DAFTAR ISI Ekspresi Diri Jadi Mahasiswa Berprestasi Banyak yang berpikir prestasi adalah hal yang membanggakan tetapi sulit diperoleh. Pada dasarnya, semua bergantung bagaimana mengolah potensi diri dan mengekspresikannya. Simak perjalanan beberapa mahasiswa UM dalam meraih prestasi di bidangnya masing-masing.
22
SALAM REDAKSI 4
6
SURAT PEMBACA 5 LAPORAN UTAMA UP TO DATE 11
Mawapres Termuda
OPINI 12
Berkiprah di Kancah Nasional
SEPUTAR KAMPUS 13
Hanang Ilham Yonaha adalah Mawapres II UM tahun 2016. Ia yang termuda di antara tiga Mawapres lain. Berkat kemampuannya dalam retorika, namanya pun semakin melambung. Kali ini Kru Komunikasi mengulik perjuangan Hanang dalam menduduki peringkat dua dalam pemilihan Mawapres kala itu. Simak selengkapnya di rubrik Profil.
CERITA MEREKA 18 PROFIL PUSTAKA 24 INFO 26
28
Bersulang Cerita
LAPORAN KHUSUS
dalam Tali Komunikasi
KOMIK 31
Kisah suka duka sewaktu berkiprah di Majalah Komunikasi hingga perjuangan menuju sukses dari pelosok sampai luar negeri dikemas secara hangat dalam acara Reuni Alumni Majalah Komunikasi. Dalam balutan keakraban, acara ini sukses diselenggarakan. Simak cerita selengkapnya di rubrik Laporan Khusus.
WISATA PERNIK 34 RANCAK BUDAYA 36
Raja Ampat: Surga di Tanah Papua Papua, tepatnya Papua Barat kini semakin masyhur berkat Raja Ampat. Tempat dengan julukan A Piece of Paradise ini menawarkan wisata bahari yang tak mengecewakan para pelancong. Mulai dari birunya lautan di Piaynemo, gagahnya Bukit Bintang, hingga damainya panorama Laut Arborek. Simak cerita selengkapnya dalam rubrik Wisata.
32
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
3
Sumbangsih Karya Prestasi Mahasiswa sebagai Investasi untuk Kemajuan UM
dok. Komunikasi
Salam Redaksi STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ tanggal 27 Oktober 1978
Oleh Teguh Prasetyo
S
alam semangat! Kepada seluruh pembaca setia Komunikasi. Tidaklah hiperbolis apabila edisi terbitan kali ini Komunikasi hadir dengan berbagai suguhan prestasi Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Boleh dikatakan inilah serpihan dari sekian banyak prestasi mereka sebagai kado terbaik untuk almamaternya, yang kebetulan masih dalam suasana perayaan Dies Natalis UM yang ke62. Paling tidak ada beberapa momentum dalam pencapaian torehan prestasi, baik tingkat nasional maupun berbagai kerjasama internasional. Misalnya seperti hasil investigasi yang telah dicatat oleh kru Komunikasi di antaranya prestasi yang diraih oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Swara Satata Ҫakti sebagai Juara III dalam ITB International Choir Competition 2015. Kemudian, representasi pencapaian prestasi dengan terpilihnya perwakilan UM sebagai Duta Pemuda Jawa Timur 2015. Seakan tidak pernah lesu akan prestasi, seperti yang telah disampaikan dalam liputan kru Komunikasi, UM juga memiliki mahasiswa yang senantiasa produktif dalam dunia kesusastraan. Bahkan sudah masuk dalam salah satu publishing bonafid di negeri ini. Tidak hanya itu, bidang spiritual juga tidak ketinggalan, yaitu pencapaian prestasi di bidang Musabaqah Menulis Ilmu Alquran (M2IQ). Tarian prestasi juga menaburkan kebanggaan serta hiburan kepada lembaga, karena berhasil menelurkan penari level internasional. Kemudian masih terasa hangat dalam memori kita mengenai ihwal prestasi yang terus disumbangkan oleh mahasiswa UM, yaitu torehan prestasi di ajang MTQMR Jatim IV 2016 dengan menjadi juara umum untuk yang kedua kalinya. Pada tahun yang sama, kafilah UM juga berhasil menyabet semua gelar kejuaraan Tilawah kategori Dewasa pada Olimpiade Pecinta Alquran (OPQ) tingkat Jawa Timur di Universitas Airlangga Surabaya. Selain itu, terlaksananya kegiatan kerjasama pertukaran pelajar baik ke negeri Cina maupun ke Jepang serta akhir-akhir ini adanya MoU dengan Institute of Certified ManagementAccountans (ICMA) Australia, juga bisa dikatakan sebagai wujud derivative prestasi dalam kancah internasional yang juga disuguhkan oleh civitas UM. Sejalan dengan visi misi UM beserta seluruh visi operasional rektor tahun 2015-2019 yang menuntut seluruh sivitas memberikan kontribusi yang nyata, sehingga UM mampu menjadi
universitas kelas wahid di kancah internasional. Hal ini tentu tidak tercapai manakala tidak dimulai dengan memberikan prestasi yang nyata dalam setiap ruang amailyah pencapaiannya. Prestasi yang telah ditorehkan mahasiswa merupakan salah satu dari sekian aksi dalam memberikan kontribusi nyata untuk mewujudkan visi misi almamater tercinta ini. Prestasi tentu tidak selalu dicapai dalam wujud akademis, melainkan bisa juga diraih melalui prestasi non-akademis. Untuk itu akan terasa sempurna dan senada apabila keduanya senantiasa bisa bersinergi. Ibarat sebuah air dan tanah, apabila keduanya saling melengkapi sesuai proporsi, maka akan dapat menumbuhkan benih yang kemudian tumbuh menjadi pohon yang kuat. Begitu halnya sebuah prestasi, mahasiswa merupakan aset atau benih yang memerlukan ilmu sebagai airnya lembaga sebagai media tanahnya, serta regulasi dan almamater sebagai lingkungan yang mendukung agar membuahkan prestasi yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, inventarisasi berbagai bentuk prestasi sekiranya memang sangatlah dibutuhkan sebagai wujud penghargaan serta akumulasi karya untuk dijadikan sebuah portofolio prestasi. Hal ini sangatlah wajar, karena kelak akan dijadikan data historis sebagai tolak ukur serta pupuk dalam menumbuhkan semangat untuk meraih berbagai prestasi gemilang di masa yang akan datang. Pengorbanan selalu diperlukan untuk meraih kesuksesan, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Begitu juga dengan prestasi, butuh multi resources untuk dapat terus meraihnya. Dengan kata lain perencanaan, pengorganisasian, pengaktualisasian, pengawasan serta pengevaluasian tentunya dibutuhkan untuk mengelola dengan baik (good governance). Aset dalam wujud prestasi agar tetap bernilai serta mampu memberikan marjin dalam membangun goodwill almamater UM menuju prestasi yang menembus bursa internasional. Akhirnya, redaksi mengucapkan selamat membaca dan selamat berjuang untuk kedepannya, dengan harapan berbagai sumbangsih kalian (mahasiswa) sebagai generasi yang penuh kreativitas, senantiasa tetap istiqomah memberikan karya-karya terbaikmu kepada universitas tercinta ini. Penulis adalah Anggota Penyunting Majalah Komunikasi. Dosen Fakultas Ekonomi UM.
KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi@um.ac.id • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan printout, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.
4 | Komunikasi Edisi 306
Pembina Rektor (Ah. Rofi’uddin) Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur Anggota Andoyo Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Yusuf Hanafi Sukamto Ike Dwiastuti Teguh Prasetyo Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Rizky Imaniar Roesmanto Amalia Safitri Hidayati Layouter Monica Widyaswari Desainer dan Ilustrator Aji Setiawan Reporter Binti Muroyyanatul `A. Iqlima Pratiwi Muhammad Ajrul Mahbub Rodli Sulaiman Novi Fairuzatin A. Arni Nur Laila Iven Ferina Kalimata Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Imam Sujai Lusy Fina Tursiana Astutik Agus Hartono Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani
Surat Pembaca
Jadwal Terbit Majalah Komunikasi Assalamualaikum Wr. Wb. Saya pembaca setia Majalah Komunikasi. Setiap edisi, konten yang ditampilkan begitu menarik. Saya berharap Majalah Komunikasi dapat terbit setiap bulan. Aji Setiawan
Salam, Maulida Alifiyah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Waalaikumsalam Wr. Wb. Dear Maulida, terima kasih telah setia membaca Majalah Komunikasi. Hal tersebut akan kami pertimbangkan. Selain membaca, kamu juga dapat mengirimkan naskah tulisan sesuai dengan konten yang disukai di Majalah Komunikasi ke alamat email komunikasi@ um.ac.id.
Kiprah mahasiswa UM dalam menggapai prestasi. Cover Story
Salam, Redaksi
Repro Internet
Ulang Tahun ke-39 Majalah Komunikasi UM
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Anak muda memang minim pengalaman, karena itu ia tak tawarkan masa lalu. Anak muda menawarkan masa depan! Anies Bawedan
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
5
Laporan Utama Prestasi. Barangkali banyak orang menganggap prestasi adalah hal yang sulit dicapai. Coba tiliklah sekelumit cerita berikut. Cerita mahasiswa UM yang mampu unjuk kebolehan dengan segala ragam perjuangannya.
6 | Komunikasi Edisi 306
Foto: Ajrul
A
lifudin Ikhsan menjadi bukti bahwa prestasi tidak melulu soal bakat. Prestasinya dalam Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) sudah tidak tanggung-tanggung. Jika dihitung ia pernah tiga belas kali mendapat juara. Agustus lalu ia berkesempatan mewakili Jawa Timur (Jatim) dalam gelaran MTQ Umum tingkat Nasional di Nusa Tenggara Barat (NTB). Hasilnya membanggakan. Ia memperoleh juara tiga dalam bidang Musabaqah Menulis Ilmu Alquran (M2IQ). Memang saat ini, ia fokus dalam penulisan karya tulis Alquran. Namun, ia sempat mencari-cari bidang yang sesuai dengannya. Beruntung Alif bersedia menemui kru Komunikasi untuk melakukan wawancara. Mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan itu berperawakan tinggi dan berpenampilan sederhana. Selain sering menjadi bagian dari kafilah UM, ia juga sempat menjadi Mawapres I tingkat Fakultas Ilmu Sosial tahun 2016. Siang itu, ia bercerita banyak tentang pengalamannya. Sudah empat tahun Alif mengikuti MTQ. Terhitung sejak menjadi mahasiswa baru pada tahun 2013. “Saat itu ASC baru saja berdiri dan euforia MTQ mulai terasa di UM,” kenangnya. Awalnya masih mencobacoba bidang yang sesuai. Ia tidak mungkin memilih qiraat karena merasa memiliki suara yang kurang baik. Tidak juga hifdzil quran karena ia tidak memiliki hafalan Alquran. Hingga akhirnya merasa cocok dengan karya tulis. Bidang inilah yang mampu menghantarkan mahasiswa kelahiran Blitar itu ke mana-mana. Dalam karya tulis Alquran,
M. ALIFUDIN IKHSAN Bumikan Alquran dengan Prestasi peserta harus mampu menggali kandungan dalam sebuah ayat. Pada MTQ Mahasiswa Regional Jatim 2016 di Bangkalan, Alif bersama Tsania Nur Diana mencoba untuk mengangkat kisah Nabi Syuaib yang menceritakan tentang banyaknya kecurangan dalam timbangan. “Tapi sekarang masih ada kejadian yang seperti itu,” kata Alif. Berdasarkan kajian ini, Alif melakukan karsa cipta dengan membuat Syuaib Controler. Timbangan yang dapat mendeteksi ketidaksesuaian berat. Menurut Alif, tujuan penulisan karya tulis Alquran adalah untuk membandingkan kenyataan sesuai apa yang di dalam Alquran. Pada dasarnya Alquran tidak akan pernah bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Baginya mengikuti MTQ Umum tingkat Nasional adalah pengalaman yang unik. Bagaimana tidak, di sana Alif harus menggunakan mesin ketik. Waktu yang disediakan delapan jam untuk menulis minimal sepuluh halaman. Sebelumnya panitia hanya memublikasikan dua tema dan mengumumkan satu tema yang digunakan ketika perlombaan. “Saya sudah siap dua makalah untuk masing-
masing tema di sini,” ungkap Alif sambil menunjuk kepalanya. Selain Alif, ada dua mahasiswa UM lainnya yang turut dalam kafilah Jatim tahun 2016, yaitu Rofiatul Muna pada cabang Tilawah dan Elmiatun Nafiah pada cabang Tafsir Bahasa Arab. Ketiga-tiganya juga perwakilan dari masing-masing daerah ketika MTQ tingkat Jatim. Alif mewakili Blitar, Rofiatul mewakili Bojonegoro, dan Elmiatun mewakili Sumenep. Namun, hanya Alif yang bisa masuk dalam tiga besar ketika dikirim pada MTQ tingkat nasional itu. Perjalanan Alif memang tidak selamanya menghasilkan juara. Misalnya pada MTQ Mahasiswa Nasional 2015 yang digelar di Universitas Indonesia. Namun, ia tetap bisa mengambil pengalaman positif dari sana. Ketika MTQ tingkat mahasiswa, ia hanya dibina orang-orang UM. Sedangkan ketika mengikuti MTQ umum ia pernah mendapat pembina dari UIN. Dari sanalah ia mampu menyelami dan menganalisis seluk beluk kampus tersebut. Hasilnya menjadi strategi bagi UM untuk memperkuat tim kafilahnya. Adanya hadiah juga menjadi pemicu semangat yang bagus bagi Alif. “Untuk tingkat nasional minimal 10 juta,” kata Alif. Dari perolehan juara tingkat nasional, Alif memperoleh penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jatim. Bersama dengan ASC, saat ini Alif tengah mempersiapkan kafilah UM untuk MTQ yang akan datang. Ia sempat ketarketir memikirkan keberlanjutan karya tulis Alquran di UM. Apalagi ia merencanakan kelulusan di tahun 2017. “Jangan sampai ketika saya sudah lulus, bidang karya tulis Alquran tidak ada yang meneruskan,” ujar Alif. Ajrul
Laporan Utama Sudah setahun trofi perunggu dengan tinggi sekitar 35 sentimeter berada di atas lemari milik Swara Satata Ҫakti (SSҪ). Berbentuk unik dan berhias rumah joglo. Kilaunya pun tetap terjaga bersama dengan kebanggaan mereka.
dok. Pribadi
T
rofi ini merupakan prestasi juara tiga dalam ITB International Choir Competition 2015. Sebuah gelaran bergengsi dalam bidang paduan suara. Sore itu kru Komunikasi berkesempatan untuk berkunjung ke kesekretariatan SSҪ yang berlokasi di Gedung I7 lantai dua. Dinding-dindingnya dipenuhi sertifikat dan medali dari beberapa kompetisi paduan suara yang pernah diikuti. Dua di antaranya Silver Medal kategori Umum Campuran pada Festival Paduan Suara ITB 2015 dan Gold B Medal kategori Adult Mix Choir dalam Satya Dharma Gita National Choir Festival 2016. Ingin kami untuk mengorek kembali cerita tentang perjuangan mereka. Lantaran prestasi-prestasi tersebut mereka anggap paling membanggakan. “Perolehan dari Satya Dharma Gita merupakan medali emas pertama bagi kami,” ungkap Aristarkhus Setyo, selaku Ketua SSҪ. Keikutsertaan dalam festival paduan suara di ITB tahun 2015 tersebut bukanlah yang pertama. Pada tiga kesempatan sebelumnya, yaitu tahun 2012, 2010, dan 2008, SSҪ juga turut sebagai peserta. Berkali-kali pula berhasil masuk dalam babak final. Namun baru pada kesempatan terakhir predikat juara dapat dibawa pulang. Ketika diwawancai, Aris mengungkapkan kegembiraannya ketika mereka berhasil dinyatakan sebagai juara. Terang saja, perjuangan mereka tergolong tidak mudah. Mereka harus rela menginap di Bandung selama dua minggu dengan akomodasi sendiri. Persiapan yang dilakukan untuk ke Bandung dilakukan secara matang. Ada tiga lagu yang harus dibawakan dalam masing-masing kategori. Saat
UKM SWARA SATATA ҪAKTI Gemerincing di Kampus ITB itu SSҪ mengikuti kategori Putra, Putri, Campuran tingkat Nasional, dan Campuran tingkat Internasional. Jadi, total dua belas lagu yang harus dipelajari. Di antaranya Jagdlied yang berbahasa Jerman dan Life has Loveliness to Sell. Mereka menghabiskan waktu kurang lebih lima bulan untuk latihan lagu. Sebagai bahan evaluasi, SSҪ juga sempat mengadakan konser pamit. “Dari konser itu banyak sekali masukan dari tokoh-tokoh paduan suara di Malang,” papar pria berparas oriental itu. Tidak hanya para tokoh yang memberikan masukan, juri pada festival paduan suara di ITB pun juga memberikannya. “Mereka mengibaratkan suara kami seperti gemerincing,” kenang Sekretaris SSҪ, Dewi Mustikasari. Secara keseluruhan penampilan SSҪ sudah dinilai baik dan enak didengar. Hanya saja dengan beberapa catatan untuk memperbaiki detaildetail lagu. Detail yang dimaksud adalah teknik seperti waktu ketika harus memberikan penekanan dan waktu harus bernyanyi lantang. Pada umumnya, anggota paduan suara tidak dapat mendengarkan harmonisasi yang mereka hasilkan secara langsung. Pada titik inilah peran dirigen
dibutuhkan. “Ketika bernyanyi merasa lepas saja. Namun, tetap fokus conductor supaya tidak tetap dalam kontrol,” ungkap mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam tersebut. Harmonisasi antarsuara dan pembawaan yang menarik menjadi bahan penilaian setiap penampilan paduan suara. Oleh karena itu, SSҪ mensyaratkan setiap anggotanya mempunyai pendengaran terhadap nada yang baik. Bagi anggota yang masih dasar dibutuhkan waktu yang sangat lama agar mahir membaca not. Itu pun dengan tingkat ketekunan masing-masing. Sedangkan bagi yang sudah memiliki sedikit kemampuan, paling tidak membutuhkan satu semester untuk belajar. Pada dua tahun terakhir, sistem perekrutan personel baru melalui proses seleksi. Sehingga rata-rata sudah mempunyai kemampuan lebih. Awal Agustus lalu, SSҪ kedatangan tamu dari eks World Youth Choir yang singgah di UM setelah melakukan konser. Mereka terkejut karena paduan suara sekelas SSҪ tidak pernah sekalipun ke luar negeri. Pada kenyataannya, berlenggang di luar negeri adalah impian dari SSҪ. Namun tetap saja terbentur kebutuhan dana yang menjadi alasan sejak lama. “Sudah banyak kompetisi internasional di luar negeri. Kemampuan kita juga sudah memenuhi,” ujar mahasiswa Fakultas Ekonomi itu. Beberapa minggu ini para anggota SSҪ disibukkan dengan jadwal latihan beruntun setiap hari. Hal ini dilakukan guna menyiapkan penampilan yang terbaik dalam konser muda yang akan datang. Kurang lebih seratus anggota baru yang sudah direkrut. Mereka bersiap untuk konser perdananya pada 25 November 2016. Untuk konsepnya? Tunggu saja.Ajrul Tahun 38 September-Oktober 2016 |
7
dok. Pribadi
Laporan Utama
A
wan-awan tipis masih menggantung di atas lapangan A3 UM kala itu. Momen yang bagus untuk Rahmita Salsabilla mengajak siswanya untuk turun ke lapangan. Terdengar sesekali dentuman bola dan canda anak-anak sekolah. “Halo-halo, perhatikan!” Ia mulai memberikan instruksi kepada siswi Tata Busana SMK 3 Malang. Duta Pemuda Jawa Timur ini berpostur tinggi, putih, dan berkerudung. Tahun 2016, ia baru saja lulus dari S1 Pendidikan Keolahragaan (PKO) UM dan melanjutkan ke Pascasarjana dengan jurusan yang sama. Sekilas hanya tampak seperti guru biasa, tetapi siapa sangka Rahmita mempunyai sederet prestasi yang membuat geleng-geleng kepala. Gadis asal Pasuruan itu beberapa kali memperoleh medali di Pekan Olahraga Mahasiswa Daerah (Pomda) dan Pekan Olahraga Nasional (PON) di cabang olahraga renang. Bahkan ia adalah Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) III tingkat UM pada tahun 2014. Gadis kelahiran 1994 itu telah dikenal sejak lama sebagai atlet renang. Terakhir, ia mendapatkan dua medali perak dan satu perunggu dalam Pomda tahun 2015. Jauh sebelum itu, ia pernah mendapatkan medali perak dalam pra-PON 2012. Kemampuan dan prestasi Rahmita bukanlah hal yang instan. Jalan panjang telah ia jalani hingga sampai ke titik tersebut. Namun, di balik itu semua terdapat cerita menarik yang membuat gadis asal Pasuruan itu akhirnya belajar
RAHMITA SALSABILLA Tak Layu, Prestasi Terus Dipacu renang. Menginjak kelas lima, Rahmita sudah berani menjajal beberapa kompetisi. Keberaniannya tumbuh berkat dorongan pelatih yang mendukungnya untuk ikut bertanding. Setelah sekian lama mencoba-coba, ketika kelas tujuh SMP ia sudah berhasil masuk dalam kompetisi nasional. Saat itu ia tidak lagi belajar renang di kota asalnya, namun di Malang. Mulai Senin hingga Sabtu ia harus pulang pergi dari rumah ke lokasi les. “Selesai sekolah hanya untuk ganti baju. Setelah itu langsung berangkat ke Malang naik bus dan angkot,” katanya dengan antusias. Sebelum tahun 2009, Rahmita sudah beberapa kali menjuarai kompetisi nasional. Namun, belum secara resmi menjadi bagian dari tim Jawa Timur. Ia baru menjadi atlet Jawa Timur setelah masuk di SMA Olahraga Sidoarjo tahun 2009. Sekolah ini merupakan sekolah yang dikhususkan untuk pembentukan atlet. Selama sekolah di sana, ia rutin mengikuti pelatihan di Pemusatan Pelatihan Daerah (Puslatda) di Surabaya. Selama itu juga beberapa kompetisi renang ia ikuti. Mulai dari tingkat nasional seperti PON hingga tingkat internasional seperti Indonesia Open. Hingga akhirnya terjadi insiden yang membuatnya harus istirahat untuk waktu yang cukup lama. Tahun 2012 setelah mengikuti pra-PON, ia tengah bersiap untuk mengikuti PON. Latihan air maupun darat ia lakukan. Naas ketika latihan lari ia terperosok dalam lubang yang ada di lapangan. Setelah kejadian tersebut, Rahmita harus mendapatkan perawatan selama enam bulan hingga pulih. Kecelakaan ini banyak berdampak pada performanya ketika berenang. Hingga ia akhirnya memutuskan untuk vakum sepanjang tahun 2013. Setelah itu, ia mulai berfokus pada pendidikannya di UM. Baginya perlu untuk menyelaraskan praktik di lapangan dengan teori yang ada. Hal itu juga yang menjadi alasan mahasiswi PKO angkatan pertama itu untuk memilih kuliah di UM. Penggemar Ed Sheran ini merasa beruntung karena memiliki orangtua yang selalu mendukung yang terbaik baginya. Banyak peluang prestasi yang ia ambil selama di UM. Sembari tetap menjadi perwakilan UM dalam ajang renang tingkat mahasiswa, ia mencoba mengikuti pemilihan
duta. Pernah ia mendaftar seleksi sebagai Duta Kampus UM. Sayangnya, penampilan silatnya di babak semifinal tidak mampu mengantarkannya ke babak final. Performanya dalam bidang renang juga masih bisa diacungi jempol. Dengan kondisi pasca cedera ia masih bisa mendapatkan medali dalam Pomda dan lolos ke Pekan Olahraga Nasional (Pomnas). Karena ia berlatih renang sejak kecil, kemampuannya tidak akan hilang begitu saja. Pada Pomnas 2015, ia memutuskan untuk mengambil kesempatan untuk turut serta lantaran mengikuti pemilihan Duta Pemuda. Sempat mendapat pertentangan dari pihak fakultas karena dinilai tidak sesuai dengan bidang olahraga. Walaupun demikian, ia mampu menunjukkan bahwa ia bisa mendapat juara satu Duta Pemuda Malang dan tingkat Jawa Timur. Ia juga menjadi delegasi provinsinya untuk ke tingkat nasional. Menjadi Duta Pemuda harus memiliki wawasan kebangsaan dan kebudayaan yang luas. “Saya memperkenalkan tari Gandrung dan alen-alen, senam Jula Juli, dan pakaian adat Banyuwangi,” papar Rahmita. Setelah setahun bergabung dalam paguyuban, kini ia menjadi purna dan berfokus untuk mengajar dan kuliah. Sesekali ia masih ikut serta untuk mengurus pemilihan Duta Pemuda yang baru. “Untuk sekarang saya ikut ngopeni hanya ketika tidak sedang mengajar. Karena mengajar tanggung jawabnya bukan hanya kepada diri saya saja,” pungkas pelatih subbidang renang FIK itu. Ajrul
AGAMA, NASIONALISME, DAN BELA NEGARA
8 | Komunikasi Edisi 306
dok. Pribadi
Laporan Utama
K
ostum tari dominasi warna merah muda dipadukan dengan biru di beberapa bagian dikenakan para gadis penari. Rambut disanggul dan dihiasi dengan beberapa aksesoris serta hiasan bulubulu. Selendang warna merah muda dikalungkan di leher. Lantunan tabuhan gamelan Malangan sesuai dengan pakemnya. Tangan, kaki, badan, mata, dan semua anggota tubuh bergerak sesuai ketukan. Sembilan penari membentuk formasi diagonal, vertikal, segitiga, dan zigzag, sesuai kreativitas para penari. Mereka melakukan tari Gading Alit, sebuah tari yang berasal dari Malang. Tari tersebut menceritakan kenes (kecentilan) remaja. Tangan lurus ke bawah, membuka, dan menutup sambil memainkan selendang. Seluruh tubuh para penari itu mengikuti irama gamelan. Salah satu di antaranya ada Mega Nily Sari. Mega merupakan mahasiswa Pendidikan Seni Tari dan Musik (PSTM) angkatan 2012. Mega mulai merintis kariernya sejak menjadi mahasiswa UM. Mega sering diajak menari oleh kakakkakak tingkatnya di jurusan. Tahun 2013, ia mengikuti Malang Flower Carnival (MFC). “Itu pun tidak sengaja,” tutur Mega. Mega mengikuti MFC selama sekitar dua tahun. Setelah dari MFC, Mega mengikuti Amore Malang Carnival (AMC) hingga sekarang. Karena jam terbangnya semakin tinggi, jaringan kenalan Mega semakin banyak. Ketika mengikuti festival,
MEGA NILY SARI Inspirasi dan Jelajah Dunia dengan Tari ia sering berkenalan dengan orang-orang baru yang mempunyai kedudukan di Dinas Pariwisata atau event organizer. Orang-orang tersebut melihat kemampuan Mega sehingga Mega diajak bergabung dan mengikuti banyak kegiatan. Sampai saat ini Mega masih tergabung dalam Kementerian Pariwisata Indonesia. Ia sering mengikuti program yang diadakan oleh KBRI di luar negeri. Ia telah mengharumkan nama UM dan Indonesia di kancah internasional. Perempuan kelahiran Banyuwangi, 18 Mei itu sering mewakili Indonesia dalam pameran seni budaya di luar negeri. Dalam dua tahun, anak sulung dua bersaudara itu menjelajah enam negara dengan tari. Pada September 2014, Mega berangkat ke Tokyo, Jepang. Pada Mei 2015, Mega mengikuti festival di London. Pada September 2015, Mega berangkat ke Afrika Selatan. Di awal 2016, Mega berangkat ke Taipei, Taiwan. Bulan berikutnya, Mega terbang ke Singapura. Pada Agustus 2016, Mega membawa tari Indonesia ke Moscow. Selama mengikuti festival di luar negeri, Mega bertugas menari sebanyak 2–3 kali dalam sehari. Tari-tari daerah ia tampilkan di sana. Apresiasi yang baik dari orang asing membuat Mega senang. Banyak pengalaman dan pelajaran baru yang ia dapatkan selama di luar negeri. Di setiap daerah yang ia datangi, selalu ada hal mengejutkan yang ia temukan. Pernah ketika di Jepang, ia menampilkan Tari Jejer dengan tidak memakai kaos kaki karena kelupaan. Akhirnya, ada seorang pelatih tari dari Malaysia yang menegurnya. Hal tersebut membuatnya lebih berhati-hati dan harus selalu patuh pada aturan tari yang sudah ada. “Semakin sering menari di luar negeri, semakin saya cinta budaya Indonesia,” ungkap Mega. Menurutnya, anak muda Indonesia harusnya tahu dan mau melestarikan budaya Indonesia. “Budaya-budaya itu memiliki pakem masing-masing yang harus dijaga,” tutur Mega. Darah penari diturunkan dari mbah buyutnya, baik dari ayah maupun ibu. Dahulu, keduanya mempunyai sanggar tari. Namun, kedua orangtuanya tidak melanjutkan bakat sang mbah buyut. Mega mulai cinta menari sejak SD. Orang pertama yang mengenalkan tari padanya, yaitu guru SDnya, Agus Wahyu Hidayat dan istrinya. Mereka mempunyai
sanggar tari “Selendhang Cindhi”. Sejak saat itu, Mega dibentuk dengan dasar-dasar dan teknik-teknik tarian Banyuwangi. Sementara, dasar dan teknik tari luar Banyuwangi ia pelajari selama kuliah dan berproses dengan kakak tingkat. Selama masa sekolah, Mega sudah biasa memenangkan lomba-lomba atau festival menari di Banyuwangi. Kegiatan menarinya sempat terhenti ketika ia sekolah di SMK Negeri 1 Glagah. Sekolah tersebut menerapkan sistem semi militer. “Saya tidak lagi menari karena malu, rambut saya pendek,” tuturnya. Mega sempat dianggap remeh oleh para tetangga. Mereka menjastifikasi, pasti Mega akan sama seperti gadis-gadis pada umumnya, belum lulus sudah menikah. Ternyata, remehan itu dapat dipatahkan Mega. Mega membuktikan dengan prestasinya membawa budaya Indonesia ke luar negeri. Tari membawa dampak yang besar terhadap hidup Mega. Ia bisa jalan-jalan gratis dan masih diberi uang saku karena tari. Tari juga mengajarkan kedisiplinan dan ketekunan. Setelah lulus kuliah, Mega mengaku ingin pulang ke Banyuwangi. Ia tidak ingin jaringan yang telah ia bentuk selama empat tahun sia-sia. “Saya lebih sayang daerah, lebih cinta Banyuwangi,” tutur Mega. Ia ingin mengembangkan, melestarikan, dan menjaga seni daerah. Ia sering iri ketika melihat teman-teman sebayanya sudah eksis menari di Banyuwangi. Mega memiliki target bisa kenal dengan senimanseniman Banyuwangi dan turut mengembangkan budaya di sana. Ia juga sering ditawari mengajar dan mendirikan paguyuban ketika sudah pulang nanti. “Semakin pergi jauh, semakin saya cinta rumah,” katanya bangga.Yana Tahun 38 September-Oktober 2016 |
9
dok. Pribadi
Laporan Utama
F
ahrul duduk tenang di atas sebuah kursi plastik hijau. Ia menghadap sebuah meja berukuran 1 x 0,5 dengan tinggi satu meter. Pandangannya tertuju pada layar laptop berukuran 11 inchi. Matanya fokus pada rangkaian huruf yang ia ketik. Jarinya-jarinya begitu lihai menari di atas huruf pada papan ketik laptop. Kamar Fahrul berisi banyak tumpukan buku di samping meja. Tumpukan buku itu ia letakkan di atas meja-meja kecil, berjajar sepanjang 3 meter. Buku-buku tersebut ialah sebagian kecil koleksi perpustakaan pribadinya. Dengan memandangi atau membuka buku-buku bagus yang sudah ada, ia sering mendapat ide cerita. Panduan penulisan yang sesuai kaidah ejaan bahasa Indonesia juga ia temukan dari buku-buku itu. Semangatnya pun lebih terpacu. Fahrul adalah tipe orang yang lebih suka melihat contoh daripada rumus. Itu menjadi analogi kebiasaannya menulis. Nama lengkapnya Moch. Nurfahrul Lukmanul Khakim. Ia lahir di Tuban, 02 Maret 1991. Mahasiswa Magister Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Negeri Malang ini memiliki prestasi dalam bidang penulisan sastra sudah ratusan jumlahnya. Fahrul mulai mencintai dunia tulis-menulis sastra sejak ia duduk di bangku SMP. Ketika itu, majalah di sekolahnya menjadi media yang prestisius. Ia tertarik untuk mengirim cerpen ke redaksi. Setelah dua kali karyanya ditolak, barulah naskahnya dimuat. Cerpen Jalan Meraih Juara Kelas dan Hantu Perpustakaan dimuat sekaligus dalam satu edisi. Hal itu
MOCH. NURFAHRUL L.K Menggeluti Dunia dengan Kata membuatnya bangga dan menjadi titik awal ia suka menulis sastra. Sejak SD, Fahrul sudah tertarik pada bacaan. Ayahnya seorang guru agama dan pembina pramuka. Oleh karena itu, di rumahnya banyak terdapat Majalah Mimbar dan Pramuka. Ketika masa akhir duduk di bangku SD, Fahrul dan keluarganya pindah rumah. Di rumah barunya, tidak ada TV. Hiburan satu-satunya adalah buku. Semakin lama, ia semakin haus bacaan. Ketika kecil, Fahrul mengalami sakit mata. Matanya alergi sinar matahari. Hal itu memaksanya untuk tidak keluar rumah. Sehingga membaca menjadi pelariannya. Ketika berada di sekolah, tempatnya bermain di perpustakaan. Selain itu, memang uang sakunya terbatas. Sepulang sekolah, Fahrul lebih banyak menghabiskan waktu dengan membantu orang tuanya menjaga toko atau menjaga adiknya yang masih kecil. Orang tuanya sempat tak percaya dan meragukan kemampuannya. “Mana mungkin orang dapat hidup dengan menulis?� Begitu juga orang-orang sekitar seringkali meremehkannya. Fahrul merupakan anak yang sering di-bully oleh temantemannya. Banyak teman bahkan guru yang meragukan kemampuannya. Ketertarikannya pada dunia tulis menulis sempat terhenti ketika ia kelas XI SMA. Ketika itu musimnya anak muda nge-band. Fahrul sempat ingin ikut tren anak muda pada masanya, tetapi terhalang fasilitas. Fahrul juga sadar bahwa ia pemalu terutama ketika tampil di depan khalayak. Fahrul semakin rajin menulis naskah novel pertamanya. Ia sangat bahagia ketika ada dukungan dari Bu Yuyun, satusatunya guru yang mendukungnya menulis. Setiap selesai menulis tiga bab, disetorkan pada Bu Yuyun untuk dikoreksi dan diberi masukan. Sejak kecil, Fahrul ingin mendapat piala. Ia sering mengikuti lomba menggambar, mewarna, dan cerdas-cermat, tetapi selalu gagal. Barulah dengan menulis, ia memperoleh prestasi yang dapat ia banggakan. Ia pun dapat membuktikan pada orang-orang yang dahulu merendahkannya bahwa menulis dapat membesarkan namanya. Tahun 2010, cerpennya yang berjudul Ocehan Shaira dimuat di majalah nasional Kawanku. Fahrul semakin percaya diri.
Pilihan Fahrul mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis membawa nasib baik baginya. Ia menemukan penulis-penulis yang banyak memberinya inspirasi dan motivasi. Banyak karyanya baik cerpen, puisi, maupun esai yang dimuat di banyak media massa nasional dan memenangkan lomba. Banyak pula karya Fahrul yang diterbitkan oleh Andi Publisher. Kumpulan cerpen berjudul Cowokku Vegetarimood diterbitkan tahun 2013. Novel Hiding My Heart dan Dandelion Lover diterbitkan tahun 2015. Tiga kumpulan puisi Fahrul juga menembus gramediana versi e-book, yaitu Relung Sunyi, Sembilu Merah Putih, dan Kuncup Musim. Inspirasi cerpen-cerpen Fahrul berasal dari bacaan, berita, observasi sekitar, dan pengalaman pribadi. Sedangkan esai dan puisi terinsipirasi dari bacaan sejarah. Latar belakang pendidikan sejarah tidak serta merta menjadi inspirasinya menulis cerpen atau novel. Fahrul belum nememukan chemistry. Ia belum merasa klik. Ia juga merasa takut karena cerita sejarah membutuhkan riset mendalam. Jarum jam menunjukkan pukul 21.00 WIB, Fahrul menyimpan dokumen yang baru saja ia selesaikan. Ia pejamkan matanya, tetapi tidak harapan-harapannya. Fahrul masih harus terus berkarya untuk memenuhi target-targetnya. Sebuah antologi puisi sejarah karyanya berjudul Monolog Waktu juga baru saja terbit. “Biarkan karya yang bicara. Mungkin dengan cara ini aku membalas kasih sayang orangtuaku,� ungkap Fahrul sambil tersenyum bangga.Yana
AGAMA, NASIONALISME, DAN BELA NEGARA
10 | Komunikasi Edisi 306
Up To Date
ilustrasi oleh Aji Setiawan
I
ndeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi dan terus meningkat bukanlah satusatunya persyaratan mendapatkan beasiswa. Terdapat kriteria dalam meningkatkan kredit poin mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa. Salah satu caranya adalah aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa (ormawa), baik itu dalam bidang penalaran, bakat minat, kepemimpinan, maupun kepedulian sosial. Hal ini dinilai penting, karena yang berhak mendapat beasiswa adalah mahasiswa yang memiliki kredit poin tinggi, tutur Bapak Rochman Santosa, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pelayanan Kesejahteraan Mahasiswa (Pelkesma). Sebenarnya IPK bagus dan banyak mengikuti kegiatan ormawa, juga belum tentu mendapat beasiswa. Kredibilitas data untuk mendapat beasiswa juga harus dipertanyakan, seperti kesesuaian antara persyaratan dengan ketentuan yang diberlakukan. Entri data juga merupakan hal yang harus diperhatikan, karena terdapat
DI BALIK SELEKSI PENERIMAAN BEASISWA
konfirmasi dan klarifikasi data dari pendaftar. Dalam hal ini, dibutuhkan bukti fisik yang sesuai dan rasional, antara data yang ditulis dengan kenyataan harus berkesinambungan. Penghasilan orangtua harus diisi dengan sangat hati-hati karena mempertimbangkan beberapa hal, antara lain kesesuaian dengan kebutuhan, baik kebutuhan seharihari, kebutuhan kos, maupun pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Misalnya, jika pengeluaran yang dihitung melebihi penghasilan, maka sumber untuk biaya makan sehari-hari pun juga diragukan. “Apakah mungkin anak itu mendapatkan beasiswa jika trik mereka menuliskan penghasilan tidak masuk akal,� ujar pria kelahiran 1959 tersebut. Saat ini, data yang telah diperoleh dari Pelkesma tentang beasiswa untuk mahasiswa ada dua jenis. Pertama, beasiswa di bawah naungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti), yaitu
Bidikmisi, Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dengan kuota 236 orang dan Afirmasi Papua sebanyak dua belas orang. Kedua, beasiswa di bawah naungan instansi, yaitu Djarum sebanyak lima orang, Gudang Garam sebanyak empat puluh orang, Toyota Astra sepuluh orang, A & A Rachman 25 orang, Bank Indonesia empat puluh orang. Sebelumnya kuota untuk PPA 1.750 menjadi 236. Pemangkasan ini merupakan kebijakan dari Kemenristekdikti dan berlaku untuk semua perguruan tinggi. Pendaftaran beasiswa di bawah naungan instansi dapat dilakukan via online, melalui akun Sistem Informasi Akademik (Siakad) masing-masing mahasiswa pada bulan Januari hingga Februari. Sejatinya, tujuan beasiswa untuk meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan prestasi mahasiswa baik dalam akademik/kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, dan menjamin penyelesaian studi mahasiswa agar tepat waktu.Iven
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
11
Opini
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Optimalisasi Layanan Arsip di Perguruan Tinggi
P
erguruan tinggi menjadi suatu wadah untuk mencetak generasi unggul yang kelak akan berjuang memajukan bangsa dan negaranya. Fokus utama kegiatan perguruan tingi meliputi bidang pendidikan atau akademik, bidang penelitian, dan pengabdian masyarakat, sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Peran arsip dalam perguruan tinggi, umumnya terlihat pada bidang penelitian. Arsip menjadi referensi utama untuk merujuk kebenaran suatu peristiwa, membantu penulisan sejarah, serta layanan dalam proses penelitian. Keberadaan arsip di lingkungan perguruan tinggi tidak hanya di bidang penelitian, tetapi juga di bidang administrasi organisasi. Oleh karena perannya yang vital, pemerintah mengamanatkan pembentukan suatu lembaga kearsipan untuk perguruan tinggi atau arsip perguruan tinggi, seperti yang tercantum dalam undangundang nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan pasal 27 ayat 1 dan pasal 27 ayat 2. Belum adanya Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi, maka tugas pengelolaan arsip berada di Bagian Tata Usaha, yang kesehariannya disibuki dengan berbagai kegiatan Tata Usaha dan Administrasi. Sedangkan jika ada lembaga kearsipan di perguruan tinggi, maka fungsinya khusus mengelola arsip yang tercipta, menyelamatkan arsip, memelihara arsip, menyusutkan arsip yang sudah memasuki retensi arsip, dan layanan arsip statis untuk masyarakat pengguna arsip. Di Indonesia baru ada beberapa perguruan tinggi yang memiliki tenaga fungsional arsiparis, salah satunya adalah di Universitas Negeri Malang. Arsip universitas selain mempunyai misi menyelamatkan arsip sebagai sumber informasi dan memori kolektif universitas, melaksanakan pengelolaan arsip statis (archives management), pengelolaan arsip inaktif, dan pengembangan records center, serta pengembangan teknologi informasi kearsipan, juga melaksanakan dan mengoptimalkan layanan internal dan eksternal informasi kearsipan. Keberhasilan manajemen arsip selain dapat dilihat dari kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan perawatan arsip, juga dapat dilihat melalui keberhasilan layanan bagi pengguna. Keberhasilan layanan ini bahkan merupakan uji kredibilitas bagi lembaga kearsipan. Dengan demikian, arsip perguruan tinggi memiliki dua fungsi, sebagai unit kearsipan dari institusi perguruan tinggi (mengelola
12 | Komunikasi Edisi 306
Oleh Sri Astuti Sulistyowati arsip dinamis inaktif ) dan sebagai lembaga kearsipan (mengelola arsip vital dan khasanah arsip, serta pembinaan kearsipan). Adapun peran arsip perguruan tinggi dapat diperinci sebagai berikut: Pertama, sebagai penjamin ketersediaan arsip yang autentik dan utuh yang dihasilkan dari pelaksanaan berbagai kegiatan dan transaksi organisasi. Kedua, sebagai pengelola arsip menjadi sumber informasi institusi yang terpercaya dalam upaya memberikan pelayanan publik. Ketiga, sebagai penggerak tertib administrasi, transparansi, dan akuntabilitas manajemen perguruan tinggi. Keempat, sebagai pemelihara dan penyedia memori kolektif perguruan tinggi yang merupakan sumber karya intelektual bangsa. Arsip perguruan tinggi sebagai pusat kajian ilmu kearsipan menjadi sarana untuk saling berdiskusi, menelaah isu-isu terkini dunia kearsipan, baik di Indonesia maupun Internasional. Kebijakan-kebijakan yang mendasari praktik pengelolaan kearsipan akan terbangun di pusat kajian ini. Adanya pusat kajian kearsipan membantu para praktisi untuk ikut serta dalam membentuk kebijakan maupun cara pandang yang terarah karena merekalah yang memahami kondisi di lapangan dengan baik. Keberadaan fungsi laboratorium dan pusat kajian ilmu kearsipan pada arsip perguruan tinggi tidak dapat dipisahkan. Langkah utama perguruan tinggi menuju good and clean university di era New Public Service adalah Arsip Nasional Republik Indonesia selaku pembina kearsipan nasional membangun komunikasi yang intensif dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Kemenristekdikti, dan antarjajaran perguruan tinggi di Indonesia. Bahwa optimalisasi pengelolaan arsip di Perguruan Tinggi sangat perlu untuk direncanakan oleh sebuah organisasi dalam hal ini di Universitas Negeri Malang karena berdampak pada manajemen kearsipan yang baik dan tepat juga kinerja dalam kegiatan selanjutnya. Arsip yang digunakan sebagai bahan rujukan pimpinan dan bukti kegiatan menjadikan kegiatan pengelolaan arsip statis ini menjadi penting karena jika tidak direalisasikan dengan penuh semangat maka arsip yang tercipta akan bertambah banyak dan tempat untuk pengelolaannya juga butuh lebih dari yang biasanya. Oleh karena itu pengelolaan arsip harus benarbenar diimplementasikan secara optimal. Penulis adalah Arsiparis pada Sub Bagian Registrasi dan Statisik BAKPIK Universitas Negeri Malang
Foto: Rodli
Seputar Kampus
Natasha dan Jimy ajak mahasiswa untuk berprestasi.
Retorika Jadi Gudang Prestasi Mahasiswa
U
KM Ikatan Pecinta Retorika Indonesia (IPRI), Universitas Negeri Malang mengadakan Sarasehan Mahasiswa Berprestasi (Sarmab) 2016. Acara ini diadakan pada Sabtu (03/09) di Aula Utama Gedung A3 UM mulai pukul 07.00 hingga 14.00 WIB. Tema yang diusung adalah “Retorika untuk Sejuta Prestasi�. Pemateri yang dihadirkan pun merupakan orang yang berpengalaman dan memiliki segudang prestasi di bidangnya masing-masing. Diantaranya ialah Natasha Meutia Emiliania, delegasi Djarum Foundation EuroMUN 2016 di Belanda, Jimy Candra Gunawan, Mawapres utama UM 2016, serta Ari Bachtiar, seorang praktisi radio yang
memiliki segudang prestasi. Selain itu, turut mengundang pula Freddy Setya BS,CHt. yang merupakan leaderpreneur dan juga seorang motivator. Sarmab merupakan agenda rutin UKM IPRI, namun konsep acara pada tahun ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya. Konsep yang diangkat lebih mendekatkan mahasiswa baru dengan pemateri-pemateri yang berpengalaman di bidangnya masingmasing. “Kita akan menjadikan acara ini menjadi dua sesi, yang mana pada setiap acaranya akan diisi oleh dua pemateri. Selain itu, mereka juga akan lebih mendekatkan diri ke maba lewat ciri khasnya masing-masing,� ungkap Lilis Widyanigsih, Ketua Pelaksana Sarmab 2016. Mengenai tema yang diangkat pada Sarmab kali ini, UKM IPRI ingin mengajak mahasiswa UM, khususnya mahasiswa baru untuk lebih berprestasi dengan menggunakan retorika. Retorika merupakan hal yang penting dalam kehidupan perguruan tinggi. Acara ini terbilang sukses, hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta yang mencapai 200 orang lebih. Bahkan sebelum pelaksanaan acara, peserta yang mendaftar sampai melebihi kuota yang telah direncanakan.Rodli
Formadiksi Membidik Misi Studi Lanjut Atmosfer harapan dan semangat membumbung di Aula Perpustakaan UM. Pemateri-pemateri profesional diundang oleh Forum Mahasiswa Bidikmisi (Formadiksi) dalam acara Seminar Studi Lanjut. Pada hari Sabtu (03/09), mahasiswa bidikmisi berbondong-bondong dengan misi yang sama. Mungkin saja memang hanya ingin tahu bagaimana beasiswa dan memang benar-benar ada mahasiswa yang membulatkan tekad untuk mendapatkan beasiswa studi lanjut. Salah satu yang menarik dan ingin terus dikuak ialah sebuah kisah dari dosen Kimia, Laurent Octaviana, yang dahulu hanya seorang anak tukang koran dan juru parkir. Hidup dengan keterbatasan pun beliau lakoni. Namun semangat yang membumbung tinggi mengalahkan semua keadaan. Hingga ia mampu melanjutkan studi tahap demi tahap dan kini menjadi
award Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) luar negeri program Doktoral. Pemateri lainnya ialah Yuyum Sistim Ilmi, alumni Jurusan Pendidikan Luar Biasa UM dan peraih beasiswa LPDP dalam negeri. Juga ada peraih beasiswa Erasmus Mundus program Mover di Polandia, Muhammad Syukron. Segalanya tak ada yang mustahil untuk dicapai. Hanya tinggal bagaimana usaha dan keyakinan seseorang. Di forum ini pula, semangat membara ingin ditumbuhkan kepada mahasiswa-mahasiswa bidikmisi dengan pengalaman jatuh bangun dari ketiga pemateri tersebut. Selain itu, peserta juga diajak untuk mengenali diri sendiri dan minat serta bakat yang dimiliki.Arni
Foto: Arni
B
ukan hanya terpaku di satu titik dan tak berani bermimpi. Keterbatasan ekonomi bukan jaminan untuk berhenti.
Salah satu pemateri menceritakan pengalamannya seputar beasiswa.
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
13
Seputar Kampus
S
Sesudah waktu yang telah ditentukan, semua meja wajib mengemukakan pendapat. Suasana bergulir memanas karena setiap tim dari sembilan meja mempertahankan pendapat masing-masing. Moderator mencoba memecah ketegangan dengan menampung semua pendapat lalu melanjutkan sesi kedua, yakni diskusi besar. Diskusi besar tidak serta-merta menjadi jalan keluar yang terbaik. Salah satu meja bahkan ada yang sampai angkat tangan tidak mau memberikan pendapat untuk masalah rokok yang ada di universitas. Tapi hal itu tidak membuat meja lainya bungkam, semuanya kembali menelaah solusi dan pendapat yang telah dilontarkan. Hingga pada sesi terakhir, yaitu pencarian solusi, semua meja kembali menjalin perdebatan. Dialog silang pendapat pun kembali mewarnai diskusi malam itu. Selepas ormawa bergulat pendapat untuk saling tukar pikiran, mereka berunding mencari kemufakatan. Menghasilkan buah pikiran berupa solusi terbaik dari polemik legalitas rokok di area kampus. “Setidaknya goal setting dari acara FGD ini adalah adanya kebijakan dari universitas untuk melindungi perokok pasif dan ada ruangan bagi perokok aktif, sehingga terciptai suasana yang saling menghargai,� ujar Wahyudi, Ketua Umum UKM German di sela-sela acara berlangsung. Acara berlanjut hingga hampir tengah malam, tepat pukul 10.30 WIB hasil diskusi dibacakan. Fokus pada solusi yang telah disarankan yakni legalitas rokok di dalam kampus sebenarnya legal namun bersyarat. Maka dari itu, terdapat sebuah petisi yang ditandatangani oleh seluruh ormawa untuk diserahkan pada pimpinan. Isi petisi kesepakatan hasil FGD menyepakati bahwa perlu adanya perlindungan perokok dan nonperokok di dalam kampus. Selain itu, perlu disediakan area khusus perokok dan atau area bebas rokok di dalam area kampus.Iven
dok. Panitia
uasana liburan masih terasa, terhitung seminggu setelah libur panjang. Seluruh penjuru Universitas Negeri Malang (UM) kembali riuh. Senin sore yang tak biasa, (29/08) Gedung Sasana Budaya terlihat ramai. Pasalnya, UKM Gerakan Mahasiswa Anti Napza (German) mengundang seluruh perwakilan ormawa UM dalam rangka Forum Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema “Jungkat-Jungkit Rokok�. Acara ini dihadiri pula oleh Wakil Rektor (WR) III, Dr. Syamsul Hadi, M.Pd, M.Ed. Teknisnya, setiap perwakilan dipertemukan sebagai perantara bagi mahasiswa dalam membahas legalitas rokok di area kampus UM. Diskusi dimulai sekitar pukul 19.00 WIB, dipimpin oleh seorang moderator dengan beberapa kelompok forum diskusi. Setiap regu terdiri atas anggota dari beragam organisasi. Hal tersebut bertujuan agar setiap angota dapat berbaur dan berbagi pemikiran. Suasana diskusi semakin terlihat keseruannya dikarenakan tempat duduk anggota forum didesain membentuk lingkaran dengan kursi mengelilingi meja yang berjumlah sembilan kubu. Sesi pertama FGD adalah diskusi kecil dari setiap regu dengan waktu yang telah ditentukan. Diskusi kecil membahas mengenai data berupa fakta dari UKM GERMAN. Namun, data ini tidak mutlak dijadikan patokan, bahkan peserta diskusi dapat merujuk dari referensi lain. Berdasarkan hasil survei dapat diketahui bahwa mahasiswa yang terganggu akibat rokok sebanyak 87%, 13% tidak terganggu, mahasiswa yang diam saja sebanyak 5%, dan yang menyindir 5%, mirisnya tingkat mahasiswa untuk mengingatkan perokok aktif masih 0%. Bahasan diskusi masih berkutat tentang hak perokok aktif untuk dapat mengaktualisasi dirinya tanpa mengganggu perokok pasif sehingga perokok pasif bisa terhindar dari perokok aktif.
Masing-masing regu diskusi tengah membahas legalitas rokok di UM
14 | Komunikasi Edisi 306
Foto: Novi
Polemik Legalitas Rokok di Area Kampus
Seputar Kampus
Simbol Syukur, Gambyong Selalu Buka Wisuda
W
ekspresif karena ditarikan bersamaan. Irama musik gamelan dan kendhang yang ditabuh oleh mahasiswa Jurusan Seni Tari dan Musik ini menambah keselarasan, keeelokan, dan gemulai para penari. Penari ini adalah mahasiswa Jurusan Seni Tari dan Musik Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) yang sedang mempersembahkan tarian Gambyong. Tari Gambyong adalah tari Jawa klasik yang mengambil dasar gerakan tarian rakyat yakni dari kesenian tayub/tlèdhèk. Secara umum, tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau dalam istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksan dan mundur beksan (Wikipedia). Tarian ini merupakan ungkapan rasa syukur atas limpahan keberkahan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Tarian yang dilakukan gadis berjumlah ganjil ini biasa disajikan untuk pembuka acara menyambut tamu. Sabtu (08/10) tarian ini disajikan untuk menyambut para wisudawan
dan orangtua wisudawan pada acara Wisuda ke 83-84 UM Tahun 2016 di Graha Cakrawala UM. Dalam sambutannya, Ketua Senat UM, Prof. Dr. H. Sukowiyono, S.H., M.Hum, menegaskan bahwa UM terus memosisikan diri sebagai Perguruan Tinggi yang semakin kredibel di tingkat Nasional dan Internasional, meningkatkan sistem layanan publik, serta berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan optimal. “Sebagai salah satu wujud nyata, pada tahun 2016 ini UM mendapat raport terbaik dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yakni rangking 1 semester 1 tahun 2016 sebagai PTN BLU,� tegas guru besar UM jurusan Hukum dan Kewarganegaraan tersebut. Selain itu, yang sangat membanggakan, UM telah memperoleh juara umum MTQ tingkat mahasiswa empat kali berturut-turut, tambahnya disambut tepuk tangan meriah ribuan wisudawan yang hadir di Graha Cakrawala UM ini.Nida
dok. Panitia
arna hijau menjadi warna dominan yang dipilih untuk kostum kebaya, kemben, dan selendang tujuh penari ini. Dipadu dengan warna kuning semakin menambah kesan segar dan sedap saat mata memandang. Tatanan rambut yang disanggul ditambah lima tusuk konde yang biasa dipakai para pengantin dikenakan di bagian kepala menambah kesan anggun para gadis yang ber-make up ayu ini. Gemulai saat berlenggaklenggok di atas panggung, gerakan tangan segaris lurus dengan dahi, jari merapat seperti orang yang sedang hormat menandakan cara seorang penari menyapa para tamu kehormatan. Dilanjutkan dengan gerakan berputar-putar pelan dan sesekali berhadap-hadapan lalu saling melempar senyum. Unsur estetis dari tari yang dilakukan bersama-sama ini terletak pada garis dan gerak yang serba besar. Gerak tangan, kaki, dan kepala tampak lebih indah dan
Para penari Gambyong siap menyambut acara Wisuda ke 83-84 UM.
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
15
Seputar Kampus
Merawat Ingat Lewat Tembang Kenangan
A
kisah cinta dari seseorang, namun juga berisikan tentang kritik pada zaman itu,” ungkap Putri Umami, selaku Ketua Opium. Pelataran gedung kuliah bersama FIP disulap dengan nuansa hitam, serta dipercantik dengan propertiproperti lawas. Suasana era 80–90-an terasa ketika memasuki acara ini. Mulai dari dekorasi acara yang bernuansa warna gelap, pakaian yang digunakan oleh panitia dengan gaya 90-an, serta pengisi acara yang menggunakan pakaian retro yang memang tenar pada zaman dulu, hingga properti yang digunakan dalam pertunjukan pun juga menggunakan benda yang membuat kita berada pada masa 80-90an. Acara yang berlangsung sejak pukul 18.00 hingga pukul 23.00 WIB ini menampilkan sebelas grup musik yang berasal dari setiap jurusan di Fakultas Ilmu Pendidikan. Masingmasing grup membawakan tembangtembang lawas andalan era 80-90an. Selain pengisi acara dari mahasiswa
baru di setiap jurusan, acara ini juga mengundang beberapa LSO (Lembaga Semi Otonom) yang juga bergerak di bidang seni, khususnya seni musik untuk berpartisipasi sebagai pengisi acara. Serta beberapa ormawa dari universitas lain di Kota Malang, seperti Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Islam Malang (UNISMA). Pengunjung pun begitu antusisas mengikuti acara ini hingga acara berakhir. Dalam sesi wawancara, Umami juga menambahkan harapanya lewat acara ini, “Selama kegiatan, kita juga mengalami beberapa kendala terutama masalah dana dan fasilitas penunjang. Kedepanya kami berharap untuk unit aktivitas yang selama ini berada di bawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa FIP (BEM FIP) bisa menjadi unit aktivitas fakultas yang berdiri sendiri sehingga masalah seperti ini bisa kita hindari, serta nanti dapat meningkatkan prestasi dari Opium sendiri”. Rodli
Foto: Iven
Foto: Rodli
da yang berbeda dengan suasana Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) pada Kamis sore (15/09). Lantunan tembang lawas terdengar merdu seakan mengajak pendengar untuk bernostalgia masa 90-an. Bukan konser akustik yang diadakan seperti biasanya, mereka menyelenggarakan festival musik yang bertemakan “Tribute 80-90’s” di pelataran Gedung Kuliah Bersama FIP UM. Begitulah suasana acara yang diadakan Organisasi Pecinta Seni (Opium) FIP UM atau biasa dikenal dengan Opium. Organisasi ini merupakan sebuah unit aktivitas yang bergerak dalam bidang seni seperti teater, musik, tari, dan juga karya seni lainnya. “Latar belakang mengangkat tema ini adalah kita ingin flashback kembali pada tahun 80-an hingga 90-an. Serta refleksi bagi kita untuk musik zaman sekarang yang kurang dihargai, berbeda dengan musik zaman dulu yang tidak hanya berisikan tentang
Opium hangatkan malam lewat tembang-tembang kenangan.
16 | Komunikasi Edisi 306
Seputar SeputarKampus Kampus
Mahasiswa Unjuk Kreasi, Dosen Turut Unjuk Gigi
G
Suyitno. Ditambah penampilan musik seperti, musik puisi “Leo & PrendS”, Ras Band (dosen Sastra Indonesia), Rumah Serem Band, “Garapan Tradisi” Gatra UM. Terdapat pula sastra pertunjukan, Teater Pelangi, Teaterikalisasi Puisi angkatan 2014, serta tari tradisi Griya Sastra. Ditambah pula penampilan spesial pagelaran wayang kulit empat dalang mahasiswa Sastra Indonesia dengan lakon “Pendadaran Siswa Sokalima” dan “Punakawan” oleh dosen Sastra Indonesia semakin menambah kemeriahan sambut maba tersebut. Misi yang diusung di acara tersebut untuk menciptakan keseimbangan iklim akademis dan non-akademis. “Jika berkaca para sesepuh, seperti Pak Joko Saryono. Iklim akademis dan non akademisnya seimbang. Maka kita tularkan kondisi tersebut kepada mahasiswa baru,“ tutur Teguh Triwahyudi selaku Ketua Pelaksana. Misi selanjutnya ialah untuk melebur
batas. “Selama ini yang terjadi di Sastra Indonesia adanya sekat-sekat. Mahasiswa kadang hanya saling mengenal satu offering. Kondisi tersebut berusaha kita lebur dengan banyaknya kegiatan mahasiswa,” ujarnya. Teguh menambahkan dengan adanya acara tersebut diharapkan kreativitas mahasiswa baru akan terbentuk. Selain itu, acara tersebut untuk menunjukan potensi-potensi yang ada di Sastra Indonesia. Sehingga personil yang tampil pada acara tersebut merupakan unsur-unsur yang ada di Sastra Indonesia. Menurut Teguh, jika akademis dan non-akademis dapat seimbang, maka prestasi dapat digapai dengan mudah. “Sebenarnya event ini merupakan tugas perkuliahan yang dikemas estetis dengan keindahan, “ ungkapnya. Mahasiswa angkatan 2016, Fikriya Luqis mengungkapkan “Sangat menarik, karena ini kan perpaduan antara budaya dan sastra,” ungkapnya.Shintiya
dok. Panitia
uyuran hujan sore itu tidak menghentikan terselenggaranya Gelar Karya Inovatif pada Rabu (07/09). Gelar Karya Inovatif merupakan persembahan Jurusan Sastra Indonesia dalam menyambut mahasiswa baru 2016 dengan berkolaborasi antara dosen dan mahasiswa. Meskipun dimulai sedikit terlambat dari rundown yang telah ditentukan, yakni dimulai pukul 13.00 WIB, hal tersebut tidak mengurangi kemeriahan dari Gelar Karya Inovatif. Bertempat di Lapangan Parkir Fakultas Sastra, Gelar Karya Inovatif menampilkan berbagai kreativitas yang ada di Sastra Indonesia. Mulai dari peluncuran kumpulan cerpen “Lestari” karya Dahlia, dkk. (Mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2014), peluncuran novel “Tragedi Cinta di Tlatah Kediri” karya Dr. Sunoto, peluncuran Majalah “SUAR”, bedah karya geguritan “Urubing Rasa Uruping Basa” oleh Prof. Dr. Imam
SHINTIYA BELUM MENYETORKAN FOTO
Berlaga unjuk kebolehan di Gelar Karya Inovatif
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
17
dok. Pribadi
B
iola, bunyi gesekan yang mengalun sesuai dengan patokan yang telah dibuat. Semuanya berbunyi membentuk harmoni yang indah. Angin bertiup semilir membawa hawa dingin. Langit sedang mendung sore itu. Seorang lelaki dengan baju kotak-kotak dominasi warna merah dan garis hitam sedang duduk menikmati kopi hitamnya di Kafe Pustaka. Selain ada kopi, tas kecil, dan telepon genggam, ada tumpukan kaset (CD). Kaset itu didominasi warna coklat dengan ilustrasi sebuah perahu di tengah laut pada suatu senja. Di sana juga ada awak bagian kapalnya (nahkoda) yang digambarkan mirip seperti cerita bajak laut. Di pojok kanan atas terpampang tulisan “Kos Atos”. Di bagian bawah, ada kata “Luta”. Kaset itu merupakan album pertama grup musik keroncong jebolan Pendidikan Seni Tari dan Musik (PSTM) UM. Kos Atos mempunyai tujuh personil dan semuanya merupakan mahasiswa PSTM yang berbeda angkatan. Mukti (2014) sang vokalis, Fajar Sandi (2011) memegang gitar, Vigil (2011) memegang kahon,
18 | Komunikasi Edisi 306
Vigil Krostologus.
Cerita Mereka dok. Pribadi
Personil Kos Atos.
Risky Ramadhani (2012) memegang biola, Krisna Satya Winata (2012) memegang cuk, Risandi Eka (2014) memegang bass, dan Eka Catra (2014) memegang cak, dan biasanya dibantu dengan pemain Cello tambahan. Formasi ini merupakan hasil bongkar pasang pemain yang ketiga kalinya sejak Kos Atos terbentuk. Kos Atos terbentuk tanpa disengaja. Suatu ketika, Pak Hartono, dosen PSTM, menugasi mahasiswanya untuk menjadi musik penghibur dalam acara seminar Galeri Nasional pada 27 Februari 2014 di ruang AVA, E6 lantai 2, Fakultas Sastra. Sebelum tampil, Vigil salah satu personil sudah paham, tentu pembawa acara seminar itu bakal bertanya, “Apa nama kelompok musik kalian?” Maka, Vigil pun sudah menyiapkan jawaban pada malam harinya untuk pertanyaan itu. Iseng, Vigil menyebut diri mereka sebagai Kos Atos, akronim dari kumpulan orang seni depan Matos. Setelah acara seminar itu, tanpa diduga Kos Atos terus menerus ditugasi untuk menjadi penghibur dalam berbagai acara di AVA, bahkan di banyak resepsi pernikahan, dan sebagainya. Kos Atos menawarkan warna musik keroncong yang berbeda. Mereka lebih mengusung macam-macam genre yang diolah menjadi kemasan musik yang progresif dengan basis musik keroncong. Saat ini, jarang orang yang fokus (mengembangkan) keroncong bahkan keroncong hampir dilupakan. Industri musik Indonesia sekarang sedang fokus pada Mayor Label saja yang banyak dihuni oleh musik RnB, Pop, dan kebarat-baratan. Album Luta baru diluncurkan pada 13 September 2016 di God Bless 2 Café Malang. Luta berasal dari bahasa Portugis yang artinya ‘berjuang’. Menurut Vigil, mereka sengaja mengambil bahasa Portugis untuk membuat cita rasa lebih kental karena keroncong tidak lepas dari peran Bangsa Portugis. Album tersebut berisi delapan lagu. Enam lagu di antaranya, lirik dan lagunya diciptakan oleh Vigil. Sementara dua yang lain diciptakan oleh Fajar Sandi. Daftar lagu yang ada, yaitu Salam untuk Desa, Maka ML, Keroncong Dansa, Luta, Cerita, Segala Rasa, Hari Ini, dan Ingatku. Melalui Ingatku, laki-laki kelahiran Sekadau (Kalimantan Barat), 24 Juli itu ia mengucapkan terimakasih untuk ayah dan ibunya. Perjuangannya menjadi seniman tak berjalan mulus. Ia berjuang keras, sering berbohong pada orangtuanya, sejak SD. Ia berbohong bukan tanpa maksud. “Orangtuaku selalu mempunyai ‘program-program’ untuk anak-anaknya, dan kebetulan ‘program’ untukku tidak cocok denganku,” tutur Vigil. Ayahnya seorang guru yang kemudian diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Ibunya seorang guru Matematika. Orangtua melarangnya menggeluti bidang seni dengan alasan seni tak dapat membuat perut kenyang. Tak ada darah seni yang mengalir dalam dirinya. Tetapi, menurut cerita bapaknya, Vigil merupakan nama sebuah senjata (benda tajam) di kampung bapaknya. “Tetapi sampai sekarang saya belum menemukan alat itu,” tutur anak ragil dari empat bersaudara itu. Di sisi lain, Vigil merupakan kosakata dalam bahasa Inggris yang artinya ‘berjaga-jaga’. Indikasi cintanya pada musik muncul ketika ia SMP. Ia banyak dipengaruhi oleh tayangan musik televisi, musik yang sering diputar oleh kakak dan abangnya. Ia mengaku les pelajaran, tetapi diamdiam ikut sanggar tari sebagai pemusik di daerahnya. Di sana ia mendapat bekal musik tradisi dan di band semasa sekolahnya dia mengembangkan hobi bermusiknya itu. Vigil terus saja membelot, sementara bapaknya terus saja
menggiringnya agar menjauhi bidang seni. Ketika SMA, ia disekolahkan di sekolah perikanan yang menerapkan prinsip militer. Vigil hanya bertahan enam bulan. Ia memaksa pindah sekolah. Sang bapak melarang, Vigil terus memaksa sampai akhirnya diizinkan dengan syarat ia mengurus kepindahannya sendiri. Ketika hendak kuliah, bapaknya menghendaki ia mengambil Ilmu Pemerintahan. Vigil pun dilempar ke Malang. Ia selalu ingat pesan bapaknya bahwa kuliah jauh harus berbeda, jangan ambil yang sama dengan tempat asal. Ketika membaca brosur UM, ia menemukan jurusan yang cukup menarik baginya. PSTM, ketika itu masih angkatan pertama. Sang bapak pun mengizinkan lantaran jurusan itu bisa mengantarkan Vigil menjadi seorang guru atau bisa juga di bagian pemerintahan tetapi bukan seniman (musisi). Sejak awal kuliah, ia terus dipantau. Sang bapak selalu menegaskan, setelah selesai, ia harus segera pulang. Pada masa-masa kuliah, laki-laki yang ahli di bidang musik perkusi ini memperoleh banyak tawaran. Sepanjang perjalanannya, ia banyak menghasilkan prestasi dan karya-karya musik. Vigil pernah memenangkan festival antarpelajar Kab. Sekadau 2010. Ia juga terlibat dalam penyaji terbaik dan penata musik terbaik di Festival Pesta Seni Budaya Dayak se-Kalimantan di Yogyakarta 2014. Beberapa karya musiknya berupa pentas musik bertajuk “Kerumbi” (Tugas Akhir Perkuliahan S1), musik iringan tari Sanggar Forkom Mahasiswa Kab. Sekadau di Malang, dan lagu-lagu di album Luta. Sosok bapak berpengaruh besar terhadap sikap dan kemandiriannya. “Sebab, bapak berperan ganda,” tuturnya. Sementara itu, sebagai anak, sifat-sifat yang menonjol dalam dirinya diturunkan oleh sang ibu. Vigil mengaku, terkadang ia merasa sadis karena selalu bertentangan dengan ibu dan bapaknya. Karena sejak kecil ia suka main keluar rumah, sampai sekarang ia jadi betah keluar rumah. Namun, karena itu juga, ia kurang mengenal sosok ibunya. Selain itu, memang usianya masih cukup kecil ketika sang ibu meninggal dunia. Waktu itu Vigil masih kelas VIII SMP. Tak ada yang menyiapkan barang-barang atau kebutuhan sekolah untuk dirinya. Sering ia menyiapkan segalanya sendiri, tapi terkadang disiapkan kakak perempuannya. Vigil pun terbentuk menjadi anak yang tertutup, jarang cerita, dan jarang curhat. Vigil ingat, ada satu momentum yang paling mengesankan baginya, memori tentang sang ibu. Ketika SMP, ia ikut INKAI dan memenangkan Porseni Kab. Sekadau. Uangnya diberikan pada sang ibu dan dibelikan pohon natal. “Meski tidak besar, tapi momennya sangat mengena,” kata Vigil. Perjalanan hidup Vigil banyak mempengaruhi karya-karyanya. Laki-laki yang suka ikan patin kuah tempoyak ini bersama Kos Atos tak ingin mandeg. Ia berusaha membuat karya baru agar terus tetap produktif. Ia akan terus memperjuangkan karya karena karya tidak dimakan oleh zaman. Ia seperti bola, digiring ke mana saja, ia akan jalan. Sebab, musik memang bidang yang ia suka. Ia terus bersyukur karena selama ini ia selalu diberi lebih dari apa yang ia minta. Prinsipnya hidupnya sama seperti lirik yang ia tulis dalam Hari Ini. “Hari ini aku yang menang, aku yang berkuasa,” tuturnya optimis. Dengan talenta yang Vigil miliki, bakat yang ia rasa tidak begitu besar dibanding musisi lainnya, namun Vigil sangat menjaga kesederhaan itu. “Lebih baik menjaga sesuatu yang kecil, daripada membuang sia-sia hal besar yang ada di dalam diri,” tutu Vigil, sedikit tapi nyelekit.Yana Tahun 38 September-Oktober 2016 |
19
UCAPAN ULANG TAHUN MAJALAH KOMUNIKASI
UCAPAN ULANG TAHUN MAJALAH KOMUNIKASI
Profil
dok. Pribadi
MAWAPRES TERMUDA BERKIPRAH di Kancah Nasional
Hanang Ilhan Yohana.
Predikat mawapres termuda, Tak membuat ia berkecil asa Segala bidang ia coba, Hingga temukan passion sesungguhnya Seribu langkah tuju prestasi Ditempa motivasi sedari dini Menggali apa potensi diri Jadikan ia berani beraktualisasi Usia tak jadi problema 'tuk geluti semua lomba Menang tak jadi tujuan utama Pengalaman lah buah yang berharga
22 | Komunikasi Edisi 306
Nama Lengkap Tempat Tanggal Lahir Alamat
: Hanang Ilham Yohana : Pacitan, 5 Juli 1996 : Perumahan Griya Shanta H.230, Malang.
Riwayat Pendidikan SDN 3 Gemaharjo, Pacitan (2002-2008) SMPN 5 Ponorogo (2008-2011) SMAN 1 Ponorogo (2011-2014) S1 Manajemen-Universitas Negeri Malang (2014-sekarang) Pengalaman Organisasi • Kepala Divisi Kesehatan Masyarakat-GenBI (Generasi Baru Indonesia) Organisasi Beasiswa Bank Indonesia Jawa Timur (2016-2018) • Fasilitator-Forum Anak Nasional oleh Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2014-sekarang) • Junior Mentor-ARTICULATIO Public Speaking Coarching and Consulting (2014-sekarang)
H
anang Ilham Yohana, mahasiswa Jurusan Manajemen ini menempati urutan kedua dalam ajang Mahasiswa Berprestasi Universitas Negeri Malang 2016. Seputar kepenulisan karya ilmiah sudah ia tekuni sejak duduk di bangku SMA. Tak henti sampai di situ, saat kuliah ia mengasah kemampuan lain di bidang public speaking dengan mengikuti kompetisi debat. Menang bukanlah tujuan utama. Berbagai pengalaman dikantonginya sebagai pembelajaran hidup yang berharga. Simak wawancara Kru Komunikasi dengan Hanang berikut! Bagaimana perasaan Anda ketika terpilih menjadi Mawapres 2 UM? Pertama bangga dan senang tentunya. Karena sudah mempersiapkan sejak lama dan ketika sesuatu yang sudah saya rencanakan lama, lalu berhasil itu, ya Alhamdulillah, walaupun selisih poinnya sama Mas Jimmy lumayan banyak. Apakah ada rasa kecewa? Tidak. Karena yang namanya Mawapres itu tidak bisa dalam jangka waktu yang pendek. Prestasi-prestasi yang dimiliki memang harus sudah sejak lama dipersiapkan. Apa yang membuat Anda berpikir untuk mengikuti ajang Mawapres? Jadi sewaktu kelas tiga SMA, waktu mendekati kelulusan saya ada lomba di Universitas Indonesia. Kebetulan saat itu, malamnya adalah penganugerahan Mawapres tingkat universitas. Nah, kakak tingkat saya yang dari Ponorogo menjadi perwakilan dari Fakultas Psikologi namanya Mbak Silvia. Dari situ, saya jadi termotivasi untuk ikut ajang Mawapres. Kalau Mbak Silvia bisa, mengapa saya tidak? Begitu pikir saya.
Bagaimana awalnya sehingga Anda dapat memperoleh prestasiprestasi yang membanggakan, salah satunya Mawapres UM ini? Sejak awal kuliah mulai mengikuti lomba essay, debat, business plan atau apapun itu saya ikuti. Lalu saat semester dua saya mulai memfokuskan untuk mengikuti kompetisi seputar public speaking, khususnya debat dan hal-hal yang berbau tentang marketing. Akhirnya ketika saya fokus pada bidang yang saya minati, maka dari situ saya mendapatkan sesuatu. Walaupun beberapa juga kadang tidak menang. Tapi at the end, saya tetap mendapatkan pengalaman, teman, koneksi, dan juga informasi lomba. Bagaimana tanggapan orangtua terhadap perolehan prestasi sebagai Mawapres? Orangtua bangga sekali. Satu hal yang membuat orangtua saya lebih bangga adalah saya merupakan angkatan termuda yang bersaing di ajang Mawapres tingkat universitas. Saya kadangkadang tidak bilang ke orangtua kalau mengikuti kompetisi, jadi mereka kaget prestasinya apa saja kok bisa menang Mawapres.
• • • • • • • • •
Quarter Finalist of National University Championship (2015) 1st Winner of Brawijaya Olimpiad (2015) Top 8 UB Magstrom Essay and Debate Competition-Bakrie University (2015) 2nd Runner Up Southest Asia Governance Forum-Universitas Brawijaya (2015) 2nd Runner Up National Anti Corruption Debate CompetitionUniversitas Indonesia (2016) 2nd Runner Up of National Debate Competition of ESF-Universitas Udayana Bali (2016) 1st Runner Up of GLOWMENTION Management Case CompetitionUNIKA Sogeapranata Semarang (2016) Finalist of X-Prenneur Business Plan Competition-Universitas Negeri Malang (2016) Mahasiswa Berprestasi S1 Universitas Negeri Malang (2016) Bagaimana cara Anda membagi waktu? Jadi, memang saya banyak mengikuti kompetisi. Untungnya untuk surat izin kuliah tidak dipersulit di fakultas saya. Sejauh ini kompetisi yang saya ikuti tidak menganggu kuliah. Apa hal menarik saat berkompetisi yang tidak terlupakan sampai sekarang? Jadi aku pernah ikutan Marketing Case Competition yang diadakan oleh Asuransi Astra dan Markplus, nah Alhamdulillah masuk lima besar untuk presentasi. Dan yang sangat mengesankan adalah presentasi dilakukan di salah satu bioskop di Surabaya. Jadi kita presentasi melalui layar bioskop. Jurinya waktu itu adalah Kepala Asuransi Astra. Beliau memberikan apresiasi bahwa presentasinya sangat mengesankan. Nah, itu sangat berkesan sekali soalnya langsung mendapatkan apresiasi dari CEO Asuransi Astra. Setelah menjadi Mawapres, apa tindakan Anda untuk memberi dampak positif bagi mahasiswa lain? Kalau ingin memberi pengaruh dengan cara seperti, “Ini ada Mawapres, kalian harus termotivasi” dan sebagainya itu memang susah ya. Tapi at least, saya selalu mengajak teman-teman di kelas yang memiliki potensi untuk ikut lomba. Ketika saya tidak bisa memberikan kontribusi secara besar setidaknya saya mencoba berbagi ilmu yang saya miliki kepada teman-teman di sekitar. Lalu apa rencana ke depan? Jadi ada proyek sosial yang ditawarkan kakak tingkat saya dan Alhamdulillah sudah mendapat bantuan dana. Saya ingin menyelesaikan proyek ini dalam waktu dekat. Karena selama ini saya memikirkan diri sendiri dengan mengejar prestasi-prestasi. Padahal lingkungan sosial juga membutuhkan bantuan saya. Di situ saya banyak bertemu dengan orang-orang yang sudah lulus dan dari berbagai kalangan. Itu juga merupakan suatu pembelajaran tentang bagaimana nantinya kita bekerja sama dengan orang lain. Apa pesan Anda untuk mahasiswa UM? Intinya, setiap orang itu memiliki potensi. Tapi ketika kita tidak pernah mencoba, kita tidak akan pernah tahu potensi kita apa. That’s why, ketika ada kesempatan, ayo coba apapun itu. Karena dengan mencoba, kita akan tahu sebenarnya passion kita itu dalam bidang apa. “Melangkahlah walaupun satu langkah, karena seribu langkah itu tidak akan dimulai dari satu langkah kecil.”Maulani dok. Pribadi
Prestasi • 2nd Runner Up Olimpiade Manajemen Nasional-Universitas Negeri Malang (2014) • 2nd Runner Up Program Kreativitas Mahasiswa tingkat Universitas (2015) • 2nd Runner Up of Z-Ideas WOW Case Competition by Markplus in Collaboration with Astra Insurance (2015) • Best Speaker of Management Edutaniment Debate CompetitionUniversitas Brawijaya (2015) • Best Speaker dalam Kompetisi Debat Festifal Retorika Nasional (FETSKA)-Universitas Negeri Malang (2015) • 1st Winner of Politika Brawijaya Debate Competition-Universitas Brawijaya (2015) • Quarter Finalist of MNDC English Debate Competition Java Level held by Malang Debating Union (2015)
Apa fokus kegiatan Anda saat ini? Sedang mencari kompetisi tentang manajemen sih. Karena saya kan Jurusan Manajeman, jadi ingin memfokuskan ke kemampuan dalam marketing. Takutnya ketika lulus nanti saya tidak mempunyai ilmu marketing, ya bagaimana kan saya kuliahnya Jurusan Manajemen. Hanang Ilham Yohana mempresentasikan gagasannya di hadapan mahasiswa universitas lain.
Pelayaran Bahtera Keluarga
Repro Internet
Pustaka
Oleh Esti Vita Ningtias
Judul Film Sutradara Produser Genre Film Durasi
: Dil Dhadakne Do : Zoya Akhtar : Ritesh Sidhwani dan Farhan Akhtar : Drama Komedi : 171 menit
“J
ika ada begitu banyak kesalahpahaman dalam satu keluarga, bagaimana bisa orang mengharapkan perdamaian dunia?�Pluto “Rumahku, surgaku�, seperti halnya peringatan kematian di bungkus rokok begitu juga pepatah ini sudah kerap terdengar di telinga, dan juga lebih sering untuk dihiraukan. Bagaimana anak bersikap merupakan cerminan sebuah keluarga di mana ia dibesarkan. Namun, bagaimana apabila sebuah keluarga hanyalah sebuah panggung teater yang penuh dengan kepura-puraan agar mendapatkan citra yang baik di masyarakat. Masihkah bisa disebut keluarga? Seperti halnya film-film Bollywood lain yang lebih banyak mengangkat tema keluarga dan percintaan. Film Dhil Dhadakne Do yang disutradarai oleh Zoya Akhtar ini memotret realitas keluarga di India namun juga bisa digenerelasikan dengan negara lain seperti Indonesia. Bukan bagaimana keluarga ideal itu, namun bagaimana anggota keluarga itu saling mendengarkan sebagai dasar terjalinnya rumah tangga yang nyaman bagaikan istana. Sebuah tema yang umum, namun dapat menggelitik hati dengan cara yang sederhana dan menghibur. Keluarga Mehra merupakan salah satu keluarga elit di New Delhi. Keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan dua anak ini akan melangsungkan ulang tahun pernikahan
24 | Komunikasi Edisi 306
yang ke-30. Keluarga Mehra menyewa kapal pesiar dengan destinasi Yunani dan Turki untuk merayakan ulang tahun pernikahan Kemal dan Nilaam Mehra. Ayesa, anak pertama keluarga Mehra, yang dalam film ini mewakili isu gender dan feminisitas dihadapkan dengan berbagai masalah dalam hidupnya. Pernikahan yang dijalaninya atas perjodohan tidak kunjung memunculkan cinta di hati Ayesa bagi suaminya. Lain Ayesa lain juga Kabir, jika Ayesa sangat berbakat dalam bisnis seperti ayahnya, maka Kabir sama sekali tidak memiliki ketertarikan terhadap bidang tersebut. Kabir lebih menikmati bidang penerbangan. Namun dengan posisinya sebagai satu-satunya anak lakilaki, maka ia memiliki tanggungjawab untuk meneruskan bisnis ayahnya. Ketidakengganan Kabir ini terus disimpan dalam hati hingga ia bertemu dengan Farah Ali, penari di bar kapal layar. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis beragama Islam tersebut. Namun sekali lagi, ia hanya bisa bungkam dengan kepetusan ayah-ibunya yang menjodohkannya dengan Noorie Sood demi kesepakatan bisnis. Tidak hanya anak-anak Mehra saja yang memiliki masalah dalam hidup. Sudah sejak lama orang tua mereka tidak harmonis. Namun untuk menjaga nama baik keluarga, Kamal dan Nilaam selalu bersandiwara di depan kolega sebagai pasangan yang saling
menyayangi. Pada kenyataannya, mereka tidak saling mendengarkan dan memahami walaupun pada awal perjumpaan meraka jatuh cinta pada pandangan pertama saat Kamal belum sukses. Konflik-konflik ini akan memecah tepat saat perayaan ulang tahun pernikahan mereka di kapal pesiar. Tidak seperti film Bollywood yang ratarata mengambil transisi screenplay yang lembut dan cenderung dramatis, maka film ini dikemas dengan sinematografi yang patut diacungi jempol. Pengaturan pengambilan gambar pas tanpa dilebih-lebihkan sehingga terlihat lebih alami. Dengan adanya skenario yang ringan, humoris serta tidak terkesan menggurui. Selain kelebihan pada dialog yang cerdas dan humanis, film ini juga menyuguhkan pemandangan luar biasa dari beberapa destinasi wisata di Yunani dan Turki. Uniknya, film ini dinaratori oleh Pluto, anjing keluarga Mehra yang diisisuarakan oleh artis papan atas, Amir Khan. Walaupun dengan tema yang ringan dan mainstream, namun film ini patut untuk ditonton. Lebih dari penghibur, film ini juga bisa menjadi cerminan bagaimana sepatutnya orangtua berlaku pada anaknya dan realitas hubungan keluarga di masyarakat. Pesan film ini adalah bukan bagaimana kamu membenci orangtuamu, tapi perbuatannya dan cara untuk memperbaikinya. Penulis adalah mahasiswa jurusan Administrasi Pendidikan
Semesta Mengalir Oleh Reza Amalia
Repro Internet
Judul Film : Bidadari Terakhir Sutradara : Awi Suryadi Produser : Dheeraj Koshore, Mashal, Chetan Samtani Penulis Skenario : Fauzan Adisuko, Priesnanda Dwisatria Genre Film : Drama Rumah Produksi : Ganesa Perkasa Films Imagine
“T
ata surya terbentuk oleh ledakan yang sangat hebat yang disebut Big Bang. Dari situ munculah bintang-bintang, matahari, planet-planet, dan angkasa luar berubah sama sekali. Persis seperti pertama kali aku ketemu kamu,” ini adalah ungkapan Rasya, seorang anak lakilaki SMA di Kota Balikpapan. Suatu ketika Rasya menceritakan rencananya kepada Hendra, sahabatnya. “Lulus SMA, aku akan kuliah di Geologi Perminyakan,” tak ayal sahabatnya menjawab sembari mendesak, “Selamat ya, kamu sukses menjadi impian semua orangtua di Balikpapan dan ini harus dirayain. Pokoknya nanti aku jemput jam 8 di rumah kamu.” Pendapat Kehoe tentang semesta tersebut semakin terasa kebenarannya ketika kita merasakan alunan gelombang energi dari film “Bidadari Terakhir”. Sebuah cerita yang diambil dari kisah nyata perjalanan anak manusia di bumi Borneo. Energi yang mengalir mengisi, menyeimbangkan, dan menggerakkan rongga-rongga semesta. Sebenarnya bagian yang menunjukan konsep “terakhir” dari bidadari ini begitu menarik untuk dijelajahi. Berkisah tentang seorang Eva yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), mengisyaratkan bahwa hanya Eva seorang PSK yang memiliki jiwa bak bidadari, dan kematiannya menandakan tiada lagi bidadari seperti pribadi Eva. Impian, harapan, angan-angan dan cita-citanya telah berhasil menggerakkan semesta untuk mendekatkan Rasya kepada kehidupannya. Rasya adalah seorang pemuda tampan berusia 17 tahun, berjiwa sosial, dan berprestasi di sekolah. Keadaan yang mengisyaratkan usia penuh gejolak seperti nyala api. Sebagian besar perjalanan dalam film berkisah tentang Rasya dan Eva. Rasya yang terlahir sebagai anak muda yang diharapkan ayahnya, anak muda yang bebas dari pergaulan kehidupan malam Balikpapan.
Namun, semesta membawa Rasya pada Paradiso, salah satu icon kehidupan malam Balikpapan. Berawal dari ajakan seorang sahabat bernama Hendra yang memaksa Rasya menemani perjalanan malamnya sebagai wujud kesetiaan persahabatan dan penghormatan terhadap hari ulang tahun Hendra. Bagi Hendra Paradiso adalah surga dan bagi Rasya, Paradiso layaknya sebuah neraka. Mulanya, kehidupan malam Balikpapan cukup menyeramkan bagi Rasya. Ia hanya duduk termangu ditemani sebotol teh di sebuah meja, menunggu Hendra yang sedang “bertamu”. Eva berjalan menghampiri meja yang sama di hadapan Rasya. Dalam sekejap, perbincangan menarik mengisi malam menakutkan Rasya, hingga tautan ketertarikan bersimpul pada pertemuan pertama itu hingga pertemuan ketiga Rasya menjadi “tamu” Eva. Satu hal yang pertama kali membuat Rasya tertarik, ketika ia bertanya kepada Eva mengenai alasannya memilih profesi sebagai PSK. Eva bertanya balik, “Bagaimana bisa orang menjual tubuh untuk menjadi kaya? Kamu ini adaada aja, Ras.” Suatu hari, Eva tidak ada di Paradiso. Rasya mendapat informasi bahwa Eva berada di rumah sakit. Dari sini kemudian Rasya mengetahui satu alasan Eva terjun ke dunia malam. Rasya memutuskan untuk membantu Eva membiayai operasi ibunya dengan menjual motor yang dibelikan ayahnya. Ternyata sang ayah cukup senang dengan apa yang telah dilakukan Rasya dengan membantu sesama. Waktu terus berjalan dan membawa Rasya dan Eva pada sebuah cerita legenda dunia yang selalu menggemparkan dunia, yaitu cinta. Semesta tidak hanya mempertemukan keduanya namun juga mengisi kehidupan mereka dengan energi. Impian Rasya yang terbatas pada ayahnya, kini berhasil diterjang dengan impian lain yang lebih indah, melihat dunia yang lebih luas dan menyeimbangkan dunia bersama
Eva. Sang bidadari pun demikian, ia selalu hidup untuk hari ini, impian menyelami cakrawala pun semakin melambung. Eva sangat menyayangi ibunya. Di sisi lain, pekerjaan baru tengah menunggu Eva. Ialah usaha Rasya yang menginginkan Eva bebas dari kelamnya malam Paradiso. Namun, tak ada mawar yang tak berduri, tiada kisah cinta yang tak menuai masalah. Eva meninggalkan Rasya. Kekecewaan tidak dapat dihindarkan ketika Eva berkata telah kembali ke Paradiso. HIV diam-diam bersarang pada tubuh Eva. Kenyataan ini seakan menjadi tamparan bagi lambungan mimpi mereka. Hanya ucapan terimakasih yang bisa Eva berikan kepada Rasya dan sebuah ciuman pertama yang kemudian menjadi terakhir. Tak lupa catatan tinta merah hati menyala pada secarik kertas putih. Bagi seorang pemimpi sejati, sudah menjadi kewajiban untuk mewujudkan mimpi yang telah ditetapkan. Seusai SMA, Rasya meninggalkan rumah, tepatnya meninggalkan Balikpapan dan berencana untuk menyelami cakrawala semesta seperti yang telah direncanakannya dengan sang Bidadari Terakhir, Eva. Menjelang keberangkatan Rasya, ada Maria yang menemuinya. Sebelum Rasya pergi, Maria mengatakan bahwa Rasya adalah mimpi masa depannya. Maria akan menunggu kepulangan Rasya sampai kapanpun. Dan begitulah kehidupan terasa bernilai ketika mimpi-mimpi menggelayut pada setiap sudut perjalanan hidup anak manusia. “Semesta ini cair. Semesta ini bergerak. Seluruh simpul dari kesadaran kita berkembang mekar. Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam. Memaksa kita untuk mengikuti arus Agung-Nya yang jujur, namun tetap penuh rahasia. Pun tak terkecuali aku.” Sebuah sajak dari sahabat dengan nama pena Awan Sendja selalu menginspirasi. Pun serasi sebagai penutup resensi film Bidadari Terakhir ini. Penulis adalah mahasiswa jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Tahun 38 September-Oktober 2016 |
25
dok. Pribadi
dok. Pribadi
dok. Pribadi
dok. Pribadi
Info
Kontingen mahasiswa UM mengikuti program Permata.
Berbagi Pengalaman Belajar melalui Permata Oleh Eka Imbia Agus Diartika
A
wal semester ganjil 2016/2017, Universitas Negeri Malang mengirimkan delegasinya untuk mengikuti program Permata (Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara). Permata merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) bekerjasama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (DIKTI) sejak tahun 2014. Jumlah mahasiswa Universitas Negeri Malang yang dinyatakan terpilih untuk mengikuti program Permata ini sebanyak lima orang yang berasal dari berbagai fakultas. Kelima mahasiswa tersebut adalah M. Miftah Farid (FIP/Teknologi Pendidikan) yang diberi tugas belajar ke Universitas Negeri Makassar (UNM), Nanda Agus Ahsani
26 | Komunikasi Edisi 306
Taqwin (FMIPA/ Biologi), dan Dina Aribah (FMIPA/ Biologi) ke Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang, serta Rezky Gunawan (FIK/Pendidikan Jasmani dan Kesehatan) dan Eka Imbia Agus Diartika (FMIPA/Pendidikan Biologi) yang ditugaskan ke Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Program Permata dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada para mahasiswa di seluruh tanah air untuk mengikuti perkuliahan yang relevan di perguruan tinggi lainnya di seluruh wilayah nusantara. Dalam kegiatan akademik, bentuk pemerolehan angka kredit dan pengalihan kredit dan kegiatan non-akademik berupa kegiatan ekstrakurikuler, termasuk kegitan pemahaman lintas budaya sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sebelum keberangkatan, kelima
mahasiswa terpilih tersebut telah mendapatkan berbagai arahan dari pihak Kemahasiswaan, BAKPIK, maupun dari Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Wakil Rektor 1 UM. “Mahasiswa yang mengikuti program Permata tidak hanya dituntut untuk mendapatkan nilai akademik yang bagus. Lebih dari itu, mereka harus meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan baru, serta mampu mempelajari budaya yang ada di universitas yang ditujunya,� ujar Prof. Dr. Hariyono. Harapannya, program Permata dapat berjalan sukses, sehingga tahun berikutnya dapat ditingkatkan baik dari segi jumlah peserta maupun jumlah universitas di Indonesia yang dituju. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang
dok. Pribadi
Info
Menapak tilas perjuangan kemerdekaan di Malang bersama Jumain sang veteran.
UM JADI TUAN RUMAH PENTAS irjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia adakan Pentas (Pekan Nasional Cinta Sejarah) pada tanggal 1-5 September. Pelaksanaan pada tahun ke-6 kali ini bertempat di Kota Malang. Universitas Negeri Malang menjadi salah satu tuan rumah penyelenggaraan berbagai kegiatan Pentas kali ini. “Masyarakat zaman sekarang memandang sejarah seperti hal yang tabu, makanya kita ingin Pekan Cinta Sejarah ini yang didalamnya terdapat berbagai lomba dan kegiatan sebagai sarana untuk belajar dan mengenalkan sejarah lebih kepada mereka yang terlibat,� ungkap Amurwani Dwi Lestariningsih, Kepala Subdit Sejarah Nasional Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Rangkaian acara Pentas yang ke-6 dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, Drs., M.AP. di Pendopo Kabupaten Malang. Kegiatan yang dilaksanakan di kampus UM tepatnya di Fakultas Ilmu Sosial meliputi Lomba Karya Tulis Sejarah tingkat mahasiswa Nasional, Lomba Komik Sejarah tingkat mahasiswa
D
Nasional, pemutaran film dan diskusi, sarasehan tentang kesejarahan, Lomba Tutur Sejarah dan Lomba Cerdas Sejarah. Untuk menyukseskan acara ini, mereka menggandeng Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah sebagai panitia operasi dan Liasion Organization (LO). Film yang diputar dalam kegiatan ini berjudul Perang dan Diplomasi. Film tersebut merupakan film dokumenter pada zaman memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Tujuan pemutaran film untuk menunjukkan pada anak zaman sekarang bahwa kemerdekaan yang kita peroleh selama ini bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang dikorbankan dalam proses kemerdekaan negara Indonesia. Maka dengan ini, mereka dapat menghargai jasa para pejuang yang begitu keras memperebutkan kemerdekaan. Film yang kedua berjudul Ketika Bung di Ende. Film ini menceritakan tentang perjuangan Bung Karno selama memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno dianggap sebagai musuh yang berbahaya pada masa kolonial, sehingga beliau diasingkan di Ende. Sebuah pulau kecil dan terpencil di Flores, Nusa Tenggara Timur. Selain pemutaran film dan lomba tentang kesejarahan, adapula kegiatan lain, yaitu bedah buku. Kali ini buku yang diangkat berjudul Bianglala Kebudayaan
karya Nunus Supardi. Acara selanjutnya yaitu sarasehan kesejarahan. Acara ini dihadiri oleh Dirjen Kebudayaan Hilman Farid, Wakil Rektor I Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Aminuddin Kasdi, dosen dan ahli sejarah dari Universitas Negeri Surabaya, Nur Hadi selaku dosen dari Universitas Negeri Malang dan juga menghadirkan Jumain, seorang veteran yang berjuang pada masanya untuk memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Sarasehan ini membahas tentang perjuangan kemerdekaan khususnya daerah Malang. Puncak acara dilaksanakan di kampus UM pada Minggu (04/09) di Aula FIS. Penutupan diisi dengan menyanyikan lagu perjuangan, musikalisasi puisi, sambutan, serta penyerahan hadiah bagi pemenang berbagai lomba dalam Pentas yang ke-6. Acara penutupan juga dihadiri oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. selaku Wakil Rektor I UM, Wakil Rektor III UM, Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., M.Ed., Hilman Farid, Ph. D. M. Hum. selaku Dirjen Kebudayaan, Prof. Dr. Amiinudin Kasdi, dosen dari Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd selaku Dekan FIS UM, dan Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP (Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional).Rodli
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
27
Laporan LaporanKhusus Khusus
Bersulang Cerita dalam Tali Komunikasi
Senyum hangat tersungging di wajah para Kru Majalah Komunikasi saat menyambut kedatangan para alumni Majalah Komunikasi.
menjadi wartawan di Jawa Pos dengan siklus kerja yang cepat. Apalagi harus ditempatkan di rubrik Hukum dan Kriminal, sehingga harus berurusan dengan kasus- kasus merupakan kisah yang menarik untuk disimak. Tidak hanya itu, masih banyak lagi kisah-kisah menarik lainya yang datang dari para alumni. Tak jarang pula gelak tawa dan celoteh menambah kehangatan dalam silaturahmi tersebut. Antusiasme datang dari para kru, terbukti dengan berbagai pertanyaan yang mereka ajukan. Mendengar berbagai kisah tersebut seolah menjadi paket lengkap yang didapat oleh para kru sebagai tambahan wawasan saat mereka lulus dari UM kelak. Tak lupa, mereka juga bernostalgia ketika masih menjadi kru Majalah Komunikasi. “Dulu pernah saat lemburan malam lampu Gedung A3 lantai 3 mati dan terkunci di dalam,” ujar Moh. Alfin Kholily, selaku desainer dan illustrator Majalah Komunikasi saat menjadi kru dulu. Silaturahmi tersebut juga dihadiri oleh Ketua II Pengurus Pusat Ikatan Alumni UM (IKA UM), Drs. Bambang Mujiono bersama dengan pengelola buletin IKA UM. Mereka memperkenalkan tentang IKA UM dan juga mereka mengajak para alumni untuk berkontribusi menulis di buletin dan website IKA UM. Selain itu, mereka juga bertukar pikiran dengan para alumni tentang eksistensi IKA UM. Selanjutnya, acara silaturahmi ditutup dengan berfoto bersama dan saling bercakap santai dengan para kru dan alumni.Shintiya
dok. Pribadi
P
elukan hangat lama tak jumpa serta pelukan perkenalan dengan para kru semakin mempererat silaturahmi pada Sabtu (17/09) di Gedung A3 lantai 3. Silaturahmi antarKru Majalah Komunikasi dengan para alumni tersebut dibuka dengan sambutan dari A.J.E Toenlioe selaku Ketua Penyunting Redaksi dan sambutan dari Nida Anisatus Sholihah, Ketua Pelaksana yang juga sebagai Redaktur Pelaksana Redaksi Komunikasi. Mengusung tema “Bersulang Cerita dalam Tali Komunikasi“, para alumni menceritakan kisah petualangan mereka usai lulus dari Universitas Negeri Malang (UM). Berbagai kisah tertuang pada pagi nan cerah tersebut. Dimulai dengan cerita dari Afidatul Husniah yang studi lanjut ke United Kingdom (UK) dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Gadis yang dulu menjadi reporter tersebut mengungkapkan, “Apa yang kalian lihat di instagram saya itu hanyalah kamuflase. Padahal 95 % itu stres dan 5% seneng,“ ungkap Afidatul sambil tertawa. Pasalnya, ia harus menyelesaikan banyak tugas, belum lagi membaca jurnal minimal empat jurnal. Dalam sehari, kurikulum yang seharusnya ditempuh dalam waktu dua tahun, hanya diselesaikan satu tahun saja. Kesedihan kekurangan air hingga harus minum segelas air dalam sehari dan sebuah berkah ketika musim hujan turun sehingga sekolah diliburkan untuk mengumpulkan air merupakan secuil kisah unik salah satu alumni saat mengikuti SM3T yang ditempatkan di pelosok Papua. Ditambah pula pengalaman mengajar Bahasa Indonesia di Thailand, cerita
Senyum ceria kru Komunikasi 2016 bersama alumni.
Foto: Maria
Laporan Khusus
Suasana ketika pelatihan MCE di Fakultas MIPA, UM.
UM Jadi Tempat Pertama Launching MCE
M
enempuh pelatihan beserta sertifikat bertaraf internasional dalam sehari itu merupakan suatu hal yang bisa membuat mahasiswa ngiler. INFOSIS-BLU yang bekerjasama dengan Microsoft menggelar suatu program yang mewadahi calon lulusan pendidik untuk menempuh ujian sertifikasi Internasional, Rabu (29/09). Program yang dinamakan Microsoft Certified Educator (MCE) ini diadakan di Laboratorium Komputer, Gedung O3 Lantai II Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang (UM). Bagaimana tidak, pasalnya mahasiswa yang lulus ujian ini akan mendapat sertifikat dengan tanda tangan lansung oleh CEO Microsoft. Dengan ini, mereka secara lugas diakui oleh salah satu lembaga Information Technology (IT) terbesar di dunia sebagai pribadi dengan kompetensi IT. MCE ini pertama kali diluncurkan di UM pada prodi IPA, Fakultas FMIPA, Universitas Negeri Malang (UM). Mendatangkan Alaik Idzam K., MOS., MCE., sebagai trainer dari INFOSIS-BLU. Program ini bertujuan untuk mempersiapkan calon lulusan pertama sebagai pendidik dengan kompetensi IT (ICT-EFT). ICT-EFT merupakan kurikulum yang disusun oleh UNESCO bersama Microsoft. Usaha ini dianggap linier untuk menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang semakin dekat. Di era MEA, kemampuan dan kompetensi guru dibuktikan melalui sertifikat. Guru memang harus mempunyai kemampuan yang cakap, namun juga harus membuktikan bahwa mereka pun mampu menguasai IT. Selain itu, sertifikat tersebut bisa digunakan sebagai surat pendamping ijazah ketika mahasiswa lulus. Syarat yang harus dipenuhi peserta untuk mengikuti MCE ini bukanlah suatu hal yang sulit. Mereka harus berstatus sebagai mahasiswa pendidikan dan
menguasai IT secara umum, seperti mengoperasikan komputer. Tak dipungkiri juga, ada peserta yang belum mahir berkomputer juga ikut, karena memang tujuan dari program ini adalah memberikan pelatihan. Sebenarnya kelas ini juga dibuka untuk guru dan praktisi pendidikan. Namun, karena hari ini merupakan kelas perdana, maka peserta yang hadir hanya difokuskan pada mahasiswa prodi IPA. Tahap-tahap yang dilalui juga bukanlah hal yang sulit. Cukup dengan datang ke Gedung O1 Lantai I Ruang LS dan melakukan registrasi. Tahap selanjutnya adalah peserta mengikuti pelatihan pada tanggal yang telah dijadwalkan. Ujian dilaksanakan seusai pelatihan dengan waktu 100 menit untuk menjawab 41 soal. Peserta dikatakan lulus, jika hasil ujiannya menunjukkan nilai 70 dari angka maksimal100. Peserta yang lulus akan mendapatkan dua sertifikat. Sertifikat pertama yaitu sertifikat training dari INFOSIS dan sertifikat dari Microsoft. Sedangkan bagi peserta yang tidak lulus hanya akan mendapat satu sertifikat dari INFOSIS saja. Karena menyadari tingkat kemampuan yang berbeda pada masing-masing peserta, maka INFOSIS memungkinkan peserta untuk menunda ujian dan memberikan tenggang waktu untuk berlatih. Karena masih dalam tahap memperkenalkan diri, MCE ini dibuka berdasarkan jumlah kuota. Jadi, jika ada permintaan peserta dengan jumlah 15-25 orang, maka kelas siap dibuka. Program ini juga merambah ke fakultas lain. Untuk kedepannya, jika permintaan semakin meningkat maka akan dibuka kelas secara periodik pada setiap minggu dengan trainer yang berbeda di masing-masing fakultas.Maria
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
29
Laporan Khusus
Beragam Wadah Kegiatan Mahasiswa Tak ada mimpi yang tak berbayar dengan semua usaha dan tanggung jawab, haI kamu darah muda!
T
untuk menstimulus research. Ceria Institute memiliki anggota dari beragam fakultas dan universitas. Bukan hanya dari mahasiswa Psikologi saja. Sistem keorganisasian juga jelas dalam mengurus rumah tangga Ceria Institute ada tim inti di dalamnya. Ada riset development, kewirausahaan, hubungan interpersonal, dan juga sosial pemberdayaan masyarakat. Mereka juga tidak kalah dalam mengagendakan acara. Peresmian Ceria Institute berhasil menggandeng tokoh-tokoh muda Indonesia yang menginspirasi untuk berbagi. Sudah mampu mengimbangi acara komunitas di luar kampus. Ceria Institute bisa seperti itu juga karena jejaring yang dimiliki. Bukan hanya lingkup UM saja, namun penjuru nasional di bidang kepemudaan. Buktinya, Ceria Institute mampu merintis dan mengembangkan galeri seni di wilayah Lombok karena kepedulian mengenai budaya pernikahan dini di daerah tersebut. Hingga para tonggak dari Ceria Institute tergelitik untuk mengembangkan potensi kerajinan songket dan kualitas pendidikan di wilayah tersebut. Salah satu bukti nyata sebagai kontribusi untuk tanah khatulistiwa. Komunitas yang peduli dengan kualitas para anggota dan kegelisahan masyarakat luas. Selain hal tersebut, ada pula Rumah Inspiratif. Namanya saja rumah. Tempat ternyaman untuk kembali. Kembali berbagi dan menginspirasi. Komunitas mahasiswa yang dipelopori oleh Syamsu Dhuha dan beberapa Mahasiwa Berprestasi (Mawapres)
UM untuk menciptakan wadah terbaik bagi teman-teman yang senantiasa berkarya dan tentunya berprestasi. Melalui public speaking yang dilakukan oleh pioner-pioner UM mulai dari Mawapres, mahasiswa alumni studi exchange, teman-teman pengembang literasi, dan seni serta pengusaha-pengusaha muda Universitas Negeri Malang. Semua berada di satu rumah untuk menginspirasi teman-teman mahasiswa lainnya dan saling bersinergi. Komunitas yang masih seumur jagung karena baru lahir tanggal 12 Februari 2016 ini sudah memiliki banyak hal yang bisa ditorehkan dari para anggotanya. Talk show inspiratif yang telah berlangsung selama tujuh kali dengan pemateri-pemateri tingkat nasional seperti Isnawati Hidayah dan Ikrom Mustofa yang berhasil menjadi awardee LPDP Netherlands untuk berbagi pada seluruh audiens. Rumah Inspiratif memiliki misi sebagai penguak mahasiswa berprestasi Universitas Negeri Malang. Rumah Inspiratif memiliki ruang untuk sahabat inspiratif yang ingin berproses sebagai partner dalam setiap kegiatan Rumah Inspiratif. Di balik itu semua, tetap kembali pada diri sendiri untuk bisa bergerak mengukir prestasi dan bermanfaat bagi banyak orang dengan cara masing-masing. Merekalah wadah-wadah untuk bergulir menjadi baik dan lebih baik lagi. Saling berbagi keceriaan dan menginspirasi.Arni
dok. Panitia
elah banyak yang menggaungkan dan menaruh harap bahwa agen of change negeri ini adalah pemuda. Itu artinya berada di pundak mahasiswa. Ada beragam komunitas yang mewadahi segala potensi untuk mengembangkan beragam ide dan inovasi. Juga sebagai wadah jumping stone menuju gelanggang kemenangan. Di Universitas Negeri Malang salah satunya, menyajikan aneka pernik pengembangan diri. Salah satunya ada Ceria Institute dan Rumah Inspiratif. Komunitas mahasiswa yang berdiri sendiri atas inisiasi dan kepedulian mahasiswa dalam banyak bidang akademik dan non-akademik. Ceria Institute yang telah dirintis sejak 2015 dengan ragam kegiatan di bidang research dan literasi. Berawal dari kepedulian mahasiswa Fakultas Psikologi UM, Kukuh Setyo Pambudi fresh graduate Fakultas Psikologi juga alumni beasiswa Djarum yang melihat masih rendahnya kualitas mahasiswa dalam bidang penelitian. Mereka juga tidak sungkan untuk membuat forum-forum diskusi mengena kebahasaan dan beasiswa internasional dengan native speaker yang memang ahli di bidangnya. Wujud dari output para anggota yakni meningkatkan kepekaan dan respon untuk antusias dan sungguh-sungguh dengan adanya call for paper sebagai langkah awal
30 | Komunikasi Edisi 306
Punggawa Ceria Institute dan Rumah Inspiratif.
Oleh Sony Yahya
Seluruh dengan bebas dalam bentuk soft file Seluruhcivitas civitasakademika akademikaUM UMdapat dapatmengirimkan mengirimkankarya karyakomik berupa komiktema dengan tema bebas dalam bentuk yang dikirim ke Kantor MajalahMajalah Komunikasi GedungGedung A3 Lantai UM atau viaatau email: soft file yanglangsung dikirim langsung keRedaksi Kantor Redaksi Komunikasi A3IIILantai III UM via email: komunikasi@um.ac.id 2016disertai disertai identitas lokasi foto dan identitas diri komunikasi@um.ac.idselambat-lambatnya selambat-lambatnya tanggal 25 November 2016 diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP).dan nomor HP) (nama, fakultas, jurusan, Tahun 38 September-Oktober 2016 |
35
Wisata
Raja Ampat: Surga Kecil di Tanah Papua
Panorama Raja Ampat.
32 | Komunikasi Edisi 306
dok. Pribadi
Oleh Wida S. Purnama
Wisata adalah dermaga di atas laut yang memanjang. Kemudian kita diarahkan menuju salah satu bukit yang dinamakan Bukit Bintang. Mental dan alas kaki yang kuat adalah persiapan yang wajib untuk menjelajahi tempat ini. Kita manaiki bukit kecil dengan medan bebatuan karang yang tajam dan licin. Dibutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mendaki bukit tersebut. Namun ketika sampai di atas bukit, semua perasaan gemetar dan rasa lelah dibayar tuntas oleh pemandangan teluk yang menawan. Teluk berbentuk bintang berwarna biru dan bekilauan dapat dinikmati dari atas bukit. Kami langsung memanfaatkan momen untuk mengambil gambar sepuasnya. Usai mendaki Bukit Bintang kami langsung menuju tempat yang kami idamkan sejak awal. Piaynemo. Ratusan tangga adalah kenyataan pahit yang harus kami alami demi memperoleh lanskap Piaynemo seperti di televisitelevisi. Jika dapat berjalan cepat, jalanan anak tangga ini dapat ditempuh dalam waktu 15 menit. Napas kami tentu sudah senin-kamis tak terkondisikan. Namun, wow! Sampai di puncak kami benarbenar terpana. Kami pun saling cubit satu sama lain dan bertanya, apakah kami masih ada di bumi? Pemandangan yang luar biasa menawan terpampang di hadapan kami. Keindahan Raja Ampat belum afdol kalau belum menyelam dan menikmati panorama bawah lautnya. Arborek adalah salah satu pulau kecil dengan pantai yang selalu digunakan untuk snorkelling dan diving. Lepas dari Piaynemo kami menuju Arborek untuk menjelajah wisata bawah laut di Raja Ampat. Perlengkapan snorkelling pun disiapkan. Kami langsung mengarungi tepi pantai dan asik sendirisendiri dengan hal-hal yang kami lihat di bawah. Ada ikan-ikan yang sembunyi di antara bebatuan karang. Ada pula koral-koral anekawarna yang indah. Tumbuhan-tumbuhan laut yang belum pernah kami saksikan pun kami dapati di sana. Semuanya masih alami dan begitu dijaga oleh penduduk setempat. Sudah sedemikian terkesima kami dengan panorama bawah laut Arborek,
Raja Ampat masih saja punya destinasi surgawi lain. Ya, selepas dari pantai Arborek kami berlayar menuju Pantai Pasir Timbul. Sesuai namanya, pantai ini memang benar-benar unik. Pantai ini akan hilang ketika air laut pasang. Kemudian akan muncul saat laut mulai surut. Jadi ketika malam pantai ini lenyap tertutup air laut. Meski namanya demikian, namun pemadangan pantai ini paling juara. Pasir putih berkilauan tepat di tengahtengah laut menghampar seperti permadani. Di sekeliling pantai, laut berwarna biru kehijauan membuat kami tak berhenti ternganga. Kami langsung berlarian menceburkan diri ke area pantai. Ombak di pantai ini sangat tenang sehingga kami tak perlu takut untuk hanyut ketika berkecimpung dengan air laut. Hingga senja tiba kami masih bermain-main di pantai ini. Sebentar lagi air laut pasang, sedikit demi sedikit pantai mulai sempit. Kami pun bergegas pulang menuju Waisa kembali. Selama perjalanan kami merasa sangat beruntung. Ssore itu Raja Ampat kembali menyuguhkan kehebatannya. Lumba-lumba yang asik timbul tenggelam di laut menjadi hiburan yang luar biasa menyenangkan. Sampai di Waisai kami menikmati senja sambil berjalan-jalan di dermaga. Waisai ini merupakan pusat kotanya Raja Ampat. Banyak turis yang menginap di sana karena dekat pelabuhan dan banyak rumah makan. Bagi yang mau berkunjung, jangan kaget jika harga makanan di sana bisa dua atau tiga kali lipat lebih mahal dari makanan di Pulau Jawa. Demikianlah kenyataan hidup di Papua, segalanya serba berkali lipat. Berwisata ke Raja Ampat membuat kami sangat bersyukur bisa bertugas di Papua Barat. Pulau yang sungguh menawan. Layak jika tempat ini disebut para turis sebagai “A Piece of Paradise”. Surga kecil jatuh ke bumi. Indonesia harus bangga punya Papua. We love Papua, Indonesia. Penulis adalah Alumni Redaksi Majalah Komunikasi Universitas Negeri Malang dok. Pribadi
S
inar mentari mulai membelah riak ombak lautan. Mesin speed pun dinyalakan. Pagi ini kami bergegas memulai penjelajahan bahari di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. “Surganya Papua” demikianlah orang-orang menjuluki tempat itu. Tak lama kami bersiap-siap, speed pun mulai berjalan di atas ombak yang tenang. Lautan dan langit yang biru memanjakan mata kami selama perjalanan. Ikan-ikan kecil sesekali melompat-lompat seolah mengucapkan “Selamat Datang”. Wisata Raja Ampat harus dinikmati dengan berlayar. Sebab, antara satu destinasi ke destinasi lainnya terpisahpisah oleh selat-selat kecil. Harga sewa speed adalah Rp. 5.000.000,-/hari. Lengkap dengan BBM, pemandu, dan pengemudi. Satu buah speed mampu menampung 7 hingga 10 orang. Jadi hukum pertama berwisata di Raja Ampat ialah makin banyak teman maka semakin murah. Dua jam berlayar dari Distrik Waisai, kami pun tiba di tujuan pertama yakni resort dengan nuansa perkampungan pesisir khas Papua Barat. Sawinggray namanya. Tempat ini merupakan salah satu penangkaran ikan dan karang laut. Dermaga yang eksotis dengan ikan-ikan kecil berwarna-warni dapat dinikmati hingga puas di sini. Kita diperbolehkan juga memberi makan ikan-ikan tersebut. Puas berfoto-foto dengan nuansa etnis di Sawinggray kami pun melanjutkan pengembaran. Ini dia tempat yang bernuansa khas Raja Ampat. Gugusan pulau-pulau berbukit dengan laut biru menawan adalah pemandangan Raja Ampat yang dikenal dunia. Ada dua tempat di Raja Ampat yang menyuguhkan panaroma itu. Wayag dan Piaynemo. Karena Wayag terlalu jauh dari tempat kami menginap di Waisai, kami pun akhirnya memilih destinasi Piaynemo. Memasuki kawasan wisata ini setiap speed dikenakan retribusi Rp. 300.000,Suguhan pertama dari Piaynemo
Di tempat memesona bersama orang-orang istimewa dalam suasana gembira.
Tahun 38 September-Oktober 2016 |
33
Pernik
Mengintip Patung Wisuda Fiber Berfluoresens
Foto: Mockup
Bahan dasar dan cat fluoresens menjadi perbedaan mencolok Patung Wisuda Fiber yang Berfluoresens (Wifisens) ini dibanding souvenir boneka wisuda pada umumnya.
P
atung berkostum wisuda, memakai toga, dan membawa ijazah ini sudah merambah lebih dari lima belas kota di Indonesia. Produk yang dipasarkan kepada para wisudawan ini umumnya mempunyai struktur tinggi 15 cm, lebar 7 cm, diameter bawah 5,5 cm, dan dilengkapi kartu ucapan, stiker podium, serta packaging. Hasil karya Fara Nisa, mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) bersama tiga timnya dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) ini mulai ditekuni sejak tahun 2015. Proses produksi patung dikerjakan secara bekerjasama dengan pengrajin souvenir di daerah Kota Malang. Patung didesain oleh tim PKMK UM, selanjutnya dicetak oleh pengrajin. Setelah itu, dilakukan pengecatan dengan cat fluoresens dan pengemasan produk oleh tim mahasiswa. Penjualan dan promosi produk dilakukan secara langsung dengan mendirikan stand di setiap acara wisuda perguruan tinggi, serta melalui media sosial (instagram, BBM, Whatsapp, line, facebook dan lain-lain). Dengan kisaran harga Rp25.000-Rp50.000, seseorang sudah bisa memiliki patung wifisens dengan varian yang sangat beragam, baik yang berpodium maupun yang tidak. Patung wisuda wifisens berpodium dengan tinggi 24 cm yang dilengkapi stiker dapat dicustom sesuai dengan
34 | Komunikasi Edisi 306
permintaan pemesan. Patung Wifisens berpodium ini berisi foto, nama, gelar, dan tanggal acara. Ada yang mengeluarkan cahaya dalam gelap dan ada yang tidak berpendar cahaya. Model lelaki dan perempuan tidak berhijab dan berhijab pun bisa dipilih sesuai selera pemesan. Jadi tak perlu bingung saat akan memberikan kado spesial untuk orang yang spesial di hati. Pemesanan patung wifisens dapat melalui akun instagram @souvenir_wisuda. Tim penjual telah banyak menerima order barang dari berbagai daerah di Indonesia. “Sudah banyak yang pesan produk kami, tapi sebaiknya ordernya jauh-jauh hari karena kami harus menuliskan nama wisudawan di souvenir ini,� ungkap salah satu anggota PKMK, Aji Setiawan, mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) UM. Selain distribusi online, tim PKM UM juga membuka kesempatan re-seller secara luas, dropship mudah, gratis, pengiriman ke seluruh Indonesia, dan mendapat diskon 10% per unit untuk para resellernya. “Kata Wifisens terinspirasi dari sinar wifi. Sinar wifi mampu mengeluarkan cahaya, patung wifisens mampu memancarkan cahaya jika ditaruh di tempat yang gelap,� ungkap Aji Setiawan. Kami juga sangat berharap bisa bekerjasama dengan institusi atau lembaga pendidikan saat wisuda, agar dapat memproduksi dengan jumlah yang jauh lebih banyak, lanjutnya.Nida
Rancak Budaya
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Pena itu Tinta Oleh Septa Widya Etika Kiranya pena dan tinta mengerti Untuk apa ia tercipta Dari siapa ia diidekan Kiranya pena dan tinta sadar Karya-karya selalu hadir Proses-proses selalu mengiringi Kiranya pena dan tinta tahu Coretan demi coretan di atas kertas selalu tersaji Sketsa demi sketsa tergambar Dari tangan-tangan penulis Dari tangan-tangan pelukis Dari tangan anak-anak yang mulai belajar Dari tangan bapak-bapak pengrajin Darimu yang selalu mencoba berpuisi untukku Darimu yang selalu mencoba melukis wajahnya Kiranya pena dan tinta paham Ia ada karena diadakan dan mengada Untukku, untukmu, untuk mereka Mojosari, 27 September 2015 Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia
Kontradiksi Oleh Astri Ayu Larasati
Diam, bisu, terpaku, kelu Tatap hampa beradu nanar Berjuta kata membeku Tanpa daya ‘tuk terucap Di mana cita yang dulu telah tumbuh? Di mana rasa yang dulu telah bersemi? Musnakah mereka diterjang badai? Sirnakah mereka ditelan masa? Hingga detik ini ku tetap di sini Tatap bayangmu di tengah gelap Berbalut hampa tanpa rasa Berselimut pilu berkawan sepi Meski tiada arah kumelangkah Meski tiada pasti kujalani Kusisipkan asa berselimut doa Kutorehkan niat berpadu ikhlas Kubiarkan rasa itu meluap Berserah pada-Nya dalam sebuah perjalanan Kubiarkan asa itu melayang Berserah pada-Nya dalam sebuah penantian Penulis adalah mahasiswa jurusan Psikologi Tahun 38 September-Oktober 2016 |
35
Rancak Budaya
Ahli Nujum
yang Menjalin Cinta dengan Budaknya ilustrasi oleh Aji Setiawan
Oleh Royyan Julian
P
ergilah, Kasihku. Pergilah ke tanah selatan yang jauh. Mumpung hari belum gelap, segeralah ke pelabuhan. Di sana akan kaujumpai galiung orang-orang Portugis atau jung para saudagar Swarnadwipa, Arab, Persia, Gujarat, dan Tiongkok. Berlayarlah bersama kapal rempah-rempah atau apa pun yang menjauhi negeri ini. Hiduplah sebagaimana manusia pada umumnya. Beranak-pinaklah dan catatlah namamu dalam darah dan silsilah keturunanmu. Tak perlu kuatirkan aku. Esok hari, ketika matahari terbit sepenggalah, segalanya akan usai. Takkan ada lagi orang yang membicarakan kita. Semuanya akan terlupakan. Yang mereka butuhkan hanyalah waktu. *** Jangan salahkan kisah cinta kita. Inilah takdir yang mesti kita jalani. Bila Tangan Syah Alam berkehendak, segalanya bakal terjadi. Manusia fana takkan mampu
36 | Komunikasi Edisi 306
menolaknya. Kau tuanku, sedangkan aku budakmu. Bila dilihat dengan zahir, hubungan kita begitu musykil. Tetapi siapa pula yang bisa menepis suratan Yang Mahakuasa? Bukan salah kita bila semua ini terjadi. Tetapi segalanya berawal dari pertemuanku dengan Pangeran Marjan, putra mahkota yang gemar bersolek itu. Saban sore kauminta aku memberi makan ikan-ikan koi di kolam taman. Taman itu dibangun di tepi tebing, bersebelahan dengan istana di atas bukit. Setiap senja mekar, orang-orang istana menghabiskan waktu di sana. Tak hanya manusia, tetapi satwa: rusa-rusa, burung-burung, dan kerakera. “Ikan-ikan koi itu adalah hadiah kaisar Nippon kepada sultan. Hewan-hewan cantik itu akan membawa keberuntungan bagi kerajaan. Aku dimandatkan untuk merawatnya. Segala yang berkaitan dengan untung-sial adalah tanggung
jawabku sebagai ahli nujum istana. Jadi, kuminta engkau untuk memberi mereka makan, Rahman.” Beberapa meter dari kolam itu berdiri sebuah gazebo bercat putih. Di sanalah Pangeran Marjan menghabiskan senja dengan membaca atau menulis. Ketika sibuk dengan ikan-ikan itu, aku merasa bahwa pangeran menatapku. Mungkin perasaanku saja. Sampai beberapa hari kemudian, ia memanggilku. “Kemarilah budak, kemarilah.” Ia lambaikan tangannya yang lentik. Kuduga ia melihat kalung perhambaan yang melingkar di leherku. Aku belum yakin ia tengah memanggilku, tetapi ia mengangguk ketika kutujukan telunjuk pada dadaku. “Setiap sore kulihat kamu memberi makan ikan-ikan. Siapa namamu?” Lalu kusebut namaku: Salem Abdul Rahman. Orang-orang memanggilku Rahman. “Kau hamba siapa?” dan kusebut nama tuanku: Dewi Anggrek Jingga.
Rancak Budaya “Oh… tukang nujum itu. Aku tak mengerti mengapa ayah masih percaya astrologi. Semestinya di kerajaan maritim yang jaya ini tak ada lagi seorang dukun.” Aku tak mengerti apa yang dibicarakannya. Kutaksir, ia adalah seorang rasionalis. Mungkin buku-buku yang dibacanya telah memengaruhi isi kepalanya. Dan begitulah ihwal perjumpaan kami. Setiap sore, ia selalu mengundangku ke gazebo, minum teh atau anggur, membacakan kutipan-kutipan dari buku. Membicarakan apa-apa yang tak kupahami. Aku hanya menjadi pendengar setia. Suatu kali Pangeran Marjan berkata, “Kau tahu, Rahman, menurutku, Syahriar adalah khalifah yang tolol. Ia gampang terbuai oleh segala ocehan Syahrazad. Bisa saja pada akhirnya Syahrazad mengkhianati Syhariar sebagaimana istri pertamanya dulu berbuat serong dengan budak kulit hitam. Coba kaupikir, apa menariknya bergaul dengan seorang budak?” Pertanyaan itu menyentakku. Coba kaupikir, apa menariknya bergaul dengan seorang budak? Seharusnya langsung kubilang kepadanya, Pangeran, aku seorang budak, lalu mengapa kau bergaul denganku? Teka-teki itu sulit kutebak hingga jawabanya mulai tersingkap perlahanlahan. Sebenarnya aku tak boleh berprasangka apa pun, tetapi gerak-gerik sang pangeran menununjukkan bahwa ia tertarik secara seksual kepadaku. Kalau bukan karena itu, mengapa ia harus mengingkari ucapannya sendiri bahwa bergaul dengan seorang budak sama sekali tak menarik? Pada suatu senja yang lembut, seperti biasa, pengeran memanggilku. Lalu membawaku duduk di bawah pohon dewandaru yang ridang. Ia berdiri di hadapanku sambil menggenggam sehelai kertas. “Aku akan membacakan sebuah syair yang amat singkat.” Dari dinding tebing yang terjal, laguku melantun bersama nyanyian camar. Angin berembus dari nafas nafsuku. Mengapa gelombang menjadi pasang ketika kaudatang, saat senyummu melenyapkan bangkai waktuku? “Selesai.”Ia tersenyum lebar. Aku ternganga. “Syair ini kutulis khusus untukmu.” Kupikir segala amsal puisi itu mengarah pada gairah cinta. Tapi aku gagal memahaminya. Kusimpan saja teks syair itu ketika Pangeran Marjan menyerahkannya kepadaku, lalu kutunjukkan padamu. Kau hanya berkata, “Apa kau melihat api di kedua matanya? Apa kau melihat rona merah muda di wajahnya?” Aku tak pernah memerhatikan itu. Tetapi Pangeran Marjan tidak berhenti sampai di situ. Ia terus menulis syair-syair untukku. Ketika kutanya apa maknanya, ia hanya menjawab, “Kau pikir-pikir sendiri”
sembari tersipu-sipu. “Kita belum bisa menyimpulkan apa pun.” Kau berkata seperti itu ketika kutunjukkan syair-syair Pangeran Marjan kepadamu. “Lagi pula, sudah menjadi rahasia umum bahwa pangeran telah memiliki kekasih mantan budak yang sekarang tinggal di harem,” tambahku yang sebenarnya lebih terdengar seperti menghibur diri. Tapi aku masih merasa janggal ketika Pangeran Marjan pernah berkata, “Kau tahu tidak kalau bibirmu sangat bagus? Apa aku boleh menyentuhnya?” Tanpa persetujuanku, ia langsung menyentuh bibirku sambil mendesis, “Matang, enak, dan brutal.” Lalu ia tertawa, meninggalkanku dalam keadaan penuh tanda tanya. Selama ia tak berbuat sesuatu yang mencederaiku atau apa, aku masih bisa mengabaikan segala sikapnya yang aneh. “Rahman, apa kau pernah makan hati angsa?” “Tidak pernah.” “Tentu saja. Kau hanya seorang budak. Hati angsa adalah makanan para raja. Apa kau mau mencicipinya?” “Tidak terlalu.” “Jangan munafik, Rahman. Besok aku akan mengajakmu ke Danau Kabut. Pada musim yang mulai dingin ini, kawanan angsa akan bermain di situ. Kita akan berburu angsa.” “Aku harus meminta izin kepada Anggrek Jingga.” “Jangan konyol. Aku lebih berkuasa atasmu ketimbang tukang nujum itu.” Dan kau memang menginzinkanku. Esok harinya, ketika matahari mulai condong ke arah barat, kami berkuda menuju Danau Kabut. Setelah menyantap dua hati angsa yang begitu nikmat, pangeran berucap, “Malam ini bayangan purnama akan jatuh di permukaan danau. Tentu kita tidak akan melewatinya. Jadi, kita akan bermalam di sini. Aku sudah membawa tenda, sitar, dan beberapa botol anggur. Kita akan menghabiskan waktu di sini.” Aku mulai kuatir, tetapi anggur yang lezat dan panorama di tepi danau telah membuatku mabuk kepayang. Ketika sinar mentari menampar wajahku, aku terkesiap dan bangun dalam keadaan telanjang. Selangkanganku basah. Menyadari keadaanku yang bugil, kutarik selimut. Pangeran Marjan duduk di sebelahku, menyesap sisa anggur semalam. “Tadi malam kau teler parah. Kau bilang gerah, lalu kau tanggalkan seluruh pakaianmu. Padahal malam sangat dingin. Kau tahu, suhu rendah kerap membuat orang mimpi basah.” Wajahku memerah. Kuceritakan segala apa yang terjadi kepadamu. “Itu sudah menunjukkan semuanya.” Hanya itu yang kauucapkan.
*** Penyakit tua telah merenggut nyawa perempuan renta itu. Lalu kau datang menggantikannya. Perlu beberapa pekan hingga tim kerajaan menemukanmu sebagai ahli nujum yang baru, saat usiamu telah matang, dua puluh lima tahun, sedangkan aku dua tahun di bawahmu. Pada mulanya aku adalah budak seorang kadi. Setelah kau hadir di istana, sultan membeliku dari kadi tersebut dan menghadiahkanku padamu. Jadilah aku budakmu. Ketika cinta kita bersemi, kau berkata-kata, “Mungkin orang-orang menganggap hubungan kita adalah tuanbudak, tetapi cukuplah kita yang tahu bahwa sebenarnya kita adalah sepasang satwa yang tengah dilanda asmara.” Kata-katamu membuat martabatku sebagai manusia berharga. Aku tak perlu penghormatan orang lain. Darimu saja sudah lebih dari cukup. Persisnya, aku tak pernah tahu asal mula kita menjadi sepasang kekasih. Tetapi aku yakin, masa-masa berat yang telah kaulewati bersamaku telah membuat kuncup-kuncup cinta berbunga di dalam hati kita. Aku bisa merasakan beban yang kaupikul sebagai seorang ahli nujum. Hidup-mati negeri ini bergantung padamu. Sejak kau di sini, nujum dan takwilmu memang tak pernah luput. Kau tak kalah hebat dari perempuan tua yang telah kaugantikan. Tafsirmu atas tanda-tanda telah menyelamatkan negeri ini dari bencana paceklik, wabah mematikan, serangan puak barbar, tipu daya kaum lanun, dan sebagainya. Berkatmu, kerajaan selalu siap siaga bila akan terjadi petaka. Jasamu sudah tak terhitung banyaknya, Jingga. Memang harus ada harga yang mesti dibayar atas semua itu. Akulah saksi dari betapa beratnya ketika kau menerima nubuwat-nubuwat yang kausebut sebagai pertanda. Bila isyarat-isyarat itu turun, kau kerap menggigil seperti demam, mengucurkan keringat dingin, dan wajahmu menjadi sepucat mayat. “Peluklah aku, Rahman, peluklah aku.” Lalu kupeluk tubuhmu yang kaku. “Jangan pernah kaulepaskan.” Takkan pernah kulepaskan, Kasihku. Setelah itu, badanmu menjadi begitu lemah. Kau butuh minum bergelas-gelas air. Kau akan segera melaporkan apa yang kauterima kepada wazir atau sultan. Pertanda-pertanda itu datang bukannya tanpa risiko. Terkadang “aku merasa bahwa nyawaku sedang ditarik-ulur oleh Izrail.” Itu “membuatku sesak napas.” Kesadaranmu “seperti diambang batas antara hidup dan alam kematian.” Bayang-bayang itu tidak pernah lenyap ketika kau telah pulih sepenuhnya. Untuk itu “jangan pernah jauh dariku, Rahman. Kaulah satu-satunya orang yang memahamiku. Aku tak sanggup Tahun 38 September-Oktober 2016 |
37
Rancak Budaya menanggung beban ini sendirian.” Tetapi hal paling hakiki yang telah kaukorbankan sebagai seorang ahli nujum adalah cinta. Cinta, bagimu hanya sebatas perasaan. Tak lebih dari itu. Bila kau ingin lebih, nasibmu sebagai ahli nujum akan tamat. Seorang ahli nujum perempuan tak diperkenankan menikah, sebab bila ia tak lagi perawan sunti, dipercaya bahwa kekuatannya akan lenyap. Seorang perempuan yang telah berkomitmen menjadi ahli nujum istana dan ketahuan telah tidak perawan, hukumannya akan berat, sebab reputasi dan nasib kerajaan bergantung pada kemampuan magisnya. “Terimalah, Rahman, bahwa kita takkan pernah bersatu. Mahligai perkawinan hanya akan menjadi angan-angan kita. Jangan pernah mengharapkan apa-apa dariku kecuali perasaan cinta itu sendiri.” Kata-kata itu begitu pahit terdengar. Kenyataan bahwa aku adalah seorang budak cukup menghiburku. Bagaimanapun juga, kendatipun engkau bukan seorang ahli nujum, menikah denganmu adalah sebuah kemustahilan. Aku mencintaimu, kau mencintaiku, dan kita bisa selalu bersama adalah anugerah yang tak ternilai. Tak perlulah aku berharap lebih dari itu. Seorang hamba memang tidak boleh punya cita-cita. Aku adalah seorang budak dan takdirku adalah dimiliki, bukan memiliki. *** Sekitar tengah malam, terdengar ketukan pintu. Kami tinggal di sebuah menara di sebelah barat taman tepi tebing. Menara itu terlihat seperti sebuah mercusuar. Balkon puncak menara adalah tempat kau biasa menatap konstelasi bintang-bintang dan membaca pertanda musim. Ketukan itu telah beberapa kali. Kau segera mengenakan busanamu yang hitam. Rambutmu yang panjang dan kelam jatuh menutupi punggungmu. Aku bergegas membukakan pintu. Di ambangnya telah berdiri wazir dan dua prajurit. “Kalian berdua ditunggu sultan dan hakim Zaidc di balairung,” ucap wazir. Ada nada kuatir di setiap kata-katanya. Tentu aku juga kuatir. Aku tak tahu kenapa kami harus menghadap kepada sultan dan hakim Zaidc pada malam nyaris dini hari. Di balairung sudah hadir sultan, hakim Zaidc, Pangeran Marjan, dan beberapa prajurit. Pasti ada yang tidak beres. Kami berdiri di tengah aula. “Kalian tahu mengapa kalian dipanggil ke sini?” Kami sama sekali tak tahu. “Kalian tidak perlu berpura-pura. Aku telah memergoki kalian bersenggama di taman beberapa jam setelah isya.” Tiba-tiba Pangeran Marjan angkat suara. Ya, tentu aku ingat. Beberapa jam setelah isya, kami duduk di bangku taman yang sunyi. Purnama perak menggantung di
38 | Komunikasi Edisi 306
ufuk selatan, menggenapi sapuan cahaya bintang junubi. Pada momen kesekian, kami berciuman. Pada saat itulah kami mendengar kerisik dari semak-semak di belakang kami. Sontak aku bangkit dari tempat duduk dan memeriksa sumber suara, tetapi yang kudengar hanyalah tapak kaki yang menjauh. Di kegelapan, kulihat bulu merak melambai tertiup angin pada sepucuk topi sesosok manusia yang bergegas. Dan baru kusadari bahwa satu-satunya orang yang memiliki topi itu hanyalah Pangeran Marjan yang modis. Apa yang dikatakan pangeran adalah dusta. Kami tak pernah bersenggama. Seorang ahli nujum yang telah berkomitmen tak akan bersenggama. Kau, Jingga, adalah orang yang setia kepada kerajaan. Aku tahu itu. Aku dan kau pun sudah bisa menebak bahwa tuduhan Pangeran Marjan digerakkan oleh rasa cemburu. Rasa cemburu bahwa kau dan aku adalah sepasang kekasih. Dia telah melihat kau dan aku berpagut mesra di bawah sihir bulan yang menggetarkan. “Aku tak pernah melakukan perbuatan terlarang—” “Aku telah mendatangkan enam saksi,” potong pangeran sembari menunjuk ke jejeran prajurit. Sudah bisa dipastikan bahwa prajuritprajurit itu telah dibayar! Singkatnya, aku dan kau tak bisa melakukan pembelaan apa pun hingga hakim Zaidc memutuskan eksekusi atasmu. “Biar aku saja yang menanggungnya.” Kuajukan diriku. “Jangan sok jadi pahlawan, Rahman. Keputusan hakim tak bisa digugat,” tukas pangeran. “Hukum dijatuhkan atas tukang nujum itu biar menjadi contoh bagi semuanya. Ini telah tertulis dalam undangundang kerajaan.” Setelah itu aku tak punya kekuatan apa pun. Melihatmu digiring oleh prajurit-prajurit membuat airmataku nyaris jatuh. Kau tak bisa membendung air kesedihan itu. Lalu tangis kita tumpah. Dari jendela yang terbuka, angin berhembus, membawa siut yang menyakitkan. Sepanjang malam, aku tak dapat memejamkan mata. Aku tak bisa membiarkanmu mati sia-sia atas apa yang tak pernah kita lakukan. Kau masih menjaga kesucianmu. Sebagai kekasih, aku telah melindungimu. *** Tak ada kesempatan untuk mengulur waktu, sebab esok adalah hari ketika kau akan dieksekusi, dirajam. Itulah hukuman yang tertulis di dalam undang-undang kerajaan. Dalam pikiran yang dituntut cepat, telah kutemukan solusi untuk menyelamatkanmu. Hari telah dini. Dengan menyaru sebagai seorang prajurit, aku memasuki rumah
tahanan. Kubawa beberapa botol minuman yang telah kucampuri dengan obat tidur yang kudapat dari laboratorium tabib istana. Tanpa berpikir panjang, para penjaga selmu lahap menuntaskan beberapa teguk minuman berempah itu. Kini semua penjaga tak sadarkan diri. Kurebut kunci sel tahananmu. Ini cara yang klise. Aku mendapatkan siasat ini dari buku-buku picisan yang kubaca di perpustakaan istana. “Izinkanlah hamba memenuhi tugas sebagaimana seorang budak. Kuabdikan diriku untuk menyelamatkanmu.” Jingga bergeming. Ia hanya menatapku. Matanya berair. “Jingga, kita tak punya banyak waktu. Segera tanggalkan jubah eksekusi itu biar lekas kaukenakan baju prajurit ini. Dan pergilah secepatnya. ” Ia masih tak berkutik. “Aku berjanji padamu kita akan berjumpa di pelabuhan pulau seberang.” Aku berbohong. “Kau harus segera pergi sebelum ayam berkokok.” “Bagaimana kau akan lolos dari ini semua?” “Aku punya cara.” “Katakan padaku.” “Ceritanya panjang. Ayolah, kau harus segera pergi.” “Kau berjanji kita akan bertemu?” “Ya.” Jawaban singkat itu terdengar begitu gentar. Kau kecup keningku sebelum pergi. Sebelum aku pergi untuk selamanya. Setelah ini kita takkan pernah bertemu. Cahaya matahari menembus kisi-kisi. Strategi ini akan berhasil. Semuanya telah rapi. Sel tahanan terkunci kembali. Para penjaga tak tahu bahwa mereka telah dikelabui. Aku meringkuk di pojok dengan jubah putih. Takkan ada yang mengenaliku. Jubah itu melingkupi sekujur tubuhku, menutupi kepalaku. Yang terlihat hanyalah kedua mataku. Segalanya akan tiba pada waktunya. Di sepetak lahan eksekusi, sebuah lubang telah menganga. Lubang kematianku. Aku digiring menuju ceruk mautku. Kurasakan lembap lubang itu menghimpitku. Aku tak bisa bergerak sama sekali. Separuh badanku terkubur di dalam tanah. Mataku telah ditutup dengan sehelai kain. Kurasakan terik matahari duha menyambar wajahku. Setelah itu yang kudengar adalah pekik nama Tuhan. Lalu batu-batu itu menghantamku bertubi-tubi. Sisanya adalah pekat. Maka pergilah, Kasihku. Pergilah ke tanah selatan yang jauh. Pergilah mumpung hari belum gelap…. Yogyakarta, 3 November 2014 Penulis adalah alumnus Sastra Indonesia UM. Buku mutakhirnya, Tandak (2015) memenangkan Sayembara Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur.
Berlari menuruti alur diri. Menapaki Ibu Pertiwi. Mempertahankan kejayaan yang hakiki.
Setapak jalan menghalau pandang. Hijau menyergap untuk bertandang.
Fotografer Fak/Jur Lokasi
Fotografer Fak/Jur Lokasi
: Gista Setya Putri : Ilmu Pendidikan/PLB : Ngengor, Madiun
: Iven Ferina Kalimata : Probis/ Public Relations : Vihara Dhammadipa
Tak hanya Brahmana yang mampu menjamah. Kalangan berbeda juga berhak menelaah. Bangunan kokoh nan megah. Fotografer Fak/Jur Lokasi
Perjumpaan musim dan dedaunan gugur yang menjadi saksi setiap perjalanan tanpa alas kaki. Fotografer Fak/Jur Lokasi
: Gista Setya Putri : Ilmu Pendidikan/PLB : Ngengor, Madiun
: Iven Ferina Kalimata : Probis/Public Relations : Vihara Dhammadipa
Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya fotografi dengan tema dan tempat bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 November 2016 disertai lokasi foto dan identitas diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP)