Komunikasi Edisi 301 November-Desember 2015

Page 1



DAFTAR ISI 6

PKM UM:

Dari Kuantitas Menuju Kualitas Setiap tahunnya PKM memberikan euforia tersendiri bagi mahasiswa karena merupakan salah satu wadah menerapkan ide kreatif. Sebuah karya kreativitas mahasiswa juga selayaknya ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Simak ulasannya dalam rubrik Laporan Utama.

SALAM REDAKSI 4 SURAT PEMBACA 5 LAPORAN UTAMA

The Learning University Award 2015,

Citra Dosen Sejuta Karya

19

SEPUTAR KAMPUS 13 PROFIL CERITA MEREKA 22

Mulai dari best paper, best presenter hingga berbagai international conference telah beliau lalui. Hal itu membawa beliau menyabet The Learning University 2015. Simak cerita selengkapnya dalam rubrik Profil.

26

OPINI 10

PUSTAKA 24 INFO UP TO DATE 12

Romansa Pimnas XXVIII Haluoleo

LAPORAN KHUSUS 28 WISATA

Tak ada sesuatu yang diperoleh dengan cumacuma tanpa adanya halang rintang maupun suka duka. Begitu pula yang dirasakan sembilan tim perwakilan Pimnas UM yang berhasil menyabet dua medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Simak selengkapnya di rubrik Info.

AGAMA 32 KOMIK 33 RANCAK BUDAYA 34

Kerambil Kulon dan Kondang Iwak Panorama Surga Indonesia

30

Bebatuan terjal, jalanan sempit, membelah kebun nanas, sempat memunculkan penyesalan untuk melakukan perjalanan ini. Namun, semuanya sirna ketika mata dihadapkan pada bibir pantai yang tersapu riak-riak air laut, surga. Simak perjalanan selengkapnya di rubrik Wisata. Tahun 37 November-Desember 2015 |

3


Salam Redaksi STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ tanggal 27 Oktober 1978

Harmonisasi Karya Mahasiswa, Oleh Sri Rahayu Lestari

S

alam hangat para pembaca setia Komunikasi. Realita saat ini menuntut inovasi dan karya untuk selalu diciptakan. UM sebagai wadah tempat mahasiswa menuntut ilmu dan pengetahuan serta kiblat ilmu kependidikan Indonesia, secara tidak langsung memikul tanggung jawab moral untuk mencetak anak bangsa yang kreatif, inovatif, dan aplikatif dalam ilmunya untuk masyarakat. Kreasi dan inovasi merupakan alat yang diperlukan untuk menavigasikan arah kemajuan Indonesia di tengah gelombang globalisasi. Oleh karena itu, UM dengan tim kemahasiswaan dan seluruh civitas menggiatkan sosialisasi, pembimbingan dan pengunggahan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). PKM sebuah agenda tahunan yang prestisius dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia yang memfasilitasi potensi mahasiswa dari seluruh universitas di Indonesia dalam berkarya. Gaung ini diharapkan dapat menarik sebanyakbanyaknya minat dan karya dari seluruh insan akademis UM. PKM mewadahi pengembangan mahasiswa atas ilmu dan teknologi yang telah dipelajari di bangku kuliah serta pengembangannya dalam masyarakat. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa mutu perguruan tinggi direfleksikan dari lulusan yang cakap dalam mengantisipasi pengembangan bangsa. PKM sendiri terdiri atas rangkaian tahap seleksi dengan Pekan Ilmiah Nasional (Pimnas) sebagai puncak acaranya. Agenda yang telah ada sejak 27 tahun silam ini mempunyai beragam cabang kategori, antara lain yaitu PKM-Penelitian (PKM-P), PKM-Karsa Cipta (PKM-KC), PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M), PKM-Penerapan Teknologi (PKM-T), PKM-Kewirausahaan (PKM-K), PKM-Artikel Ilmiah (PKM-AI), serta PKM-Gagasan Tertulis (PKM-GT). Pengelompokan ini dimaksudkan agar ruang kreasi dari mahasiswa tak terbatas hanya pada teknologi semata sehingga ide apapun tetap dapat terfasilitasi pengembangannya. Atmosfer kompetitif dalam PKM membuat ajang ini sebagai salah satu ajang paling bergengsi tingkat perguruan tinggi di Indonesia. Semua peserta berlomba-lomba agar karyanya menjadi yang paling baik di antara yang terbaik. Oleh karena itu, persiapan matang sangat dibutuhkan

dok. Pribadi

Tantangan dan Peluang mulai dari pembentukan awal kelompok hingga tahap proses dalam lomba. Persiapan matang otomatis membutuhkan pengorbanan waktu dan usaha yang tidak sedikit. Sayangnya, kebutuhan atas waktu kerap kali menjadi momok mahasiswa. Beban akademik yang relatif tinggi serta banyaknya agenda dan tanggung jawab tambahan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus membuat alokasi waktu untuk persiapan dan proses selama berlangsungnya seleksi PKM menjadi berkurang.Tantangan yang dihadapi tak dapat semata-mata hanya dianggap penghambat. Bahkan jika dilihat dari sisi lain, tantangan ini dapat dijadikan sebagai peluang, salah satunya adalah peluang bagi mahasiswa untuk belajar mengatur porsi waktu untuk akademik, nonakademik, dan hubungan sosial kemasyarakatan. Lebih lanjut lagi, hal berharga lain yang dapat dipetik adalah pembelajaran bagaimana mengemban amanah lebih sebagai mahasiswa. Amanah ini adalah proyeksi Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu selain pendidikan dan penelitian, mahasiswa juga punya kewajiban mengabdi pada masyarakat. Peluang lain yang dapat dimanfaatkan dari partisipasi mahasiswa dalam rangkaian kompetisi PKM adalah penelitian yang dilakukan untuk menciptakan karya dibiayai oleh pemerintah. Selain itu, sebagai bentuk apresiasi para pemenang terpilih di tingkat nasional akan mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ke tingkat lebih lanjut. Harapannya, karya-karya yang lahir akan menjadi benih menuju Indonesia yang terdepan dalam inovasi serta aplikasi ilmu pengetahuan dan pendidikan berasal dari UM. Hal ini sesuai dengan amanah yang diemban UM sebagai The Learning University. Pada tahun 2015, UM telah mengunggah sebanyak 3028 PKM. Dengan harapan pada tahun 2016 semakin banyak penelitian dan karya pengabdian yang akan dibiayai oleh pemerintah serta semakin banyak inovasi baru yang dikembangkan dan diaplikasikan kepada masyarakat, terutama dari mahasiswa yang berasal dari UM. Akhirnya, kami segenap kru Komunikasi mengharapkan para pembaca dapat belajar dari semua rubrik yang telah kami hadirkan pada edisi kali ini. Salam. Penulis adalah dosen Biologi UM dan anggota penyunting Majalah Komunikasi

KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi_um@ymail.com • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan printout, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.

4 | Komunikasi Edisi 301

Pembina Rektor (Ah. Rofi’uddin) Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur Anggota Amin Sidiq Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Maziatul Churiyah Yusuf Hanafi Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Rizky Imaniar Roesmanto Layouter Dio Lingga P. Monica Widyaswari Desainer dan Ilustrator F. Anwar Aji Setiawan Reporter Choirun Nisa Ristanty Binti Muroyyanatul A. Iqlima Pratiwi Muhammad Ajrul Mahbub Rodli Sulaiman Novi Fairuzatin A. Cattetiana Dhevi Arni Nur Laila Selvi Widiariastuti Iven Ferina Kalimata Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah M. Faris Alfafan Khalilan Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Imam Sujai Lusy Fina Tursiana Astutik Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani


Surat Pembaca

Rekomendasi untuk Cerita Mereka

Halim Jaya, Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa

Mengolasekan potongan kreativitas menjadi sebuah berlian untuk posisi yang pantas. Cover Story

Repro Internet

Waalaikumsalam Wr. Wb. Terima kasih atas apresiasi Saudara Taqim terhadap Majalah Komunikasi. Setelah melalui berbagai pertimbangan, redaksi telah memutuskan untuk menerima usulan Saudara dan menampilkan Salsabila pada rubrik Cerita Mereka pada edisi 301 November-Desember. Semoga menginspirasi dan selamat menikmati. Redaksi

Aji Setiawan

Assalamualaikum Wr. Wb. Redaksi, saya penikmat setia Majalah Komunikasi terutama rubrik Cerita Mereka. Hal ini dikarenakan rubrik tersebut sangat menginspirasi dengan mengangkat sosok dari nol sampai ia berprestasi gemilang. Saya memumpunyai teman bernama Salsabila, mahasiswi Sastra, berdasarkan prestasi dan pengalamannya saya ingin merekomendasikannya untuk diliput mengisi rubrik Cerita Mereka. Terima kasih.

Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian. Henry van Dyke

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Tahun 37 November-Desember 2015 |

5


Laporan Utama

PKM UM:

DARI KUANTITAS

T

menuju KUALITAS untutan mahasiswa adalah bagaimana menerapkan ilmu yang mereka dapatkan di perkuliahan. Namun, nampak kesenjangan antara ilmu yang diajarkan di kampus dengan realitas kebutuhan masyrakat. Sehingga diperlukan jembatan yang mampu membuat kedua hal ini saling mendukung. Oleh karena itu, pada tahun 2001 pemerintah memunculkan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang merupakan pengembangan dari Karya Alternatif Mahasiswa (KAM) yang sudah ada sebelumnya. “PKM digulirkan oleh Kemen Dikti untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa di berbagai kegiatan dan strategi,� terang Wakil Rektor III UM. Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., M.Ed. juga menjelaskan, ada tujuh macam PKM. Pertama, disebut PKM lima bidang, terdiri atas PKM Penelitian, PKM Karya Cipta, PKM Pengabdian Masyarakat, PKM Kewirausahaan, dan PKM Teknologi. Kedua PKM Karya Tulis, terdiri atas PKM Gagasan Tertulis dan PKM Artikel Ilmiah. Setiap tahunnya PKM memberikan euforia tersendiri bagi mahasiswa program sarjana maupun diploma. Karena inilah salah satu wadah mahasiswa untuk menerapkan

ide kreatif untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Tidak hanya itu, program kreativitas ini juga membekali kompetensi bermasyarakat untuk mahasiswa agar siap terjun dalam lingkungan sosial. Setelah berakhirnya Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-28 di Universtas Halo Uleo, Kendari (05-09/05), kini civitas akademik UM siap menyambut pendanaan PKM tahun anggaran 2016. Track Record PKM UM Dari data yang terekam oleh Kemahasiswaan UM selama tiga tahun terakhir, jumlah PKM yang didanai terus meningkat. Untuk anggaran tahun 2015, terdapat 192 yang lolos dan menempatkan UM pada peringkat kesembilan nasional. Jumlah ini naik dari total 187 pada tahun 2014 dan 110 pada tahun 2013. Tidak hanya berhenti pada pendanaan saja, sebanyak sembilan PKM lolos Pimnas pada tahun 2015, sepuluh PKM pada 2014, dan dua PKM pada tahun 2013. Memang jumlah proposal yang didanailah yang menjadi parameter keberhasilan PKM di UM. “Jadi kita melihat kesuksesan kita dari jumlah proposal yang didanai Foto: Ajrul

> Pelatihan PKM untuk mahasiswa Bidik Misi 2015.


dan bagaimana peringkat kita dibandingakan dengan universitas-univesitas lainnya,” tutur Bapak Syamsul. Setiap tim yang lolos dalam Pimnas akan diadu kembali secara nasional dengan merebutkan medali emas, perak, dan perunggu pada beberapa kategori. Selama dua tahun berturut-turut UM telah mampu membunyikan gaungnya pada ajang ini. Pada perhelatan Pimnas ke-28 tahun 2015 misalnya, kontingen UM berhasil menyabet dua medali emas dan satu medali perunggu sedangkan pada tahun sebelumnya mendapatkan satu emas dan satu perak. Untuk tahun ini jumlah PKM yang meminta username dan password telah mencapai target yang telah ditetapkan rektorat, yaitu mencapai 3208 proposal. “Saya sangat senang karena tingkat partisipasi mahasiswa sudah mencapai angka tersebut,” ungkap WR kelahiran Malang itu. WR III juga mengaku senang karena peran fakultas sudah cukup efektif. Para pejabat pun sudah bekerja keras.

Foto: Ajrul

Mendongkrak Kuantitas dan Kualitas PKM Secara garis besar, usaha untuk mendongkrak kuantitas dan kualitas PKM UM meliputi tiga hal, yaitu penyiapan proposal, penyiapan pelaksanaan, dan penyiapan menuju Pimnas. Salah satu yang dilakukan UM, yaitu mewajibkan para mahasiswa terutama penerima beasiswa untuk menulis PKM. Untuk meningkatkan kualitas PKM, UM menggerakkan seluruh jajarannya. Pihak universitas menunjuk setiap fakultas untuk terlibat aktif. Masingmasing fakultas menyelenggarakan sosialisasi dan pemahaman cara menyusun PKM yang benar. “Narasumber sangat bagus, ada pertukaran pemateri antar fakultas di UM,” tutur Pak WR III. Secara formal Wakil Rektor telah memberikan edaran surat kepada seluruh pimpinan fakultas untuk lebih menggerakan civitas akademik menyukseskan PKM. Harapannya semua jajaran rektor, dekan, ketua jurusan, hingga tingkat organisasi mahasiswa (ormawa) mampu berpartisipasi mendukung program peningkatan kualitas dan kuantitas PKM ini. “Saya menganjurkan agar HMJ dan BEM fakultas mampu mengumpulkan mahasiswa senior yang telah berpengalaman dalam PKM untuk dijadikan mentor,” ujar salah satu dosen Fakultas Teknik itu. Hal ini dibenarkan pula oleh Drs. Solichin, S.T., M.Kes., ketua Tim Penalaran UM. “Ada trik baru untuk memenangkan PKM, yaitu topdown,” ungkapnya. Rektor telah membuat kontrak kerja agar para dekan dan ketua jurusan serta seluruh ormawa menjaga komitmen untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas PKM UM. Selain itu, menurut Pak Solichin, para dosen juga dapat berpartisipasi aktif mendongkrak kuantitas dan kualitas PKM UM dengan memberikan tugas di kuliahnya.

Foto: Ajrul

Laporan Utama

> Dr. Syamsul Hadi M.Pd., M.Ed. selaku WR III.

Para dosen menjadikan PKM sebagai syarat para mahasiswa untuk dapat mengikuti ujian matakuliahnya. Dengan demikian, PKM yang masuk tentu bertambah banyak. “Ini merupakan trik yang luwes sehingga lamalama mahasiswa akan terbiasa menulis PKM, meskipun awalnya terpaksa,” tutur Ketua Prodi Teknik Mesin itu. Setiap tahun, Tim Penalaran UM memberikan sosialisasi format penulisan PKM yang terbaru. “Setiap tahun mesti ada yang beda,” ungkap Pak Solichin. Tidak hanya berhenti dalam sosialisasi. Dalam upaya menyiapkan PKM yang telah didanai untuk monitoring dan evaluasi (monev) eksternal, maka dilakukan monev secara internal oleh tim penalaran UM. Di sinilah mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengutarakan kendala-kendala selama implementasi proposal mereka. Tim penalaran juga berusaha meningkatkan kualitas artikel ilmiah yang merupakan syarat untuk pelolosan ke Pimnas. “Target kita kan memperbanyak jumlah PKM yang lolos Pimnas,” ujar Pak Solichin. Para mahasiswa yang lolos ke Pimnas berkesempatan untuk dibimbing dan dikarantina. Mereka dilatih teknik berbicara di depan umum, cara membuat powerpoint yang baik, dan cara membuat poster. Bahkan persiapan mental dari kontingen yang akan berangkat juga dilakukan selama karantina. Selain itu, juga didatangkan senior dan juri Pimnas untuk memahami kriteria penilaian di sana. Menurut keterangan WR III, mahasiswa yang berhasil mendapatkan peringkat dalam Pimnas akan mendapatkan dana pembinaan dan pembebasan biaya SPP selama satu semester. Kebijakan ini secara resmi telah disahkan melalui SK Rektor dan telah dilaksanakan. Tidak hanya untuk Pimnas saja, penghargaan

ini juga berlaku untuk semua kompetisi nasional yang diadakan oleh lembaga yang kredibel. Bagi mahasiswa, sertifikat yang didapatkan ketika mengikuti Pimnas juga diperhitungkan melalaui sistem poin untuk pemilihan wisudawan terbaik bidang nonakademik. Apresiasi kepada dosen yang berpartisipasi membimbing PKM juga diberikan oleh UM. Tidak secara langsung, namun melalui sitem remunerasi. Penghargaan ini sedang dirancang dengan sistem bertingkat. Di mana membedakan antara dosen yang membimbing penyusunan proposal, implementasi proposal, dan persiapan memasuki Pimnas. Bahkan apabila mahasiswa yang dibimbing mampu lolos ke Pimnas, maka pembimbing dapat ikut serta mendampingi dengan biaya ditanggung penuh oleh Kemenristek Dikti. “Pemberian ini memang wajar dan rasional, namun supaya adil diberikan tahapan,” jelas WR III. Kendala “Pak Syamsul tegas, harus tanda tangan sendiri,” ujar beliau dengan mantap. Pihaknya enggan memberikan tanda tangan stempel untuk PKM karena akan ditelusuri oleh pusat dan bisa saja proposal PKM tidak lolos seleksi administrasi jika ditemukan tanda tangan stempel. “Saya tidak pernah menunda tanda tangan, dan ini sebagai apresiasi saya kepada mahasiswa yang telah bersusa payah menyusun proposal dengan sebaik-baiknya”, tambah dosen yang pernah menempuh studi S2 di Australia ini. Namun, jika dibenturkan dengan persoalan deadline, WR III menjelaskan bahwa semua pihak di kampus sudah melayani para mahasiswa dengan baik. Hanya saja mahasiswa yang suka meminta tanda tangan di akhir batas pengumpulan. Hal ini tidak sepenuhnya Tahun 37 November-Desember 2015 |

7


malas mengimplementasikan PKM-nya. Hal-hal di atas juga dipaparkan oleh Choirunnisa Ristanty, mahasiswa Sastra Inggris yang telah dua kali lolos ke Pimnas. Tanty mengungkapkan beberapa kendala yang pernah ia alami selama menulis PKM hingga lolos Pimnas. Dari segi administrasi, Tanty mengaku bahwa di UM masih rumit. “Jika berkaca dari perguruan tinggi lain, UM belum ada gerakan masif dari tingkat yang paling rendah, misalnya HMJ,” keluhnya. Ia sering bolak-balik mencari tanda tangan para pejabat kampus dan belum tentu mereka ada di tempat. Tanty juga mengeluhkan terbatasnya jumlah dosen yang memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Bagi mahasiswa baru, menurutnya, perlu ada sosialisasi cara memilih dosen pembimbing PKM dan bagaimana cara menghubungi dosen yang baik dan benar. Gadis yang juga merupakan Mawapres II UM ini mengeluhkan greget mahasiswa UM yang masih kurang. Menurutnya, para mahasiswa UM masih banyak yang tidak mau menulis PKM. Jika demikian, kuantitas dan kualitas PKM UM akan sulit meningkat. Tanty pun merasa penghargaan dari kampus masih kurang. “Harus ada modal, booster, dan iming-iming untuk menarik minat mahasiswa agar bersemangat,” katanya. Secara pribadi, Tanty menyesalkan pengalamannya. Bahwa menurutnya relasi mahasiswa masih kurang sehingga mereka berkelompok membuat PKM dengan teman-teman sejurusan. “Seharusnya ada mix and match,” tutur gadis asal Banyuwangi itu. Tanty mengambil contoh kelompoknya sendiri. Ada mahasiswa Desain Komunikasi Visual, mempunyai karya bagus tapi lemah di kepenulisan. Maka, mahasiswa ini menggandeng jurusan lain yang dapat membantunya menuangkan ide dalam tulisan. Selain itu, rata-rata persiapan dan planning kelompok masih kurang maksimal, juga tidak ada job description yang jelas antar anggota. Dalam proses pengajuan PKM, satu dosen hanya diperbolehkan untuk mem­ bimbing sepuluh proposal. Lebih dari itu, maka sistem akan otomatis menolak proposal yang kesebelas. Masalah inilah yang diindikasi sebagai penyebab banyaknya proposal yang tidak terunggah. WR III juga menyadari bahwa terdapat beberapa jurusan dengan jumlah pengusul melampaui jumlah dosen yang tersedia. “Sebenarnya masih terbuka kemungkinan untuk meminta pembimbing > Choirun Nisa Ristanty pemenang medali emas dalam Pimnas. dari jurusan lain dan dapat Foto: Ajrul

lancar. Sebab, para mahasiswa sering kali melakukan kesalahan format PKM, misalnya penulisan nama, gelar, dan NIP atau kop UM dan kop Kemenristek Dikti. Peran serta fakultas juga telah dikerahkan maksimal untuk menangani masalah ini. Berkaca pada tahun lalu, mahasiswa selalu memadati gedung kemahasiswaan untuk meminta tanda tangan dan username. Tak pelak antrean panjang terjadi. Namun, untuk sekarang, mahasiswa dipermudah dengan cukup membawa proposal ke subbag kemahasiswaan. Selanjutnya, proses akan diteruskan oleh staf dari masing-masing fakultas. “Last minute mentality harus diubah,” tegas Pak Syamsul. Selain pada hal-hal administratif yang tak terduga, hobi mengumpulkan di jam-jam terakhir ini berdampak pula pada sulitnya mengunggah PKM. Saking banyak yang mengunggah PKM di seluruh Indonesia, biasanya internet lemot. Pak Solichin mengungkapkan hal yang sama dengan Pak Syamsul. Pak Solichin menambahkan, kendala lain yang muncul, yaitu dosen kelebihan kapasitas. “Terkadang dosen lupa sudah menandatangani berapa PKM sehingga jika lebih dari sepuluh, maka PKM mahasiswa tak dapat diunggah,” terang Pak Solichin. Pak Solichin juga menerangkan, Tim Penalaran UM sering kali menjumpai mahasiswa yang tiba-tiba menghilang padahal PKM-nya didanai. Menurutnya, barang kali itu terjadi karena si mahasiswa membuat PKM asal-asalan untuk menggugurkan kewajiban. Tetapi, ternyata ada rezeki untuk mahasiswa sehingga bisa didanai. Karena niat membuat PKM yang masih kurang itu, maka mahasiswa pun

8 | Komunikasi Edisi 301

dikoordinasi di tingkat fakultas. Bahkan diperbolehkan pembimbing dari fakultas lain. Asalkan mahasiswa mau berkoordinasi dengan baik,” ungkapnya. Walaupun di sisi lain berisiko bimbingan tidak dilakukan oleh orang yang berasal dari bidang ahlinya. Namun, belajar dari universitas yang sudah berpengalaman dalam PKM, bahwa secara formal tercatat mungkin satu dosen pembimbing, namun diskusi dapat dilakukan dengan siapa saja. Tips-tips Proposal menjadi aspek penting dalam pengajuan program PKM. Dr. Mistaram, M.Pd. selaku juri PKM berpesan agar mahasiswa benar-benar memahami format penulisan PKM yang baik dan benar. Ia juga mengutarakan, ada beberapa detail yang harus diperhatikan. Misalnya untuk bidang pengabdian masyarakat, sasaran yang dituju harus benar-benar real dan membutuhkan bantuan. Selain itu, mahasiswa harus mengembangkan pengabdian dari hal-hal yang sedang menjadi trend sebagai ide yang menarik untuk diangkat. “Sekarang yang sedang ramai pakaian lukis,” ungkap Pak Mistaram. Menurut Pak Mistaram, sering kali proposal lemah dalam luaran yang kurang rinci dan matang. Selain itu, duplikasi ide juga sering muncul. Selama dua puluh tahun perjalanan PKM, gagasan-gagasan yang sama sering kali tidak dimodifikasi dengan baik. “Hal ini mengindikasikan pikiran mahasiswa masih sempit. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan membaca banyak referensi,” jelas dosen Desain Komunikasi Visual itu. Setelah proposal PKM diunggah, maka reviewer akan melakukan penilaian dan akhirnya pengumuman proposal yang lolos pendanaan. Hal yang ditekankan pasca pengumuman adalah pelaksanaan dengan sebaik-baiknya bagi proposal yang diterima. Teknik membagi waktu dalam implementasi merupakan kunci kesuksesan dari Pimnas. “Pengalaman saya, setelah pengumuman, langsung dilaksanakan. Masalah dana bisa diatur. Jika semua data sudah lengkap dan rinci, maka pemonev akan tersenyum dan berkata bagus,” terang Pak Mistaram. Selama menjadi pemonev, ia paham betul dengan mahasiswa yang telah benarbenar menyelesaikan pengerjaan PKM atau mahasiswa yang belum menyelesaikan PKMnya. “Biasanya yang ragu-ragu atau banyak bicara itu belum selesai,” tambahnya. Sebagai kriteria pelolosan ke Pimnas, nilai dari monev akan dipadukan dengan nilai proposal. Dalam Pimnas, peserta akan diminta untuk mempresentasikan hasil dari gagasan mereka. Menurut Pak Mistaram yang sudah menjadi juri selama empat belas tahun, presentasi di Pimnas harus dipersiapkan dengan maksimal. Hal itu karena Pimnas merupakan kompetisi yang bertaraf nasional. Tipsnya adalah tampil

Foto: Ajrul

Laporan Utama


Laporan Utama

Foto: Ajrul

dan kemudahan keperluan administrasi. Targetnya untuk menghasilkan suatu produk yang dapat digunakan secara massal dalam meningkatkan mutu pendidikan. “Saya ingin mengajak orang lain bermanfaat lewat menulis,” jelas pengurus HMJ Biologi itu.

> Drs. Solichin, M.Kes selaku Tim Penalaran PKM UM.

dengan sepercaya diri mungkin. Tidak hanya presentasi yang diperlombakan, namun juga poster. “Kelemahan ketika penilaian poster adalah tidak semua dosen mempunyai jiwa artistik. Padahal aspek poster itu terdiri dari unsur artistik, ilmiah, dan estetik. Jadi panitia bisanya selalu menempatkan dosen seni pada setiap kelas untuk menilai itu,” ujar laki-laki yang mempunyai empat anak itu. Di sisi lain, Pak Solichin menyampaikan, ide kreatif penyusunan PKM dapat berasal dari berbagai hal. “Browsing karya-karya PKM dari ITS maupun UGM. Kita bisa melihat mereka hidup dari PKM,” tutur Pak Solichin. Selain itu, ide kreatif juga bisa didapat dari peristiwa terkini yang ada di masyarakat serta kemajuan teknologi.“Kuncinya adalah mengembangkan ide-ide dari disiplin ilmu masing masing,” ungkapnya. Ia juga menekankan bahwa dalam penyusunan proposal PKM, kolaborasi antarjurusan sangat penting. Jadi, tidak ada alasan utuk mahasiswa mempunyai ide, tetapi tidak mampu menerapkannya. Menurutnya, hal ini akan lebih mudah dengan adanya tim penalaran dari tingkat fakultas maupun jurusan yang berkoordinasi dengan tingkat universitas. Sumber ide kreatif juga disampaikan oleh Tanty. “Carilah isu yang mutakhir, teknologi yang belum ada, aplikatif simple, tapi punya dampak besar,” tutur gadis yang hobi memasak itu. Tanty juga menyarankan agar mahasiswa yang hendak menulis PKM untuk membaca judul-judul yang masuk Pimnas. “Suplemen utama adalah koran, buku, dan bencana alam,” kata Tanty. Pengalaman Membuat Proposal Purbarani, salah satu mahasiswa Sastra Indonesia mengaku malas membuat PKM karena ribet. “Belum lagi jika tidak cocok dengan teman kelompok, bingung mencari ide yang kreatif, terkendala tugas-tugas kuliah, dan ribet ketika mengunggah PKM,” keluh Rani. Mahasiswi asal Blitar itu mengaku

sebenarnya ingin aktif dan rajin membuat PKM. Namun, karena pengalaman ribet yang pernah dialami, ia jadi jera. “Pernah harus bolak-balik nge-print, naik-turun Gedung A3 padahal itu menyita banyak waktu kuliah,” tuturnya. Sementara itu, menurut salah satu mahasiswa Matematika, Barkah Miladina, ia mengaku belum mampu membuat proposal PKM karena tidak menemukan ide. Walaupun ia paham bahwa PKM merupakan ajang untuk pengembangan diri melalui penerapan ide dalam kehidupan nyata. Pengetahuan Mila mengenai bagaimana menulis PKM ia dapatkan dari seminar dan publikasi yang rutin dilakukan oleh kemahasiswaan FMIPA setiap tahunnya. Namun, publikasi pihak fakultas nampaknya belum disambut baik oleh mahasiswa. Menurut keterangan mahasiswa asal Madura ini, minat teman-temannya masih kurang. Walaupun demikian, ia selalu mempunyai keinginan untuk terlibat dalam PKM. “Kalau keingginan selalu ada,” paparnya. Berbeda dengan Purbarani dan Mila, Tanty lebih semangat berkarya di bidang PKM. “Ada kebanggaan tersendiri ketika bisa berjuang dan dihargai,” ungkap Tanty. Bagi Tanty, tidak semua orang berkesempatan mengikuti ajang prestisius seperti Pimnas. Selain itu, Tanty hanya berusaha mengabdi, membuat PKM dan yang paling penting selalu berekspektasi nol. “Jangan berharap menang, tapi optimis bisa selesai dan memberi yang terbaik,” ungkapnya. Setali tiga uang dengan Tanti, Mustofa Yusuf, mahasiswa Biologi, telah mengajukan empat proposal PKM. Ia mulai menjajal setelah dikenalkan dan diajak oleh kakak tingkatnya dalam satu jurusan. Selain itu, pengalaman memenangkan kompetisi karya ilmiah membuatnya semakin bersemangat untuk berkarya. Yusuf ingin meninggalkan kenangan yang baik selama kuliah melalui PKM. Tidak hanya dukungan dari senior saja, Yusuf mengaku fasilitas yang disediakan oleh jurusan sangat baik. Menurut pengalamannya, baik ketua jurusan maupun dosen sangat membantu melalui ketersediaan konsultasi

Harapan “Target kita, yaitu dua kali dari tahun lalu dan sudah terdistribusi untuk semua fakultas,” ungkap Pak Syamsul. Ia menjelaskan, para dekan di setiap fakultas juga telah menentukan targetnya sendiri. Jika UM ingin mencapai 380 proposal dengan perkiraan satu banding sepuluh proposal yang didanai. Maka diperlukan sekitar 3.800 proposal yang seharusnya sudah terunggah. Namun, ke­­nyataannya hanya 2.689 proposal yang berhasil diunggah. “Tetapi, perhitungan satu proposal yang diterima dari sepuluh itu ke­ mungkinan paling buruk,” jelasnya. Menurut Pak Syamsul, Rektor UM berharap tahun 2016, UM bisa lebih banyak masuk Pimnas dan masuk tiga besar. Pak Syamsul juga menjelaskan, PKM masih menjadi salah satu kegiatan kemahasiswaan yang sangat diperhitungkan. Pengalaman selama mengadakan recruitment perusahaan di UM, beberapa perusahaan mengutamakan mahasiswa yang telah menjuarai PKM. “Partisipasi mahasiswa saya harapkan,” tuturnya. Pak Syamsul memberi motivasi, PKM bermanfaat untuk mahasiswa sendiri dan untuk UM agar menjadi kampus unggul dan jadi rujukan seperti tertera pada visi UM. Pak Syamsul berharap, pimpinan dan ormawa bersama-sama menciptakan suasana akademik yang sehat. “Para dosen hendaknya juga membantu mahasiswa, menyisihkan sebagian ide penelitiannya untuk PKM,” ungkap Pak Syamsul. Pak Solichin menambahkan motivasi dari Pak Syamsul, hendaknya mahasiswa membelokkan hobi-hobinya ke PKM. “Mahasiswa harus bisa menciptakan ide dari disiplin ilmu masingmasing,” pesan Pak Solichin. Pak Solichin gigih kebiasaan harus diciptakan. Beliau berharap mahasiswa secara habit memahami PKM sebagai keharusannya. “Harus banyak yang didanai agar beasiswa banyak yang mengalir,” kata Pak Solichin. Kemudian pemerataan PKM disemua fakultas juga harus di tingkatkan. Jika pada tahun sebelumnya hanya didominasi oleh FT dan FMIPA, harapannya dengan ikut terlibatnya pihak-pihak fakultas maupun jurusan dapat membantu dalam hal ini. PakMistarampunberpesanagarmahasiswa membuka kartu sadar. “Hidup dan kehidupan kadang sulit. Tapi, kalau kita mau melihat sekitar, kita akan menemukan jalan,” pesan Pak Mistaram. Beliau juga menambahkan, hendaknya manusia semakin memahami Allah dan tidak lupa bersyukur. Selain itu, secara nasional, semuanya berpacu dalam prestasi secara sehat. “Jika jadi pemimpin, kita akan tahu persis yang bermanfaat dan yang tidak,” pungkas dosen asal Trenggalek itu.Yana/Ajrul Tahun 37 November-Desember 2015 |

9


Opini

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Mengemis, Sebuah Profesi di Tengah Modernisasi Oleh Reza Amalia

P

ada era modern saat ini aktivitas mengemis tidak lagi menggambarkan sebuah tanda kemiskinan. Budaya modern telah menciptakan anggapan bahwa mengemis merupakan sebuah profesi. Betapa tidak, berbagai bentuk aktivitas mengemis banyak dijumpai di beberapa kota di Indonesia, bahkan hampir seluruh kota di Indonesia tersedia arena untuk berlangsungnya aktivitas ini. Penemuan seorang reporter yang dimuat pada merdeka.com sepertinya semakin menguatkan pendapat tentang aktivitas mengemis sehingga dimaknai sebagai profesi.

10 | Komunikasi Edisi 301

Reporter merdeka.com, Andriansyah menemukan fenomena yang cukup menggugah keprihatinan para pembaca. Ia memaparkan bahwa Dinas Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur telah membawa seorang kakek berkostum Winnie the Pooh di depan Lippo Mall. Kakek itu mengaku hidup sebatang kara dan menderita stroke. Ia melakukan aktivitas mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari paparan Andriansyah, dikatakan pendapatan kakek itu mencapai Rp 500.000 setiap hari. Pengakuan kakek yang sangat mengundang iba dari berbagai kalangan, ternyata Andriansyah menemukan sebuah kebohongan dari

keadaan sang kakek. Aktivitas mengemis ini seakan menjadi sebuah profesi. Penemuan seorang kakek berkostum Winnie the Pooh di Sidoarjo cukup mengejutkan. Menurut hasil investigasi Liponsos ternyata kakek itu mempunyai rumah mewah, tujuh istri, lima anak, dan sang kakek tidak menderita stroke. Fenomena ini sangat unik, sepertinya mengemis memang menjadi sebuah profesi yang hadir di tengah budaya modern. perlu kiranya untuk menggali sebuah kebenaran dan menggali sebab-sebab dari fenomena ini. Kembali pada kemutakhiran budaya


Opini

modern, dari mana asal pemaknaan aktivitas mengemis sebagai sebuah profesi tidak diketahui muaranya. Namun banyak disebutkan dalam beberapa media bahwa aktivitas ini merupakan hasil dari budaya modern. Kebenaran hal ini sebenarnya patut dipertanyakan. Dengan melihat kembali pada masa lalu, bahwa aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang lahir sebagai upaya bertahan hidup karena memiliki keterbatasan fisik untuk bekerja seperti kebanyakan orang. Namun, realitas saat ini menunjukan hal yang berbeda, seperti terjadi pergeseran; dimana aktivitas menggelandang dan mengemis sepertinya dikehendaki guna bertahan hidup di tengah budaya modern yang sering melakukan penolakan. Beberapa penelitian mengenai aktifitas mengemis telah dilakukan oleh beberapa ilmuwan, baik di Indonesia maupun di luar negeri, salah satunya Henry. Pada tahun 2009, ia melakukan penelitian tentang aktivitas ini di kota Shenyang, China. Dari hasil temuan Henry, khalayak akan memperoleh informasi unik, yaitu fakta tentang aktifitas mengemis yang hidup berdampingan dengan pembangunan dan modernisasi kota Shenyang. Henry menguatkan topik yang dibicarakan dalam artikelnya dengan menyebut aktivitas mengemis sebagai bentuk teater jalanan, sebenarnya Henry menceritakan bahwa kondisi keuangan pengemis lebih baik dari pada penampilannya. Penelusuran lebih lanjut diarahkan pada hasil penelitian skripsi dan tesis dengan tema pengemis, ini penting untuk disajikan karena menyangkut masalah yang sama. Adapun hasil penelusuran yang dikemukakan salah satunya, penelitian Desriyanti pada 2007, yang berjudul “Miskin Papa: Kajian Antropologis terhadap kelompok pengemis di kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh beberapa faktor yang dapat menyebabkan pengemis tetap berusaha menghasilkan uang dengan cara mengemis adalah karena kemudahan dalam mendapatkan uang, didapat fakta para pengemis malas bekerja keras dan mereka melihat hal ini sebagai pekerjaan yang tidak memiliki

resiko. Desriyanti menemukan terdapat indikasi bahwa perbuatan mengemis dilatarbelakangi oleh hubungan keluarga secara turun temurun pada sebagian keluarga pengemis. Aktivitas mengemis juga dijumpai di area sekitar UM, tidak hanya itu, di area sekitar Universitas Brawijaya juga terlihat fenomena yang sama, terutama di sekitar perempatan traffic lamp. Alasan mereka melakukan aktivitas mengemis sebenarnya tidak bisa kita tebak begitu saja. Melihat penemuan dari beberapa ilmuwan, memang sebagian besar menunjukan adanya kesenjangan antara penyedia lapangan pekerjaan, pemerintah dan pecari pekerjaan. Betapa tidak, kesenjangan di antara tiga faktor tersebut semakin nampak ketika melihat individuindividu melakukan aktivitas mengemis untuk bertahan hidup. Sebuah profesi, ini adalah fakta unik yang ditemukan pada perkembangan kebudayaan manusia yang mutakhir dalam memandang aktivitas mengemis. Sebenarnya kapan aktivitas mengemis dimaknai sebagai profesi belum diketahui secara pasti oleh khalayak. Namun, jika merujuk pada pendapat Foucault tentang kekuasaan, mungkin kita akan menemukan sumber penciptaan makna profesi dalam mengemis dan melihat fenomena ini dari sisi yang berbeda. Foucault dalam bukunya Power or Knowledge menyajikan beragam fenomena unik yang dihasilkan dari kebudayaan modern yang mutakhir. Pengetahuan adalah bentuk lain dari kekuasaan; kekuasaan dan pengetahuan adalah satu hal yang sama menurut pandangan Foucault. Studinya tentang kegilaan, kecantikan, dan seksualitas memaparkan betapa pengetahuan telah menjadi rezim kekuasaan pada segala aktivitas sosial individu. Penulis tertarik pada pembahasannya tentang History of Sexuality, dimana Foucault memaparkan sejarah munculnya seksualitas dan kekuasaan yang beroperasi dari pengetahuan tentang seksualitas. Terdeteksi sejarah munculnya pengetahuan dan beragam aktifitas yang dihasilkan dari pengetahuan, seperti aturan menyentuh area tertentu lawan

jenis dan perbedaan budaya berpakaian dari masing-masing jenis kelamin. Memaknai aktivitas mengemis sebagai profesi, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemaknaan seorang psikiater kepada gejala kegilaan, seorang dokter kecantikan terhadap tubuh, dan individu atau kelompok masyarakat tertentu tentang seksualitas. Pemaknaan tersebut menciptakan sebuah rezim kekuasaan yang mengoperasikan tindakan manusia. Pengetahuan tentang mengemis, telah mempengaruhi individu maupaun kelompok masyarakat bahwa aktivitas tersebut sama halnya dengan bekerja, sebagian besar dari mereka mengatakan mengemis lebih baik dari pada mencuri. Keadaan terebut sebenarnya tidak bisa disalahkan, memang benar demikian fakta yang ada di lapangan. Apalagi, dengan semakin mutakhirnya budaya modern, pelabelan tentang keadaan sosial tertentu yang terjadi pada individu atau kelompok menjadi sebuah hal yang tak terhindarkan. Mengenai usaha membongkar kapan aktivitas mengemis dimaknai sebagai sebuah profesi, kita akan menemukan alasan mereka melakukan aktivitas itu. Segala aktivitas individu maupun kelompok tidak terlepas dari kekuasaan. Pengetahuan khalayak tentang aktivitas mengemis, mendorong sebagaian individu atau kelompok untuk merealisasikan pengetahuannya. Pada fase ini, akan tampak sebuah rezim kekuasaan yang mengendalikan mereka. Pengetahuan adalah kekuasaan itu sendiri; mendorong segala aktivitas individu dalam mengembangkan budayanya yang diproduksi oleh individu. Akhirnya pengetahuan tersebut bersifat otoritatif dan legitimate dihadapan masyarakat. Di lain hal dapat mempengaruhi pendangan individu sehingga muncul individuindividu baru yang melakukan aktivitas mengemis yang bertujuan memperoleh pendapatan, realitas ini yang dinamakan mekanisme beroperasinya kekuasaan. Penulis adalah mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan. Opini ini Juara II kategori Opini Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015.

Tahun 37 November-Desember 2015 |

11


Seputar Kampus

Foto: Iven

Warna Gema Saraswati

Foto: Iven

> Suasana panggung Kanvas di Gedung Sasana Budaya.

> Agnes Davonar ketika berbagi kisah menjadi penulis buku best seller.

D

i akhir periode masa bakti tahun 2015, BEMFA Sastra menghadirkan serangkaian acara Karnaval Sastra (Kanvas) pada (29/11) dan (03-03/12). Acara tersebut meliputi Kanvas Nada-Kata-Raga, talkshow, dan Mahastra dengan mengangkat tema “Warna Gema Saraswati”. Warna melambangkan keragaman, seperti halnya FS yang memiliki lima jurusan dengan kemampuan, bakat maupun kebiasaan yang beragam. Selanjutnya, gema diartikan sebagai gaungan. “Karena selama ini FS dikenal dengan gemanya di setiap acara. Jadi kalau setiap anak Sastra membuat acara pasti menggema dan terdengar,” ujar Kukuh Patu Muslim selaku Ketua Pelaksana. Sementara itu, “saraswati” adalah landasan atau acuan untuk membuat sebuah karya. Sebab “sasraswati” telah menjadi icon sastra yang dikenal sebagai sosok dewi kesenian, keindahan, kecerdasan, dan sastra. “Agnes Davonar menjadi jawaban sebagai pengisi talkshow karena memenuhi sifat Dewi Saraswati,” tambah laki-laki jurusan seni dan desain tersebut. “Warna cerita sedih bukan melulu tentang hal yang menyedihkan.” Kutipan tersebut adalah cuplikan talkshow yang diselenggarakan di Sasana Budaya pada Jumat (04/12) dengan pembicara Agnes Davonar, penulis enam belas novel yang banyak diadaptasi ke layar lebar hingga sinetron. Beberapa karya yang masih melekat dibenak kita adalah Surat Kecil untuk Tuhan, Ayah Mengapa Aku Berbeda?, dan My Idiot Brother. Genre cerita yang dihasilkan kebanyakan adalah cerita sedih. Sebenarnya hal ini merujuk pada tren orang Indonesia yang lebih menyukai cerita

12 | Komunikasi Edisi 301

sedih. Seperti yang diungkapkan bahwa cerita sedih bukanlah cerita yang menyedihkan. Tetapi, cerita sedih yang memiliki warna. Warna tersebut membuat kita lebih bersyukur dan menghargai hidup sehingga cerita yang diangkat selalu memberikan inspirasi. Perkembangan sastra mengikuti perkembangan zaman masa kini. Dilihat dari bahasa yang digunakan di dalam novel sangat beragam dari bahasa yang baku hingga bahasa gaul atau komunikatif. Novel-novel Agnes lebih memperhatikan target pembaca. Jadi, bahasa yang digunakan dalam ceritanya akan disesuaikan. Wanita yang mengawali karirnya dari blogger ini juga mengatakan jika penulis cerita menulis sesuatu dengan hati maka, orang akan membaca dengan hati pula dan jika hanya iseng maka orang akan membacanya demikian. Seorang penulis juga tidak boleh egois jika ingin tulisannya berkembang dan harus giat membaca karya orang lain. “Untuk menjadi penulis lihatlah dirimu dulu, lingkunganmu, tetaplah menjadi dirimu, dan selalu melakukan riset,” ujar pecinta buku biografi tersebut. Sebelumnya pada Minggu (29/11) telah dilaksanakan Karnaval Sastra di Jalan Ijen. Menampilkan kolaborasi mahasiswa FS dari potensi-potensi yg ada. Berbeda dari tahun sebelumnya karnaval diikuti oleh peserta dan panitia dengan mengenakan topeng malangan. Sedangkan untuk tahun ini lebih fokus dan meriah di dalam kampus selain juga mengeksplor acara di luar kampus. Terbukti dengan adanya rangkaian acara karnaval nada-kata-raga yang dilaksanakan di kampus UM pada Jumat (04/12). Uniknya acara ini dilaksanakan di tiga tempat berbeda, yakni KOPMA, FIP, dan Gedung H5. Penempatan panggung disesuaikan dengan animo massa dan letak yang strategis. Setiap tempat dibagi sesuai dengan tema seperti KOPMA yang menyediakan panggung nada, FIP untuk panggung raga, dan Gedung H5 sebagai panggung kata. Meskipun pada praktiknya di panggung nada dapat memasukkan pengisi dari raga maupun kata dan itu berlaku untuk semuanya. Penamaan nada diartikan sebagai musik sehingga di panggung nada akan lebih banyak menunjukkan karya seni musik. Lain halnya dengan panggung raga yang lebih dominan menampilkan tari dan seni raga lainya. Sedangkan untuk kata lebih pada pembacaan puisi. Jika ditinjau dari kata “Gema” karnaval ini lebih menonjolkan mahasiswa dari FS untuk mengisi setiap panggungnya, tapi juga tidak menolak jika fakultas lain ingin ikut bersastra. Buktinya perwakilan dari FT juga ikut memeriahkan panggung kata. Mahastra merupakan puncak acara Kanvas pada Jumat (04/12) yang digelar di Sasana Budaya menampilkan perpaduan nadakata-raga. Dikemas menjadi pertunjukkan kesenian yang apik dan bernilai seni tinggi. Mewakili nada dan kata, Leo and friends menampilkan musik melalui puisi atau musikalisasi puisi. Terdapat kesenian tari emprak dan teater yang juga dipertontonkan. Teater yang disutradarai oleh Muhammad Zaeni, S.S., M.Pd mengusung tema tentang mencari sosok perempuan yang berwawasan tinggi, berpengetahuan luas, cerdas, daya cipta yang tinggi, dan memesona sebagai kodrat perempuan seperti sosok yang ada di diri Dewi Saraswati dengan judul “Judheg A Quest for S”. “Namun itu sulit di zaman sekarang. Karena yang ada sekarang cenderung cantik fisik. Adapun ada yang cerdas, tapi fisik cenderung tidak menarik,” ujar lakilaki penulis naskah tersebut. Kebanggan FS yang menjadikan gaungannya terdengar adalah keseriusan dalam melakukan persiapan sebuah acara atau kegiatan. Meskipun persiapan acara kurang dari satu bulan, tapi masih dapat maksimal dengan menyelesaikan semua properti. Semuanya adalah karya seni dari mahasiswa sastra mulai dari background panggung, dekorasi, setting, dan tata panggung dibuat unik dan semenarik mungkin. Terus berkarya dan berkelakar dengan gema yang membahana di rengkuhan rimba kata.Iven


Seputar Kampus

Everyone Can Be a Journalist

Foto: Ajrul

S

abtu (28/11), Sasana Krida dipadati mahasiswa dari beberapa universitas. Di tempat ini sedang berlangsung workshop kejurnalistikan, acara yang diadakan oleh Komunitas Transmania dengan mendatangkan TV Presenter Class ternama, yaitu Tifanny Raytama dan Budi Adiputro. Dua wajah yang kerap kali terlihat dalam layar TV, channel trans TV tepatnya dalam program Reportase. Di awal pembukaan workshop, Tifanni menyatakan kalau menjadi seorang jurnalis itu merupakan passion. Semua bisa menjadi seorang jurnalis. Wanita yang lahir pada 02 November ini mengaku sebenarnya berasal dari Jurusan Hukum yang tidak ada sangkut pautnya dengan jurnalistik. “Awalnya saya merasa kecemplung. Namun, semakin lama semakin menikmati. Menemukan ini merupakan passion saya. Saya merasakan nikmatnya menjadi jurnalis. Untuk itu dengan workshop kali ini, saya ingin memberikan gambaran pada mahasiswa bahwa inilah dunia jurnalistik, membantu mereka menemukan apakah ini passion mereka atau bukan. Bisa menemukan passion mereka lebih awal itu akan lebih baik,” ujar Tifanni. Berbeda dengan Tiffani, Budi dari Jurusan Politik ini mengaku kalau menyukai jurnalistik sejak awal. Kerap mengikuti kegiatan dan organisasi jurnalistik di kampus. Berawal dari kesukaannya itulah yang menjadi modal awal sampai saat ini. Mereka yang sudah menjadi pembawa berita handal ini memaparkan materi tentang macam-macam pembawa berita. News reader sebutan bagi seseorang yang membawakan berita tanpa tahu proses dan esensi peliputan berita. Satu tingkatan lebih tinggi adalah news caster. Sama-sama membawakan berita di depan layar kamera, namun juga berpartisipasi langsung ke lapangan. Tingkatan paling tinggi adalah news anchor yang bukan lagi terjun ke lapangan melainkan mendatangkan narasumber ke studio dan mewawancarainya langsung di depan lensa kamera. Tifanni dan Budi juga memberikan banyak tips dan trik

> Tifanny Raytama dan Budi Adiputro sedang memberikan materi workshop.

untuk mempercantik penyajian berita. Namun, dari semua itu, yang paling penting dan mendasar adalah mengetahui bagaimana proses dan struktur dari berita. Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab dilanjutkan dengan casting perekrutan dari Trans TV dari pukul 13.00-15.00. Media merupakan suatu hal yang berperan dan berpegaruh bagi masyarakat. Jika media mengecat langit Indonesia merah maka Indonesia akan menjadi merah. Begitu pula jika memberi warna putih maka akan menjadi putih. Oleh karena itu, perlulah media untuk memberikan warna merah dan putih agar Indonesia tetap Merah Putih.Maria

Kritik Hehidupan dan Pemerintahan Lewat Tari

Foto: Rodli

L

enggak-lenggok gerakan penari tersuguhkan di atas panggung pentas. Diiringi dengan musik khas gamelan yang merdu didengar telinga. Begitulah pagelaran karya tari dan karawitan Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Tari & Karawitan Asri Kusuma (UKM STK-AK) UM (24/11). Pentas seni tari itu dilaksanakan di Gedung Sasana Budaya UM. Pagelaran itu merupakan acara rutin tahunan UKM STK-AK. Tema yang dibahas kali ini adalah “Dalaning Urip” yang dalam bahasa Indonesia berartikan jalannya hidup, dimana seni tari yang dipentaskan kali ini adalah bentuk penyampaian pesan ataupun sindiran tentang kehidupan dan pemerintahan. Pemerintahan sekarang menjadi sorotan banyak pihak, melalui kegiatan pentas seni itu UKM STK-AK menyampaikan kritik serta sindiran tentang kehidupan dan pemerintahan. Acara ini berlangsung pukul 19.00-22.00. “Sebenarnya delapan tari yang disuguhkan tadi adalah bentuk penyampaian pesan atau sindiran tentang pemerintah dan kehidupan pada saat ini. Empat tari berisikan tentang kritik tentang kehidupan dan empat tari lainnya berisikan tentang kritik terhadap pemerintahan”, ungkap Ketua Pelaksana pagelaran karya tari dan karawitan STKAK, Mochammad Ichwan Aziz. Keunikan lainnya dari kegiatan pagelaran karya tari dan karawitan itu adalah dana yang mereka dapatkan dengan cara mengamen. Setiap minggu anggota UKM STK-AK mengamen di pasar minggu, car free day di Jalan Ijen serta setiap fakultas di UM pun tak luput dari kegiatan kegiatan “ngamen” mereka sekaligus

> Gemulai gerakan penari UKM STK-AK dalam pagelaran rutin.

sebagai sarana mempromosikan pagelaran karya tari dan karawitan “Dalaning Urip”. ”UKM STK-AK ini memang berisikan seni tari dan karawitan, di sini bukan hanya tradisi. Kita di sini sebagai wadah untuk mengeksplor serta mengekspresikan diri dalam budaya. Di sinilah istimewa dari STK ini,” tutup mahasiswa Seni Rupa 2013 itu.Rodli Tahun 37 November-Desember 2015 |

13


Seputar Kampus

dok. Panitia

Gebrakan FS: Bedah Buku untuk Purna Tugas

> Prof. Dr. Djoko Saryono saat membacakan puisi dalam bukunya.

“A

cara ini merupakan kegiatan akademik pertama yang digagas untuk menandai purna tugas dosen,” ungkap Prof. Utami Widiati, M.A., Ph.D., dalam acara bedah buku pada Selasa (17/11). Acara ini sekaligus menjadi rangkaian Dies Natalis UM ke-61. Dekan FS tersebut berharap, acara yang masih uji coba ini bisa menjadi tradisi yang baik. Bu Utami mengungkapkan, para dosen yang purna tugas telah menyelesaikan tugas di FS dengan baik dan lancar. Bu Dekan juga berpesan agar para dosen yang telah purna tugas tetap tenang. “Yakinlah, Allah tidak akan salah dalam mengetuk pintu rezeki kita. Meskipun ditinggal yang purna, FS punya bibit unggul yang bisa dibina,” tegasnya.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan di Gedung E6 Lantai II itu, ada dua buku yang dibedah. Buku pertama, yaitu “Penelitian Naratif dalam Linguistik Terapan”. Buku ini ditulis oleh Prof. Dr. Yazid Basthomi, M.A., dosen Sastra Inggris FS. Buku ini dibedah pada sesi pertama oleh Dr. Hj. Meinarmi Susilowati, M.Ed., dosen Bahasa Inggris UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Menurut Prof. Yazid, buku itu merupakan hasil pemikirannya ketika menjadi mahasiswa. Menurut Bu Mei, yang merupakan tetangga Prof. Yazid, contoh-contoh yang ada dalam buku tersebut memang dekat dengan kehidupan kita. Buku yang dibedah pada sesi kedua, yaitu “Kemelut Cinta Rahwana” karya Prof. Dr. Djoko Saryono, salah satu dosen Sastra Indonesia. Buku ini dibedah oleh Yusri Fajar, M.A., dosen FIB Universitas Brawijaya Malang. “Kemelut Cinta Rahwana” merupakan kumpulan puisi. Pak Djoko mengaku, puisi-puisi yang ditulis berasal dari semua yang beliau rasakan, lalu dilembagakan atau ditubuhkan pada yang lain. “Menulis sastra atau puisi, bagi saya merupakan puncak kefasihan berbicara,” tutur dosen yang juga kepala perpustakaan UM itu. Dalam kumpulan puisinya itu, Pak Djoko menggambarkan sosok Rahwana sebagai orang yang mengejar makrifat cinta. Empat dosen FS yang purna tugas pada 2015, yaitu Dr. Mudjianto, M.Pd., Drs. Mudibjono, M.A., Dr. Arwijati Wahyudi, Dip. TESL., M.Pd., dan Drs. Supriyono. Bedah buku dalam rangka purna tugas dosen FS itu juga dimeriahkan oleh grup keroncong Babebo. Personilnya terdiri atas para mahasiswa Pendidikan Seni Tari dan Musik. Dalam acara yang diikuti oleh para dosen dan mahasiswa S1 serta S2 itu, Pak Mudibjono menyumbangkan lagu di akhir acara.Yana

Foto: Shintiya

Karmalogi dalam Bingkai

> Pengunjung sedang mengapresiasi karya dalam acara Novart.

K

armalogi berbingkai meggantung rapi pada dinding Gedung Sasana Krida selama empat hari (03-06/11). Bertajuk “Karmalogi” Ketua Pelaksana November Art (Novart), Adhian Deftrianto memaparkan pemilihan tema tersebut, “Karena masyarakat selalu menganggap karma itu selalu identik dengan hal buruk dan menyebabkan sebuah kegelisahan serta ketakutan akan karma sendiri. Tapi, dalam hukum Buddha karma ada yang baik dan buruk. Tak perlu

14 | Komunikasi Edisi 301

lagi gelisah jika terjadi hal buruk pada kita dan itu pun tergantung bagaimana kita menanam perbuatan kepada masyarakat.” Karya yang dipamerkan tidak terbatas media kanvas, ada juga media lainnya. Begitu pun seniman yang berpartisipasi. Tidak hanya dari mahasiswa UM, seniman di beberapa daerah juga turut meramaikan pameran NovArt tersebut. Pameran tersebut bukan ditujukan untuk kompetisi. “Jadi kita membuka open exhibition. Nah, dari luar kota banyak yang masuk. Untuk masuk ke NovArt sendiri melalui proses kurasi atau kuratorial,” jelas mahasiswa angkatan 2013 tersebut. Peserta dapat memilih dalam bentuk 2D dengan ukuran minimal A2 atau setara dengan 60cm x 40 cm dan ukuran maksimal 1,5 m x 1,5 m atau dalam bentuk 3D dengan ukuran minimal 50 cm x 50 cm x 50 cm dan ukuran maksimalnya 1,5m x 1,5m x 1,5m. “Tujuannya kita ingin meningkatkan seniman di Malang. Khusus di Malang, untuk seniman belum mendapat wadah dan perhatian khusus. Padahal untuk penikmat seni dan seniman di Malang itu banyak. Namun, dari pemerintah hal tersebut masih dianggap remeh,” ujarnya. Dia juga mengungkapkan bahwa NovArt merupakan agenda rutin setiap dua tahun sekali yang diadakan oleh HMJ Seni dan Desain. Selain pameran karya, NovArt juga dimeriahkan dengan adanya lomba mewarnai, menggambar tingkat TK dan SD, tari kreasi tingkat SMA sederajat, graffiti, seminar animasi, workshop dark photography, workshop lattering, dan bazar yang digelar di halaman Gedung Sasana Krida.Shintiya


Seputar Kampus

Buku Kedua Cerpenis Madura

Foto: Arni

H

ari semakin larut. Satu persatu pengunjung dengan secangkir kopi berdatangan. Riuh rendah memperbincangkan hal ringan. Sesekali pula bertanya, “Jam berapa ini mulainya?” Setelah itu lalai dengan perbincangan dan imaji. Tepat pukul 19.30 pada (04/12) terdengar untaian sajak yang menggema di tengah keheningan kampus UM. Satu tempat yang masih riuh rendah dengan remangnya bohlam penuh roda dua yang berjajar rapi di plataran Kafe Pustaka. Nampaknya bedah buku akan segera dimulai. Cerpenis berdarah Madura yang juga pernah belajar bahasa di Fakultas Sastra UM dan melanjutkan studinya di Universitas Gajah Mada dengan bidang keilmuan yang sama. Berhasil menelurkan daftar koleksi karya yang berupa kumpulan cerpen. Sosok tenang yang terus menuangkan imaji dalam sebuah tulisan, yakni Royyan Julian. Pemenang Sayembara Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur 2015 dengan judul “Tandak”. Kumcer “Tandak” adalah buku terbitan kedua dari Royyan. Buku bak mega bersampul orange menyala dengan goresan Si Ratu Tandak khas penari Madura. Kumcer “Tandak” yang berisi hampir 250 halaman dengan lima belas judul cerpen yang dikemas penuh dengan intrik budaya dan feminisme. Sebelumnya Royyan menulis dengan judul “Sepotong Rindu dari Langit Pleiades” juga sebagai pemenang lomba kumcer Leutikaprio yang berhasil diterbitkan pada buku pertama. Kesempatan berharga bagi Royyan, buku kedua yang dibedah oleh Yusri Fajar dan Mashuri. “Saya sangat beruntung cerpen saya bisa dibedah oleh beliau-beliau sehingga menjadikan cerpen saya semakin canggih ke depannya,” kata Royyan. Sudah tidak diragukan lagi kepiawaian Royyan dalam menyusun kata dengan mengusung tema yang berkualitas serta tajam dan sesuai porsi untuk dikupas. “Karakter Royyan ketika membuat cerpen ia mampu membuat cerpen yang kompleks dengan penokohan yang banyak dan antar generasi,”jelas Yusri. Banyak karya sastra yang terlahir dari modal kreativitas dan kemauan

> Royyan Julian, yang mengenakan baju abu-abu sedang membagi ilmunya.

Royyan. Salah satu buku kumpulan cerpen tandak yang mampu mengalihkan perhatian sejenak dari semua karya yang pernah terekspos diberbagai media massa. Mulai esai, resensi, cerpen, dan sebagainya. Saat Royyan mengikuti kompetisi Sayembara Sastra hingga menambah daftar buku yang mampu diterbitkan, ia berkata “Saya tidak pernah lepas dari doa. Saya terus berdoa dan mengatakan, biar saya yang memenangkan kompetisi ini agar karyaku bisa terbit, dibaca oleh banyak orang juga dapat membuat perubahan-perubahan kecil yang positif bagi pembaca.”Arni

Lima PCO/EO Pilih MFC Community

dok.Panitia

K

eunikan kostum MFC Community membuat sebanyak lima perusahaan yang bergerak di bidang PCO/EO yang mengajukan ‘tender’ pada Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Parekraf ) dan memilih MFC Community untuk mewakili Indonesia tampil di Tokyo, Jepang (21/11). Bagi MFC Community, ini sudah kali ketiga tampil di Tokyo, Jepang. Selain di Jepang, MFC Community sudah melanglang buana ke beberapa negara, di antaranya Moskow, London, India, Korea, Australia, dan masih banyak lagi. Selama dua tahun bekerjasama dengan Parekraf, MFC Community selalu tampil dalam rangka memperkenalkan kebudayaan Indonesia. Namun, yang berbeda kali ini adalah pameran kebudayaan ditujukan untuk lansia. Jika sebelumnya delegasi dari MFC Community dituntut untuk bisa menari, tidak untuk kali ini. Akhirnya tiga mahasiswi Tata Busana FT UM, yaitu Elok, Yuyun, dan Ivana yang diutus oleh Presiden MFC Community, Agus Sunandar, S.Pd., M.Sn. Selain MFC Community, Indonesia mempunyai komunitas serupa yang juga sering mewakili Indonesia. Misalnya Jember Fashion Carnaval, Solo Batik Carnival, Jogja Batik Carnival, Banyuwangi Ethno Carnival, dan lain sebagainya. Ditanya tentang ‘nilai plus’nya, elok menuturkan bahwa MFC Community beda dengan yang lain. “MFC Community itu simple,

> Presiden MFC (tengah) bersama member MFC usai performansi.

kostum-kostum kita meskipun besar tapi sudah dipacking dan tinggal dibawa saja. Jadi nggak perlu dimasukkan ke dalam kerdus dan harus dikargo”, tutur Runner Up I Duta Kampus UM Tahun 2015 ini.Novi Tahun 37 November-Desember 2015 |

15


Seputar Kampus

Foto: Catte

Campus Ambassador: Minimalkan Diskriminasi

> Adisty Frisca Tarisca dan Randy Widi Prayoga terpilih sebagai Duta Kampus 2015.

S

etelah melalui berbagai ujian dan proses seleksi yang luar biasa ketat, malam Grandfinal Pemilihan Campus Ambassador dalam rangka Dies Natalis UM yang ke-61 pada (15/10) lalu lahirkan duta kampus terpilih. Adisty Frisca Tarisca, mahasiswi Jurusan Sastra Jerman, terpilih sebagai Duta Kampus Putri 2015 dan pasangannya Randy Widi Prayoga, menjadi pemenang Duta Kampus Putra pertama yang berasal dari PP3 UM (sekarang sedang menempuh studi di Pascasarjana Jurusan Pendidikan Dasar UM). Selain penampilan dan talenta yang tentunya tidak diragukan lagi, Duta Kampus kita memiliki keinginan masing-masing untuk berkontribusi secara nyata bagi The Learning University ini. Baik

Adisty maupun Randy, keduanya ingin lebih menyelaraskan programprogram sehingga lebih menyeluruh dan menggandeng ketiga kampus UM untuk ikut berpartisipasi di dalam semua kegiatan. “Sebagai Duta Kampus saya ingin mendekatkan kedua kampus lainnya sehingga kegiatan UM juga dapat diikuti oleh mahasiswa di sana, dengan demikian tidak ada rasa diskriminasi dan tidak akan ketinggalan informasi”, ujar Adisty. Duta Kampus sekaligus sekretaris umum HMJ Sastra Jerman yang bercita-cita menjadi penerjemah itu mengungkapkan bahwa tantangan terbesar menjadi duta adalah banyak yang harus dikorbankan sehingga kontribusi tidak bisa dilakukan setengah-setengah. “Kita harus all out,” tambahnya. Kemudian, bagaimana cara Duta Kampus untuk all out?. “Saya telah menemui ketua HMJ KKM PP3, membicarakan seputar kerja sama antara mahasiswa PP3 dengan Paguyuban Duta Kampus. Tindak lanjutnya nanti, kami dari paguyuban akan mengekspos tentang Duta Kampus pada mahasiswa PP3 dan PP2 UM”, terang Randy. Mereka berharap bahwa angka partisipasi mahasiswa PP3 dan PP2 dalam kegiatan seperti paguyuban nantinya akan lebih meningkat. Mahasiswa yang merupakan alumni Jurusan PGSD PP3 UM ini ingin Duta Kampus benar-benar menjadi pribadi yang dapat memberikan inspirasi, menjadi model, dan teladan bagi sesama mahasiswa, menumbuhkan kebanggaan mahasiswa sebagai insan akademis dalam kampus pendidikan ini. “Dengan menjadi yang terhebat, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Tapi, dengan menjadi hebat dan menghebatkan sebanyak mungkin orang, rasanya akan lebih mudah untuk bisa mengubah dan membangun bersama”, tutup Randy. Catte

Foto: Rodli

Forum Debat Politik Mahasiswa Nasional

> Suasana Forum Debat Politik Mahasiswa Nasional.

B

adan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UM menyelenggarakan acara Forum Debat Politik Mahasiswa Nasional. Acara tersebut dilaksanakan pada Selasa (10/11) di Gedung E1 FIP UM. Tema kegiatan itu adalah “Mencetak Kader Pemimpin yang Cerdas, Inovatif dan Intelektual dalam Menyikapi Permasalahan Bangsa”. “Isu yang dibahas kali ini adalah mengenai politik serta isu-isu yang sedang hits di pemerintahan kita, jadi kita memfokuskan

16 | Komunikasi Edisi 301

forum debat ini ke topik politik dan pemerintahan,” ungkap Ali Mahmud selaku Kepala Bidang Politik dan Advokasi BEM UM Tahap pertama seleksi dari forum itu adalah melalui seleksi artikel, dimana setiap tim yang akan mengikuti acara ini mengirimkan artikel mereka. Setelah mereka mengirimkan artikel, pihak panitia akan memutuskan tim mana yang akan lolos dalam forum debat politik Selanjutnya, pihak panitia akan melakukan registrasi ulang terhadap tim yang lolos seleksi melalui artikel ini. Delapan tim terjaring dalam acara itu. Satu tim dari Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung, satu tim dari Universitas Negeri Semarang, satu tim dari Politeknk Negeri Semarang, dua tim dari Universitas Brawijaya, dan tiga tim dari UM. Salah satu peserta Forum Debat Mahasiswa Nasional dari Politeknik Negeri Semarang menyambut positif kegiatan yang diadakan oleh BEM UM. Fadli Irawan Marjan berkata, “Sangat luar biasa BEM UM menyelenggarakan acara ini, dimana saat ini mahasiswa memang seharusnya diarahkan ke kegiatan seperti ini. Pemikiran-pemikiran kritis mereka tentang seputar permasalahan bangsa mampu disampaikan dalam forum ini.” Setelah selesai acara itu dilaksanakan, para peserta akan mengikuti kegiatan lanjutan, yaitu city tour. Mereka akan dibawa keliling kota Malang difasilitasi oleh BEM UM. Ali Mahmud juga menambahkan,”Karena ini momennya pas dengan Hari Pahlawan, kita teruskan semagat para pahlawan serta mahasiswa kritis dalam forum ini nantinya dapat berperan penting dalam masyarakat serta memberikan pengaruh terhadap pemerintahan”.Rodli


Seputar Kampus

LKTP se-Jawa Timur

dok. Panitia

P

ramuka UM bekerjasama dengan Kwartir Daerah Jawa Timur pada (31/10-01/11) telah menyelenggarakan kegiatan lomba penegak, yaitu lomba pramuka tingkat SMA/SMK/MA sederajat se-Jawa Timur terbuka, lomba yang diikuti kurang lebih 44 pangkalan atau sekolah yang berada di wilayah Jawa Timur tersebut secara resmi dibuka oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Nasional Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, yaitu Kak Boedi Oetomo atau akrab dikenal Kak Ganet pada Jumat (30/10) bertempat di Yonkav 3 Tank Singosari. Pada upacara pembukaan tersebut turut hadir pula komandan Yonkav 3 Tank, pejabat dari UM, Kwartir Daerah Jawa Timur, Kwartir Cabang Kota Malang, Kepolisian, Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, dan berbagai pihak yang mendukung kegiatan tersebut. Lomba Kepramukaan Tingkat Penegak (LKTP) itu diketuai langsung oleh Kak Basith, yaitu mahasiswa UM sekaligus pihak penyelenggara kegiatan ini. Acara itu mengangkat tema “Tegak Berkarya, Kembangkan Karakter Generasi Muda Berprestasi Melalui Teknologi dan Seni” yang terdiri dari sebelas lomba yang dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu challenge, inovation, dan creativity. LKTP yang telah berlangsung selama tiga hari berjalan lancar meski ada beberapa kendala. Tidak hanya itu pada tahun ini diselenggarakan pula kegiatan Seminar Pembina yang langsung diisi oleh Ka. Pusdiklatnas, yaitu kak Ganet dengan tema “Pramuka Masa Kini” dan

> Potret peserta LKTP dan jajaran aparat pemerintah yang mendukung.

acara bedah buku “Semut Merah 75” oleh Kak Wenny Artha Lugina yang juga penulis buku Blackside yang sebentar lagi akan diangkat ke layar lebar Kegiatan LKTP resmi ditutup pada Minggu (01/11) yang rencana awal oleh Kak Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul selaku Ketua Kwartir Daerah Jawa Timur, akhirnya diwakili oleh sekertaris Daerah Jawa Timur, yaitu Kak Sunyoto. Pada penutupan tersebut diumumkan pula juara-juara perlombaan yang telah diikuti, yaitu SMA 3 Blitar sebagai Juara Umum dan MA Nu Gondanglegi Malang. Sayyidul Kahfi

P

erkembangan dunia fashion di Indonesia dapat dikatakan mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu faktornya didukung oleh desainer lokal yang semakin potensial. Sebanyak 78 desainer muda dari Prodi Tata Busana dan Pendidikan Tata Busana menampilkan karyanya dalam Grand Show bertema “Culturesistance” yang digelar di Gedung Graha Cakrawala, Sabtu (28/11). Acara tahunan itu dihadiri oleh Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd beserta jajaran wakil rektor, Wakil Dekan Teknik, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Kepala LAB, orang tua penampil karya, serta sejumlah sponsor yang mendukung. “Melihat dari karya-karya yang ditampilkan, itu merupakan sesuatu yang membanggakan. Acara itu adalah hasil dari karya mahasiswa yang diharapkan akan melahirkan produk berbakat desainer muda, kreatif, dan inovatif dalam rangka melengkapi dunia fashion,” tutur Rektor UM dalam sambutannya. Terinspirasi dari Indonesia Fashion Week 2016 yang mengangkat tema resistance mahasiswa tata busana memadukan antara culture dan

resistance. Seperti yang diungkapkan oleh Eka Wahyu Puspitasari selaku Sie Pameran “Kita sebenarnya referensinya dari Indonesian Fashion Week 2016 yang temanya“resistance”. Nah, kita memadukan antara culture yang ada di Indonesia sendiri dengan resistance”. Persiapan untuk penampilan karya ini dimulai sejak mahasiswa tata busana masuk semester ke tujuh dimana pameran menjadi salah satu mata kuliah yang harus ditempuh. Namun, pada semester sebelumnya desain dan rancangan telah dikonsultasikan pada dosen pembimbing. Dari 78 desainer dibagi menjadi tujuh kelompok tema berdasarkan kultur yang ada di Indonesia yaitu, Biopop, Raw Color, Smart Textile, Urban Farming, Refugium, Colony, dan Humane. Masing-masing desainer merancang dua karya terdiri dari fashion avant garde dan fashion deluxe ready to wear. Karya-karya ini diperagakan oleh 78 model terbaik se-Jawa Timur setelah melalui proses seleksi. Di akhir acara penampilan The Overtunes berhasil memukau penonton yang hadir dengan membawakan sepuluh lagu.Maulani

dok.Shintiya

Culturesistance, Wadah Desainer Muda UM

> Desain Magnificence, terinspirasi rumah tradisional Papua dan sistem bangunan rumah serangga.

Tahun 37 November-Desember 2015 |

17


Seputar Kampus

Foto: Ajrul

Dua Dokter Edukasi Cara Hidup Sehat

> dr. Ryan Thamrin sedang memberikan materi workshop.

R

iuh ramai terdengar dari Gedung Sasana Krida (28/11). Bagaimana tidak, ratusan mahasiswa dari berbagai universitas terlihat memadati gedung itu. Ketika memasuki pelataran gedung, tampak ada foto dua pria yang wajahnya familiar. Foto itu dibarengi dengan nama dr. Ryan Thamrin, host acara televisi dr. Oz Indonesia dan dr. Rizal Al Idrus, host dari Healthy Lifestyle. Bertemakan “Balance Lifestyle”, dr. Rizal menyampaikan materi dengan kharismanya yang tenang. Dia memaparkan mengenai komitmen untuk hidup sehat dan beberapa hal kecil yang bisa membuat umur lebih panjang. Beberapa hal kecil tersebut adalah dalam kehidupan sehari-hari, lebih baik untuk memilih naik tangga daripada eskalator, mengurangi setengah dari camilan dan daftar phonebook, melatih napas selama sepuluh detik, serta mengonsumsi buah yang berwarna merah. Setelah jeda, ruangan diriuhkan kembali oleh suara teriakan yang menyambut dr. Ryan. Pria yang lahir pada 27 Mei 1978 ini menyajikan materi tentang kesehatan dan elastisitas kulit. Dia mengungkapkan

penyebab dan cara mengatasi kulit kering. Salah satu penyebab yang terjadi di lingkungan mahasiswa adalah program diet. Banyak dari mereka yang menginginkan untuk turun beberapa kilogram dalam waktu seminggu. Namun, diet berlebihan tanpa diikuti olahraga akan menyebabkan kulit bergelambirkarenaelastisitaskulithanyamemperbolehkanberatbadanturun maksimal dua kilogram dalam sebulan. Suasana semakin ramai ketika dr. Ryan memasuki tahap ‘Mitos’ atau ‘Fakta’. Dia menyajikan beberapa pandangan tentang kulit dan pentingnya penggunaan sunblock untuk perlindungan dari sinar ultraviolet. Namun, perlu diketahui, kalau sinar matahari juga penting bagi pembentukan vitamin D. Cukup sepuluh sampai lima belas menit di bawah sinar matahari pagi sudah bisa mencukupi kebutuhan vitamin D. Kedua pria muda ini sama-sama lebih menyukai edukasi preventif. Hal ini sejalan dengan slogan kalau mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Salah satu buktinya dr. Rizal masih menyempatkan menjadi pemateri di berbagai workshop selain jadwal praktik di klinik setiap hari Selasa dan Rabu malam. Begitu juga dengan dr. Ryan yang juga menyempatkan waktu untuk menjadi pemateri di sela-sela jadwal praktiknya yang tidak menentu. Dr. Rizal yang juga menjuarai Mister Internasional 2012 ini juga mengaku kalau ia sangat berat untuk membagi waktu. Di tengah padatnya jadwal, tapi masih ada waktu luang untuk keluarga. Untuk itu, pria yang menjuarai L-Men of The Year 2012 ini mengaku tidak pernah menerima pekerjaan di hari Minggu. ”Alasan saya menyampaikan materi “Balance Lifestyle” adalah karena banyak orang yang ingin hidup sehat, namun tidak tahu harus memulainya dari mana,” ujarnya saat diwawancari di backstage usai memberikan materi. Hal yang serupa juga dikatakan oleh dr. Ryan, “Kita tidak boleh meremehkan segala kesempatan yang ada. Menjadi seorang dokter tidak harus selalu berada di rumah sakit ataupun di klinik. Tidak selalu harus mengobati orang. Ada dua cara sebenarnya, yaitu mengobati dan preventif. Cara preventif ini terasa kurang di masyarakat umum. Seharusnya yang disiapkan itu agar masyarakat sehat”.Maria

dok. Panitia

Kampus Bebas NAPZA & HIV/AIDS

> Kegiatan UKM German mendapat apresiasi positif dari WR III.

R

ealitasnya sampai saat ini sedikit masyarakat yang menaruh perhatian pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Pandangan negatif yang sudah menjadi paradigma umum di masyarakat seringkali membuat ODHA tak lagi mendapat perlakuan semestinya sehingga secara psikologis akan semakin terganggu. Selasa (01/12) UKM German UM berhasil menyedot perhatian sekitar empat ratus orang dalam talkshow bertemakan “A Little Action To Respect ODHA” bertempat di Gedung Sasana Budaya UM untuk memeringati Hari AIDS sedunia. Acara itu dihadiri oleh Wakil Rektor III Dr. Syamsul Hadi M.Pd., M.Ed, LSM

18 | Komunikasi Edisi 301

Paramitra, Psikolog, Demisioner UKM German, Satuan Mahasiswa Anti Narkoba , dan ODHA beserta keluarga. Kini banyak kelompok organisasi baik dari yayasan maupun LSM yang peduli terhadap penderita HIV dan AIDS. Seperti yang sedang digalakkan UKM German akhir-akhir ini. Hal ini tentu mendapat dukungan penuh dari Bapak Syamsul, “Saya sangat mengapresiasi atas terselenggaranya acara ini dan UKM German menurut saya memiliki peranan yang sangat strategis dalam menciptakan kampus yang terbebas dari NAPZA dan HIV/AIDS.” Terkait dengan agen perubahan, LSM merupakan wadah pemberdayaan masyarakat yang menjalin kerja sama baik dengan komunitas maupun non komunitas. Sejak 2006 LSM Paramitra telah aktif menangani masalah HIV/ AIDS. Tindakan nyatanya untuk menghilangkan stigma negatif adalah melakukan sosialisasi dan pemahaman bersama bahwa yang harus dijauhi adalah penyakitnya bukan orangnya. Dalam berbagai permasalahan keluarga seharusnya menjadi tempat untuk pulang dan dapat menerima bagaimanapun keadaannya. “Orang sakit tentu membutuhkan dukungan sedangkan ODHA justru tidak mendapatkannya dari orang-orang terdekat. Lebih sulit lagi ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat,” tutur Dyah Sulistyorini, S.Psi, M.Psi selaku Psikolog yang hadir dalam talkshow. Ada fase-fase terberat yang dialami oleh seseorang saat mengetahui bahwa dirinya positif menderita HIV/ AIDS sehingga orang-orang di sekitarnya perlu memahami dan menerima agar tidak semakin mempersulit keadaannya.Maulani


T he Learning University Award 2015, Merekah bunga Poppy nan cantik Hadir menghipnotis dunia akademik Memukau khalayak dengan karya terbaik The Learning University Award disandangnya dengan heroik Kolase pendidikan bermayor material Melenggangkan diri di dunia global Merambah publikasi internasional Sosok pendidik berjiwa profesional

Nama Lengkap :

RR. Poppy Puspitasari, S.Pd., M.T., Ph.D.

Tempat Tanggal Lahir:

Malang, 03 September 1977

Alamat:

Riwayat Pendidikan:

Jalan Selorejo Blok A No. 20-D Malang

S1 Universitas Negeri Malang (UM) Tahun 1995 – 2001 S2 Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2004 – 2007 S3 Universitas Teknologi PETRONAS (UTP) Tahun 2008 – 2012

dok. Pribadi

Prestasi:

• Medali Emas IENA Germany Tahun 2010 • Medali Emas ITEX Kuala Lumpur Malaysia Tahun 2010 • Russian Award Tahun 2010 • Medali Emas EDX UTP Malaysia Tahun 2010 • Runner Up of Best Presenter 3rd International Conference of Basic Science Tahun 2013 • Dosen Berprestasi Utama Tingkat Fakultas Teknik UM tahun 2014 • Juara 2 Dosen Berprestasi Tingkat Universitas Negeri Malang tahun 2014 • Dosen Favorit Mesin Award Tahun 2014 • The Learning University Award Tahun 2015 • Bronze Medal for Best Paper Award Konsorsium Riset Geopolimer Indonesia-Malaysia Tahun 2015

Kiprah Lain:

• Anggota 300 Ilmuan Nano Indonesia • Anggota International Association of Engineers (IAENG) • Reviewer Journal of Material Science (JMSC) – Springer Verlag • Reviewer Journal of The Pakistan Chemical Engineers > RR. Poppy Puspitasari, S.Pd., M.T., Ph.D.


Profil

P

enganugerahan The Learning University Award 2015 diberikan guna memotivasi para civitas akademika UM untuk berkarya dan terus berkarya dengan “bekerja lebih keras dan lebih cerdas�. Penghargaan yang setiap tahunnya diberikan pada saat Dies Natalis UM, tahun ini dinobatkan kepada Poppy Puspitasari, Dosen Jurusan Teknik Mesin FT UM. Sepanjang tahun 2015, ibu dari empat anak ini telah mematenkan tiga karyanya sekaligus salah satunya, yaitu Nanokomposit ZnO – Al2O3 sebagai Material Implan Sambungan Tulang Lutut Manusia. Di usianya yang baru menginjak 38 tahun, ia sudah menulis kurang lebih tiga puluh jurnal bertaraf internasioanal. Membawa pulang medali sebagai best presenter maupun best paper sudah ‘tradisinya’ ketika ia mengikuti berbagai international conference. Dosen yang mengaku mempunyai hobi berenang ini termasuk dalam anggota tiga ratus ilmuan nano Indonesia. Kecintaannya terhadap material sudah ada sejak menempuh studi S1. Di tengah kesibukannya mengajar dan berbagai aktivitas penelitian, kru Komunikasi berkesempatan untuk mewawancarainya. Berikut hasil wawancaranya. Ibu mengikuti seleksi The Learning University Award ini untuk pertama kalinya? Saya ikut sejak tahun 2013, jadi ini tahun ketiga.

dok. Pribadi

Bagaimana perasaan Ibu ketika mendapatkan penghargaan The Learning University Award? Ya senang, bangga bisa membawa Teknik Mesin dan Fakultas Teknik ke panggung itu, karena saya janjinya dengan Pak Waras

(read: Dekan FT sebelumnya) sebetulnya sejak dua tahun lalu. Terus ya khawatir karena berarti tantangan ke depannya kan semakin berat, apa yang menunjukkan saya layak untuk dapat itu orang-orang pasti akan melihat. Tantangannya berarti betul tidak saya layak dapat penghargaan ini, itu malah sesudahnya. Kalau tahun sebelumnya sahabat saya, Pak Nandang yang dapat. Beliau saya jadikan patokan, berarti saya harus jadi seperti beliau. Karena di atasnya lagi ada Prof. Effendy yang saya idolakan, ini dalam hal karya ilmiah. Jadi saya harus seperti beliau-beliau itu. Pada saat pencapaian ini, berarti saya sudah bisa seperti Pak Nandang, paling tidak bisa menutupi levelnya, penilaiannya seperti itu. Apakah Ibu sudah menyangka sebelumnya? Kita kan tidak tahu prestasinya orangorang, dalam hal ini rival saya adalah orang MIPA, kan kita bersaingnya sama orang MIPA. Kalau dari level dosen berprestasi itu kemarin sebenarnya Pak Nandang sudah bilang tidak ada yang berani lagi. Kalau tahun lalu Pak Nandang berarti tahun ini saya. Jadi kalau temen-temen MIPA melihat itu katanya tidak berani. Ya sudahlah saya tidak mau takabur kan, maju saja. Bagaimana tanggapan dari orang tua, keluarga, teman, dan orang-orang terdekat Ibu? Senang pasti, ya terharulah bisa mendapatkan penghargaan ini. Dukungan apa yang didapat dari keluarga, teman, dan orang-orang terdekat Ibu? Kalau suami dan anak-anak pastinya

waktu, karena waktu yang banyak terbuang untuk saya penelitian, kerja sampai sore, conference, dan rapat misalnya. Sejak saya studi S3 kan sudah harus pisah dengan keluarga, mereka sangat toleransi dengan waktu. Harusnya ibu-ibu itu menemani mereka walaupun hanya sekedar masakin dan dengerin mereka curhat, itu aja sebetulnya. Begitu dapat penghargaan ini ya untuk mereka, ini lho yang selama ini Bunda tidak ada. Jadi mereka yang senang, seperti pencapaian bersamalah sebetulnya. Kalau dari orang tua selalu mendukung sejak saya sekolah sampai sekarang, apapun kegiatan saya selama itu positif selalu didukung. Bagaimanakah proses seleksi The Learning University Award itu sendiri? Pertama pengumuman, terus form yang akan diisi itu diserahkan ke fakultas. Fakultas menyosialisasikan siapa yang akan menjadi delegasi dari masing-masing jurusan. Kalau sudah terpilih baru diajukan ke LPPM, baik itu dari dosen maupun tenaga kependidikan. Dari FT sendiri karena tenaga kependidikannya tidak masuk nilainya akhirnya saya yang maju sendiri, tapi saya tidak tau pesaing saya siapa. Misalnya dari Elektro siapa Mesin siapa, ya sudah berkasnya langsung diserahkan ke LPPM sendiri-sendiri. Menurut Ibu apa yang membuat Ibu pantas mendapatkan penghargaan The Learning University Award? Kalau dari penilaian juri sains dan teknologi, Prof. Effendy, beliau menerapkan penilaian The Learning University Award ini seperti Habibi Award. Walaupun skornya tidak setinggi itu, tapi punya skor minimal. Jadi, misalnya sains dan teknologi harus lebih dari 200, kalau dari sains teknologi ada lima orang dan yang empat ini nilainya di bawah 200 maka satu orang itu naik. Tapi kalau semuanya dari lima orang itu nilainya di bawah 200 berarti tidak ada yang menang walaupun ada orang yang maju. Jadi itu cukup bergengsi menurut saya. Saya merasa layak karena publikasi ilmiah international, terus ada book chapter terbitan international juga, kemudian beberapa penghargaan di luar, jadi saya bawa senjatanya itu sebenarnya. Bagaimanakah sistem pemilihannya? Keputusan juri selanjutnya dibawa ke Rapim Rektorat. Rapim berhak menggagalkan keputusan juri, kalau menurut beliau tidak sesuai ya Rapim akan menolak. Intinya kalau juri sudah mengiyakan, ketua LPPM menyetujui, dibawa ke Rapim, kemudian Rapim memutuskan iya atau tidak.

> Bu Poppy bersama para rekan saat di UTP.

20 | Komunikasi Edisi 301

Apa yang memotivasi Ibu untuk mengikuti seleksi untuk mendapatkan penghargaan The Learning University Award ini?


Profil dok. Pribadi

Karena kemarin dengan Pak Nandang terus waktu pemilihan dosen berprestasi. Pak Nandang sempat bilang, “Tahun ini punyaku, tahun depan giliranmu”. Ya saya buktikan. Ibu sering disebut sebagai dosen yang mempunyai banyak prestasi dan aktivitas penelitian, apakah semua itu mendukung dalam seleksi The Learning University Award? Penelitian akan membawa kita ke publikasi. Tanpa penelitian kita susah untuk publikasi. Yang membawa saya banyak publikasi karena studi di luar, karena kalau kita tahu studi di luar pasti lebih mudah aksesnya, baik itu akses publikasi internasional, seminar internasional, dan sebagainya. Saat studi S3 dengan pembimbing yang menuntut banyak publikasi jadi waktu pulang hasilnya banyak. Hasil itu sangat berguna waktu saya pulang, walaupun ketika sekolah susah.

> Bu Poppy saat mengikuti ICFAS 2012. dok. Pribadi

Setelah mendapatkan penghargaan ini, apa langkah Ibu untuk memberi dampak positif kepada masyarakat UM? Itu yang saya bilang berat karena saya harus jadi contoh. Tetap, saya kiblatnya melihat Pak Nandang dan Prof. Effendy. Saya melihat beliau-beliau berdua ini terus meningkat. Beliau ikut program SAME yang keluar sampai tanda tangan MoU, risetnya kerja sama dengan pihak luar, kemudian level publikasinya semakin meningkat. Apalagi sekarang kan Pak Rektor menuntut satu dosen satu publikasi, saya tidak bisa berhenti di situ. Misalnya kalau satu dosen satu publikasi selama setahun, kenapa saya tidak bisa tiga publikasi selama setahun. Untuk saat ini apa yang menjadi kesibukan Ibu selain mengajar? Mungkinkah ada proyek penelitian yang akan ataupun sedang dilakukan? Saat ini proyek tahun ketiga nano material untuk implant tulang sudah selesai. Kemudian, saya menunggu pengumuman penerimaan proposal saya berikutnya, yaitu nano material untuk menghemat bahan bakar. Jadi nanti harus kerja sama dengan Otomotif. Minat atau fokus penelitian Ibu di bidang apa? Nano material. Sebetulnya bidang keilmuan saya teknik material kalau sebagai dosen. Kalau khasnya memang nano material. Sejak kapan Ibu tertarik dengan bidang tersebut? Sejak studi S1 dan S2 saya sudah ‘bermain-main’ dengan material, tapi materialnya yang besar-besar. Pada saat mau lanjut studi S3 saya mikirnya material-material apa yang jadi tren. Hal ini karena setelah lulus studi S3, empat sampai lima tahun mendatang saya sudah ada di era yang berbeda material. Future trennya ternyata nano material, ya sudah saya cari supervisor dan univeristas yang mendanai proyek nano material, dan ternyata susah. Mengapa Ibu tertarik dalam bidang tersebut? Karena unik. Saat saya baca sekilas itu semakin ukurannya kecil, kekuatannya semakin meningkat berlipat ganda. Saya penasaran ini sekecil apa sih terus diapain kok bisa kecil, karena selama ini dipikiran saya besi, baja ya besar gitu. Eh, tiba-tiba saya ‘bermain’ dengan powder-powder, lebih masuk ke kimia dan fisika. Mungkin yang agak sulit penerapan ke Teknik Mesin jadi itu yang masih dipelajari. Bagaimana cara Ibu mendapatkan inspirasi untuk menulis jurnal-jurnal tersebut? Dari penelitian dan tren jurnal masa kini. Jadi, saya melihat

> Acara ICMAT 2011 yang diikuti Bu Poppy.

jurnal-jurnal yang banyak diunduh orang, kemudian lihat tahunnya. Kalau jurnalnya tahun 2013 atau 2014 berarti masih tergolong baru. Nah, orang ini meneliti ini apa, dari situ dikembangkan. Misalnya material A, selain material A material apa yang bisa digunakan untuk aplikasi ini, atau misalnya kalau material A ini diterapkan di Teknik Mesin jadi apa. Apakah Ibu sudah puas dengan prestasi-prestasi yang sudah didapatkan sampai saat ini? Kalau di tingkat UM sudah. Kalau prestasi itu kan sebenarnya datang sendiri, misal best presenter, best paper, dan sebagainya. Apakah impian Ibu yang masih belum tercapai? Saya ingin membawa mahasiswa saya ke luar. Dia kolaborasi sama saya dia jadi apa, itu yang saya inginkan. Dosen kan keberhasilannya dilihat dari mahasiswanya. Pesan untuk civitas UM? Selalu up to date, selalu cek tren terbaru baik itu tentang teknologi, pendidikan, atau apapun yang sekarang sedang digeluti sama orang. Karena kalau tidak kita akan ketinggalan. Kita harus mau membuka pikiran, membuka wawasan, mau bekerja sama, tidak pelit mengajak teman untuk menulis jurnal, dan jangan pelit ilmu.Novi Tahun 37 November-Desember 2015 |

21


dok. Pribadi

> Bela si gadis jilbab berlonceng.

Dua Puluh Empat Jam

22 | Komunikasi Edisi 301

dari syair-syair nyata. Bela pernah pula membuat sajak ketika ada teman bercerita. “Kesalahanmu sendiri wahai perempuan. Kenapa sampai lelakimu selingkuh. Karena kau terlalu membosankan.” Seperti itulah kira-kira sepenggal puisi yang ia gambarkan. Ia selalu menjadi tempat berlabuh bagi teman-temannya. Tak jarang berbagi cerita tentang banyak hal. Mungkin karena Bela diberi kelebihan tersendiri oleh Allah untuk sensitif dengan keadaan orang lain. Hingga banyak rekan di sekitarnya nyaman dengan kehadirannya. Selain menjeratkan diri di berbagai fakultas dengan bercanda tawa, ia juga mendapat begitu luas informasi dari setiap kepala yang ia temui. Sering pula dalam satu hari ia mendapat stempel karcis lengkap dari delapan fakultas. Ia bilang itu hanya main-main saja untuk menghabiskan waktu luang berkunjung ke fakultas mereka. Di balik itu, Bela juga tertarik dengan dunia psikologi. Karena sudah terbiasa menjadi sandaran dari banyak sahabat yang lelah berjalan menghadapi kehidupan. Ia juga berani belajar mengenai konsep dasar pemahaman orang lain yang kemungkinan kecil diulas dalam perkuliahan formalnya. “Saya sebenarnya memanfaatkan ilmu ketika ada di LKMTM yang selalu menganalisis situasi hingga lanjut sebagai kader bangsa di LKMTL,” tegasnya. Ia juga begitu mendalami saat mempelajari psikolinguistik dan sosiallinguistik mengenai perpaduan bahasa yang ia senangi dengan kondisi real orang lain. “Buat apa kita hanya mempelajari satu ilmu jika kita bisa mendapatkan lebih. Beruntung saya bisa bertemu dengan rekan-rekan dari berbagai jurusan bahkan akrab dengan sejawat di kampus sebelah dan saya bisa belajar mengenai bidang keilmuannya,” ujar Bela. Ia punya referensi mengenai judul skripsi yang ia ajukan di semester lima ini, yakni mengulas polemik MEA dengan kedahsyatan bahasa Indonesia yang menurutnya

Salsabila saat tampil bersama Teater Pelangi.

epekaan dan kepedulian yang mendasari melangkah hingga kini. Membaca beragam situasi dalam mengambil keputusan. Perawakan yang ceria menyapa sana sini setiap kawan yang ia temui. Mau berteman dengan siapa saja. Tak heran jika banyak yang mengenalnya dari sudut gedung psikologi hingga ujung gedung keolahragaan. Role model bagi teman-temannya. Selalu menyusuri setiap penjuru cakrawala dengan lincah. Pribadi ramah dan renyah pada sosok Salsabila yang selalu membawa nama fakultas di setiap perjumpaan menyapa. Gadis berdarah asli kota apel yang memilih pendidikan bahasa Indonesia sebagai fokus bidang studi. Dengan koleksi puisi yang diciptakan penuh kreasi, sejuta prestasipun mampu ia raih. Gadis mungil nan ceria yang biasa di panggil Bela dengan kekhasannya yang selalu memakai bros lonceng tersemat di kedua helai jilbab layaknya doraemon.“Alasanku selalu memakai bros lonceng karena aku gampang lupa nama orang dan tidak menutup kemungkinan orang lain juga lupa dengan namaku. Maka dengan lonceng ini yang berbunyi ‘bel’ ditambah bunyi huruf A akan menjadi Bela. Itu yang membuat orang lain terus ingat dengan namaku,” kata Bela. Dari luar, sosoknya terlihat percaya diri dan friendly. Tidak dapat dipungkiri, ia adalah salah satu finalis Duta Kampus UM 2015. “Nggak percaya sih sebenarnya, masak ada orang kecil item berjajar dengan para duta kampus yang putih tinggi. Tapi, nyatanya namaku ada di daftar semifinalis Duta Kampus UM,” canda Bela. Di balik background-nya kini sebagai sekretaris negara BEM UM, Bela ingin menepis anggapan umum kalau anak BEM tidak mengerti dunia kampusnya sendiri. “Buktinya saya bisa menghapus semua persepsi tersebut. Selain itu, saya unggul dalam tes bahasa dan psikologis,” tambahnya. Di antara rutinitas yang mengisi hari-harinya, ia selalu bersajak

>

K

Jilbab Berlonceng


Cerita Mereka

dok. Pribadi

yang seorang Gubernur Jawa Barat. Beliau mengundang orang gila di jalanan pada saat berpidato dan beliau juga mengatakan ‘ini adalah rakyatku dan dia juga yang saya pimpin saat ini, secara tidak langsung orang inilah yang mendukung saya hingga saya dapat berdiri di depan Anda," kenang Bela. Dari situ Bela berkeyakinan jika menjadi seorang public relation dan pemimpin ia harus mampu merangkul semua kalangan dan menyampaikan pada publik usaha yang sudah terealisasi dan yang mungkin belum terwujud. Berawal dari kepedulian saat SMP hingga ia menjadi sosok organisatoris. Saat berada di bangku seragam biru putih yang sering bolos dan bermain game. Hingga suatu saat ia bertemu dengan temannya yang nge-drug tidak tertolong. Ia merasa iba. “Saya mengatakan pada ibu, bahwa saya ingin menolongnya dan ibu mengatakan bahwa sebelum saya menolongnya, Bela harus bisa berorganisasi untuk bisa mengoordinasi diri sendiri dan mendalami strategi untuk menolong orang lain,” jelasnya. Hingga ia membuktikan saat SMA, Bela mengikuti organisasi sekolah hingga memiliki organisasi yang ia rintis dan diminati hingga kini. Kelihaian berbahasa asing, yakni Jerman, Jepang, Mandarin, Arab, dan Inggris yang begitu lancar. Ia membentuk sebuah klub bahasa dengan usahanya sendiri yang mencapai lebih dari target awal. Saat ini, klub bahasa tersebut beranggotakan 620 orang. Angka yang fantastis untuk ukuran klub sekolah. Tapi, itulah salah satu hasil ia berorganisasi. Klub tersebut tak boleh dipandang sebelah mata. Menjuarai berbagai kompetisi di bidang

bahasa adalah hal yang biasa. Mengadakan pagelaran seni juga salah satu apresiasi membagakan dengan tim klub. Kalau ditanya, kenapa bisa seenergik ini, bisa mobile dari tempat ke tempat dan dari pergeseran waktu yang sangat tipis. “Entah ya.. dulu IQ-ku ada di 140, tapi itu dulu saat masih SD dan ketika saat ini akan lain lagi,” ujar Bela. Bela selalu dianggap anak akselerasi. Ia lebih dini dibanding seangkatannya. “Iya, akselerasi saat TK,” candanya. Namun, itu memang yang sebenarnya terjadi. Bela tertarik dengan sepupunya yang memakai rok merah putih saat ia masih di bangku TK. Alhasil hanya satu tahun saja ia di TK dan langsung mengikuti seleksi untuk masuk SD. Gambaran karakter Bela hingga kini yang mudah tertarik dan penasaran dengan berbagai hal. Salah satu kelebihan Bela yang mampu menafsirkan semua kondisi yang ia lihat. Hingga Bela mampu belajar dari segala fenomena dan ia modifikasi sendiri dengan keunikan yang dimiliki. Dari situ gadis berzodiak Gemini ini, mampu mentransformasi keunikan dengan berteater sejak SMA hingga kini. Bela bergabung di Teater Pelangi Sastra Indonesia sebagai aktris. Tak jarang berperan sebagai bocah dengan suara khas childish-nya dan berperan sebagai seorang laki-laki. Bela sangat lihai untuk mengubah suara dengan beragam gaya. Jiwa seni yang mendarah daging dengan kemampuan berteater. “Menurut aku, teater sebagai wadah berbohong. Dengan arti lain, bahwa anak teater tidak akan berbohong di tempat luar. Karena sudah memiliki wadah untuk mengeksplor kencenderungan tersebut,” jelas Bela. Selalu ingin mencari tahu bagai bianglala dalam kehidupan. Lihat saja saat pagelaran di sudut-sudut kampus UM. Akan di temukan salah satu sisi wajah sumringah jilbab berlonceng, Bela.Arni

>

Salsabila saat tampil bersama Teater Pelangi.

menggema dan membahana. “Dari situ saya bisa melihat dari banyak sisi bahwa Indonesia bisa lebih hebat,” tukasnya. Kedekatan bersama keluarga, bukan dari intensitas bertemu, tetapi dari kualitas hubungan. “Waktu bersama saat weekend. Kita selalu berusaha meluangkan waktu satu sama lain. Biasanya sih kita kumpul di pondok pesantren Bangil. Tempat kedua adik perempuanku bersekolah,” jelas Bela. Meskipun ia juga tidak selalu ikut sowan ke saudara-saudaranya. Pernah ditegur oleh ayahnya ketika pulang saat matahari telah tergelincir ke arah barat dan mega merah mulai tak terlihat lagi dengan air wajah yang letih. Namun, Bela mampu membuktikan pada ayah dengan beasiswa di pundaknya. Dengan nama “Salsabela” yang bermakna dua air mata surga yang tertera jelas dalam surat Al-Insan (76): 6). Nama sebuah harapan dari sang pemberi amanah untuk kedua orang tuanya. Tiada hidup yang hambar tanpa rasa jika tak ada konflik. Bela pun juga pernah merasakan jenuh dengan semua aktivitas berorganisasi. Ia mengambil cuti satu minggu dari BEM karena kebosanan yang meradang. Namun, ia juga memiliki penawar untuk kembali on. Ada teman-teman yang mendampingi dari kolega Fakultas Sastra. Dia pun juga digadang-gadang menjadi PRESMA periode berikutnya di samping kesibukan mengikuti organisai internasional. Menurut ia organisatoris yang baik adalah organisatoris yang mampu melobi waktunya sendiri. Selalu mampu mengulas dan menganalisis pergulatan kehidupan. “Saya pernah mengikuti berita tentang Ridwan Kamil

Tahun 37 November-Desember 2015 |

23


Pustaka

Luka Lama dalam Romantisme Nahdliyin dan Kaum Pembaharu

Repro Internet (Mock Up)

Oleh Teguh Dewangga

Judul buku Penulis Tahun Terbit Tebal Penerbit

C

: Kambing dan Hujan : Mahfud Ihwan : Mei 2015 : vi+374 halaman : Bentang Pustaka

entong tumbuh dengan menyimpan bertumpuk sejarah yang tak seorang pun enggan menggali kembali. Bukan hanya karena kisah tersebut membawa perpecahan, tapi semua orang tak ingin lagi menyiram air garam pada luka lama. Seperti Miftah dan Fauzia yang tumbuh dalam perbedaan tradisi, mereka sekolah dalam madrasah dan belajar fikih yang berlainan. Tapi, suatu ketika keduanya bertemu tanpa sengaja dalam sebuah bus menuju Surabaya. Titiktitik cinta tumbuh. Setelah berbilang tahun, keduanya memutuskan untuk menikah. Keputusan keduanya seperti merobek kembali sejarah di Desa Centong. Bu Yatun, ibu Fauzia menangis ketika anak perempuannya mengutarakan keinginannya. Bukan karena Bu Yatun tak mau mengambil mantu yang tak melafalkan doa qunut dalam salatnya ataupun tak bisa mengimami tahlilan. Karena alasannya tidak sedangkal itu. Begitu pula saat Miftah mengutarakan maksud untuk meminang anak Pak Fauzan tersebut, Abahnya hanya menunduk dengan tenggorokan tercekat. Bukan karena Fauzia merupakan bagian dari orang Selatan-orang Muhammadiyah menyebutnya demikian, yang jumlah rakaat tarawihnya berlainan dengan kelompok mereka. Alasannya juga tak sesederhana itu. Badai yang menghalangi mereka sampai mereka mendapati cerita sejarah yang kembali melibatkan perasaan. Tentang persahabatan, serta keyakinan cinta di antara kedua orang tuanya. Pak Iskadar, Abah Miftah merupakan sabahat kecil Pak Fauzan. Mereka tumbuh dalam tradisi menggembala kambing. Mencari rumput, tidur di masjid ketika malam tiba, serta merampungkan sekolah rakyat bersama. Mereka saat itu benar-benar menjadi dua orang yang tak bisa dipisahkan. Meskipun pada akhirnya Pak Fauzan melanjutkan ke pesantren di kota dan Pak Iskandar dengan keterbatasannya memilih menetap di Centong, tapi jarak bukanlah menjadi penghalang kerekatan hubungan mereka. Dahulu hanya ada satu masjid yang berdiri di Centong-masjid orang Selatan. Tapi, kedatangan Cak Ali, guru Pak Iskandar menjadi sekat baru yang

24 | Komunikasi Edisi 301

tengah berlangsung di tanah Centong. Di mana kaum muda terbakar semangat Kaum Pembaharu, menentang tindakan masyarakat yang tidak sesuai dipikiran mereka. Tak urung gesekan sosial timbul menjadi titik api yang kemudian melebar merapuhkan semangat persatuan. Para tetua tak terima tradisi mereka diinjak-injak orang yang tak jelas juntrungnya. Begitu pula Kaum Pembaharu yang menyesalkan pemikiran kaum tua yang kolot dan tidak bisa menerima sedikit masukan tanpa mempertimbangkan kebaikannya. Perlawanan semakin sengit memperebutkan masjid yang seharusnya mempersatukan seluruh orang Centong tersebut. Bagi Pak Fauzan, Pak Iskandar dan kelompok Cak Ali seharusnya tak membuat kelompok sendiri apalagi saat itu persatuan sangat dibutuhkan untuk menghalau komunis. Kedua sabahat tersebut sampai pada titik di mana konflik tak dapat lagi diselesaikan dengan pikiran terbuka. Mereka berdua berubah menjadi ‘musuh’ saat Kaum Pembaharu membangun sendiri masjid yang jaraknya hanya selemparan batu dari masjid Nahdliyin-mereka menyebutnya masjid Utara, masjid Muhammadiyah. Kedua kelompok ini saling berebut hati masyarakat sehingga Centong memiliki jamaah salat yang terpecah. Pak Fauzan pulang dari pesantrennya dengan membawa harapan yang disematkan oleh golongan tua untuk menghalau derasnya perkembangan masjid Utara. Keduanya tak lagi saling tegur. Puncak dari sikap dingin mereka adalah ketika Bu Yatun, seseorang yang disukai Pak Iskadar dijodohkan dengan Pak Fauzan. Membuat jurang yang mereka gali menjadi semakin lebar dan tak terlihat ujungnya. Setelah itu, Pak Fauzan menjadi pemimpin masjid Utara dan Pak Iskandar menjadi pemimpin masjid Selatan, keduanya tak semestinya mengorbankan masa depan anak mereka berdua. Pada akhirnya kebijaksanaan mereka berdualah yang menjadi sebuah jembatan untuk melewati jurang yang kelewat lebar dan dalam itu. Mahfud Ikhwan dalam bukunya ini tidak sedikitpun bermaksud untuk membela salah satu golongan, ia tak sekadar menunjukkan perbedaan atau membenarkan antara dua ormas yang kini telah tumbuh besar di Indonesia. Tapi, ia justru menawarkan sebuah sudut pandang dalam menyikapi sebuah perbedaan yang begitu lekat mendarah daging di masyarakat. Buku ini menjadi sumbangan besar bagi sastra di Indonesia, sekaligus menjadi sebuah dokumentasi sosial yang teramat berharga. Di dalamnya turut merawat ingatan mengenai sejarah tumbuh kembangnya agama di desa Centong. Pun bisa menjadi obat kedua kelompok tersebut yang masih bergesekan. Semangat dalam mengajarkan Islam pada masyarakat yang sebagian besar petani merupakan semangat dakwah Muhammadiyah yang patut dicontoh, serta persatuan kelompok Nahdliyin dalam menghidupkan kembali kegiatan masjid juga menjadi langkah bijak yang bisa ditiru oleh masyarakat. Melalui Miftah dan Fauzia, kedua kelompok itu akhirnya melunak dan saling menerima. Pernikahan keduanya benarbenar menjadi jembatan yang bahkan tak seorang pun ragu untuk melewatinya. Karena sejatinya perbedaan bukan untuk saling menjatuhkan, bukan untuk saling ditonjolkan, tapi untuk saling diterima dan dihormati. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Teknik Otomotif. Pustaka ini Juara II kategori Pustaka Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015.


Pustaka

Keperawanan Memang (Tidak) Harus Dipertanyakan Oleh Moch Nurfahrul Lukmanul

Repro Internet (Mock Up)

M

asihkan keperawanan telah menjadi persyaratan yang mutlak dalam sebuah perkawinan budaya timur? Di satu sisi, keperawanan bisa menjadi harga mulia seorang mempelai wanita. Di sisi lain, keperawanan telah menjadi kartu mati bagi seorang perempuan untuk menatap masa depan. Novel ini mengupas sebuah hal tabu namun begitu dekat dengan kehidupan wanita masa kini. Isu keperawanan menjelang pernikahan diceritakan dengan mengangkat psikologis tokoh utama tanpa menjebak pembaca dalam nuansa dramatis. Pergolakan jiwa tokoh utama Charista disampaikan dengan jujur dan lugas tanpa kehilangan muatan emosi yang kuat. Di sini Charista seolah mengajak pembaca menggugat peraturan tidak tertulis mengenai arti sebuah keperawanan dalam pernikahan. Sesuatu yang rahasia justru sepatutnya dibicarakan demi sebuah keadilan kaum perempuan. Melalui pemikiran Charista, penulis mengajak pembaca kritis tentang isu gender terutama keperawanan. Charista pernah terjeremus cinta buta bersama Farel di masa muda sehingga membuatnya kehilangan mahkota keperawanannya. Hal tersebut membebaninya seumur hidup sehingga sempat membuatnya takut menikah. Charista mulai kembali berani membuka hati ketika bertemu Nathan. Segala pengertian Nathan perlahan meyakinkan Charista untuk menerima lamaran lelaki itu. Namun bayang-bayang keperawanan mulai menghantuinya lagi justru ketika mendekati hari pernikahannya. Sosok Farel tiba-tiba datang dan menawarkan kembali kisah cinta yang dulu pernah ada. Charista terjebak antara masa depan dan masa lalu yang sama-sama memikat sekaligus menjerang kepedihan. Charista, sosok perempuan yang sukses dalam karir dan sosial ini harus kembali menyesali dan mempertanyakan esensi keperawanan dalam sebuah pernikahan? Sebenarnya Charista ini mewakili kaum perempuan pada umumnya, terutama orang yang pernah mengalami hal yang sama dengannya. Keperawanan perempuan selalu menjadi kambing hitam dalam sebuah pernikahan. Entah undang-undang mana yang menjamin bahwa kebahagiaan sebuah pernikahan adalah dimulai pada keperawanan yang mutlak. Secara humanis, penulis ingin menunjukkan bahwa Charista hanyalah manusia biasa yang pernah melakukan suatu kesalahan besar pada masa remajanya. Bisa jadi masih banyak remaja lain yang melakukan kesalahan yang lebih parah dari Charista, tapi kesalahan yang terlalu tabu ini telah menggiring perempuan pada keputusasaan memperbaiki keadaan. Setiap kesalahan berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki, walaupun tidak akan bisa menjadikannya seperti semula. Sekecil apa pun keputusan yang diambil pada masa lalu, pasti akan berdampak pada masa depan. Novel ini sesuai dengan konteks kekinian dalam melihat pergaulan pemuda Indonesia yang semakin bebas. Hampir setiap semester terdapat kasus siswa dikeluarkan dari sekolah karena hamil di luar nikah. Belum lagi kasus pelecehan seksual yang mengancam anak-anak sampai

Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Tebal

: Sejujurnya Aku... : Aveus Har : Bentang : Maret 2015 : vi+214 halaman

dewasa. Semua itu sepatutnya menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia, terutama orang tua dan sistem pendidikan untuk berbenah. Pendidikan seksual mungkin sesuatu yang masih dianggap tabu, namun sebenarnya memiliki manfaat yang baik jika diajarkan dengan tepat. Novel ini hanya fragmen kecil dari kegelisahan jutaan perempuan di Indonesia yang harus menanggung beban dari sebuah keperawanan. Sementara itu, mereka bahkan tak berkutik untuk mempertanyakan hal sebaliknya kepada pihak lelaki. Novel ini memang hanya merangkum segi psikologis satu tokoh korban saja. Bahasa yang digunakan cukup rapi meskipun terkadang terlalu monoton sehingga klimaks kurang memikat. Namun, setidaknya novel ini sudah berani bersuara untuk membela sekaligus mengadili keperawanan yang selalu dijunjung sebagai sebuah keniscayaan menuju kebahagiaan pernikahan. Hal ini membuat esensi sejati pernikahan yang membahagiakan justru dilupakan, yaitu gerbang bagi kedua pasangan untuk saling memperbaiki dan melengkapi dalam bahtera kehidupan bermasyarakat. Penerimaan terhadap pasangan sebenarnya mendidik diri kita sendiri untuk rajin mensyukuri segala nikmat Tuhan. Apa berani menggugat pernikahan tanpa kepercayaan untuk saling memiliki? Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Sejarah UM. Pustaka ini Juara III kategori Pustaka Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015.

Tahun 37 November-Desember 2015 |

25


Foto: Tanty

Info

> Acara pembukaan Pimnas di Universitas Haluoleo.

Romansa Pimnas XXVIII Haluoleo “…..seminggu tuk selamanya….. seminggu tuk selama-lamanya…..” -Mars Pimnas-

D

emikian salah satu petikan lagu mars Pimnas XXVIII yang selalu diputar dan dinyanyikan bersama-sama baik ketika acara pembukaan dan penutupan Pimnas. Mars tersebut masih menyisakan kenangan bagi seluruh tim PKM Pimnas delegasi UM tentang program Pimnas XXVIII oleh Kemenristek Dikti di Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara September (0509/09). Hasilnya, dari sekitar delapan puluh medali yang diperebutkan di ajang presitisius tersebut, sembilan tim perwakilan Pimnas yang terdiri dari dua tim PKM-K, dua tim PKMKC, satu tim PKM-T, dan empat tim PKM-PE UM mampu menyabet satu medali emas presentasi PKM-K, satu medali perunggu presentasi PKM-K, satu medali emas poster PKM-K, satu medali perak poster PKM-P. Hebatnya, satu tim PKM-K berjudul “Bimbel Interaktif dengan Aplikasi Android” berhasil menyumbangkan dua emas untuk UM sehingga memposisikan UM ke dalam sepuluh besar universitas terbaik di bidang PKM seIndonesia. Tentu bukan perjalanan yang mudah, sebab hasil tersebut dilalui dengan suka, duka, rintangan, dan hambatan. Secara umum untuk mencapai tingkatan tersebut, seluruh tim PKM yang didanai harus melaksanakan program PKM tersebut selama

26 | Komunikasi Edisi 301

beberapa bulan dengan banyak sekali kendala seperti manajemen keuangan, kekompakan tim, dan ketersediaannya narasumber serta alat dan bahan untuk program PKM. Tentunya sebelum didanai, ribuan proposal PKM seluruh Indonesia melalui proses screening yang panjang sekitar tiga bulan. Jadi, PKM yang didanai merupakan PKM yang benarbenar terseleksi dari segi isi, kualitas, dan kebermanfaatannya. Dari pihak UM sendiri, proposal PKM yang didanai diberi pengarahan untuk melaksanakan program PKM sampai tahap untuk monitoring dan evaluasi (monev). Sebelum menghadapi monev eksternal Dikti, tim penalaran dan kemahasiswaan UM menyelenggarakan dua kali monev internal dengan maksud menggali potensi dan ciri khas dari masing-masing tim PKM. Setelah dilakukan proses monev eksternal oleh Dikti pada bulan Juni 2015 lalu, pada akhir bulan Juli 2015 ditetapkan 440 tim yang lolos Pimnas dari seluruh Indonesia. Beberapa perjalanan panjang itu juga dirasakan pemenang Pimnas XXVIII delegasi UM, yakni tim PKM-K“Bimbel Interaktif dengan Aplikasi Android”, tim PKM-K “Roh Garuda”, dan tim PKM-PE “Menchester”. Perjalanan panjang tersebut dinilai tidak sia-sia oleh mereka, karena mereka memang benarbenar berusaha memberikan yang terbaik untuk UM. Bahkan sebelum keberangkatan Pimnas, mereka harus dikarantina di WISMA TGP UM selama lima hari untuk mematangkan

isi PKM, serta ditambah materi tentang public speaking, cara presentasi, dan berlatih menjawab pertanyaan juri. Meskipun harus meninggalkan kuliah dan bekerja, namun selama lima hari itu pula mereka saling menyemangati satu sama lain. Desy Eka Ratnasari, mahasiswa jurusan Pendidikan Kimia yang merupakan anggota PKM-K “Bimbel Interaktif” peraih dua medali emas mengaku untuk mencapai semua itu memang dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Beberapa kendala yang dihadapi seringkali secara teknis, yaitu mengenai sistem android (aplikasinya). Selain itu, kendala non teknisnya adalah ketua kelompok PKM-K ini, yakni Maulidiyah Rahmawati, S.Pd, sudah mengajar di sebuah sekolah sehingga seringkali berada di Kepanjen. Ada pula kendala lain, yakni dosen pembimbing berbeda jurusan sehingga seringkali sedikit malu dan sungkan untuk melakukan bimbingan. “Itu sebelum masuk Pimnas, mbak. Ketika menghadapi Pimnas, saya harus lebih memantapkan lagi mekanisme promosi dan menyiapkan materi presentasi,” ujarnya. Mahasiswa yang merupakan Duta Wisata Kangmas Nimas Kota Wisata Batu tersebut mendapat peran sebagai marketing yang bertugas untuk membuat pamflet, banner, dan brosur serta menerima pendaftaran baik online maupun offline. Kendala lain dirasakan oleh Nukelon Jefri


Info di masa depan,” tambahnya. Sejalan dengan Ricky, Nukleon mengungkapkan kalau pengalaman mengikuti Pimnas bisa membuka wawasannya tentang banyak hal. “Pelajaran yang berharga terutama di dalam dunia bisnis,” jabarnya. Ia menegaskan kalau setiap orang punya peluang bisnis, tinggal bagaimana kita melakukan dan mengembangkannya. “Banyak sekali jenis bisnis yang kreatif, jadi jangan hanya duduk di balik bangku kuliah saja, masih banyak jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan segudang pengalaman dan ilmu,” tegasnya. Desi yang satu tim juga dengannya menambahkan, “Sebagai mahasiswa, kita harus berani terjun ke dunia bisnis dan menjadi individu yang memberikan peluang pekerjaan kepada orang yang membutuhkan“. Meskipun ajang Pimnas sudah selesai, namun ide-ide mereka tidak akan berhenti sampai di situ saja. Sama dengan sifat khas wirausahawan yang harus ulet dan pantang menyerah, mereka pun juga begitu. Untuk program bimbel berbasi android, saat ini aplikasi masih dalam perbaikan (maintenance) untuk meningkatkan kualitas. Ada murid dan tentor yang tetap mendaftar, dan proses belajar mengajar di aplikasi android tetap berjalan. “Setelah Pimnas, kami juga sedang gencar mencari investor untuk meningkatkan program kami,” ujar Nukleon. Sedangkan tim Roh Garuda, mereka sudah memiliki studio sendiri di Jalan Bantaran yang bertempat di rumah ketua tim. Ke depannya, produk-produk yang dihasilkan akan dikembangkan menjadi komik dan animasi yang ditargetkan rilis di tahun 2016-2017. “Mohon doanya saja, agar ide yang berasal dari mimpi kami sebagai

anak-anak Indonesia bisa terwujud. Salah satu cara mendukung kami adalah dengan mem-follow instagram kami @rohgaruda dan terus memantau perkembangan kami,” pungkas Ricky yang juga animator KuKuRockYou Indosiar. Adapun harapan dari para pemenang baik untuk mahasiswa maupun bagi civitas akademika di UM agar bisa menyukseskan UM di ajang Pimnas tahun depan. Tentunya, dari tahun ke tahun harus semakin ditingkatkan lagi dalam hal pengunggahan proposal dan pembagian job desk dari masing-masih anggota. “Dari pengalaman Pimnas kemarin, juri menyarankan agar lebih berhati-hati lagi dalam penyusunan laporan kemajuan dan laporan akhir. Akan ada diskualifikasi bagi tim yang mengunggah laporan dengan halaman yang melebihi dari ketentuan di panduan,” tambah Ricky. Ricky meyakini banyak mahasiswa UM yang kreatif. Namun menurutnya, kreatif saja tidak cukup. Kreativitas itu membutuhkan keberanian. Keberanian untuk mengatatakan “Saya punya solusi!”. “Pimnas merupakan tempat yang tepat untuk menguji keberanian kalian, jadi semoga teman-teman yang lain bisa lebih berani,” tutupnya. Yang tidak kalah penting, mahasiswa UM harus mempersiapkan yang terbaik untuk Pimnas XXIX di UNPAD, Bandung, Jawa Barat. Menurut Anwar, hal itu bisa tercapai jika ada keselarasan antara mahasiswa dan kampus. Mahasiswa harus terus menggali ide kreatif dan mengeksekusinya agar bisa bersaing di Pimnas. Sedangkan kampus, harus memberikan dukungan penuh mulai dari apresiasi berupa materi serta pelayanan yang nyaman dalam hal administrasi.Tanty

Foto: Tanty

Nur Rahman, yakni salah satu anggota PKM-K yang bertugas untuk merancang algoritma aplikasi mobile sekaligus sebagai admin di website dan mengaktifkan akun siswa dan tentor. Kendalanya masih seputar teknis, yakni builder aplikasi yang sampai sekarang masih terkendala dengan dana pengembangan. Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika tersebut mengaku sebelum Pimnas, ia dan tim bekerja keras untuk mengecek aplikasinya dan bug atau celah dalam aplikasi agar lebih sempurna. Berbeda dengan tim itu, tim PKM-K “Roh Garuda” memiliki kendala khusus ketika presentasi Pimnas. “Potensi bisnis kami ini memang terbilang baru dan di Indonesia, hanya beberapa perusahaan saja yang menerapkan sistemnya. Sehingga penjelasannya pun harus lebih umum agar dapat dimengerti oleh juri dan peserta umum,” jelas Ricky Ramadhan Setiyawan, ketua PKM-K “Roh Garuda” yang merupakan mahasiswa aktif DKV UM. Dia menambahkan, dari dua puluh tim seluruh Indonesia di kelas PKM-K 1, hanya timnya sendiri yang berbeda dari tim lainnya. “Banyak dari tim lain yang menjual produk dan jasa sehingga bisa dilihat prospek, BEP, dan ROI nya. Namun, bisnis tim kami ini bisnis konten yang diakui juri sistemnya berbeda dari sistem bisnis yang lain,” ujar pemilik studio di jalan Bantaran ini. Kendala lain dirasakan oleh anggota PKM-K “Roh Garuda”, yakni Faris Arman dan Fitri Anwar. “Kendala utama memang terkait pendanaan, karena memang untuk sebuah film animasi membutuhkan uang yang tidak sedikit. Namun, dengan uang yang diberikan pihak DIKTI, setidaknya kami bisa memulai startup bisnis kami untuk launching produk dan mengikuti event bisnis,” tambah mereka. Meskipun banyak sekali kendala, namun mereka mengaku sangat antusias dalam mengikuti Pimnas. “Dibalik duka, pasti ada suka,” ujar Desy. Sebagian besar dari mereka mengaku senang bertemu dan berbagi dengan teman-teman lain di seluruh Indonesia. Bahkan sampai sekarang, banyak dari mereka yang masih saling berbagi info lomba melalui jejaring sosial. Selain itu, mereka sangat senang bertemu dengan dosen-dosen UM yang sangat berkompeten sewaktu karantina Pimnas “Mereka sangat totalitas dan tulus, apa yang diberikan sewaktu karantina sangat bermanfaat ketika kami berlaga di depan juri,” pungkas Nukleon. Pengalaman yang tak terlupakan lainnya adalah naik pesawat dan bonus jalan-jalan gratis ke luar Jawa. “Jika dengan biaya sendiri akan sangat mahal,” tambah Anwar yang pertama kali merasakan naik pesawat ke Kendari. Ricky juga senang melihat mahasiswa begitu kreatif sesuai dengan passionnya. Ia bisa melihat dari gelar produk yang dilaksanakan setelah sesi presentasi Pimnas dilaksanakan. “Saya jadi bisa berharap banyak untuk Indonesia

> Kontingen UM saat berlaga di Pimnas.

Tahun 37 November-Desember 2015 |

27


> M. Alifudin Ikhsan (tengah) berhasil menyabet Juara 1 Esai Pancasila.

Batu Bata Merah

&

Batu Bata Orange

B

erawal dari keisengannya mengirimkan karya esai, M. Alifudin Ikhsan berhasil berorasi di depan Sekretaris MPR RI beserta jajarannya. Hal tersebut merupakan salah satu mimpinya untuk bertemu negarawan di negeri ini. Mahasiswa dari Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan tersebut, telah berhasil menyabet tiga penghargaan sekaligus, yakni Juara 1 Esai Pancasila, Juara Best Speaker, dan Peserta Tersahabat dalam rangka Padjadjaran Social and Political Days 2015. Ketika menjadi Peserta Tersahabat, Alif mempunyai cerita lucu, “Saya menjadi Peserta Tersahabat itu gara-gara warna batu bata merah dan batu bata orange. Jadi ada soal dari salah satu teman, batu bata itu warnanya apa? Kemudian saya menjawab batu bata itu warnanya merah. Tapi teman-teman saya semua mengatakan kalau batu bata itu warnanya orange. Mulai dari pembukaan sampai penutupan saya tetap mempertahankan batu bata itu warnanya merah. Itulah yang membuat saya cepat bergaul dengan teman-teman lainnya,” kenangnya. Padjadjaran Social and Political Days 2015 merupakan salah satu program kerja Kementerian Pendidikan dan Keilmuan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Bertema “Aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Bangsa di Kalangan Generasi Muda”, kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga hari (14–16/11). Mengikuti lomba itu, Alif sudah cukup optimis bahwa ia akan menang. “Saya sudah cukup optimis bahwa saya akan menang setelah melihat presentasi

28 | Komunikasi Edisi 301

peserta kelima. Selain itu saya selalu beprinsip bahwa semua peserta berhak menang dan mempunyai kesempatan yang sama,” ujarnya. Lelaki yang sedang menempuh semester 5 ini mengungkapkan bahwa persiapannya mengikuti lomba ini sangat minim. Ia mengatakan beberapa menit sebelum pendaftaran itu ditutup barulah ia mengirimkan karyanya tersebut. Ketika ia telah terpilih dalam sepuluh besar untuk mempresentasikan karyanya, power point yang digunakan untuk presentasi baru ia kerjakan dalam kereta ketika di perjalanan. Pengalaman adalah guru terbaik. Puluhan lomba sudah seringkali ia ikuti. Dalam sebulan Alif bisa mengikuti empat sampai lima lomba. Namun seringkali kegagalan pun pernah ia cicipi. Dari pengalamannya itulah membuatnya tahu bagaimana seharusnya membangun suasana ketika presentasi, sampai kriteria pemenang. Memang benar dalam sebuah kompetetisi penguasaan medan amatlah penting. Mahasiswa asal Mojokerto ini, cukup disiplin dalam menulis. “Jadi setiap hari saya mulai menulis sesudah shubuh sampai jam enam pagi. Jam segitu gairah menulis saya tidak bisa diganggu gugat meskipun ada tugas seberat apapu,n” katanya. Bagi mahasiswa yang aktif di UKM ASC tersebut berorasi selama lima menit baginya hal itu adalah yang paling mengesankan.” Orasi hanya lima menit, namun bagi saya adalah yang paling mengesankan selama saya mengikuti lomba. Walaupun tanpa persiapan yang cukup. Hal itu cukup untuk mengobati apa yang saya lakukan,” ungkapnya.Shintiya

Foto: Shintiya

Up to Date


dok. Pribadi

Laporan Khusus

Foto: Shintiya

PPG,

Beasiswa Pasca SM3T

> Para mahasiswa PPG sedang melakukan PPL di SMA Negeri 1 Malang.

P

endidikan Profesi Guru (PPG), kata itu kini tidak lagi asing di telinga para mahasiswa kependidikan. Selepas mengabdi di daerah Tetinggal, Terluar, Terdepan selama setahun yang terhitung mulai Agustus, Program beasiswa diberikan pemerintah sebagai keberlanjutan dari program SM3T tersebut. Program ini dilaksanakan pemerintah dengan menunjuk universitas eks-IKIP sebagai pelaksananya. Program beasiswa PPG ini dilaksanakan selama setahun yang dimulai sekitar bulan Februari. “Semester pertama itu mahasiswa diwajibkan untuk menjalani workshop, yaitu Workshop Subject Specific Pedagogy di jurusan masing-masing. Di sini kita membedah materi SMP dan SMA serta membuat perangkat mengajar seperti RPS, LKS, media, dan lain sebagainya,” tutur Wildan salah satu mahasiswa PPG. “Untuk semester duanya kita PPL di sekolah. Selama PPL ini kita diwajibkan untuk melakukan dua kali lesson study dan membuat PTK,” lanjut Evi yang juga mahasiswa PPG. Dalam sistem kepengurusan PPL PPG, Kepala P4G turut melibatkan kepala P4L sebagai bagian dari tim pelaksana kegiatan. Hal ini dikarenakan jangka waktu pelaksnanaan PPL PPG terhitung lebih lama dibandingkan dengan PPL S1 sehingga perlu bagian khusus yang mengatur waktu dan tempat pelaksanaan PPL PPG dan PPL S1 agar tidak terjadi bentrokan jadwal. Untuk mencegah hal tesebut, selama proses

PPL PPG, sekolah yang telah ditunjuk tidak lagi dapat digunakan sebagai tempat PPL S1. Sebagai program beasiswa, PPG telah memberikan fasilitas yang memadai. “Selama PPG, mahasiswa telah diberikan uang saku, makan, dan uang buku. Mereka juga telah disediakan fasilitas asrama sebagai tempat tinggal selama PPG jadi mereka tidak mengeluarkan biaya apapun selama kegiatan PPG berlangsung,” ungkap Bapak Dr. Makbul Muksar selaku kepala P4L. Kebijakan mengenai tinggal di asrama ini merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa yang mendapat kesempatan memperoleh beasiswa PPG. Apabila ingin pulang ke kampung halaman, para mahasiswa diwajibkan untuk meminta izin terlebih dahulu kepada pihak asrama dan PPG. Selain fasilitas-fasilitas tersebut, rupanya masih ada fasilitas SM3T yang masih dapat dinikmati para mahasiswa selama mengikuti PPG, yakni asuransi. Para mahasiswa PPG masih diikutsertakan dalam asuransi sehingga apabila ada mahasiswa yang sakit dan lain sebagainya, biaya tersebut telah ditanggung oleh pihak asuransi. “Seperti halnya salah satu almarhum mahasiswa PPG yang mengalami meningitis. Dia kami izinkan untuk kembali ke kampung halamannya untuk menjalani pengobatan. Itu biayanya sudah termasuk asuransi. Ada memang obat tertentu yang tidak bisa

dilunasi dengan asuransi, nah di sini kita sedikit banyak bisa membantu,” tutur dosen MIPA yang akrab disapa Pak Makbul ini. Demi kelancaran pelaksanaan PPG, UM telah mencanangkan pengadaan gedung khusus untuk pelaksanaan program PPG. Gedung ini didirikan tepatnya di Jalan Simpang Bogor dan berdekatan dengan FMIPA. Bangunan yang rencananya akan dibangun setinggi sembilan lantai ini masih dalam proses pembangunan. Namun, dalam penggunaan ke depannya pihak PPG masih belum mengetahui apakah gedung ini hanya akan menjadi gedung perkuliahan ataukah juga ikut menjadi asrama khusus mahasiswa PPG. Para mahasiswa PPG berharap agar gedung tersebut dapat segera terselesaikan karena hal itu memang sangat diperlukan bagi kelangsungan pelaksanaan program PPG. Selepas berjuang dan berkorban menjadi calon pendidik yang layak di daerah 3T dan jauh dari keluarga selama satu tahun dan dilanjutkan dengan menjalani workshop serta PPL di dalam program beasiswa PPG selama setahun, para mahasiswa kini sedang menunggu pelaksanaan ujian PPG. Di sinilah puncak perjuangan mereka selama dua tahun menjalani pengabdian dan pendidikan selama dua tahun dan jauh dari sanak saudara. “Melihat perjuangan dan pengorbanan di daerah, harapannya sih lulus PPG otomatis dapat NUPTK dan prioritas dalam CPNS,” harap Wildan.Iqlima Tahun 37 November-Desember 2015 |

29


Wisata

dok. Pribadi

> Panorama surga Pantai Kerambil Kulon.

Kerambil kulon dan Kondang Iwak

Panorama Surga Indonesia Oleh Maria Ulfa

alang semakin dipenuhi dengan gedung dan bangunan yang menjulang tinggi. Akses jalan beraspal sudah semakin merambah masuk ke desa-desa. Lahan sawah dan perkebunan dibabat menjadi tempat wisata, mall, pusat perbelanjaan bahkan perumahan. Ruangan kota menjadi semakin sesak. Namun, perlulah untuk menengok sisi lain dari Malang. Di pesisir Selatan, masih ada tempat yang memberikan sela untuk sejenak melepas penat. Malang Selatan terkenal dengan keindahan pantainya. Bahkan eksotismenya tidak kalah dengan yang ada di Pulau Dewata. Suatu ketika, untuk kali pertama saya memutuskan untuk mengikuti sebuah komunitas yang rata-rata anggotanya adalah guru dan kepala sekolah yang kerap melakukan touring, Jama’ah Motor Campuran (JMC). Kami berlimabelas berangkat dengan delapan motor dari Gondanglegi. Awal keberangkatan kami mengisi penuh tangki motor. Kemudian

30 | Komunikasi Edisi 301

berhenti di Sumbermanjing Kulon untuk membeli perbekalan. Tidak tahu menahu mengenai tempat yang akan disinggahi. Dipimpin Kapten JMC yang berkendara sendirian, rombongan motor kami menjajaki jalan perkampungan di Dusun Sumber Pucung Desa Tulungrejo Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. Melewati Pagak, jalan berubah menjadi jalur makadam hingga pantai. Batu terjal disepanjang jalan yang sempit menjadi santapan roda motor kami. Ini merupakan medan yang sangat digemari dan merupakan suatu tantangan yang memiliki daya tarik tersendiri untuk ditaklukan oleh para offroader atau komunitas trail. Tapi, kebanyakan rombongan kami tidak membawa motor trail. Tak heran jika beberapa dari kami sering turun dan berjalan kaki karena roda motor terperosok tak kuasa berpijak di bebatuan. Terlebih lagi untuk rombongan yang mengendarai matic. Kewasapadaan dan kehati-hatikan merupakan suatu hal mutlak yang diperlukan seketika itu. Namun hal ini tidak memangkas semangat kami. Kami tetap


dok. Pribadi

Wisata

dok. Prib

adi

> Berpose di bibir pantai Kerambil Kulon.

dok. Pribadi

an > Delap

> Keseruan di Panta

i Kerambil Kulon.

menstater motor melewati muara air tawar, lahan nanas dan juga jalan setapak di sela-sela pepohonan. Sempat terbesit sebuah penyesalan terhadap keputusan yang saya buat karena sulitnya medan yang dilalui. Namun, semua terhapus tuntas ketika sudut mata menangkap hamparan pasir putih di bibir pantai. Seluruh aliran darah terasa berdesir melihat panorama jernihnya air pantai Kerambilkulon. Tak tertahan untuk melepas alas kaki, kami segera bermain pasir dan merasakan segarnya air laut. Mengabadikan setiap momen. Jepret sana jepret sini. Seakan seperti terhipnotis untuk melupakan segala masalah dan urusan sehari-hari. Sejenak melepas lelah, kami menggelar tikar diatas pasir. Beberapa dari kami membuat api untuk membakar ikan yang dibawa dari rumah. Dengan bekal seadanya dan makanan ringan, kami mengisi perut dengan ditemani semilir angin yang berhembus lembut. Sambil duduk melingkar, bekal yang dibawa dicampur jadi satu. Menyantap makanan secara bersama-sama menciptakan kehangatan tersendiri. Riuh canda tawa juga terdengar saling bersahutan di sana-sini. Suasana pantai yang tenang, karena tidak ada penghuni lain selain kami, ditambah dengan perut kenyang dan angin yang semilir, membuat kantuk menyergap mata. Sehingga kami memutuskan untuk menyusuri pantai yang saat itu sedang surut. Menginjakkan kaki di karang yang masih alami. Beberapa hewan dan tumbuhan yang tak kami kenal namanya, masih hidup berdampingan dengan damai. Yang kami tahu hanyalah rumput laut dan bulu babi di sela-sela terumbu karang. Hewan yang terlihat cantik dengan duri-durinya yang berwarna hitam ini teryata tak mau disentuh. Dia ingin melekat anggun di tempatnya. Karena jika menyentuhnya, maka duri-durinya akan menancapkan racun yang akan membuat kami merasa kesakitan. Untuk itu, kami dengan jeli memilih sela-sela karang sebagai pijakan kaki agar tidak tertancap duri bulu babi. Entah mereka terusik atau tidak dengan kehadiran kami. Kami hanya diam-diam mengamati dengan takjub. Ingin rasanya menyusuri karangkarang lebih jauh. Terpesona dengan keindahan dan kealamaiannya. Tetapi karena semakin banyaknya bulu babi disana-sini membuat kami mengurungkan niat dan memutuskan kembali ke tempat awal. Belum puas rasanya mengagumi pantai Kerambilkulon, Sang Kapten mengajak untuk sedikit berpindah tempat. Kami kembali menaiki motor ke pantai sebelah, Pantai Kondang Iwak. Tak kalah indah, pantai yang sama-sama masih belum terekspos dan belum ada pengelolanya ini

an terjal

si bersia kuda be

ap jalan p melah

menuju

pantai.

menyuguhkan hamparan pasir putih bercampur besi hitam yang lebih luas. Di tengahtengahnya menjulang batu karang berukuran besar yang sedikit menjorok ke laut. Salah satu dari kami yang membawa motor trail sedikit nakal mencoba untuk menaiki motor trailnya di sepanjang bibir pantai. Dengan terseok-seok, roda motornya melaju. Kami pun tertawa melihatnya yang sedikit kesusahan menaklukan tantangan yang dibuatnya sendiri. Tak kuasa menahan keinginan hati untuk menjejakkan kaki diantara buih ombak. Namun derasnya ombak membuat hati kami menciut,takut terseret arus. Kami hanya bisa berdecak kagum menikmati deru ombak yang bergulung-gulung. Tak ingin menyia-nyiakan untuk bersantai di pantai, kami pun menggelar tikar kembali. Menikmati jajanan rujak manis yang kami bawa. Tak kalah secangkir kopi yang digilir secara bergantian. Selfie, membuat video, riuhnya canda tawa, sungguh merupakan momen kenangan yang terpaku di benak. Enggan rasanya untuk beranjak dari tempat kami duduk. Masih tak rela membiarkan jarum jam cepat berputar. Namun, waktulah yang memaksa. Kami harus mencapai perkampungan sebelum petang karena kondisi jalan dan tidak adanya penerangan sama sekali. Di arah pulang, kami berpapasan dengan komunitas motor lain. Mungkin mereka akan berkemah. Meski kami tidak mengenal bahkan berlum pernah bertemu sebelumnya, sapaan tetap tercurah. Walaupun hanya dengan klakson motor ataupun lambaian tangan. Seakan mereka berkata “ Kami bisa menaklukan medan seperti kalian� dan seakan kami pun membalas “Selamat untuk perjuangan dan perjalanan kalian� Ada hal istimewa yang saya dapati meski ini adalah pengalaman pertama saya melakukan touring bersama JMC. Persaudaraan, kekompakan, dan solidaritas. Sangat terlihat ketika salah satu dari kami sering mengalami kesulitan ketika menaklukan medan. Rombongan tetap sabar menunggu dan mengawasi sampai motor yang dinaiki bisa berhasil melewati bebatuan terjal. Senang rasanya bisa mencicipi sedikit dari persaudaraan yang terjalin. Bisa makan bersama, bahkan ketika pulang ada salah satu sepeda dari rombongan kami yang bannya bocor. Kali itu semua rombongan berhenti untuk membantu. Kami bersyukur ketika tahu salah satu warga desa memiliki kemampuan menambal meskipun tanpa tulisan jasa tambal ban di depan rumahnya. Sampai bannya selesai ditambal, rombongan tetap sabar dan setia menunggu. Pekerjaan, aktifitas, dan rutinitas sehari-hari memanglah suatu hal yang selalu harus dipertanggungjawabkan. Namun sekali-kali perlulah kita sejenak meletakkan semua beban di pundak. Mendobrak sisi ruang yang penat untuk melihat keindahan alam. tak perlu pergi jauh-jauh ke luar negeri. Jika kita mau menilik, negeri tercinta kita, senantiasa menyuguhkan panorama surga Indonesia yang memanjakan mata. Penulis adalah mahasiswa Administrasi Perkantoran FE Tahun 37 November-Desember 2015 |

31


Merayakan Natal Setiap Hari, Mengapa Tidak? Oleh A.J.E Toenlioe

N

atal adalah suatu tradisi. Tradisi merayakan kelahiran Yesus. Kapan tepatnya tanggal dan bulan kelahiran Yesus? Masih menjadi tanda tanya. Tapi, tanda tanya itu disepakati sebagai sesuatu yang tak cukup penting untuk dipersoalkan. Anggap saja 25 Desember adalah waktu Yesus dilahirkan. Cukuplah di situ diskusi tentang tanggal dan bulan Yesus dilahirkan. Tanggal dan bulan hanyalah simbol. Substansi di balik tanggal dan bulan itulah yang terpenting, yang pertama dan utama. Bahwa simbol perlu sebagai alat berpikir dan berinteraksi, memang benar. Namun, bereligi hanya sebatas simbol, sama saja tak bereligi. Natal dengan pesta pora minus makna, sesungguhnya bukan beribadah. Hanya berpesta untuk kepuasan diri. Kahadiran Yesus adalah wujud kasih Tuhan kepada manusia. Tuhan menyapa manusia dengan cara manusia. Melalui Yesus, Tuhan hadir untuk mengatakan secara langsung dan meneladankan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Kisah kehidupan Yesus sejak dilahirkan adalah wujud firman hidup, firman yang dicontohkan. Yesus dilahirkan di tempat amat sederhana, yakni di kandang domba. Yesus dilahirkan oleh seorang wanita perawan, yakni Maria. Yesus memberi makan mereka yang lapar, menyembuhkan mereka yang

32 | Komunikasi Edisi 301

ilustrasi oleh Aji Setiawan

sakit, menghibur mereka yang berduka, membela mereka yang diperlakukan tidak adil, dan masih banyak lagi. Semuanya dilakukan tanpa batas dan sekat, tanpa pilih kasih. Itulah yang dicontohkan Yesus dari waktu ke waktu. Singkatnya, peristiwa Natal membawa pesan tentang kebesaran kasih Tuhan kepada manusia, dan bagaimana seharusnya kasih itu direspon. Tentu saja bersyukur adalah bentuk respon yang paling tepat. Wujud konkret dari rasa syukur atas kasih Tuhan adalah dengan melaksanakan apa yang telah diteladankan. Melakukan kehendak Tuhan bukan lagi dalam rangka mendapatkan sesuatu, melainkan karena telah mendapatkan sesuatu, yakni kasih yang tak terbatas. Merayakan Natal Setiap Hari Apa yang dikemukakan di atas menyiratkan pesan bahwa kegiatan Natal sesungguhnya bukan hanya pada tanggal 25 Desember. Tanggal 25 Desember adalah simbol tonggak yang disepakati untuk pembaruan janji diri. Seharusnya 25 Desember dijadikan momentum memperbarui janji untuk melayani sesama, agar semakin sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Yesus sepanjang hidupNya. Kemudian menata diri, agar menjadi lebih baik, mulai tanggal 26 Desember. Sia-

sialah berpesta Natal pada 25 Desember, tanpa ada perbaikan sikap kristiani mulai 26 Desember. Kalau pengikut Yesus mau benar-benar meneladani apa yang Yesus lakukan, maka perayaan Natal akan terjadi setiap hari. Merayakan Natal secara hakiki, berarti berempati pada sesama, dengan aneka permasalahan hidup mereka. Memperlakukan orang lain, sebagaimana diri ingin diperlakukan, itulah kalimat kunci dalam merayakan Natal. Mengacu pada teori kebutuhan manusia versi Maslow, merayakan Natal secara hakiki berarti memperjuangkan kecukupan makanan, memberikan rasa aman, membagikan kasih sayang, serta membangun rasa berharga bagi sesama. Hal-hal inilah yang seharusnya dilakukan tanpa sekat, tanpa pilih kasih, sebagaimana diteladankan Yesus. Sampai saat ini, korupsi di negeri ini masih berada pada kawasan gawat darurat. Sia-sialah berhari raya Natal, bila masalahmasalah besar negeri ini, seperti korupsi, didiamkan. Sia-sialah berhari raya Natal, bila kita ikut hanyut menjadi bagian dari sistem yang korup. Selamat Natal 25 Desember 2015. Semoga menjadi lebih baik pada Natal 25 Desember 2016. Penulis adalah Dosen TEP dan Ketua Penyunting Majalah Komunikasi


Oleh Amalia Rahma Keke

Tema Komik Edisi depan 302 (Januari-Februari 2016) adalah Tahun Baru Imlek Komik bentuk soft file dan print out dapat dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Januari 2016. Ukuran komik 21x25 cm full color. Tahun 37 November-Desember 2015 |

33 1929


Rancak Budaya

Rakai Langit dan Dongeng Gadis Kepiting Oleh Teguh Dewangga

ilustrasi oleh Aji Setiawan

J

ika di sebuah malam kamu bermimpi bertemu gadis bergaun putih, dengan kepiting-kepiting bakau yang menggelayuti gaun bawahnya, serta rambut lurus yang jatuh menjuntai melewati pinggul, itu artinya sebentar lagi kamu akan bergabung bersama orang-orang yang mengalami hal serupa. Pikiranmu memaksa tubuhmu berlari menuju tengah hutan bakau, bersama deru angin yang berpusing di atas kepala sedangkan orang-orang terkasih akan terseret-seret mencegah kepergianmu dengan burai air mata yang tak pernah surut. Gambaran Gadis Kepiting itu telah menutupi seluruh ingatanmu. Hanya terdapat sepotong ingatan mengenai rupa gadis cantik itu, semakin menuju tengah hutan riak dadamu semakin terpacu. Seperti yang kurasakan saat ini.

34 | Komunikasi Edisi 301

Sampai aku menemukan gadis itu tersenyum lemah kepadaku. * Saat itu aku masih serupa anak kacangan yang tak mau mendengarkan larangan orang tua, tetap saja bermain di hutan bakau sepulang sekolah sampai selepas senja, menangkapi beberapa kepiting untuk dibawa pulang. Setelah berada di beranda rumah, aku akan mendapat jeweran dan sabetan tangkai sapu di pantatku. Membuatku meringis dan segera berlari untuk mandi sebelum adzan berkumandang. “Kau tau bahwa anak-anak yang belum sunat tak boleh bermain di sekitar hutan bakau?� Aku menggeleng, mulutku masih berkecipak pelan. Diriku tengah menyantap nasi panas dengan udang goreng yang gurih dan manis, sekaligus


Rancak Budaya

mendengarkan ibu yang mulai berkisah. “Gadis kepiting akan mencari anak-anak yang pada siang hari bermain di hutan bakau miliknya. Mereka lebih suka anakanak yang masih ingusan, atau yang masih suka ngompol di celana....” “Tapi aku tidak ingusan, Bu, tidak ngompol juga!” sergahku ketika udang goreng tersebut telah melewati tenggorokanku. “Dengarkan dulu! Belum selesai!” Nyaliku kembali menciut melihat raut wajah ibu yang terlihat garang. “Dan Gadis Kepiting itu paling suka dengan anak-anak yang belum disunat. Ia akan sangat senang mendapati anakanak bermain-main di hutan bakau terlebih di daerah Selatan. Mereka akan pulang dengan kemaluan yang telah bersunat serta warna merah dan bau amis darah yang membasahi celana.” Tenggorokanku tercekat. Serasa menelan getah cempedak yang membuatku tak sanggup lagi melanjutkan makan malam. Aku bergidik ngeri mencoba mencari kebenaran di dalam wajah ibu. Tapi, wwhanya ada sudut mata ibu terlihat menantang, seolah tanpa ada kebohongan yang tertutupi sedikitpun. * Pelukan ibu terasa hangat ketika ia mengulang kembali kisah-kisah bebalku tersebut. Kisah masa kecil yang saat ini aku benar-benar berharap tak pernah melakukannya. Dan beberapa hari setelah ibu bercerita mengenai dongeng Gadis Kepiting aku memutuskan untuk mau disunat. Saat itu kepalaku dipenuhi terbayang-bayang Gadis Kepiting akan menculikku dan pulang-pulang celanaku sudah bersimbah darah. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasa perih serta merah darah yang mengucur dari celah kedua pahaku. Sebenarnya cerita tentang dongeng yang diceritakan oleh ibu malam itu tak sepenuhnya benar. Kamu tahu mengapa dongeng tersebut diceritakan kepada kami? Terlebih kepada anak-anak bengal yang sulit sekali diberitahu. Kami dilarang bermain di hutan bakau agar bakau-bakau tak rusak oleh tangan dan kaki kecil kami. Terlebih di daerah Selatan tempat tumbuhnya tunas-tunas pohon bakau muda. Orang tua tak mau merusak alam yang telah bermurah hati melayani kehidupan orang-orang pesisir sini. “Kemarahan Gadis Kepiting bermula saat mesin-mesin mulai datang dan mengeruk tanah di tengah hutan bakau sedangkan beberapa orang tiba-tiba bermimpi bertemu Gadis Kepiting itu. Orang yang mimpinya didatangi gadis itu, satu-persatu berlarian menuju ke tengah hutan. Termasuk ayahmu, Rakai. Sampai mesin-mesin itu selesai dan pekerja-pekerja pulang meninggalkan desa ini, ayahmu juga belum pernah ditemukan.” Napasku hampir tertahan selama ibu mengisahkan hal tersebut. Mengapa hal tersebut baru diungkapkan setelah berbilang tahun berlalu? Tiba-tiba ada warna basah di mata ibu, kesedihan menggelayuti rupa wajahnya yang kelelahan. Berikutnya hanya ada air mata yang menggantung jenuh lantas menetes membasahi tanah. Buncah kebahagiaan saat ibu memutar kenangan masa kecilku meruap seketika. Orang-orang kota itu memang membuat lubang dan sampai

saat ini truk-truk tak henti-hentinya lalu lalang membawa beban di punggung kendaraan. Ibu tak penah bercerita lebih jauh mengenai truk-truk yang lalu lalang tersebut. Juga orangorang di pesisir sini. Sedangkan mengenai orang-orang yang mimpinya didatangi Gadis Kepiting, sungguh, baru kali ini aku mendengar kisahnya. Sebenarnya senja sebelum aku pulang dan mendapati ibu telah membawa tangkai sapu di beranda rumah, lantas menceritakan dongeng Gadis Kepiting itu pada malam harinya, aku telah melangkah lebih jauh ke tengah hutan. Bersembunyi di balik akar bakau yang saling bertautan untuk melihat truktruk tersebut memuntahkan muatan. Tapi bukan muatan padat. Bentuk truk-truk mereka seperti truk seperti pada umumnya namun punggungnya telah berubah sebagai penampung cairan bening kekuningan, lantas mereka dengan hati-hati memasukkan ke dalam lubang tersebut. Di sampingnya berdiri sebuah gubuk, seperti rumah dari papan dengan beberapa prajurit berseragam berjaga. Cerita itu kusimpan rapat-rapat sampai akhirnya aku bersekolah di kota dan kembali lagi ke desa ini saat liburan tiba. Ibu sudah semakin tua, tapi tubuhnya tak pernah semakin ringkih. Seolah beban itu tak pernah bisa membuatnya melemah. Kini tubuh tuanya duduk di sampingku dengan segelas kopi, sepiring bakwan ikan, serta setumpuk kenangan yang membuat derai air matanya tak kunjung usai. “Gadis Kepiting itu bukanlah sekadar dongeng, Rakai. Ia menawan ayahmu dan akhirnya menuruti segala permintaanya. Pagi itu ayahmu bercerita bahwa pada malam hari ia bermimpi bertemu dengan seorang gadis yang teramat elok, tapi ada sesuatu yang janggal pada gadis itu. Gaun putih miliknya diselimuti oleh kepiting-kepiting yang hidup dan bergerak. Sehingga warna cangkangnya yang kehijauan hampir menutupi bagian bawah gaunnya. Sungguh lelaki manapun akan bertekuk lutut di hadapannya. Ingatan mereka mendadak tumpul. Gadis kepiting itu menjelma menjadi sebuah candu.” Ibu membukam sendiri perkataannya dengan telapak tangan. Ada kesakitan yang menjalari tubuhnya. Tanganku merengkuh pundaknya yang telah luyut itu. “Baru kali itu aku melihat ayahmu begitu kesetanan, berlari menerjang hutan bakau saat senja hendak usai. Ayahmu berlari dengan mengacungkan parang, lantas tubuhnya hilang di balik pepohonan. Saat itu lubang-lubang baru setengah dirampungkan. Dan dari telingaku sendiri aku mendengar sebuah tembakan yang membuat perasaanku tak keruan, sampai larut malam aku masih menunggu ayahmu.” “Ayahmu bukan orang pertama yang didatangi oleh Gadis Kepiting dalam mimpinya. Saat mesin-mesin itu berderu membabati tengah hutan, beberapa orang dengan perangai persis seperti ayahmu masuk ke dalam hutan sembari mengacungkan parang. Dan sampai saat ini tak pernah kembali. Pada suatu waktu beberapa lelaki di pesisir ini tak bisa mengatupkan mata selama berhari-hari karena khawatir gadis itu akan menawan mereka. Pesisir ini seolah diteror dan digerogoti perlahan oleh mimpi-mimpi janggal itu. Dan Tahun 37 November-Desember 2015 |

35


Rancak Budaya

akhirnnya orang-orang pesisir memilih untuk bungkam dan benar-benar menjauhi hutan bakau. Mereka juga tak ingin berurusan dengan orang-orang yang membawa mesin-mesin itu.” “Sebenarnya apa yang dilakukan oleh orang-orang itu? Mengapa mereka membuat lubang di tengah hutan?” “Mereka menimbun bensin, mereka membawa bensinbensin dari kota dan menimbunnya dalam lubang. Ibu minta tolong sekali lagi Rakai, jangan berurusan dengan orang-orang kota itu!” Lidahku kelu sedangkan padanganku silau karena bias senja melukai permukaan pantai di depanku. Ada tangan tua yang menggengam tanganku, dengan buku-buku jari yang teramat pucat dan dingin. * Tapi kalau kamu beranggapan suatu saat aku akan dihampiri oleh Gadis Kepiting dalam mimpi, kamu akan salah besar. Bahkan mata kepalaku sendiri sempat tercengang melihat gadis yang gaunnya digelayuti ratusan kepiting berdiri secara nyata di hadapanku. Sungguh bukan bermaksud diriku untuk membual tapi benar adanya bahwa kecantikan gadis tersebut melebihi kecantikan gadis manapun yang pernah kulihat. Jakunku bahkan naik turun ketika memandangnya. Anak rambutnya beterbangan seperti lecut di ujung dahi dengan cuping hidung yang lancip. Ia menghampiriku dengan langkah yang tak kentara seperti sedang melayang di atas permukaan tanah. Tangannya membelai pipiku. Ada sesuatu yang meletup di benakku. Bahkan debar jantungku menjadi terpacu. “Tolong aku, bebaskan aku dari orang-orang itu! Aku tunggu di belakang gubuk tersebut, Rakai! Aku mohon…aku tunggu kedatanganmu. Tolong aku Rakai Langit…!” Setelah itu mulutnya yang kecil mengecup pipiku pelan. Dan tubuhnya kembali melayang, berjalan menuju tengah hutan tanpa memalingkan lagi mukanya. Aku pulang dengan keadaan linglung, berulang kali aku mencoba menelan ucapannya. Dalam singup ruangan kamar, aku mengutuki kecerobohanku saat menerobos hutan bakau siang tadi. Lantas memutar kembali perjumpanku dengan Gadis Kepiting itu. Memejamkan mata berharap kecupan yang sedemikian singkat tak akan tersangkut kembali dalam ruang kosong di dalam ingatan. Diriku bertanya-tanya, apakah maksud dari pertolongan yang ingin ia dapatkan dariku? Ibu datang dari balik dapur dengan membawa udang goreng kesukaanku, tapi tubuhku seolah ingin menolaknya. “Aku bertemu Gadis Kepiting itu, Bu!” Ibu menelan ludahnya sendiri. “Kamu bermimpi, Rakai? Sungguhkah?” Mukanya mendadak pucat dan tangannya yang tengah merengkuh periuk nasi bergetar. “Bukan, Bu. Sungguh aku bertemu langsung. Dia cantik. Sangat cantik malah. Dia meminta pertolonganku.” “….” “Bu…?” “Jangan Rakai, sungguh ibu tak ingin kehilangan dirimu.

36 | Komunikasi Edisi 301

Cukup sudah ayahmu direnggut gadis tersebut. Itu hanya ilusi Rakai, itu bukan kenyataan. Persetan dengan Gadis Kepiting itu, Rakai. Tolong jangan turuti permintaannya!” Aku bergeming, dan malam itu tak sedikitpun aku menyantap makanan. Tengah malam, ketika purnama sempurna membasahi pesisir dengan sinarnya, aku menuju tengah hutan bakau. Ibu telah meraung-raung di depan rumah memintaku kembali. Tapi aku bersikeras. Logikaku benar-benar tumpul. Kakiku melangkah cepat tanpa aku tahu bagaimana mencegahnya. Gadis Kepiting seolah telah masuk ke dalam telingaku, merintih dan terus meminta pertolongan sekeras-kerasnya. Tak lagi kupedulikan tajamnya akar pohon bakau yang menggores kulitku. Dengan setengah berlari dan terkadang melompat menghidari akar bakau yang bertautan aku segera menuju tengah hutan. Ada cahaya kecil dari lampu merkuri di gubuk tempat prajurit-prajurit itu berjaga. Pandanganku dengan cepat tertuju pada pintu belakang gubuk, tanganku segera membuka pintu yang tak tertutup secara penuh tersebut. Pandangan gadis kepiting itu benar-benar nelangsa.Tapi seketika tersenyum lemah ketika melihatku datang. Tangannya terikat tali dengan basah air mata yang menetes di pipinya. Tapi tubuhnya tak lagi tertutupi gaun kepiting. Tidak tertutupi sedikitpun kain. Sedangkan salah seorang prajurit tersebut murka mendapatiku berdiri tercengang di situ. Kepalan tangangku mengeras dan segera menghantam rahangnya. Aku mencoba melepaskan ikatan pada tangannya yang kurus itu, tapi prajurit tersebut segera melayangkan tendangan ke arahku. Diriku terhuyung. Dan bertubi-tubi tempelengannya yang keras mendarat di wajahku. Gadis kepiting itu tampak ingin memberontak, tapi tubuhnya bahkan teralu lemah untuk bergerak. Prajurit tersebut segera menutup kembali celananya. Dalam keadaan setengah sadar aku tak bisa lagi membedakan rasa sakit dan amarah yang memenuhi tubuhku. Beberapa orang segera menyeretku. Bahkan salah seorang dengan sengaja menimpuk kepalaku dengan bopor senapan. Diriku kini tengah bersimpuh di samping lubang. Dalam keremangan malam aku tahu bahwa nyawaku tengah berada di ujung laras senapan yang tengah diarahkan kepadaku. Letusan itu membawa sesuatu yang membuat dadaku perih dan panas. Membuatku terhuyung dan terjengkang ke belakang. Tercebur dalam cairan dingin. Semakin lama semakin tenggelam. Pandanganku menangkap burai darah yang keluar dari dadaku sendiri bercampur dengan cairan bensin. Semakin lama semakin dalam sampai aku merasana sesuatu yang keras di punggungku. Dasar dari lubang. Dalam terang purnama ujung nyawaku hampir melayang. Dan gambaran cantik Gadis Kepiting tersebut turut melepas segala kesadaranku. ***

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Teknik Otomotif. Cerpen ini Juara I kategori Cerita Pendek Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015.


Prahara Sastra Jendra Oleh Ahmad Basri

Kasih yang dijunjung Wisrawa kala meminang Sukesi adalah kutukan pahit bertubi-tubi Mestinya dia berkelekar membawa nama Danareja, atmajanya sendiri Pada saat itu tiada angin, rerumput, dan binatang berkelindang dengar Wisrawa membujuk Sukesi agar berpendar pada suasana tiada debar Sastra Jendra adalah Babagan tinggi yang perlu tengadah Tak boleh sembarang bernada Yang kuat tenaga saja Sewaktu cinta tak kunjung padam Rasa kian saja merajam Danareja bukan terpejam Pada Sukesi terpendam Lalu Wisrawa setengah terperangah di tengah-tengah kelekar Kasihnya membuncah pada nafsu membakar Sukesi, dewi ayu meringis ringkih Tiada habis berpulas pulih Di antara petaka Kabar membara Alengka sudah berdarah Membawa resah gelisah Wisrawa kunjung Dengan kasih berujung Meminta Sekar sambil berkidung Danareja yang berlindung Bumi gusar cakar-mencakar memar serapah gencar Gelegar guntur pukul-memukul bancar Kasih yang sukar menerka menerjang petaka Jendra memancar 2015 Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia. Puisi ini Juara I kategori Puisi Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015.

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Tahun 37 November-Desember 2015 |

37


Menidurkan Indonesia Sejenak Oleh Ahmad Basri Menidurkan Indonesia sejenak Dari gelimang gerimis yang Terlahir melalui pola pola awan Lalu menepis pundakmu Dan menghantam dedaunan gugur Di pekarangan rumah rumah Barangkali Indonesia perlu tidur Sejenak saja, Agar kepala, pundak, lutut, dan kaki Merenggang diri dari carut marut negeri Kawan, Aku ingin menidurkan Indonesia sejenak Melalui timang yang diikat di antara dua tiang Kemudian Emak meninabobokkan Dengan dendang sayang : tentang nyanyian adil Yang sekarang tak kunjung andil Barangkali Indonesia perlu tidur sejenak, kawanku Mumpung hari sedang gerimis Airnya turun secara ritmis Garis daun telah meringis Indonesia perlu tidur sejenak Tampak lelah dengan hukum Kaum kaum kian rukun Indonesia memang perlu tidur sejenak Demi rileks pikiran Bayangkan bocah kecil mencuri sandal Dengan bocah besar memilah ‘sendal’ Sendal sendal terpakai apik Menuntun deru demi dentum hirup ilustrasi oleh Aji Setiawan

Indonesia itu perlu tidur sejenak Dari tragedi tragedi jalanan Mobil dengan sopir angkot Pengambil dengan pemboikot Indonesia harus tidur sejenak, kawanku Sebab gerimis semakin ritmis Segala yang meringis jadi bengis Segala yang bengis menjelma tangis Beri selimut, bantal, dan guling Pasang obat nyamuk dan matikan lampu 2014

Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia. Puisi ini Juara II kategori Puisi Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015.


Beragam gasing berputar tak di landasan yang sama. Begitulah hidup, tak setiap manusia punya jalan yang serupa.

Malulah pada tangan asing!

Fotografer: Lukman Arif Lokasi: Sanggar Gubug Wayang Yensen Project, Mojokerto

Fotografer: Merra Rorita Lokasi: Padepokan Asmoro Bangun.

Jalan hidup manusia ditentukan bukan oleh prespektif orang lain. Fotografer: Syamsu Dhuha Lokasi: Gedung Kuliah D9 Fakutas Teknik UM

Sembilan tingkat pondasi kokoh tegak berdiri, meracik cita untuk hidup berarti. Fotografer: Ahmad Syahroni Lokasi: Gedung Rektorat UM

Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya fotografi dengan tema dan tempat bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Januari 2016 disertai keterangan foto dan lokasi.



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.