Edisi 304 Mei-Juni 2016

Page 1



DAFTAR ISI Sinergi Meningkatkan

6

Ketahanan Diri Mahasiswa Isu berkembangnya ideologi ekstrem di kampus bukanlah hal baru. Para pimpinan UM pun telah menyadarinya. Upaya-upaya untuk meminimalisir akan hal itu haruslah menyeluruh dan kontinyu. Simak liputan selengkapnya dalam rubrik Laporan Utama.

SALAM REDAKSI 4 SURAT PEMBACA 5 LAPORAN UTAMA OPINI 10

Ambisi, Organisasi, Prestasi Kegagalan rupanya tak membuat Jimy Candra Gunawan kehilangan semangat untuk berprestasi. Pengalaman dalam bidang kompetisi telah ia kantongi sejak 2014. Simak proses keberhasilan Jimy dalam memenangkan Mawapres UM utama dalam rubrik Profil.

19

SEPUTAR KAMPUS 12 PROFIL CERITA MEREKA 22 PUSTAKA 24 INFO UP TO DATE 30

26 32

Bersulang Cerita

KOMIK 31

Bersama Eka

WISATA

Eka Kurniawan dengan novel Cantik itu Luka mampu menembus penerbit Amerika. Siapa sangka sebelumnya ia berkali-kali ditolak oleh beberapa penerbit. Simak cerita Eka saat mengisi kuliah tamu di rubrik Info.

LAPORAN KHUSUS 34 RANCAK BUDAYA 36

Di Pusaran Energi Kakbah Sembilan hari perjalanan rohani. Memberikan pelajaran bahwa banyak hal dalam hidup yang perlu disyukuri. Simak perjalanan religi di tanah Haram dalam rubrik Wisata.

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

3


Salam Redaksi

dok. Pribadi

Membangun Ketahanan Diri

Mahasiswa

Oleh Yusuf Hanafi

Entah berkaitan secara langsung ataukah tidak, penetapan tanggal 1 Juni sebagai “Hari Lahir Pancasila” sekaligus hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 belum lama ini seolah menjadi respon Pemerintah atas sinyalemen kebangkitan kelompok ekstrem kanan dan kiri yang mengemuka akhir-akhir ini. Dalam acara peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Merdeka Bandung (01/06), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa Indonesia beruntung memiliki Pancasila karena banyak negara dunia saat ini justru mengalami krisis ideologi. “Termasuk negara maju, kini banyak negara yang sedang gelisah, galau, dan resah. Toleransi mereka terkoyak, solidaritas mereka terbelah, ketertiban sosial mereka terganggu,” kata Presiden. Lebih lanjut, Jokowi menandaskan bahwa Pancasila merupakan benteng pertahanan yang kokoh untuk melawan radikalisme dan ekstremisme. Belakangan ini, Indonesia didera berbagai masalah pelik terkait terorisme, radikalisme, dan intoleransi beragama. Meski seringkali dianggap sebagai simplifikasi, ancaman laten yang melatarinya dapat dikategorisasi menjadi dua, yakni fundamentalisme agama (ekstrem kanan) dan komunisme marxis (ekstrem kiri). Baru-baru ini, ramai diwartakan kebangkitan PKI lewat deklarasi kaum buruh (marhaen) di Jawa Tengah untuk membangunkan kembali PKI pada tahun 2017 sebagai partai politik, dengan mengusung simbol dan atribut komunisme (seperti palu arit). Tersiar juga kabar, Pemerintah dituntut untuk meminta maaf dan merehabilitasi nama korban G30S/ PKI tahun 1965 silam. Walaupun sebagian pihak menganggap kekhawatiran di atas terlalu berlebihan, fenomena sosial di atas seolah menyadarkan kita semua akan eksistensi kelompok ekstrem kiri. Berbanding lurus dengan ancaman laten ekstrem kiri, eksistensi kelompok ekstrem kanan juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kampanye anti-Pancasila dan anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) oleh sayap fundamentalisme Islam, misalnya, lewat propaganda “penerapan syariat” dan “penegakan khilafah” menarik untuk dicermati sekaligus patut diwaspadai bersama. Ironisnya, kampanye dan propaganda itu secara terbuka

digaungkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengantongi izin sah dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) resmi— meski sejatinya organisasi yang terlarang di banyak negara Timur Tengah (sebagai habitat kelahirannya) itu merupakan partai politik (takattul siyasi). Menyelamatkan Mahasiswa dari Ancaman Ideologi Ekstrem Radikal Kampus sebagai kawah candradimuka kaum akademisi-intelek, juga tidak steril dari infiltrasi dan diseminasi paham ekstrem radikal. Alihalih aman dari ancaman laten komunisme dan fundamentalisme agama, mahasiswa justru menjadi target utama kaderisasi. Mahasiswa dipandang sebagai aset potensial untuk digarap para makelar ideologi transnasional radikal, sebab merekalah yang kelak memegang estafet kepemimpinan bangsa. Hasil investigasi kru Komunikasi, seperti diangkat dalam Laporan Utama edisi ini, menginformasikan terjadinya sejumlah peristiwa yang mengisyaratkan eksistensi paham ekstrem-radikal dalam kampus UM. Menyikapi situasi mutakhir tersebut, dipandang perlu langkah konkret untuk memproteksi mahasiswa agar tidak “dimangsa” oleh kampanye dan propaganda ideologi ekstrem radikal. Tujuannya, agar mahasiswa tidak mencari referensi alternatif selain Pancasila dan NKRI, yang terbukti ampuh membingkai kebhinekaan dan pluralitas masyarakat Indonesia. “Indonesia tidak butuh referensi baru. Justru kita bisa menjadi referensi bagi negara lain. Hal itu bisa terjadi karena kita mempunyai Pancasila,” tegas Presiden Jokowi. Lebih lanjut, beliau menekankan, “Pancasila harus diamalkan. Pancasila harus menjadi ideologi yang bekerja. Pancasila harus dijaga kelanggengannya”. Amanat Presiden di atas jelas harus dilaksanakan oleh seluruh warga negara Indonesia, termasuk civitas akademika UM. Di antara hal krusial yang mendesak untuk dilakukan adalah menumbuhkan kebanggaan mahasiswa terhadap Pancasila sebagai ijtihad politik paling maslahat, sekaligus kompromi kebangsaan paling realistis bagi Indonesia, sebagaimana dirumuskan oleh founding fathers negeri ini. Selamat menikmati Majalah Komunikasi edisi ini. Penulis adalah dosen Jurusan Sastra Arab, dan Penyunting Komunikasi.

KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi@um.ac.id • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan printout, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.

4 | Komunikasi Edisi 304

STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ tanggal 27 Oktober 1978

Pembina Rektor (Ah. Rofi’uddin) Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur Anggota Amin Sidiq Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Yusuf Hanafi Sukamto Ike Dwiastuti Teguh Prasetyo Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Rizky Imaniar Roesmanto Layouter Monica Widyaswari Desainer dan Ilustrator Aji Setiawan Reporter Binti Muroyyanatul A. Iqlima Pratiwi Muhammad Ajrul Mahbub Rodli Sulaiman Novi Fairuzatin A. Arni Nur Laila Iven Ferina Kalimata Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah M. Faris Alfafan Khalilan Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Imam Sujai Lusy Fina Tursiana Astutik Agus Hartono Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani


Surat Pembaca

Kolektor Majalah Komunikasi

Your fans, Yoga Satriya, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Waalaikumsalam Wr. Wb. Dear Yoga, terima kasih telah setia mengikuti dan menjadi penggemar Majalah Komunikasi UM. Edisi tersebut masih tersedia, namun sebagai arsip Komunikasi. Ini karena, setiap terbitan baru, Komunikasi langsung ludes diserbu pembaca. Namun jangan berkecil hati, Yoga bisa menikmati versi online di sini: http://komunikasi.um.ac.id/edisi-komunikasi/ komunikasi-edisi-297-maret-april-2015/. Dengan membuka laman tersebut, Yoga dapat memilih Komunikasi edisi yang diinginkan. Duduk santai saja, tapi Yoga tetap akan merasakan membaca Komunikasi seperti membuka majalahnya secara langsung. Selamat menikmati versi terbaru dari kami. Salam,

Aji Setiawan

Assalamualaikum Wr. Wb. Saya adalah penggemar berat Majalah Komunikasi UM. Saya selalu antusias setiap Komunikasi membuat edisi yang baru. Tetapi, koleksi Majalah Komunikasi saya terputus pada edisi Maret-April 2015, Mei-Juni 2015, dan September-Oktober 2015. Apakah pada edisi tersebut masih tersedia dan saya boleh memilikinya? Terima kasih.

Membentengi diri dari belenggu penyimpangan tak berarti. Cover Story

Repro Internet

Redaksi

helo isartsuli nawaiteS ijA

Tujuan pendidikan adalah untuk menggantikan pikiran yang kosong dengan yang terbuka. Malcolm Forbes

Ralat untuk Komunikasi edisi 303 Maret-April 2016. Pada rubrik Up to Date halaman 30 tertulis Dr. Makbul Muksar, M.Pd., M.Si. selaku Ketua LP3, yang benar adalah Dr. Makbul Muksar, M.Pd., M.Si. sebagai Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Profesi Guru (P4G). Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

5


Laporan Utama

SINERGI MENINGKATKAN KETAHANAN DIRI MAHASISWA

A

lih-alih dialog publik, para anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) harus menelan kekecewaan. Kegiatan diskusi bertajuk “Film Senyap sebagai Literasi Visual Pendidikan Sejarah” yang diagendakan pada Rabu (04/05) sempat menuai konflik. Perencanaan awal kegiatan berupa pemutaran film “Senyap” dan dilanjutkan diskusi terpaksa batal dan dialihkan untuk internal saja. Dari penuturan Wakil Dekan (WD) III FIP, Dr. Dedi Kuswandani, M.Pd., pada rapat rektor, Selasa (10/05), UM sempat kedatangan pihak kepolisian dan Komandan Distrik Militer (Dandim) terkait pemutaran film tersebut. Kesepakatan akhir bahwa dialog publik tetap dilakukan untuk internal dan pemutaran film ditiadakan. Ia juga

mengklaim bahwa proposal yang ia terima adalah benar, tapi seiring pelaksanaan kegiatan menjadi melibatkan orang luar. Cerita versi yang lain diperoleh dari ketua pelaksana dialog publik, Ismi Kulsumaning Ayu. Menurutnya, acara tersebut telah dipersiapkan sejak Maret. Demikian pula dengan agenda pemutaran film telah dipikirkan dengan matang. “Kami berusaha mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi,” tuturnya. Awalnya, panitia menentukan “Di balik Kilang” dan “Senyap” sebagai kandidat film yang akan diputar. Akhirnya dipilihlah film “Senyap” berdasarkan diskusi panitia dengan berbagai pihak. “Saya juga telah membaca beberapa buku yang berkaitan dengan film ‘Senyap’ termasuk behind the scene film tersebut,” tambah mahasiswa Teknologi Pendidikan itu. Panitia mengundang tiga pembicara dalam diskusi tersebut. Pembicara yang

direncanakan mengisi diskusi, yaitu Aji Prasetyo, komikus dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Hasan Abadi, ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, dan Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., dosen Fakultas Sastra (FS). Ketika hari pelaksanaan, panitia dikejutkan dengan kehadiran pihak-pihak luar UM yang berusaha membubarkan acara. Hal itu mengakibatkan adanya negosiasi yang cukup alot antara Dekan FIP, Ketua BEM FIP Abdul Halim Wicaksono, dan ormas yang hadir. Alhasil, acara menonton film dibubarkan dan kegiatan dialihkan diskusi internal karena Aji Prasetyo terlanjur tiba di lokasi. Negosiasi tersebut juga menjadikan Haris Budi yang merupkan salah satu anggota ormas yang ikut membubarkan sebagai narasumber tambahan. “Kami membubarkan seluruh peserta dan membatalkan pemateri. Namun, Aji Prasetyo terlanjur sampai di gedung E1 FIP. Kita lanjut dengan diskusi internal saja dengan dia,” tutur perempuan asal Malang itu. Kekecewaan ketua panitia tidak hanya karena ada pembubaran saja, tetapi juga karena koordinasi dengan pihak kepolisian tidak berjalan lancar. Ia menjelaskan, melalui sekretaris kegiatan, panitia telah meminta izin pada pihak kepolisian. Surat yang diantarkan pun disambut dengan baik, meskipun tanpa surat balasan. Ketika peserta sudah datang dan negosiasi masih berlanjut, ketua panitia berinisiatif untuk mendatangi kepolisian kembali. Tujuannya meminta bantuan terkait izin yang sebelumnya diajukan. Namun, penerima surat yang sebelumnya mendukung berbalik menyalahkan panitia. “Yang sebelumnya baik malah menyalahkan kita. Dia juga sempat menunjukkan surat edaran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Nasional Hak asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dengan film Senyap,” jelas Ismi. Terkait dengan keterlibatan orang luar dalam kegiatan tersebut, pihak panitia menjelaskan bahwa itu adalah ulah oknum. Panitia mengaku, sebenarnya peserta dalam acara tersebut dibatasi dengan sistem delegasi dan hanya untuk civitas academica UM yang mendapat undangan. Namun, kenyataannya, terdapat pesan siaran yang mengatasnamakan BEM FIP dan mengundang masyarakat umum untuk menghadiri kegiatan dialog tersebut. Hal itu mengakibatkan peserta


Laporan Utama yang bukan dari undangan resmi panitia termasuk aktivis Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) berdatangan. Beberapa hari kemudian, terdapat undangan Rektor terkait rapat dengan tema meningkatkan ketahanan diri mahasiswa dari ideologi ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Banyak pihak yang mensinyalir bahwa rapat tersebut diadakan lantaran kejadian di FIP beberapa waktu lalu. Ketika Wakil Rektor (WR) III, Dr. Syamsul Hadi, M.Pd, M.Ed, dikonfirmasi, ia tidak membenarkan hal tersebut. Menurutnya hal-hal yang berkaitan dengan meningkatkan ketahanan diri mahasiswa adalah hal yang sudah lama ada. Apa yang diutarakan Syamsul tersebut juga dibenarkan oleh Ketua Pusat Pengembangan Kehidupan Beragama (P2KB) UM, Dr. Yusuf Hanafi, S.Ag, M.Fil.I. Ia sering menemukan hal-hal yang berhubungan dengan kelompok fundamentalisme Islam, misalnya kejadian di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) pada semester genap 2015/2016. Ketika itu ia menemukan dua mahasiswi terlihat sedang membagikan selebaran di jalan menuju parkiran FMIPA. Tidak cukup itu, dua mahasiswi lain telah memberikan sosialisasi di depan kelas yang hendak ia ajar. Dari penuturan dosen Sastra Arab itu, mereka mengakui sebagai aktivis dari Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI). Karena tak berizin, sontak ia meminta mahasiswi tersebut untuk keluar dari kelas. Dengan melihat brosur yang dibagikan, Yusuf mengetahui apa yang disosialisasikan oleh para aktivis MHTI tersebut berisi tentang anti empat pilar kebangsaan, khususnya penerapan syariah dan khilafah. Khilafah adalah istilah untuk negara Islam internasional yang menginginkan semua negara kebangsaan harus melebur menjadi satu dan dipimpin oleh seorang khalifah. “Ini termasuk anti Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jelas anti Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan mengingkari keberagaman,” tegasnya. Yusuf juga pernah menemukan sebuah spanduk bertuliskan “Malapetaka 4 Maret 1924 Indonesia mendukung khilafah” terpampang di depan Gedung I6 pada momen car freeday (04/03). Yusuf menilai itu sebagai bentuk peringatan yang dikampanyekan oleh pendukung khilafah. “Pada tanggal inilah negara khilafah terakhir di Turki, yaitu kekaisaran Turki Ustmani, dibubarkan oleh Mustafa Kemal Atatürk. Walaupun masih diperdebatkan apakah itu merepresentasikan negara khilafah,” terangnya. Bentuk tindakan yang mendiskreditkan empat pilar kebangsaan Indonesia itulah yang dilarang keras di dalam lingkungan UM. Menurut Yusuf, terdapat kesalahan jika hal-hal seperti itu dilakukan di dalam

Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., M.Ed. menjelaskan bahwa membentuk ketahanan diri tidak secara parsial.

kampus. Sejatinya merupakan aset negara. Namun, akan menjadi kasus yang berbeda jika gerakan-gerakan itu aktif di luar kampus. “Itu bukan kekuasaan kita. Biarlah diurus negara,” tutur Yusuf. Jika dinilai dari segi sejarah, penerapan khilafah mengingkari usaha politik yang telah dilakukan oleh para founding fathers di mana Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dinilai sebagai bentuk kompromi dari kekhasan dan keragaman Indonesia. Indonesia tetap merepresentasikan negara Islam tanpa menyebutnya demikian. Dengan melihat kelima sila dalam Pancasila, tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam. Memang sila pertama pernah mengalami perubahan. Namun, Ia menilai sebagai ijtihad politik untuk merangkul semua golongan. “Sekali lagi UM menentang ekstrem kiri dan kanan,” tegasnya. Stigma ekstrem kanan dan kiri mungkin saja sudah tidak relevan digunakan. Lebih luas dari itu, segala ideologi yang tidak sejalan Pancasila haruslah dihindari. Sebagaimana yang disampaikan Ketua Pusat Pengkajian Pancasila UM, Dr. H. Rosyid Al Atok, M.Pd, M.H., ideologi dianggap ekstrem bukan dari baik atau buruknya. Namun, lebih pada kesesuaian dengan kepribadian dan pola hidup dari bangsa kita. Perlu disadari bahwa masyarakat Indonesia adalah bertuhan dan mendukung tinggi harkat martabat manusia. Dalam kasus lain, ideologi yang sekiranya dapat memicu pertikaian juga tidaklah sesuai dengan Indonesia. Rosyid menilik kembali masa lalu Indonesia di mana penjajahan lebih karena faktor tidak dapat bersatu. Apabila dibentuk kembali suatu negara yang berdasarkan hal tertentu, misalnya agama Islam, akan menuntun pada perpecahan. Sekali lagi Rosyid menekankan bukan semata-mata karena negara Islam tidak baik, tetapi kesesuaian dengan keragaman bangsa. Rosyid juga menjelaskan, pertimbangan dalam menerapkan ideologi di Indonesia

adalah asas demokrasi dan keadilan sosial. Keadilan sosial yang benar tidak hanya sampai pada pemenuhan hak, tetapi juga melihat apakah menyejahterakan. “Dalam pertimbangan keadilan kita, kesejahteraan adalah nomor satu,” papar dosen Pendidikan Kewarganegaraan itu. Hakikat Empat Pilar Kebangsaan Menurut Rosyid, arti kata pilar dalam empat pilar kebangsaan akan lebih sesuai apabila mengartikannya bukan hanya sebagai aksesoris. Namun, sebagai penyangga yang menopang ke seluruh arah. Setiap bagian dari empat pilar tersebut dinilainya telah merepresentasikan negara Indonesia. Pertama, Pancasila berkaitan erat dengan kepribadian bangsa dan merupakan paradigma berpikir dalam melihat kehidupan. Nilainilai yang terkandung dalam Pancasila tidaklah cukup hanya dipaparkan dalam perkuliahan. Namun, perlu dibiasakan dan diinternalisasikan dengan keteladanan dan penciptaan kondisi yang mendukung. “Yang penting adalah proses internalisasi,” kata alumnus Komunikasi tersebut. Pancasila tidaklah dapat dipisahkan dari konstitusi UUD 1945 yang di dalamnya terdapat cita-cita proklamasi. “Mempertahankan UUD bukan dalam bentuk teks, tetapi dengan mengembangkan cita-cita proklamasinya. Masalah kemudian rumusan teksnya ataupun kalimat instrumennya dapat berganti,” papar Rosyid. Bentuk negara kesatuan juga perlu dipahami sebagai pilihan yang paling menyelamatkan bangsa. Bagi Rosyid, zaman kerajaan telah memberikan pelajaran bahwa bentuk kerajaan akan menimbulkan perebutan kekuasaan sedangkan negara federasi akan memicu pertikaian. “Bentuk negara Islam dapat menyulut beberapa daerah, seperi Bali, Ambon, Maluku, dan Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

7


Laporan Utama Papua untuk menndirikan negara sendiri,” tambah ayah dari lima anak itu. Rosyid juga menegaskan, bhinneka tunggal ika adalah bentuk realitas yang tidak dapat dihindari. Menolaknya berarti mengingkari realitas bangsa di mana bangsa Indonesia adalah negara yang majemuk, dengan berbagai suku, bahasa, agama, dan budaya. Ketahanan Diri Melalui Prestasi Menurut Syamsul, perkara ketahanan diri mahasiswa bukan lagi hal baru. Ia mengaku, sejak diamanahi menjadi Wakil Rektor III UM, dirinya mempunyai lima tantangan yang harus dilakukan. Pertama, bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mahasiswa. “Dalam hal ini mahasiswa harus dapat menjadi pribadi yang moderat dan toleran, tidak condong ke ekstrem kanan atau kiri,” papar Samsul. Kedua, bagaimana membangun semangat kebangsaan dan NKRI. Ketiga, bagaimana cara agar mahasiswa mampu mengatasi penyalahgunaan NAPZA. Keempat, bagaimana cara agar mahasiswa mampu mempersiapkan diri menyongsong masa depan yang membolehkan pergaulan bebas. Kelima, bagaimana cara agar dapat mempersiapkan diri mahasiswa menjadi wirausahawan. Ada beberapa strategi yang dilakukan untuk memenuhi tantangan tersebut. “Mahasiswa harus menguatkan kreativitaskreativitas dan potensi dirinya dengan aktif mengikuti kegiatan di kampus,” tutur WR III. Untuk membendung paham ekstrem kanan dan ekstrem kiri yang menentang UUD dan NKRI, juga paham-paham yang menentang norma agama dan budaya, WR III ingin membuat mahasiswa sibuk di dalam kampus. Kampus menawarkan beberapa bidang yang dapat dipilih mahasiswa selain pembelajaran di kelas. Dalam bidang penalaran, WR III berharap mahasiswa dapat aktif membuat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Dengan membuat PKM, Samsul berharap mahasiswa dapat membuat gerakan nyata. “Tugas mahasiswa adalah mendalami dan mengembangkan bidang ilmunya,” tegas Samsul. Selain bidang penalaran, UM juga menawarkan bidang bakat minat. UM memiliki banyak organisasi mahasiswa (ormawa) yang terbagi dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan ormawa bersifat pemerintahan. UM menyediakan banyak fasilitas untuk mengembangkan potensi mahasiswa. Kehidupan mahasiswa tak hanya di dalam kampus, tetapi juga di luar kampus. Kehidupan di luar kampus sudah bukan lagi wewenang UM. “Dari awal mahasiswa harus membangun ketahanan diri. Ketahanan diri dalam bentuk ideologi dan mental,” tutur Samsul. Samsul menganalogikan

8 | Komunikasi Edisi 304

mahasiswa layaknya fisik manusia. Ketika ketahanan dirinya kuat, segala bentuk virus dan bakteri tak akan mampu menyerang. Untuk dapat meningkatkan daya tahan tubuh, seseorang membutuhkan vitamin. Kesibukan-kesibukan mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas dan potensi diri inilah vitaminnya. Samsul menegaskan, untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada, dibutuhkan misi-misi jangka panjang. Strategi-strategi harus dilakukan secara kontinu, istikamah, bukan parsial dan tidak bisa sederhana. “Tak boleh istirahat bahkan sejenak karen mahasiswa silih berganti,” tegas Samsul. Menurut Samsul, kegiatan ekstrakurikuler dan akademik di kelas harus bersinergi. Selain itu, pengembangan kehidupan beragama di perguruan tinggi perlu terus dikembangkan. Untuk mempersiapkan mahasiswa yang berjiwa wirausaha, UM merencanakan matakuliah kewirausahaan dijadikan sebagai matakuliah wajib di semua jurusan. “Saya ingin mahasiswa kita lulus bukan menjadi apa, tapi membuat apa,” tegas Samsul. Samsul juga menegaskan, langkah mahasiswa dalam menyongsong masa depan harus mulus, tidak boleh ada catatan negatif. Peraturan Kehidupan Beragama di UM Penggunaan aturan juga menjadi kekuatan tersendiri dalam menghalau perkembangan ideologi ekstrem di kampus. Yusuf Hanafi mengatakan, telah disusun draf peraturan yang mewajibkan seluruh kegiatan beragama di kampus untuk berkomitmen pada empat pilar kebangsaan. Dalam draf tersebut juga terdapat pelarangan bagi civitas academica untuk mengikuti organisasi yang menentang falsafah dan haluan negara. Termasuk ikut menyebarkan paham ekstremis dan radikal. Penggunaan lambang dan atribut UM juga tidak luput dari pengawasan. Lambang-lambang dan atribut UM tidak boleh digunakan untuk mempropaganda masa dengan tujuan mendukung organisasi yang tidak mempunyai komitmen pada NKRI. Pada kenyataanya beberapa kelompok ekstrem mencantumkan lambang dan atribut UM, baik berupa media cetak maupun dalam digital. Yusuf memberikan contoh kasus yang terjadi dalam penggunaan nama UM oleh HTI. “Ketika ada HTI chapter UM, hal ini menjadi aneh,” kata Yusuf. Kasus ini dikembalikan lagi pada situasi bahwa mereka anti NKRI sedangkan UM adalah milik pemerintah. Perkara peradilan pun dapat dikenakan apabila hal itu dilakukan. Unit-unit di UM yang terbukti mendukung organisasi yang dimaksud akan dikenai sanksi berjenjang, mulai dari peringatan, peringatan keras, pembekuan sementara, hingga pembubaran. Peraturan mengenai kehidupan

beragama di UM sebenarnya adalah bahasan lama. Yusuf menegaskan, selama menjadi ketua P2KB ia berusaha bertindak tegas. Ketika ada selebaran-selebaran yang mengindikasikan anti-NKRI akan dilaporkan dan dibersihkan. “Sesuai pesan Rektor, apabila HTI, MHTI, dan Gema pembebasan mengadakan kampanye di kampus, sobek!” ujar Yusuf. Berpolitik Kenegaraan dengan Cerdas Menurut pandangan Dedi Kuswandi, meningkatkan ketahanan mahasiswa dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu dari sisi mahasiswa dan dosen. Selama ini disinyalir pengetahuan mahasiswa masih kurang tentang sejarah Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945. Mereka minim mendapatkan itu. Meskipun ada mata kuliah yang mendukung seperti Pendidikan Pancasila, tetapi, tidak di semua fakultas. Dedi menegaskan, mahasiswa perlu mendapat lebih banyak pengetahuan dan wawasan, seperti halnya tentang G30S/ PKI. Mereka perlu mengetahui proses kronologi kejadian tersebut serta bentuk analisisnya. Selain wawasan kebangsaan, pengetahuan agama juga perlu ditekankan kepada mahasiswa. Miris dirasakan Dedi tatkala melihat banyak mahasiswa muslim yang tidak salat dan justru ramai ketika azan. “Bagaimana bisa mereka membentuk ketahanan jika keagamaannya seperti itu?” ujar dosen fotografi itu. Dari segi dosen, fungsi dan tugas mereka perlu diperjelas kembali. “Dosen ada bukan hanya untuk mengajar, tetapi juga mendidik,” ungkap Dedi. Memang mereka mempunyai disiplin ilmu masingmasing. Namun, sembari mengembangkan akademik, juga perlu ditanamkan nilainilai kebangsaan dengan cara-cara yang menarik. Sehingga internalisasi empat pilar kebangsaan akan lebih maksimal. Dedi menilai media sekarang memberitakan sesuatu dengan cara yang bombastis. Informasi yang disampaikan bisa benar juga bisa salah. Apabila mahasiswa tidak siap dengan pikiran yang benar dapat terbawa melenceng. Sebenarnya Dedi memberikan apresiasi yang baik terhadap sikap selalu ingin tahu. Sayangnya, tidak jarang informasi yang diperoleh ditelan begitu saja karena tidak ada saringan berupa pengetahuan. “Tentu saja mahasiswa harus selektif,” kata dosen Jurusan Teknologi Pendidikan itu. Terdapat tiga aspek yang perlu diterapkan untuk memberikan wawasan kebangsaan, yaitu kompetitif, kooperatif, dan kolaboratif. Dalam hal kompetitif, mahasiswa dituntut untuk dapat saling bersaing dengan yang lain sehingga timbul kreativitas. Kemudian, kooperatif dapat dicapai dengan adanya sinergi antarfakultas dan antarpimpinan hingga ke rektorat. Berbeda dengan


Laporan Utama kooperatif, kolaboratif lebih pada kerja sama dengan pihak luar. Pimpinan dapat mengusahakan tokoh-tokoh di luar kampus agar bisa memberikan pemahaman tentang ideologi. Bagi Dedi, penerapan kurikulum yang sesuai juga berpengaruh. Penataran Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) juga perlu diadopsi kembali, tetapi dengan pola yang berbeda. Misalnya, dengan mengajak anak-anak lebih aktif melalui permainan, aktivitas, proyek, atau media sosial. Menurut Dedi, materi yang diberikan tidak harus banyak, tetapi mudah dipahami. “Dulu Penataran P4 hanya mendengarkan ceramah, tidak efektif,” tuturnya. Ormawa turut memiliki peran dalam membentuk ketahanan mahasiswa terhadap ideologi ekstrem. Namun, sebelum mereka siap membina mahasiswa lain, pengurus Ormawa harus sudah mempunyai bekal terlebih dahulu. Dedi menyarankan dalam kegiatan Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) diadakan sesi pembekalan, yaitu dengan mempelajari dasar negara dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Sebagai bahan perbandingan juga dapat dikenalkan dengan ideologi-ideologi dari negara lain. Tidak mudah untuk mengategorikan mahasiswa mana yang mudah terpengaruh oleh ideologi ekstrem. Rosyid Al Atok berpendapat hal itu bergantung dari intensitas diskusi dan pergaulan akademik. Mahasiswa yang cenderung menutup diri adalah sasaran yang mudah. Semakin mahasiswa mau membuka wawasan bahkan dengan ideologi yang bersebrangan, maka semakin tidak terpengaruh. Agar mampu membentuk ketahanan diri sendiri, Dedi Kuswandi menyarankan agar mahasiswa memperbanyak pengetahuan. Yaitu melalui diskusi dan aktivitas yang dapat menambah pemahaman. Tujuannya agar mahasiswa mendapatkan keyakinan bahwa ideologi Indonesia sekaranglah yang paling sesuai. “Kunjungan ke lembaga ketahanan nasional juga dianjurkan dalam rangka membentuk pemahaman yang nyata,” papar lulusan Universitas Pendidikan Indonesia itu. Selain ideologi komunis maupun fundamental, masih banyak hal lain yang perlu mendapat pandangan kritis mahasiswa. Misalnya tentang kasus Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) yang baru-baru ini menjadi perbincangan. Hal serupa diungkapkan Asrofi Al-Kindy, mahasiswa Pendidikan Geografi. Bahwa sasaran paling empuk adalah mahasiswa yang pendiam. Ia mengaku lebih suka menyebut gerakan ekstrem dengan radikalisme. Asrofi menyebut, rata-rata yang mudah dikader radikalisme adalah mahasiswa yang penyendiri, pendiam, dan kesepian. Menurut mahasiswa yang aktif di BEM UM 2016 sebagai Menteri

Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. menyarankan mahasiswa untuk meningkatkan pemberdayaan akal.

Komunikasi, Media, dan Informasi itu, radikalisme kiri sudah mati 50 tahun lalu. “Jadi, jangan diungkit lagi, nanti bangun lagi,” tambahnya. Menurutnya, cara untuk mencegah radikalisme yaitu dengan menulis sastra. “Sastra adalah pembebasan. Dengan sastra, orang tak hanya melihat hitam dan putih, tapi pelangi,” papar Asrofi. Sementara itu, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. lebih suka menyebut ketahanan diri mahasiswa dengan kedaulatan diri. “Karena ketahanan diri beda dengan kedaulatan diri. Kedaulatan diri dalam psikologi sosial adalah orang yang mandiri, yang tidak amrih selamete,” terang Hariyono. WR I UM tersebut juga menegaskan, orang yang tidak punya kedaulatan diri akhirnya tidak tidak pernah bisa jadi pelopor dalam bidang apa pun. Tetapi, orang yang punya kedaulatan diri, dia tidak lari dari realitas, tidak lari dari kebebasan. “Mengapa? Karena dalam kebebasan ada tanggung jawab. Karena orang yang tidak mempunyai kebebasan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban,” papar Hariyono. “Saya ingin temen-temen itu bisa belajar politik secara cerdas,” ungkap dosen Sejarah itu. Fenomena kekuatan-kekuatan tertentu untuk memanfaatkan mahasiswa sebagai kuda troya untuk mencapai tujuannya itu sering terjadi. Hal itu bukan fenomena baru. Sama halnya seperti kisah Ken Arok membutuhkan Kebo Ijo. Hariyono tidak ingin mahasiswa UM menjadi Kebo-kebo Ijo yang jadi alat-alat kekuatan tertentu. “Kalau kita tidak cerdas, kita akan digiring masuk ke dalam permainan mereka. Ini yang harus kita cermati,” tegas Hariyono. Ketahanan diri berlaku di mana saja, dalam berteman, masyarakat, dunia pendidikan, dunia kerja, bukan terbatas pada ideologi kiri atau kanan. WR I

menambahkan, ketahanan diri ini tidak mungkin bisa dicapai tanpa sikap kritis. Ia berharap warga UM itu memiliki kesadaran terhadap lingkungan di sekitar dirinya, juga kritis terhadap dirinya. “Yang perlu kita lakukan yaitu penyadaran,” tutur Hariyono. Hariyono menganalogikan manusia dengan laptop. Laptop memiliki program antivirus. Sementara itu, program antivirus yang dimiliki manusia adalah akal. “Nah, ini yang gak pernah kita lakukan. Kita harusnya melakukan refleksi diri sehingga informasi, kebiasaan-kebiasaan buruk, dan penyakit dapat di-instal ulang untuk kebaikan,” terang Hariyono. Demikian pula dengan wacana, baik wacana kiri maupun kanan. Jika pola pikir mengandalkan akal, maka ketika ada wacana yang profokatif tidak akan terpengaruh. Menurut WR I, pemberdayaan akal masih perlu ditingkatkan. Satu-satunya kekhasan yang dimiliki manusia adalah akal. “Orang yang diancam masuk neraka adalah orang yang berakal,” tutur Hariyono. Di dalam agama, akal itu dimuliakan. Dengan akal dimintai pertanggungjawaban. “Saya yakin, jika akal berkembang, maka ada wacana apa pun kita tidak risau,” tegasnya. Ia mengatakan, komunis akan terjadi ketika ada kesenjangan sosial. Nah, sekarang tantangan bagi kita bagaimana agar kesenjangan sosial tidak ada. Untuk bisa maju, kita harus mau belajar dari sejarah. Kalau kita lihat, tokoh-tokoh besar itu rata-rata paham sejarah meskipun bukan lulusan sejarah. Pertanyaannya, mau jadi agen atau objek sejarah? Satu hal yang juga ditekankan Hariyono, dosendosen yang baik adalah yang bukan hanya menyampaikan materi, tetapi mengajak berpikir. “Change your thinking change your life,” kata Hariyono.Ajrul/Yana Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

9


Opini

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Pramuka, Penangkal Radikalisme di Indonesia Oleh Sayyidul Kahfi

I

SIS (the Islamic State of Iraq and Syria) sebagai salah satu gerakan radikalisme, tengah menghantui masyarakat Indonesia saat ini. Selain itu, isu-isu terorisme juga bisa terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu bangsa

10 | Komunikasi Edisi 304

Indonesia yang terkenal sebagai bangsa yang multiras menjadi sangat rentan terjadinya konflik SARA yang sangat berbahaya dan mengancam kesatuan NKRI. Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini, yaitu kasus Tolikara. Kita sebagai bangsa

Indonesia harus menyadari bahwa kesatuan dan keutuhan NKRI harus dijaga demi berlangsungnya kehidupan bernegara yang harmonis dan dapat membawa kemajuan bagi negara Indonesia. Lalu, bagaimana bangsa Indonesia menyikapi


Opini

hal tersebut? Bagaimana dengan hidup anak cucu nanti? Tentunya hal tersebut harus ditindak lanjuti dan diatasi. Lantas apa yang harus kita lakukan? Gerakan Pramuka adalah salah satu cara untuk menangkal gerakan radikalisme yang saat ini meresahkan masyarakat Indonesia. Organisasi yang memiliki payung hukum yang kuat, yaitu UU Nomor 12 tentang Gerakan Pramuka ini membuat organisasi Gerakan Pramuka mendapatkan posisi yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Gerakan Pramuka memiliki cakupan luas dalam jenjang pendidikan, yaitu dari jenjang sekolah dasar, menengah, atas sampai perguruan tinggi. Hal ini menjadi cara yang sangat strategis untuk menangkal

gerakan radikalisme ini. Adanya pendidikan kepramukaan di tingkat sekolah dasar akan memberikan pengetahuan tentang bela negera terhadap anak-anak pada usia dini dan itu akan terus dikembangkan sampai anak memasuki perguruan tinggi. Pada Kurikulum 2013 kegiatan ekstrakurikulier yang wajib ada adalah Gerakan Pramuka. Dengan mewajibkan Gerakan Pramuka ini, semakin memperkuat kedudukan Gerakan Pramuka untuk menjadi salah satu alat pemersatu bangsa, yaitu pendidikan bela negara. Ada beberapa alasan mengapa pendidikan kepramukaan dapat dijadikan penangkal gerakan radikalisme di antaranya adalah Gerakan Pramuka memiliki kepengurusan yang lengkap di antaranya dari tingkat Gugus Depan (sekolah, perguruan tinggi), Kwartir Ranting (kecamatan), Kwartir Cabang (kabupaten/kota), Kwartir Daerah (provinsi), Kwartir Nasional (negara). Selain adanya dukungan dari kepengurusan tersebut hal yang paling mendasari adalah adanya kode kehormatan Gerakan Pramuka, yaitu untuk tingkat Siaga (usia 7 tahun sampai 10 tahun) yang disebut sebagai Dwi Satya dan Dwi Dharma, tingkat Penggalang (usia 11 tahun sampai dengan 15 tahun), tingkat penegak (usia 16 sampai dengan 20 tahun), dan tingkat pandega (usia 21 sampai dengan 25 tahun) yang disebut Tri Satya dan Dasa Dharma. Adapun bunyi dari Dwi Satya “Aku berjanji akan bersungguh-sungguh: menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengikuti tata krama keluarga. Setiap hari berbuat kebaikan“. Adanya Dwi Satya itu jika diterapkan oleh anak-anak maka karakter anak-anak untuk cinta terhadap negaranya akan tertanam dan membentengi anak-anak dari ajaran radikalisme. Sementara itu, bunyi dari Dwi Dharma “Siaga berbakti kepada ayah bundanya. Siaga berani dan tidak putus asa“. Penerapan Dwi Dharma pada anakanak akan membentuk anak-anak yang memiliki jiwa cinta terhadap orang tuanya dan keluarganya. Golongan pramuka Penggalang juga memiliki kode kehormatan yang disesuaikan dengan usia tersebut, yaitu Tri Satya dan Dasa Dharma. Adapun bunyi dari Tri Satya “Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguh-sungguh: menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengamalkan Pancasila; menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat; menepati Dasa Dharma. “ Hal ini menunjukkan bahwa

kepramukaan jika diterapkan dalam kehidupan anak-anak akan membekali dan membentengi anak-anak dari segala bentuk ajaran radikalisme. Selain itu, anakanak sejak dini kelak dapat mencintai negara Indonesia. Pemaparan lain, mengkaji bunyi dari Dasa Dharma, yaitu “Dharma Pramuka : (1) takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) cinta alam dan kasih sayang sesama manusia. (3) patriot yang sopan dan ksatria, (4) patuh dan suka bermusyawarah, (5) Rela menolong dan tabah, (6) rajin, terampil dan gembira, (7) hemat, cermat dan bersahaja, (8) disiplin, berani dan setia, (9) bertanggung jawab dan dapat dipercaya, (10) suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan”. Hal ini sempurna jika diterapkan anak-anak maupun remaja untuk membentuk karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mencintai negaranya sehingga nantinya diharapkan gerakan radikalisme sulit berkembang karena sejak dini bangsa Indonesia sudah diajarkan pendidikan bela negara melalui kegiatan kepramukaan. Contoh penerapan pada nomor 10, yaitu suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, menjadikan anak-anak berbakti pada orang tua, keluarga dan negara, sedangkan pada masa remaja akan tumbuh menjadi remaja yang soleh dan sholehah. Ketika dewasa pun karena kebiasaan-kebiasaan baik sudah terlatih di usia anak-anak dan remaja maka kebaikan itu akan tetap ada dan lahirlah manusia-manusia Indonesia yang sangat cinta terhadap negaranya. Kita sudah mengetahui betapa rentannya bangsa Indonesia ini untuk dipecah belah. Ini tak ayal karena Indonesia terbentang dari sabang sampai merauke. Oleh karena itu, kita harus sadari betapa pentingnya pendidikan bela negara untuk menjaga kesatuan dan persatuan negara Indonesia. Gerakan Pramuka seperti yang sudah dijelaskan di atas memilki peranan yang penting untuk membawa bangsa Indonesia ini menuju bangsa yang bersatu dan bermartabat. Tentunya untuk menuju hal tersebut diperlukan usaha yang keras dan dukungan dari pemerintah, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dan juga dukungan dari masyarakat serta keluarga terutama yang merupakan komponen dari negara yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan anakanak. Penulis adalah mahasiswa Teknik Elektro. Opini ini Juara Harapan II kategori Opini Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

11


Seputar Kampus

LKS SMK: Berhasil Tanpa Harus Mengalahkan

Suasana LKS SMK di Graha Cakrawala.

K

ali ini Lomba Kompetisi Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (LKS SMK) tingkat nasional 2016 ke-24 menunjuk Provinsi Jawa Timur sebagai tuan rumah. Acara tersebut diselenggarakan pada (23-28/05). Acara yang bertemakan “Pengembangan Kompetisi Siswa Beserta Ekosistem SMK dalam Pembentukan Akhlak, Sikap, dan Karakter”, dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan di Graha Cakrawala Universitas Negeri Malang. Beda dari LKS tahun lalu, kali ini peserta dan pendamping menginap di rumah penduduk. Ada 54 bidang lomba dengan kurang lebih 2.400 peserta dan pendamping dalam kegiatan LKS tahun ini. Hal ini menjadikan 54 sekolah di Malang yang ditunjuk mencarikan tempat menginap dengan persyaratan tidak lebih dari satu jam perjalanan menuju lokasi lomba. Tujuan dari ketentuan menginap di rumah warga adalah sebagai wujud sosialisasi tentang SMK ke penduduk setempat. Panitia LKS SMK tahun ini dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, serta Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Mahasiswa juga ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Terbukti dengan adanya dua puluh mahasiswa UM dari lima puluh mahasiswa universitas lain ikut menjadi panitia. Untuk memacu semangat peserta yang berkompetisi, para pemenang LKS tingkat nasional akan dikirim ke ajang internasional dua tahun sekali, yaitu World Skills Competition (WSC) di Abu Dhabi tahun 2017. Pemenang LKS tahun ini akan diadu dengan pemenang LKS tahun lalu. Sebelum itu para pemenang akan dilatih dan didampingi oleh para senior atau volunteer. Ada beberapa rangkaian acara untuk

12 | Komunikasi Edisi 304

memeriahkan pelaksanaan LKS, yakni city tour, seminar nasional dan internasional, acara pentas seni, program 1000 buku dengan melibatkan seluruh masyarakat untuk menyumbangkan bukunya, program kewirausahaan siswa SMK, serta pagelaran pameran. Pameran yang dilaksanakan di Graha Cakrawala dibagi menjadi dua, yakni pameran yang dikoordinasi Kemendikbud Pusat bersama provinsi dan pameran umum serta sponsor. Untuk provinsi Jatim disediakan 120 stand untuk semua sekolah-sekolah yang diseleksi. Stand diisi oleh para siswa SMK dari program kewirausahaan yang sudah terpilih. Terdapat juga pojok literasi sebagai wujud program seribu buku. Pengadaan pojok literasi dinilai sebagai cara untuk mengatasi darurat literasi. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan tingkat membaca masyarakat Indonesia dengan cara mempopulerkan budaya membaca sebelum masuk kelas minimal lima belas menit dalam sehari. Program LKS SMK menjadi pagelaran lomba kompetisi siswa terbesar setelah tidak diberlakukanya Olimpiade Sains Terapan (OSTN) SMK pada tahun 2016. OSTN adalah olimpiade siswa SMK yang setara dengan OSN siswa SMA. LKS SMK adalah olimpiade yang bertujuan mengompetisikan keterampilan daripada teori. “Bukan untuk mencari pemenang, tetapi ajang unjuk skill, dan peningkatan mutu pembelajaran,” ujar Winner Jihad Akbar, selaku sekretaris acara LKS SMK. Penilaian yang diberlakukan dalam LKS adalah ‘sistem nilai’. Maksudnya, jika juri mematok nilai 90 untuk Juara I maka berapa pun peserta lomba yang mencapai nilai tersebut dan seterusnya akan menjadi Juara I. “Lomba tersebut bukan hanya menumbuhkan iklim bertanding untuk menang. Ini juga wadah berkompetisi dalam mencari jalan keluar terbaik untuk juara. Berhasil tanpa harus mengalahkan adalah misi dari kompetisi ini,” tutupnya.Iven


Seputar Kampus

Pencarian Jati Diri

Foto: Shintiya

melalui Seni

Bertukar apreasi atas karya di pameran mahasiswa Seni Desain 2013.

B

erbagai karya mahasiswa angkatan 2013 Jurusan Seni dan Desain mewarnai Dewan Kesenian Malang (DKM) selama tiga hari (02-04/05) bertajuk “Self Revolution.” Tema Self Revolution memiliki arti revolusi diri, yaitu dimulai dan dilakukan oleh kamu sendiri. Dalam hal ini, revolusi diri juga berarti pencarian dan penemuan kembali atas jati diri. Merevolusi pemikiran kamu, cara pandangmu, karakter kamu, kebiasaan, gaya hidup, tindakan, hubungan dengan orang-orang, karier dan segala sesuatu yang membuat kamu sebagai manusia bisa merasa genap dan lengkap baik secara lahir maupun batin,” begitu cuplikan dari kurator yang terpampang di depan pintu masuk ruang pameran. Persiapan telah dilakukan selama dua bulan lamanya dengan memamerkan kurang lebih enam puluh karya. Karya yang ditampilkan berukuran mulai dari A3 hingga dua meter dengan menggunakan media bebas. “Di sini mereka dapat bebas berekspresi bebas berapresiasi. Setiap mahasiswa seni dan desain memiliki karakter masing-masing. Ada yang suka fotografi juga desain grafis. Yang terpenting karya itu layak untuk dipamerkan. Walaupun di pameran ada temanya self revolution, tapi mereka menanggapi dan menerima tema itu sesuai dengan karakter mereka masing-masing,” kata Wahyu Aditya, Ketua Pelaksana acara tersebut. “Jangka pendek, pengadaan pameran ini untuk mengakrabkan lagi mahasiswa angkatan 2013. Sedangkan untuk jangka panjangnya agar Kota Malang dalam hal seni bisa terlihat seperti kota-kota seni lainnya, misalnya Solo dan Jakarta,” tambah Adit. Ide pengadaan pameran itu sudah ada sejak mereka masih berstatus mahasiswa baru. Ide tersebut tercetus ketika sedang

nongkrong. “Kami mempunyai ide lewat obrolan ringan ketika ngopi, daripada begadang malam-malam tidak menghasilkan produk apa pun, apa salahnya mengadakan ini,“ kenang mahasiswa dari Prodi Seni Rupa itu. Pengunjung yang datang tidak hanya berasal dari UM saja, “Banyak dari luar UM juga. Ada dari komunitas-komunitas maupun orang-orang bule yang kebetulan tinggal dekat di Splendid. Jadi kalau ada acara di sini mereka sering mampir. Biasanya mereka datang sore hari,” tutur Adit. Selain pameran, ada penampilan hiburan, yaitu tari, perform art, perform bombing, lettering, dan sarasehan. Sarahsehan tersebut mengulas tentang pengaruh seni kontemporer di era globalisasi dengan mendatangkan Andreas Syah Pahlevi. “Jika pameran seperti ini didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) akan sangat keren. Suatu saat nanti teman-teman ini akan berusaha masuk ke sana. Ini masih permulaan yang menurut saya sudah sangat bagus dan akan berlanjut dengan membawa nama UM juga,” ungkap Andreas, Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) tersebut. Ke depannya acara ini dapat menjadi acara tahunan sehingga mereka akan menurunkannya ke adik tingkat agar acara ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. “Untuk yang pertama ini ya masih apa adanya. Ke depannya bisa lebih besar lagi, harapannya begitu,“ ujar Adit. “Sebenarnya tujuan pameran keluar dari kampus untuk mengenalkan seni pada orang awam. Mungkin nantinya akan kami tempatkan di Alun-alun karena dapat menjadi karya yang berinteraksi sekaligus dapat menjelaskan kepada masyarakat maksud dari seni itu. Intinya kita ingin lebih terjun ke masyarakat,” tutup mahasiswa angkatan 2013 itu.Shintiya Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

13


Seputar Kampus

Bahasa untuk Logika, Etika, dan Estetika

Dr. Azhar Ibrahim Alwee memaparkan tentang pendidikan bahasa di Gedung H3 209.

P

roblematika pembelajaran bahasa Indonesia adalah bagaimana mampu meningkatkan kecerdasan logika, etika, dan estetika peserta didik. Hal ini disampaikan oleh Dr. Azhar Ibrahim Alwee selaku pembicara tamu dalam seminar Nitrisastra I (21/05). Tanpa adanya ketiga aspek tersebut bahasa menjadi hal yang amat teknis. Pada mulanya para tokoh seperti Sutan Syahrir Alisyahbana membuat rancangan bahasa sebagai pengisian bahasa. Namun, sejalan dengan perkembangan bahasa menjadi lebih teknis dan formal. Seminar Nitrisastra I diadakan dengan tujuan membangun wacana bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Khususnya mengenai bagaimana Pembelajaran bahasa Indonesia berperan dalam peningkatan kecerdasan logika, etika, dan estetika peserta didik. Dari laporan ketua panitia, Dr. Yuni Pratiwi, M.Pd, sebanyak 178 makalah telah diterima oleh panitia. Selain itu Prof. Dr. Suparno, M.Pd., Drs. Bambang Agus S., M.M, M.Pd. dan H. D. Iryanto juga turut hadir sebagai pembicara utama dalam seminar pagi itu. Masingmasing menyampaikan gagasannya mengenai tema utama yang diberikan panitia. Azhar yang menjadi salah satu dosen di National University of Singapore berpendapat bahwa dimensi logika, etika, dan estetika masing-masing tidaklah dapat berdiri sendiri. Jika diperhatikan seakan-akan tidak ada kaitan antara ketiganya. Beruntung di Indonesia sudah terdapat banyak buku-buku yang mendukung hal tersebut. Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa logika harus terbangun saat kita memahami bahasa. Kemudian, dimensi moral dan etika menjadi satu aspek yang lain dari tiga dimensi estetika. Dari hasil kiprahnya dalam suatu institute teacher qualified di Romania Singapura, ia mengungkapkan sebagian besar masalah yang dihadapi pendidik bahasa di beberapa negara adalah sama. Isu-isu tentang bahasa yang lama kelamaan semakin terjerat keformalan bahasa. Ia memberikan contoh guru di Malaysia yang bertindak seakan-akan teknisi. Artinya, mereka mengajarkan aturan-

14 | Komunikasi Edisi 304

aturan dalam bahasa. Pada akhirnya anak-anak akan beranggapan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi dikarenakan guru juga beranggapan demikian. Menurut Azhar, terdapat beberapa hambatan untuk menjadikan bahasa yang hidup dan menghidupi. Seperti kurikulum yang kaku, bahasa yang dipandang sebagai alat komunikasi, pembelajaran yang bersifat teacher sentris, serta situasi mengajar dalam kelas yang non-dialog. Kenyataan di lapangan guru berbicara sebagai orang yang mengetahui segala tentang bahasa. Baginya disiplin bahasa memang penting, tetapi masyarakat sudah jauh lebih kompleks. Jika pada buku pelajaran, ibu masih pergi ke pasar, sekarang ia sudah pergi ke supermarket. Metode pembelajaran yang lebih sesuai dapat dilakukan dengan melihat bagaimana siswa memahami bahasa sendiri. Kadang guru dapat memberi kesempatan anak didik untuk membawa bahasa yang diperoleh dari luar kelas. Seperti halnya bahasa slang. Kemudian baru ditunjukkan letak kesalahan dan kelemahannya. Apabila sekedar mengatakan tidak boleh, berarti tidak mengakui bahasa yang hidup di masyarakat. “Begitulah cara mengenalkan bahasa yang lebih baik,” tutur ketua umum Malay Studies itu. Sebagai penutup dari tiga puluh menit paparannya, ia memberikan beberapa pertanyaan sebagai renungan peserta. Ia menanyakan apakah metode konvensional sekarang cukup untuk menuju kecerdasan logika, etika, dan estetika. “Agar lebih bergelegar tidak ada jawaban dan harus mencari di luar,” candanya. Pandangan lain mengenai bagaimana seharusnya pembelajaran bahasa Indonesia disampaikan oleh Iryanto. Ia terinspirasi dari Ir. Hermawan yang selalu meminta siswanya untuk menulis buku catatan harian. Dengan demikian anak-anak menjadi belajar menulis. Setelah itu mereka akan belajar bagaimana mengungkapkan apa yang ditulisnya. Ia menyimpulkan bahasa dapat dibumikan melalui pembiasaan. “Tidak hanya knowing, tetapi juga being,” tandas motivator yang juga penulis buku itu.Ajrul


Seputar Kampus

Langkah Desain Bersama Industri Kreatif

Pameran karya mahasiswa DKV di Digital Lounge.

S

ejumlah karya tugas akhir semester mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Universitas Negeri Malang (UM) terjejer rapi sejak (17-20/05). Bertemakan “Desain dan Industri Kreatif” pameran tersebut digelar di Digital Lounge, Jalan Basuki Rahmat 7-9 Malang. “Kami dari Jurusan Seni dan Desain berusaha merespon semangat Kota Malang yang mencanangkan diri sebagai kota kreatif lewat Indonesia Creative City Conference (ICCC) dan Malang Creative Fusion untuk membentuk badan ekonomi kreatif. Dari situ akhirnya kami sepakat untuk mengangkat tema desain dan industri kreatif,” papar Andreas Syah Pahlevi selaku penggiat Designoholic. Produk yang mereka pamerkan di antaranya packaging design, computer aided design, social project design, advertising design, visual merchandising, environmental graphic design, corporate identity serta video screening. Dalam pengerjaannya mahasiswa melakukan observasi sehingga mereka benar- benar bertemu dengan klien secara langsung. “Kebetulan yang tampil hari ini design iklan. Ini merupakan periklanan- periklanan komersil. Hal ini dapat mengedukasi masyarakat bahwa desain tidak sekedar gambar namun dapat memberikan solusi,” jelas pria yang pernah menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu. Seperti halnya Muhammad Bisman Fahmi yang mengangkat tentang ASCKAL. “Jadi, ASCKAL ini merupakan gagasan baru dari temanteman ASC untuk mengumpulkan orang-orang kaligrafi yang ada di UM. ASCKAL ini kebetulan membutuhkan desainer untuk membuat branding. Nah, di sini saya di bidang desainer untuk

pemasarannya,” ujar mahasiswa angkatan 2013 itu. Karya- karya tersebut untuk memenuhi tugas matakuliah desain kemasan, desain iklan, identitas korporat, visual merchandising, gambar teknik, dan videografi. Karya tersebut bukan sekedar untuk memenuhi matakuliah saja melainkan konsep pameran disetting menjadi karya yang siap diapresiasi masyarakat. “Alhamdulillah kemarin ada kunjungan dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan serta Pemkot Malang, mereka merespon baik hal ini,” tutur Andreas. Bahkan ada beberapa sampel karya mahasiswa yang dibawa ke Jakarta sampai ada salah satu mahasiswa yang diwawancarai proses produksinya. Sebanyak 428 karya yang masuk berasal dari mahasiswa angkatan 2013, 2014 dan 2015, akan tetapi tidak semua karya tersebut ditampilkan mengingat jumlah karya yang begitu banyak. Designoholic ini merupakan yang keempat kalinya atau disebut designoholic 4.0 yang diselenggarakan setiap akhir semester. Awal pelaksanaan pada tahun 2010, namun hanya sekedar pameran dan sempat terhenti dua tahun. Selanjutnya pada tahun 2013 muncullah designoholic pertama hingga sekarang ini. Ciri khas dari Designoholic adalah creative sharing. Creative sharing ini mendatangkan narasumber dari Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) Malang, Uteru Indonesia, dan Orkha Creative. “Harapannya, Designoholic dapat menjadi even iconic di Malang. Bukan hanya di UM saja, sementara even-even yang sejenis masih terpisah-pisah,” ungkap Andreas mengakhiri sesi wawancara.Shintiya Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

15


Seputar Kampus

Fedora

Foto: Rodli

Teknologi Pendidikan

Prof. Dr. Bambang Budi Wiyono, M.Pd memberikan sambutan dalam acara Fedora.

“M

ahasiswa Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang (UM) angkatan 2013 adakan Festival Video Pembelajaran (Fedora) (10/03) bertempat di Gedung E2 Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UM. Acara itu berlangsung pukul 08.00 yang dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan mahasiswa hingga guru di sekolah wilayah Malang. Prof. Dr. Bambang Budi Wiyono, M.Pd., Dekan FIP berujar, ''Perkembangan media pembelajaran saat ini sudah sangat beragam, maka sangat penting untuk mengembangkan media yang efektif, salah satunya seperti video ini". Acara Fedora Teknologi Pendidikan itu mengangkat tema Education for All. Kegiatannya berupa penayangan video pembelajaran yang dilakukan secara urut

16 | Komunikasi Edisi 304

berdasarkan jadwal yang telah ditentukan. Setelah penayangan, ada kegiatan diskusi mengenai video dengan pengembang video tersebut akan menyampaikan tentang video yang telah mereka buat. Teknis pembuatannya serta isi dari video pembelajaran tersebut juga tak lupa untuk dikupas. Ada sesi tanya jawab dan saran dari penonton untuk meningkatkan produk video tersebut. “Selain mengenalkan tentang Jurusan Teknologi Pendidikan, pameran video ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan, pembelajaran mengenai berbagai macam metode pembelajaran yang digunakan di kelas, serta sharing tentang pembuatan video pembelajaran melalui workshop. Mengenal lebih tentang bagaimana proses pembuatan video pembelajaran mulai dari proses pembuatan skenario, proses pengambilan

gambar hingga proses editing berlangsung," ungkap M. Miftah Farid selaku Ketua Pelaksana. Selain penayangan video pembelajaran ada juga coaching clinic. Pada sesi tersebut peserta akan mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana proses awal pembuatan video, teknik apa saja yang digunakan dalam proses pengambilan gambar, istilah apa saja yang harus dipahami sebagai seorang pengembang hingga peserta diajarkan untuk penggunaan peralatan penunjang seperti kamera dan lighting yang dipandu oleh mahasiswa Teknologi Pendidikan yang memahami bidang tersebut. Selain itu, ada juga hadiah bagi peserta yang mengikuti kegiatan Fedora serta hiburan dengan menampilkan TEPKUSTIK, salah satu komunitas musik di Jurusan Teknologi Pendidikan.Rodli


Seputar Kampus

Peduli Budaya Tari,

Foto: Rodli

Mahasiswa PGSD 2013

Mengajak masyarakat untuk melestarikan budaya Indonesia melalui tarian.

R

abu (18/05) mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) 2013 menggelar pentas seni tari. Lenggaklenggok penari beriringan dengan alunan musik. Sorak penonton pecah kala penampilan tari disuguhkan di atas panggung pagelaran. Pentas itu digelar di Aula Kampus II Universitas Negeri Malang. “Menurut saya acara ini cukup menghibur. Selain itu, kita mendapat tantangan baru. Sebelumnya kita yang belum pernah menari diharuskan untuk bisa menari dengan baik dan benar bagaimanapun caranya. Persiapan kami pun tidak mudah. Kita sebagai mahasiswa PGSD tidak hanya memberikan pelajaran tentang teori, tapi juga harus mengenal beraneka ragam tari di Indonesia,“ ungkap Pahi Rosul, salah satu penampil dalam acara itu.

Pada program studi PGSD terdapat salah satu mata kuliah Pendidikan Seni Tari. Dari sinilah mahasiswa dianjurkan untuk menampilkan hasil kreasinya melalui pentas. Selain itu mahasiswa tidak hanya dituntut untuk mengerti tentang teori-teori belajar, namun juga dianjurkan untuk lebih mengenal seni gerak tubuh, yaitu seni tari. Apa hakikat sebuah tari? Masyarakat, khususnya mahasiswa harus mengetahui makna sebenarnya dari sebuah tari. Oleh karena itu, melalui tema “Tarianku Lestarikan Budayaku”, mengajak masyarakat untuk mengenal dan membantu melestarikan tarian Indonesia. Pentas itu melibatkan sekitar 250 mahasiswa sebagai penampil. Mereka menampilkan berbagai macam tari kreasi hasil kreativitas mereka yang dipadukan dengan musik yang mereka

olah sendiri. Penonton yang hadir cukup banyak hingga ratusan orang, meliputi mahasiswa serta undangan untuk Ketua ormawa FIP, Kaprodi, Kajur dan Dekan FIP. Pentas seni kreasi mahasiswa PGSD itu juga menghadirkan juri yang ahli dalam bidangnya, yaitu dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Seni Tari. Adapun yang dinilai meliputi kreativitas kelompok, properti, ekspresi, dan gerak individu. “Kendala yang kita alami di sini sebenarnya adalah masalah pembagian waktu. Posisi kita sebagai panitia juga sebagai penampil dari acara menjadikan kita kewalahan dalam membagi ketika persiapan acara maupun persiapan kelompok,” ungkap Wahid, Ketua Pelaksana pentas tari kreasi mahasiswa itu.Rodli

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

17


Seputar Kampus

Foto: Shintiya

Sarjana Multikarier dan Up Normal

Diyah Sulistyorin, S.Psi., M.Psi menekankan pentingnya soft skills bagi sarjana.

B

EM Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi) bersama Ceria Institute menggelar acara Sinau Bareng Ceria (Siberia) pada Minggu (15/05). Ceria Institute adalah komunitas bentukan FPPsi yang bergerak pada bidang penelitian dan pengembangan. Hipwee Community Malang dan Young on Top (YOT) Malang juga ikut digandeng dalam acara itu. Mengusung tema “Saatya Menjadi Sarjana Up Normal”, acara itu diadakan di Aula Gedung D9 UM. Materi-materi menarik diangkat dalam acara itu, seperti pengembangan karir oleh mahasiswa dan fresh graduate yang upnormal. Dr. Lestari Nurhayati, M.Si., seorang lecturer and head of research centre London school of public relations, memberikan materi tentang konsep dasar karier dalam proses perencanaannya yang harus fokus pada jalur dan tujuan. Harapan setiap lulusan mahasiswa pasti mendapat perkerjaan. “Bagaimana dengan lulusan yang belum mendapat pekerjaan? Janganlah khawatir. Sesungguhnya tiap lulusan mahasiswa sudah memiliki kemampuan leadership,” ucap Lestari. Perkataan Lestari dapat dibuktikan saat masih dalam perkuliahan, tiap lulusan itu terlatih dalam hal membuat jadwal

18 | Komunikasi Edisi 304

pribadi dan menyesuaikan pola belajar yang sesuai kebutuhan. Kemampuan leadership juga terlatih jika ditambah berkecimpung di sebuah organisasi. Organisasi dapat mengasah kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan berhubungan dengan orang lain. “Wujud leadership menjadi nilai lebih di samping nilai kuliah yang tinggi,” tambah founder and reseach of Institute for Democracy, NGO in Indonesia (INDEPTH). Mengikuti berbagai kegiatan dapat disebut sebagai multikarier. Multikarier dipahami dengan menekuni lebih dari satu bidang dan menyelesaikan semuanya secara maksimal. Multikarier biasanya diterapkan tanpa ada beban karena dilakukan dengan senang hati dan sesuai dengan passion serta hobinya. Ini juga tak luput didukung komitmen, self management, komunikasi, integritas, etika, adaptasi, fleksibel, kemampuan memotivasi diri, stress management, multitasking, dan pengalaman yang tak sedikit. Setelah peserta dimanjakan dengan dibukanya pola pikir mereka oleh Lestari, acara dilanjutkan dengan sharing bersama Diyah Sulistyorin, S.Psi., M.Psi.. Sharing tersebut menekankan pentingnya soft skill. “Dunia kerja itu berbanding terbalik

dengan dunia kuliah. Menjadi sarjana biasa sudah bukan lagi waktunya. Sekarang saatnya menjadi sarjana di atas rata-rata atau fresh graduate yang up normal,” tutur Diyah. Soft skill adalah cara kerja dan pola kepribadian baik yang berupa sikap ataupun perilaku. Soft skill tidak sepenuhnya diajarkan pada saat perkuliahan di dalam kelas. Soft skill dapat ditingkatkan salah satunya dengan mengikuti sebuah organisasi. Di dunia kerja, soft skill sangatlah diperlukan. Wujud soft skill dalam dunia kerja, yaitu kemampuan komunikasi baik lisan maupun tulis, kerja sama sama, inisiatif, perencanaan, serta eksekusi. Tidak hanya itu leadership skill, fleksibilitas, interpersonal, dan kreatif juga akan terbentuk. Dunia kerja sangat membutuhkan orang yang berkemauan tinggi untuk belajar, berpikir kritis, dan mau bekerja pintar, yaitu memiliki gaya paling efektif dalam bekerja. “Suka terhadap sesuatu dan menjalani dunia itu berbeda. Melakukan sesuatu yang disukai berarti menjalankan passion. Passion dapat membuat seseorang melakukan banyak hal, namun dengan hasil yang tetap maksimal,” tutup Diyah seorang pakar fresh graduate, dan assesor perusahaan ternama Indonesia.Iven


Profil

Ambisi,Organisasi,Prestasi Mawapres utama dinobatkan padanya Penghargaan terbesar saat mengenyam bangku kuliah Dukungan kawan dan dosen tak pernah putus alirannya Menjadi insan berguna dan membanggakan orang tua Public speaking ia kuasai Penghargaan penulisan dalam dan luar negeri tak bosan diraih Menyanyi jadi bakat tersembunyi yang ia miliki Meninggalkan banyak jejak diri bagi kampus yang ia cintai

Nama Lengkap Tempat Tanggal Lahir Alamat Riwayat Pendidikan

: Jimy Candra Gunawan : Malang, 7 Juli 1994 : Dsn. Gampingan RT. 04/ RW. 008 Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang : SDN Wonokerto III (2000-2006) SMPN II Bantur (2006-2009) SMAN I Kepanjen (2009-2012) S1 Bahasa dan Sastra Inggris UM (2012-sekarang)

PENGALAMAN ORGANISASI • • • • • • •

UKPSM Swara Satata Çakti UM (2012-2014) UKM Ikatan Pecinta Retorika Indonesia (IPRI) (2012-2013) HMJ Sastra Inggris (LEGATO) (2012-2014) Global Peace Foundation Chapter Surabaya(2015-sekarang) HIPWEE Community Malang (2015-sekarang) IYOIN Local Chapter Malang (2015-sekarang) Rumah Inspiratif (Januari 2016- sekarang)


Profil • • • • • • •

PRESTASI Speaker of Parallel Discussion-Indonesian English Students Conference (IESC), Universitas Negeri Jakarta (2013) Delegasi Indonesian Youth Summit, Universitas Gajah Mada (2014) 1st Runner Up English Speech Competition, Universitas Diponegoro (2014) Delegasi Future Leader Summit, Nusantara Muda, Semarang (2014) Top 9 Best Team-YSEALI Generation: Startup Weekend, Malaysia (Indonesian Delegate) (2015) Indonesian Delegate for Young Social Entrepreneurs 2015 Singapore International Foundation, Singapore (2015) Presenter-International Conference on ASEAN Studies 2 (ICONAS 2), Chulalongkorn University Bangkok, Thailand (2015)

J

imy Candra Gunawan, mahasiswa Sastra Inggris baru saja terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) UM 2016. Lakilaki yang akrab disapa Jimy ini giat mengikuti konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional. Disela-sela kesibukannya mengerjakan skripsi dan karya ilmiah, kru Komunikasi berkesempatan mewawancarai Jimy di Ruang Regristrasi Gedung A3. Bagaimana kesan Anda setelah terpilih sebagai Mawapres utama? Perasaan saya yang pertama bersyukur sekali. Setelah tiga kali saya mengikuti ajang ini, baru tahun ini saya dinobatkan sebagai Mawapres.

• • • • • • •

Pemakalah-Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya tingkat Internasional (KOLITA 13), UNIKA Atma Jaya, Jakarta (2015) Juara I National Essay Writing Competition, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (2015) Juara I East Java Writing Competition, UNESA, Surabaya (2015) Winner-Final Assignment Scholarship (FAS), ITC Indonesia (2015) Penerima-Beasiswa YAAB ORBIT Hasri Ainun Habibie (2015) Pemakalah-International Cross Cultural Communication Conference (IC4), Universitas Negeri Malang (2015) Top 30 Breaking Team-ESPRIEX Business Model Competition ASEAN arranged by Brawijaya University in Competition with Harvard Univesity, Stanford University, & Brimingham Young University (2016) Top 8 Finalist DOW Science Essay Contest, Jakarta, PT DOW Indonesia (2016)

modal Anda selama mengikuti seleksi Mawapres? Terkait bakat, saya sebenarnya suka dalam hal public speaking, menulis, dan ada bakat lain, yaitu menyanyi. Dulu di awal perkuliahan juga sempat ikut UKPSM Swara Satata Çakti UM. Jadi istilahnya potensi itu memang harus diasah terus. Mau tidak mau saya pun harus mengembangkan kemampuan dalam beberapa hal sesuai dengan passion yang saya miliki. Dalam hal menulis saya sering mengikuti kompetisi esai. Apa yang membuat Anda layak menjadi Mawapres? Mungkin pengalaman yang saya dapatkan semenjak tahun 2014 sampai 2016. Karena saya adalah tipe orang yang

Sejak tahun berapa mulai ikut Mawapres? Mulai tahun 2014, sekitar semester empat. Tapi pada waktu itu masih tingkat fakultas dan alasannya saya tidak lolos karena kurang dalam hal prestasi. Lalu saya mencoba lagi di tahun berikutnya, yaitu tahun 2015 dan masuk nominasi tingkat fakultas sampai universitas tapi belum masuk tiga besar. Tahun ini, saya mencoba lagi belajar dari tahun-tahun sebelumnya dan alhamdulillah masuk nominasi tingkat fakultas sampai akhirnya lolos sampai sekarang menjadi Mawapres. Apa yang menjadi motivasi Anda untuk ikut ajang Mawapres? Kalau menjadi mahasiswa itu kan tidak hanya akademik saja. Perlu hal-hal yang menantang untuk melihat seberapa jauh kapasitas kita sebenarnya. Dengan mengikuti ajang Mahasiswa Berprestasi ini saya dapat mengukur sejauh mana aktivitas saya di kampus, potensi saya, dan juga ilmu yang sudah saya terima. Dari sini saya jadi tahu bahwa sebenarnya saya bisa seperti mahasiswa berprestasi yang lainnya. Lalu,

apa

bakat

yang

menjadi

Konferensi ilmiah yang tak bosan Jimy ikuti.

belajar dan tidak mau menyerah kalau ada kesalahan. Menurut saya gagal itu wajib. Ketika kita gagal bukan berarti kita harus berhenti, tapi ada sesuatu yang harus kita perjuangkan. Pada tahun 2014 itu saya tidak bisa tampil secara maksimal. Mulai saat itu saya belajar untuk instropeksi diri. Saya bisa dibilang tipe orang yang perfeksionis. Jadi ketika mengetahui ada kekurangan di situ, pastinya menjadi cerminan bagi saya untuk terus memperbaiki. Sampai akhirnya dengan prestasi sejauh ini dari seleksiseleksi karya tulis dan pengalaman yang ada alhamdulillah saya terpilih menjadi Mawapres UM. Aspek mana yang membuat Anda unggul dari peserta yang lain? Menurut saya setiap orang itu memiliki


Profil potensi dan keunikan masing-masing. Yang pertama saya memiliki kepercayaan diri dalam hal public speaking, kemampuan berkomunikasi yang baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Saya memang tidak menyerah ketika mengetahui teman-teman yang lain dari jurusan yang lebih eksak. Saya berpikir, dengan jurusan yang saya tekuni saat ini itu sudah menjadi modal untuk lebih baik dari yang lain. Dalam bidang manapun, ketika kita dapat tampil dengan maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan juri maupun pedoman maka kita bisa mengungguli yang lain. Bagaimana tanggapan dosen dan teman-teman? Tanggapan dari dosen sendiri sangat mengapresiasi. Baru kali ini dari Fakultas Sastra itu bisa menjuarai Mawapres utama. Karena selama ini, dari kakak tingkat sebelumnya kebanyakan hanya sampai di peringkat dua. Bagaimana tanggapan orang tua terhadap perolehan prestasi sebagai Mawapres? Tanggapannya sebenarnya sama ya dari orang tua. Mereka bangga sekali. Kedua orang tua mendidik saya dengan disiplin dan mengajarkan bahwa kerja keras harus dimulai sejak awal. Apa fokus kegiatan saat ini? Saat ini saya sedang mempersiapkan untuk sidang skripsi, Mahasiswa Berprestasi tingkat nasional dan PKM-K.

terkendala masalah bahasa atau language barrier yang dalam hal ini adalah bahasa Inggris. Jadi ide yang semula manis itu tidak terlalu tersampaikan pesan atau value yang diharapkan oleh forum internasional tersebut. Terlepas dari itu, memang saya melihat banyak permasalahan bahasa Inggris yang dialami mahasiswa di Indonesia karena disadari atau tidak bidang yang mereka tekuni bukan Bahasa Inggris. Padahal penting untuk belajar bahasa Inggris secara intens dan kontinu. Apa tantangan terberatnya selama proses pembuatan website? Sebenarnya pembuatan website ini lebih ke ranah anak Pendidikan Bahasa Inggris. Sementara saya sendiri, mahasiswa Sastra Murni. Tapi saya berpikir kalau ide ini akan jauh lebih solutif dan memang dibutuhkan banyak orang. Jadi apapun itu saya coba mempelajari terkait inovasi website ini yang dalam istilah anak pendidikan namanya Research and Development, terkait teori, mekanisme dan lain-lain. Apakah website tersebut sudah bisa digunakan? Untuk saat ini masih dalam tahap pengembangan. Karena banyak hal yang perlu dipersiapkan sebelum launching. Terutama bagian konten. Tapi websitenya sudah bisa diakses. Ada persyaratan tertentu untuk pengguna website ini? Untuk saat ini, fokus saya masih ke tingkat mahasiswa saja. khususnya mahasiswa non-

spesialist bahasa Inggris. Untuk milestone berikutnya, konsep web ini bisa dijadikan best practice untuk pengembangan web pada level SMK. Karena sebenarnya web ini memang didesain untuk menyediakan ruang belajar bahasa Inggris Profesi. Setelah menjadi Mawapres apa tindakan Anda untuk memberi dampak positif bagi mahasiswa lain? Menjadi Mawapres itu pasti banyak yang menyematkan amanah kepada kita. Dalam hal ini tindakan yang saya lakukan memang tetap menginspirasi dan berkontribusi terhadap kampus ini terutama dalam jurusan saya. Saya ingin membuat komunitas di Sastra Inggris yang nantinya dapat menjadi wadah untuk mengembangkan potensi. Apa keinginan yang belum terlaksana selama menjadi mahasiswa? Sebenarnya terkait komunitas tadi. Saya ingin lulus tapi juga meninggalkan jejak di kampus melalui pemikiran Pesan untuk mahasiswa UM? Menurut saya kesuksesan itu adalah intersection point antara kesempatan dan kesiapan. Jadi ketika kita ada kesempatan di depan tapi kita belum siap, menurut saya itu belum menjadi kesuksesan yang sempurna untuk seorang mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa berpikiran kalau meraih sesuatu itu dengan cara instan. Itu salah menurut saya, tapi bagaimana kita terus belajar dari semua orang baik di dalam mapun di luar kampus. Jadi untuk sukses memang tidak mudah.Maulani

Karya ilmiah yang terakhir tentang apa? Karya ilmiahnya secara keseluruhan terkait inovasi e-learning yang dalam hal ini berbentuk web. Website yang saya namakan JagoanInggris.com ini merupakan website penyedia ruang belajar Bahasa Inggris Profesi berbasis transmedia dan self-directed learning. Ditujukan untuk mahasiswa selain Jurusan Bahasa Inggris. Harapannya, melalui website ini akan membentuk kebiasaan belajar secara independent dengan pantauan dosen mata kuliah. Sehingga diharapkan lulusan perguruan tinggi baik swasta maupun negeri dapat memiliki proefisiensi atau kemampuan bahasa Inggris yang memadahi, dibutuhkan oleh dunia kerja sesuai dengan target profesi dari bidang yang mereka tekuni saat ini. Awal idenya dari mana? Ide ini berawal ketika melihat temanteman, para delegasi Indonesia yang sangat kurang dalam berbicara bahasa Inggris. Padahal, jika dibandingkan dengan negara lain, banyak delegasi dari Indonesia yang memiliki ide-ide luar biasa. Hanya

Partisipasi Jimy dalam ajang Young Social Entrepreneurs. Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

21


Cerita Mereka

Pembagian sembako oleh volunteer SHM.

Safari Sedekah Young Generation Berbagi sebagai lifestyle kalangan muda bumi Malang. Beradu dengan getirnya fenomena hedonis yang merajalela.

S

epanjang jalan Malang menyusuri pertokoan dan gang-gang sempit padat penduduk. Mutiara Priza penggagas Sedekah Habit Malang (SHM) berbagi seratus nasi kotak setiap minggu. Sasaran dari kotak-kotak tersebut diberikan pada kaum lansia dan duafa di area Malang Raya. Berawal dari sebuah persahabatan. Menuturi jalanan hikmah bersama kedua teman lamanya. Mengumpulkan uang di dalam tempat yang sama dan tak ada yang mengetahui berapa isi lembaran dan logam rupiah saat itu. Hanya di buka seminggu sekali untuk berbagi pada sesama. Bukan dalam bentuk uang. Tetapi ia ramu menjadi

22 | Komunikasi Edisi 304

beberapa kotak nasi buatan kak Muti sapaan akrabnya bersama kedua rekannya. “Saya pribadi sebagai anak muda dengan melihat fenomena yang terjadi selama ini, banyak di kalangan saya yang sangat suka dengan gaya hidup nongkrong, ngafe, dan ngopi. Dari lifestyle tersebut mudah sekali anak muda menghamburkan uangnya sedang dibalik mereka semua banyak yang membutuhkan,” kata alumni mahasiswi Akutansi 2011 itu mendasari alasan berdirinya habit sedekah. Simpati pada embah-embah yang membutuhkan uluran tangan. Kebanyakan sasarannya lansia yang masih gigih bekerja. “Fenomena yang saya temui bahwa lansia

tersebut banyak yang ditelantarkan oleh anak-anaknya yang sudah sukses dan tidak mau mempedulikan,” kata Kak Muti. Kepuasan tersendiri saat dipercaya oleh donatur untuk mengolah sumbangan dari mereka. “Kami mengusahakan transparansi keuangan dari para donatur dan share di berbagai media sosial,” kata Diana, selaku Humas SHM. Masih butuh ide kreatif untuk meningkatkan kualitas hidup lansia yang ada di Malang. Sehingga akan ada hasil dan berkelanjutan ketika SHM datang pada mereka. Karena memang berbeda fokus ketika sasarannya anak muda dengan lansia.


Cerita Mereka Iseng-iseng berbumbu ketulusan yang berbuah manis. Kebiasaan tiga orang yang dinaungi sebuah ikatan persahabatan. Meskipun dalam empat tahun pertama di tahun 2015 harus rela memasak 100 nasi kotak dengan tiga tenaga serta membagikannya sendiri. Saat pembagian nasi kotak tak jarang alih tangan sosial media ikut andil. Awalnya hanya foto di status BBM dan ternyata banyak respon baik dari keluarga juga teman dekat. Berawal dari itulah mulai hilir mudik donasi baik langsung maupun tidak langsung. “Saya berpikir dan berkeinginan lebih baik bila sebagian kecil dari uang tersebut disedekahkan sebagai lifestyle dari anak muda,” kata Kak Muti. Awalnya kekurangan tenaga dan saat ini banyak event setiap minggunya, juga ada beberapa kendala dengan kesibukan masing-masing setiap volunteer. Banyak sekali donasi yang mengalir di kegiatan sosial mereka. Hingga kewalahan karena belum adanya relawan yang bersedia membantu secara fisik. Usaha sekuat tenaga hingga banyak yang bergabung mulai siswa SMP, SMA, mahasiswa, maupun pekerja dengan latar belakang yang berbeda-beda. Seperti biasa, layaknya sebuah komunitas yang terorganisir. SHM juga terstruktur mulai dari ketua hingga divisi-divisi yang mendukung berjalannya perkumpulan ini. Tak melupakan pula pembawa sejarah komunitas sebagai founder SHM, yakni Mutiara Priza gadis asli kota Malang. Mengejutkan kaum awam dan ternyata banyak anak muda yang membutuhkan wadah untuk bersedekah. Sebenarnya banyak yang ingin bersedekah, tapi banyak juga yang tidak tahu harus disedekahkan lewat jalan apa. Bersyukurlah dengan adanya Sedekah Habit Malang yang menyasar kaum muda untuk mau berbagi. Mudah dalam caranya, hanya melalui transfer rekening di berbagai cabang. Laju antusiasme donatur cukup membuat ternganga hingga mencapai puluhan juta. Sedekah Habit Malang telah memiliki cabang regional Surabaya. Berawal dari ketertarikan netizen dengan adanya komunitas ini. Melalui berbagai persyaratan maka dibukalah Sedekah Habit Surabaya. “Harapan ke depan, semoga saya bersama komunitas ini mampu mendirikan panti sosial bagi kaum lansia di Malang,” tutur Kak Muti. Volunteer saat ini kurang lebih mencapai dua ratus orang dari berbagai kalangan profesi dan latar belakang yang berada di kota Malang. “Pertanggungjawaban serupiah pun kami hitung dari para donatur. Karena kami tak ingin menanggung yang bukan hak kami,” kata Diana. Mendukung financial perjalanan SHM dengan adanya merchandise dalam regulasi sarana dan prasarana seperti banner dan sejenisnya. Jatuh bangun penjualan merchandise yang cukup berprofit selalu ada ujian di baliknya. Haters yang berkomentar sinis bahwa ini sebagian dari sedekah, kenapa harus diperjualbelikan. Hingga saat itu para pioneer SHM berpikir ulang dan berujung dengan merchandise SHM berjalan bak hidup enggan mati tak mau. Pada akhirnya semua kebutuhan sampingan untuk berlangsungnya komunitas ini diambil dari kantong pribadi para volunteer, tak menyentuh lagi sumber dan dari donatur. Menjadi sebuah kotak di luar misteri bagi sesama. Meneropong luas demi kemaslahatan rakyat Indonesia. “Bahagia ketika bisa berbagi dan bisa bertemu dengan banyak orang meskipun sudah lulus kuliah. InsyaAllah juga membuka peluang rezeki bagi saya pribadi,” kata Kak Muti.Arni

Volunteer SHM membagikan nasi dan minuman kepada lansia di Malang.

Kebahagiaan dapat berbagi bersama orang lain yang membutuhkan.

Pembagian sembako di rumah salah satu kaum duafa dan lansia dari komunitas SHM.

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

23


Pustaka

Menguak Sosok Setengah Dewa dari India Oleh Elba Angelia Alianti

Judul buku Penulis Penerbit Tebal buku Tahun terbit

J

: Jawaharlal Nehru antara dua dunia : Hazil : Jembatan Amsterdam Jakarta : 103 : 1950

awaharlal Nehru adalah putra Pandit Motilal Nehru, yang terkenal sebagai anggota kongres yang disegani dan sangat berani. Pandit Motilal Nehru selain seorang kongres, ia juga pengacara yang terkenal di Khasmir. Jawaharlal Nehru lahir di Allahabad, salah satu kota di India pada 4 November 1889, di sebuah rumah yang disebutnya dengan “Anand Bhawan” yang berarti tempat bahagia. Pada masa kecilnya, ia tidak disekolahkan sebagaimana anak orang berada, tetapi ia belajar di rumah dibimbing seorang pendidik bangsa Irlandia dan pengasuh wanita berkebangsaan Inggris sampai ia belajar di Inggris selama tujuh tahun untuk menyelesaikan studinya di bidang ilmu hukum di Universitas Cambridge. Meskipun dia diasuh oleh dua wanita Eropa di masa kecilnya dan tinggal di Eropa, namun ia punya semangat nasionalisme yang kuat dan senantiasa berkobarkobar bagaikan api yang membara. Ketika beranjak dewasa, ia kurang suka dengan orang-orang Inggris yang menjajah negerinya. Nehru juga tidak suka sebagian perilaku mahasiwa India yang belajar di Inggris dan kemudian menjadi tangan kanan Inggris yang menindas rakyat India. Nasionalisme Nehru dibuktikan dengan keterlibatannya mendukung aksi kekerasan B.G Tilak yang ekstrim di Benggala. Nehru sangat muak dengan sikap orang-orang di All India National Congress yang menurutnya hanya merupakan sekumpulan orang-orang ningrat yang menjilat ludah Raja muda Lord Dufferin. Setelah lulus ilmu hukum dari Universitas Cambridge di Inggris. Nehru muda membuka praktik advokat bersama ayahnya. Namun, begitu ia aktif dalam kegiatan-kegiatan politik, matanya lebih terbuka ketika ia menyaksikan kehidupan rakyat jelata di desa-desa dan kaum buruh di pinggiran kota. Karena kondisi penderitaan rakyat bawah maka timbullah wacana-wacana untuk merdeka yang digelorakan oleh B.G Tilak, Nyonya Anie Besant, beberapa anggota kongres dan Partai Muslim League yang dipimpin oleh Aga Khan. Dan peristiwa di Jallianwala Bagh pada 13 April 1919, Jenderal Dyer melakukan pembunuhan yang kejam terhadap orang-orang yang lemah memicu kebencian rakyat terhadap Inggris. Mendengar kejadian-kejadian pilu maka lahirlah perubahan sikap Motilal Nehru untuk mendukung putranya dan terlibat aktif dalam kegiatan politik putranya. Motilal meneriakkan kata-kata “Swaraj” yang berarti merdeka dari lisannya. Kegiatan

24 | Komunikasi Edisi 304

politik Jawaharlal Nehru sangat merepotkan pemerintah Inggris. Ia sering berkunjung ke berbagai daerah di India untuk memberikan jalan pikiran yang terbuka untuk menuntut kemerdekaan dan memberikan semangat kepada rakyat untuk berjuang. Jawaharlal Nehru dan Motilal Nehru menerbitkan surat kabar Independent yang artikelnya berisi provokasi anti Inggris. Nehru banyak melakukan pertemuan dengan tokoh nasionalis pergerakan seperti Amie Besant, Aga Khan, dan Mahatma Ghandi. Inggris merasa khawatir dengan apa yang dilakukan oleh Nehru maka ditangkaplah ia dan dimasukkan ke penjara yang kemudian diikuti oleh Motilal. Buku ini tidak hanya mengisahkan kehidupan Nehru dalam kancah politik, tetapi juga menggambarkan keadaan keluarganya. Bagaimana lembutnya hati ibu Nehru yang akhirnya membuahkan rasa nasionalisme dalam jiwa Nehru. Ketabahan Kamala, istrinya yang rela hidup sendirian ketika Nehru keluar masuk penjara dan kesempitan ekonomi yang dirasakan Kamala pada saat Nehru tidak menerima gaji atas kerja kerasnya menjadi penulis di kongres. Kesehatan tubuh Kamala yang sakit-sakitan harus dibawa ke Eropa dan kemudian meninggal di Swiss. Dalam buku ini juga diceritakan tentang saktinya ‘Ajian’ dari Begawan Mahatma Ghandi, satyagraha, swandesi, dan hartal mampu membuat pemerintah Inggris marah. Kharisma Mahatma Ghandi semakin besar dan dijuluki sebagai Sri Rama dan dipercaya sebagai ketua kongres. Gandhi menganjurkan kepada rakyat agar melawan Inggris tanpa kekerasan. Pemogokan terjadi dimana-mana, baik di kota maupun di desa. Namun ada beberapa kelompok tidak mengikuti taktik Ghandi, yakni orang-orang Liga Muslim dan kelompok lain yang tetap melakukan kekerasan. Kemudian Mahatma Ghandi keluar dari Conggres dan jabatan ketua diserahkan kepada Jawaharlal Nehru yang sekaligus menjabat sebagai walikota Allahabad. Bisa diketahui dalam rapat Conggres dan usaha dari partai-partai lain, seakan-akan India menghendaki kemerdekaan pada tanggal 28 Januari 1934, tetapi Inggris tidak menyetujui. Gempa dahsyat yang terjadi di India dimanfaatkan oleh Inggris untuk melakukan penangkapan. Akhirnya, melalui perdebatan Conggres yang panjang dan perubahan politik yang terjadi di Inggris terjadilah kesepakatan-kesepakatan di antara Conggres, kelompok Liga Muslim, Raja Muda Lord Mounbatten, Moh. Ali Jinnah dan orang-orang Sikh untuk membentuk suatu negara baru yang terpisah untuk Muslim dan


Pustaka Hindu. Kemerdekaan yang diakui di India menjadi 15 Agustus 1947. Jawaharlal Nehru menjadi Perdana Menteri yang pertama, sebelumnya ia pernah menjabat menjadi wakil kepala kabinet dalam pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Raja Muda Lord Mounbatten. Karena kecerdasan dan kepiawaiannya inilah banyak orang yang memberi julukan “setengah dewa”. Di buku ini tidak diceritakan mengapa Indira Pryadhasini, anak dari Jawaharlal Nehru menyandang nama Gandhi, bukan nama ayahnya. Hal ini terjadi tidak hanya pada Indira, tetapi juga

pada keturunannya. Apakah sekedar kekaguman Nehru kepada Mahatma Ghandi? Buku ini sangat layak untuk dibaca karena bisa membangun nasionalisme yang bukan diucapkan dengan lisan tetapi diterapkan dengan perbuatan dan didasari dari hati. Nasionalisme yang membuahkan tertib hukum, tertib lingkungan, dan tertib sosial. Nasionalisme yang membuahkan profesionalisme untuk kemajuan bangsa. Penulis adalah mahasiswa Ilmu Sejarah

Belajar menjadi Orangtua

Repro Internet (Mockup)

Oleh M. Haninul Fuad

Judul buku Penulis Editor Penerbit Tebal buku Tahun terbit

K

: Islamic Parenting Pendidikan Anak Metode Nabi : Hazil : Andi Wicaksono : Aqwam : 312 halaman : Cetakan XIV, April 2016

ata “tua” sering dikaitkan dengan umur atau usia. Dalam konteks yang sama, “tua” berlawanan makna dengan kata “muda”. Berdasarkan gradasi usia, seseorang yang bertambah umur disebut juga bertambah tua. Dalam hal ini, untuk menjadi “orang tua” kita cukup diam menunggu hingga pertambahan usia akan mengantarkan kita menjadi orang tua. Lantas, kenapa kita harus belajar untuk menjadi orang tua?

Buku Islamic Parenting: Pendidikan Anak Metode Nabi memberikan definisi orang tua tidak sekedar orang yang berumur uzur dan kondisi fisik yang makin ringkih. Orang tua lebih sebagai orang yang memiliki tanggung jawab moral melakukan tindakan edukasi pada anak. Baik anak biologis maupun anak sosial yang hidup dan berkembang di sekitarnya. Buku ini dengan tegas membagi fase anak menjadi lima bagian, yaitu pendidikan anak usia 0 sampai dengan 3 tahun; anak usia 4 sampai dengan 10 tahun; anak usia 10 sampai dengan 14 tahun, anak usia 15 sampai dengan 18 tahun; dan pendidikan anak usia pranikah. Secara tersirat buku ini juga memberikan batasan bahwa antara usia anak dan orang tua terdapat gerbang pembatas yang disebut pernikahan. Melihat tanggung jawab moral menjadi orang tua yang begitu besar maka untuk menjadi orang tua tidak cukup menunggu usia tua atau menunggu momen pernikahan. Menjadi orang tua perlu mempersiapkan bekal ilmu. Dalam buku ini, kajian bagaimana mendidik anak disajikan secara komprehensif dalam sudut pandang agama Islam. Jamal Abdurahman, penulis buku ini, memperkuat ulasanya dengan dasar rujukan utama dalam agama Islam, yaitu Alquran dan hadis. Membaca buku ini tidak seperti membaca kitab suci atau buku referensi teoritis. Meski sebagian besar isinya adalah kutipan Alquran dan hadis, isi buku ini cukup aplikatif bahkan cenderung mirip buku-buku How to. Membacanya seperti menemukan resep atau petunjuk teknis mendidik anak. Mengenalkan nilai-nilai keagamaan kepada anak penting dan harus dilakukan sejak dini. Islam mengajarkan untuk mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri sesaat bayi dilahirkan (halaman 34). Bayi menangis sesaat setelah dilahirkan dalam tinjauan medis adalah upaya mengeluarkan sisa air ketuban dalam saluran pernafasan dan sebagai indikator jantung dan organ tubuh yang lain berfungsi dengan normal. Namun, dalam pandangan Islam tangisan pertama bayi lebih diakibatkan karena sentuhan setan. Maka dari itu sangat dianjurkan untuk mengumandangkan adzan dan iqamat agar bayi terhindar dari gangguan setan. Pendidikan akhlak terhadap anak diberikan secara bertahap sesuai fasefase umur anak. Islam juga mengajarkan pemberian punishment dan reward. Hukuman yang sifatnya mendidik diperkenankan dalam ajaran Islam. Misalnya, orang tua diperkenankan memukul ketika anak sudah beranjak dewasa yang tidak mau melaksanakan ajaran agama misalkan sholat lima waktu. Namun Islam juga mengajarkan etika memukul. Memukul lebih memberikan hukuman yang sifatnya pengajaran, bukan memukul sebagai pelampiasan amarah orang tua. Buku ini cocok untuk para orang tua yang ingin senantiasa memiliki akhlak mulia dan berikhtiar secara terus menerus mewujudkan generasi yang lebih baik. Tua bukan hanya masalah umur, tetapi masalah tanggung jawab moral tentang mendidik dan belajar yang terus menerus. Akhirnya, selamat membaca buku ini dan selamat belajar menjadi orang tua. Penulis adalah alumnus reporter Majalah Komunikasi dan pustakawan yang bermukim di Kalimantan Barat.

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

25


dok. Pribadi

Info

Hadirnya Eka dapat mendorong adik-adik mahasiswa untuk berkreasi.

Bersulang cerita bersama Eka

A

ula Pascasarjana UM Gedung H3 dipenuhi oleh mahasiswa S2 dan S3 Pendidikan Bahasa Indonesia. Tak hanya mahasiswa pascasarjana, kursi-kursi yang disediakan panitia penuh oleh mahasiswa S1, dosen-dosen bahkan mahasiswa dan pegawai dari luar UM. Alunan musik puisi oleh Leo and friends menemani penantian mereka. Lagu-lagu dan puisi yang dibawakan merupakan puisi karya Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. yang pagi itu juga sudah hadir di Aula H3. Mereka sedang menunggu kehadiran Eka Kurniawan, sang novelis pemenang World’s Readers Award 2016 yang hendak menyampaikan kuliah tamu. Pagi itu, Sabtu (21/04) tepat pukul 09.00 WIB Eka tiba didampingi oleh Dr. Yuni Pratiwi, M.Pd., Kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana UM. Djoko yang hari itu bertindak sebagai moderator pun mendampingi Eka ke depan para peserta. Sebelum kuliah tamu dimulai, Yuni menyampaikan sambutannya. Yuni berharap, hadirnya Eka dapat mendorong adik-adik mahasiswa untuk berkreasi. Yuni menganalogikan Eka yang merupakan lulusan Filsafat dengan beberapa sastrawan. Di antaranya Putu Wijaya merupakan sarjana hukum dan Taufik Ismail yang merupakan dokter hewan. Djoko yang ayahnya merupakan ahli kata, anaknya ahli bermain kata. Prof. Dr. Ery Tri Djatmika R.W.W., M.A., M.Si., Asisten Direktur I Pascasarjana UM turut hadir. Ery diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara. Ia mengapresiasi kegiatan tersebut. “Silakan berdiskusi dengan Eka terkait sastra,” tuturnya. Eka mengawali kuliahnya dengan pengantar tentang perjalanan, pengalaman, dan pandangannya terhadap sastra dunia. “Saya mencoba membaca bagaimana sastra Indonesia dan budaya global. Saya mencari apa yang terjadi,” ungkap ayah satu anak perempuan itu. Dalam acara yang bertajuk “Novel Indonesia Menuju Pentas Dunia: Pengalaman Eka Kurniawan” itu, Eka menceritakan pengalamannya dengan santai. Ia mengenakan kaus abu-abu dan celana jeans. Nada bicaranya datar, tetapi sesekali kalimatnya mengundang tawa peserta. Djoko pun sesekali mengutarakan guyonan dan mencairkan suasana. Kepala Perpustakaan UM itu menyebut kuliah tamu yang ia moderatori sebagai kegiatan bersulang cerita. Ia menyilakan para peserta mengutarakan pertanyaan dan langsung dijawab oleh Eka. Para peserta kuliah tamu pun antusias mengajukan pertanyaan. Dalam kuliah tamu yang diselenggarakan atas kerja sama Pascasarjana UM dengan Gramedia tersebut, Eka menceritakan perjalanan panjang novel Cantik Itu Luka (Beauty is a Wound)-nya hingga menuju pentas dunia. Eka memberi dua syarat ketika Cantik

26 | Komunikasi Edisi 304

Itu Luka hendak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. “Syarat pertama, apa pun yang terjadi, harus selesai. Jangan sampai rugi sudah menyita banyak waktu, tapi penerjemahan berhenti di tengah jalan. Syarat kedua, jika sudah selesai diterjemahkan, jangan sampai terbit di Indonesia,” terang novelis yang pernah menjadi jurnalis itu. Awalnya, Cantik Itu Luka berkali-kali ditolak oleh beberapa penerbit di Yogyakarta dan Jakarta dengan alasan yang beragam. Hingga akhirnya Eka mendapat tawaran untuk bergabung dalam Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY). AKY mengumpulkan tiga belas penulis untuk dibiayai, diberi waktu selama enam bulan menulis, kemudian hasil tulisannya diterbitkan. Pada Desember 2002, akhirnya Cantik Itu Luka terbit sejumlah 2.000 eksemplar. “Untuk pengiritan, cover dan layout saya kerjakan sendiri,” tutur Eka. Sejak saat itu, Cantik Itu Luka terus berjalan hingga menuju pentas dunia. Beauty is a Wound diinginkan oleh empat penerbit besar Amerika. Dipilihlah satu penerbit yang menjadikan Eka orang Indonesia kedua yang karyanya diterbitkan penerbit tersebut setelah Chairil Anwar. Bahkan, novelnya Seperti Dendam Rindu Harus Dibalas Tuntas sudah dikontrak dan akan diterbitkan tahun 2017. Laki-laki yang suka merancang cerita dalam otak itu menceritakan proses kreatif novel-novel dan cerpen karyanya. Eka mengaku, koleksi bukunya di rumah banyak buku-buku sejarah dan biografi. Menurutnya, meski tidak menarik, pasti ada sesuatu yang bisa diambil dari kisah orang lain. “Banyak ide dari bacaan seperti itu,” terang laki-laki berdarah Sunda itu. Eka menegaskan, amunisi seorang penulis adalah rasa ingin tahu. Penulis apa pun, menurutnya, sumber paling penting adalah rasa ingin tahu. Novelis yang skripsinya tentang Pramoedya Ananta Toer yang juga telah diterbitkan itu mengaku hidupnya banyak dipengaruhi oleh tiga penulis, yaitu Pram, Abdullah Harahap, dan Kopinho. “Saya sangat suka cerita-cerita horor dan silat,” ungkap Eka. Di akhir sesi, Eka menuturkan, tiga tujuan utamanya menulis. Pertama, untuk mencatat sesuatu karena ingatan manusia itu terbatas. Kedua, untuk membagikan sesuatu pada orang lain: bahagia, marah, dan segala emosi yang ada. Ketiga, ia yakin bahwa sastra dapat mengubah cara pandang orang terhadap dunia. Pukul 11.30 WIB, acara ditutup oleh Djoko. Djoko menuturkan, tak perlu mengenalkan siapa Eka. “Kalau tidak tau Eka ya berarti tidak cendekia dan tidak berliterasi,” ungkap Djoko dengan senyumnya. Kuliah tamu yang berlangsung selama 2,5 jam itu ditutup Djoko dengan sebuah harapan, Indonesia menjadi semerbak harum dengan karya sastra. Kemudian, para peserta disilakan untuk meminta tanda tangan dan berfoto bersama Eka.Yana


Info

Senyum sumringah M. Nur Asy'ari, Milla Anifatul. R, dan Andi Ahmad. S seusai menerima penghargaan.

Dua Kemenangan dalam Sepekan

E

mpat hari berturut-turut berjuang dan pulang membawa dua piala, tentu sebuah prestasi yang sangat membanggakan. Mereka, di dua tempat yang berbeda, telah mengikuti dua kompetisi yang serupa namun tak sama, yakni Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN). Seolah tak mengenal lelah, dengan segenap kesungguhan dan motivasi yang luar biasa dari pembimbing, perjuangan mereka terbayar dengan dinobatkannya sebagai juara. Pertama, Juara III dalam LKTIN Innovation Contest (ICON) 2016 yang diadakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta pada (1819/05). Kedua, Juara II dalam LKTIN Pekan Ilmiah Ikahimbi (PILI) 2016 yang diadakan oleh Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada (20-21/05). Automatic Chop Heater Biogas Energy, adalah karya yang diusung oleh ketiga mahasiswa Fakultas Teknik dalam ICON 2016. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Muhammad Nur Asy’ari (Teknik Mesin), Andi Ahmad Syahroni (Teknik Mesin), dan Milla Anifatul Rosada (Teknik Elektro). Karya mereka dianggap selaras dengan subtema yang diambil, yakni Pengembangan Teknologi dalam Peran Efisiensi Produksi. Auto Cheby, itulah nama bekennya, pengatur suhu otomatis pada kandang ayam dengan memanfaatkan limbah kotoran ayam sebagai biogas. Penggunaan energi terbarukan tersebut menjadikan lebih efisien dan ramah lingkungan sehingga dapat meminimalisir penyebaran virus pada ayam dan dapat meningkatkan produktifitas serta kualitas produksi telur ayam. Bersaing dengan 250 karya dan berakhir lolos menjadi lima belas finalis, membuka satu langkah lebih maju. Berbekal keyakinan dan percaya diri yang tinggi, mereka dengan lugas mempresentasikan berbagai keunggulan dari Auto Cheby di Auditorim FE UNY. Beruntung karya tulis yang dibimbing oleh Ketua Jurusan Teknik Elektro, Dr. Hakkun Elmunsyah, S.T., M.T., ini dapat bertahan mengalahkan karyakarya unggul lainnya. Berjuang selama dua hari (18-19/05), mereka harus berpuas diri menjadi Juara III. Juara I diraih UGM, Juara II UNY, Harapan I Udayana, dan Harapan II UB. Pada (20/05) mereka tidak

mengikuti field trip yang disediakan oleh panitia karena mereka harus kembali ke Malang untuk mengikuti lomba selanjutnya. Lain halnya dengan PILI 2016, kali ini Muhammad Nur Asy’ari dan Andi Ahmad Syahroni menggandeng Fitrika Yogismawati (Fisika). Subtema yang diusung adalah Penerapan Ilmu Sains dan Teknologi untuk Merevitaslisasi Pencemaran Lingkungan. Mereka membuat Automatic Floating Gate Dump Filter (Auto Flogder). Karya yang satu ini dibimbing oleh RR. Poppy Puspitasari, S.Pd., M.T., Ph.D., Dosen sekaligus Sekretaris Jurusan Teknik Mesin. Alhasil, mereka pulang dengan menyabet Juara II setelah berjuang habis-habisan memaparkan berbagai kelebihan Auto Flogder di Gedung Spot Center UIN Maliki Malang. Juara I UM (Tim MIPA), Juara III UNAIR, Harapan I UDAYANA, dan Harapan II UNY. Satu lagi, Auto Flogder ini nyatanya pernah diikutsertakan dalam PKM-GT Tahun 2015, namun sayang tak lolos. Auto Flogder, Gerbang Apung Penyaring Sampah Otomatis yang diimplementasi pada sungai Brantas Jawa Timur. Dirancang pada tiap bendungan di daerah aliran, dan ketika bendungan dibuka maka air akan turun ke bawah sehingga Auto Flogder akan memainkan perannya sebagai penyaring. Dan pada saat sampah sudah mencapai sekian ton maka Auto Flogder akan membuka secara otomatis pada sebelah kanan-kirinya dan akan langsung terbuang secara otomatis pada bak sampah. Dibalik kabar bahagia tersebut, Asy’ari menuturkan kekecewaannya karena merasa tak mendapat dukungan baik secara materiil dan moriil dari pihak universitas, terlebih fakultas. Padahal sejatinya keikutsertaan mereka dalam event-event nasional ini untuk membawa nama UM, khususnya jurusan dan fakultas. “Jangan hanya ketika mahasiswanya berhasil baru didukung, tapi sebelum ikut event tersebut harus didukung, karena juga akan berpengaruh pada prestasinya nanti,” tutur mahasiswa Bidik Misi tersebut. Semoga dengan adanya secuil prestasi ini dapat menggerakkan hati mahasiswa UM lainnya untuk ikut serta dalam berbagai kompetisi nasional maupun internasional lainnya.Novi Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

27


Info

Pihak UM dan para peserta Konferensi Internasional LSCAC 2016.

LSCAC 2016:

Eksplorasi Bahasa, Masyarakat, dan Budaya Asia Oleh Himawan Prakosa

S

ebuah kehormatan bagi Universitas Negeri Malang (UM) yang telah sukses melaksanakan Konferensi Internasional Language, Society, and Culture in Asian Contexts (LSCAC) keempat sebagai tuan rumah. Konferensi Internasional LSCAC merupakan hasil kerja sama dan kolaborasi UM dari Indonesia, Mahasarakam University dari Thailand, University of Hyderabad dari India, dan Hue University dari Vietnam sebagai empat universitas ternama di Asia. Sesuai namanya, konferensi megah yang diadakan dengan frekuensi dua tahun sekali ini difokuskan pada aspek bahasa, peradaban, dan budaya Asia. Konferensi yang mengusung tema “Cultivating and Casting Asian Diversities: Empowering the Asians” (Mengolah dan Memilah Perbedaan Asia: Memberdayakan Orang Asia) tersebut diadakan selama dua hari pada 24-25 Mei di Hotel Atria Malang. Acara dibuka pada pukul 8 pagi dengan tari tradisional Grebeg Sabrang sebagai bagian dari pengenalan budaya Indonesia kepada para peserta konferensi yang datang dari berbagai negara, disusul dengan dinyanyikannya lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh seisi aula konferensi. Sambutan disampaikan oleh dekan Fakultas Sastra, Prof. Utami Widiati, M.A., Ph.D. selaku ketua koordinator acara, disusul dengan beberapa sambutan lainnya. Acara dibuka secara resmi dengan dibunyikannya gong oleh Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., M.Ed. selaku Wakil Rektor III UM. Usai pembukaan, para peserta melanjutkan ke acara inti. Di hari pertama, acara inti berupa penyampaian materi dari satu pembicara utama dan empat sesi diskusi. Malam harinya, para peserta dapat menikmati sajian hiburan dalam berbagai bentuk budaya di acara Cultural Night sambil menikmati makan malam. Di hari kedua, konferensi dilanjutkan dengan dua pembicara utama dan tiga sesi diskusi. Acara resmi ditutup pada sore hari. Namun, selepas acara masih ada rangkaian City Tour yang dapat diikuti para peserta untuk lebih mengenal budaya Indonesia di wilayah Malang. Tempat pertama yang dituju adalah Museum de Topeng yang berlokasi di Kota Batu. Berbagai jenis topeng dengan keunikan masing-

28 | Komunikasi Edisi 304

masing mempunyai daya tarik tersendiri, terutama bagi para peserta dari luar Indonesia. Tempat kedua sekaligus terakhir yang menjadi bagian dari City Tour adalah Gunung Bromo. Dinginnya udara malam di atas awan tidak menyurutkan antusiasme para peserta menantikan keindahan terbitnya matahari yang sekaligus menandakan berakhirnya perjalanan mereka dalam rangkaian acara Konferensi Internasional LSCAC 2016. Tujuan diadakannya acara konferensi internasional ini adalah untuk mengundang para praktisi, peneliti, pelajar, serta pengajar guna mengidentifikasi dan mendiskusikan berbagai macam aspek bahasa, peradaban, dan budaya di Asia. “Pengambilan judul didasarkan pada tema. Pengambilan tema didasarkan pada tren atau isu yang sedang hangat”, ungkap Maria Hidayati, S.S., M.Pd., dosen UM yang dipercaya menjadi ketua pelaksana LSCAC 2016. Dr. Azhar Ibrahim Alwee, pembicara utama asal National University of Singapore mengatakan bahwa satu hal yang menarik perhatian para peserta dari Konferensi Internasional LSCAC kali ini adalah topik yang beragam. “Konferensi ini dapat mengajak masyarakat Asia berkumpul untuk pembangunan intelektual, dan bermanfaat untuk penelitian dan studi kebudayaan”, tambahnya. Kesuksesan acara yang diikuti oleh sekitar 420 peserta ini ditunjukkan dengan antusiasme dan berbagai feedback positif dari peserta. “Hal yang paling mengesankan bagi saya adalah indahnya keramahan para panitia dan orang Indonesia yang bersahabat, serta presentasi yang menyangkut pemberdayaan akademik”, ujar Dr. Upender Gundala, peserta asal University of Hyderabad, India. Topik-topik yang menarik, para pembicara yang mengesankan, dan unsur-unsur budaya merupakan hal-hal lain yang menjadi kelebihan dari acara ini. Pihak panitia berharap, di kesempatan berikutnya Indonesia menjadi tuan rumah, acara lebih megah dengan lebih banyak penyaji, tempat wisata untuk ditunjukkan, dan universitas lain yang ikut bekerja sama. Penulis adalah mahasiswa Sastra Inggris


Info Info

Suasana diskusi bagi para pengajar kewirausahaan.

Inovasi UM dalam Sejarah RIEE

R

oundtable for Indonesian Entrepeneurship Educators (RIEE) merupakan sebuah asosiasi yang menyediakan wadah untuk diskusi ilmiah bagi pengajar Kewirausahaan. Roundtable yang berarti ‘berkeliling’ dimaksudkan bahwa acara ini diselenggarakan dari satu universitas ke universitas lain. Tak ayal, Universitas Negeri Malang (UM) mendapat giliran keempat untuk menjadi tuan rumah setelah Universitas Prasetiya Mulya Jakarta, Universitas Airlangga Surabaya, dan Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Bandung . Seminar nasional yang digelar tepatnya di Gedung D4 Lantai IV Fakultas Ekonomi (03-04/05) ini merupakan event terbesar dalam sejarahnya. Pasalnya, ada lima rangkaian yang mengikuti acara ini sedangkan sebelumnya hanya seminar, orasi, dan tanya jawab saja. Lima rangkaian tersebut di antaranya adalah pameran, seminar dan tanya jawab, call for paper, gala dinner networking, dan company visit. Acara pertama, yaitu pameran yang menjadi pintu masuk para peserta ketika menuju Gedung D4 yang dibuka selama tiga hari (0205/05). Pameran ini diisi oleh mahasiswa, Creative Center (CC), juga beberapa perusahaan seperti Jiwasraya, Kirana tour and travel, Jolo Daihatsu, Tiara Handicraft, dan sebagainya. Selain dimaksudkan sebagai laboratorium kewirausahaan, pameran ini juga merupakan ajang yang membuka tirai kreatif mahasiswa. Berupaya untuk menggali ide kreatif dan mental tak seperti membalikkan telapak tangan. Memutar otak untuk menyuguhkan produk dengan target pasar mahasiswa dan dosen sebagai peserta seminar. Diikuti dengan seminar yang mendatangkan Gideon Andhika Satrio, B. Tech dari PT. Kusuma Agro Wisata Batu sebagai wakil praktisi, Bank Indonesia sebagai wakil dari regulasi, dan Prof. Dr. Sudarmiatin, M.Si dari Fakultas Ekonomi sebagai wakil dari akademisi. Bertemakan "Strategi Pembelajaran Kewirausahaan untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi", Sudarmiatin yang juga menjabat sebagai guru besar memaparkan model pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning). Menekankan bahwasanya kewirausahaan akan diaplikasikan secara nyata ketika mahasiswa lulus, maka teori atau simulasi saja tidak akan cukup. Pembelajaran berbasis pengalaman akan membuat mereka merasakan secara langsung bagaimana menggali ide

kreatif, menarik pelanggan dan loyalitasnya, manajemen modal uang dan bukan uang, dan sebagainya. Hal ini akan memeberikan memori ingatan lebih pada mahasiswa. Suatu bangsa dikatakan makmur jika tingkat entrepreneur mencapai dua persen. Namun kenyataan yang terjadi di Indonesia, angka yang selalu berada pada kisaran satu koma dan tidak pernah mencapai angka dua. Padahal jika ditilik, banyak sekali usaha-usaha baru yang muncul. Fakta seperti ini berujung pada dua renungan. Pertama, apakah para pendidik yang salah dalam mengajarkan kewirausahaan? Ataukah kedua, apakah mental para entrepreneur yang kurang sehingga ada entrepreneur baru yang muncul namun juga diimbangi para entrepreneur lama yang gugur? Inilah yang membuat metode pembelajaran berbasis pengalaman dibutuhkan. Karena melalui pengalaman-pengalaman yang didapat maka akan membentuk kebiasaan pada tingkah laku mahasiswa. Memaku mental-mental untuk siap menghadapi pasang surut dalam berwirausaha. RIEE yang dipelopori oleh Universtitas Prasetya Jakarta ini senantiasa membeberkan inovasi-inovasi baru yang dapat membantu para pengajar. Seperti terungkap dari salah satu peserta kegiatan itu. “Saya mengikuti RIEE ini karena saya ingin selalu update tentang pengajaran kewirausahaan karena di kampus tempat saya mengajar mata kuliah ini masih tergolong baru. Jadi masih perlu banyak belajar,” ungkap Faidal dari Universitas Trunojoyo Madura Acara ketiga, yaitu call for paper yang merupakan wadah bagi para pengajar dan pemerhati kewirausahaan menyalurkan ide mengenai strategi pembelajaran dengan model-model pembelajaran yang unik. ”Call for paper tidak hanya dibuka untuk dosen saja, namun juga bagi mahasiswa S2 yang menaruh perhatian terhadap bidang kewirausahaan. Hal ini juga bisa menjadi pemenuhan syarat untuk tesis,” ujar Sudarmiatin. Acara selanjutnya, yaitu gala dinner networking. Ini merupakan ajang untuk mengakrabkan diri dengan sesama peserta yang datang dari beberapa universitas. Puncak acara, yaitu company visit (04/05). Peserta menuju PT. Kusuma Agro Wisata untuk mengetahui secara nyata tentang aksi praktisi yang bisa bertahan menjalankan usahanya di masa kini.Maria Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

29


Up To Date

Uji Coba CBT di Panlok 55

Para peserta SBMPTN sedang serius mengerjakan soal.

P

anitia Lokal (Panlok) 55 adalah panitia yang menangani penerimaan mahasiswa baru melalui jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Ketiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Malang, yakni Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Brawijaya (UB), dan Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang bertugas untuk menyeleksi mahasiswa baru. Karena jalur yang ditempuh sama, maka ketiga PTN tersebut melakukan kesepakatan dan bekerja sama di mana pusat pengkoordinasian dilakukan secara bergilir. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan. Untuk tahun ini, UM mengemban tugas sebagai koordinator. Koordinasi mulai dari persiapan, pelaksanaan, anggaran, promosi sampai pada evaluasi berada pada satu kendali, yaitu di UM. Namun dalam rangka mempermudah tugas, maka strategi yang dilakukan adalah dengan membagi masing-masing bidang pada setiap PTN. UM menaungi bidang sosial hukum, UB untuk bidang saintek , an UIN untuk bidang campuran. Selama masa pendaftaran online, UM sebagai koordinator juga menyediakan help desk untuk membantu para peserta yang kesulitan. Kebanyakan masalah yang dihadapi adalah masalah teknis seputar pendaftaran online seperti foto yang tidak bisa diupload dan sebagainya. Hal baru yang menjadi perbedaan dengan tahun sebelumsebelumnya adalah adanya Tes Berbasis Komputer atau Computer Based Test (CBT). CBT ini masih dalam taraf uji coba. Berbeda dengan paper test yang kuotanya tidak dibatasi, CBT dibuka hanya untuk bidang sosial hukum dan saintek dengan kuota 160 untuk saintek dan 80 untuk sosial hukum karena fasilitas juga terbatas. “CBT tidak dibuka untuk tes bidang campuran. Namun, ke depannya diharapkan ada,� tutur Amin Siddiq. Selain itu, soal yang diberikan juga berbeda. Namun untuk biaya, waktu pengerjaan dan durasinya sama.

30 | Komunikasi Edisi 304

Tercatat jumlah peserta pada pelaksanaan yang dilakukan secara serentak (31/05), yakni 34.442 peserta dengan 14.495 untuk saintek, 15.680 untuk sosial hukum, dan 3.797 untuk campuran. Untuk mengatasi jumlah pendaftar yang membludak, masingmasing PTN sudah mengambil ancang-ancang untuk melebarkan sayapnya. Maksudnya adalah PTN tersebut bekerja sama dengan lembaga lain untuk bantuan tempat pelaksanaan tes dan juga para guru atau dosen untuk menjadi pengawas selama ujian. Untuk UM, lokasi tes tersebar di Universitas Katolik Widya Karya, Universitas Merdeka Malang, SMP Lab. UM, SMA Lab. UM, SMPN 1 Malang, SMPN 6 Malang, SMPN 8 Malang, SMKN 2 Malang, SMKN 3 Malang, SMKN 4 Malang, SMAN 5 Malang, MTsN Malang 1, SMPN 4 Malang, dan SMAN 8 Malang. Rasio pengawas dan peserta yang diawasi adalah satu banding dua puluh. Pengawas tersebut merupakan dosen dan guru yang berasal dari masing-masing PTN dan juga dari lembaga yang digandeng. Sedangkan rasio ruang dengan siswa adalah satu banding dua puluh. Bisa dibilang dalam satu kelas ada dua guru atau dosen yang saling berbagi tugas sebagai pengawas dan juga sebagai penanggung jawab ruang. Selain masalah teknis yang telah disebutkan di atas, masalah lain yang menjadi penghambat adalah ketika pada hari pelaksanaan peserta kesasar tes lokasi. Ambil contoh salah satu peserta yang menganggap lokasi bidang sosial hukum berada di UM padahal tes tersebut ditempatkan di lembaga lain. Sedangkan waktu tes sudah mepet. Alternatif yang digunakan adalah penyedian ruang crisis center untuk pelaksanaan tes darurat. Lebih parah lagi jika ada yang kesasar ke UM padahal bidangnya adalah campuran dan lokasi ditempatkan di UMM. Untuk kasus seperti ditangani dengan mengantar siswa ke UIN untuk mendapatkan ruang crisis center di sana. Jadi ruang crisis center sosial hukum berada di UM, campuran berada di UIN, begitu pula untuk bidang saintek.Maria


Oleh Rini Indra Wati

Tema Komik Edisi depan 305 (Juli-Agustus 2016) adalah Hari Kemerdekaan. Komik bentuk soft file dan print out dapat dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Juli 2016. Ukuran komik 21x25 cm full color. Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

35


Wisata

Di Pusaran Energi Ka'bah Oleh Iqlima Pratiwi

P

erjalanan selama sembilan hari yang membekas di hati. Petualangan di tanah suci kami mulai dari pukul sebelas malam dini hari. Keberangkatan tiba pada (26/03). Saya berangkat bersama kakek, nenek, ayah, ibu, dan adik. Kami berenam menuju Bandara Juanda T2 Surabaya, khususnya bagian keberangkatan internasional. Dengan berbekal pakaian dan segala jenis kebutuhan pribadi dalam sebuah koper hingga tas jinjing. Tepat pukul 5 pagi keesokan harinya kami melangkah memasuki pesawat Air Asia dengan keberangkatan menuju Bandara KLA2 Kuala Lumpur. Setelah transit selama tujuh jam, pesawat yang akan mengantarkan kami ke tanah suci pun tiba dan kami bersama anggota rombongan lainnya mengantri untuk mendapat giliran memasuki pesawat. Perjalanan lintas benua ini kami lalui selama sembilan jam. Cukup lama bukan? Mengingat setiba di sana kami harus langsung melakukan ibadah wajib umrah, kami pun memutuskan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk istirahat sehingga setiba di sana kami mampu melakukan ibadah dengan sebaikbaiknya. Sekitar satu jam sebelum mendarat

32 | Komunikasi Edisi 304

pramugari mengingatkan penumpang pria yang akan berumrah untuk mengenakan atau menyempurnakan pakaian ihramnya. Sekitar tiga puluh menit kemudian terdengar pemberitahuan bahwa pesawat akan melintasi Yalamlam, yaitu salah satu tempat yang ditetapkan untuk memulai ihram. Peringatan itu pertanda bagi jamaah umrah untuk segera mengucapkan niat ibadahnya. Pukul 22.00 waktu setempat kami pun akhirnya menjejakkan kaki di Jeddah dengan selamat. Puji syukur Alhamdulillah, Allah telah mengabulkan salah satu cita-cita ibu dengan mengizinkan kami sekeluarga untuk mengunjungi rumah suci-Nya. Selama satu jam kami berbenah diri dan melakukan persiapan ibadah wajib umrah. Sekitar pukul 02.00 kami beserta rombongan pun berangkat dengan menaiki bus kota. Perjalanan yang hanya berlangsung selama beberapa menit ini mengantarkan kami menuju Masjidil Haram. Takjub tak dapat saya tutupi, ketika kami memasuki pintu 79 yang diberi nama pintu King Fath. Tak kurang dari lima menit, satu kotak besar terbungkus kain hitam yang berhiaskan benang warna emas telah tampak di depan mata. Ya Allah, inikah yang disebut Kakbah? Sangat sederhana, tetapi mampu memikat hati orang sedunia. Tanpa terasa, air meleleh dari kedua mata

saya. Serasa diri ini sangat dekat dengan Allah. Seolah Allah tahu saya telah datang dan bersilaturahim di rumah-Nya. “Bismillahi Allahu Akbar. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Besar�. Saya lambaikan tangan ke arah hajar aswad, kemudian memulai tawaf dengan berjalan berputar berlawanan arah jarum jam mengelilingi Kakbah. Serangkaian dzikir dan doa terucap sepanjang langkah kaki saya memutari Kakbah hingga tujuh kali. Selama itu pula hati, pikiran, dan perasaan saya sepenuhnya tertuju kepada Sang Pencipta. Perasan takjub kian lama beralih menjadi syukur. Dari syukur hati saya beralih menjadi khidmad dan nelangsa. Sambat di hadapan-Nya. Seluruh rasa berbaur menjadi satu. Syukur, kesedian, kebahagian, kekecewaan, kemarahan, dan kesakitan tumpah keluar bersama air mata yang terus mengalir tanpa sanggup terbendung. Setiap saya berusaha menghentikannya, air mata kembali jatuh setiap saat saya menatap hajar aswad. Perasaan rindu yang asing selalu merambati hati saya. Saya ingin kesana, saya ingin menciumnya, saya ingin menyentuhnya, saya ingin memeluknya. Apa daya, Allah masih belum mengizinkan saya. Mungkin inilah cara-Nya memotivasi saya untuk dapat kembali singgah di rumah-Nya. Namun dari kejauhan saya


Wisata tetap mensucikan nama-Nya, mensyukuri segala nikmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada saya, mengakui keesaan-Nya, dan mengagumi kebesaran-Nya. Tak lupa sepenggal doa saya panjatkan setiap kali melintas di antara Rukun Yamani dan hajar dswad. Selepas melakukan tawaf dan serangkaian ritual umrah lainnya, kami pun melakukan salat Subuh di Masjidil Haram. Salat lima waktu beserta sunah-sunahnya di Masjidil Haram dengan cepat menjadi rutinitas kami di sana. Selain itu, selepas salat Ashar kami juga mengadakan kajian hadishadis rasul yang dibimbing langsung oleh ustadz Irwan yang kebetulan turut serta di dalam rombongan hingga menjelang Maghrib. Kami sedikit banyak telah menikmati pemandangan kota Mekkah ketika perjalanan menggunakan bus. Sebagaimana tanah suci, larangan berburu pun ditegakkan sehingga tempat ini menjadi surga bagi binatang-binatang, khususnya burung merpati. Terdapat ratusan ekor burung merpati Fatima yang bebas berterbangan di jalan. Menurut cerita, merpati jenis ini merupakan peliharaan Siti Fatimah yang menjadikan burung ini bernama merpati Fatima. Merpati jenis ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan jenis lainnya, yakni motif hitam menyerupai pedang kembar yang bersilangan layaknya lambang arab Saudi di sekitar ekornya. Selain merpati-merpati yang bebas berterbangan, hal yang membuat saya lebih tercengang lagi adalah kendaraan-kendaraan pribadi masyarakat Arab Saudi. Seluruh kendaraan tersebut tidak satu pun yang berada dalam kondisi utuh. Selalu saja ada lekukan bekas tabrakan ataupun sekadar goresan bekas serempetan, meskipun mobil itu masih baru dan plastik pada kursi masih terpasang. Mungkin saya masih maklum apabila mobil-mobil yang cacat tersebut kelasnya menengah ke bawah. Tapi apa yang saya lihat jauh dari hal tersebut. Mobil-mobil cacat tersebut adalah kendaraan mahal, mewah, sangat berkelas dan hanya sedikit orang Indonesia yang mampu menjangkaunya. Sebagai bandingannya adalah mobil sedan Camry yang bagi orang Indonesia itu sudah berkelas. Di sana hanya sekedar dijadikan angkutan umum yang tentunya lengkap dengan aksesoris bentuk-bentuk asimetris dan bekas goresan di sana sini. Hari kedua kami lalui dengan beribadah yang tidak berbeda jauh dengan hari pertama kami lakukan. Menginjak hari ketiga, saya, ibu, dan adik berencana untuk ikut Bapak tawaf hingga ke hajar aswad. Kami bertiga akhirnya ikut, tetapi tidak sampai hajar aswad, karena ternyata berbahaya bagi wanita untuk sampai ke sana. Alhamdulillah, meskipun saya belum diberi kesempatan untuk menghadap hajar aswad, namun Allah menggantinya dengan hal yang tak kalah istimewa. Ia mengizinkan kami untuk menghadap, menyentuh, dan berdoa langsung di Kakbah. Kami juga diizinkan untuk salat, berdoa, dan memohon langsung padaNya di hijr ismail. Hari terakhir kami lalui dengan rutinitas yang sama. Selepas sholat Subuh, kami bertemu beberapa ibu- ibu rombongan. Kami menanti seorang rombongan lagi namun tak juga kunjung datang. Setiap kali kami mencoba menghubungi, selalu gagal. Akhirnya kami memutuskan untuk menuju pintu 72 sesuai kesepakatan untuk berkumpul bersama anggota rombongan lainnya. Dua jam telah berlalu. Seluruh anggota rombongan telah berkumpul, tapi ibu tersebut tak kunjung terlihat keberadaannya. Kami mulai cemas. Dihubungi pun tetap tidak bisa. Ketua rombongan saya pun melakukan sweeping di seluruh area Masjidil Haram. Namun, hasilnya nihil. Akhirnya kami pun memutuskan untuk melakukan tawaf wada bersama anggota yang ada karena terhimpit waktu untuk check out. Kini air mata pun kembali mengalir. Bukan lagi rasa syukur yang saya rasakan. Namun kerinduan dan kehilanganlah yang kian bergolak di dada saya. Ketika akan meninggalkan Kakbah saya dan adik berpelukan erat. Saling menangis, menguatkan satu sama lain dan bertukar janji, bahwa kelak ketika kami mampu, kami akan kembali lagi ke sini bersama kedua orang tua kami. Kota yang tak pernah mati. Mungkin istilah itu sesuai dengan kota yang kami pijak ini. Selama saya di Mekkah saya berpikir, betapa kuat dan kokohnya tanah serta bangunan Masjidil Haram. Selalu dipijaki jutaan pasang kaki dari seluruh penjuru dunia selama ribuan tahun, namun masih saja bertahan. Ini perjalanan spiritual yang akan selalu saya kenang dan rindukan. Semoga di lain waktu, saya bisa berkunjung kembali bersama orang-orang yang saya sayangi. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Psikologi

Penulis bersama adik berfoto di halaman Masjidil Haram selepas menunaikan ibadah umrah.

Suasana dini hari di Masjid Nabawi.

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

33


Tanggapan Pembaca untuk Majalah Komunikasi Edisi 303, rubrik Laporan Khusus “Membijaki Kaum LGBT�

P

embaca yang budiman (tidak bersedia disebut namanya, red) menulis surat panjang lebar dan mendalam kepada Redaksi Majalah Komunikasi, yang pada intinya memberikan sudut pandang berbeda mengenai LGBT. Ia mempertanyakan apakah benar LGBT adalah penyakit? Atau itu hanya sebuah variasi referensi seksual? Dan

34 | Komunikasi Edisi 304

apabila ini bukan penyakit, apakah dapat menular? Dan apabila bukan penyakit, apakah perlu disembuhkan? Ia mengingatkan kembali, bahwa apapun referensi seksual seseorang, mereka mempunyai hak yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan berekspresi. Berikut ini Redaksi Majalah Komunikasi menghimpun informasi dari berbagai sumber guna menanggapi surat pembaca tersebut.


Laporan Khusus usia remaja sekitar 12-13 tahun, mulai melakukan identifikasi gender. Yakni bagaimana anak itu berperan sesuai dengan gender, hal itu biasanya dilihat dari fisik (jenis kelamin, red). Kalau perempuan, maka dia harus berperan layaknya seseorang bergender perempuan. Untuk melakukan hal tersebut, dia butuh model untuk identifikasi. Apabila dalam masa itu seseorang gagal memperoleh role model, maka hal tersebut dapat menyebabkan penyimpangan dalam pengidentifikasian diri. “Kalau yang murni sosial, itu dapat terjadi akibat adanya social influence. Banyak sekali orang yang sebetulnya bukan gay atau homoseksual, tapi karena pergaulan kemudian dia menjadi seperti itu. Misalnya, biasanya lingkungan yang berkaitan dengan hal itu, adalah lingkungan yang berhubungan dengan kecantikan, seperti salon, modeling, dan sebagainya. Di sana kan ada juga yang pada dasarnya sudah memiliki orientasi yang menyimpang dan ada juga yang tidak memiliki orientasi menyimpang. Ini, yg memiliki orientasi menyimpang akan gigih untuk mendekati yang heteroseksual. Sehingga dari yang semula tidak menyukai bahkan jijik dengan hubungan sesama jenis, akhirnya dia justru memiliki hubungan dengan sesama jenis atau pacaran. Itulah social influence dan itu sifatnya sangat kuat”, papar Wakil Dekan Fakultas Pendidikan Psikologi tersebut. Sebenarnya, praktek homoseksual sudah ada dari dulu dan hal itu merupakan bagian dari tradisi Indonesia, seperti halnya warok. Namun hal itu masih dapat ditoleransi masyarakat karena tata pelaksanaannya yang jelas sehingga masih tidak mengkhawatirkan. Mereka tidak ada unsur mempengaruhi berbagai pihak seperti sekarang. “Keadaan ini sebenarnya terjadi karena adanya pengaruh dari luar, kalau di Indonesia itu sekarang sudah dianggap sebagai bagian dari proxy war,” komentar Tutut.

Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI) Menurut pernyataan Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI) yang mengacu pada UU No 8 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, pada dasarnya LGBT tidak dikenal dalam pustaka formal ilmu psikiatri. Dalam ilmu psikiatri, orientasi seksual yang dikenal hanyalah homoseksual, biseksual, dan transeksualisme.

Ike Dwiastuti, S.Psi., M.Psi “Ada beberapa pendekatan dalam menentukan apakah seseorang normal atau abnormal. Ada pendekatan statistik, normatif, distres subjektif, fungsi peran sosial, dan interpersonal. Pada pendekatan statistik, perilaku yang dilakukan banyak orang adalah yang normal. Pendekatan ini banyak digunakan dalam mendiagnosis gangguan mental, namun pendekatan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu belum tentu perilaku yang dilakukan banyak orang itu adalah perilaku yang benar. Contoh, saat ini semakin banyak orang menggunakan narkoba, jadi apakah perilaku tersebut benar? Sedangkan pada pendekatan normatif, tergantung dari kesepakatan norma atau aturan yang berlaku dari suatu daerah. Kelemahannya adalah belum tentu suatu perilaku diterima di semua tempat. Misal, suatu kantor banyak yang melakukan korupsi, sedangkan orang yang tidak mau diajak korupsi dianggap aneh. Kembali ke tema, apakah jika LGBT menjadi fenomena lantas menjadikannya perilaku yang benar? Lalu jika LGBT diterima oleh banyak negara, lantas menjadikannya perilaku yang tepat? Menurut saya tidak,” papar Ike. “Saya setuju dengan jangan melakukan tindakan diskriminatif terhadap siapa pun termasuk pada orang dengan LGBT. Penanganan terhadap fenomena ini adalah harus multidisiplin dan holistik. Kita harus intervensi dari aspek biologis, psikologis, kognitif, lingkungan, dan spiritualitas. Apabila ada yang raguragu terhadap seksualitasnya maka jangan ragu untuk menemui psikolog atau psikiater, karena anak atau remaja yang masih ragu ini masih bisa dibantu untuk menentukan perilaku yang benar. Sedangkan bagi yang sudah menyatakan nyaman menjadi LGBT, diharapkan tidak melakukan propaganda dan mempengaruhi anak atau remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri,” pungkas Ike.

Dr. Tutut Chusniyah S.Psi, M.Si Menurut Tutut Chusniyah, selaku dosen Psikologi mayoring sosial, perlu dilihat dari sosio perkembangannya. Pada dasarnya,

Pak Toen Dari segi sosiologis, kalau itu diteruskan maka sama dengan bunuh diri masal karena tidak menghasilkan keturunan.kru Komunikasi

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

35


Rancak Budaya

Denda Pemakaman Oleh Moch. Nur Fahrul

ilustrasi oleh Aji Setiawan

A

yah sudah menyiapkan denda untuk pemakamannya. Kami sudah menunda pemakaman selama tiga hari. Ibu yang pelit mulai mengeluh karena uang sebanyak itu seharusnya diwariskan padanya. Dia mulai kesal ketika mendiang ayah menyebutkan dalam surat wasiatnya: tunda pemakamanku dan Maria Verheijen adalah sang ahli waris. Lilin-lilin di sekeliling peti jenazah mulai habis terbakar. Ibu memerintah para pelayan pribumi untuk menggantinya. “Sudah mati saja, masih merepotkan.” Ibu sudah tak tahan lagi untuk merutuk. “Kita harus menghormati impian terakhir ayah, Bu.” “Ayahmu memang menyebalkan. Dia tahu kita sedang masa kritis. Bagaimana bisa dia masih menjaga kegengsian?” “Ayah berpikir kita harus tetap menjaga martabat kita walau ayah sudah meninggal. Agar para bangsawan dan pejabat VOC di Batavia ini tetap hormat serta menjaga pertemanan dengan kita, Bu.” Ibu mendengus mendengar jawabanku yang sok bijak. Gurat kecewa yang meriap

36 | Komunikasi Edisi 304

di wajahnya tak pernah sanggup kutatap lebih lama. Sebagian hatiku setuju dengan pendapatnya, sebagian lagi aku teramat menyayangi ayahku. “Ibu sampai harus meminjam uang pada Johannes untuk membayar jubah hitam pemakaman dan grafbuiloft1.” Seketika aku terhenyak, “Kenapa, Bu? Apa uang wasiat ayah tidak cukup?” “Tidak, Maria. Itulah yang membuat ibu marah pada ayahmu. Dia hanya meninggalkan uang untuk membayar denda saja.” Nada suara ibu bergetar ketika mengatakannya. Kepalaku berdenyut-denyut. Seluruh hatiku kini memihak ibu. Persetan dengan menjaga gengsi seperti para aristokrat Belanda di Batavia ini. Ibuku bukan orang pertama yang harus meminjam uang ke sana kemari untuk biaya pemakaman mewah. Ahli waris harus menanggung utang itu. Aku mungkin tak akan sanggup membayarnya. *** Minuman keras dan anggur untuk grafbuiloft sudah datang tadi siang. Aku menatapnya dengan nanar. Ibu masih

berkutat di depan peti mati ayah sambil menangisi apa yang bisa ditangisi: kepergian ayah untuk selama-lamanya sekaligus utang yang telah menjerat kami. Kami harus membayar 25 rijksdaalder2 sebagai denda penundaan pemakaman ayah. Kami menyewa dua pendoa yang harus dibayar sebesar 2 rijksdaalder. Belum lagi pemakaman ayah nanti malam akan didenda 40 ringgit. Uang sebanyak itu bisa membuat kami bertahan hidup di Batavia berbulan-bulan ke depan. “Kenapa kau ikuti tradisi bodoh itu? Lihat dirimu sekarang, mati dan tak bisa menghasilkan uang.” Sumpah serapah ibu terdengar sampai ke dapur. Para bangsawan Belanda di Batavia punya kebiasaan menunda pemakaman agar didenda. Semakin tinggi denda yang dikenakan, semakin naik status sosial mereka. Walau enggan, kuseret diri mendekatinya. Kupeluk bahunya yang terguncang. Wajah sayu dan mata merah ibu adalah bakti yang mengharukan. Segera kuminta pelayan mengantar ibu ke kamar untuk istirahat.


Rancak Budaya Pelayan dari pribumi Sunda Kelapa yang setelah pemakaman ini akan segera kami berhentikan. Pemakaman nanti malam akan menuntut banyak tenaga dan air mata. *** Masyarakat Belanda menyebut pemakaman pada malam hari lebih romantis daripada siang hari, tapi bagiku ini lebih merepotkan. Kami harus menyiapkan banyak lentera untuk menerangi jalan dan memasukkan peti mati. Jubah serba hitam membuat tubuh kami seolah menyatu dengan kegelapan malam, begitu miris dengan kesan melankolis yang tajam. Tentu saja, aku dan ibu tak bisa menahan kubangan air mata ketika peti itu mulai diulur ke dasar liang lahat. Bahkan sampai saat cerita ini kutulis dan kau baca, kesedihan itu selalu tampak nyata. Aku tak akan pernah melihat senyum ayah saat mengajakku keliling kastel Batavia pada sore hari. Aku tak akan melihat ayah mengatur pengadaan barang di Gudang Timur Batavia. Kami tak akan lagi berangkat ke Gereja Salib sama-sama. Mendadak ketakutan menodai harapanku. Bahkan sampai kau selesai membaca kisah ini pun, tubuhku masih menggigil. Apalagi yang lebih buruk ketika tubuh ringkih ibu tiba-tiba pingsan. Wajah lelahnya menunjukkan betapa kegelisahan telah menggempurnya tanpa jeda. *** Wajah ibu sedikit lebih cerah ketika memasuki meja makan untuk merayakan grafbuiloft. Bibi Adele memberinya selai buah pruim untuk melengkapi jamuan pesta pemakaman kami. Ibu begitu terharu menerima selai buah ungu kehitamhitaman itu. “Aku teringat kembali masa kecilku di Belanda,” ucapnya takjub setelah memeluk tubuh gendut Bibi Adele. Sebenarnya ibu sangat teguh memegang kebudayaan Belanda, tapi ibu tak pernah menyangka masyarakat Belanda di Batavia begitu hedonis. Satu kecemasan ibu sejak kami tinggal di Batavia selama sekian tahun ini ialah menghadiri pemakaman. Ayah punya fantasi liar soal pemakaman yang mewah, ibu tak pernah setuju. Tapi ibu akan menghindari bertengkar dengan ayah. Kakek dan nenek sudah tiada lagi. Kami sebatang kara. “Dulu saat kakek buyutmu meninggal, kami masih merayakan rouwmaaltijd3, Maria. Itu tradisi kuno Belanda yang merupakan akar grafbuiloft. Rouwmaaltijd lebih sederhana dan khidmat karena hanya

dihadiri oleh keluarga saja. Undangan harus terdiri dari 12 pria dan 12 wanita saja. Sangat berkesan. Ibu rindu sekali selai buah pruim. Terima kasih, Adele.” Cerita ibu sebelum makan malam dimulai. Tampak jelas dia ingin mengurai ketegangan. “Sama-sama, Rosalyn. Kebetulan sepupuku kemarin baru tiba dari Batavia membawakanku sepeti selai pruim. Aku tak bisa datang ke grafbuiloft tanpa disajikan selai pruim.” Entah apa yang ada dalam pikiran Bibi Adele saat mengatakan itu: menyindir atau kasihan pada kami? Ibu enggan bicara lagi, bahkan tak menyentuh minuman keras atau pun anggur. Ibu hampir menghabiskan selai pruim dengan biskuit dan keju. Sampai grafbuiloft berakhir, ibu tak pernah tahu aku menyembunyikan wasiat terakhir ayah. Bagi ayah, aku adalah ahli waris yang paling berhak daripada ibu yang selalu cemas pada apa pun di dunia ini. Walau kutahu satu-satunya harta yang diinginkan ibu ialah tiket perjalanan pulang ke Belanda. Sebelum meninggal ayah ternyata mengabulkan permintaan terakhir ibu untuk kembali ke kampung halamannya. Sungguh tidak adil ketika ayah tidak menyiapkan tiket untukku juga. Dia bilang aku bisa mengawini pria VOC yang kaya untuk mendapatkan kebahagiaanku sendiri. Ayah mungkin lupa aku sudah 30 tahun. Mana ada pria VOC yang mau mengawini gadis cacat bermata juling dan tangan bengkok sepertiku? Ayah dan ibu seharusnya tahu dari dulu, perkawinan sedarah mereka tak boleh terjadi. Ibu yang selalu cemas pada apa pun, tak menemukan lelaki lain yang bisa dipercaya sebagai pendamping hidup, selain dari keluarganya sendiri. *** Rumah sudah semakin sepi sejak pesta usai tadi malam. Apalagi aku juga sudah mengusir para pembantu. Aku tergugu sendirian di kamar nyaris tidak tidur semalaman. Aku tak akan siap ditinggalkan di kota yang teramat jauh dari tanah leluhurku ini oleh keluargaku sendiri. Kecacatanku ini sama sekali bukan salahku, tetapi kedua orang tuaku yang egois itu. Jika semua harus mati di tanah ini, maka tidak boleh ada satu pun keluargaku yang kembali ke Holland dalam keadaan hidup. Dengan terseret-seret aku pergi ke dapur untuk mengambil pisau. Kilatnya yang tajam berkilau sengit di retinaku. Pelanpelan, aku buka kamar ibu. Wajahnya yang tirus terlihat tidur dengan tenang. Dia bahkan masih mengenakan pakaian pemakaman.

Sambil menahan air mataku, aku berniat menghunuskan pisau itu tempat ke jantung ibu. Tiba-tiba mata ibu terbuka perlahan. Aku dan ibu sama-sama terhenyak ketika bertatapan. “Maria….,” Bibir ibu bergetar. “Maafkan kami. Ayahmu melakukan ini karena dia takut aku akan terbebani olehmu. Tapi satu hal yang perlu kau tahu…,” Ibu menarik napas sambil menahan gejolak emosi, sementara napasku mulai menderu. “Apa pun yang terjadi, ibu tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian. Kita akan menghadapi semua ini bersamasama. Ibu hanya memilikimu di dunia ini.” Peganganku pada pisau mulai melemah, lalu tergelincir. Tajam logam berdenting ketika menyentuh lantai tegel. “Bagaimana dengan tiket ke Belanda?” tanyaku dengan suara gemetar karena kaget, senang, dan terpukau. “Aku akan menawarkannya pada Bibi Adele. Aku sebenarnya sudah mengintip wasiat itu ketika ayahmu sakit.” Ibu meraihku dalam pelukannya yang hangat. Ketika cerita ini kuakhiri sampai di sini, sebenarnya aku tak pernah benarbenar tahu segalanya tentang keluargaku. Entah mengapa, aku merasa telah menemukan kebahagiaan yang abadi. Jadi aku tak akan memaksamu melanjutkan membaca kisahku ini karena aku juga tak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti selain ibu akan tetap menemaniku sampai kapan pun. *** “Jenderal, sebenarnya apa yang terjadi?” “Nyonya Adele, mereka dirampok dan rumahnya dibakar.” “Siapa pelakunya?” “Berdasarkan bukti yang kami temukan dan keterangan salah satu dari tiga pelaku yang berhasil kami tangkap, kami menyimpulkan pelakunya adalah para pribumi yang pernah menjadi pembantu di sana. Mereka bersekongkol untuk merampok harta warisan keluarga Verheien tadi malam. Tapi mereka kesal karena harta warisan itu sudah habis sehingga mereka membakar rumah itu. ” “Bagaimana keadaan keluarga Verheijen?” “Anak dan ibu itu meninggal berpelukan di kamar tidur.” Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Sejarah.

1. Pesta Pemakaman 2. Koin Belanda yang pertama kali dikeluarkan Republik Belanda pada akhir abad ke-16 3. Tradisi pesta pemakaman leluhur Belanda

Tahun 38 Mei-Juni 2016 |

37


Ibrah

Oleh Dyah Ayu Puspitasari

Oleh Sudianto

Bulan bintang sembunyi dibalik kelam Duhai hati yang diselimuti malam Sayup-sayup ucapan salam Jibril datang membawa ilham Fajar di timur terang menjelang Kehidupan mulai berdendang Meski petunjuk telah datang Hati masih diselimuti bimbang Rasa bimbang berselimut gamang Akankah perintah harus ditentang? Perintah tuk sembelih anak tersayang Banyak godaan berlalu lalang Niat bulat diahzamkan Berserah diri hanya kepada Tuhan Sebab Tuhan maha rahman Lahirlah kisah hikmah dan pelajaran

Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia.

Skema Pikir Oleh Icmi Noor Wihenrita Saat apa yang kamu ingin tak sesuai harapan Saat apa yang kamu harapkan tak terjadi Saat apa yang ditunggu tak kunjung datang Kecewa Rasa sakit yang muncul setelah tahu fakta tak sesuai harapan Rasa sakit yang muncul walau tak sedalam penyakit hati Rasa sakit yang muncul bahkan sempat menyugesti pesimis, putus asa Trauma Sikap bodoh marah pada fakta Sikap bodoh marah pada diri Sikap bodoh marah pada orang lain Tertekan Kesal, huh? Tenangkan diri Tarik nafas maksimal Hembuskan Tak berguna simpan sakit Tak berguna pesimis Tak berguna tertekan Kembali ke menu awal (lagi)

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan.


Berarak menembus cakrawala, memberi keteduhan dari terik yang ada, sedang yang di bawah meranggas sepi tanpa kata.

Alunan senandung kalbu. Menyuarakan resah dan bahagia lewat melodi syahdu.

Fotografer Fak/Jur Lokasi

Fotografer Fak/Jur Lokasi

: Shidqi Irbah : Fppsi/Psikologi : Kawasan pembangunan Tol, BejiPasuruan

: Ahmad Bahrudin Yusuf : FIS/Geografi : Lembah Dieng, Malang

ISTANA. Waktu kecil aku pernah bermimpi. Bermimpi punya istana. Lalu ia berikanku istana yang dindingnya terbuka. Fotografer Fak/Jur Lokasi

Secercah sinar menyeruak, membelah celah rerimbun hijau yang sesak. Sepasang roda dikayuh untuk penghidupan yang lebih layak. Fotografer Fak/Jur Lokasi

: Gista Setya Astuti : FIP/Pendidikan Luar Biasa : Ngengor, Madiun

: Ratna Widi Astuti : FIS/Hukum dan Kewarganegaraan : Tepian Jalan Surakarta -Yogyakarta

Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya fotografi dengan tema dan tempat bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Juli 2016 disertai lokasi foto dan identitas diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP)



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.