Edisi Januari 2016 Buletin Serantau, merupakan media informasi yang terbit setiap bulan. Buletin ini dibuat oleh beberapa Pekerja Indonesia di Malaysia sebagai ruang untuk saling belajar dan berbagi informasi antar sesama pekerja migran Indonesia di Malaysia. Informasi versi online bisa diakses diakses di www.buruhmigran.or.id
Berita Utama Malam Pergantian Tahun, TKI Johor Berdiskusi Perlindungan Buruh Migran Oleh: Ridwan Wahyudi Suasana Diskusi bersama Komunitas BMI di Johor Bahru
Pergantian tahun baru 2016 dimanfaatkan Komunitas TKI Khusus Johor untuk berdiskusi mengenai perlindungan buruh migran. Diskusi dimulai dengan memperkenalkan hak-hak dasar manusia seperti hak untuk hidup, hak mendapatkan keadilan, hak mendapat pekerjaan dan hidup layak serta hak mendapatkan kesehatan dan pendidikan. Buruh migran juga dikenalkan dengan hak-hak spesifik buruh migran, diantaranya, hak memiliki kontrak, mendapatkan gaji, jam kerja standar dan memegang paspor sendiri. Mereka juga dikenalkan dengan proses penanganan kasus seperti membuat kronologi dan pengumpulan bukti, menganalisis kasus, konseling, sheltering, pelaporan dan penuntutan. Kurnia Andriyani, salah seorang buruh migran peserta diskusi mempertanyakan keabsahan paspor buruh migran yang dipegang oleh majikan. Berdasar Akta Imigrasi 1963 yang diamandemen 2002, majikan di Malaysia dilarang membawa paspor buruh migran. Jika hal tersebut terjadi maka tuntutannya adalah hukuman penjara tidak kurang 6 bulan atau tidak lebih dari 2 tahun.
Halaman 1 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Selain diskusi, buruh migran di Johor juga mengadakan kegiatan amal dengan membagikan sembako secara gratis pada masyarakat di kawasan Kampung Sungai Latoh, kongkong Laut, Masai Johor, Jumat (1/1/2015). Kegiatan bertajuk Gema Amal dilakukan untuk membantu sekaligus membaur dan mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat Malaysia. Selain komunitas TKI Khusus Johor, komunitas seperti Wajah Pribumi (WAPRI) ,UT Pokjar Johor, SOAC Comunity, PERTIMAD dari Kuala Lumpur, dan Buletin Serantau juga turut hadir. Usai pembagian sembako, buruh migran dan warga setempat juga melakukan kegiatan gotong royong kerja bakti membersihkan surau (mushola) pada Jumat siang. “Serangkaian acara yang kami adakan berjalan lancar dan sukses serta mendapat sambutan yang sangat baik dari kepala kampung, meskipun kami sedikit kecewa karena pihak KJRI yang kami undang tidak datang, � ujar Fitriyanti, buruh migran asal Jawa Timur.
Salam Redaksi
Selamat tahun baru 2016. Satu tahun perjalanan Serantau sebagai komunitas mencoba menjadi penghubung keterbatasan informasi di lingkup pekerja migran di Malaysia. Pelbagai upaya telah dilakukan oleh Komunitas yang terdiri dari perwakilan pelbagai organisasi untuk mengatasi ihwal keterbatasan akses informasi. Upaya kooperasi dengan KBRI telah pula diupayakan oleh Serantau untuk membangun informasi yang bersumber dari institusi formal negara. Upaya kolaboratif ini diharapkan mampu menjembatani kebutuhan informasi yang berujung pada perbaikan akses buruh migran pada perlindungan di negara tujuan. Pada edisi Januari 2016 buletin Serantau mulai melibatkan partisipasi beberapa perwakilan komunitas BMI di Malaysia sebagai kontributor. Pada edisi ini pula, dua pegiat Serantau akan habis kontrak kerja dan pulang ke tanah air. Proses regenerasi pegiat atau tim redaksi Serantau menjadi tantangan di awal 2016. Serantau sebagai media informasi bagi BMI di Malaysia juga butuh melakukan refleksi, menata kembali awak redaksinya, mengevaluasi ketersampaian informasi kepada BMI di Malaysia serta merancang pola kolaborasi dan bagi peran antar pegiat Serantau. Pada edisi kali ini, Serantau akan menghadirkan liputan hasil diskusi dengan komunitas BMI di Johor Bahru, kronologi kasus Rita, dan panduan bagi BMI tanpa dokumen. Salam Serantau.
TIM Redaksi Serantau >> Koordinator: Nasrikah, Keuangan: Ayu, Sekretaris: Emmawati, Abdi, Tim Redaksi: Tyas Maulita, Andik, Desi, Jovi, Fitri, Miya Riswanto Editor: Ridwan Wahyudi Email: serantau@buruhmigran.or.id Website: www.buruhmigran.or.id
Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.
Buletin ini diterbitkan oleh Pekerja Indonesia di Malaysia atas dukungan program Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM), kerja sama Infest Yogyakarta dan Yayasan Tifa.
Halaman 2 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Berita Utama
Dan keesokan hari menjelang Rita akan melanjutkan perjalanannya, seseorang menemui Rita untuk menitipkan sebuah koper. Orang yang menitipkan koper tersebut mengatakan bahwa koper itu berisi pakaian. Sumber foto : apakabaronline.com
Dijebak Sindikat Narkoba, Rita Terancam Hukuman Mati di Malaysia Oleh: Redaksi Serantau Rita Krisdianti, Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Ponorogo terancam hukuman mati di negara Malaysia. Buruh migran berusia 28 tahun tersebut diduga terjerat sindikat perdagangan narkoba internasional. Ironisnya, Rita Krisdianti adalah korban penipuan dan perdagangan orang yang akhirnya membawanya ke dalam jebakan mafia narkoba. Poniyati, ibunda Rita telah mengadukan dan melaporkan kasus yang menimpa anaknya secara resmi kepada Migrant Institute 16 Januari 2016. Hingga berita ini diunggah, Rita saat ini tengah bergelut dengan kasusnya di pengadilan. Menurut keterangan keluarga, tanggal 28 Januari akan kembali digelar sidang perkara yang menimpa Rita Krisdianti untuk yang ke lima belas (15) kalinya. Keluarga menyatakan, kemungkinan besar pada sidang yang berikutnya (lusa ini) merupakan sidang putusan. Rita Krisdianti tercatat sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diberangkatkan oleh PT Putra Indo Sejahtera (PT PIS) Madiun ke negara penempatan Hong Kong. Tanda tangan kontrak kerja tercatat mulai 24 Mei 2012. Kemudian pada Januari 2013 Rita berangkat ke Hong Kong. Belum genap tiga bulan bekerja, Rita menerima PHK sepihak dari majikannya. Ia kemudian dikembalikan ke agensi di Hong Kong pada April 2013. Oleh agen yang menempatkan, Rita dikirim ke Macau untuk menunggu pekerjaan baru (job) dan visa. Dalam masa penantian, akhirnya Rita memutuskan untuk kembali pulang ke Ponorogo pada Juli 2013 karena selama di Macau tak kunjung menerima kejelasan dari pihak agensi. Saat Rita akan pulang, teman satu kos Rita yang bernama Eka Suliyah menawarkan pekerjaan sampingan kepada Rita yang bisa dijalankan di kampung halaman. Secara terpisah, menurut penuturan Poniyati, Ibu Korban, saat itu Rita ditawari untuk bisnis kain dan pakaian di luar negeri, dengan jaringan temannya. Atas arahan temannya, Rita mengubah rute perjalanannya dari Macau terbang ke New Delhi, India. Di New Delhi, Rita transit menginap di suatu tempat. Halaman 3 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Rita diminta untuk membawa koper itu ke Penang, Malaysia karena akan ada orang lain yang akan mengambil barang tersebut. Sesampai di Bandar Udara Internasional Bayan Lepas Penang, Malaysia pada 10 Juli 2013, sekeluar dari gate pemeriksaan, Rita langsung dijemput oleh beberapa petugas Kepolisian Diraja Malaysia karena di dalam koper titipan seseorang dari New Delhi India tersebut ditemukan paket narkoba seberat 4 kilogram. Sesuai dengan aturan yang berlaku di Malaysia, Rita harus menghadapi ancaman hukuman gantung. Sejak pertengahan Juli 2013 sampai sekarang, Poniyati, ibunda Rita pernah mengunjungi korban sampai empat kali ke tempat tahanan distrik Penang Malaysia dengan harapan bisa melobi untuk dibebaskan, namun gagal. Poniyati terbang ke Penang atas biaya sendiri dengan menjual sebagian aset yang ia miliki. Saat ini Eka Suliyah, teman satu kos Rita yang menjerumuskan Rita ke jaringan sindikat narkoba internasional sedang menjalani pidana kurungan selama 19 tahun di lembaga pemasyarakatan Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT) karena kasus Narkoba. Dari hasil penyidikan, memunculkan keterangan bahwa Eka Suliyah merupakan bagian dari sindikat narkoba internasional yang menjadikan buruh migran overstayer sebagai target untuk mengembangkan jaringannya. Dari keterangan fakta dan temuan di atas, jelas bahwa Rita Krisdianti adalah korban perdagangan orang yang akhirnya menjerumuskannya ke sindikat narkoba. Posisi Rita yang sangat rentan sebagai korban tidak semestinya menanggung hukuman gantung.
Jejak Kasus
Arif Suryadi (28) seorang TKI di Malaysia asal Pekalongan
Merasa Ditipu, TKI Asal Pekalongan Akan Adukan PJTKI yang Memberangkatkannya Oleh: Figo Kurniawan
Merasa ditipu karena pekerjaannya tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja (PK), serta potongan gaji sebesar RM4000 (sekitar 13 juta Rupiah), Arif Suryadi (28) seorang TKI di Malaysia asal Pekalongan berniat menuntut PJTKI yang memberangkatkannya, sepulang dari Malaysia. Ketika ditemui pada Jumat (15/01), di tempat kerjanya, Arif Suryadi menceritakan bahwa pada awalnya ia dijanjikan bekerja sebagai sopir di sebuah pabrik keramik, tetapi sesampai di Malaysia malah dipekerjakan sebagai pekerja bangunan. Sedangkan untuk biaya penempatan yang menjadi tanggungan Arif, pihak PJTKI semula mengatakan sebesar RM1800, dapat diangsur setiap bulan dengan memotong gaji sebesar RM300. Dalam kenyataannya, beban yang harus ia tanggung sebesar RM3600, bahkan pada Desember 2015 gajinya dipotong lagi RM400 sehingga totalnya menjadi RM4000. Anehnya lagi, PK yang ia tandatangani menyebutkan bahwa pekerjaannya adalah sektor perkebunan. “Ketika disuruh tanda tangan PK, saya sudah tanyakan kenapa pekerjaan saya di sektor perkebunan. Pihak PJTKI mengatakan bahwa PK hanya sekedar formalitas, yang penting berangkat dulu, katanya. Halaman 4 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Sesampainya di sini bukan jadi sopir atau kerja di perkebunan malah kerja bangunan. Berarti sudah jelas bahwa saya ini ditipu. Sebelum berangkat saya menghabiskan Rp 3 juta untuk transport dan urus ini itu,” ungkap Arif Suryadi. Tidak terima dengan perlakuan tersebut, Arif Suryadi berniat memberi pelajaran PT. SP yang berlokasi di belakang terminal Pekalongan, Jawa Tengah dengan mengadukan pada pihak berwenang. Namun niat tersebut tentu saja masih ditahan karena Arif Suryadi harus menyelesaikan masa kontraknya. Jika memutus kontrak secara sepihak, menurutnya, posisinya akan lemah dan pasti akan dipersalahkan. Meski dengan terpaksa, Arif Suryadi tetap harus menjalani pekerjaan yang tidak sesuai dengan PK dan tidak sesuai pula dengan apa yang ia inginkan. “Tunggu saya pulang, PT/PJTKI yang memberangkatkan saya pasti akan saya adukan. PJTKI atau agen penipu harus diberantas, jangan sampai hal seperti ini terus terulang dan menimpa orang lain lagi. Saya sudah simpan semua data, saya juga sudah hubungi seorang peguam (pengacara) yang menjadi kuasa hukum saya nanti,” ujarnya.
Jejak Kasus Menurut Ridwan Wahyudi, dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malaysia, dalam konteks asas hukum, perjanjian atau kontrak kerja Arif Suryadi dapat batal demi hukum. Yudi menjelaskan bahwa jelas sekali dalam perjanjian tersebut Arif Suryadi ditempatkan bukan pada tempat sebagaimana ditunjukkan oleh perjanjian. “Kawan-kawan buruh migran sebenarnya tidak perlu menunggu hingga kontraknya habis jika berniat melaporkan pelanggaran kontrak kerja. Ketika kontraknya tidak sesuai, tinggal laporkan saja ke KBRI/KJRI,� ujar Ridwan Wahyudi.
Menurutnya, dalam posisi pelanggaran tersebut, buruh migran memiliki posisi sangat kuat karena telah memiliki kontrak kerja atau perjanjian kerja. Buruh migran hanya perlu membuat tuntutan saja tas pelanggaran tersebut selama di Malaysia. Ketika pulang nanti bisa meminta pendampingan pada lembaga bantuan hukum untut menuntut PJTKI atau orang yang merekrutnya.
Panduan Rantau Istilah-Istilah Seputar TKI TKI : Setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Calon TKI : setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Penempatan TKI : Kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan. Perlindungan TKI : Segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) : dulu disebut PJTKI atau Badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri. Mitra Usaha : Instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negara tujuan yang bertanggung jawab menempatkan TKI pada Pengguna Pengguna : Instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan/atau Perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI. Halaman 5 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Atase Ketenagakerjaan : Pegawai Negeri Sipil pada kementerian yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik tertentu berdasarkan yang ketentuan proses peraturan penugasannya perundang-undangan untuk melaksanakan tugas di bidang ketenagakerjaan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI): Lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang berkedudukan di Ibukota Negara yang berfungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Perjanjian Kerja Sama Penempatan (PKSP) : perjanjian tertulis antara PPTKIS dengan Mitra Usaha atau Pengguna yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan serta perlindungan TKI di negara tujuan. Perjanjian Penempatan TKI : Perjanjian tertulis antara PPTKIS dengan calon TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perjanjian Kerja : Perjanjian tertulis antara TKI dengan Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) : Kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada calon TKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri agar calon TKI mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi.
Sastra Rantau
Kopi Tanah Kita
Oleh: Desi Lastati
Deru jeep membelah jalanan perbukitan menuju perkampungan yang terletak di antara dua bukit, bukit Madinah dan Bukit Bongkol begitu orang-orang memanggilnya. Melewati jalanan berbatu dan berkelok. Melewati bukit dan lembah yang curam di sisi kanankiri. Sebentar kemudian, mobil itu sudah berhenti di pelataran sebuah rumah berbentuk Joglo kuno yang terbuat dari kayu jati. “Sudah ada barang yang bisa diangkut ?” Aku melemparkan tas selempang di sofa hitam yang berdebu. Seorang lelaki dengan kaos oblong nampak sibuk dengan kalkulator di tangannya sambil berdiri di dekat timbangan. “Kurang dari target ,“ jawabnya tanpa menoleh ke arahku. Bulan Agustus menjadi bulan yang teramat sibuk bagi kami berdua. Di kampung kami sedang panen raya dengan hasil bumi berupa kopi. Para petani yang sedang merantau pun berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan musim panen. Aku bersama Agung, sahabatku sejak SMA. Kami sama-sama memulai bisnis bersama, menjadi pembeli kopi dari petani untuk didistribusikan kepada pabrik pengolah kopi. Yang menjadi pilihan kami sejak memulai bisnis ini adalah kopi Robusta. Hampir satu tahun kami berdua tanpa lelah mengajak masyarakat untuk beralih menanam kopi ini. Meski biji kopinya lebih kecil, kopi ini harganya lebih mahal dan lebih banyak permintaan. Tapi, beginilah masyarakat yang sudah terbiasa dengan sistem pertanian yang ada. Tidak semua petani mau beralih ke tanaman kopi jenis Robusta, tetap mempertahankan kopi yang sudah ada, sejenis kopi 64 karena kopi ini lebih cepat berbuah dan masak. Halaman 6 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Aku mengelap wajahku yang berminyak dengan lengan kemeja. Topi yang membalut kepala kulempar tak jauh dari tasku. “Mereka meminta kopi yang lebih bagus lagi kualitasnya,“ ungkapku sambil menghela nafas berat. Jumlah barang belum sesuai dengan permintaan. Aku kuwalahan menangani permintaan pasar yang tinggi namun barang masih belum terpenuhi. Beberapa waktu yang lalu, aku menemui salah seorang pengolah kopi di Jakarta, membawa sample kopi yang telah aku pilih kualitasnya dari kampung halaman. Kopi yang sudah diolah melalui mesin penggiling, sangrai secara tradisional menggunakan kuali berbahan tanah liat dan dipanggang dengan api cukup sederhana. Meski menggunakan proses yang cukup sederhana, kualitas kopi cukup diterima oleh mereka yang mengabdikan kecintaannya pada bijian kopi. Aku membawa kedua sample kopi masih yang mentah dan kopi yang sudah digiling, siap untuk diseduh. “Presentasi tetap dilaksanakan ?” “Perlu melenturkan hati Pak Mulyono, perizinan dari kelurahan sudah diluluskan, hanya saja masih ragu dengan audience.“
Sastra Rantau “Sebaiknya kita menukar audience ke pemuda, remaja yang baru mau masuk SMA mungkin,“ usulku. “Saat dunia gadget seperti candu di kepala mereka, apa mereka berminat ?” “Apa perlu mendatangi sekolah-sekolah ?” Ia terkekeh, “Sekolah terlalu terlambat untuk melibatkan anak muda turun ke dunia pertanian, bukankah begitu ?” Aku mengangguk setuju.
Pak Mulyono adalah salah satu warga sesepuh kampung. Cara bertaninya sangat hebat, terbukti dari kebunnya yang hijau dan tanahnya bersih dari rerumputan serta hama wereng yang sering menyerang tanaman kopi. Setiap tahun bisa menghasilkan kopi berton-ton, jauh lebih banyak dari petani lainnya. Pekerjanya pun didatangkan dari kampung-kampung sebelah. Ia memiliki ilmu pertanian, namun tidak diiringi dengan tujuan memajukan petani kampung, sungguh sangat disesalkan. Sementara, pemuda kini jarang sekali melirik pertanian sebagai ladang pekerjaan untuk masa depan. Pemuda-pemudi menghabiskan masa remajanya di perantauan, di bangku kuliah namun di bidang yang jauh dari kehidupan kampung halamannya. Akuntansi, pelayaran, hukum, perbankan dan sebagainya. Jarang yang masuk ke pertanian. Pemuda-pemudi akan pulang ke kampung halaman beberapa tahun lagi setelah masa di perantauan mereka habis. Setelah masa belajar mereka di bangku kuliah selesai. Namun, tawaran bekerja di perusahaanperusahaan mentereng, di pabrik-pabrik yang memberikan gaji jutaan tiap bulan, bekerja di luar negeri, memilih menjadi pejabat, PNS dengan jaminan uang pensiun justru menjadi pilihannya sekarang. Sementara itu, kebun-kebun di tanah kelahirannya memerlukan sentuhan tangannya agar tetap tumbuh subur dan memberikan hasil alam yang melimpah ruah tanpa menjadi cecunguk di kaki perusahaan Ibu Kota. Iya, kami berdua sedang mengarah ke sana. Menghasilkan kopi berton-ton, menjadikan tanah yang lebih subur, kopi dengan kualitas terbaik dan merata ke semua petani kopi. Pemudapemudi pulang ke kampung halaman lalu berbondong-bondong menjadikan kampungnya sebagai penghasil kopi terbaik di mata dunia.
Halaman 7 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Baiklah, aku merasa beruntung dengan pendidikan di tingkat sekolah dasar yang mengajarkan tentang ilmu berhitung dan baca tulis. Ke jenjang berikutnya yang mengajarkan ilmu yang lebih kompleks. Namun begitu, kita masih sering merasa kurang. Pendidikan tentang ilmu fisika, kimia, logaritma dan sajak-sajak dalam bahasa puisi itu akan mendapatkan nilai di bangku sekolah, namun ketika berhadapan dengan alat pertanian, cangkul, memetik kopi, menggiling, menjemur hingga menjual, jarang sekali memperhitungkannya secara detail berapa daya serta muatan yang bisa diangkut oleh punggung seorang lelaki bengkok. Sebaiknya sejak usia remaja, ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan lingkungan hidupnya menjadi pelajaran khusus yang diajarkan di sekolah. Dengan begitu, pemuda-pemudi siap untuk mengembangkan kampung halamannya sendiri dan menciptakan lapangan kerja untuk orang lain. Peran orang tua juga diperlukan, mengajari, membimbing dan mengajarkan rasa cinta terhadap tanah leluhur mereka. Tanah yang menghadirkan berbagai hasil bumi untuk kehidupan sehari-harinya. Aku sendiri terlambat menyadari, menerima hasil panen saja tidak cukup. Masing-masing petani harus bisa produktif sehingga kelajuan roda ekonomi tidak berputar hanya saat musim panen saja, melainkan setiap waktu masyarakat bisa tetao produktif melalui perantara kebun kopi yang mereka miliki. “Kita harus mencobanya, jika tidak berhasil, setidaknya kita sudah memperkenalkan ke mereka “, Ayo…pulang !
Opini Rantau
Perlu Kerja Sama Organisasi BMI Dalam dan Luar Negeri
Oleh: Figo Kurniawan
Permasalahan buruh migran adalah permasalahan yang sangat kompleks. Tak hanya terjadi di negara penempatan, banyak sumber masalah justru berasal dari dalam negeri. Dalam aspek perlindungan, peran negara atau pemerintah adalah pihak yang mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negaranya, tak terkecuali buruh migran. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan jika praktik masih sangat jauh dari harapan ideal. Selama ini, kurangnya koordinasi yang baik antar kementerian/lembaga pemerintah adalah salah satu sebab perlindungan komprehensif terhadap buruh migran sulit diwujudkan. Dugaan sementara ialah ego sektoral dan terjadinya overlapping kewenangan. Situasi tersebut mengakibatkan praktik saling lempar tanggung jawab antar kementerian/lembaga pada saat buruh migran tertimpa masalah. Praktik tersebut merupakan sebuah kebodohan yang harus segera dihentikan. Dalam hal kebijakan, tidak sejalannya eksekutif dan legislatif dalam penyusunan sebuah undangundang tentang buruh migran adalah bukti tidak adanya niat baik dari para pemangku kebijakan untuk memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan TKI. Kerjasama semua pihak tentu sangat diperlukan agar permasalahan dapat terselesaikan. Setidaknya ada upaya maksimal agar permasalahan buruh migran dapat berkurang. Selain pemerintah sebagai regulator dan pihak swasta yang selama ini diberikan mandat oleh UU dalam hal penempatan, keberadaan organisasi buruh migran mempunyai peran cukup signifikan dalam aspek perlindungan, baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam situasi seperti ini, keberadaan organisasi buruh migran mempunyai andil yang sangat penting. Halaman 8 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Tak hanya sekedar advokasi yang bersifat kasuistik, tetapi organisasi diharapkan mampu menjadi pengontrol kebijakan pemerintah dalam penempatan dan perlindungan terhadap buruh migran. Berbagai upaya telah dilakukan organisasi buruh migran, termasuk dengan memaksimalkan media baik offline maupun online. Upaya tersebut merupakan salah satu bagian penting untuk mewujudkan perlindungan sebagaimana yang diharapkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, kerjasama antara organisasi Buruh Migran yang berada di dalam dan di luar negeri diperlukan oleh semua pihak. Organisasi Buruh Migran di dalam negeri harus berkoordinasi dan bersinergi dengan organisasi Buruh Migran di luar negeri agar isu yang diperjuangkan sesuai dengan kondisi buruh migran di negara penempatan. Tanpa adanya kerjasama yang baik, organisasi buruh migran di dalam negeri tidak akan pernah tahu keadaan dan permasalahan yang sebenarnya dialami oleh buruh migran di negara penempatan. Jika organisasi buruh migran di dalam negeri asyik memainkan isu yang hanya untuk kepentingan tertentu, apalagi untuk kepentingan politik yang menjijikkan, maka perjuangan mengentas kaum buruh migran yang tertindas hanya sebuah fatamorgana. Alih-alih ingin menjadikan buruh migran sebagai kelompok cerdas, hal itu hanya akan ada di dalam angan dan cita-cita tak lebih hanya sebuah jargon semata. Sebaliknya, organisasi buruh migran di luar negeri, termasuk komunitas-komunitas sosial yang telah dikenal oleh buruh migran dan perwakilan pemerintah di negara penempatan, juga harus menjalin komunikasi dengan organisasi buruh migran di dalam negeri. Tanpa adanya jalinan komunikasi dan jaringan yang baik, organisasi buruh migran di luar negeri tidak akan mampu berbuat apa-apa jika ternyata permasalahan yang dialami buruh migran merupakan bagian dari rangkaian proses di dalam negeri.
Panduan Rantau 5 Hal yang Perlu Diketahui Buruh Migran Baru di Malaysia
Oleh: Desi Lastati
Ketika kita mengunjungi sebuah negara dengan tujuan bekerja, kita akan dihadapkan dengan budaya, makanan, ataupun tata bahasa yang baru. Mau tak mau kita perlu beradaptasi dengan hal-hal baru tersebut. Berikut ini adalah 5 hal yang perlu diperhatikan buruh migran yang baru datang ke Malaysia, berdasar pengalaman pribadi saya : 1. Barli Vs Baldi Banyak sekali istilah-istilah yang hampir mirip. Ada pengalaman paling memalukan saat pertama kali masuk kerja di Malaysia, ketika majikan sedang sakit, saya disuruh mengambil Barli. Saya yang belum paham akhirnya memberikan Baldi, sebuah ember untuk mencuci baju. Untung majikan tidak marah dan malah mentertawakan. Barli rupanya adalah sejenis minuman yang terbuat dari biji-bijian tanaman Barli, sementara Baldi adalah ember untuk mencuci baju. Ada juga kesamaan bunyi lain antara koran-orang, nenaslenas dan sebagainya. Sebaiknya, untuk menghindari kesamaan bunyi, kita harus belajar kosakata Bahasa Inggris, karena bahasa tersebut sering digunakan sebagai bahasa harian di Malaysia. 2. Jangan Panggil ‘kakak’ pada Laki-laki Kita terbiasa memanggil laki-laki yang lebih tua usianya dari kita dengan panggilan apa aja: Mas, Kang, Kangmas, Bang, Uda, dan sebagainya. Jika di Malaysia kita memanggil laki-laki lebih tua dengan panggilan ‘Kakak’, maka mereka akan mengangkat lengan tangannya, menekuk di bagian siku dan menjawab dengan lemah lembut dan raut muka kemayu. Di Malaysia, panggilan ‘Kakak’ hanya untuk perempuan yang usianya lebih tua dari kita. Untuk memanggil laki-laki yang lebih tua, panggilah dengan sebutan ‘Abang’. 3. Makan Prasmanan Banyak sekali restauran yang menawarkan layanan prasmanan yang membuat kita bisa memilih dan mengambil sendiri makanan yang kita mau. Pelayan restauran akan menghampiri meja kita, menghitung lalu meninggalkan secarik kertas kecil. Ketika selesai makan, kita tinggal menunjukkan kertas tersebut di kasir untuk membayar. Cara ini sangat memudahkan pekerja maupun pembeli. Berbeda sekali dengan restauran Indonesia, lauk-pauknya berada di dalam etalase kaca dan ada seorang pelayan yang akan mengambilkan makanan sesuai pilihan kita. Halaman 9 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
4. Bayar Dulu Sebelum Masuk Toilet Sudah kebiasaan ketika memasuki toilet umum di Indonesia untuk buang air besar/kecil/mandi setelahnya harus membayar. Di Malaysia, ketika masuk toilet—apapun keperluannya—harus bayar terlebih dahulu. Di depan pintu masuk toilet umum akan tertulis “Masuk=30 sen” atau “Tandas = 30 sen”. Jadi, sebelum masuk, pastikan sudah membayar terlebih dahulu. 5. Menghitung Uang Koin Setelah hidup hampir dua puluh tahun di Indonesia dan pindah ke Malaysia, hal yang paling membingungkan adalah perkara uang. Di Indonesia kita terbiasa melihat uang dengan angka nol di belakang sebanyak dua hingga empat. Ketika di Malaysia, angka nolnya tinggal satu hingga dua, misalnya, RM1.20, RM50.00, RM100,00. Hati-hati ketika memasuki supermarket dan melihat angka-angka ini. Barang-barang yang terlihat sangat murah, ketika di kasir bisa jadi sangat mahal karena salah melihat tanda titik. Informasi tentang bekerja di Malaysia dapat diakses di: http://goo.gl/PSxORw dan http://buruhmigran.or.id/topik/info-negara-tujuan/ma laysia/
Panduan Rantau
Panduan untuk Buruh Migran Tak Berdokumen (Undocument) yang Memiliki Anak di Malaysia Oleh: Jovi Memiliki buah hati di negeri perantauan memang menjadi kekhawatiran tersendiri bagi buruh migran. Orang tua yang bekerja sebagai buruh migran direpotkan dengan besarnya biaya hidup si anak dan repotnya mengurus suratsurat si anak. Terlebih lagi jika ini terjadi pada buruh migran tak berdokumen/ undocument yang memiliki anak dan ingin pulang ke Indonesia, tetapi tak memiliki surat kelahiran anak. Redaksi Serantau mencoba menyusun panduan untuk buruh migran yang memiliki anak tetapi berstatus tak berdokumen dan tak memiliki surat kelahiran. Bagi buruh migran yang tinggal di Johor, saat ini ada program pengisbatan perkawinan dan pengurusan akte kelahiran dengan syarat KTP dan surat nikah di KJRI Johor. Jika tidak ada surat nikah atau belum sah harus membuat pengisbatan pernikahan lebih dulu. Konsultasi dan bantuan pendampingan silahkan hubungi redaksi Serantau di alamat email: serantau@buruhmigran.or.id
Halaman 10 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Lintas Rantau EUB 2016, Peluang Pendidikan Gratis bagi TKI Malaysia Oleh: Miya Riswanto Minggu (17/01/2016) diadakan pembukaan Edukasi Untuk Bangsa (EUB) di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang beralamat di Jalan Tun Razak nomor 233, Kuala Lumpur. EUB merupakan wadah pembelajaran bagi BMI (Buruh Migran Indonesia) yang berada di Malaysia. Di EUB, buruh migran mendapatkan pelajaran seperti Bahasa Inggris, Komputer dan Kewirausahaan. Kegiatan ini sangat membantu buruh migran yang ingin belajar, lebih lagi buruh migran yang mengikuti EUB tidak dipungut biaya alias gratis. Meskipun tak mendapat ijazah seperti sekolah pada umumnya, ilmu yang diajarkan di EUB kurang lebih sama dengan di sekolah. Buruh migran yang tertarik mengikuti edukasi ini dapat datang ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur yang beralamat di Lorong Tun Ismail Nomor 1, Jalan Tun Ismail, Kuala Lumpur setiap Minggu. Dalam pembukaan EUB Minggu (17/01/2015) adalah pembukaan EUB gelombang ke-9 ada ratusan peserta yang hadir, termasuk para tutor atau guru pengajar, calon peserta dan alumni EUB. Acara dimulai pukul 11.30 dengan pembukaan, sambutan dan pertanggung jawaban selama satu tahun kegiatan EUB dijalankan.
Di tengah-tengah acara, para hadirin disuguhi dengan hiburan berupa tarian daerah dari Jawa Tengah oleh pelajar EUB. Kostum dan asesoris yang digunakan tarian merupakan hasil karya pelajar EUB itu sendiri. Para hadirin terlihat antusias dalam kegiatan ini, terlihat setelah selesai acara banyak dari mereka menanyakan tentang kegiatan belajar kepada calon tutor masing-masing. Koordinator Ekonomi, Khrisna K.U, menyatakan dengan adanya EUB diharapkan dapat meningkatkan kapasitas diri dalam menyongsong menyongsong persaingan tenaga kerja sejalan dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun lalu. Khrisna menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan memberikan banyak peluang apabila kapasitas buruh migran terus diasah sehingga berdaya saing tinggi. Sementara itu, Koordinator EUB, Iqbal Putut menyampaikan bahwa pada gelombang ke-9, EUB akan memberikan pelatihan bagi 145 orang yang telah mendaftarkan diri dan selanjutnya akan dibagi ke dalam beberapa kelas.
Humor Rantau Konsultan: “Tolonglah pak diterima. Kalau tidak, saya dianggap gagal membina relasi oleh komisaris.” Pejabat: “Ah, jangan gitu dong. saya gak sudi!!” Konsultan (mikir ): “Gini aja, Pak. Bagaimana jika Bapak beli saja mobilnya?” Pejabat: “Mana saya ada uang beli mobil mahal gitu!!” Konsultan menelpon komisaris. Lalu beberapa saat kemudian:
Pejabat Anti Korupsi Setelah proyek milyaran selesai, seorang pejabat sebuah departemen kedatangan tamu konsultan merangkap kontraktor. Konsultan: “Pak, ada hadiah dari kami untuk bapak. Saya parkir dibawah Toyota Innova.” Pejabat : “Anda mau menyuap saya? Ini apa-apaan? Tender sudah kelar koq. Jangan gitu ya, bahaya tahu masa sekarang memberi gratifikasi!”
Halaman 11 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Konsultan: “Saya ada solusi, Pak. Bapak beli mobilnya dengan harga Rp. 10.000,- saja.” Pejabat: “Bener ya? Ok, saya mau. Jadi ini bukan suap. Pakai kwitansi ya!” Konsultan: “Tentu, Pak!” Konsultan menyiapkan dan menyerahkan kwitansi. Pejabat membayar dengan uang 50 ribuan. Mereka pun bersalaman. Konsultan (sambil membuka dompet): “Oh, maaf Pak. Ini kembaliannya Rp.40.000,-.” Pejabat: “Gak usah pakai kembalian segala. Tolong kirim 4 mobil lagi kerumah saya ya.” Konsultan : @#&** (sambil berpikir dalam hati bahwa pejabat ini sama saja korupnya)
Inspirasi Rantau
Gagal Jadi TKI Malaysia, Wanto Pilih Beternak Entok Wanto (29) harus memulai kembali upayanya menghidupi keluarga. Tak sepeser pun ringgit yang mampu Ia tabung, selama 4 tahun (20092013) bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Gaji yang diterima Wanto selama menjadi TKI Malaysia, hanya cukup untuk biaya hidup di perantauan. Setelah kembali ke kampung halaman, lelaki asal Desa Jatisawit Lor, Blok Bojong, Jatibarang, Indramayu tersebut memiliki ide membuka usaha baru berupa ternak entok. Wanto adalah potret korban penipuan calo dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Sebelum berangkat menjadi TKI Malaysia, Wanto dijanjikan oleh calo dan PPTKIS, gaji sebesar 1.000 RM atau sebesar 3,6 juta rupiah. Sayang, setelah bekerja, Wanto hanya mendapat gaji 400 RM per bulan atau sekitar 1,4 juta rupiah. Saat di Malaysia, Wanto bekerja di perusahan bernama Tani Jaya SDN BHD. Perusahan bergerak di bidang peternakan ayam potong. Pengetahuan tentang tata cara dan manajemen berternak sedikit demi sedikit terus Ia pelajari.
Halaman 12 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
“Setelah pulang dari Malaysia dan bergabung dengan SBMI Indramayu, Wanto tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Namun akhirnya Wanto mencoba untuk mengimplementasikan ilmu beternak unggas yang diperoleh selama menjadi TKI di Malaysia. Kami di SBMI, kemudian mendukung sedikit bantuan modal, agar ide usaha tersebut dapat Ia realisasikan.” ungkap Juwarih, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia wilayah Indramayu. Setelah mempertimbangkan bangsa pasar yang cukup menjanjikan keuntungan dengan harga jual yang stabil, maka Wanto memilih beternak entok. Entok merupakan unggas yang termasuk keluarga bebek yang dipelihara untuk diambil daging dan telurnya. Harga satu ekor entog di daerah Indramayu bisa mencapai Rp.120.000/ekor. “Awalnya saya bingung ingin berternak tapi tidak memiliki modal, namun setelah bercerita dan menyampaikan gagasan wirausaha kepada Ketua SBMI Indramayu (Juwarih), akhirnya Ia meminta Saya untuk membuat rincian rencana usaha, lalu Saya dibantu modal awal sebesar Rp. 2.000.000 dari Kas SBMI Indramayu.” ungkap Wanto.