PAYO-PAYO
kabar pertanian dan pembangunan dari warga Edisi II Februari 2012
Desa Butuh Energi Alternatif, Sekarang! NURHADY SIRIMOROK
KANTONG-KANTONG minyak mentah dan gas alam di perut bumi menipis. Minyak tanah, solar, bensin atau gas bukan sumber energi terbarukan. Pasti akan habis. Sebuah studi memperkirakan cadangan minyak mentah Indonesia tinggal 25 tahun dan gas 75 tahun. Bahan bakar migas akan menjelma benda antik dengan harga selangit dan kian sulit ditemukan. Bersamaan dengan itu jumlah mesin peng hisap migas kian tumbuh subur. Pabrik, ken daraan, pengatur suhu ruangan, alat dapur elektronik, komputer untuk menulis tajuk ini—silakan tambah sendiri daftar ini. Semua akan terus menyesaki kota dan mengalir ke de sa-desa, dalam kecepatan yang sulit dikontrol. Begitu kesetanannya warga kota membeli ken daraan dan saking bebalnya kebijakan transpor tasi publik. Masyarakat Transportasi Indonesia memperkirakan, jika tidak terjadi perubahan revolusioner, Jakarta akan macet total pada ta hun 2014; lima kota besar lainnya (Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar) akan menyusul antara tahun 2015-2010. Hasilnya, seperti terlihat di situs resmi OPEC, sementara konsumsi migas Indonesia terus me nanjak, produksi justru menurun; ketika impor harus meningkat, ekspor malah meluncur tu
run. Artinya, Indonesia kian tergantung impor dan harus mengekspor lebih banyak demi mengejar pe masukan migas nasional. Ya, Indonesia telah terdepak keluar dari keang gotaan OPEC, dan sudah menjadi net importer BBM sejak tahun 2004, sebab mengonsumsi lebih besar daripada produksi dalam negeri. Sejak itu, gejolak harga minyak dunia dengan mudah bisa menggoyang lumbung keuangan negara. Cela kanya, ini kerap diterjemahkan pemerintah seba gai alasan mengempiskan subsidi kebutuhan sosial dasar dan menggelembungkan harga-harga barang konsumsi. Itu baru soal harga. Kita belum bicara soal pelik lain: kemampuan pemerintah mendistribusikan BBM, gas, dan listrik secara merata, berkelanjut an, dan dengan harga terjangkau. Berita-berita di media massa dan hasil penelitian menunjukkan pemerintah sulit diandalkan—yang terlihat justru maraknya penyelewengan wewenang. Di televisi kita kerap menonton antrian orang dan kendaraan di SPBU. Lantas siapakah yang paling terpukul? Bila mem pertimbangkan ongkos distribusi, di manakah ba rang-barang pabrikan itu dijual paling mahal selain di desa? Mengingat semua pabrik dikontrol dari kota, di manakah barang-barang pabrikan itu paling