Oleh: Borni Kurniawan & Tim INFEST
“Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa”
Oleh: Borni Kurniawan & Tim INFEST
Seri Buku Saku UU Desa
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa Penulis: Borni Kurniawan Penyunting : Heru Prasetya & M. Irsyadul Ibad Reviewer: Frisca Arita Nilawati Proof Reader: Sofwan Hadi Ilustrasi Sampul: Dani Yuniarto Sampul dan Isi: Akbar Binbachrie Wahyu Hidayat
Didukung oleh: Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan
ISBN: 978-602-14743-5-8 Buku ini dikembangkan dan diterbitkan oleh INFEST dengan dukungan dari Program Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU). Program Mampu merupakan inisiatif bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan perempuan. Informasi yang disampaikan dalam buku ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab tim penyusun dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia. Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
SEKAPUR SIRIH
N
afas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas
rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi
subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing. Desa yang kini tidak lagi menjadi sub-pemerintahan kabupaten berubah menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri. Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government). Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek� yang sebenarnya telah terbuka luas. Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek, itulah alasan buku ini hadir. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa. Buku ini salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest Yogyakarta. Serial Buku Saku UU Desa terdiri dari: Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa, Mengenal dan Mengelola Aset Desa, Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan. Terima kasih kami sampaikan kepada tim penulis yang telah menyelesaikan penulisan buku ini. Untuk Desa dan Indonesia, pengetahuan ini kami persembahkan.
Muhammad Irsyadul Ibad Direktur Eksekutif Infest Yogyakarta
ii
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
DAFTAR ISI Sekapur Sirih
i
Mengenal Asas dan Kewenangan Desa
1
Prinsip Dasar Mengatur dan Mengurus Kewenangan Lokal
3
Kewenangan Desa Sebagai Dasar Perencanaan Desa
4
Ruang Lingkup Kewenangan Berdasarkan Hak Asal –Usul
9
Ruang Lingkup Kewenangan Lokal Berskala Desa
11
Membantu Pemdes Memetakan Kewenangan Desa
13
Tentang Penulis
16
iii
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Mengenal Asas dan Kewenangan Desa
U
ndang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) mengakui desa dari aspek kedudukan, kelembagaan, dan prakarsa desa. Dari aspek kedudukan, desa bukan lagi sub pemerintah kabupaten. Dalam kerangka UU Desa, Desa ditempatkan sebagai organisasi campuran (hybrid) yang terdiri dari masyarakat berpemerintahan (self governing community) dan pemerintah lokal (local self government). Artinya, representasi desa itu bukan sekadar pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Tapi juga ada masyarakat yang hidup berdampingan baik secara kewilayahan maupun sebagai kesatuan hukum. Secara kelembagaan, desa dapat dimaknai sebagai organisasi lokal yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karenanya, desa pada hakikatnya adalah pelayan yang menghadirkan fungsi negara kepada masyarakat. Dari segi prakarsa, UU Desa memberi ruang emansipasi dan partisipasi masyarakat tidak hanya untuk bersuara dan menggagas arah kebijakan pembangunan tapi juga terlibat dalam pelaksanaan maupun mengevaluasi kebijakan pemerintah desa. Selain memberikan pengakuan, UU Desa juga menetapkan asas subsidiaritas yang berarti bahwa negara memberikan kewenangan kepada desa untuk menentukan mengurus rumah tangga sendiri. Artinya, Desa berwenang untuk memetakan masalah dan kebutuhan masyarakat lalu merumuskanya menjadi rencana pembangunan desa, sampai dengan pengambilan keputusan dan penyelesaian sengketa di desa.
1
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Asas rekognisi menurunkan kewenangan berdasarkan hak asal usul. Asas subsidiaritas menurunkan kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan pada hakikatnya adalah ruang dan arena pengambilan keputusan atas kebijakan desa. Dua asas di atas (rekognisi dan subsidiaritas) masing-masing menurunkan dua kewenangan desa sebagaimana diatur Pasal 19 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Asas rekognisi menurunkan kewenangan berdasarkan hak asal usul. Asas subsidiaritas menurunkan kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan pada hakikatnya adalah ruang dan arena pengambilan keputusan atas kebijakan desa. Di bagian penjelasan UU Desa, kewenangan berdasarkan hak asal-usul dideďŹ nisikan sebagai hak warisan yang masih hidup, prakarsa desa, atau prakarsa masyarakat sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, contohnya sistem organisasi masyarakat adat, sistem pemerintahan adat, pranata dan hukum adat, tanah kas desa (tanah pecatu, tanah bengkok, dan lain-lain). Menurut Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi dalam buku “Tanya Jawab Seputar Undang-Undang Desaâ€? kewenangan lokal berskala desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau masyarakat desa. misalnya, kewenangan untuk mengelola tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, desa, saluran irigasi, dan jalan desa. Masih di buku tersebut, ada sejumlah prinsip dasar dalam mengatur dan mengurus kewenangan lokal. Pertama, mengeluarkan dan menjalankan aturan main (peraturan), tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Contohnya, pemerintah desa mengeluarkan ketetapan besaran nominal jasa pelayanan air minum yang dikelola BUM Desa air bersih. Termasuk pula aturan larangan atau retribusi atas keluar masuknya kendaraan di suatu kawasan di desa, sebagaimana yang banyak terjadi di desa-desa yang menjadi daerah tambang. Kedua, desa bertanggung jawab merencanakan, menganggarkan dan menjalankan kegiatan pembangunan atau pelayanan, serta
2
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
menyelesaikan masalah yang muncul. Sebagai contoh pengelolaan posyandu terkait dengan program kesehatan masyarakat. Ketiga, memutuskan dan menjalankan alokasi sumber daya (dana, peralatan, dan person) dalam kegiatan pembangunan atau pelayanan, termasuk membagi sumber daya kepada penerima manfaat. Misalnya, menetapkan siapa-siapa saja yang dapat menduduki posisi sebagai tim pelaksana dalam suatu kegiatan/program pembangunan desa. Keempat, kewenangan desa lebih banyak berorientasi pada pelayanan dan pemberdayaan dari pada kontrol, penguasan, dan izin. Dalam kerangka prinsip dasar ini, pemerintah desa tidak boleh mengeluarkan surat perizinan seperti izin tambang bahan galian. Kelima, cakupan pengaturan bersifat lokal di lingkup desa dan hanya untuk masyarakat setempat. Desa tidak berwenang mengeluarkan izin untuk warga maupun kepada pihak investor.
Prinsip Dasar Mengatur dan Mengurus Kewenangan Lokal 1
Mengeluarkan dan menjalankan aturan main (peraturan), tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 2
Desa bertanggung jawab merencanakan, menganggarkan dan menjalankan kegiatan pembangunan atau pelayanan, serta menyelesaikan masalah yang muncul. 3
Memunculkan dan menjalankan alokasi sumber daya (dana, peralatan dan person) dalam kegiatan pembangunan atau pelayanan, termasuk memberi sumber daya kepada penerima manfaat. 4
Kewenangan desa lebih banyak berorientasi pada pelayanan dan pemberdayaan dari pada kontrol, penguasaan dan izin. 5
Cakupan pengaturan bersifat lokal di lingkup desa dan hanya untuk masyarakat setempat
3
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Kewenangan Desa Sebagai Dasar Perencanaan Desa
S
ebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, telah dikenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Landasan hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban Desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai peraturan teknis turunan UU No. 32 Tahun 2004 tersebut. Secara khusus, pengaturan pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Aturan teknisnya kemudian diatur di Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan. Pada praktiknya, siklus perencanaan teknokratis pembangunan tersebut kurang peka terhadap suara dari masyarakat desa. Meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodasi dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak sedikit pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP Desa pada akhirnya terbengkalai menjadi daftar usulan saja. Meski telah berkali-kali diperjuangkan melalui forum Musrenbangcam, forum SKPD, dan Musrenbangkab, usulan program prioritas dari desa itu pun harus kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam memengaruhi kebijakan
4
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap untuk membiayai program-program daerah. Kalau pun ada proyek pembangunan di desa, desa hanya menjadi lokasi proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung jawab proyek. Kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan desa sebelumnya. Berbeda dengan sistem perencanaan desa di bawah rezim UU No. 32 tahun 2004, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan penuh kepada Desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenanganya. Dalam UU baru ini minimal terdapat dua kewenangan yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selain itu, dengan perubahan masa kepemimpinan kepala desa dari lima tahun menjadi enam tahun, periode perencanaan pembangunan pun berubah dari lima tahunan menjadi enam tahunan.
Tabel 1. Contoh Jenis Kewenangan Desa No.
1.
Mandat UU Desa
Pelayanan dasar
Jenis kewenangan lokal berskala desa/berdasarkan asal-usul Posyandu, penyediaan air bersih, PAUD, sanggar belajar, seni budaya, perpustakaan desa, dan lain-lain.
2.
Sarana dan prasarana
Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah ibadah, sanitasi lingkungan, balai rakyat, irigasi tersier, lapangan desa, taman desa, dan lain-lain.
3.
Pengembangan
Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, keramba
ekonomi lokal
ikan, lumbung pangan, benih, ternak kolektif, energi mandiri, buah dan sayur mayur, BUM Desa, tambatan perahu, wisata desa, dan lain-lain.
4.
SDA dan lingkungan
Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, pengelolaan sampah, dan lain-lain.
5
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Untuk menangkal praktik pasar proyek pembangunan di desa, UU No. 6 Tahun 2014 pada Pasal 79 ayat (4) menegaskan bahwa Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi satusatunya dokumen perencanaan di desa. Pihak lain di luar pemerintah desa yang hendak menawarkan kerjasama atau memberikan bantuan program pembangunan harus berpedoman pada kedua produk perencanaan desa tersebut. Pasal tersebut menyimpan harapan bahwa di masa mendatang desa tidak lagi menjadi obyek atau hanya menjadi lokasi proyek dari atas tapi menjadi subyek dan arena bagi orang desa untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan. Dengan kata lain, “Desa Membangun” bukan “Membangun Desa”. Pada Pasal 78 ayat (92) UU No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Nah, pada tahap perencanaan, Pasal 79 kemudian menjelaskan “pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.” Lalu perencanaan apa saja yang termasuk dalam perencanaan pembangunan desa? Pada Pasal 79 ayat (2) disebut ada dua yaitu: a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 tahun. b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun. RPJM Desa pada hakikatnya adalah rencana enam tahunan yang memuat visi dan misi kepala desa terpilih yang dituangkan menjadi visi misi desa, sehingga warga dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, dan kebijakan umum desa. Sementara itu, Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun. RKP Desa memuat informasi prioritas program, kegiatan, serta kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa merupakan prasyarat dan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan APB Desa.
6
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Tabel 1. Dua Jenis Perencanaan Desa Jenis Perencanaan Desa
Nama Forum yang Membahasnya
Nama Dokumen/ Keputusan yang Dihasilkan
Ditetapkan oleh Peraturan Hukum
Perencanaan Enam Tahunan Desa
Musrenbang RPJM Desa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa)
Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa
Perencanaan Tahunan Desa
Musrenbang Desa
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
Peraturan Desa tentang RKP Desa
Sumber: Murtiono dan Wulandari (2014)
Apa hubungan antara RPJMD Kabupaten dengan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa? Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 79 UU Desa, antara RPJM Desa dan RPJMD Kabupaten haruslah terhubung atau berkesesuaian satu sama lain. Artinya, RPJM Desa harus mengacu pada program prioritas dan visi misi daerah. RPJMD Kabupaten juga harus mau menjadikan RPJM Desa sebagai acuan penyusunan RPJMD. Sehingga akan dicapai arah kebijakan pembangunan yang saling mendukung karena pendekatan dari bawah bertemu dengan arah kebijakan pembangunan yang diinisasi dari atas. Dalam kaitan ini, titik temu antara RPJMDesa dan RPJMD pada dasarnya ada pada cakupan usulannya. Jika usulan program secara substansi dan mungkin secara pagu anggaran berada dalam kewenangan desa, maka cukuplah ia menjadi program/kegiatan yang nanti akan dibiayai melalui skema Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD). Tapi kalau tingkat cakupannya adalah kabupaten, hendaknya dibawa ke level perencanaan yang lebih atas, yaitu Musrenbangcam sampai dengan Musrenbangkab. Sehingga, kelak jika terakomodasi, usulan itu akan menjadi programnya pemerintah kabupaten yang akan dibiayai melalui skema APBD. Berikut ini skema hubungan antara RPJMD, RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa. 7
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
8
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Ruang Lingkup Kewenangan Berdasarkan Hak Asal –Usul
U
ndang-undang No. 6 Tahun 2014 merupakan lompatan besar adanya pengakuan kedaulatan desa. Kebijakan ini sangat progresif, karena membuka akses dan relasi antara negara dan masyarakat desa. Di mana selama ini relasi tersebut sangat timpang dan bersifat subordinat, sehingga melumpuhkan kreativitas dan inovasi desa dalam membangun dirinya dan masyarakatnya. Melalui UU No. 6 Tahun 2014, khususnya Permendes No.1 Tahun 2015, negara mengakui adanya kewenangan desa. Secara eksplisit dijelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul desa meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sistem organisasi perangkat desa; Sistem organisasi masyarakat adat; Pembinaan kelembagaan masyarakat; Pembinaan lembaga dan hukum adat; Pengelolaan tanah kas desa; Pengelolaan tanah desa atau tanah hak milik desa yang menggunakan sebutan setempat; Pengelolaan tanah bengkok; Pengelolaan tanah pecatu; Pengelolaan tanah titisara; dan Pengembangan peran masyarakat desa.
Kewenangan berdasarkan hak asal usul desa tersebut tidak lagi sekadar menjadi bayangan akan tetapi menjadi nyata dengan adanya legitimasi desa dalam tata kelola pemerintahan, tata kelola masyarakat, dan tata kelola aset
9
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
desa. Mengacu pada ruang lingkup kewenangan yang dimiliki tersebut, maka tantangan yang harus dilewati oleh desa adalah memastikan agar dengan seluruh kewenangan yang dimiliki tersebut desa bisa secara progresif membangun dan menyejahterakan masyarakat. Selain menjelaskan soal kewenangan hak asal usul desa, Pasal 3 (Permendes No. 1 Tahun 2015) juga dijelaskan soal kewenangan berdasarkan hak asal usul desa adat yang meliputi: 1. Penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat; 2. Pranata hukum adat; 3. Pemilikan hak tradisional; 4. Pengelolaan tanah kas desa adat; 5. Pengelolaan tanah ulayat; 6. Kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat; 7. Pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan 8. Masa jabatan kepala Desa adat. Decentralization of power dan delegation of authority dalam UU No. 6 Tahun 2014 diperkuat dengan prinsip rekognisi. Artinya siapa pun dalam NKRI ini, termasuk pemerintah pusat, memberikan pengakuan terhadap seluruh kewenangan yang dimiliki desa. Konsekuensinya adalah jaminan politikanggaran desa menjadi bagian dari penganggaran nasional (APBN). Hal ini juga yang dimandatkan dalam Pasal 14, bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus mengakui, menghormati, dan melindungi kewenangan berdasarkan hak asal usul.
10
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Ruang Lingkup Kewenangan Lokal Berskala Desa Selain memberikan jaminan adanya kewenangan berdasarkan hak asal-usul, negara juga memberikan jaminan adanya kewenangan lokal yang berskala desa. Hal ini diatur dalam Pasal 5 yang menyebutkan kriteria kewenangan lokal berskala desa sebagai berikut: 1. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; 2. Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa; 3. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa; 4. Kegiatan yang telah dijalankan oleh desa atas dasar prakarsa desa; 5. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh desa; dan 6. Kewenangan lokal berskala desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan lokal berskala desa tersebut merupakan bentuk koreksi kritis terhadap perangai kebijakan pemerintah daerah yang selama ini menjadikan desa sebagai obyek pembangunan dan bukan sebagai subyek. Pengakuan kewenangan lokal berskala desa juga menjadi solusi alternatif dalam meretas persoalan terjadinya tumpang tindih program dan kebijakan antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat tentang desa. 11
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Melalui kewenangan lokal berskala desa tersebut, pemerintah pusat memberikan peringatan kepada pemerintah daerah agar tidak lagi “menjadikan desa sebagai lokasi proyek� pembangunan. Perencanaan pembangunan yang dirancang oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) tidak boleh mengambil alih kewenangan desa, demikian pula sebaliknya, dalam merencanakan pembangunan, desa tidak boleh mengambil kewenangan yang seharusnya menjadi porsi pemerintah kabupaten atau provinsi.
12
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Membantu Pemdes Memetakan Kewenangan Desa
P
enjelasan tentang kewenangan desa sebenarnya telah dirinci dalam Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi yaitu Permendesa No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Namun bukan berarti pemerintah desa sebagai pihak yang diberi mandat untuk menyelenggarakan forum perencanaan pembangunan bisa memahami dan menerapkannya ke dalam siklus perencanaan pembangunan desa. Terlepas dari ada tidaknya peraturan bupati tentang kewenangan desa, pemerintah desa perlu menyiapkan peraturan desa tentang kewenangan desa. Dengan aturan ini, baik pemerintah desa maupun masyarakat yang berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan desa bisa mengetahui jangkauan gagasan dan usulan yang akan menjadi bagian dari program/kegiatan pemerintah desa dengan pembiayaan APBD. Ada baiknya masyarakat mengambil inisiatif untuk membantu pemerintah desa memetakan keempat bidang kewenangan sesuai dengan konteks desa bersangkutan. Perlu kembali diingatkan di sini, keempat bidang kewenangan tersebut adalah : I) bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, ii) bidang pelaksanaan pembangunan, iii) bidang pembinaan kemasyarakatan desa, dan iv) bidang pemberdayaan masyarakat desa.
13
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Langkahnya bagaimana? Berikut ini langkah-langkah sederhananya:
Memetakan Kewenangan Desa Ÿ
Ÿ Ÿ
Membangun komunikasi antarwarga dan organisasi warga; Membangun tim perumus (berbasis kesukarelawanan); Membuat rencana pertemuan pemetaan kewenangan desa.
Membangun Tim
Ÿ
Ÿ
Diskusi memetakan jenis kewenangan desa sebagai landasan penyusunan perencanaan program/kegiatan pembangunan desa; Membuat tabulasi/daftar kewenangan berdasarkan 4 bidang kewenangan.
Ÿ
Ÿ
Membuat pertemuan dengan pemdes untuk menyampaikan hasil pemetaan kewenangan desa; Mendorong pemdes bersama BPD membahas dan membuat perdes tentang kewenangan desa.
Pelibatan dan Konsolidasi Kebijakan
1. Bangunlah tim atau mungkin kelompok kerja yang nantinya akan berperan dalam proses pemetaan kewenangan desa. Tahapan ini memang tidak mudah. Mungkin akan ada pertanyaan, “Siapa yang memulai?” Ya, semoga jawabannya ada pada kemauan pembaca sendiri untuk memulainya. Siapa pun Anda para pembaca yang budiman, apakah Anda sebagai warga desa atau bahkan perangkat desa, sekretaris desa atau bahkan kepala desa, Anda bisa menjadi pemicu munculnya kesadaran warga atau organisasi warga untuk berkumpul, bertukar pengetahuan, diskusi, dan merumuskan contoh-contoh kewenangan desa sebagai dasar pengambilan kebijakan rumusan perencanaan pembangunan desa. 2. Jika sudah ada nama-nama orang atau lembaga dan organisasi kemasyarakatan desa yang memiliki kemauan untuk berkumpul, diskusi, dan bermusyawarah, langkah berikutnya adalah membentuk tim kecil/kelompok kerja yang nanti akan menjadi motor penggerak kegiatan tersebut. Buatlah kesepakatan waktu pelaksanaanya. Jika bingung mencari sumber pendanaan kegiatan, penuhilah dengan cara bergotong royong dan sumbangan sukarela antarwarga atau organisasi warga.
14
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
3. Lakukan pemetaan kewenangan berdasarkan empat bidang kewenangan desa. Untuk memudahkan proses diskusi, ada baiknya forum menentukan seorang moderator atau fasilitator. Proses diskusi dan perumusan kewenangan desa akan mengalir dari pendapat yang bersifat umum. Nah, fungsi moderator atau fasilitator nanti akan membuat kerangka, mengerucutkan, hingga membantu proses tabulasi jenis kewenangan berdasarkan empat bidang kewenangan. Tabel berikut semoga bisa membantu.
No.
Bidang Penyelenggara an Pemerintah Desa
Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Desa
Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa
1. 2. Dst ..
4. Sampaikanlah hasil pemetaan kewenangan kepada pemerintah desa. Penyampaian hasil diskusi ini dapat dilaksanakan secara langsung oleh tim atau disampaikan melalui BPD. Dorong pemerintah desa bersama BPD untuk segera membuat peraturan desa tentang kewenangan desa. Perdes ini nanti akan menjadi landasan penyusunan RPJM Desa maupun RKP Desa dan akhirnya menjadi RAPBDesa.
15
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Tentang Penulis Kharis Fadlan Borni Kurniawan Saat ini, Borni dipercaya sebagai Tenaga Ahli Utama Perencanaan Pembangunan Desa, Ditjen PPMD Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Borni juga aktif melakukan kajian tentang good governance dan isu desa. Ia juga aktif sebagai fasilitator serta pendampingan desa. Pria asli Kebumen ini juga aktif menulis buku, jurnal, dan surat kabar. Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Borni antara lain: Memanusiakan Perempuan (2005: Indipt Press), Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita (2012: INFID), Desa Mandiri Desa Membangun (2015: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).
16
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
CATATAN
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
CATATAN
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
CATATAN