Edisi Februari - Maret 2019
WARTA BURUH MIGRAN w w w. b u r u h m i g r a n . o r . i d
LAPORAN UTAMA
RUMAH PENGADUAN PEKERJA MIGRAN, UPAYA PENANGANAN KASUS BERSAMA
https://rumahpengaduan.buruhmigran.or.id
TIPS & PANDUAN
OPINI
SOSOK
TIPS CEGAH EKSTREMISME KEKERASAN BAGI PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PMI)
MENEMPATKAN MAKNA HIJRAH DALAM DUNIA PEKERJA MIGRAN
PMI WIRAUSAHA BAKSO
ANCAMAN EKSTREMISME TERHADAP HAK-HAK PEREMPUAN
KABAR DAERAH SBMI SOROTI PELANGGARAN HAK-HAK PEKERJA MIGRAN PEREMPUAN
Hijrah ala PMI
I
stilah hijrah kini banyak menggaung. Kata ini digunakan untuk menyebutkan kembalinya seseorang dari “kurang beragama� menjadi “lebih beragama�. Istilah yang berasal dari bahasa arab awalnya bermakna berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Kini kata ini digunakan untuk kata menyebut upaya mengubah diri dari satu sisi yang buruk dalam keagamaan menjadi lebih baik. Agama Islam sebenarnya memiliki kata yang lebih cocok dengan makna tersebut: taubat. Pekerja migran Indonesia (PMI), bagaimana pun, adalah kaum yang tengah berhijrah. Mereka tengah berpindah dari desa dan kampung masing-masing ke negara lain. Mereka pun berniat baik dalam hijrah ini: membangun ekonomi keluarga agar lebih sejahtera. Perubahan adalah yang diinginkan, dari situasi ekonomi keluarga yang kurang menjadi lebih baik. Cita-cita migrasi tersebut bagaimana pun adalah mulia. PMI mengorbankan banyak hal agar kesejahteraan dapat diperoleh dan keluarga menjadi lebih baik. Hijrahnya PMI dengan segala upaya dan daya ini laik untuk kemudian disebut dengan jihad dalam dua makna: benar-benar bersungguh atas sesuatu dan menjalankan beribadah bekerja. Hampir tidak ada PMI yang bekerja di luar negeri semata hanya untuk kepentingan diri, sedikit atau banyak kepentingan keluarga adalah yang menjadi faktor pemengaruh migrasi. Pemaknaan atas posisi dan nilai dari menjadi PMI adalah penting dipahami. PMI harus punya cara memaknai pekerjaan dan status dirinya secara lebih positif. Jika tidak PMI sendiri yang memberi nilai positif, siapa lagi yang akan? Nilai positif tersebut dapat mencipta kepercayaan diri PMI bahwa pekerjaan mereka adalah setara dengan pekerjaan sah lainnya, apa pun itu. Seseorang tidak perlu merasa inferior hanya karena menyandang status sebagai PMI. Begitu pun, PMI tidak perlu hanyut dalam hasutan-hasutan ideologis tertentu yang menggunakan kata jihad hanya untuk memperalat PMI saat di negara tujuan maupun saat kembali. Tidak perlu PMI percaya pada ajakan-ajakan jihad yang mengarah pada ketertutupan dan eksklusivitas. Apalagi jika ajakan tersebut terkait dengan gerakan kekerasan, PMI perlu mengabaikannya. Mereka telah berhijrah ke luar negeri, bekerja untuk keluarga dan ingin membangun kondisi keluarga yang lebih baik. Atas semua niat baik tersebut, PMI telah berjihad untuk keluarganya.
L A P O R A N U TA M A
https://rumahpengaduan.buruhmigran.or.id
RUMAH PENGADUAN BURUH MIGRAN
Ditulis oleh Edi Purwanto
sebagai Upaya Penanganan Kasus Bersama Sejumlah pegiat pekerja migran Indonesia (PMI) baru-baru ini telah melakukan uji coba sistem penanganan kasus atau case management system (CMS). Aplikasi ini diharapkan menjadi alat kerja dan media pengelolaan kasus yang dapat diakses oleh setiap organisasi dan pekerja migran. Dengan adanya aplikasi tersebut, organisasi pemegang kuasa, paralegal dan korban dapat berkolaborasi untuk mendokumentasikan data dan perkembangan kasus hingga status advokasi kasus selesai. Pada edisi Februari-Maret 2019 ini, Warta Buruh Migran (WBM) akan membahas tentang CMS yang baru-baru ini sudah diluncurkan dalam bentuk aplikasi “Rumah Pengaduan Buruh Migran.� Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
L A P O R A N U TA M A
Case Management System (CMS) Sebagai Alat Kerja Bersama
(keterangan foto: screenshot laman form pengaduan kasus dari aplikasi CMS, doc. Infest )
CMS diwujudkan dalam sebuah platform “Rumah Pengaduan Buruh Migran� yang bisa diakses organisasi dalam penanganan kasus melalui https://rumahpengaduan.buruhmigran.or.id/. Rancang bangun CMS dilakukan dengan merangkul beragam organisasi yang selama ini melakukan perlindungan dan penanganan kasus PMI. Proses perumusan kebutuhan penanganan kasus bersama didampingi oleh Infest Yogyakarta. Pegiat organisasi berdiskusi bersama-sama untuk menginterpretasikan kebutuhan lintas organisasi dalam proses penanganan kasus ke dalam bentuk aplikasi digital CMS. Sejumlah pegiat PMI yang terlibat dalam proses rancang bangun CMS merupakan perwakilan dari Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), Justice Without Borders (JWB), Komunikasi Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOMI) di Johor Bahru, Komunitas Serantau Malaysia, LBH Jakarta, Migrant Aid, Organiser Infest di Blitar, Organiser Infest di Malaysia, Organiser Infest di Ponorogo, Perkumpulan Panca Karsa, SBMI Banyuwangi, SBMI DPN, SBMI Indramayu, Solidaritas Perempuan (SP), dan perwakilan Komunitas Organisasi Pekerja Migran Indonesia (KOPI) dari sejumlah desa. Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
Menurut Muhammad Khayat, Tim Pengembang Case Management System (CMS) sekaligus IT Specialist Infest Yogyakarta, CMS mengakomodasi kebutuhan proses pengaduan, penentuan organisasi pengelola kasus, pendokumentasian setiap proses advokasi kasus, hingga analisis data advokasi kasus yang dilakukan organisasi di setiap wilayah. Platform ini selain menjadi alat kerja, juga menjadi sistem pendokumentasian penanganan kasus kolaboratif antar lembaga atau paralegal. Aplikasi ini diharapkan menjadi alat kerja dan media pengelolaan kasus yang dapat diakses oleh setiap organisasi dan pekerja migran. Pada halaman muka platform tersebut menyajikan panduan bagi PMI yang mengakses dan informasi seputar hak-hak PMI. PMI yang mengadukan kasusnya juga dapat memilih organisasi yang akan mendampingi perkaranya. Dengan adanya aplikasi tersebut, organisasi pemegang kuasa, paralegal dan korban dapat berkolaborasi untuk mendokumentasikan data dan perkembangan kasus hingga status advokasi kasus selesai. Pada awal Februari 2019 lalu, pengembangan CMS sudah diujicoba oleh jaringan pegiat PMI dengan didampingi oleh tim pengembang CMS dari Infest Yogyakarta. Uji
L A P O R A N U TA M A
(Keterangan foto: Muhammad Khayat, IT Infest Yogyakarta, sedang merespon tanggapan dari peserta dalam “Workshop Uji Coba CMS” di depan para pegiat PMI perwakilan organisasi masyarakat sipil peduli PMI, pada 5 Februari 2019)
coba CMS ini melatih para pegiat advokasi kasus pekerja migran untuk menggunakan CMS. Setelah diujicobakan, CMS sudah mendapatkan banyak masukan dan kini sedang dalam proses penyempurnaan aplikasi berdasarkan umpan balik dari pegiat PMI. Aplikasi CMS diharapkan dapat menjadi alat kerja bersama dalam advokasi dan pemenuhan hak-hak pekerja migran di Indonesia. Berawal dari Kegelisahan Pegiat PMI Bagi kalangan pegiat pekerja migran Indonesia (PMI), tantangan dalam melakukan perlindungan dan penanganan kasus PMI cukup beragam. Pegiat PMI yang dimaksud di sini bukan hanya mereka yang melakukan penanganan kasus di luar negeri (di negara penempatan PMI), namun juga yang berada di tingkat nasional (Jakarta), daerah hingga desa. Dari beragam gagasan yang muncul, salah satunya dari Ketua Dewan Pertimbangan Nasional (DPN) Serikat Buruh Migrant Indonesia (SBMI), Hariyanto (36). Menurut Hariyanto, selama ini penanganan kasus PMI masih dilakukan secara sporadis. Seakan yang penting kasus terselesaikan, namun dalam prosesnya sering melupakan keterlibatan aktor-aktor lain yang juga membutuhkan
penanganan. Selain itu, penting juga dilakukan pemetaan apakah aktor tersebut bersedia atau tidak. Pengalaman yang sering terjadi dalam penanganan kasus, misalnya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang ternyata aktor pelakunya adalah bapaknya sendiri. “Kadang kita lupa untuk mengidentifikasi aktor dan kesediaan mereka bisa atau tidak. Jadi ketika prosesnya berjalan, kita sendiri yang terkejut karena ternyata bapaknya korban sendiri yang akan dimasukan penjara. Ketika dalam proses identifikasinya masih kekurangan informasi, maka penanganan kasus bersama nanti penting juga untuk berbagi data dan perkembangan informasi,” papar Hariyanto. Pada kasus lain, Hariyanto juga menjelaskan tentang pentingnya mengetahui kewenangan dan tanggung jawab lembaga pemerintah secara spesifik baik di level daerah maupun pusat. Selama ini masih ada kecenderungan penanganan kasus bersifat sentralistik, seakan semua kasus harus ditangani pegiat di Jakarta. Padahal menurutnya, mereka yang di Jakarta juga belum tentu mampu menyelesaikan penanganan kasus PMI.
Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
L A P O R A N U TA M A
sangat penting sebagai sebuah alat kerja bersama untuk memudahkan organisasi masyarakat ini menjalankan aktivitas perlindungan, seperti penanganan kasus. “Sistem tersebut bukan sekedar aplikasi, tapi juga berfungsi sebagai transfer pengetahuan antar organisasi masyarakat sipil baik level nasional maupun daerah yang berkecimpung dalam ranah perlindungan pekerja migran,” papar Ridwan. Ridwan juga menambahkan bahwa sejumlah organisasi yang selama ini melakukan penanganan kasus, bisa dipastikan sudah memiliki mekanisme penanganan kasus masing-masing. Adanya mekanisme penanganan kasus yang beragam, maka masing-masing organisasi sudah memiliki bentuk bangunan data atau form untuk mendokumentasikan setiap kasus yang ditangani. Berjejaring dan Pemanfaatan Data Bersama (Keterangan foto: Sejumlah pegiat PMI dalam proses diskusi “Workshop Penanganan Kasus” pada 29 Mei 2019. Diskusi ini juga di antaranya merumuskan kebutuhan pentingnya penanganan kasus bersama)
Beberapa problem yang disebutkan Hariyanto, menurutnya menjadi alasan mengapa pegiat PMI membutuhkan sistem penanganan kasus yang dilakukan secara bersama-sama. Di dalamnya bukan hanya berjejaring namun juga berbagi informasi perkembangan kasus. Agar Penanganan Kasus Lebih Terstruktur Muhammad Khayat juga menjelaskan, dalam proses pengembagan CMS membutuhkan masukan dari orangorang yang terlibat dalam penanganan kasus PMI. Dengan demikian, pada proses pengembangannya dibutuhkan masukan (umpan balik) dari semua jaringan atau paralegal. Dengan CMS, pegiat PMI bukan hanya saling berjejaring, namun juga dalam kerja-kerjanya menjadi lebih terstruktur dan bisa saling bertukar informasi dan pembelajaran. “Dengan CMS, kita juga tidak harus menggunakan sistem komputer. Data yang sudah masuk di sistem bisa diformat dalam pdf, xml, lalu bisa didistribusikan atau dirujuk ke beberapa lembaga bantuan hukum,” papar Khayat. Sementara menurut Ridwan Wahyudi, Manajer Program Pusat Sumber Daya Buruh Migran, Infest Yogyakarta, CMS
Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
Banyaknya data yang sudah terkumpul oleh masingmasing organisasi, memungkinkan adanya analisis data bersama. Hasil analisis data tersebut dapat dimanfaatkan untuk advokasi perbaikan kebijakan pemerintah dalam pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI). Pelbagai organisasi/lembaga yang bekerja dalam isu yang sama, juga memungkinkan adanya kerja berjejaring. Jaringan kerja dapat menggunakan ruang penyimpanan data yang sama dengan menstandarisasi instrumen atau meta data setiap lembaga. Menurut Khayat, ketika kesepahaman kerja berjejaring sudah terjalin, organisasi bantuan hukum dapat melanjutkan pada tahapan kolaborasi pendokumentasian penanganan kasus bersama. Oleh karena itu, selain menjadi alat kerja, sistem pendokumentasian penanganan kasus dapat menjadi ruang data antar lembaga, yang dapat membangkitkan informasi aktual dari seluruh aktivitas penanganan kasus. “Kebutuhan atas pengelolaan data pekerjaan organisasi menjadi penting ketika data yang dikelola beragam dan memiliki banyak keterkaitan dengan data organisasi lain. Pengelolaan data berbasis kertas bergeser ke bentuk digital. Sejauh ini komunikasi data secara luring (luar jaringan /offline.red) kian tereduksi dengan banyaknya layanan online (dalam jaringan/daring.red) berupa email, file sharing platform, aplikasi obrolan (chatting), hingga media sosial,” papar Khayat.
L A P O R A N U TA M A Pelindungan Maksimal dari Hulu ke Hilir Kesadaran pegiat PMI akan pentingnya berjejaring dalam penanganan kasus bersama, juga pernah menjadi pembahasan khusus dalam pertemuan jaringan organisasi peduli PMI, pada Sabtu-Minggu (1-2/12/2018) di Magelang, dalam workshop “Advokasi Hak Pekerja Migran dan Organisasi Pembelanya.” Dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Infest Yogyakarta, sejumlah pegiat PMI turut mendiskusikan pentingnya penanganan kasus bersama, mulai dari hulu ke hilir. Level hulu, dalam kaitan ini merujuk pada level daerah asal PMI. Sedangkan hilir merujuk pada level negara tujuan PMI. Organisasi yang terlibat dalam pertemuan jaringan terdiri dari perwakilan UN-Women, Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), Dewan Pengurus nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPN SBMI), Human Rights Working Group (HRWG), Justice Without Borders (JWB), Komunikasi Organisasi Migran Indonesia (KOMI) Johor Bahru Malaysia, Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) Blitar, Komunitas Pekerja Migran Indonesia (KOPI) Ponorogo, Komunitas Serantau Kuala Lumpur Malaysia, Lakpesdam NU Cilacap, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Migrant Aid, SBMI Banyuwangi, dan Solidaritas Perempuan (SP) Jakarta.
Mengingat begitu berat tantangan yang dihadapi oleh pekerja migran dan anggota keluarganya untuk mendapatkan hak yang layak dari negara. Di sisi lain, organisasi yang mengadvokasi hak pekerja migran juga mengalami tantangan yang serupa. Maka, upaya yang dilakukan oleh organisasi pembela hak pekerja migran juga perlu diadvokasi. “Advokasi yang dimaksud yakni dengan menyegarkan kembali jiwa dan raga para pembela hak yang selama ini berjuang untuk keadilan dan kesetaraan pekerja migran. Infest bersama jaringan organisasi yang fokus pada hak-hak PMI penting untuk menyusun rekomendasi bersama mengenai langkah advokasi ke depan, termasuk penanganan kasus bersama untuk pelindungan PMI yang lebih baik,” jelas Ibad. []
Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/23/rumahpengaduan-buruh-migran-sebagai-upaya-penanganan-kasusbersama/
Menurut Irsyadul Ibad, Direktur Eksekutif Infest Yogyakarta, Berkumpulnya jaringan pegiat PMI bukan sekadar berkumpul dan mengidentifikasi isu-isu terkini mengenai pelanggaran hak-hak pekerja migran. Tapi lebih dari itu, yakni peserta juga diminta untuk merinci kelembagaan pemerintah yang kendur dan rendah dalam pelayanan pelindungan PMI.
Berkumpulnya jaringan organisasi PMI juga semakin menegaskan akan kebutuhan saling berjejaring dalam penanganan kasus bersama. Artinya, saat ini bukan saatnya lagi sesama organisasi saling berebut kasus dalam penanganan kasus, namun saling berkoordinasi dan berbagi peran. Dugaan perebutan kasus mencuat seiring dengan belum tersedianya mekanisme rujukan dan kolaborasi penanganan kasus bersama. Untuk itu, pengembangan CMS ini diharapkan menjadi alat yang mampu menjembatani komunikasi untuk kolaborasi penanganan kasus bersama. Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
KABAR MIGRAN
Siti Aisyah bersama dengan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Duta Besar RI untuk Malaysia, Rusdi Kirana, Direktur PWNI BHI, Kementerian Luar Negeri, Lalu M Iqbal dan staf lainnya.
Siti Aisyah Bebas dari Dakwaan Pembunuhan Kim Jong-Nam Oleh Figo Kurniawan
S
iti Aisyah, warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Kim Jong-Nam, dinyatakan bebas. Aisyah bebas setelah jaksa mencabut dakwaan pembunuhan yang dituduhkan terhadapnya pada persidangan di Mahkamah Tinggi Shah Alam, Senin (11/3/2019). Dalam kasus ini, Aisyah bersama seorang warga negara Vietnam terancam hukuman mati atas dakwaan pembunuhan terhadap Kim Jong-Nam, kakak tiri pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-Un. Aisyah dan seorang warga Vietnam didakwa mengusapkan gas saraf VX yang mematikan ke wajah Kim Jong-Nam di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia pada Februari 2017. Dalam beberapa kali persidangan, kedua terdakwa telah menyangkal dakwaan pembunuhan yang dijeratkan terhadap mereka. Keduanya bersikukuh bahwa mereka terlibat dalam sebuah acara prank (lelucon). Kedua terdakwa diduga telah ditipu oleh sejumlah agen intelijen Korut yang menjadi otak pembunuhan Kim Jong-Nam.
Setelah dinyatakan bebas oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Malaysia atas dakwaan membunuh Kim Jong-Nam, KBRI Kuala Lumpur langsung mengurus kepulangan Siti Aisyah ke Indonesia. Kepulangan Siti Aisyah diumumkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Yasonna Laoly, pada konferensi pers di gedung KBRI Kuala Lumpur (11/3) yang juga dihadiri oleh Duta Besar Indonesia di Malaysia, Rusdi Kirana. Menurut keterangan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI
Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
KBRI Kuala Lumpur, Yusron B Ambary, Siti Aisyah langsung diterbangkan ke Indonesia pada Senin (11/3) sore. “Siti Aisyah telah diterbangkan ke Indonesia tadi sekitar pukul 16.15,� kata Yusron Ambary, Senin (11/3) petang. Bebasnya Siti Aisyah adalah puncak dari proses panjang upaya Pemerintah Indonesia untuk membebaskan wanita berusia 27 tahun itu dari ancaman hukuman mati. Sejak Siti Aisyah ditangkap, presiden telah meminta dilakukan koordinasi antara Menlu, Menkumham, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala BIN dalam rangka memberikan pembelaan dan mengupayakan pembebasan Siti Aisyah. Pemerintah RI melalui KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk tujuh orang pengacara profesional dari Kantor Pengacara Gooi & Azura untuk memberikan pembelaan dan pendampingan bagi Siti Aisyah. Pemerintah RI juga membentuk tim lintas kementerian untuk mendukung pengacara dalam mengumpulkan bukti dan saksi yang relevan bagi pembelaan Siti Aisyah di pengadilan. Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/12/sitiaisyah-bebas-dari-dakwaan-pembunuhankim-jong-nam/
SOSOK
Puji : PMI SEKALIGUS PENGUSAHA BAKSO DI MALAYSIA Oleh : Any Hidayati
Puji Syahputra datang ke Malaysia pertama kali pada 1 Mei 1999 sebagai pekerja migran di bidang konstruksi. Selama tiga tahun pertama di Malaysia, Puji (red.nama panggilannya) yang berasal dari Kediri, Jawa Timur berstatus sebagai pekerja migran tidak berdokumen atau Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI). Selama tiga tahun itu, sepulang dari kerja ia pergi ke hutan agar tidak tertangkap razia yang dilakukan oleh polisi, imigrasi maupun Jabatan Sukarelawan Malaysia (RELA). Puji sempat pulang ke Indonesia pada tahun 2002, namun karena ketiadaan pekerjaan, ia kembali ke Malaysia sebagai PATI pada tahun 2003-2004. Setahun bekerja di Malaysia, Puji pulang ke Indonesia hanya dengan membawa uang 3 juta rupiah.
T
ahun 2006, Puji mencoba peruntungan dengan kembali menjadi pekerja migran karena ajakan dari seorang kawannya. Setelah setahun di Malaysia, pada tahun 2007 Puji mengumpulkan modal dan mengambil pekerjaan sendiri sebagai sub kontraktor di sebuah proyek bangunan. Sampai saat ini, Puji masih bekerja sebagai sub kontraktor yang mengerjakan beberapa proyek sambil menjalankan usaha pembuatan bakso sapi. Usaha pembuatan bakso dirintis Puji dua tahun lalu saat proyek-proyek yang dikerjakannya sedang lesu dan mengalami kesulitan keuangan.
orang belum memproduksi bakso beranak, ia sudah memproduksi dan mempopulerkannya lebih dulu. “Dulunya belum ada yang bikin bakso beranak, kemudian saya bikin bakso beranak. Akhirnya banyak juga yang bikin bakso beranak di sini," kata Puji yang berasal dari Kediri, Jawa Timur.
“Saya berpikir kalau saya masih mau hidup di sini (Malaysia) saya harus mencari alternatif usaha lain. Akhirnya pada 30 Oktober 2017 memulai usaha bakso dengan nama dagang Bakso Ndoro Bei,� ujar Puji pada Redaksi Buruh Migran.
Bakso beranak yang diproduksi oleh Puji merupakan bakso bulat dengan ukuran besar yang di dalamnya terdapat bakso kecil, bakso pedas, telur puyuh dan keju. Ide Puji membuat bakso beranak sebenarnya karena ia ingin merancang bakso yang lain daripada yang lain dan kemudian muncul ide untuk membuat bakso beranak. Harga jual bakso beranak ini lebih mahal dibandingkan bakso biasa dengan ukuran yang lebih kecil.
Puji bersama dengan istri dan karyawannya memproduksi berbagai varian bakso, mulai dari bakso spesial, bakso jumbo, bakso telur ayam, bakso tahu, bakso urat, bakso gunung hingga bakso beranak. Puji mengaku bahwa ia merupakan pelopor bakso beranak di Kuala Lumpur dan sekitarnya. Menurutnya, saat orang-
Berjalannya waktu, bakso beranak mulai banyak diproduksi oleh pabrik atau pengusaha lain. Puji kemudian menciptakan varian baru yang diberi nama bakso gunung. Bakso ini berbentuk kerucut dengan isian lahar dingin (keju), lahar panas (daging rica-rica), bakso kecil dan telur puyuh. Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
SOSOK bagi siapa saja yang membuat acara buka bersama di seluruh Semenanjung Malaysia. Puji juga akan menyumbang bakso gratis untuk setiap acara-acara agama Islam dengan syarat acara tersebut bersifat umum. Menurut puji promo yang dilakukan ini selain untuk mengenalkan produk pada masyarakat luas juga bisa menjadi bekal tabungannya di akhirat. Puji juga mengatakan bahwa peran serta jaringan sosial yang ia ikuti memberikan sumbangsih dalam pemasaran produknya. Puji yang merupakan pegiat salah satu organisasi terbesar di Indonesia cabang Malaysia aktif melakukan kegiatan-kegiatan sosial baik kegiatan yang melibatkan komunitas pekerja maupun kegiatan yang melibatkan kelompok keagamaan. Media sosial (Medsos) juga menjadi salah satu media yang dimanfaatkan Puji untuk menawarkan produknya. Ia mengerti bahwa peran media sosial dalam pemasaran menjadi sangat berarti. Lewat akun Facebook Bakso Ndoro Bei, Puji kerap mengunggah foto-foto bakso hasil produksinya.
Pengembangan Usaha Bakso Modal awal Puji untuk membangun usaha baksonya lumayan banyak. Ia menghabiskan modal sekitar RM70.000 atau setara dengan 245 juta rupiah untuk merenovasi tempat usaha dan membeli mesin pembuat bakso. Pada awal usaha pembuatan bakso, Puji hanya dibantu oleh dua orang karyawan, sedangkan untuk pemasaran dan sopir dilakukannya sendiri. Pada awal produksi, Puji hanya mampu melakukan produksi 50 kg adonan bakso per hari. Seiring dengan perkembangan usaha, saat ini Puji sudah memproduksi 300 kg adonan bakso per hari dengan dibantu oleh delapan karyawan produksi, serta dua orang sopir untuk mengantarkan bakso pesanan pembeli. Menurut Puji, bakso Ndoro Bei digemari oleh Warga Negara Indonesia (WNI) di Malaysia. Bakso Ndoro Bei dipasarkan di stockist atau toko-toko belanja di wilayah Semenanjung Malaysia yang meliputi Johor Bahru, Malaka, Seremban, Klang, Kuala Lumpur, Ipoh, Penang dan Kelantan. Kesuksesan Puji memasarkan bakso yang diproduksi tidak lepas dari promosi yang dibuatnya. Pada bulan Ramadan misalnya, Puji membuat promo bakso gratis
Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
Berbicara mengenai usahanya ke depan, Puji berencana untuk mengembangkan usahanya di Indonesia. Ia berencana untuk membuka usaha bakso di Yogyakarta, sebuah kota yang dekat dengan asal istrinya, di Magelang. Dua bulan ini Puji sedang mencari tempat usaha yang pas dan sesuai di Jogja agar bisa segera membuka usahanya di kota itu. “Saya ini pada dasarnya pekerja migran, jadi kehidupan saya pastinya di Indonesia. Namun saya juga ingin bisnis yang di sini masih tetap jalan, saya bisa mengatur waktunya,� ungkap Puji.
Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/23/puji-pmisekaligus-wirausaha-bakso-di-malaysia/
OPINI 1
Menempatkan Makna Hijrah dalam Dunia Pekerja Migran Oleh: Moh. Kholili | Pengurus NU Jember | Direktur Migrant Aid
Semua amal perbuatan ditentukan oleh niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang berhijrah untuk mendapatkan duniawi (harta, tahta, jabatan dan lain-lain) yang dicari atau untuk mendapatkan perempuan yang bisa dinikahi, maka hijrahnya sesuai dengan yang dicari. ُ ﺳﻣﻌ ﻋﻣر ﺑن أﺑﻲ اﻟﻣؤﻣﻧﯾن أﻣﯾر ﻋن ﺣﻔص ﻗﺎل ﻋﻧﮫ ﷲ رﺿﻲ اﻟﺧطﺎب: ت ٍ َ وإﻧﻣﺎ اﻷﻋﻣﺎل إﻧﻣﺎ(( ﯾﻘول وﺳﻠم ﻋﻠﯾﮫ ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ رﺳول،ﻣﺎ اﻣرئ ﻟﻛل ﺑﺎﻟﻧﯾﺎت ﻓﻣن، وﻣن ﷲ إﻟﻰ ﻓﮭﺟرﺗﮫ ورﺳوﻟﮫ ﷲ إﻟﻰ ھﺟرﺗﮫ ﻛﺎﻧت ﻧوى،ﻛﺎﻧت ورﺳوﻟﮫ ))إﻟﯾﮫ ھﺎﺟر ﻣﺎ إﻟﻰ ﻓﮭﺟرﺗﮫ اﻣرأةٍ ﯾﻧﻛﺣﮭﺎ أو ﯾﺻﯾﺑﮭﺎ ﻟدﻧﯾﺎ ھﺟرﺗﮫ Dalam hadist ini, selain menegaskan tentang pentingnya niat dan kualitas amal seseorang itu sesuai dengan niatnya. Secara latar belakang (asbabul wurud), hadist di atas meriwayatkan tentang adanya salah seorang sahabat yang ikut hijrah karena termotivasi pada Ummu Qais (sahabat perempuan) yang ingin dia nikahi berhijrah bersama-sama kaum muhajirin lainnya. Hadist ini juga mendeskripsikan bahwa hijrah ini adalah perpindahan secara fisik dari Makkah ke Madinah (sebelum Fathu Makkah & setelah Fathu Makkah tidak ada hijrah lagi). Dalam Hadist yang lain, seorang yang hijrah (Muhajir) digambarkan sebagai orang yang menjauhi terhadap hal-
hal yang dilarang oleh Allah SWT dan juga digambarkan sebagai orang yang pergi meninggalkan perbuatan salah dan perbuatan penuh dosa. ُ َ ْ ُ وإﺳﻣﺎﻋﯾل ْ َ ،ﺷﻌﺑﺔ ُ ْ آدم ﺑن َ ِأﺑﻲ َ ﱠ ﺑن َ ِأﺑﻲ َﺣدﱠﺛَﻧَﺎ َ ِ َ ْ ِ َ ،اﻟﺳﻔر َ َ ،إﯾﺎس: ٍ َ ِ ﺣدﺛَﻧَﺎ َ ﻋن َِﱠ ُ َ ﻗﺎل ِ ْ ِ ﻋْﺑِد ا ﱠ ْ ﱠ ﱠ ْ ٍ َ ﺑن َ ِأﺑﻲ ﻋن ،اﻟﺷﻌﺑﻲ ﻋن ،د ﺧﺎﻟ اﻟﻧﺑﻲ ﻋن ،ﻋﻧﮭﻣﺎ ا رﺿﻲ ِْ ﻋﻣرو ِْ ِ ﻋْﺑِد ا ﱠ ﱠ ِ ْ ٍْ َ ﺑن َ َ ِّ ِ ِ َ ِّ ِ ِ َ َ ُ َ ُ َ ِ َ ﻗﺎل َ ﱠ ْ ِ اﻟﻣﺳﻠﻣوَن ْ َ اﻟﻣﺳﻠم ﺻﻠﻰ ِ ِ َﻟﺳﺎﻧﮫ َوﯾ َ َ وﺳﻠم ِ ْ َﻋﻠ ِ ِ َ ِ ﻣن ُ ِ َ ُ َ ،ده َ ُﷲ: « واﻟﻣﮭﺎﺟر ُ ِ ْ ُ ﺳﻠم ُ ِْ ُ َ ﯾﮫ َ َ ﱠ َ ِ َ ﻣن ْ َ ُ »ا ﱠ ْ َ ﻋﻧﮫُ ﻧ ََﮭﻰ ھﺟر َﻣﺎ َ َ َ ﻣن ْ َ ،وھب ُ ْ ُأﺣﻣد ُ ْ ِ ﻋْﺑدُ ا ﱠ ﻋن َ ِأﺑﻲ َ ﱠ ﻋﻣرو َﺣدﱠﺛَﻧَﺎ َ َ اﻟﻣﺻري ْ ﺑن ﱠ ٍ ْ َ ﺑن َ ِ ْ َ ﺑن اﻟﺳرحِ ْ ِ ْ ِ ﱡ َ ْ َ ﻗﺎل ِ ْ : ﺣدﺛَﻧَﺎ ْ ﱠ َ َ َ َ َ ْ ﱠ ْ َ ﱠ ﱠ ﻋﻣرو ُ ﻓﺿﺎﻟﺔ ْﺑَن ِ َ ﺑن َ أن،اﻟﺟﻧﺑﻲ َ ،ھﺎﻧﺊ َ اﻟﻧﺑﻲ ِ ْ َ ﻋن ِ ْ ُﷲ ٍ ِ َ ﺻﻠﻰ أن ِ ﱠ،ُﻋﺑَْﯾٍد َﺣدﱠﺛﮫ ِ ّ ِ َ ﻣﺎﻟٍك َ َ اﻟﻧﺎس ْ َ ؤﻣن ْ َ واﻟﻣﮭﺎﺟر ُ ِ ْ اﻟﻣ ﻗﺎل َ َ ،وﺳﻠم ِ ْ َﻋﻠ: ُ ِ َ ُ ْ َ ،وأﻧﻔﺳﮭم ُ ﻣن َ ِأﻣﻧَﮫُ ﱠ َ «ﻋﻠﻰ ُ ْ ﻣن ْ ِ ِ ُ ْ َ َ أﻣواﻟﮭم ْ ِ ِ َ َْ َ ﯾﮫ َ َ ﱠ ﺧطﺎﯾﺎ َ َ َ ھﺟر ْاﻟ َ َُ ﱡ َ َ َ »واﻟذﻧوب
Hijrah Era Milenial Belakangan makna hijrah mengalami pembajakan sedemikian rupa oleh golongan tertentu untuk kepentingan tertentu. Seorang pemain dunia hiburan
Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
OPINI
dipublikasikan oleh pemberitaan media infotainment sebagai sosok yang hijrah karena semula tidak memakai jilbab atau kerudung (penutup kepala) lalu memakai penutup kepala dan belakangan melepaskannya kembali. Karena penyampaian informasinya penuh dengan bumbu dan penyedap dari setiap tahap ke tahap yang lain, maka kata hijrah menjadi populer dan gaya hidup di kalangan mereka dan juga di kalangan publik lainnya. Jauh lebih parah ketika kata hijrah dipakai oleh golongan-golongan radikalis untuk membentuk komunitas yang eksklusif. Komunitas yang mengklaim bahwa kelompoknya lebih syar’i daripada yang lain. Kelompok yang selama ini menvonis amal ibadah (amaliyah) yang lain adalah sesat, bid’ah (hal baru atau amal ibadah yang tidak ada di masa Rasul) adalah sesat dan yang sesat itu tempatnya di neraka. Bahkan, mereka juga menvonis golongan lain adalah kafir karena berbeda dengan golongan mereka. Sedangkan terhadap kelompok dan golongannya sendiri mereka mengklaim sebagai golongan yang paling sesuai dengan al-Quran dan al- Sunah. Mereka meneriakkan juga untuk formalisasi Syariah yang tidak melakukan formalisasi Syariah dianggap anti Syariah dan juga divonis kafir. Lebih jauh lagi, mereka mengajak hijrah untuk mengubah haluan dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagi mereka yang tidak menyuarakan pendirian khilafah semasa hidupnya, maka matinya lebih parah daripada kaum jahiliyah. Semoga kita dilindungi oleh Allah dari segala bentuk perihal itu (na’udzu billah min dzalik), Propaganda mereka dengan jargon “ayo berhijrah, kembali pada al-Quran dan al-Hadist,” dengan kata lain, ketika seseorang bermadzhab, maka mereka anggap bahwa hal itu tidak sesuai dengan al-Qur’an dan alHadist karena tidak langsung merujuk pada al-Qur’an dan al-Sunah, melainkan melalui hasil ijtihad para ulama mujtahid. Padahal, setiap ijtihad para ulama mujtahid dalam mencari atau menentukan (istinbath) hukum syar’i selalu bersumber dari al-Qur’an dan alHadist dan selalu memperhatikan syarat-syarat dan kaidah ijtihad.
Hijrahnya PMI Gerakan hijrah dalam makna yang dibajak kaum radikalis itu, juga merambat dalam kehidupan pekerja migran Indonesia (PMI). Seringkali “ustadz” mendatangi atau sengaja didatangkan oleh kelompok radikal ke negara-negara penempatan PMI. Mereka menyelenggarakan kajian, halaqah dan majlis taklim. Indoktrinisasi pada PMI relatif efektif. Efek positifnya memang banyak PMI perempuan di negara
Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
penempatan menutupi aurat mereka dengan mengenakan kerudung atau jilbab, dan bahkan banyak juga yang bercadar sebagaimana perempuan di Timur Tengah. Berdasarkan perubahan itu, pertanyaan yang patut diajukan adalah apakah kedzaliman, kekerasan dan penindasan terorganisir pada PMI yang selama ini terjadi menjadi surut dengan gerakan keagamaan kaum radikalisme ini? Jawabannya bisa dipastikan: tidak. Gerakan keagamaan kelompok radikal sekalipun mereka mengklaim sebagai gerakan hijrah justru menjadi masalah baru dalam dunia PMI. Gerakan keagamaan semacam ini hanya bisa sedikit berhasil dalam ritual, penampilan yang simbolik dan tekstualis, bahkan justru menjadi perilaku keagamaan yang kaku, eksklusif, egois, bahkan sulit untuk humanis. Kedzaliman, kekerasan dan penindasan oleh sesama atau antar PMI terjadi seperti kasus penggadaian paspor milik PMI lain oleh sesama PMI untuk mendapatkan sejumlah uang. Contoh lainnya adalah penjualan PMI teman sesama pada agensi, penipuan dengan modus asuransi, bahkan tindak kejahatan itu juga dilakukan oleh salah satu majlis taklim pada sekian banyak jamaah anggotanya. Begitu juga penipuan kredit rumah yang dilakukan oleh ustadz yang diidolakan kelompok radikal selama ini menunjukkan indoktrinisasi atas makna hijrah yang salah.
Tampilan agamis tak sepenuhnya bernilai agamis, karena sepatutnya hijrahnya seorang muslim menjadikan selamat bagi yang lainnya. Hijrahnya seorang mukmin menjadikan aman bagi yang lainnya. Oleh sebab itu, sejatinya hijrah itu adalah menjauhi segala bentuk larangan Allah Sang Maha Pengasih. Perbuatan dzalim, kekerasan dan penindasan adalah di antara yang dilarang oleh Sang Penyayang.
OPINI Tampilan agamis tak sepenuhnya bernilai agamis, karena sepatutnya hijrahnya seorang muslim menjadikan selamat bagi yang lainnya. Hijrahnya seorang mukmin menjadikan aman bagi yang lainnya. Oleh sebab itu, sejatinya hijrah itu adalah menjauhi segala bentuk larangan Allah Sang Maha Pengasih. Perbuatan dzalim, kekerasan dan penindasan adalah di antara yang dilarang oleh Sang Penyayang. ُ ﺣدﺛﻧﻲ ْ ِ ھﺎﻧﺊ ْ َ ،ﺳﻌٍد ُ ْ دﯾن ُ ِ رﺷ ُ ْ ُﻗﺗ َ ْ َﯾﺑﺔ: ﻗﺎل َﺣدﱠﺛَﻧَﺎ َ َ ،ﺳﻌﯾٍد ِ َ ﺑن ِ َ ﺣﻣْﯾٍد َ ِأﺑﻲ َ ﱠ ْ َ ﺑن َ ُ ﻋن ٍ ِ َ ْ ﱠ َ َ َ َ ﻋن ْ َ ،ﻣﺎﻟٍك ْ َ ،ﺧوﻻﻧﻲ ﱠ،ﻋﺑَْﯾٍد ﻋﻣرو َ ُ َ أن ُ ﺑن ِ َ ﺑن َ ِ رﺳول ا ﱠ ِ ْ َ ﻋن ِ ْ َﻓﺿﺎﻟﺔ ِ ْ ُﷲ ِ ّ ِ َ ْ َ ﺻﻠﻰ اﻟ ﯾﮫ َ َ َﱠ ْ َ اﻟﻣﺳﻠم؟ أﺧﺑرﻛم ﻗﺎل ِﻓﻲ َ َ وﺳﻠم ِ ْ َﻋﻠ ِ اﻟﻣﺳﻠﻣوَن َ َأﻻ« َ ﱠ َِ َ ﻣن ُِ ْ ُ ْ ﻣن َ َ ْ ﺣﺟﺔ: َ ِاﻟوداع ُ ِ ْ ُ ْ ﺳﻠم ِ َ ُْ ُِْ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ﱠ ْ ْ ُ ُؤﻣن َﻣن ِأﻣﻧَﮫ ﻋﻠﻰ ِ ِ َﻟﺳﺎﻧﮫ َوﯾ ِ ِ َ ِ واﻟﻣﮭﺎﺟر ِﻣن ِ ْ واﻟﻣ ُ ِ َ ُ َ ،وأﻧﻔﺳﮭم ُ َ اﻟﻧﺎس ُ َ ،ده ْ ِ ِ َ أﻣواﻟﮭم ْ ِ ِ َ َْ ْ ْ ﱠ ْ َ َﻔﺳﮫُ ِﻓﻲ ْ َ ُواﻟﻣﺟﺎھد ﺧطﺎﯾﺎ ِ َ ُ َ ،واﻟذﻧوب َِ َ َ َ َ ھﺟر اﻟ َ ُ َ ِ »طﺎﻋﺔ ا ﱠ َ ْ ﻣن َﺟﺎَھدَ ﻧ َ َ َ ﻣن Bahwa Rasulullah bersabda ketika haji wada': maukah kalian aku kabarkan tentang seorang muslim itu? Seorang muslim itu adalah orang yg kaum muslimin lainnya selamat dari kejahatan lisan dan tangannya. Seorang mukmin itu adalah seseorang yang orang lain (umat manusia) merasa aman darinya baik harta maupun jiwa mereka. Dan muhajir itu adalah orang yang meninggalkan kesalahan dan segala perbuatan yang berdosa. Sedangkan seorang mujahid (yang berjihad) itu adalah orang melawan hawa nafsunya supaya senantiasa dalam ketaatan kepada Allah. َ َ َ َ ﺗﺑﺎرك ذر ﻋن أﺑﻲ ﻋن َ َ َ َ ِ َ ﱠأﻧﮫُ ا ﱠ ّ ٍ َ ﻓﯾﻣﺎ وﺳﻠم ﻋﻠﯾﮫ ﷲ ﺻﻠﻰ اﻟﻧﺑﻲ َ ِ روى َ َ وﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋن َْ ت ﱡ ْ ْ ُ ُ ُ ﺣرﻣ ُ ﻧ ﮫ وﺟﻌﻠﺗ ﻣﺣرﻣﺎ َﻛم ﻧ ﯾ ﺑ ﻗﺎل: ﻋﺑﺎِدي ﯾﺎ َﻔﺳﻲ ْ َِ اﻟظﻠم ﻋﻠﻰ إﻧﻲ ِ ْ َ ﱠ ً ﻓﻼ َ َ َ َ ْ ُ َ ﱠ َ َ ﺗظﺎﻟﻣوا ُ َ Wahai hambaku, bahwa sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan dzalim terhadap diri-Ku, dan Aku jadikan kedzhaliman itu haram terjadi di antara kalian, maka janganlah kalian saling mendzhalimi… Problematika kedzhaliman, kekerasan dan penindasan yang kerap dialami oleh banyak PMI oleh korporasi, agensi, pengguna, dan sindikat lainnya juga harus dicarikan solusi. Transformasi nilai agama harus tampil untuk ikut andil dalam menyelesaikan problematika umat. Umat yang selama ini tertindas harus dikuatkan melalui ajaran-ajaran agama yang bisa membebaskan diri dari segala bentuk keterkung-kungan ketertindasannya. Upaya-upaya hijrah untuk menjauhi segala bentuk larangan dan segala upaya mewujudkan ketaatan dari perbaikan personal harus menjadi gerakan sosial. Hal itu dapat diawali dari sikap diam atas penindasan menjadi lantang menyuarakan dan bergerak melakukan perlawanan sebagaimana yang disampaikan oleh sang suri tauladan, Muhammad SAW: Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran (penindasan, kedzaliman, dan kekerasan), maka ubahlah situasi itu dengan
Problematika kedzhaliman, kekerasan dan penindasan yang kerap dialami oleh banyak PMI oleh korporasi, agensi, pengguna, dan sindikat lainnya juga harus dicarikan solusi. Transformasi nilai agama harus tampil untuk ikut andil dalam menyelesaikan problematika umat. Umat yang selama ini tertindas harus dikuatkan melalui ajaran-ajaran agama yang bisa membebaskan diri dari segala bentuk keterkungkungan ketertindasannya. tanganmu (dengan kekuasaanmu). Tentunya, upaya-upaya mewujudkan perlawanan terhadap segala bentuk kedzhalinan, kekerasan dan penindasan pada PMI ini harus dengan terorganisir dan sistematis, tidak sendirian tapi berbagi peran yang apik dengan yang lain. Hal itu bisa diwujudkan mulai dari pendampingan kasus hingga advokasi kebijakan untuk perlindungan PMI, sehingga kebajikan yang diorganisir ini berpotensi untuk mengalahkan kebatilan dan kemungkaran. Jika tidak, maka kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan yang tidak terorganisir. MOH. KHOLILI adalah Direktur Migrant Aid Indonesia & Koordinator Advokasi Warga LDNU Jember Daftar Rujukan: 1. Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Membumikan AlQuran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, 2002; 2. Dr. Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka Dalam Agama, Penerbit Mizan, 2001; 3. Syabab Ahlussunnah Wal Jama’ah, Mewaspadai Bahaya Hizbut Tahrir, SYAHAMAH Press, 2013; 4. SYAHAMAH (alih Bahasa), ‘Aqidah al Muslimin, SYAHAMAH Press, 2018; 5. Dr. Musthofa al Bugha, al-Wafi fi Syarh al Arbain al Nawawiyah, Dar al Ilm wa al Nur Bairut, 2011; 6. Muhammad bin Umar Nawawi al Jawi, Nashaih al Ibad, Dar al Kotob al Ilmiyah, 2012; 7. Sayyid Abi Bakr ibn Sayyid Muhammad Syatha al Dimyathi, Kifayatul Atqiya’ wa Minhaj al Ashfiya’, Dar al Ilm;
Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
TIPS & PANDUAN
TIPS CEGAH EKSTREMISME KEKERASAN BAGI PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PMI) APA ITU PAHAM EKSTREM? EKSTREMISME yaitu paham yang tidak menghargai serta menganggap rendah orang atau kelompok lain yang berbeda suku, agama, ras, dan jenis kelamin. Sikap dari paham ini disebut intoleran, yaitu tidak mau menerima perbedaan dengan orang lain. 1. Jangan menyebar data pribadi seperti nama lengkap, alamat, nomor telepon, atau informasi pribadi lainnya kepada orang yang baru dikenal atau di Medsos; 2. Selalu mengklarifikasi berita atau informasi yang diterima di Medsos; 3. Jangan memberi “like” (menyukai), “share” (membagikan), dan “subscribe” (mendaftar atau mengikuti) akun-akun yang berisi kekerasan, ekstremisme, terorisme, dan permusuhan antar golongan; 4. Seringlah bergaul dan mengikuti pertemuan dengan orang-orang berbeda latar belakang; 5. Mengikuti ceramah-ceramah agama yang santun dan menghargai keberagaman manusia; 6. Hati-hati jika forum atau majlis tersebut sudah berencana mengubah konstitusi Indonesia atau dasar negara tujuan; 7. Berdiskusi dengan keluarga dan teman dekat jika mendapat ajakan untuk bergabung dengan suatu kelompok yang tertutup; 8. Hubungi perwakilan pemerintah Indonesia terdekat jika kelompok tersebut melakukan ancaman dan selalu menguntit.
Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
OPINI 2
ANCAMAN EKSTREMISME TERHADAP HAK-HAK PEREMPUAN Oleh: Siti RoďŹ ah
Secara faktual, esktremisme kekerasan atas nama agama telah mengancam dan melanggar hak-hak perempuan. Secara singkat tulisan ini akan memberi penjelasan dan gambaran bagaimana ekstremisme telah mengancam dan melanggar hak-hak perempuan, mulai dari bentuk yang paling mudah diidentiďŹ kasi, hingga yang membutuhkan pemahaman dengan reeksi yang lebih dalam.
T
ahun 2019 merupakan tahun ke-delapan warga Syi’ah Sampang Madura terusir dari rumah dan tanah kelahiran mereka sendiri. Setelah penyerangan dan pembakaran rumah yang bersumber dari masalah perbedaan keyakinan, pemerintah Kabupaten Sampang mengungsikan mereka di GOR Kabupaten Sampang dan hingga kini belum bisa pulang. Keinginan untuk pulang nampaknya semakin jauh dari kenyataan, tahun 2013 mereka justru dipindah ke lokasi yang lebih jauh yaitu ke sebuah Rusun di Sidoarjo. Sejak tahun lalu bahkan terdengar kabar mereka akan direlokasi ke sebuah kawasan di Surabaya atau transmigrasi ke luar Jawa, wacana itu jelas mereka tolak. Menjalani hidup di tempat pengungsian bukan hal yang mudah, apalagi bagi perempuan. Perbedaan fungsi biologis perempuan menjadi salah satu faktor mengapa perempuan lebih berat menjalani hidup di pengungsian. Fasilitas MCK yang sangat minim membuat perempuan kesulitan, misalnya sedang menstruasi. Bagi ibu hamil, hidup di pengungsian memberikan dampak risiko yang besar baik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Sehari-hari perempuan juga harus tinggal bersama-sama dengan warga lain tanpa sekat, ini tentu saja tidak memberikan rasa aman. Air bersih juga sulit didapatkan. Karena peran gendernya, perempuan harus antri lama untuk memperoleh air bersih dan memasak setiap harinya. Di Rusun Sidoarjo, untuk mendapatkan air mereka bahkan harus mengangkut dari lantai 1 hingga lantai 5.
Ekstremisme Merenggut Hak-hak Kemanusiaan Warga Syiah Sampang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia yang dalam istilah yang lebih khusus disebut IDPs (Internal Displaced Persons), yakni orangorang yang berpindah paksa di wilayah negaranya sendiri. Mereka tidak sekedar dipaksa untuk meninggalkan tempat tinggal dan mata pencahariannya. Mereka juga harus menghadapi stigma sebagai orang atau kelompok yang menyimpang, sesat dan untuk itu tidak boleh hidup membaur dengan masyarakat. Mereka menjalani kehidupan tanpa hak ekonomi sosial dan budaya yang utuh. Terusir dari kampung halaman juga berarti membuat warga Syiah kehilangan martabat, memutus ikatan atas sejarah yang tak ternilai harganya atas tanah lahirnya dan sekaligus merenggut harapan dan masa depan mereka. Dalam hal ini, perempuan mengalami diskriminasi ganda, beban yang harus ditanggung perempuan lebih berat disebabkan fungsi biologis dan peran gendernya yang berbeda dengan laki-laki. Contoh kasus di atas merupakan contoh yang dapat ditangkap dengan mudah secara empiris bagaimana ekstremisme telah merenggut hak-hak kemanusiaan, terutama hak perempuan. Lantas, bagaimana relevansi
Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
OPINI 2
KABAR DAERAH
Bagi para perempuan, keterasingan itu juga terjadi di mana mereka tidak bisa menjadi diri mereka sendiri. Standar kapitalisme telah menyusup dalam definisidefinisi yang kini dianut seolah sebagai sebuah keharusan, misalnya defisini “cantik”. Kecantikan perempuan telah didefinisikan dari luar, bahwa yang cantik adalah yang berkulit putih, tinggi, langsing, dan lain sebagainya. Keterasingan itu pada akhirnya melahirkan penanda–penanda krisis sosial maupun personal. kasus di atas dengan ekstremisme? Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu memahami term/istilah ekstremisme terlebih dahulu, yang sesungguhnya sudah familiar di telinga kita. Ekstremisme dan Ancaman Kekerasan Terhadap Perempuan Istilah ekstremisme sering disandingkan dengan istilah lain seperti radikalisme dan terorisme. Definisi mengenai istilah itu sudah banyak dikemukakan tapi tidak ada definisi yang dianggap mutlak dan berlaku universal. Meski begitu, secara umum kita dapat memahami ekstremisme sebagai bentuk berkeyakinan yang sangat kuat pada suatu pandangan, ajaran atau konsep tertentu, yang seringkali memunculkan sikap yang melampaui kewajaran. Wujud daripada itu, misalnya, dengan menempatkan orang lain yang berbeda keyakinan pada posisi yang dianggap atau dipersepsi sebagai keliru bahkan sesat. Pada tingkat yang paling tinggi, ekstremisme terjadi disertai gerakan yang mengandung aksi kekerasan. Hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan yang diyakini secara ekstrem atau membela keyakinan ekstremnya, termasuk dengan melanggar hukum negara. Ekstremisme bisa berhubungan dengan keyakinan apapun, namun umumnya berhubungan dengan keyakinan yang bersifat ideologis seperti keyakinan politik, keyakinan keagamaan, serta keyakinan atas sekte atau ajaran tertentu. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang bentuk-bentuk ekstremisme, kita dapat mencocokkannya dengan indikator-indikator yang ada, salah satunya indikator yang yang disusun oleh The International Centre for Counter Terrorism (ICCT). Disebutkan bahwa indikator ekstremisme antara lain berupa penolakan keragaman dan pluralisme, lebih menginginkan masyarakat monokultur semacam Khilafah Islam Internasional, penolakan prinsip-prinsip demokrasi yang berdasarkan kedaulatan rakyat, penolakan terhadap kesetaraan hak terutama bagi perempuan dan kelompok-kelompok minoritas, dan penolakan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Halaman 16 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
Para ekstrimis juga menunjukkan ketiadaan empati serta ketidaksetujuan atas adanya hak-hak orang lain dan mempertunjukkan sikap otoriter, diktator dan totaliter dengan menggunakan kekerasan. Dengan demikian, spektrum ekstremisme sesungguhnya cukup luas. Kekerasan yang terjadi terhadap warga Syi’ah Sampang adalah contoh ekstremisme yang berasal dari perbedaan pemahaman keagamaan yang berujung pada tindak kekerasan. Senada dengan indikator dari ICCT di atas, Dwi Rubiyanti Kholifah (2017) dari Asian Muslim Action Network (AMAN) menyatakan, ekstremisme amat erat kaitannya dengan ancaman hak-hak perempuan. Para ekstremis tidak setuju pada pemenuhan hak-hak perempuan dan kerap memakai legitimasi teks agama yang dimaknai secara tekstualis untuk mengklaim argumen mereka. Mereka menentang kemajuan perempuan, tidak setuju atas akses perempuan di ranah publik, tak terkecuali di dalam wilayah politik. Melalui refleksi yang lebih dalam, dalam sebuah diskusi di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) KH. Husein Muhammad (2017) bahkan menyatakan bahwa perempuan tidak hanya terkena dampak ekstremisme, tapi justru menjadi korban terdepan dari ekstrimisme agama (dalam hal ini Islam) karena perempuan ditafsirkan sebagai “sumber kesialan”. Untuk memahami pernyataan ini, KH. Husein Muhammad menjelaskannya mulai dari sumber ekstremisme itu sendiri, yakni praktik penindasan dalam kapitalisme global. Yang terjadi adalah, di bawah kapitalisme orang bekerja bukan untuk merealisasi dirinya, melainkan untuk mendapatkan upah agar dapat melangsungkan hidup. Akibatnya, manusia menjadi terasing dari produk yang dihasilkan oleh tangan dan keringatnya, yang kemudian menghilangkan makna martabat dan harga diri serta relasi-relasi sosialnya sebagai manusia. Contoh yang demikian ini banyak kita jumpai dalam masyarakat. Para artis yang di panggung dipuja-puja dan tak pernah lepas dari sorot kamera, di dalam rumahnya ia terasing dari produk kerjanya. Ia telah menjadi komoditas yang diatur oleh manajemen bisnis, tidak menjadi dirinya sendiri, oleh karenanya banyak yang depresi dan kemudian bunuh diri.
OPINI 2
Bagi para perempuan, keterasingan itu juga terjadi di mana mereka tidak bisa menjadi diri mereka sendiri. Standar kapitalisme telah menyusup dalam definisidefinisi yang kini dianut seolah sebagai sebuah keharusan, misalnya defisini “cantik”. Kecantikan perempuan telah didefinisikan dari luar, bahwa yang cantik adalah yang berkulit putih, tinggi, langsing, dan lain sebagainya. Keterasingan itu pada akhirnya melahirkan penanda–penanda krisis sosial maupun personal. Terjadinya krisis mendorong munculnya berbagai gerakan, salah satunya Islamisme. Islamisme merupakan salah satu varian dari gerakan yang bereaksi terhadap penindasan, namun perhatian mereka justru bukan pada kondisi manusia yang tertindas itu sendiri. Mereka hendak mengubah masalah hancurnya martabat manusia dengan kembali kepada “kebenaran” epistemologis, yaitu ketunggalan atas pemaknaan teks (Al Quran dan Hadist) sebagaimana yang terjadi pada masa khilafah. Gerakan Islamis tidak menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Bahkan secara ekstrem, perempuan kerap dipergunakan sebagai sasaran pelampiasan atas “kemarahan” laki-laki yang mengalami keterasingan, dan dianggap “sumber kesialan”. Oleh karenanya, perempuan diposisikan sebagai objek yang dapat diaturatur khususnya secara fisik (dalam hal berpakaian). Selain itu, para perempuan yang mengalami krisis dan keterasingan juga merupakan sasaran utama untuk menciptakan identitas ekstremis. Bagi perempuan rakyat pekerja, yang sebagai konsumen kapitalis hidup dalam jeratan hutang, diarahkan untuk hidup “menyerahkan diri pada jihad untuk membela Tuhan,” sebagai bentuk harapan akan pembebasan dari segala beban hidupnya tersebut. Sementara bagi perempuan kelas menengah atas yang tidak mengalami kesulitan nafkah namun kehilangan orientasi hidup, tawaran “menyerahkan diri pada jihad untuk membela Tuhan” tentu sangat menggiurkan karena dapat memberikan makna atas kekosongan jiwanya yang mengalami keterasingan. Dari penjelasan KH. Husein Muhammad, kita dapat memahami bahwa ancaman ekstremisme dapat menempatkan perempuan dalam dua sisi sekaligus, yaitu sebagai subjek (pelaku tindakan ekstrem), tapi juga objek. Ambiguitas ini dapat kita temukan contohnya yang mana perempuan juga dijadikan obyek kesenangan (seksual). Dalam konteks ekstremisme global, kekerasan seksual bahkan tidak hanya menjadi dampak, tapi sudah menjadi senjata penakluk. Kekerasan seksual sengaja dipakai sebagai strategi untuk meneror dan menyerang pihak lawan. Kekerasan
GLOSARIUM
seksual yang terjadi secara brutal di Boko Haram di mana sejak 2013 lebih dari 1000 gadis diculik dan diperkosa di sana. Kekejian itu adalah salah satu contoh nyata yang membuat kita tak bisa mengelak, bahwa ekstremisme sangat mengancam dan mengorbankan hak-hak perempuan. Keterangan Penulis: Siti Rofiah adalah Aktivis Perempuan, Peneliti, dan Dosen di Fakultas Syariah UIN Semarang.
Sumber: Brooking Institution, Protecting Internally Displaced Persons: A Manual for Law and Policymakers, University of Bern, 2008. Urgensi dan Strategi Efektif Pencegahan Esktremisme di Indonesia, INFID, 2018, hlm. 6. Alex P. Schmid, Violent and Non-Violent Extremism: Two Sides of the Same Coin?, ICCT Research Paper, 2014, p. 21. Dwi Rubiyanti Kholifah, rekaman wawancara Radio Idola Semarang, dapat didengarkan di https://www.radioidola.com/2017/radikalisme-ancamhak-hak-perempuan/. Notulensi Kuliah Ramadhan, Islam, Feminisme dan Radikalisme Agama, Cirebon 11 Juni 2017. Liputan kegiatan tersebut dimuat di https://agenda18.web.id/gloria-fransisca/perempuankorban-pertama-radikalisme/. LINK UNTUK BARCODE: https://buruhmigran.or.id/2019/03/27/memperkuathubungan-keluarga-untuk-mencegah-kerentananpekerja-migran-terhadap-radikalisasi/
sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/07/ancamanekstremisme-terhadap-hak-hak-perempuan/
Halaman 17 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
KABAR DAERAH
MALANG
SBMI Soroti Pelanggaran Hak-hak Pekerja Migran Perempuan Oleh Desi Lastati
K
ongres Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) VI telah selesai dilaksanakan pada Selasa-Jumat, 1922/02/2019 di Ngantang, Malang, Jawa Timur. Pra Kongres SBMI VI diisi dengan diskusi publik refleksi gerakan buruh migran dan peluncuran buku catatan akhir tahun SBMI yang dilaksanakan Selasa 19/02/2019. Dalam diskusi publik refleksi gerakan buruh migran, hadir Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno, Komisioner Komnas Perempuan, Taufiq Zulbahri, pegiat perempuan, Salma Safitri, pegiat buruh migran, Edi Purwanto dan Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN SBMI), Hariyanto. Taufik Zulbahri dalam sesi diskusi menyoroti tentang berbagai problem dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan pekerja migran. Pekerja migran mempunyai hak sebagai manusia, pekerja dan warga negara. Pelanggaran hak-hak yang terjadi pada pekerja migran perempuan merupakan salah satu problem yang masih dihadapi oleh pekerja migran perempuan asal Indonesia. Akan tetapi, Taufik menyoroti jika pekerja perempuan dari Filipina ditakuti oleh pengguna atau majikan di negara tujuan. Ini merupakan pemandangan yang kontras, di mana antara Indonesia dan Filipina merupakan negara asal pekerja migran perempuan. "Kenapa pekerja migran perempuan dari Filipina ditakuti oleh pengguna di negara tujuan? Ini karena mereka sudah dibekali pengetahuan tentang hak-hak sebagai manusia dan pekerja perempuan," ujar Taufik. Dalam sesi diskusi refleksi, Ketua DPN SBMI, Hariyanto melakukan orasi agar jangan lagi buruh migran atau pekerja migran dan keluarganya dijadikan sebagai obyek. Ia menghimbau agar pemerintah menjadikan buruh migran dan keluarganya menjadi subyek untuk turut serta mengubah kebijakan-kebijakan buruh migran di Indonesia. Hari juga mengajak kepada pada peserta Kongres untuk memperkuat gerakan buruh migran sejak dari desa. "Perubahan bisa mulai dari kita sendiri dan bisa mulai sejak dari desa," tegas Hariyanto. Halaman 18 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019
Sosialisasi Sistem Manajemen Kasus Setelah selesai acara refleksi gerakan buruh migran dan peluncuran buku catatan akhir tahun, disusul dengan acara ramah tamah antar anggota SBMI yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan luar negeri. Dalam sesi ramah tamah tersebut dilakukan juga sosialisasi Sistem Manajemen Kasus (Case Management System) yang dikembangkan Infest Yogyakarta bersama SBMI dan organisasi bantuan hukum pekerja migran lainnya. Lewat Sistem Manajemen Kasus ini, anggota organisasi pekerja migran dapat menginput kasus, merujuk atau menerima rujukan dari organisasi lain. Sistem manajemen kasus memudahkan paralegal dan organisasi migran untuk mendokumentasikan kasus agar terorganisir, terpantau dan tidak tercecer. Anggota SBMI di level daerah, pusat maupun luar negeri mendaftarkan diri pada sistem manajemen kasus yang dapat diakses di https://rumahpengaduan.buruhmigran.or.id Hasil akhir dari Kongres SBMI VI adalah terpilihnya kembali Hariyanto sebagai Ketua Umum dan Bobi Anwar Ma'arif sebagai Sekretaris Jenderal periode 2019-2023. Keduanya bertekad akan melanjutkan perjuangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) terutama terkait advokasi kebijakan implementasi UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Hariyanto dan Bobi Anwar Ma'arif terpilih kembali dua periode secara aklamasi oleh hampir seluruh perwakilan cabang di daerah dan luar negeri pada Jumat (22/02/2019). Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/02/25/sbmi-sorotipelanggaran-hak-hak-pekerja-migran-perempuan/
GLOSARIUM
TAKFIRI Istilah takfiri mencuat ke permukaan sejak tahun 1940-an, ketika kelompokkelompok garis keras dalam Islam menggunakan istilah ini dengan merujuk kepada mereka yang tidak sejalan dengan pemahamannya. Mereka mengkategorikan orangorang tersebut sebagai orang kafir karena tunduk pada sistem pemerintahan penjajahan dan menjadi agen imperialisme di dunia Islam.
K
elompok-kelompok ekstrem menganggap orangorang yang tidak sejalan dengan pemahamannya sebagai orang kafir yang halal darahnya. Oleh karena itu, membunuh orang-orang kafir dianggap tidak akan berdosa sebab perbedaan pemahaman mengenai keyakinan agama. Dalam Islam, mengkafirkan orang lain, apalagi kepada orang yang telah mengucapkan kalimat syahadat, hukumnya haram. Oleh sebab itu, Islam melarang mengkafirkan kaum muslimin, terlebih jika hal itu hanya dikarenakan oleh perbedaan pendapat. Islam juga melarang keras pembunuhan terhadap siapa saja, baik sesama Muslim maupun umat agama lain.
TAUHID Tauhid adalah mengesakan Tuhan atau meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah dan tiada yang berkuasa selain Allah. Seorang Muslim harus bertauhid kepada Allah, artinya harus meyakini bahwa tiada yang berkuasa kecuali hanya Dia, dan Dialah yang satu-satunya yang harus disembah.
di atas muka bumi dan karenanya hukum-hukum Islam harus sesuai dengan Islam versi mereka. Pemahaman sempit atas tauhid ini juga digunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk melawan sesamanya --orang Islam--, yang mereka anggap ‘kurang Islam’ atau ‘tidak Islam’. Pemahaman sempit ini juga semakin sering dikumandangkan untuk melawan pemerintahan yang sah. Dalam perlawanannya, mereka melegalkan segala cara, termasuk kekerasan dan kerusakan. Sumber referensi: Suaib Tahir, Abdul Malik, dan Khoirul Anam (2019), Ensiklopedi Pencegahan Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), hlm: 58-59. Sumber: https://buruhmigran.or.id/2019/03/04/takfiri/
Kelompok radikal sering menggunakan pemahaman sempit atas Tauhid untuk melawan orang lain yang mereka musuhi. Mereka meyakini bahwa aplikasi Tauhid adalah menegakkan ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan meyakini bahwa hanya tuhanlah yang berkuasa Halaman 19 | Warta Buruh Migran | Edisi Februari - Maret 2019