Komunikasi edisi 309 Maret-April 2017

Page 1



DAFTAR ISI Persiapan Perubahan UM Menjadi PTN Badan Hukum

Siap Bertransformasi melalui Fleksibilitas dan Otonomi

Bersiaplah untuk perubahan! Di zaman yang menuntut manusia untuk serba cepat dan adaptif ini, perguruan tinggi sebagai kawah candradimuka para agen perubahan dituntut untuk menjadi lembaga yang otonom dan fleksibel. Sebagai jawaban atas hal tersebut, pemerintah melalui Menristekdikti memprakarsai perubahan UM menjadi PTN Badan Hukum. Simak ulasan persiapannya dalam rubrik Laporan Utama!

66 Maestro Dibalik "Osi Ji", Sang Maskot Kota Malang Keterbatasan tidak menghentikan kreativitasnya. Terbukti karya-karyanya mampu malang melintang di kancah internasional. Beberapa karyanya mendapat penghargaan termasuk desain maskot Kota Malang. Simak perjuangannya dalam rubrik Profil!

19 24

29

SALAM REDAKSI 4 SURAT PEMBACA 5 LAPORAN UTAMA UP TO DATE 9 OPINI 10 SEPUTAR KAMPUS 12 PROFIL CERITA MEREKA 22 INFO 24 PUSTAKA 28

Didik Nini Thowok

PERNIK 29

Kreasikan Topeng Malang

LAPORAN KHUSUS

Topeng bukan hanya sebagai tradisi yang dikenal orang. Namun topeng juga dapat dikembangkan melalui kreasi. Mempelajari topeng dan mengembangkannya merupakan salah satu cara untuk melestarikan budaya yang kita miliki. Simak pengembangan topeng kreasi di rubrik Info!

WISATA RANCAK BUDAYA 34 KOMIK 38 LENSA UM 39

Menggapai Sisa Peradaban di Gunung Tambora Bekas-bekas letusan dahsyat Tambora menyisakan bentang alam yang luas berbentuk savana dan stepa. Seorang dosen Sosiologi UM yang mendaki di Gunung Tambora menjumpai beragam sisa peradaban di sana. Simak perjalanan selengkapnya dalam rubrik Wisata!

30 32

Tahun 39 Maret-April 2017|

3


Salam Redaksi

dok. Pribadi

Menjadi PTN Badan Hukum Antara Harapan dan Tantangan Oleh Yusuf Hanafi

S

aat ini, UM telah merampungkan dokumendokumen alih statusnya dari Perguruan Tinggi Negeri Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum (PTN PK-BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. UM berkeinginan untuk mengikuti jejak 11 perguruan tinggi negeri lain yang telah lebih dahulu menjadi PTN Badan Hukum. Istilah PTN Badan Hukum disebutkan dalam Pasal 65 Ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2012, “Penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, atau dengan membentuk PTN Badan Hukum untuk menghasilkan Pendidikan Tinggi bermutu”. Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 yang menyebutkam “PTN Badan Hukum adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.” Artinya, PTN Badan Hukum memiliki hak dan kewenangan untuk menentukan arah penyelenggaraan pendidikan dalam menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi. PTN-Badan Hukum dan Tudingan Miring terhadapnya Perubahan status telah menimbulkan beragam reaksi. Pihak yang setuju umumnya berasal dari kalangan pemerintah dan pimpinan PTN, dengan argumentasi bahwa status ini akan memberi otonomi dan kemandirian yang lebih luas kepada PTN untuk berakselerasi menuju world class university. Sedangkan pihak yang tidak setuju, sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum yang khawatir akan semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi. Asumsinya, dengan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) ini, PTN Badan Hukum bebas menentukan besaran biaya kuliah dengan “dalih” membiayai biaya operasionalnya. Tudingan miring di atas sebenarnya telah dijawab oleh Pasal 65 Ayat 4 UU Nomor 12 Tahun 2012 yang menyatakan “Pemerintah memberikan penugasan kepada PTN Badan Hukum untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat.” Artinya, meskipun PTN Badan Hukum diberikan keleluasaan dan otonomi untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi, namun hakikat status kepemilikannya berada di tangan negara. Pengubahan status PTN menjadi badan hukum sebenarnya tidak serta-merta hanya dapat dilihat dari perspektif pembiayaan. Melalui cara ini, PTN

Badan Hukum diberi otonomi, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Karena itu, dengan dibadanhukumkannya PTN, maka ruang gerak bagi PTN untuk mengelola sendiri program, metode, keuangan, atau waktu akan sesuai dengan kebutuhan pasar dan aspek-aspek strategis pemerintahan.

Pembina Rektor (AH. Rofi’uddin)

Tanggung Jawab UM Menjadi PTN-Badan Hukum Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) menegaskan status PTN Badan Hukum akan dievaluasi secara berkala. Salah satu indikator PTN Badan Hukum yang akan dievaluasi adalah kemampuannya untuk masuk ke dalam ranking perguruan tinggi dunia. Bahkan, PTN Badan Hukum yang tidak masuk ke dalam ranking 500 besar perguruan tinggi dunia akan dipertimbangkan statusnya untuk turun grade,atau tetap dipertahankan sebagai PTN Badan Hukum. Dalam konteks inilah, UM saat ini terus berbenah. UM sedang meningkatkan efektivitas dan efisiensi institusionalnya dengan membentuk Tim Percepatan Reformasi Birokrasi (TPRB). Reformasi birokrasi UM ini meliputi: (1) penataan sistem manajemen sumber daya manusia, kelembagaan dan tata laksana; (2) penguatan sistem pengawasan dan akuntabilitas kinerja, serta (3) peningkatan kualitas pelayanan publik. Di samping itu, UM sekarang ini tengah mengakselerasi jumlah publikasi dan sitasi dari sivitas akademikanya. Untuk keperluan tersebut, UM membentuk Tim Pencepatan Publikasi (TPP) yang memberikan layanan konsultasi, pengalihbahasaan, dan pendampingan bagi para penulis agar artikelartikelnya dapat dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional terindeks dan bereputasi. Terakhir, segenap kru Majalah Komunikasi ingin mengajak seluruh sivitas UM untuk merapatkan barisan dan mengokohkan niat guna bekerja dan berprestasi sebaik mungkin. Hanya dengan cara inilah, UM yang insya Allah akan segera beralih status menjadi PTN Badan Hukum dapat hadir sebagai perguruan tinggi unggul dan menjadi rujukan yang berkelas dunia. Last but not least, selamat menikmati terbitan Majalah Komunikasi edisi Maret-April 2017 ini, yang mengangkat laporan utama seputar proses alih status UM menjadi PTN Badan Hukum. Penulis adalah dosen Jurusan Sastra Arab, anggota Tim Alih Status UM menjadi PTN Badan Hukum, dan Anggota Dewan Redaksi Majalah Komunikasi

Anggota Andoyo Ahmad Fahmi

KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi@um.ac.id • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan printout, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.

4 | Komunikasi Edisi 309

STT: SK Menpen No. 148/ STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ SK DITJEN27PPG/STT/1978/ tanggal Oktober 1978 tanggal 27 Oktober 1978

Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur

Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Yusuf Hanafi Sukamto Ike Dwiastuti Teguh Prasetyo Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Amalia Safitri Hidayati Layouter Monica Widyaswari Fitrah Izul Falaq Desainer dan Ilustrator Aji Setiawan Krisnawa Adi Baskhara Reporter Rodli Sulaiman Arni Nur Laila Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah Arvendo Mahardika Amey Karimatul Fadhilah Fanisha Amelia Dessy Herawati Akbar Rahmada Maulana Cintya Indah Sari Rosa Briliana Moch. Adi Yulianto Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Suhartono Ekowati Sudibyaningsih Astutik Agus Hartono Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani


Surat Pembaca

Rubrik Khusus Akademik Krisnawa Adi Baskhara

Salam, Majalah Komunikasi majalah hebat dikelola oleh orang-orang hebat. Saya usul ada baiknya Komunikasi punya rubrik khusus layanan administrasi akademik dan kemahasiswaan. Topiknya disesuaikan dengan kegiatan admin dan akademik dan kemahasiswaan pada semester berjalan. Priyo Pamudji, S.Sos. Staf Subbag Akademik dan Kemahasiswaan FIK Menggenggam otonomi untuk perubahan yang mumpuni

Waalaikumsalam Wr. Wb. Bapak Priyo Pamudji, terima kasih atas masukannya. Apabila permasalahan yang berkaitan dengan layanan administrasi dan kemahasiswaan, sebaiknya ditulis di rubrik Surat Pembaca ini dan redaksi akan menelusuri jawabannya lewat wawancara kepada para narasumber untuk mendapatkan jawaban yang valid.

Cover Story

Repro Internet

Salam, Redaksi

Perubahan adalah seperti sebuah bab baru dalam sebuah buku. Halaman yang berbeda, buku yang sama, tapi cerita bergerak maju dan menjadi lebih baik. Ken Dean Lawadinata

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Tahun 39 Maret-April 2017|

5


Laporan Utama

Persiapan Perubahan UM Menjadi PTN Badan Hukum:

Siap Bertransformasi melalui Fleksibilitas dan Otonomi

dok. Perencanaan

K

e depan, UM bisa membuka program studi (prodi) baru cukup dengan SK Rektor, pun menutupnya tanpa persetujuan dari Kemenristekdikti. Tidak hanya itu, pendanaan universitas eks-IKIP ini akan bersumber dari APBN dan non-APBN. Kedua hal tersebut merupakan sedikit dari contoh fleksibilitas pengelolaan Universitas Negeri Malang (UM) ketika bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Hukum. UM sebagai salah satu PTN terkemuka bidang kependidikan di Indonesia, dituntut untuk memiliki otonomi yang lebih luas agar mampu menciptakan lulusan yang lebih kompeten dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan masanya. Perluasan otonomi tersebut, secara formal mengharuskan UM untuk bertransformasi dari PTN Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum yang telah ditetapkan sejak 2008, menjadi PTN Badan Hukum. Sejauh ini, sudah ada 11 PTN yang berstatus PTN Badan Hukum, yakni

Finalisasi penyusunan proposal PTN Badan Hukum

6 | Komunikasi Edisi 309

Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, serta Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Tak mau ketinggalan, untuk mendapatkan status PTN Badan Hukum agar dapat bersaing dengan PTN Badan Hukum lainnya. Terutama dalam penerapan Tridarma Perguruan Tinggi secara lebih komprehensif dan fleksibel. Diperolehnya penghargaan prestisius oleh UM, yakni UM dinobatkan sebagai PTN PK-BLU dengan rapor terbaik pada semester I 2016 di bidang pelaksanaan program, kegiatan, dan anggaran, merupakan sinyalemen kuat bahwa UM harus mempersiapkan diri untuk melangkah ke depan, yakni menjadi PTN Badan Hukum.


Laporan Utama dok. Perencanaan

Rektor UM, Prof. Dr. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd. mengutarakan bahwa perubahan UM menjadi PTN Badan Hukum tidak mudah. “Sebenarnya semakin cepat semakin baik, tapi perubahan itu perlu perencanaan matang, seperti menyiapkan proposal dan lain-lain,” terang rektor. Persiapan UM menjadi PTN Badan Hukum memang telah ditangani oleh tim khusus, yakni Tim Penyusun Proposal Perubahan UM sebagai PTN PK-BLU menjadi PTN Badan Hukum yang bekerja di bawah komando rektor. Tim tersebut diketuai oleh Prof. Dr. Dawud, M.Pd. dan telah hampir menyelesaikan dokumen yang dimaksud. “Target kalau bisa 2018 UM sudah jadi PTN Badan Hukum, semoga bisa terlaksana dengan baik,” pungkas rektor. Macam-macam Pola Pengelolaan PTN Dijelaskan Dawud, terdapat tiga bentuk PTN saat ini, yakni PTN satuan kerja (satker) asli, PTN dengan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PTN PK-BLU), dan PTN Badan Hukum. “Sebelum 2008, UM adalah PTN satuan kerja asli. Sejak 2008 sampai sekarang, UM merupakan PTN PK-BLU,” urai Dawud saat ditemui di Kafe Pustaka UM, Kamis (16/03). Saat ini, lanjut mantan Dekan Fakultas Sastra tersebut, timnya dalam proses menyusun proposal perubahan status UM dari PTN PK-BLU menjadi PTN Badan Hukum. Disinggung tentang perbedaan mendasar antara ketiga jenis PTN tersebut, Dawud menjelaskan bahwa dalam PTN satker asli sangat ketat dalam tata kelola akademik, keuangan, dan organisasinya. “Hampir semua PTN satker asli bersifat sentralistik, yakni dalam paket pengelolaan Kemenristekdikti dan Kementerian Keuangan,” ujarnya. Dalam PTN PK-BLU, ada “sedikit” fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Lebih luas, terang Dawud, dalam PTN Badan Hukum, otonomi “penuh” tidak hanya dalam bidang keuangan, namun juga dalam bidang akademik dan bidang nonakademik. “Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012, perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridarma,” tambah Dawud. “Otonomi pengelolaan di bidang akademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan Tridarma, sedangkan otonomi pengelolaan di bidang nonakademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan organisasi; keuangan; kemahasiswaan; ketenagaan; dan sarana prasarana,” urai Ketua Tim

Penyerahan simbolik draf proposal dari Ketua Tim Penyusun kepada Wakil Rektor IV Revitalisasi Sistem Informasi dan Teknologi Informasi pada Pusat TIK UM 2012-2014 tersebut. Berdasarkan Pasal 65 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2012, PTN Badan Hukum memiliki kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah, tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri, unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi, serta hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel. Selain itu PTN Badan Hukum juga memiliki wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan, mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi, dan wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, serta menutup program studi. Hal tersebut yang membuat UM semakin yakin dalam memilih status sebagai PTN Badan Hukum. “Betul, untuk mempercepat laju pengembangan, PTN memerlukan otonomi akademik dan otonomi nonakademik karena pengelolaan memiliki fleksibilitas dan fisibilitas yang tinggi, yang ‘sarana wajib’-nya adalah status sebagai PTN Badan Hukum,” papar dosen kelahiran 1959 tersebut. Perlu diketahui, PTN Badan Hukum tetap memperoleh hak-hak dari negara sebagaimana yang diperoleh PTN satker asli dan PTN PK-BLU. Kelebihannya terletak pada otonomi yang lebih luas dalam bidang akademik dan nonakademik. Alasan adanya otonomi yang lebih luas baik bidang akademik maupun bidang nonakademik itulah yang menjadi pertimbangan UM

untuk menyusun proposal perubahan dari PTN PK-BLU menjadi PTN Badan Hukum. Apa yang Baru Pasca Perubahan UM? Jika UM nanti telah menjadi PTN Badan Hukum, dalam Peraturan Pemerintah tentang Statuta UM sebagai PTN Badan Hukum hanya disebutkan tiga organ, yakni Majelis Wali Amanat (MWA), rektor, dan Senat Akademik (SA). MWA berlaku sebagai organ tertinggi di UM, rektor sebagai pemimpin UM, serta SA yang berfungsi menetapkan kebijakan akademik kampus. ”Keleluasaan organisasi UM itu sangat fleksibel, diatur oleh rektor tidak harus meminta persetujuan Kemenristekdikti. Jadi pengelolaan UM hanya cukup dengan SK Rektor, misalkan pemberian nama fakultas, pemberian nama lembaga, bisnis, termasuk membuka dan menutup program studi baru,” terang Prof. Dr. Supriyono, M.Pd., salah satu anggota tim penyusun proposal saat ditemui di Gedung Kuliah Bersama FIP, Jumat (24/03). “Nomenklatur, jumlah, tugas dan wewenang unsur di bawah rektor cukup diatur dengan Peraturan Rektor, misalnya tentang berapa jumlah dan nama unsur wakil rektor, fakultas, jurusan, dan program studi,” ungkap Dawud menguatkan. Hal tersebut tentunya dapat dibandingkan efektivitas dan efisienitasnya dengan UM saat ini yang masih menyandang status sebagai PTN PK-BLU. Untuk membuka program studi saja, UM harus mengusulkan ke Kemenristekdikti. Demikian juga untuk membuka fakultas

Tahun 39 Maret-April 2017|

7


Laporan Utama baru, jurusan baru, dan unsur yang lainnya. “Bahkan untuk membuka unsur tertentu harus mendapat persetujuan Menteri PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, red),” imbuhnya. Layakkah UM menjadi PTN Badan Hukum?

Menepis Isu Komersialisasi dan Privatisasi Pendidikan Beberapa tahun belakangan, diskursus perihal PTN Badan Hukum sedang mengemuka di kalangan masyarakat, utamanya mahasiswa, aktivis, praktisi pendidikan, dan pengamat. Meningkatnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan yang dapat dikatakan telah menjadi kebutuhan primer manusia, menjadikan rencana perubahan status

Foto: Arvendo

Ditanya apakah UM layak menjadi PTN Badan Hukum, Dawud lantas merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 88 Tahun 2014 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. “Disebutkan bahwa prakarsa untuk mengubah PTN menjadi PTN Badan Hukum berasal dari menteri, dengan permintaan menteri tersebut berarti UM dipandang layak menjadi PTN Badan Hukum," terang dosen yang menempuh seluruh jenjang pendidikan tingginya di IKIP Malang ini. Hal ini pun selaras dengan penjelasan Supriyono, “Melihat peluang PTN Badan Hukum lebih leluasa, UM berusaha memenuhi mandat menteri tersebut melalui pengusulan proposal”. Prakarsa menteri tersebut disampaikan ke PTN. Jika setuju, pimpinan menyusun usulan perubahan menjadi PTN Badan Hukum, yang dilengkapi dengan dokumen Evaluasi Diri, Rencana Pengembangan Jangka Panjang, Rancangan Statuta, serta Rencana Peralihan dan Rencana Pengembangan Jangka Menengah. Dalam pengerjaan empat dokumen yang membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan tersebut, tim yang diketuai Dawud telah menyiapkan bahan awal untuk dibahas

oleh pimpinan UM. “Setelah itu, bahanbahan secara bertahap dikomunikasikan untuk memperoleh pertimbangan dan masukan kepada pemangku kepentingan, antara lain Senat UM, tenaga kependidikan UM, mahasiswa, dan alumni,” tutur Dawud. Hal ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi seluruh warga universitas dan memperoleh perencanaan yang matang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan pengembangan universitas. “Dokumen tersebut telah selesai dikemas dan cetak, akhir Maret ini dokumen draf proposal sudah selesai,” ujar dosen asli Tulungagung ini. Disinggung mengenai kesulitan yang dihadapi tim saat menyusun keempat dokumen tersebut, Supriyono lantas menjawab bahwa tim tidak mengalami kesulitan. “Yang ada itu tantangantantangan seperti mengumpulkan portofolio UM, menganalisis SWOT, menyusun Rencana Pengembangan Jangka Menengah (RPJM) serta Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP),” papar guru besar Pendidikan Luar Sekolah tersebut.

Prof. Dr. Dawud, M.Pd. menjelaskan tentang fleksibilitas PTN Badan Hukum

8 | Komunikasi Edisi 309

UM dan PTN lain menjadi PTN Badan Hukum dimaknai sebagai sebuah isu sensitif. Pemerintah dianggap lepas tangan dalam mengontrol pendidikan yang merupakan tanggung jawab negara dalam mencerdaskan bangsa. Padahal, PTN Badan Hukum tetap memposisikan pemerintah dalam melakukan fungsi pendanaan, pengawasan, serta menjadi fasilitator terhadap perguruan tinggi. Menanggapi reaksi beberapa pihak yang mengkhawatirkan bahwa arah dari perubahan UM menjadi PTN Badan Hukum akan bermuara pada privatisasi pendidikan, Dawud menegaskan bahwa PTN Badan Hukum adalah perguruan tinggi milik negara, bukan perguruan tinggi swasta, bukan milik yayasan, juga bukan milik perseorangan. “Perlu diingat, kata kuncinya adalah tetap perguruan tinggi negeri,” tegas pria yang pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Sastra ini. “Menurut ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2012, Pemerintah memberikan penugasan kepada PTN Badan Hukum untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat,” imbuh dosen yang juga pernah menjadi Ketua Tim Penyusun Organisasi dan Tatakerja UM dan Statuta UM saat peralihan menjadi PTN PK-BLU 2008 silam ini. “Isu privatisasi dan komersialisasi pada PTN Badan Hukum dapat dibantah dan dipatahkan dari sisi perbandingan SPP/ UKT mahasiswa PTN Satker asli, PTN PKBLU, dan PTN Badan Hukum,” tambahnya. Berdasarkan data yang ada, lanjut Dawud, sampai dengan saat ini tidak ada korelasi positif dan signifikan antara besaran biaya SPP/UKT dengan status PTN Badan Hukum. Selain dari biaya pendidikan atau UKT mahasiswa, pendanaan UM nantinya berasal dari APBN dan anggaran nonAPBN. “Pendanaan yang bersumber dari non-APBN dapat berasal dari masyarakat, pengelolaan dana abadi, usaha, kerja sama, pengelolaan aset, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), pinjaman, dan sumber lain yang sah,” jelasnya. Selain menguntungkan bagi UM secara keseluruhan, perubahan status menjadi PTN Badan Hukum justru juga menguntungkan bagi mahasiswa, karena tujuan pokok perubahan menjadi PTN Badan Hukum adalah peningkatan kualitas akademik dan nonakademik. “Dengan peningkatan tersebut, salah satunya, akan memberikan keuntungan kepada mahasiswa dalam bidang peningkatan mutu pembelajarannya, misalnya, fasilitas yang memadai, kelenturan organ UM dalam


dok. Perencanaan

regulasi seluruh kegiatan pengelolaan dalam tanggung jawab rektor berbentuk Peraturan Rektor harus segera diwujudkan saat pemberlakukan perubahan menjadi PTN Badan Hukum,” terang Dawud. Memang, pada saat UM telah memasuki masa transisi, semua pihak harus siap berbenah. Sebagai contoh terdapat peraturan rektor tentang dibentuknya unit kerja baru atau pembukaan program studi baru, tentunya diperlukan komitmen dan semangat yang tinggi dari segenap sivitas akademika untuk menyukseskan perubahan yang terjadi. Dukungan Sivitas Akademika Suasana rapat pembahasan draf proposal PTN Badan Hukum UM

menyesuaikan dengan kebutuhan terkini, tanpa membebani keuangan mahasiswa,” papar dosen yang mulai bertugas sejak 1985 ini. Pendanaan UM, ungkap Supriyono, menjadi tantangan bagi pimpinan untuk sekreatif mungkin mencari sumber dana non-APBN. “Sejauh ini sudah ada pemanfaatan aset oleh Pusat Bisnis, ke depan bisa lebih berkembang, misalnya dari unit-unit usaha yang dimiliki program studi,” terang dosen kelahiran Kota Patria ini. Supriyono mencontohkan misalnya di program studi bahasa, mereka dapat membuka jasa penerjemahan secara profesional, begitu juga di program studi atau jurusan yang lain. Kekhawatiran yang Lain Tak hanya kekhawatiran tentang isu privatisasi dan komersialisasi pendidikan yang mengarah pada isu melonjaknya UKT, kekhawatiran tentang terlalu luasnya otonomi yang mengakibatkan lemahnya kontrol akademik dan nonakademik juga diperbincangkan oleh masyarakat. Munculnya kekhawatiran itu wajar, mengingat masih ada sebagian sivitas akademika maupun masyarakat yang belum memahami esensi otonomi kampus dalam PTN Badan Hukum. Meluruskan hal tersebut, Dawud mengatakan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan akan ditetapkan dengan standar yang sangat ketat. “Sebagai contoh, pengusulan pembukaan program studi dapat dilakukan dari bawah atau dari atas. Usulan dari bawah dimulai dari program studi, dibahas di kelompok keahlian, dibahas di fakultas dan senat fakultas, dibahas di rektorat, dibahas

di senat akademik universitas (dalam tim, komisi, dan pleno),” rinci Dawud. Berdasarkan pengalaman di sejumlah PTN Badan Hukum yang sudah berjalan, pembukaan program studi ada yang memerlukan waktu enam bulan hingga empat tahun, bergantung pada kualtitas usulannya. Pembukaan program studi tersebut, lanjut Dawud, memang hanya melalui keputusan rektor. “Akan tetapi, kontrol dan penjaminan mutu penyelenggaraan program studi tetap berada pada lembaga akreditasi sesuai dengan amanat undang-undang, baik Badan Akreditasi Nasional maupun Lembaga Akreditasi Mandiri,” ujarnya menguatkan. Kekhawatiran lain adalah bagaimana income generating di UM mampu membiayai segala kebutuhan universitas. “Selain mendapat dana dari APBN, maka kampus yang telah berstatus PTN Badan Hukum harus bisa mandiri dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan internal,” papar Supriyono menambahkan. Ketika sudah berstatus PTN Badan Hukum, UM memang dapat membentuk dan mengoperasikan unit-unit usaha dengan pendapatan potensial. Penerimaan dari unit-unit usaha ini di antaranya guna menjamin bahwa sumbangan pendidikan mahasiswa atau UKT bukan satu-satunya tumpuan pembiayaan operasional akademik maupun nonakademik kampus. Tahapan Paling Krusial Menurut Dawud, tahapan yang paling krusial adalah tahap transisi dari pengelolaan PTN PK-BLU menjadi PTN Badan Hukum. Dalam draf proposal disebutkan bahwa masa transisi selama dua tahun. “Pada masa transisi itu,

Rencana perubahan UM menjadi PTN Badan Hukum mendapat berbagai respon dan harapan dari sivitas akademika kampus pendidikan. Aulia El Razzaq misalnya, yang setuju terhadap perubahan UM menjadi PTN Badan Hukum. “UM bisa lebih berkembang melalui otonomi yang didapat, sehingga bisa lebih membesarkan namanya,” ujar mahasiswa Sastra Indonesia tersebut. Namun, salah seorang mahasiswi Jurusan Akuntansi, Melly sempat mengkhawatirkan juga tentang kenaikan UKT yang terjadi setelah ditetapkannya status PTN Badan Hukum bagi UM, tetapi ia tetap mendukung rencana perubahan tersebut. “Lebih baik memang UM menjadi PTN Badan Hukum sih, karena UM bisa mandiri dan pengadaan fasilitas bisa dilakukan oleh UM sendiri,” tutup mahasiswi yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Akademik BEM Fakultas Ekonomi tersebut. Mulyawati, staf Bagian Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) menambahkan bahwa menuju PTN Badan Hukum dari segi sistem sekarang lebih mudah diakses. "Ke depannya saya berharap pelayanan dan kesejahteraan lebih bagus, baik untuk dosen, tenaga pendidik, dan mahasiswa." Begitu pula dengan Neni Wahyuningtyas, M.Pd. yang berharap bahwa adanya perubahan status UM ke PTN Badan Hukum nantinya akan memberikan kemudahan bagi mahasiswa dalam penggunaan fasilitas kampus. "Saya berharap semoga kebijakan-kebijakan yang baru lebih pro bagi dosen, tenaga pendidik, maupun mahasiswa," ujar Neni. Dosen Prodi Pendidikan IPS tersebut juga menambahkan bahwa dengan berubahnya statuta UM menjadi PTN Badan Hukum program-program seperti Bidikmisi diharapkan lebih tepat sasaran. Maulani/Arvendo.

Tahun 39 Maret-April 2017|

9


Up Opini To Date

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

BELAJAR ALA GAMERS Oleh Dio Lingga Purwadani

Siapa sih yang tidak mengenal game? Game telah menjamur di kalangan anak-anak hingga dewasa. Menjamurnya game tersebut tak lain halnya disebabkan pertumbuhan industri teknologi yang masuk ke Indonesia.

10 | Komunikasi Edisi 309

D

ahulu, game yang hanya bisa dimainkan oleh dua orang, kini bisa dimainkan oleh puluhan orang secara bersamaan berkat teknologi, terutama internet. Perkembangan gadget juga berdampak pada menjamurnya game, karena saat ini game tidak hanya dimainkan pada PC/ laptop, tetapi juga pada gadget/mobile. Andi Suryanto selaku Ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI) memaparkan data terbaru yang berhasil dihimpunnya. Data

riset menunjukkan perbandingan antara mobile game dengan PC game, mobile game menguasai sekitar 52% pasar game di Indonesia. Rata-rata usia gamers antara 2 tahun sampai 44 tahun, anak-anak usia sekolah (6-17 tahun) cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain game dari pada kegiatan lainnya. Mereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam per hari, bahkan lebih untuk bermain game mobile. Saat ini harga smartphone yang beredar di pasaran tergolong


Opini

sangat murah, sehingga banyak anakanak yang sudah memiliki smartphone. Kecenderungan anak-anak sekarang lebih betah untuk berdiam diri di dalam rumah dengan bermain game daripada harus bermain ke luar rumah bersama temantemannya. Bisa dikatakan anak-anak sekarang sudah kecanduan untuk bermain game. Kecanduan game yang dialami oleh anakanak pada usia sekolah berdampak pada beberapa hal seperti interaksi, kesehatan, dan pendidikan. Dalam hal interaksi,

kecenderungan gamers akan susah untuk berkomunikasi maupun berinteraksi di lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan gamers lebih memilih menghabiskan banyak waktunya untuk berdiam diri bermain game dengan gadget maupun PC, sehingga porsi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar sangatlah kurang. Dari segi kesehatan akan berdampak pada kesehatannya, terutama mata yang terus menerus menatap layar gadget/PC yang terlampau dekat. Selain kesehatan mata, perkembangan psikomotor juga akan terhambat karena kurangnya gerak. Kurangnya sosial dan pengaruh kesehatan akan berdampak pada proses pendidikannya pula. Pendidikan pun juga merasakan dampak dari kecanduan game tersebut. Pecandu game cenderung akan malas belajar, karena mereka beranggapan bermain game lebih menyenangkan dari pada belajar. Akibatnya, banyak problematika ketika mereka belajar di sekolah. Mereka mudah bosan ketika kegiatan belajar di sekolah berlangsung dan tak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar. Banyak pula siswa mencuri-curi waktu bermain game dengan gadget yang dimilikinya, padahal pembelajaran sedang berlangsung. Akhirnya beberapa sekolah menerbitkan peraturan tidak dibolehkan membawa gadget/handphone ke sekolah. Belajar memang tak semenarik seperti bermain game yang bisa membuat seseorang hingga lupa waktu. Hal tersebut karena dalam belajar tidak menciptakan emosi-emosi seperti saat bermain game. Menurut penelitian Lee dan Hammer (2011), game dapat memberikan 3 (tiga) keuntungan psikologi, yaitu kognitif, emosional, dan sosial sehingga dapat meningkatkan motivasi pemain dalam mempelajari suatu game. Seharusnya seorang pengajar dalam pengajarannya dapat menciptakan emosi-emosi seperti saat bermain game, pastilah semua siswa akan termotivasi untuk belajar, bisa jadi mereka akan belajar hingga lupa waktu. Kekuatan yang ada di game tersebut dapat diadopsi dalam kegiatan pembelajaran. Hingga menjadikan belajar semenarik bermain game, hal tersebut biasanya disebut dengan gamifikasi. Gamifikasi merupakan sebuah proses yang mengubah non-game konteks (seperti belajar dan mengajar) menjadi jauh lebih menarik dengan mengintegrasikan game thinking, game design, dan game mechanics. Pengintegrasian tersebut dapat dilakukan dalam pembelajaran tatap muka maupun

pembelajaran menggunakan teknologi, seperti e-learning. Dalam pembelajaran tatap muka, seorang pengajar dapat menerapkan dengan cara membagi materi pembelajaran sesuai tingkat kesulitan dan membuat suatu masalah yang harus dipecahkan di setiap tingkatnya. Seolah-olah ketika siswa belajar mereka merasa tertantang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dan mendapatkan sebuah penghargaan atau poin dari seorang guru. Akhirnya pebelajar bisa melanjutkan ke tingkatan/ level berikutnya. Pembatasan waktu juga diberikan pada kegiatannya supaya sesama pembelajaran merasa harus saling bersaing untuk memecahkan masalah dalam tingkatan tersebut. Poin yang didapatkan siswa di setiap tingkatannya dapat diakumulasikan setelah menyelesaikan semua level. Jumlah poin yang didapatkan dapat ditukarkan dengan reward yang disediakan oleh pengajar. Dalam hal tersebut, seorang pengajar diharapkan mampu membawa suasana ke dalam dunia game. Kegiatan pembelajaran tidak hanya dilakukan dengan tatap muka, pembelajaran secara online pun dapat menerapkan gamifikasi. Penerapannya pun hampir sama seperti pembelajaran tatap muka. Pembelajaran online biasanya disebut dengan e-learning, dalam e-learning tersebut materi juga dapat dipilah menjadi beberapa level sesuai dengan tingkat kesulitan. Dengan menggunakan e-learning, pembagian level ini malah lebih mudah dengan tidak memberikan hak akses kepada pebelajar sebelum pebelajar tersebut menyelesaikan level sebelumnya. Selain itu mekanik game yang diterapkan seperti level, earnings badge, sistem point, score dan time challenge. Gamifikasi yang telah diterapkan dalam bidang pendidikan tersebut sudah banyak diterapkan pada pendidikan di daerah barat, tetapi belum banyak diterapkan di Indonesia. Dengan konsep kompetisi demi mengejar poin untuk mendapatkan achievement/ reward akan menjadikan suasana belajar yang kompetitif dan lebih menyenangkan. Emosi-emosi saat bermain game dimunculkan dalam pembelajaran dengan menggunakan gamifikasi, tentunya belajar akan memunculkan Kreativitas, kepuasan, kagum, heran, gembira, penasaran, bangga, terkejut, lega, dan santai. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pembelajaran dan Juara III Opini Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2016

Tahun 39 Maret-April 2017|

11


Seputar Up To Date Kampus

Valiant Jadi Primadona Debat Bahasa Inggris

U

Perlombaan ini menggunakan Asian Parliamentary System. Artinya, setiap tim debat beranggotakan tiga orang dan dalam proses debat diperkenankan untuk memberikan sanggahan. Salah satu penampilan yang mendapatkan pujian dari dewan juri yaitu saat Universitas Negeri Malang menghadapi Universitas Brawijaya di babak semi final. “Tim UM memiliki argumen yang solid dan rapi,� tutur salah satu juri dalam lomba debat ini. Tentunya ada yang menarik dalam perlombaan ini. Disebabkan lomba diadakan di lingkungan semi militer, semua peserta diwajibkan mengikuti perintah dan instruksi dari setiap panitia. Misalnya saja, peserta debat membuat sebuah peleton untuk berjalan mulai dari penginapan yang disediakan hingga ke gedung lomba dilaksanakan. Selain itu, setiap peserta mendapatkan kesempatan untuk mengenal peserta lain karena panitia menyediakan penginapan dengan membagi setiap kamar tidak berdasarkan asal universitas masing-masing, tetapi setiap kamar terdiri atas universitas yang berbeda. Tentunya hal ini menjadi hal yang menarik karena setiap peserta harus berbagi kamar dengan lawan kompetisinya. Namun demikian, setiap peserta tetap dapat melaksanakan kompetisi dengan fair. Tim Valiant mendapatkan kursi khusus pada malam puncak pelaksanaan Lomba Debat Bahasa Inggris Tingkat Nasional Dalam lomba ini, diumumkan juga bahwa Universitas Telkom meraih juara satu dan Universitas Diponegoro, Semarang, mendapatkan juara tiga. Selain itu, pihak kampus telah maksimal memberikan dukungan dan fasilitas hingga tim Valiant medapatkan posisi First Runner Up.Mada

dok. Panitia

niversitas Negeri Malang menjadi primadona dalam Lomba Debat Bahasa Inggris Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) lantaran tim debat bahasa Inggris UM, Valiant, meraih First Runner Up dalam ajang bergengsi tersebut. Lomba ini diselenggarakan selama tiga hari (06-08/03) di kampus IPDN, Jatinangor, Bandung, Jawa Barat. Perlombaan diikuti oleh berbagai universitas di Indonesia, antara lain Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjajaran Bandung (Unpad), Universitas Brawijaya (UB), dan universitas negeri maupun swasta yang lain. Kompetisi ini memiliki beberapa tahapan, yaitu babak penyisihan yang terdiri atas tiga kali tanding, babak quarter final, semi final, dan grand final. Perlombaan yang cukup ketat ini akhirnya dapat dimenangkan oleh tim Valiant yang beranggotakan Eka Nurcahyaning (Sastra Inggris) sebagai pembicara pertama, Nur Lailiyah Cintya D. (Teknik Elektro) sebagai pembicara kedua, dan Akbar Rahmada Maulana (Sastra Inggris) sebagai pembicara ketiga. Perlombaan ini sangat kompetitif karena diikuti oleh berbagai unversitas negeri favorit. Mereka telah berlatih secara maksimal untuk menyiapkan lomba yang dinaungi oleh Kementerian Dalam Negeri ini. Dewan juri merupakan debaters dari Unpad, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pertanian Bandung (IPB) yang pernah menjadi juara nasional dan internasional. Pada babak penyisihan, mosi yang dipertandingkan merupakan isuisu politik di Indonesia, sedangkan pada babak quarter final, juri memberikan mosi tentang diplomasi dan isu-isu internasional, seperti kasus menguatnya kekuatan politik di Amerika Serikat.

Valiant raih First Runner Up di ajang bergengsi

12 | Komunikasi Edisi 309


dok. Panitia

Seputar Kampus

adu kreatif, Not Only Basketball

I

stimewanya, pada "Not Only Basketball" ke-2 ini, Fakultas Pendidikan Psikologi mengundang tim basket dari Fakultas Psikologi Universitas Brawijaya (UB) dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Tahun ini, ada peningkatan dibandingkan dari tahun lalu. Tahun lalu, penyelenggara hanya mengundang beberapa fakultas untuk mengikuti acara ini. Pertandingan berlangsung tanggal 28 Februari sampai tanggal 9 Maret. Puncak acara grand final (09/03) berlangsung sangat meriah. Diikuti tim putri dari Fakultas Ilmu Keolahrgaan (FIK) dan FPPsi, sedangkan tim putra diikuti oleh Fakultas Teknik (FT) dan Fakultas Sastra (FS). Pukul 16.00 WIB, supporter bergegas datang ke acara ini untuk mendukung tim kesayangan mereka, tribun GKB perlahanlahan dipenuhi oleh supporter, sedangkan para pemain sibuk mempersiapkan diri untuk meraih juara 1 pada ajang basket kali ini. Pukul 17.00 WIB, acara dimulai dengan penyanyian Indonesia Raya dengan khidmat oleh supporter, pemain, dan beberapa panitia. Setelah penyanyian

Buah dari kerja keras tim FIK

Dalam rangka event tahunan "Not Only Basketball" yang dilaksanakan di Gedung Kuliah Bersama (GKB) UM, Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi) mengadakan pertandingan bola basket antar fakultas se-UM.

lagu ini, acara yang ditunggu-tunggu pun dimulai. Sebelum pertandingan yang dilaksanakan empat babak ini dimulai, tim putri FIK dan FPPsi saling berjabat tangan sebelum pertandingan basket dilaksanakan. Tim putri FIK yang mengenakan seragam biru dan FPPsi yang mengenakan seragam putih saling menunjukkan kesportifannya. Para supporter berteriak-teriak tiada henti untuk menyemangati tim kesayangannya. Meskipun bebas berteriak, panitia tetap menjaga ketat pelaksanaan pertandingan ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Teriakan mereka mampu menggembleng semangat pemain. Perlahan demi perlahan, bola basket masuk ke dalam keranjang. Tim dari FIK banyak yang mengalami cidera saat di lapangan, tetapi ini tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk memperebutkan juara 1. Hingga akhirnya, juara 1 tim putri direbut oleh FIK, walaupun dengan selisih skor yang sangat tipis. Senyuman tampak terlihat di wajah para pemain dan supporter. Kerja keras dan latihan yang dilakukan oleh para pemain serta suara teriakan supporter yang tiada

henti mampu membuahkan hasil yang baik. FPPsi pun tak kalah bahagia dengan juara 2 yang diraihnya. Tim putra pun tak mau kalah dengan skor yang dicetak oleh tim putri. Namun sebelum pertandingan tim putra dimulai, ada dua tim yang bertanding, yakni tim Sparta dan tim Gostreem. Senyuman dan semangat yang besar terlihat di wajah para pemain ini untuk memberikan semangat pada tim selanjutnya yang akan bertanding. Tim putra yang beradu di grand final kali ini bertanding dengan sportif. Kreativitas supporter dari FS menambah semangat pemain dengan membawa banner yang bertuliskan “MBOIS”. Supporter FT pun tak mau kalah. Mereka juga memasang banner “TECHNO”. Perlahan demi perlahan bola basket saling dilempar. Hingga akhirnya, juara 1 disabet oleh FT dan juara 2 disandang oleh FS. “Alhamdulillah, sampai di final ini semuanya berjalan dengan baik, walaupun sebelumnya banyak hambatan yang terjadi, seperti permohonan izin tempat. Namun kami dari panitia selalu mengusahakan yang terbaik,” ujar Muhammad Saiful Pradana, selaku Koordinator Keamanan.Cintya

Tahun 39 Maret-April 2017|

13


dok. Panitia

Seputar Kampus

Diskusi Isu Terkini dalam Debat Bahasa Inggris Mahasiswa HKn yang meraih juara debat bahasa Inggris

M

emasuki pasar bebas sekarang ini, keterampilan bahasa asing perlu ditingkatkan. Berawal dari hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewargenegaraan Fakultas Ilmu Sosial (HMJ HKn FIS) Universitas Negeri Malang (UM) memiliki progam kerja baru. English Dialogue Competition, suatu diskusi yang membahas tentang kewarganegaraan yang dikemas dalam debat bahasa Inggris. Acara debat dilaksanakan pada Selasa (22/03) bertempat di UPT Pusat Pengkajian Pancasila. Dimulai pukul 07.00 WIB, debat diikuti oleh mahasiswa HKn angkatan 2015 dan 2016. Per offering mengirim satu tim yang terdiri atas tiga orang. Latar belakang diselenggarakan acara tersebut adalah permintaan dari pihak Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. ”Apalagi tentang pemberitaan saat ini, macammacam berita mengenai pemerintahan, hukum, dan politik itu sudah terangkum dalam jurusan kami, tapi bagaimana itu bisa dimunculkan dalam sebuah diskusi,” ulas Vidia Maghfiroh Fadhilah, Ketua Pelaksana. Kegiatan ini bertemakan “The Actual Issues of Citizenship”. Tema berawal dari isu-isu berita yang aktual di Indonesia agar dapat diambil solusi dalam menanggapi isu-isu tersebut. Mahasiswa HKn diharapkan mampu untuk lebih kritis dalam menanggapi permasalahan yang ada di Indonesia saat ini. Subtema yang diambil dalam debat diantaranya: Politik, Hukum, Pendidikan, Moral, Sosial Budaya, Ekonomi, dan Teknologi. “Tujuan dari debat bahasa Inggris ini merupakan salah satu cara untuk mempererat tali silaturahmi antara mahasiswa, serta bisa melatih potensi-potensi mahasiswa Jurusan Hukum dan

14 | Komunikasi Edisi 309

Kewarganegaraan,” pungkas Siti Ma’rifah, sie Acara. Juri dalam debat tersebut adalah Rani Prita Brabawangi dari dosen HKn, Syamsul Bachri dari dosen Geografi, I Dewa Putu Eskasasnanda dari dosen Pendidikan IPS, dan Enggar Wulansari dari mahasiswa Sastra Inggris. Acara berjalan dengan lancar dan peserta saling menyanggah satu sama lain sampai pada akhirnya diumumkan Juara 1 Best Team yang jatuh pada tim offering D angkatan 2016. Peraih juara tersebut adalah Arum Puji Utami, Roudhotul Elvira Hanum, dan Denny Ahmad Bayu Aji. Suatu kebanggaan tersendiri bisa meraih juara 1, apalagi mereka masih mahasiswa baru. Best Team merupakan juara terbaik yang dilihat dari kepercayaan diri tim, kelancaran berbicara, data-data yang mendukung fakta, menyanggah dan menjawab sanggahan dari tim lain. Selain itu, tim harus pandai memanfaatkan waktu yang ada dengan mengungkapkan pendapat sebanyakbanyaknya. ”Saya kaget, soalnya lomba tersebut persiapannya sangat mendadak dan saya mengira tim saya tidak mungkin menang. Namun kami tetap semangat dan selalu optimis tim saya akan memenangkan juara tersebut dan alhamdulillah tim saya menang, saya sangat senang dan bersyukur,” ujar Arum Puji Utami. Tidak berhenti di Best Team, ada juga Best Speaker yang diraih oleh Era Dwika Anggraini, Haikal Rehadiva Reisa, dan Siti Nafi’atul Mukhayaro. Juara yang mereka peroleh tersebut tidak lain adalah dari kerja keras mereka sendiri yang sebelumnya sudah menyiapkan secara matang. ”Jangan minder dan tetap percaya diri dengan apa yang kita punya serta kemampuan yang kita miliki dan kita harus percaya diri dengan apa yang kita katakan itu adalah benar, bukan bohongan,” pesan Era Dwika Anggraini.Dessy


Seputar Kampus

RAT KOPMA, TANAM JIWA WIRAUSAHA

D

koperasi selama satu tahun kepada para anggota koperasi yang bersangkutan. RAT juga mampu menumbuhkan rasa kekeluargaan antaranggota dan pengurus di dalam koperasi. Berdasarkan tujuan yang dipaparkan oleh Rani, rapat anggota memutuskan beberapa hal, yaitu pengubahan AD-ART, pembentukan pengurus dan pengawas, dilanjutkan dengan pengesahan laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengawas lalu pengesahan Rencana KerjaRencana Anggaran Pendapatan Belanja Koperasi (RK-RAPBK). Anggota bersamasama memantau perencanaan untuk koperasi ke depannya serta menyamakan visi misi. RAT kali ini dihadiri sekitar 150 orang, diantaranya anggota, pengurus, pengawas, Dinas Koperasi, dan Kopma dari universitas lain. RAT yang dimulai pukul 07.00 WIB ini berlangsung selama satu hari dengan berbagai kegiatan yang mampu menambah wawasan anggota mengenai koperasi. “LPJ (Laporan Pertanggungjawaban, red.) mempunyai porsi yg paling panjang karena kita menyampaikan kinerja kita selama satu tahun dan di sana anggota mengkritisi

kenapa kok bisa seperti ini, kenapa omsetnya menurun, kenapa kinerja pengurus seperti ini, dan lain sebagainya,” ungkap Rani. Tidak lupa kegiatan yang paling ditunggu ialah pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU). Syarat untuk mengikuti RAT ini pun cukup mudah. Bagi anggota Kopma, konfirmasi kedatangan dan membawa Kartu Tanda Anggota serta buku saku ketika datang. Kegiatan lain yang tidak kalah menarik adalah debat calon ketua umum untuk menentukan yang terbaik sebagai pemimpin baru Kopma UM. Terdapat tiga kandidat calon ketua umum dan yang terpilih menjadi ketua umum untuk periode selanjutnya adalah Rani Dwi Sartika Sari, mahasiswi Jurusan Manajemen 2014. Wanita berhijab yang mempunyai senyum manis ini sudah masuk dunia koperasi sejak SMK. “Di internal yang paling saya harapkan itu anggota secara keseluruhan memahami esensi dari dia menjadi kader koperasi. Di eksternalnya, lebih ke eksistensi Kopma bisa menjadi rujukan se-nasional, karena di Jambore Koperasi Nasional kemarin kita mendapatkan beberapa juara tapi memang belum rezekinya jadi juara umum. Jadi karena SDM yang bagus Kopma UM mampu menjadi Kopma rujukan se-Indonesia, ”ungkapnya.Rosa

Foto: Rosa

i era sekarang ini banyak mahasiswa yang bekerja sambil kuliah. Mahasiswa tidak hanya belajar, tetapi juga berwirausaha. Hal tersebut dapat disukseskan dengan adanya wadah yang mampu menaungi hobi berwirausaha. Koperasi Mahasiswa (Kopma) adalah salah satu wadah yang ada di UM untuk menaungi mahasiswa yang mempunyai hobi berwirausaha. Salah satu kegiatan dalam koperasi yang mampu mempererat kekeluargaan antaranggota yaitu Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT yang diadakan di Aula Perpustakaan UM (04/03) merupakan rapat rutin yang diselenggarakan minimal satu tahun sekali. “Rapat anggota itu merupakan keputusan tertinggi yang ada di kelembagaan koperasi. Jadi rapat anggota tahunan penting karena koperasi sekunder seperti kopma ini pelaksanaan rapat anggota tahunan maksimal dilaksanakan tiga bulan pasca tahun tutup buku," ujar Ketua Umum Kopma UM, Rani Dwi Sartika Sari. RAT ke-29 ini merupakan agenda wajib di dalam kepengurusan koperasi, karena di dalam RAT terdapat agenda pertanggungjawaban pengurus

Proses LPJ dalam RAT Koperasi di Aula Perpustakaan

Tahun 39 Maret-April 2017|

15


Seputar Kampus

Foto: Amey

BAWA "BEKISAR MERAH" KE PENTAS BERKELAS

Aksi Teater Pelangi membawakan lakon "Bekisar Merah"

N

ovel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari menginspirasi para pemain seni Teater Pelangi. Mereka berupaya untuk menuangkan cerita dalam novel menjadi sebuah drama yang berkelas. Teater Pelangi yang berada di bawah naungan HMJ Sastra Indonesia UM ini mempersembahkan pentas produksi yang ke-23 bertajuk “Bekisar Merah, Enigma Cinta Lasi” dalam dua hari pementasan (08-09/03). Dalam dua hari itu diadakan dua kali pementasan dengan tema dan pemain yang sama. Pementasan yang dimulai pada pukul 19.00 WIB ini sebenarnya diadakan setahun sekali untuk memperingati ulang tahun ke-23 Teater Pelangi yang merupakan teater pertama di UM. "Tapi tahun ini kami mengusung konsep yang berbeda, yaitu diawali dengan adanya Festival Monolog Mahasiswa yang diikuti 22 peserta,” tutur Ekol Pambudi sebagai pemimpin produksi. Konsep panggung yang melingkar sengaja dibuat untuk memudahkan

16 | Komunikasi Edisi 309

penonton melihat dengan jelas pementasan. Seribu tiket terjual selama dua hari. Bahkan banyak pula penonton dari mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Yogyakarta, Solo, dan Pasuruan. Terbukti, kerja keras panitia mempublikasikan acara ini membuahkan hasil yang memuaskan. Sebelum diadakan pementasan produksi, para pemain mengikuti seleksi Festival Teater Mahasiswa Seluruh Indonesia (Festamasio). Dalam seleksi tersebut, Teater Pelangi berhasil mewakili UM dan Jawa Timur untuk lolos ke tingkat nasional di Makassar. Anggaran dana yang dibutuhkan dalam pementasan produksi ini sekitar Rp4 juta yang bersumber dari dana fakultas. Acara yang diadakan di Gedung Sasana Budaya UM ini disutradarai oleh Izzul Mutho’ dan naskahnya ditulis oleh Wildan Jayus T. R. Pementasan dipersiapkan sejak November 2016 dan para pemain diwajibkan untuk berlatih setiap hari. “Sebenarnya susah mengurus mahasiswa yang selalu berbeda pendapat dan

berbeda kesibukan, tapi saya berusaha menempatkan diri saya di posisi mereka untuk lebih mudah memahami karakter setiap pemain yang berstatus mahasiswa tersebut,” tambah Ekol. Novel Bekisar Merah bercerita tentang pasangan suami istri, Lasi dan Darsa. Suatu hari Darsa jatuh dari pohon kelapa kemudian Darsa mengalami impoten. Kemudian ia pijat ke Bunek untuk menyembuhkan penyakitnya. Menurut Bunek, impoten Darsa bisa sembuh apabila ia bercinta, namun bukan dengan istrinya. Maka Bunek menyuruh Darsa bercinta dengan anak Bunek yang perawan tua. Lasi yang kemudian mengetahui hal tersebut marah kepada Darsa dan jadilah malapetaka. Penonton terlihat sangat antusias. Banyak yang menghayati cerita sampai menangis. Ini menandakan pementasan berhasil. “Pementasannya bagus, cuma isinya nggak sama, yang ini lebih singkat. Pendalaman peran cukup bagus. Semoga Teater Pelangi terus maju,” ungkap Ninda, penonton dari Unesa.Amey


dok. Setda Provinsi Jawa Timur

Seputar Kampus

Pakdhe Karwo mengajak mahasiswa untuk lebih produktif

Pakdhe Karwo Ajak Mahasiswa UM Bangun Jatim Provinsi Jawa Timur (Jatim) saat ini terletak pada center of gravity, menuntut warganya dapat menggunakan kesempatan tersebut untuk berkembang menjadi lebih aktif dan produktif.

I

tulah yang menjadi pokok bahasan kuliah umum bertajuk "Strategi Peningkatan Daya Saing Perekonomian Jatim" yang diberikan Gubernur Jatim, Dr. Soekarwo, S.H., M.Hum. pada ratusan mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM), Kamis (16/03). Kuliah umum yang diselenggarakan di Aula Gedung H3 tersebut dibuka oleh Rektor UM, Prof. Dr. Ahmad Rofiuddin, M.Pd. Selain itu, juga hadir Kepala Dinas Pendidikan, Dr. Saiful Rachman, M.M., M.Pd. serta Kepala Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah, Dr. Mas Purnomo Hadi, M.M. “Kita semua beruntung menjadi bagian dari Provinsi Jatim yang merupakan provinsi yang berpengaruh terhadap daerah yang lain (center of gravity). Pertumbuhan ekonomi kita nomor dua nasional setelah DKI Jakarta,” tutur pria kelahiran 16 Juni 1960 ini mengawali pemaparan materi. Namun, gubernur menyayangkan masyarakat yang masih belum bisa mengelola hasil produk ekonominya secara maksimal. Ia memberikan contoh para petani yang masih mengandalkan cara tradisional untuk menjual produknya. “Harusnya jangan jual pisang atau nangka itu secara langsung, tapi jualah keripik pisang atau keripik nangka, sehingga akan meningkat nilai ekonominya serta memberikan kekhasan pada daerah,” kata mantan Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jatim ini. Soekarwo mengemukakan bahwa suatu negara agar bisa menjadi negara maju, laju industri manufaktur harus di atas ratarata pertumbuhan industri yang lain. “Apalagi dengan didukung masyarakat kita yang 60% pengeluarannya dihabiskan dengan hal yang konsumtif, terutama dalam lifestyle, kita akan mudah menjadi pasar negara-negara maju yang produk-produknya luar biasa,” ungkap Soekarwo. Oleh karenanya, gubernur mengharuskan agar para pemangku kebijakan melakukan restrukturisasi kebijakan dalam pembangunan industri.

Ditambahkan gubernur, geliat Penanaman Modal Asing (PMA) di Jatim ternyata masih kalah dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang berarti masyarakat Jatim dapat membangun ekonomi dengan usahanya sendiri, tanpa tergantung pihak asing. “Perlu diketahui, yang membikin Jatim besar bukan PMA. PMA sangat kecil, hanya Rp26 triliun, sedangkan PMDN Rp46 triliun. Tapi investasi nonfasilitas oleh masyarakat malah jauh lebih besar, yaitu Rp82 triliun,” ujar Soekarwo. Pendidikan, ujar Soekarwo, memegang peranan sangat penting dalam pembangunan provinsi. “Kita jangan lagi berpikir tentang link and match apa yang dibutuhkan di dunia kerja, tapi sudah harus mulai berpikir untuk melampaui Asia Tenggara dan memenuhi kebutuhan masa depan,” ujar mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jatim itu. Pendidikan di semua sektor harus semakin ditingkatkan, terutama maritim, pertanian, logam, hingga industri kreatif. “Pendidikan itu tidak sekedar memberikan pencerahan tapi juga mengubah konsep konvensional jadi lebih inovatif,” imbuhnya. Ia juga meyakini UM juga akan mengalami perkembangan seiring prestasi yang dicapai Pemerintah Provinsi Jatim. “Saya pikir UM sangat berpeluang menjaring mahasiswa dari seluruh tanah air, mengingat letak geografis UM yang strategis, serta iklim kehidupan yang relatif kondusif. Hal ini menjadi modal dalam melebarkan sayap UM,” tambah gubernur yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan UM tersebut. Kepada para mahasiswa Pascasarjana UM, lelaki yang akrab disapa Pakdhe Karwo ini berpesan agar dalam risetnya mengambil tema-tema yang memiliki prospek ke depan dalam memajukan Jatim serta mengembangkan potensi diri dengan cara menangkap peluang yang ada di lingkungan sekitar. “Kajian ilmu pengetahuan telah dipelajari di bangku kuliah, tinggal aksi nyatanya yang perlu disalurkan dalam masyarakat,” tutup Pakdhe Karwo. Arvendo

Tahun 39 Maret-April 2017|

17


Foto: Adi

Seputar Kampus

Pemateri Seminar Nasional Festival Pajak

P

SEMARAK FESTIVAL PAJAK SE-JAWA-BALI

ernakah anda mendegar Tax Lovers Community (TLC)? TLC adalah suatu organisasi mahasiswa di bawah naungan Tax Center Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Malang (UM) dan Direktorat Jendral Pajak Kantor Wilayah III Malang. Organisasi ini berdiri pada tanggal 19 November 2014. Sempat vakum beberapa saat disebabkan pergantian pengurus, hal itu tak menyurutkan gelora semangat dan antusias anggota dan pengurus TLC yang baru untuk menghidupan organisasi yang mereka cintai. Hal itu terbukti dari usaha mereka yang telah sukses membuat acara besar, yaitu Festival Pajak se-Jawa Bali. Acara festival ini terdiri atas tiga acara, yaitu poster and video competition, call for paper, dan seminar nasional. Seminar nasional dilaksanakan pada Minggu (04/03) bertempat di Aula D4 FE. Panitia tak tanggung-tanggung dalam menyelenggarakan acara. Hal ini terlihat dari para pemateri seminar yang didatangkan, mulai dari Drs. Ir. Yohanes Hadi Soesilo, S.Th., M.Div.,

18 | Komunikasi Edisi 309

M.E. (dosen FE UM), Muslimin Anwar (Ekonom Bank Indonesia), hingga Drs. Ken Dwijugiasteadi, Ak., Msc. (Dirjen Pajak). Mahasiswa dari berbagai latar belakang, mulai dari vokasi, sarjana, hingga pascasarjana, dan masyarakat umum turut hadir menyemarakkan festival pajak ini, terutama seminar nasional. Mengangkat tema "Mengkaji Keberhasilan Tax Amnesty dalam Mewujudkan Stabilitas Makro Ekonomi di Indonesia", panitia berusaha semaksimal mungkin memberikan pengetahuan ke masyarakat umum, khususnya kepada mahasiswa, tentang proses berjalannya tax amnesty. Turut hadir juga Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi, Sugeng Hadi Utomo, yang sekaligus membuka acara seminar nasional tersebut. “Syukur alhamdulilah acara berjalan dengan lancar dan tak ada kendala yang tak bisa dihadapi. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh rekan-rekan tim yang mau bahu-membahu bekerjasama

hingga acara ini sukses dan tentunya para peserta dan pemateri yang mau menyisihkan waktu demi berjalannya acara ini,” ujar Siti Khoiriah selaku Penanggung Jawab Seminar Nasional. Di kesempatan lain, ia juga menambahkan dan mengharapkan agar acara TLC dari tahun ke tahun semakin besar, semakin seru, dan meriah. Selain itu, tentunya pembahasan tak lepas dari seputar dunia pajak agar bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas. Harapannya lagi, TLC menjadi organisasi yang maju dan memiliki dedikasi tinggi untuk dunia perpajakan. ”Acara yang sangat manarik dan tentunya sangat seru, banyak doorprize yang tak terduga oleh peserta sendiri, pembicara, atau pengisi acara yang berbobot dan berkompeten di bidangnya. Semoga di tahun-tahun berikutnya atau acara acara yang akan datang lebih meriah lagi dan tentunya seru’,’ imbuh Olivia Hayu Pramesti, salah satu peserta seminar.Adi


Profil

Maestro Dibalik

,

Foto: Arvendo

Sang Maskot Kota Malang

Nama Tempat, Tanggal Lahir Alamat

: Papang Jakfar, S.Sn. : Malang, 20 Januari 1987 : Jalan Tirto Rahayu 7/12, Landungsari, Malang

Pendidikan • SDN Landungsari 1 (1993-1999) • SLTPN 13 Malang (1999-2002) • SMKN 4 Malang (2002-2005) • S1 Desain Komunikasi Visual UM (2007-2014)

batasan, pak keter a -t k a p tivitasan ta i Menit ng kekrea a u r n a tk ru idupan tak menyu spirasi keh in r ti u -b r uti nawan memetik b a yang me y r a k a h a h m dalam bua

Tahun 39 Maret-April 2017|

19


Profil Published Works • Vandaria Wars Trading Card Game (Illustratror, Zigma Magazine, 2007) • Vandaria Vhranas Trading Card Game (Illustrator, Zigma Magazine, 2008) • Hore, Aku Berani ke Dokter Gigi (Children Book Illustration, Child Press, 2009) • Helliger Artbook (Illustrator, Helliger Entertainment, 20102011) • Megaman Tribute Artbook (Contributing Artist, Udon Entertainment-Capcom, 2011)

• • • •

Kejora Mungil & Kejora Imut (Cover Illustrator, Dioma Publishing, 2011-2012) Street Fighter 25th Anniversary Tribute Art (Contributing Artist, Capcom,2012) World of Warcraft Tribute (Contributing Artist, Udon Ent. & Blizzard Ent., 2013) Capcom Fighting Tribute Artbook (Contributing Artist, Udon Ent. & Capcom, 2015) Uncia- The Art of Papang Jakfar (Personel Artbook, Pakipero Publishing, 2015)

Desain Komunikasi Visual (DKV) yang seharusnya mempunyai alat-alat untuk menunjang perkuliahannya, saat itu tidak ia miliki. “Untung saja Pak Bos saya baik,” ungkapnya. Sehingga untuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan ia dapat mengerjakannya di warnet. Di semester lima, ia cuti kuliah selama dua semester sebab ada tawaran perkerjaan yang lumayan prestisius.

Dia adalah Papang Jakfar, pemenang Lomba Desain Maskot Kota Malang yang karyanya dikenal dengan "Osi & Ji". Tidak hanya itu, karya-karyanya juga kerap menembus tingkat internasional. Laki-laki yang selalu tersenyum itu menyambut hangat kru Komunikasi di studio miliknya untuk diwawancarai. Berikut wawancara kru Komunikasi dengan Papang Jakfar.

dok. Pribadi

dok. Pribadi

K

eterbatasan tidak menghentikan kreativitasnya. Memilih bekerja di warnet sebelum mengenyam bangku kuliah ia lakoni selama dua tahun. Pada akhirnya, di tahun ketiga setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ia masuk menjadi mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Bekerja di warnet tetap ia lakoni di awal- awal kuliah. Sebagai mahasiswa

Papang menerima penghargaan dari Walikota Malang

Bagaimana awal ide desain Anda sehingga menjadi pemenang lomba maskot Kota Malang? Sebenarnya kalau dibilang ide-idenya seperti apa, banyak sih yang tanya, “Osi Ji ini ide awalnya dari mana sih, Mas?” saya jawabnya malah "Osi Ji "ini sebenarnya nggak berdasarkan terinspirasi apa karena lebih ke memvisualisasikan apa yang sudah ada. Jadi, saya malah bilangnya seperti gambar grafik. Gambar grafik yang sumbernya dari tabel, misalnya kalau di Excel kita tinggal klik-klik jadi gitu kan ya. Nah, "Osi Ji" lebih ke seperti itu. Jadi sebelum pembuatannya, kita diberi gambaran tentang sejarah Kota

20 | Komunikasi Edisi 309

Malang, khasnya Kota Malang itu seperti apa dan sebagainya. Dari situ kita disuruh memvisualisasikan, maka jadilah "Osi Ji" tersebut. Kalau terinspirasi dari mananya ya dari Kota Malang itu sendiri. Bisa Anda jelaskan, apa maksud dari visualisasi Anda tersebut? Visualisasi yang saya pilih ada Malang sebagai kota asri, Malang sebagai kota pendidikan, singa, burung manyar, dan bahasa khas Malang. Malang dikenal sebagai tempat pelesir dalam artian Malang itu udaranya sejuk, kemudian banyak pepohonan. Kita tahu di Malang ini banyak

taman. Dari situ saya memvisualisasikan si Osi ini. Osi ini adalah singa berambut daun. Kenapa daun? Daunnya terinspirasi dari keasrian Kota Malang. Kemudian Osi mempunyai teman yang namanya Ji. Ji ini adalah burung manyar. Si burung manyar ini telah ditetapkan oleh Surat Keputusan (SK) Gubernur nomor 5225/16774/032/1996. Dia ditetapkan menjadi fauna khas Kota Malang. Floranya bunga andong dan faunanya burung manyar ini. Malang juga terkenal sebagai kota pendidikan sehingga disimbolkan dengan dasi. Jadi dasinya ada dua, lebih seperti dasi pramuka, karena kalau dasinya satu di sisi


Profil

Mengapa Anda memilih nama "Osi & Ji"? Bahasa Ngalam kan cukup menjadi ciri khas Kota Malang. Saya sempat kesulitan untuk memvisualisasikannya namun saya akhirnya menemukan kenapa tidak dijadikan saja sebagai namanya. Osi itu dari kata “Iso” yang artinya bisa dan Ji itu dari kata “Siji”. "Osi Ji" itu iso siji, bisa menjadi satu, bisa bersatu atau bisa menjadi nomor satu. “Kenapa tidak singanya saja namanya Ji ? atau burung manyarnya namanya Osi?” sempat muncul juga pertanyaan seperti itu. Kalau itu lebih ke konsep pencapaian saja. Dimana kalau kita ingin mencapai nomor

satu ada prosesnya. Saya efektif bikin sekitar tujuh atau enam hari. Lima atau enam hari saya lebih banyak ke konsep. Kemudian baru ketemu pada hari kesembilan. Jadi dua hari saya ngebut membuat. Setelah Anda menjadi pemenang, apakah visualisasi yang Anda hasilkan muncul kontroversi?

Kota Malang, bukan maskot klub bola. Bagi mereka yang cukup fanatik dengan klub bola, mereka pastinya tidak setuju dong dengan maskot mereka yang berwarna hijau yang mana secara kebetulan warna hijau ini adalah musuh bebuyutan dari klub bola mereka atau yang melihat orang politik warna hijau ini dikaitkan dengan warna partai dari walikota yang menjabat saat ini. Cukup menjadi polemik dalam hal ini. Sebelumnya, apa yang menjadi pertimbangan Anda? Sebelumnya saya sempat membuat beberapa desain, sebelum menjadi warna hijau, warnanya cukup berubahubah. Pertama saya memper timbangk an Arema. Pastinya, ini nantinya mengundang kontroversi. Memang dari awal saya menyadari kalau akan mengundang kontroversi, tapi kemudian saya kembalikan bahwa ini adalah maskot Kota Malang, jadi ketika saya menggunakan referensi dari Kota Malang setidaknya ada yang bisa saya pertanggungjawabkan. Jika misalnya saya memilih warna biru hanya karena saya ingin meredam fans Arema, tapi kemudian keluar dari konsep yang ingin saya masukkan gak bener juga. Bagaimana konsep dari desain Anda secara lebih mendalam? Kalau yang saya jelaskan tadi konsep secara visual, sedangkan ini konsep secara lebih mendalam. Apabila "Osi Ji" ditambahkan dengan aksesoris misalnya topi atau skateboard, dia bisa menjadi brand ambassador pemerintah. Pastinya pemerintah mempunyai programprogram yang ingin disampaikan. Selama ini penyampaian program-program pemerintah diwakilkan dengan figur walikota. Dari situ peran maskot itu masuk. Misalnya untuk menyampaikan gerakan membaca bisa ditambahkan dengan buku atau dengan ditempatkan di tempattempat tertentu sesuai dengan programdok. Pribadi

desain jelek nantinya. Hehe. Kalau singa ini sebenarnya bukan fauna asli Kota Malang, terlebih fauna asli Indonesia. Namun menurut sejarah, figur singa ini cukup berperan penting di Kota Malang terlepas dari Arema. Secara kronologis, penggunaan singa seperti ini pada waktu Hindia Belanda ada beberapa figur singa yang ditemukan di candicandi yang ada di Kota Malang, seperti di Candi Badut dan Candi Kidal. Nah, Candi itu kan ada pakem-pakemnya, pakem Jawa Timur itu seperti apa, pakem di Jawa Tengah itu seperti apa. Figur singa ini ditempatkan di tempat-tempat tertentu di candi. Menurut pakem, patung itu bukan figur singa yang seharusnya, tapi di beberapa candi di Kota Malang menggunakan figur singa dan selain itu setelah diteliti ternyata batu tersebut bukan batu lokal, melainkan didatangkan dari luar negeri yang kemungkinan didatangkan dari kerajaan lain. Pasti ada yang spesial dari figur singa ini. Selanjutnya pada penjajahan Hindi Belanda figur singa ini digunakan lambang Kota Malang setelah itu pada tahun 1987 figur singa ini digunakan sebagai maskot Arema. Katanya sih karena bulan Agustus zodiaknya leo. Setelah adanya sejarah tersebut, visualisasi yang saya pilih adalah bentuk singa.

Kontroversi tidak bisa dicegah. Dari pihak ADGI (Asosiasi Desain Grafis Indonesia), visualisasi yang terpilih pasti ada kontroversi. Tapi setidaknya dengan pelaksanaan lomba yang sesuai dengan kaidah yang benar, visualisasi yang terpilih bisa dipertanggungjawabkan. Kontroversi tersebut muncul juga karena ketidaktahuan masyarakat. Malang kan terkenal dengan Arema, ada beberapa media yang mereka tidak menjelaskan bahwa ini adalah maskot

Tahun 39 Maret-April 2017|

21


program yang ingin disampaikan. Selain itu, "Osi Ji" ini juga bisa berperan sebagai submaskot dan saya bekali juga dengan back story. Lalu, bagaimana peran "Osi & Ji" sebagai submaskot? Setelah Batu terlepas dari Malang, Malang kayaknya nggak punya potensi. Walikota sepertinya lebih mengarahkan ke wisata kota, misalnya kampung warna-warni. Kita tahu bahwa industriindustri di Kota Malang terkumpul di titik-titik tertentu. Hal itu bisa menjadi potensi pariwisata yang bisa diolah. Karena itu saya memperkenalkan si Osi ini rambutnya bisa diubah-ubah. Ketika si Osi ini dijadikan merchandise di tempat-tempat tertentu misalnya dijual di kampung warna-warni, rambut si Osi ini bisa diubah menjadi warna-warni. Tujuannya adalah seandainya ada dua wisatawan yang datang ke Malang, satunya datang ke kampung warna-warni dan satunya datang ke Dinoyo. Ketika pulang mereka bertemu, “Aku lebih suka punyamu nih, kalau aku ke Malang aku akan datang ke tempat yang kamu kunjungi itu�. Bayangkan, dengan dua varian Osi saja sudah bisa membuat wisatawan dari luar Kota Malang bisa kembali datang ke Malang. Nah, apalagi dengan sepuluh varian atau 50 varian. Secara ekonomi, bila hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat bisa membantu mereka secara finansial.

Bagaimana konsep "Osi & Ji" yang Anda bekali back story? Di malang kan banyak SMK atau universitas dengan jurusan desain animasi. Sehingga indutri kreatif di Kota Malang menjadi berkembang. Untuk itu "Osi Ji" ini saya bekali dengan back story, harapannya bisa dimanfaatkan oleh teman-teman di industri kreatif menjadi IP (Intelectual Property). Jadi back story yang saya bekali seperti ini, Osi ini aslinya singa emas di kerajaan di langit. Kemudian dia jatuh membentuk sebuah kawah yang rusak sehingga menjadi gersang. Karena dia bersalah dengan ibu pertiwi, akhirnya dia bertapa. Seiring dia bertapa daerah sekitar menjadi subur. Si Osi yang dulunya bertubuh emas menjadi lumutan dan rambutnya menjadi daun. Kemudian ada burung manyar yang terkenal dengan bentuk sarangnya yang khas. Burung manyar yang dikenal dengan Ji ini tidak bisa membuat sarang sehingga dia dikucilkan teman-temannya. Lalu dia terbang mencari pohon. Nah, ketika dia berhenti di salah satu pohon ternyata dia hinggap di rambutnya Osi. Pada akhirnya mereka menjadi teman. Saya buat back story ini sebenarnya berdasarkan bentuk topologi Kota Malang. Topologi Kota Malang yang cekung dan dikelilingi gunung.

dok. Pribadi

Apakah hal itu sudah diterapkan? Belum, untuk diterapkannya membutuhkan waktu. Ada halhal yang berperan penting terutama dana, kemudian birokrasi. Setidaknya saya sudah memperkenalkan fitur ini. Entah dipakai atau tidak itu tergantung pemerintah.

Papang Jakfar

Mengapa Anda memilih style yang seperti itu? Ketika maskot dipakai secara resmi, kita tidak bisa mengontrol penggunaannya. Bisa saja dia digunakan untuk poster, saat yang mendesain dari orang yang ahli desain maskotnya bisa menyatu dengan desain tersebut, tapi jika yang membuat bukan orang yang ahli desain misalnya saja membuat posternya di Microsoft Word, maskot tersebut tidak bisa menyatu dengan desain. Kita harus mengantisipasi hal itu. Untuk itu saya menggunakan style agar ketika digunakan untuk poster jenis apapun maskot bisa mengikuti. Ada pertimbangan ekonomis juga ketika maskot sudah resmi. Dia bebas direproduksi oleh masyarakat. Jadi copyright-nya ada di pemkot (pemerintah kota) tapi masyarakat bebas memanfaatkan "Osi Ji" tanpa membayar royalti ke pemerintah dan itu legal. Pesan untuk mahasiswa UM?

Selama ini yang saya rasakan, kita tidak bisa instan. Bakat tidak selamanya menyelamatkan kamu. Kalau kamu ingin tetap bertahan itu lebih ke strategi kamu. Ada hal lain juga di luar bakat yang lebih menentukan kesuksesan kamu. Contohnya, saya menang lomba maskot, sebenarnya bukan karena konsep yang mendalam tapi karena strategi. Sebenarnya saya tidak ingin ikut di lomba itu. Kemudian saya tahu kalau teman-teman saya yang dari luar kota banyak yang ikut, akhirnya saya ikut. Nah, saya tahu kalau kualitas gambar teman-teman saya lebih keren, jika saya kejar itu pastinya tidak mungkin. Selain itu, juga membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengejar mereka, saya perlu membuat strategi, saya harus menyiapkan argumen yang menguatkan style saya dan argumen yang melemahkan style mereka. Jadi itulah pentingnya strategi. Shintiya

22 | Komunikasi Edisi 309


Foto: Fanisha

Info

didik nini thowok kreasikan topeng malang Didik Nini Thowok ketika menjelaskan tentang tata rias topeng

a

da yang berbeda dengan Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) pada 26 Februari 2017. Pasalnya banyak mahasiswa yang berkerumun di depan Gedung E6 dengan membawa alat-alat rias memasuki Aula Fakultas Sastra lantai 2. Di aula tersebut sedang diadakan “Workshop Pengembangan Tata Rias dan Kostum Berbasis Topeng Malang” dengan pemateri Didik Nini Thowok. Kegiatan workshop diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik (PSTM) UM yang bertujuan untuk menambah pengetahuan pengembangan tata rias dan kostum, menumbuhkan antusias dalam pengembangan tata rias dan kostum, serta meningkatkan keterampilan mahasiswa. Workshop yang dilaksanakan oleh PSTM UM ini diikuti oleh 125 mahasiswa PSTM, guru-guru SD dan SMP se-Malang Raya, serta perwakilan dari beberapa sanggar dan aktivis yang ada di Kota Malang. Topeng Malang dijadikan

sebagai tema dalam workshop kali ini karena visi dari PSTM adalah pengembangan tradisi, terutama topeng. Selain itu, pemilihan topeng Malang juga bertujuan untuk mengangkat tradisi Kota Malang yang mulai meredup. “Topeng bukan hanya sebagai tradisi yang dikenal orang. Namun topeng juga bisa dikreasikan agar orang-orang lebih mudah mengenal topeng. Karena belajar topeng bukan hanya dari tariannya, melainkan dari kostum dan kreasinya," tutur Endang Wara, Koordinator PSTM. Acara workshop ini merupakan acara tahunan ke-8 yang rutin diadakan oleh PSTM guna mengenalkan pengembangan kreasi topeng. Pada saat workshop, peserta diharuskan membawa alat-alat rias sendiri seperti body painting, kaca, alas bedak, eye shadow, foundation, dll. Selain membawa alat rias, peserta juga harus membawa alat dan bahan berupa koran, kertas minyak, kawat kecil, benang, jarum, lem, alat tulis, dll. Pemateri Didik Nini Thowok memberikan contoh dalam pengembangan kreasi topeng. Ia

merias seorang mahasiswa yang menjadi model dalam pengembangan kreasi topeng. Para peserta antusias dalam mengikuti workshop. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan merias model masing-masing. Peserta diberikan sebuah topeng dan mereka harus merias wajah dari model agar sesuai dengan topeng yang telah mereka dapatkan. “Pematerinya bagus, hal ini merupakan hal baru karena Didik Nini Thowok menjelaskan mengenai tata rias dan kita praktik bersama-sama,” ujar Laila, selaku peserta workshop. Setelah adanya workshop ini, PSTM juga merencanakan adanya lomba tata rias tari dan busana kreasi yang merupakan hasil dari workshop. Selain itu, PSTM juga rutin mengadakan workshop ataupun festival topeng guna melestarikan tradisi daerah yang hampir punah. “Harapannya setelah mengikuti workshop ini agar mahasiswa dan guru-guru yang ikut serta dapat mengembangkan tata rias dan kostum dari daerah masing-masing untuk diajarkan kepada murid-murid. Kita harus melestarikan tradisi yang telah ada,” harap Endang.Fanisha

Tahun 39 Maret-April 2017|

23


Cerita Mereka

dok. Pribadi

Sang Organisatoris Pengoleksi Gelar Duta

Kiprah Hepy sebelum menjadi Duta Hijab

Perempuan itu tidak lemah Perempuan itu tangguh Tidak banyak mengeluh

24 | Komunikasi Edisi 309

tulah hal yang dituturkan Hepy Mandiana Sari, penyandang Duta Hijab Radar Malang 2017. Gadis yang bukan lagi belia ini telah menjelma menjadi sosok perempuan tegar dengan pemikiran dewasa, melampaui umurnya yang menginjak 20 tahun. Menjadi percaya diri dan berani menunjukkan karakter dirinya bahkan di hadapan banyak orang bukan merupakan hal sulit untuk ia lakukan. Terbukti ia bisa menuntaskan segala tantangan di atas panggung Duta Hijab. Keberanian untuk unjuk diri dan karakternya yang tegar tak ia dapatkan hanya dengan menengadahan telapak tangan. Cerita perempuan asal Gresik ini pun mengalir menembus mesin waktu ke masa saat ia masih duduk di bangku SMP. Hepy, perempuan yang lahir pada 25 Januari ini memang suka berkecimpung dalam organisasi. Dia mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) pada awal tahun pertamanya di SMP. Menginjak tahun kedua, ia dipercaya untuk menjadi Ketua OSIS. Tak puas hanya dengan kesibukannya, ia juga terjun dalam pramuka. Bahkan ia diamanati

I

untuk menjadi ketua. Kali itu bidang akademiknya berjalan seimbang seiring dengan kegiatannya. Tak putus sampai di situ, saat memasuki SMA dan bergelut lagi dalam dunia OSIS. Ia dipercaya lagi menjadi Ketua OSIS. Di tengah-tengah kesibukannya mengikuti berbagai macam organisasi, perempuan yang menggemari olahraga voli ini sempat mengikuti lomba Kartini. Ia dipilih oleh salah satu guru untuk mengikuti lomba tersebut. Inilah awal mula ia menjajaki dunia entertain karena berhasil menyabet juara harapan 1, ia lalu mengikuti ekstra keputrian di sekolahnya. Sebuah keputusan pastilah mempunyai risiko. Risiko yang mengekor dari kesibukan yang dijalaninya adalah nilai akademikmnya menurun. Ia berusaha keras untuk mengikuti ketertinggalannya di tahun akhir masa SMA. Melampaui sederetan ujian akhir sekolah merupakan masa-masa menegangkan yang menguras tenaga dan pikiran. Hingga akhirnya, topi toga melambung di atas sumringahnya senyuman. Saat-saat dilematis pun menghampiri. Menentukan pilihan jurusan yang akan ditempuh empat tahun ke depan. Begitu juga yang dialami oleh Hepy. Perempuan yang menyukai makanan bebek


Cerita Mereka Duta Wisata “Cak dan Yuk� Kota Gresik 2016. Segala macam masa karantina, tantangan, dan tes ia lampau dengan percaya diri. Juara 3 (wakil II) pun berhasil ia kantongi. Tak lama setelah itu, berasal dari hasil stalking tentang kompetisi duta, ia menemukan kompetisi Duta Hijab Radar Malang. Sempat ragu karena ia bukan berasal dari Malang. Namun dengan memegang kalimat bismillah, ia tetap membulatkan tekadnya. Tanpa sepengetahuan orangtua, ia mendaftarkan diri dengan uang hasil MC. Ia takut memberikan harapan pada orangtuanya dan membesitkan rasa kecewa jikalau ia tidak dapat meraih juara. Namun apalah daya, kompetisi dilaksanakan saat liburan semester. Mau tidak mau ia harus memberitahu orangtuanya. Memanggul izin dari orangtua, Hepy pun berangkat ke kota rantaunya. Mengurusi segala persyaratan sendirian karena memang dalam masa liburan. Selain itu, organisasinya sedang dalam acara sehingga temantemannya berhalangan untuk menemani. Ia tak mengeluh, ia tetap tangguh mengikuti satu per satu tahapan yang harus dilalui. Sesekali pikirannya gentar, mendapati banyaknya peserta yang membludak. Tes tulis dan dua kali wawancara ia lalui dengan usaha yang terbaik. Ketenangannya berhasil membawanya sampai pada tahap 40 besar dari 204 peserta. Kompetisi unjuk bakat menjadi penyaring dari 40 besar ke pintu karantina finalis 20 besar. Sama seperti unjuk kebolehan pada saat Duta Wisata 2016 di Gresik, ia menampilkan lagu dengan tarian Jawa. Ia mempelajari lagu Jawa dari ibunya yang pintar nyinden. Rasa syukur menyelimuti hatinya ketika namanya berhasil masuk

dalam 20 besar. Pintu karantina terbuka lebar. Telepon genggam pun disita seakan benar-benar memutus semua komunikasi dengan dunia luar. Saling mengenal karakter satu sama lain dalam waktu tiga hari (24-26/02) menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Sampai pada waktu yang ditunggu (26/02), berada di pelataran lantai satu Mall Olympic Garden (MOG), keduapuluh finalis melangkahkan sepatu hak tinggi di atas panggung yang dikhususkan. Bak Putri Indonesia, ia memperkenalkan diri dan melantunkan setiap pemikirannya untuk menjawab pertanyaan dari penilai. Melihat peserta lain berhasil menjawab dengan sempurna membuat Hepy lagilagi tak optimis untuk menang. Namun ia tak pesimis untuk kalah. Ia hanya berusaha semaksimal mungkin. Tibalah saat pengumuman sepuluh besar. Sayangnya pembawa acara tak menyebutkan namanya sehingga ia pun berbesar hati untuk turun dari panggung. Namun keheranan terjadi, semua panitia panik karena hanya ada sembilan peserta yang berada di panggung. Seketika pembawa acara meminta maaf dan memanggil nama yang tertinggal yaitu Hepy Mandiana. Hepy tak percaya. Ibarat ia diayunkan ke bawah untuk diangkat ke atas. Ia berputar untuk naik ke panggung lagi. Bahkan juga tak percaya saat mahkota kemenangan juara satu dianugerahkan di kepalanya. Suatu hal yang pantas bagi Hepy untuk berbangga diri. Namun bukan menjadi pembatas untuk terus mengasah diri. Ketangguhan untuk membagi tenaga ketika menjadi Purna Paskibraka Indonesia, Duta Wisata Gresik 2016, Duta Hijab 2017, Ketua Bidang di HMJ, dan Ketua Subbidang di IPRI serta job-job tambahan. Bahkan untuk membagi waktu mengerjakan tugas sebagai bentuk tanggung jawab terhadap gelar utama yang disandangnya, yaitu sebagai mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial. Beragam hikmah yang ia dapatkan saat menjadi Duta Hijab. Kini ia memantaskan diri dengan tidak menggunakan pakaian yang kurang sopan, lebih mendalami tentang Islam dan juga lebih aktif dalam kegiatan sosial. Hal yang lebih penting lagi, ia telah berhasil membuat orangtuanya bangga.Maria

dok. Pribadi

ini sempat mengalami selisih pendapat dengan orangtuanya. Pilihan untuk mengambil kepolisian atau keperawatan terpampang di hadapan mata tanpa ada kemantapan hati. Jiwanya sebenarnya berada di jurusan sosial. Sampai pada takdir yang menuntunnya, akhirnya ia masuk di dunia sosial, yaitu Jurusan Pendidikan Hukum dan Kewarganegaraan. Hepy menyadari jurusan yang ia masuki bukanlah jurusan yang melegakan hati orangtuanya. Hal inilah yang menggugah benak untuk mengembangkan kemampuan non-akademik yang bisa membanggakan orangtuanya. Alasan untuk berkiprah di dunia entertain bukanlah suatu keputusan untuk senang-senang atau mengikuti arus remaja yang merasa ingin terkenal. Ia berusaha mewujudkan keinginannya dengan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Ikatan Pecinta Retorika Indonesia (IPRI) untuk mendalami ketertarikannya di dunia entertain. Kemampuannya benarbenar terasah. Ia yang senang menjadi pembawa acara ini belajar banyak hal. Hingga sekarang ia mendapatkan berbagai tawaran job dari berbagai kenalan. Tipe organisatoris yang aktif tak bisa terlepas hanya dengan berganti seragam. Ia tetap saja bergelut di organisasi mahasiswa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Tak mudah untuk meyakinkan sang bunda agar mengizinkan aktif dalam organisasi. Namun tabiat keukeuh Hepy meluluhkan hati sang bunda. Akhirnya, dengan janji bahwa kemampuan akademiknya tak akan anjlok lagi, Hepy mendapat kepercayaan dari ibundanya. Gemblengan dari beberapa organisasi membuat perempuan ini bermental kuat dan berkarakter. Terbukti pada saat ia mengikuti

Senyum sumringah atas pencapaiannya meraih Duta Hijab

Tahun 39 Maret-April 2017|

25


Pustaka

SEPANJANG JALAN KENANGAN oleh Ayu Mahmudatul Akhadiyah : Sepanjang Jalan Kenangan : Wardiman Djojonegoro : Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta : I, Mei 2016 : xix + 603 halaman

Mock Up

Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal

B

ilamana ada oknum yang paling bertanggung jawab atas perubahan IKIP menjadi universitas, maka nama Wardiman Djojonegoro segera mengemuka. Beruntung secara spesifik kisah perubahan itu termaktub dalam buku yang ditulisnya sendiri. Sepanjang Jalan Kenangan merupakan sebuah otobiografi yang menceritakan perjalanan hidup Prof. Dr.-Ing. Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan Kabinet Pembangunan VI). Jika sekilas melihat sampul buku memang terkesan kurang menarik. Ketebalan halaman buku juga membuat pembaca awam merasa tidak yakin bisa menyelesaikan pembacaan dalam waktu yang singkat. Kesan pertama membaca judul ialah buku ini seperti karya sastra yang bertema romansa. Namun, kenangan sebagaimana yang tertulis dalam buku ini bukanlah kenangan yang sentimentil. Kenangan yang disajikan bisa membuat pembaca terkagum-kagum pada sosok penulis maupun pelaku-pelaku yang diceritakan di dalamnya. Penulis mampu menceritakan kenangan-kenangan dalam perjalanan hidupnya secara apik dengan penuturan yang ringan tapi sarat nilainilai kehidupan yang naik-turun. Sensasi-sensasi itu mampu membuat pembaca seolah-olah sedang menjadi pelaku kenangan dalam buku ini. Delapan puluh tahun perjalanan hidup Wardiman Djojonegoro diabadikan dalam enam bagian yang disusun secara kronologis. Setiap bagian memiliki episode-episode tersendiri namun berkelanjutan. Bagian pertama tahun 1934-1954 yang menceritakan masa kecil hingga kuliah berikut keluarga serta kerabat penulis. Periode tahun 1955-1966 menjadi bagian kedua yang mengisahkan periode perkuliahan di Delft, Belanda hingga Jerman. Pernikahan penulis hingga wafatnya istri pertama menutup bagian ini. Bagian ketiga mengarungi tahun 1966-1988 menyajikan pengalaman penulis ketika bekerja di bawah kepemimpinan Ali

26 | Komunikasi Edisi 309

Sadikin sebagai Biro Kepala Daerah Pemerintah DKI. Bagian keempat menjelajahi tahun 1981-1992 mengulas pengalaman penulis ketika bekerja di bawah komando B. J. Habibie sebagai asisten Menristek dan Deputi BPPT. Masa bakti penulis sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1993-1998 menjadi bagian kelima. Penutup buku, bagian keenam, diisi tahun-tahun pensiun penulis yang terentang sedari tahun 1999-2014. Pria energik ini masih terus muncul dalam pemberitaan berkat keaktifannya yang ternyata tidak mengenal kata pensiun. Buku ini dikemas dalam bahasa yang ringan. Banyak istilah asing peninggalan kolonial Belanda maupun istilah teknis pemerintahan yang tidak dimengerti diberi penjelasan yang rinci. Alih-alih pembaca kesulitan dengan sederet istilah tertentu yang ada, justru pembaca dimanjakan dengan pelbagai hal yang menambah wawasan. Membaca buku ini seolah-olah berjalan dalam lorong waktu sejarah. Peristiwa-peristiwa di masa lalu yang ada dari buku-buku pelajaran di sekolah dan perguruan tinggi seakan-akan hadir lebih jelas. Pembaca akan merasa sedang tidak membaca, melainkan justru mendengarkan penulis bercerita secara langsung tentang kehidupannya di masa lalu. Tidak hanya menyusuri lorong-lorong waktu, membaca buku ini juga serasa ikut mengenal sosok-sosok besar pada zamannya. Hal itu terentang dari pertumbuhan dan perkembangan kota Jakarta; kehidupan masyarakat Papua dan kerjasama dengan PT Freeport; perkembangan pendidikan di Indonesia; riwayat ICMI; bagaimana keadaan pendidikan di luar negeri?; Puteri Indonesia; hingga kisah-kisah keteladanan orang-orang besar seperti Ali Sadikin, B.J Habibie, Soeharto, dan barisan nama lain. Bagian paling menarik ialah bagian kedua dari buku ini. Bagian ini pernah difilmkan dalam film Rudy Habibie. Cerita antara buku dan film sama persis seputar kehidupan mahasiswa Indonesia di Jerman, seminar pembangunan yang dicetuskan oleh Habibie, sampai ketika Habibie jatuh sakit. Sayangnya, Wardiman


Pustaka Djojonegoro tidak muncul dalam film tersebut. Rasa penasaran segera bergelayut ketika buku ini selesai dibaca. Pasalnya, kisah hidup penulis setelah 2014 sampai hari ini bisa menjadi kelanjutan bukunya kelak. Pembaca pun dapat menyerap cara-cara Wardiman menghadapi tantangan pekerjaan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Kiat-kiat dari pengalaman penulis mengatur waktu untuk pekerjaan, pendidikan, serta keluarga semua nyaris berjalan dengan sangat baik. Tak lupa inspirasi penulis memperjuangkan nasib orang-orang di sekitarnya, generasi penerus bangsa, dan para guru. Buku ini sangat layak dibaca oleh semua kalangan. Buku ini

tidak berjarak dengan nilai-nilai kehidupan yang bisa dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan terkecoh dengan sampul buku, karena dibalik sampul buku yang ekslusif tersebut banyak kisah luar biasa dan tidak terduga. Menyusuri Sepanjang Jalan Kenangan Wardiman Djojonegoro sama halnya dengan menyusuri sejarah bangsa Indonesia. Teristimewa peran Wardiman Djojonegoro yang sungguh besar, terutama untuk kemajuan pendidikan Indonesia masa kini serta yang akan datang. Penulis adalah alumni UM dan Guru Sejarah MAN 1 Malang

Rahman dulu, baru rahim. Beres cinta sosial dulu, barulah ketentraman cinta pribadi. Istriku Seribu, Emha Ainun Nadjib

J

ika sampeyan barangkali membaca karya-karya Cak Nun di era 90-an, bisa jadi menangkap kegalakankegalakan yang ada dalam tulisan-tulisan Cak Nun pada masa itu. Dalam Markesot Bertutur, misalnya. Buku yang terbit kali pertama di tahun 1993 dan 1994 tersebut, berkali-kali menyindir salah seorang pejabat negara di era pemerintahan Orde Baru dengan ucapan, ”Menurut petunjuk Bapak,” ketika memberikan statement di depan publik, mewakili kebijakan-kebijakan presiden pada waktu itu. Markesot merupakan kumpulan esai Cak Nun yang awalnya diterbitkan rutin di salah satu surat kabar lokal di Surabaya. Pada saat itu, sampeyan bisa sungguh merasakan pribadi Cak Nun yang kereng1, lurus, lagi tukang nyelentik2. Beda Markesot, beda pula dengan Istriku Seribu. Buku yang terbit di tahun 2015 tersebut agaknya tampil cukup nggegirisi3 dengan membawa isu poligami. Setidaknya, isu tersebut seolah diwakili sampul buku warna biru bergambar jari manis yang dililit ulat. Jari manis sesungguhnya identik dengan jari yang biasa dipasangi cincin kawin, toh? Terdiri atas dua puluh bagian cerita, sampeyan bakal dibuat tertipu matang-matang ketika memasuki cerita bagian pertama, Tiga Negeri Poligami. Tulisan tersebut masih membawa kita pada percakapan si ‘aku’ bersama Yai Sudrun. Sampeyan bukannya disuguhi apa itu poligami dan salah benarnya soal poligami. Sampeyan malah akan disuguhi betapa perdebatan penduduk di negeri si ‘aku’, menyoal poligami, begitu pelik dan tidak pernah cukup mendalam hingga tidak juga berujung. Pada cerita-cerita berikutnya, sampeyan justru akan makin disuguhi kelembutan-kelembutan yang mestinya memang gambaran proses diri dari si tokoh ‘aku’. Tulisan Cak Nun pada tulisan-tulisan berikutnya bukan lagi seperti tulisan-tulisannya di awal 90-an. Justru sampeyan akan menemukan ramuan tulisan yang penuh cinta, lurus akan tetapi tetap nyelentik. Galak 4Berdandan 5 Tukang sentil Melahirkan 3 6 Bikin merinding disko Dirawat

Mock Up

Pura-Pura Poligami dalam Istriku Seribu Judul Penulis ISBN Terbit Ukuran Halaman Penerbit

: Istriku Seribu : Emha Ainun Najib : 978-602-291-117-3 : Agustus 2015 : 18 cm : 98 : Bentang Pustaka

Pada bagian cerita Manajemen Kentrung, misalnya. Makin jelas jika yang dimaksud istri dalam Istriku Seribu, bukanlah perempuan bermata, berhidung, yang memiliki rahim, yang lantas bisa sampeyan poligami atau suruh macak4 sekalian manak5. Istri yang dimaksud dalam buku tersebut, justru malah merupakan gambaran jamaah yang mesti diramut6. Dalam Manajemen Kentrung, juga digambarkan betapa tidak mudah menjadi ‘aktor’ intelektual atas sebuah ide besar, tanpa perasaan ingin menampakkan diri di depan publik. Selebihnya, sampeyan bisa jadi menuduh bahwa Istriku Seribu sesungguhnya merupakan surat cinta terselubung buat keluarga dan jamaah. Sampeyan bisa jadi juga menyimpulkan bahwa buku bersampul biru tersebut begitu melow7nya. Bahkan dalam Istri Kepala Rumah Tangga, sampeyan bisa rasakan bahwa sesungguhnya Novia Kolopaking jadi sentral ucapan cinta si ‘aku’. Peran-peran Novia seperti dibedah dalam cerita tersebut. Bahwa Novia pada nyatanya juga ikut ngopeni8 jamaah meski tidak banyak tampil di depan panggung. Sampeyan bisa jadi bakal mberebes mili9 ketika membaca bagian yang satu ini. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah dan Juara III Kompetisi Penulisan Pustaka Majalah Komunikasi UM Tahun 2016

Selembut-lembutnya Mengurusi 9 Menitikkan air mata

1

7

2

8

Tahun 39 Maret-April 2017|

27


Laporan Khusus

Astra Road Safety Challenge 2017:

UM Sapu Bersih Gelar Jawara

P

Media yang dibuat dalam waktu sebulan tersebut, berhasil memikat para juri yang berasal dari Ikatan Motor Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Astra International, serta Hartono Sufi yang merupakan Chief Marketing Officer Modifikasi.com. Sementara itu, tim FIK membuat monopoli yang bertajuk Safety Driving Games. Mereka yang beranggotakan Muhammad Ainurrohman, Muhammad Dwi Hidayatullah, dan Revo Adi Christianto memadukan permainan monopoli dengan kampanye tentang rambu-rambu lalu lintas. Tim Tiger, ujar Ainurrohman, menyasar siswa usia SMP yang sedang dalam masa transisi sebelum mereka diperbolehkan membawa motor saat SMA. "Sebelum mereka membawa motor, tentunya harus paham dulu arti ramburambu lalu lintas yang ada," papar mahasiswa semester VI ini. Lain halnya dengan tim Tiger, yang menginisiasi Gerakan Anti Diskriminasi bagi Penumpang Disabilitas. Tim ini digawangi oleh Rizal Fanany, Tsania Nur Diyana, Izzatun Navis, Nisa Yuniar, dan M. Ilham Nurhakim. “Tergerak akan kondisi saat ini, bahwa hak-hak penyandang disabilitas dalam hal transportasi publik masih sangat minim impelementasinya,” kata Rizal. Gerakan ini bermaksud untuk menyadarkan kembali masyarakat akan hak-hak penyandang disabilitas yang belum terpenuhi secara maksimal, dalam kaitannya dengan akses transportasi publik. Salah satu wujud aksi nyata yang dilakukan oleh Tim Tiger ialah sosialisasi hak-hak penyandang disabilitas di Terminal Arjosari. “Sosialisasi berjalan lancar, semua sopir angkutan umum yang kami temui sepakat dengan gagasan yang kami angkat,” lanjut mahasiswa semester II tersebut. Sebagai wujud komitmen akan kepedulian sopir angkutan umum, setelah kegiatan sosialisasi dilanjutkan dengan penempelan stiker anti diskriminasi di bagian badan angkot yang mudah terlihat oleh penumpang. Stiker tersebut berbentuk persegi dengan tulisan besar Anti Diskriminasi berwarna kuning dengan latar belakang merah menegaskan bahwa angkot tersebut menjamin hak penyandang disabilitas. Stiker tersebut dibuat dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya, sehingga dapat menyala di malam hari.Arvendo

dok. Pribadi

encapaian membanggakan kembali ditorehkan oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Bagaimana tidak, kontingen kampus pendidikan menyapu bersih seluruh gelar jawara dalam kejuaraan nasional Astra Road Safety Challenge 2017. Pada ajang bergengsi yang diselenggarakan oleh PT Astra International pada Rabu-Sabtu (2225/02) tersebut, mahasiswa UM berhasil meraih juara satu, dua, dan tiga sekaligus. Astra Road Safety Challenge mengajak kelompok komunitas, pelajar dan mahasiswa serta seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam menyebarkan aksi-aksi positif dalam menjaga keselamatan di jalan raya. Sang pemuncak jawara merupakan tim Edutech dari mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), disusul tim SDG dari jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), dan tim Tiger yang merupakan gabungan dari FIP dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) menyandang peringkat ketiga. Diakui oleh ketua tim FIP, Anton Agus Setiawan, persiapan yang dilakukan sangat mepet. “Kami mengetahui adanya lomba ini satu minggu sebelum deadline pengumpulan proposal,” ujarnya. Hal itu membuat timnya berusaha keras untuk mempersiapkan konsep dengan semaksimal mungkin. “Alhamdulillah, hasil karya kami berupa 3D and Augmented Reality Traffic Sign Program menjadi yang terbaik dalam kejuaraan ini,” ujar mahasiswa yang juga aktif di Forum Mahasiswa Bidikmisi UM ini. Dalam babak penyisihan kami berkompetisi dengan enam puluh kelompok peserta yang terdiri dari tiga puluh kelompok kategori mahasiswa, dan tiga puluh kelompok kategori komunitas. “Dari jumlah tersebut diambil sepuluh terbaik untuk melakukan presentasi karya di Jakarta,” lanjut Anton. Tim yang juga beranggotakan Fitrah Izul Falaq dan Anggita Putri Ningrum ini melakukan implementasi produk mereka di salah satu sekolah dasar di kawasan Sawojajar Malang. “Kami membuat permainan ular tangga yang setiap petaknya disajikan augmented reality, seolah-olah siswa sedang berada di jalan raya,” papar Fitrah.

28 | Komunikasi Edisi 309

Senyum bahagia mahasiswa UM yang berhasil memboyong gelar juara


Foto: Fanisha

Laporan Khusus

Wakil Rektor III ketika menjelaskan Seleksi Mandiri Prestasi

UM Buka Pintu Khusus bagi Siswa Berprestasi

S

Setiap warga negara berkesempatan untuk memperoleh pendidikan, inilah yang mendasari Universitas Negeri Malang (UM) dalam mewujudkan impian putra-putri bangsa yang berprestasi.

ejak tahun 2015, UM membuat peraturan tentang penerimaan mahasiswa baru jalur prestasi. Tidak hanya prestasi di bidang akademik, tetapi juga mahasiswa yang berprestasi di bidang nonakademik. Penerimaan mahasiswa baru yang berprestasi dikenal dengan Seleksi Mandiri Jalur Prestasi. Seleksi Mandiri Jalur Prestasi dilakukan setelah adanya penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN dan SBMPTN. “Berdasarkan peraturan yang telah dibuat, UM akan mengalokasikan sekurang-kurangnya 2% dari mahasiswa baru yang diterima untuk jalur prestasi,� tutur Syamsul Hadi, Wakil Rektor III. Mahasiswa baru yang mendaftar Seleksi Mandiri Jalur Prestasi harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Pada bidang akademik dibagi ke dalam beberapa persyaratan, yaitu peraih nilai tertinggi ujian nasional, olimpiade, lomba kompetensi siswa, lomba karya tulis ilmiah, lomba kejuaraan lain yang terkait dengan mata pelajaran lembaga, sedangkan untuk bidang nonakademik, yaitu peraih juara 1, 2, dan 3 serendah-rendahnya tingkat provinsi dalam lomba atau kejuaraan bidang olahraga, kesenian, keterampilan, keagaaman. Serta kemampuan kompetensi istimewa, misalnya juara MTQ, seni grafis, atau hafal minimal 20 juz Alquran. Peraih peringkat 1,2, dan 3 nilai ujian nasional tingkat provinsi dapat diterima sebagai calon mahasiswa baru sesuai program studi yang dipilih, sedangkan bagi peraih prestasi akademik dan non akademik juara 1, 2, dan 3 serendah-rendahnya tingkat provinsi serta kompetensi istimewa dapat dipertimbangkan untuk diterima melalui penilaian portofolio dan verifikasi terhadap bukti-bukti prestasi calon dengan tetap mempertimbangkan daya tampung

prodi yang dipilih. UM memberikan kesempatan bagi mahasiswa yang berpotensi, bukan hanya potensi akademik melainkan juga potensi nonakademik. Hal tersebut dilakukan dengan cara memberikan pembinaan setiap dua bulan sekali, selain itu juga diarahkan ke Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sesuai bidang masing-masing agar lebih berkembang. Pihak UM juga memberikan sebuah penghargaan, yaitu calon mahasiswa yang dinyatakan diterima melalui jalur prestasi mendapatkan pembebasan Uang Kuliah Tunggal (UKT) selama dua semester pertama, perpanjangan pembebasan UKT selama dua semester berikutnya diberikan kepada mahasiswa apabila yang bersangkutan meraih prestasi serendah-rendahnya juara II tingkat provinsi, kemudian perpanjangan pembebasan UKT selama dua tahun berturut-turut diberikan kepada mahasiswa apabila yang bersangkutan meraih prestasi serendah-rendahnya juara I tingkat provinsi. Pada tahun lalu terdapat sebanyak 54 anak jalur prestasi yang telah dibebaskan UKT. Jika mahasiswa jalur prestasi tersebut tidak memberikan kontribusi prestasi kepada pihak kampus, maka mahasiswa akan dikenakan biaya UKT yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari mahasiswa. Pada tahun ini, pihak UM akan melakukan perbaikan jenis dan bidang dalam seleksi, memperketat seleksi dan lebih menyesuaikan dengan bidang-bidang yang ada di universitas. Hal tersebut dilakukan agar jalur prestasi lebih tepat sasaran kepada bidang yang ada. “Pada prinsipnya, UM memperhatikan orang-orang yang berprestasi. Kita apresiasi hal tersebut,� ujar Taat Setyohadi, Kabag Kemahasiswaan. Fanisha Tahun 39 Maret-April 2017|

29


Menggapai Sisa Peradaban di Gunung Tambora Oleh: Nur Hadi

dok. Pribadi

A

Rimbunya pohon yang menjadi tempat melepas lelah

khir dari kegiatan penelitian tentang etnografi pendidikan komunitas adat di Desa Tambora saya manfaatkan untuk mendaki Gunung Tambora. Beberapa hari saya kaji masyarakat Tambora, rumah-rumah adat dalam bentuk rumah panggung masih ada. Namun sebagian besar sudah beralih menjadi rumah-rumah tembok yang besar. Pengaruh modernitas sudah masuk dengan sangat deras dan mempengaruhi tradisi budaya masyarakat. Untuk mencapai Desa Tambora, terlebih dahulu melakukan perjalanan udara sampai di Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, Bima. Selanjutnya perjalanan darat menuju terminal Gante, Kota Dompu, dengan menumpang angkutan umum. Dalam perjalanan banyak kami jumpai para penjual jagung matang di pinggir jalan yang bersiap-siap mengemas barang dagangannya. Ketika kami singgung bahwa di Jawa orang berjualan jagung pada malam hari, sopir mengatakan bahwa di sini orang jual jagung siang hari, kalau malam tidak aman, sehingga segera harus mengemas barang dagangan jika hari mulai gelap. Menginap dapat dilakukan di sekitar terminal Gante, ataupun langsung menuju daerah Kempo melewati Kecamatan Manggalawa, Doro Peti, Pekat, Doro Ncanga, Calabai, Kadompo, Kadindi dan Tambora. Sejak dari Kempo di sebelah kiri jalan membujur Teluk Saleh yang sangat indah. Bentuk teluk yang memanjang seakan menemani perjalanan menuju Desa Tambora. Bekas-bekas letusan dahsyat Tambora menyisakan bentang alam yang luas berbentuk savanna dan stepa, khususnya di wilayah Pekat-Doro Ncanga. Gunung Tambora memiliki sejarah letusan yang sangat dahsyat 10 April 1815, menewaskan lebih dari 91.000 jiwa. Gunung yang tingginya semula 4.300 meter dpl (tertinggi di Indonesia), akibat meletus tinggal 2.850 meter dpl. Letusan gunung ini terdengar sampai di Pulau Sumatra dan Sulawesi dengan kekuatan empat kali lebih kuat daripada letusan Gunung Krakatau, mempengaruhi cuaca global, membuat Eropa dan Amerika Utara mengalami musim dingin dan langit temaram selama tiga tahun berturut-


Wisata jalur ketiga bisa ditempuh dengan base camp Kebun Kopi Desa Oi Bura, Kabupaten Bima. Jalur ini sebenarnya berhimpitan dengan jalur pendakian lewat Desa Tambora-Dompu. Namun masing-masing terdapat jalur sendiri-sendiri menuju pos 1. Perjalanan Mendaki Tambora Minggu pagi, sekitar pukul 06.30 WITA, tanggal 21 Agustus 2016, saya dan Pak Ardyanto Tanjung (dosen Geografi FIS UM), mulai perjalanan naik Gunung Tambora. Kami menggunakan jasa portir untuk mengangkut barang. Alat-alat masak, mie, telur, beras, dan lain-lain kami beli. Total semua biaya untuk kami berdua Rp1,5 juta, termasuk sewa sebuah tenda. Semua barang itu kami beli dan sewa dari Mas Syaiful, pemilik tempat penginapan yang sekaligus menyediakan suvenir Tambora. Perjalanan mendaki Tambora lewat jalur Desa Tambora, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, akan selalu lewat tempat penginapan ini. Demikian juga pembayaran tiket masuk dilayani Mas Syaiful, sambil beliau memberikan beberapa buku tentang flora-fauna dan sejarah Gunung Tambora. Dari base camp ini perjalanan cukup jauh. Tanah cukup landai tetapi berlumpur. Sebelum berangkat, kami sarapan terlebih dahulu, serta membawa nasi bungkus untuk nanti makan siang di jalan. Perjalanan menuju pos 1 kami tempuh sekitar sekitar 2,5 jam. Separuh dari perjalanan yang kami lalui naik cukup curam, sehingga napas kami terengah-engah. Di pos 1 kami bertemu dengan rombongan yang kemarin sore

berangkat. Mereka sedang makan bersama, semalam mereka menginap di pos 1. Kami tidak lama berada di pos I dan segera melanjutkan perjalanan menuju pos 2 yang kami tempuh sekitar dua jam. Letak pos 2 berdekatan dengan sumber air. Di pos 2 ini pun kami tidak berhenti lama dan segera meneruskan perjalanan menuju pos 3 yang juga kami tempuh dalam waktu sekitar dua jam. Dari pos 1 sampai pos 3 jalanan cukup landai, tetapi sangat panjang. Disebabkan panjangnya rute perjalanan, baru tengah hari kami sampai di pos 3. Lewat tengah hari kami melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Di sini tidak ada bangunan penanda pos. Hanya sebuah tulisan di salah satu pohon yang menunjukkan pos 4. Terdapat beberapa pohon besar yang kokoh, sayangnya diberikan ukiran oleh orangorang yang tidak bertanggung jawab. Di pos 4 ini saya dan Mas Tanjung berhenti untuk makan. Bekal nasi yang kami bawa dari Desa Tambora kami buka dan makan dengan lahap. Terasa perut sangat lapar dan haus. Portir kami minta meneruskan perjalanan menuju pos 5 untuk mempersiapkan dan mendirikan tenda. Sesuatu yang sangat mengganggu di perjalanan dari pos 2 sampai dengan pos 4 adalah keberadaan tanaman jelatang yang mengandung racun, pada lembar daunnya terdapat semacam benang pendek yang amat tajam. Saya sendiri terkena “jarum� tersebut. Ketika lengan saya tersentuh, rasa pedih menjalar ke dalam lengan. Terasa badan agak meriang dan kaku di bagian lengan tersebut sampai waktu yang agak lama. Terkena pada siang hari

dok. Pribadi

turut, karena cahaya matahari tidak bisa tembus. Demikian juga di berbagai belahan dunia, terjadi bencana kelaparan dan penyakit. Terdapat dua kerajaan di Pulau Sumbawa yang terkubur bersama letusan itu: Kerajaan Pekat dan Tambora, serta menghancurkan kerajaan Sanggar. Bekas-bekas letusan itu masih bisa dilihat dalam pendakian menuju puncak Tambora. Untuk mendaki puncak Tambora terdapat tiga jalur pendakian: pertama lewat Doro Ncanga. Ini jalur yang terdekat dan termudah, biasanya dilakukan dengan menumpang Jeep dengan ongkos Rp4.000.000,- sampai di puncak dan bisa dilanjutkan jalan kaki menuruni gunung melihat bentang alam di bawah. Jalur ini tidak saya sarankan, khususnya untuk mahasiswa yang masih cukup kuat fisik untuk mendaki, terlebih dengan membayar ongkos angkutan yang terbilang sangat mahal untuk kantong mahasiswa. Jalur kedua adalah jalur yang kami lalui melalui Desa Tambora, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu. Jalur ini cukup menantang dan bisa sampai di puncak tertinggi Tambora. Puncak tertinggi tidak bisa dilalui lewat Doro Ncanga, demikian pula dari puncak tertinggi tidak bisa menuju Doro Ncanga. Menteri ESDM Prof. Ir. Widjajono Partowidagdo, M.Sc., MSOR., M.A., Ph.D., yang gugur ketika menuju puncak Tambora berangkat dari Doro Ncanga, namun sayang sebelum sampai puncak beliau gugur. Terdapat prasasti peringatan gugurnya beliau dipasang juga di puncak tertinggi Tambora, dari jalur pendakian Desa Tambora-Dompu. Adapun

Pemandangan menakjubkan Gunung Tambora

Tahun 39 Maret-April 2017|

31


Wisata

Menuju Puncak Gunung Tambora Rasanya tidur malam kami sangat sulit, karena sekujur tubuh yang sangat lelah, serta terdapat babi hutan yang mendatangi tenda kami, mencari sisa-sisa makanan. Beberapa kali porter mengusir binatang tersebut. Namun kembali lagi. Pagi-pagi sekali sekitar pukul 02.30 WITA, kami siap berangkat menuju puncak. Sebenarnya puncak Gunung Tambora ini hanya kelihatan sedikit dari Desa Tambora, jika keadaan langit sedang terang. Namun ketika memasuki jalur pendakian sampai dengan pos 5, Gunung Tambora tidak kelihatan. Perjalanan dini hari yang gelap, sangat tergantung pada lampu senter. Semua barang kami tinggal di pos 5. Hanya barang-barang yang ringan dan sangat penting, seperti air minum, makanan kecil,

topi, jaket, sarung tangan kami bawa. Sebisa mungkin ketika akan berangkat naik gunung kita menggunakan sepatu gunung yang tidak mudah rusak. Jalanan yang kami lalui naik dan menikung. Gunung Tambora ini tingginya tidak seberapa jika dibandingkan dengan gunung berapi yang lain, namun panjangnya luar biasa. Ini bisa dirasakan dari sejak memasuki gerbang masuk kawasan pendakian sampai pos 5. Menuju puncak gunung-gunung berapi yang tinggi di Indonesia, seperti Semeru, Rinjani, ataupun Kerinci, akan kita jumpai ciri-ciri yang sama: pohon yang semakin jarang, sampai pohon terakhir, dilanjutkan pada jalanan dengan alang-alang, pasir, dan geragal yang sulit diinjak sampai puncak. Hanya bedanya, ciri-ciri tersebut di Tambora semuanya berada dalam satu etape mulai kawasan pos 5 sampai puncak dengan jarak yang relatif pendek. Ketika jalanan mulai kelihatan remang-remang, mulai kelihatan beberapa tenda di dekat “makam”. Para penghuninya kelihatan mulai persiapan pendakian menuju puncak. Lampu senter tidak lagi kami perlukan. Sebentar-sebentar saya menengok ke belakang, arah matahari terbit, takut keburu berlangsung sunrise sebelum kami sampai di puncak. Hawa terasa sangat dingin, dan yang lebih menyiksa angin bertiup sangat kencang, menjadikan rasa dingin amat menusuk tulang. Sungguh karunia Tuhan, kami sampai puncak dekat sebelum sunrise dan sungguh keagungan Tuhan betapa indahnya matahari terbit dilihat dari puncak Gunung Tambora, dengan topangan bibir kawah Gunung Tambora. Subhanallah, kami berkesempatan menginjakkan kaki di atas bibir kawah gunung yang pernah meletus paling dahsyat di dunia era modern. Kami ingat, ketika tempo hari naik pesawat, lewat di atas Gunung Tambora yang ditutupi awan, kelihatan kawah itu seperti sebuah stadion sepakbola yang bulat dilihat dari atas. Kini kami melihatnya dari sisi atas samping dengan pancaran sunrise, sungguh menakjubkan! Kami

Sejauh mata memandang, pendaki disuguhi pemandangan menawan

32 | Komunikasi Edisi 309

dokumentasikan sekeliling puncak Gunung Tambora. Puncak yang kami injak ini adalah puncak tertinggi, karena ada puncak lain yang lebih rendah yang dapat dijangkau dari arah Doro Ncanga. Terdapat bendera merah putih dan tulisan puncak Gunung Tambora pada lempengan aluminium berwarna hijau bertuliskan "TAMBORA 2850, GREEN G – EARTH". Beberapa rekan yang semalam menginap di lokasi dekat “makam” kini berada bersama kami di puncak Tambora. Setelah puas mendokumentasikan semua sudut puncak Tambora, kami turun. Perjalanan turun lebih ringan, namun tenaga sudah sangat lelah. Jalanan dari geragal dan pasir yang sangat sulit didaki karena injakan kita akan hilang separuh, justru sebaliknya ketika turun. Dengan menggunakan tungkai kaki, kita dapat turun dengan cepat dan mudah. Dengan segera kita sampai di tempat tiga tenda yang masih berdiri di lokasi dekat “makam”. Pemilik tenda ini masih di atas. Barang-barang yang berat seperti tenda, menurut kelaziman di berbagai pendakian di banyak gunung akan kita tinggal ketika menuju puncak. Di gunung kita harus berpikir dan berhati bersih, tidak ada rekan pendaki yang berpikiran kotor, seperti niat mengambil barang orang lain. Hanya sekitar 30 menit dari puncak Tambora, kami sudah melewati lokasi “makam”dan segera sampai di pos 5, tempat kami semalam menginap. Porter tadi turun duluan untuk sekadar membuat minuman dan makanan (mie), serta mengemas tenda beserta peralatan yang lain. Setelah sedikit makan mie godok dan minum teh manis, kami segera melanjutkan perjalanan turun ke pos 4. Baik di pos 5 maupun pos 4 tidak ada bangunan joglo. Kami bertiga saling susul. Kaki saya sebenarnya sudah sangat lelah dan kesakitan, tapi saya paksakan

dok. Pribadi

saya merasakan sakitnya sampai malam hari. Disarankan untuk tetap bertahan menggunakan jaket yang menutup seluruh lengan dari mulai berangkat sampai ke puncak Tambora, sampai kembali pulang. Walaupun hawa terasa panas, sebaiknya jaket tersebut tetap digunakan, kecuali ketika beristirahat. Selain itu, sepatu, celana panjang, dan jaket yang kita gunakan akan basah oleh air embun yang ada di dedaunan yang kita lewati. Selesai makan, kami segera menyusul porter menuju pos 5. Sebenarnya masih ada kesempatan untuk menuju ke perhentian terakhir sebelum puncak, yaitu di lokasi yang oleh para pendaki disebut “makam” (sebuah tempat yang di dekatnya terdapat prasasti kecil penanda bahwa seorang pemandu telah meninggal pada 1 Februari 1980). Sebenarnya jarak tempuh dari pos 5 sampai “makam” hanya sekitar satu jam, demikian pula dari “makam” menuju puncak juga sekitar satu jam perjalanan. Namun kami putuskan menginap di pos 5 karena relatif masih dekat dengan sumber air, di samping kondisi tubuh yang sudah sangat lelah. Kami sempat masak mie dan membuat teh sebelum keadaan gelap.


dok. Pribadi

jalan. Sekitar satu jam perjalanan turun, kami sampai di pos 3. Di sini saya sempat tiduran, air minum sudah sangat menipis. Setelah rebahan sebentar, perjalanan kami teruskan ke pos 2. Jelang sampai di pos 2 ini, ada sumber air yang sangat jernih yang kami lalui. Saya sempatkan untuk minum sepuasnya, dan cuci muka, serta mengambil air untuk bekal turun, dan melanjutkan perjalanan menuju pos 1. Sesuatu yang mengusik saya ketika kemarin akan naik di pos 1, maupun saat turun, adalah adanya suara gergaji mesin yang sedang memotong pohon-pohon. Namun sampai saya berjalan ke puncak Tambora dan sampai kembali di pos 1 saya belum pernah menjumpai adanya illegal logging yang saya curigai itu. Memang saya rasakan ada jalur-jalur pendakian tertentu yang ditutup. Terbersit keinginan untuk melewati jalur yang ditutup tersebut karena rasa penasaran. Walau ada perasaan takut, teringat bahwa di gunung tidak boleh berpikiran kotor dan berhati kotor. Namun kecurigaan itu tidak bisa dihilangkan karena suara mesin gergaji yang keras dan terasa di dekat kami. Karena merasa toh sudah ada di pos 1, akhirnya saya pilih jalur yang ditutup, dan saya mendapati apa yang saya curigai. Nampaknya saya keluar jalur agak terlalu melebar ke wilayah Kabupaten Bima. Saya saksikan pemotongan pohon-pohon dengan gergaji mesin dan sebuah truk yang siap mengangkut kayu-kayu gelondongan tersebut. Rupanya daerah perbatasan antara Kabupaten Bima dan Dompu memberikan kesempatan dan merupakan daerah strategis untuk melakukan illegal logging. Pemberlakuan status sebagai wilayah Taman Nasional Gunung Tambora oleh Presiden Joko Widodo, pada April 2015, nampaknya tidak cukup dipatuhi. Secara diam-diam, sebagian bekas penebangan itu saya dokumentasikan. Sore hari kami sampai di base camp Desa Tambora. Mas Tanjung dari pos 1 kembali ke Desa Tambora lewat Dompu, sedangkan saya lewat Bima. Mas Tanjung sempat khawatir saya akan tersesat jauh, namun ada keuntungan tidak sengaja yang saya peroleh, dengan illegal logging yang saya saksikan langsung. Penulis adalah dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial UM Mencapai puncak Tambora

Tahun 39 Maret-April 2017|

33


Up To Date

dok. Komunikasi

RESPON BATAS PUKUL 22.00 WIB BAGI ORMAWA

Kegitan aktif mahasiswa ormawa ketika malam hari

H

ampir satu semester ini, mahasiswa dirundung pernakpernik peraturan rektor terbaru. Ada dua peraturan rektor yang sedang hangat diperbincangkan. Peraturan rektor nomor 11 tahun 2016 tentang penggunaan ruang ormawa dan peraturan rektor nomor 3 tahun 2017 mengenai gerbang masuk-keluar UM. Pro kontra selalu terjadi ketika ada peraturan baru. Apalagi pada penghuni setia kampus yang notabene adalah aktivis organisasi dan UKM. Hal yang paling dikhawatirkan oleh mereka ialah jam tutup gerbang UM yang biasanya 24 jam dan kini dibatasi hanya sampai pukul 22.00 WIB. Teman-teman UKM dan ormawa yang terbiasa dengan ritme kampus hampir 24 jam untuk melakukan ragam aktivitas, kini mulai terusik jam kerjanya. Hal ini disebabkan waktu untuk melakukan kegiatan lain selain kuliah ada di malam hari dan menjadi waktu yang tepat untuk mengumpulkan banyak personil untuk berlatih. “Kami bisanya latihan hanya di malam hari, karena pagi hingga menjelang magrib ada jadwal kuliah masing-masing, karena kalau di STKAK (Sanggar Tari dan Karawitan Asri Kusuma. red) bukan hanya latihan gerakan saja, tetapi menyeimbangkan tempo dan

34 | Komunikasi Edisi 309

ritme gamelan. Jadi membutuhkan waktu lama dan kekompakan,” kata Aditya Danar Pramudita, Ketua UKM STKAK UM. Perlu adanya adaptasi dari waktu 24 jam yang dipadatkan hingga pukul 22.00 WIB. Ritme untuk latihan dan pengembangan diri di dalam kampus pun perlu diserasikan dengan peraturan baru. Namun peraturan yang telah dibuat juga bukan tanpa sebab. “Jika sudah selesai kegiatan, segeralah pulang. Hari esok mahasiswa juga masih harus mengikuti perkuliahan mulai pagi hari,” kata Syamsul Hadi, Wakil Rektor III UM. Peraturan dibuat bukan bermaksud untuk membatasi kreativitas mahasiswa. Jika dirasa pukul 22.00 WIB kegiatan belum selesai, mahasiswa boleh memberikan surat izin yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga aktivitas masih bisa dijalankan. Kunci-kunci UKM dan ormawa kini diletakkan di pos satpam Jalan Semarang. Peminjaman sesuai birokrasi dengan menyerahkan KTM dan mengisi form peminjaman ruangan. “Saat ini kunci-kunci sudah diperbaiki semua di seluruh ruang UKM. Ketika ingin membuka ruang UKM, ya harus meminjam di pos satpam dengan meninggalkan KTM,” kata Yodis Rendyan, Ketua UKM Perguruan Setia Hati Terate (PSHT).

Perbedaan sudah mulai terasa dari kebiasaan sebelumnya yang bebas keluar masuk untuk beraktivitas. “Tidak ada kantor di dunia ini yang buka selama 24 jam, pasti butuh istirahat dan penjagaan keamanan,” tambah WR III. “UM sudah terlalu banyak beramal dengan kampus tetangga, wifi lancar, dan sepertinya warnet di sekitar sini banyak yang gulung tikar,” imbuh Pak Syamsul, panggilan akrabnya. Akses wifi juga menjadi sorotan yang melengking disuarakan oleh mahasiswa. Pukul 22.00 WIB wifi UM telah dinonaktifkan hingga diaktifkan lagi mulai pukul 06.00 WIB. “Pihak universitas sudah saling bekerjasama mengenai hal ini, wifi sudah di-off-kan jam sepuluh malam dan kembali on jam enam pagi. Bukan berarti membatasi mahasiswa mengerjakan tugas, jika untuk browsing materi hingga jam 10 malam itu sudah cukup dan diminta untuk segera meninggalkan kampus di malam hari,” imbuhnya. Kini mahasiswa mulai belajar terbiasa dengan ritme peraturan yang baru, walaupun disisi lain banyak hal menjadi efeknya. Pesan dari WR III “Peraturan dibuat bukan untuk kepentingan universitas, melainkan kepentingan bersama untuk keberlangsungan mahasiswa.”Arni


Rancak Budaya

WIRJO-1987*

D

i sepanjang galengan— pematang sawah, tergeletak jasad-jasad manusia yang sudah kaku dengan bekas sabetan luka di beberapa bagian. Masih mengalir darah segar dari bekas sabetan di leher mereka. Sebagian lagi, di bagian perut. Ada pula kepala yang utuh dengan sepasang mata melotot, tetapi telah terlepas tak jauh dari tubuhnya. Bau amis tercium, disebabkan darah mereka yang perlahan mengering. Wirjo kesetanan. Sebilah parang di tangan kanannya, masih meneteskan darah. Ia menebas habis teman-teman sebayanya yang berlaluan dengannya. Ada yang berusaha melarikan diri, terbirit-birit menghindari amukan Wirjo. Terjungkal-jungkal dan pada akhirnya lenyap juga di tangan Wirjo. Ia telah menghabisi anak perempuannya yang masih berusia empat tahun. Arbaiyah telah mati, dipenggal lehernya. Istrinya pun juga telah tewas di tangannya. ***

ilustrasi oleh Krisnawa Adi Baskhara

Oleh : Nur Holipah

Beberapa kali Wirjo pulang pagi hari dalam keadaan bonyok di bagian pipi, lebam dan memar-memar di bagian mukanya. Semalaman suntuk, ia minum. Kebiasaannya sejak perjaka, memang tidak bisa ia hilangkan. Adu ayam dan memasang taruhan juga masih menjadi kebiasaannya. Ia selalu memasang taruhan paling tinggi. Dihabiskannya harta peninggalan orangtuanya untuk memenuhi kesenangannya sendiri. Saat ia kehabisan uang, Wirjo mendatangi rumah saudaranya yang lebih tua dan meminta uang, beberapa rupiah. Apabila tidak, Wirjo meminjam uang ke Aji Apidi. Pekerjaannya mengurus sawah setiap hari, membenahi saluran irigasi, memunguti tangkai padi yang gabug1, serta mengurusi beberapa ekor ternak sapi. Tengah hari, Wirjo pulang ke rumah untuk beristirahat sebentar. Kemudian kembali lagi untuk mengerjakan yang lain. Mencarikan rumput untuk ternaknya, menebang gedebong pisang yang telah masak buahnya, dan pekerjaan yang lainnya. Saat sore, tepat ketika matahari benar-benar telah ditelan pelupuk bukit, Wirjo pulang ke rumah.

*** Indarah mengaduk kopi dalam morong2 dengan cepat-cepat. Kayu-kayu yang digunakannya untuk memasak air di tungku masih menyala. Pendil—panci kecil, dengan sisa air yang mendidih-pun masih belum diangkat dari tungku. Wirjo tidak biasa menunggu, hanya untuk sekadar semorong kopi pelepas dahaganya. Bila sepulang nyawah, tidak ada apapun yang tersaji di dapur, Wirjo biasa membanting perkakas dapur. Melempar piring-piring seng. Ia akan marah dan mengomel. Mengeluarkan kata-kata yang tidak nyaman didengarkan. Tetapi, lisannya memang kasar. Jarang sekali ia berbicara sopan. Di luar, matahari memang sedang terik. Wirjo mengangin-anginkan tubuhnya dengan menanggalkan sepotong baju yang melekat pada dirinya. Celana pendek selututnya yang penuh dengan lumpur tidak ia basuh terlebih dahulu. Ia sedang menggarap sawah miliknya, mencangkul beberapa pematang sawah untuk dibuatkan aliran air. Beberapa hari lagi, sawahnya memasuki masa tanam. Tahun 39 Maret-April 2017|

35


Rancak Budaya “Maskur iku mula asu!3” Hampir lepas jantung Indarah mendengar suaminya melontarkan kalimat itu. “Ada apa Kang?” tanyanya dengan nada hati-hati. Indarah duduk. Maskur memang sedang menggarap sawah miliknya sendiri. Benih padi yang beberapa hari lalu disemainya, sudah hampir meninggi. Memang telah tiba waktunya untuk ditanam. “Aku juga membayar dengan harga yang sama. Sawah Maskur itu tidak seberapa, dengan sawah milikku.” Wajahnya sinis. “Lagipula, aku berani bayar lebih ke mudin!” gerutunya lagi. “Bajingan! Kalau begini, jadi lambat pekerjaanku,” ujar Wirjo, geram. Indarah berusaha menengahi, “Bukankah minggu ini memang giliran Maskur Kang? Se....” Wirjo buru-buru menyela. “Sira iku sing ngarti paran-paran! Wong wadon kari buduh!4” Bentaknya pada sang istri. Matanya mendelik. Indarah telah akrab dengan kalimat-kalimat seperti itu. Biasanya, Indarah tidak akan membalas katakata. Didiamkannya saja sang suami untuk beberapa menit. Menunggu hatinya lega. “Kang, tadi Apidi kemari. Mmm.... Sudah lewat waktu, Kang...” Indarah mengatur sedemikian rupa, kalimat yang diucapkannya. Seteguk, Wirjo mengalirkan kopi ke kerongkongannya. Ia mengarahkan lagi permukaan morong ke bibirnya yang sedikit gelap untuk kedua kali. “Paling tidak, bayarlah separo. Sungkan, Kang!” “Asu!” Morong di tangan Wirjo menjadi melayang. Dibantingnya hingga tumpah, basah ke tanah. Dengan tangannya yang gempal, ia menggampar pipi Indarah. Tubuh Indarah didorongnya, hingga roboh. Ia mencoba berdiri, panik dan berlari ke dapur. Sedikit menahan sakit di pipi kanannya. Amarah Wirjo—yang hanya karena hal semacam itu—membumbung. Dengan masih bertelanjang dada, Wirjo masuk ke dalam rumahnya dengan menggenggam pergelangan parang miliknya. “Duh Gusti! Kang, aja kari gedigi tah yuh!5” Indarah ketakutan melihat aroma kemarahan benar-benar tidak bisa dihindarkan. Wirjo tampak seperti kerasukan. Indarah melindungi tubuhnya dengan lengser—nampan. Terdengar suara teriakan, seorang perempuan. Parang milik Wirjo melibas leher Indarah hingga terputus. Sadis. Dan, mati sudah Indarah di tangan suaminya sendiri.

Arbaiyah rupanya mendengar teriakan emaknya. Ia sedang bermain di halaman rumah belakang bersama Reni. Keduanya terkejut melihat Wirjo memegang parang yang meneteskan darah dan diacungacungkan ke arah mereka. Keduanya berusaha kabur. Sayangnya, Wirjo berhasil meraih tubuh Arabiyah dan memenggal lehernya hingga terputus. Dijilatinya darah yang mengucur dari leher anaknya. Bibirnya telah memerah. Ia menjadi kalap. “Wirjo ngamuk! Wirjo ngamuk!” lekas Reni berlarian, berteriak setengah menangis. Benak Wirjo telah membayangkan tubuh Maskur yang akan terkapar dengan sebilah parangnya pula. *** Dari kejauhan, orang-orang sedang berbungkuk-bungkuk di tengah kedhokan6 menanam benih padi milik Maskur. Ada yang hanya saling pandang, lalu memutuskan kembali menyelesaikan. Ada pula yang sengaja memandang hingga jarak mereka agak berdekatan. “Ana paran sih gok uber-uberan gedigu?7” tanya seorang paruh baya, yang juga mengenal Wirjo. “Alah. Sudah biasa, Wirjo memarahi anaknya!” sahut yang lain, santai. “Tolong....!” Reni berteriak sekuatnya. Wirjo melibas leher Reni, kemudian berlari ke arah orang-orang di tengah kedhokan. Semua berteriak ketakutan. Wirjo semakin tidak terkendalikan. “Nagud, dipateni! Arit hang dicekel!8” Dengan gugup, orang-orang berlarian meninggalkan kedhokan. Namun, nasib mereka berakhir sama. *** Malam memang masih terlalu muda untuk ditanggalkan. Pada rahim langit, titik-titik bintang semacam kunang-kunang yang berkeliaran—tak dapat terhitung jari. Namun, tiada sesiapapun yang berani menikmati keindahannya. Seluruh orang kampung mengurung diri di rumah masingmasing. Tidak ada yang berani bicara keras-keras. Rumah-rumah penduduk desa sangat sepi, tanpa dinyalakan sebatang damar telempik9-pun. Desa Banjarsari seperti ditinggalkan penghuninya. “Mak, setan apa yang menempel di tubuh Man Wirjo itu?” “Hesss. Aja pati buyek wis. Kebesen bain damare. Gena Wirjo sing mara!10” bisik Isah, dengan suara yang hampir tidak terdengar. Istianah—anaknya, hanya mampu

Tangkai padi yang berwarna putih karena bulir-bulir padinya termakan gulma Mug berukuran besar 3 Kata-kata umpatan. Seperti: Sialan/brengsek si Maskur! 4 Kau itu tidak tahu apa-apa. Perempuan goblok! 5 Kang, jangan seperti ini! 6 Sawah yang siap ditanami padi. Biasanya telah digendangi air.

Ada apa? Mengapa berkejaran seperti itu? Dibunuh! Dia memegang parang! Lampu tempel 10 Jangan berisik. Matikan saja lampu tempelnya, supaya Wirjo tidak datang! 11 Beng/Jebeng : panggilan untuk anak perempuan. Thulik/Lik : panggilan untuk anak laki-laki.

1

7

2

8

36 | Komunikasi Edisi 309

membaca gerak bibir emaknya. Isah memeluk tubuh anaknya. Di atas ranjang keduanya berbisik-bisik untuk melawan ketakutan di antara mereka. “Kau kuberitahu, Beng11. Wirjo itu punya ilmu. Jadi jangan sembarangan membicarakannya!” “Kenapa dia membunuh orang-orang desa, Mak?” Isah dan Istianah berbicara sangat pelan, tidak ingin didengar siapapun. Jalanan desa benar-benar lengang. Tidak ada sekelebat orang pun yang berani memperlihatkan diri. Malam akan berlalu dengan menakutkan. Wirjo bisa datang kapan saja, dengan membawa parangnya. Orang sedesa percaya bahwa Wirjo bisa menyamar jadi apapun lantas kemudian membunuh siapapun juga yang ia temui. Beberapa orang malah menuding bahwa Wirjo manusia jadijadian. “Dia tidak waras!” Isah mengatakan dengan mantap. Terdengar suara kerosak dari belakang rumahnya. Ia berpikiran baik, tak akan terjadi apa-apa. Isah berharap agar pagi segera datang. “Sudah, jangan banyak tanya. Tidurlah.” *** Kemarin pagi, orang-orang berseragam dengan membawa bedhil datang ramairamai. Sudah tiga hari Wirjo menghilang. Sejak pembantaian yang dilakukan oleh dirinya. Tubuh Wirjo ditemukan menggantung di sebuah pohon yang agak tinggi, di dekat sungai. Sedikit ke barat dari rumahnya. Orang-orang mengira Wirjo telah mati dan tak akan ada lagi korban yang dibunuhnya. Barangkali benar, kata orang-orang. Wirjo hanya manusia jadi-jadian. Nyatanya, tubuh Isah dan Istianah ditemukan saling berpelukan dan tidak bernyawa. Leher mereka hampir putus dan darah merembes ke sekujur tubuh mereka. Siapa lagi, bila bukan Wirjo? Bisa jadi, rohnya masih berkeliaran. Banjarsari terasa mencekam, sekalipun mayat Wirjo telah ditemukan. *Pada 15 April 1987, di Desa Banjarsari (Kabupaten Banyuwangi) terjadi pembantaian yang didalangi oleh seorang petani berusia sekitar empat puluh tahun-an, bernama Wirjo. Konon, ia menewaskan 20 orang, termasuk anak dan istrinya. Serta 12 orang terluka. Wirjo membunuh menggunakan parang dan celurit. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan dan Juara III Kompetisi Penulisan Cerpen Majalah Komunikasi 2016

9


Puisi

Merindumu Oleh : Moch. Habib Nur

Tiadaku pernah bertemu, namun dirimu selalu kurindu Tiadaku pernah dengar suaramu, namun suaramu selalu kurindu Tiadaku pernah melihat wajahmu, namun rasa penasaran akan wajahmu selalu kurindu Tiada lain selain dirimu, yang patut hadir dalam benakku untuk kurindu Hanya dari kata orang kutahu dirimu Orang berkata dari masa ke masa tentangmu Semua tahu tentangmu dari sahabat-sahabatmu Sahabat yang siang dan malam selalu bersamamu Melalui kata-kata dan tingkah-lakumu Orang percaya keberadaanmu Bahkan apa-apa yang menjadi ketetapanmu Semua diikuti sahabat-sahabat, para pengikutmu, termasuk aku Semua tentangmu dikisahkan sahabat-sahabatmu Akhlakmu, kesabaranmu, kepemimpinanmu Semua dibicarakan detail seolah-olah yang berkisah itu kamu Semua kisah itu semakin menambah rasa rinduku padamu Semua orang menginginkan perjumpaan denganmu Doa-doa dipanjatkan tak lupa menyebut namamu Nama yang selalu dirindu Rindu yang takkan habis oleh waktu Aku memang tak sehidup denganmu Namun aku selalu merindu sesurga bersamamu Bersamamu kekasih Tuhanku Rasulullah Muhammad namamu Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sejarah dan Juara Harapan II Kompetisi Penulisan Puisi Majalah Komunikasi UM 2016

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Tahun 39 Maret-April 2017|

37


Oleh Amalia Rahma Keke

Seluruh sivitas akademika UM dapat mengirimkan karya komik dengan tema bebas dalam bentuk soft Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya berupa komik dengan tema bebas dalam bentuk file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 Mei 2017 fotodiri dan(nama, identitas diri (nama, komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 November 2016disertai disertailokasi identitas fakultas, jurusan, dan nomor HP). fakultas, jurusan, dan nomor HP) Tahun 39 Maret-April 2017|

38 | Komunikasi Edisi 309

35


Rumput masih terbentang, menjadi gelanggang saksi tiap gerak gerik beladiri kami Fotografer : Alrizal Akbar Nusantara Fak/Jur : Fakultas Teknik/ Teknik Elektro Lokasi : Lapangan Pantai UM

Raung si raja hutan perlambang sudut kota yang temaram Fotografer Fak/Jur Lokasi

: Khrisna Adhi Pradana : FIP/ KSDP : Taman Trunojoyo, Kota Malang

Kesibukan tahu kapan ia harus berangkat membalas rindu kepulangan Fotografer : Teguh Prasetyo Fak/Jur : Fakultas Ilmu Keolahragaan/IKOR Lokasi : Cicalengka Bandung, Jawa Barat

Teduh dan sejuk menjadi titik temu dalam perjalanan yang penuh haru Fotografer : Mohammad Farhan Alim Fak/Jur : Fakultas Ilmu Keolahragaan Lokasi : Hutan mangrove Trenggalek

Seluruh sivitas akademika UM dapat mengirimkan karya komik dengan tema bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambatlambatnya tanggal 25 Mei 2017 disertai lokasi foto dan identitas diri (nama, fakultas, jurusan, dan nomor HP)



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.