DAFTAR ISI Life-Based Learning,
Mendekatkan Pembelajaran pada Kehidupan Nyata Kondisi kehidupan yang tak menentu menuntut individu terus berkembang. Oleh karena itu, UM mencoba untuk menangkap dan menerjemahkan fenomena ini melalui sistem pendidikan. Hingga lahirlah paradigma life-based learning yang berarti belajar berbasis kehidupan. Simak ulasan selengkapnya dalam rubrik Laporan Utama!
Muhadjir Effendy:
66
24
LAPORAN UTAMA UP TO DATE 9
OPINI 18
Menyorot kiprah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini sejak muda, ternyata banyak hal yang begitu menginspirasi. Mulai berangkat dari seorang jurnalis dengan hobinya menulis, hingga kini Pak Muhadjir bisa merasakan duduk sebagai salah satu menteri di Kabinet Kerja. Bagaimana profil Muhadjir di mata sahabatnya? Simak selengkapnya di rubrik Profil!
22
SURAT PEMBACA 5
SEPUTAR KAMPUS 11
Dari Komunikasi UM menjadi Mendikbud RI
19
SALAM REDAKSI 4
PROFIL CERITA MEREKA INFO 24 PUSTAKA 28
Urban Pop:
AGAMA 29
Dari Hobi jadi Bisnis
LAPORAN KHUSUS 30
Menekuni hobi memang menjadi keasyikan tersendiri. Apalagi jika hobi tersebut dapat menguntungkan secara finansial. Seperti yang dilakukan Deasy. Hobi dan kecintaanya terhadap K-Pop dapat mengantarkannya terjun ke dunia bisnis hingga mendirikan kafe Urban-Pop. Tengok kisah selengkapnya di rubrik Cerita Mereka!
WISATA RANCAK BUDAYA 34 KOMIK 38 LENSA UM 39
Waduk Wonorejo dan
Ranukumbolonya Tulungagung
Ranugumbolo nampak teduh dengan deretan bukit yang menghimpit di kiri dan kanan. Salah satu destinasi wisata di Tulunggagung ini memberikan pemandangan danau yang tak kalah dengan Ranukumbolo. Untuk merasakan keindahannya pun tak butuh biaya mahal. Simak perjalanan selengkapnya dalam rubrik Wisata!
32
32
Tahun 38 November-Desember2016 |
3
Dari The Learning University
dok. Pribadi
Salam Redaksi STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ tanggal 27 Oktober 1978
Menuju Life-Based Learning Oleh Sukamto
P
embaca Komunikasi yang budiman. Kini kami hadir dengan menyuguhkan suatu inovasi, sekaligus mengajak pembaca untuk berpartisipasi dalam mengaktualisasikan visi misi Universitas Negeri Malang (UM) untuk menjadi universitas yang unggul dan menjadi rujukan. Inovasi bukanlah barang biasa, inovasi bukanlah barang sulapan, dalam inovasi terkandung keuletan, keseriusan, dan kerja keras. Inovasi adalah tentang kejelian melihat kemungkinan, keberanian menjalani ketidakpastian, serta untuk mewujudkan kemahakaryaan. Begitu pula inovasi bukan sekadar perbaikan demi mengejar ketertinggalan, melainkan senantiasa menjadi relevan dan dibanggakan sepanjang zaman. Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi dalam inovasi adalah berani dan mau, yaitu berani bermimpi, berani berubah, berani berkreasi, berani berintegritas, berani bermakna, berani berkuasa, berani berdaulat, dan berani ber-Indonesia. Ditambah adanya kemauan, yaitu mau bereksperimen, mau berimajinasi, berempati, progresif, berdisiplin, berprinsip, berteknologi, dan berani mendobrak, serta berani mendunia. Tampaknya materi kuliah kontekstual saja tidaklah cukup. Apalagi hanya mengandalkan doktrin seorang guru, namun harus menunjukkan basis kehidupan, begitu pula kompeten saja tidaklah cukup, maka harus ditambah kapabel. Oleh karena itu, harus memanfaatkan dan mendasarkan lifebased learning. Memang life-based learning bukanlah tujuan, melainkan salah satu cara untuk segera mengaktualisasikan keunggulan dan menjadi rujukan. Gagasan-gagasan tentang life-based learning pada dasarnya sudah pernah dituangkan dalam Komunikasi edisi 305 Juli-Agustus yang lalu dengan tema
Pembina Rektor (Ah. Rofi’uddin) UM Menuju Pusat Inovasi yang dihantar oleh Pak Djajusman dengan ungkapan memacu inovasi untuk kemajuan bangsa. Tembok-tembok lama yang berupa cara pandang lama harus dikikis habis dan bahkan digempur. Mengapa demikian, karena hanya melalui pengubahan cara pandang lama menjadi cara pandang baru sajalah inovasi dapat dihasilkan. Bukan hanya melalui pembelajaran yang mendekatkan mahasiswa pada kehidupan riil masyarakat, melainkan juga mendekatkan diri pada kebutuhan masyarakat senyatanya. Digempurnya pandangan lama dan belum mengkristalnya pandangan baru memang akan membuat rasa tidak nyaman dan dalam situasi kondisi gamang, namun ketangguhan dan keuletan lah yang akan membuktikan suksesnya inovasi. Inovasi bukan hanya terjadi di dalam kurikulum dan tenaga sumber daya manusia akademik, melainkan civitas academica yang lain mestilah saiyek saekapraya (kompak) menjalankannya. Dengan demikian, inovasi yang terpenting haruslah menjadikan proses belajar menjadi lebih dinamis dan bermakna. Betapa pun kurikulum baru disusun dengan berlandaskan pada life-based learning, masih harus pula dipadu dan dipandu oleh KKNI di satu pihak dan SN Dikti di pihak lain. Akhir kata, dengan mengharapkan keunggulan segera terealisasi, serta rujukan segera menjadi kenyataan, maka semua pihak civitas akademika UM sebagai perguruan tinggi berani mengambil keputusan, yaitu keputusan untuk melakukan inovasi dalam berbagai segmen dan unsurnya dengan penuh keberanian dan tanggung jawab. Semoga. Penulis adalah Dosen P.IPS dengan tugas tambahan Koorprodi FIS UM sekaligus anggota Dewan Penyunting Komunikasi
KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi@um.ac.id • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan printout, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.
4 | Komunikasi Edisi 307
Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur Anggota Andoyo Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Yusuf Hanafi Sukamto Ike Dwiastuti Teguh Prasetyo Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Amalia Safitri Hidayati Layouter Monica Widyaswari Desainer dan Ilustrator Aji Setiawan Reporter Binti Muroyyanatul `A. Muhammad Ajrul Mahbub Rodli Sulaiman Arni Nur Laila Iven Ferina Kalimata Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah Arvendo Mahardika Amey Karimatul Fadhilah Fanisha Amelia Dessy Herawati Akbar Rahmada Maulana Cintya Indah Sari Rosa Briliana Moch. Adi Yulianto Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Imam Sujai Lusy Fina Tursiana Astutik Agus Hartono Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani
Surat Pembaca
Penyerahan Karya Assalamualaikum Wr. Wb. Saya Toni, mahasiswa Jurusan Sejarah, UM. Saya ingin bertanya, untuk penyerahan karya berupa puisi atau cerpen apakah harus berupa print out? Jika iya, diserahkan di mana? dan kalau boleh tahu, kapan terakhir pengumpulannya? Aji Setiawan
Salam, Toni Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Waalaikumsalam Wr. Wb. Dear Toni, penyerahan karya puisi, cerpen, dan opini tidak perlu print out, cukup mengirim file via email komunikasi@um.ac.id. File naskah mohon dikirim pada minggu pertama bulan Januari, Maret, Mei, Juli, September, dan November.
Sepercik kehidupan di alam yang menginspirasi, lahirkan inovasi berdaya guna tinggi. Cover Story
Repro Internet
Salam, Redaksi
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Education isn't to reform students or amuse them or to make them expert technicians. It's to unsettle their minds, widen their horizons, inflame their intellects, teach them to think straight, if possible. Robert M. Hutchins
Tahun 38 November-Desember2016 |
5
Laporan Utama
life-based learning,
mendekatkan pembelajaran PADA kehidupan nyata
a
njuran Kementerian Riset dan Teknologi sebagaimana disampaikan oleh Rektor UM adalah menyelaraskan pendidikan dengan dunia industri. Kepedulian pemerintah terhadap hal tersebut terlihat dari undangan Wakil Presiden RI, Muhammad Jusuf Kalla, kepada beberapa rektor Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) termasuk UM. Dalam dua kesempatan dibahas mengenai strategi untuk menjembatani pendidikan tinggi dengan kehidupan nyata, baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, serta aspek lainnya.
Foto: Yana
Latar Belakang Life-Based Learning Saat ini ragam lapangan pekerjaan timbul dan tenggelam silih berganti. Generasi muda kini berlombalomba menghasilkan inovasi dalam berwirausaha. Dinamika masyarakat tersebut membuat pembelajaran tidak cukup hanya dari doktrin seorang guru. Seyogianya, dalam proses belajar mampu mengajak siswa untuk melihat kondisi riil kehidupan. Dari keterangan Rektor UM, Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd., life-based learning mencoba untuk mendekatkan perkuliahan dengan kebutuhan masyarakat. Mahasiswa akan dihadapkan secara langsung pada kenyataan bahwa ilmu pengetahuan telah berkembang dengan cepat. Selain dinamika masyarakat, karakteristik pelajar generasi Z juga menjadi salah satu faktor dikembangkannya life-based learning.
Menurut Rofi’uddin, karakteristik generasi Z sangat berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Mereka cenderung aktif, multitasking, dan ingin segala sesuatu berjalan cepat. Penggunaan jaringan internet dalam menunjang perkuliahan mutlak dilakukan. “Meskipun ini tidak mudah bagi dosen, tetapi kita sadar bahwa pembelajaran harus menyesuaikan,” tutur dosen Sastra Indonesia itu. Selaras dengan apa yang disampaikan oleh rektor, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Wakil Rektor I (WR I), menyampaikan bahwa life-based learning ada lantaran motivasi untuk mengembalikan pendidikan ke hakikat aslinya, yaitu memosisikan mahasiswa menjadi pebelajar yang sejati. “Belajar bukan hanya untuk menguasai bidang tertentu, tetapi juga mengembangkan kapabilitas,” tutur Hariyono. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki. Mahasiswa juga diberi kebebasan untuk menentukan materi yang dibutuhkan. Hal ini berarti diperbolehkan untuk mengambil matakuliah yang relevan di luar bidang studinya. “Hal yang utama adalah mengembangkan semua potensi yang dimiliki mahasiswa,” ujarnya. Hal tersebut bertujuan agar ketika mahasiswa sudah lulus, ia dapat dengan cepat mengantisipasi saat ada masalah dan situasi baru. Hariyono menjelaskan, sebab apa yang telah dipelajari mahasiswa lima tahun yang lalu mungkin saja
6 | Komunikasi Edisi 307
Wawancara dengan Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd.
Laporan Utama berubah. Banyak ilmu pengetahuan baru yang seakan-akan tidak sesuai teori yang dahulu. “Tidak mungkin kita kembali ke guru kita dan mengatakan bahwa yang dahulu dipelajari adalah salah. Namun, justru lebih baik mempertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi,” jelas dosen Sejarah itu. Pendidikan yang berbasis kehidupan memberikan peluang bagi dosen dan mahasiswa untuk mempelajari topik-topik yang kontekstual. Sebisa mungkin materi yang dibahas di perkuliahan memiliki kaitan dengan problematika kehidupan yang nyata. Apabila tidak demikian, ilmu akan terasing dari kehidupan. Demikian pula dampaknya pada mahasiswa. Hariyono menegaskan bahwa kontekstual tidak harus ditafsirkan melalui hal yang dekat dengan ruang fisik, melainkan menyangkut kehidupan yang luas. Dengan berkembangnya media sosial, generasi muda dengan mudahnya berkenalan dengan orang asing. Oleh karena itu, life-based learning bukan semata-mata harus hidup di lokalnya sendiri. Namun juga hidup di dunianya. Termasuk mengantisipasi kehidupan digital. Kehidupan yang dinamis dan berubah secara terus menerus mengakibatkan guru tidak hanya bertindak sebagai pembelajar, tetapi juga pebelajar. “Akan sulit untuk membelajarkan orang lain apabila kita bukan pebelajar yang sejati,” ujar Hariyono. Proses pendidikan yang demikian tidak cukup hanya keterlibatan secara fisik saja, tetapi juga secara intelektual dan emosional. Belajar pada dasarnya bukan kata benda, melainkan kata kerja sehingga dalam belajar tidak dapat diwakilkan. Menurut dosen asli Malang itu, pebelajar yang sejati dapat dipandang sebagai orang yang selalu memperbarui keterampilan dan kemampuannya secara terus menerus. Pembaruan tersebut termasuk berani mempertanyakan asumsi-asumsi yang selama ini ia gunakan. Karena kemauan belajar yang terus menerus, orang-orang seperti ini lebih memiliki kemampuan adaptif yang baik. Bagi yang tidak terbiasa demikian, ia akan gugup dalam menghadapi perubahan zaman. Life-based learning diakui rektor bukan serta-merta produk kreasi UM. Namun, merupakan hasil adopsi dari berbagai sumber. Meskipun tidak tertulis, dapat diketahui bahwa sejak dahulu, kehidupan telah mengajarkan banyak hal. Nenek moyang masyarakat Indonesia yang sebagian besar adalah petani mengajarkan cara bertani dengan turun langsung ke sawah. Pola kehidupan yang berulang juga sering menjadi pijakan untuk mengambil keputusan. “Sebenarnya kalau berbicara belajar berbasis kehidupan sejak dulu memang seperti itu,” tutur Rektor UM. Sejalan dengan Hariyono dan Rofi’uddin, Prof. Dr. Suyono, M.Pd. mendefinisikan life-based learning sebagai paradigma
pendidikan yang mengutamakan pembentukan kapabilitas subjek didik menjadi pribadi yang utuh melalui beragam sumber dan modus belajar sehingga mereka siap memasuki kehidupan, bukan hanya menghadapi ujian. Suyono menjelaskan bahwa kapabilitas terbentuk bila subjek didik ahli dan profesional. Tanpa keahlian yang tinggi dan kecakapan profesional, kapabilitas sulit dibentuk. Staf ahli WR I tersebut juga menjelaskan alasan keahlian dan kecakapan profesional terus berkembang, sehingga pelakunya menjadi kapabel. Pertama, keahlian dan profesionalitas yang terus diasah dan digunakan. Kedua, pemilik keahlian dan profesionalitas itu terus menambah kemampuannya melalui berbagai usaha dan kegiatan. Ketiga, pemilik keahlian dan profesionalitas terus melakukan refleksi dan berbenah diri tiada henti. Life-Based Learning sebagai Jabaran The Learning University Secara bertahap, identitas UM sebagai The Learning University dijabarkan dalam beberapa program. Salah satunya melalui gagasan life-based learning. Gagasan yang dibawa dengan tujuan menjadi pusat inovasi belajar ini merupakan bagian kerja sama UM dengan Islamic Development Bank (IDB). Menurut Rofi’uddin, hal ini juga merupakan bagian dari visi untuk menjadi universitas yang unggul dan menjadi rujukan. “Untuk merealisasikannya memang membutuhkan kerja keras serta waktu yang lama,” tambah laki-laki kelahiran 1962 itu. Kerja sama yang dijalin UM dengan IDB adalah fasilitas untuk mewujudkan perkuliahan yang berbasis pada kehidupan. Artinya, pada akhir kerja sama, empat tahun ke depan, semua sudah berjalan sesuai dengan rencana. Beberapa target telah dirumuskan. Di antaranya meliputi pengembangan kurikulum, sumber daya manusia, dan lainnya. Hasil secara keseluruhan adalah memberikan kontribusi dalam menciptakan model perkuliahan berbasis kehidupan. Rofi’uddin berpendapat, life-based learning bukanlah tujuan. Namun, hanya cara untuk mengantarkan UM mencapai visi dan misinya. Apakah pada saatnya bisa berubah? Menurutnya bisa saja. “Bahwa yang paling utama adalah bagaimana target-target dari kerja sama ini dapat tercapai,” tambah dosen kelahiran Jombang itu. Sementara itu, pada peringatan 62 tahun UM Rabu (26/10), diangkat sebuah tema “Inovasi untuk Berprestasi”. Pada dasarnya, tema ini diambil untuk merangkum semua inovasi dan prestasi yang telah dihasilkan oleh masing-masing jurusan dan fakultas. Namun, dalam kesempatan tersebut juga turut dikampanyekan mengenai gagasan life-based learning, baik dalam sambutan rektor maupun dalam orasi ilmiah oleh Prof. Dr. Waras Kamdi, M.Pd., Ketua
Research Consortia Indonesian Consortium for Learning Innovation Research (I-CLIR). Gagasan ini menjadi bagian dari inovasi unggulan di UM. Dalam orasi ilmiahnya, Waras menyebutkan bahwa pendidikan tinggi harus berpacu dengan inovasi. Ada tiga lapis inovasi pendidikan tinggi, yaitu (1) latar atau konteks fenomenafenomena perubahan dalam kehidupan, (2) inovasi apa yang dilakukan pendidikan tinggi sebagai respon perubahan, dan (3) menggerakkan inovasi pendidikan tinggi. Model Pembelajaran Life-Based Learning Menurut Suyono, life-based learning dapat diturunkan menjadi sejumlah model pembelajaran. Secara umum, model pembelajaran yang diturunkan dari LBL adalah belajar dari kehidupan, belajar melalui kehidupan, dan belajar untuk kehidupan. “Belajar dari kehidupan, belajar melalui kehidupan, dan belajar untuk kehidupan merupakan serangkaian kegiatan yang sambung-menyambung menjadi satu keutuhan,” terang dosen Sastra Indonesia itu. Belajar itu hakikatnya memang dari dan untuk tiga ranah itu. Mengamati lingkungan sekitar berarti belajar dari kehidupan. Sementara itu, mempraktikkan hasil pemikiran adalah termasuk belajar melalui kehidupan. Terakhir, apabila yang diajarkan dapat berguna bagi kehidupan peserta didik setelah selesai masa studinya berarti belajar untuk kehidupan. Belajar dari kehidupan dapat bersumber dari apa saja. Semua yang terhampar dari alam semesta, baik fisik maupun sosial dapat dijadikan sumber belajar. Beragam sumber belajar yang tersedia memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman yang otentik dan kaya. Belajar dari kehidupan memang cenderung reseptif, tetapi bukan pasif. Karena sifat reseptif inilah pengetahuan dapat diserap sebanyak-banyaknya, baik itu yang tekstual maupun kontekstual. Agar dapat terlibat aktif dalam proses belajar dari kehidupan, modal utama yang harus dimiliki peserta didik adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Proses belajar juga dapat menjadi lebih optimal manakala siswa dan gurunya terlibat interaksi untuk mengkaji sumber belajar yang ditemukan. Belajar melalui kehidupan berarti mengarungi hidup bersamaan dengan belajar. Belajar melalui kehidupan utamanya yang bernuansa mempraktikkan, menerapkan, atau mengujicobakan sesuatu. Berkebalikan dengan belajar dari kehidupan, belajar melalui kehidupan cenderung produktif. Di mana belajar melalui kehidupan dapat merupakan lanjutan dari belajar dari kehidupan. Belajar untuk kehidupan mengarah pada bagaimana memanfaatkan apa yang telah dipelajari, baik melalui belajar dari kehidupan maupun belajar melalui Tahun 38 November-Desember2016 |
7
kehidupan untuk kehidupan yang akan datang. Belajar untuk kehidupan dimensinya cenderung masa yang akan datang atau masa depan. Belajar untuk kehidupan juga bersifat produktif, berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui belajar dari dan melalui kehidupan. Dari ketiga terma itu, ketiganya saling berhubungan dan berkelanjutan. “Belajar dari kehidupan dilanjutkan belajar melalui kehidupan dan akhirnya belajar untuk kehidupan,” papar Suyono. Langkah Implementasi Menurut Rofi’uddin, terdapat dua hal pokok yang perlu dilakukan dalam proses implementasi life-based learning, yaitu menata kurikulum dan mempersiapkan sumber daya manusia. Melalui kedua proses tersebut, perkuliahan akan sesuai dengan karakter mahasiswa dan dapat memproyeksikan keadaan masyarakat yang akan dihadapi lulusan UM sepuluh tahun ke depan. Menerapkan gagasan life-based learning sama halnya mengubah pola pikir yang sangat dasar. Rofi’uddin menjelaskan, hal pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan gagasan tersebut adalah mempersiapkan kurikulum. “Kurikulum ibarat bahan baku,” katanya. Semua proses perkuliahan yang dijalani didasarkan pada kurikulum, sehingga perlu ditata dan dipersiapkan yang sesuai dengan pandangan pendidikan berbasis kehidupan. Sebagai hal yang selalu berkembang, kurikulum merupakan hasil proses yang panjang. Perlu memotret keadaan dan melihat kecakapan yang dibutuhkan masyarakat sebelum merancangnya. Hasil serapan dari observasi kemudian dituangkan dalam butir-butir kompetensi. Spesifiknya pada item-item matakuliah. Hariyono menambahkan bahwa kurikulum berbasis kehidupan yang dirancang akan menawarkan banyak matakuliah yang dapat dipilih. Rencananya 60—70% matakuliah wajib dan 30—40% matakuliah pilihan. Matakuliah tersebut tidak selalu diambil dari program studi yang sama. Akan tetapi, dapat pula ditempuh di program studi lain yang materinya relevan dengan topik skripsi, tesis, maupun disertasi yang diambil. Namun, mahasiswa yang ingin konsisten pada bidang tertentu tetap diperbolehkan. Dalam rangka mendorong keaktifan mahasiswa, dikembangkan Kelompok Bidang Keahlian (KBK) yang akan membuat payung-payung penelitian. Dosen yang tergabung didalamnya dapat menyarankan mahasiswa untuk turut serta dalam topik penelitian yang dilakukan KBK tersebut. Hal ini akan membuat penelitian oleh mahasiswa berbasis pada masalah yang telah dikaji oleh para ahli dan bukan hanya sekadar trial and error. Dengan demikian, pendampingan kepada mahasiswa yang bersangkutan dapat
8 | Komunikasi Edisi 307
Foto: Yana
Laporan Utama
Wawancara dengan Prof. Dr. Hariyono, M.Pd.
dilakukan dengan maksimal. Apabila ada bidang keahlian yang pakarnya terdapat di luar UM, telah dibuat keputusan bahwa selain pembimbing pertama untuk S1, S2, dan S3 dapat berasal dari luar kampus. Selain perancangan kurikulum, pekerjaan besar lain adalah bagaimana membekali dosen dengan wawasan serta kemampuan untuk menerjemahkan gagasan life-based learning. Berbicara tentang generasi Z, mau tidak mau perkuliahan harus menggunakan teknologi. “Bagi yang senior mungkin tidak terlalu akrab dengan itu semua. Memang perlu diajak dan didorong,”ungkap Rofi’uddin. Dalam penerapan konsep belajar berdasarkan kehidupan, akan ada pergeseran paradigma pendidikan dari berbasis kompetensi menjadi kapabilitas. Keduanya berbeda. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rofi’uddin. Sebagai contoh, pemahaman mahasiswa Teknik Mesin pada tingkat kompetensi adalah kemampuan mengoperasikan alat, mendeteksi kerusakan, dan sebagainya. Namun, seringkali dalam kehidupan hal tersebut belum cukup. Dengan pemahaman kapabilitas mahasiswa akan mampu berpikir untuk lebih menjual kemampuannya. Sederhananya, kompetensi lebih pada hal yang teknis, sedangkan kapabilitas lebih dapat menaungi semuanya. Melalui life-based learning, ditekankan bahwa masalah kehidupan sangatlah kompleks. Belajar dari kehidupan tidak hanya terbatas pada penguasaan materi pelajaran, tetapi juga how to learn. Hariyono menjelaskan, pengembangan yang akan dilakukan bukan semata-mata pada hal yang kasat mata, antara lain fasilitas lengkap, gedung yang memadai, dan sebaginya. Aspek yang tidak kasat mata juga perlu dikembangkan dari mahasiswa yang meliputi cara berpikir dan cara bersikap. Ia menambahkan, pekerjaan seseorang ditentukan oleh kepekaan sosial serta kecerdasan etis. Orang yang mempunyai kecerdasan etis atau pertanggungjawaban diri akan mempunyai integritas. “Pada
umumnya integritaslah yang dibutuhkan dalam masyarakat,” tegas WR I itu. Kendala Mengubah cara pandang lama menjadi cara pandang baru yang sesuai dengan konsep life-based learning tidak akan mudah. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Hariyono. Ide besar memang perlu adanya sosialisasi ke seluruh pemangku kepentingan. Tentunya membutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk menerjemahkan gagasan ini dalam problem sehari-hari. Perlu disadari bahwa materi yang dipelajari di setiap program studi hanyalah salah satu cara untuk menuju ke sana. Penekanannya adalah pada cara mengajar dan belajar dengan baik. Membongkar pandangan mengenai sikap yang harus diambil ketika terjadi perubahan kondisi. Kata Mereka Rofi’uddin berharap, makna dari life-based learning dapat dipahami dan diserap oleh seluruh civitas academica UM. Pemahaman ini akan mengantarkan tenaga pengajar untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran. Ia menegaskan bahwa gagasan ini adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan kelembagaan, yaitu visi dan misi. Selain itu life-based learning juga dipandang sebagai media untuk menjalankan tugas masingmasing. Baik mahasiswa dengan tugas belajarnya, dosen dengan tugas mendidik, serta pejabat dengan tugas manajemen. Sementara itu, Hariyono berharap atmosfer akademik di UM akan berjalan dengan lebih baik. Penelitian terus berkembang serta kemandirian belajar menjadi lebih maksimal. Apabila mengadopsi konsep milik Ki Hajar Dewantara, pembelajaran yang berbasis kehidupan ini mampu mendorong dosen dan utamanya mahasiswa untuk berpikir merdeka. Orang yang telah berpikir merdeka mampu mengurusi dirinya sendiri dan tidak bergantung pada yang lain.Ajrul/Yana
dok. Humas
LaporanUpUtama to Date
Cak Nun bersama Rektor dan Wakil Rektor UM memimpin lagu Indonesia Raya
UMengaji, Bersihkan Hati dan Cintai Negeri bersama Cak Nun
A
ntusiasme ribuan mahasiswa dan seluruh civitas akademika UM, khususnya para mahasiswa baru untuk mempertebal keimanan dan memperkuat ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat terasa dalam acara UMengaji, Selasa (29/11) malam di Graha Cakrawala yang dihadiri sekitar 10.000 peserta. Acara bertemakan “Bersihkan Hati dan Cintai Negeri dengan Mengaji” ini menghadirkan cendekiawan muslim Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun) beserta grup Gamelan Kiai Kanjeng. Acara ini dibuka oleh Rektor UM, Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd. Dalam sambutannya, rektor menginformasikan bahwa kegiatan tersebut dihelat oleh Kemahasiswaan dan sebagai pelaksananya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
UM, serta dua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), yakni Alquran Study Club (ASC) dan Badan Dakwah Masjid (BDM) Al-Hikmah. Cak Nun membuka kajiannya dengan mengajak peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Syukur sebagai penguatan kembali terhadap rasa nasionalisme. “Kini di negeri ini ada banyak masalah, banyak perbedaan, dan nanti kalau Anda sudah selesai kuliah, Anda akan banyak menemui hal-hal tadi di masyarakat. Di kampus adalah tempat Anda belajar agar dapat bijak menyikapi perbedaan tadi,” urainya. Setelah itu, Cak Nun meminta sukarelawan empat orang untuk diajak berdiskusi di panggung. Keempat mahasiswa itu adalah Faradisa Rizkinara dari Fakultas Ekonomi, Fanny Hidayana dari Fakultas Sastra, Arvendo
Mahardika dari Fakultas Teknik, dan Rizal Akbar dari Fakultas Ilmu Keolahragaan. Selama sekitar empat jam, diskusi yang banyak membahas tentang permasalahan bangsa, akidah, dan akhlak ini berlangsung sangat menarik dengan sesekali diselingi hiburan dari Gamelan Kiai Kanjeng. Di awal, Cak Nun menanyakan kepada para sukarelawan tentang perbedaan ketika masih duduk di bangku SMA dengan bangku perkuliahan. Pertanyaan ini mengantarkan pada pemetikan pemahaman dasar mengenai jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana yang ada dalam khasanah Islam. Dosen Jurusan Sastra Arab, Drs. Ahmad Fuad Effendy, M.A. yang juga merupakan kakak Cak Nun diminta untuk mengenalkan tentang konsep dasar pendidikan. Di antara diskusi yang berlangsung, Cak Nun membekali peserta agar semuanya dapat saling mengingatkan, menghormati, mengasihi, tak boleh anti-antian, jangan saling mengejek, dan meyakini bahwa setiap orang memiliki kebebasan penuh untuk memilih keyakinannya masing-masing. “Pembawaan materi yang sangat enjoy, diselingi dengan hiburan dari Kiai Kanjeng, membuat acara ini terasa hidup dan aktif, sehingga saya sangat menikmati,” ungkap Dian Monica dari Jurusan Teknik Elektro. Sementara peserta lain, Chandra Wijaya, mengeluhkan keterlambatan dimulainya acara dan banyaknya peserta yang keluar masuk saat Cak Nun memberikan kajian. “Semoga tahun depan acara besar seperti ini bisa lebih terstruktur dengan baik, sehingga kita bisa lebih menikmati dengan nyaman,” ujar mahasiswa asli Malang tersebut.Arvendo
dok. Humas
Antusiasme ribuan peserta UMengaji menyimak materi yang disampaikan, dengan diselingi hiburan dari Gamelan Kiai Kanjeng
dok. Humas
Up To Date
Pembukaan Seminar Nasional PPG 2016 di Graha Cakrawala
Seminar Nasional PPG 2016: Guru Ibarat nahkoda
P
ada era globalisasi seperti saat ini, para guru sebagai ujung tombak pendidikan dituntut untuk bekerja secara profesional dalam menanamkan nilai-nilai karakter yang luhur untuk membangun kepribadian para peserta didik. Para guru juga dituntut untuk menerapkan nilai-nilai karakter tidak hanya bagi peserta didik, namun juga pada dirinya sendiri sebagai pendidik yang menjadi panutan di lingkungannya. Untuk menciptakan guru profesional dan berkarakter tersebut, Pusat Pengembangan Pendidikan Profesi Guru Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (P4G LP3) UM mengadakan Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru 2016, Kamis (24/11) di Graha Cakrawala. Seminar dengan tema “Membangun Guru Profesional Berkarakter di Era Globalisasi” ini dihadiri sekitar 1.006 orang yang terdiri atas guru, mahasiswa internal UM termasuk mahasiswa PPG, dan alumni dari program Sarjana Mengajar-Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) dari seluruh penjuru tanah air. Seminar tersebut juga dihadiri oleh para pejabat struktural di lingkungan UM. Mewakili Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sumarna Surapranata, Ph.D. menjelaskan bahwa pada era global seperti sekarang, masyarakat harus mengedepankan produktivitas agar dapat memenangkan persaingan. “Kualitas guru sangat penting, karena guru merupakan nahkoda dari jalannya sebuah kapal,” urainya. Ia juga menekankan terhadap pengembangan pendidikan vokasi utamanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sangatlah penting untuk menciptakan generasi terampil. “Melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, pemerintah mengatasi kekurangan 91.000 guru SMK dengan berbagai macam metode,” tambahnya. Kekurangan puluhan ribu guru tersebut diatasi dengan dua cara, yakni alih fungsi guru normatif-adaptif menjadi guru produktif melalui program keahlian ganda, serta mengadakan kembali rekrutmen guru PNS untuk SMK negeri dan swasta. Sementara itu, Direktur Pascasarjana UM, Prof. Dr. I Nyoman S. Degeng, M.Pd. yang didaulat menjadi pemateri selanjutnya lebih menekankan terhadap pembelajaran yang inovatif dan
10 | Komunikasi Edisi 307
kreatif. “Kita ibaratkan para peserta didik itu adalah para pemain orkestra, guru adalah konduktornya, instrumen yang dimainkan adalah kurikulumnya, dan panggung adalah kelasnya. Semua berbeda-beda, namun dalam harmoni kebersamaan, guru dapat menjadikan sebuah kelas simponi yang menawan,” jelas Prof. Degeng sambil memutar video permainan sebuah orkestra yang indah. Menurutnya, kelas harus menjadi firdaus bagi para peserta didik, sehingga mereka betah dalam belajar. Kepala Subdit Akademik Ditjen Belmawa Kemenrinstekdikti, Edi Mulyono, S.E., M.M. melontarkan wacana agar seleksi masuk pendidikan guru di perguruan tinggi harus ada tes psikologi. “Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memastikan passionnya menjadi seorang guru,” kata Edi. Ia membawakan materi tentang “Penyiapan Guru Profesi Berkarakter di Era Globalisasi”. Ketua panitia dari seminar tersebut, Dr. Makbul Muksar, M.Si. menjelaskan tujuan diadakannya seminar ialah sebagai wadah ilmiah dalam membangun diri para guru untuk lebih profesional dan berkarakter. “Yang ditekankan dalam seminar ini adalah bagaimana profil guru yang profesional dan berkarakter, serta peran pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti sebagai penyedia guru melalui kampus-kampus pendidikan, dan Kemendikbud dalam pengadaan (rekrutmen) guru menghadapi era global dan utamanya di kawasan Asia Tenggara dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN,” urai dosen Fakultas Matematika dan IPA tersebut. Sementara itu, menurut salah seorang peserta, Farida Almeijani, S.Pd., sangat terkesan dengan adanya seminar ini. “Materinya sangat menarik, membuka wawasan kami agar dapat berusaha menjadi guru yang profesional,” ujar guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Malang tersebut. Selain seminar nasional, dalam kesempatan tersebut juga diadakan pameran foto karya alumni SM-3T dengan tema “Cerita dan Asa di Tapal Batas Negeri” di depan Graha Cakrawala. Diharapkan dari seminar dan pameran foto ini dapat menjadikan gambaran mengenai tantangan apa saja yang akan dihadapi guru di masa yang akan datang maupun masa yang tengah dihadapi. Arvendo
Foto: Shintiya
Seputar Kampus
Penandatanganan MoU Jurusan Sastra Jerman dengan Dinas Pariwisata DIY
Sasjer Lebarkan Sayap di Dunia Pariwisata
G
una mengembangkan kapasitas mahasiswanya, Jurusan Sastra Jerman (Sasjer) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Kamis (27/10). Penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) dilaksanakan di Aula AVA, Fakultas Sastra, UM. Penandatangan tersebut diwakili oleh Kepala Bidang Pemasaran, yakni Imam Pratanadi yang seharusnya dilakukan oleh Kepala Dinas Pariwisata DIY, Aris Riyanta, yang berhalangan hadir. Tujuan kerja sama untuk mengirim mahasiswa Jurusan Sastra Jerman agar dapat magang di berbagai lembaga atau biro di Yogyakarta melalui Dinas Pariwisata
DIY. Kepala Jurusan Sastra Jerman, Dr. Rizman Usman, M.Pd. mengungkapkan, “Jurusan kami berusaha bukan hanya mengembangkan keterampilan, skill, tapi juga mengembangkan kapasitas,” ungkapnya. Rizman menambahkan, hal itu penting dilakukan, sebab selain lulus sebagai guru, mereka juga dapat memasuki dunia kerja di bidang lainnya. Oleh karena itu, Sasjer berusaha membekali lulusannya untuk mengisi bidang-bidang yang sekarang terbuka dan masih berkaitan dengan bahasa yang mereka pelajari. Usai penandatangan MoU, acara dilanjutkan dengan kuliah tamu. Mengusung tema “Peluang Bahasa Jerman di Industri Pariwisata”, Imam Pratanadi menularkan ilmunya tentang kepariwisataan kepada mahasiswa Jurusan Sastra Jerman semester 3 dan 5 yang akan mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada semester 7. Namun, tidak menutup kemungkinan semester 1 turut serta mengikuti kuliah tamu tersebut. “Selain mendapatkan MoU-nya kita juga mendapatkan ilmunya,” ungkap Rizman Usman. Di masa yang akan datang, pariwisata juga akan menjadi sumber kesempatan kerja dan sumber pendapatan suatu negara. ”Barangkali ini bentuk sumbangsih kami untuk meningkatkan SDM di bidang Pariwasata,“ ujar Rizman.Shintiya
Krisis Budaya Baca, UM Memacu Literasi Sekolah pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah lima belas menit membaca buku non-pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, yang berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Hal yang perlu ditekankan adalah penguatan perpustakaan sekolah yang harus mampu merespon dengan menyediakan layanan yang terbaik untuk siswa.Desy Foto: Desy
M
embaca-menulis atau literasi merupakan salah satu aktivitas penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi tingkat keberhasilan, baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Minat baca-tulis di perpustakaan sekolah saat ini sangat menghawatirkan. Hal ini disebabkan adanya berbagai persoalan. Salah satunya yaitu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal seringkali belum memiliki program pengembangan literasi. Berangkat dari kondisi tersebut, Universitas Negeri Malang (UM) mengadakan ‘’Seminar Nasional Gerakan Literasi Sekolah’’. Kegiatan tersebut berlangsung Sabtu (12/11) pukul 08.00-15.00 WIB. Bertempat di Aula lantai 2 Perpustakaan Pusat UM, seminar ini dihadiri oleh dua ratus peserta yang terdiri atas pustakawan, guru, kepala sekolah, dan penggiat literasi. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memperkuat gerakan penumbuhan budi
Tumbuhkan minat baca siswa melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
Seputar Kampus
Pesona Budaya Jerman di Universitas Negeri Malang berbagai macam makanan dan benda-benda khas Jerman. Sambil berkunjung, para mahasiswa juga dapat mengikuti photo contest yang disediakan di photobooth depan stan. Kemudian pada pukul 12.00 WIB, dilaksanakan karnaval berkeliling kampus dengan menggunakan kostum khas Jerman bersama VW Club Malang. Pada hari kedua (11/11), diadakan acara Seminar “Great Survivor On and After Graduate” oleh Devi Ambarwati P., MPd., Awarding, Van Akustik, dan pemutaran film Jerman. Pada seminar di hari kedua ini, para mahasiswa mendapatkan wawasan dan pemahaman dalam menghadapi keadaan setelah lulus kuliah. Mahasiswa harus mampu survive dengan dunia pekerjaan nantinya. Hari terakhir Deutsche Tage (12/11) semakin meriah dengan adanya Lomba Bahasa Jerman antar SMA se-Jawa Bali (Olimpiade Bahasa Jerman, Bermain Peran, Akustik, Mading, Membaca Cerita, Melukis Kaos, Membaca Berita, dan Fotografi), Penampilan Teater Über, Schwӓne Tanzen, dan dimeriahkan pula oleh Cricket, Opus, Colourfull, dan Lenttera. Siswa-siswi SMA yang menjadi peserta lomba berbondong-bondong dengan penuh semangat untuk berkunjung ke Lokal D. Siswa-siswi SMA berkumpul di Lokal D untuk menunggu pengumuman hasil perlombaan. Kemenangan pada lomba Deutsche Tage merupakan hal yang membanggakan, sebab acara ini termasuk acara bergengsi yang dipersembahkan oleh Jurusan Sasjer UM. Dengan adanya acara Deutsche Tage dapat memperkenalkan kreativitas para mahasiswa Sasjer UM untuk mengemas kebudayaan Jerman menjadi lebih menarik kepada khalayak umum, terutama kepada adik-adik SMA se-Jawa-Bali yang berpartisipasi dalam lomba.Fanisha
Foto: Fanisha
Foto: Novi
S
iapa yang tidak mengenal tempat kelahiran Adolf Hitler? Ya, Jerman. Jerman dikenal sebagai negara yang memiliki kemajuan pesat di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), bukan itu saja, Jerman juga memiliki berbagai tempat bersejarah, salah satunya Tembok Berlin yang menjadi pembatas antara Jerman barat dan Jerman timur. Banyaknya tempat yang bersejarah di Jerman membuat orang tertarik untuk mengenal lebih jauh negara tersebut. Salah satunya adalah dengan mempelajari bahasa dan budayanya. Jurusan Sastra Jerman (Sasjer) Universitas Negeri Malang (UM) mempersembahkan acara tahunan yang bertajuk Die.16 Deutschen Tage. Acara yang diadakan selama tiga hari ini (10-12/11) bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan pengetahuan tentang kebudayaan Jerman kepada seluruh warga UM. Dengan mengusung tema tentang dongeng di negara Jerman, acara ini turut mempersilakan seluruh warga UM maupun masyarakat umum untuk hadir secara gratis. Pada hari pertama (10/11), acara dibuka di Lokal D Sastra dan dimeriahkan oleh Schwӓne Tanzen dan Liebe Chor, Van Akustik, Karnaval bersama VW Club Malang, bazar dan pameran: Handwerk (workshop crafting), serta diskusi bersama. Pada saat pembukaan acara, seluruh mahasiswa Jurusan Sasjer berkumpul dan berbaris di lokal D. Pembukaan dihadiri oleh para dosen Sasjer dan dimeriahkan oleh Schwӓne Tanzen (tarian dari Jerman) serta Liebe Chor (paduan suara Sasjer). Pada sesi akhir pembukaan, Primardiana H.W., Dr., M.Pd., Wakil Dekan I, dan Rizman Usman, Dr., M.Pd., Ketua Jurusan Sasjer menerbangkan burung merpati putih. Setelah pembukaan selesai, para mahasiswa dapat berkunjung ke pameran dan bazar yang menyediakan
Pembukaan Die.16 Deutschen Tage dimeriahkan Schwӓne Tanzen
12 | Komunikasi Edisi 307
Seputar Kampus
Kemas Tembang Lawas dengan Aransemen Modern
U
kecanduan. Opus 275 mengibaratkan acara ini seperti tempat semua orang yang kecanduan bermusik. Sedangkan Fantasy Land memiliki makna sebagai tempat fantasi bagi para penikmat musik. Dalam acara kali ini, Opus 275 melibatkan seluruh fakultas dalam kompetisi. Tidak hanya pemain musik, dari masing-masing fakultas yang ada, mereka juga melibatkan beberapa grup musik yang sudah memiliki nama besar di kampus UM. Selain itu ada pula pengisi acara dari komunitas stand up comedy yang ada di UM. Dalam acara Music Festival kali ini, ada beberapa kriteria penilaian yang diutamakan, yaitu dalam bidang artistik seni pertunjukan, perform band ketika tampil di panggung, dan juga skill dari masing-masing pemain ketika memainkan alat musik. Juri yang menilai hal tersebut merupakan juri yang berpengalaman dalam bidang musik. “Juri kali ini merupakan juri yang berpengalaman di bidangnya, seperti Om Joni yang merupakan gitaris Tani Maju dan juga guru musik di beberapa sekolah di Malang. Mas Ryan, beliau merupakan orang yang berpengalaman dalam bidang musik
dan Om Anang yang merupakan master di bidang musik”, tambah Muhammad Ridwan. Pemenang dari Music Festival Soundlithium 2016 yang masing-masing menempati juara ketiga, kedua dan pertama yaitu dari Fakultas Ekonomi, Fakultas Pendidikan Psikologi, dan Fakultas Sastra. “Acaranya keren. Mulai dari konsep acara hingga equiptment yang kami gunakan ketika tampil, namun ada yang kurang, yaitu seleksi dari fakultas masih belum menyeluruh, tapi secara keseluruhan acaranya keren,” ungkap salah satu personil band dari Fakultas Sastra yang meraih juara pertama. Sedikit berbeda dari tahuntahun sebelumnya, dalam festival kali ini peserta diwajibkan untuk membawakan tembang-tembang lawas. Terdapat tiga tembang lawas yang wajib dibawakan oleh peserta ketika di panggung, yaitu Esok ‘kan Masih Ada dari Utha Likumahuwa, Biru dari Vina Panduwinata, Nuansa Bening dari Keenan Nasution, serta beberapa tembang lawas lainnya yang diaransemen modern sesuai dengan selera musik pendengar saat ini.Rodli
Foto: Rodli
KM Opus 275 gelar UM Music Festival (21/11) di Sasana Budaya Universitas Negeri Malang (UM). Festival musik merupakan ajang petarungan seluruh fakultas di UM, khususnya dalam bidang seni musik. Festival ini merupakan kegiatan tahunan yang sempat dilaksanakan oleh Opus 275 pada tahun 2011, 2012, dan 2013, namun sempat vakum dua tahun terakhir karena beberapa hal. Tahun ini, festival musik terbesar di kampus UM tersebut kembali dihelat. “Kami ingin mewadahi setiap fakultas, pasti ada komunitas ataupun organisasi musik yang dinaungi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Selain itu, untuk meningkatkan gengsi di setiap fakultas agar saling bersaing untuk menjadi juara,” ungkap Muhammad Ridwan, Ketua Pelaksana UM Music Festival 2016. Tema yang diangkat OPUS 275 adalah Soundlithium in Fantasy Land. Soundlithium terdiri atas dua kata, yaitu sound yang dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suara dan lithium yang memiliki arti sebuah cairan kimia yang dapat mengakibatkan
Pemenang Festival Musik Soundlithium 2016 masing-masing dari Fakultas Ekonomi, Fakultas Pendidikan Psikologi, dan Fakultas Sastra
Tahun 38 November-Desember2016 |
1311
Seputar Kampus
Bangun Karakter Mahasiswa Bidikmisi UM sembilan prinsip dasar kehidupan,” ungkap Bambang. Perubahan untuk bangsa ini dimulai dari sekarang, dimulai oleh diri kita sendiri, dan dimulai dari hal-hal kecil. Materi yang disampaikan dalam acara tersebut bertujuan untuk membangun karakter para mahasiswa Bidikmisi UM yang merupakan calon pemimpin dan penerus bangsa agar bisa membangun, memajukan, dan mengembangkan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dengan menerapkan sembilan prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya character building, UM juga mengadakan Workshop “Membangun Jiwa Entrepreneurship” yang disampaikan oleh Manager Bank BTN, Ricki Patinggi. Ricki menjelaskan mengenai cara membangun jiwa entrepreneurship pada diri seseorang, terutama pada mahasiswa Bidikmisi Universitas Negeri Malang tahun 2016. Dalam workshop ini juga dibuka sesi tanya jawab. Para mahasiswa Bidikmisi sangat antusias untuk bertanya. Mayoritas dari mereka bertanya mengenai pengelolaan keuangan yang baik dan benar. Acara kemudian diakhiri dengan penampilan dari para mahasiswa Bidikmisi Universitas Negeri Malang tahun 2016. Salah satu penampilan mereka yang memukau adalah penampilan dari mahasiswa Fakultas Sastra (FS) yang menampilkan akustik dan penampilan stand up comedy dari mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Mereka menampilkan bakatbakat yang mereka miliki dengan penuh percaya diri. Ketika para mahasiswa Bidikmisi menampilkan bakat mereka, mahasiswa Bidikmisi yang lain antre untuk mengambil sertifikat acara. Pada penghujung acara, para mahasiswa Bidikmisi dengan tertib keluar dari Graha Cakrawala UM melewati pintu yang sudah ditentukan untuk tiap fakultas. Rosa
Foto: Rosa
Foto: Novi
“B
idikmisi berprestasi tiada henti”. Jargon yang tepat disematkan untuk mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi Universitas Negeri Malang (UM). Tepat pada hari Selasa (15/11) di Graha Cakrawala UM diselenggarakan Workshop Character Building yang ditujukan untuk mahasiswa Bidikmisi UM angkatan 2016. Acara ini dimulai pukul 07.00 WIB dan dibuka oleh Ketua Forum Mahasiswa Bidikmisi (Formadiksi) UM. Disusul penampilan Tari Jejer Gandrung Jaran Wuruk khas Banyuwangi dan sambutan Wakil Rektor III UM. Workshop Character Building disampaikan oleh Prof. Dr. H. Bambang Banu Siswoyo , M.M., dosen Fakultas Ekonomi UM. Dalam workshop ini, Bambang memaparkan tentang kondisi dan upaya yang harus dilakukan bangsa Indonesia untuk menuju seratus tahun Indonesia emas. Beliau juga menjelaskan mengenai sembilan prinsip dasar kehidupan yang harus diterapkan oleh masing-masing individu dalam setiap negara. Sembilan prinsip dasar kehidupan tersebut meliputi etika, kejujuran, tanggung jawab, hormat pada peraturan dan hukum masyarakat, hormat pada orang atau warga lain, cinta pada pekerjaan, usaha keras untuk menabung dan investasi, kerja keras, dan tepat waktu. Para mahasiswa Bidikmisi diminta untuk menilai dirinya sendiri dengan skala nilai 1-10 untuk intropeksi diri sendiri. Pertanyaan yang sering dilontarkan banyak orang adalah mengapa banyak negara bisa lebih maju? Apakah karena mereka lebih cerdas dari kita (Indonesia.red)? Jawabannya tidak. Hal yang membuat banyak negara lebih maju dari negara kita adalah kepribadian dari warga negara di negara tersebut. “Dalam kehidupan seharihari, mereka selalu menerapkan hal-hal kecil, namun dilupakan dan disepelekan oleh masyarakat kita, yaitu
Prof. Dr. H. Bambang Banu Siswoyo, M.M. menjelaskan sembilan prinsip dasar kehidupan
14 | Komunikasi Edisi 307
Seputar Kampus
S
ebanyak 130 mahasiswa perwakilan dari delapan fakultas, organisasi kemahasiswaan (ormawa), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengikuti acara “Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa Tingkat Menengah (LKMM-TM)” di Aula Utama dan Ruang Sidang Senat Gedung A3 Lantai 2 (7-9/11). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kemahasiswaan UM ini selain dipanitiai oleh dosen, juga digawangi oleh para mahasiswa senior yang sebelumnya telah berpengalaman di ormawa, seperti HMJ, BEM, DPM, DMF, dan UKM. Sedangkan para dosen pemandu LKMM-TM adalah para dosen di lingkungan UM yang telah bersertifikat PP-LKMM dan memiliki kewenangan menjadi pemandu. Menurut salah satu panitia, Frea Wahyu Eka Putri dari Fakultas Sastra, para mahasiswa yang mengikuti LKMMTM ini adalah saringan dari mahasiswa ormawa yang telah mengikuti LKMM Tingkat Dasar (LKMM-TD) yang diselenggarakan di fakultas masing-masing, serta utusan dari UKM yang telah lulus Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi (LKMO). “Tujuan LKMM-TM ini adalah untuk melatih mahasiswa agar dapat memanajemen organisasi yang diikutinya dengan baik, serta berdampak positif. Tidak hanya bagi UM, tapi juga bagi masyarakat,”jelas mahasiswi Sastra Jerman tersebut. Acara ini diawali dengan kontrak belajar yang dipandu oleh para dosen. Lalu dilanjutkan dengan materi seperti etika diskusi ilmiah, gaya kerja, hakikat organisasi, dan klasifikasi masalah organisasi. Dari materi-materi yang telah didapat pada hari pertama ini langsung diaplikasikan pada hari kedua. Peserta dipandu untuk dapat mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dengan membuat instrumen untuk pengamatan lapangan yang dilakukan di beberapa
instansi Kota Malang, diantaranya PT Jasa Tirta, Radar Malang, Malang Post, Taman Tlogomas, Edotel SMKN 3 Malang, Playground, dan PT Indra Karya. “Instrumen tersebut disusun salah satunya menggunakan pendekatan analisis SWOT, yang meliputi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats)”, ujar Frea. Hasil pengamatan pada instansi tersebut akan diolah menjadi usulan Rencana Pengembangan Organisasi (RPO) yang dipresentasikan pada hari ketiga. Frea menambahkan bahwa seluruh peserta juga turut memberikan evaluasi kepada dosen pemandu. Lembar evaluasi yang disebar berfungsi pula sebagai indikator kekritisan mahasiswa dalam menyampaikan pendapat dan saran bagi orang lain. Selama LKMM-TM, 130 peserta tersebut dibagi dalam dua kelas dan masing-masing kelas terdiri atas beberapa kelompok kecil yang berisi delapan hingga sembilan orang. Masing-masing kelompok ini akan menyusun instrumen, mengadakan kunjungan ke instansi yang telah ditunjuk, menyusun RPO, dan mempresentasikannya di depan kelas. Kegiatan rutin tahunan ini adalah pertama kalinya dilakukan secara dua tahap. Menurut keterangan M. Abdau Firman Robbani, salah satu panitia dari mahasiswa, kegiatan ini diadakan dua tahap karena kuota untuk LKMM Tingkat Lanjut belum terpenuhi. “Ada kebijakan dari universitas untuk menambah kuota di LKMM Tingkat Lanjut,” ujar Firman. Abdul Fattah Noor, peserta perwakilan dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sangat antusias mengikuti LKMM-TM ini. “Menarik sekali acaranya, selain banyak menimba wawasan juga bisa menambah teman dari seluruh UM,” ujar anggota Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan IPA tersebut.Arvendo
Foto: Arvendo
UM Perkuat Kapasitas Manajerial dan Kepemimpinan Mahasiswa
Peserta LKMM-TM berdiskusi menyusun Rencana Pengembangan Organisasi (RPO)
Tahun 38 November-Desember2016 |
15
Seputar Kampus
Praktik Lesson Study Wujudkan Learning Community
K
oleh pemateri, tetapi juga mengajak guru maupun dosen yang ingin memberikan materi,” tutur Ketua I seminar tersebut, Daya Negeri Wijaya, S.Pd, M.A. Beliau juga mengungkapkan bahwa acara ini merupakan acara komunitas yang baru saja didirikan pada Januari 2016 yang diketuai oleh Ardyanto Tanjung, S.Pd, M.Pd., beliau adalah dosen Geografi Fakultas Ilmu Sosial UM. Acara yang diadakan di Aula Gedung I1 Lantai 7 FIS UM ini berjalan lancar dan dihadiri oleh 338 orang, termasuk dosen, guru, maupun mahasiswa. Selain itu, hadir pula guru dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS, Sejarah, HKn, dan Geografi se-Jawa Timur. Seminar kali ini diisi oleh lima pemateri, salah satunya adalah dosen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, yaitu Aditya Nugroho Widiadi, S.Pd., M.Pd. Pemateri yang lain adalah Ryo Suzuki (Praktisi Lesson Study dari Jepang), Dyah Prasetiani (Universitas Negeri Semarang), Novita Ristianti (MGMP IPS Kab. Pasuruan), dan Tatang Suratno (Universitas Pendidikan Indonesia). Hadirnya pemateri yang kompeten ini dapat menarik minat
Foto: Amey
ualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan hasil. Guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikan mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik. Maka dari itu, diperlukan kompetensi pembelajaran yang terus dikembangkan seiring majunya zaman. Berawal dari panggilan hati yang kuat dan tekad untuk mencerdaskan generasi bangsa, maka para tenaga pendidik dan dosen-dosen Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Malang (UM) mengadakan “Seminar Nasional Praktik Lesson Study Ilmu Sosial dan Humaniora” pada Rabu (09/11). Acara yang digagas oleh dosen FIS UM ini dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial UM, yaitu Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd. sebagai penasihat. “Tujuan dengan diadakannya Lesson Study ini kita ingin sharing cara mengajar yang baik, meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik. Kita semua di sini sama-sama belajar, seminar ini tidak hanya dilakukan
Praktik Lesson Study sebagai upaya meningkatkan profesionalisme pendidik
16 | Komunikasi Edisi 307
audience untuk mengikuti seminar ini hingga akhir. Menurut Adit “Lesson Study itu baru di Fakultas Ilmu Sosial, tapi ini semnas ke-4 yang dulunya Lesson Study adalah hibah dengan melakukan pendampingan terhadap guru-guru di Jawa Timur. Untuk tahun ini, kami berinisiatif untuk mendirikan sendiri dengan jangkauan yang lebih luas”. Mereka mempunyai motivasi ingin saling belajar dan mewujudkan learning community, yaitu masyarakat belajar, sesuai dengan slogan UM yaitu The Learning University. Harapan dengan diadakannya Lesson Study ialah untuk meningkatkan profesionalisme para tenaga pendidik. Semangat dari Lesson Study adalah model pembinaan profesi pendidik yang berupaya meningkatkan kualitas pembelajarannya, dilakukan dengan rencana bersama, dengan kegiatan do (bertindak), satu guru menjadi model satu observer, saat observasi pun banyak kegiatan yang bisa diambil pelajaran. Semangatnya adalah menjamin hak belajar setiap siswa dan upaya membangun komunitas belajar yaitu learning community.Amey
Seputar Kampus
Histeria Maba di Fisteria
F
Laisos dengan lagu-lagunya yang menghibur penonton. Setelah itu, disusul oleh aksi dari maba Jurusan Geografi yang menampilkan pertunjukkan band. Para penonton pun terbawa suasana dibuatnya. Maba Jurusan Sejarah juga tak kalah dengan tampilan musikalisasi puisi yang menyentuh. Mereka membawakan puisi tentang bangsa Indonesia yang tengah terpuruk. Tak hanya itu, maba Jurusan Sosiologi pun mengemas penampilannya yang tak kalah apik. Menampilkan vocal group yang dibumbui dengan atraksi dari atlet petinju dan pencak silat. Maba Pendidikan IPS tak kalah seru dengan flashmob-nya yang unik. Ada yang berperan sebagai ninja, kura-kura naga, dan kostum unik lainnya. Acara ditutup dengan penampilan dari maba Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan yang membawa sentuhan perkusi yang berhasil membuat penonton berdecak kagum. Diawali dengan menyanyikan lagu Lingsir Wengi yang sempat membuat merinding, kemudian diakhiri oleh lagu Bersatu dalam Jiwa yang membuat penonton semangat kembali. Setelah penampilan dari
semua maba selesai, maka para BKT tampil, baik BKT operet nusantara, BKT SDC, BKT Homeband Laisos, dan BKT Pheromone Voice. Menurut Septian, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIS UM, kegiatan Fisteria ini adalah puncak kegiatan mahasiswa baru untuk ajang berkreasi. Pemilihan tema “Sport” sebenarnya merupakan sebuah kampanye agar seluruh mahasiswa FIS dapat menjaga kesehatannya. “Fisteria sendiri adalah momentum untuk berkreasi,” ujarnya. “Dekorasi dari acara ini sangatlah menarik, membuat saya terkagumkagum untuk melihatnya, lighting-nya yang menawan, serta desain penataan alat-alatnya yang rapi, sehingga tidak menyita banyak waktu untuk peserta yang akan tampil selanjutnya. Tak hanya itu, saya juga mendapatkan banyak teman baru di UM karena acara ini sengaja dibuka untuk umum. Ini kesempatan buat saya untuk melihat para kreasi mahasiswa baru UM yang sangat memuaskan”, ujar Dinda Zilizilia, salah satu mahasiswa Universitas Brawijaya yang datang untuk melihat acara tersebut.Cintya
Foto: Chintya
akultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Malang (UM) menggelar acara Fisteria (17/11). Fisteria merupakan sebuah acara yang diperuntukkan bagi mahasiswa baru FIS sebagai ajang untuk berkreasi. Fisteria sangat dinantinantikan karena merupakan acara puncak dari Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) FIS tahun ini. Semua mahasiswa baru (maba)sangat antusias untuk melihat dan menampilkan bakat mereka. Tidak ada satu pun perwakilan jurusan yang tidak tampil. Semua bekerjasama dengan baik. Maba yang tidak tampil, mereka semua mendukung. Mereka juga mengikuti serangkaian acara yang telah ditentukan oleh panitia. Acara digelar meriah di Gedung Sasana Budaya UM. Dimulai pada pukul 16.30 WIB, Fisteria dibuka dengan penyanyian lagu Indonesia Raya, sambutan ketua pelaksana, dan pembacaan doa. Setelah semua rangkaian pembukaan selesai, acara yang telah ditunggu pun tiba. Pukul 16.55 WIB, Bidang Kegiatan (BKT) SPSS unjuk gigi di atas panggung. Dilanjutkan dengan BKT Homeband
Berlaga unjuk kebolehan di Gelar Karya Inovatif Fisteria, acara puncak Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) FIS
Tahun 38 November-Desember2016 |
17
Opini
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Jadi Menteri,
Berangkat dari Sini ! Oleh Ardi Wina Saputra
P
endidikan di Indonesia baru saja digemparkan dengan kebijakan pergantian menteri yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Salah satu menteri yang diganti adalah Menteri Pendidikan Anies Baswedan. Menteri muda yang belum genap menjabat satu periode ini digantikan oleh sosok yang sudah tak asing lagi bagi para akademisi di Kota Malang. Siapa lagi kalau bukan Prof. Dr. Drs. H. Muhadjir Effendy, M.Si. Muhadjir merupakan dosen di beberapa perguruan tinggi ternama di Kota Malang, termasuk Universitas Negeri Malang (UM). Selain itu, dia juga pernah menjabat sebagai rektor di Universitas Muhammadiyah Malang selama tiga periode berturut-turut. Setiap tugas yang diberikan padanya selalu membuahkan hasil membanggakan. Kepiawaian tersebut yang membuat presiden melirik Muhadjir untuk mengemban amanah melaksanakan tugas memimpin pendidikan di negeri ini. Namun siapa sangka, di balik kesuksesan dan
18 | Komunikasi Edisi 307
keberhasilannya itu, Muhadjir mengawalinya dari tempat ini, dari lembar demi lembar halaman majalah ini, Majalah Komunikasi UM. Ketika Muhadjir terpilih menjadi menteri pendidikan, berbagai media massa baik lokal maupun regional menyorot kiprahnya sejak muda hingga sekarang. Sungguh menakjubkan, menteri berusia 61 tahun itu ternyata merajut asa dari Majalah Komunikasi UM. Saat berkarya di UM, Muhadjir membutuhkan wadah untuk menuangkan pemikirannya yang kritis dan bernas. Itulah sebabnya ia mendirikan Komunikasi UM. Saat muda dulu tak ada yang mengira, Muhadjir akan sesukses sekarang. Ia bahkan sama seperti kita, menjadi mahasiswa kampus ini dan menulis segala pemikirannya di majalah kampusnya sendiri. Hanya satu yang ada dalam pikirannya, yaitu setia pada dunia jurnalistik dan tulis menulis. Jurnalis Kampus Keberhasilan Muhadjir Effendy menjadi menteri harusnya mampu mendongkrak
semangat para jurnalis kampus. Selama ini tak jarang orang masih menganggap remeh bahkan memandang sebelah mata, seorang jurnalis kampus. Bahkan tidak jarang posisi mereka ini seringkali disepelekan oleh teman-temannya sendiri. Menjadi jurnalis kampus memang tak segagah jurnalis resmi yang bekerja di media massa tekenal. Sebenarnya apabila dipandang dari sisi materialis, maka jadi jurnalis kampus sebenarnya tak seberapa bayarannya. Seringkali habis untuk transport, wawancara, atau untuk membeli sebungkus nasi, dan sebotol air mineral ketika lelah sepulang meliput berita. Jurnalis kampus yang bergerak di bidang pers mahasiswa (persma) malah lebih mandiri untuk menghidupi medianya. Tak sedikit dari mereka yang iuran atau mencari sponsor demi menerbitkan karyakarya jurnalistiknya. Sungguh sangat tidak mengenakkan, bukan? Di balik jerih payah perjuangan para jurnalis kampus, ada keuntungan yang berlipat-lipat jauh lebih mahal dibanding bayaran yang mereka terima per bulan. Keuntungan yang kasat mata, yang tak bisa ditukar dengan uang, bahkan tak terjamah secara fisik. Keuntungan tersebut adalah pengalaman yang tak dapat dibeli dan tak ternilai dengan lembaran uang setebal apapun. Pengalaman yang membuat seorang jurnalis kampus tiga puluh tahun silam mampu duduk di kursi kementerian tahun ini. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mengapa harus jurnalistik? Jurnalistik sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Produk utama dari jurnalistik adalah berita dan setiap orang butuh berita. Itulah sebabnya jurnalistik menjadi sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Seiring perkembangan zaman, masyarakat tidak hanya ingin menjadi konsumen dalam dunia jurnalistik. Tidak sedikit dari mereka yang ingin ikut terlibat dan ambil bagian dalam memproduksi berita. Pepy Nugraha, salah satu jurnalis senior harian Kompas menyebut fenomena ini sebagai fenomena Citizen Reporter atau jurnalisme warga. Kesadaran menjadi jurnalis yang baru muncul dua dekade terakhir, nyatanya sudah dimiliki oleh Muhadjir sejak tiga dasawarsa silam. Sadar akan kebutuhan itu, Muhadjir pun mempelopori beridirinya majalah-majalah kampus di Kota Malang. Sungguh ajaib, majalah-majalah tersebut tetap kokoh hingga sekarang. Perkembangan zaman tidak membuatnya mati, namun justru semakin hidup dan menghidupi nalar para pembacanya. Menjadi jurnalis juga membiasakan seseorang untuk mampu berpikir kritis. Segala kejadian yang terjadi di depan matanya dilihat menggunakan kacamata jurnalistik, sehingga fakta memiliki rasa. Tony Wagner dalam bukunya yang berjudul Global Achievment Gap menyebutkan
Opini bahwa pada dasarnya terdapat dua hal utama yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di negara maju, yaitu kesadaran berpikir kritis dan imajinasi tinggi. Kedua, prasayarat ini nyatanya ada dalam dunia jurnalistik. Ketika seorang jurnalis menulis berita, maka dia harus kritis untuk memilih dan memilah sudut pandang mana yang kelak disajikan dalam kolom berita miliknya. Selain kritis, jurnalis juga dituntut untuk memiliki imajinasi yang tinggi. Ia harus mampu merekonstruksi kembali serpihan-serpihan fakta yang ada dalam kepalanya sehingga menjadi satu kesatuan yang padu dan harmonis untuk ditulis kembali menjadi sebuah berita. Dua kunci utama itulah yang ternyata dimliki oleh Muhadjir ketika ia masih muda. Menjadi wartawan kampus membuatnya mampu mengasah kemampuan berpikir kritis serta mengembangkan imajinasinya.
Tidak hanya berhenti di situ, jurnalistik bagi Muhadjir laksana candu yang membuatnya terus dan terus menulis. Itulah sebabnya tak jarang kita melihat tulisan Muhadjir dimuat di koran-koran, baik lokal, regional, maupun nasional. Kemampuan itu juga dimiliki oleh mahasiswa UM. Tak jarang, saya temui tulisan para civitas academica UM memenuhi kolom-kolom media massa, mulai dari lokal hingga nasional. Kampus UM sendiri juga turut mengapresiasi setiap tulisan yang dimuat di media massa, itulah sebabnya warga UM semakin giat menulis. Meskipun demikian, apresiasi berupa materi sebenarnya bukanlah hal utama. Pengalaman untuk berani berpikir kritis dan kemampuan imajinasi yang terus menerus terasah adalah kunci dari semuanya. Langkah yang dilakukan oleh Muhadjir sebenarnya sama seperti langkah yang dipijak oleh mahasiswa
kampus ini yang mengabdikan dirinya dalam bidang jurnalistik. Oleh sebab itu, janganlah mahasiswa patah arang dalam menulis. Sadarlah bahwa kita sekarang sedang berangkat dari langkah yang sama, menyusuri tapak serta pijakan yang dulunya telah diukir sebelumnya oleh Muhadjir. Semoga kelak kita tetap setia menapaki langkah demi langkah hingga bermuara pada kesuksesan yang kita impikan. Bahkan jangan heran apabila ada salah satu atau salah dua dari kita yang duduk di singgasana Pak Muhadjir saat ini. Hal itu sangat mungkin, karena pada dasarnya, saya, Anda, dan Pak Muhadjir berangkat dari sini, dari lembar demi lembar di majalah ini. Majalah Komunikasi UM. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Sastra Indonesia dan Juara I Kompetisi Majalah Komunikasi UM Kategori Opini
Muhadjir Effendy: dari Komunikasi UM menjadi Mendikbud RI Nama Lengkap Tempat, Tanggal Lahir Alamat
: Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.Si. : Madiun, 29 Juli 1956 : Jalan Pisang Kipas Dalam Nomor 2-D Malang 65144
Profesi/Status: 1. Pegawai Negeri Sipil (Dosen) 2. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020 3. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2016-2021) Tanda Jasa: Satyalancana Karya Satya XX tahun 2010 Pendidikan: • S-3: Program Doktor Ilmu-Ilmu Sosial, Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Disertasi: “Pemahaman tentang Profesionalisme di Tingkat Elit TNI-AD (Studi Fenomenologi pada Perwira Menengah TNI-AD di Daerah Garnizun Malang)”. • S-2: Program Magister Administrasi Publik (MAP), Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tamat 1996. Thesis: “Analisis Kebijakan Bantuan Dosen Pegawai Negeri Sipil untuk Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia”. • Sarjana Pendidikan Sosial IKIP Malang, tamat 1982. • Sarjana Muda, Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, tamat 1978. Pendidikan Tambahan: • Visiting Program, Regional Security and Defense Policy, National Defense University, Washington D.C., USA, 1993. • Long term course, The Management for Higher Education, Victoria University, British Columbia, Canada, 1991. Pengalaman Pekerjaan: Bidang Pendidikan: • Rektor Universitas Muhammadiyah Malang selama 3 periode (2000- Februari 2016). • Dosen tetap Universitas Negeri Malang sejak tahun 1986.
Senyumnya pernah menghiasi meja redaksi Komunikasi Penuh arti, menginspirasi setiap yang ia temui Kuatkan semangat untuk terus berprestasi Jiwa pendidik sejati tertanam dalam diri pribadi Dalam kelas, ia tanamkan disiplin tinggi Agar mahasiswanya raih mimpi yang pasti Kini, negeri memanggilnya 'tuk mengabdi Mengemban amanah jadi Mendikbud RI
Profil Bidang Pers: • Penulis artikel lepas di beberapa media massa, antara lain Jawa Pos, Republika, Surya, Kompas, dan sebagainya • Pendiri dan redaksi surat kabar kampus Universitas Muhammadiyah Malang BESTARI, 1986 hingga sekarang • Kru Majalah Komunikasi UM eks IKIP Malang sejak tahun 1982 • Wartawan Semesta, Surabaya, tahun 1979-1980 • Wartawan Warta Mahasiswa, Ditjen Dikti, tahun 1978-1982 • Redaksi surat kabar kampus Mimbar Universitas Brawijaya Malang, 1978-1980 • Wartawan Mingguan Mahasiswa, Surabaya, tahun 1978 Pengalaman Organisasi: • Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2015-2020 (Bidang Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan). • Anggota Tim Visi Indonesia Berkemajuan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah: 2014. • Wakil Ketua Pengurus Pusat Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS): 2013–2017. • Penasihat Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia,
• • • • • • • • • •
Malang Raya: 2009–2012. Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Timur: 2014-sekarang. Anggota Dewan Pembina Ma’arif Institute for Culture and Humanity: 2010–sekarang. Wakil Ketua Pengurus Pusat Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS): 2013-2017. Ketua Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PKB-PII) Jawa Timur: 2012-2016. Ketua Umum Pengurus Pusat Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS): 2011-2014. Penasihat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Malang Raya: 2011-2014. Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim seIndonesia (ICMI) Jawa Timur: 2010-2015. Penasihat Badan Pengurus Cabang Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kabupaten Malang: 2010-2015. Pembina Badan Pembina Olahraga Mahasiswa Indonesia (BAPOMI) Provinsi Jawa Timur: 2010-2014. Penasihat Ikatan Sarjana Administrasi Pendidikan Jawa Timur: 2010-sekarang.
dok. Humas
Kata Mereka tentang Sosok Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.Si.
M
uhadjir Effendy, dosen berbagai perguruan tinggi di Kota Malang ini baru saja menggantikan Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kesuksesannya sudah dirajut sejak muda, mulai dari menulis di majalah kampus hingga beberapa media massa nasional. Siapa yang mengira bahwa yang kini menduduki kursi menteri itu memulai langkahnya dari sini, Majalah Komunikasi. Menjadi wartawan kampus membuatnya mampu mengasah kemampuan berpikir kritis serta mengembangkan imajinasinya. Majalah Komunikasi pada awalnya berbentuk koran dengan ukuran besar. Pada tahun 1980-an Muhadjir Effendy mulai menjadi reporter lepas dan tahun 1990-an menjabat sebagai ketua redaksi. Banyak teman-teman seperjuangan yang hingga saat ini masih menyimpan memori bersama beliau. Diantaranya adalah Dr. Mistaram, M.Pd., Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd., M.Si., dan Dr. Waras Kamdi, M.Pd. Bagaimana profil Muhadjir di mata teman seperjuangannya? Dr. Mistaram, M.Pd. Mantan Pimpinan Redaksi Komunikasi dan Dosen FS UM Pada tahun 1980-an yang menjadi Ketua Redaksi Majalah Komunikasi adalah Pak Syamsul Arifin dan saya baru sebagai reporter lepas. Sekitar tahun 1990-an, Pak Muhadjir Effendy menjadi ketua redaksi, saya sudah menjadi reporter tetap, dan Koran Komunikasi sudah menjadi tabloid. Setelah Pak Muhadjir Effendy menjadi
20 | Komunikasi Edisi 307
Kunjungan Mendikbud ke Universitas Negeri Malang
Rektor UMM, maka ketua redaksi diserahkan kepada saya. Saya dengan beliau sangat dekat, karena isteri saya bekerja di FIP bagian kepegawaian, sehingga saat Pak Muhadjir mau kenaikan pangkat pasti menghadap ke isteri saya. Setelah beliau menikah, saya dengan istri juga bersilaturahmi ke rumah beliau. Saat-saat beliau membimbing rapat Komunikasi sangat sejalan dengan saya, termasuk bagaimana membuat judul yang dapat membuat pembaca tertarik. Beliaulah juga yang mencarikan percetakan untuk diajak kerja sama. Dulu setiap tahun reporter Komunikasi diajak untuk rapat di kawasan Coban Rondo atau di Selorejo agar ada suasana yang berbeda. Pribadi Pak Muhadjir Effendy sangat tegas, sesekali berkelakar walau agak kaku. Setahun yang lalu, saat hendak berangkat
ke Jakarta saya bertemu beliau di Bandara Abdulrachman Saleh Malang. Beliau melucu dan kita saling berolok-olok. Hahaha ... Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd. Anggota Penyunting Komunikasi dan Guru Besar FIP UM Saya masuk redaksi Majalah Komunikasi tahun 1983. Saat itu saya masih mahasiswa semester 5, lalu diperpanjang lagi pada semester 7. Tentu, semuanya berkat kepercayaan yang diberikan oleh Pak Muhadjir. Kala itu, Pak Muhadjir sebagai Redaktur Pelaksana Majalah Komunikasi, Pemimpin Redaksinya Pak Syamsul Arifin, Pembantu Rektor III. Awalnya, saya sebagai reporter, kemudian setelah jadi dosen, tahun 1986 baru menjadi anggota dewan redaksi. Pak Muhadjir dekat dengan semua kru Komunikasi. Saat masih menjadi
Profil dan mengetik bersama-sama di Kantor Komunikasi. Menariknya, ketika berangkat ke percetakan Suara Indonesia di Jalan KH. Hasyim Asy’ari Malang semua berjalan kaki dari kampus IKIP Malang dan itu dilakukan malam hari. Semalam suntuk kami tidak tidur untuk mengoreksi hasil layout koran. Bagi saya, beliau sangat baik. Beliau termasuk pekerja keras dan ulet. Pak Muhadjir termasuk orang serius yang suka bercanda. Beliau juga termasuk orang yang sangat taat terhadap pemimpin. Ketokohannya sudah kami rasakan sejak masih menjadi mahasiswa. Hampir semua pekerjaan yang diamanatkan oleh pimpinan selalu dapat diselesaikan dengan baik. Makanya, kala itu kami sudah memprediksi kalau suatu saat beliau menjadi orang besar. Saya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Pak Muhadjir adalah pribadi yang religius. Dimanapun beliau bertugas, saat malam selalu sholat tahajud. Saat layout koran di Suara Indonesia, beliau juga menyempatkan untuk sholat tahajud di musola surat kabar. Termasuk saat mencetak koran Komunikasi di percetakan Surat Kabar Memorandum Jalan Pahlawan Atas Surabaya, beliau juga selalu tahajud. Yang paling membuat kami terkesan selaku saya menjadi mahasiswa kala itu, Pak Muhadjir sangat dermawan. Saat menjadi Pembina Asrama Mahasiswa UM, honor yang beliau dapat dari koran-koran sering dipakai mentraktir mahasiswa. Makanan dan minuman kala itu, tidak semelimpah sekarang. Tidak hanya itu, beliau banyak berbagi inspirasi, baik menyangkut kemahasiswaan, kehidupan, keagamaan, tata pergaulan, etika, dan kesantunan. Beliau getol menshare hal-hal positif.
Dr. Waras Kamdi, M.Pd. Mantan Kru Komunikasi dan Guru Besar FT UM Yang saya kenal, beliau sangat cerdas, ide-idenya visioner, melampaui pemikiran kebanyakan orang, serta piawai dalam mengelola ide dan menyelesaikan masalah. Gaya jurnalisnya masih kental, karena memang beliau besar juga dari lingkungan jurnalistik. Beliau juga seorang fotografer. Mungkin karena kebiasaannya dengan zoom in zoom out objek di lensa kameranya itu juga beliau memiliki kepekaan yang tajam dalam melihat lanskap kehidupan. Sosok Mendikbud Muhadjir, mampu melihat dan menemukan potensi-potensi unik di sekitarnya yang tidak banyak ditangkap kepekaan indera orang lain kebanyakan. Banyak orang kemudian terbelalak ketika buah karyanya muncul ke permukaan. Karena itu, jangan terkaget-kaget jika nanti Pak Muhadjir membuat kebijakan terobosan untuk membenahi pendidikan di negeri ini. Saya yakin, kepiawaian taktis strategis beliau mampu mengurai benang kusut pendidikan kita dan memberikan solusi banyak paradoks pendidikan di negeri ini. Ada yang sangat terkesan bagi saya pribadi selama ia mengalami menjadi mahasiswa di bawah binaan Prof. Muhadjir tahun 1980-an. Usai lulus S1 pada 1985, saya meminta doa restu melamar kerja di suatu penerbitan lokal di Jatim (Jawa Timur). Dan, beliau bilang “Ndak, Dik. Awakmu cocok di sini (di IKIP Malang maksudnya)�. Saya ikuti saran beliau dan saya diterima menjadi dosen IKIP Malang Januari 1986. Andai saya tidak mengikuti saran beliau mungkin saya tidak jadi guru besar di UM.Maulani
dok. Humas
reporter, saya diberikan rekomendasi menjadi wartawan Liberty, sebuah Majalah Wanita yang terbit di Kota Surabaya. Setiap Majalah Komunikasi akan terbit, pemimpin redaksi selalu mengundang rapat untuk membahas rencana berita yang akan dimuat. Apa yang akan jadi headline atau berita utama, termasuk berita-berita apa saja yang akan ditulis. Para anggota dan dewan redaksi melaporkan hasil editing artikel di berbagai bidang: pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sastra, dan budaya. Hasil rapat redaksi itu, kemudian ditindaklanjuti oleh Pak Muhadjir sebagai redaktur. Dalam rapat lapis kedua ini, beliau membagi tugas untuk menggali berita. Ada target waktu untuk penyelesaian tugas masing-masing. Setelah semua berita terkumpul, Pak Muhadjir yang me-layout koran halaman demi halaman secara manual, belum terkomputerisasi seperti sekarang. Karena Komunikasi kala itu ada delapan halaman ukuran surat kabar Kompas. Berita, reportase, feature (tulisan khas), artikel, cerpen, semua diketik menggunakan mesin ketik. Setelah dilayout, semua naskah dibawa ke percetakan surat kabar Suara Indonesia yang terbit di Kota Malang, tepatnya di Jalan KH. Hasyim Asy’ari. Setelah naskah di-layout barulah Pak Muhadjir beserta kru Majalah Komunikasi lainnya melakukan koreksi kesalahan ketik ulang yang dilakukan oleh petugas percetakan. Lagi-lagi, Pak Muhadjirlah yang mengomando semuanya, sehingga Majalah Komunikasi bisa terbit. Banyak hal yang tidak bisa dilupakan saat bersama Pak Muhadjir di Redaksi Majalah Komunikasi, seperti berbagi memburu berita, tugas wawancara,
Penyerahan kenang-kenangan dari UM untuk Mendikbud
Tahun 38 November-Desember2016 |
21
Foto: Maria dok. Internet
Urban Pop:
Suasana Urban Pop Cafe
Dari Hobi Jadi Bisnis
22 | Komunikasi Edisi 307
dok. Instagram
S
uasana temaram menjelang senja terasa syahdu. Rintik gerimis menumbuhkan kesejukan. Membuat enggan berdiri dari sofa yang terletak di sebuah ruangan tepi jalan. Ruang segi empat dengan lampulampu menggantung di atasnya. Sumpit dan garpu beradu di atas sajian makanan yang disantap oleh pengunjung. Alunan musik melantun memenuhi ruangan. Terlihat sebuah layar segi empat berwarna hitam menampilkan gadis-gadis cantik yang menari mengikuti dentuman musik. Tak lelah rasanya mendengar sapaan hangat pramusaji yang mengatakan“Annyeong haseyo� Benar. Aku berada di sebuah kafe Korea yang terletak di Jalan Maninjau Raya 85 Sawojajar. Plakat Urban Pop terpampang di muka. Urban yang memiliki makna daerah pinggiran kota dan pop yang diambil dari Korean Pop (k-pop). Sebuah kafe yang tak jauh beda dengan kafe-kafe di Malang, jika dilihat dari luar. Namun ketika melangkah masuk, serasa terlempar jauh ke negeri asing. Seperti berada dalam drama-drama Korea dengan artis Lee Min Ho ataupun Park Shin Hye. Sambil menunggu si pemilik datang, aku pun memutuskan untuk mencicipi beberapa nama makanan khas Korea yang berderet di menu. Kimbap dan Jajangmyun memecah di lidah. Butuh waktu untuk menyesuaikan dengan citarasa yang tersaji. Terlihat beberapa pengunjung dengan style Korea bercanda riang. Beberapa anak muda berseragam sedang belajar bahasa Korea dengan seorang wanita muda berambut pirang. Wanita muda itu fasih dan telaten mengajarkan kata dan kalimat kepada mereka. Si pemilik datang ketika langit sudah gelap. Ia memperkenalkan dirinya. Deasy Riski Fitriani, seorang mahasiswa Pascasarjana Jurusan Sastra Inggris, Universitas Negeri Malang. Tak butuh waktu lama, ia pun bercerita mengenai perjalanannya. Awal mulanya, ia menyukai band-band Korea yang biasa disebut dengan k-pop. Itu merupakan hal yang populer saat ia masih menempuh pendidikan
Acara live music di Urban Pop Cafe
sarjana (2010). Lalu ia memutuskan untuk bergabung dalam sebuah klub yang dinamakan Indrea Klub. Klub yang didirikan oleh native dari Korea ini mengajarkan segala hal tentang negaranya. Terlebih lagi tentang budaya dan bahasanya. Tak heran jika Deasy cepat menguasai bahasa Korea karena ia berhadapan langsung dengan pengajar asal Korea. Selama bergabung di Indrea Klub, ia bertemu dengan seorang mahasiswi Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) angkatan 2011, Adisa Betari. Disitulah mereka saling berbagi hobi dan kesukaan terhadap boyband Korea. Sempat mereka pergi mengunjungi Korea untuk berlibur bersama. Menikmati keindahan Seoul dengan makanan khasnya. Kemudian tercipta ide untuk mendirikan sebuah kafe bernuansa Korea. Kafe ini berdiri pada pertengahan tahun lalu (Mei 2015). Tepatnya saat Deasy telah menyelesaikan program sarjananya. Ia ingin beristirahat selama setahun sebelum melanjutkan ke program magister. Bersama partnernya, Disa, ia mempersiapkan segala kebutuhan dan keperluan yang dibutuhkan. Seperti penuturannya yang menyatakan “Disa merupakan orang yang lebih banyak andil dalam pendirian kafe
Cerita Mereka
dok. Pribadi
orang terbiasa dengan makanan khas asli Korea. Orang Indonesia akan menganggap makanan Korea itu hambar. Begitu juga orang Korea yang menganggap makanan Indonesia terlalu asin atau manis. Seperti yang dikatakan Deasy, “Makanan asli Korea itu terasa hambar. Tidak seperti orang Indonesia yang suka bermain bumbu di makanannya” ujarnya. Tak bisa dipungkiri, citarasa yang berbeda menghasilkan makanan khas yang berbeda. Itulah perjalanan dari seorang gadis muda yang asal Madiun. Ia merantau untuk menempuh pendidikan. Namun, ia juga memberanikan diri menjadi wirausahawan. Walaupun sempat jatuh, namun ia berhasil bangkit lagi. Menyalurkan apa yang ia suka menjadi sebuah peluang bisnis. Sampai pada akhirnya usahanya kini selalu ramai oleh pengunjung. Ilmu dan pengalaman berhasil ia kantongi. Memiliki kesukaan atau hobi di luar pendidikan yang ditempuh bukan merupakan hal yang pantas diremehkan. Jika hal itu bisa ditekuni dan menjadi peluang untuk menjadi lebih maju, mengapa tidak.Maria
Deasy Rizki Fitriani, pemilik Urban Pop Cafe
dok. Instagram
ini. Tempat ini sebenarnya adalah milik Disa,” ungkapnya. Mendirikan usaha sendiri tak akan luput dari resiko yang besar. Terlebih lagi jika usaha yang dibangun terletak di daerah perantauan. Banyak pertanyaan yang muncul. Apakah usaha akan berjalan lancar? Apakah modal yang diinvestasikan bisa kembali? Juga apakah usaha tersebut bisa bertahan menghadapi pesaing? Banyak lulusan yang lebih memilih untuk melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan besar dengan gaji yang pasti. Namun tidak untuk perempuan asal Madiun ini. Ia tetap menggenapkan tekad dan niat untuk menggengam resiko dan menjadi pebisnis. Bakat dan keinginan kuatnya seakan menjalar dari keluarganya yang suka berbisnis. Jatuh bangun menjalankan usaha menjadi cambuk untuk menjadi lebih tegar. Sempat gagal saat mendirikan usaha gerai minuman di Malang tak membuatnya kapok. Ia mengabaikan rasa takut gagal lagi dan tetap semangat menyalurkan hobi menjadi sebuah bisnis. Alhasil, kafe tersebut selalu ramai oleh pengunjung. Tak puas menjadi bussiness woman, perempuan kelahiran 27 Maret 1993 ini juga belajar beladiri Muay Thai, seni beladiri yang belajar dari negara Gajah Putih–Thailand. Selain itu dia juga menjadi guru privat. Ia mengajarkan bahasa Inggris, bahasa Korea, juga bahasa Indonesia untuk orang Korea. Sebenarnya padatnya kegiatan yang dijalani membuatnya kerepotan membagi waktu. Kewajiban paling utama adalah menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai mahasiswi pascasarjana. Namun seakan keras kepala pada dirinya sendiri, ia mengaku “Sayang jika punya ilmu namun tidak dibagi, jadi walaupun sibuk, saya tetap memenuhi permintaan orang Korea yang benar-benar ingin belajar bahasa Indonesia” tuturnya. Tak sengaja berbicara tentang guru privat, ternyata yang mengajar bahasa Korea awal lalu kepada anak muda berseragam adalah Disa. Menyesal rasanya tak bisa berbincang dengannya. Hanya cerita dari Deasy yang membuat percikan kagum pada sosoknya. Dialog pun terus berlanjut. Rasa penasaran terus saja menguap. Dari awal perjalanan, kesulitan, sampai pada strategi yang dipilih. Karena Deasy dan partnernya, Disa, masih belajar untuk berbisnis, maka mereka merekrut manajer yang bisa mengaturl manajemen kafe. Selain itu, mereka merekrut pegawai dari dancer yang sudah memiliki penggemar. Ini merupakan salah satu strategi pemasaran yang dijalankan. Dengan kata lain, kafe tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi pecinta Korea saja. Namun juga bagi anak muda yang ingin menikmati waktu santai sekadar nongkrong ataupun diskusi. Menu yang disajikan tidak murni asli dari Korea. Deasy memadukannya dengan citarasa Indonesia. Karena tidak semua
Menu Urban Pop Cafe
Tahun 38 November-Desember2016 |
23
Foto: Arni
Info
Rumah Serem launching single andalan "Kopine Pak Jokowi"
“mera(h)wani” rumah serem
A
da saja ragam kreasi anak muda khususnya di bidang seni. Sebut saja Rumah Serem. Jangan membayangkan kalau nama tersebut menggambarkan wahana ruang gelap dengan pion-pion menyeramkan seperti di pasar malam pinggiran kota. Rumah Serem yang awalnya sebagai icon dari Fakultas Sastra dengan formasi band, kian hari kian menampakkan taringnya untuk membuktikan kalau mereka produktif dan bernilai tinggi. Salah satu hasil jerih payah band yang telah dirintis sejak 2013 ini adalah launching single pertamanya di Kafe Pustaka (04/11). Tema yang diambil cukup unik, yaitu ”Mera(H)Wani”. Filosofi dari tema ini adalah keberanian Rumah Serem mengawali langkah pertama dalam memperkenalkan lagunya. Tema tersebut senada dengan judul lagu yang di-launching, yaitu “Kopine Pak Jokowi” yang sekaligus menjadi andalan Rumah Serem. Asal muasal lagu tersebut diciptakan ketika sedang ramai topik
24 | Komunikasi Edisi 307
pemerintahan baru Pak Jokowi kala itu. Personil Rumah Serem sangat terinspirasi dari sosok beliau. Lirik yang paling mereka sukai yakni “Pak Jokowi yo ngombe kopi”. Disitulah mereka menafsirkan kopi tidak memandang kasta untuk bisa dinikmati. “Siapapun minum kopi dari presiden hingga rakyat-rakyat kecil yang bekerja serabutan,” kata Amin, vokalis Rumah Serem. Selain lirik dan komposisi irama yang mereka ciptakan, Rumah Serem juga menyandingkan dengan penggarapan video yang diikutsertakan dalam launching tersebut. Video klip yang sederhana tapi mampu menggambarkan pesan dari lagu tersebut. Bahkan, dalam video klipnya, teman-teman personil Rumah Seremlah yang menjadi modelnya. Pesan yang juga ingin disampaikan oleh Rumah Serem ialah bahwa di hadapan Tuhan semua umat sama, tapi kalau di Rumah Serem semua minumnya sama. Kekompakan ketika membawakan lagu dan launching single pertama juga terlihat dari gaya mereka yag
sederhana juga karakter wajah yang mereka buat mirip. Kedelapan personil yang mengiringi termasuk dua vocal yang dimiliki. Setiap dari mereka menghias wajah dengan mengambil warna dasar putih dan dihias sesuai karakter masingmasing. “Salah satunya ada boneka kayu hingga mirip pada karakter boneka Chuki,” kata Amin. Rumah Serem juga mengundang beberapa home band lainnya untuk berkolaborasi. Ada Tani Maju, Audio Six, Monohero, dan beberapa lainnya. Ramai riuh dari penonton pun juga mewarnai perform mereka semua. Mengiringi dan menjadi saksi dari salah satu hajat terbesar Rumah Serem. Akan ada performa selanjutnya dengan lagu-lagu lain yang telah disediakan. Tentunya dengan ciri khas genre music cross over monochromatic yang mereka usung. “Genre ini perpaduan dari segala aliran musik yang kita padu padankan dalam membawanya,” jelas Amin.Arni
dok. Pribadi
dok. Panitia
Info
Foto bersama dosen pembimbing, BNN, dan pihak sekolah
PROBIS UM lahirkan EO MUDA
M
enjadi seorang event organizer (EO) di usia muda? Ternyata bukan hal yang mustahil, setidaknya mahasiswa semester 3 dari program studi Public Relations dan Komunikasi Bisnis, Pendidikan Ketrampilan Otomotif Bisnis Industri dan Teknologi Informasi (Probis) Universitas Negeri Malang telah membuktikanya. Hari Sabtu (12/11) menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi siswa maupun siswi di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 15 Malang yang beralamat di Jalan Bukit dieng T/8 Kelurahan Karang Besuki Kecamatan Sukun. Pada hari itu diadakan kampanye sosial “Gerakan Anti Pergaulan Bebas Narkoba dan HIV AIDS�. Uniknya dalam kampanye sosial yang di lakukan, panitia mendatangkan pihak yang bersangkutan seperti Badan Narkotika Nasional (BNN). Tidak seperti kampanye sosial pada umumnya, kali ini dikemas lebih menarik dan meriah. Sekitar 150 siswa maupun siswi dari kelas 7 maupun 8 terlibat dalam acara ini. Para peserta sangat antusias
mengikutinya, nampak dari raut wajah mereka yang ceriah dan sumringah. Dalam acara ini, dewan guru juga tak mau ketinggalan. Mereka juga ikut berpartisipasi dan turut andil. Sebelum kampanye sosial dimulai, para peserta berkumpul di depan Aula SMPN 15 Malang. Siswa-siswi tersebut dikumpulkan dalam barisan sesuai dengan kelas mereka masing-masing. Dalam waktu itu juga, panitia mendata dan membagikan konsumsi berupa snack dan air mineral. Setelah itu, para peserta memasuki aula sembari bercanda gurau, kemudian dilanjutkan pembukaan acara kampanye sosial oleh Agus Wahyudi, S.pd., M.pd., Kepala SMPN 15 Malang. “Panitia tentu sangat bersyukur dengan antusias siswa dan siswi dari SMPN 15 Malang, terutama kepada dewan guru yang selalu memantau dan memberikan masukan sebelum acara. Sungguh di luar dugaan dan ekspektasi kami dan jelas ini sangat jauh dari target awal panitia sebelumnya, terima kasih juga kepada pihak-pihak yang telah mensupport sehingga acara berjalan lancar dan sukses,� imbuh Moh. Sodiq, Ketua
Pelaksana, sembari tersenyum lebar. Turut hadir juga dalam kampanye sosial Kepala Sekolah SMPN 15 Malang, para dewan guru, perwakilan BNN, tak ketinggalan juga dosen pembimbing Prodi Public Relations dan Komunikasi Bisnis, Eflina Nurdini F.M,.S.I.Kom. Di lain kesempatan, Moh. Sodiq juga menambahkan bahwa kampanye sosial ini berawal dari matakuliah Account Public Relations. Pada awalnya ia sangat tidak yakin acara bisa berjalan atau tidak. Karena ini kali pertama panitia ini mengadakan event. Bahkan rasa was-was selalu ada. Tapi itu semua terbantahkan sudah dengan antusias para peserta kampanye sosial dan dewan guru yang selalu membantu apa yang diperlukan panitia hingga acara berjalan sukses seperti ini. Ia juga membagikan tips atau trik menjadi seorang EO, antara lain menentukan target event, membuat tujuan event, membuat daftar perencanaan yang jelas, menyiapkan rencana B, menyiapkan rencana C, membuat anggaran dana, kerjasama dengan pihak-pihak terkait, urus perizinan, cari sponsor, jangan kenal lelah dan terapkan valuasi.Adi Tahun 38 November-Desember2016 |
25
Info
Ijabah Doa di Tanah Rantau Terselip misi menduniakan bahasa Indonesia di ASEAN melalui pembelajaran di Thailand
B
Mahmud Mushoffa dari Jurusan Sastra Indonesia. Namanya juga PPL/KKN terpadu, mereka harus melebur dengan masyarakat. “Kita cuma bisa membenarkan printer yang error sedikit sama mereka sudah dianggap ahli di bidang teknisi yang lainnya. Bisa sangat sering jika elektronik yang lain rusak akan dipanggil lagi,” kata Mahmud ketika menceritakan pengalaman uniknya. Jarak yang lumayan jauh dari Indonesia membuat mereka harus bisa survive dengan segala yang terjadi. Terkadang ada keajaibankeajaiban yang tak terduga menghampiri. “Menurut saya, di sana miracle banget. Doa-doa hampir seluruhnya terjawab. Contoh kecilnya saja ketika saya sangat mebutuhkan nam kheng atau air es karena hawa sangat panas dan tidak memungkinkan untuk keluar sendiri. Tiba-tiba ada siswa yang lewat depan kamar dan saat itu pula ia menawarkan nam kheng tersebut,” kata Dina Nisrina, mahasiswi Sastra Indonesia, pengajar bahasa Indonesia di sekolah Wiengsuwanwittayakhom School. Dina juga berhasil mengudarakan bahasa Indonesia di perbatasan Thailand-Malaysia melalui stasiun radio swasta Sungai Kolok. Ia mengajak para pendengar untuk menyanyikan alfabet Indonesia. Hingga berakhir di bulan Oktober 2016 semua telah tercatat rapi. Kenangan-kenangan tercipta antara mereka dengan siswa, pendamping, ataupun masyarakat. Tidak hanya berhenti di situ, Mahasiwa PPL/KKN juga beberapa kali masih berkomunikasi dengan guru-guru maupun siswa di sana. Tak kalah menarik, ketika acara penutupan selesai digelar, ada seratus siswa yang mengantar kepulangan Mahmud Mushoffa sebagai salam terakhir. Saking akrabnya dan sudah menjadi bagian dari kehidupan para siswa yang saat itu sebagai santri Mahmud. “Sampai kursi itu nggak cukup hanya untuk tempat duduk siswanya Mahmud saja,” kata Dina yang juga Duta Kampus UM 2015.Arni
dok. Panitia
dok. Panitia
eruntunglah mahasiswa yang mahir beberapa bahasa. Seperti teman-teman mahasiswa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)/Kuliah Kerja Nyata (KKN) Thailand. Mereka diuji mengenai kualitas berbahasa untuk bisa menjadi guru dan mengabdi di sana. Mereka wajib menguasai bahasa Arab, Inggris, maupun Indonesia. Enam belas mahasiswa terpilih tersebut berasal dari Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), dan tentunya Fakultas Sastra (FS). Selama lima bulan mereka mendampingi siswa-siswi Thailand Selatan dalam berbahasa. Di negara tersebut sedang gencargencarnya membentuk kualitas anak didik melalui bahasa Arab, Inggris, dan Melayu. Banyak dari siswa Thailand yang masih belum familiar dengan huruf alfabet, karena dalam keseharian mereka menggunakan aksen Thai. Mahasiswa UM dituntut cerdik untuk mengakali permasalahan tersebut dengan cara mengombinasikan penjelasan menggunakan bahasa Thailand. “Beruntung sekali kami dari sini mendapat pembekalan bahasa Thailand sebelumnya,” kata Yuvita Dwi Agnie Bestyana, mahasiswa Sastra Jerman sebagai guru bahasa Inggris. Setiap mahasiswa ditempatkan di berbagai sekolah yang berbeda-beda. Hanya ada satu guru dari mahasiswa Indonesia di satu sekolah tersebut. Ada sekolah formal, ada pula yang berbasis pesantren maupun asrama. Itulah salah satu alasan mahasiswa yang dikirim ke Thailand wajib memiliki dasar agama yang kuat. Minimal bisa membaca Alquran dengan lancar, karena sering kali akan menjadi guru mengaji di asrama maupun pesantren. “Saya mendapat kesempatan mengajar bahasa di sekolah yang berbasis pesantren. Kalau di tempat saya prefer dengan hal-hal yang berbau agama. Misalnya sholawatan dan sebagainya,” kata
30 | Komunikasi Edisi 307
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Thailand
Foto: Iven
Info
Peserta Pagelaran Busana di "Grand Show Bhinneka Trend Fashion 2017"
Balutan Budaya dalam Trend Fashion 2017
P
erhelatan bergengsi kembali mewarnai gedung Graha Cakrawala Universitas Negeri Malang (UM) pada Minggu (05/11). Pasalnya desainer muda jebolan Tata Busana UM menggelar “Grand Show Bhinneka Trend Fashion 2017”. Bekerjasama dengan University Tekhnoloy Mara Malaysia yang diwakilkan langsung oleh Dr. Asliza Aris sebagai programe coordinator of fashion design. Menampilkan tren desain nusantara yang dikemas secara modern dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, seperti Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, Papua, dan Kalimantaan. Mengusung tema “Bhinneka” berarti adanya berbagai macam budaya yang berbeda dari pulau-pulau besar yang ada di Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi kreasi gelar cipta busana yang mengintegrasikan modern culture tanpa menghilangkan karakteristiknya. Alhasil, delapan sub-tema mewarnai kegiatan fashion show, yakni Royaume yang menonjolkan Jawa, Vigilant menampilkan keelokan Bali, Fulimoluccas memamerkan Maluku, Carvacritetter yang mempresentasikan Sulawesi, lalu Numericraft menyuguhkan keunikan Papua, selanjutnya Namisoa memamerkan Nusa Tenggara Timur, dan Maharupatera membawakan karakter Sumatera, serta Neodynamic untuk Kalimantan. Acara dibuka dengan ditandai hadirnya Dr. Andoko, ST. MT., sebagai Dekan Fakultas Teknik (FT), Agoeng Soedir Poetra sebagai koreografer pagelaran, Dra. Endang Prahastuti, M.Pd. sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) Tata Busana, Dra. Esin Sintawati, M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Teknologi Industri (TI), dan Dra. Sri Eko Puji Rahayu, M.Si. sebagai dosen pembimbing, serta Nurul Hidayati, S.Pd., M.Sn. sebagai dosen pembina perencanaan pameran hingga penanggung jawab acara “Bhinneka”, Agus Sunandar, S.Pd, M.sn. Hebatnya, selain membuat baju, desainer juga harus aktif dalam
kepanitiaan. Selain itu, setiap mahasiswa yang mengikuti pagelaran diwajibkan membuat dua baju, yakni ready to wear dan avantgrade. Namun, hal tersebut tidak lantas membuat acara kurang maksimal. Justru melahirkan kesuksesan dengan hadirnya guest star Vidi Aldiano. Acara berlangsung sukses, meski proses pengerjaan pagelaran lebih singkat dibandingkan tahun lalu. Uniknya, di setiap keluarnya model untuk memeragakan busana juga diselingi tarian modern tradisional terlebih dahulu untuk mewakili sub-tema busana yang diperagakan. Selain itu, rangkaian acara menarik lainya adalah pengumuman bagi desainer dengan kategori The Best of The Best. Kali ini peraihan gemilang tersebut diperoleh dari tim Namisoa yang memfokuskan pada tema Cryptic Irredescent pada Trend Fashion 2017 Grey Zone. Ciri khasnya terdapat pada craft yang membentuk kain berupa sisik, serta penekanan karakter komodo yang dikombinasikan dengan kain tenun khas Nusa Tenggara, anyaman, ayam hutan, dan pasir pantainya yang putih. Semua di kombnasikan jadi satu. Filosofi itulah yang menghantarkan desain busana Maddi oleh Yushatea Doro Putri sebagai The Best of The Best. “Sempat H-1 penilaian baju saya kekurangan bahan, sedangkan bahan harus dibeli di Surabaya. Saya langsung ke sana dan malamnya menyelesakan jahitan untuk besoknya pemotretan. Tapi tetap saja tidak terkejar dan harus mengikuti pemotretan susulan,” ujarnya sembari mengingat perjuangan membuat karya luar biasa. Perempuan dua puluh tahun itu juga menambahkan bahwa busana yang ia buat terinspirasi dari karakter komodo sebagai predator yang ditakuti. Selain itu, ada pesan yang ingin disampaikan dalam karyanya yakni perwujudan sosok ratu yang ditakuti dan dihormati oleh rakyatnya. Tetapi sang ratu memiliki hati lembut seperti bulu yang ada pada desain baju.Iven Tahun 38 November-Desember2016 |
27
Pustaka
Mengarungi Neraka dalam Jagad Fiksional
Mockuo Repro Internet
Oleh Teguh Dewangga
Judul buku Penulis Penerbit Tahun terbit Tebal
J
: Bersepeda ke Neraka : Triyanto Triwikromo : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) : April 2016 : viii + 229 halaman
ika fiksi dianggap sebagai sarana menyampaikan pesan secara bias, buku ini menjadi penyampai pesan yang begitu ringkas dan akurat. Penulisnya tidak lagi menggunakan kalimat-kalimat panjang. Triyanto cukup menuliskan separagraf kalimat. Buku ini tak ubahnya menjadi sekumpulan fiksi ringkas yang teramat jarang ditemui dalam dunia sastra. Ia membentuk jalan menulisnya sendiri. Dunia nirkalanya itu berisi prosa yang dihuni baris-baris puisi, begitu pula puisi-puisinya disesaki oleh prosa dengan begitu ringkas, keduanya seolah tahu bahwa mereka harus ditulis beriringan dalam buku ini. Terdapat enam bab dengan ratusan judul serta ilustrasi-ilustrasi yang tak ubahnya menjadi penanda setiap kisah. Cerita-cerita singkatnya dihuni bermacam tema yang menjadi judul-judul
28 | Komunikasi Edisi 307
kecil di setiap halaman. Mulai dari agama, ayat-ayat musykil, teka-teki pembunuhan, bahkan sampai menerabas riwayat hidup seseorang. Kritik terhadap tragedi-tragedi sosial yang pernah terjadi juga tak lepas dari buku ini. Ia menyinggung secara halus tentang tragedi berdarah pembuangan mayat-mayat di sungai pada tahun 1965, penembakan besar-besaran secara misterius pada tahun 1980, serta kerusuhan 1998 yang masih menyisakan bekas luka. Dalam bab Permainan, sejatinya yang tertulis adalah permainan bahasa itu sendiri. Triyanto memainkan kata dan metafora membuat kalimat pendeknya semakin mengukuhkan keberadaan dan karakter sang tokoh. Kisahnya terasa sungsang dan tidak selaras dengan logika yang ada, cerita tersebut terlihat jelas dalam judul Menggoreng Bunga di Langit Biru.
Bahkan sejarah dengan tahun-tahun faktualnya ia kemas menjadi cerita yang maharingkas. Dalam bab Kisah, cerita dengan judul-judul panjang seolah membawa pembaca untuk menggali kembali sejarah yang tertimbun. Bagian tersebut membawa kita kepada kehidupan Kota Semarang pada serentetan waktu. Berawal dari kisah syahbandar pada tahun 1547 hingga keputusan Residen Semarang yang membakar kota miliknya pada tahun 1942. Ia memunculkan fantasi dalam sejarah-sejarah untuk menggiring cerita agar menjadi lebih padat dengan ceracau, anekdot-anekdot, dan kejenakaan khas miliknya. Ada pula kisah-kisah spiritual yang ganjil dengan penggambaran kemelut batin setiap tokoh. Hal tersebut tercantum dalam bab Kisah Dua Belas Kisah. Begitu pula dengan bab Teror, cerita ringkasnya membawa warna sedih tersendiri. Kobaran api hingga daging memburai digambarkan dengan lebih puitis. Ceritanya yang cergas-cepat dan gesit membawa kita bertamasya ke jagad fiksional miliknya sendiri. Mungkin dari pembaca akan bertanya-tanya apakah benar fiksi bisa sependek itu? Tapi jika kita telah memutuskan untuk mengarunginya, kita harus menanggung konsekuensi untuk diajak menikmati kisahkisah ganjil yang ditujukan untuk membalikkan logika dan menumpulkan pikiran. Buku yang dihimpun dari kisah-kisah yang dikumpulkan selama 20 tahun oleh penulisnya tak pelak menjadi alternatif dalam menikmati sastra fiksi di Indonesia. Jika dalam satu judul buku ini pengarang lain dapat menuliskannya menjadi sebuah buku, Triyanto cukup menuliskan dalam satu paragraf. Penuturannya yang nyleneh membuat siapa saja tahu bahwa cerita tersebut ditulis untuk membawa misi-misi tersembunyi. Selain itu pula, sejarah yang telah dianggap usang dan tak menarik dapat dibangkitkan dengan penuturan yang lebih ringkas dan unik. Selain itu, bagi generasi yang lebih muda buku ini akan menjadi sebuah penanda tragedi-tragedi yang sempat terkubur pada puluhan tahun sebelumnya. Jika Tia Setiadi dalam epilognya mengatakan bahwa sastra adalah predator. Maka, bagi saya Triyanto melalui buku ini telah menjadi pemangsa yang ulung. Ia akan merongrong pikiran dan merontokkan kesadaran, pembaca benar-benar terasa seperti tengah mengarungi neraka. Penulis adalah mahasiswa Teknik Otomotif dan Juara I Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi Kategori Pustaka
Agama
Dakwah bil Hikmah:
Merajut Ukhuwah demi Keutuhan Bangsa Oleh Yusuf Hanafi
S
aat ini, Indonesia terus berkembang menjadi sebuah negara yang berlandaskan nilainilai luhur bangsa, masyarakatnya secara umum dapat hidup tentram dan saling menghormati. Indonesia dikenal dunia internasional sebagai negara yang patut dijadikan sebagai teladan, terutama dalam menjadikan aspek kebhinnekaan sebagai sumber kekuatan. Indonesia juga dipandang berhasil meletakkan relasi agama dan negara secara pas dan ideal. Di Indonesia, agama tidak lagi dipertentangkan dengan negara. Nilai agama melebur ke dalam budaya lokal yang baik, melahirkan spirit nasionalisme yang beriringan dengan nilai-nilai religiusitas. Hal itu setidaknya tercermin dari petuah salah seorang pahlawan bangsa, KH. Hasyim Asy’ari yang mengatakan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman. Sementara itu, realitas sebaliknya terjadi di belahan dunia Islam lain, terutama di negara-negara teluk seperti Afghanistan, Irak, Suriah, dan lainnya memasuki babak baru yang disebut sebagai negara gagal (failed-state), yang diakibatkan kekeliruan dalam menerapkan hubungan agama dan negara. Adapun di negara-negara sekular yang hanya mengedepankan rasionalitas tanpa dimensi transendental agama yang terjadi justru titik balik peradaban yang tidak lagi “memanusiakan manusia”. Menyoal Aksi Demonstrasi Bela Islam Bermula dari argumentasi atas nama politik dan demokrasi, kesatuan dan persatuan bangsa kita saat ini tengah diuji. Pernyataan kontroversial kandidat petahana jelang Pilkada di DKI Jakarta, terkait Q.S. Al-Maidah:51 telah mengundang kontroversi hebat di kalangan umat. Ada yang menyikapinya secara lunak ataupun bereaksi keras. Meski Sang Petahana sudah meminta maaf kepada masyarakat, khususnya umat Islam, gelombang protes terus mengalir, puncaknya diprediksi akan terjadi seusai shalat Jumat, dalam aksi massa “Demo Bela Islam” pada 4 November 2016 yang direncanakan mengambil start di Masjid Istiqlal dengan titik finish di Istana Negara Jakarta. Tulisan ini tidak hendak memperpanjang kontroversi dan menambah deretan opini, baik (1) apakah itu terkait dengan tafsir kata “auliya” dalam Q.S. Al-Maidah: 51; atau
(2) boleh/tidaknya memilih pemimpin nonmuslim, maupun (3) apakah pernyataan Sang Petahana menistakan agama ataukah tidak. Pertimbangan penulis, selain sudah bertebaran di media-media sosial, diskursus tentang topik-topik di atas hanya akan berujung pada perpecahan umat. Tulisan ini juga tidak hendak mengkritik Aksi Demo Bela Islam, karena hak menyatakan pendapat itu dilindungi oleh undangundang di negeri ini. Terlebih, demonstrasi juga bukan barang baru dalam sejarah Islam, karena telah terjadi di zaman nabi dan para sahabatnya. Sebagai contoh, pada fase dakwah di Makkah, demonstrasi untuk menunjukkan kekuatan kaum muslimin pernah dilakukan pada hari keislaman Umar bin al-Khatthab RA dan Rasulullah SAW sendiri ikut-serta dalam aksi heroik tersebut. Demo berbeda juga terjadi di Madinah, para wanita muslimah pernah menuntut “penghentian kekerasan dalam rumah tangga” yang dilakukan oleh suami-suami mereka dan Nabi SAW pun menyetujuinya. Menjiwai Fiqh Da’wah Dalam suasana berpotensi merusak ukhuwah yang merupakan modal terpenting kita dalam mewujudkan negeri yang gemah ripah loh jinawi yang dirahmati oleh Allah, hal penting yang perlu kita renungkan kembali adalah: bagaimanakah seni berdakwah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW itu? Dalam tradisi keilmuan Islam, dikenal konsep hisbah yang bertujuan “menjaga stabilitas internal masyarakat muslim dari berbagai bentuk penyelewengan terhadap nilai agama dan kemanusiaan.” Hisbah juga populer disebut amar ma’ruf nahi munkar. Tidak semua orang berkewajiban hisbah, tetapi yang wajib hanya mereka yang memenuhi persyaratan. Sebab kata “minkum” dalam Q.S. Ali ‘Imran:104 mengindikasikan arti “sebagian”, bukan “semuanya”. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh muhtasib (pelaku hisbah) adalah memiliki ilmu yang mumpuni, mengedepankan sikap lemah lembut, berjiwa sabar, dan mengupayakan cara-cara yang bijak. Dalam catatan sejarah Islam klasik, pendekatan dakwah yang sarat kekerasan
pernah dipraktikkan oleh kelompok Khawarij yang dikenal begitu bersemangat dalam beragama, tetapi memiliki pemahaman yang kaku dan sempit sehingga mudah mengobral vonis fasiq, murtad, bahkan kafir pada pihak-pihak yang berseberangan pandangan. Mereka pernah mengafirkan seluruh pemimpin muslim di zamannya. Menariknya, Rasulullah SAW jauh-jauh hari sebelumnya sudah meramalkan fenomena dakwah seperti itu dalam hadis berikut ini: “Pada akhir zaman nanti akan datang sekelompok orang, mereka mengutip ayat-ayat Alquran, tetapi hanya sampai di tenggorokan saja (tidak sampai ke hati sehingga tidak mampu memahaminya dengan baik). Mereka keluar dari kebenaran, seperti panah lepas dari busurnya”. Syarat kedua dalam melakukan hisbah adalah harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Tidak boleh melahirkan kemungkaran baru yang lebih besar, misalnya jatuhnya korban jiwa atau rusaknya harta benda. Mengarusutamakan Moderatisme (Wasathiyah) Secara umum, ajaran Islam bercirikan moderatisme, baik dalam aspek akidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Moderasi berarti sikap menjaga keseimbangan di antara dua sisi yang sama tercelanya, yakni ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Karakter ekstrem dalam beragama biasanya diikuti oleh sikap-sikap berikut. Pertama, fanatik terhadap satu pemahaman; kedua, menganggap dirinya yang paling benar; ketiga, menganggap pihak lain yang tidak sepaham dengannya sebagai orang yang sesat sehingga halal darahnya. Akhirnya, marilah kita merenungkan kembali pilihan-pilihan seni dakwah kita selama ini. Sudahkah pendekatan dan metode dakwah kita mencerminkan karakteristik Islam sebagai agama yang moderat, mengedepankan maslahat ketimbang tindakan yang berpotensi menimbulkan kemungkaran baru? Semoga kita dapat meneladani Rasulullah SAW dalam ber-hisbah dan ber-amar ma’ruf nahi munkar tanpa kekerasan. Penulis adalah anggota dewan redaksi Majalah Komunikasi, dosen Jurusan Sastra Arab FS UM Tahun 38 November-Desember2016 |
29
Laporan Khusus
Inovasi Pemira Online di Universitas Negeri Malang
30 | Komunikasi Edisi 307
dok. Instagram
D
Pasangan Presma-Wapresma yang terpilih dalam Pemira UM 2016
Foto: Adi
engung demokrasi mahasiswa dalam Pemilihan Raya (Pemira) mulai terdengar lagi. Saatnya pesta demokrasi yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia jujur, dan adil (Luberjurdil) kembali dilaksanakan di tingkat universitas. Tak terkecuali di Universitas Negeri Malang (UM). Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Negeri Malang memulai langkah baru dalam berorganisasi dengan membuat gebrakan dan terobosan. Jika biasanya pemilihan ketua, wakil ketua BEM, dan senator DPM menggunakan sistem manual (mencoblos ataupun mencontereng) layaknya pemilihan kepala daerah di Indonesia, maka pada Pemira kali ini dilaksanakan secara online. “Berawal dari tantangan dan gebrakan tentang pemanfaatan teknologi terbaru, maka dari situlah kami sikapi betul akan tantangan tersebut. Hal tersebut pula yang menjadi acuan kami untuk merealisasikan dan pada akhirnya kami realisasikan dalam Pemira ini," imbuh M. Syaeful Anam, Ketua DPM UM. Syaeful Anam juga menambahkan, sebelum Pemira dilaksanakan secara online atau kita realisasikan, pihak internal UM juga melaksanakan studi banding ke beberapa universitas lainnya, salah satunya Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Beberapa universitas lain juga sudah melakukan sistem ini karena dianggap lebih menghemat anggaran, tenaga, maupun waktu. “Memang kalau ngomongin terobosan pasti banyak pro-kontra apalagi terkait perubahan, tetapi kami yakin semua kalangan dan keluarga besar Universitas Negeri Malang bisa menerima hal tersebut. Kami juga meyakinkan dengan sepenuh tenaga dan kekuatan bahwa terobosan ini membawa dampak yang positif kedepannya,” ujar Syaeful Anam. Proses pemungutan suara pada Pemira UM telah dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2016 menggunakan sistem e-voting. Sebelum dilakukan penghitungan, KPU bersama para pengurus Organisasi Mahasiswa (Ormawa) melakukan mediasi. Selang sehari, akhirnya proses penghitungan e-voting berjalan lancar dan menetapkan pasangan nomor urut 2, yakni M. Khoirul Fatihin-Muhammad Lutfi sebagai pemenang dengan perolehan 2.653 suara.
M. Syaeful Anam, Ketua DPM UM menjelaskan cara Pemira UM secara online
Perolehan suara yang diraup M. Khoirul Fatihin-Muhammad Lutfi berhasil mengungguli tiga kandidat lainnya, yakni Kormil Saputra-Nova Amalia dengan 1.951 suara, Pradika C. Tri Saputra-Enin Widiastutik dengan 1.466 suara, dan Tinarso Husain Hanafi-Endah Windarti dengan 1.046 suara. “Kendala yang dihadapi panitia pada Pemira kali ini terkait pada jaringan yang terganggu di beberapa TPS dan kebutuhan laptop atau komputer yang terbatas, sementara animo massa sangat tinggi,” imbuh
Syaeful Anam sembari tersenyum lebar. Ia juga mengatakan, kekurangan Pemira pada tahun ini hendaknya menjadi evaluasi bersama pada tahun mendatang agar bisa lebih baik lagi. Sejatinya, Pemira dapat menjadi ajang pembelajaran politik serta menjadi ruang menciptakan kesadaran politik mahasiswa. Hal ini dikarenakan masih banyak mahasiswa yang apatis atau acuh tak acuh soal politik. Padahal buta yang paling berbahaya adalah buta akan politik.Adi
Laporan Khusus
Menjaring Mahasiswa Berprestasi melalui MTQ Siswa Nasional
Foto: Adi
DI hari setelah terjadi demontrasi besar di Jakarta menentang penistaan agama, Universitas Negeri Malang menyelenggarakan MTQA Siswa Nasional.
Penyelenggaraan MTQ Siswa Nasional 2016
U
M menyelenggarakan MTQA Siswa Nasional selama dua hari (5-6/11). “Saudara kita kemarin sedang memperjuangkan kesucian kitab suci dengan cara demontrasi menentang pelecehan terhadap kitab suci,” tutur Wakil Dekan III FS, Dr. H. Kholisin, M.Hum., “Kami Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, menyelenggarakan lomba MTQ Siswa Nasional sebagai bentuk kecintaan terhadap Alquran. ”Tahun ini MTQ Nasional dari sisi kuantitas peserta mengalami kenaikan. Hampir seribu lebih peserta bertanding untuk memperebutkan juara 1, 2, dan 3. Dalam ajang perlombaan ini, dipertandingkan delapan cabang lomba yang meliputi MTQ, MHQ, MSQ, MKQ, MKTIQ, MDBA, MDBI, dan MTrQ. Peserta yang mengikuti MTQ Siswa Nasional berasal dari penjuru Indonesia seperti Bali, Jawa Tengah, Aceh, Sorong, Papua, dan beberapa daerah Jawa Timur, serta beberapa provinsi yang lain. Peserta yang memenangkan cabang lomba ini akan mendapatkan hak eksklusif untuk masuk sebagai mahasiswa UM melalui jalur prestasi. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu mahasiswa UM agar dapat berkompetisi dan memiliki sumber daya manusia yang baik. Kesempatan ini diperbesar saat salah satu peserta dalam rangkaian kegiatan technical meeting mengusulkan agar juara MTQ tidak hanya diambil juara 1,2, dan 3, namun panitia diharapkan memberikan apresiasi kepada harapan 1,2, dan 3. Hal ini ditanggapi positif dari panitia, sehingga setiap
cabang MTQ diambil enam pemenang sebagai juara. Sertifikat yang mereka dapatkan dapat ditunjukkan saat mereka mendaftar sebagai calon mahasiswa UM memalui jalur prestasi. Kegiatan MTQ yang dibuka oleh Wakil Rektor III,Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., M.Ed. tersebut dipersiapkan dengan maksimal oleh panitia dari mahasiswa Fakultas Sastra. Mereka meluangkan waktunya di sela-sela tugas akhir dan ujian agar acara ini berjalan dengan lancar. Di saat hari H panitia dapat mengatur kegiatan lomba dengan teroganisir dan rapi, meskipun peserta membeludak. Setiap sie cabang lomba dapat melaksanakan lomba sesuai waktu yang telah mereka susun. Kegiatan MTQ Siswa Nasional ini berakhir pada tanggal 6 November 2016. Pada proses pembacaan daftar pemenang MTQ Siswa Nasional, seluruh peserta yang telah menampilkan kemampuan terbaiknya bahagia bersorak-sorai merayakan hasil kerja keras mereka. Beberapa peserta yang berasal dari daerah jauh, seperti Sorong, Papua, merayakan kemenangan mereka dan bersyukur dapat membawa piala MTQ Siswa Naional ke daerah mereka. Setelah MTQ Siswa Nasional ini, UM akan punya gawe besar sebagai tuan rumah MTQ Mahasiswa Nasional yang bekerjasama dengan UB pada tahun 2017. Diharapkan kesuksesan panitia MTQ Siswa Nasional dapat terulang kembali saat UM menjadi panitia MTQ Mahasiswa Nasional pada tahun 2017 kelak.Mada Tahun 38 November-Desember2016 |
31
Repro Internet
Wisata
Waduk Wonorejo dan Ranu Kumbolonya Tulungagung Pesona keindahan alam Kota Marmer
M
asa Kajian dan Praktik Lapangan (KPL) sudah berakhir. Mendapatkan penempatan sekolah yang jauh di luar Kota Malang merupakan sebuah tantangan dan kesempatan tersendiri untuk mendapat pengalaman lebih. Perbedaan budaya juga tak luput untuk diselami agar bisa bertahan. Di luar itu, tak salah jika turut mengeksplor keindahan alamnya. Di sela-sela padatnya jadwal mengajar, saya dan temanteman memanfaatkan waktu luang untuk berkunjung ke salah satu wisata di kota penghasil marmer ini. Tepat seminggu setelah hari pertama masuk KPL (14/08), selepas sarapan kami berdelapan mengawali perjalanan dari salah satu rumah teman kami yang berada di lokasi Tiudan. Melewati persawahan dan rumah-rumah warga sampailah kami di Desa Wonorejo, Kecamatan Pagerwojo. Tak butuh waktu lama, kami menemukan pintu masuk yang seakan memberikan ungkapan selamat datang. Empat orang penjaga memberikan sambutan hangatnya ketika kami membayarkan Rp5.000,00/orang. Kami melanjutkan perjalanan. Melewati jalan yang naik turun. Pepohonan di sisi-sisi jalan menambah kesejukan di daerah pegunungan itu. Sejenak kami sudah melabuhkan motor kami di area parkir. Betapa eloknya ketika mata menangkap genangan air tenang yang luas bersanding dengan langit yang tak kalah luas. Sayangnya, langit yang biru tertutup oleh awan. Saya
32 | Komunikasi Edisi 307
hanya bisa berimajinasi. Andaikan cuaca sedang cerah, pastinya menyenangkan ketika menyaksikan hamparan air yang luas bersaing dengan langit biru yang cerah. Mengedarkan pandangan mata, saya menangkap tulisan besar yaitu “Bendungan Wonorejo�. Suatu hal yang mengejutkan, ternyata di desa yang letaknya dua belas km dari pusat kota ini menyuguhkan waduk terbesar di Indonesia juga di Asia Tenggara. Waduk yang dinamai berdasarkan nama desa ini dibangun pada tahun 1992, namun baru diresmikan pada tahun 2001. Cuaca yang mendung tak menyurutkan semangat kami. Berjalan menyusuri jembatan sisi waduk. Mengabadikan momen dengan kamera yang dibawa. Sejenak kami terdiam. Menikmati keindahan waduk yang tak bosan untuk dipandangi. Bukit-bukit dan pegunungan berdiri kokoh menambah eloknya pandangan. Terlihat beberapa orang membawa pancing untuk menangkap ikan di sudut lain waduk. Entah kenapa rintik gerimis membuat suasana menjadi syahdu. Seakan menentramkan hati. Membelai kami untuk meninggalkan rutinitas yang penuh dengan bahan pembelajaran, rubrik penilaian, dan perangkat mengajar lainnya. Hal yang sama seakan terjadi pada pengunjung lain. Beberapa orang menikmati suasana. Ada beberapa keluarga yang kembali dari ujung jembataan sambil bersenda gurau. Ada lagi sepasang suami istri yang tersenyum riang sambil menuntun balita mereka untuk belajar berjalan. Ada juga yang menaiki skateboard atau
dok. Pribadi
Pose levitasi di Waduk Wonorejo
dok. Pribadi
Foto bersama di Waduk Wonorejo
dok. Pribadi
dok. Pribadi
Wisata
Mengabadikan momen di hutan, perjalanan menuju Ranugumbolo
separu roda. Sungguh merupakan tempat yang nyaman untuk sekadar menyegarkan pikiran bersama keluarga atau teman. Sebenarnya ada terowongan, namun sayangnya tidak semua orang boleh memasuki terowongan ini. Harus izin terlebih dahulu pada petugas yang berjaga. Tak puas rasanya, rekan kami mengajak untuk berpindah ke spot lain. Tak cukup jika berjalan kaki sehingga kami kembali melajukan motor untuk sampai di tempat tersebut. Butuh waktu sekitar lima menit barulah kami mencapai lokasi parkir yang baru. Tak perlu beli tiket masuk lagi, hanya biaya parkir saja. Namun yang perlu diketahui, harga parkir tersebut sama dengan tiket masuk. Tak apalah, demi memuaskan keinginan hati kami memasuki gapura pintu masuk. Lucu rasanya mendengar nama tempat yang kami masuki sekarang. Kebanyakan orang menyebutnya Ranukumbolo-nya Tulungagung. Tempat ini dinamakan Ranugumbolo. Mungkin karena spot-nya hampir mirip dengan Ranukumbolo.
Hawa semakin sejuk ketika kami menuruni tangga dari gerbang masuk dari kayu. Pepohoan pinus yang berjajar rapi menyegarkan mata. Tanah yang becek sehabis hujan terasa menelan separuh dari sepatu atau sandal yang kami gunakan. Tak ayal jika kaki terasa berat yang membuat kami berjalan dengan lambat. Sampai akhirnya kami berhenti di sebuah gubuk kayu dengan atap sekam padi. Menikmati bekal makan siang yang dibawa dari rumah menjadi pengakrab suasana di antara kami. Sebagian besar kami baru mengenal saat dimulainya masa KPL ini. Namun tak butuh waktu lama untuk bisa saling melempar senda gurau dan tertawa bersama. Setelah makan, kami berdiam sejenak. Sambil membiarkan pencernaan kami mencerna makanan yang baru ditampungnya, kami memperhatikan ada pusaran sampah di salah satu ujung waduk. Bukan plastik atau kertas, melainkan sampah kulit kayu yang mengelupas dari pohon-pohon pinus yang entah mengapa sampah itu hanya berputar
Hammock di Ranugumbolo
di tempat, tak mengalir sampai ke tengah waduk. Kami pun saling bertanya, namun tak menemukan jawabannya. Setelah cacing-cacing di perut berteriak kalau mereka kenyang, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju spot yang dikatakan mirip dengan Ranukumbolo. Sesampainya di tempat, entah itu mirip Ranukumbolo atau bukan, karena memang saya belum pernah melihat Ranukumbolo secara langsung. Namun itu bukanlah masalah besar bagi kami. Kami tetap menikmatinya tanpa absen untuk jepratjepret setiap spot dan momen. Kami juga memasang hammock yang kami sewa seharga Rp5.000,00 di gerbang masuk. Hammock adalah tempat tidur gantung yang biasa digunakan pendaki menaiki gunung. Kami mengikatkan tali ujung hammock di pohon pinus. Lalu merebahkan punggung di atasnya. Semilir angin yang berhembus lembut membelai ujung kerudungku. Dengan perut kenyang sambil menikmati pemandangan yang eksotis, suasana yang tenang hampir saja membuat saya terlelap. Andaikan ada remote untuk mengendalikan waktu, pasti saat itu akan saya tekan tombol pause. Ingin berlama-lama menikmati suasana. Namun keinginan itu tak terkabulkan. Kami beranjak meninggalkan tempat tersebut karena cuaca semakin mendung Mendapat kesempatan untuk mempraktikkan teori yang didapat di bangku perkuliahan sebagai bekal masa kerja merupakan suatu pengalaman yang berharga. Di samping itu, mendapat teman-teman baru, suasana yang baru, dan pengenalan budaya yang baru menjadi cuplikan kenangan dalam hidup. Begitu juga Waduk Wonorejo dan Ranugumbolo yang menambah indahnya kenangan selama di Tulungagung. Terima kasih Tulungagung.Maria
Tahun 38 November-Desember2016 |
33
Rancak Budaya
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Elegi Juru Warta Oleh Amalia Safitri Hidayati
Semalam, seorang perempuan murka bergumam sumpah serapah Ia mengaku telah menghabisi sang juru warta Lalu ia bersaksi hanya korban politik sang bupati Berita itu kemudian terkubur dalam-dalam, bersama kubur juru warta Kuberikan kisahnya, ingatlah petang itu, seorang juru warta terbaring di muka jalan ia bermandi darah dan berhias bopeng luka Lelaki itu mengejap-ngejapkan matanya Inilah pertemuan malamnya dengan pencabut nyawa Telah tertinggal olehnya sebuah keadilan, Paduka Yang mati malam ini, terbang dengan sayap kirinya menuju langit Paduka Paduka, tengoklah negeriku barang sebentar,
34 | Komunikasi Edisi 307
kesahajaan zaman telah kabur! Mereka sama berlumur darah, Bersama tetes hujan, genderang perang, dan berita duka Tentang lelaki yang menulis skandal bupati tadi Ia terbaring menguburkan jeladri teka-teki O, saentero negeri telah mahfum Hukumku tumpul ke atas, menohok ke bawah Seorang lelaki paruh baya dengan sayap kiri Meninggalkan bau-bau gandasuli Sang rembulan pucat pasi, pembela telah terbang tinggi Ia bercahaya, berjaga di langit Paduka Menanti kepastian hak sang juru warta Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia dan Juara I Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi Kategori Puisi.
Rancak Budaya
Wangsa Raja Bangsa Oleh Amalia Safitri Hidayati
/1/ Sedatangnya Aswawarman, Lengking nafiri dibunyikan tegas Dewa-raja telah dinobatkan pada penyucian jiwa. Dipuja laksana dewa matahari dan pembentuk batih Secakap gajah dan sekuat kuda. Bendera Kutai Martadipura berkobar pada tiang tertinggi. Titisan Aswawarman telah lahir dari peradaban, Mulawarman, Mulawarman Sedatangnya, negeri bagai ambal sana sini Tugu Brahmana, pelayaran dunia, dan kurban sapi dewa Beginilah cara raja mendidik rakyatnya
/3/ Dengarlah ujung barat sana, hikayat dari tanah Sumatera! Sejarah Tiongkok mencatat dengan tinta emas, Tentang hulubalang-hulubalang Sriwijaya. Sebelum zaman kemerdekaan, Otonomi sudah berjalan disini Megamaritim dan upeti hasil bumi, Ekspedisi penaklukan dan komoditas gaharu. Serta, darimana kita mempelajari Budha? Dari pendeta-pendeta Sriwijaya pula. Beginilah cara raja mengatur rakyatnya. /4/ Di tanah Jawa, pun ada cinta yang melegenda, Asmara Ken Arok dan Ken Dedes, Melahirkan benih pemimpin sukma cinta. Ialah Raden Wijaya, mula babad Majapahit Tak gentar seperti ombak, teguh seperti karang Genderang perang mengerang-erang, Ikrar-ikrar persatuan terkumandang Di balik jubah kuasa Sang Maharaja, Gajahmada berikrar Sumpah Palapa. Sang patih penyambung lidah rakyat, pengawal pemersatu nusantara Beginilah cara raja menyatukan rakyatnya.
/2/ Ihwal suatu peradaban di hulu Citarum, Purnawarman telah menandai, mahkota emasnya Ialah Dewa Wisnu, tameng segala ancam dan huru hara Penghidupan Sungai Gomati dan Candrabraga, Ialah penghidupan petani-petani jelata Penghidupan dewa-dewa, Abadi dalam prasasti-prasasti mulia. Purnawarman, Purnawarman, Di batu Ciauterun, telapak kakimu tetap bergetar. Beginilah cara raja melindungi rakyatnya.
/5/ Zamanku kini telah tiba, Kala wangsa raja-raja berganti nama. Menjadi nepotisme sanak saudara. Pemimpin tak lagi cakap dan intelektual Gaya bicara hanya obral-obral kampanye dan bualan Beginilah cara raja ‘sementara’ menyenangkan kami. Raja-raja telah berganti strategi bernama korupsi dan kolusi Tanah negara dijual, harga beras dilambungkan Beginilah cara raja mengenyangkan kami. Gedung DPR dipertinggi, gubuk rakyat asyik digusur Keadilan ditimbang-timbang tanpa pertimbangan Cukong-cukong dipersilakan mengeruk kekayaan Beginilah cara raja menyatukan kami dalam demonstrasi Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia dan Juara II Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi Kategori Puisi.
Tahun 38 November-Desember2016 |
35
Rancak Budaya
ilustrasi oleh Aji Setiawan
ilustrasi oleh Aji Setiawan
Keong Sawah dan Petunjuk Syekh Narwastu
Oleh Teguh Dewangga
K
au tak usah risau ketika cungkup makam tersebut menguarkan pendar cahaya keemasan,terutama pada malam pertama hingga malam terakhir bulan Ramadan. Mungkin saja kau akan takjub dan terperangah melihat pendarnya beriak halus, seolah mengikuti arah angin yang tengah menelisik kuat-kuat. Kau bahkan dapat dengan jelas merasakan cungkup makam tersebut berdenyut secara teratur, sejelas kau merasakan denyut nadimu yang terpacu karena terbangun dari mimpi buruk semalam. Tak ada lagi yang repot-repot menghitung peredaran bulan atau melihat hilal di langit, karena orang-orang tak akan menghabiskan waktunya hanya untuk berdebat cara siapa yang paling tepat dan sahih. Bahkan, tak ada seorang pun yang memilih mewartakan putusan sidang isbat di televisi. Warga Bukit Arcana lebih memilih untuk menilik makam tua itu, mereka meyakini bahwa sampai kapanpun makam itu akan selalu membimbing Bukit Arcana ke jalan yang lurus. Termasuk ihwal kapan memulai dan mengakhiri puasa. Namun lamur jingga sore itu rupanya menjadi awal dari percakapan yang memanas, karena ketidakyakinan menggelayuti benak sebagian orang. Namun tahukah kau bahwa setiap pertanda dari makam berarti menjadi
36 | Komunikasi Edisi 307
sebuah petunjuk dari Syekh Narwastu? * Ribuan keong sawah mulai menyelimuti keranda yang mereka tinggalkan di puncak bukit. Seperti makhluk-makhluk dari dunia nirkala, keong-keong sawah malam itu berzikir dengan lirihmembuat orang-orang tak bisa mengatupkan mata. Ada hal yang mencekam sekaligus magis membuat setiap orang bergelut dengan benaknya masing-masing. Peronda merinding karena hembusan angin yang berpusing di atas kepalanya menerbangkan zikir yang bernada pilu. Bahkan bayi-bayi tak bisa memejamkan mata, bergeliat dalam gendongan namun tetap bungkam tanpa tangisan. Mulanya prajurit memasuki kampung dan mulai membantai ratusan orang, lelaki dan para simpatisan yang nyawanya terancam berlarian dan sembunyi di ceruk-ceruk tebing. Sedangkan Syekh Narwastu mendatangi satu persatu persembunyian mereka. Membawakan makanan dan mengobati para lelaki malang tersebut. Beberapa lelaki mengalami luka tembak ketika hendak kabur juga turut diobati. Tak ada yang bisa menduga cara menyembuhkannya begitu sederhana. Daun-daun singkong ia haluskan dengan mulutnya, lantas ia menutup luka-luka milik lelaki yg sekarat itu. Dengan cepat luka-luka tersebut menutup, rasa nyeri dan perih tak lagi menjalari tubuh-tubuh para buronan.
Namun, pada akhir Oktober di tahun berdarah beberapa warga Bukit Arcana menyaksikan sendiri bagaimana kepala Syekh Narwastu menggelinding seperti batu gunung yang dilinggis ramai-ramai. Prajurit-prajurit tak ada yang berniat menguburkannya. Seperti cerita-cerita dari kota seberang, tubuh-tubuh yang dipenggal akan dihanyutkan dan saling tumpuk dengan mayat yang lain. Membuat ikan-ikan di sungai menjadi keranjingan santapan.Celakanya, satu-satunya sumber air yang keluar dari bukit tersebut itulah yang digunakan sebagai tempat pembuangan. Sumber mata air yang jernih menjadi kemerahan. Sedangkan aroma amis menguar lantang, membumbung diudara menembus mega dan terbawa kepak sayap burung-burung hitam. Warga bukit dengan perasaan ngeri menyisiri ilalang kering untuk menemukan kepala Syekh Narwastu yang entah menggelinding ke arah mana. Mereka menduga-duga pasti kepala panutan mereka hilang dan terjun menggelinding ke bawah jurang, sehingga yang mereka temukan malah kepala-kepala sanak keluarga. Beberapa orang juga tengah mencari tubuh Syekh Narwastu yang dihanyutkan di sungai, tapi mereka tak sanggup menahan mual ketika mendapati ikan-ikan dengan lahap tengah memakani kulit-kulit mayat yang mulai mengelupas. Mereka tak habis pikir, mengapa lelaki
Rancak Budaya kencana yang mengentaskan mereka dari kekafiran karena tidak mengenal Tuhan harus turut ditumpas prajurit ibukota. Tapi tak lama, mereka kembali terperangah mengetahui tubuh ulama tersebut tampak berbaring damai di beranda rumahnya. Tubuhnya utuh tak kurang suatu apapun, kepalanya masih menempel tanpa ada goresan luka di leher. Cuping hidungnya yang mancung tampak pucat, namun seulas senyum masih saja mengembang dari ujung bibirnya. “Aku bersumpah melihat kepala itu dipenggal dan menggelinding ke arah jurang!” “Aku juga melihatnya!” “Aku juga!” “Bahkan aku dapat mencium darah yang menguar dari tubuh Syekh Narwastu beraroma manis seperti madu bukan amis seperti orang-orang lain itu!” Sahutan orang-orang itu membuat Salmat menggigil. Salmat, sang Ketua Dusun Bukit Arcana, segera mengurus jenazah. Meskipun suasana pilu masih menyelimuti Bukit Arcana karena banyak anggota keluarga mereka yang telah dieksekusi, namun riuh suasana di rumah milik Syekh Narwastu membuat orang sementara menutup luka dan kini lebih memilih untuk mengurus jenazah sebaik mungkin. “Bagaimana bisa orang yang membantu mengobati seseorang ikut dipenggal juga?” “Syekh Narwastu tidak dipenggal kepalanya, buktinya jenazahnya masih utuh!” perdebatan ihwal pemenggalan kepala tersebut seolah tak menemui titik terang. “Bagaimana bisa seorang syekh juga dieksekusi. Dianggap kiri pula!” “Aku juga tidak habis pikir, apa mereka kurang percaya dengan tindak tanduk Syekh Narwastu? Rupanya setelah memenggal ribuan orang, mereka belum dapat juga membedakan darah bacin orang-orang itu dan darahnya yang seharum madu!” “Tapi beberapa bulan yang lalu memang banyak laki-laki di kampung ini yang mendadak alim, pergi ke surau dengan semangat. Aku kira mereka benar-benar tobat, ternyata hanya dijadikan kedok dan pelarian. Takut benar mereka menjadi incaran mata-mata.” Percakapan itu membuat mereka tak sadar bahwa jenazah telah selesai disalati. Sedangkan untaian bunga kenanga telah menyelimuti keranda yang ditutup permadani hijau. Beberapa orang juga telah membawa baskom berisi bunga-bunga bugenvil dan mawar yang dirontokkan mahkotanya-yang mereka pungut begitu saja dari pekarang. Bagitu pula harum potongan daun pandan menyingkap aroma amis darah dan bau bangkai yang mulai merambati dusun. Saat keranda mulai diusung menuju makam, orang-orang tak mengiringinya dengan bacaan-bacaan yang lantang, terdengar seperti gumaman yang lirih dan tidak jelas. Hanya sebagian kecil lelaki yang mengusung keranda, sebagian besar diisi oleh wanita yang ditinggal
suaminya. Tapi saat keranda itu diusung, ribuan keong sawah mulai muncul dari dalam keranda dan dengan cepat menyelimuti permadani yang kehijauan. Dari jauh tampak seperti orang yang tengah mengusung keranda kecokelatan. Saat berada di tengah perjalanan, orangorang baru sadar. Para lelaki merasakan ada sesuatu yang merambati pundak mereka. Dengan cepat dan ketakutan, pengusung meletakkan keranda tersebut. Beberapa wanita terpekik ngeri,tak ada lagi yang memikirkan keranda ulama panutan mereka. Semua bubar jalan dengan benak dan logika yang saling tumpang tindih. Ketika pagi hari orang-orang yang masih digelayuti ketakutan memilih untuk menuju keranda yang telah mereka tinggalkan, tak seorang pun abai melihat bagaimana keranda tersebut telah diselimuti ribuan keong sawah yang telah membatu. Cangkang cokelat milik mereka turut mengeras dan berubah warna keabu-abuan. Bahkan setelah prajurit hengkang dari Bukit Arcana, tersiar kabar banyak dari mereka pembantai yang mati mengenaskan dengan perut membengkak dan pantat membusuk karena mereka tak bisa buang air akibat anus mereka tiba-tiba tersumpal keong sawah. Entah ke mana rimba perginya prajurit-prajurit itu, yang jelas kini keranda tersebut telah diselimuti keong-keong sawah. Menutupi seluruh keranda mayat Syekh Narwastu,tak terkecuali celah paling kecil sedikit pun.Dan cangkang-cangkang mereka telah mengeras berubah menjadi fosil yang membatu. Membuat keranda tersebut mengabadi meskipun mereka tak pernah menguburkan lelaki kencana itu, mereka menganggap keranda berselimut keong sawah itu tetap sebagai cungkup makam panutan mereka. Cangkang-cangkangnya kembali kecokelatan dan akan hidup menguarkan cahaya keemasan pada malam pertama sampai malam terakhir bulan Ramadan. * “Jadi, kita hanya berpuasa 29 hari? Dan besok kita melaksanakan salat ‘Id? Mana mungkin bisa? Jangan membuat cerita yang tidak-tidak!” Sobri terpekik dalam perbicangan malam itu. “Kau tak melihat cungkup makam tersebut telah meremang? Kilau emasnya telah meredup itu artinya esok tak ada lagi bulan Ramadan!” “Tapi tak masuk akal, Rus! Tak lihatkah kau di televisi beberapa kelompok agama telah menentukan salat ‘Id pada sehari ke depan, sehingga puasa mereka sejumlah 30, bukan 29 hari seperti kita ini.” “Tanya saja sama Mbah Salmat, selama ini kita cukup dengan petunjuk Syekh Narwastu melalui cungkup makam itu!” Rusdi tak kalah kesal. Salmat tetua dusun hanya menyesap kopi miliknya, menyisakan bekas liur di gigir gelasnya. Lantas bibirnya mengisap kretek dan menghembuskan asapnya ke atas langit. Tubuhnya yang telah luyut menjadi
saksi betapa kehidupan yang ia rasakan telah teramat lama dengan pahit getir yang telah ia rasakan. Ia meletakkan kreteknya pertanda ia akan mulai membuka mulut. “Aku sudah hampir 50 tahun menjaga makam tersebut, tak tahukah kau seberapa tua umurku ini, Sobri? Aku hafal benar bagaimana rupa cungkup makam itu, pendar terang pada malam awal Ramadan, cahaya keemasan yang menyilaukan mata pada malam ketujuh belas, dan pendar cahaya lemah dan meremang di malam terakhir bulan Ramadan. Dan cungkup makam tersebut kini cahayanya telah melemah, bahkan banyak keong yang sudah kembali membatu dan itu artinya besok kita mengakhiri puasa dan menjalankan salat ‘Id. Paham kau, Sobri?” “Tapi, Mbah, ini sangat janggal. Apa kata kelompok agama lain tentang kita ini? Kita bisa-bisa dianggap sesat. Lihatlah, Mbah, kelompok-kelompok agama yang nekat menjalankan salat I’d jauh hari sebelum mereka. Mereka dicap sesat bahkan dianggap membuat aliran baru yang bisa mengacaukan Islam. Sampai-sampai dilempari batu masjidmasjid mereka. Tunggulah sidang isbat besok, Mbah, kali ini kita ikut pemerintah saja!” “Dianggap sesat?” Mbah Salmat hanya tertawa mengejek. “Biarlah, Sobri, kita dianggap sesat.Selama ini kita bahkan tak pernah bertengkar hanya karena urusan cara puasa dan ibadah siapa yang paling benar! Aku tahu kau bertahuntahun sekolah di kota, tapi ini dusunmu, dusun kita sekalian. Kita sudah cukup damai dengan petunjuk Syekh Narwastu,” lanjutnya. Lantas mulutnya kembali mengisap kretek. Beberapa orang memilih segera bubar dari rumah Mbah Salmat, mereka segera melantunkan takbir dan mulai menata terpal di depan masjid untuk salat esok hari. Percakapan malam itu tak akan menyurutkan keyakinan mereka sedikit pun. “Dasar manusia kolot!” Sedangkan Sobri pulang dengan perasaan mengkal dan hati yang muntap. Hampir tengah malam bukit tersebut masih bercahaya, bahkan kemilaunya terlihat semakin terang. Warga memandang bukit tersebut dengan cemas, sedangkan Mbah Salmat tampak emosinya tersulut. “Api itu bukan api yang membakar Ibrahim. Api itu tetap api yang panas!” Sobri tampak pongah melihat ujung bukit di balik rumahnya berkobar. Karena yang mereka lihat bukan kemilau keemasan dari cangkang keong sawah. Melainkan rupa jingga panas yang menghabiskan puncak bukit serta menghanguskan cungkup makam yang telah memberi mereka petunjuk selama puluhan tahun. *** Penulis adalah mahasiswa Teknik Otomotif dan Juara I Kompetisi
Penulisan Majalah Komunikasi Kategori Cerita Pendek
Tahun 38 November-Desember2016 |
37
Oleh Amalia Rahma Keke
Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya komik dengan tema bebas dalam bentuk soft Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya berupa komik dengan tema bebas dalam bentuk file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Januari 2017 disertai lokasi foto dan identitas diri komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 November 2016 disertai identitas diri (nama, fakultas, jurusan, danfakultas, nomor HP). (nama, jurusan, dan nomor HP) Tahun 38 November-Desember2016 |
38 | Komunikasi Edisi 307
35
Mata berbinar, senyum melingkar, tangan terkepal. Kemenangan milik semua yang berproses tuntas tanpa batas. Fotografer Fak/Jur Lokasi
: Habibi : MPIKA/UM : Lapangan Tenis Graha Cakrawala UM
Bebas. Bukan iktikad tanah lapang tapi ruang penuh lubang. Bernafas lepas dalam bangunan mewah dengan kontruksi megah. Fotografer Fak/Jur Lokasi
: Ahmad Ivan Mustofa : FS/Sastra Arab : Gedung Merdeka, Malaysia
Makhluk mitologi bernapaskan api. Mendongak tak selalu menakuti, berani menjulang sebab melindungi. Fotografer Fak/Jur Lokasi
Senja menjadi pertautan antara ketenangan memandang dan keinginan pulang sebab kerinduan. Fotografer Fak/Jur Lokasi
: Rochman Hadi Mustofa : FE/Ekonomi Pembangunan : Karimun Jawa, Jawa Tengah
: Ahmad Ivan Mustofa : FS/Sastra Arab : Songkhla, Thailand
Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya fotografi dengan tema dan tempat bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Januari 2017 disertai lokasi foto dan identitas diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP)