WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Page 1

EDISI JULI 2014

Antusiasme BMI Hong Kong pada Pemilu Presiden /Foto Fera

LAPORAN UTAMA

Jejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

T

ahun 2014 merupakan tahun politik bagi Bangsa Indonesia. Pemilu legislatif dan pemilu presiden diadakan bersamaan pada Mei dan Juli 2014. Masyarakat Indonesia menyambut tahun pemilu secara beragam, mulai dari sikap dukungan, kritikan, sampai sikap-sikap apatis dan apolitis. Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri termasuk buruh migran juga menyambut pemilu dengan berbagai cara. Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) mengamati perbincangan seputar calon wakil rakyat dan calon presiden banyak meramaikan lini masa (time line) buruh migran pengguna media sosial. Tidak sedikit yang saling berdebat bahwa calon yang mereka idolakan paling bagus dan pantas dipilih. Media sosial milik buruh migran pribadi atau kelompok pun riuh dengan kampanye dari berbagai simpatisan partai dan calon presiden.

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Antusiasme buruh migran terhadap pemilu kali ini semakin kentara pada pemilihan Presiden Indonesia. Munculnya dua calon presiden Indonesia 2014 yang sama-sama menawarkan visi dan misi perlindungan buruh migran, diduga menjadi pemicu tingkat partisipasi pemilih dari kelompok buruh migran. Antusiasme buruh migran yang meningkat pada pemilu presiden bisa dilihat dari meningkatnya jumlah buruh migran yang memilih di Hong Kong. Menurut Fera Nuraini, pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) di Hong Kong, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pilpres tercatat 114.626 ribu lebih banyak daripada pemilu legislatif 102.000 ribu. WNI atau buruh migran yang tinggal di luar negeri bisa melakukan hak pilihnya melalui tiga cara, yakni melalui pos, drop box, dan datang langsung ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) tiap-tiap negara penempatan. TPS luar negeri berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), Sekolah Indonesia di luar negeri, atau di tempat-tempat yang sering jadi tempat berkumpulnya WNI atau buruh migran di luar negeri.


EDISI JULI 2014

G

emuruh Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 melahirkan harapan besar akan perbaikan tata kelola Buruh Migran Indonesia (BMI). Calon legislatif daerah pemilihan (dapil) luar negeri yang masuk di dapil Jakarta II pun gencar menawarkan visi misi yang pro pada perlindungan BMI. Memasuki masa pemilihan presiden, dua paket capres dan cawapres pun menyasar visi misi mereka pada perlindungan buruh migran. Ibarat gayung bersambut, BMI pengguna sosial media pun mengekspresikan proses demokrasi tersebut dengan cara yang beragam. Terlepas dari riuhnya BMI menyambut Pilpres 2014, masih ada pelbagai persoalan tersisa, seperti hak konstitusi BMI yang belum sepenuhnya dijamin negara (kasus Hong Kong dan indikasi kecurangan di Malaysia) dan masih minimnya pendidikan politik di komunitas BMI. Pada edisi kali ini, redaksi akan mengupas warna-warni situasi Pemilu 2014 di luar negeri. Pada kolom kajian, Yudi Setiyadi, Pegiat Komunitas Pena Desa Banyumas membahas peran pemerintah desa dalam melindungi buruh migran, sementara pada rubrik panduan akan mengulas tips bekerja di Uni Emirat Arab (UEA). Kolom jejak kasus penempatan tanpa prosedur ke Taiwan yang ditangani SBMI Indramayu. Selamat membaca.

BERITA UTAMA

Jejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

PANDUAN

Mengenal Negara Penempatan TKI Uni Emirat Arab KAJIAN

Butuh Peran Desa untuk Lindungi TKI Kebijakan Desa dalam Pencegahan Trafficking JEJAK KASUS Tak Ada Pengawasan Pemerintah, Wati Dipekerjakan Di Taiwan Tanpa Pelatihan


Jejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

Jalannya pesta demokrasi Indonesia di luar negeri juga berwarna-warni, di Hong Kong pada Pilpres Minggu (6/7/2014) diakhiri dengan aksi demo ratusan TKI yang ditolak menggunakan hak konstitusinya karena TPS sudah ditutup. Sebanyak 500 lebih TKI yang ditolak menggunakan hak konstitusi kemudian menggelar aksi dan melampiaskan kejengkelannya pada panitia dengan merobohkan pagar pembatas dan merangsek masuk area pencoblosan. “Saya sempat bertanya ke beberapa panitia soal kemungkinan perpanjangan waktu pencoblosan karena antrian masih panjang, tapi mereka hanya menggeleng tanda tak bisa. Akhirnya pencoblosan tetap ditutup pukul 5 sore sesuai jadwal, karena menurut panitia izin penggunaan lapangan hanya sampai pukul 5 sore dan tidak bisa diperpanjang,� ujar Fera. Meski sudah disediakan 13 TPS dengan 5 bilik suara di tiap TPS, namun tenaga pendataan di tiap TPS hanya dua orang. Pemilih yang membawa undangan juga dibuat repot karena harus mencocokkan undangan dengan barcode di database dan KTP Hong Kong. Selang beberapa hari dari kejadian itu, hal yang disayangkan justru Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan bahwa tidak akan ada pemilu ulang bagi mereka yang telat memilih di Hong Kong.

BERITA UTAMA Warna-warni pemilu di luar negeri tidak hanya terjadi di Hong Kong, pemilu legislatif di Saudi Arabia pada Sabtu (5/4/14) juga tidak diikuti oleh banyak buruh migran di Saudi Arabia. Pengamatan Ganjar Hidayat, koordinator Komunitas BMI-SA, banyak BMI tidak bisa hadir di pemilu legislatif karena selebaran berisi pengumuman pemilu yang berbahasa Indonesia dan bahasa Arab telat disebarkan. Selebaran berisi pengumuman untuk menggunakan hak pilih baru disebarkan oleh PPLN 12 jam sebelum hari pemilihan dilangsungkan, padahal selebaran itu juga berbentuk surat izin mengikuti pemilu untuk majikan. Menurut Anis Hidayah dari Migrant Care, kinerja Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) pada pemilu 2014 belum bersinergi satu sama lain. Dalam waktu terbatas, PPLN terlambat dibentuk dan tak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Dikutip dari portal rumahpemilu.org, berdasarkan pemantauan Migrant Care, ada mobil yang membawa drop box yang tiba-tiba berkeliling perkebunan di Kuala Lumpur. Selain itu PPLN di Singapura juga berkeliling ke berbagai rumah sakit. Inovasi-inovasi PPLN tersebut menurut Anis tanpa dibarengi dengan pengawasan yang melekat sehingga ada potensi penyalahgunaan kewenangan. Selain itu masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di luar negeri juga memiliki banyak catatan. Dari pantauan Migrant Care ada 157.602 DPT bermasalah, seperti ada anak kecil, orang meninggal, dan warga negara asing yang masuk dalam DPT.

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014


Jejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

Buruh Migran Indonesia (BMI) atau TKI menyumbang devisa tak sedikit bagi negara ini. Buruh migran juga menggerakkan ekonomi di desa-desa dengan remitansinya. Namun nasib mereka yang bekerja sebagai buruh migran tak kunjung membaik. Pemilihan Presiden Indonesia kali ini tentu menjadi penentu gerak langkah Indonesia di masa mendatang. Siapa pun Presiden terpilih nanti, tenaga kerja Indonesia berharap agar mereka tetap diperjuangkan nasibnya. Berikut ini beberapa buruh migran dan pegiat buruh migran yang mengungkapkan harapan-harapannya pada presiden yang nanti terpilih.

Hanny Buruh Migran Indonesia di Hong Kong “Semoga presiden baru bisa mensejahterakan rakyat, menciptaka lapangan kerja, memberi kemudahan para pengusaha kecil, membina para wirausaha agar lebih maji dan bisa menyerap tenaga kerja. Kalau rakyat Indonesia tidak ada yang jadi penganggur maka hidup akan semakin sejahtera”.

Sring Atin Buruh Migran Indonesia di Hong kong “Presiden baru semoga benar-benar jadi presidennya rakyat bukan pemodal, jadi benar-benar akan menjalankan program untuk rakyat dan keberpihakanya jelas. Presiden baru juga harus menjalani apa yang sudah ia katakan saat kampanye pemilu. Lebih dari itu bisa menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang merdeka dari kontrol asing”.

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

BERITA UTAMA

Harapan-Harap Pada Presi

Erni Yunita Buruh Migran Indonesia di Singapura “Harapan saya tentunya sebagai BMI/TKI, Presiden ya pastinya harus pro TKI dan selalu ikut andil besar buat kesejahteraan TKI. Siapa pun yang terpilih nantinya kita mendukung sepenuhnya karena selama ini TKI hanya sebagai komoditas ekspor tapi nggak diperhatikan sisi lain dari TKI apalagi kesejahteraannya”.

Narsidah Pegiat Buruh Migran Banyumas “Semoga presiden yang baru nanti dapat membuat kebijakan-kebijakan yang benar-benar melindungi buruh migran”.

Thobib Buruh Migran Indonesia di Arab Saudi “Harapannya presiden baru melindungi rakyatnya sebagi buruh migran Indonesia di luar negeri.


BERITA UTAMA Ummai Umairoh Buruh Migran Indonesia di Singapura “Harapannya presiden yang terpilih nanti siapa pun itu semoga menjadi pemimpin yang amanah, memberikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap semua rakyat tanpa menilai agama dan jabatannya. Tentunya buruh migran akan tetap menagih janji-janji Anda. Presiden yang terpilih nanti juga harus melakukan perubahan yang signifikan bukan hanya obral janji. Indonesia juga harus meratifikasi ILO C189, dimana perlindungan dan hak Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) atau TKI harus dan jelas dalam memberikan perlindungan sebagai mana tercantum dalam ILO C189. Presiden baru juga harus melakukan gebrakan Internasional dimana negara Indonesia harus berani bernego dengan negara tujuan untuk mengimplementasikan perlindungan yg tertera dalam ILO C189 tersebut. Selain itu juga menghapus adanya KTKLN dan merevisi kembali UU 39 tahun 2004 atau mencabut UU tersebut. UU PPRT dalam negeri juga juga harus secepatnya diwujudkan. Kesejahteraan dan perlindungan rakyat baik dalam negeri maupun yg berada di luar negri Harus Lebih signifikan”.

pan Buruh Migran iden Terpilih

Fera Nuraini Buruh Migran Indonesia di Hong Kong Harapannya rakyat lebih sejahtera, birokrasi yang rumit bisa dipermudah, lapangan kerja banyak jadi tidak perlu lagi rakyat pergi ke luar negeri untuk bekerja dan terpisah dengan anak dan keluarganya”.

Asty Maharani Buruh Migran Indonesia di Singapura “Siapapun presiden yang terpilih nanti harus mampu mensejahterakan rakyat”.

David Wuda Wea Buruh Migran Indonesia di Malaysia “Harapan saya siapapun yang terpilih nanti harus bisa menyelesaikan berbagai masalah yang sering dialami Buruh Migran di luar negeri, termasuk meninjau kembali UU Nomor 39 tahun 200, juga masalah penggunaan KTKLN dan asuransi TKI yang selama ini selalu diperdebatkan di forum dunia maya”.

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Yunita Rohani Pegiat Buruh Migran SBMI Lampung “Kami berharap pada presiden baru nanti perlindungan bagi BMI dan anggota keluarganya lebih dikedepankan sesuai peraturan yang ada. Perekenomian bagi mantan TKI lebih dikedepankan karena selama ini mereka tidak bisa mengelola hasil yang didapat dari luar negeri dengan baik. Lebih banyak lagi sosialisasi di tingkat kampung-kampung untuk migrasi. Intinya kami berharap presiden benar-benar berpihak kepada BMI dan bisa memberi hukuman yang tegas bagi pelaku kejahatan apapun itu”.


KAJIAN

Butuh Peran Desa untuk Lindungi TKI

I

nformasi tentang ketenagakerjaan, khususnya yang berkaitan dengan proses migrasi ke luar negeri bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI), hingga saat ini masih didominasi oleh sponsor atau calo yang mengurus proses pemberangkatan. Keterbatasan informasi prosedur, hukum, hak dan kewajiban, serta kondisi/budaya negara tujuan membuat TKI berada dalam situasi rentan dari pra hingga purna migrasi. Calon TKI yang sebagian besar berasal dari desa, tidak memiliki informasi resmi yang bisa digunakan untuk perbandingan dengan informasi dari PJTKI/ PPTKIS, calo, atau sponsor. Ketidaktahuan calon TKI dikarenakan mereka tidak memiliki akses informasi yang bisa menjadi rujukan. Desa sebagai gerbang pertama bagi warganya yang hendak bekerja sebagai TKI, selama ini masih berada pada posisi yang lemah dalam pengawasan dan perlindungan warganya. Peran desa selama ini hanya sebatas pada legalitas dokumen persyaratan migrasi. Pemerintah desa hanya berperan untuk tanda tangan dan stempel dokumen migrasi calon TKI, sebagai pengesahan dokumen dari desa. Sementara itu masih banyak desa yang tidak tahu dengan benar tentang prosedur migrasi. Pemerintah desa selama ini hanya berpatokan pada surat rekomendasi dari Dinas Ketenagakerjaan daerah masing-masing. Lemahnya peran desa dikarenakan desa tidak memiliki akses informasi resmi tentang prosedur migrasi dari pemerintah. Sedangkan warga desa yang menjadi calon TKI lebih banyak bergantung pada calo atau sponsor dalam pengurusan dokuHalaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

men migrasi. Sebaliknya, ketika ada masalah yang terjadi dengan warganya yang menjadi TKI ke luar negeri, pemerintah desa akan direpotkan dan bahkan kelabakan seperti kebakaran jenggot karena ketidaktahuannya. Desa membutuhkan informasi yang lengkap dan resmi tentang prosedur migrasi dari lembaga pemerintah terkait, sehingga pemerintah desa tahu dan bisa memberikan rujukan sumber informasi bagi warganya yang hendak bekerja ke luar negeri. Dengan terpenuhinya informasi tersebut, desa bisa berperan dalam hal pengawasan dan perlindungan warganya yang menjadi TKI dari awal pemberangkatan hingga kepulangan. Desa bisa memastikan bahwa warganya yang bekerja di luar negeri telah melaui prosedur yang legal dan aman, sehingga dapat meminimalisir masalah yang terjadi. Keterbatasan informasi yang dimiliki menjadikan desa belum bisa melakukan peran yang maksimal. Bahkan jika ada warganya yang tidak dilayani oleh pemerintah desa karena tidak memenuhi persyaratan migrasi sebagai calon TKI, desa akan disalahkan dan bahkan dianggap menyusahkan warganya. Sementara karena ketidaktahuannya, desa tidak bisa menjelaskan dan mengarahkan warganya sesuai dengan aturan yang berlaku. Tak jarang calon TKI dan keluarganya akan memaksa pemerintah desa untuk tetap melakukan legalitas dokumen, walaupun tidak ada rekomendasi resmi dari dinas ketenagakerjaan.


KAJIAN Salah satu desa yang mengeluhkan tentang perlindungan dan pengawasan TKI adalah Desa Dawuhanwetan, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. Selama ini, Desa Dawuhwetan sudah melakukan pengawasan sampai tingkat Rukun Tetangga (RT) saat pengurusan izin dan kegiatan-kegiatan lain warganya. Meskipun demikian, Nasrul, Kepala Desa Dawuhwetan, mengungkapkan bahwa pemahaman dan informasi yang minim dari pemerintah desa dan masyarakat terkadang justru menimbulkan sedikit konflik. “Calon TKI dan keluarga menganggap pemerintah desa dawuhanwetan mempersulit ijin dokumen TKI,�papar Nasrul. Melalui program KIP Buruh Migran, Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas mencoba menginisiasi sebuah saluran informasi, yang menghubungkan antara Dinsosnakertrans Kabupaten Banyumas dengan Pemerintah Desa pada desa-desa basis TKI. Pembuatan saluran informasi ini dengan tujuan untuk memberikan peran pemerintah desa dalam hal penyediaan informasi kepada masyarakat. Dengan terpenuhinya informasi pada level pemerintah desa, menjadikan desa memiliki peran yang lebih dalam hal pengawasan dan perlindungan warganya yang menjadi TKI. Desa bisa menjadi sumber rujukan informasi bagi warganya; desa bisa mengawasi dan mengarahkan warganya untuk mengikuti prosedur yang benar; desa memiliki peran untuk meminimalisir praktek nakal calo dan sponsor yang merugikan calon TKI; desa menjadi tahu apa yang harus dilakukan jika ada warganya yang mendapat masalah. Dengan adanya saluran informasi yang terhubung antara Dinsosnakertrans dengan Pemerintah Desa, memungkinkan adanya koordinasi secara berkala yang dilakukan oleh dinas dengan desa. Bukan hanya sebatas pada informasi ketenagakerjaan, desa juga bisa menjadi sumber rujukan informasi lain yang dibutuhkan oleh warganya. Informasi tentang lowongan pekerjaan di daerah, atau informasi tentang program dari dinas untuk masyarakat misalnya. Dengan mudah bisa didapatkan oleh masyarakat dari pemerintah desa melalui kegiatan sosialisasi di tingkat desa, atau melalui papan pengumuman yang ada di ruang publik di wilayah desa.

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Beberapa desa di Banyumas menunjukkan maksud positif dengan adanya saluran informasi dari dinas ke desa seperti desa Gumelar, Paningkaban, Dermaji, Dawuhankulon, dan Dawuhanwetan. Saluran informasi mengenai migrasi bermanfaat bagi desa-desa dimana banyak warganya menjadi buruh migran. Terlebih lagi beberapa desa seperti Dermaji, Dawuhankulon, Dawuhanwetan, dan Gumelar sudah akrab dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai salah satu alat Saluran Informasi. Hanya Desa Paningkaban yang belum begitu akrab dengan TIK karena keterbatasan infrastruktur yang ada. Menurut pengakuan Samsudin, salah satu Kepala Dusun di Paningkaban, desa masih kesulitan mengakses internet karena keterbatasan sinyal. Pemerintah desa memang pernah mencari solusi dengan memasang internet di balaidesa, namun tetap susah sehingga akhirnya mengandalkan modem. “Meski terbatas untuk akses TIK, kami tetap siap dan sangat mendukung implementasi saluran informasi dinas dengan desa karena Pemdes juga mengatakan bahwa selama ini informasi yang dimiliki tentang ketenagakerjaan sangat minim,�papar Samsudin. Terpenuhinya hak informasi bagi calon TKI dan Pemerintah Desa akan memperkuat peran desa dan masyarakat dalam pengawasan dan perlindungan TKI. Sehingga masalah yang selama ini sering dihadapi oleh TKI akan bisa diminimalisir dan dicegah sedini mungkin. Saluran informasi ini juga sebagai tujuan dari diberlakukannya Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik No 14 tahun 2008. Informasi publik bukan hanya menjadi monopoli dari pihak-pihak tertentu saja, tapi juga menjadi hak dari seluruh masyarakat yang harus dipenuhi.

Yudi Setiyadi Pegiat Desa di Banyumas


KAJIAN

Kebijakan Desa dalam Pencegahan Trafficking

S

ituasi Desa yang tidak banyak menyediakan lapangan pekerjaan, menyebabkan para pemuda merantau bahkan sampai ke luar negeri. keadaan ini diperparah lagi oleh gempuran media yang menjejali anak muda dengan berbagai informasi tentang kemewahan yang hanya mungkin dimiliki oleh orang kaya sehingga menambah daya tarik para pemuda untuk meneguhkan tekad mencari uang dengan cara apapun, tanpa memikirkan resiko yang mungkin bisa terjadi. Celah ini digunakan oleh orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk menjerumuskan mereka ke dalam kejahatan perdagangan orang. Atas upaya gerakan perempuan mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk serius menanggani kasus perdagangan orang, akhirnya terbit UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pem-

Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

berantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Keseriusan itu diikuti di tingkat daerah, beberapa Provinsi telah mengeluarkan Perda khusus tentang trafficking seperti Lampung, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan beberapa kabupaten/kota. Upaya penanggulangan perdagangan orang ditindaklanjuti dengan ratifikasi atas Konvensi PBB melawan kejahatan transnasional dan Protokol Palermo, menjadi UU no 14 tahun 2009. Salah satu bentuk trafficking adalah pengiriman buruh migran perempuan di bawah umur dan melanggar ketentuan peraturan.Isu buruh migran atau yang dikenal dengan sebutan tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi isu penting pedesaan. Desa menjadi unit pemerintahan terkecil yang terhubung langsung dengan kelompok pekerja yang rentan ini. Erakan Desa secara tidak


Kebijakan Desa dalam Pencegahan Trafficking

langsung dilibatkan dalam soal migrasi, seperti amanat Undang-undang No 39 tahun 2004 tentang Tata Laksana Penempatan TKI. Situasi tersebut menyebabkan perangkat desa harus terlibat secara aktif dalam usaha mengawal migrasi warga untuk bekerja di luar negeri. Pada pasal 51 UU No. 39 tahun 2004 ini, calon TKI di antaranya diharuskan dapat melampirkan beberapa dokumen yang sebenarnya menjadi wewenang administratif pemerintah desa, yaitu: 1. Kartu tanda penduduk, Akta Kelahiran atau surat keterangan kenal lahir 2. Keterangan status perkawinan 3. Surat keterangan izin suami dan istri, izin orang tua atau wali yang telah diketahui oleh Kepala Desa. Meski selama ini sebenarnya terlibat secara administratif, namun pemerintah desa jarang dibicarakan dalam konteks migrasi aman. Kepala desa kerap hanya didudukkan semata sebagai penanggungjawab administratif, padahal mereka kerap turut harus bertanggungjawab atas pelbagai kasus yang terjadi pada TKI. Pada kasus-kasus yang diketemukan unsur pemalsuan dokumen, kepala desa kerap harus turut bertanggungjawab, terutama jika dokumen tersebut berada dalam wewenang administrasi desa, seperti tanda kenal lahir, dan persetujuan migrasi dari keluarga yang bertanggung jawab atas sepengetahuan perangkat desa. Seringkali terjadi, calo datang ke desa dengan sudah membawa konsep surat, sehingga kerap menimbulkan masalah. Kepala desa, terkadang juga hanya menandatangani dan memberikan nomor surat untuk surat yang dibuat oleh agen atau calo. Dengan rumitnya data administrasi desa, kepala desa terkadang mengalamai kesulitan untuk memastikan kebenaran data yang diajukan oleh calo.

KAJIAN KAJIAN di pada level desa dapat diperkecil angkanya dengan kemudahan pengelolaan database yang memungkinkan pihak desa secara cepat dapat mengklarifikasi dan melakukan validasi data calon TKI. Setelah memberikan surat keterangan, kepala desa tidak tahu lagi warganya bagaimana dan kemana. Padahal, kalau ada masalah, pemerintah desa turut harus bertanggungjawab kepada warga Situasi tersebut menggambarkan keterbatasan wewenang desa dalam penanganan migrasi tenaga kerja.Idealnya, Desa justeru dapat menjadi bagian penting dalam pengawasan migrasi. Pemalsuan, perekrutan secara tidak bertanggungjawab oleh calo, pengawasan operasi PPTKIS di desa, hingga pengawasan kualitas pelayanan dapat dilakukan oleh desa. Wewenang lebih luas dibutuhkan desa untuk turut serta dalam pengawasan migrasi ketenagakerjaan. Amanat undang-undang seharusnya juga menyebutkan dan memperinci wewenang desa terkait migrasi tenaga kerja. Beberapa wewenang yang idealnya diperoleh desa adalah pembatasan dan pencegahan perekrutan tenaga kerja oleh PPTKIS yang dinilai menyalai prosedur; dan wewenang meminta pihak PPTKIS memberikan laporan berjangka kepada pihak desa terkait penempatan warga. Selama wewenang ini tidak diberikan, desa hanya akan menjadi pengelola administrasi migrasi, tanpa kekuatan melindungi warganya.

Administrasi dan pengelolaan database desa, saat ini masih mengedepankan cara manual melalui pencatatan kertas. Kekurangan pengelolaan data dengan model ini adalah kesulitan untuk melakukan akses cepat untuk data-data terperinci tertentu, semisal data pekerjaan pada salah satu warga, catatan riwayat hidup, atau datum lain yang bersifat spesifik perseorangan (Ibad, 2011). Administrasi pedesaan yang tertata diharapkan turut membantu mengurangi kerawanan calon TKI untuk bermigrasi. Melalui administrasi dan data calon TKI yang tertata sejak dari desa, setidaknya beberapa persoalan seperti pemalsuan identitas dapat dicegah dari level desa. Pemalsuan data oleh calo yang kerap terjaHalaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Imelda Zuhaida Koordinator Media dan Dokumentasi Data Mitra Wacana WRC


PANDUAN

Mengenal Negara Penempatan TKI

Uni Emirat Arab

U

ni Emirat Arab (UEA) merupakan negara persatuan yang terdiri dari tujuh emirat meliputi Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah, dan Umm al-Qaiwain. Sedangkan ibukota UEA adalah Abu Dhabi. UEA berada di barat daya Asia dan dikelilingi Teluk Oman, Teluk Persia, di antara Arab Saudi dan Oman. Negara ini mempunyai daratan yang kering kerontang dan mempunyai padang pasir luas dengan gunung-gunung di sebelah timur. Dalam bidang ketenagakerjaan negara ini memiliki UU Federal No 8 tahun 1980 tentang Hubungan Ketenagakerjaan. Meskipun demikian undang-undang tersebut hanya mengatur tenaga kerja sektor formal seperti bidang perhotelan, rumah sakit, kapal laut, penerbangan, pabrik/industri, restoran, konstruksi, perbankan, investasi, perdagangan dan wisata. Jika terjadi perselisihan terhadap tenaga kerja

formal maka penyelesaiannya dilakukan melalui Kementerian Perburuhan (Ministry of Labour) UEA. Pemerintah Indonesia dan pemerintah UEA telah menandatangani perjanjian bilateral (MoU) khusus mengatur tenaga kerja formal pada tanggal 18 Desember 2007. Jika tenaga kerja formal diurus oleh Kementerian Perburuhan, tenaga kerja di sektor perorangan/rumah tangga/PLRT/domestik merupakan tanggung jawab dari Kementerian Dalam Negeri (Ministry of Interior) c.q. General Directorate for Residence and Foreigner Affairs /Dirjen Imigrasi UEA. Sesuai UU Federal PEA no. 6 tahun 1973 tentang Keimigrasian dan Residensi, Dirjen dimaksud memiliki kewenangan yang terkait pengaturan isu PLRT, supir, pengasuh anak, pengasuh orang jompo, tukang kebun, dan lainnya. Mulai 1 Juni 2014, pemerintah UEA memberlakukan aturan yang mewajibkan pihak majikan dan

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014


PANDUAN

Mengenal Negara Penempatan TKI Uni Emirat Arab

pekerja domestik untuk menggunakan satu unified contract dari pemerintah UEA yang ditandatangani oleh sponsor/majikan dan TKI-PLRT tanpa melibatkan legalisasi dari Perwakilan (KBRI/KJRI). Unified contract pemerintah memerintahkan seluruh agensi perekrut di UEA untuk: 1. Tidak melakukan ratifikasi perjanjian kerja (PK) bagi TKI-PLRT di Perwakilan RI 2. Majikan/sponsor TKI PLRT tidak menandatangani kontrak dengan Perwakilan RI 3. Dalam kaitan tersebut, Perwakilan RI di UEA sejak tanggal 15 Oktober 2013 telah menghentikan legalisasi PK TKI PLRT karena PK tersebut selama ini tidak diakui oleh majikan/sponsor dan Pemerintah UEA. Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri menilai bahwa kebijakan pemerintah UEA terkait dengan unified contract tersebut dinilai bertentangan dengan UU RI no. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan WNI di luar negeri. Menanggapi berita tersebut, Farida Aini, buruh migran formal di Dubai, berpendapat jika kontrak yang ditandatangani di KJRI/KBRI memang tidak diakui di UEA ketika buruh migran mendapat perkara. Ketika tiba di UEA, TKI yang bekerja di sektor domestik akan menandatangani Perjanjian Kerja (PK) yang dikeluarkan oleh Ministry of Interior. Di dalam perjanjian kerja tersebut memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak, antara pekerja domestik dan majikan, di dalamnya juga disebutkan jika terjadi persilisihan ada tata cara menyeleseaikannya. Sayangnya tak semua majikan memberikan salinan perjanjian kerjanya kepada buruh migran, padahal perjanjian kerja wajib diberikan

pada pekerja migrannya. “Fakta yang terjadi di lapangan tak semua majikan memberikan salinan perjanjian kerja tersebut kepada pekerja domestiknya. Ditambah lagi perjanjian kerja dibuat dengan bahasa Inggris dan bahasa Arab yang tak semua pekerja domestik paham,”ujar Farida pada Redaksi Buruh Migran. Selain mengenai kontrak kerja, terkait biaya penempatan buruh migran ke UEA pun juga belum jelas. Selama ini belum ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mengatur mengenai komponen biaya penempatan buruh migran ke UEA. Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) sempat melakukan permohonan informasi publik ke Kementerian Luar Negeri terkait besarnya biaya penempatan TKI ke UEA, Kemenlu menjawab bahwa biaya penempatan TKI PLRT ke UEA sekitar 52-57 juta untuk satu orang. Menurut Farida Aini biaya penempatan untuk satu orang buruh migran sesuai yang diungkapkan Kemenlu terlalu mahal. Ia mempunyai teman yang mendatangkan pekerja domestiknya dari Indonesia, dan hanya membayar 24 juta dengan calling visa dan proses nitip ke PJTKI. Biaya penempatan buruh migran Indonesia (BMI) domestik tersebut dinilai mahal dan memberatkan majikan di UEA. “Biaya penempatan yang mahal tersebut memberatkan majikan dan imbasnya gaji buruh migran domestik di UEA rendah, hanya sekitar 800-1000 dirham atau setara dengan 2-3 juta saja,”papar Farida Aini.

Suasana BMI Dubai, Uni Emirat Arab saat menggunakan waktu libur mereka untuk berkumpul dan berdiskusi

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi Juni 2014


JEJAK KASUS Tak Ada Pengawasan Pemerintah, Wati Dipekerjakan Di Taiwan Tanpa Pelatihan

S

ukmawati (27) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Tegalmulya, Blok Klampok, Kecamatan Krangkeng–Indramayu menjadi korban penempatan tanpa prosedur oleh sponsor/calo dan PT. Nurwira Cahaya. Baru tiga hari bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Taiwan, Ia dipulangkan oleh majikan ke Indonesia dikarenakan belum siap untuk bekerja (7/6/2014). Sukmawati bekerja ke Taiwan direkrut oleh sponsor bernama Khalim dan diproses oleh PT. Nurwira Cahaya, kemudian di Taiwan ditempatkan oleh agensi bernama Tian Shing International Manpower Intermediary Co.LTD. Selain menawarkan pekerjaan sebagai PRT, Khalim juga menawarkan pekerjaan sektor formal dengan biaya rekrut sebesar 12 juta dan 9 bulan potongan gaji pada Sukmawati. “Awalnya pada Februari 2014 anak saya didatangi oleh sponsor, Ia ditawari bekerja ke Taiwan sebagai PRT, namun sponsor juga menawarkan kalau mau gajinya besar (NT$ 19.047 atau sekitar 7,4 juta rupiah/bulan) nanti prosesnya sebagai pekerja di sektor formal, akan tetapi harus membayar uang sebesar 12 juta dan tetap ada potongan gaji 9 bulan, serta tidak mengikuti proses pelatihan bahasa Taiwan di Penampungan PPTKIS (cukup di rumah tanpa proses pendidikan di penampungan).” ungkap Akromi, ibu kandung Sukmawati tentang iming-iming Khalim pada pihak keluarga. Setelah dimusyawarahkan oleh keluarga, akhirnya pihak keluarga berminat dan mendaftarkan Sukmawati ke sponsor. Kemudian Wati (pangilan sehari-hari Sukmawati) dibawa oleh sponsor ke Jakarta untuk didaftarkan sebagai Calon TKI di PT. Nurwira Cahaya. Kurang lebih satu minggu berada di penampungan PPTKIS di Jakarta. Wati hanya mengikuti pemeriksaan medis dan proses pembuatan paspor saja, kemudian oleh sponsor, Wati dibawa pulang ke Indramayu. “Setelah kurang lebih tiga bulan berada di rumah, Wati diantar oleh sponsor untuk kembali ke Jakarta dan pada 3 Juni 2014 oleh PT. Nurwira Cahaya, Wati diterbangkan ke Negara Taiwan. Total biaya yang sudah dikeluarkan keluarga untuk proses penempatan Wati adalah sebesar 17 juta.” ungkap ibu kandung Wati kepada Moh.Jihun Hidayat, Koordinator Tim Advokasi SBMI Indramayu (15/7/14).

Halaman 12| Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

“Wati takut pada anjing dan majikannya punya banyak anjing, padahal waktu bilang sama sponsor dan pihak PPTKIS, kami sudah meminta pada sponsor dan pihak PPTKIS agar dicarikan majikan yang tidak memiliki anjing. Dengan bahasa isyarat, Wati berbicara dengan majikannya untuk meminta dikembalikan ke agensi, biaya yang sudah kami keluarkan kata pihak sponsor tidak bisa dikembalikan lagi. Saat pihak keluarga meminta agar Wati tetap bekerja di Taiwan dengan majikan yang berbeda, pihak sponsor malah meminta biaya lagi sebesar 6 juta.” papar Akromi pada Jihun. Kasus penempatan tanpa prosedur dan penipuan yang menimpa Sukmawati, menunjukkan fakta bahwa pengawasan terhadap proses penempatan TKI masih diabaikan oleh pemerintah. Sukmawati dapat dengan mudah diproses sponsor dan PT. Nurwira Cahaya dengan mudah pula memberangkatkannya ke Taiwan tanpa melewati prosedur pendidikan dan pelatihan kerja. “Minimnya informasi dan ketidaktahuan calon TKI tentang prosedur, justru dimanfaatkan oleh calo dan PPTKIS untuk memperdayai calon TKI dengan jeratan biaya penempatan yang tinggi. Lantas yang menjadi pertanyaan, dimana peran pengawasan pemerintah dari daerah hingga pusat?, mengapa Sukmawati tetap bisa diproses PPTKIS, walau tidak melewati proses pelatihan dan prosedur penempatan yang benar?.” pungkas Jihun. SBMI Indramayu juga meminta kepada para Calon TKI maupun keluarganya agar berhati-hati dan tidak mudah tergiur oleh janji manis para sponsor. “Kami akan mendesak kepada pemerintah terutama Dinsosnakertrans Kabupaten Indramayu meningkatkan pengawasan penempatan dan menindak tegas tindak penipuan para calo atau sponsor terhadap calon TKI. Selain itu, kami berharap sosialisasi tentang migrasi aman juga harus sampai hingga ke desa-desa agar para calon TKI mendapat Informasi yang tepat dan tidak mudah tertipu iming-iming para calo.”ungkap Juwarih, Ketua SBMI Indramayu.


LINTAS PERISTIWA Indramayu

Ramadan di Negara Penempatan Buruh Migran

S

uasana ramadan di luar negeri tentu berbeda dengan suasana ramadan di tanah air. Perbedaan suasana ramadan itulah tak jarang membuat buruh migran yang merantau ke luar negeri rindu untuk pulang. Namun tak bisa begitu saja pulang, karena tuntutan pekerjaan banyak Buruh Migran Indonesia (BMI) yang merayakan ramadan dan lebaran di negara penempatan. Di bulan ramadan BMI/TKI sektor domestik di Arab Saudi misalnya, disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaannya, terlebih lagi di hari-hari menjelang lebaran. Thobib dari Komunitas Gusdurian di Arab Saudi menceritakan pada Redaksi Buruh Migran jika BMI/TKI yang menjadi sopir dan Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) akan tambah sibuk di bulan ramadan. Sedangkan TKI yang bekerja di perkantoran atau perusahaan lebih santai karena hanya bekerja selama 6 jam saja ketika ramadan. “Meski banyak buruh migran yang sibuk, kita tetap menjalankan puasa ramadan 15 jam. Selain itu juga ada kegiatan buka bersama dan umroh bersama,”ujar Thobib. Sama halnya dengan Arab Saudi, BMI/TKI yang tinggal di Taiwan juga melaksanakan ibadah puasa selama kurang lebih 15 jam. Atin Safitri, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Taiwan menceritakan jika kegiatan-kegiatan ramadan seperti buka bersa-

Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

ma, tadarus bersama, diadakan di masjid-masjid Taiwan. Meskipun demikian tak semua buruh migran bisa keluar saat jam-jam kegiatan ramadan itu. Pun demikian dengan di Hong Kong, Fera Nuraini, BMI Hong Kong, bercerita jika tak semua buruh migran bisa melaksanakan salat tarawih. “Kegiatan tarawih biasanya diadakan pukul 8 malam, padahal pada pukul 8 sebagian besar buruh migran sudah kembali ke rumah majikan,”kata Fera. Kondisi berbeda dirasakan oleh buruh migran di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, karena ibadah puasa di negara tetangga ini hanya 13 jam dari pukul 5.33 – 7.18. Buka puasa dan kegiatan keagamaan lain pun diselenggarakan oleh komunitas buruh migran, salah satunya Indonesian Family Network. “Kami (IFN) menggelar buka puasa bersama, belajar baca Qur’an, dan mengundang ustadzah untuk tausiyah dengan tema-tema kewanitaan,”ujar Atien Suwito dari IFN pada Redaksi Buruh Migran. Ramadan berada di negara penempatan buruh migran pun memiliki tantangan sendiri, mulai dari panjangnya waktu puasa sampai terbatasnya waktu ibadah bagi buruh migran di negara muslim minoritas. Bagi sobat buruh migran yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, komunikasikan jadwal ibadah ramadhan baik saat puasa atau saat melaksanaan ibadah lainnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.


LINTAS PERISTIWA Kepala Desa Ngeru Keluarkan SK Pembagian Tugas Paralegal TKI

D

ilatarbelakangi banyaknya kasus TKI yang terjadi di Desa Ngeru, Kelompok Peduli TKI Bina Bersama Desa Ngeru mengadakan rapat penguatan kelompok. Acara ini diikuti oleh Kepala Desa (Kades), Kepala Dusun (Kadus), anggota kelompok, Ketua RT dan RW, serta tokoh Masyarakat. Kegiatan ini diadakan di Aula Kantor Desa Ngeru yang bertujuan untuk mensosialisasikan pembagian tugas antara Pemerintah Desa (Pemdes) dengan Paralegal, serta peningkatan hubungan kerja sama antara kelompok masyarakat dan Pemdes dalam perlindungan BMI pasca Program Koslata, Selasa (01/07). Kades Ngeru memberikan beberapa masukan yang menyangkut perlindungan BMI/TKI sebagai bentuk dukungan. Sedangkan bentuk kongkrit dukungan ini berupa Surat Keputusan Kepala Desa tentang Pembagian Tugas Kepada Paralegal. “Makin banyaknya jaringan makin mudah kita memperoleh informasi dan makin mudah pula kita menyelesaikan masalah karena kita bergerak bersama,� kata Khaeruddin (36) Kades Desa Ngeru dalam sambutannya. Masyarakat Desa Ngeru mendukung adanya pembagian tugas tersebut karena dinilai bisa mengurangi kasus-kasus yang merugikan buruh migran.

Peran masyarakat dalam kerja sama ini misalnya diwujudkan dengan upaya masyarakat dalam menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan buruh migran Indonesia. Masyarakat memberikan dukungan karena sudah melihat hasil-hasil yang diraih oleh paralegal Desa Ngeru. Hubungan yang baik antara Pemdes dengan Kelompok di Desa Ngeru sudah terlihat sebelumnya terkait dengan perekrutan dan penyelesaian kasus BMI/TKI. Salah satu contoh kasus yang baru-baru terjadi, yaitu kasus perekrutan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) yang di bawah umur dan perekrutan CTKI yang tidak jelas Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) nya. Mengetahui informasi tersebut dari Pemdes, paralegal langsung bergerak dan menindak tegas supaya CTKI tersebut berangkat di jalur yang jelas, dengan alasan ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan mudah ditangani. Tindakan tersebut dilakukan tentu saja dengan jalan memberikan pemahaman terhadap CTKI dan keluarganya. Untuk memperkuat kerja sama itu, kelompok Bina Bersama dalam memperoleh Informasi menempatkan banyak Kadus di Desa Ngeru sebagai Divisi Informasi, sebagai ketua adalah Arifuddin Kadus Kali Jaga. “Membentuk jaringan di berbagai unsur masyarakat dengan hubungan yang baik dapat membantu memudahkan penyelesaian masalah karena adanya kerjasama yang baik dan kuat,� kata Amiruddin (37) ketua paralegal Kelompok Bina Bersama Desa Ngeru.

Kelompok Peduli TKI Bina Bersama Desa Ngeru mengadakan rapat penguatan kelompok. Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014


LINTAS PERISTIWA Belanda

IMWU Belanda: Tak Ada Penempatan Resmi TKI Domestik ke Belanda

I

ndonesian Migrant Workers Union Netherlands lanan yang besar, dimohon untuk mengkroscek (Belanda) turut mengutuk penembakan atas peterlebih dahulu kebenarannya. sawat sipil MH017 yang terjadi pada 17 juli 2014 2. Mohon berhati-hati dengan agen kerja karena lalu. Satu diantara para korban MH017 tersebut terdapat agen yang menggunakan situasi yang merupakan anggota IMWU Netherlands, Supartiada dan melakukan penipuan. Banyak kawan ni. Berita tragedi MH017 banyak mewarnai media, yang sudah membayar tetapi tidak diberangtermasuk mengenai Supartini yang secara khusus katkan. menceritakan bahwa ia merupakan Tenaga Kerja 3. Ketahuilah bahwa kemungkinan besar keIndonesia (TKI) yang sukses di Belanda. berangkatan dilakukan dengan visa yang bukan visa kerja. Dan hal ini beresiko jika kawanKami turut berbela sungkawa dan prihatin khukawan tak memiliki dokumen resmi untuk tingsusnya atas wawancara pihak keluarga Supartini. gal dan kerja. Tidak memiliki dokumen berarti Akan tetapi di lain pihak timbul kekhawatiran kami beresiko dengan pihak imigrasi, inspektur permengenai kesalahpahaman cerita TKI sukses di buruhan, serta pihak-pihak lain yang memanbalik berita duka ini. Dalam press release ini kami faatkan situasi seperti penyewa rumah yang berniat untuk meluruskan beberapa hal mengenai seenaknya pemberi kerja yang eksploitatif. Buruh Migran Indonesia (BMI) di Belanda sebagai 4. Bilapun ada kawan-kawan yang sudah sampai berikut : di Belanda, ketahuilah bahwa tidak mudah 1. Meskipun banyak WNI yang bekerja di sektor untuk mendapatkan pekerjaan di negeri kincir domestik sebagai Pembantu Rumah Tangga angin tersebut. Selain karena masalah bahasa, (PRT) di Belanda dan menurut cerita banyak saat ini juga situasi ekonomi Belanda masih yang sukses dan berpenghasilan tinggi. Lebih dalam krisis dimana banyak penduduk yang tinggi daripada menjadi PRT di negara lain sepmenjadi pengangguran. Sedangkan biaya hidup erti di Hongkong, Taiwan, Malaysia Singapura, semakin tinggi, seperti biaya kamar, transport, Arab. Tetapi ada yang perlu diketahui bahwa makan dan sebagainya. Jika kawan-kawan tidak ada penempatan resmi untuk bekerja di membutuhkan informasi atau asistensi, silahsektor domestik di Belanda. Jadi apabila terkan hubungi IMWU Netherlands. dapat iming-iming dari calo, agen, PJTKI yang memberi impian akan menempatkan kerja pada keluarga di Belanda, langsung mendapat pekerjaan, diberi tempat tinggal, serta gaji bu-

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.