulama dan acara-acara keagamaan. Sebaliknya Raja Maohammad VI justru mengembangkan tradisi yang berkait dengan keagamaan. Setiap acara keagamaan di Maroko selalu dihadiri para menteri, pejabat tinggi sipil dan militer. Raja Mohammad VI menjadi imam langsung pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha, serta mengadakan perayaan keagamaan besar-besaran setiap bulan Maulid Nabi Muhammad SAW di istana negara. Namun, Maroko juga tidak terlepas dari kelompok keagamaan yang mengagumi pemikiran keras yang dicetuskan ulama-ulama aliran keras Timur Tengah semacam Sayyid Qutub dan Abdul Hamid Kisyik dari Mesir. Buku-buku karangan ulama-ulama aliran keras itu juga banyak ditemukan di kota Casablanca seperti buku Maalim Fit Tariq dan Fi Dilalil Quran karangan Sayyid Qutub. Kelompok keagamaan aliran keras juga sempat muncul di Maroko seperti jamaah Al Ikhsan yang didirikan ulama terkenal Maroko, Abdus Salam Yasin. Tokoh ini dijuluki pers Prancis sebagai ”Orang yang mengganggu” (l’homme qui derangé). Abdus Salam Yasin tinggal di kota Sale. Karena khutbah shalat Jumatnya dinilai mengganggu stabilitas negeri ini, maka tahun 1990-an ia dikenakan tahanan rumah. Kemudian dibebaskan pada tahun 1998 atas desakan HAM Internasional. Kelompok keagamaan aliran keras di Maroko hanya terbatas di bidang pemikiran atau paling jauh diungkapkan dalam kutbah shalat Jumat. Ini berlainan dengan kelompok aliran keras di Aljazair, semacam FIS yang mampu menggoyang tantanan negara. Raja Mohammad VI dengan bijak mendukung tuntutan para demonstrans yang menginginkan perubahan sistem kepemerintahan yakni lebih memberi kekuasaan kepada badan legislatif serta menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. Raja Mohammad VI selalu siap melakukan perubahan setiap saat, jika hal itu menjadi tuntutan rakyatnya. Karenanya, Raja Mohammad VI selalu bisa menempatkan diri di tengah semua kekuatan politik di Maroko. Itulah yang menjadi kekuatan Maroko tetap aman dari jilatan api revolusi yang membakar Timur Tengah. | INDIANA | indiependen | EDISI 5 | 2012

23


kasus

33 Provinsi Terkorup

Jakarta Paling Parah

P

ower tends to corrupt, and the absolut power corrupt absolutely.” Kekuasaan cenderung untuk melakukan korupsi, dan kekuasaan yang mutlak, korupsi juga menjadi mutlak.” Adagium yang sangat terkenal dari Lord Acton, sejahrawan dari Inggris ini boleh dikata sedang melanda Indonesia. Bagaimana tidak. Sejak Indonesia merdeka, mulai dari rezim Orde Lama, Orde Baru hingga rezim SBY, kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tak kunjung hilang, bahkan sekarang kejahatan yang memporak porandakan kondisi negara ini sudah sangat memuakkan. Jakarta Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengudar data provinsi terkorup di Indonesia. Hasilnya tak berbeda dengan yang diungkap PPATK, DKI Jakarta tetap provinsi terkorup. Fitra mengungkap data berdasarkan publikasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II tahun 2011. “Untuk 33 provinsi ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4,1 triliun dengan jumlah kasus sebanyak 9.703 kasus,” kata koordinator investigasi dan advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi seraya menyayangkan korupsi yang terjadi merata di seluruh provinsi di Indonesia. Dia mempertanyakan fungsi DPRD yang seharusnya menjadi pengawas pemerintahan di daerah malah terkesan kongkalikong.

24

indiependen | EDISI 5 | 2012

“Adanya kerugian negara sebesar Rp 4,1 triliun ini memperlihatkan bahwa wakil rakyat di DPRD lumpuh. Kelihatannya mereka bukan melakukan pengawasan, tapi lebih bekerjasama dengan eksekutif untuk mencari materi dari program-program APBD untuk kebutuhan pribadi dan partai mereka,” papar Uchok.

KEPALA DAERAH TERSANGKA Separuh pemimpin Indonesia dari 33 provinsi ternyata terlibat korupsi dan hampir setiap minggu ada kepala daerah yang dijadikan tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini telah menangani kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan sedikitnya 17 gubernur dan 158 orang bupati/walikota. “Secara keseluruhan ada 17 gubernur. Artinya lebih separuh dari 33 gubernur yang kesandung dan menyebabkan pelayanan tidak maksimal. Sedangkan jumlah bupati/walikota yang terlibat korupsi sebanyak 158 orang dari 497 pejabat bupati/walikota di seluruh Indonesia” kata Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri. Menurut Penasehat KPK Abdullah Hehamahua lebih dari 90% kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah tersebut, terkait proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sementara beberapa bloger mengungkapkan opininya, di banyak

daerah gubernur melantik para tersangka korupsi. Kini banyak hal yang salah dalam negeri ini karena tidak memiliki penataan negara dan hukum. Saat ini adalah masa yang paling amburadul pada setiap aspek pengelolaan negara,dan semakin jelas seolah negara ini tidak memiliki pemimpin dan tidak ada nahkoda yang dapat membawa kemana arah kapal akan berlabuh. Ibarat negara ini kapal besar yang bocor dimana-mana, tidak ada satupun yang berperan sebagai nahkodanya, tapi malah menjadi salah satu dari pembuat kerapuhan. Terbelit kasus hukum menjadi sesuatu yang tidak mengenakan, siapapun orangnya pasti tidak ingin terlibat dalam masalah tersebut. Sebabnya, yang terkena imbas dari perbuatan melawan hukum itu bukan hanya pelakunya, tetapi anak, istri, keluarga, rekan rekan bermain, sahabat, handai taulan pun terkena getahnya. Hati keluarga mereka pasti remuk, malu tidak karuan, meski saat menikmati uang haram itu mereka bungkam. Bahkan, tak ada petuah dari orang tua, tidak ada peringatan dari seorang istri atau suami yang mewanti-wanti “Katakan tidak pada Korupsi”. Kini mereka berusaha sekuat kemampuan ingin membela koruptor hingga bebas. Namun, apa mau dikata nasi telanjur sudah menjadi bubur. Ibarat kata pepatah, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna. | IIN-KIM |

Provinsi Terkorup 1. DKI Jakarta 2. Aceh 3. Sumut 4. Papua 5. Kalbar 6. Papua Barat 7. Susel 8. Sulteng 9. Riau 10. Bengkulu 11. Maluku Utara 12. Kaltim 13. Sumsel 14. NTB 15. Sulteng 16. Sulbar 17. Gorontalo 18. Maluku 19. NTT 20. Jabar 21. Lampung 22. Sumbar 23. Kalsel 24. Kalteng 25. Banten 26. Kepulauan Riau 27. Sulut 28. Jambi 29. Jatim 30. Jateng 31. Bali 32. DI Yogyakarta 33. Bangka Belitung

Rp 721 miliar Rp 669 miliar Rp 515 miliar Rp 476 miliar Rp 289 miliar Rp 169 miliar Rp 157 miliar Rp 139 miliar Rp 125 miliar Rp 123 miliar Rp 114 miliar Rp 80 miliar Rp 56 miliar Rp 52,825 miliar Rp 52, 823 miliar Rp 51 miliar Rp 48 miliar Rp 47 miliar Rp 44 miliar Rp 32 miliar Rp 28 miliar Rp 27 miliar Rp 22 miliar Rp 21 milia Rp 20 miliar Rp 16,1 miliar Rp 16 miliar Rp 15 miliar Rp 11 miliar Rp 10 miliar Rp 6 miliar Rp 4 miliar Rp 1,9 miliar

www.indiependen.com | www.indiependen.net


kasus

Koruptor Patut Dihukum Mati

MA Periksa 68 Putusan Bebas

D

ukungan luas dari berbagai elemen masyarakat bergulir pasca Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama (PBNU) yang merekomendasikan hukuman mati untuk koruptor yang membangkrutkan negara. “Penekanan terhadap pentingnya penerapan hukuman berat terhadap koruptor merupakan upaya NU turut serta memerangi korupsi yang menjadi persoalan bangsa,” kata Ketua PBNU, Slamet Effendy Yusuf. Slamet menegaskan hal itu dalam pertemuan F-PKS dengan PBNU di Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Ketua F-PKS Hidayat Nur Wahid, anggota Komisi III DPR Abu Bakar al-Habsy, anggota Komisi IV DPR Nabiel Musawa, dan Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj (27/9/12). Secara tegas Hidayat Nur Wahid menyatakan F-PKS di DPR mendukung hasil munas NU yang sudah direkomendasikan kepada presiden untuk ditindaklanjuti. “Usaha penegakan hukum selama ini belum memberikan efek jera terhadap koruptor,” jelas Hidayat. UBAH MAINSET Prof Dr H. Didik Endro Purwoleksono, SH MH, ahli hukum pidana korupsi dari Universitas Airlangga Surabaya memberi apresiasi terhadap rekomendasi hasil Munas NU tersebut. Meski belum menyatakan setuju terhadap penerapan hukuman mati terhadap koruptor, dia memberi beberapa catatan penting. Hukuman mati terhadap koruptor sebagai opsi terlebih dahulu perlu melewati kajian mendalam tentang kriteria penerapannya, terutama pada besaran nilai uang yang dikorupsi. Setelah langkah itu dilakukan baru

www.indiependen.com | www.indiependen.net

kemudian diusulkan untuk diundangkan. Apakah dengan langkah tersebut korupsi bisa diberantas ? Didik dengan tegas menyatakan bisa. Asal ada kemauan politik yang kuat dan tegas dari Presiden. “Kita ini berada di dalam masyarakat paternalistik. Kita butuh pimpinan yang bersih, jujur sekaligus tegas dan berani

Tuntutan hukuman mati terhadap koruptor terus bergulir dan mendapat dukungan luas. Opsi ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, sekaligus mempertegas sikap pemerintah dalam penegakkan hukum melawan tindak pidana korupsi. mainset, bahwa mengambil risiko. korupsi bukannya Pemimpin negeri ini sulit diberantas tapi tidak boleh tersandera korupsi benar-benar secara politik,” ungkap bisa diberantas. Didik. “Selama ini otak kita Tidak kalah penting terus-menerus dijejali dan mendasar, menurut stigma bahwa korupsi Ketua Program Studi sulit diberantas. Pola Doktoral Ilmu Hukum pikir inilah yang harus Universitas Airlangga diubah bahwa korupsi Surabaya ini, hakim bisa diberantas,” jelas dan jaksa di Pengadilan Didik. Tindak Pidana Korupsi Didik sependapat visi dan misinya harus bahwa kejahatan jelas untuk menegakkan pidana korupsi disebut hukum dan keadilan. KH. Said Aqil Siradj extra ordonery crime. “Kalau menegakkan “Tapi yang ekstra itu law invesmenthukum, semua orang memiliki derajat nya, kemauan dalam penegakan yang sama di depan hukum tetapi hukum dan keadilan yang sehat dan kalau menegakkan keadilan, hakim dan transparan,” katanya. jaksa juga harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat,” kata PUTUSAN BEBAS Didik, putusan ringan di banyak kasus Problem menonjol dalam perang korupsi bisa jadi karena hakim tidak melawan koruptor adalah banyaknya mempertimbangan rasa keadilan putusan bebas di pengadilan tindak masyarakat. pidana korupsi di daerah. Karena itu Langkah berikut adalah mengubah

belum lama ini Mahkamah Agung menerbitkan putusan membatalkan vonis bebas mantan Bupati Sragen, Untung Sarono Wiyono. Meski mendapat apresiasi, MA tetap diingatkan bahwa masih banyak putusan bebas terhadap terdakwa kasus korupsi oleh pengadilan Tipikor di daerah yang belum dikoreksi. Anggota badan pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengungkapkan, setidaknya 68 terdakwa masih berstatus bebas oleh putusan pengadilan Tipikor. MA baru menganulir tiga putusan bebas dari total 71 terdakwa, termasuk Bupati Sragen. Lainnya, Walikota Bekasi (nonaktif), Mochtar Mohammad, dan mantan Bupati Subang, Eep Hidayat — keduanya divonis Pengadilan Tipikor Bandung. Juru bicara MA, Djoko Sarwoko, yang juga Ketua Muda Pidana Khusus MA mengatakan, pihaknya sudah menerima hasil uji eksaminasi sejumlah putusan bebas yang dilakukan ICW. Hasil eksaminasi ini akan dijadikan dasar pertimbangan MA untuk melakukan mutasi promosi hakim. Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, sebelumnya juga mengungkapkan, putusan bebas lainnya akan dinilai oleh majelis kasasi yang dibentuk oleh Ketua MA. Para hakim agung akan memeriksa secara cermat apakah putusan bebas itu memang sudah semestinya atau sengaja dibuat bebas. | CAHYO S-ROKIMDAKAS | indiependen | EDISI 5 | 2012

25


mimbar bebas

Baku Tawur

Fenomena Menyedihkan

SEREMONIAL

"Tenonge Dilumahno, Omongane Digenahno"

DIBUTUHKAN. Rakernas II Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Surabaya (12-13/10/12) lahir agenda politik untuk mendukung programm kebijakan pangan nasional guna menciptakan kesejahteraan secara merata. Di sela perhelatan, Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, menyempatkan diri mampir di stand Indiependen. “Wah yang begini sekarang ini kita butuhkan untuk mengemmbangkan wawasan kebangsaan,” komentar Puan setelah mengamati Tabloid Indiependen edisi pertama bergambar Bung Karno, kakeknya.

Hampir setiap hari kita disuguhi kabar dan tayangan yang menampilkan kegagahan dan keberanian masyarakat kita dengan saling berhadapan dilumuri amarah dan kesumat, yang acapkali mengakibatkan korban dan penyesalan yang tak sebanding. Bukan hanya sarana infrastruktur yang ludes, luka dan cacat harus ditanggung seumur hidup, dan tak jarang nyawa pun melayang sia-sia.

J

ika ditelisik lebih dalam ternyata itu semua dipicu oleh hal yang sangat remeh temeh, yang semestinya sangat bisa diselesaikan dengan dialog. Pertikaian antar-kelompok yang berujung bentrok telah menjadi aksi solidaritas buta, dan kerap menjadi suguhan bak di resto fast food. Kita bisa pilih menu: a). Bentrok antar warga Kampung A versus Kampung B. b). Siswa SMK anu versus SMU anu. c). Atau jika ingin sajian kualitas yang lebih tinggi, mahasiswa fakultas Z berhadapan dengan “saudara” dari fakultas Y, yang notabene dari universitas yang sama. d). Atau spesial menu sajian perseteruan antara instansi KPK dengan Polri. AKAR RUMPUT Rona kehidupan di kota memungkinkan tingginya tingkat persaingan yang dapat mengubah pola pandang seseorang. Yang dulunya membawa bekal santun dari kampung, karena gesekan yang ditemui pada masyarakat hedonis tak ayal kini bermetamorfosis menjadi pribadi yang keras, agresif, pragmatis dan defensif. Tidak banyak perantau bernasib baik dan sukses di tanah harapan. Jauh lebih banyak populasi kaum pendatang yang kurang beruntung. Diperparah dengan minimnya intelektualitas. Bekal agar bisa bertahan hidup hanya mengandalkan fisik belaka. Hal seperti ini berpotensi terjun ke dunia hitam dan premanisme. Masih dapat kita ingat betapa mirisnya peristiwa baku serbu

26

indiependen | EDISI 5 | 2012

antar kelompok pemuda yang memperebutkan wilayah kekuasaan seperti lahan parkir, menjaga bangunan atau tanah. Korban jatuh di kedua belah pihak yang nantinya akan dijadikan alasan untuk saling membalas dendam atas kematian rekannya.Contoh, kelompok Hercules versus John Key. Contoh lainnya yang begitu ironis, Alawy Yusianto Putra (15) siswa yang harus meregang nyawa dengan luka sabetan celurit di dada dan hantaman batu di kepala akibat tawuran antara kelompok pelajar SMA 6 dan SMA 70 Jakarta pada September silam. Dengan alasan “musuh bebuyutan warisan senior,” korban dan teman temanya dihadang sekelompok siswa dari SMA 70 Jakarta pada saat mereka bermain futsal. Sungguh sebuah kematian yang konyol. Meski pelaku pembunuhan telah tertangkap dan diproses secara hukum, tetapi tidak bisa menebus kepedihan keluarganya. Ada baiknya kita mulai melihat negara ini dengan kacamata saudara sebangsa setanah air yang tidak layak kita berbaku tawur untuk menyelesaikan berbedaan. Tenonge dilumahno, omonge digenahno. Mari mengedepankan dialog, sebelum memutuskan sesuatu. Parikan Suroboyoan ini amat relevan diterapkan pada kehidupan sehari hari.

BERPULANG. Ibunda Pemimpin Umum Indiependen, Chrisman Hadi, Ny. Maruti Ningsih, telah berpulang pada Minggu Legi, 14 Oktober 2012, pukul 05.00 WIB di rumah duka Jl Kampung Malang Kulon II/1, Surabaya. Mendiang berpulang dalam usia 88 tahun dan dimakamkan di makam Kembang Kuning, diiringi sanak kerabat dan handai taulan yang datang dari berbagai kalangan.

BHAKTI SOSIAL. Operasi Katarak Gratis yang dihelat dalam rangka HUT TNI ke 67 bekerja sama dengan PT Sido Muncul dan Persatuan Dokter Ahli Mata Bali melayani 145 pasien namun hanya 70 pasien dinyatakan lolos operasi katarak dengan metode operasi katarak ECCE dan Phacoemulsifokasi. Tetapi pada saat pelaksanaan, 10 pasien dinyatakan tidak layak operasi karena kondisi psikis, tensi darah dan gula darah yang tinggi, sehingga bisa berakibat fatal jika tetap memaksa dilaksanakan operasi.

| MAWAN MARDIJANTO | www.indiependen.com | www.indiependen.net


BERDIKARI Radio Desa

Media Komunikasi Efektif Warga Desa Pandanblole, Ploso, Jombang bangga memiliki radio desa

Verifikasi Partai Politik 16 Lolos, 18 Gagal

S

Kades DIdik Purwanto ketika siaran di radio desa

ekali dayung tiga pulau terlampaui. Motto kuno ini agaknya mengilhami Didik Purwanto dalam mengemban tugasnya sebagai Kepala Desa Pandanblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang. Kades yang memimpin 600 kepala keluarga ini menggunakan siaran radio gelombang FM sebagai media komunikasi. Dengan radio tersebut program-program desa diumumkan secara ajeg. Hasilnya ternyata lebih efektif ketimbang harus keliling desa lewat ‘jalan darat’. Pelang Asri, nama radio desa tersebut, mengudara pada frekwensi 93,7 Mhz, telah menjadi media komunitas Desa Pandanblole. Sebagian besar warga di desa itusudah menjadi pendengar setia Pelang Asri. Setiap hari puluhan SMS mengalir masuk ke radio yang dibangun di balai desa itu. Menurut Didik, kalau tidak menanyakan program desa ya sekadar minta diputarkan lagu kesayangan. Gaya mengudara Pelang Asri layaknya radio komersial meski tidak beriklan. “Sebetulnya ada yang mau pasang iklan tapi saya tolak karena ini bukan radio komersial. Lagi pula rasanya tidak pantas radio desa kok ada iklannya,” kata Didi. Kok bisa terus hidup ? “Iya, hidup seadanya,” kilahnya sambil tersenyum. Lalu bagaimana membayar gaji penyiarnya? Penyiar Pelang Asri tidak dibayar. Mereka terdiri atas dua orang staf desa dan Didik sendiri. “Saya ini Kades ya merangkap penyiar mas,” akunya. Ketika ditemui Indiependen di ‘studio’ Pelang Asri, Didik masih mengenakan pakaian dinas lengkap dengan topinya juga melengkapi diri dengan headset dan mikropon sebagai piranti utama. Jingle Pelang Asri berirama campursari dilantunkan oleh biduanita berkumandang sejak pukul 07:00 WIB hingga pukul 17.00, sementara malam minggu berlangsung hingga pukul 00.00 Saat mengudara, Pak Kades menyamar dengan nama udara Viandoro. “Banyak warga yang tidak tahu kalau Viandoro itu nama samaran saya,” ujarnya. Ketika Viandoro ‘beraksi’ di udara, lagu campursari, gending-gending maupun dangdut tampil silih berganti. Pada saat seperti itulah program-program desa atau informasi penting disampaikan. Karena jangkauan siaran radio ini mencapai radius sekitar 5 km sehingga warga desa tetangga pun bisa ikut ‘nguping’ sekaligus menjadi penggemar. Siaran radio Pelang Asri memang sudah intim di telinga warga Desa Pandanblole. Terbukti, di sebuah warung kopi di pinggir desa tampaknya terus memancang gelombang. “Selain mendapat hiburan, pendengarnya juga bisa mengetahui kegiatan desa. Seperti pembuatan e-KTP juga disiarkan lewat radio ini,” kata mbak Mien, pemilik warung kopi. www.indiependen.com | www.indiependen.net

Seorang pembeli di warung itu pun mengaku selalu memancang gelombang Pelang Asri sembari sesekali mengirim SMS untuk request minta lagu kesenangannya. Dan ternyata benar, dia tidak tahu kalau Viandoro itu nama udara Kadesnya. “Lho mosok tho mas,” tuturnya penasaran. RADIO KOMUNITAS Meski kini belum bulat, siaran radio Pelang Asri bakal memiliki masa depan sebagai radio komunitas. “Yang saya pikirkan memang seperti itu, dan sekarang baru memproses untuk menjadi radio komunitas,” kata Viandoro, eh... Kades Didik. Dalam waktu dekat, katanya, radio Pelang Asri akan rutin melakukan siaran langsung keliling desa. “Warga desa nanti bisa langsung menyatakan pendapatnya atau hanya sekedar menyampaikan salam di udara”, tuturnya menambahkan. Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan dan didirikan oleh sebuah komunitas. Pelaksana penyiaran, seperti radio komunitas disebut sebagai lembaga penyiaran komunitas. Radio komunitas juga sering disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan, atau radio alternatif. Intinya, radio komunitas adalah “dari, oleh, untuk dan tentang komunitas”. Fiedrich Naumann, ahli komunikasi dalam bukunya Politik dan Radio menelaah, melihat kedudukan mereka yang penting, keberadaan kelompok ini sangat potensial sebagi sumber berita. Terutama berita yang berasal dari kelompok ini sendiri, maupun berita dari kelompok masyarakat lain yang mereka ketahui, karena akses pergaulan mereka yang luas. Kelompok ini sering lebih dulu tau apa yang akan terjadi atau apa yang sedang terjadi tapi tidak dirasakan masyarakat. Sebuah komunitas yang berusaha membentuk suatu media untuk kepentingan kelompok mereka. Kelompok itu ingin menunjukkan eksistensinya terhadap kelompok lain dengan cara menunjukkan kreativitas yang dimiliki. Namun, radio komunitas tidak hanya sebagai bentuk kreativitas kelompok tapi juga sebagai kebutuhan dalam menampung aspirasi anggota. Sungguhpun cukup potensial, beberapa problem tampaknya menghadang operasionalnya. Diantaranya masalah dana yang terbatas, kualitas sumber daya pengelolanya, masalah teknis dan kurangnya informasi yang diperlukan untuk materi siaran. Sedang masalah keterbatasan frekuensi, seorang praktisi hukum, Krisna Budi Tjahyono dari Surabaya menilai, selama ini pemerintah menuding radio komunitas memboroskan frekuensi. Padahal tuduhan ini dikhawatirkan bisa menimbulkan disintegrasi jika berangkat dari paradigma bahwa informasi hanya dikelola oleh negara dan kapitalis sementara rakyat tidak berhak. | INDIANA |

Sebanyak 16 partai politik (parpol) lolos seleksi administrasi, sedang 18 parpol lainnya dinyatakan gagal. Hasil verifikasi administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini disampaikan Ketua KPU, Husni Kamil Manik, di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (28/10/2912) Parpol yang lolos seleksi pada tahapan ini akan menjalani verifikasi faktual di daerah-daerah yang membutuhkan dokumen-dokumen asli, bukan hasil fotokopi. “Semua dokumen harus diminta dan dicek secara fisik keberadaannya di daerah-daerah,” kata Husni. Proses verifikasi tersebut sudah final dan parpol yang tidak memenuhi syarat administratif tidak bisa mengikuti proses selanjutnya. Mengingat pelaksanaan tahapan pemilu yang terus berjalan, diharapkan parpol yang tidak lolos seleksi legowa menerima hasil ini. “Untuk itu parpol yang lolos seleksi administrasi segera menyiapkan diri untuk mengikuti verifikasi faktual yang hanya menyisakan satu kali perbaikan,” jelas Husni. Sebanyak 18 parpol yang tidak lolos seleksi administrasi, secara formal sudah selesai sampai disini. Namun, jika di antara mereka ada yang mengajukan gugatan ke PTUN atau Bawaslu, maka KPU akan tunduk pada hasil keputusan pengadilan itu.

Parpol yang lolos

1. Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) 2. PDI Perjuangan (PDI-P) 3. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4. Partai Bulan Bintang (PBB) 5. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 6. Partai Amanat Nasional (PAN) 7. Partai Golongan Karya (Golkar) 8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 9. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 10. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) 11. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 12. Partai Demokrat 13. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 14. Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) 15. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) 16. Partai Persatuan Nasional (PPN)

Parpol yang tidak lolos

1. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) 2. Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia (PKDI) 3 Partai Kongres 4. Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) 5. Partai Karya Republik (Pakar) 6. Partai Nasional Republik (Nasrep) 7. Partai Buruh 8. Partai Damai Sejahtera (PDS) 9. Partai Republik Nusantara (Republikan) 10. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI-M) 11. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 12. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) 13. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) 14. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) 15. Partai Republik 16. Partai Kedaulatan 17. Partai Bhineka Indonesia (PBI) 18. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI) indiependen | EDISI 5 | 2012

27


histori

Organisasi Buruh Embrio Ormas di Indonesia

Oleh: *Danu Rudiono

Pada awal 2012 banyak demonstrasi dengan tuntutan, kemudian berkembang wacana, untuk membubarkan ormas: Front Pembela Islam (FPI). Memang, fenomena kekerasan dan tindakan destruktif dalam masyarakat selama satu dekade terakhir sering dibiarkan oleh aparat kepolisian atau setidaknya karena kelemahan yang bersifat melembaga, rasio personel tak sesuai dengan jumlah penduduk, atau pun ketakmampuan perseorangan.

R

ancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) sedang dibahas oleh panitia khusus di DPR-RI. RUU ini telah menyedot anggaran untuk melakukan studi dan menyiapkan rancangannya di kalangan pemerintah sejak tahun 2000an. RUU Ormas mencakup segala macam ormas (Pasal 7 Ayat 2). Termasuk di dalamnya bidang ekonomi (koperasi dan organisasi bisnis), hukum (law firm), asosiasi profesi, asosiasi keilmuan, kegiatan sosial filantropi, seni dan budaya (kelompok paduan suara), penghayat kepercayaan, agama (tarekat dan majelis taklim), penguatan demokrasi, perkumpulan berdasarkan hobi, dan lain-lain organisasi tak berstruktur, seperti jejaring sosial (social networking). Apa pun istilah lain bagi ormas itu apakah lembaga swadaya masyarakat, organisasi non-pemerintah, atau organisasi sosial. Berikut beberapa catatan tentang ormas di Indonesia. Dalam sejarah Nusantara dicatat bahwa organisasi massa tertua di Indonesia adalah organisasi buruh. Pada tahun 1894 dibentuk Nederlandsch Indische Onderwijersz Genootschap (NIOG). Organisasi massa (ormas) buruh ini didirikan oleh para guru sekolah dasar dan menengah berkebangsaan Belanda. Anggotanya pun belum melibatkan orangorang Indonesia. Serikat buruh yang beranggotakan orang Indonesia dibentuk pada 1905, yaitu Staats Spoorwegen Bond (Serikat Pekerja Kereta Api Negara). Lantas pada 1908 dibentuk Vereniging van Spoor-en Tramweg Personeel (VSTP) - Serikat Buruh Kereta Api dan Trem. Orrmas buruh ini memiliki akar gerakan radikal melawan ketidakadilan yang diciptakan sistem kolonial. Gerakan buruh ini menandai awal gerakan sosial moderen, menggantikan gerakan-gerakan sosial sebelumnya. VSTP berseiring dengan berdirinya Boedi Oetomo, ormas yang bersifat sosial, ekonomi, dan kultural sebagai tonggak “kebangkitan nasional,” yang kemudian memunculkan ormas-ormas lainnya. Yang patut dicatat: bahwa semangat ormas-ormas yang muncul pada masa pergerakan adalah melawan penjajahan dan mewujudkan cita-cita: Indonesia merdeka. Pada era pasca kemerdekaan hampir semua partai politik mempunyai onderbouw ormas: mulai dari serikat buruh, tani, nelayan hingga siswa, mahasiswa, pemuda, perempuan, kerohanian dan lain-lain. Atau sebaliknya, ormas-ormas yang seaspirasi menggabungkan dirinya alias berafiliasi dengan partai politik yang ada. ORMAS ERA ORBA Pada masa orde baru (orba) boleh dibilang sebagai masa kegelapan bagi ormas. Rejim orba sedang mengkonsolidasikan kekuasaannya. Peran pemerintah sangat kuat mengontrol alias mengendalikan ormas. Bahkan sebelum diberlakukannya UU No. 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sejumlah

28

indiependen | EDISI 5 | 2012

dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum. Perangkat hukumnya sudah jelas, karena itu tindakan kriminal. Dan bukan ormasnya yang dipersalahkan dan dibubarkan atau bahkan kebebasan untuk ber-ormas yang harus dipasung. Karena ber-ormas itu adalah hak setiap warga negara, yang dilandasi akan idealisme, keyakinan dan kepentingan tertentu. Sehingga akan sia-sia jika harus mengekang alias memasung kehendak untuk berekspresi. Pertanyaannya kemudian: apakah dengan membatasi atau bahkan memasung kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan tulisan... akan menyelesaikan masalah destruktifisme dan kekerasan yang dilakukan secara berkelompok (terorganisasi)?

ormas telah mengubah azasnya sejak awal tahun 1980-an. Sehingga ada beberapa ormas terpecah: di satu pihak ada yang setuju berganti azas tunggal dan di lain pihak ada yang tetap bertahan dengan azas yang lama. Saat itu hampir seluruh ormas harus berazas tunggal: Pancasila. Pengaturan alias pengendalian pemerintah atas ormas tak hanya di tingkat azas, tetapi juga di tingkat organisasi, kepengurusan, kegiatan dan keuangan organisasi melalui mekanisme “perijinan,” dengan “penguasa tunggal”: Direktur Jenderal Sosial-Politik ((Dirjen Sospol) Departemen Dalam Negeri – pada tingkat nasional —, Direktorat Sosoal-Politik (Dit Sospol) di tingkat provinsi dan kota/ kabupaten. Masa orba memang terjadi deorganisasi, de-ideologisasi dan depolitisasi. Semangat politik ormas – kecuali untuk kepentingan mendukung penguasa/ pemerintah— seakan sirna. Padahal konstitusi kita menjamin “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya...” Dan sejatinya, semangat warga ber-ormas adalah untuk berekspresi secara politik (kerakyatan) dalam bentuk berserikat dan berkumpul dengan sesama warga yang mempunyai kehendak dan kepentingan bersama. Karena itu, pada era orba banyak aktivis ormas – terutama pemuda dan mahasiswa -- kemudian membangun “perahu politik” baru yang bernama “organisasi non pemerintah” (Ornop). Aktivitas politik (kerakyatan) para aktivis itu kemudian dilakukan melalui ornop-ornop. Misalnya melakukan pengorganisasian rakyat – buruh, petani, nelayan dan lain-lain -, serta advokasi kebijakan tentang perburuhan, pertanian, pendidikan, lingkungan, HAM, perempuan dan lain-lain. Pada awal tahun 1990-an pemerintah memang hendak mengendalikan ornop yang dianggap kritis terhadap pemerintah

atau pembangunan. Namun pengendalian ini – meski melalui UU No. 8/1985 - tidak cukup efektif diberlakukan terhadap ornop. Gerakan perubahan pun tak bisa dibendung. Rejim yang otoriter akhirnya tumbang. PASCA MEI 1998 Pasca Mei 1998 ormas tumbuh subur, seakan lepas bebas setelah dikungkung selama 32 tahun. Sejumlah ormas di antaranya serikat buruh – yang memang tak pernah menyatakan bubar — kembali diaktifkan. Tumbuh pula sejumlah ormas baru yang berbasis agama, kepercayaan, suku, dan lain-lain. ‘Semangat politk’ yang dikandung ormas pun kembali menyala – kurang lebih serupa dengan masa sebelum orba. Sejumlah parpol pun membentuk ormas sebagai ‘sayap’ partai. Ada pula ormas yang kemudian mendeklarasikan berdirinya partai politik sebagai saluran ormas tersebut untuk berkiprah di wilayah politik (kekuasaan). Pun ada ormas yang sering bertindak destruktif sehingga muncul wacana publik untuk membubarkan ormas tersebut. Semangat yang muncul pada masa ini mencerminkan kepentingan politik ormas yang begitu kuat. Boleh dibilang masa ini adalah masa keemasan bagi ormas. Lebih penting lagi pada masa inilah pengejawantahan konstitusi, pasal 28 UUD 1945 tentang: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya...” menemukan momentumnya. Bahwa pada masa ini telah terjadi penyimpangan terhadap kehendak berekspresi politik ormas - yaitu melakukan tindakan destruktif dan kekerasan dengan mengatas namakan agama atau etnik, dan lain-lain - bukan berarti kebebasan berormas yang mesti dipersalahkan, kemudian ormas harus dikendalikan – sebagaimana masa orba. Tetapi individu/anggota ormas yang melakukan tindakan destruktif dan kekerasan itulah yang seharusnya bisa

PARTISIPASI POLITIK Dalam setiap ormas tentu ada proses politik, misalnya dilaksanakannya kongres, muktamar atau musyawarah alias rapat umum anggota secara berkala. Dalam kongres, muktamar atau musyawarah alias rapat umum anggota itu biasanya diputuskan sejumlah hal yang dianggap penting dan perlu oleh sebuah ormas, misalnya: program kerja, anggaran dan pemilihan pengurus. Legitimasi keberadaan ormas adalah di tangan anggotanya. Oleh karena itu majumundurnya ormas; bubar atau tidaknya sebuah ormas semata-mata ditentukan dan diputuskan oleh para anggotanya, bukan oleh pihak di luar organisasi. Sedangkan peran pemerintah adalah sekadar peran administratif belaka, seperti pencatatan, bukan pengendalian alias kontrol. Jika memang ada ormas atau anggota ormas yang sering melakukan tindakan destruktif dan kekerasan, maka masyarakat akan menghukum mereka secara sosial. Sehingga pemerintah tidak perlu harus membatasi kemerdekaan berekspresi warganya. Tinggal kemudian negara lebih mengefektifkan pelaksanaan peran perlindungan (protektif) terhadap seluruh warganya. Pada masa pasca Soeharto, negara perlu dipahami sebagai ‘arena’ terbuka bagi warga negara. Apakah ormas hendak menempatkan diri di luar ‘arena’ atau ikut bertarung/berkompetisi di dalam ‘arena.’ Kalau tetap memposisikan diri di luar ‘arena,’ konsekuensinya adalah tetap menggantungkan dirinya pada kekuatan partai politik yang ada. Kalau masuk ke dalam ‘arena’ ormas mesti memproyeksikan dirinya membentuk partai barbasis massa yang sungguhsungguh; bukan ormas atau partai politik yang “populer” di media. Kepemimpinan ormas ke depan mesti kolektif kolegial bukan kepemimpinan kharismatik. Karena kepemimpinan dengan andalan kharisma tokoh, konsekuensinya adalah terjebak dalam politik pencitraan. Setiap pencitraan di dalamnya terkandung makna berbagai upaya memanipulasi. *Pengamat Perburuhan www.indiependen.com | www.indiependen.net


seni Djumiran - Guru Sastra Pedalangan

Semua Karyanya Ditulis Tangan

E

ra 1950. Hanya satu citacita Djumiran yang dirawat dalam hatinya, yakni menjadi pegawai negeri di bidang kesenian. Untuk itu sejak 1962 hingga sekarang dia membaktikan diri sebagai guru kesenian. Dia merasa bersyukur karena banyak anak didiknya berhasil menjadi dalang kondang dengan taraf kehidupan yang mapan. Muridmuridnya begitu takzim pengarang yang menuangkan gagasannya lewat tulisan tangan ini. Kecintaan Djumiran pada kesenian mengalahkan segalanya. Untuk memperoses cita-citanya, anak sulung dari lima bersaudara putra pasangan Sukardi dan Tuginem ini selulus SMP melanjutkan ke Konservatori Surakarta. Lelaki kelahiran Klaten, 1 Mei 1942 tersebut mendapat pelajaran karawitan, pedalangan, tari beserta pengetahuannya. “Pola pembelajarannya tidak terpilahpilah seperti sekarang,” tutur bapak tujuh anak yang beristrikan Siti Mutmainah (63). Tahun 1962 selulus dari konservatori dia mengajar tari, karawitan dan bahasa Jawa di SMP Kristen Klaten selama 4 tahun kemudian mengundurkan diri karena penghasilannya sangat minim juga ruang lingkupnya terlampau sempit. Kemudian dia mematangkan diri dengan bergabung pada kelompok wayang orang dan ketoprak tobong yang lokasi pementasannya berpindah-pindah. Itu dilakoni selama lima tahun. “Selama ikut wayang orang dan ketoprak tobong saya merasa banyak mendapat pengalaman yang sangat berharga. Ketrampilan saya semakin matang, baik karawitan, penulisan cerita maupun manajemen panggung. Saya benar-benar bersyukur mendapat kesempatan menjadi seniman tobong,” kenang Djumiran. Ketika ketopraknya nobong di Gombong, Jawa Tengah tahun 1972-1973 oleh seorang Inspeksi Jawatan Kebudayaan (Ijakeb) dia ditawari pekerjaan yang lebih mapan katimbang menjadi seniman tobong namun ditampik. Hanya satu citacitanya, yakni menjadi pegawai negeri di bidang kesenian. Kemudian dia dianjurkan untuk mengajukan lamaran sesuai bidang idamannya di Semarang . Setelah empat bulan berselang, dia didatangi seorang petugas seraya menanyai, “apa mau jadi guru kesenian di Konservatori Surabaya?” Pucuk dicinta ulam tiba. Tak perlu berpikir panjang Djumiran langsung mengatakan, “Ya.” Periswita bersejarah itu dia ingat secara detail, hari Minggu 1 Februari 1974 dan keesokan harinya dia langsung mengajar. Dengan hati yang berbunga-bunga dia merasa menemukan ladang impian. Djumiran mengajar sastra pedalangan, pengetahuan pedalangan, praktek pedalangan

www.indiependen.com | www.indiependen.net

Oleh: Rokimdakas

Meski sebagai guru telah purna tugas namun dia tetap diperbantukan untuk tetap mengajar jurusan pedalangan di SMKN IX Surabaya sambil terus menulis cerita pewayangan. Mengamati karyanya yang terus mengalir, orang akan membayangkan Djumiran menghabiskan waktunya di belakang komputer untuk menterjemahkan pikirannya. Namun jika bertandang ke rumahnya maka realitanya bertolak belakang. “Karena saya tidak punya mesin ketik atau komputer maka semua karya saya tulis dengan tangan.” Wah…

Jawa Timuran. Setelah siswa belajar secara tekstual kemudian prakteknya didampingi empu, diantaranya Ki Suleman (alm) , Ki Bambang Sugiyo dan Ki Surwedi. Menurut dia jurusan pedalangan SMK IX kini sudah semakin meyakinkan karena keterlibatan para empu sehingga cekelan wayang atau cara pemegangan, gerakan dan suluk Jawa Timur-an bisa dikuasai dengan sangat baik. Tulisan Tangan Ketika hijrah ke Surabaya tidak hanya ruang ekspresinya yang semakin luas namun juga pergaulannya. Dia berkenalan dengan Basuki Rahmat, wartawan Jayabaya yang juga dramawan serta Soenarto Timur, penyair dan Javanolog, dua sosok inilah yang memotivasi dirinya agar menjadi seniman sekaligus penulis. Dengan begitu wawasan dan kemampuannya akan bisa lebih berkembang. Kumpulan karyanya yang telah dirilis majalah Jayabaya antara lain Selendang Waranggana (2007) dan

Sang Paramasatya (2008). Yang belum beredar berjudul Sukrasana Sang Bungkul Ludira. Sementara beberapa karya bukunya antara lain membahas tentang Praktek Dasar Genderan, Sinau Kesusteraan dan Tuntunan Pedalangan Jawa Timuran Lakon Angkawijaya Krama terdiri dari dua jilid. “Saya sedang mempersiapkan buku panduan Macapat Jawa Timuran,” tutur warga Lumumba Dalam I/12 A Surabaya ini. Mengamati karya tulisnya yang terus mengalir, orang akan membayangkan Djumiran menghabiskan hari-harinya di belakang komputer untuk menterjemahkan pikirannya. Namun jika bertandang langsung ke rumahnya maka realitanya bertolak belakang. “Semua karya saya ditulis dengan tangan,” tutur Djumiran dalam perbincangan di rumahnya kampung Lumumba, belakang pom bensin Ngagel. Beberapa bendel buku setebal 4 – 6 cm berisi tulisan tangan yang begitu indah dan rapi tampak tanpa banyak kesalahan. Suatu hasil kerja yang mencerminkan konsentrasi tinggi

serta intensitas yang terjaga. “Kalau menulis harus menunggu adanya fasilitas maka dari dulu saya tidak bisa melahirkan apa-apa,” tutur lelaki yang mengibaratkan, tidak ada rotan, akar pun jadi. Jika menyimak kumpulan tulisan Djumiran sudah selayaknya dipersiapkan menjadi koleksi museum. Pemerintah seharusnya memberi penghargaan yang setara dengan pengabdiannya agar guru para dalang ini mampu membeli rumah, tidak seperti tempat tinggalnya sekarang yang kurang layak bagi seorang pengabdi kebudayaan yang banyak mengilhami pengembangan kesenian tradisi. Tahun 2003, setelah mengabdi selama 30 menjadi guru SMK IX (d/h SMKI) Surabaya, Djumiran dinyatakan pensiun. Namun oleh kepala sekolahnya waktu itu, Drs. Hamdan Ma’mun, dia diminta untuk tetap mengajar sekaligus menjadi ‘orang tua’ karena sebagian besar guru di sekolah kejuruan kesenian tersebut adalah mantan muridnya. Kini dia tetap mengajar bidang pedalangan Tidak jemu mengajar? Mendapat pertanyaan tersebut, pria berusia senja itu hanya tersenyum. “Saya punya keinginan, setelah pensiun agar punya aktivitas fisik maupun berpikir sehingga tidak hanya di rumah saja. Untuk itu saya senantiasa berdoa mugi-mugi pinaringan umur dowo kalian kesehatan.” Semoga memperoleh umur panjang serta kesehatan. Dan, selama Tuhan mengkaruniahi kesehatan dan kemampuan Djumiran akan tetap membaktikan diri di altar kesenian. Setelah lama menjadi guru ada penghayatan yang berkembang dalam dirinya. Dia merasa bersyukur jika melihat mantan siswanya sekarang telah berhasil menjadi dalang yang kondang dan hidupnya mapan. “Melihat mereka saya merasa bangga karena ikut mengantar menjadi seniman,” tutur lelaki berambut putih dengan kalimat bergetar. Diantara anak didiknya yang sekarang meramaikan peta pewayangan di Jawa Timur adalah Bambang Sugiyo, Surwedi, Surono, Sinarto, Sri Gondrong, Lego Suprapto, Subiantoro dan Puguh, tiga nama terakhir adalah tiga bersaudara. Sementara Tribroto Wibisono dan Arief Rofiq dikenal sebagai birokrat kesenian. Juga Bambang SP yang kini menjabat sebagai ketua jurusan pedalangan merupakan salahs atu diantara sekian anak didiknya di lingkungan SMK IX. Yang membuat Djumiran terharu adalah sikap mereka yang begitu menghormati dirinya, seperti kacang yang tidak lupa pada lanjaran. Di usia senjanya Djumiran berharap ada institusi seni budaya yang peduli membantu menerbitkan karya-karyanya dengan tetap menjaga bahasa aslinya, yakni Bahasa Jawa sebagai penambah khazanah kesusasteraan Indonesia. indiependen | EDISI 5 | 2012

29


budaya

Belajar Nasionalisme dan Kebangsaan Pada Kebesaran Mojopahit

K

ondisi ini cukup membahayakan bagi kelangsungan hidup negara. Sebab penguasa baru dan organ kekuasaanya telah menjadikan negara ini sebagai kelinci percobaan : dari suatu sistem baru yang diadopsi dari beberapa negara berpanjikan “negara demokrasi moderen”. Padahal di masa lalu kita sudah pernah mendapat pembelajaran yang sama dengan hasil “gagal total”. Dan kita sudah terlanjur membayar ongkos politik yang amat mahal dengan jiwa, persatuan dan bahkan kehilangan wilayah dari negara. Saat ini, beberapa negara yang menjadi acuan demokrasi moderen kita, ternyata tumbang ketika tidak mampu lagi mengelola pelaksanaan ideologi yang mereka yakini. Suatu ilmu atau teori dikembangkan guna mengatasi permasalahan yang terjadi. Kini terbukti, ideologi berasaskan demokrasi moderen dari negara lain “tidak cocok” bila diterapkan di negara kita yang memiliki karakter berbeda. Maka tidaklah salah bila kita mencoba berpaling ke belakang menengok sejarah kita sendiri. Dimana para pendahulu pernah sukses menjalankan “ideologi nusantara” guna mengamankan wilayah dan memakmurkan rakyatnya. Sebagai acuan kita pilih Kerajaan Wilwatikta (Majapahit), karena memiliki luasan wilayah, kompleksitas peradaban dan budaya hampir sama dengan yang dihadapi Indonesia saat ini. Di Indonesia sebenarnya ada beberapa kerajaan besar : Sriwijaya, Kutai, Mataram dan Samudra Pasai. Tetapi yang cukup sukses menjalankan perannya sebagai negara agraris sekaligus maritim berlandaskan tata birokrasi yang mapan hanyalah Majapahit (berdasar bukti otentik sejarah). Di awal republik ini berdiri, bapak bangsa sekaligus proklamator, Dr. Ir. Soekarno, telah menghubungi beberapa kerajaan adat di nusantara. Ia meminta kerajaan yang ada untuk bergabung dalam bentuk satu negara yang dikemas sebagai “Majapahit baru” bernama Indonesia. Karena sebagian besar kerajaan di nusantara memiliki benang merah (hubungan darah) dengan Kerajaan Majapahit, maka ajakan Soekarno di sambut hangat karena mereka semua juga merindukan kebangkitan Majapahit yang pernah memakmurkan nusantara. Raja-raja kerajaan nusantara bukan hanya sanggup bergabung, tetapi lebih dari itu, mereka berkolaborasi membentuk lini perjuangan dan menyumbangkan dana pribadi maupun milik kerajaan guna membiayai revolusi memerdekakan diri dari kaum penjajah. Bak dua sisi mata uang, satu sisi merupakan dukungan yang luar biasa bagi kemerdekaan. Sisi lain yang berbahaya, ketika beberapa tokoh nusantara meminta Soekarno konsekuen menjalankan skenario “Majapahit Baru”nya. Yaitu meminta secara baik-baik kepada semua wilayah yang dulu dalam kekuasaan Majapahit untuk bergabung ke Indonesia. Atau, kalau perlu direbut paksa dari penguasa barunya. Inilah yang melatar belakangi operasi militer : Merebut Papua Barat, Ganyang Malaysia di Sabah dan semenanjung Malaka. Sejarah telah berjalan maju dan tidak mungkin ditarik mundur kembali. Yang bisa di lakukan sekarang adalah menganalisis dan memandang dari sudut berbeda agar mendapat pencerahan berbeda pula atas segala kesuksesan maupun kegagalan yang dilakukan para pendahulu. Mengapa para pendiri bangsa sepakat menjadikan Majapahit sebagai model dan

30

indiependen | EDISI 5 | 2012

( Bagian ke-1 ) Oleh: Deddy Endarto

Dengan semakin tidak menentunya arah kehidupan kebangsaan Indonesia dewasa ini, maka perlu melakukan perenungan mendalam atas semua perjalanan sejarah masa lalu. Di era reformasi ini, perjalanan kebangsaan kita justru stagnant (jalan ditempat) dan bahkan wawasan kebangsaan kita mengalami kemunduran.

menduplikasi sistemnya di awal republik ini berdiri, itulah yang harus ditelaah ulang. Untuk itu maka perlu untuk mengetahui apa yang menjadi pondasi dan elemen kejayaan Majapahit, karena dengan itulah kerajaan ini menjadi besar. Banyak sebetulnya berbagai pertemuan yang sifatnya adat, spiritualis, peradaban, kebudayaan dan politis. Dimana didalamnya menginginkan kembalinya kejayaan itu tapi dengan “analisisnya kering, hanya dari satu sudut pandang saja”. Ada yang hanya karena merasa trah Majapahit, ada yang merasa sama-sama penganut agama tertentu, atau hanya karena kesamaan adat kejawen dan lain sebagainya. Jelas ini tidak akan pernah dapat mengantarkan kita ke arah tujuan yang benar karena lebih bersifat parsial (kepentingan kelompok/golongan). Sementara kita tahu politik Majapahit dikenal paling cair dan bersedia mengorbankan diri guna sebuah persatuan dan kemakmuran bersama. Tidak jarang negara mendoktrin keras keluarga raja untuk “bersedia” melakukan perkawinan lintas adat dengan kerajaan sekutunya agar kedua tujuan itu terpenuhi. Juga mendudukan kerajaan sekutunya sebagai “mitra sederajat” (mitrake satata) yang mengelola sendiri wilayah kekuasaannya tanpa campur tangan Majapahit. Upeti yang diberikan kepada pusat bukan bersifat taklukan tetapi lebih kepada pengakuan kemitraan (bisa dianalogikan secara moderen sebagai biaya keanggotaan negara konfederasi) dan biaya operasi bersama yang harus dipikul karena adanya perlindungan militer laut Majapahit atas perairan nusantara. Lewat pembelajaran inskripsi (catatan) sejarah, terungkap beberapa aspek yang menjadi pondasi dan elemen penyokong kejayaan Kerajaan Majapahit. Dengan demikian kita tidak boleh hanya berharap atas bangkitnya Majapahit Baru tanpa menyiapkan secara utuh apa yang harus dijadikan pondasi dan elemen penyokongnya. Semoga hal ini dapat menjadi wacana yang memperkaya sekaligus pemberi semangat bagi perjuangan membangun kembali wawasan kebangsaan berdasarkan ideologi asli nusantara. Latar Belakang Nama Secara khusus nama resmi kerajaan ini adalah Wilwatikta. Berasal dari dua suku kata bahasa Jawa kuno : wilwa = pohon buah Maja dan tikta = pahit, (buku Kamus Jawa Kuno (Kawi) Indonesia oleh L. Mardiwarsito, cetakan

ke-3 1985, penerbit Nusa Indah). Nama inilah yang paling sering muncul di dalam beberapa prasasti, dokumen kenegaraan maupun karya sastra. Kadang pula disebut juga dengan Tiktawilwa. Akan tetapi setelah kerajaan runtuh, ada sebuah karya sastra bernama “Pararaton” (Para = Para, Raton = Raja Penguasa) Disitu diceritakan, sejarah para raja dinasti Rajasa sebagai cikal bakal Majapahit sampai era Rajasa ketika Majapahit runtuh. Kitab ini menggunakan bahasa Jawa Pasar yang menunjukkan bahwa penulisnya adalah bukan pujangga kerajaan tetapi orang diluar benteng kekuasaan atau Kotaraja (ibukota). Banyak gelar resmi para raja tidak diketahui yang bersangkutan, dan bahkan penulis berani memberikan gelar sendiri yang rata-rata merupakan nama kiasan (misal : Raja Brakumara, Damarwulan, Kenconowungu dan sebagainya). Yang luar biasa adalah pengetahuan yang dimiliki penulis atas “beberapa peristiwa sejarah” ternyata cukup akurat walaupun nama tokohnya menggunakan nama lain. Maka para ahli sejarah telah menetapkan Lontar “Pararaton” ini sebagai literatur wajib dan sebagai sumber pembanding selain Lontar “Desawarnana” yang dikenal sebagai Negarakertagama” bagi mereka yang mempelajari sejarah Majapahit. Pada Pupuh 23:5 berbunyi : “ ..... ya ta mulaning anaruka alasing wong Trik. Duk mahu tinaruka dening Madura, hana wong alapa kurang sangunipun ababad, amangan Maja, kapahiten, sami depun buncal antukipun aruru Maja punika, kasub yan wonten wohing Maja dahat apahit rasanipun singgih ta ingaran ing Majapahit (..... itulah permulaan dibukanya hutan milik orang Trik. Pada saat dibuka oleh orang Madura, ada orang yang kelaparan karena kekurangan bekal, memakan buah Maja, yang terasa sangat pahit, semuanya buah Maja yang didapat dengan mengambil dibawah pohonnya di buang, bila suatu saat ada buah Maja yang dimakan terasa pahit maka daerah itu bernama Majapahit). Entah karena apa, pemberian nama oleh “Pararaton” dalam bahasa Jawa Pasar ternyata jauh lebih meluas dikalangan masyarakat dibandingkan nama “Wilwatikta atau Tiktawilwa” yang menggunakan bahasa Jawa Kuno (Kawi). Karena dokumen resmi kenegaraan menggunakan Jawa Kawi, maka saya sering menulis dengan menjadikan satu keduanya menjadi : Kerajaan Wilwatikta (Majapahit).

Lambang Negara Selama menelusuri sejarah Kerajaan Wilwatikta (Majapahit), ditemukan beberapa bentuk “Lambang Negara” yang digunakan secara resmi oleh kerajaan. Hal ini terekam dalam beberapa dokumen kenegaraan (diplomatik) yang ditujukan kepada negara lain, ataupun peninggalan artefak arkeologis berupa ornamen bangunan, nisan dan lainnya. Ada 7 (tujuh) bentuk Lambang Negara yang mewakili beberapa era pemerintahan tertentu di Kerajaan Wilwatikta (Majapahit). Secara umum ada 4 (empat) Lambang Negara yang dipakai Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) ketika didirikan hingga masa kemundurannya dengan ibukota di Wilwatiktapura (Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. 1 (satu) Lambang Negara yang dipakai pada saat ibukota Majapahit dipindahkan ke Dahanapura (Kediri, Jawa Timur), setelah mengalami perpecahan internal dalam tubuh Saptaprabhu Wilwatikta (7 Dewan Raja Pengambil Keputusan di Wilwatikta). 2 (dua) Lambang Negara yang dipakai dalam masa pengungsian akibat serangan Kerajaan Demak Bintara, 1 (satu) dipakai oleh pelarian yang mengarah ke Barat : Wilayah Wengker (Ponorogo - Pacitan), Mataram, Pengging dan Gunung Lawu, sedang 1 (satu) lainnya dipakai pelarian yang ke arah Timur : wilayah Tengger-Bromo, Lumajang, Blambangan hingga Bali. Menarik adalah membahas 4 (empat) Lambang Negara Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) ketika masih beribukota di Wilwatiktapura (Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur). Asumsinya karena di masa itu sajalah kita secara keilmuan mengakui keberadaan suatu negara yang berdaulat dan mempunyai wilayah kekuasaan yang diakui juga oleh negara lain. Lambang ke-5 hingga ke-7 walaupun digunakan sebagai identitas Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) saya rasa kurang pada tempatnya, karena telah bergeser ruh kenegaraannya baik pada fase kemunduran di Kediri maupun masa pelarian di lokasi lainnya (kurangnya pengakuan kedaulatan dari negara lain). Yang menarik walaupun bentuk lambang dan ibukotanya sudah berubah, leluhur di Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) menamakannya sama : “Surya Wilwatikta” (Matahari Wilwatikta). Walau pada saat ini banyak orang dan ahli sejarah menamakannya dengan Surya Majapahit. Tetapi eksistensinya adalah sama, yaitu sistim pemerintahan di Wilwatikta (Majapahit) yang mengacu pada poros utama atau matahari atau mandala. Lambang Ke-1 Surya Wilwatikta yang dibuat dimasa pemerintahan Raden Wijaya atau Sangrama Wijaya yang berabhiseka Sri Kertarajasa Jayawardhana, secara umum berbentuk matahari yang memancarkan sinarnya dengan sempurna ke segala arah (banyak sudut arahnya), dan ditengahnya ada ornamen Dewa Siwa berbusana perang menunggang kuda. Filosofi lambang ini sangat kental dengan pengaruh agama Siwa-Budha dalam transisi Kerajaan Singhasari ke Kerajaan Wilwatikta (Majapahit). Mertua mereka yang merupakan raja terakhir Singhasari, Sri Kertanegara juga mengklaim dirinya adalah titisan Siwa seperti halnya leluhur pendahulunya (Ken Arok). Pada masa itu penguasa puncak atau raja digelari sebagai Siwa Girindra atau Dewa Siwa yang menitis www.indiependen.com | www.indiependen.net


budaya ke dunia untuk membasmi keangkaramurkaan guna menyelamatkan dunia. Pemakaian lambang ini sangat terkesan heroik, bila kita hubungkan dengan sejarah pelarian Sangrama Wijaya ke Madura dalam pertempuran dengan Raja Jayakaewang hingga pengusiran tentara Tartar. Semua dilalui dengan pertempuran hebat dan diakhiri dengan kemenangan yang gemilang. Sama dengan bentuk lambang tersebut, Dewa Siwa yang perkasa di medan tempur dan menyinarkan cahaya kemenangan. Sama pula dengan lambang itu, dimana Dewa Siwa sebagai tokoh tunggal identik dengan peran Sangrama Wijaya yang bertindak sebagai tokoh sentral dan berperan sebagai penguasa tunggal (Monarchi Absoulute), walaupun disekelilingnya banyak kaum bangsawan dan kesatria yang sesungguhnya mempunyai kedudukan sama dan bahkan ada yang lebih tinggi. Semua sistem dimainkan secara sentral ketokohan, walau untuk itu harus ditebus sangat mahal dalam pemberontakan Ranggalawe (Arya Adikara) - Adipati Tuban, sahabat sekaligus adik angkatnya (Ranggalawe adalah putra keponakan ?) dari Arya Banyak Wide - Adipati di Sumenep, Madura, merupakan pelindung utama Sangrama Wijaya ketika mengungsi di Madura. Setelah sukses menjadi raja, Arya Banyak Wide dianugrahi gelar Arya Wiraraja = Bangsawan Pembela Raja, dan putranya (keponakan ?) Ranggalawe dianugrahi gelar Arya Adikara = Bangsawan Adik dari Raja, karena saat mengungsi mereka saling mengangkat diri menjadi saudara). Disusul dengan pemberontakan lainnya Sora. Lambang ini juga dipakai raja kedua Sri Sundarapandyadewa Adhiswara (Dyah Jayanegara), dimasanya juga banyak sekali pemberontakan : Kuti, Nambi, Gajah Enggon dan banyak lagi. Asumsi saya lambang Dewa Siwa yang menggunakan busana perang itulah penyebabnya, mengendalikan alam bawah sadar pemimpin sentral mencapai kesuksesan dengan cara berperang terlebih dahulu. Lambang Ke-2 Surya Wilwatikta yang dibuat dimasa pemerintahan Rani Ke-3 : Sri Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani (Dyah Gitarja). Menyadari sejarah kelam pemberontakan di era kepemimpinan kakaknya, maka ia merombak total sistem kenegaraan yang ada. Dengan mengadopsi pemikiran kakeknya (Raja Singhasari terakhir : Sri Kertanegara), dibantu para bibi sekaligus ibunya (4 putri Sri kertanegara dinikahi oleh Sangrama Wijaya) merumuskan arah baru dari kebijakan politis negara. Ini dilakukan justru ketika kakaknya masih berkuasa di pusat dan dia berkuasa sebagai Bhre Kahuripan. Sekalipun darah raja mengalir kental dalam tubuhnya akan tetapi dia menyadari dirinya adalah seorang wanita, pertikaian kekuasaan yang pernah terjadi di era Singhasari antara putri dari prameswari dan putra dari selir juga menjadi pertimbangan utama. Di era inilah kali pertama sebuah kekuasaan dibagi secara merata dan berporos pada poros utama (semacam negara Konfederasi ), ibukota negara dianggap pusat yang paling berkuasa dikawal oleh para raja bawahan yang juga kerabatnya. Wilayah bawahan utama ini dipimpin oleh raja bawahan bergelar Bhre (baik pria atau wanita menyandang gelar ini). Ditambahkan dengan 2 (dua) orang yang mewakili pondasi negara yaitu golongan senopati perang utama yang mengasingkan diri karena tidak mau terlibat atau digunakan dalam pertikaian keluarga atau kekuasaan, bermukim di Gunung Wilis. Mereka hanya turun gunung bila negara membutuhkan dan golongan bangsawan yang mengasingkan diri karena menjaga ajaran agama dan melahirkan pemikiran ketatanegaraan, bermukim di Gunung Penanggungan dan sering disebut Raja Gunung atau Girinatha. Pemikiran konteks keagamaan mewarnai www.indiependen.com | www.indiependen.net

sistem bentukan baru ini, tidak lepas dari peran Maha Rsi Maudara yang mengangkat ajaran Nawa Sanga (sembilan Dewa Hindu penguasa arah). Maka saat itu dikenal adanya Saptaprabhu ri Wilwatikta (7 Raja Pengendali pemerintahan, yaitu : 1 Raja di pusat dan 6 Raja bawahan / Bhre), sedangkan 2 penguasa lainnya berperan sebagai katalisator kebijakan yang mempunyai hak veto terhadap keputusan Saptaprabhu. Ploting itu sempat dipakai dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu adanya Fraksi ABRI dan Fraksi Utusan Daerah. Fraksi ABRI punya hak veto bila suatu keputusan politis dari parlemen bisa dianggap membahayakan keselamatan negara. Sedangkan Fraksi Urusan Daerah punya hak veto bila kebijaksanaan

Lambang Ke-3 Surya Wilwatikta yang dibuat paska/ setelah perang Paragreg, yaitu perang saudara antara menantu Dyah Hayamwuruk Sri Rajasanagara : Sri Wikramawardhana dengan putranya dari selir : Bhre Wirabhumi. Sebetulnya tahta pemerintahan diserahkan kepada putri Dyah Hayamwuruk : Dyah Kusumawardhani (kami mengakuinya sebagai Rani Ke-5, tetapi banyak sejarahwan melewatinya dan langsung menganggap raja berikutnya adalah Sri Wikramawardhana). Ditengah masa pemerintahannya Dyah kusumawardhani yang putri dari prameswari digugat oleh saudara lelakinya yang turun dari putra selir : Bhre Wirabhumi. Yang merasa dirinya turun dari “Pancer Laki”, tetapi semua keluarga besar yang tergabung dalam Sapta

Deddy Endarto (kanan) ketika berdiskusi dengan Indiependen

pemerintah pusat tidak sesuai dengan kondisi dan kebijakan daerah. Tapi di era Presiden Soeharto sistem ini dimandulkan, dengan memilih anggota Fraksi ABRI dari golongan tertentu dan mengisi Fraksi Utusan Daerah justru dari istri-istri para pejabat daerah bukannya oleh para tokoh adat dan agama. Sistemnya sudah seiring tapi pelakunya dimanipulasi, itulah sejarah. Kekuatan bersenjata yang tertimbun satu dekade kekuatannya paska perang pendirian kerajaan sering kali terlibat pemberontakan pada jaman raja ke-2 (sama kasusnya dengan sisa laskar pejuang kemerdekaan yang memberontak karena punya tujuan lain di era awal republik), di masa ini bukannya di netralisir tetapi malah dibina dan dikembangkan menjadi jauh lebih besar. Hal ini disebabkan energi tempur itu disalurkan dengan cara yang benar guna melakukan ekspedisi penyatuan nusantara seperti pemikiran Sri Kertanegara yang sempat tertunda akibat runtuhnya Singhasari dan lahirnya Majapahit. Sehingga Lambang Negara Ke-2 inilah yang banyak tersebar di seluruh nusantara dan mancanegara sebagai lambang Kerajaan Wilwatikta (Majapahit). Lambang 8 Dewa yang setingkat menguasai arah dan berporos kepada Dewa Siwa sebagai penentu utama, sinar matahari diubah hanya bersudut delapan sesuai arah mata angin. Arah Utara-Timur-SelatanBarat mempunyai sinaran lebih pendek mempunyai arti raja penguasa arah tersebut (ditinjau dari pusat ibukota) difungsikan sebagai penyangga kekuatan ibukota (kebijakan dalam negeri), sedangkan 4 raja dengan arah lainnya mempunyai sinaran lebih panjang sebagai arah raja yang mengelola manajemen logistik ekspedisi penyatuan nusantara dan perdagangan (kebijakan luar negeri). Pada masa inilah Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) mencapai masa keemasannya, konsistensi, kerja keras, manajemen tingkat tinggi dan soliditas kepemimpinan yang disebar merata kunci utamanya. Lambang ini dipakai oleh 2 (dua) orang raja / rani yaitu : Rani Ke-3 Sri Tribhuwana Tunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani; Raja Ke-4 Sri Tiktawilwa Nagareswara Rajasanagara (Dyah Hayamwuruk).

Prabhu ri Wilwatikta mempertahankannya, karena patern yang dipakai Majapahit saat itu adalah Rajasa Wangsa. Dan darah Rajasa mengalir kental ditubuhnya, ayahnya dan ibunya adalah saudara sepupu, suatu garis trah yang tak terbantahkan. Karena saudara tirinya merongrong lewat beberapa pemberontakan dan menurunkan wibawa negara, kekuasaan diserahkan kepada suaminya atas persetujuan Sapta Prabhu ri Wilwatikta. Dengan dasar masih adanya hubungan darah (Wikramawardhana adalah saudara sepupu Kusumawardhani dari bibinya Dyah Nirttaja atau Bhre Pajang), mempunyai ilmu pemerintahan yang bagus dan cakap dalam olah kaprawiran. Sehingga upaya kudeta dari Bhre Wirabhumi dihadapinya dengan berani atas dukungan seluruh keluarga besar Majapahit. Perang ini berjalan lama dan menimbulkan banyak luka didalam keluarga. Akhir kata Sri Wikramawardhana dapat memenangkan perang Paregreg dan resmi diangkat menjadi Raja Ke-6 Kerajaan Wilwatikta (Majapahit). Tetapi keluarga dari Bhre Wirabhumi memprotes hebat, karena Sri Wikramawardhana walaupun berdarah Rajasa bukan turunan langsung pendiri Majapahit (Sangrama Wijaya). Karena kakeknya Wijayarajasa atau Bhre Wengker adalah pancer laki dari luar trah utama (neneknya yang putri dari Raden Wijaya). Hal tersebut menjadi pertimbangan mendalam dalam sistem pemerintahan kolektif di Majapahit, sehingga diputuskan mulai saat itu Majapahit tidak lagi menggunakan rajakula Rajasa Wangsa (anak keturunan Sang Rajasa) tetapi menggantinya dengan rajakula Brawijaya (anak keturunan Sangrama Wijaya), beliaulah pemakai pertama gelaran Brawijaya (walau hal ini masih jadi perdebatan di antara para ahli, karena tidak adanya dokumen resmi negara yang merujuk rajakula baru ini, tetapi dikenal luas justru oleh cerita rakyat dan babad). Dia menunjukkan kearifannya dengan melakukan rekonsiliasi dengan keluarga Bhre Wirabhumi, dengan menempatkan keluarganya sebagai salah satu raja bawahan penentu kebijakan dan menambahkan pula keluarga asalnya. Hal ini membuat Majapahit tidak lagi bergantung pada 7 Raja dan 2

elemen, tetapi menjadi 9 Raja dan 2 elemen. Karenanya lambang negara diubah menjadi matahari bersinar 10 (8 Raja bawahan dan 2 elemen) yang keputusan utamanya diwakili Raja Utama di pusat pemerintahan. Karena dia bukan “Treseping Madu Trahing Kusumo” maka elemen dewa tidak bisa digambarkan mewakilinya, maka gambaran dewa dihilangkan dan diganti lambang kekuasaan utama “Wilwatikta Jayati” (Wilwatikta yang berjaya) ditengah poros lingkarannya. Lambang ini tetap dipakai oleh Rani Ke-7 Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) berikutnya : Prabhu Stri Suhita. Lambang Ke-4 Suraya Wilwatikta yang dibuat setelah era pemerintahan Prabhu Stri Suhita, yaitu Raja Ke-8 : Sri Rajasawardhana Dyah Wijayakumara yang dahulunya bergelar Sang Sinagara yang pernah berkuasa selaku Bhre Pamotan, Keling dan Kahuripan. Ini jelas menambah kompleksitas kekuasaan di dalam keluarga yang ada, karena semakin menjauhkan eksistensi dari dinasti Rajasa sebagai pondasi awal kerajaan ini. Seperti diketahui dalam kitab Negarakretagama dan Pararaton, perkawinan penerus dinasti Rajasa, Dyah Kusumawardhani (puteri Dyah Hayamwuruk), dengan Sri Wikramawardhana tidak membuahkan keturunan, sehingga kekuasaan justru turun kepada putrinya dari istri selir, Prabhu Stri Suhita. Permasalahan kembali terjadi dimana sang Rani juga tidak mempunyai keturunan (diriwayatkan hanya mengambil putra angkat), sehingga kekuasaan di alihkan kepada saudara tirinya, Sri Rajasawardhana Dyah Wijayakumara yang juga putra selir dari Sri Wikramawardhana (ibu yang berbeda dengan Prabhu Stri Suhita). Tentunya ini mengubah peta politik keluarga berpengaruh di dalam Kerajaan Wilwatikta (Majapahit), sehingga lambang negara diubah menjadi Surya Wilwatikta yang mempunyai 16 (enam belas) sinar mewakili 8 keluarga dinasti Rajasa pada lingkaran bagian dalam dan 8 keluarga dinasti Brawijaya pada lingkaran bagian luarnya. Lambang ini dipakai sampai Raja Wilwatikta terakhir yang berkuasa atas ibukota Trowulan, yaitu Bhre Krtyabhumi. Dimana kekuasaanya yang melemah karena adanya bencana yang mengepung ibukota berupa luapan gunung lumpur yang terjadi secara bersamaan di sisi barat (Gunung Anyar di Jombang) dan di sisi timur dekat wilayah Watukosek saat ini telah mengisolasi ibukota. Lemahnya koordinasi dengan negara bawahan dan korupsi yang menggerogoti negara telah menggoda kerabatnya sendiri Bhre Daha / Keling, Sri Girindrawardhana Dyah Ranawijaya turun gunung mengambil alih kekuasaan. Usahanya berhasil dan atas berbagai pertimbangan (adanya bencana geologis di sekitar Trowulan) ibukota negara dipindahkan ke daerah Kediri atau saat itu dikenal sebagai Dahanapura / Daha yang berlokasi lebih tinggi. Maka berakhirlah kisah Kerajaan Wilwatikta (Majapahit), karena dengan dipindahnya ibukota negara ke Daha (walaupun juga memakai lambang Surya Wilwatikta yang kemudian dimodifikasi), telah hilang ruh kenegaraannya. Catatan: Ibukota Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) di Dahanapura inilah yang kemudian balas digempur oleh Panglima Adipati Demak Bintara Jinbun (Raden Patah), karena menuntut balas kekalahan ayahandanya Bhre Kertabhumi. Jadi perlu digaris bawahi tentang pemahaman “sejarah yang berkembang keliru”, seakan-akan Raden Patah itu menyerang ayahandanya. Padahal yang diserang adalah pamannya yang berkuasa di Dahanapura dan bukannya di Trowulan. indiependen | EDISI 5 | 2012

31


M

Tabloid Indiependen bekerjasama dengan Wilwatikta Online Museum melakukan "Kampanye Kebudayaan dan Peradaban Nusantara". Kegiatan ini bertujuan untuk memberi kesadaran kepada segenap masyarakat Indonesia tentang tingginya peradaban yang pernah dimiliki oleh leluhur kita. "Lebih baik satu kali melihat daripada seribu kali mendengar� adalah ungkapan yang sesuai misi tersebut. Untuk itu disajikan berbagai gambar foto dari warisan peninggalan

32

indiependen | EDISI 5 | 2012

peradaban leluhur bangsa Indonesia. Dengan melihat dan mengetahui secara langsung diharapkan masyarakat meyakini kembali akan tingginya nilai budaya asli Indonesia. Ini penting artinya, karena sebagai bukti tak terbantahkan bahwa bangsa Indonesia telah meletakkan pondasi kebangsaan dan peradabannya sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu. Ini bisa dilihat dari banyak dan beragamnya artefak dalam berbagai bentuk yang merupakan peninggalan dari jaman dulu, yang berada diluar Nusantara.=

Kampanye Kebudayaan Nusantara

www.indiependen.com | www.indiependen.net


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.