B U L E T I N
EDISI : FEBRUARI MARET 2019
versi online akses di : www.buruhmigran.or.id
SERANTAU Media informasi yang terbit setiap bulan. Buletin ini dibuat oleh beberapa Pekerja Indonesia di Malaysia sebagai ruang untuk saling belajar dan berbagi informasi antar sesama pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Saling belajar & berbagi informasi
BERITA UTAMA
Foto : Pixabay
Oleh Desi Lastati
PMI Perlu Bijak Menggunakan Media Sosial
P
erkembangan teknologi dan peningkatan jumlah pengguna internet yang begitu besar membawa tantangan tersendiri terutama bagi pengguna media sosial. Salah satu tantangannya adalah banyak pengguna media sosial yang kurang membangun kapasitas diri dalam bermedia sosial. Dalam Diskusi Sehat Bermedia Sosial yang dilaksanakan Minggu (3/3/2019) di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL), pegiat Infest
Yogyakarta, Yudi Setiyadi, mengemukakan perkembangan teknologi saat ini sudah masuk pada revolusi industri 4.0 yang membawa tantangan besar baik di Indonesia maupun dunia. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 ada 143 juta pengguna internet di Indonesia dari total jumlah penduduk 262 juta jiwa. Dari 143 juta pengguna bersambung ke halaman 3
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
1
Salam Redaksi Sobat migran, Media sosial pada era sekarang ini digunakan oleh semua kalangan, baik anak-anak, kalangan muda maupun orang tua. Dampak negatif dan positif dari media sosial begitu terasa di zaman ini. Menyikapi hal tersebut, Komunitas Serantau dan Infest Yogyakarta mengadakan diskusi sehat bermedia sosial bagi pekerja migran pada Minggu, 3 Maret 2019 di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Sebagian isi dari diskusi dimuat dalam berita utama Buletin Serantau edisi Februari-Maret 2019. Jejak kasus pada Buletin Serantau kali ini mengangkat kasus Siti Aisyah yang terbebas dari tuduhan pembunuhan Kim Jong-Nam. Pada rubrik panduan kami mengangkat tema mengenai panduan menjalin hubungan jarak jauh untuk pekerja migran. Panduan ini penting mengingat banyak sekali pekerja migran yang harus terpisah jarak dari pasangan mereka yang berada di Indonesia. Terpisahnya jarak dengan pasangan ini menyebabkan pekerja migran rentan terhadap perceraian. Hal ini pula bermaksud untuk menyoroti hak reunifikasi pekerja migran yang hingga saat ini belum ditunaikan oleh negara. Rubrik opini menampilkan dua tulisan dari dua penulis perempuan. Pertama adalah Haula Noor yang menulis tentang penguatan hubungan keluarga untuk mencegah kerentanan pekerja migran terhadap radikalisasi. Sedangkan penulis kedua adalah Fera Nuraini yang memandu cara mengelola keuangan dan merencanakan usaha bagi pekerja migran yang telah kembali ke daerah asal. Di rubrik Sastra dan Budaya terdapat cerpen karya Rahayu binti Suwardi berjudul ‘Nasib Membawaku Menjadi Pekerja Migran’ dan puisi dari Sofia Gayuh Winarni.
Foto : Pixabay
Di rubrik info penting terdapat tulisan dari Figo Kurniawan yang membahas mengenai permit kerja outsourcing di Malaysia. Tulisan ini menyoroti peraturan baru dari Kementerian Dalam Negeri (KDN) Malaysia. Singkat kata, selamat menikmati bacaan di buletin ini. CATATAN REDAKSI: Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, nomenklatur atau tata nama penyebutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara otomatis berubah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Untuk itu, mulai dari sekarang dan seterusnya, buletin Serantau menggunakan istilah Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Tim Redaksi Penanggung Jawab : Muhammad Irsyadul Ibad Pemimpin Redaksi : Desi Lastati Editor : Sofia Gayuh Winarni Tim Redaksi : Abdiyanto, Driyanto, Ghofar, Imas Masriah, Mohamad Sucipto, Moha, Nasrikah, Rahma Yeni, Risa Rustia Widdy, Samsuri, Figo Kurniawan, Sofia Gayuh Winarni Tata Letak : Jihadul Akbar Email : serantau@buruhmigran.or.id Website : www.buruhmigran.or.id Alamat Redaksi Infest Yogyakarta, Jl. Veteran UH IV/734 Warungboto, Umbulharjo 55164. Telepon/fax: 0274-417004 Majalah Serantau diterbitkan oleh Komunitas Serantau Malaysia dan Pusat Sumber Daya Buruh Migran, INFEST Yogyakarta dengan dukungan United Nation Entity for Gender Equality and Empowerment of Women (UN Women). Isi dari terbitan ini sepenuhnya tanggungjawab Komunitas Serantau dan Infest Yogyakarta serta tidak selalu mencerminkan pandangan UN Women. Siapapun bisa mengutip, menyalin dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.
BERITA UTAMA PMI Perlu Bijak Menggunakan Media Sosial
Suasana Diskusi Sehat Bermedia Sosial yang Diikuti oleh Berbagai Komunitas Migran di Kuala Lumpur dan sekitarnya, Minggu (3/3/2019). Dok. Serantau.
internet, media sosial merupakan yang paling banyak digunakan dan diakses oleh penduduk Indonesia. Menurut Yudi, setiap orang yang menggunakan media sosial memiliki kepentingannya masing-masing. Bagi seorang pedagang, jumlah pengguna internet tersebut merupakan pasar atau target marketing. Dalam kaitannya dengan politik, pengguna internet merupakan target kampanye untuk mendulang perolehan suara. “Berbeda lagi dengan kelompok yang menganut paham kekerasan ekstrem, pengguna internet merupakan sasaran penyebaran paham-paham yang mereka anut,” ujar Yudi. Di tengah diskusi, Yudi mengajak para peserta untuk melakukan pencarian di internet dengan memasukan kata kunci tertentu yang memunculkan konten-konten paling banyak diakses oleh pengguna. Yudi mencontohkan, ketika kita memasukkan satu kata kunci tentang ‘Tenaga Kerja Wanita (TKW)’ pada aplikasi Youtube, informasi yang lebih banyak muncul di halaman pertama pencarian adalah konten yang berisi informasi negatif. Melihat realitas tersebut, Pekerja Migran Indonesia (PMI) harus lebih berhati-hati mengunggah konten di media sosial. Hal lain yang disoroti oleh Yudi mengenai dampak media sosial adalah menjamurnya prostitusi online. Berkembangnya berbagai aplikasi obrolan dan kencan di media sosial membuat menjamurnya bisnis prostitusi online. Yudi mengingatkan agar Pekerja Migran Indonesia (PMI) lebih hati-hati dalam mengunggah foto di media sosial agar fotofoto tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Segala sesuatu yang diunggah di media sosial bersifat ‘bisa diunduh’dan berdampak negatif bagi pengguna.
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
“Bisa jadi foto-foto di media sosial akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk hal negatif seperti prostitusi online atau bahkan penipuan. PMI harus hati-hati mengunggah foto atau konten di media sosial,” kata Yudi. Hal senada juga disampaikan oleh pembicara kedua, Soeharyo Tri Sasongko, Sekretaris Fungsi Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Soeharyo menyampaikan, pengguna media sosial khususnya PMI, perlu memahami undang-undang tentang penggunaan media sosial di Malaysia. Soeharyo mengatakan, di Malaysia, pemerintah memiliki sistem untuk mengontrol perilaku pengguna media sosial terkait informasi tentang kekerasan ekstrem maupun terorisme. Tidak hanya yang menyebarkan paham ekstrem di media sosial yang dapat dikenai sanksi, memberikan ‘likes’ pada postingan yang mengarah ke sana pun sudah masuk dalam catatan sistem. “Setiap negara memiliki undang-undang atau peraturannya sendiri. Jangan sampai karena terlalu meyakini berita-berita yang disebar di media sosial, kita menjadi begitu mudah untuk turut serta menyebarkannya dan malah berakibat fatal pada diri kita,” ungkap Soeharyo.
Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/06/ pmi-perlu-bijak-menggunakan-media-sosial/
3
JEJAK KASUS
Siti Aisyah bersama dengan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Duta Besar RI untuk Malaysia, Rusdi Kirana, Direktur PWNI BHI, Kementerian Luar Negeri, Lalu M Iqbal dan staf lainnya.
Siti Aisyah Bebas dari Dakwaan Pembunuhan Kim Jong-Nam Oleh Figo Kurniawan
S
iti Aisyah, warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Kim Jong-Nam, dinyatakan bebas. Aisyah bebas setelah jaksa mencabut dakwaan pembunuhan yang dituduhkan terhadapnya pada persidangan di Mahkamah Tinggi Shah Alam, Senin (11/3/2019). Dalam kasus ini, Aisyah bersama seorang warga negara Vietnam terancam hukuman mati atas dakwaan pembunuhan terhadap Kim Jong-Nam, kakak tiri pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-Un. Aisyah dan seorang warga Vietnam didakwa mengusapkan gas saraf VX yang mematikan ke wajah Kim Jong-Nam di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia pada Februari 2017. Dalam beberapa kali persidangan, kedua terdakwa telah menyangkal dakwaan pembunuhan yang dijeratkan terhadap mereka. Keduanya bersikukuh bahwa mereka terlibat dalam sebuah acara prank (lelucon). Kedua terdakwa diduga telah ditipu oleh sejumlah agen intelijen Korut yang menjadi otak pembunuhan Kim Jong-Nam.
Setelah dinyatakan bebas oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Malaysia atas dakwaan membunuh Kim Jong-Nam, KBRI Kuala Lumpur langsung mengurus kepulangan Siti Aisyah ke Indonesia. Kepulangan Siti Aisyah diumumkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Yasonna Laoly, pada konferensi pers di gedung KBRI Kuala Lumpur (11/3) yang juga dihadiri oleh Duta Besar Indonesia di Malaysia, Rusdi Kirana. Menurut keterangan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur, Yusron B Ambary, Siti Aisyah langsung diterbangkan ke Indonesia pada Senin (11/3) sore. 4
“Siti Aisyah telah diterbangkan ke Indonesia tadi sekitar pukul 16.15,� kata Yusron Ambary, Senin (11/3) petang. Bebasnya Siti Aisyah adalah puncak dari proses panjang upaya Pemerintah Indonesia untuk membebaskan wanita berusia 27 tahun itu dari ancaman hukuman mati. Sejak Siti Aisyah ditangkap, presiden telah meminta dilakukan koordinasi antara Menlu, Menkumham, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala BIN dalam rangka memberikan pembelaan dan mengupayakan pembebasan Siti Aisyah. Pemerintah RI melalui KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk tujuh orang pengacara profesional dari Kantor Pengacara Gooi & Azura untuk memberikan pembelaan dan pendampingan bagi Siti Aisyah. Pemerintah RI juga membentuk tim lintas kementerian untuk mendukung pengacara dalam mengumpulkan bukti dan saksi yang relevan bagi pembelaan Siti Aisyah di pengadilan.
Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/12/sitiaisyah-bebas-dari-dakwaan-pembunuhankim-jong-nam/
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
PANDUAN
Panduan Menjalin Hubungan Jarak Jauh untuk Pekerja Migran Oleh Abdiyanto
Menjalin hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship (LDR) dalam beberapa kasus sangat berat dilakukan. Apalagi jika hubungan jarak jauh tersebut memisahkan dua insan di negara berbeda seperti yang dialami oleh kawan-kawan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sering-sering bertemu adalah hal yang tidak mungkin karena terkendala oleh biaya dan izin cuti kerja.
H
ubungan jarak jauh ini kerap berkorelasi dengan meningkatnya angka perceraian di daerah kantong-kantong pekerja migran. Untuk meminimalisir terjadinya perceraian pada pekerja migran, panduan menjalin hubungan jarak jauh ini barangkali bisa menjadi rujukan:
1. Komunikasikan aktivitas harian sobat migran kepada pasangan dengan memanfaatkan teknologi yang semakin canggih. Pekerja migran bisa menggunakan fasilitas seperti telepon, pesan instan atau video call untuk berkomunikasi dengan pasangan. Luangkan waktu untuk berkomunikasi setiap harinya, ceritakan tentang kondisi di negara penempatan, tentang kegiatan libur atau berbagi kabar soal keadaan keluarga di kampung halaman. 2. Menjalin hubungan jarak jauh bisa dibilang gampang-gampang susah. Kepercayaan tidak bisa tumbuh dengan sendirinya karena kepercayaan hanya bisa dibangun bersamasama. Kepercayaan terhadap pasangan sangat penting dilakukan agar kita terhindar dari rasa curiga yang berlebihan. Cobalah untuk saling menjaga kepercayaan pada pasangan dan saling jujur terhadap apapun yang sedang dijalani. Pahamilah juga kondisi pasangan, misal jika ia sedang marah, capek atau banyak pikiran. 3. Bersikap cemburu sebenarnya merupakan hal yang wajar dalam percintaan. Namun cemburu berlebihan bisa jadi tidak wajar. Salah satu
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
pasangan yang cemburu berlebihan bisa membuat pasangannya tidak nyaman dan merasa dikekang. Buatlah batasan rasa cemburu tersebut sehingga jangan sampai mengganggu pasangan, apalagi jika rasa cemburu tersebut tidak masuk akal. 4. Jika sudah dipercayai oleh pasangan, sebisa mungkin untuk tidak mengkhianatinya. Jangan memanfaatkan situasi jika pasangan yang dimiliki tidak cemburuan dan terpisah jarak ribuan kilometer. Dalam hubungan jarak jauh, menjaga kesetiaan dan komitmen juga merupakan hal yang gampanggampang susah. Ada banyak godaan di luar sana yang akan menggoyahkan kesetiaan kita terhadap pasangan, seperti misalnya hadirnya orang ketiga dalam pernikahan. 5. Romantis bukan hanya milik pasangan baru yang sedang dirundung asmara. Pasangan yang telah lama menjalin hubungan perlu juga untuk bersikap romantis sekali-kali. Jarak yang terpaut jauh tidak menjadi halangan untuk bersikap romantis. Romantis bisa juga dilakukan dengan cara sederhana seperti membuat pesan-pesan, video atau nyanyian pada pasangan. Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/15/panduanmenjalin-hubungan-jarak-jauh-untuk-buruh-migran/
5
OPINI
Memperkuat Hubungan Keluarga untuk Mencegah Kerentanan Pekerja Migran Terhadap Radikalisasi Oleh Haula Noor PhD candidate, Department of Political and Social Change, Australian National University (ANU) Foto : Pixabay
Kasus Dian Yulia Novi, pelaku bom bunuh diri yang berhasil digagalkan polisi, pernah bekerja di Taiwan dan Singapura sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kasusnya menjadi pengingat bahwa radikalisme juga mengintai para PMI.
K
ebutuhan akan informasi keagamaan di tengah sulitnya mencari jawaban di dunia nyata, menjadi pintu masuknya kerentanan para pekerja migran. Akhirnya, dunia maya menjadi alternatif media yang mudah diakses untuk melakukan pencarian tersebut. Ada dua alasan mengapa seseorang rentan terhadap pengaruh radikalisme. Pertama, dari sisi individu, hidup di perantauan membuat mereka jauh dari sanak keluarga serta tidak lagi bersentuhan dengan kebiasaan-kebiasan keagamaan di tanah air, menjadikan mereka gelisah dan merasa hidup ‘tidak lengkap’ lagi (McDonald, 2018). Kedua, dari segi ajaran, ada janji dan kepastian yang ditawarkan untuk menjawab kegelisahan yang sedang mereka alami. Melalui figur karismatik, jawaban yang mudah dicerna, tawaran akan kemurnian dalam beragama, serta penebusan dosa menjadi daya tarik ajaran ini (Crenshaw, 1986). Selain itu, identitas agama yang mereka bawa dari negara asal seolah-olah dibenturkan dengan kenyataan hidup di negara 6
perantauan. Membuat mereka merasa perlu untuk mengubah arah identitas agama (rerouting their religious identity) ke arah identitas agama yang lebih ketat dan ekstrim. Anabel Inge (2018), seorang peneliti Salafisme di Inggris menyebut proses ini sebagai ‘reverted Muslim’ atau ‘born-again Muslim’ yaitu proses di mana seseorang menjadi Muslim yang terlahir kembali. Bahkan, mereka tidak lagi mau mengidentifikasi kehidupan mereka sebelumnya sebagai seorang Muslim dan merujuk kehidupan mereka di masa lalu sebagai zaman jahiliyah (kebodohan)(Inge 2016). Oleh karenanya, mereka yang tidak memadai secara agama, merasa hidup ‘tidak lengkap’ di perantauan, serta memiliki perasaan tidak yakin dengan arah hidup mereka adalah jenis individu yang rentan disasar oleh para perekrut aksi kekerasan mengatasnamakan agama. Peran keluarga bagi kerentanan individu Dalam penelitian yang saya lakukan terhadap 31 keluarga teroris di Indonesia, saya menemukan Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
bahwa ada kontribusi keluarga terhadap rentannya individu untuk menerima sosialisasi dari luar lingkungan keluarga. Begitu juga sebaliknya, keluarga berkontribusi terhadap kokohnya identitas seseorang sehingga tidak terbawa oleh sosialisasi dari luar. Dalam teori ‘life course’ yang dicetuskan oleh Glen H. Elder, ada tiga elemen dalam lingkungan keluarga yang menjadi faktor penting munculnya kerentanan seseorang, antara lain: struktur keluarga (family structure), hubungan keluarga (family relationship/interaction), dan sumber daya keluarga (family resource) baik sumber daya ekonomi ataupun sosial (Elder 1998). Sebagai penunjang proses sosialisasi dalam keluarga, ketiga elemen tersebut berpengaruh terhadap kemampuan individu untuk menjalankan fungsinya di masyarakat. Sosialisasi adalah berbagai proses di mana individu diajarkan berbagai keahlian sosial, pola perilaku, serta nilai-nilai yang fungsinya dibutuhkan dalam kehidupan sosial (Maccoby 2007: 13). Dibandingkan dua elemen lain, hubungan keluarga merupakan elemen terpenting untuk menunjang suksesnya proses sosialisasi dalam keluarga. Keluarga yang memiliki struktur tidak lengkap, masih dapat menjalankan fungsinya sebagai agen utama sosialisasi selama hubungan baik dalam keluarga masih tetap terjaga. Begitu pula dengan keluarga yang tidak berdaya secara ekonomi tetapi memiliki hubungan keluarga yang baik, juga tetap dapat melakukan sosialisasi bagi anggota keluarga. Dengan kata lain, semakin baik hubungan antar anggota keluarga, maka semakin baik pula proses sosialisasi yang terjadi (Knafo 2003; White 2000). Proses sosialisasi yang terjadi dengan baik menyebabkan seseorang menetap atau yakin dengan identitas yang mereka dapat dari sosialisasi yang terjadi dalam keluarga. Dalam kasus terorisme, ada beberapa contoh suksesnya transmisi ideologi antara orang tua yang merupakan terdakwa teroris terhadap anak mereka
“
Proses sosialisasi yang terjadi dengan baik menyebabkan seseorang menetap atau yakin dengan identitas yang mereka dapat dari sosialisasi yang terjadi dalam keluarga.
”
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
“
Pola pengasuhan dan sosialisasi kedua orang tua keluarga-keluarga ini bermuara pada tujuan melakukan transmisi nilainilai yang disepakati bersama ke dalam bentuk aktivitas sehari-hari, seperti berinteraksi, bercerita, menonton suatu tayangan bersama dan ikut serta dalam kegiatan keagamaan orangtua. ”
yang selanjutnya mengikuti jejak mereka. Umar Jundul Haq, misalnya, merupakan anak Imam Samudra, terdakwa mati kasus bom Bali 1. Umar dikabarkan bergabung dengan Negara Islam dan meninggal di Suriah pada tahun 2015. Contoh lain adalah Hatf Saifurrasul, yang juga anak dari Saiful Anam, terdakwa kasus bom di Tentena Ambon. Hatf terbang ke Suriah dan bergabung dengan Negara Islam di usianya yang ke 13 dan meninggal di sana. Umar dan Hatf merupakan contoh dari bagaimana ideologi diturunkan oleh orang tua sebagai sesuatu yang diyakini sebagai hal pokok dalam hidup beragama. Pola pengasuhan dan sosialisasi kedua orang tua keluarga-keluarga ini bermuara pada tujuan melakukan transmisi nilai-nilai yang disepakati bersama ke dalam bentuk aktivitas sehari-hari, seperti berinteraksi, bercerita, menonton suatu tayangan bersama dan ikut serta dalam kegiatan keagamaan orangtua. Nilai-nilai yang disosialisasikan adalah nilai loyalitas dan komitmen terhadap figur, organisasi atau ideologi tertentu. Akan tetapi, ketika hubungan antara orang tua dan anak tidak berjalan dengan baik, proses sosialisasi pun terjadi tanpa didasari tujuan untuk transmisi nilai-nilai dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peran keluarga ataupun orangtua sebagai agen utama sosialisasi tidak berfungsi. Indikasi disfungsi ini terjadi akibat, antara lain: permasalahan komunikasi, perceraian atau perpisahan orang tua, serta perilaku menyimpang orang tua. Akibatnya, anak tidak lagi percaya kepada orang tua dan merasa tidak terpenuhi kebutuhannya. Sehingga seseorang akan mengalami apa yang disebut oleh Erikson (1965) sebagai ‘role confusion’ atau
7
kebingungan akan perannya baik di keluarga ataupun masyarakat (Erikson 1994). Dengan tidak terjadinya proses transmisi nilai-nilai dalam keluarga, seseorang tidak memiliki loyalitas dan komitmen terhadap entitas atau ideologi tertentu yang seharusnya dikenalkan pertama kali di keluarga. Kebingungan tersebut seolah-olah menemukan solusi ketika seseorang bersentuhan dengan lingkungan di luar keluarga. Sehingga terjadilah kasus-kasus di mana pekerja migran dengan mudahnya menerima paparan dari luar tanpa melakukan crosscek terlebih dahulu.
terpengaruh radikalisme. Sebuah studi pada anak remaja Belgia dan Belanda yang bergabung dengan Negara Islam di Suriah menemukan bahwa banyak dari orang tua para remaja ini justru malah memperlihatkan sikap tidak peduli dan menyangkal tanda-tanda radikalisasi sebenarnya telah terjadi pada anak-anak remaja mereka. Dalam hal ini, kualitas hubungan keluarga lagi-lagi menjadi penentu sikap apa yang seharusnya diambil oleh para orang tua dalam menangani permasalahan tersebut.
Mengapa perlu memperkuat hubungan keluarga?
Rujukan Crenshaw, Martha (1986), 'The psychology of political terrorism', Political psychology, 379413. Elder, Glen H (1998), 'The life course as developmental theory', Child development, 69 (1), 1-12. Erikson, Erik H (1994), Identity: Youth and crisis (WW Norton & Company). Festinger, Leon (1962), A theory of cognitive dissonance (2: Stanford university press). Inge, Anabel (2016), The Making of a Salafi Muslim Woman: Paths to Conversion (Oxford University Press). Knafo, Ariel (2003), 'Contexts, relationship quality, and family value socialization: The case of parent–school ideological fit in Israel', Personal Relationships, 10 (3), 371-88. McDonald, Kevin (2018), Radicalization (John Wiley & Sons). White, Fiona A (2000), 'Relationship of family socialization processes to adolescent moral thought', The Journal of social psychology, 140 (1), 75-91.
Berdasarkan penjelasan di atas, memperkuat hubungan keluarga tidak hanya berdampak pada keberhasilan orangtua dalam mentransmisi nilainilai yang diinginkan kepada anak, tetapi juga terhadap upaya menjauhkan anak dari dampak pengaruh luar salah satunya adalah pengaruh radikalisme. Tentu saja memperkuat hubungan keluarga bukanlah perkara instan. Dalam hal ini orang tua harus memiliki kesamaan sikap dan perilaku dalam hal menanamkan nilai-nilai. Sehingga anak tidak bingung untuk menyerap nilai mana yang harus diikuti. Dalam beberapa program deradikalisasi yang melibatkan keluarga, kerap kali terbentur dengan berbagai permasalahan. Dalam hal ini, tidak semua jenis keluarga dapat terlibat dalam proses tersebut. Keluarga dengan kohesivitas yang baik akan lebih mudah mengajak kembali mereka yang telah terpapar. Tetapi, tidak demikian bagi keluarga dengan kohesivitas rendah. Tidak kuatnya ikatan emosional antara anggota keluarga menjadikan proses deradikalisasi menjadi perkara sulit. Oleh karenanya, memperkuat hubungan keluarga melalui perbaikan komunikasi dan ikatan emosional sejak dini diharapkan dapat mencegah para PMI dari kerentanan pengaruh radikalisme. Keterbukaan dan saling menghargai menjadi kuncinya. Dengan demikian, ketika seseorang mengalami radikalisasi, dia akan mengalami apa yang disebut sebagai ‘cognitive dissonance’ atau ketidaknyamanan mental yang dialami seseorang yang dihadapkan pada dua atau lebih kepercayaan, ide atau nilai yang bertentangan (Festinger 1962).
Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/27/memperku at-hubungan-keluarga-untuk-mencegahkerentanan-pekerja-migran-terhadapradikalisasi/
Jika ajaran dalam radikalisme bertentangan dengan nilai atau ide yang selama ini didapat seseorang dari keluarga, maka sangat mungkin baginya untuk tidak terbawa arus radikalisme. Selain daripada itu, orang tua para PMI juga perlu dibekali pengetahuan mengenai bahaya radikalisme dan bagaimana mengenali tanda-tanda jika anak mereka 8
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
OPINI
Mengelola Keuangan dan Merencanakan Usaha bagi Pekerja Migran Indonesia Oleh: Fera Nuraini Wirausaha dan Mantan Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong
Cerita saya menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dimulai setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Mimpi untuk meningkatkan perekonomian keluarga merupakan motivasi yang melatarbelakangi di balik keputusan bekerja ke luar negeri. Singapura merupakan pilihan negara tujuan migrasi, namun pilihan tersebut teralihkan oleh Perekrut Lapangan (PL) yang menawarkan pekerjaan di Hong Kong. Selama 6,5 bulan belajar bahasa Kanton (Cantonese) di penampungan, akhirnya saya berangkat ke Hong Kong pada tahun 2005. Saat itu, saya berusia 20 tahun, yang sebenarnya usia tersebut belum diizinkan untuk bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) berdasarkan aturan ketenagakerjaan bahwa usia minimal PRT adalah 21 tahun .
S
aya akhirnya berangkat dengan usia yang dituakan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI/PJTKI). Mereka mengubah dokumen asli saya, terutama mengenai usia Berangkat ke Hong Kong, saya bekerja pada majikan pertama untuk menjaga anak berkebutuhan khusus berusia 15 tahun. Saya membantunya mulai dari mandi, membantu buang air besar dan kecil, menyuapi, menuntun jalan dan semua aktivitasnya sehari-hari. Di majikan pertama ini, kontrak kerja yang saya tandatangani tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang saya lakukan dan upah yang saya terima. Majikan menggaji saya di bawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah Hong Kong. Saya tidak diperbolehkan untuk memegang telepon genggam sama sekali, tidak ada hak libur mingguan dan tidak ada pengganti uang untuk libur. Tekanan dan kekerasan yang dilakukan majikan pertama sempat membuat saya ingin mengakhiri hidup dengan lompat dari lantai dua rumah majikan. Niat itu saya urungkan setelah mengingat keluarga
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
yang ada di Indonesia. Saya bertahan hingga kontrak pertama selesai selama dua tahun. Setelah selesai kontrak dari majikan pertama, saya berpindah ke majikan kedua menjaga seorang kakek selama enam tahun. Setelah kakek meninggal saya berganti majikan lagi. Kali ini menjaga seorang nenek selama hampir dua tahun hingga nenek meninggal. Majikan kedua dan majikan ketiga saya jauh lebih menyenangkan dan manusiawi dibandingkan majikan pertama. Bekerja di majikan kedua dan ketiga, saya bisa fokus menikmati pekerjaan dan menikmati libur pada hari Minggu serta hari-hari libur yang ditetapkan pemerintah Hong Kong. Saat libur saya manfaatkan untuk aktif di berbagai kegiatan yang diadakan oleh pekerja migran dan kuliah di Universitas Terbuka Hong Kong. Saya tidak akan bercerita banyak mengenai kegiatan saya selama di Hong Kong. Namun, pada kesempatan ini saya akan berbagi pengalaman dalam mengelola keuangan selama di Hong Kong dan berreintegrasi dengan lingkungan sosial di tanah air. 9
Ketika masih berada di Hong Kong, saya menerapkan beberapa aturan terkait dengan keuangan sebagai berikut ini: 1. Menanamkan prinsip menabung dalam diri kita. Setiap menerima gaji, saya langsung menyisihkan sebagian uang gaji untuk dimasukkan ke tabungan. Setelah itu saya akan mendaftar kebutuhan pribadi seperti pulsa, uang jajan maupun uang untuk kebutuhan perempuan setiap bulan. Prinsip yang saya pegang adalah jangan sampai akhir bulan kehabisan uang dan akhirnya berhutang pada teman. Di akhir bulan ketika uang masih tersisa, akan saya tabungkan kembali. 2. Mengontrol uang kiriman ke Indonesia. Mengatur kiriman uang kepada keluarga di Indonesia sesuai dengan kebutuhan. Jangan manjakan keluarga di rumah dengan mengirim secara berlebihan uang jatah bulanan, apalagi jika keluarga yang ditinggalkan masih sehat untuk mencari nafkah. Alangkah lebih baik untuk memberikan modal usaha pada keluarga yang ditinggalkan sehingga ada pemasukan setiap harinya. 3. Melakukan efektivitas dan eďŹ siensi pengeluaran selama di negara tujuan. Kurangi pergi ke tempat-tempat perbelanjaan seperti mall atau pasar untuk mencegah lapar mata. Beli barang yang benar-benar dibutuhkan dan bisa dipakai saat kembali ke tanah air. Misalnya, membeli baju musim dingin seperlunya saja, yang sekiranya bisa dipakai di kampung halaman. 4. Mendiversikan tabungan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari tabungan. Ada banyak model investasi yang dapat dipelajari dan dipilih sesuai dengan kebutuhan. Berhati-hatilah saat memilih model investasi, jangan terlalu percaya pada skema investasi yang menawarkan bunga tinggi. Prinisip saya adalah investasi yang menawarkan keuntungan tinggi juga akan berisiko lebih tinggi terhadap modal kita. Saya sendiri lebih memilih untuk investasi dengan membeli emas batangan. Emas batangan lumayan untuk investasi dibandingkan dengan emas yang sudah berbentuk perhiasan yang jika dijual potongannya akan lebih banyak.
10
Setelah sepuluh tahun berada di Hong Kong, saya memutuskan untuk pulang dan berreintegrasi dengan lingkungan sosial di Indonesia. Keputusan untuk pulang ke Indonesia ini ternyata jauh lebih sulit ketimbang memutuskan berangkat pergi bekerja ke luar negeri. Pengalaman tersebut mungkin juga dirasakan oleh banyak kawan-kawan migran di luar sana. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak, Apa yang harus saya lakukan di kampung? Akan buka usaha apa? Kalau bosan gimana? Imajinasi itu selalu terpikirkan sebelum pulang ke Indonesia. Saya tetap beranikan diri untuk pulang ke kampung meski saat itu belum ada tujuan untuk berwirausaha. Setelah di kampung dan istirahat selama beberapa hari, saya putuskan untuk menjelajah kota lain untuk mencari sebuah ide usaha yang tepat di kampung. Saya belum juga menemukan ide usaha dalam proses penjelajahan di beberapa kota tersebut. Pada bulan puasa 2016, dengan serta merta saya berjualan kue lebaran yang ternyata disambut baik oleh pasar online. Respon yang saya dapat sangat memuaskan, target awal yang dipasang malah melebihi prediksi. Setelah lebaran berlalu saya kembali bingung untuk berjualan apalagi. Banyak masukan dari kawankawan untuk membuka kedai basuh yang dekat dengan jalan raya, buka warung di rumah, jualan baju online dan lainnya. Semua saya pertimbangkan segala risiko dan akhirnya saya urungkan karena sepertinya jenis usaha itu tidak cocok untuk saya. Pernah juga berpikir untuk membuat peternakan kambing karena kebetulan belakang rumah ada kandang yang tidak terpakai. Ide itu gagal karena setelah berembug dengan orang tua, mereka kurang setuju dengan ide tersebut.
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
Dalam proses pemasaran, saya memanfaatkan media sosial facebook sebagai arena promosi karena jangkauan pertemanan saya paling banyak di media sosial tersebut. Saya menerapkan jadwal promosi di akun facebook agar orang tidak bosan dengan apa yang saya promosikan karena barang yang saya jual hanya tiga macam. Saya sangat menghindari posting jualan setiap hari, paling tidak saya promosikan tiga kali dalam seminggu. Hal ini untuk menghindari anggapan bahwa postingan kita menyampah jika diperhatikan oleh pengguna media sosial.
Akhir Agustus 2016, berkat obrolan ringan dengan seorang kawan, saya mendapat sebuah ide usaha. Saya mendapat cerita bahwa tetangga kawan itu berjualan tiwul instan dan gatot. Saya minta contoh masing-masing satu bungkus untuk tiwul dan gatot instan itu. Saya foto lalu saya promosikan lewat media sosial facebook. Tak menunggu lama ternyata ada yang memesan makanan tersebut. Saya melayani pesanan pertama dengan membeli tiwul dan gatot yang diproduksi oleh orang lain. Saya beli produksi gatot dan tiwul itu, lalu saya kirim setelah pembeli mentransfer sejumlah uang. Tak perlu menunggu berminggu atau berbulanbulan, saya pikir-pikir kalau saya hanya menjualkan produk orang, maka keuntungannya tidak seberapa. aba hanya habis untuk uang transportasi karena jarak rumah saya dengan produsen tersebut lumayan jauh. Akhirnya saya berembug dengan Ibu untuk membuat tiwul dan gatot sendiri. Saya mengalami kesulitan ketika pertama kali membuat tiwul dan gatot. Kendala paling utama adalah cuaca, pernah sebulan lebih saya tidak produksi karena hujan setiap hari. Pada tahap pengemasan, saya mengalami kesulitan menggunakan perekat plastik (sealer). Ada beberapa pembeli yang menerima kiriman dengan kemasan plastik bolong karena ketidaktahuan saya menggunakan sealer. Kegagalan ini saya jadikan bahan pembelajaran agar lebih teliti lagi mengatur suhu sealer dalam proses pengemasan. Saya tidak mau merugikan pembeli meski kelihatannya sepele. Setelah kejadian itu saya bertanya kepada kawan-kawan yang sering menggunakan sealer dan akhirnya bisa dengan benar menggunakannya. Intinya dalam menjalankan usaha sekecil apapun, jangan malu untuk bertanya dan jangan marah jika dikasih masukan. Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
Dari cerita perjalanan di atas, ada beberapa poin yang bisa dipelajari pembaca sebelum pulang dan menjalankan usaha: 1. Rencanakan kepulangan dengan baik, termasuk rencanakan jauh-jauh hari apa yang akan dilakukan dan jenis wirausaha apa yang tepat di lingkungan anda. Jika bermaksud menjalankan usaha ketika kembali ke Indonesia, pelajari dengan baik peluang dan petakan kemungkinan terburuk jika gagal. 2. Kesulitan dan kendala dalam menjalankan usaha akan terjadi di awal usaha maupun setelah beberapa tahun usaha didirikan. Jangan patah semangat untuk mencari jalan keluar atas kesulitan yang dihadapi. Dalam menjalankan usaha sekecil apapun jangan malu untuk bertanya dan berguru pada mereka yang sudah pernah menjalani usaha. 3. Gunakan media sosial untuk memasarkan produk atau jasa yang akan ditawarkan. Di era pemasaran online, ada banyak pilihan media sosial dan market place yang bisa digunakan untuk berjualan. Lewat media sosial, produk dan jasa yang anda tawarkan akan lebih cepat dikenal oleh pertemanan di dunia maya. Sumber: https://buruhmigran.or.id/en/2019/03/28/mengelolakeuangan-dan-merencanakan-usaha-bagi-pekerjamigran-indonesia/
11
SASTRA DAN BUDAYA
Kisah Pilu Menjadi Pekerja Migran di Malaysia Oleh: Rahayu binti Suwardi
Sejak kecil Suyati bercita cita untuk menjadi seorang pramugari, namun karena peluang itu sulit dicapai, Suyati mengubur cita-cita tersebut. Suyati lahir dari keluarga yang kurang mampu dan ibunya meninggal dunia sejak Suyati kecil. Dari tingkat pendidikan, Suyati hanya bersekolah sampai bangku Sekolah Dasar (SD). Susah baginya untuk mencari kerja di Indonesia mengandalkan ijazahnya di bangku SD. Melihat kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan, Suyati berencana untuk berangkat ke Arab Saudi sebagai pekerja migran perempuan.
K
eputusan menjadi pekerja migran sebenarnya di luar keinginannya karena implikasinya harus meninggalkan keluarga dan orang-orang yang dicintainya. Meski berat, tapi keputusan tetap harus dilakukannya. Keesokan harinya, Suyati menemui Sumakyah, kawan baiknya yang sudah sukses kerja di Arab Saudi. Suyati meminta tolong kepada Sumakyah tentang tata cara caran untuk bekerja ke luar negeri. Sumakyah kemudian memperkenalkan Suyati dengan Paijo. Paijo ialah seorang sponsor dan kebetulan sedang mencari orang untuk bekerja di Arab Saudi. Suyati bertanya pada Paijo mengenai pekerjaan di Arab Saudi.
“Kalau kamu mau ke Saudi, kebetulan ada majikan yang mau cepat dapat pekerja rumah. Dapat pesangon juga lho, 5 juta,” tambah Paijo.
"Pak, kira-kira bapak ada pemberangkatan TKW ke saudi ngak ya pak?” tanya Suyati polos.
Suyati berangkat dari Surabaya ke Tanjung Pinang menggunakan kapal Ferry. Setelah sampai di Tanjung Pinang, Suyati diberi tahu oleh Paijo bahwa pesangon nantinya akan diberikan pada keluarganya di Surabaya. Suyati berada di penampungan P3MI di Tanjung Pinang sudah hampir lima bulan dengan kondisi yang memprihatinkan. Sampai akhirnya visa kerja Suyati
"Ya tentu saya berangkatkan. Jangankan ke Saudi, ke Singapura dan Malaysia juga saya bisa berangkatkan,” jawab Paijo secara yakin.
12
Tanpa banyak berpikir, Suyati menyetujui tawaran bekerja ke Arab Saudi lewat perantara Paijo. Suyati mengurus semua surat-surat yang dibutuhkan dan dua hari kemudian ia berangkat ke Arab Saudi. Mengenai pesangon yang dijanjikan, Paijo mengatakan bahwa pesangon akan diberikan setelah Suyati sampai di Perusahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI/PJTKI) di Tanjung Pinang.
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
diterbitkan oleh Malaysia dan seorang agen perempuan bernama Elis datang menjemputnya untuk berangkat ke Malaysia. Suyati kaget dan bertanya dalam hati, kenapa ia malah berangkat ke Malaysia. Ia hanya bertanya-tanya dalam hati dan pasrah dengan keadaan tersebut. Baginya yang terpenting saat ini adalah mendapat pekerjaan dan bisa berkirim uang untuk ayahnya yang sudah sakitsakitan. Sesampai di kantor agensi di Malaysia, sepasang suami istri berwajah oriental yang akan menjadi majikannya sudah menunggu Suyati. Sang suami merupakan warga negara Malaysia, sedangkan istrinya yang sedang mengandung merupakan orang Taiwan. Suyati ikut dengan majikan pertamanya tersebut. Di tengah jalan, majikan laki-lakinya memberi tahu bahwa majikan perempuan tidak bisa berbahasa Melayu dan sebentar lagi akan melahirkan. Sesampai di rumah majikan, Suyati diberi tahu apa saja pekerjaan yang harus dikerjakannya. Majikan laki-kaki tidak begitu banyak bicara, sedangkan majikan perempuan yang semula baik-baik saja mulai berubah perangainya. Majikan perempuan selalu menganggap dirinya paling benar dan Suyati terus menerus disalahkan. Setelah sebulan Suyati bekerja, majikan perempuannya melahirkan anak lelaki. Tidak disangka, bayi yang dilahirkan majikan perempuan yang terlihat sehat ternyata memiliki kelainan. Pasca majikan perempuan melahirkan, nasib Suyati bertambah buruk. Majikan memperlakukan Suyati tidak manusiawi. Setiap pagi ia hanya diperbolehkan untuk minum air panas yang diberi satu sendok teh Milo dan roti satu keping. Pada siang hari Suyati hanya diberi makan bihun yang sudah basi dari dalam kulkas. Setiap hari Suyati diharuskan untuk mencuci dua buah mobil disamping mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak majikan. Suyati diharuskan untuk mendengar apa yang dikatakan oleh majikan perempuan. Kalau Suyati tidak paham apa yang dikatakan majikan, majikan perempuan akan marahmarah. Setiap hari, Suyati dikunci di dalam rumah dengan bayi yang mempunyai masalah kesehatan. Setelah operasi, bayi harus buang air besar lewat perutnya dan semua itu memerlukan perhatian khusus. Setiap melakukan pemeriksaan kesehatan ke rumah sakit, Suyati juga harus menjadi juru bicara karena majikan perempuannya tidak bisa berbahasa Melayu dan berbahasa Inggris. Gaji Suyati ditahan oleh majikan dan gajinya akan dipotong majikan ketika Suyati menelpon ke kampung halaman. Jika Suyati hendak berkirim surat, surat tersebut akan dibawa ke agensi dulu oleh majikan agar agensi membaca isinya. Saat itu suyati tetap bersabar dan Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
berharap agar kontrak dua tahun itu segera berlalu. Hampir dua tahun kontrak dilalui, Suyati mendapat kabar dari Indonesia bahwa anaknya kecelakaan di sekolah. Tulang paha anaknya terjepit di mainan sekolah ketika kawan anaknya berusaha menarik dan malah menyebabkan retak. Suyati merasa pilu dan sedih karena selama bekerja di Malaysia, selain Suyati tidak pernah menerima gaji dan tidak pernah mengirim uang untuk keluarganya, musibah juga datang dari anaknya. Saat dihimpit persoalan itu, Suyati memberanikan diri untuk izin pulang ke Indonesia selama dua minggu karena anaknya sangat membutuhkan bantuannya. Majikan tidak mengizinkan sama sekali. Suyati kemudian memohon agar gajinya diberikan untuk dikirimkan pada keluarganya di Indonesia. Majikan tidak bersedia memberikan gaji dengan alasan harus selesai kontrak lebih dulu. Suyati hampir bunuh diri merasakan kondisinya dan ketidakmampuan untuk membantu keluarganya. Pada suatu pagi ketika sedang mencuci mobil yang akan dipakai majikan, Suyati bertemu dengan pekerja listrik. Pekerja itu tidak tahu bahwa Suyati adalah orang Indonesia, dengan penuh sopan pekerja itu berkata pada Suyati. “Maaf cik, boleh alihkan keretanya sedikit? Saya mau betulkan listrik di atas kereta (mobil), cik. Takut nanti kereta itu kotor lagi,” ujar pemuda itu. “Saya nggak bisa nyetir,” ujar Suyati. Lelaki itu malah terkejut dan bertanya pada Suyati. “Situ orang mana?” kata lelaki itu. “Saya orang Jawa Timur,” ujar Suyati.
“Ealaah tonggo dewe tibak e [Ternyata tetangga sendiri.red],” kata pekerja listrik. Suyati kemudian bercakap-cakap dengan pekerja tersebut menggunakan bahasa Jawa karena mereka sama-sama berasal dari Jawa Timur. Suyati pun menceritakan tentang keadaannya dan rencananya untuk bunuh diri. Pemuda itu menasehati Suyati agar jangan bunuh diri. Ia mengatakan pada Suyati untuk lari saja. “Nanti kalau saya lari akan ditangkap Pak Polisi dan dimasukkan ke penjara. Kalau saya bunuh diri terjun dari rumah bos kalau ada apa-apa dengan saya bos saya yang akan ditahan polisi,” jawab Suyati Polos. Pekerja itu coba membujuk Suyati supaya tidak bunuh diri. Ia memberikan nomor teleponnya ke 13
Suyati apabila membutuhkan pertolongan bisa hubunginya. Suyati berpikir-pikir lagi bahwa benar yang dikatakan oleh pekerja itu. Dalam hati Suyati berpikir bagaimana caranya ia lari karena rumah majikan tiga tingkat dan semua dikunci. Suyati sempat berpikir akan menjatuhkan diri dari tingkat tiga dengan membawa tas yang berisi baju, ia pikir ia tidak akan mati. Malam itu selepas majikan Suyati tidur, Suyati memasukkan bajunya ke dalam tas yang akan dipakai terjun.
ia hendak kabur dari rumah majikan. Permohonan Suyati dikabulkan petugas keamanan . Dengan perasaan iba, petugas itu membiarkan Suyati kabur dan berpesan agar kabar jauh sehingga majikan tidak mencarinya lagi. Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/22/kisahpilu-menjadi-pekerja-migran-di-malaysia/
Sebelum memutuskan terjun, Suyati mengambil sandal di belakang pintu keluar. Ternyata Tuhan memberi jalan pada Suyati, pintu rumah majikan tidak terkunci. Suyati yang jujur dan tidak pernah sekalipun mencuri se-sen pun untuk menelpon pekerja yang memberinya nomor telepon. Akhirnya Suyati dapat keluar dari rumah majikan, namun sampai di pos keamanan, petugas memergoki Suyati. Suyati diinterogasi oleh petugas keamanan dan Suyati menjawab dengan perlahan bahwa
Serpihan Kesedihan Oleh SoďŹ a Gayuh Winarni
Mengapa harus ada pertemuan Apabila ada perpisahan? Aku merasa sedih Aku merasa gelisah Aku merasa tak rela Meninggalkan semua yang ada disini Yaa dunia rantau ini
Modal untuk pulang dari sini yaitu sebuah keyakinan Yakin kalau kita mampu untuk menjalankan hidup yang pedih Aku merasa di dunia rantau hanyalah angan-angan Di mana aku bebas untuk melakukan apa yang aku mau Sedangkan aku balik nanti Aku harus fokus dengan satu tujuan Yang terlebih dahulu aku pikirkan sebelum aku pulang Semua akan ada jalannya Apabila kita mau berusaha dan berdoa serta ikhtiar Semua akan ada jalannya Apabila kita ada kemauan untuk maju
Aku sedih harus meninggalkan semua kenangan bersama teman yang sudah menjadi saudara Teman komunitasku Teman satu kerjaanku Teman satu rumahku Tapi itu adanya Semua memang harus berakhir sampai di sini Meskipun hati berkata tak rela Mau tidak mau aku harus pulang Ke pangkuan ibu dan ayahku Selama di rantau ini Aku merasa bermimpi yang sangat panjang Dan apabila aku balik ke tanah airku Aku seakan akan terbangun dari mimpi Dan harus menerima kenyataan dunia ini
Foto: Dok. Prib. SoďŹ a Gayuh Winarni
Aku harus memikirkan bagaimana aku hidup Aku harus memikirkan akan jadi apa aku setelah ini Aku harus memikirkan kemampuan apa yang kupunya Semua harus aku pikirkan 14
Buletin Buletin Serantau Serantau | Edisi| Februari Edisi November - Maret 2018 2019
INFORMASI PENTING
Pekerja Migran dengan Permit Outsourcing Diharuskan Pulang atau Tukar Majikan Oleh Figo Kurniawan
K
ementerian Dalam Negeri (KDN) Malaysia telah mengumumkan bahwa layanan jasa alih daya(outsourcing) atau perkhidmatan syarikat outsourcing akan diberhentikan terhitung 31 Maret 2019. Majikan yang mempunyai pekerja pemegang permit outsourcing diberikan waktu hingga 31 Maret 2019 untuk mengurus pekerjanya. Majikan diharuskan mengurus pekerjanya ke arah penghentian layanan outsourcing dan menyusun kembali struktur perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan diharuskan memulangkan pekerjanya yang masih mempunyai Pas Lawatan Kerja Sementara (PLKS) atau permit kerja outsourcing paling lambat tanggal 15 Maret 2019 lalu. Dalam surat yang dirilis oleh KDN tertanggal 21 Februari 2019 disebutkan bahwa bagi pekerja yang tidak melakukan proses tukar majikan, permit kerja outsourcing yang ada (meskipun masih aktif) akan diakhiri secara otomatis dalam sistem.
Buletin Serantau | Edisi Februari - Maret 2019
Dengan dikeluarkannya keputusan dari KDN tersebut, pekerja migran yang memegang permit kerja outsourcing akan berstatus tidak berdokumen (PATI) apabila mereka tetap tinggal di Malaysia. KDN menyarankan majikan pekerja migran pemegang permit outsourcing memulangkan pekerjanya agar majikan dan pekerja terhindar dari tindakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sumber: https://buruhmigran.or.id/en/2019/03/29/pekerjamigran-dengan-permit-outsourcing-diharuskan-pulangatau-tukar-majikan/
15
CEGAH DIRI TERJEBAK PAHAM EKSTREM DENGAN CERMATI CIRI-CIRINYA
Panduan lainnya dapat dibaca di www.buruhmigran.id Infografis ini diterbitkan oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran, INFEST Yogyakarta dengan dukungan United Nation Entity for Gender Equality and Empowerment of Women (UN Women). Isi dari terbitan ini sepenuhnya tanggungjawab Komunitas Serantau dan Infest Yogyakarta serta tidak selalu mencerminkan pandangan UN Women.