KOMMUNARS VOL. 12 - DIALEKTIKA HUNIAN BERSAMA

Page 1


Dialektika Hunian Bersama



PENG K ATA

A N TA R

Zine Kommunars Vol. 12 berjudul “Dialektika Hunian Bersama” membahas mengenai tempat tinggal, dalam hal ini coliving, dan kaitannya dengan isu pandemi Covid-19. Zine ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pembaca bahwa

pandemi tidak

hanya berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari saja, namun juga

terhadap ruang yang melingkupinya khususnya tempat tinggal.

Kommunars merupakan sebuah publikasi oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Arsitektur (HMPSArs) UNPAR berupa zine, website, dan video. Kommunars bergerak

di

bidang

jurnalistik

yang

memiliki

titik

fokus

Dialektika Hunian Bersama

terhadap ranah arsitektur dan segala hal yang melingkupinya.


DAFTAR ISI 06

KEPOPULERAN CO-LIVING DI INDONESIA

08

PANDEMI DAN ALTERASI KEHIDUPAN MANUSIA

11

KECEMASAN TINGGAL DI CO-LIVING

13

SEHAT ATAU HEMAT?

15

PANDEMI VS ARSITEK

19

REALITAS MENETAP DI CO-LIVING

22

SOLUSI PERINTIS MASA KINI

27

MENILIK ADAPTASI CO-LIVING DI MASA PANDEMI

31

ADAPTASI AKTIVITAS DI CO-LIVING

36

STRATEGI KESEHATAN CO-LIVING

41

APA KATA MEREKA?

44

PANDEMIC-FRIENDLY CO-LIVING DESIGN

46

AMAN DAN NYAMAN SAAT TINGGAL DI CO-LIVING


4

Dialektika Hunian Bersama


Prolog

Konsep sosial yang dimiliki coliving dengan virus Covid-19 ini dinilai kontradiktif. Dengan begitu, dapatkah hunian coliving dapat menjadi tempat yang aman dan menyehatkan di tengah kondisi pandemi ini, dimana konsep coliving itu sendiri dapat memicu penyebaran Covid-19? Hunian coliving ini hendaknya dapat tetap menjadi tempat yang aman dan menyehatkan bagi penghuninya di tengah masa pandemi ini.

5


Dialektika Hunian Bersama

Kepopuleran Co-living di Indonesia Konsep hunian coliving masih cukup baru di Indonesia dan seringkali disalahartikan sebagai indekos eksklusif. Walaupun keduanya memiliki kamar privat dan berbagai fasilitas komunal, hunian coliving mengutamakan kebersamaan dari para penghuninya.

6


Sebagian besar hunian coliving berlokasi di kota besar Indonesia terutama Jabodetabek. Konsep ini juga marak di Bali, terutama di Ubud dan Canggu yang terkenal sebagai tempat hunian para WNA. Hunian coliving ini ditujukan untuk para digital nomad, seseorang yang memanfaatkan teknologi (laptop dan internet) untuk bekerja dari jarak jauh sehingga mereka dapat tinggal berpindah-pindah. Di Jabodetabek lokasi coliving berada di area Menteng, Sudirman, Karawaci, dan Grogol dekat perkantoran dan universitas. Penghuni hunian coliving di area ini dari kalangan mahasiswa dan first time worker.

Penghuni dari coliving mayoritas adalah pendatang yang baru dengan area tersebut, mereka merasa butuh untuk mengenal orang-orang baru dan membentuk komunitas dimana mereka bisa saling berbagi cerita maupun pemikiran. Fasilitas hunian coliving yang cukup lengkap dan alasan ekonomi juga sering menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih tinggal di coliving.

Salah satunya untuk para WNA digital nomads di Bali, menyewa sebuah villa tentunya lebih mahal dibandingkan dengan coliving. Sedangkan di Jabodetabek, harga sewa di coliving tidak semuanya lebih murah dibandingkan apartemen sehingga alasan untuk memilih tinggal di hunian coliving menjadi pilihan gaya hidup, keinginan untuk berbagi dan memiliki komunitas.

7


Pandemi dan Alterasi Kehidupan Manusia Pandemi Covid-19 berdampak banyak pada perubahan pola hidup masyarakat. Hal itu dapat dilihat dari aktivitas pendidikan, bekerja, perolehan pendapatan, pertemuan sosial, peribadahan, dan lain sebagainya. Adanya penurunan mobilitas atau pergerakan masyarakat di bidang sosialisasi dari kondisi normal, misalnya mengunjungi restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop. Meski banyak yang menyadari pentingnya mematuhi imbauan untuk tetap di dalam rumah dan mengurangi aktivitas luar rumah yang tidak terlalu penting, masih ada saja kelompok masyarakat yang mengabaikannya. Di beberapa daerah, mereka terlihat santai duduk di kafe dan berbincang dengan teman-temannya hingga larut malam.

Dialektika Hunian Bersama

Ada juga penurunan pergerakan masyarakat di tempat kerja, namun tidak signifikan. Hal ini disebabkan masyarakat yang bekerja di sektor informal masih tetap melakukan aktivitas pekerjaannya dan pekerja kantoran juga sebagian tetap ada yang bekerja di kantor. Bahkan saat ini mereka semua direncanakan akan kembali bekerja dari kantor dengan pola hidup normal yang baru, setelah beberapa bulan bekerja dari rumah atau WFH.

8


Pagi itu, Vania bangun jam 6 pagi untuk bersekolah, tidak seperti biasanya. SMA di mana ia bersekolah letaknya amat jauh dari rumahnya sehingga biasanya ia bangun jam 4 pagi untuk menembus kemacetan di Kota Jakarta. Dari seluruh rangkaian rutinitas paginya sebelum sampai di sekolah, kali ini Vania hanya perlu mobilisasi ke meja belajarnya setelah mandi dan sarapan. Jika dilihat dari segi efisiensi, tentu rutinitas yang baru ini lebih praktis dan berdampak baik bagi lingkungan. Namun, Vania tetap kecewa tidak bisa menempuh pembelajaran akademik maupun empiris di ruang yang ideal untuk memperoleh hal-hal tersebut. Vania merupakan siswa SMA di salah satu sekolah di Jakarta Raya, dan sejak bulan Maret 2020, sekolahnya ditutup akibat pandemi Covid-19. Walaupun kegiatan pembelajaran sekolahnya tetap berlanjut dengan dialihkan ke ruang virtual, terdapat pengalaman-pengalaman tertentu dari bersekolah yang tentu tidak bisa didapatkan di ruang virtual. Lebih dari 60 sementara akibat pendidikan mereka

juta siswa di Indonesia tidak bersekolah untuk pandemi Covid-19, dan hal itu berdampak pada dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Di tiga bulan pertama di tahun 2020, dunia tergentar akibat munculnya virus baru, Covid-19, yang amat mematikan. Karena belum ada vaksin, salah satu solusi sementara dari WHO agar terhindar darinya dan mengurangi potensi penyebaran adalah dengan menjaga jarak antar manusia, atau dengan istilah yang lebih populer yaitu physical distancing. Kelompok-kelompok masyarakat di seluruh belahan bumi menerapkan hal ini, mulai dari institusi tertinggi (negara), lalu di bawah-bawahnya (perkantoran, sekolah, komersil, dan lain-lain), hingga antar tetangga dan keluarga. WHO mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Sejak bulan Maret 2020, pandemi Covid-19 berdampak besar pada pola hidup masyarakat. Hal itu dapat dilihat dari aktivitas pendidikan, bekerja, pertemuan sosial, peribadatan, dan lain sebagainya. Pemindahan sebagian besar aktivitas ke ruang virtual menyebabkan dunia fisik seakan-akan mati, karena minimnya mobilitas manusia dan kegiatan di tempat-tempat umum. Masyarakat dunia pun menghadapi pola bersosialisasi yang tidak biasa. Peraturan lockdown yang diterapkan di berbagai negara mengurangi aktivitas bepergian, dan berhasil menurunkan aktivitas penerbangan internasional sebesar 92% dari tahun 2019. Kabar baik dari kondisi ini adalah dampaknya terhadap lingkungan sangat baik. Dalam waktu yang singkat, polusi udara, emisi gas rumah kaca, dan kecelakaan berkurang. Berkurangnya mobilitas berarti sebagian besar masyarakat bekerja dari jarak jauh dan memanfaatkan ruang virtual.

9


Dialektika Hunian Bersama

Fenomena ini bisa dikatakan juga sebagai eksperimen perubahan perilaku manusia yang terbesar dalam sepanjang sejarah manusia. Perubahan perilakunya termasuk rutinitas di dalam rumah dan juga cara bersosialisasi. Kebiasaan baru yang muncul di masa pandemi ini diduga akan melekat terus pada kehidupan manusia kedepannya, contohnya seperti work from home, karena dapat memberi peluang bagi orang-orang yang tidak bisa hadir di tempat kerja. Contoh yang berdampak positif selain itu adalah munculnya kebiasaan untuk terus mempelajari dan mengeksplorasi teknologi modern. Akan tetapi, bagi sebagian orang kebiasaan baru dapat menjadi peluang untuk terjun ke hal-hal yang kurang baik, seperti dengan adanya work from home, ada yang “menghilang dari peradaban” dengan tidak adanya kabar. Banyak juga yang menjadi depresi karena selama pandemi tinggal sendiri. Perubahan-perubahan yang telah terjadi selama ini terasa amat menakutkan, namun umat manusia selalu dapat bertahan.

10


CO LIVING

Seatap Berbeda Tinggal bersama dengan orang yang memiliki perbedaan latar belakang budaya memang tidak selalu berjalan dengan mulus. Terkadang beberapa masalah kecil muncul dan mengganggu kenyamanan bersama. Masalah tersebut juga muncul diiringi dengan aktivitas di dalam ruangan yang semakin meningkat karena kondisi pandemi. Hal ini mempengaruhi pola interaksi manusia dalam hunian coliving.

11


Hal sederhana yang kerap terjadi misalnya meletakkan barang tidak sesuai dengan tempatnya. Ada yang menganggap hal ini lumrah dan telah menjadi kebiasaan, namun ada pula yang menganggap hal ini tidak biasa dan dirasa mengganggu. Kondisi demikian biasanya menimbulkan perdebatan yang berujung konflik. Intensitas perjumpaan dengan penghuni lain di masa pandemi ini meningkatkan probabilitas konflik yang terjadi dalam hunian coliving. Masalah higienis pun menjadi persoalan yang menjadi perhatian utama saat ini, yang mana tingkat kesadaran tentang kebersihan dan kesehatan masing-masing penghuni berbeda. Setiap orang memiliki standarnya masing-masing, namun hal ini bisa memicu konflik dalam dinamika hunian.

Dialektika Hunian Bersama

Ragam budaya yang melekat oleh setiap penghuni menjadi keunikan sekaligus pemicu adanya perbedaan pandangan. Ditambah dengan kondisi yang memaksakan manusia untuk banyak beraktivitas di dalam ruangan. Pertanyaannya adalah apakah dengan kondisi demikian hunian coliving masih menjadi pilihan yang tepat untuk menetap?

12


Coliving di Masa Pandemi : Sehat

//

Hemat

Pandemi mengharuskan setiap orang memiliki kebiasaan baru termasuk di tempat tinggal. Tempat tinggal yang dulunya digunakan hanya sebatas untuk beristirahat kini juga harus digunakan untuk bekerja atau belajar. Perubahan-perubahan tata ruang dalam tempat tinggal pun perlu disesuaikan agar pengguna lebih nyaman untuk melakukan jenis aktivitas yang baru. Bagi orang-orang yang berkecukupan dan memiliki tempat tinggal sendiri mungkin hal tersebut tidaklah sulit. Namun bagaimana dengan pengguna coliving?

Pengguna coliving mayoritas merupakan orang-orang yang ingin hidup lebih hemat, entah dengan alasan merantau ataupun sedang menabung sehingga memilih tipe hunian tersebut. Budaya hemat ini kemudian menjadikan kebiasaan berbagi kepada sesama pengguna coliving. Biasanya pengguna coliving selain berbagi beberapa fasilitas dalam hunian, mereka juga kerap berbagi makanan atau bahkan saling meminjam barang-barang pribadi. Hal ini semata-mata dilakukan karena adanya rasa peduli antar sesama penghuni.

13


Keadaan pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia membuat aktivitas yang biasa terjadi di coliving berubah. Pandemi memaksa setiap orang untuk menjaga jarak bahkan mengurangi kontak secara langsung dengan orang lain. Hal ini ditujukan untuk mengurangi penyebaran virus yang ditularkan melalui udara yang terkontaminasi oleh droplets atau partikel-partikel yang membawa virus. Oleh sebab itu, untuk mencegah diri agar tidak tertular, pengguna coliving harus mengubah kebiasaan yang dilakukan pada masa sebelum pandemi.

Dialektika Hunian Bersama

Memodifikasi tempat tinggal tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit dan tidak direncanakan sebelumnya. Bagi orang-orang yang menjadi pengguna coliving tentu merasa sedikit keberatan karena tujuan utama mereka yang pada awalnya ingin berhemat tapi malah berujung harus mengeluarkan biaya tak terduga.

Di sisi lain, memodifikasi tata ruang dalam coliving tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan kenyamanan beraktivitas, namun juga karena adanya ruangan-ruangan penting yang biasanya digunakan bersama namun sekarang tidak bisa berfungsi maksimal dengan alasan kesehatan. Hal ini kemudian menjadi persoalan besar. Pengguna coliving seolah-olah dipaksa untuk memilih antara mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau kesehatannya yang akan terancam. Kedua hal tersebut tentu tidak mudah untuk dikorbankan.

Sebagai pengguna coliving tentu bertanya-tanya. Apakah tinggal di coliving tetap akan menjadi pilihan tepat di masa pandemi? Ataukah tinggal di coliving menjadi tidak semenguntungkan itu bagi mereka yang ingin berhemat? 14


Rega Poetra, Principal Architect di Konars Architecture & Design

Pandemi VS Arsitek 15


Pandemi tidak berdampak hanya sekadar terhadap kesehatan maupun ekonomi, tetapi berdampak juga pada profesi arsitek. Terdapat dampak negatif namun tidak dapat dipungkiri juga terdapat dampak positifnya, khususnya bagi para arsitek yang bergerak di media sosial atau digital marketing. Bagi mereka, branding dirasa semakin luas dengan meningkatnya penggunaan gadget dan media sosial.

Pada saat pandemi banyak orang yang beraktivitas di rumah. Mereka tidak terlalu banyak berkegiatan dan tidak memiliki banyak pikiran sehingga memiliki kecenderungan untuk survive dengan menggunakan aset yang sudah dimiliki seperti properti atau crypto. Bagi sebagian orang lainnya, banyak dari mereka mempunyai pikiran untuk menata rumah agar bisa tetap nyaman dan membahagiakan, sehingga ingin merenovasi rumahnya. Maka disinilah peluang-peluang bagi arsitek muda untuk mendapatkan klien.

Pendekatan arsitek terhadap klien menjadi lebih mudah di saat pandemi. Kemunculan beberapa platform digital dapat dijadikan sarana untuk menyambangi para klien sehingga memangkas dampak buruk dari kendala jarak dan waktu. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, di mana arsitek cenderung untuk mengajarkan kliennya membayangkan rumah tinggalnya.

Dialektika Hunian Bersama

“Dulu kita harus benar-benar edukasi untuk mengarahkan klien menggunakan jasa desain pada saat memodifikasi desainnya. Pada saat ini mereka semua butuh, karena jenuh dan tidak ada option untuk bermain properti” -Rega Poetra

16


Pandemi juga berdampak pada biaya produksi pembangunan yang menjadi lebih mahal. Daya keinginan untuk membeli dan ketersediaan materi yang menurun, pada akhirnya berdampak pada harga jual yang menjadi meningkat. Belum lagi imbas dari kurs dolar yang meningkat. Salah satu yang memiliki dampak paling besar adalah eskalasi besi sebesar 10-15%, sehingga berdampak pada biaya produksi oleh kontraktor di masa pandemi menjadi meningkat hingga mencapai sekitar 15%. Selain itu, terdapat pula dampak yang tidak terelakkan yaitu dari segi jangka waktu pembangunannya yang menjadi sangat boros di masa pandemi ini. Dengan terbatasnya kuantitas pekerja yang berada di lapangan dan material yang terlambat datang tetapi jasa tenaga ahli tetap harus dibayar, menyebabkan melambungnya harga-harga dalam proses pembangunan. Dengan biaya pembangunan yang kian meningkat saat ini, arsitek dituntut untuk mengejar efisiensi biaya dalam pembangunan. Terdapat beberapa cara agar bisa mendapatkan biaya yang lebih terjangkau. Pengolahan pada desain dengan menggunakan material non-merek yang berkualitas menjadi solusi utama. Mengedukasi klien juga lebih mudah dengan adanya media sosial yang memberikan mereka referensi dalam desain. Selain itu, pengurangan material beton seperti penggunaan mezzanine dengan material besi dapat pula mengurangi biaya pembangunan. Memaksimalkan cahaya dan sirkulasi alami serta mengurangi penggunaan air conditioner dapat mengurangi biaya pembangunan serta dapat memaksimalkan kesehatan ruangan yang baik.


Kenyamanan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan dalam desain bangunan yang terdampak pandemi. Oleh karena itu, perlu penyesuaian terhadap kebiasaan-kebiasaan baru demi terwujudnya lingkungan yang dapat meminimalisir kemungkinan penyebaran penyakit. Dalam pembangunan “rumah tinggal bersama”, arsitek perlu memperhatikan alur masuk dengan mencoba untuk memainkan flow of activity. Sebelum memasuki coliving juga perlu dipastikan orang-orang tersterilisasi, terdapat area lepas sepatu, perubahan zona servis yang sebelumnya terdapat di belakang menjadi ke depan, juga laundry yang terpisah. Strategi-strategi ini merupakan penyesuaian terhadap kondisi pandemi dan merupakan tindakan preventif dari segi desain yang berbasis kehidupan manusia di era new normal.

Dialektika Hunian Bersama

“Buat teman-teman di masa pandemi, para arsitek khususnya, kini saatnya yang bergerak di bidang residensial, karena sekarang masa-masanya orang-orang menggunakan gadget dan sosial media, jadi cepat-cepat share karyanya di sosial media biar orang-orang banyak melihat dan mengembangkan bironya.” - Rega Poetra

18


Realitas Menetap di Co-Living Kemunculan pandemi Covid-19 menghadirkan ancaman serius bagi kesehatan fisik dan mental, namun kebijakan yang ditempuh sebagian besar hanya berfokus pada kondisi fisik tanpa menghiraukan kondisi mental masyarakat. Selain penyakit fisik yang dialami, pandemi ini juga telah merubah rutinitas harian dari jutaan orang yang memicu masalah psikologis dengan adanya isolasi sosial secara global. Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan oleh Into The Light and Change pada 5.211 orang dari enam provinsi di Pulau Jawa pada periode bulan Mei hingga Juni 2021, 98% responden merasa kesepian. Angka tersebut tidaklah mengherankan dengan minimnya interaksi sosial selama masa pandemi. Maka,...

...bagaimana agar manusia dapat tetap merasa terhubung meski dalam kondisi genting ini? 19


Dialektika Hunian Bersama

Berbagai macam solusi dikerahkan agar mengurangi dampak dari penurunan kondisi mental masyarakat, seperti kegiatan untuk mengisi waktu luang yang dilakukan melalui jejaring internet. Alternatif ini tentu tidak menghasilkan dampak yang efektif bila dibandingkan dengan aktivitas yang dilakukan secara fisik. Selain itu, informasi yang berlebihan dan penyebaran informasi yang keliru berkontribusi lebih jauh pada perasaan kolektif tentang hal-hal yang di luar kendali. Oleh karenanya, perasaan seperti terisolasi dan melalui situasi krisis ini sendirian dapat menjalar pada penurunan kondisi fisik yang menjadi rentan terhadap penyakit. Bukan hanya berdampak pada aspek kesehatan, tetapi pandemi ini telah merubah persepsi manusia akan sebuah ruang publik. Tempat yang menjadi pusat ingar-bingar yang mewadahi interaksi antar masyarakat tersebut kini dihindari guna mengurangi resiko penyebaran virus. Masyarakat diimbau untuk mengisolasi diri dan menghindari keramaian. Tetapi, masih banyak masyarakat yang tetap tinggal di sebuah hunian bersama atau coliving. Perlu disadari, bahwa konsep coliving yang menampung sekumpulan manusia dalam satu tempat menjadi begitu beresiko. Banyak sekali alasan yang diutarakan masyarakat mengapa mereka memilih untuk tetap tinggal di coliving seperti untuk melakukan penghematan, menghilangkan kepenatan dari suasana rumah, atau sebagai solusi agar tetap berada di sebuah komunitas yang menumbuhkan rasa kepemilikan atau sense of belonging agar tidak merasa sendiri melalui situasi pandemi.

20


Terciptanya sebuah komunitas dalam lingkungan coliving menjadi solusi modern dimana sekumpulan orang dapat tetap merasa terhubung meskipun adanya pembatasan interaksi selama masa pandemi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan memiliki komunitas yang dekat akan menghidupkan rasa kekeluargaan sehingga sepi yang dirasakan hilang dan kondisi kesehatan mental pun terjaga.

Selain itu, memilih untuk tinggal seatap bersama dengan beragam orang juga menjadi pengalaman yang baru sehingga terhindar dari kejenuhan atau kepenatan dari berdiam diri di tempat yang sama. Cukup banyak manfaat yang dirasakan dengan tinggal di sebuah coliving, namun ada pula beberapa dampak negatif seperti hilangnya privasi dan resiko penyebaran virus yang tinggi. Karenanya, sangat penting untuk ditinjau...

...apakah memang benar konsep coliving menjadi solusi yang tepat pada kondisi pandemi?

21


Coliving: Solusi Perintis Masa Kini

Dialektika Hunian Bersama

Tinggal di sebuah coliving ]bukanlah merupakan hal baru, sadarkah kamu bahwa sebetulnya sedari dulu manusia terbiasa untuk tinggal bersama? Selama berabad-abad, masyarakat daerah sejatinya ada dalam kehidupan komunal. Kemunculan kesenjangan, urbanisasi dan globalisasi yang terjadi pertengahan abad ke-20 menjadi penyebab revolusi mental manusia untuk tinggal dalam komunitas yang lebih kecil dan privat. Modernisasi dan perubahan zaman mengubah cara pandang manusia, terutama bagi mereka yang bekerja di kota besar dan tinggal di apartemen kecil atau berbagi kehidupan dengan teman sekamar karena keterbatasan finansial seorang perintis. Coliving menjadi tipologi baru desain perumahan yang akhir-akhir ini semakin populer. Coliving adalah bentuk perumahan sewa yang berusaha menciptakan komunitas di antara penghuninya dengan menyediakan fitur seperti ruang bersama yang luas dan manajer komunitas yang dipasangkan dengan ruang pribadi kecil yang dilengkapi perabotan.

22


‘Digital Nomads’ adalah individu yang bepergian ke seluruh dunia bekerja dari jarak jauh dengan memilih untuk berpindah-pindah dibandingkan dengan tinggal di satu tempat. Perkembangan era digitalisasi dan normalisasi kerja jarak jauh menjadi alasan orang mulai terbiasa hidup sendiri dan berpindah-pindah. Kemunculan coliving secara aktif menjadi solusi akomodasi yang tepat untuk membantu mengatasi rasa keterasingan terhadap hal baru yang dibawa oleh urbanitas dan kaum Digital Nomads. Sebuah teori muncul yang digagas oleh Cox, pada tahun 2016. Ia mengatakan bahwa, “... ikatan komunitas telah melemah oleh serbuan ke kota-kota besar, perasaan kesepian dan isolasi yang meluas, berarti orang-orang haus akan hubungan sosial itu.” Sementara menurut Widdicombe, premis utama coliving adalah menyediakan komunitas siap pakai bagi penghuninya, memberikan rasa memiliki di tengah hustle culture kota besar. Eksistensi coliving sendiri memiliki berbagai area space-sharing sehingga dapat membangun komunikasi secara verbal maupun non-verbal antar sesama penghuninya. Kedua premis ini menunjukkan bahwa salah satu alasan kuat banyak orang memilih tinggal di coliving adalah karena manusia mulai merasa kesepian akibat dorongan kecenderungan sosial yang menurun. Maka itu, ide utama membuat coliving adalah menciptakan komunitas kecil yang interaktif agar saling dapat mengisi kehampaan sosial bersama-sama.

23


Dialektika Hunian Bersama

Urbanisasi telah menjadi tren secara global, menyebabkan kepadatan penduduk dan kekurangan perumahan dan orang-orang yang hidup semakin terisolasi. Coliving menyediakan akomodasi pribadi yang lebih kompak, disertai dengan fasilitas bersama yang lebih besar sehingga membentuk ikatan sosial yang lebih erat. Dampak sosial coliving dilalui oleh beberapa cara. Pertama, bahwa coliving berusaha untuk menciptakan komunitas. Kedua, bahwa komunitas-komunitas ini sebagian besar ada dalam struktur ‘sewa’ tradisional apartemen atau rumah bersama. Ketiga, insiden komunitas ini paling tinggi di daerah perkotaan yang padat. Dan terakhir, bahwa komunitas-komunitas ini umumnya terdiri dari anak muda, yang mungkin tinggal untuk waktu yang lebih singkat atau dalam masa transisi dalam hidup mereka, seperti ketika pindah ke kota baru atau bepergian untuk waktu yang lama.

24


Coliving bukan hanya sekadar menjadi tempat tinggal,

25


Dialektika Hunian Bersama

Namun tentang bagaimana berdinamika sebagai suatu komunitas di bawah atap yang sama.

26


27


Menilik Adaptasi Coliving di Masa Pandemi

Narasumber: Sarah Soewatdy, COO of Rukita

Sudah berapa lama Rukita menjadi penyedia tempat coliving? Rukita berdiri sejak 2019 dan saat ini berkembang cukup cepat dan sudah memiliki lebih dari 4500 kamar.

Bagaimana perbedaan pada keadaan sebelum dan setelah adanya pandemi pada usaha bidang coliving?

Dialektika Hunian Bersama

Perbedaannya saat kondisi pandemi ini kami menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Contohnya setiap tenant yang masuk Rukita harus menunjukkan hasil swab test negatif. Kami ingin Rukita menjadi safe heaven di mana penghuninya tidak perlu merasa takut terpapar virus yang sedang berkembang ini.

Bagaimana bisnis coliving dengan adanya pandemi dan bagaimana cara menanggapinya? Di Indonesia sendiri bisnis coliving atau kost ini sudah menjadi bagian dari kultur, di mana sekarang ini paling sedikit ada 103 juta orang di Indonesia yang pernah dan masih tinggal di coliving. Cara kami menanggapi keadaan pandemi ini adalah dengan mempermudah bagi tenant yang tinggal di Rukita. Contohnya adalah dengan penggunaan aplikasi yang kami sediakan. Hal ini membuat Rukita tetap berjalan di keadaan pandemi ini dan bahkan meningkatkan minat masyarakat terhadap coliving.

Apakah ada perubahan strategi pemasaran Rukita dalam keadaan pandemi ini? Mungkin perbedaannya adalah untuk memperlihatkan unit, yang dulunya kami melayani tamu langsung, sekarang ini kami melayaninya melalui video call. Kami juga mempublikasikan protokol kesehatan kami agar calon penghuni tahu bahwa kami ketat dalam mengutamakan kesehatan tenant kami. Selain itu mungkin juga untuk swab test kita tidak hanya meminta hasil negatif dari setiap tenant yang masuk, namun Rukita juga menanggung biayanya.

28


29


Bagaimana cara Rukita bisa bertahan di kondisi dengan adanya pandemi ini? Kita harus beradaptasi ya dalam situasi pandemi ini, di mana kita harus bisa melihat apa yang diperlukan customer. Misalnya memberi protokol yang baik, atau memberi opsi tempat tinggal yang lebih aman. Contohnya di masa pandemi ini sempat ada seorang tenant yang hanya menyewa satu kamar Rukita. Dari satu tenant ini beliau membawa keluarganya untuk tinggal di Rukita dan akhirnya dari yang menyewa satu kamar sekarang beliau menjadi menyewa satu apartemen Rukita. Maka dari itu kita harus bisa mendengar dan mengadaptasikan kebutuhan pengguna di sini.

Apakah ada keringanan biaya bagi penghuni Rukita dalam keadaan pandemi ini? Rukita tidak menaikkan harga sewa dan malah memberi promo untuk penawaran di masa pandemi. Bahkan di beberapa tempat juga kami menurunkan harga sewa untuk membantu penghuninya.

Mende ng dan fa ar semakin silitas ketatn ya pro ya peruba to han bia ng diberika n, apa kol ta? ya untu ad k peng huni R a Seben arnya u ukintuk pe ada, k rubaha ar nb bahwa ena Rukita ingin m iaya tidak sehat it u tidak enunju merupa pe kkan ka hidup y n misi kami rlu mahal. Itu juga d ang leb a la m mewuju ih baik. tidak m dkan Dit e huni di ngetahui kea ambah kami ju daan s Rukita etiap p ga ini dala ini. Jad engi kita in m k o n disi pa gin me gal yan mbe ndem g Semua aman dan tid rikan tempat ti i ngak mem yang d demi in ip b i ditang erlukan pad ebankan. a g dibeba nkan ke ung oleh Ruk saat panita dan pada p tidak enghun i.

Dialektika DialektikaHunian HunianBersama Bersama

Colivin g bisa denga dibilan n ada nya p g terdampak apa ya and ng besar tuk me ibu dapatka emi. Penga laman njalank n di ke adaan an usa Pada k ini unha ea tasi de daan pandem coliving? ngan c i in i R epat, k u kami r arena it kita beradap as u damp keadaa akan masih ak y da n mempe pandemi ini. mpak yang b ang H rta a yamana hankan pen al ini penting ik di ghuni n peng u ntuk di Ruk h Rukita. ita. Ke Sebelu uni adalah y nan m si oleh mahas pandemi, Ru g utama di is kita did penghu wa dan ominani Ruk ita ada sekarang m dan pa ayorita la sangan h profe s muda y ang ba sional muda ru men ikah. 30


Adaptasi Aktivitas di Coliving 31


Dengan adanya pandemi Covid-19 yang terjadi, orang-orang masih memutuskan untuk tinggal di coliving walaupun penyakit ini bisa ditularkan dari individu ke individu lainnya. Tetapi tetap saja coliving menjadi suatu pilihan tempat untuk ditinggali. Hal ini disebabkan lebih murahnya menyewa atau membeli tempat coliving dibandingkan menyewa rumah dan orang biasanya memilih tempat kecil untuk ditinggali sendiri.

Dialektika Hunian Bersama

Karena hal-hal tersebut eksistensi coliving masih terus ada. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 adalah dengan melakukan adaptasi. Dilakukannya regulasi seperti membersihkan tangan sebelum masuk ke dalam tempat dengan disediakannya wastafel di depan bangunan, menggunakan hand sanitizer yang ada di setiap sudut bangunan, membatasi orang yang masuk ke dalam, memakai masker; ini semua menjadi upaya yang dilakukan oleh pengguna coliving dalam mencegah penularan virus Covid-19.

Penghuni coliving tentu diharuskan untuk menaati regulasi tersebut. Namun, kendalanya masih ada penghuni coliving yang menyepelekan aturan-aturan yang sudah diterapkan. Ketidaksadaran yang timbul dari egoisme individu tersebut contohnya dengan tidak memakai masker yang benar pada saat berada di dalam gedung dengan alasan ‘hanya mengambil pesanan ojek’, ‘engga enak kalau napas’ atau menerima tamu yang melebihi aturan maksimal jumlah orang yang masuk, mengabaikan social distancing dan pemakaian masker dikarenakan tamu tersebut adalah ‘temannya’. Ini semua merupakan beberapa bentuk egoisme yang bisa merugikan penghuni lain yang tinggal di dalam coliving.

32


Jadi, sebenarnya upaya agar eksistensi coliving masih bisa relevan di masa pandemi datang dari penghuni dan pemilik coliving itu sendiri. Masing-masing harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan orang lain disekitarnya. Jika tidak ada kesadaran tersebut, coliving bisa menjadi suatu tambang produksi penularan Covid-19. Namun sebaliknya, jika masing-masing pihak mempunyai kesadaran tinggi, coliving masih bisa menjadi suatu tempat yang aman untuk ditinggali di tengah situasi pandemi.

33


34

Dialektika Hunian Bersama


35


Dialektika Hunian Bersama

COLIVING

DI MASA

36

PANDEMI


Prinsip 3P Strategi Kesehatan Coliving

“Di era di mana social distancing menjadi strategi paling efektif dalam menjaga diri, tempat tinggal dengan konsep coliving mungkin bukan merupakan pilihan yang paling diminati”

Coliving memaksa penyewa untuk berbagi ruang dengan penghuni lain sehingga memudahkan transmisi virus lebih mudah terjadi pada hunian coliving daripada tipe hunian lainnya. Tidak jarang didapati coliving yang mengabaikan standar kesehatan bangunan demi memperbanyak jumlah kamar sewaan. Tanah di daerah pusat kota terkenal bernilai tinggi sehingga mayoritas pengusaha coliving akan memprioritaskan pemanfaatan sebagian besar luas lahan untuk dijadikan kamar yang dapat menghasilkan keuntungan. Akan tetapi, pemikiran tersebut seringkali menghasilkan desain dengan banyak koridor tertutup, tanpa ruang terbuka hijau, serta ruangan sempit dengan bukaan kecil yang minim ventilasi dan penerangan—semuanya tidak sesuai bagi kondisi hidup sehat, terutama di tengah masa pandemi. Untuk memastikan bahwa coliving dapat terus menjadi pilihan hunian yang sehat, perlu dilakukan beberapa perubahan dan pergeseran prioritas dalam perancangan maupun modifikasi bangunan coliving yang sudah terbangun. Tergantung pada masing-masing bangunan itu sendiri, perombakan yang dibutuhkan berkisar dari skala kecil hingga besar, terutama untuk bangunan yang jauh dari memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam peraturan kesehatan bangunan. 37


Dialektika Hunian Bersama

© Commontown

©Dezeen

38


Menurut Dr. Ir. Yasmin Suriansyah, MSP, IAI, seorang dosen program studi Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan, dalam membenahi coliving yang sudah ada, penting untuk kembali ke prinsip mendasar: 3P, yaitu Penerangan, Penghawaan, dan Penghijauan.

Pencahayaan Pencahayaan alami adalah salah satu aspek arsitektur yang paling penting karena dampaknya terhadap kesehatan manusia, terutama pada masa saat ini dimana kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di dalam rumah. Selain memiliki efek pada kesehatan fisik, mental dan kognisi, ketersediaan cahaya matahari dapat mempengaruhi kinerja manusia secara dramatis. Melalui pilihan pencahayaan dan desain bangunan, kita dapat secara aktif meningkatkan kesehatan serta kinerja. Namun, tingkat cahaya yang paling ideal tidak dapat digeneralisasikan secara kuantitatif karena memiliki keterkaitan yang erat dengan fungsi dan kondisi masing-masing ruang dan bangunan sehingga harus dinilai dalam basis kasus per kasus. Penghawaan Pada ruangan dengan dimensi terkecil pun, sirkulasi udara tetap menjadi faktor yang sangat penting. Arsitek harus membuat bukaan yang sesuai, tergantung pada kebutuhan dari masing-masing ruang dan bangunan. Ventilasi alami merupakan sistem penghawaan yang paling ideal dan selalu diusahakan. Namun jika modifikasi tersebut tidak memungkinkan, penggunaan AC dengan fitur filter yang baik adalah strategi terbaik kedua. Pemasangan sensor CO2 pada ruangan kecil berkapasitas besar juga dapat sangat bermanfaat. Sensor CO2 akan berbunyi jika udara terlalu jenuh akan kadar CO2.

Penghijauan Untuk mengatasi masalah kurangnya ruang terbuka hijau, green roof atau green wall dapat menjadi pengganti yang memadai. Menanam tanaman di dalam ruangan dengan menggunakan lampu yang meniru sifat sinar matahari juga merupakan alternatif yang baik. Beberapa petani juga mulai memanfaatkan teknologi ini dan memanfaatkan ruang kosong seperti di bawah tangga atau loteng untuk membuat tanaman hibrida (hidroponik, dll) dengan bantuan skylight atau lampu. Berbagai teknologi juga dikembangkan untuk semakin mendukung kesehatan bangunan. Salah satu contohnya adalah nanoteknologi yang menghasilkan permukaan dengan partikel kecil sehingga permukaan menjadi lebih halus, mudah dibersihkan, sekaligus mempersulit partikel asing yang berbahaya untuk menempel pada permukaan tersebut. Teknologi ini umum digunakan pada perangkat saniter. Cat dengan inovasi nanoteknologi dapat digunakan pada permukaan yang sering menjadi titik kontak, contohnya pada handrail tangga. Teknologi ini juga tersedia pada beberapa olahan material kaca. 39


40

Dialektika Hunian Bersama


Adaptasi Co-living di Era Pandemi: Apa Kata Mereka? Pandemi COVID-19 yang sudah berjalan hampir 2 tahun membuat manusia semakin terbiasa dengan protokol kesehatan maupun social distancing yang perlu diterapkan demi meminimalisir kemungkinan penyebaran virus, namun konsep co-living yang hadir seperti mengontradiktifkan hal tersebut. Menempatkan berbagai individu “tak dikenal” di satu tempat yang sama jelas memiliki risiko tersendiri, di mana penggunaan fasilitas yang bersifat kolektif seperti dapur bersama, ruang makan, toilet, dan lain sebagainya memiliki potensi penyebaran virus yang besar. Bagaimana pendapat mahasiswa terkait hunian coliving dan apa alterasi yang dibutuhkan untuk membuat co-living sebagai opsi yang aman pada era pandemi seperti sekarang ini?

41


Berapa lama kalian sempat tinggal di hunian coliving? JR: Sekitar hampir 6 bulan. JN: Sudah lumayan lama sih, kira-kira 2,5 tahun dari awal mulai masuk kuliah. Bagaimana menurut kalian tentang hunian coliving sebelum pandemi? JR: Sebelum pandemi hunian coliving banyak dipilih karena dinilai lebih fleksibel untuk menyesuaikan waktu dan kegiatan, karena biasanya hunian coliving dipilih oleh orang yang tidak berasal dari kotanya sendiri. Tentu hunian coliving sangat membantu dan setelah pandemi banyak orang yang memutuskan untuk pulang ke kota asal masing-masing karena dianggap kurang efektif jika tetap tinggal. JN: Sebelum pandemi penghuninya ramai, orang antar kamar juga masih sering interaksi, sedangkan sesudah pandemi jadi sepi. Kalau mau interaksi sama yang lain juga agak takut. Karena pada kebanyakan penghuni balik ke tempatnya masing-masing kan, karena ada WFH juga. Bagaimana menurut kalian hunian coliving yang sesuai dengan masa pandemi saat ini? JR: Perbedaan harga menjadi faktor yang harus disesuaikan, karena faktor ekonomi lah yang paling berdampak secara general di segala aspek. Jadi, faktor harga yang cocok adalah faktor yang lebih diperhatikan di masa pandemi ini.

Dialektika Hunian Bersama

JN: Tidak ada perbedaan bagaimana hunian coliving yang sesuai untuk masa pandemi, mungkin dapat disediakan ruangan untuk tamu yang mau masuk, untuk tempat tunggu, pengecekan suhu, dll. Apa fasilitas apa yang kalian merasa perlu disediakan pada hunian coliving di masa pandemi ini? JR: Fasilitas yang mungkin bisa disesuaikan adalah dengan memperketat akses sekitar hunian dengan contoh scan aplikasi PeduliLindungi untuk membuktikan orang yang masuk sudah divaksin dan fasilitas pendukung lain yang sudah wajib seperti wastafel dan hand sanitizer umum. JN: Kaya tadi saja sih untuk tempat pengecekan suhu dan lain-lain, jadi yang masuk tidak sembarangan orang.

42


43


44

Dialektika Hunian Bersama


45


46

46

Dialektika Hunian Bersama Dialektika Hunian Bersama


Oleh sebab itu, seseorang mungkin merasa ragu dan takut untuk tinggal di coliving, berikut adalah tips untuk tetap merasa aman dan nyaman saat tinggal di coliving:

Menjalani gaya hidup yang sehat dan berolahraga Hidup mandiri mengharuskan kita untuk melakukan segala aktivitas dengan sendiri. Maka dari itu, penting bagi tubuh untuk mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi serta memperbanyak air putih. Tidak lupa untuk berolahraga agar stamina terjaga sehingga siap menjalani aktivitas sehari-hari. Hanya dengan melakukan gerakan mudah dan sederhana pun juga sudah cukup asalkan dilakukan secara rutin.

Memerhatikan protokol kesehatan Keadaan new normal memaksa kita untuk tetap beraktivitas di tengah pandemi. Penting untuk tetap menjaga protokol kesehatan agar kesehatan tetap terjaga dan jauh dari virus maupun penyakit.

Bersosialisasi dengan sesama penghuni coliving Keputusan untuk tinggal bersama dengan orang lain di satu tempat sehingga harus berbagi sudah menjadi konsekuensi yang harus dihadapi, namun hal tersebut seharusnya dimanfaatkan dengan baik. Cobalah untuk bersosialisasi dan bergaul dengan penghuni lainnya yang akan menghabiskan waktu bersama dalam jangka lama. Tips ini bisa menjadi solusi bagi kalian sehingga tidak merasa homesick.

Menghargai privasi penghuni lain Berada di tempat yang sama bukan berarti kita kehilangan privasi pribadi. Kamar menjadi tempat aman untuk diri sendiri, maka kita juga harus menghargai privasi orang lain jika sebaliknya ingin dihargai.

Menjaga fasilitas coliving Ketersediaan fasilitas yang lengkap menjadi salah satu alasan untuk tinggal di coliving. Akan tetapi, hal ini mengharuskan kita untuk berbagi fasilitas tersebut bersama dengan orang lain sehingga menjadi kewajiban kita untuk saling menjaga kebersihan dan merawat fasilitas bersama. Dengan demikian, tips-tips ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk tetap merasa aman dan nyaman saat tinggal di coliving.

47


48

Dialektika Hunian Bersama


49


50

Dialektika Hunian Bersama


51


Dialektika Hunian Bersama


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.