
8 minute read
suARA PAKAR
PAnDEMI DAn PELAjARAn BERhARGA
sekTor kelisTrikan
Advertisement
Tidak ada yang tahu kapan obat atau vaksin corona ditemukan. Akibatnya, semua orang berpikir bagaimana tetap produktif dan tetap sehat di masa pandemi. Kita tidak boleh menyerah melawan corona. Selamat datang tata kehidupan baru atau new norm (kenormalan baru), termasuk menjaga kinerja sistem kelistrikan agar pasokan tetap andal. TurImAn SofyAn
Di masa pandemi, kebutuhan listrik di banyak industri biasanya turun drastis, jauh lebih kecil dari kebutuhan biasa. Penulis banyak menemui industri yang kebutuhan listriknya kurang dari 10% dibanding kebutuhan normalnya.
Kebutuhan yang mengecil ini dika renakan jumlah pekerja yang berkurang dan juga karena aktivitas industri yang berkurang. Artinya, akan banyak peralatan yang bekerja jauh di bawah kapasitasnya. Akan tetapi walaupun berkurang dan serba terbatas, kita tetap harus memikir kan aspek keandalan dan biaya operasi.
Perlu diingat bahwa dalam kelistrikan, pelanggan tidak hanya harus membayar energi (kWh) yang dikonsumsi tetapi juga harus membayar energi reaktif (kVARh) yang dikonsumsi oleh peralatan listrik.
Saat ini aturan di PLN, kita tidak perlu membayar energi reaktif selama faktordaya rata-ratanya tidak kurang dari 0,8. Artinya, selama konsumsi daya reaktif kita tidak lebih dari 75% konsumsi daya aktif, kita tidak akan diminta membayar denda energi atau daya reaktif.
Prof. Dr. Ir. Pekik Argo Dahono
Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung
trafo Daya
Trafo daya merupakan peralatan listrik yang digunakan untuk menurunkan tegangan listrik. Industri atau pelanggan besar PLN pasti memiliki trafo ini untuk berbagai tujuan. Pada keadaan normal, trafo ini biasanya dibebani paling tidak 60%. Tetapi di masa pandemi, banyak trafo industri hanya berbeban 10 atau 20%. Apa akibatnya?
Trafo daya biasanya dirancang agar efisiensinya maksimum pada beban 60 sampai dengan 100%. Pada beban yang sangat rendah mempunyai efisiensi yang sangat rendah. Selain efisiensinya yang rendah, faktor-daya di sisi primer trafo juga sangat rendah, lebih rendah dari sisi sekundernya.
Akibatnya di masa pandemi, kon sumen yang biasanya tidak dikenakan denda daya reaktif menjadi terkena. Ini terjadi karena konsumsi kWh menurun tetapi konsumsi kVARh tidak banyak menurun. Kondisi ini akan semakin parah jika trafonya memang oversize pada kondisi normal.
Oleh sebab itu di masa pandemi, usa hakan mengalihkan pembebanan trafo atau peralatan listrik yang bebannya kecil ke trafo atau peralatan lain; mengganti trafo dengan yang kapasitasnya lebih kecil; menurunkan kapasitas langganan ke PLN; dan memasang kompensator daya reaktif.
Hampir semua trafo daya mampu menerima beban lebih paling tidak 120%. Bahkan trafo kering yang dilengkapi pendingin tambahan mampu dibebani lebih secara kontinyu 140%. Memang, oversize tidak akan menyebabkan terjadinya kebakaran atau tidak beker janya sistem kelistrikan. Tetapi oversize menyebabkan sistemnya tidak efisien dan tidak cost effective.
Selain menyebabkan turunnya efisiensi dan faktor daya, perlu diingat bahwa trafo besar juga menghasilkan arus hubungsingkat yang besar. Arus hubungsingkat besar berarti memerlukan panel hubungbagi dan sistem proteksi yang lebih mahal. Vendor peralatan proteksi di Indonesia sering tidak menyediakan sistem proteksi yang memadai bagi trafo daya kapasitas besar. Konsumen utama mereka PLN sehingga perlu hati-hati kalau menggunakan trafo yang ukuran
nya lebih besar dari trafo daya yang biasa dipakai PLN.
Kapasitas trafo distribusi terbesar yang biasa dipakai PLN adalah 630 kVA. Sebagai pegangan, sistem kelistrikan akan cenderung lebih mahal jika kita banyak menggunakan peralatan listrik yang kapa sitasnya tidak umum dipakai di PLN.
kompensator Daya reaktif
Banyak konsumen memasang kapasitor koreksi faktor-daya agar terhindar dari denda daya reaktif. Artinya, tujuan pemasangan kompensator daya reaktif adalah agar konsumsi kVARh kita tidak melampaui batas yang diizinkan. Sayangnya, banyak konsultan merekomendasikan pemasangan kapasitor ini tanpa melihat beban aktualnya.
Pemasangan kapasitor sebagai kompensator daya reaktif itu ibarat melawan racun dengan racun. Jika racun dari kapasitornya tetap besar saat racun dari peralatannya berkurang atau meng hilang, maka yang ada instalasi kita akan keracunan. Bukannya berkurang denda daya reaktifnya, yang ada malah ditambah denda daya reaktifnya.
Memang ada beberapa kompensa tor daya reaktif yang bekerja otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan. Akan tetapi dalam praktek, pengendali otomatis kompensator ini lebih sering dimatikan karena proses on-off kapasitor yang terlalu sering bisa memperpendek umur kapasitor. Banyak kebakaran gedung diakibatkan oleh kapasitor koreksi faktordaya yang meledak.
Rekomendasinya selama masa pandemi, periksalah kondisi kapasitor yang digunakan sebagai kompensator daya reaktif. Apakah masih diperlukan, bagaimana kondisinya? Kalau tidak banyak berfungsi, lebih baik dimatikan.
Ingat, faktor daya beban naik turn dari waktu ke waktu. Yang didenda adalah jika faktor daya rata-rata bulanan kita kurang dari 0,8. Jadi bukan faktor daya sesaat yang didenda, tetapi rata-ratanya. Artinya, tidak apa-apa ada saat-saat faktor daya kita kurang dari 0,8 yang penting rataratanya lebih besar.
Sebagai konsultan, penulis jarang sekali merekomendasikan pemasangan kapasitor koreksi faktor-daya. Untuk men jaga turunnya faktor-daya, lebih baik kita menerapkan faktor-daya minimum pada peralatan-peralatan yang ada (lampu, motor listrik, kompresor, dan sebagainya).

Selain itu, sekarang era yang mana hampir semua peralatan dikendalikan secara elektronik. Peralatan elektronik ini cenderung mempunyai faktor-daya tinggi dan menghasilkan harmonisa. Harmonisa, karena frekuensinya yang tinggi, cender ung memilih mengalir lewat kapasitor.
Jika harmonisasi arus yang mengalir lewat kapasitor terlalu besar maka kapa sitor bisa mengalami pemanasan lebih dan terbakar. Paradigma lama tentang pemasangan kapasitor di era modern harus segera diubah di jaman sekarang.
kapasitansi kabel
Untuk meningkatkan keamanan dan estetika, PLN dan industri banyak menggunakan kabel bawah tanah di hampir semua level tegangan. Kabel mempunyai kapasitansi yang jauh lebih besar dibanding penghantar udara. Akibatnya, kabel bisa cukup besar menghasilkan daya reaktif.
Daya reaktif kabel akan naik sebanding dengan kuadrat tegangan kerjanya. Isu daya reaktif kabel terutama terasa pada instalasi tegangan menengah dan tinggi. Daya reaktif yang dihasilkan kabel nilainya tetap selama tegangannya tetap, tidak tergantung pada besarnya arus beban.
Dalam kondisi normal, daya reaktif yang dihasilkan kabel mungkin tidak be rarti dibanding besarnya beban. Tetapi di masa pandemi, saat kebutuhan bebannya kecil, daya reaktif kabel bisa signifikan dan menyebabkan kita mendapatkan denda daya reaktif.
Selain menyebabkan bisa munculnya denda daya reaktif, kapasitansi kabel ini bisa menyebabkan terjadinya tegangan lebih di peralatan. PT PLN sendiri, terutama di Jakarta, sering harus mematikan beberapa penyulang kabel (SKTM) agar daya reaktif yang dihasilkan jaringannya berkurang. Ini dilakukan biasanya di saat kebutuhan daya rendah, semisal di masa liburan.
Rekomendasinya bagi industri yang banyak menggunakan kabel tegangan menengah. Sebagai estimasi kasar, kabel tegangan menengah 20 kV menghasilkan daya reaktif sekitar 17,5 kVAR setiap kilo meternya. Jika daya reaktif kabel terlalu besar, lakukan manuver jaringan agar daya reaktifnya berkurang.
Banyak cara bisa dilakukan untuk menjaga kinerja sistem kelistrikan kita agar tetap efisien dan andal selama masa pandemi. Kejadian pandemi corona ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua termasuk para insinyur kelistrikan. Secara umum, kebiasaan oversize peralatan listrik itu lebih banyak ruginya dibanding untungnya. n
TKDn hARuS jADI PerhaTian seriUs

Kemampuan produksi peralatan listrik lokal yang semakin meningkat, namun daya serapnya dua tahun belakangan ini semakin melesu. Beberapa faktor diuraikan Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia, apa yang sebenarnya terjadi? CAnDrA WISESA
Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI), Boey Surjadi menyebut, dalam satu tahun terakhir daya serap penggunaan peralatan listrik untuk proyek ketenagaistrikan terbilang lesu. Pada grafik pen jualan produk mayoritas yang dirilis APPI 2017 2018 mengalami pelonjakan meski tak signifikan. Namun, pada 2019 mengalami penurunan yang cukup drastis.
“Produk utama kami yang disuplai ke PLN sep erti Panel TR, Panel TM, Trafo Daya, Trafo Tenaga, KwH Meter dan MCB memang 2019 ada penurunan penjualan yang cukup drastis,” ungkap Boey kepada Listrik Indonesia.
Padahal, proyek strategis ketenagalistrikan hingga saat ini terus berjalan. APPI merangkum beberapa penyebab penjualan produk utama tersebut menurun. Daya serap/beli yang turun,
keterlamabatan pembayaran kepada produsen, belum adanya anggaran seperti untuk membeli trafo dan panel. Sementara itu, stok MCB yang masih banyak, adanya masalah teknis wacana moratorium meter prabayar dan mengganti dengan dua arah, adanya permintaan penurunan harga dari konsumen utama (PLN).
Boey menambahkan, selain penurunan daya serap, produsen lokal harus menghadapi produk dari luar alias impor, ditambah sulitnya row mate rial dari dalam negeri. Ia mencontohkan, kemampuan produksi kWh meter yang bisa mencapai 14 juta per tahun. Tetapi, pemerintah membuka untuk investor asing untuk mendirikan pabrik serupa.
“Produksi sebanyak itu saja belum terserap dengan maksimal, lalu ditambah pabrik baru dari luar untuk produksi barang serupa. Jadi, bagaima na industri lokal mau tumbuh. Juga kemampuan pabrikan trafo yang sudah mencukupi terganjal dengan persyaratan yang cukup memberatkan produsen,” tuturnya.
Ia menyarankan, jika ingin mendatangkan investor alangkah baiknya, para investor luar tersebut memproduksi komponen pendukung yang diperlukan oleh industri lokal. Dengan begitu, penyerapan produk maksimal, produsen lokal tidak kesulitan mencari bahan baku dan mengurangi angka pengangguran.
“Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga lebih diperhatikan dan diimplementasikan. Itulah harapan kami,” harap Boey.
Begitulah kondisi penyerapan peralatan listrik dalam negeri pada 2019. Lalu bagaimana dengan kondisi pada tahun 2020 ini?
Tahun 2020 dunia digemparkan oleh wabah virus Corona/Covid-19, sektor industri manufaktur termasuk usaha yang terpukul atas merebaknya virus tersebut. Mulai dari penghentian operasi pabrik sampai mempekerjakan karyawannya dari rumah atau biasa disebut WFH/Work Frome Home.
Sekretaris Eksekutif APPI, Supardji Soekowati menyampaikan kondisi produsen peratalatan lis trik Indonesia di tengah pandemi. Diketahui saat ini anggota APPI mencapai 152 ada kenaikan dari sebelumnya 148 anggota. Tentu setiap pabrikan
Boey Surjadi
Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI)

mengikuti imbauan protokol kesehatan.
“Pabrik rata-rata sejauh ini kegiatan produksi masih berjalan, namun adapula yang menghenti kan produksi untuk sementara waktu,” terangnya.
Sejauh ini dari anggotanya belum ada pemutusan kontrak kerja untuk karyawanya. Seiring masih berjalannya produksi, akibat pandemi Corona berimbas pada pemasarannya. Dari berba gai sektor industri terkena imbas dari wabah itu.
“Pada 2019 saja suplai turun hingga 50 persen. Saat ini pabrikan masih menyuplai per mintaan awal tahun dari PLN, sedangkan untuk swasta belum ada permintaan,” ucap Supardji.
Selain itu, sulitnya pengiriman komponen dan bahan baku dari luar negeri berimbas pada keterlambatan produksi. Di samping itu, dalam menyambut Normal Baru, ia meminta kepada anggota agar menjalankan protokol kesehatan. “Memang ini akan berimbas pada produktivitas, paling tidak langkah ini membantu memutus rantai covid-19,” tuturnya.
Selain itu, soal penundaan pembayaran dari konsumen utama ke pabrikan. APPI men dorong agar persoalan ini dapat disegerakan pembayarannya, ini demi keberlanjutan kegiatan produksi industri dalam negeri.
“Harus ada jalan terang untuk membantu industri lokal agar tetap produktif, pada saat pandemi seperti sekarang ini,” tutupnya. n