jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
“We are searching for som between two intangibles: a have not yet designed and cannot properly describe.� (Christopher Alexander)
jongArsitek! Ed i s i 2 4 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
me kind of harmony a form which we a context which we � 3
jongArsitek!
jongarsitek@gmail.com
Selamat menikmati.. Desain menginspirasi
Except where otherwise noted, content on this magazine is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License
foto : Putri K.
JongEDITORIAL! oleh : Danny Wicaksono Tahun 2008 adalah tahun yang penting bagi saya. Ada kesadaran-kesadaran baru yang timbul di tahun itu. Kesadaran-kesadaran yang timbul karena situasi-situasi yang ada dan berkembang di tahun itu dan tahun-tahun sebelumnya. Februari tahun itu, jongArsitek! digagaskan dan edisi pertamanya terbit sebagai sebuah upaya untuk tetap menjaga berputarnya diskursus arsitektur di lingkar muda arsitek indonesia. Sebuah upaya yang membuat kami tetap terbit hingga hari ini. Upaya yang juga melatari beberapa pameran dan workshop yang kami gagas dan produksi di tahun-tahun setelahnya.
4
Hal lain yang juga terjadi pada saya di tahun itu adalah Ordos100; sebuah proyek arsitektur yang sangat ambisius di kota bernama Ordos, di inner-mongolia, Cina. Proyek ini mengundang 100 arsitek dari seluruh dunia untuk mendesain sebuah rumah seluas 1000m2. Adi Purnomo diundang. Sebagai asistennya saya diajak serta. Kesertaan saya diantara 150an arsitek dari seluruh dunia, membawa saya kepada kesadaran bahwa arsitek-arsitek indonesia sangat terisolir dari pergaulan arsitektur internasional. Setidaknya dari arsitek-arsitek yang bersamasama saya di saat itu. Banyak dari mereka yang tidak pernah mengetahui arsitektur Indonesia, arsitek-arsiteknya dan karya-karya yang telah dihasilkan. Sangat wajar, mengingat hingga tahun itu, jarang sekali ada arsitek indonesia atau karya dari arsitek indonesia yang dipublikasi secara internasional di media publikasi yang bergengsi. Hubungan antara arsitek-arsitek indonesia dengan para pelaku arsitektur internasional sangat minim. Dialog itu dulu tidak pernah ada, setidaknya tidak pernah diketahui oleh publik. Ada jarak antara hasil karya arsitek mancanegara yang masuk ke Indonesia melalui media, dengan arsitek yang menghasilkannya. Jarak ini saya pikir membuat karyakarya itu jadi seperti terlalu jauh untuk digapai, karena dialog kritis mengenai karya-karya tersebut tidak pernah dilakukan dengan arsitek penggagasnya. Menerka dan mengira-ngira kemudian menjadi lazim, asumsi memarak, dan meniru jadi kebiasaan. Semakin besar jarak ini, ditambah dengan minimnya pemikiran dr
para arsitek dalam negeri, membuat pemikiranpemikiran yang datangnya dari luar indonesia, seperti jadi kebenaran yang banyak diikuti oleh para pelaku arsitektur di Indonesia. Sejak Ordos, saya berpikir bahwa arsitek indonesia harus ada di lebih banyak publikasi internasional. Semata agar mereka dapat memiliki kesempatan untuk berdialog dengan publik yang lebih luas. Jika dialog ini bisa terjadi, maka Ini berarti membuka kesempatan bagi generasi-generasi berikutnya, untuk juga bisa berdialog dengan arsitek-arsitek dari banyak negara lain, di masa-masa mendatang. Dialog yang saya harapkan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan yang lebih luas dan lebih beragam. Untuk edisi bulan Juni-Juli 2013, MARK Magazine menampilkan ulasan mengenai arsitektur indonesia dan beberapa orang arsiteknya. Tidak terlalu banyak dan tidak terlalu mendalam. Tapi posisi MARK Magazine sebagai salah satu publikasi arsitektur paling berpengaruh di dunia membuat ulasan ini menjadi sangat penting, dalam konteks alasan-alasan yang telah saya kemukakan diatas sebelumnya. Kini, jalan untuk dialog dengan publik internasional telah terbuka lebih lebar. Anda, kita semua akan segera mendapatkan waktu untuk ikut berdialog bersama-sama mereka dan menjadi wajah dan definisi dari arsitektur Indonesia. Kita harus siapkan gagasan-gagasan dan hasil kerja yang, jika tidak melewati, setidaknya bisa menyamai kualitas dari para arsitek yang kini telah menjadi wajah dan definisi dari arsitektur Indonesia. Kami harap, media kecil ini bisa sedikit berperan dalam membantu kita semua bersiap menghadapi masa itu nanti. Semoga ada yang bisa anda ambil dari jongArsitek! edisi ke 24 ini.
Kontributor
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 2 |4 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
tanpa basa basi, anda bisa mengecek profil mereka cari langsung ke Facebook dan media sosialweb lainnya.
Andesh Tomo Aris Nuryahya Danny Wicaksono OMA/Rem Koolhas Putri Kusumawardhani Robin Hartanto Rofianisa Nurdin Vallin Tsarina
5
p42
j o n g K a r y a
p40
CCTV Television Station and Headquarters - Beijing
j o n g T u l i s Kota dan kata “Kepadatan“
p48
j o n g T u l i s
Bagaimana untuk memulai ketika ingin mulai mencari tahu lebih banyak tentang arsitektur.
p13
j o n g T u l i
Sebuah kota dalam persimpanga
p28
j o n g K a
ARBBI Desaign Competit
jongArsitek! Ed i s i 2 4 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
p34
j o n g T u l i s
Arsitektur bisa mempertajam ingatan Anda
s
an, Labuan Bajo
p20
j o n g T u l i s LSAI, (Benarkah) tinggal sejarah?
r y a
tion
daftar isi
8
jongArsitek! Ed i s i 2 4 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
9
Putri Kusumawardhani
10
jongArsitek! Ed i s i 2 4 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
11
12
jongArsitek! Ed i s i 2 4 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
Sebuah kota dalam persimpangan,
Labuan Bajo,
antara pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan. Vallin Tsarina & Andesh Tomo Selama kurang lebih 3 minggu di pertengahan tahun 2012, saya dan beberapa rekan berkesempatan untuk mengalami kota ini secara langsung. Melihat, mengamati, mengumpulkan dan menganalisa berbagai informasi yang saya peroleh dari berbagai sumber data, baik mengenai hal-hal fisik maupun yang non fisik, dari yang gamblang maupun yang subtil. Segala hal yag indah dan baik mengenai kota kecil diujung barat Pulau Flores yang bernama Labuan Bajo dapat anda dapatkan informasinya dalam jumlah melimpah di berbagai majalah, laman digital atau media penyampai informasi lainnya, dan karenanya tidak akan saya ulang lagi dalam artikel ini. Dalam beberapa paragraf berikut, saya akan berusaha menyampaikan beberapa data, opini warga dan informasi lain mengenai sisi lain kota Labuan Bajo yang kemungkinan besar belum banyak diberitakan oleh media sosial. Selamat membaca.
13
14
5 hal yang jumlahnya melimpah di kota Labuan Bajo, yakni udara segar, pemandangan indah, masakan laut beraneka jenis, penginapan mahal maupun murah dan.... sampah plastik. Tidak ada catatan resmi mengenai berapa banyak sampah plastik yang dihasilkan oleh warga kota dan berapa banyak yang mampu diangkut dan diolah, hal ini dikarenakan kota Labuan Bajo itu sendiri tidak memiliki Dinas Kebersihan maupun instansi resmi lainnya yang fokus dan bertanggung jawab menangani permasalahan sampah warga kota. Absennya peran pemerintah dalam hal penanganan sampah tidak membuat warga kota berdiam diri dan pasrah. Pada bulan Juni tahun 2010, berdiri sebuah organisasi swadaya masyarakat bernama Plasticman Institute, yang fokus pada upaya penanganan limbah sampah plastik dan pengolahannya. Para relawan yang aktif bekerja dalam organisasi ini tidak hanya berupaya menangani dampak dari banyaknya sampah, tapi juga menyusun berbagai program untuk mencip-
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
15
takan lingkungan yang lestari. Salah satu program yang menonjol dari Plasticman Institute adalah pendirian Bank Sampah, yang berkegiatan layaknya sebuah bank pada umumnya, hanya saja para nasabahnya tidak menyetorkan uang, tapi berupa sampah plastik yang telah mereka kumpulkan, pilah dan olah secara mandiri dengan bimbingan dari para relawan. Setiap sampah yang ditabung, akan dicatat di dalam buku rekening mereka, dan selanjutnya sampah plastik ini akan diolah oleh relawan dan warga yang berpartisipasi untuk menjadi barang yang bernilai ekonomis. Dalam menjalankan aktifitasnya, organisasi nirlaba ini dibantu oleh donasi dari berbagai kalangan, termasuk para turis. Donasi tersebut diantaranya dipakai untuk membeli beberapa unit motor roda tiga yang dilengkapi dengan bak pengangkut sampah. Plasticman Institute bahkan
16
memiliki band musiknya sendiri, yang berkomitmen mendukung upaya-upaya untuk melestarikan lingkungan di Labuan Bajo dalam setiap kesempatan mereka tampil melalui lagu-lagu dan pertunjukannya. Permasalahan besar lainnya yang dihadapi oleh warga Labuan Bajo adalah mengenai ketersediaan air tawar. Musim hujan di wilayah ini hanya berlangsung selama 2-3 bulan setiap tahunnya. Namun, kota ini cukup beruntung karena memiliki beberapa sumber mata air tawar yang sebagian tetap memancarkan air meski di musim kemarau. Salah satu mata air yang debit airnya cukup besar dan stabil adalah mata air di dekat muara sungai Wae Kemiri. Mata air ini letaknya tepat di tepi jalan raya utama dan hanya beberapa ratus meter dari tepi pantai. Ironisnya, meskipun debit air dari mata air ini cukup besar dan lokasinya
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko m p ila si 2 0 1 1 ) | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
17
yang tidak jauh dari pusat kota, hanya segelintir warga yang mampu memperoleh manfaat dari keberadaannya. Tepat di tepi pancaran air, telah dibuat beberapa pipa dengan diameter sekitar 6 inchi yang tidak terlalu jelas kemana pipa ini mengalirkan air yang diambilnya. Yang jelas, sebagian besar warga harus membeli air melalui mobil tangki dari sumber air lain dengan harga sekitar Rp. 3.000,- / liter, itu pun pasokannya sering tersendat dan menyebabkan warga terpaksa menggunakan air laut untuk kegiatan cuci dan kakusnya. Tidak pernah jelas juga mengenai tata kelola air tawar untuk kebutuhan berbagai hotel besar (jumlah kamar lebih dari 50 unit) yang berdiri tidak jauh dari tepian kota, apakah hotel-hotel ini menyedot air tanah secara terukur, atau mengambilnya dari mata air atau menggunakan air secara terukur dari jaringan PAM.
18
Populasi yang terus tumbuh, pembangunan hotel yang semakin marak, tutupan hutan yang terus berkurang di bagian perbukitan kota, serta kebocoran dan keterbatasan jangkauan jaringan air bersih dari PAM diduga kuat oleh warga menjadi penyebab krisis air bersih ini menjadi semakin parah dari tahun ke tahun. Terdorong oleh permasalahan ini, sebagian warga tidak puas hanya berkeluh kesah dan pasrah menghadapi masalah ini. Salah satu diantaranya adalah Pater Marsel, seorang imam katolik yang aktif dalam kegiatan reboisasi tanah tandus dan penghijauan di kota. Dalam sebuah obrolan santai di rumah yang juga berfungsi sebagai kantor organisasi swadaya masyarakat bernama “Prundi�, Pater bercerita mengenai pengalamannya menghijaukan kota dan bukit di kawasan Labuan Bajo. Kami pun diajak untuk melihat sebuah ‘hutan’ hasil dari program reboisasi yang dimulainya sejak sekitar 10 tahun yang lalu. Sesampainya disana, sulit membayangkan kalau beberapa tahun sebelumnya area yang kini ditumbuhi oleh berbagai pohon kayu keras dari berbagai jenis ini adalah bukit tandus tanpa sumber air. Kini, warga sekitar setiap pagi dan sore banyak yang berdatangan untuk mengambil air bersih secara gratis dari sebuah telaga di tengah hutan, yang bersumber dari mata air yang tiba-tiba muncul dari sebuah celah di lantai hutan, beberapa tahun yang lalu. Menyaksikan lahirnya sebuah sungai merupakan pengalaman yang tidak biasa, dan sulit untuk dilupakan. Ancaman terhadap kelestarian tidak hanya datang dari meningkatnya kebutuhan dari populasi kota dan menurunnya daya dukung lingkungan, tapi juga dari potensi sumber daya alam di kawasan itu sendiri, dalam hal ini keberadaan mineral barang tambang berupa emas. Konflik antara perusahaan tambang PT Sejaterah Prima Nusa atau PT Grend 
Nusantara di Batu Gosok yang
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
merasa telah mengantongi izin secara legal dari instansi terkait dengan warga Labuan Bajo yang menolak keberadaan usaha tambang tersebut atas dasar kekhawatiran akan potensi kerusakan lingkungan, sempat memanas beberapa tahun yang lalu. Konflik ini mereda seiring dengan keberhasilan warga untuk menahan laju operasional kegiatan pengambilan dan pengolahan usaha tambang tersebut. Namun, belum tuntasnya aspek legal melalui jalur hukum masih menjadi kegelisahan bagi warga yang khawatir hal ini masih menyimpan potensi konflik yang akan muncul di masa mendatang. Sebuah acara besar yang kini sedang dipromosikan secara gencar oleh berbagai instansi baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak swasta yang terkait adalah rangkaian kegiatan bernama “Sail Komodo�. Total anggaran yang disediakan untuk perhelatan kegiatan ini berjumlah Rp. 3,7 triliun yang bersumber dari APBN, APBD Propinsi dan APBD Kabupaten, serta investasi beberapa BUMN dan perusahaan swasta. Tidak mudah untuk memperoleh informasi mengenai rincian penggunaan anggaran acara tersebut, bahkan tidak ada satupun instansi pemerintah yang terkait seperti Dinas Pariwisata, Bappenas, BPK ataupun Kementrian Keuangan yang merilis secara resmi di media massa ataupun laman digital mengenai rincian anggaran tersebut. Namun, sebuah informasi dari beberapa tokoh setempat menyebutkan bahwa biaya untuk pembuatan panggung tempat Presiden SBY akan menutup puncak rangkaian acara “Sail Komodo� yang bertempat di lepas pantai kota Labuan Bajo mencapai angka 40 miliar rupiah. Yang perlu diingat, bahwa hingga saat ini pemerintah Kabupaten Manggarai Barat belum memiliki sebuah Rumah Sakit Umum Daerah, belum ada satupun institusi pendidikan tinggi dan belum ada unit pengolahan limbah secara terpadu, yang merupakan 3 hal yang paling dibutuhkan oleh warga untuk disediakan oleh pemerintahnya. Saya percaya, pembangunan yang bertanggungjawab dan akhirnya mampu berkelanjutan adalah pembangunan yang didasarkan kepada kebutuhan dan keinginan warga setempat, dengan metode yang mampu menyerap pendapat dan kritik dari mereka, dan bertujuan terutama untuk menyejahterakan warga di wilayah tersebut.
Pertanyaannya, apakah warga Labuan Bajo telah diberikan haknya untuk turut berperan serta dalam proses pembangunan, dan memilih tentang pembangunan seperti apa yang akan dilangsungkan di kotanya?
19
LSAI ,
(Benarkah) Tinggal Sejara Rofianisa Nurdin
20
Wacana ini dimulai dari sebuah tajuk di atas, tentang lembaga y lum pen
Sebab, dari pertanyaanlah; per gumentasi; lahir. Karena hanya
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
ah?
pertanyaan besar yang menjadi yang bahkan telah berdiri sebenulis lahir.
rcakapan, diskusi, barangkali ara dari bertanya, jawaban hadir.
21
Apa itu LSAI? Apa fungsinya? Kapan dan mengapa didirikan? Siapa orang-orang di dalamnya? Dimana mereka berkegiatan? Bagaimana kondisinya sekarang? Sebuah keingintahuan di jaman ini, dimulai dari pencarian di mesin pencari maya bernama Google. Salah satu link di halaman pertama membawa kami ke home page LSAI yang berisi beberapa data yang kemudian mengantarkan kami ke ruang tamu rumah Yuswadi Saliya. Berbekal sederet pertanyaan baru yang lebih baik, dalam sebuah siang kami memberanikan diri mengetuk pintu. Yuswadi Saliya adalah satu dari empat pendiri LSAI. Tiga nama lainnya adalah Sandi A. Siregar, Haryoto Koento (Alm.), dan Sutrisno Murtiyoso. Pada hari Minggu, 24 September 1989, mereka mengajak sederet nama yang saat ini kita kenal sebagai akademisi dan tokoh peminat sejarah arsitektur Indonesia untuk menandatangani sebuah Pernyataan Bersama2. Pernyataan tersebut berisi kesepakatan yang menjadi maksud dan tujuan LSAI, yaitu: 1. Membina pengetahuan sejarah arsitektur dan sejarah arsitektur Indonesia. 2. Mengembangkan kesadaran akan sejarah arsitektur di tengah masyarakat Indonesia. 3. Merangsang kegiatan penelitian dan pencatatan perkembangan sejarah arsitektur di Indonesia. 4. Menyelamatkan khasanah budaya arsitektur yang telah ada di bumi Indonesia dan pengembangannya melalui pembentukan sistem informasi, nasional dan internasional. 5. Mengembangkan forum komunikasi yang berkesinambungan antar segenap anggota melalui pertemuan ilmiah dan penerbitan.
Adapun nama-nama tokoh yang
“Pak Yus (demikian Yuswadi Saliya sering disapa) dikenal terutama sebagai seorang akademisi, pemikir, teoris dan sejarawan arsitektur, yang niscaya langsung maupun tidak langsung memberi warna pada perkembangan arsitektur di Indonesia.� − Sandi A. Siregar1
menandatangani pernyataan tersebut adalah: 6. Eko Budihardjo 7. Mochtarram Karyoedi 8. Abdul Rochym 9. AA Setiawan 10. Gunawan Tjahjono 11. Budi Lim 12. Sutarki Sutisna 13. Dedi Suwandi Partadinata 14. Ardi P. Parimin 15. Jo Santoso 16. Toni Sundjaja 17. Krishnamurti Murad 18. Dibyo Hartono 19. Agan Hariman 20. Johannes Widodo 21. Budi A. Sukada 22. R. Saleh 23. Josef Prijotomo 24. Tjioe Poo Kwat 25. Yuyus Mulia 26. Mahatmanto 27. F. Christian J. Sinar T. 28. Yongky Hartanto
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
29. Sudianto Aly 30. PC Djohan S 31. Yoannes Whadiono 32. Sandi Siregar 33. Yuswadi Saliya 34. Haryoto Kunto 35. Sutrisno Murtiyoso
Baru pada tanggal 3 Februari 1993, LSAI disahkan menjadi sebuah badan hukum berbentuk yayasan. Format yayasan ini pula yang belakangan dipertanyakan kembali, karena LSAI lebih tepat berbentuk “perkumpulan” yang merupakan himpunan orang, daripada “yayasan” yang merupakan himpunan modal3. Terlepas dari itu, kegiatan LSAI selama masa aktifnya (sebelum vakum pada tahun 2006) cukup solid dengan keanggotaannya yang masih terbatas. Lalu kami bertanya kepada Pak Yus, bagaimana caranya dahulu (ketika arus informasi belum sederas sekarang ini, dan komunikasi merupakan sesuatu yang tak sesingkat menjentikkan jari) para tokoh LSAI berkumpul membicarakan kegiatan organisasi ini. Mereka tersebar di kota-kota di pulau Jawa, sedangkan surat elektronik masih merupakan barang langka. Beliau bercerita, mereka giat mengikuti seminar dan lokakarya yang diadakan, menetapkan janji bertemu di sana untuk berkumpul di sela-sela acara. Sukur-sukur jika bisa menyisipkan agenda LSAI dalam jadwal.
Dalam keterbatasan ruang, waktu, dan biaya; meskipun redup, samarsamar; kegiatan LSAI tetap diupayakan berjalan. Namun terbatasnya LSAI dalam hal keanggotaan mungkin yang akhirnya membuat mereka kehilangan penerus. Penggiat LSAI, bahkan hingga lebih dari dua dekade keberjalanannya, hanya terbatas pada orang-orang yang sejak awal membangun lembaga tersebut. Beberapa personil tambahan yang ada berasal dari lingkungan akademisi di sekitar anggota LSAI. “(Soal penerus) kami tidak (belum) berhasil. (Mungkin penyebabnya) dari kecocokan dan minat, ada beberapa tapi loose, longgar, belum bisa memberi komitmen total. Mau ganti pengurus setengah mati, sampai sekarang,” kata Pak Yus. “Telah banyak beredar keluh kesah masyarakat luas melalui berbagai artikel, diskusi, atau seminar akan melemahnya akar-akar budaya bangsa, yang a.l.4 disebabkan oleh lemahnya pula pemahaman/pengajaran sejarah. Keprihatinan itu telah umum dirasakan, bahkan mulai berkembang ke arah pesimisme/skeptis-isme/rendah-diri yang kontra-produktif dan sangat merugikan pembangunan bangsa, bukan hanya di dunia profesi arsitektur saja, melainkan juga di seluruh lapisan jenjang pendidikan & pengajaran di Indonesia. Orang banyak bertengkar tentang apa yang disebut sejarah (-arsitektur) itu. ”Tampaknya, LSAI pun berkewajiban untuk turut menjelaskannya, mendudukkan perkaranya dalam konteks kiprah berarsitektur di Indonesia, kalaulah bukan dalam konteks budaya bangsa.”5
23
24
Cita-cita LSAI sederhana: ingin menjadi wadah forum dan diskusi bagi peminat sejarah arsitektur Indonesia. Tapi barangkali, kesederhanaan dalam masa-masa sekarang ini adalah sesuatu yang mewah dan harus didapatkan melalui proses yang berdarah-darah, atau dengan harga mahal. Barangkali, kebersamaan dalam satu wadah bukan sesuatu yang dicari lagi, saat ini. Atau bisa jadi, unsur “sejarah” itu yang menjadi momok. Yang membuat enggan dijadikan tema besar sebuah kegiatan.
“Sejarah merupakan hasil yang paling berbahaya, yang menaburkan racun pada pemikiran. Bahan-bahannya sudah diketahui dengan baik. “Yang menyebabkan mimpi-mimpi, memabukkan bangsa-bangsa, yang membebani mereka dengan ingatan-ingatan palsu, melebih-lebihkan refleksi, menjaga masa silam yang sakit-sakitan, menyiksa ketika sedang senang-senang, menyebabkan mereka menderita penyakit megalomania, dan kerajingan menyiksa orang. “Menjadikan mereka kejam, arogan, tak tertahankan, dan penuh dengan kesombongan.” − Paul Valery6
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
25
Pada tengah tahun 2012, LSAI berupaya melakukan peremajaan pengurus. Sutrisno Murtiyoso, yang akrab dipanggil Pak Sumur, diangkat sebagai ketua. Nama-nama baru muncul, para akademisi, yang tersebar di kampus-kampus sekitar pulau Jawa. Program-program lama diniatkan untuk dibangkitkan kembali. Di sebuah pagi kami berkesempatan berbincang dengan beliau di kediamannya di Bandung, yang juga merupakan alamat sekretariat LSAI.
“Mempelajari sejarah adalah soal memahami apa yang sudah disepakati di masa lalu, bukan untuk berromantisme ria. Romantisme hanya untuk orang kaya. Orang Indonesia belum mampu. GDP saja (hanya) 3000-an (dollar AS). “(Orang) Indonesia7 masih butuh tempat yang layak, dan itu adalah tugasnya arsitek. Semua orang bisa bikin bangunan. Tapi apakah itu nyaman, layak, efisien, tepat guna? ...Kebanyakan tidak. Karena itulah
butuh arsitek. “Tapi apa yang dilakukan arsitek? Hanya bersolek. Pakai gincu. Baju trendi. Kapan mau jadi Indonesia? “Bagaimana mau berbuat untuk rakyat Indonesia, kenal aja enggak. Kita arsitek hanya kumpul2 sendiri. Saling memuji, tanpa peduli yang diluar. Onani itu namanya! Apa kita pantas menamakan diri (arsitek) Indonesia?
26
“Sekarang malah mau bikin sayembara hotel di kompleks Prambanan. Tidak meneliti dulu latar belakang, tidak melihat sejarah kompleks Prambanan: bahwa sudah ditetapkan tidak boleh ada hotel di situ. Dulu sudah sepakat, besoknya bikin sayembara. Itu orang yang tidak tahu sejarah.” Demikian beliau bertutur, berapi-api. Dari perbincangan dengan Pak Sumur pula, kami mendapat jejak prestasi LSAI. Pada masa aktifnya, LSAI turut berkontribusi mengorganisir pameran arsitektur dalam Festival Istiqlal sebanyak dua kali pada tahun 1991 dan 1995. Juga terlibat dalam penyelenggaraan konferensi internasional mAAN (modern Asia Architectural Network) dan ISVS (International Seminar on Vernacular Architecture and Settlements). Kegiatan ilmiah yang mereka lakukan berupa Lokakarya Nasional Pemahaman Sejarah Arsitektur (LNPSA)8 telah berhasil mereka laksanakan
sebanyak 10 kali dalam kurun 19952006 di berbagai kota di nusantara (sebelum akhirnya berhenti, bertepatan dengan situasi gempa di Sumatra Barat). Ditambah SNEIDAN (Simposium Nasional Ekspresi Islam Dalam Arsitektur Nusantara) dan SiJAN (Simposium Jelajah Arsitektur Nusantara) yang masing-masing berlangsung sebanyak 4 dan 2 kali. 9 Program utama LSAI adalah menyusun “Buku Sejarah Arsitektur Indonesia”. Naskah ini telah disusun sejak awal LSAI berkegiatan. Namun, aku Pak Sumur, sulit untuk menerbitkan tulisan (semacam itu) di Indonesia. “Menerbitkannya susah, yang baca juga susah.” Meskipun begitu, sebagian naskah buku tersebut sudah beberapa kali diterbitkan sebagai bagian dari konten buku lain10. Selain itu, LSAI juga memrogramkan untuk menerbitkan jurnal (ilmiah) rutin bernama Sasakala, yang diharapkan dapat terakreditasi dan diakui dunia Internasional. * Akhir kata, yang akhirnya kami imani dan amini pada akhir wacana adalah, bahwa LSAI masih ada. Nilai-nilainya tertanam dalam-dalam, dalam individu-dalam yang tak jua bosan mengulang wacana. Bertahun-tahun. Tapi bisa jadi tak lama lagi ia menjadi sekedar sejarah, yang dibalsam dan dipetikan, dipajang sebagai pening-
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
galan masa lalu, dimuseumkan dalam gedung tua nan berdebu. Sekiranya hal-hal tersebut perlu menjadi renungan (juga tantangan) bagi setiap kita yang ingin peduli. Seperti sebuah pesan dari Wae Rebo, Flores: “Kita terlambat menyadari bahwa living culture ini lebih penting daripada dead monument. Istilah kasarnya, kita lebih senang membangun monumen kera ketimbang membiarkan kera itu hidup alami di hutan. Dengan kata lain kalau ada situs-situs bersejarah, kita lebih senang mematikan situs itu, kemudian mengangkat situs itu menjadi museum.” − Yori Antar11
Tapi kami tak khawatir. Jiwa baik, nilai baik, niat baik, akan bereinkarnasi. Barangkali, yang LSAI butuhkan hanyalah momentum yang tepat. Untuk terbangun dari koma panjang. Terlahir baru. Atau barangkali nilai-nilai yang diimani LSAI akan bereinkarnasi di “tubuh” yang lain? Yang mungkin saat ini masih sedang dalam pengembaraan makna. Pencarian jatidiri. Entahlah. …
27 Catatan: 1. Dikutip dari sambutan LSAI oleh Sandi A. Siregar dalam buku “Perjalanan Malam Hari” karya Yuswadi Saliya. 2. Data diambil dari home page LSAI di http://www.iis.utokyo.ac.jp/~fujimori/lsai/lsai.html 3. Menurut Sutrisno Murtiyoso dalam perbincangan di kediamannya (yang juga merupakan sekretariat LSAI), Jl. Karangarum No. 8 Bandung 40162. 4. A.l : Antara lain. 5. Dikutip dari naskah Undangan Pertemuan LSAI 14 Juli 2012 di Bandung. 6. Dikutip dari paragraf pembuka tulisan “Sejarah Arsitektur dalam Pendidikan Sarjana Arsitektur”, dalam buku Perjalanan Malam Hari, Yuswadi Saliya (1999). 7. Menurut Sutrisno Murtiyoso, Indonesia yang dimaksud bukan hanya 30% penduduk yang tinggal di kota besar, tapi juga termasuk 70% sisanya yang tersebar di seluruh nusantara. 8. LNPSA semula ditujukan untuk “pengajaran sejarah” (target peserta adalah pengajar), lalu diperluas menjadi “pemahaman sejarah” (target peserta lebih luas, menjadi peminat sejarah). 9. Data diambil dari notula pertemuan LSAI di Bandung 14 Juli 2012 di 10. https://groups.google.com/forum/?hl=id&fromgroups=#!topic/lsai/i8oSexRYrf8 11. Naskah Sejarah Arsitektur Indonesia sudah diterbitkan dalam: 12. Penyusunan Modul Sejarah Arsitektur bagi Universitas Terbuka, dibawah pimpinan Prof. Koentjaraningrat.
13. Penyusunan jilid Architecture dalam Indonesian Heritage Series, prakarsa Menteri Pariwisata Joop Ave. 14. Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia jilid Arsitektur dari Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. 15. Sumber: Sutrisno Murtiyoso 16. Dikutip dari pengantar Yori Antar dalam video Ngole Wae Rebo (Vidour, 2011).
Terima kasih kepada: Yuswadi Saliya & Sutrisno Murtiyoso (LSAI) atas waktu yang diluangkan untuk berbincang. Ahmad Zuhdi ‘Allam, Ivan Kurniawan Nasution, & Pandu Bambang Siswotomo atas bantuan dan diskusinya dalam proses penulisan.
28
ARBBI -12 Arris Nuryahya
Tentang kepemilikan rumah
 Bagi banyak orang di Indonesia, memiliki rumah adalah hal yang sulit dan kadang mewah. Selain karena tidak murah untuk membangun rumah, masalah kepemilikan lahan, juga menjadi masalah yang besar. Memiliki tanah di Indonesia, khususnya kota besar seperti Jakarta, juga tidak murah.
gan, berarti lebih daripada membangun dengan menggunakan bahan bekas pakai saja, atau menggunakan teknologi-teknologi yang bisa menghasilkan energi alternatif, atau halhal lain yang dianggap bisa ramah lingkungan. Bagi saya, membangun dengan ramah lingkungan berarti juga membangun se-sedikit dan se-efisien mungkin diatas tanah yang tersedia.
Dengan kebutuhan rumah yang mencapai 8 juta unit pertahun (data kementrian perumahan tahun 2012) saya pikir cara kita mendesain dan membangun rumah perlu dipikirkan kembali.
Tentang rumah tropis

Tentang arsitektur yang ramah lingkungan

ada setiap tahun. Hujan adalah peristiwa hari yang membawa berkah, dan basah tampias di lantai adalah persinggungan dengan alam yang harus dikontrol, bukan dihindari.
Saya rasa membangun dengan ramah lingkun-
Saya pikir udara di iklim tropis sangat bersahabat. Udaranya bergerak nyaman, dan cahaya selalu
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
29
Tentang tanah pojok.
 Jika kita amati di banyak sekali perumahan yang dibangun oleh developer, dengan pembagian tanah
seperti yang ada di TOR, kavling yang letaknya disudut selalu paling sulit untuk dijual. Hal ini rasanya ada hubungannya dengan 2 GSB yang dimiliki oleh tanah seperti ini, sebagai akibat dari dua muka yang dimilikinya.
Saya pikir, justru 2 muka dan 2 GSB ini adalah kemewahan yang membuat jenis tanah ini, lebih baik dari tanah yang hanya memiliki satu muka. Saya ingin membuat 3 buah rumah dalam satu lahan. Saya ingin membuat 3 buah rumah yang terlihat seperti satu bangunan. Untuk 3 keluarga muda, 3 bersaudara dan 3 teman dekat dengan kebutuhan hidup yang tidak berlebih. 3 rumah dengan kebutuhan ruang yang cukup, dengan luasan ruang 60 m2 setiap rumahnya. Saya pikir akan lebih baik jika ada 3 rumah dalam satu lahan, sehingga penggunaan lahan lebih optimal dan bisa dibeli dengan patungan.
30
Dua garis sempadan bangunan, mengurangi lahan yang bisa dibangun. Apa yang dianggap banyak orang sebagai keterbatasan ini, adalah hal yang justru mendukung keyakinan kami atas rumah ramah lingkungan yang seharusnya juga dibangun dengan se-sedikit-sedikitnya dan se-efisien mungkin. 3 rumah ini, memiliki privasinya sendiri-sendiri. Rumah yang memiliki antar ruang yang terpisah, dengan akses yang berbeda satu sama lain. Saya memanfaatkan keterbukaan dua muka yang dimiliki oleh tanah pojok untuk membuat 3 pintu masuk di tiga batas tanah yang ada. 3 rumah dengan karakter lahan yang berbeda dan memiliki kualitas ruang yang mempunyai kelebihan masing-masing.
Konsep
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
31
32
Dalam setiap rumah, penggunaan dinding tunggal pada lantai dasar hanya pada penyekat antar rumah dan di lantai dua. pemisah antar ruang dalam satu rumah hanya menggunakan tirai agar aksesibilitas ruang lebih dinamis. Rumah ini dibagi menjadi dua modul pada lantai 2. dua modul yang terpisah agar ruang didalamnya mempunyai kualitas cahaya dan udara yang baik, kemudian lantai dasar, ruang-ruangnya tanpa sekat. Sebisa mungkin ruang lantai dasar dibuka dengan maksimal, untuk menyambut dengan baik; cahaya alami, udara, hujan di negeri dengan iklim tropis yang bersahabat.
--Pada lantai dasar dinaungi dua modul bangunan dengan memperhitungkan tritisan air hujan dan cahaya secara langsung. Satu atap dari grid besi, yang menaungi 3 rumah dan membayangi ruang-ruang dibawahnya dari sinar matahari langsung.
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko jongArsitek! m p ila si 2Ed 0 1i s1i) 5 |. 2 d| e sdaeisna ime n me n ginngi s pi n sra pisra i si
33
Arsitektur Bisa Mempertajam Ingatan Anda
34
Robin Hartanto
Anda yang arsitek mungkin segera berkata bahwa ini bohong belaka. Pasalnya, sementara Anda bersenggama dengannya dari pagi sampai subuh setiap hari selama bertahun-tahun, berbagai benda pengingat mungkin masih saja berserakan di meja kerja Anda. Dari buku catatan penuh titah atasan, deretan post-it berisi to-do-list, hingga telepon cerdas yang siap berbunyi menjelang meeting. Niscaya, arsitektur bisa mempertajam ingatan memang sukar dipercaya. Tapi, saya serius. Rahasia kehebatan para kampiun memori ternyata ada pada hal yang kita, para arsitek, hadapi setiap hari, yaitu arsitektur. Scott Hagwood, jawara empat kali U.S. Memory Championship, menggunakan rumah-rumah mewah yang ditampilkan Architectural Digest untuk menampung ingatannya. Joshua Foer, jurnalis yang memenangkan U.S. Memory Championship 2006, menggunakan karya-karya arsitek ternama lintas zaman, dari Thomas Jefferson, Phillip Johnson, hingga Frank Gehry, untuk mengingat profil orang-orang dalam sekian detik. Ada lagi Lukas Amsuess, grandmaster memori asal Austria, menggunakan perjalanan 53 detik dari lantai dasar menuju dek observatorium di Empire State Building, untuk menghapal satu pak kartu tanpa meleset.
LOCI Ia dinamakan metode loci, bentuk jamak dari locus, yang berarti ‘tempat’ atau ‘lokasi’. Sederhananya, metode loci merupakan teknik mengingat dengan menggunakan suatu tem-
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
pat spesifik sebagai wadah ingatan. Orang yang dicatat pertama kali menggunakannya adalah pujangga Yunani bernama Simonides. Suatu hari, ia diundang makan malam di rumah seorang kaya raya bernama Scopas. Ia diminta membuatkan puisi, untuk memuji-muji Scopas. Tetapi, dalam puisi itu, Simonides, sebagaimana kebiasaan pujangga saat itu, mendedikasikan sebagian isi puisinya untuk memuji dewa Castor dan Pollux. Scopas merasa tidak puas karena Simonides setengah-setengah. Scopas hanya mau membayar setengah komisi Simonides. Setengah lagi biar Castor dan Pollux yang bayar, kata Scopas. Di tengah perjamuan, ada pesan untuk Simonides. Ada dua pemuda ingin bertemu dengannya di luar aula. Ia beranjak dari tempat duduk, dan segera keluar aula. Tapi di luar, ia tidak menemukan siapa-siapa. Ia mencari-cari, tapi tidak ketemu juga. Tiba-tiba, ada kejadian mengejutkan. Atap dari aula perjamuan runtuh. Semua orang di dalam aula meninggal. Berkat pesan tadi, Simonides selamat dan, konon, itu adalah setengah komisinya yang ia dapat dari dewa Castor dan Pollux, sekaligus hukuman dari dewa kepada Scopas. Tapi bukan itu inti ceritanya. Setelah kejadian tadi, teman-teman Scopas ingin mengubur para korban yang berada di dalam aula. Namun, mereka kebingungan. Sulit mengenali mayat-mayat tersebut. Bentuk wajah mereka sudah tak jelas. Maka hanya Simonides, sebagai saksi yang selamat, yang bisa diharapkan
untuk mengenali mereka. Ia lalu mengidentifikasi mereka dengan membayangkan aula tersebut, sebelum roboh. Ia mencoba mengingat posisi meja, kursi-kursi, dan posisi orang-orang di dalam aula. Ia lalu menyebutkan satu per satu korban, dengan mencocokkan posisi mereka sebelum dan sesudah aula runtuh. Ia akhirnya berhasil mengenal semua korban . Ingatan akan tempat (place), beserta segala isinya, rupanya membekas lama di otak kita. Kita, misalnya, hampir selalu dapat mengingat detail rumah-rumah yang pernah kita tempati—proporsi, skala, pengaturan ruang, penempatan benda-benda, material, tekstur, pencahayaan, dan lain-lain—tanpa perlu berusaha terlalu keras. Pada tempat-tempat yang baru sekali kita alami pun, kita setidaknya bisa mengingat organisasi dan kualitas ruang-ruangnya. Ini yang dimanfaatkan metode loci. Tahapannya tidak sulit. Pertama-tama, pengingat perlu menciptakan visualiasi memory palace, tempat yang akan digunakan untuk mengingat, di dalam pikiran. Lalu, pengingat menempatkan citra-citra (image) representasi dari apa yang ingin diingat pada ruang-ruang di dalam memory palace. Memory palace berfungsi sebagai konteks, sementara image berfungsi sebagai konten. Kuncinya adalah mengarang cerita yang berhubungan dengan keduanya. Semakin pengingat bisa mengaitkan antara memory palace dan image yang digunakan, ingatan itu akan semakin membekas. Mari kita coba.
35
Suatu ketika, ibu meminta kita pergi belanja. Ada 15 barang yang harus dibeli: 1.
minyak goreng Bimoli
2.
lilin merah @ satu lusin
3.
pulsa @ Rp 50.000,-
4.
sabun Lux @ lima batang
5. daging ayam broiler @ dua kilogram
36
6.
cheetos rasa jagung bakar
7.
novel The Lord of The Rings, seri ketiga:
“Return of The King”
8.
iPad 4
9.
tisu gulung
10. gembok 11.
obat nyamuk
12.
CD Adele – 21
13.
sapu ijuk
14.
coca-cola @ dua botol
15.
kabel rol
Saat itu kita tidak punya kertas untuk mencatat, batere telepon genggam kita habis, dan yang bisa kita lakukan hanyalah mengingat daftar tersebut. Cara yang lazim kita lakukan adalah dengan menyebutkan daftar tersebut berulang-ulang sampai khatam. Ini sering kita pakai saat mengingat nomor telepon. Sayangnya, ingatan seperti itu berumur pendek. Otak kita hanya bisa mengingat 7 buah informasi dengan daya
tahan tidak lebih dari 30 detik. Tak sampai semenit, kita akan sudah melupakan daftar tersebut. Hanya jika kita bisa memasukkannya ke dalam ingatan jangka panjang, maka kita bisa mengingatnya. Saya akan memakai kompleks Komunitas Salihara sebagai memory palace saya. Jika mengenal tempat itu, Anda boleh memakainya juga. Jika tidak, Anda bisa pakai tempat yang betul-betul Anda kenal, seperti misalnya rumah Anda. Tugas kita adalah menempatkan benda-benda tersebut di dalam memory palace. Saya membayangkan saat itu malam hari. Saya berjalan masuk ke kompleks Komunitas Salihara. Di parkirannya yang tak seberapa besar tapi rindang, hanya ada satu mobil boks. Di boksnya terdapat iklan minyak goreng Bimoli (1). Di atas kap mobilnya, berjejer dua belas lilin merah (2) dengan api menyala. Saya lalu berjalan menuju Kedai Salihara. Memutuskan untuk duduk-duduk sebentar. Saya duduk di paling ujung. Di meja sebelah saya, ada seorang ibu sedang menelepon. Ia, dengan suara besar dan cempreng, berkata, “Nak, mama ga punya pulsa. Kirimin pulsa lima puluh ribu ya!” (3) Saya tertawa dalam hati. Tak berapa lama, seorang wanita cantik datang, duduk di depan saya. Saya mengucek mata, meyakinkan diri bahwa ia memang betul Dian Sastro. Kami berpandangan dan bersalaman. Tangannya halus sekali. Entah karena dia pakai Lux (Dian Sastro pernah menjadi bintang Lux) atau karena dia Dian Sastro. Ia mem-
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
berikan sabun Lux untuk saya. Lima batang sabun (4). Saya ambil dan simpan. Untungnya tas saya masih muat. Saya mengobrol dengannya. Kami memesan makanan. Dian sepertinya sangat lapar. Dia pesan daging ayam broiler mentah, dua kilogram (5). Saya tahu ini terdengar aneh, tapi justru semakin aneh semakin berkesan. Saya tidak lapar. Saya hanya pesan sebungkus Cheetos jagung bakar (6). Daging ayam mentah memenuhi meja kami. Baunya semerbak. Dian melahap daging mentah itu pelan-pelan. Saya tidak berani memakannya. Saya fokus menikmati rasa jagung bakar dari Cheetos, sambil mengalihkan perhatian dari daging mentah itu. Selesai makan, saya berpisah dengan Dian. Saya berjalan lagi, menuju Serambi Salihara. Di depan pintu-pintu kaca Serambi Salihara, suasana ramai. Orang-orang berebutan masuk ke dalam ruangan. Sesak sekali. Di tengah itu, ada satu orang yang tampak mencolok. Ia berpakaian ala raja, tapi tanpa pengawal. Saya lalu melihat tangannya merogoh saku celana, mengeluarkan cincin, mengenakannya, dan tiba-tiba ia menghilang (7). Saya berhasil masuk ke dalam Serambi Salihara. Sebetulnya saya tidak tahu ada acara apa, tapi karena ramai, saya ikut masuk saja. Saya pikir diskusi, bedah buku, atau pembacaan puisi. Rupanya, acara peluncuran iPad 4 (8). Sedang ada undian bagi yang datang. Saya kaget ketika nama saya disebut. Saya dapet iPad 4 gratis!
Sehabis dari situ, saya keluar dan segera menuju toilet karena kebelet. Sehabis buang air kecil, saya cuci tangan. Saya lalu ingin mengeringkan tangan, tapi tidak ada tisu. Saya cek ke dalam kubikal toilet, baru ketemu. Ada tisu gulung (9). Selesai dari toilet, saya menuju Teater Salihara. Sedang ada acara di ruang kotak gelap itu. Tampaknya acara itu sudah dimulai cukup lama, karena pintu depan menuju ruang utama digembok (10). Saya akhirnya masuk dari pintu belakang. Seketika saya masuk, saya langsung mencium bau obat nyamuk (11). “Teater macam apa ini,� pikir saya. Saya menutup hidung, sambil berjalan ke kursi penonton. Tak berapa lama duduk, saya kaget bukan main. Ini adalah konser Adele! Ia menyanyikan lagu-lagu di album terbarunya, 21 (12). Saya mendengar beberapa lagu yang ia nyanyikan. Suaranya sungguh menggelegar. Orang-orang di kotak gelap ini seperti terhisap. Beberapa terisak karena mendengar suara Adele yang cetar membahana. Tapi, karena saya tidak terlalu menyukai Adele, tak lama saya segera keluar. Saya lalu menaiki tangga, menuju Galeri Salihara. Di tangga, saya melihat seorang karyawan muda, sedang membersihkan daundaun kering. Agak unik, karena ia menyapu di ruang luar pakai sapu ijuk (13), bukan sapu lidi. Sementara itu, di ruang galeri rupanya sedang ada pameran. Saya menuliskan nama saya di buku tamu. Staf pameran memberikan saya dua botol Coca-cola (14), sebagai souve-
37
nir. Karena tas saya sudah penuh sabun Lux, saya memegang dua botol itu. Saya lalu masuk ke ruang pameran. Rupanya pameran itu tentang kabel. Mengolah kabel-kabel yang kini jadi benda penting sehari-hari, menjadi karya seni. Satu karya yang memikat saya. Seorang seniman memakai kabel rol (15) untuk melilit dirinya. Selebihnya biasa. Selesai dari pameran itu, selesai lah perjalanan ingatan saya.
38
Cerita barusan dibuat dari 15 benda pesanan ibu yang harus kita beli. Mungkin tidak terlalu seru untuk disebut sebagai cerita utuh, karena tak ada konflik dan klimaks yang jelas. Tapi, cobalah mengingat perjalanan saya atau Anda, dari awal sampai akhir. Ingat kembali sekuens ruang-ruangnya. Anda akan menyadari hal menarik. Kelimabelas benda tadi akan muncul satu per satu. Coba lagi satu jam kemudian. Ingatan itu masih akan bertahan.
PENYANDIAN ELABORATIF Metode yang sama, seperti yang saya sebut sebelumnya, dipakai untuk mengingat berbagai macam hal yang lebih abstrak, seperti angka dan urutan kartu. Prinsipnya adalah dengan mengubah hal-hal abstrak tersebut menjadi image, sebelum ditempatkan di memory palace. Ini karena otak kita tidak mampu mengingat semua macam informasi. Maka dari itu kita perlu mengubah informasi yang sulit diingat menjadi hal memang sudah ada di ingatan kita. Metode ini sering disebut dengan penyandian elaboratif (elaborative encoding). Ada eksperimen menarik tentang ini, yang
dinamakan Baker/baker paradox . Seorang peneliti menunjukkan, kepada dua orang berbeda, sebuah foto yang sama bergambar wajah seseorang. Ke orang pertama, si peneliti menyebutkan bahwa nama orang itu adalah Baker. Sedangkan ke orang kedua, si peneliti menyebutkan bahwa orang di foto adalah seorang tukang roti (baker). Beberapa hari kemudian, si peneliti menunjukkan lagi foto tersebut. Orang pertama tidak ingat lagi namanya. Tapi orang kedua bisa mengingat profesinya. Ketika kita mendengar kata tukang roti, kita bisa membayangkan ia memakai topi koki, membuat adonan, dan memanggang roti. Kita juga bisa membayangkan wangi roti yang menyerbak dari panggangan. Sementara saat kita mendengar kata ‘Baker’ sebagai nama, kata itu akan dengan mudahnya menguap karena ia hanya memiliki relasi dengan wajah orang itu. Maka untuk bisa mengingat kata-kata abstrak seperti ‘Baker’, ubahlah ia menjadi baker, atau apapun yang berasosiasi dengan kata tersebut, yang bisa kita bayangkan dengan jernih. Ini persis dengan apa yang saya lakukan ketika membayangkan sabun Lux sebagai Dian Sastro, atau novel Lord of The Rings sebagai seorang berpakaian raja, memakai cincin, lalu tiba-tiba menghilang. Teknik penyandian ini bergantung pada imajinasi dan kreativitas kita. Metode yang sama digunakan untuk menghapal angka, dengan detail yang agak berbeda. Namanya mnemonic major system. Ia adalah sistem penyandian dengan memetakan an-
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
gka 0-9 menjadi huruf konsonan. Misalkan 1 sebagai ‘t’, 3 sebagai ‘m’, 6 sebagai ‘g’, atau 9 sebagai ‘p’. Tidak ada aturan bakunya, setiap kita bisa membuat pemetaan masing-masing. Apabila kita telah mempunyai pemetaan yang cocok, kita tinggal mengubah angka yang ingin diingat menjadi huruf konsonan, lalu menyelipkan huruf vokal di antara mereka untuk membentuk suatu arti. Misalkan, angkanya adalah 369116. Dengan sistem yang saya contohkan, 369116 berarti ‘MGPTTG’. Saya membaginya per dua huruf (tidak harus dua, boleh saja lebih): ‘MG’, ‘PT’, ‘TG’. Kata-kata yang bisa dipakai adalah ‘MuG’, ‘PeTa’, dan ‘TuGu’. Bayangkan seorang yang minum kopi di mug, sambil melihat peta dan mencari posisi tugu. Image tersebut lalu kita tempatkan di memory palace. Jika angkanya panjang, tinggal menempatkan image-image tersebut ke ruang-ruang berbeda dalam memory palace, sebagaimana tadi kita mencoba mengingat daftar belanjaan.
PERAN ARSITEKTUR Tentu masih banyak metode lain yang bisa dipakai untuk mempertajam ingatan. Metode loci hanya salah satu cara. Begitu juga masih banyak penyandian-penyandian yang bisa menyempurnakan metode loci itu sendiri, yang jika saya bahas tuntas akan membuat tulisan ini terlalu panjang dan membosankan. Tetapi, semoga inti dari tulisan ini tersampaikan. Bahwa dengan modal pengetahuan arsitektur, kita sebetulnya punya kemewahan
dalam menggunakan metode loci. Kita punya tabungan memory palace yang melimpah. Pengetahuan arsitektur juga membuat kita memahami suatu tempat tidak sekadar dari kacamata awam. Ini memudahkan kita untuk merekonstruksi tempat tersebut. Pun kita, serunya, bisa merancang memory palace kita sendiri, yang tidak perlu ada di dunia nyata. Maka, bagi arsitek, mengingat bisa jadi kegiatan yang menyenangkan. 39 Catatan: Bagi yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang teknik mengingat, saya sarankan membaca Moonwalking with Einstein, karya Joshua Foer.
HOW PEOPLE ARRANGE THEIR CITY, IMPACT TO THE SPACE QUALITY.
WHICH ONE IS YOURS?
1
2
same human density, but diffrent building density
MEANS,
CITY NEED MORE ROOM TO BREATH, TO PLACE MUSEUM THEATER STADIUM PARK, SO THEY CAN SUPPORT PEOPLE LIFE.
Putri Kusumawardhani
KOTA DAN KATA “KEPADATAN“
40
can CREATE, diffrent quality of life
Membayangkan kota seperti membayangkan mesin-mesin yang berderik di gudanggudang industri, membayangkan manusia sebagai ion – ion dalam kabel dan kota seperti kumpulan sistemnya. Kita manusia, menggunakan sistem sesuai identitas dan kebutuhan kita, seperti coding system yang membuat ion-ion kabel bergerak berpindah diantara gulungan kabel mesin-mesin industri. Inilah yang diklaim sebagai penemuan terbesar manusia, perkotaan. Gang-gang, jalanan, bangunan, taman-taman bahkan kendaraan kita merupakan sistem dari struktur kota yang telah kita pilih untuk memudahkan kehidupan kita, bayangkan berapa jumlah penduduk yang seharusnya dimudahkan oleh sistem perkotaan, jutaan.. Berkota adalah sebuah pengalaman tersendiri bagi masyarakat modern, kurang lebih 129.6 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini bertempat tinggal di areal kota, bertambah dari 49.8% tahun lalu menjadi 54%. Prediksinya, minimal pada tahun 2030, 65% manusia akan berkumpul di kota-kota besar Indonesia. Kota semakin lama akan menjadi area yang dihuni oleh hampir lima belas manusia per meter persegi. Kepadatan populasi manusia
KEPADATAN
Kepadatan kini menjadi kata-kata penting yang harus dimengerti oleh masyarakat perkotaan. Kepadatan dalam arsitektur dan dunia urban design mengacu kepada dua hal yang terlihat jelas dalam bentuk fisik, kepadatan populasi manusia dan kepadatan bangunan. Kepadatan populasi manusia didefinisikan sebagai jumlah manusia per tempat tinggal atau meter persegi. Sedangkan kepadatan bangunan didefinisikan sebagai rasio bangunan terhadap areal yang ditempatinya (plot bangunan/ tapak bangunan).
Kepadatan bangunan
KEPADATAN MANUSIA
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i -Luasan area dan tipe perumahan -Dan akan mempengaruhi perhitungan mengenai kepadatan bangunan Namun pembangunan berdasarkan kepadatan manusia dapat dianggap mematikan semangat mendesain. Kepadatan populasi manusia seharusnya hanya menjadi salah satu tolak ukur dalam perancangan kota. Sebab lingkungan perkotaan yang berkualitas tidak semata-mata dipengaruhi oleh kemampuan kota menampung sejumlah populasi manusia.
Kepadatan manusia seringkali menjadi tolak ukur pembangunan kota di Indonesia. Prediksi oleh badan statistika memegang peranan penting untuk menyusun tata guna lahan maupun kebijakan publik lainnya di perkotaan. Kepadatan populasi manusia dalam perancangan suatu areal berdampak pada segala dimensi, luasan yang terbangun secara fisik.
Kepadatan populasi manusia di perkotaan dibutuhkan untuk menghimpun sejumlah manusia yang dapat mensuport jalannya sistem perkotaan, seperti transportasi publik, sekolah atau tokotoko lokal. Kualitas kota yang baik dijamin dengan lancarnya sistem-sistem kota dalam menservis penduduknya.
KEPADATAN BANGUNAN
-Dimensi parkir dan jalanan -Besaran stasiun atau terminal -Dimensi fasilitas umum
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Perbandingan Ruang Terbuka
41
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Kepadatan bangunan mempengaruhi langsung morfologi kota, serta memperjelas bentuk blok-blok kota. Kombinasi yang berbeda antara KLB dan KDB akan menciptakan bentuk bangunan yang beragam, walaupun kepadatan populasi manusianya sama. Kepadatan bangunan sedikit banyak merupakan cerminan visi dan misi kota tersebut. Persepsinya pada prinsip kepadatan, kepadatan bangunan diharapkan dapat mendekatkan jarak
tempuh manusia dan men-generate ekonomi di areal tersebut. Kepadatan bangunan memperkecil jarak tempuh antara tempat tinggal dan pusat aktivitas, hal tersebut menjadi poin yang krusial bagi sebuah kota. Jarak yang mudah diakses dengan berjalan kaki akan mengurangi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, menciptakan lingkungan yang lebih sustainable.
Sehingga sederhananya, kota yang padat bangunannya dan padat manusianya, namun masih leluasa untuk manusia bergerak menciptakan peluang perpaduan hal-hal baru, harus menjadi visi awal lingkungan binaan kita. Sebab, Kota diklaim sebagai penemuan terbesar manusia karena kemampuan sebuah kota untuk saling menghubungkan manusianya. “The city is a place of exchange”.
Manusia dengan beragam ide dan gagasan menciptakan perpaduan untuk mencapai suatu penciptaan yang inovatif. Kecepatan informasi linear dengan kecepatan manusia berpindah. Kesempatan untuk saling berhubungan antara manusia menimbulkan tingkat perpindahan manusia yang cukup tinggi di kota. Kenaikan peluang di perkotaan tercipta dari pertemuan tatap muka antara penduduknya yang berujung pada proses inovasi dan kreativitas tanpa batas. Tulisan ini merupakan perpaduan dari buku “Triumph of The City“, “The Smart Growth Manual” dan http://densityarchitecture.wordpress.com
CCTV Television Stati Headquarters - Beiji
42
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko m p ila si 2 0 1 1 ) | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
tion and ing
43
Project: CCTV Television Station and Headquarters Status: Completed Client: China Central Television (CCTV) Budget: 5 billion RMB Location: Beijing, China Site: 20 hectares in new Central Business District Program: Total 599.548m2. CCTV total 473.000m2: administration 64.200 m2, multi-purpose 54.900m2, news production 65.800m2, broadcasting 31.800m2, program production 105.400m2, staff facilities 30.000m2, parking 61.500m2. Service Building 15.000m2
The CCTV headquarters aims at an alternative to the exhausted typology of the skyscraper. Instead of competing in the race for ultimate height and style within a traditional two-dimensional tower ‘soaring’ skyward, CCTV’s loop poses a truly three-dimensional experience, culminating in a 75-metre cantilever. The building is visible from most of Beijing; it sometimes comes across as big and sometimes small, from some angles strong and from others soft.
44
CCTV’s form facilitates the combination of the entire process of TV-making in a loop of interconnected activities. Two towers rise from a common production studio platform, the Plinth. Each tower has a different character: Tower 1 serves as editing area and offices, and the lower Tower 2 is dedicated to news broadcasting. They are joined by a cantilevering bridge for administration, the Overhang. The innovative structure of the building is the result of long term collaboration between European and Chinese engineers to achieve new possibilities for the highrise. The forces at work within the structure are rendered visible on the façade: a web of triangulated steel tubes – diagrids – that, instead of forming a regular pattern of diamonds, become dense in areas of greater stress, looser and more open in areas requiring less support. The façade itself becomes a visual manifestation of the building’s structure. The self-supporting hybrid facade structure features high performance glass panels with a sun shading of 70 percent open ceramic frit, creating the soft silver-grey color that gives the building a surprisingly subtle presence in the Beijing skyline.
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko m p ila si 2 0 1 1 ) | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
45
Copyright OMA
Copyright OMA 46
The 10,000-square metre main lobby, in Tower 1, is an atrium stretching three floors underground, and three floors up. It has a direct connection with Beijing’s subway network, and will be the arrival and departure hub for the 10,000 workers inside CCTV headquarters. Connected to the lobby, 12 studios (the largest is 2,000 square metres) perform the main function of the building: TV making. The CCTV headquarters also facilitates an unprecedented degree of public access to the production of China’s media: a Public Loop takes visitors on a dedicated path through the building, revealing everyday studio work as well as the history of CCTV, and culminating at the edge of the cantilever, with spectacular views towards the CBD, the Forbidden City, and the rest of Beijing.
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko m p ila si 2 0 1 1 ) | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
47 Copyright OMA
Copyright OMA
untuk memulai ketika ingin mulai mencari tahu lebih banyak tentang arsitektur.
Bagaimana
48
Danny Wicaksono
Google.
Itu jawaban yang paling sederhana. Cari apa yang mau kamu tahu di mesin pencari tahu paling populer di Internet. Tapi masalahnya adalah: Bagaimana mencari tahu apa yang mau kita tahu dan apa yang sebaiknya kita perlu untuk tahu? Sebagai mahasiswa arsitektur, di universitas kita pasti diperkenalkan kepada beberapa orang arsitek atau beberapa karya arsitektur. Tapi, sebanyak apa jumlah arsitek dan arsitektur yang diperkenalkan kepada mahasiswa-mahasiswa arsitektur? Lalu, sedalam apa perkenalan tersebut diberikan kepada mahasiswa? Dan seperti apa stimulus yang diberikan kepada mahasiswa agar mereka mau mencari tahu lebih dalam lagi? Dalam beberapa kesempatan, saya berbincang dengan banyak mahasiswa. Saya mendapatkan beberapa pertanyaan yang kira-kira hampir serupa: “Saya mau cari tahu lebih banyak tentang arsitektur. Apa yang harus saya cari tahu?� Pertanyaan ini diiringi dengan keluhan bahwa di kampus mereka (mereka datang dari kampus-kampus yang berbeda) kurang diberikan pengetahuan lebih atau pengantar mengenai informasi-informasi apa saja yang sebaiknya mereka cari dan ketahui; dan cerita bahwa banyak teman mereka yang kurang tertarik untuk mencari tahu lebih banyak mengenai
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
arsitektur dan desain, biasanya akan mengikuti setelahnya. Saya jadi bertanya, sebetulnya sejauh, sedalam dan sebanyak apakah pengenalan terhadap arsitektur, seharusnya diberikan oleh universitas? Maksud saya disini adalah pengenalan mengenai sejarah dan situasi kontemporer dalam dunia desain dan arsitektur. Saya selalu pikir, bahwa tugas utama dari para staff pengajar di universitas adalah untuk menumbuhkan ketertarikan dalam mahasiswa, agar mereka memiliki gairah untuk mencari tahu lebih banyak dan lebih dalam. Jika pertanyaan dan keluhan seperti muncul, apa kemudian yang menjadi penyebabnya? Apakah keluhan-keluhan ini umum terjadi di kampus? Apakah di negara-negara lain, pertanyaan dan keluhan serupa juga kerap terjadi? Tapi, rasanya kita memang ada disebuah bangsa, dengan standar pendidikan arsitektur yang belum setinggi perguruan tinggi di banyak negara lain yang memiliki budaya arsitektur yang lebih maju dan menarik, seperti Swiss, Belanda, Jepang, Amerika atau Singapura. Masih sedikit sekali ragam gagasan mengenai ruang, metoda membangun, material yang bisa dipakai atau hal-hal lain yang dapat memperkaya kemungkinan arsitektural, muncul dari universitas-universitas di negara ini. Mungkinkah ini pertanda bahwa rasa ingin tahu dan usaha-usaha untuk menjawabnya bukanlah hal yang populer untuk dipraktekkan di mayoritas universitas di indonesia? Dengan situasi seperti ini, lalu bagaimana un-
tuk memulai, ketika ingin mulai mencari tahu lebih banyak tentang arsitektur?
Mulailah dengan rasa ingin-tahu. Milikilah rasa ini besar-besar!
Keingin-tahuan akan membawa kita kepada banyak pertanyaan: Apa? Siapa? Bagaimana? Mengapa? Kapan? untuk setiap informasi yang kita dapatkan. Berusahalah untuk menjawab setiap pertanyaa ini.
Keingin-tahuan dapat tumbuh dari ketertarikan.
Ketertarikan mungkin timbul, salah satunya, karena adanya keinginan untuk menghasilkan hasil kerja yang serupa dengan yang kita anggap terbaik. Dalam hal arsitektur, keinginan yang saya maksudkan disini adalah keinginan untuk membuat sebuah karya arsitektur sebaik karya yang padanya kita tertarik. Kadang kita tenggelam dalam kesima, ketika berada didepan sebuah hasil kerja arsitektur yang kualitasnya diatas rata-rata dari yang biasa kita lihat dan alami. Kita memuji, menghargainya dengan sangat tinggi lalu dengan terus menerus menceritakan kelebihan-kelebihan yang kita rasakan kepada banyak teman. Be-
49
lum lagi jika kemudian kita lihat hasil kerja ini muncul di banyak media, dengan pandangan-pandangan yang terus menerus bertitik berat pada kelebihan dan keunggulannya.
50
Dengan tingkat pengetahuan dan kekritisan yang minim, situasi seperti ini berpotensi untuk membuat kita merasa bahwa hasil kerja ini adalah sebuah pengecualian yang hampir mustahil untuk kita samai kualitasnya. Hasil kerja diatas rata-rata yang hanya sedikit orang di Indonesia bisa hasilkan, dan dengan keterbatasan kita (kadang dengan tingkat “nerimo� yang sangat tinggi) akan sulit sekali untuk kita menyamai atau bahkan melewati pencapaian itu. Jika ini adalah keyakinan kita, bukankah kita telah menempatkan batas untuk diri kita sendiri? Batas yang saya pikir lebih rendah dari apa-apa yang kita anggap baik. Mungkin kita kadang lupa, bahwa semua hasil kerja, apapun bentuknya, baik itu pemikiran, hal-hal kecil yang kita lihat sehari-hari, maupun hal-hal lainnya, meskipun kadang hadir di depan kita dalam bentuk beragam dan ukuran yang kadang sangat besar, sebetulnya terdiri dari banyak hal-hal kecil yang terangkai dengan hubungan yang saling melengkapi dan mendukung satu sama lainnya. Melihatnya dari sudut pandang ini, setidaknya membantu saya untuk memahami apapun dengan lebih mudah. Lebih mudah karena yang kita lihat kemudian bukanlah sebuah obyek besar yang masif dan tidak tergenggam, melainkan sebuah kumpulan hal-hal yang lebih kecil dan lebih sederhana.
Misalnya: sebuah mobil tidak serta-merta keluar dengan bentuk yang selesai, seperti mobil yang kita lihat, dia adalah rangkaian bagian-bagian lebih kecil seperti pegas, peredam-kejut, piston, as-roda, dll, yang bekerja bersama dengan sangat baik, sehingga memungkinkan mobil untuk bergerak dengan lancar dan nyaman. Jika kita mempelajari bagaimana cara membuat masing-masing benda kecil ini, dan logika dibalik mengapa semua benda-benda tersebut dibuat, kemudian mempelajari bagaimana menghubungkan bagian-bagian ini dengan sempurna, maka kita juga bisa membuat sebuah mobil. Dan dengan mengetahui standar tertinggi dari tiap-tiap bagian kecil ini, maka kualitas tertinggi dari sebuah mobil juga bisa dicapai. Arsitektur tidak jauh berbeda. Hal-hal kecil yang membentuk desain sebuah karya arsitektur adalah reaksi seorang arsitek terhadap konteks-konteks yang ada disekeliling arsitektur yang hendak dibuatnya. Bagaimana reaksi arsitek terhadap iklim, terhadap keinginan dan kebutuhan klien, terhadap detil-detil sambungan, terhadap batasan-batasan dari peraturan, terhadap budaya dan kebiasaan dari pengguna, dan mungkin juga tanah tempat bangunan tersebut berdiri. Material bangunan apa yang dipilih untuk dipakai, gagasan ruang yang ingin diimplementasikannya dan lain sebagainya. Dengan mempelajari latar belakang dan alasan dibalik diambil tiap-tiap keputusan, kita jadi bisa memahami sebuah bangunan lebih dalam, daripada sekedar apa yang terlihat
jongArsitek! Ed i s i 5 . 2 | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
Sejarah adalah hal yang lalu juga penting.
Semua hal yang ada di kehidupan kita ini memiliki awal. Mencoba mencari tahu awal dari halhal yang menjadi ketertarikan kita, dan mencari tahu, satu persatu tiap temuan kita lebih dalam akan membawa kita kepada pemahaman mengenai mengapa sesuatu hal kemudian menjadi seperti yang kita kenal sekarang. Mengapa seorang desainer mendesain seperti yang kita kenal; apa latar belakang sejarahnya hingga ia mendesain seperti itu; siapa saja yang mempengaruhinya hingga ia mendesain seperti yang kemudian kita ketahui; bagaimana perjuangan dan pengorbanannya hingga ia mencapai titik pencapakannya kini. Juga, mencari tahu lebih dalam akan membawa kita kepada banyak hal baru yang mungkin saja belum sempat kita ketahui. Penemuan-penemuan ini mungkin bisa menyadarkan kita mengenai sedikitnya pengetahuan kita, dan jika kita memang memelihara rasa ingin tahu kita, maka ketidaktahuan ini hanya akan memicu kita untuk mencari tahu lebih dalam lagi. mengetahui sejarah akan mendekatkan kita kepada pemahaman yang lebih menyeluruh. pemahaman yang dapat membantu kita untuk mengenal diri kita sendiri dan mungkin dapat juga membantu kita untuk menemukan karakter kita pada akhirnya. Mulailah dengan membaca. Jika anda telah memulainya, mulailah membaca lebih sering dan lebih banyak. Puaskan rasa ingin tahu anda dengan membaca. Bacalah buku, majalah, selebaran, katalog pameran, halaman-halaman website; apa saja yang memiliki informasi. Baik itu data penilitian, fakta hasil riset dan survey, fiksi, buah-buah pemikiran, apa saja. Bacalah, ketauhuilah. Pertanyaan untuk anda jawab sendiri kemudian adalah: sebesar apakah keinginan anda untuk membuat hasil kerja, sebaik karya kerja yang anda anggap terbaik?
51
52
jongArsitek! Ed isi 4.11 ( ko m p ila si 2 0 1 1 ) | d e s a i n me n gi n s pi ra s i
53