Buletin Warta Buruh Migran Edisi Oktober-November 2018

Page 1

https://buruhmigran.or.id

Edisi Agustus 2018

Warta Buruh Migran www.buruhmigran.or.id

Liputan Utama Benarkah Pekerja


https://buruhmigran.or.id

Edisi Agustus 2018

Warta Buruh Migran www.buruhmigran.or.id

D

Salam Redaksi

alam pelbagai literatur, pekerja migran Indonesia (PMI) disebut sebagai kelompok yang memiliki kerLiputan Utama Benarkah Pusat Sumber Daya Buruh Migran adalahPekerja entanan ganda. Status tersebut akan bertambah pada inisiatif pengelolaan pengetahuan, PMI perempuan. Kerentanan ini muncul dari pelbagai faktor, Migran Indonesia pendidikan, dan advokasi yang bertujuan seperti tempat bekerja di luar negeri yang berbeda dari sisi untuk mendukung perbaikan pelayanan Rentan Terpapar bahasa, adat istiadat dan hukum. Kerentanan itu juga bisa serta perlindungan kepada pekerja migran, bermula dari ketidakadilan dan buruknya perlindungan Ekstrimisme? keluarga, purna dan calon pekerja migran. kepada kelompok ini pada masa pra pemberangkatan untuk Media ini didedikasikan bagi kelompok Oleh Alimahbekerja, Fauzan ketika calon PMI berinteraksi dengan perusahaan pekerja migran sebagai bahan rujukan swasta yang memproses keberangkatan mereka. Bagi PMI pengetahuan dan pembelajaran dari ragam yang telah menikah (baca: berkeluarga), potensi persoalan inisiatif perbaikan tata kelola perlindungan dan pelayanan pekerja migran. Inisiatif ini dapat melekat pada keluarga yang ditinggalkan maupun dikelola oleh Infest Yogyakarta. relasi keduanya: PMI dan keluarga. WARTA BURUH MIGRAN

Catatan Redaksi: Sejak ditetapkannya PMI, bahkan perempuan, kerap menjadi tulang punggung Undang-Undang Nomor 18 tah un 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Gambar 1: Foto berisi berita tertangkapnya Carsim keluarga dalam pembiayaan hidup. Sebagian besar dana Hernawan, PWNI, Kemlu, dalam acara workshop kick Indonesia, nomenklatur (sumber: atau tata nama Infest Yogyakarta pada off program yang diselenggarakan 7-9 yang dihasilkan dari bekerja dikirimkan ke kampung halaSeptember 2018) penyebutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) su terorisme dan menyebarnya ekstrimisme Peristiwa penangkapan seorang PMI diman, Korea dipergunakan oleh keluarga: suami/istri, anak dan otomatis menjadi Pekerja bukanlah isusecara baru bagi masyarakat berubah dunia, Selatan telah membuka mata pemerintah bahorangtua. Pada banyak kasus, PMI harus mengencangkan khususnya diMigran Indonesia.Indonesia Kelompok ekstrimwa Untuk ada PMI yang terpapar kelompok ek(PMI). itu,sudah mulai is juga mulai menyasar Pekerja Migran Indo- strimis. Hal ini terbukti dari hasil temuan hasil dari sekarang dan seterusnya, buletin Warta ikat pinggang selama di luar negeri hanya untuk memastikan nesia (PMI) di negara penempatan. Benarkah penelitian Kementerian Luar Negeri (Kemlu) ekstrimis menyasar PMI?Migran Mengapa menggunakan ekstrimis melalui Direktorat NegaBuruh istilah Perlindungan Pekerja Wargapelbagai kebutuhan keluarga terpenuhi. menyasar PMI sebagai bagian dari perjuan- ra Indonesia (PWNI) dan Badan Hukum IndoMigran kelompok Indonesia (PMI). nesia (BHI) tahun 2016. Menurut Hernawan gan mereka? Bagaimana ekstrimis

I

Banyak yang menganggap keselamatan pekerja migran adalah keselamatan dengan kembali ke tanah kelahiran dan REDAKSI WARTA BURUH MIGRAN membawa hasil berupa pendapatan. Itu sepenuhnya tidak Penanggungjawab benar. Ada keselamatan lain yang perlu dipikirkan oleh Muhammad Irsyadul Ibad pekerja migran: kesehatan mental dan keutuhan keluarPemimpin Redaksi ga. Aspek pertama dan kedua ditentukan oleh komunikasi antara PMI dan keluarga. Dalam kondisi yang berjauhan dari Muhammad Irsyadul Ibad Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2018 orang-orang yang lekat secara psikis, PMI tetap membutuhTim Redaksi kan kehadiran keluarga. Upaya keluarga untuk sekedar berRidwan Wahyudi, Alimah Fauzan, tanya kabar dan mengabarkan kondisi rumah akan menjaga Edi Purwanto, Anny Hidayati, Nisrina kelekatan PMI dengan keluarga kondisi psikis PMI di tengah Muthahari tekanan pekerjaan dan sosial di tempat bekerja. Tata Letak Berjauhan kini bukan lagi kendala --meski bukan bagi semua Iqbal PMI-- untuk keluarga tetap menjaga komunikasi dengan PMI. Ilustrasi Keberadaan teknologi informasi kini memudahkan PMI tetap Irfan berbagi cerita, keluh kesah dan beban psikis dengan keluarga. Alamat Redaksi Sudahkah sobat PMI membangun komunikasi aktif dengan Jl. Veteran UH IV/734 Warungboto, keluarga? Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DIY. 55164.

melibatkan PMI? Lalu, apa saja upaya yang sudah dilakukan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dalam mencegah penyebaran paham ekstrimis di kalangan PMI dan keluarga PMI? Laporan Utama Warta Buruh Migran Edisi September 2018 ini mencoba menguak fenomena menyebarnya paham ekstrimis di kalangan PMI, serta upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil.

Baskoro Abdi (33), Head Section of Public Awareness Campaign PWNI BHI Kemlu, Pemerintah RI (Republik Indonesia, red) baru menyadari bahwa kelompok ekstrimis sudah memengaruhi PMI, tepatnya setelah berita penangkapan Carsim di Korea Selatan pada 2015. “Namanya Carsim alias Abdul Hasyim, Ia awalnya masuk pakai nama Abdul Hasyim

Telp: (+62) 274-417004 Fax : (+62) 274-417004 email: info@infest.or.id

DAFTAR ISI:

COVER Hal 1 SALAM REDAKSI Hal 2 SUSUNAN REDAKSI Hal 2 LAPORAN UTAMA Hal 3 LAPORAN UTAMA Hal 5 KABAR MIGRAN Hal 6 SOSOK Hal 7 OPINI1 Hal 9 TIPS & PANDUAN Hall12 OPINI2 Hal 14 KABAR DAERAH Hal 17 GLOSARIUM Hal 18

Siapapun bisa mengutip, menyalin dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Warta Buruh Migran diterbitkan oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran Infest Yogyakarta dengan dukungan United Nation Entity for Gender Equality and Empowerment of Women (UN Women). Isi dari terbitan ini sepenuhnya adalah tanggung jawab Infest dan tidak selalu mencerminkan pandangan UN Women.


Laporan Utama

Ketika Ekstrimis Mengincar Korban

Sudah bukan rahasia lagi bahwa kelompok ekstrimis menggunakan doktrin agama dalam merekrut anggotanya. Doktrin agama pula yang mereka manfaatkan untuk membungkam seseorang yang menjadi target mereka. Lalu, doktrin agama seperti apa yang mereka ajarkan? Siapa saja target mereka?

P

ada edisi sebelumnya, Redaksi Warta Buruh Migran (WBM) telah mengulas ancaman ekstrimisme terhadap pekerja migran Indonesia (PMI). Edisi kali ini, redaksi akan mengulas lebih rinci bagaimana pola perekrutan kelompok radikal di Indonesia, lalu target perekrutan, hingga antisipasi yang harus dilakukan bagi setiap orang, termasuk PMI. Laporan utama ini disarikan berdasarkan pemaparan dari Sukanto, mantan aktivis Negara Islam Indonesia (NII) yang kini menjabat sebagai Ketua NII Crisis Center (NII CC), serta beberapa sumber pendukung lainnya. NII CC adalah organisasi nirlaba yang didirikan oleh mantan jamaah NII dan mantan aktivis gerakan-gerakan radikal lainnya. NII CC merupakan pusat rehabilitasi korban NII untuk menyadarkan para aktivis yang masih aktif dalam gerakan radikal. Gerakan deradikalisasi yang dilakukan oleh NII CC juga didukung dengan gerakan kampanye penyadaran publik terhadap bahaya ekstrimisme dan radikalisme.

Doktrin Utama Perekrutan Kelompok Radikal Kelompok-kelompok ekstrimis radikal seperti NII, Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) di Indonesia sebenarnya memiliki doktrin yang hampir sama dengan rujukan ulama yang berbeda. Kelompok ekstrimis radikal ini, secara umum memiliki beberapa doktrin utama berikut ini:

Pertama, hukum hanya milik Allah dan orang atau kelompok yang mengambil hak Allah harus diperangi. Kedua, thaghut. Dalam penafsiran Ibnu Katsir Tafsir al-Quran al-Azim (Khadafi, 2017), thaghut adalah menyembah sesuatu selain Allah. Namun dalam doktrin yang dipakai oleh kelompok ekstrim radikal, makna thaghut lebih lekat dengan pandangan Sayyid Quthb yang bermakna segala sesuatu yang melanggar kebenaran melampaui batas kesadaran manusia dalam ketetapan Allah (Khadafi, 2017). Ketiga, takfiri. Doktrin ini menganggap bahwa orang di luar kelompoknya disebut kafir, sehingga harta dan darahnya adalah halal. Keempat, jihad. Dalam doktrin kelompok radikal, jihad dimaknai sebagai perang angkat senjata (Qital). Relevansi jihad bagi kelompok mereka adalah perang, senjata dan menghancurkan kelompok atau individu yang menentang kelompok mereka sebagai penegak hukum Allah. Aksi kelompok ekstrimis radikal yang selama ini dikenal masyarakat umum adalah dalam bentuk “teror�. Salah satu alasan mereka melakukan teror adalah untuk menggetarkan hati musuh dengan cara teror dan jalan pintas ke surga. Doktrin-doktrin mulai dari hukum hanya milik Allah, thaghut, takfiri, hingga jihad, disisipkan oleh kelompok radikal pada masa perekrutan anggota. Dalam menyebarkan pemahaman ajaran-ajarannya, kelompok kelompok ekstrimis radikal melakukan penyasaran pada mereka yang memiliki semangat beragama namun minim penyaluran. Berdasarkan catatan NII CC selama menangani korban kelompok radikal, rata-rata yang terjaring kelompok radikal di usia 14-30 tahun. NII CC juga mencatat, kebanyakan para target kelompok radikal adalah mereka yang berkepribadian tertutup atau introvert. Sasaran ini dianggap paling cepat menerima ajakan kelompok

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Laporan Utama radikal. Kelompok radikal memberikan informasi dan doktrin-doktrinnya yang diperkuat dengan ayat dan kata-kata yang dapat mengunci seseorang untuk tetap merahasiakannya. Agar terkondisikan, individu sasaran pada fase awal diminta untuk merahasiakan interaksi dengan kelompok ini. Ketika sudah terpengaruhi, maka individu akan turut diminta melakukan tugas-tugas, seperti pere­ krutan dan penggalangan sumber daya pendanaan.

Pola Perekrutan dan Kriteria Target Beberapa pola perekrutan berikut ini penting untuk diketahui publik agar lebih waspada pada gerakan kelompok ekstrimis radikal. Pola perekrutan kelompok ekstrimis radikal berbeda-beda berdasarkan karakteristik organisasi pelaku dan korban sasaran. Berdasarkan pengalaman NII CC ada 3 (tiga) pola perekrutan sekaligus target yang mudah terpengaruh dengan beberapa pola berikut ini: Tertutup dan antar pribadi (men to men). Jaringan NII dan jaringan organisasi radikal serupa sangat ketat dalam menentukan “kebersihan” seseorang yang akan masuk dalam kelompok mereka. Proses perekrutan dilakukan secara tertutup dan pendekatannya antar pribadi “men to men”, misalnya dengan cara mendatangi ke rumah target. Biasanya target mereka adalah temannya, saudaranya, teman SD, SMP, dan SMA dari orang yang telah terekrut. Forum bimbingan dan kajian tertutup biasanya digunakan untuk proses ini. Setelah berhasil memengaruhi korban, proses baiat sebagai tanda keanggotaan dan pernyataan loyalitas kepada organisasi akan dilakukan oleh korban dengan dibimbing oleh pelaku. Terbuka :“dari masjid ke masjid”. Model kedua ini adalah cara perekrutan yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah (JI). Model perekrutan ini lebih terbuka dari NII. Biasanya, tokoh JI masuk ke masjid dan menyelenggarakan ceramah umum dengan menyebarkan doktrin bahwa NKRI itu thoghut dan pancasila itu syirik. Bagi mereka yang terlihat tertarik, akan diundang dalam sebuah kelompok kajian khusus dengan jumlah terbatas. Jika dalam kajian terbatas tersebut mereka masih bertahan dan menyepakati pemahaman mereka, selanjutnya mereka akan ditawarkan untuk masuk JI hingga akhirnya direkrut untuk menjadi anggota. Digital: penyebaran melalui media sosial (Medsos). ISIS menggunakan penyebaran paham melalui Medsos. Bahan materi penyebaran di Medsos berasal dari media mereka sendiri, yaitu berupa majalah digital. Doktrinasi dari media sosial berlanjut pada situs khusus, karena mereka membuat website mereka sendiri yang berisi tanya jawab tentang Islam. Bujuk rayu dan tipuan disajikan sedemikian rupa dalam website dan konten media sosial agar dipercayai oleh pembacanya. Metode ini telah menunjukkan bukti efektivitasnya, seperti dalam kasus keberangkatan keluarga Dwi Joko Wahono yang berangkat bersama 26 anggota keluarganya ke Suriah untuk bergabung dengan pemerintahan ISIS pada tahun 2015. Keluarga ini terpedaya bujuk rayu jaminan ekonomi dan kesehatan yang dijanjikan oleh ISIS melalui website dan media sosial yang berafiliasi dengan ISIS. Dengan Keberhasilan propaganda ISIS ini tidak juga berpeluang terjadi pada kelompok PMI.

Apa yang Membuat Korban Tertarik Kelompok Ekstrimis? Baru mengenal Islam Mereka yang tertarik dalam kelompok ekstrimis, rata-rata karena baru mengenal Islam. Berdasarkan hasil wawan­ cara NII CC dengan para korban kelompok radikalis, pada umumnya korban tergoda ajakan kelompok NII karena ingin mencari jalan pintas menuju surga. Propaganda “janji surga” ini lebih efektif untuk merekrut individu yang pemahaman agamanya masih kurang mendalam, atau individu yang tengah mencari rujukan agama. Janji surga tersebut disampaikan untuk memikat calon korban untuk mau menjadi anggota dan terlibat dalam kegiatan kelompok radikal, seperti terlibat dalam aksi-aksi mereka atau sekedar menyumbang aktivitas kelompok tersebut. Ikatan persaudaraan yang kuat Alasan lain seseorang tertarik kelompok ekstrimis adalah karena ikatan persaudaraan yang kuat dan dijanjikan oleh kelompok-kelompok tersebut. Pada kelompok ekstrimis, seseorang yang sudah masuk ke dalamnya akan diikat dalam sebuah persaudaraan yang kuat. Jika seseorang sudah tertarik, mereka akan terikat dengan persaudaraan yang kuat di kelompok tersebut. Bagi mereka yang hidup merantau (jauh dari keluarga), kuatnya ikatan persaudaraan menjadi daya tarik tersendiri. Ikatan persaudaraan seakan menggantikan peran orang tua, teman, saudara, dan kampungnya. Janji Perbaikan Ekonomi Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi mengapa seseorang tertarik kelompok radikal. Salah satu contoh warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi simpatisan ISIS adalah Ahmad Junaidi, seorang tukang bakso terdakwa kasus terorisme terkait kasus simpatisan ISIS. Junaidi menyampaikan penyesalannya terkait keberangkatannya ke Suriah, dia menyesal karena merasa tertipu dengan tugas dan bayaran yang tidak sesuai dijanjikan (Tribunnews.com, 2016). Selain Junaidi, ada juga Joko Dwi Wahono (50), eks petinggi Otoritas Batam, yang sempat mengajak anak dan istrinya untuk ikut ISIS (Tribunnews.com, 2017). Sumber: Tribunnews.com, (2016, Januari, 28). Tukang Bakso ini Menyesal Gabung ISIS di Suriah. Diakses pada November 26, 2018 dari http://www.tribunnews.com/nasional/2016/01/28/tukang-bakso-inimenyesal-gabung-isis-di-suriah. Tribunnews.com, (2017, Agustus, 14). Dikawal 11 Personel, 18 Eks ISIS Tiba di Indonesia, 17 Orang Masih di Suriah, Berikut Identitasnya. Diakses pada November 26, 2018 dari http://medan. tribunnews.com/2017/08/14/dikawal-11-personel-18-eks-isis-tiba-diindonesia-17-orang-masih-di-suriah-berikut-identitasnya. Link barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/12/10/ketika-ekstrimis-mengincarkorban/

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Laporan Utama

Langkah Antisipasi Menangkal Pengaruh Kelompok Ekstrimis bagi PMI Beberapa langkah antisipasi yang perlu dilakukan untuk mencegah agar tidak mudah terpengaruh kelompok ekstrimis radikal adalah sebagai berikut:

 Pelajari agama dari ahlinya Indonesia memiliki banyak ulama sumber rujukan yang dapat diacu untuk mempelajari agama, khususnya Islam. Organisasi, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) juga memiliki ustadz dan ulama yang memiliki kapasitas dan kredibilitas untuk menjadi rujukan agama. Pilihlah ulama yang tidak menganjurkan kebencian dan permusuhan kepada kelompok lain sebagai rujukan mempelajari agama.  Mengenali pola perekrutan Seperti disebutkan di atas, Anda perlu mengenali pola-pola perekrutan dan propaganda kelompok ISIS dan radikal lainnya. Kenali pula ciri ajaran yang dikembangkan oleh kelompok tersebut, seperti kebencian kepada orang lain yang tidak segolongan, penolakan atas negara dan konsep Pancasila yang disebut sebagai komponen ajaran “thaghut”.  Mampu menolak dengan tegas bila mulai didekati. Jika Anda diajak untuk bergabung dengan kelompok yang berciri dan ditengarai sebagai kelompok radikal, beranilah untuk menolak ajakan tersebut. Tidak semata menolak, buatlah jarak dengan kelompok tersebut atau orang yang mengajak mengingat mereka akan tetap berupaya untuk memengaruhi Anda. Jika terus-menerus, laporkanlah ajakan tersebut kepada KBRI/ KJRI terdekat.

 Terbuka untuk berdialog dengan orang lain jika menemui materi keislaman yang tidak dipahami. Korban yang paling sulit ditangani berdasarkan pengalaman NII CC adalah mereka yang paling tersugesti kelompok radikal. Mereka biasanya sudah masuk dalam dua atau tiga kali kegiatan, tidak bercerita dan berdialog pada dengan orang-orang di luar kelompok tersebut. Akhirnya, apa yang disampaikan oleh kelompok radikal itulah yang dianggap paling benar tanpa upaya mencari perbandingan pendapat. Pada tahap tersebut korban telah tercuci otak.  Kritis agar tidak mudah tersugesti. Kelompok radikal pada umumnya merasa takut dikritisi, karena mereka menganggap apa yang disampaikan kelompok radikal adalah yang paling benar termasuk tentang penafsiran ayat al-Qur’an dan hadits. Menghadapi hal tersebut, pekerja migran perlu secara kritis mencari sumber informasi pembanding. Rujuklah sumber informasi yang dapat dipercayai secara online, seperti web resmi NU dan Muhammadiyah. Daya kritis ini, dapat membantu PMI untuk selamat dari sugesti yang coba diperkenalkan oleh kelompok ekstrimis.

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Kabar Migran

Menyimpan Foto ISIS, WNI di Malaysia Dijatuhi Hukuman Penjara Oleh : Anny Hidayati

S

eorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Eq Maulana Dunda (25 tahun) divonis hukuman penjara 34 bulan karena memiliki foto kelompok teroris ISIS. Berdasarkan informasi yang dirilis The Malay Mail, Selasa (6/11/2018), lelaki yang berprofesi sebagai peternak bebek ini ditangkap di sebuah rumah dengan alamat CB014, Cempaka B, Taman Sri Kolam 20000, Kuala Terengganu, Terengganu, pukul 11.15 pagi pada 12 Juli 2018.1 Eq Maulana Dunda baru saja tiba di Malaysia beberapa bulan sebelum ditangkap, setelah menikahi seorang wanita setempat. Ia dijatuhi hukuman penjara oleh Hakim Pengadilan Tinggi Collin Lawrence Sequerah setelah mengaku bersalah atas tuduhan tersebut. Pengadilan memerintahkan agar hukuman penjara dimulai sejak tanggal ia ditangkap. Di gawai pribadinya, Eq Maulana Dunda menyimpan gambar yang berhubungan dengan kelompok teroris ISIS. Eq Maulana Dunda yang tidak diwakili pengacara mengatakan memperoleh foto-foto ISI dari mesin pencari di internet. Ia mengaku sudah lama memiliki foto-foto itu dan tidak tahu bahwa menyimpan foto-foto seperti itu adalah tindak kriminal di Malaysia. “Saya menyesalinya, saya telah menyimpan foto-foto itu untuk waktu yang lama ketika saya berada di Indonesia. Saya tidak tahu, saya memohon hukuman ringan karena istri saya hamil,� katanya. Wakil Jaksa Penuntut Umum, Munirah Shamsudin Baharum, mendesak agar terdakwa dikenakan hukuman penjara yang sepadan mengingat fakta bahwa

terorisme adalah kejahatan lintas batas yang melibatkan jaringan internasional, sehingga itu akan menjadi pelajaran bagi terdakwa dan masyarakat. Hasil investigasi pada Eq Maulana Dunda ditemukan dua foto dalam gawai yang terhubung dengan terorisme. Sementara menurut analisis ahli forensik polisi menegaskan bahwa foto-foto tersebut menggambarkan simbol atau identitas kelompok teroris ISIS. Penyimpanan simbol-simbol tersebut mengindikasikan bahwa pemilik mereka cenderung berpikir, merencanakan dan mengambil tindakan ekstrim yang mengancam keamanan nasional. ______________________

https://www.malaymail.com/s/1690241/indonesianduck-breeder-jailed-34-months-for-possessing-is-photos diakses pada tanggal 20 November 2018 1.

(Sumber gambar : https://pixabay.com/en/prison-prison-cell-jailcrime-553836/ ) Link barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/11/08/wni-di-malaysia-yangmenyimpan-foto-isis-dijatuhi-hukuman-penjara/

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Sosok

Juwono: Purna Pekerja Migran Sukses Menjadi Pengusaha Otak-otak Lekor Oleh : Marjuki* “Juwono (berkaos putih) sedang membuat otakotak bersama pekerja yang merupakan tetangga sekitar rumahnya.”

Otak-otak lekor (bahasa Melayu) buatan Juwono banyak digemari masyarakat, mulai anak-anak hingga dewasa. Omzet usahanya kini mencapai 5 juta per hari. Kini, Juwono telah mempekerjakan 8-10 orang untuk produksi otak-otaknya.

S

osok purna pekerja migran Indonesia (PMI) yang sukses menjadi wirausaha ini bernama Juwono (62). Berbekal keuletan, warga asal Desa Nongkodono, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, ini juga turut memberdayakan warga di desanya. Usaha makanan ringan yang dibangun Juwono tidak terlepas dari hobi yang ditekuninya selama merantau. Kegemarannya bereksperimen beragam kuliner membuatnya semakin optimistis mampu membangun usaha sendiri. Sebelum menjadi PMI di Malaysia, dia juga merantau ke Medan untuk berjualan kerupuk. Begitu pun ketika di Kalimantan dan Jakarta, dia menjadi pedagang keliling. Tekad Juwono menjadi seorang wirausaha membuatnya harus banting setir menjadi menjadi PMI. Tepatnya pada 1982-1986, dia menjadi PMI di Malaysia untuk mencari modal usaha. Selain di Malaysia, Juwono juga pernah melanjutkan pengalamannya di Brunei Darussalam pada 1987-1990. Setelah dari Brunei Darussalam, dia kembali ke Indonesia namun tidak langsung membangun usaha di desanya. Juwono memilih untuk memulai usaha otak-otak di Jakarta, hingga akhirnya memutuskan untuk membangun usaha di desa.

Awal Mula Bangun Usaha di Kampung Juwono mantap membangun usaha di desanya sejak 2003, dengan mangalihfungsikan bangunan di belakang rumahnya sebagai tempat produksi. Kini dia telah melibatkan 8-10 orang pekerja dengan gaji senilai 1.050.000-1.500.000 rupiah per bulan. Jika ada pekerja yang lembur, dia akan memberikan tambahan senilai 10.000-20.000 rupiah per jam. “Kalau seperti ini (merantau-red) terus, kekuatanku akan sampai batas apa? Opo yo arep merantau terus? Jadi ya harus bekerja keras dulu di luar negeri untuk mencari modal berwirausaha di kampung,” jelas Juwono saat ditemui di rumahnya oleh kru Warta Buruh Migran (WBM), pada Sabtu (22/9/2018). Sebelum mantap membangun usaha otak-otak, Juwono menggadaikan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor-red) dan sertifikat tanah untuk merintis usaha otak-otak di rumahnya. Selain membuat sendiri produk otak-otaknya, Juwono juga memasarkan sendiri produknya. Dia menawarkan produknya mulai dari sekolah-sekolah, warung dan beberapa tempat umum lainnya. “Saya sempat ditertawakan oleh saudara-saudara, tapi saya tetap menjalani profesi ini,” ungkap Juwono. Produk otak-otak Juwono kini makin dikenal masyarakat di desanya dan desa-desa lain sekitar Kabupaten Ponorogo. Produksi otak-otak buatannya pun semakin meningkat, bahkan membludak sampai ia merasa kewalahan dalam proses pembuatan. Meski demikian, bukan berarti usahanya selalu berjalan mulus, karena Juwono juga tak jarang mengalami kendala dalam proses produksi. Dia sering terkendala pada alat-alat produksi, misalnya mesin adonan dan mesin cetak adonan yang belum normal sehingga perlu pembenahan lagi.

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Sosok Melayu di daerah Terengganu, Malaysia. Makanan ini juga disebut sosis ikan, ikan tongkat, atau ikan goreng. Dalam waktu dekat, Juwono berniat untuk mengembangkan usahanya. Dia akan mencoba membuat bakso dengan bahan dasar ikan laut. Lewat usaha yang digeluti dan dengan proses panjang yang dilaluinya, Juwono kini berhasil menyekolahkan ketiga orang anaknya sampai ke perguruan tinggi. Di luar pendidikan formal, Juwono juga terus melatih anaknya untuk terlibat dalam mengelola usahanya. Selain sibuk mengelola usahanya, Juwono juga sering membagi pengalaman wirausahanya melalui sejumlah kegiatan seperti pelatihan wirausaha dan kegiatan sosial lainnya. Juwono biasanya berbagi pengalaman bukan sekadar tentang bagaimana membangun wirausaha, namun juga turut mendampingi dalam proses pemasaran Salah satu pekerja Juwono sedang mempersiapkan oat-otak yang akan segera dikemas. produk. “Warga yang pernah saya latih “Gas sering telat, ikan sering telat, padahal sekali dalam beberapa pelatihan, kini telah menghasilkan datang mencapai 1 ton lebih. Belum lagi mesin cetak produk makanan semacam pentol, corah, siomay dan yang masih terkendala belum bisa maksimal dalam makanan-makanan sejenisnya,” ungkap Juwono. memproduksi, karena selama ini manual,” ujar JuwoBagi Juwono, bekerja menjadi PMI bukanlah satu-satno. unya tumpuan harapan. PMI hanyalah salah satu ‘batu Seperti otak-otak pada umumnya, otak-otak buatan loncatan’, namun sarana usaha mengumpulkan modal. Juwono juga berbentuk kecil seperti ulat dengan bahan Di luar itu, PMI harus punya rencana usaha yang jelas yang mudah didapat seperti ikan, kanji, terigu, bawang dan bekerja keras, pantang menyerah, walaupun rugi putih, bawang daun dan garam. Ikan laut untuk bahan harus tetap berusaha. Juwono juga berpesan bahwa pembuatan otak-otak didapat dari Tulung Agung, Paci- PMI harus memiliki jati diri agar tidak mudah tergoda, tan dan Lamongan yang sekali datang hingga 1-1,5 ton apalagi pada sesuatu yang bisa merusak niat mereka total keseluruhannya. dalam mensejahterakan keluarga. Membuat otak-otak ikan bukan sesuatu yang sulit, langkah-langkah yang dilakukan di antaranya meng*Keterangan Penulis: Marjuki adalah Ketua Komunitas Pekerja giling ikan laut hingga halus, lalu adonan ikan laut Migran Indonesia (KOPI) Desa Nongkodono, Kabupaten Ponorogo. dicampur dengan tepung kanji, tepung terigu dan bumbu yang sudah dihaluskan hingga merata. Setelah Link Barcode: adonan jadi, adonan dimasukkan ke dalam cetakan https://buruhmigran.or.id/2018/10/23/juwono-purna-pekerja-migranplastik yang dilubangi ujungnya. Selanjutnya, otaksukses-menjadi-pengusaha-otak-otak-lekor/ otak digoreng setengah matang. Setelah ditiriskan, otak-otak mulai dikemasi dengan berat 0,5-1,5 kg.

Berdayakan Warga Sekitar Jumlah uang hasil penjualan (omzet) otak-otak Juwono kini telah mencapai 5 juta per harinya. Dalam satu bulan, Juwono dapat meraup keuntungan 30 juta rupiah dari usaha pembuatan otak-otak lekor. Lekor atau Keropok lekor sendiri adalah kerupuk ikan yang menjadi makanan ringan tradisional bagi orang-orang Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Opini

Belajar Keberagaman dari Desa Getas oleh Maskur Hasan*

P

agi, sekitar pukul 09.00 WIB, warga Getas berduyun duyun datang ke pendopo Saddhapala Jaya untuk menghadiri acara syukuran tiga tahun terbentuknya organisasi perempuan Budha: Wanita Therevada Indonesia (Wandani). Sebagian warga duduk di kursi yang sudah disediakan panitia, sebagian berdiri di dekat panggung dan sebagian lainnya duduk di halaman rumah warga. Mereka menunggu prosesi acara dimulai. Tidak berselang lama acara arak-arakan dimulai. Peserta yang mengenakan pakaian dengan mayoritas warna kuning mulai jalan menyusuri Dusun Krecek. Di barisan depan, salah satu peserta membawa nasi gunungan sebagai simbol upacara ulang tahun. Setelah sampai di pendopo Saddhalapa, mereka disambut oleh warga yang hadir yang terdiri dari berbagai kalangan. Tidak hanya umat Budha, namun umat agama lain juga hadir termasuk para tokoh agama, sesepuh, pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan. Situasi guyub rukun ini tampak hangat. Meski ini adalah acara umat Budha, namun dalam merayakan perhelatan ulang tahun Wandani, warga dari umat agama lain juga berpartisipasi dalam perayaan tersebut. Mereka bekerjasama mulai dari persiapan acara, sampai proses acara dimulai. Warga terlibat mulai dari pembagian makanan kecil hingga penataan parkir di lapangan dusun Krecek. Tidak hanya itu, di akhir sesi ada pertunjukan tari topeng ireng yang diperankan oleh warga desa Getas dari berbagai dusun dengan latar belakang agama yang berbeda. Begitulah salah satu potret keberagaman desa Getas. Sebuah desa di Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung1.

Miniatur Indonesia dalam Keberagaman Desa ini berada di perbukitan dengan ketinggian 7001200 mdpl, diapit oleh gunung Ungaran, Sindoro dan Sumbing. Desa Getas bisa dibilang miniatur Indonesia dalam konteks keberagaman. Ada empat agama yang dianut oleh warga desa itu, yaitu Islam, Kristen, Katolik dan Budha. Jumlah penganut keempat agama tersebut hampir seimbang. Berdasarkan pengalaman penulis pada tahun 2017, warga di sana seakan tidak mengenal bahasa “mayoritas dan minoritas�. Istilah “intoleransi� tidak berlaku di sini: mereka menikmati kehidupan yang rukun tanpa membenci dan curiga meski berbeda agama. Di tengah keberagaman tersebut, mereka tetap berinteraksi dengan nyaman dan aman, termasuk melakukan berbagai kegiatan dalam membangun desanya. Desa yang jaraknya sekitar 19 km dari kota Temanggung ini mempunyai pemandangan yang berbeda dibanding desa-desa lain umumnya. Mengunjungi desa ini, anda bisa melihat rumah ibadah yang berjejer hampir berdekatan, seperti pemandangan di Dusun Porot. Jika menyusuri jalan dusun tersebut, anda akan melihat sebuah bangunan masjid, gereja dan vihara tidak lebih dari 10 meter jaraknya. Tentunya, ini merupakan pemandangan langka di sebuah desa yang umumnya hanya ada rumah ibadah satu atau dua agama. Di sisi lain, apa yang terlihat di desa ini mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam. Di Getas, masyarakat hidup berdampingan dengan tanpa segregasi sosial. Tidak ada area pembatas seperti kampung Kristen, kampung Muslim, atau kampung

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Opini yang mempunyai label suku dan etnis tertentu. Kehidupan sosial yang membaur ini kian langka ditemukan, terutama di perkotaan. Bahkan, saat ini tidak sedikit pengembang (developer) yang membangun perumahan sekaligus sekat: tembok yang memisahkan atau dengan memberi label tertentu pada bangunan atau perumahannya, misalnya perumahan syari’ah atau label-label lain yang menyebabkan kelompok lain tidak bisa mengakses karena berbeda. Praktik Baik dan Unik yang Bisa Ditiru Berdasarkan gambaran kerukunan di tengah keberagaman di Desa Getas, menurut Prof. Dr. Kaelan disebut sebagai kehidupan yang Pancasilais yang bersifat majemuk tunggal, di mana ada empat unsur yang setidaknya dapat membangun persatuan mereka, yaitu kesatuan sejarah, kesatuan nasib, kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan kesatuan asas kerohanian.2 Berikut adalah beberapa praktik baik dan inspiratif yang patut ditiru dari kebiasaan masyarakat Getas: Sikap tolong menolong tanpa pamrih Bagi masyarakat Desa Getas, saling menolong tanpa pamrih adalah keharusan sebagai manusia. Tolong menolong yang khas di desa ini, contohnya, tampak ketika salah satu anggota masyarakat yang berduka. Para tetangga langsung sigap membantu proses persiapan pemakaman sampai pemakaman tersebut selesai. Lebih dari itu, para tetangga turut mengambil alih beban tanggung jawab yang dirasa memberatkan keluarga yang sedang berduka. Jika orang yang berduka mempunyai hewan peliharaan, secara otomatis para tetangga mengambil alih tanggung jawab tersebut dengan mengurus hewan peliharaan secara bergantian, mulai dari mengambil rumput, memberi makan dan minum hingga membersihkan kandang setiap pagi. Dengan demikian, beban keluarga yang berduka akan sedikit berkurang dan bisa fokus untuk mengurus aktivitas penting lainnya terkait dengan duka. Praktik ini sampai sekarang masih berjalan karena menurut mereka ini adalah wujud dari saling tolong menolong yang diajarkan oleh agamanya. Menerapkan nilai-nilai kemanusiaan sejak dini Praktik inspiratif lainnya dalam mengelola keragaman diterapkan di Sekolah Dasar (SD) Getas 2 dan 4, SD yang ada di Desa Getas. Sebagai sosok yang bekerja dalam institusi pendidikan, para guru di SD tersebut memahami betul bahwa pendidikan dasar merupakan salah satu pondasi dalam menerapkan nilai-nilai kemanusiaan. Di sinilah ruang di mana anak-anak bisa belajar dan mempraktikkan nilai-nilai toleransi, disiplin dan saling menolong. Salah satu guru yang mempunyai cerita unik di SD Getas adalah Indri, seorang guru beragama Kristen. Indri sering mengajar anak-anak yang beragama Islam dan Budha di saat guru lain berhalangan hadir. Hal serupa

juga dilakukan oleh guru agama lain seperti Islam dan Budha, mereka sama-sama mengajar kelas agama yang berbeda saat gurunya “kosong”. Kesempatan tersebut digunakan untuk mengajarkan sikap-sikap toleran kepada murid. Hal ini menjadi praktik yang biasa dilakukan oleh mereka karena secara pengetahuan sedikit banyak mereka juga memahami ajaran-ajaran agama lain. Kebiasaan itu juga terjadi karena seringnya mereka berinteraksi dalam kegiatan keagamaan di masyarakat, belum lagi tersedianya mata pelajaran di sekolah yang bisa dipelajari untuk diajarkan ke murid-murid. “Saya bisa nulis huruf Arab meskipun tidak selancar guru agama Islam,” tutur Indri saat berbincang dengan penulis di rumahnya. Di SD 2 dan 4, siswanya beragam seperti halnya penduduk Getas. Semua siswa mendapat mata pelajaran agama sesuai dengan agamanya masing-masing. Hanya saja saat memasuki mata pelajaran agama mereka dibagi menjadi tiga kelas sesuai dengan agamanya. Namun terkadang ada juga satu/dua anak yang ingin tahu kelas lain karena merasa penasaran.Guru tetap membebaskan dan memberikan kesempatan yang sama bagi anak yang ingin mempelajari agama lain3. Membiasakan dialog damai Pernah terjadi konflik di tengah masyarakat yang beragam ini? Pada 2013, di Desa Getas pernah terjadi gesekan antara umat Islam dan Budha. Saat itu umat Islam sedang memperingati maulid nabi Muhammad SAW. Sebenarnya dalam peringatan ini, seperti kebiasaan di sana, umat Budha dan Kristiani hadir. Konflik bermula dari kejadian kecil saat sesi doa. Saat itu ada kesalahpahaman dari tindakan kecil umat Budha yang menyinggung perasaan sebagian kecil umat muslim di Getas. Sayangnya, informasi tersebut menyebar kemana-mana sehingga banyak umat muslim dari luar desa Getas terprovokasi. Menyadari konflik terjadi, kepala desa segera bertindak sigap dengan mengumpulkan para tokoh untuk berdialog. Kasus ini tidak lama selesai dan segera kembali seperti suasana sebelumnya. Konflik ini segera terpecahkan karena masyarakat Getas sudah mempunyai modal sosial yang kuat. Kekerabatan dan ketahanan sosial yang ditempa bertahun-tahun dalam budaya saling memahami, membuat warga tidak mudah diprovokasi. Upaya mengelola kerukunan di tengah keberagaman Dari praktik baik yang diterapkan masyarakat Getas, setidaknya ada tiga hal yang membuat kehidupan mereka tetap berjalan dengan damai laiknya kehidupan “normal”. Dalam istilah Zainal Bagir, situasi ini disebut sebagai bentuk pengelolaan pluralisme kewargaan. Tiga hal berikut ini bisa menjadi salah satu rujukan bagi desa-desa lainnya dalam mengelola kerukunan, khususnya di tengah keberagaman keyakinan dan budaya.

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Opini Pertama: ada pengakuan (rekognisi) dari masyarakat dan pemerintah desa kepada semua kelompok. Baik dalam hal administrasi kependudukan maupun dalam hal melakukan kegiatan. Semua warga dan golongan diberi ruang dengan porsi yang sama. Kedua: pelibatan semua kelompok dalam setiap aktivitas masyarakat maupun dalam pengambilan keputusan. Partisipasi menjadi penting dalam sebuah kehidupan yang beragam seperti di Getas. Pada konteks pemerintahan, pelibatkan semua komponen berarti sebagai bagian dari transparansi dan upaya mengakomodasi semua kepentingan sehingga tidak ada dominasi maupun diskriminasi dari kelompok kepada kelompok lain. Dalam konteks masyarakat desa, ketika kegiatan sosial dilangsungkan, baik keagamaan maupun kegiatan rutin sehari-hari, seperti hajatan maka semua komponen agama akan diundang tanpa harus diingatkan. Sebaliknya, jika ada warga yang tidak melibatkan kelompok agama lain itu dinilai sebagai keanehan. Ketiga: redistribusi sumber daya yang berarti mengatur pola hubungan produksi yang sebangun dengan pola pengelompokan sosial keagamaan. Pemerintah lokal berpihak pada semua kelompok dan memberikan akses pelayanan publik dengan baik tanpa ada diskriminasi pada salah satu kelompok.4 Masih banyak lagi ruang perjumpaan dan interaksi yang menjadi modal sosial sekaligus potensi ketahanan masyarakat dari pengaruh luar yang dimiliki oleh desa Getas. Sebagai contoh, para pemuda dan pemudi Getas masih giat latihan tari Topeng Ireng, Kuda Lumping, dan Kuntulan. Kesemua tradisi tersebut dipertahankan di tengah semakin langkanya inisiatif mempertahankan tradisi lokal dan asyiknya kaum muda dengan gawai dan media sosial.

Daftar Pustaka Ningsih, (2018). Mengenal desa Getas. Diakses pada 29 November 2018 dari https://www.plukme. com/post/1522401664-mengenal-desa-getas-kecamatan-kalorantemanggung-jawa-tengah-Ningsih Kaelan, (2018), Heterogenitas Kehidupan Berbangsa, Makalah yang disampaikan di Seminar Nasional tanggal 22 Nopember 2018. Zainal Bagir, dkk. (2016). “Pluralisme Kewargaan�, CRCS. Hal. 44 Maskur, (2016). Laporan Assessment di Jawa Tengah. Jakarta, AMAN Indonesia. Maskur, (2018). Menghormati Kebhinekaan dan Mengelola Perbedaan. Dokumen. Magelang, Pendidikan Berparadigma Pancasila. Link barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/12/10/belajar-keberagaman-dari-desa-getas/

Keterangan Penulis: *Maskur Hasan adalah Pegiat Gerakan Perdamaian, AMAN Indonesia Daftar End Note: 1. https://www.plukme.com/post/1522401664-mengenal-desa-getas-kecamatan-kalo-rantemanggung-jawa-tengah-Ningsih 2. Kaelan, 2018, Heterogenitas Kehidupa Berbangsa, Makalah yang disampaikan di Seminar Nasional tanggal 22 Nopember 2018. 3. Maskur, (2018). Menghormati Kebhinekaan dan Mengelola Perbedaan. Dokumen. Magelang, Pendidikan Berparadigma Pancasila. 4. Zainal Bagir, dkk. 2016. “PluralismeKewsargaan�, CRCS. Hal. 44.

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Tips dan Panduan

Tips Memilih Kegiatan Bermanfaat di Hari Libur Bagi Pekerja Migran oleh : Edi Purwanto

P

usat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) melalui facebook page-nya pernah melakukan jejak pendapat tentang kegiatan apa yang dilakukan oleh pekerja migran Indonesia (PMI) saat libur kerja. Setiap pekerja migran indonesia (PMI) di negara penempatan memiliki beragam pengalaman, khususnya bagaimana mereka menghabiskan masa libur kerjanya. Ada juga PMI yang mengaku tidak mendapat kesempatan libur. Di negara tertentu, memang masih ada PMI yang tidak mendapatkan hak liburnya khususnya di sektor informal sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Berikut ini referensi kegiatan bermanfaat di hari libur bagi PMI.

1) Kegiatan organisasi Di negara-negara penempatan PMI, terdapat komunitas PMI baik yang berbasis organisasi keagamaan, kedaerahan, kesamaan bakat dan minat, serikat pelaut, pekerja rumah tangga (PRT), pekerja pabrik, maupun sejumlah organisasi pekerja lainnya. Masing-masing organisasi, biasanya memiliki agenda rutin mingguan maupun insidental. Pada umumnya, kegiatan komunitas PMI bukan sekadar berkumpul untuk memperkuat silaturahim, namun juga berbagi beragam pengetahuan dan memperkuat keterampilan, seperti komunitas Serantau di Malaysia. Serantau adalah komunitas pekerja migran di Malaysia yang mengadvokasi pekerja migran, memproduksi dan

menyebarkan informasi-informasi akurat kepada PMI melalui saluran online dan offline. Selain Serantau, masih banyak lagi komunitas pekerja migran yang bisa dijadikan referensi sobat PMI untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan positif. Selain di Malaysia, PMI di Hong Kong juga cukup aktif mewarnai dinamika organisasi PMI, begitu pun di Korea Selatan (Korsel), Taiwan, Singapura, maupun Arab Saudi.

2) Kegiatan sosial Bagi PMI yang tidak tergabung di organisasi manapun, keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial di negara penempatan adalah sebuah pilihan yang baik. Kegiatan sosial ini seperti aksi kemanusiaan dan solidaritas tematik tertentu yang dapat memperkuat ikatan sosial sekaligus menjadi kanal aktivitas pengisi waktu. Sikap peduli kepada sesama tak hanya meringankan beban seseorang, namun juga menjadikan hidup terasa lebih berharga. Ada banyak cara untuk menunjukkan sikap kepedulian tersebut, misalnya keterlibatan dalam proses pendampingan kasus bagi PMI yang terkena kasus, meng­ urus orang-orang berkebutuhan khusus, tunawisma, atau mengajari teman-teman PMI lain untuk memperlancar bahasa asing. Aktivitas publik lain juga bernilai positif, seperti kegiatan penghimpunan dana korban bencana alam, program layanan kesehatan gratis, donor darah, dan lain-lain.

Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


TIps dan Panduan 3) Kegiatan keagamaan Kegiatan keagamaan merupakan salah satu jenis kegiatan yang cukup sering diselenggarakan baik oleh lembaga pemerintah, perusahaan, organisasi berbasis keagamaan maupun komunitas PMI di negara penempatan. Pada umumnya, kegiatan keagamaan ini dalam bentuk pengajian maupun diskusi tentang tema-tema keagamaan. Dalam sebuah pengajian, tidak jarang sang penceramah dihadirkan langsung dari Indonesia. Namun, sobat pekerja migran tetap harus cerdas dan bijak memilah kegiatan kajian agama, termasuk memilah siapa penceramah dan materi apa yang disampaikannya. Apalagi akhir-akhir ini ada sejumlah PMI yang mulai terpapar ekstrimisme akibat belajar agama dari sumber yang salah. Dalam edisi Oktober 2018, Warta Buruh Migran (WBM) juga telah membahas tentang ekstrimisme yang mengancam PMI, khususnya perempuan. PMI teradikalisasi salah satunya melalui kajian agama yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok tertentu, baik melalui media online maupun pertemuan langsung (offline).

4) Kegiatan mengasah keterampilan sesuai bakat dan minat Selain kegiatan-kegiatan positif yang diselenggarakan oleh organisasi, kegiatan sosial, maupun kegiatan keagamaan, PMI juga bisa coba mengikuti kegiatan-kegiatan yang secara khusus dapat mengasah keterampilan. Pelatihan-pelatihan ini juga sering diselenggarakan oleh lembaga pemerintah melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di negara-negara penempatan PMI. Jadi, jangan lupa ikuti informasi terkini kegiatan-kegiatan yang diadakan KJRI. Selain dari KJRI, kegiatan peningkatan skill khusus bagi PMI juga diadakan perusahaan swasta melalui corporate social responsibility (CSR). Misalnya peningkatan keterampilan dalam bidang kuliner, membuat kerajinan tangan, pelatihan menulis dan fotografi, bagaimana memulai sebuah bisnis online, dan lain sebagainya.

Selain UT yang dikelola pemerintah Indonesia, beberapa Universitas di beberapa negara, seperti Hong Kong juga menyediakan kuliah khusus bagi orang-orang yang tidak memiliki waktu di hari formal kerja. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan oleh PMI untuk memperkuat kapasitas sekaligus untuk memperoleh derajat gelar pendidikan yang lebih tinggi. Sobat PMI, semoga rekomendasi kegiatan-kegiatan positif dari kami bisa menambah referensi informasi selama libur kerja. Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan positif semoga dapat mencegah diri kita dari ajakan kelompok ekstrimis atau aktivitas negatif lainnya yang bisa menghancurkan niat mulia kita sebagai PMI. Berdasarkan hasil penelitian Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melalui Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Bantuan Hukum Indonesia (BHI) (Abid, 2016), faktor-faktor yang menyebabkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) mudah terpengaruh kelompok ekstrimis di antaranya adalah PMI yang Anti Sosial (Eksklusif), Kesepian (loneliness), terjebak berita-berita Palsu (fake news). Semoga kita bukan termasuk PMI yang mudah terpengaruh kelompok ekstrimis. Dengan demikian, upaya membuka diri, bersosialisasi dan terlibat dalam aktivitas sosial akan membantu PMI mengembangkan kapasitas sekaligus menjaga diri dari hal-hal negatif yang juga ada di negara-negara PMI bekerja. Keterangan foto: Suasana kelas memasak yang diselenggarakan oleh Yogja International Club. (Sumber foto: dokumentasi buruhmigran. or.id)

Link barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/12/10/keluarga-penangkal-utama-radikalisme/

5) Kuliah di Universitas Terbuka (UT) Di beberapa negara, seperti Malaysia terdapat UT yang dibuka untuk melayani WNI, termasuk PMI, untuk memperoleh derajat pendidikan formal yang lebih tinggi. Berbeda dengan universitas lain, UT menyediakan waktu kuliah yang lebih fleksibel, seperti di akhir pekan. Waktu kuliah yang fleksibel memudahkan PMI untuk mengatur jadwal mengisi kekosongan waktu libur dengan menempuh pendidikan formal.

Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Opini

Keluarga, Penangkal Utama Radikalisme Oleh : Nasrun Annahar

Dwi Djoko Wiwoho (51) bersama istri dan tiga anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dinyatakan hilang pada tahun 2015. Belakangan diketahui bahwa ia pergi ke Suriah untuk bergabung dengan organisasi radikal, Islamic State in Iraq and Syria (Negara Islam Irak dan Suriah). Keterlibatan Djoko dalam organisasi tersebut diduga karena pengaruh sang istri, Ratna Nirmala (52). Selain Joko masih ada 26 orang lain yang kesemuanya memiliki hu­ bungan kekerabatan dengan sang istri.1

D

alam sewindu terakhir, migrasi para pendukung ISIS dari seluruh penjuru dunia menuju Jazirah Arab telah meningkat secara dramatis. The Soufan Center, organisasi riset keamanan global dari Amerika Serikat mencatat lebih dari 40 ribu orang asing dari 110 negara telah bermigrasi ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Dari angka tersebut, baru 5,6 ribu orang dari 33 negara yang telah kembali pulang.1 Melalui media sosial dan jaringan kekerabatan, ISIS telah berhasil memperoleh popularitas dan memengaruhi orang-orang dari seluruh penjuru dunia untuk bergabung dalam perang asing atas nama agama. Keluarga Dwi Djoko menjadi bukti nyata betapa kuatnya pengaruh keluarga dalam penyebaran radikalisme. Radikalisme umumnya dimaknai sebagai keyakinan yang menginginkan perubahan sosial dan politik den-

gan balutan perjuangan disertai cara-cara kekerasan.2 Dalam kaitannya dengan agama, radikalisme ditandai dengan sikap intoleran, tidak menghargai keyakinan orang lain, serta adanya sikap revolusioner yang cenderung menggunakan kekerasan. Dengan mengacu pada pengertian ini tentu tidak diragukan lagi bahwa tindakan kekerasan ISIS tergolong dalam radikalisme bertopeng agama. Penyebaran radikalisme atas nama agama dilakukan melalui banyak media di antaranya adalah pengajaran Islam yang kaku, ajakan teman sepergaulan atau bahkan kampanye melalui internet dan media sosial. Pengaruh keluarga terhadap proses radikalisasi memperoleh perhatian yang sangat minim. Padahal keluarga menjadi faktor yang paling dominan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik untuk menyebarkan maupun menangkal radikalisme.

Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Opini Pengaruh Langsung, Keluarga Sebagai Alat Kaderisasi Radikalisme Penelitian Bakker (2006) menyatakan bahwa dari 242 jihadis yang menjadi responden, 50 di antaranya bergabung melalui jaringan kekerabatan. Dengan kata lain, 21 persen radikalisme agama terbentuk karena pengaruh langsung dari keluarga. Selain kasus keluarga Dwi Djoko Wiwoho, peristiwa bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela dan Gereja Pantekosta, Surabaya adalah contoh nyata bagaimana keluarga menjadi cara mutakhir untuk menumbuhkembangkan radikalisme agama. Sang pelaku bom bunuh diri mengajak istri dan empat orang anaknya untuk melakukan aksi teror tersebut. Bornstein (2002) dalam tulisannya yang berjudul Parenting Infants menyatakan bahwa keyakinan, perilaku dan cara berinteraksi di lingkungan keluarga akan memengaruhi perkembangan anak.3 Orang tua atau saudara menjadi purwarupa atau role model yang diikuti oleh anggota keluarga yang lebih muda. Sikap-sikap kecil, cara berinteraksi, pemikiran hingga aktivitas orang tua menjadi contoh bagi anaknya. Karenanya, ketika satu anggota keluarga telah terpapar radikalisme, maka sangat dimungkinkan anggota keluarga yang lain akan mengikuti jejaknya. Komunikasi Sebagai Metode Penangkal Radikalisme “Lantas bagaimana dengan keluarga kita, keluarga yang sekilas tampak baik-baik saja dan tidak ada anggotanya yang terpapar radikalisme?” Keluarga seperti ini juga tak luput dari ancaman radikalisme. Saya tidak bermaksud menakut-nakuti namun mengajak untuk mawas diri dan berhati-hati. Di samping pengaruh langsung yang saya ulas di atas, masalah-masalah dalam keluarga dapat mendorong radikalisasi pada anak. Cowan dan Cowan (1992) dalam bukunya When Partners Become Parents menyatakan bahwa konflik antara orang tua dapat menurunkan kualitas interaksi mereka dengan anak-anaknya.4 Semakin tinggi konflik, orang tua akan semakin kehilangan “sinyal” dari anak-anaknya. Keberadaan dan kasih sayang orang tua akan hilang dan tidak dirasakan oleh sang anak. Tentu kehilangan kasih sayang anggota keluarga tidak secara langsung mengarahkan anak pada radikalisasi. Secara tak langsung fenomena semacam ini dapat mendorong seorang anak untuk menerima kelompok radikal sebagai bagian dari kehidupannya. Bjørgo, seorang peneliti ekstremisme Universitas Oslo menyatakan bahwa banyak anak muda terpikat pada kelompok radikal karena momentum yang pas. Ketika mereka berada dalam masa pencarian jati diri menuju kedewasaan, mereka tidak mendapatkan kasih sayang dan pengawasan yang cukup dari orang tua. Pada saat yang sama mereka mencari figur ayah atau ibu dari luar keluarganya.5 Jika sudah seperti itu, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Sang anak akan terjang­kit kenakalan remaja dan berbagai aksi kriminalitas atau bergabung dengan kelompok radikal. Pada

kelompok inilah mereka akan bertemu dengan sosok dewasa yang memberikan kasih sayang layaknya orang tua. Kesalahan cara komunikasi dapat menyebabkan renggangnya kontrol orang tua terhadap anak. Contoh paling umum adalah orang tua yang kurang menanggapi ide dan cita-cita anaknya. Orang tua menganggap cita-cita adalah wujud kemerdekaan anak. Tanpa komunikasi dengan orang tua, ide dan cita-cita anak akan dikomunikasikan kepada orang lain di luar keluarga. Jika salurannya benar, terkomunikasikan kepada guru di sekolah misalnya, tentu tidak menjadi masalah. Namun sebaliknya, jika ide dan cita-cita tersebut dikomunikasikan kepada seorang anggota kelompok radikal, tentu dampaknya akan sama dengan masalah konflik keluarga yang telah dibahas sebelumnya. Selain masalah komunikasi, banyak orang tua yang sering tidak menyadari kerentanan anak-anak mereka terhadap radikalisme. Media sosial memungkinkan anak terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran kelompok radikal. Perkembangan teknologi yang berjalan bersamaan dengan proses tumbuh kembang anak, umumnya tidak diikuti oleh daya adaptasi dari orang tua. Sebagai orang tua, tentu kita harus memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi, berbagai ideologi dan cara-cara menanggapi ketika anak-anak mulai melihat atau mempelajarinya.

Mengajarkan Toleransi Sejak Dini Membincang soal perilaku-perilaku kecil di keluarga, rasisme perlu mendapat perhatian khusus. Tanpa sadar, kita sering menganggap diri kita lebih unggul dari orang lain hanya karena perbedaan ciri fisik, suku bangsa atau agama. Sikap inilah yang menjadi titik paling awal tumbuhnya radikalisme pada diri anak-anak. Sikap kurang ramah terhadap orang-orang yang berbeda perlahan diserap oleh anak-anak dan menjadi keyakinan yang dipegang teguh hingga mereka dewasa. Jika di kemudian hari terdapat permasalahan hubungan antara sang anak dengan orang-orang yang berbeda suku atau agama, sang anak akan sangat rentan untuk melakukan aksi kekerasan. Terlebih jika permasalahan tersebut dibalut doktrin dan pemahaman agama yang kaku (tertutup, tekstual, fanatik) disertai sikap merasa paling benar. Toleransi menjadi lawan kata bagi tindakan rasisme. Toleransi akan menjadi kunci sukses bagi anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Tiap orang tua perlu mengajarkan agar anaknya mampu berpikiran terbuka dan berempati terhadap setiap perbedaan. Sikap positif ini akan membuat seorang anak memperlakukan orang lain dengan baik, menentang permusuhan, dan kefanatikan. Cara terbaik mengajarkan toleransi pada anak tentu bukan lewat perintah namun dengan memberikan contoh nyata. Terlalu banyak menyuruh justru membuat anak tak ingin menuruti keinginan orang tuanya. Orang tua juga sudah semestinya mendampingi anak ketika menggunakan gawai dan menonton televisi. Pasalnya,

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Opini kurangnya pendampingan dapat menjerumuskan anak pada tontonan yang mengandung tindakan rasis dan radikal. Umumnya anak-anak mulai tertarik kepada hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan pada usia empat tahun. Pada masa ini, orang tua harus mulai menjelaskan bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan dan kasih sayang kepada sesama manusia. Memberi contoh nyata dengan tidak menyakiti teman, binatang, atau merusak tanaman akan memudahkan anak untuk memahami aplikasi ajaran agama yang toleran. Sedari dini orang tua perlu mengenalkan berbagai agama yang dianut masyarakat. Mengenalkan berbagai tempat ibadah juga dapat memudahkan penjelasan kepada mereka. Kelekatan (attachment) orang tua terhadap anak adalah salah satu hal yang paling penting dalam membangun sebuah keluarga. Menurut Bowlby, salah satu peneliti dalam bidang psikologi, kelekatan yang dibangun dengan kasih sayang disebut dengan kelekatan aman (secure attachment).6 Hal ini ditandai dengan kesiapsiagaan orang tua untuk memberikan rasa aman bagi anaknya ketika membutuhkan segala sesuatu pada pada saat masa pertumbuhan. Jika dalam sebuah keluarga terbentuk pola kelekatan aman, maka individu dalam keluarga tersebut memiliki persepsi positif dalam menjalani hidup dan akan lebih kooperatif dengan anggota keluarga yang lain. Kaitannya dengan penangkalan radikalisme, jika keluarga menerapkan kelekatan aman maka akan menghasilkan individu positif dan kooperatif. Individu semacam ini tidak rentan pada pengaruh radikalisme karena hidupnya terfokus untuk menjalani hal-hal positif. Jika pun terjadi hal yang tidak diinginkan, ia cenderung lebih mudah berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan demikian keluarga bisa menjadi pendorong, pemberi nasihat dan kasih sayang yang utama. Sejalan dengan perintah Allah kepada manusia untuk menyebar rahmat atau kasih sayang (Al-Qur’an surat Al-Anbiya: 107) serta menciptakan keluarga yang tenteram penuh kasih sayang (Al-Qur’an surat Ar-Rum: 21). Keterangan Penulis: Nasrun Annahar adalah Peneliti di Komunitas Averrous Daftar endnote: 1. Disarikan dari https://www.bat-amnews.co.id/ berita-8711-jika-djoko-dan-yang-per-nah-gabungisis-ke-suriah-kembali-ke-indonesia.html dan https://www.batamnews.co.id/berita-8732-6-faktamengejutkan-tentang-direktur-ptsp-bp-bat-am-dwidjoko-wiwoho-yang-gabung-isis.html. 2. Disarikan dari https://www.bbc.com/news/worldmiddle-east-41734069 3. Infid (2018). Urgensi dan Strategi Efektif Pencegahan Ekstremisme di Indonesia. Jakarta: Infid. 4. Bornstein, M.H. (2002). Parenting infants. dalam M.H. Bornstein (Ed.), Handbook of parenting.

Volume 1: children and parenting. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 3- 43. 5. Cowan, C.P., & Cowan, P.A. (1992). When partners become parents. New York: Basic Books. 6. Bjørgo, T., & Horgan, J. (2009). Leaving terrorism behind: individual and collective disengagement. New York: Routledge. 7. Bowlby, J. (1973). Attachment and Loss Volume II Separation Anxiety and Anger. New York: Basic Books.

Daftar Pustaka: Nurul (ed.), (2015). Jika Djoko dan yang Pernah Gabung ISIS ke Suriah Kembali ke Indonesia. Diakses pada 10 Desember 2018 dari https:// www.batamnews.co.id/berita-8711-jika-djokodan-yang-pernah-gabung-isis-ke-suriah-kembalike-indonesia.html Muhammad Zuhri (ed.), 2015. 6 Fakta Mengejutkan tentang Direktur PTSP BP Batam Dwi Djoko Wiwoho yang Gabung ISIS. Diakses pada 10 Desember 2018 dari https://www.batamnews. co.id/berita-8732-6-fakta-mengejutkan-tentangdirektur-ptsp-bp-batam-dwi-djoko-wiwoho-yanggabung-isis.html BBC Report. (2017). IS foreign fighters: 5,600 have returned home – report. Diakses pada 10 Desember 2018 dari https://www.bbc.com/news/ world-middle-east-41734069. Infid (2018). Urgensi dan Strategi Efektif Pencegahan Ekstremisme di Indonesia. Jakarta: Infid. Bornstein, M.H. (2002). Parenting infants. dalam M.H. Bornstein (Ed.), Handbook of parenting. Volume 1: children and parenting. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 3- 43. Cowan, C.P., & Cowan, P.A. (1992). When partners become parents. New York: Basic Books. Bjørgo, T., & Horgan, J. (2009). Leaving terrorism behind: individual and collective disengagement. New York: Routledge. Bowlby, J. (1973). Attachment and Loss Volume II Separation Anxiety and Anger. New York: Basic Books Sumber Gambar: Sumber Gambar: https://www.freepik.com/free-photo/from-above-hands-of-family_2070329.htm#term=peace family&page=1&position=1 Link barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/12/10/keluarga-penangkal-utama-radikalisme/

Halaman 16 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Kabar Daerah

Pemuda Kemloso Inisiasi Taman Baca Anak Pekerja Migran Oleh: Exi Yudiawan* Keterangan Foto: Antusiasme anak-anak Kemloso yang sedang belajar sekaligus bermain di Pos Kamling yang sementara dijadikan sebagai rumah baca.

K

egiatan di Taman Baca cukup beragam, selain membaca, anak-anak juga bermain dengan teman sebaya dan berkelompok, serta diselingi dengan kegiatan belajar seperti belajar berbahasa Inggris. Taman baca Kemloso saat ini masih menggunakan bangunanan pos kamling, sehingga sarana prasarana sangat terbatas dan kurang layak. Desa Benculuk, Kecamatan Cluring merupakan salah satu desa kantong pekerja migran di Banyuwangi. Di desa ini terdapat banyak warganya yang bekerja menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia, Taiwan, Arab Saudi maupun Hong Kong. PMI dari desa ini didominasi oleh perempuan yang bekerja di sektor informal seperti pekerja rumah tangga (PRT). Pekerja migran harus meninggalkan keluarga (baik suami mau pun istri) dan anak-anak mereka di desa untuk dapat bekerja di luar negeri. Menurut Agung Subastian, salah satu pengurus remaja masjid Kemloso sekaligus Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI Banyuwangi), sebanyak 50% penduduk Kemloso adalah pekerja migran perempuan. Anak-anak PMI yang ditinggalkan salah satu orangtuanya rentan terabaikan hak-haknya, termasuk hak mendapatkan akses lingkungan yang baik dan mendidik. Kerentanan tersebut menjadi kegelisahan tersendiri bagi para pemuda dan pemudi yang tergabung dalam Remaja Masjid Baiturrohim Kemloso. Kondisi tersebut juga menjadi alasan utama remaja masjid menginisiasi pendirian taman baca pada pertengahan Agustus 2018 lalu.

ber­kualitas. Kegiatan di taman baca cukup beragam. Selain membaca buku, anak-anak juga bermain dengan teman sebaya dan berkelompok dengan diselingi kegiatan belajar lainnya, seperti belajar Bahasa Inggris. Taman Baca Kemloso saat ini masih menggunakan bangunanan pos kamling (keamanan lingkungan), sehingga sarana prasarana sangat terbatas dan kurang layak. Taman Baca Kemloso sendiri saat ini menggunakan bangunanan pos kamling sehingga sarana prasarana sangat terbatas dan kurang layak. “Taman baca ini terkendala dana yang kurang dan buku-buku yang masih sangat terbatas. Banyak anakanak yang tertarik membaca, tapi bukunya hanya itu-itu saja. Harapan ke depan, semoga taman baca ini terus berjalan dan bisa melakukan roadshow ke seluruh Dusun Kemloso untuk mendekatkan dengan pembaca,” kata Agung Subastian. Materi bacaan taman baca untuk anak-anak yang ada di Kemloso ini masih terbatas, sehingga apabila ada sobat migran yang ingin menyumbangkan buku-buku bekas atau baru untuk anak-anak bisa dikirimkan pada Agung Subastian, Dusun Kebonsari RT 05 RW 04, Desa Benculuk, Kecamatan, Cluring Kabupaten Banyuwangi. Keterangan Penulis: Exy Yudiawan adalah anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi. Link barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/10/24/tips-memilih-kegiatan-di-harilibur-bagi-pekerja-migran/

“Dari pengamatan kami, banyak dari anak-anak pekerja migran ketika pulang sekolah sebagian kecil waktunya digunakan untuk les privat. Sebagian lainnya bermain dengan teman sebaya, namun banyak juga dari mereka yang dimanja dengan permainan di gawai,” ujar Agung Subastian. Sarana dan Prasarana Terbatas Agung dan para pemuda remaja masjid berharap agar taman baca bisa membantu anak-anak pekerja migran untuk mengisi waktu luang mereka agar lebih Halaman 17 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Glosarium

HIJRAH & JIHAD

HIJRAH

JIHAD

Hijrah berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain disebut muhajir. Seseorang berhijrah ke tempat lain dengan beragam alasan, seperti mencari penghidupan yang lebih baik di tempat yang baru, atau pekerjaan yang mengharuskan mereka berhijrah; atau karena suatu tekanan di negeri sendiri atau di tempat asal. Hijrah pertama yang dilakukan oleh umat Islam dalam sejarah yaitu hijrah dari Mekkah ke Habshi atau Ethiopia, di mana saat itu umat Islam harus berpindah karena pelakuan kaum Quraish terhadap mereka yang telah beriman kepada ajaran Rasulullah. Rasulullah meminta kepada beberapa keluarganya dan sahabatnya agar hijrah ke Habsyi. Hijrah kedua dalam sejarah Islam adalah hijrahnya Rasulullah Saw dari Kota Mekkah ke Kota Madinah. Klaim sebagian kelompok di tanah air yang ingin berhijrah ke Syam (Suriah) atau ke Daulah Islamiyah (baca: ISIS) tidaklah benar atau tidak bermakna hijrah yang sesungguhnya. Kenapa? Pertama, muslim di Indonesia tidak berada dalam tekanan dan bebas untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Kedua, pemerintah Indonesia merupakan pemerintah yang mengatur dan memfasilitasi penegakan 5 rukun Islam, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Melalui Kementrian Agama, pemerintah Indonesia memfasilitasi ummat Islam untuk dapat melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan agama, seperti upaya penentuan waktu shalat dan puasa ramadhan. Berpindah ke Suriah untuk bergabung ke ISIS justeru menimbulkan kerusakan (mudlarat) atas diri mengingat Suriah adalah negara di mana peperangan antar kelompok masih berkecamuk.

Jihad berarti bersungguh-sungguh melakukan sesuatu untuk mencapai sesuatu. Istilah jihad dibedakan dengan istilah qital (perang). Jihad memiliki arti yang sangat luas, sementara jihad dalam makna berperang berada dalam lingkup yang lebih sempit dan ketat dari keseluruhan makna jihad itu sendiri. Jihad lebih bermakna memperjuangkan kebenaran atau sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Swt.

Dan berjuanglah pada jalan Allah dengan sebenarnya perjuangan (Q.S al-Hajj 78). Dengan demikian, makna berjuang (jihad) tidaklah sama dengan berperang. Istilah berjuang bermakna lebih luas dan mencakup aspek yang lebih kaya, seperti untuk menjalankan perintah-perintah Allah dan menghindari seluruh larangannya. Dengan demikian, jihad bukanlah perjuangan untuk melakukan aksi-aksi pemboman atau bunuh diri dengan meledakkan diri di tengah-tengah kerumunan orang yang tidak berdosa. Tindakan teror tersebut sama halnya dengan bunuh diri yang sangat dibenci Allah. Dalam Islam, bunuh diri termasuk dalam perbuatan yang tercela dan pelakunya berdosa besar.

Referensi: Dr Suaib Tahir, Abdul Malik, MA , Khoirul Anam, MA. (2016). Ensiklopedi Pencegahan Terorisme. Jakarta: BNPT. Sumber gambar: https://pixabay.com/en/camels-sunrise-travel-desert-sand-1149803/ Link Barcode: https://buruhmigran.or.id/2018/12/10/makna-hijrah-jihad/

Halaman 18 | Warta Buruh Migran | Edisi Oktober-November 2018


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.