JongArsitek!Jun08

Page 1


The responsibilty of The avant garde architect is a architecture is split radical innovator in the field of according to the di- spatial organization. vision of labour be- Schumacher, Patrick (2002) : tween high art and “What is an architect in socimainstream. The ety today?� Survey appearing sole responsibility in: Hunch Magazine, No.5, The of the avant garde Netherlands architect is to innovate. His/her work is a manifesto, it’s value transcends the immediate task of the building at hand. The responsibility of the mainstream architect is to adopt what can be adopted according to circumstance.

jongArsitek!

arsitekmuda@googlegroups.com

Selamat menikmati.. Desain menginspirasi

Except where otherwise noted, content on this magazine is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License


3


!

JongEDITORIAL oleh : Danny Wicaksono

Happy Birthday Jakarta.. It is a truly strange thing how on one side we always hate, but on the other side love this city. There is something about jakarta that makes her special in the heart of her people and they who comes to her. Jakarta is not a city where quality of life is at it’s best. Maybe even now jakarta is no longer a city, Jakarta is a mere vehicle. A place where more than 12 million people look for a better living, and most of them, struggling to live after leaving their origins to look for (what they thought) a better place to make a living. There are no logical reasons why we love this city, except for that longing feeling of coming back, after leaving her for a long while. This edition is for her birthday. Our wretched but loved jakarta (for some reasons that will only be understand by they who live there).

Selamat ulang tahun jakarta.. Benar-benar sebuah hal yang aneh bagaimana kita dalam satu sisi selalu membenci, tapi di sisi lain rindu kota ini. Ada sesuatu tentang jakarta yang membuatnya sangat spesial di hati para penduduknya dan mereka yang datang kepadanya. Jakarta bukan kota dimana kualitas kehidupan mencapai titik tertinggi. Jakarta (mungkin) kini bukan lagi sebuah kota, jakarta adalah wahana. Tempat 12 juta orang lebih mencari penghidupan yang lebih layak, dan sebagian besar dari jumlah itu, berjuang untuk hidup setelah meninggalkan daerah asal mereka untuk mencari (apa yang mereka kira) tempat untuk memperbaiki nasib. tidak ada alasan yang logis mengapa kita kemudian mencintai kota ini, kecuali rasa ingin kembali setiap pergi terlalu jauh darinya. edisi ini untuk ulang tahunnya. Jakarta kita yang keparat tapi tetap kita cinta (untuk alasan yang hanya mereka yang hidup di dalamnya yang mengerti)

Danny Wicaksono


Kontributor

tanpa basa basi, anda bisa mengecek profil mereka langsung ke Facebook dan media sosialweb lainnya.

adikritz http://www.facebook.com/profile. php?id=622062159

Dicky Ferdiansyah http://www.facebook.com/profile. php?id=788357564

danny wicaksono http://www.facebook.com/ profile.php?id=537977711 Ahmad Saladin Hikmat Subarkah http://www.facebook.com/profile. http://www.facebook.com/profile. php?id=1160641034 php?id=702846031

Farid Rakun http://fairdkun.multiply.com/

Noviardi Prasetya http://www.facebook.com/ profile.php?id=835774447

rafael arsono http://www.facebook.com/ profile.php?id=621537643


jongTu

Home Sweet (Polygam

p26

jongGambar

Tourism and Hospitality Institute

p32

jongGambar

Totem International Student Competition


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

p4

jongEditorial

p8

jongFoto

Kul Kul Green School

p14

jongTulisan

Dematerialist : From Kapoor to Hadid

p18

ulisan

my) Home

sambutan dari redaksi kita


. k u l

k u l

g r e e n

8

.foto dan olah digital: farid rakun .lokasi: kul-kul green school, sibang kaja, bali .building facilitator: pt. bambu, sibang kaja, bali .kamera: nikon coolpix 35oo

s c h o o l

d a


a l a m

k o l a s e

+

p a n o r a m a

jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

9

.jembatan kul-kul


. k u l

.jalan masuk 10

.rumah ombak

k u l

g r e e n

s c h o o l

d a


a l a m

k o l a s e

+

p a n o r a m a

jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

11


. k u l

k u l

g r e e n

jongArsitek! mei 2008 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

12

.bedeng/gudang

s c h o o l

d a


a l a m

k o l a s e

+

p a n o r a m a

jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

13

.gelanggang olahraga


DEMATERIALIST FROM KAPOOR TO HADID By Rafael Arsono

14

Anish Kapoor’s Cloud Gate - The Bean, taken from http://www.flickr.com/photos/desertpenguinphotos/2258818481/ by desertpenguinphotos under creative common license


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

. Dematerialist From Kapoor to Hadid By Rafael Arsono Last time I checked TIME magazine,I saw something intriguing about the Turner Prize winning sculptor, Anish Kapoor. The 54 year old British-based Indian-born sculptor was pointed out for his remarkable works, something extremely heavy, but appears just the opposite. It called Dematerialist. One of his famous piece is “The Cloud Gate” (2004), a 110 ton elliptical steel sculpture put in Millennium Park, Chicago. The 12 feet-arch concave gate allows visitors to pass through the giant sculpture, touch the mirror-like surface and see their reflection in various perspective. Cloud Gate is one of the biggest sculpture in the world, but yet it doesn’t look heavy. Moreover it blends with the skyline of Chicago. I happened to see one of Kapoor’s work when I visited 21st MoCA Kanazawa. But I didn’t really get it. The room is too small for his work, and not as bright-coloured as I expect. I still thought outdoor work is his real hit. His recent work, S-Curve, reminds me of the work of Richard Serra, the big-fluid corten-steel which become the main collection of Guggenheim Museum Bilbao. Only S-Curve appears light. The seamless-polished skin creates new sensation of the space surround it. This ‘reflective’ sculptures has prove Kapoor’s investigation of creating ‘non-object’.

15


Contemporary sculptures has pushed the boundary from exploiting the material technology to exploring the space within them. In this case Anish Kapoor’s works blurs the boundary between art and architecture. Some architects can be considered working in this ‘grey’ ideas. Zaha Hadid is one of them, but the unique example. Compared to Kapoor’s, I think her works best described as dematerialist. From the sliced wall to irregular steel-column, the curved wall to asymmetrical window, making her concrete-made buildings often seems floating and ‘moving towards flying’. Doesn’t look heavy at all. Somehow she consistently engage anti-gravity through her design. Her new design of pedestrian bridge in Zaragoza, nearly shapes giant whale hanging over the river. The aerodynamics design somehow blinds the bulky concrete construction.

16

Aesthetically, Zaha Hadid pioneered architecture which combine the influence of Constructivism—which she literally admit—and Surrealism. Both of them are contradict to each other, the first was evolve from industrial era, realist and truth to the material. While Surrealism came from the world of dream. Hadid is virtuoso in blending both of them through one building. Her sketches is already pieces of art, her 3D is eye’s provoking. Her work is a city-generator. Both Kapoor and Hadid are London-based artist, and immigrant (India & Irak). They share the same philosophy of not making any ‘forms’. Whatever it is, I think they has made such a passionate ‘creatures’ and—like Aaron Betsky’s quote—made us belief that ARTchitecture ‘still’ burn.


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

17

Phaeno Science Center, Wolfsburgh, 2008


H o m e S w e e t (P o l y oleh : Ahmad Saladin, Mohammad Hikmat Subarkah

Berapa sering kita berandai-andai untuk memiliki rumah. Membayangkan untuk “living single” di penthouse apartment dengan citylight view 360 derajat, atau di rumah renovasi bekas gudang tua di tengah-tengah kota. Di antara kita mungkin ada berandai untuk tinggal di rumah kecil dengan taman yang luas dimana keluarga dan anak-anak dapat bermain bebas. Namun adakah diantara kita yang membayangkan untuk hidup beserta kedua atau ketiga istri/ suami sebagai sebuah keluarga dalam sebuah rumah? Di akhir tahun 2006, Aa Gymnastiar menyatakan telah memiliki istri kedua, yang kemudian memicu polemik dalam masyarakat. Sebelumnya sebuah film dari Nia Dinata “Berbagi Suami” menampilkan beberapa potret kehidupan keluarga polygamy1 . Belakangan ini novel dan film fenomenal “Ayat-Ayat Cinta” juga menampilkan sisi potret polygamy selain sisi-sisi lain yang tidak kalah menarik dalam ceritanya. Asingkah praktek polygamy dalam masyarakat kita? Kontroversial ?! Benarkah begitu? Apakah yang akan kita lakukan sebagai arsitek jika mendapat tugas untuk merancang sebuah rumah; sebuah rumah impian – rumah polygamy. Dalam artikel ini kami melanjutkan riset Nia Dinata terhadap polygamy yang diwujudkan melalui film “Berbagi Suami”. Kami mengambil kasus keluarga Pak Lik dan Abah dan mencoba untuk mengapresiasi riset Nia Dinata dari sudut pandang arsitektur2.

What? Apa yang kita sebut keluarga? Bahasa Indonesia3 memahami keluarga dalam definisi ibu-bapak dan anak-anaknya. Pengertian ini seringkali diistilahkan “keluarga inti (nucleus family)”. Pemahaman lain menyatakan keluarga adalah (kaum--) sanak saudara (extended family). Masih menurut referensi yang sama, keluarga juga dapat berarti orang seisi rumah yang menjadi tanggungan4 . Dalam pemahaman ini siapapun yang tinggal dalam rumah adalah keluarga. Dengan definisi-definisi tersebut, pengertian keluarga di Indonesia sangat luas. Sehingga bentuk keluarga polygamy-pun bukanlah sesuatu yang asing lagi. Namun mengapa rumah keluarga polygamy menjadi sesuatu yang perlu didiskusikan?

_________________________________________ 1 Dalam Webster dictionary; Istilah polygamy didefinisikan dengan: memiliki lebih dari satu pasangan (istilah “polygyny: suami-istri-istri-dst; polyandry: istri-suami-suami-dst” 2 Nia Dinata melakukan riset selama 8 bulan mengenai polygamy dalam masyarakat. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia 4 Tidak dijelaskan mengenai tanggungan siapa dan bentuk tanggungannya (ekonomi? administrasi? sosial?


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

y g a m y) H o m e Why? Kita dapat melihat contoh pada sebagian besar rumah yang ditawarkan para pengembang; dengan luas, artikulasi, tata ruang dan gaya beragam. Namun dengan berbagai keinginan dan kebutuhan pemilik rumah dan berbagai gagasan kreatif si perancang; dibolak-balik sedemikian rupa; boleh jadi polanya tetap itu-itu juga. Timbul pertanyaan; mengapa rumah yang dihuni keluarga dengan berbagai komposisi penghuninya sedangkan tatanan fisik yang menjadi wadah aktivitasnya hanya memiliki sedikit perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Kalaupun ada perbedaan besar diantaranya hanya berkisar antara luasan bangunan, jumlah lantai, gaya bangunan dan variasi-variasi tata layoutnya. Kami berpendapat bahwa rumah(arsitektur); dalam analogi; adalah panggung dimana sebuah pertunjukan lakon/cerita berlangsung. Dalam sebuah pertunjukan, terjadi interaksi yang khas antara panggung dan lakon/ceritanya. Dalam pertunjukkan wayang kulit misalnya; interaksi antara setting panggung dengan lakon/ceritanya tercipta; redup-terang pencahayaan, getaran layar kanvas, permainan jarak wayang dengan kanvas menampilkan detail yang berbeda-beda, membesar-mengecil, menjauh-mendekat. Perang, dialog, kesedihan, kegembiraan, keberanian, ketakutan, kelicikan. Masing-masing episode cerita tampil dalam setting yang spesifik sehingga pertunjukan terasa hidup dan menarik.

Kalau dalam contoh lakon/cerita yang ditampilkan adalah analogi dinamika keluarga dalam masyarakat maka rasanya interaksi yang terjadi antara rumah dan keluarga dalam masyarakat kita seakan menjadi sebuah pertunjukkan yang kurang menarik. Dimana tidak terjadi interaksi yang khas antara keduanya. Dalam arsitektur kita mengenal tipologi bangunan (rumah). Kita juga mengenal pola inhabitasi pengguna terhadap bangunan (rumah). Kompleksitas pola inhabitasi pengguna bangunan 19 harus ditopang oleh kapasitas tipologi bangunan yang mencukupi. Interaksi antara tatanan fisik dan kehidupan yang terjadi di atasnya harus tercipta dengan koheren. Menurut pendapat kami, terjadi ketimpangan antara kompleksitas kehidupan keluarga dalam masyarakat dengan ketersediaan kapasitas tipologi bangunan hunian yang ada. Sehingga perlu adanya kajian terhadap tipologi rumah dalam kaitannya dengan pola inhabitasi-nya. Dalam artikel ini kami mencoba untuk mengkaji hal tersebut, dengan mengangkat topik rumah “keluarga polygamy� yang juga merupakan bagian dari kompleksitas kehidupan masyarakat kita.

photo by : mohammad sagitha


20


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

How? Rumah keluarga Pak Lik berada lingkungan padat pemukiman kampung kota. Antar rumah dibatasi oleh gang selebar kurang lebih 2 meter. Pagar rumah yang tidak tinggi dan tidak masif membatasi wilayah publik dan privat. Konteks padat ini adalah tatanan fisik dimana interaksi sosial antara keluarga dan tetangga terjadi. Dapat kita bayangkan interaksi yang mungkin terjadi dengan kapasitas fisik demikian; ketika Pak Lik pertama kali mengantar Siti ke rumahnya (Dalam film tidak tergambarkan terjadinya interaksi ini). Di beberapa rumah, seperti rumah Pak Lik ini, terdapat sedikit halaman dan teras rumah yang cukup luas di muka rumah. Melalui mediasi inilah rumah Pak Lik terikat dengan konteksnya. Halaman dan teras adalah ruang interface antara keluarga dan non-keluarga. Pembagian tegas sifat ruang seperti ini (publicsemipublic/private-private) tidak terjadi di dalam rumah. Di awal cerita terlihat ketika Sri melahirkan anaknya dibantu oleh Siti. Aktivitas privat ini terjadi di kamar tidur, sementara di teras dan ruang TV anak-anak mereka yang lain sedang bermain bersama. Ketika Siti keluar kamar memberitakan kelahiran tersebut, anak-anak lain berlarian masuk ke kamar sementara Siti berganti duduk di ruang TV; mengambil jarak dari yang lainnya. Di sini terlihat bagaimana sifat-sifat ruang berubah seketika mengakomodasi aktivitas yang terjadi di dalamnya. Privat menjadi publik dan sebaliknya. Perubahan seketika seperti ini terjadi berulangulang. Ruang cuci yang juga menampung aktivitas “ngobrol�. Ruang TV yang juga menampung aktivitas tidur. Bahkan ruang tidur Pak Lik, dimana aktivitas privat hubungan intim suami-istri terjadi pun, dapat seketika berubah fungsi menampung aktivitas bersama, dan seketika berubah menjadi ruang melahirkan.

Dalam ruang-ruang rumah dimana batas antara wilayah privat dan publik antar anggota keluarga berubah-ubah seketika seperti ini, hubungan antar anggota keluarga menjadi unik. Dibutuhkan sifat keterbukaan yang tinggi pada masing-masing karakter. Menarik untuk melihat kecanggungan Siti dalam keterbukaan keluarga pada saat ia dilamar tidak hanya oleh Pak Lik namun juga bersama dengan kedua istrinya. Menarik juga untuk melihat bagaimana Dwi mulai membandingkan antara hubungannya dengan Pak Lik dan hubungan Sri dengan Pak Lik, ketika hadir Siti sebagai teman sepenanggungan. Tidak ada tempat untuk rahasia. Kecenderungan untuk membandingkan hubungan antara satu anggota keluarga dengan yang lain tidak terhindarkan. Masing-masing anggota keluarga harus saling memahami aktivitas apa yang sedang terjadi dalam sebuah ruangan, berkepentingankah dia? Dapatkah dia masuk ke dalam? Bolehkah dia ikut bergabung? Interaksi antara tatanan fisik dan inhabitasi keluarga terjadi secara seketika. Interaksi semacam ini secara mendasar berbeda dengan interaksi yang biasa terjadi pada rumah-rumah modern, dimana ruang-ruang bersifat tunggal (monofunction). Ruang tidur (privat), ruang keluarga (publik), ruang makan, ruang belajar, dst. Nama ruang berdasarkan kepemilikan aktivitas permanen dan bahkan kepemilikan anggota keluarga seperti kamar utama (bapak/ibu), kamar anak, dst. Adapun perubahan ruang sifatnya sementara dan biasanya masih berada dalam wilayah ke-publik/privat-an yang sama (Kamar anak jadi kamar nenek, dsb). Sedangkan dalam studi rumah Pak Lik, penamaan ruang menjadi tidak relevan. Ruang tidak dibentuk atas dasar kepemilikan melainkan atas dasar aktivitas seketika (“Immediate activityimmediate space�)

21



jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i Perubahan seketika seperti di studi rumah Pak Lik, tidak terjadi pada studi rumah-rumah Abah. Di rumah-rumah Abah, interaksi antara tatanan fisik dan inhabitasi keluarga terjadi seperti yang umumnya terjadi pada rumah-rumah modern. Ruang-ruang bersifat tunggal (monofunction); adanya kamar tidur utama, kamar tidur anak, ruang keluarga, ruang makan dan seterusnya; dimanfaatkan sesuai dengan kepemilikan aktivitas permanen dan anggota keluarga. Kepribadian Abah yang berbeda dengan Pak Lik, dimana sifat Abah yang tertutup pada pilihan hidupnya untuk berpoligami terhadap istri-istrinya diwujudkan dengan memiliki beberapa rumah untuk ditempati masing-masing istrinya. Di rumah pertama Abah, kehadiran Abah yang tidak selalu berada rumah membuat Ibu Salma yang juga sehari-harinya bekerja untuk tidur di kamar Nadim di waktu-waktu dimana Abah tidak tinggal di rumah. Hal yang berlangsung terus hingga Nadim dewasa ini membuat hubungan keduanya menjadi sangat dekat. Pada saatnya ketika Abah ketahuan berpoligami dengan istri keduanya, Ibu Salma dengan berat menerima kenyataan tersebut dan mengajukan syarat yang harus dilakukan (mandi besar) jika Abah tinggal di rumah setelah berkunjung dari rumah keduanya. Kenyataan ini pula mempererat hubungan Ibu Salam dan Nadim menjadi semakin istimewa. Hubungan exclusive Ibu Salma dan Nadim dan pola inhabitasi Abah terhadap rumah-rumahnya membuat Abah justru terasing dari rumahnya sendiri. Rumah pertama Abah pada prakteknya adalah rumah Ibu Salma dan Nadim. Abah adalah tamu di rumah tersebut. Keberadaan kamar utama di rumah ini pada prakteknya adalah kamar tamu. Wilayah privat rumah Ibu Salma tertutup terhadap penetrasi di luar keluarga kecilnya. Abah boleh jadi merupakan “tamu istimewa” namun istri-istri lain Abah adalah “orang lain” bagi mereka. Kecanggungan muncul ketika mau tidak mau Ibu Salma menerima istri-istri lain di dalam rumahnya waktu Abah jatuh sakit.

Hal yang sama terjadi pula di rumah-rumah yang lainnya. Abah memiliki rumah yang tersebar di kota. Interaksi antara inhabitasi hidup poligami Abah terhadap tatanan fisiknya ternyata tidak berhenti sebatas dalam rumah, melainkan meluas ke wilayah publik kota. Komunikasi, keputusan-keputusan penting antar keluarga besar Abah terjadi di luar rumahrumahnya. Pertemuan pertama Ibu Salma dan istri kedua Abah terjadi di sebuah pesta. Pertemuan lain terjadi di rumah sakit, bahkan ketika Abah meninggal-pun pertemuan antara istri-istri Abah terjadi di tempat pemakaman. Menarik pula ketika terjadi perundingan antara Ibu Salam dan istri kedua-ketiga Abah yang terjadi di teras rumah Ibu Salma, dan bukan di ruang keluarga dalam rumahnya. Hal ini menampilkan potret lain tentang hubungan tatanan fisik dengan pola inhabitasi keluarga. Abah yang berusaha “melindungi” wilayah privat istri-anak yang satu terhadap intervensi istri-anak yang lainnya, justru membuat Abah kehilangan wilayah privat-nya sendiri. Di saat yang sama, ketertutupan hidup poligami terhadap istri-istrinya ini justru membuka dirinya terhadap wilayah publik “orang lain”; dalam hal ini publik kota. Studi kasus rumah Abah menunjukkan bahwa wilayah privat-publik antar anggota keluarga ter-juxtapose dengan wilayah privat-publik antar penduduk kota. Hal ini secara mendasar berbeda dengan pola pemahaman kota modern (zoning) dimana keluarga hanya berada dalam wilayah domestik/ privat. Sehingga diperlukan adanya metode-metode lain sebagai alternatif untuk memahami kompleksitas hubungan tata fisik kota dan inhabitasinya

23


When? (Epilog) Kebijakan pemerintah dalam bidang perumahan menekankan pada pemenuhan jumlah hunian bagi masyarakat. Sebagai contoh adalah proyek 1000 tower rusun dan RSS (Rumah Sangat Sederhana). Terlepas dari polemik mengenai pendanaan, ketersediaan land bank negara dan lain sebagainya, ada yang sering luput dari diskusi yaitu mengenai kapasitas tipologi unit-unit huniannya dan kaitannya dalam membentuk satu bangunan/ kompleks hunian dan lebih jauh lagi adalah dalam kapasitasnya membentuk lingkungan kota5 . Seringkali kita menyama-ratakan satu pola kekeluargaan ke dalam masyarakat kita. Kecenderungan kita untuk kurang memahami kompleksitas pola kekeluargaan dalam masyarakat yang akan ditampung seringkali berakibat pada hanya munculnya satu pola tunggal pada tipologi huniannya. Seakan-akan menawarkan satu menu masakan yang sebenarnya sama namun ditampilkan dengan variasi bumbu yang berbeda. Bagi kita arsitek, rasanya seperti berputar-putar di permukaan berusaha untuk menciptakan sesuatu yang baru tanpa berhasil masuk ke inti masalah yang sesungguhnya. Keragaman bermasyarakat yang ada hanya ditopang oleh satu bentuk tatanan fisik (tipologi) yang itu-itu saja. Lemahnya dukungan fisik dalam kompleksitas masyarakat kita, bisa jadi dalam prakteknya menyebabkan munculnya friksi, ketegangan, kecanggungan dan kehilangan identitas dalam menjalani kehidupan. Masyarakat dipaksa hidup dalam tatanan fisik tertentu yang sebenarnya hanya cocok untuk pola hidup sebagian dari kita; tanpa punya pilihan. Sebagian dari kita dipaksa untuk membuang identitas6 -nya agar dapat bertahan hidup. Dalam arus lintas informasi dan budaya dunia yang demikian cepat-nya mengalir, identitas adalah mata tukar yang paling berharga. Kera-gaman adalah aset. Sustainibility7 adalah taruhannya. Haruskah keragaman tersebut hilang karena tatanan fisik yang kita ciptakan? Dapatkah keragaman, hidup berdampingan?

_________________________________________ 5 To see the city as a piece of architecture; (Aldo Rossi : The Architecture of the city) 6 Yang mencakup, nilai sosial, nilai gender, nilai budaya, nilai ras, nilai agama-keyakinan dsbnya, tidak hanya data statistik tingkat ekonomi, jenis kelamin, kewarganegaraan, dsb. 7 Dalam arti luas, tidak hanya konteks lingkungan namun juga budaya, ekonomi, dst.


PLUG YOUR IDEA!

jongArsitek!

jongArsitek@gmail.com

Selamat menikmati.. Desain menginspirasi

Except where otherwise noted, content on this magazine is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License


26


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

27

TOURISM AND HOSPITALITY INSTITUTE By : Noviardy Prasetya

Diagram is a graphic summary, an ideogram but not an abstraction. Diagram represents something, but not something itself. Diagram always has their meanings and value, event for explaining a relation or a formation, but not isomorphic. On Diagram Diaries – peter Eisenman, diagram is understand in two ways, as an “explanatory / analytical device” and as a “generative device”.This Final Project is trying to generate a new architecture by fusing two kind of architecture that usually use in different way.


28


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

I’m trying to avoid my own interpretation of form and function of the result. On the otherhand I hope it will generate something new and pure. “Diagrams become a means to uncover something outside of my own authorial prejudices”-Diagram Diaries.

29


The result is a new ‘soul’ with two faces, education face and commercial faces. From the outside it will be look like a modern lifestyle center, but it’s an education face from the inside. Then the next step is creating the ‘container’ by analyzing the surrounding activity, road axis, curve pattern from the neighborhood. Then mapping them into the site. The Basic form is a bended long box like “U” letter, so the commercial area facing the outside and education area will be clustered inside. The final result come from the adaptation of the process.



TOTEM INTERNATIONAL STUDENT COMPETITION 3rd winner, by: Dicky Ferdiansyah

32

05dbfff5-7bd9-4b5d-9c25-6e52f46af86e


33


34


jongArsitek! m e i 2 0 0 8 | d e s a i n m e n g i n s p i r a s i

35


36

05dbfff5-7bd9-4b5d-9c25-6e52f46af86e


37

05dbfff5-7bd9-4b5d-9c25-6e52f46af86e


d e s a i n

m e n g i n s i p i r a s i


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.