EDISI 1 | Januari 2016
Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong saat ini sedang ramai-ramai membicarakan penerapan koreksi data paspor. Bagi mereka yang pernah membuat paspor, tidak akan diperbolehkan memakai data yang sama jika data tak sesuai akta kelahiran Prinsipnya, data di paspor harus sesuai dengan data akta kelahiran. Padahal ada banyak buruh migran yang memiliki data berbeda antara paspor dan akta kelahiran karena ulah perekrut dan PJTKI yang memberangkatkannya.
E
ni Lestari dari Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mengungkapkan penerapan koreksi data telah menimbulkan korban, tiga orang di penjara Imigrasi Hong Kong, 20 an orang visa kerjanya tidak diturunkan dan puluhan lainnya sedang diinvestigasi Imigrasi Hong Kong karena dianggap pemalsuan identitas. “Mereka bilang ini berlaku untuk semua negara. Kita udah cek dengan Malaysia dan Singapura dan memang berlaku paspor biometrik ini, tapi tidak ada kasus pemaksaan koreksi data,� ujar Eni Lestari. Ridwan Wahyudi dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malaysia, mengungkapkan jika di Malaysia memang sedang berlangsung penerapan paspor biometrik dan koreksi data paspor. Namun penerapan koreksi data di Malaysia tidak sampai ada kasus pemenjaraan oleh Imigrasi Malaysia, karena KBRI/KJRI di Malaysia memberi pilihan pada BMI
terkait data mana yang akan digunakan jika ditemukan data ganda pada satu BMI. Menanggapi kasus ini, Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI BHI Kemenlu menyampaikan, pada prinsipnya koreksi data tidak terhindarkan, kalau tidak memulai dari sekarang, Imigrasi akan terus menghadapi persoalan data pemegang paspor. “Solusinya bukan dengan menghentikan koreksi data, tetapi dengan melakukan pembahasan dengan Pemerintah Hong Kong untuk memastikan tidak ada kriminalisasi kepada BMI,� paparnya. Mengingat sudah adanya korban BMI yang dipenjara atas kasus ini, maka selayaknya KJRI Hong Kong butuh didesak untuk memberikan layanan bantuan hukum.