WARTA BURUH MIGRAN | EDISI SEPTEMBER 2014

Page 1

EDISI SEPTEMBER 2014

LAPORAN UTAMA Laporan PSD-BM: Situasi dan Persoalan BMI di Malaysia

J

umlah pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di Malaysia menempati prosentase tertinggi. Menurut data tahun 2013 yang dihimpun oleh KJRI di Kuala Lumpur, ada 2.172.033 orang Indonesia yang bekerja di negeri jiran tersebut. Jumlah ini sudah mencakup pekerja berdokumen maupun yang tidak berdokumen. Namun demikian, jumlah itu sangat berbeda jauh dengan data yang dimiliki oleh Kementerian Tenaga Kerja Malaysia, yang hanya mencatat 785.236 pekerja migran asal Indonesia. Ketimpangan angka tersebut terjadi karena dua hal pokok. Pertama, Pemerintah Malaysia hanya mencatat pekerja-pekerja berdokumen saja, sedangkan yang tak berdokumen, tidak mereka masukkan dalam laporan. Kedua karena masalah politik dalam

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

negeri, di mana Pemerintah Malaysia mendapat kecaman atas kelonggaran regulasi bagi pekerja migran untuk masuk ke wilayah mereka. Hal ini dianggap menghilangkan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Angka pasti dari total pekerja Indonesia yang ada di Malaysia juga tidak dengan mudah dapat diketahui, karena arus kedatangan pekerja ilegal tanpa dokumen terus berlanjut. Hal ini dikarenakan oleh adanya oknum di kedua belah pihak, baik Malaysia maupun Indonesia. Seperti temuan dari Muhammad Irsyadul Ibad, pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM), yang melakukan penelitian langsung periode pertama (17/3/2014) di Malaysia menunjukkan bahwa pihak oknum imigrasi kedua negara


EDISI SEPTEMBER 2014

P

ara pembaca yang budiman,pada September 2014 Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) melakukan peneraan cepat (rapid assessment) kondisi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Kegiatan tersebut dalam rangka melihat gambaran terkini kondisi migrasi TKI di Malaysia. Ringkasan dari laporan peneraan cepat tersebut, kami sajikan dalam berita utama. Situasi Malaysia sebagai negara penempatan TKI juga hadir dalam rubrik kajian yang membahas hubungan Indonesia dan Malaysia dalam konteks pembangunan nasional kedua negara. pada edisi kali ini, redaksi juga memuat pernyataan dukungan terhadap Brigadir Rudy Soik, anggota Polda NTT pejuang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang yang justru diberhentikan oleh atasannya. Sementara pada kolom panduan, redaksi menghadirkan panduan proses direct hiring TKI Taiwan. Selamat membaca.

BERITA UTAMA

Laporan PSD-BM: Situasi dan Persoalan BMI di Malaysia INSPIRASI

SBMI Dukung Rudy Soik Berantas Perdagangan Orang

KAJIAN

Potret TKI di Malaysia dalam Bingkai Pembangunan Nasional Kedua Negara PANDUAN Beberapa Hal yang Perlu Dilakukan TKI Direct Hiring Ketika Tiba di Taiwan

POJOK KIP Mahkamah Agung Balas Surat Tak Sesuai UU KIP JEJAK KASUS PT Lakemba Tidak Transparan Menggaji TKI ABK


LAPORAN UTAMA menjadi salah satu pintu keluar masuknya pekerja ilegal. Pengirim tenaga kerja ilegal yang akrab disebut tekong, juga telah memiliki dukungan dari pihak dalam imigrasi kedua negara. Posisi pekerja migran yang awalnya legal pun, akan berubah status menjadi ilegal bila mereka berada dalam kondisi tertentu. Hal ini pula yang menambah jumlah pekerja migran ilegal asal Indonesia. Berikut adalah posisi BMI yang bekerja di Malaysia, dengan segala implikasinya: Ketika BMI menggunakan proses pemberangkatan legal, maka statusnya di Malaysia pun legal dan implikasinya juga akan legal. Ketika BMI menggunakan proses pemberangkatan legal, namun dia berpindah majikan tanpa seizin departemen dalam negeri, maka status BMI tersebut di Malaysia menjadi ilegal. Ketika BMI menggunakan proses pemberangkatan legal, namun kabur/ keluar dari tempat kerja tanpa izin, maka status BMI tersebut di Malaysia menjadi ilegal. Ketika BMI menggunakan proses pemberangkatan ilegal, maka statusnya di Malaysia jelas sebagai pekerja ilegal. “Implikasi dari adanya BMI ilegal, diperparah dengan banyaknya penipuan jasa pengurusan permit kerja di Malaysia. Banyak agensi yang mengklaim dapat membantu kepengurusan dokumen bagi pekerja migran ilegal. Namun demikian, sangat sulit menemukan agensi yang benar-benar bisa menyelesaikan pengurusan permit tersebut,�

Laporan PSD-BM: Situasi dan Persoalan BMI di Malaysia

papar Irsyadul yang telah melakukan kunjungan langsung ke Malaysia. Maka tak mengherankan bila penipuan yang berimplikasi pada kehilangan dokumen keimigrasian menjadi fenomena yang sangat sering terjadi. Agensi yang menyatakan diri sebagai perusahaan jasa tersebut hanya mengeruk keuntungan saja. Agensi pengurus dokumen BMI di Malaysia tersebut menggunakan metode, bahwa setiap pekerja migran yang mendaftarkan diri di perusahaan mereka, akan dicatat sebagai pekerja perusahaan tersebut. Biaya yang dikeluarkan oleh pekerja migran ilegal untuk membayar pengurusan permit tersebut berkisar 3000-5000 RM. Selain itu, mereka juga biasanya kehilangan dokumen yang awalnya telah dimiliki seperti paspor. Minimnya informasi tentang agensi yang benar-benar dapat membantu penyelesaian masalah dokumen inilah, yang membuat banyak BMI tertipu. Rumitnya posisi pekerja migran Indonesia di Malaysia juga diperparah dengan Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding/ MoU) yang belum tegas melindungi BMI. MoU antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia tersebut, rupanya masih menyisakan peraturan yang tidak adil bagi BMI. Salah satu indikasi ketidakadilan tersebut ditemukan dalam MoU antara mengenai aturan penempatan kerja bagi pekerja domestik (Penata Laksana Rumah Tangga/ PLRT).

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


LAPORAN UTAMA

Laporan PSD-BM: Situasi dan Persoalan BMI di Malaysia

Melalui data yang dibuat oleh Dewan Bar Malaysia pada 16 Juli 2008, diketahui bahwa Indonesia masih belum mengatur dengan terperinci soal hak-hak buruh migran, khususnya PLRT. Beberapa analisis yang menunjukkan ketidaktegasan Pemerintah RI dalam membuat MoU dengan Malaysia ditunjukkan melalui beberapa poin yakni: 1. Jam Kerja – Dalam kontrak kesepakatan dengan India, disebutkan bahwa gaji bulanan adalah gaji yang diberikan pada warga negara India yang bekerja 8 jam sehari. Sedangkan kontrak kesepakatan dengan Filipina, masalah jam kerja memang tak disebutkan dengan spesifik. Namun demikian, pihak Filipina tetap menuntut agar warga negaranya di Malaysia disediakan waktu istirahat minimal 8 jam sehari. Berbeda dengan Indonesia, pemerintah kita tak menyebutkan angka pasti berapa lama seharusnya BMI bekerja. Hanya ada kalimat “adequate rest� atau istirahat yang memadai. 2. Variasi dalam Kontrak Kesepakatan – Dalam kontrak kesepakatan dengan India, disebutkan bahwa adanya variasi dalam kontrak kesepakatan hanya boleh dibuat dengan persetujuan oleh Komisi Tinggi India. Hal yang sama juga ada dalam kontrak kesepakatan dengan Filipina dan Kamboja tapi tidak ada dalam kontrak kesepatan dengan Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, dilihat bagaimana keseriusan pemerintah dalam melindungi BMI di Malaysia. Poin pertama mengenai jam kerja, Pemerintah Indonesia telah melakukan kelalaian. Bagaimana mungkin Indonesia tak memberi batas waktu yang jelas bagi BMI untuk bekerja. Hal inilah yang mengakibatkan banyak BMI dieksploitasi dan hanya diberi waktu istirahat pendek. Kedua, mengenai variasi pada konrak kesepakatan, Indonesia seharusnya memberi ketegasan bahwa kontrak kesepakatan hanya bisa divariasi oleh pemerintah yang mengurus perlindungan dan penempatan BMI. Ketidakjelasan mengenai siapa pihak yang harus menjaga kontrak kesepakatan tersebut, tentu sangat mungkin untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Kompleksitas permasalahan pekerja migran di Malaysia tentu harus segera diperbaiki. Salah satu hal mendesak yang harus dilakukan adalah perbaikan tata kelola informasi pelayanan BMI. Hal ini sangat penting karena masalah-masalah yang telah disebutkan di atas, sebagian besar disebabkan oleh lemahnya akses informasi yang dimiiki oleh BMI maupun calon BMI Malaysia. Kementerian Luar Negeri, dalam hal ini adalah KBRI, harus melaukan kerja sama dengan kelompok BMI dan organisasi masyarakat sipil dalam penyediaan dan tata kelola informasi untuk kelompok BMI.

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


INSPIRASI

SBMI Dukung Rudy Soik Berantas Perdagangan Orang

A

khir Januari 2014 lalu, Brigpol Rudy Soik bersama enam orang temannya di Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda NTT melakukan penyidikan terhadap 26 dari 52 calon TKI perempuan yang direkrut dan ditampung oleh PT Malindo Mitra Perkasa karena tak memiliki dokumen identitas. Mereka ditampung di dalam garasi kantor PT Malindo Mitra

Perkasa yang mirip sel tahanan di Kelurahan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Perekrutan Calon TKI tanpa dokumen, jelas melanggar Pasal 51 UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan diduga kuat melanggar UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


INSPIRASI

SBMI Dukung Rudy Soik Berantas Perdagangan Orang

Sebagai seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia, Brigpol Rudy Soik melakukan penegakkan hukum. Sayangnya saat penyidikan dimulai dan hendak menetapkan tersangka, Kombes Muhammad Selamet, atasannya memerintahkan untuk menghentikan kasus dan menghilangkan data-data tanpa alasan jelas. Padahal selain tidak memiliki izin di NTT, PT Malindo Mitra Perkasa telah berulang kali dilaporkan karena dugaan penempatan non prosedural dan tindak pidana perdagangan orang (trafficking). Bisa dibayangkan bagaimana penderitaan mereka kelak ketika sudah berada di negara tujuan penempatan Malaysia. Buruh migran yang berdokumen dan visanya tidak tercantum alamat penanggung jawab saja sudah menjadi objek penangkapan pasukan rela atau polisi diraja Malaysia. Apalagi yang tidak ada dokumen sama sekali. Masih mending jika hanya ditangkap lalu dideportasi, jika dijadikan pekerja seks, jelas akan lebih parah lagi. Inilah trafficking, bentuk baru dari perbudakan modern dan salah satu kejahatan luar biasa yang mengakibatkan korbannya tereksploitasi secara fisik, psikis, ekonomi dan seksual. Selain pelakunya diancam hukuman hingga 15 tahun penjara, hukuman akan ditambah sepertiganya jika dilakukan oleh perusahaan (korporasi), sanksi lainnya dalah pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pencabutan status badan hukum, pemecatan pengurus, dan atau pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama. Lebih dari itu orang yang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung diancam penjara hingga lima tahun. Atas dasar tersebut, kami mendukung : 1. Brigpol Rudy Soik yang telah melakukan tindakan hukum kepada pelaku trafficking. 2. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong agar Kepala Kepolisian RI (Kapolri) memberikan penghargaan kepadad Brigpol Rudy Soik yang dinilai berani mengungkap dugaan praktik penyimpangan dan menjadikan momentum ini untuk menciptakan kebijakan pengawasan dan sistem “whistleblower� yang sistematis dan ter-

ukur di internal Kepolisian dan mendampinginya dalam gelar perkara (27/8/2014). 3. Aliansi Menolak Perdagangan Orang Nusa Tenggara Timur (Ampera NTT) yang beranggotakan MKI, PMKRI, LMND, GMNI, PIAR NTT, Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), BP GMIT, Perkumpulan Geng Motor IMUT, FAN NTT, Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (J-RUK), CIS Timor, LBH APIK, IRGSC, KoAR, Bengkel APPeK, Forum Komunikasi Pemuda Gereja Kristen (FKPGK) NTT, Perkumpulan PIKUL, Yayasan CEMARA, Forum Kebijakan NTT, Komunitas Peace Maker (KOMPAK), Rumah Perempuan, IKMAR NTT, DPD KNPI NTT, dan DPD KNPI Kota Kupang, yang telah memberikan dukungan kepada Brigpol Rudy Soik Mendesak Kapolri 1. Agar memantau secara serius dari proses hingga hasil gelar perkara, memberikan dukungan kepada Rudy untuk menumbuhkan keberanian anggota kepolisian dalam memberantas tindak pidana trafficking dan dugaan penyelewengan yang terjadi di lingkungan kerja kepolisian. 2. Menjerat Kombes M. Selamet dengan pasal 22 UU 21/2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, karena dengan sengaja telah mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan. 3. Mempercepat proses penyidikan pidana trafficking yang ditangani oleh Unit Renakta Polda Metro Jaya atas laporan ABK Nelayan yang terdampar di Afrika Selatan Menuntut 1. Pemerintah Provinsi NTT, untuk membuat kebijakan, program, kegiatan nyata, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan trafficking. 2. Memperkuat gugus tugas trafficking NTT dalam memberantas tindak pidana trafficking

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


KAJIAN

Potret TKI di Malaysia dalam Bingkai Pembangunan Nasional Kedua Negara

I

ndonesia sedang mengalami transisi demografi. Ditandai dengan kenaikan dua kali lipat angka usia produktif (15-64 th) di tahun 2000. Sensus BPS 2010 juga menunjukkan tren positif penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 66% dari jumlah total penduduk 157 juta jiwa. Adapun pekerja usia muda (15-24 tahun) mencapai 26,8 % atau 64 juta jiwa. Hal ini membuat Indonesia berpeluang memperoleh bonus demografi (demographic devident) pada periode tahun 2012-2045.

Melimpahnya angkatan kerja usia produktif ini seyogyanya menjadi aset potensial dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Tentu saja jika diimbangi dengan beberapa prasyarat misalnya ketersediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, terjaminnya stabilitas ekonomi makro, akses pendidikan dan kesehatan yang memadai serta lain sebagainya. Besarnya jumlah angkatan tenaga kerja ini merupakan faktor penting dalam pembangunan sebuah negara. Menurut begawan ekonomi Indonesia, Prof. Sumitro Joyohadikusumo dalam wawancara dengan majalah Tempo pada tahun 2001, menyatakan bahwa pembangunan ekonomi negara itu sederhana, meliputi: tenaga manusia, modal, aset, dan kekayaan alam. Oleh karenanya, jelaslah bahwa faktor tenaga kerja sebagai penopang dalam pembangunan sebuah Negara.

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


KAJIAN

Potret TKI di Malaysia dalam Bingkai Pembangunan Nasional Kedua Negara

Distribusi pembangunan yang tidak merata di Indonesia sejauh ini menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam aspek penyediaan lapangan kerja dan jumlah angkatan kerja. Apabila akses terhadap lapangan kerja di dalam negeri terbatas, maka fenomena migrasi tenaga kerja produktif ke luar negeri menjadi hal yang tak terelakkan. Munculnya fenomena migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tersebut memang patut didasarkan pada alasan-alasan ekonomis, sebagai implikasi keterbatasan lapangan pekerjaan di dalam negeri dan keterbatasan akses ekonomi. Dalam bukunya “Dagang Manusia,� Syafaat menyebutkan berbagai penyebab yang mendorong manusia menjadi Tenaga Kerja Asing atau Buruh Migran adalah terutamanya karena faktor ekonomi/ kemiskinan, tidak tersedianya lapangan kerja, krisis ekonomi dan ketidak mampuan menghadapi persaingan bebas dari konsep liberalisasi ekonomi pada era globalisasi. Hal ini diperkuat dengan sensus BPS tahun 2010, bahwa dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,64 juta jiwa, sebanyak 114,02 juta jiwa bekerja dan sebanyak 7,17 juta jiwa berkategori sebagai penganggur terbuka. Berdasarkan klasifikasi BPS tersebut juga, penduduk bekerja dibagi menjadi empat, yaitu mereka yang bekerja lebih dari 34 jam per minggu, kurang dari 34 jam per minggu, setengah penganggur dan paruh waktu. Dalam dalam konteks TKI, kebanyakan mereka yang memilih berangkat ke luar negeri adalah mereka yang setengah penganggur dan penganggur terbuka. Selanjutnya mengenai negara-negara destinasi TKI, Malaysia makin menjadi pilihan TKI pasca moratorium penempatan Saudi Arabia di pertengahan 2011. Meskipun gelombang migrasi TKI ke Malaysia sudah dimulai sejak tahun 1970-an yang terus naik grafiknya setiap tahun. Dari segi permintaan, Malaysia sendiri membutuhkan TKI pasca krisis ekonomi tahun 1980-an dimana pembangunan perekonomian Malaysia mulai membaik. TKI juga dianggap sebagai pekerja yang mahir, selain juga memiliki kesamaan bahasa, agama dan budayanya (Mohd. Asri, 1997). Namun, banyaknya TKI yang tidak terdokumentasi lama-kelamaan menjadi isu yang serius dalam pembangunan Malaysia dan juga terhadap hubungan dua negara Indonesia dan Malaysia.

Tahun 2012, jumlah TKI di Malaysia yang tercatat oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mencapai 1.049.325, namun diperkirakan jumlahnya lebih dari itu, karena banyak diantara mereka yang tidak memiliki dokumen (undocumented) di Malaysia dan menjadi Pendatang Tanpa Izin (PATI). Jumlah TKI di Malaysia sendiri didominasi dengan pekerja low-skilled pada sektor rumah tangga. Menurut Sidney Jones (2000) sebagian besar TKI tersebut berebut mencari peluang pekerjaan di dalam sektor pekerjaan yang tidak mahir, kotor dan berbahaya atau yang dikenal dengan pekerjaan 3D (Dirty, Difficult and Dangerous). Malaysia sendiri menganut Exclusionary Model kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) seperti tertuang dalam Akta Imigresen 1959/1963 ataupun Akta Kerja 1955, dimana implikasinya adalah TKA termasuk tenaga kerja Indonesia tidak terlindungi hak-hak tenaga kerjanya oleh hukum positif di Malaysia. Satu-satunya yang bisa mengikat antara Negara pengirim dan Negara penerima adalah melalui Memorandum of Understanding (MoU) antar dua negara. Banyaknya kasus TKI tidak berdokumen di Malaysia, juga telah menyebabkan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang meningkat. Maka dari itu, dibentuklah UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) yang merupakan bentuk represi terhadap pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari TKI dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum. Beberapa perjanjian internasional yang juga sudah diratifikasi Indonesia berkaitan dengan TKI yakni: 1. Protokol Pallermo tahun 2000, konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa tahun 1957, 2. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita tahun 1979, 3. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Lainnya atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Berperikemanusiaan dan Merendahkan (Martabat) 1984, 4. Konvensi ILO No. 182 tentang Larangan dan Tindakan Segera untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak Tahun 1999,

Halaman 8| Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


KAJIAN

Potret TKI di Malaysia dalam Bingkai Pembangunan Nasional Kedua Negara

5. Konvensi Menentang Kejahatan Transnasional yang Terorganisir tahun 2000 serta Protokol untuk Mencegah, Menindas, Menghukum Pelaku Trafficking Manusia, khususnya Wanita dan Anak, Suplemen pada Konvensi PBB menentang Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi. Kemenlu sebagai ujung tombak atas semua mandat tersebut sebenarnya telah memiliki peraturan untuk melindungi WNI/TKI di luar negeri melalui Permenlu Nomor 4 tahun 2008 tentang Citizen Services. Secara konsep, regulasi ini nampak bagus, namun mempunyai kelemahan pada praktiknya. Ketika WNI/TKI mengalami tindak kejahatan, bantuan yang diberikan pemerintah hanyalah sekedar bantuan mediasi. Padahal ada beberapa kasus tindak pidana yang seharusnya mengikuti proses peradilan pidana, misalnya kasus perdagangan orang. Belum lagi keterbatasan pelayanan kepada warga negara yang hanya terdapat di beberapa KBRI/KJRI saja. Atase ketenagakerjaan di Malaysia sebagai pelaksana tugas di bidang ketenagakerjaan yang diatur dalam Permenakertrans nomor 12 tahun 2011, sepertinya justru menimbulkan persoalan baru. Diskriminasi tampak ketika para petugas hanya melayani aduan kepada TKI yang berdokumen saja. Apabila ada TKI yang tidak mempunyai dokumen, padahal bisa jadi TKI tersebut juga menjadi korban perdagangan orang, bantuan hukum tidak bisa diberikan. Seyogyanya perlindungan hukum dapat dilakukan kepada semua WNI tanpa terkecuali.

KBRI sendiri sedang memperjuangkan program pemutihan. Program pemutihan atau yang dikenal dengan legalisasi pekerja Indonesia illegal ini dilakukan dengan memberikan paspor dan ijin kerja. Namun hal ini tidak bisa dilakukan secara serentak. Pada praktiknya, hanya di negara bagian Sabah saja yang mau menjalankan program pemutihan TKI illegal. Program tersebut mengharuskan pengelola kerja dan pengguna jasa TKI membayar sejumlah pajak tertentu. Hal ini juga mengalami kendala tersendiri jika para pengelola tersebut mengeluhkan pajak yang berat untuk pengurusan izin kerja, membayar pajak, asuransi dan membuat kontrak kerja. Bagi TKI di Malaysia, diperlukan upaya untuk menjalin afiliasi dengan Syarikat Pekerja yang telah mendapatkan legalitas dari Kerajaan Malaysia. Dari proses tersebut, akan terjadi peningkatan kesadaran mengenai hak dan kewajiban sebagai pekerja. Hal ini menjadi penting karena saat ini yang terjadi di sana, TKI berorganisasi dengan latar belakang kedaerahan/ primordialisme, sehingga perjuangan akan terjaminnya hak-hak TKI masih sangat parsial.

Salah satu yang dapat memberikan perlindungan bagi TKI di Malaysia adalah MoU antara kedua negara. Namun jika dilihat dari konsep di dalam MoU, keberpihakan terhadap TKI sungguh rendah. Misalnya peraturan mengenai paspor TKI yang harus dipegang oleh majikan untuk pekerja di sektor informal. Akibat dari hal tersebut, kesempatan untuk mendapatkan akses kesehatan, akses pengiriman uang, perlindungan ataupun jaminan dari perwakilan negara juga mengalami kendala. Maka dari itu, hal paling mendesak yang perlu dilakukan saat ini adalah melakukan negoisasi ulang MoU antara Indonesia dan Malaysia. Perlu dibuat MoU yang setara dan saling menguntungkan, utamanya untuk pekerjaan di sektor domestik agar perlindungan bagi TKI terjamin.

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014

Kontributor: Ayusia S Kusuma Faculty of Social Science and Humanity Universiti Kebangsaan Malaysia


PANDUAN

Beberapa Hal yang Perlu Dilakukan TKI Direct Hiring Ketika Tiba di Taiwan

D

irect Hiring merupakan mekanisme yang memberi kemudahkan bagi pekerja migran di Taiwan, karena mereka tak harus membayar agen atau PJTKI untuk kembali pada majikan. Mekanisme menarik ini dilirik oleh para pekerja migran dari berbagai negara asal buruh migran. Berikut ini adalah sebuah panduan yang diambil dari brosur Direct Hiring Service Center Taiwan mengenai beberapa hal yang harus dilakukan TKI dengan mekanisme Direct Hiring ketika tiba di Taiwan : 1. Buruh migran dengan mekanisme Direct Hiring setelah tiba di Taiwan harus mengurus asuransi tenaga kerja (tidak diwajibkan bagi perawat orang sakit, pembantu rumah tangga) atau harus mengurus asuransi kecelakaan kerja. 2. Dalam waktu tiga hari setelah tiba di Taiwan, buruh migran harus melapor ke konseling setempat. 3. Dalam waktu tiga hari kerja setelah tiba di Taiwan, buruh migran harus melakukan tes medis. Namun jika buruh migran kembali ke Taiwan bekerja dengan majikan yang sama, dan dalam waktu tiga bulan sebelum pulang ke Indonesia telah melakukan tes medis, maka pada saat masuk ke Taiwan tidak perlu tes medis lagi. 4. Dalam waktu tiga hari kerja setelah pekerja migran tiba di Taiwan, harus melakukan pemeriksaan typoid (demam) dan hasil laporan harus dilampirkan pada saat pengurusan surat izin kerja. 5. Dalam waktu 15 hari setelah tiba di Taiwan harus mengurus permohonan surat izin kerja dan ARC. 6. Dalam waktu tiga hari setelah mendapatkan ARC dan surat izin kerja harus mengurus asuransi kesehatan. 7. Setelah buruh migran tiba di Taiwan 30 hari sebelum dan sesudah genap bekerja pada bulan yang ke-6 ke-18 ke-30 harus melakukan tes medis, dan setelah hasil tes medis turun, maka dalam waktu 15 hari harus melaporkan ke biro kesehatan setempat.

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


POJOK KIP

Mahkamah Agung Balas Surat Tak Sesuai UU KIP

S

urat permohonan informasi yang diajukan Nisrina Muthahari pada Mahkamah Agung bulan Mei 2014 baru dijawab pada 19 Agustus 2014. Tanggal surat balasan tersebut memang 19 Agustus, tetapi nyatanya surat baru tiba hari ini pada Jumat (5/9) di kantor Pusat Sumber Daya Buruh Migran Yogyakarta. Mahkamah Agung membalas surat permohonan tersebut lebih dari dua bulan, artinya mereka melanggar aturan yang ditetapkan oleh UU KIP. Di dalam undang-undang nomor 14 tahun 2008 tersebut dijelaskan bahwa badan publik selambat-lambatnya harus menjawab surat permohonan informasi sepuluh 10+7 hari masa kerja yang ditetapkan. Namun kenyataan yang ada tidaklah demikian. “Saya kirim surat sudah beberapa bulan lalu dan baru dibalas sekarang. Selama empat bulan ini tidak ada keterangan apakah surat saya akan dijawab atau ditolak. Saya pernah hubungi kantor MA dua kali tetapi tidak diangkat,”kata Nisrina. Nisrina mengajukan permohonan salinan dokumen putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 2 P/HUM/2013 Tahun 2013 INDASAH, DKK VS MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI: serta Salinan dokumen putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 60 P/ HUM/2010 Tahun 2010. Namun balasan yang beupa surat satu lembar tersebut hanya berisi keterangan bahwa berkas beserta salinan putusan telah dikirim pada Kepaniteraan Pengadilan Pengaju tanggal 15 Januari 2014 dan tanggal 29 Maret 2012. Dan untuk itu Nisrina dapat menghubungi Kepaniteraan Pengadilan Pengaju. ”Apakah Mahkamah Agung sebagai badan publik yang memberikan layanan tidak memiliki salinan keputusan sama sekali?,”tanya Nisrina.

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


JEJAK KASUS

PT Lakemba Tidak Transparan Menggaji TKI ABK

M

antan TKI Anak Buah Kapal (ABK) yang ditempatkan di Trinidad dan Tobago mengaku kecewa dengan sikap PT Lakemba Perkasa Bahari. Pasalnya perusahaan ini dinilai tidak transparan dalam totalan gaji dan bonus yang harusnya diterima setiap akhir kontrak oleh ABK. Ada beberapa bonus baik yang diterima langsung maupun disimpan oleh perusahaan, antara lain bonus sandar, bongkaran, penjualan sirip hiu, dan kenaikan jabatan.

2013 Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga menerbitkan peraturan mengenai TKI ABK. Tetapi ada sejumlah perbedaan di dalam dua peraturan tersebut, BNP2TKI mengatur kewajiban KTKLN sedangkan Kemenhub tidak. Perbedaan lain adalah Kemenhub mengatur mekanisme sanksi administratif dalam peraturannya.

Suherman salah satu dari ratusan TKI ABK yang dipulangkan dari Trinidad mengungkapkan bahwa perusahaan tidak mau memberikan print out dokumen gaji dan bonus yang bisa dilihat oleh TKI. “Kami malah dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan di atas materai bahwa PT Lakemba Perkasa Bahari telah menyelesaikan kewajibannya dan tidak akan ada tuntutan dikemudian hari,” papar Suherman TKI ABK asal Sumbawa NTB kepada DPN SBMI kemarin (24/9/2014). Hal senada dikatakan TKI ABK lain, Joni Pranata, ia berkata bahwa ketidaktransparanan PT Lakemba Perkasa Bahari juga dibuktikan dengan penahanan Surat Perjanjian Kerja. “Perusahaan yang mempunyai itikad baik seharusnya memberikan dokumen yang menjadi hak TKI. Kami menuntut ketransparanan gaji dan bonus, karena kapten kapal mengatakan semua pembayaran akhir melalui perusahaan ada di Indonesia,” ujar Joni dengan nada ketus. Sejumlah calon TKI ABK di perusahaan yang sama ramai-ramai mengundurkan diri. Ihwal pengunduran diri calon TKI ABK tersbut karena janji manis yang disampaikan oleh sponsor sama sekali tidak sesuai dengan cerita dari mantan TKI ABK yang mendatangi kantor PT Lakemba. Azwan, salah satu dari calon TKI mengatakan bahwa sponsor PT Lakemba menginformasikan bahwa mereka akan kerja enak, bergaji besar, dan keliling luar negeri. Ternyata itu tidaklah benar karena menurut penjelasan TKI ABK yang baru saja pulang, kerja menjadi ABK sangat berisiko, kerja nyaris 24 jam, gaji hanya 200 dolar dipotong 7 bulan cicilan, biaya pendaftaran 5 juta, dan risiko alam seperti ombak besar yang menghadang. Rizki Oktaviana, Kordinator Departemen Kelautan SBMI mengungkapkan bahwa kebijakan penempatan dan perlindungan TKI ABK dinilai tidak jelas. Awal 2013 BNP2TKI menerbitkan produk hukum tentang tata cara penempatan TKI ABK Pada Kapal Berbendera Asing, Oktober

“Atas dasar tersebut kami menuntut kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Work in Fishing, atau memasukkan dalam amanat revisi UU 39 tahun 2004 yang mengatur penempaan dan perlindungan TKI Luar Negeri berbasis Darat dan Laut,”tegas Rizki.

Halaman 12| Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


LINTAS PERISTIWA Indramayu

Kenaikan Gaji BMI Hong Kong Belum Sesuai Tuntutan

K

abar gembira datang untuk Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong. Pemerintah Hong Kong telah mengumumkan kenaikkan gaji minimum (Minimum Allowable Wage/ MWA) untuk pekerja domestik (Penata Laksana Rumah Tangga/ PLRT). Kenaikan gaji tersebut adalah sebesar 100 Dolar Hong Kong, dari gaji lamanya yakni 4.010 Dolar Hong Kong. Pengumuman yang

Besarnya uang makan yang harus ditanggung para majikan pun juga naik. Pemerintah telah memutuskan bahwa para majikan harus membayar uang makan minimal sebesar 964 Dolar Hong Kong. Angka tersebut naik sebesar 44 Dolar Hong Kong (4,8%), dari angka sebelumnya yang hanya 920 Dolar Hong Kong. Dilansir dari Portal Pemerintah Hong Kong di www.info.gov.hk (30/9/14) hari ini, juru bicara pemerintah setempat mengungkapkan bahwa penetapan gaji minimum PLRT migran didasarkan oleh situasi pasar ekonomi dan tenaga kerja umum Hong Kong yang tercermin melalui indikator ekonomi. Hal tersebut juga berkaitan dengan perubahan harga kebutuhan pokok di tahun ini. Menanggapi berita kenaikan gaji PLRT di Hong Kong, Sring Atin, yang juga seorang pegiat buruh migran, sangat mengapresiasinya. Namun demikian, dia juga berpendapat bahwa kenaikan gaji tersebut belum sesuai dengan tuntutan buruh migran di Hong Kong. “Kenaikan gaji ini tidak setara dengan kenaikan harga barang-barang di Hong Kong. Tuntutan kita adalah sebesar 4.500 Dolar Hong Kong,� jelas Sring melalui akun Facebook-nya. Sring Atin juga menambahkan, buruh migran di Hong Kong harus bersatu dan berjuang bersama agar tuntutan gaji yang layak bisa disetujui dan dimasukkan dalam UU terkait upah minimum. Hal ini penting dilakukan, sehingga jika ada kenaikan gaji, semua PLRT migran bisa menikmatinya tanpa harus melakukan kontrak baru.

dibuat hari ini, 30 September 2014 menegaskan bahwa PLRT migran akan mendapat gaji sebesar 4.110 Dolar Hong Kong per bulan. Selain gaji, berdasarkan Standar Kontrak Kerja, para majikan juga seharusnya menyediakan jatah makan gratis untuk para PLRT. Namun demikian, hingga kini masih banyak majikan yang mengganti jatah makan dengan uang.

Kenaikan gaji minimum dan uang makan tersebut berlaku per 1 Oktober 2014. Namun demikian, regulasi tersebut masih akan diproses oleh Departemen Imigrasi Hong Kong. Sumber portal: http://www.info.gov.hk/gia/general/201409/30/P201409300619.htm.

Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


LINTAS PERISTIWA

Rencana Aksi Perbaikan Tata Kelola TKI 13 Kementerian

P

erwakilan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menyampaikan Rencana Aksi Perbaikan Tata Kelola Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Paparan rencana aksi disampaikan melalui FGD Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Penempatan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN) yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri (29/9/2014). Rencana aksi perbaikan tata kelola TKI disusun sebagai tindaklanjut inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan UKP4 dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno Hatta. Dedi Nurcahyadi, dari UKP4 memaparkan rencana aksi yang disusun bersama KPK melibatkan 13 Kementerian/Lembaga Negara terkait kebijakan TKI. Rencana aksi perbaikan tata kelola TKI akan menjadi rencana pendek dari September hingga Desember 2014. “Kita tahu umur UKP4 tidak lama lagi, namun kami tidak pesimis, KPK juga memiliki komitmen yang sama dengan UKP4 soal perbaikan tata

kelola TKI dan akan diadaptasi sebagai fokus KPK di 2015.” papar Dedi. UKP4 dan KPK akan melakukan pengawasan secara bersama untuk mengawasi 5 sasaran area pembenahan, yang terdiri antara lain: 1. Kebijakan dan peraturan pengelolaan TKI 2. Infrastruktur lembaga di lingkup Pemerintah 3. Infrastruktur lembaga Perusahaan Pengerah TKI Swasta 4. Produk layanan dan perlindungan TKI 5. Infrastruktur dan layanan embarkasi keberangkatan TKI (bandar udara, pelabuhan). “Dari lima sasaran area pembenahan tersebut, akan ada aksi utama, antara lain Pembentukan Crisis Center di Bandara, urai dualisme BNP2TKI-Kemenakertrans (penerbitan SIP, penandatanganan saat PAP, Penetapan Biaya, pengawasan dan pengenaan sanksi), jadikan SISKOTKLN sebagai sistem bersama,” tambah Dedi.

Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014


LINTAS PERISTIWA

Rekomendasi Saluran Informasi BMI di Destika 2014

P

usat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) berkesempatan menggelar kelas buruh migran di Festival Desa Teknologi Informasi dan Komunikasi (Destika 2014) di Desa Tanjungsari, Sukahaji, Majalengka (27/9/14). Kelas buruh migran di Destika 2014 membahas tentang kebutuhan saluran informasi migrasi ketenagakerjaan yang saling terhubung antara Dinsosnakertrans, Pemerintah Desa, Komunitas Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan masyarakat. Kelas tersebut diikuti oleh perwakilan Dinsosnakertrans, Komunitas Buruh Migran Majalengka (KBMM), Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Komunitas Jingga Media dan beberapa perangkat desa basis TKI di Majalengka. Persoalan klasik yang dialami Pemerintah Desa dalam peran melindungi TKI selama ini adalah soal keterbatan informasi yang mereka miliki. “Gimana mau melindungi, jika selama ini kita (Pemerintah Desa) tidak memiliki informasi soal prosedur penempatan dan perlindungan TKI.” ungkap Karmin, Perangkat Pemerintah Desa Jatijajar Majalengka. Diskusi yang dipandu Fathulloh, Pegiat PSD-BM mengerucut pada rekomendasi dan rencana kegiatan bersama dalam hal penyediaan informasi migrasi di Majalengka, antara lain: 1. Penyampaian persoalan akses informasi dan gagasan saluran informasi buruh migran masuk dalam laporan Panitia Destika 2014 yang akan disampaikan kepada Bupati Majalengka. 2. Pendataan dan peneraan desa basis buruh migran yang akan dilibatkan dalam kegiatan Saluran Informasi Buruh Migran. 3. Audiensi dan perencanaan kegiatan Saluran Informasi Buruh Migran di Dinsosnakertrans Majalengka.

“Kami melihat ada peluang pemanfaatan media-media informasi seperti website desa, dimana saat ini sudah ada 70 web desa di Majalengka, lalu ada sosial media, radio baik komunitas maupun komersil, dan berbagai media lain baik online maupun offline. Tinggal nanti kegiatan dan konten seperti apa yang nanti akan disepakati bersama antara desa, komunitas, dan Dinsosnakertrans.” jelas Indra, Perwakilan Relawan TIK Majalengka. Yati Sumiati, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Majalengka menyambut baik gagasan dalam kelas buruh migran Destika 2014, Ia akan melanjutkan diskusi tersebut dengan Kepala dan jajaran Dinsosnakertrans Majalengka. “Gagasan ini (saluran informasi buruh migran) sangat sesuai dengan perencanaan sosialisasi yang akan kami lakukan, hal ini akan kami diskusikan lagi dengan Kepala dan Bagian Penempatan Perlindungan TKI Dinsosnakertrans Majalengka.” papar Yati

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi September 2014



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.