Saphara Edisi 6, Oktober 2014

Page 1

Edisi #6 Oktober 2014

SAPHARA

Sebuah Perjalanan, Sebuah Kehidupan

ENERGI ALTERNATIF MAMPUKAH? DANAU LUAS

NYI ENDIT

DESA PELOPOR BIOGAS

HAURNGOMBONG

SURGA BAWAH LAUT

PAHAWANG


Sumber Gambar: http://larsreimer.files.wordpress.com/

SAPHARA | 2


SALAM PEMRED

B

icara soal bahan energi, lagi-lagi ini yang selalu menjadi polemik di masyarakat. Bisa dikatakan hampir semua aspek kehidupan modern ini bergantung kepada dia. Naik harganya, naik pula hargaharga barang yang menggunakan energi untuk produksi dan distribusinya. Alih-alih penghematan, subsidi dipangkas, stok dibatasi, hingga kualifikasi pengguna energi juga makin ketat. Tetapi tetap saja suatu saat nanti energi konvensional yang digunakan sekarang ini seperti minyak dan gas alam suatu saat akan habis. Ternyata pengetatan regulasi masih tak menolong masyarakat agar sadar bahwa energi itu mahal dan kita harus berhemat energi. Acapkali sederet penemuan baru guna menghemat energi yang menggunakan bahan-bahan alami, ramah lingkungan, dan bisa didaur ulang hanya menjadi wacana pengisi kolom-kolom feature di media massa. Mau bagaimana lagi, sepertinya menjadikan energi alternatif menjadi

konvensional masih dianggap kurang relevan ketimbang memperketat regulasi. Kalau sudah begini, jangan-jangan kita sudah bisa menghitung sampai keturunan keberapa anak cucu kita bisa menikmati energi konvensional yang terbatas ini. Penggunaan Biogas, Bio-Solar, Solar Cell, dan semacamnya nyatanya juga masih belum populer di masyarakat. Tapi wacana energi alternatif tentu belum sepenuhnya hilang. Masih banyak ternyata usaha dari para pakar dan aktifis pro-lingkungkan guna menghemat energi demi masa depan generasi selanjutnya. Pembaca, Laput Saphara Edisi ini akan membahas bagaimana perkembangan wacana tersebut dan bagaimana prediksi masa yang akan datang. Apakah wacana energi alternatif itu memungkinkan terealisasi, atau masih sebatas wacana. Selamat Membaca.

Muhammad Rifqy Fadil, Pemimpin Redaksi.

DAFTAR ISI Perjalanan Lokal Desa Lintas Kota Laporan Utama Wisata Budaya Halaman Acara

4 6 8 10 18 20 22

Foto Essay Operasi Kata Kita Buah Pena Refleksi Etalase Review

24 30 32 34 36 38 39

SAPHARA Pemimpin Umum: Dwy Anggreni Mutia Pemimpin Redaksi: Muhammad Rifqy Fadil - Redaktur Budaya & Desa: Aflah Satriadi Redaktur Opini: Istnaya Ulfathin - Redaktur Perjalanan: Olfi Fitri Hasanah Redaktur Acara dan Lingkungan: Noor Alfath Aziz - Redaktur Foto dan Perwajahan: Panji Arief Sumirat Reporter: Alfa Ibnu Wijaya, Ryan Dwi Destyadi, Deando Dwi Permana, Dimas Jarot Bayu, Dina Aqmarina Yanuary Nelly Yustika E.B. , Dwi Desilvani, Andhika Soeminta, Nadia Septriani, Wini Selianti, Khairunnisa Zenfin, Fatia Shaliha, Resti Octaviani, Rakanda Ibrahim Gandapermadi, Kholidah Nur Rahmah, Wibi Pangestu Advertising: Nadia Septriani (085779388949) Email: fikomkappa@gmail.com Alamat Redaksi: Gedung Student Centre (SC) Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung - Sumedang KM 21, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat

SAPHARA | 3


PERJALANAN LOKAL

DANAU LUAS,

NYI TEGAL ALUN ENDIT Teks: Alfa Ibnu Wijaya & Wibi Pangestu Foto: Wibi Pangestu

Danau yang terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat ini dikenal dengan Situ Bagendit. Oleh masyarakat setempat, danau ini diberi nama berdasarkan legenda Bagende Endit atau lebih dikenal Nyi Endit. Situ Bagendit sendiri Teks: Dimas Jarot Bayu & Dina Aqmarina Yanuary berarti Danau Luas Bagendit, atau Danau Foto: Dimas Jarot Bayu Luas Bagenda Endit.

“Alkisah di sebuah desa terpencil di daerah Jawa Barat, tinggal seorang janda muda kaya raya yang tidak mempunyai anak. Ia menempati rumah yang sangat besar beserta hartanya yang melimpah ruah. Tetapi apa daya, karena ketamakan dan kekikirannya, janda muda ini dijuluki Bagende Endit oleh masyarakat, yang berarti orang kaya yang pelit. Setiap warga desa yang meminta bantuan darinya selalu dimarahi bahkan diusir. Hingga suatu ketika ada seorang kakek yang berjalan dengan tongkatnya datang untuk meminta segelas air kepada Bagende Endit, namun bukannya air minum malahan hinaan dan pukulan yang didapat. Karena itu, kakek tersebut mengutuk dan menancapkan tongkatnya di depan rumah Bagende Endit, kemudian dicabutlah tongkat itu oleh Bagende Endit dan mengeluarkan air yang tak kunjung henti. Akhirnya desa itu terendam oleh air bersama Bagende Endit beserta hartanya. Desa itu kini menjadi sebuah danau yang dikenal sebagai Situ Bagendit.” Bagi orang Sunda terutama Garut, legenda ini pasti seringkali didengar menjelang waktu tidur. Pesan moral yang ditanamkan di dalam Legenda ini memang menjadi hal yang patut untuk disampaikan kepada anak-

SAPHARA | 4

anak. Selain itu Legenda ini sekaligus mengenalkan kebudayaan dan keindahan alam yang dimiliki Negeri ini. Setidaknya legenda ini menjadi pemanis Situ Bagendit. Danau seluas 80 hektar ini merupakan Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) favorit di daerah Garut. Hamparan air yang terbentang luas serta panorama alam yang menyeruak seakan memanggil wisatawan untuk berkunjung atau sekedar melongok. Pedagang berbagai macam jajanan pun ikut serta menemani kalian para explorer yang singgah dan bersantai di Situ Bagendit. Menurut Herman, salah satu pengelola ODTW Situ Bagendit, “tempat ini memang selalu ramai, biasanya pada akhir minggu ataupun hari libur pengunjung yang datang bisa mencapai 1000 orang”. Tiket masuknya pun terbilang cukup terjangkau, Rp. 3.000 untuk dewasa dan Rp. 2.000 untuk anak pada hari biasa. Untuk akhir minggu dan hari libur, harga tiket dinaikkan sebesar Rp. 2.000 untuk dewasa dan Rp. 1.000 untuk anak. Akses yang mudah serta letaknya yang strategis, tepat di pinggir jalan desa Bagendit menjadi nilai tambah tempat wisata ini. Sekitar 4 km dari Kota Garut, Situ ini dapat diakses dengan angkot jurusan Terminal Guntur-Kp. Mengger


dan Garut-Limbangan dengan tarif Rp. 4.000 ataupun menggunakan ojeg dengan tarif Rp. 10.000. Membawa kendaraan pribadi pun bisa menjadi salah satu pilihan. Dari Bandung dan sekitarnya, perjalanan menuju Situ dapat ditempuh selama Âą1,5-2 jam. Ditambah lagi pamandangan alam yang menjamu para explorer ketika menempuh perjalanan menuju Situ Bagendit. Hamparan Pemandangan dan Fasilitasnya Tepat di sebelah barat Situ Bagendit terdapat Gunung Guntur yang berdiri dengan kokoh menuangkan sejuta keindahan bagi para pengunjung. Belasan rakit dan sepeda air dengan beragam tampilan ikut serta untuk memudahkan wisatawan yang hendak beranjak lebih jauh ke tengah danau, cukup dengan Rp40.000 untuk sebuah rakit beserta satu orang pemandu dan Rp20.000 untuk menyewa sebuah sepeda air. Gerobak-gerobak jajanan pun siap melayani para wisatawan yang hendak santap menyantap ataupun sekedar melepas dahaga. Jika sudah merasa cukup menaiki rakit atau sepeda air, masih ada kereta kecil yang bisa explorer naiki untuk sekedar memutari pinggiran Situ Bagendit. Fasilitas pelengkap lainnya seper-

ti kamar mandi, mushola, dan saungsaung juga tersedia di tempat wisata ini. Menikmati pemandangan alam sembari duduk-duduk santai di saung ditemani oleh alunan lagu sunda dari petikan

“

Legenda ini sekaligus mengenalkan kebudayaan dan keindahan alam yang dimiliki Negeri ini. Setidaknya legenda ini menjadi pemanis Situ Bagendit.

� senar kecapi merupakan pilihan yang tepat jika explorer enggan untuk beranjak lebih lauh. Namun bagi explorer yang adrenalinnya cukup tinggi,

bisa juga merasakan sensasi flying fox. Selain itu explorer juga dapat berjalanjalan mengelilingi tempat wisata yang luas daratannya sekitar 40 hektar jika ingin ber-explore ria Jaga dan Peliharalah Meskipun Situ Bagendit sudah dikelola dan dipelihara oleh Pemerintah Kabupaten Garut, tapi tetap saja mereka tidak bisa sepenuhnya mengelola dan memelihara tempat wisata ini. Meskipun sejak Bulan Juli 2014 lalu, sudah ada Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) yang telah banyak membantu pengelola Situ Bagendit, namun tetap saja masih butuh keringanan tangan dari para pengunjung untuk turut serta. Kepedulian dan keikutsertaan wisatawan untuk menjaga kebersihan dan keindahan alam Situ Bagendit sudah seharusnya menjadi kewajiban setiap pengunjung. Setidaknya sekedar membuang sampah pada tempatnya, tidak mengotori daerah Situ Bagendit, dan menjaga kelestariannya menjadi hal yang tidak sulit untuk dilakukan. Karena alam dan seisinya bukanlah milik kita seorang, melainkan milik kita bersama. Jadi, jaga dan peliharalah alam raya ini sebagaimana mestinya, atau kelak tidak ada lagi keindahan dan kelestarian alam yang bisa kita wariskan ke anak cucu kita.

SAPHARA | 5


DESA Keterbatasan energi Migas menjadi permasalahan yang hangat dalam perbincangan keseharian masya-rakat, dan sudah tentu energi alternatif menjadi wacana atau bahkan pilihan yang bijak. Biogas misalnya, teknologi sederhana yang dapat mengolah kotoran menjadi sumber energi bukanlah menjadi hal yang mustahil untuk diterapkan dalam lingkungan masyarakat.

P

lang besar bertuliskan “Caang Desa Energi Mandiri� akan menyambut kedatangan kita saat memasuki desa ini. Desa Haurngombong, begitulah nama-nya, merupakan salah satu desa pelopor biogas di Sumedang yang telah lama menerapkan sistem biogas sebagai energi alternatif. Desa ini terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Desa yang memiliki luas 219 hektar ini telah menerapkan pemakaian biogas sejak tahun 2003. Mata pencaharian penduduk yang mayoritas sebagai peternak sapi perah secara turun temurun rupanya membuat pemanfaatan kotoran sapi sebagai enregi alternatif ini menjadi lebih mudah. Awalnya biogas dibuat oleh Acu, seorang peternak yang saat ini mengetuai salah satu kelompok ternak di Desa Haurngombong. Kompor biogas pertama kali dibuat dan dimanfaatkan oleh Acu di kandang untuk memanaskan air sebagai penghangat puting sapi yang akan diperas. Akhirnya teknologi sederhana tersebut ditiru oleh peternakpeternak lain. Teknologi yang semula hanya dimanfaatkan oleh kalangan peternak saja menjadi semakin meluas ke masyarakat saat harga bahan bakar mulai melambung. Terdapat tiga kelompok ternak di Desa Haurngombong yakni kelompok Harapan Jaya yang diketuai oleh Acu, Wargi Saluyu oleh Eman, dan Harapan Sawargi oleh Komar. Kelompok-kelompok yang beranggotakan 10-15 orang tersebut bersama aparat desa sebagai pendamping kemudian mengadakan sosialisasi kepada warga sekitar terkait pemanfaatan biogas pada tahun 2005. Setelah bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan PT. PLN (Persero) pada tahun 2007, biogas pun menjadi semakin dikembangkan. Sejauh ini Desa Haurngombong telah memiliki instalasi biogas sebanyak 226 dan sekitar 40% warga telah memanfaatkan instalasi ini. Pembagian instalasi memang tidak dilakukan secara merata, hal ini dilakukan sesuai dengan keinginan dan kebebasan masyarakat dalam menentukan bahan bakar yang mereka pilih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

SAPHARA | 6

Haurngombong,

Desa Pelopor Biogas Teks & Foto: Khairunnisa Zenfin

Untuk membuat sebuah instalasi, diperlukan sebuah tangki yang dapat dibuat dari bahan plastik, fiber, ataupun beton dengan ukuran berkisar 2-5 meter kubik. Selanjutnya, dibutuhkan selang atau pipa sebagai penghubung untuk menyalurkan gas dari tangki menuju kompor. Lalu keran sebagai pengatur aliran gas ke selang yang akan menuju kompor. Satu buah instalasi dapat dimanfaatkan oleh 2-3 rumah tangga di Desa Haurngombong. Proses kerja biogas diawali dengan pengumpulan kotoran sapi yang dimasukkan ke dalam tangki dengan bantuan dorongan air. Di dalam tangki, kotoran tersebut kemudian melakukan proses fermentasi dengan bantuan bakteri anaerob hingga dapat menghasilkan gas yang kemudian disalurkan

melalui selang menuju kompor. Dalam versi lain, gas yang telah dihasilkan dari dalam tangki dapat ditampung terlebih dahulu melalui sebuah kantung plastik besar yang berukuran 7 meter. Setelah itu, barulah gas tersebut diditribusikan ke kompor-kompor warga. Ampas sisa fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk yang dapat bermanfaat untuk menyuburkan rumput sebagai pakan sapi. Proses kerja biogas ini menjadi sebuah sistem yang akan terus berputar. Untuk membuat sebuah instalasi, masyarakat biasanya perlu mengeluarkan hingga Rp900.000,- rupiah untuk tangki yang berbahan dasar dari plastik, Rp1.500.000,- juta per meter kubik untuk tangki berbahan dasar fiber atau beton. Tangki yang terbuat dari plastik memang memiliki biaya yang le-


ngombong pun turut mensosialisasikan biogas dengan mengirimkan perwakilannya ke beberapa daerah seperti Irian Jaya, Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Padang untuk menjadi teknisi disana. Desa yang memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak 1.518 ini pun telah mendapatkan penghargaan energi prakasa dari kemeterian Sumber Daya Manusia sebagai perwakilan dari Jawa Barat pada tahun 2011. “Kalo kita sih ingin ada workshop untuk alat pembuatan biogas. Tujuannya ya nanti kita sebar ke tiap-tiap wilayah. Model plastik-plastik, kendali gasnya, sama alat-alat instalasi biogas,” tutur Dedi, pendamping kelompok ternak, saat mengemukakan harapannya. Sebuah terobosan bisa jadi

Teknologi yang semula hanya dimanfaatkan oleh kalangan peternak saja menjadi semakin meluas ke masyarakat saat harga bahan bakar mulai melambung.

bih murah, namun sayangnya penggunaan tangki ini hanya bertahan satu tahun sehingga masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan tangki beton yang dianggap lebih awet dan praktis. Sebuah instalasi dapat dibuat dengan cara swadaya dan sistem menabung, biasanya dengan memotong penghasilan sehari-hari para warga. Jika uang telah terkumpul, barulah kelompok ternak dan pihak Desa membuatkan instalasi biogas. Plastik memang memiliki biaya yang lebih murah, namun sayangnya penggu-naan tangki ini hanya bertahan satu tahun sehingga masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan tangki beton yang dianggap lebih awet dan praktis. Sebuah instalasi dapat dibuat dengan cara swadaya dan sistem menabung,

biasanya dengan memotong penghasilan sehari-hari para warga. Jika uang telah terkumpul, barulah kelompok ternak dan pihak Desa membuatkan instalasi biogas. Hemat biaya vs Regulasi Belum Maksimal Meskipun perlu modal awal yang cukup besar, para pengguna biogas tidak perlu lagi mengeluarkan biaya perbulan untuk bisa mendapatkan bahan bakar untuk memasak. Semua stok gas bergantung pada volume kotoran sapi yang dihasilkan setiap harinya untuk diisikan ke dalam tangki. Secara finansial, hal ini jelas menggambarkan bahwa biogas merupakan salah satu teknologi yang hemat biaya. Sebagai desa pelopor, Haur-

minim substansi kalau regulasi masih belum baik. Dalam kurung waktu satu tahun terakhir terjadi pengurangan populasi ternak. Harga susu yang statis menyebabkan peternak kesulitan mendapatkan keuntungan. “Peternak mah capek ngurus, pas ngajual meni murah,” ujar Yayah, salah satu warga desa Haurngombong menjelaskan. Hal tersebut berpengaruh besar terhadap kondisi biogas yang dipakai warga sebagai energi alternatif. Berkurangnya hewan ternak berarti berkurang pula kotoran yang menjadi bahan utama pembuat biogas. Oleh karena itu, penggunaan biogas di Desa Haurngombong semakin berkurang. Hingga saat ini, hanya terdapat beberapa instalasi yang masih beroperasi.

SAPHARA | 7


LINTAS KOTA

Mengunjungi Surga Bawah Laut

Pahawang Teks dan Foto: Dimas Jarot Bayu

Pagi itu, sinar hangat matahari masih bersahabat. Sinarnya sedikit menyembul dari awan yang menutupi di ufuk Timur. Dari kejauhan, terlihat sampan-sampan nelayan mulai berjalan menuju keramba. Tak ketinggalan, kapal milik Arsali, penduduk asli Desa Pahawang, juga disiapkan untuk berlayar. Namun, bukan untuk menengok keramba. Kapalnya disiapkan untuk membawa wisatawan berplesir mengitari pulau-pulau. Mengunjungi surga bawah laut Pahawang.

SAPHARA | 8


K

a p a l b e r m u ata n m a ks i m a l sebanyak 24 orang tersebut mulai disiapkan dengan perlengkapan khas wisata. Berbagai peralatan menyelam seperti snorkel glass, alat pelampung, dan kaki katak dimasukkan ke dalam kapal. Tak lupa juga bekal makanan serta air putih turut dibawa sebagai santap siang para wisatawan di tengah perjalanan. Perjalanan yang akan dilakukan oleh Arsali dengan membawa wisatawan itu menuju lokasi rumah ikan yang berada di sekitar Pulau Pahawang Besar, Pahawang Kecil, Kelagian, Pulau Gosong dan Tanjung Putus. Letaknya masih di Kepulauan Pahawang, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Di area ini memang terdapat berbagai lokasi menyelam yang akan memanjakan mata wisatawan dengan keindahan alam bawah lautnya. Rumahrumah ikan dari gugusan terumbu karang serta kapal nelayan yang karam membuat lokasi menyelam ini nampak seperti akuarium alami karena diisi dengan ikan-ikan laut berwarna-warni seperti Blue Tangs, Butterfly Fish, hingga Clownfish yang biasa dijuluki Nemo karena film terkenal mengenai ikan tersebut. Salah seorang wisatawan asal Jakarta, Tri Marliani mengatakan bahwa keindahan alam bawah laut di Pahawang benar-benar bukan isapan jempol belaka. Ia yang pernah mendengar kabar mengenai keindahan Pulau Pahawang begitu takjub saat mengunjungi berbagai lokasi rumah ikan yang berada di Pahawang. “Perjalanannya cukup lama, tapi sangat worth it. Benar-benar worth it karena ikan-ikan dan terumbu karang di sini masih sangat cantik dan menawan.

Tanpa harus menyelam pun, sudah terlihat dari atas perahu keindahan di dalam lautnya,” ujar Tri. Selain lokasi menyelam, Kepulauan Pahawang juga menyimpan berbagai pantai yang masih terawat, salah satunya yang berada di Suku Bedil. Suku Bedil berada di timur Pulau Pahawang Besar. Hamparan pasir putih, nyiur yang berjajar di pesisirnya, serta air laut yang jernih dengan ombak yang kecil dan tenang dapat ditemui jika berkunjung ke pantai ini.

Keindahan alam bawah laut di Pahawang benarbenar bukan isapan jempol belaka

” Arsali mengatakan bahwa lokasi ini menjadi salah satu lokasi pantai favorit wisatawan yang berkunjung ke Pahawang selain di Pulau Pahawang Kecil. Kehadiran penyu yang bersarang di Suku Bedil pun menjadikan lokasi ini jadi titik penyelaman yang tak kalah indah. “Di Suku Bedil kalau beruntung itu bisa lihat Penyu. Biasanya di kedalaman tiga sampai empat meter adanya,” ujar Arsali. Sayangnya, menurut Arsali, Suku Bedil merupakan pantai pribadi yang telah dimiliki oleh warga asing berkebangsaan Perancis. Oleh penjaganya, pantai tersebut dipungut biaya sukarela dari wisatawan untuk menjaga kebersihan pantai.

Edukasi Konservasi Terumbu Karang Selain memiliki terumbu karang dan pantai yang masih terjaga, Pulau Pahawang juga memiliki kawasan konservasi hutan mangrove. Kawasan konservasi tersebut dikelola oleh masyarakat Pulau Pahawang dan Mitra Bentala, organisasi pecinta lingkungan. Pengelolaan tersebut saat ini juga telah diatur lewat Peraturan Desa (Perdes) tentang keberlangsungan hutan mangrove di Pulau Pahawang. Suprianto, anggota Mitra Bentala Pulau Pahawang mengatakan bahwa Perdes yang dibuat oleh masyarakat desa Pulau Pahawang tersebut ditujukan untuk menjaga kondisi hutan mangrove yang terdapat di Pulau Pahawang. “Perdes ini mengatur mulai dari pembibitan sampai sanksi jika ada masyarakat yang menebang atau merusak hutan mangrove. Sekarang masyarakat juga sudah membentuk Badan Pengelola Daerah Perlindungan Mangrove untuk membantu proses konservasi itu,” ujar Suprianto. Untuk membantu upaya konservasi, mereka juga menanamkan pendidikan penyelamatan lingkungan kepada anak-anak. Dikutip dari Tempo.co, bersama Mitra Bentala, warga berjuang memasukkan kurikulum mangrove ke ruang kelas. “Mungkin hanya satu-satunya di Indonesia, sekolah dasar di Pulau Pahawang yang mengajarkan seluk beluk mangrove dan dimasukkan ke dalam kurikulum,” kata Direktur Mitra Bentala Herza Yulianto. Kurikulum mangrove tersebut membuat anak-anak di Pulau Pahawang dapat memahami soal mangrove dan upaya konservasinya. Hal tersebut tentu diharapkan dapat menjaga kelestarian habitat laut Pulau Pahawang.

SAPHARA | 9


LAPORAN UTAMA

SAPHARA | 10


ENERGI ALTERNATIF MAMPUKAH? Bayangkan kehidupan manusia berjalan tanpa adanya energi minyak dan gas (migas). Semua persedian yang tersisa tak lagi bisa mencukupi kebutuhan manusia. Hal ini kerap muncul dalam benak tapi kerap diabaikan, terlebih segala kebutuhan manusia yang selalu bergantung pada energi migas tetap menjadi jalan hidup manusia pada umumnya. Dengan ketersediaan yang masih mencukupi, manusia cenderung tak sadar akan ancaman sumber energi di masa depan.

SAPHARA | 11


LAPORAN UTAMA

POTENSI AKAN SUMBER ENERGI YANG TERBARUKAN Teks & Foto: Aflah Satriadi

E

nergi migas merupakan energi yang tak terbarukan, dengan kata lain energi ini memiliki jumlah yang terbatas dan sewaktu-waktu akan habis. Di Indonesia, pemakaian cenderung dilakukan secara besar-besaran tetapi tak berkesinambungan. Salah satu faktor adalah regulasi penggunaan oleh pemerintah yang belum maksimal sehingga masyarakat tidak memiliki batasan dalam menikmati penggunaan energi, khususnya migas. Hal inilah yang kemudian menjadi permasalahan dalam sumber energi migas yang dalam jangka panjang dapat merujuk pada kelangkaan. “Energi non-renewable (tak terbarukan) ini, saat ini turun produksinya dari 1,3 juta barrels of oil equivalent (satuan minyak), sekarang udah dibawah 800an (ribu) barrels, jadi sisanya harus impor,� ujar Benyamin Sapiie, ahli energi sekaligus dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB. Dinilai dengan adanya subsidi pemerintah, tingkat

SAPHARA | 12

kebutuhan impor minyak akan terus melambung, sehingga perlu adanya jalan keluar dari permasalahan ini. “Sebenarnya policy nya ada dua, mengurangi pemakaian, pertama paling efektif, atau menghilangkan subsidi yang otomatis juga akan mengurangi pemakaian,� tambahnya menjelaskan. Dapat disimpulkan, pengurangan penggunaan pada energi migas merupakan pilihan yang paling efektif dalam menghemat migas. Namun hal ini dinilai menjadi cara yang tersulit untuk direalisasikan, karena membutuhkan kebijakan-kebijakan tertentu dan waktu yang relatif lama. Adiksi Migas Berkepanjangan Di sisi lain, terdapat unsur-unsur non migas yang telah memiliki potensi dan terealisasi menghasilkan sumber energi bagi kebutuhan manusia. Meski belum diaplikasikan dalam skala besar, energi alternatif ini dapat diterapkan untuk mengurangi penggunaan energi

migas. Beberapa diantaranya telah diterapkan dan mungkin sudah tak asing lagi didengar. Seperti tenaga surya sebagai sumber listrik, dan bio energi sebagai sumber energi rumah tangga. Kotoran hewan diubah menjadi sumber energi tidak lagi menimbulkan keheranan bagi beberapa orang. Inilah teknologi yang kemudian disebut biogas, sebagai salah satu energi alternatif. Teknologi ini bekerja menggunakan suatu reaktor yang dapat mengubah kotoran menjadi biogas. Proses yang dilakukan reaktor, menampung gas yang kemudian dapat dialirkan melalui pipa yang terhubung kepada rumah warga untuk menghasilkan bahan bakar memasak dan penerangan. Teknologi ini memang difokuskan dalam skala rumah tangga. Contoh desa yang telah menggunakannya adalah Desa Haurngombong di Sumedang, Jawa Barat. Selain biogas, bioenergi yang juga telah dikenal adalah bio solar. Sumber energi ini telah dapat kita temui di bebe-


rapa pos pengisian bahan bakar. Dengan kandungan minyak nabati yang dimiliki biosolar maka dapat dikatakan sumber energi ini adalah energi alter-natif yang ramah lingkungan. Kemudian ada tenaga surya sebagai energi alternatif berikutnya. Alat yang digunakan biasanya disebut panel surya, berbentuk kotak tipis yang dapat mengubah sinar matahari menjadi sumber listrik. Beberapa kota besar seperti Bandung dan Jakarta telah menggunakan teknologi ini pada lampu jalan. Selain itu, sebagian kecil masyarakat juga telah menggunakannya untuk sumber energi dalam skala rumahan. Masih banyak lagi jenis energi alternatif yang sebernarnya memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Geothermal misalnya, dengan kekayaan gunung aktif yang tersebar di Indonesia, panas bumi akan mudah diperoleh di titik-titik tertentu. Lalu Hydropower, energi alternatif yang berasal dari air, melihat negara ini

memiliki sumber air yang melimpah. Juga ada sumber energi yang berasal dari angin yang berpotensi dikembangkan di daerah-daerah tertentu yang memiliki pola angin konstan.

“

Masyarakat memang harus dikasih paradigma bahwa energi itu mahal

� Meski terdapat banyak potensi energi alternatif, namun energi migas belum bisa tergantikan sebagai energi utama. Energi alternatif saat ini hanya memungkinkan untuk digunakan dalam lingkup domestik. Selain itu, masih banyak pula kekurangan dan kendala

dalam penggunaanya, baik dari aspek kualitas, keterbatasan intelejen, maupun kebutuhan investasi yang besar. Dari sini perlu disadari bahwa penggunaan energi harus dibatasi guna kelangsungan hidup manusia. “Masyarakat memang harus dikasih paradigma bahwa energi itu mahal,� ucap Benyamin menyampaikan pendapatnya. Dengan adanya pemikiran tersebut maka dinilai masyarakat akan lebih menghargai penggunaan energi. Energi alternatif dapat sangat membantu kelangsungan hidup jika digunakan dengan merata dan berkesinambungan. Kebijakan tepat serta pengelolaan yang baiklah yang dapat menjadi faktor bagi terbentuknya pemanfaatan energi yang efektif dan efisien. “Mixed energy, jadi kita memetakan daerah mana yang punya potensi energinya untuk dimanfaatkan secara lokal,� ujarnya menuturkan harapannya bagi penggunaan energi di Indonesia.

SAPHARA | 13


Sumber Gambar: http://jendeladenngabei.blogspot.com/2012/11/pembangkit-listrik-tenaga-surya-plts.html

LAPORAN UTAMA

PLTS POTENSIAL DI NEGARA KHATULISTIWA Teks: Olfi Fitri Hasanah

Sumber Energi Alternatif di Indonesia ndonesia merupakan negara tropis yang hanya mengalami dua musim, Panas dan Hujan. Matahari akan bersinar sepanjang tahun, meskipun pada musim hujan intensitasnya berkurang. Kondisi iklim ini menyebabkan matahari dapat menjadi alternatif sumber energi yang potensial dikembangkan di negara khatulistiwa ini. Negara kepulauan, Indonesia, mempunyai cadangan minyak dan gas bumi melimpah. Namun, bukan rahasia lagi sebagian besarnya telah dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan baik industrial maupun rumah tangga. Masalahnya, minyak dan gas bumi adalah diantara sumber energi yang terbatas.

I

SAPHARA | 14

Tanpa pemakaian yang bijaksana, sumber energi tersebut akan habis suatu saat nanti. Bukan hanya dipandang dari perhitungan ketersediaan energi, dari sisi ekologis, pembakaran minyak dan gas bumi menimbulkan polusi udara. Semua jenis polusi rata-rata ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang terusmenerus. Dengan demikian, gerakan hemat energi lagi-lagi dianggap sebagai keharusan. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air

energi panas bumi, tenaga matahari, hingga pemanfaatan sampah organik menjadi biomassa. Ketika isu lingkungan makin keras disuarakan oleh kelompok 'hijau', sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarui menjadi aset berharga. Pemanfaatan sumber energi tersebut merupakan langkah bijak dalam pengembangan sumber energi alternatif. Ketersediaan sinar matahari dan angin yang sangat melimpah di Indonesia merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi penggunaan energi surya Indonesia saat ini masih kurang dari lima persen dari total pemakaian energi nasional. “Panas bumi dan sinar matari merupakan sumber energi alternatif yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia,� kata Dr. Ir. Arsegianto, Dosen Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung saat ditemui di ruangannya Jumat lalu. Ia menyayangkan Indonesia yang letak negaranya sangat potensial untuk memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi malah ketinggalan jauh dengan beberapa negara Eropa seperti Jerman yang lebih maju dalam hal tersebut. Padahal, negara Eropa yang menjalani siklus empat musim dalam setahun, tidak mendapatkan intensitas sinar matahari sebesar Indonesia.,


Namun, pengembangan pemanfaatan sumber energi alternatif masih tersandung dengan beberapa faktor penghambat. Salah satunya adalah harga alat penunjangnya. “Tidak dapat dipungkiri harga alat penunjang sumber energi alternatif yang sudah mulai berkembang di Indonesia seperti solar cell atau sel surya terbilang masih mahal,” jelas Arsegianto. Di samping itu, menilik masyarakatnya sendiri, energi alternatif masih kurang menarik perhatian karena persoalan pola hidup yang mereka terapkan. “Mental masyarakat di Indonesia ini masih cenderung konsumtif dan tidak mau ribet. Makanya kebanyakan dari mereka memilih tetap menggunakan BBM sekalipun harganya mahal dengan isu pencabutan subsidi,” tambahnya. Penerapan PLTS di Masyarakat Sistem dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai sebutan lain dari solar cell atau sel surya dapat mengubah sinar matahari menjadi listrik melalui proses aliran-aliran elektron negatif dan positif di dalam sel tersebut karena perbedaan muatan elektron. Beberapa sel surya dikembangkan untuk keperluan rumah tangga dengan skala kecil, contohnya Penerangan Listrik Rumah (PLR). Senada dengan yang dikisahkan Marissa Meditania, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, mengenai rumahnya yang memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber energi. “Di rumah itu pakai solar cell untuk penghangat air saja. Kebetulan ayah saya orang yang cukup peduli juga tentang isu-isu kelangkaan bahan bakar

minyak dan gas. Meskipun setahu saya solar cell itu cukup mahal,” urai Marissa yang menyinggungkan senyuman ketika menyebutkan harga solar cell mahal. Berbeda dengan Marissa, Sentra Industri Singkong di Cimahi masih mengandalkan bahan bakar minyak dan gas dalam segala proses industrialnya. Memang benar, ketika menyambangi sentra industri tersebut yang terlihat hanyalah jajaran tabung gas dan kompan minyak. “Belum terpikir untuk pakai energi alternatif. Sejauh ini ketersediaan minyak dan gas masih ada terus, belum pernah sampai kesulitan mendapatkannya,” ujar Wandi, salah satu pemilik unit usaha di Sentra Industri Singkong. Industrialisasi Sumber Energi Alternatif Bentuk sel surya umumnya persegi empat dilapisi plastik atau kaca bening yang kedap air. Panel ini dikenal sebagai panel surya. Ada beberapa jenis panel surya yang dijual di pasaran. Jenis pertama, yang terbaik saat ini, adalah jenis monokristalin. Kualitasnya ditentukan berdasarkan efisiensi dalam mengubah sinar matahari menjadi energi siap pakai. Selain yang disebutkan tadi, ada pula panel surya yang terbuat dari GaAs (Gallium Arsenide) yang lebih efisien pada temperatur tinggi. Listrik yang dihasilkan oleh panel surya dapat langsung digunakan atau disimpan lebih dahulu ke dalam baterai. Seperti yang diuraikan oleh pihak PT. LEN Industri (Persero) diwakili Direktur Utama, Wahyuddin Bagenda ketika dihubungi lewat telepon. Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk pedesaan

dan perkotaan. Teknologi ini dianggap cukup canggih dan keuntungannya adalah bersih, mudah dipasang dan dioperasikan, serta mudah dirawat. “LEN sebagai salah satu produsen panel surya di Indonesia, memperhitungkan harga panel surya yang mahal akan teratasi ketika produksi dilakukan massal dalam jumlah banyak. Hal tersebut dapat dilakukan jika panel surya dikonsumsi secara massal,” ucap Wahyuddin yang ketika itu sedang berada di Jakarta. Melihat tren harga sel surya yang mulai menurun dan dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan sistem individu harus ditingkatkan. Paling tidak ada lima keuntungan pembangkit dengan tenaga surya. Pertama, energi yang digunakan adalah energi yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua, perawatannya mudah dan sederhana. Ketiga, tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian suku cadang dan penyetelan pada pelumasan. Keempat, peralatan bekerja tanpa suara dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima, sistem dapat bekerja secara otomatis. Prediksi ahli dan produsen panel surya, PLTS akan lebih diminati daripada energi alternatif lainnya seperti bioetanol atau hasil pengolahan sampah organik, karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja. Bisa dimanfaatkan untuk insfrastruktur, bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.

SAPHARA | 15


LAPORAN UTAMA

MENANTI EFEK YANG TERBARUKAN Teks: Panji Arief Sumirat

E

nergi minyak dan gas (Migas) dapat dikatakan merupakan komponen primer bagi kehidupan setiap manusia. Dalam kehidupan manusia, penggunaan terbanyak energi Migas yaitu untuk memasak makanan dan bahan bakar kendaraan bermotor. Seperti yang sudah disinggung sebelumya, energi Migas adalah energi yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable energy), dimana persediaannya terbatas dan suatu saat akan habis. Penggunaannya yang berlebihan, akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup generasi berikutnya, dan tentunya terhadap lingkungan tempat manusia tinggal. Setidaknya poin-poin itu yang dijelaskan oleh Benyamin Sapiie, salah satu staff pengajar di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB), Sapiie menyatakan, kehadiran energi alternatif yang dikonvensionalkan adalah impian bagi para pakar dan tentunya akan menjadi surplus tersendiri bagi masyarakat jika energi alternatif dikonvensionalkan. “Kehadiran energi alternatif benar-benar mendatangkan alternatif bagi kehidupan manusia,

SAPHARA | 16

terutama lingkungan dimana manusia hidup,� ujar dia saat ditemui di kampus (ITB), Jalan Ganesha No.10 Kota Bandung. Dia juga menjelaskan, kehadiran energi alternatif bisa mengurangi kerusakan lingkungan karena produksinya yang ramah lingkungan. Energi alternatif hadir sebagai solusi penggunaan energi Migas yang persediannya terbatas. Beberapa energi alternatif yang sudah ada di Indonesia seperti biogas, biosolar, dan mikrohidro, berasal dari bahan-bahan yang ramah lingkungan. Berbeda halnya dengan energi Migas dimana perlu penambangan skala besar untuk mendapatkannya. Adapun Minyak bumi dan Gas Alam sendiri terbentuk dari beraneka ragam binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mati, kemudian tertimbun tanah. Dalam jangka ribuan bahkan jutaan tahun minyak bumi dan gas alam bisa terbentuk. Minyak Bumi dan Gas Alam diambil melalui penambangan yang biasanya oleh perusahaan minyak dan gas. Di Indonesia sendiri, PT. Pertamina adalah perusahaan minyak milik negara. Kerusakan alam dianggap sebagi-

an pihak sebagai ancaman utama jika energi Migas terus digunakan. Pertambangan minyak bumi dan gas alam, dilakukan dengan cara pengeboran permukaan hingga ke dalam bumi sehingga dapat merusak struktur lapisan tanah di bumi. Kemudian, dalam penggunaannya oleh manusia, energi Migas menimbulkan gas hasil pembakaran yang bisa menyebabkan polusi dan membahayakan kesehatan manusia. Gas buang dari hasil pembakaran yang keluar dari kendaraan bermotor adalah permisalannya. Kendaraan bermotor melepas gas karbon monoksida dan hidrokarbon yang bisa menyebabkan penyakit pernafasan dan kanker pada manusia. Konvensionalisasi Biosolar Hingga Pemanfaatan Kotoran Sapi Dr. Ir. Arsegianto, Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB, dalam kesempatan lain saat ditemui menjelaskan, Biosolar sebagai energi alternatif yang dikembangkan oleh Pertamina, sebagai energi ramah lingkungan. “Pertamina mengenalkan biosolar pada tahun 2006 dan didistribusikan ke bebe-


Sumber Gambar: http://hariansemarangbanget.blogspot.com/ Sumber Gambar: http://jendeladenngabei.blogspot.com/2012/11/pembangkit-listrik-tenaga-surya-plts.html

rapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik Pertamina. Biosolar dicap bisa mengurangi penggunaan solar dari minyak bumi,” ujar dia saat ditemui Saphara beberapa waktu yang lalu. “Biosolar diproduksi dari bahanbahan organik seperti umbi-umbian dan minyak kelapa sawit. Bahan dasar biosolar didapat dari hasil perkebunan tanpa harus merusak lapisan tanah. Bukan hanya bahan dasarnya saja yang ramah lingkungan, timbal yang dikeluarkan 10% lebih sedikit ketimbang timbal dari solar minyak bumi, sehingga bisa mengurangi polusi udara,” tambah dia. Menurut Arsegianto, sebagai perusahaan yang memproduksi biosolar, Pertamina belum sepenuhnya memasarkan biosolar murni, biosolar yang dijual di SPBU Pertamina merupakan biosolar yang dicampur solar dari minyak bumi. Keterbatasan bahan baku pembuatan biosolar dan biaya produksi yang masih mahal menjadi alasan Pertamina belum bisa memproduksi sepenuhnya biosolar. “Bahan baku biosolar Pertamina kan dari minyak kelapa sawit, sedangkan kebutuhkan kelapa sawit juga dibutuh-

kan manusia untuk dikonsumsi,” tambah Arsegianto. Energi alternatif ramah lingkungan lainnya adalah biogas. Biogas sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat di desa-desa Indonesia. Desa yang memiliki potensi biogas adalah desadesa yang warganya banyak memiliki usaha peternakan hewan. Kotoran-kotoran hewan yang dihasilkan dari usaha ternak, ditampung dalam satu tabung di dalam tanah, ko t o ra n y a n g d i t a m p u n g a k a n menghasilkan gas yang disebut biogas. Kehadiran biogas bisa menggantikan gas alam yang digunakan untuk memasak makanan manusia sehari-hari. Selain ramah lingkungan, biogas juga terhitung sangat murah jika ditinjau dari segi ekonomi. Berdasarkan data yang dirilis oleh Biogas Rumah (BIRU), hingga saat ini sebanyak 3.143 unit reaktor biogas rumah telah tersebar di tujuh provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Sulawesi Selatan. Angka tersebut jika dibandingkan dengan pengguna gas konvensional tentu jumlahnya masih kalah telak.

Kehadiran energi alternatif benar-benar mendatangkan alternatif bagi kehidupan manusia

” SAPHARA | 17


WISATA BUDAYA

Tarian Kuda Renggong,

Seni Pertunjukan Asli Sumedang Teks & Foto: Nadia Septriani

Jika biasanya kuda identik dengan kuda pacu dan delman, lain halnya dengan kesenian yang satu ini. Kesenian yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini menjadi suatu hiburan unik dalam budaya masyarakat Sumedang. Kuda renggong, kesenian asli kota tahu ini adalah sebuah seni pertunjukan rakyat yang melibatkan kuda sebagai pemeran utamanya.

R

enggong diambil dari kata ronggeng yang berarti seorang penari yang pada umumnya seorang perempuan. Kata ronggeng berubah menjadi renggong untuk membedakan maksud dan tidak disamakan dengan manusia. Jadi, ketika kuda mendengar tabuhan musik, kuda akan berjingkrakjingkrak seperti sedang menari. Pada kisahnya di tahun 1910 di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Sumedang, dengan ketekunan yang dimiliki oleh Aki Sipan, seorang tokoh sejarah Kuda Renggong, kuda dilatih agar bisa mengangguk-

SAPHARA | 18

angguk, mengangkat kaki, dan berbaris rapi. Dengan dukungan Pangeran Aria Suria Atmaja, Aki Sipan dapat berkreasi melatih kuda sehingga kuda dapat menari. Kuda Renggong hasil Aki Sipan inilah yang mulai dipertunjukan dalam acara khitanan untuk membuat anak yang disunat merasa senang dan terhibur dengan menunggang kuda sambil diiringi musik dog-dog dan angklung. Sejak pertunjukan itu seni kuda Renggong menjadi tradisi bagi masyarakat Sumedang, terutama sebagai sarana perlengkapan upacara khitanan dan gusaran

/hajatan. Selain itu, Kuda Renggong juga merupakan simbol nazar bagi pakawulan (orang yang sakit) yang berharap agar penyakit tersebut hilang atau bentuk rasa syukur karena penyakit tersebut telah hilang. Kuda yang digunakan dalam Kuda Renggong biasanya berusia 6 tahun ke atas. Melatih kuda bukanlah hal yang mudah, kecerdasan dan temperamen kuda harus diperhatikan. Dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun untuk membuat kuda dapat menari dengan iringan musik serta seorang penunggang. “Selama


pelatihan, kuda dilatih berlari-lari, lalu kuda diberi pecutan dengan tujuan agar kuda tidak takut saat dikerumuni banyak orang,� ujar Ncep Suharna, salah satu seniman Kuda Renggong. Bukan Sembarang Kuda Jenis kuda yang bisa dijadikan Kuda Renggong pun tidak sembarangan. Ada dua jenis kuda yang biasanya digunakan. Pertama, jenis kuda Blaster yang merupakan hasil perkawinan silang antara kuda lokal Sumbawa dengan kuda Australia. Kuda jenis ini memiliki daya ingat yang kuat, sehingga cukup mudah untuk dilatih. Kedua adalah kuda Sandel, yaitu kuda lokal asli dari Indonesia yang berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Untuk jenis ini, perlu adanya pelatihan yang lebih keras bila dibandingkan dengan kuda Blaster. Agar terlihat lebih menarik, saat pertunjukan Kuda Renggong dihias dengan berbagai aksesoris yang ditempel pada beberapa bagian tubuh kuda. Pakaiannya diberi warna-warna mentereng dan kontras. Di setiap kepala kuda juga terdapat identitas kuda. Identitas ini berupa nama kuda, pemilik kuda, dan darimana kuda tersebut berasal. Dalam perkembangannya, ada lima gerakan kuda yang dilatih oleh Aki Sipan, yaitu gerakan adean, gerakan lari kuda melintang. Gerakan torolong, gerakan lari kuda

dengan langkah kaki kuda pendekpendek namun cepat. Gerakan Derap/jorog, gerakan langkah kaki kuda jalan biasa artinya tidak lari namun gerakannya cepat. Gerakan congklang, gerakan lari dengan cepat kaki sama-sama kearah depan (Kuda Pacu). Gerakan Anjing Minggat, gerakan langkah kaki kuda setengah lari. Banyak hal unik ketika kuda renggong dipentaskan. Di bagian paling depan ada pria yang memegangi speaker berukuran besar. Dibelakang pemegang speaker ada rombongan kuda, biasanya terdapat empat sampai enam kuda. Setiap penunggang memakai pakaianpakaian bak tokoh perwayangan dan memakai make up. Lalu disamping penunggang ada yang menjaga kuda dan orang yang memegangi payung. Kemudian ada para pemain musik yang biasanya memainkan gong, kendang, tanji, bonang, bedug, kenong, genjring, dan alat-alat musik tradisional lainnya. Dalam pemain musik terdapat penyanyi yang menyanyikan tembang sunda atau lagu-lagu dangdut. Terakhir adalah penari yang berada di depan atau dibelakang rombongan kuda dan dapat berjumlah lebih dari empat orang. Sebelum pertunjukan, kuda dimandikan menggunakan air hangat dan dijemur di bawah sinar matahari agar tidak bau, setelah itu barulah kuda dipakaikan pakaian

pentas. Masuk pada tahapan juprit, yaitu pemanasan, kuda-kuda akan dibawa diajak berkeliling di depan halaman rumah pemilik hajat. Hal ini bertujuan untuk memeriksa kembali kesiapan kuda sebelum pertunjukan. Setelah dirasa siap barulah para pemain musik, penari, dan pemegang speaker datang keluar. Dalam pertunjukannya, Kuda Renggong diarak keliling kampung sambil menunjukan kebolehan para kuda menari mengiringi alunan musik. Lalu di akhir pertunjukan, kuda akan melakukann demonstrasi, istilah ini berarti kuda akan menampilkan atraksi silat. Dalam atraksi ini, kuda akan berlaga seperti orang sedang melakukan pencak silat, yang salah satu gerakanannya adalah mengangkat dua kaki diatas punggung pawang kuda dan kakinya mengarah ke depan seperti ingin menonjok layaknya sedang bersilat. Atraksi kemudian akan diakhiri dengan balutan tepuk tangan dari para penonton. Selain menjadi peninggalan budaya, Kuda Renggong menjadi sumber penghasilan bagi beberapa masyarakat Sumedang. Kesenian kuda menari ini merupakan kesenian asli tanah air yang perlu selalu dilestarikan. “Ya, saya harap kesenian ini terus ada dan masih bisa terus disaksikan oleh generasi Indonesia selanjutnya,� ujar Tatang sambil tersenyum.

SAPHARA | 19


HALAMAN Foto: M. Andika Putra

Energi Sungai Ramah Lingkungan Teks & Foto: Fatia Shaliha & Resti Octaviani

SAPHARA | 20


I

ndonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Mirisnya, potensi yang ada belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Masih banyak desa terpencil di Indonesia yang belum mendapatkan aliran listrik. Padahal listrik sangat memengaruhi kemajuan suatu bangsa dengan kata lain menjadi titik tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, energi alternatif ramah lingkungan yang memanfaatkan kondisi alam Indonesia sangat dibutuhkan. Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini dan juga adanya potensi pembangkit listrik di daerah terpencil terutama dari potensi air yang melimpah, keberadaan mikrohidro sangat bermanfaat. “Indonesia harus mampu menguasai sumber energi bila ingin maju. Kekuatan negara asing berada pada kemampuan untuk mengolah sesuatu yang bernilai rendah menjadi sesuatu yang lebih tinggi. Ada pertam-bahan nilai pada setiap pengolahan suatu barang,” ujar Direktur utama Cihanjuang Inti Teknik, Eddy Permadi. Cihanjuang Inti Teknik yang dikelola oleh Eddy sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi seperti mikrohidro. Mikrohidro

merupakan istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang menggunakan energi air. Energi alternatif ini menggunakan tenaga air dengan cara memanfaatkan tinggi jatuhnya air dan jumlah debit. Dampak lingkungan yang negatif dari PMLTH ini juga sangat minimal. PLTMH banyak disebut-sebut menjadi sumber energi yang ramah lingkungan.

Indonesia harus mampu menguasai sumber energi bila ingin maju

” Menurut Eddy, teknologi pembangkit listrik skala kecil dengan sumber tenaga air ini membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sudah digunakan di berbagai daerah, bahkan Indonesia sudah ikut andil dalam perkembangan PLTMH dunia.

“Turbin untuk PLTMH sangat spesifik karena harus disesuaikan dengan debit air dan ketinggian air sungai ke rumah pembangkit. Kapasitas listrik yang dihasilkan pun berbeda. Ada beberapa jenis turbin dengan kemampuan membangkitkan listrik yang berbeda. Turbin-turbin tersebut dibedakan berdasarkan ketinggian air. Kapasitas yang diciptakan pembangkit jenis ini berkisar 5 KW hingga 200 KW,” ujar Eddy Permadi saat ditemui di Cimahi, Jawa Barat. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang memanfaatkan energi ramah lingkungan yang memanfaatkan energi air, seperti PLTMH Cihanjuaang di Jawa Barat, PLTMH Sitopu dan Holbung di Medan, PLTMH Desa Beno Harapat di Kecamatan Batu Ampar Kalimantar Timur, PLTMH Ciakar di Cianjur, PLTMH Gedang dan Dusun Baru di Jambi, PLTMH Leuwi Kiara di Cipatujah, Tasikmalaya, serta Cokro Tulung di Klaten Jawa Tengah. Sasaran dari adanya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro adalah masyarakat pedesaan yang sulit mendapatkan aliran listrik. Saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia sekitar 60%, itu artinya masih terdapat 40% yang belum mendapatkan aliran listrik.

SAPHARA | 21


ACARA

Lindungi Ekosistem, Lindungi Satwa Liar Teks: Andhika Soeminta P. Foto: Rakanda Ibrahim Gandapermadi

“Ayo kawan semua lindungi satwa liar, jangan diburu eh jangan dijual,” sepenggal lirik yang dinyanyikan volunteer dari International Animal Rescue (IAR) Indonesia saat melakukan long march di car free day Bandung, Minggu (14/9). Long march ini merupakan salah satu rangkaian dari talkshow Stop Perdagangan Satwa Liar. Kegiatan yang dimulai dari hari Sabtu ini diawali dengan membagikan flyer yang di Gedung Sate, Dan pada hari minggu diadakan talkshow dan longmarch pada saat car free day. IAR Indonesia sedang fokus mengenai rehabilitasi terhadap kukang dan monyet. Pada kegiatan ini IAR Indonesia ingin menyadarkan pada masyarakat untuk stop melakukan perdagangan kukang. Irina sebagai ketua kegiatan mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini adalah untuk menyadarkan pada masyarakat tentang satwa liar yang

SAPHARA | 22

tidak boleh di perjualbelikan khususnya kukang, karena hewan kukang itu sendiri sudah hampir punah. “Perdagangan ada karena ada permintaan, berarti mungkin kami harus stop permintaan. Jadi harus semua titik di kerjakan, masyarakat dikasih tahu jangan pelihara kukang,” ucap Winar yang jadi perwakilan IAR Indonesia. Winar menambahkan bahwa perdagangan kukang sudah dimulai dari tahun 80'an. Hanya ada satu kukang dalam satu tahun. Sedangkan di pasar, hampir setiap minggu ada yang menjual kukang, sehingga populasi kukang sudah mendekati status kritis hampir sama seperti orang utan. Jika ada yang memilhara kukang atau hewan liar lain yang dilindungi, mereka akan didatangi dan bukan untuk ditangkap, melainkan diminta untuk menyerahkan kukangnya secara sukarela. Setelah itu akan dititipkan di IAR

Indonesia atau lembaga sejenisnya. Munarto dari BKSDA mengatakan bahwa BKSDA berkerjasama dengan lembaga yang konsen dengan satwa liar, salah satunya dengan IAR Indonesia. Nantinya mereka akan direhablitasi dan akan dilepaskan kembali kepada habitatnya. “Prosesnya memang sangat panjang, tahap demi tahap diupayakan untuk bisa di lepas liarkan. Sebelum dilepas liarkan, disurvey terlebih dahulu tempatnya. Sesuai atau tidak untuk hewan yang akan di lepas liar, jangan sampai dilepas justru tidak bisa hidup,” ucap Munarto. Memelihara satwa liar tidak ada manfaatnya bagi manusia, malahan banyak satwa liar yang berbahaya bagi manusia. Dengan adanya satwa liar, ekosistem alam semesta tetap utuh. Mari kita bersama-sama menjaga ekosistem bumi dengan membiarkan satwa liar hidup pada habitatnya.


Seleksi Daerah Arung Jeram Jawa Barat Teks: Panji Arief Sumirat

T

erik matahari tidak memengaruhi semangat atlet dalam kegiatan Seleksi Daerah (Selekda), arung jeram se-Jawa Barat. Kegiatan ini diadakan Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Pengurus daerah Jawa Barat. Acara yang diadakan pada tanggal 28-30 September 2014 ini berlangsung di Sungai Citarum, Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat. Menurut Race Director Selekda, Wawan Purnama, peserta Selekda ini diikuti oleh tujuh kabupaten atau kota yang ada di Jawa Barat, diantaranya Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur. “Tujuan diadakannya event Selekda Jabar ini untuk mencari tim yang mewakili Jawa Barat dalam event selanjutnya, yaitu event Pre-WRC yang akan diadakan di Sungai Citarik, Sukabumi, Jawa Barat, November nanti. Untuk peserta Pre-WRC sendiri, datang dari berbagai negara yang memiliki tim rafting,” ujar Wawan, ketika ditemui di Sekretariat Panitia Selekda. Layaknya kompetisi arung jeram di berbagai negara, nomor lomba yang dilombakan pada Selekda ini adalah Sprint, Head to Head (H2H), Down River Race (DRR), dan Slalom. Nomor lomba sprint dilakukan dengan mencari waktu pengarungan tercepat dalam sekali pengarungan pendek, dan akan menentukan lawan dalam nomor lomba H2H. Nomor lomba H2H memperte-

mukan dua tim untuk saling adu cepat dalam pengarungan pendek. Nomor lomba DRR dilakukan dengan pengarungan panjang Sungai Citarum dan diambil waktu tercepatnya. Nomor lomba terakhir, slalom, peserta diberi rintangan berupa gawang dan harus melewatinya tanpa menyentuh gawang. “Semua peserta yang mewakili kabupaten diharuskan untuk mengikuti semua nomor lomba, kemudian perolehan waktu dari setiap nomor lomba diakumulasikan keseluruhannya untuk menentukan juaranya,” tambah Wawan. Chief Judge Selekda, Hendrawan, mengatakan Selekda dilaksanakan pada 29 dan 30 September 2014, sedangkan pada 28 September peserta meregistrasi timnya. Hendrawan menemukan kendala dalam penyelenggaraan Selekda Jawa Barat ini. Kendala yang dikatakan Hendrawan adalah minimnya persiapan panitia karena perencanaan dilakukan dalam waktu yang singkat. Kemudian kendala lainnya adalah debet air Sungai Citarum yang tidak menentu, sehingga mengganggu penyelenggaraan Selekda. “Kalau persiapan panitia bisa diatasi, kendala besarnya adalah debet air Citarum yang berubah-ubah. Air Citarum kan diatur sama PLTA Saguling, tergantung berapa gerbang bendungan yang dibuka. Kalau debet airnya turun jadi masalah buat peserta karena bisa mengganggu gerakan perahu untuk bergerak maju,” kata Hendrawan. Selama kegiatan Selekda berlang-

sung, tugas terpenting adalah pada juri untuk melihat berbagai penilaian seleksi, seperti waktu tempuh dan peserta mana yang sampai terlebih dahulu. FAJI Jawa Barat merekrut para juri-juri dari berbagai komunitas atau organisasi pegiat alam bebas dari berbagai daerah di Jawa Barat. Tak jarang, dalam setiap kompetisi arung jeram selalu membutuhkan banyak juri untuk mengawasi jalannya kompetisi. Koordinator Juri Selekda, Arni, menerangkan fungsi juri dalam setiap perlombaan arung jeram adalah melihat dan mencatat waktu tempuh pengarungan peserta, memberangkatkan peserta di awal start, melihat dan mencatat ketika ada pelanggaran yang terjadi dalam perlombaan, dan mengawasi jalannya pertandingan. “Ada 17 orang juri untuk Selekda ini, nantinya juri akan ditempatkan di garis start, finish, dan ditengah-tengah perlintasan. Semua juri memiliki tugasnya masing-masing dan saling berkoordinasi. Juri-juri ini berasal dari berbagai organisasi pegiat alam di Jawa Barat,” ujar Arni. Wawan Purnama berharap kegiatan Selekda ini mampu menghasilkan atlet arung jeram Jawa Barat yang siap berkompetisi pada perlombaan bertaraf internasional. Setelah hasil Selekda diumumkan oleh juri, pemenang Selekda ini akan maju untuk bersaing di Sungai Citarik, dan berusaha untuk mengharumkan nama Jawa Barat dalam kompetisi arung jeram internasional.

SAPHARA | 23


FOTO ESSAY


Prolog: Pemanfaatan kotoran sapi sebagai sumber biogas sudah menjadi cerita lama. Para peternak sapi dapat membuat dapur mereka ngebul setiap hari hanya dengan mengolah feses. Dengan biaya yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan gas elpiji, biogas dapat menjadi alternatif yang baik. Di Desa Haurngombong, Kabupaten Sumedang contohnya, warga memanfaatkan biogas untuk keperluan masak-memasak sehari-hari. Fotografer: Wibi Pangestu


FOTO ESSAY



FOTO ESSAY


SAPHARA | 29


OPERASI

FOTOGRAFI ALAM BEBAS Teks & Foto: Dimas Jarot Bayu

1. Persiapkan dengan Riset Data “Sedia payung sebelum hujan” mungkin adalah pepatah yang bisa menggambarkan hal ini. Dalam melakukan fotografi alam bebas, tentunya Explorer perlu mengetahui medan yang akan dijadikan lokasi perburuan foto, mulai dari kondisi medan, cuaca, jarak tempuh, spot indah, hingga keunikan yang ada di lokasi. Hal ini akan berguna bagi Explorer untuk mempersiapkan peralatan dan perbekalan yang akan dipakai selama melakukan fotografi alam bebas.

2. Mainkan Komposisi “Memilih langit atau daratan?” Pertanyaan tersebut tentu akan menjadi salah satu pertanyaan yang terlontar dari Explorer di saat melakukan fotografi alam bebas. Komposisi merupakan salah satu hal teknis yang perlu disoroti dalam melakukan fotografi alam bebas. Konsep Rule of Third dan layering misalnya, bisa membantu Explorer dalam menata komposisi yang tepat untuk fotografi alam bebas.

SAPHARA | 30

Dewasa ini, tren berpergian ke alam bebas mulai marak di kalangan masyarakat. Berbagai macam lokasi menarik di alam bebas pastilah menjadi daya tarik sensual dari kegiatan ini. Nah Explorer, sayang sekali bila lokasi-lokasi tersebut kerap luput didokumentasikan oleh kita. Oleh karena itu, pada edisi kali ini Saphara mencoba memberikan tips dan trik yang bisa dilakukan oleh Explorer dalam melakukan pendokumentasian fotografi di alam bebas. Simak tips dan triknya berikut ini:


3. Sudut Pandang “Out of The Box” Melakukan fotografi alam bebas tidak melulu harus dengan sudut pandang yang serupa di setiap momennya. Lewat sudut pandang yang unik dan berbeda, bisa saja foto dapat menjadi lebih menarik.

4. Manfaatkan Momen Golden Hour dan Twilight Hour Siapa yang tak suka warna langit kala senja? Warna langit pada momen Golden Hour dan Twilight Hour dapat pula diabadikan dan membuat karya fotografi alam bebas milik Explorer menjadi lebih menarik.

5. Berkawanlah dengan Cuaca Cuaca mendung, berkabut, atau terlalu terik menjadi kendala saat melakukan fotografi alam bebas? Ini saatnya Explorer menjadikan kendala tersebut sebagai “kawan” yang bisa menjadikan foto lebih menarik.

SAPHARA | 31


KATA KITA

Energi panas bumi, Bio Gas, Bio Massa, Solar Cell, adalah contoh beberapa energi alternatif yang sudah ada di Indonesia. Energi alternatif adalah energi pengganti yang dapat menggantikan peran minyak bumi. Di negara berkembang seperti Indonesia, energi alternatif masih sedikit digunakan dalam kegiatan sehari – hari. Namun, apakah masyarakat kita sendiri sudah mengetahui adanya energi alternatif serta manfaatnya? SAPHARA akan merangkumnya dalam Kata Kita.

“Kalo itu aku gak bisa jawab ya. Soalnya belum baca jurnal atau penelitian tentang hal itu. Untuk bicara Indonesia sih ranahnya luas banget. Bicara Jawa Barat saja masih belum tentu penduduknya paham tentang energi alternatif. Tapi untuk sampai pada tahap paham apalagi mengerti, tidak semua orang begitu.” Dina Aqmarina Yanuary Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad

“Menurutku masyarakat kita belum pada mengerti sih, karena berdasarkan faktanya. Kita masih ketergantungan dengan energi minyak bumi aja.” Tommy Saputra Mahasiswa Teknik Kelautan, Institut Teknologi Surabaya

“Menurut saya belum, karena energi yang terbilang ribet dalam proses pembuatannya dan kurangnya informasi mengenai hal tersebut yang sampai ke masyarakat.” Nahria Husna Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara (USU)

SAPHARA | 32


“Kalau menurut saya belum, karena masyarakat Indonesia memiliki sifat susah meninggalkan kebiasaan lama. Jadi jika ada energi alternatif baru mereka sulit untuk menerimanya. Padahal ini penting untuk keberlangsungan hidup kita semua. Supaya tidak terjadi kelangkaan energi.” Fadhil Mubarhak Mahasiswa FTMD, Institut Teknologi Bandung

“Masyarakat belum semuanya paham, karena berbeda tingkat pendidikannya. Mungkin masyarakat awam tidak tau dan banyak yang berpikir hanya energi minyak bumi adalah energi satu – satunya yang dapat dimanfaatkan” Widianto Wibowo Mahasiswa Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung

“Masyarakat belum mengetahui, dan mengerti tentang energi alternatif, karena sosialisasi ke masyarakat kurang.” Ferizal Mahasiswa FMIPA, Institut Teknologi Bandung

“Masyarakat belum sepenuhya tau dan mengerti, karena kurangnya sosialisasi yang gencar dari pemerintah jadi yang baru tahu hanya akademisinya saja atau yang belajar akan hal tersebut. Akibatnya masyarakat jadi tidak berani mencoba ataupun memberi lahan mereka untuk pengembangan energi alternatif tersebut.” Astri M. Reza Mahasiswa Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung

“Menurut saya sih belum, karena masyarakat Indonesia kebanyakan orang awam yang tidak mengerti akan energi alternatif. Istilahnya kalau orang Indoensia itu kebanyakan mainstream. Dalam hal ini karena energi minyak bumi udah dipakai lama, jadi masyarakat Indonesia kebanyakan berpikir bahwa minyak bumi energi satu-satunya.” Andi Winarso Mahasiswa Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung

Menurutku sih belum difahami semua masyarakat sih..soalnya kebanyakan masyarakat di Indonesia masih terpaku dengan energi fosil. Sehingga apabila a kelangkaan pemerintah terpaksa menurunkan subsidi sehingga harganyajadi naik. Mungkin perlu penyuluhan untuk rakyat agar mulai beralih ke energi alternatif yang bisa diciptakan.” Riandi Namara Mahasiswa Teknik Geodesi Geomatika, Institut Teknologi Bandung

Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi

SAPHARA | 33


BUAH PENA

Ilustrasi Oleh: Dina Aqmarina Yanuary

SAPHARA | 34


SAPHARA | 35


REFLEKSI

P

ENE RGI Oleh: Dhita Setiawan

SAPHARA | 36

ada akhir Desember 2014 nanti, pemerintah Indonesia kemungkinan besar akan menghadapi situasi sulit. Dan, posisi Joko Widodo akan berada dalam kondisi terjepit. Presiden yang karib disapa Jokowi ini harus mengambil sebuah keputusan penting terkait wacana “efisiensi� cadangan minyak bumi dunia. Mengapa Jokowi terlibat dalam wacana tersebut? Merunut data yang dimiliki satuan kerja khusus hulu minyak dan gas (SKK Migas), konsumsi minyak bumi di Indonesia masih terhitung tinggi. Di tingkat ASEAN, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) orang Indonesia ada di peringkat keempat setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Konsumsi BBM orang Indonesia sekira 0.83 liter per orang per tahun. Artinya, jika penduduk Indonesia ada 250 juta pada 2014, konsumsinya mencapai 207.5 juta liter. SKK Migas juga mencatat, saat ini cadangan minyak terbukti yang dimiliki Indonesia sekitar 4 miliar barel, atau hanya cukup untuk 10 tahun ke depan. Namun, Indonesia masih memiliki potensi cadangan baru yang mencapai 44 miliar barel yang belum dieksplorasi. Lalu, ada berapa cadangan minyak bumi di seluruh dunia? Majalah National Geographic pernah menukil, jumlah minyak mentah yang tersisa di bumi diprediksi tinggal


1.2 triliun barel. Jumlah tersebut diyakini tak akan mampu menopang ketergantungan manusia akan minyak jika tak banyak ditemukan ladang minyak baru. Konon, jika sekira 8 miliar manusia yang saat ini ada di bumi bisa dengan “mudah” terus menggunakan BBM, maka tak sampai 50 tahun lagi ‘emas hitam’ yang tersimpan di kerak bumi itu akan habis. Atas asumsi itulah, semua manusia di dunia diharapkan mampu berperilaku bijak. Organisasi minyak dunia (OPEC) pun kian tekun menyerukan penghematan. Tujuannya, agar umur minyak dan gas bumi ini bisa diperpanjang. Caranya? Harga minyak mintah harus sangat mahal atau menyetop sementara aktivitas produksi di ribuan kilang minyak sedunia. Namun, beberapa tahun belakangan muncul berbagai temuan yang dianggap solutif selain dua opsi solusi tersebut di atas. Para ilmuwan dunia menemukan sumber daya energi terbarukan seperti matahari, air, dan uap sebagai energi alternatif yang bisa dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Persoalannya, biaya penelitian dan penerapan energi terbarukan itu masih sangat mahal, terutama untuk para negara berkem-bang seperti Indonesia. Alhasil, bagi rakyat Indonesia, penggunaan energi terbarukan itu

masih menjadi sesuatu yang mengawang. Apapun wacana dan solusi yang dicanangkan OPEC, bagi Jokowi pilihan logisnya (untuk sementara ini) hanya ada dua, yakni mau mengurangi atau mungkin menghilangkan subsidi, atau tetap menyisihkan uang ratusan triliun rupiah dari anggaran pendapatan belanja nasional (APBN) untuk melanjutkan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, jika tak ingin dihujat mayoritas rakyat, Jokowi tentunya akan memilih opsi popular, lanjutkan subsidi. Apalagi, bagi sejumlah ilmuwan seperti Marcellin Berthelot dan Nikolai Kudryavtsev, penghematan minyak dan gas bumi itu tak lain sebagai akal bulus yang dihembuskan segelintir kelompok pengusaha super kaya Eropa dan Amerika. Sebenarnya, ucap mereka, minyak dan gas bumi tak akan pernah habis. “Minyak bumi merupakan bahan primordial yang keluar dari kedalaman perut bumi dan bukan hasil dari fosilfosil hewan dan tumbuhan. Minyak bumi itu sendiri termasuk sumber daya terbarukan,” kata Vladimir Kutcherov, ilmuwan Rusia. Jadi, benarkah minyak dan gas bumi akan habis? Wallahu’alam. Filsuf asal Jerman Fredrich Nietszche mengingatkan: There is no facts, only interpretations.

SAPHARA | 37


ETALASE

Goal Zero: Solar Panel Explorer, ketika berkegiatan di alam bebas, sumber energi listirik mungkin adalah salah satu hal yang paling didambakan. Manfaatnya yang begitu besar sangat membantu untuk segala aktifitas. Goal Zero, produsen asal Amerika Serikat mengeluarkan produk terbarunya, yakni panel surya portebel Nomad 7. Nomad 7 ini didesain dengan bentuk persegi yang praktis dibawa saat berkegiatan di alam bebas. Alat ini bekerja menghasilkan sumber listrik dari pancaran matahari yang ditangkapnya. Perlu Explorer ketahui, kondisi cuaca tidak menjadi masalah yang besar bagi alat ini. Walaupun dengan intensitas sinar matahari yang kecil (mendung), Nomad 7 ini masih bisa bekerja mengisi daya listrik. Alat yang dibandrol dengan harga sekitar $79.99 sangat mudah digunakan untuk mengisi daya pada alat-alat elektronik yang kita bawa. Cukup menyambungkan kabel ke alat elektronik yg kita bawa, maka Nomad 7 akan me-recharge nya.

Pisau Survival Aitor Survival kit adalah hal pokok yang paling wajib dimiliki ketika Explorer berkegiatan di alam bebas. Kegiatan alam bebas, menuntut kita untuk meiliki barang – barang pendukung, yang selalu kita bawa. Pisau Sangkur Aitor Jungle King I, adalah survival kit yang bisa Explorer bawa ketika berkegiatan di alam bebas. Pisau ini cukup memuat banyak tambahan survival kit yang ada di dalamnya.

Petzl NAO Headlamp NAO adalah seri dari headlamp keluaran Petz yang memiliki sensor otomatis dalam pengaturan sinar yang dipancarkannya. Alat ini menyesuaikan keadaan sekitar untuk mengatur cahaya sesuai kebutuhan Explorer. Tentunya energi yang dikeluarkan akan lebih efisien dibanding headlamp lainya. Dengan menggunakan 2 buah LED, headlamp ini dapat diatur kedalam tiga modus pencahayaan: reactive mode, continuo modes, dan focus mode. Selain itu sistem on/off dari headlamp ini dapat dikunci, sehingga Explorer dapat menghindari ketidaksengajaan menyala pada saat disimpan. Didisain dengan Lithium-Ion 2300 mAh, alat ini mampu bekerja selama 5,2 jam. Pengisian dayanya pun diisi dengan cara me-charge tanpa menggunakan baterai eksternal. Headleamp Petzl NAO ini dihargai sekitar $175

Teks: Ryan Dwi Destyadi

SAPHARA | 38


REVIEW

KEHAUSAN DI LADANG AIR: Pencurian Air di Kota Bandung dan Hak Warga yang Terabaikan

B

uku karya Zaky Yamani yang terbit tahun 2012 ini adalah sebuah tulisan yang menyadarkan kita akan pentingnya air saat ini. Bagi sebagian orang tentu saja air merupakan hal yang tak sulit didapatkan, tapi ternyata banyak orang di luar sana yang harus mengeluarkan uangnya untuk membeli air. Kehausan di Ladang Air adalah sebuah buku yang berisi laporan investigasi dikemas secara sederhana dan menarik. Buku ini menceritakan bertambahnya beban hidup bagi warga miskin Bandung yang harus membeli air untuk kehidupan sehari-hari. Kemunculan perdagangan air adalah dampak dari langkanya air bersih. Padahal notabene nya Bandung kaya akan sumber air. Privatisasi dan kekuasaan air yang dipegang oleh segelintir orang patut kita pertanyakan, pemerintah kota Bandung yang meng-klaim bahwa Bandung tak kesulitan air adalah pernyataan palsu untuk menutupi tindakan monopoli air. Buku ini mengungkapkan adanya keterlibatan PDAM dan jaringan mafia yang terstruktur mengenai perdangan air, padahal seharusnya PDAM lah yang mampu menjamin warga Bandung mendapatkan air bersih. Setiap manusia memiliki hak atas air karena tanpa air manusia tidak akan bisa hidup. Sayangnya, air saat ini merupakan hal yang langka untuk warga kota Bandung. Karena sumber-sumber air di Bandung dimonopoli oleh orang yang mempunyai kekuasaan dan uang. Buku ini membuat kita peka bagaimana keadaan yang sebenarnya saat ini terjadi di Bandung. Ini merupakan pembelajaran bagi kita semua bukan hanya warga Bandung saja. Bahwa kita hidup di dunia dengan sumber daya alam yang melimpah ruah pun tak menjamin kelangsungan hidup kita apabila kita sebagai manusia tak menjaga dan melestarikannya.

SANCTUM

P

eristiwa air bah yang tumpah membanjiri dataran Nullarbor di Australia pada tahun 1988 menjadi inspirasi dalam ide Sanctum. Eksplorasi oleh National Geographic menjelajahi gua Esa-ala di Papua Nugini dilakukan guna observasi lebih lanjut mencari jalan masuk air kedalam gua yang berasal dari lautan. Di lapangan, penjelajahan tidak berjalan mulus sehingga banyak konflik yang terjadi pada tim. Konflik diawali dengan tewasnya salah satu anggota tim yang mengalami kerusakan alat oksigen saat melakukan penyelaman kedalam gua, dan kerusakan alat komunikasi yang menghubungkan tim penjelajah dengan tim base-camp yang berada di daratan. Tanpa navigasi dari base camp, tim terus melanjutkan penjelajahan. Pihak base-camp berusaha menghubungi untuk memberi tahu bahwa badai akan segera datang terhambat dengan rusaknya alat komunikasi. Salah satu anggota tim yang mencoba naik ke permukaan laut untuk mengawasi keadaan lalu melihat bahwa terjadi badai di luar, dan langsung memberi tahu tim penjelajah. Mengetahui badai yang terjadi diluar anggota tim bergegas keluar dari gua, namun derasnya badai menyebabkan tim penjelajah terjebak didalam gua yang terbanjiri air bah dari atas, yang menyebabkan mereka harus mencari jalan keluar lain melalui dalam gua dan harus bertahan hidup didalam gua dengan peralatan dan makanan yang tersisa. Pentingnya alat komunikasi pada sebuah perjalanan, kurangnya koordinasi antar tim menyebabkan hasil yang fatal dalam kerjasama tim dan bisa berbahaya bagi sebuah kelompok perjalanan mungkin menjadi referensi yang menarik untuk para explorer yang hobi menantang adrenalin. Kepanikan yang tidak terkendali akibat adanya masalah merupakan poin minus besar dalam sebuah perjalanan yang dapat menyebabkan konflik makin besar dan dapat membahayakan rekan perjalanan lainnya. Teks: Wini Selianti

SAPHARA | 39


Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam

FIKOM-UNPAD

28 Oktober 2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.