Edisi #5 Juli 2014
SAPHARA
Sebuah Perjalanan, Sebuah Kehidupan
RUANG TEMATIK HIJAU CITARUM
POTENSI DIBALIK POLUSI
CIKONENG
PELESTARIAN PEACE WRESTLING
BALURAN
AFRIKA DI TIMUR JAWA
Sumber Gambar: http://www.google.com
SAPHARA | 2
SALAM PEMRED Kisah taman kota di Bandung banyak mendapatkan apresiasi dari masyarakat baik dari dalam ibukota Jawa Barat maupun dari luar daerah tersebut, baik berupa pujian, saran, maupun kritik. Pembuatannya sebagai ruang publik untuk masyarakat berinteraksi dengan menggunakan nama-nama tematik membuatnya banyak dipuji oleh masyarakat. Namun, pembuatannya sebagai ruang terbuka hijau belum mencapai titik maksimal. Kisah lengkapnya tersebut dapat disimak dalam Saphara edisi kelima, Juli 2014. Tim Redaksi Saphara dan segenap kerabat kerja yang bertugas turut pula mengucapkan selamat idul fitri 1435 H. Semoga ibadah yang kita kerjakan baik selama ramadhan maupun selama hidup kita mendapatkan berkah dari tuhan swt.
DAFTAR ISI Salam Pemred Perjalanan Lokal Desa Lintas Kota Laporan Utama Wisata Budaya Halaman Acara Foto Essay
3 4 6 8 10 18 20 22 24
Operasi
30
Kata Kita
32
Buah Pena
34
Refleksi
36
Etalase
38
Review
39
Dimas Jarot Bayu, Pemimpin Redaksi.
FIKOM-UNPAD
KLUB AKTIVIS PEGIAT DAN PEMERHATI ALAM FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
SAPHARA Pemimpin Umum: Thaariq Basthun Natsi Pemimpin Redaksi: Dimas Jarot Bayu - Redaktur Opini: Ryan Hilman Redaktur Bahasa: Sri Oktika Amran - Redaktur Perjalanan: Dina Aqmarina Yanuary Redaktur Desa dan Budaya: M. Rifqy Fadil - Redaktur Acara dan Lingkungan: Noor Alfath Aziz Redaktur Foto dan Perwajahan: Panji Arief Sumirat Reporter: Olfi Fitri Hasanah, Tyas Dwi Pamungkas, Aflah Satriadi, Alfa Ibnu Wijaya, Deando Dwi Permana, Nelly Yustika E.B. , Dwi Desilvani, Andhika Soeminta, Nadia Septriani, Devrilla M. Indra, Istnaya Ulfathin, Dwy Anggraeni, Wini Selianti, Bonny Rizaldy, Jenjen Zaenudin Advertising: M. Hanif Izzatullah (08561610062) Email: fikomkappa@gmail.com Alamat Redaksi: Gedung Student Centre (SC) Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung - Sumedang KM 21, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
SAPHARA | 3
PERJALANAN LOKAL
TEGAL ALUN
Teks: Dimas Jarot Bayu & Dina Aqmarina Yanuary Foto: Dimas Jarot Bayu
CITARUM,
POTENSI DIBALIK POLUSI Teks: Nadia Septriani Foto: Dokumentasi KAPPA
Citarum, sungai yang membelah Jawa Barat, memiliki panjang sekitar 269 km. Sungai terpanjang di Jawa Barat ini berhulu dari Gunung Wayang, Desa Cibeureum. Sungai Citarum menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia di Jawa Barat, berbagai kerajaan besar yang berjaya di Indonesia di masa lampau pernah hidup di sepanjang aliran sungai ini. Kerajaan Tarumanegara salah satunya.
T
idak hanya nilai historis, Citarum juga erat dengan nilai ekonomi dan sosial. Jutaan orang menggantungkan hidupnya di sungai yang berhulu di Gunung Wayang, Desa Cibeureum, Bandung. Citarum merupakan sumber dari denyut nadi perekonomian Indonesia sebesar 20% GDP (Gross Domestic Product) dengan hamparan industri yang berada di sepanjang sungai Citarum. Terdapat tiga waduk PLTA (Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur) sepanjang aliran Citarum. Waduk-waduk tersebut berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), mengairi lahan pertanian, pemenuhan kebutuhan air bersih, dan juga mencegah banjir. Kapasitas listrik yang dihasilkan dari ketiga waduk tersebut kurang lebih sebesar 1.400 MW dan menjadi sumber air irigasi bagi 240.000 hektar sawah. Sebesar 80% kebutuhan air bersih di Ibu Kota Negara Indonesia juga bergantung dari sungai ini. Sungai Citarum juga menjadi pemasok air bagi industri-industri yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Namun, warga yang tinggal di sekitar
SAPHARA | 4
Citarum tidak menggunakan air Sungai Citarum untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci. “Warga yang tinggal di sekitar Citarum sudah tidak lagi menggunakan Citarum untuk kebutuhan air minum. Warga mengonsumsi air isi ulang untuk kebutuhan minum. Sementara kebutuhan mandi dan mencuci, menggunakan air sumur,� kata Fia (28), salah seorang warga Citarum ini. Sungai Citarum juga dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga arus deras, seperti arung jeram. Banyak atlit olahraga arung jeram lahir di sungai ini. Setiap harinya dapat ditemukan orangorang yang melakukan aktivitas olahraga arung jeram, termasuk anak-anak yang tinggal di Sungai Citarum. Berbagai kejuaraan tingkat nasional dan internasional pernah diadakan di Citarum. Kapinis adalah yayasan yang bergerak di bidang olahraga air berdiri sejak 1995 dan didirikan oleh Wawan Purwana. Kapinis aktif memberikan pelatihan SAR, navigasi darat, dan kegiatan olahraga arus deras. Olahraga arus deras yang aktif dilakukan oleh Kapinis adalah rafting, riverboarding, dan kayak. Citarum dijadikan basecamp
oleh Kapinis karena lokasinya yang dekat dengan Bandung dan Citarum adalah saksi sejarah lahirnya olahraga arus deras. Kapinis banyak melahirkan atlit cilik berprestasi di bidang olahraga arus deras. Salah satunya adalah Muhammad Ramdan Rudiana. Ramdan yang bermukim di sekitar Sungai Citarum ini sempat mendapatkan posisi juara ketiga dalam kejuaraan riverboarding junior sedunia. Ia yang sehari-hari menjadi siswa sekolah dasar ini berlatih sepulang sekolah. Citarum setiap tahunnya selalu dijadikan sebagai tempat pendidikan dan pelatihan dasar (Diklatsar) untuk para mahasiswa pecinta alam dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Citarum layaknya sebuah magnet yang menarik wisatawan domestik untuk datang dan berekreasi disana, seperti fun rafting yang menjadi alasan mengapa para wisatawan datang ke Citarum. Banyaknya wisatawan yang datang, menjadi anugerah bagi warga sekitar. Sebut saja Sukarsih, ibu rumah tangga berusia 67 tahun, mengais rezeki dengan mendirikan toko kecil yang
menjual makanan dan minuman ringan. “Saya berdagang sejak tahun 2009. Alhamdulillah dagangan saya laku terjual ketika wisatawan berdatangan untuk sekedar olahraga arung jeram. Saya pun tidak merasa terganggu oleh kehadiran para wisatawan tersebut,” ujar Sukarsih ketika ditemui di toko kecilnya. Dibalik kemegahannya, Citarum telah dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia sejak tahun 2007. Air yang mengalir di Citarum telah dicemari oleh berbagai limbah kimia beracun dari industri. Sekitar 500 pabrik yang berdiri di daerah hulu Citarum, hanya 20% pabrik yang mengolah limbah mereka. Sisanya membuang langsung limbah mereka ke anak sungai Citarum atau Citarum tanpa pengawasan dari pemerintah. Salah satu sumber utama pencemaran Citarum adalah industri busana, dimana 68% pabrik di kawasan hulu Citarum adalah produsen tekstil. Proses pencetakan dan pewarnaan tekstil yang menggunakan bahan kimia oleh para industri tekstil tersebut telah ikut berpartisipasi pada reputasi Citarum yang dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia.
Dua atlit dayung cilik sedang berlatih riverboarding di Sungai Citarum
“
Dibalik kemegahannya, Citarum telah dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia sejak tahun 2007
Sejumlah mahasiswa berlatih penyelamatan air, di Sungai Citarum
”
“Citarum adalah korban dari anak-anak sungainya. Tercemarnya Citarum diakibatkan oleh aktivitasaktivitas industri di anak sungai Citarum, limbah domestik seperti limbah rumah tangga, dan peternakan di anak-anak sungai,” tutur Dadan Ramdan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat. Walhi pun tidak tinggal diam menyaksikan Citarum yang semakin hari semakin kritis. Walhi mengedukasi masyarakat di sub Daerah Aliran Sungai (DAS) dan hulu Citarum mengenai tata kelola pertanian yang ramah lingkungan, bagaimana mengolah limbah sapi/ternak agar tidak langsung dibuang ke sungai, dan memberikan sosialisasi kebijakan lingkungan. Walhi berharap dengan terlaksananya sosialisasi dan pengedukasian, kesadaran masyarakat untuk menjaga Citarum bisa tumbuh.
Sungai Citarum dijadikan sarana olahraga arus deras s eperti arungjeram, kayak, dan riverboarding
SAPHARA | 5
DESA
D
esa Cikoneng, Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,19 Mei 2014. Malam itu Desa Cikoneng riuh ramai. Diadakannya pagelaran Benjang untuk warga Cikoneng dalam rangka perayaan pernikahan salah seorang warga setempat menjadikan Benjang sebagai hiburan tersendiri bagi masyarakat sekitar. Olahraga ini memang sangat populer di daerah sekitar kaki Gunung Manglayang, khususnya Desa Cikoneng ini. Bicara soal Benjang, sekitar sewindu yang lalu, acara Smack Down yang disiarkan sebuah televisi swasta mungkin menjadi tontonan kegemaran kaum Adam, terutama anak usia remaja. Ada pro dan kontra terkait penayangan acara gulat bebas tersebut. Meskipun diketahui bahwa acara tersebut hanyalah rekayasa, tetapi dampak dari penayangan acara tersebut memakan banyak jiwa. Anak-anak yang belum cukup usia menyaksikan acara tersebut, lalu mempraktekkannya dalam permainan dengan teman sebaya, dan akibatnya fatal. Namun, sepertinya anak-anak Indonesia, khususnya yang tinggal di tanah Sunda mungkin perlu mengenal olahraga Benjang. Namanya mungkin terdengar asing dikalangan sebagian masyarakat, terutama bagi mereka yang bukan berasal dari Bandung dan sekitarnya. Olahraga atau yang lebih tepat dikatakan sebagai seni bela diri ini sangat mirip dengan wrestling atau gulat. Bedanya, jika gulat yang dipertandingkan di pelbagai kejuaraan baik dalam negeri maupun luar negeri mengacu kepada kompetisi, Benjang lebih berorientasi kepada tali silaturahmi. Bisa dikatakan bahwa Benjang ini adalah Wrestling khas Priangan. Boleh juga kita juluki sebagai Peace Wrestling, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti dijabarkan diatas tadi, bermuatan persaudaraan dan persahabatan. Penjabaran Ena Mulyana, sesepuh Benjang dan mantan atlet Benjang, olahraga ini sudah masyhur dikenal di Ujung Berung dan sekitarnya sejak abad 19. “Kalau dilihat sekilas, olahraga ini mirip sekali dengan Gulat, hampir sama. Hingga kini Benjang kian diminati masyarakat Jawa Barat, lanjut Ena. “Sekarang atlet Benjang kalau dilihat dari daerah asalnya sudah bervariasi. Ada yang dari Cirebon, Majalengka, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan tentunya dari sekitaran Bandung sendiri,” ujar dia saat ditemui malam itu di Cikoneng. Rule dalam olahraga ini cukup unik dan menjunjung tinggi fairplay. Diatas ring laiknya pertandingan tinju berukuran sekitar 6x6 m, disitulah
SAPHARA | 6
Pelestarian Peace Wrestling, Desa Cikoneng Teks & Foto: Muhammad Rifqy Fadil
digelar olahraga tradisional ini. Diawali dengan lantunan musik khas Sunda, seorang pemain akan naik ke atas ring dan berjoget mengikuti alunan musik. Jika ada yang berniat untuk menjadi lawan tandingnya, maka orang yang berniat menjadi lawan tanding tersebut akan naik ke atas ring dan ikut berjoget pula sebagai tanda ia menantang si orang pertama. Jika si orang pertama menyanggupi tawaran si penantang, maka ia akan melepas pakaian yang ia kenakan sebagai pertanda menerima tantangan. Pun sebaliknya jika ia
menolak tantangan si penantang, maka si orang pertama tadi akan turun dari ring sebagai tanda ia menolak tantangan tersebut. Lalu si penantang yang masih berdiri diatas ring akan terus berjoget sembari menunggu apakah ada yang tertantang untuk “berbenjang-ria” dengannya. Di Setiap Pagelaran, jumlah anggota kelompok pemain Benjang berkisar antara 20 sampai 25 orang yang terdiri dari satu orang pemimpin benjang, 9 orang penabuh, dan sisanya sebagai pemain. Inti dalam grup benjang
(1)
(2) (1) Dua orang warga sedang bertarung dalam pertarungan Benjang (2) Masyarakat Desa Cikoneng, Cibiru Wetan ramai-ramai menyaksikan pertarungan Benjang (3) Wasit akan memulai pertarungan Benjang
“
Selain untuk hiburan, saya pribadi punya tujuan untuk mempelajari dan kemudian melakukan sosialisasi tentang Benjang sebagai seni tradisional Sunda yang perlu dipahami oleh peserta didik (3)
” ini 15 orang yang tediri atas 9 orang penabuh, 1 pemimpin, 4 pemain, dan 1 wasit. Adapun soal rule pertandingan, seorang pemain Benjang dinyatakan kalah setelah berada di bawah dalam posisi terlentang, melihat tanda seperti itu wasit langsung menghentikan pertandingan dan lawan yang terlentang tadi dinyatakan kalah. Tentunya, para pemain dilarang melakukan pukulan, tendangan, atau cakaran dalam setiap pertandingan. Mereka hanya diperbolehkan untuk menjatuhkan lawan menggunakan tangan sahaja.
Perlu Disosialisasikan Lebih Jauh Dalam setiap pagelaran Benjang, penonton yang hadir tidak hanya berasal dari warga lokal, maupun warga Bandung dan sekitarnya, tetapi juga banyak yang dari luar daerah seperti Garut, Bogor, dan Jakarta. Salah seorang penonton yang hadir, Iwan Hermawan (52), mengaku sangat antusias terhadap olahraga yang satu ini. “Saya datang jauh-jauh kesini untuk khusus menonton seni Benjang. Selain untuk hiburan, saya pribadi punya tujuan untuk mempelajari dan kemudian melakukan sosialisasi ten-
tang Benjang sebagai seni tradisional Sunda yang perlu dipahami oleh peserta didik saya,” ujar Guru Sosiologi SMAN 9 Bandung tersebut. “Sudah sering dilakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dari tingkatan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Kemarin juga sempat ada bule asal Perancis yang mempelajari seni ini. Harapanya tentu saja agar seni ini terus lestari dan makin dikenal masyarakat,” tutup Ena yang juga menjadi wasit dalam pagelaran Benjang di Cikoneng malam itu.
SAPHARA | 7
LINTAS KOTA
BALURAN Afrika di Timur Jawa Teks & Foto: Dimas Jarot Bayu
Padang savana yang menguning terhampar megah, puluhan rusa timor terlihat berlarian, kera-kera melompat di antara pepohonan, tidak ketinggalan juga kerbau dan banteng jawa yang besar berjalan beriringan ke arah kubangan air. Tak jauh dari padang savana tersebut, menjulanglah sebuah gunung, Baluran namanya. Dari nama gunung tersebutlah kawasan seluas 25 ribu hektar ini diambil. Ya, inilah Kawasan Taman Nasional Baluran yang lekat dengan julukan Africa Van Java.
B
erjarak 253 kilometer dari Surabaya, Taman Nasional Baluran merupakan kawasan taman nasional yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Dari seluas 25 ribu hektar, 3.300 hektar dari kawasan taman nasional ini merupakan padang savana. Ditambah dengan satwa liar dan terik matahari yang menyengat, pantas saja bila Taman Nasional Baluran digadang-gadang sebagai Afrika di Pulau Jawa. Salah satu savana yang dapat ditemui oleh explorer di taman nasional ini adalah savana Bekol. Savana dengan luas 300 hektar ini dapat dikunjungi
SAPHARA | 8
dengan menempuh jarak 12 kilometer dari pintu gerbang taman nasional. Dari savana tersebut, explorer dapat melihat berbagai satwa liar seperti rusa timor (Cervus timorensis), kerbau liar (Bubalus bubalis), banteng jawa (Bos javanicus), dan kijang (Muntiacus muntjak). Selain itu, dalam kawasan Taman Nasional Baluran terdapat pula berbagai predator seperti ajag (Cuon Alpinus javanicus), macan tutul (Panthera pardus), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus). Di dalam taman nasional ini juga terdapat ratusan jenis burung. Beberapa di antara burung tersebut dinyatakan langka seperti, layang-layang api (Hirundo rustica), ayam hutan merah
(Gallus gallus), kangkareng (Anthracoceros convecus), rangkong (Buceros rhinoceros), tuwuk atau tuwur asia (Eudynamys scolopacea), burung merak (Pavo muticus), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus). Tidak heran bila terdapat buku Birds of Baluran National Park karya Swiss Winnasis, Sutadi, Achmad Toha, dan Richard Noske yang tidak lain merupakan petugas Taman Nasional Baluran itu sendiri. Salah satu taman nasional tertua di Indonesia ini tidak hanya mempunyai wisata padang savana dengan satwa liarnya. Memasuki Taman Nasional Baluran, explorer nantinya dapat melintasi hutan evergreen. Dinamakan
demikian karena bentang hutan ini selalu hijau sepanjang tahun. Setelah itu explorer nantinya akan melewati hutan musim karena setiap musim kemarau hutan ini selalu kering dan terlihat kecoklatan. Setelah melewati hutan musim barulah pengunjung memasuki kawasan savana Bekol. Di savana ini terdapat pula sebuah menara pandang. Di atas menara pandang ini, explorer dapat melihat bentang lanskap kawasan Taman Nasional Baluran
“ Setiap tahun kita di sini mengadakan tranplantasi terumbu karang dengan berbagai metode dan media. � Berjalan ke arah timur dari savana Bekol, nantinya explorer dapat mengunjungi Bama, pantai yang terdapat di kawasan taman nasional ini. Setiap akhir pekan, banyak pengunjung lokal dari Surabaya dan Banyuwangi datang berkunjung ke pantai ini karena pantainya yang indah dan terawat. Arif Pratiwi, Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) yang menjadi Kepala Resort Bama mengatakan bahwa
terdapat berbagai kegiatan wisata yang bisa dilakukan di pantai Bama antara lain snorkeling, canoing, diving, dan menaiki bottom glass boat. “Selain itu juga setiap tahun kita di sini mengadakan tranplantasi terumbu karang dengan berbagai metode dan media yang bertujuan untuk wisata pendidikan. Harapannya nanti dari kalangan sekolah atau universitas bisa melihat dan turut serta dalam pelestarian terumbu karang,� tambah Arif. Arif menambahkan bahwa pengunjung juga bisa melakukan wisata bahari menyusuri pulau dan pantai yang terdapat di kawasan Taman Nasional B a lu ra n s ep ert i B ilik, B a la n a n , Popongan, Sejile, Sirontoh, dan Kalitopo. Untuk dapat memasuki kawasan ini, pengunjung hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp.6000, - per mobil dan Rp.2500, - per orangnya. Explorer disarankan untuk mengunjungi Taman Nasional Baluran pada musim kemarau di bulan Juni-Agustus agar dapat lebih merasakan sensasi Afrika di mana pada musim tersebut savana berwarna kuning kecoklatan dan satwa liar keluar ke padang savana. Pada musim kemarau pula, explorer dapat menyaksikan atraksi perkelahian antara rusa jantan.
Tips & Trik: Terdapat resort di dalam kawasan Taman Nasional Baluran dengan harga berkisar antara Rp35.000 sampai Rp100.000. Terdapat homestay rumah penduduk yang terletak di luar kawasan dengan harga Rp50.000-Rp100.000. Kunjungi pusat informasi untuk mendapatkan penjelasan singkat tentang Taman Nasional Baluran. Dilarang mengganggu, merusak, mengambil, atau berburu flora, fauna dan ekosistemnya. Sebaiknya membawa makanan sendiri ke dalam kawasan taman nasional. Listrik di dalam kawasan hanya menyala mulai pukul 18.00-24.00 WIB. Bagi pengunjung penelitian diwajibkan membuat permohonan penelitian kepada Kepala Taman Nasional Baluran yang dilampiri proposal dan diwajibkan menyerahkan laporan hasil penelitian sebanyak 2 (dua) buku kepada Kepala Taman Nasional Baluran.
SAPHARA | 9
LAPORAN UTAMA
SAPHARA | 10
TAMAN - TAMAN BANDUNG
RUANG TEMATIK HIJAU Teks: Dimas Jarot Bayu, Muhammad Rifqy Fadil, Sri Oktika Amran Foto: Panji Arief Sumirat
Tuinstad, begitulah julukan yang diberikan oleh pemerintah Belanda pada masa kolonial terhadap kota Bandung yang berarti Kota Taman. Julukan tersebut tidak semata-mata diberikan. Kota Bandung sendiri memiliki 600 taman kota, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun secara swadaya oleh masyarakat. Dalam perkembangannya, konsep taman kota di Bandung sejak era Hindia Belanda banyak dipengaruhi oleh konsep kota taman di Eropa, terutama Perancis. Kini, Bandung sedang membenahi diri dengan melakukan revitalisasi terhadap beberapa taman kotanya.
SAPHARA | 11
LAPORAN UTAMA
BUKAN HANYA RUANG TERBUKA HIJAU B
eberapa taman di kota Bandung telah mengalami revitalisasi. Revitalisasi ini bukan hanya dilakukan pada fisik taman, melainkan juga pada tema yang dilekatkan pada taman tersebut. Lihat saja beberapa di antaranya seperti Taman Pasupati atau yang biasa dikenal sebagai “taman jomblo”, Taman Pustaka Bunga, Taman Musik, dan Taman Fotografi. Pada Taman Pasupati, disediakan bangku-bangku yang terbuat dari semen dan diperuntukkan untuk hanya diduduki oleh satu orang, sesuai dengan julukannya sebagai taman jomblo. Pada Taman Fotografi yang memiliki luasan 500 meter persegi tersebut dipasang bingkai-bingkai foto terbuat dari besi dan kaca sebagai medium pameran foto baik oleh fotografer profesional maupun yang masih pemula. Rencananya, Pemerintah Kota Bandung akan membuat 30 taman tematik. Taman-taman tersebut sengaja dibuat untuk mewujudkan kembali kota Bandung yang bersih, hijau, dan berbunga. Hal ini sesuai dengan slogan 'berhiber' yang dimiliki oleh kota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Bandung mengatakan bahwa ada dua alasan dalam merevitalisasi taman kota. Pertama, proporsi kota yang baik 30 persennya terdiri dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan sisanya untuk bangunan
SAPHARA | 12
dan jalan. Sehingga kuantitas RTH menurut Ridwan ini harus diperjuangkan. Kedua, ciri kota yang bahagia bila warganya banyak berinteraksi di ruang publik. Hal itu menurut Ridwan dapat diimplementasikan lewat keberadaan taman-taman yang ada di Kota Bandung, maka taman menjadi solusinya. “RTH harus memiliki manfaat, bukan hanya ruang ekologis tapi juga ruang sosial,” jelas Walikota Bandung yang akrab disapa Kang Emil ini. Meski begitu, fungsi RTH yang dibentuk lewat taman di kota Bandung masih belum mengalami peningkatan kuantitas. Menurut Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Kota Hidup (Walhi) Jawa Barat, RTH yang terdapat di Kota Bandung belum mencapai 20 persen dari RTH publik. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah saat ini menurutnya bukanlah untuk menambah luasan taman secara kuantitatif tapi hanya menata, memperbaiki, dan membuat taman-taman saat ini dapat lebih nyaman bagi warga kota Bandung. Selain itu menurut Dadan, tidak semua taman yang dibuat oleh Pemerintah Kota saat ini memiliki fungsi RTH. Taman-taman yang direvitalisasi saat ini lebih difokuskan pada fungsinya sebagai ruang publik. “Memang taman kota yang dibuat saat ini lebih difokuskan kepada
fungsi publiknya, bukan di fungsi lingkungannya. Kita (Walhi) sebenarnya mengharapkan adanya penambahan kuantitas ruang terbuka hijau di areal kota Bandung,” tambah Dadan. Dadang Dharmawan, Kepala Bidang Taman Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung mengiyakan pernyataan Dadan tersebut. Menurut Dadang, memang saat ini taman-taman kota lebih dikonsetrasikan kepada fungsinya sebagai ruang publik, tapi tidak berarti fungsi RTH ditinggalkan begitu saja. “Saat ini sebenarnya kalau dari sisi luasan (kuantitas Ruang Terbuka Hijau) masih belum. Tapi ke depan ada rencana pembuatan taman atau hutan kota dari tanah milik aset Badan Usaha
Milik Negara (BUMN),” ujar Dadang. Ruang Publik lewat Taman Kota Terkait terhadap fungsinya sebagai ruang publik, sebenarnya konsep taman-taman kota di Bandung pada awalnya memang dirumuskan bukan hanya sebagai laboratorium taman tropis Indonesia (Haryoto Kunto, 1986) namun juga sebagai ruang publik. Bandoeng Vooruit, perkumpulan arsitek, perancang kota, dan penata kebun di masa pendudukan Belanda pada tahun 1930-1935 melakukan pembuatan taman-taman kota untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut di Bandung. Warisan taman-taman kota era kolonial tersebut sampai saat ini masih dapat kita lihat di Bandung, misalnya
“
Ciri kota yang bahagia bila warganya banyak berinteraksi di ruang publik
”
Insulidenpark (Taman Lalu Lintas), Molukkenpark (Taman Maluku), dan Ijzermanpark (Taman Ganesha). Hanya saja taman-taman tersebut sempat mengalami alih fungsi karena tidak terawat. Beberapa taman bahkan sempat diidentikkan dengan hal-hal negatif seperti tempat prostitusi dan mangkalnya waria. Namun hal tersebut saat ini tak perlu dikhawatirkan. Berkat revitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah kota Bandung dengan dibantu oleh masyarakat, taman-taman kota Bandung kini mulai bersolek. Masyarakat Bandung kini mulai berbondong-bondong melakukan kegiatan di taman-taman yang telah mendapatkan “perawatan” tersebut.
SAPHARA | 13
LAPORAN UTAMA
UPAYA REVITALISASI TAMAN
ANTARA FOKUS KUALITAS DENGAN MINIMNYA LAHAN SAPHARA | 14
S
ejak dilantiknya Walikota Bandung Ridwan Kamil September tahun lalu, pihaknya membuat banyak kebijakan untuk memperbaiki perencanaan wilayah tata kota di Bandung, salah satu kaitannya dengan usaha revitalisasi taman. Namun hingga saat ini, sebagian kalangan menganggap bahwa usaha revitalisasi tersebut belum maksimal, meski banyak juga apresiasi terhadap upaya tersebut. Salah satu yang dianggap belum maksimal ialah jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Bandung masih belum memenuhi jumlah minimum, yakni 30%. “Taman kota adalah salah satu penyumbang jumlah luas lahan hijau dalam kota yang cukup signifikan untuk sebuah kota. Tetapi saat ini kita melihat bahwa jumlah taman kota ataupun hutan kota di Bandung belum memenuhi jumlah minimum 20% Ruang Terbuka Hijau bagi publik,� ujar Dadan Ramdan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat. Ada pula beberapa taman yang memang tidak difungsikan sebagai RTH, melainkan sebatas wahana hiburan bagi masyarakat sahaja. Misalnya, Taman Jomblo yang terletak di bawah Jembatan Pasoepati, tepatnya di daerah Balubur, dan yang letaknya tak berjauhan, Skatepark.Khususnya Skatepark, justru lebih berfungsi sebagai wahana permainan skateboard dan rollerskate ketimbang RTH.
Sebagaimana dilansir oleh National Geographic, Bandung dahulu dijuliki sebagai Parijs van Java atau Paris di Jawa jika dialihbahasakan. Udara sejuknya dihiasi oleh bunga berbagai jenis yang berkembang di banyak taman. Tetapi, seiring berkembangnya zaman, banyak taman yang kurang dikelola dengan baik sehingga kualitas udara menjadi menurun. Padahal, dahulunya Bandung dijadikan sebagai Laboratorium Taman Tropis di Indonesia. Warisan peninggalan kolonial pun masih kita dapat nikmati hingga saat ini meskipun kondisinya sudah jauh dari keadaan awal saat tama itu berdiri. Sebut saja Insulidenpark (Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani), Molukkenpark (Taman Maluku), serta Ijzermanpark (Taman Ganesha ITB). Pembangunan taman-taman di kota Bandung sangat gencar pada tahun 1930 hingga 1935. Fungsi taman saat itu tak hanya untuk sarana rekreasi, tetapi juga tempat belajar botani. Maka Revitalisasi Taman dianggap sebagian pihak sebagai hal yang perlu dilakukan guna mengembalikan keasrian dan kesejukan kota Bandung sebagaimana zaman Kolonial dahulu. Minimnya Jumlah RTH vs Mahalnya Harga Tanah “Salah satu indikator kebahagiaan masyarakat suatu kota ialah banyak atau tidaknya aktivitas di luar
rumah,” ujar Ridwan Kamil, Walikota Bandung, saat ditemui beberapa waktu yang lalu. Menurut dia, Ruang Terbuka Hijau selain memiliki fungsi ekologis, juga harus dilengkapi dengan fungsi sosial. Ada puluhan planning taman yang akan dibangun selanjutnya, meskipun kita masih terus meninjau tanggapan dari warga.
“
Kami menyadari bahwa untuk luasan atau kuantitas taman hingga saat ini masih belum (tercukupi)
” Adapun perihal tersebut, diperjelas oleh pihak Dinas Pertamanan Kota Bandung mengenai perinciannya. “Kami menyadari bahwa untuk luasan atau kuantitas taman hingga saat ini masih belum (tercukupi). Tetapi kedepannya rencana penambahan jumlah tentu ada. Tapi yang sekarang ini lebih kepada kualitas dari taman-taman yang ada,”
ujar Dadang Dharmawan, Kepala Dinas Pertamanan Kota Bandung. Terkait penambahan jumlah taman dalam konteks RTH di kota Bandung, Dadang menyatakan bahwa yang kemungkinan ditambah dalam waktu dekat ini ialah sebuah hutan kota, yang rencananya lahan tersebut merupakan hasil dari hibah. “Kemungkinan akan dibuat hutan kota hasil hibah tersebut, sejumlah 10 ha di sekitar Jalan Laswi, itu rencana terdekat,” ujarnya. Luas kota Bandung yang mencapai 16.729 ha, tambah Dadang, ternyata hanya memiliki sebanyak 12,14 % saja yang berfungsi sebagai RTH. “Ini memang masih sangat kurang, walaupun memang untuk penambahan jumlah lahan kami rasa sulit sekali. Karena jika APBD digunakan untuk membeli lahan, maka saya rasa belum mampu,” ujar Dadang. Untuk solusi yang paling mudah saat ini, Dadang menyatakan akan memanfaatkan lahan-lahan yang dimiliki oleh BUMN untuk dimanfaatkan sebagai RTH tambahan bagi kota Bandung. Dengan kata lain, ungkapan Walhi yang menyatakan bahwa banyak taman di kota Bandung justru tidak berfungsi sebagai ruang terbuka hijau otomatis diamini oleh Dadang. Semuanya kembali lagi ke masalah lahan yang terbatas. Mengejar ketertinggalan yang jumlah minimum 30% nyatanya memang masih jauh dari harapan.
SAPHARA | 15
LAPORAN UTAMA
RUANG HIJAU DI MATA URANG BANDUNG Hiruk pikuk kehidupan kota melipir di hamparan tanah itu. Seakan masyarakat kota menyibukkan diri di atas tanah tanpa bangunan tempat tinggal tersebut. Luas tanah itu tidak lebih besar dari luas tanah lapangan bola. Sekitar 700 meter persegi, jika dihitung secara matematis. Tanah itu tidak murni tanah. Sudah dilapisi semensemen yang mengeras.
B
ermacam-macam masyarakat kota menyibukkan diri di sana. Ada yang membawa keranjang bambu berisi makanan untuk dijual, ada yang membawa alat musik untuk sekedar menampung receh, ada yang membawa kamera untuk merekam aktivitas di sana, ada yang menggunakan gadget untuk sekedar menjelajah dunia maya, dan ada juga yang berolahraga. Hamparan tanah tersebut berada di bawah jembatan layang kota. Tepatnya di persimpangan empat jalan raya kota. Tahukah explorer, apa sebutan hamparan tanah tersebut oleh masyarakat kota di sana? Taman Jomblo. Ya, masyarakat kota Bandung sudah memproklamirkan hamparan tanah itu dengan sebutan Taman Jomblo, meskipun sudah berdiri kokoh tulisan “Taman Pasupati”. Namun masyarakat lebih mengenalnya dengan Taman Jomblo, seiring dengan peresmian nama enam bulan yang lalu oleh orang nomor satu di Bandung, Ridwan Kamil.
SAPHARA | 16
Selain Taman Jomblo, Bandung sudah memiliki taman-taman lainnya. Taman Fotografi dan Taman Pustaka Bunga, Taman Lansia, dan Taman Angklung. Taman-taman yang menjadi ruang terbuka hijau ini merupakan hasil pimpinan Kang Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil. Seakan Kang Emil kembali membangkitkan julukan “Tuinstad” atau “Kota Taman” dalam bahasa Belanda yang sudah lama tenggelam. Dulu, ketika Bandung mendapat julukan tersebut, bangsawan Belanda terhipnotis dengan keindahan alam dan hawanya yang sejuk. Sekarang, apakah urang Bandung dan sekitarnya juga terhipnotis dengan keadaan taman-taman ini? Tim Saphara sudah mengadakan survei kecil-kecilan dengan metode wawancara untuk mengetahui bagaimana apresiasi masyarakat Bandung terhadap keadaan taman-taman tersebut. Rata-rata mereka mengatakan konsep taman kota berada dalam level bagus. Namun, ada beberapa taman
dalam kondisi kurang terawat. “Konsep taman ini bagus, hanya saja kurang terawat dengan tempat sampah yang kurang diperhatikan,” jawab Iman, warga Margahayu ini, ketika duduk-duduk di Taman Jomblo. Iwan (25) yang sekarang mahasiswa jurusan Bahasa Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) menilai taman Pustaka Bunga dan Taman Lansia lebih terawat dibanding-kan taman Jomblo. Pasalnya, di sekitar Taman Jomblo masih ada berserakan sampahsampah plastik dan juga tempat sampah yang minim. Hal ini diamini Mulyana (26) bahwa tempat sampah di sana hanya satu yang layak pakai. Mulyana mengatakan kuantitas tempat sampah ditambah lagi dan jarak satu sama lain harus berdekatan. “Inovasi taman-taman di kota Bandung sangat saya dukung tapi penjagaannya itu loh masih kurang apalagi ada hasil coret-coretan yang mengganggu pemandangan dan sam-
pah yang masih berserakan. Meskipun begitu saya suka dengan tema Taman Jomblo yang anak muda banget, ” tambah Mulyana asli Lembang ini. Berbeda dengan Ija, pria berumur 51 tahun ini ketika ditemui di Taman Lansia, mengatakan taman kota sudah bagus dan ditambah dengan dukungan pengunjung yang tidak membuang sampah sembarangan. Ija berprofesi sebagai pegawai park ranger di Taman Lansia yang bekerja setiap hari hampir sedikit menemukan sampahsampah bekas pengunjung. “Harapan saya, taman-taman di kota Bandung ditingkatkan lagi kebersihan dan penjagaannya. Di Taman Lansia, tumbuh-tumbuhan memang masih kecil tapi kedepannya akan lebih bagus lagi,” ujar Ija, warga Baladewa Bandung, sembari menunjuk tumbuhtumbuhan kecil di sekitar Taman Lansia. Urang Bandung lainnya, yaitu Sherli (35) dan Naomi (14) mengatakan taman-taman di kota Bandung sudah bagus. Namun, Sherli menyayangkan tumpukan-tumpukan trashbag yang berisi sampah di tepi taman mengganggu pemandangan pengunjung. Apalagi di tepi taman Lansia yang sering menimbulkan bau. Sherli, warga Cibiru, juga merasa terganggu ketika berolahraga di taman tersebut. Dia berharap taman-taman kota lebih bersih lagi.
Sedikit berbeda dengan Sherli, Naomi siswa kelas 9 SMPN 16 Bandung ini menambahkan bahwa dengan adanya taman kota, dia bisa mengenal tumbuh-tumbuhan. Apalagi taman Pustaka Bunga yang sering disinggahinya ketika pulang sekolah. Selain mengenal tumbuh-tumbuhan, remaja yang berasal dari Cicaheum tersebut, mengatakan urang Bandung suka dengan konsep taman yang remaja banget. Juga ada wifi gratis yang sering digunakan untuk berselancar di dunia maya Tempat Tinggal Tanpa RTH Berdasarkan klasifikasinya, taman kota termasuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik. taman-taman yang berada di kawasan tempat tinggal atau rumah termasuk dalam RTH privat. RTH tersebut dibagi menjadi beberapa skala, yaitu skala RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, dan Kota. Banyak pula macamnya, seperti sempadan sungai, sempadan jalan, kuburan, dan sawah-sawah. Menurut UU No 26 Tahun 2007, luas RTH itu minimal 30 % dari luas wilayah. RTH yang sudah diatur UndangU n d a n g i n i s e b e n a r nya ku ra n g diapresiasi oleh urang Bandung. Terutama RTH di wilayah tempat tinggal mereka. Hal ini diamini oleh pengamat lingkungan Universitas Padjadajran (Unpad), Eri N Dirgantara.
“RTH tidak sesuai dengan ketentuan dilihat dari luasnya. Biasanya komplek rumah patuh pada indikator RTH karena nilai jual rumahnya menjadi mahal. Namun, di perumahan semi real estate, RTH-nya sudah kacau,” ungkap Eri, pria berumur 57 tahun ini. Eri menambahkan, RTH harus ada di setiap RW, RT, Kecamatan, dan Kota. Minimal 20 % per kapling/bangunan. Bahkan ada jalan-jalan yang tidak memiliki trotoar, sebagai awal dari RTH pejalan kaki. Jika melihat di pelipir jalan, mata seolah gersang. Contoh saja di Jln. Ciwastra hingga Margacinta, Antapani. Kanan-kiri jalan tersebut tidak memiliki trotoar. Di Perumahan Arcamanik pun dulu tamannya banyak. Sekarang menghilang. Beberapa bulan yang lalu di kawasan Pasir Impun, Arcamanik, ada penebangan pohon di kawasan tersebut untuk dijadikan komplek perumahan. Lokasi penebangan pohon itu berjarak sekitar 1 kilometer dari lapangan golf Arcamanik. Padahal kawasan tersebut adalah kawasan resapan air. “Pemerintah seakan takut menegaskan kebijakan yang ada. Padahal solusinya sederhana saja. Kenakan pajak yang tinggi pada mereka yang tidak punya RTH atau membangun RTH di tempat tinggalnya,” tutur pria asal Cisaranten Bandung ini.
SAPHARA | 17
WISATA BUDAYA
PERINGATAN WAISAK DI BANDUNG DAN BOROBUDUR:
BUDAYA WAISAK DI INDONESIA Teks: Olfi Fitri Hasanah & Nelly Yustika E.B. Foto: Olfi Fitri Hasanah
Hari Raya Waisak Nasional tahun 2558 Buddha jatuh tepat pada tanggal 15 Mei 2014. Pelbagai tempat peribadatan umat Budha di seluruh penjuru dunia semarak menyambut hari suci ini, termasuk Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Siapa tak tahu Candi Borobudur? Bangunan yang terletak di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini didirikan sekitar abad ke-8 Masehi pada zaman wangsa Syailendra.
B
orobudur merupakan candi Buddha terbesar di dunia sekaligus termasuk dalam tujuh keajaiban dunia. Tak heran ribuan umat Buddha dari berbagai negara sengaja datang ke Borobudur untuk mengikuti peringatan hari besar keagamaan umat Buddha, Trisuci Waisak setiap tahunnya. Bahkan, perayaan tersebut tak hanya menarik bagi umat Buddha, tetapi juga bagi banyak pasang mata yang ingin menjadi saksi pelepasan ribuan lampion pertanda berakhirnya rangkaian Trisuci Waisak. Rangkaian Trisuci Waisak berlangsung selama tiga hari. Umat Buddha memulai rangkaian upacara di Candi Mendut yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Candi Borobudur. Mereka melakukan persemayaman air suci dan api abadi. Air sebagai simbol kesucian diambil dari Umbul Jumprit di Kabupaten Temanggung. Sementara api sebagai simbol penerangan serta semangat diambil dari sumber api abadi di Mrapen, Purwodadi, Jawa Tengah. Air dan api beserta perlengkapan upacara lainnya akan dibawa dalam suatu prosesi di Candi Borobudur keesokan harinya, setelah disimpan satu malam dan dilakukannya Pradaksina, ritual berdoa sambil mengelilingi Candi Mendut. Malam harinya, di Candi Borobudur berlangsung dua kegiatan, yaitu upacara seremonial yang berlangsung di
SAPHARA | 18
pelataran Taman Lumbini dengan dihadiri pejabat negara dan pejabat setempat. Sementara upacara detikdetik Waisak berlangsung pukul 2 dini hari, masih di tempat yang sama tepatnya di hadapan altar utama. Ritual yang dilakukan adalah mengenang tiga peristiwa penting sang Buddha yakni saat lahir, mendapatkan pencerahan, dan meninggal dunia. Rangkaian Trisuci Waisak diakhiri dengan doa di pelataran Candi Borobudur atau biasa disebut Puja Bhakti yang diwakili setidaknya sembilan aliran agama Buddha. Pelepasan ribuan lampion yang didatangkan dari Thailand sekaligus menjadi penutup rangkaian perayaan Hari Waisak Nasional. Keindahan cahaya lampion yang menghiasi langit Borobudur ini pun menjadi momen paling ditunggu-tunggu oleh para peserta yang hadir Jumlah Wisatawan Membludak vs Kekhusyuan Ibadah Menurut Arief Harsono, Ketua Panitia Perayaan Trisuci Waisak 2014, selalu ada peningkatan jumlah peserta secara keseluruhan tiap tahunnya baik dari umat Buddha maupun wisatawan serta fotografer. Puncak jumlah peserta terjadi pada perayaan Waisak 2013 sehingga menjadi evaluasi besar bagi panitia pelaksana, karena jika terulang dikhawatirkan akan menghambat
berjalannya ritual keagamaan. "Membludaknya jumlah pengunjung terutama wisatawan pada Waisak 2013 mengganggu kekhusyukan ritual, dan hal itulah yang kami antisipasi pada pelaksanaan tahun ini,” jelas Arief. Ia menambahkan, panitia memperketat sistem pelaksanaan rangkaian prosesi perayaan, baik dari pengamanan maupun prosedur administratif pendaftaran bagi para peserta, demi terjaganya kesakralan selama Trisuci Waisak berlangsung. “Saya pertama kali ikut ritual doa waisak di altar Borobudur. Atmosfer ibadahnya lebih hangat jika dibandingkan di vihara tempat saya biasa ibadah,” ucap Yovanka Adhi Pramesvati, mahasiswa asal Yogyakarta yang mengikuti detik-detik Waisak di Candi Borobudur. Tak hanya dari peserta asal Indonesia, tanggapan positif mengenai pelaksanaan Waisak di Borobudur pun datang dari Bob Lassale turis asal Perancis yang sudah ketiga kalinya mengikuti acara ini. “Mulanya, saya mencari tahu tentang Candi Borobudur pada akhir tahun 2011 melalui internet dan muncul sebuah artikel mengenai perayaan Trisuci Waisak disana. Tahun 2012, saya datang pada perayaan tahunan tersebut dan saya begitu takjub akan kekayaan Indonesia dengan orang-orang yang ramah. Banyak momen dalam acara ini yang sangat sayang jika harus saya lewatkan begitu saja,” papar Bob saat ditemui usai ritual pelepasan lampion di pelataran Borobudur. Tahun ini, perayaan Hari Waisak Nasional mengangkat tema 'Kembangkan Brahmavihara untuk Kebahagiaan Semua Makhluk' dengan subtema 'Senantiasa Berpandangan Terang dan Pikiran Luhur'. Makna dari keduanya merupakan muatan pesan-pesan yang disampaikan oleh tokoh pemuka Buddha dalam rangkaian tersebut. Brahmavihara sendiri merupakan sifat-sifat luhur yang patut untuk dijalani semua mahkluk. Empat sifat tersebut yakni Metta (Cinta Kasih), Karuna (Welas Asih), Mudita (Simpati), dan Uppekkha (Keseimbangan Batin). “Kedamaian hidup dapat terjadi kalau manusia sudah mencapai Brahmavihara, dengan cara pandang yang terang dan pikiran yang luhur, niscaya semua makhluk di dunia ini akan bahagia,” kata Ester Setiawati, anggota
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) Pusat, sekaligus panitia api peringatan Hari Waisak Nasional 2014. Umat Buddha sendiri berpendapat pelaksanaan rangkaian perayaan Waisak tahun ini tidak semata-mata bertujuan untuk mencapai kebahagiaan umat Buddha. “Tema dan sub tema perayaan Waisak Nasional ini maknanya sangat dalam, tidak hanya bagi umat Buddha di tanah air, tapi bagi seluruh Bangsa Indonesia, dan bahkan bagi seluruh umat manusia,” ujar Yovanka. Waisak di Bandung Tanpa Persiapan Khusus Sementara perayaan Waisak di Candi Borobudur biasanya dihadiri ribuan wisatawan, lain hal dengan perayaan Waisak di Bandung yang lebih adem ayem. Misalnya Hendra (68), salah satu warga Bandung yang turut merayakan Waisak menyatakan hal tersebut. “Tidak ada persiapan khusus untuk menyambut hari raya Waisak ini. Mungkin hanya dengan lebih sering sembahyang ke vihara dan menjaga kesehatan. Persiapan dirumah seperti dekorasi atau makanan pun tidak terlalu ribet karena tidak ada makanan khusus yang harus ada pada saat hari raya Waisak,” tutur dia saat ditemui di bilangan Klenteng, Bandung. Adapun di Klenteng sendiri, terdapat tiga buah Vihara yang menjadi pusat kegiatan. Terdapat Vihara Budha Gaya, Vihara Samudera Bakhti, dan Vihara Setia Budi. Ada sedikit perbedaan perayaan Waisak tahun ini dari tahun sebelumnya yang dirasakan oleh para umat budha yang mengunjungi Vihara ini yaitu jumlah umat yang terus bertambah merayakan hari raya Waisak khususnya makin bertambahnya anak muda yang menjadi Budhanist. Dengan tema 'Penghayatan Teladan Hidup Sang Budha', para umat Budha berharap ada banyak semangat positif keberagaman yang bisa dipetik. “Kami mengambil tema ini dengan tujuan para umat setelah ikut merayakan hari raya ini dapat memetik hal baik dan positif dari sang Budha. Kebanyakan para umat belum mengetahui betul makna dari waisak dan sang Budha itu sendiri “ ujar Stevani Hunajaya (27), ketua pelaksana dari perayaan Waisak 2014.
SAPHARA | 19
HALAMAN Foto: M. Andika Putra
PERDAGANGAN EKSOTISME SANG RAJA LANGIT Teks: Istnaya Ulfatin & Aflah Satriadi
Kekayaan dan keberagaman satwa liar yang tersebar di seluruh Indonesia selalu membuat setiap pasang mata terkagum akan pesona eksotisnya. Tidak terkecuali sang predator langit dengan paruh yang kokoh, cakar yang kuat, serta ketajaman insting yang dimiliknya untuk berburu. Satwa dilindungi yang berasal dari famili Pandionidae ini adalah elang. Satwa ini tersebar hampir di seluruh penjuru Indonesia dengan jenis yang variatif.
SAPHARA | 20
S
eiring berjalannya waktu, jumlah dari pemangsa ini semakin berkurang dan terancam punah. Elang Jawa misalnya, terhitung sejak 2010 jumlahnya hanya tersisa 325 pasang dan semakin berkurang hingga saat ini. Beberapa faktor diyakini mempengaruhi susutnya jumlah elang di Indonesia. Selain kerusakan habitat serta angka kelahiran elang yang rendah, faktor adanya perdagangan hewan ini menjadi salah satu penyebab terkuat yang terus mengancam keberadaan elang. Hingga saat ini, para peminat elang masih dapat dengan mudah membeli elang-elang incaran mereka di beberapa penjual. Di pasar Pramuka, Jakarta misalnya, meski beberapa tahun silam telah dilakukan pemeriksaan serta pelarangan keras terhadap penjualan elang, namun ternyata beberapa penjual tetap menjualnya secara tersembunyi. Elang-elang tersebut disimpan di tempat tertentu hingga ada peminat yang benar-benar serius untuk membeli, barulah sang penjual akan menunjukannya kepada pembeli. “Ayo, serius beli gak? Kalau iya, saya antar ke rumah untuk liat- liat elangnya” ujar sang penjual sambil menurunkan nada bicaranya.
“
Upaya pelarangan pun telah dilakukan oleh pemerintah dalam perdagangan satwa dilindungi, lewat pemeriksaan langsung serta pemberian sanksi hukum sebagaimana diatur dalam undangundang.
”
Di pasar Pramuka saja pernah ada penggrebekan pada Desember 2012, yang membuat para penjual hewan langka (tidak hanya elang) kelimpungan akan penggerebekan ini. Hewan – hewan langka seperti elang, lutung jawa, kukang dan sebagainya disimpan di rumah para penjual yang rata – rata tidak jauh dari pasar Pramuka. Elang yang dijual berbagai macam, dari elang bondol, elang jawa, dan elang laut. Harga yang ditawarkan pun berbagai macam, dari harga yang paling murah
kisaran Rp 550.000 sampai Rp 2.000.000 ada di sini. Peminatnya pun lumayan, sebelum ada penggerebekan bisa sampai 30 – 45 elang terjual setiap bulan, sesudah penggerebekan sampai tahun 2014, bisa 20 – 30 elang setiap bulan. Angka yang cukup fantastis, jika kita kalkulasikan selama setahun bisa 240 – 360 elang bisa terjual setiap tahun. Selain itu dengan adanya perkembangan teknologi di era global ini, media internet turut dijadikan lapak bagi para penjual untuk memperdagangkan elang-elang buruannya. Kisaran harga elang yang dijual bervariatif, mulai dari ratusan ribu hingga belasan juta, tergantung dari jenis, usia, serta kelangkaannya. Tidak hanya itu, aksesorisaksesoris bagi pemilik elang pun turut disediakan oleh para penjual. Perlindungan akan eksistensi elang serta satwa langka lainnya di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam undang-undang serta peraturan pemerintah. Diantaranya yakni UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta PP RI No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Upaya pelarangan pun telah dilakukan oleh pemerintah dalam perdagangan satwa dilindungi, lewat pemeriksaan langsung serta pemberian sanksi hukum sebagaimana diatur dalam undangundang. Di sisi lain, organisasi-organisasi peduli lingkungan juga turut berkontribusi dalam usaha perlindungan satwa, khususnya elang, lewat gerakan serta aksi-aksi yang menentang segala bentuk perburuan serta perdagangan elang. Seperti aksi Liga Anti Perdagangan Satwa pada 2013 silam, di Lapangan Gasibu, Bandung. "Kami, sangat menentang maraknya komunitas satwa dilindungi di Indonesia," ujar Irma Hermawati selaku Koordinator Liga Anti Perdagangan Satwa saat itu. Kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Surabaya, memang menjadi beberapa kota dengan tingkat penjualan elang yang tinggi. Munculnya para pecinta elang yang membentuk suatu komunitas berkedok konservasi juga turut mempengaruhi peningkatan jumlah penjualan elang. Ini dikarenakan munculnya opini masyarakat untuk ikut memelihara elang dalam tujuan konservasi. Berbagai upaya telah dilakukan guna menyelamatkan keberadaan beragam jenis elang di Indonesia. Kontribusi masyarakat luas tentunya juga dibutuhkan untuk meredam angka penjualan elang. Sudah sepatutnya masyarakat turut peduli menjaga kekayaan, keberagaman, serta kelestarian fauna di Indonesia.
SAPHARA | 21
ACARA
Aksi Kreasi untuk Lingkungan Teks & Foto: Dwi Desilvani & Dwi Anggreni
S
ejak 5 Juni 1972 telah ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Lingkungan Hidup se-Dunia. Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap 5 Juni itu bertujuan meningkatkan kesadaran global dalam mengambil tindakan lingkungan yang positif. Momen Hari Lingkungan Hidup se-Dunia ini pun mendorong perhatian di tingkat dunia akan kesadaran tentang lingkungan. Indonesia juga ikut serta dalam meningkatkan kesadaran tentang lingkungan tersebut. Negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah ini dituntut untuk selalu menjaga lingkungannya demi kelangsungan hidup di bumi, seperti Perhimpunan Anak Rimba Mahasiswa Perikanan dan Ilmu Kelautan (Parimanta) Universitas Padjadjaran (Unpad) mengadakan gerakan dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup. Gerakan itu memiliki nama Action for the Environment Creation of the Movement (Artenviroment). Artenviroment ini dilaksanakan mulai dari 5 Juni yang bertepatan pada Hari Lingkungan Hidup. Artenviroment memiliki dua konsep yaitu aksi dan kreasi. Aksi dilaksanakan dengan pemberian tanaman jenis Lidah Mertua di lingkungan kampus serta pemberian tanaman di lingkungan desa Cikeruh Jatinangor. Sementara kreasi dilakukan dengan
SAPHARA | 22
perlombaan poster yang bertemakan Hari Laut Sedunia. Perlombaan Poster ini juga sebagai salah satu aksi dalam meperingati Hari Laut sedunia yang diperingati tiga hari setelah hari lingkungan hidup yaitu 8 Juni. Acara puncak dari rangkaian Artenvironment adalah memberikan tanaman jenis Lidah Mertua kepada Desa Cikeruh Jatinangor pada 19 Juni 2014. “Tanaman Lidah Mertua dipilih untuk menjadi donasi kepada masyarakat Jatinangor karena tanaman ini dapat menyerap 107 jenis polutan di daerah padat lalu lintas dan penuh asap rokok. Tanaman ini dianggap bermanfaat untuk diberikan di lingkungan Jatinangor yang semakin padat lalu lintas dan memiliki catatan polusi yang perlu diperhatikan,� ujar Lies Ambarwati, ketua penyelenggara Artenvironment. Acara pemberian tanaman kepada Desa Cikeruh Jatinangor ini dihadiri langsung oleh Kepala Desa Cikeruh, Rachmat serta anggota Resimen Mahasiswa Unpad. Acara pemberian tanaman ini diawali dengan simbolisasi pemberian tanaman Lidah Mertua kepada Kepala Desa Cikeruh yang diwakili oleh ketua penyelenggara Artenvironment. Setelah simbolisasi pemberian tanaman, tanaman Lidah Mertua itu ditanam di
sekitar Lingkungan Desa Cikeruh dan Kantor Kepala Desa Cikeruh. Tak hanya Parimanta yang memberikan sumbangsih berupa tanaman, organisasi pecinta alam se-Jatinangor pun turut berpartisipasi dalam acara ini dengan menyumbangkan beberapa tanaman. “Lingkungan di sekitar Jatinangor ini memang membutuhkan tanaman untuk daerah resapan karena sudah banyaknya bangunan-bangunan yang menjulang yang mengganggu peresapan air di sekitar wilayah Jatinangor. Saat musim hujan, Desa Cikeruh sering banjir karena minimnya daerah resapan air. Dengan adanya acara ini diharapkan tanaman yang diberikan berguna bagi masyarakat sekitar dan mengurangi dampak pengurangan resapan air di daerah Jatinangor,� kata Rachmat, Kepala Desa Cikeruh. Salah satu peserta Artenvironment, Faiz mahasiswa Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad juga berharap pemberian tanaman ini bermanfaat bagi masyarakat sekitar meskipun tanaman yang diberikan kurang bervariasi. Terlepas ada atau tidaknya peringatan Hari Lingkungan Hidup ini, kita sudah seharusnya ikut serta melestarikan lingkungan demi keberlangsungan hidup di bumi. Ayo explorer, mulailah bertindak sekarang!
Pembukaan Wanadri Council 2014 Teks: Dwi Desilvani & Dwy Anggreni Foto: Noor Alfath Aziz
P
erhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri mengadakan event buka bersama yang biasa dilakukan satu tahun sekali di bulan Ramadhan. Namun, acara kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya karen tahun ini dilakukan dengan pembukaan Wanadri Council. Acara Opening Wanadri Council yang diadakan pada Sabtu (19/07) di Perpustakaan Tropis Wanadri Council yang terletak di Jalan Batik Jonas Bandung. Acara ini dihadiri oleh anggota Wanadri serta beberapa anggota eksternal lingkungan pegiat alam sekitar Kota Bandung. Wanadri Council ini sebagai bentuk common room yang menghubungkan Wanadri dengan publik yang lebih luas. Dalam Wanadri Council yang terinspirasi dari British Council ini terdapat tools yang menjadi penghubung antara wanadri dengan publik seperti Perpustakaan Tropis, Lembaga Otonom Search and Rescue, dan Konservasi Alam. Publik yang ingin mengikuti beberapa tools yang terdapat di Wanadri Council ini tidak harus menjadi anggota Wanadri. “Wanadri Council ini diharapkan menjadi representasi nilai-nilai Wanadri bagi publik dan bagi masyarakat lebih luas� ucap tegas Ilham Fauzi selaku Ketua Dewan Pengurus Wanadri. Perbedaan Wanadri Council dengan Sekretariat Wanadri yang terletak di Jalan Aceh terdapat pada
fungsingnya. Wanadri Council ini sebagai ruang publik sedangkan Sekretariat Wanadri sebagai kaderisasi anggota Wanadri itu sendiri. Dalam Wanadri Council ini publik diajak untuk dapat berkarir dalam Lembaga Otonom yang terdapat di Wanadri antara lain Koperasi Wanadri, Badan Informasi Geospasial, Media Center Wanadri, Jasa Konsultan Survey, Pemetaan, dan Geodesi. Dalam Wanadri Council ini juga terdapat yayasan yang meliputi pendidikan dengan representasi National Tropical Outdoor Learning Center (NTOLC) yang memberikan jasa pelatihan untuk publik dari Wanadri dan konservasi melalui Kawasan Konservasi Masigit Kerumbi, terdapat juga lembaga mitigasi bencana dan SAR Wanadri, dan yang terakhir Perhimpunan Penempuh Rimba yang pernah mendaki tujuh puncak tertinggi di dunia ini ingin mengaktifkan kembali Komite Ekspedisi Wanadri Indonesia. T id ak kalah men arik d ari Lembaga Otonom Wanadri, perpustakaan tropis yang terdapat dalam Wanadri Council ini juga menarik publik untuk berkunjung. Dengan koleksi buku fiksi serta non fiksinya yang berupa perjalanan dan petualangan tropis. Dalam acara Opening Wanadri Council ini tidak hanya peresmian kantor ruang publik saja tetapi tidak kalah menarik terdapat persentasi dari
anggota Wanadri yang baru saja melakukan ekspedisi. Ekspedisi yang dipersentasikan terdapat dua divisi ekspedisi yaitu Ekspedisi Tebing Ilas Merah dan Ekspedisi Olahraga Arus Deras Krueng Kluet. Persentasi pertama dilakukan oleh Tim Ekspedisi Tebing Ilas Merah yang terletak di Kalimantan Timur. Ekspedisi ini dilakukan selama 28 hari dari tanggal 4 Juni 2014 dengan 8 hari pemanjatan. Pemanjatan yang dilakukan oleh Anggota Muda Wanadri ini dilakukan dua kali pemanjatan dengan 4 kali pemanjatan dokumentasi dengan ketinggian 160 meter dan 4 pemanjatan jalur utama dengan ketinggian 280 meter. Untuk persentasi yang kedua dilakukan oleh Tim Ekspedisi Olahraga Arus Deras Krueng Kluet yang dilaksanakan di Aceh Selatan. Eksepdisi ini dilakukan selama 40 hari dikarenakan medan yang sulit untuk ditempuh. Selain mengarungi salah satu sungai ekstrim di Provinsi Aceh ini, Anggota Muda Wanadri juga melakukan pendataan sungai selama 14 hari sepanjang 23 Kilometer. Ekspedisi Olahraga Arus Deras ini terdapat satu hal yang berbeda dengan Ekspedisi Tebing yaitu Tim Krueng Kluet ini juga melakukan bakti sosial kepada masyarakat sekitar lokasi ekspedisi sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
SAPHARA | 23
FOTO ESSAY
Prolog: Walikota Bandung, Ridwan Kamil, membuat kebijakan mengenai pembuatan taman baru serta perbaikan taman-taman yang sudah ada di Kota Bandung. Beberapa taman memiliki tema-tema yang unik guna menarik minat masyarakat Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Diskamtam) menambahkan beberapa fasilitas di taman-taman ini seperti Wi-fi gratis. Diharapkan taman-taman tematik ini bisa menjadi tempat berkumpul yang ramah bagi masyarakat. Fotografer: Panji Arief Sumirat
FOTO ESSAY
FOTO ESSAY
SAPHARA | 29
OPERASI
BERHENTI PRODUKSI SAMPAH UNTUK ALAM Teks: Deando Dwi Permana & Wini Selianti
Tidak banyak orang yang mengetahui gaya hidup yang ini, yaitu Zero Waste. Zero Waste atau yang diartikan sebagai 'nol sampah' merupakan sebuah gaya hidup untuk tidak menghasilkan sampa, seperti tidak membeli makanan dan minuman dari kemasan yang menghasilkan sampah. Namun, susah untuk tidak menghasilkan sampah sama sekali apalagi di era modern seperti sekarang yang hampir semua makanan dan minuman berada didalam kemasan. Zero Waste ini bisa dimulai dengan mengurangi sampah yang diproduksi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari.
B
agaimana sih awal mulanya 'nol sampah'? Istilah Zero Waste pertama kali digunakan oleh sebuah perusahaan Zero Waste System Inc (ZWS) yang didirikan Paul Palmer di pertengahan 1970-an di Oakland, California. ZWS ini berkonsentrasi pada pengumpulan se-mua aliran minyak yang diciptakan oleh industri sirkuit tercetak, kemudian disaring dan dijual kembali. Berawal dari ZWS, istilah Zero Waste pada tahun 1998-2002 berubah dari sebuah perusahaan menjadi sebuah teori dan tindakan. Pada tahun 2002, departemen lingkungan hidup di San Francisco menetapkan program Zero Waste. Pada 2009 pun San Francisco mendapat penghargaan City's Mandatory Recycling and Composting Ordinance dan mendapat julukan sebagai kota terhijau di Amerika Utara. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Zero_wast e) Zero Waste juga dapat diterapkan saat berpetualang di alam bebas yang dikenal dengan istilah Zero Waste Adventure. Zero Waste Adventure merupakan sebuah teknik kegiatan alam bebas dengan tidak membawa atau menghasilkan sampah apapun selama
SAPHARA | 30
perjalanan. Mungkin terdengar sulit untuk menjalankannya, karena explorer terbiasa membawa makanan atau minuman yang menghasilkan sampah, seperti bungkus mi, bungkus kopi atau makanan-makanan dari kaleng. Siska Nurmala ketua dari Ekspedisi Zero Waste Adventure yang telah mendalami aliran Zero Waste Adventure. Siska juga menjalani gaya hidup Zero Waste dimana pada kehidupan sehari hari-pun ia tidak ingin menghasilkan sampah. “Yang paling penting untuk menjalani gaya Zero Waste itu komitmen, susah sekali untuk menghindari kebiasan-kebiasaan terutama saya yang sebelumnya suka sekali dengan minuman kemasan, begitulah kenapa untuk mendalami gaya hidup ini sangat dibutuhkan komitmen yang kuat�, tututr Siska ketika ditemui. Siska pernah melakukan Zero Waste Adventure pada perjalanannya ke Gunung Gede. Ia menjelaskan bahwa perjalanan dengan menggunakan aliran Zero Waste tidaklah buruk, bahkan perjalanan tersebut terasa lebih menyenangkan karena tidak menghasilkan sampah dan bebas dari makanan yang berpengawet. Selain itu Siska juga
mendokumentasikan perjalananannya, melalui tulisan yang dimuat di salah satu media massa dengan judul 'Satu Reaksi = Segalanya Berarti'. Tulisan Siska tersebut memberitahukan kepada para khalayak bahwa perjalanan Zero Waste merupakan perjalanan yang sangat mungkin untuk dilakukan dan tidak melakukan pencemaran alam akibat dari produksi sampah yang dibawa dalam sebuah perjalanan. Pada sebuah perjalanan, explorer harus membawa perbekalan makanan dan minuman yang tidak menghasilkan sampah untuk menerapkan Zero Waste Adventure ini. Explorer bisa membawa perbekalan yang bisa dimodifikasi dengan berbagai cara. Contohnya, mengganti minuman berasa dari kemasan dengan infused water yaitu air putih bercampur potongan buah yang sudah didiamkan satu hari. Rasa dari air putih tersebut akan menyerupai minuman berasa yang dimasukan kedalam botol minum. Lalu bisa juga makanan yang explorer bawa diganti dengan sayur-sayuran dan buah buahan, Selain sampah hasil makanannya bisa dikubur, tentu saja makananan yang explorer konsumsi pun lebih sehat.
Hampir sama dengan semboyan Reduce, Reuse, dan Recycle, Zero Waste Adventure juga menganut tujuan dari semboyan tersebut. Reduce atau diartikan sebagai mengurangi produksi sampah, sama dengan konsep Zero Waste Adventure yang mengurangi bahkan tidak membawa sampah selama perjalanan. Reuse atau menggunakan kembali seperti tidak harus membeli baru. Selama barang-barang masih bagus dan masih aman digunakan, lebih baik disimpan untuk perjalanan selanjutnya.
Selain menghemat biaya, sampah yang diproduksi untuk sebuah perjalanan pun berkurang. Siska melakukan hal tersebut dalam perjalanan yang pernah dia lakukan. “Saya bisa menggunakan satu trash bag untuk beberapa kali perjalanan,� ujar Siska sembari menceritakan pengalamannya. Recycle atau diartikan sebagai daur ulang, sama dengan membawa sampah organik pada perjalanan. Sampah tidak harus dibawa kembali, cukup dikubur saja. Maka sampah pun
akan menjadi pupuk daur ulang yaitu pupuk kompos. Zero Waste Adventure sebagai aliran dalam berkegiatan alam bebas ini patut dicoba. Tidak memproduksi sampah memang hal yang sulit. Namun, gaya hidup Zero Waste menjadikan keadaan alam terjaga kebersihannya. Memulai Zero Waste Adventure, explorer harus memahami gaya hidup zero waste terlebih dulu. Dengan begitu, explorer akan lebih mudah memprak-tikkan Zero Waste Adventure selama berkegiatan di alam bebas.
Langkah lain agar explorer tidak menghasilkan sampah adalah cara mengemas makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang mempunyai kemasan bisa dipindahkan ke wadah kotak makanan. Tentu tidak hanya makanan atau minuman yang bisa dikurangi dalam melakukan Zero Waste Adventure, berikut ini ada tips dan trik yang dikutip dari Website http://zerowasteadventures.blogspot.com :
Hindari bawa banyak Hindari makanan instan kantong kresek atau dalam kemasan. plastik. Cukup satu trash bag, untuk safety prosedure packing
Bawa perbekalan dengan wadah-wadah seperti tupperware atau sejenisnya
Hindari bawa barangbarang sekali pakai, seperti tisu untuk lap wadah bekas makan/ masak. Bisa diganti dengan bawa satu lap kecil.
Bawa botol minum sendiri. Tidak membawa botol minum dalam kemasan
SAPHARA | 31
KATA KITA
Taman Jomblo, Taman Musik, Taman Pasupati, dan Taman Lansia adalah beberapa contoh taman di Kota Bandung. Kebijakan Walikota Bandung, Ridwan Kamil, untuk memberikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang luas kepada masyarakat Kota Bandung, membuat beberapa taman diperbaiki dan dibangun. Kebijakan ini mengundang banyak komentar. SAPHARA akan merangkum komentarkomentar tersebut dalam Kata Kita.
"Secara kasat mata memang terlihat banyak perubahan, namun kenyataannya menurut saya ini hanya sebatas di pusat kota saja (revitalisasi taman, red). Kalau kita lihat ke pinggiran kota seperti di Buah Batu, Kiara Condong, dan Kopo misalnya, masih begitu-begitu saja." Iswara Aji Pratama Mahasiswa Sastra Indonesia, FIB Unpad
"Sampai saat ini menurut saya semakin baik, karena taman-taman di kota Bandung makin jelas fungsinya terutama sebagai tempat wahana sosial dan fasilitas publik. Makin baik sesudah ada kebijakan Revitalisasi Taman tersebut." Putri Ayu Endah Lestari Mahasiswa Ilmu Hukum, FH Unpad
"Saya kurang terlalu mengikuti isu soal revitalisasi taman di kota Bandung. Tetapi yang terlihat menurut saya cukup kreatif dan unik dari sisi tata kota. Tinggal bagaimana dioptimalkan saja untuk mendukung kreativitas orang Bandung." Theresia Budiarti Putri Utami Mahasiswi Ilmu Jurnalistik, Fikom Unpad
SAPHARA | 32
“Sejauh ini taman-taman di kota Bandung jadi lebih tertata. Pedagang Kaki Lima( PKL) jadi berkurang. Kalaupun ada (PKL, red) tentunya lebih teratur.” Mirza Ardiansyah Mahasiswa Ilmu Hukum, FH Unpad
“Hakikatnya perkembangan taman-taman di kota Bandung masih sama saja. Mungkin secara branding jadi lebih baik, tapi toh kenyataannya menurut saya masih belum signifikan perubahannya, jadi sama saja.” Hikamul Haq Mahasiswa Manajemen Komunikasi, Fikom Unpad
“Sampai saat ini perkembangannya cukup baik. Tetapi saya melihat penyebaran lokasi taman-taman sendiri masih disitu-situ saja. Tidak menyebar ke daerah pinggiran misalnya. Lalu perlu dilengkapi dengan perangkat pengawasan taman yang lebih ketat supaya tidak disalahfungsikan.” Drajat Resqie Pangestu Mahasiswa Sastra Perancis, FIB Unpad
“Cukup kreatif dan layak diapresiasi kebijakan revitalisasi taman. Tetapi pengawasan terhadap taman perlu dipertegas lagi. Dan juga fasilitas vital perlu diperhatikan. Seperti tempat sampah misalnya, jumlahnya masih kurang. Waktu itu juga bahkan taman digunakan sebagai tempat mesum. Nah, ini yang perlu diperhatikan.” Aditya Pratama Mahasiswa Ilmu Peternakan, Fapet Unpad "Gebrakan yang cukup baik soal revitalisasi taman ini. Hanya saja menurut saya pengelolaannya mungkin masih belum maksimal." Alfi Syahri Mahasiswa Ilmu Manajemen, FEB Unpad
Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi
SAPHARA | 33
BUAH PENA
Geeksmile Oleh: Dimas Jarot Bayu & Thaariq Basthun Natsi
Halamanku hijau, hawanya sejuk Aku suka hijau dan sejuk Puresmile Anakku belum makan, istriku kurang uang Aku cinta anak dan istriku Geeksmile Pohon belakang rumah sudah besar Ku petik buahnya untuk makan Ah, kenyang. Oia, anakku sudah besar, dia butuh kamar Kupangkas pohon belakang Kutempel beton di sana. Barangkali, cuma satu Geeksmile. Rumahku Cuma sepetak, tambah? Boleh, tapi bagaimana dengan pohon depan itu? Yasudahlah, Barangkali cuma satu Geeksmile. Tetapi anak anakku butuh buku Buku kertas dari pohon itu? Yasudahlah, memang butuh Geeksmile. Bangku kayu ini juga jati tua Mantelku bulu angsa Lukisan dinding tanduk rusa Barangkali, cuma satu Geeksmile Lalu apa yang salah dengan suka? Mengapa suka dan butuh harus jadi lawan? Hidup di hutan, solusi? Mungkin.. Geeksmile.. Ah iya.. EKSPLOITASI Puresmile
SAPHARA | 34
SAPHARA | 35
Sumber Gambar: http://www.google.com
REFLEKSI
Oleh: Devrilla M. Indra
Revitalisasi Taman Kota, Bantu dan Kawal! Oleh: Muhammad Rifqy Fadil
SAPHARA | 36
K
ota Kembang, Paris van Java, dan sederet nama beken ibukota Jawa Barat ini memang cukup harum dikenal di Indonesia, bahkan dunia. Didirikan pada tahun 1810 yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hinda Belanda, Hermann William Daendels yang menjadikan kota ini sebagai tempat peristirahatan para pekerja kebun kina. Bandung baru menyandang status kota pada 1 April 1906 oleh Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz. Sejarah Bandung memang menarik untuk menjadi tambahan wawasan pengetahuan sejarah budaya dan bangsa, hingga mengisi waktu berbincang-bincang sembari membayangkan keindahan kota ini di masa lampau sembari menimati segelas kopi panas. Dengan sebab keindahannya, kota ini dijuluki sebagai Kota Kembang, dikarenakan kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh di sana di masa lalu. Belum lagi banyak tamantaman kota yang memang dibangun sejak awal masterplan kota ini dibuat seperti Molukken Park (Taman Maluku) dan Insulin Park (Taman Lalu Lintas) yang usianya sama tuanya dengan kota ini. Pasca kemerdekaan, kota ini tentunya makin berkembang dan mengalami pertumbuhan penduduk yang kian pesat. Sama halnya dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan taman juga persis pesatnya. Kota Bandung kini memiliki 604 taman kota. Sebanyak 240 taman menjadi tanggung jawab dinas pertamanan, sementara sisanya menjadi tanggung jawab masyarakat atau pengelola perumahan menurut pernyataan Dinas Pertamanan sebagaimana dilansir Kompas.com beberapa waktu yang lepas. Sayangnya, jumlah taman yang semakin banyak justru tidak membuat kota Bandung semakin asri, malahan semakin semrawut. Taman-taman kota banyak yang tidak diurus dengan baik. Bertambahnya jumlah taman di kota Bandung tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk dan wilayah pemukiman. Akibatnya bisa
ditebak, Kota Bandung hanya memiliki belasan persen saja dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semestinya memiliki kuota minimum 30%. Banyak kritik berdatangan, terutama harapan dengan terpilihnya Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung periode 2013-2018 membawa angin segar perubahan bagi kota ini, seminimalnya mengembalikan udara segar ke kota ini dengan dibangunnya banyak taman kota yang baru sebagai perwujudan RTH minimum 30%.
“
Kota Bandung hanya memiliki belasan persen saja dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semestinya memiliki kuota minimum 30%.
�
Jika dibilang mendesak, boleh jadi ini memang mendesak. Banyak kritikan terhadap kesemrawutan kota Bandung baik dari warga tempatan, wisatawan dalam negeri, dan wisatawan luar negeri. Bahkan mungkin anda sendiri merasakan keadaannya seperti apa. Yang paling menyedihkan ialah pernyataan yang dibuat seorang blogger asal Bulgaria, Inna Savova, yang ramai diperbincangkan di dunia maya awal Februari lalu. Dimana kota Bandung ia juluki sebagai The City of Pigs atau kota para babi jika diterjemahkan secara harfiah. Agak menyakitkan kita membacanya, namun apa boleh buat sepertinya ada benarnya juga kicauan blogger tersebut. "Bandung, kota tempat orang berpikir bahwa daging babi dianggap terlalu kotor untuk dimakan, tetapi orangorangnya hidup dalam lingkungan yang lebih kotor dari babi," ujar dia sebagaimana dilansir oleh Kompas.com melalui blog pribadinya, venusgotgonorrhea.wordpress.com. Soal taman di kota ini, Savova menulis Grumpy Scientist Place, alih-alih
tak ingin menyebut nama tempat sebenarnya. Dia menulis itu ketika mengajak anaknya berjalan-jalan ke sebuah taman dekat pusat pemerintahan kota. Harapannya, semoga hanya Savova dan segelintir orang yang berpikir seburuk itu, dan para pengunjung taman sebagai fasilitas publik berupa RTH segera merubah mental, sebelum citra taman-taman di kota Bandung menjadi rusak. Revitalisasi Taman, Dukung dan Kawal! Kebijakan merevitalisasi sebagian besar taman kota, dan menekankan fungsi sebagai ruang publik, tak hanya sebagai ruang terbuka hijau semata bisa jadi dikategorikan sebagai revolusi besar-besaran kebijakan Walikota Ridwan Kamil. RTH, dalam hal ini taman kota, mungkin memang bermanfaat sebagai paru-paru kota. Tetapi apalah arti paru-paru kota yang sehat jika fungsi sebagai ruang publik yang merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial tidak terpenuhi. Namun, dari pihak warga kota Bandung dan para pengunjung tamantaman di kota Bandung juga harus tahu diri. Jangan hanya maunya menikmati dan menuntut saja akan fasilitas ruang publik yang masih kurang. Bantu jaga dan kawal program revitalisasi taman supaya lebih lancar dan tidak salah arah. Langkah yang paling minim ialah bantu dengan menjaga diri kita supaya tidak buang sampah sembarangan, tidak melakukan tindakan vandalisme, tidak merusak fasilitas taman, intinya tidak mengambil alih hak publik demi keuntungan pribadi adalah harga mati. Pro dan kontra dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah kota adalah hal yang biasa. Yang terpenting jangan sampai hanya sebatas bicara, sementara tidak ikut menjaga, ini yang bahaya. Soal letak taman yang hanya di daerah itu-itu saja (hanya sebatas di daerah pusat kota), sementara di daerah pinggiran kota masih minim RTH mungkin ada benarnya. Apakah pemerataan RTH khususnya taman kota juga akan menjadi kebijakan selanjutnya? Kita lihat saja.
SAPHARA | 37
ETALASE
Caterpillar CAT B15, Android yang Tangguh
Mungkin bagi anda, yang senang berkegiatan outdoor tidak asing mendengar hp outdoor atau hp yang bisa digunakan untuk kegiatan outdoor. Sekarang sudah ada berbagai merk menawarkan hp outdoor. Land Rover Sonim A8, Didesign untuk orang yang hidup dan bekerja di area yang terbuka, seperti Polisi, Tentara, Atlit, Petualang, Pekerja tambang, Pekerja Proyek dan lainya sangat populer di kalangan para penggiat olahraga outdoor. Setiap merknya menawarkan keunggulannya masing-masing, tergantung kepada konsumen. Hp outdoor terkesan jadul. Akan tetapi sekarang banyak yg menawarkan hp outdoor dengan berbasis android. Feature yang disediakan di hp ini adalah Wifi, Bluetooth, 3G, GPS Navigation, Memory Card Slots, MP3, FM Radio, Message, e-mail, Video Player, Front Camera, Dual Sim Card. Mengapa anda perlu membeli handphone ini? Smartphone outdoor termurah, Military Level IP68 tahan air/tahan debu/tahan goncangan, Dual camera: Front 0.3MP/back 5MP, dengan Autofocus and flashlight. Dan bisa diajak menyelam selama 30 menit di kedalaman 1 meter
SAPHARA | 38
Kabar bagus nih, untuk yang senang berkegiatan outdoor atau yang kerja di tambang. Salah satu supplier besar traktor dan mesin berat Caterpillar, turun ke ranah ponsel pintar android dengan mengeluarkan ponsel android pertama mereka dengan nama Caterpillar CAT B15. Sesuai judul, yang jelas hp ini tahan banting, air, debu dan segala medan dia cocok. Ponsel Caterpillar CAT B15 ini berbasis Android 4.1 JellyBean dengan alumunium dan plastik yang menyelimuti bodi, dilapisi Gorilla Glass. Membawa Cat B15 dari suhu -4F sampai 122F atau tak sengaja menjatuhkan Caterpillar CAT B15 ini dari ketinggian 6 kaki, tahan dengan debu dan bisa diajak menyelam selama 30 menit di kedalaman 1 meter. tak jadi masalah karena memang smartphone ini didesain sedemikian rupa sehingga tidak ringkih dan rapuh. Di luar ketangguhan yang menjadi daya tarik utama Caterpillar CAT B15, handset ini bukanlah jenis handset yang high-spec. Smartphone tersebut hanya menampilkan layar LCD 4inch WVGA 480x800p, MediaTek MT6577 Dual 1 GHz Cortex A9 processor, RAM 512MB dan penyimpanan internal sebesar 4GB saja. Smartphone yang dihargai US$350 atau sekitar Rp3.35 juta ini memiliki kamera 5MP serta VGA untuk kamera depannya dan perekaman video HD 720p, demikian dilansir TrustedReview. Menyandang rating IP67, Cat B15 juga dirancang waterproof sehingga bisa bertahan sampai kedalaman 3 kaki dalam waktu setengah jam. Hadir di Indonesia, mungkin saja, pantas di tunggu.
Land Rover Sonim A8, Ponsel Segala Medan
REVIEW
Kala Kera Membalas Dendam Terhadap Manusia Judul Film Genre Durasi Sutradara Bintang
Studio
: Dawn of The Planet of The Apes : Sci-Fiction : 131 Menit : Malt Reeves : Andy Serkins, Gary Oldman, Keri Russell, Judy Greer, Jason Clarke, Kodi Smit-Mcphee : Chernin Entertainment, 20th Century Fox
B
agaimana bila kera yang genetikanya seperti manusia tumbuh dan berkembang sehingga memiliki keinginan untuk membalas dendam serta mendominasi dan menguasai manusia? Kisah tersebut dapat Explorer saksikan dalam film sekuel dari “Planet of The Apes” yang berjudul “Dawn of The Planet of The Apes”. Film yang merupakan lanjutan dari “Rise of The Planet of The Apes” ini mengambil latar waktu sepuluh tahun sejak peristiwa virus ALZ-113 yang menggemparkan umat manusia. Koloni kera yang dipimpin oleh Caesar yang mampu bertindak seperti manusia harus terusik oleh kedatangan manusia yang memasuki wilayah kekuasaannya untuk mencari sumber tenaga listrik di bendungan. Malcolm, seorang pria yang merupakan pemimpin dari umat manusia yang masih bertahan di San Francisco memastikan Caesar bahwa manusia hanya menginginkan membangkitkan sumber energi dan tidak ingin mengusik kehidupan para kera. Hanya saja, sikap perdamaian tersebut belum cukup membendung dendam di antara kera dan manusia sehingga perang di antara keduanya terjadi. Alur kisah antara kedua jenis spesies tersebut dapat disimak secara menarik dalam film tersebut. Konflik yang disajikan di antara kedua kubu tersebut dilengkapi dengan karakterisasi yang kuat oleh tiaptiap tokoh. Selain alur kisah yang menarik, efek visual yang ditampilkan oleh film ini dapat diberikan jempol atas kualitasnya. Kualitas gambar dan animasi yang terdapat dalam film ini direalisasikan dengan penggambaran koloni kera dan makhuk hidup lainnya yang terasa nyata. Tak diragukan lagi bila film “Dawn of The Planet of The Apes ini mendapatkan posisi pertama di peringkat Box Office. Situs IMDB pun tak ragu memberikan rating 8,2 untuk film ini.
SAPHARA | 39
Sumber Gambar: http://blog.ub.ac.id/karinances