3 minute read

Perlindungan terhadap Anak Masih Lemah

Next Article
Luluskan

Luluskan

Surabaya, Memorandum

Sebanyak 29 kecamatan ternyata masih belum maksimal menerapkan responsif gender, dan layak anak. Pemkot Surabaya melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB), turut melibatkan mahasiswa serta lembaga perlindungan dan anak untuk memberikan bimbingan. Ini menjadi problem tersendiri mengingat dalam 2 tahun terakhir, Surabaya gencar melakukan sosialisasi kota layak anak (KLA).

Advertisement

Kejadian terakhir yang membuat miris adalah tewasnya siswi SMP yang mayatnya ditemukan di Gudang Peluru Kedung Cowek.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur mencatat, kasus kekerasan terhadap anak pada 2022 meningkat lebih dari 100% dibanding 2021. Dari 363 menjadi 734 kasus.

Rinciannya, 158 kasus seksual, 56 kasus penelantaran, 138 kasus ABH, 161 kasus kekerasan fisik, 8 kasus kekerasan psikis, 19 kasus terkait hak asuh anak.

Sedangkan pada 2023, kekerasan terhadap anak masih banyak dijumpai. Terutama yang terjadi di sekolah. Misalnya, kejadian kekerasan seksual di sekolah yang dilakukan oleh oknum guru.

Saya percaya bahwa meningkatkan kemanan dan perlindungan anak di Surabaya memerlukan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak.

Puspa Wulan Saputri, warga Gayungan.

“Kasus semacam ini membuat kita semua menjadi miris. Bayangkan di sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak, ternyata di sekolah juga menjadi ancaman,” kata Ketua Bidang Divisi Data dan Informasi serta Litbang LPA Jatim, M Isa Ansori, Kamis (18/5). Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya turun langsung memberikan sosialisasi dan pola perlindungan anak di tingkat RT dan RW.

Urgensi pemkot saat ini adalah membenahi segala bentuk tindakan negatif yang telah terjadi. Meninjau ulang kemungkinan-kemungkinan tindakan negatif yang mungkin bisa terjadi dikemudian hari agar tidak terulang kembali. Semoga bisa membentuk Surabaya KLA sesuai labeh penghargaan yang diberikan Asmaul Khusnah, Mahasiswi Unesa

Selain itu, LPA Jatim juga mengusulkan Pemkot Surabaya untuk membentuk layanan bertajuk Sparta (sistem perlindungan anak di tingkat rukun tetangga).

“Surabaya konsepnya sudah bagus sebagai kota yang layak dan ramah anak. Instrumennya juga sudah ada. Tetapi tugas untuk menguatkan itu yang masih lemah,” tandas Isa.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Kota Surabaya, Ida Widayati memaparkan, timbulnya kasus kekerasan terhadap anak bisa dipengaruhi sejumlah faktor. Seperti di antaranya karena masalah keutuhan keluarga hingga penggunaan media sosial yang tidak sehat.

“Itu yang anak-anak sekarang tidak menggunakan gadget dengan sehat. Sebetulnya memang untuk tugas-tugas sekolah iya. Tapi untuk yang lainnya, mereka menggunakannya masih salah,” kata Ida.

Meski demikian, pihaknya menyatakan, selama ini terus intens untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak. Upaya itu dilakukan dengan cara sosialisasi dinamika remaja dalam penggunaan media sosial yang sehat ke sekolah hingga Pondok Pesantren. “Itu disampaikan bagaimana sih kita menggunakan internet yang sehat, bagaimana ilmu tentang reproduksi,” katanya. rasan terhadap kukan dengan mika dadia sosial yang gga Pondok a mpaikan menga n g u a lai tidak seling n sosiak l

Tak hanya itu, Ida menyebut, upaya pencegahan kasus terhadap anak juga dilakukannya melalui Puspaga Balai RW. Di sana, petugas tidak hanya menerima konseling tapi juga memberikan sosialisasi bagaimana menerapkan pola asuh orang tua terhadap anak atau parenting.

“Itu sudah jalan. Ini kita juga dibantu mahasiswa jurusan psikologi, mereka kan bisa menerima konseling di awal. Tapi nanti ketika kasusnya parah, tetap dirujuk ke Puspaga di Siola,” pungkasnya.

Koordinator Tim KAS-RPA Kota Surabaya, Martadi mengatakan, program tersebut merupakan bagian dari terjemahan Surabaya Kota Responsif Gender juga sebagai Kota Layak Anak (KLA). Dalam kesempatan ini, ia menjelaskan alasan program KAS-RPA disosialisasikan kepada 29 kecamatan di Surabaya. Yakni untuk meningkatkan pemberdayaan di kelurahan dan kecamatan yang belum maksimal menggerakkan program KAS-RPA, agar lebih responsif menangani masalah yang

Diperlukan Kerja Sama yang Konkret dan Intens

SEJAK awal tahun gagasan Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA) terasa redup setelah muncul beberapa peristiwa memprihatinkan yang menimpa perempuan, dan anak dibawah umur. Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Khusnul Khotimah mengatkan, seluruh komponen yang berkaitan harus bekerjasama dan gotong-royong menyelesaikan permasalahan ini, utamanya orangtua. Khusnul menambahkan, di tengah Surabaya yang menyabet penghargaan kota layak anak (KLA), kasus-kasus ini tentu membuat kita prihatin. Setelah mendapat informasi bagaimana kondisi anak-anak Surabaya yang membutuhkan perhatian, ia menyebut upaya-upaya bersifat eksternal oleh Pemkot, DPRD Surabaya,

Bersambung ke halaman 10 mental Organization h dilakukan h sudah ng dan amun, secara ta m e m busama konih intens

Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Khusnul Khotimah.

Non-Governmental Organization (NGO) sudah dilakukan. “Seluruh komponen sudah gotong royong dan menyelesaikan. Namun, secara internal kita membutuhkan kerjasama konkret dan lebih intens

Bersambung ke halaman 10

This article is from: