Oleh : Yusuf Murtiono
KATA PENGANTAR
Pengelolaan Keuangan Desa Yang Transparan dan Akuntabel untuk Kesejahteraan Masyarakat Desa
U
ndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) membawa semangat dan harapan baru untuk mewujudkan desa yang mandiri. Dalam konteks ini desa sebagai subyek pembangunan. Salah satunya kemandirian dalam tata kelola keuangan. Di mana desa tidak lagi mendapat residu/sisa anggaran tetapi desa mendapat redistribusi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Daerah (APBD) yang cukup signifikan untuk membiayai penyelenggaraan kewenangan desa. Dengan pengaturan desa yang baru ini, berpengaruh juga pada perubahan mekanisme tata kelola keuangan di desa yang diatur melalui Perturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Karena pengelolaan keuangan me rupakan hal yang paling sensitif dalam tata kelola pemerintahan desa, maka pengaturannya harus transparan, partisipatif, akuntabel serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa dinilai sebagai elemen penting untuk mewujudkan cita-cita perencanaan desa. Proses tata kelola keuangan diawali dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) yang merupakan dokumen perencanaan untuk periode enam tahun. Dari dokumen enam tahun ini kemudian diturunkan menjadi dokumen tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa). RKPDesa menjadikan satu-satunya dokumen untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang berisi kewenangan-kewenangan desa dalam bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. APBDesa yang ditetapkan dengan peraturan desa tersebut yang kemudian menjadi pijakan pengelolaan keuangan pada satu tahun anggaran yang dimulai pada tanggal 1 Januari hingga 31 Desember tahun berjalan. Dalam pengelolaan keuangan desa, unsur transparansi atau keterbukaan dari perencanaan hingga pertanggungjawaban berpengaruh penting terhadap aspek lainnya seperti partisipasi dan akuntabilitas. Pemerintah desa yang transparan dalam tata kelola keuangan akan mendorong warga terlibat aktif dalam pengelolaan keuangan desa sehingga pemerintah desa akan siap menjelaskan dan mempertanggungjawabkan. Setelah sekian dekade Desa praktis menjadi obyek dari dinamika pembangunan yang sentralistik, sekarang telah diakui kewenangannya untuk mengatur tata pemerintahan sendiri secara otonom, termasuk pengelolaan keuangan. Peluang yang terbuka dalam menentukan prioritas program pembangunan dan penganggaran menuntut kompetensi bagi pengelola Desa pada bidang tata kelola keuangan.
Sudah tentu beberapa permasalahan muncul di seputar pengelolaan keuangan terutama yang berkait dengan tantangan kapasitas sumber daya manusia, belum berkembangnya kultur tertib administrasi, dan sikap masyarakat yang masih relatif pasif terhadap kebijakan anggaran. Meski iklim demokrasi telah kondusif, tetapi jika permasalahan teknis dan kultural tersebut masih belum teratasi, maka akan mengganggu kelancaran dalam implementasi pembangunan partisipatif yang menjadi roh dari demokratisasi desa. Buku Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa ini dimaksudkan untuk membantu dalam upaya membentuk kompetensi di bidang pengelolaan keuangan bagi para pemangku kepentingan pembangunan Desa. Buku ini merupakan bagian yang membentuk kemampuan fasilitasi pembangunan partisipatif di tingkat Desa. Oleh karena itu, siapa yang telah membaca buku ini diharapkan mampu memahami alur dan praktik pengelolaan keuangan desa. Sekaligus diharapkan dapat menjadi fasilitator baik sebagai narasumber maupun membimbing dalam praktik di lapangan secara nyata. Dengan membaca buku ini, akan dapat meminimalisir persoalan yang muncul akibat dari tingginya sensitivitas pengelolaan keuangan, karena di dalamnya memberikan pedoman bagaimana mekanisme pengelolaan secara transparan, partisipatif dan akuntabel.
Frisca Arita Nilawati Manajer Program Desa Infest Yogyakarta
DAFTAR ISI
MODUL KEUANGAN DESA BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
1
A. Hak – Hak Keuangan Desa 3 B. Menggali Aset Desa 5 C. Kewenangan Desa untuk Mengatur Keuangan 5 D. Prioritas Alokasi untuk Kelompok Marjinal 6 BAB II POKOK – POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
9
A. Pengertian 11 B. Dasar Hukum 11 C. Asas dan Nilai 13 D. Ruang Lingkup 13 E. Memahami Dana Transfer 15 F. Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat 17 BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 19
A. Perencanaan Keuangan Desa 21 B. Pelaksanaan Keuangan Desa 27 C. Penatausahaan Keuangan Desa 30 D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban 33 BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA 35
A. Struktur Tim Pengelola 38 B. Tugas Pokok dan Fungsi 39 C. Unsur-Unsur yang Terlibat 40 BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
41
A. Penerapan Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas 44 B. Hakikat Musyawarah Desa 45 C. Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa 46 LAMPIRAN 47 Tentang Penulis 76
BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA A. Hak – Hak Keuangan Desa B. Menggali Aset Desa C. Kewenangan Desa untuk Mengatur Keuangan D. Prioritas Alokasi untuk Kelompok Marjinal
1
2
BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
MODUL KEUANGAN DESA
A | Hak–Hak Keuangan Desa UU Desa mengubah konstruksi desa dari tidak memiliki kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menjadi pelaku utama yang memiliki mandat kewenangan secara pasti. Sebagaimana diperintahkan Pasal 20 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh desa. Kewenangan itu tidak sebatas memiliki dan menentukan kewenangan desa, tetapi juga menjadi dasar dalam menyusun perencanaan pembangunan, menyusun anggaran desa, hingga mengoptimalkan pemanfaatan potensi desa dan mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Pelaksanaan kewenangan tersebut harus dapat mewujudkan pembangunan desa yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi hak-hak dasar, dan menanggulangi kemiskinan di desa. Tanggung jawab pemerintah desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga diiringi dengan jaminan bahwa pemerintah desa memiliki hak mendapatkan keuangan yang sebanding dengan kewenangannya. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai semangat baru untuk menjadikan desa lebih mandiri secara keuangan. Sumber keuangan desa tidak bersifat bantuan tetapi sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk memberikannya kepada desa. Cara pandang pemerintah dan pemerintah daerah terhadap hak desa untuk mengelola keuangan desa harus berubah, tidak dibenarkan lagi meletakkan pemerintah desa untuk selalu “menunggu perintah”. Cara pandang tersebut harus diubah dengan menempatkan desa menjadi pelaku utama, uang desa adalah uang rakyat bukan uang pemerintah/pemerintah daerah, dan seterusnya. Apabila kondisi ini terlaksana, cita-cita UU Desa untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa akan segera terwujud.
1. Desa Sebagai Pelaku Utama Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendudukkan desa tidak lagi sebagai bagian dari (subsistem) kabupaten/ kota, tetapi berada di kabupaten/kota. Artinya bahwa kedudukan desa tidak lagi hanya menjadi “pesuruh” pemerintah kabupaten/kota sebagaimana yang selama ini terjadi. Akan tetapi, desa diposisikan menjadi subyek utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Desa telah memiliki kedaulatan untuk mengatur dan mengurus rumah tanggganya sendiri berdasarkan kewenangan desa yang dimiliki. Baik kewenangan yang berasal dari hak asal-usul maupun kewenangan lokal berskala desa. Visi misi desa untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat yang dimandatkan UU Desa telah direalisasikan dalam wujud kewenangan desa. Sehingga desa saat ini mempunyai tugas dan tang gung jawab untuk mengungkit kewenangannya sendiri secara optimal yang kemudian dijadikan sebagai modal utama menuju kemandirian desa. Desa juga harus segera menemukan kembali jati dirinya yang sudah sangat lama “diamputasi dan dihilangkan” oleh sistem penyeragaman desa. Dengan demikian, menjadi sangat krusial bagi desa untuk mengawali perenungan, mengungkit kembali kekuatan sosial yang dimiliki sebagai wujud membangun kedaulatan.
2. Uang Desa adalah Uang Rakyat Uang desa hakikatnya adalah uang rakyat yang harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Keuangan desa merupakan alat yang harus dikelola dengan baik oleh pemerintahan desa. Semakin bertambah uang desa maka sudah seharusnya tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa dapat tercapai sesuai yang digambarkan dalam visi misi desa, yaitu kesejahteraan dan kemandirian.
3
MODUL KEUANGAN DESA
BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
Guna melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar rakyat, keuangan desa harus dikelola secara terbuka, partisipatif, bertanggungjawab, dan berkeadilan. Sehingga, sejak dari proses perencanaan anggaran desa, pelaksanaan, sampai pertanggungjawaban wajib melindungi kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Pemanfaatan sumber daya keuangan desa tidak boleh didominasi dan dikuasai segelintir aktor/elit desa. Karenanya, setiap proses pengambilan keputusan terkait keuangan desa harus tetap mencerminkan keberpihakan dan keadilan untuk pemenuhan kebutuhan riil masyarakat desa. Pertanyaannya, “mengapa uang desa adalah uang rakyat?” Jawabannya tegas, karena rakyat yang membayar pajak, retribusi, dan lain-lain sebagai sumber utama keuangan negara. Sehingga pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa mempunyai kewajiban membelajakan uangnya sesuai dengan kebutuhan riil rakyatnya. Mereka tidak boleh membelanjakan uang tersebut tanpa ada mandat dan persetujuan dari rakyat.
3. Jenis–Jenis Sumber Keuangan Desa Sumber keuangan desa sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 76 ayat (1) terdiri dari : Pendapatan Asli Desa, Dana Transfer (Dana Desa, ADD, Bagi Hasil Pajak dan retribusi Daerah), Bantuan Keuangan, dan Lain-lain pendapatan desa yang sah. Jika hal ini dibandingkan dengan sumber keuangan desa yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diperjelas dalam PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa, maka perbedaannya cukup signifikan. Meskipun seolah-olah jenis sumber keuangan hanya ditambah dengan dana desa, tetapi alokasi UU No.6/2014 lebih tegas dan tidak ada yang beda tafsir antara teks pasal dengan penjelasan pasal. Seperti, jika sesuai teks pasal 68 ayat (1) huruf c, PP 72/2005 tentang Desa turunan dari UU 32/2004 tentang Pemda besar ADD adalah 10% dari Dana Perimbangan (DAPER) atau (10% x (DBH +DAU ). Tetapi pada pasal penjelasan disebutkan 10% dari DAPER atau bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja pegawai atau (10%x (DAU-Belanja Pegawai)). Selengkapnya perbedaan jenis-jenis sumber pendapatan desa sebagaimana tabel di bawah ini:
Hak Keuangan Desa
UU 32/2004 PP 72/2005
UU NO. 6/2014 Pasal 72 ayat (1)
Perbedaan
Bagi Hasil Pajak Daerah
Paling sedikit 10%
Paling sedikit 10%
Tidak ada
Bagi Hasil Retribusi Daerah
Sebagian diperuntukkan desa
Paling sedikit 10%
UU Desa lebih tegas dan jelas
Alokasi Dana Desa
10% x ((DBH+DAU) – 10% x (Daper–DAK) Belanja Pegawai))
UU Desa lebih besar proporsinya dan konsisten antara pasal dan penjelasan.
Dana Desa
Tidak ada
10% x total dana transfer ke daerah
Sumber keuangan baru
Bantuan Keuangan kepada desa
Dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten
Dari APBD provinsi, APBD Kabupaten
UU Desa tidak menyebutkan bantuan dari pemerintah
Hibah dan Sumbangan
Hibah dan Sumbangan dari Pihak Ketiga yang tidak mengikat
Hibah dan Sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga
Tidak ada perbedaan
Lain-lain
Tidak ada
Lain-lain pendapatan desa yang sah
PP 72/2005 tidak menyebutkan
4
MODUL KEUANGAN DESA
BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
B | Menggali Aset Desa Aset desa merupakan salah satu sumber keuangan desa yang diharapkan dapat mendorong percepatan desa dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan. Aset desa dapat diartikan sebagai salah satu sumber keuangan yang bisa memberikan manfaat bagi usaha desa di kemudian hari. Sebagai kekayaan desa, maka pemerintah desa memiliki kewajiban melakukan pengelolaan dan pengembangan asset desa secara baik dan lebih berdayaguna. Sebelum terbit UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengelolaan kekayaan desa belum berjalan sebagaimana yang diharapkan karena belum ada pedoman yang dapat digunakan sebagai gambaran menyeluruh tentang penerapan fungsi manajemen dalam pengelolaannya. Artinya, pengelolaan kekayaan desa selama ini hanya terbatas pada pencatatan saja. Jenis kekayaan desa yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatan sumber pendapatan desa, misalnya Tanah Kas Desa, Pasar Desa, Pasar Hewan, Tambatan Perahu, Bangunan Desa, Pelelangan Ikan yang dikelola oleh desa, dan lain-lain kekayaan milik desa. Pengelolaan kekayaan desa harus diarahkan agar seluruhnya bisa menjadi milik desa yang dapat dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Pengelolaan kekayaan desa harus dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai serta berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Sehingga, kekayaan desa wajib dikelola oleh pemerintahan desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat desa. Khusus kekayaan desa yang berupa tanah, tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali dipergunakan untuk kepentingan umum. Proses pelepasan hak kepemilikan tanah desa dapat dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai dengan harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan NJOP. Ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah yang lebih baik dan berlokasi di desa setempat. Seluruh proses di atas harus mempunyai kekuatan hukum tetap di desa setelah mendapat persetujuan bupati. Merujuk pada Penjelasan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 19, tanah kas desa merupakan salah satu kewenangan berdasarkan hak asal usul. Sehingga pengaturan apapun soal tanah desa sepenuhnya menjadi kewenangan desa. Proses pengaturannya wajib disetujui dalam forum musyawarah desa atau rembuk desa yang masih berlaku dan disepakati oleh masyarakat setempat. Peran pemerintah kabupaten dalam soal pengaturan hak asal usul hanya pada pembinaan dan pengendalian agar desa tidak keluar dari ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
C | Kewenangan Desa untuk Mengatur Keuangan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan posisi Desa sebagai pelaku utama penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di desa. Meminjam istilah UU Desa, bahwa desa sebagai subyek hukum pemerintahan dan pembangunan di desa. Dengan demikian, desa memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur dan mengurus keuangan desa sesuai kebutuhan dan kondisi rumah tangga desanya. Meskipun kewenangan untuk mengatur keuangan desa oleh pemerintah desa sangat besar, tetapi tidak serta merta hanya dilakukan oleh para “elit desa�. Berbagai unsur masyarakat desa wajib hukumnya dilibatkan dalam seluruh proses pengambilan keputusan pengelolaan keuangan desa. Karena itu, forum rembug desa yang dalam UU Desa disebut musyawarah desa harus selalu dikawal pelaksanaannya. Beberapa kewenangan desa yang melekat dalam pengelolaan keuangan desa dan harus selalu dikawal oleh masyarakat, diantaranya: a. Penggalian sumber-sumber pendapatan asli desa; b. Melakukan perencanaan dan pelaksanaan belanja desa dalam APB Desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa yang sudah disepakati dalam RKP Desa;
5
MODUL KEUANGAN DESA
BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
c. Tata kelola kekayaan dan aset desa; d. Mengembangkan badan usaha ekonomi desa sebagai bentuk pengembangan sumber pendapatan desa. e. Kewenangan lain yang selama ini sudah menjadi tugas dan kewajiban desa.
Mengapa pengawalan masyarakat sangat penting dilakukan ? Mengapa pengawalan masyarakat sangat penting dilakukan? Pertama, keuangan desa yang selama ini disusun dalam APB Desa lebih banyak bersumber dari bantuan keuangan, sehingga desa hanya menurut apa yang diperintahkan oleh yang memberi bantuan (pemerintah/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten). Bahkan ADD dan Bagi Hasil Pajak & Retribusi Daerah untuk desa yang seharusnya adalah hak desa, juga selalu diidentikkan dengan bantuan. Sehingga penggunaannya harus mengikuti peraturan bupati yang sangat detil mengatur alokasi belanjanya. Kedua, meningkatnya sumber pendapatan desa yang disertai dengan perintah menyusun dokumen perencanaan partisipatif, masyarakat harus melakukan pengawalan serius. Karena selama ini banyak terjadi ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan dan penganggaran desa. Pemerintah kabupaten yang seharusnya mempunyai kewenangan pengendalian dan pembinaan tidak pernah memberikan sanksi apapun, bahkan terkesan “membiarkan� begitu saja. Sementara masyarakat desa yang sejak awal terlibat aktif dalam proses penyusunan dokumen perencanaan, ketika terjadi perubahan dalam penganggaran desa sama sekali tidak pernah mendapatkan akses informasi dan ruang untuk memberikan koreksi. Sikap apatis, acuh, dan menurunnya semangat gotong royong merupakan hukuman yang diberikan masyarakat kepada pemerintahan desa. Dengan dilaksanakannya UU Desa, cara pandang demikian seharusnya sudah berubah, karena seluruh keuangan desa yang termaktub dalam APB Desa merupakan hak pemerintah desa untuk mengatur dan mengurusnya. Pemerintah kabupaten hanya sebatas menjalankan fungsi pembinaan, pengendalian, monitoring, dan evaluasi atas pelaksanaan keuangan desa. Pelaporan dan pertanggungjawaban sepenuhnya menjadi kewajiban pemerintah desa untuk menyampaikan baik kepada masyarakat, BPD maupun kepada bupati. Dengan demikian, pemerintah desa memiliki ruang yang sangat luas dalam pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Sehingga kemampuan para penyelenggara pemerintah desa untuk menciptakan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan desa menjadi prasyarat utama. Beban kewenangan yang bertambah besar tidak bisa lagi dibarengi dengan kinerja aparatur desa yang senang menunggu perintah dan tidak memiliki keberanian inisiatif kebijakan.
D | Prioritas Alokasi untuk Kelompok Marjinal Mandat mulia dari pelaksanaan UU Desa terhadap orientasi pembangunan desa adalah bahwa “Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.� Untuk mewujudkan mandat mulia tersebut, maka belanja desa harus diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Dengan kata lain, UU Desa memerintahkan seluruh kebijakan belanja desa harus dapat meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan, sebagaimana tujuan pengaturan desa.
6
MODUL KEUANGAN DESA
BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
Guna mengawal kebijakan keuangan desa agar berpihak pada rakyat, yang harus dilakukan oleh para penyelenggara pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan desa, dan masyarakat desa adalah dengan memiliki pemahaman tentang anggaran yang berkeadilan untuk semua (justice for all). Artinya, seluruh kebijakan anggaran dan keuangan desa akan memiliki nilai manfaat besar manakala berdampak secara langsung terhadap kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan secara sosial, seperti pengurangan kemiskinan, pemenuhan hak disabilitas, kesenjangan, diskriminasi, dan marginalisasi salah satu kelompok masyarakat. Hadirnya UU Desa bukan sekedar menurunkan kekuasaan dari atas kepada kepala desa dan atau perangkat desa. Lebih dari itu, UU Desa diharapkan secara cepat dan akurat memberikan perlindungan dan meningkatkan kesempatan semua kelompok masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di desa serta mengakses manfaat pelaksanaan keuangan desa. Persoalan peminggiran dalam setiap tahap proses pengambilan kebijakan di desa, terutama soal keuangan harus segera dihilangkan. Para aparat pemerintah desa dan tokoh-tokoh desa tidak dibenarkan lagi merendahkan kualitas partisipasi masyarakat. Apapun bentuk dan suara masyarakat ketika sudah disepakati dalam sebuah forum yang demokratis, maka wajib untuk diakomodasi dalam kebijakan desa. Manfaat jangka panjang yang didapat apabila proses pengambilan kebijakan keuangan desa sungguh-sungguh melibatkan berbagai unsur masyarakat adalah terbangunnya kepercayaan antara masyarakat dengan pemerintah desa. Rasa saling percaya tersebut kemudian memunculkan rasa memiliki yang selanjutnya dapat menghilangkan penilaian bahwa masyarakat desa sekarang “sulit swadaya dan gotong royong�. Sampai saat ini modal sosial paling besar yang dimiliki oleh desa adalah semangat swadaya dan gotong royong.
7
8
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA A. Pengertian B. Dasar Hukum C. Asas dan Nilai D. Ruang Lingkup E. Memahami Dana Transfer F. Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat
9
10
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
A | Pengertian Pengertian keuangan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 71, ayat 1, UU No. 6 Tahun 2014 adalah “semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.” Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan keuangan dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pengelolaan keuangan desa bertujuan untuk: • Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan desa. • Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan keuangan desa yang didasarkan pada perencanaan anggaran dalam APB Desa. • Membangun konsistensi antar tahapan dalam satu mekanisme dan siklus pengelolaan keuangan desa. • Memberikan dasar dan arahan dalam pelaksanaan kegiatan
B | Dasar Hukum
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyusun banyak peraturan (regulasi) sebagai pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di tingkat pemerintah pusat telah menyusun peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Sedangkan di tingkat kabupaten telah menyusun peraturan daerah dan/atau peraturan bupati. Dibawah ini gambaran skema peraturan perundangan yang telah disusun oleh pemerintah pusat sebagai pedoman pelaksanaan UU 6 Tahun 2014 tentang Desa.
11
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Penjelasan : UU Nomor 6 Tahun 2014 telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan telah disusun beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri No. 111/2014; Nomor 112/2014; Nomor 114/2014) dan Peraturan Menteri Desa (Permendes No.1/2015; Nomor 2/2015; Nomor 3/2015; Nomor 4/2015) sebagai pedoman teknis pelaksanaan. UU Nomor 6 Tahun 2014 telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN dan telah disusun beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri No.113/2014), Peraturan Menteri Desa (Permendes No.5/2015), dan Peraturan Menteri Keuangan ( PMK Nomor 241/PMK.07/2014; Nomor 250/PMK.07/2014; Nomor 93/PMK.07/2015) sebagai pedoman teknis pelaksanaan. Khusus tentang pedoman pengelolaan keuangan desa, pemerintah pusat sudah menyusun peraturan pemerintah dan peraturan menteri sesuai yang diperintahkan oleh UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kemudian pemerintah kabupaten harus menyusun pedoman tehnis berupa peraturan daerah dan/atau peraturan bupati. Selanjutnya pemerintah desa harus segera menyusun peraturan desa dan/ atau peraturan kepala desa sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangan yang lebih atas. Di bawah ini adalah gambaran bagan peraturan perundangan yang harus disusun oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah desa sesuai mandat peraturan pemerintah dan peraturan menteri untuk melaksanakan UU Desa.
UU No.6/2014
PP No. 43/2014 yang telah diubah PP No. 47/2015
Permendagri tentang Pengelolaan Aset Desa
Permendagri No.113/2014
PP No. 60/2014 yang telah diubah PP No.22/2015
Permendagri No.111/2014
Perka LKPP No.13/2013
Perbup Pendelegasian Evaluasi Raperdes APB Desa kepada Camat
Perbup tentang Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa
Perbup Pengaturan jumlah uang dalam kas desa
Perbup Pengelolaan Keuangan Desa
Perbup Siltap, Tunjangan, Penerimaan Lain
Perdes tentang …………………..
Perdes tentang Pungutan Desa
Perdes tentang APB Desa
Perdes tentang Dana Cadangan Desa
Perdes tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa
12
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
C | Asas dan Nilai Pengelolaan keuangan desa tidak sekadar menunjukkan adanya alokasi anggaran untuk mengakomodasi kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga harus mengedepankan asas tata kelola keuangan yang baik dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu, pemerintah desa harus memperhatikan beberapa asas pengelolaan keuangan desa sebagai berikut: 1. Transparan artinya prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang APB Desa. 2. Akuntabel artinya prinsip dari sebuah perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3. Partisipatif atinya bahwa pengelolaan keuangan desa harus memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa. 4. Tertib dan disiplin anggaran mengandung arti bahwa APB Desa harus dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan nilai dalam pengelolaan keuangan desa pada dasarnya menuntut uang rakyat tersebut kembali dapat dinikmati sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Pada posisi demikian, pemerintah desa hanya sebatas pihak yang diberikan mandat untuk mengelola dan mendistribusikan kembali pada rakyat sebagai pemegang “kekuasaan” keuangan desa. Pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa dituntut mempunyai nilai-nilai keadilan untuk semua dalam rangka keberpihakan anggaran. Nilai – nilai tersebut diantaranya meliputi: 1. Berpihak pada kelompok miskin, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat memberikan jaminan terhadap hak-hak masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 2. Berpihak pada keadilan gender, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat memberikan kemanfaatan yang adil antara laki-laki dan perempuan baik dalam hal akses, manfaat, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya 3. Berpihak pada kelompok perempuan, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat menjamin hak-hak dasar kelompok perempuan yang selama ini diposisikan sebagai masyarakat “terbelakang” 4. Berpihak pada kelompok disabilitas, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak masyarakat yang berkebutuhan khusus (disabilitas) 5. Berpihak pada kelompok tereksklusi lainnya, artinya bahwa kebijakan anggaran desa memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak dasar kelompok masyarakat yang terhalang atau terhambat dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, politik di dalam masyarakat yang utuh, baik secara individu dan keluarga maupun kelompok.
D | Ruang Lingkup Keuangan desa pada prinsipnya harus dikelola secara baik, tertib, transparan dan akuntabel. Setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa mulai perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban tidak boleh keluar dari prinsip-prinsip tersebut. Batasan-batasan dalam tata kelola keuangan desa yang telah diberlakukan harus dipatuhi dilaksanakan oleh pemerintah desa. Masyarakat harus memahami ruang lingkup pengelolaan keuangan desa secara baik. Selain itu juga harus terlibat secara aktif untuk memberikan masukan, saran atau yang lain terhadap keberpihakan kebijakan keuangan desa. Secara ringkas ruang lingkup pengelolaan keuangan desa dapat digambarkan sebagaimana siklus di bawah ini.
13
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Penjelasan :
1. Tahap perencanaan keuangan desa merupakan tahapan awal pengelolaan keuangan desa yang dimulai dari penyusunan Rancangan APB Desa sampai menjadi peraturan desa dan dituangkan dalam lembaran desa 2. Tahap pelaksanaan keuangan desa adalah tahap dimana APB Desa yang sudah menjadi peraturan desa dilakukan sosialisasi dan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sampai disusun peraturan Kepala Desa tentang perubahan APB Desa. 3. Tahap penatausahaan keuangan desa adalah tahap pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang dalam satu tahun anggaran. 4. Tahap pelaporan keuangan desa merupakan salah satu alat pengendalian untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan mengevaluasi berbagai aspek terkait pelaksaan kegiatan 5. Tahap pertanggungjawaban keuangan desa adalah laporan realisasi pelaksanaan APB Desa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun anggaran berakhir. Adapun terkait siklus pengelolaan desa mulai bulan Januari sampai dengan Desember dapat dilihat proses bulan merencanakan dan menyusun anggaran desa adalah sebagai berikut :
Pembahasan masing-masing tahapan pengelolaan keuangan desa secara lebih lengkap akan diuraikan pada Bab III tentang Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa.
14
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
E | Memahami Dana Transfer Salah satu sumber pendapatan desa yang sekaligus sebagai hak keuangan desa yang dimandatkan dalam UU Desa meliputi: Dana Desa yang bersumber dari APBN, Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah. Hak keuangan tersebut yang kemudian dikelompokkan menjadi dana transfer. Hal ini harus dibedakan dengan dana yang sifatnya bantuan baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. Bantuan keuangan kepada desa sifatnya tidak mengikat dan bisa tidak berkelanjutan. Sehingga bantuan keuangan masuk kategori bantuan bersifat khusus dengan pedoman teknis tersendiri disertai mandat untuk melaksanakan sebagian visi misi kabupaten/ provinsi/pusat sesuai yang memberikan bantuan. Sedangkan dana transfer adalah mandat UU Desa yang harus diberikan secara berkelanjutan dan sesuai formula yang ditetapkan baik formula alokasi maupun tata cara pembagiannya kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah desa. Jika pemerintah kabupaten tidak mematuhi perintah UU Desa tersebut, maka pemerintah dapat memberikan sanksi, baik berupa pengurangan dana alokasi khusus maupun penundaan transfer dana desa kepada daerah.
1. Dana Desa Dana Desa atau yang disingkat DD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Besarnya Dana Desa adalah 10% dari total dana transfer ke daerah. Sebagaimana yang dimandatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan PP 60 Tahun 2014 yang mengatur Dana Desa, pengalokasian DD dilakukan secara bertahap. Adapun tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a. Tahun Anggaran 2015 paling sedikit sebesar 3% (tiga per seratus); b. Tahun Anggaran 2O16 paling sedikit sebesar 6% (enam per seratus); c. Tahun Anggaran 2017 dan seterusnya sebesar 10% (sepuluh per seratus); dari anggaran transfer ke daerah. Pembagian DD kepada masing-masing kabupaten dilakukan dengan cara alokasi sebesar 90% dibagi secara merata dan 10% sisanya dibagi secara proporsional. Penghitungan proporsional dihitung berdasarkan variabel alokasi dasar serta alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap desa. Pembagian dari kabupaten kepada desa juga dilakukan sesuai pembagian dari APBN kepada kabupaten. Memang ketika kebijakan pembagian DD dari kabupaten ke desa muncul persoalan “ketidakadilan� perolehan alokasi masing-masing desa. Artinya pembagian proporsi 90% dan 10% dari total Dana Desa dominan pada asas pemerataan bukan asas keadilan. Karena banyak desa perbatasan, tingkat kemiskinan cukup besar dan kondisi geografis sangat sulit hanya terpaut tidak lebih dari 10%. Padahal banyak daerah yang sudah mempraktikkan pembagian alokasi dana desa yang pembagian alokasinya antara 60%-70% dibagi merata (asas pemerataan) dan 30%-40% secara proporsional (asas keadilan). Pencairan DD dari Rekening Kas Umum Negara ( RKUN ) kedalam Rekening Kas Umum Daerah ( RKUD ) dilakukan 3 tahap, yaitu : Antar tingkat Pemerintah
Rute Pemindahbukuan
April
Agustus
Oktober
Tahap 1 : 40%
Tahap 2 : 40%
Tahap 3 : 20%
Pemerintah ke Pemerintah Kab/ kota
RKUN ke RKUD
Paling lambat minggu ke-2
Paling lambat minggu ke-2
Paling lambat minggu ke-2
Pemerintah kab/ kota ke Pemerintah Desa
RKUD ke RKD (desa)
Paling lambat 7 hari kerja sejak diterima RKUD
Paling lambat 7 hari kerja sejak diterima RKUD
Paling lambat 7 hari kerja sejak diterima RKUD
15
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
2. Alokasi Dana Desa Alokasi Dana Desa, yang diselanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : ADD = 10% x ( Dana Perimbangan – Dana Alokasi Khusus ) Pembagian ADD ke desa dilakukan dengan pola 60% untuk ADD minimum (dibagi rata keseluruh desa) dan 40% disebut ADD proporsional. Cara pembagiannya ditentukan dengan beberapa variabel, misalnya kebutuhan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, kesulitan geografis, dan lain-lain. Pengaturan ADD sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dengan menerbitkan peraturan bupati. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Rumus ADD adalah sebagai berikut :
ADDi = ADMi + ADVi Keterangan : ADDi : ADD untuk Desa i ADMi : Alokasi Dana Minimum untuk Desa i ADVi : Alokasi Dana Variabel untuk Desa i
Penggunaan ADD diantaranya adalah untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, tunjangan/operasional BPD, RT/RW, kegiatan penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat sesuai kewenangan skala desa. Khusus pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat Desa digunakan penghitungan sebagai berikut:
No.
Jumlah ADD
Besaran Siltap
1
Sampai dengan Rp.500.000.000,00
Paling banyak 60%
2
Lebih dari Rp500.000.000,00 sampai Rp700.000.000,00
Antara Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak 50%
3
Lebih dari Rp700.000.000,00 sampai dengan Rp 900.000.000,00
antara Rp350.000.000,00 sampai dengan paling banyak 40%
4
Lebih dari Rp900.000.000,00
antara Rp360.000.000,00 sampai dengan paling banyak 30%
Pengalokasian batas minimal sampai dengan maksimal ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi, jumlah perangkat, kompleksitas tugas pemerintahan, dan letak geografis. Sedangkan tahapan pencairan ADD sangat variatif, artinya masing-masing daerah berbeda-beda dalam memberlakukan ketentuan pencairan ADD. Ada yang memakai pola 3 tahap, dengan proporsi tahap pertama 40%, tahap kedua 40% dan tahap ketiga 20%. Ada juga daerah yang menerapkan pola pencairan 2 tahap, yaitu tahap pertama 50% dan tahap kedua 50%. Karenanya kebijakan ADD sepenuhnya menjadi tugas pemerintah daerah.
3. Bagi Hasil Retribusi/Pajak Daerah Adapun hak keuangan desa yang berasal dari bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah sekurang-kurangnya 10% untuk desa. Pengalokasian ke desa dilakukan dengan ketentuan 60% (enam puluh perseratus) dibagi secara merata kepada seluruh desa; dan 40% (empat puluh perseratus) dibagi secara proporsional sesuai realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi dari desa masing-masing. Sedangkan tata cara pencairan, penggunaan, dan pelaporan/pertanggungjawaban sepenuhnya diatur dalam peraturan bupati/walikota.
16
MODUL KEUANGAN DESA
BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
F | Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat Membangun desa yang baik tidak cukup dibebankan hanya kepada pemerintahan desa atau lembaga desa yang ada. Keterlibatan aktif masyarakat desa menjadi kunci terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa yang baik. Guna menumbuhkan rasa kebersamaan dalam membangun desa, tentunya harus dimulai dengan rasa saling percaya antara para penyelenggara pemerintahan desa dan masyarakatnya. Meletakkan rakyat sebagai bagian dari subyek pengelolaan keuangan desa akan dapat mempercepat pemulihan kembali kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi desa yang lama telah rusak. Kerusakan sistem yang menjauhkan rakyat dari hak mereka untuk terlibat mengurus desa akan segera dapat disembuhkan manakala ada upaya untuk mengembalikan modal sosial desa. Untuk mengawal implementasi UU Desa terutama dalam pengelolaan keuangan desa, rakyat dan pemerintah desa harus sadar dan memahami posisi masing-masing. Berikut gambaran pembagian peran antara masyarakat dan pemerintah desa yang terangkum dalam matrik di bawah ini:
1. Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa HAK •
• •
KEWAJIBAN
Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa Mendapatkan sumber pendapatan
•
• • • •
Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa. Mengembangkan kehidupan demokrasi Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa
Sumber : diolah dari Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
2. Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa HAK •
• •
•
•
KEWAJIBAN
Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa Memperoleh pelayanan yang sama dan adil Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa Memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1) Kepala desa; 2) Perangkat desa; 3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau anggota lembaga kemasyarakatan desa. Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di desa
• •
• •
•
Membangun diri dan memelihara lingkungan desa Mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa yang baik Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di desa Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa; dan Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa
Sumber : diolah dari Pasal 68 ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
17
18
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA A. Perencanaan Keuangan Desa B. Pelaksanaan Keuangan Desa C. Penatausahaan Keuangan Desa D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
19
20
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa tahapan pengelolaan keuangan desa mencakup perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.
A | Perencanaan Keuangan Desa Perencanaan pengelolaan keuangan desa identik dengan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APB Desa (APB Desa). APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang secara formal ditetapkan dengan peraturan desa. Artinya Perdes APB Desa sebelum disahkan oleh pemerintah desa terlebih dahulu harus dibahas dan disepakati bersama oleh kepala desa dan BPD. APB Desa disusun sebagai dasar pengambilan kebijakan berkaitan dengan anggaran, penentuan prioritas program, kegiatan dan menjaga kesesuaian dengan (konsistensi) program jangka panjang dan jangka pendek sebagaimana yang menjadi visi dan misi desa, menjadi arahan operasional bagi kepala desa, dan menciptakan akuntabilitas, serta mempermudah pengendalian dan pengawasan. Struktur APB desa terdiri dari : Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Secara lengkap struktur APB Desa dapat dilihat pada bagan di bawah ini. PADes
Pengertian Pendapatan Desa adalah semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan Desa terdiri dari: Pendapatan Asli Desa, Transfer, Bantuan Keuangan, dan pendapatan lain-lain. Selengkapnya struktur pendapatan desa seperti di bawah ini: PADes
TRANSFER
Hasil Usaha Desa
Dana Desa
Hasil Aset Desa
Bagi Hasil Pajak Daerah
Swadaya, partisipasi, Gotong-royong
Bagi Hasil Retribusi Daerah
Lain-lain PADes
Alokasi Dana Desa
BANTUAN KEUANGAN
PENDAPATAN LAIN-LAIN
Bantuan Keuangan dari Hibah dan Sumbangan Kabupaten dari Pihak Ketiga yang tidak mengikat Bantuan Keuangan dari Provinsi
Lain-lain pendapatan desa yang sah
Adapun pengertian belanja adalah semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.
21
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Struktur belanja desa dikelompokkan menjadi 4 (empat) bidang, meliputi : 1. Belanja bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti : a. Penetapan dan penegasan batas Desa; b. Pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa; c. Pengembangan tata ruang dan peta sosial Desa; d. Pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa; e. Penetapan organisasi Pemerintah Desa; f. Pembentukan Badan Permusyaratan Desa; g. Penetapan perangkat Desa; h. Penetapan BUM Desa; i. Penetapan APB Desa; j. Penetapan peraturan Desa; k. Penetapan kerja sama antar-Desa; l. Belanja lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah desa. 2. Belanja bidang pelaksanaan pembangunan, seperti : a. Pelayanan dasar Desa; contoh pengembangan pos kesehatan dan Polindes, pengelolaan dan pembinaan Posyandu, dan pelayanan dasar lainnya. b. Sarana dan prasarana Desa; contoh: pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai Desa, pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa, dan pembangunan sarana dan prasarana lainnya. c. Pengembangan ekonomi lokal Desa; contoh : pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa, pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa, dan pengembangan ekonomi desa lainnya d. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan Desa; contoh : penghijauan, pembuatan terasering, pemeliharaan hutan bakau, dan pemanfaatan sumber daya alam lainnya 3. Belanja bidang pembinaan kemasyarakatan, seperti : a. Membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah dan masyarakat Desa; b. Membina kerukunan warga masyarakat Desa; c. Memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan mediasi di Desa; d. Melestarikan dan mengembangkan gotong royong masyarakat Desa; e. Melestarikan ekosistem dan lingkungan hidup; f. Dan lain-lain sesuai kondisi desa. 4. Belanja bidang pemberdayaan masyarakat desa, seperti : a. Pengembangan seni budaya lokal; b. Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat; c. Fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat; d. Dan lain-lain sesuai kondisi desa. Selengkapnya struktur belanja dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
BELANJA DESA Klasifikasi • • • • •
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pelaksanaan Pembangunan Desa Pembinaan Kemasyarakatan Desa Pemberdayaan Masyarakat Desa Belanja Tak Terduga
Kegiatan Sesuai dengan • kebutuhan desa yang telah ditu- • angkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) •
22
Jenis Belanja Pegawai (pengeluaran penghasilan tetap dan tunjangan) Belanja Desa dan Jasa (Pengeluaran dalam rangka pembelian/ pengadaan barang atau bangunan yang nilai manfaatnya lebih dari12 bulan Belanja Modal (Pengeluaran dalam rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang manfaatnya lebih dari 12 bulan
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Sedangkan yang dimaksud pembiayaan desa adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Contoh Penerimaan pembiayaan : Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya; Pencairan Dana Cadangan; dan Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan, Penerimaan pinjaman. Contoh Pengeluaran pembiayan: Pembentukan dana cadangan; Dana penyertaan modal desa, Pembayaran utang desa. Selengkapnya struktur pembiayaan desa sebagaimana bagan di bawah ini. PENERIMAAN PEMBIAYAAN
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
• Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya • Pencairan dana cadangan • Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan
• Pembentukan Dana Cadangan • Penyertaan Modal Desa
(Selengkapnya contoh format lampiran APB Desa dapat dilihat pada lampiran format A; A.1)
23
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
1. Tahapan Penyusunan APB Desa Peraturan Desa tentang APB Desa merupakan salah satu kebijakan publik di desa. karenanya dalam proses penyusunannya harus mengedepankan prinsip-prinsip partisipasi dan transparansi. Di samping itu, penyusunan APB Desa harus secara konsisten menjadikan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (Perdes RKP Desa) sebagai dasar penyusunan anggaran. RKP Desa harus sepenuhnya menjabarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa). Secara singkat perencanaan Rancangan Peraturan Desa APB Desa sampai proses evaluasi Raperdes APB Desa di tingkat kabupaten atau yang didelegasikan di tingkat kecamatan, dapat digambarkan sebagai berikut :
Menyampaikan rancangan Perdes tentang APBDesa kepada BPD
Menyusun rancangan Perdes tentang APBDesa
Bagan Penyusunan APBDes menurut Permendagri No. 113/2014, Pasal 21 Ayat (3) & (4), Pasal 22 , Pasal 23
24
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Beberapa hal penting yang perlu diingat dalam proses penyusunan Raperdes APB Desa adalah sebagai berikut : Menurut Permendagri No. 113/2014, Bab V Bagian Kesatu Perencanaan, Pasal 21 Ayat (3) & (4), Pasal 22 : • • •
•
Bila Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam 20 hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Bila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti (Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa), Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota. Hal tersebut sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya dan Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa. Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan tersebut, selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud
Menurut Permendagri No. 113/2014, Bab V Bagian Kesatu Perencanaan, Pasal 23 : • • • •
Bila Camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam 20 hari kerja, maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Bila Camat menyatakan hasil evaluasi tidak sesuai dengan kepentingan umum dan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Bila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti (Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa), Camat menyampaikan usulan pembatalan Peraturan Desa kepada Bupati/Walikota. Ketentuan lebih lanjut tentang pendelegasian evaluasi diatur dalam Peraturan Bupati/ Walikota.
Perdes APB Desa adalah salah satu dari 4 (empat) perdes yang harus dilakukan evaluasi oleh Bupati sebelum disyahkan dan dituangkan dalam lembaran desa. Ketiga perdes lainnya meliputi: Perdes pungutan desa, Perdes tata ruang desa dan Perdes struktur organisasi desa. Apabila dalam pelaksanaan evaluasi Bupati melimpahkan kewenangan evaluasi kepada Camat, maka pelaksanaan evaluasi cukup dilakukan oleh Camat. Artinya, proses penyusunan APB Desa berhenti di level kecamatan. Sementara, Bupati hanya memberikan pedoman teknis tentang tata cara evaluasi rancangan APB Desa kepada Camat. Secara garis besar tahapan proses perencanaan pengelolaan keuangan desa atau tahapan penyusunan APB Desa yaitu : pencermatan RPJM Desa/ RKP Desa, penyusunan rancangan perdes APB Desa, penyerahan dari pemerintah desa kepada BPD untuk dibahas, musyawarah anggaran desa, pembahasan dan penyepakatan bersama BPD, Evaluasi Bupati, Penetapan, pengundangan dalam lembaran desa dan pelaksanaan APB Desa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam proses penyusunan APB Desa, diantaranya : •
•
Semua kegiatan koordinasi, konsultasi dan permintaan evaluasi rancangan APB Desa dari Desa kepada Bupati melalui Camat harus disertai dengan surat pengantar resmi dari desa. Hal ini dikarenakan adanya batasan hari dalam proses evaluasi yang wajib dilakukan baik oleh pemerintah desa maupun tim evaluasi. Sangat banyak ditemukan keterlambatan dalam penyusunan APB Desa, sehingga melewati batas
25
MODUL KEUANGAN DESA
•
•
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
akhir penetapan APB Desa yaitu tanggal 31 Desember. Agar proses penyelenggaraan pemerintahan desa tetap bisa berjalan dan mempunyai legalitas hukum, maka Kepala Desa harus membuat peraturan Kepala Desa tentang “Pengaturan Pengeluaran Desa Sebelum Ditetapkan Peraturan Desa Tentang APB Desa Tahun Anggaran 2015”. Meskipun bentuknya peraturan Kepala Desa, namun BPD tetap diberikan informasi, termasuk masyarakat. Jenis pengeluaran desa yang dapat dilakukan sebelum ditetapkan peraturan desa tentang APB Desa Tahun 2015 besarnya tidak boleh melebihi pagu anggaran APB Desa tahun sebelumnya dan hanya bersifat mengikat dan operasional perkantoran, seperti : 1. belanja pegawai yang bersifat mengikat (Penghasilan Tetap Kades dan Perangkat Desa) ; 2. belanja alat-alat tulis kantor; 3. belanja pembayaran rekening listrik; 4. belanja pembayaran rekening air; 5. belanja perjalanan dinas; dan 6. belanja lain yang bersifat operasional perkantoran. Seluruh kebutuhan anggaran untuk penyusunan APB Desa harus dianggarkan dan tercatat dalam APB Desa. Demikian juga dengan keberadaan tim anggaran yang bertugas menyusun, harus mendapatkan Surat Keputusan dari Kepala Desa.
26
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
B | Pelaksanaan Keuangan Desa Pelaksanaan keuangan desa merupakan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengeluaran uang dan kegiatan di lapangan. Kegiatan yang dilakukan sesuai kewenangan desa yang diolah melalui rekening desa. Artinya, semua penerimaan dan pengeluaran desa harus dikelola melalui rekening desa yang didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Sehingga harus benar-benar dilakukan pencatatan transaksi secara tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.
1. Tujuan pengaturan pelaksanaan keuangan desa Pengaturan pelaksanaan keuangan desa bertujuan untuk: • Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan desa. • Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan keuangan desa yang didasarkan pada perencanaan anggaran dalam APB Desa. • Membangun konsistensi antar tahapan dalam satu mekanisme dan siklus pengelolaan keuangan desa. • Memberikan dasar dan arahan dalam pelaksanaan kegiatan
2. Prinsip pelaksanaan keuangan desa Pelaksanaan keuangan desa harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut : • Tidak diperbolehkan melakukan transaksi belanja jika tidak ada dalam Perdes APB Desa. • Setiap transaksi penerimaan dan belanja harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. • Seluruh bukti transaksi harus mendapat pengesahan kepala desa dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud; • Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APB Desa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran desa.
3. Tahapan Pelaksanaan keuangan desa Adapun alur tahapan pelaksanaan keuangan desa dapat digambarkan dengan bagan siklus di bawah ini:
• • •
Tahap pertama, pelaksanaan keuangan desa adalah pelaksanaan APB Desa yang meliputi kegiatan sosialisasi Perdes APB Desa, penyusunan DPA/RAB, pelaksanaan penerimaan, pelaksanaan belanja. Tahap kedua, pelaksanaan kegiatan yang meliputi mekanisme pelaksanaan pembangunan dan pihak-pihak yang terlibat, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, permintaan pendanaan, dan pencairan. Tahap ketiga, perubahan APB Desa yang meliputi kegiatan penyusunan rancangan Perkades Perubahan APB Desa, Penetapan Perubahan APB Desa dan sosialisasi peraturan Kepala Desa tentang Perubahan APB Desa.
27
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
4. Mekanisme pengajuan dan pencairan pendanaan Ada 4 (empat) aktor pengelola keuangan desa yang harus dilibatkan dalam proses pengajuan pendanaan dan pencairan (pengajuan pelaksanaan kegiatan) berdasarkan Permendagri No. 113/2014, Bab V, Bagian Kedua Pelaksanaan, Pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa dan Pelaksana Kegiatan. Adapun tugas masing-masing pengelola ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Pelaksana Kegiatan •
•
•
Mengajukan pendanaan disertai RAB (Rencana Anggaran Biaya) dengan juga melampirkan : Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Pernyataaan tanggung jawab, dan Lampiran Bukti Transaksi Menggunakan Buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan di desa SPP tidak boleh dilakukan sebelum barang & jasa diterima
Sekretaris Desa • • •
• •
Verifikasi RAB yang • diajukan • Meneliti kelengkapan SPP Menguji kebenaran perhitungan tagiha atas beban APBDes yang tercantum dalam SPP Menguji ketersediaan dana untuk kegiatan Menolak jika SPP tidak memenuhi persyaratan
Kepala Desa Mengesahkan RAB Menyetujui permintaan pembayaran
Bendahara • • •
Melakukan pembayaran Melakukan pencatatan pengeluaran Menyertakan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Sedangkan berkaitan dengan pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan Bupati/Walikota dengan berpedoman pada ketentuan perundangan yang berlaku.
Untuk mekanisme pengajuan pendanaan dan pencairan sebagaimana secara detil dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
28
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
5. Perubahan APB Desa
Setelah kegiatan dilaksanakan, sangat terbuka terjadi perubahan-perubahan baik dalam hal pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Karenanya perlu dilakukan evaluasi yang hasilnya menjadi dasar penyusunan Perubahan APB Desa.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan APB Desa, antara lain : • • • • •
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja; keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan; Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa pada tahun berjalan; Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; Perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa, APB Desa dapat dilakukan perubahan hanya satu kali selambat-lambatnya 3 bulan (akhir bulan September) sebelum tahun anggaran berakhir yang ditetapkan dengan peraturan desa. Apabila setelah Perdes Perubahan APB Desa ditetapkan ada pendapatan desa yang bersumber dari bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/ Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga yang tidak, maka perubahannya diatur dengan peraturan kepala desa. Sedangkan prosedur penyusunan perubahan APB Desa pada prinsipnya sama dengan tahapan dan prosedur penyusunan APB Desa. Artinya pemerintah desa tetap harus membuka ruang-ruang informasi dan partisipasi publik dalam setiap tahapan proses penyusunan. Meskipun perubahan APB Desa berbentuk peraturan kepala desa, tetapi BPD dan masyarakat tetap mempunyai hak mendapatkan informasi. Tahapan yang dilakukan adalah mulai dari penyusunan RKA RAPB Desa Perubahan atau lazim disebut RKA Perubahan-Desa (RKA P-Desa), penyusunan ringkasan dan rincian APB Desa perubahan, penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Perubahan APB Desa, musyawarah anggaran desa dan penyusunan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran Desa atau disingkat DPPA-Desa. (contoh format perubahan APB Desa dapat dilihat pada lampiran format A; A.1)
Secara lengkap alur penyusunan perubahan APB Desa dapat dilihat dalam siklus di bawah ini:
29
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
C | Penatausahaan Keuangan Desa Penatausahaan adalah pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang, dalam satu tahun anggaran atau kegiatan yang nyaris dilakukan sepanjang tahun anggaran. Kegiatan ini bertumpu pada tugas dan tanggung jawab bendahara. Dokumen penatausahaan adalah dokumen resmi milik pemerintah desa. Dokumen tersebut dapat berfungsi sebagai sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan sebagai barang bukti apabila diperlukan dalam proses hukum, manakala terjadi dugaan penyelewengan keuangan atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Meskipun penatausahaan merupakan kerja-kerja administrasi (terkait dengan pencatatan pembukuan keuangan) yang seakan-akan tidak mempunyai ruang untuk partisipasi masyarakat, prinsip akuntabilitas dan keterbukaan tetap menjadi hal utama. Dengan demikian, sangat dibutuhkan sikap yang teguh, serius, taat asas, dan jujur dalam mejalankan tugas-tugas berat tersebut sehingga kualitas pengelolaan keuangan tetap terjaga dengan baik. Penyimpangan dan manipulasi bisa terjadi karena disengaja oleh pembuatnya dengan maksud untuk memuaskan kepentingan diri dan kelompoknya atau tidak disengaja karena dipaksa oleh keadaan, seperti tekanan dari atasan atau aturan yang tidak jelas. Ditambah lagi dengan kenyataan selama ini yang selalu menggantungkan tugas dan kewajiban untuk melengkapi syarat administrasi keuangan pada perintah atasan. Bendahara desa memiliki kewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada kepala desa. Pertanggungjawaban tersebut sesuai dengan pencatatan penerimaan dan pengeluaran, serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penyampaian laporan pertanggungjawaban dari bendahara kepada kepala desa dilakukan setiap bulan dan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Agar para pejabat pengelola keuangan desa, khususnya bendahara yang mempunyai tugas penatausahaan, terhindar dari persoalan-persoalan akuntabilitas, maka harus diperhatikan beberapa ketentuan pokok dalam penatausahaan berikut ini:
1. Rekening Desa • •
Rekening Desa dibuka oleh pemerintah desa pada bank pemerintah atau bank pemerintah daerah atas nama pemerintah desa. Khusus desa yang belum memiliki layanan perbankan di wilayahnya akan diatur oleh Pemerintah Kab/Kota Spesimen tanda tangan pada rekening desa atas nama kepala desa dan bendahara desa dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan
2. Penerimaan Desa
Penerimaan desa sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014, Bab V, Bagian Kedua Pelaksanaan, Pasal 24, 25, dan 26 maka harus tertib administrasi dan taat peraturan, bahwa penerimaan desa : • Disetorkan langsung oleh Bendahara Desa ke Rekening Desa dan didukung bukti yang lengkap dan sah. • Disetorkan langsung oleh pemerintah supra desa atau pihak ketiga ke Rekening Desa. • Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan kepada Bendahara Desa atau disetor langsung ke rekening desa. • Pungutan dapat dibuktikan dengan : 1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa 2. Surat tanda bukti pembayaran oleh pihak ketiga 3. Bukti pembayaran lainnya yang sah • Penerimaan oleh Bendahara Desa harus disetor ke Rekening Desa paling lambat tujuh hari kerja dibuktikan dengan surat tanda setoran. • Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai pemasukkan selain yang ditetapkan dalam Peraturan Desa.
30
MODUL KEUANGAN DESA
•
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Bendahara dapat menyimpan uang di Kas Desa dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
3. Pengeluaran Desa
Pengeluaran desa sesuai dengan Permendagri No. 113/2014, Bab V, Bagian Kedua Pelaksanaan, Pasal 24, 25, dan 26 maka pengeluaran desa : • Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan peraturan desa tentang APBDesa atau peraturan desa tentang Perubahan APBDesa. • Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP). • Pengeluaran desa tidak dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa ditetapkan. • Pengeluaran desa tidak termasuk untuk Belanja Pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran.
Melihat begitu rumit dan beratnya tugas penatausahaan, maka banyak hal yang benar-benar harus dipersiapkan. Misalnya, bagaimana prosedur penerimaan melalui bendahara, melalui bank, tata cara pencatatan dalam buka kas, buku kas bantu, buku bank, buku pajak, bukti transaksi dan lain-lain. Hal yang lebih penting juga bagaimana membangun mekanisme transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam setiap tugas penatausahaan keuangan desa. Proses partisipasi yang sudah dibangun sangat baik, akan dengan mudah “dimanipulasi” melalui selembar dua lembar kerta bukti transaksi jika tidak dibarengi dengan komitmen yang tinggi. (Contoh format buku kas umum, buku bantu pajak, dan buku bantu bank dapat dilihat pada lampiran format F.1; F.2; F.3)
31
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
D | Pelaporan dan Pertanggungjawaban 1. Pelaporan Guna menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, salah satu tahapan penting yang harus dibangun mekanismenya dengan baik adalah mengenai pelaporan pengelolaan keuangan desa. Pelaporan sebagai suatu alat pengendali, mempunyai fungsi untuk melakukan pengawasan secara periodik capaian pelaksanaan kegiatan, sekaligus sebagai perangkat evaluasi. Pelaporan keuangan desa diupayakan secara selalu menyajikan data yang valid, akurat dan terkini, sistematis, ringkas, sederhana dan jelas serta tepat waktu sesuai yang diatur peraturan perundangan. Dan yang terpenting bahwa pelaporan yang disusun harus dilakukan sendiri oleh desa sesuai tugas pokok dan fungsinya. Tidak bisa lagi desa selalu bergantung dengan pihak lain hanya karena alasan “keterbatasan SDM� perangkat desa.
Jenis pelaporan keuangan desa setiap tahun dikelompokkan menjadi 2 tahap, yaitu : a. Laporan Semester Pertama Laporan Semester Pertama yaitu Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa Semester Pertama yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. (Contoh Format laporan realisasi pelaksanaan APB Desa semester pertama dapat dilihat ada lampiran format G.1)
b. Laporan Semester Akhir Tahun Laporan Semester Akhir Tahun, yaitu Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester Kedua/ Laporan Semester Akhir Tahun yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya. (contoh format laporan realisasi pelaksanaan APB Desa semester akhir tahun dapat dilihat pada lampiran G.2) Selain itu, Kepala Desa juga harus melampirkan Neraca Keuangan Desa dan Laporan Pengelolaan Kekayaan Milik Desa bersamaan dengan penyampaian laporan semester akhir tahun. (Contoh format laporan neraca keuangan desa dan pengelolaan kekayaan desa dapat dilihat pada lampiran format H.1; H.2)
2. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban adalah suatu sikap atau tindakan untuk menanggung segala akibat dengan perbuatan atau segala resiko ataupun konsekuensinya. Kepala desa sebagai pemimpin penyelenggara pemerintahan desa juga harus melakukan pertanggungjawaban baik kepada bupati, BPD, dan terutama kepada masyarakat. Pada dasarnya pertanggungjawaban ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik. Permendagri No. 113/2014, Bab V, Bagian Kelima Pertanggungjawaban, Pasal 38 menegaskan bahwa selain Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban APB Desa terkait Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa kepada Bupati /Walikota melalui Camat, juga berkewajiban memberikan laporan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.
32
MODUL KEUANGAN DESA
BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Bagi masyarakat desa, pertanggungjawaban diarahkan untuk mewujudkan harapan dan kepercayaan terhadap kualitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Maka untuk itu yang mesti dilakukan oleh para penyelenggara pemerintahan desa diantaranya memberikan pertanggungjawaban publik melalui sarana informasi yang lebih mudah diakses masyarakat dan bersedia menerima segala kritik dan masukan dari masyarakat. Kepercayaan ini harus dijaga dan dipelihara dalam ruang-ruang partisipasi agar penyelenggaraan pemerintahan desa makin demokratis. Laporan pertanggungjawaban keuangan desa merupakan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati setiap akhir tahun angaran paling lambat disampaikan 1 (satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan. Pertanggungjawaban tersebut memuat realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam laporan tersebut sekaligus dilampirkan Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan dan Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa. Bendahara desa memiliki kewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Desa. Pertanggungjawaban tersebut sesuai dengan pencatatan penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penyampaian laporan pertanggungjawaban dari bendahara kepada Kepala Desa dilakukan setiap bulan dan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Dokumen laporan pertanggungjawaban pemerintah desa merupakan dokumen publik yang mana masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi secara tertulis. Karenanya, pemerintah desa dituntut untuk mampu mengelola informasi pertanggungjawaban tersebut menjadi sebuah informasi yang cepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Beberapa media yang dapat dijadikan sebagai wahana menyebarkan informasi, seperti papan pengumuman, radio komunitas, pertemuan-pertemuan di desa, ataupun media lain yang sudah dimiliki desa.
Pada prinsipnya pelaporan dan pertanggungjawaban kepala desa tentang pengelolaan keuangan desa harus dijadikan dasar meningkatkan kualitas tata kelola keuangan dan pemerintahan desa yang lebih baik. Semakin baik pemerintah desa menerapkan prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, maka kualitas penyelenggaraan pemerintah desa menjadi lebih baik dan memiliki harapan besar dalam meningkatkan kemandirian desa. (Contoh format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa dapat dilihat pada lampiran format H)
33
34
BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA A. Struktur Tim Pengelola B. Tugas Pokok dan Fungsi C. Unsur-Unsur yang Terlibat
35
36
MODUL KEUANGAN DESA
BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
BAB IV
TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA Pengelolaan keuangan desa merupakan tugas yang melekat pada seluruh aparatur pemerintah desa mulai dari kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa sampai dengan perangkat desa lain yang menjadi bagian dari pelaksanaan keuangan desa. Sebagai tim pengelola keuangan desa, seluruh tanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan desa menjadi tugas kolektif. Penumpukan kerja pada satu atau dua orang akan menjadi beban yang akan membuka peluang penyimpangan dan hambatan dalam pengelolaan. Kepatuhan terhadap prosedur pengelolaan keuangan desa yang dibangun mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, sampai dengan pelaporan dan pertanggungjawaban harus mampu dijaga oleh tim pengelola keuangan desa. Karenanya antar anggota tim pengelola harus memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing. Seluruh tim pengelola harus memiliki komitmen untuk menjaga ritme kerja sesuai dengan mandat yang diberikan. Berbagai persoalan selalu muncul pada saat pelaksanaan keuangan desa, jika ada salah satu unsur dalam tim pengelola yang tidak punya komitmen dan tidak konsisten terhadap prosedur kolektif yang telah disepakati. Bahkan, bila mereka saling berebut kekuasaan maka dapat menimbulkan kekacauan tugas pokok yang semestinya dijalankan. Kondisi demikian, acapkali menjadi penyebab terjadinya ketidakpatuhan dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan desa. Penyimpangan prosedur yang secara sengaja dilakukan oleh salah satu anggota tim pengelola akan menyebabkan “manipulasi keuangan desa.� Seperti pencatatan transaksi yang tidak sesuai dengan tanggal pelaksanaan transaksi, penggelembungan harga dan volume, menurunkan standar kualitas pembangunan, dan melakukan manipulasi partisipasi. Problem seperti ini masih menjadi hal mendasar yang dialami desa. Bahkan seolah-olah sudah dianggap sebagai persoalan biasa yang tidak memiliki dampak hukum apa pun. Dalam upaya mendorong peningkatan kualitas tata kelola keuangan desa yang sesuai dengan UU Desa, desa harus segera bangkit dari keterpurukan tersebut. Desa harus memiliki optimisme dan keyakinan bahwa sumber daya manusia desa memiliki kemampuan yang dibutuhkan. Persoalannya hanya pada bagaimana segenap tim pengelola keuangan desa mempunyai kesadaran untuk selalu meningkatkan kapasitas dirinya. Terutama anggota tim pengelola bisa memahami dan dapat menjalankan tugas sesuai beban kerja dan tanggungjawab masing-masing dengan tetap menjalin koordinasi dan soliditas dalam melakukan pekerjaan. Itulah pentingnya perumusan sebuah struktur kerja tim pengelola beserta seluruh tata laksana yang diperlukan tim.
37
MODUL KEUANGAN DESA
BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
A | Struktur Tim Pengelola Struktur organisasi pengelola keuangan desa secara hierarkis tidak bisa lepas dari jabatan yang ada dalam sistem organisasi pemerintah desa. Artinya, kedudukan dan jabatan dalam pengelola keuangan desa tetap disesuaikan dengan jabatan yang disandang masing-masing unsur pemerintah desa. Misalnya kepala desa, sebagai pemimpin desa yang dipilih oleh rakyat, kedudukannya dalam tim pengelola adalah Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Desa (PKPKD). Gambaran lengkap struktur organisasi pemerintah desa dan struktur tim pengelola keuangan desa adalah sebagaimana bagan di bawah ini:
Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Desa
Sedangkan struktur organisasi pengelola keuangan desa adalah sebagai berikut:
Bagan Struktur organisasi pengelola keuangan desa
38
MODUL KEUANGAN DESA
BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
B | Tugas Pokok dan Fungsi Masing-masing tim pengelola keuangan desa sebagaimana struktur di atas mempunyai tugas pokok masing-masing sebagai berikut :
1. Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Desa (PKPKD) Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Desa (PKPKD) secara umum berwewenang menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa. Secara rinci wewenang PKPKD sebagai berikut : • menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa; • menetapkan PTPKD; • menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; • menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa; dan • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa
2. Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD) Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD) mempunyai tugas membantu pelaksanaan pengelolaan keuangan desa oleh PKPKD. Masing-masing anggota PTPKD mempunyai tugas sebagai berikut : Koordinator PTPKD bertugas : • menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APB Desa; • menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, perubahan APB Desa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa; • melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa; • menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa; dan • melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APB Desa. Pelaksana Kegiatan bertugas : • menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya; • melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan dalam APB Desa; • melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan; • mengendalikan pelaksanaan kegiatan; • melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa; dan • menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. Bendahara Desa • menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa
39
MODUL KEUANGAN DESA
BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
C | Unsur-Unsur yang Terlibat Masing-masing pihak yang terlibat langsung dalam tim pengelola keuangan desa dituntut mampu membangun mekanisme koordinasi yang dapat menghindari dari tumpang tindihnya tugas dan tanggung jawab. Selain itu, kejelasan unsur yang terlibat dalam tim pengelola juga akan menjaga terjadinya sistem kekeluargaan dan pertemanan dalam pengangkatan tim pengelola. Karenanya menjadi penting unsur-unsur yang harus terlibat dalam tim pengelola keuangan desa tersebut dapat dipahami bersama di desa.
Pihak-pihak yang terlibat dalam tim pengelola keuangan desa adalah 1. 2. 3. 4. 5.
Kepala Desa dalam kedudukannya menjabat sebagai PKPKD Sekretaris Desa menjabat sebagai Koordinator PTPKD Kaur/ Kasi yang membidangi keuangan desa menjabat sebagai Bendahara Desa Kaur/Kasi sebagai pelaksana kegiatan atau PK Unsur masyarakat lainnya dapat menjadi anggota pelaksana kegiatan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap upaya melakukan pengangkatan tim pengelola keuangan desa adalah selalu memperhatikan proporsi antara keterwakilan perempuan. Sangat dimungkinkan dalam struktur pengelola keuangan desa, para aparatur desa didominasi oleh laki-laki dan tidak satupun perempuan yang menjadi perangkat desa. Oleh karena itu, sangat tepat apabila dalam mengangkat anggota pelaksana kegiatan dari unsur masyarakat diprioritaskan dari kelompok perempuan.
Keberpihakan pada kelompok perempuan tidak sekedar memenuhi kuota antara laki-laki dan perempuan, tetapi secara kapasitas kehadiran unsur perempuan dalam tim pengelola keuangan desa diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa. Ketelitian, kesabaran dan ketekunan menjadi kunci penting berhasil tidak pengelolaan keuangan desa yang baik. Dan perempuan diyakini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh laki-laki.
40
BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA A. Penerapan Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas B. Hakikat Musyawarah Desa C. Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa
41
MODUL KEUANGAN DESA
BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
42
MODUL KEUANGAN DESA
BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
BAB V
KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA Implementasi UU Desa memberikan ruang dan peluang yang sangat besar kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atas dasar prakarsa lokal desa. Kemampuan keuangan desa sebagai modal untuk menjalankan roda kehidupan di desa diharapkan semakin meningkat secara bertahap. Ketika kewenangan desa bertambah besar maka kapasitas keuangan (fiskal) yang dimiliki juga harus sebanding dan tanggung jawab bagi pemerintah desa semakin besar. Perubahan kebijakan yang seperti itu sangat memungkinkan bagi desa untuk bisa mengembangkan dirinya, terutama dalam mengatur dan mengurus masyarakatnya agar lebih sejahtera. Perubahan kedudukan desa dari “penerima perintah atau obyek” menjadi “pelaku utama atau subyek” pemerintahan dan pembangunan tidak serta-merta menjadikan desa mengubah paradigmanya. Hal ini bisa dipahami karena desa sudah puluhan tahun diposisikan sebagai subsistem pemerintahan kabupaten/kota. Desa seolah hanya merupakan kepanjangan tangan dari kecamatan dan kabupaten. Padahal secara nyata sejak terbitnya UU 22/1999 dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kedudukan desa sudah harus berubah. Desa merupakan satu kesatuan wilayah hukum tersendiri dalam NKRI. Sebagai wilayah yang memiliki kedaulatan hukum, maka kebijakan lokal desa yang dirumuskan bersama masyarakat niscaya menjadi produk hukum desa yang sah. Dalam pelaksanaannya juga tidak selalu harus menunggu “dawuh” atasan. Karena itu, peran aktif masyarakat dalam mengawal setiap tahapan proses perumusan kebijakan desa menjadi syarat penting membangun eksistensi desa yang lebih mandiri dan berdaulat. Desa tidak terus menerus harus menunggu “perintah” dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Tetapi, harus berusaha keras menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas lokal desa. Dalam demokrasi desa tidak dibutuhkan lagi sistem perwakilan, masyarakat bisa secara langsung berhadapan dengan para pemegang pemerintahan di desa. Partisipasi masyarakat merupakan sebuah wahana paling strategis untuk menjadi alat dalam menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintahan desa dengan masyarakat yang dipimpinnya. Problem besarnya adalah apakah desa sudah benar-benar siap mengembalikan nilai-nilai demokrasi lokal desa atas dasar modal sosial yang telah dimiliki selama ini? Kenyataannya adalah desa sudah cukup lama “terbelenggu” dalam sistem “sentralistik” yang instruksional. Sehingga desa seakan-akan lupa pada jati dirinya sebagai sebuah pemerintahan yang memiliki kewenangannya sendiri. Tekad untuk memosisikan masyarakat desa menjadi bagian dari pelaku utama penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa harus dimiliki bersama antara aparatur desa dan masyarakatnya. Meskipun berat, tetapi komitmen tersebut harus menjadi dasar setiap pihak yang ada di desa dan dengan dukungan dari pemerintahan lebih atas. Apapun usaha baik desa jika yang lebih atas tetap memosisikan desa sebagai “bawahan” dan “dinomorduakan”, tidak akan membuahkan hasil baik. Komitmen meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan desa harus terus terkawal meskipun terkadang ada kendala instruksi dari atas. Kekuatan masyarakat dalam berpartisipasi wajib terus didorong agar tetap memiliki kepedulian terhadap desa. Masyarakat harus paham terhadap hak-haknya dalam setiap tahapan proses pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan desa. Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah menangkap peluang, peran, dan langkah-langkah untuk berpartisipasi yang lebih berkualitas.
43
MODUL KEUANGAN DESA
BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
A | Penerapan Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas Sebagaimana telah dijelaskan di bab sebelumnya, pengelolaan keuangan desa yang baik harus memperhatikan beberapa asas pengelolaan keuangan, diantaranya adalah transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas atau disingkat TPA. Asas ini tidak hanya sekadar “tulisan�, tetapi juga harus diterapkan dalam setiap proses pengelolaan keuangan desa. Masyarakat harus memahami bahwa asas TPA tersebut tidak hanya diterapkan pada saat perencanaan pembangunan atau musrenbangdes saja, tetapi sampai pada pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa. Untuk memberikan jaminan peluang masyarakat atas penerapan asas TPA, diperlukan kepastian informasi ruang-ruang publik dan persyaratan yang harus dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian, penerapan TPA tidak sebatas wacana tetapi benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik oleh pemerintahan desa. Semakin besar manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat, maka kepercayaan atau trust antara pemerintahan desa dengan masyarakatnya menjadi semakin kuat. Lebih jelasnya penerapan TPA antara peluang dan prasyarat keterlibatan masyarakat, sebagai berikut :
Transparansi
Peluang : masyarakat mendapatkan informasi atas rencana tahapan dan proses pengelolaan keuangan desa, mulai dari penyusunan RAPB Desa, Pelaksanaan APB Desa, Penatausahaan keuangan desa, laporan kemajuan pendapatan dan pengeluaran keuangan desa yang diumumkan secara berkala oleh pemerintah desa melalui Bendahara Desa kepada warga desa serta ringkasan pertanggungjawaban realisasi APB Desa. Prasyarat : tim pengelola keuangan desa harus memiliki kemampuan mengelola informasi keuangan desa menjadi informasi publik yang mudah diakses dan dipahami masyarakat desa. Sedangkan masyarakat desa harus memiliki kapasitas pengetahuan dan ketrampilan membaca kebijakan keuangan desa.
Partisipasi
Peluang : masyarakat desa dapat menjadi bagian dari keanggotaan tim penyusun RAPB Desa, sebagai anggota pelaksana kegiatan, tim monitoring dan pengawasan, tim pemeliharaan, dan dapat membantu dalam penyusunan RAB serta menyelaraskan laporan kemajuan penyerapan dana kegiatan pada Buku Kas Pembantu Kegiatan dan Buku Kas Umum di desa. Prasyarat : tim pengelola keuangan desa memiliki komitmen dan mau bekerjasama dengan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan desa. Bagi masyarakat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan teknis dalam setiap tahapan siklus pengelolaan keuangan desa.
Akuntabilitas
Peluang : masyarakat dapat melakukan pengawasan secara partisipatif baik aktif maupun pasif dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan desa. Momen pelaporan dan pertanggungjawaban Kepala Desa merupakan ruang paling strategis yang harus dijadikan forum publik di desa. Prasyarat : tim pengelola keuangan desa memiliki kesadaran bahwa uang desa adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat secara langsung. Sehingga tim harus memiliki kemampuan teknis mengelola keuangan desa sesuai tahapan dengan baik. Sementara masyarakat desa dituntut memiliki pengetahuan melakukan pengawalan secara kolektif dan kritis serta memahami tata cara penyampaian pengaduan manakala terjadi penyimpangan dengan tetap menjaga kondisi yang aman di desa. Kondisi aman, tenteram dan nyaman akan tetap terjaga apabila mampu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan yang diwujudkan dalam prinsip-prinsip TPA untuk memutuskan kebijakan di desa. Karenanya, seluruh pihak yang ada di desa, baik unsur pemerintah, BPD, Lembaga Desa dan masyarakat harus memiliki cita-cita bersama membangun desa lebih baik. Semangat kebersamaan itulah yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan jati diri desa yang salah satunya diwujudkan melalui forum rembug desa atau musyawarah desa.
44
MODUL KEUANGAN DESA
BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
B | Hakikat Musyawarah Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ditegaskan bahwa “Desa yang memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.” Untuk mewujudkan cita-cita di atas, salah satu syaratnya dengan meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan BPD. Badan Permusyawaratan Desa memiliki tugas penting untuk memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa. Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa “Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa”. Hal-hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud meliputi : penataan Desa, perencanaan Desa, pengelolaan keuangan desa, kerja sama Desa, rencana investasi yang masuk ke Desa, pembentukan BUM Desa, penambahan dan pelepasan aset Desa, dan, kejadian luar biasa. Pelaksanaan musyawarah desa paling sedikit dilaksanakan 1 kali dalam satu tahun dan atau sesuai kebutuhan desa. Musyawarah Desa atau Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Karena itu, seluruh anggota BPD dituntut memiliki kemampuan, baik pengetahuan maupun ketrampilan dalam mengelola penyelenggaraan musyawarah desa yang demokratis. Tanggung jawab BPD tidak sekedar panitia pelaksana, tetapi dituntut untuk menjaga dan melindungi hak-hak masyarakat yang akan menjadi “masukan” pembahasan musyawarah desa. Selain itu, BPD sebagai perwakilan dari masyarakat wajib menjaga kualitas pelaksanaan musyawarah dengan cara memberikan pembekalan pengetahuan masyarakat. Modal pengetahuan masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan yang selalu mencerminkan keberpihakan terhadap masyarakat. Menjadikan aspirasi dan keterlibatan masyarakat pada setiap proses pengambilan keputusan di desa melalui Musyawarah Desa hakikatnya mengembalikan “kedaulatan rakyat”. Dengan demikian, rakyat desa akan mempunyai peran yang lebih strategis sebagai bagian dari pelaku utama yang aktif dan kritis. Rakyat tidak boleh lagi hanya sebagai “penonton” dan penerima manfaat yang pasif, tetapi harus mampu menumbuhkan prakarsa dan gerakan partisipasi dalam membangun desanya.
Hal mendasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan musyawarah desa adalah : • • • • • • • •
Memahami hak dan kewajiban; Memahami dan mematuhi tata tertib musyawarah desa yang telah disepakati bersama; Memahami tahapan pelaksanaan musyawarah desa; Mempersiapkan materi yang akan dibahas; Kepanitian dan agenda pembahasan musyawarah desa; Ketersediaan pendanaan; Memperhatikan keadilan peserta musyawarah yang akan diundang, dan Mengawal dan mensosialisasikan hasil keputusan musyawarah desa.
Guna memberikan hasil yang optimal dalam setiap kali musyawarah desa, maka peran aktif seluruh unsur kelembagaan masyarakat desa menjadi sangat penting. Kehadiran kelembagaan masyarakat desa dapat memainkan peran dan fungsinya sesuai beban kerja yang dimiliki. Pembentukan lembaga ini tidak boleh hanya sebatas menjadi alat kekuasaan Kepala Desa dan atau BPD, tetapi harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat desa secara menyeluruh.
45
MODUL KEUANGAN DESA
BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
C | Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa. Lembaga kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. Keahlian para pengurus lembaga kemasyarakatan desa dalam mengelola dinamika organisasi/lembaganya senantiasa dapat mendorong berkembangnya swadaya dan gotong royong masyarakat desa. Proses pembelajaran kedewasaan masyarakat berdemokrasi di desa hendaknya dijadikan kerangka kerja utama para pengurus yang telah mendapatkan mandat. Amanah rakyat pada hakikatnya sebuah kepercayaan yang harus dibarengi dengan tanggung jawab kerja yang sebanding. Meskipun keberadaan lembaga kemasyarakatan desa sebagai mitra kerja pemerintah desa, akan tetapi tetap harus menjaga kemandirian dan kebebasan dalam bekerja. Tidak bisa dibenarkan adanya alasan bahwa sebagai mitra pemerintah desa maka “hidup mati“ membela Kepala Desa dan Perangkat Desa tetapi mengabaikan hak-hak rakyat desa. Justru sebaliknya, pembentukan lembaga tersebut diharapkan mempercepat saluran partisipasi masyarakat dari bawah ke atas. Dalam proses pembentukan lembaga kemasyarakatan desa, hendaknya selalu mengedepankan prinsip-prinsip keterbukaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif. Kebutuhan membentuk sebuah lembaga tetap mengutamakan kebutuhan lokal desa bukan titipan atau perintah dari pemerintah lebih atas. Banyak ditemukan pembentukan lembaga kemasyarakatan desa yang dipaksakan dari atas, hanya menambah beban desa. Sehingga banyak sekali lembaga kemasyarakatan desa tinggal sebuah nama. Yang sangat penting diperhatikan juga, bahwa dalam memilih atau menetapkan pengurus, harus terjadi pemerataan diantara unsur masyarakat. Penumpukkan tugas pengurus kepada segelintir orang tidak akan membawa hasil positif dalam perjalannya. Kebiasaan buruk desa yang selalu memberikan kepercayaan dan membebankan pada orang-orang yang dianggap “bisa dan mau� sudah salah kaprah. Apalagi tidak pernah mencoba memberikan kesempatan pada yang lain, justru semakin berdampak buruk pada perjalanan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa.
46
LAMPIRAN
47
48
MODUL KEUANGAN DESA
49
MODUL KEUANGAN DESA
50
MODUL KEUANGAN DESA
51
MODUL KEUANGAN DESA
52
MODUL KEUANGAN DESA
53
MODUL KEUANGAN DESA
54
MODUL KEUANGAN DESA
55
MODUL KEUANGAN DESA
56
MODUL KEUANGAN DESA
57
MODUL KEUANGAN DESA
58
MODUL KEUANGAN DESA
59
MODUL KEUANGAN DESA
60
MODUL KEUANGAN DESA
61
MODUL KEUANGAN DESA
62
MODUL KEUANGAN DESA
63
MODUL KEUANGAN DESA
64
MODUL KEUANGAN DESA
65
MODUL KEUANGAN DESA
66
MODUL KEUANGAN DESA
67
MODUL KEUANGAN DESA
68
MODUL KEUANGAN DESA
69
MODUL KEUANGAN DESA
70
MODUL KEUANGAN DESA
71
MODUL KEUANGAN DESA
72
MODUL KEUANGAN DESA
73
MODUL KEUANGAN DESA
74
MODUL KEUANGAN DESA
75
MODUL KEUANGAN DESA
Tentang Penulis
Yusuf Murtiono Isu desa dan tata kelola keuangan desa mejadi fokus kajian Yusuf. Ia aktif di Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kebumen. Aktivitas Yusuf dalam beberapa tahun terakhir santara lain sebagai Tim Konsultan Pro-Poor Planning, Budgeting and Monitorting Assestment di Wakatobi, Kupang, dan Gorontalo; Tim Tehnical Assistensi Building Better Budget for Women and the Poor di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo (2011-2013), Direktur program piloting pembentukan Tim Koordinasi Percepatan penanggulangan Kemiskinan dan Sistem Informasi Desa (SID) Kabupaten Kebumen. Yusuf juga sering menjadi narasumber maupun fasilitator berbagai pelatihan untuk implementasi UU Desa. Yusuf dapat dihubungi melalui : yusufmurtiono@yahoo.com
76