Minikomm Oktober 2019
Isu Wabah Tenda Makan
Vol. 08
WABAH TENDA MAKAN
Dalam edisi MINIKOMM vol. 08 yang bertemakan tenda makan ini, kami membahas keberadaan tenda makan sebagai ruang publik yang lahir dari kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan makanan yang terjangkau serta dampak yang dialami ruang di sekitarnya.
Ketua MINIKOMM 08 Ezra Bagus Editor in Chief Khalif Nur Redaksi Anthea Tatyana Yeira Saddak Davis Tjandra Gilang Ekadana Shafia Fadila Rizqi Kuntohadi
VOL 08
Desain Ravi Kukuh Ivan Alvianto Gracia Muljono Aulia Rahman Multimedia Jeremy Hanson Bridgitta Priscilla Supervisor Gevin Timotius Pininta Taruli Marsella Ho Jeremia Edward Yovine Rachellea Allisha Shenny
MINIKOMM adalah mini-zine yang didedikasikan untuk memaparkan isu arsitektur lokal kepada masyarakat umum. Tujuan publikasi adalah untuk memperkenalkan KOMMUN ZINE yang merupakan publikasi utama dari KOMMUNARS, Wadah Minat Jurnalistik Arsitektur UNPAR.
3 5 9 11 13
Wabah Tenda Makan
Tenda Makan: Tempat Makan atau Makan Tempat?
Tenda Makan sebagai Ruang Publik
Peran Tenda Makan dalam Menghidupkan Ruang
Pujasera Parahyangan: Sedia Mie Instan hingga Steak
WABAH TENDA MAKAN
VOL 08
Wabah Tenda Makan
ditulis oleh Rizqi Kuntohadi
3
difoto oleh Ravi Kukuh
Tenda makan merupakan tempat dimana orangorang sekitar berkunjung dan mengonsumsi makanan dan jajanan. Pada umumnya, terletak di pinggir jalan besar, namun seiring berjalannya waktu mulai dibangun area khusus dimana tendatenda tersebut berkumpul. Buka dari sore ke malam hari, tenda makan ada yang sifatnya tetap dan sementara, beralih fungsi di waktu tertentu. Fasilitas tenda makan muncul karena kebutuhan sehari-hari masyarakat, mereka bisa membeli makanan dengan harga terjangkau tanpa harus menyiapkannya sendiri. Permintaan yang tinggi akan makanan murah dari jumlah masyarakat yang terus berkembang pesat di kawasan perkotaan menjadi faktor pendukung adanya tenda makan.
Menu berupa banner dari terpal atau kain spanduk yang dipaparkan di fasad objek merupakan ikon dari tenda makan. Material tersebut juga memiliki fungsi ganda sebagai penutup vertikal dan atapnya.
Makanan yang dijajakan di pinggir jalan. Street food adalah makanan cepat saji yang terletak di jalan. Tetapi untuk tenda makan, makanan yang disajikan makanan berat. Letak di jalan menjadikan tenda makan street food.
4
VOL 08
WABAH TENDA MAKAN
5
Jalan raya di kota-kota besar tidak lepas dari potret padatnya kendaraan, bising knalpot, pengamen jalanan, dan tenda-tenda makan yang tersedia setelah petang. Tenda-tenda makan yang memenuhi pinggiran jalan itu menyajikan berbagai hidangan klasik seperti pecel lele, nasi goreng, olahan seafood, dan menu lainnya yang menjadi makan malam para karyawan atau pelajar sepulang beraktivitas. Tenda makan yang menyediakan makanan yang murah dan cepat telah menjadi ciri khas street food Indonesia yang telah ada dari waktu ke waktu. Namun, tenda-tenda makan yang berdiri di trotoar kerap menghalangi ruang gerak para pejalan kaki. Selain memakan tempat, tenda makan yang dibangun di trotoar juga membutuhkan banyak ruang untuk mendukung seluruh kegiatan yang terjadi di dalamnya. Ruang-ruang tersebut pastinya menempati ruang di luar area yang sudah tersedia, seperti tempat parkir, tempat cuci, tempat duduk outdoor saat jam sibuk, dan lainnya. Saluran air di sekitar tenda makan juga kerap disalahgunakan menjadi tempat sampah, menyebabkan berbagai masalah baru ditulis oleh Khalif Nur seperti pemandangan kumuh dan bau tak sedap serta tersumbatnya saluran air, yang juga menjadi salah satu faktor banjir di sejumlah daerah. Tenda makan juga sering berdiri tanpa memiliki perizinan resmi, sehingga sering terjadi penggusuran atau pengusiran oleh aparat kepolisian. Kegiatan-kegiatan ini pastinya mengganggu aktivitas sekitar, baik pejalan kaki maupun kelancaran lalu lintas. Para pejalan kaki merasa tidak nyaman akan ruang sempit yang tersedia, sehingga memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dalam transportasi mereka sehari-hari, memperburuk kemacetan lalu lintas yang ada.
Tempat Makan atau Makan Tempat?
Namun, warung makan yang ‘mengganggu’ jalan memperkuat esensi warung makan sebagai street food khas Indonesia. Upaya-upaya membenahi warung makan seperti relokasi ke pujasera justru melemahkan identitas warung karena seragamnya penampilan mereka kendati perbedaan menu dan gaya kuliner yang mereka hidangkan. Upaya renovasi warung menjadi tempat makan yang lebih besar dan rapi juga pastinya menawarkan pengalaman kuliner yang berbeda. Jadi, bagaimana nasib tenda makan ke depannya?
Jadi, bagaimana nasib tenda makan ke depannya? 6
VOL 08
WABAH TENDA MAKAN
7
difoto oleh Jeremy Hanson
8
WABAH TENDA MAKAN
Tenda Makan sebagai Ruang Publik ditulis oleh Shafia Fadila dan Anthea Tatyana
Arsitektur merupakan perwujudan dari problematika kebutuhan pengguna, maka perancangan arsitektur dilayangkan menuju sasaran pengguna, yaitu manusia. Manusia adalah makhluk hidup sosial, maka aspek sosial merupakan substansi kebutuhan manusia yang mendorong terlahirnya ruang komunal sebagai wadah interaksi untuk membentuk komunitas. Ruang komunal sebagai ruang publik dapat memberikan makna dan menanggapi keinginan serta kegiatan masyarakat setempat, juga memiliki sasaran pengguna yang tidak mengacu kepada golongan tertentu.
VOL 08
Ruang komunal merupakan tanggapan kebutuhan manusia yang mendukung interaksi berlandaskan kebutuhan lain yang spesifik, kebutuhan inilah yang mendorong seseorang untuk menempati ruang. Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah pangan, dari kebutuhan tersebut tercipta berbagai jenis ruang berdasarkan konteks, salah satu jenis ruangnya ialah tenda makan. Tenda makan hadir dalam menanggapi minimnya lahan diiringi banyaknya pengguna, maka tercipta ruang bersifat multifungsi, di mana dalam satu ruang terdapat berbagai kegiatan diantaranya sebagai tempat mengolah dan menyantap makanan, serta sebagai ruang publik yang mendorong terjadinya interaksi dengan tata letaknya berada di tengah ruang publik sebagai sarana pemicu aktivitas publik.
9
Warung makan sebagai ruang komunal tercipta atas dasar aspekaspek ruang dalamnya. Interaksi yang tercipta antara pembeli dengan pembeli atau penjual sangat bergantung pada pengolahan ruang dan efisiensi penataan ruangnya. Adanya media berbagi dalam ruang komunal ini seperti meja panjang dan dapur yang dapat langsung berinteraksi dengan pelanggan secara tidak langsung menjalin sebuah interaksi satu sama lain dimana pembeli dan penjual berkumpul pada satu ruangan. Tersedianya tenda makan lekat hubungannya dengan kebutuhan lingkungan sekitarnya. Bisa dilihat pada lingkungan sekitar kampus banyak terdapat tenda-tenda makan yang berjejer disebabkan tingginya kebutuhan makan para mahasiswa. Wabah tenda makan ini menjadikan terciptanya ruang-ruang komunal baru di sekitar kampus untuk saling berinteraksi satu sama lain. Maka, tenda makan dapat disebut sebagai ruang komunal dikarenakan ruang yang tersedia dapat menghimpun para pembeli dan penjual dalam satu tempat.
10
WABAH TENDA MAKAN
VOL 08
difoto oleh Jeremy Hanson
11
Arsitektur adalah penciptaan suasana, perkawinan guna dan citra. Bukan dalam kemewahan bahan atau tinggi teknologinya letak harganya. Bahan-bahan yang sederhana justru lebih mampu mencerminkan refleksi keindahan puisinya karena lebih bersih dari godaan maupun kepongahan Y.B. Mangunwijaya, Wastu Citra: 348, 1988
12
WABAH TENDA MAKAN
Georgius Budi Yulianto
Peran Tenda Makan dalam Menghidupkan Ruang
Sumber: twitter.com/bugsbugar
ditulis oleh Shafia Fadila dan Anthea Tatyana
VOL 08
Terciptanya tenda biru atau tenda makan menurut Georgius Budi Yulianto didasari bagaimana para pemilik tenda makan menangkap spirit of the place di lingkungan sekitar. Tenda biru dianggap sebagai fasilitas yang mengganggu sirkulasi jalan untuk para pejalan kaki dan lalu lintas, sebab lokasinya yang umum berada di trotoar. Dalam buku yang berjudul What Time Is The Place oleh Kevin A. Lynch, Pak Budi mengutip bahwa place dan space adalah dua faktor yang menjadi landasan terciptanya tenda warung makan dimana sebuah tempat akan memiliki arti jika ruang nya memiliki makna yang jelas.
13
Ruang publik sebagai bentuk arsitektur dalam perancangannya harus dapat memberikan impak terhadap pengguna berupa perasaan aman, nyaman dan selamat menurut Georgius Budi Yulianto. Rasa aman diperoleh dari bentuknya yang mampu melindungi serta dalam sirkulasi jalan, kenyamanan didapat dari tata ruang dan ergonomi serta keselamatan timbul dari aspek sanitasi yang baik dalam ruang. Menurut Pak Budi, seorang arsitek seharusnya mendukung eksistensi tenda makan dengan cara memberikan penataan ruangnya yang baik agar lingkungan sekitarnya bersifat pedestrian-friendly. Masalah penempatan ini menurut Pak Budi dapat ditanggulangi dengan penataan ruang yang benar dengan cara regulasi, instalasi dan kontrol. Pak Budi mengatakan bahwa dilihat dari sudut pandang urban aesthetic, keberadaan tenda makan sebaiknya dihilangkan dikarenakan mengganggu sirkulasi jalan, namun di sisi lain eksistensi tenda makan dapat memberikan kehidupan, oleh karena itu kehadirannya perlu dipertahankan karena dengan adanya tenda makan dapat menarik banyak orang sehingga menciptakan keramaian pada lingkungan yang menjadi suatu aspek terciptanya area yang aman. Hal tersebut dikorelasikan dengan keberadaan tenda makan yang berada di kawasan UNPAR. Menurut beliau keberadaannya harus dipertahankan sebagai elemen penghidup sekitar kampus karena tidak hanya berdampak pada mahasiswa melainkan juga pada para warga sekitar UNPAR.
14
WABAH TENDA MAKAN
Pujasera Parahyangan: Sedia Mie Instan Hingga Steak ditulis oleh Gilang Ekadana dan Davis Tjandra
difoto oleh Jeremy Hanson
Pujasera Parahyangan atau lebih dikenal dengan sebutan ‘Racun’ (Racikan UNPAR) oleh mahasiswa UNPAR menjadi contoh tenda makan yang bersifat knockdown. Dari pagi hingga siang hari lokasi Racun menjadi sebuah lahan parkir untuk mahasiswa ataupun staff UNPAR. Menjelang sore hingga malam hari, area parkir tersebut beralih fungsi menjadi area tenda makan yang ramai dikunjungi masyarakat sekitar.
VOL 08
Bentuk Racun yang merupakan deretan tenda-tenda linear menawarkan pilihan menu yang beragam untuk para pengunjung. Ruang dalam tiap tenda yang sempit memungkinkan kesempatan untuk berinteraksi secara maksimal. Di depan tenda-tenda Racun terdapat pot tanaman yang bisa ditempati sebagai tempat duduk, sehingga menyisakan ruang di antaranya untuk para pejalan kaki lewat. Pot-pot tanaman tersebut juga berfungsi sebagai batasan yang jelas antara ruang makan dan jalan raya, memastikan ruang makan Racun tidak akan mengganggu lalu lintas.
15
Para penjual hidangan di Racun mulai mendirikan tenda mereka dari jam empat sore, menyiapkan alat-alat dan area kerja mereka serta meja dan kursi pengunjung dalam waktu satu jam untuk dijual hingga jam setengah satu malam, dimana satu setengah jam terakhir dipakai untuk membereskan perlengkapan dan menurunkan tenda. Pada jam puncaknya, ruang duduk yang tersedia di dalam Racun tidak cukup untuk menampung para pengunjung yang datang, sehingga para pengunjung harus duduk di luar tenda dan menyebabkan seluruh bagian trotoar diisi oleh pengunjung Racun. Penggunaan bambu sebagai material struktur Racun yang ringan dan portabel adalah bentuk penerapan sistem konstruksi “knockdown� yang berarti pendirian dan pemberesan struktur dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Tidak hanya di Racun saja, sistem ini juga diterapkan oleh kebanyakan tenda makan di Indonesia karena metode ini dirasa cukup efektif untuk menghemat ruang oleh para penjual. Walaupun Racun menyebabkan area sekitarnya terkesan kumuh, tapi keberadaanya sudah diterima oleh masyarakat di sekitar UNPAR dan menjadi salah satu destinasi kuliner mahasiswa.
16
WABAH TENDA MAKAN
“
Apa sih yang bikin kalian makan di Racun?
“
Soalnya temen-temen sejurusan sering makan di sini. Harganya juga murah, rasanya enak. Christopher, Hukum UNPAR
VOL 08
Racun tuh banyak banget pilihannya, deket dari lingkungan kampus juga. Xena, Administrasi Publik UNPAR
17
Harganya terjangkau buat mahasiswa, dadar panasnya juara. Vira, Administrasi Publik UNPAR
Lumayan sering makan di Racun kalau lagi main ke Ciumbuleuit, soalnya harganya murah buat daerah sini. Bonar, karyawan PT MULTINDO
Baru pertama kali ke daerah sini sih, tapi keliatannya enak dan murah. Pilihannya juga macem-macem. Yenni, Kalimantan
Gue ke Racun karena diajakin tementemen gue. Emang kalo nongkrong seringnya di Racun. Juan, siswa SMAK 1 BPK Penabur Bandung
18
WABAH TENDA MAKAN
Berkumandang sang tenda makan Medan perang bermacam percakapan Hadir di berbagai spektrum kesibukan Menjawab kebutuhan primer manusia Berdiri menancap ke aspal Kepalanya bertutupkan terpal Lantas kenapa ia memalang Menghalangi yang hendak berlalu lalang? Berkaki dua berkaki empat Beramai ramai hendak merapat Duduk di jejeran kursi lipat Berharap dihidangkan setusuk amanat Adakah yang tak suka? Berbisik jelas di depan muka Diruntuhkan oleh pengguna Diremukan oleh budaya Kenapa ia masih bangkit? Padahal muncul oposisi Tempat bertemu berbagai koalisi Sejatinya tak ada maksud selain baik
VOL 08
ditulis oleh Ezra Bagus
19
20
WABAH TENDA MAKAN
11
TTS
1
2
W
A
R
U
N
G
2
3
3
4
4
5
VOL 08
Pertanyaan Menurun 1. Pancake a la nusantara 2. Warung Tegal 3. Sosis nasi 4. Hijau, segar, dan mentah
21
Mendatar 1. Merah, jahat, tapi enak 2. Makanan berbahan dasar telur yan digoreng dilengkapi potongan daging 3. Daerah pelopor warung dengan franchise paling banyak 4. Milik umum 5. Kurang dari luas yang diperlukan
22
minikomm by kommunars