14 minute read

Pandemi Virus Corona #inthistogether

Next Article
Selebritis

Selebritis

PANDEMI VIRUS CORONA

#INTHISTOGETHER

Advertisement

Tanggal 11 Maret 2020 lalu akhirnya badan kesehatan dunia WHO menyatakan dengan resmi bahwa COVID-19 merupakan sebuah pandemik.

Lebih Dari Krisis Kesehatan

“WHO telah mengamati dan menilai wabah ini terus menerus, dan kami sangat khawatir akan kecepatannya menular dan memperburuk kesehatan, serta lambannya penanganan,” demikian pernyataan Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, PhD, MSc, saat konperensi pers.

Wabah yang diawali di Wuhan, China, bulan Desember lalu itu kini telah menyebar ke 114 negara. Saat tulisan ini dibuat (10/4/2020), tingkat infeksi mencapai 1.605.277, korban meninggal 95.751, dan orang yang sembuh 356.926. Sebuah wabah yang berhasil mencatatkan sejarah kelam dalam sejarah peradaban manusia modern.

“Wabah ini bukan lagi merupakan krisis kesehatan masyarakat, tapi krisis yang menyentuh hampir semua sektor, sehingga setiap kita harus berjuang bersama,” lanjut Ghebreyesus.

Ya, bersama kita akan #flattenthecurve dengan tenang sambil saling melindungi warga lainnya. Kita bisa, kok!

Warga Indonesia di Sydney Beda Nasib, Tapi Sepenanggungan

Orang Indonesia yang menetap di kota Sydney pasti tahu toko ini, H20. Toko yang terletak di jantung kota Sydney itu menjual produk makanan dan minuman khas Indonesia. Dan, karena letaknya yang strategis, toko ini seperti basis bagi komunitas Indonesia untuk titip menitip.

Ketika efek wabah Covid-19 menghantam Sydney, H20 seperti oksigen ekstra, khususnya bagi pelajar Indonesia yang mengalami penghentian kerja, baik sementara maupun tetap, dalam jangka waktu tak tentu.

Di toko inilah, para warga Indonesia, baik yang sudah menjadi warganegara Australia maupun yang belum, tak putus memberi sumbangan.

Saking banyaknya peminat sumbangan, yang mengakibatkan antrian mengular dan padat, pemilik toko diperingati polisi untuk tetap menjaga jarak aman sesuai ketetapan.

Di laman Facebook komunitas Indonesia The Rock, sumbangan tak hanya berupa makanan. Ijin tinggal sementara (gratis, barter dengan jaga anak dan membersihkan rumah) juga ada. Bahkan mereka juga membentuk tim khusus #Taskforcecovid19 yang bertujuan untuk membantu selama masa Covid-19 ini. Tak berhenti sampai disitu, berbagai sumbangan sembako maupun kotak makanan, baik dari perorangan maupun bisnis terus mengalir. Toko-toko Indonesia yang tersebar di berbagai daerah juga dijadikan tempat sebagai basis sumbangan, seperti Seahorse di Campsie, Lakemba Halal Meat Shop di Lakemba, Panda Asia Market di Kogarah, dan masih banyak lagi.

Para pemilik restoran Indonesia pun berjuang sekuatnya untuk tetap dapat menggaji karyawannya di masa serba salah seperti ini. Evan Elliot, pemilik restoran Indonesia My Delight di Mascot, Sydney, mengatakan, “Kami memang masih buka,

masih melayani pesanan melalui telepon atau jasa antar, tapi tentu saja pemasukan tidak seperti biasanya. Apalagi harga bahan makanan juga meningkat. Buat kami pemilik bisnis, ini tentu sulit untuk beroperasi.

Di lain pihak, kami tidak ingin memutus kerja karyawan kami, kami ingin bisa membantu mereka juga. Salah satunya, kami membuat jadwal kerja baru.

Pada akhirnya, bangga juga bisa melihat komunitas Indonesia yang begitu care, saling berbagi dan membantu di tengah pandemik yang tidak menentu ini. Bravo!

NEGARA PALING TERDAMPAK OLEH COVID-19 (AS PER 20 APRIL 2020)

image: facebook

01

02

Pernikahan di Tengah Wabah Dari Pesta Maksimal ke Super Minimal

Dua pasangan ini berhasil melangsungkan pernikahan mereka meski harus mengubah banyak rencana. Meski demikian, pernikahan ini tak kurang sakral dan syahdu. Selamat kepada para pengantin!

Heri Prabowo/Balon (33) dan Joanna Meijer (27)

Kapan dan di mana pertama kali bertemu?

Tahun 2011 di Universitas Indonesia sebagai senior dan junior di fakultas yang sama. Hari (Balon) pertama kali melihat Joan di kantin, namun perkenalan pertama terjadi setelah itu.

Kapan merasa “dialah orangnya” dan mengapa “dia”?

Balon: Ketika kesempatan untuk terhubung kembali dan berkomunikasi dengan Joan muncul untuk yang kedua kalinya di awal tahun 2018. Alasannya, karena saya yakin Joan dapat membantu saya untuk mengenal kebenaran Firman Tuhan dan akan selalu bahagia bila bersama dengannya.

Joan: Awal tahun 2019, ketika saya menyadari bahwa saya tetap mengasihi dia sekalipun saya telah mengetahui kelemahan dan kesalahannya. Alasannya, karena Balon adalah pribadi yang lemah lembut dan mau dibentuk menjadi lebih baik, kami juga punya karakter yang berbeda, sehingga akan saling melengkapi.

Kapan mulai merancang pernikahan?

Joan: Setelah meninggalnya papa angkatku, sekitar bulan Juni atau Juli 2019. Awalnya, Balon berencana kami menikah sekitar akhir tahun 2019, tapi karena waktu persiapan yang dirasakan singkat dan proses di gereja yang pasti akan membutuhkan waktu, aku mengusulkan untuk diadakan di tahun 2020. Kami menentukan tanggalnya, yaitu 4 April 2020. Kami mempersiapkan pernikahan bersama-sama, mulai dari acara lamaran dan segalanya. Semua vendor kami hubungi dan tentukan bersama, tanpa ada bantuan dari wedding organizer, keluarga, dan kerabat.

Awalnya, bagaimana bayangan kalian tentang pernikahan kalian?

Kami memiliki selera yang cukup unik dan pernikahan yang kami persiapkan sangat berbeda dibandingkan dengan konsep pernikahan lain pada umumnya. Kami membayangkan pernikahan yang penuh warna dan tawa, namun tetap intim. Kami memilih tema festival, sehingga memilih lokasi pernikahan outdoor. Kami

juga memikirkan hashtag yang akan kami gunakan, maka lahirlah #BaJojadiBojo.

Bagaimana perasaan kalian begitu tahu rencana itu tidak bisa berjalan seperti yang diinginkan? Apa respons kalian dan keluarga? Apakah ada tentangan atau ide untuk malah menunda sampai kondisi memungkinkan?

Sempat terlintas juga untuk menunda waktu pernikahan, namun ide itu ditolak Balon. Sehingga, pilihan untuk menjalankan prosesi sakral terlebih dulu menjadi pilihan yang tepat untuk kami, dan kami pada akhirnya bisa menerimanya dengan lapang dada dan sukacita.

Bagaimana menyesuaikan tempat, bujet, undangan, dan emosi kalian saat itu? Bagaimana kalian berdiskusi (bertemu) dan mengatur rencana yang baru ini?

Pastinya keadaan ini cukup mengejutkan sekaligus melelahkan. Tidak pernah terpikir bahwa H-1 minggu pernikahan, kami masih harus mencari lokasi untuk melangsungkan pemberkatan. Pasalnya, tempat awal kami melangsungkan pemberkatan tutup, padahal kami sudah membuat dan menyebarkan undangan digital.

Secara umum, tidak terlalu banyak konflik teknis yang terjadi di antara kami. Diskusi mengenai tempat,

• Home Loans • Investment Loans • Refinancing • Personal Loans • Commercial Loans • Construction Loans We will help you to find the loan that suit your needs!

Compare hundred of products with one phone call

Contact Us Now!

FREE CONSULTATION!

undangan, dan budget tidak terlalu menjadi persoalan. Kami saling mengerti satu sama lain. Balon sangat mengerti bahwa aku sangat detil. Aku juga mencoba untuk mendiskusikan segalanya dengan Balon supaya tidak ada miskomunikasi. Kami hanya mau semuanya berjalan lancar di hari H. Yang terpenting untuk kami adalah prosesi sakral yang dapat berjalan di hari H. Ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan untuk kami berdua.

Di hari H, bagaimana kondisinya? Di mana kalian menikah? Berapa orang yang datang (selain kalian dan pendeta yang menikahkan)?

Akhirnya, setelah proses yang cukup panjang, kami mendapat sebuah kedai kopi untuk melangsungkan pemberkatan. Sebenarnya, tempat itu juga tutup sementara waktu, namun pihak manajemennya ingin menolong kami berdua, sehingga tanggal reservasi untuk melangsungkan pemberkatan kami tetap diizinkan, dengan syarat mematuhi protokoler kesehatan dan keamanan.

Sekalipun intim dan dilakukan saat pandemi corona, kami mencoba untuk menarik perhatian orang-orang yang masih terhubung dengan kami melalui media sosial, dengan memberikan informasi mengenai undangan online ibadah pemberkatan kami berdua.

Yang hadir secara fisik di hari H memang hanya kami berdua, pendeta, orangtua, keluarga inti, maid of honor, best man, dan tim photographer kami, namun kami memiliki ratusan tamu virtual yang menyaksikan prosesi sakral kami lewat intagram live yang sudah kami informasikan sebelumnya (respon yang kami terima luar biasa dan di luar ekspektasi). Pernikahan kami berjalan dengan lancar dan sangat menyenangkan.

Bagaimana dengan proses catatan sipilnya?

Kami telah melengkapi dokumen ke catatan sipil H-1 bulan sebelum pernikahan, namun karena pandemi corona, catatan sipil memutuskan untuk tidak melayani pernikahan di kantor maupun secara langsung ke lokasi pernikahan sampai isu pandemi usai. Kami akan mengurus catatan sipil langsung ke kantor catatan sipil setelah mereka membuka kembali layanannya.

Setelah menikah, bagaimana perasaan kalian?

Kami berbahagia dan menikmati keluarga baru kami, ditambah dengan isu pandemi corona ini maka kami lebih memiliki waktu berkualitas, karena pekerjaan kami dapat dilakukan di rumah.

Pelajaran apa yang bisa kalian tarik dari momentum ini?

Melalui situasi ini, kami berdua sangat belajar untuk menjadi tenang, tidak terbawa suasana dan menjadi negatif. Kami menjaga semangat dan pikiran positif kami. Bagi kami kondisi yang kelihatannya buruk, tidak dapat menjadi halangan untuk kami. Sekalipun prosesi sakral sudah dilaksanakan, kami tetap memiliki harapan untuk merayakan moment bahagia ini bersama dengan keluarga dan tamu-tamu kami di waktu yang lebih tenang dan tepat.

Kapan dan di mana pertama kali bertemu?

Teman SD, ketemu saat sekolah, sebangku saat kelas 5 SD

Kapan merasa “dialah orangnya” dan mengapa “dia”?

Karena kami merasa nyaman satu sama lain, sama-sama mau berjuang untuk hubungan kami dan memiliki komunikasi, keterbukaan dan percaya satu dengan yang lain.

Kapan mulai merancang pernikahan?

Kami merencanakan untuk menikah sejak awal masa pacaran, karena kami berpikir bahwa kami tidak ingin membangun hubungan yang tanpa tujuan. Namun, untuk pengurusan dan rencana acara waktu persiapan kami cukup singkat. Kami mulai dengan memberitahu orang tua, lalu mengajukan untuk pemberkatan dari gereja dimana kami berjemaat. Selagi masa konseling pranikah, kami mulai merencanakan acara, mencari tempat, membeli cincin pernikahan, fitting baju, membuat dan menyebarkan undangan dan lain sebagainya.

Awalnya, bagaimana bayangan kalian tentang pernikahan kalian?

Kami merencanakan pernikahan yang dihadiri keluarga dan para sahabat, baik sahabat kami maupun sahabat-sahabat dari orang tua kami dikarenakan kami berdua adalah anak tunggal, tentunya kami ingin acara kami menjadi perayaan sederhana yang intim namun berkesan bagi kami dan keluarga. Kami membayangkan akan melaksanakan acara di tempat yang cukup luas, strategis dan penuh dengan dekorasi.

Bagaimana perasaan kalian begitu tahu rencana itu tidak bisa berjalan seperti yang diinginkan? Apa respons kalian dan keluarga? Apakah ada tentangan atau ide untuk malah menunda sampai kondisi memungkinkan?

Perasaan kami tentunya kecewa dan bingung, undangan sudah disebar dan beberapa sudah dibayar. Wabah ini membuat kami tidak bisa melakukan pernikahan yang sesuai dengan ekspektasi kami di awal. Namun demikian kami berusaha tetap tenang dan memikirkan plan berikutnya. Keluarga cukup panik dan takut, dengan terus updatenya berita dan jumlah korban Covid-19 tentunya juga menambah kepanikan keluarga. Akan tetapi kami memutuskan untuk tetap menjalani pernikahan kami walaupun hanya bisa pemberkatan singkat dan dihadiri keluarga inti saja. Kami berpikir bahwa untuk perayaan lebih besar/ resepsi dapat dilakukan dikemudian hari. Percaya dan tetap mempersiapkan yang terbaik untuk pemberkatan sederhana kami agar tetap berjalan adalah hal yang kami lakukan.

Bagaimana menyesuaikan tempat, bujet, undangan, dan emosi kalian saat itu? Bagaimana kalian berdiskusi (bertemu) dan mengatur rencana yang baru ini?

Tempat terpaksa membatalkan dan meminta maaf kepada kami karena tidak bisa menyelenggarakan pernikahan kami. Dalam waktu yang sangat amat singkat kami harus mencari tempat baru saat memutuskan untuk tetap menjalankan pemberkatan pernikahan kami. Kami sangat bersyukur karena kami mendapatkan tempat yang bertempat cukup strategis dan mendapatkan izin untuk pemberkatan kami. Untuk budget tentunya berkurang dari perkiraan kami dikarenakan penurunan jumlah tamu undangan. Dikarenakan situasi dan pembatalan pihak vendor kami tetap mendapatkan pengembalian dana kami. Untuk undangan pun kami terpaksa harus menginformasikan bahwa adanya pembatalan acara terkait situasi saat ini.

Hampir setiap hari kami berkomunikasi dan bertemu untuk mengatur rencana baru kami. Kami tetap mempersiapkan yang terbaik dan terus berdoa agar acara pemberkatan tetap bisa berjalan. Kami juga sangat bersyukur karena baik keluarga besar maupun teman dekat kami sangat mendukung keputusan kami dan dengan adanya perkembangan teknologi saat ini, hal tersebut memudahkan kami dalam pengurusan persiapan pemberkatan kami.

Di hari H, bagaimana kondisinya? Di mana kalian menikah? Berapa orang yang datang (selain kalian dan pendeta yang menikahkan)?

Di hari H, acara dihadiri keluarga inti, perwakilan keluarga dan sahabat yang membantu prosesi (WL, MC, Pemain musik, dan fotografer). Total yang hadir diluar mempelai dan pendeta adalah 13 orang. Kami menikah di ruko dengan dekor dan sound system sederhana.

Bagaimana dengan proses catatan sipilnya?

Catatan sipil menyusul, belum kami urus karena situasi ini banyak kantor yang tutup dan ruang gerak kami terbatas untuk pergi.

Setelah menikah, bagaimana perasaan kalian?

Sangat lega dan bahagia karena acara dapat berjalan dan disaksikan keluarga inti

Gorgina Turangan (27) dan Emir Hamdan (28)

dan sahabat kami. Walaupun kami tahu setelah ini banyak “PR” yang masih harus kami kerjakan untuk pengurusan akte nikah dan lainnya.

Pelajaran apa yang bisa kalian tarik dari momentum ini?

Dengan situasi ini kami jadi lebih belajar untuk berserah dan lebih mengerti soal pengurusan pernikahan karena kami mempersiapkan hampir semuanya sendiri. Di awal, kami memang mengimpikan pernikahan dan perayaan sederhana, namun yang terjadi adalah pernikahan hanya dilakukan dengan pemberkatan yang dilakukan cepat dan sangat sederhana. Tentunya, kami juga belajar mengambil keputusan di saat mepet, lebih tenang, dan mengerti bahwa esensi pernikahan itu sendiri bukan sekadar perayaan dan seseruan saja, tapi bagaimana kami merayakan sesuatu yang sakral, singkat, namun sangat bermakna dan berkesan bagi kami.

NEGARA PALING TERDAMPAK OLEH COVID-19 (AS PER 20 APRIL 2020)

01

02

Sejatinya, para dokter IGD (Instalasi Gawat Darurat) adalah garda depan pertahanan terhadap wabah. Dialah juga barisan paling rentan jika sebuah wabah mengancam. Tapi, apa daya, umumnya mereka melakukan perlawanan tanpa perlindungan. Dr. Josie, salah seorang dari mereka, menceritakan pengalamannya.

Sejak lulus sekolah kedokteran, Josephine - Josie, panggilannya, merasa belum siap jika harus melaksanakan program dokter magang 12 bulan lamanya di daerah yang ditugaskan. Sebelum diteguhkan, gadis ini melakukan kerja lapangan di beberapa rumah sakit daerah. Dan, ketika program itu datang datang, gadis 26 tahun itu tengah berduka. Ayahnya baru berpulang untuk selamanya. Ia belum siap meninggalkan keluarga tercinta. Duabelas bulan memang bukan waktu yang lama, tapi segala sesuatunya dapat terjadi. Wabah Covid-19, salah satunya.

Kalimantan, Here I Come

“Aku awalnya ingin ke NTT atau Bali karena teman-temanku ke sana,” cerita Josie dengan suara lembutnya. Kenyataannya, ia ditempatkan di sebuah rumah sakit di sebuah kota kecil di Kalimantan Barat. Ia mulai bertugas di sana per Mei 2019. Bulan-bulan pertamanya ia lalui dengan sangat berat karena baru kali inilah Josie menginjakkan kaki di pulau Kalimantan.

Adaptasinya dengan budaya dan sosial setempat berjalan lambat. “Sampai sekarang pun aku masih sulit beradaptasi. Tapi, aku lebih kuat sekarang, karena tahu bahwa (magang) ini pasti selesai,” demikian ungkap Josie di bulan Desember lalu. Suaranya terdengar lebih optimis.

Walaupun kota yang ia tinggali termasuk salah satu kota besar di Kalimantan Barat dengan tingkat perekonomian yang cukup baik, kota ini sepertinya memang tidak diperuntukkan bagi Josie. Ia tak sabar untuk menyelesaikan program dan segera kembali ke Jakarta, dan melamar kerja di sebuah rumah sakit yang tak jauh dari rumahnya.

Bertempur Tanpa APD

Ketika kasus Covid-19 pertama kali muncul Jakarta pada 2 Maret lalu, kita tahu tahu ceritanya sebulan kemudian. Angka penularan COVID-19 di Indonesia bertambah secara eksponensial - mengikuti deret ukur yang jumlahnya berangsur membesar dan kemudian tak terkendali - jika tidak ada upaya segera mengurangi laju penyebaran. Caranya tentu dengan menghilangkan faktor-faktor penting yang dapat memperluas wabah penyakit ini.

Dan, kenyataannya, menghilangkan faktor-faktor penyebaran virus corona tidak semudah membalik telapak tangan. Kasus penderita terinfeksi Covid-19 merebak bak jamur di musim hujan di negeri berpenduduk 277 juta jiwa ini. Kota di mana Josie magang pun tak luput dari ancaman wabah. Tugasnya sebagai dokter IGD membuatnya langsung menangani pasien.

Setelah kasus pertama muncul di kota itu, ia mulai was-was. Bukan karena risiko profesinya yang ia sangat sadari, tapi tambahan APD (Alat Pelindung Diri) dan alat rapid test belum tiba. Wabah juga masih dalam tahap awal. Dokter-dokter IGD seperti dirinya dan juga perawat seperti “pasang badan” melawan musuh yang benar-benar tak terlihat dan belum diketahui. Josie juga tak mencurigai pasien-pasien yang datang tanpa gejala. Salah satunya yang ia tangani tanpa APD (Alat Pelindung Diri) standar penanganan virus corona, yang kemudian diketahui sebagai PDP (pasien dalam pengawasan). Josie nyaris tak percaya! Sampai saat ini, hasil swab pasien itu belum keluar.

Dr. Josephine Talitha Getruide Yvette Laksono, S. Ked.

DOKTER IGD: PENJAGA TANPA PELINDUNG

nada dalam. Ia jelas terdengar prihatin. Lalu, mengapa begitu lama diagnosanya datang? “Semuanya hasil swab diproses di Jakarta. Hasilnya baru datang satu-dua mingggu kemudian,” lanjut gadis yang pernah berlatih balet bertahun-tahun itu.

Pasien positif Covid-19 di kotanya kini bertambah satu lagi. Jumlah itu dikhawatirkan bertambah karena pemudik dari Jakarta tak terbendung. Berperisai alat pelindung yang ada dan Mazmur 91, Josie tidak terkesan optimis, tapi dia memutuskan untuk berjuang semampunya.

Serba Salah

Masa PTT Josie akan berakhir Mei 2020. Tidak ada sebulan lagi. Tapi, wabah ini membuatnya patah hati. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi. Menimbang wabah yang masih terjadi, masa PTT-nya mungkin diperpanjang. Kalau pun tidak, Josie khawatir kondisi dirinya saat ini.

“Aku nggak tahu apakah sudah tertular atau belum. Kami, tenaga medis di sini, belum diperiksa. Aku khawatir, kalau belum diperiksa dan pulang, bisa jadi “carrier”,” suaranya kembali tersendat, mengingat orang-orang yang dekat di hati yang tengah menantinya.

Sampai saat ini, Josie belum menemukan titik terang akan keputusannya. Tapi, apa pun itu, kita semua tahu dan sangat menghargai bahwa begitu banyak josie-josie lainnya yang telah membaktikan hidup mereka guna kepentingan perikemanusiaan, butir pertama dari lafal Sumpah Dokter Indonesia (Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012, Penjelasan Pasal 1, halaman 7).

Kami bersamamu dan mendoakan kesehatanmu, dr. Josie. [IM]

This article is from: