13 minute read

10 Langkah Sederhana Selamatkan Bumi

10 Langkah Sederhana Untuk Selamatkan Bumi

Sama seperti manusia, Bumi kita pun menua. Menurut para peneliti, umur Bumi mencapai 4,54 miliar tahun. Sebagai perbandingan, galaksi Bima Sakti berusia sekitar 13,2 miliar tahun atau tiga kali lebih tua dari usia tata surya dan Bumi. Lalu, apa upaya kita untuk membuat Bumi bertahan dan kembali muda usia?

Advertisement

Apakah kita dapat memudakan kembali Bumi? Setiap tahun, tanggal 22 April, kita memeringati Hari Bumi, hari di mana kita berhenti sejenak dari setiap kegiatan kita yang menggembosi Bumi dan membantunya - minimal, meringankan beban Bumi - bernapas lebih lega dan segar kembali.

Di luar upaya kita semua, Bumi seperti tak sanggup lagi menahan polusi dan sampah plastik yang semakin menumpuk. Polusi suara, sampah, dan udara semakin memenuhi bumi dan membuatnya makin cepat loyo. Belum lagi banyaknya tumpukan sampah plastik yang juga makin menutupi permukaan bumi, mengotori darat dan lautan. Menyedihkan, bukan? Lantas apa yang bisa Anda lakukan untuk menghentikan polusi ini dan menyelamatkan bumi kita? Sepuluh langkah “hemat” di bawah bisa kita lakukan untuk membantu Bumi. Sudahkah?

Hemat Kertas

Setiap hari kertas dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari. Misalnya, menulis, membungkus, dan lainnya. Tahukah Anda kalau butuh satu batang pohon berusia lima tahun untuk memproduksi satu rim kertas, dan limbah yang dihasilkan dalam proses produksinya juga tidak sedikit. Dengan menghemat kertas, secara tak langsung kita telah membantu menurunkan tingkat penebangan pohon. Cara sederhana yang dapat kita lakukan antara lain dengan menggunakan kembali sisi kertas yang telah dipakai, mengurangi mencetak dokumen internal, termasuk menyimpan dokumen dalam bentuk soft file, dan lainnya.

Hemat Air

Sejak kecil, kita pasti diajarkan untuk menghemat air. Misalnya, waktu mandi, pakai seperlunya. Waktu menggosok gigi, matikan dulu kerannya saat menyikat. Jika ada keran bocor, tampung airnya, dll.

Hemat Energi

Jangan biasakan membiarkan charger terpasang dalam keadaan menyala setelah selesai mengisi baterai. Begitupun ketika sudah tak lagi memakai lampu, pengering rambut, pelurus rambut, atau bahkan televisi yang selalu menyala bahkan saat kita sudah tidur. Matikan peralatan listrik yang sudah tak lagi terpakai. Kenapa? Energi listrik yang dipakai untuk menyalakan semua peralatan elektronik diambil dari bumi. Membuang energi listrik sama saja dengan membuangbuang energi bumi. Selain itu, langkah ini juga bakal mengurangi risiko kebakaran akibat korsleting listrik.

Daur Ulang

Daur ulang akan membantu mengurangi beban bumi, khususnya ketika bumi harus mengolah sendiri sampah-sampah plastik. Cara paling mudah dilakukan sendiri adalah dengan memilah sampah sesuai dengan bahannya baru dibuang ke tempat sampah. Di tempat umum, biasanya kita menemui tempat sampah yang berbeda-beda warnanya. Dengan membuang sampah pada tempat yang sesuai, kita juga ikut membantu dalam mendaur ulang.

Isi Ulang Botol Minuman

Biaya untuk membeli sebotol air mineral memang nggak semahal rumah. Tapi, alangkah baiknya jika uang yang harusnya kita habiskan untuk membeli ini bisa kita tabung. Memang, hanya $3-$5 per hari, tapi bayangkan jika itu berlangsung selama satu tahun? Dengan mengisi ulang botol, kita bukan saja menghemat ratusan ribu per bulan, kita juga bisa berkontribusi dalam menyelamatkan lingkungan.

Asal tahu saja, botol produksi perusahaan air minum sangat merugikan lingkungan, lho, mengingat 80% diantaranya tidak didaur-ulang dan jumlah air yang digunakan untuk memproduksi sebuah botol plastik tiga kali lebih banyak dibanding air yang bisa ditampung botol itu sendiri.

Bawa Tas Belanja Sendiri

Di beberapa negara sudah mulai diterapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Hal ini bertujuan agar para pembeli membawa tas belanjanya sendiri yang bisa dipakai berkali-kali dan tidak memakai kantong plastik yang sulit terurai. Sampah plastik, khususnya dalam bentuk kantong, membutuhkan waktu 20 hingga 1.000 tahun untuk akhirnya dapat terurai. Hal ini tentu sangat membahayakan lingkungan.

Cermat Elektronik

Penggunaan peralatan elektronik secara tidak efektif dapat memicu pemborosan energi listrik yang berdampak buruk bagi bumi, contohnya adalah penggunaan AC. CFC dan HCFC yang merupakan bahan dasar pembuat freon pada AC harus dikurangi penggunaannya karena dua senyawa tersebut dapat membuat lapisan ozon bumi semakin menipis.

Hindari Pestisida

Pestisida yang biasa digunakan untuk membunuh hama atau ulat yang menganggu tanaman dapat memengaruhi kualitas lingkungan dan tanah, serta meningkatkan risiko terjadinya penurunan kualitas air. Bahkan parahnya, tak mudah untuk menghilangkan residu pestisida pada tanah, butuh waktu hingga bertahuntahun. Mulailah beralih menggunakan kompos. Kita sendiri bisa membuat kompos dari sisa makanan. Kompos bisa menjadi nutrisi bagi tanaman untuk menggantikan bahan kimia seperti pestisida.

Tanam Pohon

Menanam pohon akan membuat bumi tersenyum dan awet muda. Bayangkan jika satu persen saja manusia mau menanam setidaknya satu pohon dalam hidup mereka, maka bumi akan jadi asri dan menyenangkan. Menanam pohon juga akan membantu untuk mengurangi tingkat polusi dan juga membantu ketenangan pikiran saat sedang stres.

Kurangi Emisi Karbon

Emisi karbon itu berasal dari aktivitas yang mengeluarkan gas seperti karbondioksida dan metana ke atmosfer. Gas ini, yang juga dikenal dengan sebutan gas rumah kaca, yang bisa mengubah lingkungan menjadi lebih buruk karena perubahan iklim. Mengurangi emisi karbon terdengar seperti tugas yang menakutkan, tapi ingat bahwa jika kita melakukan hal ini, berarti kita menjaga lingkungan sendiri. [IM]

HARI BUMI Untuk Kehidupan Anak Cucu Kita Di Masa Depan

Menemukan kembali makna kemanusiaan, keserakahan, dan pengendalian diri agar Ibu Bumi kita yang tercinta ini tetap sanggup menjadi sumber kehidupan bagi kita, anakanaknya.

Sehubungan dengan Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April, Indomedia ngobrol-ngobrol dengan Mahawira Singh Dillon dari Yayasan Indonesia CERAH, sebuah LSM yang bertujuan “mendorong transisi energi menuju energi terbarukan”. Secara formal, Wira, demikian akrabnya, adalah Senior Policy Researcher. Secara teknis, ia bertugas membantu riset dan hubungan dengan aliansi LSM seperti Bersihkan Indonesia. Sebuah tugas yang sangat tepat dengan gelar Master dalam Climate Change Policy yang ia raih dari Australian National University di Canberra.

Sebelum di Yayasan Indonesia CERAH, Wira adalah manajer program di Yayasan Pelangi Indonesia, juga bergerak di bidang kebijakan iklim. Pria kelahiran Jakarta, 35 tahun lalu ini hobi membuat permainan papan. Hobi itulah yang mendorongnya menciptakan permainan papan bernama Emisi, sebuah permainan simulasi untuk membantu pemain memahami perubahan iklim dan perkembangannya.

Semoga hasil obrolan via surat elektronik dengan Wira ini membuka mata fisik dan mata hati akan seriusnya perubahan iklim. Itu yang terjadi pada saya.

1. Anda berada di posisi perspektif ‘pejuang lingkungan’. Bagaimana Anda melihat kondisi Bumi berikut sumber dayanya selama 10 tahun belakangan ini?

Akselerasi eksploitasi demi pertumbuhan kapitalisme, sehingga banyak eksternalitas yang menyebabkan kerusakan sosial dan lingkungan yang semakin parah. Kita perlu menyadari bahwa pertumbuhan tidak otomatis hal yang baik--ada baiknya kita selalu mempertanyakan “mengapa?” untuk memastikan bahwa pertumbuhan yang kita dukung benar-benar untuk kebaikan umat manusia dan bukan hanya untuk kebahagiaan sesaat.

2. Bagaimana proyeksi Anda dalam 10 tahun ke depan?

Mostly masih akan sama, karena sepertinya manusia cenderung mudah lupa tiap sebuah krisis berlalu dan sepertinya planetary boundary limits baru akan mulai mentok pertengahan 2030.

3. Apa yang, kira-kira, masyarakat paling sederhana dapat lakukan untuk berkontribusi dalam pelestarian alam?

Lebih sadar akan apa yang dikonsumsi dalam setiap harinya, usahakan lebih efisien, dan budayakan menghargai pengalaman serta koneksi antarmanusia ketimbang kekayaan material.

4. Dalam konteks pelestarian alam dan segala upayanya, benarkah ada stigma bahwa “orang kecil” tidak dapat diedukasi karena kultur “hidup jorok” yang mengakar? Bagaimana Anda menyikapi stigma ini?

Menurut saya, stigma-stgma seperti ini adalah egoisme kelas yang counterproductive terhadap perubahan sistemik yang berarti. Bila ada orang yang merasa dirinya pejuang lingkungan, sebaiknya berusaha lebih keras untuk pertama mengerti mengapa klasifikasi “orang kecil” itu tidak membantu.

Pertama-tama, ada konsep bernama The Environmental Kutznetz Curve yang menunjukkan bagaimana orang-orang cenderung baru akan peduli lingkungan setelah mencapai tingkat kesejahteraan tertentu. Teori EKC ini merupakan deskripsi tentang fenomena yang cukup baik, tapi untuk lebih mengerti “mengapa” hal ini terjadi, mungkin perlu mengerti juga bagaimana kebanyakan orang yang disebut “orang kecil” merupakan korban sistem kapitalisme di mana mereka terus dimarjinalisasi.

Dengan memahami hal itu, maka kita akan dapat melihat bahwa hal-hal yang tidak perlu kita pikirkan (seperti apakah besok bisa makan lagi, apakah akan ada cukup uang untuk anaknya bersekolah, dsb.) masih merupakan hal-hal yang harus mereka perhatikan terlebih dahulu sebelum mereka bisa memikirkan permasalahan lingkungan.

Jika kita benar-benar menginginkan perubahan lingkungan yang sistemik, kita perlu mengganti sebuah sistem yang memarjinalisasi dan melemahkan orang-orang di dalamnya serta membantu semua orang agar dapat hidup dengan lebih ramah lingkungan sesuai dengan kapasitas dan kesempatannya masing-masing, ketimbang melalui memaksakan kerangka berpikir kita sendiri.

5. Dalam kaitan dengan pelestarian alam, menurut Anda, apakah perekonomian masyarakat sederhana berhubungan erat dengan sumber daya alam dan pengelolaannya?

Tentunya. Tapi, sebenarnya perekonomian semua orang tentunya terkait dengan daya dukung alam- -yang in turn sangat berkorelasi dengan pengelolaannya. Kita yang tinggal di kota-kota sebenarnya jauh lebih “berdosa” karena kita mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar terhadap pengelolaan SDA di daerah-daerah sub-urban dan rural karena tiap luasan urban sebenarnya membutuhkan berkalikali lipat luasan sub-urban dan rural untuk mendukungnya.

Konsep ecosystem appropriation of cities cukup banyak dibahas secara akademis dan dengan melihat alur pertukaran uang dan materi maka kita akan dapat dengan mudah melihat bagaimana daerah kota menjajah daerah non-kota.

6. Mari kita bicara sampah. Di Australia, pemerintah sangat peduli terhadap sampah yang dipilah sesuai dengan bahannya. Bahkan, diterapkan sistem denda jika tidak patuh. Bagaimana Anda melihat hal ini ini di Indonesia?

Beberapa unit kecil (seperti sekolah,

universitas, dan perusahaan) di Indonesia berusaha memberlakukan hal ini. Tentunya, sistem ini berguna untuk membantu masyarakat luas lebih sadar mengenai konsumsinya dan pentingnya mengolah sampah dengan sesuai.

Tapi seringkali para implementer juga salah kaprah di mana mereka tidak melihat integrasi sistemik dengan baik sehingga--seperti yang saya sangka sering terjadi di banyak sistem seperti ini di Indonesia- -yang terjadi adalah pemilahan terjadi dengan baik di unit tersebut, tapi, toh, nantinya semuanya dibuang tercampur di TPS (Tempat Pengelolaan Sementara) atau TPA (Tempat Pengelolaan Akhir).

Menurut saya, sebaiknya tidak perlu ragu-ragu soal chicken-or-egg. Bila mau, ya, lakukan saja karena fungsi pendidikannya juga berguna. Tentunya, bila bisa melakukan integrasi dengan sistem produksi unit ataupun memperbaiki pengelolaan di luar unit, ya, harus juga diusahakan.

7. Melihat Singapura dan Denmark yang memiliki pembakaran sampah bertekanan supertinggi sehingga “tidak ada masalah dengan sampah plastik” dan bahkan dapat menghasilkan listrik, apakah memiliki incinerator secanggih itu menjadi jawaban terhadap masalah sampah plastik?

Menurut saya, tidak, karena, lagilagi, seringkali dalam framing seperti ini akan ada eksternalitas yang lupa diperhitungkan. Mungkin “solusi” teknokratik seperti ini bisa dianggap sebagai “selemah-lemahnya iman”, semoga ke depannya kita bisa lebih baik memikirkan dengan lebih baik keseluruhan life cycle produksi dan konsumsi plastik kita agar kita dapat mensintesiskan “jawaban” yang lebih berkelanjutan buat semua orang.

8. Bagaimana Anda melihat kebijakan pemerintah terbaru mengenai daerah konservasi dengan upaya pemerintah yang berupaya menggenjot ekonomi rakyat untuk tumbuh?

Tentunya saya sangat mempertanyakan konsepnya--apalagi eksekusinya nanti. In theory, sebenarnya, kalau memang ingin menumbuhkan ekonomi selagi memerhatikan konsep konservasi bisa saja dilakukan selama memerhatikan berbagai hal seperti MSY (Maximum Sustainable Yield) dan juga mendorong penghargaan hal-hal yang selama ini kurang dihargai dengan baik, seperti NTFPs (Non-Timber Forest Products) dan ecosystem services (termasuk konsep carbon credits).

Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa proses pengembangannya tidak hanya melalui proses FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) yang baik, tapi juga merupakan prakarsa rakyat setempat atau dipastikan bahwa bentuk unit usaha, cara kerja, dan pembagian penghasilannya semua benar-benar merupakan hasil equal discourse antara pemodal dengan penduduk setempat.

9. Menurut pengalaman Anda, apa upaya tersulit WWF dalam memertahankan konservasi alam/satwa yang pernah ada?

Sepertinya, upaya tersulit WWF saat ini adalah memastikan bahwa pemutusan hubungan politik dengan pemerintah RI tidak menghancurkan usaha yang sudah mereka lakukan selama ini. Saya harap WWF dapat terus berhubungan dengan berbagai mitra lokal mereka saat ini, sehingga dapat terus mendukung upaya konservasi di Indonesia walau tidak dapat bekerjasama secara langsung dengan unit-unit pemerintahan.

10. Wabah virus Covid 19 rupanya memberi dampak baik bagi lingkungan, pencemaran udara jauh berkurang, salah satunya. Menurut Anda, inikah salah satu bentuk “karma” Bumi terhadap manusia?

Saya mengerti mengapa banyak muncul narasi seperti demikian. Dan, tentunya, bisa dibilang begitu, tapi saya rasa itu semua tergantung definisi “karma” yang mau kita gunakan. Sejujurnya, saya sendiri kurang menyukai narasi itu karena masih sangat anthropo-sentris - seakan-akan manusia segitu “penting”nya hingga semesta segitu niatnya susah payah membalas manusia.

Menurut saya, kebetulan saja manusia sendiri yang melalui tindak tanduknya mencelakakan dirinya sendiri, bahwa dunia jadi “semakin baik”, juga penilaiannya mengasumsikan dan mengimplikasikan bahwa dunia--ketika berkurang polusi (yang disebabkan manusia)--menjadi “semakin baik” untuk manusianya sendiri juga, kan?

Dunia sudah jauh lebih tua dari manusia, dia juga kemungkinan besar akan ada jauh sesudah manusia terakhir punah. Segala kehidupan lain yang muncul hanya berusaha bertahan hidup--termasuk si virus covid-19 ini--kebetulan aja cara dia beranak pinak mencelakakan manusia. Padahal, kemungkinan besar, awalnya dia berevolusi juga bukan untuk menyerang manusia - cuma untuk mencari inang beberapa jenis sel aja yang cocok untuk jadi pabrik anakannya. Bahwa manusia mengembangbiakkan sel tersebut untuk fungsi pernafasannya, kebetulan evolusi saja.

Semoga aja, sih, ke depannya manusia jadi lebih bijak, biar kita nggak kayak sel kanker tindak tanduknya-- menggilas segala sesuatu hanya untuk replikasi diri sendiri tapi malah jadi mati sendiri ketika mentok karena sumber daya habis.

Mohon maaf jadi ke mana-mana, tapi, intinya, saya rasa kalau mau mikir begitu silahkan saja. Tapi, kalau mau memerjuangkan lingkungan, saya rasa ada banyak pembahasaan narasi lainnya yang lebih simpatetik sehingga akan dapat meyakinkan lebih banyak orang untuk ikut peduli lingkungan (karena beberapa orang mungkin akan merasa bahwa narasi karma ini memosisikan lingkungan lebih penting dari manusia sehingga mereka mungkin malah antipati dengan gerakan lingkungan).

11. Tiga tip praktis dari Anda untuk mengupayakan Bumi yang berkesinambungan dan terbarukan.

Sadari tingkat konsumsi Anda, kurangi konsumsi material yang berlebihan, perkuat koneksi dan interaksi berarti dengan sesama manusia yang efisien materi dan energi (contoh: jalan ke taman bersama, olahraga bersama, bermain permainan papan bersama). [IM]

ERWIN MARZUKIE & CO Chartered Accountant

UNILAND M IGRAT ION R

ONE STOP SERVICE CENTRE

Visa and Migration Services - Permanent & temporary skilled visa - Permanent & temporary business visa - Permanent & temporary sponsored visa - Contributory Parent visa - Spouse/partner/de facto visa - Student & Resident return visa - MRT & AAT review and appeal and all type of Australian visa

- Chartered Accountant - Chartered Tax Advisor - Registered Tax Agent - Registered Migration Agent - Trade Marks Attorney - Licensed Real Estate Agent Accounting & Taxation Services

- Tax returns (individuals & businesses) - BAS/GST returns & advice - Capital gains & Fringe benefits tax - International taxation - C ompany, Trust & Superannuation fund formation - Accounting & Bookkeeping services - Corporate & Management advisory services

Hubungi: Erwin Marzukie & Fionna Vimala Chartered Accountant & Registered Migration Agent (MARN) 9788734 Suite 201, Level 2, 78 Liverpool Street, Sydney NSW 2000, Tel: (02) 9264 0881 Fax: (02) 8080 8172 Mobile: 0416 238 007 Email: uniland@yahoo.com.au & marzukie@optusnet.com.au Pelayanan kami dalam bahasa: Inggris, Indonesia, Cantonese, Hokkien & Mandarin

Trade Marks Services - Search & Advice - Registration (Australia & overseas) - Monitoring & Infringement - Licensing & Prosecution

TESTIMONI KLIEN

Saya sangat gembira dengan kehidupan saya yang baru di Australia. Setelah sekitar 37 tahun hidup di Australia tanpa status resmi, akhirnya melalui jasa Uniland Migration, khususnya Bapak Erwin Marzukie, saya berhasil mendapatkan ijin tinggal (Permanent resident) yang sah. Saya sangat senang dengan layanan yang diberikan, saat dari pertama kali pertemuan hingga selama masa proses, Uniland Migration selalu memberikan layanan yang profesional dengan sentuhan pribadi! Terima kasih sudah membantu mewujudkan impian saya.

- RW -

Tak pernah terbayang setelah 35 tahun saya hidup di Australia tanpa status resmi, akhirnya saya berhasil mendapatkan Permanent Residency yang sah atas bantuan Bapak Erwin Marzukie.

Saya sangat puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Bapak Erwin dan dengan senang hati akan merekomendasikan jasa beliau ke teman-teman atau keluarga saya.

Terima kasih

- OBC -

Celebrating 31 years in Public Practice

This article is from: