Gratiana
Mei
rap
Endar
Adaninggar
Jeane
Program Studi
5
Berkomunikasi dengan Hati Mencipta Harmoni
Pelatihan Perajin Akar Jati di Bojonegoro oleh FAD UKDW
K
abupaten Bojonegoro, Jawa Timur, memiliki sentra kerajinan akar jati, tepatnya di Desa Geneng, Kecamatan Margomulyo. Sentra kerajinan tersebut menjadi salah satu potensi industri kreatif yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro. Terdapat lebih dari 170 pelaku usaha kerajinan akar jati yang tergabung dalam Paguyuban Jati Aji. Setelah melalui berbagai diskusi, didapati fakta bahwa masih terdapat permasalahan kualitas dan desain produk kerajinan akar jati yang siap dipasarkan, khususnya ke pasar ekspor. Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana (FAD UKDW) yang diwakili oleh Kristian Oentoro, S.Ds., M.Ds. dan Drs. Purwanto, M.T. menjadi narasumber dalam acara 'Pelatihan Peningkatan Kualitas Produk Akar Tunggak Jati' yang diadakan oleh Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bojonegoro.
Pelatihan tersebut turut menghadirkan Heru Prasetyo (Pras Craft) sebagai narasumber dari unsur praktisi dalam pelatihan teknik olahan kayu dengan kombinasi resin (wooden resin). Pelatihan yang berlangsung pada tanggal 11-13 Juli 2018 tersebut dibuka oleh Kepala Bappeda Kabupaten Bojonegoro, Ir. I Nyoman Sudana, M.M. dan ditutup oleh Agus Supriyanto, S.H., M.Si. selaku Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten Bojonegoro. Dalam pelatihan tersebut, Kristian Oentoro sebagai salah satu dosen pada Program Studi Desain Produk FAD UKDW mendesain meja dengan memanfaatkan sisa potongan ranting dan akar kayu jati yang sudah terpakai dengan teknik wooden resin. Melalui cara tersebut, diharapkan para perajin terinspirasi untuk memanfaatkan bahan-bahan yang tidak terpakai, karena selama ini sisa potongan ranting dan akar
foto:dok/Panitia
kayu jati hanya digunakan sebagai kayu bakar. Melihat antusiasme para pelaku usaha dan perajin yang tergabung dalam
pelatihan tersebut, maka pelatihan lanjutan akan direncanakan pada bulan Agustus 2018. [Kristian]
FAD UKDW dan Bappeda Jogja Gelar Pelatihan Batik Tulis Pewarna Alam
F
akultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana (FAD UKDW) bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta menggelar pelatihan kewirausahaan dan keterampilan batik tulis pewarna alam di kawasan Embung Langensari, Klitren, Yogyakarta. Kegiatan yang diadakan mulai tanggal 3-6 Juli 2018 ini diawali dengan pelatihan kewirausahaan di kelas A.51 FAD UKDW. Pada hari kedua, peserta diajak untuk belajar mengenai teknik pewarnaan dan belajar tahap pelarutan pada hari ketiga. Pelatihan batik tulis pewarna alam diikuti oleh penduduk yang tinggal di kampung dekat Embung Langensari, tanpa ada batasan usia serta memiliki berbagai macam profesi seperti pengrajin dan pembatik. Namun ada juga peserta yang baru pertama kali belajar cara membatik. Saat sosialisasi dilakukan, warga diminta untuk mengisi kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui ketertarikan warga di bidang batik tulis pewarna alam. Dari 30 peserta yang mengikuti pelatihan, terdapat 20 peserta yang ingin menggeluti batik tulis. Menurut Drs. Hendri Suprapto selaku konsultan batik pewarna alam, pelatihan di kawasan Embung Langensari ini merupakan
foto:dok/Panitia
salah satu upaya untuk mempertahankan predikat Yogyakarta sebagai kota batik dunia, yang didapatkan dari World Craft Council (WCC) pada tahun 2014. Yogyakarta dianggap memenuhi tujuh kriteria WCC yakni memiliki nilai historis, nilai orisinalitas, nilai ekonomi, bereputasi internasional, ramah lingkungan, ada regenerasi, dan berkelanjutan. “Sampai saat ini masih banyak pengrajin batik yang menggunakan produk kimia untuk mewarnai kain batik. Melalui pelatihan ini
kami mengedukasi masyarakat untuk mengikuti gerakan back to nature yang akan mengarah pada bahan dasar organik,” tambahnya. Kristian Oentoro, S.Ds., M.Ds. selaku Ketua Tim Peneliti dari FAD UKDW menjelaskan bahwa tujuan diadakannya pelatihan ini adalah memberikan kemampuan dasar bagi warga Kampung Klitren dalam membuat karya batik alami. “Selain mengedukasi warga setempat, kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk mem-
pertahankan batik tradisional yakni aspek regenerasi pengrajin batik tulis. Banyak tanaman di sekitar embung yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alam yang sifatnya berkelanjutan,” paparnya. Kawasan Embung Langensari dipilih sebagai tempat pelatihan karena kawasan ini memiliki potensi untuk menjadi pusat wisata batik berbasis eco-tourism. Hal ini sejalan dengan pemikiran Pemerintah Kota Yogyakarta, sebagai kota batik dunia, Yogyakarta harus memiliki sentra batik yang bisa dikunjungi dan memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tim peneliti yang beranggotakan Dr.Ing. Sita Y. Amijaya, Tutun Seliari, M.Sc., dan Drs. Hendri Suprapto ini berusaha membantu sebuah komunitas yang bernama Paguyuban Batik Tulis Langensari dalam usaha pengembangan produk serta pengadaaan pameran guna memperingati Hari Batik Nasional. Menurut Yunaliati, warga asli Embung Langensari, kegiatan ini sangat membantu masyarakat dalam mempromosikan dan mempertahankan kualitas produk. [wy]
FK UKDW Ambil Bagian dalam Operasi Katarak Mata Gratis
K
atarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan adanya kabut pada lensa mata atau mengeruhnya lensa mata, sehingga membuat penglihatan kabur. Penyakit katarak banyak terjadi di negara-negara tropis seperti Indonesia. Data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan 50 persen kebutaan warga Indonesia disebabkan oleh katarak. Sekitar 1,5 persen dari dua juta penduduk adalah penderita katarak, dan setiap tahunnya bertambah sebanyak 240 ribu orang penderita katarak yang terancam mengalami kebutaan. Awalnya penderita tidak merasa ada gangguan penglihatan, namun lamakelamaan katarak akan mengganggu penglihatan dan menghambat pasien dalam beraktivitas. Penyakit ini biasa menyerang lansia dan membutuhkan operasi untuk mengganti lensa mata yang rusak. Dalam operasi katarak, lensa yang keruh akan diangkat dan diganti dengan lensa tiruan.
Lensa tiruan ini terbuat dari plastik atau silikon dan dapat digunakan untuk seumur hidup. Sedangkan pada kondisi di mana lensa tiruan tidak bisa dipasang, pasien harus mengenakan kacamata atau lensa kontak pasca operasi katarak untuk memperbaiki penglihatan. Operasi katarak merupakan operasi yang aman dilakukan. Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana (FK UKDW) ke-9, Divisi Pengabdian Masyarakat (Pengmas) yang tergabung dalam Panitia HUT FK UKDW menyelenggarakan kegiatan “Operasi Katarak Mata Gratis” pada hari Minggu, 15 Juli 2018 di RS Bethesda Yogyakarta. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama antara FK UKDW dengan RS Bethesda, Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami), dan Sido Muncul. Sebelum dilakukan operasi, panitia melakukan screening pada calon pasien terlebih dahulu pada hari Jumat, 13 Juli
2018. Ada sepuluh anggota Panitia HUT FK UKDW yang bertugas di lokasi. Screening ini bertujuan untuk memeriksa kondisi calon pasien dengan keluhan katarak. Terdapat 40 pasien yang lolos pemeriksaan awal, dan selanjutnya langsung menjalani operasi katarak pada hari Minggunya. Pada operasi katarak tahun ini, ada tiga orang mahasiswa FK UKDW angkatan 2015 yang diperbolehkan masuk ke dalam ruang operasi untuk mengamati secara langsung prosedur tindakan operasi katarak dan membantu pelaksanaan operasi. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Brahmastra Megasakti, Christofer Sathya Wijaya B. S., dan Darren Eduardo W. Perawatan terhadap pasien yang mengikuti operasi katarak masih terus dilanjutkan untuk melihat perkembangan tingkat kesembuhan pasien. Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan tiga kali, yaitu pada hari Selasa, 17 Juli 2018 dilanjutkan pada hari Jumat, 20 Juli 2018, dan diakhiri pada
foto:dok/Panitia
hari Selasa, 14 Agustus 2018 yang sekaligus menjadi penutup dari rangkaian operasi katarak mata ini. Operasi katarak mata gratis ini diperuntukkan bagi masyarakat umum yang tidak mampu dan tidak memiliki kartu BPJS Kesehatan. [Nathania]
Fakultas Teknologi Informasi Fakultas Teknologi Informasi
Kedokteran
Program Studi
8
Berkomunikasi dengan Hati Mencipta Harmoni
KKN Reguler 39 Galakkan Perilaku Hidup Bersih Sehat
K
uliah Kerja Nyata (KKN) merupakan proses pembelajaran bagi mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) yang dikembangkan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Pelaksanaan KKN ditujukan untuk menumbuh kembangkan empati dan kepedulian sivitas akademika UKDW terhadap berbagai permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat dan pembangunan berkelanjutan yang diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat. KKN Reguler UKDW khususnya Kelompok 39, dilaksanakan mulai tanggal 27 Juni 2018 sampai dengan 26 Juli 2018 di Dusun Wora Wari, Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo. Dusun Wora Wari merupakan salah satu dari 13 dusun di Desa Sukoreno yang memiliki wilayah terkecil. Kelompok 39 terdiri dari enam anggota kelompok yaitu Octavianus Ricky Adisaputra dari Fakultas Kedokteran, Toni Kristian dan Ribka Angelia Surbakti dari Fakultas Teknologi Informasi, Geybertus Arjuna Butar Butar dan Eunike Yuniar Raharjo dari Fakultas Bisnis serta Marcella Steffi dari Fakultas Arsitektur dan Desain dengan Lucia Nurbani Kartika, S.Pd, Dipl. Secr, M.M. dari Fakultas Bisnis selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL).
foto:dok/Peserta KKN foto:dok/Peserta KKN
foto:dok/Peserta KKN
Setiap kelompok KKN memiliki tujuh program kerja (proker) yang terdiri dari satu proker bersama dan enam proker individu. Dusun Wora Wari memiliki satu proker bersama terkait pentingnya hidup bersih dan sehat. Proker ini disusun melihat dari kenyataan dan kebiasaan masyarakat dusun yang tidak mengelola sampah dengan baik. Dari segi kesehatan, masyarakat Dusun Wora Wari masih membutuhkan beberapa pemahaman yang benar mengenai cara hidup sehat. Selain itu, partisipasi masyarakat terhadap upaya-upaya peningkatan kualitas kesehatan masih terbilang kurang. Melalui sosialisasi pentingnya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), masyarakat diharapkan semakin sadar atas pentingnya kebersihan lingkungan dan kesehatan tubuh. Masyarakat juga diharapkan dapat menginisiasi pembuatan tempat sampah organik dan anorganik. Sosialisasi terkait program tersebut dilakukan di setiap pertemuan RT 13, RT 14, RT 15, dan RT16. Kelompok KKN 39 memberikan tempat sampah organik dan anorganik kepada pengelola Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di dusun tersebut untuk menanamkan pentingnya kebersihan lingkungan kepada anak-anak. Selain itu, anak-anak juga diajarkan cara mencuci
tangan dan sikat gigi yang benar. Masyarakat Dusun Wora Wari sangat antusias mengikuti proker PHBS ini. Selain proker bersama, proker individu yang dilaksanakan antara lain pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA), pengenalan Microsoft Powerpoint dasar dan cara mengoptimalkan penggunaannya, pelatihan penggunaan e-commerce dan social media bagi anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sosialisasi bahaya pergaulan bebas pada remaja, sosialisasi manfaat perencanaan dan pengelolaan keuangan keluarga, cara penyusunan laporan keuangan arisan anggota PKK, dan pembuatan Peta Dusun Worawari. Dengan adanya beberapa proker ini, masyarakat setempat diharapkan dapat mewujudkan kemandirian ekonomi desa melalui kekuatan inisiatif, inovasi, dan kearifan lokal yang menjadi unsur penting dalam mempercepat pembangunan desa. Selanjutnya diharapkan semua elemen masyarakat dapat bahu-membahu dalam mewujudkan kemandirian desa untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. [Cella]
Mahasiswa dan Dosen IFSTS-L UKDW Kembangkan Potensi Sumba Tengah
S
etelah mengikuti program International Field School and Thematic Service-Learning (IFSTS-L) di Sumba Tengah selama satu bulan, sebanyak 29 mahasiswa dan empat dosen dari Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) kembali ke Yogyakarta pada Selasa, 17 Juli 2018. Selain mahasiswa dan dosen UKDW, kegiatan ini juga melibatkan 20 mahasiswa dan satu dosen dari Australian National University (ANU). Menurut Dr. -Ing., Ir. Paulus Bawole, MIP. selaku koordinator IFSTS-L 2018, program ini terlaksana atas kerjasama UKDW dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Tengah untuk menggali potensi lokal yang belum muncul, salah satunya adalah kain tenun Sumba Tengah. “Tahun 2018 ini kami fokus pada pemberdayaan masyarakat. Kami ingin menggali lagi potensi masyarakat setempat melalui
riset, khususnya terhadap kain tenun di Sumba Tengah. Program tahun ini telah berjalan dengan baik, lancar dan aman. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung program IFSTS-L,” ungkap Paulus Bawole. Lebih lanjut, Paulus Bawole menjelaskan bahwa konsep program servicelearning ini merupakan proses pembelajaran mahasiswa di tengah masyarakat, sekaligus melakukan pemberdayaan melalui riset, kreativitas, dan inovasi. “Kegiatan ini adalah program IFSTS-L kedua di Sumba Tengah yang sebelumnya diadakan pada tahun 2016,” tambah-nya. Adapun dosen pembimbing yang tergabung dalam program IFSTS-L tahun ini antara lain Dr.-Ing.Ir. Winarna, M.A., Christmastuti Nur, S.Ds., M.Ds., dan Kristian Oentoro, S.Ds., M.Ds. dari UKDW serta Patrick Guinness, Ph.D dari ANU.
foto:dok/Peserta KKN
Dosen dan mahasiswa IFSTS-L telah terjun di delapan kampung adat yang tersebar di tiga desa di Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat sejak 18 Juni 2018. Mereka tinggal bersama dengan masyarakat untuk mendalami permasalahan secara komprehensif. “Kami harap laporan program
IFSTS-L tahun 2018 yang dipresentasikan kepada Bupati Kabupaten Sumba Tengah beserta jajarannya dapat menjadi masukan yang strategis dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Sumba Tengah,” pungkas Paulus Bawole. [Kristian]
Upaya Peningkatan Pariwisata Desa Pancoh melalui KKN Tematik UKDW
P
ada hari Minggu, 29 Juli 2018, mahasiswa KKN Tematik Bambupreuneurship Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) bersama ketiga dosen pendamping yakni Dr. Ing. Gregorius Sri Wuryanto, Adimas Kristiadi, M.T., dan Stefani N. Sabatini, M.T., serta Ketua Pokdarwis Dusun Pancoh, Ngatijan, membuka Festival Surthong Dusun Pancoh dengan mengadakan softlaunching tiga buah konstruksi bambu di area embung Dusun Pancoh, Girikerto, Turi, Kabupaten Sleman. Soft-launching ketiga konstruksi bambu ini ditandai dengan pemotongan pita dan penanaman bibit bambu yang diwakili oleh Drs. Abdul Haris Sunaryo sebagai Camat Kecamatan Turi, Teguh Raharjo,
S.Pt. sebagai Kasi Pelayanan Desa Girikerto, Joko Purwadi, S.Kom., M.Kom. selaku Wakil Rektor UKDW Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Informasi, serta Dr. Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) UKDW. Festival tersebut dilanjutkan dengan gelar budaya pada Rabu (1/8), kemudian ditutup dengan lomba fotografi bertema “Pesona Ekowisata Pancoh” yang masih dibuka hingga pekan selanjutnya. Sebelumnya, selama satu bulan sejak 2 Juli 2018, tim KKN bersama warga telah berusaha menyelesaikan ketiga konstruksi bambu berupa shelter, jembatan, dan menara pandang. Melalui adanya konstruksi tersebut, diharapkan daya tarik desa wisata Pancoh semakin bertambah.
Pembangunan tiga konstruksi bambu tersebut merupakan salah satu dari program KKN Tematik Bambupreuneurship selain branding desa wisata melalui lomba fotografi, pengembangan UKM dengan pengayaan teknik pengolahan produk bambu, pemetaan potensi bambu pada Dusun Pancoh, serta festival rakyat yang diakomodasi di area embung. Semua program tersebut menjadi strategi untuk me ncap ai tujuan KK N Tematik Bambupreuneurship yaitu pemberdayaan potensi bambu untuk aplikasi ekonomi kreatif. Menanggapi hasil kegiatan Tematik Bambupreuneurship tersebut, Wiyatiningsih merasa program KKN cukup berhasil karena produk yang dihasilkan merupakan hasil identifikasi
foto:dok/Peserta KKN
kebutuhan desa. “Dari produkproduk yang dihasilkan, terlihat bahwa peserta KKN melakukan riset dengan membaca dan menjawab kondisi permasalahan di sekitar site terlebih dahulu”, ungkapnya. Abdul Haris selaku Camat dari daerah Turi mengatakan
KKN tematik pada desa wisata seperti ini dapat meningkatkan kualitas pariwisatanya dan memberi apresiasinya. “Harapan kami, apa yang sudah ditorehkan oleh Universitas Kristen Duta Wacana ini dapat dipelihara masyarakat”, pungkasnya. [Stefani]
Siraman Rohani
10
Mari Berdoa bagi Pemerintah dan Bangsa Indonesia
S
uasana menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-73 sudah mulai kita rasakan. Ornamen-ornamen berwarna merah dan putih, baik itu bendera maupun hiasan-hiasan yang berbau merah putih memenuhi sudut-sudut jalan. Lagu-lagu kebangsaan mulai diputar di beberapa mall di Kota Yogyakarta. Semangat kemerdekaan yang lain bisa kita rasakan di kampungkampung yang memeriahkan kemerdekaan dengan mengadakan berbagai perlombaan yang tentunya sangat dinantikan oleh anakanak bahkan orang tua. Semuanya itu dilakukan untuk memeriahkan peringatan hari kemerdekaan bangsa Indonesia atas penjajahan yang terjadi 73 tahun yang lalu. Lalu bagaimana dengan kita? Apa saja yang kita lakukan ketika kita mengisi kemerdekaan yang Tuhan berikan bagi kita sebagai warga negara Indonesia? Sebagai mahasiswa, dosen, dan karyawan yang berada di UKDW ini, apakah kita hanya sekedar memeriahkan acara tujuh belasan dengan mengikuti kebiasaan yang ada? Oleh karena itu marilah kita bersama-sama berefleksi melalui bacaan yang diambil dari 1 Timotius 2:1-7. Surat Timotius ini ditulis oleh Rasul Paulus terkhusus untuk anak rohaninya yang bernama Timotius. Dia memberikan beberapa nasihat berkenaan dengan kepemimpinannya sebagai seorang pemimpin yang masih muda dan merasa dirinya tidak mampu. Dalam bagian teks ini ada beberapa hal yang dinasihatkan oleh Paulus kepada Timotius. Ada tiga kata kerja berbentuk nasihat yang disampaikan oleh Paulus kepada Timotius yakni naikkanlah permohonan, doa syafaat, dan ucapan syukur (ayat 1). Semuanya itu ditujukan kepada Tuhan untuk para pemimpin negara supaya semua orang termasuk para pemimpin negara memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Dari semua permohonan dan doa syafaat ada satu hal yang tidak boleh tertinggal, yakni ucapan syukur atau thanksgiving (ευχαριστια). Hal ini merupakan doa-doa yang mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. Surat-surat Paulus kepada gereja merupakan ungkapan bagaimana dasar ucapan syukur yang harus dilakukan. Doa tidak hanya berarti memohon sesuatu kepada Allah, tetapi juga bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu yang telah diberikan. Paulus pada masa hidupnya selalu bersyukur kepada Allah dalam segala perjalanan hidupnya, khususnya dalam memberitakan firman Tuhan dan pelayanannya di jemaat-jemaat. Sering kali dalam kehidupan kita, banyak di antara kita berdoa untuk mengeluh, dan lupa untuk bersyukur. Epictetus bukan orang Kristen, namun seorang filsuf Stoa ini berkata,
sumber foto: google
“Sebagai orang tua kurus yang pincang, apakah yang dapat aku lakukan, kecuali memuliakan Allah?” Kita berhak membawa segala kebutuhan kita kepada Allah, namun kita juga wajib bersyukur kepada-Nya. Dari semua hal yang disampaikan oleh Paulus kepada Timotius, kita bisa merefleksikan bersama sebagai warga Duta Wacana. Apa yang sudah kita lakukan bagi bangsa ini, apakah kita hanya mengkritik, bahkan seringkali mencaci kinerja pemerintah di tengah situasi seperti sekarang ini tanpa melakukan apapun? Atau sudahkah kita berdoa sambil mengucap syukur atas bangsa dan pemerintah kita? Ada sebuah lagu yang sangat menolong kita dalam merefleksikan sikap kita terhadap bangsa dan pemerintahaan di Indonesia ini, yaitu lagu “Doa Kami” yang dinyanyikan oleh Sidney Mohede, kira-kira seperti ini lirik lagunya: Syukur untuk setiap rencana-Mu, dan rancangan-Mu yang mulia Dalam satu tubuh kami bersatu, menjadi duta kerajaan-Mu Kuucapkan berkat atas Indonesia, biar kemuliaan Tuhan akan nyata Bagi bangsa ini kami berdiri dan membawa doa kami kepada-Mu
Sesuatu yang besar pasti terjadi dan mengubahkan negeri kami Hanya nama-Mu Tuhan ditinggikan atas seluruh bumi Kami rindu melihat Indonesia pulih dari semua problema Hidup dalam jalan kebenaran-Mu, pancarkan terang kemuliaan-Mu Kami tahu hati-Mu ada di bangsa ini Hanya nama-Mu Tuhan ditinggikan, atas seluruh bumi Lagu ini adalah sebuah doa. Ungkapan kerinduan anak-anak Tuhan bagi Indonesia. Ungkapan keprihatinan mengingat kejahatan yang merajalela di tengah bangsa, bahkan di tengah dunia ini, sungguh jauh dari rancangan Sang Pencipta. Ada banyak perpecahan, pertengkaran, konflik antaragama dan aliran, kecemburuan sosial, korupsi, masalah kesehatan, ekonomi maupun pendidikan. Banyak orang tak lagi peduli apa yang akan terjadi di negeri ini. Mereka kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Siapa pun yang akan menjadi presiden, wakil presiden, atau para menteri, menurut mereka, semua sama saja. Tidak akan membuat negeri ini menjadi lebih baik. Yang penting masih bisa bekerja untuk bertahan hidup. Yang penting kondisiku
DIRGAHAYU
REPUBLIK INDONESIA KERJA KITA PRESTASI BANGSA
baik-baik saja. Namun, bukankah pemerintah ada karena izin Tuhan? Dalam kondisi pemerintahan yang tidak ideal pun, anak-anak Tuhan tetap dipanggil untuk menunjukkan sikap hormat terhadap para penguasa, sekaligus berbuat baik dan menjadi teladan bagi banyak orang. Kita dipanggil untuk mendoakan pemerintah kita, agar mereka juga dapat mengenal kebenaran dan hidup di dalamnya. Seiring doa-doa kita kepada Tuhan, mari kita juga "dalam satu tubuh ... bersatu, menjadi duta kerajaan-Nya” melalui Duta Wacana. Memberikan yang terbaik dalam bidang kita masing-masing. Mengusahakan kesejahteraan bangsa ini dengan keahliankeahlian yang Tuhan berikan. Menolong sesama yang membutuhkan. Memberi sumbangsih pemikiran dan karya untuk mendukung pemerintah. Menggunakan hak-hak kita sebagai warga negara untuk kemajuan bersama. Menyuarakan kebenaran melalui saran dan kritik yang bertanggung jawab. Memberi teladan dalam perkataan maupun perbuatan kita. Menghormati dan mengasihi satu sama lain, baik dengan saudara seiman maupun mereka yang berbeda keyakinan. Bukan kebetulan kita lahir dan besar di Indonesia. Kita harus yakin bahwa Tuhan menempatkan kita di negeri ini, bukan di negeri lain, karena Dia ingin menggenapkan rencana-Nya di Indonesia melalui hidup kita. Menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-73, marilah kita pikirkan cara-cara kreatif untuk memberkati negeri ini. Orang-orang yang merdeka dapat dengan bebas berkreasi dalam kebenaran. Tidak didikte oleh tren dunia yang banyak mengekspos kejahatan sebagai hiburan dan kenikmatan. Orangorang yang merdeka dapat dengan bebas berbuat baik dan mengasihi sesama. Tidak dipengaruhi hasutan orang yang mengumbar kebencian dan penghakiman. Orang-orang yang merdeka dapat dengan tanpa beban melakukan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Kita menyadari bahwa Tuhan sendirilah yang menetapkan keberadaan negara ini dan pemerintahannya, Tuhan jugalah yang menempatkan kita di dalamnya. Setiap hal yang kita lakukan bagi kebaikan negara ini adalah wujud penghormatan dan kasih kita kepada Tuhan. Seperti lagu di atas, kita rindu melihat pemerintah dan segenap rakyat negeri ini hidup dalam jalan kebenaran, kita rindu melihat Indonesia memancarkan terang kemuliaan Tuhan. Mari terus berdoa dan berjuang untuk itu. Never give up! Dirgahayu Indonesiaku! [DBAS]
foto:dok.google.com
Office of International Affairs Joint Seminar on Global Leadership DWCU & Hanseo University
D
uta Wacana Christian University (DWCU) and Hanseo University, South Korea held a Joint Seminar on Global Leadership on Wednesday, July 25, 2018. The seminar took place at Rev. Harun Seminar Room, and was officially oppened by Rev. Dr. Robert Setio, the Vice President for Human Resource Capacity Development and Partnerships of DWCU. Since 2016, DWCU and Hanseo University have been conducting joint program regularly to provide opportunity for students to learn about leadership and get international exposure. This time, twelve Hanseo students led by Prof. Won Kweon Jang and Prof. Oh-Hyeong Kwon participated in this program. The first session of this seminar was presentation from DWCU students. The presenters from DWCU were Aubrey Cornelia Rosalind from Department of Architecture and Reginaldo Alvarez Dipholawa Pampang from Department of Accounting. Both of them participated in Hanseo GLobal Leadership Camp (GLC) that was held in Hanseo University from June 27 - July 3, 2018. In their
foto dok.KK/Rully
presentation, they shared about their experience during Hanseo GLC. “Joining this program is an invaluable experience for us. It helps us to improve our communication skills and we can make friend with people from different countries,” said Reginaldo. “We joined Global Walk, in which we had to walk for twelve
kilometers. It was hard, but I think that it was a good experience,” Aubrey added. The second session was presentation from Hanseo students. The presentation was devided into two topics. The first topic was about Korean Culture and the second was about Leadership. They also shared about their experiance in
Indonesia, including their favourite food from Indonesia and how they dealt with the different culture between Korea and Indonesia. Both presentation from DWCU and Hanseo students were followed by question and answer session. After the seminar ended, Hanseo students joined a campus tour led by student buddies of DWCU’s Office of International Affairs (OIA). Hanseo students along with Prof. Jang and Prof. Kwon arrived in Yogyakarta on July 17, 2018. During their program in Indonesia, they participated in various activities, including field visit to Kulon Progo with DWCU’s Institute of Research and Community Service. The partnership between DWCU and Hanseo University has oppened the opportunity for DWCU students to participate in international program in South Korea. Hanseo GLC is an annual program organized by Hanseo University to develop leadership skills and promote cultural exchange between students from different parts of the world. If you are interested to join this program, keep yoursef updated by checking OIA website at oia.ukdw.ac.id. [drr]
Global Leadership Camp 2018 Hanseo University
C
alling back all the memories that we had in Global Leadership Camp (GLC) always make us sad. The past ten days was one of the best experiences in our life. GLC taught us about anything, we got new knowledges, learned to appreciate another cultures, and especially leadership skill. We left Indonesia on 26th July 2018 in the evening and we arrived in Incheon Airport at 9 AM. We were picked up by two Hanseo’s students, they were waiting for us in front of the arrival gate. After that, we went to Hanseo University and then we arrived there three hours later. Although our flight from Indonesia to South Korea took seven hours and we were super tired because it was a long-haul trip, but everything changed after we arrived there. Hanseo University served us very well, they really care about us even it was just a simple thing and they arranged everything in a good way. The first day in GLC was pretty well. Actually, we were the last participants because the other participants have arrived two days earlier. That was the moment when we had to adapt with another friends. We had a library tour at night. The library is actually located near our dormitory. We spent the night with another participants. They were from South Africa, Bangladesh, India, and also Kenya. We had so much fun that night, got to know each other, and talked about many things until the rest time. The next day, 27th July was the opening ceremony, and GLC was started. All of the participants met at the first time and we were all divided into seven groups of rainbow colors. we
foto dok.KK/Aubrey
were separated in different groups, I got into yellow team and Aldo got into green team. We both got our team uniforms based on the color. Day by day, we were so happy and enjoyed GLC. Aldo was in the green team, he had eight Korean friends and a Kenya friend. They shared about each other’s cultures, their interest, and talked about anything. Aldo was so glad because he was able to adapt and blend in with his friends in the green team. The same thing also happened with me, I was also happy being in the yellow group. I had two friendly Korean roommates, they were so caring about me. There was a time when they had to go back to the room after washing their clothes, they bought me some snacks and drinks. My roommates and I talked about Korean things like make up stuffs, foods, Korean lifestyle and other girl’s things. Both of us were so thankful for
everything. We visited Saemaul-Undong Museum to see Korean history. We went there with another participants and we had a museum tour with some of Hanseo professors. One of our best memories in GLC 2018 was the 12 km Global-Walk. It was so tough and hard but we made it! The weather was so hot and we had to walk and climb for 12 km. Absolutely it was so hard because in Indonesia, we didn’t get used to walk that long, so we got sweat a lot, but we enjoyed and appreciated every second of it because we knew this may happen only once in our lifetime. If you’re wondering what we get from GLC, our answer is, a lot! First, we got networks. From this camp, we got a lot of friends, we exchanged our phone numbers and social media accounts to other participants for different countries. We did that
because we did not want to end the relationship that we made through this GLC. So when we returned to our countries, we will still be able to contact each other or just to say “hello”. Second, after we participated in GLC, our mindset has changed, especially the way we see other cultures. From GLC, we learned to appreciate and respect another cultures. We were both so lucky because we got the chance to join the GLC. Third, we improve our confidence through this camp. Communication barrier was one of the problems, why? Because not everyone in GLC understood English so it was a challenge for us. Time went so fast, night before our last day of GLC, we had a group performance as our farewell. We danced, sang, even there was a parody fashion show! At night, we had a farewell party with our team. We ate Korean chicken, ramen, snacks, and lots of delicious food. At the end of the day of GLC 2018, we gave our friends souvenir from Indonesia and they were so happy to receive it. Overall, GLC 2018 was superb and unforgettable, beyond our expectations! Everyday had their own surprises. We surely got something new in each day. We both were so amazed with Korean people, the politeness, the food, the habit, the culture and their service for us during the GLC. We are grateful for the chance we got to join GLC 2018. It was our greatest and best memories in our life. We will never forget it. [Aubrey & Aldo]
The True Meaning of Leadership
H
ello everyone my name is Theresa Fridey Sihite. I am a student of Business Management. This year I represent Duta Wacana Christian University for Scranton Scholar’s Leadership Program that was held in Seoul, South Korea. I am so thankful for this opportunity that I can experience not only Korean culture but also different cultures from 14 countries (Korea, Nigeria, Congo, China, Vietnam, Myanmar, Cambodia, Pakistan, India, Cameroon, Kazakhstan, Latvia, Philippines, and Indonesia) that attended this program. During seven days of the program I had a lot of activities that they prepared for a year for us. The outline from my activities when I was there were: morning devotion, country sharing where the representative from each country share about their country’s economy, environment, woman leader, gender discrimination, and religion and after that how those main point affect their personal life now, we also went to beautiful places such as Namsan Tower, Suwon Castle, Samsung Innovation Museum, Nanta Performance, and Myeondong. The main reason why I went to South Korea is to get trained how to be a good leader, so before we started what is on your mind when you hear “leader”? You must be thinking that leader is
someone who has top position in organization or an honor to be called by that name right? For me being a leader is a scary thing because I lacked of self-confidence, I have no courage to take a bigger step or to speak out, and I will have responsible like it is a complicated stuff on my mind. Somehow leadership is an important thing that each one of us has to learn about. During Scranton Scholar’s Leadership Program (SSLP) 2018 in South Korea I learned how to be a good leader in different ways. Leader in general is someone that really important for many people to take a responsible, decision maker, and planner or the person who leads or commands a group. Well, there is nothing wrong about it. But, during the program I learned that being leader, it can be many things from the small thing to bigger thing when you give your all potential about something that you can pour out your ideas, creativity, and your heart. What makes SSLP different from other Leadership Program is this program inspired us to look on Jesus leadership where He does not only lead people, family, and His disciples but instead being served He serves them and we all knew He came from the top of everything. Being leader means to inspire people. If you can inspire someone they will take something from
you that will help them in the future and other people that can be inspired by them too. To inspire people is not easy. You have to be a good role model for them, sacrifice yourself, roll up your sleeves, embrace them, motivate them, focus on others not yourself, you will lose freedom, serve them, and get ready to be judged for the things you planned and you are going to do in the future. There is no guarantee that it will goes smoothly when you decide to be leader wherever you are. But when you choose to serve other, you become a leader. You may fail when you try to step out of your comfort zone and in your ways to be leader but you have to remember that failure means “the world is bigger than your own mind” so you can explore and learn many things from others, environment, and it will equip you to be more humble and be a good leader for yourself and others. I think that’s all that I can pour out into this article about my experiences and the things I have learned during Scranton Scholar’s Leadership Program 2018 in Seoul, South Korea ( 16th – 22nd of August 2018). Lastly I want to share Dr. Hea Sun Kim words, she said “Whatever we do it is our own experience” so you guys can do the things that you want to experience to be a leader because sometimes when you learn from others you can
foto dok.KK/Theresia
only see and listen without knowing how it feels to get through and face difficulties to be leader. I believe our own experience of leadership is what gives us life and it is what others experience from us. [Theresa]
11