saling belajar dan berbagi informasi
Edisi : Oktober 2015 Buletin Serantau, merupakan media informasi yang terbit setiap bulan. Buletin dibuat oleh beberapa pekerja Indonesia di Malaysia sebagai ruang untuk saling belajar dan berbagi informasi antar sesama pekerja migran Indonesia di Malaysia
“Waspadai modus penipuan pengurusan permit melalui selebaran yang menyasar TKI tanpa dokumen di Malaysia�. (dok.Figo Kurniawan)
Berita Utama
Mengenal Program Re-hiring dan Perbedaannya dengan 6P
I
ndonesia dan Malaysia sepakat membentuk gugus tugas (task force) guna mempersiapkan program re-hiring. Program ini dilakukan untuk menekan dan mencegah TKI undocumented yang bekerja di Malaysia. Kesepakatan pembentukan gugus tugas dilakukan setelah Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri bertemu dengan Wakil perdana Menteri Malaysia/Menteri Dalam Negeri di Kuala Lumpur (01/10).
Program ini akan diberlakukan untuk buruh migran undocumented yang bekerja di Malaysia, memiliki majikan (pengguna) jelas dan dalam kondisi fit/sehat. Mengenai pembiayaan, re-hiring sepenuhya ditanggung oleh majikan sehingga tidak menambah beban biaya buruh migran. Buruh migran undocumented bisa mengurus paspor dan mengurus legalisasi perjanjian kerja di KBRI/KJRI Malaysia. (bersambung ke halaman 3)
Halaman 1 | Buletin Serantau | Oktober 2015
Salam Serantau
P
ersoalan pekerja asing tanpa dokumen selalu menjadi bahasan utama yang tak kunjung ditemukan solusi pasti dalam hubungan bilateral Malaysia dan Indonesia. Alih-alih memulihkan status Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI), program-program yang digulirkan Kementrian Dalam Negeri (KDN) Malaysia terkait pemutihan dan pengurusan dokumen permit bagi PATI asal Indonesia masih menyisakan kesan memposisikan TKI berstatus PATI sebagai objek bagi keuntungan pihak tertentu. Program 6P alhasil melahirkan persoalan baru yakni maraknya penipuan pengurusan permit. Menjelang akhir tahun ini, KDN Malaysia bersama Pemerintah Indonesia kembali mempersiapkan program (Rehiring) untuk mengatasi persoalan dokumen bagi buruh migran di Malaysia. Program 6P dulu dikhususkan kepada PATI, artinya TKI yang tidak pernah memiliki permit kerja sama sekali selama di Malaysia. Sementara rehiring ini untuk TKI yang dulunya pernah memiliki permit tapi tidak diperpanjang, akhirnya direkrut kembali oleh majikannya. Sekadar catatan, program re-hiring pada pelaksanaanya masih akan diserahkan ke pihak swasta (IMAN Sdn.Bhd) yang jelas bersifat komersil. Beberapa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia juga masih mempertanyakan mengapa Pemerintah Indonesia tidak memiliki daya tawar dengan Pemerintah Malaysia dengan tetap membiarkan keterlibatan pihak swasta yang notabenenya mengambil keuntungan dari TKI. Pada edisi Serantau kali ini, redaksi akan menyoroti pelbagai persoalan re-hiring.
Halaman 2 | Buletin Serantau | Oktober 2015
“
Perbedaan antara 6P dan re-hiring sebenarnya terletak pada status buruh migran. Menurut Dino Nurwahyudin, koordinator konsuler KBRI Kuala Lumpur, program 6P dulu dikhususkan kepada PATI, artinya TKI yang tidak pernah memiliki permit kerja sama sekali selama di Malaysia. Sementara rehiring ini adalah TKI yang dulunya pernah memiliki permit tapi tidak diperpanjang, akhirnya direkrut kembali oleh majikannya.
Pembahasan lebih detail re-hiring, seperti besaran biaya, akan disesuaikan dengan harga yang berlaku di pasar kerja dan nantinya akan ditetapkan secara resmi oleh gugus tugas. Indonesia menginginkan adanya time frame (batasan waktu) pelaksanaan dan kemudian dilakukan evaluasi bersama untuk mengukur efektivitas program ini dalam menekan buruh migran ilegal. Nasrikah Sarah, anggota Pertimad Malaysia menilai jika program ini bagus, tetapi perlu digaris bawahi pelaksanannya. Bercermin dari program 6P dulu, banyak buruh migran yang tertipu ketika mengurus program pemulangan 6P. Ridwan Wahyudi, dari Serikat Buruh Migran Indonesia di Malaysia mengungkapkan jika informasi mengenai re-hiring penting diketahui oleh buruh migran di Malaysia. Kedua negara baiknya melakukan sosialisasi program ini ke kongsi, perumahan sawit, dan disiarkan melalui media massa. Yudi berharap agar mekanisme pengaduan dalam proses re-hiring dibuat mudah jika terdapat masalah. Selain itu juga memberikan ruang kebebasan pada buruh migran undocumented dalam proses pengurusan dokumen karena saat ini buruh migran undocumented dihadapkan pada ketakutan sosial yang akut.
Perbedaan 6P dan re-hiring Perbedaan antara 6P dan re-hiring sebenarnya terletak pada status buruh migran. Menurut Dino Nurwahyudin, koordinator konsuler KBRI Kuala Lumpur, program 6P dulu dikhususkan kepada PATI, artinya TKI yang tidak pernah memiliki permit kerja sama sekali selama di Malaysia. Sementara rehiring ini adalah TKI yang dulunya pernah memiliki permit tapi tidak diperpanjang, akhirnya direkrut kembali oleh majikannya.
“
Maka Rehiring nanti arahnya difokuskan kepada TKI yang benar-benar memiliki majikan secara resmi. Sementara biaya pengurusan dokumen pembaharuan, majikanlah yang membayarkannya. Berkenaan dengan agensi, KDN dan KBRI telah sepakat menunjuk IMAN, Sdn.Bhd., untuk mengurus pembaruan permit kerja bagi TKI. Selain itu, Iman harus menyediakan desk khusus untuk pengaduan buruh migran, misalkan yang tertipu. Maka hal itu harus ada mekanismenya panduannya juga dan itu tugas task force bersama pemerintah Malaysia untuk menyusunnya. “Kenapa Iman? Mereka beralasan agar kontrolnya lebih mudah. Jika ada apa-apa, misalkan penipuan tinggal menunjuk Iman, Sdn.Bhd. Jangan seperti 6P dulu, banyak agensi akhirnya banyak kasus penipuan terjadi dan siapa yang dituntut juga tidak jelas,” ujar Hermono, Wakil Duta Besar Indonesia di Kuala Lumpur. Dalam perumusan melalui task force nanti, Hermono menginginkan agar biaya re-hiring tidak terlalu besar. Meskipun re-hiring yang menanggung biaya adalah majikan, tapi kenyataannya majikan nanti akan memotong gaji buruh migran. Menekan biaya re-hiring seminimal mungkin adalah upaya sebuah antisipasi. Tantangan ke depan, perlu adanya peningkatan kesadaran buruh migran agar memiliki posisi tawar ketika berhadapan dengan majikan. “Kita tidak bisa apa-apa kalau buruh migran tidak melapor misalkan ada pemotongan gaji. Ini tugas kita semualah, di mana partisipasi merupakan bagian dari pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik,”tutup Hermono. Perwakilan RI di Malaysia juga meminta kepada WNI agar melaporkan jika terdapat dugaan tindak pidana penipuan melalui nomor hotline 03 2116 4016 atau 03 2116 4017, serta mengirimkan sms ke nomor 011 2765 8765.
Halaman 3 | Buletin Serantau | Oktober 2015
AFML 8: Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kuala Lumpur—Semua stakeholder yang berkaitan dengan buruh migran bertemu dalam sebuah acara bernama ASEAN Forum on Migrant Labour ke 8 di Kuala Lumpur 26-27 September 2015. Serikat Buruh, Lembaga Swadaya Masyarakat, Asosiasi Pengusaha, Organisasi Pemerintah negara anggota ASEAN dan Organisasi Internasional bertemu untuk merumuskan dua tema, yaitu Pengawasan Ketenagakerjaan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
A
khir Desember 2015 nanti akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka perlindungan kepada seluruh pekerja di tempat kerja menjadi prasyarat yang harus dilakukan untuk menjalankan agenda liberalisasi pasar kawasan ASEAN. Hampir semua stakeholder sepakat agar kesadaran akan K3 diperkuat di negara asal sebelum mereka berangkat ke luar negeri. Hal itu dengan mempertimbangkan setiap peraturan K3 dan rekomendasi serta kebiasaaan internasional melalui konvensi-konvensi yang telah diratifikasi oleh negera asal. Bentuk dari penguatan tersebut seperti pelatihan, kesehatan, kondisi lingkungan kerja, mekanisme pengaduan, mengenalkan peralatan K3 dan hakhak pekerja sebelum mereka berangkat ke luar negeri. Pemerintah juga berkewajiban melakukan pengembangan dan kajian atas K3 dan pengawasan ketenagakerjaan dengan mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja, menaksir terjadinya kecelakaan kerja dan mekanisme kontrol atas resiko-resiko yang dialami oleh pekerja migran selama sebelum dan setelah keberangkatan.
Adapun poin yang tidak kalah penting di sini adalah mengenai peran masing-masing pihak. Pemerintah sebagai regulator memastikan dan menjamin adanya peraturan serta kondisi lingkungan kerja. Selain itu, peran atase Ketenagakerjaan di negara penerima juga menjadi sangat penting ketika terjadi kecelakaan kerja atau pelanggaran hak pekerja di negara penerima pekerja migran. Sementara asosiasi pengusaha menjalankan peraturan-peraturan tersebut serta menjamin atas perlindungan setiap pekerja di lingkungan kerja. Di sisi lain, dibebaskannya ruang bagi pekerja migran untuk menyatu dalam serikat pekerja di negara penempatan merupakan rekomendasi dari Kongres Serikat Pekerja ASEAN. Komitmen itu ditunjukan dengan tidak adanya diskriminasi, sterotipe dan stigma dalam pelayanan, penyediaan dan pemberlakuan K3 kepada semua pekerja migran yang ditunjukkan oleh semua stakeholder. Pada era kontemporer ini, kerja layak itu berarti harus selamat dan sehat di lingkungan kerja. Akan tetapi hal itu masih jauh dari harapan tentang apa yang disebut sebagai kerja layak. Ingrid Christensen, spesialis K3
Halaman 4 | Buletin Serantau | Oktober 2015
Berita Utama
dari ILO, Bangkok, merincinya berdasarkan jenis sektor tentang resiko di tempat kerja.
• • • • • •
Konstruksi : Resiko kecelakaan kerja, kerja berat, berdebu dan kondisi iklim kerja yang keras Perkebunan : Resiko kecelakaan kerja, bahanbahan kimia berbahaya, kerusakan biologi, kerja berat dan kondisi iklim kerja yang keras Perkayuan : Resiko kecelakaan kerja, bising dan bergetar, debu, kerja berat, kondisi iklim kerja yang keras Perikanan : Resiko kecelakaan kerja, resiko kapal terbalik, muatan berat, kerja malam, cairan ikan, asap mesin dan kekerasan fisik/psikis Pertambangan : Resiko kecelakaan kerja, kerja berat, berdebu, asap mesin, bahan peledak, bising dan bergetar dan suhu ekstrim Pekerja rumah : Jam kerja yang panjang, kerja terisolasi dari dunia luar, resiko kecelakaan (kesetrum), stress, kekerasan fisik/psikis dan pelecehan seksual
Lebih jauh lagi, hanya empat negara dari sepuluh negara yang telah meratifikasi konvensi 187 tentang K3. Mereka adalah Indonesia, Malaysia, Singapore dan Vietnem. Selain itu, hanya satu negara ASEAN yang telah meratifikasi konvensi 189 tentang pekerja layak bagi pekerja rumah tangga, yakni Filipina. Padahal pekerja rumah tangga di sini sangat rentan dan jumlahnya 83% dari semua pekerja migran dari seluruh dunia. Sementara untuk tema pengawasan ketenagakerjaan, hanya empat negara yang telah meratifikasi konvensi 81 tentang
pengawasan ketenagakerjaan, mereka ialah Indonesia, Malaysia, Singapore dan Vietnam. Maka negara anggota ASEAN sudah seharusnya meratifikasi konvensi tersebut dalam upaya keadilan bagi semua pihak dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kementrian Sumber Manusia Malaysia menyebut bahwa rata-rata kecelakaan kerja terjadi tiga kali dibandingkan seribu orang pekerja. Sedangkan risiko kematian atas kecelakaan kerja adalah empat kali dibandingkan seratus ribu pekerja. Bersamaan dengan acara tersebut, ketika semua delegasi tengah melakukan sesi foto bersama di halaman Pullman Hotel KLCC, terjadi kecelakaan kerja yang menimpa Buruh Migran Indonesia dengan jenis pekerjaan perancah sekor konstruksi di sebelah hotel tersebut. Semua orang, baik pekerja dan seluruh delegasi pun memperhatikan bunyi sirine ambulan dan polisi yang datang. Ada pekerja yang terjatuh dari lantai 15 gedung yang sedang dibangun. Buruh migran tersebut meninggal dunia di tempat dan pihak yang berwenang menghentikan semua aktivitas kerja di kawasan tersebut untuk memeriksa K3. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dinilai masih bersifat reaktif. Artinya, pemerintah negara penerima melakukan pengawasan ketenagakerjaan ketika terjadi kecelakaan kerja, bukan dengan cara yang aktif selalu mengontrol kondisi K3. Ditambah lagi dengan majikan yang tidak memperdulikan situasi K3 yang dikerjakan oleh pekerja migran. Padahal sebenarnya situasi bahaya di tempat kerja telah diidentifikasi sebelumnya.
Halaman 5 | Buletin Serantau | Oktober 2015
Jejak Kasus
Disiksa dan Tidak Digaji Selama 7 Bulan, Tenaganita Perjuangkan Hak BMI Hingga Mahkamah Buruh
B
ulan November 2014, Zamroni, buruh migran, Malaysia, secara tak sengaja memposting tentang berita hilang kontak dari seorang keluarga buruh migran di Indonesia bernama CN. Sekitar bulan Desember 2014, Nanang, buruh migran sektor konstruksi menerima tulisan permintaan bantuan di atas secarik kertas. Tulisan di kertas tersebut secara kebetulan adalah tulisan CN. CN memberi informasi mengenai nomor telepon anak dan meminta Nanang untuk menghubungi anak atau suaminya. Ia bercerita jika majikannya galak, majikan lakilaki sering masuk kamar korban untuk tidur bersama ingin mengeluarkannya dari rumah. CN juga meminta Nanang untuk menelpon agennya di Indonesia, bernama RN, serta memberikan alamat rumah majikan di Klang. CN selama tinggal di rumah majikan tidak digaji selama 7 bulan, sering dipukuli dan dokumendokumen tidak diuruskan majikan. Ia memiliki telepon, tetapi telepon tersebut kerap mati hidup dan parahnya ia tak dapat keluar dari rumah majikan. Nanang kemudian memberitahu perihal kertas tersebut pada Zamroni, kemudian Zamroni menghubungi Hotline Tenaganita untuk meminta bantuan pada 02/01/2015. Bantuan dari Tenaganita bisa dilakukan pada 06/01/2014, Tenaganita membuat laporan polisi dan melakukan pertolongan ke rumah majikan tengah hari. Ketika melakukan rescue, Tenaganita hanya mendapati buruh migran bernama SL dengan permit kerja sah dan menunjukkan slip pembayaran gaji. Tenaganita tak
mendapati buruh migran bernama CN di rumah tersebut. Zamroni mendapat informasi bahwa agen RN yang merekrut CN telah ditangkap oleh polisi. Dari informasi yang didapat dari RN, majikan CN bernama MS, tetapi agen RN tak dapat memberikan alamat majikan. RN menyatakan bahwa ia memberikan CN langsung pada majikan, tidak pada agen di Malaysia. Beberapa waktu berlalu, secara tak sengaja, Zamroni yang di awal cerita memposting berita kehilangan CN, mendapat respon dari seorang buruh migran bernama SN—tetangga majikan CN—yang mengenali ciri-ciri CN. Tenaganita yang diwakili Fajar kemudian menghubungi SN dan menanyakan alamat rumah majikan. Rescue masih belum berhasil karena CN dipindah tempatkan oleh majikanya. Sampai suatu ketika CN menemukan peluang untuk melarikan diri dari rumah majikan. Peluang melarikan diri tersebut didapat CN ketika telepon selulernya hidup dan mendapat telepon dari Zamroni yang kemudian memandunya. Saat ini kasus CN dan majikannya telah dihadapkan ke Mahkamah Buruh Pelabuhan Klang dan telah disidangkan beberapa kali. CN diwakili oleh lawyer pro bono dan majikannya menggunakan lawyer yang mewakilinya. Dengan demikian klaim carkini yang didukung oleh dokumen pendukung adalah dari bulan JuliDesember 2014. CN menuntut gaji yang tak dibayar oleh majikan, tetapi majikan selalu membantah dan menyatakan bahwa CN bukan pegawainya. Atas permintaan majikan, dilakukan penyelesaian di luar mahkamah. Majikan hanya mau membayar kepada carkini sebesar RM2500 saja. Sampai saat ini sidang antara CN dan majikannya masih terus berjalan.
Halaman 6 | Buletin Serantau | Oktober 2015
Panduan
Panduan Rantau
Gambaran Proses Re-hiring TKI di Malaysia
K
uala Lumpur—Program Penggajian dan Penempatan Semula (Re-hiring) akan segera diimplementasikan tak lama lagi. Kalangan pekerja migran di Malaysia menyambut dengan berbagai pertanyaan terkait dengan bagaimana tata cara untuk mengakses program tersebut. Meskipun program 3P (re-hiring) masih dalam proses negosiasi dan kedua negara masih belum meresmikan program tersebut, redaksi buruh migran mencoba memberikan catatan dan panduan bagaimana program ini bisa diakses.
Berikut rangkuman tata cara program 3P yang diperoleh Tim Serantau dari Dino Nurwahyudin, selaku Koordinator Konsuler KBRI di Kuala Lumpur, Malaysia. Program 3P akan dilaksanakan dengan berbagai tahapan proses disertai dengan sistem gugur. Dalam sistem gugur, pekerja migran yang tidak lulus dalam setiap tahapan proses akan dipulangkan ke Indonesia melalui IMAN. Berikut ini adalah beberapa gambaran proses yang perlu dilalui buruh migran dalam program 3P (re-hiring) :
1. Buruh migran datang bersama majikan dan mengisi formulir pendaftaran di kantor IMAN. Formulir ini gratis, namun dalam tahap pendaftaran mulai dikenakan biaya 2. Pada tahap pendaftaran, kerajaan Malaysia akan memeriksa status pekerja migran dan majikannya. Status yg dimaksud seperti catatan kriminal, berapa kali memiliki dokumen, identitas, kelayakan majikan dan informasi dasar lainnya. Jika kedua-duanya dinyatakan lulus, maka akan dilanjutkan dengan proses selanjutnya. 3. Pembaharuan paspor di KBRI yang selanjutnya paspor tersebut diserahkan kepada IMAN untuk menjalani proses selanjutnya. 4. Membayar compound dan levi kepada imigrasi. 5. Melakukan fomema atau pemeriksaan kesehatan bagi pekerja migran. Jika tidak lulus maka akan dipulangkan. 6. Buruh migran yang tidak lulus maka akan dipulangkan ke Indonesia. Biaya untuk Levi akan dikembalikan oleh IMAN kepada majikan apabila majikan telah menunjukkan bukti jika pekerja migran tersebut telah benar-benar pulang ke Indonesia. 7. Buruh migran yang lulus mendapatkan dokumen sah yang dikeluarkan oleh imigrasi Malaysia.
Halaman 7 | Buletin Serantau | Oktober 2015
Sastra dan Puisi
Sastra Rantau
Sepetak Tanah di Tepi Pekuburan Oleh Desi Lastati
A
ku memandangi langit malam yang tidak lagi bisa kuajak bicara. Udara pengap dan berbau hangus, seperti aroma benda terbakar. Sudah hampir dua minggu, udara di daerah tempat tinggalku selama merantau diselubungi asap kebakaran yang berasal dari Riau dan Sumatra. Asap kebakaran hutan ini membuat udara tidak sehat. Indeks pencemarannya hinggga mencapai angka 300. Matahari terlihat seperti bola api berwarna merah menggantung di atas langit. Tidak panas, tidak mendung, namun gerah. Sering sekali sekolah-sekolah diliburkan akibat kabut asap yang melanda negeri ini berhari-hari, membuat sesak paru-paru dan pedih di mata. Telepon masih di dalam genggaman tangan, suara Ibu dari alat pemutar suara sudah berganti dengan suara kecipak kolam ikan serta dengung nyamuk di sekitarku. “Jika tidak bisa membayar minggu depan, terpaksa tanah itu akan digunakan untuk membuka lahan pekuburan baru,� ujar Ibu. Sepetak tanah itu ada di tepi kuburan, bersebelahan dengan kamar tidur yang biasa Ibu tempati. Terpisah dengan sepetak tanah, di sanalah tempat tinggal Ayah. Dua insan yang saling mencintai tanpa status, terpisah dalam dua ruang alam yang berbeda. Terpisah dalam cahaya dan gelap. Terpisah dengan lapang dan sesak. Terpisah antara hidup dan maut. Sepetak tanah itu ialah sebuah tanah warisan yang masih dipertanyakan kepemilikannya. Meski ayah secara lisan telah memberikan kepada Ibuku, namun tidak ada suratsurat tanah sebagai buktinya. Sehingga sepetak tanah itu diperebutkan oleh istri lama Ayah untuk digunakan sebagai tanah pekuburan pribadi, termasuk di dalamnya sudah ada makam ayahku. Persengketaan sengit yang
sudah berlaut-larut tak menemui titik tengah karena Ibu kekeuh mempertahankan bahwa itu haknya. Aku tidak bisa melawan Ibu, hanya aku satu-satunya keluarga yang tersisa. Ia sebatang kara sejak lahir, hingga datang Ayah yang menjadikannya sebagai Istri simpanan. Aku tidak akan menambah kesendiriannya. Sudah cukup kesengsaraan dalam hidupnya. Maka, aku juga akan kekeuh membantu Ibu memperjuangkan hartanya. Meski tidak mungkin. Istri simpanan sering menjadi bahan gunjingan sehingga menyepi dari kerumunan, begitu juga dengan bangunan sempit yang disebut rumah olehku. Tempat pulang paling nyaman, meski jauh dari rumah lainnya. Rumah yang sepi, sama sepinya seperti kuburan, tempat jasad-jasad manusia terakhir bersemayam. “Ia (Istri lama) datang lagi bersama Pak Lurah dan Pak Bayan, Nak,â€? suara Ibu yang tak lagi setegar dulu masih terngiang di telingaku. Suara yang selalu aku putar di tengah rasa rindu akan Ibuku. Ia wanita tegar sebelum ini, melepas kepergianku di pagar depan rumah tanpa linangan air mata. Ia akan aku tinggalkan sebatang kara setelah anaknya memilih untuk pergi, memperjuangkan sepetak tanah warisan dengan uang. Tangannya mengelus gelisah lengan tangan yang dibalut dengan kebaya motif bunga sepatu. Di tangannya menggengam selembar kertas yang sudah diremas-remas. Sebentar kemudian sudah beralih ke tanganku. Ia tak membekaliku uang, tak juga makanan untuk dimakan di sepanjang perjalanan menuju tanah perantauan. Ah‌bahkan aku lupa, sudah beberapa tahun ia tidak pernah lagi membuatkan aku makanan. Mungkin ia juga tidak tahu jika anaknya akan melangkah lebih jauh untuk meninggalkannya. Ia sudah kehilangan separuh
Halaman 8 | Buletin Serantau | Oktober 2015
kewarasannya ketika aku memutuskan untuk pergi. Aku tidak mengeluh, karena sejak dulu aku tidak diperbolehkan untuk mengeluh. Tidak boleh meminta lebih dan juga tidak boleh berkeinginan, sama seperti nasib ibuku sebagai wanita simpanan. Menerima dan diam.
membuat kek seperti yang tertera di layar TV 14 inch yang tergantung di dinding ruang dapur. Sementara menunggu majikanku datang, aku membersihkan loyang, menyalakan pemanggang dan mencuci blender. Meski bersih, aku harus mencucinya terlebih dahulu sebelum dipakai.
Enam ratus dua puluh lima hari, aku meninggalkan Ibu. meninggalkan kampung halaman. Sungguh, di tengah gemerlap kehidupan kota, tidak ada yang lebih aku rindu melebihi bangunan kecil nan usang di tepi kuburan. Tempatku tumbuh dan bermain. Aku sering pura-pura memiliki rumah sendiri yang aku sekat-sekat dengan dahan kayu yang telah kering, menyekat ruang makan, ruang tidur, ruang TV serta ruang dapur.
Kak Ana, begitu aku selalu memanggil majikanku di tempat kerja. Ia adalah Ibu rumah tangga dengan dua anak. Laki-laki berumur enam tahun dan gadis kecil bulat menggemaskan yang masih berumur dua tahun. Membuat kek adalah hobinya untuk mengisi waktu luang, sesekali ada pesanan dan ia akan mengerjakannya dengan senang hati meski tanpa bayaran. Ia istri kedua dari seorang lelaki kaya raya yang mendapatkan warisan sebanyak 500 juta Ringgit Malaysia setelah orang tuanya meninggal. Bisa dibayangkan, tentu uang modal untuk membuat kek-kek itu tidak akan mengurangi harta kekayaannya.
Lalu, aku memetik bunga kamboja, bunga sepatu dan kecipir dari tanah pekuburan, lalu aku pura-pura masak seperti halnya ibu yang sedang memasak. Aku mengajak bicara boneka Barbie yang telah hilang salah satu kakinya, mengajaknya bicara, menyuapnya dengan makanan yang aku buat. Kamboja bakar serta salad bunga sepatu, terlihat keren di usiaku yang tidak mengenali istilah makananmakanan enak. Kesepian membuatku selalu merasa punya teman. Bersama kesepian, aku selalu bisa mengajak hati berbicara. Ketika aku kesal, aku bisa memarahinya. Ketika lupa, aku bisa menelusuri di titik mana aku pernah ingat. Ia adalah hati. Keberadaannya di tempat paling dalam, sehingga aku merasa nyaman untuk tinggal lebih lama bersama kesepian. Ia adalah tempat, di mana aku tidak akan pernah pergi. Ia adalah teman yang tidak akan pernah meninggalkan aku sendiri, meski pada kenyataannya duniaku selalu sepi. Sepi yang selalu dihindari. *** “Enam butir telur, 500 gram tepung, bubuk coklat, baking soda ‌.â€? Aku meneliti satu persatu perlengkapan untuk
Semenjak agen penyalur tenaga kerja memperkenalkanku kepadanya, maka bermulalah aku sebagai pekerja rumah tangga. Aku memulai bekerja untuk menyapu rumahnya yang luas, Banglo dua tingkat. Jika dibandingkan dengan rumahku di kampung, luasnya lima kali lipat. Aku mengerjakannya seorang diri. Pagi hari, aku menyapu rumah, mengepel, memasukkan baju kotor dalam mesin penggiling lalu membantu mengasuh anak gadisnya yang masih kecil. Siang hari aku membantu membuat kek, memasak makanan untuk makan siang dan malam menyetrika baju yang sudah kering. Begitu yang kukerjakan setiap hari. Surat kontrak kerja itu adalah pengikatku untuk melakukan pekerjaan ini. *** Bumbu pecel. Itu adalah judul puisi yang pernah Ibu berikan kepadaku pada selembar kertas sebelum keberangkatanku ke Malaysia. Aku melihat dua sisi kehidupan dua orang yang menjaga hidupku saat ini selayaknya bumbu pecel,
Halaman 9 | Buletin Serantau | Oktober 2015
seperti puisi Ibuku. kehidupan Kak Ana dan kehidupan ibu. Keduanya sama-sama menjalani kehidupan dengan berbagi suami, perbedaannya hanyalah dihormati atau diinjak-injak kehormatannya. Diakui atau diabaikan. Kebahagiaan atau derita. Semuanya bercampur selayaknya campuran kacang giling, cabe, gula, garam serta rempah lainnya dalam campuran bumbu pecel. Jika kita memilih peran sebagai kacang giling, maka orang di sekelilingnya bisa berperan menjadi bubuk cabe, gula merah maupun garam. Lelaki dengan disorientasi seksnya. Masyarakat dengan pandangan mencibirnya, ataupun istri-istri dari lelaki yang dinikahi dan merasa tidak terima jika cintanya harus dibagi. Semua diolah bersama dengan kata takdir. Jalan Tuhan yang tdak pernah bisa kita sangkal keberadaannya. Apa lantas aku akan membenci lelaki? Lelaki yang memilih menikah lebih dari satu, menikah atas keikhlasan istri yang lain, maupun menikah hanya sekedar untuk mendapatkan kata halal di atas ranjang. Iya, aku membenci lelaki. Apalagi lelaki itu sepertimu, seperti ayahku. Kamu adalah majikanku, suami dari majikan perempuan yang sangat aku hormati dan kupuji segala kebaikannya. Aku tidak akan pernah belajar membenci lelaki. Cukup Ayahku saja lelaki yang aku benci. Karena sebenci apapun akan keberadaanmu, salah satu cara terbentuknya aku adalah dari kaummu. Berasal dari spermamu.
Disorientasi seksual atau apapun itu namanya. Aku hanya tidak ikhlas ketika air mataku tumpah bersama aliran deras air ketika mandi. Di sanalah aku merasa bersalah dalam sebuah keterpaksaan. Aku merasa bersalah pada sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan. Aku membenci diriku sendiri yang tidak pernah memiliki keberanian berlari. Sama lemahnya seperti ibuku yang tidak pernah belajar memilih, melawan maupun memohon permintaan kepada Tuhan. “Tuhan, jika ibuku tidak pernah meminta kepadaMu, ijinkan aku meminta. Berikan aku kekuatan melawan,“ ucapku. *** “Aku telah melunasi janjiku, Ibu,” ucapku seraya menyapu tanah merah yang bertabur bunga kamboja kering. Rumahmu tidak pernah diambil orang lain, karena di sinilah kamu lahir dan kamu pulang. Aku tidak akan marah pada Tuhan, begitu katamu. Maka, aku melakukannya, aku telah menjalaninya setegar dirimu. Aku harus berdamai dengan takdir Tuhan, katamu. Aku sudah melakukannya, termasuk mengalami nasib sepertimu. Namun, aku mendapat tempat di bumi ini tidak sepertimu. Aku mencium sebongkah batu nisan tak bernama sebelum bangkit dari dudukku dengan bantuan pergelangan tangan lelaki. Ia menyambutku untuk berdiri, dengan senyuman manis di wajahnya. “Ayo..pulang,” ucapnya.
Anak Negeri di Negeri Jiran Oleh Figo Kurniawan
Jutaan anak negeri melangkah pergi … menenteng koper lusuh berisikan mimpi membelah angkasa, sebrangi lautan berjuang…! jutaan anak negeri ada disini … di negara milik Tuhan yang menjajikan harapan meski harga diri bahkan nyawa dipertaruhkan … meski canda tawa si kecil di gagang telpon bagai ujung belati yang menusuk hingga ke tulang salahkah negeriku…? tak perlu salahkan penguasa yang sering terlupa nasib rakyatnya tak perlu pula salahkan Tuhan yang tak anugerahkan tinta tuk tuliskan kata ‘kaya’ dijidat mereka..
Halaman 10 | Buletin Serantau | Oktober 2015
Lintas Peristiwa
Tahlilan untuk Bangun Solidaritas Sesama Buruh Migran
K
uala Lumpur—Rumah Jovi di daerah Larkin Idaman, Johor Bahru terlihat ramai pada Minggu malam itu (25/10). Disana telah berkumpul kurang lebih 50 orang buruh migran yang membuat kenduri tahlil untuk Suwandi dan Nonita yang meninggal. Mereka datang dari berbagai wilayah, ada yang datang dari daerah sekitar Johor, Kuala Lumpur, dan ada pula yang datang dari Kuantan. Suasana terlihat khusyuk ketika para buruh migran di rumah Jovi membacakan Surat Yasin dengan dipimpin salah seorang buruh migran. Jamuan ala kadarnya tak menyurutkan antusiasme buruh migran untuk mendoakan kedua almarhum. Sebagaimana pernah dimuat di Buletin Serantau edisi lalu, Nonita merupakan buruh migran yang tinggal sebatang kara di Malaysia. Keluarganya di Indonesia tidak diketemukan, hingga kemudian jenazahnya pun harus dikuburkan di Malaysia.
Selesai acara tahlilan, para buruh migran meluangkan waktu untuk saling berkenalan antar sesamanya. Mereka juga saling berbagi seputar permasalahan yang biasa dihadapi para buruh migran. Ada yang menceritakan mengenai prosedur re-hiring, ada juga yang menceritakan birokrasi pengurusan dokumen di KJRI Johor. Kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan solidaritas sesama buruh migran. Selain untuk menjalin persaudaraan, acara informal seperti ini bisa digunakan untuk bertukar informasi dan bertukar pikiran seputar isu buruh migran. Kegiatan ini menunjukkan solidaritas di kalangan buruh migran yang tak mempersoalkan latar belakang pekerjaan atau darimana mereka berasal.
Halaman 11 | Buletin Serantau | Oktober 2015
TEKA - TEKI SILANG
Mendatar
Menurun
3. Majikan Pekerja 6. Perwakilan Pemerintah Indonesia di Johor 7. Kementerian Dalam Negeri Malaysia 9. Koordinator Konsuler KBRI di Kuala Lumpur 10. ASEAN Forum on Migrant Labour
1. tidak berdokumen (inggris) 2. program pemutihan sejenis 6P yang akan digagas KDN dan Pemerintah RI 4. Kepala BNP2TKI saat ini 5. Pampasan kerja atau jaminan hak apabila pekerja mengalami risiko 7. Istilah Mandor di Malaysia 8. Taman Botani Negara Shah Alam
Peringatan HP wajib dimatikan saat dalam masjid, ternyata membawa dampak yang perlu dipertimbangkan. Salah satu peristiwanya, demikian: Peristiwanya terjadi hari Jumat kemarin. Di saat menjelang Khotib naik mimbar. Sebuah pengumuman dibacakan takmir masjid. Tiba-tiba setelah takmir selesai membaca pengumuman, terlihat Si Gemblung berdiri dan pulang. Dia memilih ndak sholat Jumat. Sesampai di rumah, ibunya bertanya: “Ga Jumatan, Nak?” “Mboten Buk!” “Kenopo ga Jumatan?” “Anu Buk soale kulo beto HP.” “Lho! Kenopo yen gowo HP kok ora Jumatan?” “Niku takmir mejid wau sanjang pas bade sholat ‘sing gowo HP dipateni wae’. Ketimbang kulo dipateni jamaah sak mejid, luwih becik kulo wangsul mawon...”
Halaman 10 | Buletin Serantau | Oktober 2015