HALAMAN 1
PAYO-PAYO
kabar pertanian dan pembangunan dari warga Edisi I No. 01/September 2011
Tudang Sipulung Petani Tiga Desa, hal. 5
Cara Membuat Biopestisida, hal. 10-11
Arsitek Sandal Jepit, Bangun Dam dengan Tangan Sendiri HASRIADI ARY
ALAM yang kaya tak selalu membawa kesejahteraan bagi rak yat. Desa Tompobulu, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, contohnya. Desa berke tinggian 700 di atas permukaan air laut terletak di kaki gunung Bulusaraung dan berada di kawasan Taman Nasio nal Bantimurung-Bulusaraung. Dengan letak geografis seperti ini, Tompo Bulu sejati nya dikelilingi hutan yang masih terjaga dan pegunungan karst dengan kandungan air melimpah. Namun dari 200 ha sawah di desa ini yang dimiliki 442 kepala keluarga, sebagian besar hanya ditanami padi sekali setahun, karena kekurangan air. Ada enam sumber mata air yang digunakan untuk pertanian Tompobulu. Selain itu, petani juga memanfaatkan aliran air sungai. Namun karena struktur batuan yang porus, pada titik tertentu air tiba-tiba menghilang masuk ke dalam bumi. Sehingga pada musim kemarau, Juli-November, petani hanya mengandalkan sisa hujan yang datang sesekali. Pada pertengahan 2007, Hairi dan Man syur, dua pemuda Tompobulu, mengikuti prog ram Pelatihan Petani Muda selama 3
bulan di LPTP Solo. Sepulang magang, mereka berusaha menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari, seperti membuat pupuk or ganik. Bahkan mereka mem buat lahan uji coba penanaman bawang dan tomat. Namun selalu saja usaha mereka terhambat masalah klasik, kelangkaan air. Hairi dan Mansyur pun mulai mengajak petani pemi lik sawah di Lompo Lembang & Acce untuk merancang konstruksi dam di Sungai Batummoppo’ (batu mogok/sembunyi). Mereka mengadakan pertemuan dengan 43 petani pemilik lahan di hamparan itu, dengan menyepakati tiga hal: pembangunan irigasi dikerjakan petani dengan dana pinjaman dari SRP Payo-Payo; pinjaman dikembalikan dengan membayar iuran, untuk dikelola jadi modal usaha bersama; dan iuran bisa berupa uang atau hasil panen. ***
SALAH SATU kesepakatan pemilik sawah adalah bergotong-royong setiap hari Kamis membangun dam di Sungai Batummoppo’. Tugas pertama mereka adalah menutup lubang saluran sungai dengan batu agar bisa dialihkan ke bak penampungan. Setelah lubang ditutup, barulah disemen jadi lantai bak. Untuk menutup lubang sedalam enam meter itu, diperlukan batu-batu seukuran kerbau.